Anda di halaman 1dari 49

Mata Kuliah :

Hukum Acara
Perdata
Dr. Putu Suta Sadnyana, SH., MH.
Kordinator Wilayah Bali DPN PERADI
Pihak yang Berperkara/Subyek
a. Badan Hukum atau perorangan
b. Nama lengkap penggugat atau tergugat
c. Tempat tinggal/domisili
d. Jenis kelamin, Tempat & Tgl Lahir
e. Agama , pendidikan, status
f. Umur
g. KTP, NIK
h. Anggaran dasar dan perubahannya dari
badan hukum
Cerita dari Pihak-Pihak Berperkara
(Interview)
Dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara (interview) untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan, yang
mengarah pada suatu perkara atau kasus
posisi.
Membuat Kronologis Peristiwa
Peristiwa-peristiwa yang diceritakan oleh
klien disusun secara kronologis, sehingga
lebih mudah diketahui di bagian mana
terdapat kekuatan dan kelemahan dari segi
hukumnya.
Menemukan Fakta dan Hukumnya
Dari peristiwa yang telah disusun secara
kronologis, dapat diketahui bagian-bagian
mana yang merupakan fakta yang
berkenaan dengan hukum.
Analisa dan Penelitian Hukum
Dari kronologis peristiwa dapat dianalisa
hukum (legal analisys) apa yang
berkenaan dengan fakta-fakta yang
ditemukan dalam cerita klien.
Jika dalam hal ini hukumnya belum jelas
atau belum diketahui, maka perlu
dilakukan penelitian legal (legal research)
untuk menemukan hukum yang berkenan.
Pemberian Nasihat Hukum (Legal
Advice)
Hal pertama yang dilakukan dalam
pemberian nasihat hukum adalah hal-hal yang
bersifat informatif berisi pengetahuan hukum
praktis berkenaan dengan perkara klien.
Selanjutnya, adanya pemahaman dari klien
dengan adanya persetujuan klien untuk
menjalankan perkara yang ditandai dengan
penandatangan surat kuasa, baik untuk
penyelesaian di luar pengadilan maupun di
dalam pengadilan.
Upaya Damai
Lembaga damai sedang diutamakan
dengan keluarnya PERMA No. 2 Tahun
2003 mengenai prosedur mediasi di
pengadilan yang telah direvisi dengan
PERMA No. 1 tahun 2008.
Di dalam praktik hukum, upaya damai
dapat dilakukan dengan cara negosiasi
dan mediasi.
Upaya Damai (lanjutan)
Ketentuan pasal 130 HIR/154 RBG:
1. Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah
pihak menghadap, maka pengadilan negeri
dengan perantara ketuanya akan mencoba
memperdamaikan mereka.
2. Jika perdamaian itu terjadi, maka tentang hal itu
pada waktu sidang, harus dibuat akta, dengan
mana kedua belah pihak diwajibkan untuk
memenuhi perjanjian yang dibuat itu, maka surat
(akta) itu berkekuatan dan akan dilakukan sebagai
keputusan hakim biasa.
3. Terhadap keputusan yang demikian tidak
diizinkan upaya minta naik banding.
Upaya Damai (lanjutan)
Upaya perdamaian yang dilaksanakan di
pengadilan negeri melalui hakim
fasilitator mediator, merupakan bentuk
dari penyelesaian sengketa di luar proses
peradilan perkaranya, yaitu upaya
penyelesaian alternatif yang dikenal
dengan “Alternative Dispute Resolution”.
Upaya Damai (lanjutan)
 Tahap-tahap yang dilakukan oleh hakim fasilitator:
1. Hakim fasilitator membantu para pihak baik dari segi waktu,
tempat, dan pengumpulan data dan argumentasi pihak-pihak
dalam rangka ke arah perdamaian.
2. Hakim apabila dikehendaki para pihak dapat bertindak
sebagai mediator yang akan:
a. mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa guna mencari
masukan tentang pokok soal yang disengketakan
b. Mengumpulkan informasi yang menggambarkan keinginan
masing-masing pihak.
c. Mencoba menyusun proposal perdamaian
d. Melakukan konsultasi dengan pihak-pihak untuk mencapai
win-win solution.
3. Apabila persetujuan dicapai dituangkan dalam persetujuan
tertulis dan ditandatangani pihak-pihak.
4. Persetujuan tertulis dituangkan dalam akta perdamaian
(Dading) dengan akta perdamaian mana pihak-pihak dihukum
untuk menepati apa yang disetujui.
Upaya Damai (lanjutan)
Setelah melalui tahap-tahap yang telah
diuraikan terdahulu itu selanjutnya jika
tidak bisa berdamai, maka baru ditentukan
menempuh upaya hukum seperti
mengajukan gugatan ke pengadilan.
Diatur dalam Perma RI No.1 Tahun 2016
ttg Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Surat Kuasa
Dasar hukum Pasal 1792 KUHPerdata dan
seterusnya sampai Pasal 1796 KUHPerdata.
Pasal 1792 KUHPerdata berbunyi:
“Pemberian Kuasa adalah suatu persetujuan
dengan mana seorang memberikan
kekuasaannya kepada orang lain, yang
menerimanya, untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan”.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
- Identitas pemberi kuasa (subyek)
- Prihal urusan yang dikuasakan.
Tuntutan Perdata/Gugatan
Pasal 118 ayat 1 HIR (ps. 142 ayat 1
RBG) menyebutkan bahwa tuntutan
perdata (burgerlijke vordering) adalah
tuntutan hak yang mengandung sengketa
dan lazimnya disebut gugatan.
Gugatan dapat diajukan baik secara
tertulis (ps. 118 ayat 1 HIR, 142 ayat 1
RBG) maupun secara lisan (ps. 120 HIR,
144 ayat 1 RBG).
Tuntutan Perdata/Gugatan (lanjutan)
Persyaratan isi gugatan:
1. Identitas dari para pihak
2. Dalil-dalil kongkrit tentang adanya
hubungan hukum yang merupakan dasar
serta alasan-alasan daripada tuntutan
(middelen van deneis) atau lebih dikenal
dengan fundamentum petendi.
3. Tuntutan (onderwerp van deneis meteen
duidelijke en bepaalde conclusie) atau
petitum.
Fundamentum Petendi
 Dasar tuntutan terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian
atau peristiwa, yang merupakan penjelasan duduknya
perkara.
2. Bagian yang menguraikan tentang hukum, yang
merupakan uraian tentang adanya hak atau hubungan
hukum yang menjadi dasar yuridis dari pada tuntutan.
 Pasal 163 HIR (ps.283 Rbg, 1865 BW):
“ Barang siapa yang mengaku mempunyai suatu hak
atau menyebut suatu peristiwa untuk meneguhkan
haknya atau untuk membantah hak orang lain, harus
membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”.
Petitum
Tuntutan ialah apa yang oleh penggugat diminta
atau diharapkan untuk diputuskan oleh hakim.
Petitum akan mendapatkan jawabannya di
dalam dictum atau amar putusan. Oleh karena
itu penggugat harus merumuskan petitum
dengan jelas dan tegas (“een duidelijke en
bepaalde conclusie” : ps. 8 Rv).

Obscuur Libel
Gugatan yang tidak jelas dan tidak dapat
dijawab dengan mudah oleh pihak tergugat,
sehingga menyebabkan tidak dapat diterimanya
gugatan.
Pihak – pihak dalam perkara
Dalam suatu sengketa perdata, sekurang-
kurangnya terdapat dua pihak, yaitu pihak
penggugat (eiser, plaintiff) yang mengajukan
gugatan, dan pihak tergugat (gedaagde,
defendant)
Advokat.
Seorang advokat yang walaupun bertindak atas
nama dan kepentingan kliennya, bukanlah
merupakan pihak, baik formil maupun
materiil.( baca juga UU no.18 tahun 2003 ttg
Advokat ).
Kuasa atau Wakil dari Penggugat
 Harus memenuhi salah satu syarat berikut:
1. Harus mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan
bunyi pasal 123 ayat 1 HIR (ps. 147 ayat 1 Rbg).
2. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam surat
gugatan (ps.123 ayat 1 HIR, 147 ayat 1 Rbg).
3. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam catatan
gugatan apabila gugatan diajukan secara lisan (ps.123
ayat 1 HIR, 147 ayat 1 Rbg).
4. Ditunjuk oleh penggugat sebagai kuasa atau wakil di
dalam persidangan (ps.123 ayat 1 HIR, 147 ayat 1
Rbg).
5. Telah mendapatkan izin advokat.( syarat menjadi
advokat ada dalam UU no. 18 tahun 2003 ttg
advokat ).
Kuasa atau Wakil dari Tergugat
Harus memenuhi salah satu syarat
berikut:
1. Harus mempunyai surat kuasa khusus,
sesuai dengan bunyi pasal 123 ayat 1 HIR
(ps. 147 ayat 1 Rbg).
2. Ditunjuk oleh tergugat sebagai kuasa atau
wakil di dalam persidangan (ps.123 ayat 1
HIR, 147 ayat 1 Rbg).
3. Telah mendapatkan izin advokat.
Pengajuan Gugatan Perdata
 Mengacu pada ketentuan pasal 118 ayat (1) HIR/142
Rbg, disyaratkan bahwa gugatan perdata diajukan
secara tertulis dengan surat permintaan yang
ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya.
 Pasal 118 ayat (1) HIR/142 Rbg, berbunyi:
“tuntutan-tuntutan perdata, yang dalam tingkat pertama
masuk kekuasaan pengadilan negeri, hendaklah
dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
Penggugat atau menurut yang ditentukan pada pasal
123, oleh wakilnya, dimasukkan kepada ketua
pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya
terletak tempat diam si tergugat atau kalau tidak ada
tempat diam yang diketahui, tempat ia sebenarnya
tinggal.
Pengajuan Gugatan Perdata
(lanjutan)
Bila si penggugat tidak dapat membaca dan
menulis (penggugat buta aksara) maka gugatan
dapat diajukan dalam bentuk lisan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 120 HIR/144 RBG: “jika si
penggugat tak pandai menulis, bolehlah ia
mengajukan gugatannya dengan lisan kepada
Ketua Pengadilan Negeri, yang akan mencatat
atau menyuruh mencatatkannya.
Untuk pengajuan gugatan secara lisan, harus
disampaikan sendiri oleh penggugat dan tidak
boleh diwakilkan oleh kuasa, karena dengan
menunjuk kuasa berarti telah menghilangkan
syarat buta aksara yang merupakan syarat formil
dari gugatan dalam bentuk lisan.
Banding
Berkenaan dengan upaya banding, hukum
acara perdata hanya mengatur tenggat waktu
pengajuan permohonan banding kepada
panitera pengadilan negeri, yaitu 14 hari
setelah putusan diucapkan atau diberitahukan
kepada pihak yang bersangkutan. Hal ini
diatur dalam pasal 7 UU No. 20 tahun 1947.
Sedangkan dalam menyampaikan memori
banding tidak ada pengaturannya, karena
memori banding bukan sesuatu yang wajib.
Putusan Serta Merta
Syarat dan tata cara Putusan Serta Merta
(uit voerbaar bij vooraad) selain diatur
dalam pasal 180 HIR/191 RBg, juga
diatur dalam SEMA nomor 3 tahun 2000
Tentang Putusan Serta Merta (uit voerbaar
bij vooraad) dan Provisionil.
Kasasi
 Salah satu alasan pembatalan putusan oleh Mahkamah
Agung dalam tingkat kasasi adalah lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu
dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Di
samping alasan tersebut, terdapat alasan lain yang
disyaratkan oleh pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 jo.
UU No. 5 Tahun 2004 jo UU No. 3 Tahun 2009
tentang Mahkamah Agung yaitu:
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku.
Kasasi (lanjutan)
Jika salah satu pihak dalam suatu perkara perdata
merasa keberatan terhadap putusan kasasi maka
pihak tersebut dapat mengajukan upaya hukum
peninjauan kembali, yang dapat dilakukan dalam
tenggat waktu 180 hari sejak putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan
kepada para pihak yang berperkara.
Jangka waktu untuk melakukan upaya Peninjauan
Kembali diatur secara tegas dalam Pasal 69 UU
No. 14 Tahun 1985 jo UU No. 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung.( baca UU ttg MA ).
Upaya Hukum dalam Hukum Acara
Perdata
Dalam hukum acara perdata, dikenal dua
macam upaya hukum yaitu upaya hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa.
Selanjutnya akan dijelaskan beberapa
jenis upaya hukum biasa, kecuali
perlawanan pihak ketiga terhadap sita
eksekutorial.
Putusan Verstek
Perlawanan terhadap suatu putusan
verstek mengakibatkan putusan verstek
tersebut secara hukum tidak dapat
dilaksanakan.
Jika terdapat perlawanan terhadap suatu
putusan verstek maka putusan verstek
tersebut menjadi mentah kembali dan
perkara diperiksa kembali dari keadaan
semula sesuai dengan gugatan penggugat.
Putusan Verstek (lanjutan)
Putusan yang amar putusannya adalah
menghukum salah satu pihak yang berperkara
untuk memenuhi prestasi disebut putusan
condemnatoir.
Terhadap putusan yang telah diputus tanpa
kehadirannya, pihak tergugat dapat mengajukan
upaya hukum verzet. Kepada tergugat yang
dijatuhi putusan verstek, diberi hak untuk
mengajukan perlawanan atau verzet, sebagaimana
diatur dalam pasal 129 (1) HIR/153 RBg yang
berbunyi: “Tergugat yang dihukum sedang ia
tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan
itu, dapat mengajukan perlawanan atas putusan
itu”.
Putusan Verstek (lanjutan)
Sebaliknya, dalam hal pihak penggugat yang tidak
datang pada hari sidang yang telah ditentukan,
tanpa alasan yang sah meskipun dipanggil secara
patut maka hakim pengadilan perdata dapat
menjatuhkan putusan gugur.
Bentuk putusan ini diatur dalam pasal 124 HIR/
148 RBg: “jikalau si penggugat, walaupun
dipanggil dengan patut, tidak menghadap pada
hari sidang yang ditentukan, dan tidak juga
menyuruh seorang lain menghadap selaku
wakilnya, maka tuntutannya dipandang gugur dan
si penggugat dihukum membayar biaya perkara.
Putusan Verstek (lanjutan)
 Dalam hal pihak tergugat tidak datang menghadiri
sidang tanpa alasan yang sah meskipun dipanggil
secara patut maka hakim pengadilan perdata dapat
menjatuhkan putusan verstek.
 Proses pemeriksaan dan putusan verstek diatur dalam
ketentuan pasal 125 HIR ayat (1)/149 ayat (1), yang
memberikan hak dan kewenangan bagi hakim:
- Untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan di luar
hadirnya tergugat;
- Syarat bagi putusan verstek, apabila pada sidang
pertama si tergugat tidak hadir tanpa adanya alasan
yang sah padahal tergugat telah dipanggil secara sah
dan patut oleh juru sita.
Putusan Verstek (lanjutan)
Ketentuan pasal 125 HIR ayat (1) / 149
RBg ayat (1) berbunyi:
“jikalau si tergugat, walaupun telah dipanggil
secara patut, tidak menghadap pada hari
yang ditentukan, dan tidak juga menyuruh
seorang lain menghadap selaku wakilnya,
maka tuntutan itu diterima dengan
keputusan tak hadir, kecuali jika nyata
kepada pengadilan negeri, bahwa tuntutan
ittu melawan hak atau tidak beralasan.”
Alat Bukti
Di bawah ini adalah alat-alat bukti yang dikenal
dengan hukum acara perdata, kecuali petunjuk :
Berdasarkan pasal 164 HIR/ 284 RBg terdapat 5
macam alat bukti, yang terdiri dari bukti surat,
bukti saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah.
Sedangkan keterangan ahli adalah keterangan
pihak ketiga yang obyektif dan bertujuan untuk
membantu hakim dalam pemeriksaan guna
menambah pengetahuan hakim sendiri.
Baca juga UU no.11 tahun 2008 ttg Informasi dan
Transaksi Elektronik ( ITE ) yang telah diubah
dengan UU No. 19 tahun 2016, mengenai bukti
(pasal 5 ayat 1 dan ayat 2).
Penyitaan
 Dalam praktek sering dijumpai bahwa penyitaan dilakukan
terhadap harta kekayaan milk pihak ketiga. Upaya hukum
yang dapat dilakukan pihak ketiga untuk mempertahankan hak
dan kepentingannya tersebut adalah derden verzet atau
perlawanan pihak ketiga.
 Sita jaminan (conservatoir beslag) dapat dimintakan terhadap
barang bergerak maupun barang tidak bergerak milik tergugat.
1. Sita jaminan dilakukan jika ada sangkaan yang beralasan
bahwa tergugat, sebelum putusan dijatuhkan atau
dilaksanakan, akan berupaya untuk menggelapkan,
memindahkan, atau melarikan barang-barang miliknya.
2. Sita jaminan diletakkan terhadap harta milik tergugat, yang
berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Penyitaan (lanjutan)
 Dasar dari pelaksanaan sita jaminan diatur dalam pasal
227 ayat (1) HIR / 261 RBg.
“(1) Jika ada sangka beralasan bahwa seseorang yang
berutang sebelum dijatuhkannya keputusan kepadanya,
belum dapat dijalankan, berusaha akan menggelapkan
atau mengangkut barangnya, baik yang tidak tetap,
baik yang tetap, dengan maksud akan menjauhkan
barang itu dari penagih utang, maka ketua, atas surat
permintaan yang dimasukkan untuk itu oleh orang
yang berkepentingan, dapat memberikan perintah
supaya barang itu disita akan menjaga orang yang
meminta itu dan kepadanya hendaklah diberitahukan,
bahwa ia akan menghadap persidangan pertama yang
akan datang dari pengadilan negeri untuk memajukan
tuntutannya dan meneguhkannya.
Penyitaan (lanjutan)
Sita revindicatoir (revindicatoir beslag) dapat
dimintakan terhadap barang bergerak milik
penggugat yang dikuasai oleh tergugat.
Dasar permohonan sita revindicatoir diatur
dalam pasal 226 HIR / 260 RBg:
“(1) orang yang mempunyai barang yang tidak
tetap, boleh meminta dengan surat atau
dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri
yang dalam daerah hukumnya orang yang
memegang barang itu berdiam atau tinggal
supaya barang itu disita”.
Eksepsi
Eksepsi kompetensi relatif harus
disampaikan pada sidang pertama dan
bersamaan dengan jawaban pertama
terhadap pokok perkara.
Dengan memperhatikan pasal 133 HIR /
159 RBg. pengajuan eksepsi kompetensi
relatif ini harus disampaikan pada sidang
pertama dan bersamaan pada saat
mengajukan jawaban terhadap materi
pokok perkara.
Eksepsi (lanjutan)
Eksepsi mengenai tidak berwenangnya
pengadilan negeri untuk mengadili suatu
perkara perdata berkaitan dengan wilayah
pengadilan adalah eksepsi kewenangan relatif.
Eksepsi kewenangan absolut merupakan
eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan
negeri tidak berwenang untuk mengadili
perkara tersebut karena persoalan yang
menjadi dasar gugatan bukan merupakan
wewenang pengadilan negeri melainkan
wewenang badan peradilan lain.
Eksepsi (lanjutan)
Eksepsi Dilatoir adalah eksepsi yang
menyatakan bahwa gugatan penggugat
belum dapat dikabulkan.
Eksepsi Peremtoir adalah eksepsi yang
menghalangi dikabulkannya gugatan,
misalnya saja karena gugatan telah
diajukan lampau waktu atau kadaluarsa.
Jawaban, Replik, Duplik,
Kesimpulan
Tanggapan tergugat terhadap gugatan yang
diajukan oleh Penggugat disebut jawaban.
Tanggapan terhadap jawaban tergugat disebut
replik ( penggugat ).
Tanggapan tergugat terhadap replik yang
diajukan pihak penggugat disebut duplik.
Selesai pemeriksaan bukti-bukti, penggugat
dan tergugat dapat mengajukan kesimpulan
atas persidangan perkara tsb diajukan kepada
hakim.
SURAT KUASA
 
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : …………………
No. KTP / NIK : …………………
Tempat dan Tanggal lahir : …………………
Warga Negara : …………………
Agama : …………………
Pekerjaan : …………………
Alamat : Jalan …………………

selanjutnya disebut :“Pemberi Kuasa” ;


 
Dalam hal ini telah memilih domisili hukum pada kantor kuasanya tersebut di bawah
ini,dan memberikan kuasa dengan hak substitusi ( melimpahkan ) kepada;
1. …………………………….
2. …………………………….
Advokat – advokat, berkantor di Jalan …………………, Denpasar, Bali, selanjutnya
disebut : “Penerima Kuasa”, baik bersama-sama maupun masing-masing tersendiri ;
 
---------------------------------------- K H U S U S ------------------------------------------
Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa mewakilinya mengurus kepentingannya
sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat III, terhadap putusan
Pengadilan Negeri ………, Nomor : ……………, tanggal …………, melawan 1.
…………, pekerjaan : ……,, alamat ……, dahulu Penggugat sekarang Termohon
Peninjauan Kembali. 2. …………,, pekerjaan : ………,, alamat : …………, selaku
ahli waris dari almarhum ……………, atau dikenal juga dengan …………,
dahulu Tergugat I sekarang Turut Termohon Peninjauan Kembali 1. 3. …………,
pekerjaan :……….., alamat : Jalan ……………, dahulu Tergugat II sekarang
Turut Termohon Peninjauan Kembali 2. 4. Kepala Badan Pertanahan Kota
……………,, alamat : Jalan ……………, dahulu Turut Tergugat sekarang Turut
Termohon Peninjauan Kembali 3;
 
Untuk itu yang diberi kuasa dikuasakan untuk menghadap ke pengadilan, instansi-
instansi, pejabat-pejabat, melakukan teguran-teguran, menerima, mengajukan
menandatangani surat-surat, membuat atau menyuruh membuat akta, membuat,
mengajukan dan menandatangani permohonan-permohonan, gugatan, jawaban,
memori-memori, mengajukan atau menolak bukti-bukti/saksi-saksi, memberikan
segala keterangan yang dianggap perlu, penting dan berguna sehubungan dengan
mengurus perkara tersebut di atas, mengadakan perundingan-perundingan termasuk
perdamaian dengan syarat-syarat yang dianggap baik oleh Pemberi Kuasa, pada
pokoknya dapat melakukan segala tindakan sesuai dengan hukum dan perundang-
undangan yang berlaku di Republik Indonesia, sehubungan dengan hak dan
kewajiban sebagai Penerima Kuasa .
Pemberi Kuasa dengan ini menegaskan dan mengakui segala sesuatu yang
diperbuat oleh Penerima Kuasa berdasarkan Kuasa ini, dan akan
membebaskan dan melepaskan Penerima Kuasa dari segala macam tuntutan
dan gugatan serta tanggung jawab lainnya sebagai akibat dari
penandatanganan dan pelaksanaan Surat Kuasa Khusus ini. Pembatalan
serta pencabutan secara sepihak tidak mengakhiri pemberian kuasa ini;
 
Surat Kuasa Khusus ini diberikan dengan upah menurut Pasal 1812 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dengan diberikan secara tegas hak
retentie;
 
Demikian Surat Kuasa ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Jakarta, … Mei 2019 .


Penerima Kuasa ; Pemberi Kuasa ;
1.

………………… …………………
2.
 
…………………

Anda mungkin juga menyukai