Anda di halaman 1dari 66

Inisiasi Tuton ke – 1

Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana


Judul Materi :Pengantar Hukum Acara Pidana dan penyelidikan
serta Penyidikan
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP

Penulis : susi Delmiati,SH.,MH


Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
Pengantar Hukum Acara Pidana

R.Abdoel Djamali:
Pengertian Hukum “Hukum Acara Pidana yang disebut juga hukum pidana
Acara Pidana formal mengatur cara pemerintah menjaga
kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material”.

Samidjo:
“Hukum Acara Pidana ialah rangkaian peraturan hukum
yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke
depan pengadilan perkara-perkara kepidanaan, dan
bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh
hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan
Menurut para ahli : hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum
perbuatan melanggar hukum yang telah ditetapkan
sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi,
dengan kata lain, hukum acara pidana ialah hukum yang
mengatur tata cara bagaimana alat-a;at negara
(kepolisian, kejaksaan dan pengadilan) harus bertindak
jika terjadi pelanggaran”.
Dari beberapa pendapat para ahli
dapat disimpukan:

Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur


tentang cara bagaimana atau menyelenggarakan Hukum
Pidana Material, sehingga memperoleh keputusan Hakim
dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.
Tujuan Hukum Acara Pidana

Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP telah dirumuskan mengenai tujuan Hukum


Acara Pidana yaitu:

“untuk mencari dan mendapatkan atau setidaknya-tidaknya mendekati kebenaran


materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat, dengan
tujuan untuk mencari siapkah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.
Sumber Hukum Acara Pidana

1. UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (1) “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang”, dan Ayat (2) “Susunan dan
badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang”. Dalam Pasal 25 menyatakan
“Syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-
undang”, dalam penjelasan Pasal Pasal 24 dan 25 dijelaskan “Kekuasaan kehakiman ialah
kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung
dengan itu harus diaadakan jaminan dalam undang-undang kedudukanya para hakim”.
Dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 “Segala lembaga negara yang ada masih tetap
berfungsi sepanjang untuk melaksanakan UUD dan belum diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar ini”.
2. Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
3. Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No 48 tahun 2009)
4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
5. Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang Mahkamah Agung
Beberapa Aasas Dalam Hukum Acara Pidana

1. Asas legalitas yang berarti bahwa setiap perbuatan pidana harus


dituntut.
2. Asas diferensiasi funsional artinya setiap aparat penegak hukum
dalam sistem peradilan pidana memiliki tugas dan fungsinya
sendiri yang terpisah antara satu dengan yang lain.
3. Asas lex scripta yang berarti bahwa Hukum Acara Pidana yang
mengatur proses beracara dengan segala kewenangan yang ada
harus tertulis.
4. Asas lex stricta yang menyatakan bahwa aturan dalam Hukum
Acara Pidana harus ditafsirkan secara ketat.
Penyelidikan dan Penyidikan

a. Pengertian Penyelidik
Menurut Pasal 1 angka 5 penyelidik adalah
“serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
Peyelidikan sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini.”
c. Wewenang Penyelidik b. Pihak yang melakukan penyelidikan
1. Menerima laporan atau pengaduan Menurut Pasal 1 angka 4 penyelidik adalah
dari seseorang tentang adanya “Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik
tindak pidana. Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-
2. Mencari keterangan saksi dan barang undang ini untuk melakukan penyelidikan.”
bukti.
3. Menyuruh berhenti seseorang yang
dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri
4. Mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggung jawab
Penyidikan

a. Pengertian Penyidikan
Menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP penyidikan adalah:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.”
b. Pihak yang Melakukan Penyidikan
“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”
SEKIAN &
TERIMAKASIH
Inisiasi Tuton ke – 1
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Judul Materi : Prapenuntutan, Penuntutan dan Dakwaan serta
Praperadilan, Ganti rugi dan Rehabilitasi
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP

Penulis : Susi Delmiati


Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
Prapenuntutan, Penuntutan dan Dakwaan
Pengertian Prapenuntutan

Setelah proses penyidikan dilakukan maka penyidik melimpahkan perkara berkas perkara tersebut
kepada penuntut umum. Ketika berkas telah diterima oleh penuntut umum atau telah dianggap
lengkap oleh penuntut umum maka telah masuk dalam penuntutan. Ketentuan dalam KUHAP
memberikan batasan pengertian tentang penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
yaitu:

“tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.
Tugas dan Wewenang Penuntut Umum

Dalam menjalankan tugasnya penuntut umum diberikan kewenangan-kewenangan


sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 KUHAP, yang berbunyi : Penuntut umum
mempunyai wewenang :

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu.
b. Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan
c. pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan dari penyidik.
d. Memberikan perpanjangan penahan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan
atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik.
e. Membuat surat dakwaan (letter of accusation).
f. Melimpahkan perkara ke pengadilan.
g. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi,
untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.
h. Melakukan penuntutan.
i. Menutup perkara demi kepentingan hukum.
j. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut
umum menurut ketentuan undang-undang ini.
k. Melaksanakan penetapan hakim.
Penghentian Penuntutan

Pada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 140 ayat (2)


KUHAP, penuntut umum berrwenang untuk menghentikan
penyidikan jika:
a. Tidak terdapat cukup bukti; atau
b. Peristiwanya ternyata bukan merupakan tindak pidana; atau
c. Perkara di tutup demi hukum:
d. Asas Nebis in Idem;
e. Tersangkanya meninggal dunia;
f. Peristiwanya telah daluwarsa
Dakwaan

• Dakwaan merupakan dasar penting dalam Hukum Acara


Pidana karena berdasarkan hal-hal yang dimuat dalam
surat dakwaan hakim akan memeriksa suatu berkas
perkara.

• Surat dakwaan adalah surat atau akte yang memuat


rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan
penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi
hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan
Tentang Surat Dakwaan

DASAR HUKUM : SYARAT SAHNYA SURAT Bentuk Dakwaan


-Pasal 140 ayat (1) KUHAP : DAKWAAN :

“Dalam hal Penuntut Umum 1. SYARAT FORMAL :


berpendapat bahwa dari hasil “Penuntut Umum membuat Surat
penyidikan dapat dilakukan Dakwaan yang diberi tanggal dan
penuntutan dalam waktu ditanda tangani dengan menyebutkan
secepatkan membuat Surat nama lengkap, tempat lahir, umur atau
Dakwaan”. tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan
-Pasal 143 ayat (1) KUHAP : pekerjaan tersangka
“Penuntut Umum melimpahkan 2. SYARAT MATERIIL :
perkara ke Pengadilan Negeri “ Penuntut Umum dalam membuat
dengan permintaan agar segera Surat Dakwaan harus di uraikan secara
mengadili perkara tersebut cermat, jelas dan lengkap, mengenai
disertai dengan Surat tindak pidana yang didakwakan dengan
Dakwaan”. menyebutkan waktu dan tempat tindak
pidana itu dilakukan.
Bentuk Surat Dakwaan

DAKWAAN DAKWAAN
DAKWAAN SUBSIDERITAS Dakwaan
ALTERNATIF : Kombinasi/Gabungan
TUNGGAL : “Dakwaan yang disusun (BERLAPIS) :
secara alternatif yang “Dakwaan yang “Dakwaan yang terdiri
disusun mulai dari dari dakwaan kumulatif
“Dakwaan didalmnya hanya
yang teberat dan dakwaan subsidair
yang bersifat memuat dua dakwaan
yang dapat dipilih salah (primair), lalu yang
sederhana yang satunya untuk dibuktikan ringan (subsidair)
memuat hanya kebenaran perbuatan
satu tindak pidananya. Ciri khas
pidana. dakwaan alternatif
diantara dua dakwaan
yang disusun didalamnya
menggunakan kata
“ATAU”.
Praperadilan, Ganti rugi dan Rehabilitasi

Fungsi Lembaga
Praperadilan Ganti Rugi Rehabilitasi
Untuk menjaga ketertiban Dasar pengajuan penuntutan ganti Rehabilitasi adalah hak seseorang
pemeriksaan pendahuluan rugi: untuk mendapatkan haknya dalam
(penyidik/prapenuntutan) a.ditangkap.ditahan, kemampuan, kedudukan dan
dan untuk melindungi dituntut, diadili tanpa harkat maupun martabatnya yang
tersangka terhadap alasan yang berdasarkan diberikan (berdasarkan putusan)
tindakan kepolisian dan UU, kekeliruan mengenai pengadilan sehubungan dengan
kejaksaan yang orangnya atau hukum adanya; penangkapan, penahanan,
melanggar hukum dan yang diterapkan; penuntutan atau diadili tanpa
merugikan tersangka. b.Pemasukan rumah, alasan yang jelas, kekeliruan
Pengaturan Praperadilan penggeledahan,penyitaan mengenai orangnya, hukumnyang
diatur pada pasal 77 yang tidak sah; diterapkan, sahnya SP3, putusan
sampai pasal 82 KUHAP c. Sahnya penghentian bebas, lepas
penyidikan/penuntutan.
SEKIAN &
TERIMA KASIH
Inisiasi Tuton ke – 3
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
Penulis : Susi Delmiati
Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
PEMERIKSAAN di SIDANG PENGADILAN

Pemeriksaan Sidang

Pemeriksaan Sidang Pemeriksaan Pemeriksaan Sidang


Acara Cepat Sidang Singkat Acara Biasa
Tata Cara Pemeriksaan Pada Acara Pemeriksaan Cepat

1. Penyidik atas kuasa penuntut umum , setelah berita acara pemeriksaan selesai,
dalam waktu 3 hari penyididk menyerahkan alat bukti pengadilan;
2. Panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya;
3. Sidang perkara cepat dilaksanakan selambat-lambatnya pada kesempatan pertama
pada sidang berikutnya;
4. Perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
5. Saksi tidak perlu mengucapkan sumpah;
6. Putusan dicatat dalam buku register dan ditandatangani oleh hakim dan panitera
7. Putusan hakim dalam perkara cepat merupakan putusan pertama dan terakhir,
kecuali penjatuhan pidana yang berupa pidana pengurangan kemerdekaan dapat
mengajukan upaya hukum banding;
8. Dalam perkara lalu lintas terdakwa dapat diwakilkan, dan jika tidak datang atau tidak
mewakilkan sama sekali maka hakim dapat menjatuhkan putusan diluar hadirnya
terdakwa (putusan verstek).
Tata Cara Pemeriksaan Pada Acara Pemeriksaan Singkat

a. Penuntut umum menghadap terdakwa, saksi, ahli, juru bahasa, dan


barang bukti;
b. Waktu, tempat dan keadaan melakukan tindak pidana diberitahukan
lisan, dicatat dalam berita acara sebagai pengganti surat dakwaan;
c. Dapat diadakan pemeriksaan tambahan paling lama empat belas hari;
d. Terdakwa dan atau penasehat hukum dapat minta tunda sidang paling
lama tujuh hari;
e. Putusan tidak dibuat secara khusus, melainkan dalam berita acara
sidang.
Komponen Yang Ada Dalam Pemeriksaan Pada
Acara Pemeriksaan Singkat

•Personel atau pihak-pihak yang terlibat dalam suatu


persidangan perkara pidana, antara lain:
a. Majelis Hakim
b. Jaksa Penuntun Umum
c. Penasehat Hukum
d. Panitera
Tata Cara Pemeriksaan Pada Acara
Pemeriksaan Singkat

a. Pemanggilan Terdakwa
1) surat panggilan harus berisi; identitas, waktu sidang serta untuk
perkara apa dia dipanggil;
2) surat panggilan disampaikan ke alamat yang bersangkutan dalam
waktu 3 hari sebelum hari sidang;
3) terdakwa yang ditahan disampaikan ke alamat tempat dilaksanakan
penahanan;
4) apabila alamat tidak diketahui disampaikan ke alamat tempat tinggal
terakhir;
5) apabila alamat maupun tempat tinggal terakhir tidak diketahui
disampaikan melalui kepala desa;
6) apabila alamat maupun tempat tinggal terakhir tidak diketahui, maka
panggilan ditempelkan di papan pengumuman pengadilan negeri
7) terdakwa (yang tidak ditahan dan alamatnya diketahui dengan jelas) yang
telah dipanggil secara layak tidak bersedia memenuhi panggilan, dapat dilakukan
upaya paksa.
b. Eksepsi (bantahan/Pembelaan) atas dakwaan jaksa, dapat meliputi:
1) kewenangan (komptensi relatif/absolut) pengadilan dalam memeriksa
perkara;
2) materi dakwaan (kabur atau tidak jelas).

c. putusan/penetapan sela, yaitu putusan/penetapan hakim atas


perlawanan (eksepsi dan tanggapan jaksa atas eksepsi
terdakwa/penasehat hukum, putusan sela dapat berupa menerima atau
menolak
d. Para pihak dapat menerima atau menolak, bagi yang tidak menerima
dapat mengajukan upaya hukum (dalam 7 hari) ke Pengadilan Tinggi (PT)

Lanjut……..
Lanjutan…

e. Dalam waktu 14 hari PT mengeluarkan penetapan:


1) menerima penetapan PN;
2) menolak penetapan PN;
3) menyerahkan langsung ke PN lain yang masih dalam wilayah
hukumnya;
4) mengembalikan berkas perkara ke Kejaksaan agar disidangkan ke PN
lain di luar wilayah hukumnya;
5) selama dalam proses perlawanan , pemeriksaan perkara pokoknya
dihentikan
SEKIAN &
TERIMA KASIH
Inisiasi Tuton ke – 4
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
Penulis : Susi Delmiati
Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
MUSYAWARAH HAKIM DAN PUTUSAN

Musyawarah Hakim

• Putusan dalam musyawarah majelis hakim merupakan hasil pemufakatan


bulat, kecuali apabila setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak
tercapai mufakat dalam mengambil keputusan maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. Putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
2. Jika keputusan suara terbanyak tidak berhasil dicapai maka putusan yang
dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi
terdakwa.
TEKNIS MUSYAWARAH HAKIM

• Teknis musywarah hakim sebagai berikut:


1. Ketua Majelis memimpin musyawarah.
2. Pada kesempatan pertama diberikan untuk Hakim Yunior untuk
mengemukakan pendapat.
3. Kemudian, kesempatan mengemukakan pendapat berikutnya diberikan
pada hakim anggota I atau Hakim Madya.
4. Terakhir Ketua Majelis . Dalam tahap mengemukakan pendapatanya
5. Apabila tidak ditemukan titik temu dalam mencapai keputusan maka
dilakukan voting. Dalam tahap voting ini yang mendapat suara paling
sedikit harus menyesuaikan pendapatnya dengan mayoritas, sekalipun itu
Hakim Ketua Majelis. Oleh karena itu pendapat yang kalah suara tadi
harus di catatkan dalam buku khusus yang dikelola oleh Ketua
Pengadilan
PUTUSAN

Istilah kata “putusan” dalam praktek pengadilan


lebih sering disebutkan dengan istilah putusan
pengadilan yang merupakan putusan akhir dengan
sebutan “eind vonnis”.

Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan bahwa


”putusan pengadilan adalah pernyataan hakim
yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,
yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam Undang-undang
ini.”
Jenis-jenis Putusan

1. Putusan bebas (vrijspraak/acquittal)


2. Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van recht
vervolging)
3. Putusan pemidanaan.
Syarat Sah Putusan Pengadilan

1. Diucapkan terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP)


2. Hadirnya terdakwa (Pasal 196 ayat (1) dan (2) KUHAP)
3. Wajib diberitahukan hak-hak terdakwa ( Pasal 196 ayat (3) KUHAP)
Perbedaan Pendapat (dissenting opinion)

a. perbedaan pendapat sebagai langkah nyata demokratisasi pengadilan;


b. dengan perbedaan pendapat akan menuju transparansi pengadilan;
c. kemandirian hakim memerlukan kebebasan berpendapat;
d. Mencegah terjadinya Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) dan mafia
peradilan.
SEKIAN &
TERIMA KASIH
Inisiasi Tuton ke – 5
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
Penulis : Susi Delmiati
Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
UPAYA HUKUM

Pasal 1 Angka 12 KUHAP menyatakan:


“upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntutan umum untuk
Upaya Hukum tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau
banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan
permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-Undang ini.”

1. Upaya Hukum Biasa


Upaya Hukum 2. Upaya Hukum Luar Biasa
TEKNIS MUSYAWARAH HAKIM

• Teknis musywarah hakim sebagai berikut:


1. Ketua Majelis memimpin musyawarah.
2. Pada kesempatan pertama diberikan untuk Hakim Yunior untuk
mengemukakan pendapat.
3. Kemudian, kesempatan mengemukakan pendapat berikutnya diberikan
pada hakim anggota I atau Hakim Madya.
4. Terakhir Ketua Majelis . Dalam tahap mengemukakan pendapatanya
5. Apabila tidak ditemukan titik temu dalam mencapai keputusan maka
dilakukan voting. Dalam tahap voting ini yang mendapat suara paling
sedikit harus menyesuaikan pendapatnya dengan mayoritas, sekalipun itu
Hakim Ketua Majelis. Oleh karena itu pendapat yang kalah suara tadi
harus di catatkan dalam buku khusus yang dikelola oleh Ketua
Pengadilan
PUTUSAN

Istilah kata “putusan” dalam praktek pengadilan


lebih sering disebutkan dengan istilah putusan
pengadilan yang merupakan putusan akhir dengan
sebutan “eind vonnis”.

Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan bahwa


”putusan pengadilan adalah pernyataan hakim
yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,
yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam Undang-undang
ini.”
Jenis-jenis Putusan

1. Putusan bebas (vrijspraak/acquittal)


2. Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van recht
vervolging)
3. Putusan pemidanaan.
Syarat Sah Putusan Pengadilan

1. Diucapkan terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP)


2. Hadirnya terdakwa (Pasal 196 ayat (1) dan (2) KUHAP)
3. Wajib diberitahukan hak-hak terdakwa ( Pasal 196 ayat (3) KUHAP)
Perbedaan Pendapat (dissenting opinion)

a. perbedaan pendapat sebagai langkah nyata demokratisasi pengadilan;


b. dengan perbedaan pendapat akan menuju transparansi pengadilan;
c. kemandirian hakim memerlukan kebebasan berpendapat;
d. Mencegah terjadinya Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) dan mafia
peradilan.
SEKIAN &
TERIMA KASIH
Inisiasi Tuton ke – 6
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
Penulis : Susi Delmiati
Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT

Pelaksanaan Tugas Hakim dan Pengamat

a. Memeriksa dan menandatangani register pengawas dan pengamat yang berada di


Kepaniteraan Pengadilan Negeri
b. Mengadakan checking on the spot paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali ke lembaga
pemasyarakatan untuk memeriksa kebenaran berita acara pelaksanaa putusan
pengadilan yang ditanda tangani oleh Jaksa, Kepala Lembaga Pemasyarakatan, dan
terpidana.
c. Mengadakan observasi terhadap keadaan, suasana dan kegiatan-kegiatan yang
berlangsung didalam lingkungan tembok-tembok lembaga, khususnya untuk menilai
apakah keadaan lembaga pemasyarakatan tersebut sudah memenuhi pengertian bahwa
“pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan
merendahkan martabat manusia”, serta mengamati dengan mata kepala sendiri
perilaku narapidana yang dijatuhkan kepadanya.
Lanjutan…
d. Mengadakan wawancara dengan para petugas pemasyarakatan (terutama
para wali pembina narapidana-narapidana yang bersangkutan) mengenai
perilaku serta hasil-hasil pembinaan narapidana, baik kemajuan-kemajuan
yang diperoleh maupun kemunduran-kemunduran yang terjadi.
e. Mengadakan wawancara langsung dengan para narapidana mengenai hal
ihwal perlakuan terhadap dirinya, hubungan-hubungan kemanusian
antara sesama mereka sendiri maupun dengan para petugas lembaga
pemasyarakatan.
f. Menghubungi Kepala Lembaga Pemasyaraktan dan Ketua Dewan Pembina
Pemasyarakatan (DPP), dan jika dipandang perlu juga menhubungi koordinator
pemasyarkatan pada kantor wilayah Departemen Kehakiman dalam rangka
saling tukar menukarsaran –pendapat dalam pememcahan suatu masalah; serta
berkonsultasi (dalam suasana koordinatif) mengenai tata perlakuan terhadap
narapidana yang bersifat tehnis, baik tata perlakuan di dalam tembok-tembok lembaga,
maupun di luarnya
TEKNIS MUSYAWARAH HAKIM
• Teknis musyawarah hakim sebagai berikut:
1. Ketua Majelis memimpin musyawarah.
2. Pada kesempatan pertama diberikan untuk Hakim Yunior untuk
mengemukakan pendapat.
3. Kemudian, kesempatan mengemukakan pendapat berikutnya diberikan
pada hakim anggota I atau Hakim Madya.
4. Terakhir Ketua Majelis . Dalam tahap mengemukakan pendapatanya
5. Apabila tidak ditemukan titik temu dalam mencapai keputusan maka
dilakukan voting. Dalam tahap voting ini yang mendapat suara paling
sedikit harus menyesuaikan pendapatnya dengan mayoritas, sekalipun itu
Hakim Ketua Majelis. Oleh karena itu pendapat yang kalah suara tadi
harus di catatkan dalam buku khusus yang dikelola oleh Ketua
Pengadilan
• Tata cara Hakim Pengawas dan Pengamat diatur pada Pasal 277 –
283 KUHAP.

• Tugas pengawasan dan pengamatan ini dilaksanakan setelah


pengadilan menjatuhkan putusan yang mempunyai kekuatan
hukum, artinya putusan tersebut sudah tidak upaya hukum lagi
SEKIAN &
TERIMA KASIH
Inisiasi Tuton ke – 7
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
Penulis : Susi Delmiati
Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
BANTUAN HUKUM

• Bantuan hukum merupakan komponen penting dalam sistem peradilan pidana,


yang dapat melindungi hak asasi terdakwa dalam pelaksanaan proses peradilan
yang tidak memihak. selain itu lembaga bantuan hukum lahir karena adanya
sebuah tujuan dalam membantu masyarakat yang tidak mampu baik secara
ekonomi maupun kedudukan strata sosial.
• Dunia barat pada umumnya melihat pengertian bantuan hukum mempunyai ciri
dalam istilah yang berbeda:
1. Legai aid, pemberian jasa dibidang hukum kepada seseorang yang terlibat
dalam suatu kasus ataupun perkara.
2. Legal assistance, mengandung pengertian lebih luas dari legal aid karena legal
assistance disamping mempunyai makna dan tujuan memberi jasa bantuan
hukum, legal assisteance lebih dekat dengan profesi advokat yang memberi
bantuan kepada mereka yang mampu membayar prestasi maupun pemberian
bantuan kepada rakyat miskin secara cuma-cuma.
lanjut………….
• Lanjutan….

3. Legal service, tujuan legal service adalah memberi bantuan kepada


anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan menghapuskan
kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa
bantuan hukum antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil dengan
masyarakat yang kaya menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan,
selain itu pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat
yang memerlukan dapat diwujudkan dengan kebenaran hukum itu sendiri
oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang
dibenarkan hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan
kaya miskin, dan untuk mewujudkan penghormatan kepada hak yang
diberikan hukum pada setiap orang, legal service cenderung
menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh
perdamaian.
SEJARAH BANTUAN HUKUM

• Tahun 1970 merupakan tahun yang penting dalam sejarah peradilan di


Indonesia, karena pada tahun itu diundangkan Undang-undang tentang
Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru yaitu Undang-undnag
nomor 14 tahun 1970. undang-undang ini menjamin kebebasan peradilan
dan segala campur tangan kedalam urusan pengadilan oleh pihak-pihak
luar, diluar kekausaan kehakiman dilarang. Bahkan dalam bidang bantuan
hukum, dalam undang-undang ini terdapat bab khusus mengenai bantan
hukum (lihat bab VII Pasal 25-38), dikeluarkan Undang-undang Nomor 14
tahun1970 ini, merupakan momentum baru dalam sejarah peradilan karena
pada saat itu bantuan hukum sudah dapat diberikan sejak tersangka
ditangkap dan/atau ditahan karenanya Todung Mulya Lubis menganggap
undang-undang ini sebagai milestone sejarah bantuan hukum dalam
pemerintahan orde baru.
ASAS-ASAS BANTUAN HUKUM

• Asas-asas bantuan hukum diatur lebih rinci dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal
2 Undang-undang Nomor 61 tahun2011 tentang Bantuan Hukum yang
dilaksanakan berdasarkan asas:
1. keadilan adalah menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara
proporsional, patut, benar, baik dan tertib;
2. persamaan kedudukan didalam hukum, bahwa setiap orang mempunyai hak
dan perlakuan yang sama didepan hukumn serta kewajiban menjunjung tinggi
hukum;
3. keterbukaan, memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh
informasi secara lengkap, benar, jujur dan tidak memihak dalam mendapatkan
jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional;
4. efesiensi, memaksimalkan pemberian bantuan hukum melalui penggunaan
sumber anggaran yang ada;
5. efectivitas, menentukan pencapaian tujuan pemberian bantuan hukum secara
tepat; dan
6. akuntabilitas, bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelengaraan bantuan hukum harus dapat dipertanggung jawabkan.
TATA CARA DAN PROSEDUR BANTUAN HUKUM
(Bab VI Undang-Undang No, 16 tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum)

1. Untuk memperoleh Bantuan Hukum, permohonan Bantuan Hukum


harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-
kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok
persoalan yang dimohonkan bantuan hukum;
b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau
pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon bantuan hukum.

Lanjut………
Lanjutan ……
2. Dalam hal pemohon bantuan hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis,
permohonan dapat diajukan secara lisan.
a. Pemohon bantuan hukum mengajukan permohonan bantuan hukum
kepada pemberi bantuan hukum.
b. Pemberi bantuan hukum dalam jangka waktu paling lam 3 (tiga) hari
kerja setelah permohonan bantuan hukum dinyatakan lengkap harus
memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan bantuan
hukum.
c. Dalam hal permohonan bantuan hukum diterima, pemberi bantuan
hukum memberikan bantuan hukum berdasarkan surat kuasa khusus
dari penerima bantuan hukum.
d. Dalam hal permohonan hukum ditolak, pemberi bantuan hukum
mencantumkan alasan penolakan.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
SEKIAN &
TERIMA KASIH
Inisiasi Tuton ke – 8
Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
Penulis : Susi Delmiati
Email : susidelmiati@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
SISTEM PEMASYARAKATAN

• Pengertian Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor


12 tahun 1995 tentang Pemasyarakat bahwa
“Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara
pembinaan dalam tata perasilan pidana.”

 Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 Sistem


Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembanguna, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
Sejarah Lembaga Pemasyarakatan

Sejarah mencatat, pertumbuhan pidana penjara dimulai dari berbagai peristiwa


berikut:
1. Pada abad 16. Pada saat itu gereja membentuk pengadilan tersendiri lepas dari
pengadilan negara dengan cara menetapkan tindakan pengurungan di dalam
gereja (menastic prison}
2. Pada tahun 1976, perang agama yang menyebabkan imigran dari inggris
dibawah pimpinan Willian Pen menetapkan peraturan pidana yang membatasi
kebebasan bergerak seseorang selama pelarian ke benua Amerika Utara.
3. Pendidikan paksa yang dikembangkan pemerintah Inggis yang mempekerjakan
narapidana perempuan sebagai pemintal pada tahun 1596, serta narapidana laki-
laki sebagai pembuat bahan cat 1597.
Di Batavia, pada masa kompeni Belanda, ada 3 macam
penjara:
1. Boei (1602) terletak dibatas pemerintahan kota;
2. Kettingkwartier, adalah tempat untuk orang-orang
perantaian;
3. Vrouwentuchthuis, tempat untuk menampung para
perempuan bangsa Belanda yang melanggar kesusilaan
(0verspel).
Beberapa Macam Stelsel Pidana Penjara:

a. Stelsel Pensylvania (Stelsel sel);


b. Stelsel Auburn;
c. Stelsel Progresif
LEMBAGA PEMASYARAKATAN

 Menurut CI Harsono, pemasyarakatan memiliki 3 tujuan yaitu:


1. mendidik narapidana yang mendapatkan hukuman untuk tidak lagi
melakukan tindak pidana dan kembali ke masyarakatan;
2. menjadi manusia yang berperan aktif dalam membangun bangsa dan
negara;
3. mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
HAK-HAK NARAPIDANA
• Dalam Pasal 5 Undang-undang no. 12 tahun 1995, sistem pembinaan
pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:
1. pengayoman;
2. persamaan perlakuan dan pelayanan;
3. pendidikan;
4. pembimbingan;
5. penghormatan harkat dan martabat manusia;
6. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;
7. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-
orang tertentu.
• Hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan :
1. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
2. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
3. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
4. mendapatkan pelayanan kesehatan dan maknan yang layak;
5. menyampaikan keluhan;
6. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang;
7. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
8. menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnya;
9. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
10. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
11. mendapat pembebasan bersyarat;
12. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
13. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Mengenai hak-hak dan kewajiban narapidana selanjutnya diatur dalam PP Nomor. 32 tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Bianaan Pemasyarakatan.
SEKIAN &
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai