Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH PEMBELIAN ALUTSISTA BEKAS TERHADAP

KEUANGAN NEGARA

Oleh:
Muhammad Nurrahman

FAKULTAS MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Desa Kreatif
di Kabupaten Tulang Bawang. Penyusunan Naskah Akademik ini merupakan
suatu kegiatan di dalam perencanaan pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan termasuk di dalamnya pembentukan Peraturan Daerah. Dalam hal ini,
Naskah Akademik disusun melalui penelitian atau pengkajian hukum terhadap
permasalahan di dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Desa
Kreatif di Kabupaten Tulang Bawang dengan solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat yang terjadi selama ini.

Naskah Akademik merupakan hasil kajian secara filosofis, sosiologis, dan


yuridis serta melalui penelitian yang mendalam terkait dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan desa kreatif ini yang kemudian disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang ada dan berlaku saat ini. Akhir kata, penyusun
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
hingga selesainya penyusunan Naskah Akademik ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................
BAB I..........................................................................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................................................................
B. Identifikasi Masalah....................................................................................................................
C. Tujuan dan Kegunaan.................................................................................................................
D. Metodelogi Penulisan...................................................................................................................
BAB II......................................................................................................................................................
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS................................................................................
a. Kajian Teoritis.............................................................................................................................
b. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma............................
c. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta
Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat.......................................................................................
E. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur
Dalam Undang-Undang Atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek kehidupan
Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban keuangan Negara......................................
BAB III.....................................................................................................................................................
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT................................................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari
perspektif geografis, desa atau village yang diartikan sebagai “a groups of
houses or shops in a country area, smallern than and town“. Sutardjo
Kartohadikusumo dalam bukunya yang berjudul “Desa” (1953) desa
sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat
yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Sedangkan, Bintarto,
Mantan Guru Besar Fakultas Geografi UGM dalam buku berjudul “Desa-
Kota dan Permasalahannya” (1983), menyebut bahwa desa adalah sebuah
perwujudan geografis (wilayah) yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis sosial, ekonomi, politik, dan kultural dalam hubungan dan
pengaruh timbal baliknya dengan daerah-daerah lain di sekitarnya. Selain
dua pengertian tersebut, definisi desa juga disebutkan dalam
“Encyclopaedia Britannica” (2015). Dalam buku disebutkan, desa
didefinisikan sebagai komunitas yang tidak terlalu padat penduduk,
dengan kegiatan ekonomi utama berupa produksi pangan dan bahan-bahan
mentah. Beberapa pengertian desa di atas dapat dikatakan desa merupakan
tempat berkumpulnya kesatuan masyarakat adat yang dimana memiliki
pemerintahan sendiri dan terbentuk karena adanya unsur - unsur fisiografis
sosial, ekonomi, politik, dan kultural dalam hubungan dan pengaruh timbal
baliknya dengan daerah - daerah lain.

Kemudian menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang


Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan

4
dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.1 Melalui pengertian di atas,
kita bisa menarik kesimpulan mengenai ciri desa itu. Ciri – ciri dan
karakteristik desa yaitu sebagai berikut:

1. Masyarakat di desa konon sangat dekat dengan alam. Jadi, semua


pekerjaan yang dilakukan umumnya bersifat homogen dan bergantung
pada iklim dan cuaca. Oleh karenanya, wajar bila mayoritas penduduk
desa bekerja di sektor pertanian, peternakan, atau perikanan.
2. Ikatan kekeluargaan masyarakat di desa lebih kuat daripada penduduk
di wilayah lainnya. Maka tak heran, jika komunikasi yang dilakukan
antar masyarakat pun lebih personal sehingga saling mengenal satu
sama lain.
3. Selain itu, desa juga memiliki solidaritas masyarakat yang kuat. Hal ini
terjadi karena rata-rata penduduk desa memiliki kesamaan ekonomi,
budaya, dan tujuan hidup.
4. Kepadatan penduduk di desa tergolong rendah, sehingga rasio antara
luas wilayah penduduknya pun kecil. Pins dapat melihat buktinya
dengan mengamati jarak rumah satu dengan lainnya. Atau, bisa juga
diketahui dari banyaknya rumah di pedesaan yang masih memiliki
pekarangan luas.
5. Mobilitas di desa cenderung lebih rendah daripada wilayah lainnya.
Pasalnya, rata-rata penduduk desa jarang bepergian.

Tentumya selain mengetahui apa itu definisi dan ciri/karakteristik


dari Desa itu, lalu apa sebenarnya fungsi dari sebuah desa? Berikut adalah
fungsi dari desa itu:

1. Desa Sebagai Hinterland


Salah satu fungsi desa yaitu sebagai hinterland atau penyangga yang
mensuplai kebutuhan pokok seperti beras, jagung dan ubi kayu. Tidak
hanya itu, desa ini juga menyediakan banyak makanan lain seperti
kacang-kacangan, kedelai, sayur mayur dan buah-buahan segala jenis.
2. Desa Sebagai Pelestari Kearifan Lokal
1
Endah, K. (2020). Pemberdayaan masyarakat: Menggali potensi lokal desa. Moderat:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 6(1), 135-143.

5
Fungsi desa selanjutnya adalah melestarikan kearifan lokal. Ada
banyak budaya lokal yang masih ada di masyarakat pedesaan. Dengan
adanya desa maka budaya lokal akan selalu terjaga dan akan terus
berkembang.
3. Desa Sebagai Sumber Tenaga Kerja
Penduduk desa yang hidup atas dasar gotong royong menjadi tenaga
produktif dan membangun tenaga atas dasar gotong royong dan saling
pengertian. Selain itu, desa juga menjadi sumber tenaga kerja bagi
kota. Tidak dapat dipungkiri bahwa penduduk desa bekerja di kota
sebagai buruh atau di sektor informal.
4. Desa Sebagai Mitra Pembangunan
Selain menjadi sumber tenaga kerja, masyarakat pedesaan juga
berperan sebagai mitra dalam pembangunan perkotaan. Mitra ini cepat
atau lambat akan dilaksanakan, tergantung dari hubungan atau
kemitraan yang dilakukan oleh masyarakat di dalamnya.

Kemudian, jenis – jenis desa adalah sebagai yang tertera dibawah ini,
yaitu:
1. Desa Swadaya
Desa Swadaya adalah desa yang penduduknya masih menganut
atau terikat dengan adat dan tradisi yang ada. Tingkat pendidikan
masih tergolong rendah, kesadaran akan pentingnya pendidikan masih
tergolong rendah.
Desa Swadaya bergantung pada sektor produksi untuk melayani
kebutuhan utama keluarga, tidak ada usaha produksi untuk melayani
kebutuhan industri atau kebutuhan pasar luar. Sehingga potensi yang
dimiliki desa tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Ciri-ciri Desa Swadaya adalah sebagai berikut:
a. Mata pencaharian masyarakat desa swadaya masih
homogen dan bersifat agraris.
b. Desa masih tertutup terhadap “pengaruh” lingkungan luar.

6
c. Teknologi yang digunakan masyarakat masih lemah;
teknologi pertanian atau bahkan industri.
d. Populasinya kecil; populasinya masih sangat sedikit.
e. Dalam kehidupan publik dan pribadi, patuhi adat istiadat.
f. Hubungan antar kelompok/interaksi sosial sangat erat.
g. Keluarga memiliki fungsi pengawasan sosial.
h. Keberadaan sarana dan prasarana sangat tidak memadai.
i. Desa/kawasan tersebut masih terisolasi dari desa/kawasan
lain.
j. Memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari “Kebutuhan
pangan” masih terpenuhi di desa itu sendiri.
2. Desa Swakarya
Desa swakarya adalah desa yang sedang dalam proses
pembangunan dengan tingkat kemajuan yang lebih tinggi dari desa
swadaya. Pada desa yang swakarya keberadaan adat-istiadat dalam
masyarakat mulai atau sedang mengalami peralihan atau transisi, pada
desa yang mandiri pengaruh luar mulai masuk, kemudian mengubah
cara berpikir desa.2
Desa Swakarya juga ditandai dengan keragaman pekerjaan
masyarakat, mata pencaharian masyarakat mulai berkembang tidak
hanya di wilayah utama tetapi juga di wilayah sekunder.
Selanjutnya perkembangan sarana dan prasarana desa juga mulai
dirasakan, dimana keberadaan sarana dan prasarana tersebut
menunjang produktivitas masyarakat desa dalam hal pekerjaan dan
kehidupan bermasyarakat. Desa Swakarya juga biasa dipahami sebagai
desa transisi atau peralihan dari desa mandiri menjadi desa mandiri.
Ciri-ciri Desa Swakarya sebagai berikut:
A. Tingkat pendidikan masyarakat mulai meningkat, kesadaran
akan pentingnya pendidikan mulai meningkat.

2
KUELMANTIA, A. (2023). ANALISIS STRATEGI PROGRAM PEMBANGUNAN DESA
DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI
MASYARAKAT (Studi Kasus Desa Sungai Pisau Kecamatan Ketungau Hulu Kabupaten
Sintang) (Doctoral dissertation, IKIP PGRI PONTIANAK).

7
B. Jumlah penduduk melebihi desa Swadaya dan penduduk mulai
berdatangan dari luar desa (pendatang).
C. Kebiasaan dan adat istiadat masih hidup tetapi tidak
sepenuhnya mengikat.
D. Adanya teknologi mulai dimanfaatkan dalam kehidupan atau
aktivitas sehari-hari.
E. Tingkat perekonomian mulai tumbuh secara bertahap menjadi
lebih baik.
F. Dirasakan sarana dan prasarana seperti jalan dapat menjadi
penghubung ke daerah lain dan membuka jalur ekonomi.
G. Desa Swadaya tidak lagi terisolasi seperti Desa Swakarya,
meskipun akses ke jantung perekonomian tidak sepenuhnya
mulus.
H. Kegiatan produksi masyarakat tidak lagi hanya melayani
kebutuhan pokok tetapi juga ke arah kebutuhan sekunder.
3. Desa Swasembada
Desa Swasembada sering dianggap sebagai label desa berkembang
atau desa maju. Dari segi makna, desa swasembada adalah desa yang
lebih maju dari desa mandiri dan tidak lagi terikat adat.3
Dalam desa Swasembada ini, masyarakatnya memiliki kemampuan
untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam atau
potensi lokal desa, terkait dengan kegiatan pembangunan lokal/daerah.
Masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan kesadaran yang tinggi
dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan atau meningkatkan
potensi desanya menjadi desa yang tumbuh, desa yang maju dan
mandiri.
Ciri-ciri Desa Swasembada adalah:
a. Desa swasembada memiliki jumlah penduduk yang relatif
besar, sehingga pemukiman mulai padat.
b. Masyarakat sudah tidak terikat lagi dengan dengan adat
istiadat, sudah fleksibel.

3
Prayitno, G. (2022). Perencanaan Desa Terpadu (Vol. 1). UB Media.

8
c. Dari segi lokasi, desa swasembada biasanya berada di ibu kota
kabupaten.
d. Memiliki pekerjaan umum yang memadai, peralatan dan
infrastruktur yang lengkap.
e. Masyarakat berpartisipasi secara aktif dan efektif.
f. Kesadaran dan minat masyarakat terhadap pembangunan dan
pengembangan desa berteknologi tinggi.
g. Masyarakat yang beragam; tingkat pendidikan dan latar
belakang (ada banyak komunitas imigran).
h. Kegiatan ekonomi masyarakat berkembang dengan berbagai
cara, baik produksi primer maupun produksi sekunder, tidak
hanya barang tetapi juga jasa.

Sistem Pemerintahan Desa dalam sistem pemerintahan Negara


Kesatuan Republik Indonesia, memiliki otonomi yang diakui dan
pemimpin yang melalui pemerintah dapat diberdayakan untuk
melaksanakan beberapa pekerjaan pemerintahan dengan baik. Dalam
pengertian dan Undang-Undang tentang desa adalah masyarakatnya
sendiri, yaitu masyarakat yang berpemerintahan sendiri. Dengan kesadaran
bahwa desa berhak mengatur dan mengatur kepentingan masyarakat sesuai
dengan kondisi setempat dan kondisi sosial budaya, maka status desa
otonom memang sangat strategis, sehingga ‘perlu diperhatikan’.

Karena otonomi desa yang kuat akan sangat mempengaruhi


pencapaian otonomi daerah. Dengan demikian, dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia diakui adanya otonomi dan
pemimpin melalui pemerintah dapat diberi wewenang untuk memberi
wewenang kepada pemerintah atau pemerintahan daerah untuk
menyelenggarakan sejumlah pemerintahan tertentu.

Secara hukum, desa memiliki kewenangan yang sama seperti yang


diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
yaitu:

9
 Melaksanakan pekerjaan pemerintahan yang ada berdasarkan hak asal
usul desa.
 Menyelenggarakan pekerjaan pemerintahan di wilayah kabupaten/kota
yang kegiatannya dilimpahkan kepada desa, khususnya pekerjaan
pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan
masyarakat.
 Pengelolaan bersama oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota.
 Pekerjaan pemerintah lainnya yang ditugaskan ke desa adalah
peraturan undang-undang.

Setelah mengetahui segala macam hal mengenai desa dan jenisnya,


mengulik kembali mengenai jenis desa, saat ini ada yang disebut sebagai
Desa Kreatif.

Desa kreatif sendiri merupakan sebuah kawasan terletak di wilayah


administratif desa/kelurahan, di mana masyarakatnya telah
mengembangkan produk unggulan. Jumlahnya bisa satu atau lebih dari 17
subsektor ekonomi kreatif sehingga memberikan nilai tambah dan manfaat
bagi pertumbuhan kesejahteraan desa. Ini mengacu kepada Keputusan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif nomor KM/107/KD.03/2021 tahun 2021 tentang
Panduan Pengembangan Desa Kreatif.

Berdasarkan tingkatan pengembangannya, desa kreatif dibagi


menjadi empat kategori, yaitu inisiatif, produktif, inovatif, dan
berkelanjutan. “Pembagian kategori ini berdasarkan beberapa indikator
yaitu produk, pemasaran, sumber daya manusia.4 Lalu pendampingan,
kolaborasi, kelembagaan, infrastruktur, teknologi digital dan finansial,”
kata Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif, Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Muhammad Neil El Himam seperti
dikutip dari website resmi Kemenparekraf.

4
Raharjo, T. W. (2021). Pengembangan Desa Wisata (Model Pengembangan
Kattasikung Di Jawa Timur). Jakad Media Publishing.

10
Tulang Bawang merupakan salah satu Kabupaten terbesar di
Provinsi Lampung dengan luas wilayah ± 4.385,84 Km², yang tersebar
dalam 15 wilayah Kecamatan, 4 Kelurahan dan 148 Kampung/desa.
Dengan jumlah penduduk pada 2019 mencapai 425.731 jiwa. Dengan
jumlah Kampung atau Desa itu, Pemerataan kehidupan di Tulang Bawang
bisa dibilang cukup baik namun tidak semua kecamatan. Potensi yang
dimiliki pun belum bisa tergali dengan maksimal. Hanya beberapa
kampung/desa saja yang mengetahui potensinya dan sadar akan hal itu
sehingga secara pelan – pelan mencoba membangun desa kreatifnya itu
sendiri. Maka dari itu diperlukan sebuah peraturan daerah yang mengatur
mengenai Desa Kreatif ini sebagaj acuan guna pembangunan yang lebih
baik lagi kedepannya. Karena luasnya Kabupaten Tulang Bawang ini
harus dimanfaatkan. Mengingat Kabupaten Tulang Bawang termasuk
tertinggal jauh dari Kabupaten/Kota yang lain bahkan Kabupaten yang
merupakan pemekarannya sehingga untuk menjawab hal tersebut
dibutuhkan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten mengenai Desa
Kreatif do Kabupaten Tulang Bawang.

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang
akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada
dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4
(empat) pokok masalah, yaitu sebagai berikut:

1. Permasalahan apa yang dihadapi Kabupaten aTulang Bawang


serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi?
2. Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah tersebut?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang
atau Rancangan Peraturan Daerah Tentang Desa Kreatif di
Kabupaten Tulang Bawang?

11
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan?

C. Tujuan dan Kegunaan


Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan
sebagai berikut:
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam pembentukan
Desa Kreatif di Kanupaten Tulang Bawang serta cara-cara
mengatasi permasalahan tersebut.
2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi
permasalahan dalam Pembentukan Desa Kreatif di Kabupaten
Tulang Bawang.
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah.
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.

Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah


sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.

D. Metodelogi Penulisan
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan penelitian, sehingga kegiatan penelitian dimaksud dilakukan
dengan menggunakan metode penelitian tertentu yang berbasis pada
metode penelitian hokum.

12
1. Metode Pendekatan Yuridis Normatif
Metode pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi
pustaka yang Menelaah (terutama) data sekunder yang berupa
Peraturan Perundang- undangan, Dokumen hukum lainnya, hasil
penelitian, hasil pengkajian, ataureferensi lainnya. Metode yuridis
normatif ini juga dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus
Group discussion), dan rapat dengar pendapat dengan langkah-
langkah strategis Yang dilakukan meliputi:
a. Menganalisis berbagai peraturan.
b. Melakukan tinjauan akademis melalui diskusi dan
melaksanakan pertemuanpertemuan untuk mendapatkan
masukan dari masyarakat dan pejabat terkait.
c. Merumuskan dan mengkaji persoalan krusial dalam
penyusunan Raperda.
d. Sehingga memperoleh kesepahaman diantara
kepentingannya terkait.

Megamalls informasi dan aspirasi yang berkembang dari berbagai


instansi/ lembaga terkait dan tokoh- tokoh masyarakat (tinjauan teknis),
dan seluruh pihak yang berkepentingan dengan Penyelenggaraan Desa
Kreatif Merumuskan dan menyusun dalam bentuk deskriptif. Analisis
serta menuangkannya dalam Naskah Akademis Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Desa Kreatif Kabupaten Tulang Bawang.

1) Jenis dan Sumber Data


Sebagaimana dikemukakan bahwa pendekatan penelitian ini adalah
yuridisNormatif maka data utama yang digunakan adalah data
sekunder. Data Sekunder yaitu data digunakan untuk mendukung
dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah
penelitian. Menurut Soerjono Soekanto (1986) data sekunder
digunakan dalam penelitian meliputi tiga bahan hukum, yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

13
Bahan hukum primer ialah bahan hukum yang menjadi
dasar pedoman Penelitian. Adapun yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).

b. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan
mengenai bahan Hukum primer. Adapun yang digunakan
dalam penelitian iniadalah jurnal, Literatur, buku, internet,
laporan penelitian dan sebagainya berkaitan
Penyelenggaraan Desa Kreatif di bidang pariwisata.

c. Bahan Hukum Tersier


Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan
petunjuk maupun Penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder (Soerjono Soekanto,1986:52). Bahan hukum
tersier seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus
Hukum, dan Ensiklope

2) Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui 3
(tiga)cara Sebagai berikut:
a. Studi kepustakaan

14
Studi kepustakaan yaitu suatu bentuk pengumpulan data
dengan cara Membaca buku literatur, hasil penelitian
terdahulu, dan membaca Dokumen, peraturan perundang-
undangan, Peraturan Daerah yang berkaitan dengan obyek
penelitian

3) Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan proses mengumpulkan dan mengolah data
kedalam Pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dengan
analisis data akan Menguraikan dan memecahkan masalah yang
diteliti berdasarkan data yang diperoleh. Dalam penelitian ini
digunakan teknik analisis kualitatif. Model Analisis kualitatif
digunakan model analisis interaktif, yaitu model analisis yang
Memerlukan tiga komponen berupa reduksi data, sajian data, serta
penarikan kesimpulan/verifikasi dengan menggunakan proses
siklus (H.B. Sutopo, 1998:4. Dalam menggunakan analisis
kualitatif, maka interprestasi terhadap apa yang Ditentukan dan
merumuskan kesimpulan akhir digunakan logika atau penalaran
Sistematik.

15
BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis,


asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan
ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu Undang-Undang,
Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten /Kota.

Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab berikut:

a. Kajian Teoritis
Kajian teoritis adalah Kajian untuk mengidentifikasiteori teori
hukum umum maupun khusus konsep-konsep hukum, asas-asas hukum,
aturan hukum, norma hukum dan lain-lain yang akan digunakan sebagai
landasan untuk membahas masalah penelitian. Dalam penelitian ini
diuraikan secara ringkas landasan teoritis yang digunakan untuk
membahas masalah penelitian, dan dapat mengidentifikasikan asas- asas
hukum, teori-teori hukum serta konsep hukum yang digunakan untuk
membahas masalah penyusunan Raperda Tentang Desa Kreatif di
Kabupaten Tulang Bawang.5

Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang


berdaulat. Negara Indonesia adalah negara hukum yang dimana terdapat
supremasi hukum yang bersumber dari nilai – nilai moral yang merupakan
kebiasaan kemasyrakatan yang dipercaya secara turun menurun di
masyarakat. Berlakunya supremasi hukum guna memastikan
keseimbangan antara kebenaran dan keadilan tetap terjaga, dan tidak ada

5
BAB, I. Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah: 1.
Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan profesional yang dapat menerapkan.

16
satupun perbuatan yang melanggar sehingga dua aspek pokok penunjang
kesejahteraan itu tidak terancam.

Hukum di Indonesia sendiri bersifat dinamis. Dimana hukum itu


ada dan terus berubah mengikuti perkembangan dalam masyarakat. Karena
pada hakikatnya hukum sendiri merupakan hasil dari interaksi sosial
antara masyarakat dalam lingkungannya, terciptanya hukum guna
mencapai tujuan – tujuan masyarakat serta dalam memenuhi kebutuhan –
kebutuhan baik individu maupun kelompok. Philipus M. Hadjon
mengatakan bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan
atas Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga
masyarakatnya. Hukum yang berlaku sejatinya bukan hanya harus
bersumber dari pusat saja, namun juga aspek – aspek terkecil dalam
kehidupan kemasyarakatan.

Keberagaman yang dimiliki Indonesia menyebabkan perlunya


hukum disetiap sendi kehidupan. Entah itu hukum positif ataupun yang
bersifat publik. Kehidupan masyarakat kita terbagi atas beberapa lapisan
pemerintahan. Mulai dari yang paling kecil yaitu lingkup desa hingga yang
paling luas yaitu pusat/negara. Kabupaten/kota merupakan lapisan
setingkat diatas desa yang melingkupi keseluruhan kecamatan yang terdiri
dari gabungan berbagai desa. Peraturan yang tercipta untuk mengatur
tatanan kemasyarakatan itu salah satu contohnya adalah yang akan dibahas
dalam naskah ini yaitu mengenai Desa Kreatif di Kabupaten Tulang
Bawang. Melihat bagaimana diperlukannya pengaturan terkait desa kreatif
di Kabupaten Tulang Bawang menjadi landasan terciptanya Peraturan ini.
Mempertimbangkan keadaan potensi wilayah yang dimiliki membuat
diperlukannya suatu peraturan yang mengikat guna memajukan
pembangunan.

17
b. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan
Norma
Berdasarkan sumber buku Ilmu Perundang-undangan oleh Maria
Farida Indrati, peraturan daerah adalah peraturan yang dibuat oleh kepala
daerah provinsi maupun Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun Kabupaten/Kota,
dalam ranah pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi
legalitas perjalanan eksekusi pemerintah daerah. Peraturan Daerah ini
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota).6

Dalam buku Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala


Daerah Secara Langsung oleh Rozali Abdullah, tujuan utama peraturan
daerah untuk memberdayakan masyarakat dan mewujudkan kemandirian
daerah. Peraturan daerah dibentuk dengan dasar asas pembentukan
perundang-undangan pada umumnya antara lain:
 Kepada kepentingan rakyat Memihak
 Menjunjung tinggi hak asasi manusia
 Berwawasan lingkungan dan budaya

Asas – Asas Peraturan Daerah yaitu sebagai berikut:

Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas


pembentukan Peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan


perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap
jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat pembentuk Peraturan Perundang-undangan
yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum
bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang

6
Indrati, M. F. (2007). Ilmu perundang-undangan: jenis, fungsi dan materi muata.

18
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-
benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis
peraturan perundang-undangan.
4. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan
perundangundangan harus memperhatikan efektifitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur Kehidupan
bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas
dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
proses pembuatan Peraturan perundang-undangan.

Tujuan dari dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah, yaitu:

Tujuan umum Diklat Perancangan Peraturan Daerah ini adalah


berkontribusi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (Perda) secara
terencana, terpadu, dan sistematis, serta berkontribusi untuk peningkatan kapasitas
stakeholder terkait dalam penyusunan peraturan daerah (Perda) yang berorientasi
pembangunan berkesinambungan. Tujuan khusus Diklat Perancangan Peraturan
Daerah ini adalah:

19
1. Menyamakan pemahaman tentang proses, metode, dan teknik
pembentukan peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
2. Meningkatkan kapasitas stakeholder dan atau perancang peraturan
perundang-undangan (legal drafter) yang memiliki pengetahuan, dan
keterampilan dalam perancangan perundang-undangan.
3. Meningkatkan kualitas stakeholder dan atau perancang peraturan
perundang-undangan (legal drafter) agar mampu menghasilkan produk
peraturan perundang-undangan yang kualitatif, aspiratif, dan responsif.
4. Menunjang terciptanya tertib hukum nasional dalam kehidupan bernegara,
berbangsa dan bermasyarakat.

Adapun fungsi Peraturan Daerah antara lain:

1. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan


tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan UU
tentang Pemerintahan Daerah.
2. Merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada
ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian
Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
3. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur
aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam
koridor NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
4. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.

Materi Muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam


rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan
menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:

20
1. Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut.
Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan
persetujuan bersama Gubernur
2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota
tersebut

Pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut


merupakan pelaksanaan perintah Pasal 22 A Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembentukan Undang-Undang
ini didasarkan pada pemikiran bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bernegara harus didasarkan pada sistem hukum nasional.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah dasar hukum bagi
pembentukan peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun
daerah.

Desa Kreatif sendiri adalah sebuah konsep yang menekankan pada


kemampuan masyarakat desa dalam menciptakan inovasi dan solusi
terhadap masalah-masalah yang dihadapi Energi & Diferensiasi dari spirit
ekonomi kreatif masyarakat desa inilah, saya harapkan mampu desa
kreatif ke depan akan mampu melahirkan inovasi & produk kreatif
berkelanjutan untuk membuka lapangan kerja seluas- luasnya bagi
masyarakat desa.7

Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang memiliki


hampir 22% luas wilayah Provinsi Lampung dan memiliki dua daerah
Pemekaran yaitu, Tulang Bawang Barat dan Mesuji. Setelah dilakukan
pemekaran pun, Kabupaten Tulang Bawang masih sangatlah luas dengan
potensi alam yang dimiliki. Mayoritas mata pencaharian penduduk Tulang
Bawang adalah Penyadap Karet, Penanam singkong dan Petani udang. Di

7
Wijatno, S. (2009). Pengantar entrepreneurship. Grasindo.

21
beberapa sektor juga ada daerah wisata yang dikembangkan, bahkan sektor
industri pun sudah mulai bermunculan di Kabupaten ini. Adanya hal ini
menunjukkan perlunya peningkatan daerah terutama dibagian ekonomi
dan juga pariwisata yang mana dapat dimulai dari desa itu sendiri.
Pembangunan Desa Kreatif diharapkan mampu memberikan dampak
bukan hanya bagi daerah namun juga negara.

c. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada,


Serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat
Kabupaten Tulang Bawang yang merupakan salah satu pusat
perekonomian dengan penduduk yang padat menyebabkan pentingnya
pemerataan pembangunan dan pendayagunaan kampung atau desa yang
ada supaya lebih maju lagi. Dibeberapa sektor yang perlu diperhatikan
adalah infrastruktur yang masih dibilang kurang atau jauh dari kata
sempurna. Misalnya beberapa akses menuju kecamatan Rawajitu sangatlah
luar biasa buruknya padahal meninjau dari majunya teknologi sekarang
seharusnya bisa lebih dimajukan lagi dari sebelumnya. Namun sayangnya
karena kurangnya kesepahaman antara kedua elemen yaitu, pemerintah
dan juga masyarakat menyebabkan pembangunan tidak berjalan mulus
hingga saat ini. Kondisi seperti ini yang akhirmya menjadi penghalan dari
bagaimana suatu daerah itu bisa maju.8

Maka dengan adanya Peraturan Daerah terkait Desa Kreatif ini,


Pemerintah mengharapkan adanya sinergi baik antada kedua elemen
tersebut. Domain yang akan dicapai dengan adamya Peraturan Daerah
mengenai Desa Kreatif adalah sebagai berikut:

1. Mampu membangun perekonomian yang besar dalam hal


ini diberbagai sektor terutama sektor pariwisata yang lebih
jauhnya dapat membantu membangkitkam geliat
masyarakat di bidang tersebut.

8
Suleman, A. R., Revida, E., Soetijono, I. K., Siregar, R. T., Syofyan, S., Hasibuan, A. F.
H., ... & Syafii, A. (2020). BUMDES Menuju Optimalisasi Ekonomi Desa. Yayasan Kita
Menulis.

22
2. Mengoptimalkan ruanng lingkungan yang ada di
Kabupaten Tulang Bawang agar digunakan dengan
maksimal.
3. Membuka lapangan pekerjaan baru bagi para masyarakat
sekitar.
4. Membantu memberikan branding terhadap Desa nya agar
semakin baik dan mampu menjadi contoh bagi desa – desa
lainnya.

Dengan keadaan Tulang Bawang yang masih jauh dari kata


maksimal dalam pemanfaatan alamnya membuat Peraturan mengenai Desa
Kreatif ini merupakan solusi yang memang jelas – jelas dibutuhkan oleh
kita semua. Terlepas dari penggunaan/pengeksploitasian alam, adanya
Desa Kreatif ini juga mampu membangun Usaha Menengah, Kecil dan
Mikro (UMKM) masyarakat di Tulang Bawang. Hal inilah yang memang
saat ini masih jauh dari pencapaian yang diharapkan sehingga dengan
kondisi saat ini yang masih jauh ini memungkinkan pengimplementasian
Peraturan Daerah Tentang Desa Kreatif ini mampu diterima masyarakat.
Walaupun dalam praktiknya, pengimplementasian suatu Peraturan ataupun
Undang – Undang itu tidak akan mudah tetapi dengan apa yang kita yakini
diharapkan juga dengan teknologi yang sudah cukup masif mampu
membuat para Masyarakat tersebut teredukasi dengan baik.

d. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur


Dalam Undang-Undang Atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek
kehidupan Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban
keuangan Negara.

1. Implikasi Sosial

Kehidupan sosial masyarakat yang terorganisir dengan adanya


interaksi sosial ini memberikan pengaruh pola hidup yang beragam di

23
setiap lini masyarakat. Kearifan lokal dari sistem pemerintahan terkecil
yaitu Desa/Kampung pun memikiki ciri yang juga khas. Desa Kreatif
merupakan konsep yang menekankan pada kemampuan masyarakat desa
dalam menciptakan inovasi dan solusi terhadap masalah-masalah yang
dihadapi. Pembentukan Desa Kreatif ini selain memajukan di sektor
ekonomi tetapi juga mampu meningkatkan interaksi dari setiap lapisan
masyarakat yang ada dibdaerah tersebut.9 Misalnya di Desa A sedang
dicoba untuk dijadikan Desa Kreatif. Maka baik para warga
masyarakatnya, aparat desa/kampungnya dan juga pemerintah daerah akan
bahu membahu membentuk desa tersebut dari segala bidang yang mereka
sanggupi dan mampu. Masyarakat bisa membangun lokasi – lokasi yang
mereka yakini mampu menarik minat khalayak apabila ditonjolkan sebagai
aksen dalam program desa kreatif tersebut. Aparat Desa/Kampung
membantu memperlancar penyaluran dana dari pemerintah daerah yang
mana akan membantu pengembangan lokasi tersebut, kemudian yang
terakhir adalah Pemerintah Daerah sebagai pembuat peraturan ini bertugas
memberikan bantuan dana dan juga bantuan – bantuan lain yangvsekiranya
diperlukan. Tetapi bukan hanya bantuan materil tetapi juga ada
monitoring. Monitoring dilakukan bukan hanya sekedar untuk mengecek
tetapi juga memberikan kritik dan saran. Apa saja yang harus ditambah
dan dikembangkan lagi dari pembangunan yang ada sehingga komunikasi
yang baik dan saling bersinergi ini bisa terus dikembangkan.

2. Implikasi Politik

Politik merupakan cara orang yang hidup berkelompok membuat


keputusan. Maka dari itu, politik juga bisa disebut sebuah kesepakatan
antar manusia sehingga mereka bisa hidup bersama dalam kelompok
seperti suku, kota, atau negara. Desa Kreatif merupakan suatu cara atau
konsep yang ingin dibangun pemerintah daerah kepada desa agar desa
tersebut mampu bersaing dengan kota yang maju segalanya dari mereka.
9
Wahyunianto, S. (2020). Menuju Sekolah Berkarakter Berbasis Budaya. Deepublish.

24
Adanya Rancangan Peraturan Daerah ini diniatkan bukan hanya
membantu dari segi ekonomi dan pariwisata tetapi juga menguji ketaatan
masyarakat desa itu sendiri. Tanpa menjelekkan ataupun meragukan
kualitas dari setiap lapisan masyarakat itu, Pemerintah daerah
menginginkan kontribusi lebih. Pemerintah ingin melihat apakah dengan
adanya Peraturan Daerah mengenai Desa Kreatif ini akan memunculkan
kreativitas masyarakat desa itu.

3. Implikasi Ekonomi

Geliat ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang sendiri bisa


dikatakan sudah sangat baik terutama dibeberapa kecamatan. Namun di
sebagian kecamatan lain masih sangatlah tertinggal. Keberlangsungan
kegiatan ekonomi yang terkesan monoton ini bisa sedikit diberi warna.
Mendukung kegiatan UMKM merupakan salah satu hal yang ingin dibantu
dari adanya program Desa Kreatif ini. Seperti sudah disinggung di atas,
UMKM di Tulang Bawang masih sangatlah sedikit. Kurang mampunya
membangun potensi desa inilah yang menyebabkan perlunya pemahaman
terkait Desa Kreatif. Pemahaman terkait potensi apa saja dan peluang apa
yang mereka bisa raih dari adanya potensi tersebut. Maka dari itu
diharapkan dengan adanya pembentukan Desa Kreatif ini membantu
membuka kehidupan ekonomi yang lebih baik lagi.10

4. Implikasi terhadap Beban Keuangan Negara

Beban keuangan negara kita saat ini sudah jelas sangatlah terlebih
lagi tingginya kebutuhan. Pada awalnya semua itu tercukupi dengan benar
namun semakin tua nya usia negara ini dan bagaimana birokrasi itu
berganti menyebabkan terkuaknya berbagai kisah pilu didalamnya.
Bagaimana dana yang harusnya teralokasikan dengan baik tetapi malah
masuk ke kantong irang – orang yang tidak sedikitpun berhak atas hal itu.
Setiap pembuatan Peraturan itu sudah jelas – jelas blak – blakan soal dana.

10
Wahid, K. A. (2010). Membaca Sejarah Nusantara. LKIS Pelangi Aksara.

25
Pemerintah berani menggelontorkan dana hanya untuk membuat satu
peraturan saja, entah itu peraturan daerah atau pusat. Desa Kreatif ini
mungkin akan mengalami hal yang sama. Karena mengingat kita akan
merombak Desa dengan sentuhan yang lebih baru dan segar.
Pengalokasian dana diperlukan selain untuk pembentukannya tetapi juga
output dari Peraturan itu sendiri. Perlunya peningkatan pemahaman lebih
untuk masyarakat yang jelas – jelas di setiap desa memiliki kesulitan
tempuh lokasinya masing – masing yang tentunya tidak hanya melihat
ukuran dari daerah lain. Mengingat bagaimana program ini akan berjalan,
tentunya diperlukan juga dana setidaknya sedikit untuk membantu setiap
desa tersebut. Meskipun tidak semua, setidaknya ada bukti untuk
memberikan rasa yakin terhadap keseriusan Peraturan Daerah itu.

26
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


TERKAIT

Pada bab ini akan diuraikan evaluasi dan analisis beberapa


peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang tentang Desa
Kreatif.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan mengatur dengan jelas mengenai materi
muatan Peraturan Daerah dalam Pasal 14 yaitu : ”materi muatan Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”.11
Melalui asas desentralisasi daerah, DPRD dan pemerintah daerah
setempat mempunyai kewenangan yang luas dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, dari sisi praksis kerap terjadi penerapan
kewenangan yang tidak selaras dengan Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi atupun dengan peraturan Perundang-undangan yang
sama. Oleh karena itu, DPRD dan Kepala Daerah dalam membentuk
Peraturan Daerah harus selalu memperhatikan asas pembentukan dan asas
materi muatan Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan Peraturan
Daerah dalam hal ini materinya jelas dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi kedudukannya, yakni :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang

11
Indonesia, R. (2011). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun.

27
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan penyusunan
Peraturan Daerah ialah sebagai berikut :
b. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, “pemerintahan daerah berhak
menetapkan Peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan”.
c. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Pasal 65 ayat (2) huruf a dan b, Pasal 154 ayat (1) huruf
a, dan Pasal 236 ayat (1) sampai dengan ayat (4).
1. Pasal 65 ayat (2) huruf a dan b berbunyi: ”Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepala daerah berwenang:
a. Mengajukan rancangan Perda.
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD.
2. Pasal 154 ayat (1) huruf a berbunyi: ”DPRD kabupaten/kota
mempunyai tugas dan wewenang:
a. Membentuk Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali
kota”
3. Pasal 236 berbunyi :
(1) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas
Pembantuan, Daerah membentuk Perda.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah.
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
materi muatan:
a. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas
Pembantuan; dan

28
b. Penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
(4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain peraturan perundang-undangan di atas, berikut akan


dipaparkan secara singkat beberapa peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan usaha pariwisata.

A. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Tujuan dasar dari pembangunan pariwisata ialah untuk


kesejahteraan masyarakat dan daerah. Oleh karena itu, perlu diadakannya
riset terkait penyelenggaraan dan pengembangan kepariwisataan ataupun
bentuk usaha sejenis di bidang pariwisata. Landasan filosofis Peda ini
berfungsi sebagai pengaturan terhadap penyelenggaraan usaha pariwisata
untuk mendukung pariwisata di Kabupaten Tulang Bawang agar lebih
berkembang melalui Desa Kreatif agar dapat mengangkat serta melindungi
nilai-nilai budaya, agama serta kreativitas tanpa batas sesuai dengan norma
dan karakteristik Kabupaten Tulang Bawang.12

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang


Kepariwisataan, Pasal 1 Angka 3 Pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dimaknai bahwa
Pariwisata merupakan kegiatan yang meliputi perjalanan ataupun
kunjungan yang didalamnya ada nilai-nilai budaya dengan menggunakan
sejumlah biaya.

Dengan demikian, terselenggaranya pariwisata yang baik harus


didukung oleh berbagai fasilias serta layanan baik yang disediakan oleh

12
Simbolon, A. K. (2018). Analisis Modal Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat Lokal
(Studi pada Wisata Petik Jeruk di Dusun Borogragal, Desa Donowarih, Kecamatan
Karangploso, Kabupaten Malang). CAKRAWALA, 12(1), 85-96.

29
pengusaha, Pemerintah, Pemerintah Daerah, bahkan masyarakat setempat
itu sendiri. Melalui keterlibatan secara aktif antara pengusaha, pemerintah
pusat dan/atau pemerintah daerah, dan masyarakat setempat akan terjalin
hubungan yang jelas mengenai tugas, peran, hak, serta kewajiban masing-
masing pihak.

Sehingga, peraturan daerah yang mengatur mengenai usaha


pariwisata di daerah tidak hanya berorientasi pada pemberian layanan
kepada pengusaha melalui sistem perizinan ataupun administratif yang
dilakukan dari kegiatan pariwisata tersebut.

Telah jelas termaktib di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10


Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengenai tujuan dari kepariwisataan
itu sendiri yang berbunyi :

“Kepariwisataan bertujuan untuk:

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;

c. menghapus kemiskinan;

d. mengatasi pengangguran;

e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;

f. memajukan kebudayaan;

g. mengangkat citra bangsa;

h. memupuk rasa cinta tanah air;

i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan

j. mempererat persahabatan antarbangsa.

Melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang


Kepariwisataan, Pasal 14, 15, 16 dan 17 juga telah diatur secara eksplisit
Terkait keberadaan usaha pariwisata.

30
Berdasarkan Pasal 14, ada 13 bentuk usaha pariwisata yakni :

a. daya tarik wisata;

b. kawasan pariwisata;

c. jasa transportasi wisata;

d. jasa perjalanan wisata;

e. jasa makanan dan minuman;

f. penyediaan akomodasi;

g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;

h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan


pameran;

Pasal 15 berisi :

(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan
usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16 berisi :

Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau


kembali pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan
ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Pasal 17 berisi :

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan


melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang
usaha pariwisata dengan cara:

a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro,


kecil, menengah, dan koperasi; dan

31
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
dengan usaha skala besar.

B. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 18


Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata
Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2016 tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata merupakan peraturan yang
mengatur tentang kewajiban pendaftaran bagi pengusaha pariwisata di
Indonesia.13 Beberapa poin penting dalam peraturan ini antara lain:

1. Jenis usaha pariwisata yang wajib didaftarkan, yaitu


akomodasi, restoran, agen perjalanan, operator kapal,
penyedia jasa transportasi, penyelenggara wisata, dan
tempat wisata.

2. Prosedur pendaftaran usaha pariwisata, yang mencakup


pengisian formulir pendaftaran, pengumpulan dokumen
pendukung, dan pembayaran biaya pendaftaran.

3. Pengawasan dan tindakan penegakan hukum terhadap


pengusaha pariwisata yang tidak melakukan
pendaftaran atau melanggar ketentuan yang diatur
dalam peraturan ini.

Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 18 Tahun


2016 ini penting untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata di
Indonesia. Dengan adanya pendaftaran usaha pariwisata yang teratur
dan termonitor, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan
keamanan bagi wisatawan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui sektor pariwisata yang lebih terorganisir dan profesional.

13
Menteri Pariwisata, R. I. (2016). Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata.

32
BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS, LANDASAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis adalah pertimbangan atau alasan perlunya penyusunan


Raperda Kabupaten Tulang Bawang Barat tentang pembentukan Peraturan
Desa dengan memperhatikan pandangan hidup dan kesadaran serta cita
hukum yang bersumber pada Pancasila dan pembukaan UUD NRI tahun
1945 serta batang tubuh UUD NRI tahun 1945. Pembentukan suatu
Peraturan Daerah harus didasarkan pada pemikiran bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan
(machstaat). Sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD NRI tahun
1945, kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD.14 Selanjutnya menurut ketentuan pasal 1 ayat (3) UUD NRI tahun
1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum,
segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan termasuk pemerintah harus berdasarkan atas hukum yang
sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan
hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling
menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan
mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI tahun
1945.

Landasan filosofis raperda desa kreatif yang dibentuk dengan nilai-nilai


Pancasila mencakup nilai-nilai sebagai berikut:

14
Mukhlis, M. Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Metro tentang
Inovasi Daerah.

33
1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Nilai ini menunjukkan bahwa desa
kreatif harus mempertimbangkan nilai-nilai agama dan moral
dalam pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Nilai ini menunjukkan
bahwa desa kreatif harus mengutamakan kesejahteraan
masyarakat dan memperhatikan hak asasi manusia dalam
pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif.
3. Persatuan Indonesia: Nilai ini menunjukkan bahwa desa kreatif
harus memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam
pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan: Nilai ini menunjukkan bahwa
desa kreatif harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaan program desa kreatif.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Nilai ini
menunjukkan bahwa desa kreatif harus memperhatikan
kesetaraan dan keadilan sosial dalam pengembangan produk-
produk kreatif dan inovatif.

Dengan mengacu pada nilai-nilai Pancasila tersebut, raperda desa kreatif


dapat dirumuskan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperhatikan
partisipasi masyarakat, memperhatikan keadilan sosial, dan
memperhatikan nilai-nilai agama dan moral dalam pengembangan produk-
produk kreatif dan inovatif.15 Raperda ini dapat mengatur berbagai hal
yang berkaitan dengan pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif,
pengelolaan sumber daya desa, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian
lingkungan dengan memperhatikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan
filosofis.

15
Subadi, T. (2007). Pendidikan kewarganegaraan. BP-FKIP UMS.

34
Landasan filosofis raperda desa kreatif yang dibentuk dengan pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 mencakup beberapa nilai dan prinsip dasar dalam
pengembangan desa kreatif, antara lain:

1. Kedaulatan rakyat: Pembukaan UUD NRI tahun 1945


menekankan bahwa kedaulatan negara ada pada rakyat,
sehingga desa kreatif harus dikembangkan dengan
memperhatikan partisipasi aktif dan peran serta masyarakat
dalam mengambil keputusan dan menjalankan program-
program desa kreatif.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Desa kreatif harus
mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan memperhatikan
hak asasi manusia dalam pengembangan produk-produk kreatif
dan inovatif.
3. Persatuan dan kesatuan bangsa: Pembukaan UUD NRI tahun
1945 menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa
dalam membangun negara yang maju dan sejahtera. Oleh
karena itu, desa kreatif harus memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa dalam pengembangan produk-produk kreatif
dan inovatif.
4. Keadilan sosial: Desa kreatif harus memperhatikan kesetaraan
dan keadilan sosial dalam pengembangan produk-produk
kreatif dan inovatif. Hal ini penting untuk mewujudkan
kehidupan yang adil dan makmur bagi seluruh masyarakat
desa.
5. Kesejahteraan bersama: Desa kreatif harus dikembangkan
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
bersama-sama. Hal ini dapat dicapai dengan memperkuat kerja
sama antarwarga dan membangun infrastruktur serta fasilitas
yang dapat mendukung pengembangan produk-produk kreatif
dan inovatif.

35
Dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip dasar yang tercantum dalam
pembukaan UUD NRI tahun 1945, raperda desa kreatif dapat dirumuskan
dengan tujuan untuk membangun desa yang mandiri, partisipatif, adil, dan
sejahtera secara bersama-sama. Raperda ini dapat mengatur berbagai hal
yang berkaitan dengan pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif,
pengelolaan sumber daya desa, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian
lingkungan dengan memperhatikan nilai dan prinsip dasar yang tercantum
dalam pembukaan UUD NRI tahun 1945 sebagai landasan filosofis.16

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis dalam membentuk Raperda mencakup beberapa


aspek, antara lain:

1. Struktur sosial: Struktur sosial desa, termasuk hubungan antarwarga,


lembaga sosial, dan organisasi masyarakat, harus diperhatikan dalam
pembentukan Raperda. Hal ini penting untuk memastikan keberhasilan
pelaksanaan Raperda di lapangan.
2. Perilaku sosial: Raperda harus mengakomodasi perilaku sosial
masyarakat desa, termasuk norma dan nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat desa. Hal ini akan membantu meningkatkan partisipasi dan
dukungan masyarakat dalam pelaksanaan Raperda.
3. Konteks sosial dan budaya: Raperda harus mengambil kenyataan
bahwa setiap desa memiliki konteks sosial dan budaya yang berbeda-
beda. Oleh karena itu, Raperda harus disesuaikan dengan konteks
sosial dan budaya masyarakat desa untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
4. Perubahan sosial: Raperda harus juga mempertimbangkan perubahan
sosial yang terjadi di masyarakat desa, termasuk perubahan dalam pola

16
Sugi Rahayu, U. D., & Fitriana, K. N. (2016). Pengembangan Community Based
Tourism Sebagai Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di Kabupaten Kulon
Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora, 21(1), 1-13.

36
pikir dan perilaku masyarakat desa. Hal ini dapat membantu Raperda
mengakomodasi dan merespon dinamika sosial yang terjadi.
5. Keberlanjutan sosial: Raperda harus dirancang dengan
mempertimbangkan keberlanjutan sosial dalam jangka panjang. Hal ini
mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan demikian,
Raperda dapat membantu membangun desa yang berkelanjutan dan
mandiri.

Dalam menyusun Raperda, landasan sosiologis harus diperhatikan dengan


baik agar Raperda dapat berjalan sesuai dengan harapan. Aspek-aspek
yang tercakup dalam landasan sosiologis akan membantu Raperda
mencapai tujuan yang diinginkan dengan mempertimbangkan keberadaan
dan kepentingan masyarakat desa secara lebih holistik.17

Fakta empiris masyarakat dalam konteks Raperda Desa Kreatif mencakup


kebutuhan hukum masyarakat dalam beberapa aspek, antara lain:

1. Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat: Raperda Desa Kreatif


dapat memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat,
termasuk hak atas tanah, air, dan sumber daya alam lainnya. Raperda
dapat membantu mengatur penggunaan dan pengelolaan sumber daya
tersebut secara adil dan berkelanjutan.
2. Pemberdayaan masyarakat: Raperda Desa Kreatif dapat memberikan
kekuatan hukum bagi upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini
mencakup upaya untuk mengembangkan potensi desa, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan mendorong partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan.
3. Pembangunan infrastruktur: Raperda Desa Kreatif dapat digunakan
untuk mengatur dan mengawasi pembangunan infrastruktur di desa,
seperti jalan, jembatan, dan sarana air bersih. Hal ini dapat membantu
meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
17
Pamungkas, B. (2013). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Pemerintah Daerah:
Konsep dan Praktek berdasar Peraturan Perundangan Jilid 1. Kesatuan Press.

37
4. Pengelolaan lingkungan: Raperda Desa Kreatif dapat membantu
mengatur pengelolaan lingkungan di desa, seperti pengelolaan sampah
dan pengendalian polusi. Hal ini dapat membantu menjaga kelestarian
lingkungan dan kesehatan masyarakat desa.

5. Penyelesaian sengketa: Raperda Desa Kreatif dapat digunakan sebagai


alat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara warga desa.
Hal ini dapat membantu mencegah konflik yang berkepanjangan dan
memperkuat hubungan sosial di antara masyarakat desa.

Dengan memperhatikan fakta empiris masyarakat, Raperda Desa Kreatif


dapat dirancang dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Raperda dapat menjadi alat yang efektif dalam meningkatkan
kualitas hidup masyarakat desa dan menciptakan lingkungan yang lebih
adil dan berkelanjutan.18

C. Landasan Yuridis

Landasan yuridis dalam pembentukan Raperda Desa Kreatif untuk


mengatasi permasalahan hukum mencakup beberapa hal, antara lain:

1. Konstitusi: Raperda Desa Kreatif harus memperhatikan dan mengacu


pada ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi Indonesia, terutama
mengenai otonomi daerah, hak asasi manusia, dan keadilan sosial.
2. Undang-Undang: Raperda Desa Kreatif harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
3. Keadilan: Raperda Desa Kreatif harus menjunjung tinggi prinsip
keadilan, baik dalam hal pembagian sumber daya, pengaturan
hubungan sosial, maupun penyelesaian sengketa.
18
Dwiyanto, A. (2021). Reformasi birokrasi publik di Indonesia. UGM PRESS.

38
4. Legalitas: Raperda Desa Kreatif harus memiliki dasar hukum yang
kuat dan sah, sehingga segala tindakan dan keputusan yang diambil
berada dalam koridor hukum yang berlaku.
5. Partisipasi masyarakat: Raperda Desa Kreatif harus memperhatikan
partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan dan pelaksanaan
peraturan tersebut, sehingga lebih memperkuat legitimasi dan
akuntabilitas peraturan tersebut.

Dengan memperhatikan landasan yuridis tersebut, Raperda Desa Kreatif


dapat dibentuk dengan memperhatikan aspek-aspek yang penting dalam
penyelesaian permasalahan hukum di tingkat desa. Hal ini akan membantu
menciptakan lingkungan hukum yang sehat dan kondusif bagi
pembangunan desa yang lebih baik dan berkelanjutan.19

Undang-undang yang dapat mendukung Raperda Desa Kreatif di


Kabupaten Tulang Bawang Barat antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Undang-undang


ini memberikan landasan hukum bagi pembangunan desa yang
berkelanjutan, termasuk pembangunan desa kreatif. Di dalamnya juga
terdapat ketentuan tentang pembentukan peraturan desa sebagai bentuk
otonomi desa.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah:
Undang-undang ini mengatur tentang pembentukan peraturan daerah
sebagai salah satu kewenangan pemerintah daerah. Raperda Desa
Kreatif dapat dijadikan sebagai salah satu peraturan daerah yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah:
Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pemerintah
daerah untuk melakukan pembangunan desa, termasuk pengembangan
desa kreatif.
19
Marit, E. L., Revida, E., Zaman, N., Nurjaya, M., Werimon, S., Rahmadana, M. F., ... &
Yendrianof, D. (2021). Pengantar Otonomi Daerah dan Desa. Yayasan Kita Menulis.

39
Selain undang-undang di atas, terdapat juga beberapa peraturan pemerintah yang
dapat mendukung pembentukan Raperda Desa Kreatif di Tulang Bawang Barat,
antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Desa dan
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 17 Tahun 2020 tentang Desa Kreatif. Peraturan daerah yang berkaitan
dengan pengembangan desa kreatif juga dapat dijadikan acuan dalam menyusun
Raperda Desa Kreatif di Tulang Bawang Barat.20

20
Bawono, I. R. (2019). Optimalisasi potensi desa di Indonesia. Gramedia Widiasarana
Indonesia.

40
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU
PERATURAN DAERAH

A. Jangkauan dan Arah Peraturan

Peraturan daerah ini harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan desa kreatif
dan kebutuhan pasar untuk menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0.
Peraturan daerah ini dimaksudkan untuk mencapai kepastian hukum terhadap
menajemen tata kelola objek wisata, optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM agar
menjadi objek wisata yang menarik, memberikan perlindungan dan kepastian hukum
terhadap pemerintah desa terhadap pemanfaatan lahan serta pengaturan bantuan
untuk desa-desa wisata yang sudah ada.21

Pada konteks pengembangan Desa Kreatif, pihak akademisi memiliki peran dalam
memberikan konsep dan teori yang relevan dalam pengembangan Desa Kreatif
berdasarkan studi yang telah dilakukan. Pelaku usaha memberikan masukan
mengenai tren dan kebutuhan pasar agar produk yang dihasilkan dapat memberikan
nilai tambah dan dibutuhkan konsumen. Masyarakat lokal atau dalam hal ini
Kelompok Kreatif merupakan eksekutor dan inisiator di tingkat lokal dimana konsep
Desa Kreatif diimplementasikan.

Pihak pemerintah sebagai regulator memberikan kebijakan dan peraturan yang


mengakselerasi dan mendorong penciptaan Desa Kreatif di berbagai wilayah di
Indonesia. Terakhir, pihak media membantu mempromosikan dan mempublikasikan
kegiatan dan destinasi wisata kreatif agar menarik wisatawan untuk berkunjung.

B. Ketentuan Umum

Secara umum dapat dipahami pada ketentuan umum pada suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan merupakan satu kesatuan yang berisi :

1. Batas pengertian atau definisi;


2. Singkatan atau akronim yang digunakan dalam Peraturan Daerah;

21
Fonna, N. (2019). Pengembangan revolusi industri 4.0 dalam berbagai bidang.
Guepedia.

41
3. Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya antara
lain ketentuan yang tercermin asas, maksud dan tujuan. 22
Adapun dalam Peraturan Daerah ini ada beberapa ketentuan umum, yang antara lain
diatur sebagai berikut :

1. Daerah adalah Kabupaten Tulang Bawang


2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Tulang Bawang
4. Desa kreatif adalah sebuah kawasan yang terletak di wilayah administratif desa /
kelurahan yang masyarakatnya telah mengembangkan produk unggulan di satu
atau lebih dari 17 subsektor ekonomi kreatif yang memberikan nilai tambah dan
manfaat bagi pertumbuhan ekonomi desa.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memetakan 17 subsektor yang


termasuk dalam lingkup ekonomi kreatif yaitu;
1) Arsitektur,
2) Desain Interior,
3) Pengembang Permainan,
4) Musik,
5) Seni Rupa,
6) Desain Produk,
7) Fashion,
8) Kuliner,
9) Film, Animasi dan Video,
10) Fotografi,
11) Desain Komunikasi Visual,
12) Televisi dan Radio,
13) Kriya,
14) Periklanan,
15) Seni Pertunjukan,
16) Penerbitan,
17) Aplikasi.
C. Materi Muatan Peraturan Daerah

22
Peleng, D. O. (2016). Peraturan Daerah Sebagai Landasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Lex Et Societatis, 4(3).

42
Materi muatan Peraturan Daerah tentang Desa Kreatif berisi aturan atau norma, baik
berupa norma kewenangan maupun norma perilaku. Norma kewenangan merupakan
aturan yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang
(Kepala Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk melakukan kegiatan yang
meliputi perencanaan, perizinan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan
pembangunan Desa Kreatif di Kabupaten Tulang Bawang. Sedangkan norma
perilaku merupakan aturan yang berisi perintah, larangan, dispensasi dan izin dalam
pembangunan Desa Kreatif. Sistematika muatan materi Peraturan Daerah tentang
Desa Kreatif adalah sebagai berikut :

BAB I : Ketentuan Umum


BAB II : Maksud dan Tujuan
BAB III : Perencanaan Pembangunan Desa Kreatif
BAB IV : Pelaksanaan Penyelenggaraan Desa Kreatif
BAB V : Penyediaan Desa Kreatif
Bab VI : Pengendalian dan Pengawasan
BAB VII : Sanksi Administratif
BAB VIII : Ketentuan Pidana
BAB IX : Penyidikan
BAB X : Ketentuan Peralihan
BAB XI : Ketentuan Penutup

43
BAB VI

PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, maka Peraturan
Daerah mengenai Desa Kreatif adalah sebagai berikut:
1. Mampu membangun perekonomian yang besar dalam hal ini diberbagai
sektor terutama sektor pariwisata yang lebih jauhnya dapat membantu
membangkitkam geliat masyarakat di bidang tersebut.
2. Mengoptimalkan ruanng lingkungan yang ada di Kabupaten Tulang
Bawang agar digunakan dengan maksimal.
3. Membuka lapangan pekerjaan baru bagi para masyarakat sekitar.
4. Membantu memberikan branding terhadap Desa nya agar semakin baik
dan mampu menjadi contoh bagi desa – desa lainnya.
Dengan keadaan Tulang Bawang yang masih jauh dari kata maksimal dalam
pemanfaatan alamnya membuat Peraturan mengenai Desa Kreatif ini merupakan
solusi yang memang jelas – jelas dibutuhkan oleh kita semua. Terlepas dari
penggunaan/pengeksploitasian alam, adanya Desa Kreatif ini juga mampu
membangun Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) masyarakat di Tulang
Bawang. Hal inilah yang memang saat ini masih jauh dari pencapaian yang
diharapkan sehingga dengan kondisi saat ini yang masih jauh ini memungkinkan
pengimplementasian Peraturan Daerah Tentang Desa Kreatif ini mampu diterima
masyarakat. Walaupun dalam praktiknya, pengimplementasian suatu Peraturan
ataupun Undang – Undang itu tidak akan mudah tetapi dengan apa yang kita
yakini diharapkan juga dengan teknologi yang sudah cukup masif mampu
membuat para Masyarakat tersebut teredukasi dengan baik.
Dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip dasar yang tercantum dalam
pembukaan UUD NRI tahun 1945, raperda desa kreatif dapat dirumuskan dengan
tujuan untuk membangun desa yang mandiri, partisipatif, adil, dan sejahtera
secara bersama-sama. Raperda ini dapat mengatur berbagai hal yang berkaitan
dengan pengembangan produk-produk kreatif dan inovatif, pengelolaan sumber
daya desa, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian lingkungan dengan
memperhatikan nilai dan prinsip dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD
NRI tahun 1945 sebagai landasan filosofis.

44
Dengan memperhatikan fakta empiris masyarakat, Raperda Desa Kreatif dapat
dirancang dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Raperda
dapat menjadi alat yang efektif dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat
desa dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan memperhatikan landasan yuridis tersebut, Raperda Desa Kreatif dapat
dibentuk dengan memperhatikan aspek-aspek yang penting dalam penyelesaian
permasalahan hukum di tingkat desa. Hal ini akan membantu menciptakan
lingkungan hukum yang sehat dan kondusif bagi pembangunan desa yang lebih
baik dan berkelanjutan.
Undang-undang yang dapat mendukung Raperda Desa Kreatif di Kabupaten
Tulang Bawang Barat antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Undang-undang ini
memberikan landasan hukum bagi pembangunan desa yang
berkelanjutan, termasuk pembangunan desa kreatif. Di dalamnya juga
terdapat ketentuan tentang pembentukan peraturan desa sebagai bentuk
otonomi desa.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah:
Undang-undang ini mengatur tentang pembentukan peraturan daerah
sebagai salah satu kewenangan pemerintah daerah. Raperda Desa Kreatif
dapat dijadikan sebagai salah satu peraturan daerah yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah setempat.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah:
Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pemerintah daerah
untuk melakukan pembangunan desa, termasuk pengembangan desa
kreatif.23
Peraturan daerah ini harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan
desa kreatif dan kebutuhan pasar untuk menghadapi perkembangan revolusi
industri 4.0. Peraturan daerah ini dimaksudkan untuk mencapai kepastian
hukum terhadap menajemen tata kelola objek wisata, optimalisasi
pemanfaatan SDA dan SDM agar menjadi objek wisata yang menarik,
memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pemerintah desa

23
Ulinnucha, M. F., Susilowati, E., & Saptono, H. (2016). Eksistensi Badan Usaha Milik
Desa Dalam Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Masyarakat Desa Pasca Berlakunya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Di Kab. Semarang dan Kab.
Magelang). Diponegoro Law Journal, 5(2), 1-19.

45
terhadap pemanfaatan lahan serta pengaturan bantuan untuk desa-desa wisata
yang sudah ada.

Pada konteks pengembangan Desa Kreatif, pihak akademisi memiliki peran


dalam memberikan konsep dan teori yang relevan dalam pengembangan
Desa Kreatif berdasarkan studi yang telah dilakukan. Pelaku usaha
memberikan masukan mengenai tren dan kebutuhan pasar agar produk yang
dihasilkan dapat memberikan nilai tambah dan dibutuhkan konsumen.
Masyarakat lokal atau dalam hal ini Kelompok Kreatif merupakan eksekutor
dan inisiator di tingkat lokal dimana konsep Desa Kreatif diimplementasikan.

B. SARAN
Pihak pemerintah sebagai regulator memberikan kebijakan dan peraturan yang
mengakselerasi dan mendorong penciptaan Desa Kreatif di berbagai wilayah di
Indonesia. Terakhir, pihak media membantu mempromosikan dan
mempublikasikan kegiatan dan destinasi wisata kreatif agar menarik wisatawan
untuk berkunjung.

46
Daftar Pustaka

Buku dan Jurnal

Endah, K. (2020). Pemberdayaan masyarakat: Menggali potensi lokal


desa. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 6(1), 135-143.
KUELMANTIA, A. (2023). ANALISIS STRATEGI PROGRAM PEMBANGUNAN
DESA DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF
EKONOMI MASYARAKAT (Studi Kasus Desa Sungai Pisau Kecamatan
Ketungau Hulu Kabupaten Sintang) (Doctoral dissertation, IKIP PGRI
PONTIANAK).
Prayitno, G. (2022). Perencanaan Desa Terpadu (Vol. 1). UB Media.
Raharjo, T. W. (2021). Pengembangan Desa Wisata (Model Pengembangan
Kattasikung Di Jawa Timur). Jakad Media Publishing.
BAB, I. Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi
adalah: 1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan.
Indrati, M. F. (2007). Ilmu perundang-undangan: jenis, fungsi dan materi muata.
Wijatno, S. (2009). Pengantar entrepreneurship. Grasindo.
Suleman, A. R., Revida, E., Soetijono, I. K., Siregar, R. T., Syofyan, S., Hasibuan,
A. F. H., ... & Syafii, A. (2020). BUMDES Menuju Optimalisasi Ekonomi
Desa. Yayasan Kita Menulis.
Wahyunianto, S. (2020). Menuju Sekolah Berkarakter Berbasis Budaya.
Deepublish.
Wahid, K. A. (2010). Membaca Sejarah Nusantara. LKIS Pelangi Aksara.
Indonesia, R. (2011). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun.
Simbolon, A. K. (2018). Analisis Modal Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat
Lokal (Studi pada Wisata Petik Jeruk di Dusun Borogragal, Desa

47
Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten
Malang). CAKRAWALA, 12(1), 85-96.
Menteri Pariwisata, R. I. (2016). Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata.
Mukhlis, M. Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Metro tentang
Inovasi Daerah.
Subadi, T. (2007). Pendidikan kewarganegaraan. BP-FKIP UMS.
Sugi Rahayu, U. D., & Fitriana, K. N. (2016). Pengembangan Community Based
Tourism Sebagai Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian
Humaniora, 21(1), 1-13.
Pamungkas, B. (2013). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Pemerintah Daerah:
Konsep dan Praktek berdasar Peraturan Perundangan Jilid 1. Kesatuan
Press.
Dwiyanto, A. (2021). Reformasi birokrasi publik di Indonesia. UGM PRESS.
Marit, E. L., Revida, E., Zaman, N., Nurjaya, M., Werimon, S., Rahmadana, M.
F., ... & Yendrianof, D. (2021). Pengantar Otonomi Daerah dan Desa.
Yayasan Kita Menulis.
Bawono, I. R. (2019). Optimalisasi potensi desa di Indonesia. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Fonna, N. (2019). Pengembangan revolusi industri 4.0 dalam berbagai bidang.
Guepedia.
Peleng, D. O. (2016). Peraturan Daerah Sebagai Landasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Lex Et Societatis, 4(3).
Ulinnucha, M. F., Susilowati, E., & Saptono, H. (2016). Eksistensi Badan Usaha
Milik Desa Dalam Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Masyarakat Desa
Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
(Studi Di Kab. Semarang dan Kab. Magelang). Diponegoro Law
Journal, 5(2), 1-19.

48
Internet :

https://www.pustakaborneo.org/berita/seputar-pembangunan-berkelanjutan/
pengertian-desa-otonomi-dan-wewenang.html

https://fisipol.uma.ac.id/pengertian-desa-menurut-ahli/

https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/literasi/pengertian-desa/amp/

https://www.indonesia.go.id/kategori/editorial/3591/mendorong-desa-kreatif-
meningkatkan-kesejahteraan-masyarakat

https://payungi.org/desa-kreatif-ciri-ciri-keuntungan-pengembangan-dan-
contohnya/#:~:text=Desa%20kreatif%20adalah%20sebuah%20konsep,terhadap
%20masalah%2Dmasalah%20yang%20dihadapi.

49

Anda mungkin juga menyukai