PERUBAHAN SOSIAL
MATA PENCAHARIAN
KELAS IX.4
KELOMPOK 3
FACHRY ADITYA
NAUFAL ARDIANSYAH
TITIN RUSTINAH
ZAHRINA SALSABILLA
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan dan memahami apa yang dimaksud dengan desa dan masyarakat.
2. Mendeskripsikan dan memahami karakteristik masyarakat suatu desa.
3. Mengkaji lebih dalam mengenai mata pencaharian utama di Kampung Sindangwangi.
4. Mengetahui serta memahami perkembangan pertanian di Kampung Sindangwangi.
5. Mengetahui dan mengkaji jenis mata pencaharian yang terdapat di Kampung
Sindangwangi.
1. Pengertian Desa
Menurut UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah pasal 1, yang dimaksud
dengan Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman
pedesaan, pelayanan, jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Drs.
Moch.Eryk Kamsori : Study Masyarakat Pedesaan di Indonesia).
C.S. Kansil mengemukakan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh
sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI”.
Dapat disimpulkan, bahwa desa adalah tempat/wadah hidup bagi masyarakat yang
diatur dan dikelola oleh masyarakat itu sendiri berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang
diakui dan diawasi oleh pemerintahan yang berkuasa.
2. Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan Society, berasal dari
kata Socius yang berarti “kawan”. Selain itu, Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab,
yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Dari segi etimologis tersebut, dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah suatu bentuk perkawanan atau pergaulan antar individu manusia.
Hasan Sadilly dalam (Mutakim, Awan, dkk, 2004: 25) mengemukakan bahwa
masyarakat merupakan golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan
atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama
lain. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1990) bahwa pengertian masyarakat merupakan
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat- istiadat tertentu yang
bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Pengertian masyarakat menurut beberapa ahli, diantaranya :
1. Selo Sumardjan. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan.
2. Karl Marx. Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan
organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok
yang terbagi secara ekonomi.
3. Emile Durkheim. Masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang
merupakan anggotanya.
4. Paul B. Horton & C. Hunt. Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif
mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah
tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di
dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang
saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu
sama lain sebagai anggota masyarakat.
3. Karakteristik Masyarakat
Masyarakat desa memiliki ciri-ciri tersendiri dalam hidup bermasyarakat sehingga
dapat dibedakan dari masyarakat kota. Ciri utama dari masyarakat desa adalah ikatan
kekerabatannya yang kuat sehingga merupakan suatu kesatuan. Berbeda dengan masyarakat
kota yang cenderung hidup individual tanpa ikatan kekerabatan yang kuat dalam suatu
wilayah hidup. Selain itu, kehidupan masyarakat desa juga banyak terikat dengan hal-hal
yang bersifat religius. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat
digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya
perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian
karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku” dan perlahan terkikis. Berikut ini merupakan
sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang
bersifat umum dan selama ini masih sering ditemui. Karakteristik masyarakat desa,
diantaranya :
1. Sederhana
2. Mudah curiga
3. Menjunjung tinggi kesopanan
4. Guyub/kekeluargaan
5. Tertutup
6. Menghargai
7. Suka gotong-royong
8. Demokratis
9. Religius
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot
Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat
tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan
kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan
simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang
berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu
saja.(lawannya Universalisme)
d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang
sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara
pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan
bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.
Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih
murni masyarakatnya tanpa banyak terpengaruh pengaruh budaya luar.
Dalam penanaman tomat, curah hujan yang sesuai adalah 750 mm - 1.250 mm/tahun.
Keadaan ini berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman. Curah hujan yang
tinggi (banyak hujan) juga dapat menghambat persarian. Keadaan ini sangat menguntungkan
wilayah Lembang yang memiliki curah hujan yang sesuai serta keadaan air yang tidak terlalu
banyak karena berada di dataran tinggi. Suhunya pun sesuai dengan penanaman tomat yang
optimal untuk pertumbuhan adalah suhu siang hari 18-290C dan pada malam hari 10-200C.
Begitu pula dengan tanaman cabai sebagai salah satu komoditas hortikultura yang
memiliki nilai ekonomi, karena buahnya selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga
mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani bila harga di pasaran sedang
membumbung tinggi. Curah hujan yang dibutuhkan saat penanaman cabai ini ialah 1500-
2500 mm pertahun dengan distribusi merata. Suhu udara 16° - 32 ° C, serta saat pembungaan
sampai dengan saat pemasakan buah, keadaan sinar matahari cukup (10 - 12 jam). Hal ini
juga yang menjadi alasan petani Sindangsari untuk membudidayakan tomat dan cabai sebagai
komuditas utamanya. Tomat dan cabai cocok ditanam di daerah ini sehingga banyak
dibudidayakan oleh masyarakat kampung Sindangsari.
a. Lahan
Usaha pertanian sangat tergantung dengan lahan serta suhu (diantaranya curah hujan)
suatu wilayah. Desa Sindangwangi memiliki tanah yang subur serta suhu yang mendukung
bagi usaha pertanian. Curah hujan yang cukup ditunjang dengan drainase lahan yang sesuai
untuk usaha pertanian.
Secara fisik dapat dilihat bahwa desa Sindangwangi merupakan desa yang dikelilingi
oleh perkebunan sayur serta villa-villa elit milik orang kota. Harga lahan yang cukup tinggi
menggiurkan para petani pemilik lahan untuk menjual lahannya. Pembeli lahan tersebut
umumnya berasal dari luar desa Sindangwangi dan kebanyakan dari kota.
Kondisi alam yang sejuk serta lokasinya yang berada di atas bukit membuat
ketertarikan para pembeli lahan untuk memiliki lahan di wilayah desa Sindangwangi. Tidak
semua lahan yang dibeli langsung didirikan bangunan di atasnya. Hal ini dimaksudkan untuk
investasi masa depan serta ancang-ancang untuk mewaspadai kehidupan kota yang semakin
padat. Lahan-lahan tersebut diberi batas untuk menandai luas lahan. Diantaranya ada yang
dibiarkan begitu saja dan ada pula yang dimanfaatkan untuk digarapkan kepada petani
setempat. Para pemilik lahan yang baru umumnya memberi kesempatan kepada petani
setempat untuk menggarap lahan, baik itu melalui perjanjian bagi untung maupun tanpa
perjanjian bagi untung. Selain itu pula, ada lahan yang disewakan kepada petani setempat
dengan harga berkisar antara Rp. 5.000 – 10.000/ tumbak selama satu tahun. Namun, ada
pula pemilik lahan yang baru tidak memberi kesempatan sama sekali kepada petani untuk
menggarap lahan meskipun lahan tersebut tidak didirikan bangunan di atasnya (tidak
dimanfaatkan).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun desa Sindangsari dikelilingi
oleh perkebunan sayur, namun kepemilikan atas lahan tidak semuanya milik pribadi. Ada
yang sudah menjadi milik masyarakat luar. Meskipun lahan tersebut masih digarap oleh
masyarakat setempat, namun keuntungan yang didapat tidak akan sama dengan keuntungan
yang didapat atas lahan milik sendiri. Sistem yang dipakai umumnya adalah sistem bagi hasil
dimana hasil panen dibagi dengan pemilik lahan setelah melalui perjanjian terlebih dahulu.
Selain itu, ada pula pemilik lahan yang tidak sama sekali memberikan kesempatan kepada
para petani untuk menggarap lahannya. Hal ini dapat bertambah buruk apabila di atas lahan
tersebut dibangun bangunan untuk perumahan ataupun villa sehingga tidak ada lagi
kesempatan untuk mengolah lahan menjadi lahan pertanian. keadaan ini sudah terjadi di
beberapa lahan yang sudah dijadikan menjadi villa. Kesempatan kerja mungkin hanya
sebagai pembantu ataupun pengurus taman yang gajinya tentu tidak lebih rendah. Penjualan
lahan indah di awal namun menyesal di akhir.
b. Modal
Modal merupakan faktor kedua yang harus dimiliki setelah adanya lahan. Lahan tidak
akan dapat diolah apabila tidak ada modal untuk mengolahnya. Modal dalam pertanian
diantaranya seperti bibit/benih, pupuk dan obat, peralatan, tenaga, serta materi untuk
memenuhi kebutuhan selama menunggu musim panen.
Modal diperoleh dari hasil panen sebelumnya maupun dari pinjaman. Hasil panen serta
harga jual di pasaran sangat mempengaruhi modal. Hasil panen yang buruk ataupun
rendahnya harga hasil panen di pasaran sangat merugikan bagi petani. Penanaman
selanjutnya setelah panen membutuhkan modal yang cukup besar, oleh karena itu hasil panen
serta harga pasaran mempengaruhi pendapatan modal secara kontinu. Dari keterangan ibu Ilis
yang kami ketahui, modal awal pertanian berkisar sekitar 5 juta – 10 juta. Untuk cabe dan
tomat, panen dilakukan sekitar tiga bulan dari saat awal penanaman benih. Hasil yang
diperoleh dari hasil panen tidak menentu tergantung dari kualitas hasil panen serta kondisi
harga di pasaran. Harga sayuran yang saat ini sedang tinggi adalah harga cabe, kenaikan
harga cabe ini disebabkan oleh jarangnya cabe di pasaran. Namun kendalanya adalah
gangguan hama yang menyerang tanaman cabe. Berbeda dengan harga tomat, harga tomat
saat ini sangat rendah sehingga petani banyak mengalami kerugian. Apabila hasil panen tidak
memberi keuntungan ataupun bahkan tidak dapat menutupi modal awal, petani terpaksa
mencari dana pinjaman untuk penanaman selanjutnya. Pinjaman diperoleh dari tengkulak
maupun koperasi yang ada di desa tersebut. Tengkulak memberi pinjaman modal berupa
uang maupun benih dan obat/pupuk yang hasil panennya dijual kembali kepadanya dengan
biaya tambahan. Umpamanya apabila tengkulak memberi pinjaman modal berupa benih
seharga Rp. 50.000, maka pada saat panen dikembalikan oleh petani seharga Rp. 55.000 +
hasil panennya pun dijual kembali kepada tengkulak. Prinsip ini merupakan prinsip saling
menguntungkan namun seringkali merugikan bagi petani.
c. Hasil Panen
Hasil panen tergantung pada kondisi iklim serta kesehatan tanaman. Hasil panen yang
baik menentukan harga di pasaran. Apabila hasil panen jarang, maka harga di pasaran akan
tinggi dan sebaliknya apabila hasil panen melimpah maka harga di pasaran akan rendah.
Hasil panen yang baik tergantung pada kondisi iklim serta kesehatan tanaman. Kondisi iklim
disini seperti curah hujan yang mempengaruhi ketersediaan air, sedangkan kesehatan
tanaman yaitu kesehatan tanaman dari gangguan hama.
Hasil panen dijual kepada tengkulak yang datang kepada petani. Petani tidak perlu
membawa hasil panennya ke pasaran, tetapi tengkulak yang datang sendiri untuk membeli
hasil panen dari petani. Hal ini sangat menguntungkan petani karena petani tidak perlu lagi
mengeluarkan ongkos yang besar untuk mengangkut serta petani tidak perlu lagi
mempromosikan hasil panennya ke pasaran. Namun lebih menguntungkan apabila sebagian
hasil panen dijual langsung ke pasaran oleh petani. Hal ini terletak pada harga hasil panen itu
sendiri di pasaran. Tengkulak adalah perantara sehingga mereka menekan harga serendah
mungkin kepada petani yang selanjutnya mereka mengambil keuntungan dari penjualan hasil
panen ke konsumen. Berbeda halnya jika petani menjual sebagian hasil panennya langsung
ke pasaran, mereka akan mendapatkan harga pasaran langsung tanpa melalui potongan
perantara.
2. Perkembangan Pertanian
Hasil kebun yang cukup menguntungkan petani tidak lepas dari pengaruh keadaan
pasar saat itu. Harga pasar dapat berubah suatu waktu dan tidak bisa dipastikan secara pasti.
Saat ini, petani sedang dikhawatirkan dengan jarangnya datang hujan. Hal ini sangat
menghawatirkan petaani karena sulitnya sumber air lain untuk mengairi pertanian. daerah
tersebut tidak memiliki sungai sebagai sumber air.
Hal lain yang menjadi belenggu pertanian sekarang ini adalah rendahnya harga tomat di
pasaran. Harga tomat sekarang hanya dihargai sekitar Rp. 500/kg oleh tengkulak. Hal ini
sangat merugikan petani oleh karena akan berdampak pada pendapatan modal untuk
penanaman selanjutnya.
Di tengah belenggu rendahnya harga jual tomat, petani mencoba melakukan inovasi
dengan menanam tanaman lain yang lebih tinggi harganya dan relatif stabil di pasaran.
Tanaman yang dikembangkan ini adalah tanaman Asparagus. Tanaman yang masih jarnag di
pasaran ini dihargai oleh tengkula seharga Rp. 30.000 – 45.000/ kg.