Anda di halaman 1dari 8

“PERBANDINGAN UPAYA PAKSA ANTARA INDONESIA DENGAN

NEGARA LAIN”

Nama : Nisrina Nabilah

NIM : 010001700497

Mata Kuliah : Perbandingan Hukum Acara Pidana

Dosen : Dr.Yenti Garnasih, SH.MH


UPAYA PAKSA DI INDONESIA

Secara etimologi upaya paksa adalah upaya yang dilakukan aparat penegak hukum berupa
penangkapan, penahananm, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan dalam rangka
melaksanakan proses peradilan. Sementara itu, Pakar Hukum Acara Pidana Universitas Islam
Indonesia Mudzakkir mengakui sesungguhnya upaya paksa hanya dapat dilakukan pada tahap
penyidikan. Karena penyelidikan itu menurut beliau belum sampai pada penegakan hukum
pidana. Pengaturan upaya paksa secara eksplisit tercatat pada pasal 112 ayat 1 dan ayat 2
dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana. Macam-macam upaya paksa:

1. Penangkapan
2. Penahanan
a. Rumah Tahanan Negara
b. Lembaga Pemasyarakatan
c. Penahanan Rumah
d. Penahanan kota
3. Penggeledahan
a. Penggeledahan badan
b. Penggeledahan rumah
4. Penyitaan
a. Barang Bukti
b. Bukan barang bukti ( dapat di-praperadil-kan)
5. Pemeriksaan
6. Wajib Lapor Polisi

1. PENANGKAPAN
Penangkapan menurut ketentuan pasal 1 butir 20 KUHAP dinyatakan bahwa
penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang di
atur dalam Undang-undang ini. Menurut pasal 17 KUHAP ditentukan bahwa perintah
penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Apabila perumusan pasal 1 butir 20 dan pasal 17 tersebut dibaca secara cermat akan
nampak adanya hal-hal yang membingungkan dan menimlkan kekaburan. Karena
dalam pasal 1 butir 20 dinyatakan bahwa penangkapan adalah tindakan penyidik
terhadap tersangka atau terdakwa guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan
atau peradilan berdasarkan “buti yang cukup’ . sedangkan menurut pasal 17 tindakan
(perintah) penangkapan dilakukan terhadap seseorang (tidak tersurat sebagai
tersangka atau terdakwa) yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan
“bukti permulaan yang cukup”.

Jadi kalau menurut pasal 1 butir 20 tindakan penangkapan di dasarkan pada bukti
yang cukup sedangjan menurut pasal 17 tindakan penangkapan di dasarkan pada butki
permulaan yang cukup. Meskipun menggunakan istilah yang sama yaitu penagkapan
namun dalam penerapannya mengandung pengertian yang berbeda. Penangkapan
berdasarkan pasal 17 KUHAP hanya berlaku untuk penangkapan guna kepentingan
penyidikan sedangkan menurut pasal 1 butir 20 KUHAP selain untuk kepentingan
penyidikan juga untuk penuntutan dan peradilan. untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan pengertian bukti dan bukti permulaan, maka terlebih dahulu maka
perlu dipahami apa yang dimaksud dengan buikti dana barang bukti serta buikti
permulaan. Hal ini sangat penting karena dalan praktek hukum sering kali timbul
kerancuan dan kekaburan pengertian dikalangan aparat penegak hukum dan praktisi
hukum terlebih dikalangan masyarakat yang awam hukum mengenai apa sebenarnya
yang dimaksud dengan pengertian bukti, barang bukti dan bukti permulaan (HMA
KUFFAL, SH, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, hal 57)

PERSYARATAN PENANGKAPAN

Untuk mencegah terjadinya tindakan terhadap tersangka atau terdakwa secara


sewenang-wenang, maka pelaksanaan penangkapan harus dilakukan sesuai dengan
persyaratan/ketentuan yang diatur KUHAP, yaitu sebagai berikut :

1. Tindakan penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyidikan


penuntutan/peradilan (pasal 1 butir 20);
2. Perintah penangkapan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak
pidana, baru dilakukan apabila penyidik telah memiliki alat bnukti permulaan
yang cukup; (pasal 1 butir 20 JO 17 KUHAP);
3. Pelaksanaan penangkapan dilakukan dengan surat perintah penangkapan (model
serse:A-5) yang ditanda tangani oleh kepala kesatuan/Instansi (KAPOLWIL,
KAPOLRES atau KAPOLSEK) selaku penyidik [pasal 1 butir 60 JO 16 ayat (2)];
Apabila yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik/penyidik membantu,
maka petugasnya cukup memberikan satu lembar kepada tersangka dan satu
lembar kepada keluarga yang disangka ditangkap (pasal 18).
4. Surat perintah penangkapan berisi:
a. Pertimbangan dan dasar hukum tindakan penangkapan
b. Nama-nam petugas, pangkat, Nrp, jabatan
c. Identitas penangkapan yang tidak ditangkap (ditulis secara lengkap atau
jelas)
d. Uraian singkat tentang tindak pidana yang dipersangkakan
e. Tempat atau kantor dimana tersangka akan diperiksa (pasal 18 ayat 1)
f. Jangka waktu berlakunya Surat Perintah penangkapan
5. Setiap kali selesai melaksanakan SPRIN Penangkapan petugas pelaksana
membuat Berita Acara Penangkapan (model Serse A.11.03/pasal 75 KUHAP)
6. Selain untuk kepentingan penyidikan, Penyidik atau Penyedik pembantu
berwenang melakukan tindakan penangkapan terhadap tersangka atau terdakwa
atas permintaan PU untuk kepentingan penuntutan, atau atas permintaan Hakim
untuk kepentingan peradilan atau atas permintaan instansi atau penyidik lain atau
Interpol (pasal 7 ayat 1 huruf j Jo pasal 1 butir 20 KUHAP)
7. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran, meskipun tidak dapat ditanglap akan
tetapi apabila sudah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak mau
memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah, dapat ditanggap oleh Penyidik (pasal
19 ayat 2 KUHAP)

Penangkapan Dalam Keadaan Tertangkap Tangan

Penangkapan Dalam Keadaan Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang


pada waktu melakukan tindak pidana, atau segera sesudahnya beberapa saat
tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai
sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya
ditemukan benda yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu (pasal 1 butir 19 KUHAP).

Orang atau Petugas yang Berwenang Melakukan Penangkapan dalam Keadaan


Tertangkap Tangan.

Menurut KUHAP pasal 111 ayat (1) dalam hal tertangkap tangan (op
heterdaadbetrab/catch red-handed) maka setiap orang/ setiap warga masyarakat
berhak atau mempunyai hak untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka
pelaku tindak pidana (kejahatan atau pelanggaran) untuk selanjutnya diserahkan
kepada penyelidik atau penyidik yang terdekat disertai atau tanpa disertai barang
bukti. Selain kepada setiap orang yang oleh KUHAP diberikan “hak” untuk
melakukan penangkapan tersangka dalam hal tertangkap tangan, maka KUHAP
juga memberikan “kewajiban” kepada setiap orang yang mempunyai wewenang
dalam tugas memelihara, menjaga, dan menegakkan ketertiban umum. Oleh karna
KUHAP secara tersurat menyebutkan “setiap orang” maka hal tersebut dapat
diartikan bahwa orang tersebut tidak harus berkedudukan sebagai pegawai negeri
sipil/TNI/militer, bisa juga orang tersebut hanya seorang karyawan/petugas satuan
pengamanan (SATPAM) dari perusahan swasta atau Bank dan sejenisnya dengan
syarat bahwa orang tersebut berdasarkan peraturan perundang-undanagan yang
berlaku mempunyai tugas/wewengang/tanggung jawab yang berkaitan dengan
ketertiban umum (openbareorde/public order), ketentram umum (openbare
rust/public rest) dan keamanan umum (algemene veiligheid/public security).

Penagkapaan Di Daerah Terpencil

Dalam hal pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan di suatu daerah terpencil


yang untuk keperluan menangkap/membawa/menghadapkan tersangka/terdakwa
memerlukan waktu melebihi 24 jam atau beberapa hari, maka kepada petugas
penyelidik/POLRI yang bertugas melakukan penangkapan perlu dibekali 3
macam surat perintah yaituSurat Perintah Tugas (model SERSE:C.3), Surat
Perintah Membawa Tersangka/Saksi (model SERSE:A.4.01) danSurat Perintah
Penangkapan (model SERSE:A.5). Dan petugas penyelidik/POLRI yang
melakukan pembawaan/penangkapan wajib terlebih dahulu menunjukkan surat
perintah tugas dan surat perintah membawa kepada orang atau tersangka yang
akan dibawa(sebaiknya juga diberikan copynya kepada keluarga orang yang
dibawa).

Penangkapan untuk Kepentingan Penuntutan dan atau Peradilan

Ketentuan mengenai yang diatur dalam KUHAP bab V bagian kesatu pasal 16
sampai 19 adalah penangkapan untuk kepentingan penyidikan, sedangkan
penangkapan untuk kepentingan penuntutan dan peradilan tidak diatur secara jelas
(tersurat) dalam KUHAP. Menurut ketentuan yang diatur dalam KUHAP (pasal
16 ayat (2) jo pasal 1 butir 20 KUHAP (kewenangan untuk melakukan
penangkapan berbeda dengan kewenangan untuk melakukan penahanan.
Kewenangan penahanan selain diberikan kepada penyidik, juga diberikan kepada
penuntut umum dan hakim (PN/PT/MA).

2. PENAHANAN

Dasar Hukum dalam melakukan penahanan oleh penyidik adalah: Pasal 7 ayat (1)
huruf (d) KUHAP; Pasal 11 KUHAP; Pasal 20 ayat (1) KUHAP; Pasal 21 s/d Pasal
31 KUHAP; Pasal 75 KUHAP; Pasal 123 KUHAP.

Kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penahanan adalah Kepala Kesatuan atau


Pejabat yang ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu atau pelimpahan wewenang
dari penyidik. Jenis penahanan dapat berupa ; Penahanan Rumah Tahanan Negara;
Penahanan Rumah; Penahanan Kota.

Jangka waktu penahanan 20 hari, apabila diperlukan untuk kepentingan penyidikan


dapat diperpanjang selama 40 hari oleh Penuntut Umum atas permintaan penyidik
yang bersangkutan. Dalam waktu satu hari setelah tersangka ditahan, harus mulai
diperiksa. Setelah dilakukan penahanan harus dibuat Berita Acara Penahanan.

3. PENGGELEDAHAN

Dasar hukum penyidik untuk melakukan penggeledahan adalah Pasal 5 ayat (1) huruf
(b) angka (1) KUHAP; pasal 7 ayat (1) huruf (d) KUHAP; pasal 11 KUHAP; Pasal 37
KUHAP; Pasal 75 KUHAP; pasal 125 KUHAP; Pasal 126 KUHAP. Sasaran
Penggeledahan adalah rumah dan tempat-tempat tertutup lainnya, pakaian, serta
badan.

4. PENYITAAN

Dasar Hukum Penyitaan adalah Pasal 5 ayat (1) huruf (b) angka (1) KUHAP; pasal 7
ayat (1) huruf (d) KUHAP, Pasal 11 KUHAP, Pasal 38 s/d Pasal 49 KUHAP, Pasal
128 s/d Pasal 132 KUHAP.

Benda yang disita dapat berupa, Benda atau tagihan tersangka yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan
untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana, benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, benda yang berada dalam
sitaan karena perkara perdata atau kepailitan.

5. PEMERIKSAAN

Yang menjadi dasar hukum dalam penyitaan adalah; Pasal 7 ayat (1) huruf (d)
KUHAP; Pasal 11 KUHAP; Pasal 51 KUHAP; Pasal 53 KUHAP; Pasal 75 KUHAP;
Pasal 112 s/d Pasal 120 KUHAP; Pasal 132 s/d Pasal 133 KUHAP

Pemeriksaan merupakan kegiatan untunk mendapatkan keterangan, kejelasan dan


keidentikan tersangka atau saksi atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak
pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang
bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam Berita
Acara Pemeriksaan.

Yang berwenang megeluarkan pemeriksaan adalah penyidik atau penyidik pembantu.


Pemeriksaan dilakukan atas dasar : Laporan Polisi; laporan hasil penyelidikan yang
dibuat oleh petugas atas perintah atau penyidik atau penyidik pembantu; Berita Acara
Pemeriksaan di TKP, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan dan Penyitaan;
Petunjuk dari Penuntut Umum untuk melakukan pemeriksaan tambahan; Dalam hal
saksi/tersangka berada diluar wilayah hukum penyidik/penyidik pembantu yang
melakukan penyidikan, dapat meminta bantuan penyidik/penyidik pembantu dari
kesatuan dimana saksi /tersangka berada. Metode pemeriksaan dapat menggunakan
tehnik Interview, interograsi, konfrontasi, serta rekonstruksi.
Dalam pemeriksaan dipertanyakan pula apakah tersangka didengarnya saksi yang
menguntungkan (saksi a de charge), dan bilamana ada penyidik/penyidik pembantu
wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut; Pada waktu dilakukan pemeriksaan,
dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun dalam
pemeriksaan; Berita Acara Pemeriksaan Tersangka ditandatangani oleh
penyidik/penyidik pembantu, tersangka dan Penasehat Hukum dan penterjemah
bahasa (bila melibatkan).

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang dia dengar sendiri, lihat
sendiri, dan ia alami sendiri (see Pasal 184 KUHAP tentang alat bukti yang
sah). Dipanggil untuk datang sebagai saksi (dipanggil penyidik (Pasal 216 KUHAP)
dan/atau hadir di pengadilan (Pasal 224 KUHAP)) adalah kewajiban, bila ditolak
dikenakan pidana. Kemajuan teknologi menghadirkan silent witnessyang dpat lebih
dipercaya kebenarannya. Kelemahan saksi hidup

Kecakapan pancaindera

Kemampuan mengingat suatu peristiwa

Kemampuan menceritakan kembali mind record

Sehingga penyidik dituntut bukan hanya cerdas, pandai dan ahli melainkan juga
kesabaran, kebijaksanaan & pengetahuan tentang manusia. Keterangan saksi diperiksa
tersendiri, namun dapat juga dipertemukan (confrontatie). Saksi tidak boleh dipaksa
menandatangani berita acara, penyidik cukup mencatatkan didalam berita acara
dengan menyebutkan alasan nya (Pasal 118 KUHAP).

Anda mungkin juga menyukai