KEUANGAN NEGARA
Oleh:
Muhammad Nurrahman
FAKULTAS MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Desa Kreatif
di Kabupaten Tulang Bawang. Penyusunan Naskah Akademik ini merupakan
suatu kegiatan di dalam perencanaan pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan termasuk di dalamnya pembentukan Peraturan Daerah. Dalam hal ini,
Naskah Akademik disusun melalui penelitian atau pengkajian hukum terhadap
permasalahan di dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Desa
Kreatif di Kabupaten Tulang Bawang dengan solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat yang terjadi selama ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................
BAB I..........................................................................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................................................................
B. Identifikasi Masalah....................................................................................................................
C. Tujuan dan Kegunaan.................................................................................................................
D. Metodelogi Penulisan...................................................................................................................
BAB II......................................................................................................................................................
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS................................................................................
a. Kajian Teoritis.............................................................................................................................
b. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma............................
c. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta
Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat.......................................................................................
E. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur
Dalam Undang-Undang Atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek kehidupan
Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban keuangan Negara......................................
BAB III.....................................................................................................................................................
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT................................................................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari
perspektif geografis, desa atau village yang diartikan sebagai “a groups of
houses or shops in a country area, smallern than and town“. Sutardjo
Kartohadikusumo dalam bukunya yang berjudul “Desa” (1953) desa
sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat
yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Sedangkan, Bintarto,
Mantan Guru Besar Fakultas Geografi UGM dalam buku berjudul “Desa-
Kota dan Permasalahannya” (1983), menyebut bahwa desa adalah sebuah
perwujudan geografis (wilayah) yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis sosial, ekonomi, politik, dan kultural dalam hubungan dan
pengaruh timbal baliknya dengan daerah-daerah lain di sekitarnya. Selain
dua pengertian tersebut, definisi desa juga disebutkan dalam
“Encyclopaedia Britannica” (2015). Dalam buku disebutkan, desa
didefinisikan sebagai komunitas yang tidak terlalu padat penduduk,
dengan kegiatan ekonomi utama berupa produksi pangan dan bahan-bahan
mentah. Beberapa pengertian desa di atas dapat dikatakan desa merupakan
tempat berkumpulnya kesatuan masyarakat adat yang dimana memiliki
pemerintahan sendiri dan terbentuk karena adanya unsur - unsur fisiografis
sosial, ekonomi, politik, dan kultural dalam hubungan dan pengaruh timbal
baliknya dengan daerah - daerah lain.
4
dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.1 Melalui pengertian di atas,
kita bisa menarik kesimpulan mengenai ciri desa itu. Ciri – ciri dan
karakteristik desa yaitu sebagai berikut:
5
Fungsi desa selanjutnya adalah melestarikan kearifan lokal. Ada
banyak budaya lokal yang masih ada di masyarakat pedesaan. Dengan
adanya desa maka budaya lokal akan selalu terjaga dan akan terus
berkembang.
3. Desa Sebagai Sumber Tenaga Kerja
Penduduk desa yang hidup atas dasar gotong royong menjadi tenaga
produktif dan membangun tenaga atas dasar gotong royong dan saling
pengertian. Selain itu, desa juga menjadi sumber tenaga kerja bagi
kota. Tidak dapat dipungkiri bahwa penduduk desa bekerja di kota
sebagai buruh atau di sektor informal.
4. Desa Sebagai Mitra Pembangunan
Selain menjadi sumber tenaga kerja, masyarakat pedesaan juga
berperan sebagai mitra dalam pembangunan perkotaan. Mitra ini cepat
atau lambat akan dilaksanakan, tergantung dari hubungan atau
kemitraan yang dilakukan oleh masyarakat di dalamnya.
Kemudian, jenis – jenis desa adalah sebagai yang tertera dibawah ini,
yaitu:
1. Desa Swadaya
Desa Swadaya adalah desa yang penduduknya masih menganut
atau terikat dengan adat dan tradisi yang ada. Tingkat pendidikan
masih tergolong rendah, kesadaran akan pentingnya pendidikan masih
tergolong rendah.
Desa Swadaya bergantung pada sektor produksi untuk melayani
kebutuhan utama keluarga, tidak ada usaha produksi untuk melayani
kebutuhan industri atau kebutuhan pasar luar. Sehingga potensi yang
dimiliki desa tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Ciri-ciri Desa Swadaya adalah sebagai berikut:
a. Mata pencaharian masyarakat desa swadaya masih
homogen dan bersifat agraris.
b. Desa masih tertutup terhadap “pengaruh” lingkungan luar.
6
c. Teknologi yang digunakan masyarakat masih lemah;
teknologi pertanian atau bahkan industri.
d. Populasinya kecil; populasinya masih sangat sedikit.
e. Dalam kehidupan publik dan pribadi, patuhi adat istiadat.
f. Hubungan antar kelompok/interaksi sosial sangat erat.
g. Keluarga memiliki fungsi pengawasan sosial.
h. Keberadaan sarana dan prasarana sangat tidak memadai.
i. Desa/kawasan tersebut masih terisolasi dari desa/kawasan
lain.
j. Memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari “Kebutuhan
pangan” masih terpenuhi di desa itu sendiri.
2. Desa Swakarya
Desa swakarya adalah desa yang sedang dalam proses
pembangunan dengan tingkat kemajuan yang lebih tinggi dari desa
swadaya. Pada desa yang swakarya keberadaan adat-istiadat dalam
masyarakat mulai atau sedang mengalami peralihan atau transisi, pada
desa yang mandiri pengaruh luar mulai masuk, kemudian mengubah
cara berpikir desa.2
Desa Swakarya juga ditandai dengan keragaman pekerjaan
masyarakat, mata pencaharian masyarakat mulai berkembang tidak
hanya di wilayah utama tetapi juga di wilayah sekunder.
Selanjutnya perkembangan sarana dan prasarana desa juga mulai
dirasakan, dimana keberadaan sarana dan prasarana tersebut
menunjang produktivitas masyarakat desa dalam hal pekerjaan dan
kehidupan bermasyarakat. Desa Swakarya juga biasa dipahami sebagai
desa transisi atau peralihan dari desa mandiri menjadi desa mandiri.
Ciri-ciri Desa Swakarya sebagai berikut:
A. Tingkat pendidikan masyarakat mulai meningkat, kesadaran
akan pentingnya pendidikan mulai meningkat.
2
KUELMANTIA, A. (2023). ANALISIS STRATEGI PROGRAM PEMBANGUNAN DESA
DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI
MASYARAKAT (Studi Kasus Desa Sungai Pisau Kecamatan Ketungau Hulu Kabupaten
Sintang) (Doctoral dissertation, IKIP PGRI PONTIANAK).
7
B. Jumlah penduduk melebihi desa Swadaya dan penduduk mulai
berdatangan dari luar desa (pendatang).
C. Kebiasaan dan adat istiadat masih hidup tetapi tidak
sepenuhnya mengikat.
D. Adanya teknologi mulai dimanfaatkan dalam kehidupan atau
aktivitas sehari-hari.
E. Tingkat perekonomian mulai tumbuh secara bertahap menjadi
lebih baik.
F. Dirasakan sarana dan prasarana seperti jalan dapat menjadi
penghubung ke daerah lain dan membuka jalur ekonomi.
G. Desa Swadaya tidak lagi terisolasi seperti Desa Swakarya,
meskipun akses ke jantung perekonomian tidak sepenuhnya
mulus.
H. Kegiatan produksi masyarakat tidak lagi hanya melayani
kebutuhan pokok tetapi juga ke arah kebutuhan sekunder.
3. Desa Swasembada
Desa Swasembada sering dianggap sebagai label desa berkembang
atau desa maju. Dari segi makna, desa swasembada adalah desa yang
lebih maju dari desa mandiri dan tidak lagi terikat adat.3
Dalam desa Swasembada ini, masyarakatnya memiliki kemampuan
untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam atau
potensi lokal desa, terkait dengan kegiatan pembangunan lokal/daerah.
Masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan kesadaran yang tinggi
dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan atau meningkatkan
potensi desanya menjadi desa yang tumbuh, desa yang maju dan
mandiri.
Ciri-ciri Desa Swasembada adalah:
a. Desa swasembada memiliki jumlah penduduk yang relatif
besar, sehingga pemukiman mulai padat.
b. Masyarakat sudah tidak terikat lagi dengan dengan adat
istiadat, sudah fleksibel.
3
Prayitno, G. (2022). Perencanaan Desa Terpadu (Vol. 1). UB Media.
8
c. Dari segi lokasi, desa swasembada biasanya berada di ibu kota
kabupaten.
d. Memiliki pekerjaan umum yang memadai, peralatan dan
infrastruktur yang lengkap.
e. Masyarakat berpartisipasi secara aktif dan efektif.
f. Kesadaran dan minat masyarakat terhadap pembangunan dan
pengembangan desa berteknologi tinggi.
g. Masyarakat yang beragam; tingkat pendidikan dan latar
belakang (ada banyak komunitas imigran).
h. Kegiatan ekonomi masyarakat berkembang dengan berbagai
cara, baik produksi primer maupun produksi sekunder, tidak
hanya barang tetapi juga jasa.
9
Melaksanakan pekerjaan pemerintahan yang ada berdasarkan hak asal
usul desa.
Menyelenggarakan pekerjaan pemerintahan di wilayah kabupaten/kota
yang kegiatannya dilimpahkan kepada desa, khususnya pekerjaan
pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan
masyarakat.
Pengelolaan bersama oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota.
Pekerjaan pemerintah lainnya yang ditugaskan ke desa adalah
peraturan undang-undang.
4
Raharjo, T. W. (2021). Pengembangan Desa Wisata (Model Pengembangan
Kattasikung Di Jawa Timur). Jakad Media Publishing.
10
Tulang Bawang merupakan salah satu Kabupaten terbesar di
Provinsi Lampung dengan luas wilayah ± 4.385,84 Km², yang tersebar
dalam 15 wilayah Kecamatan, 4 Kelurahan dan 148 Kampung/desa.
Dengan jumlah penduduk pada 2019 mencapai 425.731 jiwa. Dengan
jumlah Kampung atau Desa itu, Pemerataan kehidupan di Tulang Bawang
bisa dibilang cukup baik namun tidak semua kecamatan. Potensi yang
dimiliki pun belum bisa tergali dengan maksimal. Hanya beberapa
kampung/desa saja yang mengetahui potensinya dan sadar akan hal itu
sehingga secara pelan – pelan mencoba membangun desa kreatifnya itu
sendiri. Maka dari itu diperlukan sebuah peraturan daerah yang mengatur
mengenai Desa Kreatif ini sebagaj acuan guna pembangunan yang lebih
baik lagi kedepannya. Karena luasnya Kabupaten Tulang Bawang ini
harus dimanfaatkan. Mengingat Kabupaten Tulang Bawang termasuk
tertinggal jauh dari Kabupaten/Kota yang lain bahkan Kabupaten yang
merupakan pemekarannya sehingga untuk menjawab hal tersebut
dibutuhkan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten mengenai Desa
Kreatif do Kabupaten Tulang Bawang.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang
akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada
dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4
(empat) pokok masalah, yaitu sebagai berikut:
11
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan?
D. Metodelogi Penulisan
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan penelitian, sehingga kegiatan penelitian dimaksud dilakukan
dengan menggunakan metode penelitian tertentu yang berbasis pada
metode penelitian hokum.
12
1. Metode Pendekatan Yuridis Normatif
Metode pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi
pustaka yang Menelaah (terutama) data sekunder yang berupa
Peraturan Perundang- undangan, Dokumen hukum lainnya, hasil
penelitian, hasil pengkajian, ataureferensi lainnya. Metode yuridis
normatif ini juga dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus
Group discussion), dan rapat dengar pendapat dengan langkah-
langkah strategis Yang dilakukan meliputi:
a. Menganalisis berbagai peraturan.
b. Melakukan tinjauan akademis melalui diskusi dan
melaksanakan pertemuanpertemuan untuk mendapatkan
masukan dari masyarakat dan pejabat terkait.
c. Merumuskan dan mengkaji persoalan krusial dalam
penyusunan Raperda.
d. Sehingga memperoleh kesepahaman diantara
kepentingannya terkait.
13
Bahan hukum primer ialah bahan hukum yang menjadi
dasar pedoman Penelitian. Adapun yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).
14
Studi kepustakaan yaitu suatu bentuk pengumpulan data
dengan cara Membaca buku literatur, hasil penelitian
terdahulu, dan membaca Dokumen, peraturan perundang-
undangan, Peraturan Daerah yang berkaitan dengan obyek
penelitian
15
BAB II
a. Kajian Teoritis
Kajian teoritis adalah Kajian untuk mengidentifikasiteori teori
hukum umum maupun khusus konsep-konsep hukum, asas-asas hukum,
aturan hukum, norma hukum dan lain-lain yang akan digunakan sebagai
landasan untuk membahas masalah penelitian. Dalam penelitian ini
diuraikan secara ringkas landasan teoritis yang digunakan untuk
membahas masalah penelitian, dan dapat mengidentifikasikan asas- asas
hukum, teori-teori hukum serta konsep hukum yang digunakan untuk
membahas masalah penyusunan Raperda Tentang Desa Kreatif di
Kabupaten Tulang Bawang.5
5
BAB, I. Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah: 1.
Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan profesional yang dapat menerapkan.
16
satupun perbuatan yang melanggar sehingga dua aspek pokok penunjang
kesejahteraan itu tidak terancam.
17
b. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan
Norma
Berdasarkan sumber buku Ilmu Perundang-undangan oleh Maria
Farida Indrati, peraturan daerah adalah peraturan yang dibuat oleh kepala
daerah provinsi maupun Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun Kabupaten/Kota,
dalam ranah pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi
legalitas perjalanan eksekusi pemerintah daerah. Peraturan Daerah ini
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota).6
6
Indrati, M. F. (2007). Ilmu perundang-undangan: jenis, fungsi dan materi muata.
18
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-
benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis
peraturan perundang-undangan.
4. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan
perundangundangan harus memperhatikan efektifitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur Kehidupan
bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas
dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
proses pembuatan Peraturan perundang-undangan.
19
1. Menyamakan pemahaman tentang proses, metode, dan teknik
pembentukan peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
2. Meningkatkan kapasitas stakeholder dan atau perancang peraturan
perundang-undangan (legal drafter) yang memiliki pengetahuan, dan
keterampilan dalam perancangan perundang-undangan.
3. Meningkatkan kualitas stakeholder dan atau perancang peraturan
perundang-undangan (legal drafter) agar mampu menghasilkan produk
peraturan perundang-undangan yang kualitatif, aspiratif, dan responsif.
4. Menunjang terciptanya tertib hukum nasional dalam kehidupan bernegara,
berbangsa dan bermasyarakat.
20
1. Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut.
Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan
persetujuan bersama Gubernur
2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota
tersebut
7
Wijatno, S. (2009). Pengantar entrepreneurship. Grasindo.
21
beberapa sektor juga ada daerah wisata yang dikembangkan, bahkan sektor
industri pun sudah mulai bermunculan di Kabupaten ini. Adanya hal ini
menunjukkan perlunya peningkatan daerah terutama dibagian ekonomi
dan juga pariwisata yang mana dapat dimulai dari desa itu sendiri.
Pembangunan Desa Kreatif diharapkan mampu memberikan dampak
bukan hanya bagi daerah namun juga negara.
8
Suleman, A. R., Revida, E., Soetijono, I. K., Siregar, R. T., Syofyan, S., Hasibuan, A. F.
H., ... & Syafii, A. (2020). BUMDES Menuju Optimalisasi Ekonomi Desa. Yayasan Kita
Menulis.
22
2. Mengoptimalkan ruanng lingkungan yang ada di
Kabupaten Tulang Bawang agar digunakan dengan
maksimal.
3. Membuka lapangan pekerjaan baru bagi para masyarakat
sekitar.
4. Membantu memberikan branding terhadap Desa nya agar
semakin baik dan mampu menjadi contoh bagi desa – desa
lainnya.
1. Implikasi Sosial
23
setiap lini masyarakat. Kearifan lokal dari sistem pemerintahan terkecil
yaitu Desa/Kampung pun memikiki ciri yang juga khas. Desa Kreatif
merupakan konsep yang menekankan pada kemampuan masyarakat desa
dalam menciptakan inovasi dan solusi terhadap masalah-masalah yang
dihadapi. Pembentukan Desa Kreatif ini selain memajukan di sektor
ekonomi tetapi juga mampu meningkatkan interaksi dari setiap lapisan
masyarakat yang ada dibdaerah tersebut.9 Misalnya di Desa A sedang
dicoba untuk dijadikan Desa Kreatif. Maka baik para warga
masyarakatnya, aparat desa/kampungnya dan juga pemerintah daerah akan
bahu membahu membentuk desa tersebut dari segala bidang yang mereka
sanggupi dan mampu. Masyarakat bisa membangun lokasi – lokasi yang
mereka yakini mampu menarik minat khalayak apabila ditonjolkan sebagai
aksen dalam program desa kreatif tersebut. Aparat Desa/Kampung
membantu memperlancar penyaluran dana dari pemerintah daerah yang
mana akan membantu pengembangan lokasi tersebut, kemudian yang
terakhir adalah Pemerintah Daerah sebagai pembuat peraturan ini bertugas
memberikan bantuan dana dan juga bantuan – bantuan lain yangvsekiranya
diperlukan. Tetapi bukan hanya bantuan materil tetapi juga ada
monitoring. Monitoring dilakukan bukan hanya sekedar untuk mengecek
tetapi juga memberikan kritik dan saran. Apa saja yang harus ditambah
dan dikembangkan lagi dari pembangunan yang ada sehingga komunikasi
yang baik dan saling bersinergi ini bisa terus dikembangkan.
2. Implikasi Politik
24
Adanya Rancangan Peraturan Daerah ini diniatkan bukan hanya
membantu dari segi ekonomi dan pariwisata tetapi juga menguji ketaatan
masyarakat desa itu sendiri. Tanpa menjelekkan ataupun meragukan
kualitas dari setiap lapisan masyarakat itu, Pemerintah daerah
menginginkan kontribusi lebih. Pemerintah ingin melihat apakah dengan
adanya Peraturan Daerah mengenai Desa Kreatif ini akan memunculkan
kreativitas masyarakat desa itu.
3. Implikasi Ekonomi
Beban keuangan negara kita saat ini sudah jelas sangatlah terlebih
lagi tingginya kebutuhan. Pada awalnya semua itu tercukupi dengan benar
namun semakin tua nya usia negara ini dan bagaimana birokrasi itu
berganti menyebabkan terkuaknya berbagai kisah pilu didalamnya.
Bagaimana dana yang harusnya teralokasikan dengan baik tetapi malah
masuk ke kantong irang – orang yang tidak sedikitpun berhak atas hal itu.
Setiap pembuatan Peraturan itu sudah jelas – jelas blak – blakan soal dana.
10
Wahid, K. A. (2010). Membaca Sejarah Nusantara. LKIS Pelangi Aksara.
25
Pemerintah berani menggelontorkan dana hanya untuk membuat satu
peraturan saja, entah itu peraturan daerah atau pusat. Desa Kreatif ini
mungkin akan mengalami hal yang sama. Karena mengingat kita akan
merombak Desa dengan sentuhan yang lebih baru dan segar.
Pengalokasian dana diperlukan selain untuk pembentukannya tetapi juga
output dari Peraturan itu sendiri. Perlunya peningkatan pemahaman lebih
untuk masyarakat yang jelas – jelas di setiap desa memiliki kesulitan
tempuh lokasinya masing – masing yang tentunya tidak hanya melihat
ukuran dari daerah lain. Mengingat bagaimana program ini akan berjalan,
tentunya diperlukan juga dana setidaknya sedikit untuk membantu setiap
desa tersebut. Meskipun tidak semua, setidaknya ada bukti untuk
memberikan rasa yakin terhadap keseriusan Peraturan Daerah itu.
26
BAB III
11
Indonesia, R. (2011). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun.
27
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan penyusunan
Peraturan Daerah ialah sebagai berikut :
b. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, “pemerintahan daerah berhak
menetapkan Peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan”.
c. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Pasal 65 ayat (2) huruf a dan b, Pasal 154 ayat (1) huruf
a, dan Pasal 236 ayat (1) sampai dengan ayat (4).
1. Pasal 65 ayat (2) huruf a dan b berbunyi: ”Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepala daerah berwenang:
a. Mengajukan rancangan Perda.
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD.
2. Pasal 154 ayat (1) huruf a berbunyi: ”DPRD kabupaten/kota
mempunyai tugas dan wewenang:
a. Membentuk Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali
kota”
3. Pasal 236 berbunyi :
(1) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas
Pembantuan, Daerah membentuk Perda.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah.
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
materi muatan:
a. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas
Pembantuan; dan
28
b. Penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
(4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
12
Simbolon, A. K. (2018). Analisis Modal Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat Lokal
(Studi pada Wisata Petik Jeruk di Dusun Borogragal, Desa Donowarih, Kecamatan
Karangploso, Kabupaten Malang). CAKRAWALA, 12(1), 85-96.
29
pengusaha, Pemerintah, Pemerintah Daerah, bahkan masyarakat setempat
itu sendiri. Melalui keterlibatan secara aktif antara pengusaha, pemerintah
pusat dan/atau pemerintah daerah, dan masyarakat setempat akan terjalin
hubungan yang jelas mengenai tugas, peran, hak, serta kewajiban masing-
masing pihak.
c. menghapus kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
f. memajukan kebudayaan;
30
Berdasarkan Pasal 14, ada 13 bentuk usaha pariwisata yakni :
b. kawasan pariwisata;
f. penyediaan akomodasi;
Pasal 15 berisi :
Pasal 16 berisi :
Pasal 17 berisi :
31
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
dengan usaha skala besar.
13
Menteri Pariwisata, R. I. (2016). Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata.
32
BAB IV
A. Landasan Filosofis
14
Mukhlis, M. Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Metro tentang
Inovasi Daerah.
33
1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Nilai ini menunjukkan bahwa desa
kreatif harus mempertimbangkan nilai-nilai agama dan moral
dalam pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Nilai ini menunjukkan
bahwa desa kreatif harus mengutamakan kesejahteraan
masyarakat dan memperhatikan hak asasi manusia dalam
pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif.
3. Persatuan Indonesia: Nilai ini menunjukkan bahwa desa kreatif
harus memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam
pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan: Nilai ini menunjukkan bahwa
desa kreatif harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaan program desa kreatif.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Nilai ini
menunjukkan bahwa desa kreatif harus memperhatikan
kesetaraan dan keadilan sosial dalam pengembangan produk-
produk kreatif dan inovatif.
15
Subadi, T. (2007). Pendidikan kewarganegaraan. BP-FKIP UMS.
34
Landasan filosofis raperda desa kreatif yang dibentuk dengan pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 mencakup beberapa nilai dan prinsip dasar dalam
pengembangan desa kreatif, antara lain:
35
Dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip dasar yang tercantum dalam
pembukaan UUD NRI tahun 1945, raperda desa kreatif dapat dirumuskan
dengan tujuan untuk membangun desa yang mandiri, partisipatif, adil, dan
sejahtera secara bersama-sama. Raperda ini dapat mengatur berbagai hal
yang berkaitan dengan pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif,
pengelolaan sumber daya desa, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian
lingkungan dengan memperhatikan nilai dan prinsip dasar yang tercantum
dalam pembukaan UUD NRI tahun 1945 sebagai landasan filosofis.16
B. Landasan Sosiologis
16
Sugi Rahayu, U. D., & Fitriana, K. N. (2016). Pengembangan Community Based
Tourism Sebagai Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di Kabupaten Kulon
Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora, 21(1), 1-13.
36
pikir dan perilaku masyarakat desa. Hal ini dapat membantu Raperda
mengakomodasi dan merespon dinamika sosial yang terjadi.
5. Keberlanjutan sosial: Raperda harus dirancang dengan
mempertimbangkan keberlanjutan sosial dalam jangka panjang. Hal ini
mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan demikian,
Raperda dapat membantu membangun desa yang berkelanjutan dan
mandiri.
37
4. Pengelolaan lingkungan: Raperda Desa Kreatif dapat membantu
mengatur pengelolaan lingkungan di desa, seperti pengelolaan sampah
dan pengendalian polusi. Hal ini dapat membantu menjaga kelestarian
lingkungan dan kesehatan masyarakat desa.
C. Landasan Yuridis
38
4. Legalitas: Raperda Desa Kreatif harus memiliki dasar hukum yang
kuat dan sah, sehingga segala tindakan dan keputusan yang diambil
berada dalam koridor hukum yang berlaku.
5. Partisipasi masyarakat: Raperda Desa Kreatif harus memperhatikan
partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan dan pelaksanaan
peraturan tersebut, sehingga lebih memperkuat legitimasi dan
akuntabilitas peraturan tersebut.
39
Selain undang-undang di atas, terdapat juga beberapa peraturan pemerintah yang
dapat mendukung pembentukan Raperda Desa Kreatif di Tulang Bawang Barat,
antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Desa dan
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 17 Tahun 2020 tentang Desa Kreatif. Peraturan daerah yang berkaitan
dengan pengembangan desa kreatif juga dapat dijadikan acuan dalam menyusun
Raperda Desa Kreatif di Tulang Bawang Barat.20
20
Bawono, I. R. (2019). Optimalisasi potensi desa di Indonesia. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
40
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU
PERATURAN DAERAH
Peraturan daerah ini harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan desa kreatif
dan kebutuhan pasar untuk menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0.
Peraturan daerah ini dimaksudkan untuk mencapai kepastian hukum terhadap
menajemen tata kelola objek wisata, optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM agar
menjadi objek wisata yang menarik, memberikan perlindungan dan kepastian hukum
terhadap pemerintah desa terhadap pemanfaatan lahan serta pengaturan bantuan
untuk desa-desa wisata yang sudah ada.21
Pada konteks pengembangan Desa Kreatif, pihak akademisi memiliki peran dalam
memberikan konsep dan teori yang relevan dalam pengembangan Desa Kreatif
berdasarkan studi yang telah dilakukan. Pelaku usaha memberikan masukan
mengenai tren dan kebutuhan pasar agar produk yang dihasilkan dapat memberikan
nilai tambah dan dibutuhkan konsumen. Masyarakat lokal atau dalam hal ini
Kelompok Kreatif merupakan eksekutor dan inisiator di tingkat lokal dimana konsep
Desa Kreatif diimplementasikan.
B. Ketentuan Umum
Secara umum dapat dipahami pada ketentuan umum pada suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan merupakan satu kesatuan yang berisi :
21
Fonna, N. (2019). Pengembangan revolusi industri 4.0 dalam berbagai bidang.
Guepedia.
41
3. Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya antara
lain ketentuan yang tercermin asas, maksud dan tujuan. 22
Adapun dalam Peraturan Daerah ini ada beberapa ketentuan umum, yang antara lain
diatur sebagai berikut :
22
Peleng, D. O. (2016). Peraturan Daerah Sebagai Landasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Lex Et Societatis, 4(3).
42
Materi muatan Peraturan Daerah tentang Desa Kreatif berisi aturan atau norma, baik
berupa norma kewenangan maupun norma perilaku. Norma kewenangan merupakan
aturan yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang
(Kepala Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk melakukan kegiatan yang
meliputi perencanaan, perizinan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan
pembangunan Desa Kreatif di Kabupaten Tulang Bawang. Sedangkan norma
perilaku merupakan aturan yang berisi perintah, larangan, dispensasi dan izin dalam
pembangunan Desa Kreatif. Sistematika muatan materi Peraturan Daerah tentang
Desa Kreatif adalah sebagai berikut :
43
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, maka Peraturan
Daerah mengenai Desa Kreatif adalah sebagai berikut:
1. Mampu membangun perekonomian yang besar dalam hal ini diberbagai
sektor terutama sektor pariwisata yang lebih jauhnya dapat membantu
membangkitkam geliat masyarakat di bidang tersebut.
2. Mengoptimalkan ruanng lingkungan yang ada di Kabupaten Tulang
Bawang agar digunakan dengan maksimal.
3. Membuka lapangan pekerjaan baru bagi para masyarakat sekitar.
4. Membantu memberikan branding terhadap Desa nya agar semakin baik
dan mampu menjadi contoh bagi desa – desa lainnya.
Dengan keadaan Tulang Bawang yang masih jauh dari kata maksimal dalam
pemanfaatan alamnya membuat Peraturan mengenai Desa Kreatif ini merupakan
solusi yang memang jelas – jelas dibutuhkan oleh kita semua. Terlepas dari
penggunaan/pengeksploitasian alam, adanya Desa Kreatif ini juga mampu
membangun Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) masyarakat di Tulang
Bawang. Hal inilah yang memang saat ini masih jauh dari pencapaian yang
diharapkan sehingga dengan kondisi saat ini yang masih jauh ini memungkinkan
pengimplementasian Peraturan Daerah Tentang Desa Kreatif ini mampu diterima
masyarakat. Walaupun dalam praktiknya, pengimplementasian suatu Peraturan
ataupun Undang – Undang itu tidak akan mudah tetapi dengan apa yang kita
yakini diharapkan juga dengan teknologi yang sudah cukup masif mampu
membuat para Masyarakat tersebut teredukasi dengan baik.
Dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip dasar yang tercantum dalam
pembukaan UUD NRI tahun 1945, raperda desa kreatif dapat dirumuskan dengan
tujuan untuk membangun desa yang mandiri, partisipatif, adil, dan sejahtera
secara bersama-sama. Raperda ini dapat mengatur berbagai hal yang berkaitan
dengan pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif, pengelolaan sumber
daya desa, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian lingkungan dengan
memperhatikan nilai dan prinsip dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD
NRI tahun 1945 sebagai landasan filosofis.
44
Dengan memperhatikan fakta empiris masyarakat, Raperda Desa Kreatif dapat
dirancang dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Raperda
dapat menjadi alat yang efektif dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat
desa dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan memperhatikan landasan yuridis tersebut, Raperda Desa Kreatif dapat
dibentuk dengan memperhatikan aspek-aspek yang penting dalam penyelesaian
permasalahan hukum di tingkat desa. Hal ini akan membantu menciptakan
lingkungan hukum yang sehat dan kondusif bagi pembangunan desa yang lebih
baik dan berkelanjutan.
Undang-undang yang dapat mendukung Raperda Desa Kreatif di Kabupaten
Tulang Bawang Barat antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Undang-undang ini
memberikan landasan hukum bagi pembangunan desa yang
berkelanjutan, termasuk pembangunan desa kreatif. Di dalamnya juga
terdapat ketentuan tentang pembentukan peraturan desa sebagai bentuk
otonomi desa.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah:
Undang-undang ini mengatur tentang pembentukan peraturan daerah
sebagai salah satu kewenangan pemerintah daerah. Raperda Desa Kreatif
dapat dijadikan sebagai salah satu peraturan daerah yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah setempat.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah:
Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pemerintah daerah
untuk melakukan pembangunan desa, termasuk pengembangan desa
kreatif.23
Peraturan daerah ini harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan
desa kreatif dan kebutuhan pasar untuk menghadapi perkembangan revolusi
industri 4.0. Peraturan daerah ini dimaksudkan untuk mencapai kepastian
hukum terhadap menajemen tata kelola objek wisata, optimalisasi
pemanfaatan SDA dan SDM agar menjadi objek wisata yang menarik,
memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pemerintah desa
23
Ulinnucha, M. F., Susilowati, E., & Saptono, H. (2016). Eksistensi Badan Usaha Milik
Desa Dalam Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Masyarakat Desa Pasca Berlakunya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Di Kab. Semarang dan Kab.
Magelang). Diponegoro Law Journal, 5(2), 1-19.
45
terhadap pemanfaatan lahan serta pengaturan bantuan untuk desa-desa wisata
yang sudah ada.
B. SARAN
Pihak pemerintah sebagai regulator memberikan kebijakan dan peraturan yang
mengakselerasi dan mendorong penciptaan Desa Kreatif di berbagai wilayah di
Indonesia. Terakhir, pihak media membantu mempromosikan dan
mempublikasikan kegiatan dan destinasi wisata kreatif agar menarik wisatawan
untuk berkunjung.
46
Daftar Pustaka
47
Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten
Malang). CAKRAWALA, 12(1), 85-96.
Menteri Pariwisata, R. I. (2016). Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata.
Mukhlis, M. Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Metro tentang
Inovasi Daerah.
Subadi, T. (2007). Pendidikan kewarganegaraan. BP-FKIP UMS.
Sugi Rahayu, U. D., & Fitriana, K. N. (2016). Pengembangan Community Based
Tourism Sebagai Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian
Humaniora, 21(1), 1-13.
Pamungkas, B. (2013). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Pemerintah Daerah:
Konsep dan Praktek berdasar Peraturan Perundangan Jilid 1. Kesatuan
Press.
Dwiyanto, A. (2021). Reformasi birokrasi publik di Indonesia. UGM PRESS.
Marit, E. L., Revida, E., Zaman, N., Nurjaya, M., Werimon, S., Rahmadana, M.
F., ... & Yendrianof, D. (2021). Pengantar Otonomi Daerah dan Desa.
Yayasan Kita Menulis.
Bawono, I. R. (2019). Optimalisasi potensi desa di Indonesia. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Fonna, N. (2019). Pengembangan revolusi industri 4.0 dalam berbagai bidang.
Guepedia.
Peleng, D. O. (2016). Peraturan Daerah Sebagai Landasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Lex Et Societatis, 4(3).
Ulinnucha, M. F., Susilowati, E., & Saptono, H. (2016). Eksistensi Badan Usaha
Milik Desa Dalam Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Masyarakat Desa
Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
(Studi Di Kab. Semarang dan Kab. Magelang). Diponegoro Law
Journal, 5(2), 1-19.
48
Internet :
https://www.pustakaborneo.org/berita/seputar-pembangunan-berkelanjutan/
pengertian-desa-otonomi-dan-wewenang.html
https://fisipol.uma.ac.id/pengertian-desa-menurut-ahli/
https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/literasi/pengertian-desa/amp/
https://www.indonesia.go.id/kategori/editorial/3591/mendorong-desa-kreatif-
meningkatkan-kesejahteraan-masyarakat
https://payungi.org/desa-kreatif-ciri-ciri-keuntungan-pengembangan-dan-
contohnya/#:~:text=Desa%20kreatif%20adalah%20sebuah%20konsep,terhadap
%20masalah%2Dmasalah%20yang%20dihadapi.
49