RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
BADAN LEGISLASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
2013
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 3
C. Tujuan dan Kegunaan 4
D. Metode 4
2
O. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD 51
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA 67
LAMPIRAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG 68
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rivalitas Kekuasaan antara Presiden & Legislatif, Penerbit MIPI, Jakarta, 2012, hal. 248.
2Indriawati Dyah Saptaningrum et.al., Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Politik
Transaksional: Penilaian terhadap Kebijakan HAM dalam Produk Legislasi dan Pengawasan
DPR Periode 2004-2009, Penerbit Elsam Jakarta, 2011, hal. 5.
4
optimal, DPR tetap saja tidak sepi dari kesan atau penilaian yang
kurang memuaskan bagi berbagai kalangan. Sejumlah produk legislasi
DPR dianggap kurang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat. Produk legislasi berupa undang-undang (UU) terkesan
tidak serius dirancang dan dibahas, sebaliknya lebih didasarkan pada
kepentingan kelompok dan kompromi politik. Bahkan, secara vulgar
ada pihak yang menilai dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
(RUU) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terjadi transaksi dan jual beli
pasal. 3 Tentu yang melakukannya adalah mereka yang berkepentingan
dengan pasal-pasal krusial dalam RUU yang dibahas. Kesan atau
penilaian lainnya, DPR periode 2009-2014 dianggap kurang
menjalankan fungsi legislasi, dengan tidak tercapainya target Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2012 sebanyak 70 RUU. 4
Ruang lingkup pembaruan politik yang sangat terbatas bagi
dukungan substansial pelaksanaan fungsi-fungsi kelembagaan
perwakilan politik, baik menyangkut MPR, DPR, DPD, dan DPRD,
dianggap membuktikan titik lemah dari politik kompromi
antarkepentingan dan tuntutan antarkalangan tersebut. Bahkan, pada
konteks DPRD, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sejak
awal ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
diletakkan pada bagian birokrasi pemerintah daerah, dan bukan
sebagai badan legislatif di daerah, serta sejalan dengan ketentuan di
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Sehingga, campur tangan
pemerintah pusat secara berlebihan terhadap politik pelaksanaan hak-
hak keanggotaan dan kelembagaan DPRD menjadi sukar dielakkan.
Konstruksi prosedural politik yang menghambat pelaksanaan
kewenangan perwakilan politik, di tengah kuatnya desakan tuntutan
politik demokratisasi, juga cukup menempatkan peran kenegaraan MPR
dan DPD yang terjebak pada seremoni prosedural pelaksanaan fungsi-
fungsinya. Kendala politik demikian, membutuhkan transformasi alat
kelengkapan dan reposisi fraksi atau pengelompokkan keanggotannya,
agar dapat secara maksimal mendorong peran kelembagaannya yang
kondusif bagi produktivitas perannya dalam agenda nasional.
Transformasi posisional alat kelengkapan dan reposisi fraksi sebagai
kepanjangan tangan kekuatan politik partai tidak lain merupakan
terjemahan dari proses konsolidasi demokrasi yang tidak sekedar
peningkatan kapasitas artikulasi aspirasi dalam produk-produk yang
dihasilkan, tetapi juga tetap mempunyai kreatifitas untuk bergerak
secara sangat dinamis sesuai aturan main dalam koridor konstitusi
yang digariskan.
B. Identifikasi Masalah
Ruang politik yang masih kurang dimanfaatkan secara maksimal
bagi kelembagaan perwakilan politik baik secara internal maupun
eksternal menyebabkan proses konsolidasi demokrasi hanya sebatas
pada euphoria manuver politisinya yang kurang terkait dengan aspirasi
rakyat secara substantif. Secara internal, kebutuhan bagi transformasi
peran alat kelengkapan dan reposisi fraksi, di samping berkaitan
dengan pembenahan di tingkat infrastruktur pengaturan secara
legalistik formal dari tingkat kepartaian sebagai sumber rekrutmen dan
berbagai resources politik, juga dipengaruhi oleh kebutuhan bagi
3Benny K. Harman, Negeri Mafia Koruptor: Menggugat Peran DPR Reformasi, Penerbit
5
dorongan untuk pembenahan di tingkat suprastruktur politik
perwakilan rakyat dalam arti yang luas. Untuk itu, beberapa masalah
yang menjadi kendala baik secara teknis maupun substantif dari dua
tingkatan pembenahan kelembagaan politik perwakilan, merupakan
muatan dari revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pertama, adalah belum tertatanya secara internal terkait dengan
posisi alat kelengkapan dan fraksi di masing-masing kelembagaan
politik perwakilan rakyat, untuk menjalankan tugas dan wewenangnya
sebagai penyalur aspirasi rakyat.
Kedua, adalah secara eksternal belum tertatanya dengan
komprehensif terkait relasi antar kelembagaan politik perwakilan
rakyat, khusunya di tingkat nasional, terutama pada konteks
hubungan fungsi, tugas, dan wewenang antara DPR dan DPD;
Ketiga, adalah secara teknis operasional perlu penjabaran yang
lebih tepat posisi pengaturan negara bagi kelembagaan pendukung
kinerja parlemen, baik secara Kesekjenan masing-masing lembaga
negara, maupun badan pendukung keahlian, atau bahkan bagi status
kepegawaian dari para staf secara kelompok dan individu. Sehingga,
nantinya mereka mampu memberikan dukungan maksimal bagi
optimalisasi peran kelembagaan supratruktur perwakilan rakyat dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing.
Keempat, perlunya penataan lebih lanjut bagi DPRD yang bukan
lagi sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan daerah. Hal ini didasari
pertimbangan tidak saja terkait tantangan demokrasi di tingkat lokal,
tetapi juga mengenai dalam rangka memaksimalkan perspektif otonomi
daerah yang dilaksanakan di tingkat lapangan, agar benar-benar
mampu memberikan kontribusi riil bagi usaha peningkatan
kesejahteraan rakyat setempat.
6
Selanjutnya, kegunaan dari NA ini adalah sebagai bahan masukan
bagi Dewan di dalam proses pembahasan RUU tentang Perubahan
Undang-Undang tentang MD3 sehingga diharapkan membentuk
Undang-Undang tentang MD3 yang dapat diimplementasikan dengan
baik.
D. Metode
1. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan adalah yuridis-normatif, yaitu
pendekatan yang menitikberatkan pada data sekunder berupa
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tertier. Bahan hukum primer yang digunakan terdiri atas berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai berbagai
hal yang berkenaan dengan substansi RUU tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain
itu, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang terdiri
atas berbagai referensi berupa bahan bacaan dan bahan penunjang
lainnya berupa kamus, dan lain sebagainya.
2. Spesifikasi
Spesifikasi yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu
menggambarkan dan menganalisis ketentuan peraturan perundang-
undangan yang ada dikaitkan dengan perubahan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan menggali berbagai materi melalui
bahan kepustakaan dan melakukan pengumpulan data di lapangan.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan baik data sekunder maupun data
primer sebagai data pendukung. Data sekunder terdiri atas bahan
hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, bahan hukum
sekunder, antara lain berbagai karya ilmiah yang memberikan
penjelasan mengenai hukum primer, seperti buku-buku, hasil
penelitian, jurnal, dan lain sebagainya, serta bahan hukum tertier,
yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, seperti ensiklopedi, kamus, dan
lainnya.
4. Tahapan
a. Pengumpulan Data Kepustakaan
Dilakukan melalui kegiatan studi dokumen terhadap data
sekunder, peraturan perundang-undangan terkait, buku, media
cetak, dan bahan bacaan lainnya dalam rangka mendapatkan
landasan teoritis sebagai dasar dalam melakukan pengumpulan
data.
b. Pengumpulan Data Lapangan
Dilakukan dengan mengumpulkan data secara langsung dari
pihak-pihak yang berkompeten. Untuk itu, dilakukan
wawancara dengan berbagai pihak terkait. Pengumpulan data
dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat (Padang) dan Provinsi
Jawa Timur (Surabaya)
7
5. Teknik
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan mendalami berbagai hal
yang berkaitan dengan substansi RUU, dengan mempelajari
sejumlah sumber bacaan seperti buku-buku, makalah, surat
kabar, artikel, situs internet, dan peraturan perundang-
undangan terkait.
b. Wawancara
Wawancara dimaksudkan untuk menggali informasi secara
langsung dengan pihak-pihak terkait mengenai substansi
perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Wawancara dilakukan dengan DPRD Provinsi, DPRD
Kota, akademisi, dan praktisi.
8
BAB II
A. Kajian Teoritis
9
menjalankan fungsinya masing-masing secara terpisah. Kenyataan
menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu pada
praktiknya harus saling bersinggungan. Konsep Trias Politika sudah
lama dipandang oleh banyak ahli sebagai hal yang tidak relevan lagi,
karena kenyataan bahwa sangat sulit memisahkan kekuasaan
negara dalam praktik penyelenggaraan negara/pemerintahan.5
Trias Politika juga hanya dapat diterapkan secara murni di negara-
negara hukum klasik (klasieke rechsstaat), tetapi tidaklah mudah
diterapkan di negara hukum modern yang memiliki pekerjaan
administrasi negara yang luas. 6
Selain itu (dalam paham Anglo Saxon), ketidakrelevanan tersebut
muncul dari pendapat tentang dua macam aktivitas dan tugas
suatu negara, yang terdiri dari policy making dan task executing,
yang membuat pemisahan kekuasaan berdasarkan Trias Politika
tidak dapat dijalankan dengan tegas. 7 Kedudukan ketiga organ trias
politika tersebut pun diharapkan sederajat dan saling
mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip yang dikenal
dengan prinsip checks and balances. Masyarakat yang semakin
berkembang ternyata menghendaki negara memiliki struktur
organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan publik.
Terwujudnya efektivitas dan efisiensi baik dalam pelaksanaan
pelayanan masyarakat maupun dalam pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan, menjadi harapan masyarakat yang
ujungnya ditumpukan kepada negara.
Perkembangan dan harapan tersebut memberikan pengaruh
terhadap struktur organisasi negara, termasuk bentuk, serta fungsi
lembaga-lembaga negara. Pengertian dan konsep kelembagaan
dalam penyelenggaraan negara di Indonesia kemudian telah banyak
memiliki pergeseran makna. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan
format lembaga penyelenggara negara sudah dapat ditemukan
dalam Konstitusi. Di Konstitusilah letak konstruksi organ-organ
negara diatur, yang kemudian dijabarkan dalam peraturan
perundang-undangan, yang diharapkan menjadi pencerminan
realitas faktual pengembangan institusi kenegaraan di Indonesia.
Kemudian berdirinya MK dengan salah satu kewenangannya, yaitu
mengadili, memeriksa serta memutus sengketa antar lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Konstitusi, turut
meramaikan wacana pergeseran tentang konsep “Lembaga Negara”.
Konsep tersebut tidak lagi sekedar diambil dari
pemisahan/pembagian tiga kekuasaan tradisional ala Trias Politika,
yaitu eksektutif oleh lembaga kepresidenan, legislatif oleh lembaga
perwakilan rakyat dan yudikatif oleh lembaga kekuasaan
kehakiman, melainkan lebih pada nuansa checks and balances
seperti telah dikemukan sebelumnya. Sebagai bagian dari konsep
penyelenggaraan pemerintahan, prinsip checks and balances itupun
akhirnya menyingkirkan paham pembagian kekuasaan secara
10
vertikal. Adanya pembatasan pada kekuasaan negara dan organ-
organ penyelenggara negara yang menerapkan prinsip pembagian
kekuasaan secara vertikal, memiliki kecenderungan untuk menjadi
sewenang-wenang. Oleh karena itu, kekuasaan harus selalu
dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam
cabang-cabang dengan kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.
Konstitusi sebagai awal konstruksi lembaga negara, seiring
dengan konsep konstitusionalisme. Konsep tersebut merupakan hal
yang signifikan berhubungan dengan makna organisasi dan
lembaga negara dalam dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Konstitusionalisme adalah suatu gagasan/paham yang menyatakan
bahwa suatu konstitusi/undang–undang dasar harus memiliki
fungsi khusus yakni membatasi kekuasaan pemerintahan dan
menjamin hak-hak warga negara. Konstitusi yg berpaham
konstitusionalisme bercirikan bahwa konstitusi itu isinya berisi
pembatasan atas kekuasaan dan jaminan terhadap hak-hak dasar
warga negara. Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang
saling berkaitan satu sama lain, yaitu hubungan antara
pemerintahan dengan warga negara, serta hubungan antara
lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan
yang lain.
Masa reformasi dan adanya perubahan konstitusi kemudian
menjadi hal yang sangat mendasar, yaitu beralihnya supremasi MPR
menjadi supremasi konstitusi. Sejak masa reformasi, Indonesia
tidak lagi menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara
sehingga semua lembaga negara sederajat kedudukannya dalam
sistem checks and balances. Hal ini merupakan konsekuensi dari
supremasi konstitusi, di mana konstitusi diposisikan sebagai
hukum tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan
lembaga-lembaga penyelenggara negara. Dengan demikian,
Perubahan UUD 1945 ini juga telah meniadakan konsep
superioritas suatu lembaga negara atas lembaga-lembaga negara
lainnya dari struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Selain pemahaman kelembagaan negara dari teori dan konsep
kekuasaan negara oleh organ negara, kelembagaan negara dapat
pula dipahami dari teori dan perspektif mengenai organisasi secara
umum. Organisasi merupakan suatu tempat atau wadah orang-
orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,
terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam
memanfaatkan sumber daya sarana-parasarana, data, dan hal-hal
yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai
tujuannya. Wewenang dan pembagiannya dalam organisasi
merupakan pemberian wewenang kepada seseorang dalam posisi
tertentu di organisasi.
b. Struktur organisasi
Tata laksana formal dan informal di dalam organisasi pada
dasarnya mengacu kepada perangkat aturan atau tatanan yang
mengatur bagaimana kerja sama itu dilakukan dan bagaimana
tujuan itu dicapai. Pada setiap organisasi selalu memiliki aturan-
aturan dimaksud baik yang tertulis (formal) dan dapat dirasakan
eksistensinya oleh seluruh anggota organisasi maupun yang tidak
tertulis (informal), tidak mengikat secara ketat, dan lebih
merupakan kesepakatan dari anggota organisasi yang eksistensinya
11
sangat dirasakan. Tata laksana tersebut tercermin dalam suatu
struktur organisasi yang bersangkutan.
Struktur dalam sebuah organisasi menjadi sangat penting ketika
struktur tersebut berfungsi sebagai alat dalam mencapai tujuan
organisasi. Secara formal, suatu struktur mempunyai ciri, antara
lain memiliki pola yang mapan, memiliki bagianbagian, ada
koordinasi atau hubungan hirarkis dan memiliki pedoman bagi
kebijakan, prosedur, ukuran dan sistem evaluasi.
Ada 3 fungsi minimal dari struktur organisasi yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Bahwa struktur harus menghasilkan keluaran, yang artinya
bahwa tujuan organisasi harus dapat diukur dan
diidentifikasi sebagai keluaran yang telah ditetapkan
sebelumnya sebagai tujuan membentuk organisasi;
2. Bahwa organisasi harus meminimalkan pengaruh tingkat
individu, yang artinya bahwa sebagai suatu kesatuan,
organisasi tidak mencerminkan sekadar hasil individu
melainkan hasil bersama organisasi tersebut; dan
3. Bahwa pelaksanaan jalannya organisasi merupakan bagian
dari kerangka dalam penggunaan kekuasaan, adalah sistem
yang dipakai merupakan prosedur yang sudah ditetapkan
sebelumnya, baik sebagai peraturan maupun tata laksana
organisasi.
Komponen utama dari struktur organisasi, yaitu hirarkis, yang
dapat merupakan perluasan secara vertikal maupun horisontal.
Selain itu hirarkis, yang merupakan kesatuan rantai perintah
sehingga penugasan dapat dilakukan. Ada 3 faktor yang berkaitan
erat dengan komponen hirarkhis dalam struktur organisasi yaitu:
1. kompleksitas, yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a. diferensiasi horizontal, yang menggambarkan derajat
perbedaan antara unitunit atau fungsi-fungsi organisasi
sehingga setiap unit atau fungsi perlu ditangani oleh
tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan
khusus (spesialisasi);
b. diferensiasi vertikal, yang menggambarkan tingkat
kedalaman atau banyaknya tingkatan hirarki antara
pimpinan puncak hingga tingkatan paling rendah dalam
sebuah organisasi;
c. sebaran secara spasial, yang menunjukkan derajat
penyebaran bagian-bagian organisasi pada lebih berbagai
lokasi, baik menurut jumlahnya maupun menurut jarak
sebarannya.
2. formalisasi, yang menunjukkan tingginya standardisasi atau
pembakuan tugastugas maupun jabatan dalam suatu
organisasi. Semakin tinggi derajat formalisasi maka semakin
teratur perilaku bawahan dalam suatu organisasi.
3. sentralisasi, yang menunjukkan tingkatan, di mana
pengambilan keputusan dipusatkan atau dikonsentrasikan
dalam organisasi.
12
2. Sistem Pemerintahan
Arthur Maass 8 membagi kekuasaan dengan dua cara, yaitu
capital division of powers dan areal division of power. Capital division
of power adalah membagi kewenangan berdasarkan kekuasaan
secara horizontal, sedangkan areal division of power adalah
membagi kewenangan berdasarkan area/wilayah secara vertikal.
Tiga nilai dasar yang disampaikan oleh Arthur Maass dalam
rangka areal division of power adalah liberty, equity, and welfare.
Liberty merupakan pembagian kekuasaan untuk mempertahankan
individu dan kelompok terhadap tindakan Pemerintah yang
sewenang-wenang. Equity, pembagian kekuasaan yang memberikan
kesempatan luas bagi partisipasi warga masyarakat dalam
kebijakan. Welfare, pembagian kekuasaan menjamin bahwa
tindakan Pemerintah akan efektif dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. 9
Lebih jauh lagi Smith 10 melihat bahwa melalui areal division of
power, Pemerintah daerah dapat memenuhi political equity yang
bertujuan untuk membuka kesempatan bagi masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik. Pemerintah Daerah
juga dapat lebih mewujudkan local accountability, artinya ada
kewajiban untuk memberikan pertanggung jawabkan dan
menerangkan berbagai tindakan yang telah dilakukan oleh pejabat
setempat atau lembaga daerah kepada pihak yang memiliki hak
atau wewenang untuk meminta pertanggung jawaban, terutama
yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat setempat.
Pemerintah Daerah dapat mewujudkan apa yang disebut sebagai
local responsibility, Pemerintah daerah yang tanggap terhadap
permasalahan yang terjadi dan yang dihadapi masyarakat.
Dasar keberadaan Undang-Undang MD3, bahwa UUD 1945
mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang dalam
pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Untuk
melaksanakan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi
rakyat, termasuk kepentingan daerah, agar sesuai dengan tuntutan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan
politik bangsa, termasuk perkembangan dalam lembaga
permusyawaratn rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga
perwakilan daerah, dan lembaga perwakilan rakyat daerah telah
dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan
dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, yang dimaksudkan sebagai upaya
penataan susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
8Arthur Maass, Area and Power a Theory of Local Government, Illionis: Glencoe, 1959,
hal. 10.
9Ibid, hal. 9-10.
10B. C. Smith, Decentralization: The Territorial Dimension of State. London: Asia
13
Dalam perkembangannya UU ini kemudian diubah dengan Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Frasa “Susunan dan Kedudukan”
yang tercantum dalam UU sebelumnya telah dihapuskan.
Penghapusan tersebut dimaksudkan untuk tidak membatasi
pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan susunan dan
kedudukan lembaga, tetapi juga mengatur hal-hal lain yang sifatnya
lebih luas seperti misalnya pengaturan tentang tugas, kewenangan,
hak dan kewajiban, pemberhentian dan penggantian antarwaktu,
tata tertib dan kode etik, larangan dan sanksi, serta alat
kelengkapan dari masing-masing lembaga. Hal ini dilakukan
berkaitan dengan penguatan dan pengefektifan kelembagaan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD. Dalam rangka penguatan fungsi legislasi
DPR sebagai suatu pelaksanaan amandemen UUD1945, perlu pula
diatur lebih lanjut mengenai penguatan peran DPR dalam proses
perancangan, pembentukan, sekaligus pembahasan rancangan
undang-undang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjawab kritik
bahwa DPR kurang maksimal dalam menjalankan fungsi legislasi.
Harapannya adalah agar DPR dapat menghasilkan produk legislasi
yang benar-benar berkualitas serta benar-benar berorientasi pada
kebutuhan rakyat dan bangsa. Berkaitan dengan pelaksanaan
fungsi legislasi, kedudukan DPD perlu ditempatkan secara tepat
dalam proses pembahasan undangundang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 22 D ayat (2) UUD 1945.
Hal penting lainnya yang menjadi perhatian adalah keberadaan
sistem pendukung yang menunjang fungsi serta tugas dan
wewenang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Perlunya dukungan yang
kuat, tidak terbatas pada dukungan sarana, prasarana, dan
anggaran, tetapi juga pada dukungan keahlian. Dengan demikian
perlu penataan kelembagaan sekretariat jenderal di MPR, DPR, dan
DPD, serta sekretariat di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Hal ini diwujudkan dalam pengadaan sumber daya manusia, alokasi
anggaran, dan sekaligus pertanggungjawaban publik unit
pendukung dalam menjalankan tugasnya. Hubungan kelembagaan
antara MPR, DPR, DPD, dan juga DPRD dapat dilihat dari hubungan
kerja antara keempat lembaga tersebut dari sudut pandang tugas
dan kewenangan masing-masing lembaga. Misalnya tentang
bagaimana hubungan antara keanggotaan MPR yang terdiri atas
anggota DPR dan anggota DPD dengan status kedudukan MPR
sebagai lembaga negara. Hubungan lainnya yang juga harus diatur
adalah hubungan antara MPR dengan DPR dalam hal
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya, hubungan antara DPR dan DPD dalam rangka
pembentukan UU maupun sidang bersama, serta beberapa
hubungan kelembagaan lainnya.
14
rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah
untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin
keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan
wewenang lembaga, serta mengembangkan mekanisme checks and
balances antara lembaga legislatif dan eksekutif. Selain itu juga
dalam rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja
anggota lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan
rakyat, dan lembaga perwakilan daerah demi mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan rakyat.
Menurut Ramlan Surbakti, terdapat beberapa faktor yang perlu
diciptakan agar pemerintahan presidensial berlangsung efektif dan
stabil dalam negara demokrasi yang menerapkan sistem multipartai.
Dari rangkaian faktor itu, hanya dua yang sudah dijamin oleh UUD
1945. Pertama, presiden memiliki legitimasi politik yang tinggi dari
rakyat karena dipilih melalui pemilihan umum, tidak hanya
berdasarkan mayoritas suara, tetapi juga sebaran dukungan
daerah. Kedua, keterlibatan penuh presiden dalam setiap
pembahasan RUU yang menyangkut anggaran dan nonanggaran. Di
luar kedua faktor tersebut, sebenarnya masih terdapat beberapa
faktor lainnya, yaitu: (1) dukungan mayoritas anggota DPR, (2)
kepemimpinan politik dan administrasi, (3) pejabat politik yang
ditunjuk (political appointee) dalam jumlah yang memadai, dan (4)
partai oposisi yang efektif. Untuk dapat mewujudkan visi, misi, dan
program pembangunan bangsa yang sudah dijanjikan, seorang
presiden memerlukan ”pejabat politik yang ditunjuk” untuk
melakukan tiga tugas. Pertama, menerjemahkan visi, misi, dan
program pembangunan bangsa jadi serangkaian RUU untuk
diperjuangkan ke DPR agar menjadi undang-undang. Kedua,
menerjemahkan undang-undang tersebut menjadi serangkaian
kebijakan operasional. Ketiga, mengarahkan dan mengendalikan
birokrasi untuk melaksanakan kebijakan tersebut. 11
Selanjutnya, menurut Ramlan Surbakti pula, bahwa setidaknya
dua syarat utama harus dipenuhi pejabat politik yang ditunjuk
tersebut, yaitu ahli dalam salah satu atau lebih bidang
pemerintahan, dan ikut terlibat dalam perumusan visi, misi, dan
program pembangunan bangsa sang calon presiden. Dalam struktur
pemerintahan/eksekutif di Indonesia, pejabat politik yang ditunjuk
ini hanya menteri, pejabat setingkat menteri, dan pejabat
pemerintah nonkementerian, yang jumlahnya tidak mencapai 50
orang. Adapun yang terjadi di Indonesia, tidak hanya sebagian besar
ketiga tugas tersebut dilaksanakan oleh birokrasi eselon I dan II,
kebanyakan menteri, pejabat setingkat menteri, dan pejabat
pemerintah nonkementerian juga tidak memenuhi kedua
persyaratan menjadi pejabat politik yang ditunjuk tersebut.
Langkah berikutnya yang harus dilakukan presiden adalah
mengajukan rencana legislasi dan anggaran (RUU) kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan. Inilah salah satu tantangan
dalam pemerintahan presidensial karena kekuasaan legislatif
terpisah dari kekuasaan eksekutif. Menurutnya, persetujuan
parlemen atas suatu RUU lebih mudah didapat dalam pemerintahan
parlementer karena kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif
berada pada satu tangan, yaitu partai yang menguasai mayoritas
kursi parlemen. Karena itu, salah satu potensi ketidakefektifan
15
pemerintahan presidensial adalah pemerintahan yang terbelah,
yaitu presiden dan kabinet dikuasai suatu partai, sedangkan
legislatif didominasi oleh partai politik (Parpol) lain.
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa DPR memegang
kekuasaan membentuk UU. Ketentuan tersebut menempatkan DPR
sebagai pemegang kekuasaan legislatif, yang semula berada di
tangan Presiden. Sementara Presiden memiliki hak untuk
mengajukan RUU kepada DPR berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUD
1945. Meskipun demikian, proses pembentukan UU tetap
membutuhkan peran Presiden. Hal itu karena Presidenlah yang
akan menjalankan suatu UU serta mengetahui kondisi dan
permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu
ditentukan bahwa setiap RUU harus dibahas bersama-sama antara
DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama,
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945. Artinya, jika
suatu RUU tidak mendapatkan persetujuan bersama DPR dan
Presiden, tidak akan dapat menjadi UU.
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa Presiden memiliki
peran yang sangat menentukan dalam proses pembentukan UU.
Presiden memiliki hak untuk tidak menyetujui suatu RUU yang
dikenal sebagai hak veto. Hak veto Presiden tidak diwujudkan dalam
bentuk kekuasaan menolak RUU yang telah disetujui DPR,
melainkan dalam bentuk syarat adanya persetujuan Presiden dalam
pembahasan RUU. Jika Presiden tidak setuju, suatu RUU tidak
akan dapat ditetapkan menjadi undang-undang. Setelah suatu RUU
mendapatkan persetujuan bersama, Presiden mengesahkan RUU
tersebut untuk menjadi undang-undang, sebagaimana diatur dalam
Pasal 20 ayat (4) UUD 1945. Pengesahan oleh Presiden tersebut
hanya bersifat administratif karena telah ada persetujuan
sebelumnya.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk tidak melakukan
pengesahan yang dapat menghalangi suatu RUU yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. Untuk
menegaskan bahwa pengesahan Presiden hanya bersifat
administratif dan agar RUU yang telah disetujui dapat segera
diberlakukan, UUD 1945 memberikan batasan waktu. Hal itu juga
dilatarbelakangi pengalaman adanya RUU yang dalam waktu cukup
lama tidak disahkan Presiden, yaitu Undang-Undang Penyiaran.
Keterlambatan pengesahan Presiden dapat saja terjadi karena
kealpaan atau kesibukan Presiden. Untuk mengantisipasi hal itu,
ditentukan bahwa dalam hal RUU yang telah disetujui bersama,
tetapi tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari sejak
disetujuinya RUU tersebut, RUU itu sah menjadi undang-undang
dan wajib diundangkan, sebagaimana yang dirumuskan dalam
Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.
Sedangkan pada tingkatan politik lokal, berbeda dengan
lembaga negara lainnya, sebagaimana MPR, DPR, dan DPD, yang
diatur dalam ketentuan tersendiri dan cukup rinci di konstitusi,
keberadaan DPRD tidak dicantumkan secara komprehensif. Pasal 8
ayat (3) UUD 1945 hanya menyebutkan: “Pemerintah daerah
provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.” Artinya, ketentuan itu tidak menggariskan adanya fungsi-
fungsi keparlemenan dari DPRD yang hanya ditempatkan pada
konteks otonomi pemerintahan daerah. Bagi kalangan unitaris
16
konservatif, biasanya ketentuan ini digunakan sebagai pembenar
bagi ketiadaan peranan perwakilan politik rakyat dari DPRD.
Tanpa kedalaman pemahaman (deepening comprehension) saat
membaca makna di belakang legalitas kedudukan DPRD yang
hanya sebagai unsur birokrasi pemerintahan daerah, berpotensi
terjadinya arus balik dari demokrasi di tingkat daerah. Padahal,
stabilitas pemerintahan melalui kelancaran program-program kerja
Kepala Daerah, termasuk menyangkut proses penetapan APBD,
bukan menjadi jaminan penuh atas kendali yang diterapkan
terhadap peranan politik DPRD. Sistem kepartaian yang sangat
majemuk pada gilirannya menjadi pintu masuk (entry point) bagi
proses penyederhanaan peta kekuatan fraksi di DPRD melalui
sistem pemilihan umum (Pemilu) yang diterapkan. Meskipun Pemilu
tidak terlampau berhasil menyaring partai untuk menempatkan
wakilnya di DPRD secara ketat, tetapi pemikiran atas posisi politik
sepihak DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah cenderung dapat
dicapai. Ketentuan semacam ini tentu harus direformulasi ulang
dalam rangka menempatkan DPRD sebagai lembaga perwakilan
rakyat di daerah.
B. Kajian Empiris
Setelah dilakukan perubahan UUD 1945, konsep MPR sebagai
pemegang kedaulatan rakyat yang merupakan kekuasaan tertinggi
dalam negara dihapus dengan perubahan ke-4 UUD 1945. MPR tidak
lagi memegang kekuasaan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan di
Indonesia. MPR tetap tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga
legislatif karena MPR tidak membuat peraturan perundang-undangan.
Tetapi MPR masih dapat dikategorikan sebagai lembaga perwakilan
rakyat.
Kategorisasi MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, mengingat
bahwa susunan anggota MPR yang ada dalam UUD 1945 menurut
Pasal 2 UUD 1945 setelah perubahan ke-4 adalah: “(1) Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. 12 Jika dilihat
dari komposisi anggota Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR), maka
MPR dapat digolongkan sebagai lembaga parlemen 13. Di samping itu,
bagi MPR masih terdapat kewenangan membuat Undang-Undang
Dasar, memberhentikan presiden, maka Majelis Permusyawaratan
Rakyat dianggap institusi demokrasi perwakilan 14.
Pada pembahasan amendemen UUD 1945, sudah ada
kekhawatiran bahwa sistem presidensial akan mengalami komplikasi
dalam praktiknya karena berhadapan dengan realitas sistem
multipartai. Secara teoritis, sistem multipartai tidak kondusif dengan
presidensialisme. Mereka gabungan yang tidak saling menguatkan.
Sistem presidensial menghendaki hadirnya dukungan partai-partai
mayoritas di parlemen, sementara sistem multipartai menyulitkan
hadirnya partai-partai mayoritas di parlemen sehingga gabungan sistem
yang demikian dapat menghasilkan pemerintahan terbelah (divided
17
government) dan kohabitasi. Presiden terpilih dapat berasal dari partai
minoritas dan tidak ada sinergi antara partai pendukung presiden
dengan partaipartai mayoritas di parlemen. Secara empirik situasi
seperti ini dihadapi pemerintahan SBY–JK, di tahun 2004- 2009.
Presiden SBY berasal dari Partai Demokrat yang hanya meraih 7% kursi
DPR sehingga sampai diperlukan mendorong Jusuf Kalla menjadi Ketua
Umum Golkar pada Munas Golkar tahun 2005. Tak lain supaya
pemerintah memperoleh dukungan politik dari Partai Golkar sebagai
salah satu partai terbesar di DPR. 15
DPR sejak era reformasi, tidak ada lagi anggota Dewan yang
muncul dari hasil mekanisme pengangkatan (by appointeed). Tetapi,
para anggota DPR seluruhnya dipilih melalui Pemilu (by elected). UUD
1945 hasil perubahan juga memberikan kewenangan besar kepada DPR
supaya mampu melaksanakan fungsi hakikinya, yaitu fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. "Kekuasaan membentuk
undang-undang yang tadinya di tangan presiden {Pasal 5 ayat (1)
sebelum perubahan} dikembalikan kepada DPR, seperti tersebut dalam
Pasal 20 ayat (1) hasil perubahan. Tetapi, persoalannya, masih muncul
kritik terhadap produk legislasi dan target yang dicapai oleh DPR dalam
setiap dinamika politik periode keanggotaannya. Sehingga, sering
disebutkan, bahwa satu hal yang dianggap sebagai titik lemah DPR
adalah kinerja legislasi. Dari target penyelesaian 70 RUU Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) yang menjadi prioritas tahun 2010, DPR
hanya berhasil menyelesaikan 1 RUU, yaitu RUU tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Grasi. DPR
memang telah menyelesaikan pembahasan 8 RUU, namun 7 di
antaranya tidak termasuk dalam Prolegnas. RUU tersebut merupakan
RUU kumulatif terbuka: 3 RUU berkaitan dengan APBN, 1 RUU tentang
pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu),
dan 3 RUU tentang Ratifikasi. 16
Melihat kewenangan yang dimiliki DPD, terkesan adanya sistem
parlemen “bicameral”, karena pada dasarnya kewenangan yang dimiliki
oleh DPD mirip dengan kewenangan yang dimiliki DPR. Dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia, sistem bikameral pernah dianut oleh
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949 yang mengenal
adanya Senat dan DPR. Kedudukan Senat adalah sebagai pemegang
kekuasaan kedaulatan negara, bersama-sama dengan pemerintah dan
DPR {Pasal 1 ayat (2)}. Di samping itu, Senat juga memegang kekuasaan
perundang-undangan yang berkaitan dengan negara-negara bagian
atau khusus mengenai hubungan antara RIS dengan negara-negara
bagian (Pasal 127 butir a). Hal penting lainnya adalah Senat dapat
memberikan nasehat dan meminta keterangan kepada pemerintah baik
secara lisan maupun tertulis. 17
Pada kenyataannya, pembentukan DPD tidak bermakna “bicameral
parliamentary system”. Sehingga, fungsi legislasi, pengawasan, dan
anggaran yang dimiliki oleh DPD dan DPR tidak berada dalam level
yang sama, karena DPD bukan menjadi salah satu lembaga yang utuh
18
memiliki kewenangan di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran.18
Jika dikaitkan dengan konsep trias politika, ketentuan Pasal 20 ayat (2)
UUD 1945 pasca amandemen, yang berbunyi setiap RUU dibahas oleh
DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama maka
sebenarnya sangat berlawanan dengan semangat memberdayakan
DPR. 19 Dengan masih adanya kewenangan Presiden untuk memberikan
persetujuan maupun mengesahkan UU, artinya penerapan konsep trias
politika menjadi tidak sepenuhnya dijalankan. Ditambah lagi,
paradigma yang dianut oleh UUD 1945 dalam penguatan peranan DPR
dilakukan melalui pemangkasan fungsi yang dimiliki oleh Presiden.20
Meskipun secara formal terjadi pergeseran kekuasaan legislasi, namun
pada kenyataannya pembentukan UU dilakukan bersama antara DPR
dengan Presiden. Secara keseluruhan Pasal 20 UUD 1945 pasca
amandemen, dapat dipahami sebagai berikut. Pertama, lembaga
legislator adalah DPR, bukan Presiden ataupun DPD. Kedua, Presiden
adalah lembaga yang mengesahkan RUU yang telah mendapat
persetujuan bersama dalam rapat paripurna DPR. Ketiga, RUU yang
telah secara resmi sah menjadi UU wajib diundangkan sebagaimana
mestinya. Keempat, setiap rancangan undang-undang dibahas bersama
untuk mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam
persidangan DPR. 21
Dasar Keberadaan Undang-Undang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Undang-Undang MD3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat
berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat,
termasuk kepentingan daerah, agar sesuai dengan tuntutan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan
politik bangsa, termasuk perkembangan dalam lembaga
permusyawaratn rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga
perwakilan daerah, dan lembaga perwakilan rakyat daerah telah
dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, yang dimaksudkan sebagai upaya penataan susunan dan
kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam perkembangannya
Undang-Undang ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Frasa “Susunan dan Kedudukan” yang tercantum
dalam UU sebelumnya telah dihapuskan. Penghapusan tersebut
18Ibid., hal. 3.
19Fajar Laksono dan Subardjo, Kontroversi Undang-Undang Tanpa Pengesahan
Presiden, UII Press, Yogjakarta, 2006, hal. 55.
20Ibid.
21Ibid.
19
dimaksudkan untuk tidak membatasi pengaturan yang hanya terbatas
pada materi muatan susunan dan kedudukan lembaga, tetapi juga
mengatur hal-hal lain yang sifatnya lebih luas seperti misalnya
pengaturan tentang tugas, kewenangan, hak dan kewajiban,
pemberhentian dan penggantian antarwaktu, tata tertib dan kode etik,
larangan dan sanksi, serta alat kelengkapan dari masing-masing
lembaga. Hal ini dilakukan berkaitan dengan penguatan dan
pengefektifan kelembagaan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam rangka
penguatan fungsi legislasi DPR sebagai suatu pelaksanaan amandemen
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
pula diatur lebih lanjut mengenai penguatan peran DPR dalam proses
perancangan, pembentukan, sekaligus pembahasan rancangan undang-
undang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjawab kritik bahwa DPR
kurang maksimal dalam menjalankan fungsi legislasi. Harapannya
adalah agar DPR dapat menghasilkan produk legislasi yang benar-benar
berkualitas serta benar-benar berorientasi pada kebutuhan rakyat dan
bangsa. Berkaitan dengan pelaksanaan fungsi legislasi, kedudukan
DPD perlu ditempatkan secara tepat dalam proses pembahasan
undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 22 D ayat (2) UUD 1945.
Hal penting lainnya yang menjadi perhatian adalah keberadaan
sistem pendukung yang menunjang fungsi serta tugas dan wewenang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Perlunya dukungan yang kuat, tidak
terbatas pada dukungan sarana, prasarana, dan anggaran, tetapi juga
pada dukungan keahlian. Dengan demikian perlu penataan
kelembagaan sekretariat jenderal di MPR, DPR, dan DPD, serta
sekretariat di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Hal ini
diwujudkan dalam pengadaan sumber daya manusia, alokasi anggaran,
dan sekaligus pertanggungjawaban publik unit pendukung dalam
menjalankan tugasnya. Hubungan kelembagaan antara MPR, DPR,
DPD, dan juga DPRD dapat dilihat dari hubungan kerja antara keempat
lembaga tersebut dari sudut pandang tugas dan kewenangan masing-
masing lembaga. Misalnya tentang bagaimana hubungan antara
keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD
dengan status kedudukan MPR sebagai lembaga negara. Hubungan
lainnya yang juga harus diatur adalah hubungan antara MPR dengan
DPR dalam hal pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya, hubungan antara DPR dan DPD dalam rangka
pembentukan UU maupun sidang bersama, serta beberapa hubungan
kelembagaan lainnya.
Sedangkan, di tingkat politik lokal, pola lama atas prinsip
kemitraan yang dibangun sangat mudah terperosok pada
ketidakberdayaan posisi politik DPRD dan berjalan secara tidak
seimbang. Ironisnya, kebijakan tertentu pemerintahan daerah, seperti
halnya alokasi angka atau besaran sektor dan sub sektor APBD bukan
berada dalam aktor kunci eksekutif itu sendiri, atau apalagi DPRD,
tetapi justru berada di tingkat pelaksana eksekusi anggaran di
departemen teknis. Keterbatasan gerak politik DPRD dalam
melaksanakan peranan politik pemerintahan daerah, semakin
menjauhkan hubungan antara para wakil rakyat yang ada di DPRD
dengan aspirasi pemilihnya. Langkah-langkah advokasi kepentingan
rakyat di tingkat bawah (grass root level) lebih dijalankan oleh kalangan
20
nonpemerintah (seperti halnya lembaga swadaya masyarakat)
dibandingkan melalui kelembagaan formal DPRD. Oligarki elit proses
politik pemerintahan daerah menjadi beban tertentu, karena otonomi
yang dihasilkan tidak berjalan pada tataran kemandirian dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Sikap kritis dan bahkan sinis
terhadap pola pelaksanaan otonomi lokal, yaitu melalui kebijakan
pemekaran wilayah yang sangat gencar dilakukan, adalah satu contoh
di antaranya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dibentuk Undang-
Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah guna meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi,
menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas
dan wewenang lembaga, serta mengembangkan mekanisme checks and
balances antara lembaga legislatif dan eksekutif. Selain itu juga dalam
rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja anggota
lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan
lembaga perwakilan daerah demi mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan rakyat.
21
BAB III
22
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksaan Keuangan;
9. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden Dan Wakil Presiden;
10. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan;
11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum;
12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
15. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.
23
ketentuan yang mengatur tentang MPR ternyata sangat singkat
pengaturannya, yakni hanya diatur di dalam dua pasal saja, yakni
Pasal 2 dan Pasal 3. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa MPR terdiri
atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pasal ini tidak
menyatakan bahwa MPR terdiri atas DPR dan DPD, tetapi anggota DPR
dan anggota DPD. Frasa yang menyatakan “yang dipilih melalui
pemilihan umum” ini menegaskan bahwa baik anggota DPR maupun
anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum. Pengaturan ini berbeda
dengan sebelum amandemen UUD 1945, di mana tidak seluruh anggota
MPR dipilih, tetapi ada yang dipilih dalam Pemilu dan ada yang
diangkat serta terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan
Daerah, dan Utusan Golongan.
Akhir dari Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 terdapat frasa ”...dan diatur
lebih lanjut dengan undang-undang.” Dengan demikian hal ihwal
mengenai MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD itu
selanjutnya harus diatur di dalam undang-undang. Hal ini jelas karena
pengaturan di dalam UUD 1945 mengenai MPR, DPR, dan DPD
sangatlah singkat. Karena MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota
DPD maka MPR tidaklah mengatur secara khusus mengenai ”anggota
MPR”, baik tugas, wewenang, maupun hak-haknya. Pasal 2 ayat (2)
UUD 1945 mengatur mengenai sidang MPR, di mana dinyatakan bahwa
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sedangkan Pasal 2 ayat (3) mengatur mengenai bagaimana putusan
MPR dilakukan, di mana dinyatakan bahwa segala putusan MPR
ditetapkan dengan suara terbanyak. Kedua ayat ini merupakan aturan
yang sama dengan sebelum amendemen konstitusi 1999-2002.
Pasal 3 mengatur mengenai wewenang MPR. Isi bab ini merupakan
hasil amandemen ketiga dan keempat UUD 1945. Sebagaimana Pasal 2,
Pasal 3 inipun hanya terdiri atas tiga ayat saja. Pasal 3 ayat (1)
menyatakan bahwa MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa MPR melantik Presiden dan/atau
Wakil Presiden. Sementara itu Pasal 3 ayat (3) mengatur syarat bila
MPR memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya. Ayat ini menegaskan bahwa MPR hanya dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD. Dengan demikian ada tiga wewenang MPR di
sini, yakni:
a. mengubah dan menetapkan UUD;
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya sesuai UUD.
d. memilih Wakil Presiden dari calon yang diajukan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan Wakil Presiden (Pasal 8 ayat (2)).
e. memilih Presiden dan Wakil Presiden jika keduanya
berhalangan tetap secara bersamaan Pasal 8 ayat (3).
Dari kelima wewenang itu yang secara rutin dilakukan oleh MPR
adalah wewenang melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebab,
mengubah dan menetapkan UUD serta memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden
dalam hal tertentu tidak rutin dilakukan. Perubahan UUD 1945 ini
membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR.
Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara
dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, BPK,
24
MA, dan MK. MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk
menetapkan GBHN.
Produk yang dikeluarkan oleh MPR adalah berupa Ketetapan MPR
(TAP MPR). Produk dari MPR ini juga mengalami perubahan status.
Sebelumnya pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, TAP MPR tidak lagi
menjadi bagian dari hierarkhi peraturan perundang-undangan. Namun
setelah adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, TAP MPR tersebut
dikembalikan lagi ke posisi semula sebagai bagian dari hierarkhis
peraturan perundang-undangan yang berposisi di bawah undang-
undang.
25
b. Bahwa DPR terdiri atas anggota Parpol peserta Pemilu yang
dipilih berdasarkan hasil Pemilu.
c. Bahwa susunan DPR diatur dengan undang-undang.
d. Bahwa DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
e. Bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-
undang.
f. Bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
g. Bahwa dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
h. Bahwa setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak
imunitas.
i. Bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR.
j. Bahwa anggota DPR berhak mengajukan usul RUU.
k. Bahwa DPR dapat mencabut peraturan pemerintah pengganti
undang-undang yang telah ditetapkan oleh Presiden.
l. Bahwa dengan persetujuan DPR, Presiden menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
m. Bahwa dengan memperhatikan pertimbangan DPR, Presiden
mengangkat duta.
n. Bahwa dengan memperhatikan pertimbangan DPR, Presiden
memberi amnesti dan abolisi.
o. Bahwa anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
22Ni’matul Huda, Gagasan Amandemen Ulang UUD 1945 (Usulan Untuk Penguatan
DPD dan Kekuasaan Kehakiman), Jurnal Hukum UII No. 3 Vol. 15 Juli 2008, hal. 10.
26
Dengan adanya perubahan tersebut maka dapat memberi peran
yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan
politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan
kepentingan daerah. Namun keberadaan DPD ini masihlah menjadi
suatu hal yang diperdebatkan oleh para pakar hukum tata negara di
Indonesia. Keberadaan dan kewenangan DPD yang diatur di dalam UUD
1945, masih belum dapat dikategorikan sebagai lembaga legislatif
seutuhnya sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal dan efektif.
Bab VII A yang mengatur mengenai DPD merupakan bab yang
baru muncul pasca amandemen ketiga UUD 1945. Bab ini terdiri atas
dua pasal, yaitu Pasal 22 C dan Pasal 22 D. Inti dari kedua Pasal itu
adalah mengenai anggota, serta susunan dan kedudukan DPD (Pasal 22
C) dan wewenang DPD (Pasal 22 D). Sebelum amandemen konstitusi
lembaga ini memang belum ada, yang ada adalah Utusan Daerah di
MPR. Berbeda dengan anggota Utusan Daerah pada masa sebelum
amandemen yang seluruhnya diangkat, anggota DPD dipilih dari setiap
provinsi melalui Pemilu {Pasal 22 C ayat (1)}. Berbeda dengan sistem
Pemilu untuk memilih anggota DPR, angota DPD dari setiap provinsi
jumlahnya sama dan tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR
{Pasal 22 C ayat (2)}. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun
{Pasal 22 C ayat (3)}.
Tiga ayat dalam Pasal 22 D mengatur mengenai wewenang DPD,
sedangkan satu ayat mengatur mengenai pemberhentian dari jabatan
anggota DPD. Mengenai wewenang, Pasal 22 D ayat (1) sampai dengan
ayat (3) intinya menyatakan bahwa DPD dapat:
1. mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya;
e. perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas: (1) RUU anggaran
pendapatan dan belanja negara; (2) RUU yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama.
3. Melakukan pengawasan dan menyampaikan hasil pengawasan
sebagai bahan pertimbangan kepada DPR atas pelaksanaan UU
mengenai:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya;
e. pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara,
pajak, pendidikan, dan agama.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, dalam buku “Bikameral Bukan
Federal” menyebut DPD sebagai “auxiliary agency”. Jimly Asshidiqie
mengemukakan bahwa pembentukan DPD semula dimaksudkan dalam
rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar
(bikameral) yang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan struktur bikameral
itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan
sistem double-check yang memungkinkan representasi kepentingan
seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang
lebih luas. DPR merupakan cermin representasi politik dan DPD
27
mencerminkan representasi teritorial atau regional. Akan tetapi,
menurut Jimly, ide bikameralisme itu tidak tercermin dari pasal-pasal
hasil Perubahan Ketiga dan Keempat UUD 1945, karena fungsi legislasi
DPD tidak diberikan secara penuh. Menurut Jimly dalam hal
kekuasaan legislasi, DPD hanya bersifat penunjang atau auxiliary
terhadap DPR, sehingga DPD hanya dapat disebut sebagai co-legislator
dan bukan legislator yang sepenuhnya. Oleh karena sifat tugasnya di
bidang legislasi hanya menunjang, DPD tidak mempunyai kekuasaan
untuk memutuskan atau berperan dalam proses pengambilan
keputusan. Namun demikian, Jimly mengakui bahwa dalam hal
kekuasaan atau fungsi pengawasan, DPD merupakan organ negara
yang memiliki sifat utama yang sederajat dan sama penting dengan
DPR (main constitutional organ).
Jadi sistem yang dianut oleh Indonesia adalah tidak begitu jelas
apakah bikameral secara keseluruhan ataukah tidak. Inti dari sistem
bikameral adalah kompetisi antara Dewan Pertama dengan Dewan
Kedua dalam pengambilan keputusan sebagai wujud adanya
mekanisme check and balances dalam lembaga legislatif. Di dalam UUD
1945, DPD hanya diberikan wewenang memberi pertimbangan,
mengajukan usul, da melakukan pengawasan terhadap undang-undang
tertentu, sedangkan di sisi lain DPR diberikan wewenang yang penuh
sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sub bab DPR di atas
sehingga posisi antar dewan sangat rtidak berimbang. Apabila ditinjau
dari konsep politik, kata “kewenangan” berarti dapat mengambil
keputusan politik. Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20A ayat (1) dan
ayat (3) telah jelas menentukan secara eksplisit bahwa DPR memegang
kekuasaan membentuk UU serta memiliki fungsi legislasi, pengawasan,
dan anggaran. Tidak ada satupun pasal di dalam UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa DPD mempunyai kewenangan. Jadi tidaklah tepat
apabila DPD disebut sebagai lembaga negara dengan wewenang
terbatas, karena sebenarnya DPD tidak mempunyai kewenangan
sebagaimana yang diatur di dalam UUD 1945.
28
1945 tetapi selalu dikaitkan dalam kaitan pemerintahan daerah,
pengaturannya sangat tergantung apa isi UU yang mengaturnya
kemudian. Pasal 18 ayat (7) menyatakan bahwa: ”Susunan dan tatacara
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.”
Melihat secara singkat pengaturan antara DPR dan DPRD
tampaknya kesamaan yang jelas hanyalah bahwa kedua lembaga ini
anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilu. Sementara perbedaannya
cukup banyak, misalnya UUD 1945 mengatur jelas apa wewenang,
fungsi, dan hak anggota DPR. Bahkan dalam hal legislasi, UUD 1945
mengatur secara tegas wewenang DPR mengenai kekuasaan
membentuk undang-undang, wewenang DPR melakukan pembahasan,
persetujuan, dan pengesahan RUU. Bahkan juga diatur hak anggota
DPR mengajukan usul RUU. Sedangkan hal serupa untuk DPRD di
tingkat daerah, tidak diatur di dalam UUD 1945.
DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah
(gubernur/bupati/wali kota). Hubungan antara pemerintah daerah dan
DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan
bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara
lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan
sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam
membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan
kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD
adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah
untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-
masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan
kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan
ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-
masing.
29
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan, dan pembangunan. Dalam kedudukan dan
tugas Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan
partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri Pegawai
Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Dengan demikian perlu adanya singkronisasi Undang-Undang Pokok-
pokok Kepegawaian dengan perubahan Undang-Undang MD3.
30
yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan
pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Di samping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan
pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan
tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih
dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan
Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan
berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier
yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan
untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi
tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan
berkompetisi secara sehat. Dengan demikian pengangkatan dalam
jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan
atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan pelatihan
Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan pangkat, di samping
berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh,
dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam dalam
penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan
program kesejahteraan serta pemberhentian yang merupakan unsur
dalam manajemen Pegawal Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat
maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman
tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri
Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Di samping rnemudahkan
penyelenggaraan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam
dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan
kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil.
31
dan APBD diatur dalam Pasal 26 sampai dengan 29 Undang-Undang
tentang Keuangan Negara, sedangkan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD diatur dalam Pasal 30 sampai dengan
Pasal 33 UU tentang Keuangan Negara. Dalam Pelaksanaan APBN dan
APBD salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait dengan
penyesuaian APBN/APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan
keadaan dibahas bersama DPR/DPRD dengan Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBN/APBD tahun anggaran yang bersangkutan,
apabila terjadi:
a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan
asumsi yang digunakan dalam APBN;
b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis
belanja;
d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran
yang berjalan.
Selanjutnya terkait dengan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD, substansi yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan
pelaporan yang dilakukan oleh presiden atau gubernur terkait dengan
penyampaian RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
32
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, MPR menyusun anggaran yang
dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, MPR
dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya
kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran MPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal MPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) MPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran
MPR dalam peraturan MPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) MPR melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) melalui Sekretariat Jenderal MPR kepada publik
pada akhir tahun anggaran.
Selanjutnya dalam Pasal 73 Undang-Undang MD3 juga dinyatakan
bahwa:
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71, DPR menyusun anggaran yang
dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPR
dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya
kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran DPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR di bawah
pengawasan Badan Urusan Rumah Tangga sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) DPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran
DPR dalam peraturan DPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) DPR melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.
Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 225 Undang-Undang MD3,
di mana dinyatakan bahwa:
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 224, DPD menyusun anggaran yang
dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD
dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya
kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah
pengawasan Panitia Urusan Rumah Tangga sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran
DPD dalam peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) DPD melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.
33
Namun demikian, untuk DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota tidak diatur ketentuan mengenai penyusunan
anggaran. Pada prinsipnya seharusnya DPRD sebagai salah satu entitas
lembaga legislatif daerah perlu pula memiliki kewenangan yang sama.
Akan tetapi jika DPRD Provinsi atau DPRD kabupaten/kota masih
menjadi bagian dari pemerintahan daerah, maka kewenangan
menyusun dan mengelola keuangan atau anggaran masih berada pada
pemimpin kepala daerahnya, yaitu gubernur dan bupati/walikota.
34
DPRD Kabupaten/Kota, dalam Undang-Undang MD3 belum diatur. Hal
ini terlihat tidak sinkron apabila dilihat aturannya dalam Pasal 17 ayat
(2), ayat (4), dan ayat (5), dan Pasal 21 Undang-Undang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam Pasal 17
ayat (2) dinyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan
dari pemerintah daerah. Selanjutnya dalam ayat (4) menyatakan bahwa
laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Dan kemudian dalam
ayat (5) juga dinyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan dengan
tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
Sedangkan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan
bahwa:
(1) Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK
dengan melakukan pembahasan sesuai dengan
kewenangannya.
(2) DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka
menindaklanjuti hasil pemeriksaan.
(3) DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan.
(4) DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan
tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau ayat (3).
Berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
khususnya mengenai peran serta DPRD dalam pelaksanaan
pemeriksaan dan pengelolaan tanggung jawab keuangan daerah,
seharusnya menjadi sinkron apabila ketentuan tersebut juga diatur
serupa dalam Undang-Undang MD3, baik dalam tugas dan kewenangan
secara umum DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, maupun
dalam penjabaran teknis yang dilakukan oleh alat kelengkapan DPRD
Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, agar ketiga fungsi yang
dilaksanakan oleh DPRD yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan dapat berjalan layaknya fungsi yang terdapat dalam DPR.
35
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang
wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Selanjutnya dalam penerbitan
obligasi daerah Daerah, Kepala Daerah terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan DPRD dan Pemerintah sesuai ketentuan pasal 58 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Kemudian dalam Ketentuan Pasal 66 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
menyatakan pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi semua
penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Surplus APBD dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran
berikutnya. Penggunaan surplus APBD tersebut digunakan untuk
membentuk dana cadangan atau penyertaan dalam perusahaan daerah
harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD.
Selain itu juga kewenangan DPRD yang tercantum dalam Undang-
Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah adalah dalam hal Kepala Daerah mengajukan
rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. DPRD bersama
dengan Pemerintah Daerah membahas Rancangan APBD yang
disampaikan dalam rangka mendapatkan persetujuan. Rancangan
APBD yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah
dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
36
sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk
melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing
sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja
yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun
pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah
Daerah, artinya prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari
Pemerintah Daerah. Khusus peraturan daerah tentang APBD
rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup
keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan daerah dan
ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan
menempatkannya dalam Lembaran Daerah.
Dalam ketentuan umum Undang-Undang ini, defenisi
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945.
Sementara definisi Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati,
atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. Adapun pengertian Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penganturan tentang DPRD terdapat dalam Pasal 39 sampai
dengan Pasal 55. Pasal 39 menyebutkan bahwa ketentuan tentang
DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini berlaku
ketentuan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD, yang sekarang telah diubah menjadi Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3. Kedudukan dan Fungsi
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(Pasal 40) DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
(Pasal 41). Tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPRD berturut turut
terdapat dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 45. Mengenai alat
kelengkapan DPRD terdapat dalam Pasal 46 samapi dengan Pasal 53.
Adapun Larangan dan pemberhentian Anggota DPRD (Pasal 54) dan
Penggantian antarwaktu terdapat dalam Pasal 55.
Defenisi pemerintahan daerah, definisi DPRD dan substansi Pasal
39 sampai Pasal 55, perlu diharmonisasikan dan disinkronisasikan
supaya tidak adanya tumpang tindih atau pertentangan pengaturan
dalam Undang-Undang MD3.
37
kerugian negara/daerah akan diberitahukan secara tertulis kepada
DPD, DPD, dan DPRD. Substansi ini belum diatur dengan jelas dalam
Undang-Undang tentang MD3.
Ketiga, dalam hal pemberhentian pimpinan atau anggota BPK,
menurut Pasal 19 Undang-Undang tentang BPK, DPR memiliki
kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian tidak dengan hormat
terhadap Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK karena:
1. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih;
2. melanggar kode etik BPK;
3. tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama 1 (satu)
bulan berturut-turut tanpa alasan yang sah;
4. melanggar sumpah atau janji jabatan;
5. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
atau
6. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPK.
Namun demikian, kewenangan ini belum diatur secara jelas dalam
kewenangan DPR. Oleh karena itu, kewenangan DPR untuk hal ini
perlu diatur dalam perubahan Undang-Undang tentang MD3
mendatang.
Keempat, dalam hal pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan BPK, DPR dapat menunjuk akuntan publik untuk melakukan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang
dilakukan oleh BPK, di mana hasil pemeriksaan ini diserahkan kembali
kepada DPR. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-
Undang tentang BPK. Ketentuan ini perlu disinkronisasikan dengan
pengaturan di Undang-Undang tentang MD3, sekaligus pula diatur
tindak lanjut yang perlu dilakukan DPR terhadap laporan pemeriksaan
tersebut.
38
Calon Presiden dan Wakil Presiden wajib memiliki visi, misi, dan
program kerja yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun ke depan.
Dalam konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan Presidensiil,
menteri yang akan dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden
harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke Komisi Pemilihan
Umum. Selain para Menteri, Undang-Undang ini juga mewajibkan
kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi,
Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Panglima Tentara Nasional
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila dicalonkan
menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Pengunduran diri para pejabat
negara tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan dan terwujudnya etika politik ketatanegaraan. Untuk
menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan, gubernur/wakil
gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota perlu
meminta izin kepada Presiden pada saat dicalonkan menjadi Presiden
atau Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
terpilih adalah pemimpin bangsa, bukan hanya pemimpin golongan
atau kelompok tertentu.
Untuk itu, dalam rangka membangun etika pemerintahan terdapat
semangat bahwa Presiden atau Wakil Presiden terpilih tidak merangkap
jabatan sebagai Pimpinan Parpol yang pelaksanaannya diserahkan
kepada Parpol masing-masing. Proses pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden dilakukan melalui kesepakatan tertulis Parpol atau Gabungan
Parpol dalam pengusulan Pasangan Calon yang memiliki nuansa
terwujudnya koalisi permanen guna mendukung terciptanya efektifitas
pemerintahan. Adapun mengenai pengaturan Kampanye, Undang-
Undang ini mengatur perlunya dilaksanakan debat Pasangan Calon
dalam rangka mengefektifkan penyebarluasan visi, misi, dan program
Pasangan Calon yang bersifat edukatif dan informatif.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini yang mengatur terkait UU
MD3 terdapat dalam Pasal 8 dan Pasal 9 mengenai Tata Cara
Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dimana
Pasangan Calon Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan
oleh Parpol atau Gabungan Parpol peserta Pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari
suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasangan Calon Presiden dan calon Wakil Presiden terpilih
ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan dalam berita acara
hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Berita acara disampaikan
pada hari yang sama oleh KPU kepada:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
2. Dewan Perwakilan Rakyat;
3. Dewan Perwakilan Daerah;
4. Mahkamah Agung;
5. Mahkamah Konstitusi;
6. Presiden;
7. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan
Pasangan Calon; dan
8. Presiden dan Wakil Presiden terpilih (Pasal 160).
Ketentuan lain yang terkait Undang-Undang MD3 adalah mengenai
pelantikan yang terdapat dalam Pasal 161 dan 162. Pasangan Calon
terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis
39
Permusyawaratan Rakyat. Dalam hal calon Wakil Presiden terpilih
berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Presiden terpilih dilantik
menjadi Presiden. Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan tetap
sebelum pelantikan, calon Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi
Presiden. (Pasal 161)
Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut
agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang
paripurna MPR bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden. Jika MPR tidak dapat bersidang Presiden dan Wakil
Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna DPR. Jika DPR,
Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR
dengan disaksikan oleh pimpinan MA. Pengucapan sumpah/janji
tersebut merupakan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
(Pasal 162)
Dengan demikian mengenai pelantikan perlu adanya sinkronisasi
Undang-Undang tentang Pilpres ini dengan RUU MD3.
40
Materi yang berhubungan dengan pengaturan perubahan Undang-
Undang tentang MD3 apabila dikaitkan dengan Undang-Undang
tentang Penyelenggara Pemilu adalah mengenai pengajuan calon KPU
oleh DPR dalam Pasal 12 menyatakan Presiden membentuk
keanggotaan tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 (sebelas)
orang dengan memperhatikan keterwakilan perempuan. Tim seleksi
tersebut membantu Presiden untuk menetapkan calon anggota KPU
yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain itu dalam Pasal 15 Undang-Undang tentang Penyelenggara
Pemilu mencantumkan proses pemilihan anggota KPU di Dewan
Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU
dari Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota KPU
berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan. Dewan Perwakilan
Rakyat menetapkan 7 (tujuh) calon anggota KPU peringkat teratas dari
14 (empat belas) calon sebagai calon anggota KPU terpilih. Dalam hal
tidak ada calon anggota KPU yang terpilih atau calon anggota KPU
terpilih kurang dari 7 (tujuh) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta
Presiden untuk mengajukan kembali bakal calon anggota KPU sejumlah
2 (dua) kali nama calon anggota KPU yang dibutuhkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak surat penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima
oleh Presiden. Penolakan terhadap bakal calon anggota KPU oleh Dewan
Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
Pengajuan kembali bakal calon anggota KPU bukan berasal dari bakal
calon yang telah diajukan sebelumnya. Pemilihan calon anggota KPU
yang diajukan sebagaimana dilaksanakan berdasarkan mekanisme
yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian Dewan
Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota KPU terpilih
kepada Presiden.
Selanjutnya kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tercantum dalam Pasal 38 Undang-Undang tentang Penyelenggara
Pemilu menyatakan KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan
setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur kepada gubernur
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Demikian juga dalam
Pasal 39 menyatakan KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota
kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
Selanjutnya dalam Pasal 74 mengenai kewajiban Bawaslu
menyatakan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan
Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan. Kemudian
Pasal 89 mengenai kewenangan DPR adalah dalam proses pemilihan
anggota Bawaslu di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
berkas calon anggota Bawaslu dari Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat
memilih calon anggota Bawaslu berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan. Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima) calon
anggota Bawaslu peringkat teratas dari 10 (sepuluh) calon sebagai calon
anggota Bawaslu terpilih. Dalam hal tidak ada calon anggota Bawaslu
yang terpilih atau calon anggota Bawaslu terpilih kurang dari 5 (lima)
orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk mengajukan
kembali bakal calon anggota Bawaslu sejumlah 2 (dua) kali nama calon
anggota Bawaslu yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
41
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat
penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden.
Penolakan terhadap bakal calon anggota Bawaslu oleh Dewan
Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
Pengajuan kembali bakal calon anggota Bawaslu bukan berasal
dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya. Pemilihan calon
anggota Bawaslu yang diajukan dilaksanakan berdasarkan mekanisme
yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat
menyampaikan nama calon anggota Bawaslu terpilih kepada Presiden.
Kemudian dalam Pasal 90 Presiden mengesahkan calon anggota
Bawaslu terpilih yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya 5 (lima) nama
anggota Bawaslu terpilih.
Selanjutnya hal yeng berkaitan dengan DPR, DPD, dan DPRD
adalah dalam Pasal 91 menyatakan untuk mengawasi tahapan
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kerja masing-masing.
42
tentang Partai Politik. Diantara pasal-pasal yang diubah tersebut antara
lain:
a. Pasal 1 angka 7 mengenai istilah Kementerian.
b. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (5) mengenai pendirian Parpol dan
kepengurusan Parpol.
c. Pasal 3 ayat (1), ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e
mengenai pendaftaran Parpol menjadi badan hukum.
d. Pasal 4 ayat (1) mengenai penerimaan pendaftaran Parpol.
e. Pasal 5 mengenai AD/ART Parpol.
f. Pasal 16 mengenai pemberhentian keanggotaan Parpol.
g. Pasal 19 mengenai kepengurusan Parpol.
h. Pasal 23 ayat (2) mengenai kepengurusan Parpol.
i. Pasal 29 ayat (1a) mengenai rekrutmen Parpol.
j. Pasal 32 mengenai perselisihan Parpol.
k. Pasal 33 ayat (1) mengenai penyelesaian perselisihan.
l. Pasal 34 mengenai keuangan Parpol.
m. Pasal 34A mengenai laporan Parpol.
n. Pasal 35 ayat (1c) mengenai perusahaan atau badan usaha.
o. Pasal 39 mengenai pengelolaan keuangan Parpo.
p. Pasal 45 mengenai pembubaran Parpol.
q. Pasal 47 mengenai sanksi.
r. Pasal 51 mengenai verifikasi Parpol.
Pada prinsipnya, secara keseluruhan Undang-Undang Partai
Politik mengatur syarat pembentukan Parpol, perubahan AD dan ART,
asas dan ciri, tujuan dan fungsi, hak dan kewajiban Parpol,
keanggotaan dan kedaulatan anggota, organisasi dan tempat
kedudukan, pengambilan keputusan, rekrutmen politik, peraturan dan
keputusan Parpol, pendidikan politik, penyelesaian perselisihan Parpol,
keuangan, larangan, pembubaran dan penggabungan Parpol, dan
pengawasan.
Di dalam Pasal 12 Undang-Undang Partai Politik lebih detil
mengatur hubungan antara Parpol dengan MPR, DPR, dan DPRD,
diantaranya adalah:
a. Dapat ikut serta dalam Pemilu untuk memilih anggota DPR,
DPRD.
b. Dapat membentuk fraksi di tingkat MPR, DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota.
c. Mengajukan calon, memberhentikan anggota, dan mengajukan
pergantian antarwaktu untuk mengisi keanggotaan DPR dan
DPRD.
Dalam hal anggota Parpol diberhentikan adalah anggota lembaga
perwakilan rakyat, secara otomatis anggota tersebut berhenti sebagai
anggota di lembaga perwakilan rakyat tersebut sesuai dengan
ketentuan Pasal 16. Apabila anggota dari Parpol mendapatkan kursi di
DPR dan DPRD maka berhak untuk mendapatkan bantuan keuangan
dari APBN yang diberikan secara proporsional sesuai dengan ketentuan
Pasal 34.
Kondisi yang terbaru saat ini adalah bahwa ketentuan dalam Pasal
51 ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c) Undang-Undang Partai Politik
telah diuji materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK mengabulkan
permohonan Pemohon dalam perkara Nomor 15/PUU-IX/2011. MK
menyatakan bahwa Pasal 51 ayat (1), Pasal 51 ayat (1a) sepanjang frasa
”Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, Pasal 51
ayat (1b), dan Pasal 51 ayat (1c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
43
Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dalam pembacaan
putusan 4 Juli 2011. Dalam hal ini MK berpendapat bahwa pengaturan
status badan hukum Parpol, baik oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik maupun Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, telah
tepat dan benar. Oleh karena Parpol masih tetap diakui berstatus
badan hukum maka status badan hukum tersebut haruslah tetap
mendapat perlindungan konstitusional oleh Pasal 28C ayat (2), Pasal
28D ayat (1), dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Dalam hal ini, MK sependapat dengan para Pemohon bahwa
adanya frasa ”tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban
melakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang ini dengan
mengikuti verifikasi” yang terdapat dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 adalah tidak jelas maksudnya. Frasa
”kewajiban mengikuti verifikasi”, menurut MK, mempunyai akibat
hukum terhadap eksistensi para Pemohon sebagai Parpol yang
berbadan hukum, yaitu apakah hasil verifikasi dapat secara langsung
mempengaruhi eksistensi Parpol dalam hal ini para Pemohon. Artinya,
sebagai Parpol, para Pemohon akan kehilangan status badan
hukumnya karena tidak lolos verifikasi. MK berpendapat, hal tersebut
akan melanggar kepastian hukum terhadap para Pemohon yang oleh
Undang-Undang sebelumnya telah dijamin keberadaannya sebagai
Parpol yang berbadan hukum. Seharusnya dibedakan antara tata cara
pembentukan atau pendirian Parpol dengan aturan tentang syarat-
syarat yang dibebankan kepada Parpol agar sebuah Parpol dapat
mengikuti Pemilu, serta ketentuan yang mengatur mengenai
kelembagaan DPR. Menurut MK, Parpol dalam sistem UUD 1945
mempunyai fungsi yang sangat penting karena secara eksplisit
memberikan hak konstitusional kepada Parpol, terutama dalam Pasal
6A ayat (2), Pasal 8 ayat (3), dan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945. Oleh
karena itu, Parpol harus mendapatkan kepastian hukum untuk
menjamin hak konstitusionalnya termasuk para Pemohon sebagai
Parpol yang telah mempunyai kedudukan sebagai badan hukum. Di
dalam pertimbangan putusannnya MK juga menyatakan bahwa
terjaminnya kelangsungan eksistensi Parpol yang berbadan hukum,
yang gagal menempatkan wakilnya dalam lembaga perwakilan dalam
suatu masa Pemilu, akan terhindar pula adanya musim pendirian
Parpol pada setiap menjelang pelaksanaan Pemilu.
44
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 7)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain diatas mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau Pemerintah atas
perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan. (Pasal 8)
Dalam ketentuan umum Undang-Undang ini, definisi Undang-
Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Definisi Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.
Ketentuan Undang-Undang PPP yang berkaitan dengan Undang-
Undang MD3 adalah mengenai Prolegnas dan penyusunannya (Pasal 20
dan 21). Ketentuan lain yang sangat berkaitan dengan Undang-Undang
MD3 adalah Bab V mengenai penyusunan peraturan perundang-
undangan, yang melibatkan DPR. Disamping itu, juga melibatkan DPD
terkait hak DPD yang dapat mengajukan RUU tertentu. RUU yang
diajukan oleh DPD adalah RUU yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya;dan
e. perimbangan keuangan pusat dan daerah. (Pasal 45)
RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan
komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang
legislasi atau DPD. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi RUU yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan RUU diatur dengan
Peraturan DPR. (Pasal 46)
RUU dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD
kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik.Usul RUU
disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU. Alat
kelengkapan dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi RUU dapat mengundang pimpinan alat
kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan
Undang-Undang untuk membahas usul RUU. Alat kelengkapan
menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil pengharmonisasian
kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diumumkan dalam rapat
paripurna. (Pasal 48)
Terkait subtansi DPRD adalah dalam penyusunan peraturan
daerah. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD
45
Provinsi atau Gubernur. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai
dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Dalam
hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
b. pencabutan Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. perubahan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya terbatas
mengubah beberapa materi, disertai dengan keterangan yang
memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi
dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus
menangani bidang legislasi.
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Gubernur
dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi
vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum. (Pasal 58)
Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 63)
Bab VII Undang-Undang PPP juga mempunyai kaitan sangat erat
dengan MD3, yaitu mengenai pembahasan dan pengesahan rancangan
undang-undang. Disamping DPR sebagai pihak yang mempunyai
kewenangan bersama Presiden untuk membahas RUU dan
mendapatkan persetujuan bersama, DPD juga dapat ikut membahas
RUU tertentu yang berkaitan dengan otonomi daerah. Ketentuan ini
terdapat dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 71. Namun, perlu
sinkronisasi dan kejelasan sejauhmana dan tahapan mana saja DPD
terlibat dalam pembahasan tersebut.
46
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat; dan
e. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Substansi lainnya dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif yang
dapat disinkronisasikan dalam perubahan Undang-Undang tentang
MD3 adalah terkait dengan penggantian calon terpilih anggota DPR,
DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 218 ayat (1) Undang-Undang tentang Pemilu
Legislatif.
47
Untuk fungsi pengawasan, diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan
peraturan daerah dan APBD. Sedangkan untuk hak DPRD dimuat di
dalam Pasal 9, yaitu interpelasi, angket, menyatakan pendapat.
Secara keseluruhan DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
1. membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah;
2. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan
daerah mengenai APBD yang diajukan oleh kepala daerah;
3. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan APBD;
4. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui gubernur bagi DPRD kabupaten/kota,
untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau
pemberhentian;
5. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan
jabatan wakil kepala daerah;
6. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
7. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
8. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
9. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan
daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani
masyarakat dan daerah;
10. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
11. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Khusus untuk alat kelengkapan DPRD diatur di dalam Bab VII
Pasal 36, yaitu terdiri atas Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi,
Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan, dan alat
kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Pengaturan untuk pimpinan DPRD diatur di dalam Pasal 37, yaitu:
1. 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua untuk
DPRD provinsi yang beranggotakan 85 (delapan puluh lima)
orang sampai dengan 100 (seratus) orang;
2. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan 45 (empat puluh lima) orang
sampai dengan 84 (delapan puluh empat) orang;
3. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua untuk
DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang
sampai dengan 44 (empat puluh empat) orang;
4. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua untuk DPRD
kabupaten/kota yang beranggotakan 45 (empat puluh lima)
orang sampai dengan 50 (lima puluh) orang; atau
5. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh)
orang sampai dengan 44 (empat puluh empat) orang.
Untuk tata cara pembentukan peraturan daerah diatur di dalam
Bab IX Pasal 81. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari
DPRD atau kepala daerah yang harus disertai penjelasan atau
keterangan dan/atau naskah akademik. Dalam mengajukan rancangan
peraturan daerah tersebut harus berdasarkan program legislasi daerah,
48
walaupun demikian dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah
dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di luar program
legislasi daerah. Khusus untuk larangan dan sanksi diatur di dalam
Bab XI mulai dari Pasal 98, yaitu dilarang merangkap menjadi pejabat
negara atau pejabat daerah lainnya, hakim pada badan peradilan atau
pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian
Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik Negara
(BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD. Selain itu, anggota DPRD
juga dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada
lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau
pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan
tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD.
49
BAB IV
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan argumentasi yang terkait dengan
pemikiran-pemikiran mendasar tentang kewajiban negara, dan hak-hak
dasar warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan
dan Batang Tubuh UUD 1945. Landasan filosofis tersebut menjadi
acuan perumusan dan pembuatan materi muatan peraturan
perundang-undangan untuk mewujudkan tujuan negara. Selanjutnya
argumentasi sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris
mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat yang
terkait dengan materi muatan RUU. Sedangkan argumentasi yuridis
menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau
materi yang akan diatur. Beberapa persoalan hukum itu antara lain,
peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis
atau tumpang tindih, jenis peraturannya lebih rendah dari Undang-
Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada,
tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum
ada.
Dengan demikian, sebenarnya pertimbangan filosofis berbicara
mengenai bagaimana seharusnya (das sollen) yang bersumber dari
amanat konstitusi. Pertimbangan sosiologis menyangkut fakta empiris
(das sein) yang merupakan abstraksi dari kajian teoritis, kepustakaan,
dan konstataring fakta. Sedangkan pertimbangan yuridis didasarkan
pada abstraksi dari kajian pada analisa dan evaluasi peraturan
perundang-undangan yang ada. Argumentasi filosofis, sosiologis, dan
yuridis ini kemudian dituangkan dan tercermin dalam ketentuan
menimbang dari suatu undang-undang. Itu berarti, rumusan dan
sistematika ketentuan menimbang secara berurutan memuat substansi
argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagai dasar dari
pembentukan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Argumentasi filosofis pembentukan Undang-Undang tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) didasarkan pada tujuan pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia, yaitu melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Atas dasar tujuan
tersebut, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
UUD 1945 yang membentuk susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
UUD 1945 merupakan konstitusi politik, sosial, dan ekonomi yang
harus menjadi acuan bernegara dan berpemerintahan. Sebagai
konsekuensi dari supremasi konstitusi dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalam suatu sistem hukum, maka perubahan
50
konstitusi mengharuskan adanya perubahan sistem, kelembagaan, dan
pelaksanaannya oleh lembaga negara dan institusi pemerintahan. Oleh
karena itu, upaya membangun sistem kelembagaan MPR, DPR, DPD,
dan DPRD harus dilakukan berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
yang terkandung dalam UUD 1945, yaitu sebagai berikut:
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan politik, sosial, dan
ekonomi sehingga berhak atas pelayanan pemerintahan atau
negara yang baik.
2. Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang
berbentuk republik dan kedaulatan ada di tangan rakyat yang
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, serta
kekuasaan pemerintahan negara dipegang oleh Presiden.
3. Negara Republik Indonesia terdiri atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai
pemerintahan daerah dalam wadah kesatuan Republik
Indonesia.
4. Negara Republik Indonesia diselenggarakan oleh oleh lembaga-
lembaga negara untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara.
5. Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak
untuk terus menerus meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata dalam
segala aspek kehidupan serta diselenggarakan secara terpadu,
terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan
suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun
spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Dalam konteks tersebut, semua lembaga negara yang
mewakili kepentingan rakyat harus menjalankan tugas secara
bertanggungjawab untuk kepentingan rakyat.
6. Sejalan dengan prinsip dan tujuan bernegara tersebut di atas,
maka semua lembaga negara dan pemerintahan harus
mempunyai tugas dan fungsi yang jelas dalam penyelenggaraan
negara. Lembaga-lembaga tersebut adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
B. Landasan Sosiologis
Kehadiran lembaga-lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga
perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah, serta lembaga
perwakilan rakyat daerah, yang memiliki kemampuan dalam
memainkan peran secara maksimal dalam tata pengelolaan negara dan
pemerintahan merupakan sebuah kebutuhan.
Realitas sosial mengisyaratkan bahwa berbagai persoalan dan
kebutuhan publik senantiasa mengandalkan pentingnya kehadiran
lembaga-lembaga permusyawaratan dan perwakilan politik dalam
penanganannya. Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan
daerah yang bertumpu pada eksekutif, secara faktual tidak selalu dapat
dijadilkan andalan dalam penyelesaian persoalan dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Bahkan secara sosiologis, ketidakadilan justru
sering terjadi dalam sistem sosial yang dikelola tanpa perwakilan
politik.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah penataan terhadap lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
51
perwakilan daerah, serta lembaga perwakilan rakyat daerah sehingga
dapat menjalankan tugas fungsi dan kewenangannya secara efisien,
efektif, transparan, optimal, dan aspiratif. Dengan dilaksanakannya
tugas dan kewenangan secara efisien, efektif, transparan, optimal dan
aspiratif diharapkan dapat menjawab seluruh persoalan masyarakat
yang terjadi saat ini.
Disamping itu, penataan yang dilakukan adalah dalam kerangka
penguatan sistem perwakilan yang menunjang system pemerintahan
presidensiil yang kuat, di mana terjadi polarisasi antara fraksi yang
dibentuk di parlemen dengan Presiden terpilih. Pengelompokan fraksi
diharapkan dapat mengerucut menjadi Fraksi pemerintah dan fraksi
oposisi. Fraksi pemerintah idealnya dibentuk oleh partai politik
pengusung calon presiden/wakil presiden yang memenangkan Pemilu,
sementara fraksi oposisi merupakan sebatas fraksi yang isinya adalah
Parpol yang calon presiden/wakil presidennya kalah dalam Pemilu.
Dengan situasi seperti ini diharapkan dengan demikian pembentukan
fraksi di DPR akan mendorong terjadinya pelembagaan dan konsolidasi
demokrasi di Indonesia.
C. Landasan Yuridis
Secara yuridis-konstitusional UUD 1945, pengaturan mengenai
keempat lembaga perwakilan di Indonesia (MPR, DPR, DPD, dan DPRD)
hanya pokok-pokok-nya saja, dan untuk pengaturan lebih lanjut
diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Adapun undang-undang yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, dan
DPRD saat ini adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Mengenai MPR, ditentukan bahwa MPR berwenang mengubah dan
menetapkan UUD, memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden,
dan dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 UUD 1945). Di lihat dari
kewenangan yang dimiliki oleh MPR, pelaksanaan atas kewenangan
tersebut bersifat temporer, tidak rutin, dan dilakukan pada saat
momen-momen tertentu. Maka perlu ada kajian yang mendalam terkait
dengan eksistensi MPR sebagai lembaga tiinggi negara dalam hukum
tata negara sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 dikaitkan
dengan pelaksanaan kewenangan lembaga tersebut yang bersifat ad
hoc, termasuk alat kelengkapan MPR dan unsur pendukungnya apakah
relevan bersifat tetap mengingat pekerjaan yang diembannya bersifat ad
hoc.
Mengenai DPR, ditentukan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan {Pasal 20A ayat (1)}. Dalam
menjalankan fungsinya tersebut, DPR mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat {Pasal 20A ayat (1) dan ayat (2)
UUD 1945}.
Namun sepanjang perjalanan proses transisi demokrasi di
Indonesia, DPR merupakan lembaga legislatif yang mendapat perhatian
serius dari masyarakat karena DPR mengalami pasang surut dalam
menjalankan tugas, fungsi dan perannya. Utamanya dalam fungsi
legislasi dinilai oleh publik tidak mencapai target pembentukan
Undang-Undang sebagaimana direncanakan dalam program legislasi
nasional. Kenyataan ini tidak sebanding dengan menjamurnya
pembentukan panja dalam rangka pengawasan dan intensitas anggota
DPR dalam pembahasan anggaran. Yang kemudian muncul adalah
52
pertanyaan seputar efektifitas alat kelengkapan dewan (AKD) yang
sekarang ini apakah sudah memadai untuk mendukung pelaksanaan
tugas dan wewenang DPR, apakah terlalu banyak sehingga tumpang
tindih atau AKD yang sekarang terlalu berat beban kerjanya karena
bermitra dengan banyak kementerian/lembaga. Selain itu, sistem
pendukung yang sekarang ada apakah sudah mampu memberikan
dukungan atas pelaksanaan tugas dan fungsi DPR. Oleh karena itu,
perlu dilakukan evaluasi atas efektivitas AKD yang sekarang ini ada
termasuk juga sistem pendukungnya sehingga pelaksanaan tugas dan
wewenangnya DPR bisa dilakukan lebih optimal.
Selanjutnya, mengenai DPD ditentukan bahwa DPD dapat
mengajukan kepada DPR RUU dalam bidang otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, ikut membahas RUU dalam bidang otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, dan dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-
Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan, agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti (Pasal 22D UUD
1945).
Namun dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut,
Kewenangan anggota DPR dan DPD tidak signifikan dan di desain tidak
berimbang dengan DPR. DPD hanya dapat Mengajukan/mengusulkan,
serta membahas draf RUU terkait dengan hubungan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya dan perimbangan keuangan pusat dan daerah,
tanpa memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan. Di samping
itu kewenangan DPD hanya sebatas memberikan pertimbangan kepada
DPR baik RUU APBN dan RUU yang terkait dengan pajak, pendidikan
dan agama, maupun pemilihan anggota BPK .
Sedangkan mengenai DPRD, ditentukan bahwa pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum {Pasal 18 ayat (3) UUD 1945}.
Mengingat kedudukan DPRD dalam struktur kelembagaan di
Indonesia, belum secara tegas ditempatkan dalam lembaga legislatif
ataukah didudukan sebagai salah satu unsur pemerintahan daerah,
maka hal ini menjadi dilemma dalam pelaksanaan tugas dan
wewenangnya. Kondisi saat ini posisi DPRD lebih melekat sebagai
unsure penyelenggaraan pemerintahan, dibandingkan dengan lembaga
perwakilan rakyat sehingga lebih kuat dilihat dalam perspektif
governance bukan perspektif politik, sehingga secara psiko-politis,
kedudukan sebagai unsur pemerintahan daerah, membuat posisi DPRD
tidak tegas dihadapan pemerintah daerah. Sehingga mekanisme check
and balances tidak bisa berjalan dengan baik. selain membuat lemah
dihadapan kepala daerah, DPRD juga “lemah” dihadapan pemerintah
pusat. Kedudukan sebagai unsur pemerintahan daerah, membuat
DPRD berada dalam struktur hierrakis rejim pemerintahan daerah yang
dipimpin oleh Presiden. Akibat bekerjanya struktur hierrakis ini, DPRD
tidak bisa melepaskan diri dari berbagai proses politik dan produk
53
hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri
Dalam Negeri (Mendagri). Untuk penguatan tugas dan wewenangnya
dalam menjalan ketiga fungsinya maka perlu mencari format baru
dalam memandang kedudukan DPRD dan prospeknya kedepan.
Sehubungan dengan hal itu, untuk mewujudkan lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga
perwakilan daerah sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, perlu
menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penataan dimaksud bisa menyangkut kelembagaannya (misalnya alat
kelengkapan DPR) dan bisa juga menyangkut mekanisme pelaksanaan
fungsi dan kewenangannya. Secara yuridis hal ini dilakukan dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD.
54
BAB V
55
a. penegasan kedudukan DPRD sebagai lembaga legislative di
daerah; dan
b. ketentuan kuorum.
5. mengenai sistem pendukung berkaitan dengan:
a. sekretariat jenderal;
b. lembaga fungsional; dan
c. status kepegawaian.
56
a. Membahas dan memberikan persetujuan atas Perjanjian
Internasional.
RUU ini mengatur bahwa setiap perjanjian internasional tertentu
yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang
harus terlebih dahulu dibahas oleh DPR RI. (Bab III, Pasal 71).
57
f. Keterwakilan Tiap Fraksi Dalam Keanggotaan Badan
Kehormatan.
RUU mengatur untuk menghindari terjadinya ketidakterwakilan
fraksi pada setiap alat kelengkapan khususnya pada Badan
Kehormatan perlu diatur ketentuan bahwa keterwakilan tiap fraksi
mutlak ada pada setiap alat kelengkapan DPR. (Bab III, Pasal 124)
58
RUU mengatur sesuai dengan putusan MK terhadap ketentuan
Kuorum dalam menyatakan pendapat yang semula ¾ menjadi
2/3 sebagaimana yang telah diatur dalam UUD NRI Tahun
1945. (Bab Bab III, Pasal 184).
l. Sistem Pendukung
RUU mengatur bahwa untuk mendukung pelaksanan tugas dan
fungsi MPR, DPR, DPD didukung oleh sekretariat jenderal. Selain
itu kepada DPR diberikan dukungan keahlian oleh badan keahlian.
59
masing pada setiap akhir tahun. ( Bab VII Pasal 393 dan Pasal
393A)
b. Badan keahlian memberikan dukungan keahlian dalam
pelaksanaan fungsi DPR di bidang legislasi, pengawasan dan
anggaraan, yang terdiri atas Pusat Kajian Legislasi DPR, Pusat
Perancang Undang-Undang DPR, dan Pusat Kajian Anggaran
DPR. (Bab VII Pasal 393C, Pasal 393D, 393E)
60
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraiakan pada bab-bab sebelumnya,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, perlu
dilakukan perubahan karena dalam beberapa hal masih
memerlukan pengaturan yang lebih eksplisit/jelas, pengaturan
baru, dan penyempurnaan, antara lain sebagai berikut:
a. pimpinan;
b. alat kelengkapan:
c. ketentuan kuorum;
d. kefraksian, mencakup pembentukannya, tenaga ahlinya, dan
sebagainya.
2. Sistem pendukung (supporting system) yang diperlukan lembaga
perwakilan pada dasarnya terdiri dari dua bentuk, yaitu:
a. dukungan administrasi dan teknis yakni oleh sekretariat
jenderal; dan
b. dukungan keahlian dalam pelaksanaan fungsi legislasi, angaran,
dan pengawasan, yakni kantor perancang, kantor anggaran,
pusat kajian dan informasi data, perpustakaan dan penerbit.
B. Rekomendasi
Demi terwujudnya lembaga perwakilan yang demokratis, efektif, dan
akuntabel, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan. Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu dilakukan
perubahan atau penggantian.
61
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Asshiddiqie, Jimly. Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan
Keempat. PSHTN UI, Jakarta.
B. C. Smith. Decentralization: The Territorial Dimension of State. London:
Asia Publishing House, 1985.
Harman, Benny K. Negeri Mafia Koruptor: Menggugat Peran DPR
Reformasi. Yogyakarta: Penerbit Lamalera, 2012.
Laksono, Fajar dan Subardjo. Kontroversi Undang-Undang Tanpa
Pengesahan Presiden. UII Press, Yogjakarta, 2006.
Maass, Arthur. Area and Power a Theory of Local Government. Illionis:
Glencoe, 1959.
Meny, Yves, Andrew Knap. Government And Politics In Western Europe.
Third Edition. Oxford University Press, New York, 1998.
Muslimin, Amarah. Beberapa Asas Dan Pengertian Pokok Tentang
Administrasi Dan Hukum Administrasi. Bandung: Alumni, 1985.
Mustafa, Bachsan. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Bandung,
Citra Aditya Bakti, 1990.
Nurdin, Nurliah. Komparasi Sistem Presidensial Indonesia & Amerika
Serikat: Rivalitas Kekuasaan antara Presiden & Legislatif. Jakarta:
Penerbit MIPI, 2012.
Saptaningrum, Indriawati Dyah, et.al. Hak Asasi Manusia dalam
Perspektif Politik Transaksional: Penilaian terhadap Kebijakan
HAM dalam Produk Legislasi dan Pengawasan DPR Periode 2004-
2009. Jakarta: Penerbit Elsam, 2011.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
UU No. 27 Tahun 2009, LN No. 123 Tahun 2009 TLN No. 5043.
__________, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 12
Tahun 2011, LN No. 82 Tahun 2011 TLN No. 5234.
C. Internet
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara
Pasca Reformasi, Jakarta, Setjen MKRI, 2006. M. Sadli,
“Countervailing Powers Dalam Gelanggang Demokrasi”,
http://www.pacific.net.id/pakar/sadli/1298/021298.html.
http://www.australianpolitics.com/democracy/terms/parliamentary-
democracy.shtml.
Sidin, A. Irmanputra. “Urgensi Lembaga Negara Penunjang “,
http://unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=6749&coid=3&caid=3
1.
“Target Prolegnas Tak Pernah Tercapai: Anggota DPR tidak Fokus”,
dalam http:www.matanews.com.
“Fraction (Politics)” dalam http://www.nationmaster.com
D. Lain-lain
Ni’matul Huda. Gagasan Amandemen Ulang UUD 1945 (Usulan Untuk
Penguatan DPD dan Kekuasaan Kehakiman), Jurnal Hukum UII
No. 3 Vol. 15 Juli 2008.
62
Singka Subekti, Valina. ”Komplikasi Sistem Presidensial”. Seputar
Indonesia, 1 November 2010.
Surbakti, Ramlan. “Koalisi dan Efektivitas Pemerintahan”. Kompas, 4
Mei 2011.
Tim Hukum P3I Sekretariat Jenderal DPR RI. Ruang Lingkup dan
Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan
Daerah (Laporan Akhir Penelitian). Sekretariat Jenderal DPR RI,
Jakarta, 2003.
63
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH
ATAS DRAFT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
2. Menimbang : a. bahwa untuk TETAP Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
melaksanakan kedaulatan kedaulatan rakyat atas dasar
rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
dalam permusyawaratan/ perwakilan, perlu
perwakilan, perlu mewujudkan lembaga
mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat,
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat,
lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan
dan lembaga perwakilan daerah yang mampu
daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
mengejawantahkan nilai- demokrasi serta menyerap
nilai demokrasi serta dan memperjuangkan aspirasi
menyerap dan rakyat dan daerah sesuai
1
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
memperjuangkan aspirasi dengan tuntutan
rakyat dan daerah sesuai perkembangan kehidupan
dengan tuntutan berbangsa dan bernegara;
perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara;
2
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
5. d. bahwa berdasarkan TETAP d. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu
huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang
membentuk Undang- tentang Perubahan Atas
Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 27
Atas Undang-Undang tahun 2009 tentang Majelis
Nomor 27 tahun 2009 Permusyawaratan Rakyat,
tentang Majelis Dewan Perwakilan Rakyat,
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat,
Daerah;
Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
6. Mengingat : 1. Pasal 2 ayat (1), Pasal 18 PENYEMPURNAAN Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, Pasal
ayat (3), Pasal 19 ayat (2), REDAKSIONAL 3, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8,
Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13,
Pasal 22B, Pasal 22C ayat Pasal 18 ayat (3), Pasal 19,
(4), dan Pasal 22D Undang- Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A,
Undang Dasar Negara Pasal 21, Pasal 22B, Pasal
Republik Indonesia Tahun 22C, Pasal 22D, Pasal 22E
1945; ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),
Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal
24C ayat (2), dan Pasal 37
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945;
3
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Rakyat, Dewan Perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat,
Rakyat, Dewan Perwakilan Dewan Perwakilan Daerah,
Daerah, dan Dewan dan Dewan Perwakilan
Perwakilan Rakyat Rakyat Daerah(Lembaran
Daerah(Lembaran Negara Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Tahun Tahun 2009 Nomor 123,
2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor
Negara Republik Indonesia 5043);
Nomor 5043);
8. Dengan Persetujuan Bersama TETAP Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA INDONESIA
dan dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN: MEMUTUSKAN:
4
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123,
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Tambahan Lembaran Negara Republik
Republik Indonesia Nomor 5043) diubah Indonesia Nomor 5043) diubah sebagai berikut:
sebagai berikut:
11. 1. Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 DIHAPUS _
disisipkan 7 (tujuh) angka yakni angka
4a, 4b, 4c, 4d, dan 4e, 4f, 4g sehingga
Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
12. BAB I DIHAPUS _
KETENTUAN UMUM
13. Pasal 1 DIHAPUS _
6
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
22. 4f. Sekretariat jenderal adalah sistem DIHAPUS _
pendukung MPR, DPR, dan DPD yang
berkedudukan sebagai kesekretariatan
MPR, DPR, dan DPD yang mempunyai
tugas dukungan pelayanan administrasi
kepada anggota MPR, DPR, dan DPD.
7
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dan pertanggungjawaban keuangan
Negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
26. 7. Anggaran Pendapatan dan Belanja DIHAPUS _
Negara, selanjutnya disingkat APBN,
adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang ditetapkan
dengan undang-undang.
8
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela
dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
33. d. melantik Wakil Presiden menjadi DIHAPUS _
Presiden apabila Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya;
34. e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) DIHAPUS _
calon yang diusulkan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan
Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
35. f. memilih Presiden dan Wakil Presiden DIHAPUS _
apabila keduanya mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan, dari 2
(dua) pasangan calon presiden dan wakil
presiden yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan
umum sebelumnya, sampai berakhir
masa jabatannya;
36. 3. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 2 DIHAPUS _
(dua) Pasal yakni Pasal 4A dan Pasal 4B
yang berbunyi sebagai berikut:
37. Pasal 4A DIHAPUS _
9
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Selain wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, MPR mempunyai tugas
memasyarakatkan ketetapan MPR yang
masih berlaku.
10
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
43. (4) MPR menetapkan pertanggungjawaban DIHAPUS _
pengelolaan dan penggunaan anggaran
MPR dalam peraturan MPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
44. (5) MPR membuat laporan pengelolaan dan DIHAPUS _
penggunaan anggaran sebagaimana
dimaksud ayat (3) setiap akhir tahun
anggaran.
45. (6) Laporan sebagaimana dimaksud pada DIHAPUS _
ayat (5) dapat diakses oleh publik.
46. 5. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga Pasal PENYEMPURNAAN 5. Ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat
14 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL (5) Pasal 14 diubah dan ditambah 1
(satu) ayat, yakni ayat (9) sehingga Pasal
14 berbunyi sebagai berikut:
47. Pasal 14 TETAP Pasal 14 1.
(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang (1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang
yang dipilih dari dan oleh anggota MPR. dipilih dari dan oleh anggota MPR.
48. (2) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari PERUBAHAN (2) Pimpinan MPR berasal dari unsur DPR dan
fraksi dan/atau kelompok anggota SUBSTANSI unsur DPD.
disampaikan di dalam sidang paripurna.
49. (3) Tiap fraksi dan kelompok anggota PERUBAHAN (3) Bakal calon pimpinan MPR diajukan oleh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) SUBSTANSI DPR dan DPD.
dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal
calon pimpinan MPR.
50. (4) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud PERUBAHAN (4) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) dipilih secara musyawarah SUBSTANSI ayat (1) dipilih dan ditetapkan dalam rapat
untuk mufakat dan ditetapkan dalam paripurna MPR dengan mengutamakan
rapat paripurna MPR. musyawarah untuk mufakat.
11
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
51. (5) Dalam hal musyawarah untuk mufakat TETAP (5) Dalam hal musyawarah untuk mufakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan
dengan pemungutan suara dan yang pemungutan suara dan yang memperoleh
memperoleh suara terbanyak ditetapkan suara terbanyak ditetapkan sebagai
sebagai pimpinan MPR dalam rapat pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.
paripurna MPR.
52. (6) Selama pimpinan MPR sebagaimana TETAP (6) Selama pimpinan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk,
sidang MPR pertama kali untuk sidang MPR pertama kali untuk menetapkan
menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan
pimpinan sementara MPR. sementara MPR.
53. (7) Pimpinan sementara MPR sebagaimana TETAP (7) Pimpinan sementara MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) adalah Ketua dimaksud pada ayat (6) adalah Ketua DPR
DPR sebagai Ketua Sementara MPR dan sebagai Ketua Sementara MPR dan Ketua
Ketua DPD sebagai Wakil Ketua DPD sebagai Wakil Ketua Sementara MPR.
Sementara MPR.
54. (8) Pimpinan MPR ditetapkan dengan TETAP (8) Pimpinan MPR ditetapkan dengan
keputusan MPR. keputusan MPR.
55. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata TETAP (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
cara pemilihan pimpinan MPR diatur pemilihan pimpinan MPR diatur dalam
dalam peraturan MPR tentang Tata peraturan MPR tentang Tata Tertib.
Tertib.
56. 6. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 6. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 16
Pasal 16 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL diubah dan ditambah 1 (satu) ayat yakni
ayat (5), sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai
berikut:
57. Pasal 16 TETAP Pasal 16
(1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya (1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya
karena: karena:
a. meninggal dunia; a. meninggal dunia;
58. b. mengundurkan diri; atau TETAP b. mengundurkan diri; atau
59. c. diberhentikan. TETAP c. diberhentikan.
12
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
60. (2) Pimpinan MPR diberhentikan TETAP (2) Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
huruf c apabila: a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau
a. diberhentikan sebagai anggota DPR anggota DPD; atau
atau anggota DPD; atau
61. b. tidak dapat melaksanakan tugas TETAP b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
secara berkelanjutan atau berkelanjutan atau berhalangan tetap
berhalangan tetap sebagai pimpinan sebagai pimpinan MPR.
MPR.
62. (3) Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari TETAP (3) Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari
jabatannya sebagaimana dimaksud pada jabatannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), penggantian pimpinan MPR ayat (1), penggantian pimpinan MPR
dilakukan oleh anggota MPR paling lama dilakukan oleh anggota MPR paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak pimpinan MPR 30 (tiga puluh) hari sejak pimpinan MPR
berhenti dari jabatannya. berhenti dari jabatannya.
63. (4) Penggantian pimpinan MPR sebagaimana TETAP (4) Penggantian pimpinan MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang diatur sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
dalam Pasal 14. Pasal 14.
64. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata TETAP (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
cara penggantian Pimpinan MPR diatur penggantian Pimpinan MPR diatur dalam
dalam peraturan MPR tentang tata tertib peraturan MPR tentang tata tertib.
65. 7. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga Pasal PENYEMPURNAAN 7. Ketentuan huruf j diubah dan di antara
71 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL huruf j dan huruf k Pasal 71 disisipkan 1
(satu) huruf, yakni huruf j.1 sehingga Pasal
71 berbunyi sebagai berikut:
66. Pasal 71 TETAP Pasal 71
DPR mempunyai tugas dan wewenang: DPR mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk undang-undang yang a. membentuk undang-undang yang dibahas
dibahas dengan Presiden untuk dengan Presiden untuk mendapat
mendapat persetujuan bersama; persetujuan bersama;
13
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
67. b. memberikan persetujuan atau tidak TETAP b. memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap
memberikan persetujuan terhadap
peraturan pemerintah pengganti undang-
undang yang diajukan oleh Presiden peraturan pemerintah pengganti undang-
untuk menjadi undang-undang; undang yang diajukan oleh Presiden untuk
menjadi undang-undang;
14
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
71. f. memperhatikan pertimbangan DPD atas TETAP f. memperhatikan pertimbangan DPD atas
rancangan undang-undang tentang APBN
rancangan undang-undang tentang APBN
dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan dan rancangan undang-undang yang
agama; berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama;
72. g. membahas bersama Presiden dengan TETAP g. membahas bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD dan memperhatikan pertimbangan DPD dan
memberikan persetujuan atas rancangan memberikan persetujuan atas rancangan
undang-undang tentang APBN yang undang-undang tentang APBN yang
diajukan oleh Presiden; diajukan oleh Presiden;
73. h. melakukan pengawasan terhadap TETAP h. melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang dan APBN; pelaksanaan undang-undang dan APBN;
74. i. membahas dan menindaklanjuti hasil TETAP i. membahas dan menindaklanjuti hasil
pengawasan yang disampaikan oleh DPD pengawasan yang disampaikan oleh DPD
terhadap pelaksanaan undang-undang terhadap pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah, pembentukan, mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pajak, pendidikan, dan agama; pendidikan, dan agama;
15
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pembentukan undang-undang. pembentukan undang-undang.
79. n. memilih anggota BPK dengan TETAP m. memilih anggota BPK dengan
memperhatikan pertimbangan DPD; memperhatikan pertimbangan DPD;
80. o. membahas dan menindaklanjuti hasil TETAP n. membahas dan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan atas pengelolaan dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
tanggung jawab keuangan negara yang jawab keuangan negara yang disampaikan
disampaikan oleh BPK; oleh BPK;
82. q. memberikan persetujuan calon hakim TETAP p. memberikan persetujuan calon hakim agung
agung yang diusulkan Komisi Yudisial yang diusulkan Komisi Yudisial untuk
untuk ditetapkan sebagai hakim agung ditetapkan sebagai hakim agung oleh
oleh Presiden; Presiden;
83. r. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi TETAP q. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan
dan mengajukannya kepada Presiden mengajukannya kepada Presiden untuk
untuk diresmikan dengan keputusan diresmikan dengan keputusan Presiden;
Presiden;
16
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
84. s. memberikan persetujuan terhadap TETAP r. memberikan persetujuan terhadap
pemindahtanganan aset negara yang pemindahtanganan aset negara yang
menjadi kewenangannya berdasarkan menjadi kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang- ketentuan peraturan perundang-undangan
undangan dan terhadap perjanjian yang dan terhadap perjanjian yang berakibat luas
berakibat luas dan mendasar bagi dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
kehidupan rakyat yang terkait dengan terkait dengan beban keuangan negara;
beban keuangan negara;
85. t. menyerap, menghimpun, menampung, TETAP s. menyerap, menghimpun, menampung, dan
dan menindaklanjuti aspirasi menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan
masyarakat; dan
86. u. melaksanakan tugas dan wewenang lain TETAP t. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diatur dalam undang-undang. yang diatur dalam undang-undang.
87. 8. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga Pasal PENYEMPURNAAN 8. Ketentuan ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Pasal
72 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL 72 dihapus sehingga Pasal 72 berbunyi
sebagai berikut:
88. Pasal 72 TETAP Pasal 72
(1) DPR dalam melaksanakan tugas dan (1) DPR dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya berhak meminta pejabat wewenangnya berhak meminta pejabat
negara, pejabat pemerintah, badan negara, pejabat pemerintah, badan hukum,
hukum, atau warga masyarakat untuk atau warga masyarakat untuk memberikan
memberikan keterangan tentang suatu keterangan tentang suatu hal yang perlu
hal yang perlu ditangani demi ditangani demi kepentingan bangsa dan
kepentingan bangsa dan negara. negara.
89. (2) Setiap pejabat negara, pejabat TETAP (2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah,
pemerintah, badan hukum, atau warga badan hukum, atau warga masyarakat
masyarakat wajib memenuhi permintaan wajib memenuhi permintaan DPR
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(1).
90. (3) Setiap pejabat negara, pejabat DIHAPUS (3) Dihapus.
pemerintah, badan hukum, atau warga
17
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
masyarakat yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenakan panggilan paksa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
91. (4) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana DIHAPUS (4) Dihapus.
dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi
tanpa alasan yang sah, yang
bersangkutan dapat disandera paling
lama 30 (tiga puluh) hari sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
92. (5) Dalam hal pejabat yang disandera DIHAPUS (5) Dihapus.
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
habis masa jabatannya atau berhenti
dari jabatannya, yang bersangkutan
dilepas dari penyanderaan demi hukum.
18
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
19
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
99. (2) Dalam menyusun program dan kegiatan DIHAPUS _
DPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), untuk memenuhi kebutuhannya,
DPR dapat menyusun standar biaya
khusus dan mengajukannya kepada
Pemerintah untuk dibahas bersama.
100. (3) Pengelolaan anggaran DPR sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Sekretariat Jenderal DPR di bawah
pengawasan Badan Urusan Rumah
Tangga sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
101. (4) DPR menetapkan pertanggungjawaban DIHAPUS _
pengelolaan anggaran DPR dalam
peraturan DPR sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
102. (5) DPR membuat laporan pengelolaan DIHAPUS _
anggaran sebagaimana dimaksud ayat
(3) setiap akhir tahun anggaran.
103. (6) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (3) DIHAPUS _
dapat diakses oleh publik.
104. 10. Ketentuan Pasal 78 ditambah 2 (dua) DIHAPUS _
huruf yakni huruf i dan huruf j
sehingga Pasal 78 berbunyi sebagai
berikut:
105. Pasal 78 DIHAPUS _
20
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
109. e. membela diri; DIHAPUS _
21
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
121. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana DIHAPUS (6) Dihapus.
dan tenaga ahli fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan DPR tentang Tata Tertib.
22
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
135. (3) Unit pendukung sebagaimana dimaksud DIHAPUS _
pada ayat (2), terdiri dari:
a. tenaga administrasi; dan
147. 14. Ketentuan Pasal 94 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 14. Ketentuan Pasal 94 ditambah 1 (satu)
Pasal 94 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 94
berbunyi sebagai berikut:
148. Pasal 94 TETAP Pasal 94
(1) DPR menetapkan jumlah komisi pada (1) DPR menetapkan jumlah komisi pada
24
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan masa keanggotaan DPR dan
permulaan tahun sidang. permulaan tahun sidang.
149. (2) Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam DIHAPUS _
rapat paripurna menurut perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR, permulaan tahun
sidang atau pada setiap masa sidang.
150. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah TETAP (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah
komisi dan jumlah anggota komisi diatur komisi dan jumlah anggota komisi diatur
dengan Peraturan DPR tentang Tata dengan peraturan DPR tentang tata tertib.
Tertib.
151. 15. Ketentuan Pasal 95 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 15. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) diubah
Pasal 95 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
(4) sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai
berikut:
152. Pasal 95 TETAP Pasal 95
(1) Pimpinan komisi merupakan satu (1) Pimpinan komisi merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
dan kolegial. dan kolegial.
153. (2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) TETAP (2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang
orang wakil ketua, yang diusulkan oleh wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi
fraksi dan ditetapkan dalam rapat komisi dan ditetapkan dalam rapat komisi dengan
dengan memperhatikan keterwakilan memperhatikan keterwakilan perempuan
perempuan menurut perimbangan menurut perimbangan jumlah anggota
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. tiap-tiap fraksi.
154. (3) Penetapan pimpinan komisi sebagaimana TETAP (3) Penetapan pimpinan komisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
rapat komisi yang dipimpin oleh rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan
pimpinan DPR setelah penetapan DPR setelah penetapan susunan dan
susunan dan keanggotaan komisi. keanggotaan komisi.
25
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
155. (4) Penetapan pimpinan komisi dilakukan TETAP (4) Penetapan pimpinan komisi dilakukan
dengan musyawarah mufakat dan apabila dengan musyawarah mufakat dan apabila
musyawarah tidak mencapai mufakat musyawarah tidak mencapai mufakat
pemilihan dilakukan dengan suara pemilihan dilakukan dengan suara
terbanyak. terbanyak.
156. 16. Ketentuan Pasal 96 ayat (2) huruf c dan DIHAPUS _
ayat (6) diubah, sehingga Pasal 96
berbunyi sebagai berikut:
157. DIHAPUS _
Pasal 96
29
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
181. Pasal 96A DIHAPUS _
30
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
186. (6) Pembahasan rancangan undang-undang DIHAPUS _
yang dilanjutkan oleh Badan Legislasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diselesaikan dalam 1 (satu) kali masa
sidang dan dapat diperpanjang 1(satu)
kali masa sidang.
188. 18. Ketentuan Pasal 100 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 18. Ketentuan ayat (2) diubah dan ditambah 1
Pasal 100 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL (satu) ayat, yakni ayat (3) Pasal 100
sehingga Pasal 100 berbunyi sebagai
berikut:
189. Pasal 100 DIHAPUS _
191. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah TETAP (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah
anggota Badan legislasi sebagaimana anggota Badan legislasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
peraturan DPR tentang tata tertib. peraturan DPR tentang tata tertib.
31
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
192. 19. Ketentuan Pasal 101 ayat (2) dan ayat (3) PENYEMPURNAAN 19. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 101
diubah, sehingga Pasal 101 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 101 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
193. Pasal 101 TETAP Pasal 101
(1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan (1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu
satu kesatuan pimpinan yang bersifat kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
kolektif dan kolegial. dan kolegial.
194. (2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 TETAP (2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 3 (satu) orang ketua dan paling banyak 3
(tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan
oleh fraksi dan ditetapkan dalam Badan oleh fraksi dan ditetapkan dalam Badan
Legislasi dengan memperhatikan Legislasi dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan menurut keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap perimbangan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi. fraksi.
195. (3) Penetapan pimpinan Badan Legislasi TETAP (3) Penetapan pimpinan Badan Legislasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam rapat Badan Legislasi dilakukan dalam rapat Badan Legislasi
yang dipimpin oleh pimpinan DPR yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
setelah penetapan susunan dan penetapan susunan dan keanggotaan
keanggotaan Badan Legislasi. Badan Legislasi.
196. 20. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga PENYEMPURNAAN 20. Ketentuan ayat (1) Pasal 102 diubah
Pasal 102 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL sehingga Pasal 102 berbunyi sebagai
berikut:
197. TETAP
Pasal 102 Pasal 102
33
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
205. i. menentukan penanganan suatu TETAP i. menentukan penanganan suatu
rancangan undang-undang oleh alat rancangan undang-undang oleh alat
kelengkapan DPR; kelengkapan DPR;
206. j. mengikuti perkembangan dan TETAP j. mengikuti perkembangan dan melakukan
melakukan evaluasi terhadap evaluasi terhadap pembahasan materi
pembahasan materi muatan muatan rancangan undang-undang
rancangan undang-undang melalui melalui koordinasi dengan komisi
koordinasi dengan komisi dan/atau dan/atau Badan khusus;
Badan khusus;
207. k. melakukan sosialisasi program DIHAPUS _
legislasi nasional;
209. m. membuat laporan kinerja dan TETAP k. membuat laporan kinerja dan
inventarisasi masalah di bidang inventarisasi masalah di bidang
perundang-undangan pada akhir perundang-undangan pada akhir masa
masa keanggotaan DPR untuk dapat keanggotaan DPR untuk dapat digunakan
digunakan oleh Badan Legislasi pada oleh Badan Legislasi pada masa
masa keanggotaan berikutnya; keanggotaan berikutnya.
210. (2) Badan Legislasi menyusun rancangan TETAP (2) Badan Legislasi menyusun rancangan
anggaran untuk pelaksanaan tugasnya anggaran untuk pelaksanaan tugasnya
sesuai dengan kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya
selanjutnya disampaikan kepada Badan disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Urusan Rumah Tangga. Tangga.
34
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
berdasarkan representasi anggota dari
tiap-tiap provinsi menurut perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR, permulaan tahun
sidang, atau pada setiap masa sidang.
213. (2) Susunan dan keanggotaan Badan TETAP (2) Susunan dan keanggotaan Badan
anggaran sebagaimana dimaksud pada anggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiap ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiap
komisi yang dipilih oleh komisi dengan komisi yang dipilih oleh komisi dengan
memperhatikan perimbangan jumlah memperhatikan perimbangan jumlah
anggota dan usulan fraksi. anggota dan usulan fraksi.
214. 22. Ketentuan Pasal 106 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 21. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 106
Pasal 106 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 106 berbunyi
sebagai berikut:
215. Pasal 106 TETAP Pasal 106
(1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan (1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan
satu kesatuan pimpinan yang bersifat satu kesatuan pimpinan yang bersifat
kolektif dan kolegial. kolektif dan kolegial.
216. (2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 TETAP (2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 3 (satu) orang ketua dan paling banyak 3
(tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan
oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat
Badan Anggaran dengan Badan Anggaran dengan memperhatikan
memperhatikan keterwakilan keterwakilan perempuan menurut
perempuan menurut perimbangan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. fraksi.
217. (3) Penetapan pimpinan Badan Anggaran TETAP (3) Penetapan pimpinan Badan Anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam rapat Badan Anggaran dilakukan dalam rapat Badan Anggaran
35
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
yang dipimpin oleh pimpinan DPR yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
setelah penetapan susunan dan penetapan susunan dan keanggotaan
keanggotaan Badan Anggaran. Badan Anggaran.
218. 23. Ketentuan Pasal 107 ayat (1) diubah, PENYEMPURNAAN 23. Ketentuan ayat (1) Pasal 107 diubah,
sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
219. Pasal 107 TETAP Pasal 107
224. f. membahas laporan realisasi dan TETAP f. membahas laporan realisasi dan
prognosis yang berkaitan dengan prognosis yang berkaitan dengan APBN;
dan
APBN; dan
226. (2) Badan Anggaran hanya membahas TETAP (2) Badan Anggaran hanya membahas alokasi
alokasi anggaran yang sudah anggaran yang sudah diputuskan oleh
diputuskan oleh komisi. komisi.
227. (3) Anggota komisi dalam Badan Anggaran TETAP (3) Anggota komisi dalam Badan Anggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
105 ayat (2) harus mengupayakan ayat (2) harus mengupayakan alokasi
alokasi anggaran yang diputuskan anggaran yang diputuskan komisi dan
komisi dan menyampaikan hasil menyampaikan hasil pelaksanaan tugas
pelaksanaan tugas sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1) kepada komisi. kepada komisi.
228. 24. Ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga TETAP 24. Ketentuan ayat (2) Pasal 111 diubah,
Pasal 111 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 111 berbunyi sebagai
berikut:
229. Pasal 111 DIHAPUS _
37
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BAKN pada permulaan
masa keanggotaan DPR, permulaan
tahun sidang atau pada setiap masa
sidang.
230. (2) Anggota BAKN berjumlah paling PERUBAHAN (2) Anggota BAKN berjumlah paling banyak 15
banyak 15 (lima belas) orang atas usul SUBSTANSI (lima belas) orang atas usul fraksi yang
fraksi yang ditetapkan dalam rapat ditetapkan dalam rapat paripurna pada
paripurna pada permulaan masa permulaan masa keanggotaan DPR.
keanggotaan DPR, permulaan masa
sidang, atau pada setiap masa sidang.
231. 25. Ketentuan Pasal 112 ayat (2) dan ayat PENYEMPURNAAN 25. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 112
(3) diubah, sehingga Pasal 112 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 112 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
232. Pasal 112 TETAP Pasal 112
(1) Pimpinan BAKN merupakan satu (1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
dan kolegial.
233. (2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) TETAP (2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil
orang wakil ketua, yang diusulkan oleh ketua, yang diusulkan oleh fraksi dan
fraksi dan ditetapkan dalam rapat BAKN ditetapkan dalam rapat BAKN dengan
dengan memperhatikan keterwakilan memperhatikan keterwakilan perempuan
perempuan menurut perimbangan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. tiap fraksi.
234. (3) Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana TETAP (3)Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
rapat BAKN yang dipimpin oleh rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan
pimpinan DPR setelah penetapan DPR setelah penetapan susunan dan
susunan dan keanggotaan BAKN. keanggotaan BAKN.
235. 26. Ketentuan Pasal 113 ayat (1) huruf b PENYEMPURNAAN 26. Ketentuan ayat (3) Pasal 113 diubah,
dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 113 REDAKSIONAL sehingga Pasal 113 berbunyi sebagai
berbunyi sebagai berikut: berikut:
38
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
236. TETAP
(1) BAKN bertugas: (1) BAKN bertugas:
a. melakukan penelaahan terhadap a. melakukan penelaahan terhadap temuan
temuan hasil pemeriksaan BPK yang hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan
disampaikan kepada DPR; kepada DPR;
239. d. memberikan masukan kepada BPK TETAP d. memberikan masukan kepada BPK dalam
dalam hal rencana kerja pemeriksaan hal rencana kerja pemeriksaan tahunan,
tahunan, hambatan pemeriksaan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian
serta penyajian dan kualitas laporan. dan kualitas laporan.
240. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana TETAP (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN
dapat meminta penjelasan dari BPK, dapat meminta penjelasan dari BPK,
Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga
negara lainnya, Bank Indonesia, badan negara lainnya, Bank Indonesia, badan
usaha milik negara, badan layanan usaha milik negara, badan layanan umum,
umum, badan usaha milik daerah, badan usaha milik daerah, dan lembaga
danlembaga atau badan lain yang atau badan lain yang mengelola keuangan
mengelola keuangan negara. negara.
39
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
241. (3) Dalam hal hasil telaahan BAKN terhadap TETAP (3) Dalam hal hasil telaahan BAKN terhadap
laporan pemeriksaan BPK dipandang laporan pemeriksaan BPK dipandang perlu
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan, dilakukan pemeriksaan lanjutan, BAKN
BAKN dapat mengusulkan kepada BPK dapat mengusulkan kepada BPK untuk
untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. melakukan pemeriksaan lanjutan.
242. (4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada TETAP (4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d
disampaikan kepada pimpinan DPR disampaikan kepada pimpinan DPR dalam
dalam rapat paripurna secara berkala. rapat paripurna secara berkala.
243. 27. Ketentuan Pasal 114 diubah, sehingga TETAP 27. Ketentuan Pasal 114 diubah, sehingga
Pasal 114 berbunyi sebagai berikut: Pasal 114 berbunyi sebagai berikut:
244. Pasal 114 TETAP Pasal 114
245. 28. Ketentuan Pasal 118 diubah, sehingga TETAP 28. Ketentuan ayat (2) Pasal 118 diubah,
Pasal 118 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 118 berbunyi sebagai
berikut:
40
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
247. (2) Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam TETAP (2) Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam
rapat paripurna menurut perimbangan rapat paripurna menurut perimbangan dan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi. fraksi.
248. 29. Ketentuan Pasal 119 ayat (2) dan ayat PENYEMPURNAAN 29. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 119
(3) diubah, sehingga Pasal 119 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 119 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
249. Pasal 119 TETAP Pasal 119
(1) Pimpinan BKSAP merupakan satu (1) Pimpinan BKSAP merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
dan kolegial. dan kolegial.
250. (2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) TETAP (2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang
orang wakil ketua, yang diusulkan oleh wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi
fraksi dan ditetapkan dalam rapat dan ditetapkan dalam rapat BKSAP dengan
BKSAP dengan memperhatikan memperhatikan keterwakilan perempuan
keterwakilan perempuan menurut menurut perimbangan jumlah anggota
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap tiap-tiap fraksi.
fraksi.
251. (3) Penetapan pimpinan BKSAP TETAP (3) Penetapan pimpinan BKSAP sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
dilakukan dalam rapat BKSAP yang rapat BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah DPR setelah penetapan susunan dan
penetapan susunan dan keanggotaan keanggotaan BKSAP.
BKSAP.
252. 30. Ketentuan Pasal 124 diubah sehingga TETAP 30. Ketentuan ayat (2) Pasal 124 diubah
Pasal 124 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 124 berbunyi sebagai
berikut:
255. 31. Ketentuan Pasal 125 ayat (2) dan ayat TETAP 31. Ketentuan Pasal 125 ayat (2) dan ayat (3)
(3) diubah, sehingga Pasal 125 berbunyi diubah, sehingga Pasal 125 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
256. Pasal 125 TETAP Pasal 125
42
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BURT pada permulaan
masa keanggotaan DPR, permulaan
tahun sidang atau pada setiap masa
sidang.
261. (2) Jumlah anggota BURT paling banyak 25 TETAP (2) Jumlah anggota BURT paling banyak 25
(dua puluh lima) orang atas usul fraksi (dua puluh lima) orang atas usul fraksi
menurut perimbangan dan pemerataan menurut perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
262. 33. Ketentuan Pasal 132 ayat (2) dan ayat PENYEMPURNAAN 33. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 132
(3) diubah, sehingga Pasal 132 berbunyi REDAKSIONAL diubah, sehingga Pasal 132 berbunyi
sebagai berikut: sebagai berikut:
263. Pasal 132 TETAP Pasal 132
(1) Pimpinan BURT merupakan satu (1) Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
dan kolegial.
264. (2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) (2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang
PERUBAHAN
orang ketua yang dijabat oleh ketua DPR ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil
dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil SUBSTANSI ketua yang diusulkan oleh fraksi dan
ketua yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat BURT dengan
ditetapkan dalam rapat BURT dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-
menurut perimbangan jumlah anggota tiap fraksi.
tiap-tiap fraksi.
265. (3) Penetapan pimpinan BURT TETAP (3) Penetapan pimpinan BURT sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
dilakukan dalam rapat BURT yang rapat BURT yang dipimpin oleh pimpinan
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah DPR setelah penetapan susunan dan
penetapan susunan dan keanggotaan keanggotaan BURT.
BURT.
266. 34. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga PENYEMPURNAAN 34. Di antara huruf a dan huruf b Pasal 133
Pasal 133 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf a.1
43
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sehingga Pasal 133 berbunyi sebagai
berikut:
269. c. memberi tugas kepada Sekretaris PENYEMPURNAAN a.1 memberi tugas kepada Sekretaris
Jenderal DPR untuk melaksanakan REDAKSIONAL Jenderal DPR untuk melaksanakan
kebijakan kerumahtanggaan DPR; kebijakan kerumahtanggaan DPR;
270. d. melakukan pengawasan terhadap PENYEMPURNAAN b. melakukan pengawasan terhadap
Sekretariat Jenderal DPR dalam Sekretariat Jenderal DPR dalam
44
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pelaksanaan kebijakan REDAKSIONAL pelaksanaan kebijakan
kerumahtanggaan DPR sebagaimana kerumahtanggaan DPR sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, termasuk dimaksud dalam huruf a, termasuk
pelaksanaan dan pengelolaan anggaran pelaksanaan dan pengelolaan anggaran
DPR; DPR;
271. e. melakukan koordinasi dengan alat PENYEMPURNAAN c. melakukan koordinasi dengan alat
kelengkapan DPD dan alat kelengkapan REDAKSIONAL kelengkapan DPD dan alat kelengkapan
MPR yang berhubungan dengan MPR yang berhubungan dengan
masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, masalah kerumahtanggaan DPR, DPD,
dan MPR yang ditugaskan oleh dan MPR yang ditugaskan oleh
pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat
Badan Musyawarah; Badan Musyawarah;
272. f. menyampaikan hasil keputusan dan PENYEMPURNAAN d. menyampaikan hasil keputusan dan
kebijakan BURT kepada setiap anggota REDAKSIONAL kebijakan BURT kepada setiap anggota
DPR; dan DPR; dan
273. g. menyampaikan laporan kinerja dalam PENYEMPURNAAN e. menyampaikan laporan kinerja dalam
rapat paripurna DPR yang khusus REDAKSIONAL rapat paripurna DPR yang khusus
diadakan untuk itu. diadakan untuk itu.
(1) Usul rancangan undang-undang dapat (1) Usul rancangan undang-undang dapat
45
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
diajukan oleh anggota DPR, komisi, diajukan oleh anggota DPR, komisi,
gabungan komisi, atau Badan Legislasi. gabungan komisi, atau Badan Legislasi
278. (2) Usul rancangan undang-undang TETAP (2) Usul rancangan undang-undang
disampaikan secara tertulis oleh disampaikan secara tertulis oleh anggota
anggota DPR, pimpinan komisi, DPR, pimpinan komisi, pimpinan gabungan
pimpinan gabungan komisi, atau komisi, atau pimpinan Badan Legislasi
pimpinan Badan Legislasi kepada kepada pimpinan DPR disertai daftar nama
pimpinan DPR disertai daftar nama dan dan tanda tangan pengusul
tanda tangan pengusul.
279. (3) DPR memutuskan usul rancangan TETAP (3) DPR memutuskan usul rancangan undang-
undang-undang sebagaimana dimaksud undang sebagaimana dimaksud pada ayat
pada ayat (2) dalam rapat paripurna, (2) dalam rapat paripurna, berupa:
berupa: a. persetujuan;
a. persetujuan;
280. b. persetujuan dengan pengubahan; TETAP b. persetujuan dengan pengubahan; atau
atau
281. c. penolakan TETAP c. penolakan
282. (4) Dalam hal persetujuan dengan TETAP (4) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan,
pengubahan, DPR menugasi komisi, DPR menugasi komisi, gabungan komisi,
gabungan komisi, Badan Legislasi, atau Badan Legislasi, atau panitia khusus untuk
Badan khusus untuk menyempurnakan menyempurnakan rancangan undang-
rancangan undang-undang tersebut. undang tersebut
283. (5) Rancangan undang-undang yang telah TETAP (5) Rancangan undang-undang yang telah
disiapkan oleh DPR disampaikan disiapkan oleh DPR disampaikan dengan
dengan surat pimpinan DPR kepada surat pimpinan DPR kepada Presiden.
Presiden.
284. (6) Dalam hal rancangan undang-undang TETAP (6) Dalam hal rancangan undang-undang yang
yang telah disiapkan oleh DPR berkaitan telah disiapkan oleh DPR berkaitan dengan
dengan otonomi daerah, hubungan otonomi daerah, hubungan pusat dan
pusat dan daerah, pembentukan dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
pemekaran serta penggabungan daerah, penggabungan daerah, pengelolaan sumber
pengelolaan sumber daya alam dan daya alam dan sumber daya ekonomi
46
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sumber daya ekonomi lainnya, serta lainnya, serta perimbangan keuangan pusat
perimbangan keuangan pusat dan dan daerah disampaikan dengan surat
daerah disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada
pimpinan DPR kepada Presiden dan pimpinan DPD.
kepada pimpinan DPD.
285. 37. Ketentuan Pasal 144 ayat (2) diubah PERUBAHAN 37. Ketentuan Pasal 144 ditambah 1 (satu) ayat,
sehingga berbunyi sebagai berikut : REDAKSIONAL yakni ayat (2) sehingga Pasal 144 berbunyi
sebagai berikut:
286. Pasal 144 TETAP Pasal 144
(1) Rancangan undang-undang yang berasal (1) Rancangan undang-undang yang berasal
dari Presiden diajukan dengan surat dari Presiden diajukan dengan surat
Presiden kepada pimpinan DPR. Presiden kepada pimpinan DPR
287. (2) Rancangan undang-undang yang berasal TETAP (2) Rancangan undang-undang yang berasal
dari Presiden berkaitan dengan otonomi dari Presiden berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
sumber daya alam dan sumber daya daya alam dan sumber daya ekonomi
ekonomi lainnya, serta perimbangan lainnya, serta perimbangan keuangan pusat
keuangan pusat dan daerah diajukan dan daerah diajukan kepada DPR dan
kepada DPR dan pimpinan DPR pimpinan DPR menyampaikannya kepada
menyampaikannya kepada Pimpinan Pimpinan DPD.
DPD.
288. 38. Ketentuan Pasal 146 diubah sehingga PENYEMPURNAAN 38. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 146
Pasal 146 berbunyi sebagai berikut : REDAKSIONAL diubah dan ditambah 4 (empat) ayat, yakni
ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6)
sehingga Pasal 146 berbunyi sebagai berikut:
289. Pasal 146 TETAP Pasal 146
47
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
serta penggabungan daerah, serta penggabungan daerah, pengelolaan
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya alam dan sumber daya
sumber daya ekonomi lainnya, serta ekonomi lainnya, serta perimbangan
perimbangan keuangan pusat dan keuangan pusat dan daerah.
daerah.
48
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pembahasan rancangan undang-undang
bersama DPR dan DPD.
294. (5) DPR dan Presiden mulai membahas PERUBAHAN (6) DPR, DPD, dan Presiden mulai membahas
rancangan undang-undang dari DPD SUBSTANSI rancangan undang-undang dari DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu paling lama 60 dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
(enam puluh) hari terhitung sejak surat puluh) hari terhitung sejak surat
pimpinan DPR diterima Presiden. pimpinan DPR diterima Presiden.
295. 39. Ketentuan Pasal 147 dihapus TETAP 39. Ketentuan Pasal 147 dihapus
296. 40. Ketentuan Pasal 148 diubah sehingga TETAP 40. Ketentuan Pasal 148 diubah sehingga Pasal
Pasal 148 berbunyi sebagai berikut: 148 berbunyi sebagai berikut:
297. Pasal 148 PERUBAHAN Pasal 148
SUBTANSI
(1) Pembicaraan rancangan undang-undang Tindak lanjut pembahasan rancangan undang-
yang berasal dari DPR, Presiden atau undang yang berasal dari DPR, DPD, atau
DPD dilakukan melalui 3 (tiga) tingkat Presiden dilakukan melalui 2 (dua) tingkat
pembicaraan. pembicaraan.
49
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
300. 41. Ketentuan Pasal 149 diubah sehingga DIHAPUS 41. Ketentuan huruf b Pasal 149 diubah
Pasal 149 berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 149 berbunyi sebagai
berikut:
301. Pasal 149 PERUBAHAN Pasal 149
SUBSTANSI
Tiga tingkat pembicaraan sebagaimana Dua tingkat pembicaraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148 adalah: dimaksud dalam Pasal 148 adalah:
a. Tingkat I pembahasan rancangan a. Tingkat I dalam rapat komisi, rapat
undang-undang dalam rapat komisi, gabungan komisi, rapat Badan Legislasi,
rapat gabungan komisi, rapat Badan rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia
Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau Khusus.
rapat Panitia Khusus.
302. PERUBAHAN b. Tingkat II penyampaian dalam rapat
b. Tingkat II penyampaian pendapat mini.
SUBSTANSI paripurna.
303. DIHAPUS _
b. Tingkat III pengambilan keputusan dalam
rapat paripurna
304. 41. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga PERUBAHAN 42. Ketentuan ayat (2) huruf c dan huruf d, ayat
Pasal 150 berbunyi sebagai berikut : REDAKSIONAL (4) dan ayat (5) Pasal 150 diubah dan ayat
(6) dihapus diubah sehingga Pasal 150
berbunyi sebagai berikut :
305. Pasal 150 TETAP Pasal 150
50
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
308. (2) Dalam pengantar musyawarah TETAP (2) Dalam pengantar musyawarah sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf a:
huruf a: a. DPR memberikan penjelasan dan
a. DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan jika
Presiden menyampaikan pandangan rancangan–undang-undang berasal dari
apabila rancangan–undang-undang DPR;
berasal dari DPR;
309. b. DPR memberikan penjelasan serta TETAP b. DPR memberikan penjelasan serta
Presiden dan DPD menyampaikan Presiden dan DPD menyampaikan
pandangan apabila rancangan pandangan apabila rancangan undang-
undang-undang yang berkaitan undang yang berkaitan dengan
dengan kewenangan DPD kewenangan DPD sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal 71 huruf e
71 huruf e berasal dari DPR; berasal dari DPR;
310. c. DPD memberikan penjelasan serta PERUBAHAN c. Presiden memberikan penjelasan dan
DPR dan Presiden menyampaikan SUBSTANSI DPR memberikan pandangan apabila
pandangan apabila rancangan rancangan undang berasal dari Presiden;
undang-undang yang berkaitan atau
dengan kewenangan DPD berasal dari
DPD.
311. d. Presiden memberikan penjelasan dan PERUBAHAN d. Presiden memberikan penjelasan serta
fraksi memberikan pandangan SUBSTANSI DPR dan DPD menyampaikan
apabila rancangan undang berasal pandangan apabila rancangan undang-
dari Presiden; atau undang yang berkaitan dengan
kewenangan DPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 huruf e
berasal dari Presiden.
312. e. Presiden memberikan penjelasan DIHAPUS _
serta fraksi dan DPD menyampaikan
pandangan apabila rancangan
undang-undang yang berkaitan
dengan kewenangan DPD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
71 huruf e berasal dari Presiden.
51
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
313. (3) Daftar inventarisasi masalah TETAP (3) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan
huruf b diajukan oleh: oleh:
a. Presiden, apabila rancangan undang-
undang berasal dari DPR; dan a. Presiden, apabila rancangan undang-
undang berasal dari DPR; dan
314. b. DPR, apabila rancangan undang- TETAP b. DPR, apabila rancangan undang-undang
undang berasal dari Presiden. berasal dari Presiden.
315. (4) Daftar inventarisasi masalah PERUBAHAN (4) DPD mengajukan Daftar Inventarisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SUBSTANSI
Masalah atas rancangan undang-undang
huruf b dapat diajukan oleh DPD
apabila rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden atau DPR yang
yang berasal dari Presiden atau DPR berkaitan dengan kewenangan DPD
berkaitan dengan otonomi daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
hubungan pusat dan daerah, huruf e.
pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
316. (5) Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat TETAP (5) Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat
diundang pimpinan lembaga negara diundang pimpinan lembaga negara atau
atau lembaga lain apabila materi lembaga lain apabila materi rancangan
rancangan undang-undang berkaitan undang-undang berkaitan dengan lembaga
dengan lembaga negara atau lembaga negara atau lembaga lain.
lain.
317. 43. Diantara Pasal 150 dan Pasal 151 DIHAPUS _
disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal
150A yang berbunyi sebagai berikut:
52
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
53
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
pengambilan keputusan oleh DPR dan pengambilan keputusan oleh DPR dan
Pemerintah dalam rapat paripurna DPR Pemerintah dalam rapat paripurna DPR
dengan kegiatan: dengan kegiatan:
326. a. penyampaian laporan oleh pimpinan PERUBAHAN a. penyampaian laporan yang berisi proses,
komisi, gabungan komisi, Badan SUBSTANSI pendapat mini komisi, gabungan komisi,
Legislasi, Badan Anggaran atau Badan Legislasi, Badan Anggaran, atau
Panitia Khusus yang berisi: Pansus, pendapat mini DPD, dan hasil
1. proses pembahasan rancangan pembicaraan Tingkat I:
undang-undang;
327. 2. pendapat mini fraksi yang PERUBAHAN b. pernyataan persetujuan atau penolakan
disampaikan dalam Pembicaraan SUBSTANSI dari anggota DPR secara lisan yang
Tingkat II; diminta oleh pimpinan rapat paripurna,
dan;
PENAMBAHAN c. pendapat akhir Presiden yang
SUBSTANSI disampaikan oleh Menteri yang
mewakilinya;
333. (3) Dalam hal rancangan undang-undang TETAP (3) Dalam hal rancangan Undang-Undang tidak
tidak mendapat persetujuan bersama mendapat persetujuan bersama antara DPR
antara DPR dan Presiden, rancangan dan Presiden, rancangan Undang-Undang
tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam
undang-undang tersebut tidak boleh
persidangan DPR masa itu.
diajukan lagi dalam persidangan DPR
masa itu.
56
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
yang berbunyi sebagai berikut:
57
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
347. (2) Rancangan undang-undang tentang PENYEMPURNAAN (1b) Rancangan undang-undang tentang APBN,
APBN, disertai nota keuangan dan REDAKSIONAL disertai nota keuangan dan dokumen
dokumen pendukungnya sebagaimana pendukungnya sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) disampaikan ayat (1) disampaikan dalam rapat paripurna
dalam rapat paripurna DPR. DPR.
348. (3) Pembahasan rancangan undang-undang PENYEMPURNAAN (2) Pembahasan rancangan undang-undang
tentang APBN dilakukan sesuai dengan REDAKSIONAL tentang APBN dilakukan sesuai dengan
tingkat pembicaraansebagaimana tingkat pembicaraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148, Pasal dimaksud dalam Pasal 148, Pasal 149,Pasal
149,Pasal 150, dan Pasal 151. 150, dan Pasal 151.
349. (4) DPR dapat mengajukan usul yang PENYEMPURNAAN (3) DPR dapat mengajukan usul yang
mengakibatkanperubahan jumlah REDAKSIONAL mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran penerimaan dan pengeluaran dalam
dalamrancangan undang-undang tentang rancangan undang-undang tentang APBN.
APBN.
350. (5) Pengambilan keputusan oleh DPR PENYEMPURNAAN (4) Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai
mengenai rancangan undang-undang REDAKSIONAL rancangan undang-undang tentang APBN
tentang APBN dilakukan paling lambat 2 dilakukan paling lambat 2 (dua) bulan
(dua) bulan sebelum tahun anggaran sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
yang bersangkutan dilaksanakan. dilaksanakan.
351. (6) APBN yang disetujui oleh DPR terperinci PENYEMPURNAAN (5) APBN yang disetujui oleh DPR terperinci
sampai dengan unit organisasi, fungsi, REDAKSIONAL sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, danjenis belanja. program, kegiatan, danjenis belanja.
352. (7) Dalam hal DPR tidak menyetujui PENYEMPURNAAN (6) Dalam hal DPR tidak menyetujui rancangan
rancangan undang-undang sebagaimana REDAKSIONAL undang-undang sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah pada ayat (1), Pemerintah dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka
dapat melakukan pengeluaran paling
APBN tahun anggaran sebelumnya.
tinggi sebesar angka APBN tahun
anggaran sebelumnya.
353. 48. Ketentuan Pasal 184 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 48. Ketentuan ayat (3) Pasal 184 diubah
sehingga Pasal 184 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 184 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
354.
Pasal 184 TETAP Pasal 184
58
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) Hak menyatakan pendapat (1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf c
ayat (1) huruf c diusulkan oleh paling diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua
sedikit 25 (dua puluh lima) orang puluh lima) orang anggota DPR.
anggota DPR.
355. (2) Pengusulan hak menyatakan pendapat (2) Pengusulan hak menyatakan pendapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan dokumen yang memuat disertai dengan dokumen yang memuat
sekurang-kurangnya: sekurang-kurangnya:
a. materi sebagaimana dimaksud TETAP a. materi sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 77 ayat (4) huruf a dan Pasal 77 ayat (4) huruf a dan alasan
alasan pengajuan usul pernyataan pengajuan usul pernyataan pendapat;
pendapat;
59
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
anggota DPR yang hadir. hadir.
359. 49. Ketentuan Pasal 199 ayat (5) dihapus PENYEMPURNAAN 49. Ketentuan ayat (5) Pasal 199 dihapus
sehingga Pasal 199 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 199 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
360. Pasal 199 Pasal 199
(1) Tahun sidang DPR dimulai pada TETAP (1) Tahun sidang DPR dimulai pada tanggal
tanggal 16 Agustus dan diakhiri pada 16 Agustus dan diakhiri pada tanggal 15
tanggal 15 Agustus tahun berikutnya Agustus tahun berikutnya dan apabila
dan apabila tanggal 16 Agustus jatuh tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur,
pada hari libur, pembukaan tahun pembukaan tahun sidang dilakukan pada
sidang dilakukan pada hari kerja hari kerja sebelumnya.
sebelumnya.
361. (2) Khusus pada awal masa jabatan TETAP (2) Khusus pada awal masa jabatan
keanggotaan, tahun sidang DPR keanggotaan, tahun sidang DPR dimulai
dimulai pada saat pengucapan pada saat pengucapan sumpah/janji
sumpah/janji anggota. anggota.
362. (3) Tahun sidang dibagi dalam 4 (empat) TETAP (3) Tahun sidang dibagi dalam 4 (empat)
masa persidangan. masa persidangan.
363. (4) Masa persidangan meliputi masa TETAP (4) Masa persidangan meliputi masa sidang
sidang dan masa reses, kecuali pada dan masa reses, kecuali pada persidangan
persidangan terakhir dari satu periode terakhir dari satu periode keanggotaan
keanggotaan DPR, masa reses DPR, masa reses ditiadakan.
ditiadakan.
364. (5) Dihapus (5) Dihapus
TETAP
365. 50. Ketentuan Pasal 206 ayat (2) dihapus PENYEMPURNAAN 50. Ketentuan ayat (2) Pasal 206 dihapus
dan ayat (3) huruf k diubah, sehingga REDAKSIONAL sehingga Pasal 206 berbunyi sebagai
Pasal 206 berbunyi sebagai berikut: berikut:
366. Pasal 206 TETAP Pasal 206
(1) Tata tertib DPR ditetapkan oleh DPR (1) Tata tertib DPR ditetapkan oleh DPR
60
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dengan berpedoman pada peraturan dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan.
368. (3) Tata tertib DPR paling sedikit memuat (3) Tata tertib DPR paling sedikit memuat
ketentuan tentang: ketentuan tentang:
TETAP
a. pengucapan sumpah/janji; a. pengucapan sumpah/janji;
373. f. pembentukan, susunan, serta tugas f. pembentukan, susunan, serta tugas dan
dan wewenang alat kelengkapan; TETAP wewenang alat kelengkapan;
380. 51. Ketentuan Pasal 214 ayat (2) diubah 51. Ketentuan ayat (2) Pasal 214 diubah
PENYEMPURNAAN
sehingga Pasal 214 berbunyi sebagai sehingga Pasal 214 berbunyi sebagai
REDAKSIONAL
berikut: berikut:
381. Pasal 214 TETAP Pasal 214
62
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
(1) Pemanggilan dan permintaan
keterangan untuk penyidikan terhadap
anggota DPR yang diduga melakukan
tindak pidana harus mendapat
persetujuan tertulis dari Presiden.
386. (2) Dihapus. DIHAPUS
404. 55. Ketentuan Pasal 301 ayat (9) dan ayat DIHAPUS _
(10) diubah, sehingga Pasal 301 berbunyi
sebagai berikut:
405. Pasal 301 DIHAPUS _
66
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
425. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata DIHAPUS _
cara pembentukan, susunan, tugas dan
wewenang alat kelengkapan serta unit
pendukung DPRD provinsi
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan peraturan DPRD
provinsi tentang tata tertib.
426. 57. Ketentuan Pasal 308 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 57. Ketentuan ayat (3) Pasal 308 diubah
sehingga Pasal 308 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 308 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
427. TETAP
Pasal 308 Pasal 308
(1) Hak angket sebagaimana dimaksud (1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 298 ayat (1) huruf b Pasal 298 ayat (1) huruf b diusulkan oleh:
diusulkan oleh: a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang
a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1
anggota DPRD provinsi dan lebih (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
provinsi yang beranggotakan 35 orang sampai dengan 75 (tujuh puluh
(tiga puluh lima) orang sampai lima) orang;
dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;
428. b. paling sedikit 15 (lima belas) orang TETAP b. paling sedikit 15 (lima belas) orang
anggota DPRD provinsi dan lebih anggota DPRD provinsi dan lebih dari 1
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
provinsi yang beranggotakan di atas beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
75 (tujuh puluh lima) orang. lima) orang.
429. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD diajukan kepada pimpinan DPRD provinsi.
provinsi.
430. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak angket DPRD provinsi menjadi hak angket DPRD provinsi apabila
apabila mendapat persetujuan dari mendapat persetujuan dari rapat
rapat paripurna DPRD provinsi yang paripurna DPRD provinsi yang dihadiri
67
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
pertiga) dari jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD provinsi dan
provinsi dan putusan diambil dengan putusan diambil dengan persetujuan
persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
(dua pertiga) dari jumlah anggota jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir.
DPRD provinsi yang hadir.
431. 58. Ketentuan Pasal 313 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 58. Ketentuan ayat (3) Pasal 313 diubah
sehingga Pasal 313 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 313 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
432. Pasal 313 TETAP Pasal 313
436. 59. Ketentuan Pasal 322 ayat (2) huruf a dan PENYEMPURNAAN 59. Ketentuan ayat (2) huruf a dan ayat (3)
huruf b, ayat (3) huruf b, dan ayat (5) REDAKSIONAL huruf b Pasal 322 diubah sehingga Pasal
diubah sehingga Pasal 322 berbunyi 322 berbunyi sebagai berikut:
sebagai berikut:
437. Pasal 322 TETAP Pasal 322
(1) Setiap rapat DPRD provinsi dapat (1) Setiap rapat DPRD provinsi dapat
mengambil keputusan apabila memenuhi mengambil keputusan apabila memenuhi
kuorum. kuorum.
438. (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada TETAP (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (1) terpenuhi apabila: (1) terpenuhi apabila:
a. rapat dihadiri oleh sekurang- a. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
jumlah anggota DPRD provinsi untuk DPRD provinsi untuk mengambil
mengambil persetujuan atas persetujuan atas pelaksanaan hak
pelaksanaan hak angket dan hak angket dan hak menyatakan pendapat
menyatakan pendapat serta untuk serta untuk mengambil keputusan
mengambil keputusan mengenai usul mengenai usul pemberhentian gubernur
pemberhentian gubernur dan/atau dan/atau wakil gubernur;
wakil gubernur;
439. b. rapat dihadiri oleh sekurang- TETAP b. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
jumlah anggota DPRD provinsi untuk DPRD provinsi untuk memberhentikan
memberhentikan pimpinan DPRD pimpinan DPRD provinsi serta untuk
provinsi serta untuk menetapkan menetapkan peraturan daerah dan
peraturan daerah dan anggaran anggaran pendapatan dan belanja
pendapatan dan belanja daerah; daerah;
440. c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu TETAP c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu
perdua) jumlah anggota DPRD perdua) jumlah anggota DPRD provinsi
provinsi untuk rapat paripurna DPRD untuk rapat paripurna DPRD provinsi
provinsi selain rapat sebagaimana selain rapat sebagaimana dimaksud
dimaksud pada huruf a dan huruf b. pada huruf a dan huruf b.
69
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
441. (3) Keputusan rapat dinyatakan sah TETAP (3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
apabila: a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD
2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota provinsi yang hadir, untuk rapat
DPRD provinsi yang hadir, untuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a;
ayat (2) huruf a;
442. b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua TETAP b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua
pertiga) jumlah anggota DPRD pertiga)jumlah anggota DPRD provinsi
provinsi yang hadir, untuk rapat yang hadir, untuk rapat sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2) huruf b;
huruf b;
443. c. disetujui dengan suara terbanyak, TETAP c. disetujui dengan suara terbanyak,
untuk rapat sebagaimana dimaksud untuk rapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c. pada ayat (2) huruf c.
444. (4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud TETAP (4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat
ditunda paling banyak 2 (dua) kali ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan
dengan tenggang waktu masing-masing tenggang waktu masing-masing tidak lebih
tidak lebih dari 1 (satu) jam. dari 1 (satu) jam.
445. (5) Apabila pada akhir waktu penundaan TETAP (5) Apabila pada akhir waktu penundaan
rapat sebagaimana dimaksud pada ayat rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
(4) kuorum belum juga terpenuhi, kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan
pimpinan dapat menunda rapat paling dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga)
lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu hari atau sampai waktu yang ditetapkan
yang ditetapkan oleh Badan oleh Badan Musyawarah.
musyawarah.
446. (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana TETAP (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), kuorum dimaksud pada ayat (5), kuorum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak a dan huruf b, rapat tidak dapat
dapat mengambil keputusan. mengambil keputusan.
447. (7) Apabila setelah penundaan sebagaimana TETAP (7) Apabila setelah penundaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) kuorum dimaksud pada ayat (5) kuorum
70
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada
diserahkan kepada pimpinan DPRD pimpinan DPRD provinsi dan pimpinan
provinsi dan pimpinan fraksi. fraksi.
448. 60. Ketentuan Pasal 339 diantara ayat (4) PENYEMPURNAAN 60. Ketentuan ayat (2) Pasal 339 diubah dan
dan ayat (5) disisipkan satu ayat yakni REDAKSIONAL diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan satu
ayat (4a) sehingga berbunyi sebagai ayat, yakni ayat (4a) sehingga Pasal 339
berikut: berbunyi sebagai berikut:
(1) Anggota DPRD Provinsi diberhentikan (1) Anggota DPRD Provinsi diberhentikan
sementara karena: sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara a. menjadi terdakwa dalam perkara
tindak pidana umum yang diancam tindak pidana umum yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
tahun atau lebih; atau atau lebih; atau
450. b. menjadi terdakwa dalam perkara TETAP b. menjadi terdakwa dalam perkara
tindak pidana khusus. tindak pidana khusus.
451. (2) Dalam hal anggota DPRD provinsi PERUBAHAN (2) Dalam hal anggota DPRD provinsi
dinyatakan terbukti bersalah karena SUBSTANSI dinyatakan terbukti bersalah karena
melakukan tindak pidana sebagaimana melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud ayat (1), huruf a atau huruf dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf
b berdasarkan putusan pengadilan b berdasarkan putusan pengadilan yang
yang telah memperoleh kekuatan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
hukum tetap, anggota DPRD provinsi anggota DPRD provinsi yang bersangkutan
yang bersangkutan diberhentikan diberhentikan sebagai anggota DPRD
sebagai anggota DPRD provinsi; provinsi sejak ditetapkan
pemberhentiannya.
452. (3) Dalam hal anggota DPRD provinsi TETAP (3) Dalam hal anggota DPRD provinsi
dinyatakan tidak terbukti melakukan dinyatakan tidak terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a atau huruf b pada ayat (1) huruf a atau huruf b
71
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
berdasarkan putusan pengadilan yang berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
tetap, anggota DPRD provinsi yang anggota DPRD provinsi yang bersangkutan
bersangkutan diaktifkan; diaktifkan;
453. (4) Anggota DPRD provinsi yang TETAP (4) Anggota DPRD provinsi yang diberhentikan
diberhentikan sementara, tetap sementara, tetap mendapatkan hak
mendapatkan hak keuangan tertentu; keuangan tertentu;
454. (4a)Proses pemberhentian sementara TETAP (4a) Proses pemberhentian sementara terhadap
terhadap anggota DPRD provinsi anggota DPRD provinsi diambil melalui
diambil melalui keputusan Badan keputusan Badan Kehormatan dan
Kehormatan dan diumumkan dalam diumumkan dalam sidang paripurna
sidang paripurna DPRD provinsi. DPRD provinsi.
455. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata TETAP (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
cara pemberhentian sementara diatur pemberhentian sementara diatur dengan
dengan peraturan DPRD Provinsi peraturan DPRD Provinsi tentang tata
tentang tata tertib. tertib.
457. DIHAPUS _
Pasal 342
72
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
459. PENAMBAHAN Di antara huruf c dan huruf d ayat (1) Pasal 344
RUMUSAN disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf c.1 dan
ayat (2) diubah sehingga Pasal 344 berbunyi
sebagai berikut:
460. PENAMBAHAN Pasal 344
RUMUSAN
(1) DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas
dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah
kabupaten/kota bersama
bupati/walikota;
461. PENAMBAHAN b. membahas dan memberikan persetujuan
RUMUSAN rancangan peraturan daerah mengenai
anggaran pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota yang diajukan
oleh bupati/walikota;
462. PENAMBAHAN c. melaksanakan pengawasan terhadap
RUMUSAN pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota;
463. PENAMBAHAN c.1 memilih bupati untuk DPRD kabupaten,
RUMUSAN dan memilih walikota untuk DPRD kota.
73
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
466. PENAMBAHAN f. memberikan pendapat dan
RUMUSAN pertimbangan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota terhadap
rencana perjanjian internasional di
daerah;
467. PENAMBAHAN g. memberikan persetujuan terhadap
RUMUSAN rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota;
468. PENAMBAHAN h. meminta laporan keterangan
RUMUSAN pertanggungjawaban bupati/walikota
dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota;
469. PENAMBAHAN i. memberikan persetujuan terhadap
RUMUSAN rencana kerjasama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan daerah;
470. PENAMBAHAN j. mengupayakan terlaksananya kewajiban
RUMUSAN daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
471. PENAMBAHAN k. melaksanakan tugas dan wewenang lain
RUMUSAN yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
472. PENAMBAHAN (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan
RUMUSAN tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf k kecuali huruf c.1 diatur
dengan peraturan DPRD kabupaten/kota
tentang tata tertib.
473. 62. Ketentuan Pasal 350 ditambah satu PENYEMPURNAAN 62. Di antara huruf d dan huruf e Pasal 350
huruf yakni huruf j, sehingga Pasal 350 REDAKSIONAL disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf d.1
74
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
berbunyi sebagai berikut: sehingga Pasal 350 berbunyi sebagai
berikut:
474. Pasal 350 TETAP Pasal 350
476. c. menyampaikan usul dan pendapat; TETAP c. menyampaikan usul dan pendapat;
481. g. mengikuti orientasi dan pendalaman TETAP g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
tugas;
482. h. protokoler; dan TETAP h. protokoler; dan
77
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
506. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata DIHAPUS _
cara pembentukan, susunan, tugas dan
wewenang alat kelengkapan serta unit
pendukung DPRD kabupaten/kota
diatur dengan peraturan DPRD
kabupaten/kota tentang tata tertib.
507. 65. Ketentuan Pasal 359 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 65. Ketentuan ayat (3) Pasal 359 diubah
sehingga Pasal 359 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 359 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
508. TETAP
Pasal 359 Pasal 359
(1) Hak angket sebagaimana dimaksud (1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 349 ayat (1) huruf b Pasal 349 ayat (1) huruf b diusulkan oleh:
diusulkan oleh: a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota
a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1
DPRD kabupaten/kota dan lebih (satu) fraksi untuk DPRD
dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20
kabupaten/kota yang (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga
beranggotakan 20 (dua puluh) puluh lima) orang;
sampai dengan 35 (tiga puluh lima)
orang;
509. b. paling sedikit 7 (tujuh) orang TETAP b. paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota
anggota DPRD kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1
lebih dari 1 (satu) fraksi untuk (satu) fraksi untuk DPRD
DPRD kabupaten/kota yang kabupaten/kota yang beranggotakan di
beranggotakan di atas 35 (tiga atas 35 (tiga puluh lima) orang. (2) Usul
puluh lima) orang. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud pada ayat diajukan kepada pimpinan DPRD
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota.
kabupaten/kota.
510. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD diajukan kepada pimpinan DPRD
kabupaten/kota. kabupaten/kota.
78
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
511. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak angket DPRD menjadi hak angket DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota apabila mendapat apabila mendapat persetujuan dari rapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD paripurna DPRD kabupaten/kota yang
kabupaten/kota yang dihadiri dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) pertiga) dari jumlah anggota DPRD
dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota dan putusan diambil
kabupaten/kota dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya
dengan persetujuan sekurang- 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah DPRD kabupaten/kota yang hadir.
anggota DPRD kabupaten/kota yang
hadir.
512. 66. Ketentuan Pasal 364 ayat (3) diubah PENYEMPURNAAN 66. Ketentuan ayat (3) Pasal 364 diubah
sehingga Pasal 364 berbunyi sebagai REDAKSIONAL sehingga Pasal 364 berbunyi sebagai
berikut: berikut:
513. Pasal 364 Pasal 364
(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana (1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 349 ayat (1) huruf dimaksud dalam Pasal 349 ayat (1) huruf c
c diusulkan oleh: diusulkan oleh:
a. paling sedikit 8 (delapan) orang a. paling sedikit 8 (delapan) orang
TETAP
anggota DPRD kabupaten/kota dan anggota DPRD kabupaten/kota dan
lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
kabupaten/kota yang beranggotakan kabupaten/kota yang beranggotakan
20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga
puluh lima) orang; puluh lima) orang;
514. b. paling sedikit 10 (sepuluh) orang TETAP b. paling sedikit 10 (sepuluh) orang
anggota DPRD kabupaten/kota dan anggota DPRD kabupaten/kota dan
lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
kabupaten/kota yang beranggotakan kabupaten/kota yang beranggotakan di
di atas 35 (tiga puluh lima) orang. atas 35 (tiga puluh lima) orang.
79
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
515. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) diajukan kepada pimpinan DPRD diajukan kepada pimpinan DPRD
kabupaten/kota. kabupaten/kota.
516. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat TETAP (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) menjadi hak menyatakan pendapat menjadi hak menyatakan pendapat DPRD
DPRD kabupaten/kota apabila mendapat kabupaten/kota apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD persetujuan dari rapat paripurna DPRD
kabupaten/kota yang dihadiri sekurang- kabupaten/kota yang dihadiri sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
anggota DPRD kabupaten/kota dan anggota DPRD kabupaten/kota dan
putusan diambil dengan persetujuan putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
dari jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang
kabupaten/kota yang hadir. hadir.
517. 67. Ketentuan Pasal 373 ayat (2) huruf a, PENYEMPURNAAN 67. Ketentuan ayat (2) huruf a dan ayat (3)
ayat (3) huruf b, dan ayat (5) diubah, REDAKSIONAL huruf b Pasal 373 diubah, sehingga Pasal
sehingga Pasal 373 berbunyi sebagai 373 berbunyi sebagai berikut:
berikut:
518. Pasal 373 TETAP Pasal 373
(1) Setiap rapat DPRD kabupaten/kota (1) Setiap rapat DPRD kabupaten/kota dapat
dapat mengambil keputusan apabila mengambil keputusan apabila memenuhi
memenuhi kuorum. kuorum.
519. (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada TETAP (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (1) terpenuhi apabila: (1) terpenuhi apabila:
a. rapat dihadiri oleh sekurang- a. rapat dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota untuk mengambil untuk mengambil persetujuan atas
persetujuan atas pelaksanaan hak pelaksanaan hak angket dan hak
angket dan hak menyatakan menyatakan pendapat serta untuk
pendapat serta untuk mengambil mengambil keputusan mengenai usul
keputusan mengenai usul pemberhentian bupati/walikota
pemberhentian bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota;
80
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dan/atau wakil bupati/wakil
walikota;
520. b. rapat dihadiri oleh sekurang- TETAP b. rapat dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah anggota DPRD jumlah anggota DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota untuk untuk memberhentikan pimpinan
memberhentikan pimpinan DPRD DPRD kabupaten/kota serta untuk
kabupaten/kota serta untuk menetapkan peraturan daerah dan
menetapkan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
daerah;
521. c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ TETAP c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu
(satu perdua) jumlah anggota DPRD perdua) jumlah anggota DPRD
kabupaten/kota untuk rapat kabupaten/kota untuk rapat
paripurna DPRD kabupaten/kota paripurna DPRD kabupaten/kota
selain rapat sebagaimana dimaksud selain rapat sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b. pada huruf a dan huruf b.
522. (3) Keputusan rapat dinyatakan sah TETAP (3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
apabila: a. disetujui oleh sekurang-kurangnya
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
2/3 (dua pertiga) dari jumlah DPRD kabupaten/kota yang hadir,
anggota DPRD kabupaten/kota untuk rapat sebagaimana dimaksud
yang hadir, untuk rapat pada ayat (2) huruf a;
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a;
523. b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua TETAP b. disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua
pertiga) jumlah anggota DPRD pertiga) jumlah anggota DPRD
kabupaten/kota yang hadir, untuk kabupaten/kota yang hadir, untuk
rapat sebagaimana dimaksud pada rapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b; ayat (2) huruf b;
524. c. disetujui dengan suara terbanyak, TETAP c. disetujui dengan suara terbanyak,
untuk rapat sebagaimana untuk rapat sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (2) huruf c. pada ayat (2) huruf c.
525. (4) Apabila kuorum sebagaimana TETAP (4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat
rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan
81
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
dengan tenggang waktu masing-masing tenggang waktu masing-masing tidak lebih
tidak lebih dari 1 (satu) jam. dari 1 (satu) jam.
526. (5) Apabila pada akhir waktu penundaan TETAP (5) Apabila pada akhir waktu penundaan
rapat sebagaimana dimaksud pada ayat rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
(4) kuorum belum juga terpenuhi, kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan
pimpinan dapat menunda rapat paling dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga)
lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu hari atau sampai waktu yang ditetapkan
yang ditetapkan oleh Badan oleh panitia musyawarah.
musyawarah.
527. (6) Apabila setelah penundaan TETAP (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dimaksud pada ayat (5), kuorum
kuorum sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak huruf a dan huruf b, rapat tidak dapat
dapat mengambil keputusan. mengambil keputusan.
528. (7) Apabila setelah penundaan TETAP (7) Apabila setelah penundaan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dimaksud pada ayat (5), kuorum
kuorum sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan
diserahkan kepada pimpinan DPRD kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota
kabupaten/kota dan pimpinan fraksi. dan pimpinan fraksi.
529. 68. Ketentuan Pasal 392 diubah, sehingga PENYEMPURNAAN 68. Ketentuan Pasal 392 diubah dan di antara
Pasal 392 berbunyi sebagai berikut: REDAKSIONAL ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (1a), sehingga Pasal 392 berbunyi
sebagai berikut:
530. Pasal 392 _
DIHAPUS
(1) Untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas dan wewenang MPR,
DPR, dan DPD, dibentuk Sekretariat
Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal
DPR, dan Sekretariat Jenderal DPD
yang susunan organisasi dan tata
82
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
kerjanya diatur dengan peraturan
lembaga masing-masing.
531. (2) Sekretariat Jenderal sebagaimana PENYEMPURNAAN (1a) Sekretariat Jenderal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas REDAKSIONAL dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
dukungan pelayanan administrasi kepada dukungan pelayanan administrasi kepada
Anggota MPR, DPR dan DPD. Anggota MPR, DPR dan DPD.
532. (3) Untuk mendukung kelancaran DIHAPUS _
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR,
dibentuk badan keahlian yang ditetapkan
dengan Peraturan DPR tentang Tata
Tertib.
533. (4) Badan keahlian sebagaimana dimaksud DIHAPUS _
pada ayat (3) secara bertanggung jawab
kepada DPR.
542. 70. Ketentuan Pasal 393 diubah, sehingga TETAP Ketentuan Pasal 393 diubah, sehingga Pasal
Pasal 393 berbunyi sebagai berikut: 393 berbunyi sebagai berikut:
543. Pasal 393 DIHAPUS _
87
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
562. (3) Pusat Kajian Legislasi DPR berada di _
bawah dan bertanggungjawab kepada
DIHAPUS
Pimpinan DPR.
569. DIHAPUS _
Pasal 393E
89
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
merupakan sistem pendukung dalam
rangka pelaksanaan fungsi
pengawasan DPR.
575. (2) Pusat penelitian didukung oleh tenaga DIHAPUS _
profesional peneliti dari berbagai
bidang dan/atau disiplin ilmu,
pustakawan, dan arsiparis.
576. (3) Pusat penelitian berada di bawah dan DIHAPUS _
bertanggungjawab kepada Pimpinan
DPR.
577. (4) Pusat penelitian terdiri dari bidang DIHAPUS _
perpustakaan, arsip dan dokumentasi,
dan publikasi.
578. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai DIHAPUS _
struktur organisasi, tugas dan fungsi
serta tata kerja Pusat Penelitian DPR
diatur dalam peraturan DPR tentang
Tata Tertib.
90
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
581. (2) Pegawai negeri sipil sebagaimana DIHAPUS _
dimaksud pada ayat (1) direkrut oleh
Sekretaris Jenderal MPR, Sekretaris
Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal
DPD setelah berkoordinasi dan
mendapatkan persetujuan pimpinan
MPR, pimpinan DPR, dan pimpinan
DPD.
582. (3) Ketentuan mengenai manajemen DIHAPUS _
kepegawaian MPR, DPR, dan DPD
diatur dengan peraturan lembaga
masing-masing.
91
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Pasal 396 berbunyi sebagai berikut:
Tenaga Ahli
93
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
601. (2) Sekretariat DPRD kabupaten/kota DIHAPUS _
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas dukungan pelayanan
administrasi kepada Anggota DPRD
kabupaten/kota.
Tenaga Ahli
94
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
608. Pasal 399 DIHAPUS _
95
NO. USUL PERUBAHAN
DRAFT RUU INISIATIF DPR-RI SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
DIM
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Republik Indonesia Nomor 5043) tetap Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
berlaku bagi MPR, DPR, DPD, DPRD Daerah (Lembaran Negara Republik
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Indonesia Tahun 2009 Nomor 123,
hasil Pemilihan Umum Tahun 2009 Tambahan Lembaran Negara Republik
sampai dengan pengucapan Indonesia Nomor 5043) sampai dengan
sumpah/janji anggota MPR, DPR, DPD, berakhir masa jabatan.
DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota hasil pemilihan umum
berikutnya.
613. b. struktur organisasi sekretariat jenderal DIHAPUS _
MPR, sekretariat jenderal DPR,
sekretariat jenderal DPD, dan sekretariat
DPRD mengikuti dan menyesuaikan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
614. c. struktur organisasi tenaga fungsional dan DIHAPUS _
tenaga profesional yang sudah ada
mengikuti dan menyesuaikan ketentuan
dalam undang-undang ini.
615. Pasal II PERUBAHAN Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada SUBSTANSI Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
tanggal diundangkan. diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang- memerintahkan pengundangan Undang-Undang
Undang ini dengan penempatannya dalam ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Lembaran Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia.
616. Disahkan di Jakarta TETAP Disahkan di Jakarta
pada tanggal ……………….. pada tanggal ………………..
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, REPUBLIK INDONESIA,
97
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH,DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
TAHUN 2014
98
1
RISALAH
b. SEKRETARIAT :
c. Tamu/undangan
1. Amir Syamsuddin, Menteri Hukum dan HAM;
2. Drs. A. Tanribali Lamo, S.H. M.Si., Dirjen Kesbangpol, Kementerian
Dalam Negeri;
3. Sonny Loho, Irjen Kemenkeu, Kementerian Keuangan beserta jajarannya;
4. Rini Widiantini, S.H. M.P.M., Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana,
Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
5. Edi Efendi Tedjakusuma, Deputi EKP Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas.
4
Sebelum kami buka kami mengajak kita semua untuk memanjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Yang selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga kita semua dapat menghadiri
Rapat Kerja Pansus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 pada sore ini dalam keadaan sehat
wal’afiat.
Sesuai dengan catatan yang ada di meja pimpinan, rapat ini telah
ditandatangani oleh 12 anggota Pansus dari 30 anggota Pansus dan telah dihadiri
oleh 6 dari 9 Fraksi. Oleh sebab itu sesuai dengan ketentuan pasal 240 ayat (1)
Peraturan Tata Tertib Dewan, rapat ini telah memenuhi kuorum untuk mengambil
keputusan. Oleh sebab itu atas seizin bapak-ibu saudara-saudara sekalian, Rapat
Kerja ini kami buka dan kami nyatakan terbuka untuk umum.
kami sendiri dari Fraksi Partai Demokrat sebagai ketua. Dan yang terhormat Ibu
Nurul Arifin, SIP sebagai wakil ketua dari Fraksi Partai Golongan Karya. Yang
terhormat Ahmad Yani, SH. Sebagai wakil ketua dari Fraksi PPP, dan dari Fraksi
PKS posisi sebagai wakil ketua adalah yang terhormat Sdr. Fachri Hamzah, SE.
Jadi, lengkap ini pimpinannya, ada sarjana hukum, ada sarjana politik, ada
juga sarjana keuangan karena berkaitan dengan otonomi budget di parlemen.
Selanjutnya Pak Menteri, anggota-anggota pansus ini seperti yang kita lihat
ini di kiri-kanan. Nanti sambil berjalan kita bisa saling berkenalan.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 150 ayat (2) huruf b Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2009 mengenai MD3 Dewan berkaitan dengan Rancangan
Undang-undang Usul Inisiatif memberi penjelasan dan selanjutnya Presiden dan
DPD memberi pertimbangan dalam hal Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif
yang dimaksud berasal dari Dewan dan menyangkut kewenangan DPD. Berkenaan
dengan itu Pemerintah melalui surat nomor tertanggal 27 Desember 2013 Presiden
telah menugaskan Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Kepala Bappenas baik bersama-sama maupun
sendiri-sendiri melakukan pembahasan atas Rancangan Undang-undang ini dengan
Dewan.
Selanjutnya dengan menunjuk pada Surat Presiden tertanggal 27 Desember
2013 Pansus telah mengirimkan undangan kepada Kementerian yang mewakili
Presiden dan bapak/ibu saudara-saudara anggota Pansus, pada saat ini telah hadir
Sdr. Menteri Hukum dan HAM dan Kementerian-kementerian yang telah ditugaskan
oleh Presiden. Untuk itu kami dari meja pimpinan menyampaikan ucapan terima
kasih setinggi-tingginya atas kesediaan Saudara Menteri Hukum dan HAM, wakil-
wakil Pemerintah memenuhi undangan Rapat Kerja pada siang ini.
Saudara Pimpinan Pansus, para menteri anggota Pansus dan hadirin yang
kami hormati,
keterangan Pansus dilakukan sebelum Masa Reses yang dimulai pada tanggal 6
besok.
Dengan demikian Pemerintah selama teman-teman ini mengikuti Pemilu
melakukan kampanye, Pemerintah bisa menyiapkan DIM. Sehingga begitu kita
masuk nanti langsung dengan pembahasan terhadap DIM-DIM yang disampaikan
oleh Pemerintah. Sehingga dengan demikian nanti pembahasan rancangan undang-
undang ini dapat kita selesaikan sesuai dengan waktu yang masih tersisa.
Berkaitan dengan 2 kegiatan yang tadi kami sampaikan. Kami mohon
persetujuan bapak-ibu saudara-saudara sekalian, apakah tawaran kami tadi, agenda
rapat kerja kita pada siang ini yaitu penyampaian keterangan Pansus Dewan dan
penyampaian rencana kerja Pansus dapat kita setujui? Pak Munir setuju? Pak
Menteri setuju Pak? Baik, terima kasih sahkan persetujuannya.
(RAPAT : SETUJU)
(RAPAT : SETUJU)
Saudara Pimpinan Pansus, para Menteri, dan anggota Pansus yang kami
hormati,
Dengan telah disetujuinya 2 agenda tadi maka kami juga mohon persetujuan
mengenai waktunya. Kita sampai, sekarang pukul 15.00 WIB. Sampai jam 15.30
WIB.
(RAPAT : SETUJU)
Baik, marilah kita mulai agenda rapat kerja Pansus pada sore ini yaitu:
pengantar musyawarah keterangan Pansus mengenai Rancangan Undang-undang
tentang Perubahan Undang-undang MD3 maka ke para Pimpinan Pansus yang
telah menyiapkan tugas yang dimaksud kami persilakan. Jadi, Pak Yani nanti selaku
Pimpinan di Baleg juga akan menyampaikan keterangan Pansus. Paling tidak
mengenai isinya, visi-misinya apa. Kita juga tidak begitu mendalam selain teman-
teman yang selama ini mengikuti dari awal di Badan Legislasi.
Maka kami persilakan Pak Yani.
Bismillaahirahmaanirahiim,
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.
Yang saya hormati sekaligus saya banggakan tentunya Pimpinan dan anggota
Pansus RUU Perubahan MD3,
7
Yang saya hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM Pak DR. Amir
Syamsuddin, SH.,MH.,
Yang saya hormati dari Kementerian Dalam Negeri Pak Tanri, adalah sahabat
kita dalam membahas undang-undang yang tidak pernah absen beliau ini,
Yang saya hormati dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi Ibu Rini
Widyanti, SH,MPM.,
Yang saya hormati dari Kementerian Keuangan yang diwakil Irjen Kemenkeu
Pak Sonny Loho,
Yang saya hormati Kepala Bappenas yang dalam hal ini diwakili oleh Deputi
Evaluasi Kinerja Pembangunan Pak Effendi Tedjakusuma, dan tentunya
peserta jajaran yang hadir pada siang hari ini,
Sebagaimana tadi telah disampaikan oleh bapak DR. Benny sebagai ketua
Pansus bahwa RUU Perubahan MD3 ini adalah usul inisiatif dari DPR dan usul itu
kita sepakati bersama pada waktu kita menyusun Prolegnas awal-awal yang lalu dan
ini sudah kita masukkan Pak Amir pada waktu itu sejak tahun 2010, ini RUU
Perubahan yang cukup panjang memakan waktu perdebatan yang cukup panjang,
penyusunannya yang cukup panjang. Hampir memakan waktu lebih kurang 3 tahun.
Oleh karenanya memang tadi sebagaimana dikemukakan oleh Pak Ketua bahwa
kita harapkan betul Undang-undang ini bisa selesai atau RUU ini selesai sebelum
dilantik anggota MPR, DPR, DPRD kota dan kabupaten karena proses
pelantikannya juga berbeda-beda ini. Dan tentunya DPD dan kita harapkan juga
semua disini dalam doa kita semua penyusun dari rancangan undang-undang ini,
kalau saya lihat bahasa langitnya insya Allah terpilih kembali. Sehingga bisa
menikmati undang-undang perubahan ini.
rapat awal ini. Saya ingat betul pada waktu kita menyusun, memperdebatkan RUU
Perubahan diberbagai macam pandangan. Dalam rangka tentunya untuk
memperkuat kelembagaan ini sebagaimana dari buah hasil reformasi adalah
kedaulatan itu diberikan kepada DPR, MPR, DPRD dan lain sebagainya seperti itu.
Berbagai macam pikiran yang muncul. Walaupun akhirnya yang terumuskan, nah ini
yang terumuskan, yang nanti mungkin sampai kepada Pemerintah. Saya berharap
bahwa original intens atau suasana kebathinan pada waktu kita menyusun ini bagian
yang juga tidak terpisahkan. Dan mungkin juga dalam pembahasan-pembahasan
nanti. Inikan undang-undang menjadi satu. Namanya Undang-undang MD3.
Sesungguhnya ada gagasan besar kita pada waktu itu karena waktu itu ada ingin
membuat undang-undang ini tersendiri karena sama-sama kita mengetahui paling
tidak di 3 institusi negara. Kalau kita membaca institusi bahwa MPR, DPR dan DPD
adalah lembaga-lembaga negara. Lembaga-lembaga negara yang lainnya sudah
diatur dengan undang-undang tersendiri. Lembaga Kepresidenan diatur dengan
Undang-undang Kepresidenan. Lembaga yudikatif baik itu Mahkamah Agung
maupun Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undangnya sendiri. Lembaga
Keuangan yakni BPK diatur dengan undang-undangnya sendiri.
Nah, memang yang belum ini adalah undang-undang lembaga perwakilan ini
yang masih tergabung didalam yang namanya Undang-undang MD3 itu sendiri.
Didalam perdebatan-perdebatan kita pada waktu menyusun itu ada semangat kita
ingin men-split ini. Nah, dalam pengantar ini saya kira kalau nanti dalam perjalanan
karena kita harus taat juga dalam tata cara pembuatan peraturan perundang-
undangan sebagaimana undang-undang yang sudah kita sahkan bersama. Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2012, ada kriteria dan kerangka pembuatan undang-
undang itu.
Kalau kita sepakati sesungguhnya dalam rapat ini juga tidak terlalu
menyimpang atau bisa kita katakan tidak bertentangan dengan tata cara
pembentukan perundang-undangan yaitu andai nanti dalam perkembangan nanti
kita menyepakati atau memandang perlu bahwa ternyata ketiga lembaga ini
membutuhkan undang-undang itu sendiri karena didalam draft RUU yang kami
sampaikan atau yang DPR sampaikan kepada Pemerintah, draftnya masih bersifat
satu yaitu draft RUU MD3. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan ini.
Yang pertama tentunya adalah dinamika politik kita yang sama-sama kita ketahui
pasca reformasi memberikan tempat betul bahwa lembaga perwakilan ini bukan lagi
lembaga yang sebagaimana selama ini pada rezim, kalau bisa menggunakan istilah
rezim orde baru itu, DPR ini adalah pelengkap penderita adalah lembaga stempel.
Banyak kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh founding fathers kita jilid II
pada waktu menyusun perubahan dan alhamdulillah di anggota Pansus ini masih
banyak pelaku-pelaku sejarahnya termasuk Kang Soemand saya kira, pelaku
sejarah perubahan dari konstitusi kita itu sendiri. Jadi, ada kesinambungan yang
seperti itu.
Nah, ada beberapa hal, tadi sebenarnya masih panjang yang mau saya
kemukakan tetapi ini tentunya akan memakan waktu yang cukup panjang juga.
Bayangkan bagaimana kita mau men-summary atau menyimpulkan penyusunan
yang 3 tahun lebih diberikan oleh Pak Ketua hanya waktu lebih kurang setengah
jam. Saya kira tidak mungkin bisa tergambarkan secara keseluruhan pokok-pokok
pikiran yang ingin disampaikan dalam rapat yang pertama ini. Paling tidak ada
beberapa hal pokok penting yang ingin kami sampaikan tetapi bagian yang tidak
kami bacakan adalah bagian yang tidak terpisahkan karena begitu banyak halaman-
9
halamannya yang tidak mungkin, andai pun kita bacakan Pak Ketua lebih dari 1 jam,
andai pun kita bacakan secara baca cepat seperti itu.
Oleh karena itu pokok-pokok penting saja dari perubahan-perubahan
tersebut. Permasalahan pokok dalam pembentukan RUU Undang-undang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tadi Pak Fachri tadi bercanda saja Dewan
Perwakilan Desa itu belum ada Pak Fachri tetapi gagasannya Pak Fachri mau
dimasuk-masukkan juga. Ternyata dari potret yang kita lihat. Ini potret tentunya
potret dalam perspektif anggota Dewan. Satu adalah belum tertatanya secara
internal terkait dengan posisi alat kelengkapan dan Fraksi di masing-masing
lembaga politik perwakilan rakyat. Untuk menjalankan tugas dan wewenangnya
sebagai penyalur, penampung melakukan akreditasi dari kepentingan-kepentingan
politik dan tentunya menyalurkan kepentingan suara atau politik rakyat itu sendiri,
aspirasi rakyat.
Yang kedua, secara eksternal juga belum tertatanya dengan komprehensif
terkait dengan relasi. Nah, ini menjadi persoalan ini. Relasi antar kelembagaan
politik perwakilan rakyat khususnya ditingkat Nasional terutama dalam konteks atau
dalam hubungan fungsi, tugas dan wewenang DPR dan DPD itu sendiri. Apalagi
kalau kita mau lihat hasil keputusan MK yang baru-baru ini. Walaupun bagaimana itu
sebuah putusan MK. Walaupun kita sama-sama tahu Pak Nudirman Munir ini yang
sangat memprotes keras putusan-putusan MK itu sendiri.
Yang ketiga, perlu penyebaran yang lebih tepat posisi pengaturan negara
bagi kelembagaan pendukung kinerja parlemen baik secara kesekjenan masing-
masing lembaga negara ini, yaitu kesekjenan MPR, kesekjenan DPR dan DPD itu
sendiri. Sehingga diharapkan nanti mereka mampu memberikan dukungan maksimal
sampailah optimalisasi peran kelembagaan serta struktur perwakilan rakyat dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Keempat, perlunya penataan lebih lanjut bagi DPRD yang bukan lagi sebagai
bagian dari birokrasi pemerintahan daerah. Hal ini didasari pertimbangan, tidak saja
terkait dengan tantangan demokrasi di tingkat lokal tetapi juga mengenai dalam
rangka memaksimalkan perspektif otonomi daerah yang dilaksanakan ditingkat
lapangan. Agar benar-benar mampu memberikan konstribusi riil bagi usaha
peningkatkan kesejahteraan rakyat setempat.
Sebagaimana saya kemukakan tadi. Potret yang telah kita lakukan ini
pertama tentunya undang-undang ini yang masih dalam draft yang sekarang ini
adalah mengatur tentang kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat yaitu MPR
sendiri. Dalam pengaturan tentang MPR ini diusulkan untuk ditambah 1 tugas.
Tugas yang selama ini ditugaskan betul kepada anggota MPR. Kepada anggota
MPR terdiri dari anggota DPD dan DPR. Dalam rangka menyelenggarakan,
memasyarakatkan ketetapan MPR yang masih berlaku karena masih banyak
ketetapan-ketetapan MPR yang masih berlaku. Apalagi dihubungkan dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Hirarki Pembentukan Perundang-
undangan. Yang sekarang ini masuk lagi ketetapan MPR tersebut. Maka memang
perlu disosialisasi, yaitu serta MPR menyelenggarakan sidang setiap tahunan pada
10
Maunya kawan-kawan DPRD itu pejabat negara. Nah, ini kita nanti akan mendapat
input-input dan lain-lain sebagainya dari kawan-kawan sekalian.
Yang kelima adalah sistem pendudung. RUU ini juga mengatur bahwa untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi MPR, DPR, DPD didukung oleh tadi yang
saya kemukakan kesekjenan. Selain itu kepada DPR diberikan dukungan keahlian
dan badan keahlian. Dulu kalau kita di Badan Legislasi Pak Menteri kita itu
berselorohnya itu, bercandanya itu bila perlu GBHN itu langsung bulat-bulat
dibawakan kepada DPR ini karena fungsi pembentukan undang-undang itu sudah
bergeser rezimnya. Fungsinya itu ada di DPR itu sendiri tetapi nanti bagaimana
penyusunan. Jadi, pembentukan undang-undang yang dirancang sedemikian rupa
itu menjadi cukup baik dukungan tenaga ahli. Kalau sekarang ini mohon maaf
sangat tidak memadai. Anggota kita sebagai anggota saja tidak memadai dukungan
keahlian. Apalagi alat-alat kelengkapan DPR itu baik di Badan Legislasi, Badan
Pengawasan maupun Badan Anggaran. Dukungan tenaga ahli itu sangat tidak
memadai sebagai anggota DPR.
Saya kira hal-hal itulah yang menjadi garis besar-lah ingin perubahan-
perubahan itu.
Wabillahitaufiqwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.
KETUA RAPAT:
Baik,
Saudara Pimpinan Pansus, para Menteri dan anggota Pansus yang kami
hormati,
Jadi tadi disampaikan itu dengan jelas juga, kemudian juga tata aturan yang
berkenaan dengan tugas, kedudukan dan kewenangan Majelis Pemusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan juga mengenai Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Sehingga nanti Pak Menteri penggunaan kewenangan dewan misalnya di
bidang budgeting, bagaimana mencegah supaya kewenangan-kewenangan itu tidak
disalah gunakan? Ini kita sangat mengharapkan pemerintah juga bisa memberikan
masukan soal ini. misalnya selama ini kalau membahas soal budget di Komisi,
setelah ada putusan rapat pleno tentang persetujuan anggaran dibutuhkan lagi
tanda tangan pimpinan, kalau pimpinan tidak teken tidak jelas barang itu. Nah ini
acap kali dimanfaatkan secara salah oleh pihak-pihak yang tentu ingin memperoleh
keuntungan dari hal-hal semacam ini, antara lain tadi poin-poin pokok yang
ditegaskan dalam pengantar, keterangan yang disampaikan oleh Pansus. Tentu
kami menyadari pemerintah membutuhkan waktu untuk menyusun pandangan-
pandangan tertulisnya, atas rancangan undang-undang sebagaimana higthlike nya
tadi telah disampaikan oleh pimpinan Pansus. Harapan kami draf rancangan
undang-undang ini sudah berada ditangan pemerintah juga.
Selanjutnya sebagaimana yang tadi kami kemukakan, Pansus akan
mengagendakan kembali rapat kerja, pada tanggal 15 Mei 2014 pada masa
persidangan IV tahun sidang 2013-2014. Dewan akan melakukan reses mulai
tanggal 6 Maret sampai 11 Mei 2014, berarti masuk lagi tanggal 14 Mei 2014. Kami
tentu sangat berharap pemerintah berkenan hadir nanti guna melakukan
pembahasan atas rancangan undang-undang ini sehingga, pembahasannya dapat
berjalan sesuai dengan alokasi waktu yang telah kita siapkan. Terlampir pak Menteri
kita sertakan juga rencana kerja Pansus mohon juga itu dilihat juga. Dan kmai dari
Pansus juga memohon pendapat pemerintah atas rencana kerja pansus yang telah
disiapkan, kalau mungkin ada hal yang perlu kita sesuaikan/koordinasikan tentu
akan sangat bagus.
Disamping itu juga kami mohon berkenan pada pemerintah untuk efektifnya
pembahasan nanti, mungkin perlu ditunjuk siapa yang akan bersama-sama dengan
pansus untuk membahas rancangan undang-undang ini, sehingga bisa dilakukan
koordinasi dengan baik. Jadi selanjutnya kami persilakan berkenan pemerintah
untuk memberikan pendapat atas rencana kerja pansus yang telah kami sampaikan,
kami persilakan.
Yang terhormat yang mewakili para Menteri dan yang Mewakili Presiden dalam
pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 27 tahun 2009, atau yang lebih dikenal dengan Rancangan
Undang-undang MD3.
KETUA PANSUS:
dalam rapat kerja pada tanggal 15 Mei 2014. Dalam keadaan sehat wal afiat, dan
dalam semangat penuh kegembiraan, demikian rapat kerja Pansus ini kami tutup
disertai ucapan terima kasih, setinggi-tingginya kepada wakil pemerintah Menteri
Hukum dan HAM bapak Dr. Amir Syamsudin, SH dan juga wakil-wakil kementerian
yang dalam Pansus ini ditugaskan untuk melakukan pembahasan bersama dewan.
Rapat kerja Pansus ini kami tutup.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
-
3
b. SEKRETARIAT :
c. Tamu/undangan
1. Amir Syamsuddin, Menteri Hukum dan HAM;
2. Drs. A. Tanribali Lamo, S.H. M.Si., Dirjen Kesbangpol, Kementerian
Dalam Negeri;
3. Sonny Loho, Irjen Kemenkeu, Kementerian Keuangan beserta jajarannya;
4. Rini Widiantini, S.H. M.P.M., Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana,
Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
5. Edi Efendi Tedjakusuma, Deputi EKP Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas.
4
Sebelum kita mulai, dari meja pimpinan, kami mengajak kita semua untuk
memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebab atas
perkenan-Nya kita dapat menyelenggarakan Rapat Kerja Pansus Rancangan
Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MD3 pada siang ini dalam keadaan sehat wal’afiat.
Sesuai dengan laporan yang ada di meja Pimpinan. Rapat kita pada siang ini
sudah dihadiri oleh 10 dari 30 anggota Pansus dan 5 dari 9 Fraksi. Oleh sebab itu
sesuai dengan Ketentuan Pasal 240 ayat (1) Peraturan Tatib Dewan rapat ini telah
memenuhi kuorum. Untuk itu dengan izin bapak/ibu sekalian, kami membuka rapat
ini dan kami nyatakan terbuka untuk umum.
Saudara Pimpinan Pansus, para anggota Pansus, Para Menteri, hadirin yang
kami muliakan,
Pada Rapat Kerja pengantar Musyawarah I tanggal 4 bulan Maret yang lalu
sebelum memasuki masa Pemilu, Dewan telah menyampaikan penjelasan atas
Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang tentang MD3.
Rancangan Undang-undang ini adalah usul inisiatif Dewan.
Selanjutnya sesuai dengan kesepakatan, pengantar musyawarah II, dengan
agenda penyampaian tanggapan Pemerintah atas Rancangan Undang-undang
tentang Perubahan Undang-undang MD3 ini tanggal 15 Mei 2014 tetapi karena
besok tanggal 15 Mei adalah hari libur Nasional maka Rapat Kerja Pansus kami
majukan pada hari ini tanggal 14 Mei 2014.
Pada saat ini ditengah-tengah Pansus telah hadir para menteri yang
ditugaskan oleh Bapak Presiden. Yang kami hormati bapak Menteri Hukum dan
HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi dan yang kelima
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Dengan
masing-masing yang mewakili. Atas kehadirannya, dari meja pimpinan kami
sampaikan ucapan terima kasih.
5
Dan selanjutnya kami menawarkan agenda rapat kerja kita pada siang ini:
1. Menyampaikan tanggapan Pemerintah;
2. Penyerahan DIM Pemerintah;
3. Dan setelah itu kita.
Pak Ketua, mungkin setuju Ketua. Hanya saja Pak Menteri dan jajaran mohon
maaf. Kita mampu sungguh pun kehadiran tanda tangan itu memenuhi kuorum tetapi
fakta kehadiran anggota seperti saat inikan tidak memenuhi. Kalau dihitung baru,
kemudian 2 dengan Pimpinan. Saya hanya, sebab begini Ketua, andaikan nanti ada
pernyataan Pemerintah sebagian kita, kemudian pada saatnya hadir itu ada
permintaan baru lagi. Jadi, kalau memungkinkan kita skors dulu sambil beberapa
saat sekretariat menghubungi yang bersangkutan barang 5-10 menit.
Terima kasih Ketua.
KETUA RAPAT:
Ya, ini yang tadi saya sudah sampaikan. Kalau menghitung fraksi sudah
kuorum, 6. Kalau anggota 10, 11 malah dari 30. Kita melihat yang ditandatangani.
KETUA RAPAT:
(RAPAT: SETUJU)
Baik, selanjutnya kami mohon persetujuan juga agenda rapat kerja kita siang
ini kita tutup pukul 15.00 WIB. paling lama. Artinya lebih cepat juga. Pukul 15.00 WIB
karena hanya penyampaian. Pak Bambang setuju Pak?
(RAPAT: SETUJU)
Baik,
Saudara Pimpinan Pansus, para menteri, para anggota Pansus, dan hadirin
yang kami muliakan,
6
Selanjutnya marilah kita memulai agenda Rapat Kerja Pansus siang ini
dengan agenda yang pertama tadi, penyampaian tanggapan Pemerintah terhadap
Rancangan Undang-undang MD3 yang telah kita ajukan.
Kami persilakan Bapak Menteri Hukum dan HAM untuk menyampaikan
pengantar musyawarahnya, tanggapan terhadap rancangan undang-undang ini.
Kami persilakan.
Mengawali sambutan ini marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat
Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kita
dapat mengikuti Rapat Kerja antara Panitia Khusus (Pansus) DPR RI dan
Pemerintah. Dalam rangka penyampaian daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU
tentang perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD dalam keadaan sehat wal’afiat.
Pada kesempatan ini izinkanlah kami menyampaikan pandangan Presiden
atas RUU tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD, dan DPRD yang disampaikan oleh yang terhormat Ketua DPR RI
kepada Presiden Republik Indonesia.
Dalam amanat Bapak Presiden dengan surat nomor N-64/Pres/XII/2013 telah
menunjuk kami yaitu: Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri
Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Untuk mewakili Presiden dalam membahas RUU tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI yang saya hormati, hadirin sidang yang
berbahagia,
Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI yang saya hormati, hadirin sekalian
yang berbahagia,
Pimpinan dan anggota Pansus DPR RI yang saya hormati, hadirin sidang yang
berbahagia,
Demikian beberapa hal pokok yang dapat kami sampaikan. Kiranya dapat
dijadikan sebagai bahan diskusi untuk penyempurnaan RUU tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Selanjutnya Pemerintah berharap RUU ini segera dapat dibahas bersama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat selanjutnya.
Di akhir kata, kami atas nama Presiden mengucapkan terima kasih. Kami
memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas perhatian Pimpinan dan anggota
Pansus DPR RI yang terhormat, yang dengan segala kesabarannya telah
mendengarkan penyampaian pandangan Presiden atas RUU tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi usaha kita
bersama. Aamiin ya rabbalalamin.
KETUA RAPAT:
Saudara Pimpinan Pansus, para Menteri dan anggota Pansus serta hadirin
yang kami mulaikan,
Saya kira penjelasan yang telah kami baca tadi dan kemudian penyerahan
DIM itu telah kami serahkan. Selanjutnya kami menunggu saja agenda dari DPR RI
untuk membahas selanjutnya. Sekian.
Terima kasih.
11
KETUA RAPAT:
Baik,
Dengan demikian apabila tidak ada lagi hal-hal yang ingin disampaikan maka
perkenankan kami menutup Rapat Kerja pada siang ini. Dan mudah-mudahan kita
bisa bertemu lagi pada kesempatan yang akan datang. Kami menutup Rapat Kerja
ini disertai dengan ucapan terima kasih kepada Pak Menteri dan yang mewakili
pemerintah, Pimpinan Pansus dan bapak/ibu anggota Pansus. Kami tutup.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH
RAPAT KERJA PANSUS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN
DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Kamis, 12 Juni 2014
Yang kami hormati Saudara Menteri Hukum dan HAM, selaku koordinator kementerian yang
mewakili pemerintah;
Yang kami hormati para pejabat dari kementerian-kementerian yang mewakili pemerintah;
Pimpinan Pansus dan Bapak, Ibu Anggota Pansus yang kami muliakan.
Sebelum kita mulai kami buka kami mengajak kita semua untuk memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Sebab hanya dengan berkenanNYA kita dapat menghadiri Rapat kerja
Pansus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MD3 pada pagi ini dalam keadaan sehat wal’afiat.
Sesuai dengan catatan yang ada di meja pimpinan, rapat kita pada pagi hari ini telah dihadiri oleh
10 dari 30 Anggota Pansus, 7 dari 9 Fraksi. Partai Demokrat 3 yang datang dari 9, Partai Golkar 2 yang
datang dari 6, PDIP 1 yang datang dari 5, PKS 2 yang datang dari 3, PAN tidak ada yang datang sibuk
dengan kegiatan lain, PPP 2 dari 2 anggota, PKB tidak ada yang hadir sibuk kampanye, Gerindra 1 dari 1
anggota DPR, dan Partai Hanura 1 dari 1 orang Anggota. karena rapat dihadiri oleh 10 dari 30 Anggota,
tetapi 6 dari 9 fraksi, maka rapat ini sesuai dengan ketentuan Pasal 240 Ayat (1) Peraturan Tata Tertib
Dewan telah memenuhi kuorum untuk kami buka. Oleh sebab itu seijin bapak, ibu dan saudara sekalian
rapat ini kami buka dan kami nyatakan terbuka untuk umum.
Perlu kami sampaikan bahwa pada rapat kerja sebelumnya, Pansus dan pemerintah telah
melakukan pembicaraan pendahuluan, yang sudah kita laksanakan 2 kali rapat kerja dalam rangka
pengantar musyawarah dan ini kita lakukan sebagai rangkaian pembahasan tingkat I atas Rancangan
Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MD3. Selanjutnya
sesuai dengan mekanisme dan tata cara pembahasan Undang-undang, kita akan membahas DIM per DIM
daftar inventarisasi masalah dari Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor
27 Tahun 2009 Tentang MD3. Rapat kerja kita pada pagi hari ini adalah untuk melakukan pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MD3,
dalam hal ini adalah DIM yang telah disiapkan oleh pemerintah. sebab Rancangan Undang-Undang ini
adalah Rancangan Undang-Undang yang berasal dari inisiatif dewan. Berkaitan dengan itu perkenankan
kami menyampaikan susunan agenda rapat kerja kita pada pagi ini adalah:
1. Pembukaan oleh Ketua Pansus; tadi sudah kita laksanakan bersama dalam hal ini;
2. Pembahasan DIM Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh pemerintah;
3. Pembentukan Panja, kalau nanti pembahasan DIM, secara umum sudah kita sepakati dan kita
nyatakan selesai kita lanjutkan pembentukan Panja untuk membahas lebih lanjut hal-hal yang
kita sepakati nantinya
4. Penyusunan jadwal rapat-rapat pansus; dan
5. Lain-lain.
Sehubungan dengan itu kami mohon persetujuan Bapak, Ibu saudara-saudara sekalian apakah
agenda rapat kerja kita pada hari ini kami tawarkan apakah dapat disetujui kami mohon bapak Menteri.
Baik bapak, ibu sekalian sebelumnya, baik kalau disetujui kami persilakan pak Menteri. Ada
interupsi? silakan
KETUA RAPAT:
F-PKS (SOENMANDJAJA):
Baik, saya sudah baca, jadi yang pertama lima Menteri ini rumusannya baik bersama-sama
maupun sendiri-sendiri tidak ada masalah. Kemudian dimeja pimpinan pada pagi ini ada pemberitahuan
berhalangan hadir, pada rapat kerja Pansus Rancangan Undang-Undang tentang MD3, dari Menteri
Bappenas, yang lain tidak ada. tapi karena prinsipnya tadi adalah bersama-sama boleh, masing-masing
juga boleh disini karena Menteri Hukum dan HAM ada koordinasi disana. Jadi tidak ada masalah kita
lanjutkan, terima kasih atas mungkin ketidak hadiran ini maksudnya bagaimana kita mau meningkatkan
harkat dan martabat lembaga ini kalau mungkin seperti itu, maksudnya pak Yani ini Cuma bahasanya
begitu baku dan lugas. Mungkin itu maksudnya pak.
Baik kita lanjutkan, jadi tadi kita setuju terhadap agenda dan saya mohon persetujuan bapak, ibu
dan saudara-saudara sekalian rapat kerja ini kita akhiri pukul 12.00, setuju?
(Rapat: setuju)
Baik saudara Menteri, Bapak, Ibu Anggota Pansus yang saya muliakan,
Sebelum kami meneruskan agenda yang kedua mengenai pembahasan DIM Rancangan Undang-
Undang yang telah disampaikan oleh pemerintah, kami perlu sampaikan bahwa DIM, kita semua sudah
pegang? Sudah dapat? bapak, ibu semua anggota Pansus sudah dapat. Dan DIM ini disampaikan oleh
pemerintah pada rapat kerja tanggal 14 Mei yang lalu. DIM ini perlu kita sahkan untuk selanjutnya kita
lakukan pembahasan, sebelum dimulai pembahasan DIM, Pimpinan Pansus telah menugaskan kepada
sekretariat dalam hal ini staf ahli untuk menyusun, mengelompokkan DIM-DIM yang disampaikan oleh
pemerintah. pengelompokan DIM ini mengacu pada peraturan Tatib Dewan, yaitu Pasal 142.
Dengan demikian pengelompokkannya adalah sebagai berikut: DIM dari semua fraksi, DIM dari
pemerintah menyatakan rumusan tetap, langsung disetujui sesuai dengan rumusan naskah Rancangan
Undang-Undang ini peraturannya. Apabila terdapat DIM ada kolom masalah yang kosong atau tidak diisi,
maka itu dianggap tetap sesuai dengan naskah asli. Yang ketiga apabila substansi belum disetujui, maka
substansi yang belum disetujui itu akan dibahas lebih lanjut dalam rapat Panja. Penyempurnaan yang
sifatnya redaksional diserahkan kepada Timus. Yang kelima substansi disetujui tetapi rumusan perlu
disempurnakan, ini diserahkan kepada Timus. dan ini ketentuan dalam peraturan Tata Tertib Dewan,
dengan mengacu pada Pasal yang saya bacakan tadi, DIM pemerintah atas Rancangan Undang-Undang
Perubahan Undang-undang MD3 setelah dihitung ada 617 DIM. Namun setelah di rekap, 617 DIM ini
dikelompokan sebagai berikut, yang dinyatakan tetap ada 209 DIM, yang dinyatakan penyempurnaan
redaksional ada 68 DIM, yang dinyatakan dihapus ada 312 DIM, dihapus itu bisa karena tidak disetujui,
bisa karena sudah dihapus sebelumnya, bisa karena tidak dianggap DIM ini. Perubahan substansi ada 10
DIM, kemudian ada penambahan rumusan 15 DIM. Jadi ini komposisinya.
(Rapat: setuju)
Berikutnya kita berangkat pada pembahasan DIM, ini agenda yang ketiga tadi, dari meja pimpinan
kami menawarkan untuk mempersingkat rapat kerja ini, dan kita bisa lanjutkan pembahasan detail nanti
ditingkat Panja, setelah tadi perlu kami sampaikan kepada pemerintah, bahwa setelah pemerintah
menyampaikan DIM kepada Pansus, Pansus selama ini mengadakan dengar pendapat dan dengar
pendapat umum dengan sejumlah steakholder yang berkepentingan dengan Undang-undang ini. setelah
dilakukan pembahasan, setelah diadakan dengar pendapat dan dengar pendapat umum tadi, dan dikaitkan
dengan DIM-DIM yang disampaikan oleh pemerintah, maka kami merumuskan itu didalam 13 poin pokok
yang perlu kita sahkan, sepakati dalam rapat kerja ini untuk nanti kita lanjutkan pembahasannya DIM per
DIM ke tingkat Panja. Jadi kami rumuskan tadi dari 312 tadi DIM yang dinyatakan dihapus, 10 yang
dinyatakan substansinya mengalami perubahan dan 15 DIM yang dinyatakan akan ada penambahan
rumusan. Jadi tentu penambahan rumusan ini selalu dimungkinkan, sesuai dengan aturan kita di Tata
Tertib Dewan juga dimungkinkan. Setelah semua itu kami cermati dan kami rujuk dengan mengacu kepada
rapat dengar pendat dan rapat dengar pendapat umum, dan diskusi diinternal Pansus 13 agenda yang
ingin kami sampaikan dan mohon persetujuan untuk nanti kita limpahkan ke Panja untuk dirumuskan lebih
lanjut, saya akan bacakan. Jadi tidak berada diluar rangkaian itu, hanya ada beberapa usulan yang intinya
untuk mengefektifkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangan dewan. Jadi ini usulan nanti yang
disampaikan oleh Pansus.
1. Untuk mengakomodir permintaan MPR, DPD, dan DPRD, Rancangan Undang-Undang MD3
dibagi dipecah dalam 3 Undang-undang, yaitu Rancangan Undang-Undang tentang MPR,
tentang DPR, dan tentang DPD; Apakah kita putuskan saja sekarang, apakah kita menerima
usul ini untuk dibahas lebih lanjut atau kita menolak usul ini? supaya nanti kita tidak berandai-
andai lagi di Panja, bagaimana kalau begitu mekanismenya? Kalau pemerintah, ini usulan dari
Pansus pak tergantung pemerintah, karena kita sudah punya kesepahaman yang sama. Ini
usulan dan kewajiban kami untuk menyampaikan kepada pemerintah, kalau misalnya
pemerintah tidak setuju supaya kita lanjutkan nanti. Atau saya baca dulu 13 baru nanti
ditanggapi.
2. Mohon juga supaya raker memutuskan kedudukan DPRD, apakah dia merupakan legislatif
daerah, atau perangkat eksekutif? Saya rasa ada juga yang didalam DIM, apabila dia
merupakan perangkat legislatif daerah, maka konsekuensinya dia harus dibuat Undang-
undang tersendiri, dan nanti dia menjadi pejabat daerah. itu nanti saja jadi tidak usah dijawab
sekarang, tapi kalau perangkat daerah dia harus dimasukkan menjadi bagian dari Undang-
undang MD3. Jadi kita silakan diputuskan secara politik dengan pemerintah, kalau misalnya ini
perangkat daerah dan kita putuskan untuk masukkan seluruh DIM yang berkaitan dengan
DPRD nanti kita kembalikan seluruhnya kepada proses perundang-undangan, apabila
diperlukan masuk dalam Undang-undang Pemda, kalau masih dimungkinkan itu nanti setelah
kami putuskan. Jadi kita bahas bersama, tapi kalau nanti kan tetap begini juga kita tidak
masalah kita lanjutkan pembahasannya nanti di Rancangan Undang-Undang ini.
3. Perlu ada norma didalam Undang-undang ini, norma yang menyinggung operasional, yang
mengatur tentang kewenangan MPR untuk memutuskan usulan dewan, tentang
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kita ingin norma ini dicantumkan secara
detail didalam Undang-undang ini. Nah ini perlu dirumuskan. Jadi ini yang saya minta teman-
teman MPR juga meminta begitu.
4. Perlu ada norma jaminan norma dalam Undang-undang ini untuk menghidupkan proses
demokratisasi internal kelembagaan negara. Termasuk penentuan unsur pimpinan pada
masing-masing lembaga negara, dengan berbasiskan kedaulatan anggota. ini ada juga pak
didalam DIM, saya hanya merangkum ini supaya kita tidak satu-satu nantinya.
5. Pansus menghendaki ada norma atau Pasal dalam Undang-undang ini yang menegaskan
masing-masing lembaga MPR, DPR dan DPD memiliki hak untuk mengelola sendiri
anggarannya dalam rangka membangun kemandirian lembaga. Ha ini nanti mungkin penting
karena ada konsekuensinya pak menteri dengan departemen keuangan, atau kementerian
keuangan dan Bappenas. Jadi masing-masing lembaga ini misalnya mempunyai kemandirian,
karena sesuai dengan UUD.
6. Ini juga ada didalam DIM pak, norma yang lebih menjamin efektifitas pelaksanaan tugas, hak,
dan kewajiban dewan dengan tetap memperhatikan prinsip, akuntabilitas, transparansi dan
rutinitas kerja dewan. Jadi ada juga pak didalam DIM ini mengenai fungsi pengawasan, ada
diundang, dipanggil tidak datang, ada rekomendasi tapi tidak dilaksanakan kurang lebih seperti
itu, didalam DIM pemerintah.
7. Karena visi Undang-undang MD3 adalah memperkuat dewan, memperkuat komisi, maka
Pansus internal menghendaki sejumlah alat kelengkapan dewan direduks, direposisi, supaya
tidak kontras, sehingga selama ini tidak produktif, konpermatif dan menimbulkan
disharmonisasi tidak terjadi. Jadi ini juga banyak masukan, ada juga didalam DIM pemerintah.
8. Pansus menginginkan alat kelengkapan dewan seperti Badan Anggaran, Badan Urusan
Rumah Tangga, Baleg, BAKN, bersifat tidak tetap, bersifat sementara. Jadi tidak selama
seperti ini menjadi alat kelengkapan tetap, tentu ada derivasi-derivasi yang lebih.
9. Pansus juga menghendaki untuk mengefektifkan fungsi pengawasan dewan dalam Undang-
undang ini perlu ada norma yang secara jelas norma operasional yang secara jelas mengatur
tentang penggunaan hak-hak dewan termasuk tata cara penggunaan hak-hak hukum. nah itu
yang tadi saya jelaskan, karena ada DIM pemerintah juga ada mengenai yang disebut dengan
pemanggilan paksa itu, seperti apa modelnya itu? apakah nanti kita perlu
memanfaatkan/menggunakan alat politik, atau hukum? nah ini di DIM pemerintah juga ada.
10. Pansus menginginkan ada norma yang secara tegas untuk menjamin pelaksanaan kewajiban
setiap anggota dewan memperjuangkan kepentingan daerah pemilihan. Setiap anggota dewan
memiliki hak atas alokasi anggaran dalam APBN. Jadi ini maaf, ini kan begini ceritanya ini,
selama ini kita sumpah pak, wajib memperjuangkan kepentingan daerah pemilihan masing-
msaing. Nah ketika kita berhadapan dengan masyarakat nyata/masalah nyata kita tidak bisa
bikin apa-apa, dan mungkin ini didalam DIM, sebetulnya ini kan diangkat didalam peraturan
Tatib Dewan ada pak, kita ingin masuk didalam Undang-undang supaya menjadi mengikat.
11. Pansus juga meminta keseluruhan Rancangan Undang-Undang ini intinya memperkuat
dewan, tapi juga kami menghendaki ada norma yang secara jelas mengawasi anggota-
anggota dewan, maupun dewan dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajiban ini. Dalam
kaitan dengan itu Pansus menghendaki Badan Kehormatan akan diperkuat, bahkan Badan
Kehormatan ditingkatkan lagi namanya saja diusulkan diganti menjadi Mahkamah
Kehormatan. Nanti Mahkamah ini merekrut tokoh masyarakat, jika dibutuhkan dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya. Ini supaya kita fair, tidak hanya menuntut kekuasaan
yang besar, tapi ada juga pengawasan yang tetap.
12. Pansus juga meminta ada norma yang lebih tegas, menjamin setiap anggota dewan
melaksanakan hak-hak konstitusionalnya tanpa merasa takut. Karena itu nanti pengurusan
mengenai hak membela diri dan hak imunitas akan kita perkuat disini.
13. Pansus juga meminta ada norma yang secara tegas mengatur kedudukan dan tata laksana
kesekjenan sebagai pendukung utama dalam melaksanakan fungsi dewan baik secara
lembaga maupun perorangan. Jadi ini 13 kerangka umum yang sebetulnya sudah ada didalam
DIM-DIM yang disampaikan oleh pemerintah, Cuma kami angkat yang mungkin penting untuk
kita angkat ke rapat kerja guna mendapatkan persetujuan. Detailnya tadi kami mohon untuk
kita bahas di Panja bersama-sama dengan tim pemerintah, Cuma yang penting tadi itu kalau
bisa sudah ada semacam keputusan politik kita mengenai hal-hal tersebut.
Sekian, 13 poin utama tadi, yang bisa kami sampaikan, karena ini merupakan hasil Pansus tentu
tidak ada masukkan lagi, ini adalah rangkuman rapat internal kami untuk disampaikan kepada pemerintah.
karena ini usulan kami dari Dewan, tapi nanti pelaksanaannya nanti, detailnya nanti mungkin kita bisa tarik
ulur lagi di Panja nanti, kami persilakan.
KETUA RAPAT:
Baik, jadi disini adalah yang saya bacakan tadi rangkuman berdasarkan rapat internal Pansus
semalam, inti-intinya dengan merujuk tadi penjelasan saya, dengan merujuk kepada DIM-DIM yang
disampaikan oleh pemerintah dalam rangkuman itu. jadi ini poin per poin saja, tidak ada.
Ada-ada Pimpinan, kalau memang itu berarti poin yang berkaitan dengan perlu norma untuk
menghidupkan demokratisasi dalam kelembagaan negara, saya kira ini tidak masuk, karena kita belum
membicarakan soal itu.
KETUA RAPAT:
Jadi begini, jangan disalah sangka seolah-olah ini sudah final, jadi ini ada yang tidak disebut sama
sekali, jadi ini adalah rangkuman umum yang tadi saya bilang, kita akan mengadakan pembicaraan-
pembicaraan biar karena fraksi juga ada berbeda-beda pak DPRnya. Tapi kerangka umumnya, seperti
silakan nanti di, jadi kita tidak satu soal ini, disini beda, tapi ini adalah sajian kita untuk kita bahas, bukan
putusan disini untuk kita bahas disini lalu nanti kita sepakat untuk kita bawa ke Panja. Kami silakan
pemerintah.
KETUA RAPAT:
Baik saya rasa, dari awal saya sudah sampaikan mengenai keinginan Pansus supaya Undang-
undang MD3 ini kita pecah 3, tadi sudah saya sampaikan Cuma nanti mungkin pak datang terlambat, ya
itulah kadang-kadang resiko apabila datang terlambat sedikit hilang kesempatan itu. Saya sampaikan
semua apa adanya, jadi ini adalah kristalisasi tidak ada yang kita tutup-tutupi, kita sampaikan kepada
pemerintah karena ini nanti kita membutuhkan semacam keputusan politik, untuk kemudian kita bawa ke
Panja. Di Panja kita bisa tidak sepakat lagi, itu maksudnya, itulah situasinya, tapi saya perlu jelaskan apa
yang saya sampaikan tadi adalah kristalisasi semua problem yang kita inventarisir, kita angkat selama
rapat di Pansus, baik RDP/RDPU maupun rapat internal Pansus. Ini kita sampaikan tadi, kalau tadi malam
kita rumuskan kembali, mengenai demokratisasi semacam ini ada juga disini pak dihalaman 4. Jadi jangan
sampai nanti teman-teman bilang Pak Benny ide sendiri saja dia, jadi saya hanya merangkum saja. nah
bagaimana wujudnya nanti yang penting dulu kesepakatan politiknya, bagaimana operasionalnya nanti,
demokratisasi dan musyawarah atau apa dan sebagainya itu semua demokratisasi. Karena itu saya angkat
disitu, saya tidak mengatakan seperti isue diperslah, tidak begitu bahasanya, saya mengangkat isue
demokratisasi internal kelembagaan. Itu adaanya seperti itu, bagaimana nanti itu kita bahas lagi nanti di
Panja.
Justru itu Pak Benny, interupsi kami, itu yang belum kita bicarakan, belum disepakati menjadi
usulan, jadi hal yang belum disepakati jangan diusulkan kepada pemerintah, itu kan pendalaman kita, nanti
dan tidak pernah membicarakan soal ini, saya pikir begitu pimpinan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Maksud saya begini supaya jangan salah kita ini, kita tidak putuskan, kita menyampaikan dulu
usulan gitu lho pak pembicaraan tadi, ini DIM pemerintah juga kan kita sudah sepakati. Isinya tentang apa
itu kan belum semua kita sepakati, gini lho Pak, kalau kita sepakati justru ini kita angkat oke kita serahkan
nanti ke Panja. Bagaimana nanti isinya kita bahas?
KETUA RAPAT:
Ya boleh interupsi.
Ya terima kasih.
Ketua, para Anggota dan Pemerintah yang terhormat, saya kira memang hal yang secara inti
disampaikan oleh pimpinan ini belum menjadi kata sepakat. Saya kira itu yang perlu dipahami, diseluruh
anggota Pansus, kalau sudah sepakat namanya sudah bukan draf kita bawa ke paripurna selesai. Ini
adalah gagasan-gagasan pokok, yang dalam beberapa pointers, dalam beberapa poin itu ada yang sebuah
inopasi-inopasi diluar DIM-DIM yang sudah ada. Tapi yang didalam DIM pun juga ada disini, ini
breakstorming dari Pansus itu menghasilkan beberapa usulan yang tadi disampaikan oleh ketua Pansus.
Jadi yang penting sebenarnya menurut saya, kita jangan terpokus kepada butir-butir yang sekarang
diajukan oleh pimpinan Pansus, saya kira bukan itu, yang sekarang penting dalam rapat kerja ini. Justru
yang penting sebetulnya adalah terhadap semua gagasan yang tujuannya adalah memperkuat
kelembagaan DPR, MPR, DPD dan juga DPRD dalam hal ini, itu pemerintah bagaimana tanggapannya?
Karena kita tidak ingin bahwa pemikiran-pemikiran yang muncul di Pansus ini ternyata pemerintah itu
belum sanggup, karena Undang-undang itu adalah kesepakatan antara DPR dengan pemerintah. karena
itu sebenarnya kita sekarang ini baru ingin tahu pandangan pemerintah itu bagaimana terhadap pemikiran
yang sekarang berkembang di Pansus? Jadi saya usul saudara ketua, kita dengarkan pandangan dari
pemerintah, nah nanti kalau intern kita, kita bahas lagi. Menurut saya perbaikan yang kita lakukan setelah
kita mendengar pandangan pemerintah saya kira itu saya usul terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya jadi saya hanya, dari kami mengucapkan terima kasih kami kepada pimpinan telah melakukan
penjelasan ulang, tentang poin tadi, dan ini menjadi catatan kami tentang penjelasan ketua, saya rasa
untuk kita bicara persoalan ini dalam pendalaman-pendalaman selanjutnya. Saya kira ini hanya sekedar
masukan saya mengucapkan terima kasih kepada ketua.
KETUA RAPAT:
F-PD (MULYADI):
Saya mau menambahkan sedikit ketua, terkait dengan rapat kita pada hari ini, supaya pada Raker
hari ini kita tidak terlalu masuk ke Raker yang terlalu teknis, apalagi Pak Menteri juga perlu waktu untuk
mempelajarinya. Pertama sebetulnya kan pemerintah sudah menyampaikan DIM, dan DIM itu sudah
diinventarisir, berapa yang tetap disetujui, berapa yang dihapus, dan berapa yang penyempurnaan
substansi, berapa yang penyempurnaan redaksional, terus ditambah dengan isu-isu strategis yang
disampaikan oleh pimpinan tadi, berdasarkan masukan anggota Pansus dalam beberapa kali rapat
selama ini. Dan saya rasa pemerintah sudah mendengar semua yang perlu kita sepakati pada hari ini
adalah kami minta konfirmasi ke pemerintah bagaimana hal-hal yang disampaikan tadi, kita langsung
lempar ke Panja, nanti kan pemerintah juga ada di Panja itu. Karena saya rasa isu-isu strategis tadi kan
lebih bersifat umum, yang nanti didalam Panja akan dijabarkan dalam bentuk pasal-pasal. Disanalah
pemerintah akan memberikan ide-ide terkait dengan apa yang disampaikan oleh Pimpinan tadi, jadi kalau
sekarang ditanya pemerintah secara detail masalah itu tentu juga pemerintah perlu waktu untuk
mempelajari hal tersebut. Itu adalah secara prinsip ingin menyampaikan ada hal-hal yang strategis kemarin
kita mengadopsi dari Pansus maupun, dari hal-hal yang kita elaborasi dari masyarakat banyak. Jadi
menurut saya bagaimana pak menteri pada hari ini bisa mensepakati, bahwa hal-hal yang disampaikan
oleh Pansus sepakat tidak kira-kira itu kita lanjutkan di Panja, dan tentu nanti Pak Menteri akan mengutus
pihak pemerintah yang betul-betul akan mengawali terkait dengan isu-isu yang disampaikan oleh pimpinan
tadi. Sehingga rapat kita selanjutnya kan bisa berlangsung, sehingga proses Raker yang pada hari ini
memang harus dilalui sebelum adanya Panja itu bisa berjalan dengan baik, saya rasa itu saja usulan saya
pimpinan, jadi kalau kita buka debat terlalu detail pada Raker ini nanti agak terlalu panjang. Biasanya
pengalaman kami membuat Undang-undang di Raker itu tidak ada membicarakan hal-hal yang sangat
teknis, biasanya prinsip-prinsip dasar, yang belum disepakati dilempar ke Panja begitu saja. jadi itu yang
saya rasa saya usulkan mudah-mudahan bisa mempercepat mekanisme rapat kita pada hari ini. apalagi
kita sepakat kita selesai jam 12.00 siang, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik kita sepakat membicarakan ini dengan pemerintah untuk menanggapi tadi saya jelaskan apa,
kalau kita membahas DIM satu per satu satu minggupun tidak selesai, karena itulah ini kita rangkum. Kami
persilakan pemerintah.
Terima kasih,
Saya tentunya tidak lupa menyampaikan terima kasih dan penghargaan saya kepada wakil menteri
yang mewakili pemerintah. setelah mendengarkan apa yang disampaikan oleh saudara Wakil Ketua
maupun beberapa dari Anggota, walaupun kami mendengar bahwa didalam kerangka umum 13 kerangka
umum yang disampaikan tentunya banyak hal-hal yang saya lihat cukup progresif. Tetapi saya kira
pemerintah tidak ingin terlalu jauh, karena itu kami berpendirian bahwa kami tetap kembali fokus pada DIM
yang telah kami serahkan, dengan tentunya tetap bersedia kalau dimungkinkan didalam pembahasan di
Panja hal-hal yang dikemukakan oleh pimpinan tadi bisa secara simultan dibahas pada tingkat Panja. Itu
yang dapat kami sampaikan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik terima kasih kami sampaikan kepada pemerintah atas penjelasannya, karena itu kami mohon
persetujuan bapak, Ibu, saudara-saudara sekalian hal-hal 13 kerangka hukum yang tadi kami sampaikan
itu untuk dijadikan sebagai bagian utama dalam pembahasan di tingkat Panja. Apakah disetujui?
KETUA RAPAT:
Baik, jadi ya itu maksudnya, kita tidak lagi menjawab, jadi kalau bapak membaca dari DIM
pemerintah sekitar itu soalnya, banyak lagi, Cuma ya saya rangkum inilah yang penting itu masalahnya.
Jadi karena saya mohon maaf selama membahas ini tersandera pak ikut terus membaca pasal-pasal, poin
per poin ini, makanya diskusi dengan diinternal pansus ya itu, jadi itu maksudnya. DIM-DIM pemerintah
kurang lebih seperti itu, jadi setuju ya? untuk kita bahas di,
Ketua sebentara ketua, ya supaya jangan berbeda dan kita sudah sama-sama berhari-hari
membahas ini, pemerintah capek, kita juga capek tapi ini juga bukan saja tanggungjawab pemerintah saja,
kesegaran-kesegaran dan kesesuaian saya kira kalau memang pertimbangan apa yang disampaikan oleh
teman kami Pak Wuryanto, menginsert yang di DIM dan berpegang pada penjelasan dari pemerintah untuk
itu kami memposisikan bahwa yang utama adalah DIM dari pemerintah dan pertimbangan-pertimbangan
karena pendalaman itu adalah pengkayaan. Namun saya kira ini hal yang perlu diluruskan supaya belum-
belum kami sudah sejalan dengan pemerintah, itu saja terima kasih ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira kita tidak ada perbedaan, jadi kita saya ulangi lagi 13 poin tadi menjadi bagian
dalam pembahasan DIM bersama pemerintah ditingkat Panja, kita setuju pak ya?
(Rapat: setuju)
Baik, saudara Menteri Bapak, Ibu Anggota Pansus yang saya hormati,
Dengan disetujuinya tadi 13 kerangka poin tadi,
Bertanya saja boleh Pak Ketua, pertanyaan saja, jadi gini lho pelajaran kita saya mengingatkan
saja Ketua, sebenarnya kita pengen mendengar dulu paling tidak satu hal, Undang-undang ini mau dipisah
3 atau 4? Itu saya tidak tahu informasinya gitu lho, itu sudah selesai.
Tapi ketua, ini luar biasa Pak Totok ini, jadi kalau tidak salah pemerintah apakah khusus ingin
menyampaikan yang disampaikan jawab pak Totok maupun juga kami, ataukan yang dimaksud beliau
adalah gelondongan? Yaitu bicaranya mendahului dan hanya menyangkut soal pengkayaan, pendalaman
itu lingkungan sekjen itu termasuk didalamnya soal pemisahan 3 Undang-undang tersebut? Saya kira itu
yang perlu itu, karena saya tadi diapit, begitu dapat b, Pak Totok mengingatkan saya dimana mereka
munculkan secara khusus? mumpung masih ada pemerintah ketua.
KETUA RAPAT:
Baiklah nanti kita bahas, di Panja nanti. Baik atau normatif bapak Ibu anggota Pansus yang saya
hormati,
Ketua, Ketua, kalau memutuskan ini dipisah menjadi Undang-undang sendiri itu harus melalui
raker ketua, kalau Panja itu tidak ada kewenangan. Kalau Panja hanya Panja DPR, kalau kita sepakat ini
hanya Undang-undangnya dipisah, panja kita, kita putuskan hanya untuk panja DPR, karena Panja hanya
bicara tentang Rancangan Undang-Undang DPR-RI, kalau nanti disitu panjanya bicara 4 Rancangan
Undang-Undang saya mau tanya dulu itu boleh tidak? dalam tata cara menyusun Undang-undang, satu
Pansus menghasilkan 4 produk Undang-undang? Karena kami ini di Undang-undang Perda ini dipecah jadi
3, itu sendiri-sendiri yang bahas, Perda ini jadi Undang-undang Desa, Undang-undang Pilkada, Pilkada
diurus Komisi II, Undang-undang Desa ada wakilnya sendiri walaupun orangnya sama. Undang-undang
Perda ada panitianya sendiri, jadi kalau ini akan dibahas di panja saya setuju, tapi Panjanya itu Panja
tentang DPR saja, kalau ini mau dipisah. Kalau Panjanya itu langsung menjadi 4 produk Undang-undang,
apakah sudah betul, Tatibnya boleh tidak? itu yang ingin saya konfirmasi ke Menkumham saja yang lebih
pasti mengenai pembahasan Undang-undang ini. bagaimana Undang-undang yang dipecah menjadi 4 pak.
KETUA RAPAT:
Saya kira rapat kita ini tentunya untuk menjadi solusi, dan kita tidak justru menjadikan masalah
pada diri kita sendiri. apa yang disampaikan oleh beliau banyak dipertanyakan kemudian saya kawatir
jawabannya itu nanti bisa saja menimbulkan multi tafsir, supaya jelas jadi kalau semuanya sudah jelas dan
jangan, saya kira kita tidak dalam khusus melahirkan masalah didalam diskusi kita. Jadi 13 yang
disampaikan oleh pimpinan tadi seperti kita sudah sepakat tetap menjadi bagian daripada pembahasan di
Pansus saya kira alangkah baiknya kalau seandainya bisa kita batasi. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik terima kasih, penjelasan dari pemerintah mengenai status ini, jadi kembali tadi sudah
mendengar bahwa rujukannya itu adalah DIM-DIM yang disampaikan oleh pemerintah. Jadi bahan yang
kita peroleh itu adalah pengkayaan kita didalam rapat kerja ini, supaya kita tidak menyimpulkan problem
lagi soal itu.
Sebagaimana kita ketahui bersama mekanisme pembahasan telah kita setujui pada rapat kerja
pertama Pansus kita supaya nanti tidak ada yang bertanya-tanya lagi. Namun kami juga perlu sampaikan
bahwa meskipun DIM-DIM yang diputuskan tetap dalam rapat kerja kita siang ini, tentu apabila dalam
perkembangan pembahasan ditingkat Panja, Timus, maupun Timsin membutuhkan perubahan, pasti ada
perubahan, satu pasal berubah mau tidak mau harus mengikuti. Oleh sebab itu untuk penyempurnaan
maka perubahan-perubahan selalu dimungkinkan tetapi tentu harus dilakukan pada dalam rapat kerja. tapi
mohon juga persetujuan apakah ini bisa disetujui? Setuju?
(Rapat: setuju)
Perlu juga itu, ini perlu kita pertimbangkan juga kadang tiba-tiba lain,
Baik terima kasih kami sampaikan, saudara Menteri, Bapak, Ibu Anggota Pansus yang kami
muliakan, untuk kegiatan rapat-rapat selanjutnya agenda berikut adalah pembentukan Panja. Komposisi
keanggotaan Panja telah diatur didalam pengaturan Tata Tertib Dewan, keanggotaan Panja lebih banyak
separoh dari jumlah anggota Pansus. Jadi jumlah Pansus 30, maka Anggota Panja separohnya adalah 15
tentu plus dengan Pimpinan, dengan demikian nanti komposisi Panja adalah Pimpinan 4 orang, dan Fraksi
Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi PKS dan Fraksi PPP. Anggotanya 15 orang Demokrat 4
Anggota, Golkar 3 Anggota, PDIP 3 Anggota, FPKS 1 Anggota, F PAN 1 Anggota, PKB 1 anggota, PPP 1
Anggota merangkap Pimpinan, Hanura 1 Anggota, dan Fraksi Partai Gerindra 1 Anggota, nanti nama-
namanya akan kami susulkan.
Selanjutnya kami mengharapkan pemerintah juga berkenan memberikan daftar nama pejabat yang
akan mewakili pemerintah yang akan melakukan pembahasan bersama-sama dengan pimpinan dan
anggota Panja.
Mohon diperjelas lagi yang dari FPPP tadi, 1 tok itupun 1 atau ya pimpinan kan kebetulan ada di
PPP, jadi 1 anggota merangkap pimpinan, anggota Pak Yani plus pimpinan, pak Yani kan pimpinan disini.
KETUA RAPAT:
Karena selama ini tidak pernah hadir jadi mohon maaf, saya kan selalu ingat pak selama ini siapa
saja yang sering hadir, satu saja.
Selanjutnya bapak/ibu yang kami hormati, kita berada pada pembahasan jadwal rapat-rapat
Pansus itu sudah ada disini, sedangkan rapat Panja disusun, kami susun ini dengan memperhatikan, ini
ada perubahan lagi ini, rencana percepatan reses masa sidang IV ini diinformasikan tanggal 26 Juni,
tanggal 26 Juni atau semula tanggal 13 Juli jadi dimajukan pak.
Kita luruskan pak ketua, sebagai pimpinan fraksi saya luruskan pak ketua, bahwa proses untuk
pengajuan majunya masa reses itu disampaikan oleh pimpinan fraksi beberapa pimpinan fraksi dan itu
dibahas di Bamus belum putus, itu baru akan dibahas di Bamus pada Senin besok, jadi supaya itu
secepatnya. Ya ini alasan utamanya pencoblosan Pilpres itu tanggal 9 Juli, sementara kalau masa sidang
kemarin kalau 9 Juli itu belum selesai, kita selesai tanggal 11, atau 10 Juli dengan demikian sebagai
petugas partai itu sangat menyulitkan, maka majulah itu. Itu ada 4 Fraksi yang usul pak ketua, termasuk
Golkar mohon maaf.
KETUA RAPAT:
Baik terima kasih informasinya kalau begitu apakah berkenan mengenai alokasi rapat-rapat
pembicaraan tingkat Panja, Timus, Timsin kita akan tentukan nanti, ada didalam rapat panja nanti,
berkenan demikian?
Kalau nanti tiba-tiba kok cepat sekali sebelum Pilpres sudah selesai? Jangan salahkan kita, baik
pak, bapak, ibu saudara-saudara sekalian yang kami hormati, dengan demikian selesailah agenda rapat
kerja pada siang ini, sebelum kami tutup berkenan Pak Menteri untuk menyampaikan kata clousing
statmen, kami persilakan.
KETUA RAPAT:
Baik terima kasih kami sampaikan kepada pemerintah atas kata akhirnya, perlu kami sampaikan
rapat Panja kita mulai besok pukul 14.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB malam, tolong disiapkan bahanya
dan tempat menyusul, besok jam 14.00 WIB sampai jam 24.00 WIB malam.
F-PKS (SOENMANDJAYA):
Pak ketua setiap malam, kan ada Tatib untuk mengenai waktu rapat kita.
KETUA RAPAT:
Pak Ketua sebelum ditutup pak ketua, mohon maaf pak pemerintah mohon ijin karena ini masalah
internal saya mohon maaf pak ketua, mengingat kelihatannya pansus ini ingin melakukan speaktake ……
proses …. Kemudian dengan melihat proses berikutnya masuk ke Panja, sementara kalau kita sadari
Panja ini kalau mau di swit up saya kawatir, sahabat saya Desmon sakit, kalau Desmon sakit maka
Desmon tidak bisa diganti pak ketua. Ini kan yang menjadi persoalan karena Desmon ini ……hanya satu
tidak punya pimpinan, maka saya mengusulkan pak ketua atas dasar padatnya kerja pak Desmon mohon
ijin kalau tiba-tiba itu pergantian bisa dilakukan dengan cepat. Jadi kalau pak Desmon tidak masuk lantas
yang satunya masuk gitu, ya fleksible lah terima kasih pak ketua.
KETUA RAPAT:
Baik lah nanti kita segala sesuatunya kita selesaikan di tingkat Panja, jadi rapat kerja Pansus
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 ini atas seijin bapak, ibu
sekalian kami tutup disertai ucapan terima kasih kepada pemerintah Pak Menteri Hukum dan HAM,
terutama dan para pejabat yang mewakili kementerian dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
ini.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
RISALAH
b. SEKRETARIAT :
c. Tamu/undangan
1. Amir Syamsuddin, Menteri Hukum dan HAM;
2. Drs. A. Tanribali Lamo, S.H. M.Si., Dirjen Kesbangpol, Kementerian
Dalam Negeri;
3. Sonny Loho, Irjen Kemenkeu, Kementerian Keuangan beserta jajarannya;
4. Rini Widiantini, S.H. M.P.M., Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana,
Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
5. Edi Efendi Tedjakusuma, Deputi EKP Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas.
4
Sebelum kita mulai dari meja Pimpinan kami mengajak kita semua untuk
memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas berkat dan
rahmatnya kita semua dapat menghadiri rapat kerja Pansus Rancangan Undang-
undang tentang Perubahan Undang-undang 27 tahun 2009, tentang MD3 pada
malam ini dalam keadaan sehat walafiat.
Sesuai dengan laporan yang akan di ada di meja Pimpinan rapat Pansus kita
pada malam ini telah di, daftar hadirnya telah di tandatangani oleh 20 dari 30
anggota Pansus dan dihadiri oleh 9 dari 9 fraksi yang ada di dewan. Oleh sebab itu
sesuai dengan mekanisme yang ditentukan dalam pasal … ayat (1) Peraturan Tatib
Dewan rapat ini telah memenuhi syarat untuk di kita selenggarakan dan telah
memenuhi kourum untuk kita ambil keputusan. Karena itu seijibn bapak/ ibu
saudara-saudara sekalian rapat ini kami buka dan kami hantarkan terbuka untuk
umum.
Bapak/ ibu,
Saudara-saudara yang saya hormati,
(RAPAT: SETUJU)
Baik.
Terima kasih.
Atas persetujuan yang telah diberikan.
Selanjutnya kita masuk ke agenda yang ke dua, mendengarkan laporan
Panja yang akan disampaikan oleh ketua Panja dalam hal ini Saudara Azis
Syamsuddin, selanjutnya kami persilakan.
Terima kasih.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua.
Pertama-tama kami dari meja Pimpinan melaporkan hasil dari Panja kepada
Panitia Khusus berkenaan dengan hasil kerja terhadap daftar inventarisasi masalah
yang di tugaskan atas perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD, pada forum Pimpinan Pansus yang berbahagia
dengan item sebagai berikut ; Panitia kerja telah dimulai pada tanggal 12 Juni
hingga tanggal 27 Juni 2014 yang beranggotakan para Pimpinan Panja antara lain
yaitu yang pertama Dr. Benny K. Harman selaku ketua dari unsur Pimpinan dari
Fraksi Partai Demokrat, yang kedua Dr. Azis Syamsuddin sebagai wakil ketua dari
unsur Pimpinan Fraksi Partai Golkar, yang ketiga yang terhormat Fahri Hamzah, SH
6
ya dari unsur wakil ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan yang keempat yaitu
yang terhormat Ahmad Yani, SH.,MH unsur wakil ketua dari Partai Persatuan
Pembangunan.
Adapun Panja yang beranggotakan 19 orang dari ANggota Pansus termasuk
Pimpinan Pansus, secara garis besar kami laporkan kehadapan forum Pansus yang
terhormat ini, bahwa Pansus memberikan tugas sebagai berikut yang pertama 24
DIM, perubahan subtansi, 313 Dim yang dihapus, 18 DIM penambahan, substansi
maupun rumusan yang terakhir selain DIM tersebut Panja juga membahas
penambahan rumusan terhadap 13 pokok pikiran yang berkembang di Pansus dari
hasil Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pimpinan MPR, Pimpinan DPR, DPD,
Asosiasi DPRD, pakar kualisi NGO, Kesekjenan MPR, Kesekjenan DPR, DPD
terkait dalam hal penguatan DPR baik secara lembaga, anggota dan kelengkapan
DPR, serta sistem pendukung.
Dari rapat pembahasan di tingkat Panitia Kerja menghasilkan beberapa
usulan … yang dapat kami laporkan dalam Pansus, yang pertama memperhatikan
dan mempertimbangkan yang disampaikan oleh Timus bahwa bentuk rancangan
undang-undang yang di usulkan sebaiknya dalam bentuk pengantian maka panja
memutuskan,mengusulkan Rancangan Undang-undang Pergantian dengan rincian,
terdiri dari 8 bab, 437 pasal yang kedua usulan tersebut dalam sistematika
Rancangan Undang-undang yang pertama ketentuan umum, yang kedua bab
tentang MPR, yang ketiga bab tentang DPRD, yang keempat draf tentang DPD,
yang kelima bab tentang DPRD Provinsi, yang keenam tentang DPRD Kabupaten
kota, dan ketujuh tentang sistem pendukung dan kedelapan, yang terakhir tentang
ketentuan lain-lain.
Selanjutnya point tiga, pilihan bentuk penggantian merupakan konsekuensi
dari terjadinya perubahan besar terhadap pasal sebagai berikut (a) Rumusan …
ketentuan mengenai wewenang dan tugas, (b) 74 pasal terkait dengan peraturan
pelaksanaan kewenangan dan tugas DPR dalam memanggil pejabat Negara,
pejabat pemerintah, badan hukum dan masyarakat didalam rapat-rapat DPR, yang
(c) pasal 75 terkait kekuatan hukum dari rekomendasi DPR yang dihasilkan rapat-
rapat DPR baik berkaitan dengan instansi pemerintah maupun dengan warga
Negara, yang (d) pasal 120 sampai dengan pasal 150 terkait pembentukan Badan
Kehormatan, Mahkamah Kehormatan dan tata beracara pengajuan dari Mahkamah
Kehormatan Dewan, yang (e) pasal 195 sampai pasal 217 mengatur pelaksanaan
pelaksanaan hak DPR dalam melaksanakan hak interpelasi, hak angket dan
menyatakan pendapat lebih rinci sebagaimana diatur sebelumnya dalam tanda tertib
DPR, yang (f) pasal 218 sampai 230 mengatur pelaksanaan hak anggota DPR
dalam menjalankan wewenang dan tugasnya.
Selanjutnya point empat, terdapat sejumlah rumusan yang belum bisa
disepakati di tingkat Panja untuk selanjutnya di bawa ke tingkat I dalam forum
pansus pada malam hari ini, yang pertama berkaitan bentuk Rancangan Undang-
undang perubahan atau penggantian, yaitu berupa Badan Anggaran apakah AKD
bersifat tetap atau tidak tetap, merujuk pada pasal 84 dan pasal 107 berkenaan
dengan AKD … apakah bersifat tetap atau bersifat tidak tetap, berikut dengan Baleg
pasal 106, berkenaan dengan huruf (e) yang masih terhadap melakukan
pengharmonisasian, pembulatan dan pematangan konsep yang di coret konsep
Rancangan Undang-undang yang diajukan anggota Komisi dan gabungan komisi
sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR,
yang (e) terdapat frase diplomasi yang didalam Timus dan Timsin telah disepakati
7
antara DPR dan pemerintah, namun didalam Panja ditarik oleh pemerintah
berkenaan dengan passport diplomatic.
Selanjutnya didalam pasal 70 DPR mempunyai fungsi legislasi, anggaran …
dan pengawasan tiga fungsi tersebut dijalankan dalam rangka kerangka
representative rakyat, dan diplomasi internasional. Point ketiga, yang menjadi crucial
yang harus dibawa didalam pansus yaitu berkaitan dengan pemilihan Pimpinan
DPR, yaitu didalam pasal 84, Pimpinan telah merekap untuk memberikan 2
alternatif, alternative yang pertama mohon ditayangkan, ayat (1) “Pimpinan DPR
terdiri atas satu orang ketua”, pasal 84 ayat (1) tolong ditayangkan “Pimpinan DPR
terdiri dari satu orang Ketua dan 4 orang wakil ketua yang berasal dari partai politik
berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR”, yang kedua “ketua DPR
iyalah Anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak di DPR”, yang ketiga “wakil Ketua DPR iyalah Anggota DPR yang berasal
dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat dan
kelima”, ayat ke empatnya “dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang
memperoleh kursi sama, terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3) ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan surat
terbanyak dalam pemilihan umum, yang kelima “dalam hal terdapat lebih dari satu
partai politik yang memperoleh suara sama ketua dan wakil ketua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3) ditentukan berdasarkan perolehan, … perolehan
suara”, alternative kedua untuk menjadi pilihan dalam forum pansus ini terhadap
pasal 84 yang pertama ayat 1 pasal 84 “Pimpinan DPR terdiri dari 1 orang ketua dan
4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR, dalam sidang
Paripurna”, ayat (2) “Tata cara pencalonan dan pemilihan Pimpinan DPR dilakukan
dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan peraturan DPR tentang tata
tertib” alternative ketiga dalam pasal 84 ini ayat 1 pasal 84 “Pimpinan DPR terdiri
atas satu orang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan anggota DPR”,
ayat ke 2 “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari oleh
anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap” ayat 3 “bakal calon Pimpinan
DPR berasal dari fraksi dan disampaikan dalam sidang paripurna”, ayat 4 “setiap
fraksi sebagaimana dimaksud ayat 3 dapat mengajukan bakal calon Pimpinan DPR”,
ayat 5 “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipilih secara
musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat Paripurna DPR”, ayat ke 6
“dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayay 5 tidak
tercapai, Pimpinan DPR dipilih dengan memutar suara dan yang memperoleh suara
terbanyak di tetapkan sebagai Pimpinan DPR dalam rapat Paripurna DPR”, ayat ke
7 “selama Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 belum terbentuk
sidang DPR pertama kali untuk menetapkan Pimpinan DPR dipimpin oleh Pimpinan
sementara DPR”, ayat 8 “Pimpinan sementara DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat 7 berasal dari DPR yang ketua dan … dari fraksi yang berbeda”, ayat ke 9
“Pimpinan DPR ditetapkan dengan keputusan DPR”, ayat 10 “ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemilihan Pimpinan DPR diatur dalam peratuan DPR tentang
tata tertib”, berkenaan dengan Pimpinan komisi, dan harap kelengkapan DPR yang
terdalam didalam pasal 97 merupakan alternative pasal crucial yang menjadikan
harus di putuskan didalam pansus, yaitu di point 3 mengenai Pimpinan Komisi dan
alat kelengkapan DPR dalam pasal 97.
Alternative pertama dalam pasal 97 “Pimpinan Komisi merupakan satu
kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif kolegial”, ayat 2 “Pimpinan Komisi terdiri
atas 1 orang ketua dan paling banyak 3 orang wakil ketua, yang di usulkan oleh
fraksi dan di tetapkan dalam rapat komisi” alternative 2 dalam pasal 97 khususnya
8
pada ayat pertama sama yaitu “Pimpinan Komisi merupakan satu kesatuan yang
bersifat kolektif kolegial”, alternative pasal 97 untuk ayat kedua “Pimpinan komisi
terdiri atas 1 ketua dan paling banyak 3 orang wakil ketua yang diusulkan oleh fraksi
sebagai calon Pimpinan Komisi dan ditetapkan dalam rapat komisi setelah
mendapat persetujuan anggota”, alternative ketiga didalam pasal 97 khusus kepada
ayat 2 “Pimpinan Komisi terdiri 1 orang ketua dan paling banyak 3 orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh komisi berdasarkan usulan fraksi dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat”, alternative ketiga dalam pasal 97 untuk ayat ketiga
“dalam hal pemilihan komisi berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak”.
Selanjutnya terhadap AKD, prinsipnya sama kepada Pimpinan Komisi yaitu
mengacu kepada pasal 97 dengan 3 altenatif seperti yang telah disebutkan di atas.
Selanjutnya point keempat dalam hal ujian yaitu berkenaan dengan tugas
komisi … mengacu kepada pasal 98 ayat … terdapat 2 usulan, pasal 98 ayat (2)
alternative h yang pertama “menyetujui dan tidak menyetujui alokasi yang bersifat
tahun jamak untuk kementerian lembaga yang menjadi mitra kerja komisi yang
bersangkutan”, alternative pertama dari pemerintah yang (h) “membahas dan
menetapkan alokasi anggaran terprogram yang bersifat tahunan dan tahun jamak
yang menjadi mitra komisi yang bersangkutan”. Ini, tadi pemerintah menyampaikan
untuk bisa dimasukan didalam penjelasan, … alternative lanjutan. Yang (c)
“terhadap Pimpinan DPRD provinsi dan kabupaten kota dalam hal menentukan
mekanisme Pimpinan DPR kabupaten kota dan provinsi minta persetujuan didalam
kourum Pansus yang terhormat ini terhadap, apakah bisa kita terapkan secara
mutatis mutandis terhadap Pimpinan DPRD provinsi dan Pimpinan DPRD kabupaten
kota”, … mengenai usulan … fungsional dari keahlian untuk menjadi badan keahlian
pada pasal 425 ayat (2) sehingga untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
wewenang dan tugas DPR dibentuk badan … DPR yang diatur dengan Peraturan
Presiden. Terhadap 5 point pasal atau item crucial yang telah kami laporkan dalam
proses rapat Pansus pada malam ini yang terhormat maka kami dari Panitia Kerja
Rancangan Undang-undang MD3 melaporkan untuk mendapatkan pembahasan dan
persetujuan dalam kourum pansus yang terhormat ini.
Selanjutnya penutup, demikianlah laporan panja Rancangan Undang-undang
tentang … Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD
kepada Pansus Rancangan Undang-undang atas Undang-undang Nomor 27 tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk mendapat perhatian dan atas nama
Panja kami mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf apabila ada hal yang
kurang berkenan, …
Baik.
Terima kasih kepada Ketua Panja Saudara Dr. Azis Syamsuddin atas laporan
yang telah disampaikan. Setelah kita simak ada 10 pokok soal yang disampaikan
oleh ketua Panja kepada Pansus. Sebelum kita memasuki tahapan berikutnya dari
meja Pimpinan kami mohon persetujuan apakah laporan yang disampaikan di Ketua
Panja saudara Azis Syamsuddin dapat kita terima?
9
Pimpinan.
Ini teknis ya, tapi perlu juga … yang dibacakan tapi tidak sesuai apa yang di
tampilkan itu karena ... belum di konsultasikan sebab diperhatikan betul apa yang
disampikan oleh Pimpinan. Jadi jangan sampai apa yang ini ternyata tidak connect
dengan rancangan yang kita bahas ini ya, satu.
Yang kedua, tadi Pimpinan menyampaikan pendapat mini baru mengambil
keputusan, mestinya pendapat mini terakhir, bukan … di situ. Saya kira itu yang.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi saya mohon persetujuan dulu apakah laporan ketua Panja dapat kita
terima? Pemerintah?
(RAPAT: SETUJU)
Artinya kita menerima laporan … tadi ada 10 pokok masalah yang tadi
disampaikan ketua Panja, ada kelompok masalah ini, yang pertama masalah yang
berkaitan dengan rumusan … tidak disetujui oleh pemerintah, yang kedua rumusan
yang tidak disetujui oleh dewan, saya usul kita mulai dengan yang belum mendapat
persetujuan dari pemerintah, supaya nanti kita ini, setuju begitu Pak ya?
(RAPAT: SETUJU)
Baik.
Selanjutnya kami sampaikan bahwa yang pertama yang belum mendapat
persetujuan dari pemerintah mengenai yang berkaitan dengan pertama soal hak
anggota dewan, fungsi dewan, fungsi diplomasi intenasional, kemudian nanti
dikaitkan dengan pasal 225 hak anggota dewan untuk … pemanggil, 9 fraksi setuju
rumusan ini, mohon pemerintah bisa menyetujui atau timenyetujui rumusan ini, kami
persilakan.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saudara Pimpinan Pansus serta para Anggota Pansus yang saya hormati,
Berkaitan dengan rumusan tadi saya kira mohon diberikan kesempatan dari
… untuk bisa menjelaskan reasoning. Jadi di sini saya kira bukan istilah yang tidak
setuju atau setuju dalam reasoning yang akan disampaikan dan mohon berkenan
dari Pimpinan dan Anggota Pansus untuk kiranya bisa berkenan mendengarkan
penjelasan dari wakil Menteri Luar Negeri, saya persilakan.
10
Jadi pada dasarnya bapak Pimpinan dan Anggota Pansus yang kami hormati,
KETUA RAPAT:
Sudah?
Bisa bertanya sedikit, nantikan kita sudah, kitakan sudah bulat … ini
sikapnya, tinggal pemerintah menyetujui atau tidak menyetujui, pembahasan ini
sudah, sudah paling, sudah panjang … argumentasi tapi sampai pada situasi
pemerintah tidak menyetujui yang pertama tidak menyetujui usul dewan supaya
ditambahkan hak anggota dewan, fungsi anggota dewan yaitu fungsi diplomatic
yang kemudian nanti muncul pasal 225 ayat 2 mengenai hak anggota dewan untuk
mendapatkan passport diplomatic. Jadi jelas pemerintah tidak menyetujui usulan ini.
KETUA RAPAT:
Tunggu dulu, tunggu dulu, kalau melihat penjelasan supaya kita tidak
kemana-mana melihat penjelasan pemerintah tadi intinya pemerintah, bukan juga
menolak tetapi harus di … dengan fungsi utama pemerintah, kalau itu yang
dikehendaki dari meja Pimpinan mengusulkan rumusannya dari ketiga fungsi yang
dimaksudkan di jalankan dalam kerangka representasi rakyat dan dalam rangka
memperkuat diplomasi pemerintah di tingkat internasional. Jadi kita tidak
mendahului tapi dalam rangka mendukung tugas diplomasi pemerintah
internasional, itu kalau … tapi kalau ada substansi lain di samping itu kita bisa …
bagaimana kalau pemerintah … lalu nanti kita sikap … nanti kita akomodir di … soal
itu.
KETUA RAPAT:
Ya silakan.
KETUA RAPAT:
Baik.
Nanti sikap fraksi kami serahkan waktu penyampaiannya pandangan ini nanti,
berkaitan dengan ini, itu Pak ya posisinya sudah jelas, nanti sikap kita masing-
masing.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih banyak, nanti di masukan dalam pandangan mini …
Jadi soal fungsi diplomatic dan passport diplomatic kita tetap pada posisi,
nanti kita akan rumuskan.
(RAPAT: SETUJU)
13
Selanjutnya yang kedua yang perlu, dari pemerintah di tingkat DPRD sudah,
DPR sudah ada kesepakatan ulang, mengenai rumusan yang terakhir tadi yang
disebut atau … DPR mengusulkan … Badan … Keahlian menjadi Badan Keahlian
DPR yang diatur dengan Peraturan Presiden pasal 425, yang terakhir.
Point ke sepuluh yang disampaikan oleh ketua Panja tadi atau huruf k apakah
pemerintah bisa, tadi rumusan perubahan Pak hanya penambahan saja untuk
memperkuat kita punya, seperti tadi dalam arti kita rumusan-rumusan, untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR dibentuk badan
keahlian DPR yang di atur dengan … , hanya itu Pak? Setuju pemerintah?
(RAPAT: SETUJU)
Baik.
Baik terima kasih banyak atas sikap pemerintah yang menyetujui usulan
dewan …
Selanjutnya yang ketiga, yang … persetujuan dengan pemerintah, mengenai
tugas, mengenai Badan Anggaran semula di tingkat Panja semua baik 9 fraksi
maupun pemerintah menyetujui status Badan Anggaran adalah ad hoc bukan
fungsinya Pak, fungsinya tetap karena itu fungsi dewan hanya sifat badan ini
disepakati di tingkat Panja waktu itu tidak bersifat tetap, alasannya adalah untuk
merespon dinamika politik eksternal dewan, hanya didalam laporan di tingkat Panja
tadi ada perubahan sikap, dari 9 fraksi PDIP mencabut sikapnya yang semula
mendukung … ad hoc menjadi bersifat tetap, demikian pula pemerintah mencabut
sikap semula dari bersifat tetap, bersifat ad hoc menjadi bersifat tetap mengenai
Badan Anggaran, mungkin ini bisa di sikapi dulu oleh pemerintah, kami persilakan.
Bapak Pimpinan dan Bapak/ ibu Anggota Pansus yang kami hormati,
angka dan kebijakan dan yang kita mulai bahas RAPBN sampai dengan LKPP itu
dijaga komunikasi dan subatansinya, kalau ingin dilakukan perubahan bapak/ibu
sekalian, mungkin nanti kami menilai keputusan yang diambil kemudian itu akan
berbeda dengan perencanaan awal yang sudah kita siapkan. Ini yang pandangan
kami akan menjadi efesien dan efektif, apabila tetap tidak mengalami perubahan
sebagai …
Dan yang kedua, juga pandangan kami kita tahu dukungannya juga terkait
dengan … bahwa … ini juga menjadi satu kesatuan bapak, satu kesatuan yang
menjadi … daripada pertanggung jawaban APBN … sampai dengan LKPP, nah
inilah yang kemudian pandangan kami ini juga kita jaga kesinambungan juga
kemudian konsistensi dokumen sampai dengan itu … LKPP dan kita tahu selama ini
kalau pun anggota Banggar itu mau diganti, itu juga dibuktikan sesuai dengan
mekanisme yang ada Tatib dewan. Jadi di sini kita bisa mengkombinasikan antara
kesinambungan … tetapi juga mobilitas daripada anggota dewan juga … selama ini
dilakukan dengan sesuai …
Demikian Bapak Pimpinan yang kami sampaikan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih.
Nanti kami persilakan klasifikasi untuk menyampaikan pandangannya atas
sikap terakhir pemerintah.
Selanjutnya yang keempat, yang juga belum ada kesepakatan dengan
pemerintah, adalah butir kedelapan yang tadi disampaikan ketua Panja, tugas komisi
di Badan Anggaran pasal 98 ayat 2 butir h “rumusan dewan menyetujui atau tidak
menyetujui alokasi anggaran yang bersifat tahun jamak untuk kementerian lembaga
yang menjadi mitra kerja komisi yang bersangkutan” pemerintah mengajukan
usulan membahas dan menetapkan alokasi anggaran … yang bersifat tahunan dan
tahun jamak yang menjadi mitra komisi yang bersangkutan, tentunya kalimat ini
saling melengkapi, kami persilakan pemerintah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa belum lama ini kita lihat adanya putusan
Mahkamah Konstitusi, terhadap … nomor 15, dimana, jadi ini tidak seluruhnya, tidak
seluruhnya menjadi catatan tetapi didalam butir pertimbangan dari Mahkaman
Konstitusi khususnya di butir 3.21 jelas di sana mempertimbangkan bahwa dengan
pertimbangkan putusan nomor 15 ini yang kita ketahui yang dibicarakan oleh
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 dan 27 tahun 2009 yang didalamnya memuat
frase kegiatan dan jenis belanja yang mana harus dimaknai sama dengan pasal …
Ketentuan yang berlaku yang telah dipertimbangkan sebelumnya. Jadi kami hanya
melihat di sini bahwa putusan nomor 15 ini juga berlaku mutatis mutandis didalam
kegiatan komisi-komsi. Itu pendapat kami, tidak seluruhnya butir dari yang
persoalkan ini, tidak seluruhnya tetapi khusus masalah kegiatan yang nantinya
bertentangan dengan putusan MK nomor 15. Itu saja yang kami mohon perhatian.
15
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih.
Nanti kita, tolong di agendakan nanti oleh masing-masing fraksi untuk
disampaikan dalam pandangan mini.
Butir yang kelima mengenai status Badan Urusan Rumah Tangga, apakah
bersifat tetap atau tidak tetap? Pasal 84, kalau bisa kita … bersifat tetap BURT,
karena fungsi-fungsi kita sudah akomodir, bagaimana, kita akomodir, BURT menjadi,
kita setuju dengan pemerintah, alat kelengkapan tetap? Bersifat tetap, usulan PDIP
bersifat tetap, kita menghormati PDIP sebagai pemenang Pemilu, tetap?
(RAPAT: SETUJU)
Untuk kelima.
Selanjutnya yang keenam, tugas Baleg pasal 106 ayat 1, pasal 106 ayat 1
huruf e dari pemerintah tadi mengusulkan tetap, tugas Baleg itu melakukan
pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsep Rancangan Undang-
undang yang di ajukan anggota, komisi atau gabungan komisi dan seterusnya, ini
soal … saja Pak, soal pembulatan dan kewenangan, kita setujui?
(RAPAT: SETUJU)
Baik.
Tadi pembulatan dan pemantapan dihapuskan. Jadi, baik.
Pak Benny, yang ini apa … berkaitan dengan frase konsep, konsepsi atau
konsep, …
KETUA RAPAT:
Ketua.
KETUA RAPAT:
Itu yang kita masukan, kan tadi sesuai dengan Undang-undang … hapus,
coret saja, “pembulatan dan pemantapan” copy paste saja, baik ya.
(RAPAT: SETUJU)
Baik.
Selanjutnya bapak/ ibu Anggota Pansus, mulailah kita dengan, yang pertama
yang belum disepakati dikalangan … yang pertama adalah yang berkaitan dengan
apakah bentuk Rancangan Undang-undang ini menjadi Rancangan Undang-undang
Perubahan atau Penggantian, pemerintah setuju penggantian, dengan alasan-
alasan yang tadi sangat jelas.
Dari 9 fraksi 1 fraksi yaitu PDIP tadi mengusulkan tetap perubahan dengan
berbagai alasan. Kemudian yang kedua mekanisme pemilihan Pimpinan Dewan
yang tadi sudah sampaikan Ketua Panja. Yang ketiga mekanisme pemilihan
Pimpinan Komisi dan AKD lainnya di luar Badan Urusan Rumah Tangga dan
Mahkamah Kehormatan Dewan. Dan yang keempat apakah mekanisme penentuan
Pimpinan DPR dalam penetapan DPR mutatis mutandis untuk Pimpinan DPR di
tingkat provinsi, kabupaten dan kota, dan ini empat ini yang masih menggantung di
… Pansus 4 soal tadi.
Selanjutnya kita beralih kepada acara berikutnya yaitu pandangan mini fraksi-
fraksi sekalian tadi menanggapi sikap pemerintah yang tetap, apakah kita yang
berubah, rubah nanti langsung kita coret ya. Kemudian yang kedua sekaligus
melengkapi 4 isu pokok yang terakhir tadi.
Dengan demikian maka selanjutnya kami persilakan mulai dari fraksi yang
bungsu, yang sulung apa yang bungsu, atau sulung dulu lalu bungsu, ya kita
persilakan dulu yang sulung hak sulung walau pun nanti yang akan datang sudah
tidak ada ini, kami persilakan.
Terima kasih.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subahana Watta Allah Tuhan Yang
Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunianya maka pada malam hari ini kita
dapat melaksanakan rapat Pansus guna memberi pendapat akhir mini terhadap
Rancangan Undang-undang Perubahan Pergantian atas Undang-undang nomor 27
tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik
Indonesia.
Pembahasan atas perubahan Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD ini menjadikan pintu masuk kita untuk merubah wajah
parlemen yang beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan luas masyarakat dan kita
harapkan dengan perubahan MD3 ini, kita dapat membalikan citra DPR kepada
masyarakat mendatang.
Wabilahitaufiklwahidayah.
Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.
KETUA, SEKRETARIS,
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih kepada Fraksi Partai Demokrat kalau bisa sekalian dengan soal
mekanisme Pimpinan, pemilihan Pimpinan DPR tadi kemudian komisi dan alat
kelengkapan lainnya, kan sudah ada opsi-opsinya tadi.
Baik selanjutnya kami persilakan Fraksi Partai Golongan Karya.
19
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya kita
dapat melaksanakan sidang pleno Pansus Rancangan Undang-undang MD3 dalam
sehat wal afiat, guna mengambil keputusan terhadap hasil pembahasan atas
Rancangan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD selanjutnya
perkenankan kami Fraksi Partai Golongan Karya DPR RI menyampaikan pendap
akhir mini terhadap hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih banyak, luar biasa Golkar juga … sikapnya yang semula
meminta pakar ad hoc tetapi membuat menjadi tetap, demikian juga tadi Demokrat,
dari tetap, dari ad hoc menjadi tetap.
Baik.
Terima kasih.
Jadi sudah semakin jelas ini keadilan demokrasi kita ini, luar biasa
musyawarah mufakat, serba refolusi, serba cepat.
(RAPAT: SETUJU)
Baik.
Selanjutanya yang terhormat kami persilakan Fraksi PDIP.
om swastiastu.
Dan merdeka.
Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmatnya sehingga kita dapat terus diberi kesehatan dan kekuatan
lahir batin untuk melaksanakan tugas konstitusional kita melakukan
tanggapan penyampaian pendapat mini Rancangan Undang-undang atas
Undang-undang nomor 27 tahun 2009, demi kepentingan … demokrasi dan
kedaulatan rakyat di Indonesia.
sangat bertentangan dengan asas kepastian dan keadilan hukum serta syarat
dengan …. Kepentingan politik sesaat.
Dari aspek kepastian hukum seharusnya keinginan untuk merubah pasal 82
dilakukan sebelum pelaksanaan Pemilu 9 April lalu, masuknya unsur perubahan
pasal 82 secara tiba-tiba setelah di tetapkannya hasil Pemilu legislative menunjukan
bahwa usulan tersebut telah merusak itikad demokrasi dan syarat dengan
kepentingan tertentu yang bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik.
Hal-hal yang kami tegaskan di atas itu menurut Fraksi PDI Perjuangan perlu
di cermati dengan sangat seksama dan segera ditindaklanjuti, jangan sampai
penyusunan RUU ini yang menurut kami juga dilakukan secara terburu-bur dan
tanpa di Pimpin oleh suasana himat kebijaksaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan pada akhirnya akan menjadi produk hukum yang inkonstitusional karena
bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dan prinsip hukum lainnya, akan sangat bijak jika Pansus dan pemerintah
bersepakat untuk menunda dan pengambilan keputusan terhadap RUU ini dan
menyusunnya kembali sesuai dengan asas-asas pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang patut, penundaan pengambilan keputusan ini sangat
diperlukan untuk membuat sempurnanya rancangan Undang-undang melalui
penyesuaian Rancangan Undang-undang baik aspek formil maupun materil
terhadap ketentuan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-
undangan maupun putusan Mahkaman Konstitusi terkait pengujian Undang-undang
ini, apabila Pansus dan pemerintah tetap bersikukuh untuk mengambil kesepakatan
dan melanjutkan Rancangan Undang-undang ini untuk di tetapkan dalam sidang
Paripurna maka kami Fraksi PDI Perjuangan secara tegas didasarkan pada
semangat untuk menegakan demokrasi konstitusional di negeri ini menyatakan tidak
menyetujui Rancangan Undang-undang ini sebagai tindaklanjut sikap tidak
persetujuan ini, Fraksi PDI Perjuangan tidak akan ikut bertanggung jawab apabil
Rancangan Undang-undang ini ketika di tetapkan dan di sahkan menjadi Undang-
undang akan mendapatkan reaksi … dari masyarakat yang berujung kepada
pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi.
Demikian terima kasih.
Merdeka.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih kami sampaikan kepada Fraksi PDIP atas pandangan Fraksi
yang tadi telah disampaikan dengan bahasa yang begitu jelas.
Baik.
Selanjutnya kami siapkan Fraksi PKS.
Karena itu bapak/ ibu sekalian dan pemerintah yang kami hormati,
Setelah melakukan kajian dan telaah yang mendalam, secara intensif maka
dengan ucapkan bismillahirrahmanirrahim Fraksi Partai Keadilan Sejahtera setuju
pembahasan lebih lanjut Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk
dibahas didalam tahap selanjutnya dengan catatan khusus terhadap tema-teman
yang terkait dengan pertama masalah diplomasi, fungsi diplomasi dari DPR,
kemudian keduanya adalah catatan terhadap permanennya Badan Anggaran,
kemudian adalah catatan terhadap nama dari Undang-undang ini, apakah
pergantian atau perubahan kemudian keempatnya adalah tentang masalah
mekanisme pemilihan Pimpinan Komisi dan alat kelengkapan dewan, dan kemudian
yang berlakunya pemilihan, mekanisme pemilihan ini secara mutatis mutandis ke
DPRD.
Demikian pandangan secara singkat yang disampaikan Fraksi Partai PKS,
atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wabillahitaufik walhidayah
Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.
Pimpinan Fraksi Partai keadilan Sejahtera Pak AUS HIDAYAT NUR nomor
Anggota A-82, di tandatangani KH. Ir. ABDUL HAKIM, MM Sekretaris …
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih.
Kepada Fraksi PKS selanjutnya kami persilakan Fraksi PAN.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahnya pada kita semua sehingga kita dapat menghadiri
sidang dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-undang tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
yang menurut fraksi kami bukan sebagai perubahan tapi penggantian.
Lembaga Perwakilan Daerah yang mampu mewujudkan nilai dan prinsip dinamika
berbangsa dan bernegara.
1945 hasil amandemen dimana dengan jelas fungsi tersebut. Sampai pada tingkat I
Rancangan Undang-undang MD3 sampai pembahasan tingkat I pansus belum
menyepakati berkenaan ...(suara tidak jelas). Fraksi kami berpendapat untuk
memperkuat sistem murni parlemen Indonesia maka pola rekrutmen akan lebih
dibuka untuk mendekatkan pada hak rakyat yang telah menghabiskan Rp 500 triliun
lebih untuk menyelenggarakan pemilu yaitu dengan memberikan kedaulatan kepada
anggota dan fraksi sebagai sumber kepemimpinan DPR dan untuk DPRD kami
mengusulkan perilaku mutatis mutandis, oleh karena tidak semua anggota Pansus
menyepakati usulan ini maka fraksi PAN dengan mengucapkan
alhamdulillahirrabbilalamin dapat menerima hasil kerja Pansus dan memandang
hasil pembahasan tingkat I Rancangan Undang-undang ini sudah maksimal,
selanjutnya kami setuju untuk melanjutkan pembahasan ditingkat II dalam Paripurna.
Demikian pendapat mini fraksi PAN semoga di bulan Ramadhan ini bisa
disahkan menjadi Undang-undang mendapatkan berkah dari Allah SWT dan
memberi manfaat sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Terima
kasih untuk semuanya dan mohon maaf bila terdapat kekurangan.
Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
KETUA, SEKRETARIS,
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik.
Terima kasih kepada Fraksi PAN, selanjutnya kami persilakan.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
Mengawali pertemuan ini kita panjatkan rasa syukur kita karena berkat
rahmat dan karunianya kita dapat hadir untuk menjalankan tugas, dan
mengutarakan pendapat mini fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-undang
MPR, DPR, DPRD, DPD dalam keadaan sehat wal’afiat, selanjutnya salawat dan
salam marilah kita sampaikan kehadirat Rasullah SWT...(suara tidak jelas).
Ada yang ingin kami sampaikan, tentu yang pertama Fraksi PPP memberi
apresiasi yang tinggi terhadap pansus ini ...(suara tidak jelas). Dari awal dari sejak
kita mengantarkan pertemuan ini, fraksi PPP,... menginginkan Undang-undang ini
sesuai dengan ...(suara tidak jelas), tetapi perkembangan didalam yang
memungkinkan, dan oleh karenanya karena memungkinkan fraksi PPP dengan
berat hati menerima rangkaian Undang-undang ini masih dalam satu paket seperti
itu.
Catatan kedua, sesungguhnya fraksi PPP ingin melakukan perubahan-
perubahan yang fundamental dalam...(suara tidak jelas), menjadi best centrum yang
tidak memuaskan kita semua, dan usaha secara maksimal dan pokok persoalan itu
menjadi kesepakatan. Kami fraksi PPP sesungguhnya menilai pokok persoalan
adalah episentrum (suara tidak jelas), kami ingin menyampaikan perubahan fungsi
Badan Anggaran itu sesungguhnya kelembagaan yang disepakati...(suara tidak
jelas), jadi PPP dengan berat hati menyetujui usul Pemerintah ...(suara tidak jelas)
tidak adhoc...(suara tidak jelas).
Yang kedua pada legislasi, jika tidak awalnya keinginan adhoc saya di Badan
Legislasi mengetahui bahwa problem 5 tahun di Badan Legislasi, persoalan Undang-
undang ini menjadi bagian....(suara tidak jelas), lagi-lagi Pemerintah belum
menyetujui, dengan berat hati juga PPP ini juga menyetujui...(suara tidak jelas),
penguatan kesekjenan juga yang ingin menjadi pokok persoalan juga ternyata belum
ada kesepahaman juga, mudah-mudahan ke depan Pemerintah dapat membuka
ruang untuk perubahan, oleh karena itu dengan catatan juga PPP memberikan
persetujuan juga, begitu juga dengan status DPRD, karena prinsipnya mereka sudah
dipilih...(suara tidak jelas), memberikan persetujuan kepada Pemerintah, kita belum
dapat apa-apa, menyangkut yang masalah diplomasi ini pun kami mengusulkan
sesungguhnya alasan argumentasi sudah disampaikan oleh kawan kami dari PAN,
sesungguhnya apa yang kami ....tidak melanggar pasal-pasal yang ada, oleh karena
itu tadi ada usul dari Pak... kami memberikan usul khusus untuk ini jadi Pasal 70
DPR mempunyai fungsi legilasi anggaran dan pengawasan, ketika fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam rangka represensi rakyat
dan diplomasi dalam rangka memperkuat dan mendukung fungsi dan kewenangan
diplomasi yang dilakukan Pemerintah dalam rangka memperkuat dan mendukung
fungsi dan kewenangan diplomasi internasional yang dilakukan oleh Pemerintah,
untuk yang ini Pak Menteri Pak Amir untuk yang lainnya sudah kami berikan semua,
untuk yang ini mudah-mudahan disetujui juga.
KETUA RAPAT:
Pak Yani saya ingatkan, kok ngemis-ngemis gitu sih?...(suara tidak jelas).
30
....( suara tidak jelas) Yang terakhir khjusus tentang tata cara pemilihan
Pimpinan DPR, Komisi, DPRD saya kira kami menyetujui perubahan itu karena ini
sudah tidak mungkin lagi dipertemukan dalam Pansus ini...(suara tidak jelas), untuk
kali ini saya kira agak beda sedikit oleh karena itu PPP kalau memang tidak bisa
sampai khusus untuk ini dibawa ke Paripurna, dan berlaku juga untuk DPRD ,
mudah-mudahan besok sebelum Paripurna sudah ada titik temu pada Dewan-
Dewan, saya kira itu yang saya sampaikan, terima kasih, dan saya kira kepada
kawan-kawan kalau selama ini ada kata yang tidak pas mohon dibukakan pintu
maaf.
Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
KETUA RAPAT:
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
hari ini kita bisa melaksanakan rapat penting dan kita mendapatkan Ridho dan
hidayahNya, yang kedua kalinya shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
dan yang ketiga kalinya terima kasih kepada Pimpinan atas kesempatan yang
diberikan kepada kami.
Kami ingin menyampaikan beberapa hal yang menjadi catatan kami selama
kami mengikuti rapat, tentu saja fraksi PKB mendukung upaya peningkatan kinerja
dalam (suara tidak jelas) perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Yang kedua sejak awal keterlibatan fraksi PKB di Pansus ini dimaksudkan
memperkuat tugas DPR untuk menjalankan fungsi pokoknya, selain fungsi legislasi,
anggaran dan fungsi pengawasan yang dianggap oleh masyarakat belum maksimal,
dan ini dimaksudkan untuk memastikan aspek keterwakilan dari DPR menjadi
sangat penting dan fundamental, komunikasi anggota DPR sudah diakomodasi
31
Karena itu kami memberikan catatan spesifik tentang catatan mulai dari
panja, timus, timsin, sampai pansus, yang pertama tentang bentuk atau status
pembahasan Undang-undang ini, apakah itu perubahan atau berganti menjadi
Undang-undang, bagi kami tidak mudah untuk memutuskan amanah revisi termasuk
perubahan atau pergantian, ketika kita memutuskan ini sebagai pergantian maka
saya kira konsekuensi lebih besar dan bisa menyentuh aspek nomenklatur
Rancangan Undang-undang ini.
Yang kedua tentang fungsi diplomasi internasional, sampai sekarang saya
tidak menemukan alsan yang substansi dari Pemerintah, kenapa Pemerintah
menolak alasan fungsi diplomasi intennasional ini, bagi kami terminologi fungsi tidak
sama dengan tugas apalagi tugas pokok Pemerintah, pelaksanaan fungsi diplomasi
yang akan dilakukan sama sekali tidak bertentangan dengan Undang-undang
apalagi tugas pokok parlemen yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan, justru
kemudian fungsi diplomasi itu akan memperkuat kerja Pemerintah kepada lembaga-
lembaga di internasional.
Yang kedua, alasan kami kenapa kami ingin fungsi diplomasi tetap
dicantumkan karena fungsi itu sudah dilaksanakan DPR apakah oleh alat
kelengkapannya atau anggota DPR secara individu atau ...(suara tidak jelas), karena
itu sebetulnya menghapus fungsi diplomasi internasional sebetulnya sesuatu yang
sia-sia karena fungsi itu kurang, alasan kami bahwa sampai sekarang kami belum
mendapatkan alasan yang jelas tentang kenapa Pemerintah menolak fungsi
diplomasi internasional, sekali lagi bagi kami yang disebut fungsi diplomasi
internasional sangat jauh dengan tugas pokok Pemerintah, prinsipnya bahwa fungsi
diplomasi internasional sama sekali tidak mengurangi fungsi diplomasi yang
dilakukan oleh Pemerintah.
Pimpinan, catatan ketiga tentang posisi mekanisme penentuan ketua dan
Pimpinan DPR, kami berpendapat bahwa aturan main yang lama menurut kami
sesuai dengan aturan baru yang akan diusulkan oleh Pansus dan kita sebagai
anggota parlemen menghormati dan menghargai siapa yang paling pas dan berhak
untuk menjadi Pimpinan DPR, fraksi PDIP saya kira ...(suara tidak jelas), saya kria
penghargaan itu tentu saja harus diberikan dengan cara tidak mengutak atik
mekanisme penentuan ketua dan Pimpinan DPR...(suara tidak jelas), yang jelas-
jelas pasti mendapatkan kepercayaan dari publik karena itu kami menolak
mekanisme untuk mengubah mekanisme ...(suara tidak jelas). Juga rencana
pemberlakuan yang sama tentang mekanisme penentuan Pimpinan ...(suara tidak
32
jelas) karena itu berefek negatif kepada penentuan DPR baik provinsi, kabupaten
kota, karena itu kami tetap berpandangan semestinya, sewajarnya ....(suara tidak
jelas) apakah itu di DPR Republik Indonesia, ataukah di DPRD.
Yang selanjutnya ke empat, alasan mekanisme Pimpinan, saya kira aspek
proporsionalitas harus menjadi alasan utama sehingga sekali lagi tidak akan
mengubah (suara tidak jelas), pasti akan berefek pada perjalanan tugas-tugas
komisi dan alat kelengkapan yang lain.
Yang kelima, masalah Banggar, kami tetap menganggap posisi Banggar kami
menginginkan adhoc, BURT tetap kami mengatakan statusnya adhoc, Baleg kita
punya pendirian karena ...(suara tidak jelas) tetap posisi Baleg tetap, karena itu
beberapa catatan kami menurut kami Pimpinan beberapa catatan menyimpulkan
bahwa PKB merasa ada beberapa pasal, ada beberapa klausul, beberapa
kesimpulan ...(suara tidak jelas), karena itu kami menganggap Rancangan Undang-
undang ini bisa dipaksakan untuk disahkan di forum selanjutnya, dengan catatan
PKB merasa bahwa hendaknya diselesaikan melalui forum yang terhormat ini,
dibawa ke forum yang lebih tinggi dalam situasi yang seperti ini, PKB bermimpi
bahwa suatu saat kita punya Undang-undang yang kita putuskan secara bulat
karena itu forum pansus adalah forum yang paling tepat untuk berupaya untuk
menyamakan pendapat dari sekian banyak pasal, dengan bacaan
bismillahirrahmanirrahim dan memohon ridho Allah SWT PKB akan berusaha
Rancangan Undang-undang di forum selanjutnya sebaiknya ditunda untuk
kemudian kita selesaikan di forum-forum sebelumnya, demikian pendapat mini fraksi
PKB, atas perhatian kami sampaikan terima kasih.
Terima kasih.
Mohon maaf Pimpinan belum bisa saya serahkan karena kita akan revisi,
terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA SEKRETARIS
KETUA RAPAT:
provinsi kabupaten dan kota, saya kira belum ada kesepakatan antara pansus
dengan pihak Pemerintah dan ada beberapa point dalam Rancangan Undang-
undang yang menurut saya, yang menurut fraksi kami perlu mendapatkan
pengkajian dan pembahasan lebih lanjut dalam forum lobi, sehingga tidak diambil
satu keputusan dalam forum Pansus ini dan segera dibawa dan atau dibawa masuk
dalam forum (suara tidak jelas).
Itu Pimpinan Bapak dan Ibu Anggota yang saya hormati. Fraksi Hanura
berpandangan bahwa atau belum terjadi suatu keputusan walaupun dalam Tata
Tertib Pasal 148 memungkinkan untuk dibawa masuk ke dalam (suara tidak jelas)
akan tetapi sungguh sangat elegan ketika Pansus dan pemerintah bersepakat untuk
menunda pengambilan keputusan terhadap rancangan undang-undang ini dan
menyusun kembali sesuai dengan asas-asas pembentukkan peraturan perundang-
undangan yang... agar perubahan terhadap Rancangan Undang-Undang MD3
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 betul-betul dilakukan secara komprehensif
agar penguatan secara kelembagaan dapat terwujud.
Saya kira itu pandangan dari Fraksi Hanura... mohon dimaafkan. Terima
kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Sebelum kita lanjut kami beritahukan bahwa sekarang pukul 22.30, sesuai
dengan mekanisme Tatib sepakat rapat ini (suara tidak jelas) ditutup pukul 22.30
kecuali ada persetujuan. Oleh sebab itu saya mohon persetujuan Bapak Ibu sekalian
apakah kita perpanjang? Kita perpanjang 30 menit?
(RAPAT: SETUJU)
Baik.
Selanjutnya sudah kami sampaikan 9 fraksi telah menyampaikan pandangan
mini. Dari pandangan mini yang kami sampaikan yang pertama semua Poksi, Fraksi
menyetujui usul pemerintah tentang tugas komisi di bidang anggaran yang tadi
disampaikan. Kita setuju ya?
(RAPAT: SETUJU)
Sebentar Pimpinan.
Sikap kami tetap agar fungsi diplomasi internasional itu (suara tidak jelas)
tetap (suara tidak jelas) sebab saya kira kita perlu meyakinkan pemerintah untuk
tetap memasukkan klausul...
36
KETUA RAPAT:
Oke.
Ya, tiga fraksi menyampaikan supaya rumusan itu tetap disempurnakan,
enamnya setuju untuk diketok.
Sebentar, tidak ada yang setuju, semua bertahan di (suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Tapi apapun lah kebetulan atau di-setting ya itulah sudah (suara tidak jelas)
seperti itu.
Berkaitan dengan mekanisme pemilihan Pimpinan ada 3 opsi, mekanisme
pemilihan komisi dan AKD ada 3 opsi, kemudian MD3 pemilihan Pimpinan dan AKD
apakah (suara tidak jelas) berlaku untuk tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Dari
meja Pimpinan mengusulkan 3 yang disebut terakhir ini kita bawa ke tingkat II besok
dan sebelum waktunya masih ada lobi-lobi sebagaimana yang tadi diusulkan oleh
37
teman-teman. Jadi ruang kita masih sangat luas untuk kita (suara tidak jelas)
mengenai soal ini, karena ini yang masih (suara tidak jelas).
Oleh sebab itu dari meja Pimpinan mohon persetujuan untuk kita lanjutkan
rancangan undang-undang ini ke tingkat II dengan membawa serta realitas (suara
tidak jelas) yang tadi saya sebutkan.
Dari meja Pimpinan mohon persetujuan, setuju?
(RAPAT: SETUJU)
Selanjutnya.
Pimpinan.
Kami tetap berupaya begini Pimpinan, saya kira masih ada jalan selain
Pimpinan mohon maaf memaksakan ini terus dilanjutkan ke sidang selanjutnya,
karena itu sejak awal kami ingin bahwa pengesahan RUU ini bulat tidak lonjong. Kita
berharap semua fraksi setuju, dari pemerintah setuju dan hari ini sampai besok kita
punya (suara tidak jelas) artinya apa, kalau hari ini kita tidak memutuskan untuk
tidak setuju, saya kira juga tidak ada salahnya, tidak harus kemudian dipaksakan
bahwa hari ini suara tidak jelas) ini dipaksakan untuk dilanjutkan ke sidang
berikutnya.
KETUA RAPAT:
Baik, saya rasa tidak ada yang tidak setuju dengan itu, jadi tidak boleh kalau
bisa tidak boleh lonjonglah, dan tidak boleh lonjongnya itu di tingkat II besok. Kalau
di tingkat tangga-tangga di bawahnya lonjongkan boleh-boleh saja, memang itulah
jalannya. Jadi itu realitas yang tidak bisa kita hindari dan kita sama-sama berdoa
mudah-mudahan besok tidak lonjong (suara tidak jelas) kita besok ya jam berapa
kita kasih ruang saja apakah besok jam 14.00 sehingga waktu kita untuk masuk lobi-
lobi ini isu-isu yang penting tadi. Saya rasa kita semua samalah punya pandangan,
punya prinsip yang sama yang disampaikan oleh Hanura, PDI Perjuangan dan PKB
tadi menjadi atensi kita bersama.
Nah oleh sebab itu kita akan berusaha semaksimal mungkin, sebelum
waktunya besok mudah-mudahan yang lonjong ini sudah kita selesai, sehingga
betul-betul bulat di tingkat paripurna.
Baik Bapak dan Ibu.
KETUA RAPAT:
Baik, jadi ya tidak ada lagi yang tidak banyak, ada tapi tidak banyak lagi,
tinggal poin-poin soaL (suara tidak jelas).
ANGGOTA:
Interupsi Ketua.
Saya hanya mengingatkan tadi yang dibaca fraksi-fraksi itu namanya
pendapat akhir mini fraksi, sudah akhir. Nah itu saja. Jadi Ketua tugasnya
memutuskan dari pendapat mini itu.
KETUA RAPAT:
Pimpinan, mungkin ini apa, hanya penegasan saja. Hal-hal yang akan
dibicarakan di (suara tidak jelas) mohon dapat ditayangkan, jadi biar kita ini,
ditayangkan saja oh ini yang dimaksud di tingkat II, ini yang sudah selesai, agar ini,
itu mati itu. Ssingkat saja sebenarnya biar kita ya.
KETUA RAPAT:
Ya itu nanti silakan itu nanti akan telah diputuskan, saya minta tenaga ahli
tolong diberi sebelum pulang setiap Anggota Pansus dikasih bahannya.
Maksud saya agar kita clear betul apa bagian mana yang akan dibawa ke
tingkat II, mana yang sudah selesai di sini. Jadi biar enak juga kita ininya. Paling
tidak tidur itu biar tidak (suara tidak jelas) dulu. Itu maksudnya.
39
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Saudara Pimpinan, mohon maaf dari ujung kanan ada sedikit catatan
mungkin yang perlu disampaikan.
KETUA RAPAT:
Baik, silakan.
KETUA RAPAT:
Baik.
Jadi kita akan putuskan itu besok di tingkat.
Pimpinan, ini biar Pimpinan juga harus punya kejujuran juga dalam
memimpin, di Rich Carlton itu yang mengetok palunya itu adalah Pak Aziz
Syamsudin. Untuk DPRD (suara tidak jelas) ke Undang-Undang 27 provinsi,
kabupaten, kota sudah diketok. Makanya ini apa ya suara tidak jelas) ya, Pak Aziz
harus ini. Saya tidak meragukan, saya bukan meragukan (suara tidak jelas) ya. Jadi
itu Pimpinan, jadi saya kira untuk tingkat provinsi dan kabupaten itu posisinya tetap
tidak ada perubahan.
KETUA RAPAT:
oke, jadi begini apa yang saya sampaikan ini adalah sesuai dengan laporan
Timus Timsin tadi ke tingkat Panja, tapi tidak ada masalah ketika saya sampaikan ini
kan begitu. Yang dimaksudkan dengan yang lain-lain tapi itu adalah di luar Pimpinan
Dewan dan AKD itu betul tidak?, sekarang ada ketentuan baru bahwa mekanisme
penentuan Pimpinan Dewan ditingkat provinsi dan kabupaten dan AKD diusulkan
untuk tetap mengikuti...(tidak dilanjutkan).
Ketua, saya luruskan dulu itu untuk DPRD, betul ya Pak, bukan AKD, jadi
seingat saya yang saya dengar dari awal itu semua fraksi ...(suara tidak jelas) ke
pandangan mini fraksi, hanya PAN yang mengusulkan, itu DPRD diikutkan sehingga
kesimpulan saya kalau saya tidak salah seluruh fraksi tidak masalah tidak
memasukan DPRD hanya usulan dari fraksi PAN, demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Memang saya, fraksi kami tadi mengusulkan tentang mekanisme yang
sebenarnya saya ingin mengingatkan menurut tata tertib kita kewenangan kalau
putus ditingkat panja, setelah timus, yang diputus panja itu, kalau panja melaporkan
diputus ditingkat pansus, pansus itu tidak ada persoalan apakah komitmennya tetap
atau tidak, jadi saya kembalikan kepada Pimpinan sebetulnya mekanisme
Pemerintah tidak perlu khawatir karena sama dengan fraksi lain, yakinkan kepada
semua fraksi bahwa alat kelengkapan dewan provinsi dan kabupaten kota memang
sebaiknya tetap, yakinkan itu ketua dan Pemerintah dan itu bisa diputuskan, jadi itu
saya kira sehingga pendapat akhir mini fraksi dan saya kira ambil saja keputusan
berdasarkan pendapat akhir fraksi itu.
KETUA RAPAT:
Ini saya mohon persetujuan langsung saja, mulai fraksi apakah mulai
Demokrat, setuju atau gimana?
Ketua, saya ingin mengurut pada urutan kerja, kerja yang dilakukan adalah
panja melaporkan pada pansus, dan pansus menerima laporan panja, laporan panja
itu sebenarnya mencapai kebijakan, lalu didalam perkembangan pansus ada kawan
dari fraksi yang mengusulkan karenanya kalau tadi...(suara tidak jelas) bahwa 8
fraksi itu tetap...(suara tidak jelas) untuk DPRD tidak persoalan, dan ada satu fraksi
yang mengusulkan tambahannya, saya kira itu rekapitulasi seperti itu jalan yang
konkordan rekapitulasi yang dilakukan ...(suara tidak jelas), saya kira itu usulan.
KETUA RAPAT:
Oke, terima kasih banyak usulannya. Jadi kata pandangan mini tidak ada
yang menyebutkan itu kecuali PAN maka saya menganggap tidak menyampaikan
itu, kecuali nota dari Pemerintah, karena itu untuk singkatnya kita langsung saja,
agenda berikutnya untuk penandatanganan dokumen, silakan Pimpinan fraksi tadi.
KETUA RAPAT:
Selanjutnya, tadikan saya tanya kita harus konsisten apakah juga dua fraksi
yang tadi berpandangan supaya Banggar tetap adhoc, sedangkan 7 fraksi yang
lainnya apakah demi kebersamaan juga sikap?PKB?.
Tetap.
KETUA RAPAT:
Tetap.
Luar biasa ya.
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Sebagaimana kita ketahui ada 2 masalah yang belum disetujui walaupun ada
alternatif yang hendak kami sampaikan, tetapi kalau lah nanti ini dianggap sudah
setuju sepanjang hal-hal yang belum disepakati oleh Pemerintah tentunya kami
setuju saja untuk dilanjutkan.
Kalau boleh saya ingin jelaskan masalah yaitu fungsi legislasi, pengawasan
dan anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) kerangka ini titik terang yang saya
usulkan, katakanlah dijalankan dalam rangka despresentasi rakyat yang juga untuk
mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan rumusan tersebut, kami berpandangan bahwa pemberian passport
diplomatik kami berpandangan tetap dilakukan sesuai Undang-undang
Keimigrasikan dan peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2013 dimana oleh
karenanya kami berpandangan Pasl 266 ayat (2) tetap tidak diperlukan, ada dua
masalah yang masih memerlukan pembahasan kami sepakat dilakukan
pembahasannya di tingkat II DPR.
KETUA RAPAT:
mendukung sehingga kalau Pemerintah bisa mengajukan rumusan itu tentu sangat
konstruktif.
Jadi kita setuju dengan usul Pemerintah?
(RAPAT : SETUJU)
Saudara Pimpinan dan anggota Pansus, serta Pemerintah yang kami hormati,
Bismillahirrahmanirrahim.
kesempatan untuk hadir pada acara ini dalam rangka pengambilan keputusan
tingkat I antara panitia khusus Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas
Undang-undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dengan
Pemerintah dan Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas Undang-
undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Semoga kita senantiasa dalam tetap dalam lindungan dan petunjukNya.
Mengawali pendapat Pemerintah dalam rapat ini, ijinkanlah kami atas nama
Pemerintah menyampaikan terlebih dahulu apresiasi dan terima kasih kepada
Pimpinan dan anggota Panitia Khusus tentang perubahan atas Undang-undang 27
tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang dengan kesungguhan dan
tanpa pengenal waktu lewat diskusi dan pembahasan yang sangat panjang dan
melelahkan guna mendapatkan kesempatan bulat terhadap Rancangan Undang-
undang tentang perubahan atas Undang-undang 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD dan DPRD.
Kami menyadari berbagai silang pendapat sering terjadi selama proses,
dengan adanya tekad dan semangat yang kaut untuk menyelesaikan Rancangan
Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang 27 tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD membuahkan kesepakatan sehingga dapat
diselesaikan dengan baik, sekali lagi kami atas nama Pemerintah mengucapkan
terima kasih.
dapat menjadi jalan tengah yaitu ketiga fungsi legislasi pengawasan dan anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam rangka representasi rakyat
dan untuk mendukung upaya Pemerintah dalam pelaksanaan politik luar negeri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
rumusan tersebut kami juga berpandangan bahwa persoalan tentang pemberian
passport diplomatik kami berpandangan tetap dilakukan sesuai dengan Undang-
undang kelegislasian dan peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2013, kami tetap
berpandangan bahwa Pasal 226 ayat (2) tetap tidak diperlukan, terhadap dua
masalah yang masih memerlukan pembahasan tersebut kami sepakat untuk
dilanjutkan pada saat pembahasannya di tingkat II DPR dengan anggota Panitia
Khusus Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang 27
tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan pada forum yang terhormat ini
kami atas nama Pemerintah sangat mendukung usulan peningkatan peran dan
tanggung jawab MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk mengembangkan kehidupan
berdemokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dalam melaksanakan tugas dan
lembaga, serta mengembangkan mekanisme check and balances antara lembaga
legislatif dan eksekutif, selain itu juga dalam rangka meningkatkan kualitas
produktifitas dan financial demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan dan kami
tetap dalam koridor konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Beberapa kesepakatan yang tertuang dalam Rancangan Undang-undang
perubahan atas Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD merupakan jalan tengah dengan kompromi terkait dari perbedaan pendapat,
semua ini disepakati atas dasar pemikiran demi kepentingan yang lebih baik bagi
MPR, DPR, DPD dan DPRD maupun bagi kepentingan bangsa. Akhirnya kami
meyakini bahwa upaya telah didedikasikan dalam penyusunan Rancangan Undang-
undang ini dan akan mendapat ridho dari Allah SWT.
Demikian pengantar ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.
Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
KETUA RAPAT:
hal yang tidak berkenan selama ini dari meja Pimpinan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya, atas ijin saudara-saudara sekalian rapat ini ditutup.
Wabilahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH
b. SEKRETARIAT PANSUS
1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus MD3
2. Radji Amri, S.E. Wakil Sekrt.I
3. Erna Agustina, S.Sos Wakil Sekrt.II
4. Mardisontori, S.Ag, LLM. Legal Drafter
5. Akhmad Aulawi Legal Drafter
6. Titi Asmara Dewi, SH, MH. Peneliti/P3DI
7. Sabari Barus, SH, M.Hu, Tenaga Ahli Baleg
c. TAMU UNDANGAN
1. R.Achmad Dimyati Natakusumah, SH, MH, M.Si
4
JALANNYA RAPAT:
Pertama-tama kita bersyukur Alhamdulillah pada pagi hari ini, meskipun agak
terlambat kita memulai, menurut laporan Sekretariat sudah hadir hampir semua fraksi
ini. Tapi tadi karena ijin karena berhubung Pimpinan Baleg, sehingga rapat ini bisa
kita nyatakan sesuai dengan ketentuan Pasal 245 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPR,
maka kuorum telah terpenuhi.
Untuk itu dengan seijin saudara-saudara, rapat ini kami nyatakan terbuka untuk
umum.
Saudara-saudara sekalian,
RUU tentang Perubahan MD3 merupakan RUU Usulan Inisiatif DPR, yang
disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan 24 Oktober 2013. Selanjutnya DPR
5
menyampaikan RUU Usul inisiatif ini kepada Presiden, surat Ketua DPR RI Nomor LG
sekian dan seterusnya, tertanggal 29 Oktober 2013.
Selanjutnya dalam Rapat Badan Musyawarah tanggal 23 Januari 2014 disetujui
bahwa penanganan atas RUU Tentang Perubahan MD3 ini dibahas oleh Panitia
Khusus.
DPR RI telah membentuk panitia khusus yang beranggotakan 30 orang, yang
disahkan pada rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 28 Januari 2014. Agenda rapat
Pansus telah mulai dilakukan pada tanggal 11 Februari. Adapun komposisi Pimpinan:
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabakaratuh.
Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua.
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena kita masih
diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan, reformasi, restorasi, perbaikan
yang lebih baik, terkait dengan Tupoksi, kedudukan, organisasi dari lembaga legislatif,
yaitu MPR, DPR, DPD dan DPRD. Apabila perubahan ini selesai maka bisa
digunakan, dimanfaatkan untuk anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD masa bakti
2014-2019, yang sekarang masih dalam proses.
Kejaksaan dan lain sebagainya. Tapi kalau dilihat MPR, DPR, DPD, DPRD ada dalam
konstitusi tapi diatur dalam satu undang-undang. Ini untuk efektif, efisien, tapi silakan
itu dikaji secara lebih mendalam oleh Bapak dan Ibu sekalian, mungkin lebih
demokratis dan akuntabel.
Ini dilakukan karena masih adanya penilaian dari masyarakat dan sejumlah
kalangan mengenai kinerja lembaga perwakilan, jumlah produk legislasi yang
dihasilkan oleh DPR misalnya dianggap kurang sesuai atau tidak mencapai target.
Dan juga DPRD, kedudukan DPRD juga perlu dikaji secara lebih mendalam. Karena
di dalam Undang-undang Otonomi Daerah juga masuk. Dan DPD juga demikian.
Setelah dijudicial review terkait tugas, ikut membahas sebuah undang-undang,
didalamnya perlu penerjemahan yang baik nanti, dikaji di pasal-pasal yang ada. Dan
kalau kita lihat dari Pasal 1 sampai 400 sekian, silakan Ibu dan Bapak sekalian yang
membedahnya lagi, walaupun sudah ada perbaikan hanya beberapa pasal, tapi masih
banyak mungkin pasal-pasal yang begitu terjadi perubahan yang begitu cepat
terutama pasca Pemilu ini.
Kerangka penyusunannya adalah substansi penting yang menjadi arah dan
kerangka legislasi pengaturan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3, satu, konsolidasi demokrasi, ruang
politik yang masih kurang dimanfaatkan secara maksimal bagi kelembagaan
perwakilan politik baik secara internal maupun eksternal menyebabkan proses
konsolidasi demokrasi yang hanya sebatas pada euphoria. Manuver politis ini kurang
terkait dengan aspirasi rakyat secara substantif. Secara internal, kebutuhan bagi
transformasi peran alat substansif secara internal, kebutuhan bagi transformasi peran
alat kelengkapan dan reposisi fraksi, ini nanti fraksi tolong dikaji lagi, apakah perlu
dirampingkan atau memang sesuai dengan hasil sebelum partai dijadikan 10 fraksi,
begitu. Dan terkait dengan nanti juga, Pimpinan DPR, apakah akan disamakan
dengan pimpinan MPR? Pimpinan MPR dipilih, Pimpinan DPR secara nyata diatur
dalam undang-undang. Bahwa Pimpinan MPR adalah peraih suara terbanyak, atau
kursi terbanyak. Yang kedua adalah menata posisi alat kelengkapan dan klasifikasi
masing-masing kelembagaan politik perwakilan rakyat. Sekarang alat kelengkapan
DPR ada 11 komisi, ada badan-badan lainnya. Apakah masih relevan atau masih
bagus, posisi kelembagaannya untuk DPR. Saya berharap nanti Pansus
membedahnya dan mengkaji secara mendalam bersama dengan Pemerintah. Yang
ketiga adalah menata relasi antara kelembagaan-kelembagaan perwakilan rakyat
khususnya ditingkat nasional. Terhadap putus contactnya itu dengan DPD, DPRD dan
MPR. Yang keempat adalah pengaturan kelembagaan pendukung kinerja parlemen.
Nah ini banyak dikeluhkan oleh DPR, terutama terkait dengan Kesekjenan, Sekretariat
Jenderal, sekretariat alat kelengkapan lainnya, karena antar staff bicara kelompok itu
berbeda, sehingga mereka kurang mampu memberikan dukungan maksimal. Apakah
perlu DPR sendiri yang mengadakan? Yang kelima adalah penataan lebih lanjut bagi
DPRD. Nah DPRD ini adalah pejabat negara bukan, pejabat negeri bukan, sehingga
tidak,pejabat daerah juga bukan. Sehingga dianggapnya pejabat yang bukan-bukan.
Nah ini juga perlu juga dikaji lagi secara mendalam. Dan dikaitkan, diharmonisasi
dengan Undang-undang Otonomi Daerah.
Pokok-pokok materi muatan, beberapa muatan yang diatur dalam RUU tentang
Perubahan atas Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3,yaitu:
MPR
1. Terkait dengan penambahan tugas MPR.
2. Pidato Kenegaraan Presiden (Sidang MPR) yang terkait dengan waktu.
7
DPR
1. Membahas dan memberikan persetujuan atas perjanjian internasional.
2. Pengelolaan dan laporan pengelolaan anggaran DPR.
3. Program pembangunan daerah pemilihan, itu daerah Dapil. Sebelumnya ada
dana aspirasi, sekarang menjadi Program Pembangunan Dapil.
4. Pembentukan fraksi di DPR. Nah ini yang Saya sampaikan, ... fraksi dibentuk
oleh parpol yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan
perolehan kursi DPR, yang dibentuk untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas
anggota DPR, ... dengan kewajiban anggota DPR. ... salah satu contoh
misalnya, F-HANURA. Ada yang dari F-HANURA disini? Sekarang dengan
kemarin saja mendapatkan 17 atau 18 kursi begitu ya, sekarang berkurang.
Bagaimana dengan efektivitas, efisiensi dan akuntabel daripada anggota DPR
dari fraksi tersebut? Ini tantangan, apakah cukup mewakili dari semua komisi
dan alat kelengkapan yang ada? Ini yang perlu dikaji secara lebih mendalam
dengan kondisi yang ada. Tadinya berharap dengan ambang batas dinaikkan,
otomatis jumlah kursi bertambah lebih besar. Tapi ternyata raihan suara besar,
perolehan kursi tidak sesuai dengan perolehan suara.
5. Keterwakilan tiap fraksi dalam keanggotaan Badan Kehormatan. Ini
permasalahan juga tumbuh, karena ada di Badan Kehormatan, ada yang dari
salah satu fraksi tidak ada didalamnya. Dan tadi, problemnya adalah dengan
jumlah fraksi dan jumlah alat kelengkapan.
6. Kuasa DPR di persidangan Mahkamah Konstitusi. Ini yang diwakili oleh Pak
Yani dan juga Pak Beni Kabur Harman, ini biasa di Mahkamah Konstitusi, dan
kebanyakan kalah ini, apa menang, tidak tahu ini. Nah ini perlu juga dimuatkan.
Saya kesini tadi, kalau tidak dipanggil Pak Yani, tidak kesini Saya, karena Saya
lupa bahwa hari ini ada undangan dari Pimpinan Pansus MD3. Konsekuensi
putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan proses pembentukan
undang-undang. Ini MK pun gerak cepat sekali, memutuskan bahwa apa yang
dibuat oleh DPR bersama Pemerintah dianggap bertentangan dengan
konstitusi. Sebetulnya tidak substansi.
7. Ketentuan kuorum menyatakan pendapat. Nah ini mohon dikaji secara
mendalam, RUU mengatur sesuai dengan putusan MK terhadap ketentuan
kuorum dalam menyatakan pendapat yang semula 3/4 menjadi 2/3
sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi.
8. Yang berikutnya adalah nota keuangan dan RUU APBN. Ini sangat penting.
Sebetulnya terkait tugas Banggar juga, dan komisi. RUU mengatur bahwa DPR
mengadakan Sidang untuk mendengarkan Pidato Presiden tentang Nota
Keuangan dan Rancangan Undang-undang APBN pada bulan Mei tahun
sebelumnya.
9. Pemberhentian anggota DPR. RUU mengatur mengenai pemberhentian
anggota DPR, dimana paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan
pemberhentian anggota DPR. Pimpinan DPR wajib menyampaikan ... anggota
DPR kepada presiden untuk memperoleh peresmiannya.
8
10. Pemanggilan dan permintaan anggota DPR berdasarkan ijin Presiden. Nah ini
sebelumnya diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa pejabat negara tidak
perlu ijin dari presiden. Nah kalau dilihat, apakah Kementerian Hukum ini tidak
melakukan spitting atau abuse of power, atau keinginan ... nah ini perlu dikaji
secara mendalam.
11. Sistem pendukung. RUU mengatur bahwa untuk mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi MPR, DPR, DPD, didukung oleh Sekjen. Nah apakah Sekjen
ini bisa diambil dari luar atau Sekjen organik dari Pemerintah, atau anorganik.
Nah ini yang perlu dikaji lagi secara mendalam untuk agar tugas-tugas MPR,
DPR, DPD dan DPRD bisa melaksanakan tugas semaksimal mungkin. Sekjen
memberikan dukungan administrasi, proses pengangkatan, Sekjen melalui
pencalonan yang diusulkan oleh Presiden serta diuji kepatutan dan
kelayakannya oleh Pimpinan lembaga masing-masing. Oleh karena itu Sekjen
bertanggung jawab kepada pimpinan lembaga masing-masing dan dievaluasi
oleh pimpinan lembaga masing-masing pada setiap. Dan ada juga tugas dari
TA atau badan keahlian untuk fungsional. Memberikan dukungan keahlian
kepada pelaksanaan fungsi DPR dibidang legislasi, pengawasan dan
anggaran. Maka kalau kompetitif dengan goverment atau Pemerintah, maka
DPR ini ketinggalan, karena sumber daya yang tidak mumpuni dibanding
Pemerintah.
Demikian Pimpinan Pansus dan anggota Pansus, tentang penjelasan ini. Jadi
bagian masukan untuk Pansus bagaimana melaksanakan perbaikan, perubahan
Undang-undang No. 27 Tahun 2009 menjadi lebih baik lagi.
Demikian, Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, Terima kasih Pak Dimyati, atas keterangan singkatnya yang padat.
Selanjutnya Saya mempersilakan kepada para anggota yang mau bertanya
atau sedikit memperdalam, karena kalau Baleg sudah menyerahkan kepada kita
untuk membahas, maka selanjutnya kitalah yang akan nanti memperdalam
pembahasannya. Tetapi kalau ada yang dianggap belum jelas, Saya kebetulan hadir
di Baleg, pada saat pembahasan Undang-undang ini terutama waktu finalisasi,
memang Baleg ini menyodorkan sesuatu yang sangat progresif ya, meskipun kita di
Pansus bisa juga membuatnya lebih progresif. Tentang bagaimana cara kita menata
kerumahtanggaan Dewan yang lebih independen, dan lebih menyebabkan anggota-
anggotanya itu lebih bermartabat, karena kita baru saja lepas dari pada ... dulu,
9
eksekutif, jadi menjadi independen, Saya kira suatu ... Inilah yang ditawarkan di dalam
proposal pengusulan Undang-undang MD3 tahun ini.
Saya persilakan kalau ada. Tapi kalau tidak, Saya kira kita bisa, anggota dulu.
Ada? Ibu Eva, silakan.
Terima kasih.
Saya tadi sudah mendengarkan, tapi belum disebut tentang skenario untuk
penguatan supporting system kita, Pak. Karena Saya dulu ikut di MD3, dan itu yang
belum sepenuhnya kita berhasil untuk melakukan pembaharuan di dalam supporting
system kita yaitu Kesekjenan. Dan ada 2 artikel atau 2 pasal ya waktu itu, tapi itupun
tidak dilaksanakan. Dan itu yang mungkin perlu di, bahan-bahannya mungkin tadi
belum disebut, belum dipaparkan, bisa diserahkan ke kita. Walaupun Saya juga punya
draft yang lama Pak, dulu tidak mendapat support dari Pemerintah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ada satu hal yang Saya ingin sebetulnya diingatkan begitu, mengingatkan
kembali, karena pada waktu itu juga Saya lupa. Yang terkait dengan DPRD ini Pak.
DPRD ini sebetulnya secara eksplisit mau dijadikan apa? Karena kalau merujuk
kepada Undang-undang Dasar 1945 dia adalah bagian dari pemerintahan daerah.
Tapi disini kelihatannya arahnya perubahan. Berarti kan artinya terkait dengan
penunjang, seperti misalnya dia harus mendapatkan pensiun, sementara ini kan dia
hanya mendapatkan dana aspirasi, karena sebagai bagian dari pemerintahan daerah
tersebut. Nah ini mau ditaruh dimana? Kalau kita mau mengubah, kita kan harus
mengubah Undang-undang Dasar 1945 nya dulu. Dan kemudian kalau merujuk ke
Undang-undang Pemda, Undang-undang Pemdanya sendiri belum selesai. Jadi kalau
dari Baleg, ini dulu arahnya kemana? Saya sendiri agak sedikit lupa disini Pak, tolong
diingatkan.
Terima kasih Pak.
PIMPINAN BALEG:
Ya, Mba Eva, memang untuk memperkuat DPR atau legislatif itu diperlukan
bantuan keahlian. Maka diatur sebetulnya di Pasal 139 (2) ya, terkait dengan Badan
Keahlian. Badan keahlian atau pakar. Nah ini nanti Pansus juga bisa memberikan
tambahan, jangan terfokus pada draft yang ada. Nanti tolong ...di naskah akademik
dan draft rancangan perubahan undang-undang. Ini bisa saja nanti di re-work atau
10
diperbaiki lebih baik lagi supaya DPR ini kuat. Sekuat Pemerintah minimal, atau lebih
kuat dari Pemerintah. Supaya Pemerintahan ke depan ini lebih baik lagi, terutama
dalam menangani kepentingan publik, kepentingan rakyat. Nanti Badan Keahlian bisa
saja pakar, para ahli, para profesor dikumpulkan menjadi sebuah lembaga fungsional
di lembaga legislatif. Nanti rekruitmentnya, syarat-syarat dan mekanismenya diatur,
Saya berharap nanti diatur di dalam undang-undang, walaupun secara eksplisit belum
diatur secara lebih dalam. Karena ini kejar target saja, Saya yakin Pak Fahri tahu,
kejar target ini supaya cepat masuk nanti dibahas bersama Pemerintah.
Termasuk juga nanti terkait dengan peraturan Tata Tertib DPR. Nah yang Mba
Nurul sampaikan itu betul. Kalau DPRD ini kan sebetulnya terkait dengan Undang-
undang Otonomi Daerah. Nah maka kalau menurut hemat Saya, memang diatur
didalam MD3 ini, inilah yang menjadi problem. Karena akan berbenturan dengan
Undang-undang Pemerintah Daerah. Saya berharap, tolong nanti diharmonis lagi,
diperbaiki lagi, dilihat lagi, memang seyogyanya DPRD itu bersatu dengan Undang-
undang Pemerintah Daerah. Seyogyanya. Tapi karena ini sudah bersepakat masuk
disini, masuk di dalam Undang-undang MD3 dan sudah ada sebelumnya, kalau
dihilangkan ini menjadi problem baru bagi lembaga DPR.
Karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu adalah bukan pejabat negara,
bukan. Sehingga kalau bukan pejabat negara sehingga tidak mendapatkan pensiun.
Nah keinginan DPRD itu banyak yang mengharapkan mendapatkan pensiun. Namun
sebaiknya ke depan, kalau misalnya setelah selesai ke depan, undang-undang ini
harus dipecah, supaya tidak membingungkan. Mana pejabat negara, mana pejabat
daerah. Mana MPR, mana DPR, DPD dan DPRD, sebaiknya pisah, jadi tidak menjadi
satu. Tapi karena kita sudah terlanjur menyelesaikan beberapa hal maka .... ini
disatukan, sehingga nanti penyatuan ini ke depan misalnya 5 atau 10 tahun ke depan
ada perbaikan untuk undang-undang. Jadi itu Mba Nurul, jadi DPRD itu sulit juga
untuk memisahkan dengan tugas dari kepentingan daerah. Mungkin itu.
Terima kasih.
Pak Dimyati, memang menyangkut masalah DPRD ini memang perlu kita
pahami. Sebenarnya Undang-undang MD3 ini kan merupakan kelanjutan dari
sebelumnya itu, Undang-undang tentang Susduk, seperti itu. Berubah menjadi
Undang-undang MD3, perubahan penamaan tapi pokok-pokoknya tidak begitu jauh
berbeda sebenarnya.
Nah seingat Saya juga, pada waktu di Baleg itu juga kita melakukan
perdebatan yang cukup panjang, mau meletakkan DPRD ini masuk dalam rezim
perwakilan atau rezim pemerintahan, begitu. Nah kita juga kan menerima aspirasi,
waktu itu dari Asosiasi Anggota DPRD se-Indonesia. Mereka juga menginginkan tidak
bagian dari pemerintahan daerah. Karena mereka juga sama, dipilih juga sama, ya
kan? Mereka ingin memasukkan pokok ke dalam rezimnya rezim perwakilan. Nah tapi
memang dia terbentuk dengan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah
maupun Undang-undang ... Nah kita dulu juga awalnya ingin mensplit undang-undang
ini, Cuma keterbatasan waktu, ya kan? Untuk mensplit undang-undang ini jadi 4.
Memang idealnya displit undang-undang ini, karena MPR ada lembaga negara
tersendiri, DPR lembaga negara tersendiri, DPD lembaga negara tersendiri, yang
seharusnya punya undang-undang tersendiri. Sama dengan Mahkamah Agung, sama
dengan Pemerintah, sama yang Kejaksaan Agung dan sebagainya.
11
Yang ingin kita butuhkan itu sesungguhnya, karena tidak semua anggota
Pansus ini bagian dari anggota Badan Legislasi, sesungguhnya bahan-bahan
perdebatan yang ada itu memang bisa diharapkan itu yang lagi diuber kembali. Dibuat
tabulasi atau dibuat matriks seperti itu.
Nah ini Saya minta sekali lagi juga kepada Pimpinan, ya Baleg juga harus kita
tugaskan kembali, ya kan? Baleg menugaskan kembali. Kan ini produknya Baleg. Dan
ini menjadi penting. Menurut Saya, satu-satunya undang-undang yang agak penting
dan sangat harus kita selesaikan ini disamping undang-undang yang lain, menurut
Saya, undang-undang ini. Nah oleh karena itu harus ada kerja sama juga dengan
Badan Legislasi kembali ini. Nah tolong dibuat tabulasi, dibuat matriksnya dengan
analisislah kalau bisa, analisis SWOT, kelemahan dan keuntungannya kalau displit
atau digabungkan seperti sekarang ini.
Terima kasih.
bukan artinya pegawai-pegawai negeri yang biasa kelasnya. Tapi kita lebih minta
kepada memang orang-orang yang betul-betul menguasai didalam membuat undang-
undang.
Begitu saja dari kami, Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
PIMPINAN BALEG:
Ya. Memang agaknya apa yang disampaikan di BURT agak mirip dengan yang
dikeluarkan di Badan Legislasi. Bahwa Badan keahlian ini sebetulnya membentuk law
center. Saya berharap didalamnya adalah para profesional. Dan problem yang ada
sekarang ini dalam membuat Naskah Akademik, itu begitu simpel dan sederhana,
tidak menandakan begitu ahlinya orang membuat. Karena perlulah sebuah badan
keahlian yang ternyata kadang NA itu dibuat oleh TU, atau diorderkan kepada pihak-
pihak tertentu. Padahal disitu ada budgetnya, ada anggarannya. Nah anggaran dibuat
sulit. Entah bagaimana BURT membuat, mengolah anggaran itu ya. Sehingga
anggaran itu tidak bisa dikontraktuilkan. Anggaran harus lumpsum, harus berupa nara
sumber bahkan. Padahal, kita perlu kerja sama. Nah maka di dalam pasal itu, Saya
berharap nanti Pansus bersama Pemerintah coba mencari format begitu, yang bagus
untuk penguatan DPR. Saya berharap Undang-undang MD3 ini lebih kuat, DPR.
Fokuskan dulu pada DPR. Saya yakin Pansus memerlukan waktu cukup lama untuk
membuat. Pertama, DPR dulu kuat, baru MPR, DPD dan DPRD. Sebetulnya kalau
DPRD dipisah saja dulu, bahkan dengan sendirinya, 3 kekuatan ini jelas tugas, pokok
dan fungsinya.
Jadi Saya berharap, Badan Keahlian ini sangat diperlukan. Karena memang
kita sangat kekurangan. Siapa sih supporting staff atau supporting system yang akan
kita gunakan? Nah maka dengan sendirinya harus ada keahlian, terutama para pakar.
Dan teknik pengaturan dalam mekanisme pengangkatan, nah ini perlu diatur saja
dalam undang-undang. Karena waktu kita masih ada, Saya berharap kita diatur dalam
Tatib langsung saja, dibuat didalam undang-undang ini. Mekanisme itu. Karena Saya
berharap juga jangan terlalu banyak peraturan dibawahnya yang akhirnya merubah.
Nah tadi Saya menggarisbawahi Pak Agung, tadi Saya membawahi terkait
dengan dibawah Ketua. Ini kolektif kolegial. Saya berharap, jangan sampai undang-
undang termasuk MPR, itu dianggap kita ini membantu Pimpinan MPR. Padahal kita
ini satu. Satu derajat. Sehingga kalau kita tugas atau apa, harus Pimpinan MPR,
Pimpinan DPR. Nah ini jangan sampai nanti redaksional, hanya redaksional saja di
dalam pasal-pasal itu nanti tolong dikaji lagi. Takutnya hilang. Kalau kita kolektif
kolegial, ini Pimpinan dan anggota merupakan satu senyawa, yang tidak bisa, bahwa
kita bukan staffnya Pimpinan, bukan. Kita adalah kolega, kolegial, kolektif. Jadi harus
dibenahi lagi. Takutnya teman-teman didalam menyusun draft perubahan ini masih
sama dengan draft sebelumnya, yang sering Saya koreksi. Termasuk di Tatib MPR,
itu banyak sekali Tatib-Tatib yang sebetulnya tidak senyawa dengan undang-undang
ini.
Demikian.
13
KETUA RAPAT:
Teman-teman sekalian,
Kita memang diminta oleh Badan Legislasi untuk juga melakukan eksplorasi.
Memang waktu rapat dengan Baleg dulu, Saya ingat, Saya termasuk yang
mengusulkan agar ini jadi 4 undang-undang, Undang-undang MPR sendiri, Undang-
undang DPR sendiri, Undang-undang DPD sendiri, Undang-undang DPRD sendiri.
Masak lembaga sebesar Dewan ini kalah sama lembaga-lembaga kecil lainnya
dimana-mana. Lembaga adhoc saja punya undang-undang sendiri. Masak kita
dicampur-campur. Tapi karena waktunya kurang, tadi Pak Yani membisiki saya, oh
mungkin kalau sekarang kita potong. Saya kira susah, karena ini persoalannya
terdaftar di Prolegnas sebagai MD3. Ya kan? Jadi kalau sudah terdaftar di Prolegnas
sebagai MD3, kita tidak bisa tiba-tiba langsung kata MD3nya dipotong sendiri, begitu.
MD1, 2, ya kan? Tidak bisa jadi 4, begitu. Tapi yang lain Saya kira ada kesempatan
untuk mengeksplorasi, sehingga nanti begitu akan kita pisahkan di masa sidang
katakanlah DPR yang akan datang itu mungkin.
Yang kedua, memang undang-undang ini nanti membutuhkan masa transisi
Pak. Karena kalau diterapkan sebelumnya, ini juga akan mendatangkan banyak
perubahan ya, di dalam Dewan sendiri, termasuk juga kepada lembaga-lembaga atau
staf-staf pendukung. Memang sudah saatnya Dewan sekarang ini menegaskan
secara sangat kuat ya, kita tidak maulah diatur-atur oleh eksekutif, dalam urusan
kerumahtanggaan Dewan ini. Layaknya pimpinan pengelola Dewan ini nanti ya,
pengurus itu adalah selevel menteri, yang memiliki hak ke dalam yang kuat, ya. Bukan
orang yang loyalitas dan kepada pejabat Eksekutif Pemerintah. Karena itulah nanti
MDO sebagai badan yang sudah banyak dibicarakan kemarin itu memang Dewan
memerlukan kantor khusus yang mengelola sumber daya internal. Meskipun kalau
bisa itu jangan dilakukan lagi oleh Dewan, oleh anggota, sebab itu nanti jadi konflik.
Masak urusan Dewan beli 1 ac tanpa fax, itu debatnya dengan anggota Dewan.
Urusan apa itu? Itu nanti dipisah. Makanya lembaga Dewannya itu permanen.
Orangnya ini datang setiap 5 tahun ya, ke tempat ini. Tetapi lembaga permanen ini
yang harus dirintis untuk dibuat dari sekarang. Dibawah Badan anggaran itu harus
ada budget house yang kuat, yang memiliki kapasitas untuk melakukan komparasi
terhadap proposal APBN Pemerintah. Dibawah Baleg itu harusnya ada legal council
yang kuat, law center yang kuat, yang memiliki kemampuan untuk membuat undang-
undang, serta fasilitas BPHN atau yang lebih daripada itu, sebab konstitusinya
mengatakan kuasa membuat undang-undang ada di Dewan. Dan lain-lainnya,
lembaga-lembaga permanen itu harusnya ada. Perpustakaan Dewan itu harusnya
perpustakaan terlengkap yang ada di Indonesia ini, karena disinilah otak-otak itu
berpikir. Nah ini harus dirintis. Kalau mau demokrasi kita kuat ya, kedaulatan rakyat
harus terwujud. Saya kira itu nanti yang mau ditampilkan di undang-undang ini.
Ada lagi Pak? Silakan.
1945. Jadi urusan Dewan ini ada yang Saya lihat diperintahkan langsung oleh
undang-undang Dasar 1945 diatur dalam undang-undang, itu tidak diurus. Malah kita
mengurus yang sebetulnya, makanya intepretasi orang, berkonotasi jadi ... coba Saya
tanya sama Bapak-Bapak, kan kekuasaan membuat undang-undang itu ada sama
DPR, diatur lebih lanjut sama undang-undang. Itu aturannya itu tidak jelas, sampai
sekarang. Sehingga kita mundur-maju, betul tidak kita? Kalau melihat DIM Pemerintah
kemarin, 613, itu kita tidak punya kuasa. Itu perintah undang-undang dasar, boleh
baca sekarang. Betul kan Pak Yani?
Ada lagi, yaitu asas imunitas. Tidak pernah. Saya tidak tahu, imunitas apa?
Kalau diplomat, ... atau dinegara lain, karena dia ... DPR, tidak jelas, diatur oleh
undang-undang, Pak Fahri. Undang-undang Dasar perintah, kan tidak pernah kita.
Sampai 65 tahun diatur dalam undang-undang dasar, tidak kena dia itu dalam
undang-undang. Saya terbayang dipikiran Saya, kenapa seorang teroris ditembak
ditempat? Karena melanggar undang-undang Dasar 1945. Lantas alih-alih kita ini
menyusun di Undang-undang Dasar 1945, banyak sekali keinginan. Sehingga, ada
kesan ... keinginan ... yang banyak-banyak itu karena ada sesuatu. Kalau Saya boleh
saran, Undang-undang MD3 sekarang itu Cuma 3 hal, satu yang masalah asas
imunitas, dua kekuasaan DPR yang diatur oleh undang-undang, itu perintah Undang-
undang Dasar 1945, ketiga asas demokrasi yang laku di para anggota DPR. Sengit
dan tidak terlalu banyak. Dan resistensi yang kayak 613 DIM Saya lihat itu, jadi tidak,
dan undang-undang ini bisa disempurnakan.
Kalau Saya boleh saran mengingat waktunya yang terbatas, supaya ini
membuat sejarah bahwasannya ada kita dari Undang-undang Dasar 1945 yang
diperintahkan kita kerjakan. Tiga itu saja. Yang lain nanti saja deh. Mau yang lain-lain,
bagus semua itu, yang ini-itu, ini –itu, paham kita, dan bagus, luar biasa bagusnya.
Tetapi yang prinsip saja, Saya tidak tahu perintah yang namanya asas imunitas itu
bagaimana bentuknya. Ada di Pasal 168, tapi juga tidak mengatur tidak secara
spesifik. MD3 itu 168, tidak ada manusia di dunia ini yang dengar tentang asas
imunitas yang MD3 itu. Oleh karena itu Pak Ketua dan saudara-saudara sekalian
anggota Pansus, Saya mengajak mari yang diperintahkan Undang-undang Dasar
1945 kita kerjakan dulu. Yang sifatnya interpretatif, yang Cuma interpretasi kita, perlu
itu, belakangan saja, supaya tidak debatabel,undang-undang ini bisa cepat selesai.
Nanti kalau kurang, itu ya masa sidang berikutnya, setahun lagi, kita perbaiki lagi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya, memang sebetulnya kalau abang tadi bilang dua, tiga, ini sebenarnya dua
yang diatur. Pertama itu penguatan anggota sebagai wujud daripada kedaulatan
rakyat itu anggota.Yang kedua itu penguatan kelembagaan. Yang anggota itu
termasuk didalamnya adalah asas-asas kepada semua anggota Dewan dimanapun
diseluruh dunia itu adalah imunitas. Kalau kita mau menjadi negara bebas, memang
politisinya harus bebas. Nah, bahkan sekarang ini kan sudah ada norma parlementary
... dalam banyak undang-undang lain. Harusnya memang anggota Dewan adalah
diplomat. Makanya sebetulnya paspor anggota Dewan itu paspor hitam. Kenapa pula
kita paspornya itu seperti PNS? Jadi kami juga di pimpinan ngomong soal, misalnya
aset anggota Dewan itu tidak bisa dianggap sama dengan aset PNS. LHKPN itu
adalah rezimnya PNS. Kalau dimana-mana, anggota Dewan itu kan datang ke dalam
politik maksimal 5 tahun, kecuali kalau terpilih lagi. Makanya di negara-negara yang
maju demokrasinya, aset politisi, anggota Dewan itu, dikelola oleh lembaga khusus
15
yang ditunjuk oleh kongres, itu. Bukan seperti sekarang. Tiba-tiba di Jepang,
dibilangin tertangkap atau apa begitu, LHKPNnya dibuka, lalu kemudian seolah-olah
semua aset yang lain itu adalah pencucian uang. Ini hal-hal yang memang harus
dibersihkan dari ... ini. Sebab ini menyebabkan politisi kita jadi tidak merdeka, padahal
daulat rakyat adalah kemerdekaan.
Nah yang kedua itu adalah penguatan Dewan sebagai institusi. Jadi kita itu
tadi, pribadi kita itu, datang dan pergi tapi lembaganya tetap kuat. Tradisi membuat
undang-undang yang kuat, tradisi analisa terhadap APBN yang kuat, tradisi
pengawasannya juga sudah melekat kuat didalam Dewan kita. Nah sebenarnya itu
yang kita mau targetkan sesuai dengan pasal yang diajukan oleh Baleg ini.
Jadi Saya kira ini kita lebih baik lanjut kepada pembahasan yang lebih detail,
supaya wujud dari apa yang kita inginkan itu tadi, sehigga kalau bisa tidak terlalu lama
juga undang-undang ini kita sudah selesaikan. Supaya bisa berlaku bagi anggota
DPR yang akan datang, dan supaya ada waktu jeda transisi bagi kelembagaan
Dewan untuk menata kesiapannya untuk menerima anggota baru pada bulan Oktober
akhir tahun ini.
Saya kira itu mungkin Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, cukup semua?
tentang Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Itu sudah ada
konversinya, tidak apa-apa. Tinggal kita kembali saja bersama Baleg,
mempertanggungjawabkan. Mengingat Prolegnas ini produk DPR dan Presiden,
Pemerintah dalam hal ini, maka harus ditinjau putusannya. Tapi tidak mendelegitimasi
usaha Pansus di dalam upaya menerjemahkan dinamika yang berkembang dalam
forum-forum persidangan ini. Nah oleh karena itu kita punya cantolan yang
konstitusional, begitu. Perintahnya sangat tegas, diatur dengan, begitu. Justru kalau
Saya coba inventarisasi, di DPRD itu pengaturannya dalam Pasal 18 ayat (3) dan ayat
(7), tentang Pemda begitu, Pemerintahan Daerah. Tiba-tiba oleh kita di satu
kelompokkan, yang pengaturannya dikatakan disini Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
Dasar mengatakan, MPR diatur dengan undang-undang. Untuk DPR Pasal 14 ayat
(2), diatur dengan. Kemudian untuk DPD Pasal 22 c ayat (4), diatur dengan. Begitu.
Jadi semestinya Baleg tidak mengulangi kesalahan, ya katakanlah ini walaupun tidak
salah-salah amat tapi tetap salah, begitu. Cuma beruntunglah, tidak ada legal
standing datang ke MK minta dibatalkan undang-undang ini, begitu. Kalau Pak Yani
misalnya masuk lagi Pak Dim, ke sini ini, Beliau kan Dapilnya MK ya, tidak, tidak, mau
Saya perbaiki, Pak Yani Insya Allah tetap disini bersama kita. Jadi Saya hanya
membayangkan ya, seandainya ada seseorang warga kita ya yang mempunyai legal
standing mengajukan, dari 1 paragraf saja, batal undang-undang ini. Demikian,
karena menyalahi undang-undang Dasar. Nah oleh karena itu kita mencegah hal yang
tidak diharapkan. Dan sebagai konsistensi kita mengawal undang-undang, satu ...
undang-undang ini, saran kami tadi, kita pecah saja, itu yang pertama. Kemudian
yang kedua, setuju Pak Dim, point mana yang kira-kira minta dikonsentrasikan khusus
di DPR itu, Saya setuju saja. Apalagi kalau kita membaca DIM Pemerintah ya,
pengantar Pemerintah yang kemarin, Saya kira Pak Dim bisa membaca ulang
konsepnya.
Saya kira beberapa hal Saya mendukung dengan saran terdahulu, demikian
Saya sampaikan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi Pak Fahri, sesungguhnya tidak melanggar kan kalau kita, dan sudah ada
yurisprudensi ya? Nah tinggal memang di DPR ini seperti tadi dikemukakan oleh Pak
Fahri, hanya 2 sesungguhnya, penguatan terhadap anggota dan penguatan terhadap
kelembagaan. Dan penguatan kepada anggota ini ... sistem anggotanya itu sendiri
maupun juga lembaganya sendiri. Kita baru bisa membayangkan wajah parlemen kita
ke depan itu sesungguhnya. Termasuk apa yang dikemukakan oleh kakanda satu
Dapil dengan Saya, Pak Muzakir, diketok palunya jadi anggota DPR kembali. Saya
kira itu bagian saja dari perbuatan kelembagaan dan keanggotaan, hak imunitas dan
sebagainya itu. Nah penguatan Badan Kehormatan itu juga seperti itu. Maka lembaga
negara lain itu sebenarnya tidak bisa menyentuh anggota parlemen itu sebelum dia
diadili. Sidang Badan Kehormatan itu sendiri. Dia bisa. Kita ini kan rentan betul
dipanggil.
Nah oleh karena itu, tadi Saya mengusulkan Pak Fahri, kenapa Saya
mengusulkan, untuk Baleg bekerja kembali, kan ini kepentingan tidak hanya
kepentingan Pansus, ... sekaligus bagaimana mengharmonisasi. Kemarin kita lihat
DIM yang dibawa Pemerintah ini, banyak hal yang ditolak. Istilah pun ditolak, kan?
Contohnya DIM Pemerintah waktu yang di fraksi adalah Pusat Kajian Legislasi, inipun
minta dihapus, padahal ini untuk memperkuat kelembagaan kita.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
sekali, ketika Baleg membahas ini, menyentuh soal ini, kalau menyentuh soal ini maka
kita identifikasi, dimana sih episentrum peluang-peluang, potensi-potensi ... di ... itu
dimana. Misalnya, Badan Anggaran. Kenapa Baleg tidak mengusulkan atau mungkin
di Baleg pernah dibahas ini, keberadaan Banggar itu masih dibutuhkan atau tidak?
Kalau ini memang sumber masalah tadi, maka kan kita tidak potong. Banggar ini kita
fungsinya tetap kita pertahankan, tetapi ad hoc saja. Kalau fungsi misalnya untuk
sinkronisasi saja,kembalikan itu kepada komisi masing-masing. Nah Banggar ini nanti
semacam Pansus saja, yang tugasnya untuk sinkronisasi anggaran di masing-masing
komisi. Ini sekarang kita di..., terus-terang saja, apa yang dibahas di Banggar itu kita
tidak ikuti, tiba-tiba ada kasus, kita diundang. Nah apa ini? Ya. Ini lho, maksud Saya,
Baleg ini tidak boleh seperti di Menara Gading. Nah Saya ingin nanti Pansus ini
ngomong sama ... juga, berkaitan dengan imunitas tadi Pak, hak imunitas itu kan tidak
berarti imunitas terhadap hukum. Kalau kita melakukan kejahatan, kita diproteksi oleh
pembangunan, itu maksudnya. Hak imunitas itu hak yang dijamin oleh undang-
undang, dan kita tidak bisa dituntut atas pelaksanaan hak kita ini. Tapi kalau kita
melakukan kejahatan, mana ada undang-undang yang melindungi kejahatan?
Misalnya Saya bertanya, Saya tidak bisa dituntut atas pertanyaan Saya. Disini,
termasuk misalnya Saya menuduh. Tidak bisa dong. Saya menuduh presiden ini
terlibat dalam kasus ini, Saya tidak bisa dituduh. Tidak bisa. Tidak bisa Saya dibawa
ke polisi dengan tuduhan bahwa Pak Beny melakukan pencemaran. Tidak bisa. Itu
namanya hak imunitas. Tapi kalau Saya main proyek disini, Saya ditangkap KPK, ya
tidak bisa, apa yang mau di, apalagi kalau tanda tangan, ya tidak bisa. “Loe sudah
bagi-bagi duit melakukan kejahatan, masa dilindungi? Tidak bisa dong”. Nah ini
makanya kita berkepentingan, .. itu di data, Pak. Jadi kita ingin bahas ini, rancangan
undang-undang ini menyentuh soal itu tadi.
Nah kedua soal daerah misalnya. Ada aspirasi teman-teman daerah ini supaya
anggota Dewan Daerah ini bukan pejabat negara tapi pejabat daerah, kan begitu
Pak? Fungsinya sama semua kok. Pertanyaan konstitusionalnya adalah, apakah
DPRD provinsi, kabupaten/kota ini, lembaga legislatif atau bukan? Kan itu pertanyaan.
Kalau bukan lembaga legislatif ya “You tidak punya hak untuk menuntut itu dong, kau
hanya pegawainya bupati kok minta jadi pejabat daerah”, kan begitu Pak. Pejabat
negaranya bupati selama 5 tahun. Hanya supaya objektif, tidak ada kongkalikong,
“Loe dipilih oleh rakyat”, kan begitu. “Tapi status kau tetap pegawai bupati, pegawai
gubernur”, kan begitu. Jadi kita harus bedakan, betul itu, soal mekanisme pemilihan.
Pertanyaan yang paling penting itu, DPRD provinsi, kabupaten itu, lembaga legislatif
daerah atau bukan? Kita tidak tahu, bukan ahli. Maka kita undang ahli Tata Negara
soal itu nanti. Kan begitu Pak. Jadi itu soal yang kedua.
Yang ketiga, kita menerima Rancangan Undang-undang ini kan apa adanya,
Pak. Jadi satu untuk empat itu tadi kan, MPR, DPD, DPR dan DPRD, begitu Pak
Ketua. Oleh sebab itu untuk sementara kita tidak usah lagi, kita terima untuk akan
datang kita lakukan itu. Nah tapi point kita adalah, Pansus ini berkeinginan untuk
membangun Parlemen yang bersih ke depan, karena dia bersih dia berwibawa,
karena dia berwibawa, dia dihormati, baik oleh mitranya maupun oleh rakyat. Kalau
tidak sekarang ini Pak, kita tanya ke rakyat ini, “Ah maling, DPR maling”. “Karena loe
bilang gue maling maka aku beli suara kau”, kan begitu Pak. Maka teman-teman kita
kayak Pak Yani, terlempar sedikit. Nah itu Pak.
Terima kasih banyak.
19
KETUA RAPAT:
Baik, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, Saya kira ini cukup. Mungkin kita
minta terakhir dari Pak Dim untuk menyampaikan catatan terakhirnya, silakan.
PIMPINAN BALEG:
Yang disampaikan Kang Soen itu betul, sebetulnya Saya sudah protes, hanya
Saya dengar dari para senior ya, Saya belum senior, nanti kalau sudah yang kedua,
Saya senior, Saya baru junior. Nanti kalau sudah dilantik Oktober, baru senior. Ini
masih junior. Kata senior, ini politik hukum. Kenapa politik hukum? Akal-akalan
anggota DPR. Jangan diekspose ya. Akal-akalan anggota DPR, supaya apa? Supaya
ini bisa masuk dan diatur. Tapi menurut Saya, kita sekarang harus meluruskan
sejarah, jangan memutar-balikkan, karena disini sekarang banyak ahli, berbeda
dengan yang dulu. Sekarang banyak ahli, maka dengan sendirinya harus disesuaikan
dengan konstitusi. Sebetulnya Saya bukan Ketua Panjanya, kalau Saya ketua
Panjanya, Saya split sejak awal.
Nah oleh sebab itu, karena adanya seperti ini, tolong ini segera diselesaikan
karena tidak ada carry over. Kalau tidak selesai di Pansus, maka ini akan kembali ke
nol. Maka dengan sendirinya menyusun dari awal kembali.
Terus yang kedua, bisa diatur supaya kita tidak tadi Pak Soen mengatakan, ini
kalau ada yang paham dengan konstitusi, maka dengan sendirinya ini akan digugat.
Maka diatur dalam ketentuan saja, bahwa dalam jangka waktu sekian harus segera
dibuat pengaturannya. Dalam arti anggap saja ini umbrella lex atau leg generalis,
nanti ada leg spesialisnya masing-masing. Ini supaya diatur demikian.
Nah tadi terkait dengan DPRD, silakan, karena sudah dari awal sudah ada
dalam Undang-undang MD3, DPRD masuk, menjadi seperti sejajar dalam satu
undang-undang, yaitu Undang-undang No. 27 Tahun 2009. Dan kalau dihilangkan
maka dia akan diatur dimana. Saya berharap Pansus ini menyelesaikan undang-
undang ini, kalau ada perbaikan maka nanti bisa diperbaiki dikemudian hari. Dan nanti
kalau ada DIM Pemerintah yang begitu besar, Saya berharap terhadap Pemerintah
yang ingin DPRD, DPR ini kan legislatif ini, tidak ingin kuat. Saya yakin kan
Pemerintah adalah counterpart daripada kita, maka kalau kitanya kuat, maka
Pemerintah juga kewalahan menghadapi legislatif yang sebetulnya kalau check and
balances berlangsung dengan baik, maka Pemerintah ini akan, negara ini akan
makmur.
Terus yang lain adalah menurut hemat Saya, karena 2014-2019 anggota
DPR,DPD dan MPR ini baru, Saya berharap, apa saja sih yang penting, begitu, yang
untuk melaksanakan tugas daripada para anggota DPR yang baru nanti, misalnya
terkait dengan posisi Pimpinan, komisi, alat kelengkapan dan sebagainya. Tadi Pak
Beny mengatakan, apakah dibahas tidak? Dibahas, Pak Beny. Begitu problematika
Badan Anggaran tersorot, ini tersorot bukan hanya kita, termasuk publik menyoroti
bahwa di Badan Anggaran begitu KKNnya sangat tinggi sekali, bagi-bagi anggaran,
bagi-bagi proyek, sampai kepada partai politik akhirnya, ujungnya. Nah ini yang harus
segera dikoreksi, bahwa ini tidak semuanya.
20
Nah oleh sebab itu, apa sih yang harus diperbaiki? Tugas DPR ini, tugas
legislatif kan hanya 3, pengawasan, anggaran dan budgeting. Anggaran, legislasi dan
pengawasan. Maka sebetulnya, seyogyanya ada 3 instrumen yang besar, yaitu Badan
Anggaran, Badan Legislasi, dan Badan Pengawas. Harusnya, kalau mau bicara
council ya. ... bugdet council, dan supervisi council. Maka dengan sendirinya nanti
komisi-komisi ada dibawah situ. Pembahasan anggaran ya per komisi, bukan di satu
Badan Anggaran Besar, ada Badan Anggaran Kecil, yang semuanya bermain-main
dengan “kongkalikong” tanggapan publik. Maka, Saya berharap itu nanti dibahas
kemudian, supaya Undang-undang Perubahan MD3 ini segera tuntas selesai, kecuali
memang tidak selesai. Ya kalau tidak selesai ya kembali kepada undang-undang yang
lama, dan kembali ke nol.
Mungkin itu saja. Sekali lagi, terima kasih atas perhatiannya.
Yang terpenting sekarang, coba harmonis tidak dengan Undang-undang
Pemerintahan Daerah, dengan konstitusi, dan juga dengan undang-undang yang lain.
Demikian, Terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Baik, Saya kira nanti kita akan mendalaminya lagi didalam rapat internal
berikutnya.
Selanjutnya, kita mengucapkan sekali lagi terima kasih.
Dengan mengucap Alhamdulillahirrabil alamin, Rapat Pansus RUU tentang
Perubahan MD3 dengan Badan Legislasi kita tutup.
Billahitaufik walhidayah.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabakaratuh.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
b. SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
1. Djustiawan Widjaya Sekretaris Pansus MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Titi Asmara Dewi, S.H.,M.H. Legal Drafter
c. Tamu/undangan
a. Ketua PPATK, Dr. MUHAMMAD YUSUF
b. KAPOLRI, Drs. SUTARMAN
c. Pimpinan BPK, Dr. AGUNG FIRMAN SAMPURNA, S.E., M.Si.
3
Sesuai dengan peraturan tata tertib DPR RI pasal 1 ayat (6) dapat masukan dan
penyempurnaan RUU dan pengkayaan sebagai bekal pembahasan dengan pemerintah
atau menteri yang mewakili, maka Pansus mengundang berbagai kalangan baik dari
Pemerintah, …, dan berbagai perguruan tinggi, praktisi, LSM dan pihak-pihak lain yang
dapat memberikan saran dan masukan terhadap draf RUU yang akan dibahas oleh
DPR bersama-sama dengan pemerintah.
Sedang berkonsentrasi untuk itu, tadi pagi baru menyerahkan tanggapan dari
Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah, kita sedang membahas … jadi mohon maaf
kami yang mewakili Pimpinan BPK ke sini.
KETUA RAPAT:
seperti itu. Kira-kira kita setujui, untuk pertama ini kita serahkan kepada narasumber
kita, kami mengira pasti narasumber sudah mendapatkan paling tidak draf RUU MD3
ini, untuk itu yang pertama kami kami beri kesempatan kepada Pak Kapolri, kami
persilakan.
Yang saya hormati Bapak Ketua dan Pimpinan Pansus RUU tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
atau yang dikenal dengan MD3,
Dan seluruh Bapak/ Ibu Anggota Pansus RUU Perubahan Undang-undang Nomor
27 tahun 2009 yang saya hormati,
Ketua BPK dan Pimpinan PPATK yang saya hormati,
daerah, selain itu RUU juga memberikan penguatan terhadap alat kelengkapan yang
ada di DPRD dengan mengatur mengenai penambahan sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan teknis dan keahlian tertentu untuk membantu alat kelengkapan
DPRD dalam melaksanakan fungsinya.
RUU ini juga mengatur bahwa untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
MD3, selain di dukung oleh Sekretariat Jenderal juga di berikan dukungan oleh badan
keahlian yang terdiri dari 4 pusat yaitu pusat … legislasi DPR, pusat perancang
undang-undang DPR, pusat … Anggota DPR, pusat penelitian DPR.
Dalam Undang-undang MD3 terdapat substansi atau materi yang terkait dengan
tugas pokok … sebagaimana tadi disampaikan Bapak Pimpinan, yang pertama terkait
dengan panggilan paksaan yang dilakukan oleh pejabat Polri atau pejabat TNI atas
permintaan DPR RI terhadap setiap pejabat Negara, pemerintah, badan hukum atau
warga masyarakat yang tidak memenuhi permintaan DPR RI untuk memberi
keterangan tentang sesuatu hal yang perlu kita dalami demi kepentingan nusa dan
bangsa.
Dan yang kedua adalah penyanderaan yang dilakukan oleh pejabat Polri atau
pejabat TNI atas permintaan DPR, terhadap setiap pejabat Negara, pejabat pemerintah,
badan hukum atau warga masyarakat yang tidak memenuhi panggilan paksa tanpa
alasan yang … sehubungan dengan materi tersebut kami sampaikan tanggapan terkait
dengan 2 masalah tersebut, yang pertama mengenai panggilan paksa, dalam Undang-
Undang MD3 mengenai panggilan paksa diatur dalam pasal 72 ayat (1) sampai dengan
ayat (3) yaitu mengatur bahwa DPR RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
berhak meminta pendapat Negara, berhak … kepada pajabat Negara, pejabat
pemerintah, badan hukum atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan
tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan Negara, setiap
pejabat Negara, pejabat pemerintah, badan hukum atau warga masyarakat wajib
memenuhi permintaan DPR yang di maksud, setiap pejabat negara, pejabat
pemerintah, badan hukum atau masyarakat yang melanggar ketentuan tidak
memberikan keterangan sesuai permintaan DPR dikenakan panggilan paksa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan ini yang menjadi debat tadi Pak, tentunya karena Peraturan
Perundang-Undangan Pemanggilan yang dilakukan oleh Polri, pasti akan terkait
dengan …
Dalam draf perubahan Undang-undang MD3, RUU MD3 substansi mengenai
pemanggilan paksa diatur dalam perubahan pasal 72 … dimana pasal, pada ayat (3)
menyebutkan bahwa setiap pejabat Negara, pejabat pemerintah badan hukum atau
warga masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak
memenuhi panggilan dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selanjutnya didalam penjelasan peraturan pasal 72 ayat (3) RUU
tersebut, bahwa panggila paksa dilaksanakan oleh pajabat kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Pejabat Tentara Nasional Indonesia atas permintaan DPR, dalam hal
pemanggilan paksa yang dilakukan oleh Polri atas permintaan DPR RI ini hal ini perlu
dicermati dan dikasih secara lebih mendalam tentunya dengan mempertimbangkan
7
kekuataan … kita menghadirkan bersama-sama tetapi dengan bersama DPR kita kawal
lalaukita cari sampai dengan ketemu, sehingga penyanderaan ini tidak perlu dilakukan,
tapi kalau pun dilakukan saya kira mungkin kita menyarankan masih perlu satu diskusi
khusus bagaimana mekanisme penyanderaan itu sendiri dan tentu peraturan yang
mengatur didalam, mungkin penjelasan dalam pasal RUU nantinya sehingga langkah-
langkah penyanderaan itu ada dasar hukumnya dan tentu dilakukan tidak menentang
pelanggaran … hukum yang lain, sehingga saya kira nanti perlu hal-hal diskusi teknis,
kami menyiapkan Tim dari … waktu bersama-sama dengan … untuk merumuskan
kedua masalah tersebut, khususnya masalah pembangunan bangsa dan masalah
penyanderaan ini.
Demikian Bapak Ketua dan Anggota Pansus Perubahan RUU Nomor 27 Tahun
2009, semoga apa yang kami sampaikan akan menambah masukan khususnya dalam
perubahan sehingga kita nanti dapat merumuskan secara jelas dan rumusan itu bisa
kita laksanakan karena kami mohon maaf … pelaksanaan pemanggilan paksa ini juga,
akhirnya memang kami mendatangi bapak, kami datangi dan kami lakukan tapi kami
tidak bisa memaksa …
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kami langsung saja kepada pandangan dari PPATK terhadap RUU MD3
dikaitkan dengan kewenangan dan … PPATK. Pertama PPATK sebagai lembaga yang
mengawasi dari sisi keuangan di Indonesia berdasarkan Undang-undang tahun 2010
tentang … PPATK bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana … salah satu
input dalam pelaksanaan tugas tersebut adalah adanya laporan transaksi keuangan
termasuk tentunya … keuangan … atau penyedia jasa keuangan.
Pada prinsipnya laporan yang diterima tidak cuma itu, ada juga laporan dari
penyedia barang dan jasa, kemudian transaksi ... diatas Rp.500 juta. Laporan tadi oleh
PPATK di analisis kemudian … yang bisa kita keluarkan ada hasil analisis, ada hasil
pemeriksaan, ada informasi dan ada inkompetensi. Ini peruntukannya berbeda, kalau
… kepada … , informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, rekomendasi seperti
9
KETUA RAPAT:
Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Pansus Undang-undang No. 27 tahun
2009,
Yang kami hormati Kepala kepolisian Republik Indonesia,
Yang kami hormati Ketua PPATK,
Pertama, sebagaimana yang telah kami sampaikan tadi Pimpinan kami mohon
maaf karena Pimpinan BPK yang lain, ketua, wakil ketua, dan para anggota sekarang
sedang bersiap melaksanakan tugas konstitusional kami setiap semester pertama yaitu
pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat sehingga yang ditugaskan
untuk menghadiri adalah kami pada hari ini.
Kemudian, kedua perlu kami sampaikan bahwa surat dari DPR bertanggal 16
Mei 2014 itu kami terima tadi pagi dari bagian Risalah, jam berapa ini Pak, sehingga
terus terang saja kami belum menyiapkan bahan tertulis yang akan disampaikan ke
Pansus pada hari ini, meskipun demikian tidak berarti kemudian tidak ada hal yang
sama sekali bisa kami sampaikan, namun lengkapnya akan kami sampaikan dalam
bentuk tertulis dan untuk itu kami membutuhkan waktu untuk mencermatinya.
Tentunya masukan yang kami berikan itu berkaitan dengan tugas konstitusional
BPK, yaitu pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, hal
yang kami berikan masukan pertama adalah sikap hubungan kami dengan DPR yang
selama ini di dominasi dengan kegiatan dengan BAKN, perlu kami sampaikan bahwa
sesuai dengan kedudukan konstitusional di Indonesia pada saat ini maka BPK
merupakan lembaga Negara yang setara dengan DPR, namun demikian kalau sampai
hari ini MoU Antara DPR dan BPK itu belum ditanda tangani karena masih ada
perdebatan salah satunya diakibatkan karena yang ingin ber-MoU itu adalah BAKN.
Oleh karena itu barangkali para senior, para Pimpinan DPR, perlu mencermati kasus ini
dan ini penting untuk dijadikan salah satu referensi dalam pengaturan Undang-undang
MD3 yang ke depan.
Kemudian penting juga kami sampaikan dalam kesempatan ini bahwa sesuai
dengan ketentuan Undang-undang MD3 yang lama dalam hal ini Undang-undang
Nomor 27 tahun 2009, diatur bahwa BAKN melaksanakan tugasnya sebagai salah satu
11
alat kelengkapan DPR dalam konteks pelimpahan dari Komisi yang bersangkutan. Jadi
komisi yang bersangkutan sudah melakukan diskusi seharusnya dengan BPK
kemudian ada sejumlah kasus yang dengan mungkin dengan pertimbangan waktu dan
sebagainya, sehingga diskusi dan tindaklanjutnya mungkin dilimpahkan kepada BAKN,
dalam prakteknya kami melihat bahwa antara Komisi dan BAKN selama ini cenderung
berjalan sendiri-sendiri, artinya hal-hal yang disampaikan BAKN untuk di diskusikan
kepada BPK itu mungkin tidak melalui proses pelimpahan terlebih dahulu kepada DPR
dan barangkali hal ini perlu diatur lebih lanjut di dalam Undang-undang yang akan di
amandemi.
Kemudian tentu saja BAKN sebagai alat kelengkapan DPR untuk dan atas nama
DPR dapat mmeinta penjelasan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK tentu
saja kami akan senang hati menjawab tersebut memberikan penjelasan namun tentu
saja tidak sampai mempersoalkan prosedur pemeriksaan yang kami lakukan dalam
rangka menghormati kesetaraan antara bagian kami akan memberikan penjelasan
tetapi tidak kemudian seperti, … baru-baru ini di persoalkan kenapa ini di putuskan A
dan kenapa ini di putuskan B, tapi kami bersedia memberikan penjelasan. Saya pikir
hal-hal seperti ini mungkin penting untuk di cermati.
Dan yang ketiga ini adalah hal yang paling penting Pimpinan dan Anggota
Pansus yang kami hormati, perlu kami sampaikan dengan tidak bermaksud menggurui
dan mohon maaf kalau ini terkesan seperti menggurui, perkenankan kami
mengingatkan bahwa sistem yang kita gunakan sekarang adalah sistem presidensial
bukan parlementer semangat sistem presidensial adalah pemisahan kekuasaan san
fungsi dalam penyelenggaraan …, dalam rangka menegakan check and balance,
karena itu eksekutif dan legislatif itu dipisah, kemudian internal auditor dan eksternal
auditor itu fungsinya dipisah, ini akan sangat berbeda dengan fungsi parlementer,
dimana parlemen adalah eksekutif dan auditor ke … itu merupakan aparat di bawah
parlemen yang disebut dengan public account committee, dalam sistem parlementer
memang ada yang disebut public account committee yang barangkali kalau di
Indonesiakan sejenis BAKN dimana auditor general itu merupakan sub kordinasi. Jadi
melapor dan kemudian mendapatkan informasi, misalkan itu terus memberikan
technical assistant sedangkan kami itu tidak diperkenankan melakukan itu kami hanya
diperkenankan melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara, kemudian kami tidak diperkenankan untuk memberikan technical
assistant terhadap apa yang sudah kami periksa di sisi lain sudah barang tentu kami
sangat menghormati DPR, Pimpinan DPR, dan komisi-komisi termasuk para
Anggotanya, tetapi tentunya kami bukan sub kordinasi dari DPR, kami kira ini hal-hal
yang barang kali penting untuk di cermati ke depan sehingga seandainya pihak BAKN
sebagai sebuah organ yang sebenarnya tidak ada didalam sistem presidensil ingin di
pertahankan ada hal-hal tertentu yang perlu menjadi catatan lebih lanjut oleh DPR.
Saya pikir itu yang bisa kami sampaikan, mungkin ada hal-hal lain yang lebih
detail karena ini baru kami terima pada hari ini ada beberapa hal berkaitan dengan
penjelasan, yang selama ini dilakukan berkaitan dengan apa yang kami lakukan di
perwakilan, barangkali ini nanti akan kami masukan sebagai salah satu materi yang
12
mungkin bisa di jadikan sebagai referensi bagi Pimpinan dan Anggota Pansus untuk
melakukan perbaikan, amandemen terhadap Undang-undang yang baru. Namun kami
sekali lagi mohon maaf karena pertama tidak semua anggota atau pimpinan BPK bisa
hadir di sini dan yang kedua kami baru menerima pagi ini maka kami tidak bisa
menyampaikan secara detail dan tidak ada hard copy-nya juga Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Bapak-bapak Pimpinan BPK, Pak Kapolri dab PPATK.
Perlu saya garisbawahi … sebelum … memberikan kesempatan kepada
Anggota atau Pimpinan untuk memperdalam, untuk … masukan-masukan yang
diberikan dalam rangka menyempurnakan RUU tentang MD3 ini, bahwa BAKN itu
adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru juga ya, dalam rangka
untuk memudahkan fungsi Dewan dalam melakukan pengawasan, itu adalah
kepentingan dalam rangka internal dan membantu juga fungs-fungsi yang ada di
komisi, laporan yang dilakukan audit yang salama ini dilakukan oleh BPK didalangi
oleh BAKN kita, BAKN mendistribusikan kembali kepada komisi-komisi dan itulah yang
dilakukan pada rapat-rapat kerja kita dengan mitra-mitra kerja kira. Jadi memang
kedudukannya adalah bagian dari alat kelengkapan dewan itu sendiri, bukan
merupakan kemungkinan atau di atas BPK itu sendiri karena BPK … Undang-undang
itu sendiri, dalam rangka untuk memudahkan fungsi tugas pengawasan … seperti itu
karena tidak semua anggota dewan mampu melakukan pengawasan maka dibentuklah
yang lembaga, yang alat kelengkapan itu disebut BAKN, BAKN itu bekerja juga tetap
berdasarkan laporan audit BPK sendiri, hasil rapat audit BPK itulah yang di … oleh
kawan-kawan BAKN itu hasil itu yang di distribusikan kembali kepada komisi-komisilah
yang mempertanyakan kembali dengan mitra-mitra. Saya kira itu yang positioning
seperti itu.
Kami ingin mengundang bapak/ibu Anggota Pansus untuk bagaimana tadi telah
disampaikan, dari Pak Kapolri sebenarnya ada 2 hal yang penting, itu adalah tentang
panggilan paksa satu lagi tentang penyanderaan dari PPATK, secara sekilas
sesungguhnya sedang diatur secara komprehensif di Undang-undang tentang … itu.
Terakhir dari BPK itu sendiri kami persilakan kalau memang ada atau kalau
memang tidak ada kita terima masukan ini tentunya, kita menjadi bahan kajian kita
bersama-sama dari Pak Kapolri bersedia juga dengan timnya untuk mengkaji ini lebih
dalam, begitu juga tentunya dari PPATK, BPK, kalau ada kami persilakan.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat sore dan salam sejahtera untuk kita semua.
13
Pertama kami mengucapkan terima kasih atas masukan yang disampaikan tadi
memang saya secara pribadi juga ingin menyampaikan permohonan maaf seandainya
surat kalau diterima tentu saja ini sangat … yang kedua juga sungguh pun masukan
ada tapi kita ingin lebih komprehensif dan secara tertulis begitu, sehingga kami bisa …
namun demikian saya ingin merespon saja pertama untuk Pak Kapolri memang
masalah … itu ya, masalah terutama penyanderaan ya, itu mengenai … di dalam
Nomor 24 tahun 2003 kalau tidak salah, pertama kali itu … memang kita juga semua …
oleh karena itu … sesungguhnya lebih ingin implementatif begitu sehingga jangan
sampai ada bayangan waktu itu, banyak orang menulis atau berbicara kasar, di
gedung DPR ini akan ada sel-sel atau ruang-ruang untuk menahan orang begitu ya.
Nah oleh karena itu tadi kalau akan …………………….
F-PKS (SOENMANDJAJA):
...(suara tidak jelas) karena itu tadi kalau dikatakan akan didalami lagi, memang
ini mekanismenya perlu detail Pak, kalau mungkin kita simpan di pasal-pasal ini jadi
jangan disimpan di peraturan lain sehingga dia terlepas dari pemahaman orang
sehingga tidak komprehensif ...|(suara tidak jelas).
Untuk PPATK, ...(suara tidak jelas) hanya dalam pengantar Bapak tidak
menyebutkan apa yang kami bacakan merupakan pandangan resmi PPATK dalam
naskah ini, ...(suara tidak jelas), halaman 1,2,3,4. Sejak awal penyusunan ini Pak,
disebagian besar kami juga inginnya seperti ini, kalau dibaca kajian dari PPATK ini
sudah sejalan dengan pembahasan ini,...(suara tidak jelas) serta hal yang ....(suara
tidak jelas), sehingga apa yang bapak sampaikan disini kami apresiasi, hanya saja
bicara rumpun DPRD itu dalam pandangan PPATK seperti apa.
Kedua, kira-kira sebisa mungkin laporan itu dipersingkat setahun sekali, seperti
neraca coba bapak berikan satu ...(surat tidak jelas). Namun demikian apa yang
diharapkan oleh Bapak dan kalau kita ingin mempunyai lembaga negara bahwa
kekuasaan hak segala bangsa itu, tapi kita juga tidak ingin bikin salah-salah, dan
jangan menyulitkan karena pekerjaan kita bukan mengisi formulir.
Kemudian yang terakhir, memang yang Bapak sampaikan tadi bahwa tuntutan
...(suara tidak jelas), didalam UUD dikatakan, dalam Undang-undang nomor 15 tahun
2006... (suara tidak jelas). Memang DPR RI setelah menerima laporan BPK kemudian
diserahkan kepada DPR termasuk ada investigatif, saya sama sekali tidak ingin
mempertentangkan rezim Pemerintah kita, kita memang Presidensial dan bukan
parlementer namun karena waktu yang dimilik teman-teman BPK sangat sempit kami
berharap ada kajian yang komprehensif sehingga bisa menjadikan masukan cerdas.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.
Ada yang menarik dalam 1-2 bulan kemarin soal pemanggilan paksa, jadi kalau
tidak ada...(suara tidak jelas), ini menjadi menarik karena kita terjadi perdebatan,
awalnya kita menghadirkan paksa...(suara tidak jelas), awalnya tidak menyebut Polri
sebagai pihak yang melakukan pemanggilan paksa atas tugas daripada DPR, kalau
menunjuk Pasal 72, pemahaman dikatakan bahwa setiap warga negara wajib hadir
ketika dipanggil oleh DPR, dan dapat dikenakan pemanggilan paksa sesuai ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku manakala yang bersangkutan tidak
hadir...(suara tidak jelas).
Pemanggilan paksa sesuai dengan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan itu ...(suara tidak jelas) karena ini adalah perintah daripada
Undang-undang, saudara Kapolri menjawab di media bahwa tidak ada ketentuan yang
mengharuskan Polri menghadirkan paksa seseorang manakala di panggil oleh DPR
Republik Indonesia, yang lebih seru lagi di luar DPR kan bukan lembaga
penyidik...(suara tidak jelas), sehingga tidak ada...(suara tidak jelas).
Yang kedua sebetulnya saya ingin mengimpikan mendapatkan suatu lembaga
DPR RI yang tetap terjaga, kita berharap DPR RI tidak senasib dengan MK ketika
digeledah, penggeledahan ini mau tidak mau suka tidak suka itu justru ...(suara tidak
jelas), saya tidak bisa membayangkan Kapolri atau Mabes Polri...(suara tidak jelas),
saya ingin menegaskan kita menyusun...(suara tidak jelas).
Apabila ada oknum-oknum di DPR RI yang ...(suara tidak jelas).
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
Terima kasih.
Ingin menanyakan soal keterkaitan...(suara tidak jelas), kita harus bisa
merumuskan norma yang berlaku, bagaimana yang dimaksud dengan
pelecehan...(suara tidak jelas), katakanlah parlemen memanggil seseorang konotasinya
harus ikut hukuman terpidana tentu masuk sesuai...(suara tidak jelas) warga negara,
baik pejabat negara...bukan semata-mata dia sebagai...(suara tidak jelas).
Tadi saya sudah dengar penjelasan Pak Kapolri sesuai Undang-undang yang
berlaku, pengalamannya KUHP hukuman pidana dan ini yang menimbulkan bencana
bagi kita, padahal pemanggilan itu menjaga kewibawaan parlemen, siapapun yang
dipanggil oleh parlemen...(suara tidak jelas).
Saya kira itu Pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Yang terhormat Bapak Kapolri, Pimpinan PPATK, dan juga Bapak dari BPK.
Saya ingin mengatakan bahwa kami merevisi Undang-undang MD3 ini adalah
ingin ada pembagian tugas yang lebih firm antara DPR, MPR, DPD, dan DPRD. Tadi
masih mempenjelaskan apakah DPRD itu perlu dimasukan ini karena statusnya masih
unsur paparan Pemerintah daerah, ini perdebatan kami, tapi lebih dari itu adalah opini
publik sudah terjadi lebih banyak negatifnya kepada kami, dan kami ingin membangun
lembaga ini, oleh karena itu kami ingin membangun lembaga ini lebih credible dan
mempunyai integritas.
Masalahnya integritas dan kewibawaan yang ingin kami gabung juga kami tidak
ingin melebarkan saya mengambil wilayah kerja orang lain, saya membacanya bahwa
ada...(suara tidak jelas), jadi dari apa yang menjadi masukan bapak-bapak disini, saya
ingin masukan yang tulus supaya prinsip...(suara tidak jelas), bisa betul-betul
digunakan. Saya mohon maaf jika teman-teman disini ada yang dari BAKN apakah
Bapak terbantu dari BAKN atau teganggu, siapa sesungguhnya membuat BAKN ini,
karena dalam Undang-undang yang lama pasal 78 bahwa dikatakan BPK memberikan
laporan ke BAKN, BAKN kemudian meneruskan kepada komisi dan mempertanyakan
kepada mitra kerja, dan saya menangkapnya ini ruang baru, atau sebaliknya, jadi
bukan semangat karena saya tidak terpilih lagi justru ingin membuat lembaga ini
menjadi lembaga yang dihormati, credible dan menjalankan fungsi sebagai
parlementarianya itu. Itu saja Pak supaya kita semua ini jadi bapak Kapolri wilayah
kerja bapak tidak tercuri begitu,...(suara tidak jelas), supaya ini berjalan sesuai dengan
tupoksi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
tidak usah bicara soal...(suara tidak jelas), apakah ada masalah yang dilihat oleh BPK
berkaitan dengan pelaksanaan tugas Dewan khususnya menindaklanjuti temuan BPK,
itu yang kami minta, kalau ada problem kasih tahu ...(suara tidak jelas), apakah
rekomendasi BPK tidak dilanjuti atau mungkin ada kesan temuan BPK tidak di atas
kertas, itu yang penting bagi kami, pasal yang bertentangan dengan BAKN silakan apa
yang salah, kalau memang menurut bapak badan ini melampaui kewenangannya
katakan supaya kami hapus BAKN, kalau ada kesan...(suara tidak jelas), supaya kami
batasi disini, itu maksudnya, kalau ada kesan kami ...(suara tidak jelas), kami mohon
dulu tolong kami diberikan masukan apa yang salah supaya kami perbaiki tapi katakan
kesalahan kami, kalau pada kesempatan ini belum ada mohon kasih masukan tertulis
atau bagaimana...(suara tidak jelas), mengapa muncul pasal tentang panggilan paksa,
itu diadopsi dari Undang-undang tentang hak angket yang lama, dalam kaitan dengan
hak angket tentu panggilan paksa itu wajib karena Dewan menjalankan fungsi
pendidikan, kan gitu Pak, jadi dari pertanyaan kami mungkin tidak usah dijawab, kalau
kami ...(suara tidak jelas), pertanyaannya kalau kewajiban itu tidak dijalankan setelah
dipanggil berkali-kali oleh Dewan, kalau begitu orang bilang...(suara tidak jelas), lalu
muncul bagaimana dong alat paksanya ini, Pemerintah tentu mengatakan kalau di
pasal bahaya ini, kalau gitu mohon diberikan masukan, jadi jangan dianggap bahwa kita
membuat ini karena kita ingin menghindari superbody tadi tidak, pemegang kedaulatan
loh kami, BPK bukan pemegang kedaulatan rakyat, jadi Pak pemegang kedaulatan ini
yang diinjak-injak jadinya, bingung kita, ... (suara tidak jelas), apakah kita harus
merusak kewibawaan institusi atau yang kita tangkap proses atau ada mekanismenya
menghormati relasi, menjaga kewibawaan, dan ...(suara tidak jelas), silakan
ditangkap...(suara tidak jelas), ini kalau kita mempunyai komitmen sama-sama
membangun kewibawaan lembaga, Pak Bambang tadi mengatakan saya yakin kalau
Kapolri datang menindak PPATK disana juga gudang kejahatan, KPK juga gudang
kejahatan, kalau mau bisa kalau mau merusak lembaga, tapi kan intensi kita
bagaimana membangun kewibawaan lembaga, ...(suara tidak jelas).
Jadi itu Pak Kapolri dan PPATK, itu niat baiknya, kalau yang lain tadi mungkin
agak emosional Pak Bambang itu substansinya sama, ...(suara tidak jelas).
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
jelas), juga apa yang dikemukakan oleh Pak Benny ini kan bukan dalam perspektif
pidana seperti itu dan memang beberapa waktu yang lalu berdasarkan hukum acara
pidana, contoh konkrit dalam timwas Century antara Komisi VI dengan Menteri Negara
BUMN yang berkali-kali tidak mau hadir juga sepertinya, dan bagaimana ini
mekanisme dan Pak Fahri bahkan ada...(suara tidak jelas), oleh karena itu memang
baru awal Pak, maka masukan yang sangat komprehensif ini sangat kita butuhkan,
sebelum dilempar ke Pak Yusuf, Pak Kapolri dan Pak Agung mungkin Pak
Fahri...(suara tidak jelas).
Silakan Pak.
Beberapa hal, ini yang terkait dengan dua hal terkait dengan kepolisian, yang
pertama terkait dengan penyanderaan, saya kira pemanggilan paksa saya urut dari
sana. Saya kira memang kalau memang ini harus ditetapkan karena memang mungkin
harus, memang saya kira setuju dengan ini adalah putusan politik keputusan bapak
sekalian. Tinggal nanti bagaimana mengatur mekanismenya. Kami semua
pelaksanaannya. Institusi Polri tidak menjadi masalah untuk dilibatkan dalam rangka
pemanggilan paksa ini tetapi mungkin apakah dirumuskan didalam substansi pasal itu
sendiri karena kalau kembali kepada KUHAP, saya kira memang KUHAP hanya untuk
proses peradilan. Sehingga saya kira perlu dirumuskan. Oleh karena saya kira mungkin
perlu pembahasan lebih lanjut bagaimana mekanismenya untuk pemanggilan paksa ini.
Kalau pemanggilan paksa ini selesai, sebetulnya penyanderaan tidak perlu dilakukan
karena saya kira kita juga harus menghormati dan wajib datang dipanggil ke RDP untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh DPR. Sehingga proses sebetulnya dapat
dijalankan. Saya kira kita harus menghormati ini tetapi saya kira nanti tergantung
mekanisme, apakah dirumuskan didalam substansi pasal-pasal itu sendiri. Nah, ini saya
kira perlu pembahasannya. Makanya kami menyiapkan tim untuk dibuka bersama-
sama. Sehingga tidak keliru nanti dalam pelaksanaannya. Kami siap-siap saja pak
duduk bersama-sama.
Apabila menjadi lex spesialis, mungkin itu juga keputusan politik juga. Misalnya
harus ada sampai dengan tadi tingkat penyanderaan. Mungkin sandera itu dirumuskan
seperti apa? Apakah di tahanan polisi, atau di tempat dimana? Saya kira perlu
perumusan secara detail karena waktu itu mungkin sudah bunyi didalam pasalnya
tetapi begitu dilaksanakan oleh Polri, didalam pelaksanaannya kita ragu-ragu karena
memang kita juga tidak mau dipersalahkan karena kita mungkin menyandera
seseorang tetapi tidak ada dasar hukumnya. Walaupun memang didalam undang-
undangnya bunyi tetapi penyanderaan diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Nah, peraturan perundang-undangannya inikan susah. Makanya mungkin
perlu dirumuskan sekaligus didalam substansi pasal itu sendiri. Ini rangkaian.
Kemudian terkait dengan hak imunitas Pak. Saya juga sangat setuju, lembaga-
lembaga negara ini saya kira perlu satu pertimbangan. Dan ini sekarang sedang
dirumuskan. Kita ini mungkin, ini juga keputusan politik lagi pak saya kira. Untuk
merumuskan hukum formilnya. Perbuatan manusia yang dikriminalisasi. Kriminalisasi
19
itu bisa saja ambil didalam KUHP dan ada mungkin saja juga ada didalam kementerian
dan lembaga. Perbuatan yang dikriminalisasi. Spesialisasi mungkin Undang-undang
Perbankan. Kriminalisasi dibidang perbankan dan masalah-masalah lain. Kemudian
juga kriminalisasi masalah kehutanan mungkin khusus disana tetapi kedepan saya kira
setelah hukum formilnya, hukum materilnya Pak, seluruh aparatur penegak hukum yang
melaksanakan penegakan hukum formil yang memiliki keancaman pidana baik yang
tertuang didalam KUHP nanti yang sedang dirumuskan ini, dengan undang-undang lain
yang berada di Kementerian dan lembaga. Tentu semuanya harus tunduk pada KUHP.
Untuk tunduk pada KUHAP karena itu semuanya yang mengatur perbuatan penegak
hukum ini supaya tidak arogan, supaya tidak menyalahgunakan wewenang, supaya
tidak melanggar hak asasi manusia dan perbuatannya terukur dan teruji didalam
KUHAP itu sendiri. Sehingga sekarang sedang di uji KUHAP ini.
Demikian juga untuk mencari kewibawaan tadi, untuk penggeledahan di tempat-
tempat kantor Presiden, di tempat-tempat kantor DPR, ditempat-tempat kantor-kantor
lembaga negara lain. Saya kira mungkin itu perlu diatur didalam KUHAP yang sedang
dibahas ini. Ini untuk meningkatkan perubahan semua lembaga. Sehingga tidak ada
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dari mana pun yang
melakukan tindakan-tindakan tentunya dengan masalah-masalah yang mungkin
menimbulkan kewibawaan dari institusi itu sendiri.
Kemudian setelah hukum formil, hukum materiil, baru undang-undang yang
mengatur tentang lembaganya itu sendiri. Selama ini kadang-kadang kita
campuradukan, undang-undang lembaga itu muncul sendiri duluan, yang memiliki
khususnya lembaga-lembaga penegak hukum ini pak. Makanya ini ada perubahan. Kita
tidak alergi pak Undang-undang polisi akan diubah dengan Undang-undang Kepolisian
tetapi mungkin saya kira urut-urutannya. Kita rumuskan dulu hukum pidananya, hukum
formilnya, kemudian hukum acara tidaknya, hukum materiilnya, dan baru itu hukum
penyidik atau yang menegakkan hukum di tataran penyidikan, penuntutan dan
peradilan. Siapa pun yang mempunyai tugas penyidikan baik lembaga maupun
kementerian, saya kira wajib hukumnya tunduk kepada KUHAP yang sedang
dirumuskan oleh kita semuanya. Sehingga seluruh tindakannya tadi terukur.
Itu saya kira pak saran dari kami. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
KEPALA PPATK:
Mengenai beberapa catatan kami tidak bacakan pak karena itu sebenarnya porsi
untuk tayangan tadi. Dan Sekjen memang tidak masuk porsi yang ditanyakan Pimpinan
tadi Pak Yani, dan diajukan didalam TOR tetapi karena kami lihat poin itu cukup penting
disampaikan karena memberi apresiasi yang...
Yang kedua mengenai posisi DPRD Pak,....sebagai high risk customer pak. Saya
kira semua tahu disini bagaimana tayangan di.....habis 2 milyar, ...3 milyar tetapi tidak
ada...tercatat di bank. Dari mana uang itu? Di catatan yang nyata sekali pak. Dan
semua yang ....cenderung untuk mengandung....bisnis apa pun ada kurun waktu untuk
dapat untung pak. Dan proses .....harus jelas sebagai transfer, siapa pengirim, berapa
dan sebagainya tetapi.... Sehingga kita lihat bahwa mereka rentan sekali bahkan masuk
....tadi, ....
Kemudian based practised atau guideline kata bapak tadi. Bisa saja begini
mohon maaf bapak/ibu yang saya hormati, ini kami sampaikan. Temuan PPATK,
oknum anggota Banggar paling banyak terlibat.... Nah, mungkin untuk kelompok-
kelompok itu perlu ada spesial treatment, misalnya untuk diangkat sebagai anggota
Banggar, diminta Ketua ....PPATK. Supaya lembaganya bagus, supaya orang bisa
sohid dengan lembaga ini. Ini salah satu cara mungkin pak karena di kalangan
Pemerintah sudah ada Pak SK Mentan 1/2012. Dimana...lembaga Polri dimintakan ke
kami. Makanya kami diundang ke sini termasuk Gubernur BI Pak. Nah, ternyata
memang kalau DPR alhamdulillah bisa ditonjolkan Pak. Ini salah satu contoh. Nah,
mungkin....2 tahun sekali atau begitu kita pindah jabatan Pak. Kalau di Kementerian
Keuangan setiap tahun kepada atasannya Pak. Mungkin kepada Badan Kehormatan
misalnya pak. Dengan cara begitu, ada semacam kekhawatiran dia kalau mau macam-
macam Pak. Ketahuan di internal, ini salah satu.
Kemudian untuk Pak Bambang, saya mohon maaf Pak Kapolri. Saya minta kalau
memang urgensinya harus di undang-undang ini diatur tentang mekanisme dengan
lembaga ini, mungkin dibuat semacam klausul khusus, misalnya kalau tindak pidana
bisa izin kepada pengadilan negeri tetapi khusus terhadap DPR harus Mahkamah
Agung, misalnya Pak. Dengan cara begitu ada semacam kekhususan, ada sifatnya itu
penghormatan Pak, tidak sembarangan. Tidak seperti kebanyakan pertemuan.
Kemudian dipastikan misalnya pada jam kerja penggeledahannya. Kemudian
hendaknya SK Perintah yang diberikan transparan, terus ada berita ....rinci, apa saja
yang menjadi objek penggeledahan Pak. Dengan cara begitu maka nanti akan
kelihatan, ada pertemuan tidak sama antara lembaga yang kita hormati ini dengan
lembaga-lembaga lain, seperti itu.
Kemudian untuk selebihnya seperti usul dari ibu Nurul Arifin, kami sependapat
bu. Kami juga jujur saya katakan, punya harapan besar ke lembaga ini. Cuma kami
kecewa. Begitu banyak oknum anggota Banggar kami temukan dan sangat
menyakitkan hati transaksinya itu. Tidak masuk dari ukuran kategori profil, kategori
logika, kategori kewajaran. Nah, saya berharap pada periode depan itu tidak ada lagi
pak. Tentunya kami lihat bahwa ini bisa kita implementasikan karena memang ada
....bersama.
Saya kira itu, terima kasih banyak.
KETUA RAPAT:
Pak Agung.
KETUA BPK:
eksternal auditor perlu independent in mine dan independent in the billions. Itu dijaga
seperti itu, bunyi Undang-Undang Dasar itu mengatakan untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara maka dibentuk Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri.
Nah, aspek kemandirian atau independent inspirens, dan independent in mine.
Saya pikir perlu kita jaga bersama. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam
mendukung BPK yang kredibel. Nah, saya tidak katakan bahwasannya BAKN perlu
dibubarkan tetapi saya mengatakan bahwa kita perlu mengatur lebih lanjut. Agar
hubungan antara BPK dan DPR melalui BAKN itu menjadi lebih sinergis. Kemudian
agar tidak, dalam waktu dekat ini hubungan dengan BAKN ini tidak membuat MoU
antara kami dengan DPR itu menjadi masalah. Saya yakin itu semangatnya sama. Cara
memandang semangat sama tetapi mungkin ada perbedaan dan cara
melaksanakannya.
Jadi, saya pikir seperti itu bu. Jadi, saya yakin betul bahwasannya bagaimana
kita mengatur negara ini, walaupun ada based practised-nya tetapi kesepakatan saja.
Kalau kita sepakat melaksanakan polanya seperti ini, itu yang kita lakukan tetapi kalau
kemudian kita pilih cara yang lain, juga dengan mempertimbangkan hal-hal yang baik
itu, itu kita lakukan. Saya kira seperti itu barangkali Pimpinan, ibu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Masukan-masukan sudah kita terima. Saya kira dengan tidak mengurangi lagi
rasa hormat kami, sekali lagi kami membutuhkan masukan karena itu dalam rangka
penyempurna undang-undang yang akan kita bentuk ini. Dengan tenggang waktu yang
sangat pendek. Mudah-mudahan dalam beberapa bulan kedepan kita bisa
menyelesaikan undang-undang ini. Mudah-mudahan. Dan ini menunjukkan keseriusan
kami. Sebagian besar juga ada yang tidak terpilih tetapi tetap masih rajin datang kesini
Pak Yusuf. Ibu Nurul masih luar biasa hadir.
Pak Fachri, bisik-bisik mau bilang, silakan.
Saya tambah sedikit saja pak. Sekedar untuk menjadi bahan pertimbangan.
Terima kasih.
Ini sudah saya katakan di beberapa tempat tetapi mungkin karena ada BPK,
Kepolisian, ada PPATK. Saya ingin menceritakan, satu bahaya didepan yang sudah
terjadi. Kalau orang bilang itu damage has windag dalam sistem Pemilu kita yang
kemarin. Kalau bapak lihat Pemilu kita yang baru itu, Caleg itu tidak boleh menerima
sumbangan. Itu satu. Dia hanya boleh menerima sumbangan dari partainya tetapi
kenyataannya kalau bapak pergi ke website KPU itu semua sumbangan kepada partai
23
itu dilakukan oleh Caleg. Sekarang terbuka bahwa Caleg ternyata tidak menerima uang
dari mana pun. Dan dia mulai yang pertama pengeluaran dia adalah dia menyumbang
kepada partainya. Uang siapakah itu? Uang pribadi. Satu.
Yang kedua, Caleg membiayai sendiri biaya kampanyenya. Kita butuh tim
sukses dibawah dan sebagainya. Ini pengeluaran kedua. Yang jumlahnya itu gila-gilaan
karena pengeluaran kita tidak ditentukan oleh cost yang sudah diatur dari awal. Kita
tahu kampanye kita di Indonesia ini tidak ada regulasi yang memadai tentang ini.
Sehingga pengeluaran itu adalah sejalan dengan pengeluaran yang dilakukan oleh
orang lain termasuk dilakukan untuk mengantisipasi orang didalam partai kita sendiri.
Jadi, perkelahiannya itu tidak saja keluar tetapi juga kedalam. Merinding ini pak yang
kedua ini pengeluarannya.
Pengeluaran yang ketiga adalah biaya saksi. Dan ini gila-gilaan lagi karena saksi
juga menjadi ajang kompetisi. Tidak saja antar partai tetapi orang dalam partai.
Sekarang saya sebut 3 komponen biaya pengeluaran yang besar ini, siapa yang
mengeluarkan uang? Uangnya dikeluarkan oleh Caleg masing-masing. Jadi, ceritanya
di Indonesia ini, kami ini menjadi pengabdi kepada bangsa dan negara, kita harus
bayar. Kita ini mau berjuang, kok mesti bayar? Maaf pak Kapolri inikan suka kritik
kepada polisi kan, ternyata DPR mempraktekkannya lebih awal. Ini banyaknya gila pak.
Polisi, tidak ada apa-apanya. Kalau memang ada itu, ini tidak ada apa-apanya, ini gila
pak. Inilah yang menyebabkan ada yang stres, saya tidak pernah dengar polisi stres
gara-gara tidak masuk lulus tes tetapi anggota Dewan yang stres, jalan tidak pakai
sandal terus mau jual ginjal. Ada yang dimandikan pakai jampi-jampi supaya sembuh,
banyak dimana-mana stres. Jadi, uang pribadi menggelontor kedalam politik secara
luar biasa. Dan kitalah gagal mencegah uang masuk politik. Kalau gagal, tetangganya
bilang, kasihan dia habis sudah uangnya. Habis tanahnya, habis rumahnya. Belum lagi
nanti ada yang keempat Pak. Kalau kita lagi bersidang di pengadilan, keluar lagi itu.
Bawa saksi dari kampung, 1, 2 pesawat kadang-kadang orang. Dulu itu saya ingat betul
itu, berapa Caleg dari Papua menerbangkan saksi dari Papua, berpesawat-pesawat, itu
apa.
Jadi, kalau dia masuk, tetap saja bilang, untung dia bisa kembali modal nanti.
Apa ini sebetulnya? Caleg itu pak yang terpilih atau tidak terpilih pada dasarnya dia
sudah terkontaminasi oleh keperluan akan uang sejak hari pertama dia dilantik.
Damage has windag. Orang di Amerika, orang di Eropa Barat terutama di Eropa Barat
sistemnya yang agak sosialistik. Orang datang dalam politik itu untuk pengabdian
kepada bangsa dan negara cuma bawa pikiran, cuma bawa badan. Kami ini mau
mengabdi kepada negara, kami harus keluar uang. Inikan gila pak. Sadar tidak ini kita?
Orang Indonesia ini? Dan bapak tahu masyarakat kita seperti apa. Survey KPK
mengatakan 75% rakyat Indonesia berprinsip terhadap money politic? Wani piro? Nah,
itu dianggap tradisi. Nomor piro, wani piro? Ada kawan saya Sdr. Andi dari Komisi XI.
Sudah selesai di kampungnya datang kesini, ada 8 kursi. Dia dari nomor ke-4. Dia
bilang sudah beres. 2 hari disini, tiba-tiba dia jatuh ke no. 9, dan tidak balik-balik lagi.
Tidak tahu siapa yang hilang. Sudah cantik, pintar, terkenal lagi.
Jadi, itu persoalan kita pak dari awal. Sekarang ini lubang sudah ada, bagaimana
lubang ini, ini yang saya bilang dimana-mana, lubangnya sudah ada. Sekarang
bagaimana nambalnya? Ada ribuan anggota DPR di seluruh DPR dan melamar 560
anggota DPR di Senayan ini. Lubang ini mau ditambal bagaimana? Kalau bapak tidak
24
tambal ini lubang, kita semua tidak tambal ini lubang, ada 560 cari-cari uang. Sejak hari
pertama. Itu sebabnya kenapa bapak bicara Banggar. Terus-terang pak bukan suatu
kebetulan karena tidak diatur secara ketat. Orang-orang Banggar itu umumnya adalah
bendahara partai. Dan partai-partai itu menganggap, menaruh bendahara disitu dalam
rangka nanti proyek-proyek yang kita ketuk ini kita juga bisa terlibat. Ternyata ini dalam
konstruksi yang dibuat sekarang ini korupsi. Kita yang bikin karena kita tidak nutup
ditempat lain. Nah, makanya kalau disana diluar itu orang sebutnya, anggota DPR ini
malas katanya. Orang gajinya tertinggi, mana bisa nilep. Sumber gaji cuma 1. Kalau di
Amerika Serikat gaji itu pak, uang itu, uang yang bisa dikelola anggota Dewan itu, itu
standar indikasinya setahun. Pertahun dikasihnya besar pak. Bisa dikelola bisa di
manage. Gaji staf, 2 tempatnya, di Jakarta dia punya staf di dapilnya dia punya staf.
Dibayar oleh negara. Bandingkan, kalau ada orang kampungnya nyasar pengin pulang
dan sebagainya dia punya...ada report, dan ini diaudit BPK Pak.
Yang kelima itu champagne pak. Dia tahu bahwa kita ini punya kuasa. Kalau
saya mau maju lagi sebagai incumbent, tidak diatur. Bahaya, saya pasti cari uang.
Karena itu diatur champagne pak. Boleh menerima sumbangan tetapi rekeningnya
didaftarkan ke BPK, di daftarkan ke KPU. Yang kelima baru ini alokasi, ... kalau di
Amerika itu. Sehingga kalau ada banjir di kampung saya, saya tinggal bikin surat, tolong
bikin itu jembatannya dibawah air. Saya ada gunanya di depan rakyat saya. Tidak
kosong seperti sekarang ini, kita dimaki-maki. Ternyata ngomong seperti Pak Yani ini,
dia terkenal di seluruh Indonesia. Siapa yang tidak kenal Pak Yani. Kurang setoran.
Komisinya kita ini mitranya dengan polisi, sama KPK terlalu serem pak. Kalau kita di
Komisi V, kita bikinin jembatan, bikinin jalan. Nah, kita masa nawarin mereka, mau kita
bangunin penjara? Kan marah orang pak.
Nah ini pak, ini lubang, mari kita tutup. Inilah maksud dari undang-undang ini.
Bagaimana kita menutup kelemahan dari sistem. Sebab kami yakin. Kalau ini tidak kita
tutup, inshaa Allah kita kasih kewenangan yang luas kepada KPK, seperti berburu di
kebun binatang. Ada saja yang kena, setiap hari. Apalagi kalau kemudian tidak
dihalangi kewenangannya itu luar biasa. Menyadap orang seenaknya saja, kapan tahu.
Tiba-tiba 6 bulan kemudian orang itu disadap. Rekamannya 6 bulan yang lalu diputar di
pengadilan. Mana ada di dunia ini seperti itu. Tidak ada Pak. Saya berpegang kepada
keputusan MK yang mengatakan bahwa kewenangan penyadapan itu harus diatur
dalam undang-undang, dengan undang-undang atau setingkatnya tetapi KPK
menggunakan SOP. Dan sampai hari ini Dewan Komisi III tidak diberikan SOP itu.
Alasannya rahasia perusahaan. Bapak tahu dari mana ini yang begini ada didunia?
Tidak ada, cuma di tempat kita.
Tetapi kita terus tepuk tangan setiap hari. Dan lupa bahwa yang tidak legal pun
kita telah terukik. Akhirnya menjadi sesuatu yang seolah benar.
Nah, kita coba atasi seperti apa. Kita jaga dewannya dimana-mana. Kalau
dewannya kuat, inshaa Allah, pengawasan dalam negara kuat, korupsi juga kurang
dengan sendirinya tetapi kalau dewan dianggap sebagai sumber masalah, orang
menjadi merajalela, abuse of power dimana-mana, korupsi dimana-mana.
25
Saya kira ini catatan pak. Biar menjadi pikiran. Mudah-mudahan kalau sempat
bapak juga mengirim kepada kami, lagi masukan lagi, kami siap menerima. Untuk
mempercepat proses pembahasan ini Pansus. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Pas waktu melampaui batas menit. Kena bonuslah untuk pimpinan. Saya kira
pertemuan kita ini kita tutup. Skors sampai nanti malam. Kita tutup. Ini Pak Kapolri
betapa seriusnya kami menyelesaikan ini dari pagi sampai malam. Jadi karena
narasumber tidak bisa hadir nanti malam, ditunda sampai besok jam 2 siang. Jadi, kita
tunda bukan kita tutup. Jadi, kita tunda rapat ini. Kepada Pak Kapolri, kepada Pimpinan
PPATK, BPK, sekali lagi, kita butuh masukan-masukan. Draft RUU sudah diterima draft
RUU-nya. Kalau belum nanti sekretariat tolong dikirim draft RUU-nya yang ada. Untuk
itu rapat ini kita skors sampai jam 2 siang besok.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
6. Sabari Barus T.A BALEG
3
3 Tamu/undangan
1. ZAIN BADJEBER.
2. Prof. DR. LUKMAN HAKIM. MSc. PhD. Apt. (LIPI)
3. Prof. DR. SYAMSUDDIN HARIS., M.Si. (LIPI)
4. NUR TRI A. (LIPI)
5. SANTOSO (LIPI)
6. SUHENDRA (LIPI)
4
(RAPAT DIBUKA)
Perlu kami sampaikan bahwa terutama kepada Prof. Lukman Hakim, Prof.
Syamsudin Haris dan Pak Zain Badjeber. Rapat kita ini kalau di absennya yang
sudah datang ini ada 10 orang, tetapi sama Pak, pada saat yang sama ada rapat
juga di komisi-komisi terkait. Oleh sebab itu rapat ini nanti kita akan lanjutkan sambil
menunggu kehadiran teman-teman yang lain.
Sebelum kami mulai, kami perlu menyampaikan ucapan terima kasih dan
selamat datang kepada nara sumber kita terutama dari LIPI Prof. Lukman Hakim
dan Prof. Syamsudin Haris, demikian juga kami menyampaikan terima kasih kepada
Pak Zain Badjeber atas perkenan menghadiri undangan Pansus. Pada masa
persidangan ini sesuai dengan kesepakatan di dewan, Rancangan Undang-Undang
MD3 akan kami bahas, akan dibahas Pansus dan rencananya awal Juli sudah harus
selesai. Mengapa awal juli sebab pertengahan Juli Dewan sudah memasuki masa
reses lagi dan awal agustus nanti DPRD Provinsi Kabupaten dan Kota ada yang
sudah dilantik. Jadi dengan harapan undang-undang ini nanti bisa menjadi rujukan
bagi DPR Kabupaten/Kota Provinsi dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Untuk pembahasan rancangan undang-undang MD3 Dewan membentuk
Panitia Khusus yang anggotanya 30 orang dengan kami sendiri sebagai ketuanya
Benny K Harman dan Wakil Ketua dari Fraksi Golongan Karya Ibu Nurul Arifin,
Saudara Ahmad Yani dari Fraksi PPP dan Saudara Fahri Hamzah dari Fraksi PKS.
Kami tidak akan memperkenalkan lagi anggota-anggota pansus, saya yakin kita
semua dan nara sumber juga sudah mengenal mereka dengan baik. Untuk
pembahasan rancangan undang-undang ini komitmen kami di dewan adalah, di
pansus adalah bagaimana kedepan membangun institusi yang dewan yang lebih
berwibawa, yang lebih akuntabel, yang lebih efektif dan ....fungsinya. Oleh sebab itu
kami mengundang berbagi baik dari instansi pemerintah, akademisi, dari berbagai
5
perguruan tinggi, praktisi, LSM dan kaum cendekia untuk memberi masukan
terhadap rancangan undang-undang ini dan pada kesempatan ini kita di tengah-
tengah kita sudah hadir, dua proffesor dari LIPI. Ketua LIPI Prof. DR. Lukman
Hakim, Kapus Penelitian Prof. DR. Syamsudiin Haris dan juga Zain Badjeber yang
telah berpengalaman hampir, bukan hampir 5 periode jadi Anggota Dewan dan
sekarang ini aktif di forum konstitusi.
Jalannya rapat kita pada sore ini adalah nanti para nara sumber akan
menyampaikan masukan-masukannya, setelah itu kita nanti akan tanya jawab dan
kita tutup. Oleh sebab itu mohon persetujuan agenda rapat dan mohon persetujuan
pula rapat ini kita selesai pukul 17.00 WIB, bisa pukul 17.00 WIB?.
(RAPAT:SETUJU)
Untuk singkatnya kita mulai dengan Pak Zain Badjeber kemudian nanti
berturut-turut nanti Prof. Lukman dan Prof. Syamsudin Haris. Ada beberapa
panduan, problem yang sudah kita kirim untuk menjadi semacam panduan tetapi
saya berharap tidak terbatas disitu Pak. Kami punya keyakinan para nara sumber
selama ini punya pengetahuan, pengalaman, pengamatan terhadap kinerja dewan
yang merujuk kepada Undang-Undang MD3 yang lama. Khusus untuk Pak Zain
Badjeber nanti, tentu kita akan mengali lebih banyak, problem-problem yang
berkaitan dengan relasi DPR dan DPD dan juga mekanisme yang lebih ideal
kedepan antara dua lembaga ini.
Kami persilakan Pak Zain Badjeber untuk memulai yang pertama.
Kami persilakan Pak.
ZAIN BADJEBER:
Terima kasih.
Memang gedung ini tidak asing buat saya, sebelum gedung ini ada saya
sudah ada di daerah ini karena gedung ini Tahun 1968 mulai kami pakai, sedangkan
saya disini mulai Tahun 1967 sampai 2004 kecuali periode 1982 sampai 1992.
Demikian juga undang-undang yang kita hadapi ini kebetulan saya ikut terlibat
langsung maupun tidak langsung waktu Susduk 2003, kemudian pada waktu MD3
ini dengan Panja, Pansus waktu itu kalau tidak salah Pak Gubernur Jateng sekarang
Pak Ganjar yang mengundang kami. Ini adalah kali yang ketiga dalam perubahan,
saya selamanya tentunya berbicara dari aspek konstitusi yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 setelah perubahan karena saya terlibat langsung dalam pembahasan
dan perumusan perubahan-perubahan pertama sampai keempat dari .... maupun di
komisi majelis yang mengodok bahan-bahan konstitusi.
6
Kadang-kadang diantara kita karena anggota itu sekian ratus, pada waktu di
MPR pun yang terlibat paling-paling 100 yang sekian ratus ikut memutuskan tnapa
mempunyai pengertian. Begitu juga di DPR, yang terlibat didalam pembuatan
undang-undang sekian orang, yang mengetok sekian ratus orang, tetapi yang
mengerti tahu asal usulnya pasal-pasal itu 1-2 orang.
Ini yang saya alami selama ini oleh karena itu saya ingin ulangi kembali
didalam undang-undang dasar kita ketika kami menyusun, merumuskan itu kami ikut
di dampingi oleh pusat bahasa indonesia dari tenaga ahli pusat bahasa indonesia,
sehingga ada rumusan-rumusan tertentu yang kita memerlukan bertanya kepada
para ahli itu tentang kata atau terminologi yang kita gunakan. Ketika kami ingin
memberikan perintah bahwa masalah ini diatur dengan satu undang-undang. Kami
memakai bahasa apa, ketika kami memerintah materi ini diatur dalam undang-
undang terkait, kami memakai kata apa, lalu kata yang dipakai itu memakai diatur
dengan undang-undang artinya dengan satu undang-undang. Kalau dipakai kata
diatur dalam undang-undang, artinya dengan undang-undang terkait dalam masalah
itu pada pasal itu maupun pasal-pasal undang-undang lain terkait.
Ini perlu saya jelaskan karena ini bukan saja dengan salah bahan ketika
menyusun RUU Desa yang lalu, sehingga hampir terjadi penyusunan menganggap
desa di Indonesia itu seluruhnya Desa Adat, karena yang dibuat Undang-Undang
Desa dalam pengertian 18b ayat (2) bukan dalam pengertian 18 ayat (7) susunan
dan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Sehingga
satu-satunya saya kira di tengah perjalanan sudah Panja, pemerintah diminta untuk
merubah draft RUU itu menjadi ada dua jenis desa yang didalam Undang-Undang
No. 32 disebutkan Desa Administrasi Desa dari kesatuan masyarakat hukum adat.
Begitu juga dengan undang-undang ini, undang-undang ini harus bertolak
sebenarnya dari empat Pasal di Undang-Undang Dasar. Pertama Pasal 2 ayat (1)
mengenai MPR, disana dikatakan MPR itu terdiri atas Anggota DPR dan Anggota
DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur dengan undang-undang.
Artinya ada satu undang-undang tentang MPR, begitu juga pernah ada kritik
misalnya Pak Bagir Manan, kenapa disebut lagi dalam pemilihan umum, yang dipilih
dalam pemilihan umum, padahal di Pasal pemilihan umum sudah menyebutkan
DPRD, DPR itu dipilih dalam pemilihan umum. Kami mengerti hal itu tetapi ini ada
bahasa hukum dan politik dan ini mengunci jangan sampai di MPR itu ada
pengangkatan diluar pemilihan umum. Jadi, bukan semata-mata tidak tahu bahwa
ada pasal pemilihan umum tentang anggota DPR dan itu permasalahannya.
Kedua, Pasal 19 ayat (2) disana dikatakan susunan DPR ada kata susunan
diatur dengan undang-undang. Pada Pasal 2 tadi tidak ada kata susunan ataupun
kedudukan. Kemudian pada Pasal 22c ayat (4) karena disebutkan susunan dan
kedudukan DPD diatur dengan undang-undang, kenapa ada susunan dan
kedudukan. Kedudukan DPD tidak rinci didalam undang-undang dasar seperti
kedudukan DPR dengan 3 fungsinya dengan, jadi kedudukan DPR masih perlu,
DPD masih perlu dijabarkan dalam undang-undang.
Yang keempat, DPRD Provinsi maupun kabupaten/kota. DPRD diatur dalam
Pasal 18 ayat (3) pemerintahan daerah memiliki, dia nempel dalam pemerintahan,
7
sementara Pasal 18 itu ayat (1) mengatakan NKRI dibagi atas, bukan terdiri atas.
Kata Ahli Bahasa kalau terdiri atas itu negara serikat, disusun dari bawah ke atas,
maka dipakailah dibagi atas. Jadi, ada dulu NKRI baru ada daerah-daerah,
walaupun sejarahnya sebelum ada NKRI sudah ada daerah, tetapi kita bicara NKRI
didalam rangka negara kesatuan. Lalu diakhiri dengan dibagi provinsi-provinsi dibagi
kabupaten/kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-
undang. Artinya satu undang-undang pemerintahan daerah, bukan seperti sekarang
dipecah tiga oleh DPR dan pemerintah. Di Pasal 18 ayat (7) susunan dan
penyelenggaran pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang, pakai kata
dalam karena dia terkait dengan apa yang disebutkan dalam ayat (1) sampai ayat
(7).
Pasal 18b ayat (2) yang negara mengakui dan menghormati kesatuan
masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional diatur dalam undang-undang,
bukan dengan undang-undang. salah satunya adalah desa adat, dia kembali ke
susunan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam soal Hak Ulayat dia
kembali ke Pasal 33, Pasal-pasal yang terkait dengan hukum adat. Jadi, dia
memakai kata dalam disitu, tidak ada perintah satu undang-undang karena dia
banyak kaitannya dengan masalah-masalah diluar pemerintahan termasuk hak-hak
tradisional.
Dengan demikian meskinya undang-undan ini ada tiga yaitu undang-undang
tentang MPR, tentang DPR dan tentang DPD. DPRD dia berada di Undang-Undang
Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu sekarang terjadi tumpang tindih double. Di
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ada pengaturan DPRD, di Undang-Undang
MD3 ada DPRD. Mengapa kita tidak keluarkan DPRD dari sini, mumpung ada
perubahan Undang-Undang Pemda. Apa yang belum tertampung di Undang-
Undang Pemda di taro sana, kalau masih ada yang belum itu satu.
Pada waktu Pansus yang lalu, saya terus terang agak menantang berikan
saya waktu dua hari yang bikin 3 undang-undang ini dengan materi yang paling
sesuai kami sudah putuskan. Kebetulan saya Ketua Badan Legislasi lima tahun,
merintis ini anggota saya salah satu dan akan ada terus. Jadi, akhirnya yang
ditempuh kemarin waktu Undang-Undang MD3, materi yang ada hanya di Bab-nya
yang terpisah, tadinya misalnya tentang penggantian antar waktu, disitu ada
mengatur penggantian antar waktu MPR, DPR, DPD di Bab itu, sekarang dipisah
semua, apa yang menyangkut MPR di Bab II, apa yang menyangkut DPR di Bab III,
menyangkut DPD di Bab IV, dihimpun disitu. Jadi, merupakan buku satu, buku dua,
buku tiga, mestinya satu undang-undang tersendiri. Jadi, ini secara formul yang saya
katakan kalau ada yang usil kemarin saja waktu saya beritahukan pengujian di MK
oleh DPD, uji masalah formil ini, bahwa penggabungan empat lembaga di satu
undang-undang formil bertentangan dengan pasal-pasal dalam undang-undang
dasar, karena diperintahkan tidak digabung, karena MK menguji formil dan materil,
tidak dibatasi kepada materil.
Berikutnya, jadi mumpung sekarang kalau tidak mau dipisah DPRD
disendirikan, kalau ini tidak mau dipecah, karena dipecah atau disatukan kan ada
konsekuensi lain-lainkan, jadi tiga undang-undang yang dibikin bukan hanya satu,
8
jadi ini menaati perintah Undang-Undang Dasar. Kedua, mengenai materi juga ada
salah kaprah kita, kenapa pembuatan undang-undang dimasukkan disini, padahal
Pasal 22a Undang-Undang Dasar tata cara pembuatan peraturan perundang-
undangan diatur dengan undang-undang yaitu Undang-Undang PPP, jadi jangan
lagi diatur disini, karena dia menyangkut tiga lembaga yang tidak diatur disini,
Presiden masuk didalam pembuatan undang-undang. Jadi, pemikiran itu sudah ada
pada waktu pembuatan, pembahasan Undang-Undang Dasar, dia diperintahkan
tersendiri, tata cara pembuatan peraturan, bukan peraturan perundang-undangan.
perundang-undangan jadi undang-undang, diatur dengan undang-undang, mengapa
menjadi peraturan perundang-undangan itu orang tidak bisa menjawab didalam
membaca Undang-Undang PPP. Kenapa perintah Undang-Undang Dasar membuat
undang-undang tentang Tata Cara Pembuatan Undang-Undang berubah menjadi
peraturan perundang-undangan, ini ada riwayat tersendiri, dia terkait dengan
ketetapan MPR No. 3 MPR Tahun 2000. Disana ada perintah untuk membuat tata
cara peraturan perundangan-undangan, karena TAP 3 itu membuat peraturan
perundang-undangan tidak terbatas pada undang-undang. Nah, tahap tiga ini
didalam Pasal terakhir dari Pasal 1 dari ketentuan penutup Undang-Undang Dasar
diperintahkan MPR meninjau kembali berbagai TAP, hasil dari pada peninjuan
berbagai TAP itu antara lain TAP III dimasukkan kepada lampiran yang materinya
menjadi materi undang-undang. Sehingga dihubungkan ketentuan penutup Pasal 1
Undang-Undang Dasar junto TAP III MPR Tahun 2000 dan Pasal 22a tadi maka
yang dibikin bukan lagi peraturan undang-undangan tetapi peraturan perundang-
undangan.
Jadi, tetap ada dasar konstitusinya, dengan dibuatnya didalam MD3 ini terjadi
tumpang tindih dan syukur-syukur kalau tumpang tindihnya sesuai, misalnya dengan
diubahnya Undang-Undang no. 10 Tahun 2004 dengan Undang-Undang No. 11
Tahun 2012 itu disana sudah lebih maju misalnya ada pembahasan semacam DIM
dari DPD, ini Undang-Undang MD3 tidak ada, inikan sepintas kontradiksi, tetapi
kalau menafsir ini kita anggap undang-undang yang terbaru, Undang-Undang No. 11
terbaru daripada Undang-Undang No. 27 Tahun 2009, sehingga dengan sendirinya
mengacu ke undang-undang yang terbaru. Ini akibat dua tempat mengatur materi
yang sama, jadi saran saya baiknya ini tentang peraturan penyusunan undang-
undang, itu semuanya dilimpahkan ke Undang-Undang PPP, disana sudah lengkap
apa yang belum lengkap, bisa diubah disana ditambahkan, karena bagaimanapun
juga putusan MK akan berlaku terhadap undang-undang itu, bukan hanya undang-
undang ini. Sehingga disini membatasi diluar masalah-masalah yang diatur oleh
undang-undang porsin undang-undang lain.
Jadi, dari segi materi, segi muatan undang-undang ini ada dua hal yang perlu
saya simpulkan. Hal, pertama yaitu undang-undang ini meskinya tiga undang-
undang minus DPRD karena yang keempat DPRD berada di Pemda. Kemudian tiga
undang-undang ini muatannya bisa berbeda-beda sesuai dengan perintah tadi,
untuk DPD dikatakan susunan dan kedudukan, untuk DPR dia hanya berbicara
perintah, susunan, untuk MPR dia tidak bicara susunan dan kedudukan pokoknya
tentang MPR diatur dengan undang-undang. Jadi, kalau ada Undang-Undang
9
KETUA RAPAT:
Pak Zain bisa lima menit lagi, nanti kita kembangkan menarik itu. Pemenang
Pemilu selalu disebelah kanan.
Silakan Pak Zain.
ZAIN BADJEBER:
Mengenai MPR kalau yang ada ini dia kurang lebih 64 pasal di MD3, dari
Pasal 2 sampai Pasal 66 itu mengatur MPR. Yang perlu dilihat isi yang ada
sekarang memang apa yang diputuskan oleh MK mengenai pimpinan, tetapi harus
disiasati juga kalau tidak memperhatikan bahwa MPR itu terdiri dari anggota, bukan
lembaga, bukan dia kongres. Jadi dia anggota, jadi dia lembaga tersendiri,
anggotanya berasal dari dua lembaga ini tetapi bukan lembaganya yang kesana,
bagaimana yang 132 ya tidak ditelah oleh yang 560 dalam pemilihan pimpinan,
artinya dia tidak tergambar dalam, ini yang harus disiasati didalam pimpinan, tetapi
tidak diserahkan kepada DPD untuk mengutus siapa tidak, kalau yang ada ini DPD
dipilih oleh DPD, unsur DPR dipilih DPR, jadi masih berbicara unsur lembaga, tetapi
bagaimana cermin asalnya ini ada disana tanpa harus begitu tegas dia harus di
rekrutmennya dari sini dan ini dari sini, ini dicarilah rumusan yang bisa adil, dia dapat
satu atau dua itu masalah pilihan tetapi ada tempatnya juga disana dan hal-hal yang
penting jangan karena hampir semua kewenangan MPR ini tidak ter-guide langsung
hanya dengan masalah internal. Sehingga banyak dilempar ke Tatib, supaya
masyarakat tahu, umum tahu kalau dia dalam undang-undang jangan mekanisme
perubahan Undang-Undang Dasar sedikit disini nanti Tatib.
Pemilihan Presiden ketika Presiden berhalangan tetap ke Tatib disini hanya
garis besarnya sehingga kejadian misalnya tafsir daripada DPD pada waktu
mengajukan perubahan Undang-Undang Dasar masuk ke Pimpinan MPR sudah
mencukupi tanda tangan lalu waktu yang diberikan seolah-olah untuk menarik tanda
tangan, padahal di tatibnya itu waktu yang diberikan bukan untuk menarik tanda
tangan. Kalau tanda tangan sudah masuk tidak lagi ditarik, yang diberikan adalah
waktu untuk mempersiapkan Pimpinan MPR dengan sidang, yang terjadi karena
salah pengertian terhadap Tata Tertib ya pada menarik kembali tanda tangan,
akhirnya tidak. Maksud saya hal-hal yang menyangkut MPR sebanyak mungkin
dimuat didalam undang-undang, didalam pelaksanaan kewenangan MPR,
perubahan Undang-Undang Dasar, jangan terlalu di lempar ke Tatib karena dia
menyangkut bukan saja internal MPR, mengenai pengisian, pemilihan Presiden,
Wakil Presiden apabila terjadi lowongan, apabila lowongan bersamaan antara
10
Presiden dan Wakil Presiden, baiknya semua itu banyak, karena dia terkait bukan
hanya, dia terkait dengan partai yang mencalonkannya, kan bukan anggota MPR.
Padahal Tata Tertib kan mengatur internal, jadi seluas mungkin itu diatur didalam
undang-undang, karena kalau Tatib anggota dan DPD saja mungkin tidak semua
baca, sehingga yang saya cerita tadi kesalahan mengerti tentang Tatib di MPR.
Kemudian mengenai DPR di DPR ada hal-hal yang tidak tuntas diatur
misalnya Pasal 72, DPR boleh memanggil pejabat atau ini-ini, kalau tidak datang
panggilan paksa, kalau dipanggil tidak datang di sandera, ketentuan mana yang
ditunjuk untuk panggilan paksa dan sandera, KUHAP yang ada itu bukan untuk
pemanggilan di DPR, itu untuk penyidikkan, waktu mau nyandera, dulu di pengadilan
ada nyanderanya karena Harier kan, sekarang masalah sandera pun sekarang oleh
Mahkamah Agung pada waktu itu diinstruksikan pada hakim tidak menggunakan
pasal itu karena itu bertentangan dengan peri kemanusiaan.
Jadi, jangan boleh panggil paksa, sudah diteriakkan keluar pejabat ini tidak
hadir padahal alat untuk manggil paksa belum ada, tidak diatur oleh undang-undang
tertentu, ini harus lebih jelas didalam undang-undang ini. Saya kira untuk selanjutnya
karena akan lebih panjang dari lima menit kalau saya serahkan kepada pimpinan
untuk berbicara lainnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya menyampaikan terima kasih kepada Pak Zain. Jadi Bapak/Ibu
Anggota Pansus yang saya hormati, ada empat point penting, inilah yang menjadi
persoalan di Pansus juga Pak Zain karena usulan usul masukkan ini sungguh-
sungguh akan menjadi pertimbangan yang pertama adalah sebaiknya undang-
undang ini Rancangan Undang-Undang ini tidak mengatur tentang DPRD dengan
alasan yang sangat jelas tadi. Sehingga diusulkan Pasal-pasal yang mengatur
tentang DPRD kita keluarkan dari sini dan kita minta supaya diatur didalam Undang-
Undang tentang Pemda mumpung pada saat ini sedang dibahas. Tolong nanti ini
dicatat ini Pak.
ZAIN BADJEBER:
Sudah ada didalam Undang-Undang Pemda tetapi kalau ada yang belum
lengkap diambil dari sini.
KETUA RAPAT:
Artinya nanti rapat pansus nanti akan menindaklanjuti point ini Pak, kita ini
penting sekali. Pertanyaannya adalah ini juga di Pansus ini, apakah DPRD itu Pak
lembaga masuk dalam kategori lembaga legislatif tingkat daerah atau bukan. Ini
nanti Proffesor-proffesor dari LIPI perlu menjelaskan, mengapa dulu kita masukkan
disini, asumsi kita bahwa DPRD Provinsi Kabupaten/Kota ini adalah lembaga
11
legislatif di tingkat daerah kan begitu ceritanya, sehingga rumusannya juga tidak
begitu ini. Jadi teman-teman Anggota Pansus nanti, Anggota Pansus bisa
mengambil posisi soal ini.
Rekomendasi yang kedua adalah .... juga penting dalam rancangan undang-
undang ini kita tidak perlu mengatur tentang tata cara pembuatan undang-undang,
sebab itu sudah ada undang-undang khususnya, saya juga sangat setuju itu tetapi
keputusan pansus nanti bisa menentukan ini, rekomendasi yang kedua.
Kemudian yang ketiga tadi nah ini mengenai Majelis Permusyawaratan
Rakyat ini, anggotanya itu bukan lembaga tetapi anggota, selama ini kita anggap
lembaga Pak, sehingga pimpinannya pun mewakili lembaga, hanya problemnya itu
adalah bisa saja pimpinan majelis ini tidak ada anggota DPD-nya dengan komposisi
560 lawan 132 tadi, tetapi itu adalah konsekuensi.
Kemudian yang keempat ya ini juga, bagaimana Pasal tentang pemanggilan
paksa itu Pak dalam kaitan dengan mengefektifkan fungsi pengawasan dewan,
pengalaman selama ini Pak Zain kita sudah panggil berulang kali tidak datang,
dipanggil dengan sopan santun juga tidak datang, lalu teman-teman dewan
mengatakan kalau begini fungsi pengawasan ini untuk apa, nggak jalan, kita bikin
rekomendasi, rekomendasi dewan juga tidak dijalankan. Lalu pertanyaannya alat
apa, apa mekanisme yang bisa kita pakai supaya fungsi pengawasan ini bisa jalan
kurang lebih begitu Pak.
Selanjutnya kita masing-masing undang-undang tersendiri, tadikan sudah,
jadi masing-masing ada, Undang-Undang khusus DPD, tentang MPR dan tentang
DPR, diwancanakan juga di kita Pak, cuma teman-teman di Pansus mengatakan
bagaimana kita caranya ini, sebetulnya tidak susah tinggal kita bagi kita undang-
undang ini. Nah, ini masukkan Pak, nanti kita akan bahas internal Pansus soal ini.
Selanjutnya kami persilakan teman-teman dari LIPI, Prof. Lukman dan Prof.
Syamsudin Haris untuk menyampaikan hal-hal penting Pak, mungkin bisa juga
menyambung yang disampaikan oleh Pak Zain tadi, bisa juga usul-usul yang lebih
kongkrit dan kami membutuhkan penjelasan-penjelasannya supaya kita mudah
membuat formulasi dalam DPR undang-undang terutama tadi dua hal yang
berkaitan yang tadi menyambung Pak Zain tadi mengenai kedudukan DPRD
Provinsi Kabupaten dan Kota ini, mereka ini lembaga legislatif tingkat daerahkah
atau bukan. Kalau melihat alat kelengkapan fungsinya sama saja, hanya kita ini di
tingkat nasional mereka di tingkat provinsi, kabupaten dan kota kan begitu Pak.
Instrumen yang lain pansus apa semua punya, itulah sebabnya mengapa memang
perlu kita bikin jelas soal-soal yang selama ini kita tidak berani membikinnya jelas.
Kami persilakan teman-teman dari LIPI silakan Pak.
tiga atau empat lembaga mestinya bukan Susduk, inikan tiga atau empat lembaga
sekaligus, jadi ada DPR, MPR, DPD dan DPRD empat lembaga, kalau Susduk dan
didalamnya cenderung dan tidak saling terkait, memang sebaiknya dipisah, kalau
hanya Susduk, Susunan dan Kedudukan DPR itu semacam apa sih,
kewenangannya, fungsinya, mendingan dipisah satu sama lain. Tetapi saya
menangkap tujuan undang-undang ini bukan hanya Susduk tetapi juga mekanisme
hubungan kelembagaan diantara ketiganya atau keempatnya. Nah, apakah itu yang
dimaksud, kalau yang dimaksud dengan munculnya undang-undang ini adalah
membangun sistem atau mekanisme kelembagaan diantara DPR, MPR, DPD maka
undang-undang yang mengabungkan ketiga institusi itu masih relevan. Jadi, kalau
kita konotasikan dalam konteks hukum ya, disamping KUHP adan KUHAP ada
Hukum Acara, nah semacam itu mungkin analoginya. Jadi, kalau undang-undang ini
hendak membangun sistem kelembagaan, sistem kelembagaan, mekanisme
prosedur kelembagaan bagaimana DPR dan Majelis, kemudian bagaimana DPR
dan DPD atau bagaimana segitiga hubungan itu dibangun dalam konteks skema
presidensil. Maka sangat relevan disalam satu undang-undang, kecuali memang
tujuannya hanya untuk susunan dan kedudukan, ini tergantung pada Pansus, ini
lebih kemana sebetulnya.
Usulan Pak Zain Badjeber mengenai DPRD saya pikir itu bagus sekali dan itu
sebetulnya sudah lama wacananya, adalah tidak tepat memasukkan DPRD didalam
Undang-Undang MD3, apalagi kalau DPRD dibahasakan sebagai bagian dari apa
yang disebut rezim Pemda, saya nggak tahu istilah rezim Pemda, rezim Pemilu itu
bagaimana. Sebab DPRD itu sebagaimana dikemukakan pimpinan tadi sampai saat
ini memang kedudukannya masih ambivalen, masih mendua, disatu pihak dia dalah
hasil pemilu, sebagai hasil pemilu yang dipilih rakyat, dia adalah lembaga legislatif
lokal. Tetapi didalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dikatakan DPRD adalah
unsur Pemda, unsur Pemerintahan Daerah, ini mendua. Saya nggak tahu sampai
kapan di menduakan di ambivalenkan, apakah Pansus khususnya DPR umumnya
akan memutuskan ini jangka pendek saya nggak tahu, yang jelas kedepan ini musti
di pastikan DPRD ijni jenis kelaminnya lebih kemana sebetulnya.
Kalau kita konsisten dengan skema presidensil, sekali lagi kalau kita
konsisten dengan skema presidensil maka posisi DPRD yang tepat adalah legislatif
lokal, dengan asumsi bahwa sistem pemerintahan nasional itu di adopsi juga pada
level lokal. Ada mekanisme check and balances antara legislatif dan eksekutif yang
memadai. Kalau DPRD menjadi bagian atau ada dialam Pemda tentu tidak akan
muncul apa yang disebut mekanisme check and balances itu. Dengan demikian
tentu saja akuntabilitas kepada daerah, Bupati, walikota dan seterusnya itu akan
formalitas saja. Kan ada laporan pertanggungjawaban kepala daerah dan itu sangat-
sangat hormat, tidak ada apa ya, tidak ada pencapaian disitu.
Kalau mengenai MPR ini memang sudah lama, mestinya itu adalah joint
sesion antara DPR dan DPD. Jadi, dia tidak memiliki anggota mestinya tetapi sidang
gabungan, lebih kepada sidang gabungan antara DPR dan DPD, supaya apa juga,
sekali lagi saya mengaju kepada, supaya kita konsisten dengan skema presidensil.
Kalau kita angkat majelis sebagai lembaga terpisah tentu kita mengimplementasikan
trikameral. Jadi, bukan bikameral lagi tetapi trikameral dan itu tentu saja tidak
konsisten dengan semangat konstitusi yang diamandemen Tahun 1999 sampai
2002 yang lalu.
Sekarang saya memasuki soal-soal yang mungkin bisa dianggap sebagai
soal yang crucial dalam pembahasan Undang-Undang MD3 soal pengawasan, soal
fit and propertest, soal alat kelengkapan dewan, soal fungsi representasi dan
14
seterusnya, tadi kebetulan ini didiskusikan di awal sebelum kita mulai dengan Ketua
Pansus Pak Benny K Harman.
Mulai fungsi pengawasan, saya pikir kalau saya menilai fungsi pengawasan
dewan sejauh ini cukup maksimal, malah melebihi yang seharusnya, kalau saya
berpendapat. Kebetulan dalam salah satu Bab buku saya yang baru saja diterbitkan
Partai Politik, Pemilu dan Parlemen itu ada satu Bab mengenai pengawasan DPR.
Sebetulnya mekanisme pengawasan dewan, khususnya DPR itu banyak sekali, jadi
bukan hanya melalui hak-hak interpelasi, angket dan sebagainya tetapi juga yang
justru lebih efektif itu melalui rapat dengan pihak-pihak atau pathner di Komisi-komisi
itu jauh lebih efektif, walaupun tidak diliput media, itu jauh lebih efektif ketimbang
yang pengawasan, interpelasi, yang pleno, kemudian medianya penuh, itu malah
menjadi panggung bagi politisi, bukan panggung untuk kepentingan publik, tetapi
panggung bagi setiap politisi, itu hak juga, wajar juga.
Cuma yang ingin saya katakan adalah akan jauh lebih baik apabila fungsi
legislasi itu dimaksimalkan, ketimbang fungsi pengawasan. Sebab jangan salah
yang mengawasi eksekutif itu bukan hanya Dewan, sekarang LSM pun sangat
kencang mengawasi Dewan, ICW misalnya atau sebut saja lembaga-lembaga
apapun media, maksud saya mengawasi eksekutif, jadi kita tidak musti khawatir
dengan soal ini.
Nah, mengenai pihak-pihak yang tidak mengimplementasikan hasil
pengawasan dewan, saya pikir bisa dibuat mekanisme yang simpel. Mekanisme
yang simpel itu adalah apabila dalam jangka waktu tertentu, pihak-pihak itu tidak
mengimplementasikan rekomendasi dewan ya diumumkan secara publik, itu
mekanisme yang sangat baik, yang sah, nggak ada yang dirugikan disitu,
kepentingan publik bisa diakomodasi, dewan sudah melaksanakan fungsinya,
pemerintah diingatkan akan tanggungjawabnya yang belum dilaksanakan.
Nah kemudian soal apa namanya kewenangan atau otoritas dalam seleksi
pejabat publik. Mungkin saya agak berbeda pendapat dengan sebagian anggota
pansus atau anggota dalam soal ini, kenapa sebab kalau kita konsisten dengan
skema presidensil, mestinya sesedikit mungkin saja pejabat publik yang melalui
tahap seleksi oleh Dewan, sebab pada dasarnya pengangkatan pejabat publik itu
adalah otoritas presiden dalam skema presidensil. Kalaupun legislatif memiliki
fungsi, fungsi itu tekanannya pada fungsi konfilmasi sebetulnya daripada fungsi
konfirmasi, supaya apa, supaya eksekutif juga tidak sewenang-wenang dalam
pengangkatan pejabat publik. Sebab bagaimanapun kalau kita kembali kepada
skema presidensil sebagian ini adalah, sebagian maksud saya otoritas atau wilayah
yang mestinya dimiliki oleh Presiden.
Kemudian alat-alat kelengkapan dewan, alat-alat kelengkapan dewan
mungkin sebagian perlu ditinjau kembali. Misalnya kedudukan Badan Anggaran atau
badan-badan lain yang justru menjadi institusi didalam institusi, ini musti dihindari.
Jadi, institusi yang dia sangat dominan didalam institusi DPR, sebab bagaimanapun
kecuali Komisi-komisi, mestinya selebihnya itu lebih sebagai institusi yang sifatnya
ad hoc, tidak bersifat permanen. Ini memang terkait dengan undang-undang yang
lain juga soal kewenangan dan lain sebagainya, tetapi secara kelembagaan apakah
soal anggaran ditanggani oleh Badan yang sifatnya permanen atau ad hoc, itu
masuk ke dalam Undang-Undang MD3 ini.
Kemudian mengenai fungsi representasi saya pikir bagaimanapun fungsi
representasi itu memayungi tiga fungsi lain, memayungi fungsi legislasi, memayungi
fungsi anggaran dan memayungi fungi pengawasan. Artinya adalah sejauhmana
dewan menjalankan fungsi legislasi itu baik, itu tentu saja didasarkan kepada
15
KETUA RAPAT:
Terima kasih kepada Prof. Haris, Prof. Lukman dan Pak Zain.
Tadi beberapa masukkan yang bisa kita ikuti, selanjutnya kami persilakan
Bapak/Ibu sekalian untuk mendalami hal-hal yang tadi telah disampaikan, kita bebas
saja, silakan mulai kiri kanan, ke belakang.
Kita kasih kehormatan kepada PKS terlebih dahulu.
Saya belajar selama di Baleg dan juga di Badan Pekerjaan Umum cuma
beliau di satu saya di dua, juga Pak Lukman dan Syamsuddin Proffesor dari LIPI
beserta jajaran.
Pertama, kami tentu mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas masukan-
masukan yang disampaikan dan saya ingin agak sedikit mendalami atas hal yang
disampaikan tadi yang pertama memang demikianlah semestinya RUU ini kita
bentuk sebagaimana perintah Undang-Undang Dasar tadi yang disampaikan oleh
Pak Zain dan juga di respon oleh Ketua Sidang tadi bahwa keinginan tersebut
sangat kuat juga di dalam pembahasan-pembahasan di forum ini bahkan sejak di
rancangan di Baleg dulu. Kemudian yang kedua, karena ini usul inisiatif DPR paket
ini tentu secara etika sesungguhnya ada kewajiban moral bagi anggota pansus
untuk mempertahankan pandangan itu karena tim ini hanya satu dari pemerintah.
Namun demikian saya kira kita pernah mempunyai preseden atau pengalaman
didalam memisahkan undang-undang dulu terutama penjabaran dari
indisekomtapitabilitatuit juga semula satu undang-undang menjadi tiga undang-
undang yaitu akhirnya menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 15
Tahun 2004.
Memang kita berharap bahwa undang-undang ini akan memberikan satu
sosok yang utuh Pak, satu sosok yang khas yang sebagaimana mestinya seperti
apa sih sesungguhnya MPR, DPR dan DPRD itu ketika ditegaskan Undang-Undang
Dasar kemudian dijabarkan dalam undang-undang turunannya. Kemudian yang
ketiga Pak Zain sesungguhnya di undang-undang yang lalu kita juga pernah
menyampaikan susunan Pimpinan MPR itu tetapi secara tegas dikatakan secara
konfigurasinya tiga dari unsur DPR dan dua dari unsur DPD tetapi sudah dibatalkan
itu. Tentang catatan kecil tadi bagaimana juga agar bisa mengambarkan realitas
politik yang ada di MPR bahwa sesungguhnya keanggotaan disana bukan hanya
DPR, tetapi juga DPD dan agar yang 132 tidak tertelan begitu oleh yang 560. Kira-
kira bagaimana sesungguhnya solusinya itu, sehingga kita bisa membuat draft itu
tidak kembali melanggar UUD. Kedua, juga andai kami memang dilepas bukan
hanya sekedar 32 itu hilang bahkan bisa 41 bahkan bisa 50 bahasanya begitu.
Saya kira ini tidak bisa dihindar apabila dilepas sedemikian rupa sehingga
kira-kira stand 50 itu artinya unsur Pimpinan itu hanya anggota DPR sangat-sangat
memungkinkan. Kalau tadi misalnya kita ingin membuat katakanlah .....supaya agak
sedikit tersamar, tidak tegas kira-kira bagaimana supaya tidak terjadi permasalahan
konstitusional kita pada RUU yang akan dirancang ini.
Kemudian mengenai Pasal 72 tadi ya Pak tentang pemanggilan dan
penyanderaan, ini berawal dari undang-undang Susduk Tahun 2003 dan awalnya
kemarin Pak Benny terima kasih mengingatkan kita juga bahwa ini sesungguhnya
berawal dari Undang-Undang Hak Angket di mana saat itu sistem undang-undang
kita bersifat parlementer. Sekarang misalnya seandainya tadi terima kasih Prof.
Syamsuddin juga sudah menyampaikan bahwa bisa saja kalau pihak yang dipanggil
itu misalnya tidak memenuhi panggilan kemudian diumumkan di publik saja begitu
Pak, tetapi bagaimana kalau misalnya ini berkenaan dengan kenegaraan yang tidak
mungkin seharusnya harus hadir kan begitu, memanggil paksa bagaimana judulnya,
seperti misalnya ada komisi di DPR yang tidak berhasil menghadirkan Menteri
sampai tiga kali pemanggilan. Itukan solusinya pertama melalui Rapat Koordinasi
Pimpinan DPR dengan Presiden, tetapi itu juga tidak sederhana, artinya bisa saja
koordinasi terbentuk, terlaksana maaf setelah itu ...... itu yang pertama.
17
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Selamat datang kepada Prof. Lukman dan Prof. Syamsuddin Haris dan Pak
Zain Badjeber yang selalu setia dengan panggilan-panggilan DPR.
Kalau Pak Zain Badjeber ini panggil paksa pasti tidak ada Pak, karena begitu
dikasih undangan selalu datang, oleh karena itu sebenarnya hanya untuk keperluan-
keperluan tertentu ada kebutuhan panggil paksa itu.
Saya secara umum saja ingin menyampaikan satu hal yang menurut hemat
saya ini menjadi suatu kebutuhan bagi institusi Dewan Perwakilan Rakyat secara
khusus yang dalam satu periode ini secara umum kita bisa menilai bahwa
kepercayaan publik terhadap lembaga Dewan Perwakilan Rakyat ini jauh merosot
dan seiring juga barangkali kepercayaan publik terhadap partai politik, termasuk
didalamnya adalah politisi-politisinya. Saya kira munculnya sosok Pak Jokowi
sebagai calon presiden yang sudah resmi mengandeng Pak JK juga bisa dipandang
suatu fenomena yang mengambarkan mungkin rakyat juga sudah sangat bosa
melihat kebiasaan-kebiasaan partai politik dan politisi-politisinya yang selalu antara
bahasa font stage dengan back stage tidak sama dan banyak sekali mengikari tugas
dan fungsinya.
Nah, satu hal yang menurut hemat saya penting untuk dilakukan kondisi saat
ini adalah bagaimana menguatkan kembali fungsi legislasi saya setuju dengan Prof.
Syamsuddin Haris, karena fungsi legislasi ini hampir-hampir ini tersudut dan nyaris
tertelan oleh fungsi-fungsi yang lain atau fungsi misalnya budget apalagi dalam
fungsi budget ini ternyata lebih banyak atau sering terjadi penyalahgunaan
kewenangan itu yang dalam kenyataannya ini punya dampak yang serius terhadap
kepercayaan publik terhadap partai politik maupun kepada institusi DPR ini.
Didalam partai politik juga sangat dirasakan ada korelasi yang kuat, orang
kalau eksis di Banggar biasanya di partai politik juga eksis, kuat eksistensinya,
begitu sebaliknya. Kalau contoh kan sebut nama, siap kalau saya sebutkan
namanya, tetapi bisa itu dilihat dari beberapa apa namanya teman yang pernah
duduk di Banggar itu. Nah, ini yang terjadi tetapi pada saat yang sama fungsi
legislasi itu tersudut termasuk dengan para legislator yang punya konsen kuat
terhadap legislasi itu juga tidak punya nilai yang penting didalam partai politik. Kalau
ini bisa kita tanyakan ke Pak Soenman ini, Pak Soenman ini sama dengan saya di
Badan Legislasi juga, lalu kita merasakan teman-teman di legislasi mendapati
suasana yang sama di internal partai politinya itu.
Jadi, memang ada satu kesadaran yang hilang terhadap fungsi dewan
khususnya aspek legislasi ini pada jantung kekuasaan partai politik itu sendiri,
kesadaran itu terasa betul, lalu secara institusional kita melihat ada link yang
19
terlepas dalam proses pembuatan kebijakan legislasi yang semestinya itu dilakukan
oleh fraksi. Masyarakat kita sering mendapati tontonan di DPR kalau sidang
paripurna, kadang-kadang satu RUU yang sudah disepakati di tingkat pengambilan
tingkat pertama yang sering ditandai dengan persetujuan formal dengan tanda
tangan masing-masing fraksi itu masih dimentahkan di pengambilan keputusan
tingkat II, pertanyaannya kenapa bisa terjadi begitu, berarti sosialisasi suatu undang-
undang di tingkat fraksi ini belum cukup, belum menyentuh kepada seluruh anggota,
pemahaman seluruh anggota belum duduk betul tentang RUU itu dan itu buat saya
itu sangat memprihatinkan, yang semestinya itu tidak perlu terjadi kalau proses
legislasi itu diatur sedemikian rupa dengan baik tanpa menghilangkan spirit
demokrasi dan juga apa namanya hak kedaulatan anggota didalam menilai dan
membahas suatu undang-undang.
Nah, ini yang penting untuk dilakukan bagaimana menata fungsi fraksi
khususnya dalam memberikan suatu penguatan terhadap fungsi legislasi di Dewan
Perwakilan Rakyat, apalagi untuk kebutuhan dewan yang akan datang ini banyak
sekali anggota-anggota baru, anggota-anggota baru banyak sekali, barangkali satu
tugas penting lain dari fraksi adalah bagaimana membangun kapasitas anggotanya
yang dalam catatan kita sekitar 300 sekian orang itu anggota baru yang kalau kita
perinci lagi mungkin juga semakin apa namanya membutuhkan pembangunan
kapasitas keanggotaan itu. Kita ingin bahwa dewan yang akan datang dengan
segala apa namanya, ya orang melihat proses pemilu sekarang inikan bisa
kontroversi begitu tetapi beban itu harus dijawab oleh kapasitas anggota yang jauh
lebih baik yang tentu saja sangat dibutuhkan peranan fraksi didalam membangun
kapasitas anggotanya.
Saya cukup terkesan ketika satu kesempatan berkunjung ke parlemen di
Inggris dari partai yang sudah sedemikian matang dan tua sekalipun day to day
tetap mengevaluasi anggotanya yang ada di parlemen, pada rapat apa, bicara apa,
pointnya apa, lalu ada penilainya, apa manfaatnya buat publik, apa manfaatnya buat
partai atau ini hanya bermanfaat buat dirinya sendiri. Dengan begitu segala
kemungkinan terjadinya apa namanya performance yang bisa tergambar terhadap
citra yang kurang baik, baik itu citra partai maupun citra institusi parlemen, itu
sedemikian cepat bisa dicegah. Bayangkan kalau sekarangkan mohon maaf itu,
kalau kita amati talk show talk show kita tentang yang diikuti oleh para anggota
dewan itu sangat tidak mewakili kualitas anggota dewan dalam arti yang
sebenarnya, tetapi ini juga kebutuhan dari entertaiment itu begitu. Saya nggak tahu
Pak Ruhut ini satu berkah atau anu ini, apa namanya?, ya berkah atau ini anugerah
atau bencana ini buat demokrat, contohnya seperti itu.
Saya kira hal-hal yang seperti ini kalau fraksi membangun kapasitas yang
anggotanya yang baik, mungkin juga bisa di kanalisasi, ya kalau kemunculan bisa
dibuat sebulan sekali ya sebulan sekali tetapi tidak harus tiap hari, harus tiap minggu
yang akhirnya menjadi hiburan saja, tidak ada yang ditanggap sesuatu yang bernilai
dan celakanya untuk era sekarang ini justru itu yang dicari itu. Kita baru terhibur
kalau Pak Fahri Hamzah yang berbicara di JLC itu baru terhibur dengan itu bahwa
20
ada keseimbangan soal itu, itu hal-hal yang perlu saya sampaikan, guna
menguatkan kembali fungsi legislasi di masa-masa yang akan datang.
Terima kasih Ketua.
KETUA RAPAT:
Sedikit agak sama dengan Pak Taufik karena nasibnya sama kita Pak, sama-
sama nggak jadi maksudnya.
Yang terhormat Pak Zain Badjeber dari forum konstitusi yang sering kita
ketemu Pak di lembaga kajian di MPR,
Kepada Pak Lukman Ketua Dewan Mahasiswa saya Pak, mungkin lupa sama
saya, jadi abang jadi Ketua saya baru tingkat II kurang lebih.
Waktu itu yang disampaikan oleh Pak Soenmandjaja itu ketika Bang Lukman
mau diambil oleh Kodam, kan sempat sama siapa Pak Mudzakir, bukan Pak
Lukmannya yang minta rokok, Pak Mudzakir waktu itu minta rokok.
Kemudian yang terakhir juga ini ada Undang-Undang Protokol juga yang
berkaitan dengan ini, kalau DPR segala macam ini, kalau nggak salah Pak Soenman
ini juga masuk Pak, ini DPR ini pejabat negara, kalau DPRD apa, ini kedudukan ini
juga penting Pak, artinya untuk menentukan berbagai hal ini, artinya kedudukan
DPR ini apa. Teman-teman DPRD sebenarnya inginnya sama dengan kita, dia
dipilih juga, dia fightnya sama dengan kita juga kok dibedain, kita mau dapat
masukkan yang jernih dari Bapak sebagai forum konstitusi.
Kemudian tadi soal, walaupun sudah dibahas tentang pemanggilan paksa
atau apapun yang tidak memenuhi panggilan parlemen, ini sama saja kaya Presiden
undang orang, nggak mau datang jugakan, misalnya diundang, atau Polisi
penyelidikan, kalau penyelidikan itu sebenarnya tidak ada sangsi ya Pak Benny ya.
Orang dipanggil Polisi dalam rangka diminta keterangan nggak ada sangsi memang,
tetapi kalau penyidikan bisa diambil paksa. Nah, kalau saya, saya sependapat
dengan Pak Bedjeber tadi mengatakan bahwa banyak dalam Undang-Undang MD3
ini memang paling banter bisa counterpart parlemen, kecuali KUHP atau KUHAP
dirubah, jadi praktek perbuatan yang tidak memenuhi undangan parlemen ini
dianggap sebagai kategori pidana misalnya, itu diatur dalam undang-undang sendiri.
Dalam MD3 sebagai parlemen condact nya paling diangggap menghina parlemen
saja kalau dia tidak datang tanpa alasan, tanpa dengan tidak sopan. Jangankan,
didalam parlemenpun bisa ditentukan dia ... dengan parlemen, misalnya seorang
nara sumber atau katakanlah mitra kerja dari DPR melakukan tindakan yang
mewalan atau tidak etis bisa juga dianggap sebagai pidana parlemen harus diatur
dalam KUHP sendiri. Mungkin Bapak-bapak punya cara lain karena kebutuhan kita,
dipanggil mereka tidak mau datang padahal pemanggilan ini sangat menentukan
untuk penyelesaian suatu masalah. Kalau tidak ada solusi ya memang kita harus
rubah undang-undang KUHP-nya Pak, nggak ada lain. Berarti benar yang bapak
katakan content of parlemen dihubungkan saja bahwa Menteri ini nggak datang,
sudah dipanggil segala macam, barangkali bisa mengelitik Presiden untuk
mengganti dia barangkali, tetapi itu saja yang kita harapkan, tidak bisa lebih dari itu.
Atau seorang mitra kerja disini, emosi marah kepada parlemen, kalau dia melakukan
suatu tindakan yang sifatnya pidana lempar gelas ya pidana, tetapi kalau dia nggak
ya nggak bisa apa-apa Pak Benny. Paling dia menghina, menghina secara etika kita
umumkan bahwa Menteri X ini dianggap sudah nggak layak lah, terserah Presiden
nanti, kalau Presidennya juga malu ya ganti saja dia.
Itu hal-hal yang ingin saya tanyakan kepada Bapak, kira-kira apa yang Bapak
ingin berikan, soalnya tadi juga Bapak mengatakan ini sebaiknya dibagi saja,
kemudian tadi Bapak mengatakan soal content of parlemen walau sudah dipertajam
oleh Pak Benny, kita ingin mengharapkan dari Bapak, ada nggak sangsi lain, kalau
menurut saya nggak ada tetapi barangkali Bapak ada.
Terima kasih Pak.
22
KETUA RAPAT:
Begitu memang dalam praktek begitu Pak Lukman dan Prof. Haris, ada di
Komisi Pak, Menterinya diundang beberapa kali, berkali-kali tidak mau datang, coba
bayangkan. Lalu ada komisi yang emosional kita kirim ke menteri nggak ngerti orang
ini, kaya begitu, ada ini sudah diumumkan ya semua orang tahu juga, gak ngantor
lagi. Itu satu.
Kedua, rekomendasi, disepakati bersama ini tidak dilaksanakan dia, dia tahu
ah rekomendasi dewan ecek-ecek-an ngomong kosong saja katanya. Lalu apa
dewan ini, ini kadang kala begitu lah, ada teman-teman yang sudah tidak tahan, ya
sudahlah daripada maksa-maksa, ya sudah bagaimana baiknya, demoralisasi
muncul, muncul macam-macam Pak, transaksionalnya itu tadi, lalu muncul tadi
gagasan bahwa ini adalah bagaimana mengefektifkan fungsi pengawasan ini Pak.
Bahkan teman-teman senang sekali, sudah kasih teguran lisan, tertulis bahkan
pidana, panggil paksa dan sebagainya, ini pointnya.
Tadi diusulkan oleh Proffesor Haris itu ya diumumkan, tetapi ya itu juga nanti
sama dengan putusan itu Pak Zain, putusan itu sudah final berkekuatan hukum tetap
tidak dijalankan, lalu undang-undang bilang umumkan tiga kali, tiga kali diumumkan
tetap juga tidak dijalankan, lalu kalau kita bilang wah Dewan ini menintervensi
padahal hanya menjalankan fungsi pengawasan. Coba bayangkan Pak, lama-lama
nanti tanya diatur, boleh tanya begini, nggak boleh tanya yang begitu, kalau tanya
yang begitu, itu mengintervensi, kadangkala begitu, ini saya ingin mendapat
masukkan.
Silakan.
Saya sedikit dari beberapa pandangan nara sumber dan juga mungkin share
sedikit tadi Pak Syamsudin Haris menyinggung kita ini mau memposisikan sebagai
MD3 ini undang-undang ini atau Susduk yang sudah yang lalu. Saya kebetulan pada
Pansus MD3 yang lalu juga dan ini memang menuai masalah sebutan judul ini ada
perdebatan. Kenapa memilih MD3 itu pada saat itu kalau tidak salah karena muatan
yang akan kita atur didalam Undang-Undang MD 3 itu tidak menyangkut masalah
kedudukan lembaga negara saja, tetapi mengenai masalah fungsi, tugas antar
lembaga itu sangat sekali berfungsi. Maka itu MD3 namanya tidak lagi susunan, kira-
kira begitulah, jadi kenapa dipilih menjadi namanya MD3 dan dia agak lebih banyak
pelaksanaan terutama adanya lembaga DPD, dulukan belum ada karena ada tugas-
23
tugas DPD yang secara tidak langsung dalam hal membahas undang-undang, dia
sudah boleh ikut membahas selain juga harus memberikan.
Demikian juga ada lima tugas pokok wewenang dia, nah itu berkaitan juga
dengan hubungan kerja dengan DPR, itu antara lain kenapa kita memberi muatan
kepada MD3, boleh di cek . Oleh karena itu tadi kita dari berbagai pandangan dan
pendapat termasuk Pak Zain memberikan pandangan dari kacamata konstitusi
bahwasannya tiga lembaga yang menjadi satu dalam undang-undang termasuk
DPRD ini kenapa tidak sebaiknya kita pisah, mungkin kalau terkait dengan DPRD
karena dia juga adalah DPRD ini bagian dari pemerintah daerah, provinsi maupun
kabupaten dalam konteks negara kesatuanpun didalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 18 mengatakan begitu. jadi, adanya DPRD itu karena juga ada
pemerintah daerah karena negara kesatuan kita ini daripada pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Pertanyaan saya kalaupun misalnya masalah-masalah yang menyangkut
masalah legislasi punya daerah yang tadi ditanya Pak Benny juga, kalau boleh
dikatakan sebagai legislasi daerah, nah ini nanti didalam misalnya kita meng-addopt
mengatur apakah terkait dengan konteks kita negara kesatuan itu bagaimana
melekat. Kalau dia diatur katakanlah di Undang-Undang Pemerintah Daerah
ataupun dia undang-undang sendiri menyangkut mengenai masalah undang-undang
apalah, undang-undang Susduknya DPRD misalnya itu pertanyaan, kira-kira dalam
Susduk.
Yang kedua juga kalau seandainya misalnya tiga lembaga ini kita terpisah
MPR, Sekretariat walaupun kita selama ini ya MPR dalam joint session itu yang
hadir di dalam itu adalah anggota bukan para lembaga tetapi yang didalam
kepemimpinannya ada unsur lembaga DPD ketika dia memimpin joint session itu
tetapi lembaga itu tidak ada. Saya melihat kalaupun ini dipisah misalnya karena
basisnya ini basis legislasi baik DPD maupun MPR basis legislatif ataupun DPR
itukan satu senyawaan walaupun mungkin dia beda fungsinya. Kalau ini dari segi
efektivitas dan senyawa ini kita lihat mungkin atau hubungan kerja tadi
dipertanyakan ada saling berkaitan, mungkin saat itu masih mungkin kita karena
ditimbang secara teknispun waktunya dalam waktu dekat ini kalau kita mau
mencoba memisah, termasuk supporting dukungan kesekjenannya, kita selama ini
ada tiga, selama ini juga sudah tiga, sudah nggak mungkin, yang begini-gini saya
pikir harus kita pertimbangkan Pak karena faktor-faktor ini seandainya lain masalah
konstitusi, sudah jelas MPR itu begitu, DPR itu juga itu membuat undang-undang.
Jadi, dengan ada sekali keterkaitan itu juga seperti halnya DPD itu
mempunyai tugas legislasi juga, dia punya tugas, tiga tugas pokok pengawasan juga
dan juga tugas keuangan, karena saling terkait maka undang-undang itu harus
menjadi satu payung kekuatan. Nah, itu mungkin arah sana yang kita. Saya pribadi
juga kalau melihat memang belum siap untuk kita sahkan, kalau memang dari
kacamata institusi memang, tetapi dengan ada keterkaitan kesenyawaan itu tadi
dalam rangka kita juga memperkuat lembaga legislatif ini dengan mengacu kepada
nilai-nilai yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 kita sepakat, karena nilai-
nilainya berbeda ini. Itu yang perlu kita informasi lebih lanjut dalam rangka waktu
24
singkat ini karena tanggal 10 Juli kita sudah tadi Rapur dan kawan-kawan kita di
DPRD, Kabupaten dan Provinsi lebih dulu akan menggunakan Undang-Undang
Susduk ini dalam memilih pimpinan dan juga dalam hal-hal yang lain.
Kalaupun kita mau seperti berkembang didalam Pansus ini Undang-Undang
yang menyangkut masalah pengaturan DPRD lebih lanjut itu, kita pisahkan dari
sekarang, kita sudah pisahkan dari sekarang memberi lebih jauh lagi dengan
Undang-Undang Pemda, jadi ini juga kalau Undang-Undang Pemda lebih dulu, jadi
soal mengenai masalah pemilihan pimpinan dewan dan apapun pengaturan di
DPRD sudah ada alat aturannya. Itu mengenai dan yang lain juga Pak Syamsudin
Haris tadi ada catatan ya, ada institusi dalam institusi padahal posisi daripada
Banggar, Baleg, bahkan ada BAKN dalam rangka menguatkan fungsi DPR dalam
bidang keuangan inikan sebenarnya kalau kita telaah lebih jauh, karena menyangkut
keuangan negara ada undang-undang lagi, menyangkut masalah DPR itu punya hak
budgeting yang namanya Badan Anggaran apakah bersifat permanen atau seperti
jaman Pak Zain Badjeber bersifat ad hoc, tetapi harus adanya semacam alat
kelengakapan institusi seperti halnya ada tugas pokok yang menyangkut budgetting
juga ada pada MPR, saya pikir alasan ini harus ada, cuma terekspose keluar
memang ini tempat segala-galanya mengatur persoalan-persoalan yang mungkin
selama ini. Termasuk halnya seperti yang saya katakan tadi Pak inikan alat
kelengkapan kita dalam rangka kita hadirkan untuk menguatkan fungsi DPR ini
dalam hal legislasi ini juga harus ada, bagaimana penguatan ini juga harus kita pikir.
Jadi kita pikir ke depan mungkin institusi seperti Banggar bentuknya bagaimana dan
bagaimana penguatannya, lepas daripada persoalan-persoalan yang selama ini,
jadi kita harus ada seperti yang begini, termasuk pengawasannya Pak Ketua.
Jadi, selain persoalan panggil paksa, inikan dewan kadang-kadang juga ya
orang tidak paham terhadap undang-undang seperti yang dikatakan Pak Badjeber
tadi lembaga negara, jadi bentuk oleh lembaga dan pejabat negara itu apa. Kadang-
kadang kita sedih juga berkunjung, kunjungan kerja ini ke daerah harus ketemu
gubernur menjalankan fungsi pengawasan yang menyangkut penggunaan keuangan
atau pembangunannya dari pusat. Kadang-kadang yang menerima kita itu
kadangkala hanya dikasih Sekda, dikasih Asisten III, ada persoalan-persoalan juga
membuat undang-undang menyangkut pertanahan atau yang lain, kita perlu
masukkan putusan dan hal lain yang demikian itu memang melekat pada lembaga
negara seperti kita DPR ini termasuk pemanggilan mitra kerja ataupun kita
melakukan kunjungan kerja ini. Apalagi kalau nanti ada Undang-Undang DPRD dia
sendiri yang mengatur tentang susunan rumah tangga dia dianggap hubungan dia
ini hanya ke DPRD saja dia tahu-tahu dengan DPR pusat ini, nggak perlu kita
pikirkan, nanti dianggapny....negara kita kuat bukan negara bagian ataupun negara
federal yang ada ini.
Jadi, semuanya memang baik tetapi konteks kita keterkaitan kita juga
mungkin dulu ketika jamannya Pak Zain dulu membuat posisi ini menjadi satu ada
filosofi-filosofi juga, sosial. Kemudian juga bahkan dulu karena Anggota DPR itu juga
Anggota MPR dari segi efisiensi dia Ketua MPR juga dulu satu karena
perkembangan kita reformasi, karena ini lembaga sudah ini, sudah harus terpisah
25
tetapi ini saya pikir ada dasarnya kenapa itu harus ....dari kacamata konstitusi sudah
jelas dari segi efektivitas, kesenyawaan persoalan dan hubungan itu karena itu yang
memuat kenapa harus satu payung.
Terima kasih, saya pikir itu pandangan saya.
KETUA RAPAT:
Tentunya kita semua juga sepakat bahwa tujuan daripada perubahan ini
adalah ingin membuat lembaga DPR yang kita banggakan bersama ini menjadi lebih
kuat dan lebih berwibawa. Ada dua hal yang ingin saya dalami dan tanyakan kepada
Bapak sekalian, menyangkut mengenai jantunya tadi dikatakan Pak Taufik,
jantungnya DPR adalah legislasi, dimana seringkali hasil undang-undang yang kita
buat dengan berhari-hari, dengan berbulan-bulan memakan waktu dan tenaga, biaya
yang tidak pula sedikit, sudah kita kunjungan pula ke luar negeri, hasilnya sudah
diputuskan bersama, disetujui oleh 560 anggota ternyata ada seseorang atau
kelompok yang meng yudisial review dan dalam waktu dua sampai tiga bulan ketok
palu undang-undang itu bisa dirubah atau dibatalkan. Tentunya saya ingin
mendapatkan masukkan dari Bapak, bagaimana kita bisa anggota DPR ini
khususnya dapat membuat undang-undang yang lebih berkualitas. Karena disini ada
hakim MK yang turut menentukan bagaimana bisa tidak apabila sebelum undang-
undang itu kita putuskan, kita umumkan, kita jadikan undang-undang itu, diserahkan
dulu kepada MK, di teliti dulu, mengingat kita bahwa, kita sebagai individu-individu
yang mempunyai latar belakang yang berbeda juga kemampuan membuat undang-
undang berbeda, seringkali kawan-kawan ini terjebak dalam urusan istiqomah,
urusan dan/atau begitu bukan kepada hal yang substansial.
Ditambah lagi dengan TA-TA kita juga terbatas, kita hanya dibantu oleh dua
orang TA dan satu Aspri tentunya sangat berbeda sekali dengan apa yang terjadi di
parlemen Amerika dimana satu orang anggota dewan itu bisa didampingi oleh
hampir sampai dengan 20 tenaga ahli dengan masing-masing bidang keahlian. Jadi,
ada bidang yang tenaga ahli yang khusus mengenai budgeting, khusus mengenai
perundang-undangan, mungkin juga megnenai pengawasan dan mereka tentunya
lebih kuat. Saya pernah mendapatkan suatu seminar sebagai nara sumber itu kalau
tidak salah lupa-lupa ingat namanya DR. Cecep begitu yang katanya dulu Staff-nya
Hillary Clinton ya, pernah magang disana. Jadi, menurut beliau itu anggota parlemen
26
itu sesuai dengan namanya parle hanya bicara, otaknya di para TA ini, jadi hanya
secara politis saja kita karena parlemen adalah lembaga politis, karena politis saja
kita menyampaikan urusan-urusan mengenai atau rencana undang-undang apa
yang kita buat. Jadi, seorang anggota parlemen hanya ketemu dengan TA-nya saya
ingin membuat seperti ini, maunya seperti ini, mereka sudah yang menjabarkan itu
sudah lengkap timnya, baru nanti setelah RUU nya jadi karena itu menjadi inisiatif
dari DPR baru kita serahkan kepada pemerintah.
Jadi, memang sangat berbeda dengan yang di Indonesia jadi saya ingin
mendapatkan masukkan lagi bagaimana cara yang lebih baik, cara yang membuat
kita lebih kuat begitu dalam pembuatan undang-undang. Kemudian yang kedua, ini
mengenai pengawasan Pak, seringkali karena keterbatasan dari masing-masing
yang mengingat ini dengan berhadapan banyak mitra, karena satu komisi itu bisa
ketemu dengan delapan sampai sembilan mitra. Tentunya banyak persoalan-
persoalan yang tidak bisa diingat antara apa yang diputuskan didalam rapat,
walaupun memang sudah ada notulen tentu, tetapi seringkali kita dalam rapat itu
hampir terjadi pengulangan-pengulangan terhadap hal yang sama yang sebetulnya
dulu sudah diputuskan, karena masih belum berjalan tadi, akhirnya kita lupa, kita
tanyakan lagi begitu.
Saya pernah membaca dalam satu koran kalau tidak salah itu ada di India itu
ada namanya Komisi pengingat janji. Jadi, ada komisi yang independent bukan dari
pihak pemerintah, bukan dari DPR yang tugasnya mengingatkan janji dari
pemerintah maupun janji dari DPR sendiri yang belum dilaksanakan, apakah
menurut Bapak itu perlu untuk diadakan di DPR kita ini karena mengingat satu mitra,
kita satu anggota, satu komisi dewan DPR itu harus berhadapan dengan banyak
mitra dan kita hanya dibantu oleh dua orang tenaga ahli, tentunya sangat kurang
sekali dan tentunya kita sangat kerepotan karena dilain kita sebagai anggota komisi
tentunya ada juga yang duduk di badan, ada juga yang masih duduk di tim-tim di
MPR, ada tim sosialisasi, ada tim anggaran, ada tim kajian begitu, tentunya banyak
sekali kegiatan-kegiatan yang tentunya sangat menguras kemampuan otak kita
untuk mengingat.
Itu mungkin yang ingin saya tanyakan dan perdalam sehingga kedepan kita
berharap, kita semua berharap dapat menjadi DPR yang lebih baik.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya kira ini yang menjadi catatan kami dan mohon masukkannya dan
informasi tentang perlunya tiga undang-undang saya kira juga sangat memperkuat
pemikiran kita hanya soal bagaimana nanti teknis lebih jauhnya yang harus kita
dalami karena mengingat DPR ini sudah menunggu.
Demikian Ketua masukkan kami.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Daryatmo, sekarang pukul 17.00 WIB, kita perpanjang
waktu 17.30 WIB ya.
(RAPAT:SETUJU)
Bismillahirahmanirahim,
disepakati, sekarang begitu mau dibahas saja pemerintah sudah tidak ngirim utusan,
Undang-Undang Keuangan Negara.
Jadi, dari situ kita melihat kayaknya ini pemerintah baik itu, ini tidak semata-
matanya pemerintahnya Demokrat, tetapi kecenderungannya pemerintah ketika mau
ngirim kesini itu para birokratnya, itu semacam kerajaan sendiri. Sehingga ketika ada
perubahan yang menguatkan DPR dari sisi budgetnya. Dulu kita punya ide periode
yang Tahun 2004-2009 itu mengubah Undang-Undang No. 17 dengan kewenangan
anggaran yang dipisah, eksekutif punya kewenangan anggaran tersendiri, DPR
punya kewenangan anggaran sendiri, Mahkamah Agung punya kewenangan
anggaran sendiri, tetapi kemudian begitu dimasukkan di Komisi XI itu sudah perang
sendiri diantara fraksi, akhirnya kemudian tidak dibahas, tidak diajukan akhirnya
dipindah ke Baleg. Ceritanya sama juga pemerintah tidak membahas, Komisi XI juga
nampaknya pro pemerintah begitu, tidak dibahas.
Jadi, akhirnya, jadi kira-kira kesimpulan saya kok jadi anggota DPR itu tidak
seindah teorinya, jadi teorinya budget seeker, office seeker, policy seeker
prakteknya itu office seeker saja, ya kita duduk disini rapi dan sebagianya itu, kira-
kira selesai sudah. Nah, dalam konteks terbaru itu nanti teman-teman yang anggota
dewan, kabupaten atau provinsi yang jadi anggota DPR itu keluhan pertama
mereka. Saya masih ingat di Komisi II, keluhan pertama adalah kok tidak seindah
ketika di kabupaten/kota atau provinsi. Di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa
Barat sampai Aceh itu polanya sama bahwa ketika seorang menjadi anggota dewan
itu otomatis ada namanya dana aspirasi. Jadi, biasanya per anggota dewan minimal
itu satu tahun, saya tanya misalnya kawan-kawan di Sumatera Barat kalian satu
tahun itu dapat budget berapa untuk bisa mengalokasikan anggaran yang mungkin
lewatnya pemerintah tetapi atas namanya anda. Kita Aceh katanya Rp5 milyar satu
tahun, provinsi Aceh, kemudian Jawa Tengah saya juga tanya Pimpinan itu dapat
Rp10 milyar per tahun untuk dana. DKI allahualambishowab, jadi kalau dari size
budget nya dia Rp37 trilyun saya kira lebih besar dan memang mereka take home
paynya lebih besar hampir Rp100 juta Rp93 juta. Makanya orang lebih suka jadi
anggota dewan karena lebih jelas office seekernya jalan, budget seekernya jalan
dan itu legal begitu.
Kita itu mau menetapkan satu tahun anggaran Rp10 milyar mengatakan DPR
itu diprotes, dicaci maki sumber korupsi dan sebagainya. Nah, kira-kira itu jauh
tangan dari api, mungkin begini saya coba korelasi lagi betapa susahnya jadi
anggota DPR besok itu. Nggak sengaja di google saya ketemu penelitian Pak,
kebetulan cocok dengan kepentingan saya penelitian. Jadi, election rule and
corruption dia survey di 80 negara, kesimpulannya begini mungkin ini agak
sewenang-wenang kesimpulannya, “makin susah orang menjadi anggota DPR,
makin tinggi peluang untuk korupsi, makin mudah orang untuk menjadi anggota
DPR, makin mudah dia untuk tidak korupsi” kira-kira begitu. jadi kesimpulan dia
kalau sistem pemilunya open desk itu 0,6 untuk korupsi, indeksnya satu kira-kira
begitu, jadi karena studi korelasi. Jadi, kesimpulan saya ini anggota dewan yang
kemarin mereka suara terbanyak, karena itu budgetnya mereka lebih besar
31
pengeluarannya karena tarung antar partai sekaligus tarung internal partai. Nanti
pengalaman yang jadi-jadi itu kira-kira habisnya berapa kira-kira begitu.
Jadi, makanya itu berbahaya dalam konteks kedepan, jadi itu tentang, oleh
karena itu Proffesor kami yang dari Baleg juga staff, bukan staff penasehat ahli di
Undang-Undang Desa Pak Zain. Jadi, yang menarik itu kalau kemudian kita habis
biaya banyak kemudian kita hanya kira-kira dalam tanda petik prof, take home pay
kurang lebih Rp56 juta atau Rp57 juta, kemudian tuntutan konstituennya itu tinggi.
Jadi, konstituen ketika kita datang dan sebagainya itu ada di komisi berapa, saya
Komisi II, Komisi II itu apa yang bisa di akses, jadi mind stream nya sama persis
anggota DPRD kita buka. Ini saya paling canggih Pak, saya mengatakan ke mereka,
paling canggih maksudnya bagaimana. Saya membuat kebijakan yang kebijakan itu
berlaku sampai kiamat kecuali undang-undangnya diganti, apa buat Undang-Undang
Desa yang setiap tahun, setiap desa akan dapat bisa sampai Rp1 milyar, dari
Undang-Undang Desa Taufik itu kira-kira policynya begitu, tetapi bagi rakyat itu,
kalau begitu memang sudah tugasnya anggota dewan Pak, kira-kira begitu, anda itu
kalau mau jadi yang itu iyalah tetapi mbok yang lain juga dikasih. Kita misalnya
masyarakatnya Petani kita diakseskan ke Kementerian Pertanian nanti tolong kita
dikasih traktor, dikasih apa, dikasih apa, tetapi didalam prakteknya susah, nah itu
yang satu sisi, satu sisi itu suara terbanyak, budget besar, kalau bahasanya Mang
Eep itu meningkatnya pemilih kritis, kira-kira begitu, pemilih kritis tuntutannya lebih
tinggi .
Satu sisi anggota dewan follow up keputusan rapat itu nggak bisa diapa-apain
Pak, ditinggal-tinggal saja sampai akhirnya justru, saya masih ingat ini kisah
beberapa yang saya finding itu. Pak Menteri Subiarto itu kenapa dulu diganti karena
Komisi VI itu mengirimkan surat kepada Presiden ini tidak bisa kerjasama sama
komisi, kira-kira begitu, walaupun bentuk kerjasamanya kaya apa saya tidak tahu
Prof. Kasus Pak Kepala BPN sama juga, Kepala BPN susah banget bikin kebijakan
macam-macam, makanya kemudian kita kirim surat tolong ini diganti Presiden
karena ini tidak bisa kerjasama, beberapa dirjen sama, beberapa dirjen walaupun
saya tidak tahu modus dibelakang itu tetapi dari situlah kita melihat bahwa satu sisi
kita ingin membuat kebijakan bagus, satu sisi kemudian ketika membuat kebijakan
tidak bisa dilaksanakan. Makanya kemudian ketika kemarin ada usulan apakah
kemudian kita itu pisah saja sekalian atau persis seperti modelnya Amerika, kalau
bahas undang-undang ya sudah DPR itu.
Ini satu kali 50 menit.
KETUA RAPAT:
Setengah menit penutup untuk clossing statement. Jadi Prof. kira-kira begini,
ini mengkompromikan banyak aspek, sistem pemerintahannya begini, posisi kita di
32
DPR itu lemah dalam tanda petik follow up tidak bisa di follow up. Di satu sisi
pemerintah punya kerajaan sendiri tetapi menurut saya bukan pemerintah tetapi
birokrasi itu menjadi offical dome begitu bahasa kawan saya, jadi semacam sejenis
kerajaan sendiri yang inikan sebenarnya punya mekanisme sendiri dan kadang-
kadang para menteri itu manut saja. Nah, kira-kira bagaimana baiknya apakah DPR-
nya itu kemudian harus tetap begitu atau kemudian ya sudah kita ngalah saja tetapi
kalau semangat teman-teman bagaimana DPR-nya itu kewenangannya itu jalan
kira-kira begitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ini testimoni Pak, testimoni bagaimana DPR ini kuat dalam bayangan tetapi
sebetulnya powerless ya itu tadi, rekomendasi undang datang boleh datang tidak.
Jadi, kalau banyak pihak menganggap selama ini DPR terlalu kuat kayaknya apanya
yang kuat ini, paling-paling tanya-tanya begini, ngomong-ngomong begini tadi. Yang
bikin ini kesan kuat ini kalau omongan kita mengebu-gebu disiarkan televisi, kan
begitu apa sangat sedikit, apalagi kalau Pak Fahri Hamzah tambah tangan begini ini
kuat anggota dewan tetapi ada juga orang yang ngomong parle tadi tetapi sakit, itu
tadi Pak Taufik ngomong itu, betul juga. Jadi, memang DPR ini mencerminkan
berbagai ragam itu tadi, saya nggak tahu apakah itu cermin partainya saya nggak
tau ya.
Silakan Pak Fahri Hamzah ngomong.
Pak Zain Badjeber, Pak Lukman Hakim, Pak Syamsudin Haris yang saya
hormati,
Teman-teman semuanya.
Kalau saya mau meringkas saja apa yang Bapak-bapak dengar tadi, sebab
mungkin Bapak jarang mendengar dalam pengertian versi yang sebenarnya, sebab
diluar saja itu terlalu banyak persepsi, di tingkat publik dan juga di tingkat teman-
teman lembaga negara yang memang tidak mau tahu apa yang sebetulnya terjadi
dengan DPR terutama pasca amandemen keempat. Jadi, publik itu tidak tahu apa
yang namanya eksekutif sama legislatif itu dia tidak paham. Kampanye legislatif itu
ya kampanye eksekutif, kalau bapak pergi ke daerah-daerah itu kalau orang hanya
bicara sebagai anggota DPR itu dianggap tidak relevan, makanya harus kongkrit
dalam berkampanye. Saya ingat teman-teman Komisi II waktu mau
memperjuangkan Undang-Undang Desa, diantaranya semangatnya biar kita kongkrit
dan yang saya ikut-ikutan bikin poster Pak Agus, tahun depan setiap desa dapat
Rp1,5 milyar di NTB karena saya bikin simulasinya, itulah yang membuat kita agak
33
kongkrit dimata rakyat, tetapi pada dasarnya publik tidak tahu apa beda menjadi
anggota DPR dengan menjadi Bupati, menjadi Gubernur tidak terlalu mengerti
karena dianggap tidak kongkrit. Apalagi orang ngomong, untuk kalau orang-orang
tertentu seperti saya karena orang kampung saya mungkin tidak terlalu banyak dari
10 anggota dewan ini tidak banyak yang berkelahi begitu. orang-orang kampung kita
itu suka ada yang senang kalau ada orang berkelahi, enak, senang kita lihat
katanya, paling itulah nilai tambah sedikit, padahal itu salah juga sebetulnya. Artinya
salah kalau itu saja yang dianggap.
Mari kita kembali ke konsepsi yang sebenarnya, amandemen keempat
Undang-Undang Dasar proses transisi dari otoritiarianisme kepada demokrasi,
dirampasnya kekuasaan Presiden, diberikan kepada rakyat melalui dewan itu istilah
Pak Jimly sebetulnya, yang menyebabkan dewan kemudian memiliki kewenangan-
kewenangan yang seharusnya lebih kuat, tetapi reformasi pada kelembagaan dewan
itu terhambat karena mentranformasi dewan dari rezim Susduk kepada rezim dewan
amandemen keempat ini rupanya berat, paling birokrasinya kuat, dari dulu kita
ngomong sama pemerintah. Kalau Bapak baca draft pemerintah aneh juga,
pemerintah itu inginnya DPR kembali kaya yang dulu, Bapak baca mungkin teman-
teman perlu dikasih itu, dibocorin saja sebab tadinya mau dicabut, ekskutif inginnya
kita kembali di keteknya apa Mensesneg begitu, itu pikirannya, jadi mereka itu tidak
percaya bahwa dewan itu bisa diperkuat, kekuatan dewan itu adalah kebaikan bagi
bangsa kita, itu mereka tidak percaya. Mereka justru kalau kita baca kaya pimpinan
KPK menulis di Kompas pekan lalu saya lihat. Jadi, ini dikembalikan kepada moral,
dewan adalah epicentrum kerusakan moral karena dia menjadi sumber persoalan
moral, maka reduksilah kekuatan dan berikanlah kekuatan-kekuatan lembaga-
lembaga lain diluar untuk mengontrol dia. Saya kira begitu cara berpikirnya.
Kita konsisten dengan amandemen ke empat justru kita memperkuat dewan,
sebab dewan itu kalau kuat maka pengawasannya kepada seluruh kekuasaan
APBN kita hari ini mendekati 2.000 trilyun , pada zaman akhir Pak yang dulu jadi
anggota DPR saya kira Rp140 trilyun sekarang ini sudah Rp2.000 trilyun hampir
sudah, APBN 2015 saya kira akan Rp2.000 trilyun, ini yang harus diawasi, begitu
banyak kewenangan dan budget negara yang harus diawasi. Karena itulah
kemudian kalau saya lihat untuk mengakhiri apa namanya, in efektivitas atau
persepsi yang keliru tentang dewan ini, ada dua yang ingin kita perkuat Pak, melalui
undang-undang ini, ini hasil diskusi kita dengan Baleg.
Yang pertama, perkuat pribadi, kedua, memperkuat lembaga, memperkuat
pribadi artinya siapa yang terpilih menjadi anggota DPR, bekas tukang becak, bekas
tukang karcis apapun dia, petani kacang, petani jagung begitu dia menjadi anggota
dewan, dia pribadi harus menjadi kuat karena dia masuk ke dalam sistem yang
memperkuatnya, apa hal-hal lain yang bisa dilakukan disitu banyak sekali. Saya kira
ini kita bisa mencontoh dari banyak negara-negara maju.
Kedua, memperkuat lembaga, ini yang kurang, kalau rwzim Susduk itu
Dewan dan lembaganya itu tidak relevan, tidak dianggap, makanya tadi banyak
usulan dari Bapak-bapak yang itu memang sangat relevan. Saya pernah
mengatakan Pak, kalau dari tiga fungsi dewan ini kita itu misalnya didalam Undang-
Undang Dasar baru disebut kuasa membuat undang-undang itu dewan, tetapi kita
tidak punya lembaga sekuat BPHN, sehingga tradisi membuat undang-undang di
dewan ini tidak ada yang menjaga, TUN dan nafas dari setiap undang-undang
berbeda, kalau di pansusnya banyak dokter saya sering bercanda nada undang-
undangnya kaya resep dokter dan lain-lainnya, karena yang menjaga tradisi legislasi
tidak ada. Di Amerika Serikat ada legal council orangnya itu ratusan tahun sebagai
34
KETUA RAPAT:
Baik, saya rasa kami persilakan dari LIPI dulu lalu terakhir Pak Zain. Kami
persilakan Pak Haris, Pak Lukman.
Saya banyak sekali mendata dan terutama saya akan merespon hal-hal yang
dapat saya respon sekarang ini, apa yang dikatakan oleh Anggota Bapak Taufik
tentang adanya kemerosotan dari pandangan publik terhadap dewan, parpol, itu
sebenarnya juga luas kalau di birokrasipun merasakan periode terakhir itu terjadi
reduksi kepercayaan dan bahkan paling tidak enak menjadi pejabat pada jaman
sekarang ini di mata masyarakat. Padahal kita bekerja untuk
mempertanggungjawabkan dihadapan masyarakat yang menujuk kita ini.
Beberapa hal yang ingin saya kemukakan, pertama adalah memang
penguatan fungsi legislasi itu adalah suatu pilihan, karena memang tidak bisa keluar.
Saya mengusulkan memang ikuti di beberapa negara maju, inisiatif DPR terhadap
undang-undang itu namakan saja anggotanya yang paling dominan. Jadi, kita
35
Terima kasih.
Saya menambahkan ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan, secara
umum kami memahami apa yang dikemukakan baik oleh Pak Agus maupun Pak
Fahri Hamzah bahwa dewan itu butuh penguatan dan saya sejauh ini khususnya,
mungkin LIPI secara umum ya, pada umumnya mendukung penguatan sistem
pendukung untuk dewan sebab secara obyektif itu memang dibutuhkan, cuma
memang musti diakui pula teman-teman aktivis yang sensitif soal-soal itu yang musti
diakui itu, tetapi kadang-kadang ada pemicunya Pak, sensitivitas itu ya, misalnya
36
soal studi banding, itu hal-hal yang mustinya bisa ditata lebih baik kedepan. Kalau itu
nggak ada pemicunya, mudah-mudahan kedepan bisa lebih baik.
Saya misalnya sangat mendukung teman-teman tenaga ahli itu di perkuat
baik keahliannya maupun honornya, sehingga betul-betul bisa kontribuktif untuk
lembaga ini, sebab kalau antara lainnya kondisinya lebih baik, saya menduga yang
S2, S3 banyak juga yang berminat begitu loh. Sebab dulu empat, lima tahun yang
lalu kami P2P LIPI pernah juga melakukan pelatihan untuk tenaga ahli Baleg yang
ada yang membiayai begitu dan itu cukup antusias sebetulnya teman-teman yang
ikut pelatihan itu. Nah, apa yang kita bayangkan mengenai DPR di Amerika Serikat,
Jepang tentu masih jauh, tetapi saya pikir mau tidak mau memang musti kesana
suatu saat. Oleh sebab itu, saya pikir melalui kewenangan membentuk undang-
undang, penguatan dewan itu bukan sesuatu yang tidak mungkin, sebab
kewenangannya disini, sebab bagi saya salah satu point penting amandemen
konstitusi itukan pengalihan fokus fungsi pembentukkan undang-undang, itu salah
satu yang penting, sayangnya ini belum maksimal dimanfaatkan.
Kemudian dalam konteks MD3 atau Susduk, saya melihat bahwa dua-duanya
dibutuhkan, satu dibutuhkan suatu undang-undang yang sifatnya kelembagaan
dewan, sebagaimana dikemukakan Pak Zain Badjeber itu tadi, tetapi disisi lain juga
membutuhkan suatu undang-undang yang mewadahi hubungan kelembagaan,
hubungan fungsional diantara dewan-dewan baik dewan pada level nasional, DPD
dan juga MPR, begitu pula dalam konteks sesama lokal. Soalnya begini Pak, tadi
soal Dapil misalnya, beberapa anggota tadi mengemuka soal Dapil. Dapil itu pada
dasarnya dempet satu sama lain, DPR Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, DPD,
dempet satu sama lain. Bagaimana kita membagi otoritas kewenangannya dan
seterusnya, itu musti ada undang-undang yang mengaturnya, tidak bisa terpisah
sama sekali satu sama lain. Jadi, dalam bahasa hukum saya tadi menggunakan
istilah contoh, contoh bukan istilah, KUHAP jadi ada hukum acaranya, sebab
disitulah akan ada sinergi, suatu sistem keparlemenan tanpa suatu sinergi, saya
menduga tidak akan efektif, tidak akan menghasilkan sesuatu yang kita bayangkan.
Kemudian soal fungsi pengawasan yang dianggap tidak efektif akibat
pemanggilan pejabat yang tidak datang. Nah, ini mungkin bisa dicakup didalam
undang-undang etika pejabat publik, sebab bagaimanapun musti ada sangsi bagi
pejabat publik yang demikian, yang tidak hadir, kemudian mungkin sangsi bagi
atasannya yang tidak menghukum si pejabat yang tidak mau hadir. Jadi, etika
pejabat publik, nah itu saya pikir itu yang penting kita lembagakan kedepan.
Sedangkan soal penguatan presidensil sebagaimana tadi dikemukakan Pak
Daryatmo itu memang sebagian masalahnya ada hasil konstitusi amandemen itu
sendiri Pak. jadi, kita musti akui pangkalnya sebagian disitu, jadi tidak mudah juga
bagi kita apa namanya, menyempurnakannya hanya melalui undang-undang. Oleh
sebab itu suatu ketika yang namanya amandemen konstitusi itu ya suatu
keniscayaan politik, soal kapan itukan soal kedua.
Saya kira itu beberapa hal yang ingin saya kemukakan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
ZAIN BADJEBER:
Terima kasih, ini sebenarnya satu jam saja tidak cukup kalau saya lihat
materinya ya, sebab kalau bicara pengalaman ya saya ini di legislatif dari jaman
Orde Lama, DPRD Provinsi, Orde Baru sampai Reformasi, jadi saya tahu suasana
setiap orde itu. Ada orde ketika Orde Lama saya sebagai hakim saya bisa jadi
anggota DPRD tanpa berhenti sebagai hakim, itu terjadi di Orde Lama, tetapi di
Orde Baru lain lagi ini, saya harus berhenti.
Jadi, tadi yang dipertanyakan, saya kira saya ambil yang point-point saja.
Sayang memang waktu di Baleg tidak seperti yang lalu-lalu, saya itu diundang tetapi
sudah dua tahunan ini rupanya Baleg tidak, sehingga pada waktu saya diundang ke
Pansus Desa, RUU Desanya diubah, tadinya mau mendesa adatkan seluruh desa
akhirnya saya bisa buktikan tidak seperti itu, sehingga di tengah perjalanan
pemerintah mengubah kembali RUU yang diajukan pemerintah.
Ini tadi, saya bicara pertama mengenai pemisahan, tadi masalah DPRD,
dihapus atau tidak disini toh ada Undang-Undang No. 32, dikeluarkan dari sini atau
tidak dikeluarkan toh ada Undang-Undang No. 32 yang masih berlaku karena proses
perubahannya belum selesai, artinya dengan hapusnya itu tidak berarti DPRD punya
kehilangan Susduknya, ada disana. Bagaimana menafsirkan DPRD itu konstitusi
mengatakan Pasal 18 ayat (3) pemerintah daerah memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang dipilih dalam pemilihan umum. Memiliki, pengertian memiliki ini
apakah bagian atau dari pemerintah itukan fungsi dari undang-undang itu. Oleh
karena itu fungsi Pasal 18 ayat (7) ditutup susunan dan penyelenggaraan
pemerintah daerah diatur dalam undang-undang kembali ke ayat (1) yaitu dengan
Undang-Undang Pemerintah Daerah.
Jadi, bagaimana penyelenggaraan dan susunan pemilikan itu diatur itu adalah
fungsi legislasi daripada yang ngatur. Bagaimana kondisinya, kadang-kadang
kitakan teorinya begini-begini pada waktu studi banding di Mesir, kami mengatakan
anda mengetahui ada presidensial Amerika, walaupun amerika itu tidak sama sekali
trias politika yang sebenarnya. Prancis juga presidensial tetapi tidak seperti Amerika,
ini kita bicara dalam sistem dua partai ya. Di Prancis seorang perdana menteri bisa
lawan dari presiden karena dia pemenang di parlemen, di Amerika tidak terjadi
seperti itu. Di Mesir kami dia bilang menyontek dari Prancis tetapi tidak seperti
Prancis, kami mempunyai Presiden, Wakil Presiden dan Perdana Menteri, pada
waktu itu wakil presidennya di longkap terus zaman Resnobobara. Perdana Menteri
itu bemper di parlemen yang sehari-hari di parlemen dan dia diangkat presiden tidak
mungkin lawannya presiden seperti di prancis.
Jadi, kalau anda bertanya aturlah menurut kebutuhan negara anda,
bagaimana negara anda membutuhkan, lalu kita tanya bagaimana otonomi daerah
disini, mereka katakan apa artinya otonomi daerah bagi suatu negara kesatuan.
Kami negara kesatuan yang ada daerah administratif tetapi kalau anda
membutuhkan itu silakan, tetapi kami tidak membutuhkan otonomi daerah. Jadi,
selama konstitusi tidak ngatur rinci terserah kepada kondisi kita sendiri, mana yang
baik dari negara yang cenderung dengan kita, kita bisa ambil sepanjang masih bisa
kita tafsirkan pertanggungjawabkan dalam konstitusi apalagi MK walaupun dua
anggota MK sekarang itu dari konstitusi tetapi MK tidak berpatok pada original
intent. Dalam hal tertentu saja dia pakai original intent yaitu maksud awal dari
rumusan itu, dia berputar-putar pada rumusan yang dikehendaki oleh sembilan
orang itu. Pengujian undang-undang juga menurut saya salah, undang-undang yang
diuji dari undang-undang periode lalu yang datang mewakili DPR kesana membela
38
saya dimana peraturan perundang-undangannya, kan tidak ada, belum ada. Apakah
disini karena ini undang-undang lebih rinci bagaimana siapa yang manggilnya, siapa
yang, iyakan. Lalu manggilnya itu juga jangan diserahkan begitu kebutuhan komisi
atau panitia, panitia itu yang ribut, harus dia keputusan lembaga, belum tentu
penilaian panitia dia sedang melakukan pengawasan atau sedang melakukan
penyidikkan, inikan masalahnya. Rasanya dia pengawasan tetapi sebenarnya ini
penyidikkan, sudah bidang institusi lain, saya tidak bicara pansus yang mana, tetapi
penilaian-penilaian seperti ini tunggu dulu, jadi oleh karena itu perlu mekanisme
tidak selesai di alat kelengkapan harus dia menjadi produk dewan untuk bisa, karena
ini menyangkut pelanggaran hak asasi. Dia panggil paksa sandera itukan
pelanggaran hak asasi, hanya dibenarkan kalau diatur oleh undang-undang,
undang-undang mana yang mengatur KUHAP bukan mengatur ini. KUHP
materilnya, formilnya pada KUHAP ini yang tidak diselesaikan yang saya anggap
tidak diselesaikan masalahnya didalam undang-undang yang kita bikin.
Begitu juga misalnya dalam hal penyidikkan, harus dengan ijin presiden, itu di
Undang-Undang Pemda itu sudah dianggap bertentangan oleh MK kan?, terhadap
kepala daerah, padahal itu bukan membeda-bedakan, kalau kita baca ini riwayatnya
waktu kami membuat Undang-Undang No.3 Tahun 1970 pertama kali penyidikkan
itu dengan ijin Presiden, karena apa, ini jabatan-jabatan politik, orang bisa dipecat,
diberhentikan sementara begitu dia jadi terdakwa padahal dibikin-bikin saja alat
politik pihak lawan untuk dan Presiden juga itu bukan datang minta ijin ke Presiden,
lalu Presiden tidak berani tolak dalam waktu 60 hari pidato tidak ditolak maka
dianggap setujui, harus ada staff di Presiden yang memeriksa, ini politisasi atau
benar-benar kriminal, sehingga karena ini yang dihadapi lembaga-lembaga politik.
Jadi, ada permasalahan-permasalahan seperti itu antara keinginan kita ketika kita
rumuskan didalam norma dengan bagaimana dalam pelaksanaannya.
Kemudian terakhir yang masih banyak lagi saya ambil BPHN Pak Fahri.
BPHN sendiri kalau bapak tanya itu akan mengeluh, mereka bikin apa, berita bikin b,
yang mereka godok lain dengan apa yang di godok pemerintah, dari dulu waktu
pertama Baleg dibentuk Tahun 1999 saya termasuk yang meminta supaya itu
dibawa ke DPR, kalau tidak mau dikasih dia lembaga yang tengah-tengah yang bisa
dipakai oleh pemerintah, yang bisa dipakai oleh DPR, nampaknya juga sama
pemerintah mubazir sama seperti Presiden membuat apa namanya Keppres Komisi
Hukum Nasional. Apa yang dipakai dari Komisi Hukum Nasional oleh pemerintah,
iya toh, paling diskusi-diskusi iya toh, jadi padahal ini ada anggarannya biar sedikit
tetap ada tetapi kalau mubazirkan sama dengan BPHN bagaimana membuat dia
tidak mubazir.
Jadi, saya kira ini beberapa hal yang mengenai fraksi, dulu fraksi itu tidak ada
dalam undang-undang Pak, karena itu dianggap kebutuhan internal anggota, kenapa
dia diangkat dalam undang-undang supaya dapat biaya, dapat anggaran. Dulu fraksi
kita yang biayai, anggota yang biayai untuk membiayai fraksi, bagaimana caranya
dia diangkat menjadi materi undang-undang padahal dia bukan alat kelengkapan.
Jadi, bagaimana mekanisme fraksi ke dalam itukan urusan masing-masing fraksi.
Didalam pembentukkan undang-undang sudah ada putusan MK bahwa yang
dihadapi antar lembaga bukan lembaga lawan fraksi. Ini bagaimana meluruskan ini,
iyakan ada putusan MK begitu bahwa dalam pembahasan undang-undang itu antar
lembaga, jadi DPR berhadapan dengan Presiden dalam bidang tertentu dengan plus
DPD. Pemerintah sendiri yang mengeluh di MK waktu itu, waktu uji bahwa dia
menghadapi, dulu kami empat fraksi sebelum reformasi karena itu pembicaraan
dibikin bertele-tele, pembicaraan sampai Tingkat IV. Disini saya lihat pembicaraan
40
sampai Tingkat III itu berarti akan bertambah paripurna. Apakah kita
menyederhanakan paripurna yang menjadi sorotan atau menambah beban
paripurna, itu juga harus dipikirkan.
Saya kira kalau di lain negara paripurna itu malah, paripurna sedang berjalan
kami lagi ngomong dengan sekelompok anggota DPR dalam ruangannya, begitu
bunyi bel di ruangan dia, dia bilang ada votting, kami tinggalkan sebentar, karena
apa yang terjadi di paripurna itu sudah kesepakatan masing-masing. Jadi, orang
akibatorang dipaksa hadir di paripurna ada absen dan sebagainya, biar tidak
ngomong dia ngomong karena ada sorotan, sorotan masyarakat dia tidak pernah
ngomong ada TV, padahal ngomong di paripurna hanya masalah mekanisme, tidak
lagi bicara tentang materi, ini Undang-Undang Desa sudah dua tahun, tiga tahun
dibahas sampai di paripurna masih ada yang protes anggota, itu yang terjadi.
Jadi, ada hal-hal yang perlu dari berbagai pengalaman ini sebenarnya kita
harus ngatur dalam norma-norma untuk menambah maupun mengurangi,
mengerem dan sebagainya. Waktu saya sekarang lagi membuat Tata Tertib di DPD,
itu bagaimana kita mengurangi beban paripurna, kalau perlu lari ke Badan
Musyawarah dimana tercakup semua. Jadi, cara-cara seperti itu supaya bisa
disiasati. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik.
Ini sudah pukul 18.00 WIB lebih melampaui waktunya, jadi kami tidak akan
perpanjang komentar, masukan-masukan ini tadi sangat-sangat bermanfaat dan
sungguh-sungguh kami perhatikan dan mohon berkenan nanti Prof. Lukman, Prof.
Haris dan Prof. Zain jika kami membutuhkan lagi pikirannya bisa menghadiri lagi
undangan kami.
Jadi sekali lagi kami menyampaikan atas nama pimpinan dan atas nama
anggota pansus, menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya atas
masukan yang sangat berharga bagi kami di pansus untuk kepentingan kita
bersama membangun dewan kedepan yang lebih kredibel, yang lebih berwibawa
dan lebih berintegritas.
Sekali lagi, saya menyampaikan terima kasih, demikian juga kepada seluruh,
semua anggota pansus kami ucapkan sampaikan ucapan terima kasih banyak. Atas
ijin saudara-saudara sekalian rapat pansus ini kami skors dan nanti akan kita
lanjutkan pukul 19.30 WIB. Rapat kami tutup sekali lagi terima kasih.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
41
1
RISALAH
2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
3 Tamu/undangan
1. Prof. Irfan Ridwan Makhsum, Guru Besar Fisip-UI
2. Sulastio, Direktur IPC
3. Erik Kurniawan, Peneliti IPC
4. Abdur Rozak Peneliti IRE
5. M Zainal Anwar, Peneliti IRE
6. Sunaji Zamroni, Peneliti IRE
7. Ronald R, Direktur Advokasi PSHK
3
Dan Rekan-rekan Koalisi NGO, ada dari PSHK ya, teman-teman Formapi,
Fitra ada?
Belum datang.
Dan ICW,
Sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 126 untuk mendapatkan
masukan untuk penyempurnaan RUU dan pengkayaan sebagai bekal pembahasan
dengan pemerintah maka Pansus mengundang berbagai kalangan baik dari instansi
pemerintah, akademisi dan berbagai perguruan tinggi, praktisi LSM, dan pihak-pihak
lain yang dapat memberikan saran dan masukan terhadap draft RUU yang akan
dibahas oleh DPR RI bersama-sama dengan pemerintah ini.
Sebelum mendengarkan saran dan masukan terhadap RUU tentang
Perubahan Undang-Undang MD3 ini maka kita harus bersepakat tentang waktu Pak,
kira-kira sampai pukul 22.00 atau sesuai dengan Tatib 22.30 WIB atau mau sampai
23.00 WIB, silakan Pak kesepakatannya.
Baik, term yang pertama sampai dengan 21.30 WIB ya. Iya kasihan yang dari
pagi katanya.
Kita setujui Bapak-bapak sampai pukul 21.30 WIB term yang pertama.
(RAPAT : SETUJU)
Baik, untuk yang pertama kita akan mendengarkan dari ADEKSI, sudah hadir
Pak ya, materi khusus ADEKSI ini menyangkut pandangan lebih jauh terkait dengan
permasalahan yang dihadapi DPRD provinsi Pak dalam menjalankan tugas
6
KETUA RAPAT:
Iya.
KETUA RAPAT:
Tidak, kami tidak mewakili ADKASI cuma kami tadi tanya apakah akan
datang, bahkan katanya Ketua Umumnya akan datang. Tapi saya tidak tahu. Terima
kasih.
KETUA RAPAT:
Menyambung apa yang disampaikan oleh rekan ADEKSI, saya juga akan
mengutarakan beberapa tentang hal DPRD terlebih tadi Pimpinan meminta ternyata
ada satu-dua hal khusus yang diarahkan ke saya. Namun sebelumnya ingin saya
refleksi, bukan pijak refleksi, soal diaturnya DPRD di dalam satu undang-undang
yang khusus namanya Susduk, ini satu berkas sendiri. Jadi memang sejak
Indonesia merdeka sudah sejak lama DPRD diatur bersama dengan DPR dan MPR,
jadi berkah. Kita merdeka, the founding father nampaknya kuat keinginan atau visi
paradigmatik begitu ya boleh saya nilai tekanan terhadap nilai demokrasi.
Guru saya Prof. Benyamin Husein di dalam risetnya lebih spesifik bahwa
pada saat itu nilai partisipasi dan demokrasi, karena itu lembaga perwakilan lokal
diberi tempat besar disandingkan dengan parlemen. Nah, sebetulnya di dalam
praktek berbagai negara kelaziman pengaturan lembaga perwakilan lokal bersama
parlemen itu terjadi di berbagai negara yang berbentuk federal khususnya negara
bagiannya, lembaga perwakilan untuk negara bagian. Jadi disebutnya sih senat.
Senat negara bagian diatur bersama dengan senat federalnya.
Nah, kalau lembaga perwakilanya di negara federal itu tidak diatur di dalam
undang-undang yang lain, kalau seperti ini kesan orang Indonesia tidak menjunjung
9
demokrasi gitu. Sehingga kita cari cara lain walaupun negaranya kesatuan dari
negara nasional langsung local government, karena itu langsung diatur bersama kita
punya bias mendorong demokrasi lokal lebih kuat. Nah, ternyata sampai sekarang.
Dan di dalam revisi rancangan undang-undang yang akan memperbaiki 27 dan 29
juga saya lihat masih dijaga.
Ini saya kira ini tidak perlu dipersoalkan, kalau disoalkan seolah-olah flash
back apakah mau dikeluarkan. Sebetulnya intinya adalah kita ingin memperkuat
lembaga DPRD kan supaya punya sumbangan, kontribusi terhadap efektifitas
pemerintah. Jadi sebetulnya buat saya orang FISIP, Ibu Nurul, sebetulnya kalau
masuk jurusan Administrasi Publik bisa ketemu saya, karena masuknya politik
jadinya ketemunya Pak Kamarudin. Nah, buat saya dipisah atau dijadikan dalam
Susduk ini samimawon yang penting isinya.
Nah isinya, soal isi ini Pak, soal isi saya lihat kita Pansus ini dalam hal
besarnya menurut saya harus sinkron dengan Undang-Undang Pilkada. Kalau
Pilkada itu diputus ke DPRD tentu ini kan harus menyesuaikan. Saya orang yang
diundang oleh Pansus yang lain yang ngomongin Pilkada, dan saya ke mana-mana
bilang ke DPRD, jangan Pilkada langsung, baik kabupaten/kota maupun provinsi.
Kita tidak cocok. Mau cari nilai positif dan negatifnya tidak akan selesai-selesai,
kejar-kejaran. Jadi Pilkada itu memang ada positifnya, tapi orang juga ngomong
negatifnya, tidak selesai-selesai itu. Nah yang saya argumen adalah soal sistemnya,
sistem Indonesia dalam pemerintah daerah itu ada wakil pemerintah, di pundak
gubernur, sejak Belanda mengembangkan pemerintahan Indonesia itu kita mengacu
sistem yang mengadopsi sistem wakil pemerintah dengan dekonsentrasi, jadi
gubernur itu di samping sebagai kepala daerah dia wakil pemerintah. Tanggung
jawab sebagai wakil pemerintah itu dengan azas yang namanya dekonsentrasi.
Dekon itu menyebabkan yang diserahi tugas adalah bawahannya Pak. Bawahan
tidak bisa berkutik. Karena itu dengan Pilkada langsung bisa stress orang
menduduki jabatan. Lalu tidak cocok. Di negara-negara yang mengadopsi sistem ini
tidak ada Pilkada langsung, hanya Indonesia. Indonesia yang pernah Pilkada
langsung sebelum ini Pak tahun 1957, Undang-Undag No. 1 Tahun 1957 kita
mengadopsi Pilkada langsung, sehingga the founding father pecah kongsi,
Muhammad Hatta keluar, saya tidak jadi Wapres lagi Pak Karno. Kenapa? Karena
Undang-Undang No. 1 1957 sudah diketok dan ada Pilkda langsung. Saya tahu
masyarakat kita akan tercabik-cabik dengan Pilkada langsung. Ini Muhammad Hatta
keluar, undang-undang itu berlaku tapi jalan efektif. Tetapi penyusun undang-
undang itu hebat, orang-orang hebat, karena wakil pemerintahnya dicabut Pak,
undang-undang itu undang-undang yang satu-satunya sejarah Indonesia yang tidak
meng-adopsi wakil pemerintah. Cek. Tidak ada dual function baik di bupati, wali kota
maupun gubernur, karena penyusunnya tahu mau mendorong Pilkada langung.
Nah, kalau kita pilih Pilkada langsung, bagi wakil pemerintah saran saya
dicabut, itu yang Undang-Undang Pansus Pemda itu. Kalau mau Pilkada langsung
cabut dulu wakil pemerintah, tidak compatible sistemnya. Selama Undang-Undang
Pemda Pasal 9 draft, Pasal 1 draft masih ngomong bahwa gubernur adalah wakil
pemerintah, Pilkada langsung, saya suruh ngomong di mana-mana tidak cocok, jadi
10
mendingan ke DPRD, terus kemudian Pak Benny tadi bilang perbaiki itu DPRD, dulu
itu banting setir memang ada money politic DPRD terus kemudian gaung itunya ke
masyarakat supaya money politic-nya geser. Ternyata sudah bergeser.
Nah, menurut saya saat ini kita harus sabar menunggu di sana, kalau saya
ditanya ya suruh ketok saja Pak, jangan Pilkada langsung, sehingga ini bisa yakin
Susduk kalau DPRD masuk ke Susduk ini juga tetap dipertahankan maka
tambahkan pasal mengenai tanggung jawab DPRD untuk memilih kepala daerah.
Nah itu sungguh menguatkan DPRD. Menguatkan DPRD itu di samping power.
Power itu ada lima DPRD, power itu legislasi kan, pengawasan, penganggaran, ada
administratif juga, lalu ada sebetulnya di negara lain sifatnya yudicial reich. Bisa
mengecek materi undang-undangnya birokrasi Pak, itu kan perundangan yang
dikeluarkan birokrasi daerah itu bertentangan dengan DPRD tidak, dengan Perda
tidak. Nah, kita kasih itu, hanya tiga. Lalu Dirut administratif juga sekarang dikurangi,
nah power-nya memang banyak dikurangi. Jadi 5 ... power DPRD itu, 3 dan 3 itu
juga terkurangi, bisa dibuatkan itu.
Nah, lalu keuangan, tadi kawan saya dari ADEKSI bilang menteri jangan
ngatur-ngatur, sebetulnya lalu harus dilihat kedudukan, jadi menguatkan DPRD itu
bisa power, keuangan, sama kedudukan. Kalau ngomong menteri jangan ngatur-
ngatur saya harus ngomong kedudukannya dulu, kita rezimnya memang partner,
DPRD itu partner pemerintah. Ada pilihan lagi Bapak-bapak soal ini, tambah pusing
Bapak-bapak. Memang kalau pusingnya di kampus cukup di kelas, kalau Bapak-
bapak bisa efeknya keluar-keluar ke masyarakat, jadi kalau saya sampaikan bisa
pusing. Paradigma kita itu partner, kalau negaranya negara mantan jajahan Eropa
kontinental memang banyak yang berparadigma DPRD-nya itu partner pemerintah.
Kita dijajah Belanda, Belanda dijajah Perancis, mereka itu punya tradisi partner.
Nah, kalau dijajah Inggris-Amerika DPRD itu bosnya birokrasi, south of authority of
local goverment itu Inggis-Amerika. Kalau kita mau switch ke Inggris-Amerika
monggo pilihan bangsa Indonesia, tapi diracik benar-benar itu dampak hukumnya itu
harus dirinci satu-satu. Nah, kita juga masih mempertahankan partner, jadi kalau
partner urusan yang terkait dalam negeri, presiden bisa minta tolong menteri dalam
negeri mengatur. Karena itu hal-hal yang terkait pemerintahan daerah, menteri
dalam negeri disuruh presiden, di dalam kaitannya ini terkait dengan bahwa
desentralisasi itu mmemancar dari pemerintah, dari SBY, karena itu apa yang terkait
dengan pemerintah daerah sesungguhnnya bisa dibantu oleh menterinya, gitu loh.
Di negara federal juga begitu, bukan DPRD itu adalah pancaran dari DPR, sehingga
mengatur diri sendiri. Nah, desentralisasi memancar dari kekuasaan eksekutif.
Negara federal, local goverment-nya yang saya maksud, bukan negara bagiannya.
Local government di negara federal itu di bawah negara bagian. Jadi ini federal,
negara bagian, baru local goverment. Local goverment ini memancar dari eksekutif
negara bagian. Karena itu eksekutifnya ngatur dan ngurus, kalau tidak sanggup
dibantu sama seseorang yang namanya menteri dalam negeri, di sana ada di setiap
negara bagian di negara federal yang membantu presidennya. Di kita negara
kesatuan ya ministry of home affairs. Nah, jadi wajar, yang penting ngaturnya itu
membuat DPRD kuat saja menurut saya. Jadi tidak soal kalau menterinya yang
11
KETUA RAPAT:
Terima kasih Prof. Irfan, kadi menarik sekali masukannya. Kami memang
masih membahas RUU Pilkada Pak dan Pemda, dan kebetulan teman-teman ini
semua juga masuk di Pansusnya, besok baru akan diteruskan pembahasan di
Undang-Undang Pemda.
Dan untuk informasi ke Pak Joko, DIM dari kita itu banyak dihapus Pak, oleh
pemerintah, ditolak, ditolak, ditolak, jadi mungkin penguatan untuk ke DPRD kita
harus menunggu Pak. Menunggu amandemen dari Undang-Undang Dasar 1945
mau ditaruh dimana dulu itu DPRD begitu. Nanti kita dengar penjelasan Pak Sun
karena beliau pakar pasal-pasal Undang-Undang Dasar itu menguasai sekali begitu.
Dan berikutnya, kepada rekan-rekan dari koalisi NGO, siapa dulu Mas?
Mas Tio?
Oh Mas Ronald dulu silakan dari PSHK. Silakan Mas.
Catatan kami yang pertama adalah ini menyangkut soal proses, jadi sebelum
masuk ke substansi kami akan sampaikan dulu proses yang menurut kami proses
yang kami rekomendasikan ini prosfektif untuk kemudian memperlancar durasi
pembahasan atau kemudian waktu yang dibutuhkan oleh Pansus ini membahas
RUU MD3. Yang semuanya sudah pernah diprakteknya oleh Pansus RUU Susduk
yang kemudian menjadi Undang-Undang MD3, ada tiga hal, pertama soal
bagaimana memperkuat penggunaan DIM, jadi supaya lebih ringkas tentu kami
merekomendasikan berdasarkan pengamatan kami dari berbagai rapat yang
diselenggarakan di DPR, penggunaan DIM didampingi melalui metode
pengelompokan atau klusterisasi isu. Jadi di tingkat isunya sudah sepakat, nanti
akan lebih mudah Timus dan Timsin untuk menuntaskannya.
Kemudian ini dia terobosannya, meskipun ini adalah paket Undang-Undang
Politik, tapi semua rapatnya bisa langsung terbuka. Kalau tidak salah dulu Pak Agus
Purnomo, Pak Azhar Romli juga terlibat dalam RUU Susduk yang jadi MD3, Pak
Suman juga. Kemudian nah ini terobosan yang tidak pernah diatur dalam Tatib tapi
kemudian oleh Pimpinan Pansus RUU Susduk yang lalu dipraktekkan sehingga
kemudian relatif bisa akseleratif dalam membahas dan mengambil keputusan.
Nah berikutnya, nah ini adalah dua kesimpulan yang kami temukan terhadap
bacaan RUU MD3 ini. Jadi di satu sisi ada keinginan untuk memperkuat wewenang
atau otoritas secara individu maupun kelembagaan, tapi ada beberapa temuan pasal
yang mengkonfirmasi itu dan sasarannya adalah mendongkrak kinerja. Dan yang
kedua adalah skala atau porsi tentang transparansi dan akuntabilitas itu mengecil
bahkan ada yang minus. Sebenarnya kan secara logis tidak ada masalah kalau
wewenang atau otoritas DPR menguat begitu ya. Jadi ada yang menguat tentu
harus dibarengi dengan situasi kontrolnya yang begitu kuat juga. Nah, kontrol itu
bisa difasilitasi melalui ruang yang transfaran dan akuntabel.
Nah, ini kami coba sekelumit saja untuk MPR ini, memang pada kali ini kami
akan mencoba lebih menyoroti ke DPR tapi agak tersentil kami ketika menemukan
penambahan Pasal 4A dan 4B ini. Nah, yang menarik adalah, slide berikutnya Pak,
Bapak/Ibu bisa mengamati ternyata kalau kita amati dari Undang-Undang No. 22
Tahun 2003 sampai RUU MD3 memang ada trend MPR diperkuat ya, ditambah
wewenangnya melalui level undang-undang gitu. Jadi ada yang memang kalau di
Undang-Undang No. 22 tahun 2003 itu tetap seperti persis di konstitusi kita, tapi
mulai dari Undang-Undang MD3 sampai kemudian RUU MD3 memang ada trend,
kami menemukan itu ada penambahan gitu. Bahkan sempat ada wacana di Undang-
Undang No. 27 Tahun 2009 itu MPR periode mendatang diberikan tugas melakukan
pengkajian. Kemudian saya yakin Bapak/Ibu juga menyimak ada juga wacana MPR
diberikan wewenangnya untuk menyelenggarakan forum yang menyampaikan
laporan pertanggung jawaban lembaga negara, meskipun kemudian ini di naskah
RUU-nya itu tidak muncul, tapi kira-kira begitu cuplikan tentang bagaimana
kemudian MPR ini trendnya begitu kira-kira ya, tentu kita punya masing-masing
penafisran, tapi pro kontranya pasti akan mengulang. Saya yakin dulu soal MPR itu
didorong joint session atau kemudian tetap permanen seperti yang sekarang pasti
akan terus muncul.
13
operasionalnya. Nah, jadi dalam pandangan kami ke depan tidak ada alasan buat
anggota DPR untuk tidak mengajukan usul RUU, karena disitulah sebenarnya
esensinya politik legislasinya muncul, sampai kemudian kalau memang dibutuhkan
dukungan keahlian dan anggaran, kenapa tidak itu dialokasikan, sehingga kemudian
tidak ada alasan anggota DPR untuk tidak punya ruang atau kesempatan untuk
mengusulkan RUU.
Kemudian mengajukan pertanyaan juga, sampai kemudian tadi, maaf di slide
berikutnya Mas, oke, nah ini tentang syarat pembentukan fraksi, sebenarnya ini
sangat potensial mengunci begitu ya, tapi untuk patut kemudian mempertimbangkan
bagaimana kemudahan atau menghindari kompleksitas pengambilan keputusan di
DPR, termasuk juga nanti efektivitas alat kelengkapan.
Yang kedua adalah soal penggunaan hak-hak kelembagaan DPR, kami
mendorong supaya penggunaan hak itu tidak langsung hak angket begitu ya, ujug-
ujug langsung hak angket begitu. Jadi kami mendorong praktek penggunaannya
adalah berjenjang dan beruntun, karena ternyata seringkali hak angket kan tidak
pernah berujung kepada sesuatu yang lebih konkrit misalnya atau hak menyatakan
pendapat, karena ternyata basisnya tidak begitu kuat begitu ya.
Kemudian seperti juga yang disampaikan oleh ADEKSI, kami mendorong
supaya praktek rapat tertutup sebenarnya ada tingkat-tingkatanya, bisa jadi
prosesnya tertutup, tapi hasilnya bisa diakses oleh publik begitu ya atau kemudian
rapatnya tertutup dokumennya boleh beredar karena sebenarnya kekhawatiran
anggota DPR terhadap situasi misalnya dimanfaatkan oleh lawan politik misalnya
atau kemudian akan menimbulkan isu-isu yang sebenarnya yang perlu muncul dulu,
sebenarnya itu bisa dimanfaatkan dalam bentuk kampanye gagasan begitu. Hal
yang sama kami temui juga misalnya di luar negeri pun ada kekhawatiran ini bisa
dimanfaatkan ruang-ruang terbuka itu oleh lawan politik misalnya. Tetapi yang agak
mengherankan mereka terbuka tetapi tetap kemudian dengan situasi oke kalau
lawan politik atau publik ingin menghakimi saya sudah bisa beberkan, sebenarnya
proses pengambilan keputusan adalah A sampai Z. Jadi ketakutannya sama tapi
kemudian bereaksinya beda gitu. Ada satu yang tetap ingin mempertahankan
terbuka, tetapi satu ada yang memang ingin tetap tertutup.
Berikutnya, nah ini tadi yang evaluasi terhadap kinerja anggota ini kami
sangat berharap Pasal 80 ayat (2) itu tetap utuh tidak didrop begitu Pak, Bu, karena
sebenarnya sudah cukup baik. Jadi kalau yang sudah cukup baik konstruksinya ya
tetap dipertahankan saja, tinggal kemudian dioptimalkan implementasinya.
Kemudian soal laporan atas kinerja komisi, tidak hanya pada saat akhir
jabatan ..., tetapi juga pada saat di tengah periode.
Berikutnya yang terakhir, tidak hanya membuka keterwakilan fraksi kecil,
karena yang kami amati juga Fraksi Hanura atau Gerindra menolak putusan BK
karena mereka tidak punya wakil dalam itu. Tapi di luar itu yang kami dorong adalah
hukum acara BK waktu itu masih di bawah kepemimpinannya Pak Nudirman Munir
waktu itu sudah menghasilkan beberapa hukum acara yang cukup baik. Dan akan
lebih strategis kalau itu dinaikan di level undang-undang. Jadi beberapa yang sudah
menjadi kesepakatan fraksi ya sudah cukup baik misalnya saya ambil contoh ada
15
model dugaan pelanggaran kode etik itu yang tidak memerlukan lagi pengaduan
misalnya yang sudah muncul di tengah masyarakat waktu itu memang ukuran
Badan Kehormatan adalah media begitu atau kehadiran di Rapat Paripurna. Kan itu
sudah tidak perlu lagi pengaduan karena sudah bisa dilihat langsung, karena itu
dinaikan di level undang-undang.
Dan yang terakhir, nah ini menyangkut soal DPD dan DPRD, untuk yang DPD
saya sudah menyerahkan ke Sekretariat simulasi pasalnya sebagai tindak lanjut dari
konsekwensi Putusan MK begitu. Saya tidak tampilkan di sini karena agak terlalu
teknis begitu. Jadi nanti bisa dipelajari oleh tim ahli. Untuk DPRD semua terobosan
yang baik ya, ideal yang diberlakukan bagi MPR dan DPR itu ternyata tidak muncul
di Undang-Undang MD3 dulu yang diberlakukan bagi DPRD. Dulu klausulnya adalah
mutatis, mutandis. Tapi bagaimana yang mutatis mutandis itu diimplementasikan
setidaknya sementara ini menjadi panduan Kementerian Dalam Negeri dalam
menyusun pedoman tata tertib itu tidak dioperasional karena itu tidak diterjemahkan
lebih teknis, sehingga spirit mutatis mutandis mencoba menurunkan terobosan-
terobosan yang ada di level MPR dan DPR itu tidak muncul di level DPRD. Nah kami
menyarankan, merekomendasikan sementara ini adalah menghindari ketentuan
mutatis mutandis tapi munculkan normanya. Dan itu bukan sekedar, memang
langkah awalnya adalah copy paste, tapi spiritnya kan adalah soal rapat terbuka
yang ada di DPR bisa muncul juga di DPRD, tapi jangan dimunculkan itu mutatis
mutandis, karena pasti akan tidak muncul nanti di dalam pedoman tata tertib.
Demikian Bapak/Ibu yang bisa kami sampaikan, highlight issue-nya, tentu
nanti bahan-bahan yang lebih konkrit bisa kita sampaikan pada saat rapat-rapat
pembahasan dengan pemerintah. Demikian terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Mas Ronald yang sudah memberikan masukannya, cukup kritis
gitu ya, dan bisa menelanjangi apa-apa yang mencoba disembunyikan, kelihatannya
begitu ya.
Tadi kalau bicara soal evaluasi terhadap kinerja anggota DPR memang
kelihatannya sudah tidak perlu lagi menurut kami, karena Formapi sudah melakukan
itu dengan baik Pak, sangat komprehensif membuat penilaian kinerja para anggota
fraksi itu.
Baiklah yang berikutnya Mas Tio.
Jadi yang pertama itu Mas, poinnya adalah yang belum saya sebutkan tadi
mewujudkan parlemen yang partisipatoris dan akuntabel, kemudian yang kedua
upaya untuk mengefektifkan kinerja parlemen dan upaya penguatan terhadap tim
pendukung parlemen itu yang belum diberikan masukan oleh Mas Ronald tadi.
Kemudian pandangan terhadap materi di atas sesuai dengan konsentrasi lembaga
atau NGO yang bersangkutan.
Silakan Mas Tio.
16
NGO (SULASTIO/IPC):
kan praktis selalu berhenti di tengah jalan gitu loh. Jadi seolah-olah ya jadi seperti
apa semangat di awal, tetapi kemudian sistemnya membuat dia harus terhenti di
tengah jalan. Nah, ini yang harus dipikirkan oleh DPR ke depan saya kira supaya
kerpecayaan publik itu tumbuh. Dan saya kira juga peran mungkin Humas DPR ya
yang juga belum optimal memang menempatkan DPR yang ya saya kira tidak
semua gambaran DPR itu kan seperti yang kita lihat hari-hari di media, tentu ada
gambaran, saya sendiri memahami banyak gambaran DPR yang berbeda dengan
media, tetapi kan itu tidak pernah tampil, karena memang ada kondisi juga yang
saya alami, kebetulan lembaga kami dulu pernah punya program tapi bekerja sama,
mau bekerja sama dengan Sekretariat Jenderal saja sulitnya minta ampun, bahkan
pernah juga waktu itu program kami Parlemen Pemuda mau meminjam gedung saja
itu sulitnya minta ampun. Jadi saya kira ini bukan persoalan bahwa kami minta
privilege atau apa, tapi kalau kita lihat di luar bahkan gedung parlemen itu jadi
tempat orang berkunjung, orang datang, yang menjadikan dia sebagai bagian
seperti aset negara itu kan saya kira awal, bukan harus kemudian kita oh DPR
dikunjungi banyak orang itu bagus, tapi setidaknya dari situ awal orang bisa melihat
bahwa oh seperti ini DPR dan sebagainya, dan sebagainya, sehingga itu bisa jadi
PR yang gratis ya bagi DPR tanpa perlu harus susah-susah membangun opini lagi
begitu loh. Ini yang saya lihat belum terlihat sekarang, DPR masih sangat tertutup
dari sisi setidaknya akses publik ya sehingga memang publik hanya kemudian
melihat dari satu sisi yaitu media.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. Mohon maaf kalau
ada kekurangan, mungkin nanti bisa ditambahkan oleh teman yang lain.
KETUA RAPAT:
Saya Ibet dari Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, anggota koalisi NGO.
Sudah banyak dipaparkan tadi sama Ronald dan Tio mengenai poin-poin
yang mungkin bisa kita kerjakan bersama. Saya sendiri cuma akan menambahkan
cuma ini menurut saya ini yang menurut saya jadi poin utama yaitu terkait dengan
kerangka representasi dalam Pasal 79 Undang-Undang MD3 ini. Jadi ketika
bernama Dewan Perwakilan Rakyat ya wakil rakyatnya di mana itu tergambar di
dalam, apa kemudian. Kalau catatan yang sempat kami diskusikan terkait dengan
kerangka representasi ini ada beberapa temuan ya yang menurut kami memang
perlu didiskusikan, syukur-syukur bisa kemudian didorong hitam di atas putihnya
begitu. Pertama kami melihat bahwa belum ada keterwakilan perempuan di fraksi,
di pimpinan, di pimpinan fraksi maupun alat kelengkapan Dewan.
F...(...):
Iya tapi belum merata semua Pak. Jadi kami menemukan seperti itu. Dengan
misalnya okelah ada penurunan jumlah anggota DPR perempuan ya di periode ini
gitu, tapi kalau kita hitung 97 dibagi 17 AKD gitu, kalau mau ideal memang ada 5
sampai 6 anggota Dewan perempuan di AKD gitu, dan kalau bisa memang mereka
didorong bisa menjadi pimpinan, apalagi kalau dilihat jumlah suara terbanyak
anggota Dewan itu perempuan dari 1 sampai 3 itu perempuan semua gitu, mestinya
itu bisa cukup merepresentasi gitu ya. Nah itu satu temuan tersebut. Jadi kami
mengusulkan dalam setiap unsur pimpinan fraksi dan AKD itu ada perempuan gitu,
karena isu perempuan masuk ke semua sektor menurut kami.
Temuan yang lain adalah terkait dengan pertanggungjawaban sebagai
anggota Dewan ya, nah ini yang kami menilai memang belum ada mekanisme dan
wadah untuk penyerapan dan pertanggungjawaban aspirasi. Kalaupun ada itu
inisiatif beberapa fraksi gitu, tapi menurut kami, menurut temuan kami memang
belum maksimal ya ada inisiatif anggota di inisiatif fraksi tapi belum menjadi sistem
yang perlu dijalankan oleh semua anggota dan fraksi. Nah, terkait dengan poin ini
sebenarnya kami mendorong pertanggungjawaban aspirasi ini melibatkan sumber
daya partai politik, karena ini bagian dari upaya kami untuk penguatan kelembagaan
partai politik. Jadi di luar partai politik selama ini memang banyak sekali anggota
Dewan yang menggunakan pin di luar struktur partai, di luar struktur partai seperti
itu.
20
Temuan yang berikutnya yang menurut kami memang perlu juga didiskusikan
adalah rapat-rapat DPR ini belum terbuka untuk umum terutama soal pembahasan
mengenai anggaran. Ya ini memang akan jadi perdebatan yang panjang, mungkin
tidak mudah jadi, tapi menurut kami ini cukup vital ya, ini terbuka untuk umum
supaya memang masyarakat tahu gitu proses pembahasan anggaran yang terjadi di
Dewan.
Terkait dengan reses, reses ini pertama kami menilai bahwa perencanaan
reses dan kunjungan kerja itu belum bisa diakses oleh publik. Jadi mungkin ada
rencana yang dibuat oleh anggota Dewan gitu tapi ini belum bisa diakses publik.
Jadi ini terkait dengan transparansi itu tadi informasi yang publik ini yang, mungkin
gini ada informasi yang mungkin bisa ditampilkan di web parlemen seperti itu atau di
web fraksi tapi juga ada mekanisme yang dibangun sehingga rencana itu juga
diketahui di daerah pemilihan, di konstituen.
Nah, selanjutnya masih terkait dengan rencana kerja reses dan kunker
tersebut sebaiknya juga dibangun mekanisme atau sistem yang memang kembali
lagi itu menjadi bentuk pertanggungjawaban anggota Dewan dengan konstituennya.
Terakhir soal sistem pendukung operasional DPR, tadi Ibu sudah sempet,
disinggung sama Tio juga, kami menemukan ini belum cukup efektif dan terbuka,
misalnya risalah rapat itu bagaimana prosedurnya bisa begitu cukup sederhana
untuk bisa didapat oleh publik, bentuknya misalnya PDF saja di website seperti itu
dan itu hanya dalam waktu 1 harilah paling lama itu sudah bisa diakses publik.
Nah, untuk lengkapnya detailnya nanti masuk di dalam pasal dan poin apa
mungkin kita akan teruskan dalam kerja-kerja lanjutan kita nanti dengan pemerintah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
NGO (SULASTIO/IPC):
Pimpinan sedikit.
Beberapa anggota koalisi yang lain mungkin ada sedikit yang mau
disampaikan, boleh dipersilakan Ibu.
KETUA RAPAT:
Boleh, tapi mohon waktunya kita bikin simple begitu. Silakan. Ya silakan,
silakan.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Bukan.
Terima kasih Pimpinan.
Saya Erik Kurniawan dari Indonesia Parliamentary Center.
Tadi menambahkan sedikit saja apa yang sudah disampaikan Mas Tio di
depan, karena ini memang RUU MD3 bagian dari paket undang-undang politik, saya
rasa mungkin ada baiknya kemudian apa yang diproyeksikan di dalam Undang-
Undang Pemilu dan Undang-Undang Partai Politik sebelumnya, karena memang
misi dari, salah satu misi dari Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu
itu kan menyederhanakan partai politik di parlemen. Rangkanya dalam mendukung
efektivitas kerja parlemen dan memperkuat sistem presidensial. Nah kalau dilihat
dari hasil Pemilu kan tentu banyak evaluasi. Dari sisi hasil kita bisa tahu ada 10
partai yang kemudian masuk parlemen, tapi bicara sistem kepartaian kita masih
berada pada tataran sistem politik partai ekstrim. Ada 8 sistem kepartaian kalau
dihitung berdasarkan indeks DNPP. Nah, ada baiknya juga kemudian Pansus juga
menggali beberapa pandangan atau masukan dari beberapa ahli Pemilu yang
kemudian ya semacam dimintai pertanggungjawaban publik atas gagasan-
gagasannya, dulu apa saja yang diusulkan dalam Undang-Undang Pemilu kok
hasilnya kayak gini. Karena memang kan ada beberapa rekomendasi yang kalau
mungkin dulu Pak Agus Poernomo, Bu Nurul juga ada di Undang-Undang Pemilu
beberapa simulasi penghitungan suara itu juga bisa diterapkan untuk konteks
penyederhanaan partai politik di parlemen. Cuma problemnya apakah kemudian
Pansus mau mengambil porsi itu atau tidak. Nah, karena ini penting saya rasa dilihat
23
dari hasil Pemilu penyederhanaan partai bisa dibilang gagal dengan 8 sistem
kepartaian tersebut. Nah, itu bisa jadi satu masukan mungkin untuk Pansus.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):
Bismillahirrahmanirrahim.
Berangkat dari situ kesulitasn asosiasi sendiri funding-nya dari mana, APBN
tidak biaya ini? Diambilkan ke APBD dua tidak boleh. Undang-Undang No. 32
menyatakan bebannya daerah. Nah, itu kesulitan mau diapakan ini, apakah ini jadi
objek saja? Padahal keterwakilan ADKASI itu adalah mitra pemerintah pusat, karena
DPRD tidak pernah merasa di bawah gubernur, yang keterwakilannya melalui
Kementerian Dalam Negeri. Itu satu case yang harus kita selesaikan apakah
asosiasi ini mau kita biayai, apakah harus mengambil dari uangnya anggota yang
pendek cerita itu harus kita serius sampaikan.
Tapi kelebihannya asosiasi ini, kemarin kita pernah membatalkan seorang
gubernur men-SK-kan penggantian pimpinan yang hanya menuruti kemauan
anggota. ... dan tidak pernah yang namanya hak anggota itu untuk bisa menurunkan
pimpinan. Sempat terjadi dan SK Gubernurnya keluar gitu ada. Lucu tapi ada gitu.
Yang berikutnya adalah Pak Pimpinan Komisi III, DPRD sekarang itu menjadi
kakap bagi penegak hukum ya. Kasus DPRD kota itu sempat saya sampaikan
kepada Ketua Komisi III, ada Pergub dibuat oleh bupati masih on, masuklah itu BPK
reguler, ada rekomendasi dituruti, disidik berikutnya tersangka semua, Pergub belum
dicabut. Pasal 4, 40 anggota. Mau dibawa ke mana? Terlalu lajunya pidana
sekarang masuk ke ranah perdata, ini tugas Komisi III membentuk, kalau dia semua
masuk ke perdata ya bubarkan .... Jadi daerah menangis semua sekarang ini Bu. Itu
yang ketiga,
Yang keempat saya sampaikan adalah persoalan status DPRD, DPRD tidak
pernah meminta gaji dan sebagainya, tapi bicara keamanan saya pernah diminta
bicara di depannya Menpolhukam, kenapa terjadi perang sara di Tarakan, apakah
Saudara tahu sebagai anggota DPRD? Sangat tahu Pak, saya bilang. Terus
kenapa? Iya. Belum saya jawab ke pertanyaan Bapak saya damaikan dulu,
seandainya ada perjalanan dinas di 17 Agustus, DPRD itu berangkat saya bilang.
Kenapa? Cost politic dan pendapatan dan keamanan dia itu berbanding tidak lurus,
dia hanya berharap dari selisih Garuda dan Sriwijaya. Itu faktanya DPRD. Berbicara
kendaraan, kendaraan itu hanya untuk pimpinan, anggota DPRD itu tidak punya
kendaraan, padahal dia kebijakan. DPRD itu level kebijakan. Seorang kebijakan dia
harus punya kantor, punya ruangan, tenang mikir, punya equipment. Sungguh
diadakan sekarang curi-curian namanya Bu, seolah-olah nama komisi, nama ... 3
bulan diperpanjang sedih, makanya tidak ada mobil anggota yang sama. Ada yang
doublecabin, ada eks kepala dinas dia dipinjam ke DPRD. Apalagi kantor. Kantor itu
DPRD itu pakai partisi setengah, tidak ada ruangan. Tahun 2004 saya masuk DPRD
Kutai itu kayak play group, meja bundar, baru kursi lipat, nongkrong. Bayangkan
kayak play group begitu.
Nah, kalau kita mau memperbaiki lembaga ini sebagai instrumen negara ya
jangan setengah-setengah. Jadi saya bilang sama Pak Joko waktu itu, Pak, itulah
faktanya bahwa institusi di sini sangat lemah. Kami memang mengakui bahwa
keterwakilan kita terhadap rakyat ini 100% tidak bisa kita laksanakan. Kalau Bapak
tanya itu yes kami tidak pernah, tapi tanya negara instrumennya apakah sudah
penuh kepada DPRD saya bilang belum. Ada pelanggaran-pelanggaran 4 pilar
bangsa di sini saya bilang. Bicara keadilan, hak yang sama, kemarin bupati Pilkada
25
5 tahun, kita Caleg juga 5 tahun, bupati pejabat negara, kita pejabat PNS bukan,
pejabat negara bukan, jadi pejabat bukan-bukan, padahal notabene adalah sama-
sama dipilih rakyat. Seandainya DPRD itu berangkat meninggal dunia, tidak ada
apa-apanya Bu kalau dalam perjalanan dinas, langsung kubur saja. Announcement
pun tidak ada mungkin. Itu yang harus kita pikirkan.
Saya menyayangkan bahwa memang terputusnya DPR RI dengan DPRD,
tapi kita masih ada ikatan partai, padahal beda kita cuma i dengan d, sama-sama
perwakilan. Kalau mau besar-besaran 411 kabupaten kita dari Sabang sampai
Merauke ada di perbatasan. Jadi ini suatu hal yang luar biasa tetapi ya gaji mereka,
ya sudah bicara gaji, kalau dikatakan kenapa mau masuk kerja ya di Indonesia ini
kan jangan jadi DPR, bom bunuh diripun ada yang mau diikutinya itu saking tidak
ada kerjaannya. Nah, berangkat dari Caleg gila sekarang yang isu yang ramai ini,
saya ingin DPR Ri memfasilitasi. Kami berterima kasih bahwa DPR RI sudah
menjelaskan di media, ini situasi negara menuju total demokrasi yang belum total
demokrasi memang harus dilewati. Jadi take home paid yang ada yang gagah-
gagahan dan lain sebagainya itu kan yang tidak ketahuan polisi saja Bu, tapi
sejujurnya yang didapat DPRD ini yang juga harus kita jelaskan.
Di Kutai kita sudah mengubah dengan kantor yang 5 x 7 perorang, dengan
ruang mandi sendiri-sendiri. Mudah-mudahan nanti bisa mengundang Bapak/Ibu
sekalian, dan Kementerian Dalam Negeri bisa membuka matanya beginilah standar
seorang pembuat kebijakan. Yang kedua adalah kita buatkan ID semua di Poksi
DPRD. Agak sulit kalau tidak berdasarkan ID, karena one man one vote hak politik
yang semau-maunya itu, hanya itu yang bisa membatasi gitu, Itu yang kita uji coba,
juga yang kita resmikan nanti. Kalau tidak semuanya sulit untuk anu.
Kami berharap sekali dalam revisi undang-undang ini berkaitan ada beberapa
PP yang harus diyudisial. Kalau kami kumpulkan ada 19. Pertama dari reses, kalau
kita cermati format yang dikirim oleh Menteri Dalam Negeri reses itu ada standarnya,
sewa tenda, sewa kapal, sementara yang dimaui rakyat kan kalau saya hadir rapat
uang saku saya mana, justru item itu tidak ada. Jadi dipalsulah yang ini, sementara
yang mendampingi ini adalah PNS. Kalau dia lapor saja ke Kejari, ke mana ini, ATM
kita sudah, itu satu standar Pimpinan. Faktanya rakyat itu apa, dapat makan, terus
pulangnya ada pengganti transport, baru kita bisa menyampaikan reses kita seperti
itu. Di lapangan pun mereka mau begitu. Kalau mau dijadikan paket, paket sekalian,
toh juga uang ini sudah selesai, kenapa harus dipersulit. Konsekwensi DPRD kalau
kita kebanyakan eksis kan tidak dipilih. Menurut saya reses tidak perlu dicurigai
karena uang saku sendiri pasti keluar nambahin gitu.
Terus penghargaan kedua, bolehlah tidak diakui PNS atau tidak diakui
pejabat negara, tapi minimal dalam satu periode lima tahun ada appreciate dari
pemerintah ucapan terima kasih, mungkin atas nama presiden, tapi gubernur yang
tanda tangan ya monggo saja, karena institusi inilah yang kalau kita perkuat ini dia
berada di mana-mana sebenarnya, karena ruang lingkup Dapil dia itu pas sekali,
bahkan di daerah itu berbagi Dapil, berbagi TPS sudah mulai sekarang, sambut TPS
sana, TPS sini. Jadi sudah jelas, selain uang negara yang masuk, uang kantong
sendiri tahu. Jadi satu per satu orang di Dapil dia itu kita tahu. Ada demo dia pasti
26
telpon, Pak ini bagaimana, Pak ini bagaimana, ikutin saja asal jangan merusak aset
negara. Tidak usah ikut, tidak. Cuma seperti itu faktanya.
Berikutnya adalah tadi mobil sungguh sangat menyedihkan sekali Pimpinan,
setiap anggota DPRD memperpanjang tiga bulan sekali, sementara di dinas-dinas ...
dan sebagainya punya mobil semua, punya ruangan, karpet lagi. Di DPRD kursi lipat
seperti itu. Nah, di mana letak kesalahannya ini, itulah yang kita coba. Kemarin saya
coba kerja sama dengan UGM memberi contoh adalah renstra yang bekerja untuk
ini, ini, dan sebagainya bagaimana supaya ini, jangan bawa DPRD itu menjadi
polisinya bupati, belum pernah yang namanya DPRD menurunkan bupati.
KETUA RAPAT:
Pak Solehuddin maaf saya interupsi, ada masukan yang tertulis tidak Pak?
ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):
Ada Bu.
KETUA RAPAT:
Kalau bisa nanti tertulis saya Pak, kelihatannya Bapak akan panjang
bicaranya.
ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):
KETUA RAPAT:
Oleh karena itu kita mengingatkan waktu Pak, jangan terlalu panjang.
ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):
Sebenarnya ada video yang harus disampaikan 2 menit, tapi ini tidak sempat,
sistemnya tidak sama. Jadi inilah yang mau disampaikan banyak tapi waktu kita juga
seperti ini padahal ini menyangkut kabupaten dan sedikit menyangkut masalah
seluruh asosiasi ada 411 kabupaten. Di Rakernas akan kita coba mengundang
Bapak-bapak/Ibu semua, karena yang Rakernas terakhir ADKASI periode 2004-
2009 Bu supaya ada masukan kepada, jadi aspirasi internal dan aspirasi eksternal
bagaimana keadaan di ujung sana dan di ujung sini saya akan sampaikan. Tetapi
kita tidak frontal, kita sampaikan secara akademisi sehingga staf ahli dan tim ahli itu
begitu.
Kalau di tempat kita yang paling mendasar adalah perubahan tentang staf ahli
menjadi tim ahli, tadi ada disinggung tentang itu. Itu akar persoalan yang membuat
27
lembaga DPRD lemah ya. Saya masih coba terobosan, dua kali saya berkonsultasi
dengan Kementerian Dalam Negeri, kalau pakar diambil copotan untuk mengerjakan
sebuah Perda, kontinuitasnya itu tidak ada, pertanggungjawabannya ke lembaganya
tidak ada, kita hanya boleh merekrut tim ahli langsung dari APBD yang bayar
bulanan, terus kalau pakar itu per kegiatan. Nah, kita coba outsourcing dengan
UGM. Untuk hukum itu kontrak langsung, walaupun satu orang yang jaga tetapi
pemikirannya UGM itu masuk ke lembaga kita. Tidak tahu ini benar atau salah, tapi
hanya menyiasati kelemahan daripada PP No. 16 itu seperti itu.
Sekian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Solehuddin. Mohon maaf saya potong-potong karena kita
terbatas oleh waktu memang.
Dan tadi secara spesifik sesungguhnya yang kita inginkan adalah masukan
untuk Undang-Undang MD3-nya. Memang ada pemikiran diantara kami semua ini
untuk memisahkan undang-undang tersebut yaotu MPR, DPR, dan DPRD supaya
tidak jadi satu, tapi nanti apakah ini bisa terealisasi atau tidak dalam waktu dekat ini.
Dan kalau mendengarkan pemaparan dari Pak Solehuddin kelihatannya memang itu
harus masuk ke dalam satu undang-undang tersendiri, jadi tidak secara
gelondongan seperti ini.
Baiklah untuk pendalaman saya persilahkan rekan-rekan dari Anggota
Pansus untuk menyampaikan pertanyaan kepada para nara sumber.
Silakan Pak Soenman.
Rekan-rekan nara sumber yang terhormat, Prof. Irvan, ADEKSI, ADKASI, serta
Koalisi NGO,
Pimpinan dan Anggota Pansus, serta hadirin yang terhormat,
Seperti kita ketahui bersama dan sudah menjadi content dalam diskusi
Pansus bahwa seluruh masukan-masukan yang disampaikan oleh narasumber
memang kita berharap bisa fokus ya untuk memperkaya terhadap rancangan suatu
undang-undang, rancangan undang-undang ini.
Akan halnya yang disampaikan oleh narasumber tadi pada umumnya itu
bersifat masukan, masukan-masukan ini kami sangat menghargai, memberi
apresiasi dan penghormatan, dan mudah-mudahan nanti kalau saja ada
kesempatan menyampaikan naskah secara tertulis mungkin kami bisa lebih
menguasai usul syarat tersebut sekaligus mendiskusikan dengan pemerintah.
Seperti kita mulai bersama bahwa undang-undang ini menghendaki pembahasan
bersama dan persetujuan bersama, sehingga apabila satu pihak saja ya maksudnya
28
tidak menyetujui satu hal dalam pembahasan ya dia bisa berhenti. Kalau kita kalau
membahas RUU dengan pemerintah kan tidak ada voting Pak ya, karena sama-
sama satu suara begitu.
Sebetulnya kami juga berharap jika memungkinkan para narasumber
mendapatkan DIM dari pemerintah sehingga usulan itu akan lebih konstruktif gitu ke
jantung permasalahan. Sebab sangat boleh jadi Undang-Undang No. 27 Tahun
2009 yang menjadi acuan utama kita sakaligus juga usul perubahan yang diinisiasi
melalui badan legislasi mungkin belum komprehensif apabila kita belum
mendapatkan pandangan dari pemerintah. Karena itu melalui Pimpinan saya kira
jika memungkinkan sangat baik kalau ada pertemuan kedua misalnya, kalau
memungkinkan, apalagi tadi teman dari ADKASI akan menyelenggarakan apa tadi
kongres Pak ya, seperti itu, sementara kita ingin juga sesegera mungkin
menyelesaikan ini Pak.
Kalau kita mengacu kepada perintah Undang-Undang Dasar, Prof, mohon
maaf memang kita tidak hanya berkutat di materi, di materiilnya, substansialnya, tapi
juga dari aspek formilnya memang harus dipisah begitu, karena Undang-Undang
tentang MPR, tentang DPR dan DPD memang dia mengharusnya adanya undang-
undang yang tersendiri walaupun tadi dari LIPI ya Prof. Syamsul Haris juga senada
dengan Prof. Irvan menyatakan bahwa secara politis sesungguhnya dia lebih
kepada substansi pada materi ketimbang pada aspek formilnya. Tapi kalau
mendengar baik dari Forum Konstitusi misalnya atau nasa sumber Zein Badjebar
dan Ketua Baleg termasuk juga kemarin dalam bentuk papernya di PPATK itu
sangat tegas mengamanahkan mengingatkan kami begitu bahwa undang-undang
ini jangan sampai DPR begitu meberi contoh yang salah gitu dalam menyusun RUU
ini.
Kemudian khusus untuk DPRD memang rezim kita masih dalam Undang-
Undang Dasar Pasal 18 ayat (3) dan ayat (7) Pak ya, bagaimanapun juga
sesungguhnya kita sudah berhasil itu Pak, tadi diapresiasi juga oleh Prof. Irvan,
sudah berhasil kita menyatukan paketkan DPRD dengan MPR, DPR dan DPD itu
sejak Undang-Undang No. 22 Tahun 2003, kemudian dipertegas lagi di Undang-
Undang No. 27 Tahun 2009. Saya ingat Prof. Maria Farida yang mulia Hakim
Konstitusi ketika kami meminta pandangan beliau mengingatkan hal ini
sesungguhnya kalau saja ada warga negara Indonesia yang memiliki legal standing
satu orang saja begitu misalnya mengajukan ini ke MK dia bisa dibatalkan undang-
undang ini, karena DPR dengan sadar menyatupadukan antara pengaturan dengan
dan pengaturan dalam begitu. Nah, ini kita berharap tidak terulang.
Tapi tadi aspirasi dari Pak Joko dan Pak Solehuddin memang tampaknya ini
kita perlu ada pertemuan yang lebih intens begitu ya untuk menentukan, kalau tadi
mohon maaf sampai ada mengatakan pertegaslah kira-kira status kelaminnya
begitu, itu mohon maaf bukan dari saya, tapi saya mengambil dari narasumber,
sehingga ada kepastian sebetulnya DPRD ini apa itu positioning-nya. Memang kalau
kita merujuk ke Undang-Undang Dasar sekali lagi Pak, seperti inilah keadaannya.
Oleh karena itu kami juga memohon pandangan yang lebih arif, yang lebih jauh,
bagaimana sebetulnya kita mengkonstruksikan ini Pak, sekali lagi berdasarkan
29
konstitusi kita bahwa kita mempunyai harapan untuk ke arah yang lebih baik dalam
versi ADKASI dan ADEKSI, tentu kita harus membongkar Undang-Undang
Dasarnya, kira-kira begitu.
Nah, di MPR kan sekarang ada dibentuk Pak, tim kerja kajian sistem
ketatanegaraan Indonesia diantaranya menampung aspirasi untuk Perubahan ke-5.
Mungkin teman-teman ADEKSI, ADKASI jika ada waktu sangat baik untuk hearing
dengan MPR soal-soal ini.
Ibu Nurul saya kira saya semua masukan coba catat begitu. Dan sekali lagi
secara pribadi saya mengapresiasi dan mudah-mudahan ini bisa kita diskusikan
dengan pemerintah dengan satu harapan karena daya ingat saya ini lemah Pak gitu,
tapi kalau masukan tertulis mungkin bisa dibawa ya. Tadi saya joke ke Bu Nurul
saya dari pagi begitu, karena dari rumah pukul 5.20 Pak sampai saat ini masih
berlengket-lengket ini badan itu, sudah forum yang keempat ini dalam satu hari.
Demikian, terima kasih, dan mohon maaf apabila kurang pada tempatnya.
KETUA RAPAT:
Bismillahirrahmanirrahim.
Terima kasih Bu Ketua.
Pak, bisa tidak kita dikasih data tentang pertama sebenarnya average take
home paid-nya itu ada tidak di ADKASI maupun ADEKSI gitu, biasanya kan ini
mengikuti APBD ya. Sementara kalau ADKASI barangkali lebih makmur begitu, tapi
kalau ADEKSI itu ya kira-kira begitu sedikit lebih makmur. Sedikit lebih makmur.
Barangkali datanya penting untuk disampaikan. Sebenarnya antara berapa, kalau
Yogya, kita tahunya Yogya saja Pak, Yogya itu 12, ada yang 16 gitu sesuai dengan
pendapatan asli daerahnyalah gitu. Kabupaten Bogor 16, tapi kalau makin ke barat
biasanya makin tinggi atau makin ke utara makin tinggi, makin ke selatan makin
sengsara gitu. Kalau ada datanya.
Kemudian yang kedua tentang volume, jadi kalau dulu kita di semester 4 itu
diajari, Mas kalau jadi anggota DPRD sebenarnya tidak terlalu sibuk kecuali bulan
Oktober, November, Desember dia, kira-kira begitu, karena membahas RAPBD gitu,
walaupun sebelumnya sudah ada KUA dan sebagainya. Sampai saat itu dijelaskan
barangkali karena di kampus itu agak sinikel(?) gitu ya, kadang-kadang ... ada unsur
sinikelnya. Jadi anggota DPRD itu suka di semester 4 kita dibilang begini, kalau kita
itu sibuk kira-kira ya sibuknya sebenarnya lebih banyak fungsi kontrolnya,
sebenarnya legislasinya itu cuma tiga hal, pertama tentang tarif, kemudian yang
keduanya biasanya tentang RAPBD, dan yang lainnya itu tergantung situasi,
30
tergantung situasi lokal, tapi yang paling sering itu adalah tarif dan RAPBD, di luar
dari itu sebenarnya tidak terlalu sibuk anggota DPR, makanya itu bisa kunker begitu
ya. Sama juga dengan DPR, DPR karena tidak terlalu sibuk kunkernya lebih jauh
begitu ke luar negeri. Nah, makanya ada datanya tidak Pak? Misalnya begini
sebenarnya setiap Dewan itu mereka itu volume pekerjaannya selama satu tahun
berapa Perda atau berapa peraturan daerah yang dihasilkan, kalau misalnya
ADEKSI berapa, kemudian ADKASI berapa, provinsi kita juga ingin tahu
sebenarnya, walaupun karakter dari provinsi dan kabupaten/kota itu sama saja
sebenarnya yang menyangkut APBD itu yang paling sibuk, yang keduanya itu
adalah tentang tarif gitu, jadi tarif retribusi dan sebagainya kira-kira begitu. Walaupun
begini kalau dalam sudut pandang politk DPRD itu ujung tombak sekaligus ujung
tombok begitu, ketemu tiap hari, orang mau mantenan tiap hari, ada yang hamil mau
melahirkan datangnya kepada anggota DPRD kira-kira begitu. Teman saya di DPRD
Sleman sampai begini Bu, ini mohon maaf jadi suatu saat ini ada orang, Pak, isteri
saya mau melahirkan, loh sing menghamili siapo, kok yang bayar anggota Dewan,
yang menghamili kan kamu sendiri. Nah ini bergurau Pak. Nah karena itu memang
ini satu sisi itu agak rumit, satu sisi itu ada volume ya. Kalau kemarin saya ketemu
sama teman DPRD Jawa Tengah yang kabupaten, kamu kalau kunker sekarang
dapatnya berapa perhari, transportnya sekian, sisanya sekian, jadi ada saldonya
kira-kira itu 200.000 perjalanan dinas Pak ya kalau Jawa Tengah. Nah terus kamu
caranya bagaimana nguripi konstituen, kadang-kadang utang Pak. Terus utangnya
ditutup dari mana. Ya kalau dapat nanti aspirasi ya aspirasinya kita potong-potongin,
kalau tidak ada aspirasi ya banyak doa saja Pak. Jadi saya sedih. Jadi kalau yang
disampaikan Pak Solehuddin itu tadi ini memang menggambarkan begitu, tapi satu
sisi Pak Soenman tadi menyampaikan bahwa pemerintahan pemerintah daerah
memiliki, jadi kalau kita di DPR pada mulanya bukan pada mulanya, pada mulanya
dan akhirnya itu memandang bahwa DPRD itu memang bagian dari pemerintahan
daerah.
Tadi maka konfirmasi ke Prof. Irvan, nah, ini kan kesempatannya dari dulu
begini Prof, ya memang bagian, kalau bagian itu yang manut, makanya itu tadi, take
home paid-nya juga mengikuti size APBD-nya, tidak bisa lebih dari itu. Kalau lebih
dari itu repot, karena itu kemudian ketika mau dipecat pusatnya, pejabat pemerintah
daerah, pejabat daerah, protokolernya sama dengan bupati dan sebagainya itu,
akhirnya juga DPR bisa setuju Pak, tapi saya jamin pemerintah itu tidak setuju, kira-
kira begitu.
Nah ini makanya kalau bisa Pak datanya kita dikasih, size-nya, kesibukannya,
skemanya itu barangkali kita lebih ketika kita berdebat dengan pemerintah itu kita
lebih argumentatif kira-kira begitu. Nah, makanya ini kaitannya juga dengan kritik ke
DPR kenapa DPR itu produksi undang-undangnya lemah, karena begitu pemerintah
tidak mengirim utusan kita tidak bisa rapat Pak. Jadi kalau DPR dikritik sebenarnya
itu agak tidak sepenuhnya keliru tapi juga tidak sepenuhnya benar. Jadi kayak
misalnya undang-undang itu kita 114 RUU, kenapa macet? Ya pemerintah tidak
mengirim utusan selesai. Jadi makanya kalau misalnya ini sekarang legislatif heavy
bahwa kita itu sebagai perancang undang-undang bisa menyelesaikan kalau
31
modelnya kayak Amerika itu bisa cepat saya jamin itu karena banyak yang pintar di
DPR, yang pintar gitu, yang terpilih ini pintar-pintar yang baru-baru. Nah, tetapi kalau
modelnya kayak Indonesia pembahasan itu bersama, DPR bisa mengajukan,
standar take home paid misalnya minimal 10 juta rupiah untuk ADKASI, kalau
ADEKSI karena kota lebih naik karena biayanya juga lebih naik, itu pemerintah tidak
setuju selesai, begitu kemudian tidak setuju kita memaksakan dia tidak datangkan
utusan bahasa kampung saya itu khalas gitu, kira-kira begitu, tidak ada pembahasan
lagi, selesai kira-kira begitu. Nah, karena itulah kemudian masukan-masukan tadi itu
kalau bentuknya data kita bisa melakukan abstraksi, tapi kalau bentuknya, supaya
bisa melakukan generalisasi kira-kira begitu. Jadi datanya ADKASI, datanya
ADKEKSI mungkin yang Asosiasi Dewan Provinsi ya, mungkin kita perlu minta itu
apakah punya sistem data, tapi kalau dari caranya anda bayar itu urunan saya duga
tidak punya. Saya duga ya ini. Oh ya bayarnya kan sendiri, tidak ada APBN, sama
juga dengan Korpri. Korpri itu karena bayarnya sukarela data base-nya juga
sukarela gitu, kira-kira begitu. sukarela data base-nya. Jadi sama juga Pak, DPR itu
kalau kita cari perpustakaan DPR itu saya tidak tahu kalau ditanya, anda sebagai
anggota DPR dua periode dimanakah letak perpusatakaan, itu waallahualam
bisowaf, walaupun di belakang. Jadi perpustakaan itu tempat paling tidak menarik,
karena tidak tertata rapi. Ini untuk masukannya tadi, jadi masukan sekaligus kita juga
feed back gitu, karena ini teman-teman lama semuanya yang mengajari kita legal
drafting, ada Mas Tio dulu ngajari kita.
Ke Prof. Irvan tadi, jadi kalau Prof. Irvan ini saya di Undang-Undang Pilkada,
jadi kalau Prof. Irvan ini sudah jelas posisinya cuma masing-masing partai itu
memang begini kalau psikologinya partai menengah, satu-satunya peluang untuk
jadi kepala daerah adalah Pilkada langsung, tapi kalau partai besar itu memang
lebih suka kalau Pilkadanya lewat DPRD, karena probality dia menjadi kepala
daerah itu lebih besar, kalau dia partainya besar, size-nya besar, menang di Pilkada,
tidak langsung ya perwakilan, dari situ dia bisa mengatur banyak hal. Kalau pakai
datanya ... itu salah satu hal yang penting dari Pilkada itu adalah bahwa siapapun
kepala daerahnya dia harus deal dengan siapa pelaksanaan proyek pengadaan
barang pemerintah, kira-kira kan begitu. Karena itu kemudian kita juga begitu kita
mapping malah pusing sendiri Prof. Jadi ya siapapun Dewannya sebenarnya
kontraktornya itu relatively tidak berubah. Relatively gitu. Jadi siapapun kepala
daerahnya relatively itu, misalnya Solo siapa kontraktor untuk kesehatan, siapa ini
ya. Itu karena ada orang Solo di situ. Kutai itu siapa kontraktor untuk jalan, TU-nya
siapa, itu sebenarnya transparan terbuka gitu. Pak Firu saya kira mengamati cuma
selama ini diam-diam saja Pak Firu itu. Nah, kalau sudah kayaknya gini kan
sebenarnya open sekali, cuma tadi kenapa rapatnya tertutup. Itu kan. Jadi kenapa
rapatnya tertutup sementara kemudian secara sosiologically, itu bahasa agak susah-
susahnya itu, secara sosiologis sebenarnya itu sudah kelihatan itu cuma kita itu
sebenarnya punya malu sebenarnya gitu, karena itu ada rapat tertutup. Tapi kalau
rapat terbuka itu kayak Komisi II, Komisi II rapat tentang pemekaran baru dibahas
dan sebagainya, itu sudah ada calo-calo datang ke calon daerah pemekaran, saya
mewakili Komisi II, Bapak ini ada permintaan dari Komisi II sekian, sekian, sekian,
32
kalau tidak nanti tidak diajukan sebagai RUU. Kayaknya gitu ada Pak. Sama juga
saya mempelajari dan itu kasusnya terjadi beberapa LSM yang pada setiap
kenaikan kelas itu mereka datang ke sekolah-sekolah, ini kalau anda tidak bagi-bagi
urusan BOS maka kemudian nanti kita akan buka penyimpangan-penyimpangannya
kecuali anda kasih kita sejumlah uang. Di Depok itu ada, di Jakarta itu banyak,
kemudian di semua Pak, di semua. Di Cilacap Jawa Tengah itu semua ada LSM-
nya. Tapi ini bukan Koalisi NGO. Bukan koalisi. Tapi itu polanya begitu Pak. Jadi ini
orang bawa, kalau anda tidak bagi-bagi .... kira-kira begitu. Nah, ini jadi kita mau
terbuka itu ketakutannya begitu. Rapat terbuka dibawa, rapat tertutup pun bisa
kayak begitu. Makanya kemarin kita misalnya ini undang-undang mau dibahas
sekian, begitu masalah apa yang krusial itu bisa jadi bahan di luar. Nah, itu satu sisi
ada rahasia negara, satu sisi itu informasi bisa disalahgunakan, salah satu sisi
kemudian kita ingin ini akuntabel. Nah, cuma masalahnya akuntabel itu clear kalau
semua pihak itu pemahamannya sama, kalau pihak-pihak itu pemahamannya tidak
sama itu jadi masalah, karena bisa diperjualbelikan. ... deal itu dengan bagaimana
pemeras-pemeras itu Pak, atas nama LSM dia datang, kenaikan kelas ada orang
tidak naik kelas, kemudian dia datang, ini kalau mau kita ramaikan atau mau
dinaikan kelas, kira-kira begitu. Artinya okelah kalau gitu naik, tapi dengan catatan,
oke kalau begitu tidak usah bayar. Kira-kira begitu. Jadi ini ada situasi-situasi yang
kayak gitu yang kemudian kadang-kadang kita perlu tertutup, tapi kalau tidak
tertutup ya kayak begitu menyalahgunakannya. Jadi apakah kemudian kalau
pembahasan anggaran itu rahasia negara, ya sebenarnya bukan, karena itu tadi
fungsinya anggota Dewan kan sebenarnya berfungsi untuk mendekatkan satu sisi
untuk publik kepada budget publik, kira-kira begitu. Anggota Dewan itu calonya
dalam bahasa sosioligically, sosiologisnya gitu. Nah, kira-kira begitu untuk beberapa
tambahan. Jadi mohon kami dikasih datanya.
Kemudian untuk mengantisipasi penyalahgunaan informasi itu kira-kira yang
bagus polanya bagaimana, jadi misalnya beberapa sample di negara lain itu kira-kira
bagaimana cara yang bagus, biasanya kan kita malu-malu gitu.
Nah, tadi kita sempat menyampaikan, yang terakhir Bu Nurul, kalau anggota
Dewan provinsi itu punya namanya aspirasi, kabupaten/kota juga punya, kita tahu,
Solo itu ada begitu, cuma berapa tergantung ya, tergantung. Solo saya tidak tahu,
tapi kalau Kutai itu konon ada Pak, jadi pimpinan berapa, kemudian anggota berapa,
tapi itu dititipkan lewat dinas, namanya aspirasi. Kalau tidak masalah provinsi lebih
clear gitu, pimpinan dapat 10 milyar, kemudian anggota dapat 2 milyar. Nah, kayak
begini kan kalau dibahas, kalau di DPR masing-masing anggota DPR dapat 12
milyar itu ini korupsi, ini apa, ini apa, kira-kira begitu. Mungkinkah yang kayak begini
dimasukan di dalam undang-undang, clear kita jelas sekalian, supaya ngawasinnya
juga jelas, kalau sembunyi-sembunyi transaksinya tidak jelas, di legalkan. Kuliah
semester IV juga Pak, ini dulu ceritanya, kalau orang jadi anggota Dewan itu apa sih
tujuannya, tadi sudah saya sampaikan, ya tujuannya jadi anggota Dewan ya ...
memang cari jabatan, sosiogically begitu, yang keduanya ya dia cari budget gitu,
budget seeker, yang ketiganya dia policy seeker, kalau policy seeker biasanya LSM,
itu policy seeker tapi dia mengunakan anggota Dewan untuk kemudian supaya
33
pasalnya itu masuk, kira-kira begitu. Tidak ini, ini anu, cerita tentang bagaimana
terjadinya lembaga-lembaga non pemerintah yang ... di komisi-komisi itu. Komisi-
komisi kan itu produk LSM. Jadi itu kuliah semeter IV mohon maaf, ini review lagi
gitu. Jadi kalau orang jadi anggota Dewan ya begitu, kalau kemudian tidak begitu itu
ya kemudian dia repot sendiri menghadapi konstituennya. Nah, yang kayak begini
bisa tidak dilegalkan supaya nanti ketika muncul dana aspirasi untuk anggota Dewan
nampak, Fahri kemarin menyebutnya itu petty cash, jadi ada orang hamil tidak
punya uang, datang kepada anggota Dewan, bukan dikasih oleh uang dia sendiri
tapi dikasih oleh uang negara yang memang disiapkan untuk kayak bagitu, itu petty
cash kemarin yang disampaikan Pak Fahri. Nah yang kayak begini kira-kira kalau
diatur pertanyaannya apakah Koalisi NGO itu mau mengeritik tidak. Diatur sekalian,
open sekalian ya.
Tidak, kalau NGO ini bisa dipercaya, karena funding-nya jelas, tapi kalau
NGO di kabupaten/kota itu memang pekerjaannya NGO Pak, pekerjaannya NGO,
catatan pricing-nya itulah kepada anggota Dewan dan kepada kepala dinas atau
kepada sekolah pelaksana UPT-UPT. Jadi kita terus terang sajalah gitu, sama-sama
terus terang, bisa tidak kayaknya begini dimasukan, jadi misalnya dana aspirasi
dimasukan, pemerintah wajib menyediakan dana aspirasi untuk anggota Dewan
dengan APBD sekian, jumlahnya sekian, anggota Dewan ini dengan APBD sekian
untuk misalnya DPR pusat sekian-sekian. Kita atur saja sekalian, daripada
sembunyi-sembunyi, main-main proyek, main-main dia di Badang Anggaran malah
tidak bisa dikontrol gitu, malah tidak bisa dikontrol. Dulu Bu Sri Mulyani setuju, cuma
keburu diganti. Nah, mohon masukannya.
Jadi saya dikasih satu buku khusus, terakhir, satu buku oleh Bu Sekjen, Bu
Siti Nurbaya. Bu Siti Nurbaya kasih buku, Mas, ini contoh di negara Afrika ada model
kayak anda, kemudian yang keduanya di Amerika, bukan kayak anda, ada model dia
dikasih uang sekian, pokoknya setahun sekian, terserah nanti dihabiskan untuk apa
yang penting bisa dipertanggungjawabkan. Nah, kita kan tadi reses, reses itu
sebenarnya ngapain Pak, kita dua kali jadi anggota Dewan Bu, itu kok tambah lagi
ya, jadi kita dua kali jadi anggota Dewan permintaan rakyat itu sederhana, jadi Pak,
ini ada bangun musola tolong minta dibantu, kayak gitu saja dari dulu, mau resesnya
jungkir balik dan sebagainya yang diundang dikasih 50.000, dikasih 100.000,
satuannya perkepala di DPR naik, itu sama Pak, yang keduanya pengerasan jalan,
yang ketiganya itu beasiswa pendidikan, tidak mampu bayar, kemudian kesehatan
dan sebagainya. Air bersih ya, saluran air bersih, kemudian apa, ya kayak begitu.
DPR turun ke masyarakat, blusukan, ini sudah ya, ya tema yang dihadapi selama 10
tahun ketemunya itu, ketemunya itu. Jadi yang levelnya policy seeking itu tidak ada
cerita, kalau policy seeking paling-paling yang itu agak rumit itu adalah BBM jangan
naik Pak, kemudian sembako jangan naik. Nah, kalau ini agak policy seeking tapi
levelnya rendah gitu. Jadi kalau ini kan kalau kita dibesaran subsidi, makanya ya ini
bagian ya, bagian dari cara kita itu ketemu masyakakat begitulah kondisinya.
Makanya kalau reses itu anda kalau mau diawasi, sebenarnya tidak ada daya
tariknya, karena permintaannya juga kita sudah hafal itu.
Terima kasih, agak curhat juga ini.
34
KETUA RAPAT:
Pak Ketua, teman-teman Pansus dan tamu kita baik dari Profesor, Pak Irvan,
NGO, ADEKSI, ADKASI,
apakah dia pejabat daerah itu ada undang-undang lain. Nah, dalam konteks ini saya
pikir bagaimana kita jalan keluar kalau ingin menjadikan posisi, karena dalam lima
tahun yang lalu sudah sempat bicara, kita sudah bicara, akhirnya pemerintah itu
mengambil jalan keluar salary, kesejahteraannya yang disamakan dengan pejabat
negara seperti bupati itu tadi, tapi statusnya ada undang-undang memang susah
mencari dia sebagai pejabat negara tadi walaupun kita pilih secara langsung. Nah,
ini semacam ungkapan ya supaya kita tidak berulang-ulang, kita tahu, yakin, dan kita
tahu betul kesulitan kawan-kawan di DPRD untuk posisi yang sekarang itu. Nah,
oleh karena itu kira-kira kalaupun misalnya nanti dalam kondisi kita negara kesatuan
ini kan kita di dalam Undang-Undang Dasar kita sudah jelas Pasal 18 bahwa negara
kesatuan itu terdiri pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan memiliki DPRD. Itu kalimatnya sudah jelas.
Nah, dalam konteks kita ingin memisahkan, karena ini masih ada kesempatan
ini kan, dan ini kita ingin melakukan penguatan kira-kira, apa kira-kira yang dari yang
ada ini tidak hanya konkordan seperti yang tadi DPR, yang ada di DPR pusat
dengan DPRD itu hal-hal yang lain agar pemisahan ini kalau pun memang terjadi
terhadap DPRD daripada Undang-Undang MD3 ini kita lakukan dalam ini, karena
waktu kita juga dituntut ini. Kan DPRD, kita-kita, kawan-kawan ini bulan Agustus,
September ini sudah dilantik dan sudah ada pimpinannya padahal ini mengatur juga
tentang pimpinan dan mekanismenya, walaupun Pak apa tadi bilang masih ada di
Undang-Undang No. 32 yang mengatur, bisa saja. Tapi kalau ada saya pikir
Undang-Undang Pemda juga sekarang lagi proses, jadi tidak ada salah kita ya kalau
memang ini sudah kesepakatan kita walaupun konteksnya tadi dalam konteks
negara kesatuan misalnya kita juga itu memilih ... kita berpisah itu menjadi
kesepakatan kita tidak ada persoalan. Nah, ini perlu kita dapat masukan itu adalah
itu Pak Profesor.
Terakhir tentunya karena waktu.
KETUA RAPAT:
Sedikit saja Bu, saya ingin menjelaskan apa yang dijelaskan Ibu Nurul juga, karena
ini jadi blunder juga sama kita keputusan MK itu ya bahwasanya bagaimana DPD,
saya pikir tadi sudah disinggung oleh Ibu Nurul tentang memberikan keran kepada
DPD itu termasuk Undang-Undang MD3 sekarang ini dalam proses pembahasan
mereka sudah diberi kebebasan terutama menyangkut lima tugas kewenangan
mereka itu. Saya di Komisi II sama dengan Ibu Nunung, dan di Pansus PPDK itu
yang namanya DPD itu sama seperti halnya menyampaikan berupa rumusan
maupun masukan, termasuk juga Prolegnas ini DPD ini sudah diberikan ruang
sesuai dengan lima tugas fungsi itu. Jadi kita akan melihat ini secara total sesuai
dengan keputusan MK apabila semangat daripada Undang-Undang Dasar 1945 kita
37
itu sudah mengubah daripada tugas daripada DPD baru kita bisa meng-adopt lebih
jauh terhadap Undang-Undang MD3 ini, sejauh Undang-Undang Dasar 1945 kita
belum berubah apa yang telah ada itu yang tercantum tugas DPD itu adalah dia
menyampaikan dan membahas bersama ini pada tingkat pembicaraan tingkat II dan
mereka juga pandangan pendapat mini pun sudah diberikan dalam hal pembahasan.
Cuma mereka kan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 tidak boleh
memutuskan, itu saja sebenarnya. Jadi itu supaya kita clear jangan ada dosa di
antara kita melihat DPR dan DPD ini. Saya pikir kita akan tetap sama-sama sesuai
dengan ada di Undang-Undang Dasar 1945 itu, itulah hubungan kita.
Maka dari itu tadi saya juga bicara kenapa Undang-Undang MD3 ini harus
satu, mungkin agak terpisah dengan DPRD tadi, karena ada saling keterkaitan tugas
kita ini. Kenapa dulu namanya Susduk, sekarang kita namakan MD3, karena
hadirnya seperti lembaga negara DPD, dan MPR juga berubah dan ada DPR
supaya ada saling keterkaitan melakukan tugas, maka itu dalam satu undang-
undang. Tapi ke depan terserah, nanti kajian kita apakah terpisah ya.
Saya pikir demikian Bu Nurul semacam respon kita. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Bapak-bapak sekalian,
Para undangan yang kami hormati,
Jadi kenapa kita rapat sampai malam hari seperti ini karena memang kita
mengejar waktu supaya undang-undang ini bisa disahkan pada masa sidang yang
sekarang, sehingga nanti pada waktu pelantikan anggota DPRD pada tanggal 31
Agustus ini bisa mengacu pada Undang-Undang MD3 yang baru, begitu rencananya
maka kita ngebut betul.
Jadi untuk merespon saya berikan waktu masing-masing 2 menit begitu,
mohon maaf, dari mulai ADKASI dulu, silakan Pak.
ADKASI (SOLEHUDDIN/KETUM):
Terima kasih.
Benang merah partai dengan lembaga ini yang harus dibatasi, dia membuat
lumpuhnya seorang politikus. Kalau menurut saya di saat tugas partai mengirim
kepada gedung ini putuslah itu dan berlakulah susduk sebenarnya. Tapi pada
38
kenyataannya interpensi partai itu sampai ke dalam yang membuat si A, si B, itu ya,
salah satu contoh memang karena tidak suka tidak dimasukan ke alat kelangkapan.
Saya tolak di paripurna kembalikan ke fraksi kamu, belajar dulu. Tidak boleh, wajib
hukumnya kalau anggota masuk ke alat kelengkapan. Itu saja dulu. Jadi harus ada.
Yang kedua lembaga ini bisa memberhentikan tidak hanya partai, harus bisa
begitu. Kalau tidak bisa BK kita tidak memberikan satu finalty yang luar biasa ya
membuat lembaga ini terpuruk kalau partainya masih mengizinkan sejelek apapun
masih diterima, padahal lembaga ini perwakilan yang orang harus memberikan
contoh-contoh yang bagus seperti itu. Itu yang kedua Bu.
Ya seperti itu, yang harapan kita adalah MD3 nanti ya persis bisa diadopsi
oleh daerah. Jadi tidak ada perbedaan di situ. Kalau rakyat itu melihat saya sama Bu
kayak DPR RI, DPRD, tidak ada perbedaan, tapi kita benar-benar terpisah. Terpisah
sekali. Jadi mengadupun ke DPRD sini tidak ada orang, ke DPR RI itu tidak
direspons kita. Saya pernah presentasi di Komisi III tentang perlakukan hukum yang
tidak layak. Ya agak susah. Satu partai di sana itu partai besar semua, yang kena itu
partai besar semua, 40 anggota, saya presentasikan kronologisnya, di mana ini
Demokrat, ini ada orangmu juga kena ini. Jadi satu kasus dibuat 40 berkas, kasus
yang sama, ternyata di sana satu kasus itu 40 juta, sementara yang dipersoalkan 4.5
juta, masih ada Pergub-nya ini. Nah, ini ada hal yang harus kita ketahui bersama
Pak.
Mungkin itu.
KETUA RAPAT:
ADEKSI:
Terima kasih.
Pertama saya sampaikan apresiasi ke Pansus ini karena di rancangan
undang-undang itu sudah menuliskan di Pasal 342 tentang kedudukan anggota
DPRD kabupaten/kota itu sebagai pejabat daerah, sudah dimasukan di sini. Karena
memang kasus ini cukup banyak disampaikan oleh teman-teman asosiasi, anggota
asosiasi kepada kami sebagai pengurus dari asosiasi. Karena ya banyak kasus
ketika teman-teman di daerah, barangkali tempat duduk saja itu sudah
mempengaruhi kalau mantan walikota, mantan bupati itu lebih diberi kedudukan
dibanding dengan Ketua DPRD yang masih aktif. Ini persoalan sebenarnya
meskipun hanya sekedar tempat duduk. Tetapi ketika kita datang di sebuah acara,
acara resmi kenegaraan itupun kami tidak diberi tempat kedudukan yang
selayaknya, karena Pimpinan DPRD tidak cuma satu, karena di sana ada ketua, ada
wakil-wakilnya. Dan kalau di situ hanya ada satu tempat duduk maka berarti tiga
yang lain sebagai wakil Pimpinan DPRD tidak mendapatkan tempat duduk di tempat
itu, sehingga harus dicari-carikan ketika kita datang, akhirnya pada tidak datang
39
daripada datang tapi tidak mendapatkan tempat duduk. Itu salah satu saja yang
terjadi.
Kemudian yang kedua kaitannya dengan nantinya dipenyusunan peraturan
daerah, ini juga mungkin perlu ada penguatan karena ketika kami membuat aturan
sebenarnya ada inisiatif tetapi perbedaan antara inisiatif DPRD dengan yang inisiatif
pemerintah itu tidak kelihatannya, sehingga ketika kita ditanya oleh konstituen, anda
sudah buat apa? Kita sudah membuat ini, ini, ini. Buktinya mana? Karena yang
tanda tangan sudah tahu walikota dan bupati. Ini yang mungkin juga perlu ada
penguatan di sana, karena fungsi ini sesungguhnya adalah fungsi yang kami miliki,
tetapi kemudian pengakuan terhadap itu tidak ada.
Kemudian yang ketiga kaitannya dengan asosiasi terutama kami-kami ini
belum masuk dalam peraturan perundang-undangan. Jadi nanti mungkin meskipun
tidak di MD3 tapi mungkin di Pemda, kami juga mohon agar itu dimasukan, asosiasi
jangan asosiasi pemerintahan daerah, karena kalau asosiasi pemerintahan daerah
bisa jadi itu hanya asosiasinya walikota dan bupati, sementara ADKASI, ADEKSI
tidak masukan di dalamnya, lebih baik dengan tegas disebutkan namanya karena ini
juga dibentuk dengan ketegasan yang seperti itu.
Sekaligus menjawab yang tadi disampaikan Guspur, sebenarnya dari Sabang
sampai Merauke salary-nya itu sama. Salary-nya sama. Karena itu berdasarkan
peraturan pemerintah, jadi tidak berdasarkan Pendapatan Asli Daerah. Take home
paid sama. Sama. Seluruh Indonesia sama. Yang membedakan adalah uang
perumahan saja. Kalau tidak ada rumah dinas, seperti saya di Solo, karena ada
rumah dinas maka saya tidak terima uang perumahan.
ADEKSI:
Kalau yang tadi yang lewat Pimpinan. Tanya saja besarannya berapa, take
home paid-nya totalnya berapa yang pakai apa, pakai PP?
ADEKSI:
Dari PP itu kalau pimpinan, kalau ketua, itu sama dengan gaji pokoknya
walikota hanya Rp2.100.000, kemudian tunjangannya 10% untuk rapat selama
sebulan, berarti Rp210.000, rapat 1.000 sekali atau satu kali sama. Jadi tidak ada
lagi honor-honor untuk rapat-rapat. Makanya sebenarnya penerimaan-penerimaan
atau tunjangan-tunjangan itu jangan, tunjangan anak isteri sama dengan PNS, tidak
40
ada perubahan dari itu, sehingga angkanya sebenarnya sangat minimal sekali.
Hanya kemudian karena ada perumahan maka bisa diterima ada yang sampai 16,
ada yang sampai 10, tapi tanpa itu tidak ada. Di Solo itu uang perumahan saya
sudah mengusulkan sebenarnya sejak tahun 2004 itu angka 4.1 juta rupiah, hanya
4.1000.000, itu pun tidak masuk, karena saat itu hanya keluar Rp2.900.000 uang
perumahan. Baru sekarang ini 3 koma sekian. Artinya kalau kemudian kita
mengacunya seperti ini maka peraturan pemerintah inilah yang kemudian menjadi
persoalan itu, karena semua diatur secara rigid di sana. Bahkan kalau boleh
sekarang kami sampaikan perjalanan dinas sudah tidak ada sisa, karena semua add
cost, sehingga tidak ada lagi kalau ada konstituen datang dicarikan dari mana tidak
ada, karena hanya tinggal uang saku untuk itu adalah Rp300.000 setiap hari, hanya
itu saja tidak lebih dan tidak kurang. Kalau kemudian semuanya sudah harus
dengan kwitansi kita tidak bisa mengubah apapun dari itu. Makanya kalau kemudian
kita mau seperti yang usulan tadi apakah bisa diresmikan dalam sebuah aturan,
sebenarnya pernah ada yaitu di PP No. 110. Cuma persoalannya PP No. 110 inilah
yang menjerat seluruh anggota Dewan se-Indonesia masuk penjara semua. Penuh
penjara karena PP No. 110.
Bu, ini kan penting ya, urusan duit tapi penting. Kalau dimasukan di dalam
norma kita bisa dikasih simulasinya, ini kan komponennya sedikit. Prof. Irvan, nanti
barangkali kami mohon dikasih masukan sebanyak-banyak. Ini kan komponennya
sedikit ya, komponen gaji apa tadi namanya, gaji pokok, tunjangan perumahan.
Hanya dua itu saja?
ADEKSI:
Gaji pokok, tunjangan perumahan itu kalau ada, kalau tidak ada rumah baru
diberi, kalau ada tidak.
ADEKSI:
Kalau PP No. 110 itu tidak ada komponen, artinya keputusan paripurna,
keputusan di sana seperti apa disesuaikan dengan kemampuan daerah.
ADEKSI:
Bisa sangat besar, karena sekian persen dari PAD itulah yang kemudian
dipakai oleh anggota Dewan. Dan itulah yang kemudian jadi persoalan di situ.
Karena, mohon maaf, barangkali Pak Solehuddin di Kutai dengan sekian besar
PAD-nya akan sangat besar, bahkan barangkali penghasilan anggota DPRD DKI
bisa lebih besar daripada DPR RI. Nah, ini yang terjadi dulu ketika pakai PP No.
110, tetapi ketika kemudian kita pakai perubahan-perubahannya mulai dari 24
sampai 21 itu sudah tidak ada lagi, semua sudah sangat rigid ada prosentasenya di
sana, sehingga angka se-Indonesia sama seperti itu, di Papua juga segitu, di yang
paling makmur DKI pun juga sama seperti itu. Nah, ini yang kalau kemudian mau
dimasukan harus ada simulasi yang lebih jelas harus diseperti apakan, karena kalau
nanti dikaitkan dengan PAD yang terjadi adalah seperti yang di PP No. 110 itu. Ini
yang kita juga tidak ingin kemudian menjadi persoalan seperti ini.
Barangkali itu yang bisa saya sampaikan. Nanti diskusi lebih lanjut bisa kita
sampaikan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak diskusi di belakang kamar Pak. Kelihatannya Bapak ini sekali,
intens sekali dengan ini. Besok kami di Panja Pemda akan kembali membahas, jadi
masukan dari teman-teman ADEKSI dan ADKASI saya besok, iya besok siang saya
akan ke sana Pak, izin.
Yang berikutnya Prof, silakan.
Prof. IRFAN RIDWAN MAKHSUM (FISIP U-I):
Ya saya melambung tinggi saja kalimat akhirnya, karena dua menit juga kan
Bu. Memang saya yakin semua elemen bangsa kita yang mau masuk di DPR dan
DPRD itu punya idealisme untuk memperbaiki bangsa Indonesia, tapi persoalannya
memang ada dalam konstrain rasionalitas kita, akan repot memang kalau
rasionalitas kita masuk ke DPR, DPRD yang tadi dikemukakan oleh anggota kita
nyari kekayaan juga. Jadi Bung Hatta juga kan sudah mengingatkan bahwa kalau
mau kaya itu jadi pedagang. Ustad Aher juga ngomong merujuk rosullah bahwa
rezeki manusia itu 9 pintu kalau jadi businessman, tapi kalau jadi pegawai, jadi
aparat negara hanya satu pintu. Ya tetapi itu rasionalitas. Saya tidak bisa berbuat
banyak, hanya saya bilang repot.
KETUA RAPAT:
Begini, ini anu Pak, cerita normatif ya, jadi kalau pemimpin itu tidak punya
rumah dia dikasih tunjangan rumah, kalau tidak punya kendaraan dikasih tunjangan.
Ada hadistnya juga Prof. Ada. Jadi saya itu mau nyari, kalau tidak punya isteri
carikan isteri Prof.
Ya, saya kita bisa memahami kalau kita masih diskusi ini ya tidak apa-apa,
mungkin mengejar bangsa lain agak strugling itu saja, strugling sampai berapa ratus
tahun saya tidak tahu.
Yang jelas ya Amerika sudah maju banget, mungkin tidak cocok ya karena
tidak apple to apple. Di sana di DPRD itu didesain juga ada sebagian yang part
timer, mungkin DPD di tingkat nasional bisa part timer, jadi tidak ada gaji bulanan
Bu. Nah, persoalannya negara berkembang kan rasionalitas tadi ya, saya juga tidak
bisa menafikan itu, mendesain sistem untuk bahwa lembaga publik itu adalah juga
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sudah lain lagi ceritanya. Tapi memang
sejak awal Amerika ada part timer. NGO coalition saya rasa harus mengakui itu
kalau yang menyelidiki di sana. Jadi hanya sejumlah orang yang full time terutama
pimpinan. Pimpinan full time, anggota sebagian part timer. Datang dapat duit dari
negara itu kalau rapat seperti ini, tidak ada duit bulanan. Dan memang tidak untuk ya
sekali lagi rasionalitas kitalah.
Nah, saya juga akan menyampaikan hal yang tadi ada komentar dari Bapak
kita soal kita sudah membahas dalam MD3 ini, saya kira saya berpikir pragmatis
yang Pemda itu mesti mengikuti ini. Jadi ya tetap saja masuk di sini. Kalau berpikir
pragmatis ini kan sudah kerja keras ini tim Pansus kita ya, jadi kalau dipisahkan
kayaknya nanti akan dari nol.
Lalu kita ternyata berpikirnya itu simetris....(terpotong interupsi).
Saya kira kalau masih akan dipikirkan untuk mengkaji apakah ditempatkan di
Pemda ataupun di sini yang penting isinya kembali kalau gitu. Isinya adalah kita
sepakat di sini untuk menguatkan DPRD supaya efektif pemerintahan tapi dalam
paradigma yang jelas menurut saya, seperti yang tadi saya kemukakan di awal. Nah,
ternyata juga soal terkait DPRD ini pikiran bangsa Indonesia juga kalau ada diskusi
tentang simetrik asimeterik ternyata kita berpikirannya simetrik. Simetrik itu menurut
pakar pemerintahan daerah tentang desentralisasi sejak awal istilah itu adalah untuk
meng-compare antara apa yang terjadi di daerah dengan nasional, lalu sekarang
bergeser antar daerah. Sebetulnya awalnya itu lokal dan nasional, apa yang ada di
tingkat nasional mirror, jadi cermin harus ada di daerah, itu namanya simetrik pikiran
kita. Jadi DPRD pun maunya sama dengan parlemen. Nah, itu lazim kalau senat
negara bagian dengan senat federal itu kuat, sama-sama kuat, makanya
membentuk Federal Amerika kan negara bagian dulu berjumpa, lalu share of power.
Nah, kalau council tidak, lain, makanya pisah Pak, tidak diatur bersama. Nah, kita
sejak yang lampau sudah diatur bersama ini, kalau dikaji betul, tanpa mengurangi ya
kawan-kawan kita bisa moment-nya untuk bisa tetapi dengan penguatan Pak.
Saya kira itulah tiga itu tadi rasionalitas, simetrik, tadi simetrik, dan soal pisah
ini Pak, mati saja saya, tapi kalau mau dikaji saya lebih mendorong Pak.
Terima kasih.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Baik, kami merespon Pak Azhar Romli, tidak ada di tempat, tapi kira-kira
begini, sebenarnya ini sudah pernah kami usulkan, dan bahkan kami pernah
simulasikan sebenarnya kalau pilihannya adalah pembatasan, syarat pembentukan
fraksi itu kita perketat maka formula yang tersedia sebenarnya adalah berapa kali
jumlah alat kelengkapan itu pun masih terbilang formula yang sangat minimal,
sekarang kalau kita bilang 2 sampai 3 kali alat kelengkapan itu lebih kepada ada
satu wakil kemudian cadangan begitu. Atau pilihannya prosentase. Nah, saya ingat
syarat pembentukan fraksi ini memang sangat kuat polarisasinya. Dulu waktu
pembahasan RUU Susduk jadi Undang-Undang MD3 Demokrat, Golkar, PDIP, dan
PKS mengusulkan formula prosentasenya agak tinggi, jadi hanya 4 partai yang bisa
membentuk secara mandiri fraksi, PDIP, Demokrat, Golkar dan PKS. PPP, PKB,
PAN dan seterusnya tentu keberatan. Tapi begini pendekatnnya adalah pendekatan
organ, DPR sebagai organisasi politik yang selalu punya pilihan-pilihan bagaimana
melakukan manajemen realokasi SDM dan lain-lain, termasuk juga isu di Setjennya.
44
Maka dari itu menurut kami pilihan tiga komisi bisa jadi rasional, tapi kemudian
bukan karena, saya agak mengkritik juga guru besar atau yang dulu saya pernah
mendapatkan juga kuliahnya, Pak Jimly mengatakan bahwa lebih baik tiga komisi,
tapi kan Pak Jimly waktu itu mengatakan bahwa pilihan tiga komisi itu karena dua
fakta yang dilihat, pertama DPR tidak produktif secara legislasi dan yang kedua DPR
dianggap terlalu genit dalam fungsi pengawasan terutama pemilihan pejabat publik.
Nah, menurut kami itu tidak pernah nyambung, DPR tidak produktif legislasi itu kan
problemnya di perencanaan, bukan karena komisinya dikerucutkan pilihan itu. Jadi
antara apa yang menjadi sumber persoalan dengan pendekatan solusi kalau
kemudian diambil contohnya oleh tiga komisi menurut kami tidak nyambung begitu.
Tapi memukul rata jumlah anggota komisi, saya ambil contoh Komisi VIII dengan
Komisi II itu juga tidak rasional gitu, jadi bisa saja tetap saja 11 atau mungkin 9 tetapi
dengan pendekatan bisa jadi beban kerja tidak sama setiap komisi, sehingga jumlah
anggota komisi bisa jadi berbeda-beda. Tapi Bapak/Ibu kalau setiap fraksi
menginginkan anggotanya ada di setiap komisi wah itu komisitas baru lagi gitu. Jadi
sebenarnya semua pilihan kalau kita dalam kaca mata organisasi politik, DPR
sebagai organisasi politik semuanya rasional terutama untuk mengefektifkan
mekanisme pengambilan keputusan dan kemudian alokasi SDM-nya atau
manajemennya sendiri, tapi jangan kemudian kalau ingin mempertahankan 11
komisi tidak pukul rata, tapi setiap fraksi ingin tetap ada wakil pasti akan setidaknya
fraksi besar akan terkunci terus dengan fraksi menengah dan fraksi kecil.
Kemudian tentang hak keuangan anggota DPR atau DPRD, kami sebenarnya
mendorong supaya pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang No. 12 Tahun
1980 tentang Hak Pengaturan Keuangan dan Administrasi Pejabat Negara. Itu
semua bisa masuk, bukan hanya anggota DPR, DPRD, atau DPD tapi juga posisi
misalnya hakim. Kan kita tahu sendiri beberapa waktu yang lalu hakim pada protes
karena kesejahteraannya masih minim. Hakim Pengadilan Adhoc Tipikor begitu
juga. Jadi problem yang dialami anggota DPRD atau yang juga dialami DPR juga
terjadi di posisi-posisi pejabat publik yang lainnya, maka dari itu pendekatannya
lebih baik pilihannya komprehensif saja revisi atau perbaharui Undang-Undang No.
12 Tahun 1980.
Pilihan soal dana reses dan lain-lain, sebenarnya ada banyak skema yang
berlaku di negara-negara lain. Ini memang agak esktrim tetapi kita sangat-sangat
harus memperhatikan ... kondisinya. Untuk bisa mengecek sejauh mana pengunaan
anggaran negara yang diberikan kepada anggota parlemen luar ada yang malah
dibekali dengan kartu kredit. Ini kalau kita mau exercise sampai sejauh itu. Tapi
memang anggota parlemen, saya sebut misalnya di Amerika, mereka menggunakan
pendekatan audit personal. Dan itu pasti tingkat kepatuhan dan tata tertib
administrasinya sangat-sangat profesional. Jadi pilihan-pilihannya memang
beragam, sekali lagi kalau kita bicara soal hak keuangan dan administrasi lebih baik
kita ambil langsung ke hulunya yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 1980
diperbaharui. Dan untuk menghindari konflik kepentingan praktek pemberlakukan
undang-undang yang mengatur hak keuangan, administrasi tidak berlaku untuk yang
membahas, dia berlaku di periode yang akan datang, hakim yang akan datang,
45
gubernur presiden, gubernur BI yang akan datang, termasuk anggota parlemen DPR
dan DPRD yang akan datang.
Demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Cukup ya Ibu-ibu/Bapak-bapak?
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh narasumber Prof. Irvan, dari
Koalisi NGO, rekan-rekan semua ADEKSI dan ADKASI, juga rekan-rekan Pansus.
Dengan demikian berakhir sudah.
Kenapa Pak?
Saya sedikit himbauan saja Bu, di samping terima kasih semua masukan,
seandainya masih ada waktu dan kesempatan, tolong teman-teman di NGO atau
Prof juga ada waktu memberikan masukan untuk MPR Pak. KITA lihat di Undang-
Undang No. 27 Tahun 2009 ini kan Pasal 15 ayat (1) huruf e itu address-nya jelas
sekali untuk menyelenggarakan pemasyarakatan Undang-Undang Dasar, dari situ
anggarannya cukup besar Pak, tapi tidak ada yang melakukan, disibukkan Pak
Ronald ini. Maksudnya coba berikan bobot yang lebih real begitu ke depan. Karena
ada 7 Pak, 7 agenda besar yang dari kalangan kampus dan LSM serta pihak-pihak
pemangku kepentingan memberikan masukan yang sangat radikal untuk perubahan
Undang-Undang Dasar yang ke-5 ini.
Demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
3 Tamu/undangan
1. Selvi Zaini, Wakil Sekjen MPR
2. Ma;ruf Cahyono, Kapus MPR
3. Sudarsono, Sekjen DPD
4. Syiaruddin
5. Oni Choiruddin
6. Semi N.
7. Riswanti
8. Indra
9. Yuni Sari A.
10. Kairul
11. Aldo
12. Dr. Winantuningtyastiti S., M.Si. Sekjen DPR
13. K. Johnson R., Deputi PUU
14. Juliasih, Kepala Biro PUU Polhukam
15. Rahayu Setya Wardhani, Kepala P3DI
4
Yang saya hormati Pimpinan Pansus Pak Fahri Hamzah juga rekan saya, Pak
Agung ketemu lagi tadi malam sampai cukup malam kita disini,
Sekjen DPR-RI, MPR-RI dan Sekjen DPD-RI
Pagi ini kita datang pak disini pak kehadirannya juga kami ucapkan terima
kasih untuk memberikan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang MD3 yang
kami berharap bisa merevisi dan kemudian mereformasi begitu, bukan Cuma DPR-
RInya tapi juga mungkin juga kesekjenannya, untuk supaya wajah yang lebih baik
dari institusi ini. karena kita ada didalam satu gedung begitu, satu wajah jadi kita
berharap reformasi ini bisa dijalankan secara bersama-sama.
Sesuai dengan Tatib DPR-RI Pasal 240 maka rapat dengar pendapat umum
ini saya buka dan terbuka untuk umum. Mengingat agenda rapat dengar pendapat
umum hari ini adalah mendengarkan masukan dan tidak ada pengambilan
keputusan, maka rapat bisa segera kita mulai. Selamat pagi Pak Benny, Pak Benny
K Harman ini adalah Ketua Pansus, Rancangan Undang-Undang MD3 kami ini
hanya mewakili saja Pak dan Ibu. Sebelum dimulai rapat ini kita sepakati dahulu soal
waktunya apakah kita bersepakat sampai dipukul 12.00 WIB cukup? cukup ya
sampai pukul 12.00 WIB?
Agenda Pansus pada hari ini adalah RDPU dengan saudara Sekretaris
Jenderal MPR-RI, Sekretaris Jenderal DPR-RI, dan Sekretaris Jenderal DPD-RI
dalam rangka:
1. Materi khusus untuk MPR-RI; isinya upaya penguatan dukungan
administrasi, teknis dan keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan tugas
dan wewenang MPR;
2. Materi khusus untuk Sekjen DPR-RI; terkait dengan pandangan materi
yang pertama, upaya penguatan dukungan administrasi, teknis, dan
keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPR-RI,
kemudian untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan
wewenang DPR-RI dibentuk Badan Keahlian yang terdiri atas:
1) Pusat kajian legislasi DPR;
2) Pusat perancangan Undang-undang DPR-RI;
3) Pusat kajian anggaran DPR-RI;
4) Pusat penelitian DPR-RI;
5) Badan keahlian bertanggungjawab kepada DPR-RI, namun
pelasanaan tugas Badan keahlian tersebut secara administratif
didukung oleh sekretariat jenderal DPR-RI. Rancangan Undang-
Undang Rangka 68 Pasal 392, dan Pasal 393B;
6) Bagaimana mekanisme dan bentuk dukungan yang akan diberikan
oleh Badan Keahlian oleh masing-masing pusat tersebut.
5
Sebelum melanjutkan agenda rapat kerja pagi hari ini perkenankan juga kami
menyampaikan mekanisme rapat pagi hari ini kiranya kita memberikan kesempatan
kepada seluruh nara sumber untuk menyampaikan masukan baru kemudian kita
berikan kesempatan kepada floor untuk pendalaman sehingga lebih komprehensif.
Setuju ya?
Baiklah marilah kita melangkah ke acara selanjutnya yaitu mendengarkan
masukan terhadap draf Rancangan Undang-Undang MD3, perubahan Undang-
undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, yang pertama kami persilakan saudara
Sekjen MPR RI, silakan Pak. oh Ibu ya, silakan.
Bissmillahirahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Pertama-tama tentunya kami mohon maaf atas tidak adanya Sekjen kami
disini karena beliau pada saat yang bersamaan mendampingi Pimpinan MPR. Jadi
kepada kami ditugaskan untuk menghadiri rapat pada hari ini.
Baik latar belakang adalah UUD 1945 telah memberikan landasan
konstitusional yang kuat khususnya tentang sistem demokrasi dan ketatanegaraan
Indonesia. Kemudian salah satu perubahan yang fenomental yang mempengaruhi
sistem demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang
semula berbunyi “kekuasaan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”
menjadi “Kekuatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
undang Dasar”. Kemudian perubahan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 membawa
implikasi mendasar terhadap tugas dan wewenang serta hubungan antara lembaga-
lembaga negara yang diatur dalam pokok-pokok Undang-undang dasar, kedudukan
MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, pelaksanaannya sepenuhnya
kekuatan rakyat tetap, tetapi menjalankan kedaulatan rakyat.
Berdasarkan hal tersebut pokok-pokok pikiran yang kami sampaikan adalah
terkait dengan substansi materi penguatan lembaga MPR yang dikompilasi dalam
berbagai diskusi dan kajian akademik, serta isu pokok aspirasi masyarakat yang
disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat kepada lembaga MPR adalah
sebagai berikut:
1. Reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional;
2. Mengenai kajian dan pemasyarakatan UUD Republik Indonesia Tahun
1945;
3. Mengenai akuntabilitas kinerja lembaga negara;
6
Dari pokok-pokok pikiran tersebut maka MPR dalam hal ini mengusulkan perubahan
adalah sebagai berikut:
KETUA RAPAT:
Terima kasih Bu, banyak sekali masukannya bu, yang kami bikin draft saja banyak
dicoret sama pemerintah, jadi bingung juga kita ini. untuk selanjutnya kami
persilakan Ibu Sekjen DPR-RI.
Bissmillahirahmanirahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Mohon ijin barangkali sebelum kepada upaya penguatan dukungan kami ingn
menyampaikan beberapa hal, ini terkait dengan tentu dukungan kami terhadap
pelaksanaan tugas-tugas dewan dari sehari-harinya.
Pertama Ada beberapa hal yang belum diatur yang ini juga kadang-kadang
merupakan kendala dan keraguan kami di dalam menetapkan mekanisme, atau
melakukan langkah-langkah untuk menindaklanjuti. Seperti misalnya yang pertama
mengenai pengaturan waktu tentang pembahasan Rancangan Undang-Undang
yang sudah melebihi batas waktu yang sudah ditetapkan. Nah ini apakah sudah
tidak ada batas waktu lagi, ketika dua kali masa sidang lalu ada yang sampai 9
(sembilan) kali, ada yang sampai tidak jelas, itu ini seperti apa? apakah ini hanya
8
bisa diputuskan, hanya cukup diputuskan oleh Badan Musyawarah atau rapat
paripurna? Misalnya.
Yang kedua ketika ada perpanjangan masa kerja pejabat publik selain duta besar
untuk negara sahabat, ini jatuh pada masa reses gitu, jadi saya terima suratnya ini
pada masa reses, ini kan ada jangka waktu, ada yang sampai 1 (satu) bulan harus
ditindak lanjuti, ini juga belum diatur biasanya kami Cuma menelpon saja, lapor ke
Pimpinan kemudian Pimpinan ya sudah hubungi fraksi-fraksi dan sebagainya hanya
seperti itu. juga pengaturan tentang persetujuan DPR terhadap pemberhentian atau
perpanjangan pejabat publik apakah harus keputusan rapat paripurna, atau cukup
dialat kelengkapan dewan yang bersangkutan? termasuk,
KETUA RAPAT:
Bu Sekjen? Saya minta maaf dulu ini, bisa lebih terstruktur nggak bu, tidak
loncat-loncat? Seperti itu, ini kan ibu baru membicarakan 1 tentang keberatan atau
masukan, lebih bisa lebih terstruktur tidak ini bu? Jadi kita enak, bahannya sih ada.
Bu jadi ini ada per Pasal sebetulnya, Cuma kami takut menyita waktu banyak
nanti kami sampaikan per pasal-pasalnya, persandingan MD3 dan Tata Tertibnya,
kemudian usulan-usulan tambahan kami nanti kami sampaikan saja. Kalau
berkenan, kalau boleh kami langsung ke upaya penguatan sekretariat jenderal ini
usulan untuk tambahan saja materi dari kami sampaikan.
Kami laporkan Ibu, Bapak yang kami hormati, pimpinan dan Anggota Pansus
Rancangan Undang-Undang MD3. Jadi sebetulnya yang pertama kami ingin
melaporkan bahwa struktur organisasi sekretariat jenderal yang ada sekarang ini
yang disahkan melalui Perpres Nomor 23 Tahun 2005, itu mengakomodari
rekomendasi dari Tap MPR Tahun 2002 Nomor 6 MPR Tahun 2002. Disana
rekomendasinya adalah kepada dewan ketika ada acara laporan tahunan lembaga
tinggi negara. Jadi perlunya melaporkan restrukturisasi organisasi kesekjenan
dengan membentuk institusi yang mempunyai tugas khusus mendukung fungsi
anggaran dan pengawasan. Untuk itulah kemudian didalam struktur organisasi
kesekjenan itu dibentuk ini tahapan perkembangan tugasnya Sekjen, dibentuk
semacam deputi perundang-undangan dan deputi anggaran dan pengawasan. Itu
yang fokus pada dukungan yang sifatnya substansial atau keahlian. Respon kami
berikutnya cepet saja jadi ini ketika ada reformasi maksud kami rekomendasi tadi
sudah struktur, nah kemudian tugas-tugas ini juga ditegaskan keberadaan
sekretariat jenderal ditegaskan didalam Undang-undang MD3 Pasal 392 sampai 394
kemudian diperaturan Tata Tertib Pasal 288 sampai 291. Masalahnya untuk yang
periode yang Undang-undang MD3 2009 ini dengan Tata Tertib yang berlaku sejak
periode ini tidak menyebutkan, tidak memerinci tugas sekretariat jenderal. Kalau
Tatib yang sebelum-sebelumnya itu jelas begitu, jadi sekarang ini kami
menggunakan dasar dari rincian tugas yang menempel di BURT, yang menempel
dipimpinan seperti itu. Kalau yang sebelumnya itu tegas memberikan bantuan
secara teknis administrasi dan keahlian kepada dewan, melaksanakan kebijakan
kerumahtanggaan DPR yang telah ditentukan oleh pimpinan dewan, berikutnya mas,
terus, terus, terus nah ini dari Tatib yang lama disebutkan semua sampai rinci, jadi
9
kami betul-betul ada pedoman. Lalu termasuk membantu anggota komisi, gabungan
komisi, Baleg, dan sebagainya seluruh alat kelengkapan dewan.
Ini gambaran dari struktur kesekjenan, terus mas, ini ada Sekjen dan Wakil
Sekjen sebelumnya, sebelumnya, sebelumnya ya, sekjen dan wakil sekjen dibantu
oleh 4 deputi, masing-masing deputi perundang-undangan, anggaran dan
pengawasan, persidangan kerjasama antar parlemen, bidang administrasi.
Kemudian masing-masing deputi berikutnya ya ini membawahi biro-biro, kemudian
substansinya tentu disesuaikan, nomenklaturnya disesuaikan dengan kebutuhan
untuk dukungan pelaksanaan fungsi kedewanan. Jadi terus ya berikutnya sudah
spesifikasi terhadap masing-masing tugas deputi, kami melaksanakan tugas tentu
mengacu pada tugas dan fungsi dewan. Terus, terus, terus ya ini menjadi dasar dari
pelaksanaan tugas-tugas kami dari hari kehari, kemudian renstra DPR-RI juga 2010-
2014 dan berdasarkan itulah terus mas, berikutnya nah berdasarkan itulah sekjen
juga menyusun visi dan misi renstra didalam renstra, ini juga mengacu kepada tadi
renstranya dewan juga arah kebijakan umum kerumahtanggaan dewan yang sudah
ditetapkan oleh Badan Urusan Rumah Tangga.
Untuk upaya peningkatan dukungan kami melakukan pemetakan masalah ini
pada tahun 2010 internal teman-teman peneliti. Kemudian diantara lain hasilnya
adalah DPR masih belum puas dengan dukungan kinerja sekretariat jenderal
termasuk dukungan keahlian. Kemudian kelemahan SDM sekretariat jenderal yaitu
dominasi tenaga teknis administrasi dan kurangnya jumlah SDM yang mendukung
keahlian. Kemudian belum memiliki perencanaan yang jelas dan rinci tentang
kebutuhan SDM dan belum ada standar kerja dan belum terpenuhinya beberapa
kebutuhan dukungan keahlian bagi dewan.
Oleh karena itulah kami mencermati kemudian didalam Undang-undang MD3
itu direkomendasikan atau ditugaskan untuk membentuk badan fungsional keahlian.
Sebetulnya ini ya munculnya gagasan ini disebabkan karena tidak terpenuhinya
kebutuhan informasi aktual yang sesuai dengan agenda rapat-rapat DPR, data dan
informasi dan termasuk hasil penitian dan barbagai analisis ketika dewan membahas
berbagai tugas-tugasnya bersama pemerintah. Kurang tajamnya fokus program
penelitian jadi kami juga mendapat kritik karena teman-teman peneliti ini dianggap
penelitian yang dihasilkan tidak sejalan dengan kebutuhan dewan. Kemudian
pelaksanaan program penelitian kurang ini, kemudian tidak sejalan dengan
kompleksitas persoalan yang dihadapi dewan.
Jadi permasalahannya memang teman-teman peneliti juga punya tugas
khusus untuk sesuai dengan kepakarannya untuk menyelenggarakan penelitian
yang menghasilkan KUM, atau angka kredit untuk jenjang kepangkatan berikutnya,
itu hanya salah satunya saja sebetulnya. tetapi kami kemudian mengkoordinasikan
supaya ada sinergi antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti, teman-teman
peneliti dengan yang dilakukan oleh Deputi PUU, karena teman-teman peneliti ini
berada dibawah, dikoordinasi Deputi Anggaran dan pengawasan. Jadi membentuk
Tim penelitian yang dilakukan kemudian untuk mempertajam penyusunan naskah
akademik yang dilakukan oleh teman-teman legal drafter.
Kami menyimpulkan bahwa sebetulnya permasalahannya adalah tidak pada
kelembagaan, tetapi bukan berarti kami resisten terhadap pembentukan badan
fungsional keahlian. Tetapi dari pemetakan masalah, dari survey-survey internal
memang lebih kepada mekanisme, belum ada mekanisme yang bisa menyatukan
potensi antara tenaga PNS yang memberikan dukungan keahlian dengan yang non
PNS yaitu tenaga ahli. Jadi ada tenaga ahli yang direkrut sejak tahun 2008, dan
10
seterusnya sampai hari ini belum ada penyatuan potensi untuk mendukung tugas-
tugas dewan inilah tantangannya untuk diatur lebih lanjut.
Yang berikutnya perlu ada penyatuan dari unit-unit kerja yang memberikan
dukungan substansial kepada dewan. Kalau sekarang kan masih menyebar, masih
ada yang langsung bertanggungjawab kepada pimpinan AKD, ada yang di Deputi
PUU, ada yang di Deputi Anggaran dan pengawasan, nah ini sebetulnya lebih
kepada penyempurnaan dari struktur kesekjenan. Karena ini kalau kami melihat dari
pasal-pasal yang ada untuk pembentukan BFK ini nanti akan diatur dengan
peraturan pimpinan DPR-RI, ini juga nanti harus perlu pertimbangan. karena kami
membahas struktur organisasi saja sampai 2,5 tahun pak baru selesai ibu, itu
pengalaman, dan kemudian kami menindaklanjuti untuk Undang-undang MD3 untuk
pembahasan BFK ini juga kami lakukan dengan BURT sejak tahun 2010 pemetakan,
2011 itu BURT kerja sama dengan konsorsium universitas terkemuka yang pertama
konsorsium universitas Indonesia, ITB dan UGM. Kemudian hasilnya ada
rekomendasinya tetapi juga masih belum terlalu jelas karena apakah ya antara ada
dua lembaga yang satu seperti lembaga asli DPR, yang satu kesekjenan lebih
kepada dilahirkan melalui peraturan Presiden, seolah-olah ini adalah lembaga
eksekutif, dari eksekutif begitu, jadi ini masih juga belum jelas. Oleh karena itu
BURT kemudian kerja sama membentuk konsorsium yang kedua lagi untuk
membahas ini, pembentukan BFK dengan penyempurnaan struktur kesekjenan. Jadi
dari UNPAD, UI dan UGM, hasilnya ada rekomendasi berupa struktur organisasi,
tetapi kemudian didiskusikan lebih lanjut oleh BURT bersama sekretariat jenderal
bersama kementerian PAN, kementerian Ketenagakerjaan, bersama BKN, itu
kemudian ada mengalami perubahan, karena semua permasalahan dikemukakan
termasuk kementerian keuangan. Nah hasilnya rekomendasi terakhir yang kami
terima dari BURT juga sudah ada bentuk struktur baru ini lebih flet begitu. tetapi
setelah kami diskusikan juga ini terus-terusan ini ibu, bapak dari tahun 2010 sampai
sekarang 2014, itu kemudian terakhir menghasilkan yang seperti ini, jadi tidak
sekjen, nanti kami sampaikan bapak iya. Kalau ini program reformasi birokrasi, nanti
kami akan mohon ijin juga untuk lebih menjelaskan lagi bagaimana yang sudah kami
sampaikan.
Jadi itu yang terkait dengan rekomendasi dari Undang-undang MD3, disini
ada pembentukan ada tenaga ahli dan sebagainya, kelompok pakar, dan
sebagainya itu sebaiknya itu memang nanti disatukan. Sekali lagi mohon maaf
bukan kami untuk resisten terhadap pembentukan lembaga baru yang dengan
peraturan DPR, tapi itu akan sulit penerapannya koordinasinya apalagi ada klausul
bertanggungjawab kepada Pimpinan Dewan untuk kinerja, kemudian
bertanggungjawab secara administrasi dibawah koordinasi sekretariat jenderal,
hampir tidak mungkin ibu, bapak mohon maaf. Karena kami diharuskan membuat
laporan kinerja, baik kinerja sekretariat jenderal maupun kinerja dewan tentunya, itu
kalau sekretariat jenderal paralel, jadi satu paket gitu. laporan keuangan itu ya
dilampiri laporan kinerja, saya tidak bisa membayangkan kalau kinerjanya
bertanggungjawab kepada Pimpinan dewan, lalu kami administrasi keuangannya
dan SDMnya pembinaan SDMnya dan sebagainya bisa saja kita kehilangan out put
yang harus dipertanggungjawabkan dan sebagainya, itu karena ada batas-batas
seperti itu. Jadi mohon maaf kami mengusulkan draf untuk struktur organisasi itu
bentuknya masih kepada artinya supaya lebih implementatif apa yang diatur didalam
Undang-undang MD3. Jadi seperti misalnya keberadaannya BFK nanti kami
haturkan itu menjadi penyatuan dari Deputi PUU yang ada dengan Deputi Anggaran
11
dan Pengawasan misalnya seperti itu, karena sebetulnya tidak terletak pada
kelembagaannya. Dari hasil survey-survey yang kami lakukan bersama universitas
jadi justru pada mekanisme pada kewenangan yagn diberikan, gitu ketika misalnya
ada penyusunan naskah akademik, tentu kami menyampaikannya itu adalah dalam
konteks akademik isinya. Jadi tidak berupa tidak mewarnailah artinya mohon maaf,
ada bapak, ibu anggota barangkali bikin seperti ini, itu kami tidak bisa itu. Nah kalau
itu diijinkan ya mudah-mudahan kedepan akan lebih optimal dari dukungan
sekretariat jenderal tanpa banyak harus merubah struktur, tapi yang penting bisa
dilaksanakan. itu saja kami.
Dengan peraturan dewan bapak, kami kawatir tadi yang kami sampaikan
bisa, tetapi waktunya akan lama kami inginnya yang lebih implementatif karena
mempengaruhi di kami bapak struktur sekretariat jenderal. Jadi saya inginnya cepet
gitu, karena begini bapak, kami punya kewajiban melaksanakan reformasi birokrasi
itu sudah kami laksanakan sejak tahun 2008, itu ada kami dituntut untuk melakukan
perubahan awalnya 3 area perubahan yaitu organisasi, kelembagaan dan sumber
daya manusia. Kalau organisasi ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia
berubah lagi 2009 menjadi 8 area perubahan, dan 2010 menjadi 9 area perubahan
itu dokumennya itu sangat terkait. Misalnya begini bapak.
Ibu Sekjen tidak usah, Ibu tidak usah jelaskan yang bulat kesana kemari tidak
jelas capek kita ngikutnya. Kita mengikuti ini sungguh-sungguh karena itu juga
penjelasannya juga coba fokus apa problem? Jadi kita ini sedang membuat,
menyusun mengubah Undang-undang MD3, salah satu pikiran utama didalamnya itu
adalah kesekjenan ini khusus untuk DPR itu adalah sekjen dewan kan begitu. ini
pilar utama untuk bisa perform ini dewan ini legislasinya, pengawasannya atau
anggarannya. Apa problem statmennya kesekjenan dewan selama ini apa? Ada
tidak problem? Supaya apa, supaya kita cari solusi untuk dituangkan dalam Undang-
undang ini, kan gitu bu coba ibu jelaskan. Kita maunya gini-gini, apa misalnya yang
berkaitan dengan fungsi anggaran atau legislasi anggaran banyak pegawai ibu atau
sekjen yang dipanggil KPK apa problemnya? Buka itu, apa masalahnya disana?
kong kalikong, jadi kalau ngomong soal mafia ini di dewan ini, ada anggota
dewannya, ada pegawai sekjennya, atau segala macam itulah ini apa ini? tolong itu
dibuka. Jadi kita mau yang membuming, Ibu, dewan ini kan penjelasannya, nanti
kami akan ambil sikap politik oh begini, kesekjenan ini harus menjadi bagian dewan
bukan bagian dari eksekutif. Kan begitu, nanti misalnya sekjen ini jangan jadi PNS,
bukan dari PNS, kan begitu, bila perlu nanti kedepan kita tender ini sekjen ini,
visinya jelas untuk membenahi ini gitu lho. Jadi ini kita ingin ada hal barulah yang
ingin ditampilkan oleh ibu sekjen didalam Undang-undang ini. jadi mengapa ibu,
bapak diundang? Untuk memberi masukan berkaitan dengan Bab, Pasal tentang
tugas, fungsi kewenangan kesekjenan dalam rangka membangun parlemen yang
12
bersih berwibawa kedepan melalui Undang-undang MD3. Ibu kasih masukan, juga
nanti DPD dengan riseningnya apa? misalnya tadi MPR ada perubahan disini kok
tidak nyambung mengapa sampai-sampai ada perubahan usulan begitu? apa
penjelasannya? Kita butuh, tidak usah kemana-mana supaya singkat ibu ya, ya
terima kasih banyak.
Ini mumpung bagian interupsi ya, mohon maaf yang terhormat ibu, bapak
Sekjen, tentu penjelasan seperti ini sangat dibutuhkan, tetapi dia lebih akan bersifat
sebagai lampiran untuk kita dalami bersama. Nah kami setidaknya saya berharap itu
berangkat dari DIM ya, berangkat DIM sehingga kita bisa membuka pasal mana
kemudian apa kajiannya? Sebab kalau kita ibarat ini merancang ulang, ibu ini mohon
maaf kita tidak cukup waktu. Oleh karena itu mari kami ajak ibu yang terhormat
untuk membuka DIMnya, kemudian apa kira-kira yang perlu diomongkan disitu, apa
yang perlu dilengkapi dan sebagainya. Sehingga ilustrasi kemudian informasi yang
sebegitu luas dan banyak itu tidak mengganggu substansi yang sudah kita rancang
saat ini. Saya kira begitu pimpinan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ibu Ketua mohon maaf ya, mumpung tadi itu kesempatan kami ketemu
bapak, ibu jadi kendala-kendala yang kami hadapi kami laporkan. Tetapi kami ingin
langsung bapak apa yang kami sampaikan tadi di Pasal 392, soal yang terkait
dengan pembentukan BFK (Badan Fungsional Keahlian) itu, kami tadi laporkan
bahwa itu pembentukan BFK yang dimaksud di Undang-undang MD3 ini seharusnya
kalau itu ingin tetap adalah lebih jelas begitu. Karena dia akan mempengaruhi posisi
strktur organisasi sekretariat jenderal, tadi kami laporkan kontribusi apanya sudah
kami bahas di BURT dan kami, kami menyebutkan sudah ada dilahirkan, artinya
kami sudah setidaknya ikut didalam diskusi-diskusi bagaimana kalau BFK ini
dibentuk. Itu dari tahun 2010, nah kami menganggap tadi, dalam praktek-praktek
kerja selama ini sebetulnya lebih secara fungsional peran BFK ini sudah dikerjakan
oleh Deputi Perundang-undangan dan Deputi Anggaran dan Pengawasan
disekretariat jenderal. Produk-produknya banyak sudah dikerjakan tapi nanti
memang ada kendala nanti kami sampaikan perdata saja kalau begitu.
Kemudian itu yang tadi, jadi sekali lagi bukan artinya ini tentu keputusan pada
bapak, ibu anggota tetapi pendapat kami sebetulnya menyempurnakan saja struktur
yang ada di kesekjenan untuk lebih optimal itu cukup, karena Badan Fungsional
Keahlian itu disini ditetapkan dengan peraturan DPR tentu akan sulit pengguna
anggarannya nanti seperti apa? kuasa pengguna anggarannya itu siapa? apakah
sepenuhnya di Sekjen, tetapi disini ada klausul bertanggungjawab kepada Dewan itu
yang kendala. Yang kedua
13
Pasal 392?
Iya bapak, ayat (3) ya, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan
wewenang dibentuk badan keahlian yang ditetapkan dengan peraturan DPR tentang
Tata Tertib itu pak. Karena kalau ini badan keahlian tidak terbentuk dan lama kami
juga terkatung-katung pak, reformasi birokrasi kami itu sudah diujung sekarang
tinggal remunerasi dan itu seluruh pegawai punya jabatan khusus kalau BFK ini
tidak segera dibentuk kami terkendala. Didalam pelaksanaan tugasnya,
diatur anggaran dan sebagainya itu dipersulit begitu, kalau kita lihat dinegara-negara
yang modern demokrasinya anggaran dewan presentasi dari APBN. Karena itu
adalah prestasi bersama, kalau eksekutif naik sekian persen, kita naik sekian
persen, presentasi dari total bugeting nasional misalnya kaya begitu, sehingga langit
ini tidak ada. Inilah yang menyebabkan munculnya lembaga dewan yang kuat,
mohon maaf sekarang ini tidak bisa, cara berpikir bapak-bapak, ibu-ibu tadi itu ya
meskipun belum berbicara saya sudah bisa tebak, terjebak kepada ini semua begitu.
Ya jadi kalau saya bisa interupsi ini, saya maksudkan adalah karena pasal-
pasal ini kan tidak rinci, tapi kan yang penting ada aturan dibawahnya. Kita perlu
tambah paling Cuma satu pasal yang mengatakan bahwa mulai sekarang kita
merintis pengelolaan lembaga pendukung terhadap dewan ini, kalau di negara-
negara maju itu namanya congresional management centre atau management office
kantor tersendiri, bukan merupakan pejabat pemerintah, ini eselon-eselon segala
macam itu omong kosong sudah. Capek, loyalitas bapak-bapak, ibu-ibu ini tidak
solit, bukan Cuma soal loyalitas, frame mindset salah, ini kita mau dengar, karena
kita mau berubah. Nah mungkin sudah ada belum yang gitu itu? kalau tidak ada bu,
ibu bilang bikin keputusan politik kami akan taruh pasalnya disini, kita tabrak ini
semua, yang kerja didewan ini harus otak-otak terbaik direpublik ini dengan gaji
yang terbaik. Itu yang harus dirancang dari sekarang, saya kira itu, itu interupsi saya
coba ibu-ibu tolong bapak-bapak dipikirkan karena kalau muter disini lagi saya jadi
ikut pusing juga, kalau begini caranya. Ya terima kasih.
Baik saya 1 menit untuk bapak ibu sekjen, jadi harus ada keberanian untuk
merubah mindset, keberanian untuk melakukan revolusi akal sehat, bukan revolusi
mental, tapi memiliki mental revolusi. Apa maksudnya? Jadi kita ini kan ada
kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif, menambahkan
penjelasan pak Fahri Hamzah tadi. Dikekuasaan Kehakiman, kekuasaan yudikatif
itu, seluruhnya itu menjadi institusi yang otonom, yang mandiri dia. Kesekjenan
Mahkamah Agung tidak menjadi bagian dari eksekutif, tidak, nah kita punya ini, tidak
jelas kekuasaan eksekutif ibu ketua perfek, tapi kesekretariatannya bertuankan
bukan pada legislatif tapi yang lain, bingung saya. Bapak, ibu aku lihat punya pikiran
menikmati situasi ini, ini yang aku tolak Pak Fahri, tolak. Padahal tadi harapan kami
adalah ibu datang, bapak-bapak, ibu datang kita maunya begini, tolong ambil
keputusan politik, tuangkan dalam normanya, itu maunya kami. Sehingga nanti
kedepan tampil ini dewan yang punya kewibhawaan begitu, pengelolaan
anggarannya kita, administrasinya ibu juga segala macam kita, kemandirian dewan,
jadi ibu mereka, bapak mereka bagian dari kekuasaan legislatif, itu poinnya. Jadi ini
dulu, itu dulu, kalau bapak, ibu tidak punya pemahaman yang sama dengan ini ya,
ya mohon maaf tidak maju-maju kita kedepan. Bapak, ibu datang dengan mindset
kami ini pegawai pemerintah yang ditugaskan disini, nah celaka kita pak. nah ini poin
kita pak, jadi saya tenden saja tolong lebih maju kita, kita punya kemauan politik
yang kuat untuk mengubah dewan, termasuk mengubah institusi kesekjenan, dalam
rangka menampilkan dewan kedepan yang lebih kuat, lebih kuat bukan kuat
ngomong tapi kuat efektif dewan punya hasil kerja. itu ya terima kasih banyak.
karena kebetulan saya mau ikut.
15
KETUA RAPAT:
ini 100% gitu. Tetapi tadi itu, jangan-jangan nanti temuan-temuan BPK, di KPK kan
dan lain sebagainya itu pak, itu fakta bahwa semua Undang-undang itu mengikat
kami sebagai unsur pemerintah terutama didalam mempertanggungjawabkan
keuangan. Itu bu terima kasih.
Sekarang, ini Bu Nurul mau tanya saja, itu Undang-undang yang mengikat-
ikat tadi itu sudah ibu daftar belum? sudah daftar, terus nanti sudah tahu caranya
memasukin dalam Undang-undang MD3 ini? nah lengkapi masuki disitu bongkar
semuanya bikin yang baru. Pertanyaan berikutnya, Ibu, bapak ini siap tidak kalau
nanti ada perombakan perubahan apa namanya seluruh staf pendukung itu ngerti
apa yang terjadi gitu? itu juga pertanyaan bu, sebab ini saya sudah lama
menantang, saya ini kan, ini kan Pansus MD3 yang dulu juga saya tantang, itu
sudah lama saya tantang rapat di BURT saya tantang, tapi kan tidak pernah mau
keluar diatas ini kayaknya dewanya tidak bisa diganggu. Bongkar dong ini kan
mindsetnya harus dirubah, saya kira itu interupsi jadi rame begini.
KETUA RAPAT:
Interupsi ibu, memang ini soal tidak sederhana, kita punya Undang-undang
Nomor 874, tahun 1999, kita kemarin punya kenapa kepegawaian, kita punya
Undang-undang Nomor 2 tentang ASN. Jadi memang perlu study yang betul-betul
komprehensif, tadi kalau yang terhormat pak Fahri Hamzah bertanya apa sudah
terinventarisasi belum Undang-undang itu? apakah kita escapenya ke lakespesialis
kita nanti? Atau bagaimana itu? jadi karena ini memang bicara soal MPR, DPR dan
DPD, ini harus ya harus revolusioner gitu, harus berani gitu, tapi kami juga
memaklumi, dan sebab itu mungkin Pimpinan yang terhormat dapat kiranya
memberi kesempatan kepada ibu-ibu sekjen dan Pak Sekjen nanti itu sekaligus juga
membaca DIM pemerintah gitu, supaya bagaimanapun juga ini kan ada problem
yang khas dilingkup PNS itu bagaimanapun juga ya. Jadi harapan yang disampaikan
tadi ibu, sekali lagi dengan etikat baik ya kita ingin betul-betul merdeka yang punya
independensi yang dijamin oleh UUD. Tapi juga ada yang bisa gradual, tapi juga
secara fundamental begitu radikal, nah ibu tinggal kira-kira mohon maaf bisa
menawarkan oh ini kira-kira yang sifatnya gradual. Ini yang revolusioner yang radikal
begitu misalnya. Jadi pendekatan ini akan lebih masalah tampaknya memberikan
masukan karena tadi saya menyarankan silakan berangkat dari DIM, kemudian
perkuat dengan lampiran-lampiran dan bukan tidak mungkin nanti kita ada
pertemuan kedua misalnya, atau bikin ad hoc yang mendalami khusus masalah ini
saya kira. Ini sangat, sangat-sangat strategis betul-betul, sangat strategis, jangan
sampai misalnya kita hanya memindahkan kembali ibu sekjen yang terhormat atas
aturan yang lalu di Undang-undang yang baru ini. sehingga tidak ada perubahan
sama sekali, padahal kita sangat berharap MPR, DPR dan DPD yang akan datang
itu memang kuat sebagaimana diamanatkan oleh UUD dan politik hukum kita.
demikian Pimpinan terima kasih.
17
KETUA RAPAT:
Ini memang masalah kesekjenan ini sesuatu yang sangat panas begitu, dan
kita ingin melakukan sebuah revolusi, kalau berbicara soal lembaga legislatif ya
harusnya kesekjenan itu adalah bagian dari keluarga besar legislator itu lembaga
parlemen ini. Tapi ternyata tidak, yang sekarang terjadi adalah kami sebagai
anggota legislatif parlementarian ternyata disana kita harus apa tunduk pada satu
lembaga kesekjenan yang diatasnya adalah bossnya itu adalah para eksekutif
tersebut. Jadi itu kan tidak nyambung, tadi ibu menyatakan ya kita harus taat pada
Undang-undang dan sebagainya. Nah kita ingin sebetulnya lembaga ini mandiri, jadi
kalau ibu bilang ibu sekjen bilang ada apa-apa kita tidak tahu, kita yang dipanggil
oleh KPK dan sebagainya kita yang sebel jadinya, nah harusnya kalau menjadi
bagian dari keluarga besar parlemen itu, ibu harusnya memang pasang badan,
karena ini adalah keluarga kita. Nah masalahnya ini kan bukan hal yang sederhana
begitu, yang revolusioner itu harus menyangkut perubahan Undang-undang itu
sendiri. Kalau masalah nanti ibu katakan masalah pegawai gimana ini? kita apakah
akan dilanjutkan dan sebagainya saya kira tidak sesederhana membicarakan ya
perubahan satu pasal atau dua pasal. Dan disini draf dari kami yang kami ajukan di
DIM pemerintah itu dihapuskan semua, misalnya kita ingin ada fit and proper test
kesekjenan itu oleh Pimpinan dewan itu dihapus. Ini adalah suatu upaya untuk
menciptakan kemandirian kesekjenan tadi, nah upaya-upaya kecil inipun sudah
disembelih sama pemerintah itu, kita akan dengarkan, pak itu memang media itu kan
selalu menjelek-jelekan kami ini anggota DPR gitu. Padahal kami itu didalam DPR
selalu merasa oh ternyata sesungguhnya kita ini selalu berhadapan dengan suatu
tembok yang besar yang namanya kesekjenan, yang mereka juragannya adalah
para eksekutif itu, gitu begitu jadi bukan ke kami. Jadi ini semoga persepsi ini bisa
kita satukan menjadi satu dan pihak anda dan kami menjadi keluarga besar melebur
dalam keluarga besar yang kalau ada apa-apa itu ya kita satu suara. Terima kasih,
silakan lanjutkan pak.
Bissmillahirahmanirahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua.
18
Jadi barangkali oleh karena tugas supaya lebih terbatas dibandingkan oleh
teman-teman dari DPR-RI sejauh pemikiran pemerintah yang kami baru baca DIM
pemerintah pada pagi hari ini, inipun dilaksanakan dengan berinduk kepada
Undang-undang yang ada ASN maupun keuangan negara dan sekretariat jenderal
DPD tidak akan mengalami kesulitan. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
KETUA RAPAT:
Bissmillahirahmanirahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.
Ibu Sekjen MPR, Sekjen DPR-RI dan Sekjen DPD masing-masing beserta
jajaran,
Pimpinan dan Anggota Pansus yang terhormat, dan
Hadirin yang berbahagia.
pertanyaan awal ya ibu, bapak yang terhormat, khususnya kepada Ibu Sekjen MPR
dan DPR-RI.
1. Pertanyaan yang pertama apakah ketika perancangan Rancangan
Undang-Undang ini perubahan ini di Baleg ibu-ibu diundangkah sebagai
nara sumber? Sehingga menyampaikan ide-ide berlian tadi itu ya sudah
disampaikan sesungguhnya sejak dini dalam perancangan Rancangan
Undang-Undang ini.
2. Secara sepintas saya dengar dan saya juga baca paper yang
disampaikan oleh para nara sumber, ada dikandung maksud ibu, bapak
yang terhormat. Hendaknya selain pokok-pokok pikiran dan lampiran yang
begitu baik, terstruktur dan sangat memberikan inspirasi bagi saya paling
tidak, hendaknya dia juga dielaborasi maaf saya ulangi bagian elaborasi
dari DIM yang ada. Dari DIM itulah kita mengalirkan apa-apa yang menjadi
pandangan Ibu, bapak sekjen yang terhormat. Sebab dengan demikian
kita diargumentum prosesorium dalam kajian ini tidak terjadi perdebatan
yang tidak bermakna gitu, apalagi kalau kita mempunyai akar bijakan yang
berbeda. kalau tadi saya ulangi lagi yang terhormat Pak Fahri Hamzah
menyampaikan apakah ibu sudah mengiventarisasi Undang-undang
tersebut, lantas ada pilihan cerdas dan usul apa yang dimungkinkan,
sehingga bisa merekonstruksi aspirasi, berpikir awal dari perubahan
Rancangan Undang-Undang ini? demikian. Sebab kalau tidak ada
perubahan yang radikal saya kira tidak perlu kita mengubah Rancangan
Undang-Undang tersebut, kecuali merubah UUD saja satu, apa yakni
memisahkan masing-masing Undang-undang, Undang-undang tentang
MPR, Undang-undang tentang Susunan DPR, dan Undang-undang
tentang Susunan dan kedudukan DPD, dan DPRD bukan direzim ini.
karena di konsideran menimbangpun tidak ada menyangkut itu yang
namanya DPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Nah kalau hanya
itu saya kira sangat sederhana, nah oleh karena itu kita ingin ada
perubahan, tentu yang namanya perubahan yang lebih baik, baik yang
sifatnya konstruktif, maupun konstituentum. Jadi apa yang kita harapkan
dalam waktu dekat sekjen ini berubah itulah kira-kira harapan bersama
kita, ibu sekjen dan bapak sekjen saja jarang bersama kami. sebaliknya
kalau tadi ibu, bapak misalnya memang ada atau andaikan ada yang ini,
ini tentu perubahan seperti ini perlu waktu itu yang namanya
konstituentum. Dan kami merancang ini bukan untuk kita saat ini, tapi kita
ingin mendedikasikan karya bersama ini sebagai persembahan bagi
anggota dan struktur lembaga yang akan datang. Sehingga secara intern
sesungguhnya ini punten ibu sekjen yang terhormat, hampir-hampir tidak
ada fasiliteres itu, kecuali kemaslahatan, kecuali kebaikan untuk kita
semua. Nah saya kira poin ini ibu ketua yang terhormat yang ingin saya
sampaikan itu, sekali lagi saya hanya berharap ada pertemuan yang
kedua, setidaknya misalnya ada usulan-usulan yang sedemikian rupa
yang mengacu kepada DIM dan disampaikan secara komprehensif,
kemudian secara integral. Demikian terima kasih mohon maaf.
Undang-undang itu ada hak pada kita sekarang, tergantung kita. Kalau kita sudah
sepakat menjadikan suporting sistem ini adalah posisinya adalah independen atau
political oppointee misalnya, orang siapa saja boleh ini bisa dari basis pegawai
negeri, bisa dari swasta atau dari profesional boleh masuk kalau itu sudah ada
perinta undang-undang kita sudah gampang. Sekarang kan belum ada, baru mau
kita buat ininya, nanti baru proses rekrutmentnya bagaimana apa fit and proper test
dari hal-hal yang ada itu.
Demikian juga lembaga-lembaga yang kita harapkan sebagai lembaga
profesional itu tadi kita isi dengan orang-orang yang juga pas, tidak full misalnya
posisi ini berasal dari orang-orang yang terikat dengan katakanlah dengan NIP yang
ada itu. Ini demikian kalau kita bicara kita bangun kita nyatakan dulu didalam
Undang-undang ini bahwasanya dukungan posisi kesekjenan ini dalam jabatan
political oppointee misalnya. Political oppointee itu kan tidak mesti yang ini, mungkin
bu Win walaupun dari PNS kalau dia memang mampu untuk itu mesti bisa juga. Tapi
tidak menutup kemungkinan juga orang-orang yang profesional dikalangan
perguruan tinggi ataupun swasta atau apa kalau memang ingin kita kelolakan secara
benar-benar lepas dari pengaruh katakanlah ini dan itu dari segi posisinya. Nah
bagaimana kita mengatur didalam persyaratan-persyaratan yang ada kita mungkin
mengacu kepada Undang-undang ASN itu bu. Undang-undang ASN itu sudah ada
payung juga, misalnya bagaimana memberikan kepastian tenaga-tenaga ahli yang
kita pakai di komisi, difraksi, maupun di per orangan ini, mereka bila perlu ya ada
kontrak kerja yang selama 5 tahun tadi. kemantapan mereka ini kan setiap tahun
harus diperpanjang sehingga tidak menimbulkan dia tidak apa kemantapan itu. Jadi
profesional mereka juga, nah inilah yang sudah kita atur, sama halnya dengan yang
demikian itu untuk melakukan posisi penempatan daripada orang.
Mengenai lembaganya ya kita jadikan seperti itu tadi, mulai dari deputi-deputi
sudah semi, semi gavernment gitu, termasuk sekjennya, yang kebawah baru
tenaga-tenaga pendukung, tenaga-tenaga pelaksana atau pengadministrasian yang
lainnya itu diambil dari orang-orang yang kita tugasi yang membangun karir di PNS
ini. Ya disitu saya pikir, jadi eselon II ke atas itu lembaga deputi itu benar-benar
yang kita harapkan lembaga yang bebas independen, baik dalam hal pengaturan
pengelolaan keuangannya juga benar-benar independen. Nah perintah Undang-
undang ini harus ada menurut saya, dan ini ibu-ibu, bapak-bapak yang ada ini
memberi nuansa keinginan revisi Undang-undang ini, tidak seperti Pak Fahri
katakan tadi, masih ya seperti dululah kesannya ini. Kita minta gayung
bersambutnya itu bagaimana, yang telah ada ya kita sudah tahu, tapi yang posisi
yang kita inginkan ini bagaimana tinggal Pansus memutuskan dengan waktu yang
singkat ini. Kalau perlu kita pending ini, karena kita mau mendengar dari pemerintah
juga, pemerintah kan ikut membahas nanti, tidak hanya dari segi DPR nanti hal-hal
ini bagaimana persoalan sumber keuangan, nah disitu kita berbicara dengan
pemerintah, karena kita punya hak keuangan juga, jadi kalau ada kebutuhan
suporting sistem tidak tergantung penuh dengan pemerintah, memang otoritas kita
sendiri, kalau ibu sekjen mau meminta uang itu ada pengaturannya, pengguna
keuangan itu dari para pegawai negeri. Saya pikir itu saja pandangan, karena ini
sudah sangat capai, melelah-lelah kita setiap kali MD3 ini membicarakan suporting
sistem ini kuat supaya bebas indenpenden dan kaya gini ini sudah berkali-kali,
sekjen kita juga sudah, kita tiru-tiru dikit sepertinya Amerika, atau ini contoh kemarin
dari LSM itu saya kadang-kadang seperti di Korea Selatan itu sampai belasan
tenaga ahli mereka didalam satu setiap anggota. Ini ada kemudian juga ada seperti
23
Argentina, apalagi kalau kita bandingkan dengan Amerika ini hampir 20 orang
superting sistem setiap anggota, baik itu ahlinya maupun administrasi. Nah kalau
pemerintah tidak sanggup ya nanti kita bicarakan, tapi ada perubahan jangan bahwa
orang ini, atau satu orang ini, nah kalau kita mau mulai baru sedikit itu yang begitu
saja tidak apa-apa bu, usulkan saja. pikiran daripada superting Pak Kartono kita
akan mencoba meng inikan nanti didalam Undang-undang ini, toh ini pemetaan yang
kita harapkan pada ibu-ibu saya pikir itu ibu terima kasih. Dan itu saja hal-hal yang
menurut pandangan saya tidak masuk biar pak Kahar nanti yang lebih semangat itu
sekian dan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
memberikan acuan bahwa keseluruhan institusi yang berada disini apakah itu
elemen pendukung dan lain sebagainya, itu adalah elemen pendukung yang berada
didalam lingkup melaksanakan tugas dan wewenang legislatif. Karena dengan
melaksanakan tugas dan wewenang itu merubah semua gambaran tentang
perbedaan dengan rumpun kekuasaan yang lain. Jadi ini yang menjadi basis, dan
bahkan itu diperkuat ibu sekjen menyebut ketetapan MPR tadi, bahwa ada sebuah
gambaran tentang ketetapan MPR yang memposisikan. Ya bahwa organisasi sekjen
itu adalah mempunyai tugas khusus mendukung fungsi anggaran dan fungsi
legislasi. Posisi rumusan ini dalam ketetapan yang kemudian kita rumuskan dalam
Undang-undang itu, itu memposisikan bahwa apapun yang ibu-ibu dan bapak
posisikan sekarang adalah posisi yang jelas “Gusti Allah”, jelas “Tuhan Allahnya”
kan begitu iya kan? Tuhan Allahnya beda ini, mohon maaf saudara-saudara
sebelumnya, komendannya beda ini! ya, soal tadi dikoreksi sedikit oleh pak
Soenmandjaya tadi karena PKS dan non PKS ya nanti kita ini. Jadi komendannya
jelas, karenanya mumpung kita membicarakan hal seperti ini, marilah kita sama-
sama untuk memposisikan ini pembahasan yang mendalam. Bahkan ada sebuah
pemikiran 3 sekjen ini kalau jadi satu kaya apa sih wong kita itu rumpun legislatif?
Kenapa harus dibagi-bagi kamarnya? Ya DPD, DPR, MPR tiga sekjen dan
sebagainya membahas diruang area yang sama secara fisik, dan area substansi
yang kadangkala sama, kenapa mesti itu? secara teknis BURTnya ada 3, Badan
Anggarannya ada 3, ya, BURT dewan, badan anggaran MPR, DPD ya kemudian
pelayanan kesehatannya ada 3. Ya dan itu adalah versi, versi eksekutif, versi
eksekutif dalam tanda petik bukan eksekusi ya, eksekutif dalam hal ini adalah
lembaga pemerintah.
Jadi dengan demikian kalau itu dipilah-pilah sesuai konstitusi yang kita tekuni
sebagai pemilahan sebuah lembaga negara, maka semua ketentuan yang ada itu
harus dapat dirumuskan untuk tunduk pada ketentuan yang kita akan ubah. Dan
semua kegiatan itu harus formulasinya harus tunduk pada ini, dan mumpun kita
membuat rumusan tentang cara menundukkan itu, cara membuat resume ataupun
diskripsi tentang komandan itu, maka sebenarnya ibu, bapak sekalian berada
bersama-sama kami. sehingga posisinya adalah posisi yang bersama-sama kami
bagaimana memposisikan, menjalankan tugas dan wewenang MPR itu sehingga
dibaca diluar ini adalah sebuah institusi yang tunggal sifatnya. apakah itu MK
tunggal? bukan doble, kalau tidak bisa itu a proudlah sekjennya kan begitu, selalu
DPD pindahan dari sekjen kementerian masuk didalam sekjen DPD, sekurang-
kurangnya 2 orang catatannya. Tetapi kesekjenan tua itu berbeda dengan
kesekjenan menjadi pembagian kesekjenan menjadi DPD, menjadi kesekjenan
diluar lembaga ini, dan kalau itu diposisikan sama sebetulnya itu memungkinkan,
sebab kesekjenan dikementerian kan eselon, eselon yang sangat kredibel. Kurang
apa mas? Iya kurang kedua, kalau disekjen lembaga legislatif ini juga dimungkinkan
sebagai orang kedua. Karena menjalankan tugas pelayanan melaksanakan tugas
dan wewenang dari lembaga ini. formulasinya bisa berbeda, tetapi keluar
berhadapan dengan siapapun I am legislat, I am suporting sistem ya bukan sebentar
pak saya konsultasikan, iya to? Itu, inilah yang kita coba formulasikan sehingga
segala macam rumusan yang menjadi lampiran seperti ibu kemukakan kami sangat
bergais seperti pak Soenmandjaya. Tetapi apakah itu lampiran dari sebuah fungsi
yang kita ingin harapkan dalam melaksanakan tugas dan wewenang? Jadi ketika
belum ada saya terus terang membuat contoh saja, kami di MPR juga ya sudahlah
itu urusan teknis saja, contoh-contohnya ketika ada institusi yang membicarakan
25
peraturan lembaga juga berbeda suasana. Tetapi saya ingin persingkat saja, bapak
pimpinan, jadi basis konstitusi maupun pondasi dalam Tap MPR dan Undang-
undang itu, kemudian kita harapkan masukkannya dari kesekjenan tiga lembaga ini
untuk membuat formulasi, ya membuat struktur, membuat tupoksi yang mau kita
kerjasama, justru mau mengatur rumah, supaya kita masuk berada digedung ini
berada dalam rumah yang substansial sebagai peran legislatif. Sehingga apapun
pelaksanaannya itu adalah ini adalah peran legislatisi. Sehingga kalaupun terpisah
dengan eksekutif dalam pengertian dengan pemerintah itu adalah peran-peran
administratif, apakah kepegawaian dan sebagainya? Tetap bisa dibuat sisipan,
dapat dibuat ketentuan-ketentuan lainnya, jadi ya saya kira itu sebagai tambahannya
tetapi saya sependapat dengan pimpinan, tadi bahwa minta ingin menggambarkan
perubahan maindset itu sebagai sebuah jalan untuk mengembalikan pada ruhnya
kita menjalankan konstitusi ini, dan kalau itu tidak kita lakukan, mumpung
dibicarakan disini ya kita 5 tahun akan berada pada wilayah yang sama kembali.
Merasa ya berjalan, tetapi tidak utuh sebuah dukungannya dalam pengertian
melaksanakan tugas dan wewenang itu, terima kasih ketua.
KETUA RAPAT:
Ya, bapak-bapak, ibu-ibu sekalian mungkin ini juga respon yang saya minta
untuk kemudian untuk singkatnya nanti kita merumuskan seperti apa pasal yang
ada? untuk memulai transisi apa namanya sistem pendukung di 3 lembaga
perwakilan ini, yang sebetulnya dalam sistem ketatanegaraan kita itu memang
harusnya pisah murni, dan itu sudah terjadi dilembaga lain kalau kita lihat eksekutif,
legislatif, yudikatif, BPK, BI ya bahkan KPK saja sekarang mau direkrut penyidik
independen. Coba bayangkan itu. Nah itu sudah terpisah di yudikatif sudah pisah,
kalau bapak lihat BPK juga pisah, BI juga pisah kalau bapak lihat itu pisah semua.
MA ya itu di yudikatif semua juga sudah pisah semuanya, nah legislatif saja yang
belum, saya minta masukkan bagaimana ini transisinya dibuat? Kalau saya ada
beberapa opsi didalam pikiran saya, pertama itu kita membentuk satu badan
mungkin juga transisional sifatnya, sebetulnya itu kayak BURT, tapi nama BURT ini
kurang bagus kita bikin saja namanya mungkin kantor badan, atau kantor Badan
Pengelola Lembaga Legislatif atau Badan Pengelola, Badan Pendukung legislatif
gitu, badan pendukung lembaga legislatif. Kemudian kita angkat seorang pejabat
setingkat menteri begitu yang secara administratif diatur bahwa memang dia
setingkat menteri. Bayangan saya nama badan ini hanya satu periode saja, hanya 5
tahun saja, dan itu dalam rangka mentranspormasi sekertariat jenderal yang ada di 3
lembaga ini, sesuai dengan arah transisi kita menuju pengelolaan lembaga yang
independen. Sebab sekjen DPD harus independen saya tidak tahu namanya sekjen
atau apa? saya usul namanya bukan sekjen. Karena ini kesanya ini kayak sekjennya
eksekutif, kalau bapak-bapak, ibu lihat dilembaga-lembaga lain itu nama sekjennya
diganti, kalau di yudikatif saya lihat masih pakai istilah sekjen. Tapi di BPK, eh BPK
masih BI dan sebagainya itu memakai istilah-istilah lain, bahkan kalau BI itu pakai
group, pakai apa namanya terminologi yang baru. Dan memang ini harus dicirikan
26
itu, nah sehingga kemudian nanti setelah 5 tahun terjadi transpormasi besar-
besaran.
Yang saya kawatirkan ini yang tidak mau berubah ini bapak-bapak, dan ibu-
ibu, karena bapak-bapak, ibu-ibu ini kan ada dalam satu merit sistem renumerasi
sistem yang melihat ini yang jelaslah tidak usah berubah, ini yang saya kawatir.
Kalau mau itu berubah maka kita harus merintis dan merancang kearah sana,
sebab yang saya lihat dari penjelasan ibu sekjen DPR-RI misalnya itu apa namanya
barir diatasnya itu terlalu banyak yang harus diselesaikan. Saya sering mengulang-
ulang itu, reformasi terjadi 16 tahun yang lalu ya, amandemen konstitusi kita terjadi
secara dahsyat, bahkan menurut ahli tata negara memakai istilah kekuasaan
eksekutif dirampas untuk rakyat melalui penguatan lembaga perwakilan. Ya
sekarang DPD juga sudah mendapatkan tambahan kekuatan, yang juga
implementasinya disekretariat tadi sudah dikatakan oleh pak sekjen, saya kira juga
lebih kompleks begitu. Karena itulah kemudian apa namanya dinamika dilembaga
pendukung ini harus betul-betul dinamis. Kalau kajian dari tingkat dewan kita sudah
banyak, saya dulu ingat pak Dahrul ditugaskan secara khusus oleh dewan menjadi
ketua panitia didewan, dalam rangka kajian apa namanya reformasi dewan. Sudah
study ke berbagai negara, rekomendasinya sudah menjadi buku, didiskusikan
dimana-mana, tapi tidak jalan. Karena apa? karena ini mau dicoba dari bawah,
berarti harusnya dari atas, potong dulu, jadi pasal itu berbunyi kira-kira “pembentuk
lembaga atau membentuk badan pendukung lembaga legislatif selama 5 tahun
untuk mengelola transisi menuju sistem pendukung yang independen”. Yang kedua
semua sekretariat jenderal dan yang dibawahnya itu bertanggungjawab kepada
lembaga ini dulu. Yang ketiga diinisiasi pemisahan secara total, apa namanya
kepegawaian sistem pendukung dari eksekutif menjadi pegawai DPR-RI. ini
misalnya saya tahu juga ada masalah di P3DI dengan sekretariat jenderal itukan
karena induk semangnya masing-masing, nanti tidak ada ini semua harus masuk
menjadi pegawai dewan, pegawai lembaga legislatif. Sehingga mantap, solid dewan
itu melangkah kedepan, soal badget itu sekarang ini masih terlalu sedikit kok,
asalkan jelas metode pengelolaannya, komunikasinya yang baik, saya kira publik
juga akan senang, daripada kayak gini.
DPR, Anggota DPR tidak punya pendukung didalam anggaran, akhirnya apa?
anggaran tidak dibahas tapi dinego-negokan, rapat bukannya rapat pembahasan
anggaran tapi rapat negosiasi anggaran, akibatnya dianggap kriminal, kantor dewan
dimasuki oleh KPK bawa senjata laras panjang, digerebek dibongkar-bongkar.
Sekretariat apa namanya DPR, sekretariat komisi digeledah, teleponnya disita,
emang kita ini lembaga mafia atau apa? ini harus diakhiri pak, bu tolong ini sudahlah
sekali ini cobalah bongkar pikiran kita, kecuali kalau bapak-bapak, ibu-ibu berpaham
bahwa ini yang benar, seperti yang sekarang dilakukan oleh pemerintah di DIM ini,
pemerintah tidak mau, semuanya mau dicabut kembali. Karena dewan ini dianggap
korup uangnya mau diatur, mau dicatu dari sana, dan seterusnya mau ditarik lagi
kayak susduk, cap stempel seperti jaman orde baru dulu, kita semua ini Cuma cap
stempel dari eksekutif. Padahal ada amandemen keempat, jadi apa kalau ada tadi
tawaran bahwa kita akan rapat lagi setelah ini, saya oke-oke saja, tapi kira-kira apa
yang berubah? Apa yang mau kita rubah? Kalau tidak repot, dan kita harus
menghadapi eksekutif, eksekutifnya tidak mau jelas tidak mau, BKF dicoret semua
dicoret tidak mau mereka, dewan jangan kuat, sebab kalau kuat ini eksekutifnya
susah.
27
Anggaran jangan dibahas kalau bisa kita bagi saja pak, tenang saja pak nanti
dapil bapak aman, karena eksekutifnya maunya gitu saja kan? udah tenang saja pak
nanti dapil bapak aman, buat konstituen adalah nanti, nah itu yang dia mau, berarti
itu yang harus kita akhiri.
Jadi saya kira itu yang saya ingin tunggu responnya, kalau memang itu
dianggap oke dan disetujui mari kita berbenah, mari kita memulai, mari kita
merancang itu ya, dan jalan tengah dari semua ini menurut saya adalah
pembentukan itu yang akan secara transisional mengelola independensi lembaga
pendukung itu tadi. Saya kira itu Ibu pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih pak Fahri, masih ada yang belum puas ini? Pak Johnson? Ibu,
Pak Dar, Pak Soen yang baru datang Pak Arwani silakan, mau menambahkan?
Terima kasih.
Jadi bapak, ibu dan anggota yang kami hormati, di MPR itu kan ada dibentuk
satu tim kerja kajian sistem ketatanegaraan Indonesia, ada Puskaji. Nah dalam
perjalanan pelaksanaan tugas-tugasnya disana apakah menyentuh ini tidak itu?
disini ada Pak Cahyono melalui bu Sekjen ya ini mohon maaf ya bu, kalau tidak
salah beliau sebagai kepala pusat pa apa itu? Puskaji lah ini, yang sebelah kanan
ibu sekjen itu, saya mohon ada ijin yang ibu berikan beberapa saat kepada beliau
untuk memberikan informasi yang relevan dalam kondisi ini, jika diijinkan saya
senang sekali ini bu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan pak,
Terkait tadi yang disampaikan oleh Pak Soenmanjaya, bahwa dikita adalah
dibentuk tim pengkajian, perlu bapak dan ibu pimpinan dan anggota Pansus pahami
bahwa setelah masa reformasi memang upaya-upaya untuk melakukan
demokratisasi sungguh terasa yang dinamis sekali aspirasi politik masyarakat
termasuk dari daerah yang itu bermuara pada pimpinan MPR sebagai salah satu
alternatif. Dan disanalah kemudian kita ada salah satu kebutuhan untuk membentuk
satu taspos yang disebut dengan tim kerja kajian sistem ketatanegaraan. Dan kalau
bapak, ibu pahami bahwa tim ini sudah hampir 3 – 4 tahun berakhir menjadi satu
wacana yang ingin dibahas dan diformulasi dalam bentuk pembentukan lembaga.
Tetapi kemudian tidak terealisasi sehingga respon dari majelis pembentukan alat
kelengkapan yang disebut tadi tim kerja kajian sistem ketatanegaraan. Dan setelah
bekerja selama 2 tahun tentu saja sebagai lembaga publik, lembaga demokrasi yang
tentu didalamnya adalah ingin merespon aspirasi publik, itu mampu mengidentifikasi
beberapa persoalan yang sungguh fundamental bu, yang didalamnya tentu terkait
dengan sisi-sisi strategis ada dimensi politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain
terkait dengan norma-norma konstitusi dan implementasinya. Dan disitulah kenapa
tadi ibu wasekjen sempat mengusulkan yang tidak eksplisit ada dalam revisi terbaru
Undang-undang ini, yaitu adanya yang disebut badan kajian ketatanegaraan. Dan ini
tidak hanya menjadi isu pokok aspirasi dari berbagai diskusi kami baik ditataran
internal MPR tim kerja kajian, maupun juga dikampus-kampus supaya konstitusi
sebagai norma fundamental yang selalu harus menjadi rujukan termasuk Undang-
undang revisi yang harus kita bahas hari ini, itu kana menemukan satu alur yang
bagaimana satu hal-hal yang bersifat filosofis, sosiolitis dan lain sebagainya yang
ada hukum dasar akan mengalir kepada Undang-undang, seluruh Undang-undang,
bahkan sampai peraturan tingkat desa.
Nah ini yang kita kehendaki sehingga ada relevansi dan ada urgensi
dilembaga yang dulu dikatakan sebagai lembaga tertinggi negara meskipun
sekarang strukturnya tidak demikian eksplisit, tetapi sesungguhnya fundamental
tugas dan kewenangannya itu disitu, apa namanya ada satu suporting sistem yang
didalamnya berpikir tentang idealita-idealita, berpikir tentang hal-hal yang baik,
berpikir tentang sesuatu yang ideal yang mensuport lembaga MPR. Meskipun posisi
strukturnya masih seperti ini, belum kita ingin menangkap arus besar aspirasi yang
menginginkan bahwa MPR akan menjadi lembaga tertinggi kembali, MPR ingin lagi
akan, ingin lagi ada kehendak untuk GBHN, ingin lagi ada kehendak dan lain
sebagainya. Biarlah itu menjadi bagian aspirasi masyarakat, tetapi setidaknya
sebagai suporting sistem harus mampu menangkap itu, itulah yang saya maksud
bahwa mindset kami sesungguhnya adalah sama dengan bapak dan ibu anggota
Pansus, ingin bagaimana lembaga ini kuat? Lembaga ini juga mampu merespon,
melakukan demokratisasi dan mengurus aspirasi publik dengan menginisiasi adanya
satu dukungan yang maksimal. Dan selama hanya satu sekretariat jenderal yang
didalamnya tentu saja struktur-strukturnya juga belum sepenuhnya memadai untuk
bisa melakukan dukungan secara maksimal sehingga disitu kita menginginkan
adanya satu badan keahlian yang namanya badan kajian sistem ketatanegaraan.
ya dan nanti yang kedua adalah join sesion untuk pidato kenegaraan. Apa perlunya
saya tetap harus menjadi anggota MPR yang apa namanya kelembagaannya itu
menjadi agak permanen begitu? itu pertanyaan filosofisnya dulu, jadi jangan
ditambah-tambah dulu dengan yang lain, sebab kita ini mau solid ya, sistemnya
bikameral ya kan, MPR itu adalah lembaga sementara karena dia pekerjaannya
memang sementara, tidak ada yang permanen. Kecuali kalau anda bisa ceritakan ke
saya memang ada tugas permanen, nah kalau ditambah lembaga sosialisasi itu apa
tidak mengambil pekerjaan eksekutif? Kan ada menteri Penerangan, apa
pekerjaannya Menkominfo? Diantaranya itu mensosialisasikan hal-hal yang ada
didalam tubuh negara ini, yang begitu dia menjadi Undang-undang dia menjadi milik
publik dan harus diterima oleh publik dalam satu sosialisasi, dan sosialisasi pada
dasarnya adalah tugas eksekutif, bukan tugas legislatif. Eksekyut itu bukan
legisletury, legisletury itu yang Cuma membuat Undang-undang, jadi ini pertanyaan
dasarnya dulu dijawab, kalau ada baru kita bisa melangkah, ditambah lembaga lain,
lembaga ini, lembaga ini gitu lho sebab jangan kita nanti pretensinya bukan pada
fungsinya, tetapi eksistensi dan itu nanti berbahaya negara jadi gemuk. Coba
dijelaskan.
Baik pak.
Apa yang tadi saya sampaikan secara substantif sesungguhnya adalah
normatif itu muncul daripada ketentuan UUD. Jadi MPR adalah lembaga yang
permanen resmi dan eksplisit muncul dalam tatanan kenegaraan kita, dan itu
meskipun tadi bapak menyampaikan join sesion dalam implementasinya, atau ada
presepsi bahwa itu tidak syarat dengan beban tugas. Tetapi yang sesungguhnya
ada dalam normanya MPR adalah lembaga negara, itu saya kira tidak bisa
dipungkiri, karena pasal 3 dan pasal 4.
Sebentar saya tambahkan, saya tidak memungkiri ada MPR itu ada dalam
konstitusi dan itu tidak bisa dibongkar, ada MPR. Pertanyaan saya kan hanya 2
pekerjaannya itu, ya kan yang rutin, atau tigalah kalau kita mau tambahkan kalau
mau amandemen konstitusi, pelantikan dewan dan join sesion untuk pidato karena
besok katanya mau satukan saja, jangan pidato di DPR juga pidato di DPD juga
isinya sama. Presidennya sama kenapa pidato dua kali, digabung jadi inilah join
sesionnya MPR, bayangan saya kalau kita mau menghemat uang negara harusnya
join sesion ya join sesion saja, sekretariatnya diperkuat ya untuk pekerjaan-
pekerjaan yang kita sebut tadi kalau ada usulan amandemen dan sebagainya itu gitu
malah kalau mau itu fasilitasi kajian untuk amandemen. Itu relevan konstitusi kita
harus diperbaiki secara terus menerus, tapi kalau sudah masuk sosialisasi dan
sebagainya itu kan pekerjaan lain yang sebetulnya ada dieksekutif. Nah pertanyaan
saya adalah, kalau keperluannya Cuma join sesion tadi itu kenapa apa namanya
muncul lembaga baru yang pretensinya itu rutin gitu lho. Nah itu coba iniin.
30
Ya mohon maaf ini, kalau menurut saya ya apa yang permanen? Kalau
dewan itu kenapa dia harus permanen karena memang kerjaannya itu permanen,
membuat Undang-undang itu rutin disini. Kalau di MPR amandemen konstitusi iya
tapi dia tidak rutin, gitu lho meskipun menurut saya itu bisa menjadi pintu masuk
kalau kajiannya itu konstitusi, tapi kalau lembaga itu sosialisasi itu eksekutif. Karena
kan kita fasif, iya kan? misalnya MPR ini ada yang datang mau mengamandemen
konstitusi mengusulkan, tapi itu kan syaratnya itu kan diatur harus sekian persen
dan sebagainya. Baru kemudian disiapkan, yang disiapkan Cuma rapat kan
sebetulnya, tapi kalau yang rutin ini, jadi gini saya membayangkan yang kita perbuat
depan ini adalah DPD dan DPR bikameralnya itu, tapi justru MPRnya itu semakin
join sesion, semakin tidak permanen, makanya keanggotaannya yang diperkuat itu
adalah keanggotaan sebagai anggota DPR-RI dan anggota DPD tapi MPR itu
kemudian ya itu tadi tidak permanen. nah ini sekarang ada pretensinya jadi demikian
lebih permanen, itu yang saya tidak mengerti dasar berpikirnya. Kalau yang anda
bilang aspirasi publik, aspirasi siapa? datang kepada siapa? bentuknya apa? kan
kita harus jelas juga. Jadi saya kira itu anunya ini ada ketua Fraksi MPR PKS juga
tolong dibantu bicara ini.
KETUA RAPAT:
Ya saya kira kalau diberi kesempatan untuk pertemuan lagi mungkin bisa
lebih melengkapi apa yang tadi saya sampaikan. Terima kasih.
31
KETUA RAPAT:
Saya sih ingin kembali kita fokus begitu ya, karena kan ini sepertinya MPR
ingin menambah 1 badan, blusjis perlu-perlu banget. Karena memang itu bisa
menjadi tugas harian dari anggota MPR dan itu sifatnya ad hoc tidak menjadi
permanen. Mohon maaf ini memang jelas dari fraksi kami di MPR pun pasti
mengusung hal yang sama dengan kajian ketatanegaraan ini menjadi hal yang
permanen. Kemudian juga disana ada sosialisasi yang reguler dari sosialisasi 4
pilar, saya kira sesungguhnya ini bukan hal yang memang penting tapi tidak penting-
penting banget begitu. Jadi hal yang tidak harus menjadi satu sifatnya rutinitas
kemudian permanen begitu saya kira ini tidak silakan pak.
Saya dalam posisi orang yang diamanahi di MPR, ada 2 catatan bu yang
pertama memang Undang-undang MD3 ini khususnya Pasal 15 ayat (1e) itu didalam
draf perubahannya pun tidak dicabut. Bahwa salah satu tugas konstitusional
pimpinan MPR adalah mengkoordinasikan anggota untuk menyelenggarakan
pemasyarakatan UUD. Kalau tadi Pak Fahri mengatakan tugas eksekutif itu benar
itu, almarhum Pak Taufiq Qiemas sudah bertemu dengan Presiden SBY
membicarakan masalah ini tentang pentingnya dibentuk satu badan, badan negara
badan nasional yang bersifat permanen yang jangan sampai MPR capek-capek
mengurusi yang kaya begini, itu yang pertama. Tapi berkaitan dengan yang diajukan
oleh maaf informasi yang disampaikan oleh Pak yang tadi itu, memang sebegitu
banyak aspirasi yang datang kepada MPR dalam hal ini, contoh sederhana misalnya
dari DPD saja ini pak Sekjen mungkin saya kira mengikuti juga, ya terima kasih Pak
Sekjen. Bagaimana DPD RI setelah melakukan kajian sampai 4 tahun non stop
mengenai usul perubahan UUD dari 10 pokok itu, kemudian merucut menjadi 3
sementara dari kalangan kampus-kampus yang sudah kita kunjungan maupun yang
mengirimkan pandangan-pandangannya, bisa dirumuskan dalam 7 poin besar,
tentang ke arah wacana penguatan ketatanegaraan kita ini, tentu saja dampaknya
itu antara lain ter kepada kemungkinan adanya perubahan UUD yang kelima.
Seandainya ini tidak ada yang menguruskan bukan menggemukan, kurus ya kurus
itu Pak Fahri yang istilahnya, seandainya tidak ada yang menguruskan ibu sekjen
sudah ramping ya? tidak ada yang menyelenggarakan pandangan ini, maka akan
sangat sia-sia itu, alternatif pandangan-pandangan yang sangat brilian dari kalangan
perguruan tinggi bahkan juga organisasi-organisasi kemasyarakatan tidak terkecuali
Pepabri misalnya.
Nah kami tentu ingin memberikan pandangan esensial ini berkenaan dengan
komitmen kearah ketatanegaraan yang lebih baik, dan itu mewariskan UUD pada
intinya. Oleh karena itu usul tadi sangat relevan, tetapi begini pak, ibu sekjen
memang untuk memberikan kepuasan batin dan intelektual kita semua,
bagaimanapun juga harus, bagaimana kalau kajian itu dilampirkan pak ya, gitu.
dipegang oleh semua sehingga kita bisa baca secara bersama-sama rupanya ini
yang menjadi cikal bakal ide kreatif itu. demikian ibu pimpinan, terima kasih.
32
KETUA RAPAT:
BPHN itu lalu dimana kelaminya? Ya BPHN eksekutif, tetapi disana tidak
dimanfaatkan, kita tarik ke DPR-RI juga angin-anginan gitu, DPRnya juga gengsi,
barangkali kesekjenannya juga ai bisa susun sendiri kan. iya kan tidak perlu itu?
ketika kita akan melahirkan ini kita juga akan menghadapi persoalan yang
kemungkinan sama, dibawah siapa ini? kalau mau dibawah eksekutif ya kita
sempurnakan, MD3nya ini, tetapi ketika in masih tetap tertulis seperti ini, tetap harus
ada sebuah rumusan-rumusan lanjut. Termasuk didalamnya Inpres ini ditinjau atau
tidak? saya kira itu untuk keterangan sehingga kalau tadi ada istilah melakukan
pengkajian sebenarnya itu substansi persoalannya. Tapi kalau ingin kita kembalikan,
memposisikan kembali sebetulnya kesekjenan ini, malah dalam rangka
melaksanakan tugas wewenang itu dibentuk sekjen. Jadi dia adalah body yang
memang dibentuk, bukan dalam melaksanakan tugas dan mengamandemen MPR
maka sekjen harus, kesekjenan itu kesekjenan siapa? membantu, tapi ini dibentuk,
ya sebuah amanat kalau itu yang membentuk adalah institusi ini, institusi DPR-RI
dan MPR dalam kalimat-kalimatnya itu. Kemudian kalau substansinya saya kira bisa,
jadi saya kira kalau kami sesuaikan pendalaman terhadap makna dari pemisahan,
kelembagaan-kelembagaan negara yang sesuai amandemen, yang memfokuskan
sebagai lembaga negara yang setara tetapi rumpunnya kan ya tambah satulah BPK
barangkali, tetapi kan tetap tiga rumpun eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Dan ini
berada pada wilayah seperti ini, itu saja untuk menambah Pak Soenmanjaya tadi,
terima kasih.
Tambah sedikit Ibu Nurul, ini karena sebetulnya pengen clear saja, MPR itu
jelas didalam konstitusi yang disebutkan merupakan tugasnya adalah karena
wilayahnya diatas itu perkara amandemen konstitusi itu. Kemudian yang kedua,
pelantikan Presiden, kemudian yang ketiga adalah yang baru ini yang kita
cantumkan, ini kan dalam UUD sebetulnya, mau kita cantumkan adalah pidato
kenegaraan Presiden. Nah sekarang ada konvensi itu ya ya, nah yang keempat ini
ada yang katanya sudah di Inpres itu sosialisasi. Kalau kita mantab pak bahwa
sosialisasi itu sebetulnya tugas eksekutif, ya sebetulnya ada baiknya karena wilayah
MPR itu wilayah konstitusi juga sebetulnya wilayah kita wilayah MPR itu bukan
Undang-undang. Kalau tiba-tiba MPR bergelut dengan Undang-undang itu
sebetulnya miss leading ya, karena wilayah kita konstitusi. Okelah sekarang kita
mau meninjau yang keempat ini, pikiran saya kalau kita mau DPR ini mau tambah
ringan gitu ya, maka pekerjaan-pekerjaan eksekutif yang ada di DPRpun harus
dikeluarkan, dan tidak berarti dukungan kepada dewan itu lemah, justru harus
semakin meningkat. Saya kawatir pak, nanti muncul dipersepsi kita ini bisa
tambahan pekerjaan kita ini, ini bahaya kalau berpikir seperti ini, lebih baik kita
mencoba melakukan hal-hal yang lebih substantif dan menyerahkan semua
pekerjaannya eksekutif kepada eksekutif.
Yang berikutnya adalah kalau kita bicara yang pertama tadi yang kalau
disepakati, sebab saya tadi membayangkan begini, kalau pada akhirnya nanti
penguatan kepada dewan khususnya kepada DPR ya, dan juga tentunya DPD itu
nanti, akan sangat terkait dengan keseluruhannya pada kedua level
kelembagaannya, dan individunya. Individunya diperkuat, lembaganya diperkuat,
individunya diperkuat dengan segala macam, termasuk fasilitas dan sebagainya,
termasuk soal imunitas dan sebagainya, ya termasuk saya sering kemana-mana
34
karena waktu itu saya pimpinan Panja Undang-undang Imigrasi, sekarang ini ada
parlementery diplomasi. Anggota DPR itu, Anggota DPD juga adalah Anggota
Parliamentery diplomacy, harusnya mereka itu diplomat karena itu paspornya harus
hitam itu. Itu logikanya masuk itu, ini termasuk penguatan anggota. Tetapi kalau
berbicara MPR, dalam kenyataannya hanya 3 hal ini yang menjadi tugas resminya.
Karena itu sekretariat jenderalnya harus mulai membatasi diri hanya pada 3 tugas
ini, tidak perlu kita tambah. Mempersiapkan kalau ada amandemen, ya usulan
amandemen, dan kerena itu seperti kajian DPD dan sebagainya bisa dimasukan
secara resmi oleh DPD, kepada sekretariat MPR untuk menjadi bahan yang secara
permanen kemudian menjadi referensi dan kajian dari sekretariat MPR atau mau
tadi yang ada katanya lembaga kajian ketatanegaraan, tapi bukan sosialisasi
Undang-undang. Undang-undang, kalau Undang-Undang Dasar saya kira lain, SIR
ini Undang-undang atau Undang-Undang Dasar?
Ini Undang-Undang Dasar Pak, jadi begini saya jelaskan sedikit, ada
konstruksi pertama berkenaan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, ya
Pasal 7 ayat (1) terutama menyebutkan, bahwa terjadi perubahan yang radikal
dalam stepanbul teori kita dalam hirarki perundang-undangan kita. tatkala di
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, itu TAP MPR tidak lagi masuk, yang
diamanatkan TAP 1 tahun 2003, tapi di 12 tahun 2011 itu masuk, ya walaupun ada
diskusi pada waktu itu Pak Fahri, terima kasih ya. nah yang menjadi permasalahan
adalah tidak ada institusi manapun juga yang mengawal TAP MPR Nomor 1 Tahun
2003 itu, padahal diantara 6 pasal itu ada dua pasal yang wajib dikawal. Pasal 2
mengatakan tetap berlaku dengan ketentuan, artinya sampai kiamat ini, selama
MPR tidak menjadi lembaga tertinggi lagi maka dia tidak bisa diubah. Itu yang
pertama.
Yang kedua dinyatakan tetap berlaku Pasal 4 sampai terbentuknya Undang-
undang, nah jadi siapa yang mengawal keberadaan eksistensi TAP MPR dalam
mewujud menjadi Undang-undang itu tidak ada. Itulah saya kira diantaranya betapa
ada satu badan gitu yang mengawal dirinya, yang mengawal amanat rakyat melalui
TAP MPR ini, TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 itu. itu pertama, Yang kedua memang
ada satu kerancuan saya tidak ingin diskuri soal ini tapi saya mohon ijin untuk
menyampaikan, bahwa Mahkamah Konstitusi memang sebagai the guarden of
konstitusion iya. Tapi dia penafsir yang sifatnya kan fasif begitu yang kajian atau
ketika diyudisial review, tetapi ketika memasyarakatkan itu, lah MK tidak diberi slot
itu. karena itu di Undang-undang yang sekarang kita sedang bahas itu Pasal 15
huruf e dengan tegas itu, nah ini Ibu Nurul Pak Fahri yang terhormat serta rekan
Anggota yang berbahagia, mengapa kemudian MPR mungkin memproses kan yang
menerima bapak, ibu kan ya ibu sekjen ya? mengapa kemudian MPR memasukkan
kata Pancasila selain UUD? Itu karena tadi itu pak belum ada, jadi gini, setelah TAP
MPR Nomor 2 tahun 1978 itu dicabut dengan TAP MPR 1998, praktis bangsa ini
tidak paham soal Pancasila. Bahkan istilah iklannya nyaris tidak terdengar. Nah
itulah kemudian ingin diperdengarkan kembali dihadirkan kembali sebagaimana
aslinya, sebagaimana ketika dirumuskannya gitu, dan tidak ada tafsir lain
sebagaimana yang membatasi itu bapak, ibu sekalian. Nah inilah mungkin ya, saya
mohon maaf kalau bahasa saya kurang tepat, intinya kita ingin MPR ini mengawal
35
idiologi. Sebagai filosofis istilah kita yang tidak ada lembaga lain memang saat ini,
yang kedua karena Pancasila ada pada pembukaan maka paketlah saya kira itu,
satu kesatuan yang saya sampaikan. Cuma mengenai istilah 4 pilar Pak Jhonson
sekarang sudah tidak ada lagi, waktu saya sosialisasi saya ditanya, “Pak sekarang
kan 4 pilar sudah tidak ada lagi oleh MK dibatalkan, jadi ini apa namanya? Setelah
sosialisasi bukan 4 pilar begitu? terima kasih pak.
Baik kalau begitu gini, Bu Nurul sedikit, kalau wilayah konstitusi itu saya kira
menjadi tidak ada masalah, saya tadi kira wilayahnya Undang-undang. Dan memang
itu wilayahnya kajian, karena kan ada keewajiban rutin MPR, ini kewajiban rutin
sebenarnya menunggu respon yang akan melakukan amandemen, itu kan harus
dipersiapkan agak permanen. karena itu kajiannya itu menjadi wajar gitu lho.
Kemudian kalau soal tugas sosialisasi saya kira sih memang kalau memang
tidak ada, yaitu harus memang bisa dianggap masuk kedalam, karena kan dikaji
bukan Cuma dikaji tentunya, orang juga perlu tahu apa yang kita kaji. Nah disitulah
masuk lingkup sosialisasi, tetapi saya terus terang saya kurang setuju kalau itu
dibebankan menjadi tugas anggota gitu lho, ya menyebabkan kemudian, kita
sebagai anggota dewannya sendiri jadi tidak terlalu fokus, dan dualisme
membership itu menjadi rumit begitu. kita Cuma anggota DPR atau Cuma DPD
sebetulnya dalam pelaksanaan fungsi, tapi yang sosialisasi ini saya kira itu menjadi
tugas sekretariat jenderal saja gitu. Saya kira itu memperingan tugas kita, ya karena
tugas-tugas di DPR, DPD juga mungkin tambah banyak karena itu kita harus fokus
disitu, itu pikiran yang bisa saya respon pak. cukup bu.
KETUA RAPAT:
Jika dijinkan satu menit mungkin, ini untuk Pasal 4 a, kan tadi sudah
disampaikan Pasal 15 ayat (1) huruf e, itu memang pimpinan diberikan tugas untuk
mengkoordinasikan, memasyarakatkan Undang-Undang Dasar. Tetapi justru Pasal
yang lebih potensial di Pasal 4a kewenangan lembaga itu hanya memunculkan
pemasyarakatan TAP MPR. Nah saya kira ini perlu dilengkapi, ini supaya untuk
mengingatkan saja bu,.
Kemudian di 4b itu dipenjelasannya sangat berbeda, penjelasannya itu
membahas tentang laporan lembaga-lembaga negara, kinerja lembaga negara.
Saya lihat supaya nanti jangan sampai setelah menjadi Undang-undang ada sesuatu
yang salah, itu saja bu terima kasih.
36
KETUA RAPAT:
Ya terima kasih pak, itu kita sudah masukkan, dan saya baca di MD3 juga
ada, MD3 yang lama ya? Cuma masalahnya kan bapak mau masukkan 1 badan
kajian ketatanegaraan ini menjadi satu hal yang permanen, yang menjadi tugas baru
di MPR. Itu nanti kita bisa debat di Panjalah, kalau sekarang kan belum lengkap, dan
kita juga belum tahu apakah ini betul-betul harus ada bagitu? Dan tadi bapak
mengatakan setingkat dengan kesekjenan gitu. Saya kira ini saya ingin
mengembalikan kepada substansi awal yang saya pikir lebih penting dari itu, yaitu
tadi Pak Fahri mengatakan jangan sampai DPR ini yang lain sudah mereformasi diri
tapi kesekjenannya tidak gitu, dan malah ingin mengembalikan menjadi tukang
stempelnya dari eksekutif, nah itu yang akan kita cegah begitu. sementara dikita
ingin lebih profesional, ingin lebih mandiri tapi diujung sana ada keinginan untuk
menarik kewenangan ini dan kembali DPR ini hanya menjadi tukang stempel. Saya
kira terima kasih bapak-bapak dan ibu-ibu buat masukkannya pada siang hari ini,
dan apa yang tadi menjadi masukkannya akan memperkaya rancangan undang-
undang MD3 ini. Dengan demikian selanjutnya, apalagi?
KETUA RAPAT:
Langsung pak ditutup karena kita akan langsung rapat nanti jam 14.00 WIB.
Baik jadi tadi saya kira ada pemikiran untuk apakah perlu ada sesi
selanjutnya saya kira tetap dibuka, dengan kesekjenan, karena dari pimpinan tidak
sekarang, tapi pertemuan berikutnya karena tadi pimpinan juga sudah memberikan
gambaran tentang beberapa opsi-opsi yang dimunculkan, opsi-opsi yang menjadi
pemikiran itu, sehingga ini memberikan ruang kepada kita kalau memang terjadi
pertemuan kembali nanti juga sudah muincul usul-usul rumusan yang karena ini
sebenarnya agak beda dengan pihak-pihak lain yang kita undang. Kalau kesekjenan
kan sebetulnya satu rumah dengan kita, jadi akan sangat jauh intensif untuk
melakukan pembicaraan maupun perumusan, khusus menyangkut kesekjenan, itu
saja tambahannya.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Daryatmo sudah mengingatkan dan lebih baik memang ada
satu sesi lagilah yang tadi diinginkan dari kami semua dari anggota Pansus juga ada
opsi-opsi misalnya. Atau perbandingan terutama dari pihak kesekjenan DPR tadi
yang diminta seandainya ini seperti ini, seperti ini keinginan kami adalah tadi sudah
menangkap apa yang kami bayangkan maka kurang lebih gambarannya seperti
37
apa? itu coba nanti disitu bertukar pikiran, jadi saya minta nanti kepada
kesekretariatan untuk mengagendakan pertemuan mungkin satu minggu lagi, karena
kita mengejar waktu ini, sebelum tanggal 4 kita sudah harus selesai ini.
Baiklah terima kasih untuk kedatangannya, juga masukkannya semoga materi
yang ibu-ibu, bapak-bapak sampaikan hari ini bisa memperkaya Rancangan
Undang-Undang ini walaupun belum final gitu. terima kasih untuk waktunya, atas
seijin pak Fahri dan Anggota Pansus kita tutup rapat ini sampai disini, terima kasih,
kita skors sampai disini.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
b. SEKRETARIAT PANSUS
a. Radji Amri (Wakil I Sekretaris Pansus)
b. Erna Agustina, S.Sos (Wakil II Sekretaris Pansus)
c. Titi Asmaradewi S.H. M.H. (Legal Drafter)
c. Tamu/undangan
a. Mangara Pardede, Sekretaris DPRD
b. Zulkarnova, Sekretaris DPRD
c. Ninfan Arhat, Seknas ASDEKSI
d. Jack, Seknas ASDEKSI
e. Andika, Seknas ASDEKSI
f. Widyo Prayitno, Sekum ASDEKSI
g. M. Syabirin K, Bendahara ASDEKSI
h. Ach. Mualif ASDEKSI
i. Subhan, ASDEKSI
j. Puguh, ASDEKSI
k. Kuriasih, Otda
3
Saudara-saudara,
Rekan-rekan Pimpinan Pansus, Ibu Eva, Mbak Nurul,
Yang kami hormati tamu kita Asosiasi Sekwan Provinsi, Kabupaten kota,
Bapak-bapak, Ibu-ibu yang datang terima kasih tentunya, kami dari Pansus RUU
MD3 atas kehadirannya,
Kita langsung saja karena ini rapat lanjutan. Tetapi izinkan saya ingin
memperkenalkan Pansus ini. Ketua Tim Pansus MD3 ini Bapak Drs. Benny K. Harman,
wakil ketuanya Ibu Nurul Arifin, masih semangat, ini menandakan bahwa kita cinta betul
parlemen ini, Ibu Eva, masih semangat juga walaupun pengumuman KPU kemarin
belum masuk. Saya sendiri Ahmad Yani.
Kita sepakati sampai pukul berapa ini, jam 4 maksimal ya. Untuk itu untuk
mempersingkat waktu kami persilakan ke provinsi dulu setelah itu ke kami kota
kabupaten.
Silakan, Pak.
Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih atas undangan dari DPR
khususnya Pansus Perubahan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3.
Pertama-tama yang ingin kami sampaikan bahwa undangan baru kami terima
kemarin sore, Pak. Sedangkan yang diundang adalah Asosiasi Sekwan seluruh
Indonesia sehingga kami belum sempat melakukan pembahasan terhadap bahan-
bahan perubahan RUU ini. Yang kami lakukan hanya coba berdiskusi dengan beberapa
teman Sekwan provinsi lain by phone, dengan demikian diskusinya pun sangat
terbatas. Oleh karena itu, saya mohon maaf tidak dapat menyampaikan bahwa apa
yang saya sampaikan pada kesempatan ini adalah pendapat dari Asosiasi Sekwan
seluruh Indonesia.
Benar, saya memperkenalkan diri Sekwan Provinsi DKI Jakarta ex officio
menjadi Ketua Asosiasi Sekwan Seluruh Indonesia. Tetapi untuk menyampaikan
pendapat terhadap 1 rencana perubahan undang-undang yang sangat penting ini
rasanya sangat sulit bagi saya untuk menyatakan bahwa ini adalah pendapat asosiasi
secara keseluruhan.
Untuk itu dengan beberapa teman Sekwan kami sudah bersepakat akan
mengadakan pertemuan dalam waktu yang tidak terlalu lama, setidak-tidaknya sebelum
pelantikan Anggota DPRD yang baru. Mudah-mudahan undang-undang ini belum
disetujui, disahkan menjadi undang-undang…
4
KETUA RAPAT:
Sebentar, Pak pelantikan Anggota DPRD yang baru kan mendahului Anggota
DPR RI kan?
KETUA RAPAT:
Tanggal 31 Agustus, ya?
KETUA RAPAT:
Jadi begini, Pak kita membutuhkan betul masukan itu. Undang-undang ini
mungkin agak cepat selesai karena ini dalam rangka juga untuk mengantisipasi
pelantikan-pelantikan anggota kita kalaupun ini jadi undang-undang ini apakah masih
digabung, apakah di-speed nanti. Oleh karena itu, masukan itu lebih awal menjadi lebih
baik. Jadi, ini ada beberapa hal yang sesungguhnya yang ingin kita mohon konfirmasi
itu, yang pertama adalah sejauhmana selama ini dukungan Sekwan baik provinsi,
kabupaten kota terhadap anggota DPRD provinsi, kabupaten kota baik secara teknis
maupun secara substantive dalam konteks mendukung keahliannya. Yang kedua
adalah bagaimana dukungan anggaran. Ini yang penting juga kan dukungan anggaran
yang dibutuhkan oleh Sekwan provinsi, kabupaten kota. Apakah ada kendala secara
spesifik yang dihadapi masalah anggaran. Yang ketiga itu masukan terhadap RUU
perubahan ini. jadi, kisar-kisarannya seperti itu, Pak.
bagus diganti “jumlah lebih dari 75 orang”. Dan Anggota DPRD DKI tahun periode yang
akan datang menjadi 106 orang dari tadinya 94 orang.
Kemudian di pasal 396 ayat (2) Sehubungan dengan pengaturan mengenai
tugas sekretariat DPRD di dalam draft RUU pasal 396 ayat (2) menyebutkan bahwa
Sekretariat DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai tugas
dukungan pelayanan administrasi kepada anggota DPRD. Saya kira ini menjadi sangat
sempit kalau hanya penyiapan dukungan administrasi, pelayanan administrasi karena
kita di dalam melaksanakan tugas melayani dewan disamping pelaksanaan tugasnya
sebagai fungsi legislasi budgeting dan pengawasan, berbagai kebutuhan dewan juga
kita layani. Oleh karena itu, tupoksi sekwan ini sebaiknya dikembalikan kepada undang-
undang yang lama yaitu melaksanakan pelayanan terhadap dewan dalam
melaksanakan fungsinya, fungsi legislasi, fungsi budgeting, dan pengawasan.
Selain daripada itu ada tugas-tugas tambahan yang dilakukan oleh Sekwan
seperti misalnya persiapan pelantikan kepala daerah. Kemudian paripurna HUT Kota itu
sudah pasti Sekwan karena gongnya itu ada di paripurna DPRD. Itu juga menjadi
tugas-tugas tambahan daripada Sekwan.
Selanjutnya ketentuan pengaturan pasal 396 ayat (3), (4), dan (5) yang pada
intinya menegaskan bahwa Sekretariat DPRD seharusnya berada di bawah Pimpinan
DPRD termasuk evaluasi kinerjanya. Jadi, menjadi terpisah dengan organisasi
Pemerintah provinsi. Menurut hemat kami ini tadi kami juga diskusi tidak hanya Sekwan
Provinsi tetapi juga dengan teman-teman kabupaten kota kita tidak happy dengan
keadaan ini. Coba bayangkan, Pak Yani kalau seorang sarjana, usia 24 tahun dia
masuk ke DPRD, dia pensiun pada usia 58 tahun berada pada gedung yang sama, Pak
jabatannya sangat terbatas. Ini mutasinya menjadi sangat sempit. Jadi, kalau
sebelumnya adalah teknis operasional berada dan bertanggung jawab kepada
pimpinan dewan secara administratif berada di bawah gubernur. Jadi, kita menjadi tetap
perangkat dari gubernur yang sepertinya di-BKO-kan ke DPRD untuk melayani tugas-
tugas kedewanan. Dengan demikian maka mutasi pun tetap terbuka. Pengembangan
karir akan tumbuh terbuka tidak hanya di lingkungan sekretariat tetapi juga bisa di
organisasi perangkat provinsi.
Selanjutnya ada satu hal yang juga mengganjal dan sekarang ini menjadi
diskusi publik di Jakarta ini mengenai Wakil Ketua Pimpinan DPRD. Di dalam Undang-
undang MD3 disebutkan bahwa DPRD dengan jumlah sampai dengan 100 orang
dipimpin oleh 1 orang ketua dan 4 wakil ketua sampai dengan 100, tidak ada diatur
sampai dengan lebih dari 100. Nantinya DPRD DKI akan lebih dari 100 menjadi 106.
Sekarang ini muncul berbagai pendapat antara pro dan kontra untuk
menambah 1 wakil ketua. Ini juga saya kira kesempatan yang paling pas pada saat
dilakukan Undang-undang MD3 ini untuk mengatur kepada DPRD yang anggotanya
lebih dari 100. Apakah dengan 1 ketua dan tetap 4 wakil ketua, atau memang
diperbolehkan menjadi menambah 1 ketua dan 5 wakil ketua.
Saya kira untuk sementara itu yang kami sampaikan. Terima kasih atas
kesempatan yang diebrikan kepada kami.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Terima kasih.
6
KETUA RAPAT:
Silakan, Pak dari Kota dan kabupaten.
Kalau kemudian kita kembali lagi ke era lama yang di rancangan ini peran
Sekwan hanya sebagai fungsi administrasi maka yang bolong-bolong ini akan
memperlemah fungsi dewan sendiri. Sekali lagi justru dengan adanya kekurangan-
kekurangan tersebut peran Sekwan sebagai sistem pendukung DPRD ini sangat-sangat
dibutuhkan. Ini yang pertama.
Yang kedua berkaitan dengan dukungan anggaran yang dibutuhkan oleh
DPRD. Pada dasarnya secara spesifik tidak ada kendala karena prinsip semuanya
hanya mengacu pada aturan yang ada.
Yang menjadi permasalahan di daerah justru berkaitan dengan anggaran ini
adalah batasan besaran anggaran DPRD yang tidak terukur. Jadi, batasan anggaran
kegiatan DPRD yang tidak terukur terutama dengan anggaran kegiatan yang tidak
secara langsung mendukung tugas pokok, fungsi dan kewenangan DPRD. Jadi, banyak
daerah justru anggaran yang mengait dengan kegiatan Atau tri fungsi DPRD lebih
sedikit daripada kegiatan hanya sebagai pendukung tri fungsi DPRD. Saya kira tidak
perlu saya ambil contoh saya kira sudah mengetahui. Ini berkaitan dengan dukungan
anggaran.
Kemudian yang ketiga, masukan atau tanggapan terhadap RUU Perubahan
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009. Tadi disampaikan sudah disampaikan oleh
Sekwan Provinsi yaitu berkaitan dengan rancangan perubahan Undang, pasal 398
berkaitan dengan kedudukan Sekwan. Bahwa peran Sekwan DPRD Kabupaten Kota
yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD sebagaimana diamanatkan pasal 398 Undang-
undang 27/2009 selama ini ternyata sangat berpengaruh positif terhadap kinerja DPRD.
Dengan kata lain kinerja DPRD di sebagian besar kabupaten/kota sangat ditentukan
oleh peran Sekwan dalam memberikan dukungan secara total terhadap pelaksanaan
tugas dan kewenangan DPRD. Tidak hanya sekedar pelayanan administrasi. Oleh
karena itu, mempertimbangkan hal tersebut maka kami mengusulkan agar pengaturan
tentang Sekretariat DPRD tetap sebagai pendukung kelancaran tugas dan kewenangan
DPRD Kabupaten Kota sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun
2009 karena di dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 saya kira sudah sangat
pas. Kalau kemudian dikurangi nanti akan memperlemah kedudukan DPRD di
kabupaten kota karena fungsi Sekwan DPRD Kabupaten Kota bukan sekedar fungsi
administratif. Kami juga sebagai kalau boleh dibilang, bisa dikatakan sebagai tenaga
ahlinya juga karena tempat bertanyanya Anggota DPRD lebih banyak kepada kami
daripada bertanya kepada tenaga ahli fraksi yang ada, dan lain-lain untuk hal-hal kecil
yang sekali lagi kami mohon untuk rancangan perubahan pasal 398 ini dihapuskan
saja, kembalikan lagi ke Undang-undang 27.
Selanjutnya lainnya, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan kami
namun kami akan memberikan masukan yang berikutnya itu rancangan perubahan
pasal 342 ayat (2) yaitu yang berkait kedudukan Anggota DPRD sebagai pejabat
daerah kabupaten kota. Ini mohon kalau memang ini mau ditetapkan supaya diperjelas
dalam penjelasan maupun di, karena kita cari di undang-undang mana pejabat daerah
itu apa tho istilahnya, belum ada sehingga kami mohon untuk kalau memang ini mau
dimasukkan supaya diperjelas. Jangan sampai kemudian kalau sudah ditetapkan
menjadi permasalahan di daerah.
Selanjutnya pasal 350 yaitu tentang hak Anggota DPRD kabupaten kota.
Apabila kita melihat Undang-undang 27 pasal 357 sampai 368 di sana telah mengatur
8
bagaimana pelaksanaan hak DPRD dan Anggota DPRD. Namun untuk hak Anggota
DPRD dalam mengikuti orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana diatur dalam
pasal 350 huruf b belum diatur di pasal tersendiri. Kalau hak-hak lainnya sudah diatur
membuat rancangan undang-undang, mengajukan usul, hak imunitas, dan lain-lain di
sana diatur. Tetapi yang terkait dengan orientasi dan pendalaman tugas di sana belum
diatur sehingga pada tataran pelaksanaannya sekarang banyak permasalahan.
Sehingga kami mohonkan upaya pasal ini juga diatur lebih lanjut di pasal berikutnya.
Walaupun di sana akan menyebutkan hanya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah karena ini saja yang belum diatur di sana tindak lanjutnya.
Kemudian dalam rancangan pasal 350 huruf c ada penambahan hak Anggota
DPRD yaitu mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah
pemilihan.
Ini apabila kita lihat relevansinya dengan pasal 347 yaitu berkait dengan bunyi
sumpah janji Anggota DPRD antara lain di sana menyebutkan dalam jumlah janji yang
dibuat. Akan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakili, sehingga kesannya
terjadi kontradiktif antara pasal 347 dan pasal 350 huruf c.
Di satu sisi itu adalah kewajiban tetapi di sisi lain di dalam pasal 350 huruf c ini
merupakan hak sehingga harus dipertegas memperjuangkan aspirasi ini mau dimaksud
sebagai hak atau sebagai kewajiban, ya? Kalau sebagai hak saya kira jangan, tidak pas
karena di dalam sumpah janji ini merupakan kewajiban kalau memperjuangkan aspirasi
atau mengusulkan dan memperjuangkan program pengembangan daerah
pemilihannya. Tidak tahu di latar belakangnya itu kami belum tahu tetapi kami harap ini
supaya diperjelas antara hak dan kewajiban.
Kemudian berikutnya di rancangan perubahan pasal 373 ayat (2). Ini
pengalaman di beberapa daerah. Untuk hukum pemberhentian Pimpinan DPRD ini
dipermainkan tanda petik di beberapa daerah. Di Jawa Tengah ada 2 apa 3 kabupaten
yang tidak bisa melaksanakan penggantian Pimpinan DPRD yang diberhentikan karena
tidak pernah memenuhi kuorum. Sedangkan pada pasal 354 pada dasarnya sebetulnya
adalah untuk mengisi Pimpinan DPRD adalah tanda petik merupakan hak partai politik
yang memenuhi syarat untuk mendudukkan anggota di Pimpinan DPRD. Tetapi pada
beberapa kasus untuk pemberhentian Pimpinan DPRD walaupun sudah diusulkan oleh
Pimpinan Partai Politiknya tidak bisa dilaksanakan sehingga ini menjadi pertimbangan
untuk berkaitan dengan kuorum untuk pemberhentian Pimpinan DPRD.
Kemudian ini tidak substansi tetapi perlu juga dibaca untuk pasal 373 ayat (2)
huruf a dan b karena sama-sama kuorum 2/3 maka cukup disatukan dalam 1 huruf
saja.
Itu selanjutnya berkaitan dengan rancangan perubahan pasal 399. Bahwa
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada pasal 399 rancangan perubahan Undang-
undang 27 yang menuntut tersedianya tenaga profesional yang memiliki keahlian
tertentu, jadi tenaga profesional dan memiliki keahlian tertentu ini di beberapa daerah
karena kita tahu bahwa seluruh Indonesia tidak semuanya dekat dengan perguruan
tinggi, tidak tersedia tenaga ahli untuk dipertimbangkan kembali karena akan
berdampak kepada di samping kebutuhan anggaran yang tinggi kemudian alat
kelengkapan nanti membutuhkan keahlian tertentu sehingga keahlian atau tenaga
ahlinya nanti akan semakin banyak sehingga sekali lagi untuk tenaga ahli terutama
9
KETUA RAPAT:
Bapak-bapak,
Asosiasi Provinsi atau Kota kabupaten menjadi relevan seperti yang dikemukakan
seperti itu. Itu catatan yang pertama.
Yang kedua, adalah betul apa yang dikemukakan tadi kita juga sudah
memikirkan hal seperti itu karena sesungguhnya kan Sekwan ini menjadi supporting
system, pendukung. Tidak hanya pendukung administratif. Kalau pendukung
administratif kan menjadi tugas kesekretariatan saja, petugas sekretariat. Tetapi jauh
lebih dari itu adalah dalam rangka untuk menunjang, mendukung, dan menopang baik
kelembagaan dewan itu maupun anggota-anggota dewan itu sendiri. Jadi, dalam
rangka melaksanakan kewenangan dan tugasnya tentunya. Apalagi ke depan ini kalau
kita lihat anatomi Anggota DPRD yang baru ini mungkin pembekalannya harus lebih
banyak lagi, semakin berat nanti tugasnya Sekwan.
Undang-undang yang lama kan juga kita sudah mendesain juga walaupun
belum efektif di provinsi, kota kabupaten kan punya juga namanya Badan Legislasi.
Tetapi Badan Legislasi itu juga belum punya juga yang namanya tenaga ahli yang
betul-betul ahli, tenaga ahli di fraksi yang betul-betul ahli yang selama ini tenaga ahli itu
kan bagian dari relawan-relawan pada waktu Pemilu itu saja seperti itu kan,
dimasukkan tim sukses. Jadilah dari dia tidak jadi anggota jadilah tenaga ahli seperti itu.
Jadi, kenapa ini didesain dari sejak awal memang tenaga ahli seperti ini
memang ada kendalanya memang sumber daya manusianya tidak semua sumber daya
di daerah itu yang bisa terpenuhi.
Yang belum dijawab ini sesungguhnya yang belum dapat informasi ini
pengelolaan keuangan ini. kalau saya tidak salah kalau Anggota DPRD Provinsi, Kota
Kabupaten itu dia kan bersifat ad cost. Ini juga menjadi problem mereka juga tatkala
mereka melakukan kunjungan kan mereka suka juga kunjungan ke DPR ini.
Saya kebetulan di Badan Legislasi, dia ada yang namanya pemekaran di
Badan Legislasi, ya walaupun tidak masuk ke Badan Legislasi yang penting butuh
stempelnya Badan Legislasi saja, iya kan. Saya kan berkali-kali saja kalau mau ketemu
Badan Legislasi kita bicara tentang Baleg. “Bang, yang penting stempel saja dulu,
Bang.” Seperti itu. Ini kan karena tadi masalah anggaran tadi kan.
Pertanyaan saya itu sampai sejauhmana juga Anggota-anggota DPRD itu yang
dalam konteks penunjangan anggaran. Dan memang DPRD ini memang lebih
berwibawa Anggota DPRD Provinsi, Kota, Kabupaten daripada DPR RI. Sangat
berwibawa, Pak karena kita melakukan kunjungan kerja bersama, atau sosialisasi
bersama. Ya, itu tadi yang dalam rangka fungsi representasinya. Memperjuangkan
aspirasi itu kan fungsi representasinya.
Tatkala mereka rakyat meminta program atau usulan proyek itu DPRD Anggota
DPR itu lancar, ya masuk nanti program, fungsi saya yang melaksanakan. Kalau
ditanya DPR RI kita blangak-blongok saja karena kita tidak punya fungsi itu semua.
Tetapi dalam draft ini kita juga ingin melaksanakan fungsi-fungsi arah presentasi itu
karena sumpah juga kita juga akan memperjuangkan daerah aspirasi kita walaupun
kadang-kadang tidak inheren. Kita sudah memperjuangkan daerah begitu banyak,
kayak Ibu Eva bolak-balik, bolak-balik ke dapilnya tetap suara juga minim juga. Ada
akhirnya. Yang paling penting itu menunggu di tikungan akhir itu. Masalahnya kita ini
tidak punya keahlian menunggu di tikungan akhir itu sehingga banyak yang
bergelimpangan. Kerja sama dengan Sekwan.
11
Itu saya kira. Tetapi catatan-catatan tadi saya kira walaupun baru mohon maaf
juga kita memberitahukannya baru beberapa hari yang lalu atau kemarin. Tetapi saya
kira karena Bapak-bapak ini sudah menjiwai betul pekerjaan yang Bapak-bapak
lakukan, sudah hari sehari sehingga walaupun semalam sudah itu keluar dengan
sendirinya saja karena itu persoalan riil yang dihadapi hari demi hari.
Tetapi alangkah lebih baiknya juga apa yang tadi dibacakan secara tertulis
dengan dilengkapi juga hari-hari berikutnya karena ini kan kita tidak untuk mengungkin
bahkan memang ada usulan lagi tanpa menunggu kita, iya kan mengundang Bapak
bisa membuat usulan tambahan tadi untuk RDPU karena ini sangat penting, Pak kita
berkejar-kejaran waktu ini sehingga kalau bisa masuk dalam hal-hal yang lebih teknis,
lebih menggampangkan kita usulan kayak tadi, pasal ini kembali lagi. Jadi, lebih kepada
hal-hal yang teknis yang berhubungan dengan seperti itu. Dan yang berkenaan dengan
kesekretariatan Sekwan langsung masuk ke pasal-pasal yang teknis, kalau bisa, bisa
buat pabrik juga lebih bagus. Ini dari draft RUU-nya, ini usulannya, ini juga
tandingannya. Tandingannya kan undang-undang yang lama kalau ada perubahan.
Kalau tidak berarti kembali kepada undang-undang yang lama. Itu sangat mendukung
kami, Pak kalau dibuat matrik.
Saya kira mungkin dalam waktu 1 minggu atau 2 minggu bisa selesai, Pak ya
kita masih bisa. Dan kalau sudah selesai, Pak nanti bisa koordinasi, nanti bisa kita
terima lagi RDPU lebih lengkap lagi, bisa memberikan apa, mempresentasikan secara
keseluruhan.
Saya kira itu catatan saya. Saya akan buka ini untuk pendalaman. Silakan Ibu
Eva tadi sudah angkat tangan.
KETUA RAPAT:
Ibu, ini Bapak-bapaknya rindu dengan suaranya Bu Venna ini.
Silakan, Pak Arwani.
Bapak-bapak dari Sekwan Provinsi dan Kabupaten Kota yang kami hormati,
Memang ada beberapa hal yang coba kita mau kembangkan di dalam revisi
Undang-undang MD3 ini terutama kali terkait dengan posisi atau jenis kelamin ini ya
dari DPRD. Sebagian masyarakat memang menganggap bahwa kalau DPR kok masih
ada DPRD-nya itu belum asli DPR, belum asli sebagai wakil rakyat. Kira-kira begitu.
Tetapi itu problem institusi, ya problem kelembagaan dari DPRD itu sendiri. Kadang-
12
kadang dalam prakteknya itu memang masih saja terbelit pada problem yang atau
terbentur pada persoalan kelembagaan dengan Pemerintah Daerah.
Kita lihat misalnya dalam 2 periode kali ini, ya kita banyak mendengar dan juga
melihat beberapa anggota DPRD yang terkena kasus hokum, ya yang sebenarnya itu
memang lebih pada persoalan-persoalan administratif itu. Tentu bahkan hampir semua
DPRD di seluruh Indonesia ini sudah pernah mengalami hal seperti itu. Ada yang
menganggap dan meyakinih itu bagian dari problem ketika DPRD itu masih dalam
kondisi atau posisi seperti sekarang ini.
Lalu yang kedua kalinya tentu posisi yang jelas dari DPRD sebagai wakil rakyat
juga karena proses rekrutmen itu tidak ada bedanya dengan teman-teman di DPR RI
juga sama kan bahkan kita juga merasakan betapa hebohnya seorang itu untuk bisa
menjadi seorang Anggota DPRD.
Saya kebetulan tetangga dengan Pak Mualim ini tahu betul ya bagaimana
orang itu bisa atau berhasil untuk menjadi Anggota DPRD. Artinya melalui usaha dan
juga satu jalan yang saya kira tidak kalah susahnya dengan teman-teman di DPR RI. Itu
persoalan proses untuk menjadi Anggota DPRD. Saya kira ketika sudah masuk dalam
kelembagaan yang seperti itu maka mungkin juga bisa dipahami ketika masyarakat
ataupun juga teman-teman Anggota DPRD juga mempertanyakan kepastian
kelaminnya.
Lalu yang kedua, selama ini mungkin ini pertanyaan saya, terkait dengan fungsi
yang dijalankan oleh teman-teman Anggota DPRD di dalam terutama memaksimalkan
fungsi representasi, ya dari wakil rakyat. Kita lihat selama ini sudah berjalan. Dalam
prakteknya cukup baik, tadi seperti yang disampaikan oleh Pak Yani.
Jadi, ada problem institusi, Pak Yani tetapi justru praktek itu berjalan dengan
baik. Tahulah misalnya kayak dana aspirasi atau jaring asmara atau apalah namanya
itu, itu bisa berjalan dengan baik karena dalam bingkai pemerintahan daerah itu tetapi
justru di DPR RI malah yang tidak bisa, kan begitu. Ini barangkali juga mungkin tidak
tersurat secara jelas tetapi prakteknya memang ada problem ketika teman-teman reses
ke daerah dimintain sumbangan atau bantuan untuk fasilitas social misalnya kita tidak
bisa secara maksimal tetapi justru teman-teman Anggota DPRD juga bisa. Nah, ini
barangkali yang mungkin apakah dengan posisi kesempatan ini lalu sudah cukup, ya
tidak ada problem lagi bagi teman-teman ataupun juga bagi kelembagaan DPR itu
sendiri.
Saya kira kita juga ingin agar tidak hanya prakteknya saja tetapi kelembagaan
itu bisa betul-betul jelas apakah masuk dalam wilayah rezim DPR atau mungkin juga
tetap dalam posisi seperti sekarang ini yang terbaik, barangkali itu.
Demikian, Pimpinan. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ada yang lain, Pak Azhar. Silakan.
Pak Azhar ini dapilnya mana, Pak? Bangka Belitung, ya. Dapat, ya.
Pak Pimpinan,
Teman-teman Pansus, dan
Tamu kita dari Asosiasi Dewan DPRD Kabupaten Kota dan Provinsi,
Posisi kita kan ingin merevisi daripada Undang-undang MD3 27 ini dan timbul
semangat baru sesuai keadaan ini bagaimana mendudukkan posisi DPR ataupun
anggotanya itu sebagai basis lembaga legislatif. Karena sejalan dengan itu juga
Undang-Undang Dasar 1945 kita mengatur pasal 18. Kita dengan mengedepankan
sistem predisential dan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bahwa NKRI kita itu
memiliki Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan juga pemerintahan Kabupaten
Kota dan memiliki DPRD.
Kita tahu selama ini undang-undang satu basis payung yang satu, yang ingin
kita ketahui setelah ini. Kalau ada frame-frame baru secara ini penguatan kelembagaan
DPRD bersama DPR ini juga kalau seandainya undang-undang ininya jadi terpisah
ataupun tidak terpisah karena kalau mau terpisahpun domainnya itu adalah karena ada
kisarannya walaupun dia memiliki tetapi kalau pun dia terpisah bagaimana kira-kira
penguatan supporting ini, Pak supporting daripada lembaga Dewan Perwakilan Dewan
itu tadi kalau di Sekwan ini kita harapkan penguatan itu banyak hal, baik posisinya
maupun sumber daya manusianya misalnya seorang Sekwan itu hal ini kita ketahui
diambil, direkrut dari seorang yang PNS, Pak ya tentu terkesan ada ikatan dengan
Pemerintah di dalam pelaksanaannya. Siapkah kalau seandainya di dalam kita
melakukan revisi ini posisi sumber daya manusia ataupun alat-alat lain di dalam suatu
dewan itu dalam rangka menjalankan tugas legislasi maupun keuangannya serta
pengawasannya juga supporting-nya juga bersifat lebih professional, lebih keahlian
yang tadi disinggung-singgung juga banyak diisi oleh orang itu dan terkesan bebas
dengan hubungan Pemerintah lebih jauh. Mungkin seperti jabatan political appointed
bisa orang dari PNS yang duduk di situ, bisa juga dari kalangan profesional, swasta,
kita ingin yang lebih posisinya ya jangan tersesat.
Kalau sekarang ini kan segala apa gerak jalannya termasuk anggota dewan itu
terkesan hubungan dengan Pemerintah itu sangat rentang kendali dalam pengambilan
keuangan.
Ini yang kira-kira perlu kita mendapat masukan. Kalau normatif secara ini kita
sudah tahulah terkait Undang-undang 32 apalagi Undang-undang 27 ini posisi dewan
itu ya memiliki dewan itu bukan hubungan kemitraan, check and balances tetapi pasti
bagian daripada Pemerintah Daerah.
Kalau dia seandainya misalnya penguatan ini dengan baik itu misalnya
penguatan itu tadi dilakukan bukan hanya terhadap mungkin seorang dewan, Sekwan
itu melalui fit and proper test. Jadi, orang benar-benar itu, tidak ditempatkan oleh
kepanjangan tangan Pemerintah tadi. karena domain legislatif, negara kita kan domain
Pemerintah ini kita ingin terpisah. Yang begitu-begitu domain dan tajam pemikiran
mungkin yang perlu kita butuhkan, Pak kalau seandainya karena di dalam DIM kita ini
sudah ada upaya ke sana, mencari dan apalagi ada Undang-undang ASN kita, Pak.
Kami tadi siang masih dengan Sekjennya MPR, Sekjennya DPR, Sekjennya
DPD, sama halnya sama karena ini kekuatan, ya posisinya juga ke bawah.
Kalau kita ingin menuju ke sana ini kita tahu dengan Mbak Eva ini kalau kita
mencontoh negara-negara lain posisi-posisi supporting ini jauh lebih memadai dan kuat
14
dalam hal gerak daripada ini dan seorang anggota dewan tidak disibuki oleh hal-hal
yang bersifat persoalan-persoalan. Pokoknya pendek kata dia hanya pikiran, membuat
undang-undang, melakukan pengawasan yang lebih jauh. Ini sekarang ini kadangkala
seorang anggota dewan kalau dia melakukan kunjungan kerja bagaimana, uang taxi dia
dari tempat b pun dia harus diminta pertanggungjawabannya dan harus dia pergi harus
ada ini. Bagaimana dia tetap ada hak-hak karena hak DPR itu kan hak budgetingnya
tetapi terkesan sekarang ini kita masih tergantung dengan Pemerintah baik di pusat
maupun di daerah dan diatur melalui Kementerian Dalam Negeri.
Ini yang mau kita coba dengar masukannya. Nanti sehingga ketemu di dalam
Pansus ini misalnya undang-undangnya akan berdiri sendiri. Apakah semua lembaga
ini ataukah terutama domainnya DPRD ini berdiri sendiri dan kita juga berupaya untuk
penguatan kelembagaan ini kita harus lakukan juga misalnya termasuk memiliki orang-
orang yang profesional tadi dalam hal menjalankan tugas yang ada itu sebagai
supporting di lingkungan Sekwan yang ada itu.
Jadi, itu yang kira-kira mungkin, Pak Yani kita memang mengundang ini karena
akan ada konkordan tadi juga kita tetap begitu kepada Sekjen DPR, Sekjen MPR.
Jangan kovensional yang selama ini kita sudah kalah walaupun segala apa itu ada
undang-undang lain yang terkait terhadap Sekwan menjalankan tugas. Dan dia juga
seorang pejabat Eselon I dan juga ditempatkan.
Yang mau kita lakukan itu pikiran-pikiran kalau kita menuju dalam arangka
penguatan kelembagaan dan basis kita dalam apa namanya, basis legislasi daerah dan
dia merupakan pejabat daerah.
Kemarin kita sampaikan kepada ada bagaimana kita menemukan kalau
seorang Anggota DPRD dijadikan sebagai pejabat negara dalam posisi statusnya.
Kalau hak-hak mantap, di Undang-undang 32 juga kemarin itu sudah diubah. Kalau
bupati juga dapat fasilitas kesejahteraan ini anggota dewan juga hampir samalah. Nah,
itu dalam hal kesejahteraan dalam negeri protokoler yang selama ini juga sangat jauh
juga anggota dewan itu protokolernya dengan seorang pejabat SKPD misalnya Eselon
III. Kadang-kadang tidak dipegang dia adalah posisi itu saja. Nah, ini semua dari
persoalan-persoalan kita. Kalau kita menuju yang kita inginkan itu tadi, apakah pikiran
yang harus kita ambil dari Bapak-bapak ini. Tadi Pak Yani sudah bilang tidak kita hari
ini tetapi tertulis pun juga karena dibaca secara rinci Undang-undang MD3 revisi kita ini
ya itu akan menuju kesana. Seorang Sekjen DPR juga tidak mesti harus pejabat karena
ada undang-undang kita karena ASN itu, Pak. ASN itu terdiri daripada 2; 1. PNS, 2.
P3K. P3K ini Pejabat Pemerintah berdasarkan Perjanjian Kerja dan kurun waktu
tertentu. Nah, aaap seperti tenaga ahli yang tadi yang akan menopang supporting ini
juga bisa kita tempatkan seperti posisi begitu. Berarti dengan undang-undang itu juga
bisa kita menuju kesana, begitu.
Saya pikir itu saja, Pak yah al-hal penguatan yang ingin diskusi kita yang ada ini
dalam rangtka kita menerima masukan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Ini pendalaman, Pak yang dilakukan Anggota Pansus bisa dijawab langsung.
Tetapi kalau pun juga mau lebih rinci, ya nanti jawaban yang bersifat tertulis juga akan
kita butuhkan.
Sebelum kami serahkan kembali kepada Bapak-bapak silakan, Pak Desmond.
KETUA RAPAT:
Pak, yang terakhir ini Pak Agus Purnomo ini yang ahli Pemilu, Pak, ahli Pemilu
Pansus Anggota RUU Pemilu juga. Waktu pemilihan kemarin jebol kayaknya, ya belum,
ya.
16
KETUA RAPAT:
Ada lagi? Kalau tidak ada lagi kita kembalikan ke kawan-kawan asosiasi
provinsi, kota kabupaten. Yang baru mengikuti saja, ya.
Terus, Pak sebelum saya ini sebelum dijawab, yang perlu juga dipikirkan
mungkin tugas berat Sekwan ke depan tetapi ini kita menunggu Undang-Undang
tentang Kepala Daerah ini heavy-nya bocoran tadi. ini Pemilu Kepala Daerah ini akan
17
kembali lagi ke lembaga DPRD. Itu kan menambah pekerjaan juga. Yang itu menurut
saya komponen-komponen pekerjaan itu juga harus sudah dirumuskan di dalam usulan
perubahan ini, Pak disamping hal-hal yang tadi. ini kan kayaknya guyon ini yang
dilakukan oleh Pak Agus. Tetapi itulah realitas yang ada. Maka tadi kan dalam bahasa
yang tersirat itu kan ad cost atau langsam seperti itu. Iya, kan. Nah, yang hal-hal seperti
itu kalau bisa lebih rinci, Pak supaya undang-undang ini tidak memerlukan lagi
sebenarnya undang-undang itu kalau bisa tidak mengundurkan lagi pasal-pasal
penjelasan diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau peraturan-peraturan lain.
Silakan, Pak.
KETUA RAPAT:
Pak, saya dalami sebentar, Pak.
Itu kan asumsinya bangunannya masih bangunan yang lama. Pertanyaan kita
kalau bangunannya berubah, secara kelembagaan dan strukturnya berubah seperti
lembaga-lembaga atau parlemen-parlemen di luar negeri. Jadi, memang dia berkarir di
sana, berproses di sana seperti itu dan pangkat dan kedudukannya dia tidak
menyesuaikan pangkat dan kedudukan di Pemerintah provinsi atau Pemerintah kota
dan kabupaten. Yang itu kan belum. Tetapi kalau asumsi seperti yang Bapak
kemukakan betul, ya, habis dia di sana. Tetapi dia kalau ada struktur dan
kelembagaannya sebagaimana kita ingin mendesain DPR ini juga sudah ada
kelembagaan sendiri seperti itu, arahnya ke depan seperti itu, yang itu mungkin lewat
matrik tadi yang saya bilang. Ini peluangnya, ini kelemahannya atau ini kekurangannya
seperti itu karena ini juga menyangkut nasib banyak orang juga kalau undang-undang
ini sudah diputuskan, Pak.
anggota dewan tidak mendapat kendaraan dinas. Tetapi faktanya seluruh anggota
dewan, hampir di seluruh Indonesia saya kira mendapat kendaraan. Ini menjadi
persoalan yang kami hadapi.
Kemudian persoalan yang muncul belakangan ini adalah ketika Undang-
undang BPJS ditetapkan di sana ditetapkan bahwa Anggota DPR diberikan asuransi
melalui BPJS. Ini bergejolak ini di daerah. Jadi, ketika kita konsultasi kepada
Kementerian Dalam Negeri dan kepada BPJS sendiri, di sana dijelaskan bahwa yang
medapat penghasilan dari APBN maupun APBD asuransinya harus dengan BPJS.
Dengan demikian kami sampaikan kepada dewan bahwa asuransi nantinya adalah
BPJS. Ini nanti menjadi penolakan sekarang ini, Pak. Tetapi kami konsultasi ke
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Dalam Negeri akan memberikan penegasan
bahwa DPRD pun sama dengan DPR yaitu disediakan melalui BPJS. Karena yang
sebelumnya, Pak itu disediakan melalui premi asuransi. Karena sifatnya premi asuransi
maka variabelnya banyak, semaksimal mungkin dibuat. Ini juga menjadi masalah bagi
kami. Kalaupun misalnya bukan BPJS sebaiknya mungkin ini diberikan sebagai
tunjangan kesehatan, ini akan lebih jelas sehingga begitu kita serahkan selesai urusan.
Tidak melalui premi asuransi yang kita selalu diminta dengan premi yang sebesar-
besarnya. Itu yang menjadi persoalan bagi kami, Pak sebagai tambahan.
Saya kira itu yang kami bisa berikan penjelasan sedikit dan tambahan informasi
kami kembalikan kepada pimpinan.
Terima kasih.
oleh tim ahli di forum rapat demikian apa yang mau diomongkan juga tidak tahu
akhirnya.
Sekali lagi, pada prinsipnya, daerah untuk mendukung tim ahli sebenarnya
sudah siap. Tinggal satu adalah rekrutmen tim ahlinya juga benar dulu, kemudian saya
kira anggaran juga untuk banyak daerah juga siap tetapi ada banyak daerah juga siap
tetapi ada juga beberapa daerah yang perlu ditingkatkan kalau kemudian seperti DKI
Jakarta saya kira tidak mampu kalau 1 anggota 1 tim ahli karena untuk biaya anggaran
itu tidak langsung dan tidak langsung saja sudah tidak berimbang. Ini menjadi
pertimbangan. Dan saya tadi sudah menyampaikan antara anggaran untuk mendukung
trifungsi DPRD dan akhirnya sekedar melengkapi fungsi DPRD lebih tinggi mana juga di
sana bisa dilihat.
Kemudian terkait dengan permasalahan yang dikeluhkan Anggota DPRD
berkaiatn dengan keuangan Anggota DPRD itu pokoknya permasalahannya adalah
karena memang Anggota DPRD kadang-kadang membandingkan dengan Anggota
DPR yang kedudukan keuangannya diatur sendiri oleh DPR. Sedangkan untuk DPRD
kabupaten kota diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Jadi, ubah dulu tentang
pengelolaan keuangan daerah kalau demikian. Sehingga kalau pengaturan pengelolaan
daerah termasuk keuangan DPRD harus mengacu itu maka sistem ad cost, langsam,
dan lain-lain, sistem reses. Reses banyak Anggota DPRD yang menuntut seperti
Anggota DPR. Tidak bisa di daerah seperti itu karena aturannya memang seperti itu,
harus mempertanggungjawabkan biaya makan minum, sewa gedung, sewa tempat ,
sewa kursi, dan lain-lain. Semuanya harus dipertanggungjawabkan, permasalahannya
seperti itu. Sehingga kalau kemudian bangunan DPRD kabupaten kota terutama akan
diubah kita harus melihat jangan hanya kacamata Jakarta. Kabupaten kota adalah yang
diujung sana bagaimana nantinya. Umpamanya sekwannya kemudian independen, Pak
atau … non PNS, harus dipertimbangkan juga itu. Karena di daerah pelosok-pelosok
untuk mencari seorang yang professional, kita tidak menafikan keadaan Indonesia
tetapi akan terjadi permasalahan. Sehingga saya kira lebih pas kalau kemudian, lain
kalau DPR RI, ya mungkin DPR RI pas kalau sistem itu. Tetapi kalau kemudian untuk
DPRD kabupaten kota saya kira belum pas untuk umpamanya dikembangkan ke arah
kesana.
Kemudian kesan sekwan buangan, sebetulnya tidak juga karena sekali lagi
sekwan adalah ditetapkan dengan keputusan DPRD menjadi keputusan kepala daerah
atas persetujuan pimpinan sehingga tetap di… kalau memang pimpinannya berjalan,
pasti ada fit and proper test, sebelumnya pasti akan ditanyai seperti fit and proper test.
Kemudian komponen gaji ya juga karena aturannya memang seperti itu, cuma
kadang-kadang memang ada aturan-aturan yang masih abu-abu yang kemudian
dipresentasikan atau diterjemahkan sendiri oleh dewan yang kadang-kadang menjebak
menjadi permasalahan hokum. Seperti tunjangan perumahan. Di sana hanya
menyebutkan berdasarkan asas kepatutan dan kewajaran. Patut menurut siapa? Wajar
menurut siapa? Akhirnya itu juga antar daerah berlomba-lomba untuk tunjangan
perumahannya, yang penting tidak melebih provinsi. Jadi, hanya beda seribu boleh saja
karena aturannya tidak boleh melebihi provinsi. Itu yang jadi permasalahan di daerah.
Yang menarik ini pertanyaan tadi, Pak Agus. DPRD sebenarnya sibuk tidak sih.
Jadi, sekali lagi saya sampaikan antara anggaran untuk merasakan trifungsi DPRD dan
anggaran yang mendukung trifungsi DPRD lebih banyak anggaran yang mendukung
21
trifungsi DPRD daripada anggaran yang secara langsung untuk melaksanakan fungsi-
fungsi DPRD.
Ya, itu sebenarnya antara 40-60, ada yang malah antara fifty-fifty, mungkin ada
yang lebih besar lagi, Pak, 80-20, Pak itu. 20 yang trifungsi, yang pendukungnya 80.
KETUA RAPAT:
Begini, Pak pertanyaannya itu dalam rangka fungsi, 3 fungsi tadi lebih dominan
Anggota DPRD itu melaksanakan fungsi apa, apa, apa karena dalam konteks fungsi
legislasi atau dalam konteks anggaran, atau dalam konteks pengawasan atau dalam
konteks ngurus-ngurus proyek, bertindak juga sebagai tim perusak-perusak. Jadi,
demikian.
KETUA RAPAT:
Silakan, Pak.
22
kalau ASN itu berjalan. Tetapi kalau ASN itu ternyata hanya nantid I kebiri di daerah
misalnya hanya begitu-begitu saja memang seperti yang disampaikan oleh provinsi
akan terjadi artinya sekwan sampai hapal keramiknya.
Kemudian untuk Pak Desmond tentang enjoy, Pak. Saya hanya ingin
memetakan perasaan sekwan rata-rata itu bisa dibagi 3, Pak. Ada yang di sekwan
merasa tersiksa karena merasa di 2 kaki. Kakinya eksekutif dan kakinya legislatif. Saya
membayangkan mereka terpijak 2 kaki, mau kesini pijak, mau kesini pijak. Jadi, mereka
tersiksa.
Ada yang tidak mempedulikan itu seperti yang disampaikan provinsi tadi
sekarang dilantik itu berarti sekarang ini juga sudah siap untuk diganti. Tetapi ada
sekwan yang mampu memerankan dia sebagai penghubung. Jadi, dia tidak berada di 2
kaki tetapi kakinya sekwan di 2 tempat. Artinya apa? Mampu menghubungkan. Karena
sering terjadi ada kebuntuan politik seperti Blora. Seperti Blora itu hanya tertera
bagaimana menghubungkan komunikasi aspirasi antara bupati dengan DPR macet,
sampai setiap DOP-nya itu sampai sekarang belum dibahas misalnya seperti itu.
Kalau sekwan bisa bergerak di 2 kaki ada sesuatu di DPR bisa
dikomunikasikan, ada sesuatu itu Pemkab bisa dikomunikasikan saya kira ini akan
menjadi hal yang positif, smooth, bukan artinya kita akan memerankan eksekutif di DPR
tetapi semata-mata bagaimana kedua lembaga ini bisa membuka kebuntuan-kebuntuan
yang mungkin terjadi.
Kemudian ad cost-nya tadi sudah. Terus yang kaitannya satu hal, Pak yang
kemarin terjadi pada waktu bupati atau wakil bupati tersandung kasus itu ada bantuan
hokum. Anggarannya ada. Tetapi saat DPR tersandung hukum tidak ada, Pak,
aturannya tidak ada. Nah, ini mungkin bisa dimasukkan karena begitu kasus hokum
menjadi kasus pribadi total karena Sekretariat DPRD tidak bisa meng-cover sama
sekali. Dan tidak bisa diambil dari bantuan hukum Pemda. Jadi, ini mungkin perlu ada
semacam bagaimana alokasi untuk menyediakan bantuan hukum bagi anggota DPR
apabila di dalam melaksanakan tugas itu tersangkut hukum.
Ini mungkin tambahan dari saya, barangkali ada manfaatnya. Kurang lebih
mohon maaf.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Masih ada, Pak? 5 menit, Pak ya karena sampai jam 4 ini, Pak tidak perlu kita
perpanjang.
Silakan.
KETUA RAPAT:
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Bapak-bapak dari Asosiasi Sekwan Provinsi, Kota dan Kabupaten,
Sekali lagi kami ucapkan terima kasih tetapi sekaligus juga kami masih
menunggu, Pak karena ini masih berjalan, iya kan tadi rumusan-rumusan, hasil
26
KETUA RAPAT:
Saya tutup pertemuan ini dengan ucapan hamdalah.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
6. M Najib Ibrahim Legal Drafter
3 Tamu/undangan
1. DR. H. Marzuki Alie, Ketua DPR RI
2. Lukman Hakim Saifuddin, Wakil Ketua MPR RI
3. DR. Laode Ida, Wakil Ketua DPD RI
4. Ali Mansyuri, Ketua Komisi I, DPD RI
5. Farouk M, Anggota DPD RI
6. Jacob Jack Ospara, Anggota Timja RUU MD3 DPD RI
4
(RAPAT: SETUJU)
Undang-undang Pemda. Dengan alasan DPRD ini adalah bagian dari Pemerintah
Daerah. Lalu ada juga yang berpendapat, tolong diputuskan dulu secara politik,
apakah DPRD ini legislatif daerah atau bukan? Nah, ini.
Jadi, ini bukan pemikiran kami dari Pimpinan tetapi ini adalah ide-ide
utama yang berkembang. Kami melaporkan. Kemudian yang kedua, ada kehendak
yang begitu kuat untuk membangun kedepan ini parlemen yang bersih, parlemen
yang lebih berwibawa, parlemen yang lebih akuntable. Karena itu khusus untuk DPR
ada keinginan untuk memperkuat komisi-komisi. Kemudian penguatan pelaksanaan
hak-hak Dewan dan hak anggota Dewan termasuk juga soal imunitas Dewan.
Misalnya apakah lembaga penegak hukum boleh begitu saja menggeledah gedung-
gedung atau ruangan-ruangan yang ada di Dewan? Nah, ini bagaimana bukan
menolak proses hukum tetapi cara yang merusak kewibawaan institusi, itu yang
dipersoalkan.
Kemudian yang ketiga mengenai sistem pendukung di parlemen ini.
Kalau saya ngomong parlemen itu berarti MPR, DPR, dan DPD tetapi kalau saya
ngomong DPR saja, saya khusus ngomong soal DPR. Kemudian ngomong soal
DPD dan MPR.
Kemudian berkaitan dengan itu juga penguatan fungsi komisi tadi. Ada
keinginan untuk menghapuskan kewenangan Badan Anggaran. Badan Anggaran itu
sebaiknya tidak menjadi alat kelengkapan Dewan yang bersifat permanent. Jadi,
mungkin semacam ad hoc saja. Sehingga nanti bentuk Pansus. Ini isunya.
Kemudian juga Badan Legislasi yang dulu kita bentuk juga ternyata tidak membawa
produktivitas yang jauh lebih baik. Karena itu bahkan cenderung menimbulkan
masalah. Kemudian yang ketiga mengenai Badan Urusan Rumah Tangga untuk
DPR diusulkan untuk dibuah. Supaya fungsi tetap ada tetapi dilaksanakan bukan
oleh anggota parlemen, anggota Dewan. Ini beberapa isu tadi, beberapa hal yang
ingin kami sampaikan.
Kemudian mengenai pelaksanaan fungsi Dewan. Bagaimana fungsi
pengawasan ini misalnya bisa lebih efektif, baik oleh DPD, maupun oleh DPR. Nah,
ini juga menjadi masalah. Baik, Pak Ketua. Kami tadi sudah mulai Pak Ketua Rapat
Konsultasi ini. Jadi, saya ulangi lagi ada menyampaikan kembali kepada Pimpinan
Ketua DPR dan Pimpinan DPD.
Yang pertama ada keinginan yang begitu kuat. Jadi, Rancangan
Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang MD3 ini adalah usul inisiatif
Dewan. Lalu untuk pembahasannya diserahkan kepada Pansus. Pansus kemudian
memutuskan sebelum membahas lebih lanjut dengan Pemerintah, kita perlu
meminta masukan berbagai kalangan di masyarakat juga konsultasi dengan
Pimpinan MPR, Pimpinan DPR, dan Pimpinan DPD. Yang pertama kami sudah
lakukan selama ini, selama + 1 bulan Pansus telah mengadakan Rapat Dengar
Pendapat Umum dengan sejumlah ahli, ahli politik, ahli konstitusi, Asosiasi
Pemerintah Daerah dan Asosiasi DPRD juga sudah kita undang untuk memberikan
masukan.
Dari masukan-masukan yang disampaikan kepada Pansus beberapa
isu utama adalah yang pertama, supaya Rancangan Undang-undang tentang MD3
ini, Pansus ini memecah Undang-undang MD3 ini menjadi 3 Undang-undang yaitu:
Undang-undang tentang MPR, Undang-undang tentang DPR, dan Undang-undang
tentang DPD. Lalu yang keempat, DPRD diminta untuk dicabut dan dimasukkan
kedalam Undang-undang Pemda. Yang pada saat ini juga sedang dibahas revisinya.
Alasannya DPRD itu adalah bagian dari Pemerintah Daerah. Tentu kita ingin
konsultasi dengan Pimpinan Parlemen MPR, DPR, dan DPD berkaitan dengan ini.
6
Nah, maka kemudian dalam konsep yang sudah ada ini kita mau memisahkan
secara tegas fungsi pendukung, dengan fungsi politik yang ada pada anggota. Kalau
kita lihat didalam fungsi politik sebagai anggota itu ada 3 fungsi yang ada didalam
konstitusi secara langsung. Fungsi legislasi, fungsi budget dan fungsi kontrol, itu ada
langsung dalam konstitusi. Ada 2 fungsi yang kemudian ditambahkan berdasarkan
beberapa konvensi terutama fungsi diplomasi yaitu Pak Marzuki saya ingat
merupakan mandat dari rapat-rapat IPU. Sehingga kemudian muncullah BKASP
didalam DPR. Fungsi diplomasi ini tidak ada didalam konstitusi tetapi merupakan
perkembangan.
Nah, kemudian ada fungsi representasi yang juga sudah diakomodasi
didalam Undang-undang Nomor 27. Nah, kedua fungsi ini kalau dulu dikerjakan
langsung secara permanen oleh anggota. Sekarang ini kita coba keluarkan menjadi
dikerjakan oleh dapur permanen yang ada di DPR. Ini kita bicara DPR tetapi ini bisa
menjadi benchmark. Karena itulah kemudian didalam undang-undang yang lama itu
sudah ada beberapa nama-nama yang sekarang kita masukkan dan kita perkuat
sebagai lembaga permanent pendukung. Tadi kami sebelum session bapak-bapak,
ibu-ibu tadi kami sudah dengan session para Sekjen, Sekjen DPD, Sekjen MPR dan
Sekjen DPR. Tadi dari DPD usulannya sangat menarik. Sekjen DPD mengusulkan
adanya Sekjen Parlemen. Yang mengatasi 3 sekjen dibawahnya.
Nah, kami memasukan ini sebagai jadi nanti letaknya seperti apa tetapi
yang jelas memang karena ini harus dikelola secara khusus maka dia harus ada
semacam badan penunjang legislatif. Dengan mencari kata-kata yang sudah ada
didalam undang-undang. Kalau konstitusi kita ini tidak menganut kata parlement,
tidak ada kata parlement dalam konstitusi juga tidak ada kata legislatif dalam
konstitusi. Adanya kata lembaga perwakilan. Itu pun hanya satu kata ketika
menyebutkan BPK melaporkan hasil temuannya kepada lembaga perwakilan. Nah,
karena itulah kemudian bisa juga kita sebut lembaga penunjang lembaga perwakilan
atau seperti apa. Tetapi intinya adalah maka 4 fungsi terutama yang ada disebelah
kanan itu minus soal konstituen. Yang melekatnya harus pada anggota. Itu ada
institusi-institusinya yang memang di negara-negara maju itu diakomodir. Budget
house misalnya didalam undang-undang kita sudah ada pusat kajian anggaran.
Sudah ada didalam DIM. Kemudian law center ada 2 kita sebutkan didalam DIM
yaitu pusat perencana undang-undang dan pusat kajian legislasi. Kemudian yang
ketiga ini tidak ada istilah supervision house tetapi ada BAKN. Yang sekarang ini kita
lagi cari formatnya. Bagaimana melekatkan BPK kepada BAKN?
Perlu diketahui bapak-bapak, ibu-ibu sekalian sebetulnya konsep
didalam sistem parlementer itu ada PAC (Public Accountability Committee) tetapi di
sistem parlementer sebetulnya BPK adalah alat Dewan, alat kongres, alat parlemen.
Nah, masalahnya di kita ini BPK-nya ada dalam konstitusi sebagai supreme auditor.
Sehingga dia bukan underbo dari DPR karena itulah kemudian dibentuklah BAKN
sebagai inisiatif bagaimana agar setumpuk kajian dari BPK itu ada tempat dikajinya.
Terus-terang belum ada. Kita itu lewat-lewat saja itu barang itu. Setiap hari
menambah berat gedung DPR. Setahun mungkin sekitar 15 kg dan itu bisa bikin
gedung DPR ambruk. Saking banyaknya. Karena itu harus ada kajian tentang
temuan-temuan BPK itu yaitu dalam bentuk BAKN yang lebih fungsional sifatnya
dan seterusnya diplomatik bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Ini juga penting.
Dalam diskusi berkembang, bagaimana konsen luar negeri ini diparlemen kita di
lembaga perwakilan kita itu kurang kuat. Ada dinamika Laut China Selatan, negara-
negara tetangga kita begitu sibuk dengan dinamikanya tetapi di Dewan kita di
parlemen kita itu kajian tentang dinamika internasional itu hanya sedikit sekali. Dan
8
karena itulah kemudian keputusan IPU dan sebagainya itu meletakkan fungsi
diplomatik itu kepada anggota DPR. Sehingga kemudian anggota DPR itu, Pak
Marzuki seperti pernah saya usulkan dulu adalah diplomat. Anggota DPR itu
harusnya paspornya hitam pak atau DPD harusnya paspornya hitam karena dia
harusnya diplomat. Tidak seperti kita ini karena kita ini dikasih paspor biru. Kadang-
kadang kita keluar negeri dijemput pakai taksi. Kalau di negara-negara yang maju itu
anggota parlemennya itu betul-betul satu kekuatan diplomatik juga. Kalau datang ke
satu negara, konsen protokolernya sangat tinggi. Di kita ini datang rombongan,
dijemput pakai taksi, tidak adan konsen protokoler. Dan lain-lainnya.
Nah, hal-hal ini kemudian kita perlu lakukan perubahan tetapi ini agar
mudah itu dipindahkan saja proses manajerialnya itu kepada sistem pendukung
termasuk sekjen didalamnya. Barulah kemudian setelah itu ada alat kelengkapan
yang fungsinya ekstern seperti komisi, Pansus, Panja, atau nanti kalau ada
tambahan Timwas. Dan ada alat kelengkapan Dewan yang intern, sifatnya seperti
Bamus, BK dan pimpinan. Sehingga pertanyaannya misalnya begini, lalu bagaimana
menghadapi keputusan MK? Bagaimana fungsi budget Dewan misalnya. Fungsi
budget Dewan itu ada di komisi. Komisilah yang berdebat tentang budget dari
mitranya masing-masing di awal sampai matang. Begitu mau dibentuk Undang-
undang APBN barulah dibentuk Pansus Anggaran. Yang nanti tugasnya sementara
dalam rangka menyiapkan pembahasan APBN, sinkronisasi APBN sampai
terbentuknya Undang-undang APBN. Lalu dibubarkan. Sehingga keanggotaan
permanen di Banggar itu tidak ada. Dan lain-lainnya saya kira itu dikembalikan saja
kepada alat kelengkapan yang akhirnya tidak terlalu banyak pak. Kalau sekarang ini
karena begitu banyak alat kelengkapan kita terlibat dalam semua alat kelengkapan.
Itu bikin ngos-ngosan. Capek sekali begitu. Kalau sekarang kita bisa bikin singkat.
Dengan cuma beranggotakan komisi. Kemudian Pansus yang ad hoc, atau Panja
yang ad hoc atau kalau di negara-negara di luar namanya ada standing committee,
ada sub committee yang dibentuk secara dinamis. Ada masalah, jangan diam
dewannya. Langsung bentuk tim, langsung bentuk panja, langsung panggil.
Pemerintahan atau orang yang bertanggungjawab terhadap masalah itu. Sehingga
kita betul-betul aspiratif dan dinamis. Ini arah daripada perubahan ini.
Nah, saya kira ini saja yang merupakan konsep kita. Jadi, bapak-bapak
dan ibu-ibu sekalian dari pimpinan kami berharap sebetulnya karena ini semua
dalam rangka kita memperbaiki Dewan selama ini baik DPD maupun MPR, kalau
kita bisa cepat mencapai kesepakatan disini. PR berikutnya adalah bicara kepada
Pemerintah karena agak disayangkan pak kalau kami lihat TUN dari DIM
Pemerintah kemarin itu malah Pemerintah ingin kembali ke sistem susduk. Dimana
kita DPR ini nanti hanya menjadi pelengkap saja dari dinamika eksekutif.
Kewenangan anggarannya, independensi anggarannya mau diambil lagi. Alat-alat
kelengkapan kajian mau diambil lagi. Jadi, kita nanti betul-betul tidak punya staf lagi
yang menjadi otak kita. Padahal harusnya kalau kita setuju dengan konsep
demokrasinya itu harusnya disekitar senayan ini, inilah pusat-pusat otak dari
Republik Indonesia. Dimana disini berkumpul staf-staf yang mengerti tentang
kenegaraan dan mereka memberikan support kepada lembaga ini. Dan kemudian
dengan cara itulah kemudian di lembaga ini undang-undang terbaik didunia itu
dibuat, pengawasan yang hebat itu dilakukan. Alokasi anggaran yang baik juga
dilakukan. Sehingga negara bisa lebih cepat baik tetapi kalau dikerdilkan kembali.
Gedung DPR-nya tidak punya wibawa, mau bikin gedung sendiri di rongrong dari
luar karena kita dianggap menggunakan itu. Akhirnya begini lagi. Kita hanya menjadi
9
bulan-bulanan selama 5 tahun, tontonan dan production house bagi media masa
yang ingin melihat anggota DPR jadi pesakitan. Saya kira itu garis besarnya pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik pak ini tadi konsep policy reform Pansus ini berkaitan dengan
sejumlah kelembagaan dan alat kelengkapan di Dewan. Disamping tadi yang saya
sampaikan.
bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan DPR. Jadi, tidak dengan Sekjen
seperti sekarang ini. Sekarang inikan teknis-teknisnya itu bertanggung jawab kepada
Sekjen. Sehingga banyak hal yang tidak konek dengan kepentingan DPR. Jadi, ada
badan khusus yang menangani teknis pekerjaan DPR, yang bertanggungjawab
kepada Pimpinan. Jadi, pimpinan itu nanti membawahi 3 lembaga. Pertama itu
kesekjenan sendiri. Yang kedua, badan fungsional keahlian, yang ketiga Inspektorat
Jenderal. Kita selama ini tidak punya Inspektorat Jenderal. Yang tugasnya untuk
meyakinkan kita bahwa kerja-kerja di Sekjen ini benar. Selama ini fungsi
pengawasan itu hanya unit Eselon III dibawah Sekjen. Bagaimana dia mengawasi
Sekjen, dia berada di posisi Eselon III? Makanya juga disepakati dia berada di
Eselon I. Yang namanya nanti mungkin apa istilahnya. Yang jelas dia setingkat
dengan Inspektur Jenderal. Dimana fungsinya adalah pengawasan internal DPR.
Jadi, terkait dengan pertanggungjawaban administrasi keuangan yang dilakukan
oleh Sekretariat Jenderal. Dan itu sudah disepakati. Strukturnya sudah disepakati.
Jadi, ada Inspektorat Jenderal, ada kesekjenan, dan tinggal badan fungsi keahlian
karena badan fungsional keahlian ini menunggu Undang-undang MD3. Jadi, kalau
Undang-undang MD3 ini disepakati ada badan keahlian ini maka strukturnya akan
disesuaikan. Ini yang sebagai masukan dan sudah final dengan Kementerian PAN.
Nah, yang paling penting lagi adalah anggota DPR ini menampung
aspirasi. Didalam setiap sumpah, anggota DPR itu memperjuangkan aspirasi. Dan
ini sudah kita bicarakan dengan Pemerintah. Saya ingin bertanya, dimana forum
selama ini anggota DPR bisa memperjuangkan aspirasi. Orang yang kerjanya di
Komisi X, tugasnya di Komisi X tetapi manakala turun ke bawah ada yang lapor
masalah jembatan. Ada yang melapor masalah-masalah yang bukan posisi dia
berada di komisi itu. Sehingga laporan ini seringkali tidak memberikan manfaat dan
itu dirasakan oleh masyarakat bahwa DPR ini tidak ada gunanya. Berkali-kali kita
sampaikan tetapi tidak pernah ada tindaklanjut dari DPR. Itu fakta. Akibatnya yang
ditunggu oleh masyarakat sembako saja. Jadi, turun kebawa sembako saja daripada
cerita banyak-banyak, melapor juga tidak ada gunanya. Jadi, turun kebawah, mana
sembakonya. Kan selesai urusannya.
Nah, ini sudah kita bicarakan. Kalau bisa setiap aspirasi yang
disampaikan oleh masyarakat melalui anggota DPR ini dikodifikasi dalam satu
bentuk aspirasi dari masyarakat yang harus disampaikan kepada Pemerintah. Ada
payungnya. Nah, payungnya ini di perubahan Undang-undang MD3 ini. Pemerintah
sudah setuju. itu kita bicarakan antar pimpinan dengan Presiden dan pembantunya
karena kita tidak mungkin. Saya Ketua DPR menerima aspirasi macam-macam, mau
meneruskan kemana? Padahal itu domainnya Pemerintah. Telepon langsung bisa
tetapi tidak legal. Kita ini sesuatu yang ada legalitasnya, ada payung hukumnya.
Padahal ini kalau tidak ada payung hukumnya akhirnya apa? Melawan hukum kita.
Saya bisa saja menelepon Menteri Pendidikan, sekolah sana bantu. Minta begini-
begini. Nah, inikan melanggar hukum. Menteri pasti ikut. Apalagi yang minta Ketua
DPR tetapi itu melanggar hukum. Nah, ini yang harus dibuat payungnya. Didalam
Undang-undang MD3 ini. Sehingga masyarakat itu merasakan manfaat daripada
keterwakilan itu. Kita turun kebawah, mendengarkan aspirasi. Sampai ke Jakarta
bingung mau disampaikan kemana? Akibatnya tahun berganti tahun, 5 tahun
berlalu. Yang disampaikan tidak pernah ada tindak lanjut.
Nah, tolong dimasukkan didalam, saya tidak tahu pasal mana, silakan
saja. Sehingga ada ruang bagi anggota DPR untuk meneruskan aspirasi ini kepada
Pemerintah. Dan apa yang disampaikan kepada Pemerintah nanti ini diawasi oleh
komisi-komisi yang terkait. Bagaimana tindak lanjut yang disampaikan oleh DPR
11
kepada Pemerintah itu diawasi oleh komisi yang terkait. Jadi, mekanismenya jelas
saya kira.
Ini yang saya lihat yang penting yang harus kita masukkan. Lalu yang
pertama tadi saya kira itu bisa segera saja, saya kira apa yang disampaikan Pak
Fahri tadi secara umum bagus. Tinggal implementasinya bagaimana dari struktur itu
sudah disiapkan oleh Kementerian PAN. Dan juga bagaimana ini bisa disepakati
oleh semua anggota Dewan bahwa anggota Dewan itu harus didukung oleh otak-
otak pintar dan ada wadahnya. Ini tidak ada wadahnya kelihatannya. Dan tidak
suistanable di dalam sistem kita. Bahayanya anggota Dewan berganti, orangnya
berganti, akhirnya semuanya mulai dari nol lagi tetapi kalau ada badan keahlian
seperti ini, orangnya suistanable didalam sistem DPR, anggota Dewan boleh
berganti tetapi data kita terus berlanjut disana seperti law center. Saya kira semua
perundang-undangan harusnya dari sana. Mau harmonisasi dari sisi horizontal, dari
segi vertikal, dikajilah disana. Sehingga kecil kemungkinan nanti undang-undang kita
dibatalkan oleh MK, dibatalkan oleh MK, malu kita terus-terang.
Nah, inilah masukan dari kami selama ini menerima aspirasi dari
masyarakat. Mohon maaf karena inikan menyampaikan saja. Tidak perlu setuju atau
tidak setuju karena Rapat Konsultasi. Nanti Pansus yang menyelesaikannya. Kalau
Pansusnya setuju, silakan. Nanti teman-teman juga yang akan menikmati nanti.
Kalau ini bisa jalan, wah ini teman-teman nikmat sekali. Kalau law center ada.
Undang-undang ini mau 100 pun dalam satu masa sidang, bisa. Betul. Tinggal ketuk
palu saja. Bicaranya hanya substansi konteks politiknya saja. Tidak lagi bicara DIM-
nya menimbang, mengingat, bicarakan titik-koma. Wah, saya lihat DIM kita itu
begitu. Ini malu kita. Bicara DIM isinya titik-koma. Yang terkait norma-norma
undang-undang. Kenapa bicara norma undang-undang didebatkan? Ya sudahlah,
ahli hukumlah yang membuat norma undang-undang itu. Nah, itulah gunanya law
center itu.
Saya kira anggota DPR nanti bicara konteksnya politik saja,
perjuangan aspirasi daripada masyarakat. Nah, ini yang harus didudukkan.
Sehingga undang-undang ini mau 100 pun kita selesaikan dalam satu masa sidang,
tidak ada masalah. Kalau memang diperlukan. Saya kira itu masukannya.
Terima kasih. Mohon maaf kalau ada yang salah.
KETUA RAPAT:
Itu masukan Pak Ketua DPR tadi sangat bermanfaat. Selanjutnya kami
persilakan Pimpinan Majelis untuk menyampaikan masukan-masukannya. Kami
persilakan.
12
Oleh karenanya usulan konkrit kami nanti dibagian belakang dari pokok-pokok
usulan ini kami secara rinci kami usulkan Rancangan Perubahan Pasal-pasal
maupun ayat-ayat yang kemudian nanti harapannya bisa dimasukkan kedalam
Undang-undang MD3. Itu yang pertama terkait dengan GBHN. Jadi, DPR bersama
Pemerintah tentu yang nanti pada akhirnya membahas dan menyetujui Undang-
undang tentang GBHN ini tetapi MPR kami usulkan adalah institusi negara lembaga
yang mempersiapkan rancangannya. Sehingga kemudian dengan melibatkan semua
stakeholder yang ada di negeri ini maka kemudian MPR menyiapkan rancangannya
lalu kemudian rancangan itulah yang pada akhirnya diserahkan kepada DPR.
Tentunya bersama Pemerintah untuk membahas dan menyetujuinya karena wadah
hukumnya tetap adalah dalam bentuk undang-undang. Itu yang pertama.
Yang kedua adalah terkait dengan pemasyarakatan, nilai-nilai
Pancasila dan konstitusi kita Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jadi, berdasarkan pengalaman kami selama ini sesungguhnya idealnya
adalah bahwa negara sebesar Indonesia dengan tingkat kemajemukan yang luar
biasa di hampir semua sektor kehidupannya itu memerlukan adanya sebuah institusi
negara atau sebuah badan atau lembaga khusus yang secara sistematis, secara
terstruktur, terencana dan memiliki kemampuan secara masiv untuk
memasyarakatkan nilai-nilai yang selama ini kita kenal terkandung dalam Pancasila
kita juga dalam konstitusi kita.
Nah, ini yang sekarang selama ini dilakukan oleh MPR yang dulu
dikenal dengan istilah sosialisasi 4 Pilar. Yang frasa 4 Pilar itu kemudian oleh MK
diputuskan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat tetapi terlepas dari itu
4 hal yang mendasar ini masih sangat penting karena animo, respon dari
masyarakat itu luar biasa ketika kita melakukan sosialisasi ini karenanya ini
diperlukan ada lembaga negara yang melakukan ini. Nah, selama belum ada satu
pun lembaga yang melakukan itu kami MPR merasa MPR masih harus tetap
memikul tanggung jawab ini untuk memasyarakatkannya kecuali kalau kemudian
ada substitusi, ada institusi yang menggantikan fungsi dari pemasyarakatan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar kita. Karenanya
nanti kemudian kami pun juga mengusulkan pasal-pasal atau ayat-ayat yang terkait
dengan hal tersebut.
Yang ketiga adalah menyangkut akuntabilitas kinerja lembaga-
lembaga negara. Lembaga-lembaga negara disini adalah lembaga-lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar. Selama ini prakteknya
lembaga-lembaga dimaksud itu termasuk tentunya MPR itu sendiri, DPR, DPD, MA,
MK, BPK adalah lembaga-lembaga yang memang publik masyarakat tidak bisa
mendapatkan akses informasi yang cukup bagaimana pertanggungjawaban mereka
terkait dengan fungsi dan tugasnya terkait dengan tanggung jawabnya dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya itu.
Jadi, oleh karenanya MPR memandang perlu adanya sidang tahunan.
Dimana dalam sidang tahunan itu yang diadakan setiap tahun, masing-masing
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar itu
menyampaikan laporan perkembangan, semacam progress report. Jadi, MPR
fungsinya hanya sebagai penyelenggara, lalu mendengar laporan-laporan itu. Yang
harapannya kemudian dengan adanya sidang tahunan ini maka masyarakat publik
bisa ikut mengikuti perkembangan secara tahun per tahun terkait dengan progress
perkembangan dari masing-masing lembaga negara dimaksud.
Dengan demikian kalau misalnya ada lembaga-lembaga negara yang
katakanlah belum ada tidak sejalan dengan arah konstitusi kita, dengan hal-hal yang
14
sangat mendasar, dengan GBHN seperti yang tadi kami sampaikan, itu masih bisa
dipantau, bisa dimonitor untuk kemudian tidak terlalu jauh. Sehingga setiap tahun itu
bisa terus diikuti perkembangan dari masing-masing lembaga negara ini.
Itulah 3 hal besaran yang kami usulkan bisa dimasukkan dalam rangka
revisi Undang-undang MD3 ini. Lalu yang bagian yang kedua adalah hal-hal yang
diluar 3 hal tetapi juga cukup penting untuk dimasukkan. Misalnya menyangkut
mekanisme impeachment, mekanisme pemberhentian Presiden dan/ Wakil Presiden
ditengah masa jabatannya. Yang selama ini pengaturannya hanya ada dalam Tata
Tertib MPR. Memang idealnya ini diatur tersendiri dalam Undang-undang tentang
Lembaga Kepresidenan tetapi kita sama tahu kita belum punya undang-undang itu
maka ada baiknya mekanisme impeachment ini bisa dimasukkan dalam Undang-
undang tentang MPR atau MD3. Karenanya norma-norma yang selama ini ada
dalam Tata Tertib MPR, kita usulkan untuk diangkat, dipindahkan kedalam undang-
undang. Sehingga memiliki kekuatan, wadah hukum yang lebih kuatlah begitu
karena kalau Tata Tertib itukan hanya mengikat, internal saja tetapi kalau undang-
undang itu mengikat semua pihak tanpa terkecuali.
Nah, itu pun juga kami usulkan dalam lembaran-lembaran dibagian belakang pada
laporan usulan masukan ini.
Bagian akhir bapak Pimpinan dari usulan kami adalah menyangkut
bentuk undang-undangnya. Jadi, memang kami pun berpandangan, idealnya
Undang-undang tentang MPR ini dibuat tersendiri sebagaimana Undang-undang
tentang DPR, dan Undang-undang tentang DPD. Kami merasa dari sisi waktu dan
teknis sebenarnya tidak terlalu rumit karena itu hanya apalagi teknologi komputer
sudah sangat bisa membantu kita untuk memilah-milah, itu hanya dipisahkan saja
begitu karena dengan demikian maka itu kemudian tidak hanya kita mematuhi
konstitusi kita karena diatur dengan diatur dalam undang-undang itu memang
memiliki makna yang berbeda tetapi juga sekaligus pemisahan ini akan
memudahkan bagi kita semua untuk bisa lebih memahami apa norma-norma yang
diatur terkait dengan pengaturan masing-masing lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar.
Saya pikir itulah beberapa hal, pokok-pokok yang ingin kami
sampaikan. Lebih jelasnya seluruhnya ada terbuat, tertulis dalam pokok-pokok
materi usulan yang kami buat. Yang semuanya ini merupakan kajian yang sangat
mendalam selama berbulan-bulan karena ini semua kami buat disusun oleh sebuah
tim khusus yang kami bentuk yaitu Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Yang kemudian antara lain usulan-usulan ini adalah sebagaimana yang
pokok-pokoknya kami sampaikan.
Demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Baik, ini sudah jam 16.00 WIB. Sesuai dengan kesepakatan tadi kita
tutup pukul 16.00 WIB tetapi kalau mau nambah kita sepakati bersama. Paling lama
30 menit. Apa ada 2 pimpinan di DPD? Pimpinan lain? Ini rapat konsultasi pimpinan,
tidak ada anggota kecuali kalau memang dikuasakan, silakan. Asal jangan beda
pandangan, bingung kita nanti.
Silakan Pak.
PIMPINAN DPD:
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
DPD:
Begitulah kelebihan DPD itu. Walaupun bicara 3 orang itu dia saling
melengkapi, saling mengisi. Jadi tetap satu. Koalisinya itu tidak pernah pecah. Kalau
ditanya 1 atau 2 itu bapak-bapaknya.
Kami mempertegas saja terkait dengan ide pemecahan tadi 3 RUU itu.
Nah, kami pada dasarnya tentu berada pada posisi ingin memisahkan 3 RUU ini.
Cuma tadi mendengar penjelasan bahwa terkait DPRD akan dimasukkan didalam
RUU Pemda. Nah, ini akan menjadi masalah kiranya perlu dipertimbangkan. Apa
yang dikatakan oleh Pak Adirman itu. Pertegasnya, kalau seandainya itu
dimasukkan dalam RUU Pemda. Nah, ini yang kita perlu pertimbangkan lebih
matang dulu karena penafsiran Undang-undang Dasar ini di satu pihak memang
DPR itu masuk di legislatif tetapi di lain pihak dia di pemilihan bersama-sama oleh
kita.
Nah, ini saya kami mengusulkan. Kami sudah coba mendengar juga
kemarin dari Ketua Asosiasi DPRD Provinsi, mereka sangat ini. Jadi, mereka
mengharapkan ini mereka ikut didengar juga pendapatnya. Jadi, karena itu kami
ingin berpesan, kalau seandainya kita akan mengambil pemisahan 3 RUU, perlu
dipertimbangkan status dari DPRD. Jadi, DPD sendiri memang mengusulkan
perubahan di Undang-undang Dasar. Supaya DPRD posisi sebagai badan legislatif
itu diperkuat.
Kemudian terkait tadi kalau DPR saya pikir suatu apa yang
dikemukakan oleh Pak Fahri suatu ide-ide yang briliant sekali dan kami pada
dasarnya dapat mendukung. Tinggal kita mendukung rumusan-rumusan saja
teknisnya. Kemudian yang berikut memang yang perlu memang mendapat
penekanan didalam ini adalah sinkronisasi fungsi antar lembaga ini. Nah, dalam
sinkronisasi fungsi antar lembaga apa yang menjadi putusan dari MK itu kiranya kita
betul-betul bisa duduk bersama mencari solusi dan mekanismenya. Dan kiranya
dalam pembahasan oleh Pansus kiranya kami tidak hanya sekedar ditempatkan
dalam fungsi didengar sebagai konsultan hanya sekali tetapi mudah-mudahan
didalam proses ini terutama yang berkaitan dengan pasal-pasal mengenai DPD ini
kami bisa ikut terus didengar. Supaya nanti kita tidak timbul perbedaan penafsiran,
pendapat pada waktu undang-undang telah disahkan.
Tambah satu pak Ketua dan forum yang kami hormati. Dalam undang-
undang yang ada sekarang agak membingungkan memahami proses Prolegnas,
penyampaian RUU Prolegnas dan penyampaian RUU dan RUU-nya itu sendiri.
Sama-sama disini kadang-kadang ada naskah akademik. Jadi, ini oleh legal drafter
kami mengusulkan supaya betul-betul jitu, supaya betul telaten merumuskan.
Sehingga kita bisa memudahkan, mana kita mengajukan rancangan usul-usul untuk
Prolegnas, mana mengajukan RUU yang memang RUU-nya undang-undang itu. Ini
yang kadang-kadang sangat membingungkan dalam mencoba memahami. Dan kita
mencoba menjabarkan.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
DPD:
Interupsi Pimpinan.
Memberi kesempatan, kita mengikut setiap rapat tetapi juga ada
peluang bagi kami kalau akan memberikan masukan. Persoalannya masukan diikuti
atau tidak, itu persoalan nanti. Yang penting ada peluang bisa.
Terima kasih Ketua.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Ini setelah mendengar dari Pimpinan DPR, MPR dan juga DPD
terhadap Undang-undang yang dipisah masing-masing lembaga itu. Walaupun nanti
ini kita bahas didalam Pansus. Ketika kita rapat-rapat Pansus tetapi saya punya
masukan. Mungkin untuk kali ini mungkin kali ini waktunya yang saya pikir perlu
dipertimbangkan karena selain undang-undang yang ada yang MD3 ini masih
banyak undang-undang yang belum selesai, menjadi PR-nya dari DPR yang
sekarang. Sementara DPR kita ini yang nanti mau balik lagi itu kurang dari separuh.
Dan itu membuat agak lesu darah termasuk di Undang-undang Pemda yang Pak
Farouk itu ada disana bersama saya. Yang mau dititipi DPRD tadi. Kalau jadi dipisah
tempatnya.
Jadi, itu mohon menjadi pertimbangan. Untuk menjadi kepentingan kita
jangka pendek, bukan jangka pendek, untuk kita mengatur seluruh kelembagaan kita
19
di DPR ini. Perwakilan ini. Mungkin sekarang belum perlu diubah masing-masing
lembaga-lembaga ini. Itu tidak mengurangi arti dari keberadaan lembaga-lembaga
itu karena selama ini kita juga sudah melakukannya hal yang seperti itu dan tidak
masalah. Jadi, substansinya itu bisa dimasukkan dalam satu undang-undang, kita
bahas bareng, selesai, itu kalau Ketua punya target masa sidang Juli ketuk. Nah,
kalau mau di...yang boleh, satu-satu lembaga dibuat undang-undang tersendiri.
Kemudian yang kedua, nanti disempurnakan di rapat-rapat Pansus
berikutnya. Saya ingin memperkuat, atau melengkapi konsep dari Saudara Fahri
yang dipaparka tadi dalam hal fungsi representasi. Mungkin disitu perlu dimasukan
aturan-aturan atau strukturnya didalam bagan itu perlu ditambahi bahwa fungsi
representasi DPR itu mestinya adalah fungsi-fungsi yang membuat seluruh aspirasi
di Dapil itu terakomodir didalam kebijakan Nasional, disuarakan di pusat. Jadi,
seperti diberbagai negara yang maju dalam sistem demokrasinya. Suara nasional,
isu nasional itu yang menyuarakan selalu 2, parlemen atau media massa. Dan itu
saling berlomba. Kalau kita ini hampir selalu media masa dulu baru kita. Contoh, ini
contoh sederhana. Pantura yang rusak berat, contoh sederhana. Kalimantan Timur
yang rusak lingkungannya pertambangannya. Bangka belitung rusak semuanya.
Pernahkah ada suara isu Nasional yang muncul di DPR? Ini menunjukkan fungsi
representasi tadi itu kita itu masih lemah.
Nah, jadi saya minta nanti dilengkapi itu. Dan ada tangannya DPR
didaerah. Apakah nanti dalam bentuk tambahan tenaga ahli atau apa. Mungkin ada
perwakilannya DPR. Sehingga kita itu ngantornya tidak harus di Jakarta terus. Ini
membuat fungsi representasi kita lemah itu karena kita mengasumsikan kalau sudah
jadi DPR itu tempatnya di Senayan, di Jakarta di Kalibata. Dan kalau pulang hanya
pada saat reses. Itu menurut saya itu membuat pelemahan juga sebetulnya.
Membuat Pak Yani terlalu jadi orang metropolitan, lupa dengan dapilnya. Rakyatnya
marah sama dia. Ini jadi masalah tetapi saya kira singkatnya itu Ketua. Nanti dirapat-
rapat Pansus berikutnya itu menjadi bahan masukan kita.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Baik, kita ada juga di meja pimpinan ini, draft kita, inilah yang kita ini
pak. Sangat tinggi apresiasi yang kami sampaikan kepada Pimpinan DPD, Pimpinan
MPR, yang datang dengan konsep yang jelas bahkan sudah masuk ke tingkat
ininya. Nanti kita sama-sama memperjuangkan. Kita semua sama-sama punya
kepentingan. Hanya beda ini saja. Kita dikasih kewenangan sedikit lebih inilah.
DPD:
KETUA RAPAT:
DPD:
KETUA RAPAT:
DPD:
KETUA RAPAT:
Baik.
21
DPD:
KETUA RAPAT:
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
Sesuai dengan tata tertib kita rapat pada pagi ini adalah rapat dengar
pendapat umum, yang hadir baru satu fraksi, dua dari 30 anggota. Oleh sebab itu,
rapat ini tetap kita lanjutkan tetapi kita tidak akan mengambil keputusan.
Harapannya sebentar lagi teman-teman yang lain akan tiba, sehingga kita bisa lebih
banyak, lebih lengkap lagi. Rapat saya buka dan saya nyatakan terbuka untuk
umum.
(RAPAT : SETUJU)
Baik, untuk pagi ini dua ahli yang ada dihadapan kita, perlu kami
sampaikan bahwa selama ini ada sejumlah isu yang menjadi problema dalam
pembahasan rancangan undang-undang ini, tapi nanti kita tidak terbatas pada isu-
isu itu. Yang pertama adalah mengenai keinginan masukan supaya undang-undang
ini dibagi tiga, dibagi empat, Undang-Undang tentang MPR, Undang-Undang
tentang DPR, Undang-Undang tentang DPD, dan Undang-Undang tentang DPRD
sesuai dengan bunyi konstitusi. Tetapi ada yang berpandangan juga tidak perlu, itu
tidak penting, yang penting itu adalah substansinya, sehingga lebih baik kalau dibuat
dalam satu undang-undang supaya lebih jelas nanti hubungan satu lembaga dengan
lembaga yang lain.
Kemudian yang kedua berkenaan dengan DPRD, DPRD ini sebetulnya
jenis kelaminnya apa dia ini, apakah dia lembaga legislatif daerah atau ini bagian
dari pemerintah daerah. Pemerintah ada pakar juga yang mengatakan DPRD ini
bagian dari pemerintah sesuai dengan prinsip negara kesatuan. Ada yang lain lagi
mengatakan dia bukan bagian dari pemerintah, kalau dia menjadi bagian pemerintah
maka dia adalah pegawai pemerintah. Nah, ini kita ingin bagaimana kita menata
DPRD.
Kemudian yang ketiga, berkenaan dengan keputusan Mahkamah
Konstitusi baik yang berkaitan dengan keberadaan DPD maupun berkaitan sejumlah
alat kelengkapan di Dewan ini, misalnya yang paling baru Putusan Mahkamah
Konstitusi untuk menghapus sejumlah kewenangan Dewan untuk melakukan
pembahasan anggaran sampai pada tingkat satuan tiga, kemudian juga menhgapus
kebiasaan Dewan untuk memberikan tanda bintang untuk anggaran-anggaran yang
juga oleh Dewan dipandang punya implikasi politik yang luas.
Jadi ini beberapa isu yang berkembang selama ini, nanti Bapak-bapak
silakan memberikan tanggapan, tidak terikat di situ mungkin, ada isu-isu lain yang
mau dianggap penting untuk disampaikan.
Untuk memperpendek waktu kami persilakan yang pertama Prof. I Gde
Panca Astawa, kemudian nanti kita lanjutkan ke Prof. Iman Putra Sidin untuk
menyampaikan masukan-masukannya. Kami persilakan untuk yang pertama yang
terhormat Prof. I Gde Panca Astawa, kami persilakan.
4
Terima kasih.
Ketika saya datang ke sini saya teringat kalau saya mau flash back
sejenak pada waktu Pansus MD3 dipimpin oleh Pak Ganjar Pranowo, sekarang jadi
Gubernur Jawa Tengah, ya saya menjadi salah satu narasumber yang diundang.
Tadi Bapak juga sudah singgung ada tiga isu utama yang dipertanyakan kepada
saya. Yang satu berkenaan dengan jenis kelamin quote unquote kita punya badan
perwakilan rakyat di tingkat lokal ya. Yang kedua itu berkenaan dengan apakah
DPRD itu lembaga negara ataukah bukan. Dan yang ketiganya tiga kalah
pentingnya adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di DPRD provinsi, kabupaten dan
kota apakah pejabat negara ataukah bukan.
Barangkali kalau diputar ulang, filenya barangkali masih ada ketika
saya sampaikan pandangan saya. Nah, saya coba untuk berikan gambaran
menyeluruh terutama yang berkenaan dengan di mana sebetulnya jenis kelamin
DPRD ini. Saya sudah berikan gambaran.
Karena itu terkait dengan revisi atau draft revisi yang sudah dikirimkan kepada saya,
dulu juga saya pernah usulkan Pak, kalau yang namanya MPR, DPR dan DPD saya
usulkan dibuatkan saja satu undang-undang tanpa menyebut badan-badan yang
bersangkutan, cukup dengan satu penyebutan Undang-Undang tentang Badan
Perwakilan Rakyat minus DPRD. Jadi DPRD tidak di situ tempatnya diatur.
Walaupun di dalam Undang-Undang Dasar 1954 pasca amandemen memang
diperintahkan agar tiap-tiap institusi ini diatur dengan undang-undang tersendiri. Ya
tidak mesti demikian, untuk efisiensi dan efektivitas bisa saja satu undang-undang
mengatur tiga institusi. Toh dia satu napas yang sama, yang saya katakan tadi
sebagai badan perwakilan rakyat. Pada waktu itu kan masih menggunakan
nomenklatur yang lama Susduk dulu. Saya usulkan dihapus itu. Tidak benar itu.
Namanya itu sudah tidak benar, Susduk. Mesti yang benar itu Duksus mestinya. Ini
juga di mana logikanya berbicara susunan dulu, sementara kedudukannya ditaruh di
belakang. Mestinya legal standing-nya dulu, kedudukan secara hukum itu di mana,
baru berbicara susunan. Kalaupun mau tetap mempertahankan nomenklatur ini
apakah Susduk ataukah Duksus, itu juga menjadi tidak konsisten kalau dilihat dari
materi muatan yang diatur didalamnya karena mengatur tidak hanya berbicara
kedudukan dan susunan saja, banyak hal yang diatur. Itu sebabnya kemudian saya
usulkan dihapus saja nomenklatur itu. Jadilah kemudian sebagaimana yang kita
sama-sama ketahui lahirnya Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 itu.
Yang bikin saya kaget apa isu-isu yang ditanya kepada saya, sama
sekali tidak terjawab di situ, yang berkenaan dengan jenis kelamin itu. Kan ini
5
penting gitu loh ya. Banyak sekali pemahaman yang bias terhadap keberadaan
Dewan ini, maksud saya itu DPRD di tingkat lokal ini.
Kalau kita pahami DPRD tingkat lokal ini sesungguhnya dia adalah
merupakan bagian dari satuan pemerintahan daerah, local goverment itu. Artinya dia
tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan pemerintah daerah. Kan orang untuk
memudahkan pemerintah daerah disebut eksekutif daerah, DPRD dikatakan sebagai
legislatif daerah. Ini juga salah menurut saya, karena DPRD itu bukan cabangnya
DPR RI, bukan juga miniaturnya DPR RI. DPRD itu bukan badan legislatif. Karena
dalam unity the state, dalam sebuah negara kesatuan hanya mengenal satu badan
legislatif nasional. Indonesia ya DPR RI. Benar kalau saya meminjam konsep unity
the state, pengertian unity the state itu hanya mengenal satu badan legislatif tingkat
nasional, tingkat pusat. Sehingga dengan demikian penyebutan mungkin dengan
pertimbangan praktis saja sebetulnya maksudnya, DPRD provinsi, kabupten/kota
disebutlah dengan sebutan badan legislatif. Bahwa dia mempunyai fungsi legislasi
iya. Kenapa? Harus dikembalikan pengertian dari otonomi daerah sebagai satu yang
diserahkan oleh pusat kepada daerah. Untuk apa? Harus kembali kepada
pengertian otonomi daerah, autonomous, auto dan nomous. Auto itu sendiri, nomous
nomoa, undang-undang. Artinya apa? Mengatur dan mengurus. Apa yang diatur dan
diurus? Urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan pusat kepada daerah.
Sifatnya apa? Administratif, bukan bersifat ketatanegaraan. Karena itu, apapun
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan
daerah mesti pendekatannya adalah administratif. Semua undang-undang yang
mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah normanya norma hukum
administrasi.
Itu sebabnya sekali lagi, saya jadi teringat lagi ketika DPRD kita,
Saudara-saudara kita kena musibah didakwa melakukan korupsi penyalahgunaan
APBD. Saya bilang kepada penegak hukum itu, kalian itu ngawur saya bilang itu,
salah besar kalian itu mendakwa wakil-wakil rakyat itu melakukan tindak pidana
korupsi, karena yang namanya Dewan Perwakilan Rakyat baik tingkat lokal maupun
tingkat nasional pusat dalam hal ini DPR RI, dia hanya user pengguna anggaran,
tidak ada urusannya dengan persoalan-persoalan yang menyangkut tentang
administrasi keuangan. Bukan urusannya Dewan itu.
Kalau kita tarik pengertian parlemen itu, parle, artinya apa? Bicara. Jadi
yang namanya wakil rakyat itu digaji untuk ngomong. Itu sebabnya, makanya ada
hak imunitas, dia tidak boleh dituntut ketika dia berbicara dalam kapasitas sebagai
wakil rakyat. Kalau yang berkenaan dengan keuangan, bukan urusannya Dewan.
Dan sangat tidak relevan kalau Dewan, wakil rakyat ini dimintai
pertanggungjawaban, susah hukum, karena yang mengadministrasikan sepeserpun
uang itu yang dipakai anggota Dewan, Sekretariat Jenderal itu. Itu sebabnya ada
Sekjen gitu loh. Itu sebabnya di tingkat lokal ada Sekwan. Maksudnya apa? Karena
Dewan itu kerjanya hanya untuk ngomong dan dia digaji untuk ngomong tidak ada
urusan dengan tetek bengek administrasi, diadakanlah Sekjen di tingkat nasional,
Setwan di tingkat lokal. Ini tanggung jawab mereka sepenuhnya. Mulut saya sampai
dower mulut saya ngomong, berbusa mulut saya ngomong, tidak paham-paham
6
juga. Kecuali yang terang-terang seperti kemarin itu saya tidak mau singgung kasus
yang atau musibah yang menimpa anggota Dewan, itu soal lain itu. Soal lain itu
yang tengah diadili sekarang itu. Tapi kalau saya berbicara gambaran secara
menyeluruh tidak benar, karena sekali lagi Dewan itu hanya user dia.
Itu sebabnya di dalam draft ini kalau saya mencoba untuk masuk ke
draft ini apa urusannya DPRD mengurusi soal pengelolaan dan
pertanggungjawaban, maaf bukan DPRD, DPR termasuk MPR, apa urusannya dia
menangani urusan pengelolaan pertanggungjawaban keuangan negara. Itu
kewenangan, domain dari Sekjen itu. Tidak tahu urusannya dia. Di mana-mana saya
katakan menjadi wakil rakyat itu hanya ngomongnya, mulutnya yang digaji kok. Di
dunia ini kan ada mulut orang digaji itu namanya wakil rakyat, memang kerjaannya
untuk ngomong. Makanya kebangetan kalau ada wakil rakyat yang tidak pernah
ngomong selama 5 tahun, hanya sekali dia ngomong untuk melakukan sumpah
jabatan, sudah itu tidur. Tidak pantas orang kayak begitu jadi wakil rakyat. Kalau dia
mengerti bahwa dia itu digaji untuk ngomong. Ngomong kamu gitu loh maksudnya.
Ngomong saja tidak, bagaimana bisa dikatakan sebagai wakil rakyat gitu loh. Ada
kaki orang digaji, main bola namanya. Ada tangan orang digaji, petinju namanya.
Yang kurang ajar itu dokter ahli kandungan, sudah ngobok-ngobok isteri kita, minta
bayaran pula itu. Ini kurang ajar itu namanya dokter ahli kandungan.
Jadi karena itu makanya kalau saya kembali kepada draft ini, ini ada
beberapa pasal yang mengatur tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan itu yang dipolakan di DPR maupun MPR itu sama sekali tidak menjadi
domain DPR. Itu sepenuhnya menjadi domainnya sekretariat jenderal. Betapa
penting dan sangat strategis keberadaan dan posisi Sekretariat Jenderal DPR RI.
Karena itu saya mohon maaf sebelumnya, nah sering kali di tingkat lokal juga
Setwan itu atau Sekwan dengan jajarannya dianggap jongos. Salah besar itu. Kalau
tidak ada mereka, tidak bisa Bapak-bapak, kebetulan Bapak-bapak, tidak ada Ibu di
sini, wakil rakyat di sini, ketika berbicara fungsi, ketika berbicara tugas, wewenang,
ketika berbicara hak, tidak akan bunyi kalau tidak diadministrasikan secara, tidak
akan bunyi kalau ada uang yang diadministrasikan oleh Setjen. Jadi betapa penting
dan strategisnya keberadaan dari Setjen ini, kalau tidak ada mereka lumpuh wakil
rakyat itu, tidak akan bunyi itu fungsinya, tidak akan bunyi tugas, wewenangnya,
tidak akan bunyi hak, termasuk hak-hak keuangan, ya memang undang-undang
memberikan secara atributif, bukan lantas berarti bahwa anggota Dewan itu tidak
boleh berbicara keuangan, sah-sah saja sepanjang itu menyangkut hak budget.
Kenapa hak budget? Ini merupakan representasi dari … atau prinsip kedaulatan
rakyat. Itu pentingnya hak budget itu ada pada wakil rakyat. Walaupun inisiatif
pengajuan Rancangan Undang-Undang APBN berasal dari eksekutif memang bukan
urusannya wakil rakyat untuk mengambil inisiatif pengajuan RUU APBN. Tetapi
meskipun demikian, berdasarkan pada hak budget decission dia, menentukan dia.
Penentuannya apa? Ketika DPR sepakat untuk memveto lumpuh itu pemerintahan
walaupun saya tidak pernah menghimbau atau meminta DPR itu jangan coba-coba
mengeluarkan senjata pamungkasnya itu hak veto, nanti berantakan nanti, kalau
tidak penting sekali. Walaupun dulu sejarah kita pernah DPR-GR dulu pernah
7
Pelengkap Derita, eh Dewan Perwakilan Daerah. Ini yang salah menurut saya. Jadi
bukan bikameral sistem yang muncul melainkan trikameral, itu memiliki tiga badan
perwakilan. Dengan apa? Dengan tugas, wewenang yang berbeda satu dengan
yang lain. Nah, kalau undang-undang ini legal policy-nya ingin membenahi atau
membuat clear keberadaan MPR, tidak bisa dalam bentuk undang-undang, di sini
mesti di Undang-Undang Dasar dulu diubah. Selama belum diubah, tetap seperti
begini, akan begini keberadaan MPR itu hanya sekedar seremonial saja menurut
saya, tidak ada yang signifikan, tidak ada yang prinsipil-prinsipil.
Pedal yang saya pahami kalau mencoba untuk flash back sejenak latar
belakang sejarah terbentuknya Undang-Undang Dasar 1945 betapa pikiran-pikiran
genial dari founding father kita muncul ketika itu. Kenapa MPR itu dimunculkan, satu
institusi yang tidak ada pada negara lain. Orang mengatakan ada, subjek tertinggi
dulu, Soviet almarhum, dulu ada katanya. Tidak, menurut saya tidak. Di RCC juga
tidak, hanya di Indonesia satu-satunya ada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Mesti
dipahami dulu ini MPR ini apa, mahluk apa. Saya pelajari betul pikiran-pikiran yang
muncul ketika itu. Bahwa MPR ini merupakan moderinsasi suatu institusi yang
merupakan moderenisasi dari republik desa. Itu sesungguhnya intisarinya. Karena
desa pada zaman dulu itu dianggap sebuah republik, ada yang memimpin, ada yang
dipimpin, ada institusinya di situ. Bagaimana desa ini bisa diadopsi ke dalam sebuah
alam Indonesia modern. Itulah yang kemudian dijelmakan menjadi MPR. Kenapa?
Tidak semua komponen masyarakat kita terwakili, karena itu DPR itu adalah
perwakilan politik, di luar itu siapa yang mewakili inilah yang dimunculkan MPR gitu
loh. Nah, sekarang menjadi lain, dulu itu kenapa kemudian MPR itu diberikan
kewenangan-kewenangan yang sangat fundamental, mendasar, menetapkan
Undang-Undang Dasar, menetapkan GBHN, memilih presiden dan wakil presiden.
Itulah cikal bakalnya republik desa gitu loh.
Nah ini, maaf ini saya bukannya menyalahkan yang mengubah itu,
mengubahnya secara emosional ya begini jadinya. Kalau hanya sekedar MPR itu
hanya sekedar melantik presiden terpilih, what’ for? Amerika Serikat apa perlu
presiden yang terpilih itu dilantik oleh kongres? Tidak perlu. Seorang Barack Obama
yang tengah berdiri dia mengucapkan sumpah, selesai. Jadi seremonial betul
sekarang ini terus terang saja saya.
Kemudian kelompok-kelompok minoritas siapa yang mewakili? Tidak
ada. Di konsep ini sebetulnya MPR itu sudah betul, sudah bagus gitu, hanya dalam
pelaksanaannya ini ngawur, banyak yang terjadi penyimpangan. Siapa yang
mengatakan bahwa MPR itu adalah lembaga negara tertinggi. Undang-Undang
Dasar 1945 sebelum diubah sama sekali tidak mengatakan bahwa MPR itu adalah
lembaga negara tertinggi. Tidak ada disebut. Dan siapa yang mengatakan bahwa
sumber kewenangan dari semua lembaga negara yang ada itu adalah bersumber
pada MPR, kata siapa? Tidak betul itu. Ketika institusi negara apapun itu diatur
dalam konstitusi, artinya apa, limited government, semua kewenangannya terbatas.
Adalah salah ketika MPR itu kemudian mengeluarkan sebuah ketetapan bahwa
putusannya tidak bisa diganggu gugat. Adalah salah kalau dikatakan bahwa MPR itu
adalah sumber dari sumber kewenangan dari sebuah lembaga negara yang lain.
9
Adalah salah kalau MPR dikatakan menduduki posisi tertinggi, tidak ada. Hanya
kewenangannya berbeda gitu loh. Jangan karena MPR diberikan kewenangan untuk
menetapkan Undang-Undang Dasar, menetapkan GBHN, memilih presiden dan
wakil presiden, berarti posisinya lebih tinggi, tidak begitu maksudnya founding father
kita. Sekali lagi prakteknya menyimpang, menurut Undang-Undang Dasar 1945 itu
yang salah cuma karena kita sudah terlampau emosional waktu mengubahnya itu,
sudah, MPR menjadi ya seperti sekarang kewenangannya itu. Kalau menurut saya
itu cuma seremonial kewenangannya itu, tidak ada yang sangat signifikan. Jadi
maksudnya memunculkan bicameral sistem ini pun salah, tidak benar
merumuskannya. Kalau yang namanya bicameral sistem seperti Kongres Amerika
Serikat kewenangan kongres ini dilaksanakan baik oleh house of repsentative
maupun oleh senat, kewenangan MPR baik dilaksanakan oleh DPR maupun oleh
DPD, begitu bicameral sistem. Kenyataannya tidak begitu, MPR punya kewenangan
sendiri, DPR punya kewenangan sendiri, DPD juga kewenangan sendiri, bukan
bicameral. Tricameral. hanya satu-satunya republik ini, di negara ini yang menganut
tricameral, tidak ada satu negarapun di dunia ini yang lahir, ya karena memang itu
kita ingin selalu aneh. Indonesia ini kan selalu inginnya aneh saja tapi nyata gitu loh,
ya konsepnya jadi tidak jelas menurut saya. Karena itu makanya kembali lagi, mau
diapakan gitu loh? Mau ditata ulang? Berat Pak. Harus diubah lagi Undang-Undang
Dasar 1945. Tidak bisa ditampung dalam bentuk undang-undang ini, walaupun ingin
mengganti Undang-undang No. 27 Tahun 2009. Tidak bisa dalam bentuk undang-
undang, harus diubah dulu Undang-Undang Dasar 1945.
Begitu juga DPD, lucu DPD itu, dia diberikan kewenangan melahirkan
atau mengusulkan undang-undang yang bertalian dengan otonomi daerahlah, ect,
ect, yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Logika saya dia latah. Ada tidak
undang-undang di luar itu atau undang-undang apapun itu yang tidak berlaku secara
nasional? Kenapa dikerdilkan begitu loh. Sehingga saya menilai keberadaan DPD ini
justru set back dibandingkan ketika dia masih menjadi fraksi utusan daerah, karena
dia bisa berbicara pada tataran nasional, berbicara kebijakan negara di situ. Dalam
bentuk apa? GBHN. Jadi maunya gagah kayak senat Amerika Serikat. Maunya gitu
loh. Kenyataannya jadi kerdil dia sekarang, dibonsai. Sejak lahir dia sudah dibonsai.
Sehingga apa? Bingung dia. Ke timur bingung, ke barat bingung. Mau mengubah
Undang-Undang Dasar. Nah, inilah saya bilang tidak ada grand design yang jelas
sejak Undang-Undang Dasar itu diubah, sejak awal tambal sulam. Jadi beginilah
jadinya.
Loh saya ditanya, sering ditanya oleh mahasiswa keberadaan MPR
maupun DPD, bagaimana Prof? Bubarkan saja usul saya kalau begini
kenyataannya. Tapi beda ketika dia sebelum diubah. Apalagi kewenangan MPR
memilih presiden dan wakil presiden. Kalau kita kan inginnya gagah. Sudah susah,
sombong.
Coba ketika itu misalnya dibangun sebuah konvensi, tidak perlu
pemilihan presiden itu diubah, tetap MPR yang memilih. Tapi dengan cara apa?
Dibangun konvensi. Caranya bagaimana? Adakan Pemilu, apapun namanya, Pileg
atau apa? Partai apapun pemenang Pemilu, pimpinan partai itu tinggal dikukuhkan
10
oleh MPR sebagai presiden, selesai. Artinya apa? Logika demokrasi jalan di situ.
Itulah pilihan rakyat. Tidak perlu lagi dipilih oleh MPR, tinggal dikukuhkan. Bukankah
MPR itu wakil rakyat, bukankah rakyat sudah memenangkan partai pemenang
Pemilu, MPR tinggal mengkukuhkan, ketok palu selesi. Tapi kita tidak mau begitu,
biar kelihatan gagah. Wih ini negara demokrasi katanya. Sudah susah, sombong.
Mending kalau sekali putaran, dua putaran berapa trilyun itu? Coba uang itu dipakai
untuk apa, membangun infrastruktur, membangun pendidikan, membangun
kesehatan. Sejahtera rakyat kita. Apa kalah kurang demokratisnya dipilih oleh MPR?
Iya karena kecelakaan dulu, the accident demokrasi dulu, ketika tahun 1999 PDIP
menang, kok bukan Pimpinan PDIP yang menjadi presiden, itulah the accident
demokrasi, terjadi pembelokan demokrasi ketika itu. Nah, gara-gara itulah kemudian
sistem pemilihan presiden diubah dari dipilih oleh MPR diubah menjadi langsung
seperti yang sekarang ini. Ini dulu.
Ini sebetulnya konsep founding fathers kita itu saya katakan genial
betul gitu. Founding fathers kita kan orang-orang yang visioner, jangan dikira asal-
asalan dia mau berpikir. Sayangnya ini tidak dipahami. Saya mengatakan ini bukan
lantas berarti di Undang-Undang Dasar 1945 tidak boleh diubah, silakan diubah, tapi
hati-hati mengubah. Kenapa? Banyak pilar-pilar kenegaraan yang digariskan oleh
founding fathers kita. Banyak hal-hal yang prinsipil yang bersifat ketatanegaraan
yang digariskan oleh founding fathers kita menjadi hilang. Kalau kita boleh
bandingkan dengan ini, dengan Amerika Serikat. 300 tahun, hampir 300 tahun dia
merdeka, berapa kali sih dia mengubah konstitusinya? Yang saya catat kurang lebih
27 kali. Nah, kita sejak reformasi 1999 pertama, 2000 kedua, 2001 ketiga, 2002 rajin
amat. Kenapa? Emosional. Coba ketika itu hati-hati. Tapi saya mau ngomong apa?
Sudah terlanjur, sudah terjadi. Tidak mungkin saya memutar jarum sejarah, kembali
lagi. Beginilah jadinya gitu loh, bukannya menyesali yang sudah ada gitu.
Karena itu sekali lagi, yang mau ditata itu apanya, kalau mau legal
policy-nya mengarah kepada apaan, kepada perwakilan rakyat ini. Tapi kalau hanya
sekedar semata-mata merevisi ya silakan, silakan. Cuma yang perlu saya ingatkan
ada beberapa pasal yang penting yang tadi saya singgung itu, jangan memaksakan
bahwa soal pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan itu menjadi domainnya
MPR maupun DPR. Sekali lagi saya hanya mengingatkan, itu domainnya Sekjen. Itu
yang kedua.
Yang ketiga yang ingin saya sampaikan juga, ini kalau masuk kepada
RUU, mohon maaf Pak saya tidak satu per satu Pak, misalnya soal MPR ini, di
dalam draft ini, barangkali nanti ada yang mencatat ini. Dan saya sudah sampaikan
itu secara tertulis ini Pak. Pasal 4 dan Pasal 4A RUU saya nilai tidak konsisten,
kalau dibandingkan dengan bunyi penjelasannya. Begitu juga Pasal 5 ayat (3) dan
ayat (5) bertentangan satu dengan yang lain. Kemudian Pimpinan MPR, saya bisa
paham, karena ini mengikuti putusan MK.
Selanjutnya soal DPR, memang tidak banyak yang berubah ada
beberapa yang berubah yang menjadi catatan saya di sini yang berkenaan dengan
tugas, wewenangnya Pasal 71. Pertanyaan saya bagaimana halnya dengan pejabat
setingkat menteri? Tidak ada di situ Pak, di dalam kewenangan DPR RI. Siapa
11
Sekali lagi Pak ya, bukan berarti saya tidak menghargai pemikiran
begini, termasuk ini ya kita ada di gedung ini Badan Akuntabilitas Keuangan Negara.
Tadi kan saya sudah katakan Pak, ada Badan Anggaran, ada Sekjen, untuk
merespons masukan hasil pemeriksaan BPK ini saja difungsikan Pak. Ada banyak
anggaran, dibantu oleh ahli, ada Sekjen yang membantu secara administratif. Ahli ini
direkrut dari mana yang ahli yang fasih berbicara anggaran, dia akan bisa membaca,
bisa mengerti hasil pemeriksaan BPK. Sekali lagi bukan berarti bahwa saya tidak
menghormati Badan Akuntabilitas Keuangan Negara itu, karena sudah terlanjur ada
gitu loh, sudah terlanjur ada. Maksud saya yang hendak saya katakan mengapa
institusi yang sudah ada tidak dioptimalkan? Lebih-lebih tadi saya katakan jangan
mencampuri urusan, Dewan itu jangan mencampuri urusan yang berkenaan dengan
soal keuangan itu, pengelolaan atau pertanggungjawaban. Sekjen selesai Pak, dia
yang merespon nanti. Walaupun memang penting hasil pemeriksaan BPK ini
menjadi masukan bagi DPR ketika berhadapan sama eksekutif. Dan itu memang
saya sudah compare Pak ke Undang-Undang Keuangan Negara, ke Undang-
Undang Perbendaharaan Negara, ke Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara, ke Undang-Undang tentang BPK. Saya
sudah compare itu. Ini pikiran saya, tapi kalau misalnya, saya mau bilang apa kalau
BAKN ini sudah ada.
Yang terakhir, saya tidak mau berlama-lama ini Pak, ini rekan saya
nanti mau menambahkan nanti. Kalau tadi saya sudah singgung walaupun sekilas,
jenis kelamin DPRD, apakah DPRD itu lembaga negara atau bukan? Apakah orang
atau wakil rakyat yang ada di DPRD itu pejabat negara atau bukan? Sederhananya
begini, setiap institusi yang melaksanakan kekuasaan negara, saya ulangi Pak,
setiap institusi apapun namanya yang menyelenggarakan kekuasaan negara dia
adalah lembaga negara, hanya keberadaannya ada yang di tingkat nasional, ada
yang di tingkat lokal. Satu.
Yang kedua, kalau selama yang namanya gubernur, jabatannya apa?
... pejabatnya. Yang namanya bupati, yang namanya walikota, mereka
dikualifikasikan sebagai pejabat negara. Berarti rekannya DPRD, institusinya
lembaga negara juga yang ada di tingkat lokal. Dengan demikian konsekwensi
hukumnya karena institusi adalah lembaga negara, orangnya adalah pejabat negara
yang ada di tingkat lokal. Cuma menjadi tidak mudah ketika apa? Kawan-kawan
Bapak yang ada di Lapangan Banteng hitung-hitungannya matematis. Itu sebabnya
pikiran saya ini tidak bisa diterima, bisa bangkrut negara ini katanya. Bayangkan
saja berapa jumlah anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia, berapa
cost yang harus keluar dari Keuangan Negara untuk membayar mereka, bisa
bangkrut. Ini hitung-hitungan kawan-kawan kita yang ada di Lapangan Banteng. Ini
ngomong apa ini? Ini ngomong demokrasi atau bukan? Kalau kita bicara demokrasi,
demokrasi itu memang mahal. Kalau tidak mau begitu, bubarkan saja DPRD-nya,
selesai, tidak usah repot-repot. Nah kita sepakat membangun negara ini
berdasarkan pada pilar atau prinsip kedaulatan rakyat, konsekwensi dari kita
membangun itu ya cost, kata siapa demokrasi itu murah. Jangan sampai apa? Saya
sering dilapori Pak oleh wakil rakyat, mestinya kan saya melapor kepada wakil
13
rakyat, ini wakil rakyat menyampaikan curhatnya kepada saya tolong dibantu Prof,
diteruskan ke tingkat pusat. Apa? Kami ini diperlakukan mendua, ketika pemerintah
mengumumkan memberikan gaji ke-13 kepada pejabat negara maupun pegawai
negeri, mereka cium tangan, tapi kami kenapa tidak dapat? Anda bukan pejabat
negara. Tiga jari. Tapi ketika mereka menerima pendapatan dalam bentuk uang
kena mereka pajak. Mereka protes, kenapa kami kena pajak? Karena anda pejabat
negara. Itu Pak faktanya di lapangan. Jadi tidak jelas mereka ini mahluk apa
sebetulnya. Mereka berharap di dalam, semula harapan mereka itu ada tertampung
di Undang-Undang No. 27 tahun 2009, nyatanya tidak begitu tetap saja. Sekali lagi
yang saya dengar Kementerian Keuangan hitung-hitungannya matematis pakai
kalkulator dia, wah bahaya ini, dibandingkan dengan DPR DI, DPR RI kan cuma
560. Bayangkan Pak kalau semua wakil rakyat di DPR provinsi, DPRD provinsi,
kabupaten/kota berapa ribu itu, kali tiap bulan berapa cost keluar. Saya bilang itu
memang tidak masuk akal cara berpikir begitu. Itu Pak resiko membangun
demokrasi.
Itu Pak Ketua, mohon maaf kalau agak lama saya berbicara. Dan
secara tertulis saya sudah sampaikan walaupun hanya general saja. Ya karena
memang saya tidak aakan memasuki pasal demi pasal Pak, memerlukan waktu
yang lama ya. Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Yang kedua adalah saya juga merasa teraniaya sama Prof. Panca
Astawa, saya paling tidak suka kalau dipanggil sama beliau, jadi serasa saya
dibentak-bentak terus sama beliau itu, jadi saya bingung mau ngomong apa. Saya
mau fokus dalam pertemuan kali ini tentang DPR dulu, karena saya juga mengamati
lima tahun wajah DPR kita ini. Nampaknya menurut saya di depan jam kita selama
orde baru itu nampaknya belum bangun, belum melek sedemikian rupa, 15 tahun
pasca reformasi ini tentang paradigma kedaulatan rakyat itu bagaimana. Saya kira
lima tahun terakhir ini yang namanya DPR itu boleh dikatakan lembaga yang most
wanted, saya juga heran kenapa orang selalu berpikir ingin melemahkan DPR,
padahal DPR itu adalah satu-satunya institusi yang bisa mengatasnamakan secara
sah dan konstitusional atas nama Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Jadi, saya memilih kemarin di bilik
suara anggota legislatif DPR karena kalau suatu saat saya tidak puas dengan
negara ini maka saya akan datangi anggota DPR yang saya pilih itu atau anggota
DPR yang mewakili daerah saya untuk saya mengadu saya dia gitu. Dan aduan
saya tidak ada tawar menawar dia harus memperjuangkannya di situ. Kira-kira
seperti itu. Tapi kenyataannya bahwa itu tidak bisa berjalan sedemikian rupa, ada
paradigma yang belum berubah dalam proses bernegara kita selama 15 tahun
reformasi ini yaitu proses daulat rakyat itu di mana kedudukannya, di mana
keutamaannya, porsinya dalam sistem bernegara kita yang sedang berjalan. Saya
terkadang berpikir nampaknya ini Paripurna DPR ini bisa berhenti kalau tiba-tiba ada
penyidik mengatakan mau penggeledahan dulu di Paripurna di situ. DPR langsung
bilang kita tidak bisa Paripurna karena ada penggeledahan di situ. Jangan sampai
begini pola pikir yang terbangun dalam sistem bernegara kita.
Fungsi daulat rakyat dalam sistem konstitusi kita adalah fungsi yang
menyeluruh yang merupakan keutamaan di situ. Jadi sub sistem hukum lainnya
seperti pidana itu supporting system bernegara kita. Dia tidak bisa menderogasi
proses-proses daulat rakyat yang sedang berjalan. Tidak bisa dia. Nah, ini
nampaknya belum hidup seperti dalam konsep konstitusional seperti apa yang
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar. Kalau sudah hukum pidana yang bergerak
pokoknya semua negara ini tidur dulu deh. Itu yang terjadi selama ini. Kalau sudah
ada penyitaan di situ, ada penggeledahan, ada pemeriksaan, pokoknya republik ini
diam semua, tiarap semua. Padahal persoalan pidana itu persoalan individu di situ,
persoalan individu yang bersangkutan di situ dan persoalan masih asumsi-asumsi,
bukan persoalan yang pasti. Kan yang namanya tersangka, terdakwa itu asumsi itu.
Ini yang perlu diluruskan. Makanya saya mulai berpikir bahwa paradigma ini dulu
yang mungkin harus dibangun dalam wajah perwakilan rakyat kita.
Undang-Undang MD3 adalah undang-undang yang paling terdepan
menentukan apakah republik ini bisa melakukan akselerasi pencapaian tujuan
negaranya dalam Undang-Undang Dasar 1945 atau tidak. Sebab apa? DPR-lah
yang menentukan semuanya. DPR pemegang kekuasaan pembentukan undang-
undang, sekaligus di situ dalam kepala saya, saya lekatkan juga dia DPR sekaligus
pemegang kekuasaan pengawasan dari pelaksanaan undang-undang itu. Tidak
boleh ada yang lepas dari pengaturan dan pengawasan, pelaksanaan dari undang-
15
undang itu. 15 tahun lalu ketika reformasi 1998, orang tidak percaya yang namanya
institusi-institusi negara, orang tidak percaya namanya presiden, orang tidak percaya
yang namanya parlemen, orang tidak percaya yang namanya kekuasaan
kehakiman. Kemudian ketidakpercayaan itu dilakukan dengan melakukan panetrasi
dalam sub sistem hukum ketatanegaraan kita, diambillah kekuasaan-kekuasaan
presiden itu, diambillah kekuasaan parlemen itu, lahirlah itu yang namanya lembaga-
lembaga negara independen di situ, atas nama independensi pokoknya tidak ada
yang bisa ganggu dia, meski itu lembaga yang elected yang dipilih langsung oleh
rakyat tiap lima tahunan. Itu yang terjadi sekarang. Itu yang terjadi 15 tahun yang
lalu ketika itu lembaga negara ini tidak ada yang dipercaya, tapi saya merenung-
merenung terus ketika itu 10 tahun yang lalu, 15 tahun yang lalu saya benarkan,
dalam perjalanan proses bernegara ini saya merenung terus, nampaknya sekarang
masyarakat itu percaya saja terus kembali kepada lembaga-lembaga kepresidenan
itu. Masyarakat percaya membutuhkan bernama DPR, DPD dan MPR, toh tiap lima
tahun masyarakat berduyun-duyun untuk memilih keanggotaan DPR, MPR itu. ...
masyakat antusias untuk memilih presiden nanti di situ. Artinya bahwa DPR dan
presiden lembaga yang langsung lahir dari daulat rakyat, harus tidak boleh lagi
melepaskan tanggung jawabnya terhadap kepengurusan pengelolaan negara itu.
Kemarin saya ditanya ada salah satu media tentang visi, misi calon
presiden katanya dia akan memperkuat salah satu lembaga, saya bilang tidak usah
pikirin perkuat sebuah lembaga, lembaga itu berpikir memperkuat lembaga yang lain
itu berarti mau melepaskan tanggung jawab, pikirkan saja memperkuat itu
kekuasaan presiden, pikirkan saja memperkuat lembaga daulat rakyat itu di situ,
sebab kita sebagai rakyat itu tempat pengadu kita di situ. Tidak salah dong ketika
misalnya suatu saat saya mendapatkan perlakuan sewenang-wenang oleh negara,
kemudian hak dan kebebasan saya dicabut dengan sesuatu tuduhan pelanggaran
atau kejahatan yang tidak pernah disepakati oleh wakil saya di DPR atas nama
standar moralitasnya dia, saya mengadu kepada wakil saya di situ. Dan wakil saya
itu berhak untuk memperjuangkannya, berwenang untuk memperjuangkannya dalam
kelembagaan DPR yang lebih besar di situ untuk menjalankan fungsi-fungsi
pengawasannya di situ, dan keluarannya saya tidak mau hanya keluar rekomendasi.
Tidak mau saya kalau rekomendasi, kalau rekomendasi saya bisa sendiri ngomong
di media di situ. Apa gunanya saya pilih 550 anggota DPR, keluarnya cuma
rekomendasi saja di situ. Tidak ada gunanya. Saya mau keluar keputusan di situ.
Dan keputusan itu kalau tidak dilaksanakan maka bisa membuat lembaga negara itu
segala produk kekuasaannya menjadi tidak sah gitu. Tidak perlu dia dibubarkan
lembaga kekuasaan itu, tapi segala produk kekuasaannya menjadi tidak sah ketika
dia tidak melaksanakan keputusan wakil saya, keputusan rakyat, keputusan wakil
rakyat yang mewakili seluruh penduduk Indonesia di situ. Jadi apa fungsi-fungsi
pengawasan DPR ini di kepala saya tidak bisa lagi berpikir interpelasi, angket, dan
menyatakan pendapat itu hanya kepada istana di situ, tapi seluruh lini negara dia
bisa melaksanakan fungsi pengawasannya itu. Tidak bisa keluar ... RDP begini,
keluar rekomendasi, sudah selesai. Saya mulai berpikir ngapain kita Pemilu 5 tahun
mahal-mahal biaya kalau keluar begitu saja terus di situ. Tidak bisa begitu. Saya
16
mau DPR memiliki fungsi pengawasan yang kuat. Sebab saya mau hak-hak saya
sebagai warga negara individu, sebagai badan hukum, sebagai bagian dari ...,
bahkan sebagai bagian dari negara itu sendiri dilindungi oleh wakil saya di parlemen
itu. Ini yang perlu dipikirkan.
Makanya saya mulai berpikir saya membaca draft RUU MD3 itu kok
saya menyayangkan kok tidak dielaborasi ini hak-hak interpelasi, angket dan
menyatakan pendapat ini di situ. Bahwa ada degree interpelasi, angket dan
menyatakan pendapat tidak hanya untuk presiden saja, tapi untuk lembaga negara
lainnya khususnya lembaga-lembaga negara yang mengklaim, yang diklaim oleh
undang-undang itu sebagai lembaga negara independen, sebagai lembaga negara
yang tidak memiliki pertanggungjawaban kepada siapapun organ-organ demokrasi
di situ.
Jadi, fungsi pengawasan, fumgsi pengaturan DPR adalah fungsi yang
harus dipikirkan untuk diperkuat dalam revisi Undang-Undang MD3. Saya setuju
adanya badan-badan keahlian yang mulai dibangun di parlemen di situ dalam
rancangan ini. Sebab apa? Terlalu lambat kekuasaan pembentukan undang-undang
ini merespons segala proses pelaksanaan undang-undang di luar sana, di situ.
Terlalu lambat. Bisa jadi karena supporting organ di parlemen ini tidak cepat atau
pendukungnya tidak cepat merespons sehingga para anggota DPR-nya juga tidak
cepat merespons. Tidak usah jauh-jauh Pak, sekarang banyak sekali orang masuk
penjara oleh sebuah aturan yang tidak pernah disepakati oleh rakyat dalam undang-
undang itu, tapi orang masuk penjara karena keterangan-keterangan ahli di
persidangan itu. Karena undang-undang itu tidak jelas muncullah pendapat ahli kiri,
kanan, ini ahli ini, ini ahli ini, masuk penjara orang di situ. Datang lagi hakimnya di
tingkat Mahkamah Agung, terobosan, jadi lagi itu barang, masuk penjara lagi orang
di situ, dan undang-undang itu diam saja terus di situ, tidak ada respon perubahan.
Makanya saya mulai pikir-pikir ke depan itu dalam proses hukum pidana itu
keterangan ahli tidak bisa jadi alat bukti itu di situ. Tidak bisa itu jadi alat bukti
keterangan ahli itu di situ. Karena prinsipnya pemidanaan, prinsipnya warga negara
itu dicabut kebebasannya sebagai warga negara oleh kesepakatan yang mereka
sudah mereka sepakati dan itu tertulis secara tegas, jelas dan ketat di situ. Itu
prinsip di situ. Kalau sudah persidangan ahlinya banyak sekali itu barang tidak jelas
itu. Kalau hukum pidana panggillah ini, panggilan ini, oh berarti undang-undangnya
tidak jelas di situ. Dan ketika ada undang-undang tidak jelas, maka tugas DPR
segera merespons atau memperjelasnya ke depan agar tidak ada lagi korban di situ.
Jangan ada lagi korban di situ. Banyak sekali korban-korban di penjara di situ
dengan semua yang tidak disepakati, hanya berdasarkan standar moral. Tidak bisa
negara ini berjalan dengan standar moral, semangat penyelenggara negara, tidak
perlu ada konstitusi kalau seperti itu, tidak boleh kita memilih, tidak perlu ada kita
memilih wakil rakyat tiap lima tahunan kalau hanya standar kebaikan moral
penyelenggara negara masing-masing di situ, udh jeblosin, udh jeblosin seperti itu.
Dan memang dia keluar dari standar moral, tetapi kita tidak pernah menyepakati itu
sebagai sebuah pelanggaran atau kejahatan yang bisa mencabut kebebasan warga
negara itu, makanya penguatan lembaga DPR di bidang pengaturan itu menjadi
17
tapi kekuasaannya juga ternyata tidak banyak, banyak lembaga negara independen
yang lahir. Makanya mungkin di next time pemikiran ke depan, di periode ke depan
DPR dan presiden itu harus duduk bersama untuk kembali memikirkan, mengambil
kembali semua otoritas-otoritas yang diambil ahli oleh undang-undang jaman dulu itu
memalui lembaga-lembaga negara independen itu agar kita nantinya sebagai warga
negara itu bisa gampang di situ, bisa kita bisa menaggih bagaimana fungsi
pelaksanaannya, efektivitasnya dari lembaga negara itu. Sebab apa? DPR kita pilih
langsung oleh rakyat, presiden kita pilih langsung oleh rakyat, kita lekatkan sangat
besar tanggung jawab dari konsekwensi kita pilih langsung oleh rakyat itu.
Jadi saran saya adalah diteliti saja dulu pola hubungan antara DPR
dengan lembaga negara seperti presiden dan jajarannya menteri, diteliti saja juga
hubungan DPR dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang sifatnya independen,
diteliti saja hubungan DPR dengan lembaga-lembaga negara dengan misalnya
badan hukum ya, badan hukum lainnya di situ, jadi bisa saja suatu saat ada
perusahaan tempat saya bekerja kemudian saya merasa dirugikan saya bisa
mengadu kepada DPR perusahaan itu. Dan mungkin entah bagaimana tiba-tiba
DPR secara konstitusional mereka sepakat untuk mengambil tindakan,
mengeluarkan keputusan, ya bisa saja perusahaan itu izinnya diapa, diapa, diapa,
dan/atau apa tidak bisa beroperasi di situ. Itu. Karena saya sebagai rakyat berhak
untuk meminta wakil saya di situ. Ini sesuatu yang tidak biasa tetapi bukan harap,
silakan dipikirkan oleh teman-teman untuk menkreasikannya, sebab prinsipnya
bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan wakil yang kita pilih itu adalah
institusi sah yang mengatasnamakan sedang memegang mandat daulat rakyat itu
untuk kemudian bisa mewakili rakyat itu untuk mengambil langkah-langkah yang
dipikirkan akan membantu mendapatkan, memulihkan hak-hak konstitusional dari
rakyat itu sendiri. Kalau misalnya DPR sudah mulai menjalankan fungsi-fungsi
seperti ini ya pelan-pelan dikreasikan sedemikian rupa, secara kasar tadi saya
katakan maka mungkin nanti orang mulai tidak perlu lagi memenuhi institusi-institusi
kekuasaan kehakiman seperti itu, karena institusi wakil rakyatnya, sebagai wakil
rakyat itu bisa efisien dan efektif. Institusi wakil rakyatnya tidak hanya keluar dengan
rapat-rapat dan rekomendasi, dia bisa keluar dengan keputusan. Keputusan itu bisa
isinya perintah, bisa larangan, bisa saran atau lainnya dan lain sebagainya, dan itu
memiliki konsekwensi yuridis apabila dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
yang bersangkutan. Tapi saran saya tidak usah DPR diperhadap-hadapkan sama
warga negara di situ, karena ada ketentuan di situ kalau warga negara juga dia mau
penjara juga di situ tidak usah, tapi tiga poin itu saja yaitu lembaga negara
pemerintah dan lembaga-lembaga negara independen, badan hukum lain atau
organisasi masyarakat di situ, Ormas, tapi warga negara individu tidak perlu
diperhadap-hadapkan dengan institusi DPR itu sendiri.
Saya kira untuk sementara itu pengantar dari saya Pak Ketua. Lebih
dan kurangnya terima kasih.
KETUA RAPAT:
Mau tanya ini Pak, di sini kan di Undang-Undang Dasar 1945 ada yang
namanya Pasal 20A Pak, ayat (3) tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
hak anggota DPR, salah satu haknya itu adalah hak imunitas Pak. Ini saya
merespon yang tadi Bapak bilang ini, lantas diatur lebih lanjut dalam undang-
undang. Persis seperti tadi Bapak bilang sudah diatur di Pasal 100 berapa ini MD3
ini, 196 Pak, bahwasanya dalam melaksanakan tiga fungsi tadi yaitu pengawasan,
legislasi, dan anggaran anggota DPR itu tidak bisa dituntut di muka pengadilan,
tetapi tidak ada satupun manusia di dunia ini khususnya Indonesia, di planet ini yang
melaksanakan ini, sudah diatur. Kan pasal 20 ayat (3) itu menyatakan ayat (4)-nya,
20 ayat (4) itu ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang, persis seperti
yang Bapak tadi bilang, Pak Irman tadi bilang, tapi undang-undang ini, Undang-
Undang MD3 itu Pak tidak ada sanksi terhadap orang yang tidak ikut, tidak mau
turun. Dan undang-undang itu juga tidak membatalkan ketentuan undang-undang
lain yang sebetulnya sebagaimana diatur di dalam undang-undang itu, sehingga dia
ke mana-mana. Jadi undang-undang itu undangan Pak, betul-betul undangan. Saya
bacakan saja bunyinya agar ini memberikan inspirasi yang saya sangat tertarik tadi,
“anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun
tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPR ....”. Tapi kan kenyataannya seperti Bapak bilang
tadi kan, nah kenapa bisa terjadi itu? Saya ingin petunjuk Pak dari Bapak berdua
bagaimana supaya ini berlaku di republik ini.
Termasuk juga yang Bapak bilang tadi masalah pengawasan, kalau
dinyatakan bertentangan dengan undang-undang orang itu 30 hari itu dinyatakan
tidak berlaku tapi didengar, dilaksanakan oleh republik ini. Kan yang tidak mau
melaksanakannya bukan kita Pak, yang tidak mau melaksanakannya itu orang lain
di republik ini. Barangkali bisa juga sesuai dengan fungsi yang tiga tadi kalau dia kita
20
ini bunyi pasal itu bagaimana, kemudian apa perlu sanksi atau tidak, ketiga itu
apakah penutup undang-undang itu berhak membatalkan undang-undang lain di luar
yang undang-undang ini. Nah itu, karena saya tidak paham Pak tentang itu. Tetapi
kalau saya baca undang-undang tidak ada sanksi itu Undang-Undang MD3, undang-
undang penutupnya tidak menyatakan batal undang-undang yang diatur oleh
undang-undang lain itu Undang-Undang MD3, jadi maka jadilah dia undangan, boleh
orang hadir, boleh tidak hadir Pak kalau undangan, fakultatif. Nah, kepada Bapak
berdua kita minta tolong ini Pak, tidak usah banyak-banyak Pak, yang kami minta
tolong itu kalau hak imunitas ini saja Bapak terjemahkan tidak ada lagi anggota DPR
ini yang takut, bisa dia seperti Bapak bilang tadi satu saja anggota Kongres di
Amerika itu Pak, itu berteriak perang Amerika lawan negara orang lain, kami tidak
setuju warga negara saya bernama si DD ditangkap, harus dibebaskan, tukar itu
dengan tawanan di Afganistan, itu Al Qaeda untuk mengeluarkan warga Amerika.
Satu. Saya sependapat sama Bapak, karena orang itu dipilih sama rakyat. Nah, di
sini tidak berlaku itu Pak. Tidak berlaku. Nah, bagaimana supaya ini berlaku, tolong
kami dikasih tahu, karena tidak ada gunanya titik, koma banyak sekali ada 629 DIM,
DAM, DIM, DUM, kalau Bapak-bapak isinya masih seperti ini. Tenaga ahli tadi juga
tidak ada gunanya Pak, cukup kita mengurus hak imunitas, kalau di sana itu Pak, di
Kedutaan sana tidak ada kalau orang yang masuk ke kedutaan itu boleh, tembah
mati, kalau saya nonton di film itu, karena dia kan hak imunitas sebagai diplomat.
Nah, ini hak imunitas sebagai anggota DPR tadi Bapak sudah merefer karena
Paripurna pun ada orang menggeledah berhenti itu Paripurna. Jadi minta tolong Pak
Bapak berdua saya anggap kita undang ini sebagai ahli kami, tiga saja fungsi yang
Bapak sebut tadi ya pengawasan itu kalau dia bilang melanggar undang-undang
dinyatakan tidak berlaku, tapi dinyatakan tidak berlaku itu diikuti oleh lembaga lain,
di lembaga pengadilan, peradilan, yang penegak hukum laini termasuk presiden
menyatakan iya, kenyataanya kalau presiden mau nurut kan undang-undang ini
kalau tidak ditandatangani pun oleh presiden 30 hari itu dinyatakan berlaku kan
berlaku. Dan pernah terjadi waktu siapa kemarin itu anggota, pernah terjadi tidak
ditandatangani oleh Presiden Megawati, ini tetap berlaku. Nah, masalahnya yang ini
tidak ada yang memberlakukannya Pak. Nah, bagaimana minta tolong nanti, tolong
Pak Ketua, dengan Bapak Ahli ini, mungkin ahli yang lain lagi tambah lagi supaya ini
undang-undang ini jadi berlaku, undang-undang ini tidak berlaku untuk orang lain,
tidak mengikat warga negara yang lain Pak. Jadi undang-undang kita ini ya untuk
apa payah-payah, termasuk ada 629 DAM, DIM, DUM itu, untuk apa membahas itu,
tiga itu saja Pak, kekuasaan yang tiga itu, fungsi yang tiga itu pengawasan, budget,
dan pembuat undang-undang. Pasal 20 ayat (3) itu Ketua, ini “Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang, maknanya apa sih?
Kami tidak tahu Pak itu. Tapi di sini bunyinya kalau dibaca “memegang kekuasaan”,
itu kalau memegang kekuasaan berkuasa. Iya kan? Tapi bentuk sehari-harinya itu
kekuasaan itu tidak ada itu, ini Undang-Undang Dasar 1945, saya cuma baca ini
saja, kalau diterjemahkan ke pasalnya Pak Ketua minta tolong para ahli-ahli ini dan
kemudian itu berlaku itu, ini bakal ada nada-nada aman Pak itu, yang Bapak bilang
tadi itu setiap lima tahun rakyat itu memilih sebagai hakim kau boleh, kau tidak
22
boleh, kau terpilih, kau tidak terpilih, pakai biaya negara diakui secara internasional,
tetapi produk itu, produk itu jadi namanya anggota DPR itu akhirnya tidak ada
gunanya. Tidak ada gunanya. Saya ini anggota DPR Pak tetapi tidak ada gunanya,
lebih berguna itu, itu orang jual sayur di pinggir jalan itu. Oh iya, karena tidak ada
hak-hak kita ini Pak Benny.
Jadi oleh karena itu, itulah Bapak. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
(RAPAT : SETUJU)
Ya, silakan.
Saya kira saya mau menggarisbawahi satu kalimat yang itu kemudian
mempunyai implikasi terhadap seluruh materi yang tadi sempat disampaikan tentang
dalam “pelemahan institusi DPR”. Ini kalau mau membahas itu kan seperti telor
sama ayam gitu kan, yang salah duluan ini yang mana kita tidak tahu.Tapi ini kondisi
hari ini apakah fondasi-fondasi ketatanegaraan kita menjadi rusak pasca
amandemen sehingga kemudian menjadi komplikasi seperti sekarang. Tapi kita
berpijak pada hari ini dan kita memandang harus berjalan ke depan. Jadi saya kira
saya ingin menggarisbawahi tentang persoalan pelemahan lembaga legislatif
sehingga apa yang disampaikan rekan saya Pak Kahar tadi berkaitan dengan tiga
fungsi DPR yang sebagai salah satu lembaga yang merepresentasikan kedaulatan
rakyat ini, itu kemudian menjadi tidak punya makna yang kemudian implikasinya
menggelinding terlalu jauh sehingga kemudian ini, ini dari berapa fraksi yang ada di
sini tapi yang hadir cuma empat orang misalnya, karena kita menyadari bahwa
produk apapun yang kita hadirkan toh itu pada akhirnya juga bisa dilemahkan dalam
bentuk apapun, salah satunya yang tadi, produk undang-undangnya sudah bagus
dilemahkan di Mahkamah Konstitusi. Rekomendasi-rekomendasi yang berpihak
kepada kepentingan masyarakat katakanlah misalnya saya kebetulan pernah di
Komisi IX yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, memperjuangkan tentang
23
KETUA RAPAT:
Ya terima kasih.
Ketua yang saya hormati, Anggota Pansus, dan narasumber yang saya
hormati,
26
memberikan dampak yang mengikat terhadap semua lembaga itu. Nah, tentu kami
dari Pansus ini ingin mendapatkan masukan yang lebih rigid, lebih tidak hanya
dalam bentuk yang lebih ini ya, tapi ingin lebih rincilah. Nah, ini misalnya Pak Irman
tadi mengatakan apa sih bentuk yang mengikat itu. Misalnya kan ada tadi misalnya
hari ini kita ada 11 komisi dengan berbagai mitra kerja masing-masing, selalu ada
rapat kerja, selalu setiap rapat kerja misalnya Komisi III dengan KPK, dengan
Kepolisian, itu selalu diakhiri dengan pembahasan kesimpulan. Kesimpulan dibahas
secara bersama-sama. Ditanyakan kepada mitra kerja kita setuju tidak dengan
kesimpulan ini. Mereka setuju. Ketika kesimpulan itu diambil secara bersama-sama
toh tidak ada apapun, tidak diikuti dan dijalankan. Hilang begitu saja. Kan begitu
Pak. Nah, bagaimana supaya ini benar-benar ini kan.
Itu saja barangkali yang ingin disampaikan.
KETUA RAPAT:
Pak Harry.
Terima kasih.
Terima kasih Ketua dan yang terhormat para anggota dan narasumber.
Saya mungkin sebagian sudah ditanyakan tapi paling tidak saya ingin
meminta gambaran dari Bapak-bapak narasumber. Tadi Bapak sependapat
kayaknya ya sama kita kayaknya kita ada penguatan atau marwah pada parlemen.
Nah, tatanan ketatanegaraan ini tidak ada lembaga tertinggi negara Pak, jadi
harusnya check and balances kan Pak ya. Artinya apakah mengarah kepada
kekuatan legislatif saja, sementara eksekutif kan juga, kita lihat sistem presidensil
kan Pak, artinya bukan saya berpihak kepada eksekutif, kalau legislatif diberi
kekuatan full power apakah nanti eksekutif jadi susah menjalankan. Ini juga harus
Bapak pikirkan. Artinya begini, tadi Pak Irman kalau tidak salah kan yang
mengatakan bahwa hak angket itu tidak hanya diberikan kepada presiden, kepada
lembaga di bawahnya, saya mengerti, mungkin maksudnya, mudah-mudahan saya
salah, KPK dan MK barangkali Pak ya. Ini terus terang Pak kita punya persoalan
juga kalau di Komisi III ini khsususnya dengan KPK. Tadi seperti yang disampaikan
oleh Pak Saan kesimpulan apapun yang kita buat dengan KPK biasanya susah.
Susah mereka tidak jalankan, kita juga tidak bisa apa-apa juga. Dan kayaknya
hubungan KPK dengan Komisi III akhir-akhir ini agak kurang harmonis. Artinya dia
sering tidak datang, kita juga tidak bisa apa-apa. Ini agak berbeda dengan yang
pertama maksud saya begini kalau yang pertama tadi kaitannya dengan kekuasaan
presidensil, jadi apakah penguatan pada parlemen ini sehingga menghambat atau
menghalang-halangi jalan efektivitas dari presidensil atau bagaimana. Itu yang
pertama Pak.
Tadi kaitannya dengan KPK, pertanyaan saya maksudnya apakah tadi
yang dimaksud oleh Pak Astawa atau Pak Irman tadi yang soal hak angket, oh Pak
28
Irman, hak angket presiden ini, hak angket ini kepada lembaga negara lain juga bisa,
nah kalau ini bisa diberikan kepada, menurut saya kesimpulan sementara
ketatanegaraan yang ada kekuatan bertumpu dua Pak, yudikatif itu pada MK Pak,
sudahlah undang-undang yang dibuat apapun oleh 560 itu bisa habis di sana Pak,
sementara kita tidak bisa mengontrol Pak, memang kita hanya sifatnya konsultasi ke
mereka, kita tidak bisa Pak. Pernah waktu itu MK datang ke kita dalam rangka
putusan apa saya lupa ya kepada Ketua DPR didampingi oleh kita semua, ya
sifatnya konsultasi saja Pak. Dan ketika pertanyaan didesak kenapa putusannya
begini-begini-begini, dia bilang wah ini sudah masuk ranah kami, tidak bisa anda
masuk ke situ, tapi silakan anda terjemahkan sendiri. Nah, jadi kita punya kebuntuan
juga Pak. Nah, maksud Bapak-bapak apakah ini juga kita, artinya hak angket tadi
Pak Irman tadi bisa kita tunjukan kepada MK atau hanya kepada pembantu presiden
saja? Sebab kalau tidak susah juga Pak, habis nanti di MK Pak. mungkin bukan MK-
lah, aArtinya ada suatu instansi yang menurut saya kuat yaitu MK dan KPK. KPK
dalam rangka penyelidikan dan penyidikan, sudah Pak, harga mati itu Pak, tidak ada
SP3 Pak kalau KPK Pak.
Kaitannya dengan penjelasan Pak Astawa tadi soal hak budget, saya
setuju Pak, tetapi dalam halnya anggota Dewan memang masuk ke ranah atau
mungkin dia tidak bicara soal dia tetap melaksanakan hak budgetnya tapi ketika dia
cawe-cawe tadi yang seperti dikhawatirkan oleh Bapak tadi itu bisa jadi korupsi juga
Pak. Nah, maksud saya barangkali yang tadi dimaksud oleh Pak Astawa konsentrasi
kepada Sekjen barangkali ya. Ini contohnya Pak, kalau keluar negeri Pak itu yang
disorot Dewan Pak, anggota Dewan, padahal itu semua itu tinggal jalan Pak, yang
menyiapkan dari kesekjenan dan segala macam, kalau mau diperiksa Sekjennya,
jangan anggota Dewan yang disalah-salahkan ini loh. Ini sudah harga mati Pak,
anggota Dewan kalau berangkat ke luar negeri itu sudah paket Pak, lump sum
sekian, sudah. Terus terang sebenarnya, mohon maaf ini saya agak kritik saya
sendiri pernah beberapa kali melakukan ke luar negeri itu tidak masuk akal Pak,
dengan angka sekian kita kalau pakai tour travel sendiri itu bisa lebih murah
daripada itu, tapi kita tidak bisa apa-apa. Nah, kenapa juga tidak masuk ke sana,
masuknya ke kita, kok Dewan yang disalah-salahkan. Dewan seolah-olah
menghabiskan uang negara, bukan Dewan, Dewan itu cuma berangkat, kita tidak
bisa dalam posisi tawar, itu tidak bisa Pak. Nah, saya setuju dengan Pak Astawa
kalau mau masuk ke Sekjen saja. Nah, kalau Dewan itu dalanm konteks hak budget
itu masih bisa ngomong Pak.
Ya begitu Pak yang saya tanyakan tiga hal tadi Pak, soal apakah
marwah parlemen diperkuat yang akan menghambat atau mengecilkan eksekutif,
tidak benar juga kan kalau begitu Pak, presidensil tidak bisa jalan dong kalau begitu
ya. Yang kedua tadi yang soal hak angket, yang ketiga soal tadi hak budget.
Terima kasih Pak.
29
KETUA RAPAT:
jelaskan. Wah interpensi kami. Ya sudah stop anggota. Ya memang republik aneh
Pak. Sama juga di Mahkamah Agung, sama juga di Mahkamah Konstitusi, tak
hanya, hanya nanya dalam kerangka konsultasi juga supaya dijelaskan, wah itu
bukan ranah kami lagi lah, kan kamu yang putuskan masa tidak boleh menjelaskan.
Jadi kadang kala ini hal-hal yang saya tidak mengerti lagi dengan aspek tata
negaranya ini. Jadi ini tadi itu Pak.
Oleh sebab itu pertanyaannya adalah apakah rekomendasi Dewan
wajib dilaksanakan meskipun bertentangan dengan aturan hukum, misalnya Dewan
tidak ada ujung pangkal merekomendasikan si A tersangka, oleh karena itu tolong
diproses secara hukum, ya lembaga hukum ini menurut ilmu mereka tidak bisa ini
orang jadi tersangka, tapi karena politik sudah mengatakan si A tersangka akupun
cari-cari alasan untuk menetapkan orang ini tersangka. Ada kasusnya itu Pak Irman,
Pak Panca. Ada kasusnya. Ada kasusnya. Jadi bukan cerita imaginasi, tetapi ini
fakta kita di DPR RI. Coba bayangkan. Nah, oleh sebab itu pertanyaan hukumnya
tidak itu tadi. Tapi karena penegak hukum itu tadi adalah lembaga yang ditunjuk tadi
maka mau tidak mau karena aku ditunjuk aku takut nanti tidak dipilih lagi, tidak
ditunjuk lagi, ya sudahlah aku tetapkan kau tersangka, mohon maaf kan begini. Ya
mohon maaf aku tetapkan kau tersangka karena ya aku ditekan-tekan oleh teman-
teman yang memilih aku ini. Itu yang terjadi Pak. Dan ini memang, ya mumpung
ada, selama ini saya sudah agak grounded saya Pak, turun gunung saya begitu,
tidak pernah ngomong soal ini, karena mohon maaf situasinya begitu.
Kemudian tadi soal, ini setengah, bisa kita tambah lagi sedikit Pak ya?
Oh tidak bisa ya. Tambahlah lagi lah paling lama sampai pukul 12.45 WIB. Sedikit
lagi.
(RAPAT : SETUJU)
Jadi sebagai anggota Dewan, tapi saya juga kan bisa dong bertindak atas nama
pribadi, ruang privat saya, misalnya saya cari duit saya daripada jadi calo proyek
gua calo tanah. Calo tanah ini kan istilahnya itu kan makelar yang juga diakui dalam
undang-undang, kan begitu Pak. Aku buka bisnis prostitusi. Kan tidak ada larangan.
Ada tidak larangan Pak? Tidak ada. Tidak ada itu. Yang tidak boleh itu pergi ke
tempat begitu, tapi bisnis itu boleh, maksudnya bisnis Humasnya itu loh Pak, itu
maksudnya. Poin saya adalah ada hak privat saya yang tidak diatur oleh, apalah
contohnya, itu tadi jual beli tanah tadi yang paling, agen-agen apalah begitu loh Pak,
agen minyak tanah, agen BBM, yang juga dilindungi oleh hukum kita, dilindungi oleh
aturan kita, kecuali saya datang ke polisi atas nama anggota Dewan, ini tolong
bebaskan si ini kalau tidak saya, nah itu kan melanggar kode etik. Kan begitu Pak.
Yang tidak jelas selama ini adalah penggunaan hak imunitas ini juga, kita ingin juga
dapat perpektif dari Bapak-bapak sebagai ahli di bidang ini.
Kemudian tadi soal yang terakhir itu tadi soal mohon pendapat
sebaiknya tentang DPRD itu kita apakah untuk saat ini, sebaiknya kita masuk ke
Undang-Undang Pemda dia atau tetap kita, ini soal ini, memang ini sudah kita besok
putuskanlah sudah DPRD ini kita masukan dia ke Undang-Undang Pemda saja
mengaturnya, tidak usah kita repot-repot di sini.
Mengenai hak legislasi itu sudah diatur khusus di dalam Undang-
Undang PPP, karena itu kita tidak akan atur lagi di Undang-Undang MD3 Pak,
kecuali soal budget, sama pengawasan. PPP, tata cara pembuatan undang-undang
itu loh, itu kan sesuai dengan undang-undang ini kan sudah ada Pak, itu sudah
diatur di dalam undang-undang tersendiri, karena itu tidak boleh lagi itu diatur di sini.
Ini ada juga ini Pak supaya kita anu.
Lalu ada ide supaya peraturan tata tertib ini kita angkat ke undang-
undang supaya mengikat dia.
Jadi ini beberapa pertanyaan-pertanyaan dari kami sebagai anggota
Pansus, kami mohon perkenan Prof. Panca, Prof. Irman untuk memberikan
tanggalan.
Silakan Prof. Panca. Terima kasih banyak.
Sebelumnya saya mohon maaf Pak, karena pukul 13.00 WIB saya
harus balik ke Bandung, jadi ada tugas nasional juga di situ Pak. Jadi selesai saya
menyampaikan jawaban mohon izinkan saya meninggalkan ruangan ini.
Kalau boleh saya balik menjawab pertanyaan dari Pak Ketua dulu deh
nanti sekaligus akan nyambung ke yang lain ini. Ada beberapa yang sama memang.
Apakah boleh kewenangan lembaga-lembaga negara yang ada apakah MPR atau
DPR ditambah walaupun konstitusi tidak menyebutkan. Pertanyaan ini gampang
sebetulnya Pak. Saya teringat ucapan dari seorang ahli hukum Hans Kelsen, dia
mengatakan begini sepanjang sebuah konstitusi atau aturan tertulis tidak nyata-
nyata atau tidak secara tegas melarang itu artinya boleh. Sekali lagi sepanjang tidak
tegas-tegas melarang secara hukum artinya boleh. Ya memang sih idealnya disebut,
32
jangan sampai terjadi begini Pak. Ini kalau dalam level konstitusi diperintahkan
dalam bentuk undang-undang organik idealnya di dalam konstitusi disebut, sehingga
scope-nya jelas gitu. Yang sering terjadi ketika undang-undang tidak clear, di dalam
undang-undang itu misalnya ditentukan di dalam salah satu pasal bahwa ketentuan
itu diatur lebih lanjut dalam bentuk PP (peraturan pemerintah), di dalam undang-
undangnya tidak clear gitu. Inilah yang sering dikatakan sebagai delegasi blanko
seakan-akan pembentuk undang-undang itu memberikan cek kosong kepada
pemerintah. Yang namanya cek kosong pemerintah mengisi seenaknya. Jadi yang
bagus itu adalah di dalam undang-undangnya ditentukan hal-hal apa saja yang
diatur lebih lanjut dalam bentuk PP, di luar itu tidak boleh gitu loh. Artinya sejak awal
sudah dibatasi.
Keseringan yang terjadi bahwa di dalam undang-undang hanya
menyatakan bahwa ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP. Begitu keluar
PP, PP-nya itu mengatur cuma lebih luas. Inilah yang sering terjadi. Walaupun
misalnya hal yang demikian itu bisa berujung pada pranata yudisial review,
pengujian terhadap peraturan yang demikian itu.
Nah, yang kedua bentuk hukum soal rekomendasi ini, Pak, ya nama
juga rekomendasi Pak, tentu dia beda dengan hukum, kalau dia hukum legal binding
memiliki kekuatan hukum mengikat dia, rekomendasi tidak, apalagi atau terlebih
rekomendasi ini diterbitkan atau dilahirkan oleh sebuah institusi politik seperti DPR.
Tetapi meskipun demikian atau sungguhpun sungguh demikian ketika Dewan
memberikan rekomendasi tidak diindahkan, terlebih itu menyangkut rekomendasi
yang berkenaan dengan soal aset negara misalnya Pak ya, tidak usah khawatir Pak,
walaupun dia institusi politik tapi tidak kurang efektifnya kalau ini diteruskan dalam
bentuk apa? Menggulirkan hal-hal yang dia miliki. Kenapa mesti menyerah gitu loh.
Misalnya pada rekomendasi yang diterbitkan oleh Dewan tidak diindahkan, tidak
digubris, itulah gunanya pada Dewan itu dilekatkan hak-hak yang bertalian dengan
pelaksanaan fungsi, tugas wewenangnya itu. Kalau ini terkait dengan, berkenaan
dengan fungsi pengawasan ada hak itu mulai dari hak bertanya, interpelasi, angket.
Seringkali, ini saya terpaksa saya harus ngomong soal angket ini
karena disertasi saya bicara tentang angket, yang menyambung apa yang
disampaikan oleh Pak Irman tadi, angket ini tidak hanya terbatas ditujukan atau
fokus ditujukan kepada presiden, kepada eksekutif atau siapa, bisa. Sepanjang
memang ada persoalan-persoalan yang mempunyai dampak luas terhadap publik.
Kepada Dewan dilekatkan hak angket maksudnya apa? inkoheri di situ melakukan
penyelidikan, bukan dalam konteks pro yustisial, fact finding, mencari fakta, mencari
informasi, ada apa sebetulnya masalah ini kok menimbukan keresahan, jadi tidak
hanya terbatas ke atau difokuskan kepada eksekutif, misalnya apa KPK ya. Ya saya
ngomong saja, di mana-mana saya ngomong to the point saja. Kenapa mesti takut.
Ada tidak dia melakukan satu tindakan-tindakan yang melampaui atau yang quote
and quote sewenang-wenang, apa salahnya, panggil dia. Ini kan dalam konteks
pengawasan terhadap apa? Penegakan hukum. Tidak apa-apa itu, kenapa takut.
Panggil. Untuk itulah makanya diatur apa yang dikenal hak safina. Di mana-mana
juga begitu, parlemen di luar juga begitu ketika dia memanggil siapapun yang
33
dipanggil oleh parlemen membangkang, dia bisa diberikan tindakan dalam arti
meminta bantuan ke presiden tahan itu, bawa ke sini dia. Bukan bermaksud
membuat DPR ini menjadi sebuah institusi yang arogant, bukan itu maksudnya.
Kalau misalnya setiap orang dipanggil atau institusi yang dipanggil tidak digubris ya
jelas saja DPR itu tidak punya wibawa, di mana gesahnya(?) DPR. Hak inilah yang
dalam rangka mengangkat gesahnya DPR ini gitu loh, wibawanya DPR itu. Seakan-
akan kalau hak ini kalau misalnya digulirkan oleh Dewan seperti dunia mau kiamat
saja, padalah itu dalam alam demokrasi hal yang wajar kok hak Dewan bertanya,
hak Dewan mengajukan interpelasi, hak Dewan melakukan angket. Dan pada
akhirnya apa berujung pada hak menyatakan pendapat. Itu resolusi. Kalau dalam
sistem pemerintah parlementer berujung pada mosi tidak percaya. Kan begitu. Kita
kan tidak demikian bukan parlementer kita.
Apakah kemudian dengan melalui hak angket yang berujung pada hak
menyatakan pendapat tidak akan menyebabkan terjadinya upaya untuk bisa
menjatuhkan presiden, bisa. Jadi sistem pemerintah presidensil ini kan maksudnya
begitu. Di buat presidennya kuat, meskipun kuat tapi dibuka rambu-rambu untuk bisa
memungkinkan presiden bisa dijatuhkan mana kala gitu loh, mana kalau banyak
terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh presiden. Itu maksudnya the founding
father kita. Bukan lantas berarti bahwa dia adalah super body yang tidak bisa
dijatuhkan, presiden saja begitu, apalagi institusi yang membantu presiden
semacam KPK. Ini kan sebetulnya tanggung jawab eksekutif, cuman karena muncul
pemikiran bahwa penegak hukum yang namanya Kepolisian, Kejaksaan dinilai
kinerjanya buruk, munculkan kemudian komisi adhoc, kan itu maksudnya.
Keberadaan KPK ini adalah dalam rangka men-trigger ini, biar dia bangkit lagi dua
ini, dua institusi ini apa, institusi yang membantu presiden dalam penegakan hukum.
Artinya apa? Wilayahnya wilayah eksekutif dia. Kalau presiden saja bisa dijatuhkan
apalah artinya KPK gitu loh. Saya di mana-mana ngomong, bukan saya tidak
menyetujui keberadaan KPK. Tidak usah takut. Justru kalau kita diam, kalau Bapak-
bapak itu diam membiarkan kesewenang-wenangan terjadi tunggulah waktunya
nanti akan terjadi kehancuran nanti di mana-mana.
Saya sering ngomong, sering melontarkan pikiran-pikiran, bahkan saya
di Pengadilan Tipikor, tidak urung saya katakan kalian ini pengadilan sesat saya
bilang itu, kalian ini penuntut umum yang sewenang-wenang saya bilang itu, kalian
itu tidak mengerti hukum saya bilang begitu. I swear. Gara-gara itu saya dikatakan
guru besar pembela koruptor. Padahal mengerti tidak yang namanya siapapun dia
pejabat publik, yang namanya anggota Dewan gitu loh kalau dituduh melakukan
penyimpangan atau menyalahgunakan keuangan negara harus dipahami dulu
keuangan negara ini dalam domain hukum apa, domainnya hukum administrasi.
Itulah sebabnya di dalam Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Pemeriksanaan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara, tidak ada klausul tentang sanksi pidana, yang ada adalah TGR
(Tuntutan Ganti Rugi). Kita di Indonesia logikanya terbalik pidana dipakai duluan,
premedium, mestinya hukum pidana ini hukum sendal jepit di belakang dia, hukum
... hukum elit, ini maju. Justru tidak kalah efektifnya dibandingkan dengan sanksi
34
pidana. Contoh saya korup saya tidak mau tanggung-tanggung korupsi saja trilyunan
rupiah, simpan saja di negara di mana bank yang bisa mem-protect saya, simpanan
saya, saya pasang badan hukum saya. Katakanlah misalnya saya dihukum 18 tahun
ya sudah pasang dada saja saya, pasang badan, paling efektifnya saya menjalani
hukuman 10 tahun. Begitu sudah selesai uang negara kembali tidak? Tidak. Artinya
apa? Gunakan hukum administrasi dulu. Selamatkan uang negara dulu. Loh ini
tidak, dipakai hukum pidana muncul duluan. Ini bahan tertawaan dunia kita. Jujur
saja, apa yang terjadi? Banyak pejabat publik yang tiarap semua. Anggota DPRD
tiarap semua. Anggota Dewan tidak digubris semua. Jadilah dia monster yang
menakutkan. Apa begini negara hukum yang dikehendaki? Kalau saya ngomong
begini bukan saya menentang keberadaan KPK. On the track maksud saya.
Di mana logikanya misalnya sekarang begini, orang didakwa seperti
Surya Dharma Ali, saya tahu kasusnya, kalau pidana orang bicara, bukan institusi,
bukan jabatan. Mestinya kan ambil orangnya, bukan institusinya yang dihancurkan.
Benar kata Pak Irman tadi, kalau ada anggota Dewan yang dinilai melakukan
perbuatan melawan hukum atau diduga melakukan tindak pidana korupsi, bukan
lantas berarti bahwa seenaknya dia, sewenang-wenang dia menggeledah semua
berhenti, ini apa ini? Ini institusi yang dibayar mahal loh, dipilih oleh rakyat, diobrak-
abrik oleh KPK. Tidak bisa begitu dong. Ambil orangnya selesai. MK juga begitu.
Ambil Akil, jangan MK-nya dihancurkan. Ini saya katakan sewenang-wenang ini. Nah
ya itu. Jadi yang mau berkuasa di Republik ini siapa, KPK atau LSM? Busa, keras
saya ngomong di luar. Percuma kita punya pemerintah. Percuma kita punya
kekuatan untuk memaksakan kebijakan pemerintah kalau semua lumpuh oleh LSM.
Harus berani melawan. Bukan melawan dalam arti melawan seenaknya bukan.
Ingatkan dia gitu loh, Dewan itu punyak hak, kata siapa Dewan tidak punya wibawa.
Karena itulah dalam konteks ini saya ingin melahirkan pemikiran biar
besok-besok ada perubahan, ada pembenahan, mestinya rekruitmen anggota
Dewan itu dibalik. Cuma toh persoalannya mau tidak? Partai yang melamar yang
mencari orang, bukan orang mencari partai. Penyakit kita kan begitu. Dan mesti
partainya harus kaya dulu. Cari orang misalnya orang pintar, siapa yang kira-kira
cakap untuk menjadi wakil rakyat, Pak Irman, samperin dia. Mau jadi anggota
Dewan? Mau. Saya biayai. Ini bidang politik misalnya. Bidang ekonomi siapa yang
populer dikenal oleh rakyat, mau tidak, lamar dia. Itu satu. Terus yang kedua mau
tidak diterapkan sistem distrik?
ANGGOTA (...):
ANGGOTA (...):
Kan susahnya di situ Pak masalahnya dari mana biayanya, itulah kalau
saya tanya, kalau sudah tahu begitu ngapain mendirikan partai politik kalau tidak
punya biaya. Sederhana kan.
Kalau di luar partai itu mencari orang. Kamu jadi wakil rakyat? Ini tidak,
sekarang kenyataannya berbondong-bondong orang ingin jadi wakil rakyat. Tidak
mengerti dia. Begitu jadi wakil rakyat mikir dia, saya mau jadi apa saya, mau
ngomong apa saya, iki opo iki. Bagaimana bisa kemudian wibawa lembaga ini
rekruitmennya sudah begini kok tidak pas menurut saya.
Kemudian yang kedua berani tidak Bapak-bapak menerapkan sistem
distrik, kan itu yang sangat ditakutkan oleh partai-partai terutama partai-partai yang
kecil. Hilang deh mereka nanti. Lah yah itu, itu masalahnya. Gampang kok.
Di dalam kondisi yang demikian itu bagaimana kita berbicara gesah wibawa sebuah
Dewan Perwakilan Rakyat, ngomong di atas angin saja jadinya tidak ada yang
gubris. Padahal menurut saya itu undang-undang sudah cukup mengatur hal ini.
Belum lagi misalnya fraksi, keberadaan fraksi, betul tidak fraksi itu
memberikan keleluasaan untuk anggotanya, kadernya untuk berbicara atas nama
rakyat. Bapak kan menjadi korban Pak ya, disingkirkan karena Bapak melawan. Ada
tidak anggota Dewan yang berani misalnya dia keluar dari kebijakan partainya,
karena saya berbicara atas nama rakyat? Ada juga pengaruh fraksi. Ada juga
pengaruh Badan Kehormatan yang tidak jelas seakan-akan dia bertindak sebagai
lembaga pengadilan, dia bisa mengadili kawannya seenak udelnya. Banyak faktor
menyebabkan DPR ini tidak memiliki wibawa qoute and qoute.
Itu saja jawaban saya Pak. Jadi secara normatif sebetulnya kuat Pak,
termasuk hak imunitas Pak. Memang saya ditanya Prof, berapa lama saya menjadi
anggota Dewan katanya, 24 jam? Kata siapa? Wong presiden saja dia bisa
menikmati hak-haknya sebagai warga negara kok, masa menjadi anggota Dewan 24
jam. Tidur juga anggota Dewan gitu. Ya tentu saja logikanya ketika dia menjalankan
fungsi tugas, wewenangnya, artinya Pak ada limit waktunya, di luar itu dia bukan
anggota Dewan gitu warga negara biasa dia. Itu maksud saya. Tidak 24 jam ke sana
kemari jadi anggota Dewan, eh saya anggota Dewan. Repot atuh. Sama dengan
saya Pak, saya guru besar di kampus, di luar saya bukan guru besar, ketika saya
ngayuh becak, tukang becak namanya saya, buka warung, tukang warung namanya
saya yang menyamar. Masa ke mana-mana saya bawa guru besar gitu. Bisa minder
semua. Saya ngomong sama anak saya, hey Bapak kamu ini guru besar ngomong,
bisa kabur anak saya. Ada tempatnya gitu loh.
Jadi hak imunitasnya kapan? Ketika Bapak dan Ibu anggota Dewan itu
menjalankan fungsi, tugas, wewenangnya, ada limit waktunya. Kalau ini tidak
dihargai ya percuma jadi anggota Dewan, karena seperti yang tadi saya katakan
36
Dewan itu digaji mulutnya untuk ngomong, sekarang ngomong juga dituntut ya
mendingan bunuh diri saja semua, tidak usah jadi wakil rakyat gitu loh.
Nah, ini yang harus dipahami oleh penegak hukum itu maksud saya.
Penegak hukum ini kadang-kadang buta huruf memang. Jujur saya katakan buta
huruf. Sok kuasa. Makanya itu saya bilang harus Dewan itu harus berani melawan.
Bukan melawan dalam arti ngaco untuk menegakkan on the track, itu maksud saya.
Ini banyak yang harus saya sampaikan di sini.
Nah, soal DPRD Pak, sejak awal saya tetap berpendirian dikeluarkan
dia, karena di Undang-Undang Pemerintahan Daerah sudah mengatur tentang
Dewan juga di situ, masuk di situ saja jadi mengurangi beban, fokus kepada MPR,
DPR, DPD. Kalau saya berpendapat begitu Pak Benny. Ya tinggal silakan saja
dipertimbangkan. Kalau memang misalnya tahun ini tidak bisa berhasil revisinya
selesai ya jangan dipaksakan, kok repot amat sih, kasih saja PR kepada anggota
Dewan yang baru biar dia ada kerjaannya. Ya saya juga diundang lagi boleh, Pak
Irman juga. Gitu saja repot amat sih. Ya apalagi Bandung kan dekat-dekat Pak,
walaupun saya ngantuk-ngantuk saya berangkat dari Subuh dari Bandung.
Ya saya setuju Pak kalau soal kewenangan itu, memang mengurusi
soal proyek, ya itu yang diputuskan oleh MK setuju, sependapat saya. Apa
urusannya anggota Dewan itu mengurusi soal-soal proyek, walaupun saya paham
gitu loh, lah itu yang namanya mencari sesuap nasi. Tidak usah di DPR RI, di tingkat
lokal juga saya hafal isi perut mereka. Kalau bahasa Sundanya eta ngarana usaha,
lah namanya juga usaha Prof. Ya cuma saya bilang hati-hati, besok-besok nanti
kalau dipindai sama penegak hukum jangan nanti menyesal saya bilang gitu. Karena
memang bukan urusannya wakil rakyat itu mengurusi proyek. Wakil rakyat itu
urusannya berupa tataran kebijakan, termasuk soal anggaran, soal keuangan. Hak
bugetnya di situ gitu maksud saya, bukan mengurusi hal-hal yang bersifat teknis
administrasi.
Nah, sekali lagi Pak yang terakhir saya mengatakan, saya paham, saya
pikir Bapak sudah pahamlah, DPR ini adalah sebuah institusi politik, jangan pernah
membayangkan dia identik dengan sebuah institusi hukum dalam arti pengadilan. Ya
jelas saja dia tidak punya sanksi dalam arti kekuatan memaksa biar orang lain itu
patuh. Ya beda dengan MA, beda dengan pengadilan negeri, beda dengan MK.
Tidak bisa disamakan. Tetapi sungguhpun demikian seperti tadi saya katakan tidak
kurang wibawanya dia, tidak kurang kuatnya dia, tidak kurang Dewan ini disegani,
tergantung kualitas orang-orang yang duduk menjadi wakil rakyat itu. Ya jangan juga
seperti yang tadi, sekali lagi Pak ya, jangan karena ada orang-orang atau anggota
Dewan yang tempo hari kena kasus hukum Dewannya ini secara institusi
dihancurkan. Ya begini jadinya Pak. Benar saya setuju, tidak ada daulatan rakyat di
sini. Ditindas oleh apa? Dengan kesombongan kekuasaan. Mestinya Dewan ini
mengontrol kekuasaan yang congkak itu. Siapapun termasuk MK, termasuk KPK.
Tidak usah takut, tugas Bapak untuk mengontrol itu. Jangan seperti di daerah, beda
dengan di daerah, DPR lokal Pak, ada DPRD provinsi mengontrol atau memanggil
kepala kejaksaan tinggi, ya marah kepala kejaksaan tinggi, apa urusan saudara
memanggil saya katanya, karena urusannya adalah vertikal dia Pak. Di daerah itu
37
beda. Tetapi kalau Bapak memanggil Jaksa Agung bisa, Jaksa Tinggi apa lagi,
scope-nya nasional gitu. Kalau DPRD lokal tidak bisa dia. Desentralisasi bukan
dekonstrasi, beda, dua hal yang berbeda, prinsipil itu. Ini terpaksa saya harus
menjelaskan kepada anggota Dewan yang ada di tingkat lokal itu. Makanya sekali
lagi tidak bisa disatukan di sini Pak, ceritanya beda.
Sementara itu Pak ya. Ingin saya sebetulnya berlama-lama.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Sama-sama Pak.
KETUA RAPAT:
dipakai di situ. Makanya di Rancangan Undang-Undang MD3 ini di sini pun ini saya
agak kurang setuju ketika ancaman pidana di situ, padahal kekuasaan DPR itu jauh
lebih besar daripada memenjarakan orang satu tahun di situ ya.
Yang namanya lembaga negara energi dari lembaga negara itu
menjalankan kekuasaannya adalah bingkai legalis yang dilekatkan sama dia di situ.
Bukan uang APBN yang dia terima, tapi bingkai legalitas dari produk
kewenangannya itu. Nah, DPR bisa memberikan sanksi dengan menghilangkan
bingkai legalitas itu jikalau menurut DPR bahwa pelaksanaan dari undang-undang
itu menyimpang dari maksud dari undang-undang itu di situ.
Jadi yang saya maksud bahwa tidak perlu berpikir dia memberikan
sanksi pidana kepada pejabat negara, tidak bermanfaat juga itu, besar sekali otoritas
DPR daripada sekedar bicara pidana di situ. Belum lagi ternyata setelah dipidana
yang periksa Polsek dibawa di situ kan, terlalu besar DPR merekomendasikan, yang
periksa juga Polsek di bawah. Kan malu juga DPR di situ. Tidak cukup bukti di situ.
Sementara otoritas DPR atas nama daulat rakyat, konstitusional demokrasi besar
sekali, dia bisa menghilangkan bingkai legalitas dari produk kekuasaan itu.
Jadi undang-undang ini bisa saja memberikan ancaman sanksi bahwa
keputusan DPR yang tidak dilaksanakan oleh pejabat negara atau lembaga negara
atau badan hukum atau badan organisasi masyarakat, maka itu bisa mencabut
bingkai legalitas dari itu. Kalau lembaga negara misalnya dia tidak melaksanakan,
oleh undang-undang ini langsung menyatakan dalam misalnya 30 hari keputusan
DPR itu tidak dilaksanakan setelah diberikan peringatan 1, 2, atau 3 maka segala
putusan dari lembaga negara tersebut dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum.
Bisa begitu. Dia tetap terima gaji, tidak apa-apa, tapi lu bisa kerja apa di situ. Tetap
terima gaji, anggaran juga, tidak apa-apa kita kasih anggaran, entar produk
kekuasaanmu itu kehilangan bingkai legalitas.
ANGGOTA (...):
Kenapa?
ANGGOTA (...):
menghidupkan kembali bingkai legalitasnya itu ganti orang, kalau dia tidak mau ganti
orang ya begitu terus undang-undang yang menyatakan itu, Undang-Undang MD3.
Ini yang menjadi acuan dari tugas daulat rakyat itu.
Mohon maaf Pak Rahman, kan katakan kalau itu kemudian menjadi
seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan tidak menjadi mempunyai bingkai dan
terabaikan, tapi kalau seandainya sudah dilakukan seperti itu tetap dijalankan saja,
karena toh anggaran mereka yang mengelola. Kan tidak ada, hanya sekedar ...
(tidak dilanjutkan).
Sama dengan Perppu Pak kan? Perppu kan kalau tidak disetuju DPR
dia mau jalankan, jalankan saja. Tidak ada. Ada tidak ada implikasi hukumnya?
Bagaimana caranya dia menggunakan misalnya upaya paksa, bagaimana caranya
instrumen upaya paksa itu berjalan wong undang-undang ini menyatakan sudah
kehilangan bingkai legalitas kerja lembaga itu. Dia mau pakai cara-cara masyarakat
dia panggil Ormas misalnya? Kan tidak mungkin kan. Itu. Mati sistem di sini kan?
Tidak apa-apa opini terbangun, tapi sistem di sini tidak akan jalan semuanya. Iya
sistem di sekelilingnya tidak bisa jalan semuanya. Dia sendiri yang bisa jalan secara
subjektif, mungkin dia pakai Ormas, LSM, tapi kan kehilangan bingkai legalitas. Nah
itu sudah gerombolan namanya kan kalau seperti itu. Gitu.
Nah, inilah Undang-Undang MD3, makanya kemarin ketika kasus, ada
kasus Jokowi-JK itu dilaporkan buka rekening Pilpres itu, akhirnya diakui bahwa ada
undang-undang khusus lex specialist Undang-Undang Pilpres itu. Saya bilang, oh
bagus ini akhirnya sudah diakui ada undang-undang yang lex specialist. Dulu kalau
diperhadapkan dengan rezim pemberantasan korupsi tidak ada yang lex specialist
itu. Gitu. Semua lex specialist di rezim pemberantasan korupsi. Biar di undang-
undang ini bilang izin presiden, izin ini, tidak ada dia mau tahu di situ. Tapi kemarin
di Jokowi-JK itu dia bilang bahwa Undang-Undang Pilpres itu lex specialist. Ini
gratifikasi tidak kena di sini ini. Berarti bagus itu. Akhirnya sadar bahwa ada
undang-undang yang sifatnya lex specialist di situ. Gitu.
Jadi apa? Menurut saya kekuasaan DPR itu jauh lebih besar atas
nama daulat rakyat. Ini berkaitan dengan pertanyaan respons Pak Benny tadi, Pak
Ketua, bahwa meski tidak disebutkan dalam Undang-Undang Dasar selama ada
akarnya dalam Undang-Undang Dasar maka undang-undang itu bisa
mengkreasikan otoritas kepada lembaga itu, selama ada akarnya di situ, nanti
cabangnya bisa berbentuk kiri-kanan di situ. DPR wow banyak sekali akarnya kan?
Dia memiliki fungsi pengaturan, pengawasan disebut di situ, anggaran disebut. Wow
tiga akarnya di sini ini. Belum yang prinsip asas representasi, kan di situ.
Nah, kalau saya diperhadapkan antara disuruh memilih mana lebih
bagus kekuasaan pembentukan undang-undang dimiliki DPR efektif daripada
40
Pak Benny,
Yang tidak bisa dituntut itu kan soal kebijakan, misalnya begini Badan
Anggaran itu membahas budgeting, menganggarkan.
Nanti dulu Bapak saya belum selesai, dia lebih paham, jadi Bapak
jangan tanggapi. Bapak tahu tidak resume rapat-rapat kita itu dijadikan bahan untuk
bukti untuk menuntut kita. Kan di sini ditulis. Lu bilang tidak boleh itu dari siapa, itu
yang ingin saya katakan. Di sini sudah ditulis bahwa saya itu tidak bisa dituntut di
muka pengadilan, mereka ambil barang itu. Nah ditanya sama kita, Bapak yang
mengusung ini. Nah dari situ kan persoalan. Yang ingin saya katakan ini bisa
berlaku itu bagaimana cara memberlakukannya, umpamanya di dalam bab penutup
atau di bab apa nantinya nyatakan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini
maka semua pihak, nah itu yang di mana itu ditaruh maksud saya itu.
Jadi kenapa hak imunitas Bapak itu tidak jalan ya? Karena fungsi
pengawasannya DPR ini oleh struktur yang diciptakan itu tidak mempunyai gigitan
yang kuat. Di situ. Jadi Bapak dicubit-cubit juga tidak bisa ngapa-ngapain juga di
situ. Dalam konteks seperti ini saya sebagai warga negara kalau pun Bapak tidak
mendapatkan proteksi di situ, bagaimana saya ini warga negara di situ. Kalau Bapak
sendiri pun tidak mampu melindungi dirinya saya warga negara ini apa ini,
bagaimana, gitu. Jadi harus ditegaskan dalam undang-undang itu, kalau ada yang
cubit-cubit Bapak nanti pikirkan sekarang ditulis dalam undang-undang itu di situ. Di
tulis secara eksplisit di situ. Jadi bisa saja nanti misalnya zona di sana yang tiba-tiba
dicabut bingkai legalitasnya oleh keputusan DPR di situ kalau dia masih meneruskan
seperti itu hak-hak konstitusional itu, sebab itu hak fundamental yang dimiliki
anggota DPR dan itu disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 di situ. Ya itu,
itulah.
Ya, saya paham Bapak. Saya itu paham betul. Yang jadi saya tidak
paham itu bagaimana itu diperlakukan, dipatuhi. Kan orang itu kan bisa berbuat itu
karena apa yang dia mau itu dipatuhi. Dulu kalau tidak salah Pak Irman, di Amerika
pada awal-awal penegakan demokrasi yang namanya senat dan kongres itu boleh
menerbitkan uang, boleh mengangkat angkatan bersenjata untuk supaya keputusan-
keputusannya itu dipatuhi. Nah, di sini kan kita sulit ..... Kita katakan kamu begini,
begini, begini, begini, besok tunjuk tangan. Itu bagaimana. Itulah yang ingin saya
tanyakan itu Pak.
42
ANGGOTA (...):
Kenapa?
ANGGOTA (...):
Kan sudah ditangkap nanti itu Pak, kalau dibiayai APBN di situ kan.
Gitu. Dia tidak cari uang lagi partai politik di situ. Makanya idenya Pak Panca partai
politik itu nanti orang apa, partai politik bisa percaya diri di situ menarik orang
masuk, sudah orang-orang bagus yang menurutnya sudah sini masuk. Itu salah satu
di kepala saya, karena problemnya juga kenapa DPR kelihatan lemah ya karena
problem politik di balik DPR itu. Makanya saya pernah mengatakan Pak Ketua itu
yang paling lemah sekarang itu DPR sebenarnya meski kelihatannya dia pemegang
kekuasaan, karena terkadang dia sudah paripurna menyetujui sesuatu, misalnya
kalau tidak salah ada kasus apa dulu itu saya baca itu bangun WC atau apa, tiba-
tiba tidak ada yang mengakui pernah paripurna, tinggal Pius Lustrilanang yang
pernah paripurna sendiri di situ, seolah-olah satu saja yang pernah paripurna. Nah
ini, ini kan problem politik di situ. Nah, problem politiknya di mana ya ada juga. Kalau
Bapak-bapak semua disuruh tawuran, berani pasti tawuran, tapi ketika sudah masuk
pada domain politik di fraksi Bapak masing-masing di DPP kan sudah lain semua di
situ kan? Kalau Bapak disuruh tawuran kan cuek saja semua tawuran dia, selama di
sana tidak ada memberikan sinyal berhenti di situ. Kalau di belakang memberikan
sinyal ya itulah membuat DPR semakin mudah untuk dipermainkan. Digertak sedikit
wah sudah ngacir semua dia kan. Bukan karena personalnya yang penakut, bukan,
karena di ruang politik di baliknya itu yang membuatnya terpaksa seperti itu gitu.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Baik ini sudah pukul 13.30 WIB melebihi apa yang kita sepakati tadi ya.
Jadi atas nama Pimpinan, kami menyampaikan terima kasih kepada
Prof. Irman atas masukan-masukannya, sangat berharga, sangat bermanfaat bagi
kami. Mengapa tadi kita tanya itu soal boleh tidak itu kita bikin aturan walaupun tidak
ada dalam ini menyangkut putusan MK soal kewenangan mengadili Pilkada ini, itu
kan salah satu alasannya karena tidak diatur dalam, karena menambah
kewenangan yang tidak disebutkan dalam konstitusi.
Jadi, baik ini nanti bahan diskusi kita lebih lanjut. Sekali lagi kami
menyampaikan terima kasih. Mudah-mudahan apa yang disampaikan oleh dua
narasumber kita tadi sangat bermanfaat untuk kita merekonstruksi kembali parlemen
ke depan dengan mengaturnya dalam Undang-Undang MD3 sekarang ini.
Dengan telah selesainya rapat dengar pendapat umum ini, mulai tadi
pagi maka atas nama izin Saudara-saudara sekalian rapat pansus ini kami tutup.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
1
RISALAH
2 SEKRETARIAT PANSUS
No. Nama Jabatan
Sekretaris Pansus
1. Djustiawan Widjaya
MD3
Wakil Sekrt. I
2. Radji Amri, SE.
3. Erna Agustina, S. Sos. Wakil Sekrt. II
4. Akhmad Aulawi, S.H.,M.H. Legal Drafter
5. Mardisontori, S.Ag., LLM. Legal Drafter
3
3 Tamu/undangan
1. Eddie Siregar, Sekjen MPR
2. DR. Winantuningtyastiti S., M.Si.
3. A. Djuned, Wakil Sekjen DPR
4. Yana Indrawan Karo Humas MPR
5. M Rizal, Karo Persidangan MPR
6. Damayanti H, Karo Renwas DPR
4
Sesuai dengan catatan yang ada di meja pimpinan, rapat kita pagi ini yaitu
Rapat Dengar Pendapat Umum Rancangan Undang-undang tentang perubahan
Undang-undang MD3. Telah dihadiri oleh 5 dari 30 anggota dan 3 Fraksi. meskipun
demikian karena rapat ini nanti tidak akan mengambil keputusan maka rapat saya
minta untuk tetap kita lanjutkan. Untuk itu rapat ini saya buka dan saya nyatakan rapat
ini terbuka untuk umum.
Sebagaimana kita ketahui rapat kita pada pagi ini adalah untuk mendengarkan
masukan dari pendukung-pendukung utama bekerjanya sistem parlemen kita. Untuk
periode yang akan datang. Disini sudah hadir Sekjen MPR, Sekjen DPR, Sekjen DPD.
Atas kehadirannya kami menyampaikan ucapan terima kasih. Rapat ini saya mohon
persetujuan untuk kita selesai pukul 12.00 WIB paling lambat. Setuju?
(RAPAT: SETUJU)
Ini sebetulnya rapat lanjutan. Sebelumnya sudah pernah kita adakan rapat kalau
tidak salah tanggal 21 Mei yang lalu. Sudah ada masukan-masukan tetapi waktu itu kita
merasa belum lengkap, belum menambahkan hal-hal yang baru dalam pertemuan itu
maka kita putuskan untuk diagendakan kembali maka pagi ini kita mengagendakan
kembali rapat dengan ketiga institusi pendukung ini. Basis pokoknya adalah bahwa
kesekjenan itu adalah salah satu stakeholder dari parlemen ini. Ini pointnya. Oleh
sebab itu kita wajib meminta masukan. Apa masalah-masalah yang muncul selama ini
di kesekjenan untuk kita ubah. Posisi kesekjenan itu adalah institusi pendukung utama.
Mendukung apa? Mendukung kerja parlemen supaya bisa melaksanakan fungsi dan
kewenangannya secara efektif. Untuk memastikan pekerjaan-pekerjaan dewan ini
DPD, MPR dan DPR ini. Untuk memastikan pekerjaan tugas dan kewenangannya
dilaksanakan. Nah, itu tugas bapak-ibu pendukung-pendukung ini. Kalau misalnya
melakukan pengawasan adalah tugas utama Dewan, bagaimana pendukung ini bisa
mendukung supaya tugas ini bisa dijalankan, kan begitu. Jangan sampai apa yang
menjadi tugas pendukung diambil alih oleh tugas Dewan, diambil alih oleh Dewan. Apa
yang merupakan tugas Dewan, diambil alih oleh pendukung. Tidak jelas ini. Siapa yang
anggota Dewan, siapa yang pendukung. Anggota Dewan ikut mengurus WC, ikut
mengurus bangun gedung, ikut membeli laptop. Aneh ini, republik kita ini. Kita mau
pisahkan.
Jadi, itu pointnya. Kita mau memastikan 2 hal itu tadi. Oleh sebab itu kita mohon
masukan bapak/ibu, saudara-saudara sekalian. Apa problemnya selama ini dan
maunya kita seperti apa? Untuk bisa melaksanakan hal-hal pokok yang tadi saya
sampaikan. Itu maksudnya. Nah, oleh sebab itu kita tidak berada pada posisi
5
Terkait dengan tugas Sekretariat Jenderal MPR, itu sangat terkait erat dengan
dinamika kehidupan politik terutama baik di Dewan Perwakilan Rakyat maupun Dewan
Perwakilan Daerah karena sejak katakanlah ketika terjadi perubahan Undang-undang
Dasar di reformasi awal sangat banyak kegiatan MPR. Kemudian tahun 2004-2009
dikatakan sedikit bahkan bukan sedikit banyak, menurun sesuai dengan fungsi dan
tugasnya ditetapkan dalam Undang-undang Dasar. Lalu pada tahun 2009-2014 ini
meningkat intensitas kegiatannya berupa sosialisasi Pancasila, Undang-undang Dasar
1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI karena kemudian terkait dengan yang akan
datang kami akan selalu ada dinamika itu Sekretariat Jenderal MPR menyesuaikan diri.
Dalam kondisi sekarang ini seperti Pak Benny tadi sebutkan, ada badan keahlian
itu, itu merupakan usul dari Tim Kajian MPR. Mengingat dinamika masyarakat itu
karena selama ini Sekretariat Jenderal itu hanya memberikan pelayanan teknis dan
administratif. Sehingga diperlukan suatu bantuan substantif yaitu berupa keahlian.
Sehingga berdasarkan itulah kemudian, dengan catatan tadi bahwa ini sangat terkait
6
berkaitan erat dengan dinamika politik di tanah air. Kami mengusulkan badan keahlian
ini melekat pada Sekretariat Jenderal DPR. Dan ada 3 hal yang atau kami ulangi ada
beberapa hal yang mendasari itu bahwa MPR akan dapat melaksanakan tugas
konstitusionalnya dengan baik apabila didukung oleh lembaga kesekretariatan yang
kuat dan profesional. Yang berorientasi kepada kinerja pelayanan. Penguatan lembaga
kesekretariatan merupakan suatu keharusan. Dalam rangka meningkatkan kualitas
dukungan teknis, administratif dan keahlian kepada majelis dan alat kelengkapannya
yang mengikuti bidang kelembagaan, sumber penguatan bidang kelembagaan, sumber
daya manusia, sarana-prasarana, tata laksana dan akuntabilitas kinerja. Selama ini
akuntabilitas kinerja kami selalu ada laporan dan dalam hal pemeriksaan juga di BPK
itu termasuk mendapat predikat wajar tanpa pengecualian. Dan pasukan dari Pimpinan
MPR juga termasuk dari sini, tim kajian itu perlu untuk melakukan kajian tentang
ketatalaksanaan, ketatanegaraan sesuai dengan dinamika masyarakat dan tentu juga
dengan kondisi seperti sekarang ini dikaitkan juga dengan ada juga gugatan MK itu
tugasnya apa? Nah, MK ada juga kajian di MK itu yang mengatakan bahwa sebenarnya
tugas MK itu bukan tugas MK tetapi itu kajiannya oleh MPR. Nah, disini pak yang kami
perlukan dukungan dari bapak. Dan kalau diizinkan pak mungkin teman kami akan
menambahkan, melengkapi.
Mohon izin pak.
MPR:
Seizin Pimpinan.
Sebagaimana tadi yang sudah disampaikan tadi oleh Pak Sekjen bahwa ada
relasi yang sangat dekat antara supporting system pendukung Sekretariat Jenderal
dengan lembaga yang dilayani pak. Jadi, selama ini memang benar bahwa tugas dan
kewenangan dari Sekretariat Jenderal itu berdasarkan Keppres Nomor 49 Tahun 1999
itu adalah layanan teknis dan administratif kepada MPR. Sementara dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi.
Sedikit diulang pak maaf, itu Keppres apa pak? Tolong diulang.
MPR:
Keppres Nomor 49 Tahun 1999 kita masuk berdasarkan pada itu adalah
Keppres tentang organisasi Sekretariat Jenderal MPR Pak. Jadi, masih punya Keppres
bukan Peraturan Presiden. Dan itulah yang kita pakai kemudian diderifasi pada
peraturan Sekjen yang meliputi organisasi dan tata kerja. Dan dari situlah kita
mendasarkan layanan teknis administratif itu untuk melayani majelis yang kondisinya
tentu sudah berbeda dengan kondisi tahun 1999 itu. Meskipun kewenangan eksplisit
bapak/ibu semua memahami bahwa itulah kewenangan dari Pasal 3 dan Pasal 8 tetapi
pada kenyatannya Undang-undang MD3 juga mengamanatkan untuk
memasyarakatkan Undang-undang Dasar Pak. Kemudian di Tatib juga diperluas
Pancasila dan Undang-undang Dasar. Dan maka ada kewajiban-kewajiban anggota
lainnya yang semestinya mendapat layanan dari Sekretariat Jenderal secara maksimal.
Oleh karena itulah kondisi organisasi, kondisi susunan tata kerja, kondisi uraian
tugas yang masih mendasarkan pada tahun 1999 itulah yang kita pakai. Yang
kemudian hingga saat ini adanya seperti itu.
7
Maaf pak, tadi yang pelayanan kepada anggota itu maksudnya apa, yang mana?
MPR:
Di Tatib itu dikatakan bahwa kewajiban anggota sebagai wakil rakyat dan daerah
adalah menjaga kerukunan Nasional misalnya. Memasyarakatkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar misalnya. Itu kalau dijabarkan pastilah itu akan menstimulasi
harus seperti apa layanan sekretariat. Kalau menginginkan bahwa anggota sebagai
bagian dari lembaga demokrasi itu juga ikut berkontribusi maksimal dalam
meningkatkan kinerja lembaga pak. Itu yang pemahaman kami.
Sehingga kedepan saya kira, ini yang harus difasilitasi. Tidak hanya anggota
sebagai individu tetapi juga alat kelengkapannya pak. Fraksi-fraksi MPR harus berdaya
guna. Bagaimana relasinya dengan partai-partai politik maupun kelompok yang dilayani
yaitu muaranya adalah untuk penguatan lembaga MPR.
Maaf pak, tetapi itu tadikan anggota DPR bukan anggota MPR? Di Tatib.
MPR:
MPR:
Iya pak. Itu merupakan hasil sidang umum MPR. Nah, itu pertama.
Oleh karena itulah kemudian kondisi seperti ini harus diantisipasi pak dengan
satu penguatan-penguatan di tingkat Sekretariat Jenderal yaitu di aspek kelembagaan
itu sendiri tentulah harus ada support lebih kuat yang berbentuk institusi. Yang disana
domainnya adalah keahlian pak karena selama ini memang hanya teknis dan
administratif. Memang ada institusi yang namanya pusat kajian pak. Disitu saya hanya
didukung oleh 10 orang staf yang bersifat administratif pak. Sementara dinamika di
MPR tentu saja tidak hanya soal-soal terkait...tugas-tugas yang dilintasi oleh perintah
amanat Undang-undang Dasar, Undang-undang MD3, dan Tatib juga adalah aspirasi
yang berkembang di masyarakat. Yang itu intensitasnya sangat tinggi. Dan sebagai
lembaga demokrasi tentu saja harus merespon itu pak. Tidak hanya sekedar diterima
dan didiamkan karena banyak aspirasi penting yang kadang-kadang juga disampaikan
tempat lain juga masuk ke MPR pak. Dan seluruhnya hampir terkait dengan hal-hal
fundamental pak, terkait dengan toleransi, terkait dengan konstitusi dan lain sebagainya
pak. Dan tentu saja perlu ada supporting system yang mendukung itu, pertama.
Yang kedua kemudian sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengubah
dan menetapkan Undang-undang Dasar, learning proses daripada negara itu pasti
harus ada pak. Jadi, tidak mungkin sebagai lembaga yang melayani itu stand by dia
8
tanpa punya data, tanpa punya basis aspirasi yang kuat. Sementara negara berjalan,
bergerak, dan kemudian seperti sekarang ini ada usulan-usulan, wacana kuat untuk
amandemen misalnya. Tentulah tidak instant kita kemudian mengolah itu pak. Harus
berproses dan tentu harus dilakukan kajian-kajian.
Oleh karena itulah agar MPR ini juga memiliki satu positioning yang kuat dalam
berkontribusi mendukung perkembangan demokrasi, politik dan tata negara kedepan,
apalagi hangat akhir-akhir ini usulan amandemen juga muncul. Itu perlu diperkuat
dengan satu badan pak. Tidak hanya satu pusat yang seperti ini strukturnya. Yang
berdasarkan pada tahun 1999. Yang disitu nanti akan meliputi berbagai tugas-tugas
yang mendukung tadi, penguatan-penguatan lembaga MPR dalam bidang-bidang yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan itu tadi.
Jadi, intinya bahwa di Sekretariat Jenderal perlu ada penguatan di kelembagaan
melalui pembentukan badan. Namanya boleh apa saja pak tetapi kita mengusulkan
yang berkembang selama ini dalam diskusi adalah badan kajian tata negara pak. Masih
dalam lingkup Setjen. Saya kira Pak Sekjen tambahan saya itu pak.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, saya tidak tahu mengikuti apa yang tadi disampaikan. Saya belum
menangkap apa usulan kesekjenan ini untuk memperkuat. Kalau tadi hanya
membentuk badan. Maksud saya begini, inikan simple yang tadi saya jelaskan. Kalau
tugasnya MPR ini wewenangnya adalah mensosialisasikan Pancasila, begitu.
Tugasnya mensosialisasikan Pancasila. Pertanyaannya adalah, apa yang dilakukan
oleh institusi pendukung supaya pekerjaan mensosialisasikan ini bisa berjalan secara
efektif, akuntable dan transparan, kan begitu pak. Itu yang kita minta, apa usulnya?
Kedua, kalau disini dikatakan kewenangannya adalah mengubah Undang-
undang Dasar atau apa mengkaji tadi, maka tugas pendukung kami usulkan begini,
begini. Kan begitu pak. Ini yang kita butuh sebetulnya. Untuk kita tuangkan disini. Ini
tidak ada. Kita tidak diskusi tentang apa tugas dan kewenangan majelis bukan itu tugas
kita saat ini bukan. Kita diskusi apa yang bapak-bapak, ibu-ibu sebagai
penanggungjawab institusi pendukung utama kerja-kerja ini bisa lakukan, bisa perbaiki
begitu. Nah, berdasarkan pengalaman-pengalaman bapak/ibu selama ini, apa yang
kurang, apa yang ini, dimasukkan.
Ok, silakan DPD lanjutkan.
SEKJEN DPD:
Mohon izin kami melaporkan bahwa pada tanggal 30 Juli Tahun 2012 kami telah
menyampaikan usulan yang suratnya ditandatangani oleh Pimpinan DPD kepada
9
Pimpinan MPR. Dan pada kesempatan kami tidak akan menyampaikan mengenai
tugas-tugas wewenang DPD karena bapak/ibu juga sudah sangat mengetahuinya. Dan
sebagai tadi arahan dari bapak Pimpinan bahwa hal-hal yang teknis yang akan kami
sampaikan juga disahkan oleh kesekretariatan.
Dalam surat itu kami menyampaikan, mengusulkan dari DPD untuk sistem
pendukung kepada atau kesekretariatan di 3 lembaga ini. Disinikan ada DPR, MPR,
dan DPD. Kami mengusulkan dari DPD untuk dibentuk kesekretariatan parlemen. Yang
kedudukannya sebagai sekretaris parlemen itu setingkat dengan menteri atau kalau di
eksekutif setingkat sekretaris kabinet. Didalam strukturnya sekretaris parlemen itu
membawahi ada Sekretaris Jenderal MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris
Jenderal DPD. Lalu ada yang setingkat badan pengawas dan manajemen resiko lalu
badan-badan fungsional dan badan-badan teknis. Dari masing-masing unit kerja
tersebut kalau untuk Sekretariat Jenderal MPR mohon izin kami melaporkan mengenai
sekretaris parlemen. Itu tugasnya mengkoordinasikan dukungan operasional kerja
lembaga MPR, DPR, DPD yang meliputi dukungan administrasi, teknis, keahlian, dan
jaringan. Lalu kedua melakukan komunikasi publik menyangkut substansi dukungan
parlemen diluar substansi politik. Ketiga menyusun rencana induk sistem birokrasi
parlemen untuk dilaksanakan dalam sistem kerja birokrasi parlemen secara bertahap
sampai implementasi penuh. Yang keempat, melaksanakan tugas-tugas
kesekretariatan parlemen sesuai dengan peraturan perundangan. Dan yang kelima,
mengkoordinasikan pengelolaan kantor-kantor..di ibukota provinsi.
Mengenai sekretaris jenderal. Sekretaris Jenderal tetap ada 3, ada Sekretaris
Jenderal MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal DPD. Secara
substansi bertanggungjawab kepada Pimpinan masing-masing lembaga dan secara
administrasi bertanggung jawab kepada sekretaris parlemen. Lalu Sekretaris Jenderal
MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris Jenderal DPD adalah pejabat tinggi
madya. Kami sesuaikan dengan Undang-undang ASN Pak. Dan untuk ketiga sekretaris
jenderal tersebut itu diusulkan oleh masing-masing lembaga melalui sekretaris
parlemen disampaikan kepada Presiden. Ini mekanisme untuk pengangkatan dari
ketiga sekjen itu.
Selanjutnya mengenai badan, untuk badan ini dipimpin oleh atau dikepalai oleh
kepala badan yang setingkat dengan pejabat tinggi madya. Kepala badan diangkat dari
pegawai negeri sipil, menurut ketentuan dalam aturan Pemerintah. Kepala badan
pengamat, badan fungsional dan badan-badan teknis atas persetujuan Pimpinan MPR,
DPR dan DPD. Diusulkan oleh sekretaris badan kepada Presiden karena badan-badan
ini nanti akan langsung kepada bertanggung jawab kepada sekretaris parlemen. Jadi
posisinya sejajar dengan sekretaris jenderal. Nah, sehingga dalam menentukan
pejabat-pejabat tersebut harus ada kesepakatan dari ketiga lembaga itu.
Selanjutnya mengenai masing-masing unit kerja. Dari sekretaris parlemen juga
didukung oleh beberapa biro sebagai biro koordinator dan dari masing-masing
sekretariat jenderal atau sekretaris jenderal dan badan-badan didukung oleh biro-biro
yang diangkat dan ditugaskan oleh masing-masing atau menjadi kewenangan dari
masing-masing kesekretariatan dan badan tersebut. Itu yang kami laporkan atau kami
usulkan didalam kesekretariatan di 3 lembaga ini.
Kenapa kami menyampaikan atau melaporkan usulan seperti itu? Mengingat
ketiga lembaga yang ada dalam satu lingkungan mungkin perlu juga ada
kesekretariatan yang lebih tinggi posisinya. Dan mungkin juga nanti seperti sekretaris
parlemen ini dapat mengikuti sidang-sidang kabinet. Nah, ini mengenai masalah
kesekretariatan.
10
Lalu hal lain juga karena tadi dari pimpinan dimintakan untuk apa yang selama
ini menjadi masalah atau kendala-kendala dalam pelaksanaan dukungan kepada yang
terhormat anggota Dewan, dalam hal ini anggota DPD. Yang pertama mengenai
anggaran. Mengenai anggaran ini struktur anggaran kan disamakan dengan struktur
anggaran yang ada di eksekutif. Memang ada kesulitan. Didalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan untuk kegiatan dari anggota Dewan yang terhormat karena
strukturnya ada di eksekutif dilaksanakan untuk di parlemen agak kesulitan. Lalu yang
keduanya mengenai mungkin dari anggaran itu tidak perlu dirinci secara detail
keperluan untuk apa saja, apa saja tetapi diberikan secara program. Dan nanti
pelaksanaan masing-masing kesekretariatan tetapi tetap dalam pelaksanaannya
mengikuti aturan-aturan, misalkan kalau pengadaan barang, melalui prosedur,
bagaimana melalui lelang, atau perlu atau tidak atau hanya dengan penunjukkan?
Tetapi keperluannya untuk apa itu menjadi kewenangan dari masing-masing
kesekretariatan atau masing-masing lembaga.
Nah hal lain juga seperti hak-hak untuk yang terhormat bapak/ibu anggota. Yang
sifatnya sudah untuk kegiatan perseorangan mungkin tidak perlu ada
pertanggungjawaban atau lampiran kegiatan pertanggungjawaban. Cukup disampaikan
dan disampaikan setiap bulan. Nah, kecuali untuk kegiatan yang sifatnya bersama,
misalkan konsinyering atau rapat-rapat diluar kantor, itukan disesuaikan dengan
kehadiran. Mungkin itu perlu didukung, dikelola oleh sekretariat karena tidak mungkin
yang terhormat bapak/ibu tidak hadir diberikan misalkan tunjangannya atau misalnya
hotelnya dipesankan dan lain sebagainya. Nah, itu dikelola oleh sekretariat.
Mungkin secara singkat seperti itu bapak pimpinan. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih banyak Sekjen DPD atas masukan-masukannya. Nanti kita
diskusi lebih lanjut. Yang ketiga kami persilakan Sekjen DPR.
Bismillahirahmanirahim.
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Yang saya hormati bapak Pimpinan dan bapak-bapak anggota Pansus RUU MD3,
Mendengarkan arahan dari bapak Ketua Pansus tadi tentu kami akan
menyampaikan hal-hal yang terkait dengan sekretariat jenderal sebagai unsur
pendukung yang saat ini kami struktur organisasi kami adalah berdasarkan kepada
Perpres No. 23 Tahun 2005. Dimana Sekretariat Jenderal mengemban, menjalankan
fungsi untuk mendukung Dewan baik yang bersifat administrasi, teknis, dan keahlian.
Untuk khusus yang keahlian dijalankan oleh 2 deputi yaitu Deputi Perundang-
undangan. Kemudian didalamnya itu ada perancang undang-undang tetapi memang
jumlahnya memang belum memadai. Kemarin kami merekruit sebanyak CPNS 22
orang. Itu pun dari yang kami mengajukan 50 orang. Kami mengajukan kepada
Pemerintah sesuai dengan formasi yang disiapkan. Jadi sekarang jumlah
keseluruhannya adalah 45 orang.
Kemudian untuk dukungan terhadap pelaksanaan fungsi anggaran dilaksanakan
oleh Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan. Yang didalamnya ada tenaga analis
APBN. Jumlahnya juga baru 14 orang. Kemudian peneliti yang saat ini jumlahnya juga
11
78 orang. Tentu karena ini termasuk yang baru direkruit tahun ini. Jadi jumlah ini
memang belum memadai. Sekali lagi untuk pengisian, untuk peningkatan tenaga
fungsional yang profesional ini baik pengisian penambahan jumlahnya maupun
peningkatan kompetensinya. Kami sangat tergantung pada kebijakan Pemerintah.
Oleh karena itu dengan rencana untuk peningkatan jumlah dan terus tuntutan
dari dukungan keahlian yang kami bisa pahami dari anggota Dewan. Kami memang
terus akan menambah jumlah SDM yang mendukung didalam fungsi keahlian. Sebagai
unsur pendukung bapak yang kami hormati, secara prinsip sebetulnya kami mengikuti
sistem apa yang akan dibangun di DPR melalui Pansus ini. Yang nantinya ditetapkan
didalam Undang-undang tentang MD3 karena seiring dengan reformasi birokrasi yang
ada di kami, kami terus berproses. Tentunya sambil juga menyesuaikan dengan
kebutuhan Dewan. Dan dalam hal ini kami sangat memahami, yang pertama yang kami
fokuskan adalah untuk peningkatan dukungan tersebut. Yang pertama kepada dalam
hal pengelolaan anggaran secara mandiri dan juga pengelolaan SDM. Hanya saja
sebagaimana yang kami laporkan sebelumnya pada rapat sebelumnya kami tentu
sebagai PNS, sebagai unsur aparatur negara memiliki norma-norma dan rambu-rambu
yang termuat didalam berbagai undang-undang sebagai rule desk yang jelas bagi kami
melaksanakan tugas-tugas kami.
Sebagaimana penugasan pada rapat sebelumnya kami juga ingin
menyampaikan antara lain untuk pengelolaan anggaran. Ini ada didalam Undang-
undang tentang, sebetulnya turunannya dari Undang-undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat
(1), Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.
Kemudian Pasal 20 ayat (1) DPR memegang kekuasaan untuk membuat Undang-
undang. Pasal 20a ayat (1), DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Ini yang kemudian menjadi dasar dari kami bagaimana memberikan dukungan dalam
fungsi administrasi, teknis dan keahlian tadi.
Nah, khusus pengelolaan anggaran kami diikat dengan Undang-undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ini ada di Pasal 6, ada di beberapa pasal
yang terkait dengan kewenangan eksekutif. Dan kami sebagai pengguna anggaran
dalam konteks Sekjen sebagai pengguna anggaran. Ini yang bertanggung jawab
secara formal dan material kepada Presiden atas pelaksanaan kebijakan anggaran
yang berada didalam penguasaannya. Artinya didalam lingkup anggaran DPR.
Kemudian juga pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan,
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, ini juga disebutkan. Objek
pemeriksaan BPK adalah pejabat yang diperiksa dan/atau bertanggung jawab. Artinya
disini yang selanjutnya disebut pejabat pengelola anggaran adalah Sekjen juga.
Di Undang-undang Nomor 1 tentang Perbendaharaan Negara juga seperti itu.
Yang kami harus menjadi acuan. Kemudian Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang BPK juga mengatakan bahwa objek pemeriksaannya dalam hal ini adalah
lembaga, didalam lembaga penyelenggaraan pemerintah ada di pusat yaitu adalah di
Sekjen. Sementara di dalam Undang-undang Nomor 2009 tentang MD3 yaitu pada
Pasal 73 dan Pasal 71, DPR menyusun anggaran dituangkan dalam program dan
kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian dan
seterusnya ayat (2) dan ayat (3) itu permasalahan yang ada sebetulnya alhamdulillah
kalau dalam sisi akuntabilitas kami sudah berhasil mendapatkan dari sejumlah 28
penghargaan yang kami terima pada periode ini yang kami terima. Tentu ini dalam
upaya juga untuk meningkatkan citra Dewan. 5 diantaranya adalah penghargaan WTP.
Nah, masalahnya di lapangan adalah terkait dengan standar akuntabilitas bapak-
bapak. Jadi, kami sering berdiskusi dengan khususnya bapak/ibu anggota di BURT ada
beberapa masalah yang terkait dengan persepsi terhadap pelaksanaan undang-
12
Dengan DIM yang ingin kami laporkan adalah tentu pada Pasal 392 itu, salah
satu dari amanat Undang-undang MD3 ini adalah ingin membentuk badan fungsional
keahlian. Jadi, beberapa hal yang disini kami cermati adalah ada beberapa pasal-pasal
yang memang harus disesuaikan dengan Undang-undang yang ada. Sebagaimana
misalnya Pasal 392 ayat (1), ini disini kalimat dibawahnya adalah diatur dengan
peraturan lembaga masing-masing. Ini pemahaman tentu terkait dengan sistem
penggajian akan sulit atau mungkin perlu waktu yang panjang untuk dilaksanakan.
Oleh karena itu kami bisa menyampaikan bahwa untuk setelah perubahan
menjadi kalimat diatasnya sama. Dibawahnya, diatur dengan Peraturan Presiden. Atas
usul Pimpinan lembaga masing-masing. Kemudian yang berikutnya masih pada Pasal
392 terkait dengan pembentukan apakah badan fungsional keahlian atau badan
pengelola legislatif atau apa pun namanya sebetulnya secara prinsip kami dapat
memahami keinginan tersebut tetapi karena terkait dengan tadi ada Undang-undang
ASN, kemudian ada beberapa undang-undang yang lain yang juga menjadi catatan
kami disini adalah Undang-undang tentang Kepegawaian. Dalam bentuk Undang-
undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN dan juga Undang-undang Nomor 5 tentang aparatur negara. Jadi, ini perlu
proses.
Nah, kami ingin menyampaikan bahwa kalau ini ingin segera diimplementasikan
mungkin bisa dibentuk semacam unit pendukung keahlian atau apa pun namanya yang
13
bersifat ad hoc (sementara) mungkin 5 tahun atau sambil proses evaluasi apa yang
sudah dilakukan kesekjenan dan yang terus berproses untuk peningkatannya. Jadi, itu
barangkali tidak dicantumkan secara eksplisit didalam pasal tertentu tetapi dia akan
masuk kedalam tugas Pimpinan. Tugas dan fungsi pimpinan dewan, misalnya disini,
Pimpinan Dewan dapat membentuk unit pendukung keahlian yang bersifat ad hoc
sesuai dengan kebutuhan Dewan, misalnya seperti itu. Kemudian nanti ditetapkan.
Jadi, unit pendukung keahlian ini bertanggung jawab secara teknis kepada Pimpinan
DPR tetapi secara administratif kepada Sekretariat Jenderal karena sekali lagi
beberapa undang-undang masih mengatur Sekretariat Jenderal sebagai pengguna
anggaran.
Nah, itu bisa jalan. Artinya permintaan tugas maupun laporan pelaksanaan
kinerjanya itu kepada Dewan langsung. Nah, ini bisa ditempuh, ditetapkan dengan
misalnya dicantolkannya kalau dari tugas pimpinan tadi tentu diturunkan kepada
Peraturan Dewan tentang Tata Tertib. Jadi, misalnya ini nanti akan secara detail
diaturnya dengan turunannya adalah Keputusan Pimpinan DPR misalnya seperti itu.
Jadi, di Undang-undang MD3 adalah dicantumkan didalam tugas dan fungsi pimpinan
nanti. Kemudian di Tata Tertibnya itu menuju kepada peraturan yang akan menetapkan
dan bersifat ad hoc sesuai dengan kebutuhan. Maksud kami adalah supaya ini bisa
dilaksanakan. Tidak harus menunggu perubahan berbagai undang-undang yang
mengikat tadi.
Kemudian pada Pasal 392a ini juga kami agak sedikit merubah istilah saja
bahwa mengacu kepada Undang-undang ASN yang baru saja disahkan. Jadi, disini
terdiri dari pegawai didalam unit pendukung keahlian tadi terdiri atas PNS dan pegawai
Pemerintah dengan perjanjian kerja. Dengan itu istilah ini adalah kita bisa melakukan
kontrak kerja itu lebih dari satu tahun pak. Jadi, tidak seperti TA yang sekarang hanya
tiap tahun anggaran tetapi bisa misalnya untuk 3 tahun tetapi untuk penggajiannya
tentu tiap tahun itu dikeluarkan untuk kenaikan dan sebagainya. Nah, rekruitmen ini
juga mohon maaf kami disini kami nyatakan dihapus karena tentu rekruitmennya ini
mengacu kepada Undang-undang ASN juga. Jadi, ada formasi nanti yang kami buat.
Kemudian ada analisa beban kerja yang harus kami susun. Kemudian analisas jabatan.
Berapa jumlah yang direkruit karena ini akan disandingkan dengan jumlah PNS
pendukung keahlian.
Kemudian yang terkait dengan Pasal 392b, dalam satu kali periode masa bakti
terdapat paling sedikit satu kali kenaikan honorarium tenaga ahli. Ini mohon izin saya
tulis disitu dihapus karena ayat ini tidak mencerminkan merit system. Padahal kita
membangun profesionalisme SDM yang mendukung Dewan. Yang juga berbasis
kinerja. Kami sekarang seluruh pegawai Sekretariat Jenderal DPR bapak sudah punya
jabatan, sudah punya pekerjaan yang jelas, apa yang harus mereka kerjakan setiap
hari. Ini kaitannya dengan reformasi birokrasi dan nantinya outputnya. Jadi, masing-
masing pegawai itu sudah tahu setiap harinya yang dikerjakan apa. Nah, ini konteksnya
adalah pegawai dibayar sesuai dengan kinerja dan profesionalisme yang diberikan
kepada institusi.
Yang berikutnya rekruitmen yang Pasal 392b ayat (3), rekruitmen tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh alat kelengkapan DPR, Anggota
dan Fraksi yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Sekretariat Jenderal. Nah, ini
kami mengacu kepada kajian KPK pak. KPK ini merekomendasikan supaya rekruitmen
tenaga ahli di DPR ini semuanya sama baik proses yang di alat kelengkapan Dewan
maupun yang melekat di bapak/ibu anggota dan Fraksi. Jadi,direkruit secara
transparan dan akuntabel. Memperhatikan persyaratan kompetensi dan juga proses-
proses yang terbuka bagi publik.
14
KETUA RAPAT:
masyarakat, masyarakat angkat topi. Dijemput ke bandara oleh kontraktor lokal. Kan itu
yang terjadi. Kita yang tidak tahu apa-apa ini pak malah bilang itu siapa. Coba
bayangkan, itu siapa? Katanya. Oh, baru tahu saya anggota Dewan itu, kan begitu
karena itu tadi. Itu maksud saya ibu.
Jadi, ibu saya yakin tahu banyak. Jangan sembunyikan hal-hal yang banyak itu
tadi, dibuka untuk kita perbaiki. Jadi jangan di soal-soal teknis begitu. Itu penting juga
tetapi bukan itu yang utama.
Silakan lanjutkan.
Baik bapak, mohon maaf kami hanya mempermudah saja. Jadi, tadi mengisi
DIM tetapi sebagaimana kami laporkan tadi bapak.
Atau saya tambah sedikit Pak Benny karena ini mungkin pertemuannya dengan
Ibu Sekjen ini yang kedua dari yang kemarin masukan awal. Sekarang ini kita sudah
minta beliau merekonstruksinya dalam bentuk DIM. Memang yang dimaksud tadi itu
semua halangan-halangan yang kita anggap menjadi beban selama ini terkait dengan,
kan begini bu diatas kita itu konstitusi. Dan konstitusi itu secara sadar melakukan
perubahan. Konstruksi ketatanegaraan kita itu berubah. DPR itu diperkuat, DPD juga
diperkuat. Meskipun kita mesti melihat karena konsepnya ini bukan federasi. Ini negara
kesatuan bahkan DPD kalau didalam negara federal itu memang DPD lebih kuat dia
daripada DPR. Jadi, senat di Amerika Serikat itu lebih kuat dari house karena dia
federasi.
Nah, di kita itu karena sistemnya negara kesatuan, DPR itu masih lebih kuat
daripada DPD. Nah, tetapi disebut didalam banyak pasal itu termasuk misalnya kuasa
pembuat undang-undang adalah DPR. Pasal berapa itu 19 kalau tidak salah. Nah, ini
16
menganut konsekuensi ibu bahwa mandat dari konstitusi ini harus diikuti. Tidak boleh
kemudian eksekutif, eksekutif inikan paling banyak dirampas haknya bu. Dalam
konstruksi amandemen IV yang paling banyak dirampas haknya itu adalah eksekutif.
Tentu eksekutif juga tidak mau hilang-hilang semua bahkan juga didalam pembuatan
undang-undang, kalau konstitusi pra sebelum amandemen, kira-kira bunyinya itu lebih
heavy kepada Presiden sebagai pembuat undang-undang. Sekarang ini menjadi DPR.
Nah karena konstitusinya yang berubah maka seluruh aturan dibawahnya
harusnya berubah karena kemudian konstitusi meminta DPR itu diperkuat maka
seluruh undang-undang yang mencoba memperlemah Dewan itu kita ubah maka
kemudian kita perlu semacam penyesuaian. Nah, didalam diskusi yang diharapkan tadi
oleh bapak-bapak terutama yang sudah pernah terlibat dalam BURT. Dalam
perdebatan itu tolong langitnya jangan dibatasi dulu bu dengan undang-undang yang
lain tetapi mencoba sefleksible mungkin bahwa nanti ini ada semacam transisi.
Memang undang-undang lainnya sudah ada, misalnya Undang-undang Keuangan
Negara yang dianggap kemudian Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembuatan Undang-undang, kemudian ada Undang-undang ASN, Kepegawaian dan
sebagaimanya kemudian ada undang-undang, macam-macam itu yang kira-kira akan
sangat bersinggungan dengan kita. Ini tidak kita langgar tetapi kalau kita membuat
undang-undang kan apa ada prinsip didalam hukum itu bukan lex apa itu, lex priory,
apa itu. Pokoknya undang-undang yang dibuat belakangan itu yang berlaku dan
menyusul undang-undang yang lain, memang nanti kita perlu ubah.
Nah, ini harus dijadikan batas supaya kita keluar dari jebakan keharusan untuk
mengikuti pola-pola lama. Nah, saya tahu tadi maksud ibu juga mengerti bahwa
governmentnya tetap. Saya menghargai dalam soal itu ibu betul. Apa pun mau sistem
berubah seperti apa pun yang namanya based park practice, government itu tetap.
Azas-azas profesionalisme tetap. Cuma definisi profesionalisme dalam lembaga
eksekutif berbeda dengan definisi profesionalisme didalam lembaga legislatif karena
lembaga eksekutif itu, profesionalisme itu adalah profesionalisme pelaksanaan. Kalau
didalam legislatif inikan lebih banyak profesionalisme keilmuan. Disitu ada soal
intelektualitas dan sebagainya bu yang harus diorganisir juga secara profesional.
Nah, mungkin ini yang tadi dimaksudkan. Sehingga kita bisa langsung kepada
point-point yang menjadi kesulitan tadi mohon maaf ini kalau mau mengambil seperti
contoh, tadi usulan dari DPD menarik karena DPD itu mencoba mengangkat satu
kesekjenan baru namanya Sekretariat Jenderal Parlemen. Ini apa maksudnya? Supaya
ibu satu sisi jangan terlalu banyak tergantung teknis kepada Pimpinan lembaga
masing-masing yang selama ini bahkan didalam konsep DPR, Ketua BURT adalah
Ketua DPR. Sementara Pak Marzuki Alie khususnya dia agak takut ini pegang barang
ini karena sudah banyak masalah dari kemarin. Kesulitanlah ibu. Nah, DPD
mengusulkan Sekretariat Jenderal Parlemen ini menarik. Kenapa? Kemudian fungsi-
fungsi teknis itu nanti diambil oleh Sekretariat Jenderal Parlemen. Yang menyebabkan
fungsi politik anggota Dewan, anggota DPD, dan anggota DPR itu menjadi terpisah dari
fungsi pendukungnya. Yang selama ini campur-baur. Ini yang menyebabkan
kebebasan disatu sisi dipihak anggota dan kebebasan di sisi lain dipihak kesekjenan
itu.
Saya kira usul-usul ini yang perlu dielaborasi. Supaya kita bisa sampai kepada
satu kesimpulan penajaman. Saya nanti ada satu slide yang saya pengin kasih lihat
kepada bapak-bapak, ibu-ibu. Yang bisa kemungkinan menjadi kesimpulan kita didalam
melihat cara kerja dari ketiga lembaga ini. Saya usul diteruskan kepada Ibu Sekjen,
untuk kemudian kira-kira kesimpulan kita apa.
Terima kasih.
17
KETUA RAPAT:
Diteruskan dulu, setelah itu baru kita forum tanya-nya. Silakan ibu. Maksudnya
tadi itu ibu jangan, ini kita mau membuat aturan tentang ini, kok sebut-sebut lembaga
lain. Sepertinya lembaga lain disebut-sebut untuk menakut-nakuti kita disini. Marah
saya.
Lanjutkan ibu.
KETUA RAPAT:
Sudah kedua kali memang kita bertemu. Dan hari ini kita harapkan lebih hal-hal
yang bersifat apa yang menjadi harapan kita, posisi daripada kesekjenan ini sebagai
supporting daripada lembaga yang ada ini. Memang kalau saya lihat tidak banyak
berubah apa yang disampaikan, Bu Win maupun Pak Siregar dari yang kemarin kita ini.
Walaupun ada hal yang baru. Seperti dikatakan oleh Pimpinan, ini harapan kita.
Domain kita bicarakan disini ruangnya adalah legislatif dan eksekutif. Nah, kita
harapkan suasana, posisi daripada supporting ini beda mungkin yang ada di lembaga
yang lainnya. Walaupun dikatakan tadi, lembaga kesekjenan ini memberi pelayanan
administrasi maupun teknis tetapi hal-hal ini jangan pula posisi-posisi lembaga ini
teradopsi kesana tetapi benar-benar menjadi supporting yang ada. Misalkan dalam
menyangkut masalah hardware itu bagaimana. Dan mengenai masalah software itu
sendiri. Menyangkut kebijakan itu ada pada lembaga yang ada, misalkan kalau
hardware ini, yang menyangkut kesejahteraan anggota ini, konsep baru dalam konteks
kita ini apa. Jangan sekarang-sekarang ini keanggotaan itu dalam pelayanan
kesehatan pun menurun ini. Walaupun itu keputusan BJLS.
Kemudian juga menyangkut kesejahteraan dokumen fasilitas ketika kunjungan
kerja tadi. Konsepnya tadi sudah disinggung. Kedepan mungkin para anggota ini ada
tempat tidak disana? Termasuk misalnya dukungan fasilitas yang lain-lain dan
administrasi ibu. Dukungan administrasi baik kepada fraksi maupun kepada alat-alat
kelengkapan ini sudah harus jelas posisinya terhadap kita termasuk sistem rekruitmen
daripada sumber daya manusia yang ada saat ini. Misalkan kita menginginkan posisi
seorang Sekjen itu tidak saja hanya posisi dia yang bersumber sebagai katakanlah
seorang Pegawai Negeri tetapi benar-benar semi government maupun semi apa ini,
bagaimana kita mau melanjutkan bahkan kalau bisa sampai pada posisi kepala badan
bahkan biro yang bersifat teknis itu dapat kita rekruit dari orang-orang, tidak semata-
mata dari PNS karena Undang-undang ASN itu tidak mengisyaratkan tidak saja tenaga-
tenaga fungsional berdasarkan perjanjian kerja karena ASN ini kan ada 2. Satu yang
bersifat PNS yang direkruit. Satu yang bersifat P3K (Pegawai Pemerintah berdasarkan
perjanjian kerja).
Nah, kami belum melihat kira-kira posisi sekjen kedepan diketiga lembaga ini
bahkan posisi kepala badan yang kita namakan adalah pejabat tinggi pratama atau pun
20
jabatan tinggi utama untuk tingkat sekjen itu, sistem rekruitment yang orang yang
berasa. Kalau bisa posisi-posisi ini tidak semata-mata bersumber dari PNS tetapi dari
kalangan-kalangan profesional. Apakah kalangan swasta yang bisa menopang jalannya
fungsi-fungsi apalagi fungsi-fungsi keahlian dan kajian tadi. Itu juga. Nah, kita juga tidak
menutup PNS itu tadi tetapi sumbernya tidak satu-satu orang yang berasal dari PNS.
Misalnya nah saya dan Undang-undang ASN, kami ikut melahirkannya di Komisi II.
Semangat itu sudah ada. Apalagi tadi ada suasana baru untuk dan ada tenaga
fungsional termasuk tenaga ahli, sistem kita itu sudah memulai merekruit dengan
sistem P3K itu untuk 5 tahun, tidak pertahun lagi. Nah, itu boleh sah-sah saja untuk
tenaga yang bersifat ini tetapi untuk elit yang boleh kita namakan jabatan tinggi utama
maupun pratama itu belum saya lihat dalam masukan DIM. Tadi memang sudah dalam
bentuk DIM. Saya pikir itu sudah menjadi masukan buat kita tetapi suasana baru
seperti dikatakan tadi, benar-benar kesekjenan ini sebagai supporting pendukung baik
itu yang menyangkut hal-hal kesejahteraan anggota baik yang menyangkut dukungan
fasilitas perlengkapan anggota bahkan dukungan administrasi dan lain-lain itu benar-
benar kita tempatkan, kita buat suasana yang baru ini termasuk di BURT juga perlu
periode-periode yang lalu sudah tahu kita cerita BURT itu bagaimana segala macam
menyangkut masalah perumahan. Kadangkala rumah tinggalnya anggota DPR itu
kalau memanggil kepada pihak ada yang bocor segala itu nunggunya berapa lama,
tetapi kita harus, ya itu yang teknis-teknislah tetapi maksudnya bagaimana
kesejahteraan itu juga tergambar terutama dalam hal topangan kesehatan, transportasi
dan hal-hal yang lain termasuk didaerah tadi dalam dukungan fasilitas. Dalam rangka
kunjungan kerja secara permanent, apakah sewa atau apa, misalnya kepada anggota
ini dalam rangka menjalankan tugasnya.
Ini harapan kita. Nah, saya hal baru yang saya angkat ini tadi sistem rekruitment
untuk beberapa jabatan tadi. Kalau ini saya lihat masih runut hal-hal yang lama ini bu
soal posisi jabatan sekjen, maupun jabatan kepala badan maupun kepada biro yang
bersifat teknis itu. Nah, ini kita bikin suasana sumber rekruitmennya bisa dari berbagai
kalangan profesional mungkin tetapi bukan menutup para sekjen yang telah ada, tidak,
tetapi salah satunya juga dari unsur PNS, dari unsur profesional. Ini kalau tidak salah
pada pertemuan kita yang lalu kita inginkan demikian adanya perubahan-perubahan.
Itu masukan kita. Hal-hal nanti mungkin akan kita simak kembali pada
pembahasan berikutnya. Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Saya menambahkan sedikit karena saya baru sekali ini ikut rapat ini. Saya
prinsip bu, yang penting bagaimana membuat tadi yang disampaikan oleh Pak Benny
tadi. Bagaimana membuat anggota DPR itu terhormat? Ini kita bicara dalam konteks
sekarang ini. Jangan sampai istilah Pak Benny, kita anggota DPR karena tidak ada staf
didaerah, tidak ada supporting system didaerah. Kalau kami di Komisi V yang jemput
nanti jangan sampai kontraktor yang jemput kita di airport. Inikan kita jadi tidak
terhormat. Walaupun itu bisa saja secara tidak sengaja. Dijemput oleh kontraktor. Ini
sebagai ilustrasi bu. Kasubid. Eselon III PU itu kalau dia datang ke Provinsi. Itu yang
jemputnya mungkin ada 10 di airport, Eselon III. Satker semua datang, PPK semua
21
datang. Iya, inikan saya Komisi V. Sementara kalau saya datang ke dapil saya,
celingak-celinguk sendiri saja. Paling staf kita yang didaerah kita gaji.
Ini bagaimana kita seorang pejabat negara seperti ini. Kita selama ini dituntut
harus punya kinerja yang baik, bersih dan lain sebagainya tetapi kita melihat Eselon III
Pemerintah datang kedaerah berjejer-jejer orang PU baik itu Satker yang dari balai
maupun satker Provinsi itu berdiri semua, jemput mereka. Inikan sangat ironis. Ini yang
menurut saya, tolong martabat kita di MD3 itu kita kembalikan martabat anggota DPR
itu. Supaya juga DPR kedepan itu diharapkan, dihargai dan bersih itu betul-betul
terwujud bu. Itu prinsipnya. Kuncinya salah satu saja dikesekjenan. Kalau kita
berteori,teorinya begini-begitu tetapi kalau tidak ada dukungan baik secara keuangan,
administrasi dan lain sebagainya itu tidak akan tercapai. Kalau hanya kita bicara
retorika saja. Bagaimana nanti sekjen, misalnya tadi bagus ibu sudah menyampaikan
nanti ada staf didaerah. Jangan sampai selama ini pun tiba-tiba kita di airport sudah
ada mobil. Kita tidak tahu mobil dari mana inikan bukan dari staf kita. Itukan membuat
kita juga kurang baguslah. Kalau Pak Benny datang ke daerah mungkin polisi kalau
yang nungguin. Saya tidak tahu juga. Jadi, berbeda-beda komisi kan atau kontraktor
yang di kepolisian. Nanti kepolisian ada juga kontraktornya.
Jadi, ini, ini maksud kita itu. Jadi, memang kalau kita ke daerah itu tolong juga,
apa pun fungsi DPR yang kita lakukan terutama kalau ke daerah itu adalah salah satu
fungsinya pengawasan. Mohon kita wajib difasilitasi oleh pihak kesekjenan. Mungkin
Pak Benny tadi menggambarkan, saya menangkap tadi pak bahwa dapil masing-
masing itu berbeda. Pak Benny ini dari pulau ke pulau melakukan pengawasan maupun
bertemu konstituen maupun pengawasan. Kita ke daerah itu bukan ke konstituen bu,
ada juga melakukan fungsi pengawasan terhadap apa yang dilakukan atau yang
dibangun oleh Pemerintah. Jangan sampai yang memfasilitasi kita yang mengerjakan
pekerjaan itu. Inikan jadi tidak benar. Misalnya kontraktor yang mengerjakan itu, saya
datang kesana, saya mau periksa itu jalan atau jembatan yang dibangun oleh PU tetapi
begitu saya datang ada mobil. Mobilnya kita tidak tahu berangkat, ternyata dari
kontraktor yang bangun jalan dan jembatan itu, kan jadi tidak benar. Ini kita ini fakta.
Kita bicara kedepanlah. Bagaimana DPR kedepan ini betul-betul kita bikin lebih
terhormat dan bermartabat tetapi tanpa dukungan oleh kesekjenan itu akan persoalan-
persoalan yang sebelumnya terjadi, saya khawatir terjadi lagi. Itu saja bu yang menjadi
prinsip bagi saya. Supaya dalam perubahan MD3 ini kita jadikan momentum perubahan
yang sangat mendasar. Tentu tidak bisa lepas dari dukungan dari kesekjenan.
Saya rasa itu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Dewan ini kita besar sekali kita fasilitasi penggunaannya, pemanfaatannya tetapi juga
dibuka peluang untuk pengawasannya, kan begitu tadi. Lebih berwibawa kita pak.
Terus-terang saja selama ini nangis kita tetapi orang bilang, kalau begitu Pak Benny
ngapain jadi Caleg lagi kalau sedih. Tidak tahu lagi saya. Betul juga tetapi kalau kita
tidak mau, siapa yang mengurus negara ini tetapi kadangkala ya sudahlah kalian mau
pilih, tidak juga tidak apa-apa tetapi kepilih juga. Itukan soalnya. Ini pointnya.
Jadi, ini tadi, jadi Ibu Sekjen DPR, Pak Sekjen DPD, mungkin perlu itu
didiskusikan antara bapak-bapak dan ibu, lalu coba kita membantu dan kita ketemu
pimpinan masing-masing. Iniloh kita mau kedepan. Kita tuangkan dalam undang-
undang ini.
Silakan ditanggapi tadi pak. Pak Fahri persilakan.
representasi 1. Harusnya itupun dia harus punya chief of staff. Okelah kalau sekarang
kita tidak bisa kasih 6. Taruh 5 dulu. Nanti salah satu dari yang 5 itu menjadi chief of
staff. Barulah kemudian anggota itu relatif punya tim dalam bekerja. Memang itu adalah
political pointy. Makanya nanti bu Sekjen yang baru yang tadi diusulkan oleh Bapak
Ketua Sekjen DPD tadi, mutlak diperlukan gedung untuk sistem pendukung karena ada
penambahan tim yang serius. Dan itu nanti menjadi urusan rumah tangga yang tidak
lagi diurus oleh Dewan, oleh anggota.
Nah, selama ini langsung fungsi-fungsi itu kita laksanakan. Nah, bedanya pak,
bu. Ini nanti kita masukin dapur dulu. Nah, dapur itulah tadi yang kita bahas. Itu badan
keahlian fungsional atau penambahan kekuatan di kesekjenan tadi. Nah, kemudian
dibawahnya baru kita follow up dengan 3 atau 2 alat kelengkapan. Alat kelengkapan
yang sifatnya ekstern seperti Komisi, Pansus dan Panja atau tambah Timwas. Ini yang
melaksanakan semua fungsi yang ada termasuk fungsi anggaran, fungsi legislasi dan
sebagainya itu ada disitu. Jadi, misalnya Banggar mau dihilangkan, terus bagaimana
fungsi Dewan? Fungsi perdebatan anggaran itu mesti lari ke komisi. Tidak bisa ada
warga kelas 1 atau anggota DPR kelas 1 menguasai anggaran. Terus kita ini anggota
Komisi tidak dihargai oleh orang karena tidak mempunyai pengertian tentang anggaran.
Perdebatannya harus masuk secara ril disana. Nanti begitu sinkronisasi diujung
dibentuklah Pansus Anggaran. Untuk fungsi mempersiapkan APBN menuju Paripurna.
Bukan lagi keanggotaan permanen. Dan fraksi-fraksi bisa mengirimkan orang yang
berbeda-beda karena masa tugas dari Pansus paling 3, 4 bulan, 5 bulan begitu, diujung
begitu. Dan yang lain-lain juga begitu, fungsi legislasi, fungsi yang lain-lain juga begitu.
Kemudian yang intern sifatnya itu ada Bamus untuk penjadwalan, kemudian BK
untuk masalah etik dan kemudian Pimpinan. Ada hal-hal lain nanti saya kira itu bisa
diatur didalam Peraturan Dewan, seperti misalnya GKSB misalnya. Sekali lagi fungsi
luar negeri Dewan itu penting. Jadi, jangan dianggap embel-embel, studi banding,
jalan-jalan dan sebagainya itu. Tolong itu yang kita mau hapus.
Nah, maka dalam sistem pendukung kita itu bu, tadi kalau bapak Sekjen
mengusulkan. Disini saya mengusulkan Badan Penunjang Legislatif tetapi bapak
mengatakan sekretariat parlemen, sekjen parlemen, itu terserah. Nanti nama itu. Intinya
adalah dia disitu ada badan keahlian pendukung. Kita tarik ini pekerjaan dapur kita.
Jangan diolah sendiri oleh anggota. Kita tarik kepada fungsi-fungsi pendukung.
Harusnya ada 4 yang pendukung itu. Jadi, kalau diluar itu ada budget house. Kita
sudah ada didalam Undang-undang di DIM Baleg itu, pusat kajian anggaran sudah ada.
Kemudian law centernya kalau yang diluar itu disini sudah ada pusat perencanaan
undang-undang dan pusat kajian legislasi sudah ada. Kemudian yang supervision ini
pusat penelitian atau kalau sekarang inikan dikerjakan oleh BAKN. Ini yang
menghubungkan antara Dewan dengan BPK. Harusnya memang dalam sistem
parlementer, ada PAC (Parliamentary Public Accounts Committee). Publik account
komiti itu kalau di parlementer. Kalau di presidensil itu sebetulnya BPK itu nempel
dengan Dewan. BPK itu nempel dengan senat. Dengan senat khususnya disini.
Nah, kita bikin timnya yang mengolah temuan-temuan BPK. Bayangkan bu,
setiap tahun, setiap bulan apa setiap triwulan kamar kita nambah sekian kilo dari BPK
tetapi itu tidak pernah dievaluasi secara serius karena otaknya tidak ada. Otaknya yang
mengelola itu tidak ada. Itu harus ada khusus, supervision house. Ada satu lagi,
diplomatic studies. Bayangkan bu ini dunia makin dinamis. Kita tidak tahu dinamika
Laut China Selatan. Kita tidak tahu maunya Singapura, kita tidak tahu maunya
Malaysia. Kenapa? Karena otak studi luar negerinya parlemennya tidak ada. Di
Amerika Serikat debatnya antara anggota senat yang paling penting adalah konstelasi
dunia. Di Timur Tengah terjadi apa, di China ada apa. Sehingga seluruh aparatur
24
negaranya dikerahkan ke arah sana. Di kita ini tidak pernah mikir luar negeri. Malah
seperti tidak boleh. Ada Komisi I saja itu diajak mondar-mandir. Dapat istimewa kalau
anggota Komisi I, dijemput sama Pak Dubes langsung. Uang sakunya saya tidak
tahulah itu tetapi tidak boleh begitu. Ini harus studi. Diplomatic studies itu harus ada di
Dewan ini. Sehingga kita tahu otaknya Dewan itu kuat tentang politik luar negeri
Indonesia. Kita tidak tahu. Padahal harus yang orang komisi hukum, orang komisi apa
pun didalamnya itu ada politik luar negeri yang harus kuat. Nah, makanya tambahan
satu tadi yang BKASP itu kita pindahkan menjadi badan fungsional keahlian.
Jadi, inilah hal-hal yang, nah sekarang sekjen itu nanti seperti yang tadi, saya
setuju konsep dari Pimpinan itu tetapi begini. Yang perlu kami pastikan adalah
bagaimana mengatur transisi munculnya sekjen parlemen itu pak, baik secara
terminologis, secara hukum, iyakan secara administratif dalam fungsi-fungsi birokrasi
yang ada. Bagaimana agar supporting system ini begitu pindah semuanya ke aparatur
pendukung itu tidak ada masalah atau paling tidak pasal dari undang-undang ini bisa
melampaui pasal-pasal lain yang ada di undang-undang yang sudah ada. Itu saja yang
kita minta dipastikan. Sebab nanti betul-betul begini pak. Di Bu Sekjen misalnya siapa
yang jadi sekjen parlemen itu tadi. Misalnya ibulah yang perempuan kita harap disini.
Misalnya ibu jadi sekjen parlemen. Jadi, politik untuk memback-up dan mendukung
parlemen adalah politik dari kita, dari ibu. Dan ngotot, kami perlu gedung, staf ditambah
banyak, Dewan ini tambah penting. Konstitusinya bilang begitu. Kami perlu gedung,
kami mau bikin perpustakaan yang setara dengan perpustakaan nasional. Disini.
Sebagai perpustakaan parlemen. Tambahan anggarannya itu 100% dari anggaran
sekarang. Majukan ke DPR. Nanti di komisi yang dianggap terkait dengan itu kan
sekarang di Komisi III. Kita berdebat, kita setuju, ngomong sama Pemerintah. Nanti ada
LSM ngamuk segala macam, jangan anggota Dewan yang diganggu. Politik
Pemerintah di Sekretariat Parlemen yang menghadapi. Eh, anda tidak ngerti parlemen,
anda tidak ngerti konstitusi. Ini kewajiban konstitusional. Selesailah kita ini dengan yang
begini-begini bu.
Sekarang ini mau nambah satu mesin cuci, maki-makinya anggota DPR. Ganti
AC maki-maki anggota DPR, apa ini cerita. Nanti usul saya tidak ada lagi konsep
rumah dinas. Hapus itu konsep rumah dinas. Rumah kita itu suka-suka kita, kita mau
kos dibelakang situ tidak ada masalah. Harus di ini, makanya konsep keuangan
anggota itu yang riil bu. Jangan konsep kita ini, saya ingat dulu waktu pertama jadi
anggota DPR, saya ngantri ngambil gaji dibawah itu bu. Ya, alhamdulillah sekarang
sudah transfer langsung. Itu pun bulanan. Kita nyap-nyap ini. Kenapa anggota Dewan
itu kan seperti kalau disistemnya di Amerika, APBN. Anggota Dewan dikasih DIPA,
dikasih tahun. Ini budgetnya untuk staf, untuk gaji anggota, untuk pembiayaan
konstituen. Ini dikasih sebagai anggaran pertahun. Itu ada membership budget office
yang mengurus.
Kemudian ini aturan tentang kampanye. Ini sekarang KPK kena batunya. Waktu
anggota DPR mau mengumpulkan uang kampanye, dibilang akan langsung ditangkap
karena itu grativikasi. Begitu ada calon Presiden yang kira-kira, dia bilang boleh.
Bedanya apa? Kitakan incumbent, dia bilang tidak boleh karena pejabat negara. Lha itu
pejabat negara juga. Makanya ibu kata Pak Benny tadi jangan dengar dia. Yang ngerti
itu kita bu. Mereka tidak mengerti apa-apa. Aktor itu. Tidak bisa ditolak. Anggota Dewan
itu banyak yang suka, ada juga yang tidak suka. Dan itu bagian dari kompetisi kita
nanti. Kalau saya banyak yang suka Pak Fahri. Saya ingin bapak tetap menjadi
anggota DPR. Bagaimana caranya? Itu ada rekening, saya mau maju lagi tahun depan
itu ada rekening saya. Itu diperiksa oleh KPU atau mau diperiksa BPK silakan.
Sehingga waktu kampanye nanti bukan saya cari utangan kemana-mana, jual tanah,
25
jual rumah. Kan gila ini jadinya kecuali kalau negara mau menanggung biaya
kampanye seperti di Eropa Barat. Kalau sistem kita inikan, sepertinya mesti kita cari
sendiri. Bikin buka rekening.
Nah, itu semua mesti diatur dikeuangan anggota Dewan. Yang terakhir tadi yang
ibu bilang. Right to alocated itu. Seperti Amerika sudah berubah dari sistem itu. Itu juga.
Saya pulang kampung, kena banjir. Jembatan sungai di tempat saya yang dipakai
sekolah oleh ratusan anak-anak, kebawa banjir. Sehingga mereka harus renang,
nyebrang. Nunggu bupati, nunggu DIPA. Nunggu Gubernur, nunggu DIPA. Susah.
Akhirnya orangnya berhari-hari disitu, menyambung nyawa dalam. Kalau saya punya
hak alokasi, diatur jumlahnya berapa. Saya kirim surat ke menteri PU, besok tolong
bangun jembatan itu. Sebelum orang kena jadi korban. Baru riil sebagai anggota
Dewan. Yang belanja siapa? Dia yang belanja. Saya cuma menggunakan hak alokasi
saya untuk membantu konstituen saya. Masa saya tidak boleh relevan begitu. Terus
apa gunanya saya dipilih. Nah, yang begini-begini, itu nanti diatur semua di sistem
pendukung ini bu. Sehingga kita sama-sama enak. Itu tidak setiap hari harus tanggung
jawab teknis, iyakan. Kemauan anggota BURT dan sebagainya, bebas jadinya. Saya
ingat ibu Sekjen yang lama bu, saya sempat agak bertengkar sama beliau karena tarik-
menarik. Satu sisi dia merasa dapat drive dari anggota BURT, satu sisi pengguna
anggaran dia. Akhirnya bingung. Antara dia mau makan ini sebagai tanggung jawab
waktu bangun itu ruang Banggar itu, antara dia mau bangun apalagi perkelahian disitu
3, kepentingan Sekjen, kepentingan BURT, kepentingan Banggar. Sama-sama jago ini.
Ibu Sekjen terjepit ditengah. Akhirnya bingung. Nah, itu kita akhiri bu, tidak ada lagi
kuasa pengguna anggaran semuanya tetapi politik anggaran juga harus ditetapkan dari
awal. Sehingga mantaplah. Ibu berjalan dengan tenang. Kita juga dengan tenang. Tiap
hari tidak kena maki-maki gara-gara satu, dua urusan teknis.
Saya kira itu maksud disini. Nah, dari situlah dijawab bagaimana kita
implementasikan didalam pasal-pasal. Yang bisa segera kita sahkan. Nanti sore kita
akan bicara dengan Pimpinan DPD, Pimpinan MPR juga dan Pimpinan DPR. Kita akan
minta supaya ini dipercepat. Baru habis itu kita menuju Pemerintah. Supaya
Pemerintah juga harus konsen dengan ini. Jangan karena dia tidak pikirannya sampai
kesini akhirnya kita jadi korban lagi. 5 tahun lagi kita nonton orang panen dimaki, dan
panen dipanggil KPK, dan panen masuk penjara. Hebatlah kita semua inikan.
Saya kira itu bu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, itulah keinginan kita untuk mengubah membangun parlemen kedepan yang
lebih baik. Kekuasannya kita ini, bagaimana memfasilitasi pengguna kekuasaan tetapi
jangan lupa kita juga mengawasi penggunaannya maka nanti kita memperkuat juga
Badan Kehormatan Dewan. Kan begitu pak. Supaya kekuasaan yang besar tadi
bagaimana kalau disalahgunakan? Apakah kita serahkan ke lembaga lain untuk
mengadilinya atau kita sendiri yang mengadilinya? Kita sendiri yang mengadilinya
dengan memperkuat Badan Kehormatan tetapi Badan Kehormatan bukan lagi bukan
semacam badan peradilan diatas Dewan. Putusan Badan Kehormatan harus mendapat
endors di Paripurna Dewan. Tidak bisa begitu saja dia langsung. Selama ini sudah
seperti Dewa lagi ini Badan Kehormatan, dia memutuskan sebagai badan peradilan
internal parlemen. Hasil putusan dibawa ke Paripurna Dewan karena Badan
Kehormatan itu adalah alat kelengkapan. Ini sebaliknya selama ini. Dewan alat
kelengkapannya Badan Kehormatan. Aneh-aneh republik ini. Kita membalikkan ini
semua. Itu dulu pak. Sekarang kita insyaf akan kesalahan-kesalahan.
26
Nah, tadi ini terima kasih sekali. Kalau nanti ada komentar balik itu silakan tetapi
substansinya itu. Undang-undang ini nanti spesialis. Seluruhnya tunduk sama undang-
undang. Kalau ada yang bertentangan dengan undang-undang ini, undang-undang lain
itu yang dinyatakan tidak pelak, ini yang pelak. Sepanjang mengatur tentang Dewan. Itu
maksudnya. Sehingga tidak bisa nanti ada lembaga lain diluar kita, datang menangkap
anggota Dewan dengan menggunakan undang-undang. Lain itu tidak boleh. Tidak bisa.
Ini bukan kebun binatang. Bawa senjata segala kesini. Tidak. Masuk ke sini, ini
rezimnya, begitu pak. Selama ini memang tidak salah mereka juga karena kita yang
salah. Tidak membuat undang-undang yang cermat.
Ok, silakan atau ada yang mungkun bapak/ibu anggota yang mau. Ok, silakan.
Bu, saya kasih klu sedikit biar gampang, biar berpikirnya. Pertama kita sudah
punya sistem yang ada. Suka atau tidak kita juga sudah berubah. Transisi kita juga
sudah mau mengarah kesana. Cuma ini kita percepat. Ada yang selama ini sudah
diatur dengan Peraturan Dewan. Dan Peraturan Dewan ini sebetulnya bu itu bisa kita
pakai untuk mempercepat ini. Artinya begini, kalau konsep ini tidak harus masuk ke
dalam undang-undang pun sementara waktu sebab itu akan mengganggu begitu
banyak. Saya paling tidak mengusulkan cuma 1 saja yang konsep DPD tadi, yang
sekjen parlemen itu. Kalau bisa semua urusan tetek-bengek, mau urusan tetek-bengek,
mohon maaf saya memakai istilah tetek-bengek yang mengganggu anggota selama ini.
Kami alihkan kepada Sekjen Parlement. Itu saja dulu. Setelah itu nanti selanjutnya
Sekjen Parlemen berinisiatif melakukan perombakan-perombakan dan usulan. Kalau
levelnya perubahan undang-undang maka usulannya kepada Dewan dan DPD
nantinya. Kalau levelnya perubahan peraturan Dewan ya sudahlah bikin saja besok.
Tok tok tok kita bikin disini, itu langsung kita ubah semuanya. Tok, perubahannya itu
konsepnya pada level Peraturan Dewan.
27
Jadi, ini caranya supaya, jangan ini jadi utopia, ini terlalu ideal tetapi sepertinya
tidak terlaksana. Padahal sebetulnya semuanya sudah. Kan begini bu, itu yang saya
tulis kuning itu sebetulnya istilah ini sudah ada didalam undang-undang. Sudah ada
dalam undang-undang bahkan tambah satu tadi yang BKSAP Badan Kerjasama Antar
Parlemen. Itu sebetulnya kalau kita mau merubah beberapa kata saja didalamnya. Itu
sebetulnya tinggal menekankan bahwa BKSAP adalah fungsi diplomatik anggota
Dewan. Soal kajiannya kita serahkan kepada BKSAP yang adalah badan fungsional
keahlian. Nah, ini semua bisa dibikin transisinya. Nah, kami sebetulnya kalau bapak,
ibu tiga lembaga ini bersatu untuk menyusun apa yang ideal. Kita susun apa yang ideal
untuk kita bicarakan dengan pimpinan. Dan setelah itu kita ngomong dengan
Pemerintah. Transisinya seperti ini tetapi sekali lagi mesti segera ini diwujudkan.
Supaya begini bu, komunikasi publik. Saya kemarin ditanya wartawan, bagaimana
respon terhadap keputusan MK yang membatalkan hak Satuan-3. Saya bilang,
Banggar kita sudah bubarkan didalam konsep baru. Senang mereka. Maksudnya
dibubarkan Banggar itu sebagai lembaga permanen seperti ini. Dan memang itu harus
segera kita lakukan bu. Sehingga orang publik tahu, oh iya berarti sumber-sumber
korupsi di Dewan, Banggar, BURT itu sudah hilang tetapi bahwa Dewan justru makin
kuat fungsinya, ini yang sedang kita rancang.
Saya kira itu mungkin ininya bu. Saya setuju tadi atur saja transisinya
bagaimana dengan baik. Supaya kita bisa cepat juga. Saya kira itu.
KETUA RAPAT:
Pimpinan,
Jadi, kembali ke soal fungsi kesekjenan. Barangkali fungsi Sekjen juga harus
masuk dalam hal-hal yang melingkupi, melindungi kehormatan anggota Dewan. Kita
tidak ada pasal sebenarnya Pasal 196 ini soal hak imunitas anggota Dewan tetapi
dalam hal perjalanannya untuk menjaga kehormatan kita masing-masing anggota
dibiarkan membela diri masing-masing. Harusnya ini harus diatur kesekjenanlah yang
garda terdepan yang mempersoalkan manakala ada pihak-pihak yang mencoba
mencederai nama baik anggota Dewan karena itu menyangkut juga institusi, misalnya
ketika Sudding dan kawan-kawan termasuk saya masuk kategori anti perbuatan
korupsi oleh ICW misalnya. Harusnya bergerak pertama kali adalah Sekjen melakukan
gugatan atas pelaporan kepada pihak berwajib karena ada anggota Dewan yang
berusaha dicemarkan nama baiknya. Sehingga kita tidak perlu sendirian maju. Nah,
dengan demikian maka orang tidak akan sembarangan lagi menuduh-nuduh,
mengecam-ngecam anggota Dewan itu sesuai dengan kenyataannya.
Jadi, fungsi law center ini barangkali disamping Sekjen punya staf lawyer juga
ada lawyer-lawyer yang memang dibayar, misalnya konsultan hukum yang bagus-
bagus itu untuk melindungi kehormatan anggota Dewan, misalnya ketika anggota
Dewan dipanggil sebagai saksi. Kesekjenan yang di garda terdepan. Tidak bisa sifat
mendesaknya anggota ini menjadi saksi karena saksi ini dapat juga dijadikan alat politik
untuk men-down grade anggota Dewan, misalnya atas keterangan sebuah kesaksian
saja yang belum didukung oleh bukti-bukti yang lengkap, kita terpaksa hadir sebagai
saksi. Padahal itu semua bualan kecap saja tetapi salah opini itu sudah rusak.
28
Nah, jadi sekjenlah dengan tim hukumnya yang maju. Dimana sifat urgensi
anggota kami ini, anggota Dewan ini diminta sebagai saksi. Apakah ada bukti-bukti
mendukung kuat dia dihadirkan sebagai saksi. Kalau tidak, tolak. Jadi, yang menolak
bukan anggota tetapi DPR suatu kelembagaan melalui kesekjenan yang melakukan
penolakan. Begitu Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
KETUA RAPAT:
Bapak Pimpinan, kawan-kawan Pansus dan Kesekjenan MPR, DPR, dan DPD,
karena pada prakteknya di lapangan itu sangat rancu sekali. Seperti Gedung Nusantara
III itu juga dibatasi, ada yang itu haknya MPR, ini ada kekuasaannya DPR. Jadi, dalam
perawatannya pun juga agak sulit. Jadi, mungkin saya sangat mendukung dengan
adanya satu badan pengelola. Yang akan mengelola diluar supporting system secara
langsung kepada anggota Dewan tetapi hanya mengurusi gedung, taman, mesjid dan
sebagainya yang menjadi lingkungan daripada di kompleks parlemen ini.
Itu mungkin tambahan dari kami. Dan saya minta kepada Bu Sekjen untuk lebih
berani bu karena ibu sudah kita bantu, kita dorong, kita back-up tentunya begitu
bagaimana kita ingin menjadi parlemen ini menjadi lebih baik dan lebih kuat.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, ini nanti, ada tambah? Kita ini sudah jam 12.30 WIB.
Saya soal tata kelola penggeledahan. Saya pikir kesekjenan ini mesti juga
memahami dan mempersiapkan, membentengi parlemen ini jangan mudah digeledah
karena disini juga banyak sumber-sumber rahasia negara. Yang menggeledah itukan
kita juga tidak bisa menjamin bahwa dia tidak double agen atau tidak bukan murni
merah-putih. Bisa saja dia agen-agen luar yang disusupkan, yang kemudian dia
menjual informasi yang dia peroleh dari Dewan ini berdasarkan penggeledahan.
Jadi, kita akan susun satu aturan. Dimana ada tata cara penggeledahan yang
ada di Dewan ini. Nah, kalau tidak boleh, itu artinya kesekjenan harus dengan tegas
dan kuat menghalang-halangi atau menutup jangan sampai ada pihak-pihak mana pun
yang melakukan penggeledahan. Pertanyaan kemudian adalah apakah kesekjenan
apakah punya aparat keamanan, punya pasukan kecuali Pamdal? Kan begitu. Apakah
Pamdal di persenjatai? Ini juga pertanyaan-pertanyan penting. Nah, kita menunggu
masukan daripada kesekjenan, apakah kita juga Dewan ini perlu punya kesatuan
khusus seperti yang ada di istana misalnya, ada 3 angkatan, 4 angkatan untuk
pengamanan internal daripada Dewan ini atau parlemen. Kalau misalnya kita ada
panggil paksa kemarin, polisi tidak bisa, apakah kita mengirim Pamdal dipanggil paksa?
Kan tidak enak juga.
Nah, ini juga perlu ketua diatur soal pasukan keamanan yang melingkupi
kehormatan parlemen. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, itulah tadi yang sempat saya singgung tadi Pak Bambang. Jadi, menjaga
kehormatan. Selama ini yang missing adalah tidak ada kewenangan yang diberikan
oleh undang-undang kepada kesekjenan untuk menghalang-halangi. Kan itu soalnya.
Sementara lembaga lain punya undang-undang yang memungkinkan mereka untuk
masuk ke tempat ini, kan begitu. Itulah yang saya bilang kita masukkan di undang-
undang ini. Tidak boleh, bukan untuk melindungi kejahatan. Parlemen ini bukan gudang
produksi kejahatan. Ini lembaga terhormat, dijaga. Ini pointnya. Hanya masalahnya
selama ini kita ini terlalu tidak pernah memperhatikan yang begini-begini. Nah,
sekarang kita sadar ini kita masukkan dalam undang-undang ini. Pasal khusus tentang
itu nanti. Tolong nanti ini di ini.
31
KETUA RAPAT:
Ya, makanya supaya tidak ada yang carmuk itu kita masukkan di Undang-
undang. Demokrat jelas mendukung pasal ini. Saya boleh memastikan. Demokrat
mendukung pasal ini untuk menjaga kewibawaan dan kehormatan Dewan. Saya rasa
yang lain-lain juga pasti mendukung, sama.
Silakan Pak Desmond, teman kita dari Pak Prabowo tadi.
DPR kelembagaan. Kalau kita mendengar dari omongan kawan-kawan. Ini yang
prinsip, undang-undang teramputasi. Ini yang menurut saya kita juga harus cerdas,
hati-hati. Jangan merasa inikan, kawan-kawan di kesekjenan pun jangan jadi seolah-
olah menjadi bamper kita saja.
Saya itu ketua yang ingin saya sampaikan sebagai peringatan saja.
KETUA RAPAT:
Ini sudah pukul 12.35 WIB. apa kita tambah atau kita akhiri? Diskusi kita tidak
akan stop pak karena sampai akhir bulan ini kita akan selalu tanpa ada waktu istirahat
kita akan ini, asal siap tenaga, fisik, moral juga siap.
Terakhir ada, pak Sudding.
Kalau saya menyimak apa yang disampaikan oleh Pak Fahri dan Ketua. Saya
kira ini fungsi Dewan kedepan ini berbasis kinerja. Sehingga tidak lagi dipusingkan
masalah anggaran, segala macam tetek bengeknya. Betul-betul fokus kepada fungsi-
fungsi yang diamatkan oleh undang-undang. Kalau saya melihat gambarannya seperti
yang disampaikan. Dan saya sangat setuju tentang itu. Bukan berarti kita mau lepas
atau mau memberikan beban kepada pihak lain. Artinya kalau memang ada anggota
Dewan garong, mencari apa segala macam itu urusannya institusi penegak hukum.
Kita tidak akan mungkin melindungi itukan begitu tetapi ketika misalnya kehormatan
marwah institusi ini diganggu. Saya kira inilah yang perlu diatur menurut saya.
Saya kira, contoh yang disampaikan oleh mas Bambang tadi, seperti itulah. Nah,
contoh sehari-harinya juga baru kali ini juga saya lihat. Biasa kan kita kalau tidak salah
baru 3 kali saya keluar negeri dalam rangka kegiatan Dewan tetapi saya lihat institusi-
institusi parlemen diluar itu begitu ketatnya orang masuk didalam. Dan kita ini seperti
pasar. Mau pakai sandal jepit, mau pakai celana pendek dari bawah, dari basement
naik ke atas ruangan. Kita di ruangan pun merasa terganggu karena kita ditungguin.
Sudah tidak tahu apanya mereka.
Nah, tambah merusak. Inikan dari basement apa segala macam nungguin di
ruangan tamu apa segala macam. Inikan mengganggu kinerja menurut saya. Nah, ini
perlu ditertibkan bu hal seperti ini. Inikan seperti pasar. Bawa lagi proposal dan
sebagainya. Baru sekali ini saya lihat ada kantor parlemen seperti ini. Pokoknya tidak
ubahnya seperti pasar. Saya tawaran mobil diskon, apalah.
Nah, ini menurut saya ini perlu ditertibkan karena ini juga pamdal memberikan
kelonggaran dibawah. Harus ada steril karena seperti dikatakan Bambang ada rahasia-
rahasia negara, ini boleh jadi orang-orang yang seperti ini yang kita tidak tahu rimbanya
apa segala macam, hilir mudik didalam ruangan anggota, di lantai-lantai untuk mencari
informasi. Itu yang terjadi. Nah, menurut saya ini perlu dijaga marwah-marwah seperti
itu kedepan. Jadi, bukan persoalan kita karena kelakuan tetapi marwah institusi yang
perlu dijaga. Saya sangat setuju tentang apa yang digambarkan oleh Pimpinan tadi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya sedikit Pak Benny ini sebagai penutup ini bu, bapak sekalian Sekjen.
Yang pertama itu karena kemarin itu ada wacana pemisahan undang-undang.
Nanti karena kemarin Pak Soemand itu yakin betul bahwa bunyi pasal dari Undang-
undang Dasar terhadap Undang-undang MD3 itu harusnya masing-masing itu punya
undang-undang sendiri bahkan beliau mengatakan kalau ada orang yang kesel dengan
Undang-undang yang baru kalau kita gabung. Itu di yudisial review pasti diterima
karena penggabungan itu salah. Amar pasal dari Undang-undang Dasarnya itu harus
masing-masing.
Nah, karena itu perlu dirancang juga. Juga kita punya tenaga ahli yang sedang
bekerja Pak Sensi sama Pak Suhartono dan lain-lain itu sedang bekerja. Pada
konstruksi, pemisahan undang-undang ini tolong itu diberikan masukan. Nanti memang
kalau misalnya konsepnya Sekjen Parlemen yang disepakati bahkan nanti disemua
undang-undang itu konsepnya sama. Tinggal copy paste saja. Nah itu satu pointnya.
Yang kedua, bayangkanlah bahwa sistem pendukung Dewan ini termasuk
kesekjenan didalamnya itu memang sistem pendukung yang harus sophisticated bu.
Bapak-bapak, ibu-ibu pernah menjadi birokrat mungkin seumur hidup pernah di DPR
atau pernah di lembaga eksekutif. Bapak-bapak, ibu-ibu pasti tahu bahwa lembaga ini
paling rewel karena dinamikanya harus mengikuti dinamika politik, aspirasi rakyat dan
sebagainya. Nah, karena itu kami membayangkan kalau bapak-bapak, ibu-ibu itu diikat
oleh sistem penggajian eksekutif. Repot bu, repot pak. Tidak bakalanlah termasuk juga
staf. Jadi, kalau kita mengimajinasikan seperti tadi saya pergi ke kebetulan pernah
seminggu di Amerika Serikat khusus duduk setiap hari dari pagi sampai malam saya
duduk di parlemen Amerika untuk mempelajari bagaimana sistem belakang mereka itu.
Jadi, misalnya orang yang di legal council namanya, ini tukang membuat legal
drafternya. Dia bilang kami punya sistem sendiri, ratusan tahun sebagai pegawai disini
kami menjaga konsistensi undang-undang. Dan ini adalah orang yang direkruit dari
kampusnya, digaji lebih besar dari yang digaji ditempat lain. Sehingga otak-otak terkuat
disini menjaga undang-undang. Sehingga undang-undang itu konsisten, tidak setiap
hari diterpedo oleh yudisial review, seperti di kita ini.
Baik sistem pendukung seperti ini mesti membayangkan sebuah sekretariat
pendukung yang kuat. Tolong bayangkan itu. Mungkin bukan untuk generasi bapak/ibu
tetapi rekruitmen berikutnya itu harus sudah masuk kesana. DPR ini adalah otak
kolektif bangsa. Itu yang kedua.
Yang ketiga ini tadi saya menyambung Pak Mul sedikit. Memang soal konsep
absen ini konsep susduk dulu Orde Baru. Kita ini embel-embel disuruh rapat untuk
menyestempel. Dalam konsep undang-undang, dalan konsep negara demokrasi kita itu
adalah pada dasarnya atau paling substansi adalah wakil rakyat. Kerjaan paling dasar
kita itu adalah disamping rakyat. Mendengarkan pikirannya, mendengarkan
keluhannya. Makanya ini sebenarnya Pak Mul ini tidak ada dalam undang-undang. Ini
selama ini diatur di Peraturan Dewan. Yang mohon itu nanti dirombak. Misalnya setiap
pulang dari reses itu bu harus ada 1, 2 menit setiap anggota menyatakan didalam
Paripurna apa yang menjadi keluhan masyarakat daerahnya. Itu harus rutin. Dan nanti
penyebutan anggota Dewan itu wajib menyebutkan Dapil. Dapil yang wajib. Fahri
Hamzah PKS NTB. Itu wajib. Benny K. Harman Demokrat, NTT 1. Inikan kita tidak.
Saya masa dibilang Pak Fahri orang Padang, dia bilang begitu. Orang Sumbawa saya
ini, dapil Sumbawa. Nah, ini yang begini-begini itu harus membuatnya menjadi.
Dan kemudian bu, yang disebut dengan kehadiran itu tidak ada. Kehadiran itu
adalah voting right. Ini yang saya kebetulan waktu di BK Pak. Mereka mau ngotot itu
35
ngontrol sampai komisi. Saya bilang ini gila. Kalau mau inikan karena dirongrong LSM
kita lagi lemah. Paripurna, karena Paripurna ada voting. Tidak ada voting pun ngapain
hadir. Masa disuruh duduk disitu mendengar Pidatonya Ketua DPR. Urusan apa. Saya
sudah tegur Ketua DPR. Untuk apa kalian pidato depan kami, siapa lo? Pidato itu
konferensi pers didepan wartawan. Masa sidang ini mau ngapain. Suruh pidato. Terus
pakai kaca katanya untuk ikut Presiden. Teleporter itu... sudah seperti mau jadi
Presiden saja. Tidak ada begini-begini bu.
Jadi, voting, kehadiran itu adalah voting right. Makanya anggota parlemen maka
itu dikasih panger disininya. Dia lagi keliling ketemu masyarakat, bunyi teng, jam sekian
ada voting. Kalau saya tidak mau hadir, tidak karena saya boikot. Saya tidak setuju
dengan undang-undangnya karena dipolitisi itukan boleh setuju, boleh tidak setuju,
boleh abstain. Saya tidak mau datang karena saya tidak absen. Jangan kemudian
karena saya tidak absen, jangan kemudian karena saya mau abstain. Jangan
kemudian dia abstain jadi malas. Tidak ada konsep anggota DPR malas itu. Ini aspiratif
atau tidak. Nah, kalau saya dekat dengan konstituen saya itu lebih benar daripada
duduk tetapi tidak dekat dengan konstituen. Tidak terpilih kembali.
Nah, itu yang begitu-begitu jadi konsep dalam demokrasi itu karena hukuman
bagi anggota Dewan itu nanti pada Pemilu. Meskipun karena sistem Pemilu kita belum
ideal, banyak orang-orang ideal yang kena hukuman juga termasuk Gus Pur itu. Saya
kira itu bu.
Jadi, konsepnya nanti tolong direkonstruksikan. Sudah ada tim kita yang
membuat itu, masukan. Supaya kita bisa lebih cepat meyakinkan eksekutif. Saya kira
itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, ini sudah melebihi satu jam dari apa yang kita sudah sepakati tadi. Jam
12.00 WIB, sekarang jam 13.00 WIB. Jadi, itulah tadi intinya. Kita undang Sekjen-
sekjen ini untuk memberi masukan kepada kita. Kita yang menentukan. Bukan kita
yang memberi masukan. Kan begitu pak. Jadi, kita menerima masukan. Oleh sebab itu
nanti saya ingin kalau bisa dari meja Pimpinan sangat berkeinginan kalau bisa sekjen-
sekjen kita ini juga ikut dalam pembahasan kita ini. Supaya tahu dinamika, oh begini,
begini, ikut sebagai part parlement bukan datang sebagai part Pemerintah. Inikan
dukung parlemen datang sama kita karena itu juga wajib membela kepentingan
parlemen disini kan begitu bukan sebaliknya. Selama inikan aku lihat ini paling-paling
ini. Bapak itu bagian kami. Wajib membela kita punya kepentingan untuk memajukan
ini. Jadi, ini harus, ini yang saya bilang reformasi ini paradigmanya harus kita ubah
tetapi kita punya value of thinking kita masih Orde Lama itu tadi. Padahal kita ada di
lembaga yang baru kita sama-sama perbaiki.
Jadi, saya menyampaikan terima kasih atas, karena tidak ada lagi pak sudah
tutup ini. Tidak bisa lagi. Silakan nanti karena kita sudah sepakati tadi sampai jam. Jadi,
kita tutup. Sekali lagi saya menyampaikan terima kasih kepada bapak/ibu sekjen dan
saudara-saudara anggota Pansus juga saya menyampaikan terima kasih.
36
Kita akan mengagendakan lagi jam 14.00 WIB. dengan pimpinan-pimpinan. Mas
Gus nanti dengan Pimpinan saja nanti. Makan siang disiapkan. Jangan pulang dulu.
Jadi, terima kasih. Saya tutup, terima kasih banyak.
DJUSTIAWAN WIDJAJA
NIP. 19700706 199803 1 005
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2014
TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Mengingat: . . .
-2-
Mengingat: Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11,
Pasal 13, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A,
Pasal 21, Pasal 22 ayat (2), Pasal 22B, Pasal 22C, Pasal 22D,
Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23E ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (3),
Pasal 24C ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 37 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
MPR
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 2
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih
melalui pemilihan umum.
Pasal 3 . . .
-4-
Pasal 3
Bagian Kedua
Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Wewenang
Pasal 4
MPR berwenang:
a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil
pemilihan umum;
c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;
d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya;
e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan
oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya; dan
f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan
wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon presiden
dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai
berakhir masa jabatannya.
Paragraf 2 . . .
-5-
Paragraf 2
Tugas
Pasal 5
MPR bertugas:
a. memasyarakatkan ketetapan MPR;
b. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
c. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
pelaksanaannya; dan
d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 6
Bagian Ketiga . . .
-6-
Bagian Ketiga
Keanggotaan
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
bahwa . . .
-7-
Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 11
Bagian Kelima
Fraksi dan Kelompok Anggota MPR
Paragraf 1
Fraksi
Pasal 12
Paragraf 2 . . .
-9-
Paragraf 2
Kelompok Anggota
Pasal 13
Bagian Keenam
Alat Kelengkapan
Pasal 14
Paragraf 1
Pimpinan
Pasal 15
(3) Bakal . . .
- 10 -
Pasal 16
Pasal 18
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian
dan penggantian pimpinan MPR diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.
Paragraf 2
Panitia Ad Hoc MPR
Pasal 20
(1) Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling
sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan paling
banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang
susunannya mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD
secara proporsional dari setiap fraksi dan kelompok
anggota MPR.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan
oleh unsur DPR dan unsur DPD dari setiap fraksi dan
kelompok anggota MPR.
Pasal 21 . . .
- 13 -
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Bagian Ketujuh
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28 . . .
- 15 -
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
(1) Dalam sidang paripurna MPR berikutnya panitia ad hoc
melaporkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 huruf c.
(2) Fraksi dan kelompok anggota MPR menyampaikan
pemandangan umum terhadap hasil kajian panitia
ad hoc.
Pasal 31 . . .
- 16 -
Pasal 31
Pasal 32
Paragraf 2
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Hasil Pemilihan Umum
Pasal 33
Pasal 34
(3) Dalam . . .
- 17 -
Pasal 35
Paragraf 3
Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam Masa Jabatannya
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 40
Paragraf 4
Pelantikan Wakil Presiden Menjadi Presiden
Pasal 41
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Paragraf 5
Pemilihan dan Pelantikan Wakil Presiden
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49 . . .
- 23 -
Pasal 49
Paragraf 6
Pemilihan dan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
(4) Dalam . . .
- 25 -
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf 1
Hak Imunitas
Pasal 57
Paragraf 2
Hak Protokoler
Pasal 58
Paragraf 3
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 59
Pasal 60
Bagian Kesembilan . . .
- 28 -
Bagian Kesembilan
Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1
Persidangan
Pasal 61
Pasal 62
Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Bagian Kesepuluh
Penggantian Antarwaktu
Pasal 66
BAB III . . .
- 30 -
BAB III
DPR
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 67
Pasal 68
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 69
Pasal 70
(1) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan
DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk
undang-undang.
(2) Fungsi . . .
- 31 -
Bagian Ketiga
Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Wewenang
Pasal 71
DPR berwenang:
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap peraturan pemerintah
pengganti undang-undang yang diajukan oleh
Presiden untuk menjadi undang-undang;
c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan
oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD
sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR
dan Presiden;
d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan
undang-undang tentang APBN dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama;
e. membahas . . .
- 32 -
Paragraf 2 . . .
- 33 -
Paragraf 2
Wewenang
Tugas
Pasal 72
DPR bertugas:
a. menyusun, membahas, menetapkan, dan
menyebarluaskan program legislasi nasional;
b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan
rancangan undang-undang;
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan
oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah;
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah;
e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang disampaikan oleh BPK;
f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan
aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara;
g. menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan
h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-
undang.
Pasal 73 . . .
- 34 -
Pasal 73
Pasal 74
(2) Setiap . . .
- 35 -
Pasal 75
Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Bagian Kelima
Hak DPR
Pasal 79
Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota
Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 80
Anggota DPR berhak:
a. mengajukan usul rancangan undang-undang;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas . . .
- 39 -
f. imunitas;
g. protokoler;
h. keuangan dan administratif;
i. pengawasan;
j. mengusulkan dan memperjuangkan program
pembangunan daerah pemilihan; dan
k. melakukan sosialiasi undang-undang.
Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 81
Bagian Ketujuh . . .
- 40 -
Bagian Ketujuh
Fraksi
Pasal 82
Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan
Pasal 83
i. Panitia . . .
- 41 -
Paragraf 1
Pimpinan
Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86
h. mewakili . . .
- 43 -
Pasal 87
c. dinyatakan . . .
- 44 -
Pasal 88 . . .
- 45 -
Pasal 88
Paragraf 2
Badan Musyawarah
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
Badan Musyawarah tidak dapat mengubah keputusan atas
suatu rancangan undang-undang atau pelaksanaan tugas
DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) huruf a.
Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,
susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja Badan
Musyawarah diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
Paragraf 3 . . .
- 47 -
Paragraf 3
Komisi
Pasal 95
Pasal 96
Pasal 97
(5) Pemilihan . . .
- 48 -
Pasal 98
d. rapat . . .
- 50 -
Pasal 99 . . .
- 51 -
Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
Paragraf 4
Badan Legislasi
Pasal 102
Pasal 103
Pasal 104 . . .
- 52 -
Pasal 104
(1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam
satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan
fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk
mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan Badan
Legislasi.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan Badan Legislasi
berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan Badan Legislasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan
Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.
(6) Pimpinan Badan Legislasi ditetapkan dengan keputusan
pimpinan DPR.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
pimpinan Badan Legislasi diatur dalam peraturan DPR
tentang tata tertib.
Pasal 105
(1) Badan Legislasi bertugas:
a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang
memuat daftar urutan rancangan undang-undang
beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas
tahunan di lingkungan DPR;
b. mengoordinasikan penyusunan program legislasi
nasional yang memuat daftar urutan rancangan
undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima)
tahun dan prioritas tahunan antara DPR,
Pemerintah, dan DPD;
c. melakukan . . .
- 53 -
Pasal 106
Paragraf 5 . . .
- 54 -
Paragraf 5
Badan Anggaran
Pasal 107
Pasal 108
Pasal 109
(4) Dalam . . .
- 55 -
Pasal 110
(1) Badan Anggaran bertugas:
a. membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh
menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan
fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk
dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga
dalam menyusun usulan anggaran;
b. menetapkan pendapatan negara bersama
Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi
yang berkaitan;
c. membahas rancangan undang-undang tentang
APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh
menteri mengenai alokasi anggaran untuk fungsi
dan program Pemerintah dan dana alokasi transfer
daerah dengan mengacu pada keputusan rapat
kerja komisi dan Pemerintah;
d. melakukan sinkronisasi hasil pembahasan di komisi
dan alat kelengkapan DPR lainnya mengenai
rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga;
e. melakukan sinkronisasi terhadap usulan program
pembangunan daerah pemilihan yang diusulkan
komisi;
f. membahas laporan realisasi dan perkiraan realisasi
yang berkaitan dengan APBN; dan
g. membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan
undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN.
(2) Badan . . .
- 56 -
Pasal 111
Pasal 112
Paragraf 6
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Pasal 113
Pasal 114
(3) Jumlah . . .
- 57 -
Pasal 115
Pasal 116
b. menerima . . .
- 58 -
Pasal 117
Pasal 118
Paragraf 7
Mahkamah Kehormatan Dewan
Pasal 119
Pasal 120 . . .
- 59 -
Pasal 120
Pasal 121
(7) Ketentuan . . .
- 60 -
Pasal 122
Pasal 123
Pasal 124 . . .
- 61 -
Pasal 124
Pasal 125
c. jenis kelamin;
d. pekerjaan;
e. kewarganegaraan; dan
f. alamat lengkap/domisili.
(3) Dalam hal pengadu adalah kelompok atau organisasi,
identitas pengadu dilengkapi akta notaris, struktur
organisasi, atau anggaran dasar/anggaran rumah
tangga organisasi beserta domisili hukum yang dapat
dihubungi.
(4) Identitas teradu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit meliputi:
a. nama lengkap;
b. nomor anggota;
c. daerah pemilihan; dan
d. fraksi/partai politik.
(5) Uraian peristiwa yang diduga pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi uraian singkat
fakta perbuatan yang dilakukan oleh teradu dengan
kejelasan tempat dan waktu terjadinya disertai bukti
awal.
(6) Aduan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibacakan kepada pengadu dan ditandatangani
atau diberi cap jempol pengadu.
Pasal 126
(2) Pengaduan . . .
- 63 -
Pasal 127
Pasal 128
Pasal 129
Pasal 130
(2) Selain . . .
- 64 -
Pasal 131
Pasal 132
Pasal 133 . . .
- 65 -
Pasal 133
Pasal 134
Pasal 135
Pasal 136 . . .
- 66 -
Pasal 136
Pasal 137
Pasal 138
c. surat . . .
- 67 -
c. surat;
d. data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas
kertas, benda fisik apa pun selain kertas, maupun yang
terekam secara elektronik atau optik yang berupa
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna,
keterangan pengadu dan teradu; dan
e. petunjuk lain.
Pasal 139
Pasal 140
(2) Identitas . . .
- 68 -
Pasal 141
Pasal 142 . . .
- 69 -
Pasal 142
Pasal 143
Pasal 145
Pasal 146
(3) Setiap . . .
- 71 -
Pasal 147
(4) Amar . . .
- 72 -
Pasal 148
(2) Panel . . .
- 73 -
Pasal 149
Paragraf 8
Badan Urusan Rumah Tangga
Pasal 150
Pasal 151
Pasal 152 . . .
- 74 -
Pasal 152
Pasal 153
BURT bertugas:
a. menetapkan arah kebijakan umum pengelolaan
anggaran DPR untuk setiap tahun anggaran dan
diserahkan kepada Sekretaris Jenderal DPR untuk
dilaksanakan;
b. menyusun rencana kerja dan anggaran DPR secara
mandiri yang dituangkan dalam program dan kegiatan
setiap tahun berdasarkan usulan dari alat kelengkapan
DPR dan fraksi;
c. dalam . . .
- 75 -
Pasal 154
BURT menyusun rencana kerja dan anggaran untuk
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 155
Paragraf 9
Panitia Khusus
Pasal 156
Pasal 157
Pasal 158
(1) Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(3) Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat panitia
khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.
Pasal 159
Pasal 160 . . .
- 77 -
Pasal 160
Pasal 161
Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Pembentukan Undang-Undang
Pasal 162
Pasal 163
Pasal 164 . . .
- 78 -
Pasal 164
Pasal 165
Pasal 166 . . .
- 79 -
Pasal 166
Pasal 167
Pasal 168 . . .
- 80 -
Pasal 168
Pasal 169
Pasal 170
c. DPD . . .
- 81 -
b. DPD . . .
- 82 -
Pasal 171
Pasal 172 . . .
- 83 -
Pasal 172
Pasal 173
Paragraf 2
Penerimaan Pertimbangan DPD
terhadap Rancangan Undang-Undang
Pasal 174
(3) Apabila . . .
- 84 -
Paragraf 3
Kuasa DPR di Persidangan Mahkamah Konstitusi
Pasal 175
(3) Dalam . . .
- 85 -
Paragraf 4
Penetapan APBN
Pasal 176
Pasal 177
2. penyesuaian . . .
- 86 -
Pasal 178
(2) Pemerintah . . .
- 87 -
Pasal 179
Pasal 180
(2) Rancangan . . .
- 88 -
Pasal 181
Pasal 182
(2) Perubahan . . .
- 89 -
Pasal 183 . . .
- 90 -
Pasal 183
Pasal 184
Paragraf 5
Pengajuan dan Pemberian Persetujuan atau
Pertimbangan atas Calon untuk Pengisian Jabatan
Pasal 185
(3) Rapat . . .
- 91 -
Pasal 186
Pasal 187
Pasal 188
Pasal 189 . . .
- 92 -
Pasal 189
Pasal 190
Paragraf 6
Pemilihan Anggota BPK
Pasal 191
Pasal 192
(3) Dalam . . .
- 93 -
Pasal 193
Bagian Kesepuluh
Pelaksanaan Hak DPR
Paragraf 1
Hak Interpelasi
Pasal 194
Pasal 195
(8) Apabila . . .
- 95 -
Pasal 196
Pasal 197
(4) Keputusan . . .
- 96 -
Pasal 198
Paragraf 2
Hak Angket
Pasal 199
Pasal 200 . . .
- 97 -
Pasal 200
(8) Apabila . . .
- 98 -
Pasal 201
Pasal 202
Pasal 203 . . .
- 99 -
Pasal 203
Pasal 204
Pasal 205
(2) Panitia . . .
- 100 -
Pasal 206
Pasal 207 . . .
- 101 -
Pasal 207
Pasal 208
(4) Keputusan . . .
- 102 -
Pasal 209
Paragraf 3
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 210
(3) Usul . . .
- 103 -
Pasal 211
(7) Dalam . . .
- 104 -
Pasal 212
Pasal 213 . . .
- 105 -
Pasal 213
Pasal 214
Pasal 215 . . .
- 106 -
Pasal 215
Pasal 216
Paragraf 1
Hak Mengajukan Usul Rancangan Undang-Undang
Pasal 217
(1) Anggota DPR mempunyai hak mengajukan usul
rancangan undang-undang.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan usul
rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.
Paragraf 2
Hak Mengajukan Pertanyaan
Pasal 218
(3) Apabila . . .
- 107 -
Pasal 219
Paragraf 3
Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat
Pasal 220
(2) Tata . . .
- 108 -
Pasal 221
Paragraf 4
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 222
Paragraf 5 . . .
- 109 -
Paragraf 5
Hak Membela Diri
Pasal 223
Paragraf 6
Hak Imunitas
Pasal 224
(5) Pemanggilan . . .
- 110 -
Paragraf 7
Hak Protokoler
Pasal 225
Paragraf 8
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 226
Paragraf 9 . . .
- 111 -
Paragraf 9
Hak Pengawasan
Pasal 227
Pasal 229
Pasal 230
Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 231
Pasal 232
Pasal 233
Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 234
Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 235
Paragraf 1
Larangan
Pasal 236
b. hakim . . .
- 115 -
Paragraf 2
Sanksi
Pasal 237
(1) Anggota DPR yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dikenai sanksi
berdasarkan keputusan Mahkamah Kehormatan
Dewan.
(2) Anggota DPR yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 ayat (1)
dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai
anggota DPR.
(3) Anggota DPR yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 ayat (3)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPR.
Pasal 238 . . .
- 116 -
Pasal 238
Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 239
e. tidak . . .
- 117 -
Pasal 240
Pasal 241
(2) Dalam . . .
- 118 -
Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 242
Pasal 243
(2) KPU . . .
- 119 -
Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 244
(2) Dalam . . .
- 120 -
b. disangka . . .
- 121 -
BAB IV
DPD
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 246
Pasal 247
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 248
b. ikut . . .
- 122 -
Bagian Ketiga
Wewenang dan Tugas
Pasal 249
c. menyusun . . .
- 123 -
Pasal 250 . . .
- 124 -
Pasal 250
Pasal 251
Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 252
(3) Keanggotaan . . .
- 125 -
Pasal 253
Pasal 254
Pasal 255
Bagian Kelima
Hak DPD
Pasal 256
DPD berhak:
a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah;
c. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pembahasan rancangan undang-undang tentang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama;
d. melakukan . . .
- 127 -
Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota
Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 257
Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 258
d. mendahulukan . . .
- 128 -
Bagian Ketujuh
Alat Kelengkapan
Pasal 259
Paragraf 1 . . .
- 129 -
Paragraf 1
Pimpinan
Pasal 260
Pasal 261
(1) Pimpinan DPD bertugas:
a. memimpin sidang DPD dan menyimpulkan hasil
sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja pimpinan;
c. menjadi juru bicara DPD;
d. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan
DPD;
e. mengadakan . . .
- 130 -
Paragraf 2
Panitia Musyawarah
Pasal 262
Panitia Musyawarah dibentuk oleh DPD dan merupakan alat
kelengkapan DPD yang bersifat tetap.
Pasal 263
Paragraf 3 . . .
- 131 -
Paragraf 3
Panitia Kerja
Pasal 264
Pasal 265
Pasal 266 . . .
- 132 -
Pasal 266
Paragraf 4
Panitia Perancang Undang-Undang
Pasal 267
Pasal 268
e. melakukan . . .
- 133 -
Pasal 269
Paragraf 5
Badan Kehormatan
Pasal 270
Pasal 271
b. tidak . . .
- 134 -
Pasal 272
Paragraf 6
Panitia Urusan Rumah Tangga
Pasal 273
(2) Keanggotaan . . .
- 135 -
Pasal 274
Pasal 275 . . .
- 136 -
Pasal 275
Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas DPD
Paragraf 1
Pengajuan dan Pembahasan Rancangan Undang-Undang
Pasal 276
Pasal 277
Pasal 278 . . .
- 137 -
Pasal 278
Pasal 279
Pasal 280
Paragraf 2
Pemberian Pertimbangan
terhadap Rancangan Undang-Undang
Pasal 281
Pasal 282 . . .
- 138 -
Pasal 282
Paragraf 3
Pemberian Pertimbangan terhadap Calon Anggota BPK
Pasal 283
Paragraf 4 . . .
- 139 -
Paragraf 4
Penyampaian Hasil Pengawasan
Pasal 284
Paragraf 5
Pembahasan Hasil Pemeriksaan BPK
Pasal 285
Bagian Kesembilan . . .
- 140 -
Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf 1
Hak Bertanya
Pasal 286
Paragraf 2
Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat
Pasal 287
Paragraf 3
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 288
Paragraf 4 . . .
- 141 -
Paragraf 4
Hak Membela Diri
Pasal 289
Paragraf 5
Hak Imunitas
Pasal 290
Paragraf 6 . . .
- 142 -
Paragraf 6
Hak Protokoler
Pasal 291
Paragraf 7
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 292
Bagian Kesepuluh
Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1
Persidangan
Pasal 293
(3) Kegiatan . . .
- 143 -
Pasal 294
Pasal 295
Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 296
Pasal 297 . . .
- 144 -
Pasal 297
Pasal 298
Pasal 299
Bagian Kesebelas
Tata Tertib dan Kode Etik
Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 300
Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 301
Bagian Kedua . . .
- 146 -
Paragraf 2
Sanksi
Pasal 303
(1) Anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 dikenai sanksi
berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.
(2) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302 ayat (1)
dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai
anggota DPD.
(3) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 302 ayat (3)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPD.
Pasal 304 . . .
- 147 -
Pasal 304
Pasal 305
Pasal 306
Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 307
(2) Anggota . . .
- 148 -
Pasal 308
Pasal 309 . . .
- 149 -
Pasal 309
Pasal 310
Paragraf 2 . . .
- 150 -
Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 311
Pasal 312
(4) Paling . . .
- 151 -
Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 313
(4) Anggota . . .
- 152 -
BAB V
DPRD PROVINSI
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 314
Pasal 315
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 316
Bagian Ketiga . . .
- 153 -
Bagian Ketiga
Wewenang dan Tugas
Pasal 317
k. melaksanakan . . .
- 154 -
Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 318
Pasal 319
Pasal 320 . . .
- 155 -
Pasal 320
Pasal 321
Bagian Kelima
Hak DPRD Provinsi
Pasal 322
Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota
Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 323
Paragraf 2 . . .
- 158 -
Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 324
Bagian Ketujuh
Fraksi
Pasal 325
(2) Setiap . . .
- 159 -
Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan DPRD Provinsi
Pasal 326
d. Badan . . .
- 160 -
Pasal 327
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD
provinsi dilakukan berdasarkan persebaran wilayah
perolehan suara partai politik yang lebih luas secara
berjenjang.
(6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD provinsi
ialah anggota DPRD provinsi yang berasal dari partai
politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga,
dan/atau keempat.
(7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD provinsi
yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD provinsi
yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua.
(8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan
berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
(9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan
berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai
politik yang lebih luas secara berjenjang.
Pasal 328
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil
ketua sementara DPRD provinsi ditentukan secara
musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang
ada di DPRD provinsi.
(4) Ketua dan wakil ketua DPRD provinsi diresmikan dengan
keputusan Menteri Dalam Negeri.
(5) Pimpinan DPRD provinsi sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 293 yang dipandu oleh ketua
pengadilan tinggi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
pimpinan DPRD provinsi diatur dalam peraturan DPRD
provinsi tentang tata tertib.
Pasal 329
Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Hak DPRD Provinsi
Paragraf 1
Hak Interpelasi
Pasal 330
b. Paling . . .
- 163 -
Paragraf 2
Hak Angket
Pasal 331
Pasal 332 . . .
- 164 -
Pasal 332
Pasal 333
Pasal 334 . . .
- 165 -
Pasal 334
Pasal 335
Paragraf 3
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 336
Pasal 337 . . .
- 166 -
Pasal 337
Bagian Kesepuluh
Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf 1
Hak Imunitas
Pasal 338
Paragraf 2 . . .
- 167 -
Paragraf 2
Hak Protokoler
Pasal 339
Paragraf 3
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 340
Bagian Kesebelas
Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1
Persidangan
Pasal 341
(3) Masa . . .
- 168 -
Pasal 342
Pasal 343
Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 344
Pasal 345
b. rapat . . .
- 169 -
Pasal 346 . . .
- 170 -
Pasal 346
Pasal 347
Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 348
g. penggantian . . .
- 171 -
Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 349
Paragraf 1
Larangan
Pasal 350
(2) Anggota . . .
- 172 -
Pasal 352
Pasal 353 . . .
- 173 -
Pasal 353
Pasal 354
Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 355
c. dinyatakan . . .
- 174 -
Pasal 356
(4) Menteri . . .
- 175 -
Pasal 357
(6) Paling . . .
- 176 -
Pasal 358
Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 359
(2) Dalam . . .
- 177 -
Pasal 360
(5) Paling . . .
- 178 -
Pasal 361
Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 362
(2) Dalam . . .
- 179 -
BAB VI
DPRD KABUPATEN/KOTA
Bagian Kesatu
Susunan dan Kedudukan
Pasal 363
Pasal 364
Bagian Kedua . . .
- 180 -
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 365
Bagian Ketiga
Wewenang dan tugas
Pasal 366
f. memberikan . . .
- 181 -
Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 367
Pasal 368 . . .
- 182 -
Pasal 368
Pasal 369
Pasal 370 . . .
- 183 -
Pasal 370
(4) Masa . . .
- 184 -
Bagian Kelima
Hak DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 371
Bagian Keenam . . .
- 185 -
Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Anggota
Paragraf 1
Hak Anggota
Pasal 372
Paragraf 2
Kewajiban Anggota
Pasal 373
Bagian Ketujuh
Fraksi
Pasal 374
(6) Dalam . . .
- 187 -
(6) Dalam hal tidak ada satu partai politik yang memenuhi
persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), maka dibentuk fraksi gabungan.
(7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dan ayat (6) paling banyak 2 (dua) fraksi.
(8) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) harus mendudukkan anggotanya dalam 1 (satu)
fraksi.
(9) Fraksi mempunyai sekretariat.
(10) Sekretariat DPRD kabupaten/kota menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan
tugas fraksi sesuai dengan kebutuhan dan dengan
memperhatikan kemampuan APBD.
Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan
Pasal 375
Pasal 376 . . .
- 188 -
Pasal 376
(7) Apabila . . .
- 189 -
Pasal 377
(6) Ketentuan . . .
- 190 -
Pasal 378
Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Hak DPRD Kabupaten/Kota
Paragraf 1
Hak Interpelasi
Pasal 379
(3) Usul . . .
- 191 -
Pasal 380
Paragraf 2
Hak Angket
Pasal 381
Pasal 382
Pasal 383
Pasal 384 . . .
- 193 -
Pasal 384
Pasal 385
Paragraf 3
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 386
Pasal 387 . . .
- 194 -
Pasal 387
Bagian Kesepuluh
Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf 1
Hak Imunitas
Pasal 388
Paragraf 2 . . .
- 195 -
Paragraf 2
Hak Protokoler
Pasal 389
Paragraf 3
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 390
Bagian Kesebelas
Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1
Persidangan
Pasal 391
(2) Tahun . . .
- 196 -
Pasal 392
Pasal 393
Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 394
Pasal 395
(2) Kuorum . . .
- 197 -
(6) Apabila . . .
- 198 -
Pasal 396
Pasal 397
Paragraf 1
Tata Tertib
Pasal 398
(2) Tata . . .
- 199 -
Paragraf 2
Kode Etik
Pasal 399
Bagian Ketiga . . .
- 200 -
Paragraf 1
Larangan
Pasal 400
Paragraf 2
Sanksi
Pasal 401
(3) Anggota . . .
- 201 -
Pasal 402
Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 401 ayat
(1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.
Pasal 403
Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan
pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD
kabupaten/kota dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa
terdapat anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak
melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 373 dan/atau melanggar ketentuan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 400.
Pasal 404
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan
masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan peraturan
DPRD kabupaten/kota tentang tata beracara Badan
Kehormatan.
Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 405
(1) Anggota DPRD kabupaten/kota berhenti antarwaktu
karena:
a. meninggal . . .
- 202 -
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan
antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPRD kabupaten/kota selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik
DPRD kabupaten/kota;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun;
d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat
alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota yang
menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam)
kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota
DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai
pemilihan umum;
g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini;
h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
atau
i. menjadi anggota partai politik lain.
Pasal 406 . . .
- 203 -
Pasal 406
Pasal 407
(3) Paling . . .
- 204 -
Pasal 408
(2) Ketentuan . . .
- 205 -
Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 409
Pasal 410
(2) KPU . . .
- 206 -
Pasal 411 . . .
- 207 -
Pasal 411
Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 412
BAB VII . . .
- 208 -
BAB VII
SISTEM PENDUKUNG
Bagian Kesatu
Sistem Pendukung MPR, DPR, dan DPD
Paragraf 1
Organisasi
Pasal 413
Paragraf 2
Pimpinan Organisasi
Pasal 414
(2) Sekretaris . . .
- 209 -
Paragraf 3
Pegawai
Pasal 415
Paragraf 4 . . .
- 210 -
Paragraf 4
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 416
Paragraf 5
Tenaga Ahli
Pasal 417
Bagian Kedua . . .
- 211 -
Bagian Kedua
Sistem Pendukung DPRD Provinsi
Paragraf 1
Sekretariat
Pasal 418
Paragraf 2
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 419
Bagian ketiga . . .
- 212 -
Bagian Ketiga
Sistem Pendukung DPRD Kabupaten/Kota
Paragraf 1
Sekretariat
Pasal 420
Paragraf 2
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 421
(3) Kelompok . . .
- 213 -
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 422
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 423
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 424
Pasal 425 . . .
- 214 -
Pasal 425
Pasal 426
Pasal 427
Pasal 428
Agar . . .
- 215 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 5 Agustus 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Agustus 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
I. UMUM
Pasca perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami banyak
perubahan termasuk lembaga permusyawaratan/perwakilan, yaitu MPR,
DPR, DPD, dan DPRD. Perubahan dimaksud bertujuan mewujudkan
lembaga permusyawaratan/perwakilan yang lebih demokratis, efektif, dan
akuntabel. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang mengatur keempat
lembaga tersebut, pada dasarnya sudah membuat pengaturan menuju
terwujudnya lembaga permusyawaratan/perwakilan yang demokratis,
efektif, dan akuntabel. Akan tetapi, sejak Undang-Undang Nomor 27 tahun
2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diundangkan, masih terdapat beberapa hal yang dipandang perlu untuk
ditata kembali melalui penggantian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009.
Penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 didasarkan
pada materi muatan baru yang telah melebihi 50% (lima puluh persen) dari
substansi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tersebut.
Penggantian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 terutama
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
ketatatanegaraan, seperti dalam pembentukan Undang-Undang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
92/PUU-X/2012 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang
membatalkan beberapa ketentuan yang mereduksi kewenangan DPD dalam
proses pembentukan undang-undang. Perkembangan lainnya adalah
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 /PUU-XI/2013 tentang Pengujian
terhadap . . .
-2-
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
-3-
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pengusulan 2 (dua) calon wakil presiden kepada MPR
merupakan prakarsa Presiden. Dua calon wakil presiden
tersebut berasal dari 1 (satu) partai politik atau gabungan
partai politik yang mengajukan pasangan calon tersebut dalam
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan wewenang dan
tugas MPR perlu disediakan anggaran yang mencukupi sesuai
dengan kemampuan keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran MPR” adalah format dan prosedur pengelolaan
anggaran.
Pasal 7 . . .
-4-
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan perundang-
undangan yang mengandung konsekuensi berupa kewajiban dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota MPR.
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “menentukan sikap dan pilihan dalam
pengambilan keputusan” adalah dalam rangka pelaksanaan
wewenang dan tugas MPR.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
-5-
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
MPR untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan
jabatannya, baik dalam acara kenegaraan, dalam acara resmi
maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, suku, agama, dan
ras.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13 . . .
-6-
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “mengoordinasikan anggota
MPR” adalah mempersiapkan anggota MPR untuk
memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada saat menjalankan
tugas dan wewenangnya pada lembaga masing-masing.
Ketentuan ini tidak menutup kesempatan bagi
Pemerintah dan masyarakat untuk memasyarakatkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Huruf f . . .
-7-
Huruf f
Dalam mewakili MPR di pengadilan, pimpinan dapat
menunjuk kuasa hukum.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik
maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Ayat (3) . . .
-8-
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26 . . .
-9-
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 10 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Dalam hal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di hadapan
rapat paripurna DPR, berita acara pelantikan Presiden dan
Wakil Presiden ditandatangani oleh pimpinan MPR.
Ayat (8)
Pidato awal masa jabatan disampaikan oleh Presiden:
a. dalam sidang paripurna MPR apabila pengucapan
sumpah/janji di hadapan sidang paripurna MPR;
b. dalam rapat paripurna DPR apabila pengucapan
sumpah/janji di hadapan rapat paripurna DPR; atau
c. di hadapan pimpinan MPR dan pimpinan Mahkamah Agung
apabila pengucapan sumpah/janji dilakukan di hadapan
pimpinan MPR dan pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 35
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa tertentu
sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut
agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk penganut
agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan
menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului dengan
frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama Hindu
didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37 . . .
- 11 -
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa tertentu
sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut
agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk penganut
agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan
menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului dengan
frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama Hindu
didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45 . . .
- 12 -
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53 . . .
- 13 -
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Pidato pelantikan disampaikan oleh Presiden:
a. dalam sidang paripurna MPR apabila pengucapan sumpah/janji di
hadapan sidang paripurna MPR;
b. dalam rapat paripurna DPR apabila pengucapan sumpah/janji di
hadapan rapat paripurna DPR; atau
c. di hadapan pimpinan MPR dan pimpinan Mahkamah Agung
apabila pengucapan sumpah/janji dilakukan di hadapan pimpinan
MPR dan pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59 . . .
- 14 -
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan ini harus mencerminkan unsur anggota DPR dan
anggota DPD.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67 . . .
- 15 -
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat
dilakukan, antara lain, melalui pembukaan ruang
partisipasi publik, transparansi pelaksanaan fungsi, dan
pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75 . . .
- 16 -
Pasal 75
Ayat (1)
Memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran
dimaksudkan agar tersedia anggaran yang mencukupi untuk
mendukung pelaksanaan wewenang dan tugas DPR sesuai
dengan kemampuan keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran DPR” adalah format dan prosedur pengelolaan
anggaran.
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Selama menjadi anggota DPR, yang bersangkutan harus
berdomisili di ibu kota negara Republik Indonesia untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas penuh waktu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 77 . . .
- 17 -
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan
perundangundangan yang mengandung konsekuensi berupa
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota DPR.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan
Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri
oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI,
Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 80 . . .
- 18 -
Pasal 80
Huruf a
Hak ini dimaksudkan untuk mendorong anggota DPR
menyikapi dan menyalurkan serta menindaklanjuti aspirasi
rakyat yang diwakilinya dalam bentuk pengajuan usul
rancangan undang-undang.
Huruf b
Hak anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan, baik secara
lisan maupun tertulis, kepada Pemerintah sesuai dengan fungsi
serta wewenang dan tugas DPR.
Huruf c
Hak anggota DPR untuk menyampaikan usul dan pendapat
secara leluasa baik kepada Pemerintah maupun kepada DPR
sendiri sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan
panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Oleh karena itu,
setiap anggota DPR tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di
dalam proses pengambilan keputusan. Namun, tata cara
penyampaian usul dan pendapat dimaksud tetap
memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan
kepatutan sebagai wakil rakyat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPR untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan
jabatannya, baik dalam acara kenegaraan, dalam acara resmi
maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf h . . .
- 19 -
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup Jelas.
Pasal 81
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, agama, ras, dan
suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i . . .
- 20 -
Huruf i
Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja secara berkala”
adalah kewajiban anggota DPR untuk bertemu dengan
konstituennya secara rutin pada setiap masa reses, yang hasil
pertemuannya dengan konstituen dilaporkan secara tertulis
kepada partai politik melalui fraksinya di DPR.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan kepada pemilih di daerah pemilihannya pada
setiap masa reses dan masa sidang melalui perjuangan politik
yang menyangkut aspirasi pemilihnya.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 21 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Panitia khusus dibentuk untuk melaksanakan fungsi
legislasi dan/atau fungsi pengawasan, termasuk
menangani masalah/urusan yang bersifat mendesak
atau memerlukan penanganan segera.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 22 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam memasyarakatkan keputusan DPR, pimpinan
dapat menugasi anggota DPR.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Dalam mewakili DPR di pengadilan, pimpinan dapat
menunjuk kuasa hukum.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 87 . . .
- 23 -
Pasal 87
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik
maupun mental tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau
tidak hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 24 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95 . . .
- 25 -
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Alokasi anggaran terkait fungsi dan program
kementerian/lembaga ditetapkan dalam rapat kerja komisi
sehingga harus menjadi kesimpulan rapat kerja komisi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 26 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Jumlah komisi disesuaikan dengan jumlah institusi pemerintah yang
meliputi kementerian negara, lembaga pemerintah nonkementerian,
dan/atau sekretariat lembaga negara. Ruang lingkup tugas komisi
disesuaikan dengan ruang lingkup kementerian negara, lembaga
pemerintah nonkementerian, dan/atau sekretariat lembaga negara,
dengan mempertimbangkan keefektifan tugas DPR.
Yang dimaksud dengan “mitra kerja komisi” adalah
kementerian/lembaga termasuk sekretariat lembaga negara seperti
Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi dan Sekretariat Jenderal
DPR.
Pasal 101 . . .
- 27 -
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Jumlah anggota Badan Anggaran memberikan alokasi yang
lebih banyak terhadap komisi yang menangani urusan
keuangan negara.
Pasal 109 . . .
- 28 -
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam rangka efektivitas pembahasan alokasi dana
transfer ke daerah oleh komisi, pembahasan dapat
dilakukan dalam rapat gabungan komisi atau lintas
komisi bersama pemerintah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112 . . .
- 29 -
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 30 -
Ayat (2)
Usulan fraksi memperhatikan syarat-syarat senioritas dan
integritas dari keanggotaan fraksi yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkaitan” adalah lembaga
negara, pejabat negara/pemerintah, badan hukum, organisasi
masyarakat, warga negara Indonesia, dan/atau orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125 . . .
- 31 -
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135 . . .
- 32 -
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat asli atau jika
berupa fotokopi harus dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang.
Alat bukti surat yang bukan surat asli atau fotokopi yang
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang hanya menjadi
petunjuk.
Huruf d
Alat bukti data atau informasi elektronik antara lain diperoleh
dari pengadu, teradu, dan/atau sumber lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140 . . .
- 33 -
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150 . . .
- 34 -
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160 . . .
- 35 -
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas
Pasal 163
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada prinsipnya semua naskah rancangan undang-undang
harus disertai naskah akademik, tetapi beberapa rancangan
undang-undang, seperti rancangan undang-undang tentang
APBN, rancangan undang-undang tentang penetapan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi
undang-undang, rancangan undang-undang tentang
pengesahan perjanjian internasional, atau rancangan undang-
undang yang hanya terbatas mengubah beberapa materi yang
sudah memiliki naskah akademik sebelumnya dapat disertai
atau tidak disertai naskah akademik.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167 . . .
- 36 -
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pendapat mini DPD hanya disampaikan terhadap
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
kewenangan DPD.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 171 . . .
- 37 -
Pasal 171
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
Cukup jelas.
Pasal 178
Cukup jelas.
Pasal 179
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181 . . .
- 38 -
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pembahasan dilakukan, antara lain, dengan penelitian
administrasi;penyampaian visi dan misi;uji kepatutan dan
kelayakan.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Cukup jelas.
Pasal 188 . . .
- 39 -
Pasal 188
Cukup jelas.
Pasal 189
Cukup jelas.
Pasal 190
Cukup jelas.
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasal 192
Cukup jelas.
Pasal 193
Cukup jelas.
Pasal 194
Cukup jelas.
Pasal 195
Cukup jelas.
Pasal 196
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga” adalah lembaga yang
diberikan kewenangan oleh undang-undang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 197 . . .
- 40 -
Pasal 197
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”menerima penjelasan Presiden” adalah
menerima tanpa catatan atau menerima dengan catatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 198
Cukup jelas.
Pasal 199
Cukup jelas.
Pasal 200
Cukup jelas.
Pasal 201
Cukup jelas.
Pasal 202
Cukup jelas.
Pasal 203
Cukup jelas.
Pasal 204 . . .
- 41 -
Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal 205
Cukup jelas.
Pasal 206
Cukup jelas.
Pasal 207
Cukup jelas.
Pasal 208
Cukup jelas.
Pasal 209
Cukup jelas.
Pasal 210
Cukup jelas.
Pasal 211
Cukup jelas.
Pasal 212
Cukup jelas.
Pasal 213
Cukup jelas.
Pasal 214 . . .
- 42 -
Pasal 214
Cukup jelas.
Pasal 215
Cukup jelas.
Pasal 216
Cukup jelas.
Pasal 217
Cukup jelas.
Pasal 218
Cukup jelas.
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220
Cukup jelas.
Pasal 221
Cukup jelas.
Pasal 222
Cukup jelas.
Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224 . . .
- 43 -
Pasal 224
Cukup jelas.
Pasal 225
Cukup jelas.
Pasal 226
Cukup jelas.
Pasal 227
Cukup jelas.
Pasal 228
Cukup jelas.
Pasal 229
Cukup jelas.
Pasal 230
Cukup jelas.
Pasal 231
Cukup jelas.
Pasal 232
Cukup jelas.
Pasal 233
Cukup jelas.
Pasal 234 . . .
- 44 -
Pasal 234
Cukup jelas.
Pasal 235
Cukup jelas.
Pasal 236
Cukup jelas.
Pasal 237
Cukup jelas.
Pasal 238
Cukup jelas.
Pasal 239
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 45 -
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik
maupun mental tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau
tidak hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh
partai politiknya dan yang bersangkutan mengajukan
keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya sah
setelah adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Huruf h
Ketentuan ini dikecualikan terhadap anggota partai
politik lokal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Pasal 240 . . .
- 46 -
Pasal 240
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua
umum atau sebutan lain yang sejenis sesuai dengan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga partai politik masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 241
Cukup jelas.
Pasal 242
Cukup jelas.
Pasal 243
Cukup jelas.
Pasal 244
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga,
tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.
Ayat (5) . . .
- 47 -
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 245
Cukup jelas.
Pasal 246
Cukup jelas.
Pasal 247
Cukup jelas.
Pasal 248
Cukup jelas.
Pasal 249
Cukup jelas.
Pasal 250
Ayat (1)
Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan
wewenangnya kepada DPD, perlu disediakan anggaran yang
mencukupi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban pengelolaan
anggaran DPD” adalah format dan prosedur pengelolaan
anggaran.
Ayat (5) . . .
- 48 -
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 251
Cukup jelas.
Pasal 252
Cukup jelas.
Pasal 253
Cukup jelas.
Pasal 254
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji adalah tekad untuk
memperjuangkan aspirasi daerah yang diwakilinya dengan
memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-
undangan yang mengandung konsekuensi berupa kewajiban dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota DPD.
Pasal 255
Cukup jelas.
Pasal 256
Cukup jelas.
Pasal 257 . . .
- 49 -
Pasal 257
Huruf a
Hak bertanya anggota DPD tidak bermakna sama dengan hak
mengajukan pertanyaan anggota DPR.
Huruf b
Hak anggota DPD untuk mendapatkan keleluasaan
menyampaikan usul dan pendapat baik kepada pemerintah
maupun kepada DPD sehingga ada jaminan kemandirian
sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Oleh
karena itu, setiap anggota DPD tidak dapat diarahkan oleh
siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan. Tata cara
penyampaian usul dan pendapat dimaksud dilakukan dengan
tetap memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun,
dan kepatutan sebagai wakil daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPD untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan
jabatannya baik dalam acara kenegaraan atau dalam acara
resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 258
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 50 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok, golongan, dan daerah dalam ketentuan
ini termasuk kepentingan daerah yang diwakili, agama, ras,
dan suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan kepada masyarakat dan pemilih di daerah yang
diwakilinya pada masa sidang melalui perjuangan politik yang
menyangkut kepentingan daerah yang diwakilinya, serta di luar
masa sidang melalui pertemuan-pertemuan dengan konstituen
dan masyarakat di daerah yang diwakilinya.
Pasal 259
Cukup jelas.
Pasal 260
Cukup jelas.
Pasal 261
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 51 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam mewakili DPD di pengadilan, pimpinan dapat
menunjuk kuasa hukum.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 262
Cukup jelas.
Pasal 263
Cukup jelas.
Pasal 264
Cukup jelas.
Pasal 265 . . .
- 52 -
Pasal 265
Cukup jelas.
Pasal 266
Cukup jelas.
Pasal 267
Cukup jelas.
Pasal 268
Cukup jelas.
Pasal 269
Cukup jelas.
Pasal 270
Cukup jelas.
Pasal 271
Cukup jelas.
Pasal 272
Cukup jelas.
Pasal 273
Cukup jelas.
Pasal 274
Cukup jelas.
Pasal 275 . . .
- 53 -
Pasal 275
Cukup jelas.
Pasal 276
Cukup jelas.
Pasal 277
Cukup jelas.
Pasal 278
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan rancangan undang-
undang yang terkait dengan kewenangan DPD, antara lain
menyampaikan pandangan/pendapat dan mengajukan daftar
inventarisasi masalah (DIM) secara tertulis namun tidak ikut
dalam pengambilan keputusan.
Pasal 279
Cukup jelas.
Pasal 280
Cukup jelas.
Pasal 281
Cukup jelas.
Pasal 282
Cukup jelas.
Pasal 283 . . .
- 54 -
Pasal 283
Cukup jelas.
Pasal 284
Cukup jelas.
Pasal 285
Ayat (1)
Hasil pemeriksaan BPK meliputi hasil pemeriksaan laporan
keuangan, hasil pemeriksaan kinerja, hasil pemeriksaan dengan
tujuan, dan ikhtisar pemeriksaan semester.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 286
Cukup jelas.
Pasal 287
Cukup jelas.
Pasal 288
Cukup jelas.
Pasal 289 . . .
- 55 -
Pasal 289
Cukup jelas.
Pasal 290
Cukup jelas.
Pasal 291
Cukup jelas.
Pasal 292
Cukup jelas.
Pasal 293
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sidang DPD di ibu kota negara dilakukan pada waktu tertentu
dalam rangka pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang
DPD.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 294
Cukup jelas.
Pasal 295 . . .
- 56 -
Pasal 295
Cukup jelas.
Pasal 296
Cukup jelas.
Pasal 297
Cukup jelas.
Pasal 298
Cukup jelas.
Pasal 299
Cukup jelas.
Pasal 300
Cukup jelas.
Pasal 301
Cukup jelas.
Pasal 302
Cukup jelas.
Pasal 303
Cukup jelas.
Pasal 304
Cukup jelas.
Pasal 305 . . .
- 57 -
Pasal 305
Cukup jelas.
Pasal 306
Cukup jelas.
Pasal 307
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah
menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun
mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter yang berwenang, tidak
diketahui keberadaannya, dan/atau tidak hadir dalam
rapat tanpa keterangan apa pun selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
- 58 -
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 308
Cukup jelas.
Pasal 309
Cukup jelas.
Pasal 310
Cukup jelas.
Pasal 311
Cukup jelas.
Pasal 312
Cukup jelas.
Pasal 313
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 59 -
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga,
tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 314
Cukup jelas.
Pasal 315
Cukup jelas.
Pasal 316
Cukup jelas.
Pasal 317
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pemilihan wakil gubernur oleh DPRD provinsi,
dilakukan apabila masa jabatannya masih tersisa 18
(delapan belas) bulan atau lebih.
Huruf f . . .
- 60 -
Huruf f
Yang dimaksud dengan ”perjanjian internasional” dalam
ketentuan ini adalah perjanjian antara Pemerintah dan
pihak luar negeri yang berkaitan dengan kepentingan
daerah.
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”kerja sama internasional”
dalam ketentuan ini adalah kerja sama antara
pemerintah daerah provinsi dan pihak luar negeri yang
meliputi kerja sama provinsi ”kembar”, kerja sama
teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama
penerusan pinjaman/hibah, kerja sama penyertaan
modal, dan kerja sama lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-perundangan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 318
Ayat (1)
Penentuan jumlah anggota DPRD provinsi untuk setiap
provinsi didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang
bersangkutan sebagaimana diatur dalam undang-undang
mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Ayat (2) . . .
- 61 -
Ayat (2)
Nama anggota DPRD provinsi terpilih berdasarkan hasil
pemilihan umum secara administratif dilakukan oleh
KPU provinsi dan dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui gubernur dan tembusannya kepada KPU.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 319
Cukup jelas.
Pasal 320
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan
perundangundangan yang mengandung konsekuensi berupa
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota DPRD provinsi.
Pasal 321
Cukup jelas.
Pasal 322 . . .
- 62 -
Pasal 322
Cukup jelas.
Pasal 323
Huruf a
Hak mengajukan rancangan peraturan daerah provinsi
dimaksudkan untuk mendorong anggota DPRD provinsi dalam
menyikapi serta menyalurkan dan menindaklanjuti aspirasi
rakyat yang diwakilinya dalam bentuk pengajuan usul
rancangan peraturan daerah provinsi.
Huruf b
Hak anggota DPRD provinsi untuk mengajukan pertanyaan
baik secara lisan maupun tertulis kepada pemerintah daerah
sesuai dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD provinsi.
Huruf c
Hak anggota DPRD provinsi untuk menyampaikan suatu usul
dan pendapat secara leluasa baik kepada pemerintah daerah
maupun kepada DPRD provinsi sehingga ada jaminan
kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta
kredibilitasnya. Oleh karena itu, setiap anggota DPRD provinsi
tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses
pengambilan keputusan. Namun, tata cara penyampaian usul
dan pendapat dimaksud tetap memperhatikan tata krama,
etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sebagai wakil
rakyat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 63 -
Huruf g
Penyelenggaraan orientasi dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah setempat, sekretariat DPRD provinsi, partai
politik, atau perguruan tinggi.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPRD provinsi untuk memperoleh penghormatan berkenaan
dengan jabatannya baik dalam acara kenegaraan atau dalam
acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 324
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, ras, agama, dan
suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h . . .
- 64 -
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja secara berkala”
adalah kewajiban anggota DPRD provinsi untuk bertemu
dengan konstituennya secara rutin pada setiap masa reses,
yang hasil pertemuannya dengan konstituen dilaporkan secara
tertulis kepada partai politik melalui fraksinya di DPRD
provinsi.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan pada setiap masa reses kepada pemilih di daerah
pemilihannya.
Pasal 325
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “fraksi gabungan” adalah fraksi yang
dibentuk dari gabungan anggota partai politik yang tidak dapat
memenuhi syarat pembentukan 1 (satu) fraksi.
Ayat (7) . . .
- 65 -
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 326
Cukup jelas.
Pasal 327
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Partai politik yang urutan perolehan kursinya terbanyak di
DPRD provinsi dan berhak mengisi kursi pimpinan DPRD
provinsi, melalui pimpinan partai politik setempat mengajukan
anggota DPRD provinsi yang akan ditetapkan menjadi pimpinan
DPRD provinsi kepada pimpinan sementara DPRD provinsi.
Berdasarkan pengajuan tersebut, pimpinan sementara DPRD
provinsi mengumumkan dalam rapat paripurna adanya usulan
pimpinan partai politik tersebut untuk ditetapkan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) . . .
- 66 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 328
Cukup jelas.
Pasal 329
Cukup jelas.
Pasal 330
Cukup jelas.
Pasal 331
Cukup jelas.
Pasal 332
Cukup jelas.
Pasal 333
Cukup jelas.
Pasal 334
Cukup jelas.
Pasal 335 . . .
- 67 -
Pasal 335
Cukup jelas.
Pasal 336
Cukup jelas.
Pasal 337
Cukup jelas.
Pasal 338
Cukup jelas.
Pasal 339
Cukup jelas.
Pasal 340
Cukup jelas.
Pasal 341
Cukup jelas.
Pasal 342
Cukup jelas.
Pasal 343
Cukup jelas.
Pasal 344
Cukup jelas.
Pasal 345 . . .
- 68 -
Pasal 345
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Penyelesaian diserahkan kepada pimpinan DPRD provinsi dan
pimpinan fraksi yang dilakukan dalam bentuk rapat
konsultasi.
Pasal 346
Yang dimaksud dengan “keputusan rapat” adalah kesepakatan
bersama yang dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh
semua pihak terkait dalam pengambilan keputusan.
Pasal 347
Cukup jelas.
Pasal 348
Cukup jelas.
Pasal 349
Cukup jelas.
Pasal 350 . . .
- 69 -
Pasal 350
Cukup jelas.
Pasal 351
Cukup jelas.
Pasal 352
Cukup jelas.
Pasal 353
Cukup jelas.
Pasal 354
Cukup jelas.
Pasal 355
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 70 -
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah
menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun
mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter yang berwenang, tidak
diketahui keberadaannya, dan/atau tidak hadir dalam
rapat tanpa keterangan apa pun selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh partai
politiknya dan yang bersangkutan mengajukan keberatan
melalui pengadilan, pemberhentiannya sah setelah adanya
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Huruf i
Ketentuan ini dikecualikan terhadap anggota partai politik
lokal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Pasal 356 . . .
- 71 -
Pasal 356
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua
atau sebutan lain yang sejenis atau yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan hal tersebut sesuai dengan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga partai politik masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 357
Cukup jelas.
Pasal 358
Cukup jelas.
Pasal 359
Cukup jelas.
Pasal 360
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 72 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “6 (enam) bulan” adalah sejak proses
awal pengajuan pemberhentian antarwaktu di DPRD provinsi.
Pasal 361
Cukup jelas.
Pasal 362
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi uang representasi, uang paket,
tunjangan keluarga dan tunjangan beras serta tunjangan
pemeliharaan kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 363 . . .
- 73 -
Pasal 363
Cukup jelas.
Pasal 364
Cukup jelas.
Pasal 365
Cukup jelas.
Pasal 366
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pemilihan wakil bupati/wakil walikota oleh DPRD
kabupaten/kota dilakukan apabila masa jabatannya
masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih.
Huruf f
Yang dimaksud dengan ”perjanjian internasional” dalam
ketentuan ini adalah perjanjian antara Pemerintah dan
pihak luar negeri yang berkaitan dengan kepentingan
daerah.
Huruf g . . .
- 74 -
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”kerja sama internasional” dalam
ketentuan ini adalah kerja sama daerah antara pemerintah
daerah kabupaten/kota dan pihak luar negeri yang
meliputi kerja sama kabupaten/kota ”kembar”, kerja sama
teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama
penerusan pinjaman/hibah, kerja sama penyertaan modal,
dan kerja sama lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 367
Ayat (1)
Penentuan jumlah anggota DPRD kabupaten/kota untuk setiap
provinsi didasarkan pada jumlah penduduk kabupaten/kota
yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam undang-undang
mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Ayat (2)
Nama anggota DPRD kabupaten/kota terpilih berdasarkan
hasil pemilihan umum secara administratif dilakukan oleh
KPU kabupaten/kota dan dilaporkan kepada gubernur melalui
bupati/walikota dan tembusannya kepada KPU.
Ayat (3) . . .
- 75 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 368
Cukup jelas.
Pasal 369
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa
tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk
penganut agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”, untuk penganut agama Budha didahului
dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama
Hindu didahului dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
Pada hakikatnya, sumpah/janji merupakan tekad untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya, memegang teguh
Pancasila, menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan peraturan
perundangundangan yang mengandung konsekuensi berupa
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota DPRD kabupaten/kota.
Pasal 370
Cukup jelas.
Pasal 371
Cukup jelas.
Pasal 372 . . .
- 76 -
Pasal 372
Huruf a
Hak ini dimaksudkan untuk mendorong anggota DPRD
kabupaten/kota dalam menyikapi serta menyalurkan dan
menindaklanjuti aspirasi rakyat yang diwakilinya dalam
bentuk pengajuan usul rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota.
Huruf b
Hak anggota DPRD kabupaten/kota untuk mengajukan
pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis kepada
pemerintah daerah sesuai dengan fungsi serta tugas dan
wewenang DPRD kabupaten/kota.
Huruf c
Hak anggota DPRD kabupaten/kota untuk menyampaikan
usul dan pendapat secara leluasa baik kepada pemerintah
daerah maupun kepada DPRD kabupaten/kota sehingga ada
jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani
serta kredibilitasnya. Oleh karena itu, setiap anggota DPRD
kabupaten/kota tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di
dalam proses pengambilan keputusan. Namun, tata cara
penyampaian usul dan pendapat dimaksud tetap
memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan
kepatutan sebagai wakil rakyat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Penyelenggaraan orientasi dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah setempat, sekretariat DPRD
kabupaten/kota, partai politik, atau perguruan tinggi.
Huruf h . . .
- 77 -
Huruf h
Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota
DPRD kabupaten/kota untuk memperoleh penghormatan
berkenaan dengan jabatannya baik dalam acara kenegaraan
atau acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 373
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kepentingan kelompok dan golongan dalam ketentuan ini
termasuk kepentingan partai politik, daerah, ras, agama, dan
suku.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i . . .
- 78 -
Huruf i
Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja secara berkala”
adalah kewajiban anggota DPRD kabupaten/kota untuk
bertemu dengan konstiuennya secara rutin pada setiap masa
reses, yang hasil pertemuannya dengan konstituen dilaporkan
secara tertulis kepada partai politik melalui fraksinya di DPRD
kabupaten/kota.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis
disampaikan pada setiap masa reses kepada pemilih di daerah
pemilihannya.
Pasal 374
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “fraksi gabungan” adalah fraksi yang
dibentuk dari gabungan anggota partai politik yang tidak dapat
memenuhi syarat pembentukan 1 (satu) fraksi.
Ayat (8) . . .
- 79 -
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 375
Cukup jelas.
Pasal 376
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Partai politik yang urutan perolehan kursinya terbanyak di
DPRD kabupaten/kota dan berhak mengisi kursi pimpinan
DPRD kabupaten/kota, melalui pimpinan partai politik
setempat mengajukan anggota DPRD kabupaten/kota yang
akan ditetapkan menjadi pimpinan DPRD kabupaten/kota
kepada pimpinan sementara DPRD kabupaten/kota.
Berdasarkan pengajuan tersebut, pimpinan sementara DPRD
kabupaten/kota mengumumkan dalam rapat paripurna adanya
usulan pimpinan partai politik tersebut untuk ditetapkan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
- 80 -
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 377
Cukup jelas.
Pasal 378
Cukup jelas.
Pasal 379
Cukup jelas.
Pasal 380
Cukup jelas.
Pasal 381
Cukup jelas.
Pasal 382
Cukup jelas.
Pasal 383
Cukup jelas.
Pasal 384 . . .
- 81 -
Pasal 384
Cukup jelas.
Pasal 385
Cukup jelas.
Pasal 386
Cukup jelas.
Pasal 387
Cukup jelas.
Pasal 388
Cukup jelas.
Pasal 389
Cukup jelas.
Pasal 390
Cukup jelas.
Pasal 391
Cukup jelas.
Pasal 392
Cukup jelas.
Pasal 393
Cukup jelas.
Pasal 394 . . .
- 82 -
Pasal 394
Cukup jelas.
Pasal 395
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Penyelesaian diserahkan kepada pimpinan DPRD
kabupaten/kota dan pimpinan fraksi yang dilakukan dalam
bentuk rapat konsultasi.
Pasal 396
Yang dimaksud dengan “keputusan rapat” adalah kesepakatan
bersama yang dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh
semua pihak terkait dalam pengambilan keputusan.
Pasal 397
Cukup jelas.
Pasal 398 . . .
- 83 -
Pasal 398
Cukup jelas.
Pasal 399
Cukup jelas.
Pasal 400
Cukup jelas.
Pasal 401
Cukup jelas.
Pasal 402
Cukup jelas.
Pasal 403
Cukup jelas.
Pasal 404
Cukup jelas.
Pasal 405
Ayat (1)
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat
keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.
Huruf b
Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di
atas kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c . . .
- 84 -
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik
maupun mental tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang
berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau
tidak hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh
partai politiknya dan yang bersangkutan mengajukan
keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya sah
setelah adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Huruf i
Ketentuan ini dikecualikan terhadap anggota partai
politik lokal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Pasal 406 . . .
- 85 -
Pasal 406
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua
atau sebutan lain yang sejenis atau yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan hal tersebut sesuai dengan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga partai politik masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 407
Cukup jelas.
Pasal 408
Cukup jelas.
Pasal 409
Cukup jelas.
Pasal 410
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 86 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “6 (enam) bulan” adalah sejak proses
awal pengajuan pemberhentian antarwaktu di DPRD provinsi.
Pasal 411
Cukup jelas.
Pasal 412
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak
keuangan yang meliputi uang representasi, uang paket,
tunjangan keluarga dan tunjangan beras serta tunjangan
pemeliharaan kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 413 . . .
- 87 -
Pasal 413
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Badan Keahlian DPR” adalah sistem
dukungan keahlian yang diperuntukkan untuk mendukung tiga
fungsi DPR yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Badan Keahlian antara lain terdiri atas pusat perancang
undang-undang, pusat kajian anggaran, pusat kajian
akuntabilitas keuangan negara, dan pusat penelitian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 414
Ayat (1)
Masing-masing lembaga menetapkan 3 (tiga) orang nama setelah
melakukan penyeleksian terhadap beberapa calon.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 415 . . .
- 88 -
Pasal 415
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”manajemen kepegawaian” adalah
keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas,
dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan
kewajiban pegawai, yang meliputi perencanaan, pengadaan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian.
Pasal 416
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah
sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin
ilmu tertentu untuk membantu anggota dalam pelaksanaan
fungsi serta tugas dan wewenang DPR/DPD. Kelompok pakar
atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan menganalisis
berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan
wewenang DPR/DPD. Penugasan kelompok pakar atau tim ahli
disesuaikan dengan kebutuhan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 417
Cukup jelas.
Pasal 418
Ayat (1)
Organisasi sekretariat DPRD provinsi dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas pokok DPRD provinsi
dalam rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja
lembaga perwakilan rakyat daerah, dengan memperhatikan
pedoman penyusunan organisasi perangkat daerah.
Ayat (2) . . .
- 89 -
Ayat (2)
Sekretaris DPRD provinsi adalah jabatan karier pegawai negeri
sipil sehingga dalam pengusulan pengangkatan dan
pemberhentiannya mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang kepegawaian. Dalam pengusulan
pengangkatannya, gubernur mengajukan 3 (tiga) orang calon
kepada pimpinan DPRD provinsi untuk mendapat persetujuan
dengan memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan, dan
pengalaman.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 419
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah
sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin
ilmu tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam
pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD provinsi.
Kelompok pakar atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan
menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPRD provinsi. Penugasan kelompok
pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 420
Ayat (1)
Organisasi sekretariat DPRD kabupaten/kota dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas pokok DPRD
kabupaten/kota dalam rangka meningkatkan kualitas,
produktivitas, dan kinerja lembaga perwakilan rakyat daerah,
dengan memperhatikan pedoman penyusunan organisasi
perangkat daerah.
Ayat (2) . . .
- 90 -
Ayat (2)
Sekretaris DPRD kabupaten/kota adalah jabatan karier pegawai
negeri sipil sehingga dalam pengusulan pengangkatan dan
pemberhentiannya mengikuti ketentuan peraturan
perundangundangan bidang kepegawaian. Dalam pengusulan
pengangkatannya, bupati/walikota mengajukan 3 (tiga) orang
calon kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota untuk mendapat
persetujuan dengan memperhatikan jenjang kepangkatan,
kemampuan, dan pengalaman.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 421
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah
sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin
ilmu tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam
pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD
kabupaten/kota.
Kelompok pakar atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan
menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota. Penugasan
kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan
dan kemampuan daerah kabupaten/kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 422
Cukup jelas.
Pasal 423 . . .
- 91 -
Pasal 423
Cukup jelas.
Pasal 424
Cukup jelas.
Pasal 425
Cukup jelas.
Pasal 426
Cukup jelas.
Pasal 427
Cukup jelas.
Pasal 428
Cukup jelas.