Anda di halaman 1dari 15

Pra Penuntutan

Pasal 14 huruf b KUHAP:


(Jaksa) Penuntut Umum berwenang
mengadakan penuntutan apabila ada
kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 93)
dan (4) dan pasal 138 KUHAP, dengan memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan dari penyidik.
Pra penuntutan berdasar UU No. 16 tentang
Kejaksaan
• Adalah tindakan jaksa untuk memantau
perkembangan penyidikan setelah menerima
pemberitauan dimulainya penyidikan dan
mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas
perkara hasil penyidikan yang diterima dari
penyidik serta memberi petunjuk guna dilengkapi
oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah
berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau
tidak ke tahap penuntutan.
Penuntutan
• berdasar pasal 1 butir 7 KUHAP
• Pihak yang berwenang penuntut umum berdasar pasal 137
KUHAP
• PU menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi
persyaratan untuk dapat dilimpahkan ke pengadilan atau tidak
• Dalam hal PU berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat
dilakukan penuntutan, maka segera dibuat surat dakwaan
• Bila sebaliknya maka PU menghentikan penuntutan karena
tidak terdapat cukup alat bukti atau suatu peristiwa bukan
merupakan tindak pidana, atau suatu perkara ditutup demi
hukum, maka PO menuangkan dalam ketetapan
• Bila di kemudian waktu ada alasan baru maka PU dapat
melakukan penuntutan terhadap tersangka.
Surat Dakwaan
Pengertian:
a. Surat akte;
b. Memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan
kepada terdakwa;
c. Dihasilkan dari proses pemeriksaan penyidikan
dihubungkan dengan rumusan pasal tindak pidana
yang dilanggar, dan didakwakan pada terdakwa;
d. Dasar bagi hakim dalam pemeriksaan di
persidangan.
Surat Dakwaan

Dipersyaratkan pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP


Syarat formil:
a. Surat dakwaan diberi tanggal dan
ditandatangani;
b. Terdapat identitas terdakwa yakni nama
lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama, pekerjaan tersangka
Syarat Materiil:
a. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap
mengenai tindakan pidana yang didakwakan;
b. Menyebutkan waktu dan tempat tindak
pidana itu dilakukan.
Dakwaan yang cermat:
Ketelitian JPU dalam mempersiapkan surat dakwaan yang
didasarkan pada UU yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat
kekurangan dan/atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya
surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan.

a. Apa ada pengaduan dalam hal delik aduan;


b. Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat;
c. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dalam
melakukan suatu tindak pidana;
d. Apakah suatu tindak pidana yang didakwakan sudah
kadaluwarsa;
e. Apakah tindak pidana yang didakwakan itu nebis in idem
Dakwaan yang jelas:
JPU mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang
didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian
perbuatan material (fakta) yang dilakukan oleh
terdakwa dalam surat dakwaan.
Tidak memadukan dalam uraian dakwaan antara delik
yang satu dengan yang lain yang unsurnya berbeda
(penggabungan unsur pasal 55 dengan pasal 56 KUHP;
pasal 372 dan pasal 378 KUHP; 362 dan 372 KUHP,
sehingga berakibat dakwaan kabur/obscur libel)
Dakwaan lengkap:
Uraian surat dakwaan harus mencakup semua
unsur-unsur yang ditentukan undang-undang
secara lengkap. Jangan ada unsur delik yang
tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak
diuraikan perbuatan materialnya secara tegas
dalam dakwaan.
Syarat materiil pertama:
• Rumusan dari tindak pidana/perbuatan yang
dilakukan , tindak pidana yang didakwakan harus
dirumuskan secara tegas.
• Perumusan unsur objektif: bentuk/macam tindak
pidana; cara-cara terdakwa melakukan tindak
pidana.
• Perumusan unsur subjektif, yaitu mengenai
pertanggungjawaban seseorang menurut hukum.
Misalnya apakah ada unsur kesengajaan atau
kelalaian.
Syarat materiil kedua:
• Uraian mengenai tempat tindakpidana
dilakukan (locus delicti), meliputi: kompetensi
relatif dari pengadilan (pasal 148,pasal 149 jo
pasal 84 KUHP); ruang lingkup berlakunya UU
pidana (pasal 2 hingga pasal 9 KUHPidana;
berkaitan dengan unsur-unsur yang
disyaratkan oleh delik, seperti “dimuka
umum” misal pasal 160, 154, 156, 156 a, dan
160 KUHPidana.
Uraian mengenai tindak pidana dilakukan
(tempus delicti)
• Berlakunya pasal 1 ayat (1) dan (2) KUHPidana
• Penentuan tentang residivis (paal 486 hingga pasal 488
KUHPidana
• Penentuan tentang daluwarsa (pasal 78-82 KUHPidana
• Menentukan kepastian umur terdakwa (pasal 45
KUHPidana
• Menentukan keadaan yang bersifat memberatkan,
seperti dalam pasal 363 KUHPidana atau disyaratkan
oleh UU untuk dapat dihukumnya terdakwa (pasal 123
KUHPidana)
Pembuatan surat dakwaan
Penggabungan berkas perkara (voeging) berdasar
pasal 141 KUHAP, dengan syarat:
1. Ada dua atau lebih tindak pidana sebagaimana
dirumuskan dalam UU dilakukan.
2. Dua atau lebih tindak pidana tersebut dilakukan
oleh satu orang atau lebih dalam hal penyertaan.
3. Bahwa dua atau lebih tindak pidana belum ada
yang diadili dan JPU berkeinginan untuk diadili
sekaligus.
Pemisahan Berkas Perkara (Splitsing)
 JPU menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa
tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang
tersangka yang tidak termasuk dalam pasal 141 KUHAP.
 Splitsing dilakukan dengan membuat berkas perkara baru
dimana para tersangka saling menjadi saksi, sehingga untuk
itu dilakukan pemeriksaan baru, baik terhadap tersangka
maupun saksi.
 Dilakukan sehubungan dengan kurangnya saksi yang
menguatkan dakwaan JPU.
 Kelemahannya sering mengakibatkan terjadinya keterangan
palsu sehingga dikenakan pasal 242 KUHP.
Bentuk surat dakwaan:
1. Dakwaan tunggal: satu perbuatan.
2. Dakwaan Alternatif: dakwaan yang saling mengecualikan,
sehingga bukan kejahatan perbarengan.
3. Dakwaan Subsider: dakwaan diurutkan mulai dari yang
paling berat hingga yang paling ringan. Kasus
pembunuhan berencana menggunakan dakwaan primer
340 KUHP, dakwaan subsider pasal 338 KUHP, lebih
subsider 355 KUHP, lebih subsider 353 KUHP.
4. Dakwaan Kumulatif: berhubungan dengan concrsus
idealis, concursus realis, perbuatan berlanjut, dan tiap-
tiap perbuatan dibuktikan sendiri-sendiri.

Anda mungkin juga menyukai