Anda di halaman 1dari 24

SISTEM PERADILAN

PIDANA INDONESIA
Materi kuliah Tanggal 5 Maret 2024

Muh. Amin Hamid, SH., MH


Zonita Zirhani Rumalean, SH., MH
A. Pengertian SPPI
• Penggagas pendekatan sistem terhadap peradilan
pidana pertama kali diperkenalkan oleh Frank
Remington dalam laporan pilot proyek 1985, diletakan
kepada mekanisme Administrasi peradilan pidana yaitu
Criminal Justice System
• Jika ditelaah dari isi ketentuan UU No.8 Tahun 1981
maka Criminal Justice System di Indonesia terdiri
dari komponen kepolisian, kejaksaan, pengadilan
negeri dan lembaga pemasyarakatan sebagai aparat
penegak hukum.
• Sebelum lahirnya UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
sistem peradilan pidana di Indonesia dilandaskan pada
Het Herziene Inlandsch Reglemen (Stbl.1941 No.44).
HIR menganut sistem campuran (the mixed type),
bukan menganut inkusitur.
• Proses inkusitur dalam perkara pidana melarang
dilakukannya penyikasaan memperoleh pengakuan.
• KUHAP terdiri dari 22 Bab disertai penjelasan.
Proses penyelesaian perkara pidana
berdasarkan UU No.8 Tahun 1981, dilihat dari
pentahapan sbb:
1. Tahap I: proses penyelesaian perkara pidana
dimulai dengan suatu penyidikan oleh penyidik
(Bab IV, pasal 5 KUHAP).
2. Tahap II: dalam proses penyelesaian perkara
pidana adalah penangkapan (Bab V, pasal 16-19
KUHAP).
3. Tahap III. dari proses penyelesaian perkara pidana
adalah penahanan (Bab V, bagian kedua Pasal 20-
31 KUHAP)
4. Tahap IV: dari proses pemeriksaan perkara pidana
berdasarkan UU No.8 Tahun 1981 adalah
pemeriksaan dimuka sidang pengadilan (Pasal 145-
182 KUHAP)
Lanjutan…
• Keberadaan UU No.8 Tahun 1981, sebagai era kebangkitan hukum
nasional yang mengutamakan perlindungan hak asasi tersangka
dalam mekanisme sistem peradilan pidana.
• Perlindungan HAM dimulai sejak tersangka ditangkap, ditahan,
dituntut, dan diadili dimuka sidang pengadilan.
• Namun kurang memperhatikan efesiensi mekanisme penyelesaian
perkara pidana itu sendiri oleh aparat yustisi dan kepentingan
korban tindak pidana atau korban penyalahgunaan kekuasaan
aparat penegak hukum.
• Mekanisme peradilan pidana sebagai suatu proses, yang disebut
Criminal Justice System yang dimulai dari proses penangkapan,
penahanan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka pengadilan serta
diakhiri dengan pelaksanaan pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
B. Bentuk & Komponen SPPI
• Dalam SPP yang lazim selalu melibatkan dan
mencakup sub-sistem dengan ruang lingkup
masing-masing proses peradilan pidana sbb:

Intitusi Penegak Hukum Sebagai Sub Sistem Dalam SPP

Kepolisian Kejaksaan Pengadilan LAPAS

RUTAN Pengacara
Lanjutan…
1. Kepolisian, tugas utama: menerima laporan dan
pengaduan dari publik bila terjadi tindak pidana;
melakukan penyidikan, melakukan penyeringan
terhadap kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk
diajukan ke Kejaksaan; melaporkan hasil penyidikan
kepada kejaksaan dan memastikan dilindunginya
para pihak yg terlibat dalam proses peradilan pidana.
2. Kejaksaan, menyaring kasus yang layak diajukan
kepengadilan; mempersiapkan berkas penuntutan;
melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan
pengadilan.
3. Pengadilan yg berkewajiban untuk; menegakan
hukum dan keadilan; melindungi hak-hak terdakwa,
saksi dan korban dalam proses pradilan pidana;
melakukan pemeriksaan kaus-kasus secara efesien
dan efektif; memberikan putusan yg adil dan
berdasarkan hukum; dan menyiapkan arena publik
untuk persidangan sehingga publik dapat
berprtisipasi dan melakukan penilaian terhadap
proses peradilan di tingkat ini.
4. Lapas, berfungsi sebagai wadah
menjalankan putusan pengadilan yg
berkekuataan hukum tetap;
pemenjaraan dengan konsep
pembinaan menuju reintegrasi
sosial; perlindungan HAM; upaya-
upaya memperbaiki narapidana dan
mempersiapkan napi kembali
kemasyarakat
5. Pengacara, melakukan pembelaan
bagi klien dan menjaga hak-hak
klien dipenuhi dalam proses
peradilan pidana
Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan
dengan tugas sub sistem SPP:
1. Kepolisian: UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian; UU No.3 Tahun
2002 Tentang Pertahanan Negara. Terkait tusi pasal 1 ayat 1 huruf a
& ayat 4 KUHAP & UU No.2/2002);
2. Kejaksaan: UU No.16 Tahun2004 Tentang Kejaksaan; berdasarkan
asas dalam UU ini yaitu persamaan dimuka umum, sederhana dan
cepat, efektif dan efesien serta akuntabel
3. Pengadilan: UU No.14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU
No.35 Tahun 1999 tentang revisi terhadap UU No.14 Tahun 1970, UU
No.4 Tahun 2004.Asas yg menjadi pondasi keharmonisasian dan
terintegrasinya antara lembaga peradilan dengan sub sistem peradilan
lainnya antara lain; asas persamaan dimuka hakim, due procces of
law , sederhana & cepat, efektif dan efesien serta akuntabilitas.
4. Lapas (pemasyarakatan); UU No.12Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan; asas perlindungan HAM, praduga tak bersalah dan
pengayoman.
5. Pengacara; UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat; bertugas sebagai
penegak hukum, bebas, mandiri, untuk terselenggaranya peradilan yg
jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan
dan HAM
C. Asas-Asas SPPI

SPPI berdasarkan UU No.8 Tahun 1981, memiliki 10 asas sbb:


1. Perlakuan yg sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun;
2. Asas praduga tak bersalah
3. Hak untuk memperoleh kompensasi dan rehabilitasi
4. Hak untuk memperoleh bantuan hukum
5. Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan
6. Peradilan yg bebas dan dilakukan dengan cepat sederhana;
7. Peradilan yg terbuka untuk umum;
8. Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan
pada UU dan dilakukan dengan surat perintah tertulis
9. Hak seseorang tersangka untuk diberikan bantuan tentang
prasangkaan dan pendakwaan terhadapnya;
10.Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan putusannya
1. Asas persamaan dimuka hukum
• Pasal 5 UU No.14 Tahun 1970 menyebutkan:
(1) Pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membedakan orang;
(2) Dalam perkara perdata pengadilan
membantu para pencari keadilan dan
berusaha sekeras-kerasnya mengatasi
segala hambatan dan rintangan untuk
dapat terciptanya peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.
• Penjelasan umum angka 3 huruf a KUHAP
mengatakan” Perlakuan yg sama atas diri setiap
orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan
perbedaan perlakukan”
2. Asas praduga tak bersalah
• UU No.14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman.
• Dalam penjelasan umum butir 3 c KUHAP “Setiap
orang yg disangka, ditangkap, dituntut dan atau
dihadapkan dimuka persidangan pengadilan,
wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum
tetap”
• Pasal 17 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, “Hakim
dapat memperkenankan terdakwa untuk
kepentingan pemeriksaan memberikan
keterangan tentang pembuktian bahwa ia tidak
bersalah melakukan tindak pidana korupsi”
3. Hak untuk memberikan Kompensasi dan
Rehabilitasi
• Pasal 95 KUHAP:
(1) Tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti rugi
karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan
tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan UU/ karena
kekeliruan. Yang berdasakan UU atau kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yg diterapka
(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka/ ahli warisnya atas
penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yg
berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orang/ hukum
yg diterapkan sebagaimana yg dimaksud ayat 1 yang perkaranya
tidak diajukan ke PN, diputus disidang Prapradilan sebagaimana
dimaksud pasal 77.
(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana ayait 1 di ajukan oleh
tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada
pengadilan yg berwenang mengadili perkara yg bersangkutan
(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian
tsb apada ayat 1 ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk
hakim yang sama yg telah mengadili perkara pidana ybs.
(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut
dalam ayat 4 mengikuti acara Praperadilan
• Pasal 97 KUHAP
4. Hak memperoleh bantuan hukum

• The International Convenant Civil


and Political Right article 14 sub 3d
• Pasal 69-74 UU Advokat
5. Hak kehadiran terdakwa di
muka Pengadilan
• Pasal 38 UU No.31 Tahun1999 tentang
Pelaksanaan tindak pidana korupsi

6. Peradilan yang bebas dan


dilakukan dengan cepat dan sederhana
• Pasal 24 dan 25 UUD 1945
• Pasal 4 ayat 3 UU No.14 tahun 1970
• Pasal 24-28, pasal 50 pasal 102, pasal 106,
pasal 107, pasal 110 & pasal 140 KUHAP
7. Peradilan yang terbuka untuk umum

• Pasal 153 ayat (3) KUHAP”Untuk keperluan


pemeriksaan hakim ketua sidang membuka
sidang dan menyatakan terbuka untuk umum
kecuali perkara mengenai kesusilaan atau
terdakwanya anak”
• Pasal 153 ayat(4)”Tidak terpenuhinya ketentuan
dalam ayat (2) dan (3) mengakibatkan batalnya
putusan demi hukum”.
• Pasal 18 UU No.14 Tahun 1970 dan pasal 195
KUHAP menyatakan”Semua putusan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk
umum”.
8.Pelanggaran atas hak-hak warga negara
(penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan) harus d
didasarkan pada UU dan dilakukan dengan
surat perintah tertulis

Jadi penggunaan upaya paksa hanya


dapat dilakukan berdasarkan perintah
tertulis oleh pejabat yg berkompeten
menurut UU. Bilamana ketentuan tsb tdk
ditaati maka konsekuensinya pihak yg
dirugikan dapat melakukan tuntutan
melalui lembaga Prapradilan.
9. Hak seseorang tersangka untuk
diberikan bantuan tentang prasangkaan
dan pendakwaan terhadapnya

• Angka 3 huruf g penjelasan umum KUHAP


“Kepada tersangka sejak dilakukan
penangkapan atau penahanan selain wajib
diberitahukan dakwaan dan dasar hukum
apa yg didakwakan kepadanya dan juga
diberitahukan haknya itu termasuk hak
untuk menghubungi dan meminta bantuan
penasihat hukum:.
10. Kewajiban pengadilan untuk
mengendalikan putusannya

Lembaga hakim pengawas dan


pengamat. Perlindungan terpidana
diberikan oleh KUHAP terhadap
“harkat dan martabat manusia”
tetap mengikuti terpidana ke dalam
Lapas
D. Proses Pemeriksaan Perkara Pidana di
Indonesia
I. Tahap Penyelidikan.
• Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yg diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yg diatur dalam UU No 26 Tahun 2000
pasa 1 angka 5.
• Dalam pelaksanaan proses penyidikan, peluang-peluan untuk
terjadinya penyimbangan atau penyalahgunaan wewenang untuk
tujuan tertentu bukan mustahil sangat mungkin terjadi.
• Etika penyidikan menurut Alpiner Sinaga bahwa” etika
penyidikan dalam hal ini menyangkut pertimbangan-
pertimbangan moral, logika, akal sehat dan rasa keadilan dalam
batas-batas kewajaran universal, sehingga menghindari
tindakan-tindakan yg berlebihan dan sewenang-wenang seolah-
olah berlindung dibalik kepentingan penyidikan seperti
melakukan penyitaan yg berlebihan dengan alasan
mengumpulkan barang bukti tertentu, namun digunakan untuk
kepentingan pribadi atau orang lain diluar kepentingan
penyidikan.
• Diatur dalam pasal 16 & 105 KUHAP
II. Tahap Penyidikan
• Penyidik adalah pejabat polisi Republik Indonesia atau pejabat
PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk
melakukan penyelidikan (pasal 1 butir 1 KUHAP)
• Andi Hamzah menyatakan bahwa penyidikan ialah suatu istilah
yang dimaksud sejajar dengan pengertian opsporing
(Belanda)/ investigation (Inggris) atau penyiasatan (Malaysia)
• De Pinto menyatakan bahwa menyidik (opsporing) berarti
pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yg untuk itu
ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan
jalan apapun mendengar yg sekedar beralasan, bahwa ada
terjadi suatu pelanggaran hukum.
• Penyidikan merupakan aktifitas yuridis yang dilakukan penyidik
untuk mencari dan menemukan kebenaran sejati (membuat
terang, jelas terang tindak pidana yang terjadi.
• Pasal 7 ayat 1 KUHAP
• UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
III. Tahap Penuntutan

• Hak penuntutan hanya ada pada penuntut umum yaitu jaksa


(pasal 1 butir 7 KUHAP)
• Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara pidana ke PN yang berwenang dalam hal ini dan
menurut cara yg diatur dalam UU ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
• Pasal 30 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yaitu:
Melakukan penuntutan; melaksanakan penetapan hakim dan
putusan pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap; melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan
pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan
lepas nersyarat; melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan UU; melengkapi berkas perkara tertentu
dan untuk itu dapat melakukan pemeriksan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan yg dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
IV. Tahap Pemeriksaan Pengadilan
• Proses pemeriksaan terdapat dalam
KUHAP Bab XVI tentang
“Pemeriksaan di sidang Pengadilan”
• Pemeriksaan disini dilandaskan pada
sistem accusatoir, dan dimulai
dengan menyampaikan berkas
perkara kepada jaksa penuntut
umum yang harus menentukan
apakah perkara akan terus
dilakukan.
Proses Perkara Pidana Masuk Ke Pengadilan
Berdasarkan KUHAP
No Acara Keterangan

1 Pelimpahan perkara ke pengadilan oleh Pasal 143 KUHAP


JPU disertai dengan surat dakwaan

2 Kemudian ketua PN mempelajarinya, Pasal 147 KUHAP


apakah perkara tersebut masuk
wewenangnya atau bukan

3 Maka setelah itu ketua PN menetapkan, Pasal 84 KUHAP


bahwa PN tsb berwenang mengadili
dan PN tsb tidak berwenang mengadili
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai