Anda di halaman 1dari 38

HAPER 8 SEPTEMBER

Pengertian
Hukum acara perdata :
Hukum yang mengatur prosedur dan proses penerapan hukum perdata materiil
oleh/melalui pengadilan, disebut juga sebagai hukum perdata formil.

Terdapat hubungan fungsional antara hukum perdata materiil dengan hukum acara perdata.

Asas - Asas Umum Peradilan


Asas umum peradilan adalah sebagai berikut :
1. Kemerdekaan kekuasaan kehakiman (independence of judiciary)
2. Badan Peradilan Negara (state court)
3. Struktur Peradilan terdiri 2 tingkat (judex facti), sedangkan MA sebagai peradilan
tertinggi sekaligus sebagai peradilan kasasi.
4. Pencari keadilan (justiabelen) sebagai subjek
5. Persamaan kedudukan setiap orang di hadapan hukum dan peradilan (equality
before the law/court)
6. Para pihak harus didengar dan diberi kesempatan yang sama dalam proses peradilan
7. Objektifitas pemeriksaan perkara (imparsialitas)
8. Persidangan bersifat terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu yang oleh uu
diharuskan diperiksa secara tertutup)
9. Peradilan dilakukan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan
10. Pemeriksaan perkara dilakukan secara majelis
11. Putusan disertai harus menyebutkan dasar hukum yang digunakan dan disertai
pertimbangan yang mendasar
12. Asas religiusitas (putusan pengadilan harus disertai irah - irah “Demi keadilan
berdasarkan ketuhanan YME”. Putusan Pengadilan Agama diawali dengan
“Bismillahirochma nirochim”.

HAPER 9 SEPTEMBER

Asas - Asas Peradilan Perdata


Terdapat beberapa asas peradilan perdata yaitu :
1. Peradilan perdata sebagai proses menegakan norma hukum perdata
materiil/substantif
2. Inisiatif berpekara datang dari pencari keadilan
3. Beracara dikenakan biaya (kecuali oleh UU dibolehkan beracara secara prodeo)
4. Pihak berpekara tidak wajib menunjuk kuasa untuk mewakilinya di muka
persidangan, melainkan boleh beracara sendiri
5. Penyelesaian perkara perdata dimungkinkan secara damai melalui mediasi di muka
pengadilan

Kekuasaan Kehakiman, Lingkungan Peradilan & Strukturnya


 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MA, MK, dan 4 lingkungan peradilan
(PU, PA, PTUN, PM)
 Masing - masing lingkungan peradilan memiliki Kompetensi Absolut
memeriksa/mengadili perkara tertentu
 Struktur ke-4 lingkungan peradilan terdiri dari 2 tingkat dan berpuncak di MA
 MA sebagai pengadilan kasasi, bukan pengadilan tingkat ke-3
 MK sebagai pengadilan yang memiliki kompetensi khusus (UU No.24 Tahun 2003)

Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Acara Perdata


Ruang lingkupnya adalah :
 Hukum Acara Perdata berlaku di lingkungan Peradilan Umum, termasuk Pengadilan
Niaga kecuali hal - hal yang telah diatur secara khusus dalam UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan PKPU.
 Hukum Acara Perddata juga berlaku di lingkungan Peradilan Agama, kecuali hal - hal
yang telah diatur secara khusus dalam UU No.50 Tahun 2009 jo. UU No.3 Tahun
2006 jo. 7/1989 tentang Peradilan Agama.

Kompetensi atau Wewenang Pengadilan


Kompetensi artinya wewenang mengadili. Kompetensi Pengadilan merupakan wewenang
pengadilan mengadili perkara tertentu, sesuai dengan yang telah diatur hukum acara.

Kompetensi Pengadilan dibedakan menjadi kompetensi absolut dan kompetensi relatif.

 Masing - masing lingkungan Peradilan memiliki Kompetensi Absolut berlainan dalam


memeriksa dan mengadili perkara tertentu sesuai dengan yang telah diatur UU.
 Kompetensi Relatif menyangkut wewenang mengadili perkara tertentu, diantara
pengadilan - pengadilan dari lingkungan peradilan yang sama, namun masing -
masing memiliki wilayah hukum berlainan.
 Kompetensi relatif PN mengadili perkara perdata, ditentukan berdasar asas “actor
secuitur forum rei” dengan beberapa pengecualian tertentu yang diatur UU.

Kompetensi Absolut Mengadili Perkara Perdata


- Kompetensi Absolut Peradilan Umum (PN/PT)
- Kompetensi Absolut Peradilan Agama (PA/PTA)
- Kompetensi Absolut Pengadilan Niaga
- Kompetensi Absolut Pengadilan Arbitrase
- Kompetensi Absolut Pengadilan Hubungan Industrial
- Dll

Konsekuensi Gugatan Diajukan ke Pengadilan Yang Tidak Memiliki Kompetensi Absolut


Pengadilan secara ex officio berdasarkan Pasal 134 HIR, akan menyatakan dalam
putusannya sebagai tidak berwenang secara absolut mengadili, oleh karena itu gugatan
penggugat tidak dapat diterima dan pemeriksaan perkara dihentikan.

Komopetensi Relatif
- Tiap PN berkedudukan di tiap - tiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan
memiliki wewenang/kompetensi relatif di wilayah hukum Kabupaten atau Kota yang
bersangkutan.
- Landasan menentukan kompetensi relatif PN mengadili perkara perdata adalah Asas
“Actor Secuitur Forum Rei” yang artinya PN yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal pihak tergugat.

HAPER 15 SEPTEMBER

Macam Perkara Perdata


Permohonan :
Perkara yang diajukan secara sepihak oleh pemohon, tanpa ada perselisihan hak, produk
pengadilan berupa penetapan.

Contohnya = permohonan ganti nama, perwalian, dll.

Gugatan :
Perkara yang didasari perselisihan/sengketa hak, minimal ada dua pihak berpekara, produk
pengadilan berupa putusan.

Contohnya = gugatan hutang piutang, pengosongan rumah, gugatan cerai dll.

Pemberian Kuasa Dalam Perkara Perdata


Penting untuk dipelajari karena nanti dalam berproses di pengadilan tidak semua orang
punya kemampuan dalam hal waktu, tenaga.

- Pihak berpekara memiliki opsi untuk menghadapi perkara secara sendiri atau
mewakilkan kepada orang lain melalui surat kuasa khusus
- Penerima kuasa bertindak untuk dan atas nama serta mewakili pemberi kuasa di
muka atau di luar pengadilan, artinya pemberi kuasa tidak wajib hadir dalam
pemeriksaan perkara
- Berlainan dengan perkara pidana, kedudukan dan peran penerima kuasa bertindak
mendampingi pemberi kuasa yang artinya pemberi kuasa tetap wajib hadir dalam
pemeriksaan perkara

Pihak Yang Dapat Bertindak Sebagai Penerima Kuasa


Dewasa ini, pihak yang berpekara tidak diharuskan untuk diwakili seorang advokat dalam
perkara di muka pengadilan, melainkan boleh menghadap sendiri ke muka persidangan.

Yang dapat bertindak sebagai kuasa adalah :


1. Advokat, sesuai UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
2. Jaksa sebagai pengacara negara, sesuai UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
3. Kecuali nomor 1 & 2, namun yang bersangkutan terbukti memiliki hubungan
keluarga atau hubungan kerja antara pemberi kuasa

Surat Kuasa
Surat kuasa harus disepakati oleh dua pihak (pemberi kuasa dan penerima kuasa).
 Kuasa dapat dibuat secara tertulis dan dapat juga dikemukakan secara lisan di muka
Hakim (Pasal 1793 BW), untuk berhadapan di depan pengadilan wajib full tertulis.
 Bentuk surat kuasa dalam bentuk surat kuasa di bawah tangan, atau dalam bentuk
akta otentik (Pasal 1793 BW)
 Pemberi kuasa dan penerima kuasa harusah orang yang cakap untuk melakukan
perbuatan hukum (Pasal 1320 BW)
 Makna khusus pada surat kuasa, yakni khusus untuk melakukan perbuatan hukum
tertentu dan dalam tingkat peradilan tertentu (Pasal 1795)
 Konsekuensinya, penerima kuasa berhak bertindak mewakili pemberi kuasa dalam
melakukan perbuatan hukum (Pasal 1797 BW)
 Apabila surat kuasa memuat klausula substitusi, maka penerima kuasa melalui surat
kuasa substitusi berhak melimpahkan surat kuasa tersebut kepada pihak lain sebagai
penerima kuasa substitusi
 Perbuatan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa atas nama pemberi kuasa
sebagaimana diatur dalam surat kuasa secara yuridis mengikat pemberi kuasa (Pasal
1799 BW)
 Surat kuasa berakhir bisa karena dicabut oleh pemberi kuasa, kesepakatan dalam hal
pembatalan, dan salah satu pihak meninggal dunia (Pasal 1813 jo. Pasal 1814 BW)
 Dengan berakhir berlakunya surat kuasa, maka berakhir juga hubungan hukum
antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa

HAPER 16 SEPTEMBER

Hak dan Kewajiban Dalam Hubungan Antara Advokat Dengan Client


Sebagai berikut :
 Advokat berhak mendapatkan informasi yang benar tentang perkara
 Advokat berhak mendapatkan honorarium dalam jumlah yang patut sebagaimana
telah disepakati atas jasa hukum yang diberikan (Pasal 1794 BW)
 Advokat berkewajiban menjalankan kuasa, mengurus perkara sebaik - baiknya sesuai
dengan kedudukannya sebagai advokat
 Advokat berkewajiban memegang teguh rahasia jabatan atas segala keterangan yang
diberikan oleh klien, meskipun hubungannya telah berakhir
 Klien berhak mendapatkan layanan hukum sebaik - baiknya
 Klien berhak mendapatkan informasi yang benar atas proses & progress yang
ditangani advokat

Tindakan Advokat Sebelum Menangani Perkara di Pengadilan


Sebagai berikut :
 Mengundang pihak lawan dari kliennya termasauk kuasanya (bila ada), untuk
merundingkan berbagai kemungkinan menyelesaikan perkara secara damai
 Bila tidak berhasil, maka dilanjutkan dengan menyiapkan gugatan (bila mewakili
penggugat), menyiapkan jawaban (bila mewakili penggugat)

Bentuk dan Unsur - Unsur Gugatan


Gugatan pada dasarnya diajukan ke PN secara tertulis, sedangkan bagi yang buta huruf
dapat mengajukan gugatan secara lisan.

Format dan unsur - unsur gugatan meliputi :


1. Kepala Surat
(tulisan surat gugatan)
2. Memuat tanggal gugatan diajukan
(tanggal surat kuasa, tanggal gugatan dibuat, tanggal gugatan didaftarkan ke
pengadilan)
3. Ditujukan ke PN yang kompeten
(masalah kompentensi absolut dan relatif pengadilan dalam perkara ybs)
4. Memuat identitas para pihak/kuasanya
(nama, pekerjaan, tempat tinggal, agama jika menyangkut gugatan cerai)
5. Uraian Posita/Fundamentum Petendi
(disusun secara kronologis, singkat, bernilai juridis, latar belakang diajukannya
gugatan sebagai landasan apa yang dimohonkan dalam petitum)
6. Petitum
(memuat apa yang dimohonkan penggugat agar dikabulkan oleh Pengadilan. Petitum
harus didasari alasan yang cukup dalam Posita. Meliputi petitum primer secara
fakultatif dapat disertai petitum subsider/ex aequo et bono)
7. Tanda tangan Penggugat/kuasanya
(gugatan ditandatangani penggugat prinsipal atau oleh kuasanya bila ada)

HAPER 22 SEPTEMBER

Penyelesaian Gugatan Sederhana


Penyelesaian gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap
gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak 500 juta yang diselesaikan
dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.

Pengadilan sifatnya pasif.

Kriteria Gugatan Sederhana


Berikut kriteria yang dapat melalui gugatan sederhana :
 Masing - masing satu penggugat dan tergugat yang merupakan orang perseorangan
atau badan hukum
 Penggugat maupun tergugat dapat lebih dari satu apabila memiliki kepentingan
hukum yang sama
 Penggugat dan tergugat berada dalam daerah hukum yang sama
 Jenis perkara berupa
 Nilai gugatan maksimal 500 juta

Dua Jenis Perkara Yang Tidak Bisa Diselesaikan


Terdapat dua perkara yang tidak bisa diselesaikan dengan gugatan sederhana :
1. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang - undangan, seperti persaingan
usaha, sengketa konsumen dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
2. Perkara yang berkaitan dengan sengketa hak atas tanah

Tenggang Waktu Pemeriksaan Perkara


 Berlangsung paling lama 25 hari sejak hari pertama sidang
 Larangan bagi para pihak untuk mengajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi,
intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan

Mekanisme Pendaftaran Gugatan Sederhana


a) Penggugat mendaftarkan gugatannya di kepaniteraan pengadilan
b) Gugatan dapat ditulis oleh penggugat atau dengan mengisi blanko gugatan yang
telah disediakan di kepaniteraan, yang berisi keterangan mengenai :
1) Identitas penggugat dan tergugat
2) Penjelasan ringkas duduk perkara
3) Tuntutan penggugat
4) Pada saat mendaftarkan gugatan, penggugat wajib melampirkan bukti surat
yang sudah dilegalisasi

Tahapan Pemeriksaan Perkara


Terdapat beberapa tahapan :
1. Pendaftaran
2. Pemeriksaan kelengkapan berkas
3. Penetapan hakim dan penunjukkan panitera pemeriksaan pendahuluan
4. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak
5. Pemeriksaan sidang dan perdamaian pembuktian
6. Putusan

Tahapan Pemeriksaan Pendahuluan Menjadi Tahap Paling Krusial


- Karena di tahap ini hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah
perkara tersebut adalah gugatan sederhana
- Apabila hakim berpendapat bahwa perkara bukanlah gugatan sederhana, maka
dikeluarkan penetapan yang artinya pemeriksaan perkara tidak berlanjut
- Atas penetapan hakim ini tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun

Kewajiban Bagi Hakim Untuk Berperan Aktif


Terdapat kewajiban oleh hakim untuk berperan aktif dalam bentuk :
 Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana berimbang kepada para
pihak
 Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada
para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan
 Menuntun para pihak dalam pembuktian
 Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak

Upaya Hukum
Setelah pemeriksaan 25 hari terdapat upaya hukum yang dapat dilakukan :
 Para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat tujuh hari setelah putusan
diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan
 Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat 7 hari setelah
tanggal penetapan majelis hakim
 Putusan majelis hakim atas keberatan adalah putusan akhir sehingga tidak tersedia
upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali
HAPER 23 SEPTEMBER

HAPER 29 SEPTEMBER

Alur Sengketa
Berikut merupakan alur awal sengketa perdata :
1. Pengajuan surat gugatan
2. Diberikan kepada Panitera PN
3. Membayar ongkos perkara
4. Panitera memberikan surat gugatan kepada Ketua PN
5. Diberikan nomor register peerkara
6. Ketua PN menunjuk Majelis Hakim
7. Penentuan hari sidang
 Hari pertama sidang hakim mewajibkan para pihak menempuh mediasi (Pasal
17 Ayat 1 PERMA 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan)

Berikut alur penyelesaian sengketa perdata di pengadilan :


1. Gugatan
2. Mediasi
3. Jawab - jinawab
4. Pembuktian
5. Putusan
6. Upaya hukum
7. Eksekusi

Mediasi di Pengadilan
Ketua majelis hakim memiliki hak untuk memilih Mediator.

Proses penunjukkan mediator (Pasal 20 PERMA 1 Tahun 2016) :

Proses Mediasi
Mencapai Kesepakatan
Pasal 27 :
1. Setelah berlangsung paling lama 30 hari dan atas kesepakatan dapat diperpanjang
30 hari (Pasal 24 Ayat 2 dan 3).
2. Menghadap kembali pada majelis hakim pemeriksa
3. Berhasil mencapai kesepakatan, lalu terdapat dua opsi :
a. Dapat meminta putusan dengan sebuah akta perdamaian
b. Wajib menyatakan pencabutan gugatannya atau perkara dinyatakan selesai

Proses Mediasi Yang Berhasil


Terdapat beberapa proses :
1. Tahap pra mediasi
2. Pemilihan mediator
3. Penyerahan dokumen
4. Pertemuan mediasi
a) Kaukus jika perlu (Pasal 14 e)
b) Dapat mengundang ahli dan tokoh masyarakat agama/adat (Pasal 26)
5. Kesepakatan berhasil dicapai oleh para pihak
6. Perbuatan akta perdamaian (dilaporkan kepada majelis hakim)

Proses Mediasi Yang Gagal/Deadlock


Terdapat beberapa tahapan :
1. Tahap pra mediasi
2. Pemilihan mediator
3. Penyerahan dokumen
4. Pertemuan mediasi
5. Kaukus jika perlu
6. Dapat mengundang ahli dan tokoh masyarakat (agama/adat)
7. Jika dalam batas waktu yang ditetapkan tidak tercapai kata sepakat, maka mediasi
dinyatakan gagal oleh mediator
8. Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara
HAPER 30 SEPTEMBER

Jawaban I Tergugat
Jawab Jinawab :
1. Gugatan penggugat
2. Gugatan penggugat ditanggapi dengan jawaban Tergugat yang substansinya
meliputi:
1) Eksepsi
2) Dalam pokok perkara terdiri dari
- Jawaban dalam konvensi
- Gugatan dalam rekonvensi (tentative)
3. Jawaban tergugat ditanggapi replik penggugat
4. Replik penggugat ditanggapi dengan duplik tergugat
5. Pembuktian oleh pihak - pihak perkara
6. Konklusi penggugat dan tergugat

Eksepsi
Disebut sebagai tangkisan/bantahan, yang merupakan jawaban Tergugat yang menyangkut
aspek - aspek formalitas acara dan tidak langsung menyangkut substansi/pokok perkara.
Eksepsi bukan merupakan suatu keharusan untuk diajukan oleh Tergugat melainkan
tergantung pada urgensinya.

Macam - macam eksepsi :


1) Eksepsi prosesseusil
2) Eksepsi materiil

Contohnya adalah :
- Pengadilan tidak berwenang absolut/relatif mengadili perkara
- Gugatan penggugat kabur
- Gugatan penggugat premature
- Gugatan penggugat kurang pihak
- Penggugat tidak memiliki legal standing
- Dll

 Tujuan diajukannya eksepsi agar Pengadilan menghentikan proses


pemeriksaan perkara karena tidak dipenuhinya formalitas dalam gugatan
Penggugat.
 Eksepsi yang menyangkut kompetensi relatif harus diajukan bersama dengan
jawaban pertama, sedangkan eksepsi yang menyangkut kompetensi absolut
dapat diajukan setiap saat (pengadilan memeriksa terlebih dahulu
berwenang atau tidak).
 Tujuan diajukannya eksepsi, agar Pengadilan menghentikan porses
pemeriksaan perkara karena tidak dipenuhinya formalitas dalam gugatan
Penggugat.
 Dengan adanya eksepsi Tergugat, maka Pengadilan harus mendahulukan
pemeriksaan sebelum memeriksa pokok perkara
Pengadilan menyatakan sikapnya dengan menjatuhkan putusan sela dengan kemungkinan :
a) Mengabulkan eksepsi tergugat
b) Menolak eksepsi tergugat

Konsekuensi terhadap dictum putusan sela adalah :


a) Bila eksepsi Tergugat dikabulkan, maka Pengadilan menyatakan tidak berwenang
mengadili, sehingga pemeriksaan perkara dihentikan
b) Bila eksepsi Tergugat ditolak, maka Pengadilan menyatakan berwenang mengadili
sehingga pemeriksaan perkara akan dilanjutkan

Terhadap putusan sela, terdapat dua kemungkinan para pihak berpekara yaitu :
1) Menerima putusan
2) Menyatakan keberatan dan bermaksud mengajukan upaya hukum

Pihak yang keberatan terhadap putusan sela dapat mengajukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi, selanjutnya terhadap putusan Pengadilan Tinggi memungkinkan upaya
hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

Pengiriman berkas banding terhadap putusan sela yang diktumnya menolak eksepsi
Tergugat, dijadikan satu dengan putusan akhir Pengadilan.

Jawaban Dalam Pokok Perkara


Jawaban dalam pokok perkara :
 Jawaban tergugat pada pokoknya merupakan tanggapan Tergugat terhadap dalil dan
argumentasi Penggugat dalam gugatannya.
 Jawaban Tergugat dapat berupa bantahan/sangkalan, tetapi dapat juga berupa
pengakuan/pembenaran terhadap dalil dan argumentasi penggugat
 Jawaban yang mengandung bantahan/sangkalan harus dikemukakan secara jelas &
tegas sebab jika tidak demikian, dapat menimbulkan sangkaan telah adanya
pengakuan secara diam - diam oleh Tergugaat terhadap dalil & argumentasi
Penggugat

Jawaban yang mengandung bantahan/sangkalan harus dikemukakan secara jelas dan tegas,
sebab apabila tidak demikian dapat menimbulkan sangkaan telah aadanya pengakuan
secara diam - diam oleh Tergugat terhadap dalil dan argumentasi Penggugat.

Gugatan Balasan/Balik/Rekonvensi
 Diajukan oleh Tergugat semula dalam konvensi, yang kemudian secara simultan
bertindak juga sebagai Penggugat dalam rekonvensi.
 Gugatan rekonvensi diajukan bersama - sama dengan diajukannya jawaban pertama
oleh Tergugat dan diajukan ke Majelis Hakim PN yang memeriksa gugatan
semula/konvensi.
 Bila gugatan rekonvensi diajukan melalui kuasa, maka harus ada penegasan dalam
surat kuasa tentang kebolehan mengajukan gugatan rekonvensi
 Pemeriksaan & putusan Pengadilan terhadap gugatan konvensi dengan gugatan
rekonvensi dijadikan satu
Alasan diajukannya gugatan rekonvensi adalah :
a) Menjalankan asas peradilan sederhana
b) Menghemat biaya dan waktu

HAPER 6 OKTOBER

Hanya menambahkan materi minggu lalu

HAPER 7 OKTOBER

Replik Penggugat
Replik adalah tanggapan tertulis Penggugat untuk menanggapi/mematahkan dalil &
argumentasi Tergugat yang diuraikan dalam jawabannya.

Substansi replik pada umumnya bersifat “penguatan” atas argumentasi dan dalil - dalil
Penggugat yang telah dikemukakan dalam gugatannya.

Duplik Tergugat
Duplik adalah tanggapan tertulis yang diajukan oleh Tergugat untuk menanggapi atau
mematahkan dalil dan argumentasi Penggugat dalam replik dan gugatannya.

Substansi duplik pada umumnya bersifat “penguatan” terhadap dalil dan argumentasi
Tergugat yang telah dikemukakan dalam jawabannya semula.

Perubahan & Pencabutan Surat Gugatan


 Perubahan surat gugatan = mengubah sebagian isi surat gugatan
 Perubahan dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah kejadian materiil dalam surat
gugatan
 Pencabutan surat gugatan = membatalkan pendaftaran/pengajuan surat gugatan ke
pengadilan

Perubahan & pencabutan surat gugatan merupakan opsi Penggugat, sepanjang perkara
belum disidangkan dan Tergugat belum mengajukan jawabannya. Bila tergugat sudah
menjawab, maka perubahan & pencabutan surat gugatan bergantung setuju/tidaknya
Tergugat.

HAPER 13 OKTOBER

Pembuktian
Upaya pihak - pihak berpekara untuk meyakinkan hakim atas kebenaran dalil dan
argumentasi yang dikemukakan dalam persidangan.

Asas asas umum pembuktian :


a. Tidak bersifat berat sebelah
b. Pembagian beban pembuktian kepada pihak - pihak berpekara secara patut
c. Membuktikan kebenaran fakta hukum
Fakta hukum :
1) Peristiwa hukum
2) Hubungan hukum
d. Fakta yang dianggap diketahui umum tidak memerlukan pembuktian
e. Fakta hukum yang telah diakui secara tegas tidak diperlu dibuktikan lagi

Macam alat bukti perkara perdata Pasal 1886 BW :


1. Tulisan
2. Keterangan saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah

HAPER 14 OKTOBER

Saksi Ahli
Perbedaan keterangan saksi dengan keterangan ahli :
 Keterangan seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri
 Keterangan seorang ahli mengenai suatu penilaian mengenai hal yang sudah nyata
ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal itu

Jika terdapat perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli dalam proses
pembuktian maka yang dipakai adalah keterangan saksi disebabkan saksi tersebut yang
melihat, mendengar, dan mengalaminya.

Pasal 164 HIR jo. Pasal 1866 BW :


Secara formil, keterangan yang diberikan seorang ahli bukanlah alat bukti, sehingga
menurut hukum pembuktian perdata, keterangan ahli tidak mempunyai nilai kekuatan
pembuktian.

Jenis keterangan ahli secara garis besar dapat dibedakan :


1. Keterangan ahli mengenai suatu permasalahan yang menjadi topik perkara di
persidangan atas dasar suatu pengetahuan atau pengalaman ahli yang dinyatakan di
persidangan tanpa memerlukan suatu tindakan sebelumnya
2. Keterangan ahli atas dasar suatu tindakan yang harus dilakukan seebelum
persidangan seperti pemeriksaan, penelitian, atau observasi

Pemeriksaan Setempat
Definisi :
Pemeriksaan atau sidang yang dilakukan oleh hakim/majelis hakim perdata di tempat objek
perkara berada.

Hakim/majelis hakim tersebut datang ke tempat objek (biasanya tanah) tersebut untuk
melihat secara langsung keadaan objek atau tanah yang disengketakan.
Tujuan dari pemeriksaan setempat :
 Untuk mengetahui dengan jelas dan pasti tentang letak, luas, dan batas - batas objek
(tanah) perkara
 Untuk mengetahui tentang kuantitas dan kualitas objek perkara jika objek itu
merupakan barang yang dapat diukur jumlah dan kualitasnya (pencemaran
lingkungan hidup)

Panitera Pengganti membuat BAP setempat yang ditandatangani oleh Panitera Pengganti
tersebut dan Hakim atau Ketua majelis Hakim. Terkait biaya pemeriksaan setempat
dibebankan kepada Pihak yang meminta diadakan pemeriksaan setempat (biaya
transportasi, pembuatan sketsa tanah oleh BPN, biaya saksi dan ahli).

Nilai Kekuatan :
Pemeriksaan setempat tidak tercantum sebagai alat bukti dalam Pasal 164 HIR/Pasal 1886
BW. Akan tetapi, hasil pemeriksaan setempat merupakan fakta yang ditemukan hakim di
persidangan, oleh karenanya mempunyai daya kekuatan mengikat bagi hakim.

Jika objek sengketa terletak di wilayah hukum PN lain maka didelegasikan kepada PN daerah
tersebut.

HAPER 21 OKTOBER

Membahas Tugas Self Study

HAPER 27 OKTOBER

UTS

HAPER 28 OKTOBER

UTS

HAPER 10 NOVEMBER

Penyitaan
Sita adalah tindakan meletakkan harta kekayaan tergugat atau benda objek sengketa di
bawah pengawasan pengadilan selama pemeriksaan perkara berlangsung.

Tujuan sita :
 Mencegah harta kekayaan tergugat/benda objek sengketa dipindahtangankan
kepada pihak ketiga pada saat pemeriksaan perkara berlangsung
 Menjamin pelaksanaan putusan pengadilan apabila gugatan penggugat dikabulkan
(mencegah gugatan illusoir)

Akibat Hukum Adanya Penyitaan


1. Tergugat untuk sementara waktu kehilangan haknya atas benda sitaan
2. Benda yang disita berstatus benda di luar peredaran ekonomi (tidak dapat dijual,
tidak dapat dibeli)
3. Sita menjadikan benda yang disita dalam status quo (statusnya tetap)
4. Pihak - pihak yang mengubah status benda dalam sitaan diancam dengan pidana
(Pasal 227 KUHP)
5. Apabila sita dikuatkan dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap, demi hukum
menjadi sita eksekusi

Actio pauliana merupakan upaya hukum kreditur untuk membatalkan perbuatan debitur
yang merugikan kreditur melalui pengadilan asal dapat dibuktikan bahwa ketika perbuatan
dilakukan, debitur ataupun orang dengan siapa debitur berbuat, mengetahui bahwa
perbuatan itu dapat merugikan kreditur.

Prinsip Penyitaan
Terdapat beberapa prinsip :
 Penyitaan harus berdasarkan permohonan (Pasal 227 Ayat (1) HIR)
 Mendahulukan penyitaan benda bergerak (Pasal 197 Ayat (1) HIR)
 Penyitaan dilakukan secara proporsional terhadap nilai gugatan (Pasal 197 Ayat (1)
HIR)
 Larangan menyita barang tertentu (Pasal 197 Ayat (8) HIR)
 Larangan menyita barang milik pihak ketiga (Pasal 1340 BW)
 Benda yang telah disita dalam satu perkara, tidak dapat dikenai sita lagi (Pasal 463
Rv)
 Larangan menyita barang milik negara (Pasal 50 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara)
 Penguasaan objek sita selama pemeriksaan perkara tetap pada tersita (Pasal 197
Ayat (9) HIR)

Jenis Sita
Terdapat tiga jenis sita :
1. Sita revindikasi (revindicatoir beslag)
a) Pasal 226 HIR
b) Benda bergerak hak milik penggugat yang dikuasai oleh tergugat
c) Gugat kebendaan atas benda bergerak - gugatan revindikasi Pasal 574 BW
d) Gugat atas dasar hak reklame
e) Pemohon sita adalah penggugat sebagai pemilik benda bergerak
f) Pemohon sita juga dapat penjual yang barangnya belum dilunasi pembeli
2. Sita jaminan (conservatori beslag)
a) Pasal 227 HIR
b) Benda bergerak atau benda tidak bergerak milik tergugat
c) Benda tidak bergerak milik penggugat yang dikuasai oleh tergugat
d) Benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa
e) Gugatan atas dasar wanprestasi
f) Gugatan kebendaan atas benda tidak bergerak
g) Pemohon sita adalah penggugat
3. Sita matrimonial (matrimonial beslag)
a) Pasal 78 UU Nomor 7/1989 jis. UU Nomor 3/2006, UU Nomor 50/2009
b) Objek sita adalah harta bersama dalam perkawinan (bergerak maupun tidak)
c) Perkara perceraian, gugatan untuk menyelamatkan harta bersama (Pasal 186
BW)
d) Pemohon sita adalah penggugat maupun tergugat (suami/istri terhadap
suami/istri yang menguasai harta bersama)
e) Dalam praktik dikenal sebagai sita marital, dalam ketentuan BW hanya dapat
diajukan oleh istri terhadap suami (Pasal 215) atas harta kekayaan persatuan
karena berdasarkan ketentuan BW yang berwenang mengurus harta
kekayaan persatuan adalah suami (Pasal 124 BW)

HAPER 11 NOVEMBER

Alfest

HAPER 17 NOVEMBER

Permohonan Sita
 Permohonan sita pada prinsipnya termasuk dalam jurisdiction voluntaria (perkara
yang bersifat non sengketa), namun selalu melekat pada perkara gugatan jurisdiction
contentiosa (perkara yang sifatnya sengketa)
o Jurisdictio voluntaria = perkara yang bersifta non sengketa (PDT.P), sehingga
hakim berkedudukan sebagai pejabat adminstrasi keadilan, inputnya
permohonan, nanti hakim akan menjatuhkan penetapan. Contoh :
permohonan ganti nama, permohonan adopsi, permohonan pembubaran PT
o Jurisdictictio contentiosa: perkara yang sifatnya sengketa (PDT.G), hakim
sebagai adjudicator, diinisasi dengan gugatan oleh penggugat dan hakim akan
menjatuhkan putusan

 Permohonan sita dapat diajukan setiap saat dalam pemeriksaan perkara sepanjang
putusan atas perkara a quo belum berkekuatan hukum tetap (Pasal 227 HIR)
o Sita lisan bisa diajukan ketika pemohon buta huruf, syaratnya gugatan atau
pengajuan gugatan bisa diajukan ketika pemohon buta aksara
o Sita diajukan setiap saat pada semua tingkat sebelum putusan berkekuatan
hukum tetap (bersamaan dengan gugatan/terpisah dari gugatan)
o Sita termasuk jurisdictio voluntaria, kalau sita dikabulkan hakim akan
menjatuhkan pputusan sela yang dituangkan dalam penetapan sita. Sifatnya
melekat dengan gugatan, gugatan tanpa permohonan sita boleh tapi sita
harus ada gugatannya (ada posita, alasan permohonan sita, menyebutkan
secara rinci dan jelas barang yang disita)

Bentuk permohonan sita :


1) Dalam bentuk lisan (Pasal 120 & 226 HIR)
2) Dalam bentuk tertulis (Pasal 226 & 227 HIR)
- Diajukan sekaligus dalam surat gugatan
- Diajukan dalam dokumen tersendiri terpisah dari surat gugatan
Isi permohonan sita :
1) Posita
o Menerangkan alasan permohonan sita
o Menyebutkan secara rinci dan jelas benda apa saja yang dimohonkan untuk
disita
2) Petitum
o Mengabulkan permohonan sita
o Memerintahkan panitera pengadilan negeri untuk melaksanakan peletakan
sita
o Menyatakan sah dan berharga sita yang dimohonkan

 Permohonan sita diperiksa oleh majelis hakim dalam suatu pemeriksaan insidentiil
dan diputus dalam putusan sela.
 Apabila permohonan sita cukup beralasan, maka akan dikabulkan dan putusan sela
dalam bentuk penetapan sita akan dijatuhkan.
 Apabila permohonan sita tidak beralasan, permohonan sita akan ditolak dalam
putusan sela.

Peletakan Sita
Pasal 197 HIR :
 Panitera/juru sita berdasarkan perintah Ketua PN melakukan penyitaan dengan
mendatangi lokasi di mana barang yang dimohonkan sita berada
 Peletakan sita dilakukan dengan membuat berita acara (proses verbal) dengan
disaksikan oleh dua orang saksi
 Dalam tuntutan pembayaran ganti rugi, penyitaan dilakukan terlebih dahulu
terhadap benda bergerak, apabila tidak mencukupi dilakukan terhadap benda tidak
bergerak
 Barang yang disita tetap berada di dalam penguasaan tersita

Pasal 198 HIR :


Apabila yang disita adalah benda bergerak terdaftar atau benda tidak bergerak, maka berita
acara penyitaan tersebut harus dicatatkan/didaftarkan pada instansi yang berwenang
(kantor pertanahan).

Pasal 463 Rv :
Apabila benda yang akan disita ternyata telah disita terlebih dahulu dalam perkara lain,
maka sita tidak dapat dilaksanakan, yang dapat dilakukan oleh panitera/juru sita adalah
melakukan sita perbandingan

Sita Perbandingan
Sita perbandingan/persamaan/penyesuaian dilakukan apabila barang yang akan disita telah
terlebih dahulu dikenai sita dalam perkara lain (Pasal 463 Rv).

Kedudukan sita perbandingan adalah subordinat dari sita pertama :


 Apabila sita pertama diangkat, maka sita perbandingan naik peringkatnya
 Apabila sita pertama menjadi sita eksekusi dan dilakukan penjualan lelang, maka
apabila terdapat sisa hasil lelang akan jatuh menjadi bagian dari sita perbandingan
yang sekarang naik peringkatnya
 Apabila sita pertama menjadi sita eksekusi dan dilakukan penyerahan kepada pihak
pemenang dalam perkara pertama, maka sita perbandingan hapus

Sita perbandingan dilakukan pula apabila barang yang akan disita ternyata telah terlebih
dahulu dibebani dengan jaminan kebendaan.

Kedudukan sita dalam putusan akhir :


 Apabila telah dilaksanakan peletakan sita, maka dalam putusan akhir yang :
o Mengabulkan gugatan penggugat, maka sita akan dikuatkan dengan
menyatakan sita sah dan berharga
o Menolak gugatan penggugat/gugatan tidak dapat diterima, maka majelis
hakim memerintahkan agar sita diangkat

Upaya Hukum
Terhadap putusan pengadilan negeri atas permohonan sita dapat diajukan upaya hukum
banding bersama dengan putusan akhir (Pasal 228 HIR).

HAPER 18 NOVEMBER

Makna Putusan
Putusan adalah pendapat hukum hakim yang diberikan berdasarkan kewenangannya atas
perkara yang diserahkan kepadanya dengan tujuan untuk mengakhiri sengketa.

Prinsip
Terdapat prinsip putusan :
1. Memuat dasar alasan dan dasar hukum yang jelas (Pasal 178 Ayat (1) HIR)
2. Wajib mempertimbangkan semua bagian tuntutan (Pasal 178 Ayat (2) HIR)
3. Dilarang mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau mengabulkan melebihi apa
yang dituntut (Pasal 178 Ayat (3) HIR)
4. Wajib diucapkan dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 13 UU
48/2009 Kekuasaan Kehakiman)

Jenis Putusan
A. Jenis Putusan ditinjau dari kehadiran para pihak :
1) Putusan gugatan gugur
Ketika penggugat tanpa alasan yang sah tidak hadir di sidang yang sah
meskipun pemanggilannya sudah dilakukan secara patut (Pasal 124 HIR).
2) Putusan verstek
Ketika tergugat telah dipanggil secara patut tidak hadir dalam sidang pertama
tanpa alasan yang sah, jika tidak setuju bisa mengajukan verzet
3) Putusan contradictoir
Putusan atas gugatan penggugat dengan perlawanan tergugat, lawannya
putusan verstek, para pihak tergugat penggugat hadir, putusan dengan
perlawanan dari pihak tergugat. Kalau salah satu atau lebih tergugat tidak
hadir, putusan ini mengikat tergugat yang tidak hadir, kalau tidak setuju bisa
mengajukan banding.

B. Jenis putusan ditinjau dari saat penjatuhannya :


1. Putusan sela
 Putusan preparatoir
 Putusan interlocutoir
 Putusan insidentil
 Putusan provisionil
2. Putusan akhir
Bertujuan untuk mengakhiri perkara, memenuhi makna putusan.
 Gugatan tidak dapat diterima
 Gugatan ditolak
 Gugatan dikabulkan
- Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya
- Mengabulkan gugatan untuk sebagian

Eksepsi = bantahan tergugat bukan ke pokok perkara

Intervensi Pihak Ketiga


Intervensi pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara perdata :
1. Voeging (Pasal 279 Rv)
Intervensi pihak ketiga, yang di mana dapat menggabungkan diri ke pihak
tergugat/penggugat.
2. Tussenkomst (Pasal 279 Rv)
Intervensi pihak ketiga dengan inisiatif dari diri sendiri.
3. Vrijwaring (Pasal 70 Rv)
Masuknya pihak ketiga ditengah pemeriksaan perkara, atas permintaan salah satu
pihak atau para pihak karena kedudukannya sebagai penjamin.

Ketika ada pemeriksaan Voeging dan Tussenkomst, maka diputus dengan putusan insidentil.
Dalam praktik terdapat pula intervensi pihak ketiga dalam bentuk amicus curiae.

Amar Putusan
Sifatnya :
1. Declaratoir
Menegaskan suatu keadaan hukum yang sudah ada/menegahkan hukum saja.
2. Constitutief
Menimbulkan keadaan hukum yang baru/menghilangkan keadaan hukum yang
sebelumnya ada.
3. Condemnatoir

Formulasi Putusan
Pasal 184 HIR jo. Pasal 50 (1), Pasal 53 (2) UU Nomor 48/2009 :
1) Mencantumkan nomor perkara
2) Mencantumkan irah - irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
3) Mencantumkan identitas pihak - pihak yang berpekara
4) Memuat bagian tentang duduk perkara :
- Ringkasan gugatan dan jawaban
- Uraian proses mediasi
- Uraian proses pembuktian
5) Memuat bagian pertimbangan hukum :
- Penilaian alat bukti
- Pertimbangan atas tuntutan para pihak
- Memuat dasar hukum
6) Amar putusan
7) Bagian penutup
8) Rincian biaya perkara
9) Tanda tangan majelis hakim dan panitera pengganti

Putusan Yang Dapat Dijalankan Terlebih Dahulu


Putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu/putusan serta merta/putusan ubv adalah
putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terdapat upaya hukum (banding
atau kasasi). Dasar hukum (Pasal 180 Ayat (1) SEMA Nomor 3/2000; SEMA Nomor 4/2001).

Syarat putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu :


1) Apabila gugatan didasarkan pada suatu akta otentik atau ADT yang diakui isi dan
tanda tangannya oleh tergugat; atau
2) Putusan yang didasarkan pada suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;
atau
3) Apabila gugatan provisional dikabulkan; atau
4) Apabila gugatan mengenai sengketa bezit (kepemilikan kebendaan)

Berdasarkan SEMA Nomor 3/2000 jo. SEMA Nomor 4/2001 :


 Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu harus disertai dengan
penetapan pemberian jaminan yang nilainya sama dengan objek eksekusi untuk
menghindari kerugian pihak tereksekusi apabila ternyata putusan tingkat pertama
dibatalkan
 Pelaksanankan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu hanya dapat
dilaksanakan apabila memperoleh izin dari Ketua PN atau Ketua MA

HAPER 24 NOVEMBER

Upaya Hukum
Upaya hukum merupakan hak yang diberikan oleh undang - undang bagi para pihak untuk
melawan putusan hakim dengan meninjau putusan itu pada pengadilan yang lebih tinggi.

Upaya hukum biasa adalah hak untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan yang
belum berkekuatan hukum tetap/putusan yang masih dalam tenggang waktu untuk
mengajukan perlawanan.

Upaya hukum luar biasa adalah hak untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan yang
sudah berkekuatan hukum tetap.
Jenis upaya hukum :
1) Upaya hukum biasa
o Verzet tegen verstek vonnis
o Keberatan atas putusan dalam perkara gugatan sederhana (Ketua PN yang
memutus)
o Banding
o Kasasi
2) Upaya hukum luar biasa
o Peninjauan kembali
o Derden verzet (perlawanan pihak ketiga)

o Para pihak dipanggil melalui surat pemanggilan atau berita acara pemanggilan
(relaas atau writ of summon), kalau para pihak sudah pernah hadir tidak diperlukan
lagi relaas.
o Verstek tidak selalu mengabulkan gugatan penggugat, kalau melawan hak dan tidak
beralasan maka gugatan tersebut bisa tidak dikabulkan.
o Verzet tegen verstek vonnis (perlawanan terhadap putusan verstek) adalah senjata
eksklusif bagi tergugat.
o Kalau penggugat hanya dapat mengajukan banding atas putusan verstek, maka
tertutup bagi tergugat untuk mengajukan verzet, tetapi perlawanan tergugat boleh
diajukan dalam tingkat banding.
o Verzet diajukan di pengadilan negeri yang memutus putusan verstek, kalau
keberatan ke pengadilan tinggi, kalau tetap mau melawan mengajukan juga ke
tingkat banding ; kalau penggugat banding serta memori banding.

Banding
Instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan banding untuk perkara perdata
adalah Pengadilan Tinggi (Pasal 51 Ayat (1) UU Peradilan Umum).

Pada Pasal 4 Ayat (2) UU Peradilan Umum, dijelaskan bahwa Pengadilan Tinggi
berkedudukan di Ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

Kewenangan Pengadilan Tinggi :


Pasal 6 UU Nomor 20 Tahun 1947, dijelaskan bahwa putusan - putusan PN di Jawa dan
Madura tentang perkara perdata yang tidak ternyata, bahwa besarnya harga gugat ialah
seratus rupiah atau kurang, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Pengadilan Tinggi
yang berkuasa dalam daerah hukum masing - masing.

Objek dan Akibat Hukum


Objek banding :
1) Putusan pengadilan negeri dalam perkara gugatan yang tidak dikecualikan oleh
peraturan perundang - undangan (Pasal 6).
2) Putusan - putusan sela dari pengadilan negeri dimohonkan banding bersama - sama
dengan putusan akhir (Pasal 9).

Akibat hukum permohonan banding :


1) Perkara menjadi baru kembali (de novo) = judex facti
2) Putusan pengadilan negeri yang dimohonkan banding tertangguhkan pelaksanannya

Syarat Formil
Terdapat beberapa syarat formil :
1. Diajukan secara lisan/tertulis (Pasal 7 Ayat 1 UU 20/1947) oleh
pembanding/kuasanya.
2. Diajukan melalui panitera pengadilan negeri yang memutus perkara pada tingkat
pertama (Pasal 7 Ayat 1 UU 20/1947).
3. Diajukan dalam tenggang waktu 14 hari terhitung setelah pemberitahuan putusan
yang dimohonkan banding (Pasal 17 Ayat 1 UU 20/1947). Akan tetapi, jika terdapat
salah satu dari pihak tergugat tidak hadir saat pengumuman, jangka waktu tetap
sama meskipun tanggal pengumumannya berbeda.
4. Membayar panjar biaya perkara/banding (Pasal 7 Ayat 4 UU 20/1947).
Jika terdapat pihak yang tidak hadir, maka pemberitahuan putusan dilakukan melalui relaas.
Relaas putusan hanya memuat amar putusan saja.

- Apabila hari ke-14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, maka penentuan
hari ke-14 jatuh pada hari kerja berikutnya
- Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu, tetap
dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa
permohonan banding telah lampau

Akibat hukum tidak dipenuhi syarat formil :


 Melampaui jangka waktu pengajuan yang ditentukan oleh undang - undang,
pemohonan banding dinyatakan tidak dapat diterima/N.O oleh Majelis Hakim PT
 Panjar biaya banding tidak dibayar lunas, tidak dapat dibuatkan akta pernyataan
banding, permohonan banding tidak dapat diterima

Dapat mengajukan banding langsung setelah putusan dibacakan, tetapi harus tetap
keesokan harinya mengajukan ke panitera secara resmi untuk mendapatkan akta
permohonan banding.

HAPER 25 NOVEMBER

Prosedur Permohonan Banding


1. Pengajuan permohonan banding
 14 hari terhitung setelah pemberitahuan putusan PN
 Pasal 7 UU 20/1947
2. Pemberitahuan kepada terbanding
 7 hari setelah permohonan banding diterima
 Pasal 10 UU 20/1947
3. Inzage (pemeriksaan berkas perkara)
 14 hari setelah permohonan banding diterima dan dilakukan selama 14 hari
 Pasal 11 Ayat (1) UU 20/1947
4. Pengiriman berkas ke PT
 30 hari terhitung sejak permohonan banding diterima
 Pasal 11 Ayat (2) UU 20/1947
Memori Banding
Pasal 11 Ayat (3) UU 20/1947 :
o Memori banding bukan syarat formil permohonan banding
o Penyampaian memori banding merupakan hak pembanding
o Apabila pembanding menyampaikan memori banding, maka panitera wajib
menyampaikan Salinan memori banding kepada terbanding, dan terbanding berhak
menjawabnya dengan kontra memori banding

Memori banding dapat diajukan ke PN maupun PT dan alasan memori banding tidak
dibatasi, sepanjang tidak mengubah materi gugatan, karena pada dasarnya pemeriksaan
banding adalah pemeriksaan ulangan.

Pemeriksaan Banding
 Pemeriksaan banding diperiksa dan diputus oleh hakim tinggi (Pasal 15 Ayat (1) UU
20/1947)
 Ruang lingkup pemeriksaan :
- Pemeriksaan syarat administrasi yustisial (persyaratan formil permohonan
banding)
- Pemeriksaan pokok perkara (berdasarkan berkas perkara = putusan, berita
acara, alat bukti tulisan, memori, dan kontra)

Jika N.O, pokok perkara tidak perlu diperiksa.

Apabila PT membutuhkan saksi untuk hadir dalam proses banding :


1) Saksi dihadirkan dan didengar langsung dalam sidang di Pengadilan Tinggi
2) Pengadilan Tinggi mengirim perintah kepada Pengadilan Negeri untuk mengambil
kesaksian tersebut.

Putusan Banding
Pengertian Pasal 8 UU 20/1947 :
Apabila Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan verstek/tidak ada tergugat yang hadir,
maka tergugat apabila hendak melawan putusan verstek tidak boleh mengajukan banding,
tetapi boleh mengajukan verset.

Apabila penggugat mengajukan banding atas putusan verstek itu, maka tergugat tidak boleh
lagi mengajukan verset. Tergugat yang tidak dapat mengajukan verset, boleh mengajukan
perlawanannya dengan mengajukan banding sehingga dapat mengajukan kontra memori
banding.

Putusan pada tingkat banding :


1) Apabila putusan PN yang dimohonkan banding menyatakan gugatan tidak dapat
diterima karena PN tidak berwenang (kompetensi) dan PT berpendapat lain, maka PT
dapat :
o Membatalkan putusan PN, memerintahkan PN untuk memeriksa dan
memutus perkara itu, atau;
o Memeriksa dan memutus perkara itu sendiri
2) Apabila PT sependapat (untuk seluruhnya atau pada beberapa bagian) dengan
putusan PN :
o Menolak permohonan banding dan menguatkan putusan PN, atau;
o Menolak permohonan banding dan memperbaiki putusan PN

3) Apabila PT tidak sependapat dengan putusan PN, maka PT akan mengabulkan


permohonan banding dengan membatalkan putusan PN dan mengadili sendiri.

Salinan putusan banding dan berkas perkara segera dikirimkan ke Pengadilan Negeri yang
memutus pada tingkat pertama. Panitera PN memberitahukan putusan banding kepada
para pihak.

HAPER 1 DESEMBER

Kasasi
Upaya hukum kasasi :
 Kewenangan MA dalam pemeriksaan kasasi
 Objek kasasi
 Syarat formil permohonan kasasi
 Pengajuan permohonan kasasi dan pencabutan permohonan kasasi

Kasasi maknanya adalah membatalkan semua putusan lingkungan peradilan yang ada
dibawah Mahkamah Agung. Mahkamah Agung merupakan lingkungan peradilan tertinggi di
Indonesia.

Bagi kalangan bumi putera, pengadilannya :


1) Landraad
2) Raad van Justitie (sudah tidak ada lagi, diganti PT)
3) Hogerechtshof

Kewenangan MA
Kewenangan MA dalam pemeriksaan kasasi perkara perdata diatur pada Pasal 24A Ayat (1)
UUD NRI 1945 serta Pasal 28 Ayat (1) UU Mahkamah Agung.

UUD NRI 1945 = yang digunakan hingga sekarang dan telah melalui 4 kali amandemen
UUD 1945 = naskah asli yang disahkan pada 18 Agustus 1945

Objek Kasasi
Pasal 29 UU MA menyatakan bahwa Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi
terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan
Peradilan.

Objek dari kasasi sendiri adalah :


 Putusan pengadilan tingkat banding; atau
 Putusan pada tingkat terakhir = penetapan pengadilan dan putusan pengadilan atas
putusan badan quasi yudisial
Penetapan pengadilan = upaya hukumnya kasasi

Syarat Formil
Terdapat syarat formil dari permohonan kasasi :
1) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon telah menempuh upaya
hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang - undang (Pasal 43 Ayat 1 UU
MA). Dahulu ada namanya forum prorogasi yang dimana kedua belah pihak dapat
bersepakat tidak melewati upaya banding, langsung kasasi
2) Diajukan oleh pihak berpekara (principal maupun ahli warisnya) atau kuasanya (Pasal
44 Ayat 1 UU MA)
3) Diajukan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Negeri yang memutus
perkara pada tingkat pertama (Pasal 46 Ayat 1 UU MA)
4) Diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah pemberitahuan putusan/penetapan
yang dimohonkan kasasi kepada pemohon kasasi (Pasal 46 Ayat 1 UU MA)
5) Membayar panjar biaya perkara (Pasal 46 Ayat 3 UU MA), setelah membayar baru
dibuat akte permohonan kasasi.
6) Menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan
kasasi dicatat/akta permohonan kasasi (Pasal 47 Ayat 1 UU MA)

Dengan terjadinya pewarisan, maka beralih lah seluruh hak dan kewajiban aktiva, pasiva,
harta, kekayaan dan hutang dari pewaris kepada ahli waris.

Jika terdapat salah satu syarat formil yang tidak dipenuhi salah satu, maka permohonan
kasasi tidak dapat diterima.

Pengajuan & Pencabutan Permohonan Kasasi


Terdapat beberapa aturan :
 Permohonan kasasi hanya dapat diajukan satu kali (Pasal 43 Ayat 2 UU MA)
 Permohonan kasasi dapat dicabut setiap saat, selama permohonan kasasi belum
diputus oleh MA (Pasal 49 Ayat 1 UU MA)
 Terhadap perkara yang permohonan kasasinya yang telah dicabut tidak dapat
diajukan permohonan kasasi kembali meskipun masih dalam tenggang waktu
permohonan kasasi (Pasal 49 Ayat 1 UU MA)
 Jika kedua pihak mengajukan kasasi, maka berlaku peraturan first come first serve.
Akan tetapi, untuk pemohon kasasi tidak tertutup haknya untuk melakukan
bantahan terhadap memori kasasi dan mengajukan keberatan terhadap putusan
banding.
 Dilarang untuk dalam satu perkara diajukannya dua kali kasasi karena bertentangan
dengan res judicata pro veritate habetur.

Jika permohonan kasasi belum diputus, tetapi sudah didaftarkan kemudian dicabut
permohonan kasasinya maka yang sudah dicabut tidak dapat diajukan permohonan kasasi
kembali meskipun tenggang waktu masih valid.

HAPER 2 DESEMBER
Memori Kasasi
Terdapat beberapa ketentuan :
 Pemohon kasasi wajib menyerahkan memori kasasi dalam jangka waktu 14 hari
setelah pendaftaran permohonan kasasi (Pasal 47 Ayat (1) UU MA)
 Memori kasasi memuat alasan - alasan permohonan kasasi (Pasal 47 Ayat (1) UU
MA)
 Panitera wajib menyampaikan salinan memori kasasi kepada termohon kasasi dalam
waktu paling lama 30 hari (Pasal 47 Ayat (2) UU MA)
 Termohon kasasi berhak menyampaikan kontra memori kasasi dalam tenggang
waktu 14 hari terhitung sejak ia menerima salinan memori kasasi (Pasal 47 Ayat (3)
UU MA)

Apabila tenggang waktu jatuh pada hari libur, maka tenggang waktu dianggap jatuh pada
hari kerja berikutnya.

Alasan Kasasi
Pasal 30 Ayat (1) UU MA :
Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan -
pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :
a) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c) Lalai memenuhi syarat - syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang -
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan

Pasal ini bersifat limitative alternatif, tidak ada alasan lain selain yang sudah ditentukan di
pasal ini.

Alasan judex facti tidak berwenang atau melampaui batas wewenang :


1. Melanggar kompetensi absolut
2. Melanggar kompetensi relatif
3. Melanggar yurisdiksi pengadilan khusus
4. Melanggar yurisdiksi ekstra yudisial
5. Melanggar prinsip judex non-ultra petita (dilarang memutus sesuatu yang tidak
dituntut atau melebih dari apa yang dituntut)
6. Melanggar prinsip contrarius actus (pejabat yang membuat ktun, maka hanya ia yang
berwenang dalam mengubah, mengganti, mencabut)

Eksepsi kompetensi relatif harus diajukan pada jawaban pertama tergugat, sedangkan
eksepsi kompetensi absolut dapat diajukan setiap saat pemeriksaan perkara (Pasal 134 HIR).

Jika eksepsi terkait kompetensi relatif diajukan setelah jawaban pertama baik banding
maupun kasasi, maka harus diabaikan dan tergugat dianggap menyetujui forum tersebut.

Alasan judex facti salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku :
1. Salah menerapkan ketentuan mengenai tenggang waktu upaya hukum
2. Salah menerapkan ketentuan daluwarsa
3. Salah menerapkan hukum pembuktian
4. Salah menginterpretasikan peraturan perundang - undangan
5. Putusan melanggar peraturan perundang - undangan
6. Putusan menerapkan ketentuan dalam peraturan perundang - undangan yang
dinyatakan tidak berlaku

Daluwarsa ada dua, yaitu daluwarsa dengan (acquisitive) memperoleh hak milik atas suatu
barang pada seiringnya waktu dan daluwarsa (extinctive) dengan jalannya waktu, hapuslah
tuntutan - tuntutan.

Alasan judex facti lalai memenuhi syarat - syarat yang diwajibkan peraturan perundang -
undangan :
1. Putusan tidak memenuhi syarat dalam Pasal 178 HIR
2. Putusan tidak memenuhi syarat dalam Pasal 184 HIR
3. Putusan tidak memenuhi syarat formil putusan yang diwajibkan peraturan
perundang - undangan, khususnya UU Kekuasaan Kehakiman

Prosedur
Urutan proses kasasi :
1) Pemohon kasasi
a. Pengajuan permohonan kasasi (14 hari)
b. Penyerahan memori kasasi (14 hari)
2) Termohon kasasi
a. Pemberitahuan permohonan kasasi (7 hari)
b. Penyampaian salinan memori kasasi (30 hari)
c. Penyerahan kontra memori kasasi (14 hari)
3) Inzage (pemeriksaan berkas perkara)
- Tidak ditentukan jangka waktunya, sepanjang berkas belum dikirim ke MA
4) Pengiriman berkas perkara
- 65 hari setelah permohonan kasasi

Pemeriksaan Kasasi
Pasal 40 Ayat (1) UU MA = diperiksa oleh majelis hakim dengan minimal tiga orang hakim

Pemeriksaan kasasi dilakukan dengan (Pasal 50 UU MA) :


 Berdasarkan surat - surat/berkas perkara
 Apabila dipandang perlu, MA dapat meminta keterangan tambahan dari para pihak
atau para saksi yang dengan :
o Mendengar sendiri
o Memerintahkan PT atau PN yang memutus perkara tersebut

MA dalam pemeriksaan tingkat kasasi tidak terikat dengan alasan - alasan yang diajukan
oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan - alasan hukum lain (Pasal 52 UU MA).

Putusan MA dalam Tingkat Kasasi


Terdapat hasil putusan MA di tingkat kasasi :
1) Menyatakan permohonan kasasi tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard/N.O)
 Permohonan kasasi tidak memenuhi syarat formil
2) Menolak permohonan kasasi
 Alasan kasasi yang diajukan tidak terbukti
 Alasan kasasi yang diajukan tidak termasuk alasan permohonan kasasi
3) Mengabulkan permohonan kasasi (Pasal 50, 51 UU MA)
 Berdasarkan alasan judex facti tidak berwenang (Pasal 30 Ayat (1) UU MA) :
o MA membatalkan putusan judex facti
o MA memerintahkan pengadilan yang berwenang untuk memeriksa
pokok perkara
 Berdasarkan alasan Pasal 30 Ayat (1) b dan c UU MA :
o MA membatalkan putusan judex facti, dan
o MA mengadili sendiri

Mahkamah Agung merupakan judex iuris sehingga tidak lagi memeriksa fakta.

Apabila MA mengabulkan permohonan kasasi dan putusan judex facti yang dibatalkan
adalah putusan negatif (N.O), lebih lanjut :
o MA memerintahkan judex facti memeriksa dan memutus pokok perkara
o MA mengadili sendiri pokok perkara

HAPER 8 DESEMBER

Kasasi Demi Kepentingan Hukum


Kasasi pada kepentingan hukum termasuk sebagai upaya hukum luar biasa.

Kasasi demi kepentingan hukum bertujuan untuk :


 Melakukan koreksi terhadap kesalahan penerapan hukum dalam suatu putusan yang
tidak dimohonkan kasasi oleh pihak - pihak yang berpekara
 Menjaga konsistensi dan keseragaman interpretasi/penerapan hukum (kepastian
hukum)

Pihak yang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum adalah legal standing dari Jaksa
Agung karena jabatannya (ex officio) dan diatur pada Pasal 45 Ayat (1) UU MA serta hanya
boleh diajukan satu kali (Pasal 45 Ayat (2) UU MA).

Objeknya sendiri adalah putusan pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tingkat
banding pada lingkungan peradilan umum, agama, dan TUN (Pasal 45 Ayat (1) jo. Pasal 44
Ayat (1) UU MA).

Putusan MA dalam kasasi demi kepentingan hukum tidak memberikan dampak apapun
kepada pihak yang berpekara (Pasal 45 Ayat (3) UU MA).

Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan
peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
diatur pada Pasal 28 Ayat (1) UU MA.

Peninjauan kembali merupakan yurisdiksi absolut dari Mahkamah Agung.

Prinsip peninjauan kembali :


1. Objek peninjauan kembali adalah putusan dalam perkara kontentiosa (perkara
gugatan) yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 28 Ayat (1) UU MA)
2. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali (Pasal 66 Ayat (1)
UU MA)
3. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan/menghentikan pelaksanakan
putusan pengadilan (Pasal 66 Ayat (2) UU MA)
4. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sepanjang belum diputus (Pasal 66
Ayat (3) UU MA)
5. Putusan MA dalam peninjauan kembali merupakan putusan pada tingkat pertama
dan terakhir (Pasal 70 Ayat (2) UU MA)

Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah putusan yang mana telah digunakan
semua jalan hukum untuk melawan keputusan tersebut atau tidak dipergunakan karena
lewat waktunya (Pasal 195 HIR).

Syarat Formil
Terdapat beberapa syarat formil PK :
1. Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pihak yang berpekara, ahli warisnya,
atau kuasanya (Pasal 68 UU MA)
2. Permohonan peninjauan kembali diajukan kepada MA melalui Ketua PN yang
memutus perkara pada tingkat pertama (Pasal 70 Ayat (1) UU MA)
3. Pemohon wajib membayar panjar biaya perkara permohonan peninjauan kembali
(Pasal 70 Ayat (1) UU MA)
4. Permohonan peninjauan kembali diajukan secara tertulis (Pasal 71 Ayat (1) UU MA)
5. Permohonan peninjauan kembali diajukan dengan menyebutkan alasan permohonan
peninjauan kembali atau memori PK diajukan sekaligus (Pasal 71 Ayat (1) UU MA)
6. Permohonan peninjauan kembali diajukan dalam tenggang waktu (180 hari) yang
ditentukan sesuai dengan alasan peninjauan kembali (Pasal 69 UU MA)

HAPER 9 DESEMBER

Memori Peninjauan Kembali


Pasal 71, Pasal 72 UU MA, dan SEMA Nomor 7 Tahun 2012 :
 Memori peninjauan kembali (risalah PK) yang memuat alasan - alasan permohonan
peninjauan kembali harus diajukan bersama - sama pada saat pengajuan
permohonan peninjauan kembali
 Panitera wajib menyampaikan salinan permohonan peninjauan kembali dan alasan -
alasannya kepada termohon peninjauan kembali dalam waktu 14 hari
 Atas penyampaian salinan tersebut termohon peninjauan kembali :
- Berhak menyampaikan jawabannya (kontra memori PK), apabila alasan PK
adalah Pasal 67:a, b UU MA;
- Sekadar untuk mengetahui, apabila alasan PK adalah Pasal 67:c s.d. f UU MA.
 Kontra memori PK disampaikan dalam waktu 30 hari setelah penerimaan salinan
permohonan peninjauan kembali, salinan kontra memori PK disampaikan kepada
pemohon untuk diketahui

Alasan permohonan peninjauan kembali (Pasal 67 UU MA) :


a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti - bukti yang
kemudian oleh hakim dinyatakan palsu
o Adanya kebohongan atau tipu muslihat yang baru diketahui setelah perkara
diputus
o Adanya bukti palsu (mengubah, memodifikasi, menghapus bukti asli) yang
dibuktikan dengan putusan pidana

b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat - surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
o Bukti (novum) hanya terbatas pada alat bukti tulisan (surat)
o Bukti tulisan itu harus sudah dibuat (bertanggal) sebelum pemeriksaan
perkara
o Bukti tulisan itu baru ditemukan setelah putusan perkara itu berkekuatan
hukum tetap
o Bukti tulisan itu harus menentukan (decisive)
o Bukti tulisan itu tidak pernah diajukan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan
perkara oleh para pihak

c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut
o Putusan mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut
o Putusan mengabulkan lebih dari pada yang dituntut

(Putusan berkekuatan hukum tetap yang dimohonkan peninjauan kembali


mengandung pelanggaran prinsip judex non-ultra petita, Pasal 178 Ayat 3 HIR)

d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa


dipertimbangkan sebab - sebabnya
o Putusan yang dimohonkan peninjauan kembali telah tidak
mempertimbangkan dan memutus satu atau lebih tuntutan dari salah
satu/para pihak (infra petita), merupakan pelanggaran Pasal 178 Ayat (2) HIR)

e. Apabila antara pihak - pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar
yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan
yang bertentangan satu dengan yang lain
o Terdapat dua atau lebih putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap dalam perkara dengan pihak - pihak yang sama dan fakta (soal dan
dasar) yang sama
o Putusan - putusan itu dijatuhkan oleh pengadilan yang sama atau sama
tingkatnya
o Putusan - putusan itu saling bertentangan (kontradiksi)

f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata (bersifat residual/sangat pengecualian/yangt terakhir)
o Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yang dimohonkan peninjauan
kembali bertentangan dengan atau melanggar ketentuan hukum yang
berlaku
o Hukum yang dilanggar adalah baik hukum materiil maupun hukum formil

Tenggang Waktu Permohonan PK


Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali adalah 180 hari terhitung
sejak (Pasal 69 UU MA) :
a) Diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan pidana mengenai
adanya pemalsuan bukti diberitahukan
b) Ditemukannya surat - surat bukti (novum), yang hari dan tanggalnya harus
dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan pejabat (pihak yang mengeluarkan
surat/dihadapan panitera atau hakim) yang berwenang
c) Putusan yang berkekuatan hukum tetap yang mengandung ultra petita/infra petita/
mengandung kekhilafan atau kekeliruan diberitahukan kepada para pihak
d) Putusan yang terakhir dan bertentangan memperoleh kekuatan hukum tetap dan
diberitahukan kepada para pihak

Jangka waktunya menyesuaikan alasan yang digunakan, tidak berlaku tunggal.

Ketentuan :
 Apabila permohonan peninjauan melampaui tenggang waktu yang ditentukan,
berkas perkara tidak perlu dikirimkan ke MA (ditetapkan oleh Ketua PN).
 Apabila tenggang waktu tersebut jatuh pada hari sabtu, minggu, atau hari libur,
maka tenggang waktu dianggap jatuh pada hari kerja berikutnya.

Pemeriksaan Peninjauan Kembali


Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan dilakukan oleh majelis (Pasal 40 Ayat (1) UU MA)
2. Pemeriksaan perkara dalam peninjauan kembali dilakukan berdasarkan surat -
surat/berkas perkara (Pasal 50 Ayat (1) UU MA) dan berlaku mutatis mutandis
3. MA dalam pemeriksaan perkara PK dapat memerintahkan PN atau PT yang
memeriksa perkara pada tingkat pertama atau tingkat banding untuk melakukan
pemeriksaan tambahan (Pasal 73 Ayat (1) UU MA)
4. MA dalam pemeriksaan perkara peninjauan kembali dapat meminta pertimbangan
dari PN atau PT yang memeriksa perkara pada tingkat pertama atau tingkat banding
(Pasal 73 Ayat (1) UU MA)

Putusan MA dalam Peninjauan Kembali


Pasal 74 UU MA :
1) Apabila MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali :
- Mengabulkan permohonan peninjauan kembali
- Membatalkan putusan yang BHT yang dimohonkan PK
- Mengadili sendiri
2) Apabila MA menolak permohonan peninjauan kembali, karena alasan permohonan
peninjauan kembali tidak terbukti :
- Menolak permohonan peninjauan kembali
- Menguatkan putusan yang BHT yang dimohonkan PK

Diluar ketentuan Pasal 74 UU MA, apabila majelis berpendapat permohonan PK tidak


memenuhi syarat formil, putusan MA dalam peninjauan kembali akan menyatakan
permohonan peninjauan kembali tidak dapat diterima.

Pasal 75 UU MA :
 Salinan putusan MA dalam perkara permohonan peninjauan kembali dikirimkan
kepada PN yang memutus perkara pada tingkat pertama
 Panitera PN tersebut menyampaikan salinan putusan kepada pemohon dan
termohon dalam waktu 30 hari

HAPER 15 DESEMBER

Makna Eksekusi
Executie - eksekusi - pelaksanaan putusan - enforcement of judgement

Eksekusi atau pelaksanaan putusan adalah melaksanakan secara paksa putusan pengadilan
dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi) tidak melaksanakan
putusan dengan sukarela.

Prinsip - Prinsip Eksekusi


Prinsip eksekusi :
1. Eksekusi dilakukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
2. Eksekusi dimohonkan apabila pihak tereksekusi tidak melaksanakan putusan BHT
secara sukarela
3. Putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan dengan amar putusan kondemnator
4. Eksekusi dilakukan atas perintah Ketua PN

Beberapa prinsip penyitaaan berlaku mutatis mutandis dalam sita eksekusi.

Peraturan tentang eksekusi :


o Pasal 195 - 205 HIR
o Pasal 225 HIR
o Peraturan Lelang
o Permenkeu Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Pengecualian Prinsip
Terdapat beberapa pengecualian :
1. Eksekusi putusan non-BHT
 Eksekusi putusan ubv
 Eksekusi putusan provisionil
2. Eksekusi hak jaminan kebendaan dan APU
 Eksekusi sertifikat hak tanggungan
 Eksekusi goresse akta hipotik
 Eksekusi sertifikat jaminan fidusia
 Eksekusi grosse akta pengakuan utang
3. Pelaksanaan putusan dengan amar deklaratoir dan konstitutif
Amar putusan deklaratoir dan konstitutif dapat dilaksanakan dengan
mencatatkan/mendaftarkan putusan tersebut pada instansi yang berwenang

Pelaksanaan Putusan Secara Sukarela


 Tereksekusi (pihak yang dikalahkan dalam putusan) secara sukarela tanpa adanya
upaya paksa menjalankan isi putusan
 Hukum acara tidak mengatur tindak lanjut atas pelaksanaan putusan secara sukarela,
pendekatan dalam praktik :
o PN menyerahkan sepenuhnya kepada para pihak mengenai tindak lanjut dari
pelaksanaan putusan secara sukarela

ATAU

o PN membuatkan berita acara pelaksanaan putusan secara sukarela atas


permintaan dari para pihak, berita acara tersebut sebagai bukti putusan telah
dipenuhi

HAPER 16 DESEMBER

Tahapan Eksekusi
Terdapat empat tahapan :
1. Permohonan eksekusi
Diajukan secara lisan/tertulis kepada Ketua PN yang memutus pada tingkat pertama
(Pasal 196 jo. 195 HIR).
2. Aanmaning (peringatan)
Tereksekusi dipanggil dalam suatu sidang untuk memperingatkan agar melaksanakan
putusan secara sukarela (Pasal 196 HIR)
3. Sita eksekusi
Dilakukan penyitaan atas harta kekayaan tereksekusi (Pasal 197 HIR) dan apabila
telah dilakukan sita jaminan, maka sita jaminan demi hukum menjadi sita eksekusi.
4. Eksekusi
Eksekusi pembayaran sejumlah uang (Pasal 200 HIR) dan eksekusi riil (Pasal 1033 Rv.
Pasal 200 ayat (11)).

Jenis Eksekusi :
1. Eksekusi pembayaran sejumlah uang
a) Apabila termohon eksekusi setelah diperingatkan (aanmaning) untuk
melaksanakan putusan secara sukarela (tidak lebih dari 8 hari), tetapi tidak
melaksanakannya, KPN memerintahkan untuk dilakukan sita eksekusi atas
harta kekayaan termohon eksekusi (penetapan sita eksekusi)
b) Panitera/juru sita melakukan sita eksekusi (executoriale beslag) di tempat di
mana barang yang akan dieksekusi berada dengan membuat berita acara
serta disaksikan oleh dua orang saksi
c) Penjagaan yuridis atas barang yang disita dapat diserahkan yang tereksekusi,
petugas keamanan atau dititipkan di suatu tempat yang ditentukan
d) Sita eksekusi atas benda tidak bergerak harus didaftarkan pada instansi yang
berwenang (Kantor Pertanahan/BPN)
e) Terhadap barang - barang yang telah disita dilakukan penjualan lelang
(executoriale verkoop) dengan perantaraan kantor lelang/pejabat lelang yang
berwenang
f) Pejabat lelang membuat berita acara lelang (risalah lelang) sebagai alas hak
perolehan objek lelang bagi pemenang lelang
g) Hasil penjualan lelang digunakan sebagai pembayaran pemohon eksekusi
(sesuai jumlah dalam putusan), biaya eksekusi, dan biaya lelang, apabila
masih terdapat sisa dari hasil penjualan lelang merupakan hak termohon
eksekusi

Aanmaning --- Sita eksekusi --- Perintah penjualan lelang --- Pemenuhan putusan

2. Eksekusi riil
a) Apabila termohon eksekusi setelah diperingatkan (aanmaning) untuk
melaksanakan putusan secara sukarela (tidak lebih dari 8 hari), tetapi tetap
tidak melaksanakannya, KPN memerintahkan untuk dilakukan eksekusi
(penetapan perintah eksekusi)
b) Panitera/juru sita melakukan eksekusi dengan pemberitahuan terlebih
dahulu kepada termohon eksekusi. Pada hari yang ditentukan, panitera/juru
sita mendatangi tempat di mana objek yang akan dieksekusi berada dan
langsung menjalankan eksekusi secara fisik
c) Panitera/juru sita membuat berita acara eksekusi dengan disaksikan oleh dua
orang saksi

Aamaning --- Penetapan perintah eksekusi

Bentuk dari eksekusi riil :


a. Pengosongan dan penyerahan lahan/bangunan
b. Pembongkaran bangunan
c. Pembagian objek sengketa
d. Melakukan/tidak melakukan sesuatu (termasuk penghentian kegiatan)

Penggantian eksekusi riil menjadi eksekusi sejumlah uang :


a. Apabila eksekusi riil memungkinkan untuk dinilai dengan sejumlah uang,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan kepada KPN agar
eksekusi riil diubah menjadi eksekusi sejumlah uang (dengan menyebutkan
alasan dan nilai uang yang dimohon di dalam permohonan)
b. KPN akan melakukan pemeriksaan atas permohonan tersebut dengan
memanggil termohon eksekusi
c. Apabila KPN mengabulkan permohonan tersebut, KPN akan menjatuhkan
penetapan untuk mengubah amar putusan menjadi penghukuman kepada
termohon eksekusi untuk membayar sejumlah uang. Atas penetapan
tersebut tidak terbuka upaya hukum
d. Atas perubahan tersebut maka pelaksanaan putusan yang semula berupa
eksekusi riil menjadi eksekusi pembayaran sejumlah uang

Petitum gugatan menghukum untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu :


a. Dalam petitum gugatan dapat dilengkapi dengan permohonan uang paksa
(dwangsom) yang dikenakan apabila tergugat (termohon eksekusi) terlambat
melaksanakan putusan (melakukan atau tidak melakukan sesuatu) secara
sukarela
b. Dalam petitum dapat diminta pula agar penggugat (pemohon eksekusi)
dikuasakan untuk melakukannya sendiri atas beban biaya kepada tergugat
(termohon eksekusi)
c. Selanjutnya eksekusi pembayaran sejumlah uang (dwangsom dan biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan) dilakukan baik sebelum atau setelah
penggugat melakukan sendiri putusan itu

3. Parate eksekusi
Di luar pembahasan eksekusi atas putusan BHT terdapat parate eksekusi
a. Parate eksekusi merupakan pelaksanaan hak kreditur untuk melakukan
penjualan atas kekuasaannya sendiri terhadap objek jaminan kebendaan
melalui penjualan lelang, tanpa perlu izin dari hakim (fiat executie)
b. Parate eksekusi dilakukan berdasarkan titel eksekutorial yang diberikan
undang - undang atas objek jaminan kebendaan :
 Pasal 6 UU Nomor 4/1996 (parate eksekusi HT)
 Pasal 15 ayat (3) UU Nomor 42/1999 (parate eksekusi jaminan fidusia)
 Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 9/2006 jo. UU Nomor 9/2011 (parate
eksekusi hak jaminan resi Gudang
 Pasal 1178 ayat (2) BW (parate eksekusi hipotek)

HAPER 22 DESEMBER

Perlawanan Pihak Ketiga


Perlawanan pihak ketiga adalah perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga yang benda
miliknya atau atas alas hak lain yang sah menjadi objek eksekusi putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap.

Tujuan dari perlawanan pihak ketiga agar benda milik pelawan (pihak ketiga) tidak menjadi
objek eksekusi (agar sita eksekusi atas benda milik pihak ketiga diangkat).

Posisi pihak - pihak = Pelawan vs Terlawan 1 (pemohon), Terlawan II (termohon)

Syarat Perlawanan Pihak Ketiga


Pasal 195 Ayat (6) HIR :
1. Pihak ketiga bukanlah pihak yang terlibat dalam perkara
2. Pihak ketiga adalah pemilik benda (atau alas hak lain yang sah) yang dieksekusi
3. Putusan yang dilawan adalah putusan yang telah BHT (jika sudah bht maka dapat
mengajukan intervensi pihak ketiga)

Tata Cara Perlawanan Pihak Ketiga


Pasal 195 (6) jis. Pasal 208, Pasal 207 HIR :
1) Diajukan secara lisan atau tertulis
2) Diajukan ke Ketua PN yang menjalankan putusan (dimana eksekusi atas benda
dilaksanakan atau forum rei sitae) dan adanya derden verzet disampaikan kepada
Ketua PN yang memutus perkara pada tingkat pertama
3) Petitum :
- Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang benar/jujur/beritikad baik
- Menyatakan bahwa objek eksekusi sebagai milik sah pelawan
- Memerintahkan Panitera/Juru Sita untuk mengangkat sita eksekusi
sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara Sita Eksekusi

Pemeriksaan Perlawanan Pihak Ketiga


Pemeriksaan :
1. Prinsipnya adalah perlawanan pihak ketiga tidak menangguhkan pelaksanaan
putusan (Pasal 207 (3) HIR)
2. Perkara diperiksa sebagaimana pemeriksaan perkara gugatan (jurisdiction
contentiosa) dalam perkara perlawanan tidak dibolehkan ada rekonvensi dengan
kodenya Pdt.Bth
3. Apabila perlawanan pihak ketiga terbukti, pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan
yang benar/beritikad baik dan sita eksekusi diperintahkan untuk diangkat, sebaliknya
jika pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar dan perlawanannya
ditolak
4. Putusan atas perkara perlawanan pihak ketiga dapat dimohonkan upaya hukum
sebagaimana dalam perkara gugatan

Perlawanan Pihak Tereksekusi


Perlawanan :
1. Undang - undang memberikan kesempatan kepada pihak yang kalah (tereksekusi)
untuk mengajukan perlawanan pihak terekskusi (partij verzet)
2. Pasal 207 HIR mengatur tentang perlawanan pihak tereksekusi
3. Tujuan perlawanan pihak tereksekusi :
a) Menunda eksekusi (apabila terdapat kepentingan yang sah)
b) Membatalkan eksekusi karena putusan telah dipenuhi
4. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan pemeriksaan perlawanan pihak ketiga
berlaku mutatis mutandis sebagai ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan
pemeriksaan perlawanan pihak tereksekusi

Mutatis mutandis adalah asas yang menyatakan bahwa pada dasarnya sesuai dengan
prosedur yang terdapat dalam ketentuan Peraturan Kepala ini tetapi memiliki kewenangan
melakukan perubahan prosedur pada hal-hal yang diperlukan atau penting sesuai dengan
kondisi yang mendesak.
HAPER 23 DESEMBER

Di dalam Indonesia/civil law disebut dengan private international law, sedangkan dalam
common law disebut dengan conflict of law.

Yurisdiksi Pengadilan Indonesia dalam Perkara Perdata Internasional


Terdapat dua alternatif yang diterapkan di dalam praktik :
1) Pasal 118 Ayat (2) HIR
Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat tinggal
sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal, maka surat gugatan itu
dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat
2) Pasal 100 jo. Pasal 99 Ayat (3) Rv
Seorang asing bukan penduduk, bahkan tidak berdiam di Indonesia, dapat digugat di
hadapan hakim Indonesia untuk perikatan yang dilakukan di Indonesia atau dimana
saja dengan warga negara Indonesia
Pasal 99 Ayat (3) Rv
Jika ia tidak mempunyai tempat tinggal yang diakui, dihadapan hakim di tempat
tinggal penggugat

Prinsip umum dalam penentuan yurisdiksi pengadilan nasional atas perkara perdata
internasional :
1) Apabila terdapat pilihan forum yang disepakati oleh para pihak (forum electus),
maka forum tersebut akan memiliki yurisdiksi
2) Apabila perkara itu mengenai suatu benda tidak bergerak, maka eksklusif menjadi
yurisdiksi forum di mana benda tidak bergerak itu berada (forum rei sitae)
3) Apabila tidak terdapat kesepakatan pilihan forum di antara para pihak, maka forum
yang memiliki yurisdiksi adalah forum yang memiliki kaitan erat dengan fakta atau
forum yang memiliki tujuan untuk melindungi pihak yang lemah

Macam - macam forum :


 Forum contractus
Dimana perjanjian disepakati
 Forum solutionis
Forum negara dimana perjanjian dilaksanakan
 Forum delicti commissi
Negara dimana terjadi perbuatan melanggar hukum
 Forum registrationis
Dimana hak tersebut didaftar
 Forum incorporationis
Jika sengketa mengenai forum negara dimana badan hukum memiliki nasionalitas
 Forum celebrationis
Berkaitan dengan masalah perkawinan (ditempat perkawinan berlangsung)
 Forum actoris
Forum dimana penggugat berada (penggugatnya konsumen)
 Forum loci laboris
Yang memiliki kewenangan adalah negara dimana pekerja melaksanakan
pekerjaannya
 Forum necessitate
Apabila penggugat tidak mendapatkan keadilan (denial of justice), maka semua
negara yang memiliki kepentingan bisa menjalankan yurisdiksinya

Yurisdiksi Untuk Melakukan Penyitaan


Pengadilan Indonesia dapat dan memiliki yurisdiksi untuk menyita objek yang terikat dengan
kepentingan internasional (jaminan kebendaan dari negara asing) yang berada di dalam
wilayah teritorial RI untuk objek
1. Kapal - kapal berbendera asing yang masuk pelabuhan Indonesia (Pasal 223 UU
Nomor 17/2008, International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993)
2. Pesawat udara (Pasal 79 UU Nomor 1/2009, Cape Town Convention 2001)

Ketika negara tidak meratifikasi Cape Town Convention 2001 pembiayaan pesawat udara
akan lebih tinggi.

Pengakuan dan Pelaksanakan Putusan Pengadilan Asing


Terdapat beberapa pengertian :
 Pada prinsipnya putusan pengadilan asing tidak dapat diakui dan dilaksanakan di
wilayah teritorial RI. Pasal 436 Ayat (1) Rv mengatur bahwa putusan pengadilan asing
tidak dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah RI, kecuali putusan dalam perkara
avarij-grosse (tagihan penyelematan kargo kapal laut) dan yang ditentukan oleh
undang - undang
 Sampai saat ini, Indonesia tidak terikat dengan perjanjian internasional
(bilateral/multilateral) tentang pengakuan dan pelaksanakan putusan pengadilan
asing
 Beberapa perjanjian internasional multilateral tentang pengakuan dan pelaksanaan
putusan pengadilan asing di bidang perdata :
o Regulation (EU) No. 1215/2012 on Jurisdiction and the Enforcement of
Judgments in Civil and Commercial Matters (negara uni eropa)
o Lugano Convention 2007, Convention on Jurisdiction and the Enforcement of
Judgements in Civil and Commercial Matters (negara UE + EEA/Islandia,
Norwegia, Swiss)
o Convention of 30 June 2005 on Choice of Forum, The Hague Conference on
Private International Law (HCCH)
o Convention of 2 July 2019 on the Recognition
 Praktik di Indonesia berkaitan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan
pengadilan asing :
a) Putusan - putusan pengadilan asing yang tidak memuat amar putusan
condemnatoir cukup didaftarkan pada instansi yang berwenang di Indonesia,
seperti putusan perceraian, penetapan adopsi anak, penetapan ahli waris
b) Putusan atas perkara yang telah diputus oleh pengadilan asing yang memuat
amar putusan condemnatoir tidak dapat dieksekusi oleh pengadilan
Indonesia. Upaya yang ditempuh adalah dengan mengajukan gugatan baru di
pengadilan Indonesia untuk perkara yang sama dengan pihak yang sama dan
menjadikan putusan pengadilan asing sebagai alat bukti (Pasal 436 Ayat (2)
Rv)
Efek res yudikata hanya terbatas berlaku pada negara yang menjatuhkan putusan, kecuali
Indonesia memberikan pengakuan atas putusan.

Alur Permohonan Bantuan Teknis Peradilan


Berikut adalah alurnya :
1. Mengirim relas ke Mahkamah Agung
2. MA mengirim ke Kemenlu
3. Kemenlu kirim ke Perwakilan RI negara ybs
4. Perwakilan mengirim ke negara ybs
5. Negara ybs mengirim ke orang yang bersangkutan

Permintaan bantuan teknis peradilan berupa rogatory letter dan penyampaian dokumen
peradilan dalam masalah perdata dari pengadilan Indonesia kepada pengadilan asing
disampaikan oleh MA kepada Kemenlu untuk disampaikan ke Pengadilan Asing melalui
Perwakilan RI di negara ybs (Nota Kesepahaman antara Kemenlu dan MA 20 Februari 2018).
Antara Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand telah terikat dengan Agreement on
Judicial Cooperation (8 Maret 1978) dengan ruang lingkup penyampaian dokumen peradilan
dan memperoleh bukti - bukti, tetapi hal ini tidak efektif

Republik Indonesia telah mengaksesi Convention of 5 October 1961 Abolishing the


Requirement of Legalization for Foreign Public Documents (Apostille Convention), the Hague
Conference on Private International Law (HCCH) berdasarkan Perpres Nomor 2/2021

Prosedur legalisasi Dokumen Publik sebelum Apostille Convention :


1) Dokumen publik Indonesia
2) Otentikasi oleh intansi yang menerbitkan dokumen
3) Otentikasi oleh Kemenkumham
4) Otentikasi oleh Kemenlu RI
5) Otentikasi oleh Kedutaan/Perwakilan negara tujuan
6) Otentikasi oleh Kemenlu negara tujuan
7) Penggunaan dokumen publik Indonesia di negara tujuan

Prosedur legalisasi Dokumen Publik setelah Apostille Convention :


1) Dokumen publik Indonesia
2) Pemberian apostille/allonge/slip oleh competent authority (Kemenkumham)
3) Penggunaan dokumen publik Indonesia di negara tujuan

Anda mungkin juga menyukai