b. Kependudukan
Unsur yg kedua ini menyangkut keseluruhan jumlah,
pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian
penduduk setempat.
• Kata masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu syiek yang artinya bergaul.
h) Jika diberi janji akan selalu diingat. Bagi masyarakat desa, janji yg pernah
diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat terlebih bila
berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh
pengalaman/trauma yg selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap
janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.
Bila janji itu tidak ditepati, mereka akan mengalami perasaan “luka
dalam” yg begitu membekas di hati dan sulit menghapuskan. Contoh kecil:
mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat
waktu, mereka telah standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00.
Mereka akan sangat kecewa dan selalu mengingat pengalaman itu.
j) Suka gotong-royong. Salah satu ciri khas masyarakat desa adalah sifat
gotong-royong (dalam masyarakat Jawa dikenal dgn istilah sambatan).
Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, mereka akan bahu-membahu
meringankan beban tetangganya yg sedang memilikin gawe atau hajatan.
Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yg dikeluarkan untuk
membantu orang lain. Prinsipnya: lebih baik kehilangan materi tetapi
mendapat keuntungan bertambah saudara.
> Dalam hal berpakaian, sebaiknya tidak mengenakan pakaian “ala kota”.
> Dalam gaya hidup, sebaiknya tidak menunjukkan sikap yang menurut mereka
“pamer materi”
seperti ber-handphone atau ber-walkman ria sambil berbicara dengan mereka.
> Dalam hal berbicara, sebaiknya tidak menggunakan kata-kata/kalimat yg hanya bisa
dipahami oleh
kalangan mahasiswa. Misalnya: bahasa Inggris/bahasa “ngilmiah”
e) Terbuka. Sebagai reaksi positif atas keterbukaan yang ditunjukkan oleh masyarakat desa
maka seyogyanya kita juga menunjukkan sikap terbuka kepada mereka, misalnya:
> Jika tuan rumah sudah berbicara apa adanya tentang menu makanan sehari-hari maka
jika kita
memang kurang suka sebaiknya “ngomong”, jangan diam tapi ngomel.
> Jika keluar dari rumah pondokan sebaiknya menjelaskan secara terbuka: mau
kemana dengan
siapa dan kapan pulang. Hal ini penting, karena biasanya mahasiswa sudah
dianggap
sebagai anak sendiri
f. Membantu tanpa pamrih. Mengacu pada sifat kegotong-royongan yg
dimiliki masyrakat desa, maka sudah semestinya kita menyesuaikan dan
mengikuti kebiasaan itu. Bekerja dan membantu masyarakat desa tanpa
pamrih. Dengan senang hati mengikuti setiap acara (misal: kenduri) yang
diadakan di desa.
> Perkenalan diri secara formal di Balai Desa atau forum lain.
i) “Srawung” (membaur) Selama berada di desa
sebaiknya kita tetap menjaga hubungan baik dengan
masyarakat desa sehari-hari. Jangan sekali-kali kita
mengucilkan diri dan seolah membentuk kelompok
“eksklusif orang kota”.