Anda di halaman 1dari 22

HIPOTIK KAPAL LAUT

MAKALAH
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata
kuliah Hukum Jaminan dan Pembiayaan Syariah
Dosen Pengampu : Eva Mir’atun Niswah, M.H., M.H.I.,

Disusun oleh:

Kelompok 2

1. Maya Khoirun N. NIM. 214110301007


2. Syifa Amalia A. F. NIM. 214110301065
3. Devi Ma’rifatun N. NIM. 214110301054
4. Shavira Zahra P. NIM. 214110301055
5. M. Nazri Hudin NIM. 214110301057
6. Putri Ugasari NIM. 214110301058
7. Khikmatun Alfiah NIM. 214110301060
8. Fahmi Nur Pradana NIM. 1717301109

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


4 HES B
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
PROF. KH. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii


A. Pendahuluan ............................................................................................................ 1
B. Pengertian Hipotek Kapal Laut ............................................................................... 1
C. Dasar Hukum Hipotek Kapal Laut.......................................................................... 4
D. Asas – Asas Hipotek Kapal Laut............................................................................. 5
E. Para Pihak dalam Hipotek ....................................................................................... 6
F. Pembebanan Hipotik Kapal Laut ............................................................................ 6
G. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Hipotik............................................... 7
H. Cara Mengadakan Hipotek...................................................................................... 8
I. Janji – Janji (Bedingen) dalam Hipotik................................................................... 8
J. Unsur-unsur perjanjian Hipotik............................................................................. 11
K. Jangka waktu perjanjian hipotik ........................................................................... 12
L. Hapusnya Hipotek ................................................................................................. 12
M. Eksekusi Hipotek ................................................................................................... 14
N. Kesimpulan ........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 19

ii
HIPOTEK KAPAL LAUT

A. Pendahuluan
Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek diberlakukan sebagai jaminan
yang melekat pada seluruh benda tidak bergerak, tetapi dalam
perkembangannya jaminan atas tanah sebagai salah satu benda tidak bergerak
telah diatur dalam lembaga sendiri yaitu melalui hak tanggungan. Sehingga
benda tidak bergerak yang masih dapat dijadikan objek hipotek yaitu kapal laut
dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3. Setelah adanya Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, ketentuan-ketentuan
hipotek mengenai tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah itu tidak
berlaku lagi. Meskipun demikian, ketentuan-ketentuan hipotek dalam Buku II
KUH Perdata masih berlaku terhadap kapal yang berukuran 20 m3 ke atas yang
di daftar dalam register kapal.

Hipotek kapal merupakan salah satu cara pemilik kapal menambah


kemampuan finansialnya, di mana pemilik kapal sebagai mortgagor meminjam
sejumlah uang kepada seseorang atau lembaga keuangan sebagai mortagee
dengan jaminan kapalnya. Kapal tersebut tetap dalam penguasaan si pemilik
kapal untuk diusahakan dalam mendapatkan keuntungan.

B. Pengertian Hipotek Kapal Laut


Pengertian hipotek terdapat dalam Pasal 1162 Kitab Undang - undang
Perdata mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak atas benda - benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu
perikatan.1 Vollmar mengartikan hipotek dengan: “Sebuah hak kebendaan atas
benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang
berhak (pemegang hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia
bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan
dilebih dahulukan”.

1
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, “Hak Istimewa, Gadai dan Hipotek”. ( Jakarta. Kencana.
2005.) hal. 221

1
Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang - undang hukum
perdata, praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti
sesungguhnya ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang
perlu dibahas, walau demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek
ini dalam agunan kapal laut dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu
diketahui bersama. Oleh sebab itulah, hipotek identik kepada benda tak
bergerak seperti kapal laut dan pesawat terbang. Bahkan di lain term hipotek
dikhususkan pada term Hipotek Kapal Laut. Hipotek Kapal Laut mempunyai
dua term yang berbeda, masing - masing dari dua term tersebut memiliki konsep
tersndiri. Dari sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek yang ada pada kapal
laut.
Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda -
benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan
suatu perikatan. Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1
angka (2) dan pasal 49 Undang - undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
pelayaran. Kapal adalah: “Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan laut,
serta alat apaung dan bangunan yang terapung yang tidak berpindah – pindah”.
Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air dengan
bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan :
1. Tenaga mekanik
2. Tenaga angin atau ditunda
3. Berdaya dukung dinamis
4. Kendaraan di bawah permukaan laut; dan
5. Alat apung dan bangunan terapung

Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di atas. Perbedaan
20 m3 berat, akan berpengaruh pada jenis pembebanan jaminan. Apabila beratnya
kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah fidusia,
sedangkan kapal yang beratnya di atas20 m3, maka pembebanannya menggunakan

2
hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak kebendaan atas kapal yang
dibukukan atau didaftarkan (biasanya dengan isi kotor di atas20 m3) diberikan
dengan akta autentik, guna menjamin tagihan hutang”. Unsur-unsur yang
terkandung dalam hipotek kapal adalah :

a. Adanya hak kebendaan;


b. Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20 m3
c. Kapal tersebut harus yang dibukukan
d. Diberikan dengan akta autentik; dan
e. Menjamin tagihan hutang

Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang - undang. Orang tidak
boleh atau tidak dapat menciptakan hak - hak kebendaan lain, selain yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan
adalah hak untuk menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hak
menikmati dan hak jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang berhak
atau kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan
barang yang dibebani hipotek. Kapal yang dibukukan atau didaftar adalah grosse
akta yang merupakan salinan pertama dari asli akta. Diberikan dengan akta autentik
maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan dengan akta autentik.
Artinya dibuat di muka dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat
yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal
laut.

Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal


tersebut memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur.
Apabila debitur wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat
dilakukan pelelangan di muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu hutang
pokok, bunga, dan biaya - biaya lainnya.

3
C. Dasar Hukum Hipotek Kapal Laut
Peraturan perundang - undangan yang mengatur tentang hipotek kapal
laut dapat dilihat pada peraturan perundang - undangan berikut ini :
1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai
ketentuan itu diatur tentang:
a. Ketentuan - ketentuan umum (pasal 1162 sampai dengan pasal
1178 KUHP)
b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran (pasal 1179 sampai
dengan pasal 1194 KUHP)
c. Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197
KUHP )
d. Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang
yang dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );
e. Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220 KUHP)
f. Pegawai - pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek,
tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar - daftar oleh
masyarakat (pasal 1221 sampai dengan pasal 1232 KUHP )
2. Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang - Undang Dagang. Pasal 314
KUHD berbunyi: “Kapal - kapal Indonesia yang isi kotornya
berukuran paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal
menurut peraturan, yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Inti pasal ini bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat
dibukukan. Pasal 315 KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara
hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang
didaftarkan pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama.”
Pasal 316 KUHD mengatur tentang piutang yang diberi hak
mendahului atas kapal. Piutang - piutang yang didahulukan itu, antara
lain :
a) Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari
perjanjian perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas
kapal itu.

4
b) Biaya sita lelang
c) Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya
pelabuhan serta biaya pelayaran lainnya.
d) Tagihan karena penubrukan
3. Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda
4. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran
5. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:
a. Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;
b. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum
ada, namun di dalam penjelasan UU No. 21 tahun 1992 ditentukan substansi
yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal - hal yang diatur dalam
peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek kapal laut antara lain
mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan
pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang - undangan.

D. Asas – Asas Hipotek Kapal Laut


Dalam buku Hukum Perdata Hak Jaminan Atas Tanah karangan Sri
Soedewi Masjchoen Sofwan, menjelaskan mengenai asas-asas hukum yang
penting dibuat dalam hipotik ialah ;

1. Asas Publiciteit, asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus


didaftarkan di dalam register umum, supaya dapat diketahui oleh pihak
ketiga atau umum. Mendaftarkannya ialah ke Seksi Pendaftaran Tanah.
Yang didaftarkan ialah akte dari Hipotik itu.
2. Asas Specialiteit, yaitu asas yang menghendaki bahwa hipotik hanya
dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus. Benda-
benda tak bergerak yang mana terikat sebagai tanggungan. Misalnya :
Benda - benda yang dihipotikkan itu berwujud apa, di mana letaknya,
berapa luasnya/besarnya, perbatasannya.

5
3. Asas tak dapat dibagi - bagi (Ondeelbaarheid), ini berarti bahwa hipotik
itu membebani seluruh objek atau benda yang dihipotikkan dalam
keseluruhannya atas setiap benda dan atas setiap bagian dari benda-
benda bergerak. Dengan dibayarnya sebagian dari hutang tidak
mengurangi atau meniadakan sebagai dari benda yang menjadi
tanggungan.2

E. Para Pihak dalam Hipotek


a) Pemberi Hipotek (Hypotheekgever)
Mereka yang sebagai jaminan, memberikan suatu hak kebendaan/ Zakelijke
Recht ( Hipotek ) atas Bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka
mengadakan suatu utang yang terikat pada hipotek tetapi hipotek atas beban
pihak ketiga.
b) Penerima Hipotek (Hypotheekbank,Hypotheekhouder,Hypotheeknemer)
Yaitu pihak yang menerima hipotek, pihak yang meminjam uang di bawah
ikatan hipotek. biasanya yang menerima hipotek Ini adalah lembaga
perbankan atau lembaga keuangan non bank.
Sedangkan Hypotheekbank atau lembaga kredit dengan jaminan, adalah
lembaga kredit dengan jaminan tanah bank yang khusus memberikan
pinjaman uang untuk benda tidak bergerak kapal laut kapal terbang dan dari
segi lain mengeluarkan syarat-syarat gadai.

F. Pembebanan Hipotik Kapal Laut


Pembebanan hipotek kapal laut dalam rangka mendapatkan kredit baik
untuk Pegadaian kapal-kapal baru, untuk memelihara kapal-kapal maupun
untuk kegiatan operasional kapal-kapal sangatlah penting artinya bagi sang
pemilik kapal laut. kapal yang telah didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia
dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotik atas kapal. Tiap akta
hipotik diterbitkan satu tahun gross akta hipotik yang diberikan kepada
penerima hipotek. Grosse Akta Hipotik mempunyai kekuatan eksekutorial yang

2
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, (Yogyakarta: Liberty,
1981), hal. 11

6
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap. pembebanan hipotik atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotik
oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal di tempat kapal
didaftarkan dan dicatat dalam daftar induk pendaftaran kapal.

G. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Hipotik


Sejak terjadinya pembebanan hipotik atas kapal, maka sejak saat itulah
timbul akibat hukum bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu adalah
timbulnya hak dan kewajiban yang saling bertimbal balik.

1) Hak dan Kewajiban Pemberi Hipotik


Hak pemberi hipotek, Diantaranya:
a) Tetap menguasai bendanya;
b) Mempergunaan bendanya;
c) Melakukan Tindakan penguasaaan asal tidak merugikan penerima
hipotek;
d) Berhak menerima uang pinjaman kredit.
Kewajiban pemberi hipotek, diantaranya:
a) Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang kredit dari jaminan
hipotek; dan
b) Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok
pinjaman krdit dan bunga.
2) Hak penerima hipotek
Hak penerima hipotek, diantaranya:
a) Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya
(ver-shaals-recht) jika debitur wanprestasi;
b) Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka
dengan berpindahnya hutang pokok, hipotek ikut berpindah.3

3
Indah Kusuma Wardani, Pelaksanaan Pembebanan Hipotek Atas Kapal Pada PT. Bank Negara
Indonesia, Jurnal: Ejournal.borobudur. (2012) hlm. 437

7
H. Cara Mengadakan Hipotek
Menurut ketentuan pasal 1171 KUH Perdata, hipotik hanya dapat
diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas
ditunjuk oleh undang- undang, dari ketentuan Pasal 1171 KUH Perdata tersebut
berarti kalau seseorang akan memasang hipotik, maka perjanjian pemasangan
hipotik harus dibuat dalam bentuk akta resmi. Seperti dalam hal hipotik atas
tanah maka perjanjian pemasangan atau pembebanannya harus dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) setempat. Sedang yang dapat menjadi
PPAT ialah: Notaris yang telah ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri menjadi
PPAT. Mereka yang bukan notaries, tetapi yang telah ditunjuk oleh Menteri
Dalam Negeri menjadi PPAT. Camat yang secara ex officio menjadi PPAT.

Contoh lain ialah hal hipotik atas kapal, maka yang berwenang membuat
akte pemasangan hipotik iala Pejabat Pendaftaran dan Pencatatan Balik Nama
di tempat kapal yang bersangkutan didaftarkan.

I. Janji - Janji (Bedingen) dalam Hipotik


Di dalam perjanjian Hipotik lazim diadakan janji-janji yang bermaksud
melindungi kepentingan Creditur supaya tidak dirugikan. Janji-janji demikian
harus tegas-tegas dicantumkan dalam akte Hipotik, yaitu:

1. Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, pasal 1178 KUH Perdata.
2. Janji tentang sewa, pasal 1185 KUH Perdata.
3. Janji untuk tidak dibersihkan, pasal 1210 KUH Perdata.
4. Janji tentang Asuransi, pasal 297 KUHD.

Namun demikian para pihak tidak boleh mengadakan janji untuk


memiliki bendanya manakala debitur wanprestasi yaitu disebut vervalbeding.
Beding demikian adalah dilarang (pasal 1178 ayat 1 KUH Perdata). Larangan
adanya janji yang demikian itu adalah untuk melindungi debitur agar dalam
kedudukannya yang lemah itu karena membutuhkan kredit terpaksa menerima
janji dengan persyaratan yang berat yang sangat merugikan baginya. Juga
larangan demikian itu mencegah turunnya harga/nilai dari benda yang dibebani

8
hipotik itu kurang dari nilai yang sesungguhnya sehingga berakibat tidak
seluruh piutang-piutang kreditur dapat dibayar dari hasil penjualan benda
tersebut. Larangan adanya janji yang demikian itu juga kita jumpai pada
Credietverband yaitu diatur dalam pasal 12 dari Peraturan mengenai
Credietverband yang menentukan semua janji-janji dimana kreditur dikuasakan
untuk memiliki benda yang menjadi jaminan adalah batal.4

1. Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri:

Pemegang hipotik yang pertama diberi kemungkinan untuk minta


ditetapkan suatu jani bahwa pemegang hipotik diberi kekuasaan yang tidak
dapat dicabut kembali untuk menjual benda yang dihipotikkan atas
kekuasaan sendiri tanpa perantaraan Pengadilan, manakala debitur tidak
memenuhi kewajiban. Dengan syarat bahwa penjualan benda itu setelah
dikurangi dengan piutangnya dikembalikan kepada debitur.

Dalam ilmu pegetahuan pernah ada persoalan dan selisih pendapat


antara pengarang yaitu mengenai soal apakah pada pelaksanaan janji untuk
menjual atas kekuasaan sendiri itu disitu ada perwakilan atau tidak. Artinya
bertindaknya kreditur untuk menjula benda-benda yang dihipotikkan itu
mewakili debitur atau melaksanakan haknya sendiri

Penjualan yang dilakukan oleh pemegang hipotik yang pertama yang


melaksanakan ketentuan pasal 1178 ayat 2 KUH Perdata itu bertindaknya
sebagai kuasa dari eigenaar atau menjual atas haknya sendiri. Pendapat
pertama disebut mandaatstheorie, pendapat kedua disebut leer der
vereenvoudigde executie.

2. Janji tentang sewa (huurbeding)

Pemberi hipotik dalam hal menyewakan tanahnya, yaitu harus seizin


pemegang hipotik, atau hanya dapat menyewakan selama waktu tertentu,
atau menyewakan dengan cara tertentu atau dibatasi dalam hal besarnya

4
John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1994), Cet. I, h. 20

9
pembayaran uang muka, karena semuanya itu akan merugikan kreditur jika
benda itu harus dilelang mengingat berlakunya pasal 1576 KUH Perdata,
mengenai asas “Koop breekt geen huur”, janji sewa yang demikian itu tidak
hanya mengikat para pihak melainkan juga mengikat pihak ketiga, mereka
memperoleh hak. Kalau janji yang demikian itu dilanggar oleh pemilik
tanah maka pemegang hipotik dapat menuntut pelaksanaan janji tersebut
dari si penyewa, yaitu dapat menuntut pembatalan perjanjian sewa-
menyewa itu.

Ada persoalan bagaimana jika tanah objek hipotik itu dijual oleh
pemegang hipotik untuk melunasi hutang-hutang pemberi hipotik, apakah
pembeli tanah itu juga mempunyai hak untuk menegur penyewa apabila
dulu pemilik tanah melanggar janji tentang sewa. Menurut Scholten, sesuai
dengan pendiriannya bahwa dalam melaksankan penjualan tanah yang
dibebani hipoti di situ bertindaknya pemegang hipotik bukan mewakili
pemilik tanah melainkan melaksanakan haknya sendiri, maka haknya
pemegang hipotik untuk menegur penyewa itu dianggap beralih kepada
pambeli tanah. Jadi pembeli tanah dapat menegur penyewa atau menuntut
pembatalan manakala janji itu dilanggar.

3. Janji untuk tidak dibersihkan:

Pemegang hipotik pertama dapat minta diperjanjikan agar


hipotiknya tidak dibersihkan/dihilangkan dalam hal terjadi penjualan
tanahnya oleh pemilik. Pasal 1210 ayat 1 KUH Perdata menentukan bahwa
apabila tanah yang dibebani hipotik itu dijual baik oleh pemegang hipotik
untuk memenuhi piutangnya maupun oleh pemilik tanah sendiri maka si
pembeli dapat minta agar dari beban yang melebihi harga pembelian hipotik
damikian itu dibersihkan. Hal demikian itu akan merugikan si pemegang
hipotik karena untuk sisa piutangnya lalu sudah tidak dijamin dengan
hipotik lagi dilaksanakannya pembersihan itu dengan mencatumkan janji
demikian tadi di dalam akte hipotik. Namun janji yang demikian hanya
dapat diadakan terhadap penjualan oleh pemilik tanah sendiri bukan

10
penjualan tanah oleh pemegang hipotik guna melaksanakan haknya atau
atas perintah pengadilan.

4. Janji tentang asuransi:

Janji yang senantiasa juga dicantumkan dalam akte ialah janji


tentang asuransi. Yaitu perjanjian bahwa terhadap benda objek hipotik yang
diasuransikan jika kemudian tertimpa kebakaran, banjir, dan sebagainya,
maka uang asuransi harus diperhitungkan untuk pembayaran piutang
pemegang hipotik. Janji yang demikian itu harus diberitahukan kepada
perusahaan asuransi supaya perseroan asuransi terikat oleh adanya janji
yang demikian yang dibuat oleh pemberi hipotik dan pemegang hipotik.Di
samping cara-cara yang telah ditentukan dalam undang-undang hapusnya
hipotik dimungkinkan juga terjadi karena hapusnya hak atas tanah yang
bersangkutan, berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 27 Oktober
1970 No. BA 10/241/10. Dengan hapusnya hipotik karena hapusnya hak
atas tanah yang bersangkutan yang hapus hanya perjanjian hipotiknya tidak
menghapuskan perutangan yang pokok.5

J. Unsur-unsur perjanjian Hipotik


1. Harus ada benda yang dijaminkan
2. Bendanya adalah benda tidak bergerak
3. Dilakukan oleh orang yang memang berhak memindahtangankan benda
jaminan
4. Ada jumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yang ditetapkan
dalam suatu akta
5. Diberikan dengan suatu akta otentik
6. Bukan untuk dinikmati atau dimiliki, namun hanya sebagai jaminan
pelunasan hutang saja6

5
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta:
Liberty, 1984), Edisi I, h. 61
6
Nuraini, Dewi. Kapal Laut Sebagai Objek Jaminan Hipotek Dalam Perjanjian Kredit. Diss. Untag
Surabaya, 2017.

11
K. Jangka waktu perjanjian hipotik
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal, adalah dengan
menggunakan kredit dengan jangka waktu panjang karena hipotek kapal
merupakan investasi jangka panjang dan memerlukan biaya yang besar untuk
membiayai sebuah kapal.

a) Kredit jangka pendek

Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1(satu) tahun
dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk
peternakan (kredit peternakan ayam) atau jika untuk pertanian misalnya
tanaman padi atau palawija

b) Kredit jangka menengah

Jangka kreditnya berkisar antara 1(satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun
dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Contohnya
kredit untuk pertanian seperti jeruk dsb.

c) Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit


jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 (tiga) atau 5 (lima) tahun.
Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan atau
kredit perumahan.

L. Hapusnya Hipotek
Mengenai sebab-sebab yang menjadikan hapusnya hipotek disebutkan
dalam pasal 1209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu:

1. Karena hapusnya perikatan pokok;


2. Karena pelepasan hipoteknya oleh si berpiutang;
3. Karena penetapan tingkat.

Adapun cara berakhirnya hipotek yang biasa terjadi adalah karena


hapusnya perikatan pokok, yaitu yang berupa perjanjian kredit, Hapusnya

12
perjanjian kredit itu mengakibatkan hipotek sebagai perjanjian accessoir dari
perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit menjadi hapus (pasal 1381 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata), Akan tetapi, apabila kredit tersebut hanya
dibayar sebagian atau belum lunas, maka hipotek belum hapus. Hal ini
disebabkan sebagai akibat azas tidak dapat dibagi-bagi dari hipotek,

Selain daripada itu, raenurut Vollmar di luar Kitab Undang-undang


Hukum Perdata masih ada cara-cara lain yang menyebabkan hapusnya hipotek,
antara lain karena adanya percampuran hutang, yaitu kreditur menjadi pemilik
dari benda yang dihipotekkan atau karena tak dilaksanakannya hak itu dalam
waktu tertentu.7

Di samping itu, di dalam sistem UUPA terdapat juga ketentuan-


ketentuan mengenai berakhirnya hipotek8 Ketentuan yang dimaksud adalah
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 27 Oktober 1970 Nomor BA
10/241/10, yang menyebutkan hapusnya hipotek itu dimungkinkan karena
hapusnya hak atas tanah yang dibebani dan tanah tersebut kembali dalam
kekuasaan Negara.

Kemungkinan-kemungkinan hapusnya hak atas tanah yang dimaksud


oleh Surat Edaran tersebut adalah sebagai berikut:

1) Jangka waktunya berakhir;


2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat batal;
3) Dicabut untuk kepentingan umum;
4) Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak.

Dalam Surat Edaran tersebut ditentukan bahwa dengan hapusnya hak


atas tanah yang dibebani itu, tidak rnenjadikan hapusnya hutang yang
bersangkutan. Dengan kata lain, pinjam-meminjam antara bank dengan debitur
masih tetap ada, akan tetapi selanjutnya bank tidak lagi berkedudukan sebagai

7
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Bendar Liberty, Yogyakarta, 1981, h. 118,
dikutip dari Vollmar, Inleiding Nederlands Burgerllikrechtf h. 262.

13
kreditur preferen yang mempunyai hak untuk lebih didahulukan atas
pemenuhan piutangnya daripada kreditur-kreditur yang lainnya, Jadi, bank
kedudukannya berubah menjadi kreditur biasa yang sama berhak dan bersaing
dengan kreditur-kreditur lainnya. Dengan demikian, maka ada kemungkinan
piutangnya hanya dibayar sebagian dan ini jelas akan merugikan bank.

Mengingat hal tersebut di atas, maka bank harus hati-hati dalam


menghadapi segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Untuk mencegah
timbulnya kerugian karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hipotek,
maka dalam akta hipotek harus dimungkinkan adanya janji-janji khusus yang
lain, yang tidak hanya terbatas pada janji-janji yang telah biasa disebutkan
dalam akta hipotek.

Adapun kemungkinan-kemungkinan janji tersebut oleh Sri Soedewi


Masjchun Sofwan disebutkan sebagai berikut:

1. Jika tanah hapus karena pencabutan hak maka pengganti kerugian yang
diberikan adalah untuk pelunasan hutangnya debitur.
2. Jika tanah hapus karena pembatalan dan kembali dalam kekuasaan Negara
maka hendaknya Pemerintah memberikan hak kepada kreditur untuk
melanjutkan hak tersebut dan wenang untuk menjual hak tersebut,
3. Jika tanah hapus karena habisnya waktu yang diberikan, selayaknya Bank
memperhitungkan deogan seksama jangka waktu pemberian hak tersebut.9

Jadi, dengan adanya janji-janji seperti tersebut di atas diharapkan dapat


mencegah atau memperkecil resiko bagi bank dari kerugian yang mungkin
tirabul karena hapusnya hak atas tanah yang dibebaninya.

M. Eksekusi Hipotek
Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 menyatakan:
Salinan dari Akta yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah
akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala

9
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Bendar Liberty, Yogyakarta, 1981, h. 48,
dikutip dari Vollmar, Inleiding Nederlands Burgerllikrechtf h. 262.

14
Kantor Pendaf taran Tanah, dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan
sertifikat hipotik, crediet verband yang bersangkutan dan di berikan kepada
kreditur yang berhak.

Sertifikat hipotik dan crediet verband, yang disertai salinan akta yang
dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, mempunyai fungsi sebagai grosse akta hipotik
dan crediet verband, serta mempunyai kekuatan eksekutorial sebagai yang
dimaksudkan dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan
tentang credietverband (S. 1908-542).

Pasal 14 (3) Undang-undang Rumah Susun, yaitu Undang-undang No.


16 Tahun 1985, menyebut kan: Sebagai tanda bukti adanya hipotik, diterbitkan
sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan buku tanah hipotik dan salinan akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pasal 14 (5) menegaskan: Sertifikat hipotik
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial
dan dapat dilaksanakan seperti Putusan Pengadilan Negeri. Sertifikat hipotik
merupakan tanda bukti adanya hipotik dan dibagian depannya, yaitu diatas
sampulnya, memakai irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Kadang-kadang irah-irah itu juga tercantum diatas akta pembebanan
hipotik yang dibu at oleh PPAT. lni adalah salah dan berkelebihan, karena akta
pernbebanan itu saja, tidak cukup untuk minta eksekusi.

Akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT, seringkali dibuat


berdasarkan surat kuasa (untuk mernasang hipotik). Surat kuasa ini harus
otentik (pasal 1171 BW), dan pada umumnya dibuat oleh Notaris. Dengan
demikian akta pernbebanan hipotik yang dibuat oleh seorang kuasa, harus
dilakukan berdasarkan surat kuasa yang otentik. Apabila dibuat oleh seorang
kuasa berdasarkan surat kuasa yang dituangkan dalam akta dibawah tangan
sebagai tidak rnemenuhi syarat subyektif, dan hipotiknya dapat dimohonkan
pembatalannya berdasarkan pasal 1154 BW.

Eksekusi hipotik dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan


yang berkekuatan hukurn yang tetap. Eksekusi dilakukan berdasarkan sertifikat

15
hipotik. Perjanjian hutang-piutang yang menyebab kan adanya hipotik bisa
dituangkan dalam akta dibawah tangan, tertera diatas kwitansi, bahkan bisa
terjadi secara lisan. Jadi tidak usah ada grosse aktanya.

Eksekusi cukup dilakukan berdasarkan sertifikat hipotik. (perhatikan


pasal 7 Pera turan Menteri Agraria No. 15 tabuh 1961), Eksekusi selain dapat
dilakukan sendiri juga dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri.
Eksekusi atas perintah dan di bawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri dari
wilayah hukum, dimana tanah yang dihipotikkan itu terletak. Eksekusi dimulai
dengan teguran dan ber akhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan
hipotik.

Pasal 200 (6) HIR menyatakan: Penjualan (le lang) benda tetap
dilakukan setelah penjualan (lelang) diumumkan menurut kebiasaan setem pat.
Penjualan (lelang) tidak boleh dilakukan sebelum hari kedelapan setelah
barang-barang itu disita.

Dengan telah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dihipotikkan


dan diserahkan uang hasil lelang kepada kreditur, selesailah sudah tagihan
kreditur dan hipotik-hipotik yang mem bebani tanah tersebut akan diroya dan
tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban,
kepada pembeli lelang. Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah
tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 (11) HIR.

Hal ini adalah berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk


menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan pasal 1178 (2) BW, dan pasal 6 UU
No.4/1997 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara
atas permohonan pemegang hipotik pertama. Janji ini hanya berlaku untuk
pemegang hipotik pertama saja. Apabila pemegang hipotik perta ma telah pula
membuat janji untuk tidak dibersihkan, (pasal 1210 BW dan pasal 11 (2) UU
Hak Tanggungan), maka apabila ada hipotik- hipotik lain-lainnya dan hasil
lelang tidak cukup untuk membayar semua hipotik yang membe bani tanah yang
bersangkutan, maka hipotik-hipotik yang tidak terbayar itu, akan tetap

16
membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dari
pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan
beban-beban hipotik yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan
tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan
dikeluarkan dengan paksa. Untuk menjaga penyalahgunaan, maka penjualan
lelang, juga berdasarkan pasal 1178 BW (ke cuali penjualan lelang ini
dilaksanakan berdasar kan pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan) selalu
baru dapat dilaksanakan setelah ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri.

Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri,


maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri
dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain.
Sebab lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan
dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negeri, adalah dalam rangka eksekusi, dan
bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara. Penjualan (lelang) benda
tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang
terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang
(pasal 200 (7) HIR, pasal 217 Rbg).

17
N. Kesimpulan
Hipotek merupakan suatu hak atas benda - benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dasar
Hukum Hipotek Kapal Laut Peraturan perundang - undangan yang mengatur
tentang hipotek kapal laut dapat dilihat pada peraturan perundang - undangan
berikut ini : Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP Pasal 314 dengan
pasal 316 kitab Undang - Undang Dagang. Adapun asas yang digunakan yakni
Asas Publiciteit, Asas Specialiteit, dan Asas tak dapat dibagi – bagi. Para pihak
dalam hipotek yaitu Pemberi Hipotek (Hypotheekgever) dan Penerima Hipotek
(Hypotheekbank). Pembebanan hipotek kapal laut sangatlah penting artinya
bagi sang pemilik kapal laut. kapal yang telah didaftarkan dalam daftar kapal
Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotik atas
kapal. Hak dari pemberi hipotek tetap menguasai bendanya, dan juga
mempergunaan bendanya sedangkan Kewajiban pemberi hipotek yakni dengan
membayar pokok beserta bunga pinjaman uang kredit dari jaminan hipotek.

Menurut ketentuan pasal 1171 KUH Perdata, pembebanan hipotik hanya


dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan
tegas ditunjuk oleh undang- undang. janji-janji yang ada dalam hipotek
bermaksud untuk melindungi kepentingan kreditur supaya tidak dirugikan. Janji
tersebut yaitu Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, Janji tentang sewa,
Janji untuk tidak dibersihkan, Janji tentang Asuransi. Unsur-unsur perjanjian
Hipotik salah satunya harus ada benda yang dijaminkan, Jangka waktu
perjanjian hipotik ada tiga yaitu Kredit jangka pendek, Kredit jangka menengah,
Kredit jangka panjang. Berakhirnya hipotek karena hapusnya perikatan pokok,
yang berupa perjanjian kredit. Eksekusi hipotik dilaksanakan seperti eksekusi
putusan Pengadilan yang berkekuatan hukurn yang tetap. Eksekusi dilakukan
berdasarkan sertifikat hipotik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, N. (2017). Kapal Laut Sebagai Objek Jaminan Hipotek dalam Perjanjian
kredit. Diss.Untag Surabaya.
Hadjsoeprapto, H. (1984). Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan.
(Yogyakarta: Liberty), hlm. 61.
Salindeho, J. (1994). Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum.
(Jakarta: Sinar Grafika), hlm.20.
Sofyan, S. S. (1981). Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah. (Yogyakarta:
Liberty), hlm. 11.
Wardani, I. K. (2012). Pelaksanaan Pembebanan Hipotek Atas Kapal PT. Bank
Negara Indonesia. Ejournal Borobudur, hlm.437.
Widjaja, K. M. (2005). Hak Istimewa Gadai dan Hipotek. Jakarta: Kencana, hlm.
221.

19

Anda mungkin juga menyukai