Anda di halaman 1dari 7

hukum kontrak internasional

Hukum Kontrak Internasional

I. Pengertian :

Hukum Kontrak Internasional merupakan bagian dari Hukum Perdata Internasional yang
mengatur ketentuan-ketentuan dalam transaksi bisnis antara pelaku bisnis yang berasal dari
dua atau lebih negara yang berbeda melalui suatu sarana kontrak yang dibuat atas
kesepakatan oleh para pihak yang terikat dalam transaksi bisnis tersebut. Ciri-ciri
internasionalnya, harus ada unsur asing dan melampaui batas negara.

II. Dasar Hukum Kontrak Internasional

Yang menjadi dasar hukum untuk melakukan kontrak internasional Menurut Munir Fuadi
sebagai berikut :

1). Provision contract

2). General contract

3). Specific contract

4). Kebiasaan Bisnis

5). Yurisprodensi

6). Kaidah Hukum Perdata International

7). International Convention, misalnya UNCITRAL, ICC

Ad 1. Kontrak Provisions :

a). Hal-hal yang diatur di dalam kontrak harus disepakati oleh para pihak, para pihak bebas
menentukan isi kontrak yang dibuat di antara mereka ( freedom of contract ). Hal ini sesuai
dengan pasal 1338 KUHPdt.

b). Para pihak bebas menentukan kepada siapa dia akan mengadakan perjanjian ( kontrak )
atau para pihak bebas menentukan lawan bisnisnya.

Ad 2. General Contract Law

Menurut Buku III Tentang Perikatan.

Perikatan bersumber dari :


a). Perjanjian : bernama dan tidak bernama.

b). Undang-undang

Ad 3. Specific contract

Hukum Kontract International selain mengatur ketentuan-ketentuan umum, juga mengatur


ketentuan-ketentuan khusus yang berkenan dengan kontrak-kontrak tertentu, misalnya ketika
kontrak Internasional dibuat dan diatur hukum Indonesia, maka berlakulah pasal-pasal
KUHPdt. Bila masalah yang diperjanjikan menyangkut hal yang baru dan tidak ditemukan
dalam pasal-pasal KUHPdt (termasuk perjanjian tidak bernama), maka berlakulah asas
kebebasan berkontrak.

Ad 4. Kebiasaan Bisnis

Kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum, dan hal ini juga terjadi pada hukum bisnis
internasional dan kebiasaan bisnis ini dapat menjadi panduan dalam mengatur prestasi
kontrak bisnis internasional dengan syarat :

a). Kebiasaan tersebut terjadi perulangan

b). Apa yang dilakukan berulang itu diterima sebagai hukum sehingga disebut hukum
kebiasaan (accepted as law )

Ad 5. Yurisprodensi

Dasar hukum yurisprodensi jarang digunakan para pelaku bisnis internasional, karena mereka
lebih menyukai lembaga Arbitrase dalam menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Mereka
tidak menyukai penyelesaian sengketa bisnis mereka melalui Pengadilan karena berperkara
melalui pengadilan terbuka untuk umum yang dapat merusak reputasi bisnis mereka.

Ad 6. Kaidah Hukum Perdata Internasional

Kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional lebih banyak digunakan, karena transaksi bisnis
internasional melibatkan berbagai pihak dari berbagai negara. Bila terjadi sengketa bisnis
yang tidak diatur dalam kontrak, maka digunakanlah kaidah-kaidah hukum perdata
internasional yaitu Kaidah The most characteristic connection. Kaidah ini digunakan
bilamana para pihak tidak mencantumkan klausula hukum yang digunakan dalam kontrak,
yaitu kaidah hukum negara bagi pihak yang memberikan prestasi yang paling karakteristik,
misalnya eksportir dari Indonesia, importir dari Jepang, maka yang digunakan adalah hukum
Indonesia.

Ad 7. International Convention

- UNCITRAL ( United Nation Convention International Trade Law ).


- ICC (International Chamber of Commercial): melahirkan Arbitrase misalnya di Indonesia
BANI, Kadin

III. Teori Pengembangan Kaidah Hukum Kontrak Internasional.

Kaidah Hukum kontrak Internasional lebih banyak menggunakan kaidah hukum perdata
internasional dan telah mengalami proses pengembangan yang dimulai dari Lex loci
contractus, kemudian lex loci solutionis, dan the prover law of contract akhirnya menjadi the
most characteristic connection.

1). Lex loci contracts disebut juga teori mail box, bahwa hukum yang berlaku bagi para pihak
yang terikat dalam kontrak internasional yang tidak mencantumkan klausula hukum yang
digunakan dalam perjanjian/kontraknya adalah hukum tempat kontrak itu dibuat. Kesulitan
terjadi kemudian, bila kontrak dibuat di beberapa tempat, dan dibuat melalui telpon, sehingga
timbul teori k-2

2). Lex Loci Solutionis artinya hukum yang berlaku bagi para pihak yang terikat dalam suatu
kontrak internasional yang tidak mencantumkan klausula hukum yang digunakan dalam
perjanjian/kontraknya adalah hukum tempat pelaksanaan kontrak. Kesulitan kemudian timbul
dengan adanya doktrin offer and acceptance (Penawaran dan penerimaan). Kemudian timbul
teori ke-3

3). The prover law of contract, apabila suatu kontrak yang dibuat dalam bahasa tertentu dan
di dalam kontrak tersebut tidak tercantum klausula hukum yang digunakan, maka hukum
yang digunakan adalah hukum negara yang menggunakan bahasa tersebut, misalnya kontrak
dalam bahasa Indonesia, maka hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia. Kesulitan
timbul juga bila kontrak dalam bahasa Inggeris, karena ada beberapa negara yang
menggunakan bahasa Inggeris dan kemungkinan para pihak bukan berasal dari negara yang
memakai bahasa Inggeris, maka timbullah teori-4.

4). The Most Characteristic connection

Sampai saat ini, teori ini dipakai bila suatu kontrak internasional tidak mencantumkan
klausula hukum yang digunakan.

IV.Tahap-tahap Pembuatan Kontrak Internasional

Pembuatan kontrak Internasional melalui tahap-tahap Set up phase ( tahap penyusunan ),


implementation/ Performance, dan emforcement (penegakkan).

A. Set up phase atau tahap penyusunan meliputi :

1). planning

- kepada siapa pelaku bisnis membuat hubungan dagang.

- apa yang dipersiapkan


- Objek kontrak

- Tidak semua negara dapat berbisnis dengan kita

2). Negosiation ;

- tawar-menawar

- apakah kontrak bisa dibuat/tidak

- ada kesulitan karena ada perbedaan :

a). legal system---substansinya

- Anglo Saxon ----à arbitrase

- Eropah Continental -àPengadilan

- Sistem Hukum Islam

b). Trade Practice : kebiasaan dagang/ performance.

c). Legal culture = kebiasaan hukum/ budaya hukum -à opini masyarakat terhadap hukum.

3). Documentations :

a). Penyusunan kontrak

b). Penyimpanan/dokumentasi

Kedua hal ini merupakan instrument hukum.

B. Implementtion/performance= pelaksanaan

Perjanjian merupakan sekumpulan janji dari para pihak mengenai hak dan kewajiban. Jika
terjadi perbedaan antara

harapan dan pelaksanaan, maka diperlukan tahapan Enforcement.

C. Emforcement = Penegakan

Sengketa bisnis terjadi karena adanya pihak yang wanprestasi berupa :

- Tidak melaksanakan prestasi

- Melaksanakan tapi tidak semua


- Melaksanakan tapi terlambat

Di dalam kontrak internasional tercantum klausula penyelesaian sengketa melalui


kesepakatan, apakah ditempuh cara :

- Litigasi = pengadilan

- Non litigaasi : arbitrase, negosiasi, konsialisi dan mediasi.

V. Arbitrase

a). Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan pada

perjanjian/kontrak tertulis yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa ( Undang-undang no
30 tahun 1999 ). Hanya

sengketa bisnis yang dapat diserahkan kepada Arbitrase yaitu sengketa yang memungkinkan
dapat ditempuh jalan

damai. Putusan arbitrase bersifat final and binding atau terakhir dan mengikat. Di dalam
kontrak harus diawali dengan

tertulis mengenai pilihan forum (choice of forum). Di Indonesia arbitrase diatur dalam
Undang-undang no 30 tahun 1999.

Bentuk arbitrase ada 2 macam, yaitu :

1). Arbitrase institusional :

- arbitrase permanen

- arbitrase melembaga

2). Arbitrase ad hoc :

- sementara

- khusus

- valunter = sukarela

b). Bentuk perjanjian arbitrase ada 2 macam :

1). Factum de compromittendo, yaitu suatu bentuk perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh
para pihak, sebelum
adanya sengketa dan klausula dibuat/dicantumkan di dalam perjanjian pokok. Perjanjian
arbitrase selalu didahului

dengan perjanjian pokok, tanpa perjanjian arbitrase, perjanjian pokok dapat berjalan,
sehingga perjanjian arbitrase

disebut perjanjian assesori (perjanjian lanjutan/tambahan)

2). Kebalikan dari factum de compromittendo, yaitu Perjanjian arbitrase dibuat setelah terjadi
sengketa.

VI. Kelabihan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dari pada Pengadilan

Terdapat beberapa alasan sehingga pelaku bisnis negara-negara maju menyelesaikan sengketa
bisnisnya melalui arbitrase,

yaitu :

1). Tidak terdapat badan peradilan internasional yang dapat mengadili sengketa-sengketa
dagang internasional.

2). Penyelesaian sengketa arbitrase cepat dan murah. Sifat cepat dan murah berhubungan
dengan proses dan prosedur

arbitrase yang cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan prosedur peradilan. Sifat ini
sangat dibutuhkan

masyarakat bisnis yang bersifat efisien dan berorintasi pada profit

3). Dapat dihindari efek negative suatu publikasi.Hal ini sangat penting dengan sifat
konfidentio daripada pertimbangan

arbitrase dalam memutuskan perkara. Tidak seluruh hal yang berkaitan dengan sengketa yang
diputus adalah baik untuk

diketahui umum karena berkaitan dengan bonafiditas perusahaan. Pelaku bisnis enggan
menyelesaikan sengketa bisnis

mereka melalui pengadilan, karena salah satu asas dalam berperkara melalui pengadilan
adalah sidang terbuka untuk umum,

bila tidak terbuka untuk umum maka putusan pengadilan tidak sah. Pelaku bisnis tidak
menyukai sengketa bisnis mereka

dipublikasikan,mereka selalu menjaga reputasinya. sehingga ditempuh cara penyelesaian


sengketa bisnis melalui lembaga

arbitrase yang relative lebih tertutup.


4). Kekhawatiran terhadap kualitasa forum peradilan nasional. Pengusaha asing cenderung
merasa unsafe (tidak aman)

menggunakan hukum nasional negara tertentu. Mareka merasa kurang paham dan kurang
yakin terhadap perlindungan

hukum yang akan diperolehnya. Hal ini berhubungan dengan citra umum kwalitas hukum
nasional suatu negara.

5). Pembebasan diri dari forum hakim nasional, dilakukan dengan menetapkan “arbitrase
clause” dalam kontrak, yaitu klausula

tentang forum yang akan digunakan dalam menyelesaikan sengketa. Melalui klausula ini para
pihak menentukan bahwa jika

kelak timbul sengketa dari ikatan bisnis yang dibentuknya, akan menggunakan forum
arbitrase luar negeri, seperti arbitrase

menurut ICC di Paris.

6). Pencegahan terjadinya “forum shopping” = forum penyelundupan = itikad buruk untuk
mengalihkan persoalan. Hal ini

terjadi di pengadilan umum, sehingga harus berperkara melalui arbitrase

7). Pencegahan peradilan ganda terhadap kasus yang sama, hal ini sering timbul akibat
perbedaan penafsiran para pihak.

Anda mungkin juga menyukai