Anda di halaman 1dari 7

Nama : Amelia Shinta Damayanti

NIM : 202210110311105

Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana (A)

Dosen Pengampu : Sumali, S.H., M.Hum

Tanggal Ujian : Kamis, 9 November 2023

1.) Menurut pendapat beberapa para ahli :

Andi Hamzah. : Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana dalam arti yang
luas. Hukum pidana dalam arti yang luas meliputi baik hukum pidana substantive (materiil)
maupun hukm pidana formal atau hukum acara pidana.

L.J. Van Apeldoorn HAP/Hukum acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga
kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material.

Kumpulan peraturan yang dipergunakan untuk mempertahankan hak, mencari dan


mendapatkan kebenaran selengkap lengkapnya serta menjalankan kewajiban dalam proses
peradilan pidana oleh institusi penegak hukum (polisi, jaksa, hakim & advokat) dalam rangka
menegakan hukum pidana materiil.

Sebelum lahirnya uu no.8 tahun 1981 hukum yang terlebih dahulu mengatur adalah het
herziene indlandsch reglement (HIR/RIB) dimana merupakan warisan peninggalan belanda.
Tujuan lahirnya uu no 8tahun 1981 karena dibutuhkannya suatu hukum acara pidana
nasional yang modern yang sudah sejak lama di dambakan.dibutuhkannya ssuatu hukum
acara pidana yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dewasa ini yang sesuai
dan selaras dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Selain itu, isi dari HIR tidak
menjamin hukum yang ada di masyarakat, maka dari itu, HIR dicabut dan digantikan dengan
uu no 8 tahun 1981 yang kemudian disebut dengan KUHAP.

2.) 1. Asas Legalitas

Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut dalam konsideran KUHAP seperti yang dapat
dibaca pada huruf a, yang berbunyi: "Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara
hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi
hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya

2. Asas Keseimbangan

Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang menegaskan bahwa dalam penegakan
hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara:

1.perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan,

2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat.


3. Asas pra duga tak bersalah (presumption of innocent)

Dengan dicantumkan asas praduga tak bersalah dalam Penjelasan KUHAP, dapat
disimpulkan, pembuat undang-undang telah menetapkannya sebabagai asas hukum yang
melandasi KUHAP dan penegakan hukum (law enforcement). Setiap orang yang sudah
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan,
wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan menyatakan kesalahannya
dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

4. Asas Pembatasan Penahanan

Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan


perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam
hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang;

5. Asas ganti kerugian

Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan
para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan
asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi

6. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan

Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur
dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan

7. Asas Bantuan Hukum

Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum
yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya

8. Asas Terbuka Untuk Umum

Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur
dalam undang-undang

9. Asas Pengawasan

Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana ditetapkan oleh ketua
pengadilan negeri yang bersangkutan.

10. Asas Pemeriksaan Kehadiran Terdakwa

Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa

3.) Penyelidikan adalah “Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 butir 5
KUHAP) penyelidikan dapat diartikan yaitu serangkaian Tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan apakah suatu peristiwa masuk ke dalam tindak pidana atau bukan,
sedangkan
Penyidikan adalah serangkaian Tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Pejabat yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terdapat pada pasal 105
KUHAP, dijelaskan bahwasanya penyelidik yang tersebut dalam pasal ini adalah para pejabat
kepolisian negara dan penyidik yang tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a adalah pejabat
kepolisian negara juga. Dalam hal ini jaksa tidak berwenang melakukan penyelidikan dan
penyidikan, sebagaimana diatur dalam pasal 1 KUHAP.

KEWENANGAN PENYELIDIK

1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan.

2. pemeriksaan dan penyitaan surat.

3. mengambil sidik jari dan memotret seorang.

4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

KEWENANGAN PENYIDIK

a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

h. mendatangkan orang ahli yang diperukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan


perkara.

i. mengadakan penghentian penyidikan.

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

4.) Bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14,
Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah,
yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai
dasar untuk dapat dilakukan penangkapan. Alat bukti berupa Laporan Polisi dan 2 (dua) alat
bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak
pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penahanan (Perkap No. 14/2012). Adapun alat
bukti yang juga bisa digunakan yaitu keterangan saksi dan barang bukti. Menurut Pasal 19
ayat (2) KUHAP, bahwa terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan
penangkapan, kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak
memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah. Menurut Pasal 16 KUHAP, bahwa yang
berwenang melakukan penangkapan, adalah:
1. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan.

2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan


penangkapan.

Untuk batas waktu penangkapan menurut Pasal 19 ayat (1) KUHAP dapat dilakukan paling
lama satu hari.

5.) Dalam proses penahanan terhadap tersangka, maka harus memenuhi 2 syarat atau alasan,
yaitu syarat subjektif dan syarat objektif sebagai berikut:

1. Syarat subjektif, yaitu karena hanya bergantung pada orang yang memerintahkan
penahanan tadi, apakah syarat itu ada atau tidak. Syarat subjektif sebagaimana diatur dalam
Pasal 20 ayat (3) KUHP, yaitu:

a. Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan melarikan diri.

b. Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan merusak atau menghilangkan barang bukti.

c. Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak pidana.

Pasal 21 ayat (1) KUHAP, bahwa alasan penahanan dan penahanan lanjutan, yaitu seorang
tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana.

2. Syarat objektif, yaitu syarat tersebut dapat diuji ada atau tidak oleh orang lain. Syarat
objektif sebagaimana diatur di dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, bahwa penahanan tersebut
hanya dapat dikenakan, apabila tersangka atau terdakwa melakukan tindak pidana dan atau
percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat
(1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal
454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480, dan Pasal 506; Rechtenordonnantie (pelanggaran
terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatersebutlad Tahun 1931
Nomor 471), yaitu Pasal 25 dan Pasal 26;

6.) a. penahanan rumah tahanan negara; yaitu tersangka atau terdakwa ditahan dan
ditempatkan di rumah tahanan negara (Rutan). Pasal 1 angka 2 UU No. 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan KUHAP, menjelaskan bahwa Rumah Tahanan Negara selanjutnya
disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

b. penahanan rumah. Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah
kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk
menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan,
penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

c. penahanan kota. Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat
kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa
melapor diri pada waktu yang ditentukan.

Jika batas masa penahanan tersebut telah habis, sedangkan pemeriksaan belum selesai apa
penahanan tersebut dapat diperpanjang? Iya, penahanan dapat diperpanjang,

Konsekuensi hukumnya ada pada pasal 24 KUHAP bahwa untuk perintah penahanan pada
tingkat penyidikan, dapat dilakukan atas:

1. Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
hanya berlaku paling lama dua puluh hari.

2. Jangka waktu sebagaimana tersebut di atas, apabila diperlukan guna kepentingan


pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang
untuk paling lama empat puluh hari.

7.) Karena Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan
penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan. Dalam hal yang
diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dapat memasuki rumah.

Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak
dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi
ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan :

a. pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada
di atasnya;

b. pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;

c. di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;

d. di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.

Penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang
tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan,
kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga
telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera
melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

8.) *Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana

*Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang
pengadilan
(a) Untuk kepentingan pembelaan seorang tersangka atau terdakwa berhak memperoleh
bantuan hukum dari seorang atau lebihakan tetapi apabila hal tersebut tidak dipenuhi maka
upaya hukum yang digunakan KUHAP yakni para pejabat yang bersangkutan pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan yaitu penyidik, penuntut umum dan hakim
wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka yang disangka atau di dakwa melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara, sedangkan penasehat
hukum yang ditunjuk itu harus memberikan bantuannya secara Cuma-Cuma (asas pro bono/
pro deo).

(b) 1. Putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang
tepatnya penerapan hukum

2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

3. Putusan pemidanaan Apabila kesalahan terdakwa terhadap perbuatan yang


didakwakan kepadanya terbukti dengan sah dan meyakinkan. Pasal 193 (1) KUHAP, apabila
terdakwa terbukti bersalah, maka harus dijatuhi pidana.kecuali apabila terdakwa pada
waktu melakukan tindak pidana itu belum berumur 16 tahun.

9.) (a) alasan tersebut terdapat dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP “Dalam hal penyidik
menghentikan penyidikan karena TIDAK TERDAPAT CUKUP BUKTI atau PERISTIWA TERSEBUT
TERNYATA BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA atau PENYIDIKAN DIHENTIKAN DEMI
HUKUM, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya.”

Alasan kurang cukup bukti ini, merupakan alasan yang paling sering digunakan untuk
menghentikan penyidikan.

Bahwa penyidik belum dapat menyelesaikan proses penyidikan terhadap tindak pidana
tersebut karena hasil pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti, belum memenuhi syarat
maksimal dan syarat administrasi sesuai ketentuan tehnis penyidikan bahwa berkas yang
dibuat penyidik benar adalah telah terjadi suatu tindak pidana.

“perkara bukan tindak pidana” Selama proses pemeriksaan atau penyidikan, Penyidik
berdasarkan pertimbangannya atas bukti-bukti yang ada menyimpulkan bahwa perkara yang
sedang disidik / diperiksa bukanlah merupakan perkara pidana. Sehingga tidak mungkin
dipaksakan untuk dilanjutkan hingga ke proses penuntutan.

“penyidikan dihentikan demi hukum”

1. Tersangka Meninggal Dunia

2. Ne Bis in Idem

3. Daluarsa/Lewat Waktu

(b) Pasal 1 butir 6 KUHAP menyatakan:


a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.

b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Pembatalan dari JPU, dari Pengadilan Negeri

Pembatalan dari Jaksa Agung, dari Mahkamah Agung

10.) Menurut pendapat saya, dalam prakteknya, polisi lazimnya apabila hendak menyita atau
melakukan penggeledahan memang senantiasa meminta izin terlebih dahulu kepada ketua
pengadilan negeri. Hanya dalam keadaan luar biasa sajalah, yaitu apabila barang yang akan
disita itu dikhawatirkan akan berpindah tempat atau disembunyikan orang. Maka polisi
menyita barang itu tanpa meminta izin terlebih dahulu akan tetapi pasti akan dilaporkan
kepada ketua pengadilan negeri. Adanya penggeledahan untuk mencari barang bukti. Asas
praduga tak bersalah diterapkan Ketika Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap. Jadi penggeledahan atau penyitaan yang dilakukan masih belum
memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga ada asas praduga bersalah. Meskipun kita tidak
tahu putusan akhir memutuskan bersalah atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai