Anda di halaman 1dari 11

Jawaban

soal

no.4

perdebatan

seputar

Teori

Hukum

Responsif

dan

Implementasinya di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum

sebagaimna ditegaskan

dalam Undang-

Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 Bab I Pasal 1 Ayat (3) yaitu Negara
Indonesia adalah negara hukum. Adapun yang dimaksud negara hukum adalah
negara yang berdiri diatas hukum yang dapat menjamin rasa keadilan kepada
warga negaranya.
Negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Indonesia Tahun 1945 yang terdapat hak kewajiban dan hak asasi manusia,
menghormati hak orang lain, mementingkan keselamatan bangsa serta moral
bangsa. Didalam konsepsi yang demikian hak perorangan diakui, dijamin dan
dilindungi oleh namun dibatasi oleh fungsi sosial.
hukum hanya dipahami sebagai aturan-aturan yang bersifat kaku dan terlalu
menekankan pada aspek the legal system tanpa melihat kaitan antara ilmu hukum
tersebut dengan persoalan-persoalan yang harus ditangani, seperti dalam hal ini
masalah-masalah sosial.
1. Dengan munculnya masalah- masalah sosial seperti kemiskinan,
kejahatan, kerusuhan dan penyalahgunaan kekuasaan, ternyata hukum
tidak cukup untuk mengatasi keadaan tersebut. Perubahan sosial dan
keadilaln sosial membutuhkan tatanan hukum yang responsif,
menempatkn hukum sebagai sarana respons terhadap ketentuanketentuan sosial dan aspirasi publik. Sesuai dengan sifatnya yang
terbuka, maka tipe hukum ini mengedepankan akomodasi untuk
menerima akan perubahan-perubahan sosial yang terjadi demi
mencapai keadilan dan emansipasi publik.
2. Penegakan hukum di Indonesia yang sering kali tidak seiring sejalan
dengan apa yang diinginkan. Hukum tidak tidak dapat sebagai
penjamin kepastian hukum, penegak hak- hak masyarakat atau

penjamin keadilan.
3. Dengan pertimbangan tersebut maka saya tertarik melakukan kajian
dengan

judul,

Perdebatan

Seputar

Teori

Responsif

dan

Implementasinya di Indonesia.
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
tim membatasi ruang lingkup kajian mengenai Perdebatan Seputar Teori
Responsif dan Implementasinya di Indonesia dengan merinci beberapa
pertanyaan penting, yaitu
1. Bagaimanakah Teori Responsif yang dikemukakan oleh Nonet dan
Selznick?
2. Bagaimanakah implementasi Teori Responsif di Indonesia?

A.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengkaji Teori Responsif yang dikemukakan oleh Nonet dan
Selznick.
2. Untuk mengkaji

implementasi Teori Hukum Responsif

di

Indonesia.

B.

Metode Penelitian
Dalam melaksanakan pendekatan permasalahan yang berhubungan dengan
topik penelitian ini, digunakan metode sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan.
Penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan. Usaha tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode-metode ilmiah.1
Menurut Soerjono Soekanto metode ilmiah tersebut adalah
proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah,
sedangkan penelitian merupakan pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan
tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta, 2000, hlm. 4.

Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses


prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam melakukan penelitian.2
2. Spesifikasi Penelitian.
Spesifikasi Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis yaitu
untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis tentang
tokoh-tokoh

yang

posmodernisme

mengemukakan

hukum

dan

pendapat

mengetahui

tentang

aliran

implementasi

aliran

posmodernisme hukum di Indonesia.


3. Tehnik Pengumpulan Data.
Data yang dikumpulkan dalam makalah ini berasal dari buku-buku
mengenai aliran posmodernisme hukum, makalah dan karya ilmiah.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.
Data yang telah dikumpulkan diproses melalui langkah-langkah yang
bersifat umum, yaitu difokuskan pada hal-hal yang penting dan
mengambil kesimpulan untuk kemudian diverifikasi. Data yang telah
terkumpul akan direduksi untuk kemudian dicari maknanya, mencari
pola, hubungan,

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1986, hlm. 6.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Hukum Responsif menurut Nonet& Selznick


Selama ini hukum hanya dipahami sebagai aturan-aturan yang bersifat kaku
dan terlalu menekan pada aspek the legal system tanpa melihat kaitannya antara
ilmu hukum tersebut dengan persoalan-persoalan yang harus ditangani seperti
dalam hal masalah-masalah sosial.
Memahami kenyataan itu, mereka kemudian mencoba memasukan unsurunsur dan pengaruh ilmu sosial ke dalam ilmu hukum dengan menggunakan strategi
ilmu sosial. Pendekatan ilmu sosial memperlakukan pengalaman hukum sebagai
sesuatu yang berubah-ubah dan kontekstual.
Teori hukum responsif adalah teori hukum yang memuat pandangan kritis.
Teori ini berpandangan bahwa hukum merupakan cara mencapai tujuan. Hukum
tidak hanya rules (logic & rules), tetapi juga ada logika-logika lain. Bahwa
memberlakukan jurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus
diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial.
Menurut Jerome Frank, hukum responsif adalah hukum yang lebih tanggap
terhadap keperluan sosial. John Henry Marrymann dalam bukunya The Civil Law
Tradition, bahwa pembangunan hukum itu ada yang responsif dan ada
pembangunan hukum yang ortodoks. Hukum responsif adalah pembangunan
hukum yang dianut di negara-negara Anglo Saxon yang negara hukumnya disebut
The rule of law hukum ortodoks merupakan pembangunan hukum yang
dilakukan di negara-negara Eropa Kontinental yang negara hukumnya disebut
Rechtsstaat.3 Nonet dan Selznick selaku tokoh yang pertama kali memunculkan
konsep tentang hukum responsif pertama kali, mengklasifikasikan hukum dalam
masyarakat menjadi 3 (tiga) klasifikasi, sebagai berikut 4:
Hukum represif, hukum sebagai pelayan kekuasaan represif;

http://hamimfachrezi.blogspot.com/2011/03/sejarah-pemikiran-hukum-responsif.html, diakses

tanggal17 Januari 2013


4

Nonet Philippe & Philip Zelnick, Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi, Bandung, Nusa Media (

Hukum otonom, hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakkan


represi dan melindungi integritas dirinya; dan
Hukum responsif, hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap
kebutuhan dan aspirasi sosial.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada pokoknya,
produk hukum responsif atau populistik adalah produk hukum yang mencerminkan
rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya
memberikan peranan besar dan partisipasi penuh pada kelompok-kelompok sosial
atau individu-individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap
tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok sosial atau individu-individu dalam
masyarakat. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum harus peka terhadap
perkembangan masyarakat dan hukum itu harus disesuaikan dan menyesuaikan
terhadap keadaan yang telah berubah.
Tipe hukum responsif mengaplikasikan dua hal:
1. Hukum harus fungsional pragmatis, bertujuan dan rasional
2. Tujuan adalah menetapkan standar bagi kritik terhadap apa yang
berjalan ; berarti tujuan sebagai norma kritik.
Ciri-ciri dari teori hukum responsif adalah:
a.

Pergeseran penekanan dari aturan-aturan ke prinsip-prinsip dan tujuan.

b. Pentingnya kerakyatan baik sebagai tujuan hukum maupun cara untuk


mencapainya.
c.

Mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam peraturan dan


kebijakan.

d. Dalam pembuatan produk hukum responsif menyerap aspirasi


masyarakat seluas luasnya.
e.

Cerminan isi produk hukum yang responsif adalah aspiratif, dalam arti
mencerminkan kehendak masyarakat.

f.

Keadilan yang dicari.

g. Aturan hukum tunduk kepada prinsip/asas/dokkrin dan kebijaksanaan.

Menurut Nonet dan Selznick, penerimaan maksud memerlukan penyatuan


otoritas hukum dan kemauan politik. Jika maksud menunjuk kepada fungsi dari
pemerintah,maka kerakyatan menunjuk kepada peranan yang sangat menetukan dari
partisipasi rakyat dalam hukum dan pemerintahan serta nilai terakhir yang
dipertaruhkan yaitu tercapainya suatu komunitas politik yang berbudaya yang tidak
menolak masalah-masalah kemanusian dan mana ada tempat bagi semua.

Teori Responsif Antara Ilmu Hukum Dan Ilmu Sosial


Teori hukum responsive yang lahir dan digagas oleh Nonet- Selznick

merupakan teori tentang profil hukum yang dibutuhkan dalam masa transisi.
Karena harus peka terhadap situasi transisi di sekitarnya, maka hukum responsif
tidak saja dituntut menjadi sistem yang terbuka, tetapi juga harus mengandalkan
keutamaan tujuan, yaitu tujuan sosial yang ingin dicapainya serta akibat-akibat
yang timbul dalam bekerjanya hukum itu.
Apa yang dikatakan Nonet dan Selznick, sebetulnya ingin mengeritik model
analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek yang hanya berkutat di dalam sistem
hukum positif. Model yang mereka sebut dengan tipe hukum otonom. Hukum
Responsif sebaliknya, pemahaman mengenai hukum melampaui peraturan atau
teks-teks dokumen dan looking towards pada hasil akhir, akibat dan manfaat dari
hukum itu.
Kepedulian pada akomodasi sosial, hukum responsif berorientasi pada hasil,
pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum. Dalam hukum responsif
tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui subordinasi. Substansi
hukum dalam wujudnya sebagai peraturan perundang-undangan, telah diterima
sebagai instrumen resmi yang memperoleh aspirasi untuk dikembangkan, yang
diorientasikan secara pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah sosial yang
kontemporer.
Itulah sebabnya, hukum responsif mengandalkan dua doktrin utama. Pertama,
hukum itu harus fungsional, pragmatik, bertujuan dan rasional. Kedua, kompetensi
menjadi patokan evaluasi terhadap semua pelaksanaan hukum. Kompetensi sebagai

tujuan berfungsi sebagai norma kritik, maka tatanan hukum responsif, menekankan
pada :
a. Keadilan substantif sebagai dasar legitimasi hukum;
b. Peraturan merupakan sub-ordinasi dari prinsip dan kebijakan;
c. Pertimbangan hukum harus berorientasi pada tujuan dan akibat bagi
kemaslahatan masyarakat;
d. Penggunaan diskresi sangat dianjurkan dalam pengambilan keputusan hukum
dengan tetap berorientasi pada tujuan;
Menurut Nonet-Selznick, untuk membuat ilmu hukum lebih relevan dan lebih
hidup, harus ada reintegrasi antara teori hukum, politik hukum dan teori sosial.
Teori Pound mengenai keseimbangan kepentingan-kepentingan sosial, merupakan
sebuah usaha yang lebih eksplisit untuk mengembangkan sebuah model hukum
responsif itu. Menurut mereka, suatu sintesis dapat dicapai bila kajian tentang
pengalaman hukum menemukan kembali persambungannya dengan ilmu hukum
klasik yang sifatnya lebih intelektual akademik.

B. Implementasi Teori Hukum Responsif di Indonesia


Saat ini Indonesia berada dalam masa transisi yang ditandai oleh pergulatan
kekuatan-kekuatan yang mencoba untuk mendominasi baik dari dalam negeri
maupun kekuatan kapitalis internasional yang sangat-sangat membahayakan. Maka
sudah saatnya pemikiran-pemikiran hukum responsif juga digunakan untuk
memahami, mengkritik, membangun, dan menerapkan hukum di Indonesia yang
terlalu banyak carut marut di dalam penerapannya. Dewan Perwakilan Rakyat yang
merupakan para wakil rakyat harus bisa menerapkan aspirasi keadilan rakyat dalam
rancangan undang-undang yang sedang dikerjakannya.
Hukum yang diciptakan harus responsif terhadap tuntutan akan rasa keadilan
rakyat dan hukum yang diciptakan harus bersih, murni dari intervensi politik,
ekonomi, dan kepentingan sekelompok orang, Indonesia harus menjalankan suatu
sistem peradilan yang jujur, adil, dan bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme). Sistem peradilan Indonesia saat ini belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya karena kurangnya pemahaman dan kemampuan atau bahkan kurangnya
ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik penyidik, penuntut

umum, hakim, penasihat hukum, bahkan masyarakat pencari keadilan, Akses


publik ke peradilan harus ditingkatkan. Hukum positif Indonesia telah merumuskan
sejumlah hak masyarakat pencari keadilan yang terlibat dalam proses peradilan
pidana.
Peraturan Perundang-Undangan yang Resposif

Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960


1. UUPA

berasal

dari

rancangan

zaman

demokrasi

liberal

yang

pengundangannya tertunda
2. UUPA membalik dasar-dasar kolonialisme yang sudah pasti ditentang oleh
semua pemimpin Indonesia
3. Materi

UUPA

tidak

menyangkut

distribusi

kekuasaan

sehingga

pemberlakuannya tidak akan menggagu rezim otoriter


4. UUPA tidak hanya memuat aspek politik tetapi masalah-masalah privat

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan


Korban

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN

Produk hukum yang berkarakter responsif

adalah produk hukum yang

mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Produk hukum


responsif juga produk hukum yang proses pembuatannya bersifat partisipatif, yakni
mengundang sebanyak banyaknya partisipasi masyaraka, baik dari segi individu,
ataupun kelompok masyarakat dan juga harus bersifat aspiratif yang bersumber dari
keinginan atau kehendak masyarakat. Pendekatan hukum responsif diharapkan bisa
membantu memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Tujuan hukum harus
benar-benar untuk mensejahterakan masyarakat dalam kepentingan yang lebih
besar, bukan untuk kepentingan mereka yang berkuasa.
Indonesia sebagai negara yang menganut civil law system (Eropa Kontinental),
mengedepankan hukum positif sebagai patokan utama dalam menjalankan tugastugas negara dan juga dalam sistem peradilannya. Konsep negara hukum Indonesia
ideal mencakup rasa keadilan dari masyarakat dan melindungi hak-hak asasi setiap
warga negara Indonesia. Saat ini Indonesia berada dalam masa transisi yang
ditandai oleh pergulatan kekuatan-kekuatan yang mencoba untuk mendominasi baik
dalam negeri maupun kekuatan kapitalis Internasional.Sebenarnya Indonesia sudah
lama menganut hukum yang responsif. UU No. 14/1970 sudah mengharuskan haki
menggali nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat, suatu bukti bahwa kita
menganut the rule of law.
B. SARAN
Untuk masa yang akan datang dalam proses perubaha, serta reformasi yang kita
hadapi peran masyarakat akan sangat dibutuhkan untuk menegakan hukum, apalagi
saat ini banyak elit politik yang mengatasnamakan rakyat. Mudah-mudahan kita
membangun hukum responsif demi kepentingan bersama. Pembangunan hukum
responsif ini harus disertakan dengan masyarakat yang responsif. Dalam mencapai
tatanan hukum responsif ini paradigma poltik kita harus dirubah.

Hukum yang responsif harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan

di

implementasikan pelaksanaannya oleh aparat penegak hukum.


DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, Politik Hukum, PTIK, Jakarta, 2011


HS, Salim HS, Perkembanagan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali, Jakarta, 2012
Juni, HM Efran Helmi, Filsafat Hukum, Satria, Bandung, 2012
Keraf, Gorys, Komposisi, Nusa Indah, Ende, 1994
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka, Pelajar, 2010
Nonet Philippe & Philip Zelnick, Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi,Nusa
Media (Terjemahan), Bandung, 2003
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Catur Aditya Bakti,Bandung, 2012
---------------------, Penegakan Hukum, Genta, Jakarta, 2009
Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2008

Anda mungkin juga menyukai