MAKALAH
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata
kuliah Hukum Jaminan dan Pembiayaan Syariah
Dosen Pengampu : Eva Mir’atun Niswah, M.H., M.H.I.,
Disusun oleh:
Kelompok 2
ii
HIPOTEK KAPAL LAUT
A. Pendahuluan
Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek diberlakukan sebagai jaminan
yang melekat pada seluruh benda tidak bergerak, tetapi dalam
perkembangannya jaminan atas tanah sebagai salah satu benda tidak bergerak
telah diatur dalam lembaga sendiri yaitu melalui hak tanggungan. Sehingga
benda tidak bergerak yang masih dapat dijadikan objek hipotek yaitu kapal laut
dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3. Setelah adanya Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, ketentuan-ketentuan
hipotek mengenai tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah itu tidak
berlaku lagi. Meskipun demikian, ketentuan-ketentuan hipotek dalam Buku II
KUH Perdata masih berlaku terhadap kapal yang berukuran 20 m3 ke atas yang
di daftar dalam register kapal.
1
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, “Hak Istimewa, Gadai dan Hipotek”. ( Jakarta. Kencana.
2005.) hal. 221
1
Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang - undang hukum
perdata, praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti
sesungguhnya ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang
perlu dibahas, walau demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek
ini dalam agunan kapal laut dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu
diketahui bersama. Oleh sebab itulah, hipotek identik kepada benda tak
bergerak seperti kapal laut dan pesawat terbang. Bahkan di lain term hipotek
dikhususkan pada term Hipotek Kapal Laut. Hipotek Kapal Laut mempunyai
dua term yang berbeda, masing - masing dari dua term tersebut memiliki konsep
tersndiri. Dari sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek yang ada pada kapal
laut.
Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda -
benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan
suatu perikatan. Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1
angka (2) dan pasal 49 Undang - undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
pelayaran. Kapal adalah: “Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan laut,
serta alat apaung dan bangunan yang terapung yang tidak berpindah – pindah”.
Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air dengan
bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan :
1. Tenaga mekanik
2. Tenaga angin atau ditunda
3. Berdaya dukung dinamis
4. Kendaraan di bawah permukaan laut; dan
5. Alat apung dan bangunan terapung
Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di atas. Perbedaan
20 m3 berat, akan berpengaruh pada jenis pembebanan jaminan. Apabila beratnya
kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah fidusia,
sedangkan kapal yang beratnya di atas20 m3, maka pembebanannya menggunakan
2
hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak kebendaan atas kapal yang
dibukukan atau didaftarkan (biasanya dengan isi kotor di atas20 m3) diberikan
dengan akta autentik, guna menjamin tagihan hutang”. Unsur-unsur yang
terkandung dalam hipotek kapal adalah :
Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang - undang. Orang tidak
boleh atau tidak dapat menciptakan hak - hak kebendaan lain, selain yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan
adalah hak untuk menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hak
menikmati dan hak jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang berhak
atau kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan
barang yang dibebani hipotek. Kapal yang dibukukan atau didaftar adalah grosse
akta yang merupakan salinan pertama dari asli akta. Diberikan dengan akta autentik
maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan dengan akta autentik.
Artinya dibuat di muka dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat
yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal
laut.
3
C. Dasar Hukum Hipotek Kapal Laut
Peraturan perundang - undangan yang mengatur tentang hipotek kapal
laut dapat dilihat pada peraturan perundang - undangan berikut ini :
1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai
ketentuan itu diatur tentang:
a. Ketentuan - ketentuan umum (pasal 1162 sampai dengan pasal
1178 KUHP)
b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran (pasal 1179 sampai
dengan pasal 1194 KUHP)
c. Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197
KUHP )
d. Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang
yang dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );
e. Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220 KUHP)
f. Pegawai - pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek,
tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar - daftar oleh
masyarakat (pasal 1221 sampai dengan pasal 1232 KUHP )
2. Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang - Undang Dagang. Pasal 314
KUHD berbunyi: “Kapal - kapal Indonesia yang isi kotornya
berukuran paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal
menurut peraturan, yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Inti pasal ini bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat
dibukukan. Pasal 315 KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara
hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang
didaftarkan pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama.”
Pasal 316 KUHD mengatur tentang piutang yang diberi hak
mendahului atas kapal. Piutang - piutang yang didahulukan itu, antara
lain :
a) Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari
perjanjian perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas
kapal itu.
4
b) Biaya sita lelang
c) Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya
pelabuhan serta biaya pelayaran lainnya.
d) Tagihan karena penubrukan
3. Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda
4. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran
5. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:
a. Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;
b. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum
ada, namun di dalam penjelasan UU No. 21 tahun 1992 ditentukan substansi
yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal - hal yang diatur dalam
peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek kapal laut antara lain
mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan
pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang - undangan.
5
3. Asas tak dapat dibagi - bagi (Ondeelbaarheid), ini berarti bahwa hipotik
itu membebani seluruh objek atau benda yang dihipotikkan dalam
keseluruhannya atas setiap benda dan atas setiap bagian dari benda-
benda bergerak. Dengan dibayarnya sebagian dari hutang tidak
mengurangi atau meniadakan sebagai dari benda yang menjadi
tanggungan.2
2
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, (Yogyakarta: Liberty,
1981), hal. 11
6
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap. pembebanan hipotik atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotik
oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal di tempat kapal
didaftarkan dan dicatat dalam daftar induk pendaftaran kapal.
3
Indah Kusuma Wardani, Pelaksanaan Pembebanan Hipotek Atas Kapal Pada PT. Bank Negara
Indonesia, Jurnal: Ejournal.borobudur. (2012) hlm. 437
7
H. Cara Mengadakan Hipotek
Menurut ketentuan pasal 1171 KUH Perdata, hipotik hanya dapat
diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas
ditunjuk oleh undang- undang, dari ketentuan Pasal 1171 KUH Perdata tersebut
berarti kalau seseorang akan memasang hipotik, maka perjanjian pemasangan
hipotik harus dibuat dalam bentuk akta resmi. Seperti dalam hal hipotik atas
tanah maka perjanjian pemasangan atau pembebanannya harus dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) setempat. Sedang yang dapat menjadi
PPAT ialah: Notaris yang telah ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri menjadi
PPAT. Mereka yang bukan notaries, tetapi yang telah ditunjuk oleh Menteri
Dalam Negeri menjadi PPAT. Camat yang secara ex officio menjadi PPAT.
Contoh lain ialah hal hipotik atas kapal, maka yang berwenang membuat
akte pemasangan hipotik iala Pejabat Pendaftaran dan Pencatatan Balik Nama
di tempat kapal yang bersangkutan didaftarkan.
1. Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, pasal 1178 KUH Perdata.
2. Janji tentang sewa, pasal 1185 KUH Perdata.
3. Janji untuk tidak dibersihkan, pasal 1210 KUH Perdata.
4. Janji tentang Asuransi, pasal 297 KUHD.
8
hipotik itu kurang dari nilai yang sesungguhnya sehingga berakibat tidak
seluruh piutang-piutang kreditur dapat dibayar dari hasil penjualan benda
tersebut. Larangan adanya janji yang demikian itu juga kita jumpai pada
Credietverband yaitu diatur dalam pasal 12 dari Peraturan mengenai
Credietverband yang menentukan semua janji-janji dimana kreditur dikuasakan
untuk memiliki benda yang menjadi jaminan adalah batal.4
4
John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1994), Cet. I, h. 20
9
pembayaran uang muka, karena semuanya itu akan merugikan kreditur jika
benda itu harus dilelang mengingat berlakunya pasal 1576 KUH Perdata,
mengenai asas “Koop breekt geen huur”, janji sewa yang demikian itu tidak
hanya mengikat para pihak melainkan juga mengikat pihak ketiga, mereka
memperoleh hak. Kalau janji yang demikian itu dilanggar oleh pemilik
tanah maka pemegang hipotik dapat menuntut pelaksanaan janji tersebut
dari si penyewa, yaitu dapat menuntut pembatalan perjanjian sewa-
menyewa itu.
Ada persoalan bagaimana jika tanah objek hipotik itu dijual oleh
pemegang hipotik untuk melunasi hutang-hutang pemberi hipotik, apakah
pembeli tanah itu juga mempunyai hak untuk menegur penyewa apabila
dulu pemilik tanah melanggar janji tentang sewa. Menurut Scholten, sesuai
dengan pendiriannya bahwa dalam melaksankan penjualan tanah yang
dibebani hipoti di situ bertindaknya pemegang hipotik bukan mewakili
pemilik tanah melainkan melaksanakan haknya sendiri, maka haknya
pemegang hipotik untuk menegur penyewa itu dianggap beralih kepada
pambeli tanah. Jadi pembeli tanah dapat menegur penyewa atau menuntut
pembatalan manakala janji itu dilanggar.
10
penjualan tanah oleh pemegang hipotik guna melaksanakan haknya atau
atas perintah pengadilan.
5
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta:
Liberty, 1984), Edisi I, h. 61
6
Nuraini, Dewi. Kapal Laut Sebagai Objek Jaminan Hipotek Dalam Perjanjian Kredit. Diss. Untag
Surabaya, 2017.
11
K. Jangka waktu perjanjian hipotik
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal, adalah dengan
menggunakan kredit dengan jangka waktu panjang karena hipotek kapal
merupakan investasi jangka panjang dan memerlukan biaya yang besar untuk
membiayai sebuah kapal.
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1(satu) tahun
dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk
peternakan (kredit peternakan ayam) atau jika untuk pertanian misalnya
tanaman padi atau palawija
Jangka kreditnya berkisar antara 1(satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun
dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Contohnya
kredit untuk pertanian seperti jeruk dsb.
L. Hapusnya Hipotek
Mengenai sebab-sebab yang menjadikan hapusnya hipotek disebutkan
dalam pasal 1209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu:
12
perjanjian kredit itu mengakibatkan hipotek sebagai perjanjian accessoir dari
perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit menjadi hapus (pasal 1381 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata), Akan tetapi, apabila kredit tersebut hanya
dibayar sebagian atau belum lunas, maka hipotek belum hapus. Hal ini
disebabkan sebagai akibat azas tidak dapat dibagi-bagi dari hipotek,
7
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Bendar Liberty, Yogyakarta, 1981, h. 118,
dikutip dari Vollmar, Inleiding Nederlands Burgerllikrechtf h. 262.
13
kreditur preferen yang mempunyai hak untuk lebih didahulukan atas
pemenuhan piutangnya daripada kreditur-kreditur yang lainnya, Jadi, bank
kedudukannya berubah menjadi kreditur biasa yang sama berhak dan bersaing
dengan kreditur-kreditur lainnya. Dengan demikian, maka ada kemungkinan
piutangnya hanya dibayar sebagian dan ini jelas akan merugikan bank.
1. Jika tanah hapus karena pencabutan hak maka pengganti kerugian yang
diberikan adalah untuk pelunasan hutangnya debitur.
2. Jika tanah hapus karena pembatalan dan kembali dalam kekuasaan Negara
maka hendaknya Pemerintah memberikan hak kepada kreditur untuk
melanjutkan hak tersebut dan wenang untuk menjual hak tersebut,
3. Jika tanah hapus karena habisnya waktu yang diberikan, selayaknya Bank
memperhitungkan deogan seksama jangka waktu pemberian hak tersebut.9
M. Eksekusi Hipotek
Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 menyatakan:
Salinan dari Akta yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah
akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala
9
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Bendar Liberty, Yogyakarta, 1981, h. 48,
dikutip dari Vollmar, Inleiding Nederlands Burgerllikrechtf h. 262.
14
Kantor Pendaf taran Tanah, dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan
sertifikat hipotik, crediet verband yang bersangkutan dan di berikan kepada
kreditur yang berhak.
Sertifikat hipotik dan crediet verband, yang disertai salinan akta yang
dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, mempunyai fungsi sebagai grosse akta hipotik
dan crediet verband, serta mempunyai kekuatan eksekutorial sebagai yang
dimaksudkan dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan
tentang credietverband (S. 1908-542).
15
hipotik. Perjanjian hutang-piutang yang menyebab kan adanya hipotik bisa
dituangkan dalam akta dibawah tangan, tertera diatas kwitansi, bahkan bisa
terjadi secara lisan. Jadi tidak usah ada grosse aktanya.
Pasal 200 (6) HIR menyatakan: Penjualan (le lang) benda tetap
dilakukan setelah penjualan (lelang) diumumkan menurut kebiasaan setem pat.
Penjualan (lelang) tidak boleh dilakukan sebelum hari kedelapan setelah
barang-barang itu disita.
16
membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dari
pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan
beban-beban hipotik yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan
tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan
dikeluarkan dengan paksa. Untuk menjaga penyalahgunaan, maka penjualan
lelang, juga berdasarkan pasal 1178 BW (ke cuali penjualan lelang ini
dilaksanakan berdasar kan pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan) selalu
baru dapat dilaksanakan setelah ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri.
17
N. Kesimpulan
Hipotek merupakan suatu hak atas benda - benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dasar
Hukum Hipotek Kapal Laut Peraturan perundang - undangan yang mengatur
tentang hipotek kapal laut dapat dilihat pada peraturan perundang - undangan
berikut ini : Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP Pasal 314 dengan
pasal 316 kitab Undang - Undang Dagang. Adapun asas yang digunakan yakni
Asas Publiciteit, Asas Specialiteit, dan Asas tak dapat dibagi – bagi. Para pihak
dalam hipotek yaitu Pemberi Hipotek (Hypotheekgever) dan Penerima Hipotek
(Hypotheekbank). Pembebanan hipotek kapal laut sangatlah penting artinya
bagi sang pemilik kapal laut. kapal yang telah didaftarkan dalam daftar kapal
Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotik atas
kapal. Hak dari pemberi hipotek tetap menguasai bendanya, dan juga
mempergunaan bendanya sedangkan Kewajiban pemberi hipotek yakni dengan
membayar pokok beserta bunga pinjaman uang kredit dari jaminan hipotek.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, N. (2017). Kapal Laut Sebagai Objek Jaminan Hipotek dalam Perjanjian
kredit. Diss.Untag Surabaya.
Hadjsoeprapto, H. (1984). Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan.
(Yogyakarta: Liberty), hlm. 61.
Salindeho, J. (1994). Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum.
(Jakarta: Sinar Grafika), hlm.20.
Sofyan, S. S. (1981). Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah. (Yogyakarta:
Liberty), hlm. 11.
Wardani, I. K. (2012). Pelaksanaan Pembebanan Hipotek Atas Kapal PT. Bank
Negara Indonesia. Ejournal Borobudur, hlm.437.
Widjaja, K. M. (2005). Hak Istimewa Gadai dan Hipotek. Jakarta: Kencana, hlm.
221.
19