Anda di halaman 1dari 847

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009


TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BADAN LEGISLASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
2013

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 3
C. Tujuan dan Kegunaan 4
D. Metode 4

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS


A. Kajian Teoritis 6
1. Teori Organisasi dan Kelembagaan 6
2. Sistem Pemerintahan 10
B. Kajian Empiris 15

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) 22
B. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 30
C. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 32
D. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 33
E. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 35
F. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah 37
G. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 38
H. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan
Keuangan 40
I. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden Dan Wakil Presiden 41
J. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan 43
K. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum 43
L. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik 45
M. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan 48
N. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 50

2
O. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD 51

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, YURIDIS


A. Landasan filosofis 54
B. Landasan sosiologis 56
C. Landasan yuridis 56

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN UNDANG-UNDANG
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan 60
B. Ruang Lingkup Materi Muatan Undang-Undang 61
1. MPR 61
2. DPR 62
3. DPRD 66

BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA 67
LAMPIRAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG 68

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem politik Indonesia di era reformasi dianggap merupakan


antithesis dari era Orde Baru (Orba) yang sangat kuat diwarnai oleh
politik autoritarisme regim dalam melakukan kendali terhadap
dinamika politik. Salah satu aspek pengendalian dimaksud yang
penting dicatat adalah menyangkut proses pengembangan kelembagaan
politik perwakilan dengan segala konsekuensi yang dihadapi pada
setiap kurun waktunya. Konstruksi politik yang sangat terbuka dan
tingkat partisipasi politik yang tinggi, menyebabkan kelembagaan
politik perwakilan menjadi lebih diberikan peran dan kewenangan lebih
besar dalam rangka merespon berbagai tuntutan dan kepentingan
politik. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945) menjadi variabel bebas, yang menggerakkan
konstruksi politik sangat kondusif bagi bangkitnya demokratisasi politik
tidak saja menyangkut relasi antara badan legislatif terhadap
kelembagaan suprastruktur politik lainnya, terutama antara pihak DPR
terhadap eksekutif, tetapi juga hingga di tingkat internal kelembagaan
perwakilan itu sendiri, yaitu baik pada masing-masing alat kelengkapan
dan fraksi, serta masing-masing supporting system-nya
Perjalanan lahirnya perangkat pengaturan kelembagaan politik
dalam konteks demokratisasi, diarahkan dalam rangka usaha
menciptakan check and balances. Check and balances mempunyai arti
mendasar dalam hubungan antarkelembagaan negara. Misalnya, untuk
aspek legislasi, check and balances mempunyai lima fungsi. Pertama,
sebagai fungsi penyelenggara pemerintahan, di mana eksekutif dan
legislatif mempunyai tugas dan tanggungjawab yang saling terkait dan
saling memerlukan konsultasi sehingga terkadang tampak tumpang
tindih. Namun di sinilah fungsi check and balances agar tidak ada satu
lembaga negara lebih dominan tanpa control dari lembaga lain. Kedua,
sebagai fungsi pembagi kekuasaan dalam lembaga legislatif sendiri, di
mana melalui sistem pemerintahan yang dianut, seperti halnya sistem
presidensial di Indonesia, diharapkan terjadi mekanisme control secara
internal. Ketiga, fungsi hirarkis antara pemerintah pusat dan daerah.
Keempat, sebagai fungsi akuntabilitas perwakilan dengan pemilihnya.
Kelima, sebagai fungsi kehadiran pemilih untuk menyuarakan
aspirasinya. 1
Tetapi pada kenyataannya, dengan ketidakmampuan kelompok
reformasi total jamak, seperti halnya mahasiswa dan masyarakat sipil
dalam berhadapan dengan kelompok regim maka proses politik
mengalami kompromi berhadapan dengan dominasi kalangan pro
status quo dan pihak pendukung perubahan gradual. Pada gilirannya
kondisi ini, memunculkan tuduhan tentang perlindungan kepentingan
status quo dan bahkan anggapan rekayasa demokrasi prosedural
perwakilan. 2 Meskipun telah menjalankan fungsi legislasi secara

1Nurliah Nurdin, Komparasi Sistem Presidensial Indonesia dan Amerika Serikat:

Rivalitas Kekuasaan antara Presiden & Legislatif, Penerbit MIPI, Jakarta, 2012, hal. 248.
2Indriawati Dyah Saptaningrum et.al., Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Politik

Transaksional: Penilaian terhadap Kebijakan HAM dalam Produk Legislasi dan Pengawasan
DPR Periode 2004-2009, Penerbit Elsam Jakarta, 2011, hal. 5.

4
optimal, DPR tetap saja tidak sepi dari kesan atau penilaian yang
kurang memuaskan bagi berbagai kalangan. Sejumlah produk legislasi
DPR dianggap kurang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat. Produk legislasi berupa undang-undang (UU) terkesan
tidak serius dirancang dan dibahas, sebaliknya lebih didasarkan pada
kepentingan kelompok dan kompromi politik. Bahkan, secara vulgar
ada pihak yang menilai dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
(RUU) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terjadi transaksi dan jual beli
pasal. 3 Tentu yang melakukannya adalah mereka yang berkepentingan
dengan pasal-pasal krusial dalam RUU yang dibahas. Kesan atau
penilaian lainnya, DPR periode 2009-2014 dianggap kurang
menjalankan fungsi legislasi, dengan tidak tercapainya target Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2012 sebanyak 70 RUU. 4
Ruang lingkup pembaruan politik yang sangat terbatas bagi
dukungan substansial pelaksanaan fungsi-fungsi kelembagaan
perwakilan politik, baik menyangkut MPR, DPR, DPD, dan DPRD,
dianggap membuktikan titik lemah dari politik kompromi
antarkepentingan dan tuntutan antarkalangan tersebut. Bahkan, pada
konteks DPRD, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sejak
awal ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
diletakkan pada bagian birokrasi pemerintah daerah, dan bukan
sebagai badan legislatif di daerah, serta sejalan dengan ketentuan di
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Sehingga, campur tangan
pemerintah pusat secara berlebihan terhadap politik pelaksanaan hak-
hak keanggotaan dan kelembagaan DPRD menjadi sukar dielakkan.
Konstruksi prosedural politik yang menghambat pelaksanaan
kewenangan perwakilan politik, di tengah kuatnya desakan tuntutan
politik demokratisasi, juga cukup menempatkan peran kenegaraan MPR
dan DPD yang terjebak pada seremoni prosedural pelaksanaan fungsi-
fungsinya. Kendala politik demikian, membutuhkan transformasi alat
kelengkapan dan reposisi fraksi atau pengelompokkan keanggotannya,
agar dapat secara maksimal mendorong peran kelembagaannya yang
kondusif bagi produktivitas perannya dalam agenda nasional.
Transformasi posisional alat kelengkapan dan reposisi fraksi sebagai
kepanjangan tangan kekuatan politik partai tidak lain merupakan
terjemahan dari proses konsolidasi demokrasi yang tidak sekedar
peningkatan kapasitas artikulasi aspirasi dalam produk-produk yang
dihasilkan, tetapi juga tetap mempunyai kreatifitas untuk bergerak
secara sangat dinamis sesuai aturan main dalam koridor konstitusi
yang digariskan.

B. Identifikasi Masalah
Ruang politik yang masih kurang dimanfaatkan secara maksimal
bagi kelembagaan perwakilan politik baik secara internal maupun
eksternal menyebabkan proses konsolidasi demokrasi hanya sebatas
pada euphoria manuver politisinya yang kurang terkait dengan aspirasi
rakyat secara substantif. Secara internal, kebutuhan bagi transformasi
peran alat kelengkapan dan reposisi fraksi, di samping berkaitan
dengan pembenahan di tingkat infrastruktur pengaturan secara
legalistik formal dari tingkat kepartaian sebagai sumber rekrutmen dan
berbagai resources politik, juga dipengaruhi oleh kebutuhan bagi

3Benny K. Harman, Negeri Mafia Koruptor: Menggugat Peran DPR Reformasi, Penerbit

Lamalera, Yogyakarta, 2012, hal. 64.


4
Ibid.

5
dorongan untuk pembenahan di tingkat suprastruktur politik
perwakilan rakyat dalam arti yang luas. Untuk itu, beberapa masalah
yang menjadi kendala baik secara teknis maupun substantif dari dua
tingkatan pembenahan kelembagaan politik perwakilan, merupakan
muatan dari revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pertama, adalah belum tertatanya secara internal terkait dengan
posisi alat kelengkapan dan fraksi di masing-masing kelembagaan
politik perwakilan rakyat, untuk menjalankan tugas dan wewenangnya
sebagai penyalur aspirasi rakyat.
Kedua, adalah secara eksternal belum tertatanya dengan
komprehensif terkait relasi antar kelembagaan politik perwakilan
rakyat, khusunya di tingkat nasional, terutama pada konteks
hubungan fungsi, tugas, dan wewenang antara DPR dan DPD;
Ketiga, adalah secara teknis operasional perlu penjabaran yang
lebih tepat posisi pengaturan negara bagi kelembagaan pendukung
kinerja parlemen, baik secara Kesekjenan masing-masing lembaga
negara, maupun badan pendukung keahlian, atau bahkan bagi status
kepegawaian dari para staf secara kelompok dan individu. Sehingga,
nantinya mereka mampu memberikan dukungan maksimal bagi
optimalisasi peran kelembagaan supratruktur perwakilan rakyat dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing.
Keempat, perlunya penataan lebih lanjut bagi DPRD yang bukan
lagi sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan daerah. Hal ini didasari
pertimbangan tidak saja terkait tantangan demokrasi di tingkat lokal,
tetapi juga mengenai dalam rangka memaksimalkan perspektif otonomi
daerah yang dilaksanakan di tingkat lapangan, agar benar-benar
mampu memberikan kontribusi riil bagi usaha peningkatan
kesejahteraan rakyat setempat.

C. Tujuan dan Kegunaan


Berdasarkan pada apa yang telah diuraikan maka dalam rangka
peningkatan peran dan tanggung jawab lembaga permusyawaratan
rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan daerah sesuai
dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu diubah
atau bahkan diganti dengan UU yang baru.
Demikianlah sehingga Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan
menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, atau
mengganti dengan undang-undang yang baru. RUU ini merupakan
bagian dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Naskah Akademik (NA) ini disusun sebagai landasan pemikiran
dengan menggunakan pendekatan akademis, teoritis, dan yuridis
sebagai arahan dalam penyusunan norma pengaturan dalam RUU
tentang Perubahan Undang-Undang tentang MD3. Adapun tujuan
penyusunan NA ini:
1. Menyelaraskan pengaturan norma dalam undang-undang sesuai
dengan norma akademis, teoritis, dan yuridis.
2. Memberikan penjelasan mengenai kerangka pikir dan tujuan
norma pengaturan dalam Undang-Undang tentang MD3.
3. Sinkronisasi dan harmonisasi dengan undang-undang terkait.

6
Selanjutnya, kegunaan dari NA ini adalah sebagai bahan masukan
bagi Dewan di dalam proses pembahasan RUU tentang Perubahan
Undang-Undang tentang MD3 sehingga diharapkan membentuk
Undang-Undang tentang MD3 yang dapat diimplementasikan dengan
baik.

D. Metode
1. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan adalah yuridis-normatif, yaitu
pendekatan yang menitikberatkan pada data sekunder berupa
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tertier. Bahan hukum primer yang digunakan terdiri atas berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai berbagai
hal yang berkenaan dengan substansi RUU tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain
itu, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang terdiri
atas berbagai referensi berupa bahan bacaan dan bahan penunjang
lainnya berupa kamus, dan lain sebagainya.

2. Spesifikasi
Spesifikasi yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu
menggambarkan dan menganalisis ketentuan peraturan perundang-
undangan yang ada dikaitkan dengan perubahan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan menggali berbagai materi melalui
bahan kepustakaan dan melakukan pengumpulan data di lapangan.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan baik data sekunder maupun data
primer sebagai data pendukung. Data sekunder terdiri atas bahan
hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, bahan hukum
sekunder, antara lain berbagai karya ilmiah yang memberikan
penjelasan mengenai hukum primer, seperti buku-buku, hasil
penelitian, jurnal, dan lain sebagainya, serta bahan hukum tertier,
yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, seperti ensiklopedi, kamus, dan
lainnya.
4. Tahapan
a. Pengumpulan Data Kepustakaan
Dilakukan melalui kegiatan studi dokumen terhadap data
sekunder, peraturan perundang-undangan terkait, buku, media
cetak, dan bahan bacaan lainnya dalam rangka mendapatkan
landasan teoritis sebagai dasar dalam melakukan pengumpulan
data.
b. Pengumpulan Data Lapangan
Dilakukan dengan mengumpulkan data secara langsung dari
pihak-pihak yang berkompeten. Untuk itu, dilakukan
wawancara dengan berbagai pihak terkait. Pengumpulan data
dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat (Padang) dan Provinsi
Jawa Timur (Surabaya)

7
5. Teknik
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan mendalami berbagai hal
yang berkaitan dengan substansi RUU, dengan mempelajari
sejumlah sumber bacaan seperti buku-buku, makalah, surat
kabar, artikel, situs internet, dan peraturan perundang-
undangan terkait.
b. Wawancara
Wawancara dimaksudkan untuk menggali informasi secara
langsung dengan pihak-pihak terkait mengenai substansi
perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Wawancara dilakukan dengan DPRD Provinsi, DPRD
Kota, akademisi, dan praktisi.

8
BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

1. Teori Organisasi dan Kelembagaan


a. Pengertian dan konsep
Lembaga negara adalah sebuah organisasi berbentuk lembaga
pemerintahan atau "Civilized Organization", yang dibuat oleh negara
dan bertujuan untuk membangun negara itu sendiri. Lembaga
negara secara umum terbagi dalam beberapa macam dan
mempunyai tugasnya masing-masing. Pada prinsipnya, tugas
umum lembaga negara antara lain:
1) Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum,
HAM, dan budaya;
2) Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan
harmonis;
3) Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya;
4) Menjadi sumber insipirator dan aspirator rakyat;
5) Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, maupun nepotisme;
dan
6) Membantu menjalankan roda pemerintahan Negara.
Pengertian dan konsep kelembagaan negara dimulai dari konsep
pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan, yang sama-sama
merupakan konsep mengenai adanya kekuasaan yang berbeda
dalam penyelenggaraan negara. Secara luas konsep pemisahan
kekuasaan (separation of power) mencakup pengertian pembagian
kekuasaan yang biasa disebut dengan istilah ‘division of power’
(distribution of power). Pemisahan kekuasaan merupakan konsep
hubungan kekuasaan yang bersifat horisontal, sedangkan konsep
pembagian kekuasaan bersifat vertikal. Secara horisontal,
kekuasaan negara dapat dibagi ke dalam beberapa cabang
kekuasaan yang dikaitkan dengan fungsi lembaga-lembaga negara
tertentu, yaitu legislatif, eksekutif, dan judikatif. Sedangkan dalam
konsep pembagian kekuasaan (distribution of power atau division of
power) kekuasaan negara dibagikan secara vertikal dalam
hubungan ‘atas-bawah’. Konsep lain tentang pembagian kekuasaan
adalah pembagian antara capital division of power dan areal division
of power.
Konsep yang paling terkenal dalam pembagian kekuasaan
adalah konsep klasik trias politika yang dikembangkan sejak abad
ke-18 oleh Baron de Montesquieu, yang dikenal luas dan digunakan
di banyak negara sebagai dasar pembentukan struktur kenegaraan.
Konsep ini membagi tiga fungsi kekuasaan negara, yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Montesquieu menggambarkan bahwa
ketiga fungsi kekuasaan negara itu dilembagakan masing-masing ke
dalam tiga organ negara yang berbeda, dimana setiap organ
menjalankan satu fungsi, serta tidak saling mencampuri urusan
satu dengan lainnya. Walaupun tidak secara tegas diaplikasikan,
secara garis besar Indonesia mengadopsi bentuk trias politika ini.
Seiring berkembangnya konsep mengenai ketatanegaraan, konsep
trias politika dirasakan tidak lagi relevan mengingat tidak
mungkinnya mempertahankan eksklusivitas setiap organ dalam

9
menjalankan fungsinya masing-masing secara terpisah. Kenyataan
menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu pada
praktiknya harus saling bersinggungan. Konsep Trias Politika sudah
lama dipandang oleh banyak ahli sebagai hal yang tidak relevan lagi,
karena kenyataan bahwa sangat sulit memisahkan kekuasaan
negara dalam praktik penyelenggaraan negara/pemerintahan.5
Trias Politika juga hanya dapat diterapkan secara murni di negara-
negara hukum klasik (klasieke rechsstaat), tetapi tidaklah mudah
diterapkan di negara hukum modern yang memiliki pekerjaan
administrasi negara yang luas. 6
Selain itu (dalam paham Anglo Saxon), ketidakrelevanan tersebut
muncul dari pendapat tentang dua macam aktivitas dan tugas
suatu negara, yang terdiri dari policy making dan task executing,
yang membuat pemisahan kekuasaan berdasarkan Trias Politika
tidak dapat dijalankan dengan tegas. 7 Kedudukan ketiga organ trias
politika tersebut pun diharapkan sederajat dan saling
mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip yang dikenal
dengan prinsip checks and balances. Masyarakat yang semakin
berkembang ternyata menghendaki negara memiliki struktur
organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan publik.
Terwujudnya efektivitas dan efisiensi baik dalam pelaksanaan
pelayanan masyarakat maupun dalam pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan, menjadi harapan masyarakat yang
ujungnya ditumpukan kepada negara.
Perkembangan dan harapan tersebut memberikan pengaruh
terhadap struktur organisasi negara, termasuk bentuk, serta fungsi
lembaga-lembaga negara. Pengertian dan konsep kelembagaan
dalam penyelenggaraan negara di Indonesia kemudian telah banyak
memiliki pergeseran makna. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan
format lembaga penyelenggara negara sudah dapat ditemukan
dalam Konstitusi. Di Konstitusilah letak konstruksi organ-organ
negara diatur, yang kemudian dijabarkan dalam peraturan
perundang-undangan, yang diharapkan menjadi pencerminan
realitas faktual pengembangan institusi kenegaraan di Indonesia.
Kemudian berdirinya MK dengan salah satu kewenangannya, yaitu
mengadili, memeriksa serta memutus sengketa antar lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Konstitusi, turut
meramaikan wacana pergeseran tentang konsep “Lembaga Negara”.
Konsep tersebut tidak lagi sekedar diambil dari
pemisahan/pembagian tiga kekuasaan tradisional ala Trias Politika,
yaitu eksektutif oleh lembaga kepresidenan, legislatif oleh lembaga
perwakilan rakyat dan yudikatif oleh lembaga kekuasaan
kehakiman, melainkan lebih pada nuansa checks and balances
seperti telah dikemukan sebelumnya. Sebagai bagian dari konsep
penyelenggaraan pemerintahan, prinsip checks and balances itupun
akhirnya menyingkirkan paham pembagian kekuasaan secara

5Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,


Jakarta, Setjen MKRI, 2006, hal. 36. Lihat juga M Sadli, “Countervailing Powers Dalam
Gelanggang Demokrasi”, http://www.pacific.net.id/pakar/sadli/1298/021298.html, diakses
28 Desember 2007, atau A. Irmanputra Sidin, “Urgensi Lembaga Negara Penunjang “,
http://unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=6749&coid=3&caid=31, diakses 3 Desember
2007.
6Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung, Citra Aditya

Bakti, 1990, hal. 13.


7Amarah Muslimin, Beberapa Asas Dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi Dan

Hukum Administrasi, Bandung, Alumni, 1985, hal. 29-30.

10
vertikal. Adanya pembatasan pada kekuasaan negara dan organ-
organ penyelenggara negara yang menerapkan prinsip pembagian
kekuasaan secara vertikal, memiliki kecenderungan untuk menjadi
sewenang-wenang. Oleh karena itu, kekuasaan harus selalu
dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam
cabang-cabang dengan kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.
Konstitusi sebagai awal konstruksi lembaga negara, seiring
dengan konsep konstitusionalisme. Konsep tersebut merupakan hal
yang signifikan berhubungan dengan makna organisasi dan
lembaga negara dalam dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Konstitusionalisme adalah suatu gagasan/paham yang menyatakan
bahwa suatu konstitusi/undang–undang dasar harus memiliki
fungsi khusus yakni membatasi kekuasaan pemerintahan dan
menjamin hak-hak warga negara. Konstitusi yg berpaham
konstitusionalisme bercirikan bahwa konstitusi itu isinya berisi
pembatasan atas kekuasaan dan jaminan terhadap hak-hak dasar
warga negara. Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang
saling berkaitan satu sama lain, yaitu hubungan antara
pemerintahan dengan warga negara, serta hubungan antara
lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan
yang lain.
Masa reformasi dan adanya perubahan konstitusi kemudian
menjadi hal yang sangat mendasar, yaitu beralihnya supremasi MPR
menjadi supremasi konstitusi. Sejak masa reformasi, Indonesia
tidak lagi menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara
sehingga semua lembaga negara sederajat kedudukannya dalam
sistem checks and balances. Hal ini merupakan konsekuensi dari
supremasi konstitusi, di mana konstitusi diposisikan sebagai
hukum tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan
lembaga-lembaga penyelenggara negara. Dengan demikian,
Perubahan UUD 1945 ini juga telah meniadakan konsep
superioritas suatu lembaga negara atas lembaga-lembaga negara
lainnya dari struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Selain pemahaman kelembagaan negara dari teori dan konsep
kekuasaan negara oleh organ negara, kelembagaan negara dapat
pula dipahami dari teori dan perspektif mengenai organisasi secara
umum. Organisasi merupakan suatu tempat atau wadah orang-
orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,
terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam
memanfaatkan sumber daya sarana-parasarana, data, dan hal-hal
yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai
tujuannya. Wewenang dan pembagiannya dalam organisasi
merupakan pemberian wewenang kepada seseorang dalam posisi
tertentu di organisasi.

b. Struktur organisasi
Tata laksana formal dan informal di dalam organisasi pada
dasarnya mengacu kepada perangkat aturan atau tatanan yang
mengatur bagaimana kerja sama itu dilakukan dan bagaimana
tujuan itu dicapai. Pada setiap organisasi selalu memiliki aturan-
aturan dimaksud baik yang tertulis (formal) dan dapat dirasakan
eksistensinya oleh seluruh anggota organisasi maupun yang tidak
tertulis (informal), tidak mengikat secara ketat, dan lebih
merupakan kesepakatan dari anggota organisasi yang eksistensinya

11
sangat dirasakan. Tata laksana tersebut tercermin dalam suatu
struktur organisasi yang bersangkutan.
Struktur dalam sebuah organisasi menjadi sangat penting ketika
struktur tersebut berfungsi sebagai alat dalam mencapai tujuan
organisasi. Secara formal, suatu struktur mempunyai ciri, antara
lain memiliki pola yang mapan, memiliki bagianbagian, ada
koordinasi atau hubungan hirarkis dan memiliki pedoman bagi
kebijakan, prosedur, ukuran dan sistem evaluasi.
Ada 3 fungsi minimal dari struktur organisasi yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Bahwa struktur harus menghasilkan keluaran, yang artinya
bahwa tujuan organisasi harus dapat diukur dan
diidentifikasi sebagai keluaran yang telah ditetapkan
sebelumnya sebagai tujuan membentuk organisasi;
2. Bahwa organisasi harus meminimalkan pengaruh tingkat
individu, yang artinya bahwa sebagai suatu kesatuan,
organisasi tidak mencerminkan sekadar hasil individu
melainkan hasil bersama organisasi tersebut; dan
3. Bahwa pelaksanaan jalannya organisasi merupakan bagian
dari kerangka dalam penggunaan kekuasaan, adalah sistem
yang dipakai merupakan prosedur yang sudah ditetapkan
sebelumnya, baik sebagai peraturan maupun tata laksana
organisasi.
Komponen utama dari struktur organisasi, yaitu hirarkis, yang
dapat merupakan perluasan secara vertikal maupun horisontal.
Selain itu hirarkis, yang merupakan kesatuan rantai perintah
sehingga penugasan dapat dilakukan. Ada 3 faktor yang berkaitan
erat dengan komponen hirarkhis dalam struktur organisasi yaitu:
1. kompleksitas, yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a. diferensiasi horizontal, yang menggambarkan derajat
perbedaan antara unitunit atau fungsi-fungsi organisasi
sehingga setiap unit atau fungsi perlu ditangani oleh
tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan
khusus (spesialisasi);
b. diferensiasi vertikal, yang menggambarkan tingkat
kedalaman atau banyaknya tingkatan hirarki antara
pimpinan puncak hingga tingkatan paling rendah dalam
sebuah organisasi;
c. sebaran secara spasial, yang menunjukkan derajat
penyebaran bagian-bagian organisasi pada lebih berbagai
lokasi, baik menurut jumlahnya maupun menurut jarak
sebarannya.
2. formalisasi, yang menunjukkan tingginya standardisasi atau
pembakuan tugastugas maupun jabatan dalam suatu
organisasi. Semakin tinggi derajat formalisasi maka semakin
teratur perilaku bawahan dalam suatu organisasi.
3. sentralisasi, yang menunjukkan tingkatan, di mana
pengambilan keputusan dipusatkan atau dikonsentrasikan
dalam organisasi.

12
2. Sistem Pemerintahan
Arthur Maass 8 membagi kekuasaan dengan dua cara, yaitu
capital division of powers dan areal division of power. Capital division
of power adalah membagi kewenangan berdasarkan kekuasaan
secara horizontal, sedangkan areal division of power adalah
membagi kewenangan berdasarkan area/wilayah secara vertikal.
Tiga nilai dasar yang disampaikan oleh Arthur Maass dalam
rangka areal division of power adalah liberty, equity, and welfare.
Liberty merupakan pembagian kekuasaan untuk mempertahankan
individu dan kelompok terhadap tindakan Pemerintah yang
sewenang-wenang. Equity, pembagian kekuasaan yang memberikan
kesempatan luas bagi partisipasi warga masyarakat dalam
kebijakan. Welfare, pembagian kekuasaan menjamin bahwa
tindakan Pemerintah akan efektif dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. 9
Lebih jauh lagi Smith 10 melihat bahwa melalui areal division of
power, Pemerintah daerah dapat memenuhi political equity yang
bertujuan untuk membuka kesempatan bagi masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik. Pemerintah Daerah
juga dapat lebih mewujudkan local accountability, artinya ada
kewajiban untuk memberikan pertanggung jawabkan dan
menerangkan berbagai tindakan yang telah dilakukan oleh pejabat
setempat atau lembaga daerah kepada pihak yang memiliki hak
atau wewenang untuk meminta pertanggung jawaban, terutama
yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat setempat.
Pemerintah Daerah dapat mewujudkan apa yang disebut sebagai
local responsibility, Pemerintah daerah yang tanggap terhadap
permasalahan yang terjadi dan yang dihadapi masyarakat.
Dasar keberadaan Undang-Undang MD3, bahwa UUD 1945
mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang dalam
pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Untuk
melaksanakan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi
rakyat, termasuk kepentingan daerah, agar sesuai dengan tuntutan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan
politik bangsa, termasuk perkembangan dalam lembaga
permusyawaratn rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga
perwakilan daerah, dan lembaga perwakilan rakyat daerah telah
dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan
dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, yang dimaksudkan sebagai upaya
penataan susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

8Arthur Maass, Area and Power a Theory of Local Government, Illionis: Glencoe, 1959,

hal. 10.
9Ibid, hal. 9-10.
10B. C. Smith, Decentralization: The Territorial Dimension of State. London: Asia

Publishing House, 1985, hal. 18-19.

13
Dalam perkembangannya UU ini kemudian diubah dengan Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Frasa “Susunan dan Kedudukan”
yang tercantum dalam UU sebelumnya telah dihapuskan.
Penghapusan tersebut dimaksudkan untuk tidak membatasi
pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan susunan dan
kedudukan lembaga, tetapi juga mengatur hal-hal lain yang sifatnya
lebih luas seperti misalnya pengaturan tentang tugas, kewenangan,
hak dan kewajiban, pemberhentian dan penggantian antarwaktu,
tata tertib dan kode etik, larangan dan sanksi, serta alat
kelengkapan dari masing-masing lembaga. Hal ini dilakukan
berkaitan dengan penguatan dan pengefektifan kelembagaan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD. Dalam rangka penguatan fungsi legislasi
DPR sebagai suatu pelaksanaan amandemen UUD1945, perlu pula
diatur lebih lanjut mengenai penguatan peran DPR dalam proses
perancangan, pembentukan, sekaligus pembahasan rancangan
undang-undang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjawab kritik
bahwa DPR kurang maksimal dalam menjalankan fungsi legislasi.
Harapannya adalah agar DPR dapat menghasilkan produk legislasi
yang benar-benar berkualitas serta benar-benar berorientasi pada
kebutuhan rakyat dan bangsa. Berkaitan dengan pelaksanaan
fungsi legislasi, kedudukan DPD perlu ditempatkan secara tepat
dalam proses pembahasan undangundang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 22 D ayat (2) UUD 1945.
Hal penting lainnya yang menjadi perhatian adalah keberadaan
sistem pendukung yang menunjang fungsi serta tugas dan
wewenang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Perlunya dukungan yang
kuat, tidak terbatas pada dukungan sarana, prasarana, dan
anggaran, tetapi juga pada dukungan keahlian. Dengan demikian
perlu penataan kelembagaan sekretariat jenderal di MPR, DPR, dan
DPD, serta sekretariat di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Hal ini diwujudkan dalam pengadaan sumber daya manusia, alokasi
anggaran, dan sekaligus pertanggungjawaban publik unit
pendukung dalam menjalankan tugasnya. Hubungan kelembagaan
antara MPR, DPR, DPD, dan juga DPRD dapat dilihat dari hubungan
kerja antara keempat lembaga tersebut dari sudut pandang tugas
dan kewenangan masing-masing lembaga. Misalnya tentang
bagaimana hubungan antara keanggotaan MPR yang terdiri atas
anggota DPR dan anggota DPD dengan status kedudukan MPR
sebagai lembaga negara. Hubungan lainnya yang juga harus diatur
adalah hubungan antara MPR dengan DPR dalam hal
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya, hubungan antara DPR dan DPD dalam rangka
pembentukan UU maupun sidang bersama, serta beberapa
hubungan kelembagaan lainnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dibentuk UU tentang


Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah guna
meningkatkan peran dan tanggungjawab lembaga permusyawaratan

14
rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah
untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin
keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan
wewenang lembaga, serta mengembangkan mekanisme checks and
balances antara lembaga legislatif dan eksekutif. Selain itu juga
dalam rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja
anggota lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan
rakyat, dan lembaga perwakilan daerah demi mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan rakyat.
Menurut Ramlan Surbakti, terdapat beberapa faktor yang perlu
diciptakan agar pemerintahan presidensial berlangsung efektif dan
stabil dalam negara demokrasi yang menerapkan sistem multipartai.
Dari rangkaian faktor itu, hanya dua yang sudah dijamin oleh UUD
1945. Pertama, presiden memiliki legitimasi politik yang tinggi dari
rakyat karena dipilih melalui pemilihan umum, tidak hanya
berdasarkan mayoritas suara, tetapi juga sebaran dukungan
daerah. Kedua, keterlibatan penuh presiden dalam setiap
pembahasan RUU yang menyangkut anggaran dan nonanggaran. Di
luar kedua faktor tersebut, sebenarnya masih terdapat beberapa
faktor lainnya, yaitu: (1) dukungan mayoritas anggota DPR, (2)
kepemimpinan politik dan administrasi, (3) pejabat politik yang
ditunjuk (political appointee) dalam jumlah yang memadai, dan (4)
partai oposisi yang efektif. Untuk dapat mewujudkan visi, misi, dan
program pembangunan bangsa yang sudah dijanjikan, seorang
presiden memerlukan ”pejabat politik yang ditunjuk” untuk
melakukan tiga tugas. Pertama, menerjemahkan visi, misi, dan
program pembangunan bangsa jadi serangkaian RUU untuk
diperjuangkan ke DPR agar menjadi undang-undang. Kedua,
menerjemahkan undang-undang tersebut menjadi serangkaian
kebijakan operasional. Ketiga, mengarahkan dan mengendalikan
birokrasi untuk melaksanakan kebijakan tersebut. 11
Selanjutnya, menurut Ramlan Surbakti pula, bahwa setidaknya
dua syarat utama harus dipenuhi pejabat politik yang ditunjuk
tersebut, yaitu ahli dalam salah satu atau lebih bidang
pemerintahan, dan ikut terlibat dalam perumusan visi, misi, dan
program pembangunan bangsa sang calon presiden. Dalam struktur
pemerintahan/eksekutif di Indonesia, pejabat politik yang ditunjuk
ini hanya menteri, pejabat setingkat menteri, dan pejabat
pemerintah nonkementerian, yang jumlahnya tidak mencapai 50
orang. Adapun yang terjadi di Indonesia, tidak hanya sebagian besar
ketiga tugas tersebut dilaksanakan oleh birokrasi eselon I dan II,
kebanyakan menteri, pejabat setingkat menteri, dan pejabat
pemerintah nonkementerian juga tidak memenuhi kedua
persyaratan menjadi pejabat politik yang ditunjuk tersebut.
Langkah berikutnya yang harus dilakukan presiden adalah
mengajukan rencana legislasi dan anggaran (RUU) kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan. Inilah salah satu tantangan
dalam pemerintahan presidensial karena kekuasaan legislatif
terpisah dari kekuasaan eksekutif. Menurutnya, persetujuan
parlemen atas suatu RUU lebih mudah didapat dalam pemerintahan
parlementer karena kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif
berada pada satu tangan, yaitu partai yang menguasai mayoritas
kursi parlemen. Karena itu, salah satu potensi ketidakefektifan

11Ramlan Surbakti, “Koalisi dan Efektivitas Pemerintahan”, Kompas, 4 Mei 2011.

15
pemerintahan presidensial adalah pemerintahan yang terbelah,
yaitu presiden dan kabinet dikuasai suatu partai, sedangkan
legislatif didominasi oleh partai politik (Parpol) lain.
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa DPR memegang
kekuasaan membentuk UU. Ketentuan tersebut menempatkan DPR
sebagai pemegang kekuasaan legislatif, yang semula berada di
tangan Presiden. Sementara Presiden memiliki hak untuk
mengajukan RUU kepada DPR berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUD
1945. Meskipun demikian, proses pembentukan UU tetap
membutuhkan peran Presiden. Hal itu karena Presidenlah yang
akan menjalankan suatu UU serta mengetahui kondisi dan
permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu
ditentukan bahwa setiap RUU harus dibahas bersama-sama antara
DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama,
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945. Artinya, jika
suatu RUU tidak mendapatkan persetujuan bersama DPR dan
Presiden, tidak akan dapat menjadi UU.
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa Presiden memiliki
peran yang sangat menentukan dalam proses pembentukan UU.
Presiden memiliki hak untuk tidak menyetujui suatu RUU yang
dikenal sebagai hak veto. Hak veto Presiden tidak diwujudkan dalam
bentuk kekuasaan menolak RUU yang telah disetujui DPR,
melainkan dalam bentuk syarat adanya persetujuan Presiden dalam
pembahasan RUU. Jika Presiden tidak setuju, suatu RUU tidak
akan dapat ditetapkan menjadi undang-undang. Setelah suatu RUU
mendapatkan persetujuan bersama, Presiden mengesahkan RUU
tersebut untuk menjadi undang-undang, sebagaimana diatur dalam
Pasal 20 ayat (4) UUD 1945. Pengesahan oleh Presiden tersebut
hanya bersifat administratif karena telah ada persetujuan
sebelumnya.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk tidak melakukan
pengesahan yang dapat menghalangi suatu RUU yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. Untuk
menegaskan bahwa pengesahan Presiden hanya bersifat
administratif dan agar RUU yang telah disetujui dapat segera
diberlakukan, UUD 1945 memberikan batasan waktu. Hal itu juga
dilatarbelakangi pengalaman adanya RUU yang dalam waktu cukup
lama tidak disahkan Presiden, yaitu Undang-Undang Penyiaran.
Keterlambatan pengesahan Presiden dapat saja terjadi karena
kealpaan atau kesibukan Presiden. Untuk mengantisipasi hal itu,
ditentukan bahwa dalam hal RUU yang telah disetujui bersama,
tetapi tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari sejak
disetujuinya RUU tersebut, RUU itu sah menjadi undang-undang
dan wajib diundangkan, sebagaimana yang dirumuskan dalam
Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.
Sedangkan pada tingkatan politik lokal, berbeda dengan
lembaga negara lainnya, sebagaimana MPR, DPR, dan DPD, yang
diatur dalam ketentuan tersendiri dan cukup rinci di konstitusi,
keberadaan DPRD tidak dicantumkan secara komprehensif. Pasal 8
ayat (3) UUD 1945 hanya menyebutkan: “Pemerintah daerah
provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.” Artinya, ketentuan itu tidak menggariskan adanya fungsi-
fungsi keparlemenan dari DPRD yang hanya ditempatkan pada
konteks otonomi pemerintahan daerah. Bagi kalangan unitaris

16
konservatif, biasanya ketentuan ini digunakan sebagai pembenar
bagi ketiadaan peranan perwakilan politik rakyat dari DPRD.
Tanpa kedalaman pemahaman (deepening comprehension) saat
membaca makna di belakang legalitas kedudukan DPRD yang
hanya sebagai unsur birokrasi pemerintahan daerah, berpotensi
terjadinya arus balik dari demokrasi di tingkat daerah. Padahal,
stabilitas pemerintahan melalui kelancaran program-program kerja
Kepala Daerah, termasuk menyangkut proses penetapan APBD,
bukan menjadi jaminan penuh atas kendali yang diterapkan
terhadap peranan politik DPRD. Sistem kepartaian yang sangat
majemuk pada gilirannya menjadi pintu masuk (entry point) bagi
proses penyederhanaan peta kekuatan fraksi di DPRD melalui
sistem pemilihan umum (Pemilu) yang diterapkan. Meskipun Pemilu
tidak terlampau berhasil menyaring partai untuk menempatkan
wakilnya di DPRD secara ketat, tetapi pemikiran atas posisi politik
sepihak DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah cenderung dapat
dicapai. Ketentuan semacam ini tentu harus direformulasi ulang
dalam rangka menempatkan DPRD sebagai lembaga perwakilan
rakyat di daerah.

B. Kajian Empiris
Setelah dilakukan perubahan UUD 1945, konsep MPR sebagai
pemegang kedaulatan rakyat yang merupakan kekuasaan tertinggi
dalam negara dihapus dengan perubahan ke-4 UUD 1945. MPR tidak
lagi memegang kekuasaan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan di
Indonesia. MPR tetap tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga
legislatif karena MPR tidak membuat peraturan perundang-undangan.
Tetapi MPR masih dapat dikategorikan sebagai lembaga perwakilan
rakyat.
Kategorisasi MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, mengingat
bahwa susunan anggota MPR yang ada dalam UUD 1945 menurut
Pasal 2 UUD 1945 setelah perubahan ke-4 adalah: “(1) Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. 12 Jika dilihat
dari komposisi anggota Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR), maka
MPR dapat digolongkan sebagai lembaga parlemen 13. Di samping itu,
bagi MPR masih terdapat kewenangan membuat Undang-Undang
Dasar, memberhentikan presiden, maka Majelis Permusyawaratan
Rakyat dianggap institusi demokrasi perwakilan 14.
Pada pembahasan amendemen UUD 1945, sudah ada
kekhawatiran bahwa sistem presidensial akan mengalami komplikasi
dalam praktiknya karena berhadapan dengan realitas sistem
multipartai. Secara teoritis, sistem multipartai tidak kondusif dengan
presidensialisme. Mereka gabungan yang tidak saling menguatkan.
Sistem presidensial menghendaki hadirnya dukungan partai-partai
mayoritas di parlemen, sementara sistem multipartai menyulitkan
hadirnya partai-partai mayoritas di parlemen sehingga gabungan sistem
yang demikian dapat menghasilkan pemerintahan terbelah (divided

12Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat,


PSHTN UI, Jakarta, hal. 3.
13Yves Meny, Andrew Knap, Government And Politics In Western Europe, third edition,

Oxford University Press, New York, 1998.


14http://www.australianpolitics.com/democracy/terms/parliamentary-

democracy.shtml, diakses pada tanggal 10 Agustus 2003.

17
government) dan kohabitasi. Presiden terpilih dapat berasal dari partai
minoritas dan tidak ada sinergi antara partai pendukung presiden
dengan partaipartai mayoritas di parlemen. Secara empirik situasi
seperti ini dihadapi pemerintahan SBY–JK, di tahun 2004- 2009.
Presiden SBY berasal dari Partai Demokrat yang hanya meraih 7% kursi
DPR sehingga sampai diperlukan mendorong Jusuf Kalla menjadi Ketua
Umum Golkar pada Munas Golkar tahun 2005. Tak lain supaya
pemerintah memperoleh dukungan politik dari Partai Golkar sebagai
salah satu partai terbesar di DPR. 15
DPR sejak era reformasi, tidak ada lagi anggota Dewan yang
muncul dari hasil mekanisme pengangkatan (by appointeed). Tetapi,
para anggota DPR seluruhnya dipilih melalui Pemilu (by elected). UUD
1945 hasil perubahan juga memberikan kewenangan besar kepada DPR
supaya mampu melaksanakan fungsi hakikinya, yaitu fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. "Kekuasaan membentuk
undang-undang yang tadinya di tangan presiden {Pasal 5 ayat (1)
sebelum perubahan} dikembalikan kepada DPR, seperti tersebut dalam
Pasal 20 ayat (1) hasil perubahan. Tetapi, persoalannya, masih muncul
kritik terhadap produk legislasi dan target yang dicapai oleh DPR dalam
setiap dinamika politik periode keanggotaannya. Sehingga, sering
disebutkan, bahwa satu hal yang dianggap sebagai titik lemah DPR
adalah kinerja legislasi. Dari target penyelesaian 70 RUU Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) yang menjadi prioritas tahun 2010, DPR
hanya berhasil menyelesaikan 1 RUU, yaitu RUU tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Grasi. DPR
memang telah menyelesaikan pembahasan 8 RUU, namun 7 di
antaranya tidak termasuk dalam Prolegnas. RUU tersebut merupakan
RUU kumulatif terbuka: 3 RUU berkaitan dengan APBN, 1 RUU tentang
pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu),
dan 3 RUU tentang Ratifikasi. 16
Melihat kewenangan yang dimiliki DPD, terkesan adanya sistem
parlemen “bicameral”, karena pada dasarnya kewenangan yang dimiliki
oleh DPD mirip dengan kewenangan yang dimiliki DPR. Dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia, sistem bikameral pernah dianut oleh
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949 yang mengenal
adanya Senat dan DPR. Kedudukan Senat adalah sebagai pemegang
kekuasaan kedaulatan negara, bersama-sama dengan pemerintah dan
DPR {Pasal 1 ayat (2)}. Di samping itu, Senat juga memegang kekuasaan
perundang-undangan yang berkaitan dengan negara-negara bagian
atau khusus mengenai hubungan antara RIS dengan negara-negara
bagian (Pasal 127 butir a). Hal penting lainnya adalah Senat dapat
memberikan nasehat dan meminta keterangan kepada pemerintah baik
secara lisan maupun tertulis. 17
Pada kenyataannya, pembentukan DPD tidak bermakna “bicameral
parliamentary system”. Sehingga, fungsi legislasi, pengawasan, dan
anggaran yang dimiliki oleh DPD dan DPR tidak berada dalam level
yang sama, karena DPD bukan menjadi salah satu lembaga yang utuh

15Valina Singka Subekti, ”Komplikasi Sistem Presidensial”, Seputar Indonesia, 1


November 2010.
16Target Prolegnas Tak Pernah Tercapai: Anggota DPR tidak Fokus”, dalam
http:www.matanews.com., dikutip 14 Juni 2012.
17Tim Hukum P3I Sekretariat Jenderal DPR RI, Ruang Lingkup dan Mekanisme

Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah (Laporan Akhir Penelitian),


Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, 2003, hal. 2.

18
memiliki kewenangan di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran.18
Jika dikaitkan dengan konsep trias politika, ketentuan Pasal 20 ayat (2)
UUD 1945 pasca amandemen, yang berbunyi setiap RUU dibahas oleh
DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama maka
sebenarnya sangat berlawanan dengan semangat memberdayakan
DPR. 19 Dengan masih adanya kewenangan Presiden untuk memberikan
persetujuan maupun mengesahkan UU, artinya penerapan konsep trias
politika menjadi tidak sepenuhnya dijalankan. Ditambah lagi,
paradigma yang dianut oleh UUD 1945 dalam penguatan peranan DPR
dilakukan melalui pemangkasan fungsi yang dimiliki oleh Presiden.20
Meskipun secara formal terjadi pergeseran kekuasaan legislasi, namun
pada kenyataannya pembentukan UU dilakukan bersama antara DPR
dengan Presiden. Secara keseluruhan Pasal 20 UUD 1945 pasca
amandemen, dapat dipahami sebagai berikut. Pertama, lembaga
legislator adalah DPR, bukan Presiden ataupun DPD. Kedua, Presiden
adalah lembaga yang mengesahkan RUU yang telah mendapat
persetujuan bersama dalam rapat paripurna DPR. Ketiga, RUU yang
telah secara resmi sah menjadi UU wajib diundangkan sebagaimana
mestinya. Keempat, setiap rancangan undang-undang dibahas bersama
untuk mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam
persidangan DPR. 21
Dasar Keberadaan Undang-Undang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Undang-Undang MD3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat
berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat,
termasuk kepentingan daerah, agar sesuai dengan tuntutan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan
politik bangsa, termasuk perkembangan dalam lembaga
permusyawaratn rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga
perwakilan daerah, dan lembaga perwakilan rakyat daerah telah
dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, yang dimaksudkan sebagai upaya penataan susunan dan
kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam perkembangannya
Undang-Undang ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Frasa “Susunan dan Kedudukan” yang tercantum
dalam UU sebelumnya telah dihapuskan. Penghapusan tersebut

18Ibid., hal. 3.
19Fajar Laksono dan Subardjo, Kontroversi Undang-Undang Tanpa Pengesahan
Presiden, UII Press, Yogjakarta, 2006, hal. 55.
20Ibid.
21Ibid.

19
dimaksudkan untuk tidak membatasi pengaturan yang hanya terbatas
pada materi muatan susunan dan kedudukan lembaga, tetapi juga
mengatur hal-hal lain yang sifatnya lebih luas seperti misalnya
pengaturan tentang tugas, kewenangan, hak dan kewajiban,
pemberhentian dan penggantian antarwaktu, tata tertib dan kode etik,
larangan dan sanksi, serta alat kelengkapan dari masing-masing
lembaga. Hal ini dilakukan berkaitan dengan penguatan dan
pengefektifan kelembagaan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam rangka
penguatan fungsi legislasi DPR sebagai suatu pelaksanaan amandemen
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
pula diatur lebih lanjut mengenai penguatan peran DPR dalam proses
perancangan, pembentukan, sekaligus pembahasan rancangan undang-
undang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjawab kritik bahwa DPR
kurang maksimal dalam menjalankan fungsi legislasi. Harapannya
adalah agar DPR dapat menghasilkan produk legislasi yang benar-benar
berkualitas serta benar-benar berorientasi pada kebutuhan rakyat dan
bangsa. Berkaitan dengan pelaksanaan fungsi legislasi, kedudukan
DPD perlu ditempatkan secara tepat dalam proses pembahasan
undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 22 D ayat (2) UUD 1945.
Hal penting lainnya yang menjadi perhatian adalah keberadaan
sistem pendukung yang menunjang fungsi serta tugas dan wewenang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Perlunya dukungan yang kuat, tidak
terbatas pada dukungan sarana, prasarana, dan anggaran, tetapi juga
pada dukungan keahlian. Dengan demikian perlu penataan
kelembagaan sekretariat jenderal di MPR, DPR, dan DPD, serta
sekretariat di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Hal ini
diwujudkan dalam pengadaan sumber daya manusia, alokasi anggaran,
dan sekaligus pertanggungjawaban publik unit pendukung dalam
menjalankan tugasnya. Hubungan kelembagaan antara MPR, DPR,
DPD, dan juga DPRD dapat dilihat dari hubungan kerja antara keempat
lembaga tersebut dari sudut pandang tugas dan kewenangan masing-
masing lembaga. Misalnya tentang bagaimana hubungan antara
keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD
dengan status kedudukan MPR sebagai lembaga negara. Hubungan
lainnya yang juga harus diatur adalah hubungan antara MPR dengan
DPR dalam hal pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya, hubungan antara DPR dan DPD dalam rangka
pembentukan UU maupun sidang bersama, serta beberapa hubungan
kelembagaan lainnya.
Sedangkan, di tingkat politik lokal, pola lama atas prinsip
kemitraan yang dibangun sangat mudah terperosok pada
ketidakberdayaan posisi politik DPRD dan berjalan secara tidak
seimbang. Ironisnya, kebijakan tertentu pemerintahan daerah, seperti
halnya alokasi angka atau besaran sektor dan sub sektor APBD bukan
berada dalam aktor kunci eksekutif itu sendiri, atau apalagi DPRD,
tetapi justru berada di tingkat pelaksana eksekusi anggaran di
departemen teknis. Keterbatasan gerak politik DPRD dalam
melaksanakan peranan politik pemerintahan daerah, semakin
menjauhkan hubungan antara para wakil rakyat yang ada di DPRD
dengan aspirasi pemilihnya. Langkah-langkah advokasi kepentingan
rakyat di tingkat bawah (grass root level) lebih dijalankan oleh kalangan

20
nonpemerintah (seperti halnya lembaga swadaya masyarakat)
dibandingkan melalui kelembagaan formal DPRD. Oligarki elit proses
politik pemerintahan daerah menjadi beban tertentu, karena otonomi
yang dihasilkan tidak berjalan pada tataran kemandirian dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Sikap kritis dan bahkan sinis
terhadap pola pelaksanaan otonomi lokal, yaitu melalui kebijakan
pemekaran wilayah yang sangat gencar dilakukan, adalah satu contoh
di antaranya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dibentuk Undang-
Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah guna meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi,
menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas
dan wewenang lembaga, serta mengembangkan mekanisme checks and
balances antara lembaga legislatif dan eksekutif. Selain itu juga dalam
rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja anggota
lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan
lembaga perwakilan daerah demi mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan rakyat.

21
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Substansi analisis dan evaluasi peraturan hukum terkait dimaksudkan


untuk memberikan gambaran mengenai peraturan perundang-undangan
yang menjadi landasan mengenai keberadaan, peranan, dan fungsi MPR,
DPR, DPD, dan DPRD. Analisis terhadap substansi pengaturan badan-badan
tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan berbagai persoalan yang yang
dihadapi. Permasalahan yang mungkin terjadi adalah pertentangan antara
peraturan yang satu dengan yang lainnya, baik secara vertikal maupun
horizontal. Di samping itu, apakah terjadi kekosongan dan tumpang tindih
peraturan. Analisis ini penting untuk menjamin agar RUU tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD mempunyai kedudukan dan porsi yang jelas di antara
undang-undang yang lain, serta menjamin harmonisasi ketentuan dalam
undang-undang yang lain.
Dalam sistem hukum di Indonesia, terdapat jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan, yaitu Konstitusi atau UUD 1945 berada
pada urutan paling atas. Selain Konstitusi, berturut-turut secara hierarki
adalah Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Peraturan perundang-undangan tersebut tersusun dalam bertingkat, di
mana peraturan yang lebih tinggi lebih kuat dibandingkan dengan peraturan
yang lebih rendah. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi. Peraturan yang lebih tinggi merupakan
sumber dari peraturan yang lebih rendah. Apabila terjadi pertentangan
antara peraturan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi maka peraturan
yang lebih rendah tidak dapat berlaku lagi. Prinsip ini dimaksudkan agar
tidak terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga tercapai harmonisasi
dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal. Di
samping harmonisasi secara vertikal, diperlukan pula harmonisasi secara
horizontal, yaitu harmonisasi dan sinkronisasi antara peraturan perundang-
undangan yang berada pada tingkatan yang sama. Harmonisasi dan
sinkronisasi ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan atau
kekosongan hukum yang berdampak pada efektivitas pelaksanaan suatu
undang-undang. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD pada saat ini tersebar dalam berbagai jenis peraturan
perundang-undangan, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian;
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;

22
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksaan Keuangan;
9. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden Dan Wakil Presiden;
10. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan;
11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum;
12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
15. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.

A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Perkembangan suatu lembaga ketatanegaraan tidak dapat
dipisahkan dari alur sejarah kehidupan ketatanegaraan itu sendiri.
Demikian pula perkembangan suatu lembaga politik jelas tidak dapat
dipisahkan dari sejarah perkembangan politik yang bersangkutan.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan
UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan
tertinggi di tangan MPR, bukan di tangan rakyat. Tujuan perubahan
UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanan negara, kedaulatan rakyat, perlindungan hak asasi manusia,
pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum,
serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan
diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem presidensiil. Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD
1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang
Umum dan Sidang Tahunan MPR:
1. Sidang Umum MPR 1999
2. Sidang Tahunan MPR 2000
3. Sidang Tahunan MPR 2001
4. Sidang Tahunan MPR 2002
Di dalam UUD 1945, rujukan mengenai Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terdapat
pada empat bab yang berbeda, yaitu Bab II, Bab VI, Bab VII, Bab VIIA,
serta Bab VII B. MPR diatur secara khusus di dalam Bab II, DPR
disebut di dalam Bab II dan diatur secara khusus di dalam Bab VII,
DPD diatur di dalam Bab II dan diatur secara khusus di dalam Bab
VIIA, DPRD diatur di dalam Bab VI. Di samping empat bab tersebut,
khusus mengenai pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD hal itu
diatur di dalam Bab VII B.

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


MPR adalah salah satu lembaga negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Di dalam UUD 1945,

23
ketentuan yang mengatur tentang MPR ternyata sangat singkat
pengaturannya, yakni hanya diatur di dalam dua pasal saja, yakni
Pasal 2 dan Pasal 3. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa MPR terdiri
atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pasal ini tidak
menyatakan bahwa MPR terdiri atas DPR dan DPD, tetapi anggota DPR
dan anggota DPD. Frasa yang menyatakan “yang dipilih melalui
pemilihan umum” ini menegaskan bahwa baik anggota DPR maupun
anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum. Pengaturan ini berbeda
dengan sebelum amandemen UUD 1945, di mana tidak seluruh anggota
MPR dipilih, tetapi ada yang dipilih dalam Pemilu dan ada yang
diangkat serta terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan
Daerah, dan Utusan Golongan.
Akhir dari Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 terdapat frasa ”...dan diatur
lebih lanjut dengan undang-undang.” Dengan demikian hal ihwal
mengenai MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD itu
selanjutnya harus diatur di dalam undang-undang. Hal ini jelas karena
pengaturan di dalam UUD 1945 mengenai MPR, DPR, dan DPD
sangatlah singkat. Karena MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota
DPD maka MPR tidaklah mengatur secara khusus mengenai ”anggota
MPR”, baik tugas, wewenang, maupun hak-haknya. Pasal 2 ayat (2)
UUD 1945 mengatur mengenai sidang MPR, di mana dinyatakan bahwa
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sedangkan Pasal 2 ayat (3) mengatur mengenai bagaimana putusan
MPR dilakukan, di mana dinyatakan bahwa segala putusan MPR
ditetapkan dengan suara terbanyak. Kedua ayat ini merupakan aturan
yang sama dengan sebelum amendemen konstitusi 1999-2002.
Pasal 3 mengatur mengenai wewenang MPR. Isi bab ini merupakan
hasil amandemen ketiga dan keempat UUD 1945. Sebagaimana Pasal 2,
Pasal 3 inipun hanya terdiri atas tiga ayat saja. Pasal 3 ayat (1)
menyatakan bahwa MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa MPR melantik Presiden dan/atau
Wakil Presiden. Sementara itu Pasal 3 ayat (3) mengatur syarat bila
MPR memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya. Ayat ini menegaskan bahwa MPR hanya dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD. Dengan demikian ada tiga wewenang MPR di
sini, yakni:
a. mengubah dan menetapkan UUD;
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya sesuai UUD.
d. memilih Wakil Presiden dari calon yang diajukan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan Wakil Presiden (Pasal 8 ayat (2)).
e. memilih Presiden dan Wakil Presiden jika keduanya
berhalangan tetap secara bersamaan Pasal 8 ayat (3).
Dari kelima wewenang itu yang secara rutin dilakukan oleh MPR
adalah wewenang melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebab,
mengubah dan menetapkan UUD serta memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden
dalam hal tertentu tidak rutin dilakukan. Perubahan UUD 1945 ini
membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR.
Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara
dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, BPK,

24
MA, dan MK. MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk
menetapkan GBHN.
Produk yang dikeluarkan oleh MPR adalah berupa Ketetapan MPR
(TAP MPR). Produk dari MPR ini juga mengalami perubahan status.
Sebelumnya pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, TAP MPR tidak lagi
menjadi bagian dari hierarkhi peraturan perundang-undangan. Namun
setelah adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, TAP MPR tersebut
dikembalikan lagi ke posisi semula sebagai bagian dari hierarkhis
peraturan perundang-undangan yang berposisi di bawah undang-
undang.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


DPR adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang
kekuasaan membentuk undang-undang. Perubahan terhadap UUD
1945, khususnya Pasal 20 ayat (1) dimaksudkan untuk memperkuat
DPR RI sebagai lembaga legislatif yang memiliki kekuasaan membentuk
undang-undang. Pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang
dari Presiden kepada DPR RI merupakan langkah konstitusional untuk
memposisikan fungsi lembaga negara secara tepat sesuai bidang tugas
masing-masing, yakni DPR RI sebagai lembaga pembentuk undang-
undang (kekuasaan legislatif) dan Presiden sebagai pelaksana undang-
undang (kekuasaan eksekutif). Pergeseran kekuasaan untuk
membentuk undang-undang tersebut pada hakekatnya
merepresentasikan pendekatan pembagian kekuasaan (distribution of
power) dengan menjadi pemisahan kekuasaan (separation of power).
Terdapat tujuh pasal di Bab VII yang mengatur mengenai DPR.
Tiga dari tujuh pasal itu merupakan pasal tambahan yang baru muncul
setelah amandemen UUD 1945. Sementara itu, empat pasal lainnya
meskipun bukan pasal baru, namun substansinya sudah mengalami
banyak perubahan khususnya setelah amandemen kesatu dan kedua
UUD 1945. Ketujuh pasal dalam Bab VII pada intinya mengatur
mengenai:
a. Anggota DPR dipilih melalui Pemilu, susunan DPR diatur dalam
undang-undang dan sidang DPR sedikitnya sekali dalam lima
tahun (Pasal 19), serta aturan mengenai pemberhentian
anggota DPR (Pasal 22B);
b. Pengaturan mengenai kekuasaan membentuk UU;
pembahasan, persetujuan, dan pengesahan RUU serta
pengundangan undang-undang; hak anggota DPR mengajukan
usul RUU; penetapan Perppu dan persetujuan dari DPR;
pengaturan pembentukan undang-undang diatur dalam
undang-undang (Pasal 20, 21, 22, dan 22 A);
c. Fungsi DPR (legislasi, anggaran, dan pengawasan), hak DPR
(interpelasi, angket, menyatakan pendapat), hak anggota DPR
(mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat
serta imunitas), serta pengaturan lebih lanjut hak DPR dan
anggota DPR dalam undang-undang (Pasal 20 A).
Apabila diakumulasi, hal-hal yang diatur oleh UUD 1945 mengenai
DPR adalah sebagai berikut:
a. Bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang
dipilih melalui Pemilu.

25
b. Bahwa DPR terdiri atas anggota Parpol peserta Pemilu yang
dipilih berdasarkan hasil Pemilu.
c. Bahwa susunan DPR diatur dengan undang-undang.
d. Bahwa DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
e. Bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-
undang.
f. Bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
g. Bahwa dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
h. Bahwa setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak
imunitas.
i. Bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR.
j. Bahwa anggota DPR berhak mengajukan usul RUU.
k. Bahwa DPR dapat mencabut peraturan pemerintah pengganti
undang-undang yang telah ditetapkan oleh Presiden.
l. Bahwa dengan persetujuan DPR, Presiden menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
m. Bahwa dengan memperhatikan pertimbangan DPR, Presiden
mengangkat duta.
n. Bahwa dengan memperhatikan pertimbangan DPR, Presiden
memberi amnesti dan abolisi.
o. Bahwa anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


Setelah perubahan UUD 1945 yang terakhir, lahirlah DPD sebagai
lembaga baru. Ide awal dari pembentukan DPD ini adalah berasal dari
fraksi utusan daerah yang dianggap tidak cukup mampu untuk
menyuarakan kepentingan daerah sehingga diperlukan adanya suatu
lembaga untuk menjaga keseimbangan antardaerah dan antara pusat
dengan daerah. Sejak perubahan itu, sistem perwakilan dan parlemen
di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem bikameral.
Apabila mengadopsi suatu sistem untuk diterapkan dalam suatu
Negara, seharusnya perlu disesuaikan dengan dengan sistem yang
dianut di negara tersebut apakah dapat diterapkan atau tidak.
Parlemen bikameral memang biasanya dihubungkan dengan
bentuk negara federasi yang memerlukan dua kamar majelis. Kedua
majelis itu perlu diadakan untuk maksud melindungi formula federasi
itu sendiri. Tetapi dalam perkembangannya, bersamaan dengan
pergeseran kecenderungan ke arah bentuk negara kesatuan, maka
sistem bikameral itu juga dipraktikkan di lingkungan negara-negara
kesatuan. Dua alasan utama yang dapat dikemukakan penggunaan
sistem bikameral ini adalah:
a. Adanya kebutuhan akan perlunya suatu keseimbangan yang
lebih stabil antara pihak eksekutif dan legislative.
b. Keinginan untuk membuat sistem parlementer berjalan, jika
tidak lebih efisien, setidak-tidaknya lebih lancar melalui suatu
majelis. 22

22Ni’matul Huda, Gagasan Amandemen Ulang UUD 1945 (Usulan Untuk Penguatan

DPD dan Kekuasaan Kehakiman), Jurnal Hukum UII No. 3 Vol. 15 Juli 2008, hal. 10.

26
Dengan adanya perubahan tersebut maka dapat memberi peran
yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan
politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan
kepentingan daerah. Namun keberadaan DPD ini masihlah menjadi
suatu hal yang diperdebatkan oleh para pakar hukum tata negara di
Indonesia. Keberadaan dan kewenangan DPD yang diatur di dalam UUD
1945, masih belum dapat dikategorikan sebagai lembaga legislatif
seutuhnya sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal dan efektif.
Bab VII A yang mengatur mengenai DPD merupakan bab yang
baru muncul pasca amandemen ketiga UUD 1945. Bab ini terdiri atas
dua pasal, yaitu Pasal 22 C dan Pasal 22 D. Inti dari kedua Pasal itu
adalah mengenai anggota, serta susunan dan kedudukan DPD (Pasal 22
C) dan wewenang DPD (Pasal 22 D). Sebelum amandemen konstitusi
lembaga ini memang belum ada, yang ada adalah Utusan Daerah di
MPR. Berbeda dengan anggota Utusan Daerah pada masa sebelum
amandemen yang seluruhnya diangkat, anggota DPD dipilih dari setiap
provinsi melalui Pemilu {Pasal 22 C ayat (1)}. Berbeda dengan sistem
Pemilu untuk memilih anggota DPR, angota DPD dari setiap provinsi
jumlahnya sama dan tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR
{Pasal 22 C ayat (2)}. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun
{Pasal 22 C ayat (3)}.
Tiga ayat dalam Pasal 22 D mengatur mengenai wewenang DPD,
sedangkan satu ayat mengatur mengenai pemberhentian dari jabatan
anggota DPD. Mengenai wewenang, Pasal 22 D ayat (1) sampai dengan
ayat (3) intinya menyatakan bahwa DPD dapat:
1. mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya;
e. perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas: (1) RUU anggaran
pendapatan dan belanja negara; (2) RUU yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama.
3. Melakukan pengawasan dan menyampaikan hasil pengawasan
sebagai bahan pertimbangan kepada DPR atas pelaksanaan UU
mengenai:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya;
e. pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara,
pajak, pendidikan, dan agama.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, dalam buku “Bikameral Bukan
Federal” menyebut DPD sebagai “auxiliary agency”. Jimly Asshidiqie
mengemukakan bahwa pembentukan DPD semula dimaksudkan dalam
rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar
(bikameral) yang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan struktur bikameral
itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan
sistem double-check yang memungkinkan representasi kepentingan
seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang
lebih luas. DPR merupakan cermin representasi politik dan DPD

27
mencerminkan representasi teritorial atau regional. Akan tetapi,
menurut Jimly, ide bikameralisme itu tidak tercermin dari pasal-pasal
hasil Perubahan Ketiga dan Keempat UUD 1945, karena fungsi legislasi
DPD tidak diberikan secara penuh. Menurut Jimly dalam hal
kekuasaan legislasi, DPD hanya bersifat penunjang atau auxiliary
terhadap DPR, sehingga DPD hanya dapat disebut sebagai co-legislator
dan bukan legislator yang sepenuhnya. Oleh karena sifat tugasnya di
bidang legislasi hanya menunjang, DPD tidak mempunyai kekuasaan
untuk memutuskan atau berperan dalam proses pengambilan
keputusan. Namun demikian, Jimly mengakui bahwa dalam hal
kekuasaan atau fungsi pengawasan, DPD merupakan organ negara
yang memiliki sifat utama yang sederajat dan sama penting dengan
DPR (main constitutional organ).
Jadi sistem yang dianut oleh Indonesia adalah tidak begitu jelas
apakah bikameral secara keseluruhan ataukah tidak. Inti dari sistem
bikameral adalah kompetisi antara Dewan Pertama dengan Dewan
Kedua dalam pengambilan keputusan sebagai wujud adanya
mekanisme check and balances dalam lembaga legislatif. Di dalam UUD
1945, DPD hanya diberikan wewenang memberi pertimbangan,
mengajukan usul, da melakukan pengawasan terhadap undang-undang
tertentu, sedangkan di sisi lain DPR diberikan wewenang yang penuh
sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sub bab DPR di atas
sehingga posisi antar dewan sangat rtidak berimbang. Apabila ditinjau
dari konsep politik, kata “kewenangan” berarti dapat mengambil
keputusan politik. Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20A ayat (1) dan
ayat (3) telah jelas menentukan secara eksplisit bahwa DPR memegang
kekuasaan membentuk UU serta memiliki fungsi legislasi, pengawasan,
dan anggaran. Tidak ada satupun pasal di dalam UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa DPD mempunyai kewenangan. Jadi tidaklah tepat
apabila DPD disebut sebagai lembaga negara dengan wewenang
terbatas, karena sebenarnya DPD tidak mempunyai kewenangan
sebagaimana yang diatur di dalam UUD 1945.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)


DPRD adalah bentuk lembaga perwakilan rakyat (parlemen) daerah
(provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan pemerintah
daerah. Dibanding pengaturan mengenai MPR, DPR maupun DPR,
pengaturan mengenai DPRD di dalam UUD 1945 sangatlah singkat dan
tidak diatur secara khusus di dalam bab yang berjudul Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, melainkan dimuat di dalam Bab berjudul
Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat (3) menyatakan
bahwa:”Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya
dipilih melalui pemilihan umum”. Berbeda dengan MPR, DPR, dan DPD
yang wewenangnya disebut secara eksplisit. Wewenang DPRD tidak
disebut secara tegas, tetapi selalu terkait dengan wewenang atau hak
dari pemerintahan daerah. Pasal 18 ayat (5) menyatakan bahwa:
”Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan Pemerintah Pusat.” Pasal 18 ayat (6) menyatakan bahwa:
”Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
Karena hal-hal terkait DPRD tidak disebut secara tegas di dalam UUD

28
1945 tetapi selalu dikaitkan dalam kaitan pemerintahan daerah,
pengaturannya sangat tergantung apa isi UU yang mengaturnya
kemudian. Pasal 18 ayat (7) menyatakan bahwa: ”Susunan dan tatacara
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.”
Melihat secara singkat pengaturan antara DPR dan DPRD
tampaknya kesamaan yang jelas hanyalah bahwa kedua lembaga ini
anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilu. Sementara perbedaannya
cukup banyak, misalnya UUD 1945 mengatur jelas apa wewenang,
fungsi, dan hak anggota DPR. Bahkan dalam hal legislasi, UUD 1945
mengatur secara tegas wewenang DPR mengenai kekuasaan
membentuk undang-undang, wewenang DPR melakukan pembahasan,
persetujuan, dan pengesahan RUU. Bahkan juga diatur hak anggota
DPR mengajukan usul RUU. Sedangkan hal serupa untuk DPRD di
tingkat daerah, tidak diatur di dalam UUD 1945.
DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah
(gubernur/bupati/wali kota). Hubungan antara pemerintah daerah dan
DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan
bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara
lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan
sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam
membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan
kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD
adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah
untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-
masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan
kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan
ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-
masing.

B. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian yang terkait dengan Undang-Undang MD3
adalah sebagai berikut:
Pertama, terkait sistem pendukung atau pegawai. Dalam Undang-
Undang MD3 dinyatakan bahwa pegawai Sekretriat Jenderal MPR, DPR,
dan DPD terdiri dari pegawai negeri sipil dan pegawai tidak
tetap.Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian angka (1) definisi Pegawai Negeri adalah
setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya,
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian
menyebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Pegawai Negeri
Sipil Pusat danPegawai Negeri Sipil Daerah. Di samping Pegawai Negeri
pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Yang
dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat
untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan
dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak
tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.

29
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan, dan pembangunan. Dalam kedudukan dan
tugas Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan
partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri Pegawai
Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Dengan demikian perlu adanya singkronisasi Undang-Undang Pokok-
pokok Kepegawaian dengan perubahan Undang-Undang MD3.

Selanjutnya kedua, terkait dengan pejabat negara. Undang-Undang


Pokok-pokok Kepegawaian menyatakan bahwa ketua, wakil ketua,
anggota MPR dan DPR, merupakan pejabat negara. Sementara ketua,
wakil ketua anggota DPD dan DPRD belum/tidak disebutkan sebagai
pejabat negara, hal ini terdapat dalam Pasal 11 yang berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pejabat Negara terdiri dari atas:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan;
d. Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung
pada Mahkamah Agung, serta ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan
Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara laninya yang ditentukan oleh Undang-
undang.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara
diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat
Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu
tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah
selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam
jabatan organiknya."
Ketentuan mengenai pejabat negara ini juga harus disinkronkan
dengan perumusan perubahan RUU MD3.
Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian memuat beberapa
substansi dalam peningkatann penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
nasional sangat tergantung pada aparatur negara khususnya Pegawai
Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional yakni mewujudkan masyarakat madani ynng taat hukum,
berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi,
diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara

30
yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan
pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Di samping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan
pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan
tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih
dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan
Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan
berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier
yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan
untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi
tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan
berkompetisi secara sehat. Dengan demikian pengangkatan dalam
jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan
atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan pelatihan
Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan pangkat, di samping
berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh,
dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam dalam
penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan
program kesejahteraan serta pemberhentian yang merupakan unsur
dalam manajemen Pegawal Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat
maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman
tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri
Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Di samping rnemudahkan
penyelenggaraan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam
dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan
kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil.

C. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara


Substansi yang perlu untuk disinkronisasikan dalam RUU tentang
Perubahan Undang-Undang tentang MD3 dengan Undang-Undang
tentang Keuangan Negara adalah terkait dengan penyusunan dan
penetapan APBN dan APBD.
Penetapan dan Penyusunan APBN dalam Undang-Undang tentang
Keuangan Negara diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 15.
Pengaturan mengenai penetapan APBN dalam Undang-Undang tentang
MD3 telah diatur dalam Pasal 155 sampai dengan Pasal 163. Namun
demikian, mekanisme penyusunan APBN dalam Undang-Undang
tentang MD3 belum disesuaikan dengan pengaturannya dalam Undang-
Undang tentang Keuangan Negara.
Selanjutnya pengaturan lain dalam Undang-Undang tentang
Keuangan Negara yang perlu untuk diatur atau disesuaikan dengan
RUU tentang Perubahan Undang-Undang tentang MD3 adalah terkait
dengan penyusunan dan penetapan APBD yang terdapat dalam Pasal
16 sampai dengan Pasal 20. Dalam Undang-Undang tentang MD3
belum diatur mengenai mekanisme penyusunan dan penetapan APBD
sehingga hal ini perlu untuk diatur.
Pengaturan lainnya dalam Undang-Undang tentang Keuangan
Negara yang perlu diperhatikan dalam perubahan UU tentang MD3
adalah terkait dengan pelaksanaan APBN dan APBD serta
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD. Pelaksanaan APBN

31
dan APBD diatur dalam Pasal 26 sampai dengan 29 Undang-Undang
tentang Keuangan Negara, sedangkan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD diatur dalam Pasal 30 sampai dengan
Pasal 33 UU tentang Keuangan Negara. Dalam Pelaksanaan APBN dan
APBD salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait dengan
penyesuaian APBN/APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan
keadaan dibahas bersama DPR/DPRD dengan Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBN/APBD tahun anggaran yang bersangkutan,
apabila terjadi:
a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan
asumsi yang digunakan dalam APBN;
b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis
belanja;
d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran
yang berjalan.
Selanjutnya terkait dengan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD, substansi yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan
pelaporan yang dilakukan oleh presiden atau gubernur terkait dengan
penyampaian RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.

D. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara
Ketentuan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang
terkait dengan Undang-Undang MD3, yaitu terkait dengan ketentuan
kewenangan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dalam menyusun anggaran,
yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Dalam
Pasal 4 ayat (2) tersebut dinyatakan bahwa Menteri/pimpinan lembaga
selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan negara;
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
utang dan piutang;
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan
perintah pembayaran;
g. menggunakan barang milik negara;
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
barang milik negara;
i. mengawasi pelaksanaan anggaran;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Kewenangan untuk menyusun anggaran tersebut terjabarkan
dalam Pasal 5, Pasal 73, Pasal 225 Undang-Undang MD3. Pasal 5
Undang-Undang MD3 menyatakan bahwa:

32
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, MPR menyusun anggaran yang
dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, MPR
dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya
kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran MPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal MPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) MPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran
MPR dalam peraturan MPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) MPR melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) melalui Sekretariat Jenderal MPR kepada publik
pada akhir tahun anggaran.
Selanjutnya dalam Pasal 73 Undang-Undang MD3 juga dinyatakan
bahwa:
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71, DPR menyusun anggaran yang
dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPR
dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya
kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran DPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR di bawah
pengawasan Badan Urusan Rumah Tangga sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) DPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran
DPR dalam peraturan DPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) DPR melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.
Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 225 Undang-Undang MD3,
di mana dinyatakan bahwa:
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 224, DPD menyusun anggaran yang
dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD
dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya
kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah
pengawasan Panitia Urusan Rumah Tangga sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran
DPD dalam peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) DPD melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.

33
Namun demikian, untuk DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota tidak diatur ketentuan mengenai penyusunan
anggaran. Pada prinsipnya seharusnya DPRD sebagai salah satu entitas
lembaga legislatif daerah perlu pula memiliki kewenangan yang sama.
Akan tetapi jika DPRD Provinsi atau DPRD kabupaten/kota masih
menjadi bagian dari pemerintahan daerah, maka kewenangan
menyusun dan mengelola keuangan atau anggaran masih berada pada
pemimpin kepala daerahnya, yaitu gubernur dan bupati/walikota.

E. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan


Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Keterkaitan Undang-Undang MD3 dengan Undang-Undang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Keuangan Negara terletak pada
beberapa substansi pemeriksanaan dan pengelolaan tanggung jawab
keuangan Negara yang terdapat dalam beberapa pasal.
Pasal 71 huruf n Undang-Undang MD3. Dalam Pasal tersebut
dinyatakan bahwa yang menjadi salah satu tugas dan wewenang DPR
adalah membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan
oleh BPK. Dalam Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, hal tersebut diatur secara analogis
dalam Pasal 21, di mana menyebutkan bahwa lembaga perwakilan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan
pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
Selanjutnya, ketentuan dalam Pasal 96 ayat (2) huruf d dan Pasal
113 ayat (1) huruf c, yang dinyatakan dalam Pasal 96 ayat (2) huruf d
bahwa salah satu tugas komisi di bidang anggaran adalah mengadakan
pembahasan laporan keuangan Negara dan pelaksanaan APBN
termasuk hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup
tugasnya, sedangkan dalam Pasal 113 ayat (1) huruf c dinyatakan
bahwa menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan
hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi. Kedua ketentuan ini
merupakan pelaksanaan teknis dari pembahasan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 71 huruf n, dimana ini merupakan korelasi
pelaksanaan teknis sebagaimana dinyatakan pula dalam Pasal 21
Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
Selanjutnya, terkait dengan pemeriksaan keuangan negara yang
melibatkan DPD, dalam Pasal 224 Undang-Undang MD3, dinyatakan
bahwa salah satu tugas dan kewenangan DPD adalah menerima hasil
pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat
pertimbangan kepada DPR mengenai RUU yang berkaitan dengan
APBN. Kaitan mengenai hal ini dalam Undang-Undang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara secara tersirat
diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (5) yang menyatakan bahwa
laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat
disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2
(dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat,
serta laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan
kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya
secara lebih teknis dalam Pasal 260 Undang-Undang MD3, diatur
mengenai prosedur penyampaian hasil pemeriksaan keuangan negara
yang dilakukan oleh Pimpinan BPK kepada DPD.
Dalam kaitannya dengan pemeriksaan dan pengelolaan tanggung
jawab keuangan negara di daerah khusus pada DPRD Provinsi dan

34
DPRD Kabupaten/Kota, dalam Undang-Undang MD3 belum diatur. Hal
ini terlihat tidak sinkron apabila dilihat aturannya dalam Pasal 17 ayat
(2), ayat (4), dan ayat (5), dan Pasal 21 Undang-Undang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam Pasal 17
ayat (2) dinyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan
dari pemerintah daerah. Selanjutnya dalam ayat (4) menyatakan bahwa
laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Dan kemudian dalam
ayat (5) juga dinyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan dengan
tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
Sedangkan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan
bahwa:
(1) Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK
dengan melakukan pembahasan sesuai dengan
kewenangannya.
(2) DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka
menindaklanjuti hasil pemeriksaan.
(3) DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan.
(4) DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan
tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau ayat (3).
Berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
khususnya mengenai peran serta DPRD dalam pelaksanaan
pemeriksaan dan pengelolaan tanggung jawab keuangan daerah,
seharusnya menjadi sinkron apabila ketentuan tersebut juga diatur
serupa dalam Undang-Undang MD3, baik dalam tugas dan kewenangan
secara umum DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, maupun
dalam penjabaran teknis yang dilakukan oleh alat kelengkapan DPRD
Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, agar ketiga fungsi yang
dilaksanakan oleh DPRD yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan dapat berjalan layaknya fungsi yang terdapat dalam DPR.

F. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan


Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah
dan DPRD menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 7 menyebutkan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah. Tentu saja pengertian DPRD tersebut harus
disinkronkan dengan Undang-Undang MD3.
Selain itu pengaturan mengenai pinjaman daerah wajib
mendapatkan persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan Pasal 53
ayat (4) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

35
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang
wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Selanjutnya dalam penerbitan
obligasi daerah Daerah, Kepala Daerah terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan DPRD dan Pemerintah sesuai ketentuan pasal 58 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Kemudian dalam Ketentuan Pasal 66 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
menyatakan pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi semua
penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Surplus APBD dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran
berikutnya. Penggunaan surplus APBD tersebut digunakan untuk
membentuk dana cadangan atau penyertaan dalam perusahaan daerah
harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD.
Selain itu juga kewenangan DPRD yang tercantum dalam Undang-
Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah adalah dalam hal Kepala Daerah mengajukan
rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. DPRD bersama
dengan Pemerintah Daerah membahas Rancangan APBD yang
disampaikan dalam rangka mendapatkan persetujuan. Rancangan
APBD yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah
dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

G. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah
Undang-undang ini memuat ketentuan tentang Pemerintahan
Daerah. Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan
daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih
secara demokratis. Kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, dan perangkat daerah.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara, langsung
oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah
kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan suara
dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah tertentu.
Susunan dan kedudukan DPRD yang mencakup keanggotaan,
pimpinan, fungsi, tugas, wewenang, hak, kewajiban, penggantian antar
waktu, alat kelengkapan, protokoler, keuangan, peraturan tata tertib,
larangan dan sanksi, diatur di dalam Undang-Undang MD3.
Melalui UU ini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi,
kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara
pemilihan kepala daerah.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan
hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan.
Kedudukan, yang setara, bermakna bahwa diantara lembaga
pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar,
artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat
kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah, Hubungan kemitraan
bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-

36
sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk
melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing
sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja
yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun
pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah
Daerah, artinya prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari
Pemerintah Daerah. Khusus peraturan daerah tentang APBD
rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup
keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan daerah dan
ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan
menempatkannya dalam Lembaran Daerah.
Dalam ketentuan umum Undang-Undang ini, defenisi
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945.
Sementara definisi Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati,
atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. Adapun pengertian Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penganturan tentang DPRD terdapat dalam Pasal 39 sampai
dengan Pasal 55. Pasal 39 menyebutkan bahwa ketentuan tentang
DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini berlaku
ketentuan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD, yang sekarang telah diubah menjadi Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3. Kedudukan dan Fungsi
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(Pasal 40) DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
(Pasal 41). Tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPRD berturut turut
terdapat dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 45. Mengenai alat
kelengkapan DPRD terdapat dalam Pasal 46 samapi dengan Pasal 53.
Adapun Larangan dan pemberhentian Anggota DPRD (Pasal 54) dan
Penggantian antarwaktu terdapat dalam Pasal 55.
Defenisi pemerintahan daerah, definisi DPRD dan substansi Pasal
39 sampai Pasal 55, perlu diharmonisasikan dan disinkronisasikan
supaya tidak adanya tumpang tindih atau pertentangan pengaturan
dalam Undang-Undang MD3.

H. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa


Keuangan
Dengan berlakunya Undang-Undang tentang BPK, terdapat
beberapa ketentuan substansi yang perlu disinkronisasikan dengan
pengaturan yang terdapat di Undang-Undang tentang MD3. Pertama,
terkait dengan penyerahan hasil pemeriksaan BPK yang diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7.
Sejauh ini dalam Undang-Undang tentang MD3 belum diatur secara
jelas mengenai keterkaitan penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada
DPR, DPD, dan BPK. Untuk itu, hal ini perlu dirumuskan lebih lanjut.
Selanjutnya kedua, dalam Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang
tentang BPK diatur bahwa hasil pemantauan pelaksanaan ganti

37
kerugian negara/daerah akan diberitahukan secara tertulis kepada
DPD, DPD, dan DPRD. Substansi ini belum diatur dengan jelas dalam
Undang-Undang tentang MD3.
Ketiga, dalam hal pemberhentian pimpinan atau anggota BPK,
menurut Pasal 19 Undang-Undang tentang BPK, DPR memiliki
kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian tidak dengan hormat
terhadap Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK karena:
1. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih;
2. melanggar kode etik BPK;
3. tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama 1 (satu)
bulan berturut-turut tanpa alasan yang sah;
4. melanggar sumpah atau janji jabatan;
5. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
atau
6. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPK.
Namun demikian, kewenangan ini belum diatur secara jelas dalam
kewenangan DPR. Oleh karena itu, kewenangan DPR untuk hal ini
perlu diatur dalam perubahan Undang-Undang tentang MD3
mendatang.
Keempat, dalam hal pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan BPK, DPR dapat menunjuk akuntan publik untuk melakukan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang
dilakukan oleh BPK, di mana hasil pemeriksaan ini diserahkan kembali
kepada DPR. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-
Undang tentang BPK. Ketentuan ini perlu disinkronisasikan dengan
pengaturan di Undang-Undang tentang MD3, sekaligus pula diatur
tindak lanjut yang perlu dilakukan DPR terhadap laporan pemeriksaan
tersebut.

I. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum


Presiden dan Wakil Presiden
Dalam Undang-Undang ini penyelenggaraan Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat
sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara
dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan UUD 1945. Disamping itu, pengaturan terhadap
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam Undang-Undang ini juga
dimaksudkan untuk menegaskan sistem presidensiil yang kuat dan
efektif, di mana Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak hanya
memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, namun dalam rangka
mewujudkan efektifitas pemerintahan juga diperlukan basis dukungan
dari DPR.
Undang-Undang ini mengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden untuk menghasilkan Presiden dan Wakil
Presiden yang memiliki integritas tinggi, menjunjung tinggi etika dan
moral, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. Untuk
mewujudkan hal tersebut, dalam Undang-Undang ini diatur beberapa
substansi penting yang signifikan antara lain mengenai persyaratan

38
Calon Presiden dan Wakil Presiden wajib memiliki visi, misi, dan
program kerja yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun ke depan.
Dalam konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan Presidensiil,
menteri yang akan dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden
harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke Komisi Pemilihan
Umum. Selain para Menteri, Undang-Undang ini juga mewajibkan
kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi,
Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Panglima Tentara Nasional
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila dicalonkan
menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Pengunduran diri para pejabat
negara tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan dan terwujudnya etika politik ketatanegaraan. Untuk
menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan, gubernur/wakil
gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota perlu
meminta izin kepada Presiden pada saat dicalonkan menjadi Presiden
atau Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
terpilih adalah pemimpin bangsa, bukan hanya pemimpin golongan
atau kelompok tertentu.
Untuk itu, dalam rangka membangun etika pemerintahan terdapat
semangat bahwa Presiden atau Wakil Presiden terpilih tidak merangkap
jabatan sebagai Pimpinan Parpol yang pelaksanaannya diserahkan
kepada Parpol masing-masing. Proses pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden dilakukan melalui kesepakatan tertulis Parpol atau Gabungan
Parpol dalam pengusulan Pasangan Calon yang memiliki nuansa
terwujudnya koalisi permanen guna mendukung terciptanya efektifitas
pemerintahan. Adapun mengenai pengaturan Kampanye, Undang-
Undang ini mengatur perlunya dilaksanakan debat Pasangan Calon
dalam rangka mengefektifkan penyebarluasan visi, misi, dan program
Pasangan Calon yang bersifat edukatif dan informatif.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini yang mengatur terkait UU
MD3 terdapat dalam Pasal 8 dan Pasal 9 mengenai Tata Cara
Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dimana
Pasangan Calon Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan
oleh Parpol atau Gabungan Parpol peserta Pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari
suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasangan Calon Presiden dan calon Wakil Presiden terpilih
ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan dalam berita acara
hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Berita acara disampaikan
pada hari yang sama oleh KPU kepada:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
2. Dewan Perwakilan Rakyat;
3. Dewan Perwakilan Daerah;
4. Mahkamah Agung;
5. Mahkamah Konstitusi;
6. Presiden;
7. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan
Pasangan Calon; dan
8. Presiden dan Wakil Presiden terpilih (Pasal 160).
Ketentuan lain yang terkait Undang-Undang MD3 adalah mengenai
pelantikan yang terdapat dalam Pasal 161 dan 162. Pasangan Calon
terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis

39
Permusyawaratan Rakyat. Dalam hal calon Wakil Presiden terpilih
berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Presiden terpilih dilantik
menjadi Presiden. Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan tetap
sebelum pelantikan, calon Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi
Presiden. (Pasal 161)
Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut
agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang
paripurna MPR bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden. Jika MPR tidak dapat bersidang Presiden dan Wakil
Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna DPR. Jika DPR,
Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR
dengan disaksikan oleh pimpinan MA. Pengucapan sumpah/janji
tersebut merupakan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
(Pasal 162)
Dengan demikian mengenai pelantikan perlu adanya sinkronisasi
Undang-Undang tentang Pilpres ini dengan RUU MD3.

J. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan


Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010
tentang Keprotokolan (Undang-Undang tentang Keprotokolan),
pimpinan lembaga negara dan anggota baik di MPR, DPR, dan DPD
yang merupakan pejabat negara memiliki hak dan fasilitas
keprotokolan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1,
Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata
Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk
penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau
kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Undang tentang Keprotokolan
menyebutkan bahwa:
Pengaturan Keprotokolan bertujuan untuk:
b. memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi
internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau
Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara,
pemerintahan, dan masyarakat;
c. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar
berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan
ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional
maupun internasional; dan
d. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan
antarbangsa.
Hak keprotokolan yang dimiliki oleh pejabat negara ini terkait
dengan acara kenegaraan dan acara resmi yang dilaksanakan sesuai
dengan aturan Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan,
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1). Mengingat pentingnya
pengaturan mengenai keprotokolan, dalam perubahan Undang-Undang
tentang MD3 dirasa penting memasukkan ketentuan bahwa untuk
pimpinan dan anggota lembaga negara yang terdapat dalam MPR, DPR,
dan DPD berhak mendapatkan hak-hak keprotokoleran.

K. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara


Pemilihan Umum

40
Materi yang berhubungan dengan pengaturan perubahan Undang-
Undang tentang MD3 apabila dikaitkan dengan Undang-Undang
tentang Penyelenggara Pemilu adalah mengenai pengajuan calon KPU
oleh DPR dalam Pasal 12 menyatakan Presiden membentuk
keanggotaan tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 (sebelas)
orang dengan memperhatikan keterwakilan perempuan. Tim seleksi
tersebut membantu Presiden untuk menetapkan calon anggota KPU
yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain itu dalam Pasal 15 Undang-Undang tentang Penyelenggara
Pemilu mencantumkan proses pemilihan anggota KPU di Dewan
Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU
dari Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota KPU
berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan. Dewan Perwakilan
Rakyat menetapkan 7 (tujuh) calon anggota KPU peringkat teratas dari
14 (empat belas) calon sebagai calon anggota KPU terpilih. Dalam hal
tidak ada calon anggota KPU yang terpilih atau calon anggota KPU
terpilih kurang dari 7 (tujuh) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta
Presiden untuk mengajukan kembali bakal calon anggota KPU sejumlah
2 (dua) kali nama calon anggota KPU yang dibutuhkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak surat penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima
oleh Presiden. Penolakan terhadap bakal calon anggota KPU oleh Dewan
Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
Pengajuan kembali bakal calon anggota KPU bukan berasal dari bakal
calon yang telah diajukan sebelumnya. Pemilihan calon anggota KPU
yang diajukan sebagaimana dilaksanakan berdasarkan mekanisme
yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian Dewan
Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota KPU terpilih
kepada Presiden.
Selanjutnya kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tercantum dalam Pasal 38 Undang-Undang tentang Penyelenggara
Pemilu menyatakan KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan
setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur kepada gubernur
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Demikian juga dalam
Pasal 39 menyatakan KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota
kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
Selanjutnya dalam Pasal 74 mengenai kewajiban Bawaslu
menyatakan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan
Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan. Kemudian
Pasal 89 mengenai kewenangan DPR adalah dalam proses pemilihan
anggota Bawaslu di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
berkas calon anggota Bawaslu dari Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat
memilih calon anggota Bawaslu berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan. Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima) calon
anggota Bawaslu peringkat teratas dari 10 (sepuluh) calon sebagai calon
anggota Bawaslu terpilih. Dalam hal tidak ada calon anggota Bawaslu
yang terpilih atau calon anggota Bawaslu terpilih kurang dari 5 (lima)
orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk mengajukan
kembali bakal calon anggota Bawaslu sejumlah 2 (dua) kali nama calon
anggota Bawaslu yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat

41
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat
penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden.
Penolakan terhadap bakal calon anggota Bawaslu oleh Dewan
Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
Pengajuan kembali bakal calon anggota Bawaslu bukan berasal
dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya. Pemilihan calon
anggota Bawaslu yang diajukan dilaksanakan berdasarkan mekanisme
yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat
menyampaikan nama calon anggota Bawaslu terpilih kepada Presiden.
Kemudian dalam Pasal 90 Presiden mengesahkan calon anggota
Bawaslu terpilih yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya 5 (lima) nama
anggota Bawaslu terpilih.
Selanjutnya hal yeng berkaitan dengan DPR, DPD, dan DPRD
adalah dalam Pasal 91 menyatakan untuk mengawasi tahapan
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kerja masing-masing.

L. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
Sebelum amandemen ketiga UUD 1945, eksistensi Parpol
memperoleh dasar konstitusionalnya dalam Pasal 28 UUD 1945 yang
menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Sejak amandemen
ketiga UUD 1945 secara eksplisit ditentukan peranan Parpol dalam
pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden {Pasal 6A ayat
(2)} untuk dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, UUD 1945
menentukan pula peranan Parpol sebagai peserta Pemilu untuk
memilih anggota DPR dan anggota DPRD {Pasal 22E ayat (3)}. Pemikiran
yang mendasari konsep partisipasi politik ialah bahwa kedaulatan ada
di tangan rakyat, yang melaksanakannya melalui kegiatan bersama
untuk menetapkan tujuan serta masa depan masyarakat itu, dan untuk
menentukan orang-orang yang akan memegang pimpinan untuk masa
berikutnya. Jadi partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari
penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Parpol
diharapkan dapat menjadi sarana yang efektif untuk turut menentukan
kebijakan publik dan memilih pemimpin politik yang dipercaya untuk
menjalankan kekuasaan untuk kepentingan rakyat.
Sesudah amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2002 telah
diundangkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai
Politik untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999
tentang Partai Politik yang dipandang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan perubahan ketatanegaraan. Dalam
perkembangan selanjutnya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik oleh pembentuk Undang-Undang dipandang perlu
untuk diperbaharui sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat.
Sehubungan dengan itu, pada tahun 2008 telah diundangkan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Pada tahun 2011
akhirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
dirubah lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001
tentang Peruabahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008

42
tentang Partai Politik. Diantara pasal-pasal yang diubah tersebut antara
lain:
a. Pasal 1 angka 7 mengenai istilah Kementerian.
b. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (5) mengenai pendirian Parpol dan
kepengurusan Parpol.
c. Pasal 3 ayat (1), ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e
mengenai pendaftaran Parpol menjadi badan hukum.
d. Pasal 4 ayat (1) mengenai penerimaan pendaftaran Parpol.
e. Pasal 5 mengenai AD/ART Parpol.
f. Pasal 16 mengenai pemberhentian keanggotaan Parpol.
g. Pasal 19 mengenai kepengurusan Parpol.
h. Pasal 23 ayat (2) mengenai kepengurusan Parpol.
i. Pasal 29 ayat (1a) mengenai rekrutmen Parpol.
j. Pasal 32 mengenai perselisihan Parpol.
k. Pasal 33 ayat (1) mengenai penyelesaian perselisihan.
l. Pasal 34 mengenai keuangan Parpol.
m. Pasal 34A mengenai laporan Parpol.
n. Pasal 35 ayat (1c) mengenai perusahaan atau badan usaha.
o. Pasal 39 mengenai pengelolaan keuangan Parpo.
p. Pasal 45 mengenai pembubaran Parpol.
q. Pasal 47 mengenai sanksi.
r. Pasal 51 mengenai verifikasi Parpol.
Pada prinsipnya, secara keseluruhan Undang-Undang Partai
Politik mengatur syarat pembentukan Parpol, perubahan AD dan ART,
asas dan ciri, tujuan dan fungsi, hak dan kewajiban Parpol,
keanggotaan dan kedaulatan anggota, organisasi dan tempat
kedudukan, pengambilan keputusan, rekrutmen politik, peraturan dan
keputusan Parpol, pendidikan politik, penyelesaian perselisihan Parpol,
keuangan, larangan, pembubaran dan penggabungan Parpol, dan
pengawasan.
Di dalam Pasal 12 Undang-Undang Partai Politik lebih detil
mengatur hubungan antara Parpol dengan MPR, DPR, dan DPRD,
diantaranya adalah:
a. Dapat ikut serta dalam Pemilu untuk memilih anggota DPR,
DPRD.
b. Dapat membentuk fraksi di tingkat MPR, DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota.
c. Mengajukan calon, memberhentikan anggota, dan mengajukan
pergantian antarwaktu untuk mengisi keanggotaan DPR dan
DPRD.
Dalam hal anggota Parpol diberhentikan adalah anggota lembaga
perwakilan rakyat, secara otomatis anggota tersebut berhenti sebagai
anggota di lembaga perwakilan rakyat tersebut sesuai dengan
ketentuan Pasal 16. Apabila anggota dari Parpol mendapatkan kursi di
DPR dan DPRD maka berhak untuk mendapatkan bantuan keuangan
dari APBN yang diberikan secara proporsional sesuai dengan ketentuan
Pasal 34.
Kondisi yang terbaru saat ini adalah bahwa ketentuan dalam Pasal
51 ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c) Undang-Undang Partai Politik
telah diuji materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK mengabulkan
permohonan Pemohon dalam perkara Nomor 15/PUU-IX/2011. MK
menyatakan bahwa Pasal 51 ayat (1), Pasal 51 ayat (1a) sepanjang frasa
”Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, Pasal 51
ayat (1b), dan Pasal 51 ayat (1c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang

43
Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dalam pembacaan
putusan 4 Juli 2011. Dalam hal ini MK berpendapat bahwa pengaturan
status badan hukum Parpol, baik oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik maupun Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, telah
tepat dan benar. Oleh karena Parpol masih tetap diakui berstatus
badan hukum maka status badan hukum tersebut haruslah tetap
mendapat perlindungan konstitusional oleh Pasal 28C ayat (2), Pasal
28D ayat (1), dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Dalam hal ini, MK sependapat dengan para Pemohon bahwa
adanya frasa ”tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban
melakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang ini dengan
mengikuti verifikasi” yang terdapat dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 adalah tidak jelas maksudnya. Frasa
”kewajiban mengikuti verifikasi”, menurut MK, mempunyai akibat
hukum terhadap eksistensi para Pemohon sebagai Parpol yang
berbadan hukum, yaitu apakah hasil verifikasi dapat secara langsung
mempengaruhi eksistensi Parpol dalam hal ini para Pemohon. Artinya,
sebagai Parpol, para Pemohon akan kehilangan status badan
hukumnya karena tidak lolos verifikasi. MK berpendapat, hal tersebut
akan melanggar kepastian hukum terhadap para Pemohon yang oleh
Undang-Undang sebelumnya telah dijamin keberadaannya sebagai
Parpol yang berbadan hukum. Seharusnya dibedakan antara tata cara
pembentukan atau pendirian Parpol dengan aturan tentang syarat-
syarat yang dibebankan kepada Parpol agar sebuah Parpol dapat
mengikuti Pemilu, serta ketentuan yang mengatur mengenai
kelembagaan DPR. Menurut MK, Parpol dalam sistem UUD 1945
mempunyai fungsi yang sangat penting karena secara eksplisit
memberikan hak konstitusional kepada Parpol, terutama dalam Pasal
6A ayat (2), Pasal 8 ayat (3), dan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945. Oleh
karena itu, Parpol harus mendapatkan kepastian hukum untuk
menjamin hak konstitusionalnya termasuk para Pemohon sebagai
Parpol yang telah mempunyai kedudukan sebagai badan hukum. Di
dalam pertimbangan putusannnya MK juga menyatakan bahwa
terjaminnya kelangsungan eksistensi Parpol yang berbadan hukum,
yang gagal menempatkan wakilnya dalam lembaga perwakilan dalam
suatu masa Pemilu, akan terhindar pula adanya musim pendirian
Parpol pada setiap menjelang pelaksanaan Pemilu.

M. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A UUD 1945.
Ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja
undang-undang tetapi mencakup pula peraturan perundang-undangan
lainnya, selain UUD 1945 dan Ketetapan MPR. Undang-Undang ini
menambahkan Ketetapan MPR sebagai salah satu jenis peraturan
perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah UUD 1945.
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;

44
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 7)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain diatas mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau Pemerintah atas
perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan. (Pasal 8)
Dalam ketentuan umum Undang-Undang ini, definisi Undang-
Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Definisi Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.
Ketentuan Undang-Undang PPP yang berkaitan dengan Undang-
Undang MD3 adalah mengenai Prolegnas dan penyusunannya (Pasal 20
dan 21). Ketentuan lain yang sangat berkaitan dengan Undang-Undang
MD3 adalah Bab V mengenai penyusunan peraturan perundang-
undangan, yang melibatkan DPR. Disamping itu, juga melibatkan DPD
terkait hak DPD yang dapat mengajukan RUU tertentu. RUU yang
diajukan oleh DPD adalah RUU yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya;dan
e. perimbangan keuangan pusat dan daerah. (Pasal 45)
RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan
komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang
legislasi atau DPD. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi RUU yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan RUU diatur dengan
Peraturan DPR. (Pasal 46)
RUU dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD
kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik.Usul RUU
disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU. Alat
kelengkapan dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi RUU dapat mengundang pimpinan alat
kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan
Undang-Undang untuk membahas usul RUU. Alat kelengkapan
menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil pengharmonisasian
kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diumumkan dalam rapat
paripurna. (Pasal 48)
Terkait subtansi DPRD adalah dalam penyusunan peraturan
daerah. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD

45
Provinsi atau Gubernur. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai
dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Dalam
hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
b. pencabutan Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. perubahan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya terbatas
mengubah beberapa materi, disertai dengan keterangan yang
memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi
dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus
menangani bidang legislasi.
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Gubernur
dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi
vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum. (Pasal 58)
Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 63)
Bab VII Undang-Undang PPP juga mempunyai kaitan sangat erat
dengan MD3, yaitu mengenai pembahasan dan pengesahan rancangan
undang-undang. Disamping DPR sebagai pihak yang mempunyai
kewenangan bersama Presiden untuk membahas RUU dan
mendapatkan persetujuan bersama, DPD juga dapat ikut membahas
RUU tertentu yang berkaitan dengan otonomi daerah. Ketentuan ini
terdapat dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 71. Namun, perlu
sinkronisasi dan kejelasan sejauhmana dan tahapan mana saja DPD
terlibat dalam pembahasan tersebut.

N. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum


Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Substansi yang dapat menjadi perhatian dalam pengaturan
perubahan Undang-Undang tentang MD3 apabila dikaitkan dengan
Undang-Undang Pemilu Legislatif adalah menyangkut persyaratan
untuk menjadi anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) dan pasal
50 ayat (1). Syarat anggota DPD diantaranya:
a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh
satu) tahun atau lebih;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa
Indonesia; dan
e. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat.
Selanjutnya, syarat sebagai anggota DPR dan DPRD, baik anggota
DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota diantaranya:
a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh
satu) tahun atau lebih;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

46
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat; dan
e. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Substansi lainnya dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif yang
dapat disinkronisasikan dalam perubahan Undang-Undang tentang
MD3 adalah terkait dengan penggantian calon terpilih anggota DPR,
DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 218 ayat (1) Undang-Undang tentang Pemilu
Legislatif.

O. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman


Penyusunan Peraturan DPRD Tentang Tata Tertib DPRD
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap kedudukan,
fungsi, tugas dan wewenang, hak, dan kewajiban DPRD. Dalam
kapasitasnya, DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan daerah
mempunyai kedudukan yang sama dengan pemerintah daerah dalam
membangun dan mengusahakan dukungan dalam penetapan kebijakan
pemerintahan daerah, yang dapat menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat sehingga kebijakan dimaksud dapat diterima oleh
masyarakat luas.
Kedudukan dan fungsi yang seimbang antara DPRD dan
pemerintah daerah juga dimaksudkan agar hubungan DPRD dengan
pemerintah daerah dapat berjalan secara serasi dan tidak saling
mendominasi satu sama lain, dalam praktiknya dilaksanakan melalui
penyeimbangan antara mengelola dinamika politik di satu pihak dan
tetap menjaga stabilitas pemerintahan daerah di pihak lain, sehingga
pola keseimbangan pengelolaan pemerintahan daerah yang dilakukan
dapat memberikan manfaat secara signifikan bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat di daerah. Guna meningkatkan kualitas,
produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan rakyat, serta guna mewujudkan peran DPRD dalam
mengembangkan check and balances antara DPRD dan pemerintah
daerah, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 325 ayat (1), Pasal
376 ayat (1), Pasal 338, dan Pasal 389 Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Peraturan Pemerintah ini ditetapkan untuk menjadi
pedoman bagi DPRD dalam menyusun Peraturan DPRD tentang Tata
Tertib DPRD.
Terkait dengan fungsi DPRD, sebagaimana yang diatur di dalam
Pasal 2 sama dengan fungsi yang dimiliki oleh DPR, yaitu sama fungsi
legislasi, anggaran, pengawasan. Fungsi legislasi diwujudkan dalam
membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah. Kemudian fungsi
anggaran diwujudkan dalam membahas dan menyetujui rancangan
anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama kepala daerah.

47
Untuk fungsi pengawasan, diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan
peraturan daerah dan APBD. Sedangkan untuk hak DPRD dimuat di
dalam Pasal 9, yaitu interpelasi, angket, menyatakan pendapat.
Secara keseluruhan DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
1. membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah;
2. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan
daerah mengenai APBD yang diajukan oleh kepala daerah;
3. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan APBD;
4. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui gubernur bagi DPRD kabupaten/kota,
untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian;
5. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan
jabatan wakil kepala daerah;
6. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
7. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
8. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
9. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan
daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani
masyarakat dan daerah;
10. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
11. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Khusus untuk alat kelengkapan DPRD diatur di dalam Bab VII
Pasal 36, yaitu terdiri atas Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi,
Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan, dan alat
kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Pengaturan untuk pimpinan DPRD diatur di dalam Pasal 37, yaitu:
1. 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua untuk
DPRD provinsi yang beranggotakan 85 (delapan puluh lima)
orang sampai dengan 100 (seratus) orang;
2. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan 45 (empat puluh lima) orang
sampai dengan 84 (delapan puluh empat) orang;
3. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua untuk
DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang
sampai dengan 44 (empat puluh empat) orang;
4. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua untuk DPRD
kabupaten/kota yang beranggotakan 45 (empat puluh lima)
orang sampai dengan 50 (lima puluh) orang; atau
5. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh)
orang sampai dengan 44 (empat puluh empat) orang.
Untuk tata cara pembentukan peraturan daerah diatur di dalam
Bab IX Pasal 81. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari
DPRD atau kepala daerah yang harus disertai penjelasan atau
keterangan dan/atau naskah akademik. Dalam mengajukan rancangan
peraturan daerah tersebut harus berdasarkan program legislasi daerah,

48
walaupun demikian dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah
dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di luar program
legislasi daerah. Khusus untuk larangan dan sanksi diatur di dalam
Bab XI mulai dari Pasal 98, yaitu dilarang merangkap menjadi pejabat
negara atau pejabat daerah lainnya, hakim pada badan peradilan atau
pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian
Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik Negara
(BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD. Selain itu, anggota DPRD
juga dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada
lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau
pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan
tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD.

49
BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan argumentasi yang terkait dengan
pemikiran-pemikiran mendasar tentang kewajiban negara, dan hak-hak
dasar warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan
dan Batang Tubuh UUD 1945. Landasan filosofis tersebut menjadi
acuan perumusan dan pembuatan materi muatan peraturan
perundang-undangan untuk mewujudkan tujuan negara. Selanjutnya
argumentasi sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris
mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat yang
terkait dengan materi muatan RUU. Sedangkan argumentasi yuridis
menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau
materi yang akan diatur. Beberapa persoalan hukum itu antara lain,
peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis
atau tumpang tindih, jenis peraturannya lebih rendah dari Undang-
Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada,
tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum
ada.
Dengan demikian, sebenarnya pertimbangan filosofis berbicara
mengenai bagaimana seharusnya (das sollen) yang bersumber dari
amanat konstitusi. Pertimbangan sosiologis menyangkut fakta empiris
(das sein) yang merupakan abstraksi dari kajian teoritis, kepustakaan,
dan konstataring fakta. Sedangkan pertimbangan yuridis didasarkan
pada abstraksi dari kajian pada analisa dan evaluasi peraturan
perundang-undangan yang ada. Argumentasi filosofis, sosiologis, dan
yuridis ini kemudian dituangkan dan tercermin dalam ketentuan
menimbang dari suatu undang-undang. Itu berarti, rumusan dan
sistematika ketentuan menimbang secara berurutan memuat substansi
argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagai dasar dari
pembentukan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Argumentasi filosofis pembentukan Undang-Undang tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) didasarkan pada tujuan pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia, yaitu melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Atas dasar tujuan
tersebut, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
UUD 1945 yang membentuk susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
UUD 1945 merupakan konstitusi politik, sosial, dan ekonomi yang
harus menjadi acuan bernegara dan berpemerintahan. Sebagai
konsekuensi dari supremasi konstitusi dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalam suatu sistem hukum, maka perubahan

50
konstitusi mengharuskan adanya perubahan sistem, kelembagaan, dan
pelaksanaannya oleh lembaga negara dan institusi pemerintahan. Oleh
karena itu, upaya membangun sistem kelembagaan MPR, DPR, DPD,
dan DPRD harus dilakukan berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
yang terkandung dalam UUD 1945, yaitu sebagai berikut:
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan politik, sosial, dan
ekonomi sehingga berhak atas pelayanan pemerintahan atau
negara yang baik.
2. Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang
berbentuk republik dan kedaulatan ada di tangan rakyat yang
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, serta
kekuasaan pemerintahan negara dipegang oleh Presiden.
3. Negara Republik Indonesia terdiri atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai
pemerintahan daerah dalam wadah kesatuan Republik
Indonesia.
4. Negara Republik Indonesia diselenggarakan oleh oleh lembaga-
lembaga negara untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara.
5. Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak
untuk terus menerus meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata dalam
segala aspek kehidupan serta diselenggarakan secara terpadu,
terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan
suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun
spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Dalam konteks tersebut, semua lembaga negara yang
mewakili kepentingan rakyat harus menjalankan tugas secara
bertanggungjawab untuk kepentingan rakyat.
6. Sejalan dengan prinsip dan tujuan bernegara tersebut di atas,
maka semua lembaga negara dan pemerintahan harus
mempunyai tugas dan fungsi yang jelas dalam penyelenggaraan
negara. Lembaga-lembaga tersebut adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).

B. Landasan Sosiologis
Kehadiran lembaga-lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga
perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah, serta lembaga
perwakilan rakyat daerah, yang memiliki kemampuan dalam
memainkan peran secara maksimal dalam tata pengelolaan negara dan
pemerintahan merupakan sebuah kebutuhan.
Realitas sosial mengisyaratkan bahwa berbagai persoalan dan
kebutuhan publik senantiasa mengandalkan pentingnya kehadiran
lembaga-lembaga permusyawaratan dan perwakilan politik dalam
penanganannya. Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan
daerah yang bertumpu pada eksekutif, secara faktual tidak selalu dapat
dijadilkan andalan dalam penyelesaian persoalan dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Bahkan secara sosiologis, ketidakadilan justru
sering terjadi dalam sistem sosial yang dikelola tanpa perwakilan
politik.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah penataan terhadap lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga

51
perwakilan daerah, serta lembaga perwakilan rakyat daerah sehingga
dapat menjalankan tugas fungsi dan kewenangannya secara efisien,
efektif, transparan, optimal, dan aspiratif. Dengan dilaksanakannya
tugas dan kewenangan secara efisien, efektif, transparan, optimal dan
aspiratif diharapkan dapat menjawab seluruh persoalan masyarakat
yang terjadi saat ini.
Disamping itu, penataan yang dilakukan adalah dalam kerangka
penguatan sistem perwakilan yang menunjang system pemerintahan
presidensiil yang kuat, di mana terjadi polarisasi antara fraksi yang
dibentuk di parlemen dengan Presiden terpilih. Pengelompokan fraksi
diharapkan dapat mengerucut menjadi Fraksi pemerintah dan fraksi
oposisi. Fraksi pemerintah idealnya dibentuk oleh partai politik
pengusung calon presiden/wakil presiden yang memenangkan Pemilu,
sementara fraksi oposisi merupakan sebatas fraksi yang isinya adalah
Parpol yang calon presiden/wakil presidennya kalah dalam Pemilu.
Dengan situasi seperti ini diharapkan dengan demikian pembentukan
fraksi di DPR akan mendorong terjadinya pelembagaan dan konsolidasi
demokrasi di Indonesia.

C. Landasan Yuridis
Secara yuridis-konstitusional UUD 1945, pengaturan mengenai
keempat lembaga perwakilan di Indonesia (MPR, DPR, DPD, dan DPRD)
hanya pokok-pokok-nya saja, dan untuk pengaturan lebih lanjut
diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Adapun undang-undang yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, dan
DPRD saat ini adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Mengenai MPR, ditentukan bahwa MPR berwenang mengubah dan
menetapkan UUD, memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden,
dan dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 UUD 1945). Di lihat dari
kewenangan yang dimiliki oleh MPR, pelaksanaan atas kewenangan
tersebut bersifat temporer, tidak rutin, dan dilakukan pada saat
momen-momen tertentu. Maka perlu ada kajian yang mendalam terkait
dengan eksistensi MPR sebagai lembaga tiinggi negara dalam hukum
tata negara sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 dikaitkan
dengan pelaksanaan kewenangan lembaga tersebut yang bersifat ad
hoc, termasuk alat kelengkapan MPR dan unsur pendukungnya apakah
relevan bersifat tetap mengingat pekerjaan yang diembannya bersifat ad
hoc.
Mengenai DPR, ditentukan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan {Pasal 20A ayat (1)}. Dalam
menjalankan fungsinya tersebut, DPR mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat {Pasal 20A ayat (1) dan ayat (2)
UUD 1945}.
Namun sepanjang perjalanan proses transisi demokrasi di
Indonesia, DPR merupakan lembaga legislatif yang mendapat perhatian
serius dari masyarakat karena DPR mengalami pasang surut dalam
menjalankan tugas, fungsi dan perannya. Utamanya dalam fungsi
legislasi dinilai oleh publik tidak mencapai target pembentukan
Undang-Undang sebagaimana direncanakan dalam program legislasi
nasional. Kenyataan ini tidak sebanding dengan menjamurnya
pembentukan panja dalam rangka pengawasan dan intensitas anggota
DPR dalam pembahasan anggaran. Yang kemudian muncul adalah

52
pertanyaan seputar efektifitas alat kelengkapan dewan (AKD) yang
sekarang ini apakah sudah memadai untuk mendukung pelaksanaan
tugas dan wewenang DPR, apakah terlalu banyak sehingga tumpang
tindih atau AKD yang sekarang terlalu berat beban kerjanya karena
bermitra dengan banyak kementerian/lembaga. Selain itu, sistem
pendukung yang sekarang ada apakah sudah mampu memberikan
dukungan atas pelaksanaan tugas dan fungsi DPR. Oleh karena itu,
perlu dilakukan evaluasi atas efektivitas AKD yang sekarang ini ada
termasuk juga sistem pendukungnya sehingga pelaksanaan tugas dan
wewenangnya DPR bisa dilakukan lebih optimal.
Selanjutnya, mengenai DPD ditentukan bahwa DPD dapat
mengajukan kepada DPR RUU dalam bidang otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, ikut membahas RUU dalam bidang otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, dan dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-
Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan, agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti (Pasal 22D UUD
1945).
Namun dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut,
Kewenangan anggota DPR dan DPD tidak signifikan dan di desain tidak
berimbang dengan DPR. DPD hanya dapat Mengajukan/mengusulkan,
serta membahas draf RUU terkait dengan hubungan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya dan perimbangan keuangan pusat dan daerah,
tanpa memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan. Di samping
itu kewenangan DPD hanya sebatas memberikan pertimbangan kepada
DPR baik RUU APBN dan RUU yang terkait dengan pajak, pendidikan
dan agama, maupun pemilihan anggota BPK .
Sedangkan mengenai DPRD, ditentukan bahwa pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum {Pasal 18 ayat (3) UUD 1945}.
Mengingat kedudukan DPRD dalam struktur kelembagaan di
Indonesia, belum secara tegas ditempatkan dalam lembaga legislatif
ataukah didudukan sebagai salah satu unsur pemerintahan daerah,
maka hal ini menjadi dilemma dalam pelaksanaan tugas dan
wewenangnya. Kondisi saat ini posisi DPRD lebih melekat sebagai
unsure penyelenggaraan pemerintahan, dibandingkan dengan lembaga
perwakilan rakyat sehingga lebih kuat dilihat dalam perspektif
governance bukan perspektif politik, sehingga secara psiko-politis,
kedudukan sebagai unsur pemerintahan daerah, membuat posisi DPRD
tidak tegas dihadapan pemerintah daerah. Sehingga mekanisme check
and balances tidak bisa berjalan dengan baik. selain membuat lemah
dihadapan kepala daerah, DPRD juga “lemah” dihadapan pemerintah
pusat. Kedudukan sebagai unsur pemerintahan daerah, membuat
DPRD berada dalam struktur hierrakis rejim pemerintahan daerah yang
dipimpin oleh Presiden. Akibat bekerjanya struktur hierrakis ini, DPRD
tidak bisa melepaskan diri dari berbagai proses politik dan produk

53
hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri
Dalam Negeri (Mendagri). Untuk penguatan tugas dan wewenangnya
dalam menjalan ketiga fungsinya maka perlu mencari format baru
dalam memandang kedudukan DPRD dan prospeknya kedepan.
Sehubungan dengan hal itu, untuk mewujudkan lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, perlu
menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penataan dimaksud bisa menyangkut kelembagaannya (misalnya alat
kelengkapan DPR) dan bisa juga menyangkut mekanisme pelaksanaan
fungsi dan kewenangannya. Secara yuridis hal ini dilakukan dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD.

54
BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PENGATURAN


UNDANG-UNDANG

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan


Secara garis besar, jangkauan dan pengaturan mengenai MPR, DPR,
DPD, dan DPRD dalam rangka penyusunan RUU tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diarahkan untuk
mewujudkan lembaga perwakilan Indonesia yang demokratis, efektif,
dan akuntabel.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, diperlukan
penataan/pengaturan kembali mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. mengenai MPR berkaitan dengan:
a. tugas MPR;
b. pidato Presiden dalam Forum Sidang MPR;
c. laporan pengelolaan anggaran MPR; dan
d. tata cara penggantian pimpinan MPR;
2. mengenai DPR berkaitan dengan:
a. hak DPR RI;
b. pengelolaan dan laporan pengelolaan anggaran;
c. program pembangunan daerah pemilihan;
d. pembentukan fraksi di dpr;
e. penguatan alat kelengkapan;
f. kuasa DPR di persidangan MK;
g. konsekuensi putusan MK dalam proses pembentukan
undang-undang;
h. ketentuan kuorum;
i. pengajuan Nota Keuangan dan RUU APBN;
j. Pemberhentian anggota DPR; dan
k. Pemanggilan dan permintaan anggota DPR berdasarkan Ijin
Presiden.
3. mengenai DPD berkaitan dengan:
a. mekanisme proses RUU yang disulkan DPD ke DPR
b. sistem pendukung
4. mengenai DPRD berkaitan dengan:

55
a. penegasan kedudukan DPRD sebagai lembaga legislative di
daerah; dan
b. ketentuan kuorum.
5. mengenai sistem pendukung berkaitan dengan:
a. sekretariat jenderal;
b. lembaga fungsional; dan
c. status kepegawaian.

B. Ruang Lingkup Pengaturan Undang-Undang


1. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
a. Penambahan tugas MPR.
RUU ini menambah 1 (satu) tugas MPR yakni memasyarakatkan
ketetapan MPR yang masih berlaku. (Bab II, Pasal 4A)

b. Pidato Kenegaraan Presiden dalam Forum Sidang MPR


RUU ini mengatur bahwa pidato kenegaraan Presiden dalam
rangka peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesia di sampaikan dalam sidang MPR setiap tanggal 18
Agustus. (Bab II, Pasal 4B)

c. Laporan Pengelolaan Anggaran MPR


RUU ini mengatur bahwa pengelolaan anggaran MPR perlu
dilaporkan kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas dan
transparansi atas pengelolaan anggaran yang bersumber dari
APBN.(Bab II, Pasal 5)

d. Tata Cara Pemilihan dan Penggantian Pimpinan MPR.


Sebagai tindak lanjut dari putusan MK nomor 117/PUU-VII/2009
yang yang menyebabkan sistem 1 paket dan representasi fraksi
tidak sejalan dengan Konstitusi sehingga perlu dilakukan
rekonstruksi kembali terhadap ketentuan tentang tatacara
pemilihan Pimpinan MPR. RUU mengatur bahwa pemilihan dan
penggantian pimpinan MPR dilakukan dari dan oleh anggota MPR
yang berasal dari Fraksi dan kelompok anggota. (Bab II, Pasal 14
dan Pasal 16).

2. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

56
a. Membahas dan memberikan persetujuan atas Perjanjian
Internasional.
RUU ini mengatur bahwa setiap perjanjian internasional tertentu
yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang
harus terlebih dahulu dibahas oleh DPR RI. (Bab III, Pasal 71).

b. Pengelolaan dan Laporan Pengelolaan Anggaran DPR.


RUU mengatur bahwa DPR harus mempunyai otoritas yang melekat
sebagai pengelola anggaran dan Sekretariat Jenderal adalah
pelaksana teknis dari kebijakan penggunaan anggaran di DPR,
sehingga ketentuan akuntabilitas dan transparansi laporan
pengelolaan anggaran yang disampaikan pada setiap akhir tahun
wajib dilakukan kepada publik. (Bab III, Pasal 73)

c. Program Pembangunan Daerah Pemilihan.


RUU mengatur mengenai hak anggota DPR untuk mengusulkan
dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan
dalam rangka melaksanakan fungsi representasi/ keterwakilannya.
(Bab III, Pasal 78 huruf i)

d. Pembentukan Fraksi di DPR.


RUU mengatur bahwa Fraksi dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan
perolehan kursi DPR yang dibentuk untuk mengoptimalkan
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR serta hak dan kewajiban
anggota DPR.(Bab III, Pasal 80)

e. Penguatan Badan Legislasi


RUU ini menyelaraskan proses pembentukan UU dimana seluruh
penyiapan Naskah Akademik dan draft RUU dilakukan oleh Badan
Legislasi, yang jumlah anggotanya dapat berjumlah paling sedikit 2
atau 3 kali anggota alat kelengkapan DPR lainnya yang memiliki
keanggotaan terbesar. Disamping itu Badan Legislasi dapat
mengambilalih proses pembahasan UU yang telah dibahas pada
dua kali masa sidang. (Bab III, Pasal 101 dan Pasal 102)

57
f. Keterwakilan Tiap Fraksi Dalam Keanggotaan Badan
Kehormatan.
RUU mengatur untuk menghindari terjadinya ketidakterwakilan
fraksi pada setiap alat kelengkapan khususnya pada Badan
Kehormatan perlu diatur ketentuan bahwa keterwakilan tiap fraksi
mutlak ada pada setiap alat kelengkapan DPR. (Bab III, Pasal 124)

g. Kuasa DPR di persidangan Mahkamah Konstitusi.


RUU mengatur yang menjadi kuasa DPR untuk memberikan
keterangan dalam persidangan Mahkamah Konstitusi adalah alat
kelengkapan DPR yang membahas undang-undang dengan
melibatkan komisi yang membidangi hukum dan perundang-
undangan. Disamping itu dalam hal tertentu DPR dapat memanggil
setiap orang yang terlibat dalam penyusunan atau pembahasan
undang-undang terkait untuk memberikan keterangan sebagai
saksi dan/atau ahli. (Bab III, Pasal 154A)

h. Konsekuensi Putusan Mahkamah Konstitusi.


1. Terkait Proses Pembentukan Undang-Undang.
Putusan Mahkamah Konstitusi telah membawa dampak
terhadap tugas Badan Legislasi khususnya yang terkait dengan
DPD dalam proses pembentukan Undang-Undang. Oleh karena
itu RUU ini menyesuaikan putusan Mahkamah Konstitusi yang
telah dibuat dengan mencermati ketentuan yang ada dalam
UUD NRI Tahun 1945. Penyesuaian ini terkait dengan proses
penyusunan Prolegnas, proses penyusunan RUU dari DPR,
proses penyusunan RUU dari DPD, proses penyusunan RUU
dari Presiden, dan proses pembahasan Undang-Undang yang
dilakukan dengan 3 (tiga) tingkat Pembicaraan yaitu pertama,
Tingkat I pembahasan rancangan undang-undang dalam rapat
komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat
Panitia Anggaran atau rapat panitia khusus, kedua, Tingkat II
penyampaian pendapat mini dan ketiga, Tingkat III pengambilan
keputusan dalam rapat paripurna.(Bab III, Pasal 143, Pasal 144,
Pasal 146, Pasal 148, Pasal 149, Pasal 150, Pasal 150A, dan
Pasal 151)

2. Ketentuan Kuorum menyatakan Pendapat.

58
RUU mengatur sesuai dengan putusan MK terhadap ketentuan
Kuorum dalam menyatakan pendapat yang semula ¾ menjadi
2/3 sebagaimana yang telah diatur dalam UUD NRI Tahun
1945. (Bab Bab III, Pasal 184).

i. Nota Keuangan dan RUU APBN


RUU mengatur bahwa DPR mengadakan sidang untuk
mendengarkan pidato Presiden tentang nota keuangan dan
rancangan undang-undang APBN pada bulan Mei tahun
sebelumnya. (Bab III, Pasal 159)

j. Pemberhentian anggota DPR


RUU mengatur mengenai pemberhentian anggota DPR, dimana
paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian
anggota DPR, pimpinan DPR wajib menyampaikan usul
pemberhentian anggota DPR kepada Presiden untuk memperoleh
peresmian

k. Pemanggilan dan permintaan anggota DPR berdasarkan Ijin


Presiden.
RUU ini mengatur bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan
untuk penyidikan terhadap anggota DPR yasng diduga melakukan
tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden
kecuali tertangkap tangan dan disangka melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur
hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan
keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup

l. Sistem Pendukung
RUU mengatur bahwa untuk mendukung pelaksanan tugas dan
fungsi MPR, DPR, DPD didukung oleh sekretariat jenderal. Selain
itu kepada DPR diberikan dukungan keahlian oleh badan keahlian.

a. Sekretariat jenderal memberikan dukungan administrasi. Proses


pengangkatan sekretaris jenderal melalui pencalonan yang
diusulkan oleh presiden serta diuji kepatutan dan kelayakannya
oleh pimpinan lembaga masing-masing. Oleh karena itu,
sekreatris jenderal bertanggung jawab pada pimpinan lembaga
masing-masing dan dievaluasi oleh pimpinan lembaga masing-

59
masing pada setiap akhir tahun. ( Bab VII Pasal 393 dan Pasal
393A)
b. Badan keahlian memberikan dukungan keahlian dalam
pelaksanaan fungsi DPR di bidang legislasi, pengawasan dan
anggaraan, yang terdiri atas Pusat Kajian Legislasi DPR, Pusat
Perancang Undang-Undang DPR, dan Pusat Kajian Anggaran
DPR. (Bab VII Pasal 393C, Pasal 393D, 393E)

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota


RUU merumuskan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang anggotanya berkedudukan sebagai
pejabat daerah. Di samping itu dilakukan penguatan alat
kelengkapan yang ada di DPRD Provinsi maupun DPRD
Kabupaten/Kota melalui penambahan sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan teknis dan keahlian tertentu untuk
membantu alat kelengkapan DPRD dalam melaksanakan fungsi
legislasi, pengawasan dan anggaran. (Bab V Pasal 291, Bab VI Pasal
342, Bab VIII, Pasal 397, Pasal 398, dan Pasal 399).

60
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraiakan pada bab-bab sebelumnya,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, perlu
dilakukan perubahan karena dalam beberapa hal masih
memerlukan pengaturan yang lebih eksplisit/jelas, pengaturan
baru, dan penyempurnaan, antara lain sebagai berikut:
a. pimpinan;
b. alat kelengkapan:
c. ketentuan kuorum;
d. kefraksian, mencakup pembentukannya, tenaga ahlinya, dan
sebagainya.
2. Sistem pendukung (supporting system) yang diperlukan lembaga
perwakilan pada dasarnya terdiri dari dua bentuk, yaitu:
a. dukungan administrasi dan teknis yakni oleh sekretariat
jenderal; dan
b. dukungan keahlian dalam pelaksanaan fungsi legislasi, angaran,
dan pengawasan, yakni kantor perancang, kantor anggaran,
pusat kajian dan informasi data, perpustakaan dan penerbit.

B. Rekomendasi
Demi terwujudnya lembaga perwakilan yang demokratis, efektif, dan
akuntabel, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan. Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu dilakukan
perubahan atau penggantian.

61
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Asshiddiqie, Jimly. Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan
Keempat. PSHTN UI, Jakarta.
B. C. Smith. Decentralization: The Territorial Dimension of State. London:
Asia Publishing House, 1985.
Harman, Benny K. Negeri Mafia Koruptor: Menggugat Peran DPR
Reformasi. Yogyakarta: Penerbit Lamalera, 2012.
Laksono, Fajar dan Subardjo. Kontroversi Undang-Undang Tanpa
Pengesahan Presiden. UII Press, Yogjakarta, 2006.
Maass, Arthur. Area and Power a Theory of Local Government. Illionis:
Glencoe, 1959.
Meny, Yves, Andrew Knap. Government And Politics In Western Europe.
Third Edition. Oxford University Press, New York, 1998.
Muslimin, Amarah. Beberapa Asas Dan Pengertian Pokok Tentang
Administrasi Dan Hukum Administrasi. Bandung: Alumni, 1985.
Mustafa, Bachsan. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Bandung,
Citra Aditya Bakti, 1990.
Nurdin, Nurliah. Komparasi Sistem Presidensial Indonesia & Amerika
Serikat: Rivalitas Kekuasaan antara Presiden & Legislatif. Jakarta:
Penerbit MIPI, 2012.
Saptaningrum, Indriawati Dyah, et.al. Hak Asasi Manusia dalam
Perspektif Politik Transaksional: Penilaian terhadap Kebijakan
HAM dalam Produk Legislasi dan Pengawasan DPR Periode 2004-
2009. Jakarta: Penerbit Elsam, 2011.

B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
UU No. 27 Tahun 2009, LN No. 123 Tahun 2009 TLN No. 5043.
__________, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 12
Tahun 2011, LN No. 82 Tahun 2011 TLN No. 5234.

C. Internet
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara
Pasca Reformasi, Jakarta, Setjen MKRI, 2006. M. Sadli,
“Countervailing Powers Dalam Gelanggang Demokrasi”,
http://www.pacific.net.id/pakar/sadli/1298/021298.html.
http://www.australianpolitics.com/democracy/terms/parliamentary-
democracy.shtml.
Sidin, A. Irmanputra. “Urgensi Lembaga Negara Penunjang “,
http://unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=6749&coid=3&caid=3
1.
“Target Prolegnas Tak Pernah Tercapai: Anggota DPR tidak Fokus”,
dalam http:www.matanews.com.
“Fraction (Politics)” dalam http://www.nationmaster.com

D. Lain-lain
Ni’matul Huda. Gagasan Amandemen Ulang UUD 1945 (Usulan Untuk
Penguatan DPD dan Kekuasaan Kehakiman), Jurnal Hukum UII
No. 3 Vol. 15 Juli 2008.

62
Singka Subekti, Valina. ”Komplikasi Sistem Presidensial”. Seputar
Indonesia, 1 November 2010.
Surbakti, Ramlan. “Koalisi dan Efektivitas Pemerintahan”. Kompas, 4
Mei 2011.
Tim Hukum P3I Sekretariat Jenderal DPR RI. Ruang Lingkup dan
Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan
Daerah (Laporan Akhir Penelitian). Sekretariat Jenderal DPR RI,
Jakarta, 2003.

LAMPIRAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

63
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH
ATAS DRAFT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

NO. USUL PERUBAHAN


DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
1. RANCANGAN PENYEMPURNAAN RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA REDAKSIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN
RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
2. Menimbang : a. bahwa untuk TETAP Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
melaksanakan kedaulatan kedaulatan rakyat atas dasar
rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
dalam permusyawaratan/ perwakilan, perlu
perwakilan, perlu mewujudkan lembaga
mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat,
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat,
lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan
dan lembaga perwakilan daerah yang mampu
daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
mengejawantahkan nilai- demokrasi serta menyerap
nilai demokrasi serta dan memperjuangkan aspirasi
menyerap dan rakyat dan daerah sesuai

1
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
memperjuangkan aspirasi dengan tuntutan
rakyat dan daerah sesuai perkembangan kehidupan
dengan tuntutan berbangsa dan bernegara;
perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara;

3. b. bahwa untuk mewujudkan TETAP b. bahwa untuk mewujudkan


lembaga permusyawaratan lembaga permusyawaratan
rakyat, lembaga rakyat, lembaga perwakilan
perwakilan rakyat, dan rakyat, dan lembaga
lembaga perwakilan perwakilan daerah
daerah sebagaimana sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam huruf a, dalam huruf a, perlu menata
perlu menata Majelis Majelis Permusyawaratan
Permusyawaratan Rakyat, Rakyat, Dewan Perwakilan
Dewan Perwakilan Rakyat, Rakyat, Dewan Perwakilan
Dewan Perwakilan Daerah, Daerah, dan Dewan
dan Dewan Perwakilan Perwakilan Rakyat Daerah;
Rakyat Daerah;
4. c. bahwa Undang-Undang PENYEMPURNAAN c. bahwa beberapa ketentuan
Nomor 27 Tahun 2009 REDAKSIONAL dalam Undang-Undang Nomor
tentang Majelis 27 Tahun 2009 tentang
Permusyawaratan Rakyat, Majelis Permusyawaratan
Dewan Perwakilan Rakyat, Rakyat, Dewan Perwakilan
Dewan Perwakilan Daerah, Rakyat, Dewan Perwakilan
dan Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Rakyat Daerah sudah tidak Perwakilan Rakyat Daerah
sesuai lagi dengan sudah tidak sesuai lagi
perkembangan hukum dan dengan perkembangan
kebutuhan hukum hukum dan kebutuhan
masyarakat sehingga perlu hukum masyarakat sehingga
diubah; perlu diubah;

2
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
5. d. bahwa berdasarkan TETAP d. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu
huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang
membentuk Undang- tentang Perubahan Atas
Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 27
Atas Undang-Undang tahun 2009 tentang Majelis
Nomor 27 tahun 2009 Permusyawaratan Rakyat,
tentang Majelis Dewan Perwakilan Rakyat,
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat,
Daerah;
Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;

6. Mengingat : 1. Pasal 2 ayat (1), Pasal 18 PENYEMPURNAAN Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, Pasal
ayat (3), Pasal 19 ayat (2), REDAKSIONAL 3, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8,
Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13,
Pasal 22B, Pasal 22C ayat Pasal 18 ayat (3), Pasal 19,
(4), dan Pasal 22D Undang- Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A,
Undang Dasar Negara Pasal 21, Pasal 22B, Pasal
Republik Indonesia Tahun 22C, Pasal 22D, Pasal 22E
1945; ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),
Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal
24C ayat (2), dan Pasal 37
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945;

7. 2. Undang-Undang Nomor 27 TETAP 2. Undang-Undang Nomor 27


Tahun 2009tentang Tahun 2009tentang Majelis
Majelis Permusyawaratan Permusyawaratan Rakyat,

3
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Rakyat, Dewan Perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat,
Rakyat, Dewan Perwakilan Dewan Perwakilan Daerah,
Daerah, dan Dewan dan Dewan Perwakilan
Perwakilan Rakyat Rakyat Daerah(Lembaran
Daerah(Lembaran Negara Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Tahun Tahun 2009 Nomor 123,
2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor
Negara Republik Indonesia 5043);
Nomor 5043);
8. Dengan Persetujuan Bersama TETAP Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA INDONESIA
dan dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: MEMUTUSKAN:

9. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TETAP Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG


PERUBAHAN ATAS UNDANG- PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 27 TAHUN UNDANG NOMOR 27 TAHUN
2009 TENTANG MAJELIS 2009 TENTANG MAJELIS
PERMUSYAWARATAN PERMUSYAWARATAN
RAKYAT, DEWAN RAKYAT, DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT, PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DEWAN PERWAKILAN
DAERAH, DAN DEWAN DAERAH, DAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH. DAERAH.
10. Pasal I TETAP Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

4
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123,
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Tambahan Lembaran Negara Republik
Republik Indonesia Nomor 5043) diubah Indonesia Nomor 5043) diubah sebagai berikut:
sebagai berikut:
11. 1. Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 DIHAPUS _
disisipkan 7 (tujuh) angka yakni angka
4a, 4b, 4c, 4d, dan 4e, 4f, 4g sehingga
Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
12. BAB I DIHAPUS _
KETENTUAN UMUM
13. Pasal 1 DIHAPUS _

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud


dengan:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat,


selanjutnya disingkat MPR, adalah
Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
14. 2. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya DIHAPUS _
disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
15. 3. Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya DIHAPUS _
disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
16. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, DIHAPUS _
selanjutnya disingkat DPRD, adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
5
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
17. 4a.Fraksi adalah pengelompokkan anggota DIHAPUS _
berdasarkan konfigurasi partai politik
hasil pemilihan umum.
18. 4b.Pusat Kajian Legislasi DPR adalah badan DIHAPUS _
keahlian yang berfungsi memberikan
dukungan keahlian kepada DPR di
bidang kajian hukum dan perundang-
undangan serta penyediaan data
peraturan perundang-undangan
19. 4c.Pusat Perancangan Undang-Undang DPR DIHAPUS _
adalah badan keahlian yang berfungsi
memberikan dukungan keahlian kepada
DPR di bidang perancangan undang-
undang.
20. 4d.Pusat Kajian Anggaran DPR adalah badan DIHAPUS _
keahlian yang berfungsi memberikan
dukungan keahlian kepada DPR di
bidang kajian dan analisa kebijakan
fiskal yang termuat dalam RAPBN yang
diajukan presiden dan menyediakan data
ekonomi makro.
21. 4e.Pusat Penelitian DPR adalah badan DIHAPUS _
keahlian yang berfungsi memberikan
dukungan keahlian kepada DPR dalam
rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
DPR.

6
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
22. 4f. Sekretariat jenderal adalah sistem DIHAPUS _
pendukung MPR, DPR, dan DPD yang
berkedudukan sebagai kesekretariatan
MPR, DPR, dan DPD yang mempunyai
tugas dukungan pelayanan administrasi
kepada anggota MPR, DPR, dan DPD.

23. 4g.Sekretariat DPRD adalah sistem DIHAPUS _


pendukung DPRD yang berkedudukan
sebagai kesekretariatan DPRD yang
mempunyai tugas dukungan pelayanan
administrasi kepada anggota DPRD.
24. 5. Komisi Pemilihan Umum, Komisi DIHAPUS _
Pemilihan Umum provinsi, dan Komisi
Pemilihan Umum kabupaten/kota,
selanjutnya disingkat KPU, KPU provinsi,
dan KPU kabupaten/kota adalah KPU,
KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai penyelenggara
pemilihan umum.
25. 6. Badan Pemeriksa Keuangan, selanjutnya DIHAPUS _
disingkat BPK, adalah lembaga negara
yang bertugas memeriksa pengelolaan

7
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dan pertanggungjawaban keuangan
Negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
26. 7. Anggaran Pendapatan dan Belanja DIHAPUS _
Negara, selanjutnya disingkat APBN,
adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang ditetapkan
dengan undang-undang.

27. 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja DIHAPUS _


Daerah, selanjutnya disingkat APBD,
adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan
dengan peraturan daerah.
28. 9. Hari adalah hari kerja. DIHAPUS _

29. 2. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga Pasal DIHAPUS _


4 berbunyi sebagai berikut:
30. Pasal 4 DIHAPUS _

MPR mempunyai wewenang:


a. mengubah dan menetapkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

31. b. melantik Presiden dan/atau Wakil DIHAPUS _


Presiden hasil pemilihan umum;
32. c. memutuskan usul DPR untuk DIHAPUS _
memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya,
setelah Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan/atau

8
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela
dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
33. d. melantik Wakil Presiden menjadi DIHAPUS _
Presiden apabila Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya;
34. e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) DIHAPUS _
calon yang diusulkan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan
Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
35. f. memilih Presiden dan Wakil Presiden DIHAPUS _
apabila keduanya mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan, dari 2
(dua) pasangan calon presiden dan wakil
presiden yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan
umum sebelumnya, sampai berakhir
masa jabatannya;
36. 3. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 2 DIHAPUS _
(dua) Pasal yakni Pasal 4A dan Pasal 4B
yang berbunyi sebagai berikut:
37. Pasal 4A DIHAPUS _

9
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Selain wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, MPR mempunyai tugas
memasyarakatkan ketetapan MPR yang
masih berlaku.

38. Pasal 4B DIHAPUS _

MPR menyelenggarakan sidang setiap tahun


pada tanggal 18 (delapan belas) Agustus
untuk mendengarkan pidato kenegaraan
Presiden dalam rangka hari ulang tahun
kemerdekaan Republik Indonesia.
39. 4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga Pasal DIHAPUS _
5 berbunyi sebagai berikut:
40. Pasal 5 DIHAPUS _

(1) Dalam melaksanakan tugas dan


wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dan Pasal 4A MPR menyusun
anggaran yang dituangkan dalam
program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
41. (2) Dalam menyusun program dan kegiatan DIHAPUS _
MPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), untuk memenuhi kebutuhannya,
MPR dapat menyusun standar biaya
khusus dan mengajukannya kepada
Pemerintah untuk dibahas bersama.
42. (3) Pengelolaan dan penggunaan anggaran DIHAPUS _
MPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Sekretariat jenderal
MPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

10
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
43. (4) MPR menetapkan pertanggungjawaban DIHAPUS _
pengelolaan dan penggunaan anggaran
MPR dalam peraturan MPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
44. (5) MPR membuat laporan pengelolaan dan DIHAPUS _
penggunaan anggaran sebagaimana
dimaksud ayat (3) setiap akhir tahun
anggaran.
45. (6) Laporan sebagaimana dimaksud pada DIHAPUS _
ayat (5) dapat diakses oleh publik.

46. 5. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga Pasal PENYEMPURNAAN 5. Ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat
14 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL (5) Pasal 14 diubah dan ditambah 1
(satu) ayat, yakni ayat (9) sehingga Pasal
14 berbunyi sebagai berikut:
47. Pasal 14 TETAP Pasal 14 1.

(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang (1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang
yang dipilih dari dan oleh anggota MPR. dipilih dari dan oleh anggota MPR.

48. (2) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari PERUBAHAN (2) Pimpinan MPR berasal dari unsur DPR dan
fraksi dan/atau kelompok anggota SUBSTANSI unsur DPD.
disampaikan di dalam sidang paripurna.

49. (3) Tiap fraksi dan kelompok anggota PERUBAHAN (3) Bakal calon pimpinan MPR diajukan oleh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) SUBSTANSI DPR dan DPD.
dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal
calon pimpinan MPR.
50. (4) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud PERUBAHAN (4) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) dipilih secara musyawarah SUBSTANSI ayat (1) dipilih dan ditetapkan dalam rapat
untuk mufakat dan ditetapkan dalam paripurna MPR dengan mengutamakan
rapat paripurna MPR. musyawarah untuk mufakat.

11
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
51. (5) Dalam hal musyawarah untuk mufakat TETAP (5) Dalam hal musyawarah untuk mufakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan
dengan pemungutan suara dan yang pemungutan suara dan yang memperoleh
memperoleh suara terbanyak ditetapkan suara terbanyak ditetapkan sebagai
sebagai pimpinan MPR dalam rapat pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.
paripurna MPR.

52. (6) Selama pimpinan MPR sebagaimana TETAP (6) Selama pimpinan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk,
sidang MPR pertama kali untuk sidang MPR pertama kali untuk menetapkan
menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan
pimpinan sementara MPR. sementara MPR.
53. (7) Pimpinan sementara MPR sebagaimana TETAP (7) Pimpinan sementara MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) adalah Ketua dimaksud pada ayat (6) adalah Ketua DPR
DPR sebagai Ketua Sementara MPR dan sebagai Ketua Sementara MPR dan Ketua
Ketua DPD sebagai Wakil Ketua DPD sebagai Wakil Ketua Sementara MPR.
Sementara MPR.
54. (8) Pimpinan MPR ditetapkan dengan TETAP (8) Pimpinan MPR ditetapkan dengan
keputusan MPR. keputusan MPR.
55. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata TETAP (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
cara pemilihan pimpinan MPR diatur pemilihan pimpinan MPR diatur dalam
dalam peraturan MPR tentang Tata peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Tertib.
56. 6. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 6. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 16
Pasal 16 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL diubah dan ditambah 1 (satu) ayat yakni
ayat (5), sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai
berikut:
57. Pasal 16 TETAP Pasal 16

(1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya (1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya
karena: karena:
a. meninggal dunia; a. meninggal dunia;
58. b. mengundurkan diri; atau TETAP b. mengundurkan diri; atau
59. c. diberhentikan. TETAP c. diberhentikan.

12
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
60. (2) Pimpinan MPR diberhentikan TETAP (2) Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
huruf c apabila: a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau
a. diberhentikan sebagai anggota DPR anggota DPD; atau
atau anggota DPD; atau

61. b. tidak dapat melaksanakan tugas TETAP b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
secara berkelanjutan atau berkelanjutan atau berhalangan tetap
berhalangan tetap sebagai pimpinan sebagai pimpinan MPR.
MPR.
62. (3) Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari TETAP (3) Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari
jabatannya sebagaimana dimaksud pada jabatannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), penggantian pimpinan MPR ayat (1), penggantian pimpinan MPR
dilakukan oleh anggota MPR paling lama dilakukan oleh anggota MPR paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak pimpinan MPR 30 (tiga puluh) hari sejak pimpinan MPR
berhenti dari jabatannya. berhenti dari jabatannya.
63. (4) Penggantian pimpinan MPR sebagaimana TETAP (4) Penggantian pimpinan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang diatur sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
dalam Pasal 14. Pasal 14.
64. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata TETAP (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
cara penggantian Pimpinan MPR diatur penggantian Pimpinan MPR diatur dalam
dalam peraturan MPR tentang tata tertib peraturan MPR tentang tata tertib.

65. 7. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga Pasal PENYEMPURNAAN 7. Ketentuan huruf j diubah dan di antara
71 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL huruf j dan huruf k Pasal 71 disisipkan 1
(satu) huruf, yakni huruf j.1 sehingga Pasal
71 berbunyi sebagai berikut:
66. Pasal 71 TETAP Pasal 71

DPR mempunyai tugas dan wewenang: DPR mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk undang-undang yang a. membentuk undang-undang yang dibahas
dibahas dengan Presiden untuk dengan Presiden untuk mendapat
mendapat persetujuan bersama; persetujuan bersama;

13
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
67. b. memberikan persetujuan atau tidak TETAP b. memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap
memberikan persetujuan terhadap
peraturan pemerintah pengganti undang-
undang yang diajukan oleh Presiden peraturan pemerintah pengganti undang-
untuk menjadi undang-undang; undang yang diajukan oleh Presiden untuk
menjadi undang-undang;

68. c. menerima rancangan undang-undang TETAP c. menerima rancangan undang-undang yang


yang diajukan oleh DPD berkaitan
diajukan oleh DPD berkaitan dengan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan otonomi daerah, hubungan pusat dan
pemekaran serta penggabungan daerah, daerah, pembentukan dan pemekaran serta
pengelolaan sumber daya alam dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang daya alam dan sumber daya ekonomi
berkaitan dengan perimbangan keuangan lainnya, serta yang berkaitan dengan
pusat dan daerah; perimbangan keuangan pusat dan daerah;

69. d. membahas rancangan undang-undang TETAP d. membahas rancangan undang-undang


sebagaimana dimaksud dalam huruf c sebagaimana dimaksud dalam huruf c
bersama Presiden dan DPD sebelum bersama Presiden dan DPD sebelum diambil
diambil persetujuan bersama antara DPR persetujuan bersama antara DPR dan
dan Presiden; Presiden;

70. e. membahas rancangan undang-undang TETAP e. membahas rancangan undang-undang yang


yang diajukan oleh Presiden atau DPR diajukan oleh Presiden atau DPR yang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
pembentukan dan pemekaran serta dan pemekaran serta penggabungan daerah,
penggabungan daerah, pengelolaan pengelolaan sumber daya alam dan sumber
sumber daya alam dan sumber daya daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan
keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil
mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan
persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;
Presiden;

14
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
71. f. memperhatikan pertimbangan DPD atas TETAP f. memperhatikan pertimbangan DPD atas
rancangan undang-undang tentang APBN
rancangan undang-undang tentang APBN
dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan dan rancangan undang-undang yang
agama; berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama;

72. g. membahas bersama Presiden dengan TETAP g. membahas bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD dan memperhatikan pertimbangan DPD dan
memberikan persetujuan atas rancangan memberikan persetujuan atas rancangan
undang-undang tentang APBN yang undang-undang tentang APBN yang
diajukan oleh Presiden; diajukan oleh Presiden;
73. h. melakukan pengawasan terhadap TETAP h. melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang dan APBN; pelaksanaan undang-undang dan APBN;

74. i. membahas dan menindaklanjuti hasil TETAP i. membahas dan menindaklanjuti hasil
pengawasan yang disampaikan oleh DPD pengawasan yang disampaikan oleh DPD
terhadap pelaksanaan undang-undang terhadap pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah, pembentukan, mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pajak, pendidikan, dan agama; pendidikan, dan agama;

75. j. memberikan persetujuan kepada PENYEMPURNAAN j. memberikan persetujuan kepada Presiden


Presiden untuk menyatakan perang, REDAKSIONAL untuk menyatakan perang dan membuat
membuat perdamaian dengan negara perdamaian dengan negara lain;
lain;
76. k. membahas dan memberikan persetujuan PERUBAHAN j.1. memberikan persetujuan kepada Presiden
atas perjanjian internasional tertentu SUBSTANSI atas perjanjian internasional tertentu yang
yang menimbulkan akibat yang luas dan menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara terkait dengan beban keuangan negara
dan/atau mengharuskan perubahan atau dan/atau mengharuskan perubahan atau

15
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pembentukan undang-undang. pembentukan undang-undang.

77. l. memberikan pertimbangan kepada TETAP k. memberikan pertimbangan kepada Presiden


Presiden dalam pemberian amnesti dan dalam pemberian amnesti dan abolisi;
abolisi;
78. m. memberikan pertimbangan kepada TETAP l. memberikan pertimbangan kepada Presiden
Presiden dalam hal mengangkat duta dalam hal mengangkat duta besar dan
besar dan menerima penempatan duta menerima penempatan duta besar negara
besar negara lain; lain;

79. n. memilih anggota BPK dengan TETAP m. memilih anggota BPK dengan
memperhatikan pertimbangan DPD; memperhatikan pertimbangan DPD;

80. o. membahas dan menindaklanjuti hasil TETAP n. membahas dan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan atas pengelolaan dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
tanggung jawab keuangan negara yang jawab keuangan negara yang disampaikan
disampaikan oleh BPK; oleh BPK;

81. p. memberikan persetujuan kepada TETAP o. memberikan persetujuan kepada Presiden


Presiden atas pengangkatan dan atas pengangkatan dan pemberhentian
pemberhentian anggota Komisi Yudisial; anggota Komisi Yudisial;

82. q. memberikan persetujuan calon hakim TETAP p. memberikan persetujuan calon hakim agung
agung yang diusulkan Komisi Yudisial yang diusulkan Komisi Yudisial untuk
untuk ditetapkan sebagai hakim agung ditetapkan sebagai hakim agung oleh
oleh Presiden; Presiden;

83. r. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi TETAP q. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan
dan mengajukannya kepada Presiden mengajukannya kepada Presiden untuk
untuk diresmikan dengan keputusan diresmikan dengan keputusan Presiden;
Presiden;

16
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
84. s. memberikan persetujuan terhadap TETAP r. memberikan persetujuan terhadap
pemindahtanganan aset negara yang pemindahtanganan aset negara yang
menjadi kewenangannya berdasarkan menjadi kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang- ketentuan peraturan perundang-undangan
undangan dan terhadap perjanjian yang dan terhadap perjanjian yang berakibat luas
berakibat luas dan mendasar bagi dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
kehidupan rakyat yang terkait dengan terkait dengan beban keuangan negara;
beban keuangan negara;
85. t. menyerap, menghimpun, menampung, TETAP s. menyerap, menghimpun, menampung, dan
dan menindaklanjuti aspirasi menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan
masyarakat; dan
86. u. melaksanakan tugas dan wewenang lain TETAP t. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diatur dalam undang-undang. yang diatur dalam undang-undang.

87. 8. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga Pasal PENYEMPURNAAN 8. Ketentuan ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Pasal
72 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL 72 dihapus sehingga Pasal 72 berbunyi
sebagai berikut:
88. Pasal 72 TETAP Pasal 72

(1) DPR dalam melaksanakan tugas dan (1) DPR dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya berhak meminta pejabat wewenangnya berhak meminta pejabat
negara, pejabat pemerintah, badan negara, pejabat pemerintah, badan hukum,
hukum, atau warga masyarakat untuk atau warga masyarakat untuk memberikan
memberikan keterangan tentang suatu keterangan tentang suatu hal yang perlu
hal yang perlu ditangani demi ditangani demi kepentingan bangsa dan
kepentingan bangsa dan negara. negara.

89. (2) Setiap pejabat negara, pejabat TETAP (2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah,
pemerintah, badan hukum, atau warga badan hukum, atau warga masyarakat
masyarakat wajib memenuhi permintaan wajib memenuhi permintaan DPR
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(1).
90. (3) Setiap pejabat negara, pejabat DIHAPUS (3) Dihapus.
pemerintah, badan hukum, atau warga

17
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
masyarakat yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenakan panggilan paksa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

91. (4) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana DIHAPUS (4) Dihapus.
dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi
tanpa alasan yang sah, yang
bersangkutan dapat disandera paling
lama 30 (tiga puluh) hari sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.

92. (5) Dalam hal pejabat yang disandera DIHAPUS (5) Dihapus.
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
habis masa jabatannya atau berhenti
dari jabatannya, yang bersangkutan
dilepas dari penyanderaan demi hukum.

93. (6) DPR dalam melaksanakan tugas dan DIHAPUS _ -


wewenangnya berhak memberikan
rekomendasi kepada pejabat Negara,
pejabat pemerintah, badan hukum,
warga negara, atau penduduk melalui
mekanisme Rapat Kerja, Rapat Dengar
Pendapat Umum, Panitia Kerja, Panitia
Khusus, Tim Pengawas, atau tim lain
yang dibentuk oleh DPR demi
kepentingan bangsa dan Negara.

94. (7) Setiap pejabat Negara, pejabat DIHAPUS _


pemerintah, badan hukum, warga
Negara, atau penduduk wajib
menindaklanjuti rekomendasi DPR

18
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

95. (8) Setiap pejabat Negara, pejabat DIHAPUS _


pemerintah, badan hukum warga
Negara, atau penduduk yang
mengabaikan rekomendasi DPR
dikategorikan sebagai penghinaan
terhadap DPR yang dapat dikenakan
sanksi.

96. (9) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat DIHAPUS _


(8) dapat berupa:
a. teguran tertulis; dan/atau
b. sanksi pidana paling lama 1 (satu)
tahun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
97. 9. Ketentuan Pasal 73 ayat (5) diubah dan DIHAPUS _
ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (6)
sehingga Pasal 73 berbunyi sebagai
berikut:

98. Pasal 73 DIHAPUS _

(1) Dalam melaksanakan tugas dan


wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71, DPR menyusun
anggaran yang dituangkan dalam
program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.

19
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
99. (2) Dalam menyusun program dan kegiatan DIHAPUS _
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), untuk memenuhi kebutuhannya,
DPR dapat menyusun standar biaya
khusus dan mengajukannya kepada
Pemerintah untuk dibahas bersama.
100. (3) Pengelolaan anggaran DPR sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Sekretariat Jenderal DPR di bawah
pengawasan Badan Urusan Rumah
Tangga sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
101. (4) DPR menetapkan pertanggungjawaban DIHAPUS _
pengelolaan anggaran DPR dalam
peraturan DPR sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
102. (5) DPR membuat laporan pengelolaan DIHAPUS _
anggaran sebagaimana dimaksud ayat
(3) setiap akhir tahun anggaran.
103. (6) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (3) DIHAPUS _
dapat diakses oleh publik.
104. 10. Ketentuan Pasal 78 ditambah 2 (dua) DIHAPUS _
huruf yakni huruf i dan huruf j
sehingga Pasal 78 berbunyi sebagai
berikut:
105. Pasal 78 DIHAPUS _

Anggota DPR mempunyai hak:


a. mengajukan usul rancangan undang-
undang;
106. b. mengajukan pertanyaan; DIHAPUS _

107. c. menyampaikan usul dan pendapat; DIHAPUS _

108. d. memilih dan dipilih; DIHAPUS _

20
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
109. e. membela diri; DIHAPUS _

110. f. imunitas; DIHAPUS _

111. g. protokoler; DIHAPUS _

112. h. keuangan dan administratif; dan DIHAPUS _

113. i. mengusulkan dan memperjuangkan DIHAPUS _


program pembangunan daerah
pemilihan, dan
114. j. mengelola dan mempertanggungjawabkan DIHAPUS _
keuangan serta administrasinya secara
mandiri.
115. 11. Ketentuan Pasal 80 diubah sehingga DIHAPUS _
berbunyi sebagai berikut:
116. Pasal 80

(1) Setiap anggota DPR harus menjadi DIHAPUS _


anggota fraksi.
117. (2) Fraksi dibentuk oleh partai politik yang DIHAPUS _
memenuhi ambang batas perolehan
suara dalam penentuan perolehan kursi
DPR.
118. (3) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan DIHAPUS _
pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang
DPR, serta hak dan kewajiban anggota
DPR.
119. (4) Fraksi didukung sekretariat dan DIHAPUS _
memiliki tenaga ahli.
120. (5) DPR menyediakan sarana, anggaran, dan DIHAPUS _
tenaga ahli guna kelancaran
pelaksanaan tugas fraksi.

21
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
121. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana DIHAPUS (6) Dihapus.
dan tenaga ahli fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan DPR tentang Tata Tertib.

122. 12. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga DIHAPUS _


Pasal 81 berbunyi sebagai berikut:
123. Pasal 81 DIHAPUS _

(1) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:


a. pimpinan;
124. b. Badan Musyawarah; DIHAPUS _

125. c. Komisi; DIHAPUS _

126. d. Badan Legislasi; DIHAPUS _

127. e. Badan Anggaran; DIHAPUS _


128. f. Badan Akuntabilitas Keuangan DIHAPUS _
Negara;
129. g. Badan Kehormatan; DIHAPUS _

130. h. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; DIHAPUS _

131. i. Badan Urusan Rumah Tangga; DIHAPUS _

132. j. Panitia khusus; dan DIHAPUS _

133. k. alat kelengkapan lain yang DIHAPUS _


diperlukan dan dibentuk oleh rapat
paripurna.
134. (2) Dalam menjalankan tugasnya, alat DIHAPUS _
kelengkapan dibantu oleh unit
pendukung yang tugasnya diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib.

22
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
135. (3) Unit pendukung sebagaimana dimaksud DIHAPUS _
pada ayat (2), terdiri dari:
a. tenaga administrasi; dan

136. b. tenaga ahli DIHAPUS _

137. (4) Ketentuan mengenai rekrutmen tenaga DIHAPUS _


ahli sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b diatur lebih lanjut dalam
Peraturan DPR tentang tata tertib.
138. 13. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga DIHAPUS _
Pasal 90 berbunyi sebagai berikut:

139. Pasal 90 DIHAPUS _

(1) Badan Musyawarah bertugas:


a. menetapkan agenda DPR untuk 1
(satu) tahun sidang, 1 (satu) masa
persidangan, atau sebagian dari
suatu masa sidang, perkiraan waktu
penyelesaian suatu masalah, dan
jangka waktu penyelesaian
rancangan undang-undang, dengan
tidak mengurangi kewenangan rapat
paripurna untuk mengubahnya;

140. b. memberikan pendapat kepada DIHAPUS _


pimpinan DPR dalam menentukan
garis kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan wewenang
DPR;

141. c. meminta dan/atau memberikan DIHAPUS _


kesempatan kepada alat
kelengkapan DPR yang lain untuk
memberikan keterangan/penjelasan
23
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
mengenai pelaksanaan tugas
masing-masing;

142. d. mengatur lebih lanjut penanganan DIHAPUS _


suatu masalah dalam hal undang-
undang mengharuskan Pemerintah
atau pihak lainnya melakukan
konsultasi dan koordinasi dengan
DPR;

143. e. menentukan pelaksanaan tugas DPR DIHAPUS _


lain yang diatur dalam undang-
undang oleh alat kelengkapan DPR;
144. f. mengusulkan kepada rapat DIHAPUS _
paripurna mengenai jumlah komisi,
ruang lingkup tugas komisi, dan
mitra kerja komisi yang telah
dibahas dalam konsultasi pada awal
masa keanggotaan DPR; dan

145. g. melaksanakan tugas lain yang DIHAPUS _


diserahkan oleh rapat paripurna
kepada Badan Musyawarah.

146. (2) Badan Musyawarah menyusun DIHAPUS _


rancangan anggaran untuk pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang
selanjutnya disampaikan kepada Badan
Urusan Rumah Tangga.

147. 14. Ketentuan Pasal 94 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 14. Ketentuan Pasal 94 ditambah 1 (satu)
Pasal 94 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 94
berbunyi sebagai berikut:
148. Pasal 94 TETAP Pasal 94
(1) DPR menetapkan jumlah komisi pada (1) DPR menetapkan jumlah komisi pada

24
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan masa keanggotaan DPR dan
permulaan tahun sidang. permulaan tahun sidang.
149. (2) Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam DIHAPUS _
rapat paripurna menurut perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR, permulaan tahun
sidang atau pada setiap masa sidang.

150. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah TETAP (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah
komisi dan jumlah anggota komisi diatur komisi dan jumlah anggota komisi diatur
dengan Peraturan DPR tentang Tata dengan peraturan DPR tentang tata tertib.
Tertib.

151. 15. Ketentuan Pasal 95 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 15. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) diubah
Pasal 95 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
(4) sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai
berikut:
152. Pasal 95 TETAP Pasal 95
(1) Pimpinan komisi merupakan satu (1) Pimpinan komisi merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
dan kolegial. dan kolegial.
153. (2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) TETAP (2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang
orang wakil ketua, yang diusulkan oleh wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi
fraksi dan ditetapkan dalam rapat komisi dan ditetapkan dalam rapat komisi dengan
dengan memperhatikan keterwakilan memperhatikan keterwakilan perempuan
perempuan menurut perimbangan menurut perimbangan jumlah anggota
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. tiap-tiap fraksi.

154. (3) Penetapan pimpinan komisi sebagaimana TETAP (3) Penetapan pimpinan komisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
rapat komisi yang dipimpin oleh rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan
pimpinan DPR setelah penetapan DPR setelah penetapan susunan dan
susunan dan keanggotaan komisi. keanggotaan komisi.

25
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
155. (4) Penetapan pimpinan komisi dilakukan TETAP (4) Penetapan pimpinan komisi dilakukan
dengan musyawarah mufakat dan apabila dengan musyawarah mufakat dan apabila
musyawarah tidak mencapai mufakat musyawarah tidak mencapai mufakat
pemilihan dilakukan dengan suara pemilihan dilakukan dengan suara
terbanyak. terbanyak.
156. 16. Ketentuan Pasal 96 ayat (2) huruf c dan DIHAPUS _
ayat (6) diubah, sehingga Pasal 96
berbunyi sebagai berikut:
157. DIHAPUS _
Pasal 96

(1) Tugas komisi dalam pembentukan


undang-undang adalah mengadakan
persiapan, penyusunan, pembahasan,
dan penyempurnaan rancangan undang-
undang.

158. (2) Tugas komisi di bidang anggaran adalah: DIHAPUS _


a. mengadakan pembicaraan
pendahuluan mengenai penyusunan
rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang termasuk dalam
ruang lingkup tugasnya bersama-sama
dengan Pemerintah;

159. b. mengadakan pembahasan dan DIHAPUS _


mengajukan usul penyempurnaan
rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang termasuk dalam
ruang lingkup tugasnya bersama-sama
dengan Pemerintah;

160. c. menginventarisir dan membahas DIHAPUS _


usulan anggota komisi terkait program
pengembangan daerah pemilihan dan
menyampaikan kepada Badan
26
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Anggaran untuk ditetapkan dalam
APBN;

161. d. membahas dan menetapkan alokasi DIHAPUS _


anggaran untuk fungsi, program, dan
kegiatan kementerian/lembaga yang
menjadi mitra kerja komisi;

162. e. mengadakan pembahasan laporan DIHAPUS _


keuangan negara dan pelaksanaan
APBN termasuk hasil pemeriksaan
BPK yang berkaitan dengan ruang
lingkup tugasnya;

163. f. menyampaikan hasil pembicaraan DIHAPUS _


pendahuluan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, dan hasil pembahasan
sebagaimana dimaksud dalam huruf
b, huruf c, dan huruf d, kepada Badan
Anggaran untuk sinkronisasi;

164. g. menyempurnakan hasil sinkronisasi DIHAPUS _


Badan Anggaran berdasarkan
penyampaian usul komisi
sebagaimana dimaksud dalam huruf f;
dan

165. h. menyerahkan kembali kepada Badan DIHAPUS _


Anggaran hasil pembahasan komisi
sebagaimana dimaksud dalam huruf g
untuk bahan akhir penetapan APBN.

166. (3) Tugas komisi di bidang pengawasan DIHAPUS _


adalah:
a. melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang,
27
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
termasuk APBN, serta peraturan
pelaksanaannya yang termasuk dalam
ruang lingkup tugasnya;

167. b. membahas dan menindaklanjuti hasil DIHAPUS _


pemeriksaan BPK yang berkaitan
dengan ruang lingkup tugasnya;

168. c. melakukan pengawasan terhadap DIHAPUS _


kebijakan Pemerintah; dan

169. d. membahas dan menindaklanjuti DIHAPUS _


usulan DPD.

170. (4) Komisi dalam melaksanakan tugas DIHAPUS _


sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3), dapat mengadakan:
a. rapat kerja dengan Pemerintah yang
diwakili oleh menteri/pimpinan
lembaga;

171. b. konsultasi dengan DPD; DIHAPUS _

172. c. rapat dengar pendapat dengan pejabat DIHAPUS _


Pemerintah yang mewakili instansinya;

173. d. rapat dengar pendapat umum, baik DIHAPUS _


atas permintaan komisi maupun atas
permintaan pihak lain;

174. e. rapat kerja dengan menteri atau rapat DIHAPUS _


dengar pendapat dengan pejabat
Pemerintah yang mewakili instansinya
yang tidak termasuk dalam ruang
lingkup tugasnya apabila diperlukan;
dan/atau
28
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM

175. f. kunjungan kerja. DIHAPUS _

176. (5) Komisi menentukan tindak lanjut hasil DIHAPUS _


pelaksanaan tugas komisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4).

177. (6) Keputusan dan/atau kesimpulan hasil DIHAPUS _


rapat kerja komisi atau rapat kerja
gabungan komisi bersifat mengikat
antara DPR dan Pemerintah serta wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah.

178. (7) Komisi membuat laporan kinerja pada DIHAPUS _


akhir masa keanggotaan DPR, baik yang
sudah maupun yang belum terselesaikan
untuk dapat digunakan sebagai bahan
oleh komisi pada masa keanggotaan
berikutnya.

179. (8) Komisi menyusun rancangan anggaran DIHAPUS _


untuk pelaksanaan tugasnya sesuai
dengan kebutuhan yang selanjutnya
disampaikan kepada Badan Urusan
Rumah Tangga.

180. 17. Di antara Pasal 96 dan Pasal 97 DIHAPUS _


disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 96A
yang berbunyi sebagai berikut:

29
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
181. Pasal 96A DIHAPUS _

(1) Pembahasan rancangan undang-undang


oleh komisi, gabungan komisi, panitia
khusus atau Badan Legislasi
diselesaikan dalam 2 (dua) kali masa
sidang dan dapat diperpanjang hanya
untuk 1 (satu) kali masa sidang.

182. (2) Dalam hal pembahasan rancangan DIHAPUS _


undang-undang yang dilakukan oleh
komisi/gabungan komisi atau panitia
khusus telah melampaui ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pembahasan rancangan undang-undang
dimaksud dilanjutkan oleh Badan
Legislasi.

183. (3) Rancangan Undang-Undang yang DIHAPUS _


pembahasannya dilanjutkan oleh Badan
Legislasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), hanya melanjutkan substansi
yang belum mendapat persetujuan.

184. (4) Rancangan Undang-Undang yang telah DIHAPUS _


melampaui masa pembahasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diserahkan pimpinan komisi, pimpinan
gabungan komisi, atau pimpinan pansus
kepada pimpinan DPR untuk diteruskan
kepada pimpinan Badan Legislasi.

185. (5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada DIHAPUS _


ayat (4) dilakukan paling lambat 10
(sepuluh) hari pada masa sidang
berikutnya.

30
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
186. (6) Pembahasan rancangan undang-undang DIHAPUS _
yang dilanjutkan oleh Badan Legislasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diselesaikan dalam 1 (satu) kali masa
sidang dan dapat diperpanjang 1(satu)
kali masa sidang.

187. (7) Dalam hal pembahasan rancangan DIHAPUS _


undang-undang yang dilanjutkan oleh
Badan Legislasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) tidak selesai, rancangan
undang-undang diserahkan ke Badan
musyawarah untuk dilaporkan dalam
rapat paripurna.

188. 18. Ketentuan Pasal 100 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 18. Ketentuan ayat (2) diubah dan ditambah 1
Pasal 100 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL (satu) ayat, yakni ayat (3) Pasal 100
sehingga Pasal 100 berbunyi sebagai
berikut:
189. Pasal 100 DIHAPUS _

(1) DPR menetapkan susunan dan


keanggotaan Badan Legislasi pada
permulaan masa keanggotaan DPR,
permulaan tahun sidang atau pada
setiap masa sidang.
190. (2) Jumlah anggota Badan Legislasi paling TETAP (2) Jumlah anggota Badan Legislasi paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah alat sedikit 2 (dua) atau 3 (tiga) kali jumlah alat
kelengkapan DPR lainnya yang memiliki kelengkapan DPR lainnya yang memiliki
jumlah keanggotaan terbesar. jumlah keanggotaan terbesar.

191. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah TETAP (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah
anggota Badan legislasi sebagaimana anggota Badan legislasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib. peraturan DPR tentang tata tertib.

31
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
192. 19. Ketentuan Pasal 101 ayat (2) dan ayat (3) PENYEMPURNAAN 19. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 101
diubah, sehingga Pasal 101 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 101 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
193. Pasal 101 TETAP Pasal 101

(1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan (1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu
satu kesatuan pimpinan yang bersifat kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
kolektif dan kolegial. dan kolegial.
194. (2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 TETAP (2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 3 (satu) orang ketua dan paling banyak 3
(tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan
oleh fraksi dan ditetapkan dalam Badan oleh fraksi dan ditetapkan dalam Badan
Legislasi dengan memperhatikan Legislasi dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan menurut keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap perimbangan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi. fraksi.

195. (3) Penetapan pimpinan Badan Legislasi TETAP (3) Penetapan pimpinan Badan Legislasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam rapat Badan Legislasi dilakukan dalam rapat Badan Legislasi
yang dipimpin oleh pimpinan DPR yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
setelah penetapan susunan dan penetapan susunan dan keanggotaan
keanggotaan Badan Legislasi. Badan Legislasi.
196. 20. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga PENYEMPURNAAN 20. Ketentuan ayat (1) Pasal 102 diubah
Pasal 102 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL sehingga Pasal 102 berbunyi sebagai
berikut:
197. TETAP
Pasal 102 Pasal 102

(1) Badan Legislasi bertugas: (1) Badan Legislasi bertugas:


a. menyusun rancangan program a. menyusun rancangan program legislasi
legislasi nasional yang memuat daftar nasional yang memuat daftar urutan dan
urutan dan prioritas rancangan prioritas rancangan undang-undang
undang-undang beserta alasannya beserta alasannya untuk 1 (satu) masa
untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan keanggotaan dan untuk setiap tahun
untuk setiap tahun anggaran di anggaran di lingkungan DPR;
32
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
lingkungan DPR;

198. b. mengoordinasi penyusunan program TETAP b. mengoordinasi penyusunan program


legislasi nasional antara DPR, legislasi nasional antara DPR, DPD dan
Pemerintah dan DPD; Pemerintah;

199. c. menyiapkan dan menyusun naskah TETAP c. menyiapkan naskah akademik


akademik rancangan undang- rancangan undang-undang;
undang;
200. d. menyiapkan rancangan undang- TETAP d. menyiapkan rancangan undang-undang
undang usul DPR berdasarkan usul DPR berdasarkan program prioritas
program prioritas yang telah yang telah ditetapkan;
ditetapkan;

201. e. melakukan pengharmonisasian, PERUBAHAN e. Melakukan pengharmonisasian,


pembulatan, dan pemantapan konsep SUBSTANSI pembulatan, dan pemantapan konsepsi
rancangan undang-undang yang rancangan undang-undang yang
diajukan anggota, komisi, gabungan diajukan anggota, komisi, gabungan
komisi, atau DPD sebelum rancangan komisi sebelum undang-undang tersebut
undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR
disampaikan kepada Pimpinan DPR.
202. f. memberikan pertimbangan terhadap TETAP f. memberikan pertimbangan terhadap
rancangan undang-undang yang rancangan undang-undang yang diajukan
diajukan oleh anggota DPR di luar oleh anggota DPR di luar prioritas
prioritas rancangan undang-undang rancangan undang-undang tahun
tahun berjalan atau di luar rancangan berjalan atau di luar rancangan undang-
undang-undang yang terdaftar dalam undang yang terdaftar dalam program
program legislasi nasional; legislasi nasional;
203. g. melakukan pembahasan, TETAP g. melakukan pembahasan, pengubahan,
pengubahan, dan/atau dan/atau penyempurnaan rancangan
penyempurnaan rancangan undang- undang-undang yang secara khusus
undang yang secara khusus ditugaskan oleh rapat paripurna DPR
ditugaskan oleh rapat paripurna DPR;
204. h. menyusun, melakukan evaluasi, dan TETAP h. menyusun, melakukan evaluasi dan
penyempurnaan peraturan DPR; penyempurnaan peraturan DPR;

33
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
205. i. menentukan penanganan suatu TETAP i. menentukan penanganan suatu
rancangan undang-undang oleh alat rancangan undang-undang oleh alat
kelengkapan DPR; kelengkapan DPR;
206. j. mengikuti perkembangan dan TETAP j. mengikuti perkembangan dan melakukan
melakukan evaluasi terhadap evaluasi terhadap pembahasan materi
pembahasan materi muatan muatan rancangan undang-undang
rancangan undang-undang melalui melalui koordinasi dengan komisi
koordinasi dengan komisi dan/atau dan/atau Badan khusus;
Badan khusus;
207. k. melakukan sosialisasi program DIHAPUS _
legislasi nasional;

208. l. melakukan sosialisasi undang- DIHAPUS _


undang; dan

209. m. membuat laporan kinerja dan TETAP k. membuat laporan kinerja dan
inventarisasi masalah di bidang inventarisasi masalah di bidang
perundang-undangan pada akhir perundang-undangan pada akhir masa
masa keanggotaan DPR untuk dapat keanggotaan DPR untuk dapat digunakan
digunakan oleh Badan Legislasi pada oleh Badan Legislasi pada masa
masa keanggotaan berikutnya; keanggotaan berikutnya.

210. (2) Badan Legislasi menyusun rancangan TETAP (2) Badan Legislasi menyusun rancangan
anggaran untuk pelaksanaan tugasnya anggaran untuk pelaksanaan tugasnya
sesuai dengan kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya
selanjutnya disampaikan kepada Badan disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Urusan Rumah Tangga. Tangga.

211. 21. Ketentuan Pasal 105 diubah, sehingga DIHAPUS _


Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:

212. Pasal 105 DIHAPUS _

(1) DPR menetapkan susunan dan


keanggotaan Badan Anggaran

34
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
berdasarkan representasi anggota dari
tiap-tiap provinsi menurut perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR, permulaan tahun
sidang, atau pada setiap masa sidang.

213. (2) Susunan dan keanggotaan Badan TETAP (2) Susunan dan keanggotaan Badan
anggaran sebagaimana dimaksud pada anggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiap ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiap
komisi yang dipilih oleh komisi dengan komisi yang dipilih oleh komisi dengan
memperhatikan perimbangan jumlah memperhatikan perimbangan jumlah
anggota dan usulan fraksi. anggota dan usulan fraksi.

214. 22. Ketentuan Pasal 106 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 21. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 106
Pasal 106 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 106 berbunyi
sebagai berikut:
215. Pasal 106 TETAP Pasal 106

(1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan (1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan
satu kesatuan pimpinan yang bersifat satu kesatuan pimpinan yang bersifat
kolektif dan kolegial. kolektif dan kolegial.
216. (2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 TETAP (2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 3 (satu) orang ketua dan paling banyak 3
(tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan
oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat
Badan Anggaran dengan Badan Anggaran dengan memperhatikan
memperhatikan keterwakilan keterwakilan perempuan menurut
perempuan menurut perimbangan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. fraksi.

217. (3) Penetapan pimpinan Badan Anggaran TETAP (3) Penetapan pimpinan Badan Anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam rapat Badan Anggaran dilakukan dalam rapat Badan Anggaran

35
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
yang dipimpin oleh pimpinan DPR yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
setelah penetapan susunan dan penetapan susunan dan keanggotaan
keanggotaan Badan Anggaran. Badan Anggaran.
218. 23. Ketentuan Pasal 107 ayat (1) diubah, PENYEMPURNAAN 23. Ketentuan ayat (1) Pasal 107 diubah,
sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
219. Pasal 107 TETAP Pasal 107

(1) Badan Anggaran bertugas: (1) Badan Anggaran bertugas:


a. membahas bersama Pemerintah yang
a. membahas bersama Pemerintah
diwakili oleh menteri untuk
yang diwakili oleh menteri untuk
menentukan pokok-pokok kebijakan
menentukan pokok-pokok kebijakan
fiskal secara umum dan prioritas
fiskal secara umum dan prioritas
anggaran untuk dijadikan acuan bagi
anggaran untuk dijadikan acuan
setiap kementerian/lembaga dalam
bagi setiap kementerian/lembaga
menyusun usulan anggaran;
dalam menyusun usulan anggaran;
220. b. menetapkan pendapatan negara TETAP b. menetapkan pendapatan negara
bersama Pemerintah dengan bersama Pemerintah dengan mengacu
pada usulan komisi terkait;
mengacu pada usulan komisi
terkait;

221. c. membahas rancangan undang- PERUBAHAN c. membahas rancangan undang-undang


undang tentang APBN bersama SUBSTANSI tentang APBN bersama Presiden yang
dapat diwakili oleh menteri dengan
Presiden yang dapat diwakili oleh
mengacu pada keputusan rapat kerja
menteri dengan mengacu pada komisi dan Pemerintah mengenai
keputusan rapat kerja komisi dan alokasi anggaran untuk fungsi,
Pemerintah mengenai alokasi program, dan kegiatan belanja
anggaran untuk fungsi, program, Pemerintah Pusat;
dan kegiatan kementerian/lembaga
serta dana alokasi transfer daerah;

222. d. melakukan sinkronisasi terhadap TETAP d. melakukan sinkronisasi terhadap


hasil pembahasan di komisi hasil pembahasan di komisi mengenai
36
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
mengenai rencana kerja dan rencana kerja dan anggaran
anggaran kementerian/lembaga; kementerian/lembaga;

223. e. melakukan sinkronisasi terhadap DIHAPUS _


usulan program pembangunan
daerah pemilihan yang diusulkan
komisi;

224. f. membahas laporan realisasi dan TETAP f. membahas laporan realisasi dan
prognosis yang berkaitan dengan prognosis yang berkaitan dengan APBN;
dan
APBN; dan

225. g. membahas pokok-pokok penjelasan TETAP g. membahas pokok-pokok penjelasan


atas rancangan undang-undang atas rancangan undang-undang
tentang pertanggungjawaban tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN.
pelaksanaan APBN.

226. (2) Badan Anggaran hanya membahas TETAP (2) Badan Anggaran hanya membahas alokasi
alokasi anggaran yang sudah anggaran yang sudah diputuskan oleh
diputuskan oleh komisi. komisi.

227. (3) Anggota komisi dalam Badan Anggaran TETAP (3) Anggota komisi dalam Badan Anggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
105 ayat (2) harus mengupayakan ayat (2) harus mengupayakan alokasi
alokasi anggaran yang diputuskan anggaran yang diputuskan komisi dan
komisi dan menyampaikan hasil menyampaikan hasil pelaksanaan tugas
pelaksanaan tugas sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1) kepada komisi. kepada komisi.

228. 24. Ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga TETAP 24. Ketentuan ayat (2) Pasal 111 diubah,
Pasal 111 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 111 berbunyi sebagai
berikut:
229. Pasal 111 DIHAPUS _

37
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BAKN pada permulaan
masa keanggotaan DPR, permulaan
tahun sidang atau pada setiap masa
sidang.
230. (2) Anggota BAKN berjumlah paling PERUBAHAN (2) Anggota BAKN berjumlah paling banyak 15
banyak 15 (lima belas) orang atas usul SUBSTANSI (lima belas) orang atas usul fraksi yang
fraksi yang ditetapkan dalam rapat ditetapkan dalam rapat paripurna pada
paripurna pada permulaan masa permulaan masa keanggotaan DPR.
keanggotaan DPR, permulaan masa
sidang, atau pada setiap masa sidang.

231. 25. Ketentuan Pasal 112 ayat (2) dan ayat PENYEMPURNAAN 25. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 112
(3) diubah, sehingga Pasal 112 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 112 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
232. Pasal 112 TETAP Pasal 112

(1) Pimpinan BAKN merupakan satu (1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
dan kolegial.
233. (2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) TETAP (2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil
orang wakil ketua, yang diusulkan oleh ketua, yang diusulkan oleh fraksi dan
fraksi dan ditetapkan dalam rapat BAKN ditetapkan dalam rapat BAKN dengan
dengan memperhatikan keterwakilan memperhatikan keterwakilan perempuan
perempuan menurut perimbangan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. tiap fraksi.

234. (3) Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana TETAP (3)Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
rapat BAKN yang dipimpin oleh rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan
pimpinan DPR setelah penetapan DPR setelah penetapan susunan dan
susunan dan keanggotaan BAKN. keanggotaan BAKN.
235. 26. Ketentuan Pasal 113 ayat (1) huruf b PENYEMPURNAAN 26. Ketentuan ayat (3) Pasal 113 diubah,
dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 113 REDAKSIONAL sehingga Pasal 113 berbunyi sebagai
berbunyi sebagai berikut: berikut:
38
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
236. TETAP
(1) BAKN bertugas: (1) BAKN bertugas:
a. melakukan penelaahan terhadap a. melakukan penelaahan terhadap temuan
temuan hasil pemeriksaan BPK yang hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan
disampaikan kepada DPR; kepada DPR;

237. b. menyampaikan laporan hasil TETAP b. menyampaikan laporan hasil penelaahan


penelaahan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dalam huruf a kepada komisi; kepada komisi;

238. c. menindaklanjuti hasil pembahasan TETAP c. menindaklanjuti hasil pembahasan


komisi terhadap temuan hasil komisi terhadap temuan hasil
pemeriksaan BPK atas permintaan pemeriksaan BPK atas permintaan
komisi; dan komisi; dan

239. d. memberikan masukan kepada BPK TETAP d. memberikan masukan kepada BPK dalam
dalam hal rencana kerja pemeriksaan hal rencana kerja pemeriksaan tahunan,
tahunan, hambatan pemeriksaan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian
serta penyajian dan kualitas laporan. dan kualitas laporan.

240. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana TETAP (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN
dapat meminta penjelasan dari BPK, dapat meminta penjelasan dari BPK,
Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga
negara lainnya, Bank Indonesia, badan negara lainnya, Bank Indonesia, badan
usaha milik negara, badan layanan usaha milik negara, badan layanan umum,
umum, badan usaha milik daerah, badan usaha milik daerah, dan lembaga
danlembaga atau badan lain yang atau badan lain yang mengelola keuangan
mengelola keuangan negara. negara.

39
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
241. (3) Dalam hal hasil telaahan BAKN terhadap TETAP (3) Dalam hal hasil telaahan BAKN terhadap
laporan pemeriksaan BPK dipandang laporan pemeriksaan BPK dipandang perlu
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan, dilakukan pemeriksaan lanjutan, BAKN
BAKN dapat mengusulkan kepada BPK dapat mengusulkan kepada BPK untuk
untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. melakukan pemeriksaan lanjutan.

242. (4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada TETAP (4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d
disampaikan kepada pimpinan DPR disampaikan kepada pimpinan DPR dalam
dalam rapat paripurna secara berkala. rapat paripurna secara berkala.

243. 27. Ketentuan Pasal 114 diubah, sehingga TETAP 27. Ketentuan Pasal 114 diubah, sehingga
Pasal 114 berbunyi sebagai berikut: Pasal 114 berbunyi sebagai berikut:
244. Pasal 114 TETAP Pasal 114

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana Dalam melaksanakan tugas sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1), BAKN dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1), BAKN
dapat dibantu oleh auditor, akuntan, analis dapat dibantu oleh auditor, akuntan, analis
keuangan, dan/atau peneliti. keuangan, dan/atau peneliti.

245. 28. Ketentuan Pasal 118 diubah, sehingga TETAP 28. Ketentuan ayat (2) Pasal 118 diubah,
Pasal 118 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 118 berbunyi sebagai
berikut:

246. Pasal 118 DIHAPUS _

(1) DPR menetapkan susunan dan


keanggotaan BKSAP pada pada
permulaan masa keanggotaan DPR,
permulaan tahun sidang atau pada setiap
masa sidang.

40
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
247. (2) Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam TETAP (2) Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam
rapat paripurna menurut perimbangan rapat paripurna menurut perimbangan dan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi. fraksi.
248. 29. Ketentuan Pasal 119 ayat (2) dan ayat PENYEMPURNAAN 29. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 119
(3) diubah, sehingga Pasal 119 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 119 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
249. Pasal 119 TETAP Pasal 119

(1) Pimpinan BKSAP merupakan satu (1) Pimpinan BKSAP merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
dan kolegial. dan kolegial.
250. (2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) TETAP (2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang
orang wakil ketua, yang diusulkan oleh wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi
fraksi dan ditetapkan dalam rapat dan ditetapkan dalam rapat BKSAP dengan
BKSAP dengan memperhatikan memperhatikan keterwakilan perempuan
keterwakilan perempuan menurut menurut perimbangan jumlah anggota
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap tiap-tiap fraksi.
fraksi.

251. (3) Penetapan pimpinan BKSAP TETAP (3) Penetapan pimpinan BKSAP sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
dilakukan dalam rapat BKSAP yang rapat BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah DPR setelah penetapan susunan dan
penetapan susunan dan keanggotaan keanggotaan BKSAP.
BKSAP.
252. 30. Ketentuan Pasal 124 diubah sehingga TETAP 30. Ketentuan ayat (2) Pasal 124 diubah
Pasal 124 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 124 berbunyi sebagai
berikut:

253. Pasal 124 DIHAPUS _

(1) DPR menetapkan susunan dan


keanggotaan Badan Kehormatan pada
permulaan masa keanggotaan DPR,
41
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
permulaan tahun sidang atau pada
setiap masa sidang.
254. (2) Anggota Badan Kehormatan berjumlah TETAP (2) Anggota Badan Kehormatan berjumlah
paling banyak 11 (sebelas) orang atas paling banyak 11 (sebelas) orang atas usul
usul fraksi menurut perimbangan dan fraksi menurut perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
fraksi.

255. 31. Ketentuan Pasal 125 ayat (2) dan ayat TETAP 31. Ketentuan Pasal 125 ayat (2) dan ayat (3)
(3) diubah, sehingga Pasal 125 berbunyi diubah, sehingga Pasal 125 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
256. Pasal 125 TETAP Pasal 125

(1) Pimpinan Badan Kehormatan (1) Pimpinan Badan Kehormatan merupakan


merupakan satu kesatuan pimpinan satu kesatuan pimpinan yang bersifat
yang bersifat kolektif dan kolegial. kolektif dan kolegial.
257. (2) Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas TETAP (2) Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas 1
1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (satu) orang ketua dan paling banyak 3
(tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan
oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat
Badan Kehormatan dengan Badan Kehormatan dengan memperhatikan
memperhatikan keterwakilan perempuan keterwakilan perempuan menurut
menurut perimbangan jumlah anggota perimbangan jumlah anggota tiap-tiap
tiap-tiap fraksi. fraksi.
258. (3) Penetapan pimpinan Badan Kehormatan TETAP (3) Penetapan pimpinan Badan Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam rapat Badan dilakukan dalam rapat Badan Kehormatan
Kehormatan yang dipimpin oleh yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
pimpinan DPR setelah penetapan penetapan susunan dan keanggotaan Badan
susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan.
Kehormatan.
259. 32. Ketentuan Pasal 131 diubah sehingga TETAP 32. Ketentuan ayat (2) Pasal 131 diubah
Pasal 131 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 131 berbunyi sebagai
berikut:
260. Pasal 131 DIHAPUS _

42
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BURT pada permulaan
masa keanggotaan DPR, permulaan
tahun sidang atau pada setiap masa
sidang.
261. (2) Jumlah anggota BURT paling banyak 25 TETAP (2) Jumlah anggota BURT paling banyak 25
(dua puluh lima) orang atas usul fraksi (dua puluh lima) orang atas usul fraksi
menurut perimbangan dan pemerataan menurut perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
262. 33. Ketentuan Pasal 132 ayat (2) dan ayat PENYEMPURNAAN 33. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 132
(3) diubah, sehingga Pasal 132 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 132 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
263. Pasal 132 TETAP Pasal 132

(1) Pimpinan BURT merupakan satu (1) Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
dan kolegial.
264. (2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) (2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang
PERUBAHAN
orang ketua yang dijabat oleh ketua DPR ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil
dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil SUBSTANSI ketua yang diusulkan oleh fraksi dan
ketua yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat BURT dengan
ditetapkan dalam rapat BURT dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-
menurut perimbangan jumlah anggota tiap fraksi.
tiap-tiap fraksi.

265. (3) Penetapan pimpinan BURT TETAP (3) Penetapan pimpinan BURT sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
dilakukan dalam rapat BURT yang rapat BURT yang dipimpin oleh pimpinan
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah DPR setelah penetapan susunan dan
penetapan susunan dan keanggotaan keanggotaan BURT.
BURT.
266. 34. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga PENYEMPURNAAN 34. Di antara huruf a dan huruf b Pasal 133
Pasal 133 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf a.1
43
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sehingga Pasal 133 berbunyi sebagai
berikut:

267. Pasal 133 DIHAPUS Pasal 133

BURT bertugas: BURT bertugas:


a. menyusun kebijakan kerumahtanggaan a. menetapkan kebijakan kerumahtanggaan
DPR dengan memperhatikan usulan DPR;
rancangan anggaran yang disampaikan
alat kelengkapan DPR;

268. b. menyampaikan hasil rumusan DIHAPUS _


kebijakan kerumahtanggan DPR
sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dalam rapat paripurna untuk
ditetapkan sebagai kebijakan
kerumahtanggaan DPR;

269. c. memberi tugas kepada Sekretaris PENYEMPURNAAN a.1 memberi tugas kepada Sekretaris
Jenderal DPR untuk melaksanakan REDAKSIONAL Jenderal DPR untuk melaksanakan
kebijakan kerumahtanggaan DPR; kebijakan kerumahtanggaan DPR;
270. d. melakukan pengawasan terhadap PENYEMPURNAAN b. melakukan pengawasan terhadap
Sekretariat Jenderal DPR dalam Sekretariat Jenderal DPR dalam

44
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pelaksanaan kebijakan REDAKSIONAL pelaksanaan kebijakan
kerumahtanggaan DPR sebagaimana kerumahtanggaan DPR sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, termasuk dimaksud dalam huruf a, termasuk
pelaksanaan dan pengelolaan anggaran pelaksanaan dan pengelolaan anggaran
DPR; DPR;

271. e. melakukan koordinasi dengan alat PENYEMPURNAAN c. melakukan koordinasi dengan alat
kelengkapan DPD dan alat kelengkapan REDAKSIONAL kelengkapan DPD dan alat kelengkapan
MPR yang berhubungan dengan MPR yang berhubungan dengan
masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, masalah kerumahtanggaan DPR, DPD,
dan MPR yang ditugaskan oleh dan MPR yang ditugaskan oleh
pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat
Badan Musyawarah; Badan Musyawarah;

272. f. menyampaikan hasil keputusan dan PENYEMPURNAAN d. menyampaikan hasil keputusan dan
kebijakan BURT kepada setiap anggota REDAKSIONAL kebijakan BURT kepada setiap anggota
DPR; dan DPR; dan

273. g. menyampaikan laporan kinerja dalam PENYEMPURNAAN e. menyampaikan laporan kinerja dalam
rapat paripurna DPR yang khusus REDAKSIONAL rapat paripurna DPR yang khusus
diadakan untuk itu. diadakan untuk itu.

274. 35. Diantara Pasal 141 dan Pasal 142 DIHAPUS _


disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal
141A yang berbunyi sebagai berikut:
275. Pasal 141A DIHAPUS _

DPR memegang kekuasaan membentuk


undang-undang
276. 36. Ketentuan Pasal 143 ditambah 1 (satu) TETAP 36. Ketentuan Pasal 143 ditambah 1 (satu) ayat,
ayat, yakni ayat (6) sehingga Pasal 143 yakni ayat (6) sehingga Pasal 143 berbunyi
berbunyi sebagai berikut: sebagai berikut:

277. Pasal 143 TETAP Pasal 143

(1) Usul rancangan undang-undang dapat (1) Usul rancangan undang-undang dapat

45
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
diajukan oleh anggota DPR, komisi, diajukan oleh anggota DPR, komisi,
gabungan komisi, atau Badan Legislasi. gabungan komisi, atau Badan Legislasi

278. (2) Usul rancangan undang-undang TETAP (2) Usul rancangan undang-undang
disampaikan secara tertulis oleh disampaikan secara tertulis oleh anggota
anggota DPR, pimpinan komisi, DPR, pimpinan komisi, pimpinan gabungan
pimpinan gabungan komisi, atau komisi, atau pimpinan Badan Legislasi
pimpinan Badan Legislasi kepada kepada pimpinan DPR disertai daftar nama
pimpinan DPR disertai daftar nama dan dan tanda tangan pengusul
tanda tangan pengusul.

279. (3) DPR memutuskan usul rancangan TETAP (3) DPR memutuskan usul rancangan undang-
undang-undang sebagaimana dimaksud undang sebagaimana dimaksud pada ayat
pada ayat (2) dalam rapat paripurna, (2) dalam rapat paripurna, berupa:
berupa: a. persetujuan;
a. persetujuan;
280. b. persetujuan dengan pengubahan; TETAP b. persetujuan dengan pengubahan; atau
atau
281. c. penolakan TETAP c. penolakan

282. (4) Dalam hal persetujuan dengan TETAP (4) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan,
pengubahan, DPR menugasi komisi, DPR menugasi komisi, gabungan komisi,
gabungan komisi, Badan Legislasi, atau Badan Legislasi, atau panitia khusus untuk
Badan khusus untuk menyempurnakan menyempurnakan rancangan undang-
rancangan undang-undang tersebut. undang tersebut

283. (5) Rancangan undang-undang yang telah TETAP (5) Rancangan undang-undang yang telah
disiapkan oleh DPR disampaikan disiapkan oleh DPR disampaikan dengan
dengan surat pimpinan DPR kepada surat pimpinan DPR kepada Presiden.
Presiden.
284. (6) Dalam hal rancangan undang-undang TETAP (6) Dalam hal rancangan undang-undang yang
yang telah disiapkan oleh DPR berkaitan telah disiapkan oleh DPR berkaitan dengan
dengan otonomi daerah, hubungan otonomi daerah, hubungan pusat dan
pusat dan daerah, pembentukan dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
pemekaran serta penggabungan daerah, penggabungan daerah, pengelolaan sumber
pengelolaan sumber daya alam dan daya alam dan sumber daya ekonomi
46
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sumber daya ekonomi lainnya, serta lainnya, serta perimbangan keuangan pusat
perimbangan keuangan pusat dan dan daerah disampaikan dengan surat
daerah disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada
pimpinan DPR kepada Presiden dan pimpinan DPD.
kepada pimpinan DPD.
285. 37. Ketentuan Pasal 144 ayat (2) diubah PERUBAHAN 37. Ketentuan Pasal 144 ditambah 1 (satu) ayat,
sehingga berbunyi sebagai berikut : REDAKSIONAL yakni ayat (2) sehingga Pasal 144 berbunyi
sebagai berikut:
286. Pasal 144 TETAP Pasal 144

(1) Rancangan undang-undang yang berasal (1) Rancangan undang-undang yang berasal
dari Presiden diajukan dengan surat dari Presiden diajukan dengan surat
Presiden kepada pimpinan DPR. Presiden kepada pimpinan DPR

287. (2) Rancangan undang-undang yang berasal TETAP (2) Rancangan undang-undang yang berasal
dari Presiden berkaitan dengan otonomi dari Presiden berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
sumber daya alam dan sumber daya daya alam dan sumber daya ekonomi
ekonomi lainnya, serta perimbangan lainnya, serta perimbangan keuangan pusat
keuangan pusat dan daerah diajukan dan daerah diajukan kepada DPR dan
kepada DPR dan pimpinan DPR pimpinan DPR menyampaikannya kepada
menyampaikannya kepada Pimpinan Pimpinan DPD.
DPD.

288. 38. Ketentuan Pasal 146 diubah sehingga PENYEMPURNAAN 38. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 146
Pasal 146 berbunyi sebagai berikut : REDAKSIONAL diubah dan ditambah 4 (empat) ayat, yakni
ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6)
sehingga Pasal 146 berbunyi sebagai berikut:
289. Pasal 146 TETAP Pasal 146

(1) Rancangan undang-undang dapat (1) Rancangan undang-undang dapat


diajukan oleh DPD berkaitan dengan diajukan oleh DPD berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran daerah, pembentukan dan pemekaran

47
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
serta penggabungan daerah, serta penggabungan daerah, pengelolaan
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya alam dan sumber daya
sumber daya ekonomi lainnya, serta ekonomi lainnya, serta perimbangan
perimbangan keuangan pusat dan keuangan pusat dan daerah.
daerah.

290. (2) Rancangan undang-undang PERUBAHAN (2) Rancangan undang-undang sebagaimana


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SUBSTANSI dimaksud pada ayat (1) beserta naskah
beserta naskah akademik disampaikan akademik diajukan dengan surat oleh
secara tertulis oleh pimpinan DPD pimpinan DPD kepada pimpinan DPR
kepada pimpinan DPR. dengan tembusan kepada Presiden.
291. (3) Pimpinan DPR setelah menerima PERUBAHAN (3) Pengajuan RUU sebagaimana dimaksud
rancangan undang-undangan dari DPD SUBSTANSI ayat (2) disertai dengan penugasan alat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kelengkapan DPD yang mewakili DPD
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) dalam pembahasan dengan DPR dan
hari mengirim surat kepada Presiden Presiden.
untuk menunjuk menteri yang ditugasi
mewakili Presiden dalam melakukan
pembahasan rancangan undang-
undang bersama DPR dan DPD.
292. (4) Pimpinan DPR setelah menerima PERUBAHAN (4) Pimpinan DPR setelah menerima
rancangan undang-undang dari DPD SUBSTANSI rancangan undang-undang dari DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengirim surat kepada pimpinan DPD memberitahukan adanya usul rancangan
untuk menunjuk alat kelengkapan DPD undang-undang tersebut kepada anggota
yang ditugasi mewakili DPD dalam DPR dan membagikannya kepada seluruh
melakukan pembahasan rancangan anggota DPR dalam rapat paripurna.
undang-undang bersama DPR dan
Presiden.
293. (5) Pimpinan DPR setelah menerima
rancangan undang-undangan dari DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari mengirim surat kepada Presiden
untuk menunjuk menteri yang ditugasi
mewakili Presiden dalam melakukan

48
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pembahasan rancangan undang-undang
bersama DPR dan DPD.

294. (5) DPR dan Presiden mulai membahas PERUBAHAN (6) DPR, DPD, dan Presiden mulai membahas
rancangan undang-undang dari DPD SUBSTANSI rancangan undang-undang dari DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu paling lama 60 dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
(enam puluh) hari terhitung sejak surat puluh) hari terhitung sejak surat
pimpinan DPR diterima Presiden. pimpinan DPR diterima Presiden.

295. 39. Ketentuan Pasal 147 dihapus TETAP 39. Ketentuan Pasal 147 dihapus

296. 40. Ketentuan Pasal 148 diubah sehingga TETAP 40. Ketentuan Pasal 148 diubah sehingga Pasal
Pasal 148 berbunyi sebagai berikut: 148 berbunyi sebagai berikut:
297. Pasal 148 PERUBAHAN Pasal 148
SUBTANSI
(1) Pembicaraan rancangan undang-undang Tindak lanjut pembahasan rancangan undang-
yang berasal dari DPR, Presiden atau undang yang berasal dari DPR, DPD, atau
DPD dilakukan melalui 3 (tiga) tingkat Presiden dilakukan melalui 2 (dua) tingkat
pembicaraan. pembicaraan.

298. (2) Pembicaraan rancangan undang-undang DIHAPUS _


yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang
diajukan DPD dilakukan melalui 3 (tiga)
tingkat pembicaraan.
299. (3) Pembicaraan setiap rancangan undang- DIHAPUS _
undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dikoordinasikan oleh
DPR

49
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
300. 41. Ketentuan Pasal 149 diubah sehingga DIHAPUS 41. Ketentuan huruf b Pasal 149 diubah
Pasal 149 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 149 berbunyi sebagai
berikut:
301. Pasal 149 PERUBAHAN Pasal 149
SUBSTANSI
Tiga tingkat pembicaraan sebagaimana Dua tingkat pembicaraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148 adalah: dimaksud dalam Pasal 148 adalah:
a. Tingkat I pembahasan rancangan a. Tingkat I dalam rapat komisi, rapat
undang-undang dalam rapat komisi, gabungan komisi, rapat Badan Legislasi,
rapat gabungan komisi, rapat Badan rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia
Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau Khusus.
rapat Panitia Khusus.
302. PERUBAHAN b. Tingkat II penyampaian dalam rapat
b. Tingkat II penyampaian pendapat mini.
SUBSTANSI paripurna.
303. DIHAPUS _
b. Tingkat III pengambilan keputusan dalam
rapat paripurna
304. 41. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga PERUBAHAN 42. Ketentuan ayat (2) huruf c dan huruf d, ayat
Pasal 150 berbunyi sebagai berikut : REDAKSIONAL (4) dan ayat (5) Pasal 150 diubah dan ayat
(6) dihapus diubah sehingga Pasal 150
berbunyi sebagai berikut :
305. Pasal 150 TETAP Pasal 150

(1)Pembicaraan Tingkat I dilakukan dengan (1) Pembicaraan Tingkat I dilakukan dengan


kegiatan sebagai berikut: kegiatan sebagai berikut:
a. pengantar musyawarah; a. pengantar musyawarah;
306. b. pembahasan daftar inventarisasi TETAP b. pembahasan daftar inventarisasi
masalah; masalah;
307. PENAMBAHAN c. penyampaian pendapat mini.
SUBSTANSI

50
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
308. (2) Dalam pengantar musyawarah TETAP (2) Dalam pengantar musyawarah sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf a:
huruf a: a. DPR memberikan penjelasan dan
a. DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan jika
Presiden menyampaikan pandangan rancangan–undang-undang berasal dari
apabila rancangan–undang-undang DPR;
berasal dari DPR;
309. b. DPR memberikan penjelasan serta TETAP b. DPR memberikan penjelasan serta
Presiden dan DPD menyampaikan Presiden dan DPD menyampaikan
pandangan apabila rancangan pandangan apabila rancangan undang-
undang-undang yang berkaitan undang yang berkaitan dengan
dengan kewenangan DPD kewenangan DPD sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal 71 huruf e
71 huruf e berasal dari DPR; berasal dari DPR;
310. c. DPD memberikan penjelasan serta PERUBAHAN c. Presiden memberikan penjelasan dan
DPR dan Presiden menyampaikan SUBSTANSI DPR memberikan pandangan apabila
pandangan apabila rancangan rancangan undang berasal dari Presiden;
undang-undang yang berkaitan atau
dengan kewenangan DPD berasal dari
DPD.
311. d. Presiden memberikan penjelasan dan PERUBAHAN d. Presiden memberikan penjelasan serta
fraksi memberikan pandangan SUBSTANSI DPR dan DPD menyampaikan
apabila rancangan undang berasal pandangan apabila rancangan undang-
dari Presiden; atau undang yang berkaitan dengan
kewenangan DPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 huruf e
berasal dari Presiden.
312. e. Presiden memberikan penjelasan DIHAPUS _
serta fraksi dan DPD menyampaikan
pandangan apabila rancangan
undang-undang yang berkaitan
dengan kewenangan DPD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
71 huruf e berasal dari Presiden.

51
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
313. (3) Daftar inventarisasi masalah TETAP (3) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan
huruf b diajukan oleh: oleh:
a. Presiden, apabila rancangan undang-
undang berasal dari DPR; dan a. Presiden, apabila rancangan undang-
undang berasal dari DPR; dan
314. b. DPR, apabila rancangan undang- TETAP b. DPR, apabila rancangan undang-undang
undang berasal dari Presiden. berasal dari Presiden.

315. (4) Daftar inventarisasi masalah PERUBAHAN (4) DPD mengajukan Daftar Inventarisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SUBSTANSI
Masalah atas rancangan undang-undang
huruf b dapat diajukan oleh DPD
apabila rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden atau DPR yang
yang berasal dari Presiden atau DPR berkaitan dengan kewenangan DPD
berkaitan dengan otonomi daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
hubungan pusat dan daerah, huruf e.
pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
316. (5) Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat TETAP (5) Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat
diundang pimpinan lembaga negara diundang pimpinan lembaga negara atau
atau lembaga lain apabila materi lembaga lain apabila materi rancangan
rancangan undang-undang berkaitan undang-undang berkaitan dengan lembaga
dengan lembaga negara atau lembaga negara atau lembaga lain.
lain.
317. 43. Diantara Pasal 150 dan Pasal 151 DIHAPUS _
disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal
150A yang berbunyi sebagai berikut:

52
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM

318. Pasal 150A DIHAPUS

(1) Pembicaraan Tingkat II merupakan


penyampaian pendapat mini oleh:
319. a. fraksi; DIHAPUS _

320. b. DPD, apabila rancangan undang- DIHAPUS _


undang berkaitan dengan
kewenangan DPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 huruf e;
dan
321. c. Presiden, yang disampaikan oleh DIHAPUS _
menteri yang mewakilinya.

322. (2) Dalam hal DPD tidak memberikan DIHAPUS _


pandangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pendapat mini tetap
dilaksanakan.
323. (3) Hasil pembicaraan tingkat II DIHAPUS _
disampaikan oleh masing-masing fraksi
kepada seluruh anggota fraksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
324. 44. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga TETAP 44. Ketentuan Ayat (1) Pasal 151 diubah dan
Pasal 151 berbunyi sebagai berikut: ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (4)
sehingga Pasal 151 berbunyi sebagai
berikut:
325. Pasal 151 PERUBAHAN Pasal 151
(1) Pembicaraan Tingkat III merupakan SUBSTANSI (1) Pembicaraan Tingkat II merupakan

53
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pengambilan keputusan oleh DPR dan pengambilan keputusan oleh DPR dan
Pemerintah dalam rapat paripurna DPR Pemerintah dalam rapat paripurna DPR
dengan kegiatan: dengan kegiatan:
326. a. penyampaian laporan oleh pimpinan PERUBAHAN a. penyampaian laporan yang berisi proses,
komisi, gabungan komisi, Badan SUBSTANSI pendapat mini komisi, gabungan komisi,
Legislasi, Badan Anggaran atau Badan Legislasi, Badan Anggaran, atau
Panitia Khusus yang berisi: Pansus, pendapat mini DPD, dan hasil
1. proses pembahasan rancangan pembicaraan Tingkat I:
undang-undang;
327. 2. pendapat mini fraksi yang PERUBAHAN b. pernyataan persetujuan atau penolakan
disampaikan dalam Pembicaraan SUBSTANSI dari anggota DPR secara lisan yang
Tingkat II; diminta oleh pimpinan rapat paripurna,
dan;
PENAMBAHAN c. pendapat akhir Presiden yang
SUBSTANSI disampaikan oleh Menteri yang
mewakilinya;

328. 3. pendapat mini DPD yang DIHAPUS _


disampaikan dalam Pembicaraan
Tingkat II; dan

329. 4. hasil pembicaraan Tingkat I. DIHAPUS

330. b. pernyataan persetujuan atau DIHAPUS _


penolakan dari tiap-tiap fraksi dan
anggota secara lisan yang diminta
oleh pimpinan rapat paripurna; dan
331. c. pendapat akhir Presiden, yang DIHAPUS _
disampaikan oleh menteri yang
mewakilinya.
54
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
332. (2) Dalam hal persetujuan sebagaimana TETAP (2) Dalam hal persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat
dapat dicapai secara musyawarah untuk dicapai secara musyawarah untuk mufakat,
mufakat, pengambilan keputusan pengambilan keputusan dilakukan
dilakukan berdasarkan suara terbanyak. berdasarkan suara terbanyak.

333. (3) Dalam hal rancangan undang-undang TETAP (3) Dalam hal rancangan Undang-Undang tidak
tidak mendapat persetujuan bersama mendapat persetujuan bersama antara DPR
antara DPR dan Presiden, rancangan dan Presiden, rancangan Undang-Undang
tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam
undang-undang tersebut tidak boleh
persidangan DPR masa itu.
diajukan lagi dalam persidangan DPR
masa itu.

334. PENAMBAHAN (4) Dalam rapat paripurna pembicaraan tingkat


SUBSTANSI II sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
DPD tidak memiliki hak suara dalam
pengambilan keputusan.
335. 45. Ketentuan Pasal 154 ayat (5), diubah DIHAPUS _
sehingga Pasal 154 berbunyi sebagai
berikut:
336. Pasal 154 DIHAPUS _

(1) DPR menerima dan menindaklanjuti


pertimbangan tertulis terhadap
rancangan undang-undang tentang
APBN dan rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama yang
disampaikan oleh DPD sebelum
memasuki tahap pembahasan antara
DPR dan Presiden.
337. DIHAPUS _
(2) Apabila rancangan undang-undang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari Presiden, pimpinan DPR
setelah menerima surat Presiden
55
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
menyampaikan surat kepada pimpinan
DPD agar DPD memberikan
pertimbangannya.
338. DIHAPUS _
(3) Apabila rancangan undang-undang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari DPR, Pimpinan DPR
menyampaikan surat kepada pimpinan
DPD agar DPD memberikan
pertimbangannya.
339. DIHAPUS _
(4) Pertimbangan DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
disampaikan secara tertulis melalui
pimpinan DPR paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya surat dari
pimpinan DPR, kecuali rancangan
undang-undang tentang APBN
disampaikan paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum diambil persetujuan
bersama antara DPR dan Presiden.
340. DIHAPUS _
(5) Pada rapat paripurna berikutnya,
pimpinan DPR memberitahukan kepada
anggota DPR perihal diterimanya
pertimbangan DPD atas rancangan
undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan meneruskannya
kepada Badan Musyawarah untuk
diteruskan kepada alat kelengkapan
yang akan membahasnya.
341. 46. Diantara paragraph 2 dan paragraph 3 TETAP 46. Diantara paragraf 2 dan paragraf 3
disisipkan satu paragraf yakni Paragraf disisipkan satu paragraf yakni Paragraf
2A, dan diatara Pasal 154 dan Pasal 155 2A, dan diatara Pasal 154 dan Pasal 155
disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal
disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 154A,
154A, yang berbunyi sebagai berikut:

56
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
yang berbunyi sebagai berikut:

342. Paragraf 2A TETAP Paragraf 2A

Kuasa DPR di Persidangan Mahkamah Kuasa DPR di Persidangan Mahkamah


Konstitusi Konstitusi
343. Pasal 154A PERUBAHAN Pasal 154A
REDAKSIONAL
(1) Dalam hal suatu undang-undang diuji di Dalam hal suatu undang-undang diuji di
Mahkamah Konstitusi, yang menjadi Mahkamah Konstitusi, yang menjadi kuasa DPR
kuasa DPR untuk memberikan untuk memberikan keterangan dalam
keterangan dalam persidangan persidangan Mahkamah Konstitusi adalah alat
Mahkamah Konstitusi adalah alat kelengkapan DPR yang membahas rancangan
kelengkapan DPR yang membahas undang-undang dengan melibatkan komisi yang
rancangan undang-undang dengan membidangi hukum dan perundang-undangan.
melibatkan komisi yang membidangi
hukum dan perundang-undangan.
344. DIHAPUS
(2) Dalam hal tertentu DPR dapat _
memanggil setiap orang yang terlibat
dalam penyusunan atau pembahasan
rancangan undang-undang terkait untuk
memberikan keterangan sebagai saksi
dan/atau ahli.
345. 47. Ketentuan Pasal 159 ayat (1) dan ayat (2) PENYEMPURNAAN Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 159
diubah sehingga Pasal 159 berbunyi REDAKSIONAL disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1b),
sebagai berikut: sehingga Pasal 159 berbunyi sebagai berikut :
346. Pasal 159 PENYEMPURNAAN Pasal 159
REDAKSIONAL
(1) Presiden mengajukan rancangan (1) Presiden mengajukan rancangan undang-
undang-undang tentang APBN, disertai undang tentang APBN, disertai nota
nota keuangan dan dokumen keuangan dan dokumen pendukungnya
pendukungnya kepada DPR pada bulan kepada DPR pada bulan Agustus atau tahun
Mei tahun sebelumnya. sebelumnya.

57
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
347. (2) Rancangan undang-undang tentang PENYEMPURNAAN (1b) Rancangan undang-undang tentang APBN,
APBN, disertai nota keuangan dan REDAKSIONAL disertai nota keuangan dan dokumen
dokumen pendukungnya sebagaimana pendukungnya sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) disampaikan ayat (1) disampaikan dalam rapat paripurna
dalam rapat paripurna DPR. DPR.
348. (3) Pembahasan rancangan undang-undang PENYEMPURNAAN (2) Pembahasan rancangan undang-undang
tentang APBN dilakukan sesuai dengan REDAKSIONAL tentang APBN dilakukan sesuai dengan
tingkat pembicaraansebagaimana tingkat pembicaraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148, Pasal dimaksud dalam Pasal 148, Pasal 149,Pasal
149,Pasal 150, dan Pasal 151. 150, dan Pasal 151.
349. (4) DPR dapat mengajukan usul yang PENYEMPURNAAN (3) DPR dapat mengajukan usul yang
mengakibatkanperubahan jumlah REDAKSIONAL mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran penerimaan dan pengeluaran dalam
dalamrancangan undang-undang tentang rancangan undang-undang tentang APBN.
APBN.
350. (5) Pengambilan keputusan oleh DPR PENYEMPURNAAN (4) Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai
mengenai rancangan undang-undang REDAKSIONAL rancangan undang-undang tentang APBN
tentang APBN dilakukan paling lambat 2 dilakukan paling lambat 2 (dua) bulan
(dua) bulan sebelum tahun anggaran sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
yang bersangkutan dilaksanakan. dilaksanakan.
351. (6) APBN yang disetujui oleh DPR terperinci PENYEMPURNAAN (5) APBN yang disetujui oleh DPR terperinci
sampai dengan unit organisasi, fungsi, REDAKSIONAL sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, danjenis belanja. program, kegiatan, danjenis belanja.
352. (7) Dalam hal DPR tidak menyetujui PENYEMPURNAAN (6) Dalam hal DPR tidak menyetujui rancangan
rancangan undang-undang sebagaimana REDAKSIONAL undang-undang sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah pada ayat (1), Pemerintah dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka
dapat melakukan pengeluaran paling
APBN tahun anggaran sebelumnya.
tinggi sebesar angka APBN tahun
anggaran sebelumnya.
353. 48. Ketentuan Pasal 184 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 48. Ketentuan ayat (3) Pasal 184 diubah
sehingga Pasal 184 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 184 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
354.
Pasal 184 TETAP Pasal 184

58
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) Hak menyatakan pendapat (1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf c
ayat (1) huruf c diusulkan oleh paling diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua
sedikit 25 (dua puluh lima) orang puluh lima) orang anggota DPR.
anggota DPR.

355. (2) Pengusulan hak menyatakan pendapat (2) Pengusulan hak menyatakan pendapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan dokumen yang memuat disertai dengan dokumen yang memuat
sekurang-kurangnya: sekurang-kurangnya:
a. materi sebagaimana dimaksud TETAP a. materi sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 77 ayat (4) huruf a dan Pasal 77 ayat (4) huruf a dan alasan
alasan pengajuan usul pernyataan pengajuan usul pernyataan pendapat;
pendapat;

356. b. materi hasil pelaksanaan hak b. materi hasil pelaksanaan hak


interpelasi atau hak angket interpelasi atau hak angket
TETAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
77 ayat (4) huruf b; atau ayat (4) huruf b; atau
357. c. materi dan bukti yang sah atas c. materi dan bukti yang sah atas dugaan
dugaan adanya tindakan adanya tindakan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4)
77 ayat (4) huruf c atau materi dan huruf c atau materi dan bukti yang sah
bukti yang sah atas dugaan tidak TETAP atas dugaan tidak dipenuhinya syarat
dipenuhinya syarat sebagai sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden dan/atau Wakil Presiden Presiden sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal dalam Pasal 77 ayat (4) huruf c.
77 ayat (4) huruf c.
358. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak menyatakan pendapat menjadi hak menyatakan pendapat DPR
DPR apabila mendapat persetujuan apabila mendapat persetujuan dari rapat
dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPR
jumlah anggota DPR dan keputusan dan keputusan diambil dengan
diambil dengan persetujuan paling persetujuan paling sedikit 2/3 (dua
sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah pertiga) dari jumlah anggota DPR yang

59
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
anggota DPR yang hadir. hadir.

359. 49. Ketentuan Pasal 199 ayat (5) dihapus PENYEMPURNAAN 49. Ketentuan ayat (5) Pasal 199 dihapus
sehingga Pasal 199 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 199 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
360. Pasal 199 Pasal 199

(1) Tahun sidang DPR dimulai pada TETAP (1) Tahun sidang DPR dimulai pada tanggal
tanggal 16 Agustus dan diakhiri pada 16 Agustus dan diakhiri pada tanggal 15
tanggal 15 Agustus tahun berikutnya Agustus tahun berikutnya dan apabila
dan apabila tanggal 16 Agustus jatuh tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur,
pada hari libur, pembukaan tahun pembukaan tahun sidang dilakukan pada
sidang dilakukan pada hari kerja hari kerja sebelumnya.
sebelumnya.
361. (2) Khusus pada awal masa jabatan TETAP (2) Khusus pada awal masa jabatan
keanggotaan, tahun sidang DPR keanggotaan, tahun sidang DPR dimulai
dimulai pada saat pengucapan pada saat pengucapan sumpah/janji
sumpah/janji anggota. anggota.

362. (3) Tahun sidang dibagi dalam 4 (empat) TETAP (3) Tahun sidang dibagi dalam 4 (empat)
masa persidangan. masa persidangan.

363. (4) Masa persidangan meliputi masa TETAP (4) Masa persidangan meliputi masa sidang
sidang dan masa reses, kecuali pada dan masa reses, kecuali pada persidangan
persidangan terakhir dari satu periode terakhir dari satu periode keanggotaan
keanggotaan DPR, masa reses DPR, masa reses ditiadakan.
ditiadakan.
364. (5) Dihapus (5) Dihapus
TETAP
365. 50. Ketentuan Pasal 206 ayat (2) dihapus PENYEMPURNAAN 50. Ketentuan ayat (2) Pasal 206 dihapus
dan ayat (3) huruf k diubah, sehingga REDAKSIONAL sehingga Pasal 206 berbunyi sebagai
Pasal 206 berbunyi sebagai berikut: berikut:
366. Pasal 206 TETAP Pasal 206

(1) Tata tertib DPR ditetapkan oleh DPR (1) Tata tertib DPR ditetapkan oleh DPR

60
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dengan berpedoman pada peraturan dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan.

367. (2) Dihapus. TETAP (2) Dihapus.

368. (3) Tata tertib DPR paling sedikit memuat (3) Tata tertib DPR paling sedikit memuat
ketentuan tentang: ketentuan tentang:
TETAP
a. pengucapan sumpah/janji; a. pengucapan sumpah/janji;

369. b. penetapan pimpinan; b. penetapan pimpinan;


TETAP
370. c. pemberhentian dan penggantian c. pemberhentian dan penggantian
pimpinan; TETAP pimpinan;

371. d. jenis dan penyelenggaraan d. jenis dan penyelenggaraan persidangan


persidangan atau rapat; TETAP atau rapat;

372. e. pelaksanaan fungsi, tugas dan e. pelaksanaan fungsi, tugas dan


wewenang lembaga, serta hak dan wewenang lembaga, serta hak dan
TETAP
kewajiban anggota; kewajiban nggota;

373. f. pembentukan, susunan, serta tugas f. pembentukan, susunan, serta tugas dan
dan wewenang alat kelengkapan; TETAP wewenang alat kelengkapan;

374. g. penggantian antar waktu anggota; g. penggantian antarwaktu anggota;


TETAP
375. h. pengambilan keputusan; h. pengambilan keputusan;
TETAP
376. i. pelaksanaan konsultasi antara i. pelaksanaan konsultasi antara legislatif
legislatif dan eksekutif; TETAP dan eksekutif;

377. j. penerimaan pengaduan dan j. penerimaan pengaduan dan penyaluran


penyaluran aspirasi masyarakat; TETAP aspirasi masyarakat;

378. k. pelaksanaan tugas sistem DIHAPUS _


pendukung DPR;dan
61
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM

379. l. mekanisme keterlibatan dan TETAP l. mekanisme keterlibatan dan partisipasi


partisipasi masyarakat dalam masyarakat dalam pelaksanaan fungsi
pelaksanaan fungsi legislasi, legislasi, anggaran, dan pengawasan.
anggaran, dan pengawasan.

380. 51. Ketentuan Pasal 214 ayat (2) diubah 51. Ketentuan ayat (2) Pasal 214 diubah
PENYEMPURNAAN
sehingga Pasal 214 berbunyi sebagai sehingga Pasal 214 berbunyi sebagai
REDAKSIONAL
berikut: berikut:
381. Pasal 214 TETAP Pasal 214

(1) Pemberhentian anggota DPR (1) Pemberhentian anggota DPR sebagaimana


sebagaimana dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) huruf a
213 ayat (1) huruf a dan huruf b serta dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c,
pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, huruf e, huruf h, dan huruf i diusulkan oleh
dan huruf i diusulkan oleh pimpinan pimpinan partai politik kepada pimpinan
partai politik kepada pimpinan DPR DPR dengan tembusan kepada Presiden.
dengan tembusan kepada Presiden.
382. (2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak TETAP (2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya
diterimanya usulan pemberhentian usulan pemberhentian sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPR
pimpinan DPR wajib menyampaikan wajib menyampaikan usul pemberhentian
usul pemberhentian anggota DPR anggota DPR kepada Presiden untuk
kepada Presiden untuk memperoleh memperoleh peresmian pemberhentian.
peresmian pemberhentian.
383. (3) Presiden meresmikan pemberhentian TETAP (3) Presiden meresmikan pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
paling lama 14 (empat belas) hari sejak lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya
diterimanya usul pemberhentian usul pemberhentian anggota DPR dari
anggota DPR dari pimpinan DPR. pimpinan DPR.
384. 52. Ketentuan Pasal 220 ayat (2) dan ayat (3) DIHAPUS _
huruf c dihapus sehingga Pasal 220
berbunyi sebagai berikut:
385. Pasal 220 DIHAPUS _

62
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) Pemanggilan dan permintaan
keterangan untuk penyidikan terhadap
anggota DPR yang diduga melakukan
tindak pidana harus mendapat
persetujuan tertulis dari Presiden.
386. (2) Dihapus. DIHAPUS

387. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada DIHAPUS


ayat (1) tidak berlaku apabila anggota
DPR:
a. tertangkap tangan melakukan tindak
pidana; atau
388. b. disangka melakukan tindak pidana DIHAPUS _
kejahatan yang diancam dengan
pidana mati atau pidana seumur
hidup atau tindak pidana kejahatan
terhadap kemanusiaan dan
keamanan negara berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.
389. c. Dihapus. DIHAPUS _
390. 53. Ketentuan Pasal 291 diubah sehingga DIHAPUS _
Pasal 291 berbunyi sebagai berikut:

391. Pasal 291 DIHAPUS _

(1) DPRD Provinsi merupakan lembaga


perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah
provinsi.

392. (2) Anggota DPRD Provinsi berkedudukan DIHAPUS _


sebagai pejabat daerah provinsi.
393. 54. Ketentuan Pasal 299 ditambah satu DIHAPUS _
huruf yaitu huruf j sehingga Pasal 299
berbunyi sebagai berikut:
63
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
394. Pasal 299 DIHAPUS _

Anggota DPRD provinsi mempunyai hak:

a. mengajukan rancangan peraturan


daerah provinsi;

395. b. mengajukan pertanyaan; DIHAPUS _

396. c. menyampaikan usul dan pendapat; DIHAPUS _

397. d. memilih dan dipilih; DIHAPUS _

398. e. membela diri; DIHAPUS _

399. f. imunitas; DIHAPUS _

400. g. mengikuti orientasi dan pendalaman DIHAPUS _


tugas;

401. h. protokoler; DIHAPUS _

402. i. keuangan dan administratif; dan DIHAPUS _

403. j. mengusulkan dan memperjuangkan DIHAPUS _


program pembangunan daerah
pemilihan.

404. 55. Ketentuan Pasal 301 ayat (9) dan ayat DIHAPUS _
(10) diubah, sehingga Pasal 301 berbunyi
sebagai berikut:
405. Pasal 301 DIHAPUS _

(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan


64
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
fungsi, tugas dan wewenang DPRD
provinsi, serta hak dan kewajiban
anggota DPRD provinsi, dibentuk fraksi
sebagai wadah berhimpun anggota
DPRD provinsi.
406. (2) Setiap anggota DPRD provinsi harus DIHAPUS _
menjadi anggota salah satu fraksi.

407. (3) Setiap fraksi di DPRD provinsi DIHAPUS _


beranggotakan paling sedikit sama
dengan jumlah komisi di DPRD provinsi.
408. (4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DIHAPUS _
DPRD provinsi mencapai ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
atau lebih dapat membentuk 1 (satu)
fraksi.
409. (5) Dalam hal partai politik yang jumlah DIHAPUS _
anggotanya di DPRD provinsi tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), anggotanya
dapat bergabung dengan fraksi yang
ada atau membentuk fraksi gabungan.
410. (6) Dalam hal tidak ada satu partai politik DIHAPUS _
yang memenuhi persyaratan untuk
membentuk fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk
fraksi gabungan.
411. (7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
paling banyak 2 (dua) fraksi
412. (8) Partai politik sebagaimana dimaksud DIHAPUS _
pada ayat (4) dan ayat (5) harus
mendudukkan anggotanya dalam 1
(satu) fraksi.
413. (9) Fraksi mempunyai sekretariat dan DIHAPUS _
tenaga ahli.
65
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
414. (10) DPRD provinsi menyediakan sarana, DIHAPUS _
anggaran, dan tenaga ahli guna
kelancaran pelaksanaan tugas fraksi
sesuai dengan kebutuhan dan dengan
memperhatikan kemampuan APBD.
415. 56. Ketentuan Pasal 302 ayat (2) dan ayat (3) DIHAPUS _
diubah, sehingga Pasal 302 berbunyi
sebagai berikut:
416. Pasal 302 DIHAPUS _

(1) Alat kelengkapan DPRD provinsi terdiri


atas:
a. pimpinan;

417. b. Badan musyawarah; DIHAPUS _

418. c. komisi; DIHAPUS _

419. d. Badan Legislasi Daerah; DIHAPUS _

420. e. Badan anggaran; DIHAPUS _

421. f. Badan Kehormatan; dan DIHAPUS _

422. g. alat kelengkapan lain yang DIHAPUS _


diperlukan dan dibentuk oleh rapat
paripurna.
423. (2) Dalam menjalankan tugasnya, alat DIHAPUS _
kelengkapan dibantu oleh unit
pendukung yang terdiri dari:
a. staf administrasi; dan
424. b. tenaga ahli. DIHAPUS _

66
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
425. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata DIHAPUS _
cara pembentukan, susunan, tugas dan
wewenang alat kelengkapan serta unit
pendukung DPRD provinsi
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan peraturan DPRD
provinsi tentang tata tertib.
426. 57. Ketentuan Pasal 308 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 57. Ketentuan ayat (3) Pasal 308 diubah
sehingga Pasal 308 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 308 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
427. TETAP
Pasal 308 Pasal 308

(1) Hak angket sebagaimana dimaksud (1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 298 ayat (1) huruf b Pasal 298 ayat (1) huruf b diusulkan oleh:
diusulkan oleh: a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang
a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1
anggota DPRD provinsi dan lebih (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
provinsi yang beranggotakan 35 orang sampai dengan 75 (tujuh puluh
(tiga puluh lima) orang sampai lima) orang;
dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;

428. b. paling sedikit 15 (lima belas) orang TETAP b. paling sedikit 15 (lima belas) orang
anggota DPRD provinsi dan lebih anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
provinsi yang beranggotakan di atas beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
75 (tujuh puluh lima) orang. lima) orang.

429. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD diajukan kepada pimpinan DPRD provinsi.
provinsi.
430. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak angket DPRD provinsi menjadi hak angket DPRD provinsi apabila
apabila mendapat persetujuan dari mendapat persetujuan dari rapat
rapat paripurna DPRD provinsi yang paripurna DPRD provinsi yang dihadiri
67
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
pertiga) dari jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD provinsi dan
provinsi dan putusan diambil dengan putusan diambil dengan persetujuan
persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
(dua pertiga) dari jumlah anggota jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir.
DPRD provinsi yang hadir.
431. 58. Ketentuan Pasal 313 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 58. Ketentuan ayat (3) Pasal 313 diubah
sehingga Pasal 313 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 313 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
432. Pasal 313 TETAP Pasal 313

(1) Hak menyatakan pendapat (1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana


sebagaimana dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal 298 ayat (1) huruf c
298 ayat (1) huruf c diusulkan oleh: diusulkan oleh:
a. paling sedikit 15 (lima belas) orang a. paling sedikit 15 (lima belas) orang
anggota DPRD provinsi dan lebih anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
provinsi yang beranggotakan 35 beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang
(tiga puluh lima) orang sampai sampai dengan 75 (tujuh puluh lima)
dengan 75 (tujuh puluh lima) orang; orang;
433. b. paling sedikit 20 (dua puluh) orang TETAP b. paling sedikit 20 (dua puluh) orang
anggota DPRD provinsi dan lebih anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
provinsi yang beranggotakan di atas beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
75 (tujuh puluh lima) orang. lima) orang.
434. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD diajukan kepada pimpinan DPRD provinsi.
provinsi.
435. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak menyatakan pendapat menjadi hak menyatakan pendapat DPRD
DPRD provinsi apabila mendapat provinsi apabila mendapat persetujuan dari
persetujuan dari rapat paripurna DPRD rapat paripurna DPRD provinsi yang
provinsi yang dihadiri sekurang- dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari pertiga) dari jumlah anggota DPRD provinsi
jumlah anggota DPRD provinsi dan dan putusan diambil dengan persetujuan
putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
68
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir.
dari jumlah anggota DPRD provinsi
yang hadir.

436. 59. Ketentuan Pasal 322 ayat (2) huruf a dan PENYEMPURNAAN 59. Ketentuan ayat (2) huruf a dan ayat (3)
huruf b, ayat (3) huruf b, dan ayat (5) REDAKSIONAL huruf b Pasal 322 diubah sehingga Pasal
diubah sehingga Pasal 322 berbunyi 322 berbunyi sebagai berikut:
sebagai berikut:
437. Pasal 322 TETAP Pasal 322

(1) Setiap rapat DPRD provinsi dapat (1) Setiap rapat DPRD provinsi dapat
mengambil keputusan apabila memenuhi mengambil keputusan apabila memenuhi
kuorum. kuorum.
438. (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada TETAP (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (1) terpenuhi apabila: (1) terpenuhi apabila:
a. rapat dihadiri oleh sekurang- a. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
jumlah anggota DPRD provinsi untuk DPRD provinsi untuk mengambil
mengambil persetujuan atas persetujuan atas pelaksanaan hak
pelaksanaan hak angket dan hak angket dan hak menyatakan pendapat
menyatakan pendapat serta untuk serta untuk mengambil keputusan
mengambil keputusan mengenai usul mengenai usul pemberhentian gubernur
pemberhentian gubernur dan/atau dan/atau wakil gubernur;
wakil gubernur;
439. b. rapat dihadiri oleh sekurang- TETAP b. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
jumlah anggota DPRD provinsi untuk DPRD provinsi untuk memberhentikan
memberhentikan pimpinan DPRD pimpinan DPRD provinsi serta untuk
provinsi serta untuk menetapkan menetapkan peraturan daerah dan
peraturan daerah dan anggaran anggaran pendapatan dan belanja
pendapatan dan belanja daerah; daerah;
440. c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu TETAP c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu
perdua) jumlah anggota DPRD perdua) jumlah anggota DPRD provinsi
provinsi untuk rapat paripurna DPRD untuk rapat paripurna DPRD provinsi
provinsi selain rapat sebagaimana selain rapat sebagaimana dimaksud
dimaksud pada huruf a dan huruf b. pada huruf a dan huruf b.
69
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
441. (3) Keputusan rapat dinyatakan sah TETAP (3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
apabila: a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD
2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota provinsi yang hadir, untuk rapat
DPRD provinsi yang hadir, untuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a;
ayat (2) huruf a;
442. b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua TETAP b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua
pertiga) jumlah anggota DPRD pertiga)jumlah anggota DPRD provinsi
provinsi yang hadir, untuk rapat yang hadir, untuk rapat sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2) huruf b;
huruf b;
443. c. disetujui dengan suara terbanyak, TETAP c. disetujui dengan suara terbanyak,
untuk rapat sebagaimana dimaksud untuk rapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c. pada ayat (2) huruf c.
444. (4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud TETAP (4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat
ditunda paling banyak 2 (dua) kali ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan
dengan tenggang waktu masing-masing tenggang waktu masing-masing tidak lebih
tidak lebih dari 1 (satu) jam. dari 1 (satu) jam.
445. (5) Apabila pada akhir waktu penundaan TETAP (5) Apabila pada akhir waktu penundaan
rapat sebagaimana dimaksud pada ayat rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
(4) kuorum belum juga terpenuhi, kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan
pimpinan dapat menunda rapat paling dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga)
lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu hari atau sampai waktu yang ditetapkan
yang ditetapkan oleh Badan oleh Badan Musyawarah.
musyawarah.
446. (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana TETAP (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), kuorum dimaksud pada ayat (5), kuorum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak a dan huruf b, rapat tidak dapat
dapat mengambil keputusan. mengambil keputusan.
447. (7) Apabila setelah penundaan sebagaimana TETAP (7) Apabila setelah penundaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) kuorum dimaksud pada ayat (5) kuorum
70
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada
diserahkan kepada pimpinan DPRD pimpinan DPRD provinsi dan pimpinan
provinsi dan pimpinan fraksi. fraksi.
448. 60. Ketentuan Pasal 339 diantara ayat (4) PENYEMPURNAAN 60. Ketentuan ayat (2) Pasal 339 diubah dan
dan ayat (5) disisipkan satu ayat yakni REDAKSIONAL diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan satu
ayat (4a) sehingga berbunyi sebagai ayat, yakni ayat (4a) sehingga Pasal 339
berikut: berbunyi sebagai berikut:

449. Pasal 339 TETAP Pasal 339

(1) Anggota DPRD Provinsi diberhentikan (1) Anggota DPRD Provinsi diberhentikan
sementara karena: sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara a. menjadi terdakwa dalam perkara
tindak pidana umum yang diancam tindak pidana umum yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
tahun atau lebih; atau atau lebih; atau
450. b. menjadi terdakwa dalam perkara TETAP b. menjadi terdakwa dalam perkara
tindak pidana khusus. tindak pidana khusus.

451. (2) Dalam hal anggota DPRD provinsi PERUBAHAN (2) Dalam hal anggota DPRD provinsi
dinyatakan terbukti bersalah karena SUBSTANSI dinyatakan terbukti bersalah karena
melakukan tindak pidana sebagaimana melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud ayat (1), huruf a atau huruf dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf
b berdasarkan putusan pengadilan b berdasarkan putusan pengadilan yang
yang telah memperoleh kekuatan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
hukum tetap, anggota DPRD provinsi anggota DPRD provinsi yang bersangkutan
yang bersangkutan diberhentikan diberhentikan sebagai anggota DPRD
sebagai anggota DPRD provinsi; provinsi sejak ditetapkan
pemberhentiannya.
452. (3) Dalam hal anggota DPRD provinsi TETAP (3) Dalam hal anggota DPRD provinsi
dinyatakan tidak terbukti melakukan dinyatakan tidak terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a atau huruf b pada ayat (1) huruf a atau huruf b
71
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
berdasarkan putusan pengadilan yang berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
tetap, anggota DPRD provinsi yang anggota DPRD provinsi yang bersangkutan
bersangkutan diaktifkan; diaktifkan;

453. (4) Anggota DPRD provinsi yang TETAP (4) Anggota DPRD provinsi yang diberhentikan
diberhentikan sementara, tetap sementara, tetap mendapatkan hak
mendapatkan hak keuangan tertentu; keuangan tertentu;

454. (4a)Proses pemberhentian sementara TETAP (4a) Proses pemberhentian sementara terhadap
terhadap anggota DPRD provinsi anggota DPRD provinsi diambil melalui
diambil melalui keputusan Badan keputusan Badan Kehormatan dan
Kehormatan dan diumumkan dalam diumumkan dalam sidang paripurna
sidang paripurna DPRD provinsi. DPRD provinsi.

455. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata TETAP (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
cara pemberhentian sementara diatur pemberhentian sementara diatur dengan
dengan peraturan DPRD Provinsi peraturan DPRD Provinsi tentang tata
tentang tata tertib. tertib.

456. 61. Ketentuan Pasal 342 diubah sehingga DIHAPUS _


Pasal 342 berbunyi sebagai berikut:

457. DIHAPUS _
Pasal 342

(1) DPRD kabupaten/kota merupakan


lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota.

458. (2) Anggota DPRD kabupaten/kota DIHAPUS _


berkedudukan sebagai pejabat daerah
kabupaten/kota.

72
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
459. PENAMBAHAN Di antara huruf c dan huruf d ayat (1) Pasal 344
RUMUSAN disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf c.1 dan
ayat (2) diubah sehingga Pasal 344 berbunyi
sebagai berikut:
460. PENAMBAHAN Pasal 344
RUMUSAN
(1) DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas
dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah
kabupaten/kota bersama
bupati/walikota;
461. PENAMBAHAN b. membahas dan memberikan persetujuan
RUMUSAN rancangan peraturan daerah mengenai
anggaran pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota yang diajukan
oleh bupati/walikota;
462. PENAMBAHAN c. melaksanakan pengawasan terhadap
RUMUSAN pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota;
463. PENAMBAHAN c.1 memilih bupati untuk DPRD kabupaten,
RUMUSAN dan memilih walikota untuk DPRD kota.

464. PENAMBAHAN d. mengusulkan pengangkatan dan


RUMUSAN pemberhentian bupati/walikota
dan/atau wakil bupati/wakil walikota
kepada Menteri Dalam Negeri melalui
gubernur untuk mendapatkan
pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian;
465. PENAMBAHAN e. memilih wakil bupati/wakil walikota
RUMUSAN dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil bupati/wakil walikota;

73
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
466. PENAMBAHAN f. memberikan pendapat dan
RUMUSAN pertimbangan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota terhadap
rencana perjanjian internasional di
daerah;
467. PENAMBAHAN g. memberikan persetujuan terhadap
RUMUSAN rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota;
468. PENAMBAHAN h. meminta laporan keterangan
RUMUSAN pertanggungjawaban bupati/walikota
dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota;
469. PENAMBAHAN i. memberikan persetujuan terhadap
RUMUSAN rencana kerjasama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan daerah;
470. PENAMBAHAN j. mengupayakan terlaksananya kewajiban
RUMUSAN daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
471. PENAMBAHAN k. melaksanakan tugas dan wewenang lain
RUMUSAN yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
472. PENAMBAHAN (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan
RUMUSAN tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf k kecuali huruf c.1 diatur
dengan peraturan DPRD kabupaten/kota
tentang tata tertib.

473. 62. Ketentuan Pasal 350 ditambah satu PENYEMPURNAAN 62. Di antara huruf d dan huruf e Pasal 350
huruf yakni huruf j, sehingga Pasal 350 REDAKSIONAL disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf d.1

74
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 350 berbunyi sebagai
berikut:
474. Pasal 350 TETAP Pasal 350

Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai


hak: hak:

a. mengajukan rancangan peraturan daerah a. mengajukan rancangan peraturan daerah


kabupaten/kota; kabupaten/kota;
475. b. mengajukan pertanyaan; TETAP b. mengajukan pertanyaan;

476. c. menyampaikan usul dan pendapat; TETAP c. menyampaikan usul dan pendapat;

477. d. memilih dan dipilih; TETAP d. memilih dan dipilih;

478. PENAMBAHAN d.1 memilih bupati untuk anggota DPRD


RUMUSAN kabupaten, dan memilih walikota untuk
anggota DPRD kota.
479. e. membela diri; TETAP e. membela diri;

480. f. imunitas; TETAP f. imunitas;

481. g. mengikuti orientasi dan pendalaman TETAP g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
tugas;
482. h. protokoler; dan TETAP h. protokoler; dan

483. i. keuangan dan administratif. TETAP i. keuangan dan administratif.

484. j. mengusulkan dan memperjuangkan DIHAPUS _


program pembangunan daerah pemilihan.
485. 63. Ketentuan Pasal 352 ayat (9) dan ayat DIHAPUS _
(10) diubah, sehingga Pasal 352 berbunyi
sebagai berikut:
486. Pasal 352 DIHAPUS _

(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan


75
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
fungsi, tugas dan wewenang DPRD
kabupaten/kota, serta hak dan
kewajiban anggota DPRD
kabupaten/kota, dibentuk fraksi
sebagai wadah berhimpun anggota
DPRD kabupaten/kota.
487. (2) Setiap anggota DPRD kabupaten/kota DIHAPUS _
harus menjadi anggota salah satu
fraksi.
488. (3) Setiap fraksi di DPRD kabupaten/kota DIHAPUS _
beranggotakan paling sedikit sama
dengan jumlah komisi di DPRD
kabupaten/kota.
489. (4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DIHAPUS _
DPRD kabupaten/kota mencapai
ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1
(satu) fraksi.
490. (5) Dalam hal partai politik yang jumlah DIHAPUS _
anggotanya di DPRD kabupaten/kota
tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
anggotanya dapat bergabung dengan
fraksi yang ada atau membentuk fraksi
gabungan.
491. (6) Dalam hal tidak ada 1 (satu) partai DIHAPUS _
politik yang memenuhi persyaratan
untuk membentuk fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk
fraksi gabungan.
492. (7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
paling banyak 2 (dua) fraksi.
493. (8) Partai politik sebagaimana dimaksud DIHAPUS _
pada ayat (4) dan ayat (5) harus
mendudukkan anggotanya dalam 1
76
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(satu) fraksi.

494. (9) Fraksi mempunyai sekretariat dan DIHAPUS _


tenaga ahli.
495. (10) DPRD kabupaten/kota menyediakan DIHAPUS _
sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna
kelancaran pelaksanaan tugas fraksi
sesuai dengan kebutuhan dan dengan
memperhatikan kemampuan APBD.
496. 64. Ketentuan Pasal 353 ayat (2) dan ayat (3) DIHAPUS _
diubah, sehingga Pasal 353 berbunyi
sebagai berikut:
497. Pasal 353 DIHAPUS _
(1) Alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota
terdiri atas:
a. pimpinan;
498. b. Badan musyawarah; DIHAPUS _

499. c. komisi; DIHAPUS _

500. d. Badan Legislasi Daerah; DIHAPUS _

501. e. Badan anggaran; DIHAPUS _

502. f. Badan Kehormatan; dan DIHAPUS _

503. g. alat kelengkapan lain yang DIHAPUS _


diperlukan dan dibentuk oleh rapat
paripurna.
504. (2) Dalam menjalankan tugasnya, alat DIHAPUS _
kelengkapan dibantu oleh unit
pendukung yaitu:
a. staf administrasi; dan
505. b. tenaga ahli. DIHAPUS _

77
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
506. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata DIHAPUS _
cara pembentukan, susunan, tugas dan
wewenang alat kelengkapan serta unit
pendukung DPRD kabupaten/kota
diatur dengan peraturan DPRD
kabupaten/kota tentang tata tertib.
507. 65. Ketentuan Pasal 359 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 65. Ketentuan ayat (3) Pasal 359 diubah
sehingga Pasal 359 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 359 berbunyi sebagai
berikut: berikut:

508. TETAP
Pasal 359 Pasal 359

(1) Hak angket sebagaimana dimaksud (1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 349 ayat (1) huruf b Pasal 349 ayat (1) huruf b diusulkan oleh:
diusulkan oleh: a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota
a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1
DPRD kabupaten/kota dan lebih (satu) fraksi untuk DPRD
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20
kabupaten/kota yang (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga
beranggotakan 20 (dua puluh) puluh lima) orang;
sampai dengan 35 (tiga puluh lima)
orang;

509. b. paling sedikit 7 (tujuh) orang TETAP b. paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota
anggota DPRD kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1
lebih dari 1 (satu) fraksi untuk (satu) fraksi untuk DPRD
DPRD kabupaten/kota yang kabupaten/kota yang beranggotakan di
beranggotakan di atas 35 (tiga atas 35 (tiga puluh lima) orang. (2) Usul
puluh lima) orang. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud pada ayat diajukan kepada pimpinan DPRD
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota.
kabupaten/kota.
510. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD diajukan kepada pimpinan DPRD
kabupaten/kota. kabupaten/kota.

78
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM

511. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak angket DPRD menjadi hak angket DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota apabila mendapat apabila mendapat persetujuan dari rapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD paripurna DPRD kabupaten/kota yang
kabupaten/kota yang dihadiri dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) pertiga) dari jumlah anggota DPRD
dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota dan putusan diambil
kabupaten/kota dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya
dengan persetujuan sekurang- 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah DPRD kabupaten/kota yang hadir.
anggota DPRD kabupaten/kota yang
hadir.
512. 66. Ketentuan Pasal 364 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 66. Ketentuan ayat (3) Pasal 364 diubah
sehingga Pasal 364 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 364 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
513. Pasal 364 Pasal 364

(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana (1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 349 ayat (1) huruf dimaksud dalam Pasal 349 ayat (1) huruf c
c diusulkan oleh: diusulkan oleh:
a. paling sedikit 8 (delapan) orang a. paling sedikit 8 (delapan) orang
TETAP
anggota DPRD kabupaten/kota dan anggota DPRD kabupaten/kota dan
lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
kabupaten/kota yang beranggotakan kabupaten/kota yang beranggotakan
20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga
puluh lima) orang; puluh lima) orang;

514. b. paling sedikit 10 (sepuluh) orang TETAP b. paling sedikit 10 (sepuluh) orang
anggota DPRD kabupaten/kota dan anggota DPRD kabupaten/kota dan
lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
kabupaten/kota yang beranggotakan kabupaten/kota yang beranggotakan di
di atas 35 (tiga puluh lima) orang. atas 35 (tiga puluh lima) orang.

79
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
515. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD diajukan kepada pimpinan DPRD
kabupaten/kota. kabupaten/kota.

516. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak menyatakan pendapat menjadi hak menyatakan pendapat DPRD
DPRD kabupaten/kota apabila mendapat kabupaten/kota apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD persetujuan dari rapat paripurna DPRD
kabupaten/kota yang dihadiri sekurang- kabupaten/kota yang dihadiri sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
anggota DPRD kabupaten/kota dan anggota DPRD kabupaten/kota dan
putusan diambil dengan persetujuan putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
dari jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang
kabupaten/kota yang hadir. hadir.

517. 67. Ketentuan Pasal 373 ayat (2) huruf a, PENYEMPURNAAN 67. Ketentuan ayat (2) huruf a dan ayat (3)
ayat (3) huruf b, dan ayat (5) diubah, REDAKSIONAL huruf b Pasal 373 diubah, sehingga Pasal
sehingga Pasal 373 berbunyi sebagai 373 berbunyi sebagai berikut:
berikut:
518. Pasal 373 TETAP Pasal 373

(1) Setiap rapat DPRD kabupaten/kota (1) Setiap rapat DPRD kabupaten/kota dapat
dapat mengambil keputusan apabila mengambil keputusan apabila memenuhi
memenuhi kuorum. kuorum.
519. (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada TETAP (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (1) terpenuhi apabila: (1) terpenuhi apabila:
a. rapat dihadiri oleh sekurang- a. rapat dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota untuk mengambil untuk mengambil persetujuan atas
persetujuan atas pelaksanaan hak pelaksanaan hak angket dan hak
angket dan hak menyatakan menyatakan pendapat serta untuk
pendapat serta untuk mengambil mengambil keputusan mengenai usul
keputusan mengenai usul pemberhentian bupati/walikota
pemberhentian bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota;

80
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dan/atau wakil bupati/wakil
walikota;
520. b. rapat dihadiri oleh sekurang- TETAP b. rapat dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota untuk untuk memberhentikan pimpinan
memberhentikan pimpinan DPRD DPRD kabupaten/kota serta untuk
kabupaten/kota serta untuk menetapkan peraturan daerah dan
menetapkan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
daerah;
521. c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ TETAP c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu
(satu perdua) jumlah anggota DPRD perdua) jumlah anggota DPRD
kabupaten/kota untuk rapat kabupaten/kota untuk rapat
paripurna DPRD kabupaten/kota paripurna DPRD kabupaten/kota
selain rapat sebagaimana dimaksud selain rapat sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b. pada huruf a dan huruf b.
522. (3) Keputusan rapat dinyatakan sah TETAP (3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
apabila: a. disetujui oleh sekurang-kurangnya
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
2/3 (dua pertiga) dari jumlah DPRD kabupaten/kota yang hadir,
anggota DPRD kabupaten/kota untuk rapat sebagaimana dimaksud
yang hadir, untuk rapat pada ayat (2) huruf a;
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a;
523. b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua TETAP b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua
pertiga) jumlah anggota DPRD pertiga) jumlah anggota DPRD
kabupaten/kota yang hadir, untuk kabupaten/kota yang hadir, untuk
rapat sebagaimana dimaksud pada rapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b; ayat (2) huruf b;
524. c. disetujui dengan suara terbanyak, TETAP c. disetujui dengan suara terbanyak,
untuk rapat sebagaimana untuk rapat sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (2) huruf c. pada ayat (2) huruf c.
525. (4) Apabila kuorum sebagaimana TETAP (4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat
rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan
81
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dengan tenggang waktu masing-masing tenggang waktu masing-masing tidak lebih
tidak lebih dari 1 (satu) jam. dari 1 (satu) jam.
526. (5) Apabila pada akhir waktu penundaan TETAP (5) Apabila pada akhir waktu penundaan
rapat sebagaimana dimaksud pada ayat rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
(4) kuorum belum juga terpenuhi, kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan
pimpinan dapat menunda rapat paling dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga)
lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu hari atau sampai waktu yang ditetapkan
yang ditetapkan oleh Badan oleh panitia musyawarah.
musyawarah.
527. (6) Apabila setelah penundaan TETAP (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dimaksud pada ayat (5), kuorum
kuorum sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak huruf a dan huruf b, rapat tidak dapat
dapat mengambil keputusan. mengambil keputusan.
528. (7) Apabila setelah penundaan TETAP (7) Apabila setelah penundaan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dimaksud pada ayat (5), kuorum
kuorum sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan
diserahkan kepada pimpinan DPRD kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota dan pimpinan fraksi. dan pimpinan fraksi.
529. 68. Ketentuan Pasal 392 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 68. Ketentuan Pasal 392 diubah dan di antara
Pasal 392 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (1a), sehingga Pasal 392 berbunyi
sebagai berikut:
530. Pasal 392 _
DIHAPUS
(1) Untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas dan wewenang MPR,
DPR, dan DPD, dibentuk Sekretariat
Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal
DPR, dan Sekretariat Jenderal DPD
yang susunan organisasi dan tata
82
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
kerjanya diatur dengan peraturan
lembaga masing-masing.

531. (2) Sekretariat Jenderal sebagaimana PENYEMPURNAAN (1a) Sekretariat Jenderal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas REDAKSIONAL dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
dukungan pelayanan administrasi kepada dukungan pelayanan administrasi kepada
Anggota MPR, DPR dan DPD. Anggota MPR, DPR dan DPD.
532. (3) Untuk mendukung kelancaran DIHAPUS _
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR,
dibentuk badan keahlian yang ditetapkan
dengan Peraturan DPR tentang Tata
Tertib.
533. (4) Badan keahlian sebagaimana dimaksud DIHAPUS _
pada ayat (3) secara bertanggung jawab
kepada DPR.

534. (5) Dalam pelaksanaan tugas badan keahlian DIHAPUS _


sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
secara administratif didukung oleh
Sekretariat Jenderal DPR.

535. 69. Di antara Pasal 392 dan Pasal 393 DIHAPUS _


disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal
392A dan Pasal 392B yang berbunyi
sebagai berikut:
536. Pasal 392A DIHAPUS _

(1) Pegawai badan keahlian DPR terdiri atas


pegawai negeri sipil dan pegawai dengan
perjanjian tertentu yang memiliki
keahlian yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan fungsi DPR.

537. (2) Rekrutmen pegawai badan keahlian DIHAPUS _


sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pimpinan DPR atau
83
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pimpinan alat kelengkapan yang dalam
pelaksanaannya dibantu oleh Sekretaris
Jenderal DPR.

538. (3) Syarat dan mekanisme pengangkatan DIHAPUS _


pegawai badan keahlian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPR
tentang Tata Tertib.
539. Pasal 392B DIHAPUS
_
(1) Tenaga ahli alat kelengkapan DPR,
tenaga ahli anggota, dan tenaga ahli
fraksi adalah tenaga yang memiliki
keahlian tertentu yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi alat
kelengkapan DPR, anggota dan fraksi.
540. (2) Dalam 1 (satu) kali periode masa bakti DIHAPUS _
DPR, terdapat paling sedikit 1 (satu) kali
kenaikan honorarium Tenaga Ahli dan
staf administrasi anggota DPR.
541. (3) Rekrutmen tenaga ahli sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
alat kelengkapan DPR, anggota, dan
fraksi yang dalam pelaksanaannya
dibantu oleh Sekretaris Jenderal DPR.

542. 70. Ketentuan Pasal 393 diubah, sehingga TETAP Ketentuan Pasal 393 diubah, sehingga Pasal
Pasal 393 berbunyi sebagai berikut: 393 berbunyi sebagai berikut:
543. Pasal 393 DIHAPUS _

(1) Sekretariat jenderal MPR, sekretariat


jenderal DPR, dan sekretariat jenderal
84
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
DPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 392, masing-masing dipimpin
oleh seorang Sekretaris Jenderal.
544. (2) Calon sekretaris jenderal MPR, DIHAPUS _
sekretaris jenderal DPR, dan sekretaris
jenderal DPD diusulkan oleh Presiden
sebanyak 3 (tiga) orang kepada
pimpinan lembaga masing-masing.

545. (3) Calon sekretaris jenderal MPR, DIHAPUS _


sekretaris jenderal DPR, dan sekretaris
jenderal DPD yang diusulkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan uji kepatutan dan kelayakan
oleh pimpinan lembaga masing-masing.

546. (4) Calon sekretaris jenderal MPR, DIHAPUS _


sekretaris jenderal DPR, dan sekretaris
jenderal DPD yang diuji sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dipilih dan
ditetapkan 1(satu) nama calon
sekretaris jenderal MPR, sekretaris
jenderal DPR, dan sekretaris jenderal
DPD untuk disampaikan ke Presiden.

547. (5) Calon sekretaris jenderal MPR, DIHAPUS _


sekretaris jenderal DPR, dan sekretaris
jenderal DPD yang disampaikan ke
Presiden sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan sebagai sekretaris
jenderal MPR, sekretaris jenderal DPR,
dan sekretaris jenderal DPD dengan
keputusan presiden.

548. (6) Sekretaris jenderal sebagaimana DIHAPUS _


dimaksud pada ayat (1) berasal dari
85
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pegawai negeri sipil yang memenuhi
syarat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

549. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai DIHAPUS _


mekanisme pengusulan, uji kelayakan
dan kepatutan serta penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dalam peraturan MPR, peraturan DPR,
dan peraturan DPD yang mengatur
tentang tata tertib.
550. 71. Di antara Pasal 393 dan Pasal 394 DIHAPUS _
disisipkan 6 (enam) pasal yakni Pasal
393A, Pasal 393B, Pasal 393C, Pasal
393D, Pasal 393E, dan Pasal 393F yang
berbunyi sebagai berikut:

551. Pasal 393A DIHAPUS _ (5)

(1) Dalam melaksanakan tugasnya,


Sekretaris Jenderal MPR, Sekretaris
Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal
DPD bertanggung jawab kepada
pimpinan lembaga masing-masing.
552. (2) Sekretaris jenderal MPR, sekretaris DIHAPUS _
jenderal DPR, dan sekretaris jenderal
DPD melaporkan kinerja kepada
pimpinan MPR, pimpinan DPR, dan
pimpinan DPD setiap akhir tahun.
553. (3) Berdasarkan laporan kinerja DIHAPUS _
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pimpinan MPR, pimpinan DPR, dan
pimpinan DPD melakukan evaluasi, dan
hasil evaluasi ditindaklanjuti sesuai
peraturan MPR, peraturan DPR, dan
86
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
peraturan DPD.

554. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata DIHAPUS _


cara penyampaian laporan,
pertanggungjawaban, dan evaluasi
sekretaris jenderal diatur dengan
peraturan lembaga masing-masing.
555. Pasal 393B DIHAPUS _ −

Badan keahlian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 392 ayat (3) antara lain terdiri
atas:

a. Pusat Kajian Legislasi DPR;


556. b. Pusat Perancangan Undang-Undang _
DIHAPUS
DPR;
557. c. Pusat Kajian Anggaran DPR; dan _
DIHAPUS
558. d. Pusat Penelitian DPR. _
DIHAPUS
559. Pasal 393C _

(1) Pusat Kajian Legislasi DPR sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 393B huruf a DIHAPUS
merupakan 33 sistem pendukung DPR
yang memberikan dukungan dalam
rangka pelaksanaan fungsi legislasi.
560. (2) Pusat Kajian Legislasi DPR didukung oleh _
tenaga profesional yang memiliki keahlian
dan/atau keterampilan di bidang: DIHAPUS
a. kajian hukum dan perundang-
undangan;
561. b. penyajian dan pengolahan data _
peraturan perundang-undangan. DIHAPUS

87
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
562. (3) Pusat Kajian Legislasi DPR berada di _
bawah dan bertanggungjawab kepada
DIHAPUS
Pimpinan DPR.

563. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur _


organisasi, tugas dan fungsi serta tata
DIHAPUS
kerja Pusat Kajian Legislasi DPR diatur
dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib.
564. Pasal 393D DIHAPUS _

(1) Pusat Perancangan Undang-Undang DPR


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 393B
huruf b merupakan sistem pendukung di
bidang perancangan undang-undang yang
memberikan dukungan dalam:
a. pelaksanaan tugas Badan Legislasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
102 ayat (1);

565. b. pelaksanaan tugas komisi dalam DIHAPUS _


pembentukan undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
96 ayat (1); dan
566. c. pelaksanaan tugas anggota dalam DIHAPUS _
mengajukan usul rancangan undang-
undang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 huruf a.
567. (2) Pusat Perancanganundang-undangberada DIHAPUS _
di bawah dan bertanggungjawab kepada
Badan Legislasi
568. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur DIHAPUS _
organisasi,tugas dan fungsi serta tata
kerja Pusat Perancanganundang-undang
diatur dalam peraturan DPR tentang Tata
88
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Tertib.

569. DIHAPUS _

Pasal 393E

(1) Pusat Kajian Anggaran DPR sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 393B huruf c
merupakan sistem pendukung dalam:
a. pelaksanaan tugas Badan Anggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
107 ayat (1): dan
570. b. pelaksanaan tugas komisi di bidang DIHAPUS _
anggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 ayat (2).
571. (2) Pusat Kajian Anggaran DPR didukung DIHAPUS _
oleh tenaga profesional yang memiliki
keahlian dan/atau keterampilan di
bidang ekonomi makro, moneter dan
fiskal dengan tugas pokok melakukan
kajian dan analisa kebijakan fiskal yang
termuat dalam RAPBN yang diajukan
Presiden. serta menyediakan data
ekonomi makro.
572. (3) Pusat Kajian Anggaran DPR berada di DIHAPUS _
bawah dan bertanggungjawab kepada
Badan Anggaran.
573. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur DIHAPUS
organisasi, tugas dan fungsi serta tata
kerja Pusat Kajian Anggaran DPR diatur
dalam peraturan DPR tentang Tata
Tertib.
574. Pasal 393 F DIHAPUS _

(1) Pusat penelitian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 393A huruf d

89
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
merupakan sistem pendukung dalam
rangka pelaksanaan fungsi
pengawasan DPR.
575. (2) Pusat penelitian didukung oleh tenaga DIHAPUS _
profesional peneliti dari berbagai
bidang dan/atau disiplin ilmu,
pustakawan, dan arsiparis.
576. (3) Pusat penelitian berada di bawah dan DIHAPUS _
bertanggungjawab kepada Pimpinan
DPR.
577. (4) Pusat penelitian terdiri dari bidang DIHAPUS _
perpustakaan, arsip dan dokumentasi,
dan publikasi.
578. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai DIHAPUS _
struktur organisasi, tugas dan fungsi
serta tata kerja Pusat Penelitian DPR
diatur dalam peraturan DPR tentang
Tata Tertib.

579. 72. Ketentuan Pasal 394 diubah, sehingga DIHAPUS _


Pasal 394 berbunyi sebagai berikut:

580. Pasal 394 DIHAPUS _

(1) Pegawai Sekretariat Jenderal MPR,


Sekretariat Jenderal DPR dan Badan
Keahlian DPR, serta Sekretariat
Jenderal DPD terdiri atas pegawai
negeri sipil dan pegawai dengan
perjanjian tertentu.

90
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
581. (2) Pegawai negeri sipil sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (1) direkrut oleh
Sekretaris Jenderal MPR, Sekretaris
Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal
DPD setelah berkoordinasi dan
mendapatkan persetujuan pimpinan
MPR, pimpinan DPR, dan pimpinan
DPD.
582. (3) Ketentuan mengenai manajemen DIHAPUS _
kepegawaian MPR, DPR, dan DPD
diatur dengan peraturan lembaga
masing-masing.

583. 73. Ketentuan Pasal 395 diubah sehingga DIHAPUS _


Pasal 395 berbunyi sebagai berikut:

584. Pasal 395 DIHAPUS _

(1) Dalam rangka melaksanakan hak dan


kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 dan Pasal 79, kepada
anggota DPR diberikan dukungan paling
sedikit 3 (tiga) tenaga ahli dan 1 (satu)
staf administrasi.
585. (2) Dalam rangka melaksanakan hak dan DIHAPUS _
kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 232 dan Pasal 233, kepada
anggota DPD diberikan dukungan
tenaga ahli dan staf administrasi.
586. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga DIHAPUS _
ahli dan staf administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan DPR dan
Peraturan DPD.
587. 74. Ketentuan Pasal 396 diubah sehingga DIHAPUS _

91
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Pasal 396 berbunyi sebagai berikut:

588. Pasal 396 DIHAPUS


_
(1) Untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas dan wewenang
DPRD provinsi, dibentuk sekretariat
DPRD provinsi yang susunan organisasi
dan tata kerjanya diatur dengan
peraturan daerah provinsi.
589. (2) Sekretariat DPRD provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai DIHAPUS _
tugas dukungan pelayanan administrasi
kepada Anggota DPRD provinsi.
590. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, DIHAPUS
sekretaris DPRD provinsi bertanggung _
jawab kepada pimpinan DPRD provinsi.
591. (4) Sekretaris DPRD provinsi melaporkan
kinerja kepada pimpinan DPRD provinsi DIHAPUS _
setiap akhir tahun.
592. (5) Berdasarkan laporan kinerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), DIHAPUS _
pimpinan DPRD provinsi melakukan
evaluasi, dan hasil evaluasi
ditindaklanjuti sesuai peraturan DPRD
provinsi.
593. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penyampaian laporan, DIHAPUS _
pertanggungjawaban, dan evaluasi
sekretaris DPRD provinsi diatur dengan
Peraturan DPRD Provinsi tentang Tata
Tertib.
594. 75. Ketentuan Bab VII Bagian Kedua DIHAPUS _
Paragraf 2 dan Pasal 397 diubah
sehingga Paragraf 2 dan Pasal 397
berbunyi sebagai berikut:
92
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
595. Paragraf 2 DIHAPUS _

Tenaga Ahli

596. Pasal 397 DIHAPUS _

(1) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 301 ayat (9) dan Pasal 302
ayat (2) huruf b merupakan tenaga
profesional yang memiliki keahlian
tertentu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi alat
kelengkapan DPRD provinsi dan fraksi.
597. (2) Rekrutmen tenaga ahli sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
alat kelengkapan DPRD provinsi dan
fraksi yang dalam pelaksanaannya
dibantu oleh sekretaris DPRD provinsi.
598. (3) Syarat dan mekanisme pengangkatan DIHAPUS _
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan DPRD Provinsi tentang
Tata Tertib.
599. 76. Ketentuan Pasal 398 diubah sehingga DIHAPUS _
Pasal 398 berbunyi sebagai berikut:
600. Pasal 398 DIHAPUS _

(1) Untuk mendukung kelancaran


pelaksanaan tugas dan wewenang
DPRD kabupaten/kota, dibentuk
sekretariat DPRD kabupaten/kota yang
susunan organisasi dan tata kerjanya
diatur dengan peraturan daerah
kabupaten/kota.

93
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
601. (2) Sekretariat DPRD kabupaten/kota DIHAPUS _
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas dukungan pelayanan
administrasi kepada Anggota DPRD
kabupaten/kota.

602. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, DIHAPUS _


sekretaris DPRD kabupaten/kota
bertanggung jawab kepada pimpinan
DPRD kabupaten/kota.
603. (4) Sekretaris DPRD kabupaten/kota DIHAPUS _
melaporkan kinerja kepada pimpinan
DPRD kabupaten/kota setiap akhir
tahun.
604. (5) Berdasarkan laporan kinerja DIHAPUS _
sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pimpinan DPRD kabupaten/kota
melakukan evaluasi, dan hasil evaluasi
ditindaklanjuti sesuai peraturan DPRD
kabupaten/kota.
605. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata DIHAPUS _
cara penyampaian laporan,
pertanggungjawaban, dan evaluasi
sekretaris DPRD kabupaten/kota diatur
dengan Peraturan DPRD
Kabupaten/Kota tentang Tata Tertib
606. 77. Bab VII Bagian Ketiga Paragraf 2 dan DIHAPUS _
Pasal 399 diubah sehingga Paragraf 2
dan Pasal 399 berbunyi sebagai
berikut:
607. Paragraf 2 DIHAPUS _

Tenaga Ahli
94
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
608. Pasal 399 DIHAPUS _

(1) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 301 ayat (9) dan Pasal 302
ayat (2) huruf b merupakan tenaga
profesional yang memiliki keahlian
tertentu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi alat
kelengkapan DPRD kabupaten/kota dan
fraksi.

609. (2) Rekrutmen tenaga ahli sebagaimana DIHAPUS _


dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota
dan fraksi yang dalam pelaksanaannya
dibantu oleh sekretaris DPRD
kabupaten/kota.

610. (3) Syarat dan mekanisme pengangkatan DIHAPUS _


tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan DPRD Kabupaten/Kota
tentang Tata Tertib.

611. 78. Ketentuan Pasal 404 diubah, sehingga DIHAPUS _


Pasal 404 berbunyi sebagai berikut:
612. Pasal 404 PERUBAHAN Pasal 404
SUBSTANSI
Pada saat Undang-Undang ini mulai Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
berlaku: a. Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
a. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
tentang Majelis Permusyawaratan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Daerah tetap melaksanakan tugas dan
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan wewenangnya sesuai dengan Undang-
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

95
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Republik Indonesia Nomor 5043) tetap Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
berlaku bagi MPR, DPR, DPD, DPRD Daerah (Lembaran Negara Republik
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Indonesia Tahun 2009 Nomor 123,
hasil Pemilihan Umum Tahun 2009 Tambahan Lembaran Negara Republik
sampai dengan pengucapan Indonesia Nomor 5043) sampai dengan
sumpah/janji anggota MPR, DPR, DPD, berakhir masa jabatan.
DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota hasil pemilihan umum
berikutnya.
613. b. struktur organisasi sekretariat jenderal DIHAPUS _
MPR, sekretariat jenderal DPR,
sekretariat jenderal DPD, dan sekretariat
DPRD mengikuti dan menyesuaikan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
614. c. struktur organisasi tenaga fungsional dan DIHAPUS _
tenaga profesional yang sudah ada
mengikuti dan menyesuaikan ketentuan
dalam undang-undang ini.
615. Pasal II PERUBAHAN Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada SUBSTANSI Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
tanggal diundangkan. diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang- memerintahkan pengundangan Undang-Undang
Undang ini dengan penempatannya dalam ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Lembaran Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia.
616. Disahkan di Jakarta TETAP Disahkan di Jakarta
pada tanggal ……………….. pada tanggal ………………..

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA, PRESIDENREPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


617. Diundangkan di Jakarta TETAP Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ………………. pada tanggal ……………….
96
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN AMIR SYAMSUDDIN


618. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TETAP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN ... NOMOR ... TAHUN ... NOMOR ...

97
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH,DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

TAHUN 2014

98
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH

RISALAH

Tahun Sidang : 2013-2014


Masa Persidangan : III
Rapat Ke- : VI
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Sifat Rapat : Terbuka
Hari, Tanggal : Selasa, 4 Maret 2014
Waktu : Jam 14.00 WIB s.d. Selesai
Tempat : Ruang Rapat Pansus C, Gd. Nusantara II Lt.3
Ketua Rapat : DR. Benny K. Harman, S.H. (Ketua Pansus/F.PD)
Didampingi:
1. Fahri Hamzah, S.E. (Wakil Ketua/FPKS)
2. Ahmad Yani, S.H.,MH. (Wakil Ketua/F.PPP)
Acara : 1. Penjelasan Pansus terhadap Usul Inisiatif DPR-RI
atas Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MD3;
2. Pembahasan Rencana Kerja Pansus;
3. Dan lain-lain.
Sekretaris Rapat : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 21 orang dari 30 orang Anggota PANSUS
8 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
7 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
4 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
1 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
3 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
1 dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN
2 dari 2 orang Anggota;
2

7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA


2 dari 2 orang Anggota;
8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA
- dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
1 dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT

1. EDI RAMLI SITANGGANG, S.H. 428

2. AGUNG SANTOSO, S..H. 463

3. H. HARRY WITJAKSONO, S.H 478

4. MAYJEN. TNI (PURN.) YAHYA SACAWIRIA, S.IP, MM. 488

5. DRA. R.A. IDA RIYANTI 500

6. VENNA MELINDA, S.E 518

7. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540

FRAKSI PARTAI GOLKAR

8. DR. POEMPIDA HIDAYATULLOH, BENG (HON) PHD. DIC 182

9. H. NUDIRMAN MUNIR, S.H. 184

10. Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si 194

11. Drs. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si 236

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.

12. ARIF WIBOWO 380

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

13. KH. Ir. ABDUL HAKIM, MM 57

14. H. T.B. SOENMANDJAJA., SD 70

15. FAHRI HAMZAH, S.E. 95

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

16. A. RISKI SADIG 129

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

17. AHMAD YANI, S.H.,MH. 287


3

18. MUHAMAD ARWANI THOMAFI, H. 302

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

19. MUH. HANIF DHAKIRI 157

20. KH. MUH UNAIS ALI HISYAM 171

FRAKSI PARTAI GERINDRA

FRAKSI PARTAI HANURA

21. SALEH HUSIN, S.E.,M.Si. 13

b. SEKRETARIAT :

1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus MD3


2. Radji Amri, SE. Wakil Sekrt. I
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
6. M. Najib Ibrahim, S.Ag.,M.H. Legal Drafter
7. Titi Asmara Dewi, S.H.,M.H. Legal Drafter
8. Dr. Inosentius Samsul, SH.,MH. Peneliti/P3DI
9. Arwani Tenaga Ahli Baleg
10. Sabari Barus, SH.,M.Hum. Tenaga Ahli Baleg

c. Tamu/undangan
1. Amir Syamsuddin, Menteri Hukum dan HAM;
2. Drs. A. Tanribali Lamo, S.H. M.Si., Dirjen Kesbangpol, Kementerian
Dalam Negeri;
3. Sonny Loho, Irjen Kemenkeu, Kementerian Keuangan beserta jajarannya;
4. Rini Widiantini, S.H. M.P.M., Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana,
Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
5. Edi Efendi Tedjakusuma, Deputi EKP Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas.
4

KETUA RAPAT (F-PD (DR. BENNY K. HARMAN, S.H.):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM,


Yang kami hormati Saudara Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili,
Yang kami hormati Saudara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi atau yang mewakili,
Yang kami hormati Saudara Menteri Keuangan atau yang mewakili,
Yang kami hormati Saudara Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Kepala Bappenas atau yang mewakili,
Yang kami hormati Pimpinan Pansus, anggota Pansus dan hadirin yang kami
muliakan,

Sebelum kami buka kami mengajak kita semua untuk memanjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Yang selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga kita semua dapat menghadiri
Rapat Kerja Pansus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 pada sore ini dalam keadaan sehat
wal’afiat.
Sesuai dengan catatan yang ada di meja pimpinan, rapat ini telah
ditandatangani oleh 12 anggota Pansus dari 30 anggota Pansus dan telah dihadiri
oleh 6 dari 9 Fraksi. Oleh sebab itu sesuai dengan ketentuan pasal 240 ayat (1)
Peraturan Tata Tertib Dewan, rapat ini telah memenuhi kuorum untuk mengambil
keputusan. Oleh sebab itu atas seizin bapak-ibu saudara-saudara sekalian, Rapat
Kerja ini kami buka dan kami nyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.40 WIB.)

Saudara Pimpinan Pansus,


Para menteri dan anggota-anggota Pansus dan hadirin yang kami muliakan,

Sebagaimana kita ketahui Rancangan Undang-undang tentang Perubahan


Undang-undang tentang MD3 adalah Rancangan Undang-undang usul inisiatif
Dewan. Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif Dewan ini telah disahkan dalam
rapat Paripurna Dewan tanggal 24 Oktober 2013. Untuk selanjutnya oleh Pimpinan
Dewan disampaikan Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif ini kepada Presiden
pada tanggal 29 Oktober 2013.
Selain itu Rapat Bamus Dewan pada tanggal 23 Januari 2014 disepakati
bahwa penanganan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan
Undang-undang MD3 ini dilakukan oleh sebuah panitia khusus atau yang disebut
dengan Pansus. Pansus ini anggotanya berjumlah 30 dan kalau saya lihat 9 Fraksi
mengutus politisi-politisi terbaiknya untuk duduk di Pansus ini. Saya juga tidak tahu
Pak Menteri kenapa ke-9 Fraksi ini mengutus politisi-politisi terbaiknya di Pansus ini.
Mungkin berkaitan dengan perubahan politik kedepan. Pansus 30 anggota dan
disahkan dalam Rapat Paripurna pada tanggal 28 Januari 2014 yang lalu.
Selanjutnya Rapat Pansus dimulai dengan melakukan pemilihan pimpinan
Pansus pada tanggal 11 April 2014 yang lalu. Dengan komposisi Pimpinan Pansus
5

kami sendiri dari Fraksi Partai Demokrat sebagai ketua. Dan yang terhormat Ibu
Nurul Arifin, SIP sebagai wakil ketua dari Fraksi Partai Golongan Karya. Yang
terhormat Ahmad Yani, SH. Sebagai wakil ketua dari Fraksi PPP, dan dari Fraksi
PKS posisi sebagai wakil ketua adalah yang terhormat Sdr. Fachri Hamzah, SE.
Jadi, lengkap ini pimpinannya, ada sarjana hukum, ada sarjana politik, ada
juga sarjana keuangan karena berkaitan dengan otonomi budget di parlemen.
Selanjutnya Pak Menteri, anggota-anggota pansus ini seperti yang kita lihat
ini di kiri-kanan. Nanti sambil berjalan kita bisa saling berkenalan.

Saudara-saudara pimpinan Pansus, para menteri dan anggota Pansus, serta


hadirin yang berbahagia,

Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 150 ayat (2) huruf b Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2009 mengenai MD3 Dewan berkaitan dengan Rancangan
Undang-undang Usul Inisiatif memberi penjelasan dan selanjutnya Presiden dan
DPD memberi pertimbangan dalam hal Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif
yang dimaksud berasal dari Dewan dan menyangkut kewenangan DPD. Berkenaan
dengan itu Pemerintah melalui surat nomor tertanggal 27 Desember 2013 Presiden
telah menugaskan Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Kepala Bappenas baik bersama-sama maupun
sendiri-sendiri melakukan pembahasan atas Rancangan Undang-undang ini dengan
Dewan.
Selanjutnya dengan menunjuk pada Surat Presiden tertanggal 27 Desember
2013 Pansus telah mengirimkan undangan kepada Kementerian yang mewakili
Presiden dan bapak/ibu saudara-saudara anggota Pansus, pada saat ini telah hadir
Sdr. Menteri Hukum dan HAM dan Kementerian-kementerian yang telah ditugaskan
oleh Presiden. Untuk itu kami dari meja pimpinan menyampaikan ucapan terima
kasih setinggi-tingginya atas kesediaan Saudara Menteri Hukum dan HAM, wakil-
wakil Pemerintah memenuhi undangan Rapat Kerja pada siang ini.

Saudara Pimpinan Pansus, para menteri anggota Pansus dan hadirin yang
kami hormati,

Sesuai dengan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-undang. Untuk


rancangan undang-undang usul inisiatif ini pembahasannya dibagi dalam 2 tahap.
Yang pertama adalah Rapat Kerja pengantar musyawarah yaitu pada tanggal 4
Maret 2014 yaitu pada saat ini. Dengan agenda khusus penyampaian keterangan
Pansus Dewan mengenai Rancangan undang-undang ini. Kemudian yang kedua:
penyampaian rencana kerja Pansus. Untuk nanti bisa dikoordinasikan dengan wakil-
wakil pemerintah.
Yang kedua, rencananya pada tanggal 15 Mei 2014 nanti pada masa
persidangan IV Tahun Sidang 2013-2014 nanti setelah selesai Reses ini Pak
Menteri, setelah selesai Pemilu. Mungkin sudah ada pengumuman siapa yang
masuk, siapa yang tidak. Pansus akan melanjutkan pengantar musyawarah dengan
agenda penyampaian tanggapan Pemerintah, kemudian penyerahan DIM oleh
Pemerintah. Di tingkat Pansus Dewan memang sempat terjadi perdebatan. Ada
yang mengusulkan supaya pembahasan ini dilakukan setelah Pemilu tanggal 9
bulan April nanti tetapi ada juga yang meminta kalau bisa untuk penyampaian
6

keterangan Pansus dilakukan sebelum Masa Reses yang dimulai pada tanggal 6
besok.
Dengan demikian Pemerintah selama teman-teman ini mengikuti Pemilu
melakukan kampanye, Pemerintah bisa menyiapkan DIM. Sehingga begitu kita
masuk nanti langsung dengan pembahasan terhadap DIM-DIM yang disampaikan
oleh Pemerintah. Sehingga dengan demikian nanti pembahasan rancangan undang-
undang ini dapat kita selesaikan sesuai dengan waktu yang masih tersisa.
Berkaitan dengan 2 kegiatan yang tadi kami sampaikan. Kami mohon
persetujuan bapak-ibu saudara-saudara sekalian, apakah tawaran kami tadi, agenda
rapat kerja kita pada siang ini yaitu penyampaian keterangan Pansus Dewan dan
penyampaian rencana kerja Pansus dapat kita setujui? Pak Munir setuju? Pak
Menteri setuju Pak? Baik, terima kasih sahkan persetujuannya.

(RAPAT : SETUJU)

Selanjutnya kami juga mohon persetujuan. Baik, selanjutnya kami mohon


persetujuan untuk rencana rapat kerja Pansus pengantar musyawarah ke-2 tanggal
15 Mei 2014. Apakah bapak/ibu anggota Pansus menyetujuinya? Pemerintah? Saya
ketuk 1 kali.

(RAPAT : SETUJU)

Saudara Pimpinan Pansus, para Menteri, dan anggota Pansus yang kami
hormati,

Dengan telah disetujuinya 2 agenda tadi maka kami juga mohon persetujuan
mengenai waktunya. Kita sampai, sekarang pukul 15.00 WIB. Sampai jam 15.30
WIB.

(RAPAT : SETUJU)

Baik, marilah kita mulai agenda rapat kerja Pansus pada sore ini yaitu:
pengantar musyawarah keterangan Pansus mengenai Rancangan Undang-undang
tentang Perubahan Undang-undang MD3 maka ke para Pimpinan Pansus yang
telah menyiapkan tugas yang dimaksud kami persilakan. Jadi, Pak Yani nanti selaku
Pimpinan di Baleg juga akan menyampaikan keterangan Pansus. Paling tidak
mengenai isinya, visi-misinya apa. Kita juga tidak begitu mendalam selain teman-
teman yang selama ini mengikuti dari awal di Badan Legislasi.
Maka kami persilakan Pak Yani.

WAKIL KETUA PANSUS (AHMAD YANI, S.H., M.H./F.PPP):

Bismillaahirahmaanirahiim,
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

Selamat siang, dan salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati sekaligus saya banggakan tentunya Pimpinan dan anggota
Pansus RUU Perubahan MD3,
7

Yang saya hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM Pak DR. Amir
Syamsuddin, SH.,MH.,
Yang saya hormati dari Kementerian Dalam Negeri Pak Tanri, adalah sahabat
kita dalam membahas undang-undang yang tidak pernah absen beliau ini,
Yang saya hormati dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi Ibu Rini
Widyanti, SH,MPM.,
Yang saya hormati dari Kementerian Keuangan yang diwakil Irjen Kemenkeu
Pak Sonny Loho,
Yang saya hormati Kepala Bappenas yang dalam hal ini diwakili oleh Deputi
Evaluasi Kinerja Pembangunan Pak Effendi Tedjakusuma, dan tentunya
peserta jajaran yang hadir pada siang hari ini,

Pertama-tama marilah kita bersama-sama sebagai insan Pancasila tentunya


tak pernah lepas memanjatkan puji syukur kita kehadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Kuasa atau Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya dan tentunya
atas nikmat kesehatan dan kesempatan. Sehingga kita pada siang hari ini masih
mendapatkan tugas konstitusional kita dalam menghadiri rapat pertama pada siang
hari ini.

Bapak-bapak, ibu yang saya hormati,

Sebagaimana tadi telah disampaikan oleh bapak DR. Benny sebagai ketua
Pansus bahwa RUU Perubahan MD3 ini adalah usul inisiatif dari DPR dan usul itu
kita sepakati bersama pada waktu kita menyusun Prolegnas awal-awal yang lalu dan
ini sudah kita masukkan Pak Amir pada waktu itu sejak tahun 2010, ini RUU
Perubahan yang cukup panjang memakan waktu perdebatan yang cukup panjang,
penyusunannya yang cukup panjang. Hampir memakan waktu lebih kurang 3 tahun.
Oleh karenanya memang tadi sebagaimana dikemukakan oleh Pak Ketua bahwa
kita harapkan betul Undang-undang ini bisa selesai atau RUU ini selesai sebelum
dilantik anggota MPR, DPR, DPRD kota dan kabupaten karena proses
pelantikannya juga berbeda-beda ini. Dan tentunya DPD dan kita harapkan juga
semua disini dalam doa kita semua penyusun dari rancangan undang-undang ini,
kalau saya lihat bahasa langitnya insya Allah terpilih kembali. Sehingga bisa
menikmati undang-undang perubahan ini.

Bapak-ibu yang saya hormati,

Kenapa disepakati sebagaimana dikemukakan oleh Pak Ketua tadi rapat


pengantar pada hari ini. Kita berharap betul nanti dari pihak Pemerintah tentunya
sebagaimana telah diamanatkan Presiden pada Surat Ampres yang ditunjuk bahwa
masa reses yang cukup panjang ini, kita sangat berharap betul Pak Menteri Daftar
Inventarisasi Masalah itu bisa sudah masuk. Sehingga pada waktu kita nanti setelah
Reses kita sudah masuk dalam pembahasan perubahan-perubahan karena didalam
perubahan-perubahan ini ada perubahan yang cukup besar dalam tata kelembagaan
lembaga rumpun. Kalau kita bicara rumpun ini rumpun lembaga perwakilan ini.
Rumpun lembaga perwakilan ini MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan tentunya juga
DPRD Kotan dan Kabupaten, DPR Des kalaupun nanti masuk.
Dalam pembahasan ini memang berbagai macam persoalan. Saya ingin
sampaikan saja dan tentunya nanti mudah-mudahan menjadi kesepakatan kita di
8

rapat awal ini. Saya ingat betul pada waktu kita menyusun, memperdebatkan RUU
Perubahan diberbagai macam pandangan. Dalam rangka tentunya untuk
memperkuat kelembagaan ini sebagaimana dari buah hasil reformasi adalah
kedaulatan itu diberikan kepada DPR, MPR, DPRD dan lain sebagainya seperti itu.
Berbagai macam pikiran yang muncul. Walaupun akhirnya yang terumuskan, nah ini
yang terumuskan, yang nanti mungkin sampai kepada Pemerintah. Saya berharap
bahwa original intens atau suasana kebathinan pada waktu kita menyusun ini bagian
yang juga tidak terpisahkan. Dan mungkin juga dalam pembahasan-pembahasan
nanti. Inikan undang-undang menjadi satu. Namanya Undang-undang MD3.
Sesungguhnya ada gagasan besar kita pada waktu itu karena waktu itu ada ingin
membuat undang-undang ini tersendiri karena sama-sama kita mengetahui paling
tidak di 3 institusi negara. Kalau kita membaca institusi bahwa MPR, DPR dan DPD
adalah lembaga-lembaga negara. Lembaga-lembaga negara yang lainnya sudah
diatur dengan undang-undang tersendiri. Lembaga Kepresidenan diatur dengan
Undang-undang Kepresidenan. Lembaga yudikatif baik itu Mahkamah Agung
maupun Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undangnya sendiri. Lembaga
Keuangan yakni BPK diatur dengan undang-undangnya sendiri.
Nah, memang yang belum ini adalah undang-undang lembaga perwakilan ini
yang masih tergabung didalam yang namanya Undang-undang MD3 itu sendiri.
Didalam perdebatan-perdebatan kita pada waktu menyusun itu ada semangat kita
ingin men-split ini. Nah, dalam pengantar ini saya kira kalau nanti dalam perjalanan
karena kita harus taat juga dalam tata cara pembuatan peraturan perundang-
undangan sebagaimana undang-undang yang sudah kita sahkan bersama. Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2012, ada kriteria dan kerangka pembuatan undang-
undang itu.
Kalau kita sepakati sesungguhnya dalam rapat ini juga tidak terlalu
menyimpang atau bisa kita katakan tidak bertentangan dengan tata cara
pembentukan perundang-undangan yaitu andai nanti dalam perkembangan nanti
kita menyepakati atau memandang perlu bahwa ternyata ketiga lembaga ini
membutuhkan undang-undang itu sendiri karena didalam draft RUU yang kami
sampaikan atau yang DPR sampaikan kepada Pemerintah, draftnya masih bersifat
satu yaitu draft RUU MD3. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan ini.
Yang pertama tentunya adalah dinamika politik kita yang sama-sama kita ketahui
pasca reformasi memberikan tempat betul bahwa lembaga perwakilan ini bukan lagi
lembaga yang sebagaimana selama ini pada rezim, kalau bisa menggunakan istilah
rezim orde baru itu, DPR ini adalah pelengkap penderita adalah lembaga stempel.
Banyak kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh founding fathers kita jilid II
pada waktu menyusun perubahan dan alhamdulillah di anggota Pansus ini masih
banyak pelaku-pelaku sejarahnya termasuk Kang Soemand saya kira, pelaku
sejarah perubahan dari konstitusi kita itu sendiri. Jadi, ada kesinambungan yang
seperti itu.
Nah, ada beberapa hal, tadi sebenarnya masih panjang yang mau saya
kemukakan tetapi ini tentunya akan memakan waktu yang cukup panjang juga.
Bayangkan bagaimana kita mau men-summary atau menyimpulkan penyusunan
yang 3 tahun lebih diberikan oleh Pak Ketua hanya waktu lebih kurang setengah
jam. Saya kira tidak mungkin bisa tergambarkan secara keseluruhan pokok-pokok
pikiran yang ingin disampaikan dalam rapat yang pertama ini. Paling tidak ada
beberapa hal pokok penting yang ingin kami sampaikan tetapi bagian yang tidak
kami bacakan adalah bagian yang tidak terpisahkan karena begitu banyak halaman-
9

halamannya yang tidak mungkin, andai pun kita bacakan Pak Ketua lebih dari 1 jam,
andai pun kita bacakan secara baca cepat seperti itu.
Oleh karena itu pokok-pokok penting saja dari perubahan-perubahan
tersebut. Permasalahan pokok dalam pembentukan RUU Undang-undang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tadi Pak Fachri tadi bercanda saja Dewan
Perwakilan Desa itu belum ada Pak Fachri tetapi gagasannya Pak Fachri mau
dimasuk-masukkan juga. Ternyata dari potret yang kita lihat. Ini potret tentunya
potret dalam perspektif anggota Dewan. Satu adalah belum tertatanya secara
internal terkait dengan posisi alat kelengkapan dan Fraksi di masing-masing
lembaga politik perwakilan rakyat. Untuk menjalankan tugas dan wewenangnya
sebagai penyalur, penampung melakukan akreditasi dari kepentingan-kepentingan
politik dan tentunya menyalurkan kepentingan suara atau politik rakyat itu sendiri,
aspirasi rakyat.
Yang kedua, secara eksternal juga belum tertatanya dengan komprehensif
terkait dengan relasi. Nah, ini menjadi persoalan ini. Relasi antar kelembagaan
politik perwakilan rakyat khususnya ditingkat Nasional terutama dalam konteks atau
dalam hubungan fungsi, tugas dan wewenang DPR dan DPD itu sendiri. Apalagi
kalau kita mau lihat hasil keputusan MK yang baru-baru ini. Walaupun bagaimana itu
sebuah putusan MK. Walaupun kita sama-sama tahu Pak Nudirman Munir ini yang
sangat memprotes keras putusan-putusan MK itu sendiri.
Yang ketiga, perlu penyebaran yang lebih tepat posisi pengaturan negara
bagi kelembagaan pendukung kinerja parlemen baik secara kesekjenan masing-
masing lembaga negara ini, yaitu kesekjenan MPR, kesekjenan DPR dan DPD itu
sendiri. Sehingga diharapkan nanti mereka mampu memberikan dukungan maksimal
sampailah optimalisasi peran kelembagaan serta struktur perwakilan rakyat dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Keempat, perlunya penataan lebih lanjut bagi DPRD yang bukan lagi sebagai
bagian dari birokrasi pemerintahan daerah. Hal ini didasari pertimbangan, tidak saja
terkait dengan tantangan demokrasi di tingkat lokal tetapi juga mengenai dalam
rangka memaksimalkan perspektif otonomi daerah yang dilaksanakan ditingkat
lapangan. Agar benar-benar mampu memberikan konstribusi riil bagi usaha
peningkatkan kesejahteraan rakyat setempat.

Bapak-bapak yang saya hormati,

Sebagaimana saya kemukakan tadi. Potret yang telah kita lakukan ini
pertama tentunya undang-undang ini yang masih dalam draft yang sekarang ini
adalah mengatur tentang kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat yaitu MPR
sendiri. Dalam pengaturan tentang MPR ini diusulkan untuk ditambah 1 tugas.
Tugas yang selama ini ditugaskan betul kepada anggota MPR. Kepada anggota
MPR terdiri dari anggota DPD dan DPR. Dalam rangka menyelenggarakan,
memasyarakatkan ketetapan MPR yang masih berlaku karena masih banyak
ketetapan-ketetapan MPR yang masih berlaku. Apalagi dihubungkan dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Hirarki Pembentukan Perundang-
undangan. Yang sekarang ini masuk lagi ketetapan MPR tersebut. Maka memang
perlu disosialisasi, yaitu serta MPR menyelenggarakan sidang setiap tahunan pada
10

tanggal 18 Agustus. Untuk mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden. Dalam


rangka hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.
Selain itu dalam pengaturan mengenai MPR juga ini mengatur bahwa
pengelolaan anggaran MPR perlu dilaporkan kepada publik sebagai bentuk
akuntabilitas dan transparansi atas pengelolaan anggaran yang bersumber dari
APBN serta sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi 117/PUU-
VII/2009 yang menyebabkan sistem paket dan representasi Fraksi tidak sejalan
dengan konstitusi yang perlu dilakukan rekonstruksi kembali.
Yang kedua, tentunya disamping berbagai hal didalam draft ini tentang MPR
itu sendiri bahkan muncul bahwa isu tentang bagaimana mengembalikan GBHN dan
lain sebagainya itu sekarang nanti akan berkembang. Sekarang ini arah
pembangunan kita tidak ada lagi diharapkan, sebagai pandangan mengatakan tidak
ada garis-garis besar daripada haluan negara maka diharapkan didalam undang-
undang MPR itu sendiri. MPR juga bisa melahirkan bagi GBHN-GBHN nanti.
Bagaimana payung hukumnya itu? Karena kalau kita lihat dari konstitusi Undang-
undang Dasar sudah tidak lagi mendraftkan seperti itu.
Yang kedua adalah tentunya lembaga DPR sendiri. Berbagai hal di DPR ini
seperti setiap perjanjian internasional tentu yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan
atau yang mengharuskan perubahan dan pembentukan perundang-undang harus
terlebih dahulu dibahas di DPR itu sendiri.
Yang ke-2b, DPR harus mempunyai otoritas yang melekat pada pengelola
anggaran, sekretariat jenderal adalah pelaksana teknis kebijakan penggunaan
anggaran di DPR ini, masalah perubahan betul ini paradigmanya, proses
kesekjenan, dan lain sebagainya termasuk didalam alat-alat kelengkapan yang ada
dibawah kesekjenan. Kalau sekarang ini masih terpencar sedemikian rupa ada P3I,
ada lain-lain sebagainya, seperti itu.
Yang ke-3c, dalam melaksanakan tugas dan kewenangan DPR setiap pihak
wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR dan bagi yang mengabaikan rekomendasi
dapat diberi sanksi dan dikategorikan sebagai penghinaan kepada parlemen DPR
atau content of parliement. Yang sekarang menjadi perdebatan yang cukup panas
dalam kasus Century.
d. menambah hak anggota DPR untuk mengusulkan dan menyuarakan
program pembangunan daerah pemilihan. Nah, ini menjadi persoalan juga Pak
Menteri. Kita pulang tetapi kita ini tidak punya kewenangan untuk mengusulkan
perjuangan program pembangunan didaerah pemilihan. Buat anggota DPR kalau
pulang kampung itu berat sekali. Mereka diusulkan hal-hal seperti itu.
e. mengatur bahwa fraksi dibentuk oleh partai politik memenuhi ambang
batas wilayah suara dalam ketentuan wilayah kursi ini sudah dengan sendirinya
kemarin kita memilih parliemantery treshold. Masih banyak lagi saya kira, Pak Benny
sudah membisikkan cepat. Masuk saja DPD. Nah di DPD ini sudah banyak berbagai
macam perubahan-perubahan. Tentunya kita kaitkan dengan keputusan Mahkamah
Konsitusi yang terbaru. Tentang bagaimana kita ingin meletakkan struktur DPD ini
secara sendiri dalam konteks kelembagaan perwakilan itu sendiri.
Nah, yang keempat adalah DPRD Provinsi, DPRD kota dan kabupaten.
Dalam perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 pengaturan
mengenai DPRD ini baik DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten merupakan lembaga
perwakilan rakyat didaerah. Yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah. Yang anggotanya berkedudukan sebagai pejabat daerah.
11

Maunya kawan-kawan DPRD itu pejabat negara. Nah, ini kita nanti akan mendapat
input-input dan lain-lain sebagainya dari kawan-kawan sekalian.
Yang kelima adalah sistem pendudung. RUU ini juga mengatur bahwa untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi MPR, DPR, DPD didukung oleh tadi yang
saya kemukakan kesekjenan. Selain itu kepada DPR diberikan dukungan keahlian
dan badan keahlian. Dulu kalau kita di Badan Legislasi Pak Menteri kita itu
berselorohnya itu, bercandanya itu bila perlu GBHN itu langsung bulat-bulat
dibawakan kepada DPR ini karena fungsi pembentukan undang-undang itu sudah
bergeser rezimnya. Fungsinya itu ada di DPR itu sendiri tetapi nanti bagaimana
penyusunan. Jadi, pembentukan undang-undang yang dirancang sedemikian rupa
itu menjadi cukup baik dukungan tenaga ahli. Kalau sekarang ini mohon maaf
sangat tidak memadai. Anggota kita sebagai anggota saja tidak memadai dukungan
keahlian. Apalagi alat-alat kelengkapan DPR itu baik di Badan Legislasi, Badan
Pengawasan maupun Badan Anggaran. Dukungan tenaga ahli itu sangat tidak
memadai sebagai anggota DPR.
Saya kira hal-hal itulah yang menjadi garis besar-lah ingin perubahan-
perubahan itu.

Bapak/ibu yang saya hormati,

Demikianlah penjelasan DPR RI atas RUU tentang Perubahan MPR, DPR,


DPD, dan DPRD. Semoga keterangan ini dapat menjadi pengantar dalam
pembahasan RUU antara DPR RI dengan Pemerintah dan untuk segera dapat
dilakukan pembahasan sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan yang
berlaku.
Terima kasih.

Wabillahitaufiqwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Baik,

Saudara Pimpinan Pansus, para Menteri dan anggota Pansus yang kami
hormati,

Demikian tadi Pansus telah menyampaikan keterangan atas Rancangan


Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang MD3. Jadi, intinya yang
tadi disampaikan adalah adanya keinginan kuat dari Dewan untuk melakukan
reformasi parlemen. Bagaimana kedepan membangun institusi Dewan yang kuat,
yang kredibel, akuntabel, dan juga kalau bisa kedap korupsi juga. Jadi, ini disain
pokok perubahan Undang-undang MD3 yang dilakukan oleh Dewan. Tentu
bagaimana memperkuat institusi ini dalam kerangka pelaksanaan sistem
Presidensial. Ini tidak diluar itu. Memperkuat institusi Dewan bukan dalam kerangka
parliemantary sistem tapi dalam rangka presidensial sistem. Oleh sebab itu design
baru Undang-undang MD3 ini dengan tegas sekali mengatur mengenai:
1. penggunaan-penggunaan kewenangan dewan.
12

2. Mengatur secara lengkap dan jelas relasi dewan institusi-intitusi negara


lain.
3. Mengatur tentang uji coba didesaign lagi bagaimana hubungan anggota
dewan dengan para pemilihnya.
4. Mengatur tentang otonomi dewan dibidang budgeting.

Jadi tadi disampaikan itu dengan jelas juga, kemudian juga tata aturan yang
berkenaan dengan tugas, kedudukan dan kewenangan Majelis Pemusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan juga mengenai Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Sehingga nanti Pak Menteri penggunaan kewenangan dewan misalnya di
bidang budgeting, bagaimana mencegah supaya kewenangan-kewenangan itu tidak
disalah gunakan? Ini kita sangat mengharapkan pemerintah juga bisa memberikan
masukan soal ini. misalnya selama ini kalau membahas soal budget di Komisi,
setelah ada putusan rapat pleno tentang persetujuan anggaran dibutuhkan lagi
tanda tangan pimpinan, kalau pimpinan tidak teken tidak jelas barang itu. Nah ini
acap kali dimanfaatkan secara salah oleh pihak-pihak yang tentu ingin memperoleh
keuntungan dari hal-hal semacam ini, antara lain tadi poin-poin pokok yang
ditegaskan dalam pengantar, keterangan yang disampaikan oleh Pansus. Tentu
kami menyadari pemerintah membutuhkan waktu untuk menyusun pandangan-
pandangan tertulisnya, atas rancangan undang-undang sebagaimana higthlike nya
tadi telah disampaikan oleh pimpinan Pansus. Harapan kami draf rancangan
undang-undang ini sudah berada ditangan pemerintah juga.
Selanjutnya sebagaimana yang tadi kami kemukakan, Pansus akan
mengagendakan kembali rapat kerja, pada tanggal 15 Mei 2014 pada masa
persidangan IV tahun sidang 2013-2014. Dewan akan melakukan reses mulai
tanggal 6 Maret sampai 11 Mei 2014, berarti masuk lagi tanggal 14 Mei 2014. Kami
tentu sangat berharap pemerintah berkenan hadir nanti guna melakukan
pembahasan atas rancangan undang-undang ini sehingga, pembahasannya dapat
berjalan sesuai dengan alokasi waktu yang telah kita siapkan. Terlampir pak Menteri
kita sertakan juga rencana kerja Pansus mohon juga itu dilihat juga. Dan kmai dari
Pansus juga memohon pendapat pemerintah atas rencana kerja pansus yang telah
disiapkan, kalau mungkin ada hal yang perlu kita sesuaikan/koordinasikan tentu
akan sangat bagus.
Disamping itu juga kami mohon berkenan pada pemerintah untuk efektifnya
pembahasan nanti, mungkin perlu ditunjuk siapa yang akan bersama-sama dengan
pansus untuk membahas rancangan undang-undang ini, sehingga bisa dilakukan
koordinasi dengan baik. Jadi selanjutnya kami persilakan berkenan pemerintah
untuk memberikan pendapat atas rencana kerja pansus yang telah kami sampaikan,
kami persilakan.

PEMERINTAH (AMISR SYAMSUDIN/MENTERI HUKUM DAN HAM):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua dan


Selamat siang.

Yang terhormat pimpinan Pansus dan Anggota Pansus DPR-RI,


13

Yang terhormat yang mewakili para Menteri dan yang Mewakili Presiden dalam
pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 27 tahun 2009, atau yang lebih dikenal dengan Rancangan
Undang-undang MD3.

Pertama-tama tentunya marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat


Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang dilimpahkan kepada
kita, sehingga kita dapat melaksanakan rapat kerja Pansus pada hari ini.
Sebagai rencana Undang-undang inisiatif DPR-RI, pada kesempatan yang
berbahagia ini ingin kami berikan tanggapan awal bahwa, kami sangat merasakan
adanya keinginan yang kuat daripada dewan untuk menguatkan kualitas dan wibawa
kelembagaan dewan. Dimana oleh karenanya pada kesempatan ini kami sampaikan
bahwa Presiden telah menerima surat dari Ketua DPR-RI Nomor LG/11228/DPR-
RI/X/2013 Tanggal 29 Oktober 2013 perihal penyampaian Rancangan Undang-
Undang atas Perubahan Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. dan Presiden telah menjawab surat tersebut
kepada Ketua DPR-RI dengan surat Presiden Nomor R-64/Pres/XII/2013 tertanggal
7 Desember 2013, perihal Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Kita ketahui bahwa dalam surat tersebut telah menugaskan Menteri
Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, dan Kepala Bappenas, baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk mewakili Presiden dalam membahas
Rancangan Undang-undang tersebut. Pada kesempatan ini kami ingin
menyampaikan bahwa kami telah menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tersebut. Dimana untuk selanjutnya
kami tentunya menunggu jadwal pembahasan dari DPR-RI dan kami siap bersama-
sama DPR-RI untuk melakukan pembahasan atas rancangan undang-undang
tersebut. Atas perhatian Pimpinan dan Anggota Pansus DPR-RI kami mengucapkan
terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,

KETUA PANSUS:

Baik terima kasih atas tanggapan pemerintah,


Bapak, Ibu Anggota Pansus yang kami hormati,
Tadi kita mendengar secara langsung bahwa pemerintah sudah jauh lebih
siap dengan DIM atas rancangan undang-undang usul inisiatif yang kita siapkan.
Kami sangat appreciate dengan kemajuan yang telah dicapai oleh pemerintah
sehingga nanti dengan demikian kita bisa lanjutkan pembahasan pada tanggal 15
Mei 2014. Barangkali nanti berkenan juga kami bisa memperoleh DIM selama masa
reses ini sehingga tim Ahli masing-masing fraksi sudah bisa menyiapkan kontra
argumentasi atau sintesa-sintesa rumusan.
Selanjutnya apabila tidak ada lagi yang ingin disampaikan perkenankan kami
menutup rapat kerja pada siang ini, dan insya Allah kita dapat dipertemukan kembali
14

dalam rapat kerja pada tanggal 15 Mei 2014. Dalam keadaan sehat wal afiat, dan
dalam semangat penuh kegembiraan, demikian rapat kerja Pansus ini kami tutup
disertai ucapan terima kasih, setinggi-tingginya kepada wakil pemerintah Menteri
Hukum dan HAM bapak Dr. Amir Syamsudin, SH dan juga wakil-wakil kementerian
yang dalam Pansus ini ditugaskan untuk melakukan pembahasan bersama dewan.
Rapat kerja Pansus ini kami tutup.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,

(RAPAT DITUTUP PUKUL 15.30 WIB)

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3,
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH

RISALAH

Tahun Sidang : 2013-2014


Masa Persidangan : IV
Rapat Ke- : VI
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Sifat Rapat : Terbuka
Hari, Tanggal : Rabu, 14 Mei 2014
Waktu : Jam 14.00 WIB s.d. Selesai
Tempat : Ruang Rapat Badan Anggaran (lama)
Ketua Rapat : DR. Benny K. Harman, S.H. (Ketua Pansus/F.PD)
Acara : 1. Penyampaian Tanggapan Pemerintah;
2. Penyampaian DIM Pemerintah.
Sekretaris Rapat : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 16 orang dari 30 orang Anggota PANSUS
7 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
4 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
4 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
1 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
3 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
- dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN
2 dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
2 dari 2 orang Anggota;
8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA
- dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
- dari 1 orang Anggota.
2

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT

1. AGUNG SANTOSO, S..H. 463

2. H. HARRY WITJAKSONO, S.H 478

3. DRA. R.A. IDA RIYANTI 500

4. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540

FRAKSI PARTAI GOLKAR

5. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., MBA 228

6. DRS. KAHAR MUZAKIR 191

7. Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si 194

8. NURUL ARIFIN S.IP., M.SI 214

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.

9. ABIDIN FIKRI, S.H. 385

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

10. KH. Ir. ABDUL HAKIM, MM 57

11. H. T.B. SOENMANDJAJA., SD 70

12. FAHRI HAMZAH, S.E. 95

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

13. MUHAMAD ARWANI THOMAFI, H. 302

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

14. KH. MUH UNAIS ALI HISYAM 171

FRAKSI PARTAI GERINDRA

FRAKSI PARTAI HANURA

-
3

b. SEKRETARIAT :

1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus MD3


2. Radji Amri, SE. Wakil Sekrt. I
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
6. M. Najib Ibrahim, S.Ag.,M.H. Legal Drafter
7. Titi Asmara Dewi, S.H.,M.H. Legal Drafter
8. Dr. Inosentius Samsul, SH.,MH. Peneliti/P3DI
9. Arwani Tenaga Ahli Baleg
10. Sabari Barus, SH.,M.Hum. Tenaga Ahli Baleg

c. Tamu/undangan
1. Amir Syamsuddin, Menteri Hukum dan HAM;
2. Drs. A. Tanribali Lamo, S.H. M.Si., Dirjen Kesbangpol, Kementerian
Dalam Negeri;
3. Sonny Loho, Irjen Kemenkeu, Kementerian Keuangan beserta jajarannya;
4. Rini Widiantini, S.H. M.P.M., Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana,
Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
5. Edi Efendi Tedjakusuma, Deputi EKP Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas.
4

KETUA RAPAT (DR. BENNY KABUR HARMAN, SH/KETUA PANSUS):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita sekalian.

Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM,


Yang kami hormati Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Kepala
Bappenas atau yang mewakili,
Yang kami hormati Menteri Keuangan yang mewakili, Sdr. Wakil Menteri II,
Yang kami hormati saudara Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Dirjen
Kesbangpol,
Pimpinan Pansus, para anggota Pansus, hadirin yang kami muliakan,

Sebelum kita mulai, dari meja pimpinan, kami mengajak kita semua untuk
memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebab atas
perkenan-Nya kita dapat menyelenggarakan Rapat Kerja Pansus Rancangan
Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MD3 pada siang ini dalam keadaan sehat wal’afiat.
Sesuai dengan laporan yang ada di meja Pimpinan. Rapat kita pada siang ini
sudah dihadiri oleh 10 dari 30 anggota Pansus dan 5 dari 9 Fraksi. Oleh sebab itu
sesuai dengan Ketentuan Pasal 240 ayat (1) Peraturan Tatib Dewan rapat ini telah
memenuhi kuorum. Untuk itu dengan izin bapak/ibu sekalian, kami membuka rapat
ini dan kami nyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.40 WIB.)

Saudara Pimpinan Pansus, para anggota Pansus, Para Menteri, hadirin yang
kami muliakan,

Pada Rapat Kerja pengantar Musyawarah I tanggal 4 bulan Maret yang lalu
sebelum memasuki masa Pemilu, Dewan telah menyampaikan penjelasan atas
Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang tentang MD3.
Rancangan Undang-undang ini adalah usul inisiatif Dewan.
Selanjutnya sesuai dengan kesepakatan, pengantar musyawarah II, dengan
agenda penyampaian tanggapan Pemerintah atas Rancangan Undang-undang
tentang Perubahan Undang-undang MD3 ini tanggal 15 Mei 2014 tetapi karena
besok tanggal 15 Mei adalah hari libur Nasional maka Rapat Kerja Pansus kami
majukan pada hari ini tanggal 14 Mei 2014.

Bapak/ibu, saudara-saudara sekalian,

Pada saat ini ditengah-tengah Pansus telah hadir para menteri yang
ditugaskan oleh Bapak Presiden. Yang kami hormati bapak Menteri Hukum dan
HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi dan yang kelima
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Dengan
masing-masing yang mewakili. Atas kehadirannya, dari meja pimpinan kami
sampaikan ucapan terima kasih.
5

Dan selanjutnya kami menawarkan agenda rapat kerja kita pada siang ini:
1. Menyampaikan tanggapan Pemerintah;
2. Penyerahan DIM Pemerintah;
3. Dan setelah itu kita.

Oleh sebab itu kami mohon persetujuan bapak/ibu saudara-saudar sekalian


atas agenda rapat kerja yang kami tawarkan. Apakah bapak/ibu anggota Pansus
menyetujui jadwal agenda tadi? Setuju Pak ya. Bapak PKS? Iya setuju. Ada
tambahan?

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD):

Pak Ketua, mungkin setuju Ketua. Hanya saja Pak Menteri dan jajaran mohon
maaf. Kita mampu sungguh pun kehadiran tanda tangan itu memenuhi kuorum tetapi
fakta kehadiran anggota seperti saat inikan tidak memenuhi. Kalau dihitung baru,
kemudian 2 dengan Pimpinan. Saya hanya, sebab begini Ketua, andaikan nanti ada
pernyataan Pemerintah sebagian kita, kemudian pada saatnya hadir itu ada
permintaan baru lagi. Jadi, kalau memungkinkan kita skors dulu sambil beberapa
saat sekretariat menghubungi yang bersangkutan barang 5-10 menit.
Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Ya, ini yang tadi saya sudah sampaikan. Kalau menghitung fraksi sudah
kuorum, 6. Kalau anggota 10, 11 malah dari 30. Kita melihat yang ditandatangani.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, SH.):

Pimpinan, saya kira sudah cukup sesuai Tatib.

KETUA RAPAT:

Setuju ya lanjut. Kita 2 agenda itu. Pak Pemerintah, Pak Menteri?

(RAPAT: SETUJU)

Baik, selanjutnya kami mohon persetujuan juga agenda rapat kerja kita siang
ini kita tutup pukul 15.00 WIB. paling lama. Artinya lebih cepat juga. Pukul 15.00 WIB
karena hanya penyampaian. Pak Bambang setuju Pak?

(RAPAT: SETUJU)

Baik,

Saudara Pimpinan Pansus, para menteri, para anggota Pansus, dan hadirin
yang kami muliakan,
6

Selanjutnya marilah kita memulai agenda Rapat Kerja Pansus siang ini
dengan agenda yang pertama tadi, penyampaian tanggapan Pemerintah terhadap
Rancangan Undang-undang MD3 yang telah kita ajukan.
Kami persilakan Bapak Menteri Hukum dan HAM untuk menyampaikan
pengantar musyawarahnya, tanggapan terhadap rancangan undang-undang ini.
Kami persilakan.

PEMERINTAH (AMIR SYAMSUDDIN/MENTERI HUKUM DAN HAM RI):

Pandangan Presiden atas Rancangan Undang-undang tentang Perubahan


atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Tanggal 14 Mei 2014.

Saudara Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI yang terhormat,


Hadirin sekalian yang berbahagia,

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Mengawali sambutan ini marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat
Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kita
dapat mengikuti Rapat Kerja antara Panitia Khusus (Pansus) DPR RI dan
Pemerintah. Dalam rangka penyampaian daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU
tentang perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD dalam keadaan sehat wal’afiat.
Pada kesempatan ini izinkanlah kami menyampaikan pandangan Presiden
atas RUU tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD, dan DPRD yang disampaikan oleh yang terhormat Ketua DPR RI
kepada Presiden Republik Indonesia.
Dalam amanat Bapak Presiden dengan surat nomor N-64/Pres/XII/2013 telah
menunjuk kami yaitu: Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri
Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Untuk mewakili Presiden dalam membahas RUU tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI yang saya hormati, hadirin sidang yang
berbahagia,

Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat. Yang dalam pelaksanaannya mengandung prinsip kerakyatan.
Yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan perlu diwujudkan
lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan
daerah. Yang mampu mewujudkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan
memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk kepentingan rakyat. Agar sesuai dengan
tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
7

Berdasarkan hal tersebut diatas Pemerintah menyambut baik atas inisiatif


DPR RI untuk mengajukan RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pemerintah dapat memahami
bahwa semangat pengusulan RUU jadi andalan dalam rangka meningkatkan peran
dan tanggung jawab lembaga permusyaratan, lembaga perwakilan, dan lembaga
perwakilan daerah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin
keterwakilan rakyat dan daerah. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang
lembaga serta mengembangkan mekanisme check and balances antar lembaga
legislatif dan eksekutif.

Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI yang saya hormati, hadirin sekalian
yang berbahagia,

Setelah mempelajari naskah akademis dan materi RUU tentang perubahan


atas Undang-undang 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pemerintah berpendapat bahwa pada prinsipnya usulah perubahan yang diajukan
oleh DPR RI atas RUU tersebut dapat diterima. Namun, demikian ada beberapa
perubahan yang menurut hemat kami substansinya perlu dibahas secara intensif.
Berkenaan dengan RUU tersebut Pemerintah memandang perlu untuk
menyampaikan beberapa usulan dan masukan. Terhadap beberapa substansi pokok
yang perlu mendapat perhatian dan pemikiran untuk dibahas bersama Pemerintah
dengan Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI tentang RUU tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
adalah sebagai berikut:
1. Majelis Permuswaratan Rakyat (MPR).
a. Terkait pidato kenegaraan Presiden dan Forum Sidang MPR. Pemerintah
berpendapat kalau Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT RI tetap
dilaksanakan setiap tanggal 16 Agustus. Dan apabila dilaksanakan setiap
tanggal 18 Agustus, implikasi sebagai berikut:
1) Kehilangan esensinya sebagai rangkaian menuju puncak perayaan
kemerdekaan tersebut.
2) Kehilangan nilai sejarah yang selama ini telah dilaksanakan pada
setiap tanggal 16 Agustus. Dan sudah menjadi konvensi
ketatanegaraan.
Terkait dengan penyelenggaraan Pidato Kenegaraan Presiden yang
sekarang ini telah berjalan setiap tanggal 16 Agustus dalam sidang
bersama yang diselenggarakan oleh DPR, DPD secara bergantian (joint
section).
Pemerintah berpendapat hal tersebut sudah tepat. Hal ini mengingat
anggota DPR, dan anggota DPD merupakan lembaga representative yang
dipilih secara langsung. Dan Pidato Kenegaraan tersebut esensinya
merupakan pidato resmi Presiden kepada rakyat. Dalam rangka
memperingati dan merenungkan makna proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia sebagai moment yang paling bersejarah bagi bangsa
Indonesia.
b. Tata cara pemilihan dan pergantian Pimpinan MPR, pemerintah
berpendapat perlu adanya sistem yang menjadi.... Keberadaan unsur DPR
dan unsur DPD pada Pimpinan MPR. Dengan mengutamakan mekanisme
musyarawarah untuk mufakat. Sesuai dengan esensi dan makna lembaga
MPR sebagai lembaga permusyaratan rakyat.
8

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).


a. Membahas dan memberikan persetujuan atas perjanjian internasional.
Pemerintah berpendapat bahwa penambahan tugas dan wewenang DPR
terkait dengan perjanjian internasional yaitu dengan semula memberikan
persetujuan menjadi membahas dan memberikan persetujuan tidak sesuai
dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan
DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian
internasional dengan negara lain. Oleh karena itu tugas dan wewenang
DPR dalam perjanjian internasional hanya pada pemberian persetujuan.
b. Mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah
pemilihan. Pemerintah berpendapat bahwa terkait program pembangunan
sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Dimana diatur bahwa Presiden selaku Kepala
Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan Pemerintah. Maka berdasarkan hal
tersebut penetapan arah kebijakan...strategi dan prioritas dalam
pengelolaan....antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN adalah menjadi kewenangan Presidan.
c. Nota Keuangan.
Nota keuangan dan RUU APBN. DPR mengadakan sidang untuk
mendengarkan Pidato Presiden tentang Nota Keuangan dan Rancangan
Undang-undang APBN pada bulan Mei tahun sebelumnya. Pemerintah
berpendapat pengajuan RUU APBN disertai nota keuangan dan dokumen
pendukungnya kepada DPR pada bulan Mei tahun sebelumnya tidak
sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
yang berbunyi: Pemerintah pusat mengajukan Rancangan Undang-
undang tentang APBN disertai Nota Keuangan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus
tahun sebelumnya.
3. Dewan Perwakilan Daerah.
a. Terhadap proses pembahasan Undang-undang sebagai konsekuensi
logis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU/K_X/2012 dalam
perkara pengujian Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan Pemerintah
berpendapat bahwa:
1. Jika Rancangan Undang-undang yang berasal dari DPR, DPR
memberikan penjelasan kepada Pemerintah dan Presiden
menyampaikan tanggapan;
2. Jika Rancangan Undang-undang yang terkait dengan kewenangan
DPD, DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD
menyampaikan pandangan.
3. Jika Rancangan Undang-undang yang berasal dari Presiden,
Presiden memberikan penjelasan kepada DPR dan DPR memberikan
pandangan.
b. Demikian pula dengan keberadaan Fraksi. Pada dasarnya Pemerintah
dapat memahami sebagai wadah pengelompokkan anggota berdasarkan
konfigurasi partai politik. Namun sebagai konsekuensi logis putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut dan Undang-undang No. 12 Tahun 2011
9

tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, keberadaan


Fraksi dalam pembahasan rancangan undang-undang perlu mendapat
perhatian kita bersama.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Mengenai kedudukan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/kota sebagai
pejabat daerah, Pemerintah berpendapat bahwa hal tersebut tidak sesuai
dengan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang aparatur
sipil negara. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan.

Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI yang saya hormati, hadirin sidang yang
berbahagia,

Demikian beberapa hal pokok yang dapat kami sampaikan. Kiranya dapat
dijadikan sebagai bahan diskusi untuk penyempurnaan RUU tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Selanjutnya Pemerintah berharap RUU ini segera dapat dibahas bersama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat selanjutnya.
Di akhir kata, kami atas nama Presiden mengucapkan terima kasih. Kami
memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas perhatian Pimpinan dan anggota
Pansus DPR RI yang terhormat, yang dengan segala kesabarannya telah
mendengarkan penyampaian pandangan Presiden atas RUU tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi usaha kita
bersama. Aamiin ya rabbalalamin.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Saudara Pimpinan Pansus, para Menteri dan anggota Pansus serta hadirin
yang kami mulaikan,

Demikian tadi kita telah sama-sama mengikuti, mendengar pandangan


Pemerintah. Kalau saya tidak salah tadi ada 4,5 point utama yang menjadi perhatian
Pemerintah. Dalam kaitan dengan pembahasan terhadap Rancangan Undang-
undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009. Intinya eksplisit
dan implisit tidak ada perbedaan yang mendasar antara apa yang dikehendaki oleh
Pemerintah dengan Dewan. Sama-sama berkepentingan untuk membangun Dewan
kedepan yang lebih kredibel, yang lebih transparan dalam kerjanya juga akuntable.
Intinya parlemen kedepan yang tetap fokus.
Ini hebatnya baik Pemerintah maupun DPR sama-sama berkepentingan
membangun parlemen yang lebih kredible, lebih transparan dan lebih akuntable.
Kalau kita lihat dan menyaksikan begitu banyak Pak Menteri pada saat ini politisi,
anggota Dewan yang ditangkap oleh penegak hukum. Sumbernya adalah parlemen.
Oleh sebab itu kami menyampaikan terima kasih sekali pokok-pokok pikiran yang
disampaikan oleh Pemerintah yang nantinya bermuara pada upaya untuk mencegah
praktek-praktek yang selama ini kita sudah berusaha setengah mati untuk
10

mencegahnya tetapi belum juga tetapi pelan-pelan. Mudah-mudahan dengan


undang-undang MD3 yang baru ini. Apa yang menjadi cita-cita kita bersama akan
terwujud.
Yang kedua tadi, pokok-pokok pikiran yang disampaikan oleh Pemerintah
sama juga dengan Dewan, ingin menegaskan kembali prinsip relasi parlemen DPR
dengan Pemerintah. Dengan tetap menjunjung tinggi prinsip Trias Politik, pemisahan
kekuasaan. Lalu tadi Pak Menteri disini, waktu kita rapat internal ada juga yang
memunculkan ide, kalau begitu Pak Ketua, apakah kedepan Ketua Dewan ini tidak
harus dari partai pemenang Pemilu? Nah, kita katakan itu nanti kita kembangkan
dalam pembahasan ini.
Nah, ini salah satu contoh isu yang menarik untuk kita ini. Tentu yang ketiga
Pak Menteri, kita mengharapkan DIM sudah disiapkan oleh Pemerintah. Untuk
nantinya kita lanjutkan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya. Rencananya
setelah ini minggu depan kami mulai dengan Rapat Dengar Pendapat dan Rapat
Dengar Pendapat Umum dengan berbagai pihak yang telah kami sepakati juga, kira-
kira yang akan diundang. Dan setelah itu nanti Pansus kembali akan mengadakan
Rapat Kerja dengan Pemerintah tentu dengan Panja. Untuk membahas DIM yang
disampaikan oleh Pemerintah.
Dan rencana kita pada tanggal 2 Juni kita sudah masuk dalam tahapan
pembahasan DIM di tingkat Panja.
Kedua, perlu kami sampaikan juga bahwa dari pihak kami Pansus sangat
berkeinginan Rancangan Undang-undang ini sudah selesai dibahas pada
Pembicaraan Tingkat II pada bulan Juni kita akhiri sebelum memasuki Reses.
Sehingga pada saat hiruk-pikuk Pilpres Rancangan Undang-undang ini sudah
selesai. Oleh sebab itu mohon perkenan nanti pihak Pemerintah untuk bisa.
Mengapa begitu? Tadi teman-teman di Pansus berkeinginan supaya Rancangan
Undang-undang ini nanti kalau sudah disahkan akan menjadi rujukan bagi DPR
Kabupaten/kota dan Provinsi yang pertengahan Agustus sudah dilantik. Sehingga
bisa selanjutnya mereka bisa menggunakan undang-undang ini sebagai kerangka
kita.
Dengan demikian kami dari meja Pimpinan sangat berharap tugas ini bisa kita
selesaikan dalam Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2013-2014. Ini dari meja
pimpinan kami sampaikan. Untuk menjadi bahan kita bersama.
Selanjutnya nanti pihak Sekretariat akan memberitahukan teknis ke masing-
masing pihak supaya memperlancar pembahasan Rancangan Undang-undang ini
ditingkat Panja nanti.
Baik, apabila tidak ada hal-hal lain lagi. Sebelum kami tutup kami memberikan
kesempatan kepada Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM untuk
memberikan kata akhir. Sekaligus mungkin DIM. Kami persilakan.

PEMERINTAH (AMIR SYAMSUDDIN/MENTERI HUKUM DAN HAM RI):

Saudara Pimpinan dan anggota Pansus DPR yang saya hormati,

Saya kira penjelasan yang telah kami baca tadi dan kemudian penyerahan
DIM itu telah kami serahkan. Selanjutnya kami menunggu saja agenda dari DPR RI
untuk membahas selanjutnya. Sekian.
Terima kasih.
11

KETUA RAPAT:

Baik,

Bapak/ibu anggota Pansus,

Dengan demikian apabila tidak ada lagi hal-hal yang ingin disampaikan maka
perkenankan kami menutup Rapat Kerja pada siang ini. Dan mudah-mudahan kita
bisa bertemu lagi pada kesempatan yang akan datang. Kami menutup Rapat Kerja
ini disertai dengan ucapan terima kasih kepada Pak Menteri dan yang mewakili
pemerintah, Pimpinan Pansus dan bapak/ibu anggota Pansus. Kami tutup.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

RAPAT DITUTUP PUKUL 15.15 WIB.

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RISALAH
RAPAT KERJA PANSUS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN
DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Kamis, 12 Juni 2014

Tahun Sidang : 2013-2014


Masa Persidangan : III
Rapat ke :2
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Sifat Rapat : Terbuka
Hari,Tanggal : Kamis, 12 Juni 2014
Waktu : Pukul 10.00 WIB – selesai
Tempat : Ruang Rapat Pansus C, Gd. Nusantara II Lt. 3
Ketua Rapat : DR. BENNY K. HARMAN
Acara :1. Penjelasan Pansus terhadap Usul Inisiatif DPR-RI
atas Perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MD3;
2. Pembahasan Rencana Kerja Pansus;
3. Dan lain-lain.
Sekretaris Rapat : DJUSTIAWAN WIDJAYA
Didampingi:

1. ERNA AGUSTINA, S.Sos (Wakil Sekretaris Bidang


Rapat)
2. Razi Amri. (Wakil Sekretaris Bidang TU)

KETUA RAPAT (F-PD (DR. BENNY KABUR HARMAN, SH):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat Pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM, selaku koordinator kementerian yang
mewakili pemerintah;
Yang kami hormati para pejabat dari kementerian-kementerian yang mewakili pemerintah;
Pimpinan Pansus dan Bapak, Ibu Anggota Pansus yang kami muliakan.

Sebelum kita mulai kami buka kami mengajak kita semua untuk memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Sebab hanya dengan berkenanNYA kita dapat menghadiri Rapat kerja
Pansus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MD3 pada pagi ini dalam keadaan sehat wal’afiat.

Saudara Menteri Hukum dan HAM, dan


Para pejabat yang mewakili kementerian yang mewakili pemerintah yang kami hormati,
Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati,

Sesuai dengan catatan yang ada di meja pimpinan, rapat kita pada pagi hari ini telah dihadiri oleh
10 dari 30 Anggota Pansus, 7 dari 9 Fraksi. Partai Demokrat 3 yang datang dari 9, Partai Golkar 2 yang
datang dari 6, PDIP 1 yang datang dari 5, PKS 2 yang datang dari 3, PAN tidak ada yang datang sibuk
dengan kegiatan lain, PPP 2 dari 2 anggota, PKB tidak ada yang hadir sibuk kampanye, Gerindra 1 dari 1
anggota DPR, dan Partai Hanura 1 dari 1 orang Anggota. karena rapat dihadiri oleh 10 dari 30 Anggota,
tetapi 6 dari 9 fraksi, maka rapat ini sesuai dengan ketentuan Pasal 240 Ayat (1) Peraturan Tata Tertib
Dewan telah memenuhi kuorum untuk kami buka. Oleh sebab itu seijin bapak, ibu dan saudara sekalian
rapat ini kami buka dan kami nyatakan terbuka untuk umum.

(Rapat dibuka Pukul; 11.00 WIB)

Bapak, Ibu serta saudara-saudara sekalian yang kami hormati,

Perlu kami sampaikan bahwa pada rapat kerja sebelumnya, Pansus dan pemerintah telah
melakukan pembicaraan pendahuluan, yang sudah kita laksanakan 2 kali rapat kerja dalam rangka
pengantar musyawarah dan ini kita lakukan sebagai rangkaian pembahasan tingkat I atas Rancangan
Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MD3. Selanjutnya
sesuai dengan mekanisme dan tata cara pembahasan Undang-undang, kita akan membahas DIM per DIM
daftar inventarisasi masalah dari Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor
27 Tahun 2009 Tentang MD3. Rapat kerja kita pada pagi hari ini adalah untuk melakukan pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MD3,
dalam hal ini adalah DIM yang telah disiapkan oleh pemerintah. sebab Rancangan Undang-Undang ini
adalah Rancangan Undang-Undang yang berasal dari inisiatif dewan. Berkaitan dengan itu perkenankan
kami menyampaikan susunan agenda rapat kerja kita pada pagi ini adalah:
1. Pembukaan oleh Ketua Pansus; tadi sudah kita laksanakan bersama dalam hal ini;
2. Pembahasan DIM Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh pemerintah;
3. Pembentukan Panja, kalau nanti pembahasan DIM, secara umum sudah kita sepakati dan kita
nyatakan selesai kita lanjutkan pembentukan Panja untuk membahas lebih lanjut hal-hal yang
kita sepakati nantinya
4. Penyusunan jadwal rapat-rapat pansus; dan
5. Lain-lain.

Sehubungan dengan itu kami mohon persetujuan Bapak, Ibu saudara-saudara sekalian apakah
agenda rapat kerja kita pada hari ini kami tawarkan apakah dapat disetujui kami mohon bapak Menteri.
Baik bapak, ibu sekalian sebelumnya, baik kalau disetujui kami persilakan pak Menteri. Ada
interupsi? silakan

F-PPP (AHMAD YANI):

Ada hal yang perlu kami sampaikan,


Baik Pak Ketua Pak Menteri yang kami hormati, rekan-rekan Anggota Pansus MD3 yang saya
hormati, rapat kerja ini diatur didalam Tata Tertib kita dan Undang-undang MD3. Jadi sebelum membahas
ini lebih lanjut diharapkan untuk pak Menteri sesungguhnya dalam rapat kerja ini kita ingin lampaui yang
pertama kemudian berkelanjutan nanti di Panja-panja, sesungguhnya kehadiran para Menteri, jadi Pak
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan juga menteri-menteri yang lain itu sangat penting. Dan
apalagi ini adalah konsentrasi historisnya adalah pembahasan Pasal demi pasal pimpinan, ini semua saya
kemukakan bukan berarti saya tidak memberikan apresiasi dan penghargaan kepada bapak-bapak yang
ada disini. karena begitu kita menganggap penting forum ini, saya katakan ini perubahan tentang institusi
kelembagaan lembaga perwakilan ini. saya ingin menanyakan saja pak, jadi dimana gerangan pak Menteri
Keuangan, Pak Menteri Dalam Negeri, juga Pak Menpan? Ini juga dirapat-rapat kerja kita juga kalau tidak
ada hubungan dengan kemitraan kita sulit juga menghadiri ini, terutama Menteri Keuangan. Beberapa kali
di Komisi III sampai saya hampir akhir masa jabatan saya, saya belum pernah rapat bersama menteri
Keuangan hanya ketemu selintas saja didepan ruangan Komisi III pas dia lagi membahas anggaran. nah
saran saya tidak mengurangi rasa hormat saya didalam forum ini mungkin perlu dikonfirmasi, pertanyaan
saya apakah nanti walaupun banyak ide didalam supresnya bahwa ada Menteri sebagai leading sektornya
Pak Menteri Menkum HAM Pak Amir yang sudah ditunjuk oleh Presiden kira-kira perlu konfirmasi juga
kepada lembaga-lembaga yang ada? Saya kira itu Pak Benny yang terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, ada lagi?

F-PKS (SOENMANDJAJA):

Terima kasih Ketua,


Pak Menteri didalam sebagai perwakilan dari pemerintah, pimpinan rekan-rekan Anggota Pansus
yang berbahagia.
Pertanyaan dari Pak Ahmad Yani tadi ini cukup penting, oleh karena itu mungkin sangat bijaksana
apabila kita terlebih dahulu apabila kita membaca surat Presiden apakah memang Presiden dalam hal ini
memerintahkan selalu untuk hadir para menteri yang terdapat itu atau misalnya bisa satu atau lebih
kementerian umpamanya itu Pak menteri untuk mewakili Presiden? Seandainya itu ada saya kira tidak ada
masalah, tapi pertanyaan tadi bisa di konfirmasi. Terima kasih Ketua.

Baik, saya sudah baca, jadi yang pertama lima Menteri ini rumusannya baik bersama-sama
maupun sendiri-sendiri tidak ada masalah. Kemudian dimeja pimpinan pada pagi ini ada pemberitahuan
berhalangan hadir, pada rapat kerja Pansus Rancangan Undang-Undang tentang MD3, dari Menteri
Bappenas, yang lain tidak ada. tapi karena prinsipnya tadi adalah bersama-sama boleh, masing-masing
juga boleh disini karena Menteri Hukum dan HAM ada koordinasi disana. Jadi tidak ada masalah kita
lanjutkan, terima kasih atas mungkin ketidak hadiran ini maksudnya bagaimana kita mau meningkatkan
harkat dan martabat lembaga ini kalau mungkin seperti itu, maksudnya pak Yani ini Cuma bahasanya
begitu baku dan lugas. Mungkin itu maksudnya pak.
Baik kita lanjutkan, jadi tadi kita setuju terhadap agenda dan saya mohon persetujuan bapak, ibu
dan saudara-saudara sekalian rapat kerja ini kita akhiri pukul 12.00, setuju?

(Rapat: setuju)

Baik saudara Menteri, Bapak, Ibu Anggota Pansus yang saya muliakan,
Sebelum kami meneruskan agenda yang kedua mengenai pembahasan DIM Rancangan Undang-
Undang yang telah disampaikan oleh pemerintah, kami perlu sampaikan bahwa DIM, kita semua sudah
pegang? Sudah dapat? bapak, ibu semua anggota Pansus sudah dapat. Dan DIM ini disampaikan oleh
pemerintah pada rapat kerja tanggal 14 Mei yang lalu. DIM ini perlu kita sahkan untuk selanjutnya kita
lakukan pembahasan, sebelum dimulai pembahasan DIM, Pimpinan Pansus telah menugaskan kepada
sekretariat dalam hal ini staf ahli untuk menyusun, mengelompokkan DIM-DIM yang disampaikan oleh
pemerintah. pengelompokan DIM ini mengacu pada peraturan Tatib Dewan, yaitu Pasal 142.
Dengan demikian pengelompokkannya adalah sebagai berikut: DIM dari semua fraksi, DIM dari
pemerintah menyatakan rumusan tetap, langsung disetujui sesuai dengan rumusan naskah Rancangan
Undang-Undang ini peraturannya. Apabila terdapat DIM ada kolom masalah yang kosong atau tidak diisi,
maka itu dianggap tetap sesuai dengan naskah asli. Yang ketiga apabila substansi belum disetujui, maka
substansi yang belum disetujui itu akan dibahas lebih lanjut dalam rapat Panja. Penyempurnaan yang
sifatnya redaksional diserahkan kepada Timus. Yang kelima substansi disetujui tetapi rumusan perlu
disempurnakan, ini diserahkan kepada Timus. dan ini ketentuan dalam peraturan Tata Tertib Dewan,
dengan mengacu pada Pasal yang saya bacakan tadi, DIM pemerintah atas Rancangan Undang-Undang
Perubahan Undang-undang MD3 setelah dihitung ada 617 DIM. Namun setelah di rekap, 617 DIM ini
dikelompokan sebagai berikut, yang dinyatakan tetap ada 209 DIM, yang dinyatakan penyempurnaan
redaksional ada 68 DIM, yang dinyatakan dihapus ada 312 DIM, dihapus itu bisa karena tidak disetujui,
bisa karena sudah dihapus sebelumnya, bisa karena tidak dianggap DIM ini. Perubahan substansi ada 10
DIM, kemudian ada penambahan rumusan 15 DIM. Jadi ini komposisinya.

Bapak, Ibu saudara-saudara Anggota Pansus yang saya hormati,


Dengan memperhatikan DIM-DIM sesuai dengan pengelompokkannya tadi yang saya sebutkan,
kita perlu menyepakati tentang jumlah DIM dan klasifikasi sesuai dengan pengelompokkan yang tadi
sudah saya sampaikan. Apakah Bapak, Ibu saudara-saudara sekalian setuju dengan DIM-Dim dan
pengelompokan-pengelompokan yang saya sampaikan, ini DIM dapat disetujui kan? baik.

(Rapat: setuju)

Berikutnya kita berangkat pada pembahasan DIM, ini agenda yang ketiga tadi, dari meja pimpinan
kami menawarkan untuk mempersingkat rapat kerja ini, dan kita bisa lanjutkan pembahasan detail nanti
ditingkat Panja, setelah tadi perlu kami sampaikan kepada pemerintah, bahwa setelah pemerintah
menyampaikan DIM kepada Pansus, Pansus selama ini mengadakan dengar pendapat dan dengar
pendapat umum dengan sejumlah steakholder yang berkepentingan dengan Undang-undang ini. setelah
dilakukan pembahasan, setelah diadakan dengar pendapat dan dengar pendapat umum tadi, dan dikaitkan
dengan DIM-DIM yang disampaikan oleh pemerintah, maka kami merumuskan itu didalam 13 poin pokok
yang perlu kita sahkan, sepakati dalam rapat kerja ini untuk nanti kita lanjutkan pembahasannya DIM per
DIM ke tingkat Panja. Jadi kami rumuskan tadi dari 312 tadi DIM yang dinyatakan dihapus, 10 yang
dinyatakan substansinya mengalami perubahan dan 15 DIM yang dinyatakan akan ada penambahan
rumusan. Jadi tentu penambahan rumusan ini selalu dimungkinkan, sesuai dengan aturan kita di Tata
Tertib Dewan juga dimungkinkan. Setelah semua itu kami cermati dan kami rujuk dengan mengacu kepada
rapat dengar pendat dan rapat dengar pendapat umum, dan diskusi diinternal Pansus 13 agenda yang
ingin kami sampaikan dan mohon persetujuan untuk nanti kita limpahkan ke Panja untuk dirumuskan lebih
lanjut, saya akan bacakan. Jadi tidak berada diluar rangkaian itu, hanya ada beberapa usulan yang intinya
untuk mengefektifkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangan dewan. Jadi ini usulan nanti yang
disampaikan oleh Pansus.
1. Untuk mengakomodir permintaan MPR, DPD, dan DPRD, Rancangan Undang-Undang MD3
dibagi dipecah dalam 3 Undang-undang, yaitu Rancangan Undang-Undang tentang MPR,
tentang DPR, dan tentang DPD; Apakah kita putuskan saja sekarang, apakah kita menerima
usul ini untuk dibahas lebih lanjut atau kita menolak usul ini? supaya nanti kita tidak berandai-
andai lagi di Panja, bagaimana kalau begitu mekanismenya? Kalau pemerintah, ini usulan dari
Pansus pak tergantung pemerintah, karena kita sudah punya kesepahaman yang sama. Ini
usulan dan kewajiban kami untuk menyampaikan kepada pemerintah, kalau misalnya
pemerintah tidak setuju supaya kita lanjutkan nanti. Atau saya baca dulu 13 baru nanti
ditanggapi.
2. Mohon juga supaya raker memutuskan kedudukan DPRD, apakah dia merupakan legislatif
daerah, atau perangkat eksekutif? Saya rasa ada juga yang didalam DIM, apabila dia
merupakan perangkat legislatif daerah, maka konsekuensinya dia harus dibuat Undang-
undang tersendiri, dan nanti dia menjadi pejabat daerah. itu nanti saja jadi tidak usah dijawab
sekarang, tapi kalau perangkat daerah dia harus dimasukkan menjadi bagian dari Undang-
undang MD3. Jadi kita silakan diputuskan secara politik dengan pemerintah, kalau misalnya ini
perangkat daerah dan kita putuskan untuk masukkan seluruh DIM yang berkaitan dengan
DPRD nanti kita kembalikan seluruhnya kepada proses perundang-undangan, apabila
diperlukan masuk dalam Undang-undang Pemda, kalau masih dimungkinkan itu nanti setelah
kami putuskan. Jadi kita bahas bersama, tapi kalau nanti kan tetap begini juga kita tidak
masalah kita lanjutkan pembahasannya nanti di Rancangan Undang-Undang ini.
3. Perlu ada norma didalam Undang-undang ini, norma yang menyinggung operasional, yang
mengatur tentang kewenangan MPR untuk memutuskan usulan dewan, tentang
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kita ingin norma ini dicantumkan secara
detail didalam Undang-undang ini. Nah ini perlu dirumuskan. Jadi ini yang saya minta teman-
teman MPR juga meminta begitu.
4. Perlu ada norma jaminan norma dalam Undang-undang ini untuk menghidupkan proses
demokratisasi internal kelembagaan negara. Termasuk penentuan unsur pimpinan pada
masing-masing lembaga negara, dengan berbasiskan kedaulatan anggota. ini ada juga pak
didalam DIM, saya hanya merangkum ini supaya kita tidak satu-satu nantinya.
5. Pansus menghendaki ada norma atau Pasal dalam Undang-undang ini yang menegaskan
masing-masing lembaga MPR, DPR dan DPD memiliki hak untuk mengelola sendiri
anggarannya dalam rangka membangun kemandirian lembaga. Ha ini nanti mungkin penting
karena ada konsekuensinya pak menteri dengan departemen keuangan, atau kementerian
keuangan dan Bappenas. Jadi masing-masing lembaga ini misalnya mempunyai kemandirian,
karena sesuai dengan UUD.
6. Ini juga ada didalam DIM pak, norma yang lebih menjamin efektifitas pelaksanaan tugas, hak,
dan kewajiban dewan dengan tetap memperhatikan prinsip, akuntabilitas, transparansi dan
rutinitas kerja dewan. Jadi ada juga pak didalam DIM ini mengenai fungsi pengawasan, ada
diundang, dipanggil tidak datang, ada rekomendasi tapi tidak dilaksanakan kurang lebih seperti
itu, didalam DIM pemerintah.
7. Karena visi Undang-undang MD3 adalah memperkuat dewan, memperkuat komisi, maka
Pansus internal menghendaki sejumlah alat kelengkapan dewan direduks, direposisi, supaya
tidak kontras, sehingga selama ini tidak produktif, konpermatif dan menimbulkan
disharmonisasi tidak terjadi. Jadi ini juga banyak masukan, ada juga didalam DIM pemerintah.
8. Pansus menginginkan alat kelengkapan dewan seperti Badan Anggaran, Badan Urusan
Rumah Tangga, Baleg, BAKN, bersifat tidak tetap, bersifat sementara. Jadi tidak selama
seperti ini menjadi alat kelengkapan tetap, tentu ada derivasi-derivasi yang lebih.
9. Pansus juga menghendaki untuk mengefektifkan fungsi pengawasan dewan dalam Undang-
undang ini perlu ada norma yang secara jelas norma operasional yang secara jelas mengatur
tentang penggunaan hak-hak dewan termasuk tata cara penggunaan hak-hak hukum. nah itu
yang tadi saya jelaskan, karena ada DIM pemerintah juga ada mengenai yang disebut dengan
pemanggilan paksa itu, seperti apa modelnya itu? apakah nanti kita perlu
memanfaatkan/menggunakan alat politik, atau hukum? nah ini di DIM pemerintah juga ada.
10. Pansus menginginkan ada norma yang secara tegas untuk menjamin pelaksanaan kewajiban
setiap anggota dewan memperjuangkan kepentingan daerah pemilihan. Setiap anggota dewan
memiliki hak atas alokasi anggaran dalam APBN. Jadi ini maaf, ini kan begini ceritanya ini,
selama ini kita sumpah pak, wajib memperjuangkan kepentingan daerah pemilihan masing-
msaing. Nah ketika kita berhadapan dengan masyarakat nyata/masalah nyata kita tidak bisa
bikin apa-apa, dan mungkin ini didalam DIM, sebetulnya ini kan diangkat didalam peraturan
Tatib Dewan ada pak, kita ingin masuk didalam Undang-undang supaya menjadi mengikat.
11. Pansus juga meminta keseluruhan Rancangan Undang-Undang ini intinya memperkuat
dewan, tapi juga kami menghendaki ada norma yang secara jelas mengawasi anggota-
anggota dewan, maupun dewan dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajiban ini. Dalam
kaitan dengan itu Pansus menghendaki Badan Kehormatan akan diperkuat, bahkan Badan
Kehormatan ditingkatkan lagi namanya saja diusulkan diganti menjadi Mahkamah
Kehormatan. Nanti Mahkamah ini merekrut tokoh masyarakat, jika dibutuhkan dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya. Ini supaya kita fair, tidak hanya menuntut kekuasaan
yang besar, tapi ada juga pengawasan yang tetap.
12. Pansus juga meminta ada norma yang lebih tegas, menjamin setiap anggota dewan
melaksanakan hak-hak konstitusionalnya tanpa merasa takut. Karena itu nanti pengurusan
mengenai hak membela diri dan hak imunitas akan kita perkuat disini.
13. Pansus juga meminta ada norma yang secara tegas mengatur kedudukan dan tata laksana
kesekjenan sebagai pendukung utama dalam melaksanakan fungsi dewan baik secara
lembaga maupun perorangan. Jadi ini 13 kerangka umum yang sebetulnya sudah ada didalam
DIM-DIM yang disampaikan oleh pemerintah, Cuma kami angkat yang mungkin penting untuk
kita angkat ke rapat kerja guna mendapatkan persetujuan. Detailnya tadi kami mohon untuk
kita bahas di Panja bersama-sama dengan tim pemerintah, Cuma yang penting tadi itu kalau
bisa sudah ada semacam keputusan politik kita mengenai hal-hal tersebut.

Sekian, 13 poin utama tadi, yang bisa kami sampaikan, karena ini merupakan hasil Pansus tentu
tidak ada masukkan lagi, ini adalah rangkuman rapat internal kami untuk disampaikan kepada pemerintah.
karena ini usulan kami dari Dewan, tapi nanti pelaksanaannya nanti, detailnya nanti mungkin kita bisa tarik
ulur lagi di Panja nanti, kami persilakan.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI):

Pimpinan sebelum Pak Menteri,


Klaster yang disampaikan oleh pimpinan Pansus saya dapat lembaran ini pak, pokok-pokok pikiran
hasil pendalaman internal. Setelah saya simak 13 poin yang disampaikan oleh pimpinan ada yang tidak
masuk didalam pokok pikiran ini. Saya kira kalau katakanlah hasil pendalaman berkaitan dengan yang kita
bahas beberapa hari yang lalu saya kira mengacu kesini saja, yang disampaikan pimpinan tidak ada di
kami, jadi menurut saya yang ini saja yang disampaikan. Saya kira itu pimpinan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi disini adalah yang saya bacakan tadi rangkuman berdasarkan rapat internal Pansus
semalam, inti-intinya dengan merujuk tadi penjelasan saya, dengan merujuk kepada DIM-DIM yang
disampaikan oleh pemerintah dalam rangkuman itu. jadi ini poin per poin saja, tidak ada.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI):

Ada-ada Pimpinan, kalau memang itu berarti poin yang berkaitan dengan perlu norma untuk
menghidupkan demokratisasi dalam kelembagaan negara, saya kira ini tidak masuk, karena kita belum
membicarakan soal itu.

KETUA RAPAT:

Jadi begini, jangan disalah sangka seolah-olah ini sudah final, jadi ini ada yang tidak disebut sama
sekali, jadi ini adalah rangkuman umum yang tadi saya bilang, kita akan mengadakan pembicaraan-
pembicaraan biar karena fraksi juga ada berbeda-beda pak DPRnya. Tapi kerangka umumnya, seperti
silakan nanti di, jadi kita tidak satu soal ini, disini beda, tapi ini adalah sajian kita untuk kita bahas, bukan
putusan disini untuk kita bahas disini lalu nanti kita sepakat untuk kita bawa ke Panja. Kami silakan
pemerintah.

F-PIDP (Ir. DARYATMO MARDIYANTO):

Interupsi pimpinan, mohon maaf sebelum kepada pemerintah.


Jadi sampaikan kami tadi malam, sore kalau tidak salam didalam rapat Pansus barangkali perlu
kita informasi yang disampaikan kepada kita/ oleh pimpinan kepada kita semua, bahwa kita akan
memasuki pembicaraan tingkat I pada hari ini Pansus telah melakukan pendalaman-pendalaman. Dan
pendalaman-pendalaman itu kemudian diinventarisasikan didalam DIM-DIM maupun materi-materi yang
disampaikan pada hari ini. Karenanya ketika penyampaian materi yang disampaikan pimpinan ada hal
yang memang mungkin terlewat, tetapi kita juga ada yang terlampaui untuk melakukan dan ditulis dalam
lembaran hitam. Yang pertama dan sebetulnya ini didalam pembahasan adalah rasional masukan-
masukan yang berhubungan dengan keinginan untuk melaksanakan pasal didalam UUD yang
berhubungan dengan pembentukan Undang-undang yang berkaitan dengan MPR, DPD dan DPR.
karenanya kami usul sebetulnya ini sudah dilakukan exercise pendalaman maupun masukan bahkan
secara resmi itu lembaga negara, salah satu lembaga negara di Senayan ini yaitu Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang juga memiliki tanggungjawab, dalam hal ini menginformasikan tentang
perlunya Rancangan Undang-Undang MPR resmi. Bahkan MPR telah mempersiapkan naskah akademik
dan sebuah rumusan pasal-pasal secara menyeluruh yang menyangkut Undang-undang tentang MPR.
Saya kira ini harus menginformasikan melalui pimpinan, tapi juga secara sementara patut diinformasikan
kalau memang ada bagian yang belum sama sekali dilakukan penelusuran terhadap masalah-masalah ini
yang disampaikan oleh rekan-rekan tadi sebetulnya sama sekali belum resmi. Tetapi justru yang
besangkutan oleh internal, katanya saya kira untuk melengkapi penyampaian informasi kapada publik dari
panitia kerja tentang persoalan-persoalan ini.
Kemudian yang kedua dalam pertemuan Pansus terus terang memang kami menyampaikan pada
waktu dan dan kita sepakati bahwa ini adalah pendalaman-pendalaman materi, dan diposisikan tidak
sebagai sebuah catatan inventarisasi. Ya saya kira ini sekedar informasi lanjutan melalui mekanisme
sebelum kita memasuki pada tahap panitia kerja, terima kasih ketua.

KETUA RAPAT:

Baik saya rasa, dari awal saya sudah sampaikan mengenai keinginan Pansus supaya Undang-
undang MD3 ini kita pecah 3, tadi sudah saya sampaikan Cuma nanti mungkin pak datang terlambat, ya
itulah kadang-kadang resiko apabila datang terlambat sedikit hilang kesempatan itu. Saya sampaikan
semua apa adanya, jadi ini adalah kristalisasi tidak ada yang kita tutup-tutupi, kita sampaikan kepada
pemerintah karena ini nanti kita membutuhkan semacam keputusan politik, untuk kemudian kita bawa ke
Panja. Di Panja kita bisa tidak sepakat lagi, itu maksudnya, itulah situasinya, tapi saya perlu jelaskan apa
yang saya sampaikan tadi adalah kristalisasi semua problem yang kita inventarisir, kita angkat selama
rapat di Pansus, baik RDP/RDPU maupun rapat internal Pansus. Ini kita sampaikan tadi, kalau tadi malam
kita rumuskan kembali, mengenai demokratisasi semacam ini ada juga disini pak dihalaman 4. Jadi jangan
sampai nanti teman-teman bilang Pak Benny ide sendiri saja dia, jadi saya hanya merangkum saja. nah
bagaimana wujudnya nanti yang penting dulu kesepakatan politiknya, bagaimana operasionalnya nanti,
demokratisasi dan musyawarah atau apa dan sebagainya itu semua demokratisasi. Karena itu saya angkat
disitu, saya tidak mengatakan seperti isue diperslah, tidak begitu bahasanya, saya mengangkat isue
demokratisasi internal kelembagaan. Itu adaanya seperti itu, bagaimana nanti itu kita bahas lagi nanti di
Panja.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI):

Justru itu Pak Benny, interupsi kami, itu yang belum kita bicarakan, belum disepakati menjadi
usulan, jadi hal yang belum disepakati jangan diusulkan kepada pemerintah, itu kan pendalaman kita, nanti
dan tidak pernah membicarakan soal ini, saya pikir begitu pimpinan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Maksud saya begini supaya jangan salah kita ini, kita tidak putuskan, kita menyampaikan dulu
usulan gitu lho pak pembicaraan tadi, ini DIM pemerintah juga kan kita sudah sepakati. Isinya tentang apa
itu kan belum semua kita sepakati, gini lho Pak, kalau kita sepakati justru ini kita angkat oke kita serahkan
nanti ke Panja. Bagaimana nanti isinya kita bahas?

F-PAN (TOTOK DARYANTO):

Ketua interupsi ketua:

KETUA RAPAT:

Ya boleh interupsi.

F-PAN (TOTOK DARYANTO):

Ya terima kasih.
Ketua, para Anggota dan Pemerintah yang terhormat, saya kira memang hal yang secara inti
disampaikan oleh pimpinan ini belum menjadi kata sepakat. Saya kira itu yang perlu dipahami, diseluruh
anggota Pansus, kalau sudah sepakat namanya sudah bukan draf kita bawa ke paripurna selesai. Ini
adalah gagasan-gagasan pokok, yang dalam beberapa pointers, dalam beberapa poin itu ada yang sebuah
inopasi-inopasi diluar DIM-DIM yang sudah ada. Tapi yang didalam DIM pun juga ada disini, ini
breakstorming dari Pansus itu menghasilkan beberapa usulan yang tadi disampaikan oleh ketua Pansus.
Jadi yang penting sebenarnya menurut saya, kita jangan terpokus kepada butir-butir yang sekarang
diajukan oleh pimpinan Pansus, saya kira bukan itu, yang sekarang penting dalam rapat kerja ini. Justru
yang penting sebetulnya adalah terhadap semua gagasan yang tujuannya adalah memperkuat
kelembagaan DPR, MPR, DPD dan juga DPRD dalam hal ini, itu pemerintah bagaimana tanggapannya?
Karena kita tidak ingin bahwa pemikiran-pemikiran yang muncul di Pansus ini ternyata pemerintah itu
belum sanggup, karena Undang-undang itu adalah kesepakatan antara DPR dengan pemerintah. karena
itu sebenarnya kita sekarang ini baru ingin tahu pandangan pemerintah itu bagaimana terhadap pemikiran
yang sekarang berkembang di Pansus? Jadi saya usul saudara ketua, kita dengarkan pandangan dari
pemerintah, nah nanti kalau intern kita, kita bahas lagi. Menurut saya perbaikan yang kita lakukan setelah
kita mendengar pandangan pemerintah saya kira itu saya usul terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik saya rasa,


F-PIDP (Ir. DARYATMO MARDIYANTO):

Ya jadi saya hanya, dari kami mengucapkan terima kasih kami kepada pimpinan telah melakukan
penjelasan ulang, tentang poin tadi, dan ini menjadi catatan kami tentang penjelasan ketua, saya rasa
untuk kita bicara persoalan ini dalam pendalaman-pendalaman selanjutnya. Saya kira ini hanya sekedar
masukan saya mengucapkan terima kasih kepada ketua.

KETUA RAPAT:

Baik terima kasih,

F-PD (MULYADI):

Saya mau menambahkan sedikit ketua, terkait dengan rapat kita pada hari ini, supaya pada Raker
hari ini kita tidak terlalu masuk ke Raker yang terlalu teknis, apalagi Pak Menteri juga perlu waktu untuk
mempelajarinya. Pertama sebetulnya kan pemerintah sudah menyampaikan DIM, dan DIM itu sudah
diinventarisir, berapa yang tetap disetujui, berapa yang dihapus, dan berapa yang penyempurnaan
substansi, berapa yang penyempurnaan redaksional, terus ditambah dengan isu-isu strategis yang
disampaikan oleh pimpinan tadi, berdasarkan masukan anggota Pansus dalam beberapa kali rapat
selama ini. Dan saya rasa pemerintah sudah mendengar semua yang perlu kita sepakati pada hari ini
adalah kami minta konfirmasi ke pemerintah bagaimana hal-hal yang disampaikan tadi, kita langsung
lempar ke Panja, nanti kan pemerintah juga ada di Panja itu. Karena saya rasa isu-isu strategis tadi kan
lebih bersifat umum, yang nanti didalam Panja akan dijabarkan dalam bentuk pasal-pasal. Disanalah
pemerintah akan memberikan ide-ide terkait dengan apa yang disampaikan oleh Pimpinan tadi, jadi kalau
sekarang ditanya pemerintah secara detail masalah itu tentu juga pemerintah perlu waktu untuk
mempelajari hal tersebut. Itu adalah secara prinsip ingin menyampaikan ada hal-hal yang strategis kemarin
kita mengadopsi dari Pansus maupun, dari hal-hal yang kita elaborasi dari masyarakat banyak. Jadi
menurut saya bagaimana pak menteri pada hari ini bisa mensepakati, bahwa hal-hal yang disampaikan
oleh Pansus sepakat tidak kira-kira itu kita lanjutkan di Panja, dan tentu nanti Pak Menteri akan mengutus
pihak pemerintah yang betul-betul akan mengawali terkait dengan isu-isu yang disampaikan oleh pimpinan
tadi. Sehingga rapat kita selanjutnya kan bisa berlangsung, sehingga proses Raker yang pada hari ini
memang harus dilalui sebelum adanya Panja itu bisa berjalan dengan baik, saya rasa itu saja usulan saya
pimpinan, jadi kalau kita buka debat terlalu detail pada Raker ini nanti agak terlalu panjang. Biasanya
pengalaman kami membuat Undang-undang di Raker itu tidak ada membicarakan hal-hal yang sangat
teknis, biasanya prinsip-prinsip dasar, yang belum disepakati dilempar ke Panja begitu saja. jadi itu yang
saya rasa saya usulkan mudah-mudahan bisa mempercepat mekanisme rapat kita pada hari ini. apalagi
kita sepakat kita selesai jam 12.00 siang, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik kita sepakat membicarakan ini dengan pemerintah untuk menanggapi tadi saya jelaskan apa,
kalau kita membahas DIM satu per satu satu minggupun tidak selesai, karena itulah ini kita rangkum. Kami
persilakan pemerintah.

PEMERINTAH/MENTERI MENKUM HAM (AMIR SYAMSUDDIN):

Terima kasih,

Yang saya hormati saudara ketua dan wakil ketua,


Saudara Pimpinan dan Anggota Raker Pansus,

Saya tentunya tidak lupa menyampaikan terima kasih dan penghargaan saya kepada wakil menteri
yang mewakili pemerintah. setelah mendengarkan apa yang disampaikan oleh saudara Wakil Ketua
maupun beberapa dari Anggota, walaupun kami mendengar bahwa didalam kerangka umum 13 kerangka
umum yang disampaikan tentunya banyak hal-hal yang saya lihat cukup progresif. Tetapi saya kira
pemerintah tidak ingin terlalu jauh, karena itu kami berpendirian bahwa kami tetap kembali fokus pada DIM
yang telah kami serahkan, dengan tentunya tetap bersedia kalau dimungkinkan didalam pembahasan di
Panja hal-hal yang dikemukakan oleh pimpinan tadi bisa secara simultan dibahas pada tingkat Panja. Itu
yang dapat kami sampaikan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik terima kasih kami sampaikan kepada pemerintah atas penjelasannya, karena itu kami mohon
persetujuan bapak, Ibu, saudara-saudara sekalian hal-hal 13 kerangka hukum yang tadi kami sampaikan
itu untuk dijadikan sebagai bagian utama dalam pembahasan di tingkat Panja. Apakah disetujui?

F-PDIP (BAMBANG WURYANTO):

Ketua sebelum disetujui,


Terima kasih ketua, saya kalau tidak salah dengar Pak ketua tadi menyampaikan bahwa 13 butir
pokok ini menjadi pembahasan utama. Saya kira pemerintah sudah memberikan jawaban, bahwa
pemerintah akan berpijak pada DIM yang sudah disampaikan. Dan kemudian jika dimungkinkan itu akan
dimasukkan (diinsert) didalam pembahasan nanti, artinya ini yang utama ini DIM, bukan yang utama yang
ini Pak ketua. Mohon koreksi apakah saya bener atau salah, terima kasih ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi ya itu maksudnya, kita tidak lagi menjawab, jadi kalau bapak membaca dari DIM
pemerintah sekitar itu soalnya, banyak lagi, Cuma ya saya rangkum inilah yang penting itu masalahnya.
Jadi karena saya mohon maaf selama membahas ini tersandera pak ikut terus membaca pasal-pasal, poin
per poin ini, makanya diskusi dengan diinternal pansus ya itu, jadi itu maksudnya. DIM-DIM pemerintah
kurang lebih seperti itu, jadi setuju ya? untuk kita bahas di,

F-PDIP (Ir. DARYATMO MARDIYANTO):

Ketua sebentara ketua, ya supaya jangan berbeda dan kita sudah sama-sama berhari-hari
membahas ini, pemerintah capek, kita juga capek tapi ini juga bukan saja tanggungjawab pemerintah saja,
kesegaran-kesegaran dan kesesuaian saya kira kalau memang pertimbangan apa yang disampaikan oleh
teman kami Pak Wuryanto, menginsert yang di DIM dan berpegang pada penjelasan dari pemerintah untuk
itu kami memposisikan bahwa yang utama adalah DIM dari pemerintah dan pertimbangan-pertimbangan
karena pendalaman itu adalah pengkayaan. Namun saya kira ini hal yang perlu diluruskan supaya belum-
belum kami sudah sejalan dengan pemerintah, itu saja terima kasih ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, saya kira kita tidak ada perbedaan, jadi kita saya ulangi lagi 13 poin tadi menjadi bagian
dalam pembahasan DIM bersama pemerintah ditingkat Panja, kita setuju pak ya?

(Rapat: setuju)

Baik, saudara Menteri Bapak, Ibu Anggota Pansus yang saya hormati,
Dengan disetujuinya tadi 13 kerangka poin tadi,

F-PAN (TOTOK DARYANTO):

Bertanya saja boleh Pak Ketua, pertanyaan saja, jadi gini lho pelajaran kita saya mengingatkan
saja Ketua, sebenarnya kita pengen mendengar dulu paling tidak satu hal, Undang-undang ini mau dipisah
3 atau 4? Itu saya tidak tahu informasinya gitu lho, itu sudah selesai.

F-PDIP (Ir. DARYATMO MARDIYANTO):

Tapi ketua, ini luar biasa Pak Totok ini, jadi kalau tidak salah pemerintah apakah khusus ingin
menyampaikan yang disampaikan jawab pak Totok maupun juga kami, ataukan yang dimaksud beliau
adalah gelondongan? Yaitu bicaranya mendahului dan hanya menyangkut soal pengkayaan, pendalaman
itu lingkungan sekjen itu termasuk didalamnya soal pemisahan 3 Undang-undang tersebut? Saya kira itu
yang perlu itu, karena saya tadi diapit, begitu dapat b, Pak Totok mengingatkan saya dimana mereka
munculkan secara khusus? mumpung masih ada pemerintah ketua.

KETUA RAPAT:

Baiklah nanti kita bahas, di Panja nanti. Baik atau normatif bapak Ibu anggota Pansus yang saya
hormati,

F-PAN (TOTOK DARYANTO):

Ketua, Ketua, kalau memutuskan ini dipisah menjadi Undang-undang sendiri itu harus melalui
raker ketua, kalau Panja itu tidak ada kewenangan. Kalau Panja hanya Panja DPR, kalau kita sepakat ini
hanya Undang-undangnya dipisah, panja kita, kita putuskan hanya untuk panja DPR, karena Panja hanya
bicara tentang Rancangan Undang-Undang DPR-RI, kalau nanti disitu panjanya bicara 4 Rancangan
Undang-Undang saya mau tanya dulu itu boleh tidak? dalam tata cara menyusun Undang-undang, satu
Pansus menghasilkan 4 produk Undang-undang? Karena kami ini di Undang-undang Perda ini dipecah jadi
3, itu sendiri-sendiri yang bahas, Perda ini jadi Undang-undang Desa, Undang-undang Pilkada, Pilkada
diurus Komisi II, Undang-undang Desa ada wakilnya sendiri walaupun orangnya sama. Undang-undang
Perda ada panitianya sendiri, jadi kalau ini akan dibahas di panja saya setuju, tapi Panjanya itu Panja
tentang DPR saja, kalau ini mau dipisah. Kalau Panjanya itu langsung menjadi 4 produk Undang-undang,
apakah sudah betul, Tatibnya boleh tidak? itu yang ingin saya konfirmasi ke Menkumham saja yang lebih
pasti mengenai pembahasan Undang-undang ini. bagaimana Undang-undang yang dipecah menjadi 4 pak.

KETUA RAPAT:

Baik pemerintah silakan.

PEMERINTAH/MENTERI MENKUM HAM (AMIR SYAMSUDDIN):

Saya kira rapat kita ini tentunya untuk menjadi solusi, dan kita tidak justru menjadikan masalah
pada diri kita sendiri. apa yang disampaikan oleh beliau banyak dipertanyakan kemudian saya kawatir
jawabannya itu nanti bisa saja menimbulkan multi tafsir, supaya jelas jadi kalau semuanya sudah jelas dan
jangan, saya kira kita tidak dalam khusus melahirkan masalah didalam diskusi kita. Jadi 13 yang
disampaikan oleh pimpinan tadi seperti kita sudah sepakat tetap menjadi bagian daripada pembahasan di
Pansus saya kira alangkah baiknya kalau seandainya bisa kita batasi. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik terima kasih, penjelasan dari pemerintah mengenai status ini, jadi kembali tadi sudah
mendengar bahwa rujukannya itu adalah DIM-DIM yang disampaikan oleh pemerintah. Jadi bahan yang
kita peroleh itu adalah pengkayaan kita didalam rapat kerja ini, supaya kita tidak menyimpulkan problem
lagi soal itu.

Bapak, Ibu Anggota Pansus yang saya hormati,

Sebagaimana kita ketahui bersama mekanisme pembahasan telah kita setujui pada rapat kerja
pertama Pansus kita supaya nanti tidak ada yang bertanya-tanya lagi. Namun kami juga perlu sampaikan
bahwa meskipun DIM-DIM yang diputuskan tetap dalam rapat kerja kita siang ini, tentu apabila dalam
perkembangan pembahasan ditingkat Panja, Timus, maupun Timsin membutuhkan perubahan, pasti ada
perubahan, satu pasal berubah mau tidak mau harus mengikuti. Oleh sebab itu untuk penyempurnaan
maka perubahan-perubahan selalu dimungkinkan tetapi tentu harus dilakukan pada dalam rapat kerja. tapi
mohon juga persetujuan apakah ini bisa disetujui? Setuju?

(Rapat: setuju)

Perlu juga itu, ini perlu kita pertimbangkan juga kadang tiba-tiba lain,
Baik terima kasih kami sampaikan, saudara Menteri, Bapak, Ibu Anggota Pansus yang kami
muliakan, untuk kegiatan rapat-rapat selanjutnya agenda berikut adalah pembentukan Panja. Komposisi
keanggotaan Panja telah diatur didalam pengaturan Tata Tertib Dewan, keanggotaan Panja lebih banyak
separoh dari jumlah anggota Pansus. Jadi jumlah Pansus 30, maka Anggota Panja separohnya adalah 15
tentu plus dengan Pimpinan, dengan demikian nanti komposisi Panja adalah Pimpinan 4 orang, dan Fraksi
Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi PKS dan Fraksi PPP. Anggotanya 15 orang Demokrat 4
Anggota, Golkar 3 Anggota, PDIP 3 Anggota, FPKS 1 Anggota, F PAN 1 Anggota, PKB 1 anggota, PPP 1
Anggota merangkap Pimpinan, Hanura 1 Anggota, dan Fraksi Partai Gerindra 1 Anggota, nanti nama-
namanya akan kami susulkan.
Selanjutnya kami mengharapkan pemerintah juga berkenan memberikan daftar nama pejabat yang
akan mewakili pemerintah yang akan melakukan pembahasan bersama-sama dengan pimpinan dan
anggota Panja.

F-PPP (M. ARWANI THOMAFI):

Mohon diperjelas lagi yang dari FPPP tadi, 1 tok itupun 1 atau ya pimpinan kan kebetulan ada di
PPP, jadi 1 anggota merangkap pimpinan, anggota Pak Yani plus pimpinan, pak Yani kan pimpinan disini.

KETUA RAPAT:

Karena selama ini tidak pernah hadir jadi mohon maaf, saya kan selalu ingat pak selama ini siapa
saja yang sering hadir, satu saja.
Selanjutnya bapak/ibu yang kami hormati, kita berada pada pembahasan jadwal rapat-rapat
Pansus itu sudah ada disini, sedangkan rapat Panja disusun, kami susun ini dengan memperhatikan, ini
ada perubahan lagi ini, rencana percepatan reses masa sidang IV ini diinformasikan tanggal 26 Juni,
tanggal 26 Juni atau semula tanggal 13 Juli jadi dimajukan pak.

F-PDIP (BAMBANG WURYANTO):

Kita luruskan pak ketua, sebagai pimpinan fraksi saya luruskan pak ketua, bahwa proses untuk
pengajuan majunya masa reses itu disampaikan oleh pimpinan fraksi beberapa pimpinan fraksi dan itu
dibahas di Bamus belum putus, itu baru akan dibahas di Bamus pada Senin besok, jadi supaya itu
secepatnya. Ya ini alasan utamanya pencoblosan Pilpres itu tanggal 9 Juli, sementara kalau masa sidang
kemarin kalau 9 Juli itu belum selesai, kita selesai tanggal 11, atau 10 Juli dengan demikian sebagai
petugas partai itu sangat menyulitkan, maka majulah itu. Itu ada 4 Fraksi yang usul pak ketua, termasuk
Golkar mohon maaf.

KETUA RAPAT:

Baik terima kasih informasinya kalau begitu apakah berkenan mengenai alokasi rapat-rapat
pembicaraan tingkat Panja, Timus, Timsin kita akan tentukan nanti, ada didalam rapat panja nanti,
berkenan demikian?
Kalau nanti tiba-tiba kok cepat sekali sebelum Pilpres sudah selesai? Jangan salahkan kita, baik
pak, bapak, ibu saudara-saudara sekalian yang kami hormati, dengan demikian selesailah agenda rapat
kerja pada siang ini, sebelum kami tutup berkenan Pak Menteri untuk menyampaikan kata clousing
statmen, kami persilakan.

Pimpinan Pansus dan Anggota yang kami hormati,


Saya kira, saya tidak ingin memperpanjang acara ini karena semuanya sudah jelas dipahami,
sehingga saya kira harapan saya sebagai wakil pemerintah tentu mengharapkan bahwa bisa berjalan
dengan lancar dan sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati. Itu saja terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik terima kasih kami sampaikan kepada pemerintah atas kata akhirnya, perlu kami sampaikan
rapat Panja kita mulai besok pukul 14.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB malam, tolong disiapkan bahanya
dan tempat menyusul, besok jam 14.00 WIB sampai jam 24.00 WIB malam.
F-PKS (SOENMANDJAYA):

Pak ketua setiap malam, kan ada Tatib untuk mengenai waktu rapat kita.

KETUA RAPAT:

Baik kami akan sampaikan perkembangannya nanti, baik dengan selesainya,

F-PDIP (BAMBANG WURYANTO):

Pak Ketua sebelum ditutup pak ketua, mohon maaf pak pemerintah mohon ijin karena ini masalah
internal saya mohon maaf pak ketua, mengingat kelihatannya pansus ini ingin melakukan speaktake ……
proses …. Kemudian dengan melihat proses berikutnya masuk ke Panja, sementara kalau kita sadari
Panja ini kalau mau di swit up saya kawatir, sahabat saya Desmon sakit, kalau Desmon sakit maka
Desmon tidak bisa diganti pak ketua. Ini kan yang menjadi persoalan karena Desmon ini ……hanya satu
tidak punya pimpinan, maka saya mengusulkan pak ketua atas dasar padatnya kerja pak Desmon mohon
ijin kalau tiba-tiba itu pergantian bisa dilakukan dengan cepat. Jadi kalau pak Desmon tidak masuk lantas
yang satunya masuk gitu, ya fleksible lah terima kasih pak ketua.

KETUA RAPAT:

Baik lah nanti kita segala sesuatunya kita selesaikan di tingkat Panja, jadi rapat kerja Pansus
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 ini atas seijin bapak, ibu
sekalian kami tutup disertai ucapan terima kasih kepada pemerintah Pak Menteri Hukum dan HAM,
terutama dan para pejabat yang mewakili kementerian dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
ini.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Rapat ditutup pukul 12.07 WIB


1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH

RISALAH

Tahun Sidang : 2013-2014


Masa Persidangan : IV
Rapat Ke- : XXXX
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Sifat Rapat : Terbuka
Hari, Tanggal : Senin, 7 Juli 2014
Waktu : Jam 19.30 WIB s.d. Selesai
Tempat : Ruang Rapat Badan Anggaran (lama)
Ketua Rapat : DR. Benny K. Harman, S.H. (Ketua Pansus/F.PD)
Acara : 1. Laporan Panja;
2. Pembacaan Naskah RUU;
3. Pendapat Akhir Mini Fraksi-fraksi;
4. Pandangan Akhir Pemerintah;
5. Pengambilan Keputusan Pembicaraan Tingkat I
6. Penandatanganan Naskah RUU;
Sekretaris Rapat : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 27 orang dari 30 orang Anggota PANSUS
9 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
7 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
6 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
4 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
3 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
2 dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN
2 dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
1 dari 2 orang Anggota;
2

8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA


1 dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
1 dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT

1. AGUNG SANTOSO, S..H. 463

2. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540

3. Drs. UMAR ARSAL 553

4. ETHA BULO 557

5. MUSLIM, S.H. 419

6. DIDIT SALMIJADI 532

7. Dr. AHMAD NIZAR SHIHAB, Sp.An. 547

FRAKSI PARTAI GOLKAR

8. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., MBA 228

9. FERDIANSYAH, S.E., M.M. 220

10. DRS. KAHAR MUZAKIR 191

11. Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si 194

12. DR. IR. MARKUS NARI, M.SI. 269

13. DR. AZIS SYAMSUDDIN 197

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.

14. Ir. TRIMEDYA PANJAITAN 320

15. Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO 355

16. ABIDIN FIKRI, S.H. 385

17. ARIEF WIBOWO 380

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

18. AGOES POERNOMO, S.IP. 84

19. H. T.B. SOENMANDJAJA, S.D. 70

20. FAHRI HAMZAH, S.E. 95


3

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

21. H. TOTOK DARYANTO, S.E. 127

22. A. RISKI SADIG 129

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

23. Drs. H. NUSNAN BEY FANANIE, M.A. 293

24. AHMAD YANI, S.H., M.H. 287

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

25. Hj. CHUSNUNIA CHALIM, M.Si. 148

26. ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si. 161

FRAKSI PARTAI GERINDRA

27. DESMON J MAHESA 40

FRAKSI PARTAI HANURA

28. H. SARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H. 16

b. SEKRETARIAT :

1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus MD3


2. Radji Amri, SE. Wakil Sekrt. I
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
6. M. Najib Ibrahim, S.Ag.,M.H. Legal Drafter
7. Titi Asmara Dewi, S.H.,M.H. Legal Drafter
8. Dr. Inosentius Samsul, SH.,MH. Peneliti/P3DI
9. Arwani Tenaga Ahli Baleg
10. Sabari Barus, SH.,M.Hum. Tenaga Ahli Baleg

c. Tamu/undangan
1. Amir Syamsuddin, Menteri Hukum dan HAM;
2. Drs. A. Tanribali Lamo, S.H. M.Si., Dirjen Kesbangpol, Kementerian
Dalam Negeri;
3. Sonny Loho, Irjen Kemenkeu, Kementerian Keuangan beserta jajarannya;
4. Rini Widiantini, S.H. M.P.M., Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana,
Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
5. Edi Efendi Tedjakusuma, Deputi EKP Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas.
4

KETUA RAPAT (DR. BENNY K. HARMAN, SH):

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati Bapak Menteri Hukum dan HAM,


Yang kami hormati Bapak Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili,
Yang kami hormati Bapak Menteri Keuangan atau yang mewakili,
Yang kami hormati Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional atau
BAPPENAS atau yang mewakili,
Kepada yang terhormat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi atau yang mewakili,
Pimpinan Pansus,
Anggota Pansus dan hadirin yang berbahagia.

Sebelum kita mulai dari meja Pimpinan kami mengajak kita semua untuk
memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas berkat dan
rahmatnya kita semua dapat menghadiri rapat kerja Pansus Rancangan Undang-
undang tentang Perubahan Undang-undang 27 tahun 2009, tentang MD3 pada
malam ini dalam keadaan sehat walafiat.
Sesuai dengan laporan yang akan di ada di meja Pimpinan rapat Pansus kita
pada malam ini telah di, daftar hadirnya telah di tandatangani oleh 20 dari 30
anggota Pansus dan dihadiri oleh 9 dari 9 fraksi yang ada di dewan. Oleh sebab itu
sesuai dengan mekanisme yang ditentukan dalam pasal … ayat (1) Peraturan Tatib
Dewan rapat ini telah memenuhi syarat untuk di kita selenggarakan dan telah
memenuhi kourum untuk kita ambil keputusan. Karena itu seijibn bapak/ ibu
saudara-saudara sekalian rapat ini kami buka dan kami hantarkan terbuka untuk
umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 20.15 WIB)

Bapak/ ibu, saudara sekalian yang kami hormati,

Dari meja Pimpinan perkenankan kami menyampaikan ucapakan terima kasih


kepada Bapak Menteri Hukum dan HAM dan kepada Bapak Menteri yang mewakili
Presiden atau yang mewakili atas dan seluruh jajaran atas kesedian untuk
memenuhi undangan dalam rapat kerja pada malam ini.
Perlu kami sampaikan bahwa setelah dilakukan pembahasan terhadap
Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 tahun
2009 tentagn MD3, sejak Rapat Dengar Pendapat, Rapat Dengar Pendapat Umum,
Rapat Kerja, kemudian Rapat tingkat Panja, Timus dan Timsin, dan tadi siang Panja
telah menuntaskan kerjanya dalam Rapat Panja terakhir tanggal 7 Juli 2014, tadi
pagi selanjutnya sesuai dengan mekanisme pembicaraan tingkat I pembahasan
Rancangan Undang-undang maka pada malam ini, Pansus mengadakan rapat kerja
guna menyelesaikan tugas pansus, yaitu menghasilkan Undang-undang yang
kemudian kita namakan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang nomor
27 tahun 2009 tentang MD3.
5

Bapak/ ibu,
Saudara-saudara yang saya hormati,

Dari meja Pimpinan kami menawarkan agenda rapat kerja pembicaraan


tingkat I pengambilan keputusan atas Draf Rancangan Undang-undang MD3 di
tingkat Pansus pada malam ini yang kami tawarkan adalah yang pertama pengantar
Ketua rapat yang sedang berlangsung, kemudian yang kedua nanti lapoan ketua
Panitia Kerja, Saudara Azis Syamsuddin, yang ketiga nanti pandangan akhir mini
fraksi-fraksi, yang akan disampaikan oleh juru bicara masing-masing fraksi,
kemudian yang ke pandangan akhir pemerintah, kelima pengambilan keputusan di
tingkat Pansus, ke enam penandatanganan Rancangan Undang-undang dan ke
tujuh penutup.
Setelah kami membacakan agenda rapat, agenda rapat kerja pembicaraan
tingkat I pengambilan keputusan atas draf Rancangan Undang-undang MD3 di
tingkat Pansus pada malam ini, perkenankan kami memohon persetujuan bapak/
ibu, saudara sekalian atas tujuan kita rapat kerja yang kami tawarkan tadi, apakah di
setujui, pemerintah? Setuju dengan tujuan kita itu?

(RAPAT: SETUJU)

Baik.
Terima kasih.
Atas persetujuan yang telah diberikan.
Selanjutnya kita masuk ke agenda yang ke dua, mendengarkan laporan
Panja yang akan disampaikan oleh ketua Panja dalam hal ini Saudara Azis
Syamsuddin, selanjutnya kami persilakan.

KETUA PANJA (Dr. AZIS SYAMSUDDIN):

Terima kasih.

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati pemerintah dalam hal ini diwakili,


Dan Menteri Hukum dan HAM sebagai kordinasinya,
Yang kami hormati Bapak/ ibu Anggota Pansus Rancangan Undang-undang
MD3,
Yang kami hormati para hadirin yang berbahagia,

Pertama-tama kami dari meja Pimpinan melaporkan hasil dari Panja kepada
Panitia Khusus berkenaan dengan hasil kerja terhadap daftar inventarisasi masalah
yang di tugaskan atas perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD, pada forum Pimpinan Pansus yang berbahagia
dengan item sebagai berikut ; Panitia kerja telah dimulai pada tanggal 12 Juni
hingga tanggal 27 Juni 2014 yang beranggotakan para Pimpinan Panja antara lain
yaitu yang pertama Dr. Benny K. Harman selaku ketua dari unsur Pimpinan dari
Fraksi Partai Demokrat, yang kedua Dr. Azis Syamsuddin sebagai wakil ketua dari
unsur Pimpinan Fraksi Partai Golkar, yang ketiga yang terhormat Fahri Hamzah, SH
6

ya dari unsur wakil ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan yang keempat yaitu
yang terhormat Ahmad Yani, SH.,MH unsur wakil ketua dari Partai Persatuan
Pembangunan.
Adapun Panja yang beranggotakan 19 orang dari ANggota Pansus termasuk
Pimpinan Pansus, secara garis besar kami laporkan kehadapan forum Pansus yang
terhormat ini, bahwa Pansus memberikan tugas sebagai berikut yang pertama 24
DIM, perubahan subtansi, 313 Dim yang dihapus, 18 DIM penambahan, substansi
maupun rumusan yang terakhir selain DIM tersebut Panja juga membahas
penambahan rumusan terhadap 13 pokok pikiran yang berkembang di Pansus dari
hasil Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pimpinan MPR, Pimpinan DPR, DPD,
Asosiasi DPRD, pakar kualisi NGO, Kesekjenan MPR, Kesekjenan DPR, DPD
terkait dalam hal penguatan DPR baik secara lembaga, anggota dan kelengkapan
DPR, serta sistem pendukung.
Dari rapat pembahasan di tingkat Panitia Kerja menghasilkan beberapa
usulan … yang dapat kami laporkan dalam Pansus, yang pertama memperhatikan
dan mempertimbangkan yang disampaikan oleh Timus bahwa bentuk rancangan
undang-undang yang di usulkan sebaiknya dalam bentuk pengantian maka panja
memutuskan,mengusulkan Rancangan Undang-undang Pergantian dengan rincian,
terdiri dari 8 bab, 437 pasal yang kedua usulan tersebut dalam sistematika
Rancangan Undang-undang yang pertama ketentuan umum, yang kedua bab
tentang MPR, yang ketiga bab tentang DPRD, yang keempat draf tentang DPD,
yang kelima bab tentang DPRD Provinsi, yang keenam tentang DPRD Kabupaten
kota, dan ketujuh tentang sistem pendukung dan kedelapan, yang terakhir tentang
ketentuan lain-lain.
Selanjutnya point tiga, pilihan bentuk penggantian merupakan konsekuensi
dari terjadinya perubahan besar terhadap pasal sebagai berikut (a) Rumusan …
ketentuan mengenai wewenang dan tugas, (b) 74 pasal terkait dengan peraturan
pelaksanaan kewenangan dan tugas DPR dalam memanggil pejabat Negara,
pejabat pemerintah, badan hukum dan masyarakat didalam rapat-rapat DPR, yang
(c) pasal 75 terkait kekuatan hukum dari rekomendasi DPR yang dihasilkan rapat-
rapat DPR baik berkaitan dengan instansi pemerintah maupun dengan warga
Negara, yang (d) pasal 120 sampai dengan pasal 150 terkait pembentukan Badan
Kehormatan, Mahkamah Kehormatan dan tata beracara pengajuan dari Mahkamah
Kehormatan Dewan, yang (e) pasal 195 sampai pasal 217 mengatur pelaksanaan
pelaksanaan hak DPR dalam melaksanakan hak interpelasi, hak angket dan
menyatakan pendapat lebih rinci sebagaimana diatur sebelumnya dalam tanda tertib
DPR, yang (f) pasal 218 sampai 230 mengatur pelaksanaan hak anggota DPR
dalam menjalankan wewenang dan tugasnya.
Selanjutnya point empat, terdapat sejumlah rumusan yang belum bisa
disepakati di tingkat Panja untuk selanjutnya di bawa ke tingkat I dalam forum
pansus pada malam hari ini, yang pertama berkaitan bentuk Rancangan Undang-
undang perubahan atau penggantian, yaitu berupa Badan Anggaran apakah AKD
bersifat tetap atau tidak tetap, merujuk pada pasal 84 dan pasal 107 berkenaan
dengan AKD … apakah bersifat tetap atau bersifat tidak tetap, berikut dengan Baleg
pasal 106, berkenaan dengan huruf (e) yang masih terhadap melakukan
pengharmonisasian, pembulatan dan pematangan konsep yang di coret konsep
Rancangan Undang-undang yang diajukan anggota Komisi dan gabungan komisi
sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR,
yang (e) terdapat frase diplomasi yang didalam Timus dan Timsin telah disepakati
7

antara DPR dan pemerintah, namun didalam Panja ditarik oleh pemerintah
berkenaan dengan passport diplomatic.
Selanjutnya didalam pasal 70 DPR mempunyai fungsi legislasi, anggaran …
dan pengawasan tiga fungsi tersebut dijalankan dalam rangka kerangka
representative rakyat, dan diplomasi internasional. Point ketiga, yang menjadi crucial
yang harus dibawa didalam pansus yaitu berkaitan dengan pemilihan Pimpinan
DPR, yaitu didalam pasal 84, Pimpinan telah merekap untuk memberikan 2
alternatif, alternative yang pertama mohon ditayangkan, ayat (1) “Pimpinan DPR
terdiri atas satu orang ketua”, pasal 84 ayat (1) tolong ditayangkan “Pimpinan DPR
terdiri dari satu orang Ketua dan 4 orang wakil ketua yang berasal dari partai politik
berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR”, yang kedua “ketua DPR
iyalah Anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak di DPR”, yang ketiga “wakil Ketua DPR iyalah Anggota DPR yang berasal
dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat dan
kelima”, ayat ke empatnya “dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang
memperoleh kursi sama, terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3) ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan surat
terbanyak dalam pemilihan umum, yang kelima “dalam hal terdapat lebih dari satu
partai politik yang memperoleh suara sama ketua dan wakil ketua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3) ditentukan berdasarkan perolehan, … perolehan
suara”, alternative kedua untuk menjadi pilihan dalam forum pansus ini terhadap
pasal 84 yang pertama ayat 1 pasal 84 “Pimpinan DPR terdiri dari 1 orang ketua dan
4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR, dalam sidang
Paripurna”, ayat (2) “Tata cara pencalonan dan pemilihan Pimpinan DPR dilakukan
dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan peraturan DPR tentang tata
tertib” alternative ketiga dalam pasal 84 ini ayat 1 pasal 84 “Pimpinan DPR terdiri
atas satu orang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan anggota DPR”,
ayat ke 2 “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari oleh
anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap” ayat 3 “bakal calon Pimpinan
DPR berasal dari fraksi dan disampaikan dalam sidang paripurna”, ayat 4 “setiap
fraksi sebagaimana dimaksud ayat 3 dapat mengajukan bakal calon Pimpinan DPR”,
ayat 5 “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipilih secara
musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat Paripurna DPR”, ayat ke 6
“dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayay 5 tidak
tercapai, Pimpinan DPR dipilih dengan memutar suara dan yang memperoleh suara
terbanyak di tetapkan sebagai Pimpinan DPR dalam rapat Paripurna DPR”, ayat ke
7 “selama Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 belum terbentuk
sidang DPR pertama kali untuk menetapkan Pimpinan DPR dipimpin oleh Pimpinan
sementara DPR”, ayat 8 “Pimpinan sementara DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat 7 berasal dari DPR yang ketua dan … dari fraksi yang berbeda”, ayat ke 9
“Pimpinan DPR ditetapkan dengan keputusan DPR”, ayat 10 “ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemilihan Pimpinan DPR diatur dalam peratuan DPR tentang
tata tertib”, berkenaan dengan Pimpinan komisi, dan harap kelengkapan DPR yang
terdalam didalam pasal 97 merupakan alternative pasal crucial yang menjadikan
harus di putuskan didalam pansus, yaitu di point 3 mengenai Pimpinan Komisi dan
alat kelengkapan DPR dalam pasal 97.
Alternative pertama dalam pasal 97 “Pimpinan Komisi merupakan satu
kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif kolegial”, ayat 2 “Pimpinan Komisi terdiri
atas 1 orang ketua dan paling banyak 3 orang wakil ketua, yang di usulkan oleh
fraksi dan di tetapkan dalam rapat komisi” alternative 2 dalam pasal 97 khususnya
8

pada ayat pertama sama yaitu “Pimpinan Komisi merupakan satu kesatuan yang
bersifat kolektif kolegial”, alternative pasal 97 untuk ayat kedua “Pimpinan komisi
terdiri atas 1 ketua dan paling banyak 3 orang wakil ketua yang diusulkan oleh fraksi
sebagai calon Pimpinan Komisi dan ditetapkan dalam rapat komisi setelah
mendapat persetujuan anggota”, alternative ketiga didalam pasal 97 khusus kepada
ayat 2 “Pimpinan Komisi terdiri 1 orang ketua dan paling banyak 3 orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh komisi berdasarkan usulan fraksi dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat”, alternative ketiga dalam pasal 97 untuk ayat ketiga
“dalam hal pemilihan komisi berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak”.
Selanjutnya terhadap AKD, prinsipnya sama kepada Pimpinan Komisi yaitu
mengacu kepada pasal 97 dengan 3 altenatif seperti yang telah disebutkan di atas.
Selanjutnya point keempat dalam hal ujian yaitu berkenaan dengan tugas
komisi … mengacu kepada pasal 98 ayat … terdapat 2 usulan, pasal 98 ayat (2)
alternative h yang pertama “menyetujui dan tidak menyetujui alokasi yang bersifat
tahun jamak untuk kementerian lembaga yang menjadi mitra kerja komisi yang
bersangkutan”, alternative pertama dari pemerintah yang (h) “membahas dan
menetapkan alokasi anggaran terprogram yang bersifat tahunan dan tahun jamak
yang menjadi mitra komisi yang bersangkutan”. Ini, tadi pemerintah menyampaikan
untuk bisa dimasukan didalam penjelasan, … alternative lanjutan. Yang (c)
“terhadap Pimpinan DPRD provinsi dan kabupaten kota dalam hal menentukan
mekanisme Pimpinan DPR kabupaten kota dan provinsi minta persetujuan didalam
kourum Pansus yang terhormat ini terhadap, apakah bisa kita terapkan secara
mutatis mutandis terhadap Pimpinan DPRD provinsi dan Pimpinan DPRD kabupaten
kota”, … mengenai usulan … fungsional dari keahlian untuk menjadi badan keahlian
pada pasal 425 ayat (2) sehingga untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
wewenang dan tugas DPR dibentuk badan … DPR yang diatur dengan Peraturan
Presiden. Terhadap 5 point pasal atau item crucial yang telah kami laporkan dalam
proses rapat Pansus pada malam ini yang terhormat maka kami dari Panitia Kerja
Rancangan Undang-undang MD3 melaporkan untuk mendapatkan pembahasan dan
persetujuan dalam kourum pansus yang terhormat ini.
Selanjutnya penutup, demikianlah laporan panja Rancangan Undang-undang
tentang … Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD
kepada Pansus Rancangan Undang-undang atas Undang-undang Nomor 27 tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk mendapat perhatian dan atas nama
Panja kami mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf apabila ada hal yang
kurang berkenan, …

Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.

KETUA RAPAT (Dr. BENNY K. HARMAN, SH):

Baik.
Terima kasih kepada Ketua Panja Saudara Dr. Azis Syamsuddin atas laporan
yang telah disampaikan. Setelah kita simak ada 10 pokok soal yang disampaikan
oleh ketua Panja kepada Pansus. Sebelum kita memasuki tahapan berikutnya dari
meja Pimpinan kami mohon persetujuan apakah laporan yang disampaikan di Ketua
Panja saudara Azis Syamsuddin dapat kita terima?
9

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H):

Pimpinan.

Ini teknis ya, tapi perlu juga … yang dibacakan tapi tidak sesuai apa yang di
tampilkan itu karena ... belum di konsultasikan sebab diperhatikan betul apa yang
disampikan oleh Pimpinan. Jadi jangan sampai apa yang ini ternyata tidak connect
dengan rancangan yang kita bahas ini ya, satu.
Yang kedua, tadi Pimpinan menyampaikan pendapat mini baru mengambil
keputusan, mestinya pendapat mini terakhir, bukan … di situ. Saya kira itu yang.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi saya mohon persetujuan dulu apakah laporan ketua Panja dapat kita
terima? Pemerintah?

(RAPAT: SETUJU)

Artinya kita menerima laporan … tadi ada 10 pokok masalah yang tadi
disampaikan ketua Panja, ada kelompok masalah ini, yang pertama masalah yang
berkaitan dengan rumusan … tidak disetujui oleh pemerintah, yang kedua rumusan
yang tidak disetujui oleh dewan, saya usul kita mulai dengan yang belum mendapat
persetujuan dari pemerintah, supaya nanti kita ini, setuju begitu Pak ya?

(RAPAT: SETUJU)

Baik.
Selanjutnya kami sampaikan bahwa yang pertama yang belum mendapat
persetujuan dari pemerintah mengenai yang berkaitan dengan pertama soal hak
anggota dewan, fungsi dewan, fungsi diplomasi intenasional, kemudian nanti
dikaitkan dengan pasal 225 hak anggota dewan untuk … pemanggil, 9 fraksi setuju
rumusan ini, mohon pemerintah bisa menyetujui atau timenyetujui rumusan ini, kami
persilakan.

PEMERINTAH (AMIR SAMSUDIN/MENKUMHAM):

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saudara Pimpinan Pansus serta para Anggota Pansus yang saya hormati,

Berkaitan dengan rumusan tadi saya kira mohon diberikan kesempatan dari
… untuk bisa menjelaskan reasoning. Jadi di sini saya kira bukan istilah yang tidak
setuju atau setuju dalam reasoning yang akan disampaikan dan mohon berkenan
dari Pimpinan dan Anggota Pansus untuk kiranya bisa berkenan mendengarkan
penjelasan dari wakil Menteri Luar Negeri, saya persilakan.
10

PEMERINTAH (WAKIL MENLU):

Terima kasih Bapak Menteri.

Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami muliakan,

Berkaitan dengan yang pertama yang memerlukan pembahasan antara


Pansus dengan pemerintah sebagaimana disebutkan oleh Pimpinan tadi berkaitan
dengan fungsi DPR, dan terkait dengan aspek … internasional dan kaitannya
dengan … sebagaimana telah dijelaskan oleh … sebagai … yang tadi bahwa sesuai
dengan pasal 1 butir 2 Undang-undang nomor 37 tahun 1999 tentang hubungan luar
negeri fungsi diplomasi sebenarnya dapat dipahami sebagai pelaksanaan dari politik
luar negeri yang meliputi kebijakan sikap dan langkah pemerintah Republik
Indonesia dalam melakukan hubungan dengan … organisasi internasional dan …
internasional, dalam rangka menghadapi permasalahan internasional guna
mencapai kepentingan nasional kita.
Langkah-langkah tersebut tentunya juga dilakukan melalui perundingan …
tujuan dan mengambil langkah-langkah guna mengatasi persoalan-persoalan secara
bilateral, … maupun … oleh karena itu Bapak Pimpinan dan Anggota Pansus yang
kami muliakan, rujukan mengenai diplomasi internasional pada pasal 70 ayat 2 kami
nilai tidak tepat karena rumusan tersebut kalau kita baca, kita cerna secara jeli,
justru akan mereduksi fungsi DPR sesuai dengan pasal 24 Undang-undang Dasar
1945 yaitu fungsi legislative, anggaran dan pengawasan, mohon … lihat secara
seksama pasal … DPR mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan,
kemudian … ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ketiga fungsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam rangka representasi, sampai
pada tahapan itu sehingga sangat tepat sekali, namun begitu dimasukan dengan
dan diplomasi internasional, ini kelihatannya akan sangat menyimpang seolah-
seolah diplomasi internasional mengambil … peranan yang berkaitan dengan
tindaklanjut dan ketiga fungsi utama DPR.

Jadi pada dasarnya bapak Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati,

DPR memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan


luar negeri, tetapi peran tersebut pada pokoknya dilakukan dalam … pasal 20 (a)
Undang-undang Dasar 1945 yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan.
Dengan demikian Pimpinan yang kami muliakan, essen utama dari diplomasi
adalah kewenangan pemerintah untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan
luar negeri. Pemerintah sepenuhnya menyadari bahwa DPR dalam menjalankan
fungsinya perlu melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan luar negeri.
Bicara Undang-undang hubungan luar negeri disebutkan di sini dalam pasal 1 ayat 1
bahwa … profesi dari lingkungan luar negeri yang menyangkut aspek regional,
internasional yang dilakukan pemerintah baik pada tingkat pusat dan daerah atau
pada … lainnya, lembaga, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat,
dan sebagainya.
Pemerintah sudah … langkah-langkah DPR yang secara … telah melakukan
kerjasama internasional antar parlemen baik bilateral maupun … dan … kegiatan-
kegiatan tersebut pada … telah merupakan kegiatan hubungan luar negeri
11

sebagaimana saya merujuk pada pasal 1 ayat 1 dari Undang-undang Hubungan


Luar Negeri.

Bapak dan ibu yang kami hormati,

Sejalan dengan pandangan tersebut pemerintah juga tidak setuju dengan


rumusan pasal 226 ayat 2 mengenai pemberian passport diplomasi, dalam kaitan ini
dapat kami laporkan pada Bapak Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami
muliakan, bahwa pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan pemerintah nomor
31 tahun 2013 yang merupakan peratuan pelaksana dari Undang-undang nomor 6
tahun 2011 tentang Keimigrasian. Didalam peraturan pemerintah ini, disebutkan
bahwa dalam pasal 37 ayat 2 menyatakan bahwa passport diplomatic juga diberikan
kepada ketua dan wakil ketua lembaga Negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Dasar 1945.
Jadi demikianlah mungkin saya sampaikan Bapak … argument-argument
kami sampaikan sehubungan dengan pasal ini.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sudah?
Bisa bertanya sedikit, nantikan kita sudah, kitakan sudah bulat … ini
sikapnya, tinggal pemerintah menyetujui atau tidak menyetujui, pembahasan ini
sudah, sudah paling, sudah panjang … argumentasi tapi sampai pada situasi
pemerintah tidak menyetujui yang pertama tidak menyetujui usul dewan supaya
ditambahkan hak anggota dewan, fungsi anggota dewan yaitu fungsi diplomatic
yang kemudian nanti muncul pasal 225 ayat 2 mengenai hak anggota dewan untuk
mendapatkan passport diplomatic. Jadi jelas pemerintah tidak menyetujui usulan ini.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Bisa memberi tanggapan sedikit.

KETUA RAPAT:

Tunggu dulu, tunggu dulu, kalau melihat penjelasan supaya kita tidak
kemana-mana melihat penjelasan pemerintah tadi intinya pemerintah, bukan juga
menolak tetapi harus di … dengan fungsi utama pemerintah, kalau itu yang
dikehendaki dari meja Pimpinan mengusulkan rumusannya dari ketiga fungsi yang
dimaksudkan di jalankan dalam kerangka representasi rakyat dan dalam rangka
memperkuat diplomasi pemerintah di tingkat internasional. Jadi kita tidak
mendahului tapi dalam rangka mendukung tugas diplomasi pemerintah
internasional, itu kalau … tapi kalau ada substansi lain di samping itu kita bisa …
bagaimana kalau pemerintah … lalu nanti kita sikap … nanti kita akomodir di … soal
itu.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Sebelum pemerintah, setengah menit saja boleh tidak?


12

KETUA RAPAT:

Ya silakan.

PEMERINTAH (AMIR SAMSUDIN/MENKUMHAM):

Terima kasih Pimpinan dan anggota.


Sebagaimana tadi dijelaskan tadi oleh Saudara Wakil Menteri Luar Negeri
sebenarnya pemerintah tadi menjaga lebih, ingin menjaga marwah dari …, sebab
mana kala fungsi-fungsi utama yang begitu sakral dan tinggi derajatnya kemudian di
… kepada diplomasi apapun namanya dengan cara yang agak cangkok begitu ya,
saya kira itulah maksud tujuan daripada pemerintah untuk tetap menjaga martabat
dan sakralnya fungsi-fungsi yang sudah ada di DPR saat ini.
Dimana oleh karenanya pasal berikutnya yang berkaitan dengan … tentu
saja, tentu hanya merupakan konsekuensi … belum disepakatinya, dimaksudkannya
fungsi baru, fungsi keempat itu yang saya kira tidak ada didalam Undang-undang
Dasar … yaitu diplomasi internasional ini. Mungkin itu tambahan kami.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik.
Nanti sikap fraksi kami serahkan waktu penyampaiannya pandangan ini nanti,
berkaitan dengan ini, itu Pak ya posisinya sudah jelas, nanti sikap kita masing-
masing.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Sebenarnya saya ingin menyampaikan … yang tidak biasa … Undang-


undang Dasar pasal 11 ayat 2 “Presiden dalam membuat perjanjian internasional …
yang menimbulkan … rakyat yang berkait dengan dengan … dan atau
mengharuskan … Undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat”, kemudian pasal 13 ayat 1 “Presiden mengangkat … “, 2 “dalam hal
mengangkat … Presiden … pertimbangan DPR” 3 “Presiden menerima … duta
negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”,
maksud saya itulah acuan … pemerintah walau fungsi-fungsi diplomat itu melekat
didalam 3 fungsi utama DPR, kalau itu tidak … tidak apa-apa tapi kayaknya yang
mengingatkan bahwa itu tidak disebut. Itu saja ketua sebagai pertimbangan karena

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih banyak, nanti di masukan dalam pandangan mini …
Jadi soal fungsi diplomatic dan passport diplomatic kita tetap pada posisi,
nanti kita akan rumuskan.

(RAPAT: SETUJU)
13

Selanjutnya yang kedua yang perlu, dari pemerintah di tingkat DPRD sudah,
DPR sudah ada kesepakatan ulang, mengenai rumusan yang terakhir tadi yang
disebut atau … DPR mengusulkan … Badan … Keahlian menjadi Badan Keahlian
DPR yang diatur dengan Peraturan Presiden pasal 425, yang terakhir.
Point ke sepuluh yang disampaikan oleh ketua Panja tadi atau huruf k apakah
pemerintah bisa, tadi rumusan perubahan Pak hanya penambahan saja untuk
memperkuat kita punya, seperti tadi dalam arti kita rumusan-rumusan, untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR dibentuk badan
keahlian DPR yang di atur dengan … , hanya itu Pak? Setuju pemerintah?

(RAPAT: SETUJU)

Baik.
Baik terima kasih banyak atas sikap pemerintah yang menyetujui usulan
dewan …
Selanjutnya yang ketiga, yang … persetujuan dengan pemerintah, mengenai
tugas, mengenai Badan Anggaran semula di tingkat Panja semua baik 9 fraksi
maupun pemerintah menyetujui status Badan Anggaran adalah ad hoc bukan
fungsinya Pak, fungsinya tetap karena itu fungsi dewan hanya sifat badan ini
disepakati di tingkat Panja waktu itu tidak bersifat tetap, alasannya adalah untuk
merespon dinamika politik eksternal dewan, hanya didalam laporan di tingkat Panja
tadi ada perubahan sikap, dari 9 fraksi PDIP mencabut sikapnya yang semula
mendukung … ad hoc menjadi bersifat tetap, demikian pula pemerintah mencabut
sikap semula dari bersifat tetap, bersifat ad hoc menjadi bersifat tetap mengenai
Badan Anggaran, mungkin ini bisa di sikapi dulu oleh pemerintah, kami persilakan.

PEMERINTAH (AMIR SAMSUDIN/MENKUMHAM):

Terima kasih Pimpinan.


Dan anggtota.
Saya kira masalah ini sekiranya juga … perkenankan kami persilakan kepada
yang bisa menjelaskan adalah dari pihak yang mewakili Menteri Keuangan kami
mohon diberi kesempatan untuk itu.
Terima kasih.

PEMERINTAH (KEMENTERIAN KEUANGAN/ DIRJEN ANGGARAN):

Terima kasih Pak.

Bapak Pimpinan dan Bapak/ ibu Anggota Pansus yang kami hormati,

Yaitu mungkin hal-hal … dari pemerintah kenapa menyampaikan dan


mengusulkan untuk bersifat tetap, … selama ini sebagaimana kita tahu … itu
panjang dan berkesinambungan, dan kita tahu pertama kali pemerintah
mengusulkan RAPBN kemudian juga … kemudian … semester I, dan kemudian
yang … LKPP, … dari pertanggung jawaban Pemerintah Pusat, dari sini … kami
melihat proses ini berkesinambungan dan berkaitan dari proses awal sampai dengan
proses LKPP dan pertanggung jawaban, dari hal ini Bapak Pimpinan dan bapak/ ibu
sekalian yang kami hormati, pandangan kami tentunya ini kami mengusulkan, tetap
bersifat tetap untuk menjaga substansi dan pembahasan, kita tahu dimana angka-
14

angka dan kebijakan dan yang kita mulai bahas RAPBN sampai dengan LKPP itu
dijaga komunikasi dan subatansinya, kalau ingin dilakukan perubahan bapak/ibu
sekalian, mungkin nanti kami menilai keputusan yang diambil kemudian itu akan
berbeda dengan perencanaan awal yang sudah kita siapkan. Ini yang pandangan
kami akan menjadi efesien dan efektif, apabila tetap tidak mengalami perubahan
sebagai …
Dan yang kedua, juga pandangan kami kita tahu dukungannya juga terkait
dengan … bahwa … ini juga menjadi satu kesatuan bapak, satu kesatuan yang
menjadi … daripada pertanggung jawaban APBN … sampai dengan LKPP, nah
inilah yang kemudian pandangan kami ini juga kita jaga kesinambungan juga
kemudian konsistensi dokumen sampai dengan itu … LKPP dan kita tahu selama ini
kalau pun anggota Banggar itu mau diganti, itu juga dibuktikan sesuai dengan
mekanisme yang ada Tatib dewan. Jadi di sini kita bisa mengkombinasikan antara
kesinambungan … tetapi juga mobilitas daripada anggota dewan juga … selama ini
dilakukan dengan sesuai …
Demikian Bapak Pimpinan yang kami sampaikan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih.
Nanti kami persilakan klasifikasi untuk menyampaikan pandangannya atas
sikap terakhir pemerintah.
Selanjutnya yang keempat, yang juga belum ada kesepakatan dengan
pemerintah, adalah butir kedelapan yang tadi disampaikan ketua Panja, tugas komisi
di Badan Anggaran pasal 98 ayat 2 butir h “rumusan dewan menyetujui atau tidak
menyetujui alokasi anggaran yang bersifat tahun jamak untuk kementerian lembaga
yang menjadi mitra kerja komisi yang bersangkutan” pemerintah mengajukan
usulan membahas dan menetapkan alokasi anggaran … yang bersifat tahunan dan
tahun jamak yang menjadi mitra komisi yang bersangkutan, tentunya kalimat ini
saling melengkapi, kami persilakan pemerintah.

PEMERINTAH (AMIR SAMSUDIN/MENKUMHAM):

Saudara Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati,

Sebagaimana kita ketahui bahwa belum lama ini kita lihat adanya putusan
Mahkamah Konstitusi, terhadap … nomor 15, dimana, jadi ini tidak seluruhnya, tidak
seluruhnya menjadi catatan tetapi didalam butir pertimbangan dari Mahkaman
Konstitusi khususnya di butir 3.21 jelas di sana mempertimbangkan bahwa dengan
pertimbangkan putusan nomor 15 ini yang kita ketahui yang dibicarakan oleh
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 dan 27 tahun 2009 yang didalamnya memuat
frase kegiatan dan jenis belanja yang mana harus dimaknai sama dengan pasal …
Ketentuan yang berlaku yang telah dipertimbangkan sebelumnya. Jadi kami hanya
melihat di sini bahwa putusan nomor 15 ini juga berlaku mutatis mutandis didalam
kegiatan komisi-komsi. Itu pendapat kami, tidak seluruhnya butir dari yang
persoalkan ini, tidak seluruhnya tetapi khusus masalah kegiatan yang nantinya
bertentangan dengan putusan MK nomor 15. Itu saja yang kami mohon perhatian.
15

Dan selanjutnya penjelasan kami sekali lagi Dirjen Anggaran akan


menyampaikan penjelasan.

PEMERINTAH (KEMENTERIAN KEUANGAN/DIRJEN ANGGARAN):

Terima kasih Pak Menteri.


Mungkin untuk yang kegiatan tadi Pak Menteri Keuangan eh Pak Menteri
Kumhan sudah menjelaskan mengenai putusan MK, tapi mungkin kami menanggapi
yang disampaikan oleh Bapak Pimpinan, … jadi … kita masih … alternative
disampaikan dan di sini pemerintah menyusulkan perubahan menjadi “membahas
dan menetapkan … yang bersifat … dan tahun jamak yang menjadi … komisi
bersangkutan”. Jadi kami … yang alternative pemerintah bapak Pimpinan, sebab
kitakan bukan menyampaikan setuju tidak setuju, tetapi membahas yang … adalah
… itu tentunya ada substantive tidak setuju. Jadi supaya bahasannya …
Itu saja yang kami sampaikan.

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih.
Nanti kita, tolong di agendakan nanti oleh masing-masing fraksi untuk
disampaikan dalam pandangan mini.
Butir yang kelima mengenai status Badan Urusan Rumah Tangga, apakah
bersifat tetap atau tidak tetap? Pasal 84, kalau bisa kita … bersifat tetap BURT,
karena fungsi-fungsi kita sudah akomodir, bagaimana, kita akomodir, BURT menjadi,
kita setuju dengan pemerintah, alat kelengkapan tetap? Bersifat tetap, usulan PDIP
bersifat tetap, kita menghormati PDIP sebagai pemenang Pemilu, tetap?

(RAPAT: SETUJU)

Untuk kelima.
Selanjutnya yang keenam, tugas Baleg pasal 106 ayat 1, pasal 106 ayat 1
huruf e dari pemerintah tadi mengusulkan tetap, tugas Baleg itu melakukan
pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsep Rancangan Undang-
undang yang di ajukan anggota, komisi atau gabungan komisi dan seterusnya, ini
soal … saja Pak, soal pembulatan dan kewenangan, kita setujui?

(RAPAT: SETUJU)

Baik.
Tadi pembulatan dan pemantapan dihapuskan. Jadi, baik.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H):

Pak Benny, yang ini apa … berkaitan dengan frase konsep, konsepsi atau
konsep, …

KETUA RAPAT:

Baik, nanti kita coba … konsepsi.


16

F-PDIP (ARIEF WIBOWO):

Ketua.

Tadi sudah diingatkan tentang.


Ijin ketua, interupsi ini.
Undang-undang … masih membunyikan “pemantapan dan pembulatan”,
“pembulatan dan pemantapan”.

KETUA RAPAT:

Itu yang kita masukan, kan tadi sesuai dengan Undang-undang … hapus,
coret saja, “pembulatan dan pemantapan” copy paste saja, baik ya.

(RAPAT: SETUJU)

Baik.
Selanjutnya bapak/ ibu Anggota Pansus, mulailah kita dengan, yang pertama
yang belum disepakati dikalangan … yang pertama adalah yang berkaitan dengan
apakah bentuk Rancangan Undang-undang ini menjadi Rancangan Undang-undang
Perubahan atau Penggantian, pemerintah setuju penggantian, dengan alasan-
alasan yang tadi sangat jelas.
Dari 9 fraksi 1 fraksi yaitu PDIP tadi mengusulkan tetap perubahan dengan
berbagai alasan. Kemudian yang kedua mekanisme pemilihan Pimpinan Dewan
yang tadi sudah sampaikan Ketua Panja. Yang ketiga mekanisme pemilihan
Pimpinan Komisi dan AKD lainnya di luar Badan Urusan Rumah Tangga dan
Mahkamah Kehormatan Dewan. Dan yang keempat apakah mekanisme penentuan
Pimpinan DPR dalam penetapan DPR mutatis mutandis untuk Pimpinan DPR di
tingkat provinsi, kabupaten dan kota, dan ini empat ini yang masih menggantung di
… Pansus 4 soal tadi.
Selanjutnya kita beralih kepada acara berikutnya yaitu pandangan mini fraksi-
fraksi sekalian tadi menanggapi sikap pemerintah yang tetap, apakah kita yang
berubah, rubah nanti langsung kita coret ya. Kemudian yang kedua sekaligus
melengkapi 4 isu pokok yang terakhir tadi.
Dengan demikian maka selanjutnya kami persilakan mulai dari fraksi yang
bungsu, yang sulung apa yang bungsu, atau sulung dulu lalu bungsu, ya kita
persilakan dulu yang sulung hak sulung walau pun nanti yang akan datang sudah
tidak ada ini, kami persilakan.

F-PD (Ir. H. MULYADI):

Terima kasih.

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota Pansus,


Yang saya hormati Menteri,
Para pejabat Eselon I,
Beserta seluruh jajarannya yang hadir pada rapat Pansus pada malam hari ini,
17

Serta hadirin yang saya hormati.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subahana Watta Allah Tuhan Yang
Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunianya maka pada malam hari ini kita
dapat melaksanakan rapat Pansus guna memberi pendapat akhir mini terhadap
Rancangan Undang-undang Perubahan Pergantian atas Undang-undang nomor 27
tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik
Indonesia.
Pembahasan atas perubahan Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD ini menjadikan pintu masuk kita untuk merubah wajah
parlemen yang beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan luas masyarakat dan kita
harapkan dengan perubahan MD3 ini, kita dapat membalikan citra DPR kepada
masyarakat mendatang.

Bapak/ ibu hadirin yang saya hormati,

Perubahan … yang dilakukan terhadap Undang-undang Nomor 27 tahun


2009 tentang MD3 ini perlu kita lakukan mengingat banyak hal-hal yang harus kita
ganti dan kita sempurnakan, seperti kita ketahui dalam pembahasan kita mulai
melakukan penguatan terhadap hak anggota dewan, lakukan penguatan kepada
komisi, tanpa mengurangi fungsi dari AKD, begitu juga kita membentuk Mahkamah
Kehormatan Dewan dalam rangka untuk menjaga martabat dan kehormatan
anggota dewan dan masih banyak substansi lainnya yang memang sudah kita
lakukan perubahan cukup mendasar dan kita harapkan dengan perubahan-
perubahan itulah kita mengharapkan citra DPR ke depan akan semakin baik.
Perubahan Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MD3 tentu ini
merupakan keinginan kita semua, dalam rangka menjaga hak kita dalam melakukan
melaksanakan hak kontitusional kita yang di imbangi dengan aspek-aspek
transparansi akuntabilitas oleh karena itu dalam pasal-pasal yang termaktup dalam
Undang-undang MD3 yang dalam hal ini kami berpendapat bahwa Undang-undang
ini adalah termasuk Undang-undang penggantian seperti yang disampaikan oleh
Pemerintah.
Berdasarkan pandangan kami tersebut di atas, pada hakekatnya Fraksi Partai
Demokrat berpendapat bahwa dapat menyetujui penggantian RUU ini dan setuju
untuk dilanjutkan dalam pengambilan keputusan tingkat II di Paripurna. Terkait
dengan beberapa catatan yang disampaikan oleh Pimpinan tadi kami ingin
mengemukakan bahwa beberapa hal terkait pendapat Fraksi Partai Demokrat yang
menyangkut diplomasi internasional beberapa pertimbangan yang disampaikan oleh
… kami dari Partai Amanat Nasional yang tercantum dalam Undang-undang Dasar
kami berpendapat dlam melaksanakan 3 fungsi tersebut dilaksanakan dalam rangka
representasi masyarakat dan memperkuat peran pemerintah dalam diplomasi
internasional, artinya tanpa dukungan legislasi dan anggaran, kami berkeyakinan
diplomasi internasional yang dijalankan oleh pemerintah tidak akan optimal. Oleh
karena itulah kami sebagai anggota DPR perlu memberi dukungan perlu kepada
pemerintah yang di sana disebutkan tadi ada 3 fungsi terutama adalah legislasi dan
anggaran, karena kami yakin pemerintah tidak akan bisa lepas dari … tersebut
dalam melakukan fungsi diplomasinya, dan apa yang kita lakukan selama ini melalui
BKSAP memang kami selalu melakukan penguatan terhadap apa yang sudah
18

dilakukan oleh pemerintah, tidak membuat kebijakan tersendiri yang berbeda


dengan fungsi diplomasi yang telah dilakukan oleh pemerintah.
Terus tadi ada masalah tim pendukung keahlian, kami juga ingin
menambahkan selain keahlian juga perlu ditambahkan tim penelitian dalam rangka
menjalankan fungsi pengawasan, sedangkan masalah Badan Anggaran, sebetulnya
seluruh fraksi dan pemerintah sebelumnya sudah sepakat bahwa itu bersifat ad hoc
namun setelah adanya dari Kementerian Keuangan apakah ini betul dari menteri,
mungkin kita anggap dari Pak Dirjen memang adalah ini amant dari Menteri
Keuangan mengembalikan … tetap, sebetulnya pada kesempatan ini kami
sampaikan kepada Pak Dirjen karena ini sebetulnya internal DPR tidak ada fungsi-
fungsi anggaran yang terganggu, apakah itu dia mau ad hoc maupun … yang ada
adalah bahwa setiap tahun itu bisa terjadi pergantian anggota … bisa tidak terjadi
ataupun bentuknya apakah dia tetap atau ad hoc tetap setidak-tidaknya dalam
bagian dalam merespon pendapat masyarakat, pendapat dari penegak hukum yang
terkemuka di Republik ini, sehingga kami berpendapat itu lebih baik ad hoc karena
tidak menggangu proses yang tejadi selama ini.
Saya rasa itu hal-hal penting yang perlu kami sampaikan terkait beberapa hal
yang disampaikan oleh Pimpinan tadi.
Dan kami juga atas nama Fraksi Partai Demokrat mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak dan juga menyampaikan permohonan maaf apabila ada hal-
hal yang termasuk Pimpinan, semua pihak termasuk Pimpinan apabila ada hal-hal
yang kurang berkenan selama kita melakukan pembahasan dan mudah-mudahan
pembahasan ini adalah merupakan suatu bagian bakti kita kepada bangsa dan
Negara dan tentunya adalah bagi sebagai Anggota DPR adalah untuk meningkatkan
kinerja dan citra kami pada masa yang akan datang. Demikian.

Wabilahitaufiklwahidayah.
Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.

Jakarta, 7 Juli 2014,


Pimpinan Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia,

KETUA, SEKRETARIS,

DR. Hj. NURHAYATI ALI ASEGGAF, M.Si TEUKU RIEFKY


HARSA

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih kepada Fraksi Partai Demokrat kalau bisa sekalian dengan soal
mekanisme Pimpinan, pemilihan Pimpinan DPR tadi kemudian komisi dan alat
kelengkapan lainnya, kan sudah ada opsi-opsinya tadi.
Baik selanjutnya kami persilakan Fraksi Partai Golongan Karya.
19

F-PG (DR. Ir. MARKUS NARI, M.Si.):

Terima kasih Pimpinan.


Pendapat akhir mini Fraksi Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, terhadap Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD disampaikan oleh DR. IR. Markus Nari, M.SI Anggota DPR RI nomor a-
269.

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang terhormat Pimpinan Pansus,


Yang terhormat Pimpinan Panja,
Yang terhormat Menteri Hukum dan HAM,
Yang terhormat Menteri Keuangan,
Yang terhormat Menteri Dalam Negeri,
Yang terhormat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi,
Dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau yang mewakili,
Yang terhormat para Anggota DPR RI,
Hadirin yang kami muliakan,

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya kita
dapat melaksanakan sidang pleno Pansus Rancangan Undang-undang MD3 dalam
sehat wal afiat, guna mengambil keputusan terhadap hasil pembahasan atas
Rancangan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD selanjutnya
perkenankan kami Fraksi Partai Golongan Karya DPR RI menyampaikan pendap
akhir mini terhadap hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD.

Saudara Pimpinan Pansus,


Saudara Pimpinan Panja,
Saudara Menteri yang kami hormati,

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sistem politik Indonesia didalam


reformasi merupakan … dari orde baru, yang sangat kuat dan diwarnai oleh politik
atau … rezim dalam melakukan kendali terhadap dinamika politik.
Salah satu aspek pengendalian dimaksud yang penting di catat adalah
menyangkut proses pengembangan kelembagaan politik perwakilan dengan segala
konsekuensi yang dihadapi pada setiap … konstruksi politik yang sangat terbuka
dan tidak partisipasi politik … menyebabkan kelembagaan politik perwakilan menjadi
lebih memberikan peran dan kewenangan lebih besar dalam rangka merespon
berbagai tuntutan dan kepentingan politik.
Amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
menjadi variable bebas yang menggerakan konstruksi politik sangat … bagi
bangkitnya demokrasi politik. Politik tidak saja menyambut realisasi antara lembaga
legislative terhadap kelembagaan … struktur politik lainnya terutama antara pihak
DPR terhadap eksekutif, tetapi juga menjadi tingkat internal kelembagaan
perwakilan, perwakilan itu sendiri, yaitu baik pada masing-masing alat kelengkapan
dan fraksi setelah masing-masing supporting system-nya, perjalanan lahirnya
20

perangkat pengaturan kelembagaan politik dalam konteks demokratisasi … dalam


rangka … menciptakan check and balance, check and balance mempunyai arti
mendasar dalam hubungan antara kelembagaan … misalnya untuk aspek legislasi,
check and balance mempunyai 5 fungsi pertama sebagai fungsi penyelenggaraan
pemerintahan dimana eksekutif dan … mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
saling terkait dan saling memerlukan konsultasi … sehingga tampak tumpang tindih,
namun di sinilah fungsi check and balance, agar tidak ada satu lembaga negara
lebih dominan tanpa … dari lembaga lain.
Kedua sebagai fungsi pembagi kekuasaan dalam lembaga … sendiri, dimana
melalui sistem pemerintah yang dianut seperti halnya sistem … di Indonesia,
diharapkan terjadi mekanisme control secara internal.
Ketiga fungsi … antara pemerintah pusat dan daerah. Keempat sebagai
fungsi akuntabilitas perwakilan dengan pemilihan. Kelima sebagai fungsi kehadiran
pemilih untuk menyuarakan aspirasinya.

Saudara Pimpinan Pansus yang kami hormati,

… keberadaan lembaga yang legislative dalam penyelenggaraan negara


sehingag harus sehingga harus mempu menjalankan tugas, fungsi dan kewenangan
dengan optimal. Dalam konteks inilah kita melihat, menggali dan memaknai
penyempurnaan Undang-undang MD3 agar … alat kelengkapan posisi fraksi atau
pengelompokan keaanggotanya dapat secara maksimal mendorong peran
kelembagaan yang kondusif bagi … perannya dalam agenda nasional. Terkait
dengan upaya penataan sistem politik yang … dalam konteks Undang-undang
tentang MD3, Fraksi Partai Golkar menilai telah dicapai adanya beberapa kemajuan
dalam mencapai Undang-undang ini, diantaranya pertama adanya penegakan,
adanya penegasan bahwa dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan
anggaran dilakukan dalam rangka representasi rakyat dan bukan melalui … mufakat
pelaksanaan fungsi DPR dalam kerjasama internasional antar parlemen baik netral
maupun multilateral.
Kedua penguatan Badan Kehormatan atau Mahkamah Kehormatan dengan
… anggota DPR, Fraksi Partai Golkar berpandangan bahwa kehormatan dan
martabat sebagai institusi pemegang kedaulatan rakyat harus dijaga dan bersih dari
hal-hal yang dapat mencederai demokrasi. Oleh karena itu penting kiranya di
perlukan penguatan Badan Kehormatan.
Ketiga, terhadap … pembentukan Badan Fungsional Keahlian Fraksi Partai
Golkar mengapresiasi hal tersebut penting kiranya lembaga DPR mendukung oleh
supporting unit yang kuat untuk meningkatkan kinerja legislative sehingga output
yang dihasilkan benar-benar maksimal sehingga mampu mempercepat …
Keempat, terhadap penegakan nilai-nilai demokrasi sesuai dengan Undang-
undang Dasr 1945 maka Pimpinan DPR RI dipilih dari dan oleh anggota DPR atau
alternatif ketiga pasal 84.
Kelima, terhadap Badan Anggaran maka Fraksi Partai Golkar sepakat bersifat
tetap.
Keenam, terhadap … belum dapat diteruskan, sudah Pak sebentar lagi
bapak. Keenam, terhadap … yang belum dapat diputuskan dalam forum Panja atau
… agar di bawa ke forum yang lebih tinggi untuk diambil keputusan yaitu pada rapat
Paripurna.
21

Saudara Pimpinan Pansus,


Saudara Pimpinan Panja,
Saudara Menteri Hukum dan HAM yang kami hormati,

Akhirnya berdasarkan pandangan dan pengujian di atas serta telah di


akomodasi beberapa isu crucial yang berkembang dalam pembahasan materi
perubahan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD maka Fraksi
Partai Golkar DPR RI dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim dan
mengharap petunjuk dan ridho Allah Subahana watta Allah menyatakan setuju untuk
dibahas di tingkat lebihlanjut. Demikian pendapat akhir mini Fraksi Golongan Karya
DPR RI semoha Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan perlindungan dan
kekuatan kepada kita sehingga kita semua dapat menjalankan tugas-tugas
konstitusional dengan sebaik-baiknya.

Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.

Pimpinan Pansus Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia

DR. AZIZ SYAMSUDDIN, ketua.

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih banyak, luar biasa Golkar juga … sikapnya yang semula
meminta pakar ad hoc tetapi membuat menjadi tetap, demikian juga tadi Demokrat,
dari tetap, dari ad hoc menjadi tetap.
Baik.
Terima kasih.
Jadi sudah semakin jelas ini keadilan demokrasi kita ini, luar biasa
musyawarah mufakat, serba refolusi, serba cepat.

(RAPAT: SETUJU)

Baik.
Selanjutanya yang terhormat kami persilakan Fraksi PDIP.

F-PDIP (ARIEF WIBOWO):

Terima kasih Pak Ketua.

Pendapat Mini Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan


Perwakilan Rakyat Indonesia tentang Rancangan Undang-undang tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 tahun 209 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tanggal 7 Juli 2014 dibacakan
oleh Arif Wibowo nomor anggota A-380.

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.
22

om swastiastu.
Dan merdeka.

Pimpinan dan anggota Pansus yang kami hormati,


Saudara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Yang mewakili Menteri Dalam Negeri,
Yang mewakili Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas,
Yang mewakili Menteri Keuangan,
Dan yang mewakili Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yang kami
hormati dan banggakan,

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmatnya sehingga kita dapat terus diberi kesehatan dan kekuatan
lahir batin untuk melaksanakan tugas konstitusional kita melakukan
tanggapan penyampaian pendapat mini Rancangan Undang-undang atas
Undang-undang nomor 27 tahun 2009, demi kepentingan … demokrasi dan
kedaulatan rakyat di Indonesia.

Fraksi PDIP memendang keberadaan Rancangan Undang-undang ini


memeliki posisi statis terkait pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat yang
dimanifestasikan dalam lembaga permusyawaratan yaitu MPR, dan lembaga
Perwakilan yaitu DPR, DPD dan DPRD, namun sejak awal Fraksi PDI Perjuangan
menghendaki pengaturan mengenai lembaga Permusyawaratan dan Perwakilan
melalui Undang-undang haruslah di sesuaikan dengan amanah Undang-undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagai hukum dasar Negara yang
menghendaki pengaturan masing-masing lembaga di wujudkan dalam Undang-
undang tersendiri.
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
menyatakan bahwa Mejelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, yang dipilih melalui
Paemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan Undang-undang. Pasal 19 ayat (2)
Undang-undang Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa
sesunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan Undang-undang begitu juga pasal
22 (c) ayat (4) menyatakan bahwa susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan
Daerah diatur dengan Undang-undang, makna diatur dengan Undang-undang dalam
ketentuan pasal 2 ayat (1), pasal 19 ayat (2) dan pasal 22 C ayat (4) tersebut adalah
bahwa MPR, DPR dan DPD harus diatur dengan Undang-undang tersendiri, fakta
bahwa Pansus mengingkari kehendak konstitusi dengan menggabungkan
pengaturan ketiga lembaga dalam satu Undang-undang menurut Fraksi DPI
Perjuangan adalah bentuk pendidikan politik yang buruk bagi upaya membangun
budaya konstitusionalisme dan … terhadap konstitusi Negara kita.
Aspek formil lainnya terkait dengan penyusunan Rancangan Undang-undang
ini yang menjadi catatan Fraksi PDI Perjuanangan adalah mengenai penggolongan
Rancangan Undang-undang ini sebagai racangan Undang-undang pergantian dalam
… Rancangan Undang-undang perubahan padahal Rancangan Undang-undang
tidak memenuhi syarat disebut sebagai Rancangan Undang-undang penggantian
melainkan lebih tepat sebagai Rancangan Undang-undang Perubahan sebagaimana
diatur persyaratannya sesuai angka 237 lampiran Undang-undang nomor 12 tahun
2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
23

Mengingat; 1) sitematiknya tidak berubah karena sistematikan Rancangan


Undang-undang ini tetap sama dengan Undang-undang nomro 27 tahun 2009,
materi perubahan didalam lebih dari 50% yang dibuktikan dari 408 pasal dalam
Undang-undang ini yang mengalami perubahan hanya 112 pasal yang itu berarti
hanya 27,45%, esensinya tidak berubah mengingat secara substantive rancangan
Undang-undang ini tetap membuat pengaturan, menuju terwujudnya lembaga
Permusyawaratan Perwakilan yang demokratis efektif dan akuntable sebagaimana
esensi dan yang ada dalam Undang-undang MD3.
Selain mengenai permasalahan keabsahan formil, secara materil Fraksi PDI
Pejuangan juga ingin memberikan pandangan terkait beberapa substansi dalam
Rancangan Undang-undang yang selama ini telah kami sampaikan dalam setiap
pembahasan baik di Pansus, Panja maupun Timus yakni pertama; diakomodasinya
pengaturan tugas … dalam pasal 4 (a) yaitu … (a) … ketetapan MPR, (b)
memasyarakatkan Pancasila, Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhenika Tunggal Ika, (c) mengkaji
sistem ketata negaraan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 serta
pelaksanaannya, (d) menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan
Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 merupakan langkah maju
sebagai upaya penguatan fungsi dan peran MPR ke depan, namum mengingat
wewenang dan tugas MPR dalam pasal 4 dan pasal 4 (a) merupakan hal strategis
yang memerlukan dukungan keahlian dalam pelaksanaannya, maka menjadi suatu
kebutuhan untuk membentuk badan … ketatanegaraan sebagai sistem pendukung
MPR yang berkedudukan sebagai Badan Fungsional Keahlian yang mempunyai
tugas memberikan pelayanan keahlian kepada MPR dalam rangka pelaksanaan
wewenang dan tugas sangat kami sayangkan karena dalam draf RUU trakhir yang
kami terima pengaturan mengenai Badan Pengkajian Ketatanegaraan belum di
akomodasi.
Dua, di akomodasinya usulan perubahan pasal 82 mengenai tata cara
pemilihan DPR kami anggap sebagai kejahatan demokrasi yang … prinsip
kedaulatan rakyat, mengingat usulan perubahan tersebut tidak di dasarkan pada
alasan hukum yang cukup dan sangat kental aroma politik, … mayorit yang tidak di
dasarkan kepada ... politik sesuai Pancasila sebagai dasar Negara.
Perubahan penetapan Pimpinan DPR, silakan tertawa, yang awalnya berasal
dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR, menjadi
milik dari dan oleh anggota DPR, telah … menggangu konstitusi dan prinsip-prinsip
hukum lainnya, yaitu (a) menurut pertimbangan hukum Mahkaman Konstitusi dalam
putusan nomor 21/ PU/ IX/ 2011 tentang pengujian Undang-undang nomor 27 tahun
2009 tentang MD3 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD di antara pilihan apakah
Pimpinan DPR/DPRD itu dipilih dari dan oleh anggota atau ditetapkan berdasarkan
perolehan kursi di DPR atau DPRD yang paling memenuhi prinsip keadilan adalah
penentuan komposisi kepemimpinan DPR/ DPRD secara proporsional berdasarkan
urutan perolehan kursi masing-masing Parpol perserta Pemilu yang besangkutan,
ketentuan ini sangat … karena peroleh peringkat kursi juga menunjukan konfigurasi
peringkat pemilihan rakyat sebagai pemegang kedaulatan terdapat setiap Parpol
dengan demikian pengaturan dalam pasal 82 bukan sekedar di hasilkan pada DPR
berwenang menetapkan sistem pemilihan model apapun tetapi pengaturan masalah
pasal 82 harus diarahkan untuk meraih tujuan hukum yang palign utama yaitu
keadilan sebagai mana yang telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi, (b) dilihat
dari aspek kepastian hukum perubahan pasal 82 telah di tetapkannya, setelah
ditetapkannya hasil Pemilu 9 April 2014 adalah untuk memberlakukan asas … yang
24

sangat bertentangan dengan asas kepastian dan keadilan hukum serta syarat
dengan …. Kepentingan politik sesaat.
Dari aspek kepastian hukum seharusnya keinginan untuk merubah pasal 82
dilakukan sebelum pelaksanaan Pemilu 9 April lalu, masuknya unsur perubahan
pasal 82 secara tiba-tiba setelah di tetapkannya hasil Pemilu legislative menunjukan
bahwa usulan tersebut telah merusak itikad demokrasi dan syarat dengan
kepentingan tertentu yang bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik.

Pimpinan dan para Anggota Panitia khusus,


Serta wakil pemerintah yang kami hormati,

Hal-hal yang kami tegaskan di atas itu menurut Fraksi PDI Perjuangan perlu
di cermati dengan sangat seksama dan segera ditindaklanjuti, jangan sampai
penyusunan RUU ini yang menurut kami juga dilakukan secara terburu-bur dan
tanpa di Pimpin oleh suasana himat kebijaksaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan pada akhirnya akan menjadi produk hukum yang inkonstitusional karena
bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dan prinsip hukum lainnya, akan sangat bijak jika Pansus dan pemerintah
bersepakat untuk menunda dan pengambilan keputusan terhadap RUU ini dan
menyusunnya kembali sesuai dengan asas-asas pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang patut, penundaan pengambilan keputusan ini sangat
diperlukan untuk membuat sempurnanya rancangan Undang-undang melalui
penyesuaian Rancangan Undang-undang baik aspek formil maupun materil
terhadap ketentuan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-
undangan maupun putusan Mahkaman Konstitusi terkait pengujian Undang-undang
ini, apabila Pansus dan pemerintah tetap bersikukuh untuk mengambil kesepakatan
dan melanjutkan Rancangan Undang-undang ini untuk di tetapkan dalam sidang
Paripurna maka kami Fraksi PDI Perjuangan secara tegas didasarkan pada
semangat untuk menegakan demokrasi konstitusional di negeri ini menyatakan tidak
menyetujui Rancangan Undang-undang ini sebagai tindaklanjut sikap tidak
persetujuan ini, Fraksi PDI Perjuangan tidak akan ikut bertanggung jawab apabil
Rancangan Undang-undang ini ketika di tetapkan dan di sahkan menjadi Undang-
undang akan mendapatkan reaksi … dari masyarakat yang berujung kepada
pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi.
Demikian terima kasih.

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Merdeka.

… Pansus RUU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,


Ketua
Ir.H. DARYATMO MARDIYANTO
Nomor Anggota A-355.
25

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih kami sampaikan kepada Fraksi PDIP atas pandangan Fraksi
yang tadi telah disampaikan dengan bahasa yang begitu jelas.
Baik.
Selanjutnya kami siapkan Fraksi PKS.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Pandangan Mini Fraksi Partai Keadilan Sejehtara


terhadap
Rancangan Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD,

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota DPR,


Pemerintah, … kita panjatkan puji syukur bagi kehadirat Allah Subahana Watta
Allah dan rahmat dan nikmatnya … dan sampai saat ini kita masih hadir dan
melaksanakan tugas kenegaraan, selawat dan salam semoga … Muhammad …
keadilan yang harusnya ditegakan … yang sejahtera,

Hadirin yang kami hormati, Partai Keadilan Sejahtera memandang bahwa


telah terjadi perubahan landscape politik di negera kita, perubahan-perubahan
tersebut di … dari pertama adalah perubahan di sistem Pemilu, kemudian yang
keduanya adalah beberapa perubahan yang terjadi kaitannya dengan ungkapan
terhadap Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD, putusan tentang gugatan komponen masyarakat tersebut menghasilkan
beberapa perubahan signifikan yang pertama mengurangi kewenangan DPR dalam
pembahasan anggaran dan pendapatan belanja Negara, yang keduanya menambah
kewenangan atau menambah, tepatnya menambah kewenangan DPD dalam ikut
serta membahas proses pembentukan perundangan, yang ketiganya adanya upaya
untuk menyesuaikan dengan perkembangan … didalam pembentukan Undang-
undang berdasrkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan
Peraturan Perundangan.
Berdasarkan perubahan landscape politik tersebut maka kemudian Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera memandang perlu restrukturisasi, Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera sebenarnya melihat perlunya adanya penyesuaian struktur DPR terdapat
perubahan landscape tersebut, kira-kira begitu.
Nah bapak dan ibu sekalian,
Melihat perkembangan yang terjadi sebenarnya Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera dapat memahami sepenuhnya kekhawatiran pemerintah. Jadi pertama
tentang kaitannya dengan Badan Anggaran, kaitannya dengan masalah Badan
Legislatif, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dapat memahami kenapa tetap walaupun
kemudian kita menginginkan tidak tetap.
Dan kemudian terkait dengan Pimpinan, Fraksi Partai Keadlian Sejahtera
sebenarnya juga menginginkan tetap, tetapi dinamika perubahan landscape politik
membutuhkan itu.
26

Karena itu bapak/ ibu sekalian dan pemerintah yang kami hormati,
Setelah melakukan kajian dan telaah yang mendalam, secara intensif maka
dengan ucapkan bismillahirrahmanirrahim Fraksi Partai Keadilan Sejahtera setuju
pembahasan lebih lanjut Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk
dibahas didalam tahap selanjutnya dengan catatan khusus terhadap tema-teman
yang terkait dengan pertama masalah diplomasi, fungsi diplomasi dari DPR,
kemudian keduanya adalah catatan terhadap permanennya Badan Anggaran,
kemudian adalah catatan terhadap nama dari Undang-undang ini, apakah
pergantian atau perubahan kemudian keempatnya adalah tentang masalah
mekanisme pemilihan Pimpinan Komisi dan alat kelengkapan dewan, dan kemudian
yang berlakunya pemilihan, mekanisme pemilihan ini secara mutatis mutandis ke
DPRD.
Demikian pandangan secara singkat yang disampaikan Fraksi Partai PKS,
atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Wabillahitaufik walhidayah
Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.

Pimpinan Fraksi Partai keadilan Sejahtera Pak AUS HIDAYAT NUR nomor
Anggota A-82, di tandatangani KH. Ir. ABDUL HAKIM, MM Sekretaris …

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih.
Kepada Fraksi PKS selanjutnya kami persilakan Fraksi PAN.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Yang terhormat Pimpinan dan anggota Dewan,


Yang terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM,
Jajaran Pemerintah,

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahnya pada kita semua sehingga kita dapat menghadiri
sidang dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-undang tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
yang menurut fraksi kami bukan sebagai perubahan tapi penggantian.

Saudara Pimpinan dan anggota Dewan,

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 memberikan amanah kepada


Pemerintah untuk wajib melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bahwa kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan harus ditindak lanjuti dengan
pembentukan lembaga Permusyawaratan Rakyat , Lembaga Perwakilan Rakyat dan
27

Lembaga Perwakilan Daerah yang mampu mewujudkan nilai dan prinsip dinamika
berbangsa dan bernegara.

Saudara Pimpinan dan anggota Dewan yang terhormat,

Amandemen Undang-undang Dasar 1945 dalam era reformasi merupakan


dasar bagi perbaikan sendi bangsa Indonesia, komitmen reformasi guna
mewujudkan cita-cita bangsa dilakukan melalui mekanisme konstitusi dalam
mengatur kekuasaan dan hubungan antara programnya, karenanya keberadaan
MPR, DPR, DPD, dan DPRD memiliki kedudukan penting dalam tonggak negara
demokrasi.

Saudara Pimpinan, Pemerintah, dan anggota Dewan yang terhormat,

Rancangan Undang-undang MD3 ini perlu dinamika pembahasan karena


pengusulan berbagai elemen masyarakat telah berusaha ditampung dan dimuat
dalam Rancangan Undang-undang, terdapat beberapa catatan dari fraksi PAN
mengenai Rancangan Undang-undang MD3 ini diantaranya fraksi PAN berbendapat
alat kelengkapan DPR sebagai organ vital DPR dalam rangka tugas dan fungsinya
harus disusun dengan cermat dan bijaksana. Keberadaan kelengkapan Dewan
yang bersifat tetap seperti Badan Legislasi, Badan Anggaran, BURT, akuntabilitas
keuangan negara menjadi isu pembicaraan yang kritis dalam rapat panja dan
pansus disebabkan adanya keinginan yang kuat untuk menjadikan program DPR
dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien. Selama ini disadari bahwa
kinerja DPR terjadi penurunan oleh sebab sistem manajemen.
Struktur alat kelengkapan Dewan yang cenderung gemuk, bertele-tele dalam
prosedur merupakan salah satu gejala umum yang perlu disembuhkan, dalam
rangka melakukan instrospeksi mendalam ini akhirnya disepakati BAKN dihapus
keberadaannya dan ada keinginan kuat untuk merombak Badan Anggaran, Baleg
dan BURT menjadi adhoc. Bagi fraksi PAN sesungguhnya komitmennya bukan
pada status kelembagaan yang bersifat tetap atau adhoc itu yang lebih penting
fungsi budgeting, legislasi, controling yang dimiliki DPR harus diberdayakan. F-PAN
berpendapat penguatan hak-hak konstitusional rakyat yang dijalankan oleh DPR
dalam menjalankan sistem presidensil hanya diwujudkan melalui penguatan sistem
pendukung yang memiliki keahlian teknis dan otonom, sistem pendukung ini
diletakan di kesekretariatan Jenderal DPR.
Dengan demikian DPR menitikberatkan pada kerja penting, sementara kerja
teknis dilakukan oleh kesekretariatan. Namun disayangkan Pemerintah belum
menyepakati kesekjenan DPR disahkan menjadi eksekutif dan otonom dibawah
DPR.

Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat,

Alhamdulillahirrabillalamin, Rancangan Undang-undang MD3 telah


disempurnakan dalam banyak hal, selain fungsi pokok DPR sebagaimana disebut di
atas juga fungsi lainnya yang melekat seperti menyangkut imunitas DPR, hak-hak
anggota, bentuk dan sifat Dewan Kehormatan, serta untuk ...(suara tidak jelas)
fungsi-fungsi diplomatik dan perubahan...(suara tidak jelas).
Fraksi kami ingin mengoreksi sikap Pemerintah yang mengabaikan fungsi-
fungsi diplomatik DPR akan memperhatikan Pasal 11, 12, 13 Undang-undang Dasar
28

1945 hasil amandemen dimana dengan jelas fungsi tersebut. Sampai pada tingkat I
Rancangan Undang-undang MD3 sampai pembahasan tingkat I pansus belum
menyepakati berkenaan ...(suara tidak jelas). Fraksi kami berpendapat untuk
memperkuat sistem murni parlemen Indonesia maka pola rekrutmen akan lebih
dibuka untuk mendekatkan pada hak rakyat yang telah menghabiskan Rp 500 triliun
lebih untuk menyelenggarakan pemilu yaitu dengan memberikan kedaulatan kepada
anggota dan fraksi sebagai sumber kepemimpinan DPR dan untuk DPRD kami
mengusulkan perilaku mutatis mutandis, oleh karena tidak semua anggota Pansus
menyepakati usulan ini maka fraksi PAN dengan mengucapkan
alhamdulillahirrabbilalamin dapat menerima hasil kerja Pansus dan memandang
hasil pembahasan tingkat I Rancangan Undang-undang ini sudah maksimal,
selanjutnya kami setuju untuk melanjutkan pembahasan ditingkat II dalam Paripurna.
Demikian pendapat mini fraksi PAN semoga di bulan Ramadhan ini bisa
disahkan menjadi Undang-undang mendapatkan berkah dari Allah SWT dan
memberi manfaat sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Terima
kasih untuk semuanya dan mohon maaf bila terdapat kekurangan.

Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Jakarta, 7 Juli 2014

PIMPINAN FRAKSI PAN

KETUA, SEKRETARIS,

IR.H. CATUR SARTO EDY IR. TEGUH


JUWARNO

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik.
Terima kasih kepada Fraksi PAN, selanjutnya kami persilakan.

F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.):

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Yang terhormat saudara Pimpinan Pansus,


Yang terhormat saudara Menteri Hukum dan Ham,
Menteri Dalam Negeri dan Wakil Menteri Luar Negeri,
Saudara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi atau
yang mewakili,
Yang terhormat yang saya banggakan rekan-rekan Pansus,
29

Mengawali pertemuan ini kita panjatkan rasa syukur kita karena berkat
rahmat dan karunianya kita dapat hadir untuk menjalankan tugas, dan
mengutarakan pendapat mini fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-undang
MPR, DPR, DPRD, DPD dalam keadaan sehat wal’afiat, selanjutnya salawat dan
salam marilah kita sampaikan kehadirat Rasullah SWT...(suara tidak jelas).

Pimpinan Pansus yang terhormat,

Ada yang ingin kami sampaikan, tentu yang pertama Fraksi PPP memberi
apresiasi yang tinggi terhadap pansus ini ...(suara tidak jelas). Dari awal dari sejak
kita mengantarkan pertemuan ini, fraksi PPP,... menginginkan Undang-undang ini
sesuai dengan ...(suara tidak jelas), tetapi perkembangan didalam yang
memungkinkan, dan oleh karenanya karena memungkinkan fraksi PPP dengan
berat hati menerima rangkaian Undang-undang ini masih dalam satu paket seperti
itu.
Catatan kedua, sesungguhnya fraksi PPP ingin melakukan perubahan-
perubahan yang fundamental dalam...(suara tidak jelas), menjadi best centrum yang
tidak memuaskan kita semua, dan usaha secara maksimal dan pokok persoalan itu
menjadi kesepakatan. Kami fraksi PPP sesungguhnya menilai pokok persoalan
adalah episentrum (suara tidak jelas), kami ingin menyampaikan perubahan fungsi
Badan Anggaran itu sesungguhnya kelembagaan yang disepakati...(suara tidak
jelas), jadi PPP dengan berat hati menyetujui usul Pemerintah ...(suara tidak jelas)
tidak adhoc...(suara tidak jelas).
Yang kedua pada legislasi, jika tidak awalnya keinginan adhoc saya di Badan
Legislasi mengetahui bahwa problem 5 tahun di Badan Legislasi, persoalan Undang-
undang ini menjadi bagian....(suara tidak jelas), lagi-lagi Pemerintah belum
menyetujui, dengan berat hati juga PPP ini juga menyetujui...(suara tidak jelas),
penguatan kesekjenan juga yang ingin menjadi pokok persoalan juga ternyata belum
ada kesepahaman juga, mudah-mudahan ke depan Pemerintah dapat membuka
ruang untuk perubahan, oleh karena itu dengan catatan juga PPP memberikan
persetujuan juga, begitu juga dengan status DPRD, karena prinsipnya mereka sudah
dipilih...(suara tidak jelas), memberikan persetujuan kepada Pemerintah, kita belum
dapat apa-apa, menyangkut yang masalah diplomasi ini pun kami mengusulkan
sesungguhnya alasan argumentasi sudah disampaikan oleh kawan kami dari PAN,
sesungguhnya apa yang kami ....tidak melanggar pasal-pasal yang ada, oleh karena
itu tadi ada usul dari Pak... kami memberikan usul khusus untuk ini jadi Pasal 70
DPR mempunyai fungsi legilasi anggaran dan pengawasan, ketika fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam rangka represensi rakyat
dan diplomasi dalam rangka memperkuat dan mendukung fungsi dan kewenangan
diplomasi yang dilakukan Pemerintah dalam rangka memperkuat dan mendukung
fungsi dan kewenangan diplomasi internasional yang dilakukan oleh Pemerintah,
untuk yang ini Pak Menteri Pak Amir untuk yang lainnya sudah kami berikan semua,
untuk yang ini mudah-mudahan disetujui juga.

KETUA RAPAT:

Pak Yani saya ingatkan, kok ngemis-ngemis gitu sih?...(suara tidak jelas).
30

F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.):

....( suara tidak jelas) Yang terakhir khjusus tentang tata cara pemilihan
Pimpinan DPR, Komisi, DPRD saya kira kami menyetujui perubahan itu karena ini
sudah tidak mungkin lagi dipertemukan dalam Pansus ini...(suara tidak jelas), untuk
kali ini saya kira agak beda sedikit oleh karena itu PPP kalau memang tidak bisa
sampai khusus untuk ini dibawa ke Paripurna, dan berlaku juga untuk DPRD ,
mudah-mudahan besok sebelum Paripurna sudah ada titik temu pada Dewan-
Dewan, saya kira itu yang saya sampaikan, terima kasih, dan saya kira kepada
kawan-kawan kalau selama ini ada kata yang tidak pas mohon dibukakan pintu
maaf.

Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kami sampaikan kepada fraksi PPP.


Selanjutnya kami persilakan Fraksi PKB.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pendapat mini Fraksi Kebangkitan Bangsa atas Rancangan Undang-undang


tentang perubahan atas Undang-undang nomor... tahun 2009, tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD disampaikan oleh jubir fraksi PKB Abdul Malik haramain, A-161.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Yang saya hormati Pimpinan Pansus.


Yang saya hormati anggota Pansus.
Yang saya hormati bapak Menteri Hukum dan Ham dan Kementerian yang lain.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
hari ini kita bisa melaksanakan rapat penting dan kita mendapatkan Ridho dan
hidayahNya, yang kedua kalinya shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
dan yang ketiga kalinya terima kasih kepada Pimpinan atas kesempatan yang
diberikan kepada kami.

Bapak dan Ibu sekalian,


Pimpinan Pansus dan saudara sekalian yang kami hormati,

Kami ingin menyampaikan beberapa hal yang menjadi catatan kami selama
kami mengikuti rapat, tentu saja fraksi PKB mendukung upaya peningkatan kinerja
dalam (suara tidak jelas) perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Yang kedua sejak awal keterlibatan fraksi PKB di Pansus ini dimaksudkan
memperkuat tugas DPR untuk menjalankan fungsi pokoknya, selain fungsi legislasi,
anggaran dan fungsi pengawasan yang dianggap oleh masyarakat belum maksimal,
dan ini dimaksudkan untuk memastikan aspek keterwakilan dari DPR menjadi
sangat penting dan fundamental, komunikasi anggota DPR sudah diakomodasi
31

sedemikian rupa dalam...(suara tidak jelas), karena itu kami mendukung


sepenuhnya upaya penguatan untuk memperkuat fungsi itu.
Catatan kami yang ketiga adalah sebetulnya aspek produktifitas sejak awal
PKB sudah membahas revisi Undang-undang ini untuk memajukan produktifitas
parlemen, kita yakin dan kami sadar aspek produktifitas sebetulnya terkait faktor
disiplin, kompetensi, dan sistem seperti tenaga ahli dan sebagainya, kami sepakat
Rancangan Undang-undang yang kita bahas hari ini sudah mengakomodasi
kemungkinan, yang terpenting adalah bagaimana memperkuat produktifitas
parlemen dalam menjalankan tugasnya. Menurut catatan kami bahwa maksud dan
tujuan kami ikut di pansus ini untuk melakukan rasionalisasi pada alat kelengkapan
DPR, dan saya kira perdebatan muncul dari sekian banyak alat kelengkapan Dewan.

Bapak dan Ibu sekalian yang saya hormati,


Pimpinan dan Pemerintah,

Karena itu kami memberikan catatan spesifik tentang catatan mulai dari
panja, timus, timsin, sampai pansus, yang pertama tentang bentuk atau status
pembahasan Undang-undang ini, apakah itu perubahan atau berganti menjadi
Undang-undang, bagi kami tidak mudah untuk memutuskan amanah revisi termasuk
perubahan atau pergantian, ketika kita memutuskan ini sebagai pergantian maka
saya kira konsekuensi lebih besar dan bisa menyentuh aspek nomenklatur
Rancangan Undang-undang ini.
Yang kedua tentang fungsi diplomasi internasional, sampai sekarang saya
tidak menemukan alsan yang substansi dari Pemerintah, kenapa Pemerintah
menolak alasan fungsi diplomasi intennasional ini, bagi kami terminologi fungsi tidak
sama dengan tugas apalagi tugas pokok Pemerintah, pelaksanaan fungsi diplomasi
yang akan dilakukan sama sekali tidak bertentangan dengan Undang-undang
apalagi tugas pokok parlemen yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan, justru
kemudian fungsi diplomasi itu akan memperkuat kerja Pemerintah kepada lembaga-
lembaga di internasional.
Yang kedua, alasan kami kenapa kami ingin fungsi diplomasi tetap
dicantumkan karena fungsi itu sudah dilaksanakan DPR apakah oleh alat
kelengkapannya atau anggota DPR secara individu atau ...(suara tidak jelas), karena
itu sebetulnya menghapus fungsi diplomasi internasional sebetulnya sesuatu yang
sia-sia karena fungsi itu kurang, alasan kami bahwa sampai sekarang kami belum
mendapatkan alasan yang jelas tentang kenapa Pemerintah menolak fungsi
diplomasi internasional, sekali lagi bagi kami yang disebut fungsi diplomasi
internasional sangat jauh dengan tugas pokok Pemerintah, prinsipnya bahwa fungsi
diplomasi internasional sama sekali tidak mengurangi fungsi diplomasi yang
dilakukan oleh Pemerintah.
Pimpinan, catatan ketiga tentang posisi mekanisme penentuan ketua dan
Pimpinan DPR, kami berpendapat bahwa aturan main yang lama menurut kami
sesuai dengan aturan baru yang akan diusulkan oleh Pansus dan kita sebagai
anggota parlemen menghormati dan menghargai siapa yang paling pas dan berhak
untuk menjadi Pimpinan DPR, fraksi PDIP saya kira ...(suara tidak jelas), saya kria
penghargaan itu tentu saja harus diberikan dengan cara tidak mengutak atik
mekanisme penentuan ketua dan Pimpinan DPR...(suara tidak jelas), yang jelas-
jelas pasti mendapatkan kepercayaan dari publik karena itu kami menolak
mekanisme untuk mengubah mekanisme ...(suara tidak jelas). Juga rencana
pemberlakuan yang sama tentang mekanisme penentuan Pimpinan ...(suara tidak
32

jelas) karena itu berefek negatif kepada penentuan DPR baik provinsi, kabupaten
kota, karena itu kami tetap berpandangan semestinya, sewajarnya ....(suara tidak
jelas) apakah itu di DPR Republik Indonesia, ataukah di DPRD.
Yang selanjutnya ke empat, alasan mekanisme Pimpinan, saya kira aspek
proporsionalitas harus menjadi alasan utama sehingga sekali lagi tidak akan
mengubah (suara tidak jelas), pasti akan berefek pada perjalanan tugas-tugas
komisi dan alat kelengkapan yang lain.
Yang kelima, masalah Banggar, kami tetap menganggap posisi Banggar kami
menginginkan adhoc, BURT tetap kami mengatakan statusnya adhoc, Baleg kita
punya pendirian karena ...(suara tidak jelas) tetap posisi Baleg tetap, karena itu
beberapa catatan kami menurut kami Pimpinan beberapa catatan menyimpulkan
bahwa PKB merasa ada beberapa pasal, ada beberapa klausul, beberapa
kesimpulan ...(suara tidak jelas), karena itu kami menganggap Rancangan Undang-
undang ini bisa dipaksakan untuk disahkan di forum selanjutnya, dengan catatan
PKB merasa bahwa hendaknya diselesaikan melalui forum yang terhormat ini,
dibawa ke forum yang lebih tinggi dalam situasi yang seperti ini, PKB bermimpi
bahwa suatu saat kita punya Undang-undang yang kita putuskan secara bulat
karena itu forum pansus adalah forum yang paling tepat untuk berupaya untuk
menyamakan pendapat dari sekian banyak pasal, dengan bacaan
bismillahirrahmanirrahim dan memohon ridho Allah SWT PKB akan berusaha
Rancangan Undang-undang di forum selanjutnya sebaiknya ditunda untuk
kemudian kita selesaikan di forum-forum sebelumnya, demikian pendapat mini fraksi
PKB, atas perhatian kami sampaikan terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Jakarta, 7 Juli 2014

PIMPINAN FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI

KETUA RAPAT SEKRETARIS

MARWAN JAFAR MUH. HANIF DHAKIRI

Terima kasih.
Mohon maaf Pimpinan belum bisa saya serahkan karena kita akan revisi,
terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih fraksi PKB atas penjelasannya, selanjutnya kami persilakan


fraksi Gerindra.

F-GERINDRA (DESMOND JUNAIDI MAHESA):

Terima kasih Pimpinan.

PENDAPAT MINI FRAKSI PARTAI GERINDRA


33

TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-


UNDANG MD3
Disampaikan oleh
DESMOND JUNAIDI MAHESA

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang kami hormati Menteri Hukum dan HAM.


Bapak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Para wakil Menteri dan wakil Menteri yang lain.

Saya ingin mengulas perbedaan antara Pemerintah dengan fraksi Gerindra,


pertama saya merspon tentang Badan Anggaran, fraksi Gerindra tetap
berpandangan bahwa badan ini harus adhoc, yang kedua kita setuju dengan
Pemerintah yang selanjutnya dicatat tetap fungsi diplomasi internasional, kami
sebenarnya tidak sepakat dengan Pemerintah tapi kami ada catatan yang menjadi
bahan pertimbangan bagi Pemerintah catatan itu adalah dalam rangka ...(suara tidak
jelas) dan memperkuat peran negara Republik Indonesia dalam menjalankan politik
luar negeri yang bebas aktif sebenarnya mendukung Pemerintah dalam rangka
politik luar negeri, ini catatan lain tentang perbedaan antara Pemerintah dengan
fraksi yang ada di DPR, yang selanjutnya perbedaan diantara kita fraksi ini, fraksi
Gerindra ingin dilanjutkan saja ke tahap selanjutnya, ini yang ingin kami sampaikan
atas perhatian bapak dan ibu sekalian, Pemerintah juga, kami sampaikan terima
kasih.
PIMPINAN PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETUA SEKRETARIS

H. AHMAD MUZANI EDHY PRABOWO,


MM, MBA

Demikian atas perhatian kami ucapkan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih kami sampaikan kepada fraksi Gerindra.


Selanjutnya kami persilakan fraksi partai Hanura.

F-HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H.):

Baik, terima kasih.

Pimpinan, bapak ibu anggota Pansus yang saya hormati,


Dari pihak Pemerintah, Menteri hukum dan Ham, dan seluruh jajarannya.
34

Pandangan mini fraksi partai Hanura terhadap Rancangan Undang-undang


tentang perubahan nomor 27 tahun 2009 tentang MD3, perubahan dalam politik kita
juga sering kali mempengaruhi kualitas demokrasi juga fungsi kelembagaan sebagai
komponen penting dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi itu sendiri,
sehingga substantif perubahan Undang-undang 27 tahun 2009 merupakan salah
satu agenda penting bagi optimalisasi peran kelembagaan perwakilanr rakyat dalam
menciptakan check and balances antara lembaga legislatif serta lingkungan
substansial (suara tidak jelas).
Fraksi partai Hanura berpandangan bahwa kebijakan politik hukum
perubahan atas Undang-undang 27 tahun 2009 diharapkan ...(suara tidak jelas)
dalam rangka penyempurnaan...(suara tidak jelas) sehingga proses penyerapan dan
penyaluran aspirasi rakyat berjalan dengan baik untuk pencapaian kesejahteraan
rakyat.
Dalam perkembangan pembahasan Rancangan Undang-undang ini di awal
kita sangat berharap perubahan ini merupakan perubahan radikal fundamental
sehingga dapat membawa perubahan suatu kelembagaan politik baik penguatan
fungsi kelembagaan MPR, DPR, DPD, dan DPRD beserta fungsi masing-masing
sistem yang merupakan landasan politik terhadap proses berlangsungnya
permulaan kekuasaan yang akuntable, tranparan dan profesional. Dalam konteks
inilah maka fraksi Hanura mencatat bahwa Rancangan Undang-undang perubahan
27 tahun 2009 telah menentukan kemajuan yang progresif dalam menyikapi kritik
masyarakat yang selama ini ...(suara tidak jelas) lembaga perwakilan secara umum,
dan lembaga DPR secara khusus serta sosial dan politik yang selama ini muncul
dalam proses penyerapan aspirasi rakyat, bahwa beberapa peraturan kebijakan
yang terkait pengaturan relasi antara kelembagan politik rakyat serta posisi alat
kelengkapan, yang kedua pengaturan penataan fungsi tugas dan wewenang antara
DPR dan DPD juga pengaturan kewenangan antara Mahkamah Kehormatan dalam
rangka menjaga kehormatan lembaga legislatif merupakan beberapa point kebijakan
politik yang bersifat progresif yang di awal kita bicarakan, namun tidak tergambar
komprehensif dalam Rancangan Undang-undang ini karena beberapa hal yang
dianggap fundamental ditarik kembali oleh Pemerintah dan fraksi-fraksi yang ada di
DPR sehingga perubahan-perubahan radikal yang kita harapkan dalam Rancangan
Undang-undang ini itu hanya sekedar wacana dan tidak tergambarkan dalam
Rancangan Undang-undang ini.
Ada beberapa point yang fraksi Hanura mencatat terkait fungsi atau status
Badan Anggaran, di rapat Panja kemarin disepakati alat kelengkapan dewan ini
adalah bersifat adhoc, tidak permanen maka kita memahami berbagai macam
persoalan muncul di dewan saat ini dan oleh lembaga penegak hukum dikatakan
bahwa lembaga DPR sebagai lembaga efisien hukum korupsi itu ada di Badan
Anggaran sehingga kita menganggap dengan masalah yang dihadapi oleh anggota
dewan ini kita mengusulkan dan fraksi Hanura berpandangan bahwa untuk
meminimalisir adanya penyimpangan yang terjadi maka Badan Anggaran diusulkan
untuk bersifat adhoc dan tidak bersifat permanen seperti yang diinginkan oleh fraksi
Golkar dan PDIP, fraksi Hanura berpandangan bahwa Badan Anggaran tetap
bersifat adhoc tidak bersifat permanen, itu menyangkut Badan Anggaran. Dan
kemudian terkait dengan pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan
yang ada, saya kira belum ada kesepakatan antara anggota pansus dengan
Pemerintah, sehingga fraksi Hanura berpandangan perlu dimaksimalkan dalam
forum lobby tidak terburu-buru dalam hal pengambilan keputusan lalu kemudian
dibawa ke dalam sidang Paripurna, begitu pula tentang pemilihan pimpinan DPRD
35

provinsi kabupaten dan kota, saya kira belum ada kesepakatan antara pansus
dengan pihak Pemerintah dan ada beberapa point dalam Rancangan Undang-
undang yang menurut saya, yang menurut fraksi kami perlu mendapatkan
pengkajian dan pembahasan lebih lanjut dalam forum lobi, sehingga tidak diambil
satu keputusan dalam forum Pansus ini dan segera dibawa dan atau dibawa masuk
dalam forum (suara tidak jelas).
Itu Pimpinan Bapak dan Ibu Anggota yang saya hormati. Fraksi Hanura
berpandangan bahwa atau belum terjadi suatu keputusan walaupun dalam Tata
Tertib Pasal 148 memungkinkan untuk dibawa masuk ke dalam (suara tidak jelas)
akan tetapi sungguh sangat elegan ketika Pansus dan pemerintah bersepakat untuk
menunda pengambilan keputusan terhadap rancangan undang-undang ini dan
menyusun kembali sesuai dengan asas-asas pembentukkan peraturan perundang-
undangan yang... agar perubahan terhadap Rancangan Undang-Undang MD3
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 betul-betul dilakukan secara komprehensif
agar penguatan secara kelembagaan dapat terwujud.
Saya kira itu pandangan dari Fraksi Hanura... mohon dimaafkan. Terima
kasih.

Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.
Sebelum kita lanjut kami beritahukan bahwa sekarang pukul 22.30, sesuai
dengan mekanisme Tatib sepakat rapat ini (suara tidak jelas) ditutup pukul 22.30
kecuali ada persetujuan. Oleh sebab itu saya mohon persetujuan Bapak Ibu sekalian
apakah kita perpanjang? Kita perpanjang 30 menit?

(RAPAT: SETUJU)

Baik.
Selanjutnya sudah kami sampaikan 9 fraksi telah menyampaikan pandangan
mini. Dari pandangan mini yang kami sampaikan yang pertama semua Poksi, Fraksi
menyetujui usul pemerintah tentang tugas komisi di bidang anggaran yang tadi
disampaikan. Kita setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

Dengan demikian nanti (suara tidak jelas).


Yang kedua dari pandangan mini yang disampaikan juga menyampaikan
memahami argumentasi yang dikemukakan oleh pemerintah supaya pasal tentang
fungsi informasi internasional DPR yang kemudian nanti setiap Anggota memiliki hak
untuk mendapatkan pasport diplomatik, setuju untuk diketok.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Sebentar Pimpinan.
Sikap kami tetap agar fungsi diplomasi internasional itu (suara tidak jelas)
tetap (suara tidak jelas) sebab saya kira kita perlu meyakinkan pemerintah untuk
tetap memasukkan klausul...
36

KETUA RAPAT:

Oke.
Ya, tiga fraksi menyampaikan supaya rumusan itu tetap disempurnakan,
enamnya setuju untuk diketok.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H.):

Sebentar, tidak ada yang setuju, semua bertahan di (suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Jadi semua sembilan fraksi tetap?

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H.):

Ya, jangan bias yang lain-lain makanya.

KETUA RAPAT:

Tetap bertahan pada fungsi diplomasi.


Jadi sembilan Poksi fraksi dalam pandangan mininya tetap mempertahankan
rumusan yang lama.
Kemudian yang ketiga, dari sembilan fraksi, tujuh fraksi menghendaki Badan
Anggaran menjadi tetap menjadi alat kelengkapan Dewan yang bersifat tetap,
sedangkan duanya tetap menghendaki ad.hoc. Dua yang dimaksud adalah PKB dan
Hanura, kalau (suara tidak jelas) saya sangat (suara tidak jelas).
Kemudian soal penggantian namanya apakah (suara tidak jelas) apakah
pergantian atau perubahan, terus mekanisme pemilihan Pimpinan Dewan dan AKD
tetap pada posisi semula tidak ada perubahan, sehingga kesimpulan terakhir adalah
tiga fraksi menginginkan supaya ditunda dibawa ke tingkat II dan enam fraksi setuju
dibawa ke tingkat II besok. Jadi ini gambaran yang disampaikan. Tiga yang minta
ditunda adalah PDI Perjuangan, PKB dan Hanura kebetulan kali ini atau memang
didesain.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Kalau yang tiga kebetulan, yang enamnya yang di-setting.

KETUA RAPAT:

Tapi apapun lah kebetulan atau di-setting ya itulah sudah (suara tidak jelas)
seperti itu.
Berkaitan dengan mekanisme pemilihan Pimpinan ada 3 opsi, mekanisme
pemilihan komisi dan AKD ada 3 opsi, kemudian MD3 pemilihan Pimpinan dan AKD
apakah (suara tidak jelas) berlaku untuk tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Dari
meja Pimpinan mengusulkan 3 yang disebut terakhir ini kita bawa ke tingkat II besok
dan sebelum waktunya masih ada lobi-lobi sebagaimana yang tadi diusulkan oleh
37

teman-teman. Jadi ruang kita masih sangat luas untuk kita (suara tidak jelas)
mengenai soal ini, karena ini yang masih (suara tidak jelas).
Oleh sebab itu dari meja Pimpinan mohon persetujuan untuk kita lanjutkan
rancangan undang-undang ini ke tingkat II dengan membawa serta realitas (suara
tidak jelas) yang tadi saya sebutkan.
Dari meja Pimpinan mohon persetujuan, setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Selanjutnya.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pimpinan.
Kami tetap berupaya begini Pimpinan, saya kira masih ada jalan selain
Pimpinan mohon maaf memaksakan ini terus dilanjutkan ke sidang selanjutnya,
karena itu sejak awal kami ingin bahwa pengesahan RUU ini bulat tidak lonjong. Kita
berharap semua fraksi setuju, dari pemerintah setuju dan hari ini sampai besok kita
punya (suara tidak jelas) artinya apa, kalau hari ini kita tidak memutuskan untuk
tidak setuju, saya kira juga tidak ada salahnya, tidak harus kemudian dipaksakan
bahwa hari ini suara tidak jelas) ini dipaksakan untuk dilanjutkan ke sidang
berikutnya.

KETUA RAPAT:

Baik, saya rasa tidak ada yang tidak setuju dengan itu, jadi tidak boleh kalau
bisa tidak boleh lonjonglah, dan tidak boleh lonjongnya itu di tingkat II besok. Kalau
di tingkat tangga-tangga di bawahnya lonjongkan boleh-boleh saja, memang itulah
jalannya. Jadi itu realitas yang tidak bisa kita hindari dan kita sama-sama berdoa
mudah-mudahan besok tidak lonjong (suara tidak jelas) kita besok ya jam berapa
kita kasih ruang saja apakah besok jam 14.00 sehingga waktu kita untuk masuk lobi-
lobi ini isu-isu yang penting tadi. Saya rasa kita semua samalah punya pandangan,
punya prinsip yang sama yang disampaikan oleh Hanura, PDI Perjuangan dan PKB
tadi menjadi atensi kita bersama.
Nah oleh sebab itu kita akan berusaha semaksimal mungkin, sebelum
waktunya besok mudah-mudahan yang lonjong ini sudah kita selesai, sehingga
betul-betul bulat di tingkat paripurna.
Baik Bapak dan Ibu.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.H.):

Ada yang ingin saya sampaikan sekali lagi Pimpinan.


Kan begini faktanya dan harus kita akui masih banyak klausul pasal yang
sampai detik ini nanti (suara tidak jelas) internal fraksi maupun dengan pemerintah.
Itu kan fakta Pimpinan dan tugas Panja tugas Pansus menyelesaikan itu. Nah saya
pikir ada beberapa klausul kalau tidak semuanya bisa kita antisipasi bisa kita( suara
tidak jelas) perbedaan itu mungkin dengan menambah waktu rapat Pansus kita bisa
mengurangi perbedaan itu.
Contoh misalkan, saya tadi sebetulnya mau protes tentang Badan Anggaran,
tapi kemudian Pimpinan menyatakan membacakan sikap (suara tidak jelas) kalau
38

pemerintah misalkan dengan sekian banyak pertimbangan pada akhirnya kemudian


minta Badan Anggaran permanen oke PKB mengiyakan gitu, artinya apa, jangan
kemudian kita berpatokan harus malam ini jam ini diketok untuk dibawa ke forum
selanjutnya, karena terlalu banyak yang masih berbeda, baik internal fraksi kita
maupun dengan pemerintah dan saya kira tugas Pansus untuk menyelesaikan itu
sebelum sekali lagi dibahas di forum selanjutnya.
Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi ya tidak ada lagi yang tidak banyak, ada tapi tidak banyak lagi,
tinggal poin-poin soaL (suara tidak jelas).

ANGGOTA:

Interupsi Ketua.
Saya hanya mengingatkan tadi yang dibaca fraksi-fraksi itu namanya
pendapat akhir mini fraksi, sudah akhir. Nah itu saja. Jadi Ketua tugasnya
memutuskan dari pendapat mini itu.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.


Tadi saya sudah putuskan, saya tidak mau mengulangi, Bapak dan Ibu
Anggota Pansus selanjutnya agenda kita adalah penandatanganan draft rancangan
undang-undang yang diawali oleh Pimpinan Pansus untuk menandatangani draft
rancangan undang-undang yang telah disiapkan.
Kami persilakan untuk maju ke depan Pimpinan Pansus, yang kedua
pemerintah.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H.):

Pimpinan, mungkin ini apa, hanya penegasan saja. Hal-hal yang akan
dibicarakan di (suara tidak jelas) mohon dapat ditayangkan, jadi biar kita ini,
ditayangkan saja oh ini yang dimaksud di tingkat II, ini yang sudah selesai, agar ini,
itu mati itu. Ssingkat saja sebenarnya biar kita ya.

KETUA RAPAT:

Ya itu nanti silakan itu nanti akan telah diputuskan, saya minta tenaga ahli
tolong diberi sebelum pulang setiap Anggota Pansus dikasih bahannya.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H.):

Maksud saya agar kita clear betul apa bagian mana yang akan dibawa ke
tingkat II, mana yang sudah selesai di sini. Jadi biar enak juga kita ininya. Paling
tidak tidur itu biar tidak (suara tidak jelas) dulu. Itu maksudnya.
39

KETUA RAPAT:

Tadi kita sudah tayangkan itu Pak soal opsi-opsi.

F-PG (H. BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A.):

Ketua, interupsi Ketua.


Saya kira (suara tidak jelas) maker juga sudah jelas, tahapan-tahapan sudah
kita lalui, lanjutkan Ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, itu tadi sudah saya sampaikan.


Silakan Pimpinan Pansus ke depan, perwakilan dari pemerintah kami
persilakan.

PEMERINTAH (AMIR SAMSUDIN/MENKUMHAM):

Saudara Pimpinan, mohon maaf dari ujung kanan ada sedikit catatan
mungkin yang perlu disampaikan.

KETUA RAPAT:

Baik, silakan.

PEMERINTAH (TANRI BALI):

Terima kasih Pimpinan.


Atas izin Menteri Hukum dan HAM kami menyampaikan beberapa hal.
Terhadap DPRD Pak, pembahasan kita selama ini sepakat tidak dibahas. Tetapi tadi
siang ini Fraksi PAN menyampaikan bahwa... untuk... Pimpinan Pak. Berarti kita
kembali seperti Undang-Undang 22 Tahun 2003. Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2003 itu dampaknya luar biasa Pak sebenarnya. Sehingga yang terjadi
ketidaksesuaian antara kepala daerah dengan DPR. Sehingga terjadi ada kepala
daerah yang tidak kursi terbanyak dia terpilih, sehingga pada saat pimpinan kepala
daerah menyampaikan programnya ke DPR itu bisa terganjal, karena tidak sesuai.
Oleh karena itu maka pemerintah mohon menjadi pertimbangan ini Pak. Jadi
tidak melalui (suara tidak jelas) untuk DPRD Pak. Sehingga yang dibawa ke tingkat
II ini tidak termasuk ini Pak, karena memang kita sudah sepakat dari sejak awal
bahwa DPRD tidak dibahas, tetapi siang tadi muncul tiba-tiba Pak.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, SH.):

Saya sudah ingatkan Pimpinan melalui Pimpinan saya sudah ingatkan.

PEMERINTAH (TANRI BALI):

Dampaknya luar biasa Pak ini.


40

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H.):

Kan tidak mayoritas kan?

KETUA RAPAT:

Baik.
Jadi kita akan putuskan itu besok di tingkat.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Pimpinan, Pimpinan mohon maaf Pimpinan.


Setahu saya dulu waktu kita rapat di Rich Carlton masih ingat saya bahwa
posisi DPR provinsi, kabupaten, kota itu tetap, tidak ada perubahan. Nah tetapi di
forum ini kemudian tiba-tiba( suara tidak jelas) kami sebetulnya menurut kami ini
tidak relevan gitu membahas sesuatu yang kita putus yang kita sepakati untuk tidak
diubah tetap DPRD, ternyata kemudian muncul kembali (suara tidak jelas) dan sikap
kami tetap semuanya profesional.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H.):

Pimpinan, ini biar Pimpinan juga harus punya kejujuran juga dalam
memimpin, di Rich Carlton itu yang mengetok palunya itu adalah Pak Aziz
Syamsudin. Untuk DPRD (suara tidak jelas) ke Undang-Undang 27 provinsi,
kabupaten, kota sudah diketok. Makanya ini apa ya suara tidak jelas) ya, Pak Aziz
harus ini. Saya tidak meragukan, saya bukan meragukan (suara tidak jelas) ya. Jadi
itu Pimpinan, jadi saya kira untuk tingkat provinsi dan kabupaten itu posisinya tetap
tidak ada perubahan.

KETUA RAPAT:

oke, jadi begini apa yang saya sampaikan ini adalah sesuai dengan laporan
Timus Timsin tadi ke tingkat Panja, tapi tidak ada masalah ketika saya sampaikan ini
kan begitu. Yang dimaksudkan dengan yang lain-lain tapi itu adalah di luar Pimpinan
Dewan dan AKD itu betul tidak?, sekarang ada ketentuan baru bahwa mekanisme
penentuan Pimpinan Dewan ditingkat provinsi dan kabupaten dan AKD diusulkan
untuk tetap mengikuti...(tidak dilanjutkan).

F-PG (H. BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A.):

Ketua, saya luruskan dulu itu untuk DPRD, betul ya Pak, bukan AKD, jadi
seingat saya yang saya dengar dari awal itu semua fraksi ...(suara tidak jelas) ke
pandangan mini fraksi, hanya PAN yang mengusulkan, itu DPRD diikutkan sehingga
kesimpulan saya kalau saya tidak salah seluruh fraksi tidak masalah tidak
memasukan DPRD hanya usulan dari fraksi PAN, demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebentar, saya menambahkan apa yang disampaikan saya belum kasih


kesempatan Pak Totok dulu yang mengusulkan.
41

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Terima kasih.
Memang saya, fraksi kami tadi mengusulkan tentang mekanisme yang
sebenarnya saya ingin mengingatkan menurut tata tertib kita kewenangan kalau
putus ditingkat panja, setelah timus, yang diputus panja itu, kalau panja melaporkan
diputus ditingkat pansus, pansus itu tidak ada persoalan apakah komitmennya tetap
atau tidak, jadi saya kembalikan kepada Pimpinan sebetulnya mekanisme
Pemerintah tidak perlu khawatir karena sama dengan fraksi lain, yakinkan kepada
semua fraksi bahwa alat kelengkapan dewan provinsi dan kabupaten kota memang
sebaiknya tetap, yakinkan itu ketua dan Pemerintah dan itu bisa diputuskan, jadi itu
saya kira sehingga pendapat akhir mini fraksi dan saya kira ambil saja keputusan
berdasarkan pendapat akhir fraksi itu.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI, S.H.):

Pimpinan, saya kira yang lain sudah yakin, dan oke.

KETUA RAPAT:

Ini saya mohon persetujuan langsung saja, mulai fraksi apakah mulai
Demokrat, setuju atau gimana?

F-PDIP (Ir.H. DARYATMO MARDIYANTO):

Ketua, saya ingin mengurut pada urutan kerja, kerja yang dilakukan adalah
panja melaporkan pada pansus, dan pansus menerima laporan panja, laporan panja
itu sebenarnya mencapai kebijakan, lalu didalam perkembangan pansus ada kawan
dari fraksi yang mengusulkan karenanya kalau tadi...(suara tidak jelas) bahwa 8
fraksi itu tetap...(suara tidak jelas) untuk DPRD tidak persoalan, dan ada satu fraksi
yang mengusulkan tambahannya, saya kira itu rekapitulasi seperti itu jalan yang
konkordan rekapitulasi yang dilakukan ...(suara tidak jelas), saya kira itu usulan.

KETUA RAPAT:

Oke, terima kasih banyak usulannya. Jadi kata pandangan mini tidak ada
yang menyebutkan itu kecuali PAN maka saya menganggap tidak menyampaikan
itu, kecuali nota dari Pemerintah, karena itu untuk singkatnya kita langsung saja,
agenda berikutnya untuk penandatanganan dokumen, silakan Pimpinan fraksi tadi.

F-PKB (ABDUL MALIK HARAMAIN, M.Si.):

Sebentar Pimpinan, tentang usulan mutatis mutandis, kalau memang PKB


jelas kita menolak itu, kalau semua fraksi menolak tidak usah dibawa ke forum
berikutnya, fraksi-fraksi belum jelas, kita konsisten, saya mohon fraksi PAN untuk
...(suara tidak jelas). PAN kalau semua setuju DPRD fraksi PAN dengan semangat
kebersamaan di bulan Ramadhan, silakan dilanjutkan dan menarik kembali
usulnya...(suara tidak jelas). Kita semua bersaudara.
42

KETUA RAPAT:

Selanjutnya, tadikan saya tanya kita harus konsisten apakah juga dua fraksi
yang tadi berpandangan supaya Banggar tetap adhoc, sedangkan 7 fraksi yang
lainnya apakah demi kebersamaan juga sikap?PKB?.

F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Tetap pada pendirian.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Tetap.

KETUA RAPAT:

Tetap.
Luar biasa ya.

(RAPAT : SETUJU)

Baik, selanjutnya silakan.

PEMERINTAH (AMIR SAMSUDIN/MENKUMHAM):

Terima kasih.

Saudara Pimpinan Pansus dan anggota Pansus yang saya hormati,

Sebagaimana kita ketahui ada 2 masalah yang belum disetujui walaupun ada
alternatif yang hendak kami sampaikan, tetapi kalau lah nanti ini dianggap sudah
setuju sepanjang hal-hal yang belum disepakati oleh Pemerintah tentunya kami
setuju saja untuk dilanjutkan.
Kalau boleh saya ingin jelaskan masalah yaitu fungsi legislasi, pengawasan
dan anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) kerangka ini titik terang yang saya
usulkan, katakanlah dijalankan dalam rangka despresentasi rakyat yang juga untuk
mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan rumusan tersebut, kami berpandangan bahwa pemberian passport
diplomatik kami berpandangan tetap dilakukan sesuai Undang-undang
Keimigrasikan dan peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2013 dimana oleh
karenanya kami berpandangan Pasl 266 ayat (2) tetap tidak diperlukan, ada dua
masalah yang masih memerlukan pembahasan kami sepakat dilakukan
pembahasannya di tingkat II DPR.

KETUA RAPAT:

Baik, ada pelunakan dari Pemerintah mengenai fungsi, jadi substansinya


memang begitu membantu memperkuat Pemerintah dalam menjalankan tugas-
tugas diplomatik, jadi tidak bermaksud untuk mengambil alih fungsi Pemerintah,
43

mendukung sehingga kalau Pemerintah bisa mengajukan rumusan itu tentu sangat
konstruktif.
Jadi kita setuju dengan usul Pemerintah?

(RAPAT : SETUJU)

Baik, terima kasih banyak.


Untuk selanjutnya kami ajak kita semua untuk masuk tahap selanjutnya yaitu
penadatanganan naskah draft Rancangan Undang-undang. Berkaitan dengan itu
kami persilakan untuk maju ke depan Pimpinan pansus Dr. Aziz Syamsuddin, Dr.
Fahri Hamzah, dan Dr. Ahmad Yani.
Kami persilakan untuk kembali ke tempat duduk masing-masing.

Saudara Pimpinan dan anggota Pansus, serta Pemerintah yang kami hormati,

Dengan penandatangan draft Rancangan Undang-undang ini mengatakan


pansus telah menuntaskan pembicaraan tingkat I atas Rancangan Undang-undang
tentang perubahan Undang-undang omor 27 tahun 2009 tentang MD3, selanjutnya
kami akan bertemu kembali pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan
terhadap Rancangan Undang-undang tentang perubahan Undang-undang nomor 27
tahun 2009 tentang MD3 dalam rapat Paripurna Dewan yang insya Allah akan
dilaksanakan pada hari tanggal 8 Juli Selasa besok, jamnya akan ditentukan oleh
(suara tidak dilanjutkan.
Sebelum kami akhiri, berkenan kami persilakan Pemerintah untuk
menyampaikan kata akhir sebelum kami menutup rapat kerja ini, kami persilakan
Pemerintah.

PEMERINTAH (AMIR SAMSUDIN/MENKUMHAM):

Bismillahirrahmanirrahim.

Pemerintah pada rapat kerja keputusan tingkat I Rancangan Undang-undang


tentang perubahan 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Senin 7 Juli
2014.

Yang terhormat Pimpinan dan anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-


undang perubahan atas Undang-undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD dan DPRD;
Yang terhormat wakil Menteri Luar Negeri, yang terhormat Bapak Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
Yang terhormat Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili;
Menteri keuangan yang mewakili;
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional kepala Bappenas atau yang
mewakili.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dan RidhoNya sehingga pada hari ini kita masih diberikan
44

kesempatan untuk hadir pada acara ini dalam rangka pengambilan keputusan
tingkat I antara panitia khusus Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas
Undang-undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dengan
Pemerintah dan Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas Undang-
undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Semoga kita senantiasa dalam tetap dalam lindungan dan petunjukNya.
Mengawali pendapat Pemerintah dalam rapat ini, ijinkanlah kami atas nama
Pemerintah menyampaikan terlebih dahulu apresiasi dan terima kasih kepada
Pimpinan dan anggota Panitia Khusus tentang perubahan atas Undang-undang 27
tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang dengan kesungguhan dan
tanpa pengenal waktu lewat diskusi dan pembahasan yang sangat panjang dan
melelahkan guna mendapatkan kesempatan bulat terhadap Rancangan Undang-
undang tentang perubahan atas Undang-undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD dan DPRD.
Kami menyadari berbagai silang pendapat sering terjadi selama proses,
dengan adanya tekad dan semangat yang kaut untuk menyelesaikan Rancangan
Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD membuahkan kesepakatan sehingga dapat
diselesaikan dengan baik, sekali lagi kami atas nama Pemerintah mengucapkan
terima kasih.

Pimpinan, anggota Panitia Khusus tentang perubahan atas Undang-undang


nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang saya hormati,

Sebagaimana kita ketahui Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia


tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah
negara yang berdaulat rakyat pengejewantahannya menganut prinsip kerakyatan
yang dipimpin oleh kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan, untuk
melaksanakan kedaulatan tersebut perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan
rakyat, lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerah melaksanakan
nilai-nilai demokrasi serta dapat memperjuangkan aspirasi guna mewujudkan nilai
luhur Indonesia, sejalan dengan kehidupan ketatanegaraan amandemen Undang-
undang Dasar 1945 berimplikasi terhadap perkembangan lembaga MPR, DPR, DPD
dan DPRD dan dibentuknya Undang-undang nomor 22 tahun 2003 tentang susunan
kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD ...(suara tidak jelas) dengan Undang-
undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam
pelaksanaannya Undang-undang tersebut memiliki beberapa masalah yang menjadi
kendala baik teknis dan substantif yang selanjutnya menjadi dasar pemikiran DPR
untuk mengajukan Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas Undang-
undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Materi muatan
mengenai substansi tersebut antara lain :

1. Internal terkait penguatan alat kelengkapan dewan.


2. Terkait relasi antar kelembagaan perwakilan rakyat khususnya konteks
hubungan fungsi tugas dan kewenangan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
3. Penguatan tugas, wewenang serta hak perluasan DPR.

Materi penguatan yang masih memerlukan pembahasan untuk mendapatkan


kesepakatan mengenai status Badan Anggaran sedangkan mengenai fungsi
diplomasi DPR, kami mengusulkan rumusan alternatif Pasal 70 ayat (2) yang kiranya
45

dapat menjadi jalan tengah yaitu ketiga fungsi legislasi pengawasan dan anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam rangka representasi rakyat
dan untuk mendukung upaya Pemerintah dalam pelaksanaan politik luar negeri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
rumusan tersebut kami juga berpandangan bahwa persoalan tentang pemberian
passport diplomatik kami berpandangan tetap dilakukan sesuai dengan Undang-
undang kelegislasian dan peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2013, kami tetap
berpandangan bahwa Pasal 226 ayat (2) tetap tidak diperlukan, terhadap dua
masalah yang masih memerlukan pembahasan tersebut kami sepakat untuk
dilanjutkan pada saat pembahasannya di tingkat II DPR dengan anggota Panitia
Khusus Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang 27
tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan pada forum yang terhormat ini
kami atas nama Pemerintah sangat mendukung usulan peningkatan peran dan
tanggung jawab MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk mengembangkan kehidupan
berdemokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dalam melaksanakan tugas dan
lembaga, serta mengembangkan mekanisme check and balances antara lembaga
legislatif dan eksekutif, selain itu juga dalam rangka meningkatkan kualitas
produktifitas dan financial demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan dan kami
tetap dalam koridor konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Beberapa kesepakatan yang tertuang dalam Rancangan Undang-undang
perubahan atas Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD merupakan jalan tengah dengan kompromi terkait dari perbedaan pendapat,
semua ini disepakati atas dasar pemikiran demi kepentingan yang lebih baik bagi
MPR, DPR, DPD dan DPRD maupun bagi kepentingan bangsa. Akhirnya kami
meyakini bahwa upaya telah didedikasikan dalam penyusunan Rancangan Undang-
undang ini dan akan mendapat ridho dari Allah SWT.
Demikian pengantar ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.

Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kami sampaikan kepada Pemerintah yang telah


menyampaikan beberapa hal yang terkait. Dengan demikian telah selesailah seluruh
kegiatan rapat pansus Rancangan Undang-undang tentang perubahan Undang-
undang nomor 27 tahun 2009 tentang MD3.
Sehubungan dengan itu kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
anggota Pansus, jajaran Pemerintah, para tenaga ahli, sekretariat pansus
rancangan Undang-undang MD3 atas kontribusi dan jerih payahnya yang tanpa
mengenal lelah sehingga terlaksanalah semua rangkaian pembahasan Rancangan
Undang-undang. Kami juga menyampaikan terima kasih yang tak terhingga pada
nara sumber , masyarakat, media massa, dan pihak manapun yang telah
memberikan kontribusi untuk selesainya Rancangan Undang-undang ini pada
tingkat yang sekarang ini.
Kami semua dari meja Pimpinan menyampaikan sekali lagi terima kasih yang
sebesar-besarnya dan apresiasi yang setinggi-tingginya atas perhatian yang telah
diberikan oleh Pemerintah sehingga pembahsan Rancangan Undang-undang yang
sangat kepentingan politik ini bisa juga kita selesaikan dengan baik. Apabila ada hal-
46

hal yang tidak berkenan selama ini dari meja Pimpinan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya, atas ijin saudara-saudara sekalian rapat ini ditutup.

Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 23.25 WIB)

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3,
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
JENIS RAPAT : Rapat Pleno
SIFAT RAPAT : Terbuka
RAPAT KE- : VII
HARI, TANGGAL : Senin, 19 Mei 2014
WAKTU : Pukul 09.00 s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Badan Anggaran
Gedung Nusantara I Lantai 1 DPR-RI
KETUA RAPAT : FAHRI HAMZAH, S.E. (WAKIL KETUA PANSUS/F-PKS)
ACARA : Penjelasan Pengusul (Pimpinan Baleg)
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. ANGGOTA : 19 dari 30 orang anggota Pansus
7 Dari 9 Fraksi DPR RI

1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


4 dari 12 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA
4 dari 6 orang Anggota;
3. Fraksi PDI PERJUANGAN
3 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
3 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
1 dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN:
2 dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
1 dari 2 orang Anggota;
2

8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA


- dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
- dari 1 orang Anggota;

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. Dr. BENNY K. HARMAN, SH 540
2. EDI RAMLI SITANGGANG, SH. 424
3. AGUNG SANTOSO, SH 463
4. H. HARRY WITJAKSONO, SH 478
FRAKSI PARTAI GOLKAR
5. NURUL ARIFIN, S.IP, M.SI 214
6. H. BAMBANG SOESATYO, SE, MBA. 228
7. DRS. KAHAR MUZAKIR 191
8. IR. H. AZHAR ROMLI, M.SI 194
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
9. DARYATMO MARDIYANTO 355
10. ABIDIN PIKRI, SH 385
11. DRA. EVA KUSUMA SUNDARI, MA., MDE 386
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
12. FAHRI HAMZAH, SE 95
13. AGOES POERNOMO, S.IP 83
14. TB.SOENMANDJAJA, SD 70
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
15. A. RISKI SADIG 129
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
16. AHMAD YANI, S.H., M.H. 287
17. MUHAMMAD ARWANI THOMAFI, H. 302
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
18. KH. MUH. UNAIS ALI HISYAM 171
FRAKSI PARTAI GERINDRA
-
FRAKSI PARTAI HANURA
-
3

b. SEKRETARIAT PANSUS
1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus MD3
2. Radji Amri, S.E. Wakil Sekrt.I
3. Erna Agustina, S.Sos Wakil Sekrt.II
4. Mardisontori, S.Ag, LLM. Legal Drafter
5. Akhmad Aulawi Legal Drafter
6. Titi Asmara Dewi, SH, MH. Peneliti/P3DI
7. Sabari Barus, SH, M.Hu, Tenaga Ahli Baleg

c. TAMU UNDANGAN
1. R.Achmad Dimyati Natakusumah, SH, MH, M.Si
4

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (FAHRI HAMZAH, S,E,/WAKIL KETUA PANSUS/F-PKS):

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabakaratuh.


Bapak Pimpinan Badan Legislasi,
Saudara-saudara Pimpinan Pansus,
Anggota Pansus,
Serta hadirin yang berbahagia.

Pertama-tama kita bersyukur Alhamdulillah pada pagi hari ini, meskipun agak
terlambat kita memulai, menurut laporan Sekretariat sudah hadir hampir semua fraksi
ini. Tapi tadi karena ijin karena berhubung Pimpinan Baleg, sehingga rapat ini bisa
kita nyatakan sesuai dengan ketentuan Pasal 245 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR,
maka kuorum telah terpenuhi.
Untuk itu dengan seijin saudara-saudara, rapat ini kami nyatakan terbuka untuk
umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 11.10 WIB)

Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Baleg, kami


ingin menggarisbawahi sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 133 Peraturan
DPR RI tentang Tatib, disebutkan bahwa:

(1) “Dalam hal penugasan pembahasan RUU diserahkan kepada komisi,


gabungan komisi atau Badan Legislasi yang bukan pengusul atau Panitia
Khusus, maka komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi atau Panitia
Khusus yang mendapatkan penugasan tersebut berkewajiban mengundang
pengusul untuk memberikan penjelasan atau keterangan atas RUU.”
(2) “Keterangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) disampaikan dalam
Rapat Komisi atau rapat gabungan komisi, Rapat Badan Legislasi, atau
Rapat Panitia Khusus sebelum pembahasan dengan Pemerintah. Atau
pada setiap rapat apabila dipandang perlu oleh komisi, gabungan komisi,
Badan Legislasi atau Panitia Khusus”.

Khusus sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diwakili oleh Alat


Kelengkapan Pengusul atau anggota Pengusul paling banyak 4 orang. Untuk
memenuhi ketentuan tersebut, maka Pansus berkenan mengundang Pimpinan Badan
Legislasi, pengusul RUU Perubahan atas Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang
MD3, untuk memberikan penjelasan pada hari ini, Pimpinan Baleg dalam hal ini,
melalui Nota Sekretariat Baleg menyampaikan penjelasan secara tertulis. Untuk itu
kami berkenan mengundang ulang Pimpinan Baleg, agar supaya dapat
menyampaikan penjelasannya pada hari ini.
Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Pimpinan Baleg.

Saudara-saudara sekalian,

RUU tentang Perubahan MD3 merupakan RUU Usulan Inisiatif DPR, yang
disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan 24 Oktober 2013. Selanjutnya DPR
5

menyampaikan RUU Usul inisiatif ini kepada Presiden, surat Ketua DPR RI Nomor LG
sekian dan seterusnya, tertanggal 29 Oktober 2013.
Selanjutnya dalam Rapat Badan Musyawarah tanggal 23 Januari 2014 disetujui
bahwa penanganan atas RUU Tentang Perubahan MD3 ini dibahas oleh Panitia
Khusus.
DPR RI telah membentuk panitia khusus yang beranggotakan 30 orang, yang
disahkan pada rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 28 Januari 2014. Agenda rapat
Pansus telah mulai dilakukan pada tanggal 11 Februari. Adapun komposisi Pimpinan:

Ketua : Benni Harman (F-PD)


Wakil ketua : Nurul Arifin (F-PG)
: Ahmad Yani (F-PPP)
: Fahri Hamzah, SE (F-PKS)
Berikutnya perkenankan kami, mungkin memperkenalkan yang ada Saya kira
sudah dikenal semua, dan langsung saja juga hadir ditengah-tengah kita, Pimpinan
sebagai pengusul, yaitu Bapak DR. Dimyati Natakusumah beserta Tim Tenaga Ahli
Baleg yang mendampingi.
Selanjutnya langsung Saya kami persilakan kepada perwakilan dari Badan
Legislasi untuk menyampaikan penjelasan.
Kami persilakan.

PIMPINAN BALEG (ACHMAD DIMYATI NATAKUSUMAH, SH, MH, M.Si):

Ya, Terima kasih.

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabakaratuh.
Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua.

Yang Saya hormati Pimpinan dan Anggota Pansus Undang-undang No. 27


Tahun 2009 tentang MD3 Perubahan,

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena kita masih
diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan, reformasi, restorasi, perbaikan
yang lebih baik, terkait dengan Tupoksi, kedudukan, organisasi dari lembaga legislatif,
yaitu MPR, DPR, DPD dan DPRD. Apabila perubahan ini selesai maka bisa
digunakan, dimanfaatkan untuk anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD masa bakti
2014-2019, yang sekarang masih dalam proses.

Ibu-Bapak sekalian yang Saya hormati,

Pertama latar belakang Naskah Amandemen Undang-undang Dasar atau


konstitusi kita, sistem ketatanegaraan negara Indonesia mengalami banyak
perubahan, termasuk lembaga permusyawaratan/perwakilan, yaitu MPR, DPR, DPD
dan DPRD. Perubahan dimaksud bertujuan untuk mewujudkan lembaga
permusyawaratan/perwakilan yang lebih demokratis, efektif dan akuntabel.
Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 yang mengatur 4 lembaga
tersebut. Ini lembaga ini diatur dalam konstitusi, tapi undang-undangnya satu. Menjadi
satu rangkuman. Kalau yang lain tidak ada dalam konstitusi tapi bisa berdiri dalam
satu undang-undang, salah satu contoh Undang-undang KPK, Undang-undang
6

Kejaksaan dan lain sebagainya. Tapi kalau dilihat MPR, DPR, DPD, DPRD ada dalam
konstitusi tapi diatur dalam satu undang-undang. Ini untuk efektif, efisien, tapi silakan
itu dikaji secara lebih mendalam oleh Bapak dan Ibu sekalian, mungkin lebih
demokratis dan akuntabel.
Ini dilakukan karena masih adanya penilaian dari masyarakat dan sejumlah
kalangan mengenai kinerja lembaga perwakilan, jumlah produk legislasi yang
dihasilkan oleh DPR misalnya dianggap kurang sesuai atau tidak mencapai target.
Dan juga DPRD, kedudukan DPRD juga perlu dikaji secara lebih mendalam. Karena
di dalam Undang-undang Otonomi Daerah juga masuk. Dan DPD juga demikian.
Setelah dijudicial review terkait tugas, ikut membahas sebuah undang-undang,
didalamnya perlu penerjemahan yang baik nanti, dikaji di pasal-pasal yang ada. Dan
kalau kita lihat dari Pasal 1 sampai 400 sekian, silakan Ibu dan Bapak sekalian yang
membedahnya lagi, walaupun sudah ada perbaikan hanya beberapa pasal, tapi masih
banyak mungkin pasal-pasal yang begitu terjadi perubahan yang begitu cepat
terutama pasca Pemilu ini.
Kerangka penyusunannya adalah substansi penting yang menjadi arah dan
kerangka legislasi pengaturan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3, satu, konsolidasi demokrasi, ruang
politik yang masih kurang dimanfaatkan secara maksimal bagi kelembagaan
perwakilan politik baik secara internal maupun eksternal menyebabkan proses
konsolidasi demokrasi yang hanya sebatas pada euphoria. Manuver politis ini kurang
terkait dengan aspirasi rakyat secara substantif. Secara internal, kebutuhan bagi
transformasi peran alat substansif secara internal, kebutuhan bagi transformasi peran
alat kelengkapan dan reposisi fraksi, ini nanti fraksi tolong dikaji lagi, apakah perlu
dirampingkan atau memang sesuai dengan hasil sebelum partai dijadikan 10 fraksi,
begitu. Dan terkait dengan nanti juga, Pimpinan DPR, apakah akan disamakan
dengan pimpinan MPR? Pimpinan MPR dipilih, Pimpinan DPR secara nyata diatur
dalam undang-undang. Bahwa Pimpinan MPR adalah peraih suara terbanyak, atau
kursi terbanyak. Yang kedua adalah menata posisi alat kelengkapan dan klasifikasi
masing-masing kelembagaan politik perwakilan rakyat. Sekarang alat kelengkapan
DPR ada 11 komisi, ada badan-badan lainnya. Apakah masih relevan atau masih
bagus, posisi kelembagaannya untuk DPR. Saya berharap nanti Pansus
membedahnya dan mengkaji secara mendalam bersama dengan Pemerintah. Yang
ketiga adalah menata relasi antara kelembagaan-kelembagaan perwakilan rakyat
khususnya ditingkat nasional. Terhadap putus contactnya itu dengan DPD, DPRD dan
MPR. Yang keempat adalah pengaturan kelembagaan pendukung kinerja parlemen.
Nah ini banyak dikeluhkan oleh DPR, terutama terkait dengan Kesekjenan, Sekretariat
Jenderal, sekretariat alat kelengkapan lainnya, karena antar staff bicara kelompok itu
berbeda, sehingga mereka kurang mampu memberikan dukungan maksimal. Apakah
perlu DPR sendiri yang mengadakan? Yang kelima adalah penataan lebih lanjut bagi
DPRD. Nah DPRD ini adalah pejabat negara bukan, pejabat negeri bukan, sehingga
tidak,pejabat daerah juga bukan. Sehingga dianggapnya pejabat yang bukan-bukan.
Nah ini juga perlu juga dikaji lagi secara mendalam. Dan dikaitkan, diharmonisasi
dengan Undang-undang Otonomi Daerah.
Pokok-pokok materi muatan, beberapa muatan yang diatur dalam RUU tentang
Perubahan atas Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3,yaitu:

MPR
1. Terkait dengan penambahan tugas MPR.
2. Pidato Kenegaraan Presiden (Sidang MPR) yang terkait dengan waktu.
7

3. Laporan Pengelolaan Anggaran MPR.


4. Tata cara pemilihan dan penggantian Pimpinan MPR, ini ada kasuistik, begitu
Pak Taufik Kemas meninggal dunia, maka digantilah salah satu pimpinan MPR
itu oleh, padahal sudah jelas dalam Undang-undang MD3 bahwa pimpinan
MPR itu dipilih kembali. Tapi kan sudah, konsensus, kesepakatan, maka
dengan sendirinya itu merupakan musyawarah mufakat.

DPR
1. Membahas dan memberikan persetujuan atas perjanjian internasional.
2. Pengelolaan dan laporan pengelolaan anggaran DPR.
3. Program pembangunan daerah pemilihan, itu daerah Dapil. Sebelumnya ada
dana aspirasi, sekarang menjadi Program Pembangunan Dapil.
4. Pembentukan fraksi di DPR. Nah ini yang Saya sampaikan, ... fraksi dibentuk
oleh parpol yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan
perolehan kursi DPR, yang dibentuk untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas
anggota DPR, ... dengan kewajiban anggota DPR. ... salah satu contoh
misalnya, F-HANURA. Ada yang dari F-HANURA disini? Sekarang dengan
kemarin saja mendapatkan 17 atau 18 kursi begitu ya, sekarang berkurang.
Bagaimana dengan efektivitas, efisiensi dan akuntabel daripada anggota DPR
dari fraksi tersebut? Ini tantangan, apakah cukup mewakili dari semua komisi
dan alat kelengkapan yang ada? Ini yang perlu dikaji secara lebih mendalam
dengan kondisi yang ada. Tadinya berharap dengan ambang batas dinaikkan,
otomatis jumlah kursi bertambah lebih besar. Tapi ternyata raihan suara besar,
perolehan kursi tidak sesuai dengan perolehan suara.
5. Keterwakilan tiap fraksi dalam keanggotaan Badan Kehormatan. Ini
permasalahan juga tumbuh, karena ada di Badan Kehormatan, ada yang dari
salah satu fraksi tidak ada didalamnya. Dan tadi, problemnya adalah dengan
jumlah fraksi dan jumlah alat kelengkapan.
6. Kuasa DPR di persidangan Mahkamah Konstitusi. Ini yang diwakili oleh Pak
Yani dan juga Pak Beni Kabur Harman, ini biasa di Mahkamah Konstitusi, dan
kebanyakan kalah ini, apa menang, tidak tahu ini. Nah ini perlu juga dimuatkan.
Saya kesini tadi, kalau tidak dipanggil Pak Yani, tidak kesini Saya, karena Saya
lupa bahwa hari ini ada undangan dari Pimpinan Pansus MD3. Konsekuensi
putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan proses pembentukan
undang-undang. Ini MK pun gerak cepat sekali, memutuskan bahwa apa yang
dibuat oleh DPR bersama Pemerintah dianggap bertentangan dengan
konstitusi. Sebetulnya tidak substansi.
7. Ketentuan kuorum menyatakan pendapat. Nah ini mohon dikaji secara
mendalam, RUU mengatur sesuai dengan putusan MK terhadap ketentuan
kuorum dalam menyatakan pendapat yang semula 3/4 menjadi 2/3
sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi.
8. Yang berikutnya adalah nota keuangan dan RUU APBN. Ini sangat penting.
Sebetulnya terkait tugas Banggar juga, dan komisi. RUU mengatur bahwa DPR
mengadakan Sidang untuk mendengarkan Pidato Presiden tentang Nota
Keuangan dan Rancangan Undang-undang APBN pada bulan Mei tahun
sebelumnya.
9. Pemberhentian anggota DPR. RUU mengatur mengenai pemberhentian
anggota DPR, dimana paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan
pemberhentian anggota DPR. Pimpinan DPR wajib menyampaikan ... anggota
DPR kepada presiden untuk memperoleh peresmiannya.
8

10. Pemanggilan dan permintaan anggota DPR berdasarkan ijin Presiden. Nah ini
sebelumnya diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa pejabat negara tidak
perlu ijin dari presiden. Nah kalau dilihat, apakah Kementerian Hukum ini tidak
melakukan spitting atau abuse of power, atau keinginan ... nah ini perlu dikaji
secara mendalam.
11. Sistem pendukung. RUU mengatur bahwa untuk mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi MPR, DPR, DPD, didukung oleh Sekjen. Nah apakah Sekjen
ini bisa diambil dari luar atau Sekjen organik dari Pemerintah, atau anorganik.
Nah ini yang perlu dikaji lagi secara mendalam untuk agar tugas-tugas MPR,
DPR, DPD dan DPRD bisa melaksanakan tugas semaksimal mungkin. Sekjen
memberikan dukungan administrasi, proses pengangkatan, Sekjen melalui
pencalonan yang diusulkan oleh Presiden serta diuji kepatutan dan
kelayakannya oleh Pimpinan lembaga masing-masing. Oleh karena itu Sekjen
bertanggung jawab kepada pimpinan lembaga masing-masing dan dievaluasi
oleh pimpinan lembaga masing-masing pada setiap. Dan ada juga tugas dari
TA atau badan keahlian untuk fungsional. Memberikan dukungan keahlian
kepada pelaksanaan fungsi DPR dibidang legislasi, pengawasan dan
anggaran. Maka kalau kompetitif dengan goverment atau Pemerintah, maka
DPR ini ketinggalan, karena sumber daya yang tidak mumpuni dibanding
Pemerintah.

DPRD provinsi dan kabupaten/kota.


1. RUU merumuskan bahwa DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat
Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah, yang anggotanya berkedudukan sebagai pejabat daerah. Disamping
itu dilakukan penguatan alat kelengkapan yang ada di DPRD provinsi maupun
DPRD kabupaten/kota melalui pemantapan sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan teknis dan keahlian tertentu untuk membantu alat
kelengkapan DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan dan
anggaran.

Demikian Pimpinan Pansus dan anggota Pansus, tentang penjelasan ini. Jadi
bagian masukan untuk Pansus bagaimana melaksanakan perbaikan, perubahan
Undang-undang No. 27 Tahun 2009 menjadi lebih baik lagi.
Demikian, Terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabakaratuh.

KETUA RAPAT:

Baik, Terima kasih Pak Dimyati, atas keterangan singkatnya yang padat.
Selanjutnya Saya mempersilakan kepada para anggota yang mau bertanya
atau sedikit memperdalam, karena kalau Baleg sudah menyerahkan kepada kita
untuk membahas, maka selanjutnya kitalah yang akan nanti memperdalam
pembahasannya. Tetapi kalau ada yang dianggap belum jelas, Saya kebetulan hadir
di Baleg, pada saat pembahasan Undang-undang ini terutama waktu finalisasi,
memang Baleg ini menyodorkan sesuatu yang sangat progresif ya, meskipun kita di
Pansus bisa juga membuatnya lebih progresif. Tentang bagaimana cara kita menata
kerumahtanggaan Dewan yang lebih independen, dan lebih menyebabkan anggota-
anggotanya itu lebih bermartabat, karena kita baru saja lepas dari pada ... dulu,
9

eksekutif, jadi menjadi independen, Saya kira suatu ... Inilah yang ditawarkan di dalam
proposal pengusulan Undang-undang MD3 tahun ini.
Saya persilakan kalau ada. Tapi kalau tidak, Saya kira kita bisa, anggota dulu.
Ada? Ibu Eva, silakan.

F-PDIP (DRA. EVA KUSUMA SUNDARI, MA, MDE):

Terima kasih.
Saya tadi sudah mendengarkan, tapi belum disebut tentang skenario untuk
penguatan supporting system kita, Pak. Karena Saya dulu ikut di MD3, dan itu yang
belum sepenuhnya kita berhasil untuk melakukan pembaharuan di dalam supporting
system kita yaitu Kesekjenan. Dan ada 2 artikel atau 2 pasal ya waktu itu, tapi itupun
tidak dilaksanakan. Dan itu yang mungkin perlu di, bahan-bahannya mungkin tadi
belum disebut, belum dipaparkan, bisa diserahkan ke kita. Walaupun Saya juga punya
draft yang lama Pak, dulu tidak mendapat support dari Pemerintah.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, anggota yang lain?


Ibu Nurul, mau dari meja Pimpinan? Silakan.

F-PG (NURUL ARIFIN, S.Ip, M.Si):

Terima kasih Pak Fahri Hamzah.

Yang Saya hormati pengusul, Pak Dimyati.

Ada satu hal yang Saya ingin sebetulnya diingatkan begitu, mengingatkan
kembali, karena pada waktu itu juga Saya lupa. Yang terkait dengan DPRD ini Pak.
DPRD ini sebetulnya secara eksplisit mau dijadikan apa? Karena kalau merujuk
kepada Undang-undang Dasar 1945 dia adalah bagian dari pemerintahan daerah.
Tapi disini kelihatannya arahnya perubahan. Berarti kan artinya terkait dengan
penunjang, seperti misalnya dia harus mendapatkan pensiun, sementara ini kan dia
hanya mendapatkan dana aspirasi, karena sebagai bagian dari pemerintahan daerah
tersebut. Nah ini mau ditaruh dimana? Kalau kita mau mengubah, kita kan harus
mengubah Undang-undang Dasar 1945 nya dulu. Dan kemudian kalau merujuk ke
Undang-undang Pemda, Undang-undang Pemdanya sendiri belum selesai. Jadi kalau
dari Baleg, ini dulu arahnya kemana? Saya sendiri agak sedikit lupa disini Pak, tolong
diingatkan.
Terima kasih Pak.

PIMPINAN BALEG:

Ya, Mba Eva, memang untuk memperkuat DPR atau legislatif itu diperlukan
bantuan keahlian. Maka diatur sebetulnya di Pasal 139 (2) ya, terkait dengan Badan
Keahlian. Badan keahlian atau pakar. Nah ini nanti Pansus juga bisa memberikan
tambahan, jangan terfokus pada draft yang ada. Nanti tolong ...di naskah akademik
dan draft rancangan perubahan undang-undang. Ini bisa saja nanti di re-work atau
10

diperbaiki lebih baik lagi supaya DPR ini kuat. Sekuat Pemerintah minimal, atau lebih
kuat dari Pemerintah. Supaya Pemerintahan ke depan ini lebih baik lagi, terutama
dalam menangani kepentingan publik, kepentingan rakyat. Nanti Badan Keahlian bisa
saja pakar, para ahli, para profesor dikumpulkan menjadi sebuah lembaga fungsional
di lembaga legislatif. Nanti rekruitmentnya, syarat-syarat dan mekanismenya diatur,
Saya berharap nanti diatur di dalam undang-undang, walaupun secara eksplisit belum
diatur secara lebih dalam. Karena ini kejar target saja, Saya yakin Pak Fahri tahu,
kejar target ini supaya cepat masuk nanti dibahas bersama Pemerintah.
Termasuk juga nanti terkait dengan peraturan Tata Tertib DPR. Nah yang Mba
Nurul sampaikan itu betul. Kalau DPRD ini kan sebetulnya terkait dengan Undang-
undang Otonomi Daerah. Nah maka kalau menurut hemat Saya, memang diatur
didalam MD3 ini, inilah yang menjadi problem. Karena akan berbenturan dengan
Undang-undang Pemerintah Daerah. Saya berharap, tolong nanti diharmonis lagi,
diperbaiki lagi, dilihat lagi, memang seyogyanya DPRD itu bersatu dengan Undang-
undang Pemerintah Daerah. Seyogyanya. Tapi karena ini sudah bersepakat masuk
disini, masuk di dalam Undang-undang MD3 dan sudah ada sebelumnya, kalau
dihilangkan ini menjadi problem baru bagi lembaga DPR.
Karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu adalah bukan pejabat negara,
bukan. Sehingga kalau bukan pejabat negara sehingga tidak mendapatkan pensiun.
Nah keinginan DPRD itu banyak yang mengharapkan mendapatkan pensiun. Namun
sebaiknya ke depan, kalau misalnya setelah selesai ke depan, undang-undang ini
harus dipecah, supaya tidak membingungkan. Mana pejabat negara, mana pejabat
daerah. Mana MPR, mana DPR, DPD dan DPRD, sebaiknya pisah, jadi tidak menjadi
satu. Tapi karena kita sudah terlanjur menyelesaikan beberapa hal maka .... ini
disatukan, sehingga nanti penyatuan ini ke depan misalnya 5 atau 10 tahun ke depan
ada perbaikan untuk undang-undang. Jadi itu Mba Nurul, jadi DPRD itu sulit juga
untuk memisahkan dengan tugas dari kepentingan daerah. Mungkin itu.
Terima kasih.

F-PPP (AHMAD YANI, SH, MH):

Pak Dimyati, memang menyangkut masalah DPRD ini memang perlu kita
pahami. Sebenarnya Undang-undang MD3 ini kan merupakan kelanjutan dari
sebelumnya itu, Undang-undang tentang Susduk, seperti itu. Berubah menjadi
Undang-undang MD3, perubahan penamaan tapi pokok-pokoknya tidak begitu jauh
berbeda sebenarnya.
Nah seingat Saya juga, pada waktu di Baleg itu juga kita melakukan
perdebatan yang cukup panjang, mau meletakkan DPRD ini masuk dalam rezim
perwakilan atau rezim pemerintahan, begitu. Nah kita juga kan menerima aspirasi,
waktu itu dari Asosiasi Anggota DPRD se-Indonesia. Mereka juga menginginkan tidak
bagian dari pemerintahan daerah. Karena mereka juga sama, dipilih juga sama, ya
kan? Mereka ingin memasukkan pokok ke dalam rezimnya rezim perwakilan. Nah tapi
memang dia terbentuk dengan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah
maupun Undang-undang ... Nah kita dulu juga awalnya ingin mensplit undang-undang
ini, Cuma keterbatasan waktu, ya kan? Untuk mensplit undang-undang ini jadi 4.
Memang idealnya displit undang-undang ini, karena MPR ada lembaga negara
tersendiri, DPR lembaga negara tersendiri, DPD lembaga negara tersendiri, yang
seharusnya punya undang-undang tersendiri. Sama dengan Mahkamah Agung, sama
dengan Pemerintah, sama yang Kejaksaan Agung dan sebagainya.
11

Yang ingin kita butuhkan itu sesungguhnya, karena tidak semua anggota
Pansus ini bagian dari anggota Badan Legislasi, sesungguhnya bahan-bahan
perdebatan yang ada itu memang bisa diharapkan itu yang lagi diuber kembali. Dibuat
tabulasi atau dibuat matriks seperti itu.
Nah ini Saya minta sekali lagi juga kepada Pimpinan, ya Baleg juga harus kita
tugaskan kembali, ya kan? Baleg menugaskan kembali. Kan ini produknya Baleg. Dan
ini menjadi penting. Menurut Saya, satu-satunya undang-undang yang agak penting
dan sangat harus kita selesaikan ini disamping undang-undang yang lain, menurut
Saya, undang-undang ini. Nah oleh karena itu harus ada kerja sama juga dengan
Badan Legislasi kembali ini. Nah tolong dibuat tabulasi, dibuat matriksnya dengan
analisislah kalau bisa, analisis SWOT, kelemahan dan keuntungannya kalau displit
atau digabungkan seperti sekarang ini.
Terima kasih.

F-PD (AGUNG BUDI SANTOSO, SH):

Pimpinan, ya terima kasih.


Pak Dim, ketemu lagi Pak Dim.
Ingin menanyakan saja mengenai Badan keahlian memberikan dukungan
keahlian ini apakah sama dengan BFK? Badan Fungsi Keahlian. Karena kami di,
kebetulan Saya juga anggota BURT, sudah membahas ini, dan kita merasa penting
untuk dibentuk suatu badan keahlian yang menunjang sebagai supporting system
daripada anggota Dewan. Karena mungkin, mohon maaf memang kalau kita lihat
seperti juga Pak Dim rasakan, bahwa kualitas daripada PUU, perundang-undangan
kita juga sangat lemah kan? Saya ingat pada waktu kita membahas Tata Tertib ... juga
ternyata banyak sekali hal-hal yang bukan substansial sebetulnya, malah redaksional
yang tidak menjadi suatu kesalahan dalam suatu pembuatan undang-undang. Nah
kalau itu memang, mungkin yang dimaksudkan sama dengan apa yang sudah kita
mulai, walaupun belum selesai dari tahun 2010 kalau tidak salah, mengenai akan
dibentuknya satu badan fungsional keahlian ya, mensupport anggota Dewan dalam
bidang undang-undang, tentunya kita berharap dengan adanya badan itu yang
mendukung kita, kualitas dari pada undang-undang yang kita buat semakin baik. Itu
yang pertama.
Yang kedua, agar juga undang-undang itu tidak lagi dibawa ke MK. Karena
sudah betul-betul kita membuat undang-undang sesuai dengan semangat dan
ketentuan yang berlaku. Karena seringkali kawan-kawan juga sering berkelakar
sebetulnya, berkelakar, apa yang kita buat oleh satu komisi, undang-undang bahkan
mungkin 560 orang anggota membuat undang-undang, dikalahkan dengan keputusan
MK yang hanya 9 hakim MK, begitu. Jadi untuk meminimalisir daripada itu, kita perlu
membuat suatu BFK. Itu pokok, latar belakang kita untuk membentuk BFK.
Kemudian juga pada diskusi-diskusi round table dengan Pak Jimly waktu itu,
dengan Pak Jimly pun pernah kita usulkan bahwa sebelum undang-undang itu kita
sahkan, adalah pembicaraan atau pembahasan bersama MK.Pernah kita usulkan
pada waktu itu, tapi ternyata itu menyalahi sistem ketatanegaraan, tidak boleh. Jadi
memang menurut kami, sangat perlu dibentuk suatu badan keahlian yang mendukung
daripada anggota Dewan. Apakah itu sama? Ya kalau sama ya tinggal kita gas pool
lagi untuk segera ini. Cuma permasalahannya pada waktu itu, kawan-kawan Sekjen
tidak, belum sepakat, bahwa nanti BFK atau Badan keahlian itu dibawah Sekjen atau
dibawah Ketua DPR secara langsung? Kita, pada waktu itu dengan kawan-kawan
BURT, inginnya itu dibawah Ketua DPR langsung, bukan dibawah Sekjen, dan itu
12

bukan artinya pegawai-pegawai negeri yang biasa kelasnya. Tapi kita lebih minta
kepada memang orang-orang yang betul-betul menguasai didalam membuat undang-
undang.
Begitu saja dari kami, Pimpinan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Mau langsung dijawab? Silakan Pak Dim.

PIMPINAN BALEG:

Ya. Memang agaknya apa yang disampaikan di BURT agak mirip dengan yang
dikeluarkan di Badan Legislasi. Bahwa Badan keahlian ini sebetulnya membentuk law
center. Saya berharap didalamnya adalah para profesional. Dan problem yang ada
sekarang ini dalam membuat Naskah Akademik, itu begitu simpel dan sederhana,
tidak menandakan begitu ahlinya orang membuat. Karena perlulah sebuah badan
keahlian yang ternyata kadang NA itu dibuat oleh TU, atau diorderkan kepada pihak-
pihak tertentu. Padahal disitu ada budgetnya, ada anggarannya. Nah anggaran dibuat
sulit. Entah bagaimana BURT membuat, mengolah anggaran itu ya. Sehingga
anggaran itu tidak bisa dikontraktuilkan. Anggaran harus lumpsum, harus berupa nara
sumber bahkan. Padahal, kita perlu kerja sama. Nah maka di dalam pasal itu, Saya
berharap nanti Pansus bersama Pemerintah coba mencari format begitu, yang bagus
untuk penguatan DPR. Saya berharap Undang-undang MD3 ini lebih kuat, DPR.
Fokuskan dulu pada DPR. Saya yakin Pansus memerlukan waktu cukup lama untuk
membuat. Pertama, DPR dulu kuat, baru MPR, DPD dan DPRD. Sebetulnya kalau
DPRD dipisah saja dulu, bahkan dengan sendirinya, 3 kekuatan ini jelas tugas, pokok
dan fungsinya.
Jadi Saya berharap, Badan Keahlian ini sangat diperlukan. Karena memang
kita sangat kekurangan. Siapa sih supporting staff atau supporting system yang akan
kita gunakan? Nah maka dengan sendirinya harus ada keahlian, terutama para pakar.
Dan teknik pengaturan dalam mekanisme pengangkatan, nah ini perlu diatur saja
dalam undang-undang. Karena waktu kita masih ada, Saya berharap kita diatur dalam
Tatib langsung saja, dibuat didalam undang-undang ini. Mekanisme itu. Karena Saya
berharap juga jangan terlalu banyak peraturan dibawahnya yang akhirnya merubah.
Nah tadi Saya menggarisbawahi Pak Agung, tadi Saya membawahi terkait
dengan dibawah Ketua. Ini kolektif kolegial. Saya berharap, jangan sampai undang-
undang termasuk MPR, itu dianggap kita ini membantu Pimpinan MPR. Padahal kita
ini satu. Satu derajat. Sehingga kalau kita tugas atau apa, harus Pimpinan MPR,
Pimpinan DPR. Nah ini jangan sampai nanti redaksional, hanya redaksional saja di
dalam pasal-pasal itu nanti tolong dikaji lagi. Takutnya hilang. Kalau kita kolektif
kolegial, ini Pimpinan dan anggota merupakan satu senyawa, yang tidak bisa, bahwa
kita bukan staffnya Pimpinan, bukan. Kita adalah kolega, kolegial, kolektif. Jadi harus
dibenahi lagi. Takutnya teman-teman didalam menyusun draft perubahan ini masih
sama dengan draft sebelumnya, yang sering Saya koreksi. Termasuk di Tatib MPR,
itu banyak sekali Tatib-Tatib yang sebetulnya tidak senyawa dengan undang-undang
ini.
Demikian.
13

KETUA RAPAT:

Baik, Terima kasih Pak Dim.

Teman-teman sekalian,

Kita memang diminta oleh Badan Legislasi untuk juga melakukan eksplorasi.
Memang waktu rapat dengan Baleg dulu, Saya ingat, Saya termasuk yang
mengusulkan agar ini jadi 4 undang-undang, Undang-undang MPR sendiri, Undang-
undang DPR sendiri, Undang-undang DPD sendiri, Undang-undang DPRD sendiri.
Masak lembaga sebesar Dewan ini kalah sama lembaga-lembaga kecil lainnya
dimana-mana. Lembaga adhoc saja punya undang-undang sendiri. Masak kita
dicampur-campur. Tapi karena waktunya kurang, tadi Pak Yani membisiki saya, oh
mungkin kalau sekarang kita potong. Saya kira susah, karena ini persoalannya
terdaftar di Prolegnas sebagai MD3. Ya kan? Jadi kalau sudah terdaftar di Prolegnas
sebagai MD3, kita tidak bisa tiba-tiba langsung kata MD3nya dipotong sendiri, begitu.
MD1, 2, ya kan? Tidak bisa jadi 4, begitu. Tapi yang lain Saya kira ada kesempatan
untuk mengeksplorasi, sehingga nanti begitu akan kita pisahkan di masa sidang
katakanlah DPR yang akan datang itu mungkin.
Yang kedua, memang undang-undang ini nanti membutuhkan masa transisi
Pak. Karena kalau diterapkan sebelumnya, ini juga akan mendatangkan banyak
perubahan ya, di dalam Dewan sendiri, termasuk juga kepada lembaga-lembaga atau
staf-staf pendukung. Memang sudah saatnya Dewan sekarang ini menegaskan
secara sangat kuat ya, kita tidak maulah diatur-atur oleh eksekutif, dalam urusan
kerumahtanggaan Dewan ini. Layaknya pimpinan pengelola Dewan ini nanti ya,
pengurus itu adalah selevel menteri, yang memiliki hak ke dalam yang kuat, ya. Bukan
orang yang loyalitas dan kepada pejabat Eksekutif Pemerintah. Karena itulah nanti
MDO sebagai badan yang sudah banyak dibicarakan kemarin itu memang Dewan
memerlukan kantor khusus yang mengelola sumber daya internal. Meskipun kalau
bisa itu jangan dilakukan lagi oleh Dewan, oleh anggota, sebab itu nanti jadi konflik.
Masak urusan Dewan beli 1 ac tanpa fax, itu debatnya dengan anggota Dewan.
Urusan apa itu? Itu nanti dipisah. Makanya lembaga Dewannya itu permanen.
Orangnya ini datang setiap 5 tahun ya, ke tempat ini. Tetapi lembaga permanen ini
yang harus dirintis untuk dibuat dari sekarang. Dibawah Badan anggaran itu harus
ada budget house yang kuat, yang memiliki kapasitas untuk melakukan komparasi
terhadap proposal APBN Pemerintah. Dibawah Baleg itu harusnya ada legal council
yang kuat, law center yang kuat, yang memiliki kemampuan untuk membuat undang-
undang, serta fasilitas BPHN atau yang lebih daripada itu, sebab konstitusinya
mengatakan kuasa membuat undang-undang ada di Dewan. Dan lain-lainnya,
lembaga-lembaga permanen itu harusnya ada. Perpustakaan Dewan itu harusnya
perpustakaan terlengkap yang ada di Indonesia ini, karena disinilah otak-otak itu
berpikir. Nah ini harus dirintis. Kalau mau demokrasi kita kuat ya, kedaulatan rakyat
harus terwujud. Saya kira itu nanti yang mau ditampilkan di undang-undang ini.
Ada lagi Pak? Silakan.

F-PG (DRS. KAHAR MUZAKIR):

Saya mau tambah sedikit saja.


Begini Pimpinan dan anggota Pansus yang terhormat, Bapak dari Baleg. Saya
lihat, kita ini mengurus yang tidak diperintahkan langsung oleh Undang-undang Dasar
14

1945. Jadi urusan Dewan ini ada yang Saya lihat diperintahkan langsung oleh
undang-undang Dasar 1945 diatur dalam undang-undang, itu tidak diurus. Malah kita
mengurus yang sebetulnya, makanya intepretasi orang, berkonotasi jadi ... coba Saya
tanya sama Bapak-Bapak, kan kekuasaan membuat undang-undang itu ada sama
DPR, diatur lebih lanjut sama undang-undang. Itu aturannya itu tidak jelas, sampai
sekarang. Sehingga kita mundur-maju, betul tidak kita? Kalau melihat DIM Pemerintah
kemarin, 613, itu kita tidak punya kuasa. Itu perintah undang-undang dasar, boleh
baca sekarang. Betul kan Pak Yani?
Ada lagi, yaitu asas imunitas. Tidak pernah. Saya tidak tahu, imunitas apa?
Kalau diplomat, ... atau dinegara lain, karena dia ... DPR, tidak jelas, diatur oleh
undang-undang, Pak Fahri. Undang-undang Dasar perintah, kan tidak pernah kita.
Sampai 65 tahun diatur dalam undang-undang dasar, tidak kena dia itu dalam
undang-undang. Saya terbayang dipikiran Saya, kenapa seorang teroris ditembak
ditempat? Karena melanggar undang-undang Dasar 1945. Lantas alih-alih kita ini
menyusun di Undang-undang Dasar 1945, banyak sekali keinginan. Sehingga, ada
kesan ... keinginan ... yang banyak-banyak itu karena ada sesuatu. Kalau Saya boleh
saran, Undang-undang MD3 sekarang itu Cuma 3 hal, satu yang masalah asas
imunitas, dua kekuasaan DPR yang diatur oleh undang-undang, itu perintah Undang-
undang Dasar 1945, ketiga asas demokrasi yang laku di para anggota DPR. Sengit
dan tidak terlalu banyak. Dan resistensi yang kayak 613 DIM Saya lihat itu, jadi tidak,
dan undang-undang ini bisa disempurnakan.
Kalau Saya boleh saran mengingat waktunya yang terbatas, supaya ini
membuat sejarah bahwasannya ada kita dari Undang-undang Dasar 1945 yang
diperintahkan kita kerjakan. Tiga itu saja. Yang lain nanti saja deh. Mau yang lain-lain,
bagus semua itu, yang ini-itu, ini –itu, paham kita, dan bagus, luar biasa bagusnya.
Tetapi yang prinsip saja, Saya tidak tahu perintah yang namanya asas imunitas itu
bagaimana bentuknya. Ada di Pasal 168, tapi juga tidak mengatur tidak secara
spesifik. MD3 itu 168, tidak ada manusia di dunia ini yang dengar tentang asas
imunitas yang MD3 itu. Oleh karena itu Pak Ketua dan saudara-saudara sekalian
anggota Pansus, Saya mengajak mari yang diperintahkan Undang-undang Dasar
1945 kita kerjakan dulu. Yang sifatnya interpretatif, yang Cuma interpretasi kita, perlu
itu, belakangan saja, supaya tidak debatabel,undang-undang ini bisa cepat selesai.
Nanti kalau kurang, itu ya masa sidang berikutnya, setahun lagi, kita perbaiki lagi.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, memang sebetulnya kalau abang tadi bilang dua, tiga, ini sebenarnya dua
yang diatur. Pertama itu penguatan anggota sebagai wujud daripada kedaulatan
rakyat itu anggota.Yang kedua itu penguatan kelembagaan. Yang anggota itu
termasuk didalamnya adalah asas-asas kepada semua anggota Dewan dimanapun
diseluruh dunia itu adalah imunitas. Kalau kita mau menjadi negara bebas, memang
politisinya harus bebas. Nah, bahkan sekarang ini kan sudah ada norma parlementary
... dalam banyak undang-undang lain. Harusnya memang anggota Dewan adalah
diplomat. Makanya sebetulnya paspor anggota Dewan itu paspor hitam. Kenapa pula
kita paspornya itu seperti PNS? Jadi kami juga di pimpinan ngomong soal, misalnya
aset anggota Dewan itu tidak bisa dianggap sama dengan aset PNS. LHKPN itu
adalah rezimnya PNS. Kalau dimana-mana, anggota Dewan itu kan datang ke dalam
politik maksimal 5 tahun, kecuali kalau terpilih lagi. Makanya di negara-negara yang
maju demokrasinya, aset politisi, anggota Dewan itu, dikelola oleh lembaga khusus
15

yang ditunjuk oleh kongres, itu. Bukan seperti sekarang. Tiba-tiba di Jepang,
dibilangin tertangkap atau apa begitu, LHKPNnya dibuka, lalu kemudian seolah-olah
semua aset yang lain itu adalah pencucian uang. Ini hal-hal yang memang harus
dibersihkan dari ... ini. Sebab ini menyebabkan politisi kita jadi tidak merdeka, padahal
daulat rakyat adalah kemerdekaan.
Nah yang kedua itu adalah penguatan Dewan sebagai institusi. Jadi kita itu
tadi, pribadi kita itu, datang dan pergi tapi lembaganya tetap kuat. Tradisi membuat
undang-undang yang kuat, tradisi analisa terhadap APBN yang kuat, tradisi
pengawasannya juga sudah melekat kuat didalam Dewan kita. Nah sebenarnya itu
yang kita mau targetkan sesuai dengan pasal yang diajukan oleh Baleg ini.
Jadi Saya kira ini kita lebih baik lanjut kepada pembahasan yang lebih detail,
supaya wujud dari apa yang kita inginkan itu tadi, sehigga kalau bisa tidak terlalu lama
juga undang-undang ini kita sudah selesaikan. Supaya bisa berlaku bagi anggota
DPR yang akan datang, dan supaya ada waktu jeda transisi bagi kelembagaan
Dewan untuk menata kesiapannya untuk menerima anggota baru pada bulan Oktober
akhir tahun ini.
Saya kira itu mungkin Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, cukup semua?

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD):

Terima kasih Pimpinan.


Banyak hal sudah dibicarakan, Saya hanya ingin ... saja kepada Baleg dan
Pimpinan ya, yang pertama mengenai sumpah jabatan. Apa perlunya misalnya
undang-undang ini mencantumkan sumpah anggota MPR, ... keanggotaan DPR.
Sampai dia mengatakan, akan memperjuangkan aspirasi dana pemilihan di MPR. Apa
yang diperjuangkan disana? Mohon dipertimbangkan di dalam naskah sumpah
anggota DPR. Maaf, Saya ulangi ya, MPR.
Yang kedua juga kesamaan naskah, juga tercantum banyak naskah sumpah
untuk presiden, ada di MPR. Apa tidak sebaiknya di Undang-undang ... langsung ini?
Padahal MPR sekarang tidak milih lagi dia, sekarang rakyat yang memilih, KPU yang
menentukan. MPR memfasilitasi dengan Berita Acara, itu, tinggal pelantikan disana
itu, yang melantik kita semuanya KPU, begitu. Nah ini juga mohon dipertimbangkan.
Yang ketiga, adanya kesamaan sumpah antara anggota dan Pimpinan DPR.
Jadi diulang lagi, ketika dia dilantik menjadi pimpinan, mengulangi lagi naskah
anggota itu, padahal dia sebagai pimpinan. Jadi mana beda sumpah dengan
anggota? Itu yang pertama tentang sumpah.
Yang kedua, Saya setuju Pak Pimpinan, memang undang-undang itu secara
organik diperintahkan oleh Undang-undang Dasar supaya diatur tersendiri. Kan
begitu rezimnya. Diatur dengan, bukan diatur dalam. Jadi kita, Saya berharap, tidak
mengulangi lagi ini. Kita bikin saja undang-undang tentang MPR, tentang DPR, DPD.
Adapun DPRD kan rezimnya di Undang-undang No. 3 Tahun 2004, begitu. Apalagi
kalau nanti kita mengelompokkan DPRD di undang-undang ini, itu sejengkal lagi ada
kebutuhan legitimasi tentang status anggota DPRD, harus sama dengan kita. Dia
sebagai pejabat negara nanti. Tentu implikasinya banyak, Pak Dimyati. Nah karena itu
supaya tidak ada harapan yang berlebihan, ini undang-undang bisa kita pisah. Kalau
tadi Pak Fahri Hamzah mengatakan, ini adalah .... itu benar. Tapi kita punya
pengalaman dulu Pak, ketika kita membahas tentang .... kita jadikan undang-undang
waktu itu, ternyata menjadi 3 undang-undang. Yang satu menjadi Undang-undang
tentang Keuangan Negara No. 17 tahun 2003, kemudian Undang-undang No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan yang ketiga No. 15 Tahun 2004
16

tentang Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Itu sudah ada
konversinya, tidak apa-apa. Tinggal kita kembali saja bersama Baleg,
mempertanggungjawabkan. Mengingat Prolegnas ini produk DPR dan Presiden,
Pemerintah dalam hal ini, maka harus ditinjau putusannya. Tapi tidak mendelegitimasi
usaha Pansus di dalam upaya menerjemahkan dinamika yang berkembang dalam
forum-forum persidangan ini. Nah oleh karena itu kita punya cantolan yang
konstitusional, begitu. Perintahnya sangat tegas, diatur dengan, begitu. Justru kalau
Saya coba inventarisasi, di DPRD itu pengaturannya dalam Pasal 18 ayat (3) dan ayat
(7), tentang Pemda begitu, Pemerintahan Daerah. Tiba-tiba oleh kita di satu
kelompokkan, yang pengaturannya dikatakan disini Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
Dasar mengatakan, MPR diatur dengan undang-undang. Untuk DPR Pasal 14 ayat
(2), diatur dengan. Kemudian untuk DPD Pasal 22 c ayat (4), diatur dengan. Begitu.
Jadi semestinya Baleg tidak mengulangi kesalahan, ya katakanlah ini walaupun tidak
salah-salah amat tapi tetap salah, begitu. Cuma beruntunglah, tidak ada legal
standing datang ke MK minta dibatalkan undang-undang ini, begitu. Kalau Pak Yani
misalnya masuk lagi Pak Dim, ke sini ini, Beliau kan Dapilnya MK ya, tidak, tidak, mau
Saya perbaiki, Pak Yani Insya Allah tetap disini bersama kita. Jadi Saya hanya
membayangkan ya, seandainya ada seseorang warga kita ya yang mempunyai legal
standing mengajukan, dari 1 paragraf saja, batal undang-undang ini. Demikian,
karena menyalahi undang-undang Dasar. Nah oleh karena itu kita mencegah hal yang
tidak diharapkan. Dan sebagai konsistensi kita mengawal undang-undang, satu ...
undang-undang ini, saran kami tadi, kita pecah saja, itu yang pertama. Kemudian
yang kedua, setuju Pak Dim, point mana yang kira-kira minta dikonsentrasikan khusus
di DPR itu, Saya setuju saja. Apalagi kalau kita membaca DIM Pemerintah ya,
pengantar Pemerintah yang kemarin, Saya kira Pak Dim bisa membaca ulang
konsepnya.
Saya kira beberapa hal Saya mendukung dengan saran terdahulu, demikian
Saya sampaikan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, ini menarik, Pak Yani, silakan.

F-PPP (AHMAD YANI, SH, MH):

Sedikit Pak, tambahan.


Saya ingin apa yang diungkapkan oleh Kang Soen itu, memang itu ada ...
kebijakan kita, secara Undang-undang Dasar. Jadi dibacakan cukup jelas, perintah
Undang-undang Dasar kita itu, kalau MPR itu memang diatur di Pasal 2 ayat (1). DPR
itu diatur di Pasal 19 ayat (2). DPD itu diatur Pasal 22c ayat (4). Perintah. Memang
kekeliruan kita selama ini, menggabungkannya.Padahal waktu kita di Baleg, sudah
berulangkali Saya meminta displit, begitu ya. Tapi disini juga bisa, walaupun dia tidak
masuk Prolegnas, ada pertanggungjawaban .... kan bisa juga dia, walaupun
pembahasannya bisa bersama-sama. Pembahasan yang bersama-sama tadi ...
diujungnya, maka di split ya, menjadi Undang-undang tentang MPR, Undang-undang
tentang DPR, dan Undang-undang tentang DPD. Nah Undang-undang tentang DPRD
ini memang perintah Undang-undang Dasar di rezimnya, rezim Pemerintahan Daerah.
Walaupun memang ini ada desakan dari kawan-kawan kita, anggota DPRD daerah
yang meminta hak dan kedudukan yang sama.
17

Jadi Pak Fahri, sesungguhnya tidak melanggar kan kalau kita, dan sudah ada
yurisprudensi ya? Nah tinggal memang di DPR ini seperti tadi dikemukakan oleh Pak
Fahri, hanya 2 sesungguhnya, penguatan terhadap anggota dan penguatan terhadap
kelembagaan. Dan penguatan kepada anggota ini ... sistem anggotanya itu sendiri
maupun juga lembaganya sendiri. Kita baru bisa membayangkan wajah parlemen kita
ke depan itu sesungguhnya. Termasuk apa yang dikemukakan oleh kakanda satu
Dapil dengan Saya, Pak Muzakir, diketok palunya jadi anggota DPR kembali. Saya
kira itu bagian saja dari perbuatan kelembagaan dan keanggotaan, hak imunitas dan
sebagainya itu. Nah penguatan Badan Kehormatan itu juga seperti itu. Maka lembaga
negara lain itu sebenarnya tidak bisa menyentuh anggota parlemen itu sebelum dia
diadili. Sidang Badan Kehormatan itu sendiri. Dia bisa. Kita ini kan rentan betul
dipanggil.
Nah oleh karena itu, tadi Saya mengusulkan Pak Fahri, kenapa Saya
mengusulkan, untuk Baleg bekerja kembali, kan ini kepentingan tidak hanya
kepentingan Pansus, ... sekaligus bagaimana mengharmonisasi. Kemarin kita lihat
DIM yang dibawa Pemerintah ini, banyak hal yang ditolak. Istilah pun ditolak, kan?
Contohnya DIM Pemerintah waktu yang di fraksi adalah Pusat Kajian Legislasi, inipun
minta dihapus, padahal ini untuk memperkuat kelembagaan kita.
Terima kasih.

F-PG (DRS. KAHAR MUZAKIR):

Sedikit saja Pak.


Jadi kalau boleh Saya saran, ini maaf Pak Yani ya, istilah lembaga DPR itu
tidak perlu kita sampaikan. Kan ada .... kita lebih kuat. Kalau ... Cuma turunan dari
Undang-undang Dasar 1945, ... bukan karena keinginan kita. Jadi founding fathers
kita yang dulu menyusun republik ini sudah tahu bahwa ini harus kuat. Kalau harus
kuat itu begini, kekuasaan membuat undang-undang pasal sekian itu ada diranah
DPR. Ada asas imunitas. ... tapi kan memang harusnya demikian itu, dalam lembaga
negara yang seharusnya lembaga sebagai tiang negara itu memang harus kuat. Sejak
didirikan dulu. Nah kalau kita berbicara di forum kita ini memperkuat kelembagaan,
memperkuat keanggotaan, ... ini akan datang. Karena keinginan. Karena kita tidak
diminta, itu karena perintah. Supaya negara ini lancar. Tidak ada ekses-ekses seperti
kemarin-kemarin lagi. Lembaga-lembaga ... bisa membikin kita kacau-balau, itu saja.

KETUA RAPAT:

Baik, kita perpanjang dulu ke pukul 12.30 WIB ya?


Pak Beny, masih ada yang mau disampaikan? Maaf ya Pak Dim ya, Pak Beny
dulu.

F-PD (DR. BENY K. HARMAN, SH):

Saya ingin sekali untuk mendapatkan gambaran dari teman-teman Baleg.


Terus terang ketika kita membuat undang-undang ini, kita tidak bisa
menyangkal bahwa Dewan ini sedang diguncang. Dewan kita ini lagi kena badai. Itu
realitas. Dan undang-undang ini mestinya mampu menjawab kenyataan itu. Contoh,
yang kasat mata adalah bahwa Dewan ini menjadi episentrum korupsi. Suka atau
tidak suka, itulah persepsi yang terbaru di masyarakat. Dan juga memang
kenyataannya, suka atau tidak suka, itu yang kita ..., kan begitu. Nah, Saya ingin
18

sekali, ketika Baleg membahas ini, menyentuh soal ini, kalau menyentuh soal ini maka
kita identifikasi, dimana sih episentrum peluang-peluang, potensi-potensi ... di ... itu
dimana. Misalnya, Badan Anggaran. Kenapa Baleg tidak mengusulkan atau mungkin
di Baleg pernah dibahas ini, keberadaan Banggar itu masih dibutuhkan atau tidak?
Kalau ini memang sumber masalah tadi, maka kan kita tidak potong. Banggar ini kita
fungsinya tetap kita pertahankan, tetapi ad hoc saja. Kalau fungsi misalnya untuk
sinkronisasi saja,kembalikan itu kepada komisi masing-masing. Nah Banggar ini nanti
semacam Pansus saja, yang tugasnya untuk sinkronisasi anggaran di masing-masing
komisi. Ini sekarang kita di..., terus-terang saja, apa yang dibahas di Banggar itu kita
tidak ikuti, tiba-tiba ada kasus, kita diundang. Nah apa ini? Ya. Ini lho, maksud Saya,
Baleg ini tidak boleh seperti di Menara Gading. Nah Saya ingin nanti Pansus ini
ngomong sama ... juga, berkaitan dengan imunitas tadi Pak, hak imunitas itu kan tidak
berarti imunitas terhadap hukum. Kalau kita melakukan kejahatan, kita diproteksi oleh
pembangunan, itu maksudnya. Hak imunitas itu hak yang dijamin oleh undang-
undang, dan kita tidak bisa dituntut atas pelaksanaan hak kita ini. Tapi kalau kita
melakukan kejahatan, mana ada undang-undang yang melindungi kejahatan?
Misalnya Saya bertanya, Saya tidak bisa dituntut atas pertanyaan Saya. Disini,
termasuk misalnya Saya menuduh. Tidak bisa dong. Saya menuduh presiden ini
terlibat dalam kasus ini, Saya tidak bisa dituduh. Tidak bisa. Tidak bisa Saya dibawa
ke polisi dengan tuduhan bahwa Pak Beny melakukan pencemaran. Tidak bisa. Itu
namanya hak imunitas. Tapi kalau Saya main proyek disini, Saya ditangkap KPK, ya
tidak bisa, apa yang mau di, apalagi kalau tanda tangan, ya tidak bisa. “Loe sudah
bagi-bagi duit melakukan kejahatan, masa dilindungi? Tidak bisa dong”. Nah ini
makanya kita berkepentingan, .. itu di data, Pak. Jadi kita ingin bahas ini, rancangan
undang-undang ini menyentuh soal itu tadi.
Nah kedua soal daerah misalnya. Ada aspirasi teman-teman daerah ini supaya
anggota Dewan Daerah ini bukan pejabat negara tapi pejabat daerah, kan begitu
Pak? Fungsinya sama semua kok. Pertanyaan konstitusionalnya adalah, apakah
DPRD provinsi, kabupaten/kota ini, lembaga legislatif atau bukan? Kan itu pertanyaan.
Kalau bukan lembaga legislatif ya “You tidak punya hak untuk menuntut itu dong, kau
hanya pegawainya bupati kok minta jadi pejabat daerah”, kan begitu Pak. Pejabat
negaranya bupati selama 5 tahun. Hanya supaya objektif, tidak ada kongkalikong,
“Loe dipilih oleh rakyat”, kan begitu. “Tapi status kau tetap pegawai bupati, pegawai
gubernur”, kan begitu. Jadi kita harus bedakan, betul itu, soal mekanisme pemilihan.
Pertanyaan yang paling penting itu, DPRD provinsi, kabupaten itu, lembaga legislatif
daerah atau bukan? Kita tidak tahu, bukan ahli. Maka kita undang ahli Tata Negara
soal itu nanti. Kan begitu Pak. Jadi itu soal yang kedua.
Yang ketiga, kita menerima Rancangan Undang-undang ini kan apa adanya,
Pak. Jadi satu untuk empat itu tadi kan, MPR, DPD, DPR dan DPRD, begitu Pak
Ketua. Oleh sebab itu untuk sementara kita tidak usah lagi, kita terima untuk akan
datang kita lakukan itu. Nah tapi point kita adalah, Pansus ini berkeinginan untuk
membangun Parlemen yang bersih ke depan, karena dia bersih dia berwibawa,
karena dia berwibawa, dia dihormati, baik oleh mitranya maupun oleh rakyat. Kalau
tidak sekarang ini Pak, kita tanya ke rakyat ini, “Ah maling, DPR maling”. “Karena loe
bilang gue maling maka aku beli suara kau”, kan begitu Pak. Maka teman-teman kita
kayak Pak Yani, terlempar sedikit. Nah itu Pak.
Terima kasih banyak.
19

KETUA RAPAT:

Baik, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, Saya kira ini cukup. Mungkin kita
minta terakhir dari Pak Dim untuk menyampaikan catatan terakhirnya, silakan.

PIMPINAN BALEG:

Yang disampaikan Kang Soen itu betul, sebetulnya Saya sudah protes, hanya
Saya dengar dari para senior ya, Saya belum senior, nanti kalau sudah yang kedua,
Saya senior, Saya baru junior. Nanti kalau sudah dilantik Oktober, baru senior. Ini
masih junior. Kata senior, ini politik hukum. Kenapa politik hukum? Akal-akalan
anggota DPR. Jangan diekspose ya. Akal-akalan anggota DPR, supaya apa? Supaya
ini bisa masuk dan diatur. Tapi menurut Saya, kita sekarang harus meluruskan
sejarah, jangan memutar-balikkan, karena disini sekarang banyak ahli, berbeda
dengan yang dulu. Sekarang banyak ahli, maka dengan sendirinya harus disesuaikan
dengan konstitusi. Sebetulnya Saya bukan Ketua Panjanya, kalau Saya ketua
Panjanya, Saya split sejak awal.
Nah oleh sebab itu, karena adanya seperti ini, tolong ini segera diselesaikan
karena tidak ada carry over. Kalau tidak selesai di Pansus, maka ini akan kembali ke
nol. Maka dengan sendirinya menyusun dari awal kembali.
Terus yang kedua, bisa diatur supaya kita tidak tadi Pak Soen mengatakan, ini
kalau ada yang paham dengan konstitusi, maka dengan sendirinya ini akan digugat.
Maka diatur dalam ketentuan saja, bahwa dalam jangka waktu sekian harus segera
dibuat pengaturannya. Dalam arti anggap saja ini umbrella lex atau leg generalis,
nanti ada leg spesialisnya masing-masing. Ini supaya diatur demikian.
Nah tadi terkait dengan DPRD, silakan, karena sudah dari awal sudah ada
dalam Undang-undang MD3, DPRD masuk, menjadi seperti sejajar dalam satu
undang-undang, yaitu Undang-undang No. 27 Tahun 2009. Dan kalau dihilangkan
maka dia akan diatur dimana. Saya berharap Pansus ini menyelesaikan undang-
undang ini, kalau ada perbaikan maka nanti bisa diperbaiki dikemudian hari. Dan nanti
kalau ada DIM Pemerintah yang begitu besar, Saya berharap terhadap Pemerintah
yang ingin DPRD, DPR ini kan legislatif ini, tidak ingin kuat. Saya yakin kan
Pemerintah adalah counterpart daripada kita, maka kalau kitanya kuat, maka
Pemerintah juga kewalahan menghadapi legislatif yang sebetulnya kalau check and
balances berlangsung dengan baik, maka Pemerintah ini akan, negara ini akan
makmur.
Terus yang lain adalah menurut hemat Saya, karena 2014-2019 anggota
DPR,DPD dan MPR ini baru, Saya berharap, apa saja sih yang penting, begitu, yang
untuk melaksanakan tugas daripada para anggota DPR yang baru nanti, misalnya
terkait dengan posisi Pimpinan, komisi, alat kelengkapan dan sebagainya. Tadi Pak
Beny mengatakan, apakah dibahas tidak? Dibahas, Pak Beny. Begitu problematika
Badan Anggaran tersorot, ini tersorot bukan hanya kita, termasuk publik menyoroti
bahwa di Badan Anggaran begitu KKNnya sangat tinggi sekali, bagi-bagi anggaran,
bagi-bagi proyek, sampai kepada partai politik akhirnya, ujungnya. Nah ini yang harus
segera dikoreksi, bahwa ini tidak semuanya.
20

Nah oleh sebab itu, apa sih yang harus diperbaiki? Tugas DPR ini, tugas
legislatif kan hanya 3, pengawasan, anggaran dan budgeting. Anggaran, legislasi dan
pengawasan. Maka sebetulnya, seyogyanya ada 3 instrumen yang besar, yaitu Badan
Anggaran, Badan Legislasi, dan Badan Pengawas. Harusnya, kalau mau bicara
council ya. ... bugdet council, dan supervisi council. Maka dengan sendirinya nanti
komisi-komisi ada dibawah situ. Pembahasan anggaran ya per komisi, bukan di satu
Badan Anggaran Besar, ada Badan Anggaran Kecil, yang semuanya bermain-main
dengan “kongkalikong” tanggapan publik. Maka, Saya berharap itu nanti dibahas
kemudian, supaya Undang-undang Perubahan MD3 ini segera tuntas selesai, kecuali
memang tidak selesai. Ya kalau tidak selesai ya kembali kepada undang-undang yang
lama, dan kembali ke nol.
Mungkin itu saja. Sekali lagi, terima kasih atas perhatiannya.
Yang terpenting sekarang, coba harmonis tidak dengan Undang-undang
Pemerintahan Daerah, dengan konstitusi, dan juga dengan undang-undang yang lain.
Demikian, Terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabakaratuh.

KETUA RAPAT:

Baik, Terima kasih Pak Dimyati.


Saya kira penjelasannya tadi sudah cukup, tinggal nanti memang Pansus perlu
punya strategi agar semua catatan-catatan ideal tadi itu bisa kita tuntaskan secepat-
cepatnya. Dan terima kasih juga kepada semua anggota yang hadir, mudah-mudahan
dalam

F-PKB (KH. MUH. UNAIS ALI HISYAM):

Sebelum ditutup, Pak.


Jadi Saya melihat perkembangan dinamika masukan dari kawan-kawan
termasuk Kang Soen yang Saya kira sangat bagus, terkait wacana split menyeplit dari
Undang-undang MD3 menjadi beberapa undang-undang. Saya kira ini kan belum
terlambat ya, artinya kalau kita melakukan perbaikan, review ulang terhadap tata
bahasa yang ... berkembang demikian itu, untuk dibahas di level Pansus berikutnya,
apakah kita akan melanjutkan undang-undang ini sebagaimana yang sekarang sudah
berjalan, atau kita akan menyeplit menjadi beberapa undang-undang? Dan Pansus itu
tetap berjalan tapi menjadi Panja A, Panja B, Panja C yang membahas secara
tersendiri, masing-masing.
Terima kasih.
21

KETUA RAPAT:

Baik, Saya kira nanti kita akan mendalaminya lagi didalam rapat internal
berikutnya.
Selanjutnya, kita mengucapkan sekali lagi terima kasih.
Dengan mengucap Alhamdulillahirrabil alamin, Rapat Pansus RUU tentang
Perubahan MD3 dengan Badan Legislasi kita tutup.
Billahitaufik walhidayah.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabakaratuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.30 WIB)

an. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN RUU MD3
SEKRETARIS,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- : IX
JENIS RAPAT : Rapat Dengar Pendapat (RDP)
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Senin, 19 Mei 2014
WAKTU : Jam 14.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Badan Anggaran, Gd Nusantara I Lt 1
KETUA RAPAT : AHMAD YANI., S.H., M.H. (Wakil Ketua Pansus/F.PPP)
ACARA : RDP dengan KPK, BPK, PPATK dan POLRI
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 15 orang dari 30 Anggota Pansus
6 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
5 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
3 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
2 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
2 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
- dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
2 dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
1 dari 2 orang Anggota;
8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA
- dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
- dari 1 orang Anggota.
2

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. EDI RAMLI SITANGGANG, S.H. 428
2. H. HARRY WITJAKSONO, S.H. 478
3. Dra. R.A. IDA RIYANTI 500
4. VENNA MELINDA, S.E. 518
5. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540
FRAKSI PARTAI GOLKAR
6. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., MBA. 228
7. IR. H. AZHAR ROMLI, M.SI 194
8. NURUL ARIFIN, S.IP, M.Si 214
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
9. IR. H. DARYATMO MARDIYANTO 355
10. ABIDIN FIKRI, S.H. 385
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
11. H. T.B. SOENMANDJAJA, S.D. 70
12. FAHRI HAMZAH, SE. 95
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
-
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
13. AHMAD YANI, SH.,MH. 287
14. MUHAMAD ARWANI THOMAFI, H. 302
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
15. KH. MUH UNAIS ALI HISHAM 171
FRAKSI PARTAI GERINDRA
-
FRAKSI PARTAI HANURA
-

b. SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Titi Asmara Dewi, S.H.,M.H. Legal Drafter

c. Tamu/undangan
a. Ketua PPATK, Dr. MUHAMMAD YUSUF
b. KAPOLRI, Drs. SUTARMAN
c. Pimpinan BPK, Dr. AGUNG FIRMAN SAMPURNA, S.E., M.Si.
3

KETUA RAPAT (AHMAD YANI, S.H., M.H.):

… tentang perubahan Undang-undang MD3 dibahas dalam sebuah Panitia


Khusus, DPR RI membentuk Panitia Khusus yang beranggotakan 30 orang Anggota
DPR RI yang disahkan pada Rapat Paripurna tanggal 28 Januari 2014. Agenda rapat-
rapat Pansus di mulai dengan … rapat pemilihan Pansus pada tanggal 11 Februari
2014 ada pun komposisi Pimpinan Pansus tepilih sekaligus perkenalan kepada Pak
Kapolri dan Pak Yusuf dari PPATK yaitu Benny K. Harman, SH sebagai Ketua dari
Fraksi Partai Demokrat, Saudara Nurul Arifin, S.IP, M.SI dari Fraksi Partai Golongan
Karya Wakil Ketua, saya sendiri dari Partai Persatuan Pembangunan Wakil Ketua dan
Saudara Fahri Hamzah, SE dari Fraksi Keadilan Sejahtera Wakil Ketua. Berikutnya
para … Pansus, saya kira sudah kenal semuanya.

Saudara Pimpinan Pansus,


….,

Sesuai dengan peraturan tata tertib DPR RI pasal 1 ayat (6) dapat masukan dan
penyempurnaan RUU dan pengkayaan sebagai bekal pembahasan dengan pemerintah
atau menteri yang mewakili, maka Pansus mengundang berbagai kalangan baik dari
Pemerintah, …, dan berbagai perguruan tinggi, praktisi, LSM dan pihak-pihak lain yang
dapat memberikan saran dan masukan terhadap draf RUU yang akan dibahas oleh
DPR bersama-sama dengan pemerintah.

Saudara Pimpinan Pansus,


Anggota Pansus,
Dan hadirin,

Sebelum mendengarkan saran dan masukan terhadap RUU tentang perubahan


RUU, Undang-undang MD3 maka kita perlu menyepakati waktu rapat hari ini di
usahakan sesuai dengan jadwal … kita tentukan sampai pukul 16.00 WIB ya
maksimum.
Agenda Pansus siang hari ini adalah pertemuan konsultasi dengan Pimpinan
BPK, belum hadir, dengan Kapolri dan dengan PPATK yang telah hadir, yang belum
hadir adalah BPK dan KPK, BPK dan KPK belum, akan hadir ya, yang KPK.
… khusus pada pemeriksa keuangan yang kita buat kisi-kisinya, kita tahu
berharap betul BPK sebagai Lembaga Negara yang menyelenggarakan fungsi
pemeriksaan atas keuangan Negara memberi hubungan konstitusional dengan DPR,
DPR dalam menyelenggarakan fungsi-fungsinya … hasil kerja BPK, lapor-lapor
pengawasan dan anggaran keuangan Negara. BPK dalam memberikan pandangan
bagaimana meningkatkan hubungan dengan DPR terutama dalam meningkatkan
kualitas fungsi pengawasan dan … DPR … Komisi, … dan panitia-panitia khusus
seperti itu.
Pak Agung, …, Pak Agoes Poernomo belum ada penggantinya sekarang.
4

PIMPINAN BPK (AGUNG FIRMAN SAMPURNA):

Sedang berkonsentrasi untuk itu, tadi pagi baru menyerahkan tanggapan dari
Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah, kita sedang membahas … jadi mohon maaf
kami yang mewakili Pimpinan BPK ke sini.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Agung.


Perlu kami informasikan ini baru kita mulai rapat ini sekali lagi kami ingin
mengulang, bahwa kita harapkan betul bahwa penyusunan RUU MD3 ini diharapkan
masukan dari Badan Pemeriksa Keuangan yang pertama ada BPK sebagai lembaga
Negara yang menyelenggarakan fungsi pemeriksaan atas keuangan Negara memiliki
hubungan konstitusional dengan DPR, DPR dalam menjelankan fungsi-fungsinya
memerlukan hasil kerja BPK dalam melakukan pengawasan dan penanganan
keuangan Negara. BPK diharapkan memberikan pendangan bagaimana meningkatkan
kualitas hubungan dengan DPR, terutama dalam meningkatkan kualitas fungsi
pengawasan dan anggaran. Kapolri yang diharapkan betul masukan, pertama adalah
panggilan paksa yang dilaksanakan oleh pejabat …, atau pejabat tentara nasional
Indonesia atas pemerintahan DPR terhadap sekian pejabat Negara, pejabat pemerintah
… atau warga masyarakat yang tidak memenuhi permintaan DPR untuk memberikan
keterangan tentang satu hal yang perlu ditangani demi kepentingan nusa dan bangsa,
sebagai contoh Pak, Pak Kapolri kemarin kasus Timwas Century, kemarin seperti itu, …
penyanderaan yang dilaksanakan oleh pejabat kepolisian, Negara … atau pejabat
Tentara Nasional Indonesia atas permintaan DPR agar setiap pejabat Negara, pejabat
pemerintah, badan hukum atau masyarakat yang tidak memenuhi panggilan paksa
tanpa alasan yang sah, saya kira itu yang garis besar yang kita harapkan betul tapi
tidak menutup kemungkinan andai ada hal-hal yang perlu diberikan masukan lain
tentunya Pansus sangat mengharapkan, sedangkan materi khusus yang diharapkan
betul oleh PPATK, PPATK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan pengawas
Analisis Transaksi Keuangan Indonesia tentunya … mencegah pakar hukum dan
penegakan hukum terhadap transaksi keuangan yang bertentangan dengan hukum di
Indonesia.
Yang kedua, DPR memerlukan pandangan PPATK terkait dengan transaksi
keuangan sebagaimana yang perlu diatur dalam Undang-Undang MD3 dalam upaya
membangun … lembaga legislative.
Yang ketiga, bagaimana peran Badan Kehormatan dalam upaya membangun
kepercayaan publik berbasis … kerja PPATK. Apakah pengusulan terhadap program
pembanguan daerah pemilihan sesuai dengan kaidah keuangan Negara.
Yang berikutnya yang terakhir, apakah terdapat masukan dalam … terkait
dengan Undang-undang nomor 27 tahun 2009 dan Undang-undang Perubahan dalam
rangka untuk menciptakan lembaga legislative yang kredibel, transparan, bertanggung
jawab kepada amanat rakyat.
Sebelum melanjutkan agenda pertemuan … Rapat Kerja … perkenankan kami
menyampaikan mekanisme rapat siang hari ini kiranya memberikan kesepakatan
kepada seluruh narasumber kita terlebih dahulu baru kemudian kesempakatan kita …
5

seperti itu. Kira-kira kita setujui, untuk pertama ini kita serahkan kepada narasumber
kita, kami mengira pasti narasumber sudah mendapatkan paling tidak draf RUU MD3
ini, untuk itu yang pertama kami kami beri kesempatan kepada Pak Kapolri, kami
persilakan.

KAPOLRI (Drs. SUTARMAN):

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang saya hormati Bapak Ketua dan Pimpinan Pansus RUU tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
atau yang dikenal dengan MD3,
Dan seluruh Bapak/ Ibu Anggota Pansus RUU Perubahan Undang-undang Nomor
27 tahun 2009 yang saya hormati,
Ketua BPK dan Pimpinan PPATK yang saya hormati,

Perkenankanlah kami untuk menyampaikan beberapa hal terkait dengan


rencana usulan perubahan RUU MD3 dalam … Undang-undang nomor 27 atau
Undang-undang MD3 pada prinsipnya mengatur mengenai kewenangan teknis
administrasi dan kelembagaan, institusional dari MPR, DPR, DPD dan DPRD dan
demikian beberapa usulan dalam RUU MD3, juga mengatur hal-hal yang bersifat teknis
mengenai kewenangan kelembagaan dan individu yaitu, adanya penanggapan
beberapa ketentuan mengenai DPR RI, antara lain mengenai pengelolaan anggaran
yaitu DPR RI sebagai pengelola anggaran dan Sekretaris Jenderal pelaksana teknis,
sebagai kebijakan pengguna anggaran serta melakukan pengeluaran, pengelolaan
anggaran DPR yang disampaikan setiap akhir tahun.
Hak Anggota DPR RI untuk mengusulkan dan memperjuangkan program
pembangunan daerah pemilihan dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsi representasi
perwakilan selain itu RUU ini juga menata kembali alat kelengkapan yang ada di DPR,
dimana diberikan penguatan kepada Badan Legislasi namun mengurangi jumlah
keanggotaan di alat kelengkapan di luar komisi, seperti Badan Urusan Rumah Tangga,
agar kegiatan pada komisi-komisi DPR dapat berjalan dengan efektif, juga RUU ini
mengubah ketentuan korum dalam pelaksanaan hak menyatakan pendapat dari semula
tiga perempat menjadi dua pertiga, RUU ini juga mengatur bahwa DPR RI mengadakan
sidang untuk mendengarkan pidato Presiden tentang nota keuangan dan RUU APBN
bulan Mei tahun sebelumnya selain itu juga di … ketentuan mengenai pemberhentian
Anggota DPR RI dimana paling lambat 7 hari sejak diterima usulan pemberhentian
Pimpinan DPR RI wajib menyampaikan usul pemerintah kepada Presiden.
Kemudian juga pengaturan mengenai pemanggilan dan permintaan keterangan
DPR RI untuk pendidikan terhadap Anggota DPR RI yang diduga melakukan tindak
pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden kecuali … dan di … tindak
pidana yang kemudian … pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap
kemanusian dan …
Terkait dengan DPRD Provinsi Kabupaten dan kota RUU merumuskan bahwa
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintah daerah yang anggotanya berkedudukan sebagai pejabat
6

daerah, selain itu RUU juga memberikan penguatan terhadap alat kelengkapan yang
ada di DPRD dengan mengatur mengenai penambahan sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan teknis dan keahlian tertentu untuk membantu alat kelengkapan
DPRD dalam melaksanakan fungsinya.
RUU ini juga mengatur bahwa untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
MD3, selain di dukung oleh Sekretariat Jenderal juga di berikan dukungan oleh badan
keahlian yang terdiri dari 4 pusat yaitu pusat … legislasi DPR, pusat perancang
undang-undang DPR, pusat … Anggota DPR, pusat penelitian DPR.

Bapak Pimpinan dan Anggota Pansus yang saya hormati,

Dalam Undang-undang MD3 terdapat substansi atau materi yang terkait dengan
tugas pokok … sebagaimana tadi disampaikan Bapak Pimpinan, yang pertama terkait
dengan panggilan paksaan yang dilakukan oleh pejabat Polri atau pejabat TNI atas
permintaan DPR RI terhadap setiap pejabat Negara, pemerintah, badan hukum atau
warga masyarakat yang tidak memenuhi permintaan DPR RI untuk memberi
keterangan tentang sesuatu hal yang perlu kita dalami demi kepentingan nusa dan
bangsa.
Dan yang kedua adalah penyanderaan yang dilakukan oleh pejabat Polri atau
pejabat TNI atas permintaan DPR, terhadap setiap pejabat Negara, pejabat pemerintah,
badan hukum atau warga masyarakat yang tidak memenuhi panggilan paksa tanpa
alasan yang … sehubungan dengan materi tersebut kami sampaikan tanggapan terkait
dengan 2 masalah tersebut, yang pertama mengenai panggilan paksa, dalam Undang-
Undang MD3 mengenai panggilan paksa diatur dalam pasal 72 ayat (1) sampai dengan
ayat (3) yaitu mengatur bahwa DPR RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
berhak meminta pendapat Negara, berhak … kepada pajabat Negara, pejabat
pemerintah, badan hukum atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan
tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan Negara, setiap
pejabat Negara, pejabat pemerintah, badan hukum atau warga masyarakat wajib
memenuhi permintaan DPR yang di maksud, setiap pejabat negara, pejabat
pemerintah, badan hukum atau masyarakat yang melanggar ketentuan tidak
memberikan keterangan sesuai permintaan DPR dikenakan panggilan paksa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan ini yang menjadi debat tadi Pak, tentunya karena Peraturan
Perundang-Undangan Pemanggilan yang dilakukan oleh Polri, pasti akan terkait
dengan …
Dalam draf perubahan Undang-undang MD3, RUU MD3 substansi mengenai
pemanggilan paksa diatur dalam perubahan pasal 72 … dimana pasal, pada ayat (3)
menyebutkan bahwa setiap pejabat Negara, pejabat pemerintah badan hukum atau
warga masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak
memenuhi panggilan dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selanjutnya didalam penjelasan peraturan pasal 72 ayat (3) RUU
tersebut, bahwa panggila paksa dilaksanakan oleh pajabat kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Pejabat Tentara Nasional Indonesia atas permintaan DPR, dalam hal
pemanggilan paksa yang dilakukan oleh Polri atas permintaan DPR RI ini hal ini perlu
dicermati dan dikasih secara lebih mendalam tentunya dengan mempertimbangkan
7

bahwa kewenangan pemanggilan atau membawa … melalui upaya paksa, dilakukan


oleh Polri dalam rangka proses …hukum, sebagaimana diatur dalam Hukum Acara
Pidana untuk Hukum Formil berdasarkan KUHP pasal 7 ayat (1) huruf (g) “penyedik
mempunyai wewenang memanggil seseorang dalam statusnya sebagai tersangka atau
saksi terkait satu tindak pidana pada pasal 112 ayat (1) dinyatakan … memanggil
tersangka atau saksi dengan surat penggilan yang sah dan menyebutkan alasan
pemanggilan secara jelas, dengan memperhatikan tenggang waktu yang …
sedangkan ayat (2) “apabila dalam pemanggilan … hadir, pemanggilan pertama tidak
hadir, tanpa alasan apapun … dan wajar, penyidik memanggil sekali lagi disertai surat
perintah … “. Oleh karenanya ini menjadi pelaksana, kita pelaksananya di lapangan …
menjadi persoalan, tetapi prinsip Polri akan membantu dan mendukung, mungkin
mekanisme … apakah mungkin undangan ini bersamaan dengan Anggota DPR,
kemudian disertai dengan personil Polri kita dan nanti orang ini dipanggil kemudian
dipaksa untuk datang untuk memberikan penjelasan dan keterangan tapi dengan
pengawalan petugas polri tapi pelaksanaan oleh DPR, beritahu saja pemanggilan yang
kita laksanakan … berdasarkan … ini hanya untuk saksi dan tersangka tindak pidana,
sedangkan untuk panggilan DPR ini memang kemarin begitu memanggil beberapa itu,
akhirnya kita datang ke sana tapi mohon hadir, mohon hadir, … ini perlu pendalaman
secara teknis khususnya dalam pemanggilan paksa ini.
Kemudian yang kedua Penyanderaan, pasal 72 ayat (4) dan (5) Undang-Undang
MD3 mengatur bahwa “dalam hal panggilan paksa tidak di … tanpa alasan yang sah,
yang bersangkutan yang dipanggil dapat di sandera paling 15 hari, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan dalam hal pejabat yang disandera habis
masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya yang bersangkutan dilepas dari
penyanderaan …” dalam pasal perubahan pasal 72 ayat (4) RUU menyebutkan bahwa
“dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dipenuhi tanpa
alasan yang sah yang bersangkutan dapat di sandera paling lambat 30 hari”. Jadi
perubahan ini yang tadinya penyanderaan itu 15 hari jadi 30 hari, penyanderaan dalam
hukum … di Indonesia dikenal dalam hukum pajak, dimana di artikan bahwa
penyanderaan adalah “… sementara waktu kebebasan seseorang yang merupakan ...”.
Pengertian mengenai penyanderaan ini pada prinsipnya tidak jauh berbeda
dengan pengertian penahanan, yaitu menempatkan seseorang pada tenpat tertentu
dimana ini dari kedua upaya tersebut adalah menghilangkan kebebasan individu dalam
waktu tertentu.
Penyanderaan dalam hukum pajak di Indonesia dan penahanan sebagaimana
atur dalam KUHP memilik pengertian yang jelas, dengan memperlibatkan bahwa hak
kebebasan merupakan hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi. Dengan demikian
penghilangan sementara atas hak kebebasan tersebut harus di dasarkan kepada …
pertimbangan hukum yang pasti, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran khususnya
hak seseorang yang akan di sandera.
Penyanderaan dalam hukum pajak dan penahanan sebagaimana diatur dalam
KUHAP berbeda dengan penyanderaan sebagaimana diatur pasal 72 ayat (4) RUU
MD3 dimana “penghilangan pembebasan … dilakukan sehingga pejabat yang di
panggil tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, dari … pasal tersebut
terdapat beberapa hal yang menjadi … berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi
manusia. Oleh karenanya sebenarnya kalau pemanggilan … kita bisa lakukan dengan
8

kekuataan … kita menghadirkan bersama-sama tetapi dengan bersama DPR kita kawal
lalaukita cari sampai dengan ketemu, sehingga penyanderaan ini tidak perlu dilakukan,
tapi kalau pun dilakukan saya kira mungkin kita menyarankan masih perlu satu diskusi
khusus bagaimana mekanisme penyanderaan itu sendiri dan tentu peraturan yang
mengatur didalam, mungkin penjelasan dalam pasal RUU nantinya sehingga langkah-
langkah penyanderaan itu ada dasar hukumnya dan tentu dilakukan tidak menentang
pelanggaran … hukum yang lain, sehingga saya kira nanti perlu hal-hal diskusi teknis,
kami menyiapkan Tim dari … waktu bersama-sama dengan … untuk merumuskan
kedua masalah tersebut, khususnya masalah pembangunan bangsa dan masalah
penyanderaan ini.
Demikian Bapak Ketua dan Anggota Pansus Perubahan RUU Nomor 27 Tahun
2009, semoga apa yang kami sampaikan akan menambah masukan khususnya dalam
perubahan sehingga kita nanti dapat merumuskan secara jelas dan rumusan itu bisa
kita laksanakan karena kami mohon maaf … pelaksanaan pemanggilan paksa ini juga,
akhirnya memang kami mendatangi bapak, kami datangi dan kami lakukan tapi kami
tidak bisa memaksa …
Terima kasih.

Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak KAPOLRI.


Selanjutnya Pak Yusuf, Pak KAPOLRI kalau ada bahannya besok … copynya.

PIMPINAN PPATK (MUHAMMAD YUSUF):

Terima kasih Pimpinan.

Yang kami hormati pada Wakil Pimpinan,


Dan seluruh Anggota Pansus yang …

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kami langsung saja kepada pandangan dari PPATK terhadap RUU MD3
dikaitkan dengan kewenangan dan … PPATK. Pertama PPATK sebagai lembaga yang
mengawasi dari sisi keuangan di Indonesia berdasarkan Undang-undang tahun 2010
tentang … PPATK bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana … salah satu
input dalam pelaksanaan tugas tersebut adalah adanya laporan transaksi keuangan
termasuk tentunya … keuangan … atau penyedia jasa keuangan.
Pada prinsipnya laporan yang diterima tidak cuma itu, ada juga laporan dari
penyedia barang dan jasa, kemudian transaksi ... diatas Rp.500 juta. Laporan tadi oleh
PPATK di analisis kemudian … yang bisa kita keluarkan ada hasil analisis, ada hasil
pemeriksaan, ada informasi dan ada inkompetensi. Ini peruntukannya berbeda, kalau
… kepada … , informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, rekomendasi seperti
9

bentuknya ada …PPATK pada pemerintah, semuanya tentunya dalam rangka


mencegah …
Kemudian perlu kami sampaikan bahwa untuk Anggota MPR, DPR, DPRD dan
tingkat I dan II mereka masukan kategori … yang menjadi salah satu pihak yang
menjadi sorotan … PPATK.
Kemudian point (d) transaksi keuangan yang bagaimana yang perlu diatur
dengan Undang-undang MD3 untuk … lembaga legislative. Perlu kami sampaikan …
yang kami hormati, mengenai transaksi keungan menurut kami pengaturan sudah
lengkap didalam Undang-undang … 2010 dan aturan turunannya, dengan … yang
sudah ada PPATK sudah bisa … semua transaksi yang dilakukan melalui lembaga
keuangan maupun non keuangan sesuai dengan keputusan Undang-undang … Selain
yang sudah diatur dalam … yang ada termasuk … mengenai …harta kekayaan setiap
pajabat ke KPK apakah dimungkinkan diatur dalam RUU ini mengenai kewajiban
seluruh Anggota Legislatif mereka untuk … misalnya … dipersingkat setiap satu tahun
sekali karena tujuannya … tapi ini sebagai lemparan wacana.
Kemudian yang (c) peran lembaga … didalam, Badan Kehormatan didalam …
kepercayaan publik berbasis kepada hasil kerja PPATK. Seperti dikatakan tadi bahwa
salah satu produk PPATK itu adalah informasi, kalau kita mengacu kepada praktek
yang sudah diterapkan di pemerintahan ada … Menpan Nomor 1 tahun 2012 dimana
setiap usulan pengangkatan pejabat-pejabat di pemerintahan atas usul Pak Kapolri, itu
… ke PPATK dalam rangka mengecek orang ini bersih atau tidak. Nah mungkin bisa
diterapkan di pada saat kita merekrut Anggota MPR, DPR, DPRD I dan II.
PPATK dimungkinkan memberikan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan juga … PPATK yang mengatur bahwa salah satu tujuan …
PPATK adalah dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka
mewujudkan Pemerintah yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme
khususnya untuk … termasuk Anggota MD3.
Kemudian apakah memungkinkan untuk mengangkat pejabat strategis … ini
menggunakan proses tadi, proses … ketua Pansus dan Anggota untuk
mendiskusikannya tapi dari kacamata kami bahwa sejak ada … itu relatif kita bisa
memiliki pejabat-pejabat yang memang credible.
Kemudian point (d) walaupun tidak di tanyakan karena … dengan peran dan
fungsi PPATK mengenai ijin untuk …, kami pada dasarnya mengatakan bahwa
transaksi … begitu cepat sehingga apabila kita ijin pasti kita ketinggalan kereta, pasti
uang akan habis di luar, sehingga menurut kacamata PPATK dilakukan persamaan di
badan hukum, maka tidak perlu ada perijinan karena asumsi yang kita bangun
khususnya pada … mereka punya SOP, mereka orang terlatih, mereka orang terdidik,
justru sekarang PPATK sedang membangun pendekatan … dimana proses penegakan
hukum hanya memenjarakan tapi bagaimana seluruh akses banyak-banyak untuk … di
… sebagai akibat perbuatan para pelaku itu. Kalau ini bisa kita kedepankan maka …
proses untuk menutup atau … nah tentunya kalau berangkat dari apa yang kami
sampaikan kami mohon ijin kepada forum untuk mengatakan bahwa tidak perlu ada
perijinan baik untuk penyidikan maupun penahanan di samping kemanfaataan dari segi
pemilihan aset juga mempercepat proses-proses penyidikan … dan ini sejalan dengan

10

Kami kira itu, saya tidak banyak.

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

… kepada Pimpinan BPK.

PIMPINAN BPK (AGUNG FIRMAN SAMPURNA):

Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Pansus Undang-undang No. 27 tahun
2009,
Yang kami hormati Kepala kepolisian Republik Indonesia,
Yang kami hormati Ketua PPATK,

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua.

Pertama, sebagaimana yang telah kami sampaikan tadi Pimpinan kami mohon
maaf karena Pimpinan BPK yang lain, ketua, wakil ketua, dan para anggota sekarang
sedang bersiap melaksanakan tugas konstitusional kami setiap semester pertama yaitu
pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat sehingga yang ditugaskan
untuk menghadiri adalah kami pada hari ini.
Kemudian, kedua perlu kami sampaikan bahwa surat dari DPR bertanggal 16
Mei 2014 itu kami terima tadi pagi dari bagian Risalah, jam berapa ini Pak, sehingga
terus terang saja kami belum menyiapkan bahan tertulis yang akan disampaikan ke
Pansus pada hari ini, meskipun demikian tidak berarti kemudian tidak ada hal yang
sama sekali bisa kami sampaikan, namun lengkapnya akan kami sampaikan dalam
bentuk tertulis dan untuk itu kami membutuhkan waktu untuk mencermatinya.

Pimpinan Pansus dan Anggota yang kami hormati,

Tentunya masukan yang kami berikan itu berkaitan dengan tugas konstitusional
BPK, yaitu pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, hal
yang kami berikan masukan pertama adalah sikap hubungan kami dengan DPR yang
selama ini di dominasi dengan kegiatan dengan BAKN, perlu kami sampaikan bahwa
sesuai dengan kedudukan konstitusional di Indonesia pada saat ini maka BPK
merupakan lembaga Negara yang setara dengan DPR, namun demikian kalau sampai
hari ini MoU Antara DPR dan BPK itu belum ditanda tangani karena masih ada
perdebatan salah satunya diakibatkan karena yang ingin ber-MoU itu adalah BAKN.
Oleh karena itu barangkali para senior, para Pimpinan DPR, perlu mencermati kasus ini
dan ini penting untuk dijadikan salah satu referensi dalam pengaturan Undang-undang
MD3 yang ke depan.
Kemudian penting juga kami sampaikan dalam kesempatan ini bahwa sesuai
dengan ketentuan Undang-undang MD3 yang lama dalam hal ini Undang-undang
Nomor 27 tahun 2009, diatur bahwa BAKN melaksanakan tugasnya sebagai salah satu
11

alat kelengkapan DPR dalam konteks pelimpahan dari Komisi yang bersangkutan. Jadi
komisi yang bersangkutan sudah melakukan diskusi seharusnya dengan BPK
kemudian ada sejumlah kasus yang dengan mungkin dengan pertimbangan waktu dan
sebagainya, sehingga diskusi dan tindaklanjutnya mungkin dilimpahkan kepada BAKN,
dalam prakteknya kami melihat bahwa antara Komisi dan BAKN selama ini cenderung
berjalan sendiri-sendiri, artinya hal-hal yang disampaikan BAKN untuk di diskusikan
kepada BPK itu mungkin tidak melalui proses pelimpahan terlebih dahulu kepada DPR
dan barangkali hal ini perlu diatur lebih lanjut di dalam Undang-undang yang akan di
amandemi.
Kemudian tentu saja BAKN sebagai alat kelengkapan DPR untuk dan atas nama
DPR dapat mmeinta penjelasan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK tentu
saja kami akan senang hati menjawab tersebut memberikan penjelasan namun tentu
saja tidak sampai mempersoalkan prosedur pemeriksaan yang kami lakukan dalam
rangka menghormati kesetaraan antara bagian kami akan memberikan penjelasan
tetapi tidak kemudian seperti, … baru-baru ini di persoalkan kenapa ini di putuskan A
dan kenapa ini di putuskan B, tapi kami bersedia memberikan penjelasan. Saya pikir
hal-hal seperti ini mungkin penting untuk di cermati.
Dan yang ketiga ini adalah hal yang paling penting Pimpinan dan Anggota
Pansus yang kami hormati, perlu kami sampaikan dengan tidak bermaksud menggurui
dan mohon maaf kalau ini terkesan seperti menggurui, perkenankan kami
mengingatkan bahwa sistem yang kita gunakan sekarang adalah sistem presidensial
bukan parlementer semangat sistem presidensial adalah pemisahan kekuasaan san
fungsi dalam penyelenggaraan …, dalam rangka menegakan check and balance,
karena itu eksekutif dan legislatif itu dipisah, kemudian internal auditor dan eksternal
auditor itu fungsinya dipisah, ini akan sangat berbeda dengan fungsi parlementer,
dimana parlemen adalah eksekutif dan auditor ke … itu merupakan aparat di bawah
parlemen yang disebut dengan public account committee, dalam sistem parlementer
memang ada yang disebut public account committee yang barangkali kalau di
Indonesiakan sejenis BAKN dimana auditor general itu merupakan sub kordinasi. Jadi
melapor dan kemudian mendapatkan informasi, misalkan itu terus memberikan
technical assistant sedangkan kami itu tidak diperkenankan melakukan itu kami hanya
diperkenankan melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara, kemudian kami tidak diperkenankan untuk memberikan technical
assistant terhadap apa yang sudah kami periksa di sisi lain sudah barang tentu kami
sangat menghormati DPR, Pimpinan DPR, dan komisi-komisi termasuk para
Anggotanya, tetapi tentunya kami bukan sub kordinasi dari DPR, kami kira ini hal-hal
yang barang kali penting untuk di cermati ke depan sehingga seandainya pihak BAKN
sebagai sebuah organ yang sebenarnya tidak ada didalam sistem presidensil ingin di
pertahankan ada hal-hal tertentu yang perlu menjadi catatan lebih lanjut oleh DPR.

Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati,

Saya pikir itu yang bisa kami sampaikan, mungkin ada hal-hal lain yang lebih
detail karena ini baru kami terima pada hari ini ada beberapa hal berkaitan dengan
penjelasan, yang selama ini dilakukan berkaitan dengan apa yang kami lakukan di
perwakilan, barangkali ini nanti akan kami masukan sebagai salah satu materi yang
12

mungkin bisa di jadikan sebagai referensi bagi Pimpinan dan Anggota Pansus untuk
melakukan perbaikan, amandemen terhadap Undang-undang yang baru. Namun kami
sekali lagi mohon maaf karena pertama tidak semua anggota atau pimpinan BPK bisa
hadir di sini dan yang kedua kami baru menerima pagi ini maka kami tidak bisa
menyampaikan secara detail dan tidak ada hard copy-nya juga Pimpinan.
Terima kasih.

Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.
Bapak-bapak Pimpinan BPK, Pak Kapolri dab PPATK.
Perlu saya garisbawahi … sebelum … memberikan kesempatan kepada
Anggota atau Pimpinan untuk memperdalam, untuk … masukan-masukan yang
diberikan dalam rangka menyempurnakan RUU tentang MD3 ini, bahwa BAKN itu
adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru juga ya, dalam rangka
untuk memudahkan fungsi Dewan dalam melakukan pengawasan, itu adalah
kepentingan dalam rangka internal dan membantu juga fungs-fungsi yang ada di
komisi, laporan yang dilakukan audit yang salama ini dilakukan oleh BPK didalangi
oleh BAKN kita, BAKN mendistribusikan kembali kepada komisi-komisi dan itulah yang
dilakukan pada rapat-rapat kerja kita dengan mitra-mitra kerja kira. Jadi memang
kedudukannya adalah bagian dari alat kelengkapan dewan itu sendiri, bukan
merupakan kemungkinan atau di atas BPK itu sendiri karena BPK … Undang-undang
itu sendiri, dalam rangka untuk memudahkan fungsi tugas pengawasan … seperti itu
karena tidak semua anggota dewan mampu melakukan pengawasan maka dibentuklah
yang lembaga, yang alat kelengkapan itu disebut BAKN, BAKN itu bekerja juga tetap
berdasarkan laporan audit BPK sendiri, hasil rapat audit BPK itulah yang di … oleh
kawan-kawan BAKN itu hasil itu yang di distribusikan kembali kepada komisi-komisilah
yang mempertanyakan kembali dengan mitra-mitra. Saya kira itu yang positioning
seperti itu.
Kami ingin mengundang bapak/ibu Anggota Pansus untuk bagaimana tadi telah
disampaikan, dari Pak Kapolri sebenarnya ada 2 hal yang penting, itu adalah tentang
panggilan paksa satu lagi tentang penyanderaan dari PPATK, secara sekilas
sesungguhnya sedang diatur secara komprehensif di Undang-undang tentang … itu.
Terakhir dari BPK itu sendiri kami persilakan kalau memang ada atau kalau
memang tidak ada kita terima masukan ini tentunya, kita menjadi bahan kajian kita
bersama-sama dari Pak Kapolri bersedia juga dengan timnya untuk mengkaji ini lebih
dalam, begitu juga tentunya dari PPATK, BPK, kalau ada kami persilakan.

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, S.D.):

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat sore dan salam sejahtera untuk kita semua.
13

Pak Kapolri … dan Pak Yusuf,


Kemudian dari BPK,

Pertama kami mengucapkan terima kasih atas masukan yang disampaikan tadi
memang saya secara pribadi juga ingin menyampaikan permohonan maaf seandainya
surat kalau diterima tentu saja ini sangat … yang kedua juga sungguh pun masukan
ada tapi kita ingin lebih komprehensif dan secara tertulis begitu, sehingga kami bisa …
namun demikian saya ingin merespon saja pertama untuk Pak Kapolri memang
masalah … itu ya, masalah terutama penyanderaan ya, itu mengenai … di dalam
Nomor 24 tahun 2003 kalau tidak salah, pertama kali itu … memang kita juga semua …
oleh karena itu … sesungguhnya lebih ingin implementatif begitu sehingga jangan
sampai ada bayangan waktu itu, banyak orang menulis atau berbicara kasar, di
gedung DPR ini akan ada sel-sel atau ruang-ruang untuk menahan orang begitu ya.
Nah oleh karena itu tadi kalau akan …………………….

F-PKS (SOENMANDJAJA):

...(suara tidak jelas) karena itu tadi kalau dikatakan akan didalami lagi, memang
ini mekanismenya perlu detail Pak, kalau mungkin kita simpan di pasal-pasal ini jadi
jangan disimpan di peraturan lain sehingga dia terlepas dari pemahaman orang
sehingga tidak komprehensif ...|(suara tidak jelas).
Untuk PPATK, ...(suara tidak jelas) hanya dalam pengantar Bapak tidak
menyebutkan apa yang kami bacakan merupakan pandangan resmi PPATK dalam
naskah ini, ...(suara tidak jelas), halaman 1,2,3,4. Sejak awal penyusunan ini Pak,
disebagian besar kami juga inginnya seperti ini, kalau dibaca kajian dari PPATK ini
sudah sejalan dengan pembahasan ini,...(suara tidak jelas) serta hal yang ....(suara
tidak jelas), sehingga apa yang bapak sampaikan disini kami apresiasi, hanya saja
bicara rumpun DPRD itu dalam pandangan PPATK seperti apa.
Kedua, kira-kira sebisa mungkin laporan itu dipersingkat setahun sekali, seperti
neraca coba bapak berikan satu ...(surat tidak jelas). Namun demikian apa yang
diharapkan oleh Bapak dan kalau kita ingin mempunyai lembaga negara bahwa
kekuasaan hak segala bangsa itu, tapi kita juga tidak ingin bikin salah-salah, dan
jangan menyulitkan karena pekerjaan kita bukan mengisi formulir.
Kemudian yang terakhir, memang yang Bapak sampaikan tadi bahwa tuntutan
...(suara tidak jelas), didalam UUD dikatakan, dalam Undang-undang nomor 15 tahun
2006... (suara tidak jelas). Memang DPR RI setelah menerima laporan BPK kemudian
diserahkan kepada DPR termasuk ada investigatif, saya sama sekali tidak ingin
mempertentangkan rezim Pemerintah kita, kita memang Presidensial dan bukan
parlementer namun karena waktu yang dimilik teman-teman BPK sangat sempit kami
berharap ada kajian yang komprehensif sehingga bisa menjadikan masukan cerdas.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.


14

KETUA RAPAT:

Bapak Azhar silakan.

F-PG (AZHAR ROMLI):

Terima kasih Ketua.

Pak Kapolri, KPK, BPK, dan PPATK yang kami hormati,

Melengkapi yang disampaikan, dalam rangka membahas Undang-undang MD3


saya ingin mulai dari posisi lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945, kita
ketahui fungsi lembaga ini adalah untuk melahirkan keuangan negara...(suara tidak
jelas), penggunaan keuangan kita mengalami penyimpangan dan sudah diaudit oleh
BPK dan disampaikan pada DPR, melakukan penggunaan keuangan kita, misalnya
terjadi penyimpangan, ini kan mengikat tapi kan...(suara tidak jelas), apa yang
dilakukan BPK itu seolah-olah tidak mengikat kembali lagi ke lembaga DPR, DPR
melakukan penyidikan, dan kembali lagi ke badan lain, tapi kalau kita bicara negara
hukum posisi BPK itu mengikat...(suara tidak jelas), oleh karena itu dalam konteks
misalnya karena dalam Undang-undang MD3 itu mengatur fungsi daripada lembaga
negara termasuk disampaikan Pak Yani tadi BAKN DPR itu memang alat kelengkapan
DPR RI untuk melakukan hal-hal, (suara tidak jelas), dalam konteks kita membuat
Undang-undang MD3 ini harus ada bagian...(suara tidak jelas). Katakanlah
pelaksanaan itu seolah-olah...(suara tidak jelas), dan kalau kita lihat sekarang ini
Undang-undang 202 yang kepolisian, polisinya memelihara keamanan dan ketertiban
sebenarnya itu yang harus kita dambakan dan bukan lembaga juga yudisial penuh
melakukan penegakan hukum, karena ada kesan intervensi dari Pemerintah terhadap
Kapolri, Pemerintah itu Presiden maksudnya sehingga hak-hak menindak ini sudah
...(suara tidak jelas), oleh karena itu posisi kepolisian sebagai lembaga negara ini saya
pikir tegak sebagai hak-hak ...(suara tidak jelas), itu yang mau kita temukan dalam
Undang-undang kita, dalam hal kita menyelenggarakan negara ini, ...(suara tidak
jelas), itu saja komentar saya dalam hal memberikan masukan kaitan kita membuat
Undang-undang MD3 ini kaitan kita membuat Undang-undang MD3 ini supaya
lebih...(suara tidak jelas).

KETUA RAPAT:

Suara tidak jelas.

F-PG (BAMBANG SUSATYO):

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Yang kami hormati saudara Kapolri beserta jajarannya.


Ketua PPATK Pak Yusuf dan jajarannya.
15

Pimpinan BPK beserta jajarannya.

Ada yang menarik dalam 1-2 bulan kemarin soal pemanggilan paksa, jadi kalau
tidak ada...(suara tidak jelas), ini menjadi menarik karena kita terjadi perdebatan,
awalnya kita menghadirkan paksa...(suara tidak jelas), awalnya tidak menyebut Polri
sebagai pihak yang melakukan pemanggilan paksa atas tugas daripada DPR, kalau
menunjuk Pasal 72, pemahaman dikatakan bahwa setiap warga negara wajib hadir
ketika dipanggil oleh DPR, dan dapat dikenakan pemanggilan paksa sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku manakala yang bersangkutan tidak
hadir...(suara tidak jelas).
Pemanggilan paksa sesuai dengan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan itu ...(suara tidak jelas) karena ini adalah perintah daripada
Undang-undang, saudara Kapolri menjawab di media bahwa tidak ada ketentuan yang
mengharuskan Polri menghadirkan paksa seseorang manakala di panggil oleh DPR
Republik Indonesia, yang lebih seru lagi di luar DPR kan bukan lembaga
penyidik...(suara tidak jelas), sehingga tidak ada...(suara tidak jelas).
Yang kedua sebetulnya saya ingin mengimpikan mendapatkan suatu lembaga
DPR RI yang tetap terjaga, kita berharap DPR RI tidak senasib dengan MK ketika
digeledah, penggeledahan ini mau tidak mau suka tidak suka itu justru ...(suara tidak
jelas), saya tidak bisa membayangkan Kapolri atau Mabes Polri...(suara tidak jelas),
saya ingin menegaskan kita menyusun...(suara tidak jelas).
Apabila ada oknum-oknum di DPR RI yang ...(suara tidak jelas).

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak.

F-PDIP (ABIDIN FIKRI):

Terima kasih.
Ingin menanyakan soal keterkaitan...(suara tidak jelas), kita harus bisa
merumuskan norma yang berlaku, bagaimana yang dimaksud dengan
pelecehan...(suara tidak jelas), katakanlah parlemen memanggil seseorang konotasinya
harus ikut hukuman terpidana tentu masuk sesuai...(suara tidak jelas) warga negara,
baik pejabat negara...bukan semata-mata dia sebagai...(suara tidak jelas).
Tadi saya sudah dengar penjelasan Pak Kapolri sesuai Undang-undang yang
berlaku, pengalamannya KUHP hukuman pidana dan ini yang menimbulkan bencana
bagi kita, padahal pemanggilan itu menjaga kewibawaan parlemen, siapapun yang
dipanggil oleh parlemen...(suara tidak jelas).
Saya kira itu Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Masih ada lagi dari anggota?. Kalau tidak di meja Pimpinan.


16

F-PG (NURUL ARIFIN, S.IP.,M.Si.):

Terima kasih Pak.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang terhormat Bapak Kapolri, Pimpinan PPATK, dan juga Bapak dari BPK.

Saya ingin mengatakan bahwa kami merevisi Undang-undang MD3 ini adalah
ingin ada pembagian tugas yang lebih firm antara DPR, MPR, DPD, dan DPRD. Tadi
masih mempenjelaskan apakah DPRD itu perlu dimasukan ini karena statusnya masih
unsur paparan Pemerintah daerah, ini perdebatan kami, tapi lebih dari itu adalah opini
publik sudah terjadi lebih banyak negatifnya kepada kami, dan kami ingin membangun
lembaga ini, oleh karena itu kami ingin membangun lembaga ini lebih credible dan
mempunyai integritas.
Masalahnya integritas dan kewibawaan yang ingin kami gabung juga kami tidak
ingin melebarkan saya mengambil wilayah kerja orang lain, saya membacanya bahwa
ada...(suara tidak jelas), jadi dari apa yang menjadi masukan bapak-bapak disini, saya
ingin masukan yang tulus supaya prinsip...(suara tidak jelas), bisa betul-betul
digunakan. Saya mohon maaf jika teman-teman disini ada yang dari BAKN apakah
Bapak terbantu dari BAKN atau teganggu, siapa sesungguhnya membuat BAKN ini,
karena dalam Undang-undang yang lama pasal 78 bahwa dikatakan BPK memberikan
laporan ke BAKN, BAKN kemudian meneruskan kepada komisi dan mempertanyakan
kepada mitra kerja, dan saya menangkapnya ini ruang baru, atau sebaliknya, jadi
bukan semangat karena saya tidak terpilih lagi justru ingin membuat lembaga ini
menjadi lembaga yang dihormati, credible dan menjalankan fungsi sebagai
parlementarianya itu. Itu saja Pak supaya kita semua ini jadi bapak Kapolri wilayah
kerja bapak tidak tercuri begitu,...(suara tidak jelas), supaya ini berjalan sesuai dengan
tupoksi.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Benny.

F-PD (BENNY K. HARMAN):

Terima kasih Pak.


Jadi saya ingin menyampaikan hal, kami saat ini membahas sebuah Rancangan
Undang-undang tentang Dewan...(suara tidak jelas), supaya kembali menjadi lembaga
yang lebih bagus, kalau ada masalah tentang tugas kita selama ini tolong dikasih tahu
supaya...(suara tidak jelas), dipelihara supaya lembaga lain. Demikian dengan BPK,
17

tidak usah bicara soal...(suara tidak jelas), apakah ada masalah yang dilihat oleh BPK
berkaitan dengan pelaksanaan tugas Dewan khususnya menindaklanjuti temuan BPK,
itu yang kami minta, kalau ada problem kasih tahu ...(suara tidak jelas), apakah
rekomendasi BPK tidak dilanjuti atau mungkin ada kesan temuan BPK tidak di atas
kertas, itu yang penting bagi kami, pasal yang bertentangan dengan BAKN silakan apa
yang salah, kalau memang menurut bapak badan ini melampaui kewenangannya
katakan supaya kami hapus BAKN, kalau ada kesan...(suara tidak jelas), supaya kami
batasi disini, itu maksudnya, kalau ada kesan kami ...(suara tidak jelas), kami mohon
dulu tolong kami diberikan masukan apa yang salah supaya kami perbaiki tapi katakan
kesalahan kami, kalau pada kesempatan ini belum ada mohon kasih masukan tertulis
atau bagaimana...(suara tidak jelas), mengapa muncul pasal tentang panggilan paksa,
itu diadopsi dari Undang-undang tentang hak angket yang lama, dalam kaitan dengan
hak angket tentu panggilan paksa itu wajib karena Dewan menjalankan fungsi
pendidikan, kan gitu Pak, jadi dari pertanyaan kami mungkin tidak usah dijawab, kalau
kami ...(suara tidak jelas), pertanyaannya kalau kewajiban itu tidak dijalankan setelah
dipanggil berkali-kali oleh Dewan, kalau begitu orang bilang...(suara tidak jelas), lalu
muncul bagaimana dong alat paksanya ini, Pemerintah tentu mengatakan kalau di
pasal bahaya ini, kalau gitu mohon diberikan masukan, jadi jangan dianggap bahwa kita
membuat ini karena kita ingin menghindari superbody tadi tidak, pemegang kedaulatan
loh kami, BPK bukan pemegang kedaulatan rakyat, jadi Pak pemegang kedaulatan ini
yang diinjak-injak jadinya, bingung kita, ... (suara tidak jelas), apakah kita harus
merusak kewibawaan institusi atau yang kita tangkap proses atau ada mekanismenya
menghormati relasi, menjaga kewibawaan, dan ...(suara tidak jelas), silakan
ditangkap...(suara tidak jelas), ini kalau kita mempunyai komitmen sama-sama
membangun kewibawaan lembaga, Pak Bambang tadi mengatakan saya yakin kalau
Kapolri datang menindak PPATK disana juga gudang kejahatan, KPK juga gudang
kejahatan, kalau mau bisa kalau mau merusak lembaga, tapi kan intensi kita
bagaimana membangun kewibawaan lembaga, ...(suara tidak jelas).
Jadi itu Pak Kapolri dan PPATK, itu niat baiknya, kalau yang lain tadi mungkin
agak emosional Pak Bambang itu substansinya sama, ...(suara tidak jelas).
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang kami hormati,


Pimpinan Pansus, hadir juga Pak Fahri,
Pak Kapolri,
(suara tidak jelas),

Sesungguhnya Undang-undang ini dirancang dari sejak awal memang


perdebatannya cukup panjang juga ...(suara tidak jelas), kita ingin hadirkan ini
sebagaimana yang kita dambakan betul-betul lembaga yang credible dan bertanggung
jawab dengan mekanisme yang dikemukakan, di luar itu kan ada persoalan-persoalan
dalam kelembagaan DPR Republik Indonesia, termasuk panggilan pasal...(suara tidak
18

jelas), juga apa yang dikemukakan oleh Pak Benny ini kan bukan dalam perspektif
pidana seperti itu dan memang beberapa waktu yang lalu berdasarkan hukum acara
pidana, contoh konkrit dalam timwas Century antara Komisi VI dengan Menteri Negara
BUMN yang berkali-kali tidak mau hadir juga sepertinya, dan bagaimana ini
mekanisme dan Pak Fahri bahkan ada...(suara tidak jelas), oleh karena itu memang
baru awal Pak, maka masukan yang sangat komprehensif ini sangat kita butuhkan,
sebelum dilempar ke Pak Yusuf, Pak Kapolri dan Pak Agung mungkin Pak
Fahri...(suara tidak jelas).
Silakan Pak.

KAPOLRI (DRS. SUTARMAN):

Bapak Pimpinan dan anggota Pansus yang saya hormati,

Beberapa hal, ini yang terkait dengan dua hal terkait dengan kepolisian, yang
pertama terkait dengan penyanderaan, saya kira pemanggilan paksa saya urut dari
sana. Saya kira memang kalau memang ini harus ditetapkan karena memang mungkin
harus, memang saya kira setuju dengan ini adalah putusan politik keputusan bapak
sekalian. Tinggal nanti bagaimana mengatur mekanismenya. Kami semua
pelaksanaannya. Institusi Polri tidak menjadi masalah untuk dilibatkan dalam rangka
pemanggilan paksa ini tetapi mungkin apakah dirumuskan didalam substansi pasal itu
sendiri karena kalau kembali kepada KUHAP, saya kira memang KUHAP hanya untuk
proses peradilan. Sehingga saya kira perlu dirumuskan. Oleh karena saya kira mungkin
perlu pembahasan lebih lanjut bagaimana mekanismenya untuk pemanggilan paksa ini.
Kalau pemanggilan paksa ini selesai, sebetulnya penyanderaan tidak perlu dilakukan
karena saya kira kita juga harus menghormati dan wajib datang dipanggil ke RDP untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh DPR. Sehingga proses sebetulnya dapat
dijalankan. Saya kira kita harus menghormati ini tetapi saya kira nanti tergantung
mekanisme, apakah dirumuskan didalam substansi pasal-pasal itu sendiri. Nah, ini saya
kira perlu pembahasannya. Makanya kami menyiapkan tim untuk dibuka bersama-
sama. Sehingga tidak keliru nanti dalam pelaksanaannya. Kami siap-siap saja pak
duduk bersama-sama.
Apabila menjadi lex spesialis, mungkin itu juga keputusan politik juga. Misalnya
harus ada sampai dengan tadi tingkat penyanderaan. Mungkin sandera itu dirumuskan
seperti apa? Apakah di tahanan polisi, atau di tempat dimana? Saya kira perlu
perumusan secara detail karena waktu itu mungkin sudah bunyi didalam pasalnya
tetapi begitu dilaksanakan oleh Polri, didalam pelaksanaannya kita ragu-ragu karena
memang kita juga tidak mau dipersalahkan karena kita mungkin menyandera
seseorang tetapi tidak ada dasar hukumnya. Walaupun memang didalam undang-
undangnya bunyi tetapi penyanderaan diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Nah, peraturan perundang-undangannya inikan susah. Makanya mungkin
perlu dirumuskan sekaligus didalam substansi pasal itu sendiri. Ini rangkaian.
Kemudian terkait dengan hak imunitas Pak. Saya juga sangat setuju, lembaga-
lembaga negara ini saya kira perlu satu pertimbangan. Dan ini sekarang sedang
dirumuskan. Kita ini mungkin, ini juga keputusan politik lagi pak saya kira. Untuk
merumuskan hukum formilnya. Perbuatan manusia yang dikriminalisasi. Kriminalisasi
19

itu bisa saja ambil didalam KUHP dan ada mungkin saja juga ada didalam kementerian
dan lembaga. Perbuatan yang dikriminalisasi. Spesialisasi mungkin Undang-undang
Perbankan. Kriminalisasi dibidang perbankan dan masalah-masalah lain. Kemudian
juga kriminalisasi masalah kehutanan mungkin khusus disana tetapi kedepan saya kira
setelah hukum formilnya, hukum materilnya Pak, seluruh aparatur penegak hukum yang
melaksanakan penegakan hukum formil yang memiliki keancaman pidana baik yang
tertuang didalam KUHP nanti yang sedang dirumuskan ini, dengan undang-undang lain
yang berada di Kementerian dan lembaga. Tentu semuanya harus tunduk pada KUHP.
Untuk tunduk pada KUHAP karena itu semuanya yang mengatur perbuatan penegak
hukum ini supaya tidak arogan, supaya tidak menyalahgunakan wewenang, supaya
tidak melanggar hak asasi manusia dan perbuatannya terukur dan teruji didalam
KUHAP itu sendiri. Sehingga sekarang sedang di uji KUHAP ini.
Demikian juga untuk mencari kewibawaan tadi, untuk penggeledahan di tempat-
tempat kantor Presiden, di tempat-tempat kantor DPR, ditempat-tempat kantor-kantor
lembaga negara lain. Saya kira mungkin itu perlu diatur didalam KUHAP yang sedang
dibahas ini. Ini untuk meningkatkan perubahan semua lembaga. Sehingga tidak ada
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dari mana pun yang
melakukan tindakan-tindakan tentunya dengan masalah-masalah yang mungkin
menimbulkan kewibawaan dari institusi itu sendiri.
Kemudian setelah hukum formil, hukum materiil, baru undang-undang yang
mengatur tentang lembaganya itu sendiri. Selama ini kadang-kadang kita
campuradukan, undang-undang lembaga itu muncul sendiri duluan, yang memiliki
khususnya lembaga-lembaga penegak hukum ini pak. Makanya ini ada perubahan. Kita
tidak alergi pak Undang-undang polisi akan diubah dengan Undang-undang Kepolisian
tetapi mungkin saya kira urut-urutannya. Kita rumuskan dulu hukum pidananya, hukum
formilnya, kemudian hukum acara tidaknya, hukum materiilnya, dan baru itu hukum
penyidik atau yang menegakkan hukum di tataran penyidikan, penuntutan dan
peradilan. Siapa pun yang mempunyai tugas penyidikan baik lembaga maupun
kementerian, saya kira wajib hukumnya tunduk kepada KUHAP yang sedang
dirumuskan oleh kita semuanya. Sehingga seluruh tindakannya tadi terukur.
Itu saya kira pak saran dari kami. Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Pak Yusuf silakan.

KEPALA PPATK:

Terima kasih Pimpinan.

Pak Soemandjaja yang saya hormati,


20

Mengenai beberapa catatan kami tidak bacakan pak karena itu sebenarnya porsi
untuk tayangan tadi. Dan Sekjen memang tidak masuk porsi yang ditanyakan Pimpinan
tadi Pak Yani, dan diajukan didalam TOR tetapi karena kami lihat poin itu cukup penting
disampaikan karena memberi apresiasi yang...
Yang kedua mengenai posisi DPRD Pak,....sebagai high risk customer pak. Saya
kira semua tahu disini bagaimana tayangan di.....habis 2 milyar, ...3 milyar tetapi tidak
ada...tercatat di bank. Dari mana uang itu? Di catatan yang nyata sekali pak. Dan
semua yang ....cenderung untuk mengandung....bisnis apa pun ada kurun waktu untuk
dapat untung pak. Dan proses .....harus jelas sebagai transfer, siapa pengirim, berapa
dan sebagainya tetapi.... Sehingga kita lihat bahwa mereka rentan sekali bahkan masuk
....tadi, ....
Kemudian based practised atau guideline kata bapak tadi. Bisa saja begini
mohon maaf bapak/ibu yang saya hormati, ini kami sampaikan. Temuan PPATK,
oknum anggota Banggar paling banyak terlibat.... Nah, mungkin untuk kelompok-
kelompok itu perlu ada spesial treatment, misalnya untuk diangkat sebagai anggota
Banggar, diminta Ketua ....PPATK. Supaya lembaganya bagus, supaya orang bisa
sohid dengan lembaga ini. Ini salah satu cara mungkin pak karena di kalangan
Pemerintah sudah ada Pak SK Mentan 1/2012. Dimana...lembaga Polri dimintakan ke
kami. Makanya kami diundang ke sini termasuk Gubernur BI Pak. Nah, ternyata
memang kalau DPR alhamdulillah bisa ditonjolkan Pak. Ini salah satu contoh. Nah,
mungkin....2 tahun sekali atau begitu kita pindah jabatan Pak. Kalau di Kementerian
Keuangan setiap tahun kepada atasannya Pak. Mungkin kepada Badan Kehormatan
misalnya pak. Dengan cara begitu, ada semacam kekhawatiran dia kalau mau macam-
macam Pak. Ketahuan di internal, ini salah satu.
Kemudian untuk Pak Bambang, saya mohon maaf Pak Kapolri. Saya minta kalau
memang urgensinya harus di undang-undang ini diatur tentang mekanisme dengan
lembaga ini, mungkin dibuat semacam klausul khusus, misalnya kalau tindak pidana
bisa izin kepada pengadilan negeri tetapi khusus terhadap DPR harus Mahkamah
Agung, misalnya Pak. Dengan cara begitu ada semacam kekhususan, ada sifatnya itu
penghormatan Pak, tidak sembarangan. Tidak seperti kebanyakan pertemuan.
Kemudian dipastikan misalnya pada jam kerja penggeledahannya. Kemudian
hendaknya SK Perintah yang diberikan transparan, terus ada berita ....rinci, apa saja
yang menjadi objek penggeledahan Pak. Dengan cara begitu maka nanti akan
kelihatan, ada pertemuan tidak sama antara lembaga yang kita hormati ini dengan
lembaga-lembaga lain, seperti itu.
Kemudian untuk selebihnya seperti usul dari ibu Nurul Arifin, kami sependapat
bu. Kami juga jujur saya katakan, punya harapan besar ke lembaga ini. Cuma kami
kecewa. Begitu banyak oknum anggota Banggar kami temukan dan sangat
menyakitkan hati transaksinya itu. Tidak masuk dari ukuran kategori profil, kategori
logika, kategori kewajaran. Nah, saya berharap pada periode depan itu tidak ada lagi
pak. Tentunya kami lihat bahwa ini bisa kita implementasikan karena memang ada
....bersama.
Saya kira itu, terima kasih banyak.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


21

KETUA RAPAT:

Pak Agung.

KETUA BPK:

` Terima kasih Pimpinan.


Izin barangkali menjawab satu-persatu. Ada 2 pertanyaan yang disampaikan
kepada kami. Yang pertama adalah dari Bu Nurul Arifin. Yang kedua, dari Pimpinan
Komisi, Pak Benny K. Harman.
Yang pertama adalah public account committee. Oh maaf Pansus. Selamat
datang juga ke Pak Fachri Hamzah anggota BAKN. Kami mencoba mendiskusikan soal
BAKN ini pak. Public account committee. Itu adalah sebuah organ dalam sistem
parlementer. Jadi, dalam sistem presidensil bukan mempersoalkan sistem presidensil
dan parlementernya pak tetapi kami mengingatkan bahwa seperti itu karena dalam
sistem parlementer itu eksternal auditor itu juga berperan sebagai internal auditor. Jadi,
pemeriksaan itu masuk ke publik account committee. Baru kemudian oleh public
account committee itu di share ke anggota Parlemen yang lain. Biasanya anggota
parlemen yang berkuasa. Yang kita sebut dengan istilah koalisi, seperti itu. Bentuknya
itu 2 macam. Yang pertama adalah laporan hasil pemeriksaan berkaitan dengan
accountibility, akuntabilitas. Yang satunya lagi berkaitan dengan performance audit
tetapi sifatnya itu adalah technical assistent yang kedua.
Nah, dalam sistem presidensil seperti di Amerika Serikat seperti contoh. Mereka
punya government accounting officer. Yang walaupun tidak seperti BPK tetapi sifat
laporannya itu adalah ekstsernal auditor. Jadi laporan GEO itu tidak ada PAC (Public
Account Committee). Tidak ada komiti auditnya. Langsung ke komisi. Urusannya apa?
Komisi Pertahanan. Dia urusan ke Komisi Pertahanan. Urusannya apa? Komisi
Pendidikan. Langsung ke Komisi Pendidikan tetapi kami menyadari betul bahwasannya
masalah yang dihadapi oleh negara ini begitu banyak dan kompleks. Saya sempat lihat-
lihat seperti itu karena beberapa kolega juga disini. Betapa banyaknya agenda yang
dilaksanakan di Komisi tersebut. Oleh karena itu mempertimbangkan hal ini tahun 2006
BPK sendiri memberikan apa yang kami sebut ...of duty. Salah satu diantaranya 6
inisiatif strategis itu mungkin dibutuhkan lembaga sejenis PAC itu di DPR. Maksudnya
adalah apabila komisi tidak sempat melakukan pembahasan terhadap tindak lanjut hasil
pemeriksaan BPK, itu bisa ditindaklanjuti oleh lembaga sendiri yang sekarang disebut
dengan BAKN.
Dan sudah barang tentu menurut pendapat kami, dengan niat yang baik itu
pastinya bagus. Tentu saja hal-hal yang baik itu juga perlu saya pikir
mempertimbangkan bagaimana semuanya terselenggara secara sinergis. Seperti itu
barangkali Pimpinan yang kami maksudkan. Dimana proses kerjasama ini bersifat
pertama dalam rangka menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan kami. Dalam konteks
tersebut kami sepakat barangkali ada hasil pemeriksaan kami yang perlu ditanyakan
karena kan kompleks sekali. Namun, diskusinya itu kami harapkan mengarah kepada
penjelasan bukan mempersoalkan proses yang kami lakukan. Karena inikan persoalan.
Kalau masuknya ke proses, itu ada code and code, walaupun saya yakin itu tidak
terjadi. Intervensi terhadap apa yang dilakukan oleh BPK. Padahal BPK itu sebagai
22

eksternal auditor perlu independent in mine dan independent in the billions. Itu dijaga
seperti itu, bunyi Undang-Undang Dasar itu mengatakan untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara maka dibentuk Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri.
Nah, aspek kemandirian atau independent inspirens, dan independent in mine.
Saya pikir perlu kita jaga bersama. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam
mendukung BPK yang kredibel. Nah, saya tidak katakan bahwasannya BAKN perlu
dibubarkan tetapi saya mengatakan bahwa kita perlu mengatur lebih lanjut. Agar
hubungan antara BPK dan DPR melalui BAKN itu menjadi lebih sinergis. Kemudian
agar tidak, dalam waktu dekat ini hubungan dengan BAKN ini tidak membuat MoU
antara kami dengan DPR itu menjadi masalah. Saya yakin itu semangatnya sama. Cara
memandang semangat sama tetapi mungkin ada perbedaan dan cara
melaksanakannya.
Jadi, saya pikir seperti itu bu. Jadi, saya yakin betul bahwasannya bagaimana
kita mengatur negara ini, walaupun ada based practised-nya tetapi kesepakatan saja.
Kalau kita sepakat melaksanakan polanya seperti ini, itu yang kita lakukan tetapi kalau
kemudian kita pilih cara yang lain, juga dengan mempertimbangkan hal-hal yang baik
itu, itu kita lakukan. Saya kira seperti itu barangkali Pimpinan, ibu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Bapak/ibu yang saya hormati,

Masukan-masukan sudah kita terima. Saya kira dengan tidak mengurangi lagi
rasa hormat kami, sekali lagi kami membutuhkan masukan karena itu dalam rangka
penyempurna undang-undang yang akan kita bentuk ini. Dengan tenggang waktu yang
sangat pendek. Mudah-mudahan dalam beberapa bulan kedepan kita bisa
menyelesaikan undang-undang ini. Mudah-mudahan. Dan ini menunjukkan keseriusan
kami. Sebagian besar juga ada yang tidak terpilih tetapi tetap masih rajin datang kesini
Pak Yusuf. Ibu Nurul masih luar biasa hadir.
Pak Fachri, bisik-bisik mau bilang, silakan.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, SE/WATUA):

Saya tambah sedikit saja pak. Sekedar untuk menjadi bahan pertimbangan.
Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Ini sudah saya katakan di beberapa tempat tetapi mungkin karena ada BPK,
Kepolisian, ada PPATK. Saya ingin menceritakan, satu bahaya didepan yang sudah
terjadi. Kalau orang bilang itu damage has windag dalam sistem Pemilu kita yang
kemarin. Kalau bapak lihat Pemilu kita yang baru itu, Caleg itu tidak boleh menerima
sumbangan. Itu satu. Dia hanya boleh menerima sumbangan dari partainya tetapi
kenyataannya kalau bapak pergi ke website KPU itu semua sumbangan kepada partai
23

itu dilakukan oleh Caleg. Sekarang terbuka bahwa Caleg ternyata tidak menerima uang
dari mana pun. Dan dia mulai yang pertama pengeluaran dia adalah dia menyumbang
kepada partainya. Uang siapakah itu? Uang pribadi. Satu.
Yang kedua, Caleg membiayai sendiri biaya kampanyenya. Kita butuh tim
sukses dibawah dan sebagainya. Ini pengeluaran kedua. Yang jumlahnya itu gila-gilaan
karena pengeluaran kita tidak ditentukan oleh cost yang sudah diatur dari awal. Kita
tahu kampanye kita di Indonesia ini tidak ada regulasi yang memadai tentang ini.
Sehingga pengeluaran itu adalah sejalan dengan pengeluaran yang dilakukan oleh
orang lain termasuk dilakukan untuk mengantisipasi orang didalam partai kita sendiri.
Jadi, perkelahiannya itu tidak saja keluar tetapi juga kedalam. Merinding ini pak yang
kedua ini pengeluarannya.
Pengeluaran yang ketiga adalah biaya saksi. Dan ini gila-gilaan lagi karena saksi
juga menjadi ajang kompetisi. Tidak saja antar partai tetapi orang dalam partai.
Sekarang saya sebut 3 komponen biaya pengeluaran yang besar ini, siapa yang
mengeluarkan uang? Uangnya dikeluarkan oleh Caleg masing-masing. Jadi, ceritanya
di Indonesia ini, kami ini menjadi pengabdi kepada bangsa dan negara, kita harus
bayar. Kita ini mau berjuang, kok mesti bayar? Maaf pak Kapolri inikan suka kritik
kepada polisi kan, ternyata DPR mempraktekkannya lebih awal. Ini banyaknya gila pak.
Polisi, tidak ada apa-apanya. Kalau memang ada itu, ini tidak ada apa-apanya, ini gila
pak. Inilah yang menyebabkan ada yang stres, saya tidak pernah dengar polisi stres
gara-gara tidak masuk lulus tes tetapi anggota Dewan yang stres, jalan tidak pakai
sandal terus mau jual ginjal. Ada yang dimandikan pakai jampi-jampi supaya sembuh,
banyak dimana-mana stres. Jadi, uang pribadi menggelontor kedalam politik secara
luar biasa. Dan kitalah gagal mencegah uang masuk politik. Kalau gagal, tetangganya
bilang, kasihan dia habis sudah uangnya. Habis tanahnya, habis rumahnya. Belum lagi
nanti ada yang keempat Pak. Kalau kita lagi bersidang di pengadilan, keluar lagi itu.
Bawa saksi dari kampung, 1, 2 pesawat kadang-kadang orang. Dulu itu saya ingat betul
itu, berapa Caleg dari Papua menerbangkan saksi dari Papua, berpesawat-pesawat, itu
apa.
Jadi, kalau dia masuk, tetap saja bilang, untung dia bisa kembali modal nanti.
Apa ini sebetulnya? Caleg itu pak yang terpilih atau tidak terpilih pada dasarnya dia
sudah terkontaminasi oleh keperluan akan uang sejak hari pertama dia dilantik.
Damage has windag. Orang di Amerika, orang di Eropa Barat terutama di Eropa Barat
sistemnya yang agak sosialistik. Orang datang dalam politik itu untuk pengabdian
kepada bangsa dan negara cuma bawa pikiran, cuma bawa badan. Kami ini mau
mengabdi kepada negara, kami harus keluar uang. Inikan gila pak. Sadar tidak ini kita?
Orang Indonesia ini? Dan bapak tahu masyarakat kita seperti apa. Survey KPK
mengatakan 75% rakyat Indonesia berprinsip terhadap money politic? Wani piro? Nah,
itu dianggap tradisi. Nomor piro, wani piro? Ada kawan saya Sdr. Andi dari Komisi XI.
Sudah selesai di kampungnya datang kesini, ada 8 kursi. Dia dari nomor ke-4. Dia
bilang sudah beres. 2 hari disini, tiba-tiba dia jatuh ke no. 9, dan tidak balik-balik lagi.
Tidak tahu siapa yang hilang. Sudah cantik, pintar, terkenal lagi.
Jadi, itu persoalan kita pak dari awal. Sekarang ini lubang sudah ada, bagaimana
lubang ini, ini yang saya bilang dimana-mana, lubangnya sudah ada. Sekarang
bagaimana nambalnya? Ada ribuan anggota DPR di seluruh DPR dan melamar 560
anggota DPR di Senayan ini. Lubang ini mau ditambal bagaimana? Kalau bapak tidak
24

tambal ini lubang, kita semua tidak tambal ini lubang, ada 560 cari-cari uang. Sejak hari
pertama. Itu sebabnya kenapa bapak bicara Banggar. Terus-terang pak bukan suatu
kebetulan karena tidak diatur secara ketat. Orang-orang Banggar itu umumnya adalah
bendahara partai. Dan partai-partai itu menganggap, menaruh bendahara disitu dalam
rangka nanti proyek-proyek yang kita ketuk ini kita juga bisa terlibat. Ternyata ini dalam
konstruksi yang dibuat sekarang ini korupsi. Kita yang bikin karena kita tidak nutup
ditempat lain. Nah, makanya kalau disana diluar itu orang sebutnya, anggota DPR ini
malas katanya. Orang gajinya tertinggi, mana bisa nilep. Sumber gaji cuma 1. Kalau di
Amerika Serikat gaji itu pak, uang itu, uang yang bisa dikelola anggota Dewan itu, itu
standar indikasinya setahun. Pertahun dikasihnya besar pak. Bisa dikelola bisa di
manage. Gaji staf, 2 tempatnya, di Jakarta dia punya staf di dapilnya dia punya staf.
Dibayar oleh negara. Bandingkan, kalau ada orang kampungnya nyasar pengin pulang
dan sebagainya dia punya...ada report, dan ini diaudit BPK Pak.
Yang kelima itu champagne pak. Dia tahu bahwa kita ini punya kuasa. Kalau
saya mau maju lagi sebagai incumbent, tidak diatur. Bahaya, saya pasti cari uang.
Karena itu diatur champagne pak. Boleh menerima sumbangan tetapi rekeningnya
didaftarkan ke BPK, di daftarkan ke KPU. Yang kelima baru ini alokasi, ... kalau di
Amerika itu. Sehingga kalau ada banjir di kampung saya, saya tinggal bikin surat, tolong
bikin itu jembatannya dibawah air. Saya ada gunanya di depan rakyat saya. Tidak
kosong seperti sekarang ini, kita dimaki-maki. Ternyata ngomong seperti Pak Yani ini,
dia terkenal di seluruh Indonesia. Siapa yang tidak kenal Pak Yani. Kurang setoran.
Komisinya kita ini mitranya dengan polisi, sama KPK terlalu serem pak. Kalau kita di
Komisi V, kita bikinin jembatan, bikinin jalan. Nah, kita masa nawarin mereka, mau kita
bangunin penjara? Kan marah orang pak.
Nah ini pak, ini lubang, mari kita tutup. Inilah maksud dari undang-undang ini.
Bagaimana kita menutup kelemahan dari sistem. Sebab kami yakin. Kalau ini tidak kita
tutup, inshaa Allah kita kasih kewenangan yang luas kepada KPK, seperti berburu di
kebun binatang. Ada saja yang kena, setiap hari. Apalagi kalau kemudian tidak
dihalangi kewenangannya itu luar biasa. Menyadap orang seenaknya saja, kapan tahu.
Tiba-tiba 6 bulan kemudian orang itu disadap. Rekamannya 6 bulan yang lalu diputar di
pengadilan. Mana ada di dunia ini seperti itu. Tidak ada Pak. Saya berpegang kepada
keputusan MK yang mengatakan bahwa kewenangan penyadapan itu harus diatur
dalam undang-undang, dengan undang-undang atau setingkatnya tetapi KPK
menggunakan SOP. Dan sampai hari ini Dewan Komisi III tidak diberikan SOP itu.
Alasannya rahasia perusahaan. Bapak tahu dari mana ini yang begini ada didunia?
Tidak ada, cuma di tempat kita.
Tetapi kita terus tepuk tangan setiap hari. Dan lupa bahwa yang tidak legal pun
kita telah terukik. Akhirnya menjadi sesuatu yang seolah benar.
Nah, kita coba atasi seperti apa. Kita jaga dewannya dimana-mana. Kalau
dewannya kuat, inshaa Allah, pengawasan dalam negara kuat, korupsi juga kurang
dengan sendirinya tetapi kalau dewan dianggap sebagai sumber masalah, orang
menjadi merajalela, abuse of power dimana-mana, korupsi dimana-mana.
25

Saya kira ini catatan pak. Biar menjadi pikiran. Mudah-mudahan kalau sempat
bapak juga mengirim kepada kami, lagi masukan lagi, kami siap menerima. Untuk
mempercepat proses pembahasan ini Pansus. Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Bapak/ibu yang saya hormati,

Pas waktu melampaui batas menit. Kena bonuslah untuk pimpinan. Saya kira
pertemuan kita ini kita tutup. Skors sampai nanti malam. Kita tutup. Ini Pak Kapolri
betapa seriusnya kami menyelesaikan ini dari pagi sampai malam. Jadi karena
narasumber tidak bisa hadir nanti malam, ditunda sampai besok jam 2 siang. Jadi, kita
tunda bukan kita tutup. Jadi, kita tunda rapat ini. Kepada Pak Kapolri, kepada Pimpinan
PPATK, BPK, sekali lagi, kita butuh masukan-masukan. Draft RUU sudah diterima draft
RUU-nya. Kalau belum nanti sekretariat tolong dikirim draft RUU-nya yang ada. Untuk
itu rapat ini kita skors sampai jam 2 siang besok.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

RAPAT DITUTUP PUKUL 16.20 WIB.

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- : XI
JENIS RAPAT : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Selasa, 20 Mei 2014
WAKTU : Jam 14.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Pansus C, Gd Nusantara II Lt.3
KETUA RAPAT : Nurul Arifin, S.IP., M.Si. (Wakil Ketua Pansus/F.PG)
ACARA : Mendapatkan masukan terkait Pembahasan RUU
tentang MD3 dari Pakar Zen Badjeber, LIPI dan J.
Kristiadi
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 11 orang dari 30 Anggota Pansus
4 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
4 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
2 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
2 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
2 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
- dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN
- dari 2 orang Anggota;
2

7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA


- dari 2 orang Anggota;
8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA
RAYA
- dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
- dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. AGUNG SANTOSO, S.H. 463
2. H. HARRY WITJAKSONO, S.H. 478
3. VENNA MELINDA, S.E. 518
4. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540
FRAKSI PARTAI GOLKAR
5. IR. H. AZHAR ROMLI, M.SI 194
6. Drs. TAUFIQ HIDAYAT, M. Si. 236
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
7. Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO, 355
8. ABIDIN FIKRI, S.H. 385
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
9. AGOES POERNOMO, S.IP. 83
10. H. TB. SOENMANJAJA, S.D. 70
11. FAHRY HAMZAH, S.E. 95
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
-
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
-
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
-
FRAKSI PARTAI GERINDRA
-
FRAKSI PARTAI HANURA
-

2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
6. Sabari Barus T.A BALEG
3

3 Tamu/undangan
1. ZAIN BADJEBER.
2. Prof. DR. LUKMAN HAKIM. MSc. PhD. Apt. (LIPI)
3. Prof. DR. SYAMSUDDIN HARIS., M.Si. (LIPI)
4. NUR TRI A. (LIPI)
5. SANTOSO (LIPI)
6. SUHENDRA (LIPI)
4

KETUA RAPAT (DR. BENNY K HARMAN/KETUA PANSUS/F-PD):

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua ,


Yang saya hormati para Anggota Pansus,
Yang kami hormati Bapak Zain Badjeber,
Yang kami hormati Prof. DR. Lukman Hakim,
Yang kami hormati Prof. DR. Syamsudin Haris dari LIPI.

Sesuai dengan mekanisme tata beracara persidangan di dewan maka rapat


pada sore ini adalah kelanjutan rapat sebelumnya tadi malam yang habis skors
maka sesuai dengan kesepakatan Rapat Dengar Pendapat Umum ini kita mulai
dengan mencabut skors dan kami nyatakan rapat ini terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA)

Bapak/Ibu saudara-saudara sekalian yang kami hormati,

Perlu kami sampaikan bahwa terutama kepada Prof. Lukman Hakim, Prof.
Syamsudin Haris dan Pak Zain Badjeber. Rapat kita ini kalau di absennya yang
sudah datang ini ada 10 orang, tetapi sama Pak, pada saat yang sama ada rapat
juga di komisi-komisi terkait. Oleh sebab itu rapat ini nanti kita akan lanjutkan sambil
menunggu kehadiran teman-teman yang lain.
Sebelum kami mulai, kami perlu menyampaikan ucapan terima kasih dan
selamat datang kepada nara sumber kita terutama dari LIPI Prof. Lukman Hakim
dan Prof. Syamsudin Haris, demikian juga kami menyampaikan terima kasih kepada
Pak Zain Badjeber atas perkenan menghadiri undangan Pansus. Pada masa
persidangan ini sesuai dengan kesepakatan di dewan, Rancangan Undang-Undang
MD3 akan kami bahas, akan dibahas Pansus dan rencananya awal Juli sudah harus
selesai. Mengapa awal juli sebab pertengahan Juli Dewan sudah memasuki masa
reses lagi dan awal agustus nanti DPRD Provinsi Kabupaten dan Kota ada yang
sudah dilantik. Jadi dengan harapan undang-undang ini nanti bisa menjadi rujukan
bagi DPR Kabupaten/Kota Provinsi dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Untuk pembahasan rancangan undang-undang MD3 Dewan membentuk
Panitia Khusus yang anggotanya 30 orang dengan kami sendiri sebagai ketuanya
Benny K Harman dan Wakil Ketua dari Fraksi Golongan Karya Ibu Nurul Arifin,
Saudara Ahmad Yani dari Fraksi PPP dan Saudara Fahri Hamzah dari Fraksi PKS.
Kami tidak akan memperkenalkan lagi anggota-anggota pansus, saya yakin kita
semua dan nara sumber juga sudah mengenal mereka dengan baik. Untuk
pembahasan rancangan undang-undang ini komitmen kami di dewan adalah, di
pansus adalah bagaimana kedepan membangun institusi yang dewan yang lebih
berwibawa, yang lebih akuntabel, yang lebih efektif dan ....fungsinya. Oleh sebab itu
kami mengundang berbagi baik dari instansi pemerintah, akademisi, dari berbagai
5

perguruan tinggi, praktisi, LSM dan kaum cendekia untuk memberi masukan
terhadap rancangan undang-undang ini dan pada kesempatan ini kita di tengah-
tengah kita sudah hadir, dua proffesor dari LIPI. Ketua LIPI Prof. DR. Lukman
Hakim, Kapus Penelitian Prof. DR. Syamsudiin Haris dan juga Zain Badjeber yang
telah berpengalaman hampir, bukan hampir 5 periode jadi Anggota Dewan dan
sekarang ini aktif di forum konstitusi.
Jalannya rapat kita pada sore ini adalah nanti para nara sumber akan
menyampaikan masukan-masukannya, setelah itu kita nanti akan tanya jawab dan
kita tutup. Oleh sebab itu mohon persetujuan agenda rapat dan mohon persetujuan
pula rapat ini kita selesai pukul 17.00 WIB, bisa pukul 17.00 WIB?.

(RAPAT:SETUJU)

Untuk singkatnya kita mulai dengan Pak Zain Badjeber kemudian nanti
berturut-turut nanti Prof. Lukman dan Prof. Syamsudin Haris. Ada beberapa
panduan, problem yang sudah kita kirim untuk menjadi semacam panduan tetapi
saya berharap tidak terbatas disitu Pak. Kami punya keyakinan para nara sumber
selama ini punya pengetahuan, pengalaman, pengamatan terhadap kinerja dewan
yang merujuk kepada Undang-Undang MD3 yang lama. Khusus untuk Pak Zain
Badjeber nanti, tentu kita akan mengali lebih banyak, problem-problem yang
berkaitan dengan relasi DPR dan DPD dan juga mekanisme yang lebih ideal
kedepan antara dua lembaga ini.
Kami persilakan Pak Zain Badjeber untuk memulai yang pertama.
Kami persilakan Pak.

ZAIN BADJEBER:

Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera untuk kita sekalian.

Memang gedung ini tidak asing buat saya, sebelum gedung ini ada saya
sudah ada di daerah ini karena gedung ini Tahun 1968 mulai kami pakai, sedangkan
saya disini mulai Tahun 1967 sampai 2004 kecuali periode 1982 sampai 1992.
Demikian juga undang-undang yang kita hadapi ini kebetulan saya ikut terlibat
langsung maupun tidak langsung waktu Susduk 2003, kemudian pada waktu MD3
ini dengan Panja, Pansus waktu itu kalau tidak salah Pak Gubernur Jateng sekarang
Pak Ganjar yang mengundang kami. Ini adalah kali yang ketiga dalam perubahan,
saya selamanya tentunya berbicara dari aspek konstitusi yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 setelah perubahan karena saya terlibat langsung dalam pembahasan
dan perumusan perubahan-perubahan pertama sampai keempat dari .... maupun di
komisi majelis yang mengodok bahan-bahan konstitusi.
6

Kadang-kadang diantara kita karena anggota itu sekian ratus, pada waktu di
MPR pun yang terlibat paling-paling 100 yang sekian ratus ikut memutuskan tnapa
mempunyai pengertian. Begitu juga di DPR, yang terlibat didalam pembuatan
undang-undang sekian orang, yang mengetok sekian ratus orang, tetapi yang
mengerti tahu asal usulnya pasal-pasal itu 1-2 orang.
Ini yang saya alami selama ini oleh karena itu saya ingin ulangi kembali
didalam undang-undang dasar kita ketika kami menyusun, merumuskan itu kami ikut
di dampingi oleh pusat bahasa indonesia dari tenaga ahli pusat bahasa indonesia,
sehingga ada rumusan-rumusan tertentu yang kita memerlukan bertanya kepada
para ahli itu tentang kata atau terminologi yang kita gunakan. Ketika kami ingin
memberikan perintah bahwa masalah ini diatur dengan satu undang-undang. Kami
memakai bahasa apa, ketika kami memerintah materi ini diatur dalam undang-
undang terkait, kami memakai kata apa, lalu kata yang dipakai itu memakai diatur
dengan undang-undang artinya dengan satu undang-undang. Kalau dipakai kata
diatur dalam undang-undang, artinya dengan undang-undang terkait dalam masalah
itu pada pasal itu maupun pasal-pasal undang-undang lain terkait.
Ini perlu saya jelaskan karena ini bukan saja dengan salah bahan ketika
menyusun RUU Desa yang lalu, sehingga hampir terjadi penyusunan menganggap
desa di Indonesia itu seluruhnya Desa Adat, karena yang dibuat Undang-Undang
Desa dalam pengertian 18b ayat (2) bukan dalam pengertian 18 ayat (7) susunan
dan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Sehingga
satu-satunya saya kira di tengah perjalanan sudah Panja, pemerintah diminta untuk
merubah draft RUU itu menjadi ada dua jenis desa yang didalam Undang-Undang
No. 32 disebutkan Desa Administrasi Desa dari kesatuan masyarakat hukum adat.
Begitu juga dengan undang-undang ini, undang-undang ini harus bertolak
sebenarnya dari empat Pasal di Undang-Undang Dasar. Pertama Pasal 2 ayat (1)
mengenai MPR, disana dikatakan MPR itu terdiri atas Anggota DPR dan Anggota
DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur dengan undang-undang.
Artinya ada satu undang-undang tentang MPR, begitu juga pernah ada kritik
misalnya Pak Bagir Manan, kenapa disebut lagi dalam pemilihan umum, yang dipilih
dalam pemilihan umum, padahal di Pasal pemilihan umum sudah menyebutkan
DPRD, DPR itu dipilih dalam pemilihan umum. Kami mengerti hal itu tetapi ini ada
bahasa hukum dan politik dan ini mengunci jangan sampai di MPR itu ada
pengangkatan diluar pemilihan umum. Jadi, bukan semata-mata tidak tahu bahwa
ada pasal pemilihan umum tentang anggota DPR dan itu permasalahannya.
Kedua, Pasal 19 ayat (2) disana dikatakan susunan DPR ada kata susunan
diatur dengan undang-undang. Pada Pasal 2 tadi tidak ada kata susunan ataupun
kedudukan. Kemudian pada Pasal 22c ayat (4) karena disebutkan susunan dan
kedudukan DPD diatur dengan undang-undang, kenapa ada susunan dan
kedudukan. Kedudukan DPD tidak rinci didalam undang-undang dasar seperti
kedudukan DPR dengan 3 fungsinya dengan, jadi kedudukan DPR masih perlu,
DPD masih perlu dijabarkan dalam undang-undang.
Yang keempat, DPRD Provinsi maupun kabupaten/kota. DPRD diatur dalam
Pasal 18 ayat (3) pemerintahan daerah memiliki, dia nempel dalam pemerintahan,
7

sementara Pasal 18 itu ayat (1) mengatakan NKRI dibagi atas, bukan terdiri atas.
Kata Ahli Bahasa kalau terdiri atas itu negara serikat, disusun dari bawah ke atas,
maka dipakailah dibagi atas. Jadi, ada dulu NKRI baru ada daerah-daerah,
walaupun sejarahnya sebelum ada NKRI sudah ada daerah, tetapi kita bicara NKRI
didalam rangka negara kesatuan. Lalu diakhiri dengan dibagi provinsi-provinsi dibagi
kabupaten/kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-
undang. Artinya satu undang-undang pemerintahan daerah, bukan seperti sekarang
dipecah tiga oleh DPR dan pemerintah. Di Pasal 18 ayat (7) susunan dan
penyelenggaran pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang, pakai kata
dalam karena dia terkait dengan apa yang disebutkan dalam ayat (1) sampai ayat
(7).
Pasal 18b ayat (2) yang negara mengakui dan menghormati kesatuan
masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional diatur dalam undang-undang,
bukan dengan undang-undang. salah satunya adalah desa adat, dia kembali ke
susunan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam soal Hak Ulayat dia
kembali ke Pasal 33, Pasal-pasal yang terkait dengan hukum adat. Jadi, dia
memakai kata dalam disitu, tidak ada perintah satu undang-undang karena dia
banyak kaitannya dengan masalah-masalah diluar pemerintahan termasuk hak-hak
tradisional.
Dengan demikian meskinya undang-undan ini ada tiga yaitu undang-undang
tentang MPR, tentang DPR dan tentang DPD. DPRD dia berada di Undang-Undang
Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu sekarang terjadi tumpang tindih double. Di
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ada pengaturan DPRD, di Undang-Undang
MD3 ada DPRD. Mengapa kita tidak keluarkan DPRD dari sini, mumpung ada
perubahan Undang-Undang Pemda. Apa yang belum tertampung di Undang-
Undang Pemda di taro sana, kalau masih ada yang belum itu satu.
Pada waktu Pansus yang lalu, saya terus terang agak menantang berikan
saya waktu dua hari yang bikin 3 undang-undang ini dengan materi yang paling
sesuai kami sudah putuskan. Kebetulan saya Ketua Badan Legislasi lima tahun,
merintis ini anggota saya salah satu dan akan ada terus. Jadi, akhirnya yang
ditempuh kemarin waktu Undang-Undang MD3, materi yang ada hanya di Bab-nya
yang terpisah, tadinya misalnya tentang penggantian antar waktu, disitu ada
mengatur penggantian antar waktu MPR, DPR, DPD di Bab itu, sekarang dipisah
semua, apa yang menyangkut MPR di Bab II, apa yang menyangkut DPR di Bab III,
menyangkut DPD di Bab IV, dihimpun disitu. Jadi, merupakan buku satu, buku dua,
buku tiga, mestinya satu undang-undang tersendiri. Jadi, ini secara formul yang saya
katakan kalau ada yang usil kemarin saja waktu saya beritahukan pengujian di MK
oleh DPD, uji masalah formil ini, bahwa penggabungan empat lembaga di satu
undang-undang formil bertentangan dengan pasal-pasal dalam undang-undang
dasar, karena diperintahkan tidak digabung, karena MK menguji formil dan materil,
tidak dibatasi kepada materil.
Berikutnya, jadi mumpung sekarang kalau tidak mau dipisah DPRD
disendirikan, kalau ini tidak mau dipecah, karena dipecah atau disatukan kan ada
konsekuensi lain-lainkan, jadi tiga undang-undang yang dibikin bukan hanya satu,
8

jadi ini menaati perintah Undang-Undang Dasar. Kedua, mengenai materi juga ada
salah kaprah kita, kenapa pembuatan undang-undang dimasukkan disini, padahal
Pasal 22a Undang-Undang Dasar tata cara pembuatan peraturan perundang-
undangan diatur dengan undang-undang yaitu Undang-Undang PPP, jadi jangan
lagi diatur disini, karena dia menyangkut tiga lembaga yang tidak diatur disini,
Presiden masuk didalam pembuatan undang-undang. Jadi, pemikiran itu sudah ada
pada waktu pembuatan, pembahasan Undang-Undang Dasar, dia diperintahkan
tersendiri, tata cara pembuatan peraturan, bukan peraturan perundang-undangan.
perundang-undangan jadi undang-undang, diatur dengan undang-undang, mengapa
menjadi peraturan perundang-undangan itu orang tidak bisa menjawab didalam
membaca Undang-Undang PPP. Kenapa perintah Undang-Undang Dasar membuat
undang-undang tentang Tata Cara Pembuatan Undang-Undang berubah menjadi
peraturan perundang-undangan, ini ada riwayat tersendiri, dia terkait dengan
ketetapan MPR No. 3 MPR Tahun 2000. Disana ada perintah untuk membuat tata
cara peraturan perundangan-undangan, karena TAP 3 itu membuat peraturan
perundang-undangan tidak terbatas pada undang-undang. Nah, tahap tiga ini
didalam Pasal terakhir dari Pasal 1 dari ketentuan penutup Undang-Undang Dasar
diperintahkan MPR meninjau kembali berbagai TAP, hasil dari pada peninjuan
berbagai TAP itu antara lain TAP III dimasukkan kepada lampiran yang materinya
menjadi materi undang-undang. Sehingga dihubungkan ketentuan penutup Pasal 1
Undang-Undang Dasar junto TAP III MPR Tahun 2000 dan Pasal 22a tadi maka
yang dibikin bukan lagi peraturan undang-undangan tetapi peraturan perundang-
undangan.
Jadi, tetap ada dasar konstitusinya, dengan dibuatnya didalam MD3 ini terjadi
tumpang tindih dan syukur-syukur kalau tumpang tindihnya sesuai, misalnya dengan
diubahnya Undang-Undang no. 10 Tahun 2004 dengan Undang-Undang No. 11
Tahun 2012 itu disana sudah lebih maju misalnya ada pembahasan semacam DIM
dari DPD, ini Undang-Undang MD3 tidak ada, inikan sepintas kontradiksi, tetapi
kalau menafsir ini kita anggap undang-undang yang terbaru, Undang-Undang No. 11
terbaru daripada Undang-Undang No. 27 Tahun 2009, sehingga dengan sendirinya
mengacu ke undang-undang yang terbaru. Ini akibat dua tempat mengatur materi
yang sama, jadi saran saya baiknya ini tentang peraturan penyusunan undang-
undang, itu semuanya dilimpahkan ke Undang-Undang PPP, disana sudah lengkap
apa yang belum lengkap, bisa diubah disana ditambahkan, karena bagaimanapun
juga putusan MK akan berlaku terhadap undang-undang itu, bukan hanya undang-
undang ini. Sehingga disini membatasi diluar masalah-masalah yang diatur oleh
undang-undang porsin undang-undang lain.
Jadi, dari segi materi, segi muatan undang-undang ini ada dua hal yang perlu
saya simpulkan. Hal, pertama yaitu undang-undang ini meskinya tiga undang-
undang minus DPRD karena yang keempat DPRD berada di Pemda. Kemudian tiga
undang-undang ini muatannya bisa berbeda-beda sesuai dengan perintah tadi,
untuk DPD dikatakan susunan dan kedudukan, untuk DPR dia hanya berbicara
perintah, susunan, untuk MPR dia tidak bicara susunan dan kedudukan pokoknya
tentang MPR diatur dengan undang-undang. Jadi, kalau ada Undang-Undang
9

tentang Kepresidenan, lembaga kepresidenan, memang tiap lembaga ada undang-


undangnya karena kelaminnya beda-beda, jenisnya beda-beda. Ini dari segi bentuk
dan isi secara garis besar.
Masalah kemudian mengenai MPR masih bisa terus yang lain nggak
kebagian.

KETUA RAPAT:

Pak Zain bisa lima menit lagi, nanti kita kembangkan menarik itu. Pemenang
Pemilu selalu disebelah kanan.
Silakan Pak Zain.

ZAIN BADJEBER:

Mengenai MPR kalau yang ada ini dia kurang lebih 64 pasal di MD3, dari
Pasal 2 sampai Pasal 66 itu mengatur MPR. Yang perlu dilihat isi yang ada
sekarang memang apa yang diputuskan oleh MK mengenai pimpinan, tetapi harus
disiasati juga kalau tidak memperhatikan bahwa MPR itu terdiri dari anggota, bukan
lembaga, bukan dia kongres. Jadi dia anggota, jadi dia lembaga tersendiri,
anggotanya berasal dari dua lembaga ini tetapi bukan lembaganya yang kesana,
bagaimana yang 132 ya tidak ditelah oleh yang 560 dalam pemilihan pimpinan,
artinya dia tidak tergambar dalam, ini yang harus disiasati didalam pimpinan, tetapi
tidak diserahkan kepada DPD untuk mengutus siapa tidak, kalau yang ada ini DPD
dipilih oleh DPD, unsur DPR dipilih DPR, jadi masih berbicara unsur lembaga, tetapi
bagaimana cermin asalnya ini ada disana tanpa harus begitu tegas dia harus di
rekrutmennya dari sini dan ini dari sini, ini dicarilah rumusan yang bisa adil, dia dapat
satu atau dua itu masalah pilihan tetapi ada tempatnya juga disana dan hal-hal yang
penting jangan karena hampir semua kewenangan MPR ini tidak ter-guide langsung
hanya dengan masalah internal. Sehingga banyak dilempar ke Tatib, supaya
masyarakat tahu, umum tahu kalau dia dalam undang-undang jangan mekanisme
perubahan Undang-Undang Dasar sedikit disini nanti Tatib.
Pemilihan Presiden ketika Presiden berhalangan tetap ke Tatib disini hanya
garis besarnya sehingga kejadian misalnya tafsir daripada DPD pada waktu
mengajukan perubahan Undang-Undang Dasar masuk ke Pimpinan MPR sudah
mencukupi tanda tangan lalu waktu yang diberikan seolah-olah untuk menarik tanda
tangan, padahal di tatibnya itu waktu yang diberikan bukan untuk menarik tanda
tangan. Kalau tanda tangan sudah masuk tidak lagi ditarik, yang diberikan adalah
waktu untuk mempersiapkan Pimpinan MPR dengan sidang, yang terjadi karena
salah pengertian terhadap Tata Tertib ya pada menarik kembali tanda tangan,
akhirnya tidak. Maksud saya hal-hal yang menyangkut MPR sebanyak mungkin
dimuat didalam undang-undang, didalam pelaksanaan kewenangan MPR,
perubahan Undang-Undang Dasar, jangan terlalu di lempar ke Tatib karena dia
menyangkut bukan saja internal MPR, mengenai pengisian, pemilihan Presiden,
Wakil Presiden apabila terjadi lowongan, apabila lowongan bersamaan antara
10

Presiden dan Wakil Presiden, baiknya semua itu banyak, karena dia terkait bukan
hanya, dia terkait dengan partai yang mencalonkannya, kan bukan anggota MPR.
Padahal Tata Tertib kan mengatur internal, jadi seluas mungkin itu diatur didalam
undang-undang, karena kalau Tatib anggota dan DPD saja mungkin tidak semua
baca, sehingga yang saya cerita tadi kesalahan mengerti tentang Tatib di MPR.
Kemudian mengenai DPR di DPR ada hal-hal yang tidak tuntas diatur
misalnya Pasal 72, DPR boleh memanggil pejabat atau ini-ini, kalau tidak datang
panggilan paksa, kalau dipanggil tidak datang di sandera, ketentuan mana yang
ditunjuk untuk panggilan paksa dan sandera, KUHAP yang ada itu bukan untuk
pemanggilan di DPR, itu untuk penyidikkan, waktu mau nyandera, dulu di pengadilan
ada nyanderanya karena Harier kan, sekarang masalah sandera pun sekarang oleh
Mahkamah Agung pada waktu itu diinstruksikan pada hakim tidak menggunakan
pasal itu karena itu bertentangan dengan peri kemanusiaan.
Jadi, jangan boleh panggil paksa, sudah diteriakkan keluar pejabat ini tidak
hadir padahal alat untuk manggil paksa belum ada, tidak diatur oleh undang-undang
tertentu, ini harus lebih jelas didalam undang-undang ini. Saya kira untuk selanjutnya
karena akan lebih panjang dari lima menit kalau saya serahkan kepada pimpinan
untuk berbicara lainnya.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, saya menyampaikan terima kasih kepada Pak Zain. Jadi Bapak/Ibu
Anggota Pansus yang saya hormati, ada empat point penting, inilah yang menjadi
persoalan di Pansus juga Pak Zain karena usulan usul masukkan ini sungguh-
sungguh akan menjadi pertimbangan yang pertama adalah sebaiknya undang-
undang ini Rancangan Undang-Undang ini tidak mengatur tentang DPRD dengan
alasan yang sangat jelas tadi. Sehingga diusulkan Pasal-pasal yang mengatur
tentang DPRD kita keluarkan dari sini dan kita minta supaya diatur didalam Undang-
Undang tentang Pemda mumpung pada saat ini sedang dibahas. Tolong nanti ini
dicatat ini Pak.

ZAIN BADJEBER:

Sudah ada didalam Undang-Undang Pemda tetapi kalau ada yang belum
lengkap diambil dari sini.

KETUA RAPAT:

Artinya nanti rapat pansus nanti akan menindaklanjuti point ini Pak, kita ini
penting sekali. Pertanyaannya adalah ini juga di Pansus ini, apakah DPRD itu Pak
lembaga masuk dalam kategori lembaga legislatif tingkat daerah atau bukan. Ini
nanti Proffesor-proffesor dari LIPI perlu menjelaskan, mengapa dulu kita masukkan
disini, asumsi kita bahwa DPRD Provinsi Kabupaten/Kota ini adalah lembaga
11

legislatif di tingkat daerah kan begitu ceritanya, sehingga rumusannya juga tidak
begitu ini. Jadi teman-teman Anggota Pansus nanti, Anggota Pansus bisa
mengambil posisi soal ini.
Rekomendasi yang kedua adalah .... juga penting dalam rancangan undang-
undang ini kita tidak perlu mengatur tentang tata cara pembuatan undang-undang,
sebab itu sudah ada undang-undang khususnya, saya juga sangat setuju itu tetapi
keputusan pansus nanti bisa menentukan ini, rekomendasi yang kedua.
Kemudian yang ketiga tadi nah ini mengenai Majelis Permusyawaratan
Rakyat ini, anggotanya itu bukan lembaga tetapi anggota, selama ini kita anggap
lembaga Pak, sehingga pimpinannya pun mewakili lembaga, hanya problemnya itu
adalah bisa saja pimpinan majelis ini tidak ada anggota DPD-nya dengan komposisi
560 lawan 132 tadi, tetapi itu adalah konsekuensi.
Kemudian yang keempat ya ini juga, bagaimana Pasal tentang pemanggilan
paksa itu Pak dalam kaitan dengan mengefektifkan fungsi pengawasan dewan,
pengalaman selama ini Pak Zain kita sudah panggil berulang kali tidak datang,
dipanggil dengan sopan santun juga tidak datang, lalu teman-teman dewan
mengatakan kalau begini fungsi pengawasan ini untuk apa, nggak jalan, kita bikin
rekomendasi, rekomendasi dewan juga tidak dijalankan. Lalu pertanyaannya alat
apa, apa mekanisme yang bisa kita pakai supaya fungsi pengawasan ini bisa jalan
kurang lebih begitu Pak.
Selanjutnya kita masing-masing undang-undang tersendiri, tadikan sudah,
jadi masing-masing ada, Undang-Undang khusus DPD, tentang MPR dan tentang
DPR, diwancanakan juga di kita Pak, cuma teman-teman di Pansus mengatakan
bagaimana kita caranya ini, sebetulnya tidak susah tinggal kita bagi kita undang-
undang ini. Nah, ini masukkan Pak, nanti kita akan bahas internal Pansus soal ini.
Selanjutnya kami persilakan teman-teman dari LIPI, Prof. Lukman dan Prof.
Syamsudin Haris untuk menyampaikan hal-hal penting Pak, mungkin bisa juga
menyambung yang disampaikan oleh Pak Zain tadi, bisa juga usul-usul yang lebih
kongkrit dan kami membutuhkan penjelasan-penjelasannya supaya kita mudah
membuat formulasi dalam DPR undang-undang terutama tadi dua hal yang
berkaitan yang tadi menyambung Pak Zain tadi mengenai kedudukan DPRD
Provinsi Kabupaten dan Kota ini, mereka ini lembaga legislatif tingkat daerahkah
atau bukan. Kalau melihat alat kelengkapan fungsinya sama saja, hanya kita ini di
tingkat nasional mereka di tingkat provinsi, kabupaten dan kota kan begitu Pak.
Instrumen yang lain pansus apa semua punya, itulah sebabnya mengapa memang
perlu kita bikin jelas soal-soal yang selama ini kita tidak berani membikinnya jelas.
Kami persilakan teman-teman dari LIPI silakan Pak.

LIPI (PROF.DR. LUKMAN HAKIM. MSc. PhD. Apt):

Yang saya hormati Bapak Ketua,


Bapak Wakil Ketua dan para anggota pansus,
Saudara-saudara, hadirin dan Pak Zain Badjeber.
12

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama, kami ingin mengucapkan terima kasih atas undangan yang


terus terang baru kami terima jam 10.00 WIB tadi Pak, jadi kami agak menyesal juga
untuk tidak bisa secara full merespon beberapa hal yang sudah berkembang
didalam pertemuan ini. Kami membuat sedikit pandangan umum tentang revisi ini
tentu hal-hal yang dirasa kurang akan bisa kami tambahkan kemudian dan nanti
kami minta Prof. Haris untuk menyampaikan hal-hal yang lebih teknis dalam
menyangkut pasal-pasal tersebut.
Dalam pandangan umum ini saya menyampaikan bahwa problematik utama
dari berbagai undang-undang bidang politik selama ini adalah ketidakmampuannya
melembagakan sistem kepemerintahan presidensial yang kuat dan efektif. Meskipun
arah sistem pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen
adalah presidensialisme. Namun segenap undang-undang bidang politik yang ada di
masa ini belum sepenuhnya di design untuk mendukung pilihan politik tersebut. Ada
banyak hal yang kami uraikan didalam naskah ini, antara lain misalnya penguatan
sistem perwakilan, salah satu ciri sistem presidensial adalah berlaku dan tegakknya
prinsip pemisahan kekuasaan diantara tiga cabang kekuasaan dan ini kami uraikan
tetapi sayang akan memperingkas pengantar ini dengan menyampaikan cakupan
penyempurnaan didalam harapan kami paling tidak ada empat arah sekaligus tujuan
yang hendak dicapai melalui penguatan sistem perwakilan semi bikameral yang
kami antarkan dimuka. Dalam rangka mendukung penguatan efektivitas sistem
pemerintahan presidensial yaitu.
Pertama, peningkatan efektivitas keparlemenan DPR yang kedua, penguatan
akuntabilitas lembaga dan anggota parlemen. Yang ketiga, penataan hubungan
kerja DPR dan DPD. Keempat, peningkatan efektivitas kelembagaan. Saya sengaja
tidak membacakan semua untuk waktu kita berdiskusi. Saya minta Proffesor Haris
untuk melanjukan uraian-urian yang lebih teknis yang telah dipersiapkan dalam
waktu yang singkat tadi.

LIPI (PROF. DR. SYAMSUDDIN HARIS., M.Si):

Pimpinan Pansus Undang-Undang MD3 yang kami hormati Pak Benny K


Harman dan teman-teman Bapak-bapak/Ibu-ibu.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Sebetulnya Pak Zain Badjeber tadi sudah mengemukakan apa sejumlah


pokok yang penting saya pikir dan saya akan melanjutkan itu selain soal-soal yang
lain. Pertama, adalah mengenai Undang-Undang MD3 itu sendiri, tadi Pak Zain
Badjeber mengusulkan supaya lebih pada tiga undang-undang mengenai DPR,
mengenai Majelis, mengenai DPD, kemudian DPRD dicabut begitu.
Saya berpendapat semua ini sangat tergantung pada apa yang hendak kita
capai melalui Undang-Undang MD3, tujuan kita dengan Undang-Undang MD3 itu
apa sebetulnya, kalau kita kembali ke namanya yang asli Undang-Undang Susduk,
semulakan hanya Susduk, memang tidak tepat. Kenapa sebab, kalau menyangkut
13

tiga atau empat lembaga mestinya bukan Susduk, inikan tiga atau empat lembaga
sekaligus, jadi ada DPR, MPR, DPD dan DPRD empat lembaga, kalau Susduk dan
didalamnya cenderung dan tidak saling terkait, memang sebaiknya dipisah, kalau
hanya Susduk, Susunan dan Kedudukan DPR itu semacam apa sih,
kewenangannya, fungsinya, mendingan dipisah satu sama lain. Tetapi saya
menangkap tujuan undang-undang ini bukan hanya Susduk tetapi juga mekanisme
hubungan kelembagaan diantara ketiganya atau keempatnya. Nah, apakah itu yang
dimaksud, kalau yang dimaksud dengan munculnya undang-undang ini adalah
membangun sistem atau mekanisme kelembagaan diantara DPR, MPR, DPD maka
undang-undang yang mengabungkan ketiga institusi itu masih relevan. Jadi, kalau
kita konotasikan dalam konteks hukum ya, disamping KUHP adan KUHAP ada
Hukum Acara, nah semacam itu mungkin analoginya. Jadi, kalau undang-undang ini
hendak membangun sistem kelembagaan, sistem kelembagaan, mekanisme
prosedur kelembagaan bagaimana DPR dan Majelis, kemudian bagaimana DPR
dan DPD atau bagaimana segitiga hubungan itu dibangun dalam konteks skema
presidensil. Maka sangat relevan disalam satu undang-undang, kecuali memang
tujuannya hanya untuk susunan dan kedudukan, ini tergantung pada Pansus, ini
lebih kemana sebetulnya.
Usulan Pak Zain Badjeber mengenai DPRD saya pikir itu bagus sekali dan itu
sebetulnya sudah lama wacananya, adalah tidak tepat memasukkan DPRD didalam
Undang-Undang MD3, apalagi kalau DPRD dibahasakan sebagai bagian dari apa
yang disebut rezim Pemda, saya nggak tahu istilah rezim Pemda, rezim Pemilu itu
bagaimana. Sebab DPRD itu sebagaimana dikemukakan pimpinan tadi sampai saat
ini memang kedudukannya masih ambivalen, masih mendua, disatu pihak dia dalah
hasil pemilu, sebagai hasil pemilu yang dipilih rakyat, dia adalah lembaga legislatif
lokal. Tetapi didalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dikatakan DPRD adalah
unsur Pemda, unsur Pemerintahan Daerah, ini mendua. Saya nggak tahu sampai
kapan di menduakan di ambivalenkan, apakah Pansus khususnya DPR umumnya
akan memutuskan ini jangka pendek saya nggak tahu, yang jelas kedepan ini musti
di pastikan DPRD ijni jenis kelaminnya lebih kemana sebetulnya.
Kalau kita konsisten dengan skema presidensil, sekali lagi kalau kita
konsisten dengan skema presidensil maka posisi DPRD yang tepat adalah legislatif
lokal, dengan asumsi bahwa sistem pemerintahan nasional itu di adopsi juga pada
level lokal. Ada mekanisme check and balances antara legislatif dan eksekutif yang
memadai. Kalau DPRD menjadi bagian atau ada dialam Pemda tentu tidak akan
muncul apa yang disebut mekanisme check and balances itu. Dengan demikian
tentu saja akuntabilitas kepada daerah, Bupati, walikota dan seterusnya itu akan
formalitas saja. Kan ada laporan pertanggungjawaban kepala daerah dan itu sangat-
sangat hormat, tidak ada apa ya, tidak ada pencapaian disitu.
Kalau mengenai MPR ini memang sudah lama, mestinya itu adalah joint
sesion antara DPR dan DPD. Jadi, dia tidak memiliki anggota mestinya tetapi sidang
gabungan, lebih kepada sidang gabungan antara DPR dan DPD, supaya apa juga,
sekali lagi saya mengaju kepada, supaya kita konsisten dengan skema presidensil.
Kalau kita angkat majelis sebagai lembaga terpisah tentu kita mengimplementasikan
trikameral. Jadi, bukan bikameral lagi tetapi trikameral dan itu tentu saja tidak
konsisten dengan semangat konstitusi yang diamandemen Tahun 1999 sampai
2002 yang lalu.
Sekarang saya memasuki soal-soal yang mungkin bisa dianggap sebagai
soal yang crucial dalam pembahasan Undang-Undang MD3 soal pengawasan, soal
fit and propertest, soal alat kelengkapan dewan, soal fungsi representasi dan
14

seterusnya, tadi kebetulan ini didiskusikan di awal sebelum kita mulai dengan Ketua
Pansus Pak Benny K Harman.
Mulai fungsi pengawasan, saya pikir kalau saya menilai fungsi pengawasan
dewan sejauh ini cukup maksimal, malah melebihi yang seharusnya, kalau saya
berpendapat. Kebetulan dalam salah satu Bab buku saya yang baru saja diterbitkan
Partai Politik, Pemilu dan Parlemen itu ada satu Bab mengenai pengawasan DPR.
Sebetulnya mekanisme pengawasan dewan, khususnya DPR itu banyak sekali, jadi
bukan hanya melalui hak-hak interpelasi, angket dan sebagainya tetapi juga yang
justru lebih efektif itu melalui rapat dengan pihak-pihak atau pathner di Komisi-komisi
itu jauh lebih efektif, walaupun tidak diliput media, itu jauh lebih efektif ketimbang
yang pengawasan, interpelasi, yang pleno, kemudian medianya penuh, itu malah
menjadi panggung bagi politisi, bukan panggung untuk kepentingan publik, tetapi
panggung bagi setiap politisi, itu hak juga, wajar juga.
Cuma yang ingin saya katakan adalah akan jauh lebih baik apabila fungsi
legislasi itu dimaksimalkan, ketimbang fungsi pengawasan. Sebab jangan salah
yang mengawasi eksekutif itu bukan hanya Dewan, sekarang LSM pun sangat
kencang mengawasi Dewan, ICW misalnya atau sebut saja lembaga-lembaga
apapun media, maksud saya mengawasi eksekutif, jadi kita tidak musti khawatir
dengan soal ini.
Nah, mengenai pihak-pihak yang tidak mengimplementasikan hasil
pengawasan dewan, saya pikir bisa dibuat mekanisme yang simpel. Mekanisme
yang simpel itu adalah apabila dalam jangka waktu tertentu, pihak-pihak itu tidak
mengimplementasikan rekomendasi dewan ya diumumkan secara publik, itu
mekanisme yang sangat baik, yang sah, nggak ada yang dirugikan disitu,
kepentingan publik bisa diakomodasi, dewan sudah melaksanakan fungsinya,
pemerintah diingatkan akan tanggungjawabnya yang belum dilaksanakan.
Nah kemudian soal apa namanya kewenangan atau otoritas dalam seleksi
pejabat publik. Mungkin saya agak berbeda pendapat dengan sebagian anggota
pansus atau anggota dalam soal ini, kenapa sebab kalau kita konsisten dengan
skema presidensil, mestinya sesedikit mungkin saja pejabat publik yang melalui
tahap seleksi oleh Dewan, sebab pada dasarnya pengangkatan pejabat publik itu
adalah otoritas presiden dalam skema presidensil. Kalaupun legislatif memiliki
fungsi, fungsi itu tekanannya pada fungsi konfilmasi sebetulnya daripada fungsi
konfirmasi, supaya apa, supaya eksekutif juga tidak sewenang-wenang dalam
pengangkatan pejabat publik. Sebab bagaimanapun kalau kita kembali kepada
skema presidensil sebagian ini adalah, sebagian maksud saya otoritas atau wilayah
yang mestinya dimiliki oleh Presiden.
Kemudian alat-alat kelengkapan dewan, alat-alat kelengkapan dewan
mungkin sebagian perlu ditinjau kembali. Misalnya kedudukan Badan Anggaran atau
badan-badan lain yang justru menjadi institusi didalam institusi, ini musti dihindari.
Jadi, institusi yang dia sangat dominan didalam institusi DPR, sebab bagaimanapun
kecuali Komisi-komisi, mestinya selebihnya itu lebih sebagai institusi yang sifatnya
ad hoc, tidak bersifat permanen. Ini memang terkait dengan undang-undang yang
lain juga soal kewenangan dan lain sebagainya, tetapi secara kelembagaan apakah
soal anggaran ditanggani oleh Badan yang sifatnya permanen atau ad hoc, itu
masuk ke dalam Undang-Undang MD3 ini.
Kemudian mengenai fungsi representasi saya pikir bagaimanapun fungsi
representasi itu memayungi tiga fungsi lain, memayungi fungsi legislasi, memayungi
fungsi anggaran dan memayungi fungi pengawasan. Artinya adalah sejauhmana
dewan menjalankan fungsi legislasi itu baik, itu tentu saja didasarkan kepada
15

sejauhmana kebijakan-kebijakan yang dihasilkan melalui fungsi legislasi itu berpihak


kepada kepentingan bangsa kita. Hal yang sama berlaku untuk fungsi anggaran dan
fungsi pengawasan.
Nah, satu hal lagi yang ingin saya kemukakan dalam pengantar ini dan
menegaskan kembali apa yang sudah dikemukakan Pak Zain Badjeber adalah
bahwa sangat penting bagi kita mengundang-undangkan sebagian materi Tatib, itu
banyak sekali materi Tatib yang mestinya dia levelnya itu undang-undang. Kalau kita
bicara MD3 sebagai mekanisme, kalau kita bicara MD3 sebagai prosedur atau
kalau dalam bahasa hukum itu sebagai hukum acaranya. Supaya apa, supaya juga
berbagai institusi didalamnya itu diikat atau terikat, kalau dengan status undang-
undang jauh lebih kuat ketimbang hanya sekedar Tatib. Kalau hanya pada level
Tatib itu banyak sekali hal-hal mengenai prosedur apa namanya penyusunan
undang-undang, hubungan kelembagaan dan lain sebagainya, bahkan ada satu hal
penting yang strategis sebelum Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 itu masih pada
level Tatib, tetapi didalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 pun hanya kalau
tidak salah dua ayat, yaitu apa namanya, Rapat Konsultasi antara Presiden dan
Pimpinan Dewan, itu suatu mekanisme yang positif, yang meminimalkan potensi
konflik antara eksekutif, legislatif. Bahkan saya kemukakan dalam disertasi saya
bahwa mekanisme rapat konsultasi antara Presiden dan Pimpinan Dewan banyak
dilakukan selama masa 2004-2009 itu memberikan kontribusi yang besar dalam
menghindari munculnya konflik ataupun situasi dead lock dalam hubungan eksekutif,
legislatif, dalam hubungan Presiden dengan Dewan. Itu mustinya lebih diperkuat
dalam pasal, pasal didalam Undang-Undang MD3 ini.
Mungkin sebagai pengantar itu dulu mudah-mudahan bisa kita diskusikan.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih kepada Prof. Haris, Prof. Lukman dan Pak Zain.

Bapak/Ibu Anggota Pansus yang kami hormati,

Tadi beberapa masukkan yang bisa kita ikuti, selanjutnya kami persilakan
Bapak/Ibu sekalian untuk mendalami hal-hal yang tadi telah disampaikan, kita bebas
saja, silakan mulai kiri kanan, ke belakang.
Kita kasih kehormatan kepada PKS terlebih dahulu.

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD):

Terima kasih Pimpinan.

Pimpinan dan Anggota yang terhormat,

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat sore dan salam sejahtera untuk kita sekalian.


Yang kami hormati dan saya banggakan Pak Zain Badjeber mudah-mudahan
beliau panjang umur dan sehat wal’afiat.
16

Saya belajar selama di Baleg dan juga di Badan Pekerjaan Umum cuma
beliau di satu saya di dua, juga Pak Lukman dan Syamsuddin Proffesor dari LIPI
beserta jajaran.
Pertama, kami tentu mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas masukan-
masukan yang disampaikan dan saya ingin agak sedikit mendalami atas hal yang
disampaikan tadi yang pertama memang demikianlah semestinya RUU ini kita
bentuk sebagaimana perintah Undang-Undang Dasar tadi yang disampaikan oleh
Pak Zain dan juga di respon oleh Ketua Sidang tadi bahwa keinginan tersebut
sangat kuat juga di dalam pembahasan-pembahasan di forum ini bahkan sejak di
rancangan di Baleg dulu. Kemudian yang kedua, karena ini usul inisiatif DPR paket
ini tentu secara etika sesungguhnya ada kewajiban moral bagi anggota pansus
untuk mempertahankan pandangan itu karena tim ini hanya satu dari pemerintah.
Namun demikian saya kira kita pernah mempunyai preseden atau pengalaman
didalam memisahkan undang-undang dulu terutama penjabaran dari
indisekomtapitabilitatuit juga semula satu undang-undang menjadi tiga undang-
undang yaitu akhirnya menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 15
Tahun 2004.
Memang kita berharap bahwa undang-undang ini akan memberikan satu
sosok yang utuh Pak, satu sosok yang khas yang sebagaimana mestinya seperti
apa sih sesungguhnya MPR, DPR dan DPRD itu ketika ditegaskan Undang-Undang
Dasar kemudian dijabarkan dalam undang-undang turunannya. Kemudian yang
ketiga Pak Zain sesungguhnya di undang-undang yang lalu kita juga pernah
menyampaikan susunan Pimpinan MPR itu tetapi secara tegas dikatakan secara
konfigurasinya tiga dari unsur DPR dan dua dari unsur DPD tetapi sudah dibatalkan
itu. Tentang catatan kecil tadi bagaimana juga agar bisa mengambarkan realitas
politik yang ada di MPR bahwa sesungguhnya keanggotaan disana bukan hanya
DPR, tetapi juga DPD dan agar yang 132 tidak tertelan begitu oleh yang 560. Kira-
kira bagaimana sesungguhnya solusinya itu, sehingga kita bisa membuat draft itu
tidak kembali melanggar UUD. Kedua, juga andai kami memang dilepas bukan
hanya sekedar 32 itu hilang bahkan bisa 41 bahkan bisa 50 bahasanya begitu.
Saya kira ini tidak bisa dihindar apabila dilepas sedemikian rupa sehingga
kira-kira stand 50 itu artinya unsur Pimpinan itu hanya anggota DPR sangat-sangat
memungkinkan. Kalau tadi misalnya kita ingin membuat katakanlah .....supaya agak
sedikit tersamar, tidak tegas kira-kira bagaimana supaya tidak terjadi permasalahan
konstitusional kita pada RUU yang akan dirancang ini.
Kemudian mengenai Pasal 72 tadi ya Pak tentang pemanggilan dan
penyanderaan, ini berawal dari undang-undang Susduk Tahun 2003 dan awalnya
kemarin Pak Benny terima kasih mengingatkan kita juga bahwa ini sesungguhnya
berawal dari Undang-Undang Hak Angket di mana saat itu sistem undang-undang
kita bersifat parlementer. Sekarang misalnya seandainya tadi terima kasih Prof.
Syamsuddin juga sudah menyampaikan bahwa bisa saja kalau pihak yang dipanggil
itu misalnya tidak memenuhi panggilan kemudian diumumkan di publik saja begitu
Pak, tetapi bagaimana kalau misalnya ini berkenaan dengan kenegaraan yang tidak
mungkin seharusnya harus hadir kan begitu, memanggil paksa bagaimana judulnya,
seperti misalnya ada komisi di DPR yang tidak berhasil menghadirkan Menteri
sampai tiga kali pemanggilan. Itukan solusinya pertama melalui Rapat Koordinasi
Pimpinan DPR dengan Presiden, tetapi itu juga tidak sederhana, artinya bisa saja
koordinasi terbentuk, terlaksana maaf setelah itu ...... itu yang pertama.
17

Kedua, bagaimana dengan kriteria content of parlement ini kira-kira seperti


apa, seseorang diangap berprilaku tetapi ini etika dan moral tetapi dalam praktek
menghargai harkat, martabat dan citra lembaga negara dalam konteks ini kira-kira
seperti apa. Yang pertama, saya kira ke Pak Zain Badjeber. Terima kasih.
Kedua, saya ini Pak Lukman Hakim mohon maaf kalau saya salah, apakah
dulu Bapak Ketua Dewan Mahasiswa UI Pak, oh iya, kalau iya saya anak buah
Bapak tetapi bukan kampus beda ya Pak ya, terima kasih Pak, dulu tinggi, muda,
ramping, tampan begitu ya, kalau tampannya masih ada, dulu itu Pak Lukman suka
pegang-pegang hidung, kalau berbicara suka begini, mungkin sekarang sudah agak
berkurang. Senang kalau beliau pidato di Dewan Mahasiswa UI dulu beliau dari
UNPAD, UI, ITB Pak Daryatmo ya, saya masih madrasah, saya karena tidak
langsung saya jadi mondok Pak di Al Kharim di Al Khodam.
Iya ini Pak Aris terakhir saya dengan Bapak di DPD, Dewan Kenegaraan, ini
memang kalau pendekatannya seperti yang bapak sampaikan tadi itu misalnya di
lihat dari aspek fungsi saja, ini bisa disatukan, permasalahannya Undang-Undang
Dasar memerintahkan lain, tadikan sudah diatur dengan dan diatur dalam. Saya
ingat pertanyaan yang terhormat atau yang termulai Ibu Prof. Dr. Maria Farida dari
MK ya. Beliau waktu mendiskusikan RUU ini Pak di Baleg itu, itu ada pernyataan
yang tegas justru DPR yang pertama kali melanggar Undang-Undang Dasar itu
melalui perancangan ini, demikian, ini waktu Pak Zain sampaikan waktu itu
Pimpinannya Pak Ganjar Pranowo sekarang Gubernur Jawa Tengah. Waktu itu
Pansus memandang ini untuk praktisnya saja, kira-kira begitu, sekarang dalam
keterdesakkan waktu tadi Pak Ketua mengatakan ingin selesai Juli ya, kalau tidak
salah Resesnya dimajukkan ke akhir Juni karena ada Pilpres, akhir Mei, 11 Juni,
kalau tidak salah dimajukan Mei karena Bapak jadi Jurkam.
Jadi, memang segala konsekuensinya seperti Pak Zain sampaikan tadi harus
kita siapkan jangan sampai ilustrasi Prof. Syamsuddin Haris tadi kemudian
memudahkan kita memandang bahwa ini dari segi praktisnya saja tetapi tetap kita
secara konstitusionalistik itu harus kita tegaskan.
Kemudian Prof. Syamsuddin Haris dan Pak Prof. Lukman kami juga ingin
sesunguhnya lebih mendapatkan kajian tentang fungsi representasinya kira-kira
Pak, kalau fungsi legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan itukan relatif sudah
selesai, ketika representasi ini apalagi berkaitan dengan sumpah jabatan anggota
dewan bahwa dia harus memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah pemilihannya.
Kira-kira penjabaran sumpahnya itu seperti apa disini, jangan sampai statement itu
hanya ceremonial atau rangkaian kata-kata saja begitu. sementara bagiamana,
saya orang Sunda ya Pak ya, kalau orang Jawakan, bagaimana menjabarkan
sumpah itu, jabar Jawa Barat ya Pak ya, Bandungkan Ibu Kota Parahyangan ya Pak
ya. Jadi, bagaimana supaya Anggota Dewan ini bisa menunaikan pernyataanya itu
sumpahnya itu bagi daerah pemilihannya, tentu yang pertama. Yang kedua,
bagaimanapun dalam konteks bangsa dan NKRI tidak bisa dihindar itu.
Saya kira itu Pak Respon yang disampaikan, terima kasih kepada nara
sumber semua, mohon maaf apabila ada hal yang tidak pada tempatnya, saya
Soenmandjaja Pak.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, selanjutnya kami persilakan.


18

F-PG (Drs. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si):

Terima kasih.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat datang kepada Prof. Lukman dan Prof. Syamsuddin Haris dan Pak
Zain Badjeber yang selalu setia dengan panggilan-panggilan DPR.

Kalau Pak Zain Badjeber ini panggil paksa pasti tidak ada Pak, karena begitu
dikasih undangan selalu datang, oleh karena itu sebenarnya hanya untuk keperluan-
keperluan tertentu ada kebutuhan panggil paksa itu.
Saya secara umum saja ingin menyampaikan satu hal yang menurut hemat
saya ini menjadi suatu kebutuhan bagi institusi Dewan Perwakilan Rakyat secara
khusus yang dalam satu periode ini secara umum kita bisa menilai bahwa
kepercayaan publik terhadap lembaga Dewan Perwakilan Rakyat ini jauh merosot
dan seiring juga barangkali kepercayaan publik terhadap partai politik, termasuk
didalamnya adalah politisi-politisinya. Saya kira munculnya sosok Pak Jokowi
sebagai calon presiden yang sudah resmi mengandeng Pak JK juga bisa dipandang
suatu fenomena yang mengambarkan mungkin rakyat juga sudah sangat bosa
melihat kebiasaan-kebiasaan partai politik dan politisi-politisinya yang selalu antara
bahasa font stage dengan back stage tidak sama dan banyak sekali mengikari tugas
dan fungsinya.
Nah, satu hal yang menurut hemat saya penting untuk dilakukan kondisi saat
ini adalah bagaimana menguatkan kembali fungsi legislasi saya setuju dengan Prof.
Syamsuddin Haris, karena fungsi legislasi ini hampir-hampir ini tersudut dan nyaris
tertelan oleh fungsi-fungsi yang lain atau fungsi misalnya budget apalagi dalam
fungsi budget ini ternyata lebih banyak atau sering terjadi penyalahgunaan
kewenangan itu yang dalam kenyataannya ini punya dampak yang serius terhadap
kepercayaan publik terhadap partai politik maupun kepada institusi DPR ini.
Didalam partai politik juga sangat dirasakan ada korelasi yang kuat, orang
kalau eksis di Banggar biasanya di partai politik juga eksis, kuat eksistensinya,
begitu sebaliknya. Kalau contoh kan sebut nama, siap kalau saya sebutkan
namanya, tetapi bisa itu dilihat dari beberapa apa namanya teman yang pernah
duduk di Banggar itu. Nah, ini yang terjadi tetapi pada saat yang sama fungsi
legislasi itu tersudut termasuk dengan para legislator yang punya konsen kuat
terhadap legislasi itu juga tidak punya nilai yang penting didalam partai politik. Kalau
ini bisa kita tanyakan ke Pak Soenman ini, Pak Soenman ini sama dengan saya di
Badan Legislasi juga, lalu kita merasakan teman-teman di legislasi mendapati
suasana yang sama di internal partai politinya itu.
Jadi, memang ada satu kesadaran yang hilang terhadap fungsi dewan
khususnya aspek legislasi ini pada jantung kekuasaan partai politik itu sendiri,
kesadaran itu terasa betul, lalu secara institusional kita melihat ada link yang
19

terlepas dalam proses pembuatan kebijakan legislasi yang semestinya itu dilakukan
oleh fraksi. Masyarakat kita sering mendapati tontonan di DPR kalau sidang
paripurna, kadang-kadang satu RUU yang sudah disepakati di tingkat pengambilan
tingkat pertama yang sering ditandai dengan persetujuan formal dengan tanda
tangan masing-masing fraksi itu masih dimentahkan di pengambilan keputusan
tingkat II, pertanyaannya kenapa bisa terjadi begitu, berarti sosialisasi suatu undang-
undang di tingkat fraksi ini belum cukup, belum menyentuh kepada seluruh anggota,
pemahaman seluruh anggota belum duduk betul tentang RUU itu dan itu buat saya
itu sangat memprihatinkan, yang semestinya itu tidak perlu terjadi kalau proses
legislasi itu diatur sedemikian rupa dengan baik tanpa menghilangkan spirit
demokrasi dan juga apa namanya hak kedaulatan anggota didalam menilai dan
membahas suatu undang-undang.
Nah, ini yang penting untuk dilakukan bagaimana menata fungsi fraksi
khususnya dalam memberikan suatu penguatan terhadap fungsi legislasi di Dewan
Perwakilan Rakyat, apalagi untuk kebutuhan dewan yang akan datang ini banyak
sekali anggota-anggota baru, anggota-anggota baru banyak sekali, barangkali satu
tugas penting lain dari fraksi adalah bagaimana membangun kapasitas anggotanya
yang dalam catatan kita sekitar 300 sekian orang itu anggota baru yang kalau kita
perinci lagi mungkin juga semakin apa namanya membutuhkan pembangunan
kapasitas keanggotaan itu. Kita ingin bahwa dewan yang akan datang dengan
segala apa namanya, ya orang melihat proses pemilu sekarang inikan bisa
kontroversi begitu tetapi beban itu harus dijawab oleh kapasitas anggota yang jauh
lebih baik yang tentu saja sangat dibutuhkan peranan fraksi didalam membangun
kapasitas anggotanya.
Saya cukup terkesan ketika satu kesempatan berkunjung ke parlemen di
Inggris dari partai yang sudah sedemikian matang dan tua sekalipun day to day
tetap mengevaluasi anggotanya yang ada di parlemen, pada rapat apa, bicara apa,
pointnya apa, lalu ada penilainya, apa manfaatnya buat publik, apa manfaatnya buat
partai atau ini hanya bermanfaat buat dirinya sendiri. Dengan begitu segala
kemungkinan terjadinya apa namanya performance yang bisa tergambar terhadap
citra yang kurang baik, baik itu citra partai maupun citra institusi parlemen, itu
sedemikian cepat bisa dicegah. Bayangkan kalau sekarangkan mohon maaf itu,
kalau kita amati talk show talk show kita tentang yang diikuti oleh para anggota
dewan itu sangat tidak mewakili kualitas anggota dewan dalam arti yang
sebenarnya, tetapi ini juga kebutuhan dari entertaiment itu begitu. Saya nggak tahu
Pak Ruhut ini satu berkah atau anu ini, apa namanya?, ya berkah atau ini anugerah
atau bencana ini buat demokrat, contohnya seperti itu.
Saya kira hal-hal yang seperti ini kalau fraksi membangun kapasitas yang
anggotanya yang baik, mungkin juga bisa di kanalisasi, ya kalau kemunculan bisa
dibuat sebulan sekali ya sebulan sekali tetapi tidak harus tiap hari, harus tiap minggu
yang akhirnya menjadi hiburan saja, tidak ada yang ditanggap sesuatu yang bernilai
dan celakanya untuk era sekarang ini justru itu yang dicari itu. Kita baru terhibur
kalau Pak Fahri Hamzah yang berbicara di JLC itu baru terhibur dengan itu bahwa
20

ada keseimbangan soal itu, itu hal-hal yang perlu saya sampaikan, guna
menguatkan kembali fungsi legislasi di masa-masa yang akan datang.
Terima kasih Ketua.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Harry.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, S.H.):

Sedikit agak sama dengan Pak Taufik karena nasibnya sama kita Pak, sama-
sama nggak jadi maksudnya.

Yang terhormat Pak Zain Badjeber dari forum konstitusi yang sering kita
ketemu Pak di lembaga kajian di MPR,
Kepada Pak Lukman Ketua Dewan Mahasiswa saya Pak, mungkin lupa sama
saya, jadi abang jadi Ketua saya baru tingkat II kurang lebih.

Waktu itu yang disampaikan oleh Pak Soenmandjaja itu ketika Bang Lukman
mau diambil oleh Kodam, kan sempat sama siapa Pak Mudzakir, bukan Pak
Lukmannya yang minta rokok, Pak Mudzakir waktu itu minta rokok.

Prof. Syamsuddin dari LIPI.

Saya singkat saja Pak, sederhana saja Pak. Sebenarnya Undang-Undang


MD3 ini saran dari masukkan ini tadikan inginnya dipisah, kayaknya memang lebih
sederhana, mungkin bisa dimasukkan disini kira-kira hal-hal apa, jadi mungkin kalau
dipisah lebih sederhana mungkin yang diatur dalam MPR itu apa, DPR itu apa,
kemudian DPRD itu apa. Tadi yang disampaikan oleh Pak Benny itu gampang, nanti
tinggal kita bahas sama-sama cuma kalau fokusnya MPR ini, DPR ini dan
seterusnya.
Tetapi saya ingin masukkan terutama dari Pak Bandjeber, kira-kira saran-
saran apa kongkritnya Pak yang diatur dalam MPR, DPR dan DPRD sehubungan
dengan undang-undang lain yang ada, tadi bapak mengatakan Undang-Undang
BPP3, jadi kalau buat undang-undang kita larinya kesana saja, berarti kitakan nggak
usah ngatur terlalu banyak di DPR-nya, karena sudah mengacu di Undang-Undang
PPP, itu lebih bagus karena ringan juga buat Pansus kita kan. Kemudian tentang
kedudukan DPRD, ini masih ada masalah sedikit Pak soal DPRD ini adalah secara
sistem presidential adalah mitra lokal tetapi kedudukannya ini kongkritnya apa,
apakah dia sebagai legislator pasti, parlemen, dia parlemen atau bukan, tegas saja
Pak, DPR ini binatang apa.
21

Kemudian yang terakhir juga ini ada Undang-Undang Protokol juga yang
berkaitan dengan ini, kalau DPR segala macam ini, kalau nggak salah Pak Soenman
ini juga masuk Pak, ini DPR ini pejabat negara, kalau DPRD apa, ini kedudukan ini
juga penting Pak, artinya untuk menentukan berbagai hal ini, artinya kedudukan
DPR ini apa. Teman-teman DPRD sebenarnya inginnya sama dengan kita, dia
dipilih juga, dia fightnya sama dengan kita juga kok dibedain, kita mau dapat
masukkan yang jernih dari Bapak sebagai forum konstitusi.
Kemudian tadi soal, walaupun sudah dibahas tentang pemanggilan paksa
atau apapun yang tidak memenuhi panggilan parlemen, ini sama saja kaya Presiden
undang orang, nggak mau datang jugakan, misalnya diundang, atau Polisi
penyelidikan, kalau penyelidikan itu sebenarnya tidak ada sangsi ya Pak Benny ya.
Orang dipanggil Polisi dalam rangka diminta keterangan nggak ada sangsi memang,
tetapi kalau penyidikan bisa diambil paksa. Nah, kalau saya, saya sependapat
dengan Pak Bedjeber tadi mengatakan bahwa banyak dalam Undang-Undang MD3
ini memang paling banter bisa counterpart parlemen, kecuali KUHP atau KUHAP
dirubah, jadi praktek perbuatan yang tidak memenuhi undangan parlemen ini
dianggap sebagai kategori pidana misalnya, itu diatur dalam undang-undang sendiri.
Dalam MD3 sebagai parlemen condact nya paling diangggap menghina parlemen
saja kalau dia tidak datang tanpa alasan, tanpa dengan tidak sopan. Jangankan,
didalam parlemenpun bisa ditentukan dia ... dengan parlemen, misalnya seorang
nara sumber atau katakanlah mitra kerja dari DPR melakukan tindakan yang
mewalan atau tidak etis bisa juga dianggap sebagai pidana parlemen harus diatur
dalam KUHP sendiri. Mungkin Bapak-bapak punya cara lain karena kebutuhan kita,
dipanggil mereka tidak mau datang padahal pemanggilan ini sangat menentukan
untuk penyelesaian suatu masalah. Kalau tidak ada solusi ya memang kita harus
rubah undang-undang KUHP-nya Pak, nggak ada lain. Berarti benar yang bapak
katakan content of parlemen dihubungkan saja bahwa Menteri ini nggak datang,
sudah dipanggil segala macam, barangkali bisa mengelitik Presiden untuk
mengganti dia barangkali, tetapi itu saja yang kita harapkan, tidak bisa lebih dari itu.
Atau seorang mitra kerja disini, emosi marah kepada parlemen, kalau dia melakukan
suatu tindakan yang sifatnya pidana lempar gelas ya pidana, tetapi kalau dia nggak
ya nggak bisa apa-apa Pak Benny. Paling dia menghina, menghina secara etika kita
umumkan bahwa Menteri X ini dianggap sudah nggak layak lah, terserah Presiden
nanti, kalau Presidennya juga malu ya ganti saja dia.
Itu hal-hal yang ingin saya tanyakan kepada Bapak, kira-kira apa yang Bapak
ingin berikan, soalnya tadi juga Bapak mengatakan ini sebaiknya dibagi saja,
kemudian tadi Bapak mengatakan soal content of parlemen walau sudah dipertajam
oleh Pak Benny, kita ingin mengharapkan dari Bapak, ada nggak sangsi lain, kalau
menurut saya nggak ada tetapi barangkali Bapak ada.
Terima kasih Pak.
22

KETUA RAPAT:

Begitu memang dalam praktek begitu Pak Lukman dan Prof. Haris, ada di
Komisi Pak, Menterinya diundang beberapa kali, berkali-kali tidak mau datang, coba
bayangkan. Lalu ada komisi yang emosional kita kirim ke menteri nggak ngerti orang
ini, kaya begitu, ada ini sudah diumumkan ya semua orang tahu juga, gak ngantor
lagi. Itu satu.
Kedua, rekomendasi, disepakati bersama ini tidak dilaksanakan dia, dia tahu
ah rekomendasi dewan ecek-ecek-an ngomong kosong saja katanya. Lalu apa
dewan ini, ini kadang kala begitu lah, ada teman-teman yang sudah tidak tahan, ya
sudahlah daripada maksa-maksa, ya sudah bagaimana baiknya, demoralisasi
muncul, muncul macam-macam Pak, transaksionalnya itu tadi, lalu muncul tadi
gagasan bahwa ini adalah bagaimana mengefektifkan fungsi pengawasan ini Pak.
Bahkan teman-teman senang sekali, sudah kasih teguran lisan, tertulis bahkan
pidana, panggil paksa dan sebagainya, ini pointnya.
Tadi diusulkan oleh Proffesor Haris itu ya diumumkan, tetapi ya itu juga nanti
sama dengan putusan itu Pak Zain, putusan itu sudah final berkekuatan hukum tetap
tidak dijalankan, lalu undang-undang bilang umumkan tiga kali, tiga kali diumumkan
tetap juga tidak dijalankan, lalu kalau kita bilang wah Dewan ini menintervensi
padahal hanya menjalankan fungsi pengawasan. Coba bayangkan Pak, lama-lama
nanti tanya diatur, boleh tanya begini, nggak boleh tanya yang begitu, kalau tanya
yang begitu, itu mengintervensi, kadangkala begitu, ini saya ingin mendapat
masukkan.
Silakan.

F-PG (Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Baik terima kasih Ketua.

Teman-teman Pansus yang saya hormati,


Pak Proffesor Lukman Hakim teman lama itu dan,
Proffesor Syamsuddin Haris juga ini Pak Zain termasuk senior kita.

Saya sedikit dari beberapa pandangan nara sumber dan juga mungkin share
sedikit tadi Pak Syamsudin Haris menyinggung kita ini mau memposisikan sebagai
MD3 ini undang-undang ini atau Susduk yang sudah yang lalu. Saya kebetulan pada
Pansus MD3 yang lalu juga dan ini memang menuai masalah sebutan judul ini ada
perdebatan. Kenapa memilih MD3 itu pada saat itu kalau tidak salah karena muatan
yang akan kita atur didalam Undang-Undang MD 3 itu tidak menyangkut masalah
kedudukan lembaga negara saja, tetapi mengenai masalah fungsi, tugas antar
lembaga itu sangat sekali berfungsi. Maka itu MD3 namanya tidak lagi susunan, kira-
kira begitulah, jadi kenapa dipilih menjadi namanya MD3 dan dia agak lebih banyak
pelaksanaan terutama adanya lembaga DPD, dulukan belum ada karena ada tugas-
23

tugas DPD yang secara tidak langsung dalam hal membahas undang-undang, dia
sudah boleh ikut membahas selain juga harus memberikan.
Demikian juga ada lima tugas pokok wewenang dia, nah itu berkaitan juga
dengan hubungan kerja dengan DPR, itu antara lain kenapa kita memberi muatan
kepada MD3, boleh di cek . Oleh karena itu tadi kita dari berbagai pandangan dan
pendapat termasuk Pak Zain memberikan pandangan dari kacamata konstitusi
bahwasannya tiga lembaga yang menjadi satu dalam undang-undang termasuk
DPRD ini kenapa tidak sebaiknya kita pisah, mungkin kalau terkait dengan DPRD
karena dia juga adalah DPRD ini bagian dari pemerintah daerah, provinsi maupun
kabupaten dalam konteks negara kesatuanpun didalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 18 mengatakan begitu. jadi, adanya DPRD itu karena juga ada
pemerintah daerah karena negara kesatuan kita ini daripada pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Pertanyaan saya kalaupun misalnya masalah-masalah yang menyangkut
masalah legislasi punya daerah yang tadi ditanya Pak Benny juga, kalau boleh
dikatakan sebagai legislasi daerah, nah ini nanti didalam misalnya kita meng-addopt
mengatur apakah terkait dengan konteks kita negara kesatuan itu bagaimana
melekat. Kalau dia diatur katakanlah di Undang-Undang Pemerintah Daerah
ataupun dia undang-undang sendiri menyangkut mengenai masalah undang-undang
apalah, undang-undang Susduknya DPRD misalnya itu pertanyaan, kira-kira dalam
Susduk.
Yang kedua juga kalau seandainya misalnya tiga lembaga ini kita terpisah
MPR, Sekretariat walaupun kita selama ini ya MPR dalam joint session itu yang
hadir di dalam itu adalah anggota bukan para lembaga tetapi yang didalam
kepemimpinannya ada unsur lembaga DPD ketika dia memimpin joint session itu
tetapi lembaga itu tidak ada. Saya melihat kalaupun ini dipisah misalnya karena
basisnya ini basis legislasi baik DPD maupun MPR basis legislatif ataupun DPR
itukan satu senyawaan walaupun mungkin dia beda fungsinya. Kalau ini dari segi
efektivitas dan senyawa ini kita lihat mungkin atau hubungan kerja tadi
dipertanyakan ada saling berkaitan, mungkin saat itu masih mungkin kita karena
ditimbang secara teknispun waktunya dalam waktu dekat ini kalau kita mau
mencoba memisah, termasuk supporting dukungan kesekjenannya, kita selama ini
ada tiga, selama ini juga sudah tiga, sudah nggak mungkin, yang begini-gini saya
pikir harus kita pertimbangkan Pak karena faktor-faktor ini seandainya lain masalah
konstitusi, sudah jelas MPR itu begitu, DPR itu juga itu membuat undang-undang.
Jadi, dengan ada sekali keterkaitan itu juga seperti halnya DPD itu
mempunyai tugas legislasi juga, dia punya tugas, tiga tugas pokok pengawasan juga
dan juga tugas keuangan, karena saling terkait maka undang-undang itu harus
menjadi satu payung kekuatan. Nah, itu mungkin arah sana yang kita. Saya pribadi
juga kalau melihat memang belum siap untuk kita sahkan, kalau memang dari
kacamata institusi memang, tetapi dengan ada keterkaitan kesenyawaan itu tadi
dalam rangka kita juga memperkuat lembaga legislatif ini dengan mengacu kepada
nilai-nilai yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 kita sepakat, karena nilai-
nilainya berbeda ini. Itu yang perlu kita informasi lebih lanjut dalam rangka waktu
24

singkat ini karena tanggal 10 Juli kita sudah tadi Rapur dan kawan-kawan kita di
DPRD, Kabupaten dan Provinsi lebih dulu akan menggunakan Undang-Undang
Susduk ini dalam memilih pimpinan dan juga dalam hal-hal yang lain.
Kalaupun kita mau seperti berkembang didalam Pansus ini Undang-Undang
yang menyangkut masalah pengaturan DPRD lebih lanjut itu, kita pisahkan dari
sekarang, kita sudah pisahkan dari sekarang memberi lebih jauh lagi dengan
Undang-Undang Pemda, jadi ini juga kalau Undang-Undang Pemda lebih dulu, jadi
soal mengenai masalah pemilihan pimpinan dewan dan apapun pengaturan di
DPRD sudah ada alat aturannya. Itu mengenai dan yang lain juga Pak Syamsudin
Haris tadi ada catatan ya, ada institusi dalam institusi padahal posisi daripada
Banggar, Baleg, bahkan ada BAKN dalam rangka menguatkan fungsi DPR dalam
bidang keuangan inikan sebenarnya kalau kita telaah lebih jauh, karena menyangkut
keuangan negara ada undang-undang lagi, menyangkut masalah DPR itu punya hak
budgeting yang namanya Badan Anggaran apakah bersifat permanen atau seperti
jaman Pak Zain Badjeber bersifat ad hoc, tetapi harus adanya semacam alat
kelengakapan institusi seperti halnya ada tugas pokok yang menyangkut budgetting
juga ada pada MPR, saya pikir alasan ini harus ada, cuma terekspose keluar
memang ini tempat segala-galanya mengatur persoalan-persoalan yang mungkin
selama ini. Termasuk halnya seperti yang saya katakan tadi Pak inikan alat
kelengkapan kita dalam rangka kita hadirkan untuk menguatkan fungsi DPR ini
dalam hal legislasi ini juga harus ada, bagaimana penguatan ini juga harus kita pikir.
Jadi kita pikir ke depan mungkin institusi seperti Banggar bentuknya bagaimana dan
bagaimana penguatannya, lepas daripada persoalan-persoalan yang selama ini,
jadi kita harus ada seperti yang begini, termasuk pengawasannya Pak Ketua.
Jadi, selain persoalan panggil paksa, inikan dewan kadang-kadang juga ya
orang tidak paham terhadap undang-undang seperti yang dikatakan Pak Badjeber
tadi lembaga negara, jadi bentuk oleh lembaga dan pejabat negara itu apa. Kadang-
kadang kita sedih juga berkunjung, kunjungan kerja ini ke daerah harus ketemu
gubernur menjalankan fungsi pengawasan yang menyangkut penggunaan keuangan
atau pembangunannya dari pusat. Kadang-kadang yang menerima kita itu
kadangkala hanya dikasih Sekda, dikasih Asisten III, ada persoalan-persoalan juga
membuat undang-undang menyangkut pertanahan atau yang lain, kita perlu
masukkan putusan dan hal lain yang demikian itu memang melekat pada lembaga
negara seperti kita DPR ini termasuk pemanggilan mitra kerja ataupun kita
melakukan kunjungan kerja ini. Apalagi kalau nanti ada Undang-Undang DPRD dia
sendiri yang mengatur tentang susunan rumah tangga dia dianggap hubungan dia
ini hanya ke DPRD saja dia tahu-tahu dengan DPR pusat ini, nggak perlu kita
pikirkan, nanti dianggapny....negara kita kuat bukan negara bagian ataupun negara
federal yang ada ini.
Jadi, semuanya memang baik tetapi konteks kita keterkaitan kita juga
mungkin dulu ketika jamannya Pak Zain dulu membuat posisi ini menjadi satu ada
filosofi-filosofi juga, sosial. Kemudian juga bahkan dulu karena Anggota DPR itu juga
Anggota MPR dari segi efisiensi dia Ketua MPR juga dulu satu karena
perkembangan kita reformasi, karena ini lembaga sudah ini, sudah harus terpisah
25

tetapi ini saya pikir ada dasarnya kenapa itu harus ....dari kacamata konstitusi sudah
jelas dari segi efektivitas, kesenyawaan persoalan dan hubungan itu karena itu yang
memuat kenapa harus satu payung.
Terima kasih, saya pikir itu pandangan saya.

KETUA RAPAT:

Baik Mas Agung.

F-PD (AGUNG BUDI SANTOSO, S.H.):

Terima kasih Pimpinan.

Yang kami banggakan, yang kami hormati Pak Zain Badjeber,


Pak Prof. DR. Lukman Hakim, Prof. Haris terima kasih telah banyak
memberikan masukkan kita dari Pansus Undang-Undang MD3.

Tentunya kita semua juga sepakat bahwa tujuan daripada perubahan ini
adalah ingin membuat lembaga DPR yang kita banggakan bersama ini menjadi lebih
kuat dan lebih berwibawa. Ada dua hal yang ingin saya dalami dan tanyakan kepada
Bapak sekalian, menyangkut mengenai jantunya tadi dikatakan Pak Taufik,
jantungnya DPR adalah legislasi, dimana seringkali hasil undang-undang yang kita
buat dengan berhari-hari, dengan berbulan-bulan memakan waktu dan tenaga, biaya
yang tidak pula sedikit, sudah kita kunjungan pula ke luar negeri, hasilnya sudah
diputuskan bersama, disetujui oleh 560 anggota ternyata ada seseorang atau
kelompok yang meng yudisial review dan dalam waktu dua sampai tiga bulan ketok
palu undang-undang itu bisa dirubah atau dibatalkan. Tentunya saya ingin
mendapatkan masukkan dari Bapak, bagaimana kita bisa anggota DPR ini
khususnya dapat membuat undang-undang yang lebih berkualitas. Karena disini ada
hakim MK yang turut menentukan bagaimana bisa tidak apabila sebelum undang-
undang itu kita putuskan, kita umumkan, kita jadikan undang-undang itu, diserahkan
dulu kepada MK, di teliti dulu, mengingat kita bahwa, kita sebagai individu-individu
yang mempunyai latar belakang yang berbeda juga kemampuan membuat undang-
undang berbeda, seringkali kawan-kawan ini terjebak dalam urusan istiqomah,
urusan dan/atau begitu bukan kepada hal yang substansial.
Ditambah lagi dengan TA-TA kita juga terbatas, kita hanya dibantu oleh dua
orang TA dan satu Aspri tentunya sangat berbeda sekali dengan apa yang terjadi di
parlemen Amerika dimana satu orang anggota dewan itu bisa didampingi oleh
hampir sampai dengan 20 tenaga ahli dengan masing-masing bidang keahlian. Jadi,
ada bidang yang tenaga ahli yang khusus mengenai budgeting, khusus mengenai
perundang-undangan, mungkin juga megnenai pengawasan dan mereka tentunya
lebih kuat. Saya pernah mendapatkan suatu seminar sebagai nara sumber itu kalau
tidak salah lupa-lupa ingat namanya DR. Cecep begitu yang katanya dulu Staff-nya
Hillary Clinton ya, pernah magang disana. Jadi, menurut beliau itu anggota parlemen
26

itu sesuai dengan namanya parle hanya bicara, otaknya di para TA ini, jadi hanya
secara politis saja kita karena parlemen adalah lembaga politis, karena politis saja
kita menyampaikan urusan-urusan mengenai atau rencana undang-undang apa
yang kita buat. Jadi, seorang anggota parlemen hanya ketemu dengan TA-nya saya
ingin membuat seperti ini, maunya seperti ini, mereka sudah yang menjabarkan itu
sudah lengkap timnya, baru nanti setelah RUU nya jadi karena itu menjadi inisiatif
dari DPR baru kita serahkan kepada pemerintah.
Jadi, memang sangat berbeda dengan yang di Indonesia jadi saya ingin
mendapatkan masukkan lagi bagaimana cara yang lebih baik, cara yang membuat
kita lebih kuat begitu dalam pembuatan undang-undang. Kemudian yang kedua, ini
mengenai pengawasan Pak, seringkali karena keterbatasan dari masing-masing
yang mengingat ini dengan berhadapan banyak mitra, karena satu komisi itu bisa
ketemu dengan delapan sampai sembilan mitra. Tentunya banyak persoalan-
persoalan yang tidak bisa diingat antara apa yang diputuskan didalam rapat,
walaupun memang sudah ada notulen tentu, tetapi seringkali kita dalam rapat itu
hampir terjadi pengulangan-pengulangan terhadap hal yang sama yang sebetulnya
dulu sudah diputuskan, karena masih belum berjalan tadi, akhirnya kita lupa, kita
tanyakan lagi begitu.
Saya pernah membaca dalam satu koran kalau tidak salah itu ada di India itu
ada namanya Komisi pengingat janji. Jadi, ada komisi yang independent bukan dari
pihak pemerintah, bukan dari DPR yang tugasnya mengingatkan janji dari
pemerintah maupun janji dari DPR sendiri yang belum dilaksanakan, apakah
menurut Bapak itu perlu untuk diadakan di DPR kita ini karena mengingat satu mitra,
kita satu anggota, satu komisi dewan DPR itu harus berhadapan dengan banyak
mitra dan kita hanya dibantu oleh dua orang tenaga ahli, tentunya sangat kurang
sekali dan tentunya kita sangat kerepotan karena dilain kita sebagai anggota komisi
tentunya ada juga yang duduk di badan, ada juga yang masih duduk di tim-tim di
MPR, ada tim sosialisasi, ada tim anggaran, ada tim kajian begitu, tentunya banyak
sekali kegiatan-kegiatan yang tentunya sangat menguras kemampuan otak kita
untuk mengingat.
Itu mungkin yang ingin saya tanyakan dan perdalam sehingga kedepan kita
berharap, kita semua berharap dapat menjadi DPR yang lebih baik.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, silakan Pak Daryatmo.

F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Terima kasih Ketua.

Pak Fahri dan teman-teman Anggota Pansus,


Yang terhormat Pak Zain Badjeber senior kami,
27

Prof. Lukman Hakim Ketua LIPI sahabat kami juga,


Kemudian Pak Prof. Syamsudin Haris.

Melengkapi apa yang disampaikan oleh teman-teman. Jadi sebenarnya inilah


sebuah perjalanan dimana DPR mempunyai kekuasaan membuat undang-undang
dan kemudian akan membuat undang-undang untuk mengatur dirinya sendiri dalam
berkenaan sebagai legislasi, akan mengatur dengan segala hal dan masukkan tadi
juga cukup banyak tetapi semuanya tetap berpegang kepada konstitusi dasar. Saya
kira ini menjadi rujukkan, lalu didalam perjalanannya penguatan sistem presidensial
tersebut, tentunya juga menjadi niatan kita, karenanya masukkan yang kita harapkan
dari Bapak-bapak sekalian adalah juga untuk memperkuat pemahaman ini dan juga
kesempatan ini kami sampaikan untuk menyampaikan keterangan-keterangan.
Apakah dengan data-data ini sebenarnya sudah memperkuat sistem presidensial
yang dimaksudkan ataukan justru mengurangi kemampuannya itu.
Jadi, ketika kita membuat rumusan-rumusan tentang MPR, DPR, DPD
katakanlah Susduk atau MD3 maka kesulitan yang kita lakukan yang pertama
adalah memposisikan MPR itu sebagai sebuah lembaga apa, apakah MPR itu
mempunyai kewenangan untuk menafsirkan tentang Undang-Undang Dasar, karena
Undang-Undang Dasar sudah dilakukan amandemen dan kemudian tidak
mampunyai penjelasan pasal-pasalnya dan rumusan yang kita berdasarkan kepada
ketentuan Undang-Undang Dasar. Tetapi kemudian ketika ada persoalan yang
berhubungan dengan legislasi, maka ada sebuah institusi yang diputuskan oleh
Undang-Undang Dasar juga, Mahkamah Konstitusi yang kemudian membuat
penafsiran tentang pasal-pasal Undang-Undang Dasar. Kalau itu tidak salah
berkaitan dengan Pasal 33 yang menyangkut HMN (Hak Menguasai Negara) itu
diformulasikan, dirumuskan oleh Mahkamah Konstitusi itu menjadi sebuah pegangan
kita semua, bukan menjadi sebuah rujukan ketika Mahkamah Konstitusi
melaksanakan tugas-tugasnya menguji setiap produk legislasi dari pemerintah dan
DPR. Saya kira ini sebuah soal sehingga kalau kemudian kita memutuskan diri kita
sendiri untuk MPR mampu atau berwenang menafsirkan Undang-Undang Dasar.
Maka kita berada pada kondisi apakah itu pengingkaran terhadap sistem
ketatanegaraan yang diformulasikan oleh konstitusi dasar kita.
Lalu yang berikutnya, maka ketika kita memerankan diri sebagai legislasi
membuat undang-undang tentang apa saja, sebenarnya kekuasaan yang kita punyai
DPR itu menjadi sangat terbatas karena ada tadi sudah disinggung oleh Prof. Haris
ada faktor-faktor pengawasan dari masyarakat yang kemudian disampaikan dalam
bentuk pengujian terhadap yudisial review oleh Mahkamah Konstitusi. Demikian
banyak undang-undang yang dilakukan yudisial reviewnya dan itu menjadikan
sebenarnya apa yang dilakukan oleh kita, apa yang dilakukan oleh sistem
presidensial ini sebenarnya juga sudah memperkuat sistem presidensial dan juga
membatasi dari ruang lingkup dari kekuasaan undang-undang itu, karena sudah
berada dalam wilayah yang kemudian dapat diamandemen oleh sebuah institusi lain
yang resmi juga.
28

Saya kira catatan-catatan ini sebenarnya memerlukan masukan dari


Ibu/Bapak sekalian khususnya dari Bapak-bapak sekalian karena kami ingin juga
menyampaikan, sebenarnya kemampuan ataupun peran posisi atau sistem
presidensial itu sudah sedemikian kuat dan itu ditunjukkan oleh pengalaman juga
yang ingin kami sampaikan tentang soal pemanggilan paksa. Ketika lembaga-
lembaga negara itu melaksanakan fungsinya, katakanlah BPK, kita pernah
mengalami disebuh komisi melaksanakan tugas pengawasan dan kemudian
menghargai sistem ketatanegaraan, lalu audit sebuah masalah oleh DPR diberikan
kepada BPK dan kemudian oleh BPK atas dasar pekerjaannya dan keberhasilannya
disampaikan kepada DPR dan kemudian DPR melaksanakan tugas-tugas yang
dihasilkan oleh BPK itu. Maka ketika itu melaksanakan fungsi pengawasannya,
mengundang individu-individu yang tercantum didalam audit BPK atas permintaan
DPR, maka muncullah arogansi tidak datang, berkali-kali. Lalu langkah kita menjadi
buntu, pelaksanaan fungsi pengawasan menjadi buntu karena sebuah kondisi
dimana eksekutif memposisikan diri sebagai sebuah kekuatan eksekutif yang hampir
tidak tersentuh. Saya kira contoh tadi contoh lain yang hampir dua tahun sebuah
atau seorang kepala tidak bisa masuk DPR dan sebagainya toh harus menunggu
dua tahun untuk kemudian diambil langkah-langkah kalau yang ini berdasarkan audit
BPK dengan kerugian Rp37,5 trilyun toh kemudian kita harus tunggu lagi masukkin
audit investigasi dan sampai sekarang belum selesai. Lalu menjadi sebenarnya
penguatan sistim presidensial sudah berjalan dan kemudian penguatan sistem
presidensial ini menjadi seolah-olah tidak tersentuh. Mekanisme lainnya yang
kemudian harus kita susun dengan berbagai macam hak-hak itu. Ini maksud kami
apakah tidak ada ruang lain untuk, ataukah memang eksekutif kaya ngono dengan
segala fasilitas yang dipunyai, mungkin legislasi ada MK, ada masyarakat, fungsi
pengawasan ada batas-batas yang hampir tidak bisa disentuh dan kemudian
menjadi ketegori arogan. Kemudian yang ketiga fungsi anggaran, ketika kita
mempunyai fungsi anggaran yang ditetapkan oleh konstitusi tetapi untuk
memutuskan anggaranya sendiri itu kita juga mempunyai ketebatasan, sehingga
menjadi jalan bagi orang untuk memperhatikan bahwa kemampuan pengawasan itu
tidak ditopang oleh fasilitas dan anggaran, sehingga menjadi lemah dan ketika itu
lemah dan posisinya under, sangat jauh bedanya terjadilah peluang-peluang lainnya.
Jadi, sebenarnya ketika kita mau memutuskan diri kita sendiri atas
kekuasaan, kewenangan untuk membuat undang-undang banyak ditemui kendala-
kendala yang itu sangat perlu diketahui oleh masyarakat dan kita ingin memberikan
masukan, semangat didalam RUU mengelola anggaran sendiri oleh tiga institusi ini
tetapi belum juga bisa dirumuskan. Jadi, inilah yang kita sampaikan bahwa
masukan-masukan sungguh kami harapkan bahwa kita sepakat mengelola atau kita
berpegang pada penguatan sistem presidensil tetapi fungsi-fungsi yang kita lakukan
juga sangat dibatasi dengan berbagai institusi lainnya yang ada MK, MK, BPK dan
sebagainya tetapi ketika melangkahkan kaki kesini ada juga fungsi anggaran dan itu
kami mohon masukkannya, supaya ini kemudian tidak semakin jauh dan berada
pada pinggir dengan kewenangan yang ada tetapi posisi prakteknya adalah
termarginal.
29

Saya kira ini yang menjadi catatan kami dan mohon masukkannya dan
informasi tentang perlunya tiga undang-undang saya kira juga sangat memperkuat
pemikiran kita hanya soal bagaimana nanti teknis lebih jauhnya yang harus kita
dalami karena mengingat DPR ini sudah menunggu.
Demikian Ketua masukkan kami.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Daryatmo, sekarang pukul 17.00 WIB, kita perpanjang
waktu 17.30 WIB ya.

(RAPAT:SETUJU)

Satu menit ya.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Bismillahirahmanirahim,

Terima kasih kesempatannya Pak Ketua saya terlambat tetapi moga-moga


pertanyaannya masih relevan untuk masukkan ke Proffesor ini, Ustadz saya di
Pasca dulu.
Pertanyaanya saya begini, dulu saya dikasih buku rujukkan, saya baca
sebagian, disitu ketemu motif anggota DPR kenapa sih orang jadi anggota DPR kira-
kira begitu. jadi, yang pertama office seeking, keduanya itu budget seeking, yang
ketiganya itu policy seeking yang agak canggih begitu. Ini Sosiologically begitu,
tetapi kemudian begitu kita membahas itu tidak ketemu dilapangan, jadi pengennya
pemerintah kayaknya begitu, pemerintah sebagai mitra kita kalau dalam membahas
undang-undang itu terlibat, DPR itu jadi anggota DPR yang baik saja, jadi dia itu
office speaker, jadi dia jadi anggota DPR duduk manis, rapat, pakai jas berdasi dan
sebagainya ya begitu gitu saja. Budget seeking diawasi KPK, rapat ini APBN-P itu
dikriminalkan katanya begitu Tahun 2014 atau 2013. Kemudian ketika kita membuat
policy juga pemerintah itu cenderungnya ketika kita memilih sebuah policy itu
menolak sebagai sample itu, misalnya ketika kita membahas tentang policy, apakah
militer yang melakukan tindak kriminal, itu di pidananya, pidana militer atau pidana
umum, untuk yang perlu diangkat tindakan kriminal umum, pemerintah dulu tidak
sepakat, jadi kasus peradilan militer.
Kemudian yang keduanya Undang-Undang Yogya itu bertarung kita lama,
sampai kemudian dua periode kita membahas itu dan itu policy nya jelas saya
niatnya pokoknya Yogya menetapkan bagaimana caranya kira-kira begitu, tetapi
pemerintah menolak sampai akhirnya pemerintah sepakat. BPJS saya kira sebuah
sample, Undang-Undang No. 17 ini undang-undang yang jaman Ibu Mega juga tidak
30

disepakati, sekarang begitu mau dibahas saja pemerintah sudah tidak ngirim utusan,
Undang-Undang Keuangan Negara.
Jadi, dari situ kita melihat kayaknya ini pemerintah baik itu, ini tidak semata-
matanya pemerintahnya Demokrat, tetapi kecenderungannya pemerintah ketika mau
ngirim kesini itu para birokratnya, itu semacam kerajaan sendiri. Sehingga ketika ada
perubahan yang menguatkan DPR dari sisi budgetnya. Dulu kita punya ide periode
yang Tahun 2004-2009 itu mengubah Undang-Undang No. 17 dengan kewenangan
anggaran yang dipisah, eksekutif punya kewenangan anggaran tersendiri, DPR
punya kewenangan anggaran sendiri, Mahkamah Agung punya kewenangan
anggaran sendiri, tetapi kemudian begitu dimasukkan di Komisi XI itu sudah perang
sendiri diantara fraksi, akhirnya kemudian tidak dibahas, tidak diajukan akhirnya
dipindah ke Baleg. Ceritanya sama juga pemerintah tidak membahas, Komisi XI juga
nampaknya pro pemerintah begitu, tidak dibahas.
Jadi, akhirnya, jadi kira-kira kesimpulan saya kok jadi anggota DPR itu tidak
seindah teorinya, jadi teorinya budget seeker, office seeker, policy seeker
prakteknya itu office seeker saja, ya kita duduk disini rapi dan sebagianya itu, kira-
kira selesai sudah. Nah, dalam konteks terbaru itu nanti teman-teman yang anggota
dewan, kabupaten atau provinsi yang jadi anggota DPR itu keluhan pertama
mereka. Saya masih ingat di Komisi II, keluhan pertama adalah kok tidak seindah
ketika di kabupaten/kota atau provinsi. Di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa
Barat sampai Aceh itu polanya sama bahwa ketika seorang menjadi anggota dewan
itu otomatis ada namanya dana aspirasi. Jadi, biasanya per anggota dewan minimal
itu satu tahun, saya tanya misalnya kawan-kawan di Sumatera Barat kalian satu
tahun itu dapat budget berapa untuk bisa mengalokasikan anggaran yang mungkin
lewatnya pemerintah tetapi atas namanya anda. Kita Aceh katanya Rp5 milyar satu
tahun, provinsi Aceh, kemudian Jawa Tengah saya juga tanya Pimpinan itu dapat
Rp10 milyar per tahun untuk dana. DKI allahualambishowab, jadi kalau dari size
budget nya dia Rp37 trilyun saya kira lebih besar dan memang mereka take home
paynya lebih besar hampir Rp100 juta Rp93 juta. Makanya orang lebih suka jadi
anggota dewan karena lebih jelas office seekernya jalan, budget seekernya jalan
dan itu legal begitu.
Kita itu mau menetapkan satu tahun anggaran Rp10 milyar mengatakan DPR
itu diprotes, dicaci maki sumber korupsi dan sebagainya. Nah, kira-kira itu jauh
tangan dari api, mungkin begini saya coba korelasi lagi betapa susahnya jadi
anggota DPR besok itu. Nggak sengaja di google saya ketemu penelitian Pak,
kebetulan cocok dengan kepentingan saya penelitian. Jadi, election rule and
corruption dia survey di 80 negara, kesimpulannya begini mungkin ini agak
sewenang-wenang kesimpulannya, “makin susah orang menjadi anggota DPR,
makin tinggi peluang untuk korupsi, makin mudah orang untuk menjadi anggota
DPR, makin mudah dia untuk tidak korupsi” kira-kira begitu. jadi kesimpulan dia
kalau sistem pemilunya open desk itu 0,6 untuk korupsi, indeksnya satu kira-kira
begitu, jadi karena studi korelasi. Jadi, kesimpulan saya ini anggota dewan yang
kemarin mereka suara terbanyak, karena itu budgetnya mereka lebih besar
31

pengeluarannya karena tarung antar partai sekaligus tarung internal partai. Nanti
pengalaman yang jadi-jadi itu kira-kira habisnya berapa kira-kira begitu.
Jadi, makanya itu berbahaya dalam konteks kedepan, jadi itu tentang, oleh
karena itu Proffesor kami yang dari Baleg juga staff, bukan staff penasehat ahli di
Undang-Undang Desa Pak Zain. Jadi, yang menarik itu kalau kemudian kita habis
biaya banyak kemudian kita hanya kira-kira dalam tanda petik prof, take home pay
kurang lebih Rp56 juta atau Rp57 juta, kemudian tuntutan konstituennya itu tinggi.
Jadi, konstituen ketika kita datang dan sebagainya itu ada di komisi berapa, saya
Komisi II, Komisi II itu apa yang bisa di akses, jadi mind stream nya sama persis
anggota DPRD kita buka. Ini saya paling canggih Pak, saya mengatakan ke mereka,
paling canggih maksudnya bagaimana. Saya membuat kebijakan yang kebijakan itu
berlaku sampai kiamat kecuali undang-undangnya diganti, apa buat Undang-Undang
Desa yang setiap tahun, setiap desa akan dapat bisa sampai Rp1 milyar, dari
Undang-Undang Desa Taufik itu kira-kira policynya begitu, tetapi bagi rakyat itu,
kalau begitu memang sudah tugasnya anggota dewan Pak, kira-kira begitu, anda itu
kalau mau jadi yang itu iyalah tetapi mbok yang lain juga dikasih. Kita misalnya
masyarakatnya Petani kita diakseskan ke Kementerian Pertanian nanti tolong kita
dikasih traktor, dikasih apa, dikasih apa, tetapi didalam prakteknya susah, nah itu
yang satu sisi, satu sisi itu suara terbanyak, budget besar, kalau bahasanya Mang
Eep itu meningkatnya pemilih kritis, kira-kira begitu, pemilih kritis tuntutannya lebih
tinggi .
Satu sisi anggota dewan follow up keputusan rapat itu nggak bisa diapa-apain
Pak, ditinggal-tinggal saja sampai akhirnya justru, saya masih ingat ini kisah
beberapa yang saya finding itu. Pak Menteri Subiarto itu kenapa dulu diganti karena
Komisi VI itu mengirimkan surat kepada Presiden ini tidak bisa kerjasama sama
komisi, kira-kira begitu, walaupun bentuk kerjasamanya kaya apa saya tidak tahu
Prof. Kasus Pak Kepala BPN sama juga, Kepala BPN susah banget bikin kebijakan
macam-macam, makanya kemudian kita kirim surat tolong ini diganti Presiden
karena ini tidak bisa kerjasama, beberapa dirjen sama, beberapa dirjen walaupun
saya tidak tahu modus dibelakang itu tetapi dari situlah kita melihat bahwa satu sisi
kita ingin membuat kebijakan bagus, satu sisi kemudian ketika membuat kebijakan
tidak bisa dilaksanakan. Makanya kemudian ketika kemarin ada usulan apakah
kemudian kita itu pisah saja sekalian atau persis seperti modelnya Amerika, kalau
bahas undang-undang ya sudah DPR itu.
Ini satu kali 50 menit.

KETUA RAPAT:

Satu kali 15 menit.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Setengah menit penutup untuk clossing statement. Jadi Prof. kira-kira begini,
ini mengkompromikan banyak aspek, sistem pemerintahannya begini, posisi kita di
32

DPR itu lemah dalam tanda petik follow up tidak bisa di follow up. Di satu sisi
pemerintah punya kerajaan sendiri tetapi menurut saya bukan pemerintah tetapi
birokrasi itu menjadi offical dome begitu bahasa kawan saya, jadi semacam sejenis
kerajaan sendiri yang inikan sebenarnya punya mekanisme sendiri dan kadang-
kadang para menteri itu manut saja. Nah, kira-kira bagaimana baiknya apakah DPR-
nya itu kemudian harus tetap begitu atau kemudian ya sudah kita ngalah saja tetapi
kalau semangat teman-teman bagaimana DPR-nya itu kewenangannya itu jalan
kira-kira begitu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ini testimoni Pak, testimoni bagaimana DPR ini kuat dalam bayangan tetapi
sebetulnya powerless ya itu tadi, rekomendasi undang datang boleh datang tidak.
Jadi, kalau banyak pihak menganggap selama ini DPR terlalu kuat kayaknya apanya
yang kuat ini, paling-paling tanya-tanya begini, ngomong-ngomong begini tadi. Yang
bikin ini kesan kuat ini kalau omongan kita mengebu-gebu disiarkan televisi, kan
begitu apa sangat sedikit, apalagi kalau Pak Fahri Hamzah tambah tangan begini ini
kuat anggota dewan tetapi ada juga orang yang ngomong parle tadi tetapi sakit, itu
tadi Pak Taufik ngomong itu, betul juga. Jadi, memang DPR ini mencerminkan
berbagai ragam itu tadi, saya nggak tahu apakah itu cermin partainya saya nggak
tau ya.
Silakan Pak Fahri Hamzah ngomong.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Saya tambah sedikit Prof.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pak Zain Badjeber, Pak Lukman Hakim, Pak Syamsudin Haris yang saya
hormati,
Teman-teman semuanya.

Kalau saya mau meringkas saja apa yang Bapak-bapak dengar tadi, sebab
mungkin Bapak jarang mendengar dalam pengertian versi yang sebenarnya, sebab
diluar saja itu terlalu banyak persepsi, di tingkat publik dan juga di tingkat teman-
teman lembaga negara yang memang tidak mau tahu apa yang sebetulnya terjadi
dengan DPR terutama pasca amandemen keempat. Jadi, publik itu tidak tahu apa
yang namanya eksekutif sama legislatif itu dia tidak paham. Kampanye legislatif itu
ya kampanye eksekutif, kalau bapak pergi ke daerah-daerah itu kalau orang hanya
bicara sebagai anggota DPR itu dianggap tidak relevan, makanya harus kongkrit
dalam berkampanye. Saya ingat teman-teman Komisi II waktu mau
memperjuangkan Undang-Undang Desa, diantaranya semangatnya biar kita kongkrit
dan yang saya ikut-ikutan bikin poster Pak Agus, tahun depan setiap desa dapat
Rp1,5 milyar di NTB karena saya bikin simulasinya, itulah yang membuat kita agak
33

kongkrit dimata rakyat, tetapi pada dasarnya publik tidak tahu apa beda menjadi
anggota DPR dengan menjadi Bupati, menjadi Gubernur tidak terlalu mengerti
karena dianggap tidak kongkrit. Apalagi orang ngomong, untuk kalau orang-orang
tertentu seperti saya karena orang kampung saya mungkin tidak terlalu banyak dari
10 anggota dewan ini tidak banyak yang berkelahi begitu. orang-orang kampung kita
itu suka ada yang senang kalau ada orang berkelahi, enak, senang kita lihat
katanya, paling itulah nilai tambah sedikit, padahal itu salah juga sebetulnya. Artinya
salah kalau itu saja yang dianggap.
Mari kita kembali ke konsepsi yang sebenarnya, amandemen keempat
Undang-Undang Dasar proses transisi dari otoritiarianisme kepada demokrasi,
dirampasnya kekuasaan Presiden, diberikan kepada rakyat melalui dewan itu istilah
Pak Jimly sebetulnya, yang menyebabkan dewan kemudian memiliki kewenangan-
kewenangan yang seharusnya lebih kuat, tetapi reformasi pada kelembagaan dewan
itu terhambat karena mentranformasi dewan dari rezim Susduk kepada rezim dewan
amandemen keempat ini rupanya berat, paling birokrasinya kuat, dari dulu kita
ngomong sama pemerintah. Kalau Bapak baca draft pemerintah aneh juga,
pemerintah itu inginnya DPR kembali kaya yang dulu, Bapak baca mungkin teman-
teman perlu dikasih itu, dibocorin saja sebab tadinya mau dicabut, ekskutif inginnya
kita kembali di keteknya apa Mensesneg begitu, itu pikirannya, jadi mereka itu tidak
percaya bahwa dewan itu bisa diperkuat, kekuatan dewan itu adalah kebaikan bagi
bangsa kita, itu mereka tidak percaya. Mereka justru kalau kita baca kaya pimpinan
KPK menulis di Kompas pekan lalu saya lihat. Jadi, ini dikembalikan kepada moral,
dewan adalah epicentrum kerusakan moral karena dia menjadi sumber persoalan
moral, maka reduksilah kekuatan dan berikanlah kekuatan-kekuatan lembaga-
lembaga lain diluar untuk mengontrol dia. Saya kira begitu cara berpikirnya.
Kita konsisten dengan amandemen ke empat justru kita memperkuat dewan,
sebab dewan itu kalau kuat maka pengawasannya kepada seluruh kekuasaan
APBN kita hari ini mendekati 2.000 trilyun , pada zaman akhir Pak yang dulu jadi
anggota DPR saya kira Rp140 trilyun sekarang ini sudah Rp2.000 trilyun hampir
sudah, APBN 2015 saya kira akan Rp2.000 trilyun, ini yang harus diawasi, begitu
banyak kewenangan dan budget negara yang harus diawasi. Karena itulah
kemudian kalau saya lihat untuk mengakhiri apa namanya, in efektivitas atau
persepsi yang keliru tentang dewan ini, ada dua yang ingin kita perkuat Pak, melalui
undang-undang ini, ini hasil diskusi kita dengan Baleg.
Yang pertama, perkuat pribadi, kedua, memperkuat lembaga, memperkuat
pribadi artinya siapa yang terpilih menjadi anggota DPR, bekas tukang becak, bekas
tukang karcis apapun dia, petani kacang, petani jagung begitu dia menjadi anggota
dewan, dia pribadi harus menjadi kuat karena dia masuk ke dalam sistem yang
memperkuatnya, apa hal-hal lain yang bisa dilakukan disitu banyak sekali. Saya kira
ini kita bisa mencontoh dari banyak negara-negara maju.
Kedua, memperkuat lembaga, ini yang kurang, kalau rwzim Susduk itu
Dewan dan lembaganya itu tidak relevan, tidak dianggap, makanya tadi banyak
usulan dari Bapak-bapak yang itu memang sangat relevan. Saya pernah
mengatakan Pak, kalau dari tiga fungsi dewan ini kita itu misalnya didalam Undang-
Undang Dasar baru disebut kuasa membuat undang-undang itu dewan, tetapi kita
tidak punya lembaga sekuat BPHN, sehingga tradisi membuat undang-undang di
dewan ini tidak ada yang menjaga, TUN dan nafas dari setiap undang-undang
berbeda, kalau di pansusnya banyak dokter saya sering bercanda nada undang-
undangnya kaya resep dokter dan lain-lainnya, karena yang menjaga tradisi legislasi
tidak ada. Di Amerika Serikat ada legal council orangnya itu ratusan tahun sebagai
34

lembaga yang independent didalamnya. Semua undang-undang yang diproduksi


oleh dewan itu diperiksa, diteliti kata per kata, titik koma, konsisten dia sebagai
undang-undang, di kita tidak ada yang menjaga itu. Ada di BPHN tetapi karena
BPHN berhadapan dengan dewan kadang-kadang dia melemah juga di depan
dewan, harusnya kekuatan ini ada di kita. Makanya orang mohon maaf, kaya Pak
Zain misalnya yang mengerti ini dari awal, harusnya duduk. Mohon maaf kalau saya
menyebut ini karena dalam rangka penguatan, harusnya duduk para pakar,
proffesor, ahli-ahli di legal council atau law center kita dan merekalah yang menjadi
otak dari dewan, dewan itu cuma keputusan politik.
Saya ingin bikin undang-undang, di Undang-Undang MD3 yang lalu juga
sudah ada satu orang anggota bisa bikin undang-undang tetapi saya harus
ngomong kemana, mesti minta naskah akademik kemana, mesti diskusi dengan
siapa kita tidak tahu. Kedua, budget harusnya ekonom-ekonom berkelas seperti Pak
Kwik Kian Gie itu harusnya ada disitu, dialah yang seharusnya masuk anggaran di
situ, di godok disitu dulu, bukan kaya sekarang pemerintah kalau bisa
mempersempit masa perdebatan dengan anggota dewan, diujung kemudian diajak
nego sudahlah Dapilnya saya urus Pak, nanti alokasi dana kesitu dan yang terakhir
adalah apa namanya pengawasan.
Saya sempat pernah bilang ya Pak ya, harusnya kita punya lembaga sekuat
LIPI di belakang dewan ini yang menempel. Di Amerika Serikat itu kongresional riset
centernya itu pusat riset diantara yang paling hebat, perpustakaannya itu
perpustakaan terlengkap sedunia, yang begitu-begitulah Pak, karena dewan otak
kolektif bangsa kita yang kalau tidak diperkuat maka keseluruhannya menjadi lemah.
Inilah pikiran yang ada di belakang kita ini Pak, kita minta tanggapan Bapak-bapak,
sebab kalau tidak saya khawatir kalau nanti pakai adjusment moral lagi sementara
semua yang akan dilantik nanti tanggal 1 Oktober 2014 ini adalah orang baru,
kasihan, seharusnya mereka sudah menerima lembaga baru yang akan membuat
mereka menjadi negarawan, bermutu didalam tindakan dan perbuatannya karena
diperkuat oleh undang-undang dan di back up oleh satu lembaga yang kuat, barulah
kemudian dewan ini kemudian mencapai atau mengapai fungsi yang sebenarnya.
Saya kira itu saja.

KETUA RAPAT:

Baik, saya rasa kami persilakan dari LIPI dulu lalu terakhir Pak Zain. Kami
persilakan Pak Haris, Pak Lukman.

LIPI (PROF.DR. LUKMAN HAKIM. MSc. PhD. Apt):

Saya banyak sekali mendata dan terutama saya akan merespon hal-hal yang
dapat saya respon sekarang ini, apa yang dikatakan oleh Anggota Bapak Taufik
tentang adanya kemerosotan dari pandangan publik terhadap dewan, parpol, itu
sebenarnya juga luas kalau di birokrasipun merasakan periode terakhir itu terjadi
reduksi kepercayaan dan bahkan paling tidak enak menjadi pejabat pada jaman
sekarang ini di mata masyarakat. Padahal kita bekerja untuk
mempertanggungjawabkan dihadapan masyarakat yang menujuk kita ini.
Beberapa hal yang ingin saya kemukakan, pertama adalah memang
penguatan fungsi legislasi itu adalah suatu pilihan, karena memang tidak bisa keluar.
Saya mengusulkan memang ikuti di beberapa negara maju, inisiatif DPR terhadap
undang-undang itu namakan saja anggotanya yang paling dominan. Jadi, kita
35

memperkuat, ada rancangan undang-undang Fahri Hamzah begitu tentang BPJS.


Kalau di Jepang saya mempelajari bagaimana metode menilai efektivitas seorang
anggota DPR dari kedudukan dia didalam undang-undang Pak, dia inisiator dan
undang-undang ini gagal, sebab inisiator itu ada point kita bagi saja kedalam empat
circel itu siapa yang ada di diagram satu, diagram dua, diagram tiga dan empat dari
kedudukannya inisiator dari suatu policy. Policy yang diinisiasi itu berhasil dan post
yang diinisiasi itu ditolak misalnya, kemudian sikap dia terhadap ini, itu terang sekali,
dia di kuadrant mana ini anggota-anggota.
Kedua, dalam menamakan RUU dengan nama individu itu, itu akan
merangsang pihak-pihak untuk lebih aktif didalam itu. Kedua, saya tahu bahwa di
Sekretariat Jenderal itu ada peneliti Pak, yang jumlah penelitinya itu lebih besar
daripada jumlah di Puslit-nya Pak ... Puslit-nya Pak ini berapa Pak 60, nggak sampai
Pak, 70, disini saya tahu lebih besar dan karirnya itu kami yang bertanggungjawab.
Kami menilai pekerjaan mereka tetapi saya kira dengan arahan dari pimpinan DPR
itu produk dan pekerjaan peneliti disini itu harus bisa diarahkan untuk kebutuhan ini,
jumlahnya 70 dan jumlah tenaga ahli dan lain-lainnya. Saya mencatat Pak, dulu
pernah kami mengajukan usulan supaya memang DPR itu dilengkapi seperti diet
library yang di Jepang itu atau library of kongres yang di Amerika, tempat kita itu
memang harus kaya begitu, ini menjadi pikiran Pak, harus bisa diajukan. Saya kira
memperkuat ini akan menjawab persoalan, karena memang kewenangan yang
tinggi tanpa kompetensi kita akan berat begitu.
Saya mencatat ternyata dari Ketua MPR Pak Amien Rais. Setelah
amandemen, kemudian setelah amandemen selesai kan lalu banyak kritik dan
banyak itu, lalu Ketua MPR itu mengeluhkan saya nggak mengerti juga juga public
civil society kita ini. Pada waktu penyusunan amandemen ini, diundang, tidak hadir
tetapi begitu ada masalah para pemikir-pemikir itu kembali mengeluarkan, jadikan
terpuruk lembaga-lembaga resmi yang merumuskan ini .
Tadi Pak ini mengatakan apa perlu setiap produk itu kemudian dibicarakan,
kita panggil MK untuk membuat klarifikasi pendahuluan. Masalahnya yudisial review
itu diajukan oleh rakyat Pak, jadi bukan MK-nya, MK-nya kalau tidak ada yang
mengajukan pasti tidak akan. Jadi, memang ini problem kita bagaimana mendidik
masyarakat dan mendidik semua pihak itu untuk bertanggungjawab. Jadi, saya
rasakan betul keluhan Pak Amien Rais waktu dia meng-goal-kan itu. Saya rasanya
sedih dengan para ahli, diundang malas-malasan datang tetapi nanti begitu ada
masalah dia mengendalikan. Jadi, saya ingin membangun kapasitas anggota dan itu
menjadi pikiran dan kami dari LIPI apabila diminta akan banyak berpikir mengenai
memperkuat pribadi dan sebagainya itu.
Saya kira itu dari saya dan Pak Haris akan melengkapi ini.

LIPI (PROF. DR. SYAMSUDDIN HARIS., M.Si):

Terima kasih.
Saya menambahkan ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan, secara
umum kami memahami apa yang dikemukakan baik oleh Pak Agus maupun Pak
Fahri Hamzah bahwa dewan itu butuh penguatan dan saya sejauh ini khususnya,
mungkin LIPI secara umum ya, pada umumnya mendukung penguatan sistem
pendukung untuk dewan sebab secara obyektif itu memang dibutuhkan, cuma
memang musti diakui pula teman-teman aktivis yang sensitif soal-soal itu yang musti
diakui itu, tetapi kadang-kadang ada pemicunya Pak, sensitivitas itu ya, misalnya
36

soal studi banding, itu hal-hal yang mustinya bisa ditata lebih baik kedepan. Kalau itu
nggak ada pemicunya, mudah-mudahan kedepan bisa lebih baik.
Saya misalnya sangat mendukung teman-teman tenaga ahli itu di perkuat
baik keahliannya maupun honornya, sehingga betul-betul bisa kontribuktif untuk
lembaga ini, sebab kalau antara lainnya kondisinya lebih baik, saya menduga yang
S2, S3 banyak juga yang berminat begitu loh. Sebab dulu empat, lima tahun yang
lalu kami P2P LIPI pernah juga melakukan pelatihan untuk tenaga ahli Baleg yang
ada yang membiayai begitu dan itu cukup antusias sebetulnya teman-teman yang
ikut pelatihan itu. Nah, apa yang kita bayangkan mengenai DPR di Amerika Serikat,
Jepang tentu masih jauh, tetapi saya pikir mau tidak mau memang musti kesana
suatu saat. Oleh sebab itu, saya pikir melalui kewenangan membentuk undang-
undang, penguatan dewan itu bukan sesuatu yang tidak mungkin, sebab
kewenangannya disini, sebab bagi saya salah satu point penting amandemen
konstitusi itukan pengalihan fokus fungsi pembentukkan undang-undang, itu salah
satu yang penting, sayangnya ini belum maksimal dimanfaatkan.
Kemudian dalam konteks MD3 atau Susduk, saya melihat bahwa dua-duanya
dibutuhkan, satu dibutuhkan suatu undang-undang yang sifatnya kelembagaan
dewan, sebagaimana dikemukakan Pak Zain Badjeber itu tadi, tetapi disisi lain juga
membutuhkan suatu undang-undang yang mewadahi hubungan kelembagaan,
hubungan fungsional diantara dewan-dewan baik dewan pada level nasional, DPD
dan juga MPR, begitu pula dalam konteks sesama lokal. Soalnya begini Pak, tadi
soal Dapil misalnya, beberapa anggota tadi mengemuka soal Dapil. Dapil itu pada
dasarnya dempet satu sama lain, DPR Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, DPD,
dempet satu sama lain. Bagaimana kita membagi otoritas kewenangannya dan
seterusnya, itu musti ada undang-undang yang mengaturnya, tidak bisa terpisah
sama sekali satu sama lain. Jadi, dalam bahasa hukum saya tadi menggunakan
istilah contoh, contoh bukan istilah, KUHAP jadi ada hukum acaranya, sebab
disitulah akan ada sinergi, suatu sistem keparlemenan tanpa suatu sinergi, saya
menduga tidak akan efektif, tidak akan menghasilkan sesuatu yang kita bayangkan.
Kemudian soal fungsi pengawasan yang dianggap tidak efektif akibat
pemanggilan pejabat yang tidak datang. Nah, ini mungkin bisa dicakup didalam
undang-undang etika pejabat publik, sebab bagaimanapun musti ada sangsi bagi
pejabat publik yang demikian, yang tidak hadir, kemudian mungkin sangsi bagi
atasannya yang tidak menghukum si pejabat yang tidak mau hadir. Jadi, etika
pejabat publik, nah itu saya pikir itu yang penting kita lembagakan kedepan.
Sedangkan soal penguatan presidensil sebagaimana tadi dikemukakan Pak
Daryatmo itu memang sebagian masalahnya ada hasil konstitusi amandemen itu
sendiri Pak. jadi, kita musti akui pangkalnya sebagian disitu, jadi tidak mudah juga
bagi kita apa namanya, menyempurnakannya hanya melalui undang-undang. Oleh
sebab itu suatu ketika yang namanya amandemen konstitusi itu ya suatu
keniscayaan politik, soal kapan itukan soal kedua.
Saya kira itu beberapa hal yang ingin saya kemukakan.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Selanjutnya Pak Zain.


37

ZAIN BADJEBER:

Terima kasih, ini sebenarnya satu jam saja tidak cukup kalau saya lihat
materinya ya, sebab kalau bicara pengalaman ya saya ini di legislatif dari jaman
Orde Lama, DPRD Provinsi, Orde Baru sampai Reformasi, jadi saya tahu suasana
setiap orde itu. Ada orde ketika Orde Lama saya sebagai hakim saya bisa jadi
anggota DPRD tanpa berhenti sebagai hakim, itu terjadi di Orde Lama, tetapi di
Orde Baru lain lagi ini, saya harus berhenti.
Jadi, tadi yang dipertanyakan, saya kira saya ambil yang point-point saja.
Sayang memang waktu di Baleg tidak seperti yang lalu-lalu, saya itu diundang tetapi
sudah dua tahunan ini rupanya Baleg tidak, sehingga pada waktu saya diundang ke
Pansus Desa, RUU Desanya diubah, tadinya mau mendesa adatkan seluruh desa
akhirnya saya bisa buktikan tidak seperti itu, sehingga di tengah perjalanan
pemerintah mengubah kembali RUU yang diajukan pemerintah.
Ini tadi, saya bicara pertama mengenai pemisahan, tadi masalah DPRD,
dihapus atau tidak disini toh ada Undang-Undang No. 32, dikeluarkan dari sini atau
tidak dikeluarkan toh ada Undang-Undang No. 32 yang masih berlaku karena proses
perubahannya belum selesai, artinya dengan hapusnya itu tidak berarti DPRD punya
kehilangan Susduknya, ada disana. Bagaimana menafsirkan DPRD itu konstitusi
mengatakan Pasal 18 ayat (3) pemerintah daerah memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang dipilih dalam pemilihan umum. Memiliki, pengertian memiliki ini
apakah bagian atau dari pemerintah itukan fungsi dari undang-undang itu. Oleh
karena itu fungsi Pasal 18 ayat (7) ditutup susunan dan penyelenggaraan
pemerintah daerah diatur dalam undang-undang kembali ke ayat (1) yaitu dengan
Undang-Undang Pemerintah Daerah.
Jadi, bagaimana penyelenggaraan dan susunan pemilikan itu diatur itu adalah
fungsi legislasi daripada yang ngatur. Bagaimana kondisinya, kadang-kadang
kitakan teorinya begini-begini pada waktu studi banding di Mesir, kami mengatakan
anda mengetahui ada presidensial Amerika, walaupun amerika itu tidak sama sekali
trias politika yang sebenarnya. Prancis juga presidensial tetapi tidak seperti Amerika,
ini kita bicara dalam sistem dua partai ya. Di Prancis seorang perdana menteri bisa
lawan dari presiden karena dia pemenang di parlemen, di Amerika tidak terjadi
seperti itu. Di Mesir kami dia bilang menyontek dari Prancis tetapi tidak seperti
Prancis, kami mempunyai Presiden, Wakil Presiden dan Perdana Menteri, pada
waktu itu wakil presidennya di longkap terus zaman Resnobobara. Perdana Menteri
itu bemper di parlemen yang sehari-hari di parlemen dan dia diangkat presiden tidak
mungkin lawannya presiden seperti di prancis.
Jadi, kalau anda bertanya aturlah menurut kebutuhan negara anda,
bagaimana negara anda membutuhkan, lalu kita tanya bagaimana otonomi daerah
disini, mereka katakan apa artinya otonomi daerah bagi suatu negara kesatuan.
Kami negara kesatuan yang ada daerah administratif tetapi kalau anda
membutuhkan itu silakan, tetapi kami tidak membutuhkan otonomi daerah. Jadi,
selama konstitusi tidak ngatur rinci terserah kepada kondisi kita sendiri, mana yang
baik dari negara yang cenderung dengan kita, kita bisa ambil sepanjang masih bisa
kita tafsirkan pertanggungjawabkan dalam konstitusi apalagi MK walaupun dua
anggota MK sekarang itu dari konstitusi tetapi MK tidak berpatok pada original
intent. Dalam hal tertentu saja dia pakai original intent yaitu maksud awal dari
rumusan itu, dia berputar-putar pada rumusan yang dikehendaki oleh sembilan
orang itu. Pengujian undang-undang juga menurut saya salah, undang-undang yang
diuji dari undang-undang periode lalu yang datang mewakili DPR kesana membela
38

undang-undang itu bukan membawa risalah terjadinya pasal-pasal. Pokoknya


membenarkan dalam situasi sekarang, padahal yang dibutuhkan bagaimana riwayat
lahirnya undang-undang itu sehingga terjadi rumusan ini. Akhirnya yang kesana
yang menurut selera dia, pokoknya ini benar, ini yang terjadi di lapangan. Undang-
undang yang dibatasi diubah Pasal 50 Undang-Undang MK yang pertama itu,
sebelum diubah mengatakan bahwa yang bisa diubah undang-undang sejak 19
Oktober 1999, artinya ketika berjalan Undang-Undang Dasar Perubahan. Tetapi MK
bilang dia tidak bisa dibatasi, ini harus konstitusi. Jadi KUHP dari tahun berapa 1915
juga bisa diuji dengan Undang-Undang Dasar yang sekarang, ini hal-hal yang terjadi
dilapangan karena mungkin konstitusi kita juga belum lengkap seperti tadi Pak Haris
katakan, tidak tabu untuk melakukan perubahan pada Pasal 37 sepanjang melalui
Pasal 37.
Berikutnya bagaimana menguatkan legislasi, kita mengerti dulu, dalam
pembuatan legislasi di DPR itu ada dua proses dan proses itu ada didalam Undang-
Undang Dasar, proses pertama itu berada dalam Pasal 21 Undang-Undang Dasar,
Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan, bukan rancangan, itu yang dulu
dinamakan usul inisiatif. Ketika usul rancangan itu diputus oleh Paripurna itu baru
dia menjadi produk tanpa usul, RUU DPR, tetapi anda baca bagaimana kekacauan
terminologi didalam mungkin di MD3 dan P3. Kadang-kadang tidak membedakan
apa usul dan apa yang bukan usul, usul disitu dicantumkan seolah-olah yang
berasal dari, padahal konstitusi mengatakan kalau usul RUU itu bukan produk
lembaga, belum menjadi produk lembaga, begitu dia menjadi produk lembaga dia
RUU yang dibahas di Pasal 20, tetapi coba saudara-saudara baca didalam P3 itu
dikemukakan di MK oleh DPD, karena kami menjadi penasehat didalam pengajuan
itu. Kata usul dikacaubalaukan didalam undang-undang, padahal Undang-Undang
Dasar sudah mengatakan bagaimana proses suatu usul itu adalah didalam, begitu
dia menjadi RUU dia sudah terkait dengan institusi lain sehingga ada Undang-
Undang P3 yang mengaturnya. Memang kalau kita bicara penguatan DPR dengan
Pasal 20 ayat (1) bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang
itu kata Ibu Maria Farida kalau katakanya ahli hukum tata negara yang melihat
negara didalam keadaan dia, tetapi ahli hukum administrasi negara melihat negara
didalam keadaan bergerak, begitu bergerak Pasal 20 ayat (2) bahwa setiap RUU
dibahas bersama, jadi dimana kekuasaan DPR iyakan, berarti disetujui bersama,
kan beda dengan Amerika kan?. Presiden tidak mencampuri di kongres, hanya yes
or no, kalau no ada mekanismenya.
Jadi, pembicaraan Tingkat II pun kita kacau, mestinya itu ada dua apa ya
session. Sesi pertama internal DPR, masa votting dengan pemerintah, 1.000 kali
votting satu-satu tidak akan dua satu iyakan, jadi vottingnya itu internal sesi pertama,
begitu sesi kedua antara DPR dengan pemerintah dan jika ada hal-hal yang tidak
mungkin masih ada alternatif yang disetujui sebab kalau DPR ada alternatif satu dan
dua lalu DPR memilih alternatif satu, pemerintah memilih alternatif dua kan tidak
mungkin ketemu. Jadi, ini hal-hal yang, karena itu DPD tidak ikut dalam persetujuan,
kalau ikut dalam persetujuan jadi tiga, harus kita atur bagaimana vottingnya.
Berikutnya saya tidak, bukan tidak setuju dengan pemanggilan paksa, rumusannya
yang harus kita lihat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
peraturan mana yang anda tunjuk disitu cara manggilnya, KUHAP tidak mengatur
ini, jadi anda tidak selesai dengan inikan. Dimana ancaman seseorang disandera,
dimana mekanismenya, semuanya menunjuk, coba lihat 72 ayat (3) dan (4) yang
sekarang dengan perubahannya menjadi sekian 8 ayat kalau tidak salah saya
melihat sepintas. Semua menunjuk peraturan perundang-undangan, coba beritahu
39

saya dimana peraturan perundang-undangannya, kan tidak ada, belum ada. Apakah
disini karena ini undang-undang lebih rinci bagaimana siapa yang manggilnya, siapa
yang, iyakan. Lalu manggilnya itu juga jangan diserahkan begitu kebutuhan komisi
atau panitia, panitia itu yang ribut, harus dia keputusan lembaga, belum tentu
penilaian panitia dia sedang melakukan pengawasan atau sedang melakukan
penyidikkan, inikan masalahnya. Rasanya dia pengawasan tetapi sebenarnya ini
penyidikkan, sudah bidang institusi lain, saya tidak bicara pansus yang mana, tetapi
penilaian-penilaian seperti ini tunggu dulu, jadi oleh karena itu perlu mekanisme
tidak selesai di alat kelengkapan harus dia menjadi produk dewan untuk bisa, karena
ini menyangkut pelanggaran hak asasi. Dia panggil paksa sandera itukan
pelanggaran hak asasi, hanya dibenarkan kalau diatur oleh undang-undang,
undang-undang mana yang mengatur KUHAP bukan mengatur ini. KUHP
materilnya, formilnya pada KUHAP ini yang tidak diselesaikan yang saya anggap
tidak diselesaikan masalahnya didalam undang-undang yang kita bikin.
Begitu juga misalnya dalam hal penyidikkan, harus dengan ijin presiden, itu di
Undang-Undang Pemda itu sudah dianggap bertentangan oleh MK kan?, terhadap
kepala daerah, padahal itu bukan membeda-bedakan, kalau kita baca ini riwayatnya
waktu kami membuat Undang-Undang No.3 Tahun 1970 pertama kali penyidikkan
itu dengan ijin Presiden, karena apa, ini jabatan-jabatan politik, orang bisa dipecat,
diberhentikan sementara begitu dia jadi terdakwa padahal dibikin-bikin saja alat
politik pihak lawan untuk dan Presiden juga itu bukan datang minta ijin ke Presiden,
lalu Presiden tidak berani tolak dalam waktu 60 hari pidato tidak ditolak maka
dianggap setujui, harus ada staff di Presiden yang memeriksa, ini politisasi atau
benar-benar kriminal, sehingga karena ini yang dihadapi lembaga-lembaga politik.
Jadi, ada permasalahan-permasalahan seperti itu antara keinginan kita ketika kita
rumuskan didalam norma dengan bagaimana dalam pelaksanaannya.
Kemudian terakhir yang masih banyak lagi saya ambil BPHN Pak Fahri.
BPHN sendiri kalau bapak tanya itu akan mengeluh, mereka bikin apa, berita bikin b,
yang mereka godok lain dengan apa yang di godok pemerintah, dari dulu waktu
pertama Baleg dibentuk Tahun 1999 saya termasuk yang meminta supaya itu
dibawa ke DPR, kalau tidak mau dikasih dia lembaga yang tengah-tengah yang bisa
dipakai oleh pemerintah, yang bisa dipakai oleh DPR, nampaknya juga sama
pemerintah mubazir sama seperti Presiden membuat apa namanya Keppres Komisi
Hukum Nasional. Apa yang dipakai dari Komisi Hukum Nasional oleh pemerintah,
iya toh, paling diskusi-diskusi iya toh, jadi padahal ini ada anggarannya biar sedikit
tetap ada tetapi kalau mubazirkan sama dengan BPHN bagaimana membuat dia
tidak mubazir.
Jadi, saya kira ini beberapa hal yang mengenai fraksi, dulu fraksi itu tidak ada
dalam undang-undang Pak, karena itu dianggap kebutuhan internal anggota, kenapa
dia diangkat dalam undang-undang supaya dapat biaya, dapat anggaran. Dulu fraksi
kita yang biayai, anggota yang biayai untuk membiayai fraksi, bagaimana caranya
dia diangkat menjadi materi undang-undang padahal dia bukan alat kelengkapan.
Jadi, bagaimana mekanisme fraksi ke dalam itukan urusan masing-masing fraksi.
Didalam pembentukkan undang-undang sudah ada putusan MK bahwa yang
dihadapi antar lembaga bukan lembaga lawan fraksi. Ini bagaimana meluruskan ini,
iyakan ada putusan MK begitu bahwa dalam pembahasan undang-undang itu antar
lembaga, jadi DPR berhadapan dengan Presiden dalam bidang tertentu dengan plus
DPD. Pemerintah sendiri yang mengeluh di MK waktu itu, waktu uji bahwa dia
menghadapi, dulu kami empat fraksi sebelum reformasi karena itu pembicaraan
dibikin bertele-tele, pembicaraan sampai Tingkat IV. Disini saya lihat pembicaraan
40

sampai Tingkat III itu berarti akan bertambah paripurna. Apakah kita
menyederhanakan paripurna yang menjadi sorotan atau menambah beban
paripurna, itu juga harus dipikirkan.
Saya kira kalau di lain negara paripurna itu malah, paripurna sedang berjalan
kami lagi ngomong dengan sekelompok anggota DPR dalam ruangannya, begitu
bunyi bel di ruangan dia, dia bilang ada votting, kami tinggalkan sebentar, karena
apa yang terjadi di paripurna itu sudah kesepakatan masing-masing. Jadi, orang
akibatorang dipaksa hadir di paripurna ada absen dan sebagainya, biar tidak
ngomong dia ngomong karena ada sorotan, sorotan masyarakat dia tidak pernah
ngomong ada TV, padahal ngomong di paripurna hanya masalah mekanisme, tidak
lagi bicara tentang materi, ini Undang-Undang Desa sudah dua tahun, tiga tahun
dibahas sampai di paripurna masih ada yang protes anggota, itu yang terjadi.
Jadi, ada hal-hal yang perlu dari berbagai pengalaman ini sebenarnya kita
harus ngatur dalam norma-norma untuk menambah maupun mengurangi,
mengerem dan sebagainya. Waktu saya sekarang lagi membuat Tata Tertib di DPD,
itu bagaimana kita mengurangi beban paripurna, kalau perlu lari ke Badan
Musyawarah dimana tercakup semua. Jadi, cara-cara seperti itu supaya bisa
disiasati. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik.

Bapak/Ibu Anggota Pansus yang kami hormati,


Hadirin yang berbahagia.

Ini sudah pukul 18.00 WIB lebih melampaui waktunya, jadi kami tidak akan
perpanjang komentar, masukan-masukan ini tadi sangat-sangat bermanfaat dan
sungguh-sungguh kami perhatikan dan mohon berkenan nanti Prof. Lukman, Prof.
Haris dan Prof. Zain jika kami membutuhkan lagi pikirannya bisa menghadiri lagi
undangan kami.
Jadi sekali lagi kami menyampaikan atas nama pimpinan dan atas nama
anggota pansus, menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya atas
masukan yang sangat berharga bagi kami di pansus untuk kepentingan kita
bersama membangun dewan kedepan yang lebih kredibel, yang lebih berwibawa
dan lebih berintegritas.
Sekali lagi, saya menyampaikan terima kasih, demikian juga kepada seluruh,
semua anggota pansus kami ucapkan sampaikan ucapan terima kasih banyak. Atas
ijin saudara-saudara sekalian rapat pansus ini kami skors dan nanti akan kita
lanjutkan pukul 19.30 WIB. Rapat kami tutup sekali lagi terima kasih.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 18.00 WIB)

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
41
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- : XII
JENIS RAPAT : Rapat Dengar Pendapat (RDP)
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Selasa, 20 Mei 2014
WAKTU : Jam 19.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Pansus C, Gd Nusantara II Lt.3
KETUA RAPAT : Nurul Arifin, S.IP., M.Si. (Wakil Ketua Pansus/F.PG)
ACARA : RDP dengan ADEKSI, ADKASI, Prof. Irfan Ridwan
Makhsum, dan Koalisi NGO
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 7 orang dari 30 Anggota Pansus
3 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
3 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
2 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
- dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
2 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
- dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN
- dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
- dari 2 orang Anggota;
2

8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA


RAYA
- dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
- dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. AGUNG SANTOSO, S.H. 463
2. H. HARRY WITJAKSONO, S.H. 478
3. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540
FRAKSI PARTAI GOLKAR
4. IR. H. AZHAR ROMLI, M.SI 194
5. NURUL ARIFIN, S.IP, M.Si 214
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
-
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
6. AGOES POERNOMO, S.IP. 83
7. H. TB. SOENMANJAJA, S.D. 70
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
-
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
-
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
-
FRAKSI PARTAI GERINDRA
-
FRAKSI PARTAI HANURA
-

2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter

3 Tamu/undangan
1. Prof. Irfan Ridwan Makhsum, Guru Besar Fisip-UI
2. Sulastio, Direktur IPC
3. Erik Kurniawan, Peneliti IPC
4. Abdur Rozak Peneliti IRE
5. M Zainal Anwar, Peneliti IRE
6. Sunaji Zamroni, Peneliti IRE
7. Ronald R, Direktur Advokasi PSHK
3

8. Fajri Nursyamsi, PSHK


9. Amira Woworuntu, Tim Media PSHK
10. Danar, Spm Pattiro
11. Yunie, SPM Pattiro
12. Ibeth Koesrini, KID
13. Joko Sustanto, ADEKSI
14. Arief Aviyanto, ADEKSI
15. Faisal, ADEKSI
16. Muhammad Rodhi, ADEKSI
17. H. Sakhrudin, ADKASI
4

KETUA RAPAT (NURUL ARIFIN, S.IP., M.Si/WAKIL KETUA PANSUS/F-PG):

Skor saya cabut.

(SKORS DICABUT PUKUL 19.45 WIB)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat malam, dan
Salam sejahtera untuk kita semua,

Saudara-saudara Pimpinan Pansus dan Anggota Pansus yang saya hormati,


Dan yang saya hormati juga rekan-rekan dari ADEKSI (Asosiasi DPRD Kota
Seluruh Indonesia) dan ADKASI (Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh
Indonesia), dan
Yang mulia Prof. Irfan Ridwan Makhsum, Guru Besar FISIP UI,

Kita belum pernah ketemu Pak, padahal saya di sana kuliahnya.

Dan Rekan-rekan Koalisi NGO, ada dari PSHK ya, teman-teman Formapi,

Formapi ada yang mewakili?


Kelihatannya tidak ada ya.

DPC Mas Tio, Fitra,

Fitra ada?
Belum datang.

Dan ICW,

Dari mana lagi Mas?


IRE ya. IRE ini tiga orang. Rombongan.
Sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 240 maka rapat dengar
pendapat umum pada malam hari ini saya nyatakan terbuka untuk umum.
Menurut catatan dari Setjen daftar hadir telah ditandatangani oleh tadinya
cuma 6 orang ya sudah kourum begitu. Mengingat agenda rapat dengar pendapat
umum hari ini adalah dalam rangka masukan dan tidak ada pengambilan keputusan
maka dengan ini rapat bisa segera kita mulai.
Sebelum melanjutkan saya mengucapkan terima kasih sekali lagi dan
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan
hidayah buat kita semua, sehingga kita bisa menghadiri Rapat Dengar Pendapat
Umum Pansus DPR RI mengenai RUU tentang Perubahan MD3 dalam keadaan
sehat walafiat.
5

RUU tentang Perubahan Undang-undang MD3 merupakan RUU usul inisiatif


DPR RI yang disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan tanggal 24 Oktober 2013.
Selanjutnya DPR RI menyampaikan RUU inisiatif ini kepada presiden, dan
selanjutnya dalam rapat Badan Musyawarah DPR RI tanggal 23 Januari 2014
disetujui bahwa penanganan atas RUU tentang Perubahan Undang-Undang MD3
ini dibahas oleh sebuah panitia khusus.
DPR RI telah membentuk panitia khusus yang beranggotakan 30 orang
anggota DPR RI yang disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 28
Januari 2014.
Agenda rapat-rapat Pansus juga sudah dimulai dan dilakukan pada pemilihan
Pimpinan Pansus pada tanggal 11 Februari 2014. Untuk diketahui adapun komposisi
Pansus adalah sebagai berikut: Yang terhormat DR. Benny K. Harman dari F-PD,
saya sendiri Nurul Arifin dari F-PG, Bapak Ahmad Yani hari ini tidak hadir dari Fraksi
PPP sebagai Wakil Ketua, dan Bapak Fahri Hamzah dari Fraksi PKS tidak hadir
juga. Tadi hadir Pak ya.
Dan berikut kami perkenalkan juga ini Bapak-bapak sekalian, Anggota
Pansus yang hadir ada Bapak Harry Witjaksono dari F-PD, Bapak Sumandjaja,
Bapak Agus Poernomo, ini spesialis undang-undang semua Pak, dan Bapak Hasan
Romli dari F-PG. Jadi semoga biar pun sedikit anggota yang hadir tapi efektif,
karena menjelang hari-hari terakhir masa tugas memang seperti ini katanya
kondisinya, walaupun saya baru mengalami kali ini.

Saudara Pimpinan Pansus dan Anggota Pansus serta Hadirin yang


berbahagia,

Sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 126 untuk mendapatkan
masukan untuk penyempurnaan RUU dan pengkayaan sebagai bekal pembahasan
dengan pemerintah maka Pansus mengundang berbagai kalangan baik dari instansi
pemerintah, akademisi dan berbagai perguruan tinggi, praktisi LSM, dan pihak-pihak
lain yang dapat memberikan saran dan masukan terhadap draft RUU yang akan
dibahas oleh DPR RI bersama-sama dengan pemerintah ini.
Sebelum mendengarkan saran dan masukan terhadap RUU tentang
Perubahan Undang-Undang MD3 ini maka kita harus bersepakat tentang waktu Pak,
kira-kira sampai pukul 22.00 atau sesuai dengan Tatib 22.30 WIB atau mau sampai
23.00 WIB, silakan Pak kesepakatannya.
Baik, term yang pertama sampai dengan 21.30 WIB ya. Iya kasihan yang dari
pagi katanya.
Kita setujui Bapak-bapak sampai pukul 21.30 WIB term yang pertama.

(RAPAT : SETUJU)

Baik, untuk yang pertama kita akan mendengarkan dari ADEKSI, sudah hadir
Pak ya, materi khusus ADEKSI ini menyangkut pandangan lebih jauh terkait dengan
permasalahan yang dihadapi DPRD provinsi Pak dalam menjalankan tugas
6

konstitusionalnya yang masih belum dapat diatasi dengan adanya Undang-Undang


No. 27 Tahun 2009 ini. Kemudian yang berikutnya posisi anggota DPRD dalam
Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 dan permasalahannya. Dan kemudian upaya
penguatan bagi DPRD yang diperlukan diatur dalam Perubahan Undang-Undang
No. 27 Tahun 2009. Dan terakhir apakah terdapat masukan tanggapan lain yang
terkait dengan Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 ini serta RUU Perubahannya
terhadap Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 dalam rangka untuk menciptakan
lembaga perwakilan daerah yang lebih kredibel, transparan, dan bertanggung jawab
kepada amanat rakyat.
Silakan Pak.

ADEKSI (JOKO SUSANTO):

Baik, terima kasih.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat malam, dan
Salam sejahtera untuk kita semua,

Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati,


Para tamu undangan,

Pertama ijinkan saya menyampaikan permohonan maaf karena Ketua Umum


yang sedianya hadir delay pesawatnya Pak, jadi tadi kita telpon, HP-nya sudah tidak
aktif, mungkin msh di pesawat. Dan saya juga tidak yakin apakah itu akan sampai di
acara ini.
Baik, karena itu saya ingin memperkenalkan diri, saya Joko Susanto Direktur
Eksekutif ADEKSI (Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia) jadi bukan provinsi
seperti yang disebutkan tadi. Asosiasi DPRD Kota.

KETUA RAPAT:

Iya.

ADEKSI (JOKO SUSANTO):

Iya baik. Saya ingin membacakan usulan ADEKSI saja.


Pertama ADEKSI melihat bahwa momentum revisi Undang-Undang No. 27
Tahun 20009 seharusnya menempatkan kembali DPRD sebagai lembaga legislatif
daerah. Kedudukan sebagai unsur penyelenggara, unsur pemerintahan daerah
membuat posisi DPRD tidak tegas dihadapan pemerintah daerah, sehingga
mekanisme kontrol tidak bisa berjalan dengan baik. Selain membuat lemah
dihadapan pemerintah daerah, DPRD juga lemah dihadapan pemerintah pusat
dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.
7

Kedua, DPRD harus ditempatkan kembali sebagai lembaga perwakilan rakyat


daerah yang berkedudukan sebagai badan legislatif daerah. Dan karena kedudukan
sebagai lembaga perwakilan rakyat dalam menjalankan fungsi sebagai badan
legislatif maka pengaturan tentang DPRD harus diatur dalam undang-undang bukan
dalam bentuk pengaturan yang berada di bawah domain pemerintah pusat seperti
peraturan pemerintah, peraturan menteri atau bahkan surat edaran menteri,
pengaturan lebih lanjut bisa dijabarkan dalam peraturan daerah atau peraturan tata
tertib DPRD.
Ketiga, terkait dengan hak DPRD yang tertuang dalam Pasal 350 huruf g
disebutkan mengikuti orientasi dan pendalaman tugas. Dalam penjelasan disebutkan
penyelenggaraan orientasi dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
setempat, sekretariat DPRD kabupaten/kota, partai politik atau perguruan tinggi.
Sementara itu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 57 tahun 2011 kata
“dapat” ternyata dimaknai terbatas pada pemerintah dalam hal ini Badiklat
Kementerian Dalam Negeri. Sementara partai politik, perguruan tinggi, sekretariat
DPRD harus mendapat “ijin” penyelenggaraan orientasi dan pendalaman tugas dari
Badiklat Kementerian Dalam Negeri jika akan melakukan kegiatan tersebut. Oleh
karena itu, ADEKSI mengusulkan agar dalam penjelasan huruf g ditambah menjadi
penyelenggaraan orientasi dan pendalaman tugas dapat dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah setempat, sekretariat kabupaten/kota, partai politik, Asosiasi
DPRD atau perguruan tinggi.
Keempat, terkait dengan pembentukan fraksi, ADEKSI meminta kepada
Pansus revisi Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 agar syarat pembentukan fraksi
harus lebih diperketat untuk mendorong adanya koalisi dan pada akhirnya efektifitas
mekanisme pengambilan keputusan di DPRD lebih maksimal.
Kelima, ADEKSI berharap dalam pembahasan revisi Undang-Undang No. 27
Tahun 2009 terkait dengan ketentuan mengenai penyelenggaraan jenis-jenis rapat
tertentu yang berlangsung tertutup dihilangkan.
Keenam, ADEKSI mendukung mekanisme recall oleh partai yang harus
disandingkan dengan ketentuan bahwa recall itu sendiri dapat dilakukan oleh partai
hanya jika diminta oleh konstituen. Ini untuk menyimbangkan antara kontrol dari
partai dan pertanggungjawaban politik anggota DPRD kepada pemilihnya.
Demikan, terima kasih .

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Joko yang sudah mewakili ADEKSI.


Kalau saya lihat masukan-masukan dari Bapak tidak jauh berbeda dengan
ADKASI Pak, mungkin sudah ada komunikasi sebelumnya begitu. Ini kan ADKASI
tidak ada, apakah Bapak mewakili juga? Karena saya membaca masukannya juga
kurang lebih sama.
8

ADEKSI (JOKO SUSANTO):

Tidak, kami tidak mewakili ADKASI cuma kami tadi tanya apakah akan
datang, bahkan katanya Ketua Umumnya akan datang. Tapi saya tidak tahu. Terima
kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Joko untuk masukkannya.


Sebetulnya ini yang kedua adalah dari ADKASI tapi ADKASI belum datang,
belum hadir ya? Belum ya. Jadi untuk materi khusus berikutnya kami persilakan
yang mulia Prof. Irfan Ridwan Makhsum untuk memberikan pandangan lebih jauh
terkait dengan materi mengenai yang pertama DPRD sebagai lembaga perwakilan
daerah namun berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
yang anggotanya berkedudukan sebagai pejabat daerah. Dan upaya penguatan alat
kelengkapan yang ada di DPRD provinsi, kabupaten/kota agar dapat bekerja dengan
lebih efektif.
Kami persilakan Pak.

Prof. IRFAN RIDWAN MAKHSUM (FISIP U-I):

Terima kasih Pimpinan Rapat atas waktunya.


Tentu saya menyampaikan rasa bahagia saya diundang di dalam forum ini.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua,

Menyambung apa yang disampaikan oleh rekan ADEKSI, saya juga akan
mengutarakan beberapa tentang hal DPRD terlebih tadi Pimpinan meminta ternyata
ada satu-dua hal khusus yang diarahkan ke saya. Namun sebelumnya ingin saya
refleksi, bukan pijak refleksi, soal diaturnya DPRD di dalam satu undang-undang
yang khusus namanya Susduk, ini satu berkas sendiri. Jadi memang sejak
Indonesia merdeka sudah sejak lama DPRD diatur bersama dengan DPR dan MPR,
jadi berkah. Kita merdeka, the founding father nampaknya kuat keinginan atau visi
paradigmatik begitu ya boleh saya nilai tekanan terhadap nilai demokrasi.
Guru saya Prof. Benyamin Husein di dalam risetnya lebih spesifik bahwa
pada saat itu nilai partisipasi dan demokrasi, karena itu lembaga perwakilan lokal
diberi tempat besar disandingkan dengan parlemen. Nah, sebetulnya di dalam
praktek berbagai negara kelaziman pengaturan lembaga perwakilan lokal bersama
parlemen itu terjadi di berbagai negara yang berbentuk federal khususnya negara
bagiannya, lembaga perwakilan untuk negara bagian. Jadi disebutnya sih senat.
Senat negara bagian diatur bersama dengan senat federalnya.
Nah, kalau lembaga perwakilanya di negara federal itu tidak diatur di dalam
undang-undang yang lain, kalau seperti ini kesan orang Indonesia tidak menjunjung
9

demokrasi gitu. Sehingga kita cari cara lain walaupun negaranya kesatuan dari
negara nasional langsung local government, karena itu langsung diatur bersama kita
punya bias mendorong demokrasi lokal lebih kuat. Nah, ternyata sampai sekarang.
Dan di dalam revisi rancangan undang-undang yang akan memperbaiki 27 dan 29
juga saya lihat masih dijaga.
Ini saya kira ini tidak perlu dipersoalkan, kalau disoalkan seolah-olah flash
back apakah mau dikeluarkan. Sebetulnya intinya adalah kita ingin memperkuat
lembaga DPRD kan supaya punya sumbangan, kontribusi terhadap efektifitas
pemerintah. Jadi sebetulnya buat saya orang FISIP, Ibu Nurul, sebetulnya kalau
masuk jurusan Administrasi Publik bisa ketemu saya, karena masuknya politik
jadinya ketemunya Pak Kamarudin. Nah, buat saya dipisah atau dijadikan dalam
Susduk ini samimawon yang penting isinya.
Nah isinya, soal isi ini Pak, soal isi saya lihat kita Pansus ini dalam hal
besarnya menurut saya harus sinkron dengan Undang-Undang Pilkada. Kalau
Pilkada itu diputus ke DPRD tentu ini kan harus menyesuaikan. Saya orang yang
diundang oleh Pansus yang lain yang ngomongin Pilkada, dan saya ke mana-mana
bilang ke DPRD, jangan Pilkada langsung, baik kabupaten/kota maupun provinsi.
Kita tidak cocok. Mau cari nilai positif dan negatifnya tidak akan selesai-selesai,
kejar-kejaran. Jadi Pilkada itu memang ada positifnya, tapi orang juga ngomong
negatifnya, tidak selesai-selesai itu. Nah yang saya argumen adalah soal sistemnya,
sistem Indonesia dalam pemerintah daerah itu ada wakil pemerintah, di pundak
gubernur, sejak Belanda mengembangkan pemerintahan Indonesia itu kita mengacu
sistem yang mengadopsi sistem wakil pemerintah dengan dekonsentrasi, jadi
gubernur itu di samping sebagai kepala daerah dia wakil pemerintah. Tanggung
jawab sebagai wakil pemerintah itu dengan azas yang namanya dekonsentrasi.
Dekon itu menyebabkan yang diserahi tugas adalah bawahannya Pak. Bawahan
tidak bisa berkutik. Karena itu dengan Pilkada langsung bisa stress orang
menduduki jabatan. Lalu tidak cocok. Di negara-negara yang mengadopsi sistem ini
tidak ada Pilkada langsung, hanya Indonesia. Indonesia yang pernah Pilkada
langsung sebelum ini Pak tahun 1957, Undang-Undag No. 1 Tahun 1957 kita
mengadopsi Pilkada langsung, sehingga the founding father pecah kongsi,
Muhammad Hatta keluar, saya tidak jadi Wapres lagi Pak Karno. Kenapa? Karena
Undang-Undang No. 1 1957 sudah diketok dan ada Pilkda langsung. Saya tahu
masyarakat kita akan tercabik-cabik dengan Pilkada langsung. Ini Muhammad Hatta
keluar, undang-undang itu berlaku tapi jalan efektif. Tetapi penyusun undang-
undang itu hebat, orang-orang hebat, karena wakil pemerintahnya dicabut Pak,
undang-undang itu undang-undang yang satu-satunya sejarah Indonesia yang tidak
meng-adopsi wakil pemerintah. Cek. Tidak ada dual function baik di bupati, wali kota
maupun gubernur, karena penyusunnya tahu mau mendorong Pilkada langung.
Nah, kalau kita pilih Pilkada langsung, bagi wakil pemerintah saran saya
dicabut, itu yang Undang-Undang Pansus Pemda itu. Kalau mau Pilkada langsung
cabut dulu wakil pemerintah, tidak compatible sistemnya. Selama Undang-Undang
Pemda Pasal 9 draft, Pasal 1 draft masih ngomong bahwa gubernur adalah wakil
pemerintah, Pilkada langsung, saya suruh ngomong di mana-mana tidak cocok, jadi
10

mendingan ke DPRD, terus kemudian Pak Benny tadi bilang perbaiki itu DPRD, dulu
itu banting setir memang ada money politic DPRD terus kemudian gaung itunya ke
masyarakat supaya money politic-nya geser. Ternyata sudah bergeser.
Nah, menurut saya saat ini kita harus sabar menunggu di sana, kalau saya
ditanya ya suruh ketok saja Pak, jangan Pilkada langsung, sehingga ini bisa yakin
Susduk kalau DPRD masuk ke Susduk ini juga tetap dipertahankan maka
tambahkan pasal mengenai tanggung jawab DPRD untuk memilih kepala daerah.
Nah itu sungguh menguatkan DPRD. Menguatkan DPRD itu di samping power.
Power itu ada lima DPRD, power itu legislasi kan, pengawasan, penganggaran, ada
administratif juga, lalu ada sebetulnya di negara lain sifatnya yudicial reich. Bisa
mengecek materi undang-undangnya birokrasi Pak, itu kan perundangan yang
dikeluarkan birokrasi daerah itu bertentangan dengan DPRD tidak, dengan Perda
tidak. Nah, kita kasih itu, hanya tiga. Lalu Dirut administratif juga sekarang dikurangi,
nah power-nya memang banyak dikurangi. Jadi 5 ... power DPRD itu, 3 dan 3 itu
juga terkurangi, bisa dibuatkan itu.
Nah, lalu keuangan, tadi kawan saya dari ADEKSI bilang menteri jangan
ngatur-ngatur, sebetulnya lalu harus dilihat kedudukan, jadi menguatkan DPRD itu
bisa power, keuangan, sama kedudukan. Kalau ngomong menteri jangan ngatur-
ngatur saya harus ngomong kedudukannya dulu, kita rezimnya memang partner,
DPRD itu partner pemerintah. Ada pilihan lagi Bapak-bapak soal ini, tambah pusing
Bapak-bapak. Memang kalau pusingnya di kampus cukup di kelas, kalau Bapak-
bapak bisa efeknya keluar-keluar ke masyarakat, jadi kalau saya sampaikan bisa
pusing. Paradigma kita itu partner, kalau negaranya negara mantan jajahan Eropa
kontinental memang banyak yang berparadigma DPRD-nya itu partner pemerintah.
Kita dijajah Belanda, Belanda dijajah Perancis, mereka itu punya tradisi partner.
Nah, kalau dijajah Inggris-Amerika DPRD itu bosnya birokrasi, south of authority of
local goverment itu Inggis-Amerika. Kalau kita mau switch ke Inggris-Amerika
monggo pilihan bangsa Indonesia, tapi diracik benar-benar itu dampak hukumnya itu
harus dirinci satu-satu. Nah, kita juga masih mempertahankan partner, jadi kalau
partner urusan yang terkait dalam negeri, presiden bisa minta tolong menteri dalam
negeri mengatur. Karena itu hal-hal yang terkait pemerintahan daerah, menteri
dalam negeri disuruh presiden, di dalam kaitannya ini terkait dengan bahwa
desentralisasi itu mmemancar dari pemerintah, dari SBY, karena itu apa yang terkait
dengan pemerintah daerah sesungguhnnya bisa dibantu oleh menterinya, gitu loh.
Di negara federal juga begitu, bukan DPRD itu adalah pancaran dari DPR, sehingga
mengatur diri sendiri. Nah, desentralisasi memancar dari kekuasaan eksekutif.
Negara federal, local goverment-nya yang saya maksud, bukan negara bagiannya.
Local government di negara federal itu di bawah negara bagian. Jadi ini federal,
negara bagian, baru local goverment. Local goverment ini memancar dari eksekutif
negara bagian. Karena itu eksekutifnya ngatur dan ngurus, kalau tidak sanggup
dibantu sama seseorang yang namanya menteri dalam negeri, di sana ada di setiap
negara bagian di negara federal yang membantu presidennya. Di kita negara
kesatuan ya ministry of home affairs. Nah, jadi wajar, yang penting ngaturnya itu
membuat DPRD kuat saja menurut saya. Jadi tidak soal kalau menterinya yang
11

mengoperasionalkan pengaturan dari presiden itu kemudian mendorong DPRD itu


bisa efektif sebagai partner pemerintah, karena kita rezimnya, paradigmanya adalah
partner.
Nah, saya kira soal tadi yang saya sebut mohon maaf Mbak Nurul tadi
menyebut ada kelengkapan dan sebagainya itu mengikuti itu, kalau pilihan
paradigmatiknya jelas maka nambah uang, nambah orang, nambah yang teknis itu
bisa dipikirkan. Tinggal kita harus jelas dulu.
Saya kira itu dululah. Terima kasih.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Prof. Irfan, kadi menarik sekali masukannya. Kami memang
masih membahas RUU Pilkada Pak dan Pemda, dan kebetulan teman-teman ini
semua juga masuk di Pansusnya, besok baru akan diteruskan pembahasan di
Undang-Undang Pemda.
Dan untuk informasi ke Pak Joko, DIM dari kita itu banyak dihapus Pak, oleh
pemerintah, ditolak, ditolak, ditolak, jadi mungkin penguatan untuk ke DPRD kita
harus menunggu Pak. Menunggu amandemen dari Undang-Undang Dasar 1945
mau ditaruh dimana dulu itu DPRD begitu. Nanti kita dengar penjelasan Pak Sun
karena beliau pakar pasal-pasal Undang-Undang Dasar itu menguasai sekali begitu.
Dan berikutnya, kepada rekan-rekan dari koalisi NGO, siapa dulu Mas?
Mas Tio?
Oh Mas Ronald dulu silakan dari PSHK. Silakan Mas.

NGO (RONALD R/PSHK):

Baik, terima kasih.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


selamat malamBapak/Ibu, Pimpinan dan Anggota Pansus RUU MD3,

Saya dibantu oleh sekretariat, terima kasih Pak, sudah ditampilkan


presentasinya. Karena memang waktunya tidak banyak, terbatas, jadi kami dari
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan Undang-Undang MD3 mencoba
memaparkan dulu pokok-pokok isunya gitu ya. Karena nanti sambil kemudian RUU
ini dibahas tentu seperti biasa kita akan terus berinteraksi menyampaikan sejumlah
catatan kritis dan masukan.
Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri dari berbagai organisasi, ada PSHK,
kemudian Masyarakat Tranfaransi Indonesia, Tranfaransi Internasional Indonesia ya
Fitra, kemudian Indonesia Parliamentary Center, Indonesia Budget Center,
Komunitas Indonesia untuk Demokrasi.
12

Catatan kami yang pertama adalah ini menyangkut soal proses, jadi sebelum
masuk ke substansi kami akan sampaikan dulu proses yang menurut kami proses
yang kami rekomendasikan ini prosfektif untuk kemudian memperlancar durasi
pembahasan atau kemudian waktu yang dibutuhkan oleh Pansus ini membahas
RUU MD3. Yang semuanya sudah pernah diprakteknya oleh Pansus RUU Susduk
yang kemudian menjadi Undang-Undang MD3, ada tiga hal, pertama soal
bagaimana memperkuat penggunaan DIM, jadi supaya lebih ringkas tentu kami
merekomendasikan berdasarkan pengamatan kami dari berbagai rapat yang
diselenggarakan di DPR, penggunaan DIM didampingi melalui metode
pengelompokan atau klusterisasi isu. Jadi di tingkat isunya sudah sepakat, nanti
akan lebih mudah Timus dan Timsin untuk menuntaskannya.
Kemudian ini dia terobosannya, meskipun ini adalah paket Undang-Undang
Politik, tapi semua rapatnya bisa langsung terbuka. Kalau tidak salah dulu Pak Agus
Purnomo, Pak Azhar Romli juga terlibat dalam RUU Susduk yang jadi MD3, Pak
Suman juga. Kemudian nah ini terobosan yang tidak pernah diatur dalam Tatib tapi
kemudian oleh Pimpinan Pansus RUU Susduk yang lalu dipraktekkan sehingga
kemudian relatif bisa akseleratif dalam membahas dan mengambil keputusan.
Nah berikutnya, nah ini adalah dua kesimpulan yang kami temukan terhadap
bacaan RUU MD3 ini. Jadi di satu sisi ada keinginan untuk memperkuat wewenang
atau otoritas secara individu maupun kelembagaan, tapi ada beberapa temuan pasal
yang mengkonfirmasi itu dan sasarannya adalah mendongkrak kinerja. Dan yang
kedua adalah skala atau porsi tentang transparansi dan akuntabilitas itu mengecil
bahkan ada yang minus. Sebenarnya kan secara logis tidak ada masalah kalau
wewenang atau otoritas DPR menguat begitu ya. Jadi ada yang menguat tentu
harus dibarengi dengan situasi kontrolnya yang begitu kuat juga. Nah, kontrol itu
bisa difasilitasi melalui ruang yang transfaran dan akuntabel.
Nah, ini kami coba sekelumit saja untuk MPR ini, memang pada kali ini kami
akan mencoba lebih menyoroti ke DPR tapi agak tersentil kami ketika menemukan
penambahan Pasal 4A dan 4B ini. Nah, yang menarik adalah, slide berikutnya Pak,
Bapak/Ibu bisa mengamati ternyata kalau kita amati dari Undang-Undang No. 22
Tahun 2003 sampai RUU MD3 memang ada trend MPR diperkuat ya, ditambah
wewenangnya melalui level undang-undang gitu. Jadi ada yang memang kalau di
Undang-Undang No. 22 tahun 2003 itu tetap seperti persis di konstitusi kita, tapi
mulai dari Undang-Undang MD3 sampai kemudian RUU MD3 memang ada trend,
kami menemukan itu ada penambahan gitu. Bahkan sempat ada wacana di Undang-
Undang No. 27 Tahun 2009 itu MPR periode mendatang diberikan tugas melakukan
pengkajian. Kemudian saya yakin Bapak/Ibu juga menyimak ada juga wacana MPR
diberikan wewenangnya untuk menyelenggarakan forum yang menyampaikan
laporan pertanggung jawaban lembaga negara, meskipun kemudian ini di naskah
RUU-nya itu tidak muncul, tapi kira-kira begitu cuplikan tentang bagaimana
kemudian MPR ini trendnya begitu kira-kira ya, tentu kita punya masing-masing
penafisran, tapi pro kontranya pasti akan mengulang. Saya yakin dulu soal MPR itu
didorong joint session atau kemudian tetap permanen seperti yang sekarang pasti
akan terus muncul.
13

Berikutnya, nah ini beberapa cuplikan saja contoh pasal-pasal yang


mengkonfirmasi adanya perluasan otoritas dan wilayah DPR itu. Ada beberapa yang
sifatnya harmonisasi dan itu memang benar, misalnya saya ambil contoh terkait
dengan kewenangan DPR turut membahas perjanjian internasional, karena itu harus
disinkronkan dengan Undang-Undang Perjanjian Internasional.
Kemudian masa sandera yang 15 hari menjadi 30 hari, kemudian ada produk
DPR yang sampai kepada level konsekwensi terhadap pengabaian rekomendasi
DPR ya. Kemudian berikutnya beberapa contoh lagi ini yang menyangkut soal DPR
kelembagaan dan individu anggota DPR.
Berikutnya, nah ini beberapa temuan kam ketika otoritasnya diperkuat di satu
sisi tapi kemudian ada yang mengecil begitu, harapannya sih maunya tetap sama-
sama diperkuat gitu, baik itu otoritas maupun ruang pengawasannya sehingga tidak
dimungkinkan terjadi atau tidak tersedia ruang untuk abuse of power.
Nah Pasal 73 ayat (5) nanti saya ambil contoh dalam slide berikutnya. Nah
yang kelihatan nampak itu adalah bagaimana Pansus RUU Susduk yang jadi
Undang-Undang MD3 itu sudah dengan brilian harus kita akui begitu meletakan
kewajiban evaluasi fraksi terhadap kinerja anggota dan melaporkan kepada publik.
Nah, dalam RUU ini ketentuan itu hilang, begitu kira-kira, jadi memang questionable
begitu, dan seharusnya yang seperti ini cukup dipertahankan saja, karena
sebenarnya dia sudah cukup baik gitu.
Nah, berikutnya ini kami mengambil sedikit cuplikan atau salah satu cuplikan
bagaimana RUU MD3 ini menyusutkan sebuah kalimat perundang-undangan yang
sebenarnya di Undang-Undang MD3 sudah cukup baik begitu. Kita coba bandingkan
dua klausul ini begitu powerfull-nya Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang MD3 tetapi
kemudian di RUU itu justru agak disembunyikan subjek ini, memang agak teknis dari
segi legal draft, tetapi ya memang begitu. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
menyarankan supaya penggunaan kalimat dalam perundang-undangan adalah aktif,
sehingga ketahuan siapa subjeknya yang punya kewajiban untuk melakukan atau
apa yang diperintahkan oleh undang-undang. Ini salah satu cuplikan saja.
Berikutnya karena ini revisi tentu kami menyadari bahwa memang ada yang
sudah cukup baik, yang positif, yang ada di Undang-Undang MD3, sehingga
menurut kami relevan untuk tetap dipertahankan bukan kemudian didrop begitu ya.
Lantas mana yang memang dianggap prospektif ada proses penjajakan, oh
ini misalnya soal nanti supporting unit perlu diperkuat oke, kita coba munculkan
dalam normanya, tapi yang jelas patut untuk ditelusuri kembali bisa saja kemudian
Pansus RUU Susduk dulu ada yang luput dalam mengakomodasi berbagai
terobosan sehingga gagasan baru bisa dimunculkan lagi di RUU MD3 ini.
Berikutnya target pengaturan ini kami bagi ada yang ke individu anggota
DPR, nanti juga ada yang ke fraksi, gitu ya, atau ke yang individu A, maaf ke
lembaga DPR. Nah, ini target penguatan yang ruang lingkupnya individual anggota
DPR. Pertama memang Undang-Undang MD3 sudah mengintrodusir soal hak bagi
anggota DPR untuk mengusulkan RUU. Cuma dalam pengamatan kami sedikit
anggota DPR yang mau mengusulkan satu RUU yang benar-benar menjadi politik
legislasinya dan itu dalam level tata tertib memang tidak terjembatani aturan secara
14

operasionalnya. Nah, jadi dalam pandangan kami ke depan tidak ada alasan buat
anggota DPR untuk tidak mengajukan usul RUU, karena disitulah sebenarnya
esensinya politik legislasinya muncul, sampai kemudian kalau memang dibutuhkan
dukungan keahlian dan anggaran, kenapa tidak itu dialokasikan, sehingga kemudian
tidak ada alasan anggota DPR untuk tidak punya ruang atau kesempatan untuk
mengusulkan RUU.
Kemudian mengajukan pertanyaan juga, sampai kemudian tadi, maaf di slide
berikutnya Mas, oke, nah ini tentang syarat pembentukan fraksi, sebenarnya ini
sangat potensial mengunci begitu ya, tapi untuk patut kemudian mempertimbangkan
bagaimana kemudahan atau menghindari kompleksitas pengambilan keputusan di
DPR, termasuk juga nanti efektivitas alat kelengkapan.
Yang kedua adalah soal penggunaan hak-hak kelembagaan DPR, kami
mendorong supaya penggunaan hak itu tidak langsung hak angket begitu ya, ujug-
ujug langsung hak angket begitu. Jadi kami mendorong praktek penggunaannya
adalah berjenjang dan beruntun, karena ternyata seringkali hak angket kan tidak
pernah berujung kepada sesuatu yang lebih konkrit misalnya atau hak menyatakan
pendapat, karena ternyata basisnya tidak begitu kuat begitu ya.
Kemudian seperti juga yang disampaikan oleh ADEKSI, kami mendorong
supaya praktek rapat tertutup sebenarnya ada tingkat-tingkatanya, bisa jadi
prosesnya tertutup, tapi hasilnya bisa diakses oleh publik begitu ya atau kemudian
rapatnya tertutup dokumennya boleh beredar karena sebenarnya kekhawatiran
anggota DPR terhadap situasi misalnya dimanfaatkan oleh lawan politik misalnya
atau kemudian akan menimbulkan isu-isu yang sebenarnya yang perlu muncul dulu,
sebenarnya itu bisa dimanfaatkan dalam bentuk kampanye gagasan begitu. Hal
yang sama kami temui juga misalnya di luar negeri pun ada kekhawatiran ini bisa
dimanfaatkan ruang-ruang terbuka itu oleh lawan politik misalnya. Tetapi yang agak
mengherankan mereka terbuka tetapi tetap kemudian dengan situasi oke kalau
lawan politik atau publik ingin menghakimi saya sudah bisa beberkan, sebenarnya
proses pengambilan keputusan adalah A sampai Z. Jadi ketakutannya sama tapi
kemudian bereaksinya beda gitu. Ada satu yang tetap ingin mempertahankan
terbuka, tetapi satu ada yang memang ingin tetap tertutup.
Berikutnya, nah ini tadi yang evaluasi terhadap kinerja anggota ini kami
sangat berharap Pasal 80 ayat (2) itu tetap utuh tidak didrop begitu Pak, Bu, karena
sebenarnya sudah cukup baik. Jadi kalau yang sudah cukup baik konstruksinya ya
tetap dipertahankan saja, tinggal kemudian dioptimalkan implementasinya.
Kemudian soal laporan atas kinerja komisi, tidak hanya pada saat akhir
jabatan ..., tetapi juga pada saat di tengah periode.
Berikutnya yang terakhir, tidak hanya membuka keterwakilan fraksi kecil,
karena yang kami amati juga Fraksi Hanura atau Gerindra menolak putusan BK
karena mereka tidak punya wakil dalam itu. Tapi di luar itu yang kami dorong adalah
hukum acara BK waktu itu masih di bawah kepemimpinannya Pak Nudirman Munir
waktu itu sudah menghasilkan beberapa hukum acara yang cukup baik. Dan akan
lebih strategis kalau itu dinaikan di level undang-undang. Jadi beberapa yang sudah
menjadi kesepakatan fraksi ya sudah cukup baik misalnya saya ambil contoh ada
15

model dugaan pelanggaran kode etik itu yang tidak memerlukan lagi pengaduan
misalnya yang sudah muncul di tengah masyarakat waktu itu memang ukuran
Badan Kehormatan adalah media begitu atau kehadiran di Rapat Paripurna. Kan itu
sudah tidak perlu lagi pengaduan karena sudah bisa dilihat langsung, karena itu
dinaikan di level undang-undang.
Dan yang terakhir, nah ini menyangkut soal DPD dan DPRD, untuk yang DPD
saya sudah menyerahkan ke Sekretariat simulasi pasalnya sebagai tindak lanjut dari
konsekwensi Putusan MK begitu. Saya tidak tampilkan di sini karena agak terlalu
teknis begitu. Jadi nanti bisa dipelajari oleh tim ahli. Untuk DPRD semua terobosan
yang baik ya, ideal yang diberlakukan bagi MPR dan DPR itu ternyata tidak muncul
di Undang-Undang MD3 dulu yang diberlakukan bagi DPRD. Dulu klausulnya adalah
mutatis, mutandis. Tapi bagaimana yang mutatis mutandis itu diimplementasikan
setidaknya sementara ini menjadi panduan Kementerian Dalam Negeri dalam
menyusun pedoman tata tertib itu tidak dioperasional karena itu tidak diterjemahkan
lebih teknis, sehingga spirit mutatis mutandis mencoba menurunkan terobosan-
terobosan yang ada di level MPR dan DPR itu tidak muncul di level DPRD. Nah kami
menyarankan, merekomendasikan sementara ini adalah menghindari ketentuan
mutatis mutandis tapi munculkan normanya. Dan itu bukan sekedar, memang
langkah awalnya adalah copy paste, tapi spiritnya kan adalah soal rapat terbuka
yang ada di DPR bisa muncul juga di DPRD, tapi jangan dimunculkan itu mutatis
mutandis, karena pasti akan tidak muncul nanti di dalam pedoman tata tertib.
Demikian Bapak/Ibu yang bisa kami sampaikan, highlight issue-nya, tentu
nanti bahan-bahan yang lebih konkrit bisa kita sampaikan pada saat rapat-rapat
pembahasan dengan pemerintah. Demikian terima kasih.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Mas Ronald yang sudah memberikan masukannya, cukup kritis
gitu ya, dan bisa menelanjangi apa-apa yang mencoba disembunyikan, kelihatannya
begitu ya.
Tadi kalau bicara soal evaluasi terhadap kinerja anggota DPR memang
kelihatannya sudah tidak perlu lagi menurut kami, karena Formapi sudah melakukan
itu dengan baik Pak, sangat komprehensif membuat penilaian kinerja para anggota
fraksi itu.
Baiklah yang berikutnya Mas Tio.
Jadi yang pertama itu Mas, poinnya adalah yang belum saya sebutkan tadi
mewujudkan parlemen yang partisipatoris dan akuntabel, kemudian yang kedua
upaya untuk mengefektifkan kinerja parlemen dan upaya penguatan terhadap tim
pendukung parlemen itu yang belum diberikan masukan oleh Mas Ronald tadi.
Kemudian pandangan terhadap materi di atas sesuai dengan konsentrasi lembaga
atau NGO yang bersangkutan.
Silakan Mas Tio.
16

NGO (SULASTIO/IPC):

Bapak/Ibu Anggota Pansus yang terhormat,


Rekan-rekan sekalian para undangan,

Saya akan menambahkan beberapa saja, sebagian besar tadi sudah


disampaikan oleh Ronald, jadi IPC memang merasa bahwa salah satu hal yang
sering kali menjadi pertanyaan atau juga mungkin gugatan dari publik adalah
rendahnya produk dari DPR. Dan salah satu yang kita lihat menjadi penyebab dari
rendahnya produk DPR adalah sistem pembahasan di DPR ini yang memang masih
sangat rumit. Dan itu disebabkan antara lain oleh jumlah fraksi yang terlalu banyak.
Nah, mengapa ini menjadi catatan kami soal jumlah fraksi ini, karena begini,
kalau kita melihat DPR periode sekarang maka seluruh fraksi, maaf seluruh partai
politik yang lolos parliament threshold maka dia otomatis menjadi fraksi. Dan apabila
ketentuan ini tidak diubah maka besok, ini saya mencoba mengambil hasil hitungan
sementara perolehan kursi, mudah-mudahan ini bisa berubah ya, tapi saya kira
dengan jumlah kelengkapan DPR yang, kalau ini juga dipertahankan ya alat
kelengkapannya masih 17 jumlahnya, sementara nanti akan ada partai yang hanya
mendapat 16 kursi maka pastinya dia tidak akan juga bisa mengisi alat kelengkapan
tersebut, itu yang pertama. Yang kedua, selain tidak bisa mengisi akan ada fraksi
yang hanya bisa menempatkan paling anggotanya satu atau dua yang dalam
pandangan kami tingkat efektifitas kerjanya juga tidak begitu optimal gitu. Nah, ini
juga sejalan dengan konstituennya. Jadi kalau dia tidak bisa berbuat banyak,
fraksinya tidak bisa berbuat banyak, lalu pertanggungjawaban kepada konstituennya
seperti apa gitu loh. Ini yang saya mau tekankan kenapa kita mesti agak ketat soal
pembentukan fraksi ini, tidak otomatis perolehan parliamentary threshold itu bisa jadi
fraksi, sebab itu akan berdampak besar pada model pembahasan di DPR. Kalau kita
lihat sekarang kan modelnya masih putaran ya, hampir sebagian besar modelnya
putaran, itu pasti makan waktu. Dan itu yang membuat banyak sekali produk DPR itu
yang lama sekali dibahas. Nah itu yang pertama.
Jadi memang harapan kami Undang-Undang MD3 ini bisa melanjutkan ya
memang ini juga harusnya salah satunya juga didorong oleh Undang-Undang
Pemilu, tapi kan kita semua tahu ternyata itu beberapa kali Pemilu juga tidak mampu
membuat jumlah pra partainya menjadi sedikit, malah cenderung stagnant ya.
Yang kedua soal komisi, komisi ini yang merupakan alat kelengkapan di
Dewan ini kalau dari catatan kami itu sudah ada dan sudah berlangsung I sampai XI
itu sejak zaman dulu. Sejak zaman 2004. 2004 ada Baleg ya Pak? Tambahan
Baleg. Oh 2009, ya maaf oke. Artinya memang tidak ada perubahan yang signifikan,
padahal kita tahu kita sekarang punya Undang-Undang Kementerian, jumlah komisi
di luar kementerian juga sudah sangat banyak, dalam catatan yang kami buat ini
bahkan ada satu komisi yang harus bekerja dengan 46 ruang lingkup kerja
berhadapan dengan 31 kementerian plus 3 kementerian koordinator. Ini sangat luar
biasa. Mengatur urusannya itu menjadi rumit. Bayangkan kalau ini dilakukan oleh
fraksi yang mohon maaf itu anggotanya juga terbatas gitu. Pasti akan kerepotan
17

membagi konsentrasi, membagi perhatian, membagi pekerjaan, dan sebagainya,


dan sebagainya. Nah, itu yang membuat kenapa undang-undang ini harus membuat
terobosan, jadi komisi yang ada sekarang ini saya kira harus saatnya mengacu ke
satu pasti Undang-Undang Kementerian, dua juga jumlah komisi yang ada, dan
kalau kami lebih menyarankan lagi ini mungkin agak menerobos jauh komisi ini
langsung saja strict kepada fungsi Dewan itu sendiri gitu loh. Karena Dewan punya 3
fungsi saya kira langsung dikaitkan dengan fungsi. Soal nanti modelnya apakah
nanti akan jadi 3 komisi atau nanti seperti apa, karena disebut komisi itu saya kira
teman-teman di Pansus bisa mengaturnya, tapi memang akan lebih bagus kalau itu
dikaitkan dengan fungsi Dewan.
Nah berikutnya soal sistem pendukung, ini yang saya lihat masih menjadi
reformasi setengah hati di DPR. Kenapa setengah hati? Karena ya DPR ini dalam
banyak kasus ya, dalam banyak kebijakan itu masih menggunakan ukuran-ukuran
yang itu diberlakukan untuk pegawai negeri sipil, padahal tentu kalau ini dikaitkan
dengan beban tugas DPR tentu sangat berbeda. Saya mau ambil contoh misalnya
begini salah satu tugas DPR itu kan harusnya bisa membuat APBN yang sifatnya itu
bisa menyamai APBN-nya pemerintah ya, tandingan. Kalau mau dibilang tandingan.
Tapi pertanyaan saya apakah itu bisa dilakukan oleh DPR. Kan agak susah itu
dilakukan dalam kondisi yang sekarang. Itu yang membuat banyak hal menjadi sulit
DPR bisa mengimbangi atau bahkan membuat satu kajian kritis terhadap kebijakan
pemerintah yang itu harusnya dilakukan oleh DPR. Dan dalam banyak kasus lain
saya kira. Jadi terkait sistem pendukung ini juga baik itu yang sifatnya Sekretariat
maupun yang tenaga pendukung lain memang harus dibuat lebih fleksibel, tidak
terbatas pada apa yang terjadi sekarang, dan saya kira orang bekerja di DPR ini
juga harus purely benar-benar dia memang sesuai dengan profesionalismenya,
keahliannya, dan jenjang kariernya itu betul-betul di DPR. Jadi orang yang memang
ahlinya legislasi ya memang kariernya di legislasi, tidak kemudian ya mohon maaf ya
tiba-tiba ditempatkan di bagian gedung misalnya atau ke bagian teknis misalnya
yang itu saya rasa akan mengganggu nantinya dukungan bagi DPR itu sendiri.
Nah, di banyak negara saya kira juga staf parlemennya juga jauh lebih
fleksibel ya, mereka bisa mengangkat staf-staf profesional dan mengunakan ukuran-
ukuran yang jelas. Mohon maaf, mungkin nanti bisa dikoreksi, dari obrolan kami
dengan beberapa tenaga ahli, ya nasib tenaga ahli yang juga kadang-kadang
menunggu kepastian di akhir tahun itu juga bisa mengganggu gitu loh. Jadi memang
harus ada satu hal yang membuat memang supporting system itu bisa bekerja
sesuai keahliannya dan memang dia bisa nyaman bekerja gitu loh, tidak kemudian
hanya mungkin mikiran nasibnya saja dia sudah bingung gitu loh, apalagi mikiran
nasib pekerjaannya, kan nanti bisa mengganggu tugas dia dalam konteks
mendukung kinerja parlemen.
Dan yang terakhir saya kira soal partisipasi dan akuntabel ya hal ini tentu
terkait dengan apa yang tadi disampaikan oleh rekan kami Ronald bila DPR tidak
mampu menampilkan satu hal yang baik kepada publik baik itu dalam soal produk,
karena ini yang selalu dikritisi setiap tahun, dua soal transparan, dan yang terakhir
adalah soal kinerja DPR dalam kaitannya kalau kita melihat konteks pengawasan
18

kan praktis selalu berhenti di tengah jalan gitu loh. Jadi seolah-olah ya jadi seperti
apa semangat di awal, tetapi kemudian sistemnya membuat dia harus terhenti di
tengah jalan. Nah, ini yang harus dipikirkan oleh DPR ke depan saya kira supaya
kerpecayaan publik itu tumbuh. Dan saya kira juga peran mungkin Humas DPR ya
yang juga belum optimal memang menempatkan DPR yang ya saya kira tidak
semua gambaran DPR itu kan seperti yang kita lihat hari-hari di media, tentu ada
gambaran, saya sendiri memahami banyak gambaran DPR yang berbeda dengan
media, tetapi kan itu tidak pernah tampil, karena memang ada kondisi juga yang
saya alami, kebetulan lembaga kami dulu pernah punya program tapi bekerja sama,
mau bekerja sama dengan Sekretariat Jenderal saja sulitnya minta ampun, bahkan
pernah juga waktu itu program kami Parlemen Pemuda mau meminjam gedung saja
itu sulitnya minta ampun. Jadi saya kira ini bukan persoalan bahwa kami minta
privilege atau apa, tapi kalau kita lihat di luar bahkan gedung parlemen itu jadi
tempat orang berkunjung, orang datang, yang menjadikan dia sebagai bagian
seperti aset negara itu kan saya kira awal, bukan harus kemudian kita oh DPR
dikunjungi banyak orang itu bagus, tapi setidaknya dari situ awal orang bisa melihat
bahwa oh seperti ini DPR dan sebagainya, dan sebagainya, sehingga itu bisa jadi
PR yang gratis ya bagi DPR tanpa perlu harus susah-susah membangun opini lagi
begitu loh. Ini yang saya lihat belum terlihat sekarang, DPR masih sangat tertutup
dari sisi setidaknya akses publik ya sehingga memang publik hanya kemudian
melihat dari satu sisi yaitu media.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. Mohon maaf kalau
ada kekurangan, mungkin nanti bisa ditambahkan oleh teman yang lain.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Mas Tio dari IPC.


Dulu sempat berkantor di sini Mas ya? Tapi sekarang pindah ke Marawas
keluar, ke Tebet ya.
Ya selamat datang juga untuk Bapak Solehuddin Ketua Umum Asosiasi
DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia.
Dan tadi Mas, kita memang punya draft itu untuk mereformasi kesekjenan.
Mas Tio sendiri ternyata mendapatkan kesulitan untuk mengakses masuk ke situ.
Dan ketika kami membuat draftnya di dalam RUU ini Pak, ini semua nasibnya sama,
DIM dari pemerintah itu dihapus semua, di-drop semua. Jadi kita akan masukan lagi,
kita akan coba terus begitu supaya DPR-nya sendiri lebih berwibawa, lebih
madirilah. Itu memang salah satu upaya untuk merevisi undang-undang ini untuk
membuat kinerja DPR lebih optimal.
Yang berikutnya Ibu, dari mana Bu?
19

NGO (IBET KOESRINI/KID):

Baik, terima kasih.

Selamat malam Ibu/Bapak sekalian, rekan-rekan,

Saya Ibet dari Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, anggota koalisi NGO.
Sudah banyak dipaparkan tadi sama Ronald dan Tio mengenai poin-poin
yang mungkin bisa kita kerjakan bersama. Saya sendiri cuma akan menambahkan
cuma ini menurut saya ini yang menurut saya jadi poin utama yaitu terkait dengan
kerangka representasi dalam Pasal 79 Undang-Undang MD3 ini. Jadi ketika
bernama Dewan Perwakilan Rakyat ya wakil rakyatnya di mana itu tergambar di
dalam, apa kemudian. Kalau catatan yang sempat kami diskusikan terkait dengan
kerangka representasi ini ada beberapa temuan ya yang menurut kami memang
perlu didiskusikan, syukur-syukur bisa kemudian didorong hitam di atas putihnya
begitu. Pertama kami melihat bahwa belum ada keterwakilan perempuan di fraksi,
di pimpinan, di pimpinan fraksi maupun alat kelengkapan Dewan.

F...(...):

Komisi IX dipimpin oleh perempuan.

NGO (IBET KOESRINI/KID):

Iya tapi belum merata semua Pak. Jadi kami menemukan seperti itu. Dengan
misalnya okelah ada penurunan jumlah anggota DPR perempuan ya di periode ini
gitu, tapi kalau kita hitung 97 dibagi 17 AKD gitu, kalau mau ideal memang ada 5
sampai 6 anggota Dewan perempuan di AKD gitu, dan kalau bisa memang mereka
didorong bisa menjadi pimpinan, apalagi kalau dilihat jumlah suara terbanyak
anggota Dewan itu perempuan dari 1 sampai 3 itu perempuan semua gitu, mestinya
itu bisa cukup merepresentasi gitu ya. Nah itu satu temuan tersebut. Jadi kami
mengusulkan dalam setiap unsur pimpinan fraksi dan AKD itu ada perempuan gitu,
karena isu perempuan masuk ke semua sektor menurut kami.
Temuan yang lain adalah terkait dengan pertanggungjawaban sebagai
anggota Dewan ya, nah ini yang kami menilai memang belum ada mekanisme dan
wadah untuk penyerapan dan pertanggungjawaban aspirasi. Kalaupun ada itu
inisiatif beberapa fraksi gitu, tapi menurut kami, menurut temuan kami memang
belum maksimal ya ada inisiatif anggota di inisiatif fraksi tapi belum menjadi sistem
yang perlu dijalankan oleh semua anggota dan fraksi. Nah, terkait dengan poin ini
sebenarnya kami mendorong pertanggungjawaban aspirasi ini melibatkan sumber
daya partai politik, karena ini bagian dari upaya kami untuk penguatan kelembagaan
partai politik. Jadi di luar partai politik selama ini memang banyak sekali anggota
Dewan yang menggunakan pin di luar struktur partai, di luar struktur partai seperti
itu.
20

Temuan yang berikutnya yang menurut kami memang perlu juga didiskusikan
adalah rapat-rapat DPR ini belum terbuka untuk umum terutama soal pembahasan
mengenai anggaran. Ya ini memang akan jadi perdebatan yang panjang, mungkin
tidak mudah jadi, tapi menurut kami ini cukup vital ya, ini terbuka untuk umum
supaya memang masyarakat tahu gitu proses pembahasan anggaran yang terjadi di
Dewan.
Terkait dengan reses, reses ini pertama kami menilai bahwa perencanaan
reses dan kunjungan kerja itu belum bisa diakses oleh publik. Jadi mungkin ada
rencana yang dibuat oleh anggota Dewan gitu tapi ini belum bisa diakses publik.
Jadi ini terkait dengan transparansi itu tadi informasi yang publik ini yang, mungkin
gini ada informasi yang mungkin bisa ditampilkan di web parlemen seperti itu atau di
web fraksi tapi juga ada mekanisme yang dibangun sehingga rencana itu juga
diketahui di daerah pemilihan, di konstituen.
Nah, selanjutnya masih terkait dengan rencana kerja reses dan kunker
tersebut sebaiknya juga dibangun mekanisme atau sistem yang memang kembali
lagi itu menjadi bentuk pertanggungjawaban anggota Dewan dengan konstituennya.
Terakhir soal sistem pendukung operasional DPR, tadi Ibu sudah sempet,
disinggung sama Tio juga, kami menemukan ini belum cukup efektif dan terbuka,
misalnya risalah rapat itu bagaimana prosedurnya bisa begitu cukup sederhana
untuk bisa didapat oleh publik, bentuknya misalnya PDF saja di website seperti itu
dan itu hanya dalam waktu 1 harilah paling lama itu sudah bisa diakses publik.
Nah, untuk lengkapnya detailnya nanti masuk di dalam pasal dan poin apa
mungkin kita akan teruskan dalam kerja-kerja lanjutan kita nanti dengan pemerintah.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Ibu Ibet dari Tranparansi Internasional.


Oh Komunitas Indonesia untuk Demokrasi.
Iya kalau soal keterwakilan perempuan di unsur pimpinan itu sudah ada di
dalam draft undang-undangnya, jadi minimal 30 persen perempuan itu ada di setiap
komisi atau alat kelengkapan, ya itu sudah masuk. Pimpinan juga masuk, unsur
pimpinan. Kalaupun tidak masuk nanti saya masukan karena saya sudah
mengusulkan juga ke partai saya kenapa Golkar tidak punya unsur perempuan di
unsur pemimpin komisi-komisi begitu. Itu juga PR buat kami.
Ini karena saya minta Pak, kalau tidak minta tidak dikasih, kemarin hampir
diambil lagi gitu.
Jadi ini dari tiga unsur ini maksudnya dari Mas Ronald, Tio, dan Mba Ibet
apakah sudah mewakili NGO yang lain? Atau kita berikan waktunya?
21

NGO (SULASTIO/IPC):

Pimpinan sedikit.
Beberapa anggota koalisi yang lain mungkin ada sedikit yang mau
disampaikan, boleh dipersilakan Ibu.

KETUA RAPAT:

Boleh, tapi mohon waktunya kita bikin simple begitu. Silakan. Ya silakan,
silakan.

NGO (ABDUL ROZAKI/IRE):

Pimpinan, satu menit saja.


Terima kasih Pimpinan Pansus.
Saya Abdul Rozaki dari IRE (Institute for Research and Empowerment), kami
cuma menanyakan saja karena implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi tentang
kewenangan DPD itu seberapa sebenarnya mulai diakomodasi dalam beberapa
rapat-rapat Pansus, karena menurut kami revisi Undang-Undang MD3 tanpa
memperhatikan juga hasil yudicial review DPD ke Mahkamah Konstitusi itu saya kira
nanti akan menciptakan problem baru gitu. Nah, karena itu kami ingin sebenarnya
sejauh mana perkembangan di dalam rapat-rapat Pansus itu mengakomodasi gitu
ya hasil keputusan Mahkamah Konstitusi tentang keterlibatan DPD gitu ya untuk ikut
membahas dalam rapat-rapat sidang DPR. Karena bahaya DPD ini kan juga banyak
yang malas kerjanya. Nah, karena malas kerjanya itu ada alibi kami tidak punya
kewenangan, ini kan bahaya, karena itu menurut saya perlu diberi insentif
kewenangan beberapa poin yang ada di Mahkamah Konstitusi sehingga publik itu
juga bisa mengontrol anggota DPD, jadi jangan sampai DPD itu menjadi bunker gitu
loh tempat pembuangan akhir gitu loh dari orang-orang di DPR, karena anggaran
yang diserap oleh DPD itu juga bahaya, siapa yang mengontrol anggota DPD yang
malas sekarang, kalau DPR ada fraksi, tapi kalau anggota DPD yang malas, tidak
pernah ikut sidang siapa. Nah, mereka selama ini bersembunyi dibalik tidak adanya
kewenangan. Karena itu menurut saya dalam rapat Pansus ini penting juga saya kira
memperhatikan beberapa hasil keputusan Mahkamah Konstitusi itu.
Saya kira itu Pimpinan Pansus, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Masih ada yang lain?


Silakan Pak.
22

NGO (DANAR/SPM PATTIRO):

Terima kasih Pimpinan.


Nama saya Danar, saya dari Pasiro(?) anggota koalisi juga.
Cuma satu hal saja ketika bicara soal akuntabilitas dan transparansi, ada
keinginan itu dari Pansus tapi di dalam naskah akademis saya kira kita melupakan
satu undang-undang sebagai konsideran yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 2008.
Undang-undang ini kita perjuangan bersama-sama, artinya Koalisi NGO dan Komisi
I waktu itu dua periode, 8 tahun, sehingga saya kira undang-undang ini cukup
komprehensif sebagai legal frame work agar apa yang kita sebut sebagai
transparansi dan akuntabilitas itu lebih operasional.
Saya kira itu saja Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Mas Danar.


Masih ada yang lain dari Asosiasi NGO?
Ini Agus Melas?

NGO (ERIK KURNIAWAN/IPC):

Bukan.
Terima kasih Pimpinan.
Saya Erik Kurniawan dari Indonesia Parliamentary Center.
Tadi menambahkan sedikit saja apa yang sudah disampaikan Mas Tio di
depan, karena ini memang RUU MD3 bagian dari paket undang-undang politik, saya
rasa mungkin ada baiknya kemudian apa yang diproyeksikan di dalam Undang-
Undang Pemilu dan Undang-Undang Partai Politik sebelumnya, karena memang
misi dari, salah satu misi dari Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu
itu kan menyederhanakan partai politik di parlemen. Rangkanya dalam mendukung
efektivitas kerja parlemen dan memperkuat sistem presidensial. Nah kalau dilihat
dari hasil Pemilu kan tentu banyak evaluasi. Dari sisi hasil kita bisa tahu ada 10
partai yang kemudian masuk parlemen, tapi bicara sistem kepartaian kita masih
berada pada tataran sistem politik partai ekstrim. Ada 8 sistem kepartaian kalau
dihitung berdasarkan indeks DNPP. Nah, ada baiknya juga kemudian Pansus juga
menggali beberapa pandangan atau masukan dari beberapa ahli Pemilu yang
kemudian ya semacam dimintai pertanggungjawaban publik atas gagasan-
gagasannya, dulu apa saja yang diusulkan dalam Undang-Undang Pemilu kok
hasilnya kayak gini. Karena memang kan ada beberapa rekomendasi yang kalau
mungkin dulu Pak Agus Poernomo, Bu Nurul juga ada di Undang-Undang Pemilu
beberapa simulasi penghitungan suara itu juga bisa diterapkan untuk konteks
penyederhanaan partai politik di parlemen. Cuma problemnya apakah kemudian
Pansus mau mengambil porsi itu atau tidak. Nah, karena ini penting saya rasa dilihat
23

dari hasil Pemilu penyederhanaan partai bisa dibilang gagal dengan 8 sistem
kepartaian tersebut. Nah, itu bisa jadi satu masukan mungkin untuk Pansus.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, terima kasih Erik dan teman-teman dari Koalisi NGO.


Dulu kami memang mengusulkan ada parliamentary treshold 5% untuk
meminimalisasi jumlah partai supaya comptible dengan sistem presidensial. Tapi itu
banyak ditolak termasuk oleh anda-anda semua di sini. Dan buktinya sekarang 3,5%
lebih banyak partai yang masuk dari pada tahun 2009 yang PT cuma 2,5%. Itu nanti
untuk PR kita ke depan Pak.
Dan tadi menjawab IRE, sebetulnya keputusan MD3 itu sudah kami
laksanakan Pak di Pansus Pemda, teman-teman dari DPD itu sudah selalu ikut
membahas begitu, jelas tidak memutuskan, tapi membahas. Jadi itu sudah
dilaksanakan begitu. Dan di sini DPD sendiri sudah ada di draft ini, ada unsur
memperkuat, tapi juga ada yang dihapus juga sama pemerintah DIM-nya. Jadi nanti
kita akan bahas lagi.
Berikutnya ini untuk Pak Solehuddin.
Bapak Solehuddin mana Pak?
Bapak terakhir Pak. Terakhir soalnya Pak, kita sampai pukul 21.30 WIB
sementara.

ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):

Bismillahirrahmanirrahim.

Yang saya hormati Pimpinan Rapat,


Yang saya hormati Pimpinan Fraksi-fraksi,
Hadirin yang saya tidak sebutkan satu per satu,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat malam, dan
Salam sejahtera buat kita,

Mohon izin Pimpinan, mungkin agak panjang, tidak juga, normalnya ya 20


menit untuk menyampaikan.
ADKASI yang terdiri dari 411 kabupaten dengan jumlah anggota melebihi
17.000. Pertanyaan kami fungsi ADKASI dibentuk oleh pemerintah melalui Undang-
Undang No. 22 ini juga masih abu-abu, kadang-kadang seperti ini gitu, kalau saya
tidak ada yang menghadiri itu cuma Sekretariat Nasional yang notabene cuma
pembantu kita di pengurus. Tapi dalam undang-undang ini dia resmi, apa yang mau
dia bawa.
24

Berangkat dari situ kesulitasn asosiasi sendiri funding-nya dari mana, APBN
tidak biaya ini? Diambilkan ke APBD dua tidak boleh. Undang-Undang No. 32
menyatakan bebannya daerah. Nah, itu kesulitan mau diapakan ini, apakah ini jadi
objek saja? Padahal keterwakilan ADKASI itu adalah mitra pemerintah pusat, karena
DPRD tidak pernah merasa di bawah gubernur, yang keterwakilannya melalui
Kementerian Dalam Negeri. Itu satu case yang harus kita selesaikan apakah
asosiasi ini mau kita biayai, apakah harus mengambil dari uangnya anggota yang
pendek cerita itu harus kita serius sampaikan.
Tapi kelebihannya asosiasi ini, kemarin kita pernah membatalkan seorang
gubernur men-SK-kan penggantian pimpinan yang hanya menuruti kemauan
anggota. ... dan tidak pernah yang namanya hak anggota itu untuk bisa menurunkan
pimpinan. Sempat terjadi dan SK Gubernurnya keluar gitu ada. Lucu tapi ada gitu.
Yang berikutnya adalah Pak Pimpinan Komisi III, DPRD sekarang itu menjadi
kakap bagi penegak hukum ya. Kasus DPRD kota itu sempat saya sampaikan
kepada Ketua Komisi III, ada Pergub dibuat oleh bupati masih on, masuklah itu BPK
reguler, ada rekomendasi dituruti, disidik berikutnya tersangka semua, Pergub belum
dicabut. Pasal 4, 40 anggota. Mau dibawa ke mana? Terlalu lajunya pidana
sekarang masuk ke ranah perdata, ini tugas Komisi III membentuk, kalau dia semua
masuk ke perdata ya bubarkan .... Jadi daerah menangis semua sekarang ini Bu. Itu
yang ketiga,
Yang keempat saya sampaikan adalah persoalan status DPRD, DPRD tidak
pernah meminta gaji dan sebagainya, tapi bicara keamanan saya pernah diminta
bicara di depannya Menpolhukam, kenapa terjadi perang sara di Tarakan, apakah
Saudara tahu sebagai anggota DPRD? Sangat tahu Pak, saya bilang. Terus
kenapa? Iya. Belum saya jawab ke pertanyaan Bapak saya damaikan dulu,
seandainya ada perjalanan dinas di 17 Agustus, DPRD itu berangkat saya bilang.
Kenapa? Cost politic dan pendapatan dan keamanan dia itu berbanding tidak lurus,
dia hanya berharap dari selisih Garuda dan Sriwijaya. Itu faktanya DPRD. Berbicara
kendaraan, kendaraan itu hanya untuk pimpinan, anggota DPRD itu tidak punya
kendaraan, padahal dia kebijakan. DPRD itu level kebijakan. Seorang kebijakan dia
harus punya kantor, punya ruangan, tenang mikir, punya equipment. Sungguh
diadakan sekarang curi-curian namanya Bu, seolah-olah nama komisi, nama ... 3
bulan diperpanjang sedih, makanya tidak ada mobil anggota yang sama. Ada yang
doublecabin, ada eks kepala dinas dia dipinjam ke DPRD. Apalagi kantor. Kantor itu
DPRD itu pakai partisi setengah, tidak ada ruangan. Tahun 2004 saya masuk DPRD
Kutai itu kayak play group, meja bundar, baru kursi lipat, nongkrong. Bayangkan
kayak play group begitu.
Nah, kalau kita mau memperbaiki lembaga ini sebagai instrumen negara ya
jangan setengah-setengah. Jadi saya bilang sama Pak Joko waktu itu, Pak, itulah
faktanya bahwa institusi di sini sangat lemah. Kami memang mengakui bahwa
keterwakilan kita terhadap rakyat ini 100% tidak bisa kita laksanakan. Kalau Bapak
tanya itu yes kami tidak pernah, tapi tanya negara instrumennya apakah sudah
penuh kepada DPRD saya bilang belum. Ada pelanggaran-pelanggaran 4 pilar
bangsa di sini saya bilang. Bicara keadilan, hak yang sama, kemarin bupati Pilkada
25

5 tahun, kita Caleg juga 5 tahun, bupati pejabat negara, kita pejabat PNS bukan,
pejabat negara bukan, jadi pejabat bukan-bukan, padahal notabene adalah sama-
sama dipilih rakyat. Seandainya DPRD itu berangkat meninggal dunia, tidak ada
apa-apanya Bu kalau dalam perjalanan dinas, langsung kubur saja. Announcement
pun tidak ada mungkin. Itu yang harus kita pikirkan.
Saya menyayangkan bahwa memang terputusnya DPR RI dengan DPRD,
tapi kita masih ada ikatan partai, padahal beda kita cuma i dengan d, sama-sama
perwakilan. Kalau mau besar-besaran 411 kabupaten kita dari Sabang sampai
Merauke ada di perbatasan. Jadi ini suatu hal yang luar biasa tetapi ya gaji mereka,
ya sudah bicara gaji, kalau dikatakan kenapa mau masuk kerja ya di Indonesia ini
kan jangan jadi DPR, bom bunuh diripun ada yang mau diikutinya itu saking tidak
ada kerjaannya. Nah, berangkat dari Caleg gila sekarang yang isu yang ramai ini,
saya ingin DPR Ri memfasilitasi. Kami berterima kasih bahwa DPR RI sudah
menjelaskan di media, ini situasi negara menuju total demokrasi yang belum total
demokrasi memang harus dilewati. Jadi take home paid yang ada yang gagah-
gagahan dan lain sebagainya itu kan yang tidak ketahuan polisi saja Bu, tapi
sejujurnya yang didapat DPRD ini yang juga harus kita jelaskan.
Di Kutai kita sudah mengubah dengan kantor yang 5 x 7 perorang, dengan
ruang mandi sendiri-sendiri. Mudah-mudahan nanti bisa mengundang Bapak/Ibu
sekalian, dan Kementerian Dalam Negeri bisa membuka matanya beginilah standar
seorang pembuat kebijakan. Yang kedua adalah kita buatkan ID semua di Poksi
DPRD. Agak sulit kalau tidak berdasarkan ID, karena one man one vote hak politik
yang semau-maunya itu, hanya itu yang bisa membatasi gitu, Itu yang kita uji coba,
juga yang kita resmikan nanti. Kalau tidak semuanya sulit untuk anu.
Kami berharap sekali dalam revisi undang-undang ini berkaitan ada beberapa
PP yang harus diyudisial. Kalau kami kumpulkan ada 19. Pertama dari reses, kalau
kita cermati format yang dikirim oleh Menteri Dalam Negeri reses itu ada standarnya,
sewa tenda, sewa kapal, sementara yang dimaui rakyat kan kalau saya hadir rapat
uang saku saya mana, justru item itu tidak ada. Jadi dipalsulah yang ini, sementara
yang mendampingi ini adalah PNS. Kalau dia lapor saja ke Kejari, ke mana ini, ATM
kita sudah, itu satu standar Pimpinan. Faktanya rakyat itu apa, dapat makan, terus
pulangnya ada pengganti transport, baru kita bisa menyampaikan reses kita seperti
itu. Di lapangan pun mereka mau begitu. Kalau mau dijadikan paket, paket sekalian,
toh juga uang ini sudah selesai, kenapa harus dipersulit. Konsekwensi DPRD kalau
kita kebanyakan eksis kan tidak dipilih. Menurut saya reses tidak perlu dicurigai
karena uang saku sendiri pasti keluar nambahin gitu.
Terus penghargaan kedua, bolehlah tidak diakui PNS atau tidak diakui
pejabat negara, tapi minimal dalam satu periode lima tahun ada appreciate dari
pemerintah ucapan terima kasih, mungkin atas nama presiden, tapi gubernur yang
tanda tangan ya monggo saja, karena institusi inilah yang kalau kita perkuat ini dia
berada di mana-mana sebenarnya, karena ruang lingkup Dapil dia itu pas sekali,
bahkan di daerah itu berbagi Dapil, berbagi TPS sudah mulai sekarang, sambut TPS
sana, TPS sini. Jadi sudah jelas, selain uang negara yang masuk, uang kantong
sendiri tahu. Jadi satu per satu orang di Dapil dia itu kita tahu. Ada demo dia pasti
26

telpon, Pak ini bagaimana, Pak ini bagaimana, ikutin saja asal jangan merusak aset
negara. Tidak usah ikut, tidak. Cuma seperti itu faktanya.
Berikutnya adalah tadi mobil sungguh sangat menyedihkan sekali Pimpinan,
setiap anggota DPRD memperpanjang tiga bulan sekali, sementara di dinas-dinas ...
dan sebagainya punya mobil semua, punya ruangan, karpet lagi. Di DPRD kursi lipat
seperti itu. Nah, di mana letak kesalahannya ini, itulah yang kita coba. Kemarin saya
coba kerja sama dengan UGM memberi contoh adalah renstra yang bekerja untuk
ini, ini, dan sebagainya bagaimana supaya ini, jangan bawa DPRD itu menjadi
polisinya bupati, belum pernah yang namanya DPRD menurunkan bupati.

KETUA RAPAT:

Pak Solehuddin maaf saya interupsi, ada masukan yang tertulis tidak Pak?

ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):

Ada Bu.

KETUA RAPAT:

Kalau bisa nanti tertulis saya Pak, kelihatannya Bapak akan panjang
bicaranya.

ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):

Panjang ini ceritanya Bu.

KETUA RAPAT:

Oleh karena itu kita mengingatkan waktu Pak, jangan terlalu panjang.

ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):

Sebenarnya ada video yang harus disampaikan 2 menit, tapi ini tidak sempat,
sistemnya tidak sama. Jadi inilah yang mau disampaikan banyak tapi waktu kita juga
seperti ini padahal ini menyangkut kabupaten dan sedikit menyangkut masalah
seluruh asosiasi ada 411 kabupaten. Di Rakernas akan kita coba mengundang
Bapak-bapak/Ibu semua, karena yang Rakernas terakhir ADKASI periode 2004-
2009 Bu supaya ada masukan kepada, jadi aspirasi internal dan aspirasi eksternal
bagaimana keadaan di ujung sana dan di ujung sini saya akan sampaikan. Tetapi
kita tidak frontal, kita sampaikan secara akademisi sehingga staf ahli dan tim ahli itu
begitu.
Kalau di tempat kita yang paling mendasar adalah perubahan tentang staf ahli
menjadi tim ahli, tadi ada disinggung tentang itu. Itu akar persoalan yang membuat
27

lembaga DPRD lemah ya. Saya masih coba terobosan, dua kali saya berkonsultasi
dengan Kementerian Dalam Negeri, kalau pakar diambil copotan untuk mengerjakan
sebuah Perda, kontinuitasnya itu tidak ada, pertanggungjawabannya ke lembaganya
tidak ada, kita hanya boleh merekrut tim ahli langsung dari APBD yang bayar
bulanan, terus kalau pakar itu per kegiatan. Nah, kita coba outsourcing dengan
UGM. Untuk hukum itu kontrak langsung, walaupun satu orang yang jaga tetapi
pemikirannya UGM itu masuk ke lembaga kita. Tidak tahu ini benar atau salah, tapi
hanya menyiasati kelemahan daripada PP No. 16 itu seperti itu.
Sekian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Solehuddin. Mohon maaf saya potong-potong karena kita
terbatas oleh waktu memang.
Dan tadi secara spesifik sesungguhnya yang kita inginkan adalah masukan
untuk Undang-Undang MD3-nya. Memang ada pemikiran diantara kami semua ini
untuk memisahkan undang-undang tersebut yaotu MPR, DPR, dan DPRD supaya
tidak jadi satu, tapi nanti apakah ini bisa terealisasi atau tidak dalam waktu dekat ini.
Dan kalau mendengarkan pemaparan dari Pak Solehuddin kelihatannya memang itu
harus masuk ke dalam satu undang-undang tersendiri, jadi tidak secara
gelondongan seperti ini.
Baiklah untuk pendalaman saya persilahkan rekan-rekan dari Anggota
Pansus untuk menyampaikan pertanyaan kepada para nara sumber.
Silakan Pak Soenman.

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, S.D.):

Terima kasih Ibu Pimpinan.

Rekan-rekan nara sumber yang terhormat, Prof. Irvan, ADEKSI, ADKASI, serta
Koalisi NGO,
Pimpinan dan Anggota Pansus, serta hadirin yang terhormat,

Seperti kita ketahui bersama dan sudah menjadi content dalam diskusi
Pansus bahwa seluruh masukan-masukan yang disampaikan oleh narasumber
memang kita berharap bisa fokus ya untuk memperkaya terhadap rancangan suatu
undang-undang, rancangan undang-undang ini.
Akan halnya yang disampaikan oleh narasumber tadi pada umumnya itu
bersifat masukan, masukan-masukan ini kami sangat menghargai, memberi
apresiasi dan penghormatan, dan mudah-mudahan nanti kalau saja ada
kesempatan menyampaikan naskah secara tertulis mungkin kami bisa lebih
menguasai usul syarat tersebut sekaligus mendiskusikan dengan pemerintah.
Seperti kita mulai bersama bahwa undang-undang ini menghendaki pembahasan
bersama dan persetujuan bersama, sehingga apabila satu pihak saja ya maksudnya
28

tidak menyetujui satu hal dalam pembahasan ya dia bisa berhenti. Kalau kita kalau
membahas RUU dengan pemerintah kan tidak ada voting Pak ya, karena sama-
sama satu suara begitu.
Sebetulnya kami juga berharap jika memungkinkan para narasumber
mendapatkan DIM dari pemerintah sehingga usulan itu akan lebih konstruktif gitu ke
jantung permasalahan. Sebab sangat boleh jadi Undang-Undang No. 27 Tahun
2009 yang menjadi acuan utama kita sakaligus juga usul perubahan yang diinisiasi
melalui badan legislasi mungkin belum komprehensif apabila kita belum
mendapatkan pandangan dari pemerintah. Karena itu melalui Pimpinan saya kira
jika memungkinkan sangat baik kalau ada pertemuan kedua misalnya, kalau
memungkinkan, apalagi tadi teman dari ADKASI akan menyelenggarakan apa tadi
kongres Pak ya, seperti itu, sementara kita ingin juga sesegera mungkin
menyelesaikan ini Pak.
Kalau kita mengacu kepada perintah Undang-Undang Dasar, Prof, mohon
maaf memang kita tidak hanya berkutat di materi, di materiilnya, substansialnya, tapi
juga dari aspek formilnya memang harus dipisah begitu, karena Undang-Undang
tentang MPR, tentang DPR dan DPD memang dia mengharusnya adanya undang-
undang yang tersendiri walaupun tadi dari LIPI ya Prof. Syamsul Haris juga senada
dengan Prof. Irvan menyatakan bahwa secara politis sesungguhnya dia lebih
kepada substansi pada materi ketimbang pada aspek formilnya. Tapi kalau
mendengar baik dari Forum Konstitusi misalnya atau nasa sumber Zein Badjebar
dan Ketua Baleg termasuk juga kemarin dalam bentuk papernya di PPATK itu
sangat tegas mengamanahkan mengingatkan kami begitu bahwa undang-undang
ini jangan sampai DPR begitu meberi contoh yang salah gitu dalam menyusun RUU
ini.
Kemudian khusus untuk DPRD memang rezim kita masih dalam Undang-
Undang Dasar Pasal 18 ayat (3) dan ayat (7) Pak ya, bagaimanapun juga
sesungguhnya kita sudah berhasil itu Pak, tadi diapresiasi juga oleh Prof. Irvan,
sudah berhasil kita menyatukan paketkan DPRD dengan MPR, DPR dan DPD itu
sejak Undang-Undang No. 22 Tahun 2003, kemudian dipertegas lagi di Undang-
Undang No. 27 Tahun 2009. Saya ingat Prof. Maria Farida yang mulia Hakim
Konstitusi ketika kami meminta pandangan beliau mengingatkan hal ini
sesungguhnya kalau saja ada warga negara Indonesia yang memiliki legal standing
satu orang saja begitu misalnya mengajukan ini ke MK dia bisa dibatalkan undang-
undang ini, karena DPR dengan sadar menyatupadukan antara pengaturan dengan
dan pengaturan dalam begitu. Nah, ini kita berharap tidak terulang.
Tapi tadi aspirasi dari Pak Joko dan Pak Solehuddin memang tampaknya ini
kita perlu ada pertemuan yang lebih intens begitu ya untuk menentukan, kalau tadi
mohon maaf sampai ada mengatakan pertegaslah kira-kira status kelaminnya
begitu, itu mohon maaf bukan dari saya, tapi saya mengambil dari narasumber,
sehingga ada kepastian sebetulnya DPRD ini apa itu positioning-nya. Memang kalau
kita merujuk ke Undang-Undang Dasar sekali lagi Pak, seperti inilah keadaannya.
Oleh karena itu kami juga memohon pandangan yang lebih arif, yang lebih jauh,
bagaimana sebetulnya kita mengkonstruksikan ini Pak, sekali lagi berdasarkan
29

konstitusi kita bahwa kita mempunyai harapan untuk ke arah yang lebih baik dalam
versi ADKASI dan ADEKSI, tentu kita harus membongkar Undang-Undang
Dasarnya, kira-kira begitu.
Nah, di MPR kan sekarang ada dibentuk Pak, tim kerja kajian sistem
ketatanegaraan Indonesia diantaranya menampung aspirasi untuk Perubahan ke-5.
Mungkin teman-teman ADEKSI, ADKASI jika ada waktu sangat baik untuk hearing
dengan MPR soal-soal ini.
Ibu Nurul saya kira saya semua masukan coba catat begitu. Dan sekali lagi
secara pribadi saya mengapresiasi dan mudah-mudahan ini bisa kita diskusikan
dengan pemerintah dengan satu harapan karena daya ingat saya ini lemah Pak gitu,
tapi kalau masukan tertulis mungkin bisa dibawa ya. Tadi saya joke ke Bu Nurul
saya dari pagi begitu, karena dari rumah pukul 5.20 Pak sampai saat ini masih
berlengket-lengket ini badan itu, sudah forum yang keempat ini dalam satu hari.
Demikian, terima kasih, dan mohon maaf apabila kurang pada tempatnya.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Soenman.


Silakan lanjut Pak Agus.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Bismillahirrahmanirrahim.
Terima kasih Bu Ketua.
Pak, bisa tidak kita dikasih data tentang pertama sebenarnya average take
home paid-nya itu ada tidak di ADKASI maupun ADEKSI gitu, biasanya kan ini
mengikuti APBD ya. Sementara kalau ADKASI barangkali lebih makmur begitu, tapi
kalau ADEKSI itu ya kira-kira begitu sedikit lebih makmur. Sedikit lebih makmur.
Barangkali datanya penting untuk disampaikan. Sebenarnya antara berapa, kalau
Yogya, kita tahunya Yogya saja Pak, Yogya itu 12, ada yang 16 gitu sesuai dengan
pendapatan asli daerahnyalah gitu. Kabupaten Bogor 16, tapi kalau makin ke barat
biasanya makin tinggi atau makin ke utara makin tinggi, makin ke selatan makin
sengsara gitu. Kalau ada datanya.
Kemudian yang kedua tentang volume, jadi kalau dulu kita di semester 4 itu
diajari, Mas kalau jadi anggota DPRD sebenarnya tidak terlalu sibuk kecuali bulan
Oktober, November, Desember dia, kira-kira begitu, karena membahas RAPBD gitu,
walaupun sebelumnya sudah ada KUA dan sebagainya. Sampai saat itu dijelaskan
barangkali karena di kampus itu agak sinikel(?) gitu ya, kadang-kadang ... ada unsur
sinikelnya. Jadi anggota DPRD itu suka di semester 4 kita dibilang begini, kalau kita
itu sibuk kira-kira ya sibuknya sebenarnya lebih banyak fungsi kontrolnya,
sebenarnya legislasinya itu cuma tiga hal, pertama tentang tarif, kemudian yang
keduanya biasanya tentang RAPBD, dan yang lainnya itu tergantung situasi,
30

tergantung situasi lokal, tapi yang paling sering itu adalah tarif dan RAPBD, di luar
dari itu sebenarnya tidak terlalu sibuk anggota DPR, makanya itu bisa kunker begitu
ya. Sama juga dengan DPR, DPR karena tidak terlalu sibuk kunkernya lebih jauh
begitu ke luar negeri. Nah, makanya ada datanya tidak Pak? Misalnya begini
sebenarnya setiap Dewan itu mereka itu volume pekerjaannya selama satu tahun
berapa Perda atau berapa peraturan daerah yang dihasilkan, kalau misalnya
ADEKSI berapa, kemudian ADKASI berapa, provinsi kita juga ingin tahu
sebenarnya, walaupun karakter dari provinsi dan kabupaten/kota itu sama saja
sebenarnya yang menyangkut APBD itu yang paling sibuk, yang keduanya itu
adalah tentang tarif gitu, jadi tarif retribusi dan sebagainya kira-kira begitu. Walaupun
begini kalau dalam sudut pandang politk DPRD itu ujung tombak sekaligus ujung
tombok begitu, ketemu tiap hari, orang mau mantenan tiap hari, ada yang hamil mau
melahirkan datangnya kepada anggota DPRD kira-kira begitu. Teman saya di DPRD
Sleman sampai begini Bu, ini mohon maaf jadi suatu saat ini ada orang, Pak, isteri
saya mau melahirkan, loh sing menghamili siapo, kok yang bayar anggota Dewan,
yang menghamili kan kamu sendiri. Nah ini bergurau Pak. Nah karena itu memang
ini satu sisi itu agak rumit, satu sisi itu ada volume ya. Kalau kemarin saya ketemu
sama teman DPRD Jawa Tengah yang kabupaten, kamu kalau kunker sekarang
dapatnya berapa perhari, transportnya sekian, sisanya sekian, jadi ada saldonya
kira-kira itu 200.000 perjalanan dinas Pak ya kalau Jawa Tengah. Nah terus kamu
caranya bagaimana nguripi konstituen, kadang-kadang utang Pak. Terus utangnya
ditutup dari mana. Ya kalau dapat nanti aspirasi ya aspirasinya kita potong-potongin,
kalau tidak ada aspirasi ya banyak doa saja Pak. Jadi saya sedih. Jadi kalau yang
disampaikan Pak Solehuddin itu tadi ini memang menggambarkan begitu, tapi satu
sisi Pak Soenman tadi menyampaikan bahwa pemerintahan pemerintah daerah
memiliki, jadi kalau kita di DPR pada mulanya bukan pada mulanya, pada mulanya
dan akhirnya itu memandang bahwa DPRD itu memang bagian dari pemerintahan
daerah.
Tadi maka konfirmasi ke Prof. Irvan, nah, ini kan kesempatannya dari dulu
begini Prof, ya memang bagian, kalau bagian itu yang manut, makanya itu tadi, take
home paid-nya juga mengikuti size APBD-nya, tidak bisa lebih dari itu. Kalau lebih
dari itu repot, karena itu kemudian ketika mau dipecat pusatnya, pejabat pemerintah
daerah, pejabat daerah, protokolernya sama dengan bupati dan sebagainya itu,
akhirnya juga DPR bisa setuju Pak, tapi saya jamin pemerintah itu tidak setuju, kira-
kira begitu.
Nah ini makanya kalau bisa Pak datanya kita dikasih, size-nya, kesibukannya,
skemanya itu barangkali kita lebih ketika kita berdebat dengan pemerintah itu kita
lebih argumentatif kira-kira begitu. Nah, makanya ini kaitannya juga dengan kritik ke
DPR kenapa DPR itu produksi undang-undangnya lemah, karena begitu pemerintah
tidak mengirim utusan kita tidak bisa rapat Pak. Jadi kalau DPR dikritik sebenarnya
itu agak tidak sepenuhnya keliru tapi juga tidak sepenuhnya benar. Jadi kayak
misalnya undang-undang itu kita 114 RUU, kenapa macet? Ya pemerintah tidak
mengirim utusan selesai. Jadi makanya kalau misalnya ini sekarang legislatif heavy
bahwa kita itu sebagai perancang undang-undang bisa menyelesaikan kalau
31

modelnya kayak Amerika itu bisa cepat saya jamin itu karena banyak yang pintar di
DPR, yang pintar gitu, yang terpilih ini pintar-pintar yang baru-baru. Nah, tetapi kalau
modelnya kayak Indonesia pembahasan itu bersama, DPR bisa mengajukan,
standar take home paid misalnya minimal 10 juta rupiah untuk ADKASI, kalau
ADEKSI karena kota lebih naik karena biayanya juga lebih naik, itu pemerintah tidak
setuju selesai, begitu kemudian tidak setuju kita memaksakan dia tidak datangkan
utusan bahasa kampung saya itu khalas gitu, kira-kira begitu, tidak ada pembahasan
lagi, selesai kira-kira begitu. Nah, karena itulah kemudian masukan-masukan tadi itu
kalau bentuknya data kita bisa melakukan abstraksi, tapi kalau bentuknya, supaya
bisa melakukan generalisasi kira-kira begitu. Jadi datanya ADKASI, datanya
ADKEKSI mungkin yang Asosiasi Dewan Provinsi ya, mungkin kita perlu minta itu
apakah punya sistem data, tapi kalau dari caranya anda bayar itu urunan saya duga
tidak punya. Saya duga ya ini. Oh ya bayarnya kan sendiri, tidak ada APBN, sama
juga dengan Korpri. Korpri itu karena bayarnya sukarela data base-nya juga
sukarela gitu, kira-kira begitu. sukarela data base-nya. Jadi sama juga Pak, DPR itu
kalau kita cari perpustakaan DPR itu saya tidak tahu kalau ditanya, anda sebagai
anggota DPR dua periode dimanakah letak perpusatakaan, itu waallahualam
bisowaf, walaupun di belakang. Jadi perpustakaan itu tempat paling tidak menarik,
karena tidak tertata rapi. Ini untuk masukannya tadi, jadi masukan sekaligus kita juga
feed back gitu, karena ini teman-teman lama semuanya yang mengajari kita legal
drafting, ada Mas Tio dulu ngajari kita.
Ke Prof. Irvan tadi, jadi kalau Prof. Irvan ini saya di Undang-Undang Pilkada,
jadi kalau Prof. Irvan ini sudah jelas posisinya cuma masing-masing partai itu
memang begini kalau psikologinya partai menengah, satu-satunya peluang untuk
jadi kepala daerah adalah Pilkada langsung, tapi kalau partai besar itu memang
lebih suka kalau Pilkadanya lewat DPRD, karena probality dia menjadi kepala
daerah itu lebih besar, kalau dia partainya besar, size-nya besar, menang di Pilkada,
tidak langsung ya perwakilan, dari situ dia bisa mengatur banyak hal. Kalau pakai
datanya ... itu salah satu hal yang penting dari Pilkada itu adalah bahwa siapapun
kepala daerahnya dia harus deal dengan siapa pelaksanaan proyek pengadaan
barang pemerintah, kira-kira kan begitu. Karena itu kemudian kita juga begitu kita
mapping malah pusing sendiri Prof. Jadi ya siapapun Dewannya sebenarnya
kontraktornya itu relatively tidak berubah. Relatively gitu. Jadi siapapun kepala
daerahnya relatively itu, misalnya Solo siapa kontraktor untuk kesehatan, siapa ini
ya. Itu karena ada orang Solo di situ. Kutai itu siapa kontraktor untuk jalan, TU-nya
siapa, itu sebenarnya transparan terbuka gitu. Pak Firu saya kira mengamati cuma
selama ini diam-diam saja Pak Firu itu. Nah, kalau sudah kayaknya gini kan
sebenarnya open sekali, cuma tadi kenapa rapatnya tertutup. Itu kan. Jadi kenapa
rapatnya tertutup sementara kemudian secara sosiologically, itu bahasa agak susah-
susahnya itu, secara sosiologis sebenarnya itu sudah kelihatan itu cuma kita itu
sebenarnya punya malu sebenarnya gitu, karena itu ada rapat tertutup. Tapi kalau
rapat terbuka itu kayak Komisi II, Komisi II rapat tentang pemekaran baru dibahas
dan sebagainya, itu sudah ada calo-calo datang ke calon daerah pemekaran, saya
mewakili Komisi II, Bapak ini ada permintaan dari Komisi II sekian, sekian, sekian,
32

kalau tidak nanti tidak diajukan sebagai RUU. Kayaknya gitu ada Pak. Sama juga
saya mempelajari dan itu kasusnya terjadi beberapa LSM yang pada setiap
kenaikan kelas itu mereka datang ke sekolah-sekolah, ini kalau anda tidak bagi-bagi
urusan BOS maka kemudian nanti kita akan buka penyimpangan-penyimpangannya
kecuali anda kasih kita sejumlah uang. Di Depok itu ada, di Jakarta itu banyak,
kemudian di semua Pak, di semua. Di Cilacap Jawa Tengah itu semua ada LSM-
nya. Tapi ini bukan Koalisi NGO. Bukan koalisi. Tapi itu polanya begitu Pak. Jadi ini
orang bawa, kalau anda tidak bagi-bagi .... kira-kira begitu. Nah, ini jadi kita mau
terbuka itu ketakutannya begitu. Rapat terbuka dibawa, rapat tertutup pun bisa
kayak begitu. Makanya kemarin kita misalnya ini undang-undang mau dibahas
sekian, begitu masalah apa yang krusial itu bisa jadi bahan di luar. Nah, itu satu sisi
ada rahasia negara, satu sisi itu informasi bisa disalahgunakan, salah satu sisi
kemudian kita ingin ini akuntabel. Nah, cuma masalahnya akuntabel itu clear kalau
semua pihak itu pemahamannya sama, kalau pihak-pihak itu pemahamannya tidak
sama itu jadi masalah, karena bisa diperjualbelikan. ... deal itu dengan bagaimana
pemeras-pemeras itu Pak, atas nama LSM dia datang, kenaikan kelas ada orang
tidak naik kelas, kemudian dia datang, ini kalau mau kita ramaikan atau mau
dinaikan kelas, kira-kira begitu. Artinya okelah kalau gitu naik, tapi dengan catatan,
oke kalau begitu tidak usah bayar. Kira-kira begitu. Jadi ini ada situasi-situasi yang
kayak gitu yang kemudian kadang-kadang kita perlu tertutup, tapi kalau tidak
tertutup ya kayak begitu menyalahgunakannya. Jadi apakah kemudian kalau
pembahasan anggaran itu rahasia negara, ya sebenarnya bukan, karena itu tadi
fungsinya anggota Dewan kan sebenarnya berfungsi untuk mendekatkan satu sisi
untuk publik kepada budget publik, kira-kira begitu. Anggota Dewan itu calonya
dalam bahasa sosioligically, sosiologisnya gitu. Nah, kira-kira begitu untuk beberapa
tambahan. Jadi mohon kami dikasih datanya.
Kemudian untuk mengantisipasi penyalahgunaan informasi itu kira-kira yang
bagus polanya bagaimana, jadi misalnya beberapa sample di negara lain itu kira-kira
bagaimana cara yang bagus, biasanya kan kita malu-malu gitu.
Nah, tadi kita sempat menyampaikan, yang terakhir Bu Nurul, kalau anggota
Dewan provinsi itu punya namanya aspirasi, kabupaten/kota juga punya, kita tahu,
Solo itu ada begitu, cuma berapa tergantung ya, tergantung. Solo saya tidak tahu,
tapi kalau Kutai itu konon ada Pak, jadi pimpinan berapa, kemudian anggota berapa,
tapi itu dititipkan lewat dinas, namanya aspirasi. Kalau tidak masalah provinsi lebih
clear gitu, pimpinan dapat 10 milyar, kemudian anggota dapat 2 milyar. Nah, kayak
begini kan kalau dibahas, kalau di DPR masing-masing anggota DPR dapat 12
milyar itu ini korupsi, ini apa, ini apa, kira-kira begitu. Mungkinkah yang kayak begini
dimasukan di dalam undang-undang, clear kita jelas sekalian, supaya ngawasinnya
juga jelas, kalau sembunyi-sembunyi transaksinya tidak jelas, di legalkan. Kuliah
semester IV juga Pak, ini dulu ceritanya, kalau orang jadi anggota Dewan itu apa sih
tujuannya, tadi sudah saya sampaikan, ya tujuannya jadi anggota Dewan ya ...
memang cari jabatan, sosiogically begitu, yang keduanya ya dia cari budget gitu,
budget seeker, yang ketiganya dia policy seeker, kalau policy seeker biasanya LSM,
itu policy seeker tapi dia mengunakan anggota Dewan untuk kemudian supaya
33

pasalnya itu masuk, kira-kira begitu. Tidak ini, ini anu, cerita tentang bagaimana
terjadinya lembaga-lembaga non pemerintah yang ... di komisi-komisi itu. Komisi-
komisi kan itu produk LSM. Jadi itu kuliah semeter IV mohon maaf, ini review lagi
gitu. Jadi kalau orang jadi anggota Dewan ya begitu, kalau kemudian tidak begitu itu
ya kemudian dia repot sendiri menghadapi konstituennya. Nah, yang kayak begini
bisa tidak dilegalkan supaya nanti ketika muncul dana aspirasi untuk anggota Dewan
nampak, Fahri kemarin menyebutnya itu petty cash, jadi ada orang hamil tidak
punya uang, datang kepada anggota Dewan, bukan dikasih oleh uang dia sendiri
tapi dikasih oleh uang negara yang memang disiapkan untuk kayak bagitu, itu petty
cash kemarin yang disampaikan Pak Fahri. Nah yang kayak begini kira-kira kalau
diatur pertanyaannya apakah Koalisi NGO itu mau mengeritik tidak. Diatur sekalian,
open sekalian ya.
Tidak, kalau NGO ini bisa dipercaya, karena funding-nya jelas, tapi kalau
NGO di kabupaten/kota itu memang pekerjaannya NGO Pak, pekerjaannya NGO,
catatan pricing-nya itulah kepada anggota Dewan dan kepada kepala dinas atau
kepada sekolah pelaksana UPT-UPT. Jadi kita terus terang sajalah gitu, sama-sama
terus terang, bisa tidak kayaknya begini dimasukan, jadi misalnya dana aspirasi
dimasukan, pemerintah wajib menyediakan dana aspirasi untuk anggota Dewan
dengan APBD sekian, jumlahnya sekian, anggota Dewan ini dengan APBD sekian
untuk misalnya DPR pusat sekian-sekian. Kita atur saja sekalian, daripada
sembunyi-sembunyi, main-main proyek, main-main dia di Badang Anggaran malah
tidak bisa dikontrol gitu, malah tidak bisa dikontrol. Dulu Bu Sri Mulyani setuju, cuma
keburu diganti. Nah, mohon masukannya.
Jadi saya dikasih satu buku khusus, terakhir, satu buku oleh Bu Sekjen, Bu
Siti Nurbaya. Bu Siti Nurbaya kasih buku, Mas, ini contoh di negara Afrika ada model
kayak anda, kemudian yang keduanya di Amerika, bukan kayak anda, ada model dia
dikasih uang sekian, pokoknya setahun sekian, terserah nanti dihabiskan untuk apa
yang penting bisa dipertanggungjawabkan. Nah, kita kan tadi reses, reses itu
sebenarnya ngapain Pak, kita dua kali jadi anggota Dewan Bu, itu kok tambah lagi
ya, jadi kita dua kali jadi anggota Dewan permintaan rakyat itu sederhana, jadi Pak,
ini ada bangun musola tolong minta dibantu, kayak gitu saja dari dulu, mau resesnya
jungkir balik dan sebagainya yang diundang dikasih 50.000, dikasih 100.000,
satuannya perkepala di DPR naik, itu sama Pak, yang keduanya pengerasan jalan,
yang ketiganya itu beasiswa pendidikan, tidak mampu bayar, kemudian kesehatan
dan sebagainya. Air bersih ya, saluran air bersih, kemudian apa, ya kayak begitu.
DPR turun ke masyarakat, blusukan, ini sudah ya, ya tema yang dihadapi selama 10
tahun ketemunya itu, ketemunya itu. Jadi yang levelnya policy seeking itu tidak ada
cerita, kalau policy seeking paling-paling yang itu agak rumit itu adalah BBM jangan
naik Pak, kemudian sembako jangan naik. Nah, kalau ini agak policy seeking tapi
levelnya rendah gitu. Jadi kalau ini kan kalau kita dibesaran subsidi, makanya ya ini
bagian ya, bagian dari cara kita itu ketemu masyakakat begitulah kondisinya.
Makanya kalau reses itu anda kalau mau diawasi, sebenarnya tidak ada daya
tariknya, karena permintaannya juga kita sudah hafal itu.
Terima kasih, agak curhat juga ini.
34

KETUA RAPAT:

Ya, saya jadi melihat Pak Solehuddin, sama curhatnya begitu.


Ini waktu sudah lebih dari 21.30 WIB, jadi saya perpanjang 30 menit ke depan
ya.
Silakan Pak Azhar Romli terakhir.

F-PG (Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Baik, terima kasih Bu Nurul.

Pak Ketua, teman-teman Pansus dan tamu kita baik dari Profesor, Pak Irvan,
NGO, ADEKSI, ADKASI,

Sudah lengkap ini, kita menerima masukan tentunya dalam rangka


memperkaya Undang-Undang MD3 ini. Memang saya juga kayaknya agak jenuh
karena lima tahun yang lalu yang dikatakan Saudara Ronald ini juga sudah
membahas ini, tapi masih juga belum juga apa yang kita harapkan.
Saya ingin mulai tadi baik ADEKSI, NGO maupun Pak Profesor juga
menyinggung bagaimana upaya ingin menyederhanakan fraksi dan syarat untuk
pembentukan fraksi. Karena pikiran kita sama, itu juga tumbalnya antara lain
bahwasanya lembaga DPR ini maupun anggota ini tidak terjadinya efektivitas
penguatan itu, karena dalam proses pengambilan karena kita mengedepankan
masalah demokrasi segala apa itu, dalam usulan kita itu memang fraksi dibentuk
berdasarkan yang memperoleh parliamentary threshold-nya. Tapi kira-kira adakah
usulan konkrit, kira-kira jalan keluar kita kalau dalam hal membahas Undang-
Undang MD3 kali ini kira-kira syarat untuk pembentukan fraksi itu bagaimana jalan
keluarnya. Kami telah mencoba juga di Baleg dulunya menyampaikan beberapa
pemikiran ini antar fraksi, kira-kira efektivitas kita inginkan dengan postur anggota
DPR 560 ini dengan partai politik misalnya sekarang yang memenuhi ini ada 10,
kira-kira kalau kita menginginkan secara efektivitas apa misalnya persyaratannya,
apakah pendekatannya presentase, karena dia akan turun sampai ke daerah juga,
misalnya kalau ada memang Undang-Undang MD3 ini nanti akan jadi satu format
untuk membentuk fraksi itu apakah pendekatan misalnya dia harus sekian kali
jumlah alat kelengkapan. Nah, kalau itu ada tawaran yang konkrit misalnya, oke
kami dari Koalisi NGO ini semua ini melihat supaya efektivitas dalam kinerja
membuat undang-undang, menjalankan tugas DPR itu ya sebaiknya fraksi itu bisa
dibuat 20% daripada jumlah anggota Dewan, Ini kan konkrit kita mengelaborasinya
yang diinginkan efektivitas atau ya itu tadi alat kelengkapan.
Nah, kembali ke alat kelengkapan komisi juga, tadi Saudara Tio ya juga
apakah tidak sebaiknya komisi ini dibentuk mencerminkan tugas pokok daripada
Dewan yang tiga itu, legislasi, budgeting, maupun pengawasan, padahal selama ini
dan kita tahu secara de fakta bagaimana Dewan ini dalam rangka menjalankan
tugas check and balances-nya yang pemerintahan itu juga tentunya mempunyai
35

bidangmacam-macam atau kementerian yang harus dilakukan, kalau menurut


Undang-Undang Kementerian kan sudah ada koridornya itu, kalau hanya diarahkan
kepada tiga fungsi anggota Dewan, padahal seingat saya dan keinginan kita setiap
anggota Dewan itu dia harus paham dari tiga lingkup itu katakanlah misalnya hanya
dari 3 komisi nanti, saya Azhar Romli hanya di komisi legislasi, Bu Nurul misalnya di
bidang pengawasan misalkan, kemudian Pak Agus itu dalam bidang budget,
bagaimana seorang anggota Dewan itu yang dia harus memahami semua persoalan
itu apalagi ketika dia datang ke konstituennya, saya hanya tahu soal legislasi, saya
tidak bicara tentang pengawasan ataupun pembangunan aspirasi dari dia, bahkan
apalagi tentang bdgeting tentang sistem anggaran pusat dan daerah ataupun sistem
penganggaran.
Oleh karena itu menurut saya agak susah memang kita melakukan
pendekatan terhadap ini, karena seluruh anggota itu kan kita di komisi misalnya itu
membicarakan juga tentang sistem anggaran, karena anggaran komisi itu kan
diinikan dulu di komisi dulu sebelum ke Panggar yang besar, ke panitia anggaran.
Demikian juga di komisi itu juga misalnya I dan II sampai X itu membahas juga
tentang undang-undang karena ada undang-undang yang diusul dari komisinya.
Nah, jadi saya pikir kalau kita lakukan arah ke sana, saya belum menemukan
walaupun pendekatannya secara tugas itu tadi komisi ini dibentuk kita menginginkan
semua anggota itu harus mengerti sedikit tentang banyak, dia tidak boleh
mengetahui banyak tentang sedikit hanya tahu persoalan-persoalan bersifat
spesialis, katakanlah tadi undang-undang saja, budget luas wilayah dia harus
mengetahui, menjalankan tugas-tugas yang mencakup tiga itu paling tidak. Maka
dari itu menurut saya, kalau komisi dengan kondisi kita ini sekarang ini mungkin
sudah tepatlah, selain ada undang-undang, kementerian, tapi mencerminkan
konfigurasi daripada bidang pemerintahan eksekutif yang ada sekarang, itu masih
kita gunakan. Cuma di fraksi ini ya itu tadi kita minta jalan keluarnya untuk jadi
efektivitas itu, apa syarat untuk pembentukan fraksi, apakah pendekatan presentase
atau kelengkapan tiga kali anggota alat kelengkapan misalnya, karena anggota
DPR-nya ada 560 dibagi ada 11 komisi ya kurang lebih 50 oranglah di anggota di
tiap komisi ya tiga kali. Itu kan ada rumusannya yang mau kita pakai. Itu satu.
Yang kedua juga tadi baik Profesor ya, saya ini 15 tahun yang lalu mendapat
kuliah dari Pak Prof ... dosen saya juga, saya kebetulan S2-nya juga di UI. Saya
ingat betul dalam konteks kita menuju otonomi daerah itu kita bertanya dulu
berlakukah di dalam suatu negara yang bersifat negara kesatuan seperti kita ini atau
di negara federal negara. Oh itu berlaku semua katanya dalam rangka otonomi itu,
Jadi kita tidak terpaku apakah itu negara kesatuan, apakah itu negara federal, kalau
bicara otonomi. Nah tadi kita flash back sedikit bahwasanya negara federal menurut
Prof. Irvan itu menerapkan bahwasanya DPR itu diatur sendirilah tentang masalah
undang-undangnya, tidak dalam satu paket seperti hal yang sekarang ini. Dan tidak
dipermasalahkan antara satu atau dipisahkan, yang penting kan efektivitasnya.
Karena dalam konteks demokratisasi itu dan memperkuat kelembagaan ini yang
harus dilakukan. Jadi lembaga DPRD itu juga upaya kita ini memperkuat menjadikan
dia itu adalah legislasi daerah, tapi posisinya sebagai apa seperti dikatakan ini
36

apakah dia pejabat daerah itu ada undang-undang lain. Nah, dalam konteks ini saya
pikir bagaimana kita jalan keluar kalau ingin menjadikan posisi, karena dalam lima
tahun yang lalu sudah sempat bicara, kita sudah bicara, akhirnya pemerintah itu
mengambil jalan keluar salary, kesejahteraannya yang disamakan dengan pejabat
negara seperti bupati itu tadi, tapi statusnya ada undang-undang memang susah
mencari dia sebagai pejabat negara tadi walaupun kita pilih secara langsung. Nah,
ini semacam ungkapan ya supaya kita tidak berulang-ulang, kita tahu, yakin, dan kita
tahu betul kesulitan kawan-kawan di DPRD untuk posisi yang sekarang itu. Nah,
oleh karena itu kira-kira kalaupun misalnya nanti dalam kondisi kita negara kesatuan
ini kan kita di dalam Undang-Undang Dasar kita sudah jelas Pasal 18 bahwa negara
kesatuan itu terdiri pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan memiliki DPRD. Itu kalimatnya sudah jelas.
Nah, dalam konteks kita ingin memisahkan, karena ini masih ada kesempatan
ini kan, dan ini kita ingin melakukan penguatan kira-kira, apa kira-kira yang dari yang
ada ini tidak hanya konkordan seperti yang tadi DPR, yang ada di DPR pusat
dengan DPRD itu hal-hal yang lain agar pemisahan ini kalau pun memang terjadi
terhadap DPRD daripada Undang-Undang MD3 ini kita lakukan dalam ini, karena
waktu kita juga dituntut ini. Kan DPRD, kita-kita, kawan-kawan ini bulan Agustus,
September ini sudah dilantik dan sudah ada pimpinannya padahal ini mengatur juga
tentang pimpinan dan mekanismenya, walaupun Pak apa tadi bilang masih ada di
Undang-Undang No. 32 yang mengatur, bisa saja. Tapi kalau ada saya pikir
Undang-Undang Pemda juga sekarang lagi proses, jadi tidak ada salah kita ya kalau
memang ini sudah kesepakatan kita walaupun konteksnya tadi dalam konteks
negara kesatuan misalnya kita juga itu memilih ... kita berpisah itu menjadi
kesepakatan kita tidak ada persoalan. Nah, ini perlu kita dapat masukan itu adalah
itu Pak Profesor.
Terakhir tentunya karena waktu.

KETUA RAPAT:

Masih ada Pak?

F-PG (Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Sedikit saja Bu, saya ingin menjelaskan apa yang dijelaskan Ibu Nurul juga, karena
ini jadi blunder juga sama kita keputusan MK itu ya bahwasanya bagaimana DPD,
saya pikir tadi sudah disinggung oleh Ibu Nurul tentang memberikan keran kepada
DPD itu termasuk Undang-Undang MD3 sekarang ini dalam proses pembahasan
mereka sudah diberi kebebasan terutama menyangkut lima tugas kewenangan
mereka itu. Saya di Komisi II sama dengan Ibu Nunung, dan di Pansus PPDK itu
yang namanya DPD itu sama seperti halnya menyampaikan berupa rumusan
maupun masukan, termasuk juga Prolegnas ini DPD ini sudah diberikan ruang
sesuai dengan lima tugas fungsi itu. Jadi kita akan melihat ini secara total sesuai
dengan keputusan MK apabila semangat daripada Undang-Undang Dasar 1945 kita
37

itu sudah mengubah daripada tugas daripada DPD baru kita bisa meng-adopt lebih
jauh terhadap Undang-Undang MD3 ini, sejauh Undang-Undang Dasar 1945 kita
belum berubah apa yang telah ada itu yang tercantum tugas DPD itu adalah dia
menyampaikan dan membahas bersama ini pada tingkat pembicaraan tingkat II dan
mereka juga pandangan pendapat mini pun sudah diberikan dalam hal pembahasan.
Cuma mereka kan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 tidak boleh
memutuskan, itu saja sebenarnya. Jadi itu supaya kita clear jangan ada dosa di
antara kita melihat DPR dan DPD ini. Saya pikir kita akan tetap sama-sama sesuai
dengan ada di Undang-Undang Dasar 1945 itu, itulah hubungan kita.
Maka dari itu tadi saya juga bicara kenapa Undang-Undang MD3 ini harus
satu, mungkin agak terpisah dengan DPRD tadi, karena ada saling keterkaitan tugas
kita ini. Kenapa dulu namanya Susduk, sekarang kita namakan MD3, karena
hadirnya seperti lembaga negara DPD, dan MPR juga berubah dan ada DPR
supaya ada saling keterkaitan melakukan tugas, maka itu dalam satu undang-
undang. Tapi ke depan terserah, nanti kajian kita apakah terpisah ya.
Saya pikir demikian Bu Nurul semacam respon kita. Terima kasih.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Azhar Romli.


Biarpun kita cuma berempat tapi ini kelihatannya malam ini semangat semua
mengemukakan unek-uneknya semua terutama Pak Guspur itu, biasanya dia kalau
tidak ada yang mau dibicarakan diam sepanjang rapat, tapi tadi rupanya agak
semangat malam ini, saya tidak tahu kenapa. Tetapi yang jelas,

Bapak-bapak sekalian,
Para undangan yang kami hormati,

Jadi kenapa kita rapat sampai malam hari seperti ini karena memang kita
mengejar waktu supaya undang-undang ini bisa disahkan pada masa sidang yang
sekarang, sehingga nanti pada waktu pelantikan anggota DPRD pada tanggal 31
Agustus ini bisa mengacu pada Undang-Undang MD3 yang baru, begitu rencananya
maka kita ngebut betul.
Jadi untuk merespon saya berikan waktu masing-masing 2 menit begitu,
mohon maaf, dari mulai ADKASI dulu, silakan Pak.

ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):

Terima kasih.
Benang merah partai dengan lembaga ini yang harus dibatasi, dia membuat
lumpuhnya seorang politikus. Kalau menurut saya di saat tugas partai mengirim
kepada gedung ini putuslah itu dan berlakulah susduk sebenarnya. Tapi pada
38

kenyataannya interpensi partai itu sampai ke dalam yang membuat si A, si B, itu ya,
salah satu contoh memang karena tidak suka tidak dimasukan ke alat kelangkapan.
Saya tolak di paripurna kembalikan ke fraksi kamu, belajar dulu. Tidak boleh, wajib
hukumnya kalau anggota masuk ke alat kelengkapan. Itu saja dulu. Jadi harus ada.
Yang kedua lembaga ini bisa memberhentikan tidak hanya partai, harus bisa
begitu. Kalau tidak bisa BK kita tidak memberikan satu finalty yang luar biasa ya
membuat lembaga ini terpuruk kalau partainya masih mengizinkan sejelek apapun
masih diterima, padahal lembaga ini perwakilan yang orang harus memberikan
contoh-contoh yang bagus seperti itu. Itu yang kedua Bu.
Ya seperti itu, yang harapan kita adalah MD3 nanti ya persis bisa diadopsi
oleh daerah. Jadi tidak ada perbedaan di situ. Kalau rakyat itu melihat saya sama Bu
kayak DPR RI, DPRD, tidak ada perbedaan, tapi kita benar-benar terpisah. Terpisah
sekali. Jadi mengadupun ke DPRD sini tidak ada orang, ke DPR RI itu tidak
direspons kita. Saya pernah presentasi di Komisi III tentang perlakukan hukum yang
tidak layak. Ya agak susah. Satu partai di sana itu partai besar semua, yang kena itu
partai besar semua, 40 anggota, saya presentasikan kronologisnya, di mana ini
Demokrat, ini ada orangmu juga kena ini. Jadi satu kasus dibuat 40 berkas, kasus
yang sama, ternyata di sana satu kasus itu 40 juta, sementara yang dipersoalkan 4.5
juta, masih ada Pergub-nya ini. Nah, ini ada hal yang harus kita ketahui bersama
Pak.
Mungkin itu.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Solehuddin.


Lanjut Pak.

ADEKSI:

Terima kasih.
Pertama saya sampaikan apresiasi ke Pansus ini karena di rancangan
undang-undang itu sudah menuliskan di Pasal 342 tentang kedudukan anggota
DPRD kabupaten/kota itu sebagai pejabat daerah, sudah dimasukan di sini. Karena
memang kasus ini cukup banyak disampaikan oleh teman-teman asosiasi, anggota
asosiasi kepada kami sebagai pengurus dari asosiasi. Karena ya banyak kasus
ketika teman-teman di daerah, barangkali tempat duduk saja itu sudah
mempengaruhi kalau mantan walikota, mantan bupati itu lebih diberi kedudukan
dibanding dengan Ketua DPRD yang masih aktif. Ini persoalan sebenarnya
meskipun hanya sekedar tempat duduk. Tetapi ketika kita datang di sebuah acara,
acara resmi kenegaraan itupun kami tidak diberi tempat kedudukan yang
selayaknya, karena Pimpinan DPRD tidak cuma satu, karena di sana ada ketua, ada
wakil-wakilnya. Dan kalau di situ hanya ada satu tempat duduk maka berarti tiga
yang lain sebagai wakil Pimpinan DPRD tidak mendapatkan tempat duduk di tempat
itu, sehingga harus dicari-carikan ketika kita datang, akhirnya pada tidak datang
39

daripada datang tapi tidak mendapatkan tempat duduk. Itu salah satu saja yang
terjadi.
Kemudian yang kedua kaitannya dengan nantinya dipenyusunan peraturan
daerah, ini juga mungkin perlu ada penguatan karena ketika kami membuat aturan
sebenarnya ada inisiatif tetapi perbedaan antara inisiatif DPRD dengan yang inisiatif
pemerintah itu tidak kelihatannya, sehingga ketika kita ditanya oleh konstituen, anda
sudah buat apa? Kita sudah membuat ini, ini, ini. Buktinya mana? Karena yang
tanda tangan sudah tahu walikota dan bupati. Ini yang mungkin juga perlu ada
penguatan di sana, karena fungsi ini sesungguhnya adalah fungsi yang kami miliki,
tetapi kemudian pengakuan terhadap itu tidak ada.
Kemudian yang ketiga kaitannya dengan asosiasi terutama kami-kami ini
belum masuk dalam peraturan perundang-undangan. Jadi nanti mungkin meskipun
tidak di MD3 tapi mungkin di Pemda, kami juga mohon agar itu dimasukan, asosiasi
jangan asosiasi pemerintahan daerah, karena kalau asosiasi pemerintahan daerah
bisa jadi itu hanya asosiasinya walikota dan bupati, sementara ADKASI, ADEKSI
tidak masukan di dalamnya, lebih baik dengan tegas disebutkan namanya karena ini
juga dibentuk dengan ketegasan yang seperti itu.
Sekaligus menjawab yang tadi disampaikan Guspur, sebenarnya dari Sabang
sampai Merauke salary-nya itu sama. Salary-nya sama. Karena itu berdasarkan
peraturan pemerintah, jadi tidak berdasarkan Pendapatan Asli Daerah. Take home
paid sama. Sama. Seluruh Indonesia sama. Yang membedakan adalah uang
perumahan saja. Kalau tidak ada rumah dinas, seperti saya di Solo, karena ada
rumah dinas maka saya tidak terima uang perumahan.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Besarannya berapa Pak?

ADEKSI:

Uang perumahan tergantung dari kebijakan kepala daerah.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Kalau yang tadi yang lewat Pimpinan. Tanya saja besarannya berapa, take
home paid-nya totalnya berapa yang pakai apa, pakai PP?

ADEKSI:

Dari PP itu kalau pimpinan, kalau ketua, itu sama dengan gaji pokoknya
walikota hanya Rp2.100.000, kemudian tunjangannya 10% untuk rapat selama
sebulan, berarti Rp210.000, rapat 1.000 sekali atau satu kali sama. Jadi tidak ada
lagi honor-honor untuk rapat-rapat. Makanya sebenarnya penerimaan-penerimaan
atau tunjangan-tunjangan itu jangan, tunjangan anak isteri sama dengan PNS, tidak
40

ada perubahan dari itu, sehingga angkanya sebenarnya sangat minimal sekali.
Hanya kemudian karena ada perumahan maka bisa diterima ada yang sampai 16,
ada yang sampai 10, tapi tanpa itu tidak ada. Di Solo itu uang perumahan saya
sudah mengusulkan sebenarnya sejak tahun 2004 itu angka 4.1 juta rupiah, hanya
4.1000.000, itu pun tidak masuk, karena saat itu hanya keluar Rp2.900.000 uang
perumahan. Baru sekarang ini 3 koma sekian. Artinya kalau kemudian kita
mengacunya seperti ini maka peraturan pemerintah inilah yang kemudian menjadi
persoalan itu, karena semua diatur secara rigid di sana. Bahkan kalau boleh
sekarang kami sampaikan perjalanan dinas sudah tidak ada sisa, karena semua add
cost, sehingga tidak ada lagi kalau ada konstituen datang dicarikan dari mana tidak
ada, karena hanya tinggal uang saku untuk itu adalah Rp300.000 setiap hari, hanya
itu saja tidak lebih dan tidak kurang. Kalau kemudian semuanya sudah harus
dengan kwitansi kita tidak bisa mengubah apapun dari itu. Makanya kalau kemudian
kita mau seperti yang usulan tadi apakah bisa diresmikan dalam sebuah aturan,
sebenarnya pernah ada yaitu di PP No. 110. Cuma persoalannya PP No. 110 inilah
yang menjerat seluruh anggota Dewan se-Indonesia masuk penjara semua. Penuh
penjara karena PP No. 110.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Bu, ini kan penting ya, urusan duit tapi penting. Kalau dimasukan di dalam
norma kita bisa dikasih simulasinya, ini kan komponennya sedikit. Prof. Irvan, nanti
barangkali kami mohon dikasih masukan sebanyak-banyak. Ini kan komponennya
sedikit ya, komponen gaji apa tadi namanya, gaji pokok, tunjangan perumahan.
Hanya dua itu saja?

ADEKSI:

Gaji pokok, tunjangan perumahan itu kalau ada, kalau tidak ada rumah baru
diberi, kalau ada tidak.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Kalau PP No. 110 itu komponennya apa?

ADEKSI:

Kalau PP No. 110 itu tidak ada komponen, artinya keputusan paripurna,
keputusan di sana seperti apa disesuaikan dengan kemampuan daerah.

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Size-nya berapa persen?


41

ADEKSI:

Bisa sangat besar, karena sekian persen dari PAD itulah yang kemudian
dipakai oleh anggota Dewan. Dan itulah yang kemudian jadi persoalan di situ.
Karena, mohon maaf, barangkali Pak Solehuddin di Kutai dengan sekian besar
PAD-nya akan sangat besar, bahkan barangkali penghasilan anggota DPRD DKI
bisa lebih besar daripada DPR RI. Nah, ini yang terjadi dulu ketika pakai PP No.
110, tetapi ketika kemudian kita pakai perubahan-perubahannya mulai dari 24
sampai 21 itu sudah tidak ada lagi, semua sudah sangat rigid ada prosentasenya di
sana, sehingga angka se-Indonesia sama seperti itu, di Papua juga segitu, di yang
paling makmur DKI pun juga sama seperti itu. Nah, ini yang kalau kemudian mau
dimasukan harus ada simulasi yang lebih jelas harus diseperti apakan, karena kalau
nanti dikaitkan dengan PAD yang terjadi adalah seperti yang di PP No. 110 itu. Ini
yang kita juga tidak ingin kemudian menjadi persoalan seperti ini.
Barangkali itu yang bisa saya sampaikan. Nanti diskusi lebih lanjut bisa kita
sampaikan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak diskusi di belakang kamar Pak. Kelihatannya Bapak ini sekali,
intens sekali dengan ini. Besok kami di Panja Pemda akan kembali membahas, jadi
masukan dari teman-teman ADEKSI dan ADKASI saya besok, iya besok siang saya
akan ke sana Pak, izin.
Yang berikutnya Prof, silakan.
Prof. IRFAN RIDWAN MAKHSUM (FISIP U-I):

Ya saya melambung tinggi saja kalimat akhirnya, karena dua menit juga kan
Bu. Memang saya yakin semua elemen bangsa kita yang mau masuk di DPR dan
DPRD itu punya idealisme untuk memperbaiki bangsa Indonesia, tapi persoalannya
memang ada dalam konstrain rasionalitas kita, akan repot memang kalau
rasionalitas kita masuk ke DPR, DPRD yang tadi dikemukakan oleh anggota kita
nyari kekayaan juga. Jadi Bung Hatta juga kan sudah mengingatkan bahwa kalau
mau kaya itu jadi pedagang. Ustad Aher juga ngomong merujuk rosullah bahwa
rezeki manusia itu 9 pintu kalau jadi businessman, tapi kalau jadi pegawai, jadi
aparat negara hanya satu pintu. Ya tetapi itu rasionalitas. Saya tidak bisa berbuat
banyak, hanya saya bilang repot.

KETUA RAPAT:

Pak Guspur, dengar penjelasannya Pak, kalau rezekinya anggota parlemen


itu cuma satu pintu Pak.
42

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP.):

Begini, ini anu Pak, cerita normatif ya, jadi kalau pemimpin itu tidak punya
rumah dia dikasih tunjangan rumah, kalau tidak punya kendaraan dikasih tunjangan.
Ada hadistnya juga Prof. Ada. Jadi saya itu mau nyari, kalau tidak punya isteri
carikan isteri Prof.

Prof. IRFAN RIDWAN MAKHSUM (FISIP U-I):

Ya, saya kita bisa memahami kalau kita masih diskusi ini ya tidak apa-apa,
mungkin mengejar bangsa lain agak strugling itu saja, strugling sampai berapa ratus
tahun saya tidak tahu.
Yang jelas ya Amerika sudah maju banget, mungkin tidak cocok ya karena
tidak apple to apple. Di sana di DPRD itu didesain juga ada sebagian yang part
timer, mungkin DPD di tingkat nasional bisa part timer, jadi tidak ada gaji bulanan
Bu. Nah, persoalannya negara berkembang kan rasionalitas tadi ya, saya juga tidak
bisa menafikan itu, mendesain sistem untuk bahwa lembaga publik itu adalah juga
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sudah lain lagi ceritanya. Tapi memang
sejak awal Amerika ada part timer. NGO coalition saya rasa harus mengakui itu
kalau yang menyelidiki di sana. Jadi hanya sejumlah orang yang full time terutama
pimpinan. Pimpinan full time, anggota sebagian part timer. Datang dapat duit dari
negara itu kalau rapat seperti ini, tidak ada duit bulanan. Dan memang tidak untuk ya
sekali lagi rasionalitas kitalah.
Nah, saya juga akan menyampaikan hal yang tadi ada komentar dari Bapak
kita soal kita sudah membahas dalam MD3 ini, saya kira saya berpikir pragmatis
yang Pemda itu mesti mengikuti ini. Jadi ya tetap saja masuk di sini. Kalau berpikir
pragmatis ini kan sudah kerja keras ini tim Pansus kita ya, jadi kalau dipisahkan
kayaknya nanti akan dari nol.
Lalu kita ternyata berpikirnya itu simetris....(terpotong interupsi).

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, S.D.):

Prof, sedikit, Prof. Saya menyela sedikit saja.


Terima kasih Prof.
Ini soal keberadaan MPR, DPR, DPD dan DPRD ada problem sedikit Prof
yaitu dalam konsideran menimbangnya kira-kira begitu, karena tidak bisa masuk di
sana. Jadi ketika dia format MPR, DPR, DPD itu begitu mengalir Prof, nah ketika
memasukannya itu malah secara pragmatis saya sendiri relatively ya setuju, karena
ini sudah gagasan lama ini Pak. Ini kita tahun 2003 kita-kita berambisi memasukan
itu Pak. Nah, problemnya memang di konstitusi sekarang ini Prof sedang dicari
bagaimana kira-kira begitu untuk memberikan slot yang saya nyambung kepada
konsideran tersebut.
Terima kasih.
43

Prof. IRFAN RIDWAN MAKHSUM (FISIP U-I):

Saya kira kalau masih akan dipikirkan untuk mengkaji apakah ditempatkan di
Pemda ataupun di sini yang penting isinya kembali kalau gitu. Isinya adalah kita
sepakat di sini untuk menguatkan DPRD supaya efektif pemerintahan tapi dalam
paradigma yang jelas menurut saya, seperti yang tadi saya kemukakan di awal. Nah,
ternyata juga soal terkait DPRD ini pikiran bangsa Indonesia juga kalau ada diskusi
tentang simetrik asimeterik ternyata kita berpikirannya simetrik. Simetrik itu menurut
pakar pemerintahan daerah tentang desentralisasi sejak awal istilah itu adalah untuk
meng-compare antara apa yang terjadi di daerah dengan nasional, lalu sekarang
bergeser antar daerah. Sebetulnya awalnya itu lokal dan nasional, apa yang ada di
tingkat nasional mirror, jadi cermin harus ada di daerah, itu namanya simetrik pikiran
kita. Jadi DPRD pun maunya sama dengan parlemen. Nah, itu lazim kalau senat
negara bagian dengan senat federal itu kuat, sama-sama kuat, makanya
membentuk Federal Amerika kan negara bagian dulu berjumpa, lalu share of power.
Nah, kalau council tidak, lain, makanya pisah Pak, tidak diatur bersama. Nah, kita
sejak yang lampau sudah diatur bersama ini, kalau dikaji betul, tanpa mengurangi ya
kawan-kawan kita bisa moment-nya untuk bisa tetapi dengan penguatan Pak.
Saya kira itulah tiga itu tadi rasionalitas, simetrik, tadi simetrik, dan soal pisah
ini Pak, mati saja saya, tapi kalau mau dikaji saya lebih mendorong Pak.
Terima kasih.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Prof.


Dari Koalisi NGO diwakilkan satu orang saja biar ....

NGO (RONALD R/PSHK):

Baik, kami merespon Pak Azhar Romli, tidak ada di tempat, tapi kira-kira
begini, sebenarnya ini sudah pernah kami usulkan, dan bahkan kami pernah
simulasikan sebenarnya kalau pilihannya adalah pembatasan, syarat pembentukan
fraksi itu kita perketat maka formula yang tersedia sebenarnya adalah berapa kali
jumlah alat kelengkapan itu pun masih terbilang formula yang sangat minimal,
sekarang kalau kita bilang 2 sampai 3 kali alat kelengkapan itu lebih kepada ada
satu wakil kemudian cadangan begitu. Atau pilihannya prosentase. Nah, saya ingat
syarat pembentukan fraksi ini memang sangat kuat polarisasinya. Dulu waktu
pembahasan RUU Susduk jadi Undang-Undang MD3 Demokrat, Golkar, PDIP, dan
PKS mengusulkan formula prosentasenya agak tinggi, jadi hanya 4 partai yang bisa
membentuk secara mandiri fraksi, PDIP, Demokrat, Golkar dan PKS. PPP, PKB,
PAN dan seterusnya tentu keberatan. Tapi begini pendekatnnya adalah pendekatan
organ, DPR sebagai organisasi politik yang selalu punya pilihan-pilihan bagaimana
melakukan manajemen realokasi SDM dan lain-lain, termasuk juga isu di Setjennya.
44

Maka dari itu menurut kami pilihan tiga komisi bisa jadi rasional, tapi kemudian
bukan karena, saya agak mengkritik juga guru besar atau yang dulu saya pernah
mendapatkan juga kuliahnya, Pak Jimly mengatakan bahwa lebih baik tiga komisi,
tapi kan Pak Jimly waktu itu mengatakan bahwa pilihan tiga komisi itu karena dua
fakta yang dilihat, pertama DPR tidak produktif secara legislasi dan yang kedua DPR
dianggap terlalu genit dalam fungsi pengawasan terutama pemilihan pejabat publik.
Nah, menurut kami itu tidak pernah nyambung, DPR tidak produktif legislasi itu kan
problemnya di perencanaan, bukan karena komisinya dikerucutkan pilihan itu. Jadi
antara apa yang menjadi sumber persoalan dengan pendekatan solusi kalau
kemudian diambil contohnya oleh tiga komisi menurut kami tidak nyambung begitu.
Tapi memukul rata jumlah anggota komisi, saya ambil contoh Komisi VIII dengan
Komisi II itu juga tidak rasional gitu, jadi bisa saja tetap saja 11 atau mungkin 9 tetapi
dengan pendekatan bisa jadi beban kerja tidak sama setiap komisi, sehingga jumlah
anggota komisi bisa jadi berbeda-beda. Tapi Bapak/Ibu kalau setiap fraksi
menginginkan anggotanya ada di setiap komisi wah itu komisitas baru lagi gitu. Jadi
sebenarnya semua pilihan kalau kita dalam kaca mata organisasi politik, DPR
sebagai organisasi politik semuanya rasional terutama untuk mengefektifkan
mekanisme pengambilan keputusan dan kemudian alokasi SDM-nya atau
manajemennya sendiri, tapi jangan kemudian kalau ingin mempertahankan 11
komisi tidak pukul rata, tapi setiap fraksi ingin tetap ada wakil pasti akan setidaknya
fraksi besar akan terkunci terus dengan fraksi menengah dan fraksi kecil.
Kemudian tentang hak keuangan anggota DPR atau DPRD, kami sebenarnya
mendorong supaya pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang No. 12 Tahun
1980 tentang Hak Pengaturan Keuangan dan Administrasi Pejabat Negara. Itu
semua bisa masuk, bukan hanya anggota DPR, DPRD, atau DPD tapi juga posisi
misalnya hakim. Kan kita tahu sendiri beberapa waktu yang lalu hakim pada protes
karena kesejahteraannya masih minim. Hakim Pengadilan Adhoc Tipikor begitu
juga. Jadi problem yang dialami anggota DPRD atau yang juga dialami DPR juga
terjadi di posisi-posisi pejabat publik yang lainnya, maka dari itu pendekatannya
lebih baik pilihannya komprehensif saja revisi atau perbaharui Undang-Undang No.
12 Tahun 1980.
Pilihan soal dana reses dan lain-lain, sebenarnya ada banyak skema yang
berlaku di negara-negara lain. Ini memang agak esktrim tetapi kita sangat-sangat
harus memperhatikan ... kondisinya. Untuk bisa mengecek sejauh mana pengunaan
anggaran negara yang diberikan kepada anggota parlemen luar ada yang malah
dibekali dengan kartu kredit. Ini kalau kita mau exercise sampai sejauh itu. Tapi
memang anggota parlemen, saya sebut misalnya di Amerika, mereka menggunakan
pendekatan audit personal. Dan itu pasti tingkat kepatuhan dan tata tertib
administrasinya sangat-sangat profesional. Jadi pilihan-pilihannya memang
beragam, sekali lagi kalau kita bicara soal hak keuangan dan administrasi lebih baik
kita ambil langsung ke hulunya yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 1980
diperbaharui. Dan untuk menghindari konflik kepentingan praktek pemberlakukan
undang-undang yang mengatur hak keuangan, administrasi tidak berlaku untuk yang
membahas, dia berlaku di periode yang akan datang, hakim yang akan datang,
45

gubernur presiden, gubernur BI yang akan datang, termasuk anggota parlemen DPR
dan DPRD yang akan datang.
Demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Cukup ya Ibu-ibu/Bapak-bapak?
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh narasumber Prof. Irvan, dari
Koalisi NGO, rekan-rekan semua ADEKSI dan ADKASI, juga rekan-rekan Pansus.
Dengan demikian berakhir sudah.
Kenapa Pak?

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, S.D.):

Saya sedikit himbauan saja Bu, di samping terima kasih semua masukan,
seandainya masih ada waktu dan kesempatan, tolong teman-teman di NGO atau
Prof juga ada waktu memberikan masukan untuk MPR Pak. KITA lihat di Undang-
Undang No. 27 Tahun 2009 ini kan Pasal 15 ayat (1) huruf e itu address-nya jelas
sekali untuk menyelenggarakan pemasyarakatan Undang-Undang Dasar, dari situ
anggarannya cukup besar Pak, tapi tidak ada yang melakukan, disibukkan Pak
Ronald ini. Maksudnya coba berikan bobot yang lebih real begitu ke depan. Karena
ada 7 Pak, 7 agenda besar yang dari kalangan kampus dan LSM serta pihak-pihak
pemangku kepentingan memberikan masukan yang sangat radikal untuk perubahan
Undang-Undang Dasar yang ke-5 ini.
Demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik Pak Soenman.


Jadi sekali lagi terima kasih kepada seluruh narasumber untuk seluruh
masukannya ini kami gunakan sebagai pengayaan untuk Rancangan Undang-
Undang MD3 ini.
Dengan demikian berakhir sudah Rapat Pansus ini. Terima kasih. Saya tutup
dengan resmi.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL : 22.15 WIB)


a.n. PIMPINAN PANSUS RUU
PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- : XIII
JENIS RAPAT : Rapat Dengar Pendapat (RDP)
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Rabu, 21 Mei 2014
WAKTU : Jam 09.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Pansus C, Gd Nusantara II Lt.3
KETUA RAPAT : Nurul Arifin, S.IP., M.Si. (Wakil Ketua Pansus/F.PG)
ACARA : RDP dengan Sekjen MPR, DPR, dan DPD
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 10 orang dari 30 Anggota Pansus
6 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
3 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
2 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
1 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
2 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
1 dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN
1 dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
- dari 2 orang Anggota;
2

8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA


RAYA
- dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
- dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. AGUNG SANTOSO, S.H. 463
2. H. HARRY WITJAKSONO, S.H. 478
3. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540
FRAKSI PARTAI GOLKAR
4. Ir. H. AZHAR ROMLI, M.SI 194
5. NURUL ARIFIN, S.IP, M.Si 214
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
6. Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO 355
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
7. H. TB. SOENMANJAJA, S.D. 70
8. FAHRY HAMZAH, S.E. 95
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
9. H. TOTOK DARYANTO, S.E 127
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
10. MUHAMMAD ARWANI THOMAFI, H. 302
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
-
FRAKSI PARTAI GERINDRA
-
FRAKSI PARTAI HANURA
-
3

2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan

1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus

2. Radji Amri, SE. Wakil Sekrt. I

3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II

4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter

5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter

6. M. Nadjib Ibrahim Legal Drafter

7. Titi Asmara Dewi Legal Drafter

8. Inocentius Samsul Peneliti

9. Riris Katarina Peneliti

3 Tamu/undangan
1. Selvi Zaini, Wakil Sekjen MPR
2. Ma;ruf Cahyono, Kapus MPR
3. Sudarsono, Sekjen DPD
4. Syiaruddin
5. Oni Choiruddin
6. Semi N.
7. Riswanti
8. Indra
9. Yuni Sari A.
10. Kairul
11. Aldo
12. Dr. Winantuningtyastiti S., M.Si. Sekjen DPR
13. K. Johnson R., Deputi PUU
14. Juliasih, Kepala Biro PUU Polhukam
15. Rahayu Setya Wardhani, Kepala P3DI
4

KETUA RAPAT (NURUL ARIFIN, S.IP., M.Si/WAKIL KETUA PANSUS/F.PG):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Salam sejahtera buat kita semua, dan selamat pagi,
Ibu-ibu dan Bapak-bapak.

Yang saya hormati Pimpinan Pansus Pak Fahri Hamzah juga rekan saya, Pak
Agung ketemu lagi tadi malam sampai cukup malam kita disini,
Sekjen DPR-RI, MPR-RI dan Sekjen DPD-RI

Pagi ini kita datang pak disini pak kehadirannya juga kami ucapkan terima
kasih untuk memberikan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang MD3 yang
kami berharap bisa merevisi dan kemudian mereformasi begitu, bukan Cuma DPR-
RInya tapi juga mungkin juga kesekjenannya, untuk supaya wajah yang lebih baik
dari institusi ini. karena kita ada didalam satu gedung begitu, satu wajah jadi kita
berharap reformasi ini bisa dijalankan secara bersama-sama.
Sesuai dengan Tatib DPR-RI Pasal 240 maka rapat dengar pendapat umum
ini saya buka dan terbuka untuk umum. Mengingat agenda rapat dengar pendapat
umum hari ini adalah mendengarkan masukan dan tidak ada pengambilan
keputusan, maka rapat bisa segera kita mulai. Selamat pagi Pak Benny, Pak Benny
K Harman ini adalah Ketua Pansus, Rancangan Undang-Undang MD3 kami ini
hanya mewakili saja Pak dan Ibu. Sebelum dimulai rapat ini kita sepakati dahulu soal
waktunya apakah kita bersepakat sampai dipukul 12.00 WIB cukup? cukup ya
sampai pukul 12.00 WIB?

Saudara Pimpinan Pansus dan Anggota Pansus, serta


Hadirin yang berbahagia.

Agenda Pansus pada hari ini adalah RDPU dengan saudara Sekretaris
Jenderal MPR-RI, Sekretaris Jenderal DPR-RI, dan Sekretaris Jenderal DPD-RI
dalam rangka:
1. Materi khusus untuk MPR-RI; isinya upaya penguatan dukungan
administrasi, teknis dan keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan tugas
dan wewenang MPR;
2. Materi khusus untuk Sekjen DPR-RI; terkait dengan pandangan materi
yang pertama, upaya penguatan dukungan administrasi, teknis, dan
keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPR-RI,
kemudian untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan
wewenang DPR-RI dibentuk Badan Keahlian yang terdiri atas:
1) Pusat kajian legislasi DPR;
2) Pusat perancangan Undang-undang DPR-RI;
3) Pusat kajian anggaran DPR-RI;
4) Pusat penelitian DPR-RI;
5) Badan keahlian bertanggungjawab kepada DPR-RI, namun
pelasanaan tugas Badan keahlian tersebut secara administratif
didukung oleh sekretariat jenderal DPR-RI. Rancangan Undang-
Undang Rangka 68 Pasal 392, dan Pasal 393B;
6) Bagaimana mekanisme dan bentuk dukungan yang akan diberikan
oleh Badan Keahlian oleh masing-masing pusat tersebut.
5

3. Materi khusus Sekretaris Jenderal DPD-RI adalah upaya penguatan


dukungan administrasi, teknis, keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan
tugas dan wewenang DPD.

Sebelum melanjutkan agenda rapat kerja pagi hari ini perkenankan juga kami
menyampaikan mekanisme rapat pagi hari ini kiranya kita memberikan kesempatan
kepada seluruh nara sumber untuk menyampaikan masukan baru kemudian kita
berikan kesempatan kepada floor untuk pendalaman sehingga lebih komprehensif.
Setuju ya?
Baiklah marilah kita melangkah ke acara selanjutnya yaitu mendengarkan
masukan terhadap draf Rancangan Undang-Undang MD3, perubahan Undang-
undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, yang pertama kami persilakan saudara
Sekjen MPR RI, silakan Pak. oh Ibu ya, silakan.

WASEKJEN MPR-RI (SELFI ZAINI):

Bissmillahirahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Yang kami hormati Pimpinan Pansus Undang-undang MD3;


Yang kami hormati Anggota Pimpinan Pansus Undang-undang MD3;
Yang kami hormati Bapak Sekjen DPD, Ibu Sekjen DPR-RI, serta
Hadirin sekalian yang berbahagia

Pertama-tama tentunya kami mohon maaf atas tidak adanya Sekjen kami
disini karena beliau pada saat yang bersamaan mendampingi Pimpinan MPR. Jadi
kepada kami ditugaskan untuk menghadiri rapat pada hari ini.
Baik latar belakang adalah UUD 1945 telah memberikan landasan
konstitusional yang kuat khususnya tentang sistem demokrasi dan ketatanegaraan
Indonesia. Kemudian salah satu perubahan yang fenomental yang mempengaruhi
sistem demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang
semula berbunyi “kekuasaan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”
menjadi “Kekuatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
undang Dasar”. Kemudian perubahan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 membawa
implikasi mendasar terhadap tugas dan wewenang serta hubungan antara lembaga-
lembaga negara yang diatur dalam pokok-pokok Undang-undang dasar, kedudukan
MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, pelaksanaannya sepenuhnya
kekuatan rakyat tetap, tetapi menjalankan kedaulatan rakyat.
Berdasarkan hal tersebut pokok-pokok pikiran yang kami sampaikan adalah
terkait dengan substansi materi penguatan lembaga MPR yang dikompilasi dalam
berbagai diskusi dan kajian akademik, serta isu pokok aspirasi masyarakat yang
disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat kepada lembaga MPR adalah
sebagai berikut:
1. Reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional;
2. Mengenai kajian dan pemasyarakatan UUD Republik Indonesia Tahun
1945;
3. Mengenai akuntabilitas kinerja lembaga negara;
6

Dari pokok-pokok pikiran tersebut maka MPR dalam hal ini mengusulkan perubahan
adalah sebagai berikut:

1. Terkait dengan tugas penambahan, terkait dengan penambahan tugas dan


wewenang MPR, ya terkait dengan tugas dan wewenang MPR kami
mengusulkan adalah Pasal 4a, Pasal 4A selain wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 MPR mempunyai tugas:
1) Mengkaji dan memasyarakatkan Pancasila, UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Binneka
Tunggal Ika;
2) Membentuk alat kelengkapan MPR untuk mengkaji dan memasyarakatkan
Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Binneka Tunggal Ika;
2. Terkait dengan kinerja lembaga-lembaga negara, usul penambahannya
adalah pada Pasal 4B baru, “Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyelenggarakan sidang Mejelis Permusyawaratan Rakyat hanya untuk
mendengarkan laporan kinerja Lembaga-lembaga negara” yang kedua
“Lembaga-lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
lembaga-lembaga negara yang tugas dan wewenangnya diatur dalam UUD
Tahun 1945.
3. Mengenai laporan pengelolaan anggaran MPR kami tidak ada usulan.
4. Kemudian mengenai Pimpinan MPR kami mengusulkan adalah: usul
perubahan Pasal 4, Pasal 14 menjadi “Pimpinan MPR terdiri atas, 1 (satu)
orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
Anggota MPR”. Kemudian prosedurnya Pimpinan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan
ditetapkan dalam rapat-rapat paripurna MPR. Pasal 3 Dalam hal
musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
tercapai Pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara, dan yang
memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat
paripurna MPR. Pasal 4 selama Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama kali untuk menetapkan
Pimpinan MPR dipimpin oleh Pimpinan sementara MPR. Pimpinan sementara
MPR sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 adalah Ketua DPR-RI sebagai
ketua sementara MPR, dan Ketua DPD sebagai Wakil Ketua sementara
MPR. Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pemilihan Pimpinan MPR diatur dalam peraturan
Tata Tertib MPR.
5. Mengenai sistem pendukung lembaga MPR, usul penambahan perubahan
ayat (2) dan ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) adalah menjadi:
1) Untuk mendukung kelancaran kegiatan pelaksanaan tugas dan wewenang
MPR, DPR dan DPD dibentuk Sekjen MPR, Sekjen DPR dan Sekjen DPD,
yang dengan susunan organisasi dan tata kerja diatur dengan peraturan
Presiden atas usulan lembaga masing-masing. Sama seperti yang semula
kemudian usul perubahannya adalah, Sekretariat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mempunyai tugas dukungan, pelayanan teknis dan
administrasi kepada MPR, DPR, DPD. kemudian Pasal 3 untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang MPR,
dibentuk Badan Fungsional Keahlian, atau kajian-kajian ketatanegaraan
7

yang ditetapkan dengan peraturan MPR setelah dikonsultasikan dengan


pemerintah. Kemudian Badan Fungsional atau keahlian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) secara fungsional bertanggungjawab kepada
MPR dan secara administrasi dibawah sekretariat jenderal MPR.
Kemudian dalam pelaksanaan tugas pada fungsional, keahlian
sebagaimana dimaksud pada pasal (3) secara administratif didukung oleh
sekretariat jenderal MPR. Kemudian sebagai penutup, pokok-pokok
pikiran yang disampaikan ini dalam rangka penguatan sistem
ketatanegaraan Indonesia khususnya lembaga MPR, agar dapat
menjalankan tugas dan kewenangan khususnya sebagai wakil rakyat dan
daerah secara efektif, dan efisien sesuai dengan amanat UUD Tahun
1945.

` Pokok-pokok pikiran ini disampaikan kepada Pansus DPR-RI sebagai


masukan tertulis cdalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang
perubahan, atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009, tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD. Kemudian apabila pandangan ini perlu, kami menyarankan kiranya
Pansus juga dapat melakukan dengar pendapat dengan Pimpinan MPR maupun
Pimpinan Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan Indonesia untuk lebih mempertegas
pokok-pokok pikiran dan usul yang telah disampaikan. Demikian wabillahitahufiq wal
hidayah,
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

KETUA RAPAT:

Terima kasih Bu, banyak sekali masukannya bu, yang kami bikin draft saja banyak
dicoret sama pemerintah, jadi bingung juga kita ini. untuk selanjutnya kami
persilakan Ibu Sekjen DPR-RI.

SEKJEN DPR-RI (Dr. WINANTUNINGTYASTITI SUASANANI, M.Si.):

Bissmillahirahmanirahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Yang saya hormati Ibu Ketua,


Bapak Pimpinan Pansus Rancangan Undang-Undang MD3,
Bapak-bapak Anggota Pansus Rancangan Undang-Undang MD3,

Mohon ijin barangkali sebelum kepada upaya penguatan dukungan kami ingn
menyampaikan beberapa hal, ini terkait dengan tentu dukungan kami terhadap
pelaksanaan tugas-tugas dewan dari sehari-harinya.
Pertama Ada beberapa hal yang belum diatur yang ini juga kadang-kadang
merupakan kendala dan keraguan kami di dalam menetapkan mekanisme, atau
melakukan langkah-langkah untuk menindaklanjuti. Seperti misalnya yang pertama
mengenai pengaturan waktu tentang pembahasan Rancangan Undang-Undang
yang sudah melebihi batas waktu yang sudah ditetapkan. Nah ini apakah sudah
tidak ada batas waktu lagi, ketika dua kali masa sidang lalu ada yang sampai 9
(sembilan) kali, ada yang sampai tidak jelas, itu ini seperti apa? apakah ini hanya
8

bisa diputuskan, hanya cukup diputuskan oleh Badan Musyawarah atau rapat
paripurna? Misalnya.
Yang kedua ketika ada perpanjangan masa kerja pejabat publik selain duta besar
untuk negara sahabat, ini jatuh pada masa reses gitu, jadi saya terima suratnya ini
pada masa reses, ini kan ada jangka waktu, ada yang sampai 1 (satu) bulan harus
ditindak lanjuti, ini juga belum diatur biasanya kami Cuma menelpon saja, lapor ke
Pimpinan kemudian Pimpinan ya sudah hubungi fraksi-fraksi dan sebagainya hanya
seperti itu. juga pengaturan tentang persetujuan DPR terhadap pemberhentian atau
perpanjangan pejabat publik apakah harus keputusan rapat paripurna, atau cukup
dialat kelengkapan dewan yang bersangkutan? termasuk,

KETUA RAPAT:

Bu Sekjen? Saya minta maaf dulu ini, bisa lebih terstruktur nggak bu, tidak
loncat-loncat? Seperti itu, ini kan ibu baru membicarakan 1 tentang keberatan atau
masukan, lebih bisa lebih terstruktur tidak ini bu? Jadi kita enak, bahannya sih ada.

SEKJEN DPR-RI (DR. WINANTUNINGTYASTITI SUASANANI, M.Si.):

Bu jadi ini ada per Pasal sebetulnya, Cuma kami takut menyita waktu banyak
nanti kami sampaikan per pasal-pasalnya, persandingan MD3 dan Tata Tertibnya,
kemudian usulan-usulan tambahan kami nanti kami sampaikan saja. Kalau
berkenan, kalau boleh kami langsung ke upaya penguatan sekretariat jenderal ini
usulan untuk tambahan saja materi dari kami sampaikan.
Kami laporkan Ibu, Bapak yang kami hormati, pimpinan dan Anggota Pansus
Rancangan Undang-Undang MD3. Jadi sebetulnya yang pertama kami ingin
melaporkan bahwa struktur organisasi sekretariat jenderal yang ada sekarang ini
yang disahkan melalui Perpres Nomor 23 Tahun 2005, itu mengakomodari
rekomendasi dari Tap MPR Tahun 2002 Nomor 6 MPR Tahun 2002. Disana
rekomendasinya adalah kepada dewan ketika ada acara laporan tahunan lembaga
tinggi negara. Jadi perlunya melaporkan restrukturisasi organisasi kesekjenan
dengan membentuk institusi yang mempunyai tugas khusus mendukung fungsi
anggaran dan pengawasan. Untuk itulah kemudian didalam struktur organisasi
kesekjenan itu dibentuk ini tahapan perkembangan tugasnya Sekjen, dibentuk
semacam deputi perundang-undangan dan deputi anggaran dan pengawasan. Itu
yang fokus pada dukungan yang sifatnya substansial atau keahlian. Respon kami
berikutnya cepet saja jadi ini ketika ada reformasi maksud kami rekomendasi tadi
sudah struktur, nah kemudian tugas-tugas ini juga ditegaskan keberadaan
sekretariat jenderal ditegaskan didalam Undang-undang MD3 Pasal 392 sampai 394
kemudian diperaturan Tata Tertib Pasal 288 sampai 291. Masalahnya untuk yang
periode yang Undang-undang MD3 2009 ini dengan Tata Tertib yang berlaku sejak
periode ini tidak menyebutkan, tidak memerinci tugas sekretariat jenderal. Kalau
Tatib yang sebelum-sebelumnya itu jelas begitu, jadi sekarang ini kami
menggunakan dasar dari rincian tugas yang menempel di BURT, yang menempel
dipimpinan seperti itu. Kalau yang sebelumnya itu tegas memberikan bantuan
secara teknis administrasi dan keahlian kepada dewan, melaksanakan kebijakan
kerumahtanggaan DPR yang telah ditentukan oleh pimpinan dewan, berikutnya mas,
terus, terus, terus nah ini dari Tatib yang lama disebutkan semua sampai rinci, jadi
9

kami betul-betul ada pedoman. Lalu termasuk membantu anggota komisi, gabungan
komisi, Baleg, dan sebagainya seluruh alat kelengkapan dewan.
Ini gambaran dari struktur kesekjenan, terus mas, ini ada Sekjen dan Wakil
Sekjen sebelumnya, sebelumnya, sebelumnya ya, sekjen dan wakil sekjen dibantu
oleh 4 deputi, masing-masing deputi perundang-undangan, anggaran dan
pengawasan, persidangan kerjasama antar parlemen, bidang administrasi.
Kemudian masing-masing deputi berikutnya ya ini membawahi biro-biro, kemudian
substansinya tentu disesuaikan, nomenklaturnya disesuaikan dengan kebutuhan
untuk dukungan pelaksanaan fungsi kedewanan. Jadi terus ya berikutnya sudah
spesifikasi terhadap masing-masing tugas deputi, kami melaksanakan tugas tentu
mengacu pada tugas dan fungsi dewan. Terus, terus, terus ya ini menjadi dasar dari
pelaksanaan tugas-tugas kami dari hari kehari, kemudian renstra DPR-RI juga 2010-
2014 dan berdasarkan itulah terus mas, berikutnya nah berdasarkan itulah sekjen
juga menyusun visi dan misi renstra didalam renstra, ini juga mengacu kepada tadi
renstranya dewan juga arah kebijakan umum kerumahtanggaan dewan yang sudah
ditetapkan oleh Badan Urusan Rumah Tangga.
Untuk upaya peningkatan dukungan kami melakukan pemetakan masalah ini
pada tahun 2010 internal teman-teman peneliti. Kemudian diantara lain hasilnya
adalah DPR masih belum puas dengan dukungan kinerja sekretariat jenderal
termasuk dukungan keahlian. Kemudian kelemahan SDM sekretariat jenderal yaitu
dominasi tenaga teknis administrasi dan kurangnya jumlah SDM yang mendukung
keahlian. Kemudian belum memiliki perencanaan yang jelas dan rinci tentang
kebutuhan SDM dan belum ada standar kerja dan belum terpenuhinya beberapa
kebutuhan dukungan keahlian bagi dewan.
Oleh karena itulah kami mencermati kemudian didalam Undang-undang MD3
itu direkomendasikan atau ditugaskan untuk membentuk badan fungsional keahlian.
Sebetulnya ini ya munculnya gagasan ini disebabkan karena tidak terpenuhinya
kebutuhan informasi aktual yang sesuai dengan agenda rapat-rapat DPR, data dan
informasi dan termasuk hasil penitian dan barbagai analisis ketika dewan membahas
berbagai tugas-tugasnya bersama pemerintah. Kurang tajamnya fokus program
penelitian jadi kami juga mendapat kritik karena teman-teman peneliti ini dianggap
penelitian yang dihasilkan tidak sejalan dengan kebutuhan dewan. Kemudian
pelaksanaan program penelitian kurang ini, kemudian tidak sejalan dengan
kompleksitas persoalan yang dihadapi dewan.
Jadi permasalahannya memang teman-teman peneliti juga punya tugas
khusus untuk sesuai dengan kepakarannya untuk menyelenggarakan penelitian
yang menghasilkan KUM, atau angka kredit untuk jenjang kepangkatan berikutnya,
itu hanya salah satunya saja sebetulnya. tetapi kami kemudian mengkoordinasikan
supaya ada sinergi antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti, teman-teman
peneliti dengan yang dilakukan oleh Deputi PUU, karena teman-teman peneliti ini
berada dibawah, dikoordinasi Deputi Anggaran dan pengawasan. Jadi membentuk
Tim penelitian yang dilakukan kemudian untuk mempertajam penyusunan naskah
akademik yang dilakukan oleh teman-teman legal drafter.
Kami menyimpulkan bahwa sebetulnya permasalahannya adalah tidak pada
kelembagaan, tetapi bukan berarti kami resisten terhadap pembentukan badan
fungsional keahlian. Tetapi dari pemetakan masalah, dari survey-survey internal
memang lebih kepada mekanisme, belum ada mekanisme yang bisa menyatukan
potensi antara tenaga PNS yang memberikan dukungan keahlian dengan yang non
PNS yaitu tenaga ahli. Jadi ada tenaga ahli yang direkrut sejak tahun 2008, dan
10

seterusnya sampai hari ini belum ada penyatuan potensi untuk mendukung tugas-
tugas dewan inilah tantangannya untuk diatur lebih lanjut.
Yang berikutnya perlu ada penyatuan dari unit-unit kerja yang memberikan
dukungan substansial kepada dewan. Kalau sekarang kan masih menyebar, masih
ada yang langsung bertanggungjawab kepada pimpinan AKD, ada yang di Deputi
PUU, ada yang di Deputi Anggaran dan pengawasan, nah ini sebetulnya lebih
kepada penyempurnaan dari struktur kesekjenan. Karena ini kalau kami melihat dari
pasal-pasal yang ada untuk pembentukan BFK ini nanti akan diatur dengan
peraturan pimpinan DPR-RI, ini juga nanti harus perlu pertimbangan. karena kami
membahas struktur organisasi saja sampai 2,5 tahun pak baru selesai ibu, itu
pengalaman, dan kemudian kami menindaklanjuti untuk Undang-undang MD3 untuk
pembahasan BFK ini juga kami lakukan dengan BURT sejak tahun 2010 pemetakan,
2011 itu BURT kerja sama dengan konsorsium universitas terkemuka yang pertama
konsorsium universitas Indonesia, ITB dan UGM. Kemudian hasilnya ada
rekomendasinya tetapi juga masih belum terlalu jelas karena apakah ya antara ada
dua lembaga yang satu seperti lembaga asli DPR, yang satu kesekjenan lebih
kepada dilahirkan melalui peraturan Presiden, seolah-olah ini adalah lembaga
eksekutif, dari eksekutif begitu, jadi ini masih juga belum jelas. Oleh karena itu
BURT kemudian kerja sama membentuk konsorsium yang kedua lagi untuk
membahas ini, pembentukan BFK dengan penyempurnaan struktur kesekjenan. Jadi
dari UNPAD, UI dan UGM, hasilnya ada rekomendasi berupa struktur organisasi,
tetapi kemudian didiskusikan lebih lanjut oleh BURT bersama sekretariat jenderal
bersama kementerian PAN, kementerian Ketenagakerjaan, bersama BKN, itu
kemudian ada mengalami perubahan, karena semua permasalahan dikemukakan
termasuk kementerian keuangan. Nah hasilnya rekomendasi terakhir yang kami
terima dari BURT juga sudah ada bentuk struktur baru ini lebih flet begitu. tetapi
setelah kami diskusikan juga ini terus-terusan ini ibu, bapak dari tahun 2010 sampai
sekarang 2014, itu kemudian terakhir menghasilkan yang seperti ini, jadi tidak
sekjen, nanti kami sampaikan bapak iya. Kalau ini program reformasi birokrasi, nanti
kami akan mohon ijin juga untuk lebih menjelaskan lagi bagaimana yang sudah kami
sampaikan.
Jadi itu yang terkait dengan rekomendasi dari Undang-undang MD3, disini
ada pembentukan ada tenaga ahli dan sebagainya, kelompok pakar, dan
sebagainya itu sebaiknya itu memang nanti disatukan. Sekali lagi mohon maaf
bukan kami untuk resisten terhadap pembentukan lembaga baru yang dengan
peraturan DPR, tapi itu akan sulit penerapannya koordinasinya apalagi ada klausul
bertanggungjawab kepada Pimpinan Dewan untuk kinerja, kemudian
bertanggungjawab secara administrasi dibawah koordinasi sekretariat jenderal,
hampir tidak mungkin ibu, bapak mohon maaf. Karena kami diharuskan membuat
laporan kinerja, baik kinerja sekretariat jenderal maupun kinerja dewan tentunya, itu
kalau sekretariat jenderal paralel, jadi satu paket gitu. laporan keuangan itu ya
dilampiri laporan kinerja, saya tidak bisa membayangkan kalau kinerjanya
bertanggungjawab kepada Pimpinan dewan, lalu kami administrasi keuangannya
dan SDMnya pembinaan SDMnya dan sebagainya bisa saja kita kehilangan out put
yang harus dipertanggungjawabkan dan sebagainya, itu karena ada batas-batas
seperti itu. Jadi mohon maaf kami mengusulkan draf untuk struktur organisasi itu
bentuknya masih kepada artinya supaya lebih implementatif apa yang diatur didalam
Undang-undang MD3. Jadi seperti misalnya keberadaannya BFK nanti kami
haturkan itu menjadi penyatuan dari Deputi PUU yang ada dengan Deputi Anggaran
11

dan Pengawasan misalnya seperti itu, karena sebetulnya tidak terletak pada
kelembagaannya. Dari hasil survey-survey yang kami lakukan bersama universitas
jadi justru pada mekanisme pada kewenangan yagn diberikan, gitu ketika misalnya
ada penyusunan naskah akademik, tentu kami menyampaikannya itu adalah dalam
konteks akademik isinya. Jadi tidak berupa tidak mewarnailah artinya mohon maaf,
ada bapak, ibu anggota barangkali bikin seperti ini, itu kami tidak bisa itu. Nah kalau
itu diijinkan ya mudah-mudahan kedepan akan lebih optimal dari dukungan
sekretariat jenderal tanpa banyak harus merubah struktur, tapi yang penting bisa
dilaksanakan. itu saja kami.

F.PD (DR. BENNY K. HARMAN, S.H.):

Ibu bisa potong, kenapa tidak bisa?

SEKJEN DPR-RI (DR. WINANTUNINGTYASTITI SUASANANI):

Dengan peraturan dewan bapak, kami kawatir tadi yang kami sampaikan
bisa, tetapi waktunya akan lama kami inginnya yang lebih implementatif karena
mempengaruhi di kami bapak struktur sekretariat jenderal. Jadi saya inginnya cepet
gitu, karena begini bapak, kami punya kewajiban melaksanakan reformasi birokrasi
itu sudah kami laksanakan sejak tahun 2008, itu ada kami dituntut untuk melakukan
perubahan awalnya 3 area perubahan yaitu organisasi, kelembagaan dan sumber
daya manusia. Kalau organisasi ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia
berubah lagi 2009 menjadi 8 area perubahan, dan 2010 menjadi 9 area perubahan
itu dokumennya itu sangat terkait. Misalnya begini bapak.

F.PD (DR. BENNY K. HARMAN, S.H.):

Ibu Sekjen tidak usah, Ibu tidak usah jelaskan yang bulat kesana kemari tidak
jelas capek kita ngikutnya. Kita mengikuti ini sungguh-sungguh karena itu juga
penjelasannya juga coba fokus apa problem? Jadi kita ini sedang membuat,
menyusun mengubah Undang-undang MD3, salah satu pikiran utama didalamnya itu
adalah kesekjenan ini khusus untuk DPR itu adalah sekjen dewan kan begitu. ini
pilar utama untuk bisa perform ini dewan ini legislasinya, pengawasannya atau
anggarannya. Apa problem statmennya kesekjenan dewan selama ini apa? Ada
tidak problem? Supaya apa, supaya kita cari solusi untuk dituangkan dalam Undang-
undang ini, kan gitu bu coba ibu jelaskan. Kita maunya gini-gini, apa misalnya yang
berkaitan dengan fungsi anggaran atau legislasi anggaran banyak pegawai ibu atau
sekjen yang dipanggil KPK apa problemnya? Buka itu, apa masalahnya disana?
kong kalikong, jadi kalau ngomong soal mafia ini di dewan ini, ada anggota
dewannya, ada pegawai sekjennya, atau segala macam itulah ini apa ini? tolong itu
dibuka. Jadi kita mau yang membuming, Ibu, dewan ini kan penjelasannya, nanti
kami akan ambil sikap politik oh begini, kesekjenan ini harus menjadi bagian dewan
bukan bagian dari eksekutif. Kan begitu, nanti misalnya sekjen ini jangan jadi PNS,
bukan dari PNS, kan begitu, bila perlu nanti kedepan kita tender ini sekjen ini,
visinya jelas untuk membenahi ini gitu lho. Jadi ini kita ingin ada hal barulah yang
ingin ditampilkan oleh ibu sekjen didalam Undang-undang ini. jadi mengapa ibu,
bapak diundang? Untuk memberi masukan berkaitan dengan Bab, Pasal tentang
tugas, fungsi kewenangan kesekjenan dalam rangka membangun parlemen yang
12

bersih berwibawa kedepan melalui Undang-undang MD3. Ibu kasih masukan, juga
nanti DPD dengan riseningnya apa? misalnya tadi MPR ada perubahan disini kok
tidak nyambung mengapa sampai-sampai ada perubahan usulan begitu? apa
penjelasannya? Kita butuh, tidak usah kemana-mana supaya singkat ibu ya, ya
terima kasih banyak.

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAYA, S.D.):

Ini mumpung bagian interupsi ya, mohon maaf yang terhormat ibu, bapak
Sekjen, tentu penjelasan seperti ini sangat dibutuhkan, tetapi dia lebih akan bersifat
sebagai lampiran untuk kita dalami bersama. Nah kami setidaknya saya berharap itu
berangkat dari DIM ya, berangkat DIM sehingga kita bisa membuka pasal mana
kemudian apa kajiannya? Sebab kalau kita ibarat ini merancang ulang, ibu ini mohon
maaf kita tidak cukup waktu. Oleh karena itu mari kami ajak ibu yang terhormat
untuk membuka DIMnya, kemudian apa kira-kira yang perlu diomongkan disitu, apa
yang perlu dilengkapi dan sebagainya. Sehingga ilustrasi kemudian informasi yang
sebegitu luas dan banyak itu tidak mengganggu substansi yang sudah kita rancang
saat ini. Saya kira begitu pimpinan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan dilanjutkan bu.

SEKJEN DPR-RI (DR. WINANTUNINGTYASTITI SUASANANI, M.Si):

Ibu Ketua mohon maaf ya, mumpung tadi itu kesempatan kami ketemu
bapak, ibu jadi kendala-kendala yang kami hadapi kami laporkan. Tetapi kami ingin
langsung bapak apa yang kami sampaikan tadi di Pasal 392, soal yang terkait
dengan pembentukan BFK (Badan Fungsional Keahlian) itu, kami tadi laporkan
bahwa itu pembentukan BFK yang dimaksud di Undang-undang MD3 ini seharusnya
kalau itu ingin tetap adalah lebih jelas begitu. Karena dia akan mempengaruhi posisi
strktur organisasi sekretariat jenderal, tadi kami laporkan kontribusi apanya sudah
kami bahas di BURT dan kami, kami menyebutkan sudah ada dilahirkan, artinya
kami sudah setidaknya ikut didalam diskusi-diskusi bagaimana kalau BFK ini
dibentuk. Itu dari tahun 2010, nah kami menganggap tadi, dalam praktek-praktek
kerja selama ini sebetulnya lebih secara fungsional peran BFK ini sudah dikerjakan
oleh Deputi Perundang-undangan dan Deputi Anggaran dan Pengawasan
disekretariat jenderal. Produk-produknya banyak sudah dikerjakan tapi nanti
memang ada kendala nanti kami sampaikan perdata saja kalau begitu.
Kemudian itu yang tadi, jadi sekali lagi bukan artinya ini tentu keputusan pada
bapak, ibu anggota tetapi pendapat kami sebetulnya menyempurnakan saja struktur
yang ada di kesekjenan untuk lebih optimal itu cukup, karena Badan Fungsional
Keahlian itu disini ditetapkan dengan peraturan DPR tentu akan sulit pengguna
anggarannya nanti seperti apa? kuasa pengguna anggarannya itu siapa? apakah
sepenuhnya di Sekjen, tetapi disini ada klausul bertanggungjawab kepada Dewan itu
yang kendala. Yang kedua
13

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAYA, S.D.):

Pasal 392?

SEKJEN DPR-RI (DR. WINANTUNINGTYASTITI SUASANANI, M. Si.):

Iya bapak, ayat (3) ya, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan
wewenang dibentuk badan keahlian yang ditetapkan dengan peraturan DPR tentang
Tata Tertib itu pak. Karena kalau ini badan keahlian tidak terbentuk dan lama kami
juga terkatung-katung pak, reformasi birokrasi kami itu sudah diujung sekarang
tinggal remunerasi dan itu seluruh pegawai punya jabatan khusus kalau BFK ini
tidak segera dibentuk kami terkendala. Didalam pelaksanaan tugasnya,

FPKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Interupsi sedikit bu,


Ibu Nurul saya interupsi sedikit bu ya, saya kawatir ini mungkin juga untuk
memicu presentasi yang ketiga gitu, tadi juga saya lihat sekjen MPR juga miss
leading. Karena kemudian berbicara tentang penambahan kewenangan MPR,
padahal ini hanya sekedar bicara tentang dukungan kepada kelembagaan. Ini kalau
perasaan saya ini, bapak-bapak, Ibu-ibu didepan saya ini yang saya kawatirkan
mengidentifikasi diri bukan sebagai pejabat-pejabat legislatif. Bapak-bapak, Ibu-ibu
didepan saya ini mengidentifikasi diri sebagai pejabat eksekutif, itu kekeliruan
pertama. Set bapak-bapak, ibu-ibu ini diatas ini ada yang tidak berani digedor,
namanya eksekutif. Karena itu pola pembicaraan bapak-bapak, ibu-ibu dan cara
memberikan dukungan, menata kelembagaan dan sebagainya itu yang memang
tidak diatur secara digeat didalam Undang-undang. Akhirnya kemudian terjebak
kepada pola eksekutif, makanya saya terminologinya pun saya sebetulnya kritik,
kalau bisa kita rubah diundang-undang ini kan bagus, ini kan sama dengan setjen
Depmenkumham, Setjen Menteri Keuangan, Setjen KPK, Setjen apa, ya lembaga-
lembaga eksekutiflah, apa Sestama dan sebagainya itu. Padahal ini yang bapak-
bapak, ibu-ibu diatasnya ini ada lembaga lain ini, ini legislatif cara pilsafat tentang
kekuasaannya berbeda sekali ya, ini kekuasaannya beda, karena itulah kemudian
saya kawatir karena ini atasnya tidak berani digedor, akhirnya ibu, bapak berusaha
mencari solusi dibawah, padahal solusinya diatas. Makanya saya terus terang dari
tadi pas yang lain belum datang saya ngomong, saya langsung mulai dengan
pertanyaan. Apa bisa kita berharap kepada kesekjenan ini kalau berpikirnya itu
masih termasuk pegawai pemerintah/eksekutif? Menurut saya itu tidak bisa, tidak
bisa! Tidak bisa! Ini kan rezimnya masih Susduk, dikepala bagian kita ini kan Susduk
rezimnya. Konstitusi sudah berubah 4 kali, dan kita sudah sampai hari begini,
sehingga memisahkan antara pekerjaan anggota dengan pekerjaan sekretariat saja
kita gagal. BURT diurus oleh Anggota, Banggar diurus oleh Anggota, Baleg diurus
oleh Anggota termasuk BAKN diurus oleh Anggota, padahal ini sebenarnya Badan
Fungsional Keahlian. Kami ini politisi, nah itu bedanya, karena itu saya mau mohon,
karena sekjen seharusnya punya kajian tentang ini, atau kalau selama ini tidak
pernah berani punya kajian tentang ini, ini harus dibongkar menurut saya. Sebab
kalau tidak ya tidak kemana-mana, mohon maaf bu, merasa kewenangan tidak kuat,
merasa banyak atasannya begitu, tidak ada atasannya. Bapak-bapak, ibu-ibu adalah
orang merdeka yang harus mengelola dewan ini bahkan mungkin kalau selama ini
14

diatur anggaran dan sebagainya itu dipersulit begitu, kalau kita lihat dinegara-negara
yang modern demokrasinya anggaran dewan presentasi dari APBN. Karena itu
adalah prestasi bersama, kalau eksekutif naik sekian persen, kita naik sekian
persen, presentasi dari total bugeting nasional misalnya kaya begitu, sehingga langit
ini tidak ada. Inilah yang menyebabkan munculnya lembaga dewan yang kuat,
mohon maaf sekarang ini tidak bisa, cara berpikir bapak-bapak, ibu-ibu tadi itu ya
meskipun belum berbicara saya sudah bisa tebak, terjebak kepada ini semua begitu.
Ya jadi kalau saya bisa interupsi ini, saya maksudkan adalah karena pasal-
pasal ini kan tidak rinci, tapi kan yang penting ada aturan dibawahnya. Kita perlu
tambah paling Cuma satu pasal yang mengatakan bahwa mulai sekarang kita
merintis pengelolaan lembaga pendukung terhadap dewan ini, kalau di negara-
negara maju itu namanya congresional management centre atau management office
kantor tersendiri, bukan merupakan pejabat pemerintah, ini eselon-eselon segala
macam itu omong kosong sudah. Capek, loyalitas bapak-bapak, ibu-ibu ini tidak
solit, bukan Cuma soal loyalitas, frame mindset salah, ini kita mau dengar, karena
kita mau berubah. Nah mungkin sudah ada belum yang gitu itu? kalau tidak ada bu,
ibu bilang bikin keputusan politik kami akan taruh pasalnya disini, kita tabrak ini
semua, yang kerja didewan ini harus otak-otak terbaik direpublik ini dengan gaji
yang terbaik. Itu yang harus dirancang dari sekarang, saya kira itu, itu interupsi saya
coba ibu-ibu tolong bapak-bapak dipikirkan karena kalau muter disini lagi saya jadi
ikut pusing juga, kalau begini caranya. Ya terima kasih.

F.PD (DR. BENNY K. HARMAN, S.H.):

Baik saya 1 menit untuk bapak ibu sekjen, jadi harus ada keberanian untuk
merubah mindset, keberanian untuk melakukan revolusi akal sehat, bukan revolusi
mental, tapi memiliki mental revolusi. Apa maksudnya? Jadi kita ini kan ada
kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif, menambahkan
penjelasan pak Fahri Hamzah tadi. Dikekuasaan Kehakiman, kekuasaan yudikatif
itu, seluruhnya itu menjadi institusi yang otonom, yang mandiri dia. Kesekjenan
Mahkamah Agung tidak menjadi bagian dari eksekutif, tidak, nah kita punya ini, tidak
jelas kekuasaan eksekutif ibu ketua perfek, tapi kesekretariatannya bertuankan
bukan pada legislatif tapi yang lain, bingung saya. Bapak, ibu aku lihat punya pikiran
menikmati situasi ini, ini yang aku tolak Pak Fahri, tolak. Padahal tadi harapan kami
adalah ibu datang, bapak-bapak, ibu datang kita maunya begini, tolong ambil
keputusan politik, tuangkan dalam normanya, itu maunya kami. Sehingga nanti
kedepan tampil ini dewan yang punya kewibhawaan begitu, pengelolaan
anggarannya kita, administrasinya ibu juga segala macam kita, kemandirian dewan,
jadi ibu mereka, bapak mereka bagian dari kekuasaan legislatif, itu poinnya. Jadi ini
dulu, itu dulu, kalau bapak, ibu tidak punya pemahaman yang sama dengan ini ya,
ya mohon maaf tidak maju-maju kita kedepan. Bapak, ibu datang dengan mindset
kami ini pegawai pemerintah yang ditugaskan disini, nah celaka kita pak. nah ini poin
kita pak, jadi saya tenden saja tolong lebih maju kita, kita punya kemauan politik
yang kuat untuk mengubah dewan, termasuk mengubah institusi kesekjenan, dalam
rangka menampilkan dewan kedepan yang lebih kuat, lebih kuat bukan kuat
ngomong tapi kuat efektif dewan punya hasil kerja. itu ya terima kasih banyak.
karena kebetulan saya mau ikut.
15

KETUA RAPAT:

Bagaimana Bu Sekjen sudah mengerti apa yang kami mau?

SEKJEN DPR-RI (DR. WINANTUNINGTYASTITI SUASANANI, M.Si.):

Begini Ibu, bapak yang saya hormati,


Sebetulnya didalam internal kami sering ada diskusi-diskusi, karena didalam
terus terang banyak kendala, contoh kinerja sekretariat jenderal itu sering
dikorelasikan secara linear dengan kinerja dewan. Padahal kami menyampaikan, lho
kami kan produk disampaikan kepada bapak, ibu anggota lalu diukurnya digunakan
atau tidak? lha ini karena aturan ibu, Undang-undang yang ada fakta bapak, jadi
sekarang kami harus mengikuti Undang-undang ASN, misalnya disitu diatur semua.
kemudian sesuai dengan Undang-undang tentang keuangan negara, misalnya
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, itu kami yang bisa jadi ada struktur
pengelolaan keuangan negara itu terpisah, dengan struktur organisasi dimasing-
masing kementerian lembaga. Jadi disana ada misalnya Presiden mendelegasikan
kepada Menteri Keuangan, kemudian kepada seluruh Kementerian/lembaga nanti
yang diperiksa adalah kami pengguna anggaran dan seterusnya kebawah sampai ke
bendahara, itu struktur yang berbeda. Jadi harus unsur eksekutif itu, jadi memang
Undang-undang yang kami tidak bisa hindari seperti itu, kami inginnya entar dulu
diatur khusus karena kami lahir di DPR gitu ya, banyak yang sudah 30 tahun bekerja
dari lulus di DPR. Jadi kita tentu kalau diskusi dengan teman-teman dipemerintah
kami dianggap orang DPR pak, kami juga mempertahankan kepentingan DPR
begitu. Nah ini yang kadang-kadang dilema yang kami hadapi, termasuk mohon
maaf ketika bapak, ibu anggota ada yang tersangkut masalah, kami dipanggil dan
harus memberikan penjelasan yang kami tidak tahu. Itu juga kendala, saya juga
sempat sampaikan juga kepada teman-teman di KPK, haduh saya selalu diundang
satu anggota kadang 4 kali, 5 kali apa yang saya tahu gitu? Bahkan orang-orang
yang diluar DPR yang terkait kamipun dipanggil karena dianggap orang itu sering
datang ke DPR gitu. Saya sampaikan ini sekitar 5000 sampai 6000 orang setiap hari
lalu lintas, lalu lalang keluar masuk digedung DPR apakah saya harus tahu? Seperti
itu, itu masalah juga pak, jadi dianggap kesekjenan ini kami ikut bertanggungjawab
juga dan harus memberikan data-data yang lama-lama itu harus kami bongkar dan
sebagainya. Jadi ini salah satunya, gitu, kalau semuanya jadi jangan tanggung-
tanggung pak, aturan-aturan yang terkait itu juga harus dirubah semua itu kalau
memposisikan seperti itu, itu lebih bagus. Kalau sekarang kan kami harus mengikuti
Undang-undang yang ada di pemerintah, kakinya disini seperti itu. Iya kalau mau
mohon maaf agak ke revolusi terhadap peraturan perundang-undangan kami sangat
senang, karena dilema didalam kami dinilai pak, dinilai diperiksa oleh lembaga
negara yang adalah semua BPKP, BPK, KPK dibuntuti terus, dan lain-lain begitu.
Tapi sekarang yaitu diikat dengan Undang-undang yang juga dihasilkan bersama
bapak, ibu anggota DPR, tapi disini, disisi lain itu seperti itu, dinilai rendah. mohon
maaf ya jadi lari lagi ke reformasi birokrasi, kami nilainya Cuma 45 pak. Jadi
greadingnya Cuma 49, artinya itu mengurangi greading yang nanti akan diterima.
Tapi penilaian itu yang kami masalahkan, kami dikorelasikan bahwa kinerja DPR
rendah berarti sekjen rendah itu juga yang masalah gitu pak yang selama ini yang
kami hadapi. Maka ya senang sekali kami kemudian misalnya ya tidak diberhentikan
tapi PHK rame-rame kalau kami masih bisa dimanfaatkan kami akan senang di DPR
16

ini 100% gitu. Tetapi tadi itu, jangan-jangan nanti temuan-temuan BPK, di KPK kan
dan lain sebagainya itu pak, itu fakta bahwa semua Undang-undang itu mengikat
kami sebagai unsur pemerintah terutama didalam mempertanggungjawabkan
keuangan. Itu bu terima kasih.

FPKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Sekarang, ini Bu Nurul mau tanya saja, itu Undang-undang yang mengikat-
ikat tadi itu sudah ibu daftar belum? sudah daftar, terus nanti sudah tahu caranya
memasukin dalam Undang-undang MD3 ini? nah lengkapi masuki disitu bongkar
semuanya bikin yang baru. Pertanyaan berikutnya, Ibu, bapak ini siap tidak kalau
nanti ada perombakan perubahan apa namanya seluruh staf pendukung itu ngerti
apa yang terjadi gitu? itu juga pertanyaan bu, sebab ini saya sudah lama
menantang, saya ini kan, ini kan Pansus MD3 yang dulu juga saya tantang, itu
sudah lama saya tantang rapat di BURT saya tantang, tapi kan tidak pernah mau
keluar diatas ini kayaknya dewanya tidak bisa diganggu. Bongkar dong ini kan
mindsetnya harus dirubah, saya kira itu interupsi jadi rame begini.

KETUA RAPAT:

Bagaimana masih ada interupsi pak?

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAYA, S.D.):

Interupsi ibu, memang ini soal tidak sederhana, kita punya Undang-undang
Nomor 874, tahun 1999, kita kemarin punya kenapa kepegawaian, kita punya
Undang-undang Nomor 2 tentang ASN. Jadi memang perlu study yang betul-betul
komprehensif, tadi kalau yang terhormat pak Fahri Hamzah bertanya apa sudah
terinventarisasi belum Undang-undang itu? apakah kita escapenya ke lakespesialis
kita nanti? Atau bagaimana itu? jadi karena ini memang bicara soal MPR, DPR dan
DPD, ini harus ya harus revolusioner gitu, harus berani gitu, tapi kami juga
memaklumi, dan sebab itu mungkin Pimpinan yang terhormat dapat kiranya
memberi kesempatan kepada ibu-ibu sekjen dan Pak Sekjen nanti itu sekaligus juga
membaca DIM pemerintah gitu, supaya bagaimanapun juga ini kan ada problem
yang khas dilingkup PNS itu bagaimanapun juga ya. Jadi harapan yang disampaikan
tadi ibu, sekali lagi dengan etikat baik ya kita ingin betul-betul merdeka yang punya
independensi yang dijamin oleh UUD. Tapi juga ada yang bisa gradual, tapi juga
secara fundamental begitu radikal, nah ibu tinggal kira-kira mohon maaf bisa
menawarkan oh ini kira-kira yang sifatnya gradual. Ini yang revolusioner yang radikal
begitu misalnya. Jadi pendekatan ini akan lebih masalah tampaknya memberikan
masukan karena tadi saya menyarankan silakan berangkat dari DIM, kemudian
perkuat dengan lampiran-lampiran dan bukan tidak mungkin nanti kita ada
pertemuan kedua misalnya, atau bikin ad hoc yang mendalami khusus masalah ini
saya kira. Ini sangat, sangat-sangat strategis betul-betul, sangat strategis, jangan
sampai misalnya kita hanya memindahkan kembali ibu sekjen yang terhormat atas
aturan yang lalu di Undang-undang yang baru ini. sehingga tidak ada perubahan
sama sekali, padahal kita sangat berharap MPR, DPR dan DPD yang akan datang
itu memang kuat sebagaimana diamanatkan oleh UUD dan politik hukum kita.
demikian Pimpinan terima kasih.
17

KETUA RAPAT:

Substansi saja Pak, sebetulnya ini interupsi saja,

F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Saya sebetulnya interupsi bukan ini, supaya sesuai prosedur saja


sebenarnya, urut-urutan pekerjaan kita, itu apakah satu-satu ditanggapi sampai
habis-habisan begitu ya? apakah dengarkan semuanya sampai selesai? Ya saya
mohon itu saja, daripada saya ikut Pak Soenmandjaya kan terpancing juga kalau
beliau ngomong saya tidak ngomong nanti saya disebut tidak koalisi kan tidak enak
juga kan begitu, tidak saya usul prosedurnya saja.

Ini memang masalah kesekjenan ini sesuatu yang sangat panas begitu, dan
kita ingin melakukan sebuah revolusi, kalau berbicara soal lembaga legislatif ya
harusnya kesekjenan itu adalah bagian dari keluarga besar legislator itu lembaga
parlemen ini. Tapi ternyata tidak, yang sekarang terjadi adalah kami sebagai
anggota legislatif parlementarian ternyata disana kita harus apa tunduk pada satu
lembaga kesekjenan yang diatasnya adalah bossnya itu adalah para eksekutif
tersebut. Jadi itu kan tidak nyambung, tadi ibu menyatakan ya kita harus taat pada
Undang-undang dan sebagainya. Nah kita ingin sebetulnya lembaga ini mandiri, jadi
kalau ibu bilang ibu sekjen bilang ada apa-apa kita tidak tahu, kita yang dipanggil
oleh KPK dan sebagainya kita yang sebel jadinya, nah harusnya kalau menjadi
bagian dari keluarga besar parlemen itu, ibu harusnya memang pasang badan,
karena ini adalah keluarga kita. Nah masalahnya ini kan bukan hal yang sederhana
begitu, yang revolusioner itu harus menyangkut perubahan Undang-undang itu
sendiri. Kalau masalah nanti ibu katakan masalah pegawai gimana ini? kita apakah
akan dilanjutkan dan sebagainya saya kira tidak sesederhana membicarakan ya
perubahan satu pasal atau dua pasal. Dan disini draf dari kami yang kami ajukan di
DIM pemerintah itu dihapuskan semua, misalnya kita ingin ada fit and proper test
kesekjenan itu oleh Pimpinan dewan itu dihapus. Ini adalah suatu upaya untuk
menciptakan kemandirian kesekjenan tadi, nah upaya-upaya kecil inipun sudah
disembelih sama pemerintah itu, kita akan dengarkan, pak itu memang media itu kan
selalu menjelek-jelekan kami ini anggota DPR gitu. Padahal kami itu didalam DPR
selalu merasa oh ternyata sesungguhnya kita ini selalu berhadapan dengan suatu
tembok yang besar yang namanya kesekjenan, yang mereka juragannya adalah
para eksekutif itu, gitu begitu jadi bukan ke kami. Jadi ini semoga persepsi ini bisa
kita satukan menjadi satu dan pihak anda dan kami menjadi keluarga besar melebur
dalam keluarga besar yang kalau ada apa-apa itu ya kita satu suara. Terima kasih,
silakan lanjutkan pak.

Terima kasih Ibu, Bapak Pimpinan,

Bissmillahirahmanirahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua.
18

Perkenankan saya fokus pada upaya penguatan dukungan administrasi,


teknis dan keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPD.
Tadi Bapak Pimpinan menyampaikan bahwa sebaiknya dimulai dengan problem
statmen, atau diperkenankan saya akan memulai dengan study of diat dari
sekrertariat jenderal DPD:
1. Status WTP telah diperoleh selama 6 tahun, secara berturut-turut dan itu
tentu dari perfektif keuangan negara itu status yang terbaik. Kemudian
kenyataannya memang tidak pernah ada anggota DPD maupun jajaran
sekretariat jenderal yang berusan dengan KPK ataupun penegak hukum
korupsi.
2. Sebagai sistem pendukung sekretariat jenderal DPD memiliki tugas dalam
menyediakan dukungan administratif dan keahlian terhadap seluruh tugas
konstitusional DPD, secara generik dapat dikatakan bahwa kalau anggota
DPD dan alat kelengkapan DPD melaksanakan kewenangan politik, tadi
bapak pimpinan juga menyampaikan, maka sekretariat jenderal DPD
memiliki tugas teknokratik. Oleh sebab itu sudah sewajarnya apabila tugas
politik DPD semakin besar, dan nyata seperti yang tercerminkan putusan
MK, yang kemudian apabila diakomodir didalam Undang-undang MD3
maka dukungan teknokratik oleh sekretariat jenderal DPD juga dengan
sendirinya akan semakin luas sesuai dengan tugas konstitusional DPD.
3. Kenyataannya memang yang dilakukan pada akhir tahun 2013 dan
sepanjang tahun 2014, kegiatan tugas teknokratik sekretariat jenderal
DPD demakin nyata dan luas seperti antara lain tercemin dalam
penyiapan materi-materi terkait Rancangan Undang-Undang Pilkada,
Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Rancangan Undang-
Undang Kelautan dan tentu juga Rancangan Undang-Undang MD3.
Sesuai dengan amanat Rancangan Undang-Undang Pemerintahan
Daerah misalnya kami berikan ilustrasi, maka sekretariat jenderal DPD
mengkoordinir kegiatan tenaga ahli dalam melakukan klarifikasi, rumusan
pasal-pasal tertentu terkait urusan pemerintahan dalam Undang-undang
Rancangan Undang-Undang pemerintahan daerah, dengan cara
mengundang wakil-wakil tenaga ahli pemerintah, dan masing-masing
sekretariat jenderal kementerian dan lembaga.
4. Hasil dari konsultasi teknokratik ini kemudian dibawa kedalam rapat-rapat
Tim kerja DPD yang terlibat didalam Rancangan Undang-Undang
pemerintahan daerah. demikian juga materi yang terkait dengan
Rancangan Undang-Undang Kelautan yang telah didaftar dalam
Rancangan Undang-Undang Prolegnas 2014 sebagai Rancangan
Undang-Undang Inisiatif DPD.
5. Pelaksanaan tugas teknokratik ini dilaksanakan secara intensif oleh
jajaran sekretariat jenderal yang hasilnya kemudian dibahas dan
diputuskan dikomite II DPD RI, untuk menjadi Rancangan Undang-
Undang yang sebentar lagi akan diajukan dalam proses legislasi sebagai
Rancangan Undang-Undang inisiatif DPD.
6. Berkenaan dengan semakin luas dan nyata dukungan administratif dan
keahlian tersebut maka kami menganggap pentingnya peningkatan
organisasi sekretariat jenderal DPD RI. Memang sebagaimana tadi telah
didiskusikan selama ini dukungan fungsional dalam melayani tugas-tugas
tekonkratik tersebut antara lain dilaksanakan oleh law center, pusat,
19

perancangan kebijakan informasi, hukum pusat daerah, baget office, pusat


pengkajian dan informasi anggaran pusat dan daerah, pusat data sumber
daya alam, danbahkan oleh pusat terkait seperti pusat kajian dan daerah,
pusat kajian hukum yang kesemuannya memang dibawah kendali
sekretariat jenderal DPD RI. Nah oleh sebab itu saat inipun kami telah
menyiapkan terhadap tenaga-tenaga fungsional peneliti para perancang
perundang-undangan dan analisis kebijakan terkait dengan tugas-tugas
konstitusional DPD yang kesemuanya memang dibawah kendali
sekretariat jenderal DPD RI. Oleh sebab itu mungkin terkait dengan
babarapa item dari DIM ini, menurut hemat kami sepanjang seperti apa
yang disampaikan oleh pemerintah mungkin sedikit agak berbeda
pengalaman rekan-rekan disekretariat jenderal DPR-RI. Sepanjang kita
menginduk kepada Undang-undang yang ada pun, baik Undang-undang
ASN maupun Undang-undang Keuangan Negara, tugas teknokratik
sekretariat jenderal DPD RI dapat dilaksanakan dengan maksimal. Jadi
kalau ini disesuai dengan pemikiran pemerintah, DIM pemerintahpun kami
bisa melaksanakan tugas teknokratik secara maksimal. Tentu saja selain
penyesuaian postur organisasi sekretariat jenderal DPD RI di Ibukota
Negara, kami juga sedang memikirkan organisasi kantor DPD RI di
Ibukota Provinsi yang memang keberadaannya diamanatkan pada
Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MD3.

Jadi barangkali oleh karena tugas supaya lebih terbatas dibandingkan oleh
teman-teman dari DPR-RI sejauh pemikiran pemerintah yang kami baru baca DIM
pemerintah pada pagi hari ini, inipun dilaksanakan dengan berinduk kepada
Undang-undang yang ada ASN maupun keuangan negara dan sekretariat jenderal
DPD tidak akan mengalami kesulitan. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

KETUA RAPAT:

Sudah selesai semua?


Sekarang kita lanjutkan ke pendalaman Pak, jadi dari floor dulu Pak Soen
mau langsung?

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAYA, S.D.):

Bissmillahirahmanirahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Ibu Sekjen MPR, Sekjen DPR-RI dan Sekjen DPD masing-masing beserta
jajaran,
Pimpinan dan Anggota Pansus yang terhormat, dan
Hadirin yang berbahagia.

Yang pertama kami menyampaikanucapan terima kasih dan apresiasi atas


respon yang diberikan oleh semua nara sumber pada pagi hari ini. Saya ada
20

pertanyaan awal ya ibu, bapak yang terhormat, khususnya kepada Ibu Sekjen MPR
dan DPR-RI.
1. Pertanyaan yang pertama apakah ketika perancangan Rancangan
Undang-Undang ini perubahan ini di Baleg ibu-ibu diundangkah sebagai
nara sumber? Sehingga menyampaikan ide-ide berlian tadi itu ya sudah
disampaikan sesungguhnya sejak dini dalam perancangan Rancangan
Undang-Undang ini.
2. Secara sepintas saya dengar dan saya juga baca paper yang
disampaikan oleh para nara sumber, ada dikandung maksud ibu, bapak
yang terhormat. Hendaknya selain pokok-pokok pikiran dan lampiran yang
begitu baik, terstruktur dan sangat memberikan inspirasi bagi saya paling
tidak, hendaknya dia juga dielaborasi maaf saya ulangi bagian elaborasi
dari DIM yang ada. Dari DIM itulah kita mengalirkan apa-apa yang menjadi
pandangan Ibu, bapak sekjen yang terhormat. Sebab dengan demikian
kita diargumentum prosesorium dalam kajian ini tidak terjadi perdebatan
yang tidak bermakna gitu, apalagi kalau kita mempunyai akar bijakan yang
berbeda. kalau tadi saya ulangi lagi yang terhormat Pak Fahri Hamzah
menyampaikan apakah ibu sudah mengiventarisasi Undang-undang
tersebut, lantas ada pilihan cerdas dan usul apa yang dimungkinkan,
sehingga bisa merekonstruksi aspirasi, berpikir awal dari perubahan
Rancangan Undang-Undang ini? demikian. Sebab kalau tidak ada
perubahan yang radikal saya kira tidak perlu kita mengubah Rancangan
Undang-Undang tersebut, kecuali merubah UUD saja satu, apa yakni
memisahkan masing-masing Undang-undang, Undang-undang tentang
MPR, Undang-undang tentang Susunan DPR, dan Undang-undang
tentang Susunan dan kedudukan DPD, dan DPRD bukan direzim ini.
karena di konsideran menimbangpun tidak ada menyangkut itu yang
namanya DPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Nah kalau hanya
itu saya kira sangat sederhana, nah oleh karena itu kita ingin ada
perubahan, tentu yang namanya perubahan yang lebih baik, baik yang
sifatnya konstruktif, maupun konstituentum. Jadi apa yang kita harapkan
dalam waktu dekat sekjen ini berubah itulah kira-kira harapan bersama
kita, ibu sekjen dan bapak sekjen saja jarang bersama kami. sebaliknya
kalau tadi ibu, bapak misalnya memang ada atau andaikan ada yang ini,
ini tentu perubahan seperti ini perlu waktu itu yang namanya
konstituentum. Dan kami merancang ini bukan untuk kita saat ini, tapi kita
ingin mendedikasikan karya bersama ini sebagai persembahan bagi
anggota dan struktur lembaga yang akan datang. Sehingga secara intern
sesungguhnya ini punten ibu sekjen yang terhormat, hampir-hampir tidak
ada fasiliteres itu, kecuali kemaslahatan, kecuali kebaikan untuk kita
semua. Nah saya kira poin ini ibu ketua yang terhormat yang ingin saya
sampaikan itu, sekali lagi saya hanya berharap ada pertemuan yang
kedua, setidaknya misalnya ada usulan-usulan yang sedemikian rupa
yang mengacu kepada DIM dan disampaikan secara komprehensif,
kemudian secara integral. Demikian terima kasih mohon maaf.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


21

F-PG (Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Baik, Pimpinan, Anggota dan Sekjen-sekjen lembaga MPR, DPR-RI maupun


DPD dan posisi kita kan hari ini mau merevisi Undang-undang MD3 ini sebagai
instrumen untuk mengatur kelembagaan ini, termasuk begitu pentingnya sistem
pendukung ini (suporting sistem). Inilah yang sangat kuat dan kita harap benar-
benar bekerja secara profesional dan tadi disinggung oleh orang independen.
Mampukah itu? karena basis domain eksekutif dan legislatif jelas itu yang
memisahkan kita, kita berharap sekarang ini ada nuansa baru, seperti DIM yang
telah ada ini, nuansa kita ini nuansa legislatif. Saya tahu Ibu Win ini, Bu Win ini
temen kuliah, pak Kartono itu dosennya kita ya? jadi Pak Darsono pun juga ada dan
ahli-ahli disini, saya tahu bu Dirjen juga ini teman, di Jepang pun juga ketemu
dengan pak Darsono. Ini karena kita bicara adalah sebagai wakil rakyat, kami dan
ibu juga orang-orang yang cukup beken dalam hal ini sudah apakah siapkah kita
untuk merubah mindset aurentasi tadi? kita tidak cerita lama lagi, kita sudah tahulah
cerita lama itu keberadaan daripada alat suporting ini bagaimana bisa terpisahkan
dari kepemerintahan kita, Government kita. nah sekarang kita ingin satu pertama ya
memberi dukungan alat suporting ini benar-benar kuat, baik tidak hanya persoalan
sekjennya saja, tetapi lembaga-lembaga lain yang kita harapkan adanya misalnya
alat dukungan dalam hal legislasi, dalam segi anggaran, dari segi kajian perancang
Undang-undang itu juga benar-benar kita ciptakan juga semacam badan yang
profesional yang ahli dan bisa orang mana saja, tidak mesti dari katakanlah
tuntutannya adalah orang yang masuk kategori pegawai negeri. Karena Undang-
undang ASN telah mengatur, bahwa ASN itu terdiri daripada dua ininya satu PNS,
yang satu itu PPPK, pegawai pemerintah berdasarkan perjanjian kontrak, itu yang
kita kenal. Sekarang ini kalau yang kita kenal itu ada outsorcing, honor atau apa.
nah kita ni didewan ini sebenarnya telah menempatkan posisi itu seperti orang-orang
yang kita butuhkan ahli, tenaga ahli itu bisa kita masuk mungkin kelompok yang
profesional itu. Sehingga tempat-tempat orang yang ahli profesional dan tidak agak
jauh misalnya setelah dari domain basis PNS itu bisa masuk disini. Inilah sekarang
kita buat, misalnya sekarang ini sudah ada masukan mana yang masih cocok?
Mana yang tidak cocok kita mulai memberi di pasal-pasal perintahnya Undang-
undang yang akan kita buat ini. Nanti soal operasionalnya tentunya ada peraturan-
peraturan lagi, tapi semangat kita bahwasannya misalnya, karena kita ini sudah
banyak belajar dengan orang dengan pak Fahri menurut kami MD3 yang lalu itu
sudah melihat bagaimana cara kerjanya, sistem suportingnya, DPRnya Amerika,
segala apa namanya memang benar Anggota DPR itu tidak disibukan dengan
berbagai hal ini termasuk yang mau berangkatpun dia cukup mengasih tahu ini
tiketnya tinggal berangkat mau kunjungan kerja. Karena travelpun sudah bagian
yang tidak terpisah dari suporting sistem, alat kesekjenan itu, atau apalah itu yang
menyangkut hal-hal yang demikian itu. Mampukah study-study kita yang telah ada
itu bu, sayapun masih ada itu karena kesekjenan juga pergi, saya ingat Ibu Eva itu
paling cerewet dalam supoerting ini, Pak Darul, saya dulunya itu, tapi belum juga
terwujud yang kita harapkan seperti saudara Fahri katakan tadi.
Maka dari itu kita mencoba domainya itu sudah tidak seperti yang dulu
keterkaitan waktu, kan ada Undang-undang yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan. Ini bagaimana kita mengadop didalam rencana kita mau merevisi
Undang-undang ini, sehingga apa yang kita harapkan tadi ya bisa ter ini semua.
saya pikir itu hal-hal yang perlu kita cari titik temu dengan mengundang para, karena
22

Undang-undang itu ada hak pada kita sekarang, tergantung kita. Kalau kita sudah
sepakat menjadikan suporting sistem ini adalah posisinya adalah independen atau
political oppointee misalnya, orang siapa saja boleh ini bisa dari basis pegawai
negeri, bisa dari swasta atau dari profesional boleh masuk kalau itu sudah ada
perinta undang-undang kita sudah gampang. Sekarang kan belum ada, baru mau
kita buat ininya, nanti baru proses rekrutmentnya bagaimana apa fit and proper test
dari hal-hal yang ada itu.
Demikian juga lembaga-lembaga yang kita harapkan sebagai lembaga
profesional itu tadi kita isi dengan orang-orang yang juga pas, tidak full misalnya
posisi ini berasal dari orang-orang yang terikat dengan katakanlah dengan NIP yang
ada itu. Ini demikian kalau kita bicara kita bangun kita nyatakan dulu didalam
Undang-undang ini bahwasanya dukungan posisi kesekjenan ini dalam jabatan
political oppointee misalnya. Political oppointee itu kan tidak mesti yang ini, mungkin
bu Win walaupun dari PNS kalau dia memang mampu untuk itu mesti bisa juga. Tapi
tidak menutup kemungkinan juga orang-orang yang profesional dikalangan
perguruan tinggi ataupun swasta atau apa kalau memang ingin kita kelolakan secara
benar-benar lepas dari pengaruh katakanlah ini dan itu dari segi posisinya. Nah
bagaimana kita mengatur didalam persyaratan-persyaratan yang ada kita mungkin
mengacu kepada Undang-undang ASN itu bu. Undang-undang ASN itu sudah ada
payung juga, misalnya bagaimana memberikan kepastian tenaga-tenaga ahli yang
kita pakai di komisi, difraksi, maupun di per orangan ini, mereka bila perlu ya ada
kontrak kerja yang selama 5 tahun tadi. kemantapan mereka ini kan setiap tahun
harus diperpanjang sehingga tidak menimbulkan dia tidak apa kemantapan itu. Jadi
profesional mereka juga, nah inilah yang sudah kita atur, sama halnya dengan yang
demikian itu untuk melakukan posisi penempatan daripada orang.
Mengenai lembaganya ya kita jadikan seperti itu tadi, mulai dari deputi-deputi
sudah semi, semi gavernment gitu, termasuk sekjennya, yang kebawah baru
tenaga-tenaga pendukung, tenaga-tenaga pelaksana atau pengadministrasian yang
lainnya itu diambil dari orang-orang yang kita tugasi yang membangun karir di PNS
ini. Ya disitu saya pikir, jadi eselon II ke atas itu lembaga deputi itu benar-benar
yang kita harapkan lembaga yang bebas independen, baik dalam hal pengaturan
pengelolaan keuangannya juga benar-benar independen. Nah perintah Undang-
undang ini harus ada menurut saya, dan ini ibu-ibu, bapak-bapak yang ada ini
memberi nuansa keinginan revisi Undang-undang ini, tidak seperti Pak Fahri
katakan tadi, masih ya seperti dululah kesannya ini. Kita minta gayung
bersambutnya itu bagaimana, yang telah ada ya kita sudah tahu, tapi yang posisi
yang kita inginkan ini bagaimana tinggal Pansus memutuskan dengan waktu yang
singkat ini. Kalau perlu kita pending ini, karena kita mau mendengar dari pemerintah
juga, pemerintah kan ikut membahas nanti, tidak hanya dari segi DPR nanti hal-hal
ini bagaimana persoalan sumber keuangan, nah disitu kita berbicara dengan
pemerintah, karena kita punya hak keuangan juga, jadi kalau ada kebutuhan
suporting sistem tidak tergantung penuh dengan pemerintah, memang otoritas kita
sendiri, kalau ibu sekjen mau meminta uang itu ada pengaturannya, pengguna
keuangan itu dari para pegawai negeri. Saya pikir itu saja pandangan, karena ini
sudah sangat capai, melelah-lelah kita setiap kali MD3 ini membicarakan suporting
sistem ini kuat supaya bebas indenpenden dan kaya gini ini sudah berkali-kali,
sekjen kita juga sudah, kita tiru-tiru dikit sepertinya Amerika, atau ini contoh kemarin
dari LSM itu saya kadang-kadang seperti di Korea Selatan itu sampai belasan
tenaga ahli mereka didalam satu setiap anggota. Ini ada kemudian juga ada seperti
23

Argentina, apalagi kalau kita bandingkan dengan Amerika ini hampir 20 orang
superting sistem setiap anggota, baik itu ahlinya maupun administrasi. Nah kalau
pemerintah tidak sanggup ya nanti kita bicarakan, tapi ada perubahan jangan bahwa
orang ini, atau satu orang ini, nah kalau kita mau mulai baru sedikit itu yang begitu
saja tidak apa-apa bu, usulkan saja. pikiran daripada superting Pak Kartono kita
akan mencoba meng inikan nanti didalam Undang-undang ini, toh ini pemetaan yang
kita harapkan pada ibu-ibu saya pikir itu ibu terima kasih. Dan itu saja hal-hal yang
menurut pandangan saya tidak masuk biar pak Kahar nanti yang lebih semangat itu
sekian dan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,


Pak Agung mau terus atau Pak Dar dulu? Pak Agung dulu silakan.

F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Terima kasih Ketua,


Ibu Ketua, Pimpinan dan hadirin khususnya dari kesekjenan MPR, DPR-RI
dan DPD RI,
Baik, sebenarnya yang ingin kita sampaikan pada kesempatan pada hari ini
saya akan mengulang apa yang sudah saya sampaikan kemarin, bahwa kita sedang
dalam proses menyusun sebuah Undang-undang dan kemudian penyusunan ini
dilakukan oleh DPR-RI sendiri untuk menyusun dirinya sendiri. Jadi forum ini tentu
akan menjadi berbeda ketika kemudian kita mengundang pihak-pihak lain yang
memberikan masukan-masukan terhadap konstruksi maupun terhadap rumusan
Undang-undang MD3. Karena bapak-bapak, ibu-ibu sekalian hanya di kesekjenan 3
lembaga ini berada dalam wilayah yang sama dengan kita. Dan berada dalam
wilayah yang satu rumah tetapi kadang akur, kadang tidak, tata tertib dikita, kadang
berbeda kadang tidak, dan kemudian kalau ditanya orang juga bisa berbeda-beda.
Karenanya ya karena tadi dicontohkan dipanggil lembaga di Kuningan bisa berbeda-
beda kan begitu pulang kesini bisa sama lagi persepsinya, kan begitu. Itu riwayat
yang pro, penting sekali, jadi karenanya bapak-bapak, jadi ibu sekalian saya sepakat
bahwa pertemuan ini tentu tidak sekali kalau dengan kesekjenan dengan 3 institusi
ini, tentu harus kita perdalam lagi. Karena perlu pertama kalau pak ketua tadi
menyebut soal kelembagaan MA kalau tidak salah jadi tentu kita harus kembali pada
dalam sistem konstitusi kita ini kan bapak-bapak dan kita sekalian berada didalam
rumpun kekuasaan legislatif. Dan itu secara tegas dipilah dalam posisi yang sangat
jelas, maka tidak ada istilah lembaga tertinggi negara dan sebagainya, tapi lembaga
tinggi negara yang 7 kelembagaan itu posisinya adalah setara. Rumpun kekuasaan
eagel kekuasaan inilah yang kemudian memposisikan rumusan kita didalam pasal
yang sama itu karena kita juga mengusulkan, tadi pak pimpinan juga mengingatkan
berangkat dari DIM, keterangan yang saya ingin bacakan saja Pasal 392. “Untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang, tugas dan wewenang
MPR, DPD, DPR, dibentuk sekretariat jenderal”.
Jadi rumusan ini sendiri sebetulnya ketika membahas ini kita berharap kita
semua juga pihak kesekjenan juga memposisikan tugas dan wewenang rumpun
kekuasaan legislatif. Dan kalau disebut yang saya baca tadi sama tetapi rumusan ini
24

memberikan acuan bahwa keseluruhan institusi yang berada disini apakah itu
elemen pendukung dan lain sebagainya, itu adalah elemen pendukung yang berada
didalam lingkup melaksanakan tugas dan wewenang legislatif. Karena dengan
melaksanakan tugas dan wewenang itu merubah semua gambaran tentang
perbedaan dengan rumpun kekuasaan yang lain. Jadi ini yang menjadi basis, dan
bahkan itu diperkuat ibu sekjen menyebut ketetapan MPR tadi, bahwa ada sebuah
gambaran tentang ketetapan MPR yang memposisikan. Ya bahwa organisasi sekjen
itu adalah mempunyai tugas khusus mendukung fungsi anggaran dan fungsi
legislasi. Posisi rumusan ini dalam ketetapan yang kemudian kita rumuskan dalam
Undang-undang itu, itu memposisikan bahwa apapun yang ibu-ibu dan bapak
posisikan sekarang adalah posisi yang jelas “Gusti Allah”, jelas “Tuhan Allahnya”
kan begitu iya kan? Tuhan Allahnya beda ini, mohon maaf saudara-saudara
sebelumnya, komendannya beda ini! ya, soal tadi dikoreksi sedikit oleh pak
Soenmandjaya tadi karena PKS dan non PKS ya nanti kita ini. Jadi komendannya
jelas, karenanya mumpung kita membicarakan hal seperti ini, marilah kita sama-
sama untuk memposisikan ini pembahasan yang mendalam. Bahkan ada sebuah
pemikiran 3 sekjen ini kalau jadi satu kaya apa sih wong kita itu rumpun legislatif?
Kenapa harus dibagi-bagi kamarnya? Ya DPD, DPR, MPR tiga sekjen dan
sebagainya membahas diruang area yang sama secara fisik, dan area substansi
yang kadangkala sama, kenapa mesti itu? secara teknis BURTnya ada 3, Badan
Anggarannya ada 3, ya, BURT dewan, badan anggaran MPR, DPD ya kemudian
pelayanan kesehatannya ada 3. Ya dan itu adalah versi, versi eksekutif, versi
eksekutif dalam tanda petik bukan eksekusi ya, eksekutif dalam hal ini adalah
lembaga pemerintah.
Jadi dengan demikian kalau itu dipilah-pilah sesuai konstitusi yang kita tekuni
sebagai pemilahan sebuah lembaga negara, maka semua ketentuan yang ada itu
harus dapat dirumuskan untuk tunduk pada ketentuan yang kita akan ubah. Dan
semua kegiatan itu harus formulasinya harus tunduk pada ini, dan mumpun kita
membuat rumusan tentang cara menundukkan itu, cara membuat resume ataupun
diskripsi tentang komandan itu, maka sebenarnya ibu, bapak sekalian berada
bersama-sama kami. sehingga posisinya adalah posisi yang bersama-sama kami
bagaimana memposisikan, menjalankan tugas dan wewenang MPR itu sehingga
dibaca diluar ini adalah sebuah institusi yang tunggal sifatnya. apakah itu MK
tunggal? bukan doble, kalau tidak bisa itu a proudlah sekjennya kan begitu, selalu
DPD pindahan dari sekjen kementerian masuk didalam sekjen DPD, sekurang-
kurangnya 2 orang catatannya. Tetapi kesekjenan tua itu berbeda dengan
kesekjenan menjadi pembagian kesekjenan menjadi DPD, menjadi kesekjenan
diluar lembaga ini, dan kalau itu diposisikan sama sebetulnya itu memungkinkan,
sebab kesekjenan dikementerian kan eselon, eselon yang sangat kredibel. Kurang
apa mas? Iya kurang kedua, kalau disekjen lembaga legislatif ini juga dimungkinkan
sebagai orang kedua. Karena menjalankan tugas pelayanan melaksanakan tugas
dan wewenang dari lembaga ini. formulasinya bisa berbeda, tetapi keluar
berhadapan dengan siapapun I am legislat, I am suporting sistem ya bukan sebentar
pak saya konsultasikan, iya to? Itu, inilah yang kita coba formulasikan sehingga
segala macam rumusan yang menjadi lampiran seperti ibu kemukakan kami sangat
bergais seperti pak Soenmandjaya. Tetapi apakah itu lampiran dari sebuah fungsi
yang kita ingin harapkan dalam melaksanakan tugas dan wewenang? Jadi ketika
belum ada saya terus terang membuat contoh saja, kami di MPR juga ya sudahlah
itu urusan teknis saja, contoh-contohnya ketika ada institusi yang membicarakan
25

peraturan lembaga juga berbeda suasana. Tetapi saya ingin persingkat saja, bapak
pimpinan, jadi basis konstitusi maupun pondasi dalam Tap MPR dan Undang-
undang itu, kemudian kita harapkan masukkannya dari kesekjenan tiga lembaga ini
untuk membuat formulasi, ya membuat struktur, membuat tupoksi yang mau kita
kerjasama, justru mau mengatur rumah, supaya kita masuk berada digedung ini
berada dalam rumah yang substansial sebagai peran legislatif. Sehingga apapun
pelaksanaannya itu adalah ini adalah peran legislatisi. Sehingga kalaupun terpisah
dengan eksekutif dalam pengertian dengan pemerintah itu adalah peran-peran
administratif, apakah kepegawaian dan sebagainya? Tetap bisa dibuat sisipan,
dapat dibuat ketentuan-ketentuan lainnya, jadi ya saya kira itu sebagai tambahannya
tetapi saya sependapat dengan pimpinan, tadi bahwa minta ingin menggambarkan
perubahan maindset itu sebagai sebuah jalan untuk mengembalikan pada ruhnya
kita menjalankan konstitusi ini, dan kalau itu tidak kita lakukan, mumpung
dibicarakan disini ya kita 5 tahun akan berada pada wilayah yang sama kembali.
Merasa ya berjalan, tetapi tidak utuh sebuah dukungannya dalam pengertian
melaksanakan tugas dan wewenang itu, terima kasih ketua.

KETUA RAPAT:

Baik Pak Dar, terima kasih juga Pak Fahri silakan.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Ya, bapak-bapak, ibu-ibu sekalian mungkin ini juga respon yang saya minta
untuk kemudian untuk singkatnya nanti kita merumuskan seperti apa pasal yang
ada? untuk memulai transisi apa namanya sistem pendukung di 3 lembaga
perwakilan ini, yang sebetulnya dalam sistem ketatanegaraan kita itu memang
harusnya pisah murni, dan itu sudah terjadi dilembaga lain kalau kita lihat eksekutif,
legislatif, yudikatif, BPK, BI ya bahkan KPK saja sekarang mau direkrut penyidik
independen. Coba bayangkan itu. Nah itu sudah terpisah di yudikatif sudah pisah,
kalau bapak lihat BPK juga pisah, BI juga pisah kalau bapak lihat itu pisah semua.
MA ya itu di yudikatif semua juga sudah pisah semuanya, nah legislatif saja yang
belum, saya minta masukkan bagaimana ini transisinya dibuat? Kalau saya ada
beberapa opsi didalam pikiran saya, pertama itu kita membentuk satu badan
mungkin juga transisional sifatnya, sebetulnya itu kayak BURT, tapi nama BURT ini
kurang bagus kita bikin saja namanya mungkin kantor badan, atau kantor Badan
Pengelola Lembaga Legislatif atau Badan Pengelola, Badan Pendukung legislatif
gitu, badan pendukung lembaga legislatif. Kemudian kita angkat seorang pejabat
setingkat menteri begitu yang secara administratif diatur bahwa memang dia
setingkat menteri. Bayangan saya nama badan ini hanya satu periode saja, hanya 5
tahun saja, dan itu dalam rangka mentranspormasi sekertariat jenderal yang ada di 3
lembaga ini, sesuai dengan arah transisi kita menuju pengelolaan lembaga yang
independen. Sebab sekjen DPD harus independen saya tidak tahu namanya sekjen
atau apa? saya usul namanya bukan sekjen. Karena ini kesanya ini kayak sekjennya
eksekutif, kalau bapak-bapak, ibu lihat dilembaga-lembaga lain itu nama sekjennya
diganti, kalau di yudikatif saya lihat masih pakai istilah sekjen. Tapi di BPK, eh BPK
masih BI dan sebagainya itu memakai istilah-istilah lain, bahkan kalau BI itu pakai
group, pakai apa namanya terminologi yang baru. Dan memang ini harus dicirikan
26

itu, nah sehingga kemudian nanti setelah 5 tahun terjadi transpormasi besar-
besaran.
Yang saya kawatirkan ini yang tidak mau berubah ini bapak-bapak, dan ibu-
ibu, karena bapak-bapak, ibu-ibu ini kan ada dalam satu merit sistem renumerasi
sistem yang melihat ini yang jelaslah tidak usah berubah, ini yang saya kawatir.
Kalau mau itu berubah maka kita harus merintis dan merancang kearah sana,
sebab yang saya lihat dari penjelasan ibu sekjen DPR-RI misalnya itu apa namanya
barir diatasnya itu terlalu banyak yang harus diselesaikan. Saya sering mengulang-
ulang itu, reformasi terjadi 16 tahun yang lalu ya, amandemen konstitusi kita terjadi
secara dahsyat, bahkan menurut ahli tata negara memakai istilah kekuasaan
eksekutif dirampas untuk rakyat melalui penguatan lembaga perwakilan. Ya
sekarang DPD juga sudah mendapatkan tambahan kekuatan, yang juga
implementasinya disekretariat tadi sudah dikatakan oleh pak sekjen, saya kira juga
lebih kompleks begitu. Karena itulah kemudian apa namanya dinamika dilembaga
pendukung ini harus betul-betul dinamis. Kalau kajian dari tingkat dewan kita sudah
banyak, saya dulu ingat pak Dahrul ditugaskan secara khusus oleh dewan menjadi
ketua panitia didewan, dalam rangka kajian apa namanya reformasi dewan. Sudah
study ke berbagai negara, rekomendasinya sudah menjadi buku, didiskusikan
dimana-mana, tapi tidak jalan. Karena apa? karena ini mau dicoba dari bawah,
berarti harusnya dari atas, potong dulu, jadi pasal itu berbunyi kira-kira “pembentuk
lembaga atau membentuk badan pendukung lembaga legislatif selama 5 tahun
untuk mengelola transisi menuju sistem pendukung yang independen”. Yang kedua
semua sekretariat jenderal dan yang dibawahnya itu bertanggungjawab kepada
lembaga ini dulu. Yang ketiga diinisiasi pemisahan secara total, apa namanya
kepegawaian sistem pendukung dari eksekutif menjadi pegawai DPR-RI. ini
misalnya saya tahu juga ada masalah di P3DI dengan sekretariat jenderal itukan
karena induk semangnya masing-masing, nanti tidak ada ini semua harus masuk
menjadi pegawai dewan, pegawai lembaga legislatif. Sehingga mantap, solid dewan
itu melangkah kedepan, soal badget itu sekarang ini masih terlalu sedikit kok,
asalkan jelas metode pengelolaannya, komunikasinya yang baik, saya kira publik
juga akan senang, daripada kayak gini.
DPR, Anggota DPR tidak punya pendukung didalam anggaran, akhirnya apa?
anggaran tidak dibahas tapi dinego-negokan, rapat bukannya rapat pembahasan
anggaran tapi rapat negosiasi anggaran, akibatnya dianggap kriminal, kantor dewan
dimasuki oleh KPK bawa senjata laras panjang, digerebek dibongkar-bongkar.
Sekretariat apa namanya DPR, sekretariat komisi digeledah, teleponnya disita,
emang kita ini lembaga mafia atau apa? ini harus diakhiri pak, bu tolong ini sudahlah
sekali ini cobalah bongkar pikiran kita, kecuali kalau bapak-bapak, ibu-ibu berpaham
bahwa ini yang benar, seperti yang sekarang dilakukan oleh pemerintah di DIM ini,
pemerintah tidak mau, semuanya mau dicabut kembali. Karena dewan ini dianggap
korup uangnya mau diatur, mau dicatu dari sana, dan seterusnya mau ditarik lagi
kayak susduk, cap stempel seperti jaman orde baru dulu, kita semua ini Cuma cap
stempel dari eksekutif. Padahal ada amandemen keempat, jadi apa kalau ada tadi
tawaran bahwa kita akan rapat lagi setelah ini, saya oke-oke saja, tapi kira-kira apa
yang berubah? Apa yang mau kita rubah? Kalau tidak repot, dan kita harus
menghadapi eksekutif, eksekutifnya tidak mau jelas tidak mau, BKF dicoret semua
dicoret tidak mau mereka, dewan jangan kuat, sebab kalau kuat ini eksekutifnya
susah.
27

Anggaran jangan dibahas kalau bisa kita bagi saja pak, tenang saja pak nanti
dapil bapak aman, karena eksekutifnya maunya gitu saja kan? udah tenang saja pak
nanti dapil bapak aman, buat konstituen adalah nanti, nah itu yang dia mau, berarti
itu yang harus kita akhiri.
Jadi saya kira itu yang saya ingin tunggu responnya, kalau memang itu
dianggap oke dan disetujui mari kita berbenah, mari kita memulai, mari kita
merancang itu ya, dan jalan tengah dari semua ini menurut saya adalah
pembentukan itu yang akan secara transisional mengelola independensi lembaga
pendukung itu tadi. Saya kira itu Ibu pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih pak Fahri, masih ada yang belum puas ini? Pak Johnson? Ibu,
Pak Dar, Pak Soen yang baru datang Pak Arwani silakan, mau menambahkan?

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAYA, S.D.):

Terima kasih.
Jadi bapak, ibu dan anggota yang kami hormati, di MPR itu kan ada dibentuk
satu tim kerja kajian sistem ketatanegaraan Indonesia, ada Puskaji. Nah dalam
perjalanan pelaksanaan tugas-tugasnya disana apakah menyentuh ini tidak itu?
disini ada Pak Cahyono melalui bu Sekjen ya ini mohon maaf ya bu, kalau tidak
salah beliau sebagai kepala pusat pa apa itu? Puskaji lah ini, yang sebelah kanan
ibu sekjen itu, saya mohon ada ijin yang ibu berikan beberapa saat kepada beliau
untuk memberikan informasi yang relevan dalam kondisi ini, jika diijinkan saya
senang sekali ini bu, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan pak,

KEPALA BIDANG PENGKAJIAN MPR (CAHYONO):

Dengan seijin pimpinan Pansus, kami akan menyampaikan beberapa


informasi terkait dengan hal-hal yang menyangkut tentang isi Undang-undang MD3
khususnya adalah terkait dengan bagaimana kita memperkuat sistem suporting
sistem, untuk kiranya bisa lebih kuat jika posisi lembaga yang kita layani.
Yang pertama tentu kami memiliki pandangan yang sama sesungguhnya
dengan pimpinan dan anggota Pansus bahwa revisi Undang-undang MD3 adalah
dalam rangka bagaimana kita melakukan reformasi terhadap setidaknya ada dua
aspek substansi dari MD3 maupun didalamnya juga harus ada struktur-struktur yang
perlu kita bangun kedepan. Sebagai satu informasi bahwa kenapa tadi yang
disampaikan oleh Ibu Wasekjen ada satu usulan-usulan, yang disampaikan cukup
banyak dan ibu menyampaikan bahwa usulan kepemerintah saja banyak yang
dihapus, itu adalah dilatari oleh satu masukkan kami pada saat kami dimintai
masukan oleh Baleg bu. Nah kemudian dalam perkembangannya tentu saja kami
tidak secara komprehensif bisa mengikuti sehingga pada kesempatan ini disamping
ini adalah inisiasi daripada sekretariat jenderal, juga bagian untuk memperkuat
usulan dari pimpinan MPR.
28

Terkait tadi yang disampaikan oleh Pak Soenmanjaya, bahwa dikita adalah
dibentuk tim pengkajian, perlu bapak dan ibu pimpinan dan anggota Pansus pahami
bahwa setelah masa reformasi memang upaya-upaya untuk melakukan
demokratisasi sungguh terasa yang dinamis sekali aspirasi politik masyarakat
termasuk dari daerah yang itu bermuara pada pimpinan MPR sebagai salah satu
alternatif. Dan disanalah kemudian kita ada salah satu kebutuhan untuk membentuk
satu taspos yang disebut dengan tim kerja kajian sistem ketatanegaraan. Dan kalau
bapak, ibu pahami bahwa tim ini sudah hampir 3 – 4 tahun berakhir menjadi satu
wacana yang ingin dibahas dan diformulasi dalam bentuk pembentukan lembaga.
Tetapi kemudian tidak terealisasi sehingga respon dari majelis pembentukan alat
kelengkapan yang disebut tadi tim kerja kajian sistem ketatanegaraan. Dan setelah
bekerja selama 2 tahun tentu saja sebagai lembaga publik, lembaga demokrasi yang
tentu didalamnya adalah ingin merespon aspirasi publik, itu mampu mengidentifikasi
beberapa persoalan yang sungguh fundamental bu, yang didalamnya tentu terkait
dengan sisi-sisi strategis ada dimensi politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain
terkait dengan norma-norma konstitusi dan implementasinya. Dan disitulah kenapa
tadi ibu wasekjen sempat mengusulkan yang tidak eksplisit ada dalam revisi terbaru
Undang-undang ini, yaitu adanya yang disebut badan kajian ketatanegaraan. Dan ini
tidak hanya menjadi isu pokok aspirasi dari berbagai diskusi kami baik ditataran
internal MPR tim kerja kajian, maupun juga dikampus-kampus supaya konstitusi
sebagai norma fundamental yang selalu harus menjadi rujukan termasuk Undang-
undang revisi yang harus kita bahas hari ini, itu kana menemukan satu alur yang
bagaimana satu hal-hal yang bersifat filosofis, sosiolitis dan lain sebagainya yang
ada hukum dasar akan mengalir kepada Undang-undang, seluruh Undang-undang,
bahkan sampai peraturan tingkat desa.
Nah ini yang kita kehendaki sehingga ada relevansi dan ada urgensi
dilembaga yang dulu dikatakan sebagai lembaga tertinggi negara meskipun
sekarang strukturnya tidak demikian eksplisit, tetapi sesungguhnya fundamental
tugas dan kewenangannya itu disitu, apa namanya ada satu suporting sistem yang
didalamnya berpikir tentang idealita-idealita, berpikir tentang hal-hal yang baik,
berpikir tentang sesuatu yang ideal yang mensuport lembaga MPR. Meskipun posisi
strukturnya masih seperti ini, belum kita ingin menangkap arus besar aspirasi yang
menginginkan bahwa MPR akan menjadi lembaga tertinggi kembali, MPR ingin lagi
akan, ingin lagi ada kehendak untuk GBHN, ingin lagi ada kehendak dan lain
sebagainya. Biarlah itu menjadi bagian aspirasi masyarakat, tetapi setidaknya
sebagai suporting sistem harus mampu menangkap itu, itulah yang saya maksud
bahwa mindset kami sesungguhnya adalah sama dengan bapak dan ibu anggota
Pansus, ingin bagaimana lembaga ini kuat? Lembaga ini juga mampu merespon,
melakukan demokratisasi dan mengurus aspirasi publik dengan menginisiasi adanya
satu dukungan yang maksimal. Dan selama hanya satu sekretariat jenderal yang
didalamnya tentu saja struktur-strukturnya juga belum sepenuhnya memadai untuk
bisa melakukan dukungan secara maksimal sehingga disitu kita menginginkan
adanya satu badan keahlian yang namanya badan kajian sistem ketatanegaraan.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Interupsi sedikit biar agak lurus sedikit ininya, alurnya.


Pertanyaannya itu pak ya, apa perlunya saya harus menjadi anggota MPR,
padahal pekerjaan saya disitu hanya menghadiri join sesion untuk melantik Presien
29

ya dan nanti yang kedua adalah join sesion untuk pidato kenegaraan. Apa perlunya
saya tetap harus menjadi anggota MPR yang apa namanya kelembagaannya itu
menjadi agak permanen begitu? itu pertanyaan filosofisnya dulu, jadi jangan
ditambah-tambah dulu dengan yang lain, sebab kita ini mau solid ya, sistemnya
bikameral ya kan, MPR itu adalah lembaga sementara karena dia pekerjaannya
memang sementara, tidak ada yang permanen. Kecuali kalau anda bisa ceritakan ke
saya memang ada tugas permanen, nah kalau ditambah lembaga sosialisasi itu apa
tidak mengambil pekerjaan eksekutif? Kan ada menteri Penerangan, apa
pekerjaannya Menkominfo? Diantaranya itu mensosialisasikan hal-hal yang ada
didalam tubuh negara ini, yang begitu dia menjadi Undang-undang dia menjadi milik
publik dan harus diterima oleh publik dalam satu sosialisasi, dan sosialisasi pada
dasarnya adalah tugas eksekutif, bukan tugas legislatif. Eksekyut itu bukan
legisletury, legisletury itu yang Cuma membuat Undang-undang, jadi ini pertanyaan
dasarnya dulu dijawab, kalau ada baru kita bisa melangkah, ditambah lembaga lain,
lembaga ini, lembaga ini gitu lho sebab jangan kita nanti pretensinya bukan pada
fungsinya, tetapi eksistensi dan itu nanti berbahaya negara jadi gemuk. Coba
dijelaskan.

KEPALA BIDANG PENGKAJIAN MPR (CAHYONO):

Baik pak.
Apa yang tadi saya sampaikan secara substantif sesungguhnya adalah
normatif itu muncul daripada ketentuan UUD. Jadi MPR adalah lembaga yang
permanen resmi dan eksplisit muncul dalam tatanan kenegaraan kita, dan itu
meskipun tadi bapak menyampaikan join sesion dalam implementasinya, atau ada
presepsi bahwa itu tidak syarat dengan beban tugas. Tetapi yang sesungguhnya
ada dalam normanya MPR adalah lembaga negara, itu saya kira tidak bisa
dipungkiri, karena pasal 3 dan pasal 4.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Sebentar saya tambahkan, saya tidak memungkiri ada MPR itu ada dalam
konstitusi dan itu tidak bisa dibongkar, ada MPR. Pertanyaan saya kan hanya 2
pekerjaannya itu, ya kan yang rutin, atau tigalah kalau kita mau tambahkan kalau
mau amandemen konstitusi, pelantikan dewan dan join sesion untuk pidato karena
besok katanya mau satukan saja, jangan pidato di DPR juga pidato di DPD juga
isinya sama. Presidennya sama kenapa pidato dua kali, digabung jadi inilah join
sesionnya MPR, bayangan saya kalau kita mau menghemat uang negara harusnya
join sesion ya join sesion saja, sekretariatnya diperkuat ya untuk pekerjaan-
pekerjaan yang kita sebut tadi kalau ada usulan amandemen dan sebagainya itu gitu
malah kalau mau itu fasilitasi kajian untuk amandemen. Itu relevan konstitusi kita
harus diperbaiki secara terus menerus, tapi kalau sudah masuk sosialisasi dan
sebagainya itu kan pekerjaan lain yang sebetulnya ada dieksekutif. Nah pertanyaan
saya adalah, kalau keperluannya Cuma join sesion tadi itu kenapa apa namanya
muncul lembaga baru yang pretensinya itu rutin gitu lho. Nah itu coba iniin.
30

KEPALA BIDANG PENGKAJIAN MPR (CAHYONO):

Yang dimaksudkan tadi usulan untuk membentuk lembaga eksekutif badan


namanya tadi setingkat sekretariat jenderal, yang sesungguhnya disana didalamnya
seperti yang bapak sampaikan tadi adalah mengkaji tentang konstitusi kita. Karena
tentu saja perjalanan kedepan berbangsa sangat dinamis, apalagi akhir-akhir ini
tentu saja tidak hanya implementasinya yang kita evaluasi tetapi kita sampai pada
ranah konseptualnya yaitu ditataran konstitusi. Saya kira bapak, ibu dan semua
paham bahwa usulan untuk melakukan penataran untuk ketatanegaraan melalui
amandemen itu cukup kuat, hari ini termasuk tadi ada beberapa kewenangan-
kewenangan lembaga negara yang perlu dibuat.
Jadi kalau yang tadi bapak sampaikan adalah soal yang hanya tidak rutin,
menurut pandangan kami ini kan kita ingin melakukan revisi pak Undang-undang
MD3. Nah tentu saja berangkat daripada apa yang menjadi mindstrim aspirasi
publik? Aspirasi publik itulah antara lain adalah keinginan untuk melakukan
penataan tata negara melalui amandemen. Dari sinilah kemudian perlu memperkuat
suporting sistem sekretariat jenderal dengan membentuk badan pengkajian
ketatanegaraan untuk mengkaji itu pak sesuai tadi yang bapak sampaikan.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Ya mohon maaf ini, kalau menurut saya ya apa yang permanen? Kalau
dewan itu kenapa dia harus permanen karena memang kerjaannya itu permanen,
membuat Undang-undang itu rutin disini. Kalau di MPR amandemen konstitusi iya
tapi dia tidak rutin, gitu lho meskipun menurut saya itu bisa menjadi pintu masuk
kalau kajiannya itu konstitusi, tapi kalau lembaga itu sosialisasi itu eksekutif. Karena
kan kita fasif, iya kan? misalnya MPR ini ada yang datang mau mengamandemen
konstitusi mengusulkan, tapi itu kan syaratnya itu kan diatur harus sekian persen
dan sebagainya. Baru kemudian disiapkan, yang disiapkan Cuma rapat kan
sebetulnya, tapi kalau yang rutin ini, jadi gini saya membayangkan yang kita perbuat
depan ini adalah DPD dan DPR bikameralnya itu, tapi justru MPRnya itu semakin
join sesion, semakin tidak permanen, makanya keanggotaannya yang diperkuat itu
adalah keanggotaan sebagai anggota DPR-RI dan anggota DPD tapi MPR itu
kemudian ya itu tadi tidak permanen. nah ini sekarang ada pretensinya jadi demikian
lebih permanen, itu yang saya tidak mengerti dasar berpikirnya. Kalau yang anda
bilang aspirasi publik, aspirasi siapa? datang kepada siapa? bentuknya apa? kan
kita harus jelas juga. Jadi saya kira itu anunya ini ada ketua Fraksi MPR PKS juga
tolong dibantu bicara ini.

KETUA RAPAT:

Masih ada Pak?


Rasa-rasanya kita sudah tahu apa yang

KEPALA BIDANG PENGKAJIAN MPR (CAHYONO):

Ya saya kira kalau diberi kesempatan untuk pertemuan lagi mungkin bisa
lebih melengkapi apa yang tadi saya sampaikan. Terima kasih.
31

KETUA RAPAT:

Saya sih ingin kembali kita fokus begitu ya, karena kan ini sepertinya MPR
ingin menambah 1 badan, blusjis perlu-perlu banget. Karena memang itu bisa
menjadi tugas harian dari anggota MPR dan itu sifatnya ad hoc tidak menjadi
permanen. Mohon maaf ini memang jelas dari fraksi kami di MPR pun pasti
mengusung hal yang sama dengan kajian ketatanegaraan ini menjadi hal yang
permanen. Kemudian juga disana ada sosialisasi yang reguler dari sosialisasi 4
pilar, saya kira sesungguhnya ini bukan hal yang memang penting tapi tidak penting-
penting banget begitu. Jadi hal yang tidak harus menjadi satu sifatnya rutinitas
kemudian permanen begitu saya kira ini tidak silakan pak.

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAYA, S.D.):

Saya dalam posisi orang yang diamanahi di MPR, ada 2 catatan bu yang
pertama memang Undang-undang MD3 ini khususnya Pasal 15 ayat (1e) itu didalam
draf perubahannya pun tidak dicabut. Bahwa salah satu tugas konstitusional
pimpinan MPR adalah mengkoordinasikan anggota untuk menyelenggarakan
pemasyarakatan UUD. Kalau tadi Pak Fahri mengatakan tugas eksekutif itu benar
itu, almarhum Pak Taufiq Qiemas sudah bertemu dengan Presiden SBY
membicarakan masalah ini tentang pentingnya dibentuk satu badan, badan negara
badan nasional yang bersifat permanen yang jangan sampai MPR capek-capek
mengurusi yang kaya begini, itu yang pertama. Tapi berkaitan dengan yang diajukan
oleh maaf informasi yang disampaikan oleh Pak yang tadi itu, memang sebegitu
banyak aspirasi yang datang kepada MPR dalam hal ini, contoh sederhana misalnya
dari DPD saja ini pak Sekjen mungkin saya kira mengikuti juga, ya terima kasih Pak
Sekjen. Bagaimana DPD RI setelah melakukan kajian sampai 4 tahun non stop
mengenai usul perubahan UUD dari 10 pokok itu, kemudian merucut menjadi 3
sementara dari kalangan kampus-kampus yang sudah kita kunjungan maupun yang
mengirimkan pandangan-pandangannya, bisa dirumuskan dalam 7 poin besar,
tentang ke arah wacana penguatan ketatanegaraan kita ini, tentu saja dampaknya
itu antara lain ter kepada kemungkinan adanya perubahan UUD yang kelima.
Seandainya ini tidak ada yang menguruskan bukan menggemukan, kurus ya kurus
itu Pak Fahri yang istilahnya, seandainya tidak ada yang menguruskan ibu sekjen
sudah ramping ya? tidak ada yang menyelenggarakan pandangan ini, maka akan
sangat sia-sia itu, alternatif pandangan-pandangan yang sangat brilian dari kalangan
perguruan tinggi bahkan juga organisasi-organisasi kemasyarakatan tidak terkecuali
Pepabri misalnya.
Nah kami tentu ingin memberikan pandangan esensial ini berkenaan dengan
komitmen kearah ketatanegaraan yang lebih baik, dan itu mewariskan UUD pada
intinya. Oleh karena itu usul tadi sangat relevan, tetapi begini pak, ibu sekjen
memang untuk memberikan kepuasan batin dan intelektual kita semua,
bagaimanapun juga harus, bagaimana kalau kajian itu dilampirkan pak ya, gitu.
dipegang oleh semua sehingga kita bisa baca secara bersama-sama rupanya ini
yang menjadi cikal bakal ide kreatif itu. demikian ibu pimpinan, terima kasih.
32

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Soen, masih ada pak, silakan.

FPDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Boleh, ya terima kasih,


Karena Pak Soenmanjaya tadi sudah menjelaskan itu ya saya meneruskan
sedikitlah penjelasannya supaya titik gitu, supaya berada pada kami posisinya titik.
Merespon yang disampaikan oleh Pak Fahri dan pak dari Pak Cahyono tadi.
Jadi begini pak, kalau kita berbasis kepada Undang-undang MD3 yang
sekarang masih berlaku memang disebutkan di Pasal 15 ayat (1e) itu memang
dituliskan disana bahwa untuk melaksanakan pimpinan MPR mengkoordinasikan
anggota untuk mensosialisasikan UUD. Jadi ketika kita melakukan pengkajian
terhadap seluruh Undang-undang yang ada ataupun Undang-undang MD3 ini, maka
tugas seperti ini memang tidak nampak harus dilakukan oleh institusi apapun
termasuk pemerintah, saya kira itu posisioning yang perlu menjadi catatan. Dan
bahkan Presiden melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2005 ya itu memberikan instruksi
kepada Panglima TNI, Kapolri, Menteri Kabinet Indonesia bersatu, Gubernur,
Walikota dan Bupati, intinya untuk membantu dan memberikan dukungan kepada
MPR dalam melaksanakan tugasnya, melakukan sosialisasi atau pelaksanaan pasal
15 ayat (1e) tersebut, saya kira ini perlu menjadi gambaran interuksi 6, atau Inpres
Nomor 6 tahun 2005 dan sampai sekarang tidak dicabut. Dengan gambaran seperti
itu maka disini secara sadar posisinya bahwa pemerintah eksekutif itu merespon
terhadap Undang-undang ini, Undang-undang MD3 pada waktu itu sudah ada dan
diteruskan sampai sekarang. Bahkan kita pada pilihan bahwa tugas ini harus
dilakukan dengan segala macam hal, dan bahkan harus didukung oleh instansi yang
didaerah. Dan eksekutif tidak ada satupun wilayah untuk melakukan sosialisasi,
maka ketika kemudian didalamnya ada rumusan-rumusan tentang Pancasila,
Pembukaan dan sebagainya, baru kita buat. Kita formulasikan sebagai bentuk yang
kita sebut 4 pilar kemarin atau sekarang 4 pilar MPR, 4 pilar MPR pak. kalau 4 pilar
dan ketatanegaraan itu, e didalam kita belum ada rumusan ini, pimpinan MPR masih
memikirkan itu, ya tapi intinya bahwa ketentuan-ketentuan yang ada dan dirumuskan
itu saya kira menjadi gambaran bahwa ada sebuah tugas yang memang secara rutin
harus dilakukan, dalam bentuk apa? itu tinggal kita persembahkan lebih lanjut.
Tetapi ini adalah pelaksanaan Undang-undang sebenarnya kalau MPR untuk
melakukan itu, dan ada “suporting sistem” dari eksekutif yang mengintruksikan
bahwa hanya ini, maka dengan cara itu maka anggota MPR melakukan pekerjaan-
pekerjaan keseluruh lini, dan dengan itu kita juga mengatakan hei tuan I punya
Inpres, Inpres, tuan harus dukung kita bisa masuk dimanapun diseluruh wilayah, ini
inpressnya tidak dicabut sampai sekarang. Tetapi itu kalau dibalik juga hei tolong
MPR, ini ada Inpres kok tidak dilaksanakan? ai tidak salah ya? kan begitu, salah
tuan sendiri tidak melaksanakan inpres ini. itu lho kira-kira untuk memberikan
penjelasan sehingga, kemudian mempertimbangkan dalam kajian itu, apa sih
sebenarnya yang harus kita lakukan lebih jauh dalam mensosialisasikan sistem
ketatanegaraan ini? apakah rumpun eksekutif? Apakah dirumpun legislatif? Dan itu
bentuknya seperti apa? apakah sebuah badan tersendiri, dan kebijakan lebih lanjut,
apakah sebauh badan pengkajian atau ya sejenis BP7 atau apa? tetapi
proseduralnya kepada siapa seandainya ini kemudian diwariskan dia akan seperti
33

BPHN itu lalu dimana kelaminya? Ya BPHN eksekutif, tetapi disana tidak
dimanfaatkan, kita tarik ke DPR-RI juga angin-anginan gitu, DPRnya juga gengsi,
barangkali kesekjenannya juga ai bisa susun sendiri kan. iya kan tidak perlu itu?
ketika kita akan melahirkan ini kita juga akan menghadapi persoalan yang
kemungkinan sama, dibawah siapa ini? kalau mau dibawah eksekutif ya kita
sempurnakan, MD3nya ini, tetapi ketika in masih tetap tertulis seperti ini, tetap harus
ada sebuah rumusan-rumusan lanjut. Termasuk didalamnya Inpres ini ditinjau atau
tidak? saya kira itu untuk keterangan sehingga kalau tadi ada istilah melakukan
pengkajian sebenarnya itu substansi persoalannya. Tapi kalau ingin kita kembalikan,
memposisikan kembali sebetulnya kesekjenan ini, malah dalam rangka
melaksanakan tugas wewenang itu dibentuk sekjen. Jadi dia adalah body yang
memang dibentuk, bukan dalam melaksanakan tugas dan mengamandemen MPR
maka sekjen harus, kesekjenan itu kesekjenan siapa? membantu, tapi ini dibentuk,
ya sebuah amanat kalau itu yang membentuk adalah institusi ini, institusi DPR-RI
dan MPR dalam kalimat-kalimatnya itu. Kemudian kalau substansinya saya kira bisa,
jadi saya kira kalau kami sesuaikan pendalaman terhadap makna dari pemisahan,
kelembagaan-kelembagaan negara yang sesuai amandemen, yang memfokuskan
sebagai lembaga negara yang setara tetapi rumpunnya kan ya tambah satulah BPK
barangkali, tetapi kan tetap tiga rumpun eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Dan ini
berada pada wilayah seperti ini, itu saja untuk menambah Pak Soenmanjaya tadi,
terima kasih.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Tambah sedikit Ibu Nurul, ini karena sebetulnya pengen clear saja, MPR itu
jelas didalam konstitusi yang disebutkan merupakan tugasnya adalah karena
wilayahnya diatas itu perkara amandemen konstitusi itu. Kemudian yang kedua,
pelantikan Presiden, kemudian yang ketiga adalah yang baru ini yang kita
cantumkan, ini kan dalam UUD sebetulnya, mau kita cantumkan adalah pidato
kenegaraan Presiden. Nah sekarang ada konvensi itu ya ya, nah yang keempat ini
ada yang katanya sudah di Inpres itu sosialisasi. Kalau kita mantab pak bahwa
sosialisasi itu sebetulnya tugas eksekutif, ya sebetulnya ada baiknya karena wilayah
MPR itu wilayah konstitusi juga sebetulnya wilayah kita wilayah MPR itu bukan
Undang-undang. Kalau tiba-tiba MPR bergelut dengan Undang-undang itu
sebetulnya miss leading ya, karena wilayah kita konstitusi. Okelah sekarang kita
mau meninjau yang keempat ini, pikiran saya kalau kita mau DPR ini mau tambah
ringan gitu ya, maka pekerjaan-pekerjaan eksekutif yang ada di DPRpun harus
dikeluarkan, dan tidak berarti dukungan kepada dewan itu lemah, justru harus
semakin meningkat. Saya kawatir pak, nanti muncul dipersepsi kita ini bisa
tambahan pekerjaan kita ini, ini bahaya kalau berpikir seperti ini, lebih baik kita
mencoba melakukan hal-hal yang lebih substantif dan menyerahkan semua
pekerjaannya eksekutif kepada eksekutif.
Yang berikutnya adalah kalau kita bicara yang pertama tadi yang kalau
disepakati, sebab saya tadi membayangkan begini, kalau pada akhirnya nanti
penguatan kepada dewan khususnya kepada DPR ya, dan juga tentunya DPD itu
nanti, akan sangat terkait dengan keseluruhannya pada kedua level
kelembagaannya, dan individunya. Individunya diperkuat, lembaganya diperkuat,
individunya diperkuat dengan segala macam, termasuk fasilitas dan sebagainya,
termasuk soal imunitas dan sebagainya, ya termasuk saya sering kemana-mana
34

karena waktu itu saya pimpinan Panja Undang-undang Imigrasi, sekarang ini ada
parlementery diplomasi. Anggota DPR itu, Anggota DPD juga adalah Anggota
Parliamentery diplomacy, harusnya mereka itu diplomat karena itu paspornya harus
hitam itu. Itu logikanya masuk itu, ini termasuk penguatan anggota. Tetapi kalau
berbicara MPR, dalam kenyataannya hanya 3 hal ini yang menjadi tugas resminya.
Karena itu sekretariat jenderalnya harus mulai membatasi diri hanya pada 3 tugas
ini, tidak perlu kita tambah. Mempersiapkan kalau ada amandemen, ya usulan
amandemen, dan kerena itu seperti kajian DPD dan sebagainya bisa dimasukan
secara resmi oleh DPD, kepada sekretariat MPR untuk menjadi bahan yang secara
permanen kemudian menjadi referensi dan kajian dari sekretariat MPR atau mau
tadi yang ada katanya lembaga kajian ketatanegaraan, tapi bukan sosialisasi
Undang-undang. Undang-undang, kalau Undang-Undang Dasar saya kira lain, SIR
ini Undang-undang atau Undang-Undang Dasar?

F-PKS (H. TB. SOENMANDJAYA, S.D.):

Ini Undang-Undang Dasar Pak, jadi begini saya jelaskan sedikit, ada
konstruksi pertama berkenaan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, ya
Pasal 7 ayat (1) terutama menyebutkan, bahwa terjadi perubahan yang radikal
dalam stepanbul teori kita dalam hirarki perundang-undangan kita. tatkala di
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, itu TAP MPR tidak lagi masuk, yang
diamanatkan TAP 1 tahun 2003, tapi di 12 tahun 2011 itu masuk, ya walaupun ada
diskusi pada waktu itu Pak Fahri, terima kasih ya. nah yang menjadi permasalahan
adalah tidak ada institusi manapun juga yang mengawal TAP MPR Nomor 1 Tahun
2003 itu, padahal diantara 6 pasal itu ada dua pasal yang wajib dikawal. Pasal 2
mengatakan tetap berlaku dengan ketentuan, artinya sampai kiamat ini, selama
MPR tidak menjadi lembaga tertinggi lagi maka dia tidak bisa diubah. Itu yang
pertama.
Yang kedua dinyatakan tetap berlaku Pasal 4 sampai terbentuknya Undang-
undang, nah jadi siapa yang mengawal keberadaan eksistensi TAP MPR dalam
mewujud menjadi Undang-undang itu tidak ada. Itulah saya kira diantaranya betapa
ada satu badan gitu yang mengawal dirinya, yang mengawal amanat rakyat melalui
TAP MPR ini, TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 itu. itu pertama, Yang kedua memang
ada satu kerancuan saya tidak ingin diskuri soal ini tapi saya mohon ijin untuk
menyampaikan, bahwa Mahkamah Konstitusi memang sebagai the guarden of
konstitusion iya. Tapi dia penafsir yang sifatnya kan fasif begitu yang kajian atau
ketika diyudisial review, tetapi ketika memasyarakatkan itu, lah MK tidak diberi slot
itu. karena itu di Undang-undang yang sekarang kita sedang bahas itu Pasal 15
huruf e dengan tegas itu, nah ini Ibu Nurul Pak Fahri yang terhormat serta rekan
Anggota yang berbahagia, mengapa kemudian MPR mungkin memproses kan yang
menerima bapak, ibu kan ya ibu sekjen ya? mengapa kemudian MPR memasukkan
kata Pancasila selain UUD? Itu karena tadi itu pak belum ada, jadi gini, setelah TAP
MPR Nomor 2 tahun 1978 itu dicabut dengan TAP MPR 1998, praktis bangsa ini
tidak paham soal Pancasila. Bahkan istilah iklannya nyaris tidak terdengar. Nah
itulah kemudian ingin diperdengarkan kembali dihadirkan kembali sebagaimana
aslinya, sebagaimana ketika dirumuskannya gitu, dan tidak ada tafsir lain
sebagaimana yang membatasi itu bapak, ibu sekalian. Nah inilah mungkin ya, saya
mohon maaf kalau bahasa saya kurang tepat, intinya kita ingin MPR ini mengawal
35

idiologi. Sebagai filosofis istilah kita yang tidak ada lembaga lain memang saat ini,
yang kedua karena Pancasila ada pada pembukaan maka paketlah saya kira itu,
satu kesatuan yang saya sampaikan. Cuma mengenai istilah 4 pilar Pak Jhonson
sekarang sudah tidak ada lagi, waktu saya sosialisasi saya ditanya, “Pak sekarang
kan 4 pilar sudah tidak ada lagi oleh MK dibatalkan, jadi ini apa namanya? Setelah
sosialisasi bukan 4 pilar begitu? terima kasih pak.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Baik kalau begitu gini, Bu Nurul sedikit, kalau wilayah konstitusi itu saya kira
menjadi tidak ada masalah, saya tadi kira wilayahnya Undang-undang. Dan memang
itu wilayahnya kajian, karena kan ada keewajiban rutin MPR, ini kewajiban rutin
sebenarnya menunggu respon yang akan melakukan amandemen, itu kan harus
dipersiapkan agak permanen. karena itu kajiannya itu menjadi wajar gitu lho.
Kemudian kalau soal tugas sosialisasi saya kira sih memang kalau memang
tidak ada, yaitu harus memang bisa dianggap masuk kedalam, karena kan dikaji
bukan Cuma dikaji tentunya, orang juga perlu tahu apa yang kita kaji. Nah disitulah
masuk lingkup sosialisasi, tetapi saya terus terang saya kurang setuju kalau itu
dibebankan menjadi tugas anggota gitu lho, ya menyebabkan kemudian, kita
sebagai anggota dewannya sendiri jadi tidak terlalu fokus, dan dualisme
membership itu menjadi rumit begitu. kita Cuma anggota DPR atau Cuma DPD
sebetulnya dalam pelaksanaan fungsi, tapi yang sosialisasi ini saya kira itu menjadi
tugas sekretariat jenderal saja gitu. Saya kira itu memperingan tugas kita, ya karena
tugas-tugas di DPR, DPD juga mungkin tambah banyak karena itu kita harus fokus
disitu, itu pikiran yang bisa saya respon pak. cukup bu.

KETUA RAPAT:

Baik sudah semua ini?

KEPALA BIDANG PENGKAJIAN MPR (CAHYONO):

Jika dijinkan satu menit mungkin, ini untuk Pasal 4 a, kan tadi sudah
disampaikan Pasal 15 ayat (1) huruf e, itu memang pimpinan diberikan tugas untuk
mengkoordinasikan, memasyarakatkan Undang-Undang Dasar. Tetapi justru Pasal
yang lebih potensial di Pasal 4a kewenangan lembaga itu hanya memunculkan
pemasyarakatan TAP MPR. Nah saya kira ini perlu dilengkapi, ini supaya untuk
mengingatkan saja bu,.
Kemudian di 4b itu dipenjelasannya sangat berbeda, penjelasannya itu
membahas tentang laporan lembaga-lembaga negara, kinerja lembaga negara.
Saya lihat supaya nanti jangan sampai setelah menjadi Undang-undang ada sesuatu
yang salah, itu saja bu terima kasih.
36

KETUA RAPAT:

Ya terima kasih pak, itu kita sudah masukkan, dan saya baca di MD3 juga
ada, MD3 yang lama ya? Cuma masalahnya kan bapak mau masukkan 1 badan
kajian ketatanegaraan ini menjadi satu hal yang permanen, yang menjadi tugas baru
di MPR. Itu nanti kita bisa debat di Panjalah, kalau sekarang kan belum lengkap, dan
kita juga belum tahu apakah ini betul-betul harus ada bagitu? Dan tadi bapak
mengatakan setingkat dengan kesekjenan gitu. Saya kira ini saya ingin
mengembalikan kepada substansi awal yang saya pikir lebih penting dari itu, yaitu
tadi Pak Fahri mengatakan jangan sampai DPR ini yang lain sudah mereformasi diri
tapi kesekjenannya tidak gitu, dan malah ingin mengembalikan menjadi tukang
stempelnya dari eksekutif, nah itu yang akan kita cegah begitu. sementara dikita
ingin lebih profesional, ingin lebih mandiri tapi diujung sana ada keinginan untuk
menarik kewenangan ini dan kembali DPR ini hanya menjadi tukang stempel. Saya
kira terima kasih bapak-bapak dan ibu-ibu buat masukkannya pada siang hari ini,
dan apa yang tadi menjadi masukkannya akan memperkaya rancangan undang-
undang MD3 ini. Dengan demikian selanjutnya, apalagi?

FPDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Apakah mau ditutup?

KETUA RAPAT:

Langsung pak ditutup karena kita akan langsung rapat nanti jam 14.00 WIB.

FPDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):

Baik jadi tadi saya kira ada pemikiran untuk apakah perlu ada sesi
selanjutnya saya kira tetap dibuka, dengan kesekjenan, karena dari pimpinan tidak
sekarang, tapi pertemuan berikutnya karena tadi pimpinan juga sudah memberikan
gambaran tentang beberapa opsi-opsi yang dimunculkan, opsi-opsi yang menjadi
pemikiran itu, sehingga ini memberikan ruang kepada kita kalau memang terjadi
pertemuan kembali nanti juga sudah muincul usul-usul rumusan yang karena ini
sebenarnya agak beda dengan pihak-pihak lain yang kita undang. Kalau kesekjenan
kan sebetulnya satu rumah dengan kita, jadi akan sangat jauh intensif untuk
melakukan pembicaraan maupun perumusan, khusus menyangkut kesekjenan, itu
saja tambahannya.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Daryatmo sudah mengingatkan dan lebih baik memang ada
satu sesi lagilah yang tadi diinginkan dari kami semua dari anggota Pansus juga ada
opsi-opsi misalnya. Atau perbandingan terutama dari pihak kesekjenan DPR tadi
yang diminta seandainya ini seperti ini, seperti ini keinginan kami adalah tadi sudah
menangkap apa yang kami bayangkan maka kurang lebih gambarannya seperti
37

apa? itu coba nanti disitu bertukar pikiran, jadi saya minta nanti kepada
kesekretariatan untuk mengagendakan pertemuan mungkin satu minggu lagi, karena
kita mengejar waktu ini, sebelum tanggal 4 kita sudah harus selesai ini.
Baiklah terima kasih untuk kedatangannya, juga masukkannya semoga materi
yang ibu-ibu, bapak-bapak sampaikan hari ini bisa memperkaya Rancangan
Undang-Undang ini walaupun belum final gitu. terima kasih untuk waktunya, atas
seijin pak Fahri dan Anggota Pansus kita tutup rapat ini sampai disini, terima kasih,
kita skors sampai disini.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.00 WIB)

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- : XIV
JENIS RAPAT : Rapat Dengar Pendapat (RDP)
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Rabu, 21 Mei 2014
WAKTU : Jam 14.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Panja, Gd. Nusantara II Lt.2 Paripurna
KETUA RAPAT : Ahmad Yani, S.H., M.H. (Wakil Ketua/FPPP)
ACARA : RDP dengan Asosiai DPRD Provinsi seluruh Indonesia
(ADPSI) dan Asoasiasi DPRD Kabupaten/Kota seluruh
Indonesia (ASDEKSI)
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 12 orang dari 30 Anggota Pansus
7 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
3 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
2 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
1 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
2 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
- dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
2 dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
1 dari 2 orang Anggota;
2

8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA


1 dari 1 orang Anggota;
9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT
- dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. AGUNG SANTOSO, S.H. 463
2. VENNA MELINDA, SE 518
3. Dr. BENNY K. HARMAN, SH. 540
FRAKSI PARTAI GOLKAR
4. IR. H. AZHAR ROMLI, M.SI 194
5. NURUL ARIFIN, S.IP, M.Si 214
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
6. DRA. EVA KUSUMA SUNDARI, M.S., MDE. 386
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
7. AGOES POERNOMO, S.IP 83
8. FAHRI HAMZAH, SE. 95
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
-
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
9. AHMAD YANI, SH.,MH. 287
10. MUHAMAD ARWANI THOMAFI, H. 302
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
11. KH. MUH UNAIS ALI HISHAM 171
FRAKSI PARTAI GERINDRA
12. DESMON JUNAIDI MAHESA 40
FRAKSI PARTAI HANURA
-

b. SEKRETARIAT PANSUS
a. Radji Amri (Wakil I Sekretaris Pansus)
b. Erna Agustina, S.Sos (Wakil II Sekretaris Pansus)
c. Titi Asmaradewi S.H. M.H. (Legal Drafter)

c. Tamu/undangan
a. Mangara Pardede, Sekretaris DPRD
b. Zulkarnova, Sekretaris DPRD
c. Ninfan Arhat, Seknas ASDEKSI
d. Jack, Seknas ASDEKSI
e. Andika, Seknas ASDEKSI
f. Widyo Prayitno, Sekum ASDEKSI
g. M. Syabirin K, Bendahara ASDEKSI
h. Ach. Mualif ASDEKSI
i. Subhan, ASDEKSI
j. Puguh, ASDEKSI
k. Kuriasih, Otda
3

KETUA RAPAT (AHMAD YANI, S.H., M.H./Wakil Ketua Pansus/F.PPP):


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semua,

Saudara-saudara,
Rekan-rekan Pimpinan Pansus, Ibu Eva, Mbak Nurul,
Yang kami hormati tamu kita Asosiasi Sekwan Provinsi, Kabupaten kota,
Bapak-bapak, Ibu-ibu yang datang terima kasih tentunya, kami dari Pansus RUU
MD3 atas kehadirannya,

Kita langsung saja karena ini rapat lanjutan. Tetapi izinkan saya ingin
memperkenalkan Pansus ini. Ketua Tim Pansus MD3 ini Bapak Drs. Benny K. Harman,
wakil ketuanya Ibu Nurul Arifin, masih semangat, ini menandakan bahwa kita cinta betul
parlemen ini, Ibu Eva, masih semangat juga walaupun pengumuman KPU kemarin
belum masuk. Saya sendiri Ahmad Yani.
Kita sepakati sampai pukul berapa ini, jam 4 maksimal ya. Untuk itu untuk
mempersingkat waktu kami persilakan ke provinsi dulu setelah itu ke kami kota
kabupaten.
Silakan, Pak.

KETUA ASOSIASI SEKWAN PROVINSI (DKI JAKARTA):


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera untuk kita semua,

Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih atas undangan dari DPR
khususnya Pansus Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3.
Pertama-tama yang ingin kami sampaikan bahwa undangan baru kami terima
kemarin sore, Pak. Sedangkan yang diundang adalah Asosiasi Sekwan seluruh
Indonesia sehingga kami belum sempat melakukan pembahasan terhadap bahan-
bahan perubahan RUU ini. Yang kami lakukan hanya coba berdiskusi dengan beberapa
teman Sekwan provinsi lain by phone, dengan demikian diskusinya pun sangat
terbatas. Oleh karena itu, saya mohon maaf tidak dapat menyampaikan bahwa apa
yang saya sampaikan pada kesempatan ini adalah pendapat dari Asosiasi Sekwan
seluruh Indonesia.
Benar, saya memperkenalkan diri Sekwan Provinsi DKI Jakarta ex officio
menjadi Ketua Asosiasi Sekwan Seluruh Indonesia. Tetapi untuk menyampaikan
pendapat terhadap 1 rencana perubahan undang-undang yang sangat penting ini
rasanya sangat sulit bagi saya untuk menyatakan bahwa ini adalah pendapat asosiasi
secara keseluruhan.
Untuk itu dengan beberapa teman Sekwan kami sudah bersepakat akan
mengadakan pertemuan dalam waktu yang tidak terlalu lama, setidak-tidaknya sebelum
pelantikan Anggota DPRD yang baru. Mudah-mudahan undang-undang ini belum
disetujui, disahkan menjadi undang-undang…
4

KETUA RAPAT:
Sebentar, Pak pelantikan Anggota DPRD yang baru kan mendahului Anggota
DPR RI kan?

KETUA ASOSIASI SEKWAN PROVINSI (DKI JAKARTA):


Ya, betul.

KETUA RAPAT:
Tanggal 31 Agustus, ya?

KETUA ASOSIASI SEKWAN PROVINSI (DKI JAKARTA):


Sekitar bulan Agustus lah, tanggalnya tidak sama.

KETUA RAPAT:
Jadi begini, Pak kita membutuhkan betul masukan itu. Undang-undang ini
mungkin agak cepat selesai karena ini dalam rangka juga untuk mengantisipasi
pelantikan-pelantikan anggota kita kalaupun ini jadi undang-undang ini apakah masih
digabung, apakah di-speed nanti. Oleh karena itu, masukan itu lebih awal menjadi lebih
baik. Jadi, ini ada beberapa hal yang sesungguhnya yang ingin kita mohon konfirmasi
itu, yang pertama adalah sejauhmana selama ini dukungan Sekwan baik provinsi,
kabupaten kota terhadap anggota DPRD provinsi, kabupaten kota baik secara teknis
maupun secara substantive dalam konteks mendukung keahliannya. Yang kedua
adalah bagaimana dukungan anggaran. Ini yang penting juga kan dukungan anggaran
yang dibutuhkan oleh Sekwan provinsi, kabupaten kota. Apakah ada kendala secara
spesifik yang dihadapi masalah anggaran. Yang ketiga itu masukan terhadap RUU
perubahan ini. jadi, kisar-kisarannya seperti itu, Pak.

KETUA ASOSIASI SEKWAN PROVINSI (DKI JAKARTA):


Baik, Pak.
Terima kasih, Pak Yani, Bu Nurul, sama Ibu Eva.
Terhadap 3 pandangan yang dimintakan kepada kami yang pertama-tama bisa
saya sampaikan, Pak bahwa dukungan Sekwan terhadap Anggota DPRD saya kira
secara maksimal bisa kami penuhi. Dukungan itu tidak hanya pada masalah
administrasi tetapi juga terhadap pelaksanaan tugas-tugas dan fungsi kedewanan baik
itu fungsi legislasi, fungsi budgeting maupun fungsi pengawasan.
Kemudian yang kedua mengenai dukungan anggaran. Pada kesempatan ini
kami sampaikan dan juga berdasarkan pembicaraan by phone dengan teman-teman
Sekwan yang lain hampir tidak ada Sekwan yang mengalami hambatan mengenai
dukungan anggaran. Bahkan yang kadang masalah dari teman-teman anggaran di-
gerojok di Sekwan. Itu terus terang ada beberapa di antara kami yang tidak melakukan
beberapa kegiatan walaupun sudah tersedia di dalam DPA. Jadi, kita hanya
melaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kebutuhan yang bisa kita lakukan.
Kemudian tanggapan terhadap atau masukan terhadap Perubahan Undang-
undang Nomor 27 Tahun 2009 ini ada beberapa hal yang menurut hemat saya sangat
penting. Yang pertama adalah di pasal 308. Ini ada 1 kata yang menurut hemat kami
agak mengganggu. Di sana di sebut “di atas 75 orang”. Barangkali, Pak Yani lebih
5

bagus diganti “jumlah lebih dari 75 orang”. Dan Anggota DPRD DKI tahun periode yang
akan datang menjadi 106 orang dari tadinya 94 orang.
Kemudian di pasal 396 ayat (2) Sehubungan dengan pengaturan mengenai
tugas sekretariat DPRD di dalam draft RUU pasal 396 ayat (2) menyebutkan bahwa
Sekretariat DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai tugas
dukungan pelayanan administrasi kepada anggota DPRD. Saya kira ini menjadi sangat
sempit kalau hanya penyiapan dukungan administrasi, pelayanan administrasi karena
kita di dalam melaksanakan tugas melayani dewan disamping pelaksanaan tugasnya
sebagai fungsi legislasi budgeting dan pengawasan, berbagai kebutuhan dewan juga
kita layani. Oleh karena itu, tupoksi sekwan ini sebaiknya dikembalikan kepada undang-
undang yang lama yaitu melaksanakan pelayanan terhadap dewan dalam
melaksanakan fungsinya, fungsi legislasi, fungsi budgeting, dan pengawasan.
Selain daripada itu ada tugas-tugas tambahan yang dilakukan oleh Sekwan
seperti misalnya persiapan pelantikan kepala daerah. Kemudian paripurna HUT Kota itu
sudah pasti Sekwan karena gongnya itu ada di paripurna DPRD. Itu juga menjadi
tugas-tugas tambahan daripada Sekwan.
Selanjutnya ketentuan pengaturan pasal 396 ayat (3), (4), dan (5) yang pada
intinya menegaskan bahwa Sekretariat DPRD seharusnya berada di bawah Pimpinan
DPRD termasuk evaluasi kinerjanya. Jadi, menjadi terpisah dengan organisasi
Pemerintah provinsi. Menurut hemat kami ini tadi kami juga diskusi tidak hanya Sekwan
Provinsi tetapi juga dengan teman-teman kabupaten kota kita tidak happy dengan
keadaan ini. Coba bayangkan, Pak Yani kalau seorang sarjana, usia 24 tahun dia
masuk ke DPRD, dia pensiun pada usia 58 tahun berada pada gedung yang sama, Pak
jabatannya sangat terbatas. Ini mutasinya menjadi sangat sempit. Jadi, kalau
sebelumnya adalah teknis operasional berada dan bertanggung jawab kepada
pimpinan dewan secara administratif berada di bawah gubernur. Jadi, kita menjadi tetap
perangkat dari gubernur yang sepertinya di-BKO-kan ke DPRD untuk melayani tugas-
tugas kedewanan. Dengan demikian maka mutasi pun tetap terbuka. Pengembangan
karir akan tumbuh terbuka tidak hanya di lingkungan sekretariat tetapi juga bisa di
organisasi perangkat provinsi.
Selanjutnya ada satu hal yang juga mengganjal dan sekarang ini menjadi
diskusi publik di Jakarta ini mengenai Wakil Ketua Pimpinan DPRD. Di dalam Undang-
undang MD3 disebutkan bahwa DPRD dengan jumlah sampai dengan 100 orang
dipimpin oleh 1 orang ketua dan 4 wakil ketua sampai dengan 100, tidak ada diatur
sampai dengan lebih dari 100. Nantinya DPRD DKI akan lebih dari 100 menjadi 106.
Sekarang ini muncul berbagai pendapat antara pro dan kontra untuk
menambah 1 wakil ketua. Ini juga saya kira kesempatan yang paling pas pada saat
dilakukan Undang-undang MD3 ini untuk mengatur kepada DPRD yang anggotanya
lebih dari 100. Apakah dengan 1 ketua dan tetap 4 wakil ketua, atau memang
diperbolehkan menjadi menambah 1 ketua dan 5 wakil ketua.
Saya kira untuk sementara itu yang kami sampaikan. Terima kasih atas
kesempatan yang diebrikan kepada kami.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Terima kasih.
6

KETUA RAPAT:
Silakan, Pak dari Kota dan kabupaten.

KETUA ASOSIASI SEKRETARIS DPRD KABUPATEN KOTA:


Terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pimpinan Pansus dan Anggota Pansus Perubahan Undang-undang Nomor 27


Tahun 2009 yang kami hormati,

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih Asosiasi Sekretaris DPRD


Kabupaten/Kota diundang untuk pembahasan RUU terutama tetapi terkait langsung
dengan tugas pokok fungsi kami selaku supporting system DPRD. Sekali lagi kami
ucapkan terima kasih.
Langsung saja sesuai dengan undangan dan TOR yang kami terima, ada 3
poin penting yang diharapkan disampaikan pada masukan pada kesempatan ini. Sama
dengan Sekwan Provinsi, kami juga baru menerima undangan baru kemarin sore,
namun karena organisasi kami sudah tertata, alhamdulillah sudah tertata secara baik
maka dan dari pertemuan-pertemuan sebelumnya kami juga sudah menyinggung hal-
hal yang sedang berkembang di DPR kami menyempatkan diri untuk menyusun
masukan atau pandangan dari Asosisasi Sekretaris DPRD Kabupaten Kota yang terkait
dengan perubahan Undang-undang 27.
Ada 3 poin. Yang pertama terkait dengan dukungan Sekwan terhadap Anggota
DPRD. Pada prinsipnya secara teknis tidak masalah. Namun secara substantif keahlian
masih ada permasalahan terutama terkait dengan pengadaan kelompok pakar atau tim
ahli dan tenaga ahli fraksi.
Itu yang pertama berkaitan dengan mekanisme perekrutan tenaga ahli fraksi
maupun kelompok pakar, kebanyakan di daerah masih belum berjalan sesuai dengan
kebutuhan yang ada sehingga ini berakibat justru memperlemah sendiri fungsi dari
tenaga ahli fraksi itu. Sebagai contoh tenaga ahli fraksi justru banyak diangkat atau
ditunjuk dari teman, dari sejawat dan lain-lain tanpa memperhatikan keahlian yang
bersangkutan. Ini kondisi yang ada di lapangan.
Kemudian banyak tenaga ahli yang justru difungsikan hanya sebagai tenaga
administrasi, tukang ketik, hanya sekedar membuat pemandangan umum fraksi.
Banyak itu di daerah kabupaten/kota seperti itu.
Kemudian ada permasalahan di beberapa daerah terutama berkaitan dengan
sumber daya tim ahli. Yang memenuhi syarat itu hanya daerah-daerah tertentu yang
kabupaten kotanya ada perguruan tingginya atau dekat dengan perguruan tinggi tetapi
masih banyak daerah-daerah yang masih belum bisa menyediakan tenaga ahli karena
memang tenaga ahli yang diperlukan di suatu daerah dan banyak daerah di Indonesia
yang belum ada.
Dari sisi itulah maka kekurangan tersebut selama ini menjadi tanggung jawab
Sekwan atau tanggung jawab itu banyak ditutup oleh peran Sekwan. Kalau
disampaikan oleh Sekwan Provinsi.
7

Kalau kemudian kita kembali lagi ke era lama yang di rancangan ini peran
Sekwan hanya sebagai fungsi administrasi maka yang bolong-bolong ini akan
memperlemah fungsi dewan sendiri. Sekali lagi justru dengan adanya kekurangan-
kekurangan tersebut peran Sekwan sebagai sistem pendukung DPRD ini sangat-sangat
dibutuhkan. Ini yang pertama.
Yang kedua berkaitan dengan dukungan anggaran yang dibutuhkan oleh
DPRD. Pada dasarnya secara spesifik tidak ada kendala karena prinsip semuanya
hanya mengacu pada aturan yang ada.
Yang menjadi permasalahan di daerah justru berkaitan dengan anggaran ini
adalah batasan besaran anggaran DPRD yang tidak terukur. Jadi, batasan anggaran
kegiatan DPRD yang tidak terukur terutama dengan anggaran kegiatan yang tidak
secara langsung mendukung tugas pokok, fungsi dan kewenangan DPRD. Jadi, banyak
daerah justru anggaran yang mengait dengan kegiatan Atau tri fungsi DPRD lebih
sedikit daripada kegiatan hanya sebagai pendukung tri fungsi DPRD. Saya kira tidak
perlu saya ambil contoh saya kira sudah mengetahui. Ini berkaitan dengan dukungan
anggaran.
Kemudian yang ketiga, masukan atau tanggapan terhadap RUU Perubahan
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009. Tadi disampaikan sudah disampaikan oleh
Sekwan Provinsi yaitu berkaitan dengan rancangan perubahan Undang, pasal 398
berkaitan dengan kedudukan Sekwan. Bahwa peran Sekwan DPRD Kabupaten Kota
yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD sebagaimana diamanatkan pasal 398 Undang-
undang 27/2009 selama ini ternyata sangat berpengaruh positif terhadap kinerja DPRD.
Dengan kata lain kinerja DPRD di sebagian besar kabupaten/kota sangat ditentukan
oleh peran Sekwan dalam memberikan dukungan secara total terhadap pelaksanaan
tugas dan kewenangan DPRD. Tidak hanya sekedar pelayanan administrasi. Oleh
karena itu, mempertimbangkan hal tersebut maka kami mengusulkan agar pengaturan
tentang Sekretariat DPRD tetap sebagai pendukung kelancaran tugas dan kewenangan
DPRD Kabupaten Kota sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun
2009 karena di dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 saya kira sudah sangat
pas. Kalau kemudian dikurangi nanti akan memperlemah kedudukan DPRD di
kabupaten kota karena fungsi Sekwan DPRD Kabupaten Kota bukan sekedar fungsi
administratif. Kami juga sebagai kalau boleh dibilang, bisa dikatakan sebagai tenaga
ahlinya juga karena tempat bertanyanya Anggota DPRD lebih banyak kepada kami
daripada bertanya kepada tenaga ahli fraksi yang ada, dan lain-lain untuk hal-hal kecil
yang sekali lagi kami mohon untuk rancangan perubahan pasal 398 ini dihapuskan
saja, kembalikan lagi ke Undang-undang 27.
Selanjutnya lainnya, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan kami
namun kami akan memberikan masukan yang berikutnya itu rancangan perubahan
pasal 342 ayat (2) yaitu yang berkait kedudukan Anggota DPRD sebagai pejabat
daerah kabupaten kota. Ini mohon kalau memang ini mau ditetapkan supaya diperjelas
dalam penjelasan maupun di, karena kita cari di undang-undang mana pejabat daerah
itu apa tho istilahnya, belum ada sehingga kami mohon untuk kalau memang ini mau
dimasukkan supaya diperjelas. Jangan sampai kemudian kalau sudah ditetapkan
menjadi permasalahan di daerah.
Selanjutnya pasal 350 yaitu tentang hak Anggota DPRD kabupaten kota.
Apabila kita melihat Undang-undang 27 pasal 357 sampai 368 di sana telah mengatur
8

bagaimana pelaksanaan hak DPRD dan Anggota DPRD. Namun untuk hak Anggota
DPRD dalam mengikuti orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana diatur dalam
pasal 350 huruf b belum diatur di pasal tersendiri. Kalau hak-hak lainnya sudah diatur
membuat rancangan undang-undang, mengajukan usul, hak imunitas, dan lain-lain di
sana diatur. Tetapi yang terkait dengan orientasi dan pendalaman tugas di sana belum
diatur sehingga pada tataran pelaksanaannya sekarang banyak permasalahan.
Sehingga kami mohonkan upaya pasal ini juga diatur lebih lanjut di pasal berikutnya.
Walaupun di sana akan menyebutkan hanya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah karena ini saja yang belum diatur di sana tindak lanjutnya.
Kemudian dalam rancangan pasal 350 huruf c ada penambahan hak Anggota
DPRD yaitu mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah
pemilihan.
Ini apabila kita lihat relevansinya dengan pasal 347 yaitu berkait dengan bunyi
sumpah janji Anggota DPRD antara lain di sana menyebutkan dalam jumlah janji yang
dibuat. Akan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakili, sehingga kesannya
terjadi kontradiktif antara pasal 347 dan pasal 350 huruf c.
Di satu sisi itu adalah kewajiban tetapi di sisi lain di dalam pasal 350 huruf c ini
merupakan hak sehingga harus dipertegas memperjuangkan aspirasi ini mau dimaksud
sebagai hak atau sebagai kewajiban, ya? Kalau sebagai hak saya kira jangan, tidak pas
karena di dalam sumpah janji ini merupakan kewajiban kalau memperjuangkan aspirasi
atau mengusulkan dan memperjuangkan program pengembangan daerah
pemilihannya. Tidak tahu di latar belakangnya itu kami belum tahu tetapi kami harap ini
supaya diperjelas antara hak dan kewajiban.
Kemudian berikutnya di rancangan perubahan pasal 373 ayat (2). Ini
pengalaman di beberapa daerah. Untuk hukum pemberhentian Pimpinan DPRD ini
dipermainkan tanda petik di beberapa daerah. Di Jawa Tengah ada 2 apa 3 kabupaten
yang tidak bisa melaksanakan penggantian Pimpinan DPRD yang diberhentikan karena
tidak pernah memenuhi kuorum. Sedangkan pada pasal 354 pada dasarnya sebetulnya
adalah untuk mengisi Pimpinan DPRD adalah tanda petik merupakan hak partai politik
yang memenuhi syarat untuk mendudukkan anggota di Pimpinan DPRD. Tetapi pada
beberapa kasus untuk pemberhentian Pimpinan DPRD walaupun sudah diusulkan oleh
Pimpinan Partai Politiknya tidak bisa dilaksanakan sehingga ini menjadi pertimbangan
untuk berkaitan dengan kuorum untuk pemberhentian Pimpinan DPRD.
Kemudian ini tidak substansi tetapi perlu juga dibaca untuk pasal 373 ayat (2)
huruf a dan b karena sama-sama kuorum 2/3 maka cukup disatukan dalam 1 huruf
saja.
Itu selanjutnya berkaitan dengan rancangan perubahan pasal 399. Bahwa
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada pasal 399 rancangan perubahan Undang-
undang 27 yang menuntut tersedianya tenaga profesional yang memiliki keahlian
tertentu, jadi tenaga profesional dan memiliki keahlian tertentu ini di beberapa daerah
karena kita tahu bahwa seluruh Indonesia tidak semuanya dekat dengan perguruan
tinggi, tidak tersedia tenaga ahli untuk dipertimbangkan kembali karena akan
berdampak kepada di samping kebutuhan anggaran yang tinggi kemudian alat
kelengkapan nanti membutuhkan keahlian tertentu sehingga keahlian atau tenaga
ahlinya nanti akan semakin banyak sehingga sekali lagi untuk tenaga ahli terutama
9

berkaitan dengan alat kelengkapan dewan ini perlu dipertimbangkan kembali di


rancangan perubahan.
Saya kira sudah pas apabila kembali lagi ke Undang-undang 27 Tahun 2009
dimana pada dasarnya tenaga ahli alat kelengkapan asal diusulkan oleh alat
kelengkapan DPRD sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah. Pada dasarnya
seperti itu sehingga kalau kita paksakan kemudian ini saya kira kurang tepat lagi dan
tidak aplikatif di lapangan.
Kemudian koreksi pengetikan di pasal 399 untuk kabupaten kota ini masih
tertulis pasal 301 dan 302 padahal itu adalah merupakan pengaturan terhadap Anggota
DPRD atau tenaga ahli DPRD provinsi hingga yang betul 301 dan 352 dan 302 dan
353.
Itu saya kira beberapa hal yang perlu saya sampaikan. Terima kasih, kurang
lebihny ak mohon maaf.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Bapak-bapak,

Sebelum kita melanjutkan, ada baiknya saya memperkenalkan anggota Pansus


yang baru tiba, baru tiba ini bukan baru datang ke DPR karena masih ada kegiatan-
kegiatan yang lain secara paralel. Karena kita ini kadang-kadang DPR ini badannya
dimutilasi. Di sebelah sini satu, di sebelah sana satu yang baru hadir, Saudara
Desmond dari Partai Gerindra yang sudah punya capres sendiri, Pak Prabowo.
Sebelahnya Pak Arwani dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, koalisi dengan
Partai Gerindra. Ibu kita, ibu yang cantik juga Ibu Venna Melinda dari Partai Demokrat,
belum jelas arahnya kemana. Selanjutnya ini Ibu Eva Sundari, sudah jelas juga, sudah
punya calon Presiden, Pak Jokowi. Terus yang baru terakhir datang juga kawan kita
dari Golkar, Pak Ir. Azhar Romli.
Terima kasih masukannya.
Ada beberapa hal sebelum saya kemukakan memberikan kesempatan kepada
anggota. Yang pertama tentunya ini undang-undang ini kan Undang-undang MD3,
undang-undang ini tentang perubahan MPR, DPR, DPD dan DPRD kota, kabupaten,
dan provinsi. Kalau kita baca konstitusi sesungguhnya masing-masing kelembagaan itu
DPRD diatur dengan undang-undang sendiri, MPR diatur dengan undang-undang
sendiri, DPD diatur dengan undang-undang sendiri, nah ini DPRD-nya ini kita
masukkan kelompoknya ini rumpunnya di mana ini. Ini lagi kita mendiskusikan.
Yang tadi Bapak-bapak persoalkan itu sesungguhnya tatkala dia masuk rumpun
dia adalah lembaga perwakilan padahal Undang-undang Pemerintah Daerah dia tidak
seperti itu. Sehingga bagaimana dikemukakan itu termasuk kepegawaian sebagaimana
yang kita ingin desain di DPR ini pegawainya pun memang dia pilihannya pegawai di
parlemen. Jadi, tidak suit sebagaimana dikemukakan. Tadi, dia bisa membuka
kemungkinan untuk promosi di Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten kota.
Tergantung sesungguhnya pilihan nanti undang-undang ini. Tetapi kalau undang-
undang ini sama seperti yang lama maka apa yang dikemukakan Bapak-bapak dari
10

Asosiasi Provinsi atau Kota kabupaten menjadi relevan seperti yang dikemukakan
seperti itu. Itu catatan yang pertama.
Yang kedua, adalah betul apa yang dikemukakan tadi kita juga sudah
memikirkan hal seperti itu karena sesungguhnya kan Sekwan ini menjadi supporting
system, pendukung. Tidak hanya pendukung administratif. Kalau pendukung
administratif kan menjadi tugas kesekretariatan saja, petugas sekretariat. Tetapi jauh
lebih dari itu adalah dalam rangka untuk menunjang, mendukung, dan menopang baik
kelembagaan dewan itu maupun anggota-anggota dewan itu sendiri. Jadi, dalam
rangka melaksanakan kewenangan dan tugasnya tentunya. Apalagi ke depan ini kalau
kita lihat anatomi Anggota DPRD yang baru ini mungkin pembekalannya harus lebih
banyak lagi, semakin berat nanti tugasnya Sekwan.
Undang-undang yang lama kan juga kita sudah mendesain juga walaupun
belum efektif di provinsi, kota kabupaten kan punya juga namanya Badan Legislasi.
Tetapi Badan Legislasi itu juga belum punya juga yang namanya tenaga ahli yang
betul-betul ahli, tenaga ahli di fraksi yang betul-betul ahli yang selama ini tenaga ahli itu
kan bagian dari relawan-relawan pada waktu Pemilu itu saja seperti itu kan,
dimasukkan tim sukses. Jadilah dari dia tidak jadi anggota jadilah tenaga ahli seperti itu.
Jadi, kenapa ini didesain dari sejak awal memang tenaga ahli seperti ini
memang ada kendalanya memang sumber daya manusianya tidak semua sumber daya
di daerah itu yang bisa terpenuhi.
Yang belum dijawab ini sesungguhnya yang belum dapat informasi ini
pengelolaan keuangan ini. kalau saya tidak salah kalau Anggota DPRD Provinsi, Kota
Kabupaten itu dia kan bersifat ad cost. Ini juga menjadi problem mereka juga tatkala
mereka melakukan kunjungan kan mereka suka juga kunjungan ke DPR ini.
Saya kebetulan di Badan Legislasi, dia ada yang namanya pemekaran di
Badan Legislasi, ya walaupun tidak masuk ke Badan Legislasi yang penting butuh
stempelnya Badan Legislasi saja, iya kan. Saya kan berkali-kali saja kalau mau ketemu
Badan Legislasi kita bicara tentang Baleg. “Bang, yang penting stempel saja dulu,
Bang.” Seperti itu. Ini kan karena tadi masalah anggaran tadi kan.
Pertanyaan saya itu sampai sejauhmana juga Anggota-anggota DPRD itu yang
dalam konteks penunjangan anggaran. Dan memang DPRD ini memang lebih
berwibawa Anggota DPRD Provinsi, Kota, Kabupaten daripada DPR RI. Sangat
berwibawa, Pak karena kita melakukan kunjungan kerja bersama, atau sosialisasi
bersama. Ya, itu tadi yang dalam rangka fungsi representasinya. Memperjuangkan
aspirasi itu kan fungsi representasinya.
Tatkala mereka rakyat meminta program atau usulan proyek itu DPRD Anggota
DPR itu lancar, ya masuk nanti program, fungsi saya yang melaksanakan. Kalau
ditanya DPR RI kita blangak-blongok saja karena kita tidak punya fungsi itu semua.
Tetapi dalam draft ini kita juga ingin melaksanakan fungsi-fungsi arah presentasi itu
karena sumpah juga kita juga akan memperjuangkan daerah aspirasi kita walaupun
kadang-kadang tidak inheren. Kita sudah memperjuangkan daerah begitu banyak,
kayak Ibu Eva bolak-balik, bolak-balik ke dapilnya tetap suara juga minim juga. Ada
akhirnya. Yang paling penting itu menunggu di tikungan akhir itu. Masalahnya kita ini
tidak punya keahlian menunggu di tikungan akhir itu sehingga banyak yang
bergelimpangan. Kerja sama dengan Sekwan.
11

Itu saya kira. Tetapi catatan-catatan tadi saya kira walaupun baru mohon maaf
juga kita memberitahukannya baru beberapa hari yang lalu atau kemarin. Tetapi saya
kira karena Bapak-bapak ini sudah menjiwai betul pekerjaan yang Bapak-bapak
lakukan, sudah hari sehari sehingga walaupun semalam sudah itu keluar dengan
sendirinya saja karena itu persoalan riil yang dihadapi hari demi hari.
Tetapi alangkah lebih baiknya juga apa yang tadi dibacakan secara tertulis
dengan dilengkapi juga hari-hari berikutnya karena ini kan kita tidak untuk mengungkin
bahkan memang ada usulan lagi tanpa menunggu kita, iya kan mengundang Bapak
bisa membuat usulan tambahan tadi untuk RDPU karena ini sangat penting, Pak kita
berkejar-kejaran waktu ini sehingga kalau bisa masuk dalam hal-hal yang lebih teknis,
lebih menggampangkan kita usulan kayak tadi, pasal ini kembali lagi. Jadi, lebih kepada
hal-hal yang teknis yang berhubungan dengan seperti itu. Dan yang berkenaan dengan
kesekretariatan Sekwan langsung masuk ke pasal-pasal yang teknis, kalau bisa, bisa
buat pabrik juga lebih bagus. Ini dari draft RUU-nya, ini usulannya, ini juga
tandingannya. Tandingannya kan undang-undang yang lama kalau ada perubahan.
Kalau tidak berarti kembali kepada undang-undang yang lama. Itu sangat mendukung
kami, Pak kalau dibuat matrik.
Saya kira mungkin dalam waktu 1 minggu atau 2 minggu bisa selesai, Pak ya
kita masih bisa. Dan kalau sudah selesai, Pak nanti bisa koordinasi, nanti bisa kita
terima lagi RDPU lebih lengkap lagi, bisa memberikan apa, mempresentasikan secara
keseluruhan.
Saya kira itu catatan saya. Saya akan buka ini untuk pendalaman. Silakan Ibu
Eva tadi sudah angkat tangan.

F-PDIP (Dra. EVA KUSUMA SUNDARI, M.A., MDE.):


Pertanyaannya begini saja, Pak karena kalau kita melihat keluhan dari teman-
teman DPRD itu kan tidak ada jaminan atau dukungan dana untuk menggaji atau
memberikan kontra prestasi bagi tim ahli, belum ada tim ahli di sana yang tadi
dikatakan hanya tukang ketik saja.
Nah, ini kalau nanti secara normatif dipasang di MD3 apakah ada jaminan lalu
APBD-nya juga akan meresponnya.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:
Ibu, ini Bapak-bapaknya rindu dengan suaranya Bu Venna ini.
Silakan, Pak Arwani.

F-PPP (H. MUHAMAD ARWANI THOMAFI):


Terima kasih, Pak Yani.

Bapak-bapak dari Sekwan Provinsi dan Kabupaten Kota yang kami hormati,
Memang ada beberapa hal yang coba kita mau kembangkan di dalam revisi
Undang-undang MD3 ini terutama kali terkait dengan posisi atau jenis kelamin ini ya
dari DPRD. Sebagian masyarakat memang menganggap bahwa kalau DPR kok masih
ada DPRD-nya itu belum asli DPR, belum asli sebagai wakil rakyat. Kira-kira begitu.
Tetapi itu problem institusi, ya problem kelembagaan dari DPRD itu sendiri. Kadang-
12

kadang dalam prakteknya itu memang masih saja terbelit pada problem yang atau
terbentur pada persoalan kelembagaan dengan Pemerintah Daerah.
Kita lihat misalnya dalam 2 periode kali ini, ya kita banyak mendengar dan juga
melihat beberapa anggota DPRD yang terkena kasus hokum, ya yang sebenarnya itu
memang lebih pada persoalan-persoalan administratif itu. Tentu bahkan hampir semua
DPRD di seluruh Indonesia ini sudah pernah mengalami hal seperti itu. Ada yang
menganggap dan meyakinih itu bagian dari problem ketika DPRD itu masih dalam
kondisi atau posisi seperti sekarang ini.
Lalu yang kedua kalinya tentu posisi yang jelas dari DPRD sebagai wakil rakyat
juga karena proses rekrutmen itu tidak ada bedanya dengan teman-teman di DPR RI
juga sama kan bahkan kita juga merasakan betapa hebohnya seorang itu untuk bisa
menjadi seorang Anggota DPRD.
Saya kebetulan tetangga dengan Pak Mualim ini tahu betul ya bagaimana
orang itu bisa atau berhasil untuk menjadi Anggota DPRD. Artinya melalui usaha dan
juga satu jalan yang saya kira tidak kalah susahnya dengan teman-teman di DPR RI. Itu
persoalan proses untuk menjadi Anggota DPRD. Saya kira ketika sudah masuk dalam
kelembagaan yang seperti itu maka mungkin juga bisa dipahami ketika masyarakat
ataupun juga teman-teman Anggota DPRD juga mempertanyakan kepastian
kelaminnya.
Lalu yang kedua, selama ini mungkin ini pertanyaan saya, terkait dengan fungsi
yang dijalankan oleh teman-teman Anggota DPRD di dalam terutama memaksimalkan
fungsi representasi, ya dari wakil rakyat. Kita lihat selama ini sudah berjalan. Dalam
prakteknya cukup baik, tadi seperti yang disampaikan oleh Pak Yani.
Jadi, ada problem institusi, Pak Yani tetapi justru praktek itu berjalan dengan
baik. Tahulah misalnya kayak dana aspirasi atau jaring asmara atau apalah namanya
itu, itu bisa berjalan dengan baik karena dalam bingkai pemerintahan daerah itu tetapi
justru di DPR RI malah yang tidak bisa, kan begitu. Ini barangkali juga mungkin tidak
tersurat secara jelas tetapi prakteknya memang ada problem ketika teman-teman reses
ke daerah dimintain sumbangan atau bantuan untuk fasilitas social misalnya kita tidak
bisa secara maksimal tetapi justru teman-teman Anggota DPRD juga bisa. Nah, ini
barangkali yang mungkin apakah dengan posisi kesempatan ini lalu sudah cukup, ya
tidak ada problem lagi bagi teman-teman ataupun juga bagi kelembagaan DPR itu
sendiri.
Saya kira kita juga ingin agar tidak hanya prakteknya saja tetapi kelembagaan
itu bisa betul-betul jelas apakah masuk dalam wilayah rezim DPR atau mungkin juga
tetap dalam posisi seperti sekarang ini yang terbaik, barangkali itu.
Demikian, Pimpinan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:
Ada yang lain, Pak Azhar. Silakan.
Pak Azhar ini dapilnya mana, Pak? Bangka Belitung, ya. Dapat, ya.

F-PG (Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si):


Alhamdulillah, dulu di Sumsel, Pak.
Baik, terima kasih.
13

Pak Pimpinan,
Teman-teman Pansus, dan
Tamu kita dari Asosiasi Dewan DPRD Kabupaten Kota dan Provinsi,
Posisi kita kan ingin merevisi daripada Undang-undang MD3 27 ini dan timbul
semangat baru sesuai keadaan ini bagaimana mendudukkan posisi DPR ataupun
anggotanya itu sebagai basis lembaga legislatif. Karena sejalan dengan itu juga
Undang-Undang Dasar 1945 kita mengatur pasal 18. Kita dengan mengedepankan
sistem predisential dan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bahwa NKRI kita itu
memiliki Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan juga pemerintahan Kabupaten
Kota dan memiliki DPRD.
Kita tahu selama ini undang-undang satu basis payung yang satu, yang ingin
kita ketahui setelah ini. Kalau ada frame-frame baru secara ini penguatan kelembagaan
DPRD bersama DPR ini juga kalau seandainya undang-undang ininya jadi terpisah
ataupun tidak terpisah karena kalau mau terpisahpun domainnya itu adalah karena ada
kisarannya walaupun dia memiliki tetapi kalau pun dia terpisah bagaimana kira-kira
penguatan supporting ini, Pak supporting daripada lembaga Dewan Perwakilan Dewan
itu tadi kalau di Sekwan ini kita harapkan penguatan itu banyak hal, baik posisinya
maupun sumber daya manusianya misalnya seorang Sekwan itu hal ini kita ketahui
diambil, direkrut dari seorang yang PNS, Pak ya tentu terkesan ada ikatan dengan
Pemerintah di dalam pelaksanaannya. Siapkah kalau seandainya di dalam kita
melakukan revisi ini posisi sumber daya manusia ataupun alat-alat lain di dalam suatu
dewan itu dalam rangka menjalankan tugas legislasi maupun keuangannya serta
pengawasannya juga supporting-nya juga bersifat lebih professional, lebih keahlian
yang tadi disinggung-singgung juga banyak diisi oleh orang itu dan terkesan bebas
dengan hubungan Pemerintah lebih jauh. Mungkin seperti jabatan political appointed
bisa orang dari PNS yang duduk di situ, bisa juga dari kalangan profesional, swasta,
kita ingin yang lebih posisinya ya jangan tersesat.
Kalau sekarang ini kan segala apa gerak jalannya termasuk anggota dewan itu
terkesan hubungan dengan Pemerintah itu sangat rentang kendali dalam pengambilan
keuangan.
Ini yang kira-kira perlu kita mendapat masukan. Kalau normatif secara ini kita
sudah tahulah terkait Undang-undang 32 apalagi Undang-undang 27 ini posisi dewan
itu ya memiliki dewan itu bukan hubungan kemitraan, check and balances tetapi pasti
bagian daripada Pemerintah Daerah.
Kalau dia seandainya misalnya penguatan ini dengan baik itu misalnya
penguatan itu tadi dilakukan bukan hanya terhadap mungkin seorang dewan, Sekwan
itu melalui fit and proper test. Jadi, orang benar-benar itu, tidak ditempatkan oleh
kepanjangan tangan Pemerintah tadi. karena domain legislatif, negara kita kan domain
Pemerintah ini kita ingin terpisah. Yang begitu-begitu domain dan tajam pemikiran
mungkin yang perlu kita butuhkan, Pak kalau seandainya karena di dalam DIM kita ini
sudah ada upaya ke sana, mencari dan apalagi ada Undang-undang ASN kita, Pak.
Kami tadi siang masih dengan Sekjennya MPR, Sekjennya DPR, Sekjennya
DPD, sama halnya sama karena ini kekuatan, ya posisinya juga ke bawah.
Kalau kita ingin menuju ke sana ini kita tahu dengan Mbak Eva ini kalau kita
mencontoh negara-negara lain posisi-posisi supporting ini jauh lebih memadai dan kuat
14

dalam hal gerak daripada ini dan seorang anggota dewan tidak disibuki oleh hal-hal
yang bersifat persoalan-persoalan. Pokoknya pendek kata dia hanya pikiran, membuat
undang-undang, melakukan pengawasan yang lebih jauh. Ini sekarang ini kadangkala
seorang anggota dewan kalau dia melakukan kunjungan kerja bagaimana, uang taxi dia
dari tempat b pun dia harus diminta pertanggungjawabannya dan harus dia pergi harus
ada ini. Bagaimana dia tetap ada hak-hak karena hak DPR itu kan hak budgetingnya
tetapi terkesan sekarang ini kita masih tergantung dengan Pemerintah baik di pusat
maupun di daerah dan diatur melalui Kementerian Dalam Negeri.
Ini yang mau kita coba dengar masukannya. Nanti sehingga ketemu di dalam
Pansus ini misalnya undang-undangnya akan berdiri sendiri. Apakah semua lembaga
ini ataukah terutama domainnya DPRD ini berdiri sendiri dan kita juga berupaya untuk
penguatan kelembagaan ini kita harus lakukan juga misalnya termasuk memiliki orang-
orang yang profesional tadi dalam hal menjalankan tugas yang ada itu sebagai
supporting di lingkungan Sekwan yang ada itu.
Jadi, itu yang kira-kira mungkin, Pak Yani kita memang mengundang ini karena
akan ada konkordan tadi juga kita tetap begitu kepada Sekjen DPR, Sekjen MPR.
Jangan kovensional yang selama ini kita sudah kalah walaupun segala apa itu ada
undang-undang lain yang terkait terhadap Sekwan menjalankan tugas. Dan dia juga
seorang pejabat Eselon I dan juga ditempatkan.
Yang mau kita lakukan itu pikiran-pikiran kalau kita menuju dalam arangka
penguatan kelembagaan dan basis kita dalam apa namanya, basis legislasi daerah dan
dia merupakan pejabat daerah.
Kemarin kita sampaikan kepada ada bagaimana kita menemukan kalau
seorang Anggota DPRD dijadikan sebagai pejabat negara dalam posisi statusnya.
Kalau hak-hak mantap, di Undang-undang 32 juga kemarin itu sudah diubah. Kalau
bupati juga dapat fasilitas kesejahteraan ini anggota dewan juga hampir samalah. Nah,
itu dalam hal kesejahteraan dalam negeri protokoler yang selama ini juga sangat jauh
juga anggota dewan itu protokolernya dengan seorang pejabat SKPD misalnya Eselon
III. Kadang-kadang tidak dipegang dia adalah posisi itu saja. Nah, ini semua dari
persoalan-persoalan kita. Kalau kita menuju yang kita inginkan itu tadi, apakah pikiran
yang harus kita ambil dari Bapak-bapak ini. Tadi Pak Yani sudah bilang tidak kita hari
ini tetapi tertulis pun juga karena dibaca secara rinci Undang-undang MD3 revisi kita ini
ya itu akan menuju kesana. Seorang Sekjen DPR juga tidak mesti harus pejabat karena
ada undang-undang kita karena ASN itu, Pak. ASN itu terdiri daripada 2; 1. PNS, 2.
P3K. P3K ini Pejabat Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja dan kurun waktu
tertentu. Nah, aaap seperti tenaga ahli yang tadi yang akan menopang supporting ini
juga bisa kita tempatkan seperti posisi begitu. Berarti dengan undang-undang itu juga
bisa kita menuju kesana, begitu.

Saya pikir itu saja, Pak yah al-hal penguatan yang ingin diskusi kita yang ada ini
dalam rangtka kita menerima masukan.
Terima kasih.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


15

KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Ini pendalaman, Pak yang dilakukan Anggota Pansus bisa dijawab langsung.
Tetapi kalau pun juga mau lebih rinci, ya nanti jawaban yang bersifat tertulis juga akan
kita butuhkan.
Sebelum kami serahkan kembali kepada Bapak-bapak silakan, Pak Desmond.

F-GERINDRA (DESMOND JUNAIDI MAHESA):


Maaf saya telat. Saya tidak mengikuti paparan tadi karena ada rapat di Badan
Anggaran.
Saya sebenarnya tadi sangat paham, sebenarnya sama saja saya agak lebih
sederhana mungkin ngomongnya. Pertama persoalan psikologi. Bapak-bapak sebagai
Sekwan itu lebih happy di bawah Depdagri atau di bawah badan lain seperti mungkin
kesekjenan DPR ini, psikologinya, Pak. Ini mungkin di luar daripada rancangan ya. Kita
ingin juga tahu psikologi ini. Karena kami-kami ini sebagai pimpinan partai sering juga
mendapat keluhan dari anggota kami yang ada di provinsi dan tingkat II itu yang hari ini
merasa kalau sudah level-level tertentu anggota dewan ini merasa bahwa
pertanggungjawaban-pertanggungjawaban segala hal itu Kemendagri ya. Ada wilayah-
wilayah yang susash, begitu kan. Nah, ini psikologi seperti ini juga perlu juga kita serap
bukan sekedar kita melihat dokumen perubahan undang-undangnya, psikologis happy
atau tidak kawan-kawan di Sekwan ini kan juga harus dikemukakan seperti kita di partai
masing-masing menyerap persoalan-persoalan ini, psikologis-psikologis selama
Gerindra di provinsi atau tingkat II misalnya atau sekian tahun Golkar, PDIP, kan ada
persoalan-persoalan yang juga harus kita ketemu dalam Undang-undang MD3 ini.
Jangan sampai kita bicara produk undang-undang ada psikologis-psikologis yang
nongol di kemudian hari yang sebenarnya ini juga harus kita bicarakan di sini.
Catatan-catatan ini mungkin agak lebih konkrit dari Abang tadi ini sisi lain,
begitu, Pak. Mungkin itu yang saya juga ingin ketahui.
Dampaknya apa kalau di bawah kesekjenan dan di bawah masalah karir
macam-macam perlu juga diomongin, tentang kepastian karir dan macam-macam atau
sekedar saja Sekwan ini transit saja. Transit menunggu jabatan lain di Departemen
Dalam Negeri misalnya. Ini bagaimana ini sebenarnya gambaran ini karena kita pun
memproduk undang-undang ini kita ngerti ini. jadi, ada kesan saya juga bisa saja
Sekwan ini mengurus DPR ini cuma bisa tempat buangan, bisa transit dan macam-
macam seperti itu karena di berbagai wilayah Sekwan ini adalah buangan juga di
beberapa tempat dalam persoalan karir dan macam-macam, agar tidak bersentuhan
dengan operasional di lingkungan-lingkungan kabupaten dan provinsi. Jadi, kesan
buangan, ini yang perlu kita kemukakan agar produk ini menjadikan satu resentatif
perubahan atas Undang-undang MD3 yang akan datang.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:
Pak, yang terakhir ini Pak Agus Purnomo ini yang ahli Pemilu, Pak, ahli Pemilu
Pansus Anggota RUU Pemilu juga. Waktu pemilihan kemarin jebol kayaknya, ya belum,
ya.
16

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP)


Langsung, ya Pak saya kemarin Tanya kepada anggota dewan sebenarnya
pemberian gaji atau komponen take home pay kalian apa saja ke badan asosiasi, Pak.
Jadi, pertama ada gaji pokok, tunjangan anak, sama perumahan, Pak ya. Sizenya Rp16
juta untuk DPRD. Kalau provinsi berapa, Pak? Tergantung tunjangan perumahannya.
Ada PP-nya kan, Pak ya. kalau provinsi berapa, Pak? Komponennya kan sama, Pak, ya
gaji pokok, ada tunjangan anak tidak, Pak ya? Atau sama perumahan. Kalau provinsi
Rp25 juta ya, 25 itu pukul rata semua, bersih. Kalau di KY bukan lebih, Pak ya. Itu yang
kemarin di dewan. Saya kira ini kan bagian dari Sekwan itu terlibat.
Kemudian yang berikutnya adalah tentang perjalanan dinas. Saya akan
tanya,”Kalian kalau perjalanan dinas ada saldonya, tidak? SHU?” “Tidak ada SHU,
Pak.” Ya, itu kan Peraturan Dalam Negeri, Pak ad cost, bukan ad cost saja. Kalau
bahasa Banyumasnya itu atos, artinya tidak ada apa-apanya begitu. Atos itu bahasa
Sundanya juga ya, sudah, dapatnya keselnya saja. Ini kan psikologi juga. Orang jadi
anggota dewan kan motifnya kalau di ilmu politik sebenarnya jujur saja OVCG, dia
memang mencari jabatan, yang keduanya itu budget seeking, nyari anggaran, untuk
konstituennya, Pak ya kadang-kadang untuk dirinya sendiri. Kemudian yang agak
canggih itu policy seeking. Saya Tanya Pak Sekwan, ini kan posturnya kira-kira begitu,
ya sosiologisnya jadi anggota dewan ya begitu, jadi Anggota DPR ya mirip-mirip
begitulah. Sebenarnya mereka itu sibuk nggak sih sebagagi legislator.
Kalau kemarin saya sewenang-wenang ngomong ke teman-teman asosiasi
dewan, janjiannya sampeyan itu kan sibuknya kan hanya bulan Oktober sampai
Desember bahas APBD. Saya kira Sekwan juga sibuknya begitu, apakah mereka juga
melakukan legislasi di luar dari pertama adalah tariff, biasanya openentuan tariff,
macam-macam kemudian yang berikutnya itu paling-paling tata ruang itu tetapi kan 5
tahun sekali kalau RUU TR. Nah, apakah mereka memang sibuk banget, Pak sehingga
kemudian kemarin bisa kunker kemana-mana untuk nambah komponen pendapatan
tadi.
Kemudian yang satu lagi, kalau misalkan nanti mereka jadi pejabat daerah, itu
kan nambah komponen pendapatan juga. Ini gurauan saya ke mereka dan mereka juga
terprovoke juga, sesame politisi kan boleh, ya Pak. Kalau orang lain tidak boleh.
Yang kayak gini ini kira-kira kalau beliau sebagia pejabat daerah ada resikonya
tidak bagi Sekwan, ini urusan mobilnya, urusan protokolernya, urusan macam-macam.
Itu kita kira-kira perlu simulasinya dalam yang mau kita susun itu sejauh apa yang kita
bisa cegah, sejauh apa kita bisa mendapatkan maslahat. Kalau bahasanya Pak Ketua
ini kan kalau kita nyusun undang-undang ini marsholllli mursalah. Ini mencari kira-kira
yang paling baik itu mana begitu.
Kira-kira begitu. Ini pertanyaan yang tambahan saja.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:
Ada lagi? Kalau tidak ada lagi kita kembalikan ke kawan-kawan asosiasi
provinsi, kota kabupaten. Yang baru mengikuti saja, ya.
Terus, Pak sebelum saya ini sebelum dijawab, yang perlu juga dipikirkan
mungkin tugas berat Sekwan ke depan tetapi ini kita menunggu Undang-Undang
tentang Kepala Daerah ini heavy-nya bocoran tadi. ini Pemilu Kepala Daerah ini akan
17

kembali lagi ke lembaga DPRD. Itu kan menambah pekerjaan juga. Yang itu menurut
saya komponen-komponen pekerjaan itu juga harus sudah dirumuskan di dalam usulan
perubahan ini, Pak disamping hal-hal yang tadi. ini kan kayaknya guyon ini yang
dilakukan oleh Pak Agus. Tetapi itulah realitas yang ada. Maka tadi kan dalam bahasa
yang tersirat itu kan ad cost atau langsam seperti itu. Iya, kan. Nah, yang hal-hal seperti
itu kalau bisa lebih rinci, Pak supaya undang-undang ini tidak memerlukan lagi
sebenarnya undang-undang itu kalau bisa tidak mengundurkan lagi pasal-pasal
penjelasan diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau peraturan-peraturan lain.
Silakan, Pak.

ASOSIASI SEKWAN PROVINSI:


Baik, terima kasih, Pimpinan.
Pertama-tama barangkali saya ingin memberikan penjelasan tambahan apa
yang ditanyakan oleh Ibu Eva tadi mengenai tim ahli. Saya tidak bisa mengatakan untuk
seluruh Indonesia. Tetapi untuk di DKI Jakarta adalah sejumlah anggota dewan yang
ditempatkan di alat kelengkapan dewan. Bukan, tim ahli. Jadi, ada tenaga ahli, tenaga
ahli yang ada di dewan itu sejumlah anggota dewan. Jumlahnya sama dengan anggota
dewan. Dalam artian satu-satu orang yang ditempatkan di alat kelengkapan dewan.
Karena rekrutmennya alat kelengkapan dewan yang tentunya mungkin ada dengan
fraksi maka rumusan keahliannya pun ada pada referensi mereka.
Kalau tadi teman saya mengatakan kadang ini adalah tim sukses, kadang
mungkin ini, ah itu. Begitu, Pak. Kalau di Jakarta anggota 94 tim ahlinya ada 102
karena ketua mempunyai 4 tim ahli, kemudian wakil ketua masing-masing 2. Selainnya
ditempatkan di alat kelengkapan dewan sejumlah anggota.
Kemudian mengenai hal-hal yang perlu pendapat atau hal kajian, sama seperti
teman-teman kabupaten kota tetap juga ke Sekwan seharusnya, harus pertanyaannya.
Saya kira bisa disimpulkan saya kira, Pak mengenai tim ahli.
Kemudian mengenai supporting, Pak supporting sekwan ke dewan. Perlu kami
sampaikan bahwa di dalam PP 16 yang diturunkan barangkali derivasinya menjadi
Tatib di sana disebutkan bahwa sekwan itu diangkat oleh gubernur dengan persetujuan
pimpinan dewan. Dengan demikian, Pak tidak ada keragu-raguan mengenai ketulusan
akan supporting terhadap tugas-tugas kedewanan karena anytime dia bisa meminta
kepada gubernur ini diganti. Dan posisi kami sekwan begitu sejak dilantik juga men-
declare siap diganti setiap saat.
Begitu saya diangkat, saya menyiapkan diri kapanpun siap diganti, siap diganti.
Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan khususnya menyangkut sesuatu yang abu-abu, ya
kita tidak maulah tawar menawar terhadap hal itu.
Jadi, silakan, kalau memang sudah tidak bisa men-support, silakan, usulkan
untuk diganti. Kita siap! Anytime, kita siap untuk diganti. Saya kira posisi teman-teman
juga hampir sama.
Oleh karena itu, kami sebenarnya lebih happy, demikian juga pernyataan
teman-teman dari sekwan kabupaten kota mungkin nanti akan disampaikan juga bahwa
kedudukan sekwan itu tetap menjadi perangkat provinsi, bukan perangkat yang berada
di dalam lingkungan dewan. Karena kalau misalnya kami ada di dewan, yang sewaktu-
waktu bisa diganti, kemana kami kalau dia diganti. Ini tolong psikologisnya, Pak
Desmond. Psikologisnya, Pak. Itu satu.
18

Kemudian yang kedua, sekretariat dewan provinsi, di provinsi itu 1 sekwan, 5


kabag, masing-masing kabag membawahi 3 kasubag. Itu Eselon IV, Eselon III, dan
Eselon II.
Tadi sudah saya sampaikan kalau seseorang direkrut umur 24 tahun sarjana,
kemudian dia di situ saja sampai dengan pension umur 58 tahun, barangkali tadi saya
berkelakar kepada teman-teman jumlah ubin di kantor itu pun mungkin sudah hapal
jumlahnya.
Jadi, kalau masih terbuka misalnya menjdi perangkat provinsi kami masih ada
kesempatanlah, ya tour of duty, pindah ke provinsi, dari provinsi balik lagi ke sekwan,
itu akan lebih menyegarkan dalam rangka memberikan supporting kepada dewan.

KETUA RAPAT:
Pak, saya dalami sebentar, Pak.
Itu kan asumsinya bangunannya masih bangunan yang lama. Pertanyaan kita
kalau bangunannya berubah, secara kelembagaan dan strukturnya berubah seperti
lembaga-lembaga atau parlemen-parlemen di luar negeri. Jadi, memang dia berkarir di
sana, berproses di sana seperti itu dan pangkat dan kedudukannya dia tidak
menyesuaikan pangkat dan kedudukan di Pemerintah provinsi atau Pemerintah kota
dan kabupaten. Yang itu kan belum. Tetapi kalau asumsi seperti yang Bapak
kemukakan betul, ya, habis dia di sana. Tetapi dia kalau ada struktur dan
kelembagaannya sebagaimana kita ingin mendesain DPR ini juga sudah ada
kelembagaan sendiri seperti itu, arahnya ke depan seperti itu, yang itu mungkin lewat
matrik tadi yang saya bilang. Ini peluangnya, ini kelemahannya atau ini kekurangannya
seperti itu karena ini juga menyangkut nasib banyak orang juga kalau undang-undang
ini sudah diputuskan, Pak.

ASOSIASI SEKWAN PROVINSI:


Baik, Pak saya lanjutkan.
Terkait dengan pertanyaan Bapak dari Fraksi Golkar tadi dengan dari Gerindra
mengenai psikologisnya, Pak. Inilah saya kira psikologis yang kami rasakan apabila
misalnya kami menjadi satu peragkat murni dewan. Psikologisnya seperti itu, Pak.
Kemudian, Pak disamping itu ada yang ingin saya sampaikan lagi mengenai
pelaksanaan anggaran, ini informasi tambahan barangkali mengenai anggaran reses,
Pak. Di dalam PP 37 di sana PP 16 diatur bahwa reses dilakukan oleh anggota dewan.
Tetapi pertanggungjawabannya oleh sekretariat. Ini sungguh sangat mengganggu kami.
Jadi, uang kita berikan tetapi pertanggungjawabannya nanti jajaran sekretariat yang
mempertanggungjawabkan. Itu satu, Pak.
Kemudian yang kedua mengenai kendaraan dinas. Di dalam undang-undang
diatur bahwa yang mendapat kendaraan dinas adalah pimpinan dewan; ketua dan wakil
ketua. Sedangkan anggota tidak. Tetapi hampir di seluruh provinsi seluruh Indonesia
setiap anggota dewan mendapat kendaraan. Ada yang sifatnya pinjam pakai, ada yang
sifatnya disebut sebagai kendaraan full yaitu kendaraan yang selalu harus di kantor.
Tetapi semua mempunyai permasalahan. Kalau kendaraan dinas itu pinjam pakai maka
perawatannya tidak boleh menggunakan anggaran dari sekwan, dari APBD, murni oleh
anggota. Sedangkan kalau dia kendaraan full maka perawatannya dibiayai oleh APBD.
Dua-duanya ini memiliki kesulitan bagi kami karena di dalam undang-undang ditetapkan
19

anggota dewan tidak mendapat kendaraan dinas. Tetapi faktanya seluruh anggota
dewan, hampir di seluruh Indonesia saya kira mendapat kendaraan. Ini menjadi
persoalan yang kami hadapi.
Kemudian persoalan yang muncul belakangan ini adalah ketika Undang-
undang BPJS ditetapkan di sana ditetapkan bahwa Anggota DPR diberikan asuransi
melalui BPJS. Ini bergejolak ini di daerah. Jadi, ketika kita konsultasi kepada
Kementerian Dalam Negeri dan kepada BPJS sendiri, di sana dijelaskan bahwa yang
medapat penghasilan dari APBN maupun APBD asuransinya harus dengan BPJS.
Dengan demikian kami sampaikan kepada dewan bahwa asuransi nantinya adalah
BPJS. Ini nanti menjadi penolakan sekarang ini, Pak. Tetapi kami konsultasi ke
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Dalam Negeri akan memberikan penegasan
bahwa DPRD pun sama dengan DPR yaitu disediakan melalui BPJS. Karena yang
sebelumnya, Pak itu disediakan melalui premi asuransi. Karena sifatnya premi asuransi
maka variabelnya banyak, semaksimal mungkin dibuat. Ini juga menjadi masalah bagi
kami. Kalaupun misalnya bukan BPJS sebaiknya mungkin ini diberikan sebagai
tunjangan kesehatan, ini akan lebih jelas sehingga begitu kita serahkan selesai urusan.
Tidak melalui premi asuransi yang kita selalu diminta dengan premi yang sebesar-
besarnya. Itu yang menjadi persoalan bagi kami, Pak sebagai tambahan.
Saya kira itu yang kami bisa berikan penjelasan sedikit dan tambahan informasi
kami kembalikan kepada pimpinan.
Terima kasih.

ASOSIASI SEKWAN KABUPATEN KOTA:


Untuk yang tertulis nanti kami sampaikan, sedangkan yang tambahannya nanti
akan kita susulkan kemudian.
Kita sebetulnya kembali dari tadi kita sampaikan penguatan kelembagaan
DPRD. Kita permasalahannya dimana sebetulnya. Apakah di sistem rekrutmen Anggota
DPRD atau aturan-aturan terkait dengan kelembagaan DPRD yang lemah. Ini yang
harus menjadi catatan teman-teman.
Kami menjadi sekwan sudah 8 tahun saya, Pak dan di sekwan sudah hampir 14
tahun. Jadi, tahu dari periode 1999-2004 sampai dengan sekarang. Sudah 3 periode
kami mengalami itu. Mungkin untuk di daerah-daerah provinsi tidak masalah, tetapi di
daerah-daerah tertentu itu menjadi permasalahan rekrutmen. Sehingga bagaimana pun
kuatnya kelembagaan DPRD kalau sistem rekrutmen keanggotaan DPRD tidak, atau
partai tidak siap untuk rekrutmen kaderisasi untuk yang akan menjadi Anggota DPRD
akan lemah terus.
Kemudian dengan sistem Pemilu sekarang kan, apakah bedanya Pemilu
Anggota DPRD dengan Pemilu Anggota DPD? Tidak ada bedanya. Semuanya
perorangan yang maju, bukan partai. Partai hanya kendaraan. Sehingga sekali lagi
kelembagaan DPRD sebetulnya aturannya kita sudah kuat, kok cuma tinggal
rekrutmen. Sebagai contoh tadi, dukungan tim ahli bagaimana ke sekwan. Sebagai
kami contohkan bahwa kami adalah, salah satunya adalah membuat tim ahli untuk
fraksi. Sama sekali tidak difungsikan dan banyak di daerah kami sering kumpul-kumpul
dengan teman-teman di beberapa daerah. Tidak, tidak dimanfaatkan. Karena yang
akan ditanyakan ke tim ahli apa saja itu tidak tahu dan apabila sudah diberi penjelasan
20

oleh tim ahli di forum rapat demikian apa yang mau diomongkan juga tidak tahu
akhirnya.
Sekali lagi, pada prinsipnya, daerah untuk mendukung tim ahli sebenarnya
sudah siap. Tinggal satu adalah rekrutmen tim ahlinya juga benar dulu, kemudian saya
kira anggaran juga untuk banyak daerah juga siap tetapi ada banyak daerah juga siap
tetapi ada juga beberapa daerah yang perlu ditingkatkan kalau kemudian seperti DKI
Jakarta saya kira tidak mampu kalau 1 anggota 1 tim ahli karena untuk biaya anggaran
itu tidak langsung dan tidak langsung saja sudah tidak berimbang. Ini menjadi
pertimbangan. Dan saya tadi sudah menyampaikan antara anggaran untuk mendukung
trifungsi DPRD dan akhirnya sekedar melengkapi fungsi DPRD lebih tinggi mana juga di
sana bisa dilihat.
Kemudian terkait dengan permasalahan yang dikeluhkan Anggota DPRD
berkaiatn dengan keuangan Anggota DPRD itu pokoknya permasalahannya adalah
karena memang Anggota DPRD kadang-kadang membandingkan dengan Anggota
DPR yang kedudukan keuangannya diatur sendiri oleh DPR. Sedangkan untuk DPRD
kabupaten kota diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Jadi, ubah dulu tentang
pengelolaan keuangan daerah kalau demikian. Sehingga kalau pengaturan pengelolaan
daerah termasuk keuangan DPRD harus mengacu itu maka sistem ad cost, langsam,
dan lain-lain, sistem reses. Reses banyak Anggota DPRD yang menuntut seperti
Anggota DPR. Tidak bisa di daerah seperti itu karena aturannya memang seperti itu,
harus mempertanggungjawabkan biaya makan minum, sewa gedung, sewa tempat ,
sewa kursi, dan lain-lain. Semuanya harus dipertanggungjawabkan, permasalahannya
seperti itu. Sehingga kalau kemudian bangunan DPRD kabupaten kota terutama akan
diubah kita harus melihat jangan hanya kacamata Jakarta. Kabupaten kota adalah yang
diujung sana bagaimana nantinya. Umpamanya sekwannya kemudian independen, Pak
atau … non PNS, harus dipertimbangkan juga itu. Karena di daerah pelosok-pelosok
untuk mencari seorang yang professional, kita tidak menafikan keadaan Indonesia
tetapi akan terjadi permasalahan. Sehingga saya kira lebih pas kalau kemudian, lain
kalau DPR RI, ya mungkin DPR RI pas kalau sistem itu. Tetapi kalau kemudian untuk
DPRD kabupaten kota saya kira belum pas untuk umpamanya dikembangkan ke arah
kesana.
Kemudian kesan sekwan buangan, sebetulnya tidak juga karena sekali lagi
sekwan adalah ditetapkan dengan keputusan DPRD menjadi keputusan kepala daerah
atas persetujuan pimpinan sehingga tetap di… kalau memang pimpinannya berjalan,
pasti ada fit and proper test, sebelumnya pasti akan ditanyai seperti fit and proper test.
Kemudian komponen gaji ya juga karena aturannya memang seperti itu, cuma
kadang-kadang memang ada aturan-aturan yang masih abu-abu yang kemudian
dipresentasikan atau diterjemahkan sendiri oleh dewan yang kadang-kadang menjebak
menjadi permasalahan hokum. Seperti tunjangan perumahan. Di sana hanya
menyebutkan berdasarkan asas kepatutan dan kewajaran. Patut menurut siapa? Wajar
menurut siapa? Akhirnya itu juga antar daerah berlomba-lomba untuk tunjangan
perumahannya, yang penting tidak melebih provinsi. Jadi, hanya beda seribu boleh saja
karena aturannya tidak boleh melebihi provinsi. Itu yang jadi permasalahan di daerah.
Yang menarik ini pertanyaan tadi, Pak Agus. DPRD sebenarnya sibuk tidak sih.
Jadi, sekali lagi saya sampaikan antara anggaran untuk merasakan trifungsi DPRD dan
anggaran yang mendukung trifungsi DPRD lebih banyak anggaran yang mendukung
21

trifungsi DPRD daripada anggaran yang secara langsung untuk melaksanakan fungsi-
fungsi DPRD.
Ya, itu sebenarnya antara 40-60, ada yang malah antara fifty-fifty, mungkin ada
yang lebih besar lagi, Pak, 80-20, Pak itu. 20 yang trifungsi, yang pendukungnya 80.

KETUA RAPAT:
Begini, Pak pertanyaannya itu dalam rangka fungsi, 3 fungsi tadi lebih dominan
Anggota DPRD itu melaksanakan fungsi apa, apa, apa karena dalam konteks fungsi
legislasi atau dalam konteks anggaran, atau dalam konteks pengawasan atau dalam
konteks ngurus-ngurus proyek, bertindak juga sebagai tim perusak-perusak. Jadi,
demikian.

ASOSIASI SEKWAN KABUPATEN KOTA:


Untuk sistem anggaran saya kira sudah rutin, hanya pekerjaannya yang bahas
KUA, BPHS, kemudian membahas APBD. Hanya itu. Di luar itu sama sekali kalau boleh
dibilang tidak.
Untuk Perda, pembahasan fungsi legislasi perda untuk beberapa daerah
memang sudah ada yang kemudian didukung oleh sekwan untuk perda-perda inisiatif
banyak juga ada, tetapi banyak juga daerah yang sama sekali tidak ada perda inisiatif
juga banyak. Jadi sekali lagi itu kembali lagi ke standar bupati juga.
Standarisasi bupati di sana akan menyebutkan biaya tenaga ahli berapa,
kemudian untuk sistem, untuk penyusunan NA itu berapa, itu biasanya di…

F-PKS (AGOES POERNOMO, S.IP):


Total-total, maksudnya begini, Pak ini tema undang-undangnya. Jadi, rata-rata
kalau daerah kan biasanya bikin tower Perda itu yang sibuk kan tariff rata-rata, ya.
Kalau Sleman misalnya kos-kosan, atau pendapatan bagaimana caranya dapat PAD.
Maksudnya kalau misalkan kayak ini kan sampel kabupaten kota dulu, ya. Kalau DKI
mungkin dia sibuk karena memang banyak. Tetapi yang kira-kira perda yang kaitannya
dengan tariff berapa persen, yang di luar tariff kira-kira apa, Pak.

ASOSIASI SEKWAN KABUPATEN KOTA:


Contoh daerah kami lebih kepada perda pelaksanaan daripada undang-
undang. Jadi, memang undang-undang mengenakan diatur dengan perda lebih banyak
di situ. Tetapi kemudian perda-perda yang di luar itu boleh dibilang jarang.
Jadi, kalau memang seperti kemarin ada perubahan pajak dan retribusi itu yang
kemudian tahun itu banyak sekali berkaitan dengan raperda-raperda pajak dan retribusi
itu.
Kemudian konsekuensi terhadap pejabat daerah ini juga perlu dipertimbangkan
kembali, memang otomatis akan berdampak dalam keuangan daerah. Itu yang harus
diperhitungkan tadi.
Saya kira itu tambahan dari kami. Mungkin dari teman kami, kami persilakan.

KETUA RAPAT:
Silakan, Pak.
22

ASOSIASI SEKWAN KABUPATEN KOTA:


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pimpinan yang saya hormati, dan
Bapak/Ibu Anggota Pansus yang saya hormati,
Perkenankan saya menambahi dari Asosiasi Sekwan Kabupaten, secara
prinsip sekwan itu aparat, Pak. Aparat pada dasarnya bekerja aturannya seperti apa.
Kalau sekarang ini kita dimintai masukan untuk akan membuat aturan seperti apa
supaya kita akan lebih baik maka ada beberapa hal yang mungkin bisa kami
sampaikan.
Yang pertama bahwa tadi yang secara garis besar dipayungi dengan istilah ad
cost yang belum sempat … kebetulan saya juga jadi sekwan ini sejak 2004. Jadi, sudah
4 kali periode tahu persis perubahan perilaku. Dulu pernah ad cost, pernah juga
langsam.
Kalau dilihat dari kecenderungan DPR memang inginnya langsam. Cuma ini
ada perubahan perilaku, Pak tetapi saat langsam. Jadi, pada saat ad cost itu misalnya
melakukan perjalanan dinas dia akan memilih hotel yang mewah karena toh lebih juga
dikembalikan, tidak lebih juga. Kalau langsam cenderung pakainya itu hotelnya hotel
mukminin mukminah, maksudnya kadang di mushola, kadang di masjid. Yang penting
ada kembalian. Ini saya sampaikan supaya itu dipertimbangkan. Itu yang terjadi,
kadang-kadang sampai subuh begitu datang, yang dituju di masjid, mandi-mandi terus,
ini mukminin mukminah hotelnya. Ini yang pertama.
Yang kedua, yang kaitannya dengan yang disampaikan Bu Eva apakah kira-
kira apabila penguatan tenaga ahli ini diperkuat apakah kira-kira diimbangi oleh APBD.
Saya pikir APBD ini memang mau tidak mau menjadi instrumen yang sangat
membatasi. Tetapi kalau dengan alasan itu penguatan tidak dilakukan juga saya kira
naïf juga. Maka kedua komponen ini harus dibatasi dengan cara mungkin penguatan
tenaga ahli ini dikaitkan dengan kemampuan keuangan daerah. Tetapi hitungannya itu
yang fix, bukan kontor misalnya disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Ini tafsirannya
menjadi, misalnya sekian sampai sekian, tenaga ahlinya sekian misalnya. APBD-nya
sekian, tenaga ahlinya sekian. Jelas, sehingag sekwan melakukan enak yang harus
dipenuhi juga pas. Tetapi kalau misalnya tenaga ahli disesuaikan dengan kemampuan
keuangan daerah ini menjadi ribet, tafsirannya menjadi ribet di lapangan. Tetapi kalau
dihubungkan dengan skala sekian sampai sekian, tenaga ahlinya sekian misalnya itu
akan lebih mudah.
Ini terlepas dari yang disampaikan dari teman saya tadi bagaimana sulitnya
mencari tenaga ahli di daerah terutama daerah-daerah yang jauh dari perguruan tinggi.
Yang kedua, dari Pak Arwani menyangkut tentang kasus hokum. Ini sebagian
besar karena memang pertama ada keinginan yang tetapi tidak bisa terkover oleh
ketentuan. Biasanya bermula dari itu. Keinginan itu, kebutuhan itu riil dibutuhkan. Tetapi
peraturannya tidak memungkinkan. Seperti tadi dalam untuk mendukung mobilitas
anggota misalnya faktanya anggota itu memerlukan mobil tetapi di aturannya mobil itu
hanya untuk pimpinan sehingga prakteknya lalu dicarikan celah-celah, diputar-putar,
pada akhirnya iya, menjadi persoalan.
Sekwan misalnya kalau misalnya kebutuhan itu riil dibutuhkan oleh anggota
lebih nyaman bagi sekwan apabila jelas, anggota dikasih mobil. Itu malah jelas
daripada aturannya, kebutuhannya itu riil dibutuhkan dibutuhkan tetapi aturannya masih
23

tidak memungkinkan sehingga sekwan kadang-kadang dipaksa bagaimana caranya


anggota ini mendapatkan fasilitas itu. Begitu tekniknya merusut ya menjadi persoalan.
Ini yang kaitannya dengan kasus hukum.
Kemudian tentang representasi tadi yang disampaikan. Di daerah istilahnya
aspirasi, Pak. Ini entah, masanya entah dari mana tetapi dulu DPRD Rembang itu
belajarnya dari Magelang. Cuma ini ada persoalan tata cara penuangan. Bahwa pada
dasarnya semua yang tertuang di APBD itu memiliki dasar penuangan termasuk juga
program-program kegiatan yang diwadahi di dalam aspirasi tadi. Dasarnya itu berasal
dari proposal-proposal yang dimasukkan ke bupati lalu nanti akan dituangkan di dalam
UAPBA yang pada akhirnya tertuang di RAPBD dan menjadi APBD.
Persoalannya adalah aspirasi yang tertampung ini sering-sering hanya daftar
lisan. Artinya teguran dari apa untuk ini, tidak ada proposal, tidak ada apa-apa. Saat
pembahasan dituangkan sehingga proposal ini mau tidak mau dihitung mundur. Pada
saat dihitung mundur ada persoalan dengan dinas teknis,Pak. Dinas tadi ketakutan
karena belum tertuang di dalam KUAPPA. Itu yang sering terjadi. Masuk pembahasan,
Pak tetapi tidak masuk di rancangan. Ini apabila itu mau diakomodasi dengan benar
mestinya dibentuk ruang gerak memang di pembahasan memungkinkan ada yang
seperti itu bisa dibahas. Itu mungkin lewat mekanisme beda dengan pertanahan yang
biasa supaya selamat. Ini kan mainnya kan main mundur terus. Ada catatan misalnya
dari berapa itu dimasukkan. Ini proposalnya beluma daerah, tolong dibuatkan,
tanggalnya hitung mundur. Mencari kepala desa ya mundur, kepala dinas mundur.
Pokoknya mundur semua.
Persoalan yang lebih krusial lagi pada saat ada pergantian kepala desa. Kalau
dilihat dari hitung mundurnya seharusnya kepala desa lama tetapi saat pembahasan
kepala desa baru dan membutuhkan tanda tangan proposal. Ini repot. Banyak yang
tidak berani mencairkan karena kepala desa menurut hitung-hitungan tanggalnya itu
seharusnya yang tanda tangan proposal itu kepala desa lama karena dibuat saat
kepala desa baru, kepala desa lama tidak mau tanda tangan. Artinya ada program di
APBD tidak berani melaksanakan. Ini banyak sekali seperti itu apabila mau diwadahi
mungkin ada mekanisme yang memang disediakan untuk yang seperti itu. Karena
faktanya sendiri begini, Bapak dan Ibu saya sendiri pernah dipanggil kejaksaan karena
kegiatan seperti ini. Jadi, kok ada tiba-tiba kegiatan yang masuk tidak melalui
perencanaan sejak awal Musrenbang misalnya. Saya ceritakan bahwa Musrenbang itu
untuk menganggarkan tahun besok itu Musrenbang itu tahun ini pada bulan Februari.
Dibahas nanti pada akhir Desember. Saat direncanakan mungkin Jembatan Saleh, Pak
di saya itu belum ambruk. Kemudian dalam perjalanan pembahasan ada kejadian
jembatannya ambruk. Pilihannya kan tinggagl apakah akan dituangkan sekarang atau
musuk lagi yang nyatanya jembatannya sudah. Ini dulu yang kita pakai argument
kenapa aspirasi mau tidak mau harus dituangkan. Cuma memang ada kekurangan
hukumnya karena mekanisme perencanaan tidak seperti itu. Ini yang kaitannya dengan
aspirasi.
Kemudian Pak Romli, kalau saya pribadi, Pak kaitannya dengan bagaimana
mendudukkan DPR atau bagaimana sekwan ini saya kira sepanjang Undang-undang
ASN itu efektif saya kira dimanapun tidak jadi soal karena di Undang-undang ASN itu
memungkinkan siapapun dari lembaga apapun selama dia masuk dalam ASN bisa
antar lembaga, bisa antar pulau, bisa antar macam-macam tidak jadi soal sebenarnya
24

kalau ASN itu berjalan. Tetapi kalau ASN itu ternyata hanya nantid I kebiri di daerah
misalnya hanya begitu-begitu saja memang seperti yang disampaikan oleh provinsi
akan terjadi artinya sekwan sampai hapal keramiknya.
Kemudian untuk Pak Desmond tentang enjoy, Pak. Saya hanya ingin
memetakan perasaan sekwan rata-rata itu bisa dibagi 3, Pak. Ada yang di sekwan
merasa tersiksa karena merasa di 2 kaki. Kakinya eksekutif dan kakinya legislatif. Saya
membayangkan mereka terpijak 2 kaki, mau kesini pijak, mau kesini pijak. Jadi, mereka
tersiksa.
Ada yang tidak mempedulikan itu seperti yang disampaikan provinsi tadi
sekarang dilantik itu berarti sekarang ini juga sudah siap untuk diganti. Tetapi ada
sekwan yang mampu memerankan dia sebagai penghubung. Jadi, dia tidak berada di 2
kaki tetapi kakinya sekwan di 2 tempat. Artinya apa? Mampu menghubungkan. Karena
sering terjadi ada kebuntuan politik seperti Blora. Seperti Blora itu hanya tertera
bagaimana menghubungkan komunikasi aspirasi antara bupati dengan DPR macet,
sampai setiap DOP-nya itu sampai sekarang belum dibahas misalnya seperti itu.
Kalau sekwan bisa bergerak di 2 kaki ada sesuatu di DPR bisa
dikomunikasikan, ada sesuatu itu Pemkab bisa dikomunikasikan saya kira ini akan
menjadi hal yang positif, smooth, bukan artinya kita akan memerankan eksekutif di DPR
tetapi semata-mata bagaimana kedua lembaga ini bisa membuka kebuntuan-kebuntuan
yang mungkin terjadi.
Kemudian ad cost-nya tadi sudah. Terus yang kaitannya satu hal, Pak yang
kemarin terjadi pada waktu bupati atau wakil bupati tersandung kasus itu ada bantuan
hokum. Anggarannya ada. Tetapi saat DPR tersandung hukum tidak ada, Pak,
aturannya tidak ada. Nah, ini mungkin bisa dimasukkan karena begitu kasus hokum
menjadi kasus pribadi total karena Sekretariat DPRD tidak bisa meng-cover sama
sekali. Dan tidak bisa diambil dari bantuan hukum Pemda. Jadi, ini mungkin perlu ada
semacam bagaimana alokasi untuk menyediakan bantuan hukum bagi anggota DPR
apabila di dalam melaksanakan tugas itu tersangkut hukum.
Ini mungkin tambahan dari saya, barangkali ada manfaatnya. Kurang lebih
mohon maaf.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:
Masih ada, Pak? 5 menit, Pak ya karena sampai jam 4 ini, Pak tidak perlu kita
perpanjang.
Silakan.

ASOSIASI SEKWAN KABUPATEN KOTA:


Sedikit saja, tadi belum diperkenalkan.
Kami fullteam dari ASDEKSI Pimpinan. Sedikit pengantar yang paling pojok dari
Sekwan Purwakarta. Bendahara ASDEKSI, juru bicara kami Pak Rijo dari Purworejo,
sekwannya sudah 8 tahun, 14 tahun di sekretariat. Sebelahnya adalah sekwan dari
Rembang, Pak Thalib yang sudah 14 tahun dan beliau adalah korwil di Jawa Tengah.
Beliau mewakili korwil Jawa Tengah, Pak memang sengaja kita hadirkan dan kami
sendiri wakil ketua baru 3 tahun di sekwan, Pak dan … kami 3 orang dari sekretariat
nasional.
25

Kami secara periodik mengadakan pertemuan dengan sekwan-sekwan se-


Indonesia baik itu kabupaten dan kota dan baru 2 minggu yang lalu kami juga
mengadakan pertemuan di Semarang yang salah satunya menghasilkan rekomendasi
yang nanti akan kita kirimkan secara tertulis yang terkait dengan perubahan Undang-
undang 27. Kami sudah siap, Pak.
Kami hanya akan menambahkan sedikit yang telah disampaikan oleh korwil
kami dari Jawa Tengah tentang ada keinginan tetapi ketentuan tidak memungkinkan.
Sarana mobilitas, Pak.
DPRD selalu membandingkan katanya,”Kami pejabat daerah. Masak dengan
lurah saja kalah. Lurah itu sepeda motor dapat. Kita tidak! Dimana ini?” sehingga itu
tadi, kendaraan, banyak mengajukan dan yang terjadi adalah penyimpangan-
penyimpangan pada pemeliharaan kendaraan seperti kita ketahui pada Kabupaten
Grobogan. Sekarang sudah menjalani. 3 sekwan masuk, Pak di sana termasuk ketua
dewan. Ini karena itu tadi antara keinginan tetapi ketentuannya tidak memungkinkan.
Kemudian contoh lagi, Pak dari ketentuan yang tidak memungkinkan tetapi
keinginan ada bahwa anggota dewan yang selesai masa bakti 5 tahun DPRD
mendapatkan 6 kali representasi. “Pak, mbok kita lihat kalau di DPR RI kok pensiun,
Pak kita cuma 6 kali representasi.” Sehingga ada keinginan ini purnabakti dengan
asuransi modusnya, kemudian fiktif kemarin yang terjadi di Wonosobo. Sehingga
bagaimana? Karena 6 kali representasi hanya kira-kira Rp8 juta, Pak ya. 5 tahun
mereka mengabdi, purnabaktinya hanya Rp8 juta. Sehingga bagaimana mencari-cari
celah, ya itu tadi menggunakan asuransi, asuransi kesehatan tetapi akhir tahun diklaim.
Jadi temuan.
Kemudian ada lagi, Bapak/Ibu sekalian yang kaitannya dengan reses. DPR RI
tadi sudah disampaikan diberikan langsam. Di DPRD anggaran diberikan pada anggota
dewan tetapi kami dari sekretariat yang mempertanggungjawabkan.

Bapak Pimpinan dan Bapak/Ibu sekalian,


Kalau konstituen dihadirkan tidak ada uang transport itu mereka tidak akan
hadir, Pak, di daerah-daerah itu. Dan kalau itu diberikan uang transport, itu menyalahi.
Tetapi bagaimana itu bisa diberikan uang transport dan silakan itu
dipertanggungjawabkan administrasinya oleh sekretariat. Kita kan menjadi posisi yang
sulit. Bukan hanya transport yang harus kita rangkai, harus kita bikin secara
pertanggungjawaban memenuhi.
Jadi, itu salah satunya, Pak yang perlu mendapatkan satu perhatian bahwa
prinsip sekali lagi antara keinginan dan ketentuannya tidak ada namanya sesuai
akhirnya bagaimana dicari celah dan itu pasti pada saatnya hanya persoalan waktu saja
menjadi temuan daripada pemeriksa.
Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Bapak-bapak dari Asosiasi Sekwan Provinsi, Kota dan Kabupaten,
Sekali lagi kami ucapkan terima kasih tetapi sekaligus juga kami masih
menunggu, Pak karena ini masih berjalan, iya kan tadi rumusan-rumusan, hasil
26

pertemuan-pertemuan termasuk skenario-skenario tadi asumsi andai pemilihan kepala


daerah kan ini pembahasnya tidak di pansus ini ada di Komisi II, juga kan menambah
beban dan tugas dari kesekwanan nanti kalau pemilihan itu dikembalikan kepada
DPRD, seperti itu.
Yang kedua adalah yang tadi menyangkut masalah peluang atau lubang-lubang
hukum itu sendiri. Kan, dulu masih ada pasal 99, 105 sehingga banyak anggota DPRD
itu banyak yang terjerat kasus-kasus pidana seperti itu. 110 walaupun sudah dicabut
kan masih ada sebagian juga di Bogor itu hampir semuanya kena semua itu. Oleh
karena itu, yang Bapak-bapak ini mengalami apalagi yang sudah lama pasti kan
mengetahui betul proses-proses yang dialami anggota-anggota dewan. Anggota dewan
ini kan silih berganti. Beban Bapak ini dengan proses pemilihan yang kemarin ini akan
bertambah berat lagi, Pak. 5 tahun yang sekarang ini, proses yang sekarang ini dengan
konfederasilah anggota yang terpilih ini akan menjadi berat memang Bapak-bapak di
Sekwan yang akan datang ini akan menjadi lebih berat. Beratnya itu baik dalam segi
anggaran maupun dalam pembekalan dan pembantuan penunjang anggota-anggota
dewan yang akan datang, seperti itu. Karena proses pemilihan kita ini kan sistem
terbuka seperti ini, professional terbuka. Siapa suaranya banyak, ya dia jadi seperti itu,
tidak melihat latar belakang pendidikan, dan sebagainya. Memang inilah pilihan politik,
Pak ini. Ini akibat dari sebuah pilihan politik.
Untuk itu kalau bisa secepatnya, Pak masukan supaya kita bisa melihat. Lebih
bagus lagi kalau dibentuk matriks, Pak, ini yang lama, ini yang baru, ini usulan. Itu lebih
memudahkan.
Saya kira itu. Kalau tidak ada lagi yang perlu kita perdalam kita diskusi
sehingga masukan yang cukup memadai.
Kami, Pak atas nama Pimpinan dan Anggota Pansus tentang Perubahan
undang-undang ini tentunya mengucapkan terima kasih atas saran dan masukan yang
telah disampaikan. Semoga apa yang sudah disampaikan ini menjadi pengkayaan
Pansus dan betul-betul nanti parlemen yang akan kita bangun nanti betul-betul
parlemen yang ideal seperti yang di pusat, Jakarta, provinsi, dan kota kabupaten.
Demikian, kita bisa mengakhiri pertemuan ini. Kalau tidak ada hal-hal lain lagi,
atau kalau mau ada closing statement, Pak. Kalau ada yang mau diserahkan silakan,
Pak.

ASOSIASI SEKWAN KABUPATEN KOTA:


Sebelum menyampaikan secara tertulis, kami akan menyampaikan closing
statement. Sekali lagi bahwa keberadaan sekwan saya kira kita kembalikan lagi ke
Undang-undang 27. Itu dari kami. Terima kasih. Dan sekali lagi kami ucapkan terima
kasih atas undangan ini. Baru sekali ini kami diundang dalam pembahasan seperti ini
karena mau tidak mau kita akan melaksanakan undang-undang itu dan akan
mendampingi terus anggota dewan. Sehingga sekali lagi masukan-masukan kami, kami
harapkan bisa diterima. Terima kasih.
27

KETUA RAPAT:
Saya tutup pertemuan ini dengan ucapan hamdalah.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 16.10 WIB)

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- : XX
JENIS RAPAT : Pertemuan Konsultasi
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Rabu, 4 Juni 2014
WAKTU : Jam 14.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Pansus C, Gd Nusantara II Lt.3
KETUA RAPAT : DR. Benny K Harman, S.H. (Ketua Pansus/F-PD)
Didampingi:
1. H. Ferdiansyah, S.E., M.M.(Wakil Ketua Pansus/F-PG)
2. Fahri Hamzah S.E. (Wakil Ketua Pansus/F-PKS)
3. Ahmad Yani, S.H., M.H. (Wakil Ketua Pansus/F-PPP)
ACARA : Konsultasi dengan Pimpinan MPR, DPR dan DPD RI
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 11 orang dari 30 Anggota Pansus
6 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
2 dari 8 orang Anggota;

2. FRAKSI PARTAI GOLKAR


4 dari 6 orang Anggota;

3. FRAKSI PDI PERJUANGAN


1 dari 5 orang Anggota;
2

4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


1 dari 3 orang Anggota;

5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL


2 dari 2 orang Anggota;

6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN


PEMBANGUNAN
1 dari 2 orang Anggota;

7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA


- dari 2 orang Anggota;

8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA


RAYA
- dari 1 orang Anggota;

9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT


- dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. Ir. H. MULYADI 434
2. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540
FRAKSI PARTAI GOLKAR
3. FERDIANSYAH S.E., M.M. 220
4. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., M.B.A. 228
5. Drs. KAHAR MUZAKIR 191
6. Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si. 194
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
7. Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO 355
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
8. FAHRI HAMZAH, S.E. 95
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
9. H. TOTOK DARYANTO, S.E. 127
10. A. RISKI SADIG 129
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
11. AHMAD YANI, S.H., M.H. 287
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
-
FRAKSI PARTAI GERINDRA
-
FRAKSI PARTAI HANURA
-
3

2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
6. M Najib Ibrahim Legal Drafter

3 Tamu/undangan
1. DR. H. Marzuki Alie, Ketua DPR RI
2. Lukman Hakim Saifuddin, Wakil Ketua MPR RI
3. DR. Laode Ida, Wakil Ketua DPD RI
4. Ali Mansyuri, Ketua Komisi I, DPD RI
5. Farouk M, Anggota DPD RI
6. Jacob Jack Ospara, Anggota Timja RUU MD3 DPD RI
4

KETUA RAPAT (F-PD (DR. BENNY KABUR HARMAN, SH):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati Pimpinan Pansus dan anggota Pansus Rancangan Undang-
undang tentang Perubahan Undang-undang MD3,
Yang saya hormati Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia,

Sebagaimana disampaikan kepada kami di meja pimpinan, rapat ini


telah dihadiri oleh 11 anggota dan 6 dari 9 Fraksi, 11 dari 30 anggota Pansus, maka
Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan MPR, Pimpinan DPR dan Pimpinan
DPD, telah memenuhi persyaratan Undang-undang kita mulai karena itu seizin
bapak-ibu saudara-saudara sekalian, Rapat Konsultasi ini kami buka dan kami
nyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.55 WIB.)

Bapak/ibu anggota Pansus,


Pimpinan MPR yang kami hormati,

Atas nama Pimpinan dan anggota Pansus kami menyampaikan terima


kasih atas berkenaan Pimpinan Majelis untuk memenuhi permohonan Pansus untuk
melakukan konsultasi berkenaan dengan sejumlah isu terutama dalam pembahasan
Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang MD3. Karena
ini nanti rapat konsultasi tentu kami akan menyampaikan sejumlah isu yang mohon
menjadi pertimbangan kita bersama. Oleh sebab itu mohon persetujuan rapat ini kita
akan akhiri pukul 16.00 WIB.

(RAPAT: SETUJU)

Baik, terima kasih banyak.

Pimpinan MPR yang kami hormati,

Perlu kami sampaikan bahwa Pansus Rancangan Undang-undang


tentang Perubahan atas Undang-Undang MD3 pada saat ini telah sampai pada
tahapan menerima masukan masyarakat. Kita mengundang sejumlah ahli politik,
sejumlah ahli konstituasi, asosiasi DPRD Provinsi, Kabupaten/kota juga kami
undang.
Baik kami lanjutkan pak. Kami sudah sampai pada tahapan menerima
masukan sejumlah, sesuai dengan kesepakatan Pansus juga sebelum Pansus lebih
lanjut mengadakan Rapat Kerja dengan Pemerintah, Pansus memandang perlu
untuk mengadakan rapat konsultasi dengan Pimpinan. Dari hasil Rapat Dengar
Pendapat Umum selama + 1 bulan ini. Ada sejumlah isu, sejumlah masalah yang
perlu kami sampaikan untuk menjadi bahan kita dalam Rapat Konsultasi. Yang
pertama adalah hampir semua masukan dari para ahli politik, dan ahli konstitusi,
menghendaki supaya Undang-undang tentang MD3 ini dipecah. Undang-undang
khusus tentang MPR, undang-undang khusus tentang DPR, dan undang-undang
khusus tentang DPD sedangkan tentang DPRD diminta untuk dimasukkan ke
5

Undang-undang Pemda. Dengan alasan DPRD ini adalah bagian dari Pemerintah
Daerah. Lalu ada juga yang berpendapat, tolong diputuskan dulu secara politik,
apakah DPRD ini legislatif daerah atau bukan? Nah, ini.
Jadi, ini bukan pemikiran kami dari Pimpinan tetapi ini adalah ide-ide
utama yang berkembang. Kami melaporkan. Kemudian yang kedua, ada kehendak
yang begitu kuat untuk membangun kedepan ini parlemen yang bersih, parlemen
yang lebih berwibawa, parlemen yang lebih akuntable. Karena itu khusus untuk DPR
ada keinginan untuk memperkuat komisi-komisi. Kemudian penguatan pelaksanaan
hak-hak Dewan dan hak anggota Dewan termasuk juga soal imunitas Dewan.
Misalnya apakah lembaga penegak hukum boleh begitu saja menggeledah gedung-
gedung atau ruangan-ruangan yang ada di Dewan? Nah, ini bagaimana bukan
menolak proses hukum tetapi cara yang merusak kewibawaan institusi, itu yang
dipersoalkan.
Kemudian yang ketiga mengenai sistem pendukung di parlemen ini.
Kalau saya ngomong parlemen itu berarti MPR, DPR, dan DPD tetapi kalau saya
ngomong DPR saja, saya khusus ngomong soal DPR. Kemudian ngomong soal
DPD dan MPR.
Kemudian berkaitan dengan itu juga penguatan fungsi komisi tadi. Ada
keinginan untuk menghapuskan kewenangan Badan Anggaran. Badan Anggaran itu
sebaiknya tidak menjadi alat kelengkapan Dewan yang bersifat permanent. Jadi,
mungkin semacam ad hoc saja. Sehingga nanti bentuk Pansus. Ini isunya.
Kemudian juga Badan Legislasi yang dulu kita bentuk juga ternyata tidak membawa
produktivitas yang jauh lebih baik. Karena itu bahkan cenderung menimbulkan
masalah. Kemudian yang ketiga mengenai Badan Urusan Rumah Tangga untuk
DPR diusulkan untuk dibuah. Supaya fungsi tetap ada tetapi dilaksanakan bukan
oleh anggota parlemen, anggota Dewan. Ini beberapa isu tadi, beberapa hal yang
ingin kami sampaikan.
Kemudian mengenai pelaksanaan fungsi Dewan. Bagaimana fungsi
pengawasan ini misalnya bisa lebih efektif, baik oleh DPD, maupun oleh DPR. Nah,
ini juga menjadi masalah. Baik, Pak Ketua. Kami tadi sudah mulai Pak Ketua Rapat
Konsultasi ini. Jadi, saya ulangi lagi ada menyampaikan kembali kepada Pimpinan
Ketua DPR dan Pimpinan DPD.
Yang pertama ada keinginan yang begitu kuat. Jadi, Rancangan
Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang MD3 ini adalah usul inisiatif
Dewan. Lalu untuk pembahasannya diserahkan kepada Pansus. Pansus kemudian
memutuskan sebelum membahas lebih lanjut dengan Pemerintah, kita perlu
meminta masukan berbagai kalangan di masyarakat juga konsultasi dengan
Pimpinan MPR, Pimpinan DPR, dan Pimpinan DPD. Yang pertama kami sudah
lakukan selama ini, selama + 1 bulan Pansus telah mengadakan Rapat Dengar
Pendapat Umum dengan sejumlah ahli, ahli politik, ahli konstitusi, Asosiasi
Pemerintah Daerah dan Asosiasi DPRD juga sudah kita undang untuk memberikan
masukan.
Dari masukan-masukan yang disampaikan kepada Pansus beberapa
isu utama adalah yang pertama, supaya Rancangan Undang-undang tentang MD3
ini, Pansus ini memecah Undang-undang MD3 ini menjadi 3 Undang-undang yaitu:
Undang-undang tentang MPR, Undang-undang tentang DPR, dan Undang-undang
tentang DPD. Lalu yang keempat, DPRD diminta untuk dicabut dan dimasukkan
kedalam Undang-undang Pemda. Yang pada saat ini juga sedang dibahas revisinya.
Alasannya DPRD itu adalah bagian dari Pemerintah Daerah. Tentu kita ingin
konsultasi dengan Pimpinan Parlemen MPR, DPR, dan DPD berkaitan dengan ini.
6

Kemudian tentu ada implikasi-implikasi teknis kalau itu dipecah.


Kemudian tadi soal kewenangan-kewenangan Dewan DPR yang tadi sudah saya
sampaikan. Kemudian juga tentang relasi DPD dengan DPR juga pasca putusan
Mahkamah Konstitusi. Lalu ada ide ada juga masukan supaya kesekjenan di
parlemen ini dibikin satu atap. Ini juga kita penting untuk menyampaikan ini dalam
Rapat Konsultasi. Ini dari kami mungkin ada, dari meja Pimpinan yang ingin
menambahkan? Khususnya mengenai budget house ini.
Kami persilakan Pak Fahri untuk menyampaikan.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Baik Pak, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Bapak-bapak Pimpinan MPR, DPR, dan DPD, yang kami hormati,

Undang-undang ini sudah sebetulnya sudah masuk DIM


Persandingan. Berdasarkan konsep awal yang diusulkan oleh Baleg. Dan sekarang
ini memang dalam tahapan sebetulnya kita akan duduk dengan Pemerintah. Hanya
kemudian ada beberapa interupsi ditengah yang kemudian memerlukan pikiran lebih
dalam lagi terutama memang karena ada keputusan MK tentang perubahan atas
Undang-undang MD3 yang lama maka secara khusus konsep reformasi di lembaga
perwakilan kita ini melanjutkan perubahan-perubahan yang sudah pernah terjadi.
Sekarang ini kita coba perbaiki sekali untuk seterusnya. Memang tetap nanti ada
tahapan-tahapan karena bagaimana pun ini harus mengikuti dinamika yang terjadi
pada semua lembaga negara, misalnya 2 sayap kamar. 2 sayap kamar di DPR atau
di lembaga perwakilan kita, DPR dan DPD itu misalnya sejauh ini memang
kewenangan yang lebih besar itu ada pada DPR karena konsep kita negara
kesatuan. Kalau didalam sistem federasi memang DPD lebih kuat, senat lebih kuat.
Nah, karena itulah kemudian tetapi dengan perubahan keputusan MK
yang baru tentu hal-hal ini harus masuk menjadi bagian dari reformasi itu.
Sementara disisi lain MPR juga kita terus mencari cara untuk meletakkannya secara
lebih baik didalam Undang-undang MD3.
Dalam konsep lama, ini saya contohkan DPR dulu pak. Ini nanti itu
tentu bisa mengikuti juga DPD khususnya kalau MPR beda lagi fungsinya tetapi
kalau DPD itu karena dia adalah kamar berdua, sedikit banyak ada kemiripannya
dengan pekerjaan daripada DPR. Kalau dalam konsep lama semua sisi pendukung
dan sisi anggota itu dikerjakan tanpa memisahkannya secara konseptual dari awal.
Sehingga kemudian secara administratif pun banyak yang tercampur-campur.
Itulah yang menyebabkan akhirnya lembaga ini mendapatkan kritik
yang sangat keras, misalnya fungsi anggaran itu diidentikkan dengan sarang korupsi
misalnya karena dianggap anggota Banggar itu telah mengalami kehidupan yang
berbeda dengan anggota DPR umumnya, menjadi anggota DPR kelas 1. Yang lebih
dihormati daripada anggota DPR yang lainnya. Kalau pergi ke daerah tangannya
dicium oleh bupati, kalau kita tidak. Yang umum tidak.
Kemudian BURT misalnya, saya ingat betul itu banyak kontroversinya
karena tiba-tiba DPR ngurusin belanja. Sampai setahu saya dalam MD3 yang lama,
yang Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 itu justur meletakkan Ketua DPR ex
officio sebagai Ketua BURT. Padahal saya tahu dari Pak Marzaku ini menyebabkan
dari kita semacam conflic of interest juga yang membuat kita kesulitan bersikap.
7

Nah, maka kemudian dalam konsep yang sudah ada ini kita mau memisahkan
secara tegas fungsi pendukung, dengan fungsi politik yang ada pada anggota. Kalau
kita lihat didalam fungsi politik sebagai anggota itu ada 3 fungsi yang ada didalam
konstitusi secara langsung. Fungsi legislasi, fungsi budget dan fungsi kontrol, itu ada
langsung dalam konstitusi. Ada 2 fungsi yang kemudian ditambahkan berdasarkan
beberapa konvensi terutama fungsi diplomasi yaitu Pak Marzuki saya ingat
merupakan mandat dari rapat-rapat IPU. Sehingga kemudian muncullah BKASP
didalam DPR. Fungsi diplomasi ini tidak ada didalam konstitusi tetapi merupakan
perkembangan.
Nah, kemudian ada fungsi representasi yang juga sudah diakomodasi
didalam Undang-undang Nomor 27. Nah, kedua fungsi ini kalau dulu dikerjakan
langsung secara permanen oleh anggota. Sekarang ini kita coba keluarkan menjadi
dikerjakan oleh dapur permanen yang ada di DPR. Ini kita bicara DPR tetapi ini bisa
menjadi benchmark. Karena itulah kemudian didalam undang-undang yang lama itu
sudah ada beberapa nama-nama yang sekarang kita masukkan dan kita perkuat
sebagai lembaga permanent pendukung. Tadi kami sebelum session bapak-bapak,
ibu-ibu tadi kami sudah dengan session para Sekjen, Sekjen DPD, Sekjen MPR dan
Sekjen DPR. Tadi dari DPD usulannya sangat menarik. Sekjen DPD mengusulkan
adanya Sekjen Parlemen. Yang mengatasi 3 sekjen dibawahnya.
Nah, kami memasukan ini sebagai jadi nanti letaknya seperti apa tetapi
yang jelas memang karena ini harus dikelola secara khusus maka dia harus ada
semacam badan penunjang legislatif. Dengan mencari kata-kata yang sudah ada
didalam undang-undang. Kalau konstitusi kita ini tidak menganut kata parlement,
tidak ada kata parlement dalam konstitusi juga tidak ada kata legislatif dalam
konstitusi. Adanya kata lembaga perwakilan. Itu pun hanya satu kata ketika
menyebutkan BPK melaporkan hasil temuannya kepada lembaga perwakilan. Nah,
karena itulah kemudian bisa juga kita sebut lembaga penunjang lembaga perwakilan
atau seperti apa. Tetapi intinya adalah maka 4 fungsi terutama yang ada disebelah
kanan itu minus soal konstituen. Yang melekatnya harus pada anggota. Itu ada
institusi-institusinya yang memang di negara-negara maju itu diakomodir. Budget
house misalnya didalam undang-undang kita sudah ada pusat kajian anggaran.
Sudah ada didalam DIM. Kemudian law center ada 2 kita sebutkan didalam DIM
yaitu pusat perencana undang-undang dan pusat kajian legislasi. Kemudian yang
ketiga ini tidak ada istilah supervision house tetapi ada BAKN. Yang sekarang ini kita
lagi cari formatnya. Bagaimana melekatkan BPK kepada BAKN?
Perlu diketahui bapak-bapak, ibu-ibu sekalian sebetulnya konsep
didalam sistem parlementer itu ada PAC (Public Accountability Committee) tetapi di
sistem parlementer sebetulnya BPK adalah alat Dewan, alat kongres, alat parlemen.
Nah, masalahnya di kita ini BPK-nya ada dalam konstitusi sebagai supreme auditor.
Sehingga dia bukan underbo dari DPR karena itulah kemudian dibentuklah BAKN
sebagai inisiatif bagaimana agar setumpuk kajian dari BPK itu ada tempat dikajinya.
Terus-terang belum ada. Kita itu lewat-lewat saja itu barang itu. Setiap hari
menambah berat gedung DPR. Setahun mungkin sekitar 15 kg dan itu bisa bikin
gedung DPR ambruk. Saking banyaknya. Karena itu harus ada kajian tentang
temuan-temuan BPK itu yaitu dalam bentuk BAKN yang lebih fungsional sifatnya
dan seterusnya diplomatik bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Ini juga penting.
Dalam diskusi berkembang, bagaimana konsen luar negeri ini diparlemen kita di
lembaga perwakilan kita itu kurang kuat. Ada dinamika Laut China Selatan, negara-
negara tetangga kita begitu sibuk dengan dinamikanya tetapi di Dewan kita di
parlemen kita itu kajian tentang dinamika internasional itu hanya sedikit sekali. Dan
8

karena itulah kemudian keputusan IPU dan sebagainya itu meletakkan fungsi
diplomatik itu kepada anggota DPR. Sehingga kemudian anggota DPR itu, Pak
Marzuki seperti pernah saya usulkan dulu adalah diplomat. Anggota DPR itu
harusnya paspornya hitam pak atau DPD harusnya paspornya hitam karena dia
harusnya diplomat. Tidak seperti kita ini karena kita ini dikasih paspor biru. Kadang-
kadang kita keluar negeri dijemput pakai taksi. Kalau di negara-negara yang maju itu
anggota parlemennya itu betul-betul satu kekuatan diplomatik juga. Kalau datang ke
satu negara, konsen protokolernya sangat tinggi. Di kita ini datang rombongan,
dijemput pakai taksi, tidak adan konsen protokoler. Dan lain-lainnya.
Nah, hal-hal ini kemudian kita perlu lakukan perubahan tetapi ini agar
mudah itu dipindahkan saja proses manajerialnya itu kepada sistem pendukung
termasuk sekjen didalamnya. Barulah kemudian setelah itu ada alat kelengkapan
yang fungsinya ekstern seperti komisi, Pansus, Panja, atau nanti kalau ada
tambahan Timwas. Dan ada alat kelengkapan Dewan yang intern, sifatnya seperti
Bamus, BK dan pimpinan. Sehingga pertanyaannya misalnya begini, lalu bagaimana
menghadapi keputusan MK? Bagaimana fungsi budget Dewan misalnya. Fungsi
budget Dewan itu ada di komisi. Komisilah yang berdebat tentang budget dari
mitranya masing-masing di awal sampai matang. Begitu mau dibentuk Undang-
undang APBN barulah dibentuk Pansus Anggaran. Yang nanti tugasnya sementara
dalam rangka menyiapkan pembahasan APBN, sinkronisasi APBN sampai
terbentuknya Undang-undang APBN. Lalu dibubarkan. Sehingga keanggotaan
permanen di Banggar itu tidak ada. Dan lain-lainnya saya kira itu dikembalikan saja
kepada alat kelengkapan yang akhirnya tidak terlalu banyak pak. Kalau sekarang ini
karena begitu banyak alat kelengkapan kita terlibat dalam semua alat kelengkapan.
Itu bikin ngos-ngosan. Capek sekali begitu. Kalau sekarang kita bisa bikin singkat.
Dengan cuma beranggotakan komisi. Kemudian Pansus yang ad hoc, atau Panja
yang ad hoc atau kalau di negara-negara di luar namanya ada standing committee,
ada sub committee yang dibentuk secara dinamis. Ada masalah, jangan diam
dewannya. Langsung bentuk tim, langsung bentuk panja, langsung panggil.
Pemerintahan atau orang yang bertanggungjawab terhadap masalah itu. Sehingga
kita betul-betul aspiratif dan dinamis. Ini arah daripada perubahan ini.
Nah, saya kira ini saja yang merupakan konsep kita. Jadi, bapak-bapak
dan ibu-ibu sekalian dari pimpinan kami berharap sebetulnya karena ini semua
dalam rangka kita memperbaiki Dewan selama ini baik DPD maupun MPR, kalau
kita bisa cepat mencapai kesepakatan disini. PR berikutnya adalah bicara kepada
Pemerintah karena agak disayangkan pak kalau kami lihat TUN dari DIM
Pemerintah kemarin itu malah Pemerintah ingin kembali ke sistem susduk. Dimana
kita DPR ini nanti hanya menjadi pelengkap saja dari dinamika eksekutif.
Kewenangan anggarannya, independensi anggarannya mau diambil lagi. Alat-alat
kelengkapan kajian mau diambil lagi. Jadi, kita nanti betul-betul tidak punya staf lagi
yang menjadi otak kita. Padahal harusnya kalau kita setuju dengan konsep
demokrasinya itu harusnya disekitar senayan ini, inilah pusat-pusat otak dari
Republik Indonesia. Dimana disini berkumpul staf-staf yang mengerti tentang
kenegaraan dan mereka memberikan support kepada lembaga ini. Dan kemudian
dengan cara itulah kemudian di lembaga ini undang-undang terbaik didunia itu
dibuat, pengawasan yang hebat itu dilakukan. Alokasi anggaran yang baik juga
dilakukan. Sehingga negara bisa lebih cepat baik tetapi kalau dikerdilkan kembali.
Gedung DPR-nya tidak punya wibawa, mau bikin gedung sendiri di rongrong dari
luar karena kita dianggap menggunakan itu. Akhirnya begini lagi. Kita hanya menjadi
9

bulan-bulanan selama 5 tahun, tontonan dan production house bagi media masa
yang ingin melihat anggota DPR jadi pesakitan. Saya kira itu garis besarnya pak.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik pak ini tadi konsep policy reform Pansus ini berkaitan dengan
sejumlah kelembagaan dan alat kelengkapan di Dewan. Disamping tadi yang saya
sampaikan.

Pimpinan MPR, Ketua DPR, Pimpinan DPD yang saya hormati,

Untuk persingkat waktu kami mohon berkenan Pimpinan memberikan


masukan berkenaan dengan agenda ini. Rencana kami Pansus sebelum Masa
Sidang ini ditutup sudah kita bawa ke Paripurna untuk disahkan. Mungkin apakah
Pimpinan DPR dulu sudah itu Pak Ketua Dewan atau mana yang lebih bagus?
Kepada Ketua DPR kami persilakan.

KETUA DPR RI (DR. H. MARZUKI ALIE):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Terima kasih Pimpinan.


Saya mohon lebih didepan karena ada agenda lagi setelah ini. Saya
mohon maaf tadi terlambat. Pada dasarnya apa yang disampaikan oleh Pimpinan
tadi dan Pak Fahri dan sudah juga kami terima secara tertulis. Kami memahami.
Dan prinsipnya tidak ada sesuatu hal yang perlu dipersoalkan. Kami hanya ingin
menambahkan beberapa hal.
Kita sudah menyusun Rencana Strategis DPR 2010-2014. Didalam
Renstra tersebut jelas dinyatakan bahwa kita melakukan restrukturisasi terhadap
kesekjenan. Disana kita memahami ada domainnya anggota, ada domainnya
kesekjenan. Saya kira ini sudah clear. Nah, terkait dengan domain kesekjenan
sebetulnya struktur sudah secara prinsip disepakati oleh Kementerian PAN&RB.
Dimana ada support terhadap teknis administrasi, SDM dan keuangan yaitu berada
di Sekretariat Jenderal. Kemudian ada support terhadap teknis, pekerjaan untuk
melaksanakan fungsi-fungsi DPR. Yang kita sebut selama ini dengan Badan
Fungsional Keahlian. Kalau disini disebut Badan Keahlian. Yang jelas ada satu
badan yang mengurusi masalah legislasi, yang mengurusi masalah budget, yang
mengurusi berbagai aspek terkait dengan teknis-teknis pekerjaan DPR. Itu secara
prinsip disetujui oleh Kementerian PAN tetapi mereka menunggu Undang-undang
MD3. Baru menyetujui kotak itu. Jadi, memang akan setuju membentuk itu kalau
sudah didukung Undang-undang MD3. Ini kebalik-balik. Saya tidak mengerti yang
mana dulu mendahului. Kalau menurut saya struktur dulu baru dia mekanisme kerja
tetapi aneh di Pemerintah mekanisme kerja dulu baru memperbaiki struktur. Ini
kebalik dengan ilmu yang saya miliki. Saya jelaskan bahwa sebelum kita
membangun sistem, kita membuat organisasi dulu tetapi tidak ini. Bangunan sistem
dulu baru support organisasinya diubah sesuai dengan sistem yang ingin kita
bangun.
Nah, saya tidak mau debat. Yang penting mereka sudah setuju bahwa
akan ada satu badan yang namanya badan fungsional keahlian. Dan dia
10

bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan DPR. Jadi, tidak dengan Sekjen
seperti sekarang ini. Sekarang inikan teknis-teknisnya itu bertanggung jawab kepada
Sekjen. Sehingga banyak hal yang tidak konek dengan kepentingan DPR. Jadi, ada
badan khusus yang menangani teknis pekerjaan DPR, yang bertanggungjawab
kepada Pimpinan. Jadi, pimpinan itu nanti membawahi 3 lembaga. Pertama itu
kesekjenan sendiri. Yang kedua, badan fungsional keahlian, yang ketiga Inspektorat
Jenderal. Kita selama ini tidak punya Inspektorat Jenderal. Yang tugasnya untuk
meyakinkan kita bahwa kerja-kerja di Sekjen ini benar. Selama ini fungsi
pengawasan itu hanya unit Eselon III dibawah Sekjen. Bagaimana dia mengawasi
Sekjen, dia berada di posisi Eselon III? Makanya juga disepakati dia berada di
Eselon I. Yang namanya nanti mungkin apa istilahnya. Yang jelas dia setingkat
dengan Inspektur Jenderal. Dimana fungsinya adalah pengawasan internal DPR.
Jadi, terkait dengan pertanggungjawaban administrasi keuangan yang dilakukan
oleh Sekretariat Jenderal. Dan itu sudah disepakati. Strukturnya sudah disepakati.
Jadi, ada Inspektorat Jenderal, ada kesekjenan, dan tinggal badan fungsi keahlian
karena badan fungsional keahlian ini menunggu Undang-undang MD3. Jadi, kalau
Undang-undang MD3 ini disepakati ada badan keahlian ini maka strukturnya akan
disesuaikan. Ini yang sebagai masukan dan sudah final dengan Kementerian PAN.
Nah, yang paling penting lagi adalah anggota DPR ini menampung
aspirasi. Didalam setiap sumpah, anggota DPR itu memperjuangkan aspirasi. Dan
ini sudah kita bicarakan dengan Pemerintah. Saya ingin bertanya, dimana forum
selama ini anggota DPR bisa memperjuangkan aspirasi. Orang yang kerjanya di
Komisi X, tugasnya di Komisi X tetapi manakala turun ke bawah ada yang lapor
masalah jembatan. Ada yang melapor masalah-masalah yang bukan posisi dia
berada di komisi itu. Sehingga laporan ini seringkali tidak memberikan manfaat dan
itu dirasakan oleh masyarakat bahwa DPR ini tidak ada gunanya. Berkali-kali kita
sampaikan tetapi tidak pernah ada tindaklanjut dari DPR. Itu fakta. Akibatnya yang
ditunggu oleh masyarakat sembako saja. Jadi, turun kebawa sembako saja daripada
cerita banyak-banyak, melapor juga tidak ada gunanya. Jadi, turun kebawah, mana
sembakonya. Kan selesai urusannya.
Nah, ini sudah kita bicarakan. Kalau bisa setiap aspirasi yang
disampaikan oleh masyarakat melalui anggota DPR ini dikodifikasi dalam satu
bentuk aspirasi dari masyarakat yang harus disampaikan kepada Pemerintah. Ada
payungnya. Nah, payungnya ini di perubahan Undang-undang MD3 ini. Pemerintah
sudah setuju. itu kita bicarakan antar pimpinan dengan Presiden dan pembantunya
karena kita tidak mungkin. Saya Ketua DPR menerima aspirasi macam-macam, mau
meneruskan kemana? Padahal itu domainnya Pemerintah. Telepon langsung bisa
tetapi tidak legal. Kita ini sesuatu yang ada legalitasnya, ada payung hukumnya.
Padahal ini kalau tidak ada payung hukumnya akhirnya apa? Melawan hukum kita.
Saya bisa saja menelepon Menteri Pendidikan, sekolah sana bantu. Minta begini-
begini. Nah, inikan melanggar hukum. Menteri pasti ikut. Apalagi yang minta Ketua
DPR tetapi itu melanggar hukum. Nah, ini yang harus dibuat payungnya. Didalam
Undang-undang MD3 ini. Sehingga masyarakat itu merasakan manfaat daripada
keterwakilan itu. Kita turun kebawah, mendengarkan aspirasi. Sampai ke Jakarta
bingung mau disampaikan kemana? Akibatnya tahun berganti tahun, 5 tahun
berlalu. Yang disampaikan tidak pernah ada tindak lanjut.
Nah, tolong dimasukkan didalam, saya tidak tahu pasal mana, silakan
saja. Sehingga ada ruang bagi anggota DPR untuk meneruskan aspirasi ini kepada
Pemerintah. Dan apa yang disampaikan kepada Pemerintah nanti ini diawasi oleh
komisi-komisi yang terkait. Bagaimana tindak lanjut yang disampaikan oleh DPR
11

kepada Pemerintah itu diawasi oleh komisi yang terkait. Jadi, mekanismenya jelas
saya kira.
Ini yang saya lihat yang penting yang harus kita masukkan. Lalu yang
pertama tadi saya kira itu bisa segera saja, saya kira apa yang disampaikan Pak
Fahri tadi secara umum bagus. Tinggal implementasinya bagaimana dari struktur itu
sudah disiapkan oleh Kementerian PAN. Dan juga bagaimana ini bisa disepakati
oleh semua anggota Dewan bahwa anggota Dewan itu harus didukung oleh otak-
otak pintar dan ada wadahnya. Ini tidak ada wadahnya kelihatannya. Dan tidak
suistanable di dalam sistem kita. Bahayanya anggota Dewan berganti, orangnya
berganti, akhirnya semuanya mulai dari nol lagi tetapi kalau ada badan keahlian
seperti ini, orangnya suistanable didalam sistem DPR, anggota Dewan boleh
berganti tetapi data kita terus berlanjut disana seperti law center. Saya kira semua
perundang-undangan harusnya dari sana. Mau harmonisasi dari sisi horizontal, dari
segi vertikal, dikajilah disana. Sehingga kecil kemungkinan nanti undang-undang kita
dibatalkan oleh MK, dibatalkan oleh MK, malu kita terus-terang.
Nah, inilah masukan dari kami selama ini menerima aspirasi dari
masyarakat. Mohon maaf karena inikan menyampaikan saja. Tidak perlu setuju atau
tidak setuju karena Rapat Konsultasi. Nanti Pansus yang menyelesaikannya. Kalau
Pansusnya setuju, silakan. Nanti teman-teman juga yang akan menikmati nanti.
Kalau ini bisa jalan, wah ini teman-teman nikmat sekali. Kalau law center ada.
Undang-undang ini mau 100 pun dalam satu masa sidang, bisa. Betul. Tinggal ketuk
palu saja. Bicaranya hanya substansi konteks politiknya saja. Tidak lagi bicara DIM-
nya menimbang, mengingat, bicarakan titik-koma. Wah, saya lihat DIM kita itu
begitu. Ini malu kita. Bicara DIM isinya titik-koma. Yang terkait norma-norma
undang-undang. Kenapa bicara norma undang-undang didebatkan? Ya sudahlah,
ahli hukumlah yang membuat norma undang-undang itu. Nah, itulah gunanya law
center itu.
Saya kira anggota DPR nanti bicara konteksnya politik saja,
perjuangan aspirasi daripada masyarakat. Nah, ini yang harus didudukkan.
Sehingga undang-undang ini mau 100 pun kita selesaikan dalam satu masa sidang,
tidak ada masalah. Kalau memang diperlukan. Saya kira itu masukannya.
Terima kasih. Mohon maaf kalau ada yang salah.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih banyak masukan-masukan Pak Ketua Dewan Bapak


DR. Marzuki Alie. Kalau memang ada tugas lain, kami persilakan. Saya tahu karena
mewakili kita punya partai di timnya. Tim mana Pak Mulyadi? Merah putihlah.
Baik,

Bapak/ibu anggota Pansus yang kami hormati,

Itu masukan Pak Ketua DPR tadi sangat bermanfaat. Selanjutnya kami
persilakan Pimpinan Majelis untuk menyampaikan masukan-masukannya. Kami
persilakan.
12

PIMPINAN MPR (LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN.):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat siang menjelang sore.
Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati para Pimpinan Pansus,


Anggota Pansus,
Bapak-bapak dari anggota Dewan Perwakilan Daerah,
Hadirin sekalian yang berbahagia,

Dari MPR kami telah membuat pokok-pokok materi usulan dari


Pimpinan MPR sebagai masukan tertulis berkaitan dengan penyusunan Rancangan
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD. Mudah-mudahan sudah ada di tangan bapak/ibu sekalian tetapi secara
singkat kami ingin menyampaikan point-point dari usulan kami. Jadi, sesungguhnya
adalah usulan ini merupakan aspirasi dari sejumlah kalangan. Manakala kami
melakukan sosialisasi terkait dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Selama hampir 5
tahun ini. Kami banyak sekali menerima masukan-masukan ketika sosialisasi itu
berlangsung. Dan kemudian kami peras, kami ambil intisarinya. Lalu kemudian kami
temukan ada 3 besaran. Yang mudah-mudahan sehubungan dengan revisi Undang-
undang MD3 ini kemudian bisa dimasukkan. Sehingga kemudian kedepan ada
landasan hukum dalam mengimplementasikan masukan-masukan tersebut.
Pertama adalah terkait dengan perencanaan pembangunan Nasional
kita. Jadi, kita sama tahu, dulu ketika konstitusi belum mengalami perubahan kita
mengenal GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) dan lalu kemudian ketika
reformasi datang dan kemudian telah berlangsung selama 15 tahun ini. Banyak
kalangan yang merasa kehilangan dengan GBHN tersebut. Meski pun kita sadar
betul bahwa kita sesungguhnya memiliki Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
yaitu Undang-undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 yaitu Undang-undang tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Yang sesungguhnya 2 Undang-undang ini
merupakan Undang-undang yang dimaksudkan sebagai pengganti apa yang selama
ini kita kenal dengan GBHN tetapi kita sama tahu jangankan masyarakat
kebanyakan, para penyelenggara negara sendiri sama sekali tidak cukup memiliki
pengetahuan terkait dengan keberadaan 2 undang-undang ini dan apalagi
substansinya. Sehingga kemudian ada kerinduan untuk kembali menghadirkan
GBHN ini.
Nah, karenanya kami mengusulkan SPPN (Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional) maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
yang selama ini ada, itu bisa lebih disempurnakan karena selama ini itu mengacu
pada visi dan misi Presiden terpilih. Jadi, ada kebutuhan untuk bagaimana kita bisa
memiliki arah dan tujuan kemana bangsa ini akan menuju. Bangsa dengan lebih dari
250 juta penduduk, dengan heteregonitas yang luar biasa besarnya. Memang
diperlukan adanya kesamaan persepsi diantara kita khususnya para penyelenggara
negara terkait dengan visi dan misi kita bernegara. Jadi, memang tidak cukup hanya
mengandalkan pada visi dan misi yang dibuat oleh masing-masing Capres (Calon
Presiden) ketika menghadapi Pilpres itu.
13

Oleh karenanya usulan konkrit kami nanti dibagian belakang dari pokok-pokok
usulan ini kami secara rinci kami usulkan Rancangan Perubahan Pasal-pasal
maupun ayat-ayat yang kemudian nanti harapannya bisa dimasukkan kedalam
Undang-undang MD3. Itu yang pertama terkait dengan GBHN. Jadi, DPR bersama
Pemerintah tentu yang nanti pada akhirnya membahas dan menyetujui Undang-
undang tentang GBHN ini tetapi MPR kami usulkan adalah institusi negara lembaga
yang mempersiapkan rancangannya. Sehingga kemudian dengan melibatkan semua
stakeholder yang ada di negeri ini maka kemudian MPR menyiapkan rancangannya
lalu kemudian rancangan itulah yang pada akhirnya diserahkan kepada DPR.
Tentunya bersama Pemerintah untuk membahas dan menyetujuinya karena wadah
hukumnya tetap adalah dalam bentuk undang-undang. Itu yang pertama.
Yang kedua adalah terkait dengan pemasyarakatan, nilai-nilai
Pancasila dan konstitusi kita Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jadi, berdasarkan pengalaman kami selama ini sesungguhnya idealnya
adalah bahwa negara sebesar Indonesia dengan tingkat kemajemukan yang luar
biasa di hampir semua sektor kehidupannya itu memerlukan adanya sebuah institusi
negara atau sebuah badan atau lembaga khusus yang secara sistematis, secara
terstruktur, terencana dan memiliki kemampuan secara masiv untuk
memasyarakatkan nilai-nilai yang selama ini kita kenal terkandung dalam Pancasila
kita juga dalam konstitusi kita.
Nah, ini yang sekarang selama ini dilakukan oleh MPR yang dulu
dikenal dengan istilah sosialisasi 4 Pilar. Yang frasa 4 Pilar itu kemudian oleh MK
diputuskan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat tetapi terlepas dari itu
4 hal yang mendasar ini masih sangat penting karena animo, respon dari
masyarakat itu luar biasa ketika kita melakukan sosialisasi ini karenanya ini
diperlukan ada lembaga negara yang melakukan ini. Nah, selama belum ada satu
pun lembaga yang melakukan itu kami MPR merasa MPR masih harus tetap
memikul tanggung jawab ini untuk memasyarakatkannya kecuali kalau kemudian
ada substitusi, ada institusi yang menggantikan fungsi dari pemasyarakatan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar kita. Karenanya
nanti kemudian kami pun juga mengusulkan pasal-pasal atau ayat-ayat yang terkait
dengan hal tersebut.
Yang ketiga adalah menyangkut akuntabilitas kinerja lembaga-
lembaga negara. Lembaga-lembaga negara disini adalah lembaga-lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar. Selama ini prakteknya
lembaga-lembaga dimaksud itu termasuk tentunya MPR itu sendiri, DPR, DPD, MA,
MK, BPK adalah lembaga-lembaga yang memang publik masyarakat tidak bisa
mendapatkan akses informasi yang cukup bagaimana pertanggungjawaban mereka
terkait dengan fungsi dan tugasnya terkait dengan tanggung jawabnya dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya itu.
Jadi, oleh karenanya MPR memandang perlu adanya sidang tahunan.
Dimana dalam sidang tahunan itu yang diadakan setiap tahun, masing-masing
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar itu
menyampaikan laporan perkembangan, semacam progress report. Jadi, MPR
fungsinya hanya sebagai penyelenggara, lalu mendengar laporan-laporan itu. Yang
harapannya kemudian dengan adanya sidang tahunan ini maka masyarakat publik
bisa ikut mengikuti perkembangan secara tahun per tahun terkait dengan progress
perkembangan dari masing-masing lembaga negara dimaksud.
Dengan demikian kalau misalnya ada lembaga-lembaga negara yang
katakanlah belum ada tidak sejalan dengan arah konstitusi kita, dengan hal-hal yang
14

sangat mendasar, dengan GBHN seperti yang tadi kami sampaikan, itu masih bisa
dipantau, bisa dimonitor untuk kemudian tidak terlalu jauh. Sehingga setiap tahun itu
bisa terus diikuti perkembangan dari masing-masing lembaga negara ini.
Itulah 3 hal besaran yang kami usulkan bisa dimasukkan dalam rangka
revisi Undang-undang MD3 ini. Lalu yang bagian yang kedua adalah hal-hal yang
diluar 3 hal tetapi juga cukup penting untuk dimasukkan. Misalnya menyangkut
mekanisme impeachment, mekanisme pemberhentian Presiden dan/ Wakil Presiden
ditengah masa jabatannya. Yang selama ini pengaturannya hanya ada dalam Tata
Tertib MPR. Memang idealnya ini diatur tersendiri dalam Undang-undang tentang
Lembaga Kepresidenan tetapi kita sama tahu kita belum punya undang-undang itu
maka ada baiknya mekanisme impeachment ini bisa dimasukkan dalam Undang-
undang tentang MPR atau MD3. Karenanya norma-norma yang selama ini ada
dalam Tata Tertib MPR, kita usulkan untuk diangkat, dipindahkan kedalam undang-
undang. Sehingga memiliki kekuatan, wadah hukum yang lebih kuatlah begitu
karena kalau Tata Tertib itukan hanya mengikat, internal saja tetapi kalau undang-
undang itu mengikat semua pihak tanpa terkecuali.
Nah, itu pun juga kami usulkan dalam lembaran-lembaran dibagian belakang pada
laporan usulan masukan ini.
Bagian akhir bapak Pimpinan dari usulan kami adalah menyangkut
bentuk undang-undangnya. Jadi, memang kami pun berpandangan, idealnya
Undang-undang tentang MPR ini dibuat tersendiri sebagaimana Undang-undang
tentang DPR, dan Undang-undang tentang DPD. Kami merasa dari sisi waktu dan
teknis sebenarnya tidak terlalu rumit karena itu hanya apalagi teknologi komputer
sudah sangat bisa membantu kita untuk memilah-milah, itu hanya dipisahkan saja
begitu karena dengan demikian maka itu kemudian tidak hanya kita mematuhi
konstitusi kita karena diatur dengan diatur dalam undang-undang itu memang
memiliki makna yang berbeda tetapi juga sekaligus pemisahan ini akan
memudahkan bagi kita semua untuk bisa lebih memahami apa norma-norma yang
diatur terkait dengan pengaturan masing-masing lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar.
Saya pikir itulah beberapa hal, pokok-pokok yang ingin kami
sampaikan. Lebih jelasnya seluruhnya ada terbuat, tertulis dalam pokok-pokok
materi usulan yang kami buat. Yang semuanya ini merupakan kajian yang sangat
mendalam selama berbulan-bulan karena ini semua kami buat disusun oleh sebuah
tim khusus yang kami bentuk yaitu Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Yang kemudian antara lain usulan-usulan ini adalah sebagaimana yang
pokok-pokoknya kami sampaikan.
Demikian, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kami sampaikan kepada DR. Lukman Hakim


Syaifuddin, Pimpinan MPR atas masukan-masukan yang sungguh berharga bagi
Pansus. Untuk kemudian nanti menindaklanjuti masukan-masukan yang tadi sangat
berharga.
Selanjutnya kami persilakan Pimpinan DPD untuk menyampaikan
masukan-masukan kepada Pansus, kami persilakan. Mungkin ada yang sudah
dikasih kuasa untuk menyampaikan ini. Kami persilakan.
15

PIMPINAN DPD (DR. LAODE IDA):

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selama sore, salam sejahtera.
Ohmswastiastu.

Yang saya hormati Pimpinan MPR,


Yang saya hormati Pimpinan DPR, dan
Wabil khusus Pimpinan Pansus Perubahan Undang-undang MD3,
Seluruh anggota Fraksi yang hadir, dan juga
Bapak/ibu anggota DPD RI,

Saya ingin menyampaikan pokok-pokok pikiran saja yang sudah


menjadi keputusan DPD RI terkait dengan perubahan RUU MD3 ini tetapi nanti saya
mohon izin Pimpinan Pansus untuk anggota DPD yang lain bisa memberikan
tambahan.
Pada prinsipnya menarik sekali apa yang diawal tadi disampaikan oleh
Pimpinan Pansus bahwa masukan para ahli juga di DPD ternyata pemisahan
undang-undang tersendiri dari RUU MD3 ini untuk MPR, DPR, DPD juga kuat
diusulkan melalui mekanisme RDPU yang dilakukan oleh DPD masukan dari para
ahli.
Namun demikian DPD juga menyusun satu naskah draft norma, dan
juga naskah akademik terkait perubahan RUU MD3 ini. Pada prinsipnya sebetulnya
maksud kita adalah dalam rangka meningkatkan kualitas kerja parlement ditingkat
pusat ini tetapi secara khusus tentu saja perubahan yang diusulkan oleh DPD RI itu
paling kurang memang terkait dengan kewenangan DPD dan juga terkait dengan
hubungan antara DPD, DPR dan MPR.
Terkait dengan kewenangan DPD yang kami sampaikan seterusnya
terkait kewenangan DPD dalam hal mengajukan rancangan undang-undang.
Kemudian kewenangan DPD dalam ikut membahas rancangan undang-undang.
Yang lain keterlibatan DPD dalam menyusun Prolegnas dan mekanisme Perpu.
Itu secara prinsip yang kita usulkan. Tentu saja kecuali itu bahwa revisi
Undang-undang MD3 tanpa perubahan substansi DPD itu sebuah kemustahilan,
keniscayaan. Oleh karena itu hal-hal yang terkait dengan kewenangan fungsi DPD
tentu didalam RUU MD3 ini juga secara khusus kita usulkan. Saya kira secara
umum itu yang bisa saya sampaikan. Bahan-bahan terkait dengan hasil kajian kami,
nanti oleh Sekretariat akan disampaikan. Dan kalau tadi sudah ada pembahasan
terkait dengan kesekjenan, saya kira itu tambahan dari apa yang sudah kita
rumuskan substansi perubahan MD3 terutama mengikuti hasil dari keputusan MK
tahun lalu. Dan oleh karena itu kepada Pimpinan Pansus saya mohon untuk teman-
teman DPD lain juga bisa menambahkan hal-hal yang substansial kecual bahan
yang nanti akan kami sampaikan.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Dan sekali lagi mohon izin
supaya teman-teman DPD lain bisa memberikan masukan.
Terima kasih.
16

KETUA RAPAT:

Baik, ini sudah jam 16.00 WIB. Sesuai dengan kesepakatan tadi kita
tutup pukul 16.00 WIB tetapi kalau mau nambah kita sepakati bersama. Paling lama
30 menit. Apa ada 2 pimpinan di DPD? Pimpinan lain? Ini rapat konsultasi pimpinan,
tidak ada anggota kecuali kalau memang dikuasakan, silakan. Asal jangan beda
pandangan, bingung kita nanti.
Silakan Pak.

PIMPINAN DPD:

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat sejahtera untuk kita semua.

Salam terhormat saya tempatkan kepada pembicara terdahulu untuk


menghemat waktu. Pertama ada yang perlu direspon apa yang disampaikan dalam
pengantar pimpinan Pansus tadi. Soal undang-undang pemisahan sebagaimana
yang diatur dalam konstitusi kita MPR sendiri, DPR sendiri, DPD juga sendiri. Tadi
Pak Lukman juga sudah menyinggung soal itu. DPD memperkuat argumentasi itu.
Artinya sebagaimana yang sudah diatur dalam konstitusi memang mengamanatkan
masing-masing lembaga ini diatur dengan undang-undang bukan diatur dalam
undang-undang, dalam satu undang-undang. Kemudian juga soal DPRD Provinsi
kabupaten/kota ini. Dalam setiap pertemuan kita didaerah inikan selalu
dipertanyakan tetapi ada kesulitan. Awalnya DPD juga maunya seperti itu,
memperkuat lembaga legislatif daerah. Lalu setelah kita buka konstitusi, kita
terbentur dengan pasal 18 ayat (3) bahwa dia berada dalam rezim Pemerintah
Daerah. Tentu ini memang apa yang disampaikan oleh Pimpinan tadi, ini perlu ada
statement politik yang mematikan. Apakah DPRD provinsi kabupaten/kota ini
menjadi badan legislatif daerah atau memang dia menjadi unsur penyelenggara
pemerintah didaerah? Nah itu yang kedua.
Dan yang ketiga, Pimpinan Pansus kami berharap DPD dalam
Perubahan Revisi Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3. Bagaimana
kita sepakat untuk menindaklanjuti apa yang sudah menjadi putusan MK. Itu menjadi
hal yang crusial bagi DPD dalam perubahan Undang-undang MD3 ini. Bahan sudah
kita sampaikan. Hanya menambah dari sisi penguatan saja.
Saya rasa demikian, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.


Ada pimpinan lain lagi, silakan.
17

DPD:

Pimpinan dan forum yang sangat kami hormati,

Begitulah kelebihan DPD itu. Walaupun bicara 3 orang itu dia saling
melengkapi, saling mengisi. Jadi tetap satu. Koalisinya itu tidak pernah pecah. Kalau
ditanya 1 atau 2 itu bapak-bapaknya.
Kami mempertegas saja terkait dengan ide pemecahan tadi 3 RUU itu.
Nah, kami pada dasarnya tentu berada pada posisi ingin memisahkan 3 RUU ini.
Cuma tadi mendengar penjelasan bahwa terkait DPRD akan dimasukkan didalam
RUU Pemda. Nah, ini akan menjadi masalah kiranya perlu dipertimbangkan. Apa
yang dikatakan oleh Pak Adirman itu. Pertegasnya, kalau seandainya itu
dimasukkan dalam RUU Pemda. Nah, ini yang kita perlu pertimbangkan lebih
matang dulu karena penafsiran Undang-undang Dasar ini di satu pihak memang
DPR itu masuk di legislatif tetapi di lain pihak dia di pemilihan bersama-sama oleh
kita.
Nah, ini saya kami mengusulkan. Kami sudah coba mendengar juga
kemarin dari Ketua Asosiasi DPRD Provinsi, mereka sangat ini. Jadi, mereka
mengharapkan ini mereka ikut didengar juga pendapatnya. Jadi, karena itu kami
ingin berpesan, kalau seandainya kita akan mengambil pemisahan 3 RUU, perlu
dipertimbangkan status dari DPRD. Jadi, DPD sendiri memang mengusulkan
perubahan di Undang-undang Dasar. Supaya DPRD posisi sebagai badan legislatif
itu diperkuat.
Kemudian terkait tadi kalau DPR saya pikir suatu apa yang
dikemukakan oleh Pak Fahri suatu ide-ide yang briliant sekali dan kami pada
dasarnya dapat mendukung. Tinggal kita mendukung rumusan-rumusan saja
teknisnya. Kemudian yang berikut memang yang perlu memang mendapat
penekanan didalam ini adalah sinkronisasi fungsi antar lembaga ini. Nah, dalam
sinkronisasi fungsi antar lembaga apa yang menjadi putusan dari MK itu kiranya kita
betul-betul bisa duduk bersama mencari solusi dan mekanismenya. Dan kiranya
dalam pembahasan oleh Pansus kiranya kami tidak hanya sekedar ditempatkan
dalam fungsi didengar sebagai konsultan hanya sekali tetapi mudah-mudahan
didalam proses ini terutama yang berkaitan dengan pasal-pasal mengenai DPD ini
kami bisa ikut terus didengar. Supaya nanti kita tidak timbul perbedaan penafsiran,
pendapat pada waktu undang-undang telah disahkan.
Tambah satu pak Ketua dan forum yang kami hormati. Dalam undang-
undang yang ada sekarang agak membingungkan memahami proses Prolegnas,
penyampaian RUU Prolegnas dan penyampaian RUU dan RUU-nya itu sendiri.
Sama-sama disini kadang-kadang ada naskah akademik. Jadi, ini oleh legal drafter
kami mengusulkan supaya betul-betul jitu, supaya betul telaten merumuskan.
Sehingga kita bisa memudahkan, mana kita mengajukan rancangan usul-usul untuk
Prolegnas, mana mengajukan RUU yang memang RUU-nya undang-undang itu. Ini
yang kadang-kadang sangat membingungkan dalam mencoba memahami. Dan kita
mencoba menjabarkan.
Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


18

KETUA RAPAT:

Cukup pak? Siapa tahu masih ada lagi.


Baik, terima kasih kami sampaikan kepada Pimpinan DPD. Rapat-
rapat Pansus terbuka untuk umum. Jadi, kami persilakan bapak-bapak, ibu-ibu DPD
untuk menghadiri rapat-rapat di Pansus, silakan. Orang lain saja kita buka, masa
sahabat tetangga sendiri tidak kita buka. Jadi, tidak kita tutup, silakan ikut. Silakan
memberikan pendapat tetapi namanya memberi masukan, memberi masukan. Bisa
kami ikuti, bisa tidak kan begitu. Jadi, jelas konstitusinya itu.

DPD:

Interupsi Pimpinan.
Memberi kesempatan, kita mengikut setiap rapat tetapi juga ada
peluang bagi kami kalau akan memberikan masukan. Persoalannya masukan diikuti
atau tidak, itu persoalan nanti. Yang penting ada peluang bisa.
Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan, sangat senang kalau itu karena meringankan tugas Pansus


kalau ada masukan-masukan dan memang harus begitu pak. Kalau DPD merasa
berkepentingan. Kalau tidak merasa berkepentingan, tidak usah. Yang lain juga
begitu.
Baik, ini rapat konsultasi tadi apa ada hal-hal yang ingin untuk
mendapatkan masukan nanti direspon dari apa yang disampaikan oleh Pimpinan
Dewan tadi. Kalau ada yang belum jelas, kami persilakan. Untuk ditanya kejelasan
itu pak. Supaya kita jangan balik ini rapat Konsultasi.
Kami persilakan teman dari PAN.

F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, S.E.):

Terima kasih.

Pimpinan dan lembaga-lembaga tamu Pansus semuanya yang saya hormati,


dan
Anggota semua yang terhormat,

Ini setelah mendengar dari Pimpinan DPR, MPR dan juga DPD
terhadap Undang-undang yang dipisah masing-masing lembaga itu. Walaupun nanti
ini kita bahas didalam Pansus. Ketika kita rapat-rapat Pansus tetapi saya punya
masukan. Mungkin untuk kali ini mungkin kali ini waktunya yang saya pikir perlu
dipertimbangkan karena selain undang-undang yang ada yang MD3 ini masih
banyak undang-undang yang belum selesai, menjadi PR-nya dari DPR yang
sekarang. Sementara DPR kita ini yang nanti mau balik lagi itu kurang dari separuh.
Dan itu membuat agak lesu darah termasuk di Undang-undang Pemda yang Pak
Farouk itu ada disana bersama saya. Yang mau dititipi DPRD tadi. Kalau jadi dipisah
tempatnya.
Jadi, itu mohon menjadi pertimbangan. Untuk menjadi kepentingan kita
jangka pendek, bukan jangka pendek, untuk kita mengatur seluruh kelembagaan kita
19

di DPR ini. Perwakilan ini. Mungkin sekarang belum perlu diubah masing-masing
lembaga-lembaga ini. Itu tidak mengurangi arti dari keberadaan lembaga-lembaga
itu karena selama ini kita juga sudah melakukannya hal yang seperti itu dan tidak
masalah. Jadi, substansinya itu bisa dimasukkan dalam satu undang-undang, kita
bahas bareng, selesai, itu kalau Ketua punya target masa sidang Juli ketuk. Nah,
kalau mau di...yang boleh, satu-satu lembaga dibuat undang-undang tersendiri.
Kemudian yang kedua, nanti disempurnakan di rapat-rapat Pansus
berikutnya. Saya ingin memperkuat, atau melengkapi konsep dari Saudara Fahri
yang dipaparka tadi dalam hal fungsi representasi. Mungkin disitu perlu dimasukan
aturan-aturan atau strukturnya didalam bagan itu perlu ditambahi bahwa fungsi
representasi DPR itu mestinya adalah fungsi-fungsi yang membuat seluruh aspirasi
di Dapil itu terakomodir didalam kebijakan Nasional, disuarakan di pusat. Jadi,
seperti diberbagai negara yang maju dalam sistem demokrasinya. Suara nasional,
isu nasional itu yang menyuarakan selalu 2, parlemen atau media massa. Dan itu
saling berlomba. Kalau kita ini hampir selalu media masa dulu baru kita. Contoh, ini
contoh sederhana. Pantura yang rusak berat, contoh sederhana. Kalimantan Timur
yang rusak lingkungannya pertambangannya. Bangka belitung rusak semuanya.
Pernahkah ada suara isu Nasional yang muncul di DPR? Ini menunjukkan fungsi
representasi tadi itu kita itu masih lemah.
Nah, jadi saya minta nanti dilengkapi itu. Dan ada tangannya DPR
didaerah. Apakah nanti dalam bentuk tambahan tenaga ahli atau apa. Mungkin ada
perwakilannya DPR. Sehingga kita itu ngantornya tidak harus di Jakarta terus. Ini
membuat fungsi representasi kita lemah itu karena kita mengasumsikan kalau sudah
jadi DPR itu tempatnya di Senayan, di Jakarta di Kalibata. Dan kalau pulang hanya
pada saat reses. Itu menurut saya itu membuat pelemahan juga sebetulnya.
Membuat Pak Yani terlalu jadi orang metropolitan, lupa dengan dapilnya. Rakyatnya
marah sama dia. Ini jadi masalah tetapi saya kira singkatnya itu Ketua. Nanti dirapat-
rapat Pansus berikutnya itu menjadi bahan masukan kita.

KETUA RAPAT:

Terima kasih banyak Pak.


Jadi, ini soal yang akan kita diskusikan kedalam. Tadi saya minta kalau
masih ada hal-hal yang berkaitan dengan kehadiran yang terhormat Pimpinan MPR,
Pimpinan DPD tetapi kalau sudah tidak ada. Oh ada.

F-PPP (AHMAD YANI, S.H., M.H.):

Sedikit saja Pak Benny terutama kepada kawan-kawan tadi DPD.


Semangatnya kita ini ingin sesuai dengan Undang-undang Dasar kita. Jujur Undang-
undang MD3 ini secara diamteral bertentangan dengan Undang-undang Dasar. Kita
berharap supaya agar memudahkan kita karena ini akan harapan kita itu bisa
disahkan pada masa sidang yang dekat ini.
Usulan saya kira, saya mohon juga agar DPD juga bisa melengkapi
dengan draft RUU yang ada sebagaimana MPR sudah membuat draft MPR itu.
Belum kita terima per pointers-pointersnya. Sudah ya, saya kira terima kasih.
20

KETUA RAPAT:

Baik, kita ada juga di meja pimpinan ini, draft kita, inilah yang kita ini
pak. Sangat tinggi apresiasi yang kami sampaikan kepada Pimpinan DPD, Pimpinan
MPR, yang datang dengan konsep yang jelas bahkan sudah masuk ke tingkat
ininya. Nanti kita sama-sama memperjuangkan. Kita semua sama-sama punya
kepentingan. Hanya beda ini saja. Kita dikasih kewenangan sedikit lebih inilah.

DPD:

Jadi, naskah yang kami sampaikan berupa naskah akademik maupun


naskah rancangan undang-undang itu. Pada hakekatnya dapat dijadikan 2
kemungkinan pilihan kalau politik undang-undang kita, politik hukum kita bisa kita
lakukan. Dipisah kita terima, digabungkan juga substansinya kita sangat terima asal
sesuai. Demikian, terima kasih pak.

KETUA RAPAT:

Ini sudah pisah atau masih satu?

DPD:

Terserah, pokoknya terserah.

KETUA RAPAT:

Ok baik, terima kasih banyak Pak.


Tidak ada tambahan lagi dari MPR?

DPD:

Sedikit tambahan soal fungsi representasi. Kami ingin ceritakan apa


yang dilakukan oleh DPD, mungkin ini bisa menjadi. Jadi, kita memang kembangkan
beberapa konvensi. Salah satunya itu mencoba menampung aspirasi pengaduan
karena didalam undang-undang ada pengaduan. Pengaduan daerah ini dan kedua
termasuk pengaduan dari Pemerintah Daerah. Kita berhadapan. Sehingga didalam
praktek ketatanegaraan ini ada “sengketa” antar Pemda dengan Pemerintah Pusat,
antar Pemda dengan Bupati.
Pak Benny jangan heran, ada seorang Gubernur melaporkan
bupatinya ke Polda. Akhirnya kami coba turun-tangan mencoba. Jadi, fungsi
representasi ini kita coba wujudkan oleh DPD itu bagaimana memediasi hubungan
antar pusat dan daerah maupun daerah-daerah termasuk pengaduan-pengaduan
masyarakat, terkait kewenangan yang disalahgunakan oleh pemerintah. Jadi, itu
salah satu yang dituangkan dalam fungsi Badan Akuntabilitas Publik.
Mungkin ini kiranya bisa menjadi bahan pemikiran oleh Pansus. Terima
kasih.

KETUA RAPAT:

Baik.
21

DPD:

Pak Ketua boleh kami tambah sedikit.


Menyambung beliau tadi. DPD sudah menyiapkan naskahnya
termasuk pasal-pasal daftarnya dengan 2 pilihan. Tergantung daripada politik hukum
yang ada di DPR, teman-teman DPR ini. Kalau dipisahkan itu sesuai dengan
Undang-undang Dasar, DPD disana tetapi kalau belum sampai ke tingkat itu, DPD
digabung itu tidak apa-apa juga. Yang penting fungsinya bisa jalan. Demi
ketatanegaraan kita. DPD rendah hati pak.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik Pak, yang pentingkan isinya. Tadi kita sebenarnya kepengin


dapat masukan dari banyak soal pelaksanaan fungsi DPD berkaitan dengan
perwakilan itu pak karena memang pengamatan saya juga kadangkala tidak begitu
jelas beda antara apa yang dijalankan oleh teman-teman DPD ini dengan DPR ini
kan begitu. Datang ketemu rakyat juga, DPRD begitu, DPD juga begitu. Lalu
padahal yang satunya Dewan Perwakilan Daerah kan begitu. Mungkin tadi ini
masukan yang sangat berharga.
Jadi, kami dari Pimpinan dan atas nama Pansus menyampaikan terima
kasih yang setinggi-tingginya kepada Pimpinan MPR Pak Lukman atas perkenaan
memberikan masukan dalam Rapat Konsultasi ini. Demikian juga dengan Pimpinan
dan teman-teman DPD kami menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya.
Mudah-mudahan apa yang kita kehendaki bersama akan menjadi kenyataan nanti.
Rapat saya tutup disertai ucapan terima kasih sekali lagi.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

RAPAT DITUTUP PUKUL 16.20 WIB.

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- :
JENIS RAPAT : Pertemuan Konsultasi
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Rabu, 4 Juni 2014
WAKTU : Jam 14.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Pansus C, Gd Nusantara II Lt.3
KETUA RAPAT : DR. Benny K. Harman, S.H. (Ketua Pansus/F.PD)
ACARA : Pertemuan Konsultasi dengan MPR, DPR, dan DPD RI
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : .. orang dari 30 Anggota Pansus
.. Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
2

KETUA RAPAT (DR. BENNY K. HARMAN, S.H./KETUA PANSUS/F.PD):

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat pagi, dan
Salam sejahtera untuk kita semua,

Yang saya sangat hormati Prof. I Gde Panca Astawa,


Yang saya hormati Prof. Irman Putra Sidin, S.H.,

Yang saya hormati Pak Harry Witjaksono,

Sesuai dengan tata tertib kita rapat pada pagi ini adalah rapat dengar
pendapat umum, yang hadir baru satu fraksi, dua dari 30 anggota. Oleh sebab itu,
rapat ini tetap kita lanjutkan tetapi kita tidak akan mengambil keputusan.
Harapannya sebentar lagi teman-teman yang lain akan tiba, sehingga kita bisa lebih
banyak, lebih lengkap lagi. Rapat saya buka dan saya nyatakan terbuka untuk
umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.25 WIB)

Bapak/Ibu, Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,


Prof. Panca Astawa dan Prof. Irman Putra Sidin yang kami hormati,

Perlu kami sampaikan bahwa Rancangan Undang-Undang MD3 ini


adalah rancangan undang-undang yang menjadi usul inisiatif Dewan. Tujuannya
adalah untuk merevisi Undang-Undang MD3 yang lama. Dengan harapan DPR ke
depan ini, parlemen kita ke depan ini lebih baik kinerjanya, lebih efektif dalam
menjalankan tugas-tugas konstitusionalnya dan juga kita ingin membangun
parlemen yang lebih transparan, lebih berwibawa dan juga kedap korupsi atau anti
korupsi.
Berkaitan dengan pembahasan rancangan undang-undang ini Dewan
membentuk Pansus khusus. Pansus Khusus, Panitia Khusus yang bersifat khusus.
Mengapa Pansus khusus itu? Karena yang menjadi anggota Pansus ini adalah
orang-orang yang terbaik dari 9 fraksi yang ada di Dewan ini. Anggotanya 30 orang
dan Ketua Pansusnya adalah saya sendiri dari Fraksi Demokrat, yang kedua
Saudara Ahmad Yani dari PPP, yang ketiga Saudara Nurul Arifin dari Fraksi
Golongan Karya sebagai wakil ketua, dan Saudara Fahri Hamzah dari Fraksi PKS.
Jadi kami ada 4 orang. Saya sebagai ketua dan tiga yang lainnya sebagai wakil
ketua.
Untuk menindaklanjuti penugasan di Pansus ini kami telah
mengadakan rapat kerja dengan pemerintah. Pemerintah telah menyusun DIM-nya
atas undang-undang inisiatif ini. Dan sebelum kami rapat kerja untuk membahas
DIM pemerintah, kami selama hampir satu bulan ini meminta masukan masyarakat.
Berkaitan dengan itu kami mengundang sejumlah ahli, sejumlah pakar, aktivis-aktivis
3

LSM guna memberi masukan terhadap rancangan undang-undang ini untuk


mencapai target yang tadi saya sampaikan.
Oleh sebab itu untuk agenda Pansus pada pagi ini, dihadapan kita
semua telah hadir Prof. I Gde Panca Astawa dan Prof. Irman Putra. Kami
menyampaikan terima kasih atas berkenan untuk memenuhi undangan Dewan guna
memberikan masukan.
Rapat kita nanti diusahakan kita akan tutup sampai pukul 12.00 dan kita tutup pukul
12.00. Kita sepakat Pak ya?

(RAPAT : SETUJU)

Baik, untuk pagi ini dua ahli yang ada dihadapan kita, perlu kami
sampaikan bahwa selama ini ada sejumlah isu yang menjadi problema dalam
pembahasan rancangan undang-undang ini, tapi nanti kita tidak terbatas pada isu-
isu itu. Yang pertama adalah mengenai keinginan masukan supaya undang-undang
ini dibagi tiga, dibagi empat, Undang-Undang tentang MPR, Undang-Undang
tentang DPR, Undang-Undang tentang DPD, dan Undang-Undang tentang DPRD
sesuai dengan bunyi konstitusi. Tetapi ada yang berpandangan juga tidak perlu, itu
tidak penting, yang penting itu adalah substansinya, sehingga lebih baik kalau dibuat
dalam satu undang-undang supaya lebih jelas nanti hubungan satu lembaga dengan
lembaga yang lain.
Kemudian yang kedua berkenaan dengan DPRD, DPRD ini sebetulnya
jenis kelaminnya apa dia ini, apakah dia lembaga legislatif daerah atau ini bagian
dari pemerintah daerah. Pemerintah ada pakar juga yang mengatakan DPRD ini
bagian dari pemerintah sesuai dengan prinsip negara kesatuan. Ada yang lain lagi
mengatakan dia bukan bagian dari pemerintah, kalau dia menjadi bagian pemerintah
maka dia adalah pegawai pemerintah. Nah, ini kita ingin bagaimana kita menata
DPRD.
Kemudian yang ketiga, berkenaan dengan keputusan Mahkamah
Konstitusi baik yang berkaitan dengan keberadaan DPD maupun berkaitan sejumlah
alat kelengkapan di Dewan ini, misalnya yang paling baru Putusan Mahkamah
Konstitusi untuk menghapus sejumlah kewenangan Dewan untuk melakukan
pembahasan anggaran sampai pada tingkat satuan tiga, kemudian juga menhgapus
kebiasaan Dewan untuk memberikan tanda bintang untuk anggaran-anggaran yang
juga oleh Dewan dipandang punya implikasi politik yang luas.
Jadi ini beberapa isu yang berkembang selama ini, nanti Bapak-bapak
silakan memberikan tanggapan, tidak terikat di situ mungkin, ada isu-isu lain yang
mau dianggap penting untuk disampaikan.
Untuk memperpendek waktu kami persilakan yang pertama Prof. I Gde
Panca Astawa, kemudian nanti kita lanjutkan ke Prof. Iman Putra Sidin untuk
menyampaikan masukan-masukannya. Kami persilakan untuk yang pertama yang
terhormat Prof. I Gde Panca Astawa, kami persilakan.
4

PAKAR (Prof. DR. I GDE PANCA ASTAWA):

Terima kasih.

Bapak Ketua Pansus MD3,


Sekaligus saya ingin menyapa anggota Pansus yang hadir dan
rekan saya Pak Irman Putra Siddin.

Ketika saya datang ke sini saya teringat kalau saya mau flash back
sejenak pada waktu Pansus MD3 dipimpin oleh Pak Ganjar Pranowo, sekarang jadi
Gubernur Jawa Tengah, ya saya menjadi salah satu narasumber yang diundang.
Tadi Bapak juga sudah singgung ada tiga isu utama yang dipertanyakan kepada
saya. Yang satu berkenaan dengan jenis kelamin quote unquote kita punya badan
perwakilan rakyat di tingkat lokal ya. Yang kedua itu berkenaan dengan apakah
DPRD itu lembaga negara ataukah bukan. Dan yang ketiganya tiga kalah
pentingnya adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di DPRD provinsi, kabupaten dan
kota apakah pejabat negara ataukah bukan.
Barangkali kalau diputar ulang, filenya barangkali masih ada ketika
saya sampaikan pandangan saya. Nah, saya coba untuk berikan gambaran
menyeluruh terutama yang berkenaan dengan di mana sebetulnya jenis kelamin
DPRD ini. Saya sudah berikan gambaran.
Karena itu terkait dengan revisi atau draft revisi yang sudah dikirimkan kepada saya,
dulu juga saya pernah usulkan Pak, kalau yang namanya MPR, DPR dan DPD saya
usulkan dibuatkan saja satu undang-undang tanpa menyebut badan-badan yang
bersangkutan, cukup dengan satu penyebutan Undang-Undang tentang Badan
Perwakilan Rakyat minus DPRD. Jadi DPRD tidak di situ tempatnya diatur.
Walaupun di dalam Undang-Undang Dasar 1954 pasca amandemen memang
diperintahkan agar tiap-tiap institusi ini diatur dengan undang-undang tersendiri. Ya
tidak mesti demikian, untuk efisiensi dan efektivitas bisa saja satu undang-undang
mengatur tiga institusi. Toh dia satu napas yang sama, yang saya katakan tadi
sebagai badan perwakilan rakyat. Pada waktu itu kan masih menggunakan
nomenklatur yang lama Susduk dulu. Saya usulkan dihapus itu. Tidak benar itu.
Namanya itu sudah tidak benar, Susduk. Mesti yang benar itu Duksus mestinya. Ini
juga di mana logikanya berbicara susunan dulu, sementara kedudukannya ditaruh di
belakang. Mestinya legal standing-nya dulu, kedudukan secara hukum itu di mana,
baru berbicara susunan. Kalaupun mau tetap mempertahankan nomenklatur ini
apakah Susduk ataukah Duksus, itu juga menjadi tidak konsisten kalau dilihat dari
materi muatan yang diatur didalamnya karena mengatur tidak hanya berbicara
kedudukan dan susunan saja, banyak hal yang diatur. Itu sebabnya kemudian saya
usulkan dihapus saja nomenklatur itu. Jadilah kemudian sebagaimana yang kita
sama-sama ketahui lahirnya Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 itu.
Yang bikin saya kaget apa isu-isu yang ditanya kepada saya, sama
sekali tidak terjawab di situ, yang berkenaan dengan jenis kelamin itu. Kan ini
5

penting gitu loh ya. Banyak sekali pemahaman yang bias terhadap keberadaan
Dewan ini, maksud saya itu DPRD di tingkat lokal ini.
Kalau kita pahami DPRD tingkat lokal ini sesungguhnya dia adalah
merupakan bagian dari satuan pemerintahan daerah, local goverment itu. Artinya dia
tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan pemerintah daerah. Kan orang untuk
memudahkan pemerintah daerah disebut eksekutif daerah, DPRD dikatakan sebagai
legislatif daerah. Ini juga salah menurut saya, karena DPRD itu bukan cabangnya
DPR RI, bukan juga miniaturnya DPR RI. DPRD itu bukan badan legislatif. Karena
dalam unity the state, dalam sebuah negara kesatuan hanya mengenal satu badan
legislatif nasional. Indonesia ya DPR RI. Benar kalau saya meminjam konsep unity
the state, pengertian unity the state itu hanya mengenal satu badan legislatif tingkat
nasional, tingkat pusat. Sehingga dengan demikian penyebutan mungkin dengan
pertimbangan praktis saja sebetulnya maksudnya, DPRD provinsi, kabupten/kota
disebutlah dengan sebutan badan legislatif. Bahwa dia mempunyai fungsi legislasi
iya. Kenapa? Harus dikembalikan pengertian dari otonomi daerah sebagai satu yang
diserahkan oleh pusat kepada daerah. Untuk apa? Harus kembali kepada
pengertian otonomi daerah, autonomous, auto dan nomous. Auto itu sendiri, nomous
nomoa, undang-undang. Artinya apa? Mengatur dan mengurus. Apa yang diatur dan
diurus? Urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan pusat kepada daerah.
Sifatnya apa? Administratif, bukan bersifat ketatanegaraan. Karena itu, apapun
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan
daerah mesti pendekatannya adalah administratif. Semua undang-undang yang
mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah normanya norma hukum
administrasi.
Itu sebabnya sekali lagi, saya jadi teringat lagi ketika DPRD kita,
Saudara-saudara kita kena musibah didakwa melakukan korupsi penyalahgunaan
APBD. Saya bilang kepada penegak hukum itu, kalian itu ngawur saya bilang itu,
salah besar kalian itu mendakwa wakil-wakil rakyat itu melakukan tindak pidana
korupsi, karena yang namanya Dewan Perwakilan Rakyat baik tingkat lokal maupun
tingkat nasional pusat dalam hal ini DPR RI, dia hanya user pengguna anggaran,
tidak ada urusannya dengan persoalan-persoalan yang menyangkut tentang
administrasi keuangan. Bukan urusannya Dewan itu.
Kalau kita tarik pengertian parlemen itu, parle, artinya apa? Bicara. Jadi
yang namanya wakil rakyat itu digaji untuk ngomong. Itu sebabnya, makanya ada
hak imunitas, dia tidak boleh dituntut ketika dia berbicara dalam kapasitas sebagai
wakil rakyat. Kalau yang berkenaan dengan keuangan, bukan urusannya Dewan.
Dan sangat tidak relevan kalau Dewan, wakil rakyat ini dimintai
pertanggungjawaban, susah hukum, karena yang mengadministrasikan sepeserpun
uang itu yang dipakai anggota Dewan, Sekretariat Jenderal itu. Itu sebabnya ada
Sekjen gitu loh. Itu sebabnya di tingkat lokal ada Sekwan. Maksudnya apa? Karena
Dewan itu kerjanya hanya untuk ngomong dan dia digaji untuk ngomong tidak ada
urusan dengan tetek bengek administrasi, diadakanlah Sekjen di tingkat nasional,
Setwan di tingkat lokal. Ini tanggung jawab mereka sepenuhnya. Mulut saya sampai
dower mulut saya ngomong, berbusa mulut saya ngomong, tidak paham-paham
6

juga. Kecuali yang terang-terang seperti kemarin itu saya tidak mau singgung kasus
yang atau musibah yang menimpa anggota Dewan, itu soal lain itu. Soal lain itu
yang tengah diadili sekarang itu. Tapi kalau saya berbicara gambaran secara
menyeluruh tidak benar, karena sekali lagi Dewan itu hanya user dia.
Itu sebabnya di dalam draft ini kalau saya mencoba untuk masuk ke
draft ini apa urusannya DPRD mengurusi soal pengelolaan dan
pertanggungjawaban, maaf bukan DPRD, DPR termasuk MPR, apa urusannya dia
menangani urusan pengelolaan pertanggungjawaban keuangan negara. Itu
kewenangan, domain dari Sekjen itu. Tidak tahu urusannya dia. Di mana-mana saya
katakan menjadi wakil rakyat itu hanya ngomongnya, mulutnya yang digaji kok. Di
dunia ini kan ada mulut orang digaji itu namanya wakil rakyat, memang kerjaannya
untuk ngomong. Makanya kebangetan kalau ada wakil rakyat yang tidak pernah
ngomong selama 5 tahun, hanya sekali dia ngomong untuk melakukan sumpah
jabatan, sudah itu tidur. Tidak pantas orang kayak begitu jadi wakil rakyat. Kalau dia
mengerti bahwa dia itu digaji untuk ngomong. Ngomong kamu gitu loh maksudnya.
Ngomong saja tidak, bagaimana bisa dikatakan sebagai wakil rakyat gitu loh. Ada
kaki orang digaji, main bola namanya. Ada tangan orang digaji, petinju namanya.
Yang kurang ajar itu dokter ahli kandungan, sudah ngobok-ngobok isteri kita, minta
bayaran pula itu. Ini kurang ajar itu namanya dokter ahli kandungan.
Jadi karena itu makanya kalau saya kembali kepada draft ini, ini ada
beberapa pasal yang mengatur tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan itu yang dipolakan di DPR maupun MPR itu sama sekali tidak menjadi
domain DPR. Itu sepenuhnya menjadi domainnya sekretariat jenderal. Betapa
penting dan sangat strategis keberadaan dan posisi Sekretariat Jenderal DPR RI.
Karena itu saya mohon maaf sebelumnya, nah sering kali di tingkat lokal juga
Setwan itu atau Sekwan dengan jajarannya dianggap jongos. Salah besar itu. Kalau
tidak ada mereka, tidak bisa Bapak-bapak, kebetulan Bapak-bapak, tidak ada Ibu di
sini, wakil rakyat di sini, ketika berbicara fungsi, ketika berbicara tugas, wewenang,
ketika berbicara hak, tidak akan bunyi kalau tidak diadministrasikan secara, tidak
akan bunyi kalau ada uang yang diadministrasikan oleh Setjen. Jadi betapa penting
dan strategisnya keberadaan dari Setjen ini, kalau tidak ada mereka lumpuh wakil
rakyat itu, tidak akan bunyi itu fungsinya, tidak akan bunyi tugas, wewenangnya,
tidak akan bunyi hak, termasuk hak-hak keuangan, ya memang undang-undang
memberikan secara atributif, bukan lantas berarti bahwa anggota Dewan itu tidak
boleh berbicara keuangan, sah-sah saja sepanjang itu menyangkut hak budget.
Kenapa hak budget? Ini merupakan representasi dari … atau prinsip kedaulatan
rakyat. Itu pentingnya hak budget itu ada pada wakil rakyat. Walaupun inisiatif
pengajuan Rancangan Undang-Undang APBN berasal dari eksekutif memang bukan
urusannya wakil rakyat untuk mengambil inisiatif pengajuan RUU APBN. Tetapi
meskipun demikian, berdasarkan pada hak budget decission dia, menentukan dia.
Penentuannya apa? Ketika DPR sepakat untuk memveto lumpuh itu pemerintahan
walaupun saya tidak pernah menghimbau atau meminta DPR itu jangan coba-coba
mengeluarkan senjata pamungkasnya itu hak veto, nanti berantakan nanti, kalau
tidak penting sekali. Walaupun dulu sejarah kita pernah DPR-GR dulu pernah
7

memveto, menolak, akhirnya oleh Presiden Soekarno dibubarkan DPR-GR dulu.


Mudah-mudahan tidak terulang lagi. Karena itu membawa konsekwensi hukum yang
sangat luas kalau senjata pamungkasnya Dewan ini keluar, hak veto. Nah, saya
tidak menyarankan demikian. Tetapi yang hendak saya katakan bahwa veto itu
begitu penting dan sangat strategis ketika berhadapan dengan pembahasan RUU
APBN. Jadi ketika menyinggung hak budget penting memang, tetapi sekali lagi saya
ingatkan tidak ada urusannya DPR menangani secara teknis baik yang menyangkut
pengelolaan maupun pertanggungjawaban keuangan yang digunakan. Untuk apa?
Untuk membiayai fungsinya, ketika Dewan berbicara fungsi, tugas, wewenang, hak-
hak dan sebagainya. Tidak bisa Dewan, bukan domainnya Dewan itu, domainnya
sekali lagi sekretariat jenderal. Karena itu mestinya yang paling pertama
bertanggung jawab kalau seandainya ada temuan-temuan yang waktu BPK
melakukan pemeriksaan, tidak ada urusannya DPR, yang wakil rakyat itu yang
diperiksa, mestinya yang maju tampil ke depan itu Sekjen dengan jajarannya, ini
yang diperiksa. Di luar kasus-kasus yang ada maksud saya. Kalau kasus-kasus
yang ada sudah jelas itu. Itu menjadi tanggung jawab perseorangan di situ. Tetapi
kalau saya berbicara di sini secara generalis di sini, bahwa semuanya itu menjadi
pertanggungjawaban dari sekretaris jenderal beserta jajarannya secara administratif.
Ini perlu saya tegaskan di sini.
Yang berikut ingin saya sampaikan yang kedua ini, ya walaupun saya
sudah menerima DIM yang diajukan oleh pihak pemerintah. Memang saya baca
banyak pasal-pasal dihapus atau yang diubah, disempurnakan. Tetapi yang perlu
juga disepakati ini antara DPR khususnya Pansus ini dengan pihak pemerintah itu
yang berkenaan dengan legal policy. Apa legal policy yang berkenaan dengan
Badan Perwakilan Rakyat ini, apakah maksudnya, maksudnya sekarang ini adalah
dalam rangka hanya semata-mata merevisikah atau mencoba untuk mengganti,
menata ulang. Ini penting gitu loh. Seperti yang tadi saya katakan kalau ingin
menata ulang boleh satu undang-undang mengatur tiga institusi dengan penamaan
bada perwakilan rakyat tetapi DPRD dikeluarkan, kalau mau menata ulang. Apa
begitu maksudnya? Ini perlu juga dipertimbangkan Pak, karena ini penting. Legal
policy yang digariskan atau yang diinginkan itu menjadi penting dan berkolerasi
dengan substansi yang akan disepakati.
Kalau sekarang berdasarkan dokumen yang saya terima, tidak begitu
banyak yang prinsip yang saya lihat. Tidak begitu banyak yang prinsip. Bagi saya
yang prinsip justru misalnya Pak, ketika draft ini mengatur tentang keberadaan MPR,
saya ingat itu ketika masih kuliah S1 dulu, ada guru saya Prof. Sri Sumantri
mengatakan MPR ini binatang apa sebetulnya, sama dengan sekarang MPR ini apa
sebetulnya gitu loh. Dulu ketika Undang-Undang Dasar 1945 diubah, diamendir,
memang muncul pemikiran mau akan dibangun bikameral sistem, sistem perwakilan
dua kamar, tetapi yang muncuk kemudian tidak demikian. Karena apa? Rumusan di
dalam Pasal 2 itu salah menurut saya itu, salah besar di situ. Kalau berbicara
bikameral sistem dengan satu perbandingan kongres Amerika Serikat, kongres ini
terdiri dari yang menjadi unsur itu badan, bukan anggota. Di Undang-Undang Dasar
yang menjadi unsur itu anggota, MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan
8

Pelengkap Derita, eh Dewan Perwakilan Daerah. Ini yang salah menurut saya. Jadi
bukan bikameral sistem yang muncul melainkan trikameral, itu memiliki tiga badan
perwakilan. Dengan apa? Dengan tugas, wewenang yang berbeda satu dengan
yang lain. Nah, kalau undang-undang ini legal policy-nya ingin membenahi atau
membuat clear keberadaan MPR, tidak bisa dalam bentuk undang-undang, di sini
mesti di Undang-Undang Dasar dulu diubah. Selama belum diubah, tetap seperti
begini, akan begini keberadaan MPR itu hanya sekedar seremonial saja menurut
saya, tidak ada yang signifikan, tidak ada yang prinsipil-prinsipil.
Pedal yang saya pahami kalau mencoba untuk flash back sejenak latar
belakang sejarah terbentuknya Undang-Undang Dasar 1945 betapa pikiran-pikiran
genial dari founding father kita muncul ketika itu. Kenapa MPR itu dimunculkan, satu
institusi yang tidak ada pada negara lain. Orang mengatakan ada, subjek tertinggi
dulu, Soviet almarhum, dulu ada katanya. Tidak, menurut saya tidak. Di RCC juga
tidak, hanya di Indonesia satu-satunya ada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Mesti
dipahami dulu ini MPR ini apa, mahluk apa. Saya pelajari betul pikiran-pikiran yang
muncul ketika itu. Bahwa MPR ini merupakan moderinsasi suatu institusi yang
merupakan moderenisasi dari republik desa. Itu sesungguhnya intisarinya. Karena
desa pada zaman dulu itu dianggap sebuah republik, ada yang memimpin, ada yang
dipimpin, ada institusinya di situ. Bagaimana desa ini bisa diadopsi ke dalam sebuah
alam Indonesia modern. Itulah yang kemudian dijelmakan menjadi MPR. Kenapa?
Tidak semua komponen masyarakat kita terwakili, karena itu DPR itu adalah
perwakilan politik, di luar itu siapa yang mewakili inilah yang dimunculkan MPR gitu
loh. Nah, sekarang menjadi lain, dulu itu kenapa kemudian MPR itu diberikan
kewenangan-kewenangan yang sangat fundamental, mendasar, menetapkan
Undang-Undang Dasar, menetapkan GBHN, memilih presiden dan wakil presiden.
Itulah cikal bakalnya republik desa gitu loh.
Nah ini, maaf ini saya bukannya menyalahkan yang mengubah itu,
mengubahnya secara emosional ya begini jadinya. Kalau hanya sekedar MPR itu
hanya sekedar melantik presiden terpilih, what’ for? Amerika Serikat apa perlu
presiden yang terpilih itu dilantik oleh kongres? Tidak perlu. Seorang Barack Obama
yang tengah berdiri dia mengucapkan sumpah, selesai. Jadi seremonial betul
sekarang ini terus terang saja saya.
Kemudian kelompok-kelompok minoritas siapa yang mewakili? Tidak
ada. Di konsep ini sebetulnya MPR itu sudah betul, sudah bagus gitu, hanya dalam
pelaksanaannya ini ngawur, banyak yang terjadi penyimpangan. Siapa yang
mengatakan bahwa MPR itu adalah lembaga negara tertinggi. Undang-Undang
Dasar 1945 sebelum diubah sama sekali tidak mengatakan bahwa MPR itu adalah
lembaga negara tertinggi. Tidak ada disebut. Dan siapa yang mengatakan bahwa
sumber kewenangan dari semua lembaga negara yang ada itu adalah bersumber
pada MPR, kata siapa? Tidak betul itu. Ketika institusi negara apapun itu diatur
dalam konstitusi, artinya apa, limited government, semua kewenangannya terbatas.
Adalah salah ketika MPR itu kemudian mengeluarkan sebuah ketetapan bahwa
putusannya tidak bisa diganggu gugat. Adalah salah kalau dikatakan bahwa MPR itu
adalah sumber dari sumber kewenangan dari sebuah lembaga negara yang lain.
9

Adalah salah kalau MPR dikatakan menduduki posisi tertinggi, tidak ada. Hanya
kewenangannya berbeda gitu loh. Jangan karena MPR diberikan kewenangan untuk
menetapkan Undang-Undang Dasar, menetapkan GBHN, memilih presiden dan
wakil presiden, berarti posisinya lebih tinggi, tidak begitu maksudnya founding father
kita. Sekali lagi prakteknya menyimpang, menurut Undang-Undang Dasar 1945 itu
yang salah cuma karena kita sudah terlampau emosional waktu mengubahnya itu,
sudah, MPR menjadi ya seperti sekarang kewenangannya itu. Kalau menurut saya
itu cuma seremonial kewenangannya itu, tidak ada yang sangat signifikan. Jadi
maksudnya memunculkan bicameral sistem ini pun salah, tidak benar
merumuskannya. Kalau yang namanya bicameral sistem seperti Kongres Amerika
Serikat kewenangan kongres ini dilaksanakan baik oleh house of repsentative
maupun oleh senat, kewenangan MPR baik dilaksanakan oleh DPR maupun oleh
DPD, begitu bicameral sistem. Kenyataannya tidak begitu, MPR punya kewenangan
sendiri, DPR punya kewenangan sendiri, DPD juga kewenangan sendiri, bukan
bicameral. Tricameral. hanya satu-satunya republik ini, di negara ini yang menganut
tricameral, tidak ada satu negarapun di dunia ini yang lahir, ya karena memang itu
kita ingin selalu aneh. Indonesia ini kan selalu inginnya aneh saja tapi nyata gitu loh,
ya konsepnya jadi tidak jelas menurut saya. Karena itu makanya kembali lagi, mau
diapakan gitu loh? Mau ditata ulang? Berat Pak. Harus diubah lagi Undang-Undang
Dasar 1945. Tidak bisa ditampung dalam bentuk undang-undang ini, walaupun ingin
mengganti Undang-undang No. 27 Tahun 2009. Tidak bisa dalam bentuk undang-
undang, harus diubah dulu Undang-Undang Dasar 1945.
Begitu juga DPD, lucu DPD itu, dia diberikan kewenangan melahirkan
atau mengusulkan undang-undang yang bertalian dengan otonomi daerahlah, ect,
ect, yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Logika saya dia latah. Ada tidak
undang-undang di luar itu atau undang-undang apapun itu yang tidak berlaku secara
nasional? Kenapa dikerdilkan begitu loh. Sehingga saya menilai keberadaan DPD ini
justru set back dibandingkan ketika dia masih menjadi fraksi utusan daerah, karena
dia bisa berbicara pada tataran nasional, berbicara kebijakan negara di situ. Dalam
bentuk apa? GBHN. Jadi maunya gagah kayak senat Amerika Serikat. Maunya gitu
loh. Kenyataannya jadi kerdil dia sekarang, dibonsai. Sejak lahir dia sudah dibonsai.
Sehingga apa? Bingung dia. Ke timur bingung, ke barat bingung. Mau mengubah
Undang-Undang Dasar. Nah, inilah saya bilang tidak ada grand design yang jelas
sejak Undang-Undang Dasar itu diubah, sejak awal tambal sulam. Jadi beginilah
jadinya.
Loh saya ditanya, sering ditanya oleh mahasiswa keberadaan MPR
maupun DPD, bagaimana Prof? Bubarkan saja usul saya kalau begini
kenyataannya. Tapi beda ketika dia sebelum diubah. Apalagi kewenangan MPR
memilih presiden dan wakil presiden. Kalau kita kan inginnya gagah. Sudah susah,
sombong.
Coba ketika itu misalnya dibangun sebuah konvensi, tidak perlu
pemilihan presiden itu diubah, tetap MPR yang memilih. Tapi dengan cara apa?
Dibangun konvensi. Caranya bagaimana? Adakan Pemilu, apapun namanya, Pileg
atau apa? Partai apapun pemenang Pemilu, pimpinan partai itu tinggal dikukuhkan
10

oleh MPR sebagai presiden, selesai. Artinya apa? Logika demokrasi jalan di situ.
Itulah pilihan rakyat. Tidak perlu lagi dipilih oleh MPR, tinggal dikukuhkan. Bukankah
MPR itu wakil rakyat, bukankah rakyat sudah memenangkan partai pemenang
Pemilu, MPR tinggal mengkukuhkan, ketok palu selesi. Tapi kita tidak mau begitu,
biar kelihatan gagah. Wih ini negara demokrasi katanya. Sudah susah, sombong.
Mending kalau sekali putaran, dua putaran berapa trilyun itu? Coba uang itu dipakai
untuk apa, membangun infrastruktur, membangun pendidikan, membangun
kesehatan. Sejahtera rakyat kita. Apa kalah kurang demokratisnya dipilih oleh MPR?
Iya karena kecelakaan dulu, the accident demokrasi dulu, ketika tahun 1999 PDIP
menang, kok bukan Pimpinan PDIP yang menjadi presiden, itulah the accident
demokrasi, terjadi pembelokan demokrasi ketika itu. Nah, gara-gara itulah kemudian
sistem pemilihan presiden diubah dari dipilih oleh MPR diubah menjadi langsung
seperti yang sekarang ini. Ini dulu.
Ini sebetulnya konsep founding fathers kita itu saya katakan genial
betul gitu. Founding fathers kita kan orang-orang yang visioner, jangan dikira asal-
asalan dia mau berpikir. Sayangnya ini tidak dipahami. Saya mengatakan ini bukan
lantas berarti di Undang-Undang Dasar 1945 tidak boleh diubah, silakan diubah, tapi
hati-hati mengubah. Kenapa? Banyak pilar-pilar kenegaraan yang digariskan oleh
founding fathers kita. Banyak hal-hal yang prinsipil yang bersifat ketatanegaraan
yang digariskan oleh founding fathers kita menjadi hilang. Kalau kita boleh
bandingkan dengan ini, dengan Amerika Serikat. 300 tahun, hampir 300 tahun dia
merdeka, berapa kali sih dia mengubah konstitusinya? Yang saya catat kurang lebih
27 kali. Nah, kita sejak reformasi 1999 pertama, 2000 kedua, 2001 ketiga, 2002 rajin
amat. Kenapa? Emosional. Coba ketika itu hati-hati. Tapi saya mau ngomong apa?
Sudah terlanjur, sudah terjadi. Tidak mungkin saya memutar jarum sejarah, kembali
lagi. Beginilah jadinya gitu loh, bukannya menyesali yang sudah ada gitu.
Karena itu sekali lagi, yang mau ditata itu apanya, kalau mau legal
policy-nya mengarah kepada apaan, kepada perwakilan rakyat ini. Tapi kalau hanya
sekedar semata-mata merevisi ya silakan, silakan. Cuma yang perlu saya ingatkan
ada beberapa pasal yang penting yang tadi saya singgung itu, jangan memaksakan
bahwa soal pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan itu menjadi domainnya
MPR maupun DPR. Sekali lagi saya hanya mengingatkan, itu domainnya Sekjen. Itu
yang kedua.
Yang ketiga yang ingin saya sampaikan juga, ini kalau masuk kepada
RUU, mohon maaf Pak saya tidak satu per satu Pak, misalnya soal MPR ini, di
dalam draft ini, barangkali nanti ada yang mencatat ini. Dan saya sudah sampaikan
itu secara tertulis ini Pak. Pasal 4 dan Pasal 4A RUU saya nilai tidak konsisten,
kalau dibandingkan dengan bunyi penjelasannya. Begitu juga Pasal 5 ayat (3) dan
ayat (5) bertentangan satu dengan yang lain. Kemudian Pimpinan MPR, saya bisa
paham, karena ini mengikuti putusan MK.
Selanjutnya soal DPR, memang tidak banyak yang berubah ada
beberapa yang berubah yang menjadi catatan saya di sini yang berkenaan dengan
tugas, wewenangnya Pasal 71. Pertanyaan saya bagaimana halnya dengan pejabat
setingkat menteri? Tidak ada di situ Pak, di dalam kewenangan DPR RI. Siapa
11

misalnya jaksa agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), kemudian


Panglima TNI. Boleh tidak DPR ini terlibat di situ? Apakah misalnya dia mau fit and
proper calon-calon itu? Begitu juga yang berkenaan dengan pengertian memberikan
pertimbangan dan persetujuan. Karena seringkali pengertian pertimbangan itu
menjadi sesuatu yang mengikat gitu loh, karena bahasa hukum itu berbeda antara
memberikan pertimbangan dengan persetujuan. Hati-hati merumuskan ini. Ini soal
bahasa hukum ini. Jangan diartikan memberikan pertimbangan itu serta merta
mengikat presiden, namanya juga memberikan pertimbangan, lebih pada pengertian
rekomendasi, nanti ujung-ujungnya terserah presiden. Tapi kan tidak demikian,
kenyataannya tidak demikian. Mempunyai kekuatan yang mengikat gitu loh,
presiden harus mengikuti apa yang disarankan oleh DPR. Apa begitu? Hati-hati di
dalam merumuskan bahasa-bahasa hukum ini.
Nah, yang berikut adalah alat kelengkapan DPR, saya mendengar Pak,
alat kelengkapan misalnya di DPR ini ada yang namanya komisi, pernah muncul
keinginan hanya ada tiga komisi saja sesuai dengan fungsinya, komisi legislasi,
komisi anggaran, komisi pengawasan, ada muncul pemikiran begitu. Sekarang kita
lihat, yang namanya Dewan Perwakilan Rakyat dia punya fungsi yang utama tiga,
fungsi legislasi ada alat kelengkapan yang mewadahinya, apa? Badan legislasi. Ada
tugas, wewenangnya, antara lain apa? Mengajukan rancangan undang-undang. Ada
haknya, haknya apa? Hak inisiatif. Jadi secara linear sudah benar ini. Secara linear
sudah benar. Artinya apa? Alat kelengkapan Dewan ini justru mewadahi fungsi
utama yang dimiliki oleh Dewan. Ada fungsi anggaran, diwadahi oleh apa? Badan
Anggaran. Tugas, wewenangnya apa? Membahas Rancangan Undang-Undang
APBN. Haknya apa? Hak budget. Secara linear sudah benar. Fungsi pengawasan
yang mewadai apa? Komisi. Lah yang diawasi apa? Sparing partner-nya yang
eksekutif. Kan banyak di eksekutif. Karena itu sudah benar komisi yang ada
sekarang itu, Komisi I bidang apa? Politik, luar negeri. Ya sesuai dengan sparing
partner-nya yang ada di eksekutif, ada Kementerian Luar Negeri, ada Kementerian
Pertahanan Keamanan, ada Kementerian Dalam Negeri. Sampai di sini sudah benar
Pak. Yang sudah ada itu sudah benar gitu. Nah, Undang-Undang No. 27 Tahun
2009 juga memungkinkan semua alat kelengkapan Dewan ini dibantu oleh ahli. Ada
kok. Termasuk fraksi pun boleh, diberikan oleh undang-undang, secara atributif
diberikan oleh undang-undang. Tapi di sini muncul biar katanya biar lebih efektif dan
efisien. Kata siapa efisien? Biar lebih greget katanya mengikuti jejak parlemen yang
ada di luar buat semacam pusat kajian legislasi, pusat kajian anggaran, pusat kajian
pengawasan. What’s for? Penyakit kita kan begitu selalu memunculkan institusi-
institusi baru, padahal ini bisa dioptimalkan yang ada. Tinggal sekarang bantu saja
dengan para ahli. Terserah anggota Dewan ini, apakah ahli yang di-hire ini bersifat
permanen selama masa jabatan 5 tahun atau on call kalau dibutuhkan. Saya sering
Pak on call Simatupang, kapan pun saya dipanggil datang, saya bantu badan
legislasi yang ada di tingkat lokal DPRD Provinsi. Bantu. Apa yang dikaji? Raperda.
Selesai membahas dengan eksekutif, dengan pemerintah daerah selesai. Itu kalau
di tingkat lokal, itu kalau saya. Tidak tahu di sini, tergantung kesepakatan, mau
dibuat permanen atau bagaimana. Kalau dibuat permanen kontrak.
12

Sekali lagi Pak ya, bukan berarti saya tidak menghargai pemikiran
begini, termasuk ini ya kita ada di gedung ini Badan Akuntabilitas Keuangan Negara.
Tadi kan saya sudah katakan Pak, ada Badan Anggaran, ada Sekjen, untuk
merespons masukan hasil pemeriksaan BPK ini saja difungsikan Pak. Ada banyak
anggaran, dibantu oleh ahli, ada Sekjen yang membantu secara administratif. Ahli ini
direkrut dari mana yang ahli yang fasih berbicara anggaran, dia akan bisa membaca,
bisa mengerti hasil pemeriksaan BPK. Sekali lagi bukan berarti bahwa saya tidak
menghormati Badan Akuntabilitas Keuangan Negara itu, karena sudah terlanjur ada
gitu loh, sudah terlanjur ada. Maksud saya yang hendak saya katakan mengapa
institusi yang sudah ada tidak dioptimalkan? Lebih-lebih tadi saya katakan jangan
mencampuri urusan, Dewan itu jangan mencampuri urusan yang berkenaan dengan
soal keuangan itu, pengelolaan atau pertanggungjawaban. Sekjen selesai Pak, dia
yang merespon nanti. Walaupun memang penting hasil pemeriksaan BPK ini
menjadi masukan bagi DPR ketika berhadapan sama eksekutif. Dan itu memang
saya sudah compare Pak ke Undang-Undang Keuangan Negara, ke Undang-
Undang Perbendaharaan Negara, ke Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara, ke Undang-Undang tentang BPK. Saya
sudah compare itu. Ini pikiran saya, tapi kalau misalnya, saya mau bilang apa kalau
BAKN ini sudah ada.
Yang terakhir, saya tidak mau berlama-lama ini Pak, ini rekan saya
nanti mau menambahkan nanti. Kalau tadi saya sudah singgung walaupun sekilas,
jenis kelamin DPRD, apakah DPRD itu lembaga negara atau bukan? Apakah orang
atau wakil rakyat yang ada di DPRD itu pejabat negara atau bukan? Sederhananya
begini, setiap institusi yang melaksanakan kekuasaan negara, saya ulangi Pak,
setiap institusi apapun namanya yang menyelenggarakan kekuasaan negara dia
adalah lembaga negara, hanya keberadaannya ada yang di tingkat nasional, ada
yang di tingkat lokal. Satu.
Yang kedua, kalau selama yang namanya gubernur, jabatannya apa?
... pejabatnya. Yang namanya bupati, yang namanya walikota, mereka
dikualifikasikan sebagai pejabat negara. Berarti rekannya DPRD, institusinya
lembaga negara juga yang ada di tingkat lokal. Dengan demikian konsekwensi
hukumnya karena institusi adalah lembaga negara, orangnya adalah pejabat negara
yang ada di tingkat lokal. Cuma menjadi tidak mudah ketika apa? Kawan-kawan
Bapak yang ada di Lapangan Banteng hitung-hitungannya matematis. Itu sebabnya
pikiran saya ini tidak bisa diterima, bisa bangkrut negara ini katanya. Bayangkan
saja berapa jumlah anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia, berapa
cost yang harus keluar dari Keuangan Negara untuk membayar mereka, bisa
bangkrut. Ini hitung-hitungan kawan-kawan kita yang ada di Lapangan Banteng. Ini
ngomong apa ini? Ini ngomong demokrasi atau bukan? Kalau kita bicara demokrasi,
demokrasi itu memang mahal. Kalau tidak mau begitu, bubarkan saja DPRD-nya,
selesai, tidak usah repot-repot. Nah kita sepakat membangun negara ini
berdasarkan pada pilar atau prinsip kedaulatan rakyat, konsekwensi dari kita
membangun itu ya cost, kata siapa demokrasi itu murah. Jangan sampai apa? Saya
sering dilapori Pak oleh wakil rakyat, mestinya kan saya melapor kepada wakil
13

rakyat, ini wakil rakyat menyampaikan curhatnya kepada saya tolong dibantu Prof,
diteruskan ke tingkat pusat. Apa? Kami ini diperlakukan mendua, ketika pemerintah
mengumumkan memberikan gaji ke-13 kepada pejabat negara maupun pegawai
negeri, mereka cium tangan, tapi kami kenapa tidak dapat? Anda bukan pejabat
negara. Tiga jari. Tapi ketika mereka menerima pendapatan dalam bentuk uang
kena mereka pajak. Mereka protes, kenapa kami kena pajak? Karena anda pejabat
negara. Itu Pak faktanya di lapangan. Jadi tidak jelas mereka ini mahluk apa
sebetulnya. Mereka berharap di dalam, semula harapan mereka itu ada tertampung
di Undang-Undang No. 27 tahun 2009, nyatanya tidak begitu tetap saja. Sekali lagi
yang saya dengar Kementerian Keuangan hitung-hitungannya matematis pakai
kalkulator dia, wah bahaya ini, dibandingkan dengan DPR DI, DPR RI kan cuma
560. Bayangkan Pak kalau semua wakil rakyat di DPR provinsi, DPRD provinsi,
kabupaten/kota berapa ribu itu, kali tiap bulan berapa cost keluar. Saya bilang itu
memang tidak masuk akal cara berpikir begitu. Itu Pak resiko membangun
demokrasi.
Itu Pak Ketua, mohon maaf kalau agak lama saya berbicara. Dan
secara tertulis saya sudah sampaikan walaupun hanya general saja. Ya karena
memang saya tidak aakan memasuki pasal demi pasal Pak, memerlukan waktu
yang lama ya. Terima kasih Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Terima kasih banyak atas masukan-masukan Pak Prof. Gde Panca


Astawa tadi.
Masukan-masukan tadi sangat bermanfaat, sangat tajam, dan itu juga
yang selama ini menjadi pemikiran kita Pak. Jadi hanya yang kita pikirkan ini adalah
timbangan-timbangan implikasinya itu, misalnya tadi soal gagasan supaya dibentuk
hanya tiga komisi sesuai dengan fungsi Dewan, nanti kita kembangkan dengan DIM.
Yakinlah Pak kita akan mengubah ini situasi yang lama yang tidak karuaan ini.
Selanjutnya kami persilakan Prof. Irman Putra.
Kami persilakan.

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Terima kasih Pak Ketua.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, dan


Selamat siang,

Yang kami hormati Ketua dan Anggota Pansus RUU MD3,

Jadi sekedar klarifikasi Pak Ketua, yang profesornya pakai Keppres


dan tunjangan itu cuma beliau saja itu, jadi kalau saya profesornya belum pakai
Keppres dan tunjangan.
14

Yang kedua adalah saya juga merasa teraniaya sama Prof. Panca
Astawa, saya paling tidak suka kalau dipanggil sama beliau, jadi serasa saya
dibentak-bentak terus sama beliau itu, jadi saya bingung mau ngomong apa. Saya
mau fokus dalam pertemuan kali ini tentang DPR dulu, karena saya juga mengamati
lima tahun wajah DPR kita ini. Nampaknya menurut saya di depan jam kita selama
orde baru itu nampaknya belum bangun, belum melek sedemikian rupa, 15 tahun
pasca reformasi ini tentang paradigma kedaulatan rakyat itu bagaimana. Saya kira
lima tahun terakhir ini yang namanya DPR itu boleh dikatakan lembaga yang most
wanted, saya juga heran kenapa orang selalu berpikir ingin melemahkan DPR,
padahal DPR itu adalah satu-satunya institusi yang bisa mengatasnamakan secara
sah dan konstitusional atas nama Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Jadi, saya memilih kemarin di bilik
suara anggota legislatif DPR karena kalau suatu saat saya tidak puas dengan
negara ini maka saya akan datangi anggota DPR yang saya pilih itu atau anggota
DPR yang mewakili daerah saya untuk saya mengadu saya dia gitu. Dan aduan
saya tidak ada tawar menawar dia harus memperjuangkannya di situ. Kira-kira
seperti itu. Tapi kenyataannya bahwa itu tidak bisa berjalan sedemikian rupa, ada
paradigma yang belum berubah dalam proses bernegara kita selama 15 tahun
reformasi ini yaitu proses daulat rakyat itu di mana kedudukannya, di mana
keutamaannya, porsinya dalam sistem bernegara kita yang sedang berjalan. Saya
terkadang berpikir nampaknya ini Paripurna DPR ini bisa berhenti kalau tiba-tiba ada
penyidik mengatakan mau penggeledahan dulu di Paripurna di situ. DPR langsung
bilang kita tidak bisa Paripurna karena ada penggeledahan di situ. Jangan sampai
begini pola pikir yang terbangun dalam sistem bernegara kita.
Fungsi daulat rakyat dalam sistem konstitusi kita adalah fungsi yang
menyeluruh yang merupakan keutamaan di situ. Jadi sub sistem hukum lainnya
seperti pidana itu supporting system bernegara kita. Dia tidak bisa menderogasi
proses-proses daulat rakyat yang sedang berjalan. Tidak bisa dia. Nah, ini
nampaknya belum hidup seperti dalam konsep konstitusional seperti apa yang
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar. Kalau sudah hukum pidana yang bergerak
pokoknya semua negara ini tidur dulu deh. Itu yang terjadi selama ini. Kalau sudah
ada penyitaan di situ, ada penggeledahan, ada pemeriksaan, pokoknya republik ini
diam semua, tiarap semua. Padahal persoalan pidana itu persoalan individu di situ,
persoalan individu yang bersangkutan di situ dan persoalan masih asumsi-asumsi,
bukan persoalan yang pasti. Kan yang namanya tersangka, terdakwa itu asumsi itu.
Ini yang perlu diluruskan. Makanya saya mulai berpikir bahwa paradigma ini dulu
yang mungkin harus dibangun dalam wajah perwakilan rakyat kita.
Undang-Undang MD3 adalah undang-undang yang paling terdepan
menentukan apakah republik ini bisa melakukan akselerasi pencapaian tujuan
negaranya dalam Undang-Undang Dasar 1945 atau tidak. Sebab apa? DPR-lah
yang menentukan semuanya. DPR pemegang kekuasaan pembentukan undang-
undang, sekaligus di situ dalam kepala saya, saya lekatkan juga dia DPR sekaligus
pemegang kekuasaan pengawasan dari pelaksanaan undang-undang itu. Tidak
boleh ada yang lepas dari pengaturan dan pengawasan, pelaksanaan dari undang-
15

undang itu. 15 tahun lalu ketika reformasi 1998, orang tidak percaya yang namanya
institusi-institusi negara, orang tidak percaya namanya presiden, orang tidak percaya
yang namanya parlemen, orang tidak percaya yang namanya kekuasaan
kehakiman. Kemudian ketidakpercayaan itu dilakukan dengan melakukan panetrasi
dalam sub sistem hukum ketatanegaraan kita, diambillah kekuasaan-kekuasaan
presiden itu, diambillah kekuasaan parlemen itu, lahirlah itu yang namanya lembaga-
lembaga negara independen di situ, atas nama independensi pokoknya tidak ada
yang bisa ganggu dia, meski itu lembaga yang elected yang dipilih langsung oleh
rakyat tiap lima tahunan. Itu yang terjadi sekarang. Itu yang terjadi 15 tahun yang
lalu ketika itu lembaga negara ini tidak ada yang dipercaya, tapi saya merenung-
merenung terus ketika itu 10 tahun yang lalu, 15 tahun yang lalu saya benarkan,
dalam perjalanan proses bernegara ini saya merenung terus, nampaknya sekarang
masyarakat itu percaya saja terus kembali kepada lembaga-lembaga kepresidenan
itu. Masyarakat percaya membutuhkan bernama DPR, DPD dan MPR, toh tiap lima
tahun masyarakat berduyun-duyun untuk memilih keanggotaan DPR, MPR itu. ...
masyakat antusias untuk memilih presiden nanti di situ. Artinya bahwa DPR dan
presiden lembaga yang langsung lahir dari daulat rakyat, harus tidak boleh lagi
melepaskan tanggung jawabnya terhadap kepengurusan pengelolaan negara itu.
Kemarin saya ditanya ada salah satu media tentang visi, misi calon
presiden katanya dia akan memperkuat salah satu lembaga, saya bilang tidak usah
pikirin perkuat sebuah lembaga, lembaga itu berpikir memperkuat lembaga yang lain
itu berarti mau melepaskan tanggung jawab, pikirkan saja memperkuat itu
kekuasaan presiden, pikirkan saja memperkuat lembaga daulat rakyat itu di situ,
sebab kita sebagai rakyat itu tempat pengadu kita di situ. Tidak salah dong ketika
misalnya suatu saat saya mendapatkan perlakuan sewenang-wenang oleh negara,
kemudian hak dan kebebasan saya dicabut dengan sesuatu tuduhan pelanggaran
atau kejahatan yang tidak pernah disepakati oleh wakil saya di DPR atas nama
standar moralitasnya dia, saya mengadu kepada wakil saya di situ. Dan wakil saya
itu berhak untuk memperjuangkannya, berwenang untuk memperjuangkannya dalam
kelembagaan DPR yang lebih besar di situ untuk menjalankan fungsi-fungsi
pengawasannya di situ, dan keluarannya saya tidak mau hanya keluar rekomendasi.
Tidak mau saya kalau rekomendasi, kalau rekomendasi saya bisa sendiri ngomong
di media di situ. Apa gunanya saya pilih 550 anggota DPR, keluarnya cuma
rekomendasi saja di situ. Tidak ada gunanya. Saya mau keluar keputusan di situ.
Dan keputusan itu kalau tidak dilaksanakan maka bisa membuat lembaga negara itu
segala produk kekuasaannya menjadi tidak sah gitu. Tidak perlu dia dibubarkan
lembaga kekuasaan itu, tapi segala produk kekuasaannya menjadi tidak sah ketika
dia tidak melaksanakan keputusan wakil saya, keputusan rakyat, keputusan wakil
rakyat yang mewakili seluruh penduduk Indonesia di situ. Jadi apa fungsi-fungsi
pengawasan DPR ini di kepala saya tidak bisa lagi berpikir interpelasi, angket, dan
menyatakan pendapat itu hanya kepada istana di situ, tapi seluruh lini negara dia
bisa melaksanakan fungsi pengawasannya itu. Tidak bisa keluar ... RDP begini,
keluar rekomendasi, sudah selesai. Saya mulai berpikir ngapain kita Pemilu 5 tahun
mahal-mahal biaya kalau keluar begitu saja terus di situ. Tidak bisa begitu. Saya
16

mau DPR memiliki fungsi pengawasan yang kuat. Sebab saya mau hak-hak saya
sebagai warga negara individu, sebagai badan hukum, sebagai bagian dari ...,
bahkan sebagai bagian dari negara itu sendiri dilindungi oleh wakil saya di parlemen
itu. Ini yang perlu dipikirkan.
Makanya saya mulai berpikir saya membaca draft RUU MD3 itu kok
saya menyayangkan kok tidak dielaborasi ini hak-hak interpelasi, angket dan
menyatakan pendapat ini di situ. Bahwa ada degree interpelasi, angket dan
menyatakan pendapat tidak hanya untuk presiden saja, tapi untuk lembaga negara
lainnya khususnya lembaga-lembaga negara yang mengklaim, yang diklaim oleh
undang-undang itu sebagai lembaga negara independen, sebagai lembaga negara
yang tidak memiliki pertanggungjawaban kepada siapapun organ-organ demokrasi
di situ.
Jadi, fungsi pengawasan, fumgsi pengaturan DPR adalah fungsi yang
harus dipikirkan untuk diperkuat dalam revisi Undang-Undang MD3. Saya setuju
adanya badan-badan keahlian yang mulai dibangun di parlemen di situ dalam
rancangan ini. Sebab apa? Terlalu lambat kekuasaan pembentukan undang-undang
ini merespons segala proses pelaksanaan undang-undang di luar sana, di situ.
Terlalu lambat. Bisa jadi karena supporting organ di parlemen ini tidak cepat atau
pendukungnya tidak cepat merespons sehingga para anggota DPR-nya juga tidak
cepat merespons. Tidak usah jauh-jauh Pak, sekarang banyak sekali orang masuk
penjara oleh sebuah aturan yang tidak pernah disepakati oleh rakyat dalam undang-
undang itu, tapi orang masuk penjara karena keterangan-keterangan ahli di
persidangan itu. Karena undang-undang itu tidak jelas muncullah pendapat ahli kiri,
kanan, ini ahli ini, ini ahli ini, masuk penjara orang di situ. Datang lagi hakimnya di
tingkat Mahkamah Agung, terobosan, jadi lagi itu barang, masuk penjara lagi orang
di situ, dan undang-undang itu diam saja terus di situ, tidak ada respon perubahan.
Makanya saya mulai pikir-pikir ke depan itu dalam proses hukum pidana itu
keterangan ahli tidak bisa jadi alat bukti itu di situ. Tidak bisa itu jadi alat bukti
keterangan ahli itu di situ. Karena prinsipnya pemidanaan, prinsipnya warga negara
itu dicabut kebebasannya sebagai warga negara oleh kesepakatan yang mereka
sudah mereka sepakati dan itu tertulis secara tegas, jelas dan ketat di situ. Itu
prinsip di situ. Kalau sudah persidangan ahlinya banyak sekali itu barang tidak jelas
itu. Kalau hukum pidana panggillah ini, panggilan ini, oh berarti undang-undangnya
tidak jelas di situ. Dan ketika ada undang-undang tidak jelas, maka tugas DPR
segera merespons atau memperjelasnya ke depan agar tidak ada lagi korban di situ.
Jangan ada lagi korban di situ. Banyak sekali korban-korban di penjara di situ
dengan semua yang tidak disepakati, hanya berdasarkan standar moral. Tidak bisa
negara ini berjalan dengan standar moral, semangat penyelenggara negara, tidak
perlu ada konstitusi kalau seperti itu, tidak boleh kita memilih, tidak perlu ada kita
memilih wakil rakyat tiap lima tahunan kalau hanya standar kebaikan moral
penyelenggara negara masing-masing di situ, udh jeblosin, udh jeblosin seperti itu.
Dan memang dia keluar dari standar moral, tetapi kita tidak pernah menyepakati itu
sebagai sebuah pelanggaran atau kejahatan yang bisa mencabut kebebasan warga
negara itu, makanya penguatan lembaga DPR di bidang pengaturan itu menjadi
17

penting memang harus dilakukan. Saya mendukung ada dukungan tenaga-tenaga


ahli yang profesional di DPR seperti di dalam rancangan ini untuk mungkin bisa
dielaborasi.
Yang kedua lagi, yang terakhir adalah tentang fungsi pengawasan dari
pelaksanaan aturan undang-undang itu di situ. DPR harus bisa mengawasi seluruh
lini pelaksanaan kekuasaan. Saya pernah mendapatkan pertanyaan dari teman
salah satu anggota DPR, bisa tidak kami melakukan angket terhadap lembaga ini, ini
lembaga ini pokoknya tidak mau sekali disentuh, tidak bisa disentuh ini, kami mau
angket di situ. Saya bilang tidak bisa, karena angket ini untuk presiden, karena
kelasnya ini saya bilang kelasnya bukan kelas 1.000 cc lembaga ini, kelas 750 cc ke
bawah, angkat ini untuk 1.000 cc ke atas. Tapi teman anggota DPR itu bilang iya
tapi dia menaikan sendiri cc dirinya itu jadi 1.000 cc di situ. Saya merenung terus,
benar juga. Tidak mungkin ada lembaga negara yang lepas dari fungsi pengawasan
daulat rakyat yang keluarnya hanya rekomendasi, dilaksanakan atau tidak ya udah
is all right, sedangkan presiden yang elected oleh rakyat bisa berujung pada
pemberhentian ketika dia tidak melaksanakan undang-undang itu. Masa lembaga
negara ini yang tidak elected oleh rakyat tidak bisa berujung apa kek, apa kek. Saya
berpikir tidak usah pemberhentian atau pembubaran lembaga itu, tapi DPR bisa
menyatakan segala keputusan yang diambilnya menjadi tidak sah. Nah udah silakan
saja bekerja tidak sah semua itu seperti itu, bisa ditulis dalam Undang-Undang MD3
ini setelah diberikan peringatan 1, ke-2, ke-3, dia tidak melaksakanan, tidak perlu
panggil paksa, tidak perlu bicara pidana dalam undang-undang ini. Yang ada saya
baca di sini konteks of court pidana, tidak usah itu, tidak penting itu masuk penjara
itu orang itu, malah membebani kita sebagai warga negara, karena kalau kita
penjarakan orang meski satu tahun kita biayai hidupnya di situ, tidak perlu, tapi kalau
misalnya mengabaikan keputusan DPR itu penyelenggara negara atau lembaga
negara maka segala keputusannya oleh undang-undang ini langsung dinyatakan
tidak sah di situ. Jadi tidak perlu lagi paripurna, undang-undang ini saja langsung di
situ. Nah, ini yang kemudian menjadi mandul lembaga ini, pejabatnya tetap saja di
situ, tapi apa keputusan legalitas tidak memiliki, sandaran legalitas di situ. Dasar
legalitas, lembaga negara independen mengeluarkan keputusan melaksanakan
kewenangannya tidak sah semua itu di situ, karena ada proses yang dinilai oleh
DPR dalam degree tertentu bahwa itu melanggar undang-undang. Dan saya sudah
suruh perbaiki, anda tidak perbaiki ini, ini, ini, sorry to say undang-undang bilang itu
dalam 30 hari setelah anda tidak melaksanakan itu otomotis tidak sah di situ. Jadi
tidak perlu lagi ada energi politik untuk paripurna kita setuju atau tidak, tidak perlu
lagi di situ, kita sepakati saja di situ. Karena apa? Kita sebagai warga negara itu
tempat mengadu kita yang sah dan konstitusional itu adalah wakil rakyat kita yang
kita pilih, bukan kepada media, bukan kepada twitter, facebook atau apapun kamera,
bukan di situ. Dan saya paham bahwa kualitas sistem DPR kita ini adalah warisan
ketika hanya berpikir dalam hubungannya dengan sistem presidensial, sementara
sistem ketatanegaraan kita itu, itu sudah tidak jelas bukan hanya di Indonesia,
hampir seluruh dunia semakin tidak jelas itu sistemnya di situ, karena
perkembangan sistem ketatanegaraan. Sekarang kita pilih presiden tiap lima tahun,
18

tapi kekuasaannya juga ternyata tidak banyak, banyak lembaga negara independen
yang lahir. Makanya mungkin di next time pemikiran ke depan, di periode ke depan
DPR dan presiden itu harus duduk bersama untuk kembali memikirkan, mengambil
kembali semua otoritas-otoritas yang diambil ahli oleh undang-undang jaman dulu itu
memalui lembaga-lembaga negara independen itu agar kita nantinya sebagai warga
negara itu bisa gampang di situ, bisa kita bisa menaggih bagaimana fungsi
pelaksanaannya, efektivitasnya dari lembaga negara itu. Sebab apa? DPR kita pilih
langsung oleh rakyat, presiden kita pilih langsung oleh rakyat, kita lekatkan sangat
besar tanggung jawab dari konsekwensi kita pilih langsung oleh rakyat itu.
Jadi saran saya adalah diteliti saja dulu pola hubungan antara DPR
dengan lembaga negara seperti presiden dan jajarannya menteri, diteliti saja juga
hubungan DPR dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang sifatnya independen,
diteliti saja hubungan DPR dengan lembaga-lembaga negara dengan misalnya
badan hukum ya, badan hukum lainnya di situ, jadi bisa saja suatu saat ada
perusahaan tempat saya bekerja kemudian saya merasa dirugikan saya bisa
mengadu kepada DPR perusahaan itu. Dan mungkin entah bagaimana tiba-tiba
DPR secara konstitusional mereka sepakat untuk mengambil tindakan,
mengeluarkan keputusan, ya bisa saja perusahaan itu izinnya diapa, diapa, diapa,
dan/atau apa tidak bisa beroperasi di situ. Itu. Karena saya sebagai rakyat berhak
untuk meminta wakil saya di situ. Ini sesuatu yang tidak biasa tetapi bukan harap,
silakan dipikirkan oleh teman-teman untuk menkreasikannya, sebab prinsipnya
bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan wakil yang kita pilih itu adalah
institusi sah yang mengatasnamakan sedang memegang mandat daulat rakyat itu
untuk kemudian bisa mewakili rakyat itu untuk mengambil langkah-langkah yang
dipikirkan akan membantu mendapatkan, memulihkan hak-hak konstitusional dari
rakyat itu sendiri. Kalau misalnya DPR sudah mulai menjalankan fungsi-fungsi
seperti ini ya pelan-pelan dikreasikan sedemikian rupa, secara kasar tadi saya
katakan maka mungkin nanti orang mulai tidak perlu lagi memenuhi institusi-institusi
kekuasaan kehakiman seperti itu, karena institusi wakil rakyatnya, sebagai wakil
rakyat itu bisa efisien dan efektif. Institusi wakil rakyatnya tidak hanya keluar dengan
rapat-rapat dan rekomendasi, dia bisa keluar dengan keputusan. Keputusan itu bisa
isinya perintah, bisa larangan, bisa saran atau lainnya dan lain sebagainya, dan itu
memiliki konsekwensi yuridis apabila dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
yang bersangkutan. Tapi saran saya tidak usah DPR diperhadap-hadapkan sama
warga negara di situ, karena ada ketentuan di situ kalau warga negara juga dia mau
penjara juga di situ tidak usah, tapi tiga poin itu saja yaitu lembaga negara
pemerintah dan lembaga-lembaga negara independen, badan hukum lain atau
organisasi masyarakat di situ, Ormas, tapi warga negara individu tidak perlu
diperhadap-hadapkan dengan institusi DPR itu sendiri.
Saya kira untuk sementara itu pengantar dari saya Pak Ketua. Lebih
dan kurangnya terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


19

KETUA RAPAT:

Baik terima kasih Prof. Irman atas masukan-masukannya, sangat


bermanfaat untuk kami jika akan membahas rancangan undang-undang ini di tingkat
Panja.
Selanjutnya untuk lebih menghemat waktu saya persilakan teman-
teman anggota untuk menyampaikan. Langsung saja Pak. Silakan mulai asal jangan
lupa waktunya.

F-PG (DRS. KAHAR MUZAKIR):

Saya cuma bertanya Pak.

Pimpinan yang terhormat,


Rekan-rekan anggota Pansus yang kami hormati,
Pak narasumber berdua yang kami hormati,

Mau tanya ini Pak, di sini kan di Undang-Undang Dasar 1945 ada yang
namanya Pasal 20A Pak, ayat (3) tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
hak anggota DPR, salah satu haknya itu adalah hak imunitas Pak. Ini saya
merespon yang tadi Bapak bilang ini, lantas diatur lebih lanjut dalam undang-
undang. Persis seperti tadi Bapak bilang sudah diatur di Pasal 100 berapa ini MD3
ini, 196 Pak, bahwasanya dalam melaksanakan tiga fungsi tadi yaitu pengawasan,
legislasi, dan anggaran anggota DPR itu tidak bisa dituntut di muka pengadilan,
tetapi tidak ada satupun manusia di dunia ini khususnya Indonesia, di planet ini yang
melaksanakan ini, sudah diatur. Kan pasal 20 ayat (3) itu menyatakan ayat (4)-nya,
20 ayat (4) itu ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang, persis seperti
yang Bapak tadi bilang, Pak Irman tadi bilang, tapi undang-undang ini, Undang-
Undang MD3 itu Pak tidak ada sanksi terhadap orang yang tidak ikut, tidak mau
turun. Dan undang-undang itu juga tidak membatalkan ketentuan undang-undang
lain yang sebetulnya sebagaimana diatur di dalam undang-undang itu, sehingga dia
ke mana-mana. Jadi undang-undang itu undangan Pak, betul-betul undangan. Saya
bacakan saja bunyinya agar ini memberikan inspirasi yang saya sangat tertarik tadi,
“anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun
tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPR ....”. Tapi kan kenyataannya seperti Bapak bilang
tadi kan, nah kenapa bisa terjadi itu? Saya ingin petunjuk Pak dari Bapak berdua
bagaimana supaya ini berlaku di republik ini.
Termasuk juga yang Bapak bilang tadi masalah pengawasan, kalau
dinyatakan bertentangan dengan undang-undang orang itu 30 hari itu dinyatakan
tidak berlaku tapi didengar, dilaksanakan oleh republik ini. Kan yang tidak mau
melaksanakannya bukan kita Pak, yang tidak mau melaksanakannya itu orang lain
di republik ini. Barangkali bisa juga sesuai dengan fungsi yang tiga tadi kalau dia kita
20

bilang salah bertentangan dengan undang-undang, tidak dilaksanakan, seminggu


kemudian anggarannya tidak dikasih. Seminggu kemudian kan tutup dia tidak bisa
dapat gaji. Tetapi bagaimana supaya undang-undang ini berlaku di republik ini. Itu
persoalannya Ketua seperti inilah. Ini kan sudah ada ini Pasal 196, tetapi di undang-
undang ini tidak ada sanksi, di Undang-Undang MD3 ini Ketua. Tidak ada sanksi. Di
penutupnya tidak membatalkan undang-undang lain yang kalau sudah diatur di
undang-undang ini. Itu persoalannya. Biasanya undang-undang itu baru menjadi
berharga kalau saya baca undang-undang itu kalau dia ada sanksinya. Sudah ada
sanksinya. Undang-undang itu di Bab Penutupnya menyatakan “segala sesuatu
yang telah diatur dalam undang-undang ini apabila diatur dalam undang-undang lain
maka undang-undang tersebut menjadi tidak berlaku lagi”. Kan ini khusus mengenai
DPR, yang kita sangat sependapat berapa trilyun kita untuk Pemilu dipilih langsung
sama rakyat. Yang punya mandat rakyat itu kan cuma DPR sama presiden,
selebihnya kan tunjuk-tunjuk saja, tuding kanan, tuding kiri. Nah, itu dia yang tadi
Bapak bilang kan? Makin lama makin yang ditunjuk banyak makin berkuasa. Dan itu
juga minta tolong Pak, Bapak-bapak kan ahlinya bagaimana itu menghalangi yang
ditunjuk makin berkuasa. Baru saja Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan hak
budget DPR oleh Mahkamah Konstitusi karena takut ketok saja, tidak ada lagi. Kan
itu aneh. Satuan Tiga itu bukanlah sarang korupsi, satuan tiga itu untuk mencegah
korupsi karena kita harus tahu apa yang mau dibeli. Kan itu apa yang mau dibeli.
Pemerintah mengajukan 100 milyar, Bapak mau beli apa? beli ini, ini. Standarnya
mana? Kan begitu cerita satuan tiga itu. Itu. Bukan sarang korupsi. Satuan tiga itu
adalah besaran-besaran belanja itu untuk keperluan apa. Kalau itu tidak dibahas jadi
sarang korupsi dia. Bapak minta saja anggaran 100 milyar setuju atau tidak setuju
ketok saja, besok Bapak ubah 100 milyar itu dari beli tanah jadi beli mobil, jadi beli
apa segala macam. Nah, kalau dia sampai satuan tiga tidak bisa seenaknya
mengubah mata anggaran itu. Pak Arif bisa diawasi, kenapa Saudara ubah?
Celakanya itulah tadi Pak, ada institusi yang keputusannya tidak bisa dicegah lagi di
republik ini namanya Mahkamah Konstitusi yang dia tidak tahu, saya yakin hakkul
yakin Bapak-bapak itu tidak mengerti urusan yang namanya satuan tiga itu. Berarti
dia tidak mengerti, seumur hidup dia tidak tahu. Satuan tiga itu adalah besaran
belanja dan standar belanja kenapa jadi 100 milyar, kenapa jadi 1 trilyun. Itu. Kalau
beli kertas berapa banyak. Kalau beli mesi foto copy berapa banyak, standarnya
mana, yang mengeluarkan standarnya siapa, baru anggarannya bisa disetujui, dan
baru bisa diawasi. Nah, karena tidak tahu ketok. Itu habis sumber korupsi hilang.
Padahal dengan tidak dibahasnya satuan tiga sumber korupsi jadi merajalela itu.
Jadi itu Pak.
Jadi yang menarik saya itu bagaimana yang diperintahkan oleh
Undang-Undang Dasar ini. Undang-Undang Dasar ini Pak. Kalau teroris dibunuh
mati itu, ditembak tanpa ditanya itu karena melanggar Undang-Undang Dasar saya
kira menjadi teroris. Nah, ini orang melanggar Undang-Undang Dasar seenaknya ini
bagaimana ini ceritanya, Bapak-bapak kan lebih ahli kami mau tanya itu Ketua.
Bagaimana membuat dalam pasal ini Undang-Undang MD3 ini bunyinya, mulai dari
bunyinya, mungkin bunyi yang ini salah Pak. Kami minta tolong Bapak yang ahli-ahli
21

ini bunyi pasal itu bagaimana, kemudian apa perlu sanksi atau tidak, ketiga itu
apakah penutup undang-undang itu berhak membatalkan undang-undang lain di luar
yang undang-undang ini. Nah itu, karena saya tidak paham Pak tentang itu. Tetapi
kalau saya baca undang-undang tidak ada sanksi itu Undang-Undang MD3, undang-
undang penutupnya tidak menyatakan batal undang-undang yang diatur oleh
undang-undang lain itu Undang-Undang MD3, jadi maka jadilah dia undangan, boleh
orang hadir, boleh tidak hadir Pak kalau undangan, fakultatif. Nah, kepada Bapak
berdua kita minta tolong ini Pak, tidak usah banyak-banyak Pak, yang kami minta
tolong itu kalau hak imunitas ini saja Bapak terjemahkan tidak ada lagi anggota DPR
ini yang takut, bisa dia seperti Bapak bilang tadi satu saja anggota Kongres di
Amerika itu Pak, itu berteriak perang Amerika lawan negara orang lain, kami tidak
setuju warga negara saya bernama si DD ditangkap, harus dibebaskan, tukar itu
dengan tawanan di Afganistan, itu Al Qaeda untuk mengeluarkan warga Amerika.
Satu. Saya sependapat sama Bapak, karena orang itu dipilih sama rakyat. Nah, di
sini tidak berlaku itu Pak. Tidak berlaku. Nah, bagaimana supaya ini berlaku, tolong
kami dikasih tahu, karena tidak ada gunanya titik, koma banyak sekali ada 629 DIM,
DAM, DIM, DUM, kalau Bapak-bapak isinya masih seperti ini. Tenaga ahli tadi juga
tidak ada gunanya Pak, cukup kita mengurus hak imunitas, kalau di sana itu Pak, di
Kedutaan sana tidak ada kalau orang yang masuk ke kedutaan itu boleh, tembah
mati, kalau saya nonton di film itu, karena dia kan hak imunitas sebagai diplomat.
Nah, ini hak imunitas sebagai anggota DPR tadi Bapak sudah merefer karena
Paripurna pun ada orang menggeledah berhenti itu Paripurna. Jadi minta tolong Pak
Bapak berdua saya anggap kita undang ini sebagai ahli kami, tiga saja fungsi yang
Bapak sebut tadi ya pengawasan itu kalau dia bilang melanggar undang-undang
dinyatakan tidak berlaku, tapi dinyatakan tidak berlaku itu diikuti oleh lembaga lain,
di lembaga pengadilan, peradilan, yang penegak hukum laini termasuk presiden
menyatakan iya, kenyataanya kalau presiden mau nurut kan undang-undang ini
kalau tidak ditandatangani pun oleh presiden 30 hari itu dinyatakan berlaku kan
berlaku. Dan pernah terjadi waktu siapa kemarin itu anggota, pernah terjadi tidak
ditandatangani oleh Presiden Megawati, ini tetap berlaku. Nah, masalahnya yang ini
tidak ada yang memberlakukannya Pak. Nah, bagaimana minta tolong nanti, tolong
Pak Ketua, dengan Bapak Ahli ini, mungkin ahli yang lain lagi tambah lagi supaya ini
undang-undang ini jadi berlaku, undang-undang ini tidak berlaku untuk orang lain,
tidak mengikat warga negara yang lain Pak. Jadi undang-undang kita ini ya untuk
apa payah-payah, termasuk ada 629 DAM, DIM, DUM itu, untuk apa membahas itu,
tiga itu saja Pak, kekuasaan yang tiga itu, fungsi yang tiga itu pengawasan, budget,
dan pembuat undang-undang. Pasal 20 ayat (3) itu Ketua, ini “Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang, maknanya apa sih?
Kami tidak tahu Pak itu. Tapi di sini bunyinya kalau dibaca “memegang kekuasaan”,
itu kalau memegang kekuasaan berkuasa. Iya kan? Tapi bentuk sehari-harinya itu
kekuasaan itu tidak ada itu, ini Undang-Undang Dasar 1945, saya cuma baca ini
saja, kalau diterjemahkan ke pasalnya Pak Ketua minta tolong para ahli-ahli ini dan
kemudian itu berlaku itu, ini bakal ada nada-nada aman Pak itu, yang Bapak bilang
tadi itu setiap lima tahun rakyat itu memilih sebagai hakim kau boleh, kau tidak
22

boleh, kau terpilih, kau tidak terpilih, pakai biaya negara diakui secara internasional,
tetapi produk itu, produk itu jadi namanya anggota DPR itu akhirnya tidak ada
gunanya. Tidak ada gunanya. Saya ini anggota DPR Pak tetapi tidak ada gunanya,
lebih berguna itu, itu orang jual sayur di pinggir jalan itu. Oh iya, karena tidak ada
hak-hak kita ini Pak Benny.
Jadi oleh karena itu, itulah Bapak. Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.


Sekarang pukul 12.00 WIB saya mohon perstujuan kita perpanjang
setengah jam lagi ya, pukul 12.30 WIB ya?

(RAPAT : SETUJU)

Ya, silakan.

F-PAN (A. RISKI SADIG):

Terima kasih Pimpinan.

Rekan-rekan Anggota Pansus,


Pak Gede dan Pak Irman,

Saya kira saya mau menggarisbawahi satu kalimat yang itu kemudian
mempunyai implikasi terhadap seluruh materi yang tadi sempat disampaikan tentang
dalam “pelemahan institusi DPR”. Ini kalau mau membahas itu kan seperti telor
sama ayam gitu kan, yang salah duluan ini yang mana kita tidak tahu.Tapi ini kondisi
hari ini apakah fondasi-fondasi ketatanegaraan kita menjadi rusak pasca
amandemen sehingga kemudian menjadi komplikasi seperti sekarang. Tapi kita
berpijak pada hari ini dan kita memandang harus berjalan ke depan. Jadi saya kira
saya ingin menggarisbawahi tentang persoalan pelemahan lembaga legislatif
sehingga apa yang disampaikan rekan saya Pak Kahar tadi berkaitan dengan tiga
fungsi DPR yang sebagai salah satu lembaga yang merepresentasikan kedaulatan
rakyat ini, itu kemudian menjadi tidak punya makna yang kemudian implikasinya
menggelinding terlalu jauh sehingga kemudian ini, ini dari berapa fraksi yang ada di
sini tapi yang hadir cuma empat orang misalnya, karena kita menyadari bahwa
produk apapun yang kita hadirkan toh itu pada akhirnya juga bisa dilemahkan dalam
bentuk apapun, salah satunya yang tadi, produk undang-undangnya sudah bagus
dilemahkan di Mahkamah Konstitusi. Rekomendasi-rekomendasi yang berpihak
kepada kepentingan masyarakat katakanlah misalnya saya kebetulan pernah di
Komisi IX yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, memperjuangkan tentang
23

kepentingan buruh, reaksi-reaksi buruh, persoalan outsourcing, BUMN yang tidak,


sampai dibawa ke paripurna pun tidak ada yang bisa kita lakukan untuk membela
kepentingan masyarakat dalam hal ini. Ya mentah juga kalau tidak dijalankan oleh
pemerintah, dan pemerintahnya jalan-jalan saja gitu.
Sehingga fungsi pengawasan pun menjadi rapat rutinitas yang
kesannya ya hanya menjadi momok dalam jangka waktu 4-5 jam di dalam ruang
forum-forum komisi, setelah pulang ya sudah. Bahkan kalimat-kalimat sederhana
yang kemudian muncul di toilet-toilet, mohon maaf saya sampaikan juga ini, ini
sekaligus curhatlah supaya sebagai pakar tata negara apa yang disampaikan Bang
Kahar tadi itu benar, kami mungkin pintar bicara, tapi kita tidak tahu bagaimana
menata ini dengan baik sehingga mungkin kawan-kawan muncul lembaga legislatif
yang dipenuhi dengan ahli-ahli hukum yang memang harus menata titik, komanya,
konsekwensinya dan lain sebagainya itu perlu ada pendampingan karena bagi kami
denyut di tengah-tengah masyarakat yang masuk ke handphone kita setiap saat
puluhan ribu pemilih-pemilih kita ini dengan segala persoalannya itu kita sampaikan
di dalam ruang parlemen, tidak pernah bisa kemudian kita aplikasikan secara
maksimal.
Dalam joke-joke singkat misalnya setelah rapat komisi yang berdebat
berkepanjangan entah itu masalah anggaran, entah itu masalah pengawasan atau
yang lain-lain, kemudian pemerintah dalam hal ini kementerian ataupun lembaga
yang menjadi mitra kita, lalu kemudian secara joke sudahlah dengarkan saja, keluar
kuping kiri, keluar kuping kanan, toh lima tahun sekali belum tentu mereka terpilih
lima tahun yang akan datang. Ini adalah lembaga puluhan tahun birokrasi yang akan
berkesinambungan. Sehingga ini seperti menjadi joke apa yang kita suarakan itu ya
sudahlah kita anggap saja tutup telinga, entar 4 jam, 5 jam kita pulang ke kantor
selesai, rekomendasi tidak perlu dilaksanakan.
Saya tertarik dengan apa yang disampaikan Pak Irman tadi itu kalau
kemudian ada sanksi dalam setiap pengambilan keputusan yang kita lakukan, lalu
kemudian sanksi itu tidak dijalankan wasitnya siapa kira-kira? Ini juga penting, kan
tidak mungkin juga DPR menjadi wasit, karena kita bukan eksekutor, kita hanya
lembaga politik yang bisa memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintah,
kementerian/lembaga bisa memberikan pengawasan dan bisa membuat hak
pembuat undang-undang. Lalu siapa yang akan menindaklanjuti apabila semua
keputusan-keputusan DPR itu kemudian dilanggar oleh mitra-mitra.
Kemudian yang berikutnya adalah persoalan tadi yang disampaikan
oleh Pak Kahar berkaitan dengan hak budget, itu yang dipersoalkan adalah Undang-
Undang tentang Keuangan Negara, seandainya di dalam Undang-Undang MD3 lalu
kita masukan kembali, ini juga urusan tata negara, sejauh mana fungsi Undang-
Undang MD3 ini dengan Undang-Undang Keuangan Negara yang dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi. Karena bagi kami fungsi budget itu menjadi tidak ada artinya
sama sekali begitu ruang untuk kemudian mengkritisi dan menelaah tentang
kebutuhan-kebutuhan pemerintah dan seluruh lembaga-lembaga pemerintahan itu,
lalu kemudian tidak bisa kita lihat cuman hanya ruang setuju dan tidak setuju, lalu
apa yang mau kita lihat? Kalau kita tidak setujui dianggap kemudian kita ini
24

menghalang-halangi program-program masyarakat yang berhubungan dengan


kepentingan masyarakat, kalau disetujui kita tidak tahu kemudian apa yang dibuat
dengan anggaran yang dipakai itu. Contoh sederhana, ini perlu contoh kasus Pak
saya kira yang kemudian sempat menjadikan polemik berkepanjangan entah di
twitter, di TV, di koran dan lain sebagainya, persoalan optimalisasi misalnya,
bayangkan di dalam sebuah rapat Badan Anggaran yang merupakan itu hak budget,
hak DPR misalnya, kalau kemudian kita menemukan sebuah kebijakan subsidi
kepada lembaga-lembaga ke badan usaha yang sudah go publik, perusahaan-
perusahaan besar, Gudang Garam, Maspion dan lain sebagainya itu, lalu kemudian
kita lihat ada subsidi listrik di situ yang menurut kita tidak pas perusahaan badan
usaha go publik disubsidi oleh pemerintah. Di situ fungsi DPR berjalan, kita bisa
melihat, karena sampai dengan ke dalam kita bisa lihat. Tapi kalau di permukaan
saja mana kita tahu uang itu digunakan untuk mensubsidi apa, karena kita tidak
pernah bisa tahu digunakan untuk subsidi di level satuan tiga. Itu salah satu untuk
undang-undang, untuk budgeting dan untuk pengawasan.
Dari sudut pandang undang-undang saya juga ingin mendapatkan
masukan, tadi saya setuju bahwa memang mungkin tidak hanya, mumpung ini
Undang-Undang MD3 Ketua, karena ini adalah undang-undang yang mengatur
tentang kita, kalau bisa mungkin kita perlu didampingi oleh banyak ahli-ahli ini dalam
mneyusun MD3 karena supaya ini, ini kan ibunya DPR menurut saya, ibunya
lembaga daulat rakyat kalau bahasanya Pak Irman supaya kita bisa diatur bersama-
sama dan juga kalau perlu kita memohon kepada para pakar-pakar, ahli-ahli ini
untuk juga kalau ada wacana di luar ini juga dibantu juga kita untuk kemudian
meluruskan pemahaman-pemahaman yang sengaja membelokkan tentang lembaga
legislatif. Kami, saya atas nama pribadi juga ingin menyampaikan bahwa tidak
kemudian DPR ini lalu kemudian tempatnya malaikat yang tidak mungkin salah
terhadap seluruh persoalan-persoalan yang kewenangan-kewenangan yang kita
punyai, tapi menurut kita lembaga ini adalah lembaga negara yang perlu kita jaga
bareng-bareng karena kita ingin melahirkan sesuatu yang baik untuk masa yang
akan datang. Kalau seandainya apa yang kita mau bentuk ini sudah kita akan
gerogoti sendiri, kita bakar sendiri, kita rusak sendiri dengan segala hal yang produk-
produknya tidak lagi diakui kemudian kewenangan-kewenangannya dipreteli dan
begitu seterusnya, maka kita akan kembali ke zaman yang dulu pernah kita
persoalkan bahwa ada satu lembaga yang kemudian daulat rakyat DPR ini menjadi
sekedar lembaga-lembaga stempel yang tidak kemudian punya hak apapun juga.
Saya kita ini penting buat kita semua dan yang paling simple saya ingin juga
bercerita betapa tidak punya harganya kita di luar negeri sebagai perwakilan daulat
rakyat, anggota DPR RI yang mempunyai hak imunitas yang kalau orang sana
datang ke sini jangankan lembaga senat, kongres ataupun pemerintah-pemerintah di
luar negeri, pemain bola asing saja kita elu-elukan yang sangat luar biasa, kita kalau
di sana hanya dengan, mohon maaf ini tidak melebihkan lagi-lagi, hanya
bermodalkan passport biru yang setara dengan perjalanan-perjalanan dinas biasa
kita harus juga mengantri yang sama seperti masyarakat yang umum, sementara
kalau mereka ke sini, nah itulah perbedaannya.
25

Saya kira ini adalah simbol-simbol negara yang ber-partner dengan


negara luar yang saya kira kalau saya mencoba untuk perjalanan kita di beberapa
negara-negara DPR-DPR ataupun legislatif yang ada, saya kita DPR kita yang
paling demokratis yang kita baru buka pintu di ruang kerja kita sudah siapapun bisa
nonggol entah itu teroris, entah itu wartawan, entah itu siapapun, pembunuhpun
mungkin bisa masuk, kita tidak tahu di depan ruangan kita langsung bisa datang
tanpa ada proteksi apapun terhadap anggota-anggota katanya menurutnya undang-
undang mendapatkan imunitas. Ini bukan persoalan masalah kemudian kita ingin
diperlakukan istimewa tapi saya kira ini menjadi penting buat kita semua, lembaga
ini terlalu terbuka, lembaga ini terlalu tidak steril, lembaga ini kemudian di setiap
lorong ada orang duduk-duduk yang kita tidak tahu siapa orang itu yang bisa setiap
saat mungkin dalam jangka waktu yang panjang bisa saja itu teroris-teroris yang
nempel di pojok-pojok yang security-nya tidak pernah berjalan secara maksimal.
Saya kira itu dari hal DPR.
Yang terakhir untuk masalah DPRD Pak, Pak Panca tadi menyoroti
begitu panjang, memang banyak masukan juga dari kawan-kawan mereka juga
mengalami sebuah proses yang hampir sama dengan kami-kami ini, dipilih secara
langsung, berkomunikasi dengan masyarakat, mencoba menyakinkan dan
membangun komunikasi politik dengan masyarakat, tapi posisi mereka berada
seakan-akan berada di bawah pemerintahan daerah, dalam hal ini gubernur,
walikota, bupati. Walaupun tidak bisa disejajarkan sebagai pejabat negara
setingganya posisi mereka sebagai pemerintahan daerah itu posisinya adalah sama
sejajar karena mereka juga harus melakukan pengawasan dalam rangka otonomi
daerah, pengawasan terhadap eksekutif di tingkat provinsi, eksekutif di tingkap
kabupaten/kota, bagaimana menata ini. Kita juga kebingungan, kita juga tidak tahu
bagaimana cara menata posisi DPRD sehingga mereka juga mempunyai ruang yang
sama tidak harus sama persis seperti apa yang kita miliki karena memang DPR
tingkat pusat berbeda dengan provinsi dan kabupaten, tapi setidaknya fungsi
pengawasan yang mereka lakukan, kontrol yang mereka lakukan di tingkat provinsi,
kabupaten/kota juga bisa berjalan secara efektif.
Saya kira itu, terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Baik, silakan Pak Saan.

F-PD (SAAN MUSTAFA):

Ya terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ketua yang saya hormati, Anggota Pansus, dan narasumber yang saya
hormati,
26

Saya sudah menyimak apa yang disampaikan oleh dua narasumber


terkait dengan masukan dalam menyusun perubahan Undang-Undang MD3 ini. Ada
satu, beberapa hal yang ingin saya coba tekankan, pertama ini menyangkut
bagaimana mengembalikan martabat dan wibawa DPR, yang dalam-dalam ini saya
pribadi misalnya, ini mengalami sebuah proses deligitimasi yang di publik terutama
itu begitu besar, keberadaan anggota DPR itu tidak hanya aggotanya termasuk
institusinya, lembaganya, itu kan mengalami proses yang ya deligitimasi lah, the
moralitas lah. Jadi tidak ada wibawa, tidak ada martabatnya itu benar-benar seperti
mengalami sebuah kerusakan ketika berhadapan dengan publik atau institusi-
institusi lain. Nah saya ingin bagaimana dalam proses penyusunan ini kewibawaan
dan martabat institusi DPR baik anggotanya pun itu bisa kembali pulih dan itu benar-
benar bisa ketika kita berinteraksi dengan lembaga-lembaga lain, berinteraksi di
publik dan sebagainya itu benar-benar punya hal yang seperti itu. Itu satu hal.
Yang kedua, saya juga ingin bahwa tadi proses pelemahan, itu kan
selalu ketika bicara soal penguatan demokrasi, DPR itu kan salah satu institusi
demokrasi, pilar demokrasi juga, lembaga demokrasi. Kalau kita ingin menguatkan
demokrasi itu kan tentu DPR juga harus diperkuat, tidak bisa diperlemah. Tapi kan
upaya-upaya perlemahan terhadap anggota DPR, terhadap DPR itu kan kuat sekali,
kan itu. Nah, ini juga persoalan kedua yang ingin saya inikan.
Nah, yang berikutnya yang ingin saya coba inikan terkait dengan soal
pembahasan undang-undang ini, tadi disampaikan bahwa undang-undang ini kan
tidak hanya mengikat secara internal, mengatur, internal DPR, tapi juga mengatur
interaksi antara DPR dengan lembaga-lembaga yang lain, tidak hanya mengikat
terhadap anggota DPR saja tapi juga bisa mengikat terhadap lembaga-lembaga
negara yang lainnya melalui undang-undang ini yang tentu. Tadi misalnya Pak Irman
mengatakan bahwa bagaimana keputusan-keputusan DPR itu tidak hanya bersifat
rekomendasi, tapi juga bisa mengikat, bahkan bisa memberikan tadi sanksi.
Implikasinya itu implikasi yang jelas terhadap lembaga yang tidak menjalankan ini
tadi. Nah, maka bentuknya itu tidak hanya rekomendasi tapi sebuah keputusan
bersama yang mengikat secara bersama-sama apabila lembaga itu tidak
menjalankan kesepakatan bersama itu akan mendapatkan sanksi itu tadi. Nah, kalau
kita lihat misalnya rapat-rapat kita di komisi dengan mitra kerja kita itu kan kalau
misalnya kesimpulan, setiap rapat itu kan diakhiri dengan kesimpulan, kesimpulan
itu kan hanya rekomendasi, yang kalau kita rapat kerja berikutnya kita sudah lupa
dengan rekomendasi itu. DPR komisinya lupa, apakah itu akan ditanyakan kembali
rekomendasi itu, dan mitra kerja kita juga lupa apakah sudah menjalankan
rekomendasi itu atau tidak. Akhirnya sama-sama tidak peduli. Karena itu tadi, karena
memang di akhir rapat itu yang dibicarakan cuman kesimpulan, kesimpulan itu tidak
mengikat, tidak memberikan efek apapun, tidak memberikan dampak dan implikasi
apapun. Nah, bagaimana misalnya ke depan rapat-rapat kerja dengan mitra kerja
terkait dengan fungsi tadi yang disampaikan oleh Pak Gde itu, legislasi,
pengawasan, anggaran, itu ketika misalnya itu dibahas itu benar-benar bisa
27

memberikan dampak yang mengikat terhadap semua lembaga itu. Nah, tentu kami
dari Pansus ini ingin mendapatkan masukan yang lebih rigid, lebih tidak hanya
dalam bentuk yang lebih ini ya, tapi ingin lebih rincilah. Nah, ini misalnya Pak Irman
tadi mengatakan apa sih bentuk yang mengikat itu. Misalnya kan ada tadi misalnya
hari ini kita ada 11 komisi dengan berbagai mitra kerja masing-masing, selalu ada
rapat kerja, selalu setiap rapat kerja misalnya Komisi III dengan KPK, dengan
Kepolisian, itu selalu diakhiri dengan pembahasan kesimpulan. Kesimpulan dibahas
secara bersama-sama. Ditanyakan kepada mitra kerja kita setuju tidak dengan
kesimpulan ini. Mereka setuju. Ketika kesimpulan itu diambil secara bersama-sama
toh tidak ada apapun, tidak diikuti dan dijalankan. Hilang begitu saja. Kan begitu
Pak. Nah, bagaimana supaya ini benar-benar ini kan.
Itu saja barangkali yang ingin disampaikan.

KETUA RAPAT:

Pak Harry.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, S.H.):

Terima kasih.
Terima kasih Ketua dan yang terhormat para anggota dan narasumber.
Saya mungkin sebagian sudah ditanyakan tapi paling tidak saya ingin
meminta gambaran dari Bapak-bapak narasumber. Tadi Bapak sependapat
kayaknya ya sama kita kayaknya kita ada penguatan atau marwah pada parlemen.
Nah, tatanan ketatanegaraan ini tidak ada lembaga tertinggi negara Pak, jadi
harusnya check and balances kan Pak ya. Artinya apakah mengarah kepada
kekuatan legislatif saja, sementara eksekutif kan juga, kita lihat sistem presidensil
kan Pak, artinya bukan saya berpihak kepada eksekutif, kalau legislatif diberi
kekuatan full power apakah nanti eksekutif jadi susah menjalankan. Ini juga harus
Bapak pikirkan. Artinya begini, tadi Pak Irman kalau tidak salah kan yang
mengatakan bahwa hak angket itu tidak hanya diberikan kepada presiden, kepada
lembaga di bawahnya, saya mengerti, mungkin maksudnya, mudah-mudahan saya
salah, KPK dan MK barangkali Pak ya. Ini terus terang Pak kita punya persoalan
juga kalau di Komisi III ini khsususnya dengan KPK. Tadi seperti yang disampaikan
oleh Pak Saan kesimpulan apapun yang kita buat dengan KPK biasanya susah.
Susah mereka tidak jalankan, kita juga tidak bisa apa-apa juga. Dan kayaknya
hubungan KPK dengan Komisi III akhir-akhir ini agak kurang harmonis. Artinya dia
sering tidak datang, kita juga tidak bisa apa-apa. Ini agak berbeda dengan yang
pertama maksud saya begini kalau yang pertama tadi kaitannya dengan kekuasaan
presidensil, jadi apakah penguatan pada parlemen ini sehingga menghambat atau
menghalang-halangi jalan efektivitas dari presidensil atau bagaimana. Itu yang
pertama Pak.
Tadi kaitannya dengan KPK, pertanyaan saya maksudnya apakah tadi
yang dimaksud oleh Pak Astawa atau Pak Irman tadi yang soal hak angket, oh Pak
28

Irman, hak angket presiden ini, hak angket ini kepada lembaga negara lain juga bisa,
nah kalau ini bisa diberikan kepada, menurut saya kesimpulan sementara
ketatanegaraan yang ada kekuatan bertumpu dua Pak, yudikatif itu pada MK Pak,
sudahlah undang-undang yang dibuat apapun oleh 560 itu bisa habis di sana Pak,
sementara kita tidak bisa mengontrol Pak, memang kita hanya sifatnya konsultasi ke
mereka, kita tidak bisa Pak. Pernah waktu itu MK datang ke kita dalam rangka
putusan apa saya lupa ya kepada Ketua DPR didampingi oleh kita semua, ya
sifatnya konsultasi saja Pak. Dan ketika pertanyaan didesak kenapa putusannya
begini-begini-begini, dia bilang wah ini sudah masuk ranah kami, tidak bisa anda
masuk ke situ, tapi silakan anda terjemahkan sendiri. Nah, jadi kita punya kebuntuan
juga Pak. Nah, maksud Bapak-bapak apakah ini juga kita, artinya hak angket tadi
Pak Irman tadi bisa kita tunjukan kepada MK atau hanya kepada pembantu presiden
saja? Sebab kalau tidak susah juga Pak, habis nanti di MK Pak. mungkin bukan MK-
lah, aArtinya ada suatu instansi yang menurut saya kuat yaitu MK dan KPK. KPK
dalam rangka penyelidikan dan penyidikan, sudah Pak, harga mati itu Pak, tidak ada
SP3 Pak kalau KPK Pak.
Kaitannya dengan penjelasan Pak Astawa tadi soal hak budget, saya
setuju Pak, tetapi dalam halnya anggota Dewan memang masuk ke ranah atau
mungkin dia tidak bicara soal dia tetap melaksanakan hak budgetnya tapi ketika dia
cawe-cawe tadi yang seperti dikhawatirkan oleh Bapak tadi itu bisa jadi korupsi juga
Pak. Nah, maksud saya barangkali yang tadi dimaksud oleh Pak Astawa konsentrasi
kepada Sekjen barangkali ya. Ini contohnya Pak, kalau keluar negeri Pak itu yang
disorot Dewan Pak, anggota Dewan, padahal itu semua itu tinggal jalan Pak, yang
menyiapkan dari kesekjenan dan segala macam, kalau mau diperiksa Sekjennya,
jangan anggota Dewan yang disalah-salahkan ini loh. Ini sudah harga mati Pak,
anggota Dewan kalau berangkat ke luar negeri itu sudah paket Pak, lump sum
sekian, sudah. Terus terang sebenarnya, mohon maaf ini saya agak kritik saya
sendiri pernah beberapa kali melakukan ke luar negeri itu tidak masuk akal Pak,
dengan angka sekian kita kalau pakai tour travel sendiri itu bisa lebih murah
daripada itu, tapi kita tidak bisa apa-apa. Nah, kenapa juga tidak masuk ke sana,
masuknya ke kita, kok Dewan yang disalah-salahkan. Dewan seolah-olah
menghabiskan uang negara, bukan Dewan, Dewan itu cuma berangkat, kita tidak
bisa dalam posisi tawar, itu tidak bisa Pak. Nah, saya setuju dengan Pak Astawa
kalau mau masuk ke Sekjen saja. Nah, kalau Dewan itu dalanm konteks hak budget
itu masih bisa ngomong Pak.
Ya begitu Pak yang saya tanyakan tiga hal tadi Pak, soal apakah
marwah parlemen diperkuat yang akan menghambat atau mengecilkan eksekutif,
tidak benar juga kan kalau begitu Pak, presidensil tidak bisa jalan dong kalau begitu
ya. Yang kedua tadi yang soal hak angket, yang ketiga soal tadi hak budget.
Terima kasih Pak.
29

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Pak Harry Witjaksono yang telah menyampaikan


pertanyaan.
Saya dari meja pimpinan juga mengajukan pertanyaan mumpung ada
para ahli di sini. Yang pertama apakah Dewan dalam Undang-Undang MD3 ini boleh
menambah tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat, menambah
kewenangan dan tugas DPD, meskipun tugas-tugas itu tidak dicantumkan dalam
konstitusi misalnya salah satu tugas MPR yang kita kasih adalah melakukan
sosialisasi Pancasila, melakukan sosialisasi, apalagi yang lain, jadi sudah nambah-
nambah sebenarnya dia empat pilar atau apa namanya.
Kemudian yang kedua tadi itu mempertegas tadi pertanyaan apakah
setiap rekomendasi itu punya bentuk hukumnya. Bentuk-bentuk hukum rekomendasi
itu kayak apa supaya nanti bisa dijalankan. Selama ini bentuknya adalah rapat kerja
dengan pemerintah, kesepakatan adalah kesimpulan rekomendasi, dalam
prakteknya banyak rekomendasi yang telah kita sepakati bersama tadi tidak
dijalankan oleh pemerintah. Bahkan kalau rekomendasi itu misalnya untuk menjual
aset, BUMN untuk menjual aset pemerintah menurut undang-undang membutuhkan
persetujuan Dewan, pemerintah mengajukan permohonan rencana penjualan untuk
disetujui Dewan, Dewan menolak, tetapi pemerintah tetap menjual itu. Banyak kasus
Pak. Makanya saya bilang ini tidak jelas ini DPR ini apa ini lembaga ini. Yang heran
lagi ada, sejumlah kelompok yang terus menerus kerjanya mendelegitimasi di
Dewan, memperlemah ini Dewan. Ini tidak tahu bahwa misinya siapa.
Nah, inilah oleh sebab itu mengapa di dalam usul inisiatif itu ada norma
yang isinya kalau pemerintah tidak jalankan rekomendasi kita kasih sanksi, malah
sampai sandera segala macam. Suasana kebatinannya adalah seperti itu.
Yang kedua undang-undang juga menegaskan Dewan dalam
melaksanakan hak-haknya memanggil mitra kerjanya, kan begitu Pak. Tetapi ada
mitra kerja yang tidak mau datang. Ini tidak mau datang Pak. Dulu waktu saya
memimpin komisi oke you tidak mau datang kita tidak mau bahas anggaran. Tetapi
ketika kita tidak mau bahas anggaran kita dimaki-maki oleh publik, ah gak pro ini. Itu
juga. Nah, berkaitan dengan itu Pak Panca dan Pak Irman pertanyaan lanjutnya
adalah apakah ada batas-batas terhadap penggunaan hak Dewan, misalnya hak
bertanya, sejauh mana penggunaan hak bertanya itu tidak dinilai sebagai interpensi
terhadap kewenangan lembaga lain, misalnya ini Komisi III lagi, anggota
menanyakan apa alasan lembaga penegak hukum X dari lima kasus korupsi satu
kamu pilih, yang empatnya kamu abaikan. Kita dituduh, anda menginterpensi kami.
Mana sih yang menginterpensi, kan aku tanya. Masa tanya saja tidak boleh. Ya itu
kan aneh ini. Akibatnya memang kemudian saya disingkirkan, tapi maksud saya soal
lain. Saya angkat poinnya, kan begitu. Kadang kala penggunaan hak-hak bertanya
saja Pak yang dianggap paling lemah kalau kita menggunakan itu secara tajam
sebetulnya sangat efektif, hanya tanya kita Pak, hanya tanya, apa alasannya kau
tetapkan orang ini sebagai tersangka, kok yang ini yang kasat mata ambil kapaknya
si A, si B yang tidak jelas kau tetapkan tersangka, si A-nya tidak ditetapkan, coba
30

jelaskan. Wah interpensi kami. Ya sudah stop anggota. Ya memang republik aneh
Pak. Sama juga di Mahkamah Agung, sama juga di Mahkamah Konstitusi, tak
hanya, hanya nanya dalam kerangka konsultasi juga supaya dijelaskan, wah itu
bukan ranah kami lagi lah, kan kamu yang putuskan masa tidak boleh menjelaskan.
Jadi kadang kala ini hal-hal yang saya tidak mengerti lagi dengan aspek tata
negaranya ini. Jadi ini tadi itu Pak.
Oleh sebab itu pertanyaannya adalah apakah rekomendasi Dewan
wajib dilaksanakan meskipun bertentangan dengan aturan hukum, misalnya Dewan
tidak ada ujung pangkal merekomendasikan si A tersangka, oleh karena itu tolong
diproses secara hukum, ya lembaga hukum ini menurut ilmu mereka tidak bisa ini
orang jadi tersangka, tapi karena politik sudah mengatakan si A tersangka akupun
cari-cari alasan untuk menetapkan orang ini tersangka. Ada kasusnya itu Pak Irman,
Pak Panca. Ada kasusnya. Ada kasusnya. Jadi bukan cerita imaginasi, tetapi ini
fakta kita di DPR RI. Coba bayangkan. Nah, oleh sebab itu pertanyaan hukumnya
tidak itu tadi. Tapi karena penegak hukum itu tadi adalah lembaga yang ditunjuk tadi
maka mau tidak mau karena aku ditunjuk aku takut nanti tidak dipilih lagi, tidak
ditunjuk lagi, ya sudahlah aku tetapkan kau tersangka, mohon maaf kan begini. Ya
mohon maaf aku tetapkan kau tersangka karena ya aku ditekan-tekan oleh teman-
teman yang memilih aku ini. Itu yang terjadi Pak. Dan ini memang, ya mumpung
ada, selama ini saya sudah agak grounded saya Pak, turun gunung saya begitu,
tidak pernah ngomong soal ini, karena mohon maaf situasinya begitu.
Kemudian tadi soal, ini setengah, bisa kita tambah lagi sedikit Pak ya?
Oh tidak bisa ya. Tambahlah lagi lah paling lama sampai pukul 12.45 WIB. Sedikit
lagi.

(RAPAT : SETUJU)

Soal pembahasan anggaran, putusan Mahkamah Konstitusi sama


sekali tidak menghapuskan hak Dewan untuk tanya tentang satuan tiga. Putusan
Mahkamah Konstitusi adalah menghapuskan kewenangan Dewan yang diberi oleh
undang-undang untuk menentukan project. Kalau saya rasa itu betul. Kan begitu
Pak. Tetapi tidak menghapus hak Dewan untuk menanyakan uang 1 milyar ini kamu
pakai untuk apa. Boleh itu. Ini saya rasa ini poin nanti, silakan nanti Pak Irman, sama
Pak Panca nanti. Karena itu kan jadi anu Pak, normanya itu.
Tentang anggaran kita ini, Dewan ini Pak, itu ada Undang-Undang
tentang Keuangan Negara, juga ada Undang-Undang MD3 yang mengatur itu juga,
tidak lebih detail dia.
Kemudian mengenai saya ingin tanya mengenai hak imunitas,
bagaimana kita membedakan imunitas anggota dalam kapasitas dia sebagai wakil
rakyat bertindak atas nama wakil rakyat tadi tidak dibatasi oleh ruang dan waktu,
bukan hanya di sini saja, di luar pun saya bisa mengatakan polisi misalnya
melindungi si A padahal si A ini adalah penjahat narkoba. Di banyak tempat anggota
Dewan ada yang dilaporkan polisi Pak karena hanya ngomong begitu dalam rangka
tugasnya, di daerah-daerah Pak Panca banyak, anehnya lagi polisi lagi, polisi itu.
31

Jadi sebagai anggota Dewan, tapi saya juga kan bisa dong bertindak atas nama
pribadi, ruang privat saya, misalnya saya cari duit saya daripada jadi calo proyek
gua calo tanah. Calo tanah ini kan istilahnya itu kan makelar yang juga diakui dalam
undang-undang, kan begitu Pak. Aku buka bisnis prostitusi. Kan tidak ada larangan.
Ada tidak larangan Pak? Tidak ada. Tidak ada itu. Yang tidak boleh itu pergi ke
tempat begitu, tapi bisnis itu boleh, maksudnya bisnis Humasnya itu loh Pak, itu
maksudnya. Poin saya adalah ada hak privat saya yang tidak diatur oleh, apalah
contohnya, itu tadi jual beli tanah tadi yang paling, agen-agen apalah begitu loh Pak,
agen minyak tanah, agen BBM, yang juga dilindungi oleh hukum kita, dilindungi oleh
aturan kita, kecuali saya datang ke polisi atas nama anggota Dewan, ini tolong
bebaskan si ini kalau tidak saya, nah itu kan melanggar kode etik. Kan begitu Pak.
Yang tidak jelas selama ini adalah penggunaan hak imunitas ini juga, kita ingin juga
dapat perpektif dari Bapak-bapak sebagai ahli di bidang ini.
Kemudian tadi soal yang terakhir itu tadi soal mohon pendapat
sebaiknya tentang DPRD itu kita apakah untuk saat ini, sebaiknya kita masuk ke
Undang-Undang Pemda dia atau tetap kita, ini soal ini, memang ini sudah kita besok
putuskanlah sudah DPRD ini kita masukan dia ke Undang-Undang Pemda saja
mengaturnya, tidak usah kita repot-repot di sini.
Mengenai hak legislasi itu sudah diatur khusus di dalam Undang-
Undang PPP, karena itu kita tidak akan atur lagi di Undang-Undang MD3 Pak,
kecuali soal budget, sama pengawasan. PPP, tata cara pembuatan undang-undang
itu loh, itu kan sesuai dengan undang-undang ini kan sudah ada Pak, itu sudah
diatur di dalam undang-undang tersendiri, karena itu tidak boleh lagi itu diatur di sini.
Ini ada juga ini Pak supaya kita anu.
Lalu ada ide supaya peraturan tata tertib ini kita angkat ke undang-
undang supaya mengikat dia.
Jadi ini beberapa pertanyaan-pertanyaan dari kami sebagai anggota
Pansus, kami mohon perkenan Prof. Panca, Prof. Irman untuk memberikan
tanggalan.
Silakan Prof. Panca. Terima kasih banyak.

PAKAR (Prof. Dr. I GDE PANCA ASTAWA):

Sebelumnya saya mohon maaf Pak, karena pukul 13.00 WIB saya
harus balik ke Bandung, jadi ada tugas nasional juga di situ Pak. Jadi selesai saya
menyampaikan jawaban mohon izinkan saya meninggalkan ruangan ini.
Kalau boleh saya balik menjawab pertanyaan dari Pak Ketua dulu deh
nanti sekaligus akan nyambung ke yang lain ini. Ada beberapa yang sama memang.
Apakah boleh kewenangan lembaga-lembaga negara yang ada apakah MPR atau
DPR ditambah walaupun konstitusi tidak menyebutkan. Pertanyaan ini gampang
sebetulnya Pak. Saya teringat ucapan dari seorang ahli hukum Hans Kelsen, dia
mengatakan begini sepanjang sebuah konstitusi atau aturan tertulis tidak nyata-
nyata atau tidak secara tegas melarang itu artinya boleh. Sekali lagi sepanjang tidak
tegas-tegas melarang secara hukum artinya boleh. Ya memang sih idealnya disebut,
32

jangan sampai terjadi begini Pak. Ini kalau dalam level konstitusi diperintahkan
dalam bentuk undang-undang organik idealnya di dalam konstitusi disebut, sehingga
scope-nya jelas gitu. Yang sering terjadi ketika undang-undang tidak clear, di dalam
undang-undang itu misalnya ditentukan di dalam salah satu pasal bahwa ketentuan
itu diatur lebih lanjut dalam bentuk PP (peraturan pemerintah), di dalam undang-
undangnya tidak clear gitu. Inilah yang sering dikatakan sebagai delegasi blanko
seakan-akan pembentuk undang-undang itu memberikan cek kosong kepada
pemerintah. Yang namanya cek kosong pemerintah mengisi seenaknya. Jadi yang
bagus itu adalah di dalam undang-undangnya ditentukan hal-hal apa saja yang
diatur lebih lanjut dalam bentuk PP, di luar itu tidak boleh gitu loh. Artinya sejak awal
sudah dibatasi.
Keseringan yang terjadi bahwa di dalam undang-undang hanya
menyatakan bahwa ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP. Begitu keluar
PP, PP-nya itu mengatur cuma lebih luas. Inilah yang sering terjadi. Walaupun
misalnya hal yang demikian itu bisa berujung pada pranata yudisial review,
pengujian terhadap peraturan yang demikian itu.
Nah, yang kedua bentuk hukum soal rekomendasi ini, Pak, ya nama
juga rekomendasi Pak, tentu dia beda dengan hukum, kalau dia hukum legal binding
memiliki kekuatan hukum mengikat dia, rekomendasi tidak, apalagi atau terlebih
rekomendasi ini diterbitkan atau dilahirkan oleh sebuah institusi politik seperti DPR.
Tetapi meskipun demikian atau sungguhpun sungguh demikian ketika Dewan
memberikan rekomendasi tidak diindahkan, terlebih itu menyangkut rekomendasi
yang berkenaan dengan soal aset negara misalnya Pak ya, tidak usah khawatir Pak,
walaupun dia institusi politik tapi tidak kurang efektifnya kalau ini diteruskan dalam
bentuk apa? Menggulirkan hal-hal yang dia miliki. Kenapa mesti menyerah gitu loh.
Misalnya pada rekomendasi yang diterbitkan oleh Dewan tidak diindahkan, tidak
digubris, itulah gunanya pada Dewan itu dilekatkan hak-hak yang bertalian dengan
pelaksanaan fungsi, tugas wewenangnya itu. Kalau ini terkait dengan, berkenaan
dengan fungsi pengawasan ada hak itu mulai dari hak bertanya, interpelasi, angket.
Seringkali, ini saya terpaksa saya harus ngomong soal angket ini
karena disertasi saya bicara tentang angket, yang menyambung apa yang
disampaikan oleh Pak Irman tadi, angket ini tidak hanya terbatas ditujukan atau
fokus ditujukan kepada presiden, kepada eksekutif atau siapa, bisa. Sepanjang
memang ada persoalan-persoalan yang mempunyai dampak luas terhadap publik.
Kepada Dewan dilekatkan hak angket maksudnya apa? inkoheri di situ melakukan
penyelidikan, bukan dalam konteks pro yustisial, fact finding, mencari fakta, mencari
informasi, ada apa sebetulnya masalah ini kok menimbukan keresahan, jadi tidak
hanya terbatas ke atau difokuskan kepada eksekutif, misalnya apa KPK ya. Ya saya
ngomong saja, di mana-mana saya ngomong to the point saja. Kenapa mesti takut.
Ada tidak dia melakukan satu tindakan-tindakan yang melampaui atau yang quote
and quote sewenang-wenang, apa salahnya, panggil dia. Ini kan dalam konteks
pengawasan terhadap apa? Penegakan hukum. Tidak apa-apa itu, kenapa takut.
Panggil. Untuk itulah makanya diatur apa yang dikenal hak safina. Di mana-mana
juga begitu, parlemen di luar juga begitu ketika dia memanggil siapapun yang
33

dipanggil oleh parlemen membangkang, dia bisa diberikan tindakan dalam arti
meminta bantuan ke presiden tahan itu, bawa ke sini dia. Bukan bermaksud
membuat DPR ini menjadi sebuah institusi yang arogant, bukan itu maksudnya.
Kalau misalnya setiap orang dipanggil atau institusi yang dipanggil tidak digubris ya
jelas saja DPR itu tidak punya wibawa, di mana gesahnya(?) DPR. Hak inilah yang
dalam rangka mengangkat gesahnya DPR ini gitu loh, wibawanya DPR itu. Seakan-
akan kalau hak ini kalau misalnya digulirkan oleh Dewan seperti dunia mau kiamat
saja, padalah itu dalam alam demokrasi hal yang wajar kok hak Dewan bertanya,
hak Dewan mengajukan interpelasi, hak Dewan melakukan angket. Dan pada
akhirnya apa berujung pada hak menyatakan pendapat. Itu resolusi. Kalau dalam
sistem pemerintah parlementer berujung pada mosi tidak percaya. Kan begitu. Kita
kan tidak demikian bukan parlementer kita.
Apakah kemudian dengan melalui hak angket yang berujung pada hak
menyatakan pendapat tidak akan menyebabkan terjadinya upaya untuk bisa
menjatuhkan presiden, bisa. Jadi sistem pemerintah presidensil ini kan maksudnya
begitu. Di buat presidennya kuat, meskipun kuat tapi dibuka rambu-rambu untuk bisa
memungkinkan presiden bisa dijatuhkan mana kala gitu loh, mana kalau banyak
terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh presiden. Itu maksudnya the founding
father kita. Bukan lantas berarti bahwa dia adalah super body yang tidak bisa
dijatuhkan, presiden saja begitu, apalagi institusi yang membantu presiden
semacam KPK. Ini kan sebetulnya tanggung jawab eksekutif, cuman karena muncul
pemikiran bahwa penegak hukum yang namanya Kepolisian, Kejaksaan dinilai
kinerjanya buruk, munculkan kemudian komisi adhoc, kan itu maksudnya.
Keberadaan KPK ini adalah dalam rangka men-trigger ini, biar dia bangkit lagi dua
ini, dua institusi ini apa, institusi yang membantu presiden dalam penegakan hukum.
Artinya apa? Wilayahnya wilayah eksekutif dia. Kalau presiden saja bisa dijatuhkan
apalah artinya KPK gitu loh. Saya di mana-mana ngomong, bukan saya tidak
menyetujui keberadaan KPK. Tidak usah takut. Justru kalau kita diam, kalau Bapak-
bapak itu diam membiarkan kesewenang-wenangan terjadi tunggulah waktunya
nanti akan terjadi kehancuran nanti di mana-mana.
Saya sering ngomong, sering melontarkan pikiran-pikiran, bahkan saya
di Pengadilan Tipikor, tidak urung saya katakan kalian ini pengadilan sesat saya
bilang itu, kalian ini penuntut umum yang sewenang-wenang saya bilang itu, kalian
itu tidak mengerti hukum saya bilang begitu. I swear. Gara-gara itu saya dikatakan
guru besar pembela koruptor. Padahal mengerti tidak yang namanya siapapun dia
pejabat publik, yang namanya anggota Dewan gitu loh kalau dituduh melakukan
penyimpangan atau menyalahgunakan keuangan negara harus dipahami dulu
keuangan negara ini dalam domain hukum apa, domainnya hukum administrasi.
Itulah sebabnya di dalam Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Pemeriksanaan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara, tidak ada klausul tentang sanksi pidana, yang ada adalah TGR
(Tuntutan Ganti Rugi). Kita di Indonesia logikanya terbalik pidana dipakai duluan,
premedium, mestinya hukum pidana ini hukum sendal jepit di belakang dia, hukum
... hukum elit, ini maju. Justru tidak kalah efektifnya dibandingkan dengan sanksi
34

pidana. Contoh saya korup saya tidak mau tanggung-tanggung korupsi saja trilyunan
rupiah, simpan saja di negara di mana bank yang bisa mem-protect saya, simpanan
saya, saya pasang badan hukum saya. Katakanlah misalnya saya dihukum 18 tahun
ya sudah pasang dada saja saya, pasang badan, paling efektifnya saya menjalani
hukuman 10 tahun. Begitu sudah selesai uang negara kembali tidak? Tidak. Artinya
apa? Gunakan hukum administrasi dulu. Selamatkan uang negara dulu. Loh ini
tidak, dipakai hukum pidana muncul duluan. Ini bahan tertawaan dunia kita. Jujur
saja, apa yang terjadi? Banyak pejabat publik yang tiarap semua. Anggota DPRD
tiarap semua. Anggota Dewan tidak digubris semua. Jadilah dia monster yang
menakutkan. Apa begini negara hukum yang dikehendaki? Kalau saya ngomong
begini bukan saya menentang keberadaan KPK. On the track maksud saya.
Di mana logikanya misalnya sekarang begini, orang didakwa seperti
Surya Dharma Ali, saya tahu kasusnya, kalau pidana orang bicara, bukan institusi,
bukan jabatan. Mestinya kan ambil orangnya, bukan institusinya yang dihancurkan.
Benar kata Pak Irman tadi, kalau ada anggota Dewan yang dinilai melakukan
perbuatan melawan hukum atau diduga melakukan tindak pidana korupsi, bukan
lantas berarti bahwa seenaknya dia, sewenang-wenang dia menggeledah semua
berhenti, ini apa ini? Ini institusi yang dibayar mahal loh, dipilih oleh rakyat, diobrak-
abrik oleh KPK. Tidak bisa begitu dong. Ambil orangnya selesai. MK juga begitu.
Ambil Akil, jangan MK-nya dihancurkan. Ini saya katakan sewenang-wenang ini. Nah
ya itu. Jadi yang mau berkuasa di Republik ini siapa, KPK atau LSM? Busa, keras
saya ngomong di luar. Percuma kita punya pemerintah. Percuma kita punya
kekuatan untuk memaksakan kebijakan pemerintah kalau semua lumpuh oleh LSM.
Harus berani melawan. Bukan melawan dalam arti melawan seenaknya bukan.
Ingatkan dia gitu loh, Dewan itu punyak hak, kata siapa Dewan tidak punya wibawa.
Karena itulah dalam konteks ini saya ingin melahirkan pemikiran biar
besok-besok ada perubahan, ada pembenahan, mestinya rekruitmen anggota
Dewan itu dibalik. Cuma toh persoalannya mau tidak? Partai yang melamar yang
mencari orang, bukan orang mencari partai. Penyakit kita kan begitu. Dan mesti
partainya harus kaya dulu. Cari orang misalnya orang pintar, siapa yang kira-kira
cakap untuk menjadi wakil rakyat, Pak Irman, samperin dia. Mau jadi anggota
Dewan? Mau. Saya biayai. Ini bidang politik misalnya. Bidang ekonomi siapa yang
populer dikenal oleh rakyat, mau tidak, lamar dia. Itu satu. Terus yang kedua mau
tidak diterapkan sistem distrik?

ANGGOTA (...):

...(suara tidak terdengar, tidak menggunakan microphone).

PAKAR (Prof. Dr. I GDE PANCA ASTAWA):

Lah ya itu makanya saya tanya.


35

ANGGOTA (...):

...(suara tidak terdengar, tidak menggunakan microphone).

PAKAR (Prof. Dr. I GDE PANCA ASTAWA):

Kan susahnya di situ Pak masalahnya dari mana biayanya, itulah kalau
saya tanya, kalau sudah tahu begitu ngapain mendirikan partai politik kalau tidak
punya biaya. Sederhana kan.
Kalau di luar partai itu mencari orang. Kamu jadi wakil rakyat? Ini tidak,
sekarang kenyataannya berbondong-bondong orang ingin jadi wakil rakyat. Tidak
mengerti dia. Begitu jadi wakil rakyat mikir dia, saya mau jadi apa saya, mau
ngomong apa saya, iki opo iki. Bagaimana bisa kemudian wibawa lembaga ini
rekruitmennya sudah begini kok tidak pas menurut saya.
Kemudian yang kedua berani tidak Bapak-bapak menerapkan sistem
distrik, kan itu yang sangat ditakutkan oleh partai-partai terutama partai-partai yang
kecil. Hilang deh mereka nanti. Lah yah itu, itu masalahnya. Gampang kok.
Di dalam kondisi yang demikian itu bagaimana kita berbicara gesah wibawa sebuah
Dewan Perwakilan Rakyat, ngomong di atas angin saja jadinya tidak ada yang
gubris. Padahal menurut saya itu undang-undang sudah cukup mengatur hal ini.
Belum lagi misalnya fraksi, keberadaan fraksi, betul tidak fraksi itu
memberikan keleluasaan untuk anggotanya, kadernya untuk berbicara atas nama
rakyat. Bapak kan menjadi korban Pak ya, disingkirkan karena Bapak melawan. Ada
tidak anggota Dewan yang berani misalnya dia keluar dari kebijakan partainya,
karena saya berbicara atas nama rakyat? Ada juga pengaruh fraksi. Ada juga
pengaruh Badan Kehormatan yang tidak jelas seakan-akan dia bertindak sebagai
lembaga pengadilan, dia bisa mengadili kawannya seenak udelnya. Banyak faktor
menyebabkan DPR ini tidak memiliki wibawa qoute and qoute.
Itu saja jawaban saya Pak. Jadi secara normatif sebetulnya kuat Pak,
termasuk hak imunitas Pak. Memang saya ditanya Prof, berapa lama saya menjadi
anggota Dewan katanya, 24 jam? Kata siapa? Wong presiden saja dia bisa
menikmati hak-haknya sebagai warga negara kok, masa menjadi anggota Dewan 24
jam. Tidur juga anggota Dewan gitu. Ya tentu saja logikanya ketika dia menjalankan
fungsi tugas, wewenangnya, artinya Pak ada limit waktunya, di luar itu dia bukan
anggota Dewan gitu warga negara biasa dia. Itu maksud saya. Tidak 24 jam ke sana
kemari jadi anggota Dewan, eh saya anggota Dewan. Repot atuh. Sama dengan
saya Pak, saya guru besar di kampus, di luar saya bukan guru besar, ketika saya
ngayuh becak, tukang becak namanya saya, buka warung, tukang warung namanya
saya yang menyamar. Masa ke mana-mana saya bawa guru besar gitu. Bisa minder
semua. Saya ngomong sama anak saya, hey Bapak kamu ini guru besar ngomong,
bisa kabur anak saya. Ada tempatnya gitu loh.
Jadi hak imunitasnya kapan? Ketika Bapak dan Ibu anggota Dewan itu
menjalankan fungsi, tugas, wewenangnya, ada limit waktunya. Kalau ini tidak
dihargai ya percuma jadi anggota Dewan, karena seperti yang tadi saya katakan
36

Dewan itu digaji mulutnya untuk ngomong, sekarang ngomong juga dituntut ya
mendingan bunuh diri saja semua, tidak usah jadi wakil rakyat gitu loh.
Nah, ini yang harus dipahami oleh penegak hukum itu maksud saya.
Penegak hukum ini kadang-kadang buta huruf memang. Jujur saya katakan buta
huruf. Sok kuasa. Makanya itu saya bilang harus Dewan itu harus berani melawan.
Bukan melawan dalam arti ngaco untuk menegakkan on the track, itu maksud saya.
Ini banyak yang harus saya sampaikan di sini.
Nah, soal DPRD Pak, sejak awal saya tetap berpendirian dikeluarkan
dia, karena di Undang-Undang Pemerintahan Daerah sudah mengatur tentang
Dewan juga di situ, masuk di situ saja jadi mengurangi beban, fokus kepada MPR,
DPR, DPD. Kalau saya berpendapat begitu Pak Benny. Ya tinggal silakan saja
dipertimbangkan. Kalau memang misalnya tahun ini tidak bisa berhasil revisinya
selesai ya jangan dipaksakan, kok repot amat sih, kasih saja PR kepada anggota
Dewan yang baru biar dia ada kerjaannya. Ya saya juga diundang lagi boleh, Pak
Irman juga. Gitu saja repot amat sih. Ya apalagi Bandung kan dekat-dekat Pak,
walaupun saya ngantuk-ngantuk saya berangkat dari Subuh dari Bandung.
Ya saya setuju Pak kalau soal kewenangan itu, memang mengurusi
soal proyek, ya itu yang diputuskan oleh MK setuju, sependapat saya. Apa
urusannya anggota Dewan itu mengurusi soal-soal proyek, walaupun saya paham
gitu loh, lah itu yang namanya mencari sesuap nasi. Tidak usah di DPR RI, di tingkat
lokal juga saya hafal isi perut mereka. Kalau bahasa Sundanya eta ngarana usaha,
lah namanya juga usaha Prof. Ya cuma saya bilang hati-hati, besok-besok nanti
kalau dipindai sama penegak hukum jangan nanti menyesal saya bilang gitu. Karena
memang bukan urusannya wakil rakyat itu mengurusi proyek. Wakil rakyat itu
urusannya berupa tataran kebijakan, termasuk soal anggaran, soal keuangan. Hak
bugetnya di situ gitu maksud saya, bukan mengurusi hal-hal yang bersifat teknis
administrasi.
Nah, sekali lagi Pak yang terakhir saya mengatakan, saya paham, saya
pikir Bapak sudah pahamlah, DPR ini adalah sebuah institusi politik, jangan pernah
membayangkan dia identik dengan sebuah institusi hukum dalam arti pengadilan. Ya
jelas saja dia tidak punya sanksi dalam arti kekuatan memaksa biar orang lain itu
patuh. Ya beda dengan MA, beda dengan pengadilan negeri, beda dengan MK.
Tidak bisa disamakan. Tetapi sungguhpun demikian seperti tadi saya katakan tidak
kurang wibawanya dia, tidak kurang kuatnya dia, tidak kurang Dewan ini disegani,
tergantung kualitas orang-orang yang duduk menjadi wakil rakyat itu. Ya jangan juga
seperti yang tadi, sekali lagi Pak ya, jangan karena ada orang-orang atau anggota
Dewan yang tempo hari kena kasus hukum Dewannya ini secara institusi
dihancurkan. Ya begini jadinya Pak. Benar saya setuju, tidak ada daulatan rakyat di
sini. Ditindas oleh apa? Dengan kesombongan kekuasaan. Mestinya Dewan ini
mengontrol kekuasaan yang congkak itu. Siapapun termasuk MK, termasuk KPK.
Tidak usah takut, tugas Bapak untuk mengontrol itu. Jangan seperti di daerah, beda
dengan di daerah, DPR lokal Pak, ada DPRD provinsi mengontrol atau memanggil
kepala kejaksaan tinggi, ya marah kepala kejaksaan tinggi, apa urusan saudara
memanggil saya katanya, karena urusannya adalah vertikal dia Pak. Di daerah itu
37

beda. Tetapi kalau Bapak memanggil Jaksa Agung bisa, Jaksa Tinggi apa lagi,
scope-nya nasional gitu. Kalau DPRD lokal tidak bisa dia. Desentralisasi bukan
dekonstrasi, beda, dua hal yang berbeda, prinsipil itu. Ini terpaksa saya harus
menjelaskan kepada anggota Dewan yang ada di tingkat lokal itu. Makanya sekali
lagi tidak bisa disatukan di sini Pak, ceritanya beda.
Sementara itu Pak ya. Ingin saya sebetulnya berlama-lama.

KETUA RAPAT:

Terima kasih banyak.


Silakan Prof.
Oh Prof. mau jalan duluan?

PAKAR (Prof. Dr. I GDE PANCA ASTAWA):

Ya Pak, mohon izin duluan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih banyak Pak.

PAKAR (Prof. Dr. I GDE PANCA ASTAWA):

Sama-sama Pak.

KETUA RAPAT:

Kami persilakan dulu Pak Panca untuk tinggalkan tempat, jangan


kapok-kapok Pak. Atas nama Pansus, atas nama Pimpinan kami menyampaikan
terima kasih atas keberanian. Ya memang itu yang kita butuhkan dari kampus Pak
keberanian untuk menampilkan kebenaran, beda dengan kami di politik ini harus ada
keberanian untuk menyimpan kebenaran.
Baik selanjutnya kami persilakan Prof. Irman. Silakan Prof.

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Terima kasih Pak Ketua.


Jadi saya mau menggarisbawahi tadi kata Prof. Panca itu saya
kira ini yang penting juga buat Bapak-bapak Anggota DPR, jadi hukum pidana itu
bukan premium remedium, tapi ultimum remidium gitu. Jadi kalau negara yang
malas itu mengelola dirinya maka dia akan menggunakan hukum pidana sebagai
premium remidium di situ. Semakin malas negara itu maka semua pendekatannya
itu pidana dia pakai di situ untuk menyelesaikan masalahnya di situ. Jadi filosofinya
memang dia ultimum remedium di situ kalau sudah tidak ada lagi jalan barulah ini
38

dipakai di situ. Makanya di Rancangan Undang-Undang MD3 ini di sini pun ini saya
agak kurang setuju ketika ancaman pidana di situ, padahal kekuasaan DPR itu jauh
lebih besar daripada memenjarakan orang satu tahun di situ ya.
Yang namanya lembaga negara energi dari lembaga negara itu
menjalankan kekuasaannya adalah bingkai legalis yang dilekatkan sama dia di situ.
Bukan uang APBN yang dia terima, tapi bingkai legalitas dari produk
kewenangannya itu. Nah, DPR bisa memberikan sanksi dengan menghilangkan
bingkai legalitas itu jikalau menurut DPR bahwa pelaksanaan dari undang-undang
itu menyimpang dari maksud dari undang-undang itu di situ.
Jadi yang saya maksud bahwa tidak perlu berpikir dia memberikan
sanksi pidana kepada pejabat negara, tidak bermanfaat juga itu, besar sekali otoritas
DPR daripada sekedar bicara pidana di situ. Belum lagi ternyata setelah dipidana
yang periksa Polsek dibawa di situ kan, terlalu besar DPR merekomendasikan, yang
periksa juga Polsek di bawah. Kan malu juga DPR di situ. Tidak cukup bukti di situ.
Sementara otoritas DPR atas nama daulat rakyat, konstitusional demokrasi besar
sekali, dia bisa menghilangkan bingkai legalitas dari produk kekuasaan itu.
Jadi undang-undang ini bisa saja memberikan ancaman sanksi bahwa
keputusan DPR yang tidak dilaksanakan oleh pejabat negara atau lembaga negara
atau badan hukum atau badan organisasi masyarakat, maka itu bisa mencabut
bingkai legalitas dari itu. Kalau lembaga negara misalnya dia tidak melaksanakan,
oleh undang-undang ini langsung menyatakan dalam misalnya 30 hari keputusan
DPR itu tidak dilaksanakan setelah diberikan peringatan 1, 2, atau 3 maka segala
putusan dari lembaga negara tersebut dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum.
Bisa begitu. Dia tetap terima gaji, tidak apa-apa, tapi lu bisa kerja apa di situ. Tetap
terima gaji, anggaran juga, tidak apa-apa kita kasih anggaran, entar produk
kekuasaanmu itu kehilangan bingkai legalitas.

ANGGOTA (...):

...(suara tidak terdengar, tidak menggunakan microphone).

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Kenapa?

ANGGOTA (...):

...(suara tidak terdengar, tidak menggunakan microphone).

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Ya itulah nanti, kan ada peringatan 1, 2, 3. Bisa nanti berujung dalam


30 hari setelah pernyataan undang-undang itu berlaku maka pergantian
kepemimpinan di situ, ada pergantian nahkoda dari lembaga negara itu di situ untuk
39

menghidupkan kembali bingkai legalitasnya itu ganti orang, kalau dia tidak mau ganti
orang ya begitu terus undang-undang yang menyatakan itu, Undang-Undang MD3.
Ini yang menjadi acuan dari tugas daulat rakyat itu.

F-PAN (A. RISKI SADIG):

Mohon maaf Pak Rahman, kan katakan kalau itu kemudian menjadi
seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan tidak menjadi mempunyai bingkai dan
terabaikan, tapi kalau seandainya sudah dilakukan seperti itu tetap dijalankan saja,
karena toh anggaran mereka yang mengelola. Kan tidak ada, hanya sekedar ...
(tidak dilanjutkan).

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Sama dengan Perppu Pak kan? Perppu kan kalau tidak disetuju DPR
dia mau jalankan, jalankan saja. Tidak ada. Ada tidak ada implikasi hukumnya?
Bagaimana caranya dia menggunakan misalnya upaya paksa, bagaimana caranya
instrumen upaya paksa itu berjalan wong undang-undang ini menyatakan sudah
kehilangan bingkai legalitas kerja lembaga itu. Dia mau pakai cara-cara masyarakat
dia panggil Ormas misalnya? Kan tidak mungkin kan. Itu. Mati sistem di sini kan?
Tidak apa-apa opini terbangun, tapi sistem di sini tidak akan jalan semuanya. Iya
sistem di sekelilingnya tidak bisa jalan semuanya. Dia sendiri yang bisa jalan secara
subjektif, mungkin dia pakai Ormas, LSM, tapi kan kehilangan bingkai legalitas. Nah
itu sudah gerombolan namanya kan kalau seperti itu. Gitu.
Nah, inilah Undang-Undang MD3, makanya kemarin ketika kasus, ada
kasus Jokowi-JK itu dilaporkan buka rekening Pilpres itu, akhirnya diakui bahwa ada
undang-undang khusus lex specialist Undang-Undang Pilpres itu. Saya bilang, oh
bagus ini akhirnya sudah diakui ada undang-undang yang lex specialist. Dulu kalau
diperhadapkan dengan rezim pemberantasan korupsi tidak ada yang lex specialist
itu. Gitu. Semua lex specialist di rezim pemberantasan korupsi. Biar di undang-
undang ini bilang izin presiden, izin ini, tidak ada dia mau tahu di situ. Tapi kemarin
di Jokowi-JK itu dia bilang bahwa Undang-Undang Pilpres itu lex specialist. Ini
gratifikasi tidak kena di sini ini. Berarti bagus itu. Akhirnya sadar bahwa ada
undang-undang yang sifatnya lex specialist di situ. Gitu.
Jadi apa? Menurut saya kekuasaan DPR itu jauh lebih besar atas
nama daulat rakyat. Ini berkaitan dengan pertanyaan respons Pak Benny tadi, Pak
Ketua, bahwa meski tidak disebutkan dalam Undang-Undang Dasar selama ada
akarnya dalam Undang-Undang Dasar maka undang-undang itu bisa
mengkreasikan otoritas kepada lembaga itu, selama ada akarnya di situ, nanti
cabangnya bisa berbentuk kiri-kanan di situ. DPR wow banyak sekali akarnya kan?
Dia memiliki fungsi pengaturan, pengawasan disebut di situ, anggaran disebut. Wow
tiga akarnya di sini ini. Belum yang prinsip asas representasi, kan di situ.
Nah, kalau saya diperhadapkan antara disuruh memilih mana lebih
bagus kekuasaan pembentukan undang-undang dimiliki DPR efektif daripada
40

kekuasaan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang itu, maka saya akan


lebih memilih lebih bagus dia efektif di pengawasan pelaksanaan undang-undang
itu. Kalau dia efektif di situ maka dia akan produktif di pengaturan di situ. Tapi kalau
dia mengatur terus dia tidak bisa mengawasi, jangan, sudah rugi kita itu. Rugi kita ini
sebagai warga negara. Dia mengatur terus tapi dia tidak bisa mengawasi apa yang
mereka sudah sepakati, wah itu bisa habis kita di situ.
Nah, ini yang menurut saya makanya instrumen-instrumen
pengawasan DPR itu memang harus lebih dihidupkan lagi. Tadi Pak Panca sudah
menyebut tentang interpelasi, angket termasuk menyatakan pendapat di situ. Jadi
harus diteliti pola hubungan ketatanegaraan kita memang, tidak seperti dulu lagi
ketika eksekutif dulu hanya presiden diperhadapkan sama DPR. Sekarang tidak.
Ternyata problem kepada DPR itu bukan program hanya presiden dan kabinetnya di
situ, ada problem badan hukum publik juga di situ namanya BPJS kesehatan,
ketenagakerjaan, ada lagi BP Migas nanti lagi di situ. Banyak juga problem di situ.
Ada problem Ormas juga di situ ternyata yang bukan otoritas presiden di situ. Ada
juga problem lembaga negara yang tidak bertanggung jawab kepada presiden di
situ. Lembaga negara lain yang tidak bertanggung jawab kepada presiden, yang
presiden mengatakan wah jangan tanya ke saya, saya melihat ini anda ciptakan dia
independen di situ. Nah, ini pola hubungan ini yang harus dipelajari untuk kemudian
kita sam menemukan varian-varian sanksi yang tepat ya guna menemukan bingkai
legalitas itu. Jadi Perppu itu dibuat oleh presiden, presiden yang elected dipilih oleh
rakyat itu secara langsung, DPR bisa ....

F-PG (Drs. KAHAR MUZAKIR):

Ketua, saya biar agak menukik masalah memberlakukan secara


sepihak kan maksud Pak Irman, ada aturan yang DPR menyatakan kamu melanggar
aturan, nah oleh karena itu seluruh produk yang kamu buat tidak berlaku. Itu kan
harus dibuat dalam undang-undang ini kan?

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Iya-iya, jadi undang-undang itu langsung memang menulis saksinya di


situ, jadi tidak perlu ada lagi Paripurna. Karena kalau paripurna lagi pasti tidak keluar
putusan itu.

F-PG (Drs. KAHAR MUZAKIR):

Tapi untuk itu Pak bagaimana supaya itu berlaku?


Bukan, ini kan sudah dibuat Bapak, ini undang-undangnya sudah
dibuat yang masalah imunitas, kan tidak ada orang yang mau mendengar. Itu
persoalannya. Kan ini sudah dibuat, tidak bisa dituntut di muka pengadilan. Tapi ada
tidak orang yang dengar? Tidak ada.
41

F-PD (SAAN MUSTAFA):

Pak Benny,
Yang tidak bisa dituntut itu kan soal kebijakan, misalnya begini Badan
Anggaran itu membahas budgeting, menganggarkan.

F-PG (Drs. KAHAR MUZAKIR):

Nanti dulu Bapak saya belum selesai, dia lebih paham, jadi Bapak
jangan tanggapi. Bapak tahu tidak resume rapat-rapat kita itu dijadikan bahan untuk
bukti untuk menuntut kita. Kan di sini ditulis. Lu bilang tidak boleh itu dari siapa, itu
yang ingin saya katakan. Di sini sudah ditulis bahwa saya itu tidak bisa dituntut di
muka pengadilan, mereka ambil barang itu. Nah ditanya sama kita, Bapak yang
mengusung ini. Nah dari situ kan persoalan. Yang ingin saya katakan ini bisa
berlaku itu bagaimana cara memberlakukannya, umpamanya di dalam bab penutup
atau di bab apa nantinya nyatakan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini
maka semua pihak, nah itu yang di mana itu ditaruh maksud saya itu.

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Jadi kenapa hak imunitas Bapak itu tidak jalan ya? Karena fungsi
pengawasannya DPR ini oleh struktur yang diciptakan itu tidak mempunyai gigitan
yang kuat. Di situ. Jadi Bapak dicubit-cubit juga tidak bisa ngapa-ngapain juga di
situ. Dalam konteks seperti ini saya sebagai warga negara kalau pun Bapak tidak
mendapatkan proteksi di situ, bagaimana saya ini warga negara di situ. Kalau Bapak
sendiri pun tidak mampu melindungi dirinya saya warga negara ini apa ini,
bagaimana, gitu. Jadi harus ditegaskan dalam undang-undang itu, kalau ada yang
cubit-cubit Bapak nanti pikirkan sekarang ditulis dalam undang-undang itu di situ. Di
tulis secara eksplisit di situ. Jadi bisa saja nanti misalnya zona di sana yang tiba-tiba
dicabut bingkai legalitasnya oleh keputusan DPR di situ kalau dia masih meneruskan
seperti itu hak-hak konstitusional itu, sebab itu hak fundamental yang dimiliki
anggota DPR dan itu disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 di situ. Ya itu,
itulah.

F-PG (Drs. KAHAR MUZAKIR):

Ya, saya paham Bapak. Saya itu paham betul. Yang jadi saya tidak
paham itu bagaimana itu diperlakukan, dipatuhi. Kan orang itu kan bisa berbuat itu
karena apa yang dia mau itu dipatuhi. Dulu kalau tidak salah Pak Irman, di Amerika
pada awal-awal penegakan demokrasi yang namanya senat dan kongres itu boleh
menerbitkan uang, boleh mengangkat angkatan bersenjata untuk supaya keputusan-
keputusannya itu dipatuhi. Nah, di sini kan kita sulit ..... Kita katakan kamu begini,
begini, begini, begini, besok tunjuk tangan. Itu bagaimana. Itulah yang ingin saya
tanyakan itu Pak.
42

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Saya lanjutkan Pak ya.


Jadi kenapa itu terjadi sekali lagi karena itu fungsi pengawasan DPR
dalam struktur Undang-Undang MPR, DPR, DPRD dan DPD ini, itu tidak memiliki
cengkaraman-cengkaraman yang kuat, ketika dia memproduksi undang-undang
termasuk tentang dirinya saja dia hanya deklarasikan kami begini, setelah itu
bingung dia di situ. Sudah. Dikerjakan juga bingung saja juga. Keluar, hanya mampu
keluar rekomendasi. Belum digoreng sama temannya nanti di situ dalam ruang
politik DPR tidak bisa ngapa-ngapain, mending kita sepakati saja di situ di undang-
undang langsung di situ, jadi yang memberikan sanksi bukan DPR, tapi undang-
undang nanti di situ yang memberikan sanksi. Saya sudah berikan kamu keputusan
DPR di sini, jadi intinya nanti itu yang harus dilaksanakan keputusan DPR, bukan
rekomendasi komisi dan lain sebagainya, bukan Pak, tapi keputusan DPR. Di situ
keputusan bisa saja berwujud perintah, bisa saja berwujud larangan, bisa saja
berwujud rekomendasi dan lain di situ. Inilah menjadi pegangan. Kalau dia tidak
laksanakan ini setelah ada langkah-langkah berikutnya yang diciptakan oleh
mekanisme undang-undang itu 1, 2, 3, maka otomatis dia tidak apa-apa, tidak mau
peduli, langsung hilang bingkai legalitasnya di situ ya. Ketika dia tetap bergerak
dengan sesuai kewenangannya itu sampai Ormas dia bergerak gitu. Nilai hukumnya
sama dengan Ormas di situ, pengadilan tidak akan bisa mengakui dia di situ gitu. Itu
yang di kepala saya bisa menguatkan fungsi DPR.
Jadi dalam pengamatan saya 10 tahun ini terhadap DPR, DPR itu
memang lemah dan kehilangan seolah-olah kewibawaannya ada dua persoalan,
persoalan satu karena memang struktur konstitusional yang dibangun oleh undang-
undang ini tidak memberikan ruang pengawasan yang sifatnya gigitannya kuat, yang
kedua memang ada problem politik juga yang masuk di DPR di situ. Ya ada problem
politik yang masuk di DPR, dan ini juga sangat kental di situ, sangat mempengaruhi
di situ. Di cari-cari problem politik apa lagi, itu lagi menyangkut tentang partai politik,
menyangkut lagi pembiayaan partai politik, akar-akarnya juga di situ. Makanya
pernah saya usulkan supaya partai politik itu tidak perlu pusing cari uang kita biayi
saja partai politik itu. Kalau tiap tahun kita mampu 2.000 trilyun APBN, tiap tahun kita
kurang lebih 2.000 trilyun Pak ya APBN, anggaplah 12 partai politik, kita comot 12
trilyun, anggaplah bagi secara proporsional 12 trilyun kepada partai politik dan kalau
partai politik mau sudah kita biayai saja partai politik itu, tidak perlu dia pusing cari
uang di situ. Cukup tidak itu 12 trilyun? Tidak, tidak mau yang APBN kita, kan 12
dengan 2.000 kan. Itu bocornya konon kabarnya 30% di situ. Nah, kalau 12 trilyun
kita legalkan, kalau masih kurang 24, tutupin lagi tidak apa-apa bagi Prof, yang
penting serius ya partai politik membangun masa depan demokrasi konstitusi kita,
jangan lagi pusing cari duit, karena 5 tahun 80% waktunya dia pusing cari uang di
situ. Nah, di situ. 20% waktu terakhir dia spending di situ.
43

ANGGOTA (...):

...(suara tidak terdengar, tidak menggunakan microphone).

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Kenapa?

ANGGOTA (...):

...(suara tidak terdengar, tidak menggunakan microphone).

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Kan sudah ditangkap nanti itu Pak, kalau dibiayai APBN di situ kan.
Gitu. Dia tidak cari uang lagi partai politik di situ. Makanya idenya Pak Panca partai
politik itu nanti orang apa, partai politik bisa percaya diri di situ menarik orang
masuk, sudah orang-orang bagus yang menurutnya sudah sini masuk. Itu salah satu
di kepala saya, karena problemnya juga kenapa DPR kelihatan lemah ya karena
problem politik di balik DPR itu. Makanya saya pernah mengatakan Pak Ketua itu
yang paling lemah sekarang itu DPR sebenarnya meski kelihatannya dia pemegang
kekuasaan, karena terkadang dia sudah paripurna menyetujui sesuatu, misalnya
kalau tidak salah ada kasus apa dulu itu saya baca itu bangun WC atau apa, tiba-
tiba tidak ada yang mengakui pernah paripurna, tinggal Pius Lustrilanang yang
pernah paripurna sendiri di situ, seolah-olah satu saja yang pernah paripurna. Nah
ini, ini kan problem politik di situ. Nah, problem politiknya di mana ya ada juga. Kalau
Bapak-bapak semua disuruh tawuran, berani pasti tawuran, tapi ketika sudah masuk
pada domain politik di fraksi Bapak masing-masing di DPP kan sudah lain semua di
situ kan? Kalau Bapak disuruh tawuran kan cuek saja semua tawuran dia, selama di
sana tidak ada memberikan sinyal berhenti di situ. Kalau di belakang memberikan
sinyal ya itulah membuat DPR semakin mudah untuk dipermainkan. Digertak sedikit
wah sudah ngacir semua dia kan. Bukan karena personalnya yang penakut, bukan,
karena di ruang politik di baliknya itu yang membuatnya terpaksa seperti itu gitu.

KETUA RAPAT:

Oke kita sudah pukul 13.30 WIB ya.


Masih ada?

PAKAR (IRMAN PUTRA SIDIN):

Saya kira cukup.


44

KETUA RAPAT:

Baik ini sudah pukul 13.30 WIB melebihi apa yang kita sepakati tadi ya.
Jadi atas nama Pimpinan, kami menyampaikan terima kasih kepada
Prof. Irman atas masukan-masukannya, sangat berharga, sangat bermanfaat bagi
kami. Mengapa tadi kita tanya itu soal boleh tidak itu kita bikin aturan walaupun tidak
ada dalam ini menyangkut putusan MK soal kewenangan mengadili Pilkada ini, itu
kan salah satu alasannya karena tidak diatur dalam, karena menambah
kewenangan yang tidak disebutkan dalam konstitusi.
Jadi, baik ini nanti bahan diskusi kita lebih lanjut. Sekali lagi kami
menyampaikan terima kasih. Mudah-mudahan apa yang disampaikan oleh dua
narasumber kita tadi sangat bermanfaat untuk kita merekonstruksi kembali parlemen
ke depan dengan mengaturnya dalam Undang-Undang MD3 sekarang ini.
Dengan telah selesainya rapat dengar pendapat umum ini, mulai tadi
pagi maka atas nama izin Saudara-saudara sekalian rapat pansus ini kami tutup.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 13.25 WIB)

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, dan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RISALAH

TAHUN SIDANG : 2013-2014


MASA PERSIDANGAN : IV
RAPAT KE- : XIX
JENIS RAPAT : Rapat Dengar Pendapat (RDP)
SIFAT RAPAT : Terbuka
HARI, TANGGAL : Rabu, 4 Juni 2014
WAKTU : Jam 10.00 WIB s.d. Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat Pansus C, Gd Nusantara II Lt.3
KETUA RAPAT : DR. Benny K. Harman, S.H. (Ketua Pansus/F.PD)
ACARA : Mendapatkan masukan terkait pembahasan RUU MD3
dari Sekjen MPR, DPR, dan DPD RI
SEKRETARIS RAPAT : Djustiawan Widjaja
HADIR
a. Anggota : 14 orang dari 30 Anggota Pansus
7 Fraksi dari 9 Fraksi DPR RI
1. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
5 dari 8 orang Anggota;
2. FRAKSI PARTAI GOLKAR
4 dari 6 orang Anggota;
3. FRAKSI PDI PERJUANGAN
1 dari 5 orang Anggota;
4. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
2 dari 3 orang Anggota;
5. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
- dari 2 orang Anggota;
6. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
- dari 2 orang Anggota;
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
- dari 2 orang Anggota;
8. FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA
1 dari 1 orang Anggota;
2

9. FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT


1 dari 1 orang Anggota.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT


1. AGUNG SANTOSO, S.H. 463
2. H. HARRY WITJAKSONO, S.H. 478
3. DR. BENNY K. HARMAN, S.H. 540
4. SAAN MUSTOPA 480
5. Ir. H. MULYADI 434
FRAKSI PARTAI GOLKAR
6. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., MBA. 228
7. IR. H. AZHAR ROMLI, M.SI 194
8. Drs. KAHAR MUZAKIR 191
9. Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si. 194
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
10. Dra. EVA KUSUMA SUNDARI, M.A., MDE 386
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
11. AGOES POERNOMO, S.IP. 83
12. FAHRI HAMZAH, S.E. 95
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
-
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
-
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
-
FRAKSI PARTAI GERINDRA
13. DESMON J. MAHESA 40
FRAKSI PARTAI HANURA
14. H. SARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H. 16

2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
3

3 Tamu/undangan
1. Eddie Siregar, Sekjen MPR
2. DR. Winantuningtyastiti S., M.Si.
3. A. Djuned, Wakil Sekjen DPR
4. Yana Indrawan Karo Humas MPR
5. M Rizal, Karo Persidangan MPR
6. Damayanti H, Karo Renwas DPR
4

KETUA RAPAT (DR. BENNY K. HARMAN, S.H./KETUA PANSUS/F.PD) :

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati bapak-bapak, ibu anggota Pansus,


Yang saya hormati Saudara Sekjen MPR, Sekjen DPR, dan Sekjen DPD,

Sesuai dengan catatan yang ada di meja pimpinan, rapat kita pagi ini yaitu
Rapat Dengar Pendapat Umum Rancangan Undang-undang tentang perubahan
Undang-undang MD3. Telah dihadiri oleh 5 dari 30 anggota dan 3 Fraksi. meskipun
demikian karena rapat ini nanti tidak akan mengambil keputusan maka rapat saya
minta untuk tetap kita lanjutkan. Untuk itu rapat ini saya buka dan saya nyatakan rapat
ini terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.35 WIB.)

Bapak/ibu anggota Pansus yang saya hormati,

Sebagaimana kita ketahui rapat kita pada pagi ini adalah untuk mendengarkan
masukan dari pendukung-pendukung utama bekerjanya sistem parlemen kita. Untuk
periode yang akan datang. Disini sudah hadir Sekjen MPR, Sekjen DPR, Sekjen DPD.
Atas kehadirannya kami menyampaikan ucapan terima kasih. Rapat ini saya mohon
persetujuan untuk kita selesai pukul 12.00 WIB paling lambat. Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Ini sebetulnya rapat lanjutan. Sebelumnya sudah pernah kita adakan rapat kalau
tidak salah tanggal 21 Mei yang lalu. Sudah ada masukan-masukan tetapi waktu itu kita
merasa belum lengkap, belum menambahkan hal-hal yang baru dalam pertemuan itu
maka kita putuskan untuk diagendakan kembali maka pagi ini kita mengagendakan
kembali rapat dengan ketiga institusi pendukung ini. Basis pokoknya adalah bahwa
kesekjenan itu adalah salah satu stakeholder dari parlemen ini. Ini pointnya. Oleh
sebab itu kita wajib meminta masukan. Apa masalah-masalah yang muncul selama ini
di kesekjenan untuk kita ubah. Posisi kesekjenan itu adalah institusi pendukung utama.
Mendukung apa? Mendukung kerja parlemen supaya bisa melaksanakan fungsi dan
kewenangannya secara efektif. Untuk memastikan pekerjaan-pekerjaan dewan ini
DPD, MPR dan DPR ini. Untuk memastikan pekerjaan tugas dan kewenangannya
dilaksanakan. Nah, itu tugas bapak-ibu pendukung-pendukung ini. Kalau misalnya
melakukan pengawasan adalah tugas utama Dewan, bagaimana pendukung ini bisa
mendukung supaya tugas ini bisa dijalankan, kan begitu. Jangan sampai apa yang
menjadi tugas pendukung diambil alih oleh tugas Dewan, diambil alih oleh Dewan. Apa
yang merupakan tugas Dewan, diambil alih oleh pendukung. Tidak jelas ini. Siapa yang
anggota Dewan, siapa yang pendukung. Anggota Dewan ikut mengurus WC, ikut
mengurus bangun gedung, ikut membeli laptop. Aneh ini, republik kita ini. Kita mau
pisahkan.
Jadi, itu pointnya. Kita mau memastikan 2 hal itu tadi. Oleh sebab itu kita mohon
masukan bapak/ibu, saudara-saudara sekalian. Apa problemnya selama ini dan
maunya kita seperti apa? Untuk bisa melaksanakan hal-hal pokok yang tadi saya
sampaikan. Itu maksudnya. Nah, oleh sebab itu kita tidak berada pada posisi
5

mengundang bapak/ibu sekalian untuk memberi masukan mengenai substansi tugas


dan kewenangan Dewan, tidak. Itu tidak kita minta. Yang kita minta itu, apa selama ini
kesekjenan? Tolong disampaikan kepada Pansus. Kalau hanya misalnya MPR, kita
mau tambahkan 1 kewenangan MPR Pak Benny. Apa tambahannya? MPR ini
melaksanakan pengkajian terhadap Pancasila. Nah, apalagi? Pertama itu bukan
kewenangan bapak/ibu untuk mengusulkan. Bukan itu yang kita minta. Bukan itu yang
kita minta. Yang kedua salah kaprah lagi. Sejak kapan MPR ini mengkaji Pancasila?
Nah, ini ada disini. Makanya tanggal 21 itu saya sangat kaget. Kok kesekjenan ini
mengusulkan MPR punya tugas kedepan ini salah satu mengkaji, mengkaji Pancasila.
Apa perlu lagi dikaji Pancasila ini? Saya komplain kepada MPR pak. Apa betul MPR
mengusulkan supaya MPR ini mengkaji Pancasila? Kaget saya. Pimpinan MPR bilang,
tidak pernah Pak Benny. Lho, yang mengusulkan siapa? Ini dokumennya. Ini salah satu
contoh betapa kerja kita ini pak memang amburadul, tidak jelas.
Jadi, sekali lagi point kami adalah Pansus merasa berkepentingan. Jadi, DPR ini
memandang penting fungsi tugas institusi pendukung, sangat-sangat penting tetapi
pentingnya itu tugas kesekjenan apa saja. Diluar tugas Dewan. Tidak usah ngomong
tugas MPR, tugas Dewan, tidak usah. Yang perlu diomongkan itu apa yang bisa
dilakukan oleh sekjen-sekjen kesekjenan ini untuk mendukung pekerjaan-pekerjaan ini.
Itu pointnya. Jadi, bapak/ibu tidak kami minta seperti pakar, ahli. Ini seperti pakar lagi.
itu maksudnya.
Untuk memperpendek waktu kami persilakan. Pada kesempatan yang pertama
ini berturut-turut saja Sekjen MPR, DPD dan DPR. Apa problem? Apa ada hal yang
belum diatur dalam Undang-undang ini? Kami, bapak usulkan begini. Ada aturan begini
selama ini, menimbulkan masalah selama ini.
Silakan, jadi kami persilakan para narasumber untuk menyampaikan. Yang
pertama kami persilakan Sekjen MPR. Untuk menyampaikan itu lalu nanti DPD dan
DPR. Kami persilakan.

SEKJEN MPR (EDDIE SIREGAR):

Terima kasih Pak Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera untuk kita semua.
Selamat pagi.

Terkait dengan tugas Sekretariat Jenderal MPR, itu sangat terkait erat dengan
dinamika kehidupan politik terutama baik di Dewan Perwakilan Rakyat maupun Dewan
Perwakilan Daerah karena sejak katakanlah ketika terjadi perubahan Undang-undang
Dasar di reformasi awal sangat banyak kegiatan MPR. Kemudian tahun 2004-2009
dikatakan sedikit bahkan bukan sedikit banyak, menurun sesuai dengan fungsi dan
tugasnya ditetapkan dalam Undang-undang Dasar. Lalu pada tahun 2009-2014 ini
meningkat intensitas kegiatannya berupa sosialisasi Pancasila, Undang-undang Dasar
1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI karena kemudian terkait dengan yang akan
datang kami akan selalu ada dinamika itu Sekretariat Jenderal MPR menyesuaikan diri.
Dalam kondisi sekarang ini seperti Pak Benny tadi sebutkan, ada badan keahlian
itu, itu merupakan usul dari Tim Kajian MPR. Mengingat dinamika masyarakat itu
karena selama ini Sekretariat Jenderal itu hanya memberikan pelayanan teknis dan
administratif. Sehingga diperlukan suatu bantuan substantif yaitu berupa keahlian.
Sehingga berdasarkan itulah kemudian, dengan catatan tadi bahwa ini sangat terkait
6

berkaitan erat dengan dinamika politik di tanah air. Kami mengusulkan badan keahlian
ini melekat pada Sekretariat Jenderal DPR. Dan ada 3 hal yang atau kami ulangi ada
beberapa hal yang mendasari itu bahwa MPR akan dapat melaksanakan tugas
konstitusionalnya dengan baik apabila didukung oleh lembaga kesekretariatan yang
kuat dan profesional. Yang berorientasi kepada kinerja pelayanan. Penguatan lembaga
kesekretariatan merupakan suatu keharusan. Dalam rangka meningkatkan kualitas
dukungan teknis, administratif dan keahlian kepada majelis dan alat kelengkapannya
yang mengikuti bidang kelembagaan, sumber penguatan bidang kelembagaan, sumber
daya manusia, sarana-prasarana, tata laksana dan akuntabilitas kinerja. Selama ini
akuntabilitas kinerja kami selalu ada laporan dan dalam hal pemeriksaan juga di BPK
itu termasuk mendapat predikat wajar tanpa pengecualian. Dan pasukan dari Pimpinan
MPR juga termasuk dari sini, tim kajian itu perlu untuk melakukan kajian tentang
ketatalaksanaan, ketatanegaraan sesuai dengan dinamika masyarakat dan tentu juga
dengan kondisi seperti sekarang ini dikaitkan juga dengan ada juga gugatan MK itu
tugasnya apa? Nah, MK ada juga kajian di MK itu yang mengatakan bahwa sebenarnya
tugas MK itu bukan tugas MK tetapi itu kajiannya oleh MPR. Nah, disini pak yang kami
perlukan dukungan dari bapak. Dan kalau diizinkan pak mungkin teman kami akan
menambahkan, melengkapi.
Mohon izin pak.

MPR:

Seizin Pimpinan.
Sebagaimana tadi yang sudah disampaikan tadi oleh Pak Sekjen bahwa ada
relasi yang sangat dekat antara supporting system pendukung Sekretariat Jenderal
dengan lembaga yang dilayani pak. Jadi, selama ini memang benar bahwa tugas dan
kewenangan dari Sekretariat Jenderal itu berdasarkan Keppres Nomor 49 Tahun 1999
itu adalah layanan teknis dan administratif kepada MPR. Sementara dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Sedikit diulang pak maaf, itu Keppres apa pak? Tolong diulang.

MPR:

Keppres Nomor 49 Tahun 1999 kita masuk berdasarkan pada itu adalah
Keppres tentang organisasi Sekretariat Jenderal MPR Pak. Jadi, masih punya Keppres
bukan Peraturan Presiden. Dan itulah yang kita pakai kemudian diderifasi pada
peraturan Sekjen yang meliputi organisasi dan tata kerja. Dan dari situlah kita
mendasarkan layanan teknis administratif itu untuk melayani majelis yang kondisinya
tentu sudah berbeda dengan kondisi tahun 1999 itu. Meskipun kewenangan eksplisit
bapak/ibu semua memahami bahwa itulah kewenangan dari Pasal 3 dan Pasal 8 tetapi
pada kenyatannya Undang-undang MD3 juga mengamanatkan untuk
memasyarakatkan Undang-undang Dasar Pak. Kemudian di Tatib juga diperluas
Pancasila dan Undang-undang Dasar. Dan maka ada kewajiban-kewajiban anggota
lainnya yang semestinya mendapat layanan dari Sekretariat Jenderal secara maksimal.
Oleh karena itulah kondisi organisasi, kondisi susunan tata kerja, kondisi uraian
tugas yang masih mendasarkan pada tahun 1999 itulah yang kita pakai. Yang
kemudian hingga saat ini adanya seperti itu.
7

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Maaf pak, tadi yang pelayanan kepada anggota itu maksudnya apa, yang mana?

MPR:

Di Tatib itu dikatakan bahwa kewajiban anggota sebagai wakil rakyat dan daerah
adalah menjaga kerukunan Nasional misalnya. Memasyarakatkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar misalnya. Itu kalau dijabarkan pastilah itu akan menstimulasi
harus seperti apa layanan sekretariat. Kalau menginginkan bahwa anggota sebagai
bagian dari lembaga demokrasi itu juga ikut berkontribusi maksimal dalam
meningkatkan kinerja lembaga pak. Itu yang pemahaman kami.
Sehingga kedepan saya kira, ini yang harus difasilitasi. Tidak hanya anggota
sebagai individu tetapi juga alat kelengkapannya pak. Fraksi-fraksi MPR harus berdaya
guna. Bagaimana relasinya dengan partai-partai politik maupun kelompok yang dilayani
yaitu muaranya adalah untuk penguatan lembaga MPR.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Maaf pak, tetapi itu tadikan anggota DPR bukan anggota MPR? Di Tatib.

MPR:

MPR pak, saya membicarakan MPR. Di Tatib MPR.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Di Tatib MPR bukan di Undang-undang. Di Tatib sajakan.

MPR:

Iya pak. Itu merupakan hasil sidang umum MPR. Nah, itu pertama.
Oleh karena itulah kemudian kondisi seperti ini harus diantisipasi pak dengan
satu penguatan-penguatan di tingkat Sekretariat Jenderal yaitu di aspek kelembagaan
itu sendiri tentulah harus ada support lebih kuat yang berbentuk institusi. Yang disana
domainnya adalah keahlian pak karena selama ini memang hanya teknis dan
administratif. Memang ada institusi yang namanya pusat kajian pak. Disitu saya hanya
didukung oleh 10 orang staf yang bersifat administratif pak. Sementara dinamika di
MPR tentu saja tidak hanya soal-soal terkait...tugas-tugas yang dilintasi oleh perintah
amanat Undang-undang Dasar, Undang-undang MD3, dan Tatib juga adalah aspirasi
yang berkembang di masyarakat. Yang itu intensitasnya sangat tinggi. Dan sebagai
lembaga demokrasi tentu saja harus merespon itu pak. Tidak hanya sekedar diterima
dan didiamkan karena banyak aspirasi penting yang kadang-kadang juga disampaikan
tempat lain juga masuk ke MPR pak. Dan seluruhnya hampir terkait dengan hal-hal
fundamental pak, terkait dengan toleransi, terkait dengan konstitusi dan lain sebagainya
pak. Dan tentu saja perlu ada supporting system yang mendukung itu, pertama.
Yang kedua kemudian sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengubah
dan menetapkan Undang-undang Dasar, learning proses daripada negara itu pasti
harus ada pak. Jadi, tidak mungkin sebagai lembaga yang melayani itu stand by dia
8

tanpa punya data, tanpa punya basis aspirasi yang kuat. Sementara negara berjalan,
bergerak, dan kemudian seperti sekarang ini ada usulan-usulan, wacana kuat untuk
amandemen misalnya. Tentulah tidak instant kita kemudian mengolah itu pak. Harus
berproses dan tentu harus dilakukan kajian-kajian.
Oleh karena itulah agar MPR ini juga memiliki satu positioning yang kuat dalam
berkontribusi mendukung perkembangan demokrasi, politik dan tata negara kedepan,
apalagi hangat akhir-akhir ini usulan amandemen juga muncul. Itu perlu diperkuat
dengan satu badan pak. Tidak hanya satu pusat yang seperti ini strukturnya. Yang
berdasarkan pada tahun 1999. Yang disitu nanti akan meliputi berbagai tugas-tugas
yang mendukung tadi, penguatan-penguatan lembaga MPR dalam bidang-bidang yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan itu tadi.
Jadi, intinya bahwa di Sekretariat Jenderal perlu ada penguatan di kelembagaan
melalui pembentukan badan. Namanya boleh apa saja pak tetapi kita mengusulkan
yang berkembang selama ini dalam diskusi adalah badan kajian tata negara pak. Masih
dalam lingkup Setjen. Saya kira Pak Sekjen tambahan saya itu pak.
Terima kasih Pak.

SEKJEN MPR (EDDIE SIREGAR):

Demikian bapak Pimpinan. Kami kembalikan kepada bapak.


Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, saya tidak tahu mengikuti apa yang tadi disampaikan. Saya belum
menangkap apa usulan kesekjenan ini untuk memperkuat. Kalau tadi hanya
membentuk badan. Maksud saya begini, inikan simple yang tadi saya jelaskan. Kalau
tugasnya MPR ini wewenangnya adalah mensosialisasikan Pancasila, begitu.
Tugasnya mensosialisasikan Pancasila. Pertanyaannya adalah, apa yang dilakukan
oleh institusi pendukung supaya pekerjaan mensosialisasikan ini bisa berjalan secara
efektif, akuntable dan transparan, kan begitu pak. Itu yang kita minta, apa usulnya?
Kedua, kalau disini dikatakan kewenangannya adalah mengubah Undang-
undang Dasar atau apa mengkaji tadi, maka tugas pendukung kami usulkan begini,
begini. Kan begitu pak. Ini yang kita butuh sebetulnya. Untuk kita tuangkan disini. Ini
tidak ada. Kita tidak diskusi tentang apa tugas dan kewenangan majelis bukan itu tugas
kita saat ini bukan. Kita diskusi apa yang bapak-bapak, ibu-ibu sebagai
penanggungjawab institusi pendukung utama kerja-kerja ini bisa lakukan, bisa perbaiki
begitu. Nah, berdasarkan pengalaman-pengalaman bapak/ibu selama ini, apa yang
kurang, apa yang ini, dimasukkan.
Ok, silakan DPD lanjutkan.

SEKJEN DPD:

Terima kasih bapak Pimpinan.

Yang terhormat bapak Pimpinan, bapak anggota Pansus,


Yang terhormat Pak Sekjen MPR, Sekjen DPR,

Mohon izin kami melaporkan bahwa pada tanggal 30 Juli Tahun 2012 kami telah
menyampaikan usulan yang suratnya ditandatangani oleh Pimpinan DPD kepada
9

Pimpinan MPR. Dan pada kesempatan kami tidak akan menyampaikan mengenai
tugas-tugas wewenang DPD karena bapak/ibu juga sudah sangat mengetahuinya. Dan
sebagai tadi arahan dari bapak Pimpinan bahwa hal-hal yang teknis yang akan kami
sampaikan juga disahkan oleh kesekretariatan.
Dalam surat itu kami menyampaikan, mengusulkan dari DPD untuk sistem
pendukung kepada atau kesekretariatan di 3 lembaga ini. Disinikan ada DPR, MPR,
dan DPD. Kami mengusulkan dari DPD untuk dibentuk kesekretariatan parlemen. Yang
kedudukannya sebagai sekretaris parlemen itu setingkat dengan menteri atau kalau di
eksekutif setingkat sekretaris kabinet. Didalam strukturnya sekretaris parlemen itu
membawahi ada Sekretaris Jenderal MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris
Jenderal DPD. Lalu ada yang setingkat badan pengawas dan manajemen resiko lalu
badan-badan fungsional dan badan-badan teknis. Dari masing-masing unit kerja
tersebut kalau untuk Sekretariat Jenderal MPR mohon izin kami melaporkan mengenai
sekretaris parlemen. Itu tugasnya mengkoordinasikan dukungan operasional kerja
lembaga MPR, DPR, DPD yang meliputi dukungan administrasi, teknis, keahlian, dan
jaringan. Lalu kedua melakukan komunikasi publik menyangkut substansi dukungan
parlemen diluar substansi politik. Ketiga menyusun rencana induk sistem birokrasi
parlemen untuk dilaksanakan dalam sistem kerja birokrasi parlemen secara bertahap
sampai implementasi penuh. Yang keempat, melaksanakan tugas-tugas
kesekretariatan parlemen sesuai dengan peraturan perundangan. Dan yang kelima,
mengkoordinasikan pengelolaan kantor-kantor..di ibukota provinsi.
Mengenai sekretaris jenderal. Sekretaris Jenderal tetap ada 3, ada Sekretaris
Jenderal MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal DPD. Secara
substansi bertanggungjawab kepada Pimpinan masing-masing lembaga dan secara
administrasi bertanggung jawab kepada sekretaris parlemen. Lalu Sekretaris Jenderal
MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal DPD adalah pejabat tinggi
madya. Kami sesuaikan dengan Undang-undang ASN Pak. Dan untuk ketiga sekretaris
jenderal tersebut itu diusulkan oleh masing-masing lembaga melalui sekretaris
parlemen disampaikan kepada Presiden. Ini mekanisme untuk pengangkatan dari
ketiga sekjen itu.
Selanjutnya mengenai badan, untuk badan ini dipimpin oleh atau dikepalai oleh
kepala badan yang setingkat dengan pejabat tinggi madya. Kepala badan diangkat dari
pegawai negeri sipil, menurut ketentuan dalam aturan Pemerintah. Kepala badan
pengamat, badan fungsional dan badan-badan teknis atas persetujuan Pimpinan MPR,
DPR dan DPD. Diusulkan oleh sekretaris badan kepada Presiden karena badan-badan
ini nanti akan langsung kepada bertanggung jawab kepada sekretaris parlemen. Jadi
posisinya sejajar dengan sekretaris jenderal. Nah, sehingga dalam menentukan
pejabat-pejabat tersebut harus ada kesepakatan dari ketiga lembaga itu.
Selanjutnya mengenai masing-masing unit kerja. Dari sekretaris parlemen juga
didukung oleh beberapa biro sebagai biro koordinator dan dari masing-masing
sekretariat jenderal atau sekretaris jenderal dan badan-badan didukung oleh biro-biro
yang diangkat dan ditugaskan oleh masing-masing atau menjadi kewenangan dari
masing-masing kesekretariatan dan badan tersebut. Itu yang kami laporkan atau kami
usulkan didalam kesekretariatan di 3 lembaga ini.
Kenapa kami menyampaikan atau melaporkan usulan seperti itu? Mengingat
ketiga lembaga yang ada dalam satu lingkungan mungkin perlu juga ada
kesekretariatan yang lebih tinggi posisinya. Dan mungkin juga nanti seperti sekretaris
parlemen ini dapat mengikuti sidang-sidang kabinet. Nah, ini mengenai masalah
kesekretariatan.
10

Lalu hal lain juga karena tadi dari pimpinan dimintakan untuk apa yang selama
ini menjadi masalah atau kendala-kendala dalam pelaksanaan dukungan kepada yang
terhormat anggota Dewan, dalam hal ini anggota DPD. Yang pertama mengenai
anggaran. Mengenai anggaran ini struktur anggaran kan disamakan dengan struktur
anggaran yang ada di eksekutif. Memang ada kesulitan. Didalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan untuk kegiatan dari anggota Dewan yang terhormat karena
strukturnya ada di eksekutif dilaksanakan untuk di parlemen agak kesulitan. Lalu yang
keduanya mengenai mungkin dari anggaran itu tidak perlu dirinci secara detail
keperluan untuk apa saja, apa saja tetapi diberikan secara program. Dan nanti
pelaksanaan masing-masing kesekretariatan tetapi tetap dalam pelaksanaannya
mengikuti aturan-aturan, misalkan kalau pengadaan barang, melalui prosedur,
bagaimana melalui lelang, atau perlu atau tidak atau hanya dengan penunjukkan?
Tetapi keperluannya untuk apa itu menjadi kewenangan dari masing-masing
kesekretariatan atau masing-masing lembaga.
Nah hal lain juga seperti hak-hak untuk yang terhormat bapak/ibu anggota. Yang
sifatnya sudah untuk kegiatan perseorangan mungkin tidak perlu ada
pertanggungjawaban atau lampiran kegiatan pertanggungjawaban. Cukup disampaikan
dan disampaikan setiap bulan. Nah, kecuali untuk kegiatan yang sifatnya bersama,
misalkan konsinyering atau rapat-rapat diluar kantor, itukan disesuaikan dengan
kehadiran. Mungkin itu perlu didukung, dikelola oleh sekretariat karena tidak mungkin
yang terhormat bapak/ibu tidak hadir diberikan misalkan tunjangannya atau misalnya
hotelnya dipesankan dan lain sebagainya. Nah, itu dikelola oleh sekretariat.
Mungkin secara singkat seperti itu bapak pimpinan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih banyak Sekjen DPD atas masukan-masukannya. Nanti kita
diskusi lebih lanjut. Yang ketiga kami persilakan Sekjen DPR.

SEKJEN DPR (DR WINANTUNINGTYASTITI S., M.Si):

Bismillahirahmanirahim.
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Yang saya hormati bapak Pimpinan dan bapak-bapak anggota Pansus RUU MD3,

Mendengarkan arahan dari bapak Ketua Pansus tadi tentu kami akan
menyampaikan hal-hal yang terkait dengan sekretariat jenderal sebagai unsur
pendukung yang saat ini kami struktur organisasi kami adalah berdasarkan kepada
Perpres No. 23 Tahun 2005. Dimana Sekretariat Jenderal mengemban, menjalankan
fungsi untuk mendukung Dewan baik yang bersifat administrasi, teknis, dan keahlian.
Untuk khusus yang keahlian dijalankan oleh 2 deputi yaitu Deputi Perundang-
undangan. Kemudian didalamnya itu ada perancang undang-undang tetapi memang
jumlahnya memang belum memadai. Kemarin kami merekruit sebanyak CPNS 22
orang. Itu pun dari yang kami mengajukan 50 orang. Kami mengajukan kepada
Pemerintah sesuai dengan formasi yang disiapkan. Jadi sekarang jumlah
keseluruhannya adalah 45 orang.
Kemudian untuk dukungan terhadap pelaksanaan fungsi anggaran dilaksanakan
oleh Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan. Yang didalamnya ada tenaga analis
APBN. Jumlahnya juga baru 14 orang. Kemudian peneliti yang saat ini jumlahnya juga
11

78 orang. Tentu karena ini termasuk yang baru direkruit tahun ini. Jadi jumlah ini
memang belum memadai. Sekali lagi untuk pengisian, untuk peningkatan tenaga
fungsional yang profesional ini baik pengisian penambahan jumlahnya maupun
peningkatan kompetensinya. Kami sangat tergantung pada kebijakan Pemerintah.
Oleh karena itu dengan rencana untuk peningkatan jumlah dan terus tuntutan
dari dukungan keahlian yang kami bisa pahami dari anggota Dewan. Kami memang
terus akan menambah jumlah SDM yang mendukung didalam fungsi keahlian. Sebagai
unsur pendukung bapak yang kami hormati, secara prinsip sebetulnya kami mengikuti
sistem apa yang akan dibangun di DPR melalui Pansus ini. Yang nantinya ditetapkan
didalam Undang-undang tentang MD3 karena seiring dengan reformasi birokrasi yang
ada di kami, kami terus berproses. Tentunya sambil juga menyesuaikan dengan
kebutuhan Dewan. Dan dalam hal ini kami sangat memahami, yang pertama yang kami
fokuskan adalah untuk peningkatan dukungan tersebut. Yang pertama kepada dalam
hal pengelolaan anggaran secara mandiri dan juga pengelolaan SDM. Hanya saja
sebagaimana yang kami laporkan sebelumnya pada rapat sebelumnya kami tentu
sebagai PNS, sebagai unsur aparatur negara memiliki norma-norma dan rambu-rambu
yang termuat didalam berbagai undang-undang sebagai rule desk yang jelas bagi kami
melaksanakan tugas-tugas kami.
Sebagaimana penugasan pada rapat sebelumnya kami juga ingin
menyampaikan antara lain untuk pengelolaan anggaran. Ini ada didalam Undang-
undang tentang, sebetulnya turunannya dari Undang-undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat
(1), Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.
Kemudian Pasal 20 ayat (1) DPR memegang kekuasaan untuk membuat Undang-
undang. Pasal 20a ayat (1), DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Ini yang kemudian menjadi dasar dari kami bagaimana memberikan dukungan dalam
fungsi administrasi, teknis dan keahlian tadi.
Nah, khusus pengelolaan anggaran kami diikat dengan Undang-undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ini ada di Pasal 6, ada di beberapa pasal
yang terkait dengan kewenangan eksekutif. Dan kami sebagai pengguna anggaran
dalam konteks Sekjen sebagai pengguna anggaran. Ini yang bertanggung jawab
secara formal dan material kepada Presiden atas pelaksanaan kebijakan anggaran
yang berada didalam penguasaannya. Artinya didalam lingkup anggaran DPR.
Kemudian juga pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan,
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, ini juga disebutkan. Objek
pemeriksaan BPK adalah pejabat yang diperiksa dan/atau bertanggung jawab. Artinya
disini yang selanjutnya disebut pejabat pengelola anggaran adalah Sekjen juga.
Di Undang-undang Nomor 1 tentang Perbendaharaan Negara juga seperti itu.
Yang kami harus menjadi acuan. Kemudian Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang BPK juga mengatakan bahwa objek pemeriksaannya dalam hal ini adalah
lembaga, didalam lembaga penyelenggaraan pemerintah ada di pusat yaitu adalah di
Sekjen. Sementara di dalam Undang-undang Nomor 2009 tentang MD3 yaitu pada
Pasal 73 dan Pasal 71, DPR menyusun anggaran dituangkan dalam program dan
kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian dan
seterusnya ayat (2) dan ayat (3) itu permasalahan yang ada sebetulnya alhamdulillah
kalau dalam sisi akuntabilitas kami sudah berhasil mendapatkan dari sejumlah 28
penghargaan yang kami terima pada periode ini yang kami terima. Tentu ini dalam
upaya juga untuk meningkatkan citra Dewan. 5 diantaranya adalah penghargaan WTP.
Nah, masalahnya di lapangan adalah terkait dengan standar akuntabilitas bapak-
bapak. Jadi, kami sering berdiskusi dengan khususnya bapak/ibu anggota di BURT ada
beberapa masalah yang terkait dengan persepsi terhadap pelaksanaan undang-
12

undang. Katakanlah sebagai contoh Undang-undang tentang Pajak. Pemerintah


menganggap bahwa siapa pun yang memanfaatkan bangunan Pemerintah itu harus
membayar pajak tetapi diartikan bahwa di BURT itu tidak karena harus dibayarkan oleh
negara.
Jadi, kami melakukan instruksi kemudian kami mengalokasikan anggaran untuk
membayarkan PBB rumah jabatan anggota tetapi juga dibintangi oleh Pemerintah
karena tidak bisa dilaksanakan karena Pemerintah tetap menganggap bahwa harus
dibayar oleh Anggota Dewan. Nah, ini salah satu contoh saja didalam pengelolaan
anggaran. Sementara kami tetap harus berjuang untuk mempertahankan WTP dari
tahun ke tahun.
Kemudian yang berikutnya juga terhadap standar akuntabilitas. Sebagaimana
misalnya standar akuntabilitas yang diatur oleh BPK itu harus seperti ini. Sementara
bapak/ibu anggota dan juga kami sangat memahami apa yang diminta oleh BPK yang
memenuhi standar tadi, kami selalu berdebat bahwa ini mengganjal WTP tetapi saya,
kami mengemban tugas dari Badan Urusan Rumah Tangga bahwa tidak mungkin
seorang anggota DPR itu tritian pak, mohon maaf kalau bahasa Jawanya itu minta
tanda tangan kian-kemari untuk mengesahkan. Jadi, mengesahkan
pertanggungjawaban itu. Jadi, cukup dengan pernyataan bahwa tanggal sekian dan
seterusnya mengadakan kegiatan ini-ini kemudian dicap di DPD partai politik terkait.
Kemudian kami kemarin didalam rapat terakhir dengan BURT, kami mohon dilampirkan
juga foto-foto, bentuk foto-foto visual yang dilaksanakan oleh bapak/ibu anggota.
Supaya untuk memperkuat juga untuk pertanggungjawaban. Itu terkait dengan
pengelola anggaran. Sekali lagi karena kami juga terus menjaga akuntabilitasi dari
bapak/ibu anggota. Dan kami sangat tidak ingin bapak/ibu anggota dan kami juga
melanggar berbagai undang-undang yang tadi kami sampaikan. Yang sampai sekarang
juga masih berlaku.
Kemudian,

Bapak/ibu yang kami hormati,

Dengan DIM yang ingin kami laporkan adalah tentu pada Pasal 392 itu, salah
satu dari amanat Undang-undang MD3 ini adalah ingin membentuk badan fungsional
keahlian. Jadi, beberapa hal yang disini kami cermati adalah ada beberapa pasal-pasal
yang memang harus disesuaikan dengan Undang-undang yang ada. Sebagaimana
misalnya Pasal 392 ayat (1), ini disini kalimat dibawahnya adalah diatur dengan
peraturan lembaga masing-masing. Ini pemahaman tentu terkait dengan sistem
penggajian akan sulit atau mungkin perlu waktu yang panjang untuk dilaksanakan.
Oleh karena itu kami bisa menyampaikan bahwa untuk setelah perubahan
menjadi kalimat diatasnya sama. Dibawahnya, diatur dengan Peraturan Presiden. Atas
usul Pimpinan lembaga masing-masing. Kemudian yang berikutnya masih pada Pasal
392 terkait dengan pembentukan apakah badan fungsional keahlian atau badan
pengelola legislatif atau apa pun namanya sebetulnya secara prinsip kami dapat
memahami keinginan tersebut tetapi karena terkait dengan tadi ada Undang-undang
ASN, kemudian ada beberapa undang-undang yang lain yang juga menjadi catatan
kami disini adalah Undang-undang tentang Kepegawaian. Dalam bentuk Undang-
undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN dan juga Undang-undang Nomor 5 tentang aparatur negara. Jadi, ini perlu
proses.
Nah, kami ingin menyampaikan bahwa kalau ini ingin segera diimplementasikan
mungkin bisa dibentuk semacam unit pendukung keahlian atau apa pun namanya yang
13

bersifat ad hoc (sementara) mungkin 5 tahun atau sambil proses evaluasi apa yang
sudah dilakukan kesekjenan dan yang terus berproses untuk peningkatannya. Jadi, itu
barangkali tidak dicantumkan secara eksplisit didalam pasal tertentu tetapi dia akan
masuk kedalam tugas Pimpinan. Tugas dan fungsi pimpinan dewan, misalnya disini,
Pimpinan Dewan dapat membentuk unit pendukung keahlian yang bersifat ad hoc
sesuai dengan kebutuhan Dewan, misalnya seperti itu. Kemudian nanti ditetapkan.
Jadi, unit pendukung keahlian ini bertanggung jawab secara teknis kepada Pimpinan
DPR tetapi secara administratif kepada Sekretariat Jenderal karena sekali lagi
beberapa undang-undang masih mengatur Sekretariat Jenderal sebagai pengguna
anggaran.
Nah, itu bisa jalan. Artinya permintaan tugas maupun laporan pelaksanaan
kinerjanya itu kepada Dewan langsung. Nah, ini bisa ditempuh, ditetapkan dengan
misalnya dicantolkannya kalau dari tugas pimpinan tadi tentu diturunkan kepada
Peraturan Dewan tentang Tata Tertib. Jadi, misalnya ini nanti akan secara detail
diaturnya dengan turunannya adalah Keputusan Pimpinan DPR misalnya seperti itu.
Jadi, di Undang-undang MD3 adalah dicantumkan didalam tugas dan fungsi pimpinan
nanti. Kemudian di Tata Tertibnya itu menuju kepada peraturan yang akan menetapkan
dan bersifat ad hoc sesuai dengan kebutuhan. Maksud kami adalah supaya ini bisa
dilaksanakan. Tidak harus menunggu perubahan berbagai undang-undang yang
mengikat tadi.
Kemudian pada Pasal 392a ini juga kami agak sedikit merubah istilah saja
bahwa mengacu kepada Undang-undang ASN yang baru saja disahkan. Jadi, disini
terdiri dari pegawai didalam unit pendukung keahlian tadi terdiri atas PNS dan pegawai
Pemerintah dengan perjanjian kerja. Dengan itu istilah ini adalah kita bisa melakukan
kontrak kerja itu lebih dari satu tahun pak. Jadi, tidak seperti TA yang sekarang hanya
tiap tahun anggaran tetapi bisa misalnya untuk 3 tahun tetapi untuk penggajiannya
tentu tiap tahun itu dikeluarkan untuk kenaikan dan sebagainya. Nah, rekruitmen ini
juga mohon maaf kami disini kami nyatakan dihapus karena tentu rekruitmennya ini
mengacu kepada Undang-undang ASN juga. Jadi, ada formasi nanti yang kami buat.
Kemudian ada analisa beban kerja yang harus kami susun. Kemudian analisas jabatan.
Berapa jumlah yang direkruit karena ini akan disandingkan dengan jumlah PNS
pendukung keahlian.
Kemudian yang terkait dengan Pasal 392b, dalam satu kali periode masa bakti
terdapat paling sedikit satu kali kenaikan honorarium tenaga ahli. Ini mohon izin saya
tulis disitu dihapus karena ayat ini tidak mencerminkan merit system. Padahal kita
membangun profesionalisme SDM yang mendukung Dewan. Yang juga berbasis
kinerja. Kami sekarang seluruh pegawai Sekretariat Jenderal DPR bapak sudah punya
jabatan, sudah punya pekerjaan yang jelas, apa yang harus mereka kerjakan setiap
hari. Ini kaitannya dengan reformasi birokrasi dan nantinya outputnya. Jadi, masing-
masing pegawai itu sudah tahu setiap harinya yang dikerjakan apa. Nah, ini konteksnya
adalah pegawai dibayar sesuai dengan kinerja dan profesionalisme yang diberikan
kepada institusi.
Yang berikutnya rekruitmen yang Pasal 392b ayat (3), rekruitmen tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh alat kelengkapan DPR, Anggota
dan Fraksi yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Sekretariat Jenderal. Nah, ini
kami mengacu kepada kajian KPK pak. KPK ini merekomendasikan supaya rekruitmen
tenaga ahli di DPR ini semuanya sama baik proses yang di alat kelengkapan Dewan
maupun yang melekat di bapak/ibu anggota dan Fraksi. Jadi,direkruit secara
transparan dan akuntabel. Memperhatikan persyaratan kompetensi dan juga proses-
proses yang terbuka bagi publik.
14

F-PD (Ir. H. MULYADI):

Interupsi sebentar Pimpinan.


Saya rasa inikan terlalu teknis yang dibicarakan oleh Bu Sekjen ini. Kalau bisa,
bisa tidak metode penyampaiannya itu, apa persoalan kita terkait dengan supporting
system selama ini apa? Seperti Pak Juned kan tahu persis pak, kita setiap rapat BURT
selama inikan banyak handycap yang terjadi terkait dalam kerja bapak mendukung
Dewan baik dari sisi administrasi, keuangan, dan lain sebagainya. Bisa tidak, pertama
bapak inventarisir persoalan Dewan selama 4 tahun lebih ini adalah ini. Ini kesulitan
saya. Apa yang disampaikan anggota Dewan selama ini, ini-ini, solusinya adalah ini.
Kita kaitkan dengan pasal-pasal yang diusulkan oleh Sekretariat Jenderal. Jadi, kita
berbasis dulu persoalan yang ada saat ini. Setelah itu kalau kita mau kembangkan
yang terkait dengan hal-hal baru, baru setelah itu. Dan tidak perlu kita bicara detail-
detail ini, nantikan kita akan bahas pasal per pasal.
Jadi, tolong diberi dulu kita pengertian. Saya selama 4 tahun rapat di BURT itu
banyak persoalan-persoalan yang, Pak Juned ya kita sering rapat, wah ini kita tidak
bisa, ini soalnya masalahnya begini baik itu yang terkait dengan keuangan dan lain
sebagainya. Banyak sekali handicap yang terjadi selama ini. Nah, ini adalah
momentum bagi Sekretariat Jenderal untuk menyelesaikan persoalan anggota Dewan
yang selama ini tidak bisa diselesaikan oleh Sekretariat Jenderal. Mungkin terkait
dengan aturan-aturan yang ada. Mungkin kalau ada, kalau mungkin menurut saya yang
agak berat adalah yang terkait dengan Undang-undang Nomor 17 tentang Keuangan
Negera. Itu mungkin agak beda tetapi ada beberapa hal yang menurut saya bisa kita by
pass melalui Undang-undang MD3 ini. Jadi itu dulu.
Saya tidak begitu tune in dengan apa yang tadi begitu detail dan panjang itu.
Supaya metodologi rapat kita lebih efektif, dan efisien. Saya usulan itu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.


Tadi saya sudah menyampaikan pada awal rapat tadi. Jadi, apa problem,
statementnya apa selama ini? Kan kita tidak tahu. Kalau Pak Mul selama ini di BURT
dia tahunya sedikit-sedikit mungkin, belum tahu banyak. Apalagi saya yang tidak
pernah kesana, sama sekali tidak tahu, kan begitu. Ingin tahu. Jadi, ini kalau dibuka
sedikit pak, keingintahuan kita lebih banyak lagi nanti. Nah, oleh sebab itu, benar tadi.
Jadi, ibu sampaikan ini problem statement selama ini pak, tugas ini, tugas ini. Kalau
rekomendasi KPK. Sejak kapan KPK tugas-tugas merekomendasi soal ngangkat
tenaga ahli. Kok aneh kerja KPK ini. Tidak usah diikuti. Itu rekomendasi. Tidak wajib. Itu
bukan aturan bukan undang-undang. Kok tiba-tiba rekomendasi. Itu urusan Dewan.
Tidak usah kita, jadi kita anggap KPK seperti dewa penyelamat di republik ini. Jadi,
tidak usah kita.
Jadi, itu tidak usah kita bahas soal. Itu tidak penting. Yang utama, penting tetapi
bukan yang utama. Itu mungkin penting yang kedua atau yang ketiga. Nah, tolong yang
penting dulu tadi disampaikan dulu yang tadi. Yang tadi saya kasih contoh. Bagaimana
sistem pendukung ini tadi saya jelaskan dalam rangka mengefektifkan pelaksana fungsi
tetapi juga menjamin proses yang transparan, akuntable kan begitu, itukan yang kita
butuh. Misalnya kedepan, kita mau supaya ada penghargaan yang sama oleh
masyarakat terhadap anggota Dewan. Jangan dari Komisi V, komisinya Pak Mul, ke
15

masyarakat, masyarakat angkat topi. Dijemput ke bandara oleh kontraktor lokal. Kan itu
yang terjadi. Kita yang tidak tahu apa-apa ini pak malah bilang itu siapa. Coba
bayangkan, itu siapa? Katanya. Oh, baru tahu saya anggota Dewan itu, kan begitu
karena itu tadi. Itu maksud saya ibu.
Jadi, ibu saya yakin tahu banyak. Jangan sembunyikan hal-hal yang banyak itu
tadi, dibuka untuk kita perbaiki. Jadi jangan di soal-soal teknis begitu. Itu penting juga
tetapi bukan itu yang utama.
Silakan lanjutkan.

SEKJEN DPR (DR. WINANTUNIGNTYASTITI S., M.Si):

Baik bapak, mohon maaf kami hanya mempermudah saja. Jadi, tadi mengisi
DIM tetapi sebagaimana kami laporkan tadi bapak.

F-PD (Ir. H. MULYADI):

Sedikit bu sebelum diteruskan melalui Pimpinan.


Saya mau tanya bu, apakah kesekjenan itu telah menginventarisir persoalan-
persoalan yang selama ini menghambat dukungannya terhadap anggota Dewan. Itu
dulu. Kalau persoalan itu belum diinventarisir, itu tidak akan bisa membuat atau
mengajukan solusinya di MD3 ini kalau tidak tahu persoalannya. Saya hanya sebagai
contoh dengan Pak Juned, 4 tahun saya sebagai Pimpinan Komisi V diundang rapat di
BURT, banyak sekali persoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh
kesekjenan terkati dengan aturan-aturan yang menurut saya logikanya tidak masuk
akal saya. Hal-hal yang sangat sepele itu menjadi persoalan menjadi besar. Padahal
kita ini anggota Dewan, seperti yang disampaikan oleh Pak Fahri. Masa kita dihalang-
halangi oleh persoalan yang sangat kecil yang kita ingin menunjukkan kinerja kita yang
lebih baik. Itu dulu bu diselesaikan bu, sebelum kita bicara masalah usulan pegawai,
ada KPK dan sebagainya.
Jadi, tolong, saya yakin kesekjenan harusnya punya karena kita banyak sekali
komplain. Ini bagaimana kok harus begini, harus begini tetapi selalu jawabannya, oh itu
aturan dari keuangan, ini aturan dari ini, dari ini. Jawabnya aturan semua. Nah,
sekarang kita bikin aturan. Aturan itu kita ubah dan kita perkuat di MD3.
Terima kasih.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Atau saya tambah sedikit Pak Benny karena ini mungkin pertemuannya dengan
Ibu Sekjen ini yang kedua dari yang kemarin masukan awal. Sekarang ini kita sudah
minta beliau merekonstruksinya dalam bentuk DIM. Memang yang dimaksud tadi itu
semua halangan-halangan yang kita anggap menjadi beban selama ini terkait dengan,
kan begini bu diatas kita itu konstitusi. Dan konstitusi itu secara sadar melakukan
perubahan. Konstruksi ketatanegaraan kita itu berubah. DPR itu diperkuat, DPD juga
diperkuat. Meskipun kita mesti melihat karena konsepnya ini bukan federasi. Ini negara
kesatuan bahkan DPD kalau didalam negara federal itu memang DPD lebih kuat dia
daripada DPR. Jadi, senat di Amerika Serikat itu lebih kuat dari house karena dia
federasi.
Nah, di kita itu karena sistemnya negara kesatuan, DPR itu masih lebih kuat
daripada DPD. Nah, tetapi disebut didalam banyak pasal itu termasuk misalnya kuasa
pembuat undang-undang adalah DPR. Pasal berapa itu 19 kalau tidak salah. Nah, ini
16

menganut konsekuensi ibu bahwa mandat dari konstitusi ini harus diikuti. Tidak boleh
kemudian eksekutif, eksekutif inikan paling banyak dirampas haknya bu. Dalam
konstruksi amandemen IV yang paling banyak dirampas haknya itu adalah eksekutif.
Tentu eksekutif juga tidak mau hilang-hilang semua bahkan juga didalam pembuatan
undang-undang, kalau konstitusi pra sebelum amandemen, kira-kira bunyinya itu lebih
heavy kepada Presiden sebagai pembuat undang-undang. Sekarang ini menjadi DPR.
Nah karena konstitusinya yang berubah maka seluruh aturan dibawahnya
harusnya berubah karena kemudian konstitusi meminta DPR itu diperkuat maka
seluruh undang-undang yang mencoba memperlemah Dewan itu kita ubah maka
kemudian kita perlu semacam penyesuaian. Nah, didalam diskusi yang diharapkan tadi
oleh bapak-bapak terutama yang sudah pernah terlibat dalam BURT. Dalam
perdebatan itu tolong langitnya jangan dibatasi dulu bu dengan undang-undang yang
lain tetapi mencoba sefleksible mungkin bahwa nanti ini ada semacam transisi.
Memang undang-undang lainnya sudah ada, misalnya Undang-undang Keuangan
Negara yang dianggap kemudian Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembuatan Undang-undang, kemudian ada Undang-undang ASN, Kepegawaian dan
sebagaimanya kemudian ada undang-undang, macam-macam itu yang kira-kira akan
sangat bersinggungan dengan kita. Ini tidak kita langgar tetapi kalau kita membuat
undang-undang kan apa ada prinsip didalam hukum itu bukan lex apa itu, lex priory,
apa itu. Pokoknya undang-undang yang dibuat belakangan itu yang berlaku dan
menyusul undang-undang yang lain, memang nanti kita perlu ubah.
Nah, ini harus dijadikan batas supaya kita keluar dari jebakan keharusan untuk
mengikuti pola-pola lama. Nah, saya tahu tadi maksud ibu juga mengerti bahwa
governmentnya tetap. Saya menghargai dalam soal itu ibu betul. Apa pun mau sistem
berubah seperti apa pun yang namanya based park practice, government itu tetap.
Azas-azas profesionalisme tetap. Cuma definisi profesionalisme dalam lembaga
eksekutif berbeda dengan definisi profesionalisme didalam lembaga legislatif karena
lembaga eksekutif itu, profesionalisme itu adalah profesionalisme pelaksanaan. Kalau
didalam legislatif inikan lebih banyak profesionalisme keilmuan. Disitu ada soal
intelektualitas dan sebagainya bu yang harus diorganisir juga secara profesional.
Nah, mungkin ini yang tadi dimaksudkan. Sehingga kita bisa langsung kepada
point-point yang menjadi kesulitan tadi mohon maaf ini kalau mau mengambil seperti
contoh, tadi usulan dari DPD menarik karena DPD itu mencoba mengangkat satu
kesekjenan baru namanya Sekretariat Jenderal Parlemen. Ini apa maksudnya? Supaya
ibu satu sisi jangan terlalu banyak tergantung teknis kepada Pimpinan lembaga
masing-masing yang selama ini bahkan didalam konsep DPR, Ketua BURT adalah
Ketua DPR. Sementara Pak Marzuki Alie khususnya dia agak takut ini pegang barang
ini karena sudah banyak masalah dari kemarin. Kesulitanlah ibu. Nah, DPD
mengusulkan Sekretariat Jenderal Parlemen ini menarik. Kenapa? Kemudian fungsi-
fungsi teknis itu nanti diambil oleh Sekretariat Jenderal Parlemen. Yang menyebabkan
fungsi politik anggota Dewan, anggota DPD, dan anggota DPR itu menjadi terpisah dari
fungsi pendukungnya. Yang selama ini campur-baur. Ini yang menyebabkan
kebebasan disatu sisi dipihak anggota dan kebebasan di sisi lain dipihak kesekjenan
itu.
Saya kira usul-usul ini yang perlu dielaborasi. Supaya kita bisa sampai kepada
satu kesimpulan penajaman. Saya nanti ada satu slide yang saya pengin kasih lihat
kepada bapak-bapak, ibu-ibu. Yang bisa kemungkinan menjadi kesimpulan kita didalam
melihat cara kerja dari ketiga lembaga ini. Saya usul diteruskan kepada Ibu Sekjen,
untuk kemudian kira-kira kesimpulan kita apa.
Terima kasih.
17

KETUA RAPAT:

Diteruskan dulu, setelah itu baru kita forum tanya-nya. Silakan ibu. Maksudnya
tadi itu ibu jangan, ini kita mau membuat aturan tentang ini, kok sebut-sebut lembaga
lain. Sepertinya lembaga lain disebut-sebut untuk menakut-nakuti kita disini. Marah
saya.
Lanjutkan ibu.

SEKJEN DPR (DR. WINANTUNINGTYASTITI S., M.Si):

Bapak Pimpinan yang kami hormati,


Tidak ada maksud sama sekali pak tetapi itu hanya perkembangan saja yang
terbaru. Pak Mul kami menginventarisir permasalahan dan undang-undang apa yang
mengikat karena memang di Rapat BURT Pleno kami yang dari kesekjenan yang
memimpin. Kemudian kalau Panja memang Pak Wasekjen dan Deputi. Itu pembagian
tugas. Kemudian tetapi kami tetap menyatukan. Jadi berbagai permasalahan setelah
kami kompilasi itu ada didalam konsteks pengelolaan anggaran, sumber daya manusia,
kemudian kelembagaan. Kami masukkan kedalam 3 itu.
Tadi yang diawal kami laporkan yang terkait dengan pengelolaan anggaran ada
undang-undang yang mengatur, kami contohkan tadi pembayaran PBB sampai saat ini
kami ditagih sebesar 9 miliar dari 2009-2014 tetapi bapak/ibu dari anggota BURT
menyampaikan bahwa itu harus dibayar negara, kami alokasikan pak anggarannya.
Dibintangi sama Pemerintah. Jadi, kami tidak bisa membayar tetapi sesuai undang-
undang, kantor pajak menagih kami. Nah, diposisi itu salah satu problem. Untuk ini juga
terkait dengan pemeriksaan BPK. Tentunya mohon maaf pak jadi terkait dengan
akuntabilitas. Itu salah satu.
Yang kedua pak, terkait dengan sebetulnya kebutuhan anggaran Dewan untuk
pemenuhan kebutuhan Dewan sesuai dengan pelaksanaan tugas fungsi untuk ketiga
fungsi. Jadi, kami mencoba dari waktu ke waktu itu mengusulkan perubahan
nomenklatur sebetulnya. Nomenklatur di DPR ini memang beda dengan Pemerintah.
Jadi, kami mengajukan kepada Bappenas dan Menteri Keuangan. Yang kemudian
rincian didalam RKA DPR ini meski tidak jauh dari RKP dan prioritas pembangunan
Nasional karena rentetannya begitu Pak kalau teman-teman di Pemerintah itu
mengkaitkannya tetapi kami tetap menyesuaikan dengan pelaksanaan kebutuhan dari
pelaksanaan 3 fungsi Dewan. Misalnya didalam pelaksanaan fungsi legislasi. Itu
terincinya adalah didahului dengan menyusun naskah akademik, keharusan untuk
mengajukan RUU Inisiatif Dewan misalnya. Nah, apa yang dibutuhkan dalam
penyusunan NA itu? Kami rinci disana. Mengundang pakar, melakukan pengumpulan
data ke daerah, dan sebagainya, diskusi-diskusi, dan seminar, itu terinci. Kemudian
demikian juga didalam pelaksanaan fungsi anggaran pak. Kami rinci seperti itu
kemudian kami ajukan ke Bappenas dan sudah disetujui sebetulnya. Hanya saja ada
satu hal yang terkait dengan pelaksanaan fungsi representasi masyarakat. Ini yang
masih didiskusikan terus di BURT yaitu yang terkait dengan kegiatan aspirasi
masyarakat. Seharusnya anggota Dewan itu membawa, supaya sama. Nah, ini pak.
Kami diskusi terus masalah ini. Kami juga diskusi dengan teman-teman DPRD yang
selalu ditunjuk oleh bapak/ibu anggota, Surabaya, itu bagaimana bapak/ibu itu
terpenuhi tetapi akuntabilitasnya harus dipenuhi juga. Kami juga belajar beberapa staf
kami magang di US Kongres sampai ada yang 1 bulan, ada yang 3 bulan. Itu program
itu sekarang juga bentuknya namanya diganti tetapi bentuk akuntabilitasnya juga
18

dijaga, misalnya sekarang kesempatan bapak karena remunerasi pejabat negara


sedang, sudah dirumuskan sebetulnya tinggal persetujuan Bapak Presiden. Itu disana
ada semacam manlae allowance, untuk termasuk tentu bapak/ibu anggota DPR
didalamnya itu ada kebutuhan-kebutuhan ketemu dengan masyarakat di Dapil,
kemudian bagaimana. Kami juga mengusulkan harus ada staf di daerah. Untuk
misalnya aspirasi. Sekarang masih sewa tenda dan sebagainya.
Nah, itu harus ada sewa gedung atau sewa kantor, misalnya seperti itu. Itu yang
akan kami masukkan nanti didalam usulan pak. Jadi, kalau ada wartawan, kami selalu
dikejar wartawan. Bu Sekjen, satu kali anggota ke daerah kok 200 juta. Saya
wawancara anggota. Ini juga yang menyulitkan. Saya katakan, itu sangat rasional.
Cobalah logika berpikirnya anda, saya sampaikan seperti itu dan sebagainya alasan-
alasan tetapi tetap belum ada alokasi anggaran yang bisa memungkinkan ruang gerak
bapak/ibu itu kemudian menampung aspirasi masyarakat yang berkembang. Harus ada
staf disana, harus ada kantor, apakah itu sewa. Kalau tidak membeli, sewa. Seperti
teman bapak/ibu anggota DPD. Itu yang sedang kami usahakan sekarang Pak. Jadi,
paket didalam manle allowance tadi itu yang sebutannya paket di beberapa negara lain.
Itu ada unsur itu. Itu yang sedang, kami harap itu juga tetapi akuntabilitas dipenuhi,
sehingga tidak harus merubah yang banyak sekali undang-undang sudah kami
inventarisir tadi pak tetapi terpenuhi kebutuhan bapak.
Yang berikutnya juga dalam rangka mengangkat citra Dewan. Ini juga kami
terus, ini yang berkembang di BURT, selalu. Kami terus meningkatkan peran,
kerjasama dengan universitas negeri. Sehingga hal-hal yang publik tidak percaya kalau
DPR yang menyampaikan, itu bisa disampaikan oleh akademisnya atau pakar-pakar
lain yang memang dianggap netral. Dalam konteks untuk mendudukan bahwa kalau
ada kasus yang terkait dengan personal individu bapak/ibu anggota, mohon maaf,
bukan berarti lembaganya yang dimarahi atau di caci maki seperti itu mohon maaf
tetapi alhamdulillah belakangan ini sudah lebih baik survey yang dilakukan oleh
Universitas Indonesia terhadap citra DPR secara kelembagaan. Jadi, itu terus upaya
kami pak baik didalam membangun juga hubungan dengan media, seluruh media
cetak, media elektronik maupun dengan berbagai perguruan tinggi. Jadi, itu bapak.
Kalau kelembagaan sebetulnya sudah lama kami berdiskusi dengan teman-teman
kesekjenan MPR, dan DPD. Bagaimana bisa membangun perpustakaan parlemen
yang besar. Jadi, perpustakaan parlemen kami ini di jadi satu karena kalau di US
Kongres itu pak, itu mereka sifatnya adalah perpustakaan Nasional. Sehingga
mewajibkan kepada seluruh institusi negara untuk menyampaikan apa pun bentuk
produk kepada perpustakaan US Kongres karena dia perpustakaan nasional, kalau kita
bukan. Perpustakaan DPR dulu sebetulnya dari Belanda itu diserahkan sebagai
Perpustakaan Nasional tetapi perkembangannya kita yang menjadi Perpustakaan DPR.
Nah, ini sebetulnya kita, kami sudah diskusi lama bagaimana menyatukan
perpustakaan ini menjadi perpustakaan parlemen dan membentuk badan pengelola
gedung. Supaya tidak timbul, perbaikan WC, kemudian manajemen-manajemen
pengelolaan gedung, itu bersama-sama jadi satu badan pengelola. Ini kita tidak bicara
siapa nanti leader-nya. Mungkin juga dari yang pakar-pakar membangun gedung di PU
dan sebagainya itu sebetulnya sudah lama kami diskusikan tetapi belum jalan. Dan
prinsipnya apa pun yang nanti dibangun kelembagaan ini oleh bapak-bapak Pansus
MD3 tentu kami akan mengikuti.
Terima kasih Pak.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


19

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Ibu Sekjen.


Nah, inilah yang kita harapkan. Jadi, ada nafsunya untuk memperbaharui
parlemen ini. Itu yang kita butuh. Sehingga yang tadi itu menangkap suasana
kebathinan. Kita dituntut, misalnya anggota Dewan supaya ke Dapil. Kan begitu.
Sampai ke dapil kita pak itu tadi tentang gampang ini. Bagaimana tugas? Sampai ke
Dapil ke dia tetapi bagaimana ke Dapil? Mengumpulkan orang kan duit, kasih makan,
kasih transportasi. Itu barusan itu tepat. Kalau itu tepat. Nah, ini. Jadi, kalau bisa juga
Sekjen itu sudah ada konsfigurasi mengenai dapil-dapil di seluruh Indonesia ini, supaya
tahu. Oh, ini problemnya. Ini salah satu contoh yang mau kita kembangkan kedepan.
Kami persilakan bapak/ibu anggota Pansus untuk menyampaikan bagaimana
kita sama-sama memperbaiki lembaga pendukung ini. Silakan.

F-PG (Ir. H. AZHAR ROMLI, M.Si.):

Baik Pak Ketua, Pimpinan, para anggota Pansus,


Ibu Sekjen Kelembangan DPR, MPR maupun DPD,

Sudah kedua kali memang kita bertemu. Dan hari ini kita harapkan lebih hal-hal
yang bersifat apa yang menjadi harapan kita, posisi daripada kesekjenan ini sebagai
supporting daripada lembaga yang ada ini. Memang kalau saya lihat tidak banyak
berubah apa yang disampaikan, Bu Win maupun Pak Siregar dari yang kemarin kita ini.
Walaupun ada hal yang baru. Seperti dikatakan oleh Pimpinan, ini harapan kita.
Domain kita bicarakan disini ruangnya adalah legislatif dan eksekutif. Nah, kita
harapkan suasana, posisi daripada supporting ini beda mungkin yang ada di lembaga
yang lainnya. Walaupun dikatakan tadi, lembaga kesekjenan ini memberi pelayanan
administrasi maupun teknis tetapi hal-hal ini jangan pula posisi-posisi lembaga ini
teradopsi kesana tetapi benar-benar menjadi supporting yang ada. Misalkan dalam
menyangkut masalah hardware itu bagaimana. Dan mengenai masalah software itu
sendiri. Menyangkut kebijakan itu ada pada lembaga yang ada, misalkan kalau
hardware ini, yang menyangkut kesejahteraan anggota ini, konsep baru dalam konteks
kita ini apa. Jangan sekarang-sekarang ini keanggotaan itu dalam pelayanan
kesehatan pun menurun ini. Walaupun itu keputusan BJLS.
Kemudian juga menyangkut kesejahteraan dokumen fasilitas ketika kunjungan
kerja tadi. Konsepnya tadi sudah disinggung. Kedepan mungkin para anggota ini ada
tempat tidak disana? Termasuk misalnya dukungan fasilitas yang lain-lain dan
administrasi ibu. Dukungan administrasi baik kepada fraksi maupun kepada alat-alat
kelengkapan ini sudah harus jelas posisinya terhadap kita termasuk sistem rekruitmen
daripada sumber daya manusia yang ada saat ini. Misalkan kita menginginkan posisi
seorang Sekjen itu tidak saja hanya posisi dia yang bersumber sebagai katakanlah
seorang Pegawai Negeri tetapi benar-benar semi government maupun semi apa ini,
bagaimana kita mau melanjutkan bahkan kalau bisa sampai pada posisi kepala badan
bahkan biro yang bersifat teknis itu dapat kita rekruit dari orang-orang, tidak semata-
mata dari PNS karena Undang-undang ASN itu tidak mengisyaratkan tidak saja tenaga-
tenaga fungsional berdasarkan perjanjian kerja karena ASN ini kan ada 2. Satu yang
bersifat PNS yang direkruit. Satu yang bersifat P3K (Pegawai Pemerintah berdasarkan
perjanjian kerja).
Nah, kami belum melihat kira-kira posisi sekjen kedepan diketiga lembaga ini
bahkan posisi kepala badan yang kita namakan adalah pejabat tinggi pratama atau pun
20

jabatan tinggi utama untuk tingkat sekjen itu, sistem rekruitment yang orang yang
berasa. Kalau bisa posisi-posisi ini tidak semata-mata bersumber dari PNS tetapi dari
kalangan-kalangan profesional. Apakah kalangan swasta yang bisa menopang jalannya
fungsi-fungsi apalagi fungsi-fungsi keahlian dan kajian tadi. Itu juga. Nah, kita juga tidak
menutup PNS itu tadi tetapi sumbernya tidak satu-satu orang yang berasal dari PNS.
Misalnya nah saya dan Undang-undang ASN, kami ikut melahirkannya di Komisi II.
Semangat itu sudah ada. Apalagi tadi ada suasana baru untuk dan ada tenaga
fungsional termasuk tenaga ahli, sistem kita itu sudah memulai merekruit dengan
sistem P3K itu untuk 5 tahun, tidak pertahun lagi. Nah, itu boleh sah-sah saja untuk
tenaga yang bersifat ini tetapi untuk elit yang boleh kita namakan jabatan tinggi utama
maupun pratama itu belum saya lihat dalam masukan DIM. Tadi memang sudah dalam
bentuk DIM. Saya pikir itu sudah menjadi masukan buat kita tetapi suasana baru
seperti dikatakan tadi, benar-benar kesekjenan ini sebagai supporting pendukung baik
itu yang menyangkut hal-hal kesejahteraan anggota baik yang menyangkut dukungan
fasilitas perlengkapan anggota bahkan dukungan administrasi dan lain-lain itu benar-
benar kita tempatkan, kita buat suasana yang baru ini termasuk di BURT juga perlu
periode-periode yang lalu sudah tahu kita cerita BURT itu bagaimana segala macam
menyangkut masalah perumahan. Kadangkala rumah tinggalnya anggota DPR itu
kalau memanggil kepada pihak ada yang bocor segala itu nunggunya berapa lama,
tetapi kita harus, ya itu yang teknis-teknislah tetapi maksudnya bagaimana
kesejahteraan itu juga tergambar terutama dalam hal topangan kesehatan, transportasi
dan hal-hal yang lain termasuk didaerah tadi dalam dukungan fasilitas. Dalam rangka
kunjungan kerja secara permanent, apakah sewa atau apa, misalnya kepada anggota
ini dalam rangka menjalankan tugasnya.
Ini harapan kita. Nah, saya hal baru yang saya angkat ini tadi sistem rekruitment
untuk beberapa jabatan tadi. Kalau ini saya lihat masih runut hal-hal yang lama ini bu
soal posisi jabatan sekjen, maupun jabatan kepala badan maupun kepada biro yang
bersifat teknis itu. Nah, ini kita bikin suasana sumber rekruitmennya bisa dari berbagai
kalangan profesional mungkin tetapi bukan menutup para sekjen yang telah ada, tidak,
tetapi salah satunya juga dari unsur PNS, dari unsur profesional. Ini kalau tidak salah
pada pertemuan kita yang lalu kita inginkan demikian adanya perubahan-perubahan.
Itu masukan kita. Hal-hal nanti mungkin akan kita simak kembali pada
pembahasan berikutnya. Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, bapak ada, Pak Sudding? Pak Mul silakan.

F-PD (Ir. H. MULYADI):

Terima kasih.
Saya menambahkan sedikit karena saya baru sekali ini ikut rapat ini. Saya
prinsip bu, yang penting bagaimana membuat tadi yang disampaikan oleh Pak Benny
tadi. Bagaimana membuat anggota DPR itu terhormat? Ini kita bicara dalam konteks
sekarang ini. Jangan sampai istilah Pak Benny, kita anggota DPR karena tidak ada staf
didaerah, tidak ada supporting system didaerah. Kalau kami di Komisi V yang jemput
nanti jangan sampai kontraktor yang jemput kita di airport. Inikan kita jadi tidak
terhormat. Walaupun itu bisa saja secara tidak sengaja. Dijemput oleh kontraktor. Ini
sebagai ilustrasi bu. Kasubid. Eselon III PU itu kalau dia datang ke Provinsi. Itu yang
jemputnya mungkin ada 10 di airport, Eselon III. Satker semua datang, PPK semua
21

datang. Iya, inikan saya Komisi V. Sementara kalau saya datang ke dapil saya,
celingak-celinguk sendiri saja. Paling staf kita yang didaerah kita gaji.
Ini bagaimana kita seorang pejabat negara seperti ini. Kita selama ini dituntut
harus punya kinerja yang baik, bersih dan lain sebagainya tetapi kita melihat Eselon III
Pemerintah datang kedaerah berjejer-jejer orang PU baik itu Satker yang dari balai
maupun satker Provinsi itu berdiri semua, jemput mereka. Inikan sangat ironis. Ini yang
menurut saya, tolong martabat kita di MD3 itu kita kembalikan martabat anggota DPR
itu. Supaya juga DPR kedepan itu diharapkan, dihargai dan bersih itu betul-betul
terwujud bu. Itu prinsipnya. Kuncinya salah satu saja dikesekjenan. Kalau kita
berteori,teorinya begini-begitu tetapi kalau tidak ada dukungan baik secara keuangan,
administrasi dan lain sebagainya itu tidak akan tercapai. Kalau hanya kita bicara
retorika saja. Bagaimana nanti sekjen, misalnya tadi bagus ibu sudah menyampaikan
nanti ada staf didaerah. Jangan sampai selama ini pun tiba-tiba kita di airport sudah
ada mobil. Kita tidak tahu mobil dari mana inikan bukan dari staf kita. Itukan membuat
kita juga kurang baguslah. Kalau Pak Benny datang ke daerah mungkin polisi kalau
yang nungguin. Saya tidak tahu juga. Jadi, berbeda-beda komisi kan atau kontraktor
yang di kepolisian. Nanti kepolisian ada juga kontraktornya.
Jadi, ini, ini maksud kita itu. Jadi, memang kalau kita ke daerah itu tolong juga,
apa pun fungsi DPR yang kita lakukan terutama kalau ke daerah itu adalah salah satu
fungsinya pengawasan. Mohon kita wajib difasilitasi oleh pihak kesekjenan. Mungkin
Pak Benny tadi menggambarkan, saya menangkap tadi pak bahwa dapil masing-
masing itu berbeda. Pak Benny ini dari pulau ke pulau melakukan pengawasan maupun
bertemu konstituen maupun pengawasan. Kita ke daerah itu bukan ke konstituen bu,
ada juga melakukan fungsi pengawasan terhadap apa yang dilakukan atau yang
dibangun oleh Pemerintah. Jangan sampai yang memfasilitasi kita yang mengerjakan
pekerjaan itu. Inikan jadi tidak benar. Misalnya kontraktor yang mengerjakan itu, saya
datang kesana, saya mau periksa itu jalan atau jembatan yang dibangun oleh PU tetapi
begitu saya datang ada mobil. Mobilnya kita tidak tahu berangkat, ternyata dari
kontraktor yang bangun jalan dan jembatan itu, kan jadi tidak benar. Ini kita ini fakta.
Kita bicara kedepanlah. Bagaimana DPR kedepan ini betul-betul kita bikin lebih
terhormat dan bermartabat tetapi tanpa dukungan oleh kesekjenan itu akan persoalan-
persoalan yang sebelumnya terjadi, saya khawatir terjadi lagi. Itu saja bu yang menjadi
prinsip bagi saya. Supaya dalam perubahan MD3 ini kita jadikan momentum perubahan
yang sangat mendasar. Tentu tidak bisa lepas dari dukungan dari kesekjenan.
Saya rasa itu, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik terima kasih Pak Mul.


Dari meja depan, Pak Sudding? Saya rasa perlu juga itu. Jadi, pointers itu tadi
pak, perubahan-perubahan ini nanti kita tidak masukkan ke Peraturan Tata Tertib
Dewan. Masuk ke tingkat Undang-undang. Supaya lebih kuat. Jadi, yang tadi
disampaikan oleh Pak Mul kita angkat ke atas. Nanti teknisnya, nah itu silakan
kesekjenan. Apakah namanya.
Jadi, tugas BURT selama ini jangan dijalankan oleh anggota Dewan, silakan.
Tetapi juga kesekjenan itu adalah organisasi yang punya kemandirian juga. Secara
profesional itu penting. Itu penting bu karena itu tadi konsolidasi organisasi yang
disampaikan oleh ibu Sekjen tadi, maksud Sekjen DPD tadi itu sangat penting kita
perhatikan. Nanti kita tuangkan di tingkat undang-undang. Jadi ininya. Pointnya
keseluruhannya adalah akuntabilitas kita jaga, transparansi kita jaga. Kekuasaan
22

Dewan ini kita besar sekali kita fasilitasi penggunaannya, pemanfaatannya tetapi juga
dibuka peluang untuk pengawasannya, kan begitu tadi. Lebih berwibawa kita pak.
Terus-terang saja selama ini nangis kita tetapi orang bilang, kalau begitu Pak Benny
ngapain jadi Caleg lagi kalau sedih. Tidak tahu lagi saya. Betul juga tetapi kalau kita
tidak mau, siapa yang mengurus negara ini tetapi kadangkala ya sudahlah kalian mau
pilih, tidak juga tidak apa-apa tetapi kepilih juga. Itukan soalnya. Ini pointnya.
Jadi, ini tadi, jadi Ibu Sekjen DPR, Pak Sekjen DPD, mungkin perlu itu
didiskusikan antara bapak-bapak dan ibu, lalu coba kita membantu dan kita ketemu
pimpinan masing-masing. Iniloh kita mau kedepan. Kita tuangkan dalam undang-
undang ini.
Silakan ditanggapi tadi pak. Pak Fahri persilakan.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Ini tambahan sedikit.


Permisi sedikit, mohon ditayangkan yang saya usulkan tadi. Jadi, ini gambaran
singkat biar dibaca. Ada beberapa kesalahan yang belum lengkap sebetulnya ini yang
bagannya. Ada itu DPR atau DPD Pak. Cuma ini memakai contoh DPR. Ini struktur
lengkapnya kira-kira begini. Jadi, kalau dulu itu sisi pendukung dengan sisi anggota itu
terlalu tercampur. Tercampur di Banggar, tercampur di Baleg, tercampur di BKSAP,
tercampur di badan-badan lain bahkan sekarang kita coba pisah. Nah, pemisahannya
itu kira-kira sisi anggota itu, dengan fungsi-fungsinya, jangan lupa itu menurut
identifikasi saya mohon diperbaiki kalau ibu ada perbedaan pandangan. Itu selain 3 hal
yang disebut oleh konstitusi, ada tambahan 2 didalam undang-undang kita yaitu fungsi
diplomasi, dan fungsi representasi. Itu tambahan. Nah, fungsi diplomasi ini adalah
kalau tidak salah rekomendasi dari IPU. Konvensi yang menyebabkan semua anggota
DPR adalah diplomat. Makanya ibu Sekjen kalau kita dikasih paspor biru itu, ganjil bu.
Nah, itukan betul itu kata tutup gelasnya itu.
Jadi, fungsi diplomasi menyebabkan anggota Dewan harus punya paspor biru,
paspor hitam sorry paspor hitam. Ceritanya kok Pimpinan Dewan, suaranya lebih kecil
dari saya tetapi kok dapat paspor hitam. Apa ceritanya itu kan begitu. Jadi paspor hitam
itu adalah pelaksanaan dari fungsi diplomasi. Karena itulah juga dengan ruh dari pasal-
pasal ini, anggota Dewan itu memiliki hak-hak imunitas di negara lain. Ibu kalau tadi
bilang ada studi dari ini. Saya berkali-kali bu karena suka nongkrong di hotel. Kalau ada
satu diplomat atau senator Amerika mau datang ke satu hotel di Jakarta ini, seminggu
paling tidak itu hotel dibersihkan. Intelegen kita bekerja. Nyisir, anjing pelacak kadang-
kadang disuruh keliling hotel itu. Satu orang yang mau datang. Itu fungsi diplomasi
mereka. Mereka menghormati anggota Dewan mereka. Datang baru. Sementara kita
turun di suatu negara lain naik taksi, nyasar lagi. Saya mau, sudahlah banyak cerita itu
nanti jadi keluhan.
Jadi, itu ada fungsi diplomasi. Yang sekarang ini dikerjakan di BKSAP.
Kemudian ada fungsi representasi. Fungsi representasi itu memang ideal seperti ibu
katakan tadi. Ada staf didaerah, ada staf di pusat, ada kantor bahkan dan lain
sebagainya tetapi kalau kita bagi-bagi ini dengan pekerjaan DPD mungkin bisa kita bagi
tetapi paling tidak anggota itu harus ada staf yang mengurusi daerah. Itu makanya
kalau saya pikir itu, ini ada 5 fungsi maka harusnya staf anggota Dewan itu minimal 5. 1
orang khusus ngurusin soal legislasi, ini yang minimal ini Filipina. Yang negaranya jauh
lebih mundur dari kita bahkan setahu saya mereka lebih dari 5. Kemudian fungsi
budget itu khusus orangnya karena seorang anggota itu harus punya konsen tentang
budget secara khusus. Kemudian fungsi pengawasan 1, fungsi diplomasi 1, fungsi
23

representasi 1. Harusnya itupun dia harus punya chief of staff. Okelah kalau sekarang
kita tidak bisa kasih 6. Taruh 5 dulu. Nanti salah satu dari yang 5 itu menjadi chief of
staff. Barulah kemudian anggota itu relatif punya tim dalam bekerja. Memang itu adalah
political pointy. Makanya nanti bu Sekjen yang baru yang tadi diusulkan oleh Bapak
Ketua Sekjen DPD tadi, mutlak diperlukan gedung untuk sistem pendukung karena ada
penambahan tim yang serius. Dan itu nanti menjadi urusan rumah tangga yang tidak
lagi diurus oleh Dewan, oleh anggota.
Nah, selama ini langsung fungsi-fungsi itu kita laksanakan. Nah, bedanya pak,
bu. Ini nanti kita masukin dapur dulu. Nah, dapur itulah tadi yang kita bahas. Itu badan
keahlian fungsional atau penambahan kekuatan di kesekjenan tadi. Nah, kemudian
dibawahnya baru kita follow up dengan 3 atau 2 alat kelengkapan. Alat kelengkapan
yang sifatnya ekstern seperti Komisi, Pansus dan Panja atau tambah Timwas. Ini yang
melaksanakan semua fungsi yang ada termasuk fungsi anggaran, fungsi legislasi dan
sebagainya itu ada disitu. Jadi, misalnya Banggar mau dihilangkan, terus bagaimana
fungsi Dewan? Fungsi perdebatan anggaran itu mesti lari ke komisi. Tidak bisa ada
warga kelas 1 atau anggota DPR kelas 1 menguasai anggaran. Terus kita ini anggota
Komisi tidak dihargai oleh orang karena tidak mempunyai pengertian tentang anggaran.
Perdebatannya harus masuk secara ril disana. Nanti begitu sinkronisasi diujung
dibentuklah Pansus Anggaran. Untuk fungsi mempersiapkan APBN menuju Paripurna.
Bukan lagi keanggotaan permanen. Dan fraksi-fraksi bisa mengirimkan orang yang
berbeda-beda karena masa tugas dari Pansus paling 3, 4 bulan, 5 bulan begitu, diujung
begitu. Dan yang lain-lain juga begitu, fungsi legislasi, fungsi yang lain-lain juga begitu.
Kemudian yang intern sifatnya itu ada Bamus untuk penjadwalan, kemudian BK
untuk masalah etik dan kemudian Pimpinan. Ada hal-hal lain nanti saya kira itu bisa
diatur didalam Peraturan Dewan, seperti misalnya GKSB misalnya. Sekali lagi fungsi
luar negeri Dewan itu penting. Jadi, jangan dianggap embel-embel, studi banding,
jalan-jalan dan sebagainya itu. Tolong itu yang kita mau hapus.
Nah, maka dalam sistem pendukung kita itu bu, tadi kalau bapak Sekjen
mengusulkan. Disini saya mengusulkan Badan Penunjang Legislatif tetapi bapak
mengatakan sekretariat parlemen, sekjen parlemen, itu terserah. Nanti nama itu. Intinya
adalah dia disitu ada badan keahlian pendukung. Kita tarik ini pekerjaan dapur kita.
Jangan diolah sendiri oleh anggota. Kita tarik kepada fungsi-fungsi pendukung.
Harusnya ada 4 yang pendukung itu. Jadi, kalau diluar itu ada budget house. Kita
sudah ada didalam Undang-undang di DIM Baleg itu, pusat kajian anggaran sudah ada.
Kemudian law centernya kalau yang diluar itu disini sudah ada pusat perencanaan
undang-undang dan pusat kajian legislasi sudah ada. Kemudian yang supervision ini
pusat penelitian atau kalau sekarang inikan dikerjakan oleh BAKN. Ini yang
menghubungkan antara Dewan dengan BPK. Harusnya memang dalam sistem
parlementer, ada PAC (Parliamentary Public Accounts Committee). Publik account
komiti itu kalau di parlementer. Kalau di presidensil itu sebetulnya BPK itu nempel
dengan Dewan. BPK itu nempel dengan senat. Dengan senat khususnya disini.
Nah, kita bikin timnya yang mengolah temuan-temuan BPK. Bayangkan bu,
setiap tahun, setiap bulan apa setiap triwulan kamar kita nambah sekian kilo dari BPK
tetapi itu tidak pernah dievaluasi secara serius karena otaknya tidak ada. Otaknya yang
mengelola itu tidak ada. Itu harus ada khusus, supervision house. Ada satu lagi,
diplomatic studies. Bayangkan bu ini dunia makin dinamis. Kita tidak tahu dinamika
Laut China Selatan. Kita tidak tahu maunya Singapura, kita tidak tahu maunya
Malaysia. Kenapa? Karena otak studi luar negerinya parlemennya tidak ada. Di
Amerika Serikat debatnya antara anggota senat yang paling penting adalah konstelasi
dunia. Di Timur Tengah terjadi apa, di China ada apa. Sehingga seluruh aparatur
24

negaranya dikerahkan ke arah sana. Di kita ini tidak pernah mikir luar negeri. Malah
seperti tidak boleh. Ada Komisi I saja itu diajak mondar-mandir. Dapat istimewa kalau
anggota Komisi I, dijemput sama Pak Dubes langsung. Uang sakunya saya tidak
tahulah itu tetapi tidak boleh begitu. Ini harus studi. Diplomatic studies itu harus ada di
Dewan ini. Sehingga kita tahu otaknya Dewan itu kuat tentang politik luar negeri
Indonesia. Kita tidak tahu. Padahal harus yang orang komisi hukum, orang komisi apa
pun didalamnya itu ada politik luar negeri yang harus kuat. Nah, makanya tambahan
satu tadi yang BKASP itu kita pindahkan menjadi badan fungsional keahlian.
Jadi, inilah hal-hal yang, nah sekarang sekjen itu nanti seperti yang tadi, saya
setuju konsep dari Pimpinan itu tetapi begini. Yang perlu kami pastikan adalah
bagaimana mengatur transisi munculnya sekjen parlemen itu pak, baik secara
terminologis, secara hukum, iyakan secara administratif dalam fungsi-fungsi birokrasi
yang ada. Bagaimana agar supporting system ini begitu pindah semuanya ke aparatur
pendukung itu tidak ada masalah atau paling tidak pasal dari undang-undang ini bisa
melampaui pasal-pasal lain yang ada di undang-undang yang sudah ada. Itu saja yang
kita minta dipastikan. Sebab nanti betul-betul begini pak. Di Bu Sekjen misalnya siapa
yang jadi sekjen parlemen itu tadi. Misalnya ibulah yang perempuan kita harap disini.
Misalnya ibu jadi sekjen parlemen. Jadi, politik untuk memback-up dan mendukung
parlemen adalah politik dari kita, dari ibu. Dan ngotot, kami perlu gedung, staf ditambah
banyak, Dewan ini tambah penting. Konstitusinya bilang begitu. Kami perlu gedung,
kami mau bikin perpustakaan yang setara dengan perpustakaan nasional. Disini.
Sebagai perpustakaan parlemen. Tambahan anggarannya itu 100% dari anggaran
sekarang. Majukan ke DPR. Nanti di komisi yang dianggap terkait dengan itu kan
sekarang di Komisi III. Kita berdebat, kita setuju, ngomong sama Pemerintah. Nanti ada
LSM ngamuk segala macam, jangan anggota Dewan yang diganggu. Politik
Pemerintah di Sekretariat Parlemen yang menghadapi. Eh, anda tidak ngerti parlemen,
anda tidak ngerti konstitusi. Ini kewajiban konstitusional. Selesailah kita ini dengan yang
begini-begini bu.
Sekarang ini mau nambah satu mesin cuci, maki-makinya anggota DPR. Ganti
AC maki-maki anggota DPR, apa ini cerita. Nanti usul saya tidak ada lagi konsep
rumah dinas. Hapus itu konsep rumah dinas. Rumah kita itu suka-suka kita, kita mau
kos dibelakang situ tidak ada masalah. Harus di ini, makanya konsep keuangan
anggota itu yang riil bu. Jangan konsep kita ini, saya ingat dulu waktu pertama jadi
anggota DPR, saya ngantri ngambil gaji dibawah itu bu. Ya, alhamdulillah sekarang
sudah transfer langsung. Itu pun bulanan. Kita nyap-nyap ini. Kenapa anggota Dewan
itu kan seperti kalau disistemnya di Amerika, APBN. Anggota Dewan dikasih DIPA,
dikasih tahun. Ini budgetnya untuk staf, untuk gaji anggota, untuk pembiayaan
konstituen. Ini dikasih sebagai anggaran pertahun. Itu ada membership budget office
yang mengurus.
Kemudian ini aturan tentang kampanye. Ini sekarang KPK kena batunya. Waktu
anggota DPR mau mengumpulkan uang kampanye, dibilang akan langsung ditangkap
karena itu grativikasi. Begitu ada calon Presiden yang kira-kira, dia bilang boleh.
Bedanya apa? Kitakan incumbent, dia bilang tidak boleh karena pejabat negara. Lha itu
pejabat negara juga. Makanya ibu kata Pak Benny tadi jangan dengar dia. Yang ngerti
itu kita bu. Mereka tidak mengerti apa-apa. Aktor itu. Tidak bisa ditolak. Anggota Dewan
itu banyak yang suka, ada juga yang tidak suka. Dan itu bagian dari kompetisi kita
nanti. Kalau saya banyak yang suka Pak Fahri. Saya ingin bapak tetap menjadi
anggota DPR. Bagaimana caranya? Itu ada rekening, saya mau maju lagi tahun depan
itu ada rekening saya. Itu diperiksa oleh KPU atau mau diperiksa BPK silakan.
Sehingga waktu kampanye nanti bukan saya cari utangan kemana-mana, jual tanah,
25

jual rumah. Kan gila ini jadinya kecuali kalau negara mau menanggung biaya
kampanye seperti di Eropa Barat. Kalau sistem kita inikan, sepertinya mesti kita cari
sendiri. Bikin buka rekening.
Nah, itu semua mesti diatur dikeuangan anggota Dewan. Yang terakhir tadi yang
ibu bilang. Right to alocated itu. Seperti Amerika sudah berubah dari sistem itu. Itu juga.
Saya pulang kampung, kena banjir. Jembatan sungai di tempat saya yang dipakai
sekolah oleh ratusan anak-anak, kebawa banjir. Sehingga mereka harus renang,
nyebrang. Nunggu bupati, nunggu DIPA. Nunggu Gubernur, nunggu DIPA. Susah.
Akhirnya orangnya berhari-hari disitu, menyambung nyawa dalam. Kalau saya punya
hak alokasi, diatur jumlahnya berapa. Saya kirim surat ke menteri PU, besok tolong
bangun jembatan itu. Sebelum orang kena jadi korban. Baru riil sebagai anggota
Dewan. Yang belanja siapa? Dia yang belanja. Saya cuma menggunakan hak alokasi
saya untuk membantu konstituen saya. Masa saya tidak boleh relevan begitu. Terus
apa gunanya saya dipilih. Nah, yang begini-begini, itu nanti diatur semua di sistem
pendukung ini bu. Sehingga kita sama-sama enak. Itu tidak setiap hari harus tanggung
jawab teknis, iyakan. Kemauan anggota BURT dan sebagainya, bebas jadinya. Saya
ingat ibu Sekjen yang lama bu, saya sempat agak bertengkar sama beliau karena tarik-
menarik. Satu sisi dia merasa dapat drive dari anggota BURT, satu sisi pengguna
anggaran dia. Akhirnya bingung. Antara dia mau makan ini sebagai tanggung jawab
waktu bangun itu ruang Banggar itu, antara dia mau bangun apalagi perkelahian disitu
3, kepentingan Sekjen, kepentingan BURT, kepentingan Banggar. Sama-sama jago ini.
Ibu Sekjen terjepit ditengah. Akhirnya bingung. Nah, itu kita akhiri bu, tidak ada lagi
kuasa pengguna anggaran semuanya tetapi politik anggaran juga harus ditetapkan dari
awal. Sehingga mantaplah. Ibu berjalan dengan tenang. Kita juga dengan tenang. Tiap
hari tidak kena maki-maki gara-gara satu, dua urusan teknis.
Saya kira itu maksud disini. Nah, dari situlah dijawab bagaimana kita
implementasikan didalam pasal-pasal. Yang bisa segera kita sahkan. Nanti sore kita
akan bicara dengan Pimpinan DPD, Pimpinan MPR juga dan Pimpinan DPR. Kita akan
minta supaya ini dipercepat. Baru habis itu kita menuju Pemerintah. Supaya
Pemerintah juga harus konsen dengan ini. Jangan karena dia tidak pikirannya sampai
kesini akhirnya kita jadi korban lagi. 5 tahun lagi kita nonton orang panen dimaki, dan
panen dipanggil KPK, dan panen masuk penjara. Hebatlah kita semua inikan.
Saya kira itu bu, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, itulah keinginan kita untuk mengubah membangun parlemen kedepan yang
lebih baik. Kekuasannya kita ini, bagaimana memfasilitasi pengguna kekuasaan tetapi
jangan lupa kita juga mengawasi penggunaannya maka nanti kita memperkuat juga
Badan Kehormatan Dewan. Kan begitu pak. Supaya kekuasaan yang besar tadi
bagaimana kalau disalahgunakan? Apakah kita serahkan ke lembaga lain untuk
mengadilinya atau kita sendiri yang mengadilinya? Kita sendiri yang mengadilinya
dengan memperkuat Badan Kehormatan tetapi Badan Kehormatan bukan lagi bukan
semacam badan peradilan diatas Dewan. Putusan Badan Kehormatan harus mendapat
endors di Paripurna Dewan. Tidak bisa begitu saja dia langsung. Selama ini sudah
seperti Dewa lagi ini Badan Kehormatan, dia memutuskan sebagai badan peradilan
internal parlemen. Hasil putusan dibawa ke Paripurna Dewan karena Badan
Kehormatan itu adalah alat kelengkapan. Ini sebaliknya selama ini. Dewan alat
kelengkapannya Badan Kehormatan. Aneh-aneh republik ini. Kita membalikkan ini
semua. Itu dulu pak. Sekarang kita insyaf akan kesalahan-kesalahan.
26

Nah, tadi ini terima kasih sekali. Kalau nanti ada komentar balik itu silakan tetapi
substansinya itu. Undang-undang ini nanti spesialis. Seluruhnya tunduk sama undang-
undang. Kalau ada yang bertentangan dengan undang-undang ini, undang-undang lain
itu yang dinyatakan tidak pelak, ini yang pelak. Sepanjang mengatur tentang Dewan. Itu
maksudnya. Sehingga tidak bisa nanti ada lembaga lain diluar kita, datang menangkap
anggota Dewan dengan menggunakan undang-undang. Lain itu tidak boleh. Tidak bisa.
Ini bukan kebun binatang. Bawa senjata segala kesini. Tidak. Masuk ke sini, ini
rezimnya, begitu pak. Selama ini memang tidak salah mereka juga karena kita yang
salah. Tidak membuat undang-undang yang cermat.
Ok, silakan atau ada yang mungkun bapak/ibu anggota yang mau. Ok, silakan.

SEKJEN DPR (DR. WINANTUNINGTYASTITI S., M.Si.):

Terima kasih bapak Pimpinan.


Saya mohon izin barangkali untuk yang terakhir dulu Pak Fahri. Kalau melihat ini
struktur ini berartikan badan keahlian itu mensupport 3, ketiga-tiganya tetapi diatas
hanya Pimpinan DPR. Apakah dimaksud itu adalah Pimpinan DPR, MPR, DPD?
Karena disini ada kesekjenan yang 3, kemudian Badan Keahlian kebawah tentu harus
disesuaikan juga dengan fungsi DPD dan MPR. Kemudian juga dari sisi keanggotaan,
kami melihat banyak sekali AKD yang fungsinya dialihkan ke supporting. Tentu ini
harus kami diskusikan nanti bertiga bapak karena kalau melihat struktur yang akan
dibangun yang seperti ini prinsipnya tentu kami harus mengikuti tetapi tentu dengan
penyesuaian-penyesuaian dan tadi kami diawal kami sampaikan bahwa ini perlu masa
transisi. Masa transisi itu barangkali yang bisa kita sesuaikan supaya bisa jalan tanpa
merubah undang-undang yang ada dulu tetapi bertahap bisa berjalan.
Itu pak yang kami usulkan. Nanti kami dengan teman-teman Sekjen MPR, dan
DPD karena kalau melihat seperti ini nanti jadi sepertinya dimana nanti Badan
Keahlian, di MPR-nya, di DPD-nya? Lalu supporting terhadap anggota masing-
masingnya itu seperti apa? Tentu disesuaikan dengan alat kelengkapan karena di DPD
misalnya ada Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT). Nanti apakah juga akan seperti
ini, ditiadakan. Itu kami akan diskusikan lebih lanjut.
Mohon izin.

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Bu, saya kasih klu sedikit biar gampang, biar berpikirnya. Pertama kita sudah
punya sistem yang ada. Suka atau tidak kita juga sudah berubah. Transisi kita juga
sudah mau mengarah kesana. Cuma ini kita percepat. Ada yang selama ini sudah
diatur dengan Peraturan Dewan. Dan Peraturan Dewan ini sebetulnya bu itu bisa kita
pakai untuk mempercepat ini. Artinya begini, kalau konsep ini tidak harus masuk ke
dalam undang-undang pun sementara waktu sebab itu akan mengganggu begitu
banyak. Saya paling tidak mengusulkan cuma 1 saja yang konsep DPD tadi, yang
sekjen parlemen itu. Kalau bisa semua urusan tetek-bengek, mau urusan tetek-bengek,
mohon maaf saya memakai istilah tetek-bengek yang mengganggu anggota selama ini.
Kami alihkan kepada Sekjen Parlement. Itu saja dulu. Setelah itu nanti selanjutnya
Sekjen Parlemen berinisiatif melakukan perombakan-perombakan dan usulan. Kalau
levelnya perubahan undang-undang maka usulannya kepada Dewan dan DPD
nantinya. Kalau levelnya perubahan peraturan Dewan ya sudahlah bikin saja besok.
Tok tok tok kita bikin disini, itu langsung kita ubah semuanya. Tok, perubahannya itu
konsepnya pada level Peraturan Dewan.
27

Jadi, ini caranya supaya, jangan ini jadi utopia, ini terlalu ideal tetapi sepertinya
tidak terlaksana. Padahal sebetulnya semuanya sudah. Kan begini bu, itu yang saya
tulis kuning itu sebetulnya istilah ini sudah ada didalam undang-undang. Sudah ada
dalam undang-undang bahkan tambah satu tadi yang BKSAP Badan Kerjasama Antar
Parlemen. Itu sebetulnya kalau kita mau merubah beberapa kata saja didalamnya. Itu
sebetulnya tinggal menekankan bahwa BKSAP adalah fungsi diplomatik anggota
Dewan. Soal kajiannya kita serahkan kepada BKSAP yang adalah badan fungsional
keahlian. Nah, ini semua bisa dibikin transisinya. Nah, kami sebetulnya kalau bapak,
ibu tiga lembaga ini bersatu untuk menyusun apa yang ideal. Kita susun apa yang ideal
untuk kita bicarakan dengan pimpinan. Dan setelah itu kita ngomong dengan
Pemerintah. Transisinya seperti ini tetapi sekali lagi mesti segera ini diwujudkan.
Supaya begini bu, komunikasi publik. Saya kemarin ditanya wartawan, bagaimana
respon terhadap keputusan MK yang membatalkan hak Satuan-3. Saya bilang,
Banggar kita sudah bubarkan didalam konsep baru. Senang mereka. Maksudnya
dibubarkan Banggar itu sebagai lembaga permanen seperti ini. Dan memang itu harus
segera kita lakukan bu. Sehingga orang publik tahu, oh iya berarti sumber-sumber
korupsi di Dewan, Banggar, BURT itu sudah hilang tetapi bahwa Dewan justru makin
kuat fungsinya, ini yang sedang kita rancang.
Saya kira itu mungkin ininya bu. Saya setuju tadi atur saja transisinya
bagaimana dengan baik. Supaya kita bisa cepat juga. Saya kira itu.

KETUA RAPAT:

Ya, Mas Bambang silakan Mas Bambang.

F-PG (H. BAMBANG SOESATYO, SE.,MBA.):

Pimpinan,
Jadi, kembali ke soal fungsi kesekjenan. Barangkali fungsi Sekjen juga harus
masuk dalam hal-hal yang melingkupi, melindungi kehormatan anggota Dewan. Kita
tidak ada pasal sebenarnya Pasal 196 ini soal hak imunitas anggota Dewan tetapi
dalam hal perjalanannya untuk menjaga kehormatan kita masing-masing anggota
dibiarkan membela diri masing-masing. Harusnya ini harus diatur kesekjenanlah yang
garda terdepan yang mempersoalkan manakala ada pihak-pihak yang mencoba
mencederai nama baik anggota Dewan karena itu menyangkut juga institusi, misalnya
ketika Sudding dan kawan-kawan termasuk saya masuk kategori anti perbuatan
korupsi oleh ICW misalnya. Harusnya bergerak pertama kali adalah Sekjen melakukan
gugatan atas pelaporan kepada pihak berwajib karena ada anggota Dewan yang
berusaha dicemarkan nama baiknya. Sehingga kita tidak perlu sendirian maju. Nah,
dengan demikian maka orang tidak akan sembarangan lagi menuduh-nuduh,
mengecam-ngecam anggota Dewan itu sesuai dengan kenyataannya.
Jadi, fungsi law center ini barangkali disamping Sekjen punya staf lawyer juga
ada lawyer-lawyer yang memang dibayar, misalnya konsultan hukum yang bagus-
bagus itu untuk melindungi kehormatan anggota Dewan, misalnya ketika anggota
Dewan dipanggil sebagai saksi. Kesekjenan yang di garda terdepan. Tidak bisa sifat
mendesaknya anggota ini menjadi saksi karena saksi ini dapat juga dijadikan alat politik
untuk men-down grade anggota Dewan, misalnya atas keterangan sebuah kesaksian
saja yang belum didukung oleh bukti-bukti yang lengkap, kita terpaksa hadir sebagai
saksi. Padahal itu semua bualan kecap saja tetapi salah opini itu sudah rusak.
28

Nah, jadi sekjenlah dengan tim hukumnya yang maju. Dimana sifat urgensi
anggota kami ini, anggota Dewan ini diminta sebagai saksi. Apakah ada bukti-bukti
mendukung kuat dia dihadirkan sebagai saksi. Kalau tidak, tolak. Jadi, yang menolak
bukan anggota tetapi DPR suatu kelembagaan melalui kesekjenan yang melakukan
penolakan. Begitu Ketua.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Sudding.

F-HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H.):

Pimpinan, sedikit tambahan. Terima kasih.


Saya tambahkan dari apa yang disampaikan oleh mas Bambang. Saya kira
memang pengalaman kita selama ini. Begitu mudahnya terbangun suatu opini-opini
apa yang dibangun diluar itu juga karena ada satu sisi kelemahan kita. Sebabnya
masalah pihak dan humas yang tidak berfungsi secara maksimal di DPR. Seperti yang
disampaikan oleh Mas Bambang, ketika ada anggota Dewan katakanlah ada satu
stigma dan sebagainya. Seharusnya fungsi-fungsi dari humas inilah yang sebenarnya
melakukan itu, melakukan counter balik terhadap persoalan-persoalan, seperti
pembangunan toilet apa segala macam. Ketika itukan ditanya ke Dewan, bukan ke
Humas. Nah, Humas sama sekali tidak pernah menyampaikan itu apa sesungguhnya
yang terjadi. Masalah parkir. Anggota Dewan butuh toilet sekian miliar. Inikan pernah
diberitakan sedemikian rupa. Jadi, apa-apa yang dibangun disini saya katakan Dewan
yang meminta. Seharusnya Humas yang meng-counter kalau ada hal seperti ini. Dan
ini tidak berjalan.
Kalau saya fungsi-fungsi PR dan Humas di kesekjenan ini betul-betul dicari
orang-orang yang betul, yang mampu menguasai masalah-masalah seperti itu. Supaya
jangan lagi bahwa selama ini ketika ada suara-suara LSM, apa segala macam. Inikan
juga untuk mendegradasi institusi Dewan selama ini. Jadi, seakan-akan apa yang
terjadi disini seperti itu. Dewan semua yang melakukan. Sama sekali kita tidak tahu-
menahu hal-hal seperti itu. Nah, menurut saya itu satu.
Yang kedua, tentang apa yang disampaikan Pak Fahri tadi, saya ini sungguh
sangat ideal dari sisi anggota. Cuma saya Cuma sedikit ini, kalau saya tidak salah
dalam konstitusi kita kan fungsi kita ada 3, legislasi, budgeting, control. Nah, dengan
penambahan fungsi ini, diplomasi dan representasi yang sejajar dengan ketiga fungsi
tadi, apakah ini tidak bertentangan dan konstitusi kita. Dan itu pada saat nanti dibawa
ke Mahkamah Konstitusi, ini bisa-bisa di, kalau misalnya ada tiga diatas dan lalu
kemudian dua dibawah, saya kira tidak masalah tetapi ketika ini sejajar dengan ketiga
fungsi yang sudah diterapkan dalam konstitusi kita ini bisa-bisa nanti akan dipersoalkan
di Mahkamah Konstitusi.
Sekedar masukan saja Pak tetapi sesungguhnya saya setuju dengan fungsi ini.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, silakan Mas Agung.


29

F-PD (AGUNG BUDI SANTOSO, S.H.):

Terima kasih Pimpinan.

Bapak Pimpinan, kawan-kawan Pansus dan Kesekjenan MPR, DPR, dan DPD,

Tentunya dengan undang-undang yang baru ini kami berharap bu Sekjen


terutama Sekjen DPR lebih berani lagi bu karena selama ini saya merasakan karena
saya juga anggota BURT. Mohon maaf Pak Fahri saya di BURT tidak ada yang
ditangkap KPK karena korupsi. Jadi, bukan sumber korupsi di BURT. Justru kami
berjuang untuk meningkatkan sebenarnya kebutuhan-kebutuhan fungsi daripada
anggota Dewan juga, fungsi-fungsi kelembagaan anggota DPR juga.
Jadi,memang seringkali dalam memutuskan sesuatu yang terutama
berhubungan dengan Pemerintah. Ada kesan ibu Sekjen selalu takut ada aturan yang
menghalangi, seperti pajak pertambahan penghasilan, waktu itu kita bahas. Mengenai
PPH terhadap uang asuransi kita. Itu tadinya akan dikenakan PPH 5%. Nah, kami di
BURT pun akhirnya karena Bu Sekjen tidak bisa memutuskan perlu dukungan dari
anggota Dewan dalam memutuskan itu. Akhirnya kita memanggil Dirjen Anggaran.
Akhirnya diputuskan bahwa itu adalah uang bukan dianggap sebagai penambahan
kekayaan bagi anggota Dewan tetapi hanya uang itu diberikan semuanya untuk kepada
konstituen. Kadang-kadang pun banyak kawan-kawan yang nombok. Juga mengenai
PBB bu. PBB juga karena memang aturan undang-undangnya mengatakan bahwa
yang dikenakan PBB adalah mereka yang memanfaatkan. Jadi, memang ini juga perlu
jadi bahan pertimbangan kita bersama bagaimana, karena kalau dianggap sebagai
tidak dibayar oleh anggota Dewan dan dibayar oleh Sekjen, tentunya Sekjen sebagai
kuasa pengguna anggaran itu juga akan mendapatkan masalah.
Kemudian yang mengenai pertanggungjawaban terhadap dana aspirasi. Kita
sudah bahas juga di BURT. Itu mengenai ada ketidakcocokan antara BPK dengan
Dirjen Anggaran. Dirjen Anggaran mengatakan bahwa yang penting ada bukti
pertanggungjawabannya tetapi BPK selalu karena sekjen sebagai pengguna anggaran
harus melaporkan itu, harus dengan bukti-bukti yang sangat detail. Nah, itu tidak sesuai
dengan kemauan kita semua karena itukan beda di Amerika beda pula di Indonesia.
Kalau di Amerika tidak ada konstituen yang mengajukan proposal. Kalau kita begitu
pulang ke daerah, proposal sudah numpuk di rumah aspirasi kita. Sudah numpuk
sekali. Itu sangat rendah sekali. Jadi, tentunya sangat tidak mungkin kalau laporan itu
dibuat dengan detail. Juga kadang-kadang kita mengadakan pertemuan di rumah
warga. Jadi, memang sulit sekali. Jadi, ini menjadi kendala pada Sekjen DPR untuk
melaporkan ini. Jadi, mungkin ada terobosan di undang-undang baru ini bagaimana
agar hal-hal seperti itu juga menjadi, itu diatur juga.
Dan setuju sekali dengan usulan Pak Fahri tadi mengenai adanya Sekjen
Parlemen dan satu badan pengelola karena kami mikir begini. Selama ini tumpuan
daripada fungsi supporting system itu adalah pada Sekjen termasuk juga hal-hal yang
sepele-sepele, seperti mungkin ganti wallpaper itu juga larinya ke Sekjen, WC mampet
ke Sekjen. Maksudnya kalau ada badan pengelola ini mereka yang mengelola itu. Jadi,
Sekjen benar-benar membantu secara 3 fungsi Dewan itu terhadap anggota DPR.
Tidak lagi diurusi oleh urusan apa, ada uang makan apa itu, rusak yang kotor-kotor itu,
urusan taman. Jadi, dipisahkan betul.
Jadi, saya sangat setuju dan sudah sering kita diskusikan dalam Rapat BURT,
dengan Bu Sekjen juga mengenai itu tadi, adanya sekjen apakah bisa waktu itu saya
utarakan, apakah bisa ada satu sekjen saja, sekjen parlemen yang membawahi 3
30

karena pada prakteknya di lapangan itu sangat rancu sekali. Seperti Gedung Nusantara
III itu juga dibatasi, ada yang itu haknya MPR, ini ada kekuasaannya DPR. Jadi, dalam
perawatannya pun juga agak sulit. Jadi, mungkin saya sangat mendukung dengan
adanya satu badan pengelola. Yang akan mengelola diluar supporting system secara
langsung kepada anggota Dewan tetapi hanya mengurusi gedung, taman, mesjid dan
sebagainya yang menjadi lingkungan daripada di kompleks parlemen ini.
Itu mungkin tambahan dari kami. Dan saya minta kepada Bu Sekjen untuk lebih
berani bu karena ibu sudah kita bantu, kita dorong, kita back-up tentunya begitu
bagaimana kita ingin menjadi parlemen ini menjadi lebih baik dan lebih kuat.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, ini nanti, ada tambah? Kita ini sudah jam 12.30 WIB.

F-PG (H. BAMBANG SOESATYO, S.E., MBA.):

Saya soal tata kelola penggeledahan. Saya pikir kesekjenan ini mesti juga
memahami dan mempersiapkan, membentengi parlemen ini jangan mudah digeledah
karena disini juga banyak sumber-sumber rahasia negara. Yang menggeledah itukan
kita juga tidak bisa menjamin bahwa dia tidak double agen atau tidak bukan murni
merah-putih. Bisa saja dia agen-agen luar yang disusupkan, yang kemudian dia
menjual informasi yang dia peroleh dari Dewan ini berdasarkan penggeledahan.
Jadi, kita akan susun satu aturan. Dimana ada tata cara penggeledahan yang
ada di Dewan ini. Nah, kalau tidak boleh, itu artinya kesekjenan harus dengan tegas
dan kuat menghalang-halangi atau menutup jangan sampai ada pihak-pihak mana pun
yang melakukan penggeledahan. Pertanyaan kemudian adalah apakah kesekjenan
apakah punya aparat keamanan, punya pasukan kecuali Pamdal? Kan begitu. Apakah
Pamdal di persenjatai? Ini juga pertanyaan-pertanyan penting. Nah, kita menunggu
masukan daripada kesekjenan, apakah kita juga Dewan ini perlu punya kesatuan
khusus seperti yang ada di istana misalnya, ada 3 angkatan, 4 angkatan untuk
pengamanan internal daripada Dewan ini atau parlemen. Kalau misalnya kita ada
panggil paksa kemarin, polisi tidak bisa, apakah kita mengirim Pamdal dipanggil paksa?
Kan tidak enak juga.
Nah, ini juga perlu ketua diatur soal pasukan keamanan yang melingkupi
kehormatan parlemen. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, itulah tadi yang sempat saya singgung tadi Pak Bambang. Jadi, menjaga
kehormatan. Selama ini yang missing adalah tidak ada kewenangan yang diberikan
oleh undang-undang kepada kesekjenan untuk menghalang-halangi. Kan itu soalnya.
Sementara lembaga lain punya undang-undang yang memungkinkan mereka untuk
masuk ke tempat ini, kan begitu. Itulah yang saya bilang kita masukkan di undang-
undang ini. Tidak boleh, bukan untuk melindungi kejahatan. Parlemen ini bukan gudang
produksi kejahatan. Ini lembaga terhormat, dijaga. Ini pointnya. Hanya masalahnya
selama ini kita ini terlalu tidak pernah memperhatikan yang begini-begini. Nah,
sekarang kita sadar ini kita masukkan dalam undang-undang ini. Pasal khusus tentang
itu nanti. Tolong nanti ini di ini.
31

F-PG (H. BAMBANG SOESATYO, S.E. ,MBA.):

Perlu dicatat Pak Ketua.


Kadang-kadang di satu sisi kita keras tetapi begitu LSM nyerang ini partai-partai,
bilang partai ini berbalik, cari muka juga.

KETUA RAPAT:

Ya, makanya supaya tidak ada yang carmuk itu kita masukkan di Undang-
undang. Demokrat jelas mendukung pasal ini. Saya boleh memastikan. Demokrat
mendukung pasal ini untuk menjaga kewibawaan dan kehormatan Dewan. Saya rasa
yang lain-lain juga pasti mendukung, sama.
Silakan Pak Desmond, teman kita dari Pak Prabowo tadi.

F-GERINDRA (DESMOND JUNAIDI MAHESA):

Terima kasih Pimpinan.


Saya cuma, tadinya tidak mau bicara sebenarnya. Sesudah tanggapan semua,
tanggapan Mas Bambang. Saya melihat bahwa kesan saya kita-kita ini nyari selamat.
Jangan-jangan kesan kawan-kawan kesekjenan pun sama. Kesan yang ada di LSM
dan masyarakat itu sama. Kenapa? Semua yang hari ini jadi problem langsung kepada
kita, ini dipindah. Seolah-olah dengan omongan Mas Bambang, persoalan imunitas ini
menjadi sesuatu yang berlebihan. Ini yang menurut saya hati-hati. Kita lihat dulu aturan
konstitusi kita. Kita lihat dulu kebiasaan-kebiasaan sistem parlementer diluar. Agar
proses konsep ini tidak menjadi catatan-catatan yang membuat kesan omongan tadi
bagi LSM karena saya pernah di LSM, ini kesimpulan sudah, anggota DPR mencari
selamat. Benny pun begitu pasti cara berpikirnya. Kalau memposisikan di LSM.
Memindahkan beban, cari selamat.
Nah, yang jadi soal juga catatannya adalah pada saat kesekjenan jadi benteng,
dasar bentengnya pun juga harus jelas nantinya. Didalam ini juga harus hati-hati,
pemateriannya, bahasa hukumnya. Jadi, jangan kita seperti omongan yang saya
dengar ini, ini memindahkan beban yang seolah-olah fungsi kelembagaan ini digodok
kita fungsi politik, fungsi politik, fungsi politik tetapi tidak ada beban yang bisa disetir. Ini
juga nanti kesannya jadi lain bukan tujuannya memperkuat. Yang ada anggota DPR
yang malas baca, yang tidak serius lebih diuntungkan. Akhirnya produk kualitas,
kesimpulan diskusi di DPR pun tidak bermutu kalau kita tidak melihat ini. Inikan biang
keroknya sebenarnya kita-kita juga, partai-partai kita juga. Mengutus orang kesini
dengan ketidaksiapan. Inikan problem baru juga. Kenapa produknya. Inikan kita juga
biang keroknya.
Jadi, jangan sampai anggota Dewan itu mendesign tetapi di partai sendiri, partai
kita-kita juga tidak beres juga. Akhirnya beban dipindahkan. Inikan juga harus kita jujur
melihat ini. Makanya kita harus hati-hati memproduk ini. Kalau kita bicara memperkuat
DPR atau memperkuat kelembagaan bukan memperkuat keamanan-keamanan kita
yang tidak mau bermasalah dengan LSM. Ini dengan pengamat-pengamat. Ini yang
juga harus hati-hati. Kenapa? Ujung-ujungnya yang jelas dalam Undang-undang Dasar
saja bicara anggaran teramputasi. DPR pun tidak melakukan reaktif sebagai sebuah
proses politik. Ini bukan sekedar kesekjenan sebagai contoh. Harusnya kita-kita, komisi
hukum misalnya harus berani bersuara ini. Ya kita-kita ini. Harusnya ini yang harus kita
lakukan. Hari ini sedikit orang yang bicara bahwa amputasi terhadap yang
diperintahkan undang-undang, ini tidak ada yang bersuara baik pribadi, komisi maupun
32

DPR kelembagaan. Kalau kita mendengar dari omongan kawan-kawan. Ini yang
prinsip, undang-undang teramputasi. Ini yang menurut saya kita juga harus cerdas,
hati-hati. Jangan merasa inikan, kawan-kawan di kesekjenan pun jangan jadi seolah-
olah menjadi bamper kita saja.
Saya itu ketua yang ingin saya sampaikan sebagai peringatan saja.

KETUA RAPAT:

Ini sudah pukul 12.35 WIB. apa kita tambah atau kita akhiri? Diskusi kita tidak
akan stop pak karena sampai akhir bulan ini kita akan selalu tanpa ada waktu istirahat
kita akan ini, asal siap tenaga, fisik, moral juga siap.
Terakhir ada, pak Sudding.

F-HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H.):

Kalau saya menyimak apa yang disampaikan oleh Pak Fahri dan Ketua. Saya
kira ini fungsi Dewan kedepan ini berbasis kinerja. Sehingga tidak lagi dipusingkan
masalah anggaran, segala macam tetek bengeknya. Betul-betul fokus kepada fungsi-
fungsi yang diamatkan oleh undang-undang. Kalau saya melihat gambarannya seperti
yang disampaikan. Dan saya sangat setuju tentang itu. Bukan berarti kita mau lepas
atau mau memberikan beban kepada pihak lain. Artinya kalau memang ada anggota
Dewan garong, mencari apa segala macam itu urusannya institusi penegak hukum.
Kita tidak akan mungkin melindungi itukan begitu tetapi ketika misalnya kehormatan
marwah institusi ini diganggu. Saya kira inilah yang perlu diatur menurut saya.
Saya kira, contoh yang disampaikan oleh mas Bambang tadi, seperti itulah. Nah,
contoh sehari-harinya juga baru kali ini juga saya lihat. Biasa kan kita kalau tidak salah
baru 3 kali saya keluar negeri dalam rangka kegiatan Dewan tetapi saya lihat institusi-
institusi parlemen diluar itu begitu ketatnya orang masuk didalam. Dan kita ini seperti
pasar. Mau pakai sandal jepit, mau pakai celana pendek dari bawah, dari basement
naik ke atas ruangan. Kita di ruangan pun merasa terganggu karena kita ditungguin.
Sudah tidak tahu apanya mereka.
Nah, tambah merusak. Inikan dari basement apa segala macam nungguin di
ruangan tamu apa segala macam. Inikan mengganggu kinerja menurut saya. Nah, ini
perlu ditertibkan bu hal seperti ini. Inikan seperti pasar. Bawa lagi proposal dan
sebagainya. Baru sekali ini saya lihat ada kantor parlemen seperti ini. Pokoknya tidak
ubahnya seperti pasar. Saya tawaran mobil diskon, apalah.
Nah, ini menurut saya ini perlu ditertibkan karena ini juga pamdal memberikan
kelonggaran dibawah. Harus ada steril karena seperti dikatakan Bambang ada rahasia-
rahasia negara, ini boleh jadi orang-orang yang seperti ini yang kita tidak tahu rimbanya
apa segala macam, hilir mudik didalam ruangan anggota, di lantai-lantai untuk mencari
informasi. Itu yang terjadi. Nah, menurut saya ini perlu dijaga marwah-marwah seperti
itu kedepan. Jadi, bukan persoalan kita karena kelakuan tetapi marwah institusi yang
perlu dijaga. Saya sangat setuju tentang apa yang digambarkan oleh Pimpinan tadi.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Bagian yang terakhir, Pak Mul.


33

F-PD (Ir. H. MULYADI):

Jadi, saya melihat sebetulnya masukan ke bu sekjen sudah lengkap. Secara


konseptual kan Pak Fahri juga sudah menyampaikan dengan flow chart ini. Tinggal
menterjemahkannya bu kedalam pasal-pasal yang lebih rinci termasuk juga masukan-
masukan kita. Sekali lagi ini kita punya target sebelum kita reses, 12 Juli. Ini yang
paling penting bu terjemahannya kedalam pasal-pasal. Supaya lebih cepat kita
menyelesaikan.
Jadi, mungkin saya tambahkan bu. Jangan kita diperlukan seperti pegawai.
Selama ini saya melihat kan anggota DPR itu saya lihat di negara-negara lain juga tidak
ada anggota DPR itu setiap rapat. Ini setiap hari rapat terus pakai absen lagi. Sudah
seperti pegawai kita kan. Nah, ini tolong kita bandingkan dengan negara lain. Apakah
memang aktivitas anggota DPR itu benar tidak seperti yang kita lakukan sekarang ini?
Apalagi kita rapat itu-itu, berulang-ulang, akhirnya kesimpulan rapat berkali-kali tidak
ada juga gunanya. Tidak ada juga. Jadi akhirnya orang malas juga rapat. Jadi, saya
sangat setuju apa yang disampaikan Pak Fahri ini kita kurangi hal-hal yang bersifat
teknis itu. Biar diatur oleh si pendukung yang dibawah Sekjen. Kita lebih banyak
berbicara dari aspek policy dan politiknya. Selama ini membahas undang-undang, titik
koma betul. Saya sudah menjadi Ketua Panja itu sampai titik koma kita urus.
Jadi, kedepan bagaimana kita produktif menyelesaikan undang-undang kalau
mekanisme pembahasan undang-undang masih seperti sekarang ini. Jadi, saya rasa
ini yang sering ikut undang-undang kan, yang namanya Ketua Panja itu sampai periksa
sampai koma, titik. Padahal kita harusnya prinsip-prinsip saja, kebijakan policynya apa,
substansinya. Disitu kita setuju. Itu juga tolong dipikirkan bu karena selama ini mohon
maaf juga keahlian yang diberikan juga sangat terbatas. Mohon maaf saya memimpin
Panja Rusun itu lebih banyak saya mendrive-nya, keahliannya yang diberikan juga
sangat terbatas yang mensupport kita.
Jadi, ini mungkin terkait anggaran. Ini kembali lagi ke uang. Apa pun yang kita
bicarakan disini ujungnya pasti uang. Ujungnya kalau supporting anggaran itu tidak
ada, percuma Pak Benny. Kita berteori kesana-sini mau cari tenaga ahli yang
berkualitas, uang. Duitnya harus remunerasinya. Saya konsultan pak. Remunerasi
yang untuk kualifikasi tenaga ahli yang berbobot itu 20 juta keatas. Kalau dikasih 7 juta,
apa yang bisa dilakukan. Kita tidak jalan terus. Bukannya dia beri masukan ke kita. Ini
yang perlu dipikirkan bu. Ini ada perubahan sangat mendasar. Saya rasa masukan
sudah sangat lengkap. Saya saja bukan Sekjen sudah mendengar dari Pak Fahri, dari
teman-teman semua, sudah bisa saya menterjemahkan apa yang diingikan oleh teman-
teman ini.
Tinggal bagaimana ibu mengelaborasi itu menjadi sebuah aturan-aturan dalam
bentuk pasal-pasal. Supaya kita bisa lebih cepat. Kasian juga ini Pak Benny sama Pak
Fahri sama teman pimpinan Pansus ini, kalau rapat ini berlama-lama terus, lebih bagus
kita nanti fokus ke persoalan-persoalan perdebatan apa yang mungkin menjadi
perdebatan. Dalam rangka kita menetapkan atau mensahkan Undang-undang ini.
Saya rasa demikian, terima kasih.
34

F-PKS (FAHRI HAMZAH, S.E.):

Saya sedikit Pak Benny ini sebagai penutup ini bu, bapak sekalian Sekjen.
Yang pertama itu karena kemarin itu ada wacana pemisahan undang-undang.
Nanti karena kemarin Pak Soemand itu yakin betul bahwa bunyi pasal dari Undang-
undang Dasar terhadap Undang-undang MD3 itu harusnya masing-masing itu punya
undang-undang sendiri bahkan beliau mengatakan kalau ada orang yang kesel dengan
Undang-undang yang baru kalau kita gabung. Itu di yudisial review pasti diterima
karena penggabungan itu salah. Amar pasal dari Undang-undang Dasarnya itu harus
masing-masing.
Nah, karena itu perlu dirancang juga. Juga kita punya tenaga ahli yang sedang
bekerja Pak Sensi sama Pak Suhartono dan lain-lain itu sedang bekerja. Pada
konstruksi, pemisahan undang-undang ini tolong itu diberikan masukan. Nanti memang
kalau misalnya konsepnya Sekjen Parlemen yang disepakati bahkan nanti disemua
undang-undang itu konsepnya sama. Tinggal copy paste saja. Nah itu satu pointnya.
Yang kedua, bayangkanlah bahwa sistem pendukung Dewan ini termasuk
kesekjenan didalamnya itu memang sistem pendukung yang harus sophisticated bu.
Bapak-bapak, ibu-ibu pernah menjadi birokrat mungkin seumur hidup pernah di DPR
atau pernah di lembaga eksekutif. Bapak-bapak, ibu-ibu pasti tahu bahwa lembaga ini
paling rewel karena dinamikanya harus mengikuti dinamika politik, aspirasi rakyat dan
sebagainya. Nah, karena itu kami membayangkan kalau bapak-bapak, ibu-ibu itu diikat
oleh sistem penggajian eksekutif. Repot bu, repot pak. Tidak bakalanlah termasuk juga
staf. Jadi, kalau kita mengimajinasikan seperti tadi saya pergi ke kebetulan pernah
seminggu di Amerika Serikat khusus duduk setiap hari dari pagi sampai malam saya
duduk di parlemen Amerika untuk mempelajari bagaimana sistem belakang mereka itu.
Jadi, misalnya orang yang di legal council namanya, ini tukang membuat legal
drafternya. Dia bilang kami punya sistem sendiri, ratusan tahun sebagai pegawai disini
kami menjaga konsistensi undang-undang. Dan ini adalah orang yang direkruit dari
kampusnya, digaji lebih besar dari yang digaji ditempat lain. Sehingga otak-otak terkuat
disini menjaga undang-undang. Sehingga undang-undang itu konsisten, tidak setiap
hari diterpedo oleh yudisial review, seperti di kita ini.
Baik sistem pendukung seperti ini mesti membayangkan sebuah sekretariat
pendukung yang kuat. Tolong bayangkan itu. Mungkin bukan untuk generasi bapak/ibu
tetapi rekruitmen berikutnya itu harus sudah masuk kesana. DPR ini adalah otak
kolektif bangsa. Itu yang kedua.
Yang ketiga ini tadi saya menyambung Pak Mul sedikit. Memang soal konsep
absen ini konsep susduk dulu Orde Baru. Kita ini embel-embel disuruh rapat untuk
menyestempel. Dalam konsep undang-undang, dalan konsep negara demokrasi kita itu
adalah pada dasarnya atau paling substansi adalah wakil rakyat. Kerjaan paling dasar
kita itu adalah disamping rakyat. Mendengarkan pikirannya, mendengarkan
keluhannya. Makanya ini sebenarnya Pak Mul ini tidak ada dalam undang-undang. Ini
selama ini diatur di Peraturan Dewan. Yang mohon itu nanti dirombak. Misalnya setiap
pulang dari reses itu bu harus ada 1, 2 menit setiap anggota menyatakan didalam
Paripurna apa yang menjadi keluhan masyarakat daerahnya. Itu harus rutin. Dan nanti
penyebutan anggota Dewan itu wajib menyebutkan Dapil. Dapil yang wajib. Fahri
Hamzah PKS NTB. Itu wajib. Benny K. Harman Demokrat, NTT 1. Inikan kita tidak.
Saya masa dibilang Pak Fahri orang Padang, dia bilang begitu. Orang Sumbawa saya
ini, dapil Sumbawa. Nah, ini yang begini-begini itu harus membuatnya menjadi.
Dan kemudian bu, yang disebut dengan kehadiran itu tidak ada. Kehadiran itu
adalah voting right. Ini yang saya kebetulan waktu di BK Pak. Mereka mau ngotot itu
35

ngontrol sampai komisi. Saya bilang ini gila. Kalau mau inikan karena dirongrong LSM
kita lagi lemah. Paripurna, karena Paripurna ada voting. Tidak ada voting pun ngapain
hadir. Masa disuruh duduk disitu mendengar Pidatonya Ketua DPR. Urusan apa. Saya
sudah tegur Ketua DPR. Untuk apa kalian pidato depan kami, siapa lo? Pidato itu
konferensi pers didepan wartawan. Masa sidang ini mau ngapain. Suruh pidato. Terus
pakai kaca katanya untuk ikut Presiden. Teleporter itu... sudah seperti mau jadi
Presiden saja. Tidak ada begini-begini bu.
Jadi, voting, kehadiran itu adalah voting right. Makanya anggota parlemen maka
itu dikasih panger disininya. Dia lagi keliling ketemu masyarakat, bunyi teng, jam sekian
ada voting. Kalau saya tidak mau hadir, tidak karena saya boikot. Saya tidak setuju
dengan undang-undangnya karena dipolitisi itukan boleh setuju, boleh tidak setuju,
boleh abstain. Saya tidak mau datang karena saya tidak absen. Jangan kemudian
karena saya tidak absen, jangan kemudian karena saya mau abstain. Jangan
kemudian dia abstain jadi malas. Tidak ada konsep anggota DPR malas itu. Ini aspiratif
atau tidak. Nah, kalau saya dekat dengan konstituen saya itu lebih benar daripada
duduk tetapi tidak dekat dengan konstituen. Tidak terpilih kembali.
Nah, itu yang begitu-begitu jadi konsep dalam demokrasi itu karena hukuman
bagi anggota Dewan itu nanti pada Pemilu. Meskipun karena sistem Pemilu kita belum
ideal, banyak orang-orang ideal yang kena hukuman juga termasuk Gus Pur itu. Saya
kira itu bu.
Jadi, konsepnya nanti tolong direkonstruksikan. Sudah ada tim kita yang
membuat itu, masukan. Supaya kita bisa lebih cepat meyakinkan eksekutif. Saya kira
itu.
Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, ini sudah melebihi satu jam dari apa yang kita sudah sepakati tadi. Jam
12.00 WIB, sekarang jam 13.00 WIB. Jadi, itulah tadi intinya. Kita undang Sekjen-
sekjen ini untuk memberi masukan kepada kita. Kita yang menentukan. Bukan kita
yang memberi masukan. Kan begitu pak. Jadi, kita menerima masukan. Oleh sebab itu
nanti saya ingin kalau bisa dari meja Pimpinan sangat berkeinginan kalau bisa sekjen-
sekjen kita ini juga ikut dalam pembahasan kita ini. Supaya tahu dinamika, oh begini,
begini, ikut sebagai part parlement bukan datang sebagai part Pemerintah. Inikan
dukung parlemen datang sama kita karena itu juga wajib membela kepentingan
parlemen disini kan begitu bukan sebaliknya. Selama inikan aku lihat ini paling-paling
ini. Bapak itu bagian kami. Wajib membela kita punya kepentingan untuk memajukan
ini. Jadi, ini harus, ini yang saya bilang reformasi ini paradigmanya harus kita ubah
tetapi kita punya value of thinking kita masih Orde Lama itu tadi. Padahal kita ada di
lembaga yang baru kita sama-sama perbaiki.
Jadi, saya menyampaikan terima kasih atas, karena tidak ada lagi pak sudah
tutup ini. Tidak bisa lagi. Silakan nanti karena kita sudah sepakati tadi sampai jam. Jadi,
kita tutup. Sekali lagi saya menyampaikan terima kasih kepada bapak/ibu sekjen dan
saudara-saudara anggota Pansus juga saya menyampaikan terima kasih.
36

Kita akan mengagendakan lagi jam 14.00 WIB. dengan pimpinan-pimpinan. Mas
Gus nanti dengan Pimpinan saja nanti. Makan siang disiapkan. Jangan pulang dulu.
Jadi, terima kasih. Saya tutup, terima kasih banyak.

RAPAT DITUTUP PUKUL 12.55 WIB.

a.n. PIMPINAN PANSUS RUU


PERUBAHAN UU MD3
SEKRETARIS ,

DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2014
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar


kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu mewujudkan
lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan
rakyat, dan lembaga perwakilan daerah yang mampu
mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap
dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai
dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa
dan bernegara;
b. bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan
rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan hukum
masyarakat sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

Mengingat: . . .
-2-

Mengingat: Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11,
Pasal 13, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A,
Pasal 21, Pasal 22 ayat (2), Pasal 22B, Pasal 22C, Pasal 22D,
Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23E ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (3),
Pasal 24C ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 37 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN


RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN
PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya
disingkat MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat
DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3.Dewan . . .
-3-

3. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkat


DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum
provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum kabupaten/kota
yang selanjutnya disingkat KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota adalah KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai penyelenggara pemilihan umum.
6. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat
BPK adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan dengan
undang-undang.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan
peraturan daerah.
9. Hari adalah hari kerja.

BAB II
MPR
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 2

MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih
melalui pemilihan umum.

Pasal 3 . . .
-4-

Pasal 3

MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang


berkedudukan sebagai lembaga negara.

Bagian Kedua
Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Wewenang
Pasal 4

MPR berwenang:
a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil
pemilihan umum;
c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;
d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya;
e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan
oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya; dan
f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan
wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon presiden
dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai
berakhir masa jabatannya.
Paragraf 2 . . .
-5-

Paragraf 2
Tugas
Pasal 5

MPR bertugas:
a. memasyarakatkan ketetapan MPR;
b. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
c. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
pelaksanaannya; dan
d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Pasal 6

(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 MPR memiliki
kemandirian dalam menyusun anggaran yang
dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan
kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi
kebutuhannya, MPR dapat menyusun standar biaya
khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk
dibahas bersama.
(3) Anggaran MPR dikelola oleh Sekretariat Jenderal MPR
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) MPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran MPR dalam peraturan MPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga . . .
-6-

Bagian Ketiga
Keanggotaan
Pasal 7

(1) Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan


Presiden.
(2) Masa jabatan anggota MPR adalah 5 (lima) tahun dan
berakhir pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 8

(1) Anggota MPR sebelum memangku jabatannya


mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna MPR.
(2) Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji
yang dipandu oleh pimpinan MPR.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan
sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.

Pasal 9

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sebagai


berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota/ketua/wakil ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, dengan
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa . . .
-7-

bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja


dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan
demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan
golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan
daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional
demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”
memperjuangkan aspirasi rakyat drah yangya wakili untuk
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Anggota
Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 10

Anggota MPR berhak:


a. mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan;
c. memilih dan dipilih;
d. membela diri;
e. imunitas;
f. protokoler; dan
g. keuangan dan administratif.

Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 11

Anggota MPR berkewajiban:


a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan;
c. memasyarakatkan . . .
-8-

c. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal
Ika;
d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
e. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan; dan
f. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil
daerah.

Bagian Kelima
Fraksi dan Kelompok Anggota MPR
Paragraf 1
Fraksi
Pasal 12

(1) Fraksi merupakan pengelompokan anggota MPR yang


mencerminkan konfigurasi partai politik.
(2) Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam
penentuan perolehan kursi DPR.
(3) Setiap anggota MPR yang berasal dari anggota DPR
harus menjadi anggota salah satu fraksi.
(4) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR
dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai
wakil rakyat.
(5) Pengaturan internal fraksi sepenuhnya menjadi urusan
fraksi masing-masing.
(6) MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas fraksi.

Paragraf 2 . . .
-9-

Paragraf 2
Kelompok Anggota
Pasal 13

(1) Kelompok anggota merupakan pengelompokan anggota


MPR yang berasal dari seluruh anggota DPD.
(2) Kelompok anggota dibentuk untuk meningkatkan
optimalisasi dan efektivitas kinerja MPR dan anggota
dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah.
(3) Pengaturan internal kelompok anggota sepenuhnya
menjadi urusan kelompok anggota.
(4) MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas
kelompok anggota.

Bagian Keenam
Alat Kelengkapan

Pasal 14

Alat kelengkapan MPR terdiri atas:


a. pimpinan; dan
b. panitia ad hoc MPR.

Paragraf 1
Pimpinan
Pasal 15

(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan


4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota MPR.
(2) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket
yang bersifat tetap.

(3) Bakal . . .
- 10 -

(3) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau


kelompok anggota disampaikan di dalam sidang
paripurna.
(4) Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu)
orang bakal calon pimpinan MPR.
(5) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan
ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan MPR
dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh
suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR
dalam rapat paripurna MPR.
(7) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama kali
untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh
pimpinan sementara MPR.
(8) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) berasal dari anggota MPR yang tertua dan
termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota yang
berbeda.
(9) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR tentang
tata tertib.

Pasal 16

(1) Pimpinan MPR bertugas:


a. memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil
sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja dan mengadakan
pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
c. menjadi juru bicara MPR;
d. melaksanakan putusan MPR;
e. mengoordinasikan . . .
- 11 -

e. mengoordinasikan anggota MPR untuk


memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika;
f. mewakili MPR di pengadilan;
g. menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran
MPR; dan
h. menyampaikan laporan kinerja pimpinan dalam
sidang paripurna MPR pada akhir masa jabatan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas
pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal 16
Pasal 17
(1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c apabila:
a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota
DPD; atau
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
pimpinan MPR.
(3) Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari jabatannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota dari fraksi
atau kelompok anggota asal pimpinan MPR yang
bersangkutan menggantikannya paling lambat 30 (tiga
puluh) Hari sejak pimpinan berhenti dari jabatannya.
(4) Penggantian pimpinan MPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan pimpinan
MPR dan dilaporkan dalam sidang paripurna MPR
berikutnya atau diberitahukan secara tertulis kepada
anggota.
PPPPPasal 1 Pasal 18 . . .
A
- 12 -

Pasal 18

(1) Dalam hal salah seorang pimpinan MPR atau lebih


berhenti dari jabatannya, para anggota pimpinan lainnya
mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana
tugas sementara sampai terpilihnya pengganti definitif.
(2) Dalam hal pimpinan MPR dinyatakan sebagai terdakwa
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, pimpinan MPR
yang bersangkutan tidak boleh melaksanakan tugasnya.
(3) Dalam hal pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak
pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan MPR yang
bersangkutan melaksanakan tugasnya kembali sebagai
pimpinan MPR.

Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian
dan penggantian pimpinan MPR diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.

Paragraf 2
Panitia Ad Hoc MPR
Pasal 20

(1) Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling
sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan paling
banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang
susunannya mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD
secara proporsional dari setiap fraksi dan kelompok
anggota MPR.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan
oleh unsur DPR dan unsur DPD dari setiap fraksi dan
kelompok anggota MPR.

Pasal 21 . . .
- 13 -

Pasal 21

(1) Panitia ad hoc MPR sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 20 ayat (1) melaksanakan tugas yang diberikan
oleh MPR.
(2) Setelah terbentuk, panitia ad hoc MPR segera
menyelenggarakan rapat untuk membahas dan
memusyawarahkan tugas yang diberikan oleh MPR.

Pasal 22

(1) Panitia ad hoc MPR bertugas:


a. mempersiapkan bahan sidang MPR; dan
b. menyusun rancangan putusan MPR.
(2) Panitia ad hoc MPR melaporkan pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam sidang
paripurna MPR.
(3) Panitia ad hoc MPR dibubarkan setelah tugasnya selesai.

Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,


susunan, dan tugas panitia ad hoc MPR diatur dalam
peraturan MPR tentang tata tertib.

Bagian Ketujuh
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 24

(1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), anggota MPR tidak dapat mengusulkan
pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 25 . . .
- 14 -

Pasal 25

(1) Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh paling
sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah anggota MPR.
(2) Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan
menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah
beserta alasannya.

Pasal 26

(1) Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada
pimpinan MPR.
(2) Setelah menerima usul pengubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan MPR memeriksa
kelengkapan persyaratannya yang meliputi:
a. jumlah pengusul sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1); dan
b. pasal yang diusulkan diubah dan alasan pengubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak usul
pengubahan diterima.

Pasal 27

Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


ayat (3), pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan
fraksi dan pimpinan kelompok anggota MPR untuk
membahas kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2).

Pasal 28 . . .
- 15 -

Pasal 28

(1) Dalam hal usul pengubahan tidak memenuhi


kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (2), pimpinan MPR memberitahukan
penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada
pihak pengusul beserta alasannya.
(2) Dalam hal usul pengubahan dinyatakan oleh pimpinan
MPR memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), pimpinan MPR wajib
menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lama
60 (enam puluh) Hari.
(3) Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang
telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat
14 (empat belas) Hari sebelum dilaksanakan sidang
paripurna MPR.

Pasal 29

Dalam sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 28 ayat (2) dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. pengusul menjelaskan usulan yang diajukan beserta
alasannya;
b. fraksi dan kelompok anggota MPR memberikan
pemandangan umum terhadap usul pengubahan; dan
c. membentuk panitia ad hoc untuk mengkaji usul
pengubahan dari pihak pengusul.

Pasal 30
(1) Dalam sidang paripurna MPR berikutnya panitia ad hoc
melaporkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 huruf c.
(2) Fraksi dan kelompok anggota MPR menyampaikan
pemandangan umum terhadap hasil kajian panitia
ad hoc.

Pasal 31 . . .
- 16 -

Pasal 31

(1) Sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 28 ayat (2) dihadiri oleh paling sedikit 2/3
(dua per tiga) dari jumlah anggota MPR.
(2) Sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dengan persetujuan paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan


keputusan terhadap usul pengubahan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 diatur dalam
peraturan MPR tentang tata tertib.

Paragraf 2
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Hasil Pemilihan Umum
Pasal 33

MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan


umum dalam sidang paripurna MPR.

Pasal 34

(1) Pimpinan MPR mengundang anggota MPR untuk


menghadiri sidang paripurna MPR dalam rangka
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan
umum.
(2) Pimpinan MPR mengundang pasangan calon presiden
dan wakil presiden terpilih untuk dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden dalam sidang paripurna
MPR.

(3) Dalam . . .
- 17 -

(3) Dalam sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 33, pimpinan MPR membacakan
keputusan KPU mengenai penetapan pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilihan
umum Presiden dan Wakil Presiden.
(4) Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan
dengan bersumpah menurut agama atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna
MPR.
(5) Dalam hal MPR tidak dapat menyelenggarakan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat
paripurna DPR.
(6) Dalam hal DPR tidak dapat menyelenggarakan rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan
Mahkamah Agung.
(7) Berita acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden serta
pimpinan MPR.
(8) Setelah mengucapkan sumpah/janji Presiden dan
Wakil Presiden, Presiden menyampaikan pidato awal
masa jabatan.

Pasal 35

Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 34 sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan
bangsa.”
Janji . . .
- 18 -

Janji Presiden (Wakil Presiden):


“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan
bangsa.”

Paragraf 3
Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam Masa Jabatannya

Pasal 36

(1) MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau


Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
(2) Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
DPR.

Pasal 37

(1) MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR


untuk memutuskan usul DPR mengenai
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada
masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) Hari
sejak MPR menerima usul sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (2).
(2) Usul DPR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (2) harus dilengkapi putusan Mahkamah
Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum, baik berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya maupun perbuatan tercela;
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 38 . . .
- 19 -

Pasal 38

(1) Pimpinan MPR mengundang Presiden dan/atau Wakil


Presiden untuk menyampaikan penjelasan yang
berkaitan dengan usulan pemberhentiannya dalam
sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1).
(2) Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir
untuk menyampaikan penjelasan, MPR tetap
mengambil keputusan terhadap usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).
(3) Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diambil dalam sidang
paripurna MPR yang dihadiri paling sedikit 3/4
(tiga per empat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota
yang hadir.
Pasal 39

(1) Dalam hal MPR memutuskan memberhentikan


Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR,
Presiden dan/atau Wakil Presiden berhenti dari
jabatannya.
(2) Dalam hal MPR memutuskan tidak memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR,
Presiden dan/atau Wakil Presiden melaksanakan
tugas dan kewajibannya sampai berakhir masa
jabatannya.
(3) Keputusan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan ketetapan MPR.

Pasal 40

Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden


mengundurkan diri sebelum diambil keputusan MPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3), sidang
paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1)
tidak dilanjutkan.
Paragraf 4 . . .
- 20 -

Paragraf 4
Pelantikan Wakil Presiden Menjadi Presiden
Pasal 41

Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak


dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia
digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa
jabatannya.
Pasal 42

(1) Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera


menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk
melantik Wakil Presiden menjadi Presiden.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden
bersumpah menurut agama atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden
bersumpah menurut agama atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan
disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Pasal 43

Sumpah/janji Presiden sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 42 sebagai berikut:
Sumpah Presiden:
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-
Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada nusa dan bangsa.”
Janji Presiden:
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-
undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Pasal 44 . . .
- 21 -

Pasal 44

Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)


ditetapkan dengan ketetapan MPR.

Pasal 45

Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden


menyampaikan pidato pelantikan.

Paragraf 5
Pemilihan dan Pelantikan Wakil Presiden
Pasal 46

(1) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR


menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu
paling lama 60 (enam puluh) Hari untuk memilih Wakil
Presiden.
(2) Presiden mengusulkan 2 (dua) calon Wakil Presiden
beserta kelengkapan persyaratan kepada pimpinan
MPR paling lambat 14 (empat belas) Hari sebelum
penyelenggaraan sidang paripurna MPR.
(3) Dalam sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), MPR memilih satu di antara 2 (dua) calon
wakil presiden yang diusulkan oleh Presiden.
(4) Dua calon wakil presiden yang diusulkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan
pernyataan kesiapan pencalonan dalam sidang
paripurna MPR sebelum dilakukan pemilihan.
(5) Calon wakil presiden yang memperoleh suara
terbanyak dalam pemilihan di sidang paripurna MPR
ditetapkan sebagai Wakil Presiden.
(6) Dalam hal suara yang diperoleh tiap-tiap calon sama
banyak, pemilihan diulang 1 (satu) kali lagi.
(7) Dalam hal pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) hasilnya tetap sama, Presiden memilih salah satu di
antara calon wakil presiden.
Pasal 47 . . .
- 22 -

Pasal 47

(1) MPR melantik Wakil Presiden sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 46 ayat (5) atau ayat (7) dalam sidang
paripurna MPR dengan bersumpah menurut agama
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
sidang paripurna MPR.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang
paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil
Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna
DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat
paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wakil
Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR
dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Pasal 48

Sumpah/janji Wakil Presiden sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 47 sebagai berikut:
Sumpah Wakil Presiden:
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi
kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-
undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji Wakil Presiden:
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”

Pasal 49 . . .
- 23 -

Pasal 49

Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 46 ditetapkan dengan ketetapan MPR.

Paragraf 6
Pemilihan dan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 50

Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,


diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana
tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri
Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-
sama.

Pasal 51

(1) Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat,


berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara ber-
samaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, MPR
menyelenggarakan sidang paripurna paling lama
30 (tiga puluh) Hari sejak Presiden dan Wakil Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
secara bersamaan.
(2) Paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam
sejak Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pimpinan MPR memberitahukan kepada partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon
presiden dan wakil presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya untuk mengajukan pasangan calon
presiden dan wakil presiden.
(3) Paling . . .
- 24 -

(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya surat


pemberitahuan dari pimpinan MPR, partai politik atau
gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menyampaikan calon presiden dan wakil
presidennya kepada pimpinan MPR.
(4) Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang meraih suara terbanyak pertama dan
kedua dalam pemilihan umum sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menyampaikan
kesediaannya secara tertulis yang tidak dapat ditarik
kembali.
(5) Calon presiden dan wakil presiden yang diajukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
undang-undang mengenai pemilihan umum presiden
dan wakil presiden.
(6) Ketentuan mengenai tata cara verifikasi terhadap
kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi
pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
diajukan diatur dalam peraturan MPR tentang tata
tertib.

Pasal 52

(1) Pemilihan 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil


presiden dalam sidang paripurna MPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan dengan
pemungutan suara.
(2) Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
memperoleh suara terbanyak dalam sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
(3) Dalam hal suara yang diperoleh setiap pasangan
calon presiden dan wakil presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sama banyak, pemungutan
suara diulang 1 (satu) kali lagi.

(4) Dalam . . .
- 25 -

(4) Dalam hal hasil pemungutan suara ulang


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap sama,
MPR memutuskan untuk mengembalikan kedua
pasangan calon presiden dan wakil presiden kepada
partai politik atau gabungan partai politik pengusul
untuk dilakukan pemilihan ulang oleh MPR.
(5) Dalam hal MPR memutuskan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), ayat (4), ayat (5)
dan ayat (6).

Pasal 53

(1) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dalam
sidang paripurna MPR dengan bersumpah menurut
agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan sidang paripurna MPR.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat
paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan
Mahkamah Agung.

Pasal 54

Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 53 sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi
kewajiban Presiden (Wakil Presiden) Republik Indonesia
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji . . .
- 26 -

Janji Presiden (Wakil Presiden):


“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban Presiden (Wakil Presiden) Republik
Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan
segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”

Pasal 55

Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 52 ditetapkan dengan ketetapan
MPR.
[

Pasal 56

Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden


menyampaikan pidato pelantikan.

Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf 1
Hak Imunitas
Pasal 57

(1) Anggota MPR mempunyai hak imunitas.


(2) Anggota MPR tidak dapat dituntut di depan
pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau
pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan
maupun tertulis di dalam sidang atau rapat MPR
ataupun di luar sidang atau rapat MPR yang
berkaitan dengan wewenang dan tugas MPR.
(3) Anggota MPR tidak dapat diganti antarwaktu karena
pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakannya baik di dalam sidang atau rapat
MPR maupun di luar sidang atau rapat MPR yang
berkaitan dengan wewenang dan tugas MPR.
(4) Ketentuan . . .
- 27 -

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam
rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang
dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 2
Hak Protokoler
Pasal 58

(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak


protokoler.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak
protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 59

(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak


keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan
anggota MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh pimpinan MPR dan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan


hak anggota MPR diatur dalam peraturan MPR tentang
tata tertib.

Bagian Kesembilan . . .
- 28 -

Bagian Kesembilan
Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1
Persidangan
Pasal 61

(1) MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun


di ibu kota negara.
(2) Persidangan MPR diselenggarakan untuk
melaksanakan wewenang dan tugas MPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.

Pasal 62

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan


diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.

Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 63

Sidang MPR dapat mengambil keputusan apabila:


a. dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah
anggota MPR dan disetujui oleh paling sedikit 50%
(lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota dari
seluruh anggota MPR untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah
anggota MPR dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua
per tiga) dari jumlah anggota MPR yang hadir untuk
memutuskan usul DPR tentang pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. dihadiri paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari
jumlah anggota MPR ditambah 1 (satu) anggota MPR
dan disetujui oleh paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota
MPR yang hadir untuk sidang selain sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
Pasal 64 . . .
- 29 -

Pasal 64

(1) Pengambilan keputusan dalam sidang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 63 terlebih dahulu diupayakan
dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal cara pengambilan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan
diambil melalui pemungutan suara.
(3) Dalam hal keputusan berdasarkan pemungutan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai,
dilakukan pemungutan suara ulang.
(4) Dalam hal pemungutan suara ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hasilnya masih belum
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), berlaku ketentuan:
a. pengambilan keputusan ditangguhkan sampai
sidang berikutnya; atau
b. usul yang bersangkutan ditolak.

Pasal 65

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan


keputusan sidang MPR diatur dalam peraturan MPR
tentang tata tertib.

Bagian Kesepuluh
Penggantian Antarwaktu
Pasal 66

(1) Penggantian antarwaktu anggota MPR dilakukan


apabila terjadi penggantian antarwaktu anggota DPR
atau anggota DPD.
(2) Pemberhentian dan pengangkatan sebagai akibat
penggantian antarwaktu anggota MPR diresmikan
dengan keputusan Presiden.

BAB III . . .
- 30 -

BAB III
DPR
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 67

DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan


umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Pasal 68

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang


berkedudukan sebagai lembaga negara.

Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 69

(1) DPR mempunyai fungsi:


a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan
dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk
mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan
politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 70
(1) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan
DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk
undang-undang.

(2) Fungsi . . .
- 31 -

(2) Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 69 ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk
membahas dan memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap rancangan
undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh
Presiden.
(3) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan
APBN.

Bagian Ketiga
Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Wewenang
Pasal 71

DPR berwenang:
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap peraturan pemerintah
pengganti undang-undang yang diajukan oleh
Presiden untuk menjadi undang-undang;
c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan
oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD
sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR
dan Presiden;
d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan
undang-undang tentang APBN dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama;

e. membahas . . .
- 32 -

e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan


pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas
rancangan undang-undang tentang APBN yang
diajukan oleh Presiden;
f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan
yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk
menyatakan perang dan membuat perdamaian
dengan negara lain;
h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional
tertentu yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang;
i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam
pemberian amnesti dan abolisi;
j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal
mengangkat duta besar dan menerima penempatan
duta besar negara lain;
k. memilih anggota BPK dengan memperhatikan
pertimbangan DPD;
l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas
pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi
Yudisial;
m. memberikan persetujuan calon hakim agung yang
diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden; dan
n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan
mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan
dengan keputusan Presiden.

Paragraf 2 . . .
- 33 -

Paragraf 2
Wewenang
Tugas

Pasal 72

DPR bertugas:
a. menyusun, membahas, menetapkan, dan
menyebarluaskan program legislasi nasional;
b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan
rancangan undang-undang;
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan
oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah;
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah;
e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang disampaikan oleh BPK;
f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan
aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara;
g. menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan
h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-
undang.

Pasal 73 . . .
- 34 -

Pasal 73

(1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya,


berhak memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah,
badan hukum, atau warga masyarakat secara tertulis
untuk hadir dalam rapat DPR.
(2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan
hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi
panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga)
kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat
menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak
menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat
menggunakan hak mengajukan pertanyaan.
(4) Dalam hal badan hukum dan/atau warga masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir
setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa
alasan yang sah, DPR berhak melakukan panggilan
paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah,
yang bersangkutan dapat disandera paling lama
30 (tiga puluh) Hari sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 74

(1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya,


berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat
negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga
negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja,
rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum,
rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim
pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR
demi kepentingan bangsa dan negara.

(2) Setiap . . .
- 35 -

(2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan


hukum, warga negara, atau penduduk wajib
menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Setiap pejabat negara atau pejabat pemerintah yang
mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat
menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak
menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR
mengajukan pertanyaan.
(4) Dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah
mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat
menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak
menyatakan pendapat atau hak anggota DPR
mengajukan pertanyaan.
(5) DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan
sanksi administratif kepada pejabat negara atau
pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan atau
mengabaikan rekomendasi DPR.
(6) Dalam hal badan hukum atau warga negara
mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPR dapat
meminta kepada instansi yang berwenang untuk
dikenai sanksi.

Pasal 75

(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72,
DPR memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran
yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan
disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama
DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi
kebutuhannya, DPR dapat menyusun standar biaya
khusus dan mengajukannya kepada Presiden untuk
dibahas bersama.
(3) Anggaran . . .
- 36 -

(3) Anggaran DPR dikelola oleh Sekretariat Jenderal DPR


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) DPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran DPR dalam peraturan DPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 76

(1) Anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam puluh)


orang.
(2) Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan
Presiden.
(3) Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara Republik
Indonesia.
(4) Masa jabatan anggota DPR adalah 5 (lima) tahun dan
berakhir pada saat anggota DPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
(5) Setiap anggota, kecuali pimpinan MPR dan pimpinan
DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi.
(6) Setiap anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat merangkap sebagai anggota salah satu alat
kelengkapan lainnya yang bersifat tetap, kecuali sebagai
anggota Badan Musyawarah.

Pasal 77

(1) Anggota DPR sebelum memangku jabatannya


mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam rapat
paripurna DPR.
(2) Anggota DPR yang berhalangan mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji
yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
(3) Ketentuan . . .
- 37 -

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan


sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Pasal 78

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77


sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja
dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan
demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan
golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya
wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Bagian Kelima
Hak DPR
Pasal 79

(1) DPR mempunyai hak:


a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah hak DPR untuk meminta keterangan
kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah
yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Hak . . .
- 38 -

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan
terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau
kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR untuk
menyatakan pendapat atas:
a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar
biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia
internasional;
b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hak
angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
c. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum baik berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun
perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota
Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 80
Anggota DPR berhak:
a. mengajukan usul rancangan undang-undang;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;

f. imunitas . . .
- 39 -

f. imunitas;
g. protokoler;
h. keuangan dan administratif;
i. pengawasan;
j. mengusulkan dan memperjuangkan program
pembangunan daerah pemilihan; dan
k. melakukan sosialiasi undang-undang.

Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 81

Anggota DPR berkewajiban:


a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara;
g. menaati tata tertib dan kode etik;
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja
dengan lembaga lain;
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui
kunjungan kerja secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat; dan
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Bagian Ketujuh . . .
- 40 -

Bagian Ketujuh
Fraksi
Pasal 82

(1) Fraksi merupakan pengelompokkan anggota


berdasarkan konfigurasi partai politik berdasarkan hasil
pemilihan umum.
(2) Setiap anggota DPR harus menjadi anggota fraksi.
(3) Fraksi dibentuk oleh partai politik yang memenuhi
ambang batas perolehan suara dalam penentuan
perolehan kursi DPR.
(4) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan pelaksanaan
fungsi, wewenang, tugas DPR, serta hak dan kewajiban
anggota DPR.
(5) Fraksi didukung oleh sekretariat dan tenaga ahli.
(6) Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan
tugas fraksi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana dan tenaga ahli
fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam
peraturan DPR.

Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan
Pasal 83

(1) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:


a. pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. komisi;
d. Badan Legislasi;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen;
g. Mahkamah Kehormatan Dewan;
h. Badan Urusan Rumah Tangga;

i. Panitia . . .
- 41 -

i. panitia khusus; dan


j. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk
oleh rapat paripurna.
(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan DPR
dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur
dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
(3) Unit pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. tenaga administrasi; dan
b. tenaga ahli.
(4) Ketentuan mengenai rekrutmen tenaga administrasi dan
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih lanjut dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 1
Pimpinan
Pasal 84

(1) Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan


4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota DPR.
(2) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang
bersifat tetap.
(3) Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi dan
disampaikan dalam rapat paripurna DPR.
(4) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan DPR.
(5) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan
ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan DPR
dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh
suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan DPR
dalam rapat paripurna DPR.
(7) Selama . . .
- 42 -

(7) Selama pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) belum terbentuk, sidang DPR pertama kali untuk
menetapkan pimpinan DPR dipimpin oleh pimpinan
sementara DPR.
(8) Pimpinan sementara DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) berasal dari anggota DPR yang tertua dan
termuda dari fraksi yang berbeda.
(9) Pimpinan DPR ditetapkan dengan keputusan DPR.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan DPR diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.

Pasal 85

Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84


sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 86

(1) Pimpinan DPR bertugas:

a. memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil


sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja pimpinan;
c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan
pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat
kelengkapan DPR;
d. menjadi juru bicara DPR;
e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan
DPR;
f. mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga
negara lainnya;
g. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan
pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan
keputusan DPR;

h. mewakili . . .
- 43 -

h. mewakili DPR di pengadilan;


i. melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan
penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. menyusun rencana anggaran DPR bersama Badan
Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya
dilakukan dalam rapat paripurna; dan
k. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat
paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas
pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Pasal 87

(1) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84


ayat (1) berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR
berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah
dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan
DPR;

c. dinyatakan . . .
- 44 -

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan


pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
e. ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh
partai politiknya;
f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini; atau
g. diberhentikan sebagai anggota partai politik
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari
jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di
antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan
yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan
yang definitif.
(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari
jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penggantinya berasal dari partai politik yang sama.
(5) Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya
apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
(6) Dalam hal pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak
pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang
bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai
pimpinan DPR.

Pasal 88 . . .
- 45 -

Pasal 88

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian


dan penggantian pimpinan DPR diatur dalam peraturan DPR
tentang tata tertib.

Paragraf 2
Badan Musyawarah
Pasal 89

Badan Musyawarah dibentuk oleh DPR dan merupakan alat


kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

Pasal 90

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan


Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR
dan permulaan tahun sidang.
(2) Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak
1/10 (satu per sepuluh) dari jumlah anggota DPR
berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna.

Pasal 91

Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan


Badan Musyawarah.

Pasal 92

(1) Badan Musyawarah bertugas:


a. menetapkan agenda DPR untuk 1 (satu) tahun
sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian
dari suatu masa sidang, perkiraan waktu
penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu
penyelesaian rancangan undang-undang, dengan
tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna
untuk mengubahnya;
b. memberikan . . .
- 46 -

b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPR


dalam menentukan garis kebijakan yang
menyangkut pelaksanaan wewenang dan tugas
DPR;
c. meminta dan/atau memberikan kesempatan
kepada alat kelengkapan DPR yang lain untuk
memberikan keterangan/penjelasan mengenai
pelaksanaan tugas masing-masing;
d. mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah
dalam hal undang-undang mengharuskan
Pemerintah atau pihak lainnya melakukan
konsultasi dan koordinasi dengan DPR;
e. menentukan penanganan suatu rancangan
undang-undang atau pelaksanaan tugas DPR lain
yang diatur dalam undang-undang oleh alat
kelengkapan DPR;
f. mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai
jumlah komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan
mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam
konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR; dan
g. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh
rapat paripurna kepada Badan Musyawarah.
(2) Badan Musyawarah menyusun rencana kerja dan
anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan
kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada
Badan Urusan Rumah Tangga.

Pasal 93
Badan Musyawarah tidak dapat mengubah keputusan atas
suatu rancangan undang-undang atau pelaksanaan tugas
DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) huruf a.

Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,
susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja Badan
Musyawarah diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 3 . . .
- 47 -

Paragraf 3
Komisi
Pasal 95

Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan


DPR yang bersifat tetap.

Pasal 96

(1) DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa


keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
(2) Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat
paripurna menurut perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang, dan pada
setiap masa sidang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah komisi dan
jumlah anggota komisi diatur dalam peraturan DPR
tentang Tata Tertib.

Pasal 97

(1) Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan


yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan
paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih
dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang
bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan
prinsip musyawarah untuk mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan
komisi.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan komisi berdasarkan
musyawarah untuk mufakat tidak tercapai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.

(5) Pemilihan . . .
- 48 -

(5) Pemilihan pimpinan komisi sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi yang
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan komisi.
(6) Pimpinan komisi ditetapkan dengan keputusan
pimpinan DPR.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan komisi diatur dalam peraturan DPR tentang
tata tertib.

Pasal 98

(1) Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang


adalah mengadakan persiapan, penyusunan,
pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-
undang.
(2) Tugas komisi di bidang anggaran adalah:
a. mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai
penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup
tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
b. mengadakan pembahasan dan mengajukan usul
penyempurnaan rancangan anggaran pendapatan
dan belanja negara yang termasuk dalam ruang
lingkup tugasnya bersama-sama dengan
Pemerintah;
c. membahas dan menetapkan alokasi anggaran
untuk fungsi, dan program kementerian/lembaga
yang menjadi mitra kerja komisi;
d. mengadakan pembahasan laporan keuangan
negara dan pelaksanaan APBN termasuk hasil
pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang
lingkup tugasnya;
e. menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan hasil
pembahasan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, huruf c, dan huruf d kepada Badan
Anggaran untuk sinkronisasi;
f. membahas . . .
- 49 -

f. membahas dan menetapkan alokasi anggaran


untuk fungsi, dan program, kementerian/lembaga
yang menjadi mitra kerja komisi berdasarkan
hasil sinkronisasi alokasi anggaran
kementerian/lembaga oleh Badan Anggaran;
g. menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran
hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud
dalam huruf f untuk bahan akhir penetapan APBN;
dan
h. membahas dan menetapkan alokasi anggaran per
program yang bersifat tahunan dan tahun jamak
yang menjadi mitra komisi bersangkutan.
(3) Tugas komisi di bidang pengawasan meliputi:
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan
pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang
lingkup tugasnya;
b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan
BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
c. memberikan masukan kepada BPK dalam hal
rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan
pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan
berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
d. melakukan pengawasan terhadap kebijakan
Pemerintah; dan
e. membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
(4) Komisi dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dapat
mengadakan:
a. rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh
menteri/pimpinan lembaga;
b. konsultasi dengan DPD;
c. rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah
yang mewakili instansinya;

d. rapat . . .
- 50 -

d. rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan


komisi maupun atas permintaan pihak lain;
e. rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar
pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili
instansinya yang tidak termasuk dalam ruang
lingkup tugasnya apabila diperlukan; dan/atau
f. kunjungan kerja.
(5) Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan
tugas komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4).
(6) Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi
atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat
antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan
oleh Pemerintah.
(7) Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak
interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau
hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi
administratif kepada pejabat negara dan pejabat
pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Dalam hal badan hukum atau warga negara tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) DPR dapat meminta kepada instansi yang
berwenang untuk dikenai sanksi.
(10) Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa
keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang
belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai
bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.
(11) Komisi menyusun rencana kerja dan anggaran untuk
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang
selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Tangga.

Pasal 99 . . .
- 51 -

Pasal 99

Pembahasan rancangan undang-undang oleh komisi,


gabungan komisi, panitia khusus atau Badan Legislasi
diselesaikan dalam 3 (tiga) kali masa sidang dan dapat
diperpanjang berdasarkan keputusan rapat paripurna DPR.

Pasal 100

Jumlah, ruang lingkup tugas, dan mitra kerja komisi


ditetapkan dengan keputusan DPR.

Pasal 101

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,


susunan, tugas dan mekanisme kerja komisi diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 4
Badan Legislasi
Pasal 102

Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat


kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

Pasal 103

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan


Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR,
permulaan tahun sidang, dan pada setiap masa sidang.
(2) Jumlah anggota Badan Legislasi paling banyak 2 (dua)
kali jumlah anggota komisi, yang mencerminkan fraksi
dan komisi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah anggota Badan
legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Pasal 104 . . .
- 52 -

Pasal 104
(1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam
satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan
fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk
mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan Badan
Legislasi.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan Badan Legislasi
berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan Badan Legislasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan
Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.
(6) Pimpinan Badan Legislasi ditetapkan dengan keputusan
pimpinan DPR.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan Badan Legislasi diatur dalam peraturan DPR
tentang tata tertib.

Pasal 105
(1) Badan Legislasi bertugas:
a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang
memuat daftar urutan rancangan undang-undang
beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas
tahunan di lingkungan DPR;
b. mengoordinasikan penyusunan program legislasi
nasional yang memuat daftar urutan rancangan
undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima)
tahun dan prioritas tahunan antara DPR,
Pemerintah, dan DPD;
c. melakukan . . .
- 53 -

c. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan


pemantapan konsep rancangan undang-undang yang
diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi
sebelum rancangan undang-undang tersebut
disampaikan kepada Pimpinan DPR;
d. memberikan pertimbangan terhadap rancangan
undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR,
komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas
rancangan undang-undang atau di luar rancangan
undang-undang yang terdaftar dalam program
legislasi nasional;
e. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau
penyempurnaan rancangan undang-undang yang
secara khusus ditugasi oleh Badan Musyawarah;
f. melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap
undang-undang;
g. menyusun, melakukan evaluasi, dan penyempurnaan
peraturan DPR;
h. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi
terhadap pembahasan materi muatan rancangan
undang-undang melalui koordinasi dengan komisi
dan/atau panitia khusus;
i. melakukan sosialisasi program legislasi nasional; dan
j. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah
di bidang perundang-undangan pada akhir masa
keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh
Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
(2) Badan Legislasi menyusun rencana kerja dan anggaran
untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan,
yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan
Rumah Tangga.

Pasal 106

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,


susunan, tugas, dan mekanisme Badan Legislasi diatur
dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 5 . . .
- 54 -

Paragraf 5
Badan Anggaran
Pasal 107

Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat


kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

Pasal 108

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan


Anggaran berdasarkan representasi anggota dari setiap
provinsi berdasarkan perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota setiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
(2) Keanggotaan Badan Anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan penggantian oleh fraksi
yang bersangkutan pada setiap masa sidang.
(3) Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas anggota
dari setiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan
memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan
usulan fraksi.

Pasal 109

(1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan


pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran dalam
satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi
sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan Badan
Anggaran.

(4) Dalam . . .
- 55 -

(4) Dalam hal pemilihan pimpinan Badan Anggaran


berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan Badan Anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan
Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.
(6) Pimpinan Badan Anggaran ditetapkan dengan keputusan
pimpinan DPR.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan Badan Anggaran diatur dalam peraturan DPR
tentang tata tertib.

Pasal 110
(1) Badan Anggaran bertugas:
a. membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh
menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan
fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk
dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga
dalam menyusun usulan anggaran;
b. menetapkan pendapatan negara bersama
Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi
yang berkaitan;
c. membahas rancangan undang-undang tentang
APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh
menteri mengenai alokasi anggaran untuk fungsi
dan program Pemerintah dan dana alokasi transfer
daerah dengan mengacu pada keputusan rapat
kerja komisi dan Pemerintah;
d. melakukan sinkronisasi hasil pembahasan di komisi
dan alat kelengkapan DPR lainnya mengenai
rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga;
e. melakukan sinkronisasi terhadap usulan program
pembangunan daerah pemilihan yang diusulkan
komisi;
f. membahas laporan realisasi dan perkiraan realisasi
yang berkaitan dengan APBN; dan
g. membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan
undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN.
(2) Badan . . .
- 56 -

(2) Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran


yang sudah diputuskan oleh komisi.
(3) Anggota komisi dalam Badan Anggaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (3) harus mengupayakan
alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan
menyampaikan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada komisi melalui rapat
komisi.

Pasal 111

Badan Anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran


untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang
selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Tangga.

Pasal 112

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,


susunan, tugas, dan mekanisme kerja Badan Anggaran
diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 6
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Pasal 113

Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya


disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

Pasal 114

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada


permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang.
(2) Keanggotaan BKSAP sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan penggantian oleh fraksi yang
bersangkutan pada setiap masa sidang.

(3) Jumlah . . .
- 57 -

(3) Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat


paripurna DPR menurut perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota setiap fraksi.

Pasal 115

(1) Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan


yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan
paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari
dan oleh anggota BKSAP dalam satu paket yang bersifat
tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan BKSAP.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan BKSAP berdasarkan
musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan BKSAP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dalam rapat BKSAP yang dipimpin
oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan BKSAP.
(6) Pimpinan BKSAP ditetapkan dengan keputusan
pimpinan DPR.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan BKSAP diatur dalam peraturan DPR tentang
tata tertib.

Pasal 116

(1) BKSAP bertugas:


a. membina, mengembangkan, dan meningkatkan
hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR
dan parlemen negara lain, baik secara bilateral
maupun multilateral, termasuk organisasi
internasional yang menghimpun parlemen dan/atau
anggota parlemen negara lain;

b. menerima . . .
- 58 -

b. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain


yang menjadi tamu DPR;
c. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan
DPR ke luar negeri; dan
d. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR
tentang masalah kerja sama antarparlemen.
(2) BKSAP membuat laporan kinerja pada akhir masa
keanggotaan baik yang sudah maupun yang belum
terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh
BKSAP pada masa keanggotaan berikutnya.

Pasal 117

BKSAP menyusun rencana kerja dan anggaran untuk


pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang
selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Tangga.

Pasal 118

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,


susunan, tugas, dan mekanisme kerja BKSAP diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 7
Mahkamah Kehormatan Dewan
Pasal 119

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan dibentuk oleh DPR dan


merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.
(2) Mahkamah Kehormatan Dewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertujuan menjaga serta menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai
lembaga perwakilan rakyat.

Pasal 120 . . .
- 59 -

Pasal 120

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Mahkamah


Kehormatan Dewan yang terdiri atas semua fraksi
dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota setiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
(2) Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan berjumlah
17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat
paripurna.

Pasal 121

(1) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan


satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial.
(2) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang
wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota
Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang
bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan
prinsip musyawarah untuk mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan
Mahkamah Kehormatan Dewan.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan
Dewan berdasarkan musyawarah untuk mufakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai,
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
rapat Mahkamah Kehormatan Dewan yang dipimpin
oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan.
(6) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan ditetapkan
dengan keputusan pimpinan DPR.

(7) Ketentuan . . .
- 60 -

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan


pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib.

Pasal 122

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas melakukan


penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap
anggota karena:
a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa keterangan yang sah;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR
sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon
anggota DPR yang diatur dalam undang–undang
mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan
DPRD; dan/atau
d. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Mahkamah Kehormatan Dewan melakukan evaluasi dan
penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR.
(3) Mahkamah Kehormatan Dewan berwenang memanggil
pihak yang berkaitan dan melakukan kerja sama
dengan lembaga lain.

Pasal 123

Mahkamah Kehormatan Dewan menyusun rencana kerja


dan anggaran setiap tahun sesuai dengan kebutuhan, yang
selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Tangga.

Pasal 124 . . .
- 61 -

Pasal 124

(1) Pelanggaran yang tidak memerlukan pengaduan adalah


pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR berupa:
a. ketidakhadiran dalam rapat DPR yang menjadi
kewajibannya;
b. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
c. terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
telah memperoleh putusan yang berkekuatan
hukum tetap.
(2) Penanganan pelanggaran yang tidak memerlukan
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan:
a. hasil verifikasi; dan
b. usulan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan.
(3) Rapat Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan
tindak lanjut terhadap penanganan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Mahkamah Kehormatan Dewan menyampaikan
pemberitahuan kepada pimpinan DPR atas keputusan
tindak lanjut penanganan pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).

Pasal 125

(1) Aduan yang diajukan kepada Mahkamah Kehormatan


Dewan paling sedikit memuat:
a. identitas pengadu;
b. identitas teradu; dan
c. uraian peristiwa yang diduga pelanggaran.
(2) Identitas pengadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilengkapi identitas diri yang sah paling sedikit
meliputi:
a. nama lengkap;
b. tempat tanggal lahir/umur;
c. jenis . . .
- 62 -

c. jenis kelamin;
d. pekerjaan;
e. kewarganegaraan; dan
f. alamat lengkap/domisili.
(3) Dalam hal pengadu adalah kelompok atau organisasi,
identitas pengadu dilengkapi akta notaris, struktur
organisasi, atau anggaran dasar/anggaran rumah
tangga organisasi beserta domisili hukum yang dapat
dihubungi.
(4) Identitas teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit meliputi:
a. nama lengkap;
b. nomor anggota;
c. daerah pemilihan; dan
d. fraksi/partai politik.
(5) Uraian peristiwa yang diduga pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi uraian singkat
fakta perbuatan yang dilakukan oleh teradu dengan
kejelasan tempat dan waktu terjadinya disertai bukti
awal.
(6) Aduan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibacakan kepada pengadu dan ditandatangani
atau diberi cap jempol pengadu.

Pasal 126

(1) Pengaduan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan


dapat disampaikan oleh:
a. pimpinan DPR atas aduan anggota DPR terhadap
anggota DPR;
b. anggota DPR terhadap pimpinan DPR atau
pimpinan alat kelengkapan DPR lainnya; dan
c. masyarakat secara perseorangan atau kelompok
terhadap anggota DPR, pimpinan DPR, atau
pimpinan alat kelengkapan DPR lainnya.

(2) Pengaduan . . .
- 63 -

(2) Pengaduan disampaikan secara tertulis dalam bahasa


Indonesia dan ditandatangani atau diberi cap jempol
oleh pengadu.

Pasal 127

Pengaduan pelanggaran terhadap anggota DPR tidak dapat


diproses apabila teradu:
a. meninggal dunia;
b. telah mengundurkan diri; atau
c. telah ditarik keanggotaannya oleh partai politik.

Pasal 128

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan dapat mengumpulkan


alat bukti, baik sebelum maupun pada saat sidang
Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Pengumpulan alat bukti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dengan mencari fakta guna
mencari kebenaran suatu aduan atau kebenaran alat
bukti yang didapatkan dalam sidang Mahkamah
Kehormatan Dewan.
(3) Dalam rangka melaksanakan tugas pengumpulan alat
bukti, Mahkamah Kehormatan Dewan dapat meminta
bantuan kepada ahli atau pakar yang memahami materi
pelanggaran yang diadukan.

Pasal 129

Mahkamah Kehormatan Dewan wajib merahasiakan materi


aduan dan proses verifikasi sampai dengan perkara diputus.

Pasal 130

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan untuk


menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti pengaduan
berdasarkan kelengkapan alat bukti.

(2) Selain . . .
- 64 -

(2) Selain memutuskan untuk menindaklanjuti pengaduan


berdasarkan kelengkapan alat bukti, Mahkamah
Kehormatan Dewan dapat menindaklanjuti atau
tidak menindaklanjuti pelanggaran yang tidak
memerlukan pengaduan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 124 ayat (1).
(3) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan
untuk menindaklanjuti pengaduan, materi aduan
disampaikan kepada teradu dan pimpinan fraksi teradu
secara resmi paling lama 14 (empat belas) Hari setelah
Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan untuk
menindaklanjuti pengaduan.

Pasal 131

(1) Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan meliputi:


a. mendengarkan pokok permasalahan yang diajukan
oleh pengadu;
b. mendengarkan keterangan teradu;
c. memeriksa alat bukti; dan
d. mendengarkan pembelaan teradu.
(2) Dalam hal pelanggaran yang tidak memerlukan
pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124
ayat (1) sidang Mahkamah Kehormatan Dewan dilakukan
tanpa mendengarkan keterangan dari pengadu.

Pasal 132

(1) Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan bersifat tertutup.


(2) Mahkamah Kehormatan Dewan wajib menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam sidang
Mahkamah Kehormatan Dewan.

Pasal 133 . . .
- 65 -

Pasal 133

(1) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan menetapkan


Hari sidang pertama untuk mendengarkan pokok
permasalahan yang diadukan oleh pengadu paling lama
14 (empat belas) Hari terhitung sejak pengaduan
diputuskan untuk ditindaklanjuti dalam sidang
Mahkamah Kehormatan Dewan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 130 ayat (3).
(2) Mahkamah Kehormatan Dewan tidak menanggung
segala biaya yang muncul berkaitan dengan pengaduan.

Pasal 134

Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan menetapkan Hari


sidang kedua untuk mendengarkan keterangan teradu paling
lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak pengadu
didengarkan dalam sidang pertama Mahkamah Kehormatan
Dewan.

Pasal 135

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan menyampaikan surat


panggilan sidang kepada teradu dengan tembusan
kepada pimpinan fraksi teradu paling lambat 7 (tujuh)
Hari sebelum sidang Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Teradu dapat tidak memenuhi panggilan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan
sakit yang memerlukan perawatan secara intensif atau
rawat inap yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter.
(3) Teradu dapat tidak memenuhi panggilan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan
melaksanakan tugas negara yang dibuktikan dengan
surat keputusan pimpinan DPR dan surat keterangan
pimpinan komisi atau pimpinan fraksi.

Pasal 136 . . .
- 66 -

Pasal 136

(1) Teradu wajib hadir sendiri dan tidak dapat


menguasakan kepada pihak lain atau tidak dapat
didampingi oleh penasihat hukum dalam setiap tahap
sidang Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Dalam hal teradu tidak menghadiri panggilan sidang
dengan alasan sakit dan tugas negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2) dan ayat (3), sidang
ditunda.
(3) Jangka waktu penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak
panggilan pertama.
(4) Surat panggilan disampaikan paling banyak 3 (tiga) kali
dengan jangka waktu 3 (tiga) Hari sejak panggilan
sebelumnya.
(5) Jika teradu tidak memenuhi panggilan Mahkamah
Kehormatan Dewan sebanyak 3 (tiga) kali tanpa alasan
yang sah, Mahkamah Kehormatan Dewan melakukan
sidang untuk mengambil putusan dengan tanpa dihadiri
teradu.

Pasal 137

(1) Pengadu mengajukan alat bukti untuk membuktikan


kebenaran pengaduannya.
(2) Teradu berhak mengajukan pembelaan terhadap
pengaduan yang diajukan oleh pengadu.
(3) Mahkamah Kehormatan Dewan dapat meminta alat
bukti lain kepada pihak ketiga.

Pasal 138

Alat bukti yang dipakai dalam sidang Mahkamah


Kehormatan Dewan meliputi:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;

c. surat . . .
- 67 -

c. surat;
d. data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas
kertas, benda fisik apa pun selain kertas, maupun yang
terekam secara elektronik atau optik yang berupa
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna,
keterangan pengadu dan teradu; dan
e. petunjuk lain.

Pasal 139

(1) Keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 138 huruf a, dapat disampaikan oleh saksi yang
diajukan:
a. pengadu;
b. teradu; dan/atau
c. Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipanggil
oleh Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memberikan
keterangan di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan.
(3) Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan secara tertulis dan harus sudah diterima
oleh saksi paling lambat 3 (tiga) Hari sebelum sidang
Mahkamah Kehormatan Dewan.

Pasal 140

(1) Pemeriksaan saksi meliputi:


a. identitas saksi; dan
b. pengetahuan saksi tentang materi aduan yang
sedang diverifikasi.

(2) Identitas . . .
- 68 -

(2) Identitas saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a meliputi:
a. nama lengkap;
b. tempat tanggal lahir/umur;
c. jenis kelamin;
d. pekerjaan; dan
e. alamat/domisili yang dibuktikan dengan kartu
tanda penduduk atau identitas resmi lainnya.
(3) Pengetahuan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terbatas pada apa yang dilihat, didengar, dan
dialami sendiri.
(4) Saksi wajib disumpah sebelum didengarkan
keterangannya.

Pasal 141

(1) Keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 138 huruf b, dapat disampaikan oleh ahli yang
diajukan:
a. pengadu;
b. teradu; dan/atau
c. Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipanggil oleh
Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memberikan
keterangan dalam sidang Mahkamah Kehormatan
Dewan.
(3) Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan secara tertulis dan harus sudah diterima
oleh ahli paling lambat 3 (tiga) Hari sebelum sidang
Mahkamah Kehormatan Dewan.
(4) Ahli wajib disumpah sebelum didengarkan
keterangannya.

Pasal 142 . . .
- 69 -

Pasal 142

(1) Pemeriksaan ahli meliputi:


a. identitas ahli; dan
b. pengetahuan ahli berkenaan dengan materi aduan
yang sedang diperiksa atau alat bukti surat dan
data informasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 138 huruf c dan huruf d.
(2) Identitas ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. nama lengkap;
b. tempat, tanggal lahir/umur;
c. jenis kelamin;
d. pekerjaan;
e. alamat/domisili; dan
f. keahlian.
(3) Pengetahuan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, didasarkan pada pendidikan, keahlian, dan
pengalamannya.

Pasal 143

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan menilai alat bukti yang


diajukan dalam pemeriksaan dengan memperhatikan
persesuaian antara alat bukti yang satu dan alat bukti
yang lain.
(2) Mahkamah Kehormatan Dewan menentukan sah-
tidaknya alat bukti sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 138.
Pasal 144

(1) Dalam hal teradu adalah pimpinan dan/atau anggota


Mahkamah Kehormatan Dewan dan pengaduan
dinyatakan memenuhi syarat dan lengkap dalam
sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, Mahkamah
Kehormatan Dewan memberitahukan kepada pimpinan
DPR dan pimpinan fraksi bahwa teradu akan diproses
lebih lanjut.
(2) Setelah . . .
- 70 -

(2) Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPR menonaktifkan
sementara waktu pimpinan dan/atau anggota
Mahkamah Kehormatan Dewan yang diadukan.
(3) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutus
teradu tidak terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana yang diadukan, kedudukannya sebagai
pimpinan dan/atau anggota Mahkamah Kehormatan
Dewan diaktifkan kembali oleh pimpinan DPR.

Pasal 145

(1) Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan didasarkan


atas:
a. asas kepatutan, moral, dan etika;
b. fakta dalam hasil sidang Mahkamah Kehormatan
Dewan;
c. fakta dalam pembuktian;
d. fakta dalam pembelaan; dan
e. Tata Tertib dan Kode Etik.
(2) Anggota, pimpinan fraksi, dan/atau pimpinan DPR
dilarang melakukan upaya intervensi terhadap
putusan Mahkamah Kehormatan Dewan.
(3) Upaya intervensi terhadap putusan Mahkamah
Kehormatan Dewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan pelanggaran Kode Etik dan akan
diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.

Pasal 146

(1) Putusan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan


diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal pengambilan putusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, putusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.

(3) Setiap . . .
- 71 -

(3) Setiap putusan Mahkamah Kehormatan Dewan harus


memuat:
a. kepala putusan berbunyi “DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA DAN DEMI
KEHORMATAN DPR”;
b. identitas teradu;
c. ringkasan aduan;
d. pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dari
keterangan pengadu dan teradu;
e. pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam
pembuktian;
f. pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam
pembelaan;
g. pertimbangan hukum dan etika yang menjadi dasar
putusan;
h. amar putusan;
i. hari dan tanggal putusan; dan
j. nama dan tanda tangan paling sedikit 1 (satu)
orang pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan.

Pasal 147

(1) Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan bersifat final


dan mengikat, kecuali mengenai putusan pemberhentian
tetap anggota.
(2) Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan mengenai
pemberhentian tetap anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan rapat
paripurna.
(3) Dalam hal putusan Mahkamah Kehormatan Dewan
mengenai pemberhentian tetap anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), putusan berlaku sejak tanggal
mendapatkan persetujuan rapat paripurna.

(4) Amar . . .
- 72 -

(4) Amar putusan berbunyi:


a. menyatakan teradu tidak terbukti melanggar; atau
b. menyatakan teradu terbukti melanggar.
(5) Dalam hal teradu tidak terbukti melanggar sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a, putusan disertai
rehabilitasi kepada teradu.
(6) Mahkamah Kehormatan Dewan menyampaikan putusan
rehabilitasi kepada pimpinan DPR dengan tembusan
kepada pimpinan fraksi dari anggota yang bersangkutan
paling lama 5 (lima) Hari sejak tanggal putusan berlaku.
(7) Putusan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) diumumkan dalam rapat paripurna DPR yang
pertama sejak diterimanya putusan Mahkamah
Kehormatan Dewan oleh pimpinan DPR dan dibagikan
kepada semua anggota DPR.
(8) Dalam hal teradu terbukti melanggar sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b, putusan disertai dengan
sanksi kepada teradu berupa:
a. sanksi ringan dengan teguran lisan atau teguran
tertulis;
b. sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada
alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari
jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat
kelengkapan DPR; atau
c. sanksi berat dengan pemberhentian sementara paling
singkat 3 (tiga) bulan atau pemberhentian tetap
sebagai anggota DPR.

Pasal 148

(1) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan menangani


kasus pelanggaran kode etik yang bersifat berat dan
berdampak pada sanksi pemberhentian, Mahkamah
Kehormatan Dewan harus membentuk panel sidang
pelanggaran kode etik anggota DPR.

(2) Panel . . .
- 73 -

(2) Panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas


3 (tiga) orang anggota Mahkamah Kehormatan Dewan
dan 4 (empat) orang dari unsur masyarakat.
(3) Putusan panel sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada rapat paripurna untuk mendapat
persetujuan terhadap pemberhentian tetap anggota DPR.

Pasal 149

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan


Mahkamah Kehormatan Dewan, tata cara pengenaan sanksi,
tata cara pembentukan panel, dan tata cara sidang
pelanggaran kode etik DPR diatur dalam peraturan DPR.

Paragraf 8
Badan Urusan Rumah Tangga
Pasal 150

Badan Urusan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat


BURT, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan
DPR yang bersifat tetap.

Pasal 151

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada


permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang.
(2) Jumlah anggota BURT paling banyak 25 (dua puluh lima)
orang atas usul komisi dan fraksi berdasarkan
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota setiap
fraksi di komisi yang ditetapkan dalam rapat paripurna
DPR.

Pasal 152 . . .
- 74 -

Pasal 152

(1) Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan


yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan
paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari
dan oleh anggota BURT dalam satu paket yang bersifat
tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan BURT.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan BURT berdasarkan
musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak.
(5) Penetapan pimpinan BURT sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dalam rapat BURT yang dipimpin oleh
pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan BURT.
(6) Pimpinan BURT ditetapkan dengan keputusan pimpinan
DPR.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan BURT diatur dalam peraturan DPR tentang
tata tertib.

Pasal 153

BURT bertugas:
a. menetapkan arah kebijakan umum pengelolaan
anggaran DPR untuk setiap tahun anggaran dan
diserahkan kepada Sekretaris Jenderal DPR untuk
dilaksanakan;
b. menyusun rencana kerja dan anggaran DPR secara
mandiri yang dituangkan dalam program dan kegiatan
setiap tahun berdasarkan usulan dari alat kelengkapan
DPR dan fraksi;

c. dalam . . .
- 75 -

c. dalam menyusun program dan kegiatan DPR


sebagaimana dimaksud dalam huruf b, BURT dapat
menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya
kepada pemerintah untuk dibahas bersama;
d. melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal
DPR dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan
DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk
pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR;
e. melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD
dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan
kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugasi
oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan
Musyawarah;
f. menyampaikan hasil keputusan dan arah kebijakan
umum anggaran tahunan DPR sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dalam rapat paripurna DPR untuk
mendapatkan persetujuan;
g. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna
DPR yang khusus diadakan untuk itu.

Pasal 154
BURT menyusun rencana kerja dan anggaran untuk
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 155

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,


susunan, tugas dan mekanisme kerja BURT diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 9
Panitia Khusus
Pasal 156

Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat


kelengkapan DPR yang bersifat sementara.
Pasal 157 . . .
- 76 -

Pasal 157

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan panitia


khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
(2) Jumlah anggota panitia khusus paling banyak 30 (tiga
puluh) orang yang ditetapkan dalam rapat paripurna
DPR.

Pasal 158
(1) Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(3) Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat panitia
khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.

Pasal 159

(1) Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu


dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam
rapat paripurna DPR.
(2) Panitia khusus bertanggung jawab kepada DPR.
(3) Panitia khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka
waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya
selesai.
(4) Rapat paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja
panitia khusus.

Pasal 160 . . .
- 77 -

Pasal 160

Panitia khusus menggunakan anggaran untuk pelaksanaan


tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang diajukan kepada
pimpinan DPR.

Pasal 161

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,


susunan, tugas, dan mekanisme kerja panitia khusus diatur
dengan peraturan DPR tentang tata tertib.

Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas

Paragraf 1
Pembentukan Undang-Undang
Pasal 162

(1) DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.


(2) Pembentukan undang-undang dilaksanakan sesuai
dengan undang-undang mengenai pembentukan
peraturan perundang-undangan, kecuali yang ditentukan
lain oleh Undang-Undang ini.

Pasal 163

(1) Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR,


Presiden, atau DPD.
(2) Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR,
Presiden, atau DPD disertai dengan naskah akademik,
kecuali rancangan undang–undang mengenai:
a. APBN;
b. penetapan peraturan pemerintah pengganti undang–
undang menjadi undang–undang; atau
c. pencabutan undang-undang atau pencabutan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Pasal 164 . . .
- 78 -

Pasal 164

(1) Usul rancangan undang-undang dapat diajukan oleh


anggota DPR, komisi, dan gabungan komisi.
(2) Usul rancangan undang-undang disampaikan secara
tertulis oleh anggota DPR, pimpinan komisi, atau
pimpinan Badan Legislasi kepada pimpinan DPR disertai
daftar nama dan tanda tangan pengusul.
(3) DPR memutuskan usul rancangan undang-undang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rapat
paripurna, berupa:
a. persetujuan;
b. persetujuan dengan pengubahan; atau
c. penolakan.
(4) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, DPR
menugasi komisi, Badan Legislasi, atau panitia khusus
untuk menyempurnakan rancangan undang-undang
tersebut.
(5) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh
DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada
Presiden.

Pasal 165

(1) Rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden


diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR.
(2) Rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah diajukan kepada DPR dan
pimpinan DPR menyampaikannya kepada pimpinan
DPD.

Pasal 166 . . .
- 79 -

Pasal 166

(1) Rancangan undang-undang dapat diajukan oleh DPD


berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beserta naskah akademik disampaikan
secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan
DPR.
(3) Pimpinan DPR paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak
menerima rancangan undang-undang dari DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengirim surat
kepada Presiden untuk menunjuk menteri yang
ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan
rancangan undang-undang bersama DPR dengan
mengikutsertakan DPD.
(4) Pimpinan DPR setelah menerima rancangan undang-
undang dari DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengirim surat kepada pimpinan DPD untuk menunjuk
alat kelengkapan DPD yang ditugasi mewakili DPD ikut
serta dalam pembahasan rancangan undang-undang
oleh DPR bersama Presiden.
(5) DPR dan Presiden mulai membahas rancangan undang-
undang dari DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 60 (enam puluh) Hari terhitung sejak surat
pimpinan DPR diterima Presiden.

Pasal 167

Penyebarluasan rancangan undang-undang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 166 ayat (2) dilaksanakan oleh DPD.

Pasal 168 . . .
- 80 -

Pasal 168

Tindak lanjut pembahasan rancangan undang-undang yang


berasal dari DPR, Presiden, atau DPD dilakukan melalui 2
(dua) tingkat pembicaraan.

Pasal 169

Dua tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 168 terdiri atas:
a. pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat
gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan
Anggaran, atau rapat panitia khusus; dan
b. pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR.

Pasal 170

(1) Pembicaraan tingkat I dilakukan dengan kegiatan


sebagai berikut:
a. pengantar musyawarah;
b. pembahasan daftar inventarisasi masalah; dan
c. penyampaian pendapat mini.
(2) Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a:
a. DPR memberikan penjelasan dan Presiden
menyampaikan pandangan jika rancangan undang-
undang berasal dari DPR;
b. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD
menyampaikan pandangan jika rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf c
berasal dari DPR;

c. DPD . . .
- 81 -

c. DPD memberikan penjelasan serta DPR dan Presiden


menyampaikan pandangan apabila rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan
DPD berasal dari DPD;
d. Presiden memberikan penjelasan dan fraksi
memberikan pandangan jika rancangan undang-
undang berasal dari Presiden; atau
e. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan
DPD menyampaikan pandangan jika rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan
DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf c
berasal dari Presiden.
(3) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diajukan oleh:
a. Presiden jika rancangan undang-undang berasal
dari DPR;
b. DPR jika rancangan undang-undang berasal dari
Presiden;
c. DPR dan DPD jika rancangan undang-undang
berasal dari Presiden sepanjang berkaitan dengan
kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 huruf c;
d. DPR dan Presiden jika rancangan undang-undang
berasal dari DPD sepanjang terkait dengan
kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 huruf c; atau
e. DPD dan Presiden jika rancangan undang-undang
berasal dari DPR sepanjang terkait dengan
kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 huruf c.
(4) Penyampaian pendapat mini sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c disampaikan pada akhir
pembicaraan tingkat I oleh:
a. fraksi;

b. DPD . . .
- 82 -

b. DPD, jika rancangan undang-undang berkaitan


dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf c; dan
c. Presiden.
(5) Dalam hal DPD tidak menyampaikan pandangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan
huruf e dan/atau tidak menyampaikan pendapat mini
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b,
pembicaraan tingkat I tetap dilaksanakan.
(6) Dalam pembicaraan tingkat I dapat diundang pimpinan
lembaga negara atau lembaga lain jika materi rancangan
undang-undang berkaitan dengan lembaga negara atau
lembaga lain.

Pasal 171

(1) Pembicaraan tingkat II merupakan pengambilan


keputusan oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat
paripurna DPR dengan kegiatan:
a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat
mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil
pembicaraan tingkat I;
b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-
tiap fraksi dan anggota DPR secara lisan yang
diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c. pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh
menteri yang ditugasi.
(2) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b secara musyawarah untuk mufakat tidak
dapat dicapai, pengambilan keputusan dilakukan
berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam hal rancangan undang-undang tidak
mendapatkan persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Pasal 172 . . .
- 83 -

Pasal 172

Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat pembicaraan diatur


dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Pasal 173

(1) Dalam penyiapan dan pembahasan rancangan undang-


undang, termasuk pembahasan rancangan undang-
undang tentang APBN, masyarakat berhak memberikan
masukan secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR
melalui pimpinan DPR dan/atau alat kelengkapan DPR
lainnya.
(2) Anggota atau alat kelengkapan DPR yang menyiapkan
atau membahas rancangan undang-undang dapat
melakukan kegiatan untuk mendapat masukan dari
masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan
masukan dan penyerapan aspirasi dari masyarakat
dalam penyiapan dan pembahasan rancangan undang-
undang diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 2
Penerimaan Pertimbangan DPD
terhadap Rancangan Undang-Undang
Pasal 174

(1) DPR menerima dan menindaklanjuti pertimbangan


tertulis mengenai rancangan undang-undang tentang
APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama yang disampaikan
oleh DPD sebelum memasuki tahap pembahasan antara
DPR dan Presiden.
(2) Apabila rancangan undang-undang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari Presiden, pimpinan
DPR setelah menerima surat Presiden menyampaikan
surat kepada pimpinan DPD agar DPD memberikan
pertimbangannya.

(3) Apabila . . .
- 84 -

(3) Apabila rancangan undang-undang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) berasal dari DPR, pimpinan DPR
menyampaikan surat kepada pimpinan DPD agar DPD
memberikan pertimbangannya.
(4) Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) disampaikan secara tertulis melalui
pimpinan DPR paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak
diterimanya surat pimpinan DPR, kecuali rancangan
undang-undang tentang APBN disampaikan paling
lambat 14 (empat belas) Hari sebelum diambil
persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
(5) Pada rapat paripurna DPR berikutnya, pimpinan DPR
memberitahukan kepada anggota DPR perihal
diterimanya pertimbangan DPD atas rancangan undang-
undang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
meneruskannya kepada Badan Musyawarah untuk
diteruskan kepada alat kelengkapan DPR yang akan
membahasnya.

Paragraf 3
Kuasa DPR di Persidangan Mahkamah Konstitusi
Pasal 175

(1) Dalam hal suatu undang-undang diuji di Mahkamah


Konstitusi, yang menjadi kuasa DPR untuk memberikan
keterangan dalam persidangan Mahkamah Konstitusi
adalah alat kelengkapan DPR yang membahas
rancangan undang-undang dengan melibatkan komisi
yang membidangi hukum dan perundang-undangan.
(2) Dalam hal alat kelengkapan DPR yang membahas
rancangan undang-undang sudah tidak ada pada saat
undang-undang diuji di Mahkamah Konstitusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komisi yang
membidangi hukum dan perundang-undangan menjadi
kuasa DPR.

(3) Dalam . . .
- 85 -

(3) Dalam hal tertentu DPR dapat memanggil setiap orang


yang terlibat dalam penyusunan atau pembahasan
rancangan undang-undang yang diuji untuk
memberikan keterangan sebagai saksi dan/atau ahli.

Paragraf 4
Penetapan APBN
Pasal 176

(1) Penyusunan rancangan APBN berpedoman pada


rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara.
(2) Rancangan rencana kerja Pemerintah disusun oleh
Pemerintah untuk dibahas dan disepakati bersama
dengan DPR.
(3) Rencana kerja Pemerintah yang telah dibahas dan
disepakati bersama dengan DPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) menjadi pedoman bagi penyusunan
rancangan APBN untuk selanjutnya ditetapkan menjadi
satu kesatuan dengan APBN, dan menjadi acuan kerja
Pemerintah yang ditetapkan dengan keputusan
Presiden.

Pasal 177

Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 71 huruf e, DPR menyelenggarakan
kegiatan sebagai berikut:
a. pembicaraan pendahuluan dengan Pemerintah dan Bank
Indonesia dalam rangka menyusun rancangan APBN;
b. pembahasan dan penetapan APBN yang didahului
dengan penyampaian rancangan undang-undang
tentang APBN beserta nota keuangannya oleh Presiden;
c. pembahasan:
1. laporan realisasi semester pertama dan 6 (enam)
bulan berikutnya;

2. penyesuaian . . .
- 86 -

2. penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau


perubahan dalam rangka penyusunan perkiraan
perubahan atas APBN tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi:
a) perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai
dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
b) perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c) keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya
pergeseran anggaran antar-unit organisasi;
dan/atau
d) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran
lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran tahun berjalan;
d. pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang
tentang perubahan atas undang-undang tentang APBN;
dan
e. pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Pasal 178

(1) Pembicaraan pendahuluan dalam rangka penyusunan


rancangan APBN dilakukan segera setelah Pemerintah
menyampaikan bahan kerangka ekonomi makro dan
pokok-pokok kebijakan fiskal pada pertengahan bulan
Mei, yang meliputi:
a. kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal tahun anggaran berikutnya;
b. kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk
dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga
dalam penyusunan usulan anggaran; dan
c. rincian unit organisasi, fungsi, dan program.

(2) Pemerintah . . .
- 87 -

(2) Pemerintah menyampaikan kerangka ekonomi makro


dan pokok-pokok kebijakan fiskal kepada DPR pada
tanggal 20 Mei tahun sebelumnya atau sehari
sebelumnya apabila tanggal tersebut jatuh pada hari
libur.
(3) Komisi dengan kementerian/lembaga melakukan rapat
kerja dan/atau rapat dengar pendapat untuk membahas
rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga
tersebut.
(4) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Badan Anggaran.

Pasal 179

Kegiatan dalam tahap pembicaraan pendahuluan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 meliputi:
a. rapat kerja yang diadakan oleh komisi dengan
Pemerintah untuk membahas alokasi anggaran menurut
fungsi dan program kementerian/lembaga; dan
b. rapat kerja yang diadakan oleh Badan Anggaran dengan
Pemerintah dan Bank Indonesia untuk penyelesaian
akhir kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal, dengan memperhatikan pemandangan
umum fraksi, jawaban Pemerintah, saran dan pendapat
Badan Musyawarah, keputusan rapat kerja komisi
dengan Pemerintah mengenai alokasi anggaran menurut
fungsi dan program kementerian/lembaga.

Pasal 180

(1) Presiden mengajukan rancangan undang-undang


tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen
pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun
sebelumnya.

(2) Rancangan . . .
- 88 -

(2) Rancangan undang-undang tentang APBN disertai nota


keuangan dan dokumen pendukungnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam rapat
paripurna DPR.
(3) Pembahasan rancangan undang-undang tentang APBN
dilakukan sesuai dengan tingkat pembicaraan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168, Pasal 169,
Pasal 170, dan Pasal 171.
(4) DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan
perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
rancangan undang-undang tentang APBN.
(5) Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai rancangan
undang-undang tentang APBN dilakukan paling
lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.
(6) APBN yang disetujui oleh DPR terperinci sampai dengan
unit organisasi, fungsi, dan program.
(7) Dalam hal DPR tidak menyetujui rancangan undang-
undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dapat melakukan pengeluaran paling tinggi
sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Pasal 181

Badan Anggaran mengadakan pembahasan dengan


Pemerintah dan Bank Indonesia pada triwulan ketiga setiap
tahun anggaran tentang laporan realisasi semester pertama
APBN dan perkiraan realisasi untuk 6 (enam) bulan
berikutnya yang disampaikan Pemerintah kepada DPR paling
lambat pada akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.

Pasal 182

(1) Dalam hal terjadi perubahan asumsi ekonomi makro


dan/atau perubahan postur APBN yang sangat
signifikan, Pemerintah mengajukan rancangan undang-
undang tentang perubahan APBN tahun anggaran
berjalan.

(2) Perubahan . . .
- 89 -

(2) Perubahan asumsi ekonomi makro yang sangat


signifikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. penurunan pertumbuhan ekonomi paling sedikit 1%
(satu persen) di bawah asumsi yang telah
ditetapkan; dan/atau
b. deviasi asumsi ekonomi makro lainnya paling sedikit
10% (sepuluh persen) dari asumsi yang telah
ditetapkan.
(3) Perubahan postur APBN yang sangat signifikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. penurunan penerimaan perpajakan paling sedikit
10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah
ditetapkan;
b. kenaikan atau penurunan belanja kementerian atau
lembaga paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari
pagu yang telah ditetapkan;
c. kebutuhan belanja yang bersifat mendesak dan
belum tersedia pagu anggarannya; dan/atau
d. kenaikan defisit paling sedikit 10% (sepuluh persen)
dari rasio defisit APBN terhadap produk domestik
bruto yang telah ditetapkan.
(4) Pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang
tentang perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan
Badan Anggaran dan komisi terkait dalam waktu paling
lama 1 (satu) bulan dalam masa sidang setelah
rancangan undang-undang tentang perubahan APBN
diajukan oleh Pemerintah kepada DPR.
(5) Dalam hal tidak terjadi perubahan asumsi ekonomi
makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat
signifikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3), pembahasan perubahan APBN dilakukan dalam
rapat Badan Anggaran dan pelaksanaannya
disampaikan dalam laporan keuangan Pemerintah.

Pasal 183 . . .
- 90 -

Pasal 183

Pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang


tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dilakukan
dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah
disampaikannya bahan hasil pemeriksaan laporan keuangan
Pemerintah oleh BPK ke DPR.

Pasal 184

(1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang


tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada
DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit meliputi realisasi APBN, neraca,
laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan
kementerian/lembaga.

Paragraf 5
Pengajuan dan Pemberian Persetujuan atau
Pertimbangan atas Calon untuk Pengisian Jabatan
Pasal 185

(1) DPR mengajukan calon untuk mengisi suatu jabatan


berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
melalui rapat paripurna DPR.
(2) DPR memberikan persetujuan atau pertimbangan atas
calon untuk mengisi suatu jabatan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan melalui
rapat paripurna DPR.

(3) Rapat . . .
- 91 -

(3) Rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dan ayat (2) menugasi Badan Musyawarah
untuk menjadwalkan dan menugaskan pembahasannya
kepada alat kelengkapan DPR terkait.
(4) Pembahasan oleh alat kelengkapan DPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 186

DPR memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal


mengangkat duta besar untuk negara lain dan menerima
penempatan duta besar dari negara lain.

Pasal 187

(1) Dalam hal pimpinan DPR menerima pemberitahuan dari


Presiden mengenai penempatan calon duta besar
untuk negara lain, pimpinan DPR menyampaikan
pemberitahuan tersebut dalam rapat paripurna DPR.
(2) Rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menugasi alat kelengkapan DPR terkait untuk
membahasnya secara rahasia.

Pasal 188

(1) Dalam hal pimpinan DPR menerima pemberitahuan dari


Presiden mengenai penempatan calon duta besar negara
lain untuk Republik Indonesia, pimpinan DPR
menyampaikan pemberitahuan tersebut dalam rapat
paripurna DPR tanpa menyebut nama calon duta besar.
(2) Dalam hal permintaan pertimbangan terhadap calon
duta besar negara lain untuk Republik Indonesia
disampaikan pada masa reses, permintaan tersebut
dibahas dalam pertemuan konsultasi antara pimpinan
DPR, pimpinan komisi terkait, dan pimpinan fraksi.

Pasal 189 . . .
- 92 -

Pasal 189

Pertimbangan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186


disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden secara
rahasia.

Pasal 190

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan


pemberian persetujuan atau pertimbangan atas calon untuk
pengisian jabatan diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.

Paragraf 6
Pemilihan Anggota BPK
Pasal 191

DPR memilih anggota BPK dengan memperhatikan


pertimbangan DPD.

Pasal 192

(1) Pimpinan DPR memberitahukan kepada pimpinan DPD


mengenai rencana pemilihan anggota BPK disertai
dokumen kelengkapan persyaratan calon anggota BPK
sebagai bahan DPD untuk memberikan pertimbangan
atas calon anggota BPK, paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum alat kelengkapan DPR memproses pelaksanaan
pemilihan anggota BPK.
(2) Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada pimpinan
DPR paling lambat 3 (tiga) Hari sebelum pelaksanaan
pemilihan, yang selanjutnya segera disampaikan
kepada alat kelengkapan DPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk digunakan sebagai bahan
pertimbangan.

(3) Dalam . . .
- 93 -

(3) Dalam hal pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) tidak disampaikan, pemilihan anggota
BPK tetap dilaksanakan.
(4) Nama calon terpilih anggota BPK disampaikan oleh DPR
kepada Presiden paling lambat 30 (tiga puluh) Hari
sebelum masa jabatan anggota BPK berakhir.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
anggota BPK dan penerimaan pertimbangan dari DPD
diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Pasal 193

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan wewenang dan


tugas DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan
Pasal 72 diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Bagian Kesepuluh
Pelaksanaan Hak DPR

Paragraf 1
Hak Interpelasi
Pasal 194

(1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79


ayat (1) huruf a diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua
puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu)
fraksi.
(2) Pengusulan hak interpelasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disertai dokumen yang memuat paling
sedikit:
a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan
Pemerintah yang akan dimintakan keterangan; dan
b. alasan permintaan keterangan.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari
rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu
per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil
dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua)
jumlah anggota DPR yang hadir.
Pasal 195 . . .
- 94 -

Pasal 195

(1) Usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 194 disampaikan oleh pengusul kepada pimpinan
DPR.
(2) Usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diumumkan oleh pimpinan DPR dalam rapat
paripurna DPR dan dibagikan kepada semua anggota.
(3) Badan Musyawarah menjadwalkan rapat paripurna
DPR atas usul interpelasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan dapat memberikan kesempatan kepada
pengusul untuk memberikan penjelasaan atas usul
interpelasinya secara ringkas.
(4) Selama usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum disetujui oleh rapat paripurna
DPR, pengusul berhak mengadakan perubahan dan
menarik usulnya kembali.
(5) Perubahan atau penarikan kembali usul sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani oleh
semua pengusul dan disampaikan kepada pimpinan
DPR secara tertulis dan pimpinan DPR membagikan
kepada semua anggota.
(6) Dalam hal jumlah penanda tangan usul hak interpelasi
kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 194 ayat (1), harus diadakan penambahan
penanda tangan sehingga jumlahnya mencukupi.
(7) Dalam hal terjadi pengunduran diri penanda tangan
usul hak interpelasi sebelum dan pada saat rapat
paripurna DPR yang telah dijadwalkan oleh Badan
Musyawarah, yang berakibat terhadap jumlah penanda
tangan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 194 ayat (1), ketua rapat paripurna DPR
mengumumkan pengunduran diri tersebut dan
acara rapat paripurna DPR untuk itu dapat ditunda
dan/atau dilanjutkan setelah jumlah penanda tangan
mencukupi.

(8) Apabila . . .
- 95 -

(8) Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna


DPR terdapat anggota yang menyatakan ikut sebagai
pengusul hak interpelasi dengan membubuhkan tanda
tangan pada lembar pengusul, ketua rapat paripurna
DPR mengumumkan hal tersebut dan rapat paripurna
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tetap dapat
dilanjutkan.
(9) Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah
penanda tangan yang dimaksud tidak terpenuhi, usul
tersebut menjadi gugur.

Pasal 196

(1) Dalam hal rapat paripurna DPR sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 195 ayat (3) menyetujui usul
interpelasi sebagai hak interpelasi DPR, Presiden atau
pimpinan lembaga dapat hadir untuk memberikan
penjelasan tertulis terhadap materi interpelasi dalam
rapat paripurna DPR berikutnya.
(2) Apabila Presiden tidak dapat hadir untuk memberikan
penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Presiden menugasi menteri/pejabat terkait
untuk mewakilinya.

Pasal 197

(1) DPR memutuskan menerima atau menolak penjelasan


Presiden atau pimpinan lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 196.
(2) Dalam hal DPR menerima penjelasan Presiden atau
pimpinan lembaga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), usul hak interpelasi dinyatakan selesai dan
materi interpelasi tersebut tidak dapat diusulkan
kembali.
(3) Dalam hal DPR menolak penjelasan Presiden atau
pimpinan lembaga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), DPR dapat menggunakan hak DPR lainnya.

(4) Keputusan . . .
- 96 -

(4) Keputusan untuk menerima atau menolak penjelasan


Presiden atau pimpinan lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan
dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2
(satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan
diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per
dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Pasal 198

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


interpelasi diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 2
Hak Angket
Pasal 199

(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79


ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua
puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu)
fraksi.
(2) Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling
sedikit:
a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-
undang yang akan diselidiki; dan
b. alasan penyelidikan.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat
paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per
dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil
dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua)
jumlah anggota DPR yang hadir.

Pasal 200 . . .
- 97 -

Pasal 200

(1) Usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 199 disampaikan oleh pengusul kepada
pimpinan DPR.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR dan
dibagikan kepada semua anggota.
(3) Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan
rapat paripurna DPR atas usul hak angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat
memberikan kesempatan kepada pengusul untuk
memberikan penjelasan atas usul hak angket secara
ringkas.
(4) Selama usul hak angket sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum disetujui oleh rapat paripurna DPR,
pengusul berhak mengadakan perubahan dan menarik
usulnya kembali.
(5) Perubahan atau penarikan kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani oleh
semua pengusul dan disampaikan kepada pimpinan
DPR secara tertulis dan pimpinan DPR
membagikannya kepada semua anggota.
(6) Dalam hal jumlah penanda tangan usul hak angket
yang belum memasuki pembicaraan tingkat I menjadi
kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 199 ayat (1), harus diadakan penambahan
penanda tangan sehingga jumlahnya mencukupi.
(7) Dalam hal terjadi pengunduran diri penanda tangan
usul hak angket sebelum dan pada saat rapat
paripurna yang telah dijadwalkan oleh Badan
Musyawarah, yang berakibat terhadap jumlah penanda
tangan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 199 ayat (1), ketua rapat paripurna
mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara
rapat paripurna untuk itu dapat ditunda dan/atau
dilanjutkan setelah jumlah penanda tangan
mencukupi.

(8) Apabila . . .
- 98 -

(8) Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna


DPR terdapat anggota yang menyatakan ikut sebagai
pengusul angket dengan membubuhkan tanda tangan
pada lembar pengusul, ketua rapat paripurna
mengumumkan hal tersebut dan rapat paripurna DPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tetap dapat
dilanjutkan.
(9) Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah
penanda tangan yang dimaksud tidak terpenuhi, usul
tersebut menjadi gugur.

Pasal 201

(1) DPR memutuskan menerima atau menolak usul hak


angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199
ayat (1).
(2) Dalam hal DPR menerima usul hak angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR membentuk
panitia khusus yang dinamakan panitia angket yang
keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR.
(3) Dalam hal DPR menolak usul hak angket sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat
diajukan kembali.

Pasal 202

(1) Panitia angket ditetapkan dengan keputusan DPR dan


diumumkan dalam Berita Negara.
(2) Keputusan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup juga penentuan biaya panitia angket.
(3) Keputusan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Presiden.
(4) Ketentuan mengenai panitia khusus berlaku bagi
panitia angket sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 201 ayat (2).

Pasal 203 . . .
- 99 -

Pasal 203

Panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201


ayat (2), dalam melakukan penyelidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3), selain meminta
keterangan dari Pemerintah, dapat meminta keterangan dari
saksi, pakar, organisasi profesi, dan/atau pihak terkait
lainnya.

Pasal 204

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket dapat


memanggil warga negara Indonesia dan/atau orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk
dimintai keterangan.
(2) Warga negara Indonesia dan/atau orang asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
panggilan panitia angket.
(3) Dalam hal warga negara Indonesia dan/atau orang
asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali
berturut-turut tanpa alasan yang sah, panitia angket
dapat memanggil secara paksa dengan bantuan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas
permintaan pimpinan DPR kepada kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
(5) Pendanaan untuk pelaksanaan bantuan Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dibebankan pada anggaran DPR.

Pasal 205

(1) Dalam melaksanakan hak angket, panitia khusus


berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah,
badan hukum, atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan.

(2) Panitia . . .
- 100 -

(2) Panitia khusus meminta kehadiran pejabat negara,


pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga
masyarakat meminta secara tertulis dalam jangka
waktu yang cukup dengan menyebutkan maksud
permintaan tersebut dan jadwal pelaksanaannya.
(3) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib hadir
untuk memberikan keterangan, termasuk
menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen
yang diperlukan kepada panitia khusus.
(4) Panitia khusus dapat menunda pelaksanaan rapat
akibat ketidakhadiran pihak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) karena suatu alasan yang sah.
(5) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak hadir tanpa alasan yang sah, atau menolak hadir,
panitia khusus dapat meminta satu kali lagi kehadiran
yang bersangkutan pada jadwal yang ditentukan.
(6) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak memenuhi permintaan kehadiran yang kedua
tanpa alasan yang sah atau menolak hadir, yang
bersangkutan dikenai panggilan paksa oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia atas permintaan panitia
khusus.
(7) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah,
yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15
(lima belas) Hari oleh aparat yang berwajib, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 206

(1) Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya


kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 (enam
puluh) Hari sejak dibentuknya panitia angket.
(2) Rapat paripurna DPR mengambil keputusan terhadap
laporan panita angket.

Pasal 207 . . .
- 101 -

Pasal 207

(1) Setelah menyelesaikan tugasnya, panitia angket


menyampaikan laporan dalam rapat paripurna DPR dan
selanjutnya laporan tersebut dibagikan kepada semua
anggota.
(2) Pengambilan keputusan tentang laporan panitia angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan
laporan hasil panitia angket dan pendapat akhir fraksi.

Pasal 208

(1) Apabila rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 206 ayat (2) memutuskan bahwa
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan
Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis,
dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat
menggunakan hak menyatakan pendapat.
(2) Apabila rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 206 ayat (2) memutuskan bahwa
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan
Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis,
dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, usul hak
angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut
tidak dapat diajukan kembali.
(3) Keputusan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dari rapat
paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per
dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan
persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota
DPR yang hadir.

(4) Keputusan . . .
- 102 -

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden paling
lama 7 (tujuh) Hari sejak keputusan diambil dalam rapat
paripurna DPR.
(5) DPR dapat menindaklanjuti keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan kewenangan DPR
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 209

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


angket diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 3
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 210

(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 79 ayat (1) huruf c diusulkan oleh paling
sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR.
(2) Pengusulan hak menyatakan pendapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang
memuat paling sedikit:
a. materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79
ayat (4) huruf a dan alasan pengajuan usul
pernyataan pendapat;
b. materi hasil pelaksanaan hak interpelasi atau hak
angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79
ayat (4) huruf b; atau
c. materi dan bukti yang sah atas dugaan adanya
tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79
ayat (4) huruf c atau materi dan bukti yang sah atas
dugaan tidak dipenuhinya syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (4) huruf c.

(3) Usul . . .
- 103 -

(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak


menyatakan pendapat DPR apabila mendapatkan
persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota
DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPR yang
hadir.

Pasal 211

(1) Usul hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 210 disampaikan oleh pengusul kepada
pimpinan DPR.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR dan
dibagikan kepada semua anggota DPR.
(3) Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan rapat
paripurna DPR atas usul menyatakan pendapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat
memberikan kesempatan kepada pengusul untuk
memberikan penjelasaan atas usul menyatakan
pendapatnya secara ringkas.
(4) Selama usul hak menyatakan pendapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum disetujui oleh rapat
paripurna DPR, pengusul dapat mengadakan perubahan
dan menarik usulnya kembali.
(5) Perubahan atau penarikan kembali usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani oleh semua
pengusul dan disampaikan kepada pimpinan DPR secara
tertulis dan dibagikan kepada semua anggota DPR.
(6) Dalam hal jumlah penanda tangan usul menyatakan
pendapat yang belum memasuki pembicaraan tingkat I
menjadi kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 210 ayat (1), harus diadakan penambahan
penanda tangan sehingga jumlahnya mencukupi.

(7) Dalam . . .
- 104 -

(7) Dalam hal terjadi pengunduran diri penanda tangan usul


hak menyatakan pendapat sebelum dan pada saat rapat
paripurna DPR yang telah dijadwalkan oleh Badan
Musyawarah, yang berakibat jumlah penanda tangan
tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 210 ayat (1), ketua rapat paripurna DPR
mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara
rapat paripurna untuk itu dapat ditunda dan/atau
dilanjutkan setelah jumlah penanda tangan mencukupi.
(8) Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna
DPR terdapat anggota yang menyatakan ikut sebagai
pengusul hak menyatakan pendapat dengan
membubuhkan tanda tangan pada lembar pengusul,
ketua rapat paripurna DPR mengumumkan hal tersebut
dan rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) tetap dapat dilanjutkan.
(9) Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah
penanda tangan yang dimaksud tidak terpenuhi, usul
tersebut menjadi gugur.

Pasal 212

(1) DPR memutuskan menerima atau menolak usul hak


menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 211 ayat (1).
(2) Dalam hal DPR menerima usul hak menyatakan
pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR
membentuk panitia khusus yang terdiri atas semua
unsur fraksi DPR dengan keputusan DPR.
(3) Dalam hal DPR menolak usul hak menyatakan pendapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul tersebut
tidak dapat diajukan kembali.

Pasal 213 . . .
- 105 -

Pasal 213

(1) Panitia khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212


ayat (2) melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat
paripurna DPR paling lama 60 (enam puluh) Hari sejak
dibentuknya panitia khusus.
(2) Rapat paripurna DPR mengambil keputusan terhadap
laporan panitia khusus.

Pasal 214

(1) Dalam hal rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 213 ayat (2) memutuskan menerima laporan
panitia khusus terhadap materi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (4) huruf a dan huruf b, DPR
menyatakan pendapatnya kepada Pemerintah.
(2) Dalam hal rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 213 ayat (2) memutuskan menerima laporan
panitia khusus yang menyatakan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela, ataupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR menyampaikan
keputusan tentang hak menyatakan pendapat kepada
Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan putusan.
(3) Dalam hal rapat paripurna DPR menolak laporan panitia
khusus terhadap materi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 ayat (4), hak menyatakan pendapat tersebut
dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan kembali.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang
dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah
anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota
DPR yang hadir.
(5) Keputusan DPR mengenai usul menyatakan pendapat
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Presiden.

Pasal 215 . . .
- 106 -

Pasal 215

(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa


pendapat DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214
ayat (2) terbukti, DPR menyelenggarakan rapat
paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.
(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa
pendapat DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214
ayat (2) tidak terbukti, usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak dapat dilanjutkan.

Pasal 216

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


menyatakan pendapat diatur dalam peraturan DPR tentang
tata tertib.
Bagian Kesebelas
Pelaksanaan Hak Anggota

Paragraf 1
Hak Mengajukan Usul Rancangan Undang-Undang
Pasal 217
(1) Anggota DPR mempunyai hak mengajukan usul
rancangan undang-undang.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan usul
rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.

Paragraf 2
Hak Mengajukan Pertanyaan
Pasal 218

(1) Anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan.


(2) Dalam hal pertanyaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan kepada Presiden, pertanyaan tersebut
disusun secara tertulis, singkat, dan jelas serta
disampaikan kepada pimpinan DPR.

(3) Apabila . . .
- 107 -

(3) Apabila diperlukan, pimpinan DPR dapat meminta


penjelasan kepada anggota DPR yang mengajukan
pertanyaan.
(4) Pimpinan DPR meneruskan pertanyaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden, pimpinan
lembaga negara, atau badan hukum dan meminta agar
Presiden, pimpinan lembaga negara, atau badan hukum
memberikan jawaban.
(5) Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
bersifat tertutup atau terbuka.
(6) Pimpinan DPR tidak dapat mengumumkan pertanyaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang bersifat
tertutup.
(7) Pimpinan DPR dapat mengumumkan pertanyaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang bersifat
terbuka.

Pasal 219

(1) Jawaban atas pertanyaan anggota DPR sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 218 ayat (2) disampaikan secara
tertulis oleh Presiden, pimpinan lembaga negara, atau
badan hukum dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) Hari sejak pertanyaan diterima oleh Presiden,
pimpinan lembaga negara, atau badan hukum.
(2) Penyampaian jawaban oleh Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diwakilkan kepada
menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Paragraf 3
Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat
Pasal 220

(1) Anggota DPR berhak menyampaikan usul dan


pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang
dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam
rapat.

(2) Tata . . .
- 108 -

(2) Tata cara penyampaian usul dan pendapat


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai hak
mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 218.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyampaian usul dan pendapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib.

Pasal 221

(1) Dalam menyampaikan usul dan pendapat dalam rapat,


anggota mendaftar pada ketua rapat.
(2) Hak menyampaikan usul dan pendapat dalam rapat
diberikan terlebih dahulu kepada anggota yang datang
lebih awal.
(3) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dapat diajukan secara lisan dan/ atau tertulis,
singkat, dan jelas kepada ketua rapat.
(4) Apabila diperlukan, ketua rapat dapat meminta anggota
yang menyampaikan usul dan pendapat untuk
memperjelas usul dan pendapatnya.

Paragraf 4
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 222

(1) Anggota DPR mempunyai hak memilih dan dipilih


untuk menduduki jabatan tertentu pada alat
kelengkapan DPR.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak
memilih dan dipilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 5 . . .
- 109 -

Paragraf 5
Hak Membela Diri
Pasal 223

(1) Anggota DPR yang diduga melakukan pelanggaran


sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan
kewajiban sebagai anggota diberi kesempatan untuk
membela diri dan/atau memberikan keterangan kepada
Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara membela diri dan/atau
memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 6
Hak Imunitas
Pasal 224

(1) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan


karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat
yang dikemukakannya baik secara lisan maupun
tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR
yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas
DPR.
(2) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan
karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR
ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena
hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau
anggota DPR.
(3) Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena
pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di
luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta
wewenang dan tugas DPR.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam
rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang
dinyatakan sebagai rahasia negara menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(5) Pemanggilan . . .
- 110 -

(5) Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada


anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana
sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
harus mendapatkan persetujuan tertulis dari
Mahkamah Kehormatan Dewan.
(6) Mahkamah Kehormatan Dewan harus memproses dan
memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari
setelah diterimanya permohonan persetujuan
pemanggilan keterangan tersebut.
(7) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan
tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan
angggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan
hukum/batal demi hukum.

Paragraf 7
Hak Protokoler
Pasal 225

(1) Pimpinan DPR dan anggota DPR mempunyai hak


protokoler.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak
protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf 8
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 226

(1) Pimpinan DPR dan anggota DPR mempunyai hak


keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan DPR dan
anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh pimpinan DPR dan diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 9 . . .
- 111 -

Paragraf 9
Hak Pengawasan
Pasal 227

(1) Setiap anggota berhak mengawasi pelaksanaan APBN


dan memperjuangkan kepentingan masyarakat,
termasuk di daerah pemilihan.
(2) Untuk melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), anggota DPR berhak mendapatkan dukungan
administrasi keuangan dan pendampingan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Sebagai bahan dalam melakukan fungsi pengawasan,
kementerian/lembaga wajib menyerahkan kepada komisi
terkait bahan tertulis mengenai jenis belanja dan
kegiatan paling lambat 30 (tiga puluh) Hari setelah
undang-undang tentang APBN atau undang-undang
tentang APBNP ditetapkan di paripurna DPR.
(4) Jenis belanja dan kegiatan yang diserahkan ke komisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diakses oleh
publik.
(5) Anggota DPR dapat meminta pihak terkait untuk
menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan oleh
anggota DPR tersebut.
(6) Pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib
menindaklanjutinya dan menyampaikan hasil tindak
lanjut tersebut kepada anggota DPR.

Bagian Kedua Belas


Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1
Persidangan
Pasal 228

(1) Tahun sidang DPR dimulai pada tanggal 16 Agustus dan


diakhiri pada tanggal 15 Agustus tahun berikutnya dan
apabila tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur,
pembukaan tahun sidang dilakukan pada hari kerja
sebelumnya.
(2) Khusus . . .
- 112 -

(2) Khusus pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun


sidang DPR dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji
anggota.
(3) Tahun sidang dibagi dalam masa persidangan.
(4) Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses,
kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode
keanggotaan DPR, masa reses ditiadakan.
(5) Sebelum pembukaan tahun sidang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota DPR dan anggota DPD
mendengarkan pidato kenegaraan Presiden dalam sidang
bersama yang diselenggarakan oleh DPR atau DPD
secara bergantian.

Pasal 229

Semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali


rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.

Pasal 230

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan


rapat diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 231

(1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPR pada dasarnya


dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3) Setiap keputusan rapat DPR, baik berdasarkan
musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara
terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak yang
terkait dalam pengambilan keputusan.
Pasal 232 . . .
- 113 -

Pasal 232

(1) Setiap rapat atau sidang DPR dapat mengambil


keputusan apabila memenuhi kuorum.
(2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi
apabila rapat dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua)
jumlah anggota rapat dan terdiri atas lebih dari 1/2
(satu per dua) jumlah fraksi, kecuali dalam rapat
pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan hak
menyatakan pendapat.
(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali
dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari
24 (dua puluh empat) jam.
(4) Setelah 2 (dua) kali penundaan, kuorum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) belum juga terpenuhi, cara
penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPR.

Pasal 233

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan


keputusan diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Bagian Ketiga Belas


Tata Tertib dan Kode Etik

Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 234

(1) Tata tertib DPR ditetapkan oleh DPR dengan


berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
di lingkungan internal DPR.
(3) Tata tertib DPR paling sedikit memuat ketentuan
tentang:
a. pengucapan sumpah/janji;
b. penetapan pimpinan;
c. pemberhentian . . .
- 114 -

c. pemberhentian dan penggantian pimpinan;


d. jenis dan penyelenggaraan persidangan atau rapat;
e. pelaksanaan fungsi, wewenang dan tugas lembaga,
serta hak dan kewajiban anggota;
f. pembentukan, susunan, serta wewenang dan tugas
alat kelengkapan;
g. penggantian antarwaktu anggota;
h. pengambilan keputusan;
i. pelaksanaan konsultasi antara legislatif dan
eksekutif;
j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi
masyarakat;
k. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli; dan
l. mekanisme keterlibatan dan partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan.

Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 235

DPR menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib


dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya
untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas
DPR.

Bagian Keempat Belas


Larangan dan Sanksi

Paragraf 1
Larangan
Pasal 236

(1) Anggota DPR dilarang merangkap jabatan sebagai:


a. pejabat negara lainnya;

b. hakim . . .
- 115 -

b. hakim pada badan peradilan; atau


c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pegawai pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
(2) Anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai
pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta,
akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara,
notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya
dengan wewenang dan tugas DPR serta hak sebagai
anggota DPR.
(3) Anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

Paragraf 2
Sanksi
Pasal 237
(1) Anggota DPR yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dikenai sanksi
berdasarkan keputusan Mahkamah Kehormatan
Dewan.
(2) Anggota DPR yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 ayat (1)
dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai
anggota DPR.
(3) Anggota DPR yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 ayat (3)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPR.

Pasal 238 . . .
- 116 -

Pasal 238

Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237


ayat (1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

Bagian Kelima Belas


Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu,
dan Pemberhentian Sementara

Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 239

(1) Anggota DPR berhenti antarwaktu karena:


a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan;

e. tidak . . .
- 117 -

e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota


DPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pemilihan umum
anggota DPR, DPD dan DPRD;
f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini;
g. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
atau
h. menjadi anggota partai politik lain.

Pasal 240

(1) Pemberhentian anggota DPR sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 239 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada
ayat (2) huruf c, huruf d, huruf g, dan huruf h diusulkan
oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR
dengan tembusan kepada Presiden.
(2) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya usulan
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian
anggota DPR kepada Presiden untuk memperoleh
peresmian pemberhentian.
(3) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas)
Hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPR
dari pimpinan DPR.

Pasal 241

(1) Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh


partai politiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
239 ayat (2) huruf d dan yang bersangkutan
mengajukan keberatan melalui pengadilan,
pemberhentiannya sah setelah adanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.

(2) Dalam . . .
- 118 -

(2) Dalam hal pemberhentian didasarkan atas aduan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2),
Mahkamah Kehormatan Dewan menyampaikan laporan
dalam rapat paripurna DPR untuk mendapatkan
persetujuan.
(3) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas)
Hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPR
dari pimpinan DPR.

Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 242

(1) Anggota DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 239 ayat (1) dan Pasal 240 ayat (1)
digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar
peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama
pada daerah pemilihan yang sama.
(2) Dalam hal calon anggota DPR yang memperoleh suara
terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan diri, atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR,
anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik
yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
(3) Masa jabatan anggota DPR pengganti antarwaktu
melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPR yang
digantikannya.

Pasal 243

(1) Pimpinan DPR menyampaikan nama anggota DPR yang


diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon
pengganti antarwaktu kepada KPU.

(2) KPU . . .
- 119 -

(2) KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu


berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 242 ayat (1) dan ayat (2) kepada pimpinan DPR
paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya surat
pimpinan DPR.
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama calon
pengganti antarwaktu dari KPU sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pimpinan DPR menyampaikan nama
anggota DPR yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antarwaktu kepada Presiden.
(4) Paling lama 14 (empat belas) Hari sejak menerima nama
anggota DPR yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antarwaktu dari pimpinan DPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Presiden meresmikan
pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan
Presiden.
(5) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPR pengganti
antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan
DPR dengan teks sumpah/janji sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78.
(6) Penggantian antarwaktu anggota DPR tidak dilaksanakan
apabila sisa masa jabatan anggota DPR yang digantikan
kurang dari 6 (enam) bulan.

Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 244

(1) Anggota DPR diberhentikan sementara karena:


a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
umum yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun; atau
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
khusus.

(2) Dalam . . .
- 120 -

(2) Dalam hal anggota DPR dinyatakan terbukti bersalah


karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, anggota DPR yang bersangkutan diberhentikan
sebagai anggota DPR.
(3) Dalam hal anggota DPR dinyatakan tidak terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, anggota DPR yang bersangkutan diaktifkan.
(4) Anggota DPR yang diberhentikan sementara, tetap
mendapatkan hak keuangan tertentu.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberhentian sementara diatur dalam peraturan DPR
tentang tata tertib.

Bagian Keenam Belas


Penyidikan
Pasal 245

(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk


penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga
melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan
tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak diberikan oleh Mahkamah
Kehormatan Dewan paling lama 30 (tiga puluh) Hari
terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan,
dan permintaan keterangan untuk penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku apabila anggota DPR:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;

b. disangka . . .
- 121 -

b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang


diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap
kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan
bukti permulaan yang cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

BAB IV
DPD

Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan

Pasal 246

DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui


pemilihan umum.

Pasal 247

DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang


berkedudukan sebagai lembaga negara.

Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 248

(1) DPD mempunyai fungsi:


a. pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada
DPR;

b. ikut . . .
- 122 -

b. ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang


yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah;
c. pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan
undang-undang tentang anggaran pendapatan dan
belanja negara dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
serta
d. pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.
(2) Fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan
dalam kerangka perwakilan daerah.

Bagian Ketiga
Wewenang dan Tugas
Pasal 249

(1) DPD mempunyai wewenang dan tugas:


a. mengajukan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah kepada DPR;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam
huruf a;

c. menyusun . . .
- 123 -

c. menyusun dan menyampaikan daftar inventaris


masalah rancangan undang-undang yang berasal dari
DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
d. memberikan pertimbangan kepada DPR atas
rancangan undang-undang tentang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama;
e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama;
f. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan undang-undang APBN, pajak,
pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
g. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara
dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan
kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan APBN;
h. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pemilihan anggota BPK; dan
i. menyusun program legislasi nasional yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, anggota DPD dapat
melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD, dan
unsur masyarakat di daerah pemilihannya.

Pasal 250 . . .
- 124 -

Pasal 250

(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 249, DPD menyusun anggaran
yang dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi
kebutuhannya, DPD dapat menyusun standar biaya
khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk
dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di
bawah pengawasan Panitia Urusan Rumah Tangga
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran DPD dalam peraturan DPD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) DPD melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kepada publik dalam laporan
kinerja tahunan.

Pasal 251

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan wewenang dan


tugas DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 diatur
dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 252

(1) Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4


(empat) orang.
(2) Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu per tiga)
jumlah anggota DPR.

(3) Keanggotaan . . .
- 125 -

(3) Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan


Presiden.
(4) Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili
di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu
kota provinsi daerah pemilihannya.
(5) Masa jabatan anggota DPD adalah 5 (lima) tahun dan
berakhir pada saat anggota DPD yang baru
mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 253

(1) Anggota DPD sebelum memangku jabatannya


mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna DPD.
(2) Anggota DPD yang berhalangan mengucapkan
sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu
oleh pimpinan DPD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan
sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Pasal 254

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253


sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja
dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan
demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa,
negara, dan daerah daripada kepentingan pribadi, seseorang,
dan golongan;
bahwa . . .
- 126 -

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi daerah yang


saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi
kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pasal 255

(1) Di provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan


pemilihan umum tidak diadakan pemilihan anggota
DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya.
(2) Anggota DPD di provinsi induk juga mewakili provinsi
yang dibentuk setelah pemilihan umum.

Bagian Kelima
Hak DPD
Pasal 256

DPD berhak:
a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah;
c. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pembahasan rancangan undang-undang tentang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama;

d. melakukan . . .
- 127 -

d. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-


undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan
pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN,
pajak, pendidikan, dan agama.

Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota

Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 257

Anggota DPD berhak:


a. bertanya;
b. menyampaikan usul dan pendapat;
c. memilih dan dipilih;
d. membela diri;
e. imunitas;
f. protokoler; dan
g. keuangan dan administratif.

Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 258

Anggota DPD berkewajiban:


a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. mendahulukan . . .
- 128 -

d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan


pribadi, kelompok, golongan, dan daerah;
e. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara;
f. menaati tata tertib dan kode etik;
g. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan
lembaga lain;
h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat; dan
i. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada masyarakat di daerah yang diwakilinya.

Bagian Ketujuh
Alat Kelengkapan
Pasal 259

(1) Alat kelengkapan DPD terdiri atas:


a. pimpinan;
b. Panitia Musyawarah;
c. panitia kerja;
d. Panitia Perancang Undang-Undang;
e. Panitia Urusan Rumah Tangga;
f. Badan Kehormatan; dan
g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk
oleh rapat paripurna.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembentukan, susunan, serta wewenang dan tugas alat
kelengkapan DPD diatur dalam peraturan DPD tentang
tata tertib.

Paragraf 1 . . .
- 129 -

Paragraf 1
Pimpinan
Pasal 260

(1) Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan


2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.
(2) Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum terbentuk, DPD dipimpin oleh pimpinan
sementara DPD.
(3) Pimpinan sementara DPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang ketua sementara dan
1 (satu) orang wakil ketua sementara yang merupakan
anggota tertua dan anggota termuda usianya.
(4) Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota termuda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan,
sebagai penggantinya adalah anggota tertua dan/atau
anggota termuda berikutnya.
(5) Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan
keputusan DPD.
(6) Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 258 yang dipandu oleh Ketua
Mahkamah Agung.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan DPD diatur dalam peraturan DPD tentang tata
tertib.

Pasal 261
(1) Pimpinan DPD bertugas:
a. memimpin sidang DPD dan menyimpulkan hasil
sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja pimpinan;
c. menjadi juru bicara DPD;
d. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan
DPD;
e. mengadakan . . .
- 130 -

e. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan


pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan
keputusan DPD;
f. mewakili DPD di pengadilan;
g. melaksanakan keputusan DPD berkenaan dengan
penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran
DPD; dan
i. menyampaikan laporan kinerja dalam sidang
paripurna DPD yang khusus diadakan untuk itu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
tugas pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 2
Panitia Musyawarah
Pasal 262
Panitia Musyawarah dibentuk oleh DPD dan merupakan alat
kelengkapan DPD yang bersifat tetap.

Pasal 263

(1) Panitia Musyawarah bertugas menetapkan jadwal dan


acara persidangan.
(2) Apabila Panitia Musyawarah tidak dapat mengadakan
rapat untuk menetapkan jadwal dan acara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPD dapat
menetapkan jadwal dan acara tersebut.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan
dan mekanisme kerja Panitia Musyawarah diatur dalam
peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 3 . . .
- 131 -

Paragraf 3
Panitia Kerja
Pasal 264

(1) Panitia kerja dibentuk oleh DPD dan merupakan alat


kelengkapan DPD yang bersifat tetap.
(2) Keanggotaan panitia kerja ditetapkan oleh sidang
paripurna DPD pada permulaan masa kegiatan DPD
dan pada setiap permulaan tahun sidang, kecuali pada
permulaan tahun sidang terakhir dari masa
keanggotaan DPD.
(3) Panitia kerja dipimpin oleh pimpinan panitia kerja.

Pasal 265

(1) Tugas panitia kerja dalam pengajuan rancangan undang-


undang adalah mengadakan persiapan dan pembahasan
rancangan undang-undang tertentu.
(2) Tugas panitia kerja dalam pembahasan rancangan
undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden
adalah melakukan pembahasan serta menyusun
pandangan dan pendapat DPD.
(3) Tugas panitia kerja dalam pemberian pertimbangan
adalah:
a. melakukan pembahasan dan penyusunan
pertimbangan DPD mengenai rancangan undang-
undang tentang APBN dan rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan
agama; dan
b. menyusun pertimbangan DPD terhadap calon anggota
BPK yang diajukan DPR.
(4) Tugas panitia kerja di bidang pengawasan adalah:
a. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-
undang bidang tertentu; dan
b. membahas hasil pemeriksaan BPK.

Pasal 266 . . .
- 132 -

Pasal 266

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dan


mekanisme kerja panitia kerja diatur dalam peraturan DPD
tentang tata tertib.

Paragraf 4
Panitia Perancang Undang-Undang
Pasal 267

(1) Panitia Perancang Undang-Undang dibentuk oleh DPD


dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat
tetap.
(2) Keanggotaan Panitia Perancang Undang-Undang
ditetapkan oleh sidang paripurna DPD pada permulaan
masa keanggotaan DPD dan pada setiap permulaan
tahun sidang, kecuali pada permulaan tahun sidang
terakhir masa keanggotaan DPD.
(3) Panitia Perancang Undang-Undang dipimpin oleh
pimpinan Panitia Perancang Undang-Undang.

Pasal 268

(1) Panitia Perancang Undang-Undang bertugas:


a. merencanakan dan menyusun program serta urutan
prioritas pembahasan usul rancangan undang-
undang untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di
lingkungan DPD;
b. membahas usul rancangan undang-undang
berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
c. melakukan kegiatan pembahasan, harmonisasi,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi usul
rancangan undang-undang yang disiapkan oleh DPD;
d. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau
penyempurnaan rancangan undang-undang yang
secara khusus ditugaskan oleh Panitia Musyawarah
dan/atau sidang paripurna;

e. melakukan . . .
- 133 -

e. melakukan koordinasi, konsultasi, dan evaluasi


dalam rangka mengikuti perkembangan materi usul
rancangan undang-undang yang sedang dibahas oleh
panitia kerja;
f. melakukan evaluasi terhadap program penyusunan
usul rancangan undang-undang; dan
g. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah,
baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan
untuk dapat dipergunakan sebagai bahan oleh Panitia
Perancang Undang-Undang pada masa keanggotaan
berikutnya.

Pasal 269

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dan


mekanisme kerja Panitia Perancang Undang-Undang diatur
dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 5
Badan Kehormatan
Pasal 270

(1) Badan Kehormatan dibentuk oleh DPD dan merupakan


alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan
Badan Kehormatan diatur dalam peraturan DPD tentang
tata tertib.

Pasal 271

(1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan


dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:
a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 258;

b. tidak . . .
- 134 -

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara


berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa keterangan apa pun;
c. tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat
alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan
kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota
DPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan
DPRD; dan/atau
e. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Badan Kehormatan melakukan evaluasi dan
penyempurnaan peraturan DPD tentang tata tertib dan
kode etik DPD.
(3) Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait
dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain.
(4) Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir
masa keanggotaan.

Pasal 272

Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pelaksanaan


wewenang dan tugas Badan Kehormatan diatur dalam
peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan.

Paragraf 6
Panitia Urusan Rumah Tangga
Pasal 273

(1) Panitia Urusan Rumah Tangga dibentuk oleh DPD dan


merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap.

(2) Keanggotaan . . .
- 135 -

(2) Keanggotaan Panitia Urusan Rumah Tangga ditetapkan


oleh sidang paripurna DPD pada permulaan masa
kegiatan DPD dan pada setiap permulaan tahun sidang,
kecuali pada permulaan tahun sidang terakhir dari masa
keanggotaan DPD.
(3) Panitia Urusan Rumah Tangga dipimpin oleh pimpinan
Panitia Urusan Rumah Tangga.

Pasal 274

(1) Panitia Urusan Rumah Tangga bertugas:


a. membantu pimpinan DPD dalam menentukan
kebijakan kerumahtanggaan DPD, termasuk
kesejahteraan anggota dan pegawai Sekretariat
Jenderal DPD;
b. membantu pimpinan DPD dalam melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
kewajiban yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal
DPD;
c. membantu pimpinan DPD dalam merencanakan dan
menyusun kebijakan anggaran DPD;
d. melaksanakan tugas lain yang berhubungan dengan
masalah kerumahtanggaan DPD yang ditugaskan
oleh pimpinan DPD berdasarkan hasil rapat Panitia
Musyawarah; dan
e. menyampaikan laporan kinerja dalam sidang
paripurna DPD yang khusus diadakan untuk itu.
(2) Panitia Urusan Rumah Tangga dapat meminta
penjelasan dan data yang diperlukan kepada Sekretariat
Jenderal DPD.
(3) Panitia Urusan Rumah Tangga membuat inventarisasi
masalah, baik yang sudah maupun yang belum
terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan
oleh Panitia Urusan Rumah Tangga pada masa
keanggotaan berikutnya.

Pasal 275 . . .
- 136 -

Pasal 275

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dan


mekanisme kerja Panitia Urusan Rumah Tangga diatur
dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas DPD

Paragraf 1
Pengajuan dan Pembahasan Rancangan Undang-Undang
Pasal 276

(1) DPD dapat mengajukan rancangan undang-undang


berdasarkan program legislasi nasional.
(2) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang disertai dengan naskah akademik
dapat diusulkan oleh Panitia Perancang Undang-
Undang dan/atau panitia kerja.
(3) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diputuskan menjadi rancangan undang-
undang yang berasal dari DPD dalam sidang paripurna
DPD.

Pasal 277

(1) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 276 ayat (3) beserta naskah akademik
disampaikan dengan surat pengantar pimpinan DPD
kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada
Presiden.
(2) Surat pengantar pimpinan DPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menyebut juga Panitia Perancang Undang-
Undang dan/atau panitia kerja yang mewakili DPD
dalam melakukan pembahasan rancangan undang-
undang tersebut.

Pasal 278 . . .
- 137 -

Pasal 278

(1) DPD menyampaikan daftar inventarisasi masalah


rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau
Presiden yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah kepada DPR paling lama 60 (enam
puluh) Hari sejak diterimanya usulan rancangan
undang-undang dari DPR atau Presiden.
(2) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada DPR dan Presiden
dengan surat pengantar pimpinan DPD.

Pasal 279

Dalam pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1) huruf b dan huruf c, DPD
menyampaikan pandangan dan pendapat dalam
pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 170 ayat (1), Pasal 170 ayat (2) huruf b dan huruf e,
serta Pasal 170 ayat (4) huruf b.

Pasal 280

Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan DPD dalam


pembahasan rancangan undang-undang diatur dalam
peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 2
Pemberian Pertimbangan
terhadap Rancangan Undang-Undang
Pasal 281

DPD memberikan pertimbangan terhadap rancangan


undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248
ayat (1) huruf c kepada pimpinan DPR.

Pasal 282 . . .
- 138 -

Pasal 282

(1) Terhadap rancangan undang-undang tentang APBN, DPD


memberikan pertimbangan kepada DPR paling lambat 14
(empat belas) Hari sebelum diambil persetujuan bersama
antara DPR dan Presiden.
(2) Terhadap rancangan undang-undang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama, DPD memberikan
pertimbangan kepada DPR paling lama 30 (tiga puluh)
Hari sejak diterimanya surat dari pimpinan DPR.
(3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD
kepada DPR setelah diputuskan dalam sidang paripurna
DPD.
(4) Dalam pemberian pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku ketentuan
Pasal 176.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
pertimbangan diatur dalam peraturan DPD tentang tata
tertib.

Paragraf 3
Pemberian Pertimbangan terhadap Calon Anggota BPK
Pasal 283

(1) DPD memberikan pertimbangan kepada DPR mengenai


calon anggota BPK.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diputuskan dalam sidang paripurna DPD.
(3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada
pimpinan DPR paling lambat 3 (tiga) Hari sebelum
pelaksanaan pemilihan anggota BPK.
(4) Dalam pemberian pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku ketentuan
Pasal 192.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
pertimbangan diatur dalam peraturan DPD tentang tata
tertib.

Paragraf 4 . . .
- 139 -

Paragraf 4
Penyampaian Hasil Pengawasan
Pasal 284

(1) DPD menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan


undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248
ayat (1) huruf d kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan.
(2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diputuskan dalam sidang paripurna DPD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian hasil
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 5
Pembahasan Hasil Pemeriksaan BPK
Pasal 285

(1) DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang


disampaikan oleh pimpinan BPK kepada pimpinan DPD
dalam acara yang khusus diadakan untuk itu.
(2) DPD menugasi panitia kerja untuk membahas hasil
pemeriksaan keuangan negara oleh BPK setelah BPK
menyampaikan penjelasan.
(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diputuskan dalam sidang paripurna DPD.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada DPR dengan surat pengantar dari
pimpinan DPD untuk dijadikan bahan pertimbangan
bagi DPR.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembahasan hasil
pemeriksaan keuangan negara oleh BPK diatur dengan
peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Kesembilan . . .
- 140 -

Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Hak Anggota

Paragraf 1
Hak Bertanya
Pasal 286

(1) Anggota DPD mempunyai hak bertanya.


(2) Hak bertanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam sidang dan/atau rapat sesuai dengan
wewenang dan tugas DPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 249 ayat (1) huruf e.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak bertanya diatur
dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 2
Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat
Pasal 287

(1) Anggota DPD berhak menyampaikan usul dan pendapat


mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan
maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian usul dan
pendapat diatur dalam peraturan DPD tentang tata
tertib.

Paragraf 3
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 288

(1) Anggota DPD mempunyai hak memilih dan dipilih untuk


menduduki jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPD.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak memilih
dan dipilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 4 . . .
- 141 -

Paragraf 4
Hak Membela Diri
Pasal 289

(1) Anggota DPD yang diduga melakukan pelanggaran


sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan
kewajiban sebagai anggota diberi kesempatan untuk
membela diri dan/atau memberikan keterangan kepada
Badan Kehormatan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara membela diri dan/atau
memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan DPD tentang tata
beracara Badan Kehormatan.

Paragraf 5
Hak Imunitas
Pasal 290

(1) Anggota DPD mempunyai hak imunitas.


(2) Anggota DPD tidak dapat dituntut di depan pengadilan
karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di
dalam rapat DPD ataupun di luar rapat DPD yang
berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPD.
(3) Anggota DPD tidak dapat diganti antarwaktu karena
pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakannya baik di dalam rapat DPD maupun di
luar rapat DPD yang berkaitan dengan fungsi serta
wewenang dan tugas DPD.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat
tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud
dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6 . . .
- 142 -

Paragraf 6
Hak Protokoler
Pasal 291

(1) Pimpinan dan anggota DPD mempunyai hak protokoler.


(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak
protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf 7
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 292

(1) Pimpinan dan anggota DPD mempunyai hak keuangan


dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota
DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh
pimpinan DPD dan diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesepuluh
Persidangan dan Pengambilan Keputusan

Paragraf 1
Persidangan
Pasal 293

(1) Tahun sidang DPD dimulai pada tanggal 16 Agustus dan


diakhiri pada tanggal 15 Agustus tahun berikutnya, dan
apabila tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur,
pembukaan tahun sidang dilakukan pada hari kerja
sebelumnya.
(2) Khusus pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun
sidang DPD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji
anggota.

(3) Kegiatan . . .
- 143 -

(3) Kegiatan DPD meliputi sidang DPD di ibu kota negara


serta rapat di daerah dan tempat lain sesuai dengan
penugasan DPD.
(4) Sidang DPD di ibu kota negara dalam hal pengajuan dan
pembahasan rancangan undang-undang mengikuti masa
sidang DPR.
(5) Sebelum pembukaan tahun sidang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota DPD dan anggota DPR
mendengarkan pidato kenegaraan Presiden dalam sidang
bersama yang diselenggarakan oleh DPD atau DPR secara
bergantian.

Pasal 294

Semua rapat di DPD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali


rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.

Pasal 295

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan


rapat DPD diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 296

(1) Pengambilan keputusan dalam rapat atau sidang DPD


pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah
untuk mufakat.
(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 297 . . .
- 144 -

Pasal 297

(1) Setiap rapat atau sidang DPD dapat mengambil


keputusan apabila memenuhi kuorum.
(2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi
apabila rapat dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua)
jumlah anggota rapat atau sidang.
(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak terpenuhi, rapat atau sidang ditunda paling banyak
2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak
lebih dari 24 (dua puluh empat) jam.
(4) Setelah 2 (dua) kali penundaan, kuorum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, cara
penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPD.

Pasal 298

Setiap keputusan rapat DPD, baik berdasarkan musyawarah


untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak,
menjadi perhatian semua pihak yang terkait.

Pasal 299

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan


keputusan diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Kesebelas
Tata Tertib dan Kode Etik

Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 300

(1) Tata tertib DPD ditetapkan oleh DPD dengan


berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
di lingkungan internal DPD.
(3) Tata . . .
- 145 -

(3) Tata tertib DPD paling sedikit memuat ketentuan


tentang:
a. pengucapan sumpah/janji;
b. pemilihan dan penetapan pimpinan;
c. pemberhentian dan penggantian pimpinan;
d. jenis dan penyelenggaraan persidangan atau rapat;
e. pelaksanaan fungsi, wewenang dan tugas lembaga,
serta hak dan kewajiban anggota;
f. penggantian antarwaktu anggota;
g. pembentukan, susunan, wewenang dan tugas alat
kelengkapan;
h. pengambilan keputusan;
i. pelaksanaan konsultasi antara legislatif dan
eksekutif;
j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi
masyarakat;
k. pengaturan protokoler;
l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli; dan
m. mekanisme keterlibatan dan partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan.

Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 301

DPD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib


dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya
untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas
DPD.

Bagian Kedua . . .
- 146 -

Bagian Kedua Belas


Larangan dan Sanksi
Paragraf 1
Larangan
Pasal 302

(1) Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai:


a. pejabat negara lainnya;
b. hakim pada badan peradilan; atau
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pegawai pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
(2) Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai
pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta,
akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara,
notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya
dengan wewenang dan tugas DPD serta hak sebagai
anggota DPD.
(3) Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

Paragraf 2
Sanksi
Pasal 303
(1) Anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 dikenai sanksi
berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.
(2) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302 ayat (1)
dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai
anggota DPD.
(3) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302 ayat (3)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPD.

Pasal 304 . . .
- 147 -

Pasal 304

Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat


(1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

Pasal 305

Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan


pengaduan kepada Badan Kehormatan DPD dalam hal
memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPD
yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 dan/atau
melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 302.

Pasal 306

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan


masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dalam peraturan
DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan.

Bagian Ketiga Belas


Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu,
dan Pemberhentian Sementara

Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 307

(1) Anggota DPD berhenti antarwaktu karena:


a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.

(2) Anggota . . .
- 148 -

(2) Anggota DPD diberhentikan antarwaktu sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPD;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat
alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan
kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
e. tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai pemilihan umum; atau
f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.

Pasal 308

(1) Pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 307 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada
ayat (2) huruf c diusulkan oleh pimpinan DPD yang
diumumkan dalam sidang paripurna.
(2) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak usul pimpinan DPD
diumumkan dalam sidang paripurna sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPD menyampaikan
usul pemberhentian anggota DPD kepada Presiden untuk
memperoleh peresmian pemberhentian.
(3) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) Hari
sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPD dari
pimpinan DPD.

Pasal 309 . . .
- 149 -

Pasal 309

(1) Pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 307 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d,
huruf e, dan huruf f, dilakukan setelah adanya hasil
penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam
keputusan Badan Kehormatan DPD atas pengaduan dari
pimpinan DPD, masyarakat dan/atau pemilih.
(2) Keputusan Badan Kehormatan DPD mengenai
pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan DPD
kepada sidang paripurna.
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak keputusan Badan
Kehormatan DPD yang telah dilaporkan dalam sidang
paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pimpinan DPD menyampaikan keputusan Badan
Kehormatan DPD kepada Presiden untuk memperoleh
peresmian pemberhentian.
(4) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling lama 14 (empat belas) Hari
sejak diterimanya usulan pemberhentian anggota DPD
dari pimpinan DPD.

Pasal 310

(1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 309 ayat (1), Badan
Kehormatan DPD dapat meminta bantuan dari ahli
independen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan,
verifikasi, dan pengambilan keputusan oleh Badan
Kehormatan DPD diatur dalam peraturan DPD tentang
tata beracara Badan Kehormatan.

Paragraf 2 . . .
- 150 -

Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 311

(1) Anggota DPD yang berhenti antarwaktu sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 307 ayat (1) digantikan oleh calon
anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan
berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara calon
anggota DPD dari provinsi yang sama.
(2) Dalam hal calon anggota DPD yang memperoleh suara
terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat
perolehan suara calon anggota DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan
diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon
anggota DPD, anggota DPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPD yang
memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.
(3) Masa jabatan anggota DPD pengganti antarwaktu
melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPD yang
digantikannya.

Pasal 312

(1) Pimpinan DPD menyampaikan nama anggota DPD yang


diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon
pengganti antarwaktu kepada KPU.
(2) KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 311 ayat (1) dan ayat (2) kepada pimpinan DPD
paling lambat 5 (lima) Hari sejak diterimanya surat
pimpinan DPD.
(3) Paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama calon
pengganti antarwaktu dari KPU sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pimpinan DPD menyampaikan nama
anggota DPD yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antarwaktu kepada Presiden.

(4) Paling . . .
- 151 -

(4) Paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak menerima


nama anggota DPD yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antarwaktu dari pimpinan DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Presiden meresmikan
pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan
Presiden.
(5) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPD pengganti
antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya
dipandu oleh pimpinan DPD, dengan tata cara dan teks
sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 253 dan
Pasal 254.
(6) Penggantian antarwaktu anggota DPD tidak
dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPD
yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.

Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 313

(1) Anggota DPD diberhentikan sementara karena:


a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
umum yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun; atau
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
khusus.
(2) Dalam hal anggota DPD dinyatakan terbukti bersalah
karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, anggota DPD yang bersangkutan
diberhentikan sebagai anggota DPD.
(3) Dalam hal anggota DPD dinyatakan tidak terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, anggota DPD yang bersangkutan diaktifkan.

(4) Anggota . . .
- 152 -

(4) Anggota DPD yang diberhentikan sementara, tetap


mendapatkan hak keuangan tertentu.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberhentian sementara diatur dalam peraturan DPD
tentang tata tertib.

BAB V
DPRD PROVINSI

Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 314

DPRD provinsi terdiri atas anggota partai politik peserta


pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Pasal 315

DPRD provinsi merupakan lembaga perwakilan rakyat


daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah provinsi.

Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 316

(1) DPRD provinsi mempunyai fungsi:


a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di
provinsi.

Bagian Ketiga . . .
- 153 -

Bagian Ketiga
Wewenang dan Tugas
Pasal 317

(1) DPRD provinsi mempunyai wewenang dan tugas:


a. membentuk peraturan daerah provinsi bersama
gubernur;
b. membahas dan memberikan persetujuan
rancangan peraturan daerah mengenai anggaran
pendapatan dan belanja daerah provinsi yang
diajukan oleh gubernur;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah provinsi;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
gubernur dan/atau wakil gubernur kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk
mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian;
e. memilih wakil gubernur dalam hal terjadi
kekosongan jabatan wakil gubernur;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintah daerah provinsi terhadap rencana
perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja
sama internasional yang dilakukan oleh
pemerintah daerah provinsi;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah provinsi;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja
sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga
yang membebani masyarakat dan daerah;
j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan

k. melaksanakan . . .
- 154 -

k. melaksanakan wewenang dan tugas lain yang


diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata
tertib.

Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 318

(1) Anggota DPRD provinsi berjumlah paling sedikit 35 (tiga


puluh lima) orang dan paling banyak 100 (seratus)
orang.
(2) Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan
keputusan Menteri Dalam Negeri.
(3) Anggota DPRD provinsi berdomisili di ibu kota provinsi
yang bersangkutan.
(4) Masa jabatan anggota DPRD provinsi adalah 5 (lima)
tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD provinsi
yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 319

(1) Anggota DPRD provinsi sebelum memangku jabatannya


mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh ketua pengadilan tinggi dalam rapat
paripurna DPRD provinsi.
(2) Anggota DPRD provinsi yang berhalangan mengucapkan
sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu
oleh pimpinan DPRD provinsi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan
sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang
tata tertib.

Pasal 320 . . .
- 155 -

Pasal 320

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 319


sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah provinsi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja
dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan
demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan
golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya
wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pasal 321

(1) Dalam hal dilakukan pembentukan provinsi setelah


pemilihan umum, pengisian anggota DPRD provinsi di
provinsi induk dan provinsi yang dibentuk setelah
pemilihan umum dilakukan dengan cara:
a. menetapkan jumlah kursi DPRD provinsi induk dan
provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum
berdasarkan jumlah penduduk sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang mengenai pemilihan
umum anggota DPR, DPD, dan DPRD;
b. menetapkan perolehan suara partai politik dan calon
anggota DPRD provinsi berdasarkan hasil pemilihan
umum di daerah pemilihan provinsi induk dan
provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum;
c. menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan
hasil pemilihan umum di daerah pemilihan provinsi
induk dan provinsi yang dibentuk setelah pemilihan
umum;
d. menetukan . . .
- 156 -

d. menentukan perolehan kursi partai politik peserta


pemilihan umum berdasarkan hasil pemilihan umum
di daerah pemilihan provinsi induk dan provinsi yang
dibentuk setelah pemilihan umum; dan
e. menetapkan calon terpilih dari daftar calon tetap
untuk mengisi kursi sebagaimana dimaksud pada
huruf d berdasarkan suara terbanyak.
(2) Pengisian anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPU provinsi induk.
(3) Pengisian anggota DPRD provinsi tidak dilakukan bagi
provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum yang
dibentuk 12 (dua belas) bulan sebelum pelaksanaan
pemilihan umum.
(4) Masa jabatan anggota DPRD provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat anggota
DPRD provinsi hasil pemilihan umum berikutnya
mengucapkan sumpah/janji.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jumlah dan
tata cara pengisian keanggotaan DPRD provinsi induk
dan provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan KPU sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kelima
Hak DPRD Provinsi
Pasal 322

(1) DPRD provinsi berhak:


a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah hak DPRD provinsi untuk meminta
keterangan kepada gubernur mengenai kebijakan
pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
(3) Hak . . .
- 157 -

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


adalah hak DPRD provinsi untuk melakukan
penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah provinsi
yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c adalah hak DPRD provinsi untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan gubernur atau
mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah
disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau
sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan
hak angket.

Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota

Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 323

Anggota DPRD provinsi berhak:


a. mengajukan rancangan peraturan daerah provinsi;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
h. protokoler; dan
i. keuangan dan administratif.

Paragraf 2 . . .
- 158 -

Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 324

Anggota DPRD provinsi berkewajiban:


a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
g. menaati tata tertib dan kode etik;
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan
lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah provinsi;
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui
kunjungan kerja secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat; dan
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Bagian Ketujuh
Fraksi
Pasal 325

(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, wewenang


dan tugas DPRD provinsi, serta hak dan kewajiban
anggota DPRD provinsi, dibentuk fraksi sebagai wadah
berhimpun anggota DPRD provinsi.

(2) Setiap . . .
- 159 -

(2) Setiap anggota DPRD provinsi harus menjadi anggota


salah satu fraksi.
(3) Setiap fraksi di DPRD provinsi beranggotakan paling
sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD provinsi.
(4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD provinsi
mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1 (satu) fraksi.
(5) Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di
DPRD provinsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung
dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi
gabungan.
(6) Dalam hal tidak ada satu partai politik yang memenuhi
persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk fraksi gabungan.
(7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dan ayat (6) paling banyak 2 (dua) fraksi.
(8) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) harus mendudukkan anggotanya dalam 1 (satu)
fraksi.
(9) Fraksi mempunyai sekretariat.
(10) Sekretariat DPRD provinsi menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan
tugas fraksi sesuai dengan kebutuhan dan dengan
memperhatikan kemampuan APBD.

Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan DPRD Provinsi
Pasal 326

(1) Alat kelengkapan DPRD provinsi terdiri atas:


a. pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. komisi;

d. Badan . . .
- 160 -

d. Badan Legislasi Daerah;


e. Badan Anggaran;
f. Badan Kehormatan; dan
g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk
oleh rapat paripurna.
(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu
oleh sekretariat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan,
serta wewenang dan tugas alat kelengkapan DPRD
provinsi diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang
tata tertib.

Pasal 327

(1) Pimpinan DPRD provinsi terdiri atas:


a. 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua
untuk DPRD provinsi yang beranggotakan 85
(delapan puluh lima) sampai dengan 100 (seratus)
orang;
b. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua
untuk DPRD provinsi yang beranggotakan 45 (empat
puluh lima) sampai dengan 84 (delapan puluh empat)
orang;
c. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua
untuk DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga
puluh lima) sampai dengan 44 (empat puluh empat)
orang.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal
dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi
terbanyak di DPRD provinsi.
(3) Ketua DPRD provinsi ialah anggota DPRD provinsi yang
berasal dari partai politik yang memperolah kursi
terbanyak pertama di DPRD provinsi.
(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD provinsi ialah
anggota DPRD provinsi yang berasal dari partai politik
yang memperoleh suara terbanyak.
(5) Dalam . . .
- 161 -

(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD
provinsi dilakukan berdasarkan persebaran wilayah
perolehan suara partai politik yang lebih luas secara
berjenjang.
(6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD provinsi
ialah anggota DPRD provinsi yang berasal dari partai
politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga,
dan/atau keempat.
(7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD provinsi
yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD provinsi
yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua.
(8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan
berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
(9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan
berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai
politik yang lebih luas secara berjenjang.

Pasal 328

(1) Dalam hal pimpinan DPRD provinsi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 327 ayat (1) belum terbentuk,
DPRD provinsi dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD
provinsi.
(2) Pimpinan sementara DPRD provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua
dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari 2 (dua)
partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama
dan kedua di DPRD provinsi.
(3) Dalam . . .
- 162 -

(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil
ketua sementara DPRD provinsi ditentukan secara
musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang
ada di DPRD provinsi.
(4) Ketua dan wakil ketua DPRD provinsi diresmikan dengan
keputusan Menteri Dalam Negeri.
(5) Pimpinan DPRD provinsi sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 293 yang dipandu oleh ketua
pengadilan tinggi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
pimpinan DPRD provinsi diatur dalam peraturan DPRD
provinsi tentang tata tertib.

Pasal 329

Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 ayat (1)


huruf c dibentuk dengan ketentuan:
a. DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
sampai dengan 55 (lima puluh lima) orang membentuk 4
(empat) komisi;
b. DPRD provinsi yang beranggotakan lebih dari 55 (lima
puluh lima) orang membentuk 5 (lima) komisi.

Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Hak DPRD Provinsi

Paragraf 1
Hak Interpelasi
Pasal 330

(1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 322


ayat (1) huruf a diusulkan oleh:
a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
orang sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;

b. Paling . . .
- 163 -

b. paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRD


provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada pimpinan DPRD provinsi.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
interpelasi DPRD provinsi apabila mendapat persetujuan
dari rapat paripurna DPRD provinsi yang dihadiri lebih
dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPRD provinsi
dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2
(satu per dua) jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
hak interpelasi diatur dalam peraturan DPRD provinsi
tentang tata tertib.

Paragraf 2
Hak Angket
Pasal 331

(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 322


ayat (1) huruf b diusulkan oleh:
a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
orang sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;
b. paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada pimpinan DPRD provinsi.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
angket DPRD provinsi apabila mendapat persetujuan
dari rapat paripurna DPRD provinsi yang dihadiri paling
sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota DPRD
provinsi dan putusan diambil dengan persetujuan paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD
provinsi yang hadir.

Pasal 332 . . .
- 164 -

Pasal 332

(1) DPRD provinsi memutuskan menerima atau menolak


usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal
331 ayat (1).
(2) Dalam hal DPRD provinsi menerima usul hak angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD provinsi
membentuk panitia angket yang terdiri atas semua
unsur fraksi DPRD provinsi dengan keputusan DPRD
provinsi.
(3) Dalam hal DPRD provinsi menolak usul hak angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul tersebut
tidak dapat diajukan kembali.

Pasal 333

(1) Panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 332


ayat (2), dalam melakukan penyelidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 332 ayat (3), dapat memanggil
pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga
masyarakat di provinsi yang dianggap mengetahui atau
patut mengetahui masalah yang diselidiki untuk
memberikan keterangan serta untuk meminta
menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan
dengan hal yang sedang diselidiki.
(2) Pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga
masyarakat di provinsi yang dipanggil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan
DPRD provinsi, kecuali ada alasan yang sah menurut
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal pejabat pemerintah provinsi, badan hukum,
atau warga masyarakat di provinsi telah dipanggil
dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi
panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD
provinsi dapat memanggil secara paksa dengan
bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 334 . . .
- 165 -

Pasal 334

Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada


rapat paripurna DPRD provinsi paling lama 60 (enam puluh)
Hari sejak dibentuknya panitia angket.

Pasal 335

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


angket diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata
tertib.

Paragraf 3
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 336

(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 322 ayat (1) huruf c diusulkan oleh:
a. paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
orang sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;
b. paling sedikit 20 (dua puluh) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada pimpinan DPRD provinsi.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
menyatakan pendapat DPRD provinsi apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD provinsi yang
dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah
anggota DPRD provinsi dan putusan diambil dengan
persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir.

Pasal 337 . . .
- 166 -

Pasal 337

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


menyatakan pendapat diatur dalam peraturan DPRD provinsi
tentang tata tertib.

Bagian Kesepuluh
Pelaksanaan Hak Anggota

Paragraf 1
Hak Imunitas
Pasal 338

(1) Anggota DPRD provinsi mempunyai hak imunitas.


(2) Anggota DPRD provinsi tidak dapat dituntut di depan
pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau
pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan
maupun tertulis di dalam rapat DPRD provinsi ataupun
di luar rapat DPRD provinsi yang berkaitan dengan
fungsi serta wewenang dan tugas DPRD provinsi.
(3) Anggota DPRD provinsi tidak dapat diganti antarwaktu
karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat
yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD
provinsi maupun di luar rapat DPRD provinsi yang
berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas
DPRD provinsi.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam
rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang
dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 2 . . .
- 167 -

Paragraf 2
Hak Protokoler
Pasal 339

(1) Pimpinan dan anggota DPRD provinsi mempunyai hak


protokoler.
(2) Hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan pemerintah.

Paragraf 3
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 340

(1) Pimpinan dan anggota DPRD provinsi mempunyai hak


keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota
DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan pemerintah.
(3) Dalam menjalankan wewenang dan tugasnya, pimpinan
dan anggota DPRD provinsi berhak memperoleh
tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan
kemampuan daerah.
(4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh
sekretariat DPRD provinsi sesuai dengan peraturan
pemerintah.

Bagian Kesebelas
Persidangan dan Pengambilan Keputusan

Paragraf 1
Persidangan
Pasal 341

(1) Pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang


DPRD provinsi dimulai pada saat pengucapan
sumpah/janji anggota.
(2) Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan.

(3) Masa . . .
- 168 -

(3) Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses,


kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode
keanggotaan DPRD provinsi, masa reses ditiadakan.

Pasal 342

Semua rapat di DPRD provinsi pada dasarnya bersifat


terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.

Pasal 343

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan


rapat DPRD provinsi diatur dalam peraturan DPRD provinsi
tentang tata tertib.

Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 344

(1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD provinsi pada


dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk
mufakat.
(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 345

(1) Setiap rapat DPRD provinsi dapat mengambil keputusan


apabila memenuhi kuorum.
(2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi
apabila:
a. rapat dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat)
dari jumlah anggota DPRD provinsi untuk
mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak
angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk
mengambil keputusan mengenai usul
pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur;

b. rapat . . .
- 169 -

b. rapat dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga)


dari jumlah anggota DPRD provinsi untuk
memberhentikan pimpinan DPRD provinsi serta
untuk menetapkan peraturan daerah dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah;
c. rapat dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua)
jumlah anggota DPRD provinsi untuk rapat
paripurna DPRD provinsi selain rapat sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
a. disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir, untuk
rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah
anggota DPRD provinsi yang hadir, untuk rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali
dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 1
(satu) jam.
(5) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kuorum belum juga terpenuhi,
pimpinan dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) Hari
atau sampai waktu yang ditetapkan oleh badan
musyawarah.
(6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak
dapat mengambil keputusan.
(7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya
diserahkan kepada pimpinan DPRD provinsi dan
pimpinan fraksi.

Pasal 346 . . .
- 170 -

Pasal 346

Setiap keputusan rapat DPRD provinsi, baik berdasarkan


musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara
terbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti
oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan
keputusan.

Pasal 347

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan


keputusan diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang
tata tertib.

Bagian Kedua Belas


Tata Tertib dan Kode Etik

Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 348

(1) Tata tertib DPRD provinsi ditetapkan oleh DPRD provinsi


dengan berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
(2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
di lingkungan internal DPRD provinsi.
(3) Tata tertib DPRD provinsi paling sedikit memuat
ketentuan tentang:
a. pengucapan sumpah/janji;
b. penetapan pimpinan;
c. pemberhentian dan penggantian pimpinan;
d. jenis dan penyelenggaraan rapat;
e. pelaksanaan fungsi, wewenang dan tugas lembaga,
serta hak dan kewajiban anggota;
f. pembentukan, susunan, serta wewenang dan tugas
alat kelengkapan;

g. penggantian . . .
- 171 -

g. penggantian antarwaktu anggota;


h. pembuatan pengambilan keputusan;
i. pelaksanaan konsultasi antara DPRD provinsi dan
pemerintah daerah provinsi;
j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi
masyarakat;
k. pengaturan protokoler; dan
l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli.

Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 349

DPRD provinsi menyusun kode etik yang berisi norma yang


wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan
tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas DPRD provinsi.

Bagian Ketiga Belas


Larangan dan Sanksi

Paragraf 1
Larangan
Pasal 350

(1) Anggota DPRD provinsi dilarang merangkap jabatan


sebagai:
a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;
b. hakim pada badan peradilan; atau
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pegawai pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

(2) Anggota . . .
- 172 -

(2) Anggota DPRD provinsi dilarang melakukan pekerjaan


sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan
swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau
pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada
hubungannya dengan wewenang dan tugas DPRD
provinsi serta hak sebagai anggota DPRD provinsi.
(3) Anggota DPRD provinsi dilarang melakukan korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Disetujui, Timus 24
Paragraf 2
Sanksi
Pasal 351

(1) Anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan


kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 324
dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan
Kehormatan.
(2) Anggota DPRD provinsi yang terbukti melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 350 ayat
(1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian
sebagai anggota DPRD provinsi.
(3) Anggota DPRD provinsi yang terbukti melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 350
ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPRD provinsi.

Pasal 352

Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat


(1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

Pasal 353 . . .
- 173 -

Pasal 353

Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan


pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD provinsi dalam
hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota
DPRD provinsi yang tidak melaksanakan salah satu
kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 324 dan/atau melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 350.

Pasal 354

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan


masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan peraturan
DPRD provinsi tentang tata beracara badan kehormatan.

Bagian Keempat Belas


Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu,
dan Pemberhentian Sementara

Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 355

(1) Anggota DPRD provinsi berhenti antarwaktu karena:


a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota DPRD provinsi diberhentikan antarwaktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPRD provinsi selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik
DPRD provinsi;

c. dinyatakan . . .
- 174 -

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan


pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat
alat kelengkapan DPRD provinsi yang menjadi tugas
dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-
turut tanpa alasan yang sah;
e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota
DPRD provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini;
h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
atau
i. menjadi anggota partai politik lain.

Pasal 356

(1) Pemberhentian anggota DPRD provinsi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 355 ayat (1) huruf a dan huruf b
serta pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i
diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan
DPRD provinsi dengan tembusan kepada Menteri Dalam
Negeri.
(2) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya usul
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pimpinan DPRD provinsi menyampaikan usul
pemberhentian anggota DPRD provinsi kepada Menteri
Dalam Negeri melalui gubernur untuk memperoleh
peresmian pemberhentian.
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya usul
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
gubernur menyampaikan usul tersebut kepada Menteri
Dalam Negeri.

(4) Menteri . . .
- 175 -

(4) Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama
14 (empat belas) Hari sejak diterimanya usulan
pemberhentian anggota DPRD provinsi dari gubernur.

Pasal 357

(1) Pemberhentian anggota DPRD provinsi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 355 ayat (2) huruf a, huruf b,
huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya
hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam
keputusan badan kehormatan DPRD provinsi atas
pengaduan dari pimpinan DPRD provinsi, masyarakat,
dan/atau pemilih.
(2) Keputusan badan kehormatan DPRD provinsi mengenai
pemberhentian anggota DPRD provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh badan
kehormatan DPRD provinsi kepada rapat paripurna.
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak keputusan badan
kehormatan DPRD provinsi yang telah dilaporkan dalam
rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pimpinan DPRD provinsi menyampaikan keputusan
badan kehormatan DPRD provinsi kepada pimpinan
partai politik yang bersangkutan.
(4) Pimpinan partai politik yang bersangkutan
menyampaikan keputusan tentang pemberhentian
anggotanya kepada pimpinan DPRD provinsi, paling
lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya
keputusan Badan Kehormatan DPRD provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari pimpinan
DPRD provinsi.
(5) Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pimpinan DPRD provinsi paling lama 7 (tujuh) Hari
meneruskan keputusan Badan Kehormatan DPRD
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk
memperoleh peresmian pemberhentian.

(6) Paling . . .
- 176 -

(6) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya keputusan


pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
gubernur menyampaikan keputusan tersebut kepada
Menteri Dalam Negeri.
(7) Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama
14 (empat belas) Hari sejak diterimanya keputusan
Badan Kehormatan DPRD provinsi atau keputusan
pimpinan partai politik tentang pemberhentian
anggotanya dari gubernur.

Pasal 358

(1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 357 ayat (1), Badan
Kehormatan DPRD provinsi dapat meminta bantuan dari
ahli independen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan,
verifikasi, dan pengambilan keputusan oleh Badan
Kehormatan DPRD provinsi diatur dalam peraturan
DPRD provinsi tentang tata beracara Badan
Kehormatan.

Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 359

(1) Anggota DPRD provinsi yang berhenti antarwaktu


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 356 ayat (1) dan
Pasal 357 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD
provinsi yang memperoleh suara terbanyak urutan
berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari
partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang
sama.

(2) Dalam . . .
- 177 -

(2) Dalam hal calon anggota DPRD provinsi yang


memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengundurkan
diri, meninggal dunia, atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai calon anggota DPRD provinsi, anggota DPRD
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan
oleh calon anggota DPRD provinsi yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik
yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
(3) Masa jabatan anggota DPRD provinsi pengganti
antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota
DPRD provinsi yang digantikannya.

Pasal 360

(1) Pimpinan DPRD provinsi menyampaikan nama anggota


DPRD provinsi yang diberhentikan antarwaktu dan
meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU
provinsi.
(2) KPU provinsi menyampaikan nama calon pengganti
antarwaktu berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 359 ayat (1) dan ayat (2) kepada
pimpinan DPRD provinsi paling lambat 5 (lima) Hari
sejak diterimanya surat pimpinan DPRD provinsi.
(3) Paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama calon
pengganti antarwaktu dari KPU provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD provinsi
menyampaikan nama anggota DPRD provinsi yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu
kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur.
(4) Paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama
anggota DPRD provinsi yang diberhentikan dan nama
calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), gubernur menyampaikan nama anggota
DPRD provinsi yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antarwaktu kepada Menteri Dalam Negeri.

(5) Paling . . .
- 178 -

(5) Paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak menerima


nama anggota DPRD provinsi yang diberhentikan dan
nama calon pengganti antarwaktu dari gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Dalam
Negeri meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya
dengan keputusan Menteri Dalam Negeri.
(6) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD provinsi
pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji yang
pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD provinsi,
dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana
diatur dalam Pasal 319 dan Pasal 320.
(7) Penggantian antarwaktu anggota DPRD provinsi tidak
dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD
provinsi yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.

Pasal 361

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan


penggantian antarwaktu, verifikasi terhadap persyaratan
calon pengganti antarwaktu, dan peresmian calon pengganti
antarwaktu anggota DPRD provinsi diatur dengan peraturan
pemerintah.

Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 362

(1) Anggota DPRD provinsi diberhentikan sementara karena:


a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
umum yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun; atau
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
khusus.

(2) Dalam . . .
- 179 -

(2) Dalam hal anggota DPRD provinsi dinyatakan terbukti


bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, anggota DPRD provinsi yang
bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPRD
provinsi.
(3) Dalam hal anggota DPRD provinsi dinyatakan tidak
terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, anggota DPRD provinsi yang
bersangkutan diaktifkan.
(4) Anggota DPRD provinsi yang diberhentikan sementara,
tetap mendapatkan hak keuangan tertentu.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian
sementara diatur dalam peraturan DPRD provinsi
tentang tata tertib.

BAB VI
DPRD KABUPATEN/KOTA

Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 363

DPRD kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik


peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan
umum.

Pasal 364

DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan


rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Bagian Kedua . . .
- 180 -

Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 365

(1) DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi:


a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di
kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Wewenang dan tugas
Pasal 366

(1) DPRD kabupaten/kota mempunyai wewenang dan tugas:


a. membentuk peraturan daerah kabupaten/kota
bersama bupati/walikota;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan
peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan
dan belanja daerah kabupaten/kota yang diajukan
oleh bupati/walikota;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah kabupaten/kota;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil
walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui
gubernur untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan dan/atau pemberhentian;
e. memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal
terjadi kekosongan jabatan wakil bupati/wakil
walikota;

f. memberikan . . .
- 181 -

f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada


pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap
rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja
sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
bupati/walikota dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana
kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
k. melaksanakan wewenang dan tugas lain yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan wewenang
dan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata
tertib.

Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 367

(1) Anggota DPRD kabupaten/kota berjumlah paling sedikit


20 (dua puluh) orang dan paling banyak 50 (lima puluh)
orang.
(2) Keanggotaan DPRD kabupaten/kota diresmikan dengan
keputusan gubernur.
(3) Anggota DPRD kabupaten/kota berdomisili di ibu kota
kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota adalah
5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD
kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 368 . . .
- 182 -

Pasal 368

(1) Anggota DPRD kabupaten/kota sebelum memangku


jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-
sama yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri dalam
rapat paripurna DPRD kabupaten/kota.
(2) Anggota DPRD kabupaten/kota yang berhalangan
mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang
dipandu oleh pimpinan DPRD kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan
sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota
tentang tata tertib.

Pasal 369

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368


sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/kota dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja
dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan
demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan
golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya
wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pasal 370 . . .
- 183 -

Pasal 370

(1) Dalam hal dilakukan pembentukan kabupaten/kota


setelah pemilihan umum, pengisian anggota DPRD
kabupaten/kota di kabupaten/kota induk dan
kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum
dilakukan dengan cara:
a. menetapkan jumlah kursi DPRD kabupaten/kota
induk dan kabupaten/kota yang dibentuk setelah
pemilihan umum berdasarkan jumlah penduduk
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan
DPRD;
b. menetapkan perolehan suara partai politik dan
calon anggota DPRD kabupaten/kota berdasarkan
hasil pemilihan umum di daerah pemilihan
kabupaten/kota induk dan kabupaten/kota yang
dibentuk setelah pemilihan umum;
c. menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan
hasil pemilihan umum di daerah pemilihan
kabupaten/kota induk dan kabupaten/kota yang
dibentuk setelah pemilihan umum;
d. menentukan perolehan kursi partai politik peserta
pemilihan umum berdasarkan hasil pemilihan umum
di daerah pemilihan kabupaten/kota induk dan
kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan
umum;
e. menetapkan calon terpilih dari daftar calon tetap
untuk mengisi kursi sebagaimana dimaksud pada
huruf d berdasarkan suara terbanyak.
(2) Pengisian anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPU
kabupaten/kota induk.
(3) Pengisian anggota DPRD provinsi tidak dilakukan bagi
kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum
yang dibentuk 12 (dua belas) bulan sebelum pelaksanaan
pemilihan umum.

(4) Masa . . .
- 184 -

(4) Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat
anggota DPRD kabupaten/kota hasil pemilihan umum
berikutnya mengucapkan sumpah/janji.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jumlah dan
tata cara pengisian keanggotaan DPRD kabupaten/kota
induk dan kabupaten/kota yang dibentuk setelah
pemilihan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan KPU sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Hak DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 371

(1) DPRD kabupaten/kota berhak:


a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk
meminta keterangan kepada bupati/walikota mengenai
kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang penting dan
strategis serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk melakukan
penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah
kabupaten/kota yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah,
dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan
bupati/walikota atau mengenai kejadian luar biasa yang
terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi
penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan
hak interpelasi dan hak angket.

Bagian Keenam . . .
- 185 -

Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota

Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 372

Anggota DPRD kabupaten/kota berhak:


a. mengajukan rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
h. protokoler; dan
i. keuangan dan administratif.

Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 373

Anggota DPRD kabupaten/kota berkewajiban:


a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
g. menaati . . .
- 186 -

g. menaati tata tertib dan kode etik;


h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan
lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota;
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui
kunjungan kerja secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat; dan
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Bagian Ketujuh
Fraksi
Pasal 374

(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi serta


wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota serta hak
dan kewajiban anggota DPRD kabupaten/kota, dibentuk
fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD
kabupaten/kota.
(2) Setiap anggota DPRD kabupaten/kota harus menjadi
anggota salah satu fraksi.
(3) Setiap fraksi di DPRD kabupaten/kota beranggotakan
paling sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD
kabupaten/kota.
(4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD
kabupaten/kota mencapai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1
(satu) fraksi.
(5) Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di
DPRD kabupaten/kota tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat
bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk
fraksi gabungan.

(6) Dalam . . .
- 187 -

(6) Dalam hal tidak ada satu partai politik yang memenuhi
persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), maka dibentuk fraksi gabungan.
(7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dan ayat (6) paling banyak 2 (dua) fraksi.
(8) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) harus mendudukkan anggotanya dalam 1 (satu)
fraksi.
(9) Fraksi mempunyai sekretariat.
(10) Sekretariat DPRD kabupaten/kota menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan
tugas fraksi sesuai dengan kebutuhan dan dengan
memperhatikan kemampuan APBD.

Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan
Pasal 375

(1) Alat kelengkapan DPRD Kabupaten/kota terdiri atas:


a. pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. komisi;
d. Badan Legislasi Daerah;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Kehormatan; dan
g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk
oleh rapat paripurna.
(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu
oleh sekretariat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan,
serta wewenang dan tugas alat kelengkapan DPRD
kabupaten/kota diatur dalam peraturan DPRD
kabupaten/kota tentang tata tertib.

Pasal 376 . . .
- 188 -

Pasal 376

(1) Pimpinan DPRD kabupaten/kota terdiri atas:


a. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua
untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan
45 (empat puluh lima) sampai dengan 50 (lima
puluh) orang;
b. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua
untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan
20 (dua puluh) sampai dengan 44 (empat puluh
empat) orang.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal
dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi
terbanyak di DPRD kabupaten/kota.
(3) Ketua DPRD kabupaten/kota ialah anggota DPRD
kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang
memperolah kursi terbanyak pertama di DPRD
kabupaten/kota.
(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD kabupaten/kota
ialah anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari
partai politik yang memperoleh suara terbanyak.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD
kabupaten/kota dilakukan berdasarkan persebaran
wilayah perolehan suara partai politikyang lebih luas
secara berjenjang.
(6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD
kabupaten/kota ialah anggota DPRD kabupaten/kota
yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara
terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat.

(7) Apabila . . .
- 189 -

(7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD


kabupaten/kota yang belum terisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi
oleh anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari
partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua.
(8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan
berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
(9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan
suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.

Pasal 377

(1) Dalam hal pimpinan DPRD kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 376 ayat (1) belum
terbentuk, DPRD kabupaten/kota dipimpin oleh
pimpinan sementara DPRD kabupaten/kota.
(2) Pimpinan sementara DPRD kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang
berasal dari 2 (dua) partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD
kabupaten/kota.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil
ketua sementara DPRD kabupaten/kota ditentukan
secara musyawarah oleh wakil partai politik
bersangkutan yang ada di DPRD kabupaten/kota.
(4) Ketua dan wakil ketua DPRD kabupaten/kota
diresmikan dengan keputusan gubernur.
(5) Pimpinan DPRD kabupaten/kota sebelum memangku
jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390 yang dipandu
oleh ketua pengadilan negeri.

(6) Ketentuan . . .
- 190 -

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan


pimpinan DPRD kabupaten/kota diatur dalam
peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.

Pasal 378

Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 375 ayat (1)


huruf c dibentuk dengan ketentuan:
a. DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang
membentuk 3 (tiga) Komisi;
b. DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan lebih dari 35
(tiga puluh lima) orang membentuk 4 (empat) Komisi.

Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Hak DPRD Kabupaten/Kota

Paragraf 1
Hak Interpelasi
Pasal 379

(1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 371


ayat (1) huruf a diusulkan oleh:
a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima);
b. paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas
35 (tiga puluh lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota.

(3) Usul . . .
- 191 -

(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak


interpelasi DPRD kabupaten/kota apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD kabupaten/kota
yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah
anggota DPRD kabupaten/kota dan putusan diambil
dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) dari
jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang hadir.

Pasal 380

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


interpelasi diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota
tentang tata tertib.

Paragraf 2
Hak Angket
Pasal 381

(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 371


ayat (1) huruf b diusulkan oleh:
a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang;
b. paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas
35 (tiga puluh lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
angket DPRD kabupaten/kota apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD kabupaten/kota
yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari
jumlah anggota DPRD kabupaten/kota dan putusan
diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang
hadir.
Pasal 382 . . .
- 192 -

Pasal 382

(1) DPRD kabupaten/kota memutuskan menerima atau


menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 381 ayat (1).
(2) Dalam hal DPRD kabupaten/kota menerima usul hak
angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD
kabupaten/kota membentuk panitia angket yang terdiri
atas semua unsur fraksi DPRD kabupaten/kota dengan
keputusan DPRD kabupaten/kota.
(3) Dalam hal DPRD kabupaten/kota menolak usul hak
angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul
tersebut tidak dapat diajukan kembali.

Pasal 383

(1) Panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 381


ayat (2), dalam melakukan penyelidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 381 ayat (3), dapat memanggil
pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, atau
warga masyarakat di kabupaten/kota yang dianggap
mengetahui atau patut mengetahui masalah yang
diselidiki untuk memberikan keterangan dan untuk
meminta menunjukkan surat atau dokumen yang
berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.
(2) Pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, atau
warga masyarakat di kabupaten/kota yang dipanggil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
panggilan DPRD kabupaten/kota kecuali ada alasan
yang sah menurut peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan
hukum, atau warga masyarakat di kabupaten/kota telah
dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak
memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), DPRD kabupaten/kota dapat memanggil secara
paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 384 . . .
- 193 -

Pasal 384

Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada


rapat paripurna DPRD kabupaten/kota paling lama 60 (enam
puluh) Hari sejak dibentuknya panitia angket.

Pasal 385

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


angket diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota
tentang tata tertib.

Paragraf 3
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 386

(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 371 ayat (1) huruf c diusulkan oleh:
a. paling sedikit 8 (delapan) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang;
b. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas 35
(tiga puluh lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
menyatakan pendapat DPRD kabupaten/kota apabila
mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD
kabupaten/kota yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per
empat) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota dan
putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3
(dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota
yang hadir.

Pasal 387 . . .
- 194 -

Pasal 387

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak


menyatakan pendapat diatur dalam peraturan DPRD
kabupaten/kota tentang tata tertib.

Bagian Kesepuluh
Pelaksanaan Hak Anggota

Paragraf 1
Hak Imunitas
Pasal 388

(1) Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak


imunitas.
(2) Anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat dituntut di
depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan,
dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara
lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD
kabupaten/kota ataupun di luar rapat DPRD
kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta
wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota.
(3) Anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat diganti
antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau
pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat
DPRD kabupaten/kota maupun di luar rapat DPRD
kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta
wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat
tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang
dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 2 . . .
- 195 -

Paragraf 2
Hak Protokoler
Pasal 389

(1) Pimpinan dan anggota DPRD kabupaten/kota


mempunyai hak protokoler.
(2) Hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan pemerintah.

Paragraf 3
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 390

(1) Pimpinan dan anggota DPRD kabupaten/kota


mempunyai hak keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota
DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
(3) Dalam menjalankan wewenang dan tugasnya, pimpinan
dan anggota DPRD kabupaten/kota berhak memperoleh
tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan
kemampuan daerah.
(4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh
sekretariat DPRD kabupaten/kota sesuai dengan
peraturan pemerintah.

Bagian Kesebelas
Persidangan dan Pengambilan Keputusan

Paragraf 1
Persidangan
Pasal 391

(1) Pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang


DPRD kabupaten/kota dimulai pada saat pengucapan
sumpah/janji anggota.

(2) Tahun . . .
- 196 -

(2) Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan.


(3) Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa
reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu
periode keanggotaan DPRD kabupaten/kota, masa reses
ditiadakan.

Pasal 392

Semua rapat di DPRD kabupaten/kota pada dasarnya


bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan
tertutup.

Pasal 393

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan


rapat diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang
tata tertib.

Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 394

(1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD


kabupaten/kota pada dasarnya dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 395

(1) Setiap rapat DPRD kabupaten/kota dapat mengambil


keputusan apabila memenuhi kuorum.

(2) Kuorum . . .
- 197 -

(2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi


apabila:
a. rapat dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat)
dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk
mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak
angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk
mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian
bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil
walikota;
b. rapat dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga)
dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk
memberhentikan pimpinan DPRD kabupaten/kota
serta untuk menetapkan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. rapat dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua)
jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk rapat
paripurna DPRD kabupaten/kota selain rapat
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
a. disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang hadir,
untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a;
b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah
anggota DPRD kabupaten/kota yang hadir, untuk
rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua)
kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih
dari 1 (satu) jam.
(5) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kuorum belum
juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat paling
lama 3 (tiga) Hari atau sampai waktu yang ditetapkan
oleh Badan Musyawarah.

(6) Apabila . . .
- 198 -

(6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf
b, rapat tidak dapat mengambil keputusan.
(7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara
penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPRD
kabupaten/kota dan pimpinan fraksi.

Pasal 396

Setiap keputusan rapat DPRD kabupaten/kota, baik


berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun
berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan
untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam
pengambilan keputusan.

Pasal 397

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan


keputusan diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota
tentang tata tertib.

Bagian Kedua Belas


Tata Tertib dan Kode Etik

Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 398

(1) Tata tertib DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh


DPRD kabupaten/kota dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.

(2) Tata . . .
- 199 -

(2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berlaku di lingkungan internal DPRD kabupaten/kota.
(3) Tata tertib DPRD kabupaten/kota paling sedikit
memuat ketentuan tentang:
a. pengucapan sumpah/janji;
b. penetapan pimpinan;
c. pemberhentian dan penggantian pimpinan;
d. jenis dan penyelenggaraan rapat;
e. pelaksanaan fungsi, wewenang dan tugas lembaga,
serta hak dan kewajiban anggota;
f. pembentukan, susunan, serta wewenang dan tugas
alat kelengkapan;
g. penggantian antarwaktu anggota;
h. pembuatan pengambilan keputusan;
i. pelaksanaan konsultasi antara DPRD
kabupaten/kota dan pemerintah daerah
kabupaten/kota;
j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi
masyarakat;
k. pengaturan protokoler; dan
l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli.

Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 399

DPRD kabupaten/kota menyusun kode etik yang berisi


norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama
menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat,
kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD kabupaten/kota.

Bagian Ketiga . . .
- 200 -

Bagian Ketiga Belas


Larangan dan Sanksi

Paragraf 1
Larangan
Pasal 400

(1) Anggota DPRD kabupaten/kota dilarang merangkap


jabatan sebagai:
a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;
b. hakim pada badan peradilan; atau
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pegawai pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
(2) Anggota DPRD kabupaten/kota dilarang melakukan
pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga
pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat
atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada
hubungannya dengan wewenang dan tugas DPRD
kabupaten/kota serta hak sebagai anggota DPRD
kabupaten/kota.
(3) Anggota DPRD kabupaten/kota dilarang melakukan
korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Paragraf 2
Sanksi
Pasal 401

(1) Anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak melaksanakan


kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 373
dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan
Kehormatan.
(2) Anggota DPRD kabupaten/kota yang dinyatakan terbukti
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 400 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPRD kabupaten/kota.

(3) Anggota . . .
- 201 -

(3) Anggota DPRD kabupaten/kota yang dinyatakan terbukti


melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 400 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPRD kabupaten/kota.

Pasal 402
Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 401 ayat
(1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

Pasal 403
Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan
pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD
kabupaten/kota dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa
terdapat anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak
melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 373 dan/atau melanggar ketentuan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 400.

Pasal 404
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan
masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan peraturan
DPRD kabupaten/kota tentang tata beracara Badan
Kehormatan.

Bagian Keempat Belas


Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu,
dan Pemberhentian Sementara

Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 405
(1) Anggota DPRD kabupaten/kota berhenti antarwaktu
karena:

a. meninggal . . .
- 202 -

a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan
antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPRD kabupaten/kota selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik
DPRD kabupaten/kota;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun;
d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat
alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota yang
menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam)
kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota
DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai
pemilihan umum;
g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini;
h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
atau
i. menjadi anggota partai politik lain.

Pasal 406 . . .
- 203 -

Pasal 406

(1) Pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 405 ayat (1) huruf a
dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h,
dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik
kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota dengan
tembusan kepada gubernur.
(2) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya usul
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pimpinan DPRD kabupaten/kota menyampaikan usul
pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota kepada
gubernur melalui bupati/walikota untuk memperoleh
peresmian pemberhentian.
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya usul
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
bupati/walikota menyampaikan usul tersebut kepada
gubernur.
(4) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) Hari
sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPRD
kabupaten/kota dari bupati/walikota.

Pasal 407

(1) Pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 405 ayat (2) huruf a,
huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah
adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan
dalam keputusan Badan Kehormatan DPRD
kabupaten/kota atas pengaduan dari pimpinan DPRD
kabupaten/kota, masyarakat dan/atau pemilih.
(2) Keputusan Badan Kehormatan DPRD kabupaten/kota
mengenai pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh
Badan Kehormatan DPRD kabupaten/kota kepada rapat
paripurna.

(3) Paling . . .
- 204 -

(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak keputusan Badan


Kehormatan DPRD kabupaten/kota yang telah
dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD
kabupaten/kota menyampaikan keputusan Badan
Kehormatan DPRD kabupaten/kota kepada pimpinan
partai politik yang bersangkutan.
(4) Pimpinan partai politik yang bersangkutan
menyampaikan keputusan tentang pemberhentian
anggotanya kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota,
paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya
keputusan Badan Kehormatan DPRD kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari pimpinan
DPRD kabupaten/kota.
(5) Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pimpinan DPRD kabupaten/kota meneruskan keputusan
Badan Kehormatan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada gubernur melalui
bupati/walikota untuk memperoleh peresmian
pemberhentian.
(6) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya keputusan
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
bupati/walikota menyampaikan keputusan tersebut
kepada gubernur.
(7) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas)
Hari sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan
DPRD kabupaten/kota atau keputusan pimpinan partai
politik tentang pemberhentian anggotanya dari
bupati/walikota.

Pasal 408

(1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 407 ayat (1), Badan
Kehormatan DPRD kabupaten/kota dapat meminta
bantuan dari ahli independen.

(2) Ketentuan . . .
- 205 -

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan,


verifikasi, dan pengambilan keputusan oleh Badan
Kehormatan DPRD kabupaten/kota diatur dengan
peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata beracara
Badan Kehormatan.

Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 409

(1) Anggota DPRD kabupaten/kota yang berhenti


antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 405
ayat (1) dan Pasal 406 ayat (1) digantikan oleh calon
anggota DPRD kabupaten/kota yang memperoleh suara
terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat
perolehan suara dari partai politik yang sama pada
daerah pemilihan yang sama.
(2) Dalam hal calon anggota DPRD kabupaten/kota yang
memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia,
mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai calon anggota, anggota DPRD kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh
calon anggota DPRD kabupaten/kota yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik
yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
(3) Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota pengganti
antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota
DPRD kabupaten/kota yang digantikannya.

Pasal 410

(1) Pimpinan DPRD kabupaten/kota menyampaikan nama


anggota DPRD kabupaten/kota yang diberhentikan
antarwaktu dan meminta nama calon pengganti
antarwaktu kepada KPU kabupaten/kota.

(2) KPU . . .
- 206 -

(2) KPU kabupaten/kota menyampaikan nama calon


pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 406 ayat (1) dan
ayat (2) kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota paling
lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya surat pimpinan
DPRD kabupaten/kota.
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama calon
pengganti antarwaktu dari KPU kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD
kabupaten/kota menyampaikan nama anggota DPRD
kabupaten/kota yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antarwaktu kepada gubernur melalui
bupati/walikota.
(4) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama
anggota DPRD kabupaten/kota yang diberhentikan dan
nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), bupati/walikota menyampaikan
nama anggota DPRD kabupaten/kota yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu
kepada gubernur.
(5) Paling lama 14 (empat belas) Hari sejak menerima nama
anggota DPRD kabupaten/kota yang diberhentikan dan
nama calon pengganti antarwaktu dari bupati/walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), gubernur
meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya
dengan keputusan gubernur.
(6) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD
kabupaten/kota pengganti antarwaktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji
yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD
kabupaten/kota, dengan tata cara dan teks
sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 368 dan
Pasal 369.
(7) Penggantian antarwaktu anggota DPRD kabupaten/kota
tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota
DPRD kabupaten/kota yang digantikan kurang dari 6
(enam) bulan.

Pasal 411 . . .
- 207 -

Pasal 411

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan


penggantian antarwaktu, verifikasi terhadap persyaratan
calon pengganti antarwaktu, dan peresmian calon pengganti
antarwaktu anggota DPRD kabupaten/kota diatur dengan
peraturan pemerintah.

Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 412

(1) Anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan


sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
umum yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun; atau
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
khusus.
(2) Dalam hal anggota DPRD kabupaten/kota dinyatakan
terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD
kabupaten/kota yang bersangkutan diberhentikan
sebagai anggota DPRD kabupaten/kota.
(3) Dalam hal anggota DPRD kabupaten/kota dinyatakan
tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD
kabupaten/kota yang bersangkutan diaktifkan.
(4) Anggota DPRD kabupaten/kota yang diberhentikan
sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberhentian sementara diatur dalam peraturan
DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.

BAB VII . . .
- 208 -

BAB VII
SISTEM PENDUKUNG

Bagian Kesatu
Sistem Pendukung MPR, DPR, dan DPD
Paragraf 1
Organisasi
Pasal 413

(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang


dan tugas MPR, DPR, dan DPD, dibentuk Sekretariat
Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, dan Sekretariat
Jenderal DPD yang susunan organisasi dan tata kerjanya
diatur dengan peraturan Presiden atas usul lembaga
masing-masing.
(2) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang
dan tugas DPR, dibentuk Badan Keahlian DPR yang
diatur dengan Peraturan Presiden.
(3) Badan Keahlian DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) secara fungsional bertanggung jawab kepada DPR
dan secara administratif berada di bawah Sekretariat
Jenderal DPR.
(4) Pimpinan MPR, pimpinan DPR, dan pimpinan DPD
melalui alat kelengkapan melakukan koordinasi dalam
rangka pengelolaan sarana dan prasarana dalam
kawasan gedung perkantoran MPR, DPR, dan DPD.

Paragraf 2
Pimpinan Organisasi
Pasal 414

(1) Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, dan


Sekretariat Jenderal DPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 413, masing-masing dipimpin oleh seorang
sekretaris jenderal yang diusulkan oleh pimpinan
lembaga masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang kepada
Presiden.

(2) Sekretaris . . .
- 209 -

(2) Sekretaris jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


pada dasarnya berasal dari pegawai negeri sipil
profesional yang memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sebelum mengajukan usul nama calon sekretaris
jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), pimpinan lembaga masing-masing harus
berkonsultasi dengan Pemerintah.
(4) Usul nama calon Sekretaris Jenderal MPR, Sekretaris
Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan
pimpinan lembaga masing-masing untuk diangkat
dengan keputusan Presiden.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Jenderal
MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal
DPD bertanggung jawab kepada pimpinan lembaga
masing-masing.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan
tata cara pertanggungjawaban sekretaris jenderal diatur
dengan peraturan lembaga masing-masing.

Paragraf 3
Pegawai
Pasal 415

(1) Pegawai Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal


DPR dan Badan Keahlian DPR, serta Sekretariat Jenderal
DPD terdiri atas pegawai negeri sipil dan pegawai tidak
tetap.
(2) Ketentuan mengenai manajemen kepegawaian MPR,
DPR, dan DPD diatur dengan peraturan lembaga masing-
masing yang dibahas bersama dengan Pemerintah untuk
ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

Paragraf 4 . . .
- 210 -

Paragraf 4
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 416

(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tugas DPR


dan DPD dibentuk kelompok pakar atau tim ahli yang
diperbantukan terutama kepada anggota.
(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan
keputusan Sekretaris Jenderal DPR atau Sekretaris
Jenderal DPD sesuai dengan kebutuhan atas usul
anggota.

Paragraf 5
Tenaga Ahli
Pasal 417

(1) Tenaga ahli alat kelengkapan DPR, tenaga ahli anggota


DPR, dan tenaga ahli fraksi adalah tenaga yang memiliki
keahlian tertentu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi alat kelengkapan DPR, anggota dan
fraksi.
(2) Dalam satu kali periode masa bakti DPR terdapat paling
sedikit 1 (satu) kali kenaikan honorarium tenaga ahli dan
staf administrasi anggota DPR sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Rekrutmen tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh alat kelengkapan DPR, anggota
dan fraksi yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Sekretaris Jenderal DPR.

Bagian Kedua . . .
- 211 -

Bagian Kedua
Sistem Pendukung DPRD Provinsi
Paragraf 1
Sekretariat
Pasal 418

(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang


dan tugas DPRD provinsi, dibentuk sekretariat DPRD
provinsi yang susunan organisasi dan tata kerjanya
ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD provinsi
yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan
gubernur atas persetujuan pimpinan DPRD provinsi.
(3) Sekretaris DPRD provinsi dan pegawai sekretariat DPRD
provinsi berasal dari pegawai negeri sipil.

Paragraf 2
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 419

(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tugas


DPRD provinsi, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli.
(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan
keputusan sekretaris DPRD provinsi sesuai dengan
kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah.
(3) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokan
wewenang dan tugas DPRD provinsi yang tercermin
dalam alat kelengkapan DPRD provinsi.

Bagian ketiga . . .
- 212 -

Bagian Ketiga
Sistem Pendukung DPRD Kabupaten/Kota

Paragraf 1
Sekretariat
Pasal 420

(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang


dan tugas DPRD kabupaten/kota, dibentuk sekretariat
DPRD kabupaten/kota yang susunan organisasi dan tata
kerjanya ditetapkan dengan peraturan daerah
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sekretariat DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris
DPRD kabupaten/kota yang diangkat dan diberhentikan
dengan keputusan bupati/walikota atas persetujuan
pimpinan DPRD kabupaten/kota.
(3) Sekretaris DPRD kabupaten/kota dan pegawai
sekretariat DPRD kabupaten/kota berasal dari pegawai
negeri sipil.

Paragraf 2
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 421

(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tugas DPRD


kabupaten/kota, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli.
(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan
keputusan sekretaris DPRD kabupaten/kota sesuai
dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan
daerah.

(3) Kelompok . . .
- 213 -

(3) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokan
wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota yang
tercermin dalam alat kelengkapan DPRD
kabupaten/kota.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 422

Undang-Undang ini berlaku juga bagi Dewan Perwakilan


Rakyat Aceh (DPRA), dewan perwakilan rakyat
kabupaten/kota (DPRK) di Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat
Papua (DPRP) di Provinsi Papua, dan DPRD Provinsi Papua
Barat, sepanjang tidak diatur khusus dalam undang-undang
tersendiri.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 423

(1) Penyampaian rincian unit organisasi, fungsi, dan


program untuk pembicaraan pendahuluan dalam rangka
penyusunan rancangan APBN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 178 huruf c mulai dilaksanakan tahun 2014
untuk penyusunan APBN Tahun 2015.
(2) Badan Akuntabilitas Keuangan Negara tetap
melaksanakan tugas sampai dengan berakhir masa
keanggotaan DPR periode 2009-2014.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 424

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus


ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 425 . . .
- 214 -

Pasal 425

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan


peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
MPR, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus
dalam Undang-Undang ini.

Pasal 426

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Majelis


Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tetap melaksanakan wewenang dan tugasnya sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5043) sampai dengan berakhir masa jabatan.

Pasal 427

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-


Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5043) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 428

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

Agar . . .
- 215 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 5 Agustus 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Agustus 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 182


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2014
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

I. UMUM
Pasca perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami banyak
perubahan termasuk lembaga permusyawaratan/perwakilan, yaitu MPR,
DPR, DPD, dan DPRD. Perubahan dimaksud bertujuan mewujudkan
lembaga permusyawaratan/perwakilan yang lebih demokratis, efektif, dan
akuntabel. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang mengatur keempat
lembaga tersebut, pada dasarnya sudah membuat pengaturan menuju
terwujudnya lembaga permusyawaratan/perwakilan yang demokratis,
efektif, dan akuntabel. Akan tetapi, sejak Undang-Undang Nomor 27 tahun
2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diundangkan, masih terdapat beberapa hal yang dipandang perlu untuk
ditata kembali melalui penggantian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009.
Penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 didasarkan
pada materi muatan baru yang telah melebihi 50% (lima puluh persen) dari
substansi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tersebut.
Penggantian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 terutama
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
ketatatanegaraan, seperti dalam pembentukan Undang-Undang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
92/PUU-X/2012 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang
membatalkan beberapa ketentuan yang mereduksi kewenangan DPD dalam
proses pembentukan undang-undang. Perkembangan lainnya adalah
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 /PUU-XI/2013 tentang Pengujian
terhadap . . .
-2-

terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang mengurangi


kewenangan DPR dalam pembahasan APBN.
Di samping perkembangan sistem ketatanegaraan, pembentukan
Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dimaksudkan pula sebagai upaya untuk meningkatkan
kinerja masing-masing lembaga perwakilan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya berdasarkan prinsip saling mengimbangi checks and balances,
yang dilandasi prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa serta sekaligus meningkatkan kewibawaan dan kepercayaan
masyarakat terhadap fungsi representasi lembaga perwakilan yang
memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Sejalan dengan pemikiran di atas serta untuk mewujudkan lembaga
perwakilan rakyat yang demokratis, efektif, dan akuntabel, Undang-Undang
ini memperkuat dan memperjelas mekanisme pelaksanaan fungsi,
wewenang, dan tugas MPR, DPR, DPD, dan DPRD seperti mekanisme
pembentukan undang-undang dan penguatan fungsi aspirasi, penguatan
peran komisi sebagai ujung tombak pelaksanaan tiga fungsi dewan yang
bermitra dengan Pemerintah, serta pentingnya penguatan sistem
pendukung, baik sekretariat jenderal maupun Badan Keahlian DPR.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b . . .
-3-

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pengusulan 2 (dua) calon wakil presiden kepada MPR
merupakan prakarsa Presiden. Dua calon wakil presiden
tersebut berasal dari 1 (satu) partai politik atau gabungan
partai politik yang mengajukan pasangan calon tersebut dalam
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan wewenang dan
tugas MPR perlu disediakan anggaran yang mencukupi sesuai
dengan kemampuan keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran MPR” adalah format dan prosedur pengelolaan
anggaran.

Pasal 7 . . .
-4-

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan perundang-
undangan yang mengandung konsekuensi berupa kewajiban dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota MPR.

Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “menentukan sikap dan pilihan dalam
pengambilan keputusan” adalah dalam rangka pelaksanaan
wewenang dan tugas MPR.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e . . .
-5-

Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
MPR untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan
jabatannya, baik dalam acara kenegaraan, dalam acara resmi
maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, suku, agama, dan
ras.
Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13 . . .
-6-

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “mengoordinasikan anggota
MPR” adalah mempersiapkan anggota MPR untuk
memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada saat menjalankan
tugas dan wewenangnya pada lembaga masing-masing.
Ketentuan ini tidak menutup kesempatan bagi
Pemerintah dan masyarakat untuk memasyarakatkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Huruf f . . .
-7-

Huruf f
Dalam mewakili MPR di pengadilan, pimpinan dapat
menunjuk kuasa hukum.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik
maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.

Ayat (3) . . .
-8-

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26 . . .
-9-

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) . . .
- 10 -

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Dalam hal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di hadapan
rapat paripurna DPR, berita acara pelantikan Presiden dan
Wakil Presiden ditandatangani oleh pimpinan MPR.
Ayat (8)
Pidato awal masa jabatan disampaikan oleh Presiden:
a. dalam sidang paripurna MPR apabila pengucapan
sumpah/janji di hadapan sidang paripurna MPR;
b. dalam rapat paripurna DPR apabila pengucapan
sumpah/janji di hadapan rapat paripurna DPR; atau
c. di hadapan pimpinan MPR dan pimpinan Mahkamah Agung
apabila pengucapan sumpah/janji dilakukan di hadapan
pimpinan MPR dan pimpinan Mahkamah Agung.

Pasal 35
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa tertentu
sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut
agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk penganut
agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan
menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului dengan
frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama Hindu
didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.

Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37 . . .
- 11 -

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa tertentu
sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut
agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk penganut
agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan
menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului dengan
frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama Hindu
didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45 . . .
- 12 -

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53 . . .
- 13 -

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Pidato pelantikan disampaikan oleh Presiden:
a. dalam sidang paripurna MPR apabila pengucapan sumpah/janji di
hadapan sidang paripurna MPR;
b. dalam rapat paripurna DPR apabila pengucapan sumpah/janji di
hadapan rapat paripurna DPR; atau
c. di hadapan pimpinan MPR dan pimpinan Mahkamah Agung
apabila pengucapan sumpah/janji dilakukan di hadapan pimpinan
MPR dan pimpinan Mahkamah Agung.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59 . . .
- 14 -

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan ini harus mencerminkan unsur anggota DPR dan
anggota DPD.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67 . . .
- 15 -

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat
dilakukan, antara lain, melalui pembukaan ruang
partisipasi publik, transparansi pelaksanaan fungsi, dan
pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75 . . .
- 16 -

Pasal 75
Ayat (1)
Memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran
dimaksudkan agar tersedia anggaran yang mencukupi untuk
mendukung pelaksanaan wewenang dan tugas DPR sesuai
dengan kemampuan keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran DPR” adalah format dan prosedur pengelolaan
anggaran.

Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Selama menjadi anggota DPR, yang bersangkutan harus
berdomisili di ibu kota negara Republik Indonesia untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas penuh waktu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 77 . . .
- 17 -

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan
perundangundangan yang mengandung konsekuensi berupa
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota DPR.

Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan
Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri
oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI,
Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 80 . . .
- 18 -

Pasal 80
Huruf a
Hak ini dimaksudkan untuk mendorong anggota DPR
menyikapi dan menyalurkan serta menindaklanjuti aspirasi
rakyat yang diwakilinya dalam bentuk pengajuan usul
rancangan undang-undang.
Huruf b
Hak anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan, baik secara
lisan maupun tertulis, kepada Pemerintah sesuai dengan fungsi
serta wewenang dan tugas DPR.
Huruf c
Hak anggota DPR untuk menyampaikan usul dan pendapat
secara leluasa baik kepada Pemerintah maupun kepada DPR
sendiri sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan
panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Oleh karena itu,
setiap anggota DPR tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di
dalam proses pengambilan keputusan. Namun, tata cara
penyampaian usul dan pendapat dimaksud tetap
memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan
kepatutan sebagai wakil rakyat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPR untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan
jabatannya, baik dalam acara kenegaraan, dalam acara resmi
maupun dalam melaksanakan tugasnya.

Huruf h . . .
- 19 -

Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup Jelas.
Pasal 81
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, agama, ras, dan
suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i . . .
- 20 -

Huruf i
Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja secara berkala”
adalah kewajiban anggota DPR untuk bertemu dengan
konstituennya secara rutin pada setiap masa reses, yang hasil
pertemuannya dengan konstituen dilaporkan secara tertulis
kepada partai politik melalui fraksinya di DPR.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan kepada pemilih di daerah pemilihannya pada
setiap masa reses dan masa sidang melalui perjuangan politik
yang menyangkut aspirasi pemilihnya.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 21 -

Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Panitia khusus dibentuk untuk melaksanakan fungsi
legislasi dan/atau fungsi pengawasan, termasuk
menangani masalah/urusan yang bersifat mendesak
atau memerlukan penanganan segera.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 22 -

Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam memasyarakatkan keputusan DPR, pimpinan
dapat menugasi anggota DPR.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Dalam mewakili DPR di pengadilan, pimpinan dapat
menunjuk kuasa hukum.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 87 . . .
- 23 -

Pasal 87
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik
maupun mental tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau
tidak hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 24 -

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95 . . .
- 25 -

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Alokasi anggaran terkait fungsi dan program
kementerian/lembaga ditetapkan dalam rapat kerja komisi
sehingga harus menjadi kesimpulan rapat kerja komisi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 26 -

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Jumlah komisi disesuaikan dengan jumlah institusi pemerintah yang
meliputi kementerian negara, lembaga pemerintah nonkementerian,
dan/atau sekretariat lembaga negara. Ruang lingkup tugas komisi
disesuaikan dengan ruang lingkup kementerian negara, lembaga
pemerintah nonkementerian, dan/atau sekretariat lembaga negara,
dengan mempertimbangkan keefektifan tugas DPR.
Yang dimaksud dengan “mitra kerja komisi” adalah
kementerian/lembaga termasuk sekretariat lembaga negara seperti
Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi dan Sekretariat Jenderal
DPR.
Pasal 101 . . .
- 27 -

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Jumlah anggota Badan Anggaran memberikan alokasi yang
lebih banyak terhadap komisi yang menangani urusan
keuangan negara.
Pasal 109 . . .
- 28 -

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam rangka efektivitas pembahasan alokasi dana
transfer ke daerah oleh komisi, pembahasan dapat
dilakukan dalam rapat gabungan komisi atau lintas
komisi bersama pemerintah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112 . . .
- 29 -

Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 30 -

Ayat (2)
Usulan fraksi memperhatikan syarat-syarat senioritas dan
integritas dari keanggotaan fraksi yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkaitan” adalah lembaga
negara, pejabat negara/pemerintah, badan hukum, organisasi
masyarakat, warga negara Indonesia, dan/atau orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.

Pasal 123
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125 . . .
- 31 -

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.

Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135 . . .
- 32 -

Pasal 135
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat asli atau jika
berupa fotokopi harus dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang.
Alat bukti surat yang bukan surat asli atau fotokopi yang
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang hanya menjadi
petunjuk.
Huruf d
Alat bukti data atau informasi elektronik antara lain diperoleh
dari pengadu, teradu, dan/atau sumber lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.

Pasal 140 . . .
- 33 -

Pasal 140
Cukup jelas.

Pasal 141
Cukup jelas.

Pasal 142
Cukup jelas.

Pasal 143
Cukup jelas.

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
Cukup jelas.

Pasal 147
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150 . . .
- 34 -

Pasal 150
Cukup jelas.

Pasal 151
Cukup jelas.

Pasal 152
Cukup jelas.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.

Pasal 155
Cukup jelas.

Pasal 156
Cukup jelas.

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Cukup jelas.

Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160 . . .
- 35 -

Pasal 160
Cukup jelas.

Pasal 161
Cukup jelas.

Pasal 162
Cukup jelas

Pasal 163
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada prinsipnya semua naskah rancangan undang-undang
harus disertai naskah akademik, tetapi beberapa rancangan
undang-undang, seperti rancangan undang-undang tentang
APBN, rancangan undang-undang tentang penetapan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi
undang-undang, rancangan undang-undang tentang
pengesahan perjanjian internasional, atau rancangan undang-
undang yang hanya terbatas mengubah beberapa materi yang
sudah memiliki naskah akademik sebelumnya dapat disertai
atau tidak disertai naskah akademik.

Pasal 164
Cukup jelas.

Pasal 165
Cukup jelas.

Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167 . . .
- 36 -

Pasal 167
Cukup jelas.

Pasal 168
Cukup jelas.

Pasal 169
Cukup jelas.

Pasal 170
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pendapat mini DPD hanya disampaikan terhadap
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
kewenangan DPD.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 171 . . .
- 37 -

Pasal 171
Cukup jelas.

Pasal 172
Cukup jelas.

Pasal 173
Cukup jelas.

Pasal 174
Cukup jelas.

Pasal 175
Cukup jelas.

Pasal 176
Cukup jelas.

Pasal 177
Cukup jelas.

Pasal 178
Cukup jelas.

Pasal 179
Cukup jelas.

Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181 . . .
- 38 -

Pasal 181
Cukup jelas.

Pasal 182
Cukup jelas.

Pasal 183
Cukup jelas.

Pasal 184
Cukup jelas.

Pasal 185
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pembahasan dilakukan, antara lain, dengan penelitian
administrasi;penyampaian visi dan misi;uji kepatutan dan
kelayakan.

Pasal 186
Cukup jelas.

Pasal 187
Cukup jelas.

Pasal 188 . . .
- 39 -

Pasal 188
Cukup jelas.

Pasal 189
Cukup jelas.

Pasal 190
Cukup jelas.

Pasal 191
Cukup jelas.

Pasal 192
Cukup jelas.

Pasal 193
Cukup jelas.

Pasal 194
Cukup jelas.

Pasal 195
Cukup jelas.

Pasal 196
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga” adalah lembaga yang
diberikan kewenangan oleh undang-undang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 197 . . .
- 40 -

Pasal 197
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”menerima penjelasan Presiden” adalah
menerima tanpa catatan atau menerima dengan catatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 198
Cukup jelas.

Pasal 199
Cukup jelas.

Pasal 200
Cukup jelas.

Pasal 201
Cukup jelas.

Pasal 202
Cukup jelas.

Pasal 203
Cukup jelas.

Pasal 204 . . .
- 41 -

Pasal 204
Cukup jelas.

Pasal 205
Cukup jelas.

Pasal 206
Cukup jelas.

Pasal 207
Cukup jelas.

Pasal 208
Cukup jelas.

Pasal 209
Cukup jelas.

Pasal 210
Cukup jelas.

Pasal 211
Cukup jelas.

Pasal 212
Cukup jelas.

Pasal 213
Cukup jelas.
Pasal 214 . . .
- 42 -

Pasal 214
Cukup jelas.

Pasal 215
Cukup jelas.

Pasal 216
Cukup jelas.

Pasal 217
Cukup jelas.

Pasal 218
Cukup jelas.

Pasal 219
Cukup jelas.

Pasal 220
Cukup jelas.

Pasal 221
Cukup jelas.

Pasal 222
Cukup jelas.

Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224 . . .
- 43 -

Pasal 224
Cukup jelas.

Pasal 225
Cukup jelas.

Pasal 226
Cukup jelas.

Pasal 227
Cukup jelas.

Pasal 228
Cukup jelas.

Pasal 229
Cukup jelas.

Pasal 230
Cukup jelas.

Pasal 231
Cukup jelas.

Pasal 232
Cukup jelas.

Pasal 233
Cukup jelas.
Pasal 234 . . .
- 44 -

Pasal 234
Cukup jelas.

Pasal 235
Cukup jelas.

Pasal 236
Cukup jelas.

Pasal 237
Cukup jelas.

Pasal 238
Cukup jelas.

Pasal 239
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (2) . . .
- 45 -

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik
maupun mental tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau
tidak hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh
partai politiknya dan yang bersangkutan mengajukan
keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya sah
setelah adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Huruf h
Ketentuan ini dikecualikan terhadap anggota partai
politik lokal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Pasal 240 . . .
- 46 -

Pasal 240
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua
umum atau sebutan lain yang sejenis sesuai dengan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga partai politik masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 241
Cukup jelas.

Pasal 242
Cukup jelas.

Pasal 243
Cukup jelas.

Pasal 244
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga,
tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.
Ayat (5) . . .
- 47 -

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 245
Cukup jelas.

Pasal 246
Cukup jelas.

Pasal 247
Cukup jelas.

Pasal 248
Cukup jelas.

Pasal 249
Cukup jelas.

Pasal 250
Ayat (1)
Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan
wewenangnya kepada DPD, perlu disediakan anggaran yang
mencukupi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran DPD” adalah format dan prosedur pengelolaan
anggaran.
Ayat (5) . . .
- 48 -

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 251
Cukup jelas.

Pasal 252
Cukup jelas.

Pasal 253
Cukup jelas.

Pasal 254
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji adalah tekad untuk
memperjuangkan aspirasi daerah yang diwakilinya dengan
memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-
undangan yang mengandung konsekuensi berupa kewajiban dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota DPD.

Pasal 255
Cukup jelas.

Pasal 256
Cukup jelas.

Pasal 257 . . .
- 49 -

Pasal 257
Huruf a
Hak bertanya anggota DPD tidak bermakna sama dengan hak
mengajukan pertanyaan anggota DPR.
Huruf b
Hak anggota DPD untuk mendapatkan keleluasaan
menyampaikan usul dan pendapat baik kepada pemerintah
maupun kepada DPD sehingga ada jaminan kemandirian
sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Oleh
karena itu, setiap anggota DPD tidak dapat diarahkan oleh
siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan. Tata cara
penyampaian usul dan pendapat dimaksud dilakukan dengan
tetap memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun,
dan kepatutan sebagai wakil daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPD untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan
jabatannya baik dalam acara kenegaraan atau dalam acara
resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 258
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 50 -

Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok, golongan, dan daerah dalam ketentuan
ini termasuk kepentingan daerah yang diwakili, agama, ras,
dan suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan kepada masyarakat dan pemilih di daerah yang
diwakilinya pada masa sidang melalui perjuangan politik yang
menyangkut kepentingan daerah yang diwakilinya, serta di luar
masa sidang melalui pertemuan-pertemuan dengan konstituen
dan masyarakat di daerah yang diwakilinya.

Pasal 259
Cukup jelas.

Pasal 260
Cukup jelas.

Pasal 261
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 51 -

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam mewakili DPD di pengadilan, pimpinan dapat
menunjuk kuasa hukum.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 262
Cukup jelas.

Pasal 263
Cukup jelas.

Pasal 264
Cukup jelas.

Pasal 265 . . .
- 52 -

Pasal 265
Cukup jelas.

Pasal 266
Cukup jelas.

Pasal 267
Cukup jelas.

Pasal 268
Cukup jelas.

Pasal 269
Cukup jelas.

Pasal 270
Cukup jelas.

Pasal 271
Cukup jelas.

Pasal 272
Cukup jelas.

Pasal 273
Cukup jelas.

Pasal 274
Cukup jelas.
Pasal 275 . . .
- 53 -

Pasal 275
Cukup jelas.

Pasal 276
Cukup jelas.

Pasal 277
Cukup jelas.

Pasal 278
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan rancangan undang-
undang yang terkait dengan kewenangan DPD, antara lain
menyampaikan pandangan/pendapat dan mengajukan daftar
inventarisasi masalah (DIM) secara tertulis namun tidak ikut
dalam pengambilan keputusan.

Pasal 279
Cukup jelas.

Pasal 280
Cukup jelas.

Pasal 281
Cukup jelas.

Pasal 282
Cukup jelas.
Pasal 283 . . .
- 54 -

Pasal 283
Cukup jelas.

Pasal 284
Cukup jelas.

Pasal 285
Ayat (1)
Hasil pemeriksaan BPK meliputi hasil pemeriksaan laporan
keuangan, hasil pemeriksaan kinerja, hasil pemeriksaan dengan
tujuan, dan ikhtisar pemeriksaan semester.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 286
Cukup jelas.

Pasal 287
Cukup jelas.

Pasal 288
Cukup jelas.

Pasal 289 . . .
- 55 -

Pasal 289
Cukup jelas.

Pasal 290
Cukup jelas.

Pasal 291
Cukup jelas.

Pasal 292
Cukup jelas.

Pasal 293
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sidang DPD di ibu kota negara dilakukan pada waktu tertentu
dalam rangka pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang
DPD.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 294
Cukup jelas.

Pasal 295 . . .
- 56 -

Pasal 295
Cukup jelas.

Pasal 296
Cukup jelas.

Pasal 297
Cukup jelas.

Pasal 298
Cukup jelas.

Pasal 299
Cukup jelas.

Pasal 300
Cukup jelas.

Pasal 301
Cukup jelas.

Pasal 302
Cukup jelas.

Pasal 303
Cukup jelas.

Pasal 304
Cukup jelas.
Pasal 305 . . .
- 57 -

Pasal 305
Cukup jelas.

Pasal 306
Cukup jelas.

Pasal 307
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah
menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun
mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter yang berwenang, tidak
diketahui keberadaannya, dan/atau tidak hadir dalam
rapat tanpa keterangan apa pun selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
- 58 -

Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 308
Cukup jelas.

Pasal 309
Cukup jelas.

Pasal 310
Cukup jelas.

Pasal 311
Cukup jelas.

Pasal 312
Cukup jelas.

Pasal 313
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4) . . .
- 59 -

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga,
tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 314
Cukup jelas.

Pasal 315
Cukup jelas.

Pasal 316
Cukup jelas.

Pasal 317
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pemilihan wakil gubernur oleh DPRD provinsi,
dilakukan apabila masa jabatannya masih tersisa 18
(delapan belas) bulan atau lebih.
Huruf f . . .
- 60 -

Huruf f
Yang dimaksud dengan ”perjanjian internasional” dalam
ketentuan ini adalah perjanjian antara Pemerintah dan
pihak luar negeri yang berkaitan dengan kepentingan
daerah.
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”kerja sama internasional”
dalam ketentuan ini adalah kerja sama antara
pemerintah daerah provinsi dan pihak luar negeri yang
meliputi kerja sama provinsi ”kembar”, kerja sama
teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama
penerusan pinjaman/hibah, kerja sama penyertaan
modal, dan kerja sama lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-perundangan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 318
Ayat (1)
Penentuan jumlah anggota DPRD provinsi untuk setiap
provinsi didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang
bersangkutan sebagaimana diatur dalam undang-undang
mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Ayat (2) . . .
- 61 -

Ayat (2)
Nama anggota DPRD provinsi terpilih berdasarkan hasil
pemilihan umum secara administratif dilakukan oleh
KPU provinsi dan dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui gubernur dan tembusannya kepada KPU.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 319
Cukup jelas.

Pasal 320
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan
perundangundangan yang mengandung konsekuensi berupa
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota DPRD provinsi.

Pasal 321
Cukup jelas.

Pasal 322 . . .
- 62 -

Pasal 322
Cukup jelas.

Pasal 323
Huruf a
Hak mengajukan rancangan peraturan daerah provinsi
dimaksudkan untuk mendorong anggota DPRD provinsi dalam
menyikapi serta menyalurkan dan menindaklanjuti aspirasi
rakyat yang diwakilinya dalam bentuk pengajuan usul
rancangan peraturan daerah provinsi.
Huruf b
Hak anggota DPRD provinsi untuk mengajukan pertanyaan
baik secara lisan maupun tertulis kepada pemerintah daerah
sesuai dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD provinsi.
Huruf c
Hak anggota DPRD provinsi untuk menyampaikan suatu usul
dan pendapat secara leluasa baik kepada pemerintah daerah
maupun kepada DPRD provinsi sehingga ada jaminan
kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta
kredibilitasnya. Oleh karena itu, setiap anggota DPRD provinsi
tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses
pengambilan keputusan. Namun, tata cara penyampaian usul
dan pendapat dimaksud tetap memperhatikan tata krama,
etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sebagai wakil
rakyat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g . . .
- 63 -

Huruf g
Penyelenggaraan orientasi dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah setempat, sekretariat DPRD provinsi, partai
politik, atau perguruan tinggi.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPRD provinsi untuk memperoleh penghormatan berkenaan
dengan jabatannya baik dalam acara kenegaraan atau dalam
acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf i
Cukup jelas.

Pasal 324
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, ras, agama, dan
suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h . . .
- 64 -

Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja secara berkala”
adalah kewajiban anggota DPRD provinsi untuk bertemu
dengan konstituennya secara rutin pada setiap masa reses,
yang hasil pertemuannya dengan konstituen dilaporkan secara
tertulis kepada partai politik melalui fraksinya di DPRD
provinsi.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan pada setiap masa reses kepada pemilih di daerah
pemilihannya.

Pasal 325
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “fraksi gabungan” adalah fraksi yang
dibentuk dari gabungan anggota partai politik yang tidak dapat
memenuhi syarat pembentukan 1 (satu) fraksi.

Ayat (7) . . .
- 65 -

Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.

Pasal 326
Cukup jelas.

Pasal 327
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Partai politik yang urutan perolehan kursinya terbanyak di
DPRD provinsi dan berhak mengisi kursi pimpinan DPRD
provinsi, melalui pimpinan partai politik setempat mengajukan
anggota DPRD provinsi yang akan ditetapkan menjadi pimpinan
DPRD provinsi kepada pimpinan sementara DPRD provinsi.
Berdasarkan pengajuan tersebut, pimpinan sementara DPRD
provinsi mengumumkan dalam rapat paripurna adanya usulan
pimpinan partai politik tersebut untuk ditetapkan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6) . . .
- 66 -

Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 328
Cukup jelas.

Pasal 329
Cukup jelas.

Pasal 330
Cukup jelas.

Pasal 331
Cukup jelas.

Pasal 332
Cukup jelas.

Pasal 333
Cukup jelas.

Pasal 334
Cukup jelas.
Pasal 335 . . .
- 67 -

Pasal 335
Cukup jelas.

Pasal 336
Cukup jelas.

Pasal 337
Cukup jelas.

Pasal 338
Cukup jelas.

Pasal 339
Cukup jelas.

Pasal 340
Cukup jelas.

Pasal 341
Cukup jelas.

Pasal 342
Cukup jelas.

Pasal 343
Cukup jelas.

Pasal 344
Cukup jelas.
Pasal 345 . . .
- 68 -

Pasal 345
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Penyelesaian diserahkan kepada pimpinan DPRD provinsi dan
pimpinan fraksi yang dilakukan dalam bentuk rapat
konsultasi.

Pasal 346
Yang dimaksud dengan “keputusan rapat” adalah kesepakatan
bersama yang dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh
semua pihak terkait dalam pengambilan keputusan.

Pasal 347
Cukup jelas.

Pasal 348
Cukup jelas.

Pasal 349
Cukup jelas.
Pasal 350 . . .
- 69 -

Pasal 350
Cukup jelas.

Pasal 351
Cukup jelas.

Pasal 352
Cukup jelas.

Pasal 353
Cukup jelas.

Pasal 354
Cukup jelas.

Pasal 355
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (2) . . .
- 70 -

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah
menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun
mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter yang berwenang, tidak
diketahui keberadaannya, dan/atau tidak hadir dalam
rapat tanpa keterangan apa pun selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh partai
politiknya dan yang bersangkutan mengajukan keberatan
melalui pengadilan, pemberhentiannya sah setelah adanya
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Huruf i
Ketentuan ini dikecualikan terhadap anggota partai politik
lokal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Pasal 356 . . .
- 71 -

Pasal 356
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua
atau sebutan lain yang sejenis atau yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan hal tersebut sesuai dengan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga partai politik masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 357
Cukup jelas.

Pasal 358
Cukup jelas.

Pasal 359
Cukup jelas.

Pasal 360
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4) . . .
- 72 -

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “6 (enam) bulan” adalah sejak proses
awal pengajuan pemberhentian antarwaktu di DPRD provinsi.

Pasal 361
Cukup jelas.

Pasal 362
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi uang representasi, uang paket,
tunjangan keluarga dan tunjangan beras serta tunjangan
pemeliharaan kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 363 . . .
- 73 -

Pasal 363
Cukup jelas.

Pasal 364
Cukup jelas.

Pasal 365
Cukup jelas.

Pasal 366
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pemilihan wakil bupati/wakil walikota oleh DPRD
kabupaten/kota dilakukan apabila masa jabatannya
masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih.
Huruf f
Yang dimaksud dengan ”perjanjian internasional” dalam
ketentuan ini adalah perjanjian antara Pemerintah dan
pihak luar negeri yang berkaitan dengan kepentingan
daerah.

Huruf g . . .
- 74 -

Huruf g
Yang dimaksud dengan ”kerja sama internasional” dalam
ketentuan ini adalah kerja sama daerah antara pemerintah
daerah kabupaten/kota dan pihak luar negeri yang
meliputi kerja sama kabupaten/kota ”kembar”, kerja sama
teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama
penerusan pinjaman/hibah, kerja sama penyertaan modal,
dan kerja sama lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 367
Ayat (1)
Penentuan jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk setiap
provinsi didasarkan pada jumlah penduduk kabupaten/kota
yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam undang-undang
mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Ayat (2)
Nama anggota DPRD kabupaten/kota terpilih berdasarkan
hasil pemilihan umum secara administratif dilakukan oleh
KPU kabupaten/kota dan dilaporkan kepada gubernur melalui
bupati/walikota dan tembusannya kepada KPU.

Ayat (3) . . .
- 75 -

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 368
Cukup jelas.

Pasal 369
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan
perundangundangan yang mengandung konsekuensi berupa
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota DPRD kabupaten/kota.

Pasal 370
Cukup jelas.

Pasal 371
Cukup jelas.

Pasal 372 . . .
- 76 -

Pasal 372
Huruf a
Hak ini dimaksudkan untuk mendorong anggota DPRD
kabupaten/kota dalam menyikapi serta menyalurkan dan
menindaklanjuti aspirasi rakyat yang diwakilinya dalam
bentuk pengajuan usul rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota.
Huruf b
Hak anggota DPRD kabupaten/kota untuk mengajukan
pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis kepada
pemerintah daerah sesuai dengan fungsi serta tugas dan
wewenang DPRD kabupaten/kota.
Huruf c
Hak anggota DPRD kabupaten/kota untuk menyampaikan
usul dan pendapat secara leluasa baik kepada pemerintah
daerah maupun kepada DPRD kabupaten/kota sehingga ada
jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani
serta kredibilitasnya. Oleh karena itu, setiap anggota DPRD
kabupaten/kota tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di
dalam proses pengambilan keputusan. Namun, tata cara
penyampaian usul dan pendapat dimaksud tetap
memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan
kepatutan sebagai wakil rakyat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Penyelenggaraan orientasi dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah setempat, sekretariat DPRD
kabupaten/kota, partai politik, atau perguruan tinggi.

Huruf h . . .
- 77 -

Huruf h
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPRD kabupaten/kota untuk memperoleh penghormatan
berkenaan dengan jabatannya baik dalam acara kenegaraan
atau acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf i
Cukup jelas.

Pasal 373
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, ras, agama, dan
suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i . . .
- 78 -

Huruf i
Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja secara berkala”
adalah kewajiban anggota DPRD kabupaten/kota untuk
bertemu dengan konstiuennya secara rutin pada setiap masa
reses, yang hasil pertemuannya dengan konstituen dilaporkan
secara tertulis kepada partai politik melalui fraksinya di DPRD
kabupaten/kota.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan pada setiap masa reses kepada pemilih di daerah
pemilihannya.

Pasal 374
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “fraksi gabungan” adalah fraksi yang
dibentuk dari gabungan anggota partai politik yang tidak dapat
memenuhi syarat pembentukan 1 (satu) fraksi.

Ayat (8) . . .
- 79 -

Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.

Pasal 375
Cukup jelas.

Pasal 376
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Partai politik yang urutan perolehan kursinya terbanyak di
DPRD kabupaten/kota dan berhak mengisi kursi pimpinan
DPRD kabupaten/kota, melalui pimpinan partai politik
setempat mengajukan anggota DPRD kabupaten/kota yang
akan ditetapkan menjadi pimpinan DPRD kabupaten/kota
kepada pimpinan sementara DPRD kabupaten/kota.
Berdasarkan pengajuan tersebut, pimpinan sementara DPRD
kabupaten/kota mengumumkan dalam rapat paripurna adanya
usulan pimpinan partai politik tersebut untuk ditetapkan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
- 80 -

Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 377
Cukup jelas.

Pasal 378
Cukup jelas.

Pasal 379
Cukup jelas.

Pasal 380
Cukup jelas.

Pasal 381
Cukup jelas.

Pasal 382
Cukup jelas.

Pasal 383
Cukup jelas.

Pasal 384 . . .
- 81 -

Pasal 384
Cukup jelas.

Pasal 385
Cukup jelas.

Pasal 386
Cukup jelas.

Pasal 387
Cukup jelas.

Pasal 388
Cukup jelas.

Pasal 389
Cukup jelas.

Pasal 390
Cukup jelas.

Pasal 391
Cukup jelas.

Pasal 392
Cukup jelas.

Pasal 393
Cukup jelas.
Pasal 394 . . .
- 82 -

Pasal 394
Cukup jelas.

Pasal 395
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Penyelesaian diserahkan kepada pimpinan DPRD
kabupaten/kota dan pimpinan fraksi yang dilakukan dalam
bentuk rapat konsultasi.

Pasal 396
Yang dimaksud dengan “keputusan rapat” adalah kesepakatan
bersama yang dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh
semua pihak terkait dalam pengambilan keputusan.

Pasal 397
Cukup jelas.

Pasal 398 . . .
- 83 -

Pasal 398
Cukup jelas.

Pasal 399
Cukup jelas.

Pasal 400
Cukup jelas.

Pasal 401
Cukup jelas.

Pasal 402
Cukup jelas.

Pasal 403
Cukup jelas.

Pasal 404
Cukup jelas.

Pasal 405
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c . . .
- 84 -

Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik
maupun mental tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau
tidak hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh
partai politiknya dan yang bersangkutan mengajukan
keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya sah
setelah adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Huruf i
Ketentuan ini dikecualikan terhadap anggota partai
politik lokal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Pasal 406 . . .
- 85 -

Pasal 406
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua
atau sebutan lain yang sejenis atau yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan hal tersebut sesuai dengan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga partai politik masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 407
Cukup jelas.

Pasal 408
Cukup jelas.

Pasal 409
Cukup jelas.

Pasal 410
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4) . . .
- 86 -

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “6 (enam) bulan” adalah sejak proses
awal pengajuan pemberhentian antarwaktu di DPRD provinsi.

Pasal 411
Cukup jelas.

Pasal 412
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi uang representasi, uang paket,
tunjangan keluarga dan tunjangan beras serta tunjangan
pemeliharaan kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 413 . . .
- 87 -

Pasal 413
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Badan Keahlian DPR” adalah sistem
dukungan keahlian yang diperuntukkan untuk mendukung tiga
fungsi DPR yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Badan Keahlian antara lain terdiri atas pusat perancang
undang-undang, pusat kajian anggaran, pusat kajian
akuntabilitas keuangan negara, dan pusat penelitian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 414
Ayat (1)
Masing-masing lembaga menetapkan 3 (tiga) orang nama setelah
melakukan penyeleksian terhadap beberapa calon.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 415 . . .
- 88 -

Pasal 415
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”manajemen kepegawaian” adalah
keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas,
dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan
kewajiban pegawai, yang meliputi perencanaan, pengadaan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian.

Pasal 416
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah
sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin
ilmu tertentu untuk membantu anggota dalam pelaksanaan
fungsi serta tugas dan wewenang DPR/DPD. Kelompok pakar
atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan menganalisis
berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan
wewenang DPR/DPD. Penugasan kelompok pakar atau tim ahli
disesuaikan dengan kebutuhan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 417
Cukup jelas.

Pasal 418
Ayat (1)
Organisasi sekretariat DPRD provinsi dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas pokok DPRD provinsi
dalam rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja
lembaga perwakilan rakyat daerah, dengan memperhatikan
pedoman penyusunan organisasi perangkat daerah.
Ayat (2) . . .
- 89 -

Ayat (2)
Sekretaris DPRD provinsi adalah jabatan karier pegawai negeri
sipil sehingga dalam pengusulan pengangkatan dan
pemberhentiannya mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang kepegawaian. Dalam pengusulan
pengangkatannya, gubernur mengajukan 3 (tiga) orang calon
kepada pimpinan DPRD provinsi untuk mendapat persetujuan
dengan memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan, dan
pengalaman.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 419
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah
sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin
ilmu tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam
pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD provinsi.
Kelompok pakar atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan
menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPRD provinsi. Penugasan kelompok
pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 420
Ayat (1)
Organisasi sekretariat DPRD kabupaten/kota dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas pokok DPRD
kabupaten/kota dalam rangka meningkatkan kualitas,
produktivitas, dan kinerja lembaga perwakilan rakyat daerah,
dengan memperhatikan pedoman penyusunan organisasi
perangkat daerah.
Ayat (2) . . .
- 90 -

Ayat (2)
Sekretaris DPRD kabupaten/kota adalah jabatan karier pegawai
negeri sipil sehingga dalam pengusulan pengangkatan dan
pemberhentiannya mengikuti ketentuan peraturan
perundangundangan bidang kepegawaian. Dalam pengusulan
pengangkatannya, bupati/walikota mengajukan 3 (tiga) orang
calon kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota untuk mendapat
persetujuan dengan memperhatikan jenjang kepangkatan,
kemampuan, dan pengalaman.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 421
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah
sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin
ilmu tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam
pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD
kabupaten/kota.
Kelompok pakar atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan
menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota. Penugasan
kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan
dan kemampuan daerah kabupaten/kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 422
Cukup jelas.

Pasal 423 . . .
- 91 -

Pasal 423
Cukup jelas.

Pasal 424
Cukup jelas.

Pasal 425
Cukup jelas.

Pasal 426
Cukup jelas.

Pasal 427
Cukup jelas.

Pasal 428
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5568

Anda mungkin juga menyukai