Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu aspek hukum Islam yang paling banyak tergantikan oleh hukum modern di masa
kolonialisasi adalah hukum pidana, dibandingkan dengan aspek hukum Islam yang lain, seperti
hukum keluarga atau bidang (fikih) muamalah. Hampir sebagian besar negara muslim yang
mengalami masa kolonialisasi Barat di abad ke-17 sampai ke-20 menerapkan hukum pidana
negara induknya, seperti halnya Indonesia yang menggunakan hukum pidana yang berasal dari
Belanda dan termaktub di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hingga saat ini, bahkan
hukum pidana yang digunakan oleh Indonesia adalah hukum pidana warisan kolonial Belanda,
dengan hanya sedikit modifikasi dan perubahan.

Kasus serupa juga terjadi di Brunei Darussalam, ketika Inggris masuk ke negara ini dan
Kesultanan Brunei bersedia untuk berada di bawah protektorat Inggris. Dalam praktiknya,
Inggris hanya mengizinkan Brunei untuk menerapkan hukum keluarga Islam, sementara hukum
pidana yang telah ada sejak masa kesultanan digantikan dengan pidana Barat. Nampaknya, hal
ini telah menjadi corak yang jamak di komunitas Islam, dan dengan ini pula kemudian
penerapan hukum pidana Islam justru sangat jarang ada di negara-negara yang berpenduduk
Muslim di masa-masa kolonialisasi.

Dari sini, memang hukum pidana menjadi aspek yang sangat jarang diterapkan, apabila
dibandingkan dengan hukum keluarga atau hukum muamalah. Setelah aspek muamalah lebih
banyak diterapkan oleh masyarakat-masyarakat Muslim, sebagaimana banyak dilihat dari praktik
perbankan dan sistem ekonomi Islam, dewasa ini, setidaknya melihat kasus di Brunei
Darussalam, muncul pula desakan dari umat Islam untuk menerapkan hukum pidana Islam.
Adanya penetapan qānūn atau Undang-Undang Jinayat (di Brunei) ini memunculkan kembali
praktik hukum pidana Islam yang selama ini telah ada sejak masa-masa Islam awal, walaupun
pada praktiknya penerapan hukum pidana Islam ini masih sulit dipisahkan dari tradisi hukum
dan administrasi kenegaraan modern yang disadur oleh negara-negara Muslim dari Barat di masa
kolonial.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem pemerintahan dinegara brunei?

2. Apa madzhab yang diterapkan dibrunei?

3. Bagaimana hukum pencurian yang diterapkan dibrunei?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pemerintahan Dinegara Brunei Darussalam

1. Bentuk Negara
Negara Brunei Darussalam adalah negara berdaulat di Asia Tenggara yang terletak di
pantai utara pulau Kalimantan. Negara ini memiliki wilayah seluas 5.765 km² yang
menempati pulau Borneo dengan garis pantai seluruhnya menyentuh Laut Cina
Selatan. Wilayahnya dipisahkan ke dalam dua negara bagian di Malaysia yaitu
Sarawak dan Sabah. Saat ini, Brunei Darussalam memiliki Indeks Pembangunan
Manusia tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Singapura, sehingga
diklasifikasikan sebagai negara maju.Menurut Dana Moneter Internasional, Brunei
memiliki produk domestik bruto per kapita terbesar kelima di dunia dalam
keseimbangan kemampuan berbelanja. Sementara itu, Forbes menempatkan Brunei
sebagai negara terkaya kelima dari 182 negara karena memiliki ladang minyak bumi
dan gas alam yang luas. Selain itu, Brunei juga terkenal dengan kemakmurannya dan
ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan
maupun kehidupan bermasyarakat. 1

2. Konstitusi dan legislatif


Konstitusi Brunei Darussalam merupakan bentuk salah satu batu fondasi untuk sukses
menjalankan pemerintah Brunei. Situasi politik di Brunei didominasi oleh Konstitusi
Brunei yang diadopsi pada tahun 1959. Konstitusi Brunei sebagian besar dipengaruhi
oleh sistem hukum Common Law dan Hukum Islam, tradisi dan adat istiadat,
terutama yang malay, juga tergabung dalam Konstitusi Brunei. Konstitusi Brunei
sejak awal telah diberikan mayoritas kekuasaan kepada raja yang berkuasa, Sultan
Brunei. Sultan bertindak sebagai Kepala Negara Brunei Brunei menurut Undang-
Undang Dasar 1959 dan diberi otoritas tunggal atas kekuasaan eksekutif. Dia dibantu
oleh lima badan atau dewan penasihat.2

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Brunei_Darussalam
2
Naimah S. Talib, http://kyotoreview.org/issue-13/, brunei-darussalam-kesultanan-absolut-dan-negara-modern/

3
Hukum yang dirumuskan oleh Konstitusi brunei memberikan kekuasaan kepada
Komisaris Tinggi Inggris karena status negara sebagai protektorat Inggris.
Amandemen Konstitusi pada tahun 1971 Brunei mengurangi otoritas pemerintah
Inggris atas Brunei. Di bawah konstitusi tahun 1959 ada sebuah Dewan Legislatif
dipilih, atau Majlis Masyuarat Negeri, tetapi hanya satu pemilihan umum yang pernah
diselenggarakan, pada tahun 1962. setelah itu pemilu dibubarkan setelah deklarasi
dalam keadaan darurat, yang melihat pelarangan Partai Rakyat Brunei. Pada tahun
1970 Dewan diubah menjadi badan yang ditunjuk oleh Keputusan Sultan. Pada tahun
2004 Sultan mengumumkan bahwa parlemen berikutnya, lima belas dari 20 kursi
akan terpilih. Namun, tidak ada tanggal untuk pemilihan sudah ditetapkan. Para
Dewan Legislatif saat ini terdiri dari 20 anggota yang ditunjuk, dan hanya memiliki
kekuatan konsultatif. Meskipun tidak ada pemilihan, partai hukum yang ditunjuk
adalah sebagai berikut:

a) Brunei National Solidarity Party (PPKB) Partai Solidaritas Nasional Brunei (PPKB)
b) Brunei People's Awareness Party (PAKAR) Brunei Partai Kesadaran Rakyat
( PAKAR)
c) National Development Party (Brunei) (NDP) Partai Pembangunan Nasional ( Brunei)
(NDP)
d) United Democratic Movement (Brunei) (PPGD) United Democratic Movement
(Brunei) (PPGD)
e) Brunei National Democratic Party (BNDP) Partai Demokratik
Nasional Brunei (BNDP)
f) Brunei People's Party (Parti Rakyat Brunei) Partai Rakyat Brunei.3

3. Eksekutif dan yudikatif


Sistem Politik Brunei memiliki corak pemerintahan monarki absolut, di mana
Sultan Brunei adalah kepala negara dan kepala pemerintahan.Kekuasaan eksekutif
yang dilaksanakan oleh pemerintah. Brunei memiliki Dewan Legislatif dengan 20
anggota yang ditunjuk, yang hanya memiliki tugas konsultatif. Brunei 1959 di bawah
konstitusi, Yang Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah
Mu'izzaddin Waddaulah, adalah kepala negara dengan penuh kekuasaan eksekutif,
termasuk kekuasaan darurat sejak tahun 1962.Peran Sultan diabadikan dalam filsafat

3
Ibid.

4
nasional dikenal sebagai Melayu Islam Beraja (MIB), atau malayu Islam Monarki.
Negeri ini telah di bawah hipotetis darurat militer sejak pemberontakan yang terjadi di
awal 1960-an dan ditumpas oleh Inggris pasukan dari Singapura.4

Brunei memiliki sistem hukum ganda. Yang pertama adalah sistem yang
diwarisi dari Inggris, mirip dengan yang ditemukan di India, Malaysia dan Singapura.
Hal ini didasarkan pada Common Law Inggris, Struktur Common Law di Brunei
dimulai dengan kehakiman. Saat ini ada kurang dari 10 Magistrates untuk negara,
yang semuanya penduduk lokal. Stuktur di atas adalah hakim Pengadilan
Intermediate. Ini didirikan untuk menjadi tempat pelatihan bagi para lokal. Saat ini
ada 2 hakim Pengadilan Menengah, keduanya warga setempat. Pengadilan Tinggi saat
ini terdiri dari 3 hakim, 2 di antaranya adalah penduduk setempat.Sistem lain
Keadilan di Brunei adalah Pengadilan Syari'ah. Hukum Ini membahas tentang
perceraian dan hal-hal pendukung untuk seorang Muslim perceraian dalam yurisdiksi
dan 'zina (seks ilegal) di kalangan Muslim.5

Brunei Darussalam merupakan negara yang tidak memiliki sistem judicial review.
Sebgaimana tertulis dalam konstitusi Brunei Darussalam bahwa dalam pasal 84C ayat
(1) disebutkan bahwa “peninjauan kembali atas konstitusi tidak terdapat dalam negara
Brunei Darussalam”. Dengan kata lain bahwa di negara Brunei darussalam tidak
dikenal sistem judicial review dan secara otomatis tidak ada lembaga peninjauan
kembali atas konstitusi seperti lembaga Mahkamah konstitusi yang ada di Indonesia
sebagai lembaga penguji undang-undang atas konstitusi negara. Namun demikian
bukan berarti konstitusi negara Brunei Darussalam tidak dapat dirubah atau
diamandemen. Konstitusi negara Brunei Darussalam dapat dirubah dalam waktu
tertentu, namun perubahan atau amandemen yang dilakukan tersebut tetap harus
melindungi kedudukan Sultan sebagai pusat kekuasaan yang absolut.Sistem hukum
yang dibangun di Brunei Darussalam tidak lepas dari pengaruh penjajahnya yaitu
Inggris, sehingga sistem hukumnya pun menjadi sistem hukum ganda.6

B. Madzhab Dinegara Brunei

4
http://rm-maryanto.blogspot.com/2014/06/sejarah-sistem-pemerintahan-dan-lembaga.html
5
https://www.academia.edu/32443167/Asal-usul_Brunei
6
Ibid.

5
Berdasatrkan Perkembangan Islam di Brunei tidak berbeda jauh dengan Indonesia
yang mayoritas bermazhab Syafi’i. hal ini terlihat dari mazhab resmi Negara tersebut,
yaitu mazhab Syafi’i. Sekalipun Brunei telah menerima Islam sebagai agama
resminya sejak pemerintahan Sultan Mahmud Syah, yang diperkirakan sejak tahun
1368 M, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Ahmad, dan diteruskan oleh Sultan Sharif
Ali, Islam diperkirakan telah tersebar di Brunei jauh sebelum itu, karena Brunei
merupakan daerah transit dan persinggahan pedagang-pedagang Islam yang
mengembangkan Islam ke wilayah ini. 7

Menurut riwayat China, pada 977 M, Raja Puni (sebutan Brunai menurut lidah
Chinese) telah menghantar utusannya ke China diketuai oleh Pu Ya-li, qadhi Kasim
dsn Sheikh Noh. Ini membuktikan bahwa agama Islam sudah dipeluk oleh orang
berpengaruh di Brunei. Berdasarkan data tersebut, dipercayai agama Islam telah
masuk di Brunei jauh sebelum 1368 M. Sesudah Awang Alak Betatar (Sultan
Muhammad Syah), Islam baru menjadi agama resmi bagi seluruh Negara. Pengganti
Sultan Muhammad Syah adalah Pateh Berbai yang setelah diangkat menjadi sultan
bergelar Sultan Ahmad. Setelah Sultan Ahmad wafat (1426), Sultan Syarif Ali
diangkat menjadi sultan ke III, dengan gelar Sultan Berkat. Sultan Syarif Ali adalah
raja yang sebenarnya menanamkan ajaran Islam sesuai dengan ajaran Ahl-al-Sunnah
wa al-jama’ah dengan mazhab Syafi’I dibrunei. selain itu, beliau pula yang
menentukan arah kiblat yang betul, karena ajaran Islam sebelumnya banyak yang
bercampur dengan ajaran agama Hindu-Budha. 8

Perkembangan islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan


Islam, Malaka jatuh ketangan portugis (1511) sehingga banyak ahli agama Islam
pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakian nyata pada masa
pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk,
Selandung, seluruh Pulau Kalimantan (Borneo), Kepulauan Sulu, Kepulauan Balakac,
Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan Utara Pulau Pallawan sampai ke
Manila. 9

C. Hukum Pencurian Dinegara Brunei

1. Hukum Pencurian dalam prespektif islam

Dalam islam pencurian atau yang disebut sariqoh mempunyai dua definisi, yang
pertama Menurut bahasa, pencurian berarti mengambil sesuatu yang bersifat harta

7
Syaifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 163
8
Ibid, hal 163-164
9
http://aafandia.wordpress.com/2009/05/20/hukum-islam-di-negara-brunei-darussalam/

6
atau lain-lainya secara sembunyi-sembunyi.Sedangkan menurut istilah atau syara’,
pencurian adalah seseorang yang sadar dan sudah dewasa mengambil harta orang lain
dalam jumlah tertentu secara sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya yang
sudah maklum (biasa) dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum dan tidak
karena syubhat.10

Adapun dasar hukum sariqoh dalam hal ini sudah dijelaskan dalam al-quran
dan juga hadist :
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara
pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka
sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang [al-Mâidah/5:38-39]

Dan apa yang telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan kepada seseorang yang
tertangkap basah ketika mencuri. ‘Abdullâh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata:

Bahwa Rasûlullâh memotong tangan seseorang yang mencuri tameng/perisai, yang


nilainya sebesar tiga dirham [Muttafaqun ‘Alaihi]

Dasar hukum pencurian yang sudah dijelaskan dalam alquran dan hadis diatas
merupakan rujukan hukum potong tangan yang diberlakukan terhadap jarimah
pencurian, dengan syarat pelaku jarimah memang sudah terbukti sebagai pelaku
pencurian. Dalam hal ini hukuman potong tangan dalam islam adalah hukuman yang
dinilai membawa keadilan karena sudah sesuai dengan dalil-dalil yang ditetapkan
agama.

2. Pendapat ulama mengenai hukuman potong tangan


Hukuman potong tangan ini tidak dapat dimaafkan, jika perkaranya sudah diserahkan
dan ditangani oleh Ulul Amri. Berkenaan dengan anggota badan yang dipotong dan
batas pemotongannya, para ulama berbeda pendapat.
a) Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat pada pencurian pertama yang
dipotong adalah tangan kanan, pada pencurian kedua yang dipotong adalah

10
H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 80

7
kaki kiri, pada pencurian yang ketiga yang dipotong adalah tangan kiri, pada
pencurian ke empat yang dipotong adalah tangan kanan. Jika pencuri masih
mencuri yang kelima kalinya maka dipenjara sampai dia bertobat.
b) Atha berpendapat bahwa pencurian yang pertama dipotong tangannya, dan
mencuri yang kedua kalinya dihukum ta’zir.
c) Mazhab Zhahiri berpendapat bahwa pada pencurian pertama dipotong tangan
kanannya, pada pencurian kedua dipotong tangan kirinya, pada pencurian
ketiga dikenai hukuman ta’zir.
d) Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pada pencurian pertama pencuri
dipotong tangan kanannya, pada pencurian kedua dipotong kaki kirinya,
pencurian ketiga dipenjara sampai tobat.
Salah satu hal yang disepakati oleh para ulama adalah bahwa kewajiban potong
tangan itu dihapus, jika tangan yang akan dipotong itu telah hilang sesudah pencurian
terjadi. Batas pemotongan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I,
Imam Ahmad dan Zahiri adalah dari pergelangan tangan ke bawah, begitupula bila
yang dipotong kakinya. Alasannya adalah batas minimal anggota yang disebut tangan
dan kaki adalah telapak tangan atau kaki dengan jari-jarinya. Selain itu Rasulullah
melakukan pemotngan tangan pada pergelangan tangan pencuri. 11

3. Pemberlakuan hukum pidana pencurian dinegara brunei


Brunei Darussalam yang telah ditetapkan melalui Perintah Perkara No. 83 melalui Warta
Kerajaan Negara Brunei Darussalam pada 22 Oktober 2013. Secara garis besar, Kanun
Jenayat Brunei dibagi menjadi lima bagian besar, yaitu: Permulaan (Bagian I), Kecualian
‘Am/Umum (Bagian II), Shubaḥāt (Bagian III), Kesalahan-kesalahan (Bagian IV), dan
uraian ‘Am/Umum (Bagian V).

Bagian I tentang permulaan, mengatur tentang ketentuan umum terkait dengan


Kanun Jenayat, seperti pengertian dan definisi, sasaran penerapan hukum Jenayat, kriteria
penetapan keislaman seseorang dan pengecualian. Bagian II mengatur tentang pengecualian,
meliputi 24 daftar tindakan-tindakan yang dikecualikan dan dianggap bukan sebagai
tindakan pidana (jarīmah) karena alasan-alasan tertentu, seperti tindakan hakim yang
menjalankan hukum Syariat atau Mahkamah (Pasal 7 dan 8 Kanun), ketidaksengajaan (Pasal
10 Kanun), per- buatan oleh orang yang tidak sempurna akalnya (Pasal 14), dan perbuatan
yang dilakukan oleh orang yang belum baligh atau anak kecil (Pasal 18). Bagian III shubḥat-

11
Ibid, hal 81-84.

8
shubḥat, mengatur tentang hal-hal yang termasuk ke dalam tindak pidana yang terkategori
sebagai shubḥat, yaitu tindakan-tindakan yang tidak secara murni dilakukan oleh seseorang
dan di luar dari tindakan pidana yang ditetapkan di dalam Kanun, seperti orang yang
menganjurkan orang lain untuk melakukan sebuah tindakan pidana. Pada bagian IV, Kanun
Jenayat Brunei baru menjelaskan tentang kesalahan- kesalahan yang dalam bahasa fikih atau
Qānūn jināyat Aceh disebut dengan jarīmah. Bagian jarīmah ini dibagi menjadi 4 bagian
besar, yaitu: 1) Sariqah (pencurian), ḥirābah (perampokan), zina, zinā bi ‘l-jabar (zina dengan
pemaksaan), liwāṭ (homoseksual), qadhaf (menuduh orang berbuat zina tanpa ada saksi),
meminum minuman yang memabukkan dan irtidād (keluar dari agama Islam); 2) Qatl
(pembunuhan) dan kecederaan; 3) Menarik balik sumpah; dan 4) Kesalahan- kesalahan
umum (‘ām).12

Dalam undang-undang hukum syariah yang sudah diterapkan dinegara brunei,


pemberlakuan hukum tindak pidana pencurian sudah diterapkan sejak tahun 2014 lalu
dengan anca,man Dipotong pada sendi pergelangan tangan kanan Dipotong kaki kiri
sampai buku kaki dan Penjara maksimum 15 tahun., hukuman bagi pelaku jarimah ini
adalah berdasarkan hukum syariah yang menurut sultan hassanal bokiah adalah tindakan
yang tegas untuk diterapkan kepada para pelaku, Dalam pidato publiknya, Sultan
Hassanal Bolkiah menyerukan ajaran Islam yang lebih kuat tetapi tidak menyebut
tentang hukum pidana yang baru. "Saya ingin melihat ajaran Islam di negara ini
tumbuh lebih kuat," katanya dalam pidato yang disiarkan secara nasional di sebuah
pusat konvensi di dekat ibukota Bandar Seri Begawan.13 Hal ini menimbulkan
kontroversi dari berbagai pencujuru bahkan wakil direktur Asia untuk Human Rights
Watch dalam pernyataan persnya. Hukum pidana baru Brunei pada intinya barbar,
menjatuhkan hukuman zaman kuni yang tidak manusiawi.” kata Phil Robertso.
Human Rights Wathc meminta Brunei untuk segera menarik KUHP Pidana Syariah
tahun 2013 dan merevisi hukuman itu sesuai dengan ketentuan HAM internasional.
Namun, jaksa agung Brunei pada 29 Desember 2019 secara diam-diam
memngeluarkan pemberitahuan bahwa undang-undang itu akan diberlakukan secara
penuh pada 3 April 2019. Kantor Perdana Menteri Brunei pada 30 Maret lalu,
mengeluarkan pernyataan untuk menahan kemarahan global terhadap undang-undang

12
Samsudin aziz, konunisasi fiqh jinayah kontemporer dinegara brunei, jurnal ilmiah (2004), volume 24.
13
https://internasional.kompas.com/read/2019/04/05/09473441/brunei-berlakukan-hukum-potong-tangan-untuk-
pencuri-dan-hukum-mati?page=all

9
pidana yang disebut kejam bahwa undang-undang itu untuk menghormati dan
melindungi hak semua orang secara sah.14

14
https://www.kai.or.id/berita/14922/human-rigths-watch-sebut-hukum-pidana-brunei-barbar.html

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Selain menjujung tinggi nilai-nilai agama islam brunei juga menghormati dan juga
melindungi hak setiap warga negaranya , prinsip hukum syariah yang digunakan
sebagai landasan ditegakkannya peraturan hukum dinegaranya secara langsung agar
masyarakatnya bias menghormati sesama umat beragama dan menjunjung kedamaian
seperti yang sudah tertanam sejak dahulu kala

penyesuaian-penyesuaian hukum pidana Islam secara spesifik yang termaktub di


dalam kitab-kitab fikih (sebagai gambaran dari al-Qur’an dan Sunnah) dengan kebutuhan-
kebutuhan masyarakat itu sendiri jelas sudah dipertimbangkan. Hal ini kemudian menjadikan
corak dan karakter hukum pidana Islam di Brunei yang sangat ketat dan dekat dengan
struktur hukum pidana Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Brunei_Darussalam

Naimah S. Talib, http://kyotoreview.org/issue-13/, brunei-darussalam-kesultanan-absolut-


dan-negara-modern/

http://rm-maryanto.blogspot.com/2014/06/sejarah-sistem-pemerintahan-dan-lembaga.html

https://www.academia.edu/32443167/Asal-usul_Brunei

Syaifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010).

http://aafandia.wordpress.com/2009/05/20/hukum-islam-di-negara-brunei-darussalam/

H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 80

Samsudin aziz, konunisasi fiqh jinayah kontemporer dinegara brunei, jurnal ilmiah (2004).

https://internasional.kompas.com/read/2019/04/05/09473441/brunei-berlakukan-hukum-
potong-tangan-untuk-pencuri-dan-hukum-mati?page=all

https://www.kai.or.id/berita/14922/human-rigths-watch-sebut-hukum-pidana-brunei-
barbar.html

12

Anda mungkin juga menyukai