PENDAHULUAN
perkara selama tahun 2007. Data ini memperlihatkan begitu besarnya tingkat
perceraian di lingkungan Pengadilan Agama Ponorogo.4
Pengacara merupakan seorang penasehat hukum yang izin prakteknya
dikeluarkan oleh menteri kehakiman Republik Indonesia, sesudah diangkat ia
diwajibkan mengucapkan sumpah jabatan. Seorang pengacara dapat beracara
dimanapun di seluruh Nusantara, di semua lingkungan peradilan, seperti di
lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
Peradilan Tata Usaha Negara.5
Dalam kaitannya dengan pemberian bantuan hukum, tidak ada
ketentuan perundang-undangan
keadilan,
kebenaran,
ketertiban
dan
kepastian
hukum
Ketentuan ini sejalan dengan keputusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. 369 K/Sip/1973 tanggal 4 Desember 1975 yang menyatakan bahwa menurut pasal 144 ayat 10
Rbg dan pasal 120 HIR. orang yang diberikan kuasa tidak mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan secara lisan kepada pengadilan. Lihat pula Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada
Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1978), 40.
8
Ahrum Hoerudin, Pengadilan Agama: Bahasan Pengertian, pengajuan perkara dan
kewenangan pengadilan agama setelah berlakunya Undang-undang No. 7 tahun 1989 jo. Undangundang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), 22.
9
Amir Muslim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam (Yogyakarta: UUI
Press, 1999), 79.
taklik
talak,
kemurtadan,
perlanggaran
perjanjian
yang
10
11
tergugat secara tepat dengan identitasnya, menjadi satu hal yang penting untuk
membedakan antara gugat cerai dengan jalan khulu' dengan cerai talak.
Di antara alasan yang sering muncul dalam menggunakan jasa
pengacara di Pengadilan Agama Ponorogo adalah : pertama, masyarakat
merasa awam tentang hukum dan cara beracara di pengadilan, kedua, adanya
keterbatasan waktu yang dimiliki oleh orang yang berperkara, ketiga, adanya
ketidak mampuan orang yang berperkara, dan keempat adanya keyakinan
bahwa dengan jasa pengacara orang akan dapat memenangkan gugatannya.
Dalam penelitian lebih lanjut terungkap bahwasannya tidak semua
pengacara di lingkup Pengadilan Agama Ponorogo memiliki latar belakang
sarjana hukum syariah. Karena dari sekian banyak berkas perkara yang ada,
pengacara yang sering mendampingi orang yang berperkara di Pengadilan
Agama Ponorogo adalah sarjana hukum (umum).
Dari berbagai persoalan yang diajukan di Pengadilan Agama Ponorogo
dalam kasus gugat cerai pada tahun 2007 tercatat 112 perkara yang
menggunakan jasa pengacara.
Adapun
kualitasnya.
Dengan
profesi
yang
ada
pengacara
akan
: Ahli
hukum
yang
berwenang
bertindak
sebagai
menerima,
memeriksa,
memutuskan
dan
C. Rumusan Masalah
Untuk penyelesaian penulisan skripsi ini agar lebih terarah dan mudah
dipahami, maka penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kualifikasi pengacara dalam perkara gugat cerai di Pengadilan
Agama Ponorogo menurut hukum positif?
14
Ibid, 731.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana kualifikasi pengacara dalam perkara gugat
cerai di Pengadilan Agama Ponorogo.
2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan gugatan melalui jasa
pengacara dalam perkara gugat cerai di Pengadilan Agama Ponorogo.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran dan fungsi pengacara dalam perkara
gugat cerai di Pengadilan Agama Ponorogo.
E. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis penelitian ini di maksudkan agar dapat dijadikan rujukan
pengembangan pengetahuan hukum Islam dalam masa-masa yang akan
datang.
2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai jawaban atas
semua permasalahan yang ada kaitannya tentang kepengacaraan di
pengadilan agama.
10
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil jenis penelitian lapangan,
yaitu penelitian yang mengungkap permasalahan yang terjadi di lapangan/
masyarakat
11
17
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), 13
18
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian ., 141.
12
G. Kajian Pustaka
Penelitian yang dikaji penulis dalam penulisan skripsi ini diantaranya
memiliki kesamaan bahasan, meski berbeda topik dan permasalahan yang
dikaji, yaitu dalam skripsi tahun 2000 STAIN Ponorogo yang ditulis oleh Sri
Mujayana, dalam skripsi tersebut telah membahas mengenai problematika
bantuan hukum di Pengadilan Agama dalam menegakkan hukum dan keadilan
yang di dalamnya membahas tentang problematika tugas dan fungsi bantuan
hukum di Pengadilan Agama, serta pengertian, dasar hukum, dan macammacam bantuan hukum.
Dalam skripsi tahun 2005 STAIN Ponorogo yang ditulis oleh Shofan
Fahrudi, dengan judul "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Peran Pemberi Jasa
Bantuan Hukum (Advokat) di Pengadilan Agama", yang di dalamnya
19
13
membahas tentang hak dan kewajiban pemberi jasa bantuan hukum (Advokat)
di Pengadilan Agama, tugas dan fungsi pemberi jasa bantuan hukum
(Advokat) di Pengadilan Agama Ponorogo.
Kedua penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan studi
kepustakaan. Sedangkan dalam penelitian skripsi yang akan penulis bahas
menggunakan penelitian lapangan, yang membahas tentang kualifikasi
pengacara dalam perkara gugat cerai di Pengadilan Agama Ponorogo,
prosedur pengajuan gugatan melalui jasa pengacara dalam perkara gugat cerai
di Pengadilan Agama Ponorogo, peran dan fungsi pengacara dalam perkara
gugat cerai di Pengadilan Agama Ponorogo.
H. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti membagi pembahasan ke dalam
beberapa bab, dimana masing-masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan
topik-topik tertentu dan jelas. Diantaranya :
BAB I:
BAB
II:
KEPENGACARAAN
(ADVOKASI)
MENURUT
HUKUM
14
Hukum
Pengacara,
Praktek
Pengacara
Dalam
Lingkungan
HUKUM
POSITIF
TERHADAP
PRAKTEK
15
BAB II
KEPENGACARAAN (ADVOKASI) MENURUT
HUKUM POSITIF INDONESIA
15
16
Kata advokat berasal dari bahasa latin advocare, yang berarti untuk
mempertahankan dan memberi bantuan. Sedangkan dalam bahasa Inggris
advocate, berarti mewakili, bertahan dalam argument, mendorong atau
merekomendasikan pada publik Secara sederhana advokat adalah orang
yang berprofesi membela.22
Semula, istilah profesi pengacara hanya digunakan untuk mereka
yang menjalankan khusus hukum acara di pengadilan, sedangkan
pekerjaan di luar acara pengadilan dilakukan oleh advokat, atau Barister,
akan tetapi sekarang di semua Negara perbedaan antara profesi advokat /
Advocate / Barrister dan pengacara / procuneur / sokcitoir sudah hilang,
dan sekarang digunakan istilah advokat / advocaat / advocate atau Lawyer.
Istilah pengacara praktek tidak dikenal di luar negeri dan hanya
dikenal di Indonesia. Pengenalan istilah Pengacara Praktek dalam
khasanah masyarakat itu hanya menambah pengelompokkan yang
heterogen yang memecah belah profesi hukum, yang harus dihilangkan
dengan membuat standarisasi kriteria dan syarat-syarat yang berlaku
umum yang harus dipenuhi untuk diangkat sebagai advokat, sehingga
tidak ada lagi kelompok advokat dan kelompok pengacara praktek.
Istilah penasehat hukum sebagai profesi hukum adalah istilah resmi
di Indonesia, yang menggambarkan pengertian advokat sebagai profesi
hukum. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang advokat untuk memberi
nasehat hukum sebagai penasehat hukum tidak merupakan profesi sendiri
22
Frans Hendra Winata, Advokat Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), 19.
17
bahwasannya
pengacara
adalah
mereka
yang
profesinya
menyediakan diri sebagai pembela perkara pidana atau wakil / kuasa dari
pihak-pihak dalam perkara perdata dan yang telah diangkat oleh organisasi
advokat dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Pengacara berstatus sebagai penegak
hukum bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW:
Ropaum Rambe, Teknik Praktek Advokat, (Jakarta: PT. Grasindo, 2003), 6-7.
Ahmad Sunarta, Terj. Sahih Bukhari III (Semarang: Asy-Syifa, 1992), 486.
18
aturan yang dijadikan dasar hukum mengenai pengacara selain dari kode
etik advokat. Undang-undang ini merupakan penjabaran dan koreksi
terhadap keberadaan Undang-undang sebelumnya, karenanya aturan lama
secara otomatis tidak berlaku lagi. Selanjutnya Undang-undang ini
menjadi dasar hukum normatif yang harus dijadikan rujukan oleh semua
pihak.
Ada perubahan signifikan yang memberikan posisi kuat pada
pengacara / advokat. Diantaranya adalah tentang independensi advokat
dari kekuasaan Negara dan spesifikasi bidang atau wilayah advokat sesuai
dengan keahlian akademis. Independensi dari kekuasaan Negara berarti
bahwa pengangkatan dan legalitas seorang advokat berasal dari organisasi
advokat itu sendiri. Negara melalui kementerian hukum dan Hak Asasi
Manusia hanya menjadi fasilitator.
Berkaitan dengan pemberian bantuan hukum ini diatur misalnya:
1) Pasal 27 ayat 1,25 menegaskan:
Setiap warga Negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya.
2) Pasal 34, menyatakan bahwa:
Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
25
19
20
Rahmad Rosyadi, dkk, Advokad dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2003), 73-77.
27
Undang-undang tentang Peradilan Umum.
28
Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
29
Pasal ini menyebutkan: Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat, kecuali apabila penggugat
dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
21
30
22
31
Lihat Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 14 tahun 1970 jo. Undangundang No. 4 tahun 2004
32
Undang-undang No. 7 tahun 1989 jo. Undang-undang No. 3 tahun 2006, pasal 1 ayat 1.
33
Lihat pula Undang-undang No. 1 tahun 1974, PP No. 28/1977, Kepres No. 1/1991,
Permenag No. 2/1987.
23
tanah menurut syariat, yang meliputi kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan
shodaqah bagi orang yang beragama Islam.34
Kewenangan yang marak di lingkungan peradilan agama di atas perlu
diketahui oleh pengacara supaya dapat memposisikan diri dalam menjalankan
peran jasa pemberian bantuan hukum sesuai peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Dalam masalah apa saja yang dapat diperkarakan di
Pengadilan
Agama.
Hal
ini
sangat
penting
untuk
menghindari
kesalahpahaman.
Dalam pasal 37 Undang-undang No. 14 tahun 1970 jo. Undang-undang
No. 4 tahun 2004 dinyatakan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara
berhak memperoleh bantuan hukum. Untuk bertindak sebagai pengacara,
seorang advokat.35
a. Ditetapkan tempat kedudukannya atau domisilinya pada suatu kota
tertentu di dalam wilayah Pengadilan Negeri.
b. Dapat beracara di muka pengadilan di semua lingkungan badan peradilan,
termasuk di Peradilan Agama di seluruh wilayah Republik Indonesia.
c. Bila beracara di luar wilayah hukum di mana ia berdomisili, maka
pengacara harus melaporkan secara tertulis kepada ketua Pengadilan
Tinggi dengan menyampaikan tembusan kepada.
1) Mahkamah Agung Republik Indonesia
2) Ketua Pengadilan Tinggi Agama yang dituju
34
Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1978, pasal 17, dan PP No. 28 tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik, pasal 12.
35
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Lingkungan Pengadilan Agama, (Semarang:
Pustaka Pelajar, 1992), 50-53.
24
Roihan A. Rasyid, hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995), 64.
37
R. Soeroso, Tata Cara dan Proses Persidangan (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 14.
25
38
Pro Bono Publico, Pendampingan klien secara Cuma-cuma (bebas biaya), yang
biasanya mengutamakan pada rakyat golongan ekonomi lemah.
26
Hal ini telah dinyatakan dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran
surat al-Maidah : 2 berikut ini:
!$# ) ( !$# (#)?$#u 4 u9$#u OM}$# n?t (#u$ys? u ( 3u)G9$#u h99$# n?t (#u$ys?u
>$s)9$# x
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa. Dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa, dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksaannya.39
Dalam sebuah penelitian,40 didapatkan bahwasannya secara kuantitatif
keterlibatan pengacara dalam pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia belum
berjalan dengan baik, kenyataannya hanya sedikit advokat yang mendasarkan
kegiatannya untuk tujuan yang lebih besar, sejalan dengan yang diamanahkan
Undang-undang. Bantuan hukum yang di dasarkan kepada pertimbangan
hukum kemanusiaan cenderung bersifat instant (sekali selesai), tidak
terprogram karena hanya bersifat hubungan psikososial antara klien dan
pengacara. Sedangkan yang dilatari kepentingan hukum dan dilakukan secara
berkelembagaan melalui instansi yang relevan dilakukan secara berkelanjutan
dan teragenda.41
Memang terjadi pro-kontra terhadap peran pengacara praktek di
pengadilan, kesan negatif muncul pada sebagian masyarakat di mana untuk
39
Depag RI,al Quran dan terjemahnya (Bandung: Gema Press, 1993), 157.
Binziad Kadafi, dkk, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, Studi Tentang Tanggung
Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002),
177-179.
41
Idem.
40
27
mendapatkan jasa hukum sekarang ini memerlukan biaya tinggi dan membuat
rumit
masalah
yang
dianggap
sederhana,
sehingga
lambat
dalam
28
ada tiga metode yang yang dipakai untuk menetapkan honorarium / fee
ditetapkan secara (1) lump sum, yang digunakan para penasehat hukum dalam
proses legal audit dan legal opinion, untuk keperluan tertentu, (2) atas dasar
item per item, membuat tagihan berdasarkan rincian satu persatu pekerjaan
yang telah dilakukannya, dan (3) menetapkan tagihan atas dasar tidak
menang tidak bayar. Metode ini sering digunakan untuk honor / fee para
penasehat hukum yang menjalankan praktek profesinya sebagai penagih
hutang (debt collector).44
Untuk dapat melakukan peran kepengacaraan sesuai dengan tugas dan
fungsinya, berdasarkan sumpah jabatan dan kode etiknya, pengacara harus
mengetahui hukum acara yang diterapkan di lingkungan peradilan agama.
Peran utama seorang advokat dalam menerima atau mengajukan gugatan
untuk dan atas nama kliennya, dalam perkara perceraian terlebih dahulu harus
melakukan ishlah, mendamaikan kedua pihak yang bersengketa. Hal ini sesuai
dengan prinsip hukum acara perdata dan peraturan peradilan agama yang
diterangkan dalam Al-Quran surat An-Nisa : 35 berikut ini:
Yudha Pandu, Klien dan Penasehat Hukum dalam Perspektif Masa Kini, (Jakarta: PT.
Abadi, 2001), 78.
29
Proses
pertama
yang
dilaksanakan
peradilan
agama
adalah
menghadirkan para pihak yang berperkara. Hal ini sesuai dengan pasal 82,
Undang-undang No. 7 tahun 1989 jo. Undang-undang No. 3 tahun 200645
yang menyatakan:
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha
mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami isteri harus datang secara
pribadi, kecuali apabila salah satu pihak berkediaman di luar negeri, dan
tidak datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang
secara khusus dikuasakan untuk itu.
Dalam pasal ini dikatakan bahwa pihak yang bersengketa dapat
mewakilkan kuasanya kepada pengacara sebelum, selama atau selepas masa
peradilan. Peranan advokat sebelum acara persidangan berlangsung, tentu saja
dapat dan harus mengupayakan perdamaian46 Misalnya, dengan menghubungi
masing-masing pihak, keluarganya, tokoh ulama, atau masyarakat setempat.
Terdapat dua pendapat, dalam Hartono Marjono47 yang menunjukkan
peran advokat dalam beracara di pengadilan, yaitu pandangan subjektif dan
objektif. Dari sudut pandang subjektif, karena pekerjaan pemberi bantuan
hukum bertolak dari kepentingan seseorang yang akan atau sedang beracara di
pengadilan, sebab seseorang itu dianggap memerlukannya. Dengan pandangan
45
Undang-undang No. 7 tahun 1989 jo. Undang-undang No. 3 tahun 2006, tentang
Peradilan Agama.
46
Rahmad Rosyadi, Ibid, 68.
47
H. Hartono Mardjono, Menegakkan Syariat Islam dalam Konteks KeIndonesiaan
(Bandung: Mizan, 1997), 70-71.
30
ini advokat akan berusaha memenangkan perkaranya dengan memberi janjijanji kepada
48
31
5. Mewakili para pihak yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan
lanjutan, sehingga memperlancar proses persidangan.
6. Menjunjung tinggi sumpah advokat, kode etik profesi dalam menjalankan
peran sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Untuk dapat berperan sesuai dengan profesinya dalam bidang hukum,
untuk memberikan pembelaan, pendampingan dan menjadi kuasa atas
kliennya, maka pengacara harus memahami akan tugasnya. Tugas advokat
bukanlah merupakan pekerjaan, tetapi lebih merupakan profesi. Tugas
merupakan kewajiban, sesuatu yang wajib dilakukan atau ditentukan untuk
dilakukan.
Tugas dan fungsi dalam sebuah pekerjaan atau profesi apapun tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya, karena keduanya merupakan sistem
kerja yang saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat
harus berfungsi :49
a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia
b. Memperjuangkan hak asasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia
c. Melaksanakan kode etik advokat
d. Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum
keadilan dan kebenaran
e. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai kebenaran dan
keadilan) dan moralitas
49
32
terhadap
masyarakat.
i. Menanggapi perkara sesuai kode etik advokat.
j. Membela klien dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab
k. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan
masyarakat.
l. Memelihara kepribadian advokat
m. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat
antara sesama advokat yang didasarkan pada kejujuran, kerahasiaan dan
keterbukaan, serta saling menghargai dan mempercayai.
n. Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan wadah
tunggal organisasi advokat.
o. Memberikan pelayanan hukum (legal service)
p. Memberikan nasehat hukum (legal advice)
q. Memberikan konsultasi hukum (legal consultation)
r. Memberikan pendapat hukum (legal opinion)
s. Menyusun kontak-kontak (legal drafting)
t. Memberikan informasi hukum (legal information)
u. Membela kepentingan klien (litigation)
33
34
BAB III
PRAKTEK PENGACARA DALAM PERKARA GUGAT CERAI DI
PENGADILAN AGAMA PONOROGO
datang
dari
berbagai
daerah,
yaitu
bernama
PONDOK
TEGALSARI, yang diasuh oleh Kyai Ageng Anom Besari salah seorang
santri Tegalsari yang telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia
adalah Pujangga Ronggo Warsito. Keturunan Kyai Ageng Besari ada yang
bertempat tinggal di Malaysia menjabat sebagai Perdana Menteri yang
pertama bernama Tengku Abdurrahman.
Adapun sejarah pembentukan Pengadilan Agama Ponorogo adalah
sebagai berikut:
1) Masa Penjajahan Belanda
Agama Islam berkembang di Ponorogo dan ajaran Islam
menjadi bagian kehidupan masyarakat yang ditaati oleh sebagian besar
34
35
terbuk di
36
: Kyai. Djamaluddin
2. Hakim
: 1. Kyai Bukhori
2. Kyai Hasanuddin
3. Kyai Bani Isroil
4. Kyai Suyuthi
3. Panitera
: Kaelan
menjalankan
tugas
untuk
menyelesaikan
perkara
yang
37
3) Masa Kemerdekaan
Kondisi Pengadilan Agama Ponorogo setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia, tetap sebagaimana pada zaman
penjajahan, tempat memeriksa perkara bagi orang-orang Islam
dilakukan di serambi Masjid, kemudian pindah dari rumah ke rumah
lain milik tokoh masyarakat kota Ponorogo.
Pada umumnya Hakim Agama berstatus honorer serta sarana
dan prasarananya sangat tidak memadai dan tidak mencerminkan
lembaga pemerintah sebagai penegak hukum. Demikian pula
kekuasaan dan wewenang Pengadilan Agama Ponorogo sangat terbatas
dalam perkara Nikah Talaq Cerai Rujuk sebagaimana diatur dalam Stbl
1937 No. 116-610.
2. Lokasi Kantor Pengadilan Agama Ponorogo
Sebelum Tahun 1981 Pengadilan Agama Ponorogo, terletak di Jl.
Bhayangkara Nomor 54 Ponorogo. Mulai tahun 1981 hingga sekarang
Kantor Pengadilan Agama Ponorogo terletak di Jl. Ir. Juanda Nomor : 25
Telp
Fax
(0352)
481
133
Ponorogo
ponorogo@gmail.com.
3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Ponorogo
Lihat dalam lampiran 1
63401,
e-mail:pa-
38
39
Lihat Lampiran No : 03
Wawancara dengan Harunurrasyid, (wakil panitera Pengadilan Agama Ponorogo), pada
Tanggal 14/10/2007.
51
40
52
khusus.
Arsip Milik Pengadilan Agama Ponorogo tahun 2005, dalam Register surat kuasa
53
Wawancara dengan Drs. Muizzuddin, BA. (Panitera muda gugatan), pada Tanggal
19/10/2007.
54
Arsip Milik Pengadilan Agama Ponorogo tahun 2005, dalam Register surat kuasa
khusus.
41
Dari data wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan salah satu
pengacara praktek banyak memberikan informasi tentang motif pembelajaran
yang dilakukannya.55 Pertama, adanya kepentingan pembelaan dalam kasus
yang sedang dikuasainya. Kedua, kewenangan yang dimiliki dalam melakukan
pembelaan. Ketiga, adanya disiplin dan tanggung jawab profesi dalam
menangani perkara yang diwakilkan kepadanya.
Dari beberapa data yang dikemukakan tersebut diatas nyatalah bahwa
keberadaan pengacara praktek di lingkungan Pengadilan Agama Ponorogo
menunjukkan data yang semakin memuncak dari tahun ke tahun. Hal ini
tentunya memberi peluang yang cukup kondusif bagi perkembangan profesi
pengacara itu sendiri, lebih-lebih pengacara yang berlatar belakang sarjana
Syariah untuk dapat beracara di lingkungan peradilan agama.
Dalam menjalankan tugasnya seorang advokat atau pengacara
berkewajiban: (1) Kliennya yang berarti ia harus memberi bantuan hukum dan
melindungi kliennya dari perlakuan dan tindakan semena-mena yang
bertentangan dengan hukum, (2). Pengadilan, pengacara berkewajiban
membantu hakim mencari kebenaran dan melancarkan jalannya persidangan
serta bersikap jujur. Untuk dapat menjunjung tinggi hukum, maka ia harus
menguasai hukum termasuk hukum acara. Kurangnya pemahaman dalam
bidang hukum tentu akan menghambat jalanya persidangan, (3). Teman
55
2007.
42
56
57
43
e. Penolakan perkawinan
f. Pembatalan perkawinan
g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri
h. Penceraian karena talak
i. Gugatan penceraian
j. Penyelesian Gono-Gini
Sejalan dengan amanah Undang-undang No. 1 tahun 1974 tersebut,
Pengadilan Agama Ponorogo tidaklah seluruhnya menangani kasus-kasus
sebagaimana yang ada. Namun sebagian besar kasus yang berkaitan dengan
masalah perkawinan.
Sesungguhnya dengan berjalannya waktu banyak sekali kasus yang
terjadi dalam kehidupan keluarga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
seorang narasumber di Pengadilan Agama,58 tidak semua kasus dalam
masyarakat membutuhkan atau diajukan perkaranya di Pengadilan Agama.
Hal ini disebabkan, pertama, perkara keluarga masih bisa diselesikan sendiri
oleh keluarga dan kerabat, kedua, adanya opini masyarakat bahwa
mengungkapkan masalah keluarga berarti membuka aib pribadi, ketiga,
kurangnya pengetahuan dan pengertian masyarakat akan pentingnya lembaga
Pengadilan bagi kemaslahatan umat.
Kasus yang diajukan lewat pengacara ada yang dikuasakan secara
penuh mulai pengajuan hingga mendapatkan keputusannya. Kasus-kasus ini
didominasi oleh mereka yang sibuk bekerja, dan mereka yang bekerja di luar
58
Wawancara dengan Drs. Muhaji Lestari (Panitera Muda Permohonan), pada tanggal 21
Oktober 2007.
44
= 8 kasus
b. Cerai talak
= 391 kasus
c. Cerai gugat
= 599 kasus
d. Pengesahan anak
= 5 kasus
e. Isbat Nikah
= 31 kasus
f. Dispensasi kawin
= 29 kasus
59
Arsip Pengadilan Agama Ponorogo tahun 2007, Perihal Surat Kuasa Khusus.
45
Dari paparan data di atas dapat kita lihat bersama bahwasannya kasus
yang berhubungan dengan perceraian merupakan kasus yang sering (paling
banyak) diajukan di muka pengadilan. Untuk kasus yang merupakan cerai
talak didapatkan data sebanyak 391 kasus, sedang kasus yang merupakan cerai
gugat merupakan kasus terbanyak dengan data sejumlah 599 kasus. Dari
perbedaan ini, yang menjadi pengacu utama adalah dari kaum perempuan
(pihak istri). Mereka menggugat pihak suami untuk menceraikan dirinya
karena beberapa penyebab yang menjadikan keretakan rumah tangga mereka.
Dari salah seorang koresponden yang sempat dihubungi penulis didapatkan
data yang menunjukkan bahwa ia terpaksa menuntut cerai dengan suaminya
karena selama ditinggal kerja ke luar negeri menjadi tenaga kerja wanita, telah
dikhianati oleh suaminya. Penulis mendapatkan data ini dengan sangat hatihatinya, karena pihak koresponden merasa ini merupakan aib keluarganya
yang sebenarnya tidak perlu orang lain tahu.60
Adapun prosedur pengajuan perkara gugat cerai yang berlangsung di
Pengadilan Agama Ponorogo secara ringkas dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Pengajuan gugatan
Surat gugatan merupakan surat yang diajukan pihak penggugat
kepada ketua pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang
di dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar
landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak.
60
2007.
Hasil wawancara dengan Ny. Suratin binti Jayus (Penggugat), pada tanggal 27 Oktober
46
Pada intinya surat gugatan ini diajukan sendiri oleh para pihak
yang berperkara, baik secara lisan maupun tulisan surat gugatan diajukan
sendiri ke pengadilan kepada ketua pengadilan. Bilamana pengajuan ini
melalui jasa pengacara, maka dalam surat gugatan dicantumkan tanda
tangan kuasa hukumnya. Surat gugatan ini dibuat rangkap enam.
2. Pemeriksaan Perkara
Surat gugatan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke
kepaniteraan Pengadilan Agama, pada sub kepaniteraan gugatan. Di
bagian ini akan ditentukan berapa biaya yang akan dipergunakan. Bagi
yang tidak mampu bisa mengajukan bebas biaya perkara dengan
melampirkan keterangan tidak mampu dari kepala desa.
Hingga sampai tahap ini61 perkara yang masuk di meja pengadilan
akan mengalami beberapa kali proses hinga perkara memperoleh
keputusannya. Pihak pengacara akan terus memantau dan mendampingi
kliennya sebagaimana yang telah tertuang di dalam perjanjian (surat kerja).
Hal ini telah sesuai dengan kode etik seorang pengacara yang mana
seorang pengacara harus mengurus dengan sebaik-baiknya dengan segala
daya
kemampuannya
guna
memenangkan
setiap
perkara
yang
dipercayakan kepadanya.
Dalam mengajukan perkara yang sedang dihadapinya, terlebih dahulu
pihak yang mengajukan perkaranya diberikan beberapa pertanyaan yang
menyangkut kedudukan perkaranya. Apa yang menjadi latar belakang
61
47
2007.
2007.
62
Wawancara dengan Ny. Suratin binti Jayus (Penggugat), pada tanggal 27 Oktober
63
Wawancara dengan Ny. Ernawati SH, (Pengacara Praktek), pada tanggal 20 Oktober
48
langkah-langkah
yang
diambil bila
menerima
perkara
diantaranya adalah:
a. Menguapayakan jalan damai sebelum perkaranya masuk di Pengadilan.
b. Memberikan bantuan (nasehat) hukum terhadap klien yang masih awam
terhadap penyelesaian kasus yang sedang dialaminya.
c. Membantu para pihak yang berperkara untuk segera dapat menyelesaikan
perkaranya.
d. Sebagai rasa tanggung jawabnya kemudian membantu mendampingi
pengajuan perkara di Pengadilan.65
Menjaga hubungan baik dengan klien adalah tugas utama seorang
pengacara karena di samping klien merupakan sumber penghasilan, juga oleh
karena profesi advokat merupakan jasa. Karenanya sebagai timbal balik
seorang klien, seperti Ny. Suratin binti Jayus (27 tahun) dengan rasa senang
hati memberikan imbalan berupa uang jasa (uang muka) sebagaimana yang
telah menjadi kesepakatan bersama, dimana sisanya akan dibayar kemudian.
Pemberian uang jasa ini bukanlah merupakan uang pelicin agar
kasusnya segera mendapat kemenangan. Semua ini semata-mata hanya balas
budi atau jerih payah yang
64
Ny. Ernawati, Seorang pengacara yang beralamat di Jl. Pacar No.08, Ponorogo, yang
selama tahun ini (penulisan skripsi) telah menangani 16 kasus gugat cerai, dan 8 kasus cerai talaq.
65
Wawancara dengan Ny. Ernawati SH, (Pengacara Praktek), pada tanggal 20 Oktober
2007.
49
66
2007.
67
Wawancara dengan Ny. Suratin binti Jayus (Penggugat), Pada tanggal 27 Oktober
50
51
69
52
71
2007.
Wawancara dengan Ny. Ernawati, SH. (Pengacara Praktek), pada tanggal 2 November
53
BAB IV
ANALISA HUKUM POSITIF TERHADAP PRAKTEK PENGACARA
DALAM PENDAMPINGAN KLIEN TERHADAP PERKARA GUGAT
CERAI DI PENGADILAN AGAMA PONOROGO
72
53
54
73
55
56
2007.
Wawancara dengan Ny. Suratin binti Jayus (Penggugat), pada tanggal 27 Oktober
57
prosedur
(tata
cara) beracara
di
pengadilan
agama.
58
59
dalam suatu perkara harus mewakilkan kepada orang lain. Artinya bahwa
orang yang berperkara dan berkepentingan dengan sendiri langsung dapat aktif
bertindak sebagai pihak di muka sidang pengadilan, baik sebagai penggugat
maupun tergugat. Secara langsung ia berkedudukan sebagai pihak materiil
karena memiliki kepentingan langsung dalam perkara yang bersangkutan.
Tetapi mereka sekaligus menjadi pihak formil karena mereka sendirilah yang
beracara di muka sidang pengadilan. Mereka bertindak untuk dan atas nama
sendiri selaku yang berkepentingan.
Penjelasan ini memberikan penekanan bahwasannya secara prinsip
masing-masing pihak yang berperkaralah yang harus mengajukan perihal
sengketanya kepada pengadilan. Perlunya pihak-pihak menghadap sendiri di
muka sidang pengadilan adalah agar hakim dapat mengambil keputusan yang
tepat dan adil, atau juga demi terwujudnya perdamaian maka hakim
memandang perlu mendamaikan langsung para pihak yang berperkara.
Dalam kasus perdata, misalnya, kasus gugat cerai merupakan perkara
yang sering kali terjadi dalam kehidupan berumah tangga, gugat cerai
merupakan perkara dimana pihak wanita (isteri) mengajukan gugatannya
kepada pihak laki-laki (dalam hal ini suami) kepada pengadilan. Dengan
berbagai
alasan
yang
dikemukakan77
pihak
isteri
mengadukan
77
60
sebagaimana
telah
dikemukakan,
bahwasannya
pribadi,
masing-masing
pihak
yang
berperkara
mengajukan
Hasil wawancara dengan Drs. Moh. Fahrur (Panitera / Sekretaris Pengadilan Agama
ponorogo), pada tanggal 29 Oktober 2007.
61
62
1992), 39.
Mukti Arto, Praktek Perdata Pada Pengadilan Agama, (Semarang, Pustaka Pelajar,
63
2. Pemeriksaan Perkara
Surat gugatan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke
kepaniteraan Pengadilan Agama, pada sub kepaniteraan gugatan. Di
bagian ini akan ditentukan berapa biaya yang akan dipergunakan. Bagi
yang tidak mampu bisa mengajukan bebas biaya perkara dengan
melampirkan keterangan tidak mampu dari kepala desa.
Hingga sampai tahap ini80 perkara yang masuk di meja pengadilan
akan mengalami beberapa kali proses hingga perkara memperoleh
keputusannya. Pihak pengacara akan terus memantau dan mendampingi
kliennya sebagaimana yang telah tertuang di dalam perjanjian (surat kerja).
Hal ini telah sesuai dengan kode etik seorang pengacara yang mana
seorang pengacara harus mengurus dengan sebaik-baiknya dengan segala
daya
kemampuannya
guna
memenangkan
setiap
perkara
yang
dipercayakan kepadanya.
Adapun mengenai pendampingan klien oleh pengacara di setiap
proses persidangan merupakan peran yang sangat penting bagi setiap
klien. Apalagi bila klien memang benar-benar orang yang sangat awam
akan hukum. Dan kenyataan di Pengadilan Agama Ponorogo menunjukkan
fenomena demikian. Banyak dari mereka yang hanya memiliki latar
belakang pendidikan menengah, bahkan banyak yang setingkat madrasah
Tsanawiyah atau Sekolah Menengah Pertama. Karenanya pendampingan
pengacara sangat dibutuhkan.
80
64
81
Islah merupakan jalan damai untuk menyatakan kembali kedua pihak yang bersengketa.
Ishlah = (penyelesaian pertikaian dan sebagainya) dengan baik-baik (dengan jalan damai). Lihat =
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 388.
65
keluarga terdekat, seperti orang tua, saudara juga kerabat yang lain, yang
dipandang lebih tahu tentang kondisi keluarga yang bersangkutan.82
Tindakan awal pengacara ini juga sepadan dengan pendapat
Martiman Prodjohamidjojo yang disadur oleh Rahmad Rosyadi, SH,83
bahwa upaya Ishlah ini merupakan salah satu bentuk peranan baik ini
tercermin dalam upaya menempuh jalan damai dalam setiap perkara, lebih
baik dalam perkara yang menyangkut bidang perdata.
Upaya jalan damai ini juga selaras dengan asas-asas peradilan
agama dan prinsip-prinsip hukum acara perdata yang ditetapkan dalam
peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam pasal 16 ayat (4) Undang-undang No. 14 tahun 1970 jo.
Undang-undang No. 4 tahun 2004, misalnya disebutkan: Ketentuan
dalam ayat (1) tidak tertutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian
perkara perdata secara perdamaian.
Dalam Undang-undang No. 7 tahun 1989 jo. Undang-undang No. 3
tahun 2006, tentang Peradilan Agama pasal 82, juga menyebutkan adanya
upaya damai.
Ayat (1) pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim
berusaha mendamaikan kedua belah pihak
Ayat (4) selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
82
Lihat Hal 48 dalam pembahasan skripsi ini, bandingkan pula dengan transkrip
wawancara No. 07/X/2007.
83
Rahmad Rosyadi, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Ghaila
Indonesia, 2003), 89-90.
66
pengacara
untuk
membantu
mengesahkan
jalan
damai.
67
84
68
85
Mengenai peran seorang advokat (pengacara), bandingkan peranan pengacara dalam
Ropuan Rambe, Teknik Praktek .., 28-29 dan Rahmad Rosyadi, Advokat dalam .,70.
86
Wawancara dengan Ny. Suratin binti Jayus (Penggugat), pada tanggal 27 Oktober
2007.
69
87
70
71
72
88
73
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tersebut di atas, dapatlah ditarik sebuah
kesimpulan:
1. Hampir dari seluruh pengacara praktek di Pengadilan Agama Ponorogo
memiliki latar belakang pendidikan hukum umum. Ini menunjukkan
bahwa secara normatif belum ada yang memiliki kualifikasi praktek di
lingkungan Pengadilan Agama. Namun berdasar peraturan dari Mahkamah
Agung Republik Indonesia (hukum positif), pengacara telah dibenarkan
melakukan praktek hukum di wilayah Pengadilan Agama Ponorogo.
Persyaratan tersebut diantaranya; memiliki kualifikasi pendidikan hukum,
memiliki surat kuasa, dan punya izin praktek dari instansi yang
berwenang.
2. Tata cara pengajuan gugat cerai pada dasarnya memiliki prosedur yang
sama antara pengajuan langsung oleh pihak yang berperkara dengan
malalui jasa pengacara. Dalam hukum positif pun dibenarkan, pengajuan
gugatan cerai melalui perantaraan pengacara, baik pengajuan awal perkara
sampai pendampingan perkara bisa diputuskan. Hanya saja, pengacara
yang mengajukan perkara yang dibelanya harus mengantongi surat kuasa
dari klien yang dibelanya. Prosedur tersebut diantaranya mengajukan
73
74
B. Saran-Saran
Sebagai tindak lanjut kajian ini, penulis merekomendasikan:
1. Hendaknya bagi pengacara yang berpraktek di lingkungan Pengadilan
Agama menambah dan meningkatkan pengetahuan hukumnya lebih-lebih
dalam bidang perdata Islam.
2. Hendaknya bagi setiap keluarga, atau calon pasangan keluarga membekali
diri dengan pengetahuan berkeluarga, dan senantiasa mendekatkan diri
kepada Allah SWT dalam menaungi bahtera hidup berumah tangga.
Tentunya dengan ketaqwaan, usaha dan doa, setiap permasalahan yang
dihadapi akan diberikan kemudahan jalan penyelesaiannya.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan
Agama, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2001.
Ahmad Sunarta, Terj. Sahih Bukhari III, Semarang: Asy-Syifa, 1992
Ahrum Haerudin, Pengadilan Agama: Bahasan Pengertian, Pengajuan Perkara
dan Kewenangan Pengadilan Agama Setelah Berlakunya Undangundang No.7 tahun 1989, Tentang Pengadilan Agama, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1999.
Amir Muslim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, Yogyakarta:
UUI Pres, 1999.
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga Universiti
Press, 2001.
Binziad Kadafi, dkk, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, Studi Tentang
Tanggung jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia, 2002.
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya.
Frans Harapan Winata, Advokat Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Hamzah Syahlani, Penemuan dan Masalah Hukum dalam Peradilan Agama,
MARI, 1994.
Hartono Mandjono, Menegakkan Syariat Islam Dalam Konteks Keindonesiaan,
Bandung: Mizan, 1997.
Komplikasi Hukum Islam
Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, Yogyakarta: Liberti, 1989.
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000.
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Lingkungan Pengadilan Aga
Semarang: Pustaka Pelajar, 1992.
Rahmad Rosyadi, dkk, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Rapoum Rambe, Tehnik Praktek Advokat, Jakarta: PT. Grasindo, 2003.
76