Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

TINJAUAN UMUM HUKUM ACARA PIDANA


A. Defenisi Hukum Acara Pidana
Ada beberapa defenisi Hukum Acara Pidana yang dikemukakan oleh
para ahli, sebagai berikut :
1. Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH,
Hukum Acara Pidana adalah : Rangkaian peraturan-peraturan yang
memuat cara bagaimana badan pemerintah yang berkuasa ( Kepolisian,
Kejaksaan dan Pengadilan ) harus bertindak guna mencapai tujuan
negara dengan mengadakan Hukum Pidana.
2. R. Achmad Soemadipradja, SH,
Hukum Acara Pidana adalah : Hukum yang mempelajari peraturan yang
diadakan oleh negara dalam hal adanya persangkaan telah dilanggarnya
Undang-Undang Pidana.
3 Prof. Dr. Sudarto, SH,
Hukum Acara Pidana adalah : Aturan-aturan yang memberikan petunjuk
apa yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum.
4. J. De Bosch Kemper,
Hukum Acara Pidana adalah : Sejumlah asas-asas dan peraturan-
peraturan Undang-Undang yang mengatur hak negara untuk
menghukum bilamana Undang-Undang Pidana di langgar.
5. Simons,
Hukum Acara Pidana adalah Hukum Yang mengatur cara-cara negara
dengan alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya untuk
menghukum dan menjatuhkan hukuman.

B. Sumber Hukum Acara Pidana


Sumber-sumber Hukum Acara Pidana Secara garis besar terdiri dari :
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ( LN RI Tahun 1981 No. 76)
tentang KUHAP berlaku tanggal 3 Desember 1981.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP.
3. Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana
Ekonomi.
4. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, perubahan dari Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan
Kehakiman
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri
7. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua dari
undang-undang no. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, perubahan dari undang-undang
nomor 2 Tahun 1986 dan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum.
9. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI
10. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Kejaksaan RI
11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
12. Segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses
hukum acara pidana dan Pedoman Pelaksanaan KUHAP.

C. Tujuan Hukum Acara Pidana


Menurut Van Bemmelen dalam bukunya “Strafordering Leerbook Van Het
Nederlandsch Straf Procesrecht” bahwa yang terpenting dalam Hukum
Acara Pidana adalah Mencari dan Memperoleh Kebenaran.
Sementara menurut doktrin bahwa tujuan Hukum Acara Pidana adalah:
(1). Mencari dan menemukan kebenaran Materiil
(2). Memperoleh Putusan Hakim
(3). Dan Melaksanakan Putusan Hakim.
Berikut akan diuraikan mengenai Tujuan Hukum Acara Pidana :
1. Mencari dan Menemukan Kebenaran Materiil,
Yaitu : Kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum secara jujur dan tepat dengan
tujuan untuk mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan suatu
pelanggaran hukum dan selanjutnya minta pemeriksaan dan putusan
pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak
pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.
2. Memperoleh Putusan Hakim
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 menegaskan bahwa :
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau
dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap”.
Dalam bahasa hukum disebut “Asas Praduga Tak Bersalah”
(Procesrium A Contrario). Salah dan benar dalam bahasa filsafat hanya
bersifat abstrak dan merupakan sebuah nilai yang universal, Dalam
bahasa hukum masalah benar dan salah bukan semata-mata didasarkan
pada persepsi orang perorang tetapi semuanya itu harus dibuktikan
berdasarkan atas hukum. Seseorang yang wajib dianggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap maka diperlukan aturan hukum untuk mendukung
tercapainya putusan pengadilan tersebut. Aturan hukum formal yang
dimaksud adalah KUHAP yang didalamnya terdapat cara bagaimana
Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, Pemeriksaan, dan Putusan hakim
diputuskan.
Tidak ada penyelidikan tanpa adanya tersangka, tidak ada penuntutan
tanpa adanya penyidikan, tiada Putusan hakim tanpa penuntutan, tiada
Putusan Hakim Tanpa Hukum Acara Pidana.
3. Melaksanakan Putusan hakim
Hukum Acara Pidana bukan hanya mencakup tentang penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, putusan
pengadilan akan tetapi mencakup juga aturan bagaimana putusan hakim
tersebut dapat dilaksanakan.
Hakim, adalah Pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang untuk mengadili (Pasal 1 angka 8 KUHAP )
Mengadili, adalah Serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa dan memutuskan perkara pidana berdasarkan asas bebas,
jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut
cara yang diatur oleh Undang-Undang ( Pasal 1 angka 9 KUHAP ).
Putusan Pengadilan, adalah Pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang yang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang ( Pasal 1 angka 11 KUHAP ).
Dalam hal ini siapa yang berwenang untuk melaksanakan Putusan
Hakim atau Putusan Pengadilan tersebut ?
Jaksa, adalah Pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Penuntut Umum, adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.

D. Asas-asas Hukum Acara Pidana


1. Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”.
2. Asas persamaan di depan hukum (equality before the law) artinya setiap
orang diperlakukan sama dengan tidak membedakan tingkat sosial,
golongan, agama, warna kulit, kaya, miskin dan lain-lainnya dimuka
hukum. Atau pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang (Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004.
3. Tidak seorangpun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain dari pada
yang ditentukan undang-undang.
4. Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan karena
alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan
bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah bersalah
atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
5. Asas perintah tertulis dari yang berwenang artinya segala tindakan
mengenai penagkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan hanya
dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang
berwenang oleh undang-undang.
6. Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) artinya setiap
orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut dan/atau dihadapkan
dihadapan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang dinyatakan kesalahannya dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
7. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan
dan salah tuntut, mengadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang
atau kekeliruan mengenai orangnya (error in persona) atau hukum yang
ditetapkannya berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
8. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan
(contante justitie).
9. Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya artinya bahwa setiap
orang wajib diberikan kesempatan untuk memproleh bantuan hukum pada
tiap tingkatan pemeriksaan guna kepentingan pembelaan.
10. Asas wajib diberitahukan dakwaan dan dasar hukum dakwaan serta hak-
haknya termasuk hak menghubungi dan meminta bantuan penasihat
hukum.
11. Asas hadirnya terdakwa artinya pengadilan memeriksa, mengadili dan
memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
12. Asas pemeriksaan terbuka untuk umum artinya pemeriksaan perkara
terbuka untuk umum, jadi setiap orang diperbolehkan hadir dan
mendengarkan pemeriksaan persidangan.
13. Asas pembacaan putusan yaitu semua putusan pengadilan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
14. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan artinya langsung
kepada terdakwa dan tidak secara tertuis antara hakim dengan
terdakwa.
15. Asas putusan harus disertai alasan-alasan artinya segala putusan
pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,
memuat pula pasal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili.
16. Asas tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian nyang sah menurut undang-undang mendapat
keyakinan bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah
bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
17. Asas pengadilan wajib memeriksa, mengadili dan memutus perkara
artinya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada atau kurang jelas.
18. Asas pengawasan pelaksanaan putusan, artinya dalam menjalankan
putusan pidana Ketua Pengadilan Negeri mengawasi jalannya
pelaksanaan tersebut.

BAB 2
TERSANGKA, TERDAKWA, TERPIDANA DAN HAK-HAKNYA
A. PENGERTIAN
1. Tersangka
Menurut Pasal 1 butir 14 KUHAP, tersangka adalah seseorang yang
karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
2. Terdakwa
Menurut Pasal 1 butir 15 KUHAP, terdkwa adalah sorang tersangka yang
dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
3. Terpidana atau Terhukum
J.C.T Simorangkir membedakan antara pengertian Terhukum dengan
Terpidana. Bahwa yang dimaksud dengan Terhukum adalah seorang
terdakwa terhadap siapa oleh pengadilan telah dibuktikan kesalahannya
melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya dank arena ia
dijatuhi hukuman yang ditetapkan untuk tindak pidana tersebut,
sedangkan terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

B. HAK-HAK
1. Hak Tersangka
1) Hak untuk segera diperiksa perkaranya sebagaimana Pasal 50
KUHAP, yaitu :
 Berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan
selanjutnya dapat diajukan kepada Penun tut Umum. Bahkan
tersangka yang ditahan dalam waktu 1 hari setelah perintah
penahanan itu dijalankan ia harus mulai diperiksa oleh penyidik
(Pasal 122 KUHAP).
 Berkas perkaranya segera dimajukan atau dilanjutkan ke
Pengadilan oleh Penuntut Umum.
 Berhak segera diadili oleh Pengadilan.
 Hak untuk mempersiapkan pembelaan (Pasal 51 (a) KUHAP)
2) Hak untuk bebas memberikan keterangan (Pasal 52 KUHAP)
3) Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP
4) Hak untuk mendapatkan penerjemah (Pasal 53 ayat (2) KUHAP)
5) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum
6) Hak untuk memilih penasihat hukum
7) Hak untuk didampingi penasihat hukum secara Cuma-Cuma
8) Hak untuk menghubungi penasihat hukumnya
7) Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya
8) Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan
9) Hak untuk diberitahukan dan menghubungi keluarganya
10) Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan keluarganya
11) Hak untuk surat menyurat
12) Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan.
13) Hak untuk mengajukan saksi yang meringankan
14) Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian.
15) Hak untuk menuntut ganti kerugian
16) Hak untuk diperiksa ditempat kediaman
17) Hak untuk mendapat rehabilitasi
18) Hak untuk segera diperiksa
19) Hak untuk mengajukan keberatan
20) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum
21) Hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan.
22) Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan
23) Tersangka yang sakit diharuskan dirawat diluar Rutan yaitu dirawat di
rumah sakit.
2. Hak Terdakwa
1) Hak untuk segera diperiksa perkaranya
2) Hak untuk mempersiapkan pembelaan
3) Hak untuk bebas memberikan keterangan
4) Hak untuk mendapatkan juru bahasa
5) Hak untuk mendapatkan penerjemah
6) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum
7) Hak untuk memilih penasihat hukum
8) Hak untuk didampingi penasihat hukum secara Cuma-Cuma
9) Hak untuk menghubungi penasihat hukumnya
10) Hak untuk menghubngi perwakilan negaranya
11) Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan
12) Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya
13) Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan
14) Hak untuk melakukan surat menyurat
15) Hak untuk menerima dan kunjungan rohaniawan
16) Hak untuk diadili/disidang pada pengadilan terbuka untuk umum
17) Hak untuk mengajukan saksi dan keahlian khusus
18) Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian
19) Hak untuk minta banding
20) Hak untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi
21) Hak untuk mendapatkan salinan dari semua surat-surat, berkas
perkara atas perkaranya.
22) Hak untuk mengajukan permohonan
23) Hak untuk ingkar (ingkar terhadap hakim yang mengadilinya)
24) Hak untuk memahami dakwaan
25) Hak untuk mengajukan keberatan
26) Hak untuk mengajukan pertanyaan
27) Hak untuk diam
28) Hak untuk tidak memberikan ijin kepada saksi
29) Hak untuk mengajukan saksi dengan keterangan dibawah sumpah
30) Hak untuk mengeluarkan saksi dari sidang
31) Hak untuk menuntut saksi
32) Hak untuk menolak keterangan ahli
33) Hak untuk mengajukan pembelaan secara tertulis
34) Hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan
3. Terpidana
1) Hak untuk menuntut ganti kerugian (pasal 95 ayat (1) KUHAP
2) Hak untuk segera menerima dan segera menolak putusan pengadilan
3) Hak untuk mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau
menolak putusan dalam tenggang waktu 7 hari
4) Hak untuk minta perkaranya diperiksa dalam tingkat banding dalam
tenggang waktu yang ditentukan undang-undang (menolak putusan)
5) Hak untuk meminta penagguhan pelaksanaan putusan dalam
tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat
mengajukan grasi (menerima putusan)
6) Hak untuk mencabut pernyataan tentang menerima atau menolak
putusan pengadilan dalam tenggang waktu yang ditentukan undang-
undang hukum acara pidana
7) Hak mengajukan permintaan kasasi
8) Hak mengajukan keberatan yang beralasan terhadap hasil kerangan
ahli
9) Hak mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap

BAB 3
PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
Dalam pemeriksaan perkara pidana dikenal tahapan-tahapan, antara
lain:
1. Penyelidikan oleh Kepolisian Negara
2. Penyidikan oleh Kepolisian Negara dan oleh Penyidik PNS
3. Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum
4. Pemeriksaan sidang oleh hakim dan unsur persidangan lainnya
5. Pelaksanaan Putusan Pengadilan ( Eksekusi ) oleh Jaksa

1. Penyelidikan;
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara
yang diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 ke-5 KUHAP)
Dalam usaha untuk mengungkap sebuah peristiwa untuk dapat
dikatakan sebagai peristiwa pidana atau sebaliknya guna kepentingan
penyidikan, penyelidik atas perintah penyidik mempunyai kewenangan
untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Penyelidik karena kewajibannya mempunyai kewenangan :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana
b. Mencari keterangan dan barang bukti
c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
a. Penangkapan larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
d. Membawa dan menghadapkan sesorang kepada penyidik.

2. Penyidikan oleh Penyidik


Penyidikan adalah : Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Undang_undang untuk mencari dan
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Penyidik adalah : Pejabat polisi negara RI atau Pejabat PNS tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan.
Penyidik menurut PP no. 27 tahun 1983 :
a. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yang berpangkat Inspektur Dua
(Ipda ) Polisi.
b. Pejabat PNS ( Pejabat Bea Cukai, Pejabat Imigrasi, Pejabat
Kehutanan ) sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda
Tingkat I ( Gol. II/b ) atau yang disamakan dengan itu.
Selain penyidik Polri dan penyidik Pejabat PNS masih terdapat 2
penyidik lagi yaitu : Penyidik Jaksa dan Penyidik Perwira Angkatan
Laut di bidang ZEE. Menyangkut wewenang dari penyidik telah diatur
dalam Pasal 7 KUHAP.
3. Penyidikan oleh Penyidik Pembantu.
Penyidik Pembantu adalah : Pejabat Polri tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Brigda polisi dan Pejabat PNS tertentu
berpangkat pengatur muda ( Gol. II/a )
Mengenai kewenangan penyidik pembantu diatur dalam pasal 7 ayat (1)
KUHAP kecuali penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan
dari penyidik.
Pada prinsipnya proses penyelidikan, penyidikan hanya dapat dilakukan
oleh penyelidik polri dan penyidik pembantu sebagaimana bersumber
kepada KUHAP namun kenyataan dunia sekarang banyak muncul
penyidik-penyidik yang tidak mengacu pada peraturan tersebut seperti
“Team pencari Fakta, Pansus” dan lain-lain namun hal semacam itu
boleh-boleh saja sepanjang tindakan yang dilakukannya demi dan dalam
rangka membantu penyidik dalam mengungkap sebuah kejahatan
namun keberadaannya tidak mengurangi eksistensi penyidik
sebagaimana yang disebut dalam KUHAP.

4. Diketahuinya Tindak Pidana


Tindak Pidana dapat diketahui dengan cara :
a. Adanya Pengaduan ;
Artinya pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak
menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan
yang merugikannya.
b. Adanya Pelaporan,
Artinya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak
atau kewajibannya berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat
yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi
peristiwa pidana.
c. Tersangka tertangkap tangan, adalah :
 tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak
pidana;
 atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu
dilakukan;
 atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai
orang yang melakukannya;
 atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang
diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu
yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan;
d. Karena diketahui sendiri oleh penyidik.
Artinya demi hukum penyidik berwenang melakukan tindakan hukum.
5. Sistem Pemeriksaan
a. Sistem pemeriksaan Accusatoir, dalam sistem ini berusaha
menempatkan tersangka atau terdakwa sebagai subjek pemeriksaan
sehingga konsekwensi antara pemeriksa dan yang di periksa
mempunyai kedududkan yang sama di hadapan hukum
b. Sistem pemeriksaan Ingusatoir, dalam system ini tersangka atau
terdakwa menempati posisi sebagi objek pemeriksaan.

6. Upaya Paksa
a. Penangkapan
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila
terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan
dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
Penangkapan merupakan sebagian dari bentuk upaya paksa yang
diatur dalam KUHAP yang pelaksanaannya diberikan batasan yang
bersifat mencegah agar penggunaannya tidak mengesampingkan
HAM, namun tetap dalam kurun keseimbangan antara kepentingan
individu dan kepentingan masyarakat, antara kepentingan tersangka
dan kepentingan pemeriksaan. Dasar hukum penangkapan harus ada
dugaan keras berdasarkan bukti yang cukup bahwa seseorang
melakukan perbuatan pidana yang diancam dengan pidana lima tahun
keatas. Penagkaapan diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 19
KUHAP.
Penangkapan sangat terkait dengan bukti permulaan. Bukti permulaan
menurut Rapat Kerja MAKEHJAPOL (Mahkamah Agung, Kehakiman,
Kejaksaan, Polisi Tanggal 21 Maret 1984 bahwa bukti permulaan
yang cukup adalah Laporan Polisi ditambah salah satu alat bukti
lainnya.
Prosedur dan tata cara pelaksanaan penangkapan diataur dalam
Pasal 18 KUHAP.
b. Penahanan (Psl 20)
Penahanan adalah Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat
tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya.
Alasan penahanan adalah :
 Tersangka/Terdakwa dikuatirkan melarikan diri.
 Tersangka/Terdakwa dikuatirkan akan merusak/menghilangkan
barang bukti.
 Tersangka/Terdakwa dikuatirkan mengulangi tindak pidana.

Jenis Penahanan, berupa :


 Penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu
tersangka/terdakwa ditahan dan ditempatkan di rumah tahanan
negara.
 Penahanan rumah; dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau
kediaman tersangka/terdakwa dengan mengadakan pengawasan
terhadapnya untuk menghindarkan kesulitan dalam penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan sidang.
 Penahanan kota dilaksanakan dikota tempat tinggal/kediaman
tersangka/terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.
Yang berhak melakukan penahanan serta lamanya kewenangan
untuk menahan adalah :
a. Penyidik
Lamanya Penahanan……………………………………… 20 Hari
Dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum………………. 40 Hari
60 Hari
b. Penuntut Umum
Lamanya Penahanan ……………………………………… 20 Hari
Dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri …. 30 Hari
50 Hari
c. Hakim Pengadilan Negeri
Lamanya penahanan ……………………………………… 30 Hari
Dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri… … 60 Hari
90 Hari
d. Hakim Pengadilan Tinggi
Lamanya penahanan …………………………………… 30 Hari
Dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggii …. 60 Hari
90 Hari
e. Mahkamah Agung
Lamanya Penahanan …………………………………… 50 Hari
Dapat diperpanjang oleh Ketua MA …………………… 60 Hari
110 Hari

Perpanjangan Penahanan Istimewa (Pasal 29 ayat (1) KUHAP:


Penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang
dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena :
a. Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental
yang berat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
b. Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9
(sembilan) tahun atau lebih.
Maka perpanjangan penahanan pada ayat (1) yaitu paling lama 30
hari dan dalam penahanan tersebut masih diperlukan dapat
diperpanjang lagi untuk paling lama 30 hari (ayat 2).
Pengalihan jenis penahanan dapat dilakukan sebagaimana
ditentukan oleh Pasal 23 KUHAP. Prosedur dan pejabat yang
berwenang melakukan pengalihan jenis penahanan adalah :
a. Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim berwenang untuk
mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan
yang lain.
b. Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan
surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan
hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau
terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang
berkepentingan.
Penagguhan Penahanan (Pasal 31 KUHAP)
1. atas permintaan tersangka/terdakwa Penyidik atau Penuntut
Umum atau Hakim sesuai dengan kewenangan masing-masing
dapat mengadakan penagguhan penahanan dengan atau tanpa
jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang
ditentukan.
2. Karena jabatannya Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim
sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam
hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
c. Penggeledahan
Pasal 1 angka 17 KUHAP bahwa Penggeledahan rumah adalah
tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau
penyitaan dan atau penagkapan dan dalam hal menurut cara yang
diatur oleh undang-undang.
Pasal 1 angka 18 KUHAP , Penggeledahan badan adalah tindakan
penyidik untuk melakukan pemeriksaan badan dan atau pakaian
tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada
badannya atau dibawanya serta untuk disita.
Prosedur dan tata cara Penggeledahan :
1) Penggeledahan biasa (Pasal 33 KUHAP)
2) Penggeledahan yang sangat mendesak (Pasal 34 KUHAP)
3) Penggeledahan rumah (Pasal 125, 126, 127 dan Pasal 36
KUHAP).
4) Penggeledahan badan dan pakaian (Pasal 37 KUHAP)
d. Penyitaan
Pasal 1 angka 16 KUHAP, Penyitaan adalah serangkaian tindakan
penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah
penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
Pejabat yang berwenagn, Prosedur dan tata cara penyitaan diatur
dalam Pasal 38, Pasal 128, 129, 130 KUHAP.
Barang atau benda yang dapat disita diatur dalam Pasal 39 KUHAP
Tata cara penyimpanan barang sitaan diatur dalam Pasal 44 dan
Pasal 45 KUHAP
e. Pemeriksaan dan Penyitaan Surat
Surat-surat yang dapat diperiksa dan disita surat yang dicurigai
mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.
Prosedur dan tata cara pemeriksaan dan penyitaan surat diatur dalam
Pasal 47, 48, 49, 131 dan 132 KUHAP.
7. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut
cara yang diatur Undang-Undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan.
Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan
permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat
dakwaan
Peran surat dakwaan bagi masing-masing pihak :
a. Bagi Jaksa berperan dalam hal untuk melakukan tuntutan terhadap
terdakwa, dasar pembuktian tentang tindak pidana yang dilakukan
oleh terdakwa dan apabila ada upaya hukum dikemudian hari maka
surat dakwaan menjadi dasar pembahasannya.
b. Bagi terdakwa atau Penasihat Hukumnya berperan untuk
mengadakan pembelaan tentang apa yang didakwakan.
c. Bagi Hakim sebagai landasan pemeriksaan disidang pengadilan
untuk memutuskannya.
Syarat-syarat surat dakwaan :
a. Syarat Formal, memuat identitas terdakwa dan ditanda tangani oleh
penuntut umum.
b. Syarat materiil, harus berisi uraian secara cermat, jelas dan lengkap
tentang tindak pidana yang dilakukan dengan menyebutkan waktu
dan tempat dimana tindak pidana dilakukan.
Cermat : ketelitian membuat surat dakwaan didasarkan pada
undang-undang yang berlaku dan menghindari hal yang membuat
dakwaan batal atau dapat dibatalkan.
Jelas : penuntut umum harus mencantumkan unsur-unsur tindak
pidana yang dilakukan terdakwa serta menguraikan perbuatan
materiil yang dilakukan terdakwa.
Lengkap : harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan oleh
undang-undang dengan baik dan benar .
Bentuk-bentuk surat dakwaan :
a. Bentuk Tunggal :
 Dakwaan dalam bentuk tunggal akan dibuat oleh
penuntut umum karena keyakinannya berpendapat bahwa
tersangka hanya melakukan satu tindak pidana
 Bila penuntut umum berpendapat bahwa tersangka
melakukan satu perbuatan tetapi masuk dalam kategori
concursus idealis.
 Bila penuntut umum berpendapat bahwa tersangka
melakukan perbuatan yang berlanjut.
b. Bentuk Subsider :
Bilamana penuntut umum berpendapat bahwa tersangka hanya
melakukan satu tindak pidana tetapi ragu-ragu tentang tindak pidana
yang dilakukan.
Ciri-ciri dakwaan subsider :
Primer………………………Pasal 340 KUHP
Subsider…………………...Pasal 338 KUHP
c. Bentuk Kumulatif :
Penuntut umum berpendapat bahwa tersangka melakukan dua atau
lebih tindak pidana dimana masing-masing tindak pidana itu berdiri
sendiri.
Ciri-ciri dakwaan kumulatif :
Dakwaan ke-I……………...Pasal 374 KUHP
Dakwaan ke-II……………. Pasal 378 KUHP
d. Bentuk Campuran :
Penuntut umum berpendapat bahwa terdakwa melakukan dua atau
lebih tindak pidana akan tetapi tiap-tiap tindak pidana ragu-ragu
tindak pidana apa yang dilakukan.
Ciri-ciri dakwaan tersebut :
Dakwaan ke-I
Primer ……………………..Pasal 340 KUHP
Subsider……………………Pasal 338 KUHP
Dakwaan ke-II
Primer …...………………...Pasal 372 KUHP
Subsider ……………………Pasal 362 KUHP
Bagi penuntut umum surat dakwaan mempunyai konsekwensi
tersendiri apabila surat dakwaan melalui penetapan hakim
dinyatakan:
(1) Surat dakwaan tidak dapat diterima;
Artinya Tuntutan penuntut umum terhadap terdakwa gugur
karena kadaluarsa, Ne bis in idem, terdakwa meninggal dunia,
aduan telah dicabut.
(2) Surat dakwaan harus dibatalkan;
Artinya dakwaan tidak memenuhi syarat yang diatur dalam pasal
143 ayat (2) KUHAP
(3) Pengadilan berpendapat bahwa tidak berwenang untuk
mengadili;
Ketentuan ini mengacu pada pasal 148 dan 149 KUHAP yang
mengatur kompetensi relatif dari sebuah pengadilan.

8. Pra-peradilan
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa
dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
tentang :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka.
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian tuntutan
atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau kuasanya yang diajukan ke pengadilan.
d. Sah atau tidaknya penetapan tersangka, Penggeledahan dan
Penyitaan (Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014).
e. Pemberitahuan SPDP (Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan)
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah
Penyidik (putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015).
Tujuan pra-peradilan adalah untuk melakukan pengawasan secara
horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh
penyidik atau penuntut umum kepada tersangka selama dalam
pemeriksaan penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu
tidak bertentangan dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.
9. Pemeriksaan Sidang Pengadilan.
a. Macam-macam Acara Pemeriksaan Sidang Pengadilan.
 Acara Pemeriksaan Biasa
 Tindak Pidana yang diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa
adalah tindak pidana yang pembuktiannya serta penerapan
hukumnya tidak mudah serta sifat melawan hukumnya tidak
sederhana.
 Acara Pemeriksaan singkat
 Tindak pidana yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat
adalah tindak pidana yang pembuktiannya mudah serta sifat
melawan hukumnya sederhana.
 Acara pemeriksaan cepat, meliputi :
* Tindak Pidana Ringan ( Tipiring )
* Pelanggaran Lalu lintas.
b. Asas Pemeriksaan Sidang Pengadilan.
 Asas terbuka untuk umum artinya : semua persidangan harus
dinyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara kesusilaan
atau terdakwanya anak-anak.
 Asas Oral atau dwi cakap, artinya :
Hakim dalam memimpin sidang harus menggunakan bahasa
Indonesia yang dimengerti oleh Terdakwa.
c. Alat-alat bukti
 Keterangan saksi, adalah suatu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan mengenai suatu peristiwa yang ia
dengar, ia lihat dan ia rasakan sendiri dengan menyebut alasan
dari pengetahuan itu.
Yang tidak cakap menjadi saksi :
* anak yang belum berusia 15 tahun dan belum pernah kawin
* orang yang sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya
baik.
Dalam hal seseorang yang tanpa alasan yang sah menolak untuk
menjadi saksi diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 9
bulan ( pasal 224 KUHP )
Dan apabila kesaksian itu tidak benar atau palsu maka diancam
pidana penjara selama-lamanya 7 tahun ( pasal 242 KUHP )
 Keterangan Ahli, adalah keterangan yang diberikan oleh
sesorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan
 Alat bukti surat ;
 Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang, memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau
dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan
tegas.
 Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya
yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
keadaan.
 Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan
yang diminta secara resmi.
 Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dari isi alat pembuktian yang lain.
 Petunjuk, adalah perbuatan kejadian atau keadaan yang karena
persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun
dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya .
 Keterangan terdakwa,
 Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan
dalam sidang tentang perbuatan yang dilakukan, diketahui
atau dialami sendiri.
 Keterangan terdakwa diluar sidang dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti asalkan didukung oleh suatu alat
bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan
kepadanya.
 Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri.
 Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya tetapi harus disertai dengan alat bukti lain.
d. Putusan
Putusan Hakim yang merupakan putusan akhir terdiri dari :
(1) Putusan bebas ( Vrijsprak )
Putusan bebas dijatuhkan bila hakim berpendapat bahwa dari
hasil pemeriksaan sidang pengadilan terdakwa tidak terbukti
melakukan tindak pidana secara sah dan meyakinkan.
(2) Putusan lepas dari tuntutan hukum (onslaag)
Putusan lepas dari tuntutan hukum akan dijatuhkan bilamana
hakim berpendapat bahwa hasil pemeriksaan , perbuatan
terdakwa terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana
(3) Putusan pemidanaan
Dijatuhkan bila hakim berpendapat bahwa hasil pemeriksaan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah menurut undang-
undang hakim berkeyakinan bahwa terdakwa bersalah.
BAB 4
UPAYA HUKUM

Upaya Hukum adalah :


Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan berupa ; perlawanan atau banding atau
kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali.

A. Upaya Hukum Biasa


1. Verzet ( perlawanan )
 Keberatan Jaksa Penuntut umum terhadap surat penetapan
pengadilan negeri terhadap surat dakwaan yang dibatalkan
(tenggang waktu 7 hari )
 Keberatan Terdakwa/Penasihat Hukumnya mengenai pengadilan
yang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak
diterima atau dakwaan harus dibatalkan
2. Banding
Upaya hukum yang diajukan ke Pengadilan tinggi oleh
Terdakwa/Penasihat Hukumnya atau Penuntut Umum (diajukan
melalui Panitera PN )
a. Tenggang waktu pengajuan Banding :
 Pernyataan/Permohonan banding 7 hari setelah putusan PN
 Mempelajari berkas 7 hari ( setelah permohonan )
 Berkas dikirim ke Pengadilan Tinggi dalam waktu 14 hari
Sebelum perkara diperiksa penyerahan Memori Banding
( pemohon banding ) dan Kontra Memori Banding
( termohon banding )
b. Pemeriksaan Banding
 Menguji keputusan Pengadilan Negeri tentang ketepatannya
 Pemeriksaan ulang perkara
c. Putusan Banding
 Menguatkan putusan Pengadilan Negeri
 Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri
 Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri
3. Kasasi
a. Tenggang waktu pengajuan Kasasi,
 Pernyataan atau permohonan, 14 hari setelah putusan
Pengadilan Tinggi
 Penyerahan Memori Kasasi ( wajib oleh pemohon kasasi ) dan
Kontra Memori Kasasi ( termohon Kasasi )14 hari setelah
permohonan.
 Pengiriman berkas ke Mahkamah Agung 14 setelah penyerahan
Memori Kasasi dan Kontra Memori Kasasi.
b. Pemeriksaan Kasasi :
 Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau salah
menerapkan hukum
 Apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang.
 Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
c. Putusan Kasasi :
 Menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi
 Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi
 Memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi

B. Upaya Hukum Luar Biasa


1. Kasasi demi kepentingan hukum (diajukan oleh Jaksa Agung ke
Mahkamah Agung )
Kasasi demi kepentingan hukum dilakukan atas permohonan pihak yang
berkepentingan atau jaksa agung karena jabatannya, artinya hanya
semata-mata demi kepentingan umum dengan tidak dapat merugikan
pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Peninjauan Kembali (PK)
a. Subjek/Pemohon adalah Terpidana, tenggang waktu permohonan PK
tidak dibatasi
b. Alasan-alasan Peninjauan Kembali ;
1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat
bahwa jika keadaan itu sudah diketahui sejak awal dapat
mempengaruhi putusan;
2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan telah
terbukti tetapi bertentangan dengan dasar putusan ;
3. Apabila putusan itu memperlihatkan kekeliruan atau kekhilafan
hakim;
c. Putusan PK
1. Putusan Bebas
2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
3. Putusan tidak dapat menerima tuntutan Penuntut Umum
4. Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
3. Grasi ( Pengampunan oleh presiden )
Grasi dapat dimintakan oleh terpidana, keluarganya atau orang ketiga
kepada presiden dalam rangka pengampunan akan kesalahan si
terpidana berupa pengurangan hukuman, perubahan atau penghapusan
pidana.
Grasi diajukan dalam tenggang waktu 8 hari setelah putusan pidana
berkekuatan hukum tetap.
BAB 5
ACARA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN

A. Sistem Pemeriksaan
1. Sistem Inqusitor
Sebelum berlaku KUHAP sistem inqusatoir dalam HIR yaitu sistem
pemeriksaan dimana tersangka dianggap sebagai objek pemeriksaan
yaitu pemeriksaan dilakukan dengan pintu tertutup sehingga tersangka
tidak mempunyai hak untuk membela diri.
Setelah berlaku KUHAP pada pemeriksaan permulaan dipakai sistem
inqusatoir yang lunak yaitu pemeriksaan penyidik, tersangka boleh
didampingi penasihat hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara
pasif mulai dari pemeriksaan tingkat penyelidikan/penyidikan
(penangkapan/penahanan) tingkat penuntutan sampai pada proses
pemeriksaan di pengadilan.
2. Sistem Accusatoir
Sistem pemeriksaan ini pada tingkat pengadilan atau dimuka hakim
dimana tersangka/terdakwa diakui sebagai subjek pemeriksaan dan
diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk melakukan pembelaan diri atas
tuduhan atau dakwaan bagi dirinya. Tersangka/terdakwa mempunyai hak
yang sama nilainya dengan Penuntut Umum.

B. Pemanggilan atau Surat Panggilan


KUHAP menganut prinsip bahwa hadirnysa terdakwa dalam pemeriksaan
sidang pengadilasn dan tanpa hadirnya terdakwa didepan persidangan maka
pemeriksaan atas perkara yang didakwakan tidak dapat dilakukan. KUHAP
tidak memperkenankan sidang tanpa hadirnya Terdakwa.
Pemanggilan terdkwa atau saksi dengsan surat panggilan sebagaimana
diatur dalam Pasal 152 ayat (2) yaitu penuntut umum menghadirkan dengan
jalan “memanggil” terdakwa. Jika penuntut umum tidak menghadirkan
terdakwa maka sidang dimundurkan pada hari sidang berikutnya.
Mengenai panggilan terhadap saksi diatur dalam Pasal 146 ayat (2) yaitu
penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat
tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa. Panggilan nharus
diterima 3 hari sebelum sidang dimulai.

C. Acara Pemeriksaan Perkara


Ada 3 macam pemeriksaan yaitu :
1. Acara pemeriksaan biasa
2. Acara pemeriksaan singkat
3. Acara pemeriksaan cepat

1. Acara Pemeriksaan Biasa;


Acara pemeriksaan biasa (tolakkan vodering) menurut Karim Nasution
bahwa perkara-perkara sulit dan besar diajukan oleh penuntut umum
dengan surat dakwaan.
Proses pemeriksaan biasa dilakukan sebagai berikut :
1) Proses pertama :Penyerahan berkas perkara (Pasal 155 ayat(1)
KUHAP) bahwa pada saat penuntut umum menyerahkan berkas
perkara ke Pengadilan Negeri cq hakim juga disertai dengan Surat
Dakwaan supaya perkara pidananya diajukan dalam persidangan untuk
diperiksa dan diadili.
2) Proses kedua; Sidang I, hakim menyatakan sidang terbuka untuk
umum (kecuali perkara kesusilaan dan terdakwa dibawah umur). Hakim
menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir,
umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan
serta mengingatkan Terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu
yang didengar dan dilihatnya disidang. Selanjutnya hakim ketua
meminta kepada penuntut umum untuk membaca dakwaannya.
Selanjutnya hakim bertanya kepada Terdakwa apakah sudah mengerti.
Apabila terdakwa tidak mengerti maka penuntut umum atas permintaan
ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
3. Proses ketiga; Sidang II, Terdakwa atau Penasihat Hukumnya
mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan penuntut umum
dan/atau penegadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
4. Proses keempat; Sidang III, Pembuktian
Proses ini setelah eksepsi atau keberatan terdakwa sebagaimana
dimaksud Pasal 156 KUHAP oleh Majelis menjatuhkan putusan Sela
“Menolak Eksepsi atau keberatan Terdakwa”.
5. Proses kelima; sidang IV, Pembacaan tuntutan penuntut umum
(requsitoir).
6. Proses keenam, ketujuh dan kedelapan ; sidang V, VI dan VII adalah
Tanya jawab yaitu :
- Pembacaan Pledoi/Pembelaan oleh Terdakwa atau Penasihat
Hukumnya.
- Pembacaan nader requisitoir oleh Penuntut Umum
- Pembacaan nader pledoi oleh terdakwa/penasihat hukumnya.
7. Proses kesembilan pada sidang IX, yaitu musywarah Majelis Hakim
dan Pembacaan Putusan.
2. Acara Pemeriksaan Singkat;
Adalah perkara yang sifatnya bersahaja mengenai soal pembuktian dan
pemakaian undang-undang dan yang dijatuhkan hukuman pokoknya yang
diperkirakan tidak lebih dari hukuman penjara selama satu tahun. Yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat (Pasal 203 ayat(1) KUHAP)
adalah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk
ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
1. a. Penuntut umum dengan segera setelah terdakwa disidang menjawab
segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat
(1) memebritahukan dengan lisan dari catatannya kepada Terdakwa
tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan
menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana
itu dilakukan.
b. Pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan
pengganti surat dakwaan.
2. Dalam hal hakim memnadang perlu pemeriksaan tambahan dalam
waktu paling lama 14 hari dan bilamana dalam waktu tersebut
Penuntut Umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan
tambahan maka hakim memerintahkan perkara ini diajukan ke
sidang pengadilan dengan acara biasa.
3. Guna kepentingan pembelaan maka atas permintaan terdakwa dan
atau penasihat hukum hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama
7 hari.
4. Putusan tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam berita acara
sidang.
5. Hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut.
6. Isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti
putusan pengadilan dalam acara biasa.
3. Acara Pemeriksaan Cepat;
Pemeriksaan cepat dibagi 2 bagian :
1. Acara pemeriksaan tindak pidana ringan (tipiring)
2. Acara pemeriksaan perkara lalu lintas
1. Tindak pidana ringan
Perkara ringan (Pasal 205 ayat (1) KUHAP yaitu perkara yang diancam
dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau
denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan
penghinaan ringan.
 Penyidik atas kuasa penuntut umum dalam waktu 3 hari sejak BAP
selesai dibuat menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi,
ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan selanjutnya
pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama
dan terakhir keculai dalam hal dijatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan terdakwa dapat meminta banding.
 Dalam perkara ini tidak dibuat Surat Dakwaan ke pengadilan jadi
cukup Panitera hanya mencatat dalam register yang diterima atas
perintah hakim yang bersangkutan. Berita acara dalam Tipiring tidak
dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang
tidak sesuai dengan berita acara yang dibuat oleh Penyidik.
 Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam 7 hari untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
 Tata cara pemeriksaan Tipiring diatur dalam Pasal 207 KUHAP.
2. Perkara Pelanggaran Lalu Lintas
Pemeriksaan perkara lalu lintas menurut Pasal 211 KUHAP yaitu
berkas dikirim ke Pengadilan Negeri tanpa Surat Dakwaan.
Tata cara pemeriksaan dilakukan menurut :
Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di
sidang tetapi apabila terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang. Jika
terdakwa tidak hadir maka pemeriksaan perkara dilanjutkan. Dalam hal
putusan diucapkan diluar hadirnya terdakwa, amar putusan segera
disampaikan kepada terpidana. Bkti bahwa amar putusan telah
disampaikan diserahkan kepada panitera untuk dicata dalam buku
register. Dan kalau putusan diluar hadirnya terdakwa dan putusan itu
merupakan pidana perampasan kemerdekaan maka terdakwa dapat
mengajukan perlawanan (verzet).
DAFTAR PUSTAKA

Andi Sofyan dan H. Abdul Asis, 2014, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar),
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Martin Projohamidjojo, SH, Kitab Himpunan Peraturan-peraturan tentang


Hukum Acara Pidana, “Simplek”, Jakarta 1984.

Hamrat Hamid dan Harus M. Husein, 1997, Pembahasan Permasalahan


KUHAP Bidang Penyidikan (Dalam bentuk Tanya jawab), Sinar
Grafika, Jakarta.

Lilik Mulyadi, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu tinjauan khusus
terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan,)
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Martin Projohamidjojo, SH, Kitab Himpunan Peraturan-peraturan tentang


Hukum Acara Pidana, “Simplek”, Jakarta 1984.

Waluyadi, 1999, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana (sebuah


catatan khusus), CV. Mandar Maju, Bandung.

Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman


Pelaksanaan KUHAP.

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua


Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pedoman Pelaksanaan KUHAP.

Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana

Anda mungkin juga menyukai