Anda di halaman 1dari 2

A.

Biografi riffat hasan

Riffat berasal dari keluarga yang cukup terpandang, yakni keluarga sayyid (sebutan untuk keturunan
Nabi Muhammad dalam tradisi Arab) (Mustaqim (tt): 160-161). Salah satu tokoh feminis muslim lahir
pada tanggal 23 Juli 1943 di Lahore, Pakistan.Selain faktor konstruksi budaya masyarakatnya, kehidupan
dalam keluarga juga memberi pengaruh yang cukup signifikan. Hampir dalam setiap masalah ayah dan
ibunya selalu menemui perbedaan, ada pertarungan idiologi patriarki dan idiologi feminis. Ayahnya
(Begum Shahiba) orang yang sangat konservatif di daerahnya, pandangannya tradisional dan patriarkhal.
Menurutnya usia pernikahan terbaik bagi perempuan 16 tahun dengan calon yang dipilihkan oleh orang
tua khususnya ayah. Sedangkan ibunya yang bernama Dilara, cenderung berpandangan feminis dan
memiliki perhatian cukup besar terhadap nasib perempuan. Semenjak kecil Riffat dididik supaya
perempuan tidak bersikap inferior di hadapan laki-laki. Ibunya berpandangan mendidik anak perempuan
lebih penting daripada laki-laki karena lahir dalam masyarakat muslim dengan rintangan yang sangat
hebat. Mulai dari sinilah benih-benih feminis Riffat Hassan diperoleh dari ibunya. Mengkategorikan
ibunya sebagai feminis radikal. Tidak berkompromi dengan kebudayaan Islam tradisional yang
meneguhkan superioritas laki-laki dan ketundukan perempuan. Melihat kuatnya hegemoni patriarki
dalam kultur masyarakatnya menumbuhkan kesadaran pada dirinya untuk mengatasi situasi yang
dihadapi perempuan muslim. Melalui bukunya berjudul Setara di hadapan Allah: Relasi Perempuan dan
Laki-Laki dalam Tradisi Islam Pasca Patriarkhi yang ditulis bersama Fatima Mernissi. Maka tumbuhlah
kesadaran dalam dirinya untuk mengatasi situasi perempuan muslim. Riffat sadar bahwa pada nilainya
ajaran Islam membawa misi keadilan, mengajarkan kepada pemeluknya untuk saling menghormati,
menyayangi, memanusiakan tanpa adanya diskriminasi. Namun dalam praktiknya hal itu masih ada yang
belum tercermin dalam diri umat Islam. Ia yakin bahwa hal ini bukanlah bersumber dari ajaran Islam
melainkan faktor penafsiran teks serta kultur masyarakat sosial. Sehingga hal itu memberi dampak
terhadap citra Islam yang syarat dengan ajaran universal.Riffat juga ingin perempuan dinegaranya
terbangun dari “tidur dogmatis”, sadar akan realita, mengkritisi peraturan yang menyangkut norma
maupun nilai yang berkaitan dengan perempuan. Mengenai undang-undang dinegaranya (seperti
undang-undang mengenai perkosaan terhadap perempuan atau kesaksian perempuan dalam masalah-
masalah keuangan dan masalah-masalah lainnya) dan undang-undang yang mengancam (seperti usulan-
usulan yang berkaitan dengan “uang-darah” bagi pembunuh perempuan)telah digunakan untuk
mereduksi perempuan secara sistematis dan matematis sehingga bertendensi dan dikhawatirkan
mengurangi jumlah mereka menjadi lebih sedikit daripada laki-laki.

Masyarakat Pakistan pada saat itu memberlakukan undang-undang

yang meletakkan posisi perempuan -dalam hal mendasar- lebih rendah dari

laki-laki. Karena umat Islam pada umumnya menganggap perempuan


memang tidak setara dengan laki-laki. Melalui perjalanan itulahdirinya terdorong untuk membantu

perempuan Muslim yang berada dibawah kekuasaan patriarkhi. Salah satu

usaha yang dilakukannya yaitu menafsirkan al-Quran secara sistematis dari persfektif non-patriarki. Riffat
juga mendapat dorongan dari para

anggota komisi status perempuan Pakistan dengan mengupas satu persatu

untuk dibuktikan kepada masyarakat Pakistan bahwa perempuan tidak

selamanya menjadi sekunder, subordinatif dan inferiorterhadap laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai