Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Desa

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pada umumnya, desa dimaknai oleh masyarakat sebagai tempat bermukim suatu
golongan penduduk yang ditandai dengan penggunaan tata bahasa dengan logat kedaerahan
yang kental, tingkat pendidikan relatif rendah, dan umumnya warga masyarakatnya bermata
pencaharian di bidang agraris atau kelautan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
disebutkan desa adalah (1) wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai
sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh Kepala Desa), (2) sekelompok rumah diluar kota
yang merupakan kesatuan kampong, dusun, (3) udik atau dusun (dalam arti daerah pedalaman
atau lawan dari kota), (4) tempat, tanah, daerah. Sedangkan definisi desa menurut Talizihudu
Ndraha dalam bukunya Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, adalah kesatuan organisasi
pemerintahan yang terendah, mempunyai batas wilayah tertentu, langsung dibawah
kecamatan, dan merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan
rumah tangganya.
Desa merupakan subsistem dari Pemerintahan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat, tentunya mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat. Selain itu,
desa memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dengan
berpedoman pada keanekaragaman, partisipasi otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan
masyarakat. Karena itu desa diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik, dan
partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan.
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air,
tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai
“a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a town”. Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri
berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan
berada di Daerah Kabupaten.
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa dan dilandasi pemikiran otonomi asli,
demokratisasi, partisipasi, dan pemberdayaan masyarakat (Widjaja, 2008:3). Desa merupakan
suatu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa
mengadakan pemerintahan sendiri. Selanjutnya, Soenardjo (1984:11) menyatakan bahwa
desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap
dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya, memiliki ikatan lahir dan batin yang
sangat kuat, baik karena keturunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik,
ekonomi, social dan keamanan serta memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama,
memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah
tangga sendiri
Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun
2005 tentang Desa yakni:
a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul
desa
b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara
langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan
kepada desa.
Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan
pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan terhadap
masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam
menciptakan pembangunan hingga di tingkat akar rumput, maka terdapat beberapa syarat
yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni:
Pertama, faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga.
Kedua, faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat.
Ketiga, faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun.
Keempat, faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial,
produksi, dan sarana pemerintahan desa.
Kelima, faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan
bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat.
Keenam, faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian
masyarakat.
Ciri-ciri umum desa menurut Suhartono, yaitu:
1. Pada umumnya terletak atau sangat dekat dengan pusat wilayah usaha tani
(agraris)
2. Dalam wilayah itu, pertanian merupakan kegiatan perekonomian yang dominan
3. Faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakatnya
4. Tidak seperti di kota ataupun kota besar yang sebagian besar penduduknya
merupakan pendatang, populasi penduduk desa lebih bersifat “terganti dengan
sendirinya”,
5. Kontrol sosial lebih bersifat informal dan interaksi antara warga desa lebih bersifat
personal dalam bentuk tatap muka.
6. Mempunyai tingkat homogenitas yang relatif tinggi dan ikatan sosial yang relatif
lebih ketat daripada kota.
2. Unsur-Unsur Desa
Perbedaan-perbedaan pengertian itu sulit untuk dapat disimpulkan karena adanya
perbedaan persepsi dan perbedaan latar belakang. Sangat sulit untuk memperoleh pengertian
umum yang dapat diterima semua fihak. Hal ini dapat diberikan penjelasan berdasarkan
berbagai rumusan di atas.
Harm J. de Blij (1977) menjelaskan di dalam bukunya bahwa desa bisa di sebut dengan
desa tidak dapat ditinjau dari jumlah penduduknya. demikian juga luas daerah, fungsi,
lapangan kerja dan sebagainya tidak dapat digunakan dengan tepat untuk memberi batasan
desa. Lanjutnya, dibahas bahwa desa merniliki variasi yang besar dalam ukuran dan
bentuknya. Oleh karena itu dalam penyusunan definisi desa perlu diperhatikan tiga unsur
desa yang penting. Unsur ini di kemukakan oleh R. Bintarto (1977), yaitu :
1. Unsur Daerah : unsur daerah memiliki artian tanah-tanah di desa yang produktif dan
yang tidak produktif, beserta penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan
batas yang merupakan unsur geografi setempat.
2. Unsur Penduduk : Unsur penduduk merupakan jumlah, pertambahan, kepadatan,
persebaran, dan mata pencaharian penduduk.
3. Unsur Tata Kehidupan : Unsur Tata Kehidupan merupakan pola tata pergaulan dan
ikatan-ikatan pergaulan tata desa. Kehidupan masyarakat desa (Rural Society)
3. Perkembangan Desa
1) Desa Swadaya : Berdaraskan instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2005 Desa
swadaya merupakan desa yang paling terbelakang dengan budaya kehidupan yang masih
tradisional sangat terkait dengan adat istiadat atau sering kita sebut sebagai desa
tradisional. Desa ini biasanya mempunyai tingkat kesejahteraan yang rendah, sarana
yang minim serta sangat tergantung pada alam. Pada sisi lain desa swadaya masih
tergantung pada sektor ekonomi primer atau budidaya serta kurang mengoptimalkan
potensi alam. Secara umum ciri-ciri desa swadaya adalah sebagai berikut:
1) Lebih dari 50% penduduk bermata pencaharian di sektor primer (berburu,
menangkap ikan, dan bercocok tanam secara tradisional)
2) Produksi desa sangat rendah di bawah 50 juta rupiah/tahun
3) Adat istiadat masih mengikat kuat
4) Pendidikan dan keterampilan rendah, kurang dari 30% yang lulus SD
5) Prasarana masih sangat kurang
6) Kelembagaan formal maupun informal kurang berfungsi dengan baik
7) Swadaya masyarakat masih sangat rendah sehingga kerap kali pembangunan
desa selalu menunggu dari atas. Sehubungan dengan hal tersebut
Wardiyatmoko menjelaskan bahwa Desa
Sehubungan dengan hal tersebut Wardiyatmoko menjelaskan bahwa Desa Tradisional
(Swadaya) memiliki ciri-ciri :
1) Masih tradisional
2) Bersifat subsistence minded (sekedar mencukupi kebutuhan primer)
3) Hasil produksinya rendah
4) Tingkat pendidikan sangat rendah
5) Administrasi pemerintah belum berkembang
6) Sarana dan prasarana sangat terbatas
2) Desa Swakarya : Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2005
bahwa Desa swakarya telah mengalami perkembangan agak maju dibandingkan dengan
desa swadaya dan ini telah memiliki landasan untuk berkembang lebih baik serta
penduduknya relatif lebih kosmopolit. Secara umum ciri-ciri desa swakarya adalah
sebagai berikut :
1) Mata pencaharian penduduk mulai berkembang dari sektor primer ke
industri, penduduk desa mulai menerapkan teknologi pada usaha taninya, dan
perkembangan kerajinan serta sektor sekunder mulai berkembang.
2) Produksi desa masih pada tingkat sedang, yaitu 50-100 juta rupiah/tahun
3) Adat istiadat dalam keadaan transisi dimana dominasi adat mulai luntur.
4) Kelembagaan formal maupun informal mulai berkembang ada 4-6 lembaga
yang hidup.
5) Keterampilan masyarakat dan pendidikannya pada tingkat sedang 30- 60%
telah lulus SD
6) Fasilitas dan prasarana mulai ada mesti tidak lengkap, paling tidak ada 4-6
sarana umum yang tersedia di masyarakat
7) Swadaya dan gotong royong dalam pembangunan desa mulai tampak walau
tidak sepenuhnya.
wardiyatmoko menjelaskan bahwa desa swakarya memiliki ciri-ciri:
1) Lebih maju dari desa swadaya
2) Pengaruh luar dan teknologi mulai masuk
3) Hasil produksinya mulai meningkat
4) 30-60% dari jumlah penduduk tamat SD
5) Administrasi pemerintahan dan hubungan desa mulai berkembang
6) Komunikasi dengan daerah luar mulai meningkat

3) Desa Swasembada : Berdasarkan instruksi menteri Dalam Negeri No.11 Tahun 2005
bahwa desa swasembada merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih dalam segala
hal terkait dengan aspek sosial dan ekonominya. Desa ini mulai berkembang dan maju
dengan petani yang tidak terikat pada adat istiadat lagi. Selain itu sarana dan prasarana
telah lengkap namun tidak selengkap kota serta perekonomian telah mengarah pada
industri dan jasa. Perdagangan dan sektor sekunder telah berkembang sehingga secara
umum Desa Swasembada dapat dicirikan sebagai berikut:
1) Mata pencaharian penduduk sebahagian besar disektor jasa dan perdagangan
atau lebih dari 55% penduduk bekerja disektor tersier
2) Produksi telah tinggi penghasilan seluruh usaha yang ada di desa di atas 100
juta rupiah pertahun
3) Adat istiadat tidak mengikat lagi meskipun sebahagian masyarakat masih
mengunakannya
4) Kelembagaan telah berjalan sesuai dengan fungsinya dan telah ada 7- 9
lembaga yang hidup
5) Pendidikan dan keterampilan telah tinggi 60% telah lulus SD dan sekolah
lanjutan bahkan telah lulus perguruan tinggi
6) Prasarana dan sarana baik
7) Penduduk punya inisiatif sendiri melalui swadaya dan gotong royong dalam
membangun desa.
Sehubungan dengan hal tersebut Wardiyatmoko menjelaskan bahwa Desa
Swasembada atau Desa Berkembang memiliki ciri-ciri:
1) Pengaruh pembaharuan sudah mulai ada
2) Adat istiadat tidak terlalu mengikat lagi
3) Penerapan teknologi baru benar-benar dimanfaatkan sehingga produksi
maningkat
4) Sarana dan prasarana desa sudah mulai baik sehingga hubungan dengan kota
lancar
5) Dapat berdiri diatas kaki sendiri

4. Macam Macam Desa


1) Desa Wisata
Desa Wisata (ekowisata) adalah suatu bentuk wisata memberi manfaat secara ekonomi
dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat, serta bertanggung jawab
terhadap kelestarian daerah lama. Terdapat enam prinsip dasar ekowisata yang disepakati bisa
membedakan wisata alam dengan kegiatan ekowisata (Fennel, 1999) yaitu:
a) Memberikan dampak negatif yang paling minimum bagi lingkungan dan masyarakat
lokal
b) Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan baik bagi pengunjung maupun penduduk
lokal
c) Berfungsi sebagai bahan untuk pendidikan dan penelitian baik untuk penduduk lokal
maupun pengunjung (Wisatawan, Peneliti, Akademis)
d) semua elemen yang berkaitan dengan ekowisata harus memberi dampak yang positif
berupa kontribusi langsung utuk kegiatan kontribusi langsung untuk kegiatan
konservasi yang melibatkan semua aktor yang terlibat dalam kegitan ekowisata.
Sebagi contoh pengunjung tidak hanya berfungsi sebagi penikmat keindahan alam
tapi juga secara langsung sebagai partisipan dalamkegiatan konservasi
e) Memaksimumkan partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambil keputusan
berkaitan dengan pengelolaan kawasan ekowisata
f) Memberi manfaat ekonomi bagi penduduk lokal berupa kegiatan ekonomi yang
bersifat komplemen terhadap kegiatan ekonomi tradisional (bertani, mencari ikan dan
lainnya) (Ma’ruf, 2013 dalam Mustabsirah, 2015).
Menurut Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Desa Wisata
didefinisikan sebagai tempat pariwisata yang berada dipedesaan. Desa Wisata mesti berada
dipedesaan dibangun diatas fitur-fitur khusus, usaha kecil, ruang terbuka (alam) dan
berkelanjutan. Desa Wisata dipandang sebagai kegiatan multi-faceted bukan hanya sebatas
pariwisata pertanian. Serta dipandang sebagai sarana kemampuan menghasilkan pendapatan
yang cukup. Tujuan Desa Wisata adalah untuk meningkatkan keuntungan bersih untuk
masyarakat pedesaan, dan meningkatkan partisipasi mereka dalam pengembangan produk
pariwisata (Okech et al.,2012).
Selanjutnya, menurut Dorobantu dan Nistoreanu (2012) bahwa Desa Wisata merupakan
suatu perjalanan untuk tempat yang terletak dalam lingkungan pedesaan atau dalam
pengaturan luar kota dan pusat-pusat wisata, serta suatu bentuk pariwisata dimana motivasi
utama para wisatawan adalah observasi dan apreasiasi terhadap alam dan tradisi lokal yang
berhubungan dengan alam dan harus memenuhi kondisi sebagai berikut:
a. Melindungi dan melestarikan alam
b. Menggunakan sumber daya alam lokal
c. Karakternya edukasi, menghormati alam, adanya kesadaran wisatawan dan
masyarakat setempat.
Sedangkan menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR) yang dimaksud dengan Desa Wisata adalah
suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan
keasliaan pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat,
keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau
kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk
dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, akomodasi,
makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya (Hadiwijoyo, 2012 dalam Sari, 2015).
Desa Wisata merupakan salah satu bentuk pembangunan berkelanjutan melalui promosi
produktivitas pedesaan yang dapat menciptakan pekerjaan, distribusi pendapatan, pelestarian
lingkungan dan budaya lokal, meningkatkan partisipasi masyarakat, menghaargai keyakinan
dan nilai-nilai tradisional (Mustabsirah, 2015).
2) Desa Industri
Desa industri merupakan desa yang mata pencaharian utamanya adalah penduduk yang
bekerja di bidang industri baik berukuran kecil maupun besar. Desa industri sudah tidak lagi
sulit ditemukan terutama di jaman modern seperti ini. Seperti daerah yang menghasilkan
barang lokal berkualitas dan juga desa yang bisa menghasilkan usaha dan menjadikannya
sebagai potensi mendapatkan pendapatan utama.
3) Desa pertanian
Menurut Landis ada 4 tipe desa pertanian yaitu Farm Village Type, Nebulous Farm
village Type, Arranged Isolated Farm Type, pure isolated farm type. Everett, M.Rogers dan
Rabelj Burge dalam bukunya "Social Change In Rural Societies” menumbuhkan tipe desa
yaitu The scaffered farmstead community, The Cluster Village, dan The Line Vilage.
a) Farm Village Type : Merupakan satu desa dimana penduduk bersama dalam satu
tempat dengan sawah ladang berada di sekitarnya. Desa seperti ini banyak terdapat di
Asia Tenggara, juga di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Di sini tradisi masih
dipegang kuat oleh masyarakatnya, demikian pula dengan ke gotong royongan yang
masih cukup kuat. Tetapi hubungan antar individu dalam proses produksi usaha tani
sudah bersifat komersial karena masuknya revolusi hijau yang merupakan teknologi
pertanian modern. Di samping itu desa yang berdekatan dengan daerah perkotaan
akan mengalami gangguan sebagai akibat perluasan kota.Gangguan yang dimaksud
adalah terjadinya alih fungsi lahan produktif untuk permukiman, kantor pemerintah,
swasta dan sebagainya.Semua ini merupakan kondisi obyektif yang tidak terelakkan,
sehingga akan mempengaruhi kegotong royongan, ketaatan pada tradisi yang
sebelumnya masih dipegang kuat oleh masyarakat desa yang bersangkutan.
b) Nebolus Farm Village Type : Merupakan desa dimana sejumlah penduduk berdiam
bersama dalam suatu tempat, sebagian lainnya menyebar di luar tempat tersebut, di
antara sawah ladang mereka. Di Indonesia banyak terdapat di Sulawesi, Maluku,
Papua,Kalimantan dan sebagian Pulau Jawa terutama di daearhdaerah dengan sistem
pertanian tidak tetap atau perladangan berpindah. Tradisi dan gotong royong serta
kolektivitas sangat kuat di kalangan anggota masyarakat ini.
c) Arranged Isolated Farm : Suatu desa diamana penduduk berdiam di sekitar jalan-
jalan yang berhubungan dengan trade center dan selebihnya adalah sawah ladang
mereka, tipe ini banyak ditemui di negara barat. Tradisi kurang kuat, sifat individu
lebih menonjol, lebih berorientasi pada bidang perdagangan.
d) The Scattered Farmstead Community : Sebagian penduduk berdiam di pusat
pelayanan yang ada, sedang yang lain terpencar bersama sawah ladang mereka. Tipe
ini sama dengan nebulous farm village type.
e) Cluster village :Penduduk berdiam terpusat di suatu tempat, dan selebihnya adalah
sawah ladang mereka.
f) The line village : Bentuk pola permukiman penduduk di berbagai wilayah bervariasi,
hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis setempat, ketersediaan pusat pelayanan
serta jalur transportasi yang ada. Bentuk pola permukiman di pegunungan akan
berbeda dengan yang ada di dataran, berbeda pula dengan bentuk yang ada di sekitar
jalan raya. Bentuk permukiman penduduk di perdesaan pada prinsipnya mengikuti
pola persebaran desa, yang dapat dibedakan atas permukiman mengelompok atau
memusat, permukiman terpencar, permukiman linier dan permukiman mengelilingi
fasilitas tertentu.
4) Desa Nelayan
Desa nelayan adalah sebuah desa yang berlokasi dekat dengan kawasan penangkapan ikan
dengan perekonomian yang berbasis pada perikanan tangkap dan pemrosesan ikan. Desa
nelayan di pantai umumnya sulit dijangkau, dan berlokasi di sekitar fitur garis pantai atau
danau yang memungkinkan kapal dapat berlabuh dengan aman ("pelabuhan alami"). Selain
berlabuh, fitur garis pantai atau danau seperti ini memungkinkan kapal disimpan dengan
aman ketika tidak digunakan.[3] Desa nelayan dapat dioperasikan di pantai maupun di danau.
Nelayan dari desa ataupun perairan lain dapat berlabuh dan biasanya membayar pajak dalam
bentuk hasil tangkapan.[4] Bentuk dan fungsi kapal penangkapan ikan tradisional cenderung
berkembang mengikuti kebutuhan dan bentuk geografis wilayah. Beberapa desa nelayan
meluas hingga ke perairan dan menjadi desa terapung. dengan bantuan pengapung dari kayu
maupun bahan lain.
Pemrosesan ikan dan pasar ikan merupakan ujung tombak perdagangan dan pertukaran
barang dan jasa di desa nelayan. Selain industri perikanan desa nelayan juga menunjang
aktivitas perekonomian lain seperti pembuatan dan daur ulang perahu (ship wrecking),[6] jasa
transportasi, hingga wisata bahari yang menyediakan jasa pemancingan rekreasi. Aktivitas
penunjang kehidupan seperti sekolah dan klinik juga terbentuk. Dengan semakin
bertambahnya populasi desa nelayan dan menyempitnya kesempatan bekerja, aktivitas
mencari kapal karam dan mengumpulkan barang-barang berharga dapat menjadi pekerjaan
alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto. 1977. Interaksi Desa-Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia

Blij, Harm J, de dan Alexander B. Murphy. 1998. Human Geography. Culture and Space.
New York: John Wiley and Sons

Dorobantu, M., & Nistoreanu, P., 2012,"Rural Tourism and Ecotourism-the Main Priorities in
Sustainable Development Orientations of Rural Local Communities in
Romania",EconomyTransdisciplinarity Cognition

Fennel, D.,A,1999, Ecotourism, An Introduction, New York: Routledge.

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2012. Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat


(Sebuah Pendekatan Konsep). Yogyakarta: Graha Ilmu

Mustabsirah, 2015,Strategi Pengembangan Desa Wisata Studi kasus di Desa Wisata


Candran,Skripsi. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nurcholis Hanif, 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Penerbit


Erlangga: Jakarta.

Okech, R., Haghiri, M., & George, B. P., 2015,"Rural Tourism As a Sustainable
Development Alternative: An Analysis Wish Special Reference to Luanda,
Kenya",Cultur-Revisa de Cultura e Turismo

Soenardjo, R.H. Unang, 1984, Tinjauan Singkat Tentang: Pemerintahan Desa dan Kelurahan,
Tarsito, Bandung

Widjaja, HAW. 2003. Pemerintahan Desa/Marga. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Widjaja, H.A.W. 2008. Otonomo Desa: Meruapakan otonomi Yang Asli Bulat dan Utuh.
Jakarta: Rajawali Pers.

W.J.S.2007. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta.

Peraturan Peraturan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 1 ayat 1

Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2005

Anda mungkin juga menyukai