Anda di halaman 1dari 14

Tugas Mata Kuliah Logika Hukum

Logika Dalam Kepastian Hukum

Sandy Nirmansyah

192004

Universitas Islam Nusantara


2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan seperti : alasannya tidak
logis, argumentasinya logis, kabar itu tidak logis. Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal
dan tidak logis adalah sebaliknya.

Aktivitas berpikir sebagai penalaran manusia mempunyai ciri utama sebagai suatu pola
berpikir yang secara luas disebut logika. Dalam mempelajari pola berpikir yang luas dalam
logika itulah dibutuhkan terlebih dahulu tentang apa itu logika dan ruang lingkupnya karena hal
ini akan membantu dasar pemikiran yang berdasarkan penalaran yang logis dan kritis. selain
berguna bagi sarana ilmu, penalaran yang logis dan kritis ini juga yang nantinya akan mambantu
pemahaman bagi semua ilmu, karena penalaran yang logis, kritis, dan sistematis inilah yang
menjadi salah satu syarat sifat ilmiah.

Salah satu tujuan dari adanya hukum adalah untuk menciptakan kepastian hukum bagi
masyarakat. Kepastian hukum tersebut akan menimbulkan penggunaan hukum yang jelas, pasti
dan konsisten.

Logika khususnya logika silogisme juga memiliki suatu kepastian. Premis-premis akan
berimplikasi terhadap kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, logika juga mengajarkan
bagaimana berpikir benar. Sehingga diharapkan setiap orang dapat melakukan penalaran yang
benar sesuai dengan aturan dan metodologi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Logika ?

2. Apa saja kegunaan dan manfaat logika?

3. Bagaimana pembagian Logika?

4. Bagaimanakah hubungan logika hukum dengan kepastian hukum?


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Logika

Secara etimologi, Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu logike (kata sifat) dan logos
(kata benda), yang berarti “pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran, alasan atau
uraian”. Dengan demikian, logika merupakan pekerjaan akal pikiran manusia dalam bernalar
untuk menghasilkan kebenaran atau penyimpulan yang benar. Sebagai ilmu, disebut logica
scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini hanya lazim disebut dengan logika saja.

Jadi, logika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan norma-norma
penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih). Ada yang berpendapat bahwa
logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-prinsip dan hukum-hukum
penalaran yang tepat. Ada juga yang menandaskan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan
(science) tetapi sekaligus merupakan kecakapan atau keterampilan yang merupakan seni (art)
untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dalam hal ini, ilmu mengacu pada kemampuan
rasional untuk mengetahui, sedangkan kecakapan atau keterampilan mengacu pada
kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Selain itu, ada juga
ahli yang berpendapat bahwa logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan
berpikir. Jadi logika tidak terlihat selaku ilmu, tetapi hanyalah merupakan metode. Ada pula
yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-
aturan penalaran yang sahih (valid).

Dalam bukunya Introduction to Logic, Irving M. Copi mendefinisikan logika sebagai suatu
studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan
penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat (Copi, 1976: 3). Dengan menekankan
pengetahuan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip, definisi ini hendak menggarisbawahi
pengertian logika semata-mata sebagai ilmu. Definisi ini tidak bermaksud mengatakan bahwa
seseorang dengan sendirinya mampu bernalar atau berpikir secara tepat jika ia mempelajari
logika. Namun, di lain pihak, harus diakui bahwa orang yang telah mempelajari logika–jadi
sudah memiliki pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir–
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berpikir secara tepat ketimbang orang yang sama
sekali tidak pernah berkenalan dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kegiatan
penalaran. Dengan ini hendak dikatakan bahwa suatu studi yang tepat tentang logika tidak
hanya memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan mengenai metode-metode dan
prinsip-prinsip berpikir tepat, melainkan juga membuat orang yang bersangkutan mampu
berpikir sendiri secara tepat dan kemudian mampu membedakan penalaran yang tepat dari
penalaran yang tidak tepat. Ini semua menunjukkan bahwa logika tidak hanya merupakan suatu
ilmu (science), tetapi juga suatu seni (art). Dengan kata lain, logika tidak hanya menyangkut soal
pengetahuan, melainkan juga soal kemampuan atau keterampilan. Kedua aspek ini berkaitan
erat satu sama lain. Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir harus
dimiliki bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir; sebaliknya, seseorang
hanya bisa mengembangkan keterampilannya dalam berpikir bila ia sudah menguasai metode-
metode dan prinsip-prinsip berpikir.

Namun, sebagaimana sudah dikatakan, pengetahuan tentang metode-metode dan prinsip-


prinsip berpikir tidak dengan sendirinya memberikan jaminan bagi seseorang dapat terampil
dalam berpikir. Keterampilan berpikir itu harus terus-menerus dilatih dan dikembangkan. Untuk
itu, mempelajari logika, khususnya logika formal secara akademis sambil tetap menekuni
latihan-latihan secara serius, merupakan jalan paling tepat untuk mengasah dan mempertajam
akal budi. Dengan cara ini, seseorang lambat-laun diharapkan mampu berpikir sendiri secara
tepat dan, bersamaan dengan itu, mampu pula mengenali setiap bentuk kesesatan berpikir,
termasuk kesesatan berpikir yang dilakukannya sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika merupakan (1) pengetahuan tentang
kaidah berpikir, (2) jalan pikiran yang masuk akal. Menurut Munir Fuadi logika berfungsi sebagai
suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan
penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Kelsen memandang ilmu hukum adalah pengalaman
logikal suatu bahan di dalamnya sendiri adalah logikal . Ilmu hukum adalah semata-mata hanya
ilmu logikal. Ilmu hukum adalah bersifat logikal sistematikal dan historikal dan juga sosiologikal.
Logika dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek atau sudut pandang. Di antaranya
ialah berdasarkan sumber dari mana pengetahuan logika diperoleh, sejarah perkembangan,
bentuk dan isi argumen, dan proses atau tata cara penyimpulan.

Dapat dikatakan bahwa pengertian dari logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran
tentang hukum yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang
bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum, seorang pengacara
mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum.

Logika hukum dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di
dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi
perdagangan, dll) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata,
ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.

Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari
suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalan tersebut
bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh
pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning)

Bagi para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk memutuskan
suatu kasus. Sedangkan bagi para praktisi hukum logika hukum ini berguna untuk mencari dasar
bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari terjadinya
pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi
sengketa mengenai peristiwa ataupun perbuatan hukum tersebut. Bagi para penyusun undang-
undang dan peraturan, logika hukum ini berguna untuk mencari dasar mengapa suatu undang-
undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan. Sedangkan bagi pelaksanan,
logika hukum ini berguna untuk mencari pengertian yang mendalam tentang suatu undang-
undang atau peraturan agar tidak hanya menjalankan tanpa mengerti maksud dan tujuannya.
2. Kegunaan dan Manfaat Logika

Setidaknya ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:

1. membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus,
tertib, metodis, dan koheren;

2. meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif

3. menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri

4. meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.

Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu keharusan. Tidak
ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak
akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles, bapak
logika, yaitu logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu pula, barang siapa mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master key
untuk membuka semua pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Di samping kegunaan di atas, Surajiyo, dkk. (2009:15) mengemukakan bahwa logika juga dapat
memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis, logika mengajarkan
tentang berpikir sebagaimana yang seharusnya (normatif) bukan berpikir sebagaimana adanya
seperti dalam ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi, dsb.). Dari segi kemanfaatan praktis, akal
semakin tajam/kritis dalam mengambil putusan yang benar dan runtut (consisten).
3. Pembagian Logika

1.) Logika makna luas dan logika makna sempit

Menurut John C Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam
arti yang sempit. Dalam arti yang sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif
atau logika formal, sedangkan arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari
berbagai bukti dan bagaimana system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta
meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti
yang pernah dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.

a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal
atau logika simbolis)

b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang
diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology).

c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)

2.) Logika deduktif dan logika induktif

Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat
deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal
pikirnya sehiingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dari logika jenis ini yang terutama
ditelaah yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan
langkah-langkah san aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.

Logika induktif merpakan ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang benar
dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh
jadi. Penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk penalaran
atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah hal kecil, atau anggota
suatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk
semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya
bersifat boleh jadi saja.

3.) Logika formal dan logika material

Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika
induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena
menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang
bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut
isinya. (The Liang Gie, 1980).

Logika formal mempelajari asas, aturan atau hokum-hukum yang berpikir yang harus
ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material
mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya
dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber
dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya
merumuskan metode ilmu pengetahua itu.

Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material
dinamakan orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang
mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

4.) Logika murni dan logika terapan

Menurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari
pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua bagian
dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat di
dalamnya. (The Liang Gie,1980)

Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yan berlaku
umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam
sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterpkan dalam setiap cabang ilmu, bidang
filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila sesuatu
ilmu menggunakan asas dan aturan logika bagi istilahdan ungkapannya yang mempunyai
pengertian khusus dalam bidangnaya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan
sesuatu logika terapan dan ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi, dan
logika sosiologi bagi sosiologi.

5.) Logika filsafati dan logika matematik

Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih
berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban
dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu
ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik
serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau
kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan
Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35-46)
4. Hubungan antara Logika Hukum dengan Kepastian Hukum

Kepastian Hukum

Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma
hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi
digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah
satu tujuan dari hukum. Apabila dilihat secara historis, perbincangan mengenai kepastian
hukum merupakan perbincangan yang telah muncul semenjak adanya gagasan pemisahan
kekuasaan dari Montesquieu.

Ketertiban masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan
merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan menyebabkan orang dapat hidup secara
berkepastian sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat.

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto sebagaimana
dikutip oleh Sidharta yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan
sebagai berikut :

1 Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah
diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;
2 Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-aturan
hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;
3 Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu
menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;
4 Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan
aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan
sengketa hukum; dan
5 Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.
Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian
hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Aturan
hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dari dan
mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan
kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya
keharmonisan antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

Dari uraian-uraian mengenai kepastian hukum di atas, maka kepastian dapat mengandung
beberapa arti, yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan
kontradiktif, dan dapat dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat,
mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan
hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga tidak menjadi
sumber keraguan. Kepastian hukum menjadi perangkat hukum suatu negara yang mengandung
kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, serta dapat
dilaksanakan, yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan
budaya masyarakat yang ada

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan perundang-undangan


dibuat dan diundangkan secara pasti, karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian
tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir), dan logis dalam artian menjadi suatu sistem
norma dengan norma lain, sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.
Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian peraturan perundang-undangan dapat
berbentuk kontestasi norma, reduksi norma, atau distorsi norma.

Ada dua macam pengertian kepastian hukum, yaitu kepastian hukum oleh karena hukum,
dan kepastian hukum dalam atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian
hukum dalam masyarakat adalah hukum yang berguna. Kepastian hukum oleh karena hukum
memberi dua tugas hukum yang lain, yaitu menjamin keadilan hukum serta hukum harus tetap
berguna; sedangkan kepastian hukum dalam hukum tercapai, apabila hukum tersebut
sebanyak-banyaknya undang-undang. Dalam undang-undang tersebut tidak terdapat
ketentuan-ketentuan yang bertentangan (undang-undang berdasarkan suatu sistem yang logis
dan praktis). Undang-undang dibuat berdasarkan rechtswerkelijkheid (keadaan hukum yang
sungguh-sungguh) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat
ditafsirkan secara berlain-lainan.

Dalam prakteknya, apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan hukum, maka akan
kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan di satu sisi tidak jarang
kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip keadilan hukum, sebaliknya tidak jarang pula
keadilan hukum mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Apabila dalam prakteknya
terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka keadilan hukum yang
harus diutamakan. Alasannya adalah, bahwa keadilan hukum pada umumnya lahir dari hati
nurani pemberi keadilan, sedangkan kepastian hukum lahir dari suatu yang konkrit.

Persoalan logika hukum dengan sebuah metode dan penerapan penemuan hukum oleh
hakim, baik melalui penafsiran hukum atau konstruksi hukum merupakan persoalan yang
penting dalam penegakan hukum di Indonesia dewasa ini. Perkembangan-perkembangan
terakhir dalam metode penemuan hukum sangat dibutuhkan oleh para hakim di negeri yang
sedang berjuang keras untuk kembali menegakkan rule of law melalui sarana penegakan hukum
(law enforcement). Penguasaan terhadap metode mutakhir penemuan hukum mempunyai
peran esensial untuk mendukung para hakim mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum secara optimal.

Pesatnya perkembangan pendekatan pasif diperlihatkan oleh lebih dulunya peristiwa-


peristiwa hukum yang menuntut kepastian ketimbang hukumnya sendiri. Pemecahan-
pemecahannya mudah sekali diucapkan tetapi sulit sekali dirumuskan. Pendekatan logika pasif
berprinsip bahwa segala sesuatu yang tidak bertentangan dengan hukum Islam itu berarti
hukum Islam.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran tentang hukum yaitu pencarian
“reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan
perkara/ kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana
seorang ahli hukum menalar hukum. kepastian dapat mengandung beberapa arti, yakni adanya
kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat
dilaksanakan.

Dalam tujuan logika, metode-metode bagaimana mengkonstruksikan argumen kita sendiri dan
juga bagaimana menganalisa argumen orang lain, argumen disini bukanlah perdebatan sengit
penuh emosi tetapi pada logika argumen yang di maksud adalah pertanyaan-pertanyaan yang
di sebut premis yang bertujuan untuk mendukung, menjelaskan, memberi alasan terhadap
pernyataan akhir yang di sebut kesimpulan.

Adanya logika hukum dapat memberikan keselarasan para yuris dalam menafsirkan hukum dan
melakukan penalaran terhadap suatu persoalan hukum. Hal ini secara tidak langsung juga akan
membantu mewujudkan adanya kepastian hukum.

B. SARAN

Dalam menggunakan logika hukum dalam melakukan penalaran terhadap persoalan


hukum agar menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat dan Kepastian hukum hendaknya
memberikan perlindungan bagi setiap subjek hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mujahiddin. 2013. Logika Hukum.


https://cakimppcii.wordpress.com/2013/08/31/logika-hukum/

Bisdan Sigalingging. 2014. Kepastian Hukum.

http://bisdan-sigalingging.blogspot.com/2014/10/kepastian-hukum.html.

La Jaudi. 2013. Argumentasi Tentang Penerapan Tiga Nilai dasar Hukum Dalam Masyarakat.
http://lajaudi.blogspot.com/2013/04/argumentasi-tentang-penerapan-tiga.html.

Memahami Kepastian (dalam) Hukum. http://ngobrolinhukum.com/2013/02/05/memahami-


kepastian-dalam-hukum/.

Anda mungkin juga menyukai