(Before Mid)
1. Sebagai suatu per-UU-an yang bersifat khusus, dasar berlakunya dapat menyimpang dari
ketentuan umum buku I KUHP. Contoh : penyimpangan bisa dari penyidiknya,
penahanan, pejabt publiknya.
2. Penyimpangan tidak terbatas pada hukum pidana materiil, tetapi meliputi juga hukum
pidana formil.
3. Kekhususan Per-UU-an pidana khusus dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, subyek
tindak pidana, pidana dan pemidanaannya.
4. Subyek hukum tindak pidana khusus diperluas, tidak hanya orang pribadi, tetapi juga
korporasi (badan hukum).
5. Dari aspek pemidanaan, dilihat dari pola perumusan ataupun pola ancaman sanksi
menyimpang dari KUHP.
6. Dari substansi hukum penyimpangan bisa meliputi tindak pidana, pertanggungjawaban
pidana, serta pidana & pemidanaan.
Viarious Liability
= Pertanggungjawaban pengganti, di dalam pelanggaran HAM berat. Misalnya seorang
komandan dapat dimintai pertanggungjawaban atas yang diperbuat si anak buahnya
sepanjang perbuatan anak buah dalam melakukannya merupakan wewenang si komandan dan
di bawah control efektif si komandan.
Strict Liability
= Pertanggungjawaban mutlak, berlaku sepanjang perbuatan itu mencocoki rumusan delik,
siapa saja dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, terkadang tidak perlu adanya
kesalahan. Contoh :
1. Menyetir dalam keadaan mabuk, sepanjang tidak menabrak namun jika ditest
kandungan alcohol dalam tubuh kita melebihi batas, dapat langsung dipidana.
2. Kebakaran hutan yang disebabkan karena kealpaan seseorang.
KUHP : pidana mati, pidana penjara/kurungan, pidana denda (pidana pokok) Selalu
bersifat alternative, misalnya pidana penjara atau pidana denda, pidana denda atau pidana
kurungan. Bisa juga bersifat kumulatif : Pidana penjara dan pidana denda. Sifat kumulatif-
alternatif : pidana penjara dana atau pidana denda.
Minimum ancaman pidana penjara atau pidana kurungan adalah satu hari. Namun dalam
tindak pidana khusus ditentukan sendiri, misalnya dalam terorisme minimal pidana penjara
selama 4 tahun, konsekuensinya hakim tidak boleh menjatuhkan pidana penjara di bawah
minimum yang sudah diatur karena berdasarkan kepentingan hokum yang dilindungi.
Disparitas pidana
= Pembedaan pemidanaan tanpa adanya suatu pembenaran hokum yang bisa dibenarkan
agar tidak adanya disparitas ini dibuatlah batas minimum pemidanaan.
C. Perbedaan Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus secara Materil
D. Perbedaan Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus secara Formil
Pelanggaran HAM berat merupakan tindakan yang berbahaya dan mengancam nyawa seseorang
yang dilakukan oleh individu atau sekelompok manusia. Pelangaran HAM berat meliputi :
1) Genosida
2) Kejahatan terhadap kemanusiaan
3) Kejahatan perang
4) Kejahatan agresi
Penyelidikan untuk pelanggaran HAM berat diperlukan penyelidikan dengan membentuk tim ad
hoc, penyidik ad hoc, penunutut ad hoc, dan hakim ad hoc. Khususnya untuk penyelidikan dilakukan
oleh Komnas HAM disebabkan karena kepercayaan publik yang semakin merosot terhadap institusi
negara, dhi POLRI dan Kejaksaan. Penyidik tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan
sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Penyelidikan dalam RUU KUHAP ingin dihapuskan, karena dianggap hanya sebagai fungsi ... dan
merupakan masalah internal, sehingga tidak perlu diatur dalam RUU KUHAP. Dalam penanganan
pelanggaran HAM berat ditetapkan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu unuk melakukan
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Diperlukan ketentuan mengenai
perlindungan korban dan saksi, tidak ada daluwarsa bagi pelanggaran HAM berat.
2. Kejahatan Terorisme
Hakekat perbuatan terorisme adalah perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang
mengandung karakter politik. Dapat berupa penimulan korban massal,perompakan,pembajakan
udara,penyanderaan, dan sebagainya.
Dengan kaitannya dengan ekstradisi, tindak pidana terorisme tidak boleh dianggap sebagai tindak
pidana politik sekalipun dilakukan dengan motif politik. Sehingga terorisme tidak dapat dikategorikan
sebagai “non-extraditable crime” (Pasal 5 UU Terorisme) . Pelaku terorisme dapat bersifat negara,
individu, atau kelompok.
Kejahatan terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crime), dapat
disejajarkan dengan kejahatan perang atau kerjahatan terdahadap kemanusiaan (lanjut ppt)
Kejahatan transnasional terjadi apabila di lebih dari satu negara, satu dengan yang lainnya
berkaitan, terjadi di satu negara di bagian terpenting suatu negara dipersiapkan, direncanakan,
dikendalikan, dikontrol oleh negara lain, di suatu negara melibatkan kelompok organisasi
kejahatan yang melakaukan aktivitas di lebih dari satu negara.
II. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Loundring)
A. Dasar Hukum
UU NO. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang ini dimaksudnya untuk mencegah atau menanggulangi kejahatan tertentu yang
menghasilkan sejumlah uang yang cukup besar. Difinalisasikan karena uang yang dihasilkan dari
kejahatan tersebut, ketika dimasukan ke dalam sistem keuangan yang sah (bank, bisnis, ditukarkan,
pasar modal) atau dipindahkan dari jasa keuangan satu dengan jasa keuangan yang lain.
Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul hasil
kejahatan dengan pelbagai cara, sehingga mengakibatkan sulitnya pelacakan dan pengembalian uang
hasil kejahatan. Uang hasil kejahatan dimanfaatkan untuk belbagai kegiatan yang sah atau tidak sah.
B. Pendahuluan
Pencucian uang adalah perbuatan orang atau korporasi yang memperoleh sejumlah uang yang
berasal atau patut diduga berasal dari tindak pidana tertentu (predicate/core crime/principle violater)
yang sekitar 27 jenis perbuatan pidana seperti, Korupsi, penyuapan, peyelendupan (barang, tenaga
kerja Imigran), bidang perbankan, bidang pasar modal, bidang asuransi, narkotika, psikotropika,
perdagangan (manusia, senjata gelap), penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan,
pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, bidang perpajakan, bidang kehutanan, bidang lingkungan
hidup, bidang kelautan, dan tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara paling sedikit
4 tahun atau lebih, serta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan atau digunakan
secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris atau teroris
perseorangan.
Ukuran patut diduga, adalah suatu kondisi yang memenuhi setidak-tidaknya berdasarkan
pengetahuan, keinginan atau tujuan pada saat terjadinya transaksi yang diketahuinya yang
mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum.
C. Transaksi
Transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindah bukuan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau
tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Ukuran untuk menduga adanya
Tindak Pidana Pencucian Uang adalah dengan adanya transaksi yang menucurigakan. Yang dimaksud
dengan transaksi mencurigakan adalah :
1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi
dari Pengguna jasa yang bersangkutan.
2. Transaksi yang dilakukan oleh pengguna jasa yang patut diduga untuk menghindari
pelaporan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor.
3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakanan harta
kekayaan yang diduga berasl dari hasil kejahatan.
4. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor karena
melibatkan harta kekayaan yang diduga hasil kejahatan.
5. Karakter umum transaksi yang mencurigakan, transaksi dalam jumlah uang yang cukup besar,
dilakukan secara berulang-ulang, tidak mempunyai tujuan ekonomi maupun bisnis yang jelas,
aktivitas transaksi nasabah diluar kebiasaan dan kewajaran.
1. Subyek hukum
Subyek hukum meliputi individu pribadi atau korporasi yang menempatkan, mentrasfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang lain atau surat berharga atau melakukan
perbuatan lain yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil kejahatan, dengan maksud
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan diancam dengan pidana penjara
paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 milyar.
Pelaku dapat dibagi 2 yaitu pelaku aktif dan pelaku pasif, dimana pelaku aktif adalah setiap orang
yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak,
atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda
paling banyak Rp 5 milyar.
Sedangkan pelaku pasif adalah setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran atau menggunakan harta
kekayaan yang diketahui atau patut di duganya merupakan hasil tindak pidana diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 milyard. (pelaku pasif).
2) Korporasi
a. Korporasi dapat dijatuhi pidana apabila :
- Dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi
- Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi
- Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah
- Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi
b. Jenis sanksi pidana korporasi
a) Pidana pokok paling banyak Rp 100 milyar
b) Pidana tambahan :
- Pengumuman putusan hakim
- Pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha
- Pencabutan izin usaha
- Pembubaran dan/atau pelarangan korporasi
- Perampasan dan/atau pengalihan aset korporasi oleh negara
Atas putusan pidana denda yang tidak dibayar terpidana dapat dikenai sanksi berupa pidana
kurungan paling lama 1 tahun 4 bulan.
2. Pejabat-pejabat tertentu
1) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim dan setiap orang yang
memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka menjalankan tugasnya wajib
merahasiakan dokumen atau keterangan yang diperoleh (keculai untuk memenuhi kewajiban
dalam UU). Atas pelanggaran ketentuan ini diancam pidana penjara paling lama 4 tahun (anti
tipping off).
2) Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai pihak pelapor dilarang memberitahukan kepada
pengguna jasa atau pihak lain secara langsung atau tidak langsung atau dengan cara apapun
mengenai transaksi yang mencurigkan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada
PPATK. Pejabat atau pegawai PPATK, lembaga pengawas dan pengatur dilarang
memberitahukan laporan transaksi yang mencurigkan yang akan atau telah dilaporkan kepada
PPATK secara langsung atau tidak langsung atau dengan cara apapun kepada pengguna jasa
(keculai untuk memenuhi kewajiban dalam UU). Atas pelanggaran ketentuan ini diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.
3) Melakukan campur tangan terdahap pelaksanan tugas dan wewenang PPAT diancam dengan
pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
4) Pejabat PPATK yang tidak menolak atau segala bentuk campur tangan terdahap pelaksanan
tugas dan wewenang PPAT diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda
paling banyak Rp 500 juta.
5) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim wajib merahasiakan pelapor
Atas pelanggaran ketentuan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun.
3. Setiap orang yang membawa uang ke/dari luar negeri wajib melapor kepada pihak Bea dan
Cukai, Atas pelanggaran ketentuan ini diancam dengan pidana denda sebesar 10 % dari nilai
yang dibawa dan besaran denda paling banayak Rp 300 juta.
E. Pelaporan
Kewajiban penyedia barang atau Jasa lain untuk melaporkan kepada PPATK :
a. Transaksi keuangan tunai dalam 1 hari dengan jumlah paling sedikit Rp 500 juta.
b. Laporan disampaikan dalam waktu 14 hari stelah diketahui adanya transaksi di atas.
c. Penyedia barang/jasa yang tidak melapor dikenai sanksi adminstrasi.
Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan KUHAP, kecuali
ditentukan secara khusus, beberapa ketentuan khusus. Dalam tindak pidana pencucian uang tidak
perlu membuktikan tindak pidana pokoknya (penangkapan dari hilir).
- Memerintahkan kepada pelapor untuk melekukan penundaan transaksi untuk paling lama 5
hari kerja, perintah penundaan dilakukan secara tertulis dngan menyebutkan identitas
pemohon/termohon, alasan penundaan dan tempat harta disimpan. Pelapornya adalah jasa
keuangan atau jasa tertentu yang berkaitan dengan TPPU terkait dengan transaksi
mencurigakan yang terjadi dalam sistemnya. Maka, transaksi tersebut akan ditunda sementara
untuk diselidiki lebih lanjut dengan jangka waktu tertntu untuk mencegah timbulnya kerugian
pada pihak yang bertransaksi.
- Meminta pemblokiran rekening terhadap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada
penyidik, tersangka, terdakwa kepada jasa keuangan, perintah dilakukan secara tertulis dngan
menyebutkan identitas pemohon/termohon, tindak pidana yang disangkakan dan tempat harta
disimpan. Pemblokiran dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari.kerja
- Meminta kepada pihak pelapor tentang harta kekayaan atas orang telah dilaporkan oleh
PPATK kepada penyidik tersangka, terdakwa. Permintan diajukan secara tertulis dengan
menyebutkan identitas pemohon/termohon, tindak pidana yang disangkakan dan tempat harta
disimpan, dengan disertai laporan polisi dan surat perintah penyidikan, surat penunjukan
sebagai penuntut umum, surat penetapan majelis. Permohonan harus ditandatangani oleh
Kapolri/Kapolda jika diajukan oleh penyidik. Jaksa Agung atau Kajati dalam hal
penyidikan/penuntutan oleh Jaksa, hakim ketua majelis pemeriksa. Pimpinan
lembaga/instansi dal hal penyidikan dilakukan oleh penyidik non polri.
1. Penyidikan
2. Penuntutan
3. Pemeriksaan sidang
A. Pengertian
Arti sempit tindak pidana ekonomi diatur dalam UU No.7 Drt Tahun 1955. Sedangkan tindak
pidana secara luas adalah semua tindak tindak pidana ekonomi yang bermotif ekonomi, kejahatan
yang berpengaruh negatif terhaadap perekonomian negara dan sosial seperti korupsi, penggelapan,
penyelewengan dana masyarakat, pencucian uang, tindak pidana bidang perbankan, penipuan
konsumen, dan lain-lain (Konggres PBB ke 6 tahun 1980 tentang the prevention of crime and the
treatment of offenders).
Tindak pidana ekonomi ini adalah penyimpangan tindak pidana dari tindak pidana umum, dahulu
orang-orang hanya mengenal tindak pidana umum, namun semakin berjalannya waktu dan
berkembangnya teknologi, tidak hanya teknologi yang berkembang, tindak pidana yang dilakukan
oleh manusia juga berkembang.
Sedangkan Tindak pidana dalam bidang ekonomi dengan arti luas (economic abuses (conklin)) adalah
tindak pidana dalam bidang ekonomi dilakukan oleh perorangan atau korporasi, tujuannya adalah
untuk menghindari pembayaran uang/pajak dan memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan
pribadi.
3. Economy crimes
Istilah economy crimes lebih luas daripada business crime, dan business torts. Stanford membagi
economy crime menjadi 3 kelompok, yaitu :
1) Property crimes, yaitu kejahatan yang mengancam keselamatan harta benda seseorang atau
negara
2) Regullatory crimes, yaitu kejahatan yang melanggar aturan pemerintah. Dimaksudkan adalah
tindak pidana yang tidak hanya mendapatkan sanksi pidana, melainkan sanksi administrasi juga
3) Tax crimes, yaitu kejahatan yang berhubungan dengan peraturan perpajakan
1. Prefentif
2. Represif
(tambahin sendiri)
Upaya lain :
1. Evaluasi kriminalisasi
2. Peningkatan pengetahuan penegak hukum
3. Pembentukan badan khusus
4. Meningkatkan kerjasama internasional
5. Meningkatkan efektifita penuntutan
6. Pemidanaan terhadap korporasi
7. Tujuan pemidanaan adalah moral dan deterrent effect
2) Elastis
Dalam hal ada suatu perbuatan pidana yang penyelesaianya pada Undang-Undang Tindak Pidana
Ekonomi tapi kalau kemudian ada ketentuan lain yang mengatur juga maka yang dipakai adalah
ketentuan tersebut.
3) Administratif
Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi terdapat sanksi administratif juga selain sanksi
pidana. Sanksi ini semestara didahulukan oleh jaksa
A. Pendahuluan
Dalam arti luas tindak pidana perbankan adalah kejahatan perorangan terhadap bank , kejahatan
bank terhadap bank lain, dan kejahatan bank terhadap perorangan. Sedangkan dalam arti sempit
tindak pidana perbankan (lanjut ppt)
Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari
Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00
(dua puluh miliar rupiah).
Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang
berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-
badan dimaksud dilakukan baik terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka
yang memberikan perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam
perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Dengan sengaja pihak bank menerima, mengizinkan, menyetujui untuk terima imbalan, komisi,
uang, barang untuk kepentingan pribadi untuk kelancaran kredit melebihi batas. Ancaman pidana
penjara 3-5 tahun dan denda 5-100 M.
1. Subyek hukum
Subyek hukum dapat perorangann atau korporasi/badan hukum. Untuk korporasi yang dapat
bertanggung jawab adalah :
1) Pemberi perintah, atau
2) Pemimpin
3) Keduanya
2. Sanksi pidana
Macam sanksi pidana dalam undang-undang perbankan adalah hanya ada pidana pokok. Sanksi
administratif ada dalam pasal 52 ayat (2) UU Perbankan, tetap tidak diimplemenasikan dalam sistem
pemidanaan, arti lainnya adalah sebagai teguran tertulis, denda, penurunan tingkat kesehatan bank,
dan pembekuan kegiatan usaha.
A. Pendahuluan
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat kepada individu di mana
implementasinya harus dijamin oleh negara. Dalam konteks ini, setiap negara berkewajiban untuk
menghormati, melindungi, dan mempromosikan hak asasi manusia.
Perbedaan antara pelanggaran HAM biasa dan pelanggaran HAM berat :
1. Pelanggaran HAM biasa mengacu pada kegagalan negara untuk menghormati, melindungi,
mempromosikan, semua hak asasi manusia
2. Pelanggaran HAM berat mengacu pada kegagalan negara
untuk menghormati, melindungi, mempromosikan hak asasi
Note :
manusia yang mendasar/hak fundamental, dalam situasi
dimana : Hak fundamental adalah hak yang
- Pelanggaran dilakukan dalam skala besar (kuantitas) dan mengenai kehidupan seperti hak
secara sistematis (kualitas : beruntun dan berencana) kebebasan, sedangkan hak
- Pelanggaran dilakukan oleh kelompok bersenjata atau mendapatkan pendidikan dan
mungkin negara itu sendiri mendapatkan pekerjaan bukan hak
- Pelanggaran berpotensi mempengaruhi perdamain, fundamental.
politik, stabilitas dan keamanan negara
Pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran yang dilakukan secara besar-besaran terhadap
hak asasi manusia
2. Congo v. Uganda
Pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia rakyat kongo
3. African commision on human and peple’s right v. Great socialist people of arab jamahirya
“Serious and massive violations against fundamental human rights protected under the
African Charter”
Pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran serius dan dilakukan secara besar-besaran
terhadap hak manusia yang fundamental yang dilindungi di bawah Piagam Afrika
1. Genosida
Genosida pertama kali diperkenalkan oleh Raphael Lemkin pada tahun 1944. Sifat unik
genosida dijelaskan dalam Resolusi UNGA 96 (1):
“Genocide is a denial of the right of existence of entire human groups, as homicide is the denial
of the right to live of individuals”
Genosida adalah pengingkaran hak eksistensi seluruh kelompok manusia, seperti pembunuhan
yang merupakan pengingkaran hak hidup individu.
Dapat dikatakan juga bahwa genosida adalah pembunuhan terhadap etnis, penyebabnya adalah
karena kebencian terhadap suatu kelompok.
Delik genosida
Untuk keperluan Statuta ini, “genosida” berarti setiap perbuatan berikut ini yang dilakukan
dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian, suatu kelompok nasional,
etnis, ras atau keagamaan, seperti misalnya :
1) Membunuh anggota kelompok tersebut
2) Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut
3) Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan
akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian
Penyiksaan yang dibuat secara sistematis. contoh : final resolution to the jewish problem,
saat hitler ingin memusnahkan orang-orang Yahudi, ia melakukan penyiksaan terhadap
orang-orang Yahudi dengan sistematis, yaitu dengan menguasai ekonomi mereka dan
melakukan penyiksaan dengan membebani hidup mereka sehingga mereka kesulitan dan
tidak dapat melawan.
Untuk keperluan Statuta ini, “kejahatan terhadap kemanusiaan” berarti salah satu dari perbuatan
berikut ini apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan
kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui adanya serangan itu :
1) Pembunuhan
2) Pemusnahan
3) Perbudakan
4) Deportasi atau pemindahan paksa penduduk
5) Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan
dasar hukum internasional
6) Penyiksaan
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan
sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat
8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar
politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender sebagai didefinisikan dalam ayat 3, atau
atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum
internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau
setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah
9) Penghilangan paksa
10)Kejahatan apartheid (Apartheid adalah sistem pemisahan ras)
11)Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan
penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik
berbeda dengan prinsip pidana di Indonesia yang berpegang pad asas legalitas dan tidak
menggunakan analogi, dalam pelanggaran HAM berat internasional dibutuhkan analogi,
istilahnya di dalam pidana adalah ejusdem generis.
3. Kejahatan Perang
1) Kejahatan perang adalah pelanggaran berat terhadap hukum perang. Sumber hukum perang :
a. The hague reulation or “Hague Law”
b. The Geneva Conventions 1949 or “Genewa Law”
c. Customary international law on the laws of war
d. Domestik military codes
Kapan dan kepada siapa IHL atau hukum perang berlaku?
a. Sumber-sumber hukum perang hanya berlaku dalam konteks konflik bersenjata
b. Hukum atau perang ditujukan kepada para pejuang yang ikut serta dalam konflik
bersenjata semacam itu;
2) Tidak setiap pelanggaran yang melanggar terhadap hukum perang dapat dianggap sebagai
kejahatan perang :
a. Kejahatan perang hanya menyangkut mengenai pelanggaran terhadap hak asasi manusia
yang fundamental, untuk mengkategorikan sebuah pelanggaran sebagai kejahatan perang
maka menggunakan :
- Prinsip pembedaan
- Prinsip tindakan pencegahan
- Prinsip proporsionalitas
b. Pelanggaran semacam itu harus dilakukan dalam konten yang terkait dengan konflik
bersenjata
2) Pelanggaran serius lain terhadap hukum dan kebiasaan yang dapat diterapkan dalam sengketa
bersenjata internasional, dalam rangka hukum internasional yang ditetapkan, yaitu salah satu
perbuatan-perbuatan berikut ini :
a. Secara sengaja melancarkan serangan terhadap sekelompok penduduk sipil atau terhadap
setiap orang sipil yang tidak ikut serta secara langsung dalam pertikaian itu
b. Secara sengaja melakukan serangan terhadap objek-objek sipil, yaitu, objek yang bukan
merupakan sasaran militer
c. Secara sengaja melakukan serangan terhadap personil, instalasi, material, satuan atau
kendaraan yang terlibat dalam suatu bantuan kemanusiaan atau misi penjaga perdamaian
sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, sejauh bahwa mereka berhak atas
perlindungan yang diberikan kepada objek-objek sipil berdasarkan hukum internasional
mengenai sengketa bersenjata
....
(dan lainnya)
Studi Kasus
Internasional people’s tribunal 1965
1. Apa iyu Internasional People Tribunal 1965?
2. Apa latar belakang sejarah dari Internasional People Tribunal?
3. Apa yang 'diputuskan' oleh IPT? Bagaimana?
4. Apa hasilnya?
5. Apa implikasi hukum IPT?
Jawaban :
https://www.tribunal1965.org/tribunal-1965/mukadimah/
https://www.tribunal1965.org/en/apa-itu-ipt-1965/
https://tirto.id/ipt-1965-bm19
A. Pendahuluan
Hukum pidana khusus dibagi menjadi 2 yaitu hukum pidana khusus yang merupakan UU Pidana
(internal) dan yang bukan merupakan Undang-Undang Pidana (eksternal). Hukum pidana khusus
internal memandang hukum pidana sebagai penegakan hukum, bersifat primum remedium.
Sedangkan hukum pidana khusus ekternal berifat ultimum remedium.
UU No. 18 Tahun 2013 merupakan hukum pidana khusus internal. UU ini dikenal dengan istilah
green crime, maksudnya adalah degradasi lingkungan hidup yang dilihat dari studi kejahatan. Green
crime dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Primary green crime
a. Kejahatan polusi udara, misalnya kebakaran hutan
Kejahatan ini sering dilakukan karena membakar hutan adalah cara tercepat untuk
memperluas lahan, namun sering kali tidak dipikirkan dampaknya yang akan terjadi.
B. Definisi
Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui pembalakan liar,
penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertetntangan hakikat izin dalam
kawasan hutan ditetapkan/ditunjuk/diproses penetapannya oleh pemerintah. Selain definisi diatas,
yang juga termasuk illegal logging adalah :
1. Penebangan hutan tanpa izin HPH (Hak pengelolaan hutan)
2. Penebangan di luar kawasan yang ditentukan dalam HPH
3. Penebangan di luar batas toleransi, adapun masih dalam kawasan izin. Mislanya melebihi jumlah
yang ditentukan
4. Penebangan dilakukan sah, sesuai batas toleransi, tidak keluar dari kawasan yang ditentukan,
namun hasil hutan diseludupkan
Inpes No. 5 illegal logging
Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang
terorganisasi. Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah adalah kegiatan terorganisasi untuk
pertambangan atau perkebunan.
Klasifikasi hutan
Hutan :
1. Hutan negara
2. Hutan hak
3. Hutan adak
Fungsi :
1. Konservasi
a. Suaka alam
b. Pelestarian alam
c. Taman buru
2. Lindung
3. Produksi
C. Latar belakang
Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 Personifikasi Alam
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapalkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Perusakan Hutan menjadi sebuah kejahatan luar biasa yang merusak multi dimensi kehidupan
(konsideran d) Modus juga Luar biasa (konsideran e) namun aturan saat ini belum efektif (konsideran
f). Pentingnya menjaga hutan adalah karena Indonesia memiliki salah satu hutan tropis yang terluas di
dunia, sehingga kerusakan hutan Indonesia akan memberi dampak terhadap Internasional.
Dari pasal 50 dan pasal 78 UU No.41 Tahun 1999 lalu dibuat UU P3H. Awalnya dijadikan hukum
pidana administratif (eksternal) lalu berubah menjadi hukum pidana khusus internal. UU P3H
komprehensif dalam mengatur materil dan formil.
1. Pencegahan
2. Pemberantasan
Perusakan hutan :
1) Penggunaan kawasan hutan tidak sah
a. Pertambangan
b. Perkebunan
2) Pembalakan liar
a. Delik terkait
Dalam penerapan UU Pidana Khusus perlu memahami 1. Asas lex posteriori derogat legi
perkembangan asas lex spesialis yang meliputi : priori (Peraturan yang baru akan
menghapus peraturan yang lama)
1) Logische Specialiteit (Ketentuan yang paling 2. Asas lex speciali derogat legi
khusus) generali (Peraturan yang lebih
khusus akan mengesampingnkan
2) Lex consumen derogat legi consumte peraturan yang lama)
Hukum yang satu mengabsorsi hukum yang lain. 3. Asas lex superior derogat legi
Disini suatu perbuatan memenuhi unsur delik inferior (peraturan yang lebih
tinggi akan mengesampingkan
peraturan yang bersifat umum)
yang terdapat dalam beberapa ketentuan hukum pidana khusus, yang faktanya lebih dominan
dalam kasus tersebut.
2) Penyidik Wajib :
Hukum Formil
1) Pasal 39 b dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, penuntut umum wajib melakukan
penyidikan paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga
puluh) hari
2) Setiap pejabat yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39,
Pasal 40, dan Pasal 41 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengadilan Tingkat I
1) Komposisi hakim : 1 karir + 2 ad hoc
a. Diusulkan oleh MA diangkat oleh Presiden
b. Sarjana Hukum atau Keahlian di bidang kehutanan (berpengalaman min. 10 Tahun)
2) Dapat dilakukan In absentia (pasal 51 ayat (1))
3. Kelembagaan
Lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan bertanggung jawab langsung pada
Presiden.Unsur-unsurnya meliputi Kemenhut, Polri, Kejaksaan, dan lainnya. Tugas lembaga
pencegahan dan pemberatasan hutan adalah melakukan :
1) Pencegahan
2) Penindakan
3) Hukum dan Kerjasama
4) Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat
Lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dapat membentuk Satgas untuk
penyelidikan sampai penuntutan.
Pasal 111 (2) after 2 years Kewenangan untuk semua perbuatan pidana dalam UU
(1) Lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 harus telah terbentuk paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
(2) Sejak terbentuknya lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penanganan semua tindak
pidana perusakan hutan yang terorganisasi sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini
menjadi kewenangan lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Definisi
– Saksi : Melihat, mendengar, mengalami
– Pelapor : yang memberi laporan
– Informan : memberi info secara rahasia
F. Ketentuan Pidana
Pasal 82
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja :
a. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a
b. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf
b; dan/atau
c. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf c
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang
perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 83
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja :
a. Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil
penebangan di kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d
b. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara
bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf e; dan/atau
c. Memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf h
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
Note :
Bagaimana UU P3H hutan ditinjau dari studi
kejahatan?