Anda di halaman 1dari 25

Pengertian hukum acara pidana/hukum pidana formal:

• R. Soeroso: “Hukum acara adalah kumpulan


ketentuan-ketentuan dengan tujuan
memberikan pedoman dalam usaha mencari
kebenaran dan keadilan bila terjadi
pelanggaran atas suatu ketentuan hukum
dalam hukum materiil”.
Moelyanto:

Hukum yang mengatur tata cara melaksanakan


hukum materiil (hukum pidana) dan hukum yang
mengatur tata cara
melaksanakan/mempertahankan hukum pidana
materiil”
R. Soesilo: “Kumpulan peraturan-peraturan hukum yang memuat ketentuan-ketentuan mengatur soal-soal sebagai berikut:

• Cara bagaimana harus diambil tindakan-tindakan jika ada


sangkaan, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana, cara bagaimana
mencari kebenaran tentang tindak pidana apakah yang telah
dilakukan.
• Setelah ternyata ada suatu tindak pidana yang dilakukan, siapa dan
cara bagaimana harus mencari, menyelidik dan menyidik orang-
orang yang disangka bersalah terhadap tindak pidana itu, cara
menangkap, menahan dan memeriksa orang itu.
• Cara bagaimana mengumpulkan alat-alat bukti, memeriksa,
mengeledah badan dan tempat-tempat lain serta menyita barang-
barang itu, untuk membuktikan kesalahan tersangka.
• Cara bagaimana pemeriksaan dalam sidang
pengadilan terhadap terdakwa oleh hakim sampai
dapat dijatuhkan pidana.
• Oleh siapa dan dengan cara bagaimana putusan
penjatuhan pidana itu harus dilaksanakan dan
sebagainya.
• Dengan singkat dapat dikatakan yang mengatur
tentang cara bagaimana mempertahankanatau
menyelenggarakan hukum pidana materiil sehingga
memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi
keputusan itu harus dilaksanakan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun
1981):

tidak disebutkan secara tegas dan jelas


tentang pengertian atau definisi hukum acara
pidana itu, namun hanya dijelaskan beberapa
bagian dari hukum acara pidana, yaitu
pengertian penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, mengadili, pra-peradilan,
putusan pengadilan, upaya hukum,
penyitaan, penggeledahan,penangkapan, dan
penahanan.
Fungsi Hukum Acara Pidana

 
• Fungsi hukum pidana materiil atau hukum pidana adalah
menentukan perbuatan-perbuatan apa yang dapat dipidana, siapa
yang dapat dipidana, dan pidana apa yang dapat dijatuhkan.
• Fungsi hukum pidana formal atau hukum acara pidana adalah
melaksanakan hukum pidana materiil, artinya memberikan peraturan
cara bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat
mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau membebaskan
pidana.
Tujuan Hukum Acara Pidana:

• Mencari dan mendapatkan atau setidaknya mendekati kebenaran


materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat.
• Mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran
hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak
pidana telah dilakukan dan menentukan apakah terbukti suatu tindak
pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.
• Setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan segala upaya hukum telah
dilakukan dan akhirnya putusan telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, maka hukum acara pidana mengatur pula pokok acara
pelaksanaan dan pengawasan dari putusan tersebut.
 
Tujuan KUHAP menurut Yahya Harahap:

• Peningkatan kesadaran hukum masyarakat terkait hak dan


kewajibannya.
• Meningkatkan sikap mental aparat penegak hukum, yaitu: Pembinaan
ketertiban aparat penegak hukum dengan fungsi dan wewenang masing-
masing; Peningkatan keterampilan teknis para aparat penegak hukum;
• Tegaknya ketertiban hukum dan keadilan di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
• Melindungi harkat dan martabat kemanusiaan sebagai makhluk yang
setara.
Sejarah KUHAP

• Sebelum penjajahan Belanda menggunakan hukum adat/hukum


Islam.
• Pada zaman penjajahan Belanda dimulai berlakunya hukum acara
pidana tertulis.
Sumber Formal Hukum Acara Pidana:
UUD 1945:

•“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan


badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi” (pasal 24 ayat 2)

•“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji


peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh undang-undang.’ (pasal 24A)

•“Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim


ditetapkan dengan undang-undang.” (pasal 25)

•Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945: ‘Segala lembaga Negara yang ada
masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan UUD dan belum
diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”.
Undang-Undang:

• KUHAP, UU No. 8 Tahun 1981


• UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
diubah dengan UU No. 35 tahun 1999, kemudian diubah dengan UU No. 4
tahun 2004 dan terakhir diganti dengan UU No. 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
• UU No. 14 tahun 1985 tentang MA yang diubah dengan Uu No. 5 tahun
2004, dan terakhir diubah dengan UU No. 3 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua UU No. 14 tahun 1985.
• UU No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum, kemudian diubah
dengan UU No. 8 tahun 2004 dan UU No. 49 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua UU No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
• UU No. 28 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara, kemudian diganti
dengan UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian.
• UU No. 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan RI, kemudian diganti dengan
UU No. 16 tahun 2004.
• UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.
• UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK.
• UU No. 22 tahun 2002 tentang Grasi yang kemudian diubah dengan
UU No. 5 tahun 2010.
Sumber diluar Peraturan Perundang-
undangan:
• Yurisprudensi/putusan MA atau pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap
• Doktrin
Asas-Asas Hukum Acara Pidana:
• Peradilan dilakukan “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”
• Asas persamaan di depan hukum
• Asas perintah tertulis dari yang berwenang
• Asas praduga tidak bersalah
• Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan,
dan salah tuntut
• Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
• Asas hadirnya terdakwa
• Asas pemeriksaan terbuka untuk umum
• Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan
Asas-Asas Hukum Acara Pidana….

• Asas pembacaan putusan


• Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan (tiak tertulis) antara
hakim dan terdakwa.
• Asas putusan harus disertai alasan
• Asas tidak seorangpun dapat dipidana kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut UU mendapat keyakinan,
bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah
bersalah atas suatu perbuatan yang didakwakan.
• Asas pengadilan wajib memeriksa, mengadili dan memutus perkara,
artinya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas.
• Asas pengawasan pelaksanaan putusan
Asas-asas….

• Asas opurtinitas dalam penuntutan: hak mengesampingkan perkara


oleh Penuntut Umum.
• Asas pra peradilan
• asas personalitas aktif dan asas personalitas pasif, dimungkinkan
tindak pidana yang dilakukan diluar wilayah RI dapat diadili menurut
hukum pidana RI.
Prinsip-Prinsip Hukum Acara Pidana:

• Prinsip Legalitas
• Prinsip Keseimbangan antara perlindungan hak manusia dengan
perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban.
Ilmu-ilmu Pembantu Hukum Acara Pidana:

• Logika: untuk menemukan kebenaran terutama dalam masalah pembuktian dan


metode penyelidikan. untuk menemukan kebenaran terutama dalam
masalah pembuktian dan metode penyelidikan.
Logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran tentang hukum yaitu
pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana
seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum, seorang pengacara
mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar
hukum. Logika hukum sebagai suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang
terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan
hukum (perjanjian, transaksi perdagangan, dll) ataupun yang merupakan kasus
pelanggaran hukum (pidana, perdata, ataupun administratif) dan
memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.

• Psikologis: Pengetahuan yang dibutuhkan oleh


penyidik/penuntut/advokat/hakim dalam menggali kebenaran peristiwa dari
seorang saksi/terdakwa/tersangka.
• Kriminalistik: Pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis
untuk merekonstruksi kejadian yang telah terjadi guna melakukan
suatu pembuktian, meliputi: ilmu tulisan, ilmu kimia, toxikologi,
daktiloskopi/sidik jari, pengetahuan tentang luka.
• Psikiatri: cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan
jiwa serta pengaruhnya timbal balik terdapat fungsi-fungsi fisiologis
organo-biologis tubuh manusia.
• Kriminologi: usaha mengetahui sebab-sebab atau latar belakang
suatu kejahatan.
Badan-badan Peradilan/Pelaku kekuasaan kehakiman.

1. Kekuasaan Kehakiman: (pasal 18, 20,25 UU No. 48 tahun 2009


tentang Kekuasaan Kehakiman.
2. Kekuasaan Mengadili: Pengadilan Umum dalam perkara pidana
mengadili semua perkara pidana sebagaimana yang tercantum di
dalam peraturan perundang-undangan pidana yang diajukan
untuk dituntut.
Kompetensi Pengadilan

• Kompetensi Absolut:
kekuasaan berdasarkan pembagian kekuasaan mengadili (attributie van
rechtmacht) kepada satu pengadilan (PN), bukan kepada pengadilan lain.
Meliputi:
• Pasal 50 UU No. 2/1986 Jo UU No. 8/2004 Jo UU No. 49/2009:
Kompetensi pengadilan negeri bertugas dan memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
pertama.
• Pasal 77 KUHAP
• Pasal 27 ayat (1) UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:
pengadilan khusus meliputi pengadilan anak, pengadilan niaga,
pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi,
pengadilan hubungan industrial, pengadilan perikanan.
Kompetensi Relatif

Yaitu kekuasaan yang berdasarkan peraturan hukum mengenai


pembagian kekuasaan mengadili diantara satu pengadilan (PN) atau
kekuasaan mengadili perkara-perkara berhubung dengan daerah
hukumnya.
Pasal 84, 85, dan pasal 86 KUHAP
Kedudukan, Tempat kedudukan dan Susunan
Badan Peradilan
Kedudukan: Pasal 3 UU No. 4/2004 Jo UU No. 48/2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman: (1)Kekuasaan kehakiman di lingkungan
peradilan umum dilaksanakan oleh a) pengadilan Negeri b); (2)
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum berpuncak
pada mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
Tempat kedudukan: Pasal 4 UU No. 4/2004 Jo UU No. 48/2009
tentang Kekuasaan Kehakiman: PN berkedudukan di ibukota kab/kota
dan daerah hukumnya meliputi wilayah kab/kota, PT berkedudukan
di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
Susunan Badan Peradilan:

Pasal 6 dan 10 UU No. 2/1986 Jo UU No. 8/2004 Jo UU No. 49/2009


tentang Peradilan Umum: PN sebagai pengadilan tingkat pertama, dan
PT pengadilan tingkat banding.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai