Anda di halaman 1dari 39

RESUME KITAB UNDANG-UNDANG ACARA PIDANA

(KUHAP)
Dosen pengampu: Heri Purwanto, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH: MUKTI SAFIKA RAHMAWATI (20200610433)

KELAS: E

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS HUKUM

2022/2023
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik (pejabat polisi/PNS yang diberi
wewenang oleh UU) untuk mencari dan mengumpulkan bukti supaya membuat terang tindak
pidana dan menemukan tersangkanya. Penyidik dibantu Penyidik pembantu (pejabat
kepolisian negara RI yang diberi wewenang tertentu dapat melakukan penyidikan yang diatur
UU). Sedangkan Penyelidikan merupakan tindakan penyelidik (pejabat polisi negara RI yang
diberi wewenang oleh UU) untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa tindak pidana
guna menetukan dapat/tidaknya dilakukan penyelidikan.
Penuntutan merupakan tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negri dengan permintaan diperiksa dan diputus oleh hakim di siding pengadilan.
Penuntut umum adalah jaksa merupakan pejabat dan dapat diberi wewenang untuk
melakukan penuntutan umum dan melaksanakan penetapan hakim yang memperolah
kekuatan hukum tetap.
Orang yang berwenang megadili disebut hakim yaitu menerima, memeriksa, dan memutus
perkara pidana berdasarkan atas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan.
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dam memutus menurut
undang undang tentang sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, permintaan
ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya
yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim diucapkan dalam sidang terbuka berupa
pemidanaan/bebas/lepas dari segala tuntutan hukum yang diatur dalam UU. Hak terdakwa
atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa
perlawanan/banding/kasasi/hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali
yang disebut upaya hukum. Orang yang memenuhi syarat memberikan bantuan hukum
disebut penasihat hukum. Orang yang berdasarkan pelaku perbuatannya berdasarkan bukti
permulaan patut diduga disebut tersangka apabila dituntut, diperiksa, dan di adili di sidang
pengadilan.
Penyitaan adalah tindakan penyidik untuk mengambil alih dan menyimpannya dibawah
penguasaan benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud hal tersebut
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Penggeledahan dibagi menjadi 2, yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan badan.
Perbedaannya adalah penggeledahan rumah penyidik memasuki rumah atau tempat tertutup
untuk pemeriksaan, penyitaan dan penangkapan. Sedangkan penggeledahan badan penyidik
melakukan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga
untuk disita.
Tertangkap tangan adalah seseorang yang tertangkap pada saat melakukan tindak
pidana,setelah beberapa saat melakukan, ketika diserukan ke keramaian sebagai pelaku,
sesaat kemudian ditemukan benda yang diduga keras digunakan dan menunjukkan sebagai
pelaku atau pembantu melakukan tindak pidana. Penangkapan merupakan penahanan
kebebasan waktu tersangka atau terdakwa jika bukti mencukupi untuk pemyidikan,
penuntutan dan peradilan. Penempatan tersangka/terdakwa dilakukan oleh penyidik, penuntut
umum, atau hakim di suatu tempat disebut dengan penahanan. Ganti kerugian adalah hak
seseorang untuk mendapat imbalan karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan.
Rehabilitasi sama dengan ganti rugi bedanya rehabilitasi hak seseorang untuk mendapatkan
pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan seseorang karena hak dan kewajiban
kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi sedangkan
pengaduan merupakan pemberitahuan disertai permintaan pihak berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak sesuai hukum orang yang telah melakukan tindak
pidana orang yang merugikannya.
Salah satu alat bukti adalah keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar,
lihat dan alami sendiri. Keterangan yang diberikan seseorang akan keahlian khususnya untuk
keperluan suatu perkara disebut keterangan ahli. Keterangan yang diberikan seorang anak
untuk memperjelas suatu perkara disebut keterangan anak. Keluarga merupakan mereka yang
mempunyai hubungan darah dengan pelau. Selanjutnya seorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan disebut terpidana.
BAB II
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilan dalam semua
tingkat peradilan.
BAB III
DASAR PERADILAN
Pasal 3
Tatacara peradilan diatur oleh Undang-Undang
BAB IV
PENYIDIK DAN PENUNTUT UMUM
Bagian Kesatu
Penyelidik dan Penyidik
Pasal 4 dan Pasal 5
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi dan memiliki beberapa wewenang, Penyelidik
membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan kepada penyidik.
Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8
Penyidik adalah pejabat polisi atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang
khusus, syarat kepangkatan pejabat diatur dalam peraturan pemerintah. Pegawai Negeri Sipil
Dalam pelaksaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan Polisi. Penyidik wajib
menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Pasal 9
Penyelidik dan penyidik mempunyai tugas dan wewenang masing-masing di seluruh wilayah
Indonesia khususnya di daerah hukum masing-masing.
Bagian Kedua
Penyidik dan Pembantu
Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12
Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian yang diangkat oleh kepala kepolisian
berdasarkan syarat kepangkatan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Wewenangnya
sama dengan penyidik kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan
wewenang dari penyidik. Penyidik pembantu membuat berita acara dan menyerahkan berkas
perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang dapat
langsung diserahkan kepada penuntut umum.
Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Memiliki wewenang yaitu:
Penuntut umum menuntut perkara tindak pidana dalam daerah hukumnya masing-masing.
BAB V
PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKAN
RUMHA, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN SURAT
Bagian Kesatu
Penangkapan
Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19
Untuk kepentingan penyelidikan ataupun penyidikan, penyelidik maupun penyidik atau
penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Perintah penangkapan dilakukan
terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan
yang cukup, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.
Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan polisi dengan menunjukan dan memberikannya
kepada tersangka yang berisi identitas, alasan penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan,
dan tempat kejahatan. Tembusan surat perintah penangkapan harus berikan kepada keluarga
segera setelah penangkapan. Jika tertangkap tangan maka dilakukan tanpa surat perintah,
tetapi penangkap harus segera menyerahkan tertangkan beserta alat bukti kepenyidik atau
penyidik pembantu terdekat. Penangkapan tidak akan dilakukan kecuali telah dipanggil
secara sah dan ia tidak datang tanpa alasan yang sah juga.
Bagian Kedua
Penahanan
Pasal 20
Untuk kepentingan penyidikan dan kepentingan pemeriksaan hakim di pengadilan dengan
penetapannya, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penahanan. Untuk
kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan dan penahanan
lanjutan. Untuk kepentingan
Pasal 21
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan apabila ada bukti yang kuat dan
diduga keras tersangka/ terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang
bukti atau mengulang tindak pidana. Penyidik atau penuntut umum melakukan penahanan
atau penahanan lanjutan dengan memberikan surat perintah yang berisi identitas, alasan
penahanan, uraian singkat perkara dan tempat ia ditahan. Tembusan surat perintah tersbut
harus diberikan kepada keluarganya. Penahanan yang dapat dikenakan kepada tersangka:
diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Pasal 22
Masa Penangkapan atau penahanan seluruhnya dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan
Jenis penahanan dapat berupa:
1. Penahanan rumah tahanan negara
2. Penahanan rumah: dilaksanakan dirumah kediaman tersangka/terdakwa dengan
melakukan pengawasan untuk memudahkan penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan
di sidang pengadilan. Pengurangan masa penahannya sepertiga dari jumlah lamanya
waktu penahanan.
3. Penahanan kota: dilaksanakan dikota tempat tinggal tersangka/terdakwa dan mereka
wajib melaporkan diri pada waktu yang ditentukan. Pengurangan masa penahanan
seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan
Pasal 23
Penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang mengalihkan jenis penahananyang satu
dengan yang lain dan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik,
penuntut umum atau penetapan hakim.
Pasal 24
Perintah penahanan dari penyidik berlaku paling lama 20 hari, apabila diperlukan untuk
pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40 hari.
Hal tersebut tidak menutup kemungkinan tersangka keluar dari tahanan sebelum berakhir
waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah 60 hari
penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Pasal 25
Perintah penahanan dari penuntut umum hanya berlaku paling lama 20 hari. Jika pemeriksaan
belum selesai dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri paling lama 30 hari. Hal
tersebut tidak menutup kemungkinan tersangka keluar dari tahanan sebelum berakhir waktu
penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah 50 hari penuntut
umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum
Pasal 26
Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan paling lama 30 hari. Jika pemeriksaan belum selesai dapat diperpanjang oleh
ketua pengadilan negeri paling lama 60 hari. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan
terdakwa keluar dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah 90 hari jika perkara belum diputus, terdakwa harus
sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 27
Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara untuk pemeriksaan banding berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan paling lama 30 hari. Jika pemeriksaan belum selesai
dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri paling lama 60 hari. Hal tersebut tidak
menutup kemungkinan tersangka keluar dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah 90 hari jika perkara belum
diputus terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 28
Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara untuk pemeriksaan kasasi berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan paling lama 50 hari. Jika pemeriksaan belum selesai
dapat diperpanjang oleh Mahkamah Agung paling lama 60 hari. Hal tersebut tidak menutup
kemungkinan terdakwa keluar dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah 110 hari jika perkara belum diputus
terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 29
Dikecualikan dari pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27 dan pasal 28 untuk pemeriksaan,
penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang dengan alasan yang tidak
dapat dihindarkan karena tersangka/terdakwa mengalami gannguan fisik atau mental yang
berat dibuktikan dengan surat dokter atau perkara yang sedang diperiksa dengan ancaman
diancam dengan pidana penjara 9 tahun. Perpanjangan diberikan paling lama 30 hari jika
masih diperlukan dapat diperpanjang lagi paling lama 30 hari. Tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka/terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan jika
pemeriksaan belum terpenuhi. Dalam hal perpanjangan penahanan, tersangka/terdakwa dapat
mengajukan keberatan pada tingkat penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan
negeri, pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah
Agung.
Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam
tingkat penyidikan dan penuntutan (diberikan oleh ketua pengadilan negeri), pemeriksaan di
pengadilan negeri (diberikan oleh ketua pengadilan tinggi), pemeriksaan banding (diberikan
oleh Mahkamah Agung), pemeriksaan kasasi (diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung).
Penggunaan kewenangan perpanjangan digunakan secara bertahap dengan penuh tanggung
jawab. Setelah 60 hari jika perkara belum diperiksa atau diputus, tersangka/terdakwa harus
sudah dikeluarkan dari tahanan.
Pasal 30
Pada Pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 ternyata tidak sah,
tersangka/terdakwa berhak minta ganti rugi sesuai dengan ketentuan pasal 95 dan pasal 96.
Pasal 31
Atas permintaan tersangka/terdakwa. Penyidik, penuntut umum atau hakim dapat
mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang/orang berdasarkan
syarat yang ditentukan. Penyidik, penuntut umum atau hakim dapat mencabut penangguhan
penahanan sewaktu-waktu jika tersangka/terdakwa melanggar syarat.
Bagian Ketiga
Penggeledahan
Pasal 32
Penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah,pakaian atau badan demi kepentingan
penyelidikan.
Pasal 33
Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat dalam melakukan penyidikan, penyidik
dapat mengadakan penggeledahan rumah, atas perintah tertulis dari penyidik petugas
kepolisian dapat memasuki rumah dan harus disaksikan oleh 2 orang saksi dan tersangka atau
penghuni menyetujuinya. Selain itu harus disaksikan oleh kepala desa dengan 2 orang saksi
dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir. Setelah melakukan hal tersebut
dalam waktu 2 hari harus dibuat berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik
atau penghuni rumah.
Pasal 34
Jika penyidik harus segera bertindak dan tidak mendapat surat izin maka dapat melakukan
penggeledahan di dihalaman rumah tersangka, pada setiap tempat lain tersangka tinggal,
ditempat tindak pidana atau terdapat bekasnya, dan tempat umum atau penginapan. Penyidik
tidak diperbolehkan memeriksa atau menyita surat, buku atau tulisan lain kecuali benda yang
bersangkutan atau diduga digunakan dalam tindak pidana dan wajib segera melaporkan ke
pengadilan negeri setempat untuk meperoleh persetujuan.
Pasal 35
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki ruangan yang
sedang berlangsung sidang MPR, DPR, atau DPRD; tempat yang sedang berlangsung
ibadah/upacara keagamaan; ruang yang sedang berlangsung sidang pengadilan.
Pasal 36
Penggeledahan rumah harus diketahui oleh pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik
dari daerah hukum penggeledahan itu jika penyidik menggeledah diluar daerah hukumnya.
Pasal 37
Penyelidik hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawanya dan
dugaan keras benda yang dapat disita pada waktu penangkapan tersangka. Kemudian dibawa
ke penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan
tersangka.
Bagian Keempat
Penyitaan
Pasal 38
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri
setempat. Jika dalam keadaan mendesak dan belum mendapatkan surat izin, penyidik
melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan segera melaporkan ke pengadilan negeri
setempat untuk dapat persetujuan.
Pasal 39
Yang dapat dikenakan penyitaan yaitu benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang
seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana, benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana, benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Benda yang
kena sitaan karena perkara perdata/pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan,
penuntutan dan mengadili perkara pidana.
Pasal 40
Jika tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyatapatutu diduga
digunakan melakukan tindak pidana dapat dipakai sebagai barang bukti.
Pasal 41
Jika tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket surat atau benda yang
pengangkutannya dilakukan dikantor pos/perusahaan pengangkutan sepanjang paket itu untuk
tersangka harus diberikan surat tanda penerima.
Pasal 42
Penyidik berwenang memerintah orang yang menguasai benda yang dapat disita,
menyerahkan benda itu untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan diberi
surat penerimaan. Jika surat atau tulisan berasal dari tersangka/terdakwa, ditujukan,
kepunyaan atau diperuntukkan untuknya maka dapat dipetintahkan untuk diserahkan ke
penyidik.
Pasal 43
Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka harus dirahasiakan sepanjang tidak menyangkut
rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau ketua pengadilan negeri
setempat.
Pasal 44
Benda sitaan disimpan dirumah penyimpanan benda sitaan negara, penyimpanannya
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pejabat yang
berwenang memeriksa dan bendanya dilarang dipergunakan oleh siapapun.
Pasal 45
Benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak, atau membahayakan sehingga tidak
mungkin disimpan sampai putusan pengadilan akan memperoleh hukum tetap atau jika biaya
benda menjadi lebih tinggi dengan persetujuan tersangka dan kuasanya diambil tindakan jika
perkara masih ditangan penyidik/penuntut umum benda dapat dijual lelang atau diamankan
dan harus disaksikan tersangka atau kuasanya dan jika benda sudah ditangan pengadilan
maka benda dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umu atas izin hakim dan
disaksikan terdakwa atau kuasanya. Hasilnya menjadi uang dan dipakai untuk barang bukti
sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil. Benda sitaan yang terlarang atau dilarang untuk
diedarkan, dirampas dan digunakan untuk kepentingan negara atau dimusnahkan.
Pasal 46
Benda yang kena penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada siapa benda itu disita
atau orang yang paling berhak jika tidak diperlukan lagi untuk penyidikan dan penuntutan,
perkara tidak jadi dituntut karena bukti tidak cukup atau bukan kasus tindak pidana, perkara
dikesampingkan untuk kepentingan huku/ ditutup demi hukumkecuali bend aitu digunakan
atau diperoleh dari tindak pidana. Jika perkara diputus maka benda sitaan dikembalikan
kepada orang atau mereka yang disebut dalam putusan kecuali jika putusan hakim dirampas,
dimusnahkan atau dirusakkan untuk negara.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Surat
Pasal 47
Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat lain yang dikirim melalui
pengangkutan jika benda dicurigai sebagai alasan kuat perkara pidana yang sedang diperiksa
dengan izin khusus kepala pengadilan negeri. Pengangkutan harus menyerahkan surat yang
dimaksud untuk kepentingan penyidik dan harus diberikan surat tanda penerimaan. Hal-hal
tersebut dapat dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan.
Pasal 48
Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, surat tersebut berhubungan dengan perkara maka
harusdilampirkan pada berkas perkara dan jika tidak berhubungan maka surat tersebut ditutup
rapi dan dikembalikan ke kantor pos/pengangkutan dan dibubuhi cap”telah dibuka oleh
penyidik” berisi tanggal, ttd dan identitas penyidik.
Pasal 49
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan pasal 48 dan 75 kemudian turunan
dikirimkan ke kantor pos atau pengangkutan.
BAB IV
TERSANGKA DAN TERDAKWA
Pasal 50
Hak-hak tersangka yaitu mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan diajukan ke penuntut
umum, kemudian perkara dimajukan ke pengadilan, dan terdakwa berhak diadili oleh
pengadilan
Pasal 51
Persiapan pembelaan: tersangka dan terdakwa berhak diberi tahu tentang apa yang di
sangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai.
Pasal 52
Dalam pemeriksaan tingkat penyidikan, tersangka/terdakwa berhak memberi keterangan
bebas kepada penyidik atau hakim.
Pasal 53
Dalam pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka/terdakwa berhak mendapat
bantuan juru Bahasa setiap waktu.
Pasal 54 dan Pasal 55
Untuk kepentingan pembelaan, terdakwa/tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari
seorang atau lebih penasihat hukum, Untuk mendapatkannya tersangka/terdakwa berhak
memilih sendiri.
Pasal 56
Jika tersangka/terdakwa diancam hukuman mati atau 15 tahun/ lebih dan tidak punya
penasihat hukum maka pejabat bersangkutan dalam semua tingkat pemeriksaan wajib
menunjuk penasihat hukum untuk mereka dan penasihat hukum memberikan bantuan dengan
Cuma-Cuma.
Pasal 57
Tersangka/terdakwa yang terkena penahanan berhak menghubungi penasihat hukum dan jika
berkebangsaan asing berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam
menghadapi proses perkara.
Pasal 58
Tersangka/terdakwa yang ditahan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter
pribadinya untuk kepentingan kesehatan.
Pasal 59
Tersangka/ terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberi tahu tentang penahanannya bai
keluarga atau yang serumah dengannya atau orang lain yang dapat membantunya.
Pasal 60
Tersangka/terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak keluarga
untuk mendapat jaminan penangguhan penahanan atau usaha bantuan hukum.
Pasal 61
Tersangka/terdakwa berhak menghubungi atau dikunjungi keluarga jika tidak ada hubungan
dengan perkara pidana jika ada kepentingan baik langsung maupun lewat perantara penasihat
hukum.
Pasal 62
Tersangka/terdakwa berhak mengirim surat atau menrima surat dari penasihat hukum atau
sanak keluarga, surat menyurat itu tidak akan diperiksa kecuali diduga kuat disalahgunakan.
Jika surta ditilik atau diperiksa maka suratnya akan dikirim kembali dan dibubuhi cap “telah
ditilik”.
Pasal 63, Pasal 64 dan Pasal 65
Tersangka/terdakwa berhak menghubungi dan menrima kunjungan rohaniawan dan berhak
diadili dipersidangan yang terbuka untuk umum. Selain itu berhak mengajukan saksi atau ahli
khusus untuk memberikan keterangan yang menguntungkannya.
Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 68
Tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian, berhak mengajukan banding pada
putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, berhak menuntut ganti
rugi dan rehabilitasi.
BAB VII
BANTUAN HUKUM
Pasal 69 dan Pasal 70
Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak ditangkap pada tingkat pemeriksaan,
berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka di setiap pemeriksaan. Jika terbukti
menyalahgunakan haknya maka sesuai tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum dan
petugas Lembaga kemasyarakatan memberikan peringatan. Jika peringatan tidak di indahkan
maka hubungannya diawasi pejabat dan jika masih disalahgunakan maka hubungannya
disaksikan pejabat, jika masih dilanggar maka hubungannya dilarang.
Pasal 71
Sesuai tingkat pemeriksaan, penasihat hukum dalam hubungan dengan tersangka diawasi
penyidik, penuntut umum atau petugas Lembaga kemasyarakatan tanpa mendengar isi
pembicaraan, jika kejahatan terhadap keamanan negara maka pejabat dapat mendengar
pembicaran.
Pasal 72, Pasal 73 dan Pasal 74
Atas permintaan tersangka/penasihat hukum, pejabat yang bersangkutan memberikan turunan
berita acara untuk kepentingan pembelaan. Penasihat hukum berhak menerima dan mengirim
surat sesuai kehendaknya. Pengurangan kebebasan hukuman penasihat hukum dengan
tersangka dilarang setelah perkara dilimpahkan ke pengadilan negeri sesuai pasal 70 ayat 2,3
dan 4 dan pasal 71.
BAB VIII
BERITA ACARA
Pasal 75
Berita acara memuat 11 isi, dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dan dibuat atas kekuatan
sumpah jabatan ditandangini pejabat an semua yang terlibat dalam tindakan.
BAB IX
SUMPAH ATAU JANJI
Pasal 76
Harus ada pengambilan sumpah atau janji memakai peraturan perundang-undangan baik isi
maupun tata caranya, jika tidak terpenuhi maka sumpah atau janji batal.
BAB X
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Pasal 77
Pengadilan negeri berwenang memeriksa dan memutus: sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan ganti rugi atau
rehabilitasi seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pasal 78
Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri adalah praperadilan dengan dipimpin
hakim tunggal yang ditunjuk ketua pengadilan negeri dibantu panitera.
Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81
Permintaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan tersangka,
keluarga atau kuasa nya kepada pengadilan negeri dan menyebut alasannya. Permintaan
memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan
penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan. Permintaan ganti rugi
dan rehabilitasi akibat penangkapan tidak sah atau sahnya penghentian penyidikan diajukan
tersangka atau pihak ketiga atau yang berkepentingan.
Pasal 82
Ketentuan acara pemeriksaan praperadilan: 3 hari setelah diterima permintaan hakim
menetapkan hari sidang, dalam memeriksa dan memutus hakim mendegar keterangan baik
dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang. Pemriksaan dilakukan
secara cepat paling lambat 7 hari hakim sudah menjatuhkan putusan, jika perkara sudah
diperiksa pengadilan negeri dan pemeriksaan permintaan praperadlan belum selesai maka
pemintaan gugur. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan ada kemungkinan akan
diperiksa lagi jika diajukan permintaan baru.
Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus jelas dasar dan alasannya. Isi
putusan memuat: jika penangkapan tidak sah maka tersangka dibebaskan, jika penghentian
penyidikan tidak sah maka penyidikan wajib dilanjutkan, jika penangkapan tidak sah maka
putusan dicantumkan ganti rugi dan rehabilitasi. Jika benda yang disita tidak temasuk alat
pembuktian maka harus dikembalikan, ganti kerugian dapat diminta.
Pasal 83
Putusan praperadilan pasal 79, pasal 80, pasal 81 tidak dapat diminta banding kecuali putusan
praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan dapat diminta putusan
akhirnya ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pengadilan Negeri
Pasal 84
Pengadilan negeri berwenang mengadili perkara tindak pidana di daerah hukumnya, dan jika
menjadi tempat tinggal terdakwa atau kediaman saksi maka hanya berwenang mengadili
perkara terdakwa tersebut. Jika terdakwa melakukan beberapa tindak pidana, pengadilan
negeri masing-masing berwenang mengadili. Jika perkara pidana bersangkut paut dan
dilakukan du berbagai pengadilan negeri maka masing-masing pengadilan negeri dapat
menggabungkan perkara dengan ketentuan dibuka.
Pasal 85
Jika suatu daerah tidak mengizinkan pengadilan negeri untuk mengadili maka ditunjuk
pengadilan negeri lain oleh Menteri kehakiman atas usul beberapa pejabat.
Pasal 86
Jika seseorang melakukan tindak pidana diluar negeri yang dapat diadili menurut hukum RI
maka pengadilan negeri Jakarta Pusat berwenang mengadilinya.
Bagian Ketiga
Pengadilan Tinggi
Pasal 87
Pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus pengadilan negeri jika banding
Bagian Keempat
Mahkamah Agung
Pasal 88
MA berwenang mengadili semua perkara pidana yag diminta kasasi
BAB XI
KONEKSITAS
Pasal 89
Tindak pidana yang dilakukan dilingkungan peradilan umum dan militer di adili dan
diperiksa di peradilan umum kecuali menurut keputusan Menteri pertahanan dan keamanan
dan disetuju Menteri kehakiman maka diadili dan diperiksa diperadilan militer.
Penyidikannya dilakukan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik dan polisi militer
Angkatan bersenjata dan oditur militer atau oditur militer tinggi dibentuk dengan surat
keputusan Menteri Pertahanan dan Kemanan dan Menteri Kehakiman.
Pasal 90
Untuk penetapan pengedilan umum atau pengadilan militer diadakan penelitian oleh jaksa,
jaksa tinggi, oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan pendapatnya
dituangkan dalam berita acara dan ditanda tangani beberapa pihak. Jika terdapat persesuaian
pendapat oleh pengadilan maka hal itu dilaporkan jaksa/jaksa tinggi ke jaksa agung dan
oditur militer/oditur militer tinggi kepada oditur jendwral Angkatan bersenjata.
Pasal 91
Jika menurut pendapat kerugian terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara
harus diadili oleh pengadilan umum maka perwira menyerah perkara tersebut segera
membuat surat keputusan penyerahan melalui aditur militer/aditur militer tinggi kepada
penuntut umum, unutk dijadikan dasar pengajuan perkara ke pengadilan negeri yang
berwenang. Tetapi jika titik berat kerugian terletak pada kepentingan militer maka perkara
harus diadili di peradilan militer dengan persetujuan Menteri kehakiman yang mengeluarkan
keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan. Surat keputusan dijadikan dasar perwira
penyerah perkara dan jaksa/jaksa tinggi untuk menyerahkannya ke Mahkamah
Militer/Mahkamah Militer Tinggi.
Pasal 92
Apabila perkara diajukan ke pengadilan negeri maka berita acara pemeriksaan dibuat oleh tim
dan dububuhi catatan oleh penuntut umum bahwa berita acara diambil alih olehnya. Hal itu
berlaku juga bagi oditur militer/oditur militer tinggi jika perkara di ajukan diperadilan militer
Pasal 93
Jika ada perbedaan pendapat antara penuntut umum dan additur militer/additur militer tinggi
masing-masing melapor secara tertulis disertai berkas perkara melalui jaksa tinggi kepada
jaksa agung dan oditur jenderal Angkatan bersenjata. Kemudian mereka bermusyawarah
mengambil keputusan atas perbedaan itu dan pendapat ditentukan Jaksa Agung.
Pasal 94
Perkara pidana pasal 89 ayat 1 diadili oleh pengadilan umum atau militer yang mengadili
majelas hakim sekurang-kurangnya 3 orang, terdiri dari hakim ketua dari peradilan umum
atau militer dan hakim anggota peradilan umum dan militer secara berimbang. Ketentuan
tersebut berlaku juga bagi tingkat badning. Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan
Keamanan secara timbal balik mengusulkan pengangkatan hakim anggota.
BAB XII
GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Ganti Kerugian
Pasal 95
Jika terjadi kekeliruan orang atau hukum maka tersangka, terpidana dan terdakwa dapat
menuntut ganti rugi. Ahli waris juga bisa meminta ganti rugi apabila penangkapan tidak
berdasarkan undang-undang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri. Tuntutan ganti
rugi diajukan ke pengadilan yang berwenang untuk memutus ganti rugi ketua pengadilan
sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama dengan yang mengadili perkara pemeriksaan
ganti rugi mengikuti acara praperadilan.
Pasal 96
Putusan pemberian ganti rugi berbentuk penetapan yang memuat lengkap semua hal yang
dipertimbangkan sebagai alasan putusan tersebut.
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 97
Orang yang berhak menerima rehabilitasi jika diputus bebas oleh pengadilan atau diputus
lepas dari segala tuntutan, rehabilitasi dicantumkan diputusan pengadilan. Permintaan
rehabilitasi oleh tersangka yang cacat hukum yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
negeri diputus oleh hakim praperadilan,
BAB XIII
PENGGABUNGAN PERKARA GUGATAN GANTI KERUGIAN
Pasal 98
Perbuatan yang jadi dasar dakwaan dalam pemeriksaan perkara jika menimbulkan kerugian
bagi orang lain maka atas permintaan orang itu hakim ketua sidang dapat menetapkan
penggabungan perkara gugatan ganti rugi. Dapat diajukan selambat-lambatnya penuntut
umum belum mengajukan tuntutan jika tidak hadir maka sebelum hakim menjatuhkan
putusan.
Pasal 99
Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatan pad perkara pidana maka
pengadilan negeri menimbang tentang kewenangan untuk mengadilinya kecuali pengadilan
negeri menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan maka gugatan tidak dapat diterima,
putusan hakim berisi penggantian biaya pihak yang dirugikan. Putusannya mendapat
kekuatan hukum tetap
Pasal 100
Apabila terjadi penggabungan antara perkara perdata dan pidana maka penggabungan itu
dengan sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan tingkat banding, apabila perkara pidana
tidak diajukan permintaan banding maka putusan ganti rugi tidak diperkenankan.
Pasal 101
Ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti rugi sepanjang tidak
ada tauran lain dalam undang-undang.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Bagian Kesatu
Penyelidikan
Pasal 102
Penyelidik yang menerima pengaduan tentang peristiwa patut diduga tindak pidana dan
segera dilakukan penyelidikan,jika tertangkap tanpa menunggu perintah maka wajib segera
melakukan tindakan dan wajib membuat berita acara.

Pasal 103
Aduan secara tertulis harus ditanda tangani pelapor dan dicatat penyelidik dan ditanda
tangani keduanya, jika pengadu tidak bisa menulis maka harus disebutkan sebagai catatan
dalam laporan.
Pasal 104 dan Pasal 105
Dalam tugas penyelidikan, wajib dikoordinasi, diawasi, dan diberi petunjuk oleh penyidik
dan wajib menunjukkan tanda pengenalnya.
Bagian Kedua
Penyidikan
Pasal 106 dan Pasal 107
Penyidik yang menerima laporan wajib melakukan penyidikan dan memberikan petunjuk
serta bantuan kepada penyidik. Jika ditemukan barang bukti maka wajib dilaporkan ke
penyidik. Apabila telah selesai disidik maka penyidik segera menyerahkan hasil
penyidikannya ke penuntut umum.
Pasal 108
Setiap orang melihat atau mengalami tindak pidana berhak mengajukan laporan atau
pengaduan, setiap orang yang mengetahui perbuatan jahat wajib melaporkan ke penyidik,
pegawai negeri jika mengetahui wajib melaporkan secara tertulis dan di tanda tangani pelapor
dan penyidik. Setelah menerima laporan penyidik memberikan surat tanda penerimaan
laporan.
Pasal 109
Jika sudah melakukan penyidikan, penyidik memberitahu penuntut umum, jika diberhentikan
karena tidak cukup bukti maka penyidik memberitahu ke penuntut umum, tersangka dan
keluarga.
Pasal 110
Jika selesai melakukan penyidikan, berkas perkara diserahkan ke penuntut umum. Jika
menurut penuntu umum belum lengkap berkas dikembalikan ke penyidik. Kemudian
penyidik wajib melakukan penyidikan tambahan. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam
14 hari penuntut umum tidak mengembalikannya.
Pasal 111
Apabila tertangkap tangan setiap orang berhak menangkap tersangka tanpa barang bukti dan
diserahkan ke penyelidik. Kemudian penyidik melakukan pemeriksaan penyidikan
selanjutnya dating ketempat kejadian.
Pasal 112 dan Pasal 113
Penyidik yang melakukan pemeriksaan berwenang memanggil tersangka dan saksi dengan
memperhatikan empat waktu, orang yang dipanggil wajib datang jika tidak dating penyidik
memanggil sekali lagi. Jika ada alasan yang patut penyidik dating ke kediamannya.
Pasal 114
Seseorang disangka wajib mendapatkan bantuan hukum
Pasal 115
Apabila penyidik sedang melakukan pemeriksaan, penasihat hukum wajib mengikuti
prosesnya. Jika kejahatan terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir.
Pasal 116
Saksi diperiksa dan tidak disumpah kecuali ada alasan tidak dapat hadir pemeriksaan, saksi
diperiksa secara tersendiri. Jika saksi menguntungkan tersangka maka dijadikan berita acara,
penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi
Pasal 117 dan Pasal 118
Keterangan tersangka atau saksi diberikan tanpa tekanan, kemudian penyidik mencatat dalam
berita acara dengan teliti. Kemudian ditanda tangani oleh penyidik. Jika tersangka tidak mau
tanda tangan penyidik mencatat hal itu.
Pasal 119
Apabila tersangka atau saksi tinggal diluar daerah pemeriksaan dilakukan penyidik di
daerahnya.
Pasal 120
Meminta pendapat ahli khusus jika diperlukan, ahli bersumpah memberikan keterangan
sebenarnya.
Pasal 121
Atas kekuatan sumpah jabatan penyidik membuat berita acara dan diberi segala sesuatu yang
dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara.
Pasal 122
Tersangka ditahan sehari setelah perintah penahanan dan mulai diperiksa oleh penyidik.
Pasal 123
Tersangka,keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan kepada penyidik,
penyidik mengabulkannya tetapi dengan pertimbangan. Jika dalam 3 hari belum dikabulkan
maka dapat diajukan ke atasan penyidik, penyidik dan atasan penyidik dapat mengabulakn
dengan pertimbangan dan dengan atau tanpa syarat.
Pasal 124
Sah atau tidak sah penahanan dapat diputuskan oleh pengadilan negeri melalui praperadilan.
Pasal 125
Dalam melakukan penggeledahan rumah wajib menunjukkan tanda pengenal.
Pasal 126
Penyidik membuat berita acara jalannya penggeledahan, dibacakan dan diberi tanggal, tanda
tangan. Jika tersangka atau keluarga tidak mau tanda tangan hal itu dicatat diberita acara dan
disebutkan alasannya.
Pasal 127 dan Pasal 128
Penjagaan diadakan untuk keamanan dan ketertiban penggeledahan, penyidik berhak
memerintahkan orang yang tidak perlu untuk meninggalkan tempat. Jika dilakukan penyitaan
maka penyidik wajib meunjukkan tanda pengenal darimana bend aitu disita.
Pasal 129
Benda yang akan disita diperlihatkan dan diberi keterangan. Penyidik membuat berita acara,
jika keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan hal itu dicatat dalam berita acara
turunannya disampaikan penyidik ke atasannya.
Pasal 130
Benda sitaan sebelum dibungkus diberi keterangan tentang bend aitu dan diberi lak atau cap
jabatan dan ditanda tangani penyidik, jika tidak mungkin dibungkus ditulis diatas label.
Pasal 131
Jika tindak pidana diduga kuat dapat diperoleh keterangan dari surat, buku dll penyidik
segera menggeledah jika perlu menyitanya.
Pasal 132
Jika surat atau tulisan diduga palsu maka kepentingan penyidikan dapat diminta keterangan
ahli. Jika timbul dugaan kuat surat palsu maka surat asli dikirimkan sebagai perbandingan.
Jika surat perlu diperiksa maka surat dikirmkan dengan menyerahkan tanda penerimaan. Jika
surat tidak menjadi bagian dari suatu daftar maka membuat salinan sampai surat asli diterima
kembali. Jika tidak di kirimkan dalam waktu yang ditentukan dan tanpa alasan penyidik
berwenang mengambilnya. Pengeluaran di bebankan sebagai biaya perkara.
Pasal 133
Untuk kepentingan peradilan korban luka, keracunan, atau mati makai ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran, dilaksanakan secara tertulis. Mayat yang
dikirim harus diberlakukan secara baik and penuh penghormatan.
Pasal 134
Untuk pembuktian bedah mayat penyidik wajib memberitahu keluarga jika keluarga
keberatan penyidik wajib menerangkan secara jelas tetapi jika dalam 2 hari tidak ada
tanggapan dari keluarga penyidik tetap mengirimkan mayat ke kedokteran.
Pasal 135 dan Pasal 136
Jika perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut pasal 133 ayat 2 dan 134 ayat
1 dan semua biaya ditanggung oleh negara.
BAB XV
PENUNTUTAN
Pasal 137, Pasal 138 dan Pasal 139
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan. Setelah menerima hasil penyidikan dari
penyidik maka segera mempelajari dan menelitinya dalam waktu 7 hari dan memberikan
hasilnya ke penyidik. Setelah penuntut umum menerima kembali kemudian menentukan
apakah berkas memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Pasal 140
Penuntut umum membuat surat dakwaan, membuat surat ketetapan yan isinya diberitahukan
kepada tersangka dan bila ia ditahan wajib segara dibebaskan. Jika ada alasan baru penuntut
umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.
Pasal 141
Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuat surat dakwaan;, jika
dalam waktu yang sama atau hampir makai ia menerima berkas perkara dalam beberapa hal.
Pasal 142
Jika penuntut umum menerima satu berkas perkara yang berisi beberapa tindak pidana oleh
beberapa orang penuntut umum melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa
secara terpisah.
Pasal 143
Perkara yang dilimpahkan ke pengadilan negeri diadili disertai surat dakwaan, surat dakwaan
diberi tanggal dan ditanda tangani serta memuat beberapa isi, jika tidak memenuhi isi maka
batal demi hukum. Turunan surat pelimpahan disampaikan kepada tersangka, kuasa hukum
dan penyidik bersamaan ke pengadilan negeri.
Pasal 144
Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang
dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai.
Menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kesatu
Panggilan dan Dakwaan
Pasal 145
Pemberitahuan dating ke sidang dilakukan secara sah apabila disampaikan dengan surat
dikirim ke kediamannya. Jika terdakwa tidak ada dikediaman terakhir maka surat
disampaikan ke kepada daerah. Jika terdakwa di tahanan surat panggilan disampaikan melalui
pejabat rumah tahanan dilakukan dengan tanda penerimaan. Jika tempat kediaman terakhir
tidak dikenal maka ditempelkan di pengumuman gedung pengadilan yang berwenang
mengadili.
Pasal 146
Surat panggilan kepada terdakwa diterima selambat-lambatnya 3 hari sebelum sidang, begitu
pula panggilan kepada saksi.
Bagian Kedua
Memutus Sengketa Mengenai Wewenang Mengadili
Pasal 147
Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara ketua mempelajari apakah
perkara termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya.
Pasal 148
Jika perkara tidak termasuk wewenangnya maka pelimpahan perkara di limpahkan ke
pengadilan negeri lain dengan surat penetapan yang memuat alasan. Surat diserahkan ke
penuntut umum turunanya disampaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.
Pasal 149
Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri makai a
mengajukan perlawanan dengan tenggang waktu 7 hari setelah penetapan diterima, jika
tenggang waktu tak terpenuhi mengakibatkan batalnya perlawanan, perlawanan disampaikan
ke ketua pengadilan negeri dan dicatat dalam buku panitera, dalam 7 hari pengadilan negeri
wajib meneruskan perlawanan. Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama 14 hari setelah
menerima perlawanan dapat menrima atau menolak dengan surat penetapan, kemudian
menyidangkan perkara tersebut, selanjutnya berkas dikirimkan ke pengadilan negeri yang
bersangkutan, tembusannya disampaikan ke penuntut umum.
Pasal 150
Sengketa tentang wewenang mengadili terjadi: jika dua pengadilan atau lebih menyatakan
dirinya berwenang atau tidak berwenang mengadili atas perkara yang sama.
Pasal 151
Pengadilan tinggi mengadili 2 pengadilan negeri atau lebih didaerah hukumnya, MA
memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa mengadili tentang beberapa
wewenang.
Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 152
Pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara, kemudian menunjuk hakim dan
menentukan hari sidang. Selanjutnta memerintahkan penuntut umum memanggil terdakwa.
Pasal 153
Hakim ketua memimpin pemeriksaan sidang, memberikan pertanyaan kepada saksi. Hakim
membuka sidang jika ketentuan tidak terpenuhi membatalkan putusan. Hakim dapat
menentukan anak berusia dibawah 17 tahun tidak menghadiri sidang.
Pasal 154
Hakim ketua memerintah terdakwa dipanggil dan jika ditahan maka di bebaskan, jika tidak
hadir hakim meneliti panggilan, jika dipanggil secara tidak sah persidangan ditunda. Jika
dipanggil secara sah tetapi tidak dating pemeriksaan ditunda dan terdakwa dipanggil sekali
lagi. Jika lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua hadir maka yang hadir diperiksa, yang
tidak hadir tanpa alasan dipanggil lagi dan dihadirkan secara paksa disidang berikutnya,
Panitera mencatat laporan penuntut umum.
Pasal 155
Pada permulaan sidang, hakim ketua menanyakan terdakwa identitasnya, kemudian meminta
penuntut umum mebacakan dakwaan, selanjutnya menanyakan terdakwa apa sudah benar-
benar mengerti, penuntut umum menjelaskan.
Pasal 156
Jika terdakwa/penasihat umum mengajukan keberatan, hakim mempertimbangkan. Jika
diterima, perkara tidak diperiksa lebih lanjut tetapi jika tidak diterima sidang dilanjutkan.
Apabila penuntut umum keberatan ia dapat mengajukan perlawanan, jika diterima maka
dalam waktu 14 hari pengadilan negeri membatalkan putusan. Jika perlawanan diajukan
Bersama banding, sejak 14 hari pengadilan tinggi membatalkan putusan dan menunjuk
pengadilan negeri yang berwenang. Pengadilan tinggi menyampaikan Salinannya kepada
pengadilan negeri.
Pasal 157
Seorang hakim (hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum dan panitera) wajib
mengundurkan diri dalam mengadili apabila terikat hubungan keluarga dan wajib diganti jika
tidak susunan dibuat ulang.
Pasal 158
Hakim dilarang menunjukkan sikap yakinnya terhadap salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal 159
Hakim ketua sidang meneliti saksi-saksi, dalam hal saksi tidak hadir meski sudah dipanggil
saksi dihadapkan ke persidangan.
Pasal 160
Saksi yang dipanggil satu demi satu, yang pertama korban sebagai saksi. Kemudian saksi
yang menguntungkan atau memberatkan terdakwa. Hakim menanyakan identitas saksi,
sebelumnya saksi wajib bersumpah.
Pasal 161
Dalam hal saksi/ahli menolak untuk bersumpah dapat dikenakan sandera ditempat rumah
tahanan negara paling lama 14 hari, jika lampau tetapi tetap tidak mau disumpah keterangan
tetap dapat menguatkan hakim.
Pasal 162
Setelah saksi menerangkan dan meninggal dunia atau tidak dapat hadir, keterangannya
dibacakan. Jika keterangan telah diberikan di bawah sumpah maka nilainya sama dengan
keterangan saksi di pengadilan.
Pasal 163
Jika keterangan saksi di persidangan berbeda dengan berita acara, hakim ketua mengingatkan
saksi dan meminta keterangan perbedaan.
Pasal 164 dan Pasal 165
Setiap saksi selesai memberikan keterangan hakim menanyakan pendapat terdakwa. Penuntut
umum, terdakwa atau penasihat umum diberi kesempatan bertanya dan hakim ketua dapat
menolak dengan memberi alasan. Mereka dapat menghadapkan saksi untuk menguji
kebenaran.
Pasal 166
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan.
Pasal 167
Setelah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir kecuali hakim ketua mengizinkan
meninggalkan. Izin tidak diberikan agar saksi menghadiri sidang. Selama bersidang saksi
dilarang bercakap.
Pasal 168
Saksi tidak dapat didengar atau mengundurkan diri dengan beberapa ketentuan.
Pasal 169
Dalam hal sebagaimana saksi dapat memberi keterangan tanpa sumpah jika penuntut umum
serta terdakwa menyetujuinya dengan tegas.
Pasal 170
Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatan wajib menyimpan rahasia dapat
dibebaskan dari memberi keterangan dan hakim yang menentukan sah atau tidaknya.
Pasal 171
Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah anak dibawah 15 tahun dan
belum pernah kawin serta orang sakit ingatan atau sakit jiwa.
Pasal 172
Setelah memberikan keterangan saksi yang tidak dikehendaki dipersidangan bisa dikeluarkan
untuk pemberian keterangan saksi lainnya. Para saksi dilarang bercakap saat sidang.
Pasal 173
Keterangan saksi bisa didengar tanpa hadirnya terdakwa dengan terdakwa keluar dari
ruangan, dan ia diberitahukan semua hal selama tidak hadir.
Pasal 174
Apabila keterangan saksi disangka palsu, hakim ketua memperingatkan dan mengemukakan
ancaman pidana, apabila saksi tetap pada keterangannya, ia ditahan dituntut dengan dakwaan
sumpah palsu. Panitera segera membuat berita acara ditanda tangani hakim dan panitera. Jika
hakim ketua menangguhkan maka pidana terhadap saksi selesai
Pasal 175
Jika terdakwa menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan, hakim menganjurkan
menjawab.
Pasal 176
Jika terdakwa mengganggu ketertiban sidang hakim ketua menegurnya, jika tidak di indahkan
terdakwa dikeluarkan dari sidang. Dalam hal terdakwa terus menerus berperilaku tidak patut
putusan tetap dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.
Pasal 177
Jika terdakwa atau saksi tidak paham Bahasa Indonesia hakim ketua menunjuk juru Bahasa.
Juru Bahasa tidak bisa merangkap jadi saksi.
Pasal 178
Jika terdakwa atau saksi bisu dan tuli tidak dapat menulis, hakim ketua mengangkat
penterjemah tetapi jika dapat menulis pertanyaan dan jawaban ditulis dan dibacakan.
Pasal 179
Seorang yang ditunjuk sebagai ahli kedokteran wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan, mengucapkan sumpah dan memberikan keterangan sebaiknya.
Pasal 180
Jika timbul keberatan terdakwa yang beralasan dari pendapat ahli hakim memerintahkan
untuk diadakan penelitian sidang. Hakim juga berwenang memerintahkan penilitian ulang
dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil berbeda.
Pasal 181
Hakim ketua memperlihatkan semua bukti kepada terdakwa dan menanyakannya, jika perlu
diperlihatkan dan dibacakan juga.
Pasal 182
Setelah pemeriksaan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana, kemudian pihak
terdakwa mengajukan pembelaannya, tuntutan dilakukan secara tertulis. Selanjutnya
pemeriksaan dinyatakan tertutup dengan beberapa ketentuan. Sesudah itu hakim
bermusyawarah yang didasarkan pada surat dakwaan, hakim ketua mengajukan pertanyaann
dari hakim termuda sampai tertua, pengambilan putusan dicatat dalam buku himpunan
putusan,kemudian putusan dapat dijatuhkan dan diumumkan hari itu juga.
Bagian Keempat
Pembuktian dan Putusan Dalam Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan sekurang-kurangnya dua alat bukti.
Pasal 184
Ada beberapa alat bukti sah dan hal secara umum sudah diketahui tidak dibuktikan.
Pasal 185
Keterangan saksi jika satu tidak cukup membuktikan, dalam menilai benar atau salah
keterangan saksi ada beberapa yang harus diperhatikan hakim. Keterangan saksi yang tidak di
sumpah tidak bisa dikatakan sebagai alat bukti.
Pasal 186
Keterangan ahli ialah ketarangan seorang ahli di pengadilan.
Pasal 187
Surat yang dikuatkan dengan sumpah: berita acara, surat yang dibuat menurut ketentuan
undang-undang, surat keterangan seorang ahli, surat yang berkaitan dengan alat pembuktian.
Pasal 188
Petunjuk adalah perbuatan yang menandakan terjadinya suatu tindak pidana, dapat diperolah
dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Penilaiannya dilakukan oleh hakim.
Pasal 189
Keterangan terdakwa adalah apa yang diterangkan terdakwa dalam pengadilan, keterangan
diluar pengadilan dapat dilakukan sebagai petunjuk alat bukti. Hanya dapat digunakan untuk
dirinya sendiri, dan tidak cukup sebagai pembuktian.
Pasal 190
Selama pemeriksaan jika terdakwa tidak ditahan pengadilan dapat memerintahkan surat
penetapan penahanan dan pembebasan jika terdapat alasan yang cukup.
Pasal 191
Jika pengadilan berpendapat yang didakwakan tidak terbukti sah maka terdakwa diputus
bebas, jika terbukti tetapi perbuatannya bukan termasuk tindak pidana maka pidana dituntut
lepas dari semua tuntutan hukum, terdakwa yang berada dalam kasus tahanan diperintahkan
untuk dibebaskan.
Pasal 192
Pembebasan dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan diucapkan, laporan tertulis dan
dilaporkan selambat-lambatnya tiga kali dua puluh empat jam.
Pasal 193
Jika terdakwa bersalah melaksanakan tindak pidana yang didakwakan maka pengadilan
menjatuhkan pidana, jika terdakwa tidak ditahan maka terdakwa ditahan tetapi jika terdakwa
ditahan putusannya tetap ada dalam tahanan atau bebas apabila alasan cukup.
Pasal 194
Barang bukti yang disita diberikan kepada pihak yang paling berhak menerima, jika ada alsan
yang sah barang bukti di serahkan segera sesudah sidang, perintahnya tanpa disertai suatu
syarat.
Pasal 195
Semua putusan memiliki kekuatan hukum jika diucapkan disidang terbuka.
Pasal 196
Pemutusan perkara dihadiri terdakwa, jika lebih dari satu terdakwa putusan diucapkan dengan
hadirnya terdakwa yang ada, setelah putusan hakim memberitahu terdakwa tentang haknya.
Pasal 197
Surat pemidaan memuat beberapa ketentuan, jika tidak dipenuhi mengakibatkan putusan
batal demi hukum,putusan dilaksanakan dengan segera.
Pasal 198
Dalam hal seorang hakim atau penuntut umum berhalangan maka ketua pengadilan menunjuk
pengganti, jika penasihat hukum yang berhalangan ia menunjuk penggantinya.
Pasal 199
Surat putusan bukan pemidanaan memuat beberapa ketentuan.
Pasal 200
Surat keputusan ditanda tangani oleh hakim dan panitera setelah putusan diucapkan.
Pasal 201
Dalam hal terdapat surat palsu, diberi catatan dengan menunjuk petikan yang dilekatkan
panitera. Tidak akan dibubuhi Salinan dari kecuali panitera membubuhi catatan dengan
Salinan petikan putusan.
Pasal 202
Panitera membuat berita acara sidang yang memuat kejadian dan hak penting. Panitera dapat
diperintahkan membuat catatan khusus tentang suatu keadaan, berita acara ditanda tangani
hakim ketua dan panitera kecuali mereka berhalangan.
Bagian Kelima
Acara Pemeriksaan Singkat
Pasal 203
Yang diperiksa pada pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan yang menurut penuntut
umu pembuktian serta penetapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. Kemudian ia
menghadapkan terdakwa sebagai saksi, ahli, juru Bahasa dan barang bukti. Dalam acara
memiliki beberapa ketentuan.
Pasal 204
Jika pemeriksaan perkara bersifat jelas dan ringan maka hakim dengan persetujuan terdakwa
dapat melanjutkan pemeriksaan.
Bagian Keenam
Acara Pemeriksaan Cepat
Paragraf 1
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pasal 205
Yang diperiksa dalam pemeriksaan tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam pidana
penjara paling lama 3 bulan dan denda sebanyak Rp 7.500,00 dan penghinaan ringan.
Terdakwa dihadapkan sejak 3 hari setelah berita pemeriksaan dibuat. Pengadilan mengadili
dengan hakim tunggal.
Pasal 206
Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam 7 hari uttuk mengadili perkara.
Pasal 207
Penyidik memberitahu terdakwa secara tertulis tentang kapan ia harus menghadap sidang,
dan harus disidangkan hari itu juga. Panitera mencatat dalam buku register dengan diperintah
hakim ketua yang berisi identitas terdakwa.
Pasal 208
Dala, pemeriksaan tindak pidana ringan saksi tidak perlu bersaksi kecuali hakim menganggap
perlu.
Pasal 209
Putusan dicatat hakim dalam daftar catatan perkara dan panitera mencatat dalam buku
register kemudian ditanda tangani hakim dan panitera. Berita acara tidak dibuat kecuali ada
hal yang tidak sesuai dengan pemeriksaan.
Pasal 210
Ketentuan bagian 1,2 dan 3 tetap berlaku selama tidak bertentangan.
Paragraf 2
Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Pasal 211
Yang diperiksa adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap UU lalu lintas.
Pasal 212
Pelanggaran lalu lintas tidak perlu berita acara pemeriksaan.
Pasal 213
Terdakwa menunjuk wakilnya dengan surat untuk mewakilinya.
Pasal 214
Jika terdakwa atau wakil tidak hadir pemeriksaan tetap lanjut, surat putusan segera
disampaikan ke terpidana, buktinya dicatat panitera dalam buku register. Jika putusan diluar
hadirnya terdakwa dan berupa perampasan kemerdekaan terdakwa dapat melawan dalam
waktu 7 hari maka putusan menjadi gugur, hakim memeriksa kembali perkara,jika tetap
berupa pidana terdakwa dapat mengajukan banding.
Pasal 215
Pengembalian sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang berhak.
Pasal 216
Ketentuan pasal 210 berlaku selama tidak bertentangan.
Bagian Ketujuh
Pelbagai Ketentuan
Pasal 217
Hakim ketua yang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib, perintahnya harus
dilaksanakan dengan segera dan cermat.
Pasal 218
Dalam ruang sidang wajib menunjukkan sikap hormat, jika bersikap tidak sesuai mendapat
peringatan hakim dan dikeluarkan. Merupakan tindak pidana dan dapat dilakukan penuntutan.
Pasal 219
Siapapun dilarang membawa senjata atau yang mebahayakan, petugas dapat melakukan
penggeledahan untuk orang yang dating diruang sidan, jika mereka membawa maka harus
dititipkan dan jika keluar petugas menyerahkan kembali dan akan dilakukan penuntutan jika
penguasaannya bersifat tindak pidana.
Pasal 220
Hakim tidak diperbolehkan mengadili perkara kepentingannya, ia harus mengundurkan diri.
Jika ada keraguan pejabat pengadilan menetapkan, ketentuan ini berlaku bagi penuntut
umum.
Pasal 221
Hakim dapat memberi penjelasan tentang hukum yang berlaku.
Pasal 222
Siapa pun yang diputus pidana putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya
perkara dibebankan pada negara. Apabila terdakawa mengajuka permohonan pembebasan
biaya dan penagadilan menyetujui maka biaya perkara juga dibebankan kepada negara.
Pasal 223
Jika hakim memerintahkan seseorang untuk mengucap sumpah diluar sidang maka hakim
dapat menunda pemeriksaan. Jika sumpah dilakukan di luar sidang maka harus menunjuk
panitera dan membuat berita acaranya.
Pasal 224
Semua surat putusan pengadilan disimpan dalam arsip pengadilan dan tidak boleh
dipindahakan.
Pasal 225
Panitera menyelenggarakan buku daftar untuk semua perkara. Dalam daftar itu dicatat nama
dan identitas terdakwa, tindak pidana yang didakwakan, tanggal penerimaan perkara, tanggal
terdakwa mulai ditahan apabila ia ada didalam tahanan, tanggal dan isi putusan secara
singkat, tanggal penerimaan permintaan dan putusan banding atau kasasi, dan lain hal yang
erat hubungannya dengan proses perkara.
Pasal 226
Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya.
Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan
kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan. Salinan surat putusan
pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizin ketua
Pasal 227
Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat
pemeriksaan kepada terdakwa, disampaikan tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan
Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan berbicara langsung
dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah diterima, baik oleh
petugas maupun orang yang dipanggil dan apabila yang dipanggil tidak menandatangani
maka petugas harus mencatat alasannya surat panggilan disampaikan melalui kepala desa
atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat di mana
orang yang dipanggil biasa berdiam dan apabila masih belum juga disampaikan, maka surat
panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan
tersebut.
Pasal 228
Jangka atau tenggang waktu menurut undang-undang ini mulai diperhitungkan pada hari
berikutnya.
Pasal 229
Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan
di semua tingkat pemeriksaan dan berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pejabat yang melakukan pemananggilan wajib
memberitahukan kepada saksi.
Pasal 230
Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang sidang. dalam ruang
sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan pakaian sidang
dan atribut masing-masing. Ada beberapa ketentuan sidang yang harus dipenuhi.Apabila
sidang dilksanakan di luar ruangan maka tata tempat sejauh mungkin harus disesuiakan dan
bendera Indonesia harus ada.
Pasal 231
Jenis, bentuk dan warna pakaian sidang serta atribut diatur dengan peraturan pemerintah.
Pengaturan lebih lanjut tata tertib persidangan ditetapkan dengan keputusan Menteri
Kehakiman.
Pasal 232
Sebelum sidang dimulai, panitera, penuntut umum, penasihat hukum dan pengunjung yang
sudah ada, duduk di tempatnya masing-masing dalam ruang sidang. Pada saat hakim
memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua yang hadir berdiri untuk menghormat dan
orang yang ke luar masuk ruang sidang juga harus memberikan hormat.
BAB XVII
UPAYA HUKUM BIASA
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Tingkat Banding
Pasal 233
Permintaan banding dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang
perwakilannya. Banding boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh
hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang
tidak hadir. panitera dibuatkan sebuah surat keterangan yang ditandatangani olehnya dan juga
oleh pemohon serta tembusannya diberikan kepada pemohon yang bersangkutan. Jika
pemohon tidak menghadap maka harus dicatat oleh panitera termasuk alasannya. Dalam hal
pengadilan negeri menerima permintaan banding, maka panitera wajib memberitahukan
permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Pasal 234
Apabila tenggang waktu telah lewat tanpa diajukan permintaan banding maka dianggap
menerima putusan. Panitera mencatat dan membuat akta dan melekatkan akta tersebut ke
berkas perkara
Pasal 235
Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat
dicabut sewaktu-waktu jika sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh
diajukan lagi. Jika perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus dan pemohon
mencabut permintaan bandingnya maka pemohon dibebani biaya perkara
Pasal 236
Selambat-lambatnya dalam 14 hari sejak permintaan banding diajukan panitera mengirimkan
salinan putusan, berkas perkara serta surat bukti pengadilan negeri. Selama tujuh hari
sebelum pengiriman berkas perkara pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk
mempelajarinya. Pemohon banding dengan jeals menyatakan secara tertulis bahwa ia akan
memeplajarinya dan diberi waktu 7 hari. Pemohon banding juga diberi kesempatan untuk
meneliti keaslian berkas perkaranya
Pasal 237
Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik
terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau
kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.
Pasal 238
Pemeriksaan tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan minimal 3 orang
hakim. Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat
diajukannya permintaan banding. tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari
pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya. Jika dipandang perlu pengadilan
tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan
menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan
Pasal 239
Hubungan keluarga berlaku juga antara hakim dan atau panitera tingkat banding, dengan
hakim atau panitera tingkat pertama yang telah mengadili perkara yang sama. Jika seorang
hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama kemudian telah menjadi hakim pada
pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang memeriksa perkara yang sama dalam tingkat
banding.
Pasal 240
Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada
kelalaian maka dapat diperbaiki kembali atau dapat membatalkan penetapan dari pengadilan
negeri sebelum putusan pengadilan tinggi dijatuhkan
Pasal 241
Setelah semua hal dipertimbangkan dan dilaksanakan, pengadilan tinggi memutuskan,
menguatkan atau mengubah atau dalam hal membatalkan putusan pengadilan negeri,
pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri. Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas
putusan pengadilan negeri karena ia tidak berwenang memeriksa perkara itu, maka berlaku
ketentuan tersebut pada Pasal 148.
Pasal 242
Jika dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa yang dipidana itu ada dalam tahanan, maka
pengadilan tinggi dalam putusannya memerintahkan supaya terdakwa perlu tetap ditahan atau
dibebaskan.
Pasal 243
Salinan surat putusan pengadilan tinggi beserta berkas perkara dikirim kepada pengadilan
negeri. si surat putusan-setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada
terdakwa dan penuntut umum dan dicatat dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi. Jika
terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri tersebut panitera minta
bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat
tinggal. Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar
negeri, maka isi surat putusan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui
perwakilan Republik Indonesia, di mana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum
juga bphn.go.id berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut melaluil dua
buah surat kabar yang terbit dalam daerah hukum pengadilan negeri itu sendiri atau daerah
yang berdekatan dengan daerah itu.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Untuk Kasasi
Pasal 244
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain
selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Pasal 245
Permohonan kasasi disampaikan kepada panitera dalam waktu empat belas hari sesudah
putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Permintaan
tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh
panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.
Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi maka panitera wajib
memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Pasal 246
Apabila tenggang waktu lewat tanpa diajukan permohonan kasasi maka dianggap menerima
putusan. Apabila pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu
gugur. Mengenai hal itu maka panitera, mencatat dan membuat akta serta melekatkan akta
tersebut pada berkas perkara.
Pasal 247
Selama perkara permohonan kasasi belum diputus permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-
waktu dan permohonan kasasi tidak dapat diajukan lagi. Jika pencabutan dilakukan sebelum
berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan. Apabila
perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, pemohon mencabut permohonan
kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara. Permohonan kasasi hanya
dapat dilakukan satu kali.
Pasal 248
Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan dalam waktu empat
belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada
panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima. Dalam hal pemohon kasasi adalah
terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera wajib menanyakan alasannya dan untuk
itu panitera membuatkan memori kasasinya. Apabila dalam tenggang waktu terlambat
menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.
Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan
kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi. panitera
menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan
memori kasasi sesuai tenggat waktu
Pasal 249
Jika salah satu pihak berpendapat masih ada sesuatu yang perlu ditambahkan maka diberikan
kesempatan untuk mengajukan tambahan itu dalam tenggang waktu 14 hari. Selambat-
lambatnya dalam waktu empat belas hari permohonan kasasi tersebut selengkapnya segera
disampaikan kepada Mahkamah Agung.
Pasal 250
Setelah panitera, pengadilan negeri menerima memori dan atau kontra memori wajib segera
mengirim berkas perkara kepada Mahkamah Agung. Kemudian mencatatnya dalam buku
agenda surat, buku register perkara dan pada kartu penunjuk. Buku register perkara wajib
dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera. Dalam hal Ketua Mahkamah Agung
berhalangan, maka penandatanganan dilakukan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung dan jika
keduanya berhalangan diwakili oleh hakimtertua dalam jabatan. Selanjutnya panitera
Mahkamah Agung mengeluarkan surat bukti penerimaan yang aslinya dikirimkan kepada
panitera pengadilan negeri yang bersangkutan, sedangkan kepada para pihak dikirimkan
tembusannya.
Pasal 251
Hubungan keluarga berlaku juga antara hakim dan atau panitera tingkat kasasi dengan hakim
dan atau panitera tingkat banding serta tingkat pertama. Jika seorang hakim yang mengadili
perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding, kemudian telah menjadi hakim atau
panitera pada Mahkamah Agung, mereka dilarang bertindak sebagai hakim atau panitera
untuk perkara yang sama dalam tingkat kasasi.
Pasal 252
Apabila ada kergauan dalam kasasi maka ketua mahkamah agung bertindak sebagai pejabat
yang berwenang menetapkan, dalam hal menyangkut Ketua Mahakamah Agung sendiri, yang
berwenang menetapkannya adalah suatu panitia yang terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh
dan antar hakim anggota yang seorang diantaranya harus hakim anggota yang tertua dalam
jabatan.
Pasal 253
Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para
pihak. Pemeriksaan dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim. Mahkamah
Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum.
Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung sejak diajukan
permohonan kasasi. Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas.
Pasal 254
Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.
Pasal 255
Dalam hal suatu putusan dibatalkan Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.
Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan
yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya.
Pasal 256
Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam
hal itu berlaku ketentuan Pasal 255.
Pasal 257
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan
kasasi Mahkamah'Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan
beserta berkas perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam
waktu tujuh hari.
Pasal 258
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan
kasasi Mahkamah Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan
beserta berkas perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam
waktu tujuh hari.
BAB XVIII
UPAYA LUAR BIASA
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Pasal 259
Semua putusan yang berkekuatan hukum tetap p dari pengadilan lain selain daripada
Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung. Putusan
kasasi utusan kasasi tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
Pasal 260
Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung
disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu. Salinan risalah oleh panitera segera
disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. Ketua pengadilan segera meneruskan
permintaan itu
Pasal 261
Salinan putusan kasasi dan berkas perkara disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada
pengadilan.
Pasal 262
Ketentuan tersebut diatas berlaku bagi acara permohonan kasasi demi kepentingan hukum
terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Bagian Kedua
Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperolah Kekuatan Hukum
Tetap
Pasal 263
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terpidana atau ahli
warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas beberapa dasar. Dapat diajukan permintaan
peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah
dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
Pasal 264
Permintaan peninjauan kembali oleh pemohon diajukan kepada panitera a dengan
menyebutkan alasannya. Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka
waktu. Jika terpidana yang kurang memahami hukum, panitera wajib menanyakan alasannya
dan membuat surat permintaan peninjauan kembali. Ketua pengadilan segera mengirimkan
surat permintaan peninjauan-kembali ke Mahkamah Agung.
Pasal 265
Ketua peagadilan menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara tersebut untuk memeriksa
apakah permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi alasan. pemohon dan jaksa ikut
hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya. dibuatkan berita acara pemeriksaan yang
ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera. Ketua pengadilan segera
melanjutkan permintaan peninjauan kembali Dalam hal suatu perkara yang dimintakan
peninjauan kembali adalah putusan pengadilan banding, maka tembusan surat pengantar
tersebut harus dilampiri tembusan berita acara pemeriksaan serta berita acara pendapat dan
disampaikan kepada pengadilan banding yang bersangkutan.
Pasal 266
MA menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan disertai
dasar alasannya. Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh
melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
Pasal 267
Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya
dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang
melanjutkan permintaan peninjauan kembali
Pasal 268
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan pelaksanaan dari
putusan tersebut. Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh
Mahkamah Agung dan sementara itu pemohon meninggal dunia diterusakan atau tidaknya
diserahkan kepada ahli warisnya. Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya
dapat dilakukan satu kali saja.
Pasal 269
Ketentuan tersebut diatas juga berlaku dalam lingkungan peradilan militer.
BAB XIX
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN
Pasal 270
Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan
oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya
Pasal 271
Dalam hal pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut ketentuan
undang-undang.
Pasal 272
Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis
sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-
turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.
Pasal 273
Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda maka diberi waktu 1 bulan kecuali
putusan meminta diberi jangka waktu tetap. Jika barang bukti dirampas oleh negara maka
barang itu akan dilelang dalam waktu 3 bulan (bisa diperpanjang 1 bulan) dan hasilnya
dimasukka di kas negara.
Pasal 274
Dalam hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian, maka pelaksanaannya
dilakukan menurut tatacara putusan perdata.
Pasal 275
Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan atau ganti
kerugian dibebankan kepada mereka bersama-sama secara berimbang.
Pasal 276
Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan dengan
pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan undang-
undang.
BAB XX
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN
Pasal 277
Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua
(disebut hakim pegawas dan pengamatan) dalam melakukan pengawasan dan pengamatan
terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan.
Pasal 278
Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang
ditandatangani olehnya, kepala lembaga pemasyarakatan dan terpidana kepada pengadilan
yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya dalam register
pengawasan dan pengamatan.
Pasal 279
Register pengawasan dan pengamatan sebagaimana tersebut wajib dikerjakan, ditutup dan
ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga
oleh hakim
Pasal 280
Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan dan pengamatan untuk
kemanfaatan pemidanaan. Pengamatan tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani
pidananya. Pengawas dan pengamatan berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat.
Pasal 281
Kepala Lembaga permasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-
waktu tentang perilaku narapidana.
Pasal 282
Hakim pengawas dan pengamat dapat membicarakan dengan kepala Lembaga
pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu jika dirasa perlu
Pasal 283
Hasil pengawasan dilaporkan oleh hakim pengawas ke ketua pengadilan.
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 284
Terhadap perkara diberlakukan ketentuan undang-undang. Setelah dua tahun diundangkan
diberlakukan ketentuan undang-undang dengan pengecualian atau dinyatakan tidak berlaku.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 285
Undang-undang ini disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 286
Undang-undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan, dan Undang-undang ini ditempatkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai