Anda di halaman 1dari 31

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

ASAS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

- TIDAK DIPIDANA JIKA TIDAK ADA KESALAHAN

- GEEN STRAFT ZONDER SCHULD

- ACTUS NON FACIT REUM NISI MENS SIT REA

- ORANG TIDAK MUNGKIN DIPERTANGGUNG-JAWABKAN (DIJATUHI PIDANA) KALAU DIA


TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA. TETAPI MESKIPUN MELAKUKAN PERBUATAN
PIDANA, TIDAK SELALU DIA DAPAT DIPIDANA

KESALAHAN

 KESENGAJAAN (DOLUS, OPZET)

KENAPA MELAKUKAN PERBUATAN PADAHAL DIA MENGERTI (MENGETAHUI) SIFAT JELEKNYA


PERBUATAN TERSEBUT

 KEALPAAN (CULPA, SCHULD)

KENAPA TIDAK MENJALANKAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN YANG SEHARUSNYA (SEPATUTNYA)


DILAKUKAN OLEHNYA, SEHINGGA KARENANYA MASYARAKAT DIRUGIKAN.

SYARAT ADANYA KESALAHAN (MENURUT PROF. MOELJATNO)

 PERTAMA: ADANYA KEADAAN PSIKIS (BATIN) YANG TERTENTU;

 KEDUA: ADANYA HUBUNGAN YANG TERTENTU ANTARA KEADAAN BATIN TERSEBUT


DENGAN PERBUATAN YANG DILAKUKAN, HINGGA MENIMBULKAN CELAAN TADI.

KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB

 KEMAMPUAN UNTUK MEMBEDAKAN ANTARA PERBUATAN YANG BAIK DAN YANG BURUK;
YANG SESUAI HUKUM DAN YANG MELAWAN HUKUM ---- FAKTOR AKAL

 KEMAMPUAN UNTUK MENENTUKAN KEHENDAKNYA MENURUT KEINSAFAN TENTANG BAIK


BURUKNYA PERBUATAN TADI ---- FAKTOR PERASAAN ATAU KEHENDAK

Dolus/ opzet/ sengaja

• Apakah sengaja itu ?

Sengaja = willens (dikehendaki) en wetens (diketahui) (MvT- 1886)

• Teori2 “sengaja” :

(a) teori kehendak (wils theorie)

“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku”

(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)

“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang
bahwa akibat yg bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan
akibat itu”
KESENGAJAAN

SESEORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN DENGAN MENGETAHUI DAN MENGHENDAKI

- TEORI KEHENDAK: KESENGAJAAN ADALAH KEHENDAK YANG DIARAHKAN PADA


TERWUJUDNYA PERBUATAN SEPERTI DIRUMUSKAN DALAM WET

- TEORI PENGETAHUAN: TERDAKWA MENGETAHUI, MENGINSAFI, DAN MENGERTI


PERBUATANNYA.

Dolus/ opzet/ sengaja


istilah2 dalam rumusan tindak pidana

• dengan sengaja : Pasal 338 KUHP

• mengetahui bahwa : Pasal 220 KUHP

• tahu tentang : Pasal 164 KUHP

• dengan maksud : Pasal 362, 378, 263 KUHP

• niat : Pasal 53 KUHP

• dengan rencana lebih dahulu : Pasal 340, 355 KUHP

- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan
lebih dahulu.

- ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan pelaksanaan delik

MACAM-MACAM DOLUS

 SENGAJA SEBAGAI MAKSUD/TUJUAN

- Apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya;

- Tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi (Vos)

 SENGAJA SEBAGAI KEPASTIAN

- Pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat
yg tidak dimaksud

 SENGAJA SEBAGAI KEMUNGKINAN

- Pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai
akibat yg dimaksudnya

DOLUS EVENTUALIS

 Teori “inkauf nehmen” : untuk mencapai apa yang dimaksud , resiko akan timbulnya akibat
atau keadaan disamping maksudnya itu pun diterima

 Prof. Moeljatno : “teori apa boleh buat” : kalau resiko yang diketahui kemungkinan akan
adanya itu sungguh-sungguh timbul (disamping hal yg dimaksud), apa boleh buat, dia juga
berani pikul resiko
KEALPAAN (CULPA)

 CULPA (dalam arti luas) : berarti kesalahan pada umumnya

 CULPA (dalam arti sempit) : bentuk kesalahan yang berupa kealpaan

 ISTILAH: - culpa - schuld - nalatigheid - sembrono - teledor

 ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM RUMUSAN DELIK :

 kelalaian

 kealpaan

 kesalahan

 seharusnya diketahuinya

 sepatutnya diketahuinya

CULPA: Pengertian, Jenis, Syarat

 KUHP : tidak ada definisi

 MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di fihak lain dengan hal
yg kebetulan

 Macam2 Culpa :

(a) culpa levis ; culpa lata

(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)

 Syarat adanya kealpaan :

(a) Hazewinkel-Suringa : (1) kekurangan menduga-duga; (2) kekurangan berhati-hati

(b) van Hamel : (1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; (2) tidak berhati-hati
sebagaimana diharuskan hukum

KAUSALITAS

Ilustrasi :

B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A terlambat ; karena terlambat A


mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C dibawa ke RS dan
dioperasi oleh dokter D; D meminta E merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan obat
pada C; C mati.

Pengertian Kausalitas

 Hubungan logis antara sebab dan akibat

 Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
 Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana adalah makna yang dapat dilekatkan pada
pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu

Kapan diperlukan ajaran Kausalitas

 Delik Materiil : perbuatan yang menyebabkan konsekuensi-konsekuensi tertentu; misalnya:


Ps. 338, Ps 359, Ps 360

 Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem): Pelaku tidak melakukan
kewajiban yang dibebankan padanya dan dengan itu menciptakan suatu akibat yang
sebenarnya tidak boleh ia ciptakan. Ia sekaligus melanggar suatu larangan dan perintah; ia
sesungguhnya harus menjamin bahwa suatu akibat tertentu tidak timbul.

 Delik yang dikualifisir: tindak pidana yang karena akibat-akibat khusus yang dimunculkan,
diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat ketimbang sanksi yang diancamkan pada
delik pokok tersebut.

misalnya: Ps 351 (1)  Ps 351 (2)/  Ps 351 (3)

Ajaran Kausalitas

Ajaran Conditio Sine Qua Non

 Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak
dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang bersangkutan harus dianggap sebab
akibat itu.

 Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)

 Syarat = sebab

AJARAN CONDITIO SINE QUA NON

 Disebut juga teori equivalen

 Menurut Von Buri, musabab adalah tiap-tiap syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk
timbulnya akibat;

 Menurut Van Hamel, teori ini adalah satu-satunya yang dapat dipertahankan, namun harus
disertai dengan teori kesalahan;

 Jadi menurut teori ini, tiap syarat adalah sebab; semua syarat nilainya sama, karena kalau
satu syarat tidak ada, maka akibatnya akan lain.

AJARAN GENERALISASI

 Masuk dalam teori ini adalah teori adequat (Von Kris), yaitu musabab dari suatu kejadian
adalah syarat yang pada umumnya menurut jalannya kejadian yang normal dapat
menimbulkan akibat atau kejadian tertentu;

 Berpijak pada fakta sebelum kejadian

 Ada dua pandangan dalam ajaran ini:

1. Pandangan Subjektif: Sebab adalah apa yang oleh pelaku diketahui dan dibayangkan
dapat menimbulkan akibat (kriteria pengetahuan pelaku);
2. Pandangan Objektif: Sebab adalah kelakuan manusia yang menurut pengalaman pada
umumnya adalah wajar jika perbuatan itu menimbulkan akibat.

AJARAN INDIVUALISASI

 Menurut Birkmeyer, serentetan syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya suatu
akibat, yang menjadi sebab adalah syarat yang dalam keadaan tertentu paling dominan
untuk menimbulkan akibat;

 Menurut Karl Binding, musabab adalah syarat yang paling menentukan dalam syarat-syarat
yang positif untuk melebihi syarat-syarat yang negatif.

 Hubugan kausal terletak di lapangan sein, bukan sollen;

 Musabab adalah kelakuan yang mengadakan fokus perubahan menuju akibat yang dilarang;

 Meski ukuran faktor perubahan itu relatif, tetapi secara negatif sudah dapat ditarik batas
yang pasti.

Teori Relevansi

Langemeijer

Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih sebab dari
sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja, yakni yang kiranya
dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-undang.

CONCURSUS

Gabungan tindak pidana)

Terjadi concursus, yaitu apabila orang / seseorang yang melakukan tindak pidana lebih
dari satu kali dan diantara tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan semua
diajukan sekaligus.

ARTI PENTING MEMPELAJARI CONCURSUS

adalah untuk menentukan berapa hukuman bagi seseorang /beberapa orang yang telah
melakukan tindak pidana lebih dari satu kali.

CONCURSUS IDEALIS

Adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam lebih dari satu aturan pidana tetapi dilakukan
dengan satu maksud.

Contoh :

A hendak menembak B yang berada dibalik kaca jendela.ketika A menembak B,maka kaca jendela
pecah.perbuatan A selain melukai B juga menyebabkan pecahnya kaca jendela(tindak pidana
perusakan).

Menurut pasal 63 ayat 1 digunakan sistem absorsi,yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yang
terberat.
Selanjutnya,dalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium “lex specialis derogate legi generali”
(aturan undang undang khusus meniadakan aturan umum).

Contoh :

Ada seorang ibu melakukan aborsi atau pengguguran kandungan.maka perbuatan itu masuk
dalam pasal 338 pembunuhan, 15 tahun penjara,dan pasal 346 pengguguran kandungan (aborsi),
4 tahun penjara.

Namun karena pasal 346 telah mengatur secara khusus tentang tindak pidana ibu yang
menggugurkan kandungan, maka sanksi yang dikenakan terdapat dalam pasal 346(lex specialis)
yaitu 4 tahun penjara.

PERBUATAN BERLANJUT
(DELICTUM CONTINUATUM)

Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria perbuatan berlanjut adalah :

 Harus ada satu keputusan kehendak jahat

 Masing masing perbuatan harus sejenis

 Tenggang waktu antar perbuatan tidak terlalu lama.

Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang.

Contoh :

A setelah memalsu mata uang (pasal 244 dengan ancaman pidana 15 tahun penjara) kemudian
mengedarkan uang palsu itu (pasal 245 ancaman 15 tahun penjara). Dalam hal ini perbuatan A
tidak dipandang sebagai concursus realis,tetapi sebagai perbuatan berlanjut sehingga ancaman
maksimum pidananya dikenakan 15 tahun penjara.

CONCURSUS REALIS

Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu:
1) Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dikenakan
satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari
maksimum terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang dipertajam.

Misal A melakukan tiga kejahatan yang masing-masing diancam pidana penjara 4 tahun, 5 tahun,
dan 9 tahun, maka yang berlaku adalah 9 tahun + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara.

2) Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka
semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh
melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi
diperlunak.

Misalkan A melakukan dua kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan kurungan dan
2 tahun penjara. Maka maksimum pidananya adalah 2 tahun + (1/3 x 2 tahun) = 2 tahun 8 bulan.
Karena semua jenis pidana harus dijatuhkan, maka hakim misalnya memutuskan 2 tahun penjara
8 bulan kurungan.
3) Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem kumulasi yaitu jumlah
semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah semua pidana dibatasi sampai maksimum 1 tahun
4 bulan kurungan.

4) Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan yaitu Pasal 302 (1) (penganiayaan
ringan terhadap hewan), 352 (penganiayaan ringan), 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan
ringan), 379 (penipuan ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem kumulasi
dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.

PERSAMAAN & PERBEDAAN CONCURSUS DENGAN RECIDIVE

Persamaannya ialah sama-sama melakukan tindak pidana lebih dari satu kali.

Perbedaannya ialah:

Pada Concursus, diantara beberapa tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan
dan kemudian diajukan sekaligus ke pengadilan.

Pada Recidive, diantara beberapa tindak pidana itu, sudah ada yang diputus oleh pengadilan dan
putusannya sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Menurut pendapat para sarjana,

concursus adalah hal yang meringankan terdakwa / tersangka.

recidive adalah hal yang memberatkan terdakwa / tersangka.

Dasar/Alasan Penghapus Pidana

Pengertian

• Hal-hal atau keadaan yang dapat mengakibatkan tidak dijatuhkanya pidana pada
seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang & diancam dengan
sanksi pidana oleh UU

Alasan pembenar (rechtsvaardigingsgronden): menghapuskan sifat melawan hukumnya


perbuatan, sehingga menjadi perbuatan yg benar

Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgronden): menghapus sifat kesalahan terdakwa meski


perbuatannya bersifat melawan hukum tapi tidak pidana

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Ditinjau dari Keberlakuan

• Dasar Penghapus Umum

Dasar2 penghapus pidana yang dapat berlaku bagi setiap delik dan setiap orang

• Dasar Penghapus Khusus

Dasar2 penghapus pidana yang hanya berlaku pada delik2 tertentu dan orang2 tertentu.

Alasan Penghapus Pidana


Alasan Pemaaf

(sisi sobyektif)  pelakunya

 Tidak dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 44)

 Daya paksa (overmacht) dalam Pasal 48 (setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan
yang tak dapat ditahan)

 Pembelaan terpaksa yang melampaui batas dikarenakan kegoncangan jiwa yang hebat
(noodweer exces) dalam Pasal 49 ayat (2)

 Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang (Pasal 51
ayat (1))

Alasan Pembenar

(sisi obyektif)  perbuatannya

 Menjalankan peraturan undang-undang (Pasal 50)

 Pembelaan terpaksa dari serangan atau ancaman yang melawan hukum, yang dilakukan
untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri
maupun orang lain (noodweer) dalam Pasal 49 ayat (1)

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin


(Berdasarkan unsur yang dihapus)

• Dasar Pembenar:

Melawan hukum  dihapuskan

Kesalahan  dihapuskan

• Dasar Pemaaf:

Melawan hukum  tetap ada

Kesalahan  dihapuskan

Dasar Pembenar:

Melawan hukum  dihapuskan

Kesalahan  dihapuskan

Dalam hal ini perbuatannya dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatannya itu dilarang
dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dalam hal ini perbuatan pelaku
dibenarkan/dibolehkan:

a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan Darurat

b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa

c. Pasal 50: Melaksanakan

Dasar Pemaaf:

Melawan hukum  tetap ada


Kesalahan  dihapuskan

Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya
dihapuskan (dimaafkan):

a. Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil.

b. Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam arti sempit-relatif

c. Pasal 49 ayat (2) KUHP: pembelaan terpaksa yang melampaui batas

d. Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak sah, namun yg diperintah dgn itikad baik
mengira bahwa perintah tersebut sah.

e. tiada kesalahan dalam arti materil

Pasal 44 KUHP

(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya
karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, maka tidak
dipidana

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat
memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun
sebagai waktu percobaan

(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan Negeri

Pasal 44 KUHP

• Ada 2 penyebab tidak dapat dipidananya seseorang karena tidak mampu bertanggung
jawab:

1. Jiwanya cacat dalam pertumbuhan

2. terganggu jiwanya karena penyakit

Apa yang dimaksud dengan


Tidak Mampu Bertanggungjawab?

• MvT KUHP:

Tidak mampu bertanggung adalah:

• Apabila si pembuat tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat
mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-Undang; dan

• Apabila si pembuat berada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehingga dia
tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum dan tidak
dapat menentukan akibat perbuatannya

Konsep Kemampuan Bertanggungjawab

• Dapat diminta pertanggungjawaban pidana (Van Hamel):


1. Memahami arah tujuan faktual dari tindakannya

2. Menyadari bahwa tindakan tsb. Secara sosial dilarang

3. Tindakan tsb. Dilakukan tanpa tekanan/paksaan dari orang lain (dilakukan berdasarkan
kehendak bebasnya)

Pasal 44 KUHP

• Jiwanya cacat dalam pertumbuhan adalah suatu cacat jiwa (abnormal) yang melekat pada
seseorang sejak lahir. Misalnya: imbisil, idiot, bisu tuli sejak lahir

• Terganggu jiwanya karena penyakit: keadaan jiwa yang abnormal diderita bukan sejak
lahir. Misalnya: gila, epilepsi.

• Gangguan jiwa dapat bersifat fisik maupun psikis. Misalnya kecelakaan mobil karena
serangan diabetes mendadak; atau akibat tak terduga dari reaksi terlambat dari obat tidur

Pompe:

• Jiwa cacat dalam tumbuhnya dan terganggu jiwa karena penyakit adalah bukan
pengertian dari sudut kedokteran, tetapi dari pengertian hukum

• Hal yang harus ditinjau: (Adami Chazawi)

• Bukan semata-mata pada keadaan jiwa si pembuat, tetapi bagaimana hubungan


jiwa si pembuat dengan perbuatan yang dilakukan

• Untuk menetapkan ada atau tidaknya hubungan keadaan jiwa dengan perbuatan yang
dilakukan adalah wewenang hakim, dan bukan ahli jiwa

Hal yang harus diteliti dan diputuskan oleh hakim:

1. Apakah pelaku menunjukkan perkembangan kejiwaan yang tidak sempurna atau


mengalami gangguan kejiwaan?

2. Apakah tindak pidana yang dilakukannya merupakan akibat dari hal dalam no.1; adakah
hubungan kausal antara penyakit dan tindakan?

3. Apakah atas dasar hal-hal tsb. di atas, pertanggung- jawaban pidana pelaku atas TP yang
dilakukannya harus dikesampingkan?

Simons

• Seorang ahli jiwa harus memberikan suatu keterangan tentang ada atau tidak adanya
suatu pertumbuhan yang tidak sempurna atau suatu gangguan penyakit pada kemampuan
akal sehat seseorang. Akan tetapi, hakim mempunyai kebebasan untuk mengikuti atau
tidak mengikuti nasihat yang telah ia terima dari seorang ahli semacam itu

Pasal 48 KUHP

• Overmacht

(daya paksa dalam arti relatif/sempit)

• Noodtoestand

(perluasan daya paksa; disebut keadaan darurat)


Overmacht

• Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa dilawan, baik psikis maupun fisik dari manusia

• Paksaan:

a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus ministra, pelaku hanya sebagai alat belaka)

b. Vis Compulsiva (paksaan relatif ) diatur dalam Psl. 48 KUHP.

Harus memenuhi asas:

Subsidaritas & Proporsionalitas

Dua Asas Penting

• Subsidiaritas

Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah satu-satunya jalan

• Proporsionalitas

Keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi dengan yang dikorbankan.

Noodtoestand
(Keadaan Darurat)

Dorongan/paksaan/kekuatan dari luar yang membuat seseorang terjepit, sehingga


terpaksa melakukan suatu delik.

• Pada Noodtoestand pun harus dipenuhi asas subsidiaritas dan proporsionalitas

Daya Paksa dan Keadaan Darurat yang Putatief


(Putatief Overmacht dan Putatief Noodtoestand)

• Daya Paksa yang Putatief:

Mengira dirinya berada dalam keadaan Daya Paksa.

Pelaku mengira dirinya berada dalam keadaan overmacht: mengira ada paksaan,
dorongan, kekuatan yang membuatnya terpaksa melakukan delik

Contoh: Ditodong “Pistol” (yang ternyata bukan pistol sesungguhnya), sehingga


membuatnya melakukan tindak pidana

• Keadaan darurat yang putatief:

Mengira dirinya berada dalam keadaan Darurat

Contoh: Untuk dapat segera keluar dari gedung bioskop yang terbakar, A merusak pintu;
padahal banyak pintu darurat.

Pasal 49 KUHP

• Pasal 49 ayat (1)

Noodweer – Pembelaan terpaksa

• Pasal 49 ayat (2)


Noodweer Excess –

Pembelaan terpaksa yang melampaui Batas

Pasal 49 ayat (1) KUHP


Noodweer - Bela Paksa

• Syarat ancaman serangan/serangan:

1. Melawan hukum

2. Seketika/langsung

3. Ditujukan pada diri sendiri/orang lain

4. Terhadap: badan/tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan harta benda

• Syarat pembelaan:

1. Seketika/langsung

2. Memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas

Serangan/ancaman serangan

• Serangan berasal dari manusia.

• Serangan nyata terhadap badan, kehormatan, kebendaan.

• Acaman serangan: perbuatan yang menimbulkan ancaman seketika/langsung terhadap


badan, kehormatan, kebendaan.

Seketika

• Kapan terjadi serangan?

• Kapan pembelaan dapat dilakukan?

• Lamintang:

Seketika diartikan serangan sudah dimulai, dan belum selesai;

Noyon-Langemeijer:

Ukuran dari kata “seketika”:

(1) sifat bahaya yang telah mengancam secara langsung

(2) pembatalan dari perbuatan tersebut tidak dapat diharapkan akan dilakukan oleh si
penyerang

Pasal 49 ayat (2) KUHP Noodweer Excess –


Pembelaan terpaksa yang melampaui batas

• Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan proporsionalitas

• Asas subsidaritas dan/atau proporsionalitas dilampaui

• Yang harus dibuktikan:


1. Pembelaan lampau batas terjadi karena goncangan jiwa

2. Goncangan jiwa itu terjadi karena serangan

Unsur:

• Melampaui batas yang perlu

• Adanya hubungan kausal antara pelampauan batas tersebut dengan


serangan yang dilakukan.

Pasal 50 KUHP

• Melaksanakan perintah UU

contoh: algojo, eksekutor hukuman mati, dsb.

• Ketentuan PerUUan:

Mencakup setiap ketentuan yang mengatur atau memberikan kewenangan tertentu, yang
diterbitkan oleh penguasa yang memiliki kewenangan legislatif berdasarkan UU atau UUD

• Persyaratan:

1. Harus dengan tindakan –tindakan yang (secara logika) memang dianggap perlu

2. Ada keseimbangan antara tujuan yang hendak dicapai dengan sarana-sarana yang dipakai
untuk pencapaian tujuan

3. Tugas yang dibebankan oleh ketentuan UU , tidak serta merta membenarkan semua
tindakan yang dianggap perlu dalam rangka menyelesaikan tugas tersebut.

4. Contoh:

Polisi yang bertugas menangkap, menahan dan memeriksa, maka kewenangan polisi
hanya untuk menggunakan sarana yang layak dan tepat guna

Pasal 51 KUHP

• Pasal 51 ayat (1) KUHP :

Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat yg sah dan berwenang.

Perintahnya adalah perintah yang sah.

contoh: juru sita pengadilan, penangkapan/penyitaan/penahanan yang sah yang


dilakukan oleh polisi

• Pasal 51 ayat (2) KUHP:

Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat/atasan yg tidak berwenang, jadi perintahnya tidak


sah:

1. Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan
adalah perintah yang tidak sah

2. Dalam batas-batas lingkungan yg diperintah

3. Ada hubungan antara atasan dan bawahan


2 Syarat
Penggunaan Pasal 51 ayat (2)

• Syarat Subyektif:

Dengan itikad baik dia mengira bahwa perintah itu adalah sah

• Syarat Obyektif:

Pada kenyataannya pelaksanaan perintah itu masuk dalam bidang tugas pekerjaannya

Kedua syarat ini bersifat kumulatif.

Syarat Subyektif

• Terletak pada sikap batin penerima perintah, yaitu mengira bahwa perintah itu sah

• Alasan sikap batin tersebut harus berdasarkan hal-hal yang masuk akal

• Untuk dapat diterima bahwa ia mengira perintah itu sah, harus dipenuhi 2 syarat:

- Pejabat yang memberi perintah itu disadarinya adalah benar dan berhak

- Hal yang diperintahkan disadarinya memang masuk lingkup kewenangan yang memberi
perintah

Syarat Obyektif

• Hal yang diperintahkan harus menjadi bidang pelaksanaan tugasnya

• Ada hubungan antara jabatannya dan tugas pekerjaan suatu jabatan

• Contoh:

Pejabat Penyidik Pembantu

Atas dasar perintah penyidik dia berwenang melakukan penangkapan, yang sekaligus
merupakan kewajiban untuk melaksanakan perintah tsb.

ALASAN PENGHAPUS PIDANA


TIDAK TERTULIS

Alasan Pembenar

• Tiada Melawan Hukum Materil

• Hak Mendidik

• Tindakan Medis

• Persetujuan

Dasar Pemaaf

• AVAS (Afwezigheid Van Alle Schuld):

- Error facti (kesesatan mengenai fakta)

- Error juris (kesesatan mengenai hukum)


Pembedaan Dasar Pembenar dan Dasar Pemaaf terkait dgn masalah :

• Penyertaan: salah satu peserta memiliki dasar pembenar maka perbuatan peserta lain
juga dibenarkan (kolektif), namun alasan pemaaf hanya dimiliki peserta yg punya dasar
pemaaf (individual)

• Bunyi putusan hakim: lepas atau bebas

KEJAHATAN TERHADAP NYAWA DAN BADAN


(PEMBUNUHAN & PENGANIAYAAN)

PENGANIAYAAN

PENGERTIAN PENGANIYAAN

• Sebagaimana ternyata dalam pasal tersebut di atas undang-undang tidak memberikan


perumusan apa yang dinamakan “penganiayaan” itu.

• Menurut yurisprudensi pengadilan, yang dinamakan “penganiayaan” adalah:


menyebabkan perasaan tidak enak, menyebabkan rasa sakit, atau menyebabkan luka.
Semuanya itu harus dilakukan dengan sengaja dan tanpa maksud yang patut atau
melewati batas yang diizinkan.

MACAM-MACAM PENGANIAYAAN

Menurut undang-undang penganiayaan itu dibedakan atas lima macam, yaitu:

a. Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP);

b. Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP);

c. Penganiayaan biasa yang direncanakan lebih

dahulu (Pasal 353 KUHP);

d. Penganiayaan berat (354 KUHP); dan

e. Penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dahulu (Pasal 355 KUHP).

Pasal 351 ayat (1) KUHP

• Penganiayaan *)

• Sanksi : 2 th 8 bulan / denda Rp.4.500,-

*) merusak kesehatan orang ( Psl.351(4))

*). HR. 25 Juni 1894, 11 Jan 1892 :

- kesengajaan

- menimbulkan rasa sakit / luka

Pasal 351 ayat (2) KUHP


• Penganiayaan

• Mengakibatkan luka berat

• Sanksi : 5 tahun

Pasal 351 ayat (3) KUHP

• Penganiayaan

• Mengakibatkan mati

• Sanksi : 7 tahun

• Pasal 351 (5) KUHP :

Percobaan penganiayaan psl. 351 KUHP tidak dapat dipidana

Pasal 352 KUHP


Penganiayaan Ringan/Tipiring

• Penganiayaan

• Tidak termasuk 353, 356

• Tidak menyebabkan :

– Sakit

– Halangan menjalankan pekerjaan / jabatan

• Sanksi : 3 bulan / denda Rp.4.500,-

Pasal 353 KUHP


Penganiayaan Berencana

• Penganiayaan

• Direncanakan terlebih dulu

• Sanksi : 4 tahun

• Luka berat = 7 tahun

• Mati = 9 tahun

Pasal 354 KUHP


Penganiayaan Berat

• Barang siapa

• Dengan sengaja

• Melukai berat orang lain

• Sanksi : 8 tahun

• Mati = 10 tahun

Pasal 355 KUHP


• Penganiayaan berat

• Direncanakan

• Sanksi : 12 tahun

• Mati = 15 tahun

PENGANIAYAAN TERHADAP ORANG TERTENTU YANG ANCAMAN PIDANANYA DIBERBERAT

 Menurut Pasal 356 KUHP maka ancaman hukuman yang ditentukan bagi semua macam
penganiayaan (kecuali penganiayaan ringan) dapat ditambah sepertiganya, jika
penganiayaan itu dilakukan terhadap:

ibunya, bapaknya yang sah, isteri, anaknya, seorang pegawai negeri pada waktu atau
sebab ia menjalankan pekerjaannya yang sah; atau penganiayaan jika dilakukan dengan memakai
bahan yang merusakkan jiwa atau kesehatan orang.

PERBEDAAN PENGANIAYAAN BIASA

YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DAN PENGANIYAAN BERAT

• Jika dibandingkan antara penganiayaan biasa yang berakibat luka berat (Pasal 351 ayat 2)
dan penganiayaan berat (Pasal 354 ayat 1), perbedaannya adalah ‘penganiayaan berat’
luka berat itu disengaja (memang dikehendaki) oleh orang yang menganiaya,

• Sedangkan ‘penganiayaan biasa yang berakibat luka berat’, maka luka berat itu tidak
dikehendaki (tidak disengaja), akan tetapi hanya merupakan akibat saja yang tidak
dikehendaki oleh penganiaya.

PERBEDAAN PENGANIAYAAN BIASA ATAU BERAT YANG BERAKIBAT MATI DENGAN PEMBUNUHAN

Demikian pula halnya jika kita bandingkan antara penganiayaan biasa yang berakibat mati
(Pasal 351 ayat 3), penganiayaan berat yang berakibat mati (Pasal 354 ayat 2), dan pembunuhan
(Pasal 338).

Walaupun dalam semua hal itu terletak dalam soal “apakah yang disengaja (yang
dikehendaki) oleh orang yang berbuat”. Jika matinya korban itu dikehendaki, maka ini adalah
suatu ‘pembunuhan’. Apabila yang dikehendaki itu hanya ‘luka berat’ saja, tetapi akibatnya
orangnya mati, ini adalah penganiayaan berat yang berakibat mati, dan jikalau baik mati maupun
luka berat itu tidak dikehendaki, sengaja hanya ditujukan kepada ‘penganiayaan biasa’, akan
tetapi perbuatan itu berakibat mati, maka peristiwa itu masuk “penganiayaan biasa barakibat
matinya orang”.

PEMBERATAN PENGANIAYAAN

 penganiayaan, diancam dengan pidana penjara 2 tahun 8 bulan;

 penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun;

 penganiayaan yang mengakibatkan kematian, diancam pidana penjara 7 (tujuh) tahun;

 penganiayaan dengan rencana, diancam pidana penjara 4 (empat) tahun;


 penganiayaan dengan rencana yang mengakibatkan luka berat, diancam pidana penjara 7
(tujuh) tahun;

 penganiayaan dengan rencana yang mengakibatkan kematian, diancam pidana penjara 9


(sembilan) tahun;

 Penganiayaan berat, diancam pidana penjara 8 (delapan) tahun;

 Penganiayaan melukai berat yang mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana


penjara 10 (sepuluh) tahun;

 penganiayaan berat yang direncanakan lebih dulu, diancam pidana penjara 12 (dua belas)
tahun;

 penganiayaan berat dengan rencana yang mengakibatkan kematian, diancam pidana


penjara 15 (lima belas) tahun.

KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

• Pembunuhan : Pasal 338, 339, 340 KUHP

• Pembunuhan Khusus: Psl 341 – 345 KUHP

• Pengguguran Kandungan : Pasal 346 – 349 KUHP

Pembunuhan: Pasal 338 KUHP

• Barang siapa

• Sengaja

• Merampas nyawa orang lain

• Sanksi : 15 tahun

Pasal 339 KUHP

• Pembunuhan

• Diikuti, disertai, didahului

• Sesuatu perbuatan pidana

• Dilakukan dengan maksud untuk :

Mempersiapkan, mempermudah, melepaskan diri, memastikan penguasaan barang yang


diperolehnya secara melawan hukum

• Sanksi : Seumur hidup / 20 tahun

Pasal 340 KUHP


Pembunuhan Berencana

• Barang siapa dengan rencana

• Merampas nyawa orang lain


• Sanksi : mati / SH / 20 th

MENGHILANGKAN NYAWA ORANG LAIN ATAS PERMINTAAN ORANG ITU SENDIRI

 Pasal 344 KUHP: Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh.

 Unsur terpenting di sini adalah “atas permintaan sendiri yang nyata dan sungguh-
sungguh”, jika tidak demikian, pembuat dikenakan pasal pembunuhan biasa.

 Pasal 345 KUHP: Dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam pidana penjara
4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Pasal 341 KUHP

• Seorang Ibu

• Karena takut akan ketahuan melahirkan anak

• Pada saat melahirkan / tidak lama

• Dengan sengaja

• Merampas nyawa anaknya

• Sanksi : 7 tahun

Pasal 342 KUHP


Pembunuhan Bayi Berencana

• Seorang Ibu

• Untuk melaksanakan niat

• Karena takut akan ketahuan melahirkan

• Pada saat (tidak lama)

• Merampas nyawa bayinya

• Sanksi : 9 tahun

Pasal 343 KUHP

• Orang lain

• Turut serta

• Melakukan kejahatan Psl. 341, 342

= pembunuhan atau pembunuhan berencana

• Sanksi : mati / SH / 20 tahun

MENGHILANGKAN NYAWA ORANG LAIN ATAS PERMINTAAN ORANG ITU SENDIRI


 Pasal 344 KUHP: Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh.

 Unsur terpenting di sini adalah “atas permintaan sendiri yang nyata dan sungguh-
sungguh”, jika tidak demikian, pembuat dikenakan pasal pembunuhan biasa.

 Pasal 345 KUHP: Dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam pidana penjara
4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Pasal 344 KUHP

• Barang siapa

• Merampas nyawa orang lain

• Atas permintaan orang itu sendiri

• Sanksi : 12 tahun

Pasal 345 KUHP

• Barang siapa

• Dengan sengaja

• Mendorong, menolong, memberi sarana

• Kepada orang lain untuk bunuh diri

• Jadi bunuh diri

• Sanksi : 4 tahun

Pembunuhan/pengguguran kandungan

Pasal 346 KUHP

• Seorang wanita

• Sengaja

• Menggugurkan / mematikan kandungan /

• Atau menyuruh orang lain

• Sanksi : 4 tahun

Pasal 347 KUHP

• Barang siapa

• Dengan sengaja

• Mematikan kandungan seorang wanita

• Tanpa persetujuannya

• Sanksi : 12 tahun
• Mengakibatkan mati = 15 tahun

Pasal 348 KUHP

• Barang siapa

• Dengan sengaja

• Menggugurkan / mematikan kandungan seorang wanita

• Dengan persetujuannya

• Sanksi = 5 tahun 6 bulan

• Mengakibatkan mati = 7 tahun

Pasal 349 KUHP

• Seorang dokter, bidan, apoteker (peramu obat):

– Melakukan kejahatan psl. 346, atau

– Membantu kejahatan psl. 347, 348

• Sanksi :

– ditambah 1/3,

– dapat dicabut haknya

KELALAIAN/KEALPAAN MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG LAIN

• Pasal 359

– Karena kelalaian

– Menyebabkan matinya orang

– Sanksi : 5 tahun / kurungan 1 tahun

• Pasal 360 ayat (1)

– Karena kelalaian

– Menyebabkan luka berat

– Sanksi : 5 tahun / kurungan 1 tahun

• Pasal 360 ayat (2)

– Karena Kelalaian/Kealpaannya

– Menyebabkan Luka/Sakit

– Menimbulkan Penyakit/Halangan Pekerjaan

– Sanksi : 9 Bulan / Kurungan 6 Bulan

• Pasal 361
– Karena Kelalaian/Kealpaannya

– Menyebabkan Mati/Luka Berat/Sakit

– Pada Saat Menjalankan Pekerjaan

– Sanksi : Pidana Penjara + 1/3

KEAHATAN TERHADAP HARTA BENDA

• Pencurian : 362 s/d 367

• Pemerasan : 368, 369 ;

• Penggelapan : 372, 374, 375 ;

• Penipuan : 378 ;

• Perusakan : 406 ;

• Penadahan : 480, 481.

PENCURIAN
PASAL 362 KUHP

• Unsur-unsur :

– Barangsiapa

– Mengambil

– Suatu barang/benda

– Seluruhnya / sebagian milik orang lain

– Dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum

• Sanksi : 5 tahun penjara

PASAL 363 KUHP

1. Pencurian Ternak

2. Pencurian pada waktu :

Kebakaran gempa bumi kecelakaan KA

Peledakan gunung meletus huru hara

Banjir kapal karam pemberontakan

1. Pada waktu malam

2. Dilakukan bersama-sama
3. Dengan jalan merusak, memanjat, kunci palsu, seragam palsu

4. Sanksi : 7 tahun

9 tahun ( bila: 3 + 4 / 5 )

PASAL 365 KUHP

• Pasal 365 (1) KUHP

• Pasal 365 (2) ke-1, 2, 3, 4 KUHP

• Pasal 365 (3) KUHP

• Pasal 365 (4) KUHP

PASAL 365 AYAT (1) KUHP

• Pencurian

• Didahului, disertai, diikuti dg kekerasan / ancaman kekerasan

• Dengan maksud utk :

– Mempersiapkan / memudahkan

– Apabila terpergok utk melarikan diri

– Menjamin penguasaan barang

• Sanksi : 9 thn

PASAL 365 AYAT (2) KE- 1 KUHP

• Perbuatan 365 (1)

• Pada waktu malam

• Di dalam rumah / pekarangan tertutup / di jalan umum, di atas KA yg berjalan

• Sanksi : 12 tahun

PASAL 365 AYAT (2) KE- 2 KUHP

• Perbuatan 365 (1) KUHP

• Dilakukan bersama-sama

• Sanksi : 12 tahun

PASAL 365 AYAT (2) KE -3 KUHP

• Perbuatan 365(1) KUHP

• Masuk dengan merusak, memanjat, kunci palsu, perintah palsu, seragam palsu

• Sanksi : 12 tahun

PASAL 365 AYAT (2) KE -4 KUHP


• Perbuatan 365 (1) KUHP

• Mengakibatkan luka berat

• Sanksi : 12 tahun

PASAL 365 AYAT (3) KUHP

• Perbuatan 365 (1)

• Mengakibatkan mati

• Sanksi : 15 tahun

PASAL 365 AYAT (4) KUHP

• Pidana mati / seumur hidup

• Perbuatan 365 (1)

• Dilakukan bersama-sama (365 (2) ke-2) +

– 365 (2) ke-1 dan 3 atau

– mengakibatkan luka berat / mati

PEMERASAN

PASAL 368 KUHP

• Barang siapa

• Dengan maksud utk menguntungkan diri sendiri/orang lain secara melawan hukum

• Memaksa seseorang

• Dengan kekerasan / ancaman kekerasan, untuk:

– Memberikan sesuatu

– Memberi hutang / menghapus piutang

• Sanksi : 9 tahun penjara

• Psl. 365 (2)(3)(4) berlaku bagi kejahatan ini.

PASAL 369 KUHP

• Barang siapa

• Dengan maksud menguntungkan diri sendiri / orang lain secara melawan hukum

• Dengan ancaman: pencemaran, akan membuka rahasia

• Memaksa seseorang supaya:

– Memberikan sesuatu

– Memberi hutang / menghapus piutang


• Sanksi : 4 tahun penjara

Delik ini adalah delik aduan.

PENGGELAPAN

PASAL 372 KUHP

• Barang siapa

• Dengan sengaja dan melawan hukum

• Mengaku sebagai milik sendiri (zich toe eigenen)

• Barang sesuatu

• Milik orang lain

• Dalam kekuasaannya bukan krn kejahatan

• Penjara : 4 thn / denda Rp.900,-

PASAL 374 KUHP

• Penggelapan (372 KUHP)

• Dilakukan oleh orang yang penguasaan barang disebabkan karena ada :

– Hubungan kerja

– Pencariannya

– Mendapat upah

• Sanksi : 5 tahun

PASAL 375 KUHP

• Penggelapan

• Dilakukan oleh :

– Orang yg karena terpaksa menyimpan

– Wali, Pengampu,

– Pengurus/pelaksana wasiat,

– Pengurus lembaga yayasan

• Sanksi : 6 tahun

PERBUATAN CURANG

PASAL 378 KUHP

• Barang siapa

• Dengan maksud utk menguntungkan diri sendiri /orang lain secara melawan hukum
• Dengan memakai :

– Nama/martabat palsu

– Tipu muslihat

– Rangkaian kebohongan

• Menggerakkan orang lain spy :

– Menyerahkan barang

– Memberi utang / menghapus piutang

• Sanksi : 4 tahun

PENGHANCURAN/
PERUSAKAN

PASAL 406 AYAT (1) KUHP

• Barang Siapa

• Dengan Sengaja dan Melawan Hukum

• Menghancurkan, Merusakan, Membikin Tak Dapat Dipakai atau Menghilangkan Suatu


Barang

• Yang Seluruhnya atau Sebagian Milik Orang Lain

• Sanksi : 2 TH 8 BLN/ Denda Rp. 4.500,-

PASAL 406 AYAT (2) KUHP

• Membunuh

• Merusak

• Menghilangkan

• OBYEKNYA : HEWAN

PENADAHAN

PASAL 480 KE- 1 KUHP

• Barang siapa

• Membeli, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah

• Atau utk menarik keuntungan:

Menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut,


menyimpan/menyembunyikan

• Sesuatu benda

• Yang diketahui / patut diduga

• Diperoleh dari kejahatan


• Sanksi: 4 tahun / denda Rp.900,-

PASAL 480 KE- 2 KUHP

• Barang siapa

• Menarik keuntungan

• Dari hasil suatu benda

• Yang diketahui / patut menduga

• Diperoleh dari kejahatan

• Sanksi : 4 tahun / denda Rp.900,-

PASAL 481 AYAT (1) KUHP

• Barang siapa

• Menjadikan sebagai kebiasaan

• Sengaja : membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan / menyembunyikan

• Barang yang diperoleh dari kejahatan

• Sanksi : 7 tahun

PEMALSUAN SURAT
Pasal 263 KUHP

Diancam pidana penjara 6 tahun :

• Ayat (1) :

Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat :

• Menerbitkan sesuatu hak;

• Menerbitkan perutangan;

• Membebaskan utang;

• Menjadi bukti sesuatu hal.

Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian.

• Pasal 263 ….Ayat (2) :

– Dengan sengaja

– Memakai surat palsu/ yang dipalsukan seolah-olah asli

– Jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 264 KUHP

• Ayat (1) :

– Diancam dengan pidana 8 tahun, pemalsuan surat terhadap :


– Akta otentik

– Surat hutang / sertifikat hutang dari suatu negara / lembaga umum;

– Sero / surat hutang / sertifikat sero/hutang dari suatu perkumpulan, yayasan,


perseroan/maskapai.

– Talon, tanda bukti deviden atau bunga

– Surat kredit / surat dagang untuk diedarkan.

• Ayat (2) :……………

Pasal 264 KUHP

• Ayat (2) :

– Barangsiapa dengan sengaja

– Memakai surat tersebut ayat (1)

– Yang isinya palsu / dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu

– Jika pemalsuan itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 266 KUHP

Ayat (1) :

• Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik

• Mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu

• Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah
keterangannya sesuai kebenaran

• Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian

• Diancam pidana penjara 7 tahun

Pasal 266 ayat (2)

• Barangsiapa

• Dengan sengaja

• Memakai akta tersebut ayat (1) seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

• Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian

• Diancam pidana penjara 7 tahun

Pasal 267 KUHP

• Ayat (1) :

– Seorang dokter

– Dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada tidaknya


penyakit, kelemahan atau cacat
– Diancam pidana penjara 4 tahun

• Ayat (2) :

– Jika untuk memasukkan ke rumah sakit jiwa

– Pidananya 8 tahun

• Ayat (3) :

– Dengan sengaja memakai surat keterangan palsu tersebut dipidana sama

Pasal 268 KUHP

Diancam pidana penjara 4 tahun

• Ayat (1) :

– Barangsiapa membuat secara palsu / memalsu surat keterangan dokter ttg ada
tidaknya penyakit, kelemahan / cacat

– Untuk meyesatkan penguasa umum / penanggung

• Ayat (2) :

– Barangsiapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan tersebut ayat
(1) seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.

Pasal 269 KUHP

Diancam pidana penjara 1 thn 4 bln

• Ayat (1) :

– Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat keterangan kelakuan


baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain

– Dengan maksud untuk memakai atau menyryh orang lain memakai spy diterima
dalam pekerjaan / spy menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan

• Ayat (2) :

– Barang siapa memakai surat keterangan palsu tersebut ayat (1).

Pasal 270 KUHP

Diancam pidana penjara 2 thn 8 bulan

• Ayat (1) :

– Barangsiapa membuat surat palsu / memalsukan surat pas jalan / penggantinya,


kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut
ketentuan UU ttg pemberian izin kpd orang asing utk masuk dan menetap di
Indonesia, atau

– Barangsiapa menyuruh memberikan surat serupa itu atas nama palsu atau nama
kecil yg palsu atau menunjuk pada keadaan palsu
– Dengan maksud utk memakai atau menuruh orang lain memakai seolah-olah tidak
palsu

Pasal 270 ayat (2) KUHP

• Barangsiapa

• Dengan sengaja

• Memakai surat yang tidak benar / dipalsu tersebut ayat (1)

• Seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

• Diancam pidana penjara 2 thn 8 bulan

Pasal 271 KUHP

• Diancam pidana penjara 2 thn 8 bulan

• Ayat (1):

– Barangsiapa membuat palsu / memalsukan surat pengantar bagi kerbau atau sapi,
atau menyuruh memberikan surat serupa itu atas nama palsu atau dengan
menunjuk pada keadaan palsu

– Dengan maksud utk memakai / menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-
olah asli

• Ayat (2):

– Barangsiapa memakai surat palsu tsb ayat (1).

Pasal 274 KUHP

• Ayat (1):

– Barangsiapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan seorang pejabat


selaku penguasa yang sah

– Tentang hak milik / hak lainnya atas barang

– Dengan maksud utk memudahkan penjualan / penggadaiannya

• Ayat (2):

– Barangsiapa memakai surat keterangan tersebut ayat (1).

Pasal 275 KUHP

Dipidana penjara 9 bulan/denda Rp.4.500,

• Ayat (1):

– Barangsiapa menyimpan bahan / benda yg diketahuinya utk melakukan kejahatan


Psl. 264 No. 2 – 5

• Ayat (2):

– Bahan-bahan dan benda tersebut dirampas.


Dipidana penjara 9 bulan/denda Rp.4.500,

• Ayat (1):

– Barangsiapa menyimpan bahan / benda yg diketahuinya utk melakukan kejahatan


Psl. 264 No. 2 – 5

• Ayat (2):

– Bahan-bahan dan benda tersebut dirampas.

Pasal 276 KUHP

Pidana berdasar salah satu kejahatan tersebut Pasal 263 – 268 dapat dijatuhkan
pencabutan hak-hak berdasar Pasal 35 nomor 1 – 4 KUHP:

1. Menjabat segala jabatan / jabatan tertentu;

2. Menjadi TNI

3. Memilih / pemilih

4. Menjadi penasihat / wali, wali pengawas atau pengampu / pengampu pengawas


lain daripada anaknya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai