Anda di halaman 1dari 12

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa

mengadakan pemerintahan sendiri.

Menurut C.S. Kansil Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerntahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Bintarto Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan
kultural yang terdapat di situ(suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-
balik dengan daerah lain.

Paul H. Landis Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut;
Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. * Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti:
iklim, keadaan, alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat
sambilan. * Sistem kehidupannya berkelompok * Termasuk kedalam masyarakat homogen dalam
hal matapencaharian, agama, adat-istiadat *Homogenitas Sosial * Hubungan primer * Kontrol sosial
yang ketat * Gotong-royong * Ikatan sosial * Magis religius.

Dari beberapa pengertian tentang desa diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa Desa adalah sebuah
wilayah yang ditempati sejumlah penduduk yang daerahnya masih dipenuhi oleh pepohonan dan
lahan kosong, dan kekerabatan diantara penduduknya sangat erat dimana penduduknya memiliki
sistem pemerintahan sendiri.

Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik) Talcot Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai
masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut : Afektifitas ada
hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya
dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita
orang lain dan menolongnya tanpa pamrih. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari
Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan
orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus
untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya
yang hanya berlaku untuk kelompoktertentu saja. (lawannya Universalisme) Askripsi yaitu
berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang
tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.
(lawanya prestasi). Kekabaran (diffuseness).

Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan
eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari
uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni
masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar. Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini
mengenal bermacam macam gejala, diantaranya sebagai berikut : Konflik (pertengkaran).

Pertengkaran terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar
keluar rumah tangga.Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah
kedudukan dan gengsi, perkawinan, dsb. Kontroversi (pertentangan) Pertentangan ini bisa
disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam
hubungannya dengan guna-guna (black magic). Kompetisi (persiapan) Masyarakat Pedesaan adalah
manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasa dan mempunyai saingan dengan
manifestasi sebagai sifat ini.

Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Kegiatan pada Masyarakat
Pedesaan. Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat
bekerja keras tanpa bantuan orang lain, jadi jelas bahwa masyarakat pedesaan bukanlah
masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas.

Batasan. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam hubungan kelompoknya. Yang
mencakup hubungan di dalam dan antara kelompok-kelompok manusia. Unsur-unsur yang terdapat
dalam batasan ini adalah manusia, hubungan dan kelompok.

Perkataan socius dalam bahasa latin yang berarti teman, dan logos adalah ilmu atau pengetahuan,
teman disini mempunyai arti yang luas dari pada yang dimaksudkan sehari-hari, yaitu pihak lain
dalam suatu hubunga. Jadi bisa diartikan kawan maupun lawan. Sosiologi pedesaan adalah sosiologi
yang melukiskan dan mencakup hubungan manusia didalamnya dan antara kelompok -- kelompok
yang ada di lingkungan pedesaan (rural dalam bahasa inggris).

Perkataan pedesaan dalam pemakaian sehari- hari mudah saja untuk dimengerti. Tetapi jika harus
diberikan batasan yang tepat adalah sukar juga. Jika kita ikuti Maksud untuk mempelajari sosiologi
pedesaan adalah untuk mengumpulkan keterangan mengenai masyarakat pedesaan dan hubungan-
hubungannya.yang melukiskan setelitinya tingkah laku, sikap, perasaan, motif, dan kegiatan
manusia yang hidup dalam lingkungan pedesaan itu. Hasil dari penelitian sosiologi pedesaan tadi
dapat di pergunakan untuk usaha-usaha perbaikan penghidupan dan kehidupan manusia pedesaan.
Misalnya usaha penyuluhan pertanian.
Bacaan perkataan desa hanya dipakai di daerah jawa, Madura, bali, perkataan dusun dipakai di
daerah sumatera selatan : di Maluku orang mengenal nama dusun dati, di batak perkataan dusun
dipakai buat nama pendukuan. Di aceh orang memakai nama gambong dan meunasah buat daerah-
hukum yang paling bawah.

Di batak daerah-hukum setingkat dengan desa diberi nama kuta, uta atau huta.daerah --hukum di
minangkabau dinamakan nagari, daerah-gabungan ada yang dinamakan luha, di daerah sumatera
timur daerah-hukum yang paling bawah ialah suku. Disumatera selatan(kerinci, Palembang,
Bengkulu) daerah-hukum di lampung nama dusun atau tiuh, di minahasa wanua, didaerah makasar
ialah daerah-gaukang, dibugis adalah daerah-matowa.

Penularan masyarakat (social contagion) hal ini adalah penyebaran gagasan, sikap atau pola tingkah
laku kepada sejumlah banyak orang, karena interaksi sosial dengan sedikit pencerminan akal (Ratio),
bentuk penularan masyarakat ini bemacam-macam Mode, yaitu suatu yang aktif relatif singkat
waktunya dan mengenai cara menghias diri, cara berbicara dan lain-lain pola tingkah laku.

Ada sedikit tekanan untuk berlaku seragam itu, bukan kerena agama atau moral, tetapi karena
banyak orang telah berbuat demikian sehingga lain-lainnya juga tidak mau ketinggalan. Contoh jelas
adalah mode pada cara pakaian golongan wanita.

Kegemaran, ini adalah pola tingkah laku yang pendek sekali umurnya dan daya tariknya terletak
pada sifat kebaru-baruannya itu. Umpamanya cara berpakaian istimewa untuk sementara waktu,
riasan rambut, model sepatu yang istimewa, dst Kegila-gilaan, juga umumnya pendek sekali dan
daya tariknya baru dan serem.

Contohnya seperti saling bermusuhan antara kelompok- kelompok pemuda, ngebut dengan sepeda
motor, pemborongan barang-barang karena takut harganya naik, Epidemic sosiologi, hal ini
mengenai penularan sosial dalam lapisan masyarakat yang luas. Biasanya dengan penuh emosi dan
adanya kepentingan umum, kadang-kadang bersifat penyakit psychis.

Contohnya seperti upacara magis dalam masa-masa genting. Sikap bermusuhan terhadap golongan
tertentu, sikap takut dan gelisah terhadap keadaan ekonomi yang memburuk Gerakan masa,yang
terdiri dari kerusuhan, kerusuhan sebagai aksi protes yang telah dikoordinasikan, tetapi secara
spontan oleh berbagai lapisan masyarakat dimana-mana, karena merasa tidak puas dengan kondisi
yang ada dan kegelisahan sosial. Gerakan masa berbeda dengan gerakan sosial, karana yang
pertama tidak ada rencana dan pimpinan yang tersusun rapi.

Banyak sekali ahli mengemukakan definisi sosiologi pedesaan dengan segala kelebihan dan
kelemahannya masing-masing. Ada pendapat yang selalu menekankan bahwa desa dianggap
sebagai desa pertanian, padahal pada kenyataan ada juga desa yang nonpertanian.
Definisi lain masih menggambarkan desa dengan ideal yang artinya desa secara eksplisit berbeda
dengan kota. Dengan banyaknya faktor-faktor eksternal yang masuk dan mempengaruhi kehidupan
desa maka dapat dikatakan bahwa komunitas desa mulai berkembang ke arah komunitas kota, di
mana adat-istiadat, tradisi atau pola kebudayaan tradisional desa mengalami proses perubahan.

Pengertian sosiologi pedesaan adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat
sebagai keseluruhan yakni hubungan antara manusia dengan manusia ,manusia dengan kelompok
dan kelompok dengan masyarakat ,baik formal maupun material , baik statis maupun dinamis.

Pedesaan berasal dari suku kata desa yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu desi yang berarti
tempat tinggal pengertian desa disini adalah suatu kesatuan masyarakat dalam wilayah jelas baik
menurut suasana yang formal maupun informal. dimana satuan terkecilnya terdiri dari keluarga
yang mempunyai wilayah dan otonomi sendiri dalam penyelengaraan kehidupan dan keterikatan
antara keluarga keluarga dalam kelompok masyarakat terjadi sebagai akibat adanya unsurpenguat
yang bersifat religius, tradisi dan adat istiadat.

Howard Newby mengatakan bahwa dalam mempelajari sosiologi pedesaan hendaknya diarahkan
pada studi tentang adaptasi masyarakat desa terhadap pengaruh-pengaruh kapitalisme modern
yang masuk ke desa.

Latar belakang munculnya spesialisi sosiologi pedesaan karena permasalahan sosial yang timbul di
desa di Amerika Serikat, yaitu datangnya para migran dan mengambil tanah yang tak bertuan serta
mulai berkembangnya era industrialisasi di Amerika Serikat

DESA, LATAR BELAKANG UMUM EMPIRIK DAN TEORITIK

Kehadiran Desa, Penjelasan Empirik Umum

Secara umum sering kali terdapat persepsi yang salah tentang keberadaan masyarakat desa, di
mana masyarakat desa cenderung dipandang rendah. Padahal kenyataannya masyarakat desa
mempunyai peranan yang penting dalam sejarah pembentukan dan perkembangan peradaban
masyarakat manusia.

Sebelum dikenal kegiatan bercocok tanam yang merupakan cikal bakal terbentuknya komunitas
masyarakat desa, maka sejarah kehidupan manusia secara umum mengalami proses perkembangan
yang sangat lamban. Sekitar 1.990.000 tahun mereka menjalani kehidupan yang sangat bersahaja
dengan sistem mata pencaharian food gathering economics (berburu, meramu, dan menangkap
ikan).
Sifat mata pencaharian semacam ini kurang memungkinkan mereka untuk saling berhubungan dan
menjalin kerja sama secara teratur dan permanen karena mereka harus selalu berpindah (mobil)
mengikuti pola kehidupan binatang buruannya. Pola kehidupan mereka ini lebih menunjukkan pada
bentuk pra-masyarakat, artinya belum mencerminkan kehidupan bermasyarakat yang teratur dan
permanen.

Dikenalnya kegiatan bercocok tanam sekitar 10.000 tahun yang lalu telah mengubah keadaan yang
ada. Sifat tanaman yang terikat pada tempat (imobil) dan waktu telah memaksa orang untuk
menetap. Biasanya mereka menetap pada tempat-tempat tertentu, yaitu di tempat-tempat yang
subur seperti di tepi-tepi sungai dan danau, sehingga terjadilah pengelompokan. Di dalam
pengelompokan ini terjadilah hubungan yang teratur di antara mereka. Selanjutnya dalam kondisi
ini terciptalah akumulasi simbol-simbol yang merupakan awal dan landasan bagi perkembangan
peradaban manusia. Kegiatan bercocok tanam juga menandai lahirnya fenomena desa sebab desa
dalam pengertian pokoknya berarti tempat menetap dan bermukim dari sekelompok orang yang
memiliki ketergantungan terhadap suatu tempat.

Latar Belakang Teoritik Studi Pedesaan

Masyarakat desa sering kali dipahami dalam keterkaitannya dengan kegiatan pertanian. Akan tetapi
hal tersebut tidak cukup memadai, sebab kita juga harus mengaitkannya dengan konteks perubahan
dan perkembangan dunia karena desa juga merupakan bagian integral dari kehidupan dunia.

Agar mampu memahami desa dengan segala dinamikanya maka dibutuhkan teori atau perspektif
(wawasan) sebagai kerangka berpikir. Dalam hal ini desa setidak-tidaknya dapat dijelaskan dari
teori-teori tentang perubahan dan perkembangan sosial masyarakat.

Teori yang dapat dipakai untuk menjelaskan fenomena desa adalah teori dari ilmu-ilmu sosial
termasuk di dalamnya teori sosiologi.Teori sosiologi yang digunakan adalah yang mengacu pada
teori evolusi sosial dari Herbert Spencer, yang merupakan turunan dari teori evolusi biologi Charles
Darwin.

Teori evolusi sosial ini berusaha menjelaskan fenomena desa sebagai proses perubahan dan
perkembangan masyarakat dari yang masih bersahaja menuju masyarakat yang kompleks.

Ternyata teori evolusi sosial yang bersifat umum tersebut tidak cukup memadai untuk dapat
menjelaskan fenomena masyarakat desa secara lebih komprehensif, sehingga diperlukan teori-teori
yang sifatnya lebih khusus.Teori-teori ini mencoba menjelaskan perkembangan masyarakat lewat
tahap-tahap tertentu. Teori-teori khusus ini merupakan model dikotomi dan trikotomi yang
membagi masyarakat menjadi pilah dua maupun pilah tiga. Teori-teori ini termasuk ke dalam kubu
teori modernisme.
Terdapat kubu teori lain yang berlawanan dari kubu teori modernisme yaitu kubu teori dependensi.
Kalau teori modernisasi berpendapat bahwa semua masyarakat akan berubah dan berkembang
menjadi modern, maka teori dependensi berpendapat bahwa kapitalisme modern menyebabkan
masyarakat pinggiran menjadi tergantung pada negara-negara maju sehingga mengalami
keterbelakangan.

Mengingat bahwa pada kenyataannya terdapat dominasi dari sistem kapitalisme modern,
penyebarluasan teknologi modern dan komunikasi informasi maka dalam menggunakan kedua kubu
teori tersebut sebaiknya juga harus memperhatikan pendapat Howard Newby. H. Newby
berpendapat bahwa studi mengenai masyarakat desa saat ini hendaknya memfokuskan perhatian
pada proses penyesuaian masyarakat desa terhadap merasuknya sistem kapitalisme modern.

PENGERTIAN DESA, UMUM dan KHUSUS (INDONESIA)

Pengertian Desa

Pada umumnya pengertian desa sering dikaitkan dengan sektor pertanian, alasannya asal-muasal
desa karena pengenalan cocok tanam.

Secara keilmuan, ahli sosiologi menyatakan bahwa desa merupakan lingkungan di mana warga
memiliki hubungan akrab dan bersifat informal. Paul H. Landis yang mewakili pakar sosiologi
pedesaan,mengemukakan 3 definisi desa untuk tujuan analisis yang berbeda-beda,yaitu analisis
statistik, analisis sosial psikologis, dan analisis ekonomi.

Menurut Roucek dan Warren, untuk memahami masyarakat desa dapat dilihat dari karakteristiknya
yaitu

1. Besarnya peranan kelompok primer;

2. Faktor geografis sebagai dasar pembentukan kelompok;

3. Hubungan bersifat akrab dan langgeng;

4. Homogen;
5. Keluarga sebagai unit ekonomi;

6. Populasi anak dalam proporsi lebih besar.

Menurut Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman faktor-faktor yang dapat menentukan
karakteristik masyarakat desa dan kota adalah:

1. mata pencaharian;

2. ukuran komunitas;

3. tingkat kepadatan penduduk;

4. lingkungan;

5. diferensiasi sosial;

6. stratifikasi sosial;

7. interaksi sosial;

8. solidaritas sosial.

Pada kenyataannya karakteristik itu terlalu sukar untuk diterapkan pada masyarakat desa yang
nyata, karena seiring dengan semakin meningkatnya mobilitas sosial masyarakat dan
berkembangnya jalur transportasi maka yang terjadi adalah semakin tipisnya perbedaan antara
desa dan kota.

Pengertian Desa, di Indonesia

Terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang fenomena keaslian desa di Indonesia. Beberapa
pakar di Belanda seperti van den Berg dan Kern berpendapat bahwa desa-desa di Jawa adalah
buatan India. Sedangkan pakar Belanda lainnya, yang diwakili oleh van Vollenhaven, de Louter,
Brandes, dan Liefrinck, berpendapat bahwa desa-desa di Indonesia itu bersifat asli, Begitu juga
dengan Sutardjo Kartohadikoesoemo, yang berpendapat bahwa desa-desa di Jawa itu asli, bukan
buatan India maupun Belanda.

Di samping pendapat di atas, dikemukakan pula bahwa desa-desa tersebut juga bukan buatan
Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa sebelum Indonesia merdeka, desa-desa tersebut sudah ada.
Desa-desa tersebut mempunyai kedudukan sebagai desa yang mandiri. Akan tetapi setelah
Indonesia merdeka maka dilakukan beberapa pembenahan, yang juga menyangkut kedudukan desa
sebagai desa yang mandiri tersebut. Melalui beberapa peraturan perundangan, desa mempunyai
kedudukan sebagai kesatuan sosial dan hukum (adat) yang masih diberi kebebasan tertentu dan
desa sebagai kesatuan administratif yaitu merupakan bagian integral dari Negara Republik
Indonesia. Selanjutnya menurut Undang undang Nomor 5 Tahun 1979 pengertian desa dibedakan
menjadi "desa" dan "kalurahan".

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang berisi tentang dimungkinkannya tindakan untuk
membentuk, memecah, menyatukan dan menghapus desa dan kelurahan, membawa kemungkinan
bagi perubahan pada desa dan kelurahan baik dalam hal volume maupun statusnya. Perubahan
yang ada menunjukkan bahwa jumlah desa dari tahun ke tahun memperlihatkan adanya gejala
kenaikan.

Berbicara tentang ciri khas desa tidaklah mudah, mengingat bahwa desa-desa di Indonesia sangat
beragam. Sehubungan dengan hal itu, Koentjaraningrat mengemukakan perlunya berbagai sistem
prinsip yang dapat dipakai dalam mengklasifikasikan aneka warna bentuk desa di Indonesia. Di
samping itu, untuk menandai ciri-ciri desa di Indonesia, perlu diperhitungkan pula faktor-faktor: 1)
tingkat teknologi dan kondisi geografis, 2) keberagaman suku bangsa di Indonesia, 3) perbedaan
dalam dasar-dasar peradaban suatu kawasan, dan 4) pengaruh kekuasaan luar desa.

Keberagaman desa-desa di Indonesia menyebabkan terjadinya kesulitan dalam usaha untuk


menyeragamkan desa-desa tersebut. Salah satu kesulitan adalah kesulitan dalam mencari padanan
desa di Jawa dengan fenomena serupa yang ada di luar Jawa. Usaha yang telah dilakukan antara lain
adalah pembakuan desa di Indonesia lewat Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 29 April 1969
(Nomor Desa 5/1/29) kepada para gubernur seluruh Indonesia.

STRUKTUR MASYARAKAT DESA

Konsep Struktur Sosial dan Struktur Pihak Desa

Di dalam konsep struktur sosial terkandung pengertian adanya hubungan-hubungan yang jelas dan
teratur antara orang yang satu dengan yang lainnya. Untuk dapat membangun pola hubungan yang
jelas dan teratur tersebut tentu ada semacam 'aturan main' yang diakui dan dianut oleh pihakpihak
yang terlibat. Aturan main tersebut adalah norma atau kaidah ini menjadi lebih konkret dan bersifat
mengikat maka diperlukan lembaga (institusi).

Pitirin Sorokin membedakan struktur sosial menjadi struktur sosial vertikal dan horizontal. Struktur
sosial vertikal (pelapisan/stratifikasi sosial) menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam
susunan yang bersifat hierarkis, sedangkan struktur sosial horizontal (diferensiasi sosial)
menggambarkan variasi/beragamnya dalam pengelompokan-pengelompokan sosial.

Smith dan Zopf mengemukakan pendapat tentang pola pemukiman. Menurut mereka pola
pemukiman berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan (spatial) antara pemukiman
penduduk desa yang satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka. Sementara itu Paul
H. Landis menggambarkan adanya empat tipe pola pemukiman yaitu pola pemukiman: 1)
mengelompok murni, 2) mengelompok tidak murni, 3) menyebar teratur, dan 4) menyebar tidak
teratur. Menurut tipe pola pemukiman mengelompok murni yang paling dominan di dunia,
sedangkan yang paling ideal adalah pola pemukiman tipe menyebar teratur. Di Indonesia, terutama
di Jawa cenderung memperlihatkan pola pemukiman tipe mengelompok murni.
Struktur Biososial, Sosial dan Umum Masyarakat Desa

Struktur biososial adalah struktur sosial (vertikal maupun horizontal) yang berkaitan dengan faktor-
faktor biologis seperti jenis kelamin, usia, perkawinan, suku bangsa dan lainnya. Keterkaitan antara
faktor biologis dan struktur sosial diperlihatkan melalui sifat mata pencaharian, di mana ketika
masyarakat masih pada taraf food gathering economic sampai dengan ketika bercocok tanam, maka
pengalaman dan tenaga fisik menjadi faktor yang dominan. Dengan demikian orang yang lebih tua
dan orang yang secara fisik lebih kuat (laki-laki dianggap lebih kuat dibandingkan perempuan)
menempati kedudukan sosial yang tinggi.

Struktur sosial vertikal (stratifikasi/pelapisan sosial) merupakan gambaran dari kelompok-kelompok


sosial dalam susunan hierarkis. Untuk mengenalinya maka digunakan lambang status (status
symbols). Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut! Lambang status adalah semua hal atau benda yang menjadi pertanda dari suatu lapisan
sosial seperti kekayaan, gaya hidup, pendidikan, keturunan, dan sebagainya. Lambang status ini
dianggap mempunyai 'nilai' di dalam masyarakat.

Sutardjo Kartohadikoesoemo mengklasifikasikan penduduk desa Jawa menjadi beberapa lapisan


sosial berdasarkan faktor pemilikan/penguasaan lahan pertanian, yaitu: 1) warga desa yang memiliki
tanah pertanian, rumah dan tanah pekarangan, 2a) warga desa yang mempunyai rumah dan tanah
pekarangan, 2b) warga desa yang mempunyai rumah di atas pekarangan orang lain, 3a) warga desa
yang kawin dan mondok di rumah orang lain, dan 3b) pemuda yang belum kawin. Berdasarkan
kerangka dari Smith dan Zopf, pelapisan sosial masyarakat desa di Indonesia diklasifikasikan
berdasarkan kriteria:

1. luas/sempitnya pemilikan atau penguasaan tanah,


2. adanya pihak lain di luar sektor pertanian,

3. sistem persewaan atau penguasaan tanah, dan

4. sifat pekerjaan.

Struktur sosial horizontal merupakan gambaran mengenai keberagaman pengelompokan sosial


dalam masyarakat. Secara umum masyarakat desa merupakan komunitas yang kecil sehingga antara
orang yang satu dengan yang lainnya terdapat kemungkinan yang besar untuk saling berhubungan
secara langsung dan saling mengenal secara "pribadi". Hubungan semacam ini disebut hubungan
primer dan kelompoknya disebut kelompok primer. Kelompok primer yang utama dalam
masyarakat adalah keluarga, lalu ketetanggaan dan komunitas. Keluarga merupakan kelompok
sosial yang mempunyai peran dan pengaruh yang paling dominan.

Smith dan Zopf secara umum membedakan dua pola umum desa yaitu desa sistem satu kelas dan
desa sistem dua kelas atau desa di mana pemilikan lahan pertanian penduduk mempunyai luas yang
rata-rata sama. Sedangkan desa sistem dua kelas adalah tipe desa di mana terdapat perbedaan yang
mencolok dalam luas pemilikan lahan pertanian. Di dalam desa sistem satu kelas terdapat
pelapisan/stratifikasi sosial,sedangkan di dalam desa sistem dua kelas terdapat polarisasi sosial.

POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA

Pola Kebudayaan Masyarakat Desa Terhadap berbagai definisi tentang kebudayaan, antara lain yang
mengemukakan bahwa way of life, yaitu way of thinking, way of feeling, dan way of doing. Untuk
menganalisa masyarakat pedesaan yang bersifat bersahaja maka diperlukan konsep kebudayaan
yang sederhana pula yaitu kebudayaan dilihat dari aspek kebudayaan dan non-kebudayaan
(immaterial culture). Dengan kata lain kebudayaan dilihat sebagai suatu sistem nilai dan norma
(adat istiadat) yang mengatur perilaku dan perikehidupan masyarakat desa.
Pola kebudayaan masyarakat desa termasuk pola kebudayaan tradisional, yaitu merupakan produk
dari benarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya tergantung pada alam. Menurut
Paul H. Landis besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan tradisional ditentukan oleh:
1) sejauh mana ketergantungan terhadap alam, 2) tingkat teknologi yang dimiliki, dan 3) sistem
produksi yang diterapkan. Paul H. Landis juga mengemukakan ciri-ciri kebudayaan tradisional yaitu:
1) adaptasinya pasif, 2) rendahnya tingkat invasi, 3) tebalnya rasa kolektivitas, 4) kebiasaan hidup
yang lamban, 5) kepercayaan kepada takhayul, 6) kebutuhan material yang bersahaja, 7) rendahnya
kesadaran terhadap waktu, cenderung bersifat praktis, dan 9) standar moral yang kaku.

Persyaratan bagi eksistensi pola kebudayaan tradisional tidak hanya menyangkut kesembilan ciri-ciri
di atas, melainkan juga harus memperhitungkan kekuatan-kekuatan luar desa (supradesa) seperti
pengaruh struktur kekuatan tertentu yang mendominasi desa. Pelbagai kerajaan yang tersebar di
persada Nusantara memiliki pengaruh yang sangat menentukan bagi pola kebudayaan masyarakat
desa. Pengaruh kerajaan juga menyangkut masalah penguasaan kerajaan terhadap tanah pertanian
(sistem feodalisme) sehingga masyarakat desa memiliki ketergantungan yang tinggi pada kerajaan.
Di daerah-daerah yang tidak terdapat kerajaan maka sistem kekerabatan mempunyai pengaruh
yang sangat besar bagi keberadaan pola kebudayaan tradisional. Dengan kata lain, pola kebudayaan
mereka identik dengan sistem kekerabatannya.

Tradisi dan Hukum Adat di Pedesaan Indonesia

Tradisi dibedakan dalam pengertian sebagai tradisi sinkronik dan diakronik. Dalam pengertian tradisi
diakronik, antara yang tradisional dengan yang modern tidak dapat dipertemukan atau
dipersatukan. Sedangkan dalam tradisi sinkronik, tradisi justru bersifat situasional Untuk
memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! artinya
mengikuti perubahan dan perkembangan zaman sehingga antara yang tradisional dengan yang
modern tidak bertentangan. Dalam pembahasan tentang masyarakat desa yang bersahaja, maka
pengertian.tradisi diakronis yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai