PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini organisasi advokat selalu dilanda perpecahan, salah satu faktornya adalah
belum adanya Undang-undang Advokat sebagai payung hukum bagi orgaisasi advokat, yang
berakibat setiap orang dapat mendirikan organisasi advokat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi dasar pembentukan Kode Etik Advokat?
2. Apa saja ruang lingkup kode etik dan tugas pokok Advokat?
C. Tujuan
Untuk mengetahui atau mengenal dunia advokat lebih jelas
BAB II
1
PEMBAHASAN
A. Asal-usul Advokat
Advokat adalah salah satu penegak hukum yang termasuk dalam catur wangsa penegak
Hukum selain polisi, jaksa, dan hakim. Penamaan advokat sebelumnya dikenakan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
disebutkan sebagai Penasihat Hukum. Maka, seluruh penamaan terhadap Profesi yang
berhubungan dengan konteks pembelaan baik di dalam maupun di luar persidangan.
Sehingga, memunculkan beragam penamaan, seperti lawyer, pengacara, barrister, konsultan
hukum, dan penasihat hukum.
Dalam Pasal 33 Undang-undang No.18 Tahun 2003 mengatur Kode Etik Advokat
sebagai berikut:
2
“Kode etik dan ketentuan Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan
oleh Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advodat Indonesia (AAI), Ikatan
Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI),
Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Huukum Indonesia (AKHI),
Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan
mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-undang ini sampai
ada ketentuan yang baru yang dibuat Organisasi Advokat.”
Kewajiban yang harus dipenuhi para Advokat juga ditentukan di dalam Kode Etik Profesi
Advokat Indonesia. Pada dasarnya profesi Advokat mengandung kewajiban-kewajiban yang
oleh para Advokat dibebankan kepada dirinnya sendiri, yaitu:
1. Kepribadian Advokat yang menyatakan pribadi yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan dalam tugasnya menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 serta sumpah jabatan (Kode Etik Profesi Advokat Indinesia:
Pasal 2): “Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia ysng bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan
kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur, dan mulia, dan yang dalam melaksanakan
tugasnya menjunjung tinngi hukum, Undang Undang Dasar Republik Indonesia, Kode
Etik Advokat serta sumpah jabatannya.
3
2. Hubungan dengan Klien; tuntutan kewajiban antara lain menyebutkan bahwa Advokat
dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan Klien daripada kepentingan
pribadinya (Pasa 4 (d) dan (f));
b. Memberikan bantuan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa suatu
perkara pidana baik atas permintaan sendiri maupun karena penunjukan organisasi
profesi (pasal 3 huruf e KEAI);
c. Bersikap sopan terhadap semua teman sejawat dan mempertahankan martabat advokat
(pasal 4 hurud d KEAI);
e. Memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara
kepercayaan dan tetap menjaga tahasia tersebut setelah sampai berakhir hubungannya
dengan klien (pasal 4 huruf h KEAI);
f. Memberikan surat dan keterangan apabila perkara akan diurus advokat baru dengan
mempertimbangkan hak retensi (pasal 5 huruf f KEAI);
g. Wajib memberikan bantuan hukum Cuma-Cuma kepada orang tidak mampu (pasal 7
huruf h KEAI);
Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 26 ayat 2).
Pelakasanaan Kode Etik Profesi Advokat: diawasi dan dievaluasi oleh Dewan
Kehormatan Advokat. (Salimy, 2005:98).
Di samping hal di atas, profesi Adviokat juga tinduk pada ketentuan yang harus
dilaksanakan dan termasuk kewajiban kuasa hukum, antara lain
a) Menerima segala permintaan atau nasihat dari Penasihat Hukum atas segala hal dari
yang kecil maupun yang besar.
b) Tidak melakukan tindakan hukum apapun tanpa diketahui, tidak diperintahkan /
disetujui Klien.
c) Advokat tidak boleh memindahkan / menggunakan Advokat Pengganti kepada
Advokat lain tanpa adanya persetujuan Klien dan Advokat.
d) Dengan pemberian suarat kuasa tersebut Klien harus telah siap dengan konsekuensi
yang dihadapinya dengan persetujuan sebelumnya antara Klien dan Advokat.
5
C. Peran dan Fungsi Advokat
Dalam persepsi masyarakat, banyak yang menganggap bahwa tugas Advokat hanya
membela perkara di pengadilan dalam perkara perdata, pidana, dan Tata Usaha Negara, di
depan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang diistilahkan dengan profesi yang bersifat
litigasi. Sesungguhnya pekerjaan Advokat tidak hanya bersifat litigasi tetapi mencakup tugas
lain di luar pengadilan bersifat nonlitigasi.
Dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Advokat merupakan salah satu penegak
hukum yang bertugas memberikan bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau
klien yang menghadapi masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Advokat mengandung tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang luhur, baik
terhadap diri sendiri, klien, pengadilan, dan Tuhan, serta demi tegaknya keadilan dan
kebenaran. Dalam sumpahnya, advokat bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat
kepalsuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai pekerjaan bermartabat Advokat
karenanya harus mampu melibatkan diri leih tinggi dengan aparat penegak hukum, dasar
filosofis, asas-asas, teori-teori da tentunya norma-norma hukum dan hampir semua aspek
harus dikuasai
Berdasarkan hal di atas, pada dasarnya dapat dipahami bahwa tugas Advokat itu meliputi
hal berikut:
6
Tugas Advokat dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat tidak terinci dalam
uraian tugas sebagaiman disebut di dalam UU Advokat semata. Hal demikian disebabkan
bahwa Advokat bukan pejabat negara yang mempunyai beban dan tanggung jawab sebagai
pelaksana hukum. Advokat merupakan profesi yang bergerak di bidang hukum untuk
memberikan pembelaan, pendampingan dan menjadi kuasa untuk dan atas nama Kliennya.
Seorang Advokat tidak dibenarkan menolak perkara bagi Klien yang tidak mampu
membayar “fee”-nya. Refleksinya seorang Advokat juga diwajibkan untuk memberikan
bantuan hukum cuma-cuma . penegasana demikian tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) UU
Advokat. Namun demikian aturan teknisnya yang menanggung biayanya harus diatur dalam
Peraturan Pemerintah (lihat sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara
Cuma Cuma). (Munir Fuady, 2003:78).
Dalam hal ini, hubungan yang sangat khusus antara Advokat dengan Kliennya itu
diakibatkan adanya suatu hubungan “fiduciary” antara Advokat dan Kliennya. Hubungan
tersebut adalah suatu kepercayaan yang penuh (trust and confidence) yang diberikan oleh
Klien kepada Advokat. Logikanya tanpa kepercayaan yang diberikan kepada Advokat yang
dipercaya, tentu tidak dapat melaksanakan pekerjaannya secara optimal.
Hubungan “fiduciary” yang dimaksudkan untuk tugas “fiduciary duties” dari seornag
Advokat adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari suatu
hubungan hukum yang menerbitkan hubungan “fiduciary” antara Advokat dan Kliennya. Di
dalam perspektif yuridis, hal ini menjadi dasar kinerja yang menyebabkan Advokat
berkedudukan sebagai “trustee”. Dalam pengertian hukum “trust”, sehingga seorang
Advokat mempunyai tanggung jawab moral dan hukum yang sangat tinggi terhadap
Kliennya. Hal ini juga bermuatan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas
dan kejujuran terhadap Kliennya, dengan derajat yang tinggi (high degree) dan tidak terbagi.
7
a. Hubungan “Fiduciaries” yang menerbitkan “fiduciary duties” termasuk “duty of
loyalty” dari Advokat terhadap Kliennya.
b. Hubungan Keagenan
Dalam hal ini Advokat sebagai penerima kuasa tidak boleh bertindak merugikan
kepentingan pemberi kuasa dalam hal ini Klien yang memerlukan pelayanan jasa hukum.
Hubungan keagenan yang menimbulkan hubungan kontraktual yaitu hubungan kontrak
antara Advokat dan Kliennya dimana Advokat pada prinsipnya berjanji akan memberikan
jasa hukum kepada Kliennya sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh Kliennya itu.
Hubungan antara Advokat dan Klien ini tunduk pula pada kaidah-kaidah hukum kontrak,
dalam hal kontrak ini pemberian jasa tertentu, kontrak pemberian kuasa atau kontrak
keagenan.
c. Hubungan Pemberian Kuasa
Dalam hal ini Advokat sebagai penerima kuasa tidak boleh bertindak merugikan
kepentingan pemberi kuasa. Demikian pula Advokat yang mendapatkan fakta/ data dari
kliennya harus menjadikannya sebagai bukti yang menunjang argumentasi hukum
kliennya di pengadilan.
8
j. Membela Klien dengan cara yang jujur dan bertanggungjawab.
k. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan keahlian dan pengetahuan yang
merugikan masyarakat.
l. Memelihara kepribadian Advokat.
m. Menjaga hubungan baik dengan Klien meuoun teman sejawat antara sesama Advokat
yang didasarkan pada kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan serta saling menghargai
dan mempercayai.
n. Memelihara persatuan dan kesatuan Advokat agar sesuai dengan wadah tunggal
Organisasi Advokat.
o. Memberikan pelayanan hukum (legal service)
p. Memberikan nasihat hukum (legal advice)
q. Memberikan konsultasi hukum (legal concultation)
r. Memberikan pendapat hukum (legal opinion).
s. Menyusun kontrak-kontrak (legal drafting).
t. Memberikan informasi hukum (legal information).
u. Membela kepentingan Klien (litigation).
v. Mewakili Klien di muka pengadilan (legal representastion).
w. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada rakyat yang lemah dan tidak
mampu (legal aid). (Sidharta, 89:2003).
Demikian secara garis besar dasar dari Kinerja Advokat. Pada dasarnya hubungan antara
Advokat dan Kliennya dilaksanakan berdasarkan hubungan yang bersifat profesional. Bahwa
atas kemampuan Advokat menyelesaikan masalah hukum yang diminta Kliennya, Advokat
akan meminta reward dalam bentuk honorarium sebagai kompensasi keahliannya.
D. Larangan Advokat
9
1) Membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik,
keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya (Pasal 18);
2) Memegang jabatan yang bertentangan dengan kepentingan dan martabat profesinya
(Pasal 19);
3) Memegang jabatan lain yang menerima pengabdian sedemikian sehingga merugikan
profesi advokat selama memangku jabatan tersebut (Pasal 19).
1) Dilarang berpraktik selama menduduki jabatan negara dan namanya dicantumkan dalam
kantor mana pun selama ia berada alam jabatan tersebut;
2) Memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang
diurusnya;
3) Menjamin kepada klien perkaranya akan menang;
4) Membebani klien akan biaya-biaya yang tidak perlu;
5) Mengajari dan/atau memengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam
perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana;
6) Memasang iklan yang semata-mata untuk menarik perhatian orang, termasuk
pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebih-lebihan dan melalui
media massa mencari publisitas bagi dirinya dan/atau untuk menarik perhatian masyarakat
mengenai tindakan-tindakannya mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya.
Masyarakat yang melakukan pengaduan karena dia merasa telah dirugikan atas dugaan
pelanggaran terhadap kode etik oleh advokat dalam melakukan pekerjaannya. Pengaduan
atas tindakan advokat dibuat secara tertulis, yang disertai dengan alasan-alasannya lebih
mirip dengan mengajukan gugatan dalam perkara perdata, yang diajukan kepada DEWAN
KEHORMATAN CABANG/DAERAH atau kepada DEWAN PIMPINAN
CABANG/DAERAH atau DEWAN PIMPINAN PUSAT dimana teradu berdomisili.
10
1. Klien;
2. Teman sejawat;
3. Pejabat pemerintah;
4. Anggota masyarakat
5. Dewan Pimpinan Pusat/Daerah dan Organisasi profesi di mana berada.
Dewan Kehormatan adalah lebaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi
advokat, yang berfungsi dan berwenang mengawasi pelaksaan kode etik advokat sebagai
mana semestinya dan berhak memerikasa pengaduan terhadap orang yang melanggar kode
etik advokat. Pasal 27 ayat (4) UU No. 18 Th 2003 bahkan mensyaratkan komposisi dewan
kehormatan terdiri atas pakar atau tenaga ahli dibidang hukum dan tokoh masyarakat.
Dengan dibentuknya Peradi, mestinya Dewan Kehormatan Peradi berwenang melakukan
pemeriksaan dan mengajukan sanksi atas tindakan advokat yang melanggar kode etik (pasal
10 ayat 1 KEAI).
Sementara itu yang akan mengawasi ditentukan dalam pasal 13 ayat (1) Undang-undang
Advokat, yaitu:
Pengawasan sehari-hari terhadap advokat dilakukan oleh Komisi Pengawas, yang terdiri
atas advokat senior, ahli atau akademisi, dan masyarakat. Komisi Pengawasan dapat
melakukan temuan pelanggaran KEAI, dan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Nasional
dan Dewan Kehormatan untuk ditindaklanjuti.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Advokat adalah seorang pengacara yang berbicara atas nama seseorang atau membela
mereka di pengadilan. Definisi atau pengertian advokat tersebut menunjukkan bahwa cankupan
pekerjaan advokat dapat meliputi pekerjaan yang berhubungan dengan pengadilan dan pekerjaan
di luar pengadilan.
Tugas Advokat itu meliputi hal berikut: (a) Membela kepentingan masyarakat (public
defender) dan Kliennya. (b) Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota
masyarakat mengahapi masalah atau problem di bidang hukum. (c) Dalam menjalankan
tugasnya, Advokat harus disumpah terlebih dahulu sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing. (d) Dalam menjalankan tugasnya, Advokat juga harus memahami Kode Etik
Profesi Advokat sebagai landasan moral dan sesuai Undang Undang Advokat.
Dalam Pasal 33 Undang-undang No.18 Tahun 2003 mengatur Kode Etik Advokat
sebagai berikut: “Kode etik dan ketentuan Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advodat Indonesia (AAI), Ikatan
Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI),
Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Huukum Indonesia (AKHI), Himpunan
Konsultan Pasar Modal (HKPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan
hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-undang ini sampai ada ketentuan yang baru
yang dibuat Organisasi Advokat.”
Daftar Pustaka
Tampubolon, Marudut. 2014. Membedah Profesi Advokat: Perspektif Ilmu Sosial Interaksi
Advokat-Klien. Yogakarta: Pustaka Pelajar.
12