BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa desa adalah suatu
fenomena yang sangat universal dan juga memiliki ciri-ciri yang bersifat lokal,
regional, maupun nasional. Desa yang ada di Indonesia pada umumnya sangat
beragam, sehingga dapat mempersulit generalisasi karakteristik desa di Indonesia.
Istilah desa juga sebelumnya hanya dikenal di daerah Jawa dan Bali, yang berasal
dari bahasa Sansekerta yang berarti tanah air atau tanah kelahiran (Rahardjo
2010:480). Kemudian istilah desa berkembang ke seluruh wilayah Indonesia.
Pada umumnya desa disebut sebagai village, yaitu setiap tempat
pemukiman petani yang terlepas dari besar dan kecilnya daerah tersebut (Belgel
dalam Basundoro, 2012:20). Oleh sebab itu desa biasa disebut sebagai daerah
pertanian atau daerah agraris. Secara universal, desa merupakan sebuah
aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa
adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang
dipimpin oleh Kepala Desa. Selanjutnya, penduduk yang hidup di lingkungan
pedesaan disebut sebagai masyarakat desa (rural community). Masyarakat desa
sering juga disebut sebagai masyarakat kecil, di mana masyarakat yang anggota-
anggotanya hidup bersama dalam suatu lokalitas tertentu, yang merasa dirinya
sebagai bagian dari kelompok, dan kehidupan mereka terikat atas norma-norma
yang telah dijalankan bersama secara turun temurun.
Desa juga merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal
masyarakat pemerintahan sendiri. Desa juga dapat dikatakan sebagai masyarakat
yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan karakteristiknya sebagai
berikut: a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan
jiwa, b) ada pertalianperasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan, c)
cara berusaha (perekonomian) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti; iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup pada daerah pedesan yang
mana secara stuktural dan administrasi memiliki peranan yang sangat penting bagi
perkembangan suatu negara, sebagian besar penduduk desa bermata pencaharian
sebagai petani/agraris, namun sebenarnya mata pencaharian penduduk sangat
dipengaruhi oleh faktor alam yang ada, berdasarkan mata pencahariannya desa
dapat dibedakan menjadi: desa nelayan, desa agraris, desa perkebunan, desa
peternakan, desa industri dan lain sebagamya, namun ciri khas dari desa adalah
sifat kehomogenan yang ada pada sistem mata pencaharian penduduknya,
walaupun ada beberapa yang bermata pencaharian berbeda namun secara nyata
hanya satu jenis mata pencaharian yang menonjol dan menjadi ciri khas dari desa
tersebut. Hal ini di sampaikan oleh Saparin bahwa ada beberapa jenis desa yang
ada di Indonesia, yaitu: a) desa tambangan (kegiatan penyeberangan orang dan
barang di mana terdapat sungai besar; desa nelayan; desa pelabuhan, b) desa
perdikan (desa yang dibebaskan dari pungutan pajak, karena diwajibkan menjaga
suatu makam bagi raja-raja atau karena jasa-jasanya terhadap raja), c) desa
penghasil usaha pertanian; kegiatan perdagangan; industri; pertambangan; dan
sebagainya, d) desa perintis (desa yang terbentuk karena adanya kegiatan
transmigrasi) dan, e) desa pariwisata (Rahardjo, 2010:58-59). Dari beberapa jenis
desa tersebut, desa nelayan merupakan desa yang sangat penting dan sangat
banyak di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia dikenal sebagai negara
kepulauan yang sebagian besar daratan Indonesia di kelilingi oleh lautan.
Berkaitan dengan masyarakat desa (rural community), yang memiliki
karakteristik sebagai suatu kelompok yang sederhana, memiliki rasa kekeluargaan
yang tinggi, serta sangat tertutup terhadap anggota masyarakat lain di luar
kelompok masyarakatnya. Lanjut daripada itu, Roucek dan Warren memberikan
ciri-ciri masyarakat desa sebagai berikut, a) besarnya peranan kelompok primer;
b) faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan kelompok atau
asosiasi; c) hubungan lebih bersifat intim dan awet; d) bersifat homogen; e)
mobilitas sosial rendah; f) keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit
ekonomi; g) populasi anak dalam proporsi yang lebih besar (Rahardjo, 2010:40).
Kemudian permasalahan yang sering dialami oleh masyarakat desa selalu tidak
terlepas dari masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, sumber daya manusia, dan
sebagainya, yang kemudian berdampak pada pembangunan desa itu sendiri. Hal
ini yang sering menghambat pertumbuhan desa menjadi desa yang mandiri.
Pembangunan desa dapat membantu perkembangan desa itu sendiri, sehingga
desa mampu menjadi desa yang mandiri.
Dengan terciptanya kemandirian masyarakat desa dalam pembangunan
berarti pembangunan desa akan dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Pembangunan desa yang berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
kriteria: 1) mengikutsertakan semua anggota masyarakat (rakyat) dalam setiap
tahap pembangunan; kriteria ini mengharapkan setiap anggota masyarakat harus
dan kesempatan berusaha sesuai, 2) setiap anggota masyarakat dengan
pengorbanannya; berarti yang menghasilkan adalah juga yang menikmati dan
mendapatkan manfaat sesuai dengan kemampuannya dalam menghasilkan, 3)
adanya tenggang rasa di antara anggota masyarakat yang berarti bahwa
mendapatkan kesempatan bekerja bidang dan kemampuan masing-masing; harus
mendapatkan imbalan sesuai selalu menjaga keseimbangan antara yang kuat
dengan yang lemah dan yang kaya dengan yang miskin yang dicerminkan dalam
rasa kebersamaan yang saling menguntungkan. Dengan demikian adanya kontrol
pembangunan merupakan kondisi tercapainya pembangunan yang berlanjut
tersebut.
Pembangunan desa tidak hanya terlepas pada pembangunan fisik saja,
akan tetapi mencakup ruang lingkup yang sangat luas (Muhi, 2013:1). Artinya
bahwa pembangunan desa itu harus mencakup segala aspek kehidupan masyarakat
desa baik itu kehidupan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, maupun
sumber daya manusianya. Sehingga tujuan daripada pembangunan desa itu dapat
tercapai. Berbicara tentang pembangunan desa, kita harus melihat ciri-ciri fisik
daripada desa itu sendiri. Artinya bahwa struktur fisik suatu desa itu berbeda
dengan desa yang lainnya, sehingga pembangunan desa harus disesuaikan dengan
letak geografis suatu desa. Di mana kita harus melihat iklim, curah hujan, keadaan
atau jenis tanah, ketinggian tanah, tingkat kelembaban udara, serta topografi desa
tersebut (Rahardjo, 2010:97).
Pembangunan masyarakat juga dapat diartikan sebagai proses perubahan
yang bersifat multidimensi menuju kondisi semakin terwujudnya hubungan yang
serasi antara kebutuhan masyarakat dan sumber daya yang tersedia melalui
pengembangan kapasitas masyarakat untuk membangun. Pembangunan
masyarakat sebagai proses perubahan hendaknya memiliki dimensi ruang dan
dimensi waktu (Soetomo, 2012:58). Lanjut daripada itu, Zaltman membedakan
dimensi waktu dan ruang dalam proses pembangunan sebagai berikut, yaitu:
pertama dimensi waktu terbagi atas perubahan jangka pendek dan perubahan
jangka panjang; kedua dimensi ruang mencakup atas perubahan mikro (perubahan
yang sifatnya individual); perubahan intermediate (perubahan yang sifatnya
kelompok) dan ketiga perubahan makro (perubahan yang sifatnya mencakup
masyarakat secara luas) (Soetomo, 2012:59). Untuk masyarakat desa, konsep
pembangunan dikenal dengan istilah pembangunan masyarakat desa (PMD).
Selanjtnya Jim Ife membagi pembangunan masyarakat desa itu menjadi enam
dimensi, yaitu: 1) dimensi ekonomi; 2) dimensi sosial; 3) dimensi budaya; 4)
dimensi politik; 5) dimensi lingkungan; dan 6) dimensi spritual.
Strategi pembangunan desa perlu dipahami sebagai suatu proses
transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya clan politik masyarakat
desa. Pembangunan yang dipandang sebagai suatu proses transformasi pada
dasarnya akan membawa perubahan dalam proses alokasi sumber-sumber
ekonomi, proses distribusi manfaat, dan proses akumulasi yang membawa pada
peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan. Perubahan yang diharapkan
adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan harus
menikmati. Begitu pula sebaliknya yang menikmati haruslah yang menghasilkan.
Dalam proses tersebut putaran kegiatan ekonomi akan menghasilkan surplus yang
menjadi sumber peningkatan kesejahteraan kemudian hasilnya akan dinikmati
oleh masyarakat secara merata. Proses ini diarahkan agar setiap upaya
pembangunan desa dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building)
melalui penciptaan akumulasi modal (capital accumulation) yang bersumber dad
surplus yang dihasilkan dan pada gilirannya dapat menciptakan pendapatan yang
dinikmati oleh rakyat (Sumodiningrat, 2013).
Pembangunan desa secara sederhana mencakup aspek ekonomi dan
struktur desa, peembangunan desa juga harus menggunakan suatu model
pendekatan paraktis. Akan tetapi yang sering menjadi perdebatan tentang
pembangunan desa adalah pendekatan yang digunakan dalam proses tersebut.
Erizal Jamal membedakan bentuk pendekatan pembangunan desa menjadi tiga,
yaitu: a) pendekatan komando merupakan pendekatan instruktif di mana inisiatif
pemerintah sangat dominan dan masyarakat berperan sebagai pihak yang
digerakkan; b) pendekatan semipartisipatif merupakan pendekatan yang
memadukan inisiatif masyarakat dan campur tangan pemerintah; c) pendekatan
partisipatif merupakan pendekatan yang lebih mengedepankan inisiatif
masyarakat dan meminimalkan campur tangan pemerintah (Jamal, 2009:9). Pada
masyarakat yang kebutuhan individunya relatif homogen dan kebutuhan
kebersamaan sebagai suatu komunitas lebih pada upaya mendukung inisiatif
pemerintah, atau sebagai partner pemerintah maka ketiga pendekatan tersebut
dapat digunakan untuk melakukan pembangunan desa.
Dalam upaya pembangunan desa diperlukan adanya bentuk partisipasi
masyarakat mulai dari proses perencanaannya sampai pada proses
pelaksanaannya, sehingga pembangunan desa tersebut menyentuh segala
kebutuhan masyarakatnya. Kadangkala pembangunan desa itu terhambat akbat
masalah yang ditimbulkan oleh partisipasi masyarakat desa tersebut. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan masyarakat dalam mengantisipasi perkembangan
pembangunan secara makro serta kemampuan menempatkan masyarakat terhadap
keterlibatannya pada arus perubahan yang lebih besar pula. Akan tetapi, jika
intervensi pemerintah masih dibutuhkan dalam hal peningkatan partisipasi
masyarakat ini, maka peran pemerintah hanyalah membuat masyarakat itu lebih
berkualitas dan mau ikut terlibat dalam proses pembangunan tersebut.
Sehinggganya dapat mempercepat proses integrasi masyarakat desa dalam
kehidupan masyarakat nasional, tertuma jika dilihat dari aspek sosial-ekonominya.
Kemudian masyarakat desa akan mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi
perkembangan pemabangunan yang bersifat makro (Soetomo, 2012:352).
Bintoro Tjokromidjojo mengemukakan partisipasi masyarakat sebagai: a)
keterlibatan dalam penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah; b) keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung
jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam bentuk sumbangan dalam
mobilisasi pembiayaan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, pengawasan
sosial atas jalannya pembangunan, dan lain-lain; c) keterlibatan dalam memetik
hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan (Susantyo, 2007:15).
Berkaitan dengan hal tersubut, partisipasi masyarakat dapat dikatakan sebagai
keterlibatan masyarakat secara umum dalam proses pembangunan. Di mana
masyarakat dapat berperan dalam suatu proses pembangunan refleksinya terhadap
pembangunan berkelanjutan.
Diskursus mengenai partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang
dikonstruksi sedemikian rupa untuk menciptakan suatu bentuk pembangunan
berkelanjutan dalam rangka menghadapi proses modernisasi sampai ke desa. Hal
ini kemudian membangun pemamahan kembali tentang reposisi masyarakat
sebagai sesuatu yang selalu mengalami perubahan. Sehingganya perubahan
tersebut dapat menunjang kemajuan suatu desa.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan ulasan di atas, peneliti kemudian berkeinginan untuk melihat
bentuk partisipasi masyarakat terhadap perkembangan pembangunan desa.
Dengan mengambil objek penelitian Desa Menes Kecamatan Menes Kabupaten
Menes, peneliti ingin mengetahui bagaimana bentuk atau pola partisipasi
amsyarakat di desa tersebut. Sebagai desa yang baru memisahkan diri dengan
Desa Margapura, tentunya desa tersebut sangat memerlukan partisipasi
masyarakatnya untuk mendukung pembangunan di desa tersebut. Akan tetapi
dalam perkembangannya, desa ini memiliki berbagai macam permasalahan yang
terkait partisipasi masyarakat tersebut. Adapun masalah-masalah tersebut dapat
dilihat pada identifikasi masalah berikut ini.
1.2.1 Kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung proses pembangunan di
Desa Menes Kecamatan Menes Kababupaten Menes.
1.2.2 Pembangunan yang tidak merata dan sering tertunda, sehingga masyarakat Desa
Menes juga sering tidak ikut terlibat dalam proses pembangunan tersebut.
1.2.3 Kurangnya sosialisasi dari pemerintah terkait pentingnya partisipasi masyarakat
untuk mendorong proses pembangunan Desa Menes.
1.2.4 Tuntutan kebutuhan masyarakat, yang kemudian membuat masyarakat sibuk
untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Akibatnya, partisipasi
masyarakat dalam mendukung pembangunan di Desa Menes Kecamatan Menes
Kabupaten Menes hampir tidak ada.
1[1] Lihat: (Sutoro dalam Satries, Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi Dalam
Penyusunan APBD Melalui Pelaksanaan Musrenbang 2010, hlm. 97), tersedia di
http://www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/kybernan/article/viewFile/356/325 diakses pada
tanggal 25 November 2013.
2[2]Ibid, hlm. 97.
antara masyarakat dengan desa dalam upaya peningkatan atau kemajuan baik
masyarakatnya maupun desanya secara universal. Untuk itu, hubungan ini terus
berlanjut ketika pembangunan itu selalu dilaksanakan dalam lingkungan desa.
Partisipsi masyarakat juga merupakan sebuah konsep sentral dan prinsip
dasar dari pengembangan masyarakat, pembangunan yang efektif membutuhkan
keterlibatan (partisipasi) awal dan nyata di semua pihak pemangku kepentingan
dalam penyusunan rancangan kegiatan yang akan mempengaruhi mereka.3[3]
Putnam mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan
seseorang atau masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan perdesaan,
termasuk dalam membangun infrastruktur perdesaan, adalah berkaitan dengan
situasi saling ketergantungan, kepercayaan dan jaringan organisasi sosial yang
memfasilitasi kerjasama untuk manfaat bersama.4[4] Dari penjelasan tentang
partisipasi masyarakat tersebut digambarkan bagaimana keterlibatan masyarakat
desa dalam mempengaruhi terjadinya pembangunan pedesaan adalah suatu bentuk
hubungan simbiosis antara keduanya, yaitu masyarakat dan desa.
Selanjutnya Tjokromidjojo mengemukakan dua cara dalam melakukan
partisipasi masyarakat, yaitu: 1) mobilisasi kegiatan-kegiatan masyarakat yang
serasi untuk kepentingan pencapaian tujuan pembangunan; 2) peningkatan oto-
aktivitas, swadaya, dan swakarsa masyarakat sendiri, terutama ditunjukkan kepada
sektor swasta, bidang pertanian dan sebagainya melalui mekanisme pasar dan
harga (Susantyo, 2007:15). Berkaitan dengan hal ini, maka partisipasi masyarakat
tersebut berhubungan dengan pembangunan ekonomi masyarakat, khususnya
masyarakat desa. Untuk aspek lain seperti pembangunan infrastruktur desa,
pembangunan sosial-kultural desa, pembangunan pencapaian tingkat pendidikan
masyarakat desa, dan sebagainya, model partisipasi masyarakat (dalam hal ini
masyarakat desa) berupa: 1) partisipasi buah pikiran; 2) partisipasi tenaga; 3)
3[3] Faisal Nur dkk, Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembangunan Infrastruktur Desa (Studi
Kasus : Program Alokasi Dana Desa di Desa Bialo Kabupaten Bulukumba), hlm. 2. tersedia di
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/20896e948e4eafaba6c303ccdf0d8280.pdf diakses pada tanggal
25 November 2013
4[4]Ibid, hlm. 2.
partisipasi harta benda; 4) partisipasi keahlian dan atau ketrampilan; dan 5)
partisipasi sosial (Huraerah dalam Laksana, 2013:61).
Untuk mengetahui seberapa besar partisipasi dalam masyarakat, Arnstein
menawarkan suatu teori yang disebut dengan teori The Ladder of Participation
yaitu suatu gradasi atau pentahapan partisipasi masyarakat. Ia membagi partisipasi
menjadi delapan tahap. Kedelapan tahap ini merupakan alat analisis untuk
mengidentifikasi partisipasi masyarakat. Delapan tahapan dalam partisipasi
masyarakat yang dikemukakan oleh Arnstein dapat dilihat pada gambar “Delapan
Tangga Partisipasi Masyarakat Arnstein” berikut ini.
Gambar 2.1
Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat Arnstein
1. Tangga pertama yaitu manipulasi atau penyalahgunaan serta tangga kedua terapi
(perbaikan) tidak termasuk dalam konteks partisipasi yang sesungguhnya. Di
dalam hal ini masyarakat terlibat dalam suatu program, akan tetapi sesungguhnya
keterlibatan mereka tidak dilandasi oleh suatu dorongan mental, psikologis, dan
disertai konsekuensi keikutsertaan yang memberikan kontribusi dalam program
tersebut. Masyarakat pada posisi ini hanyalah menjadi obyek dalam program.
2. Tangga ketiga, pemberian informasi dilanjutkan tangga ke empat konsultasi dan
tangga kelima peredaman kemarahan/penentraman adalah suatu bentuk usaha
untuk menampung ide, saran, masukan dari masyarakat untuk sekedar meredam
keresahan masyarakat. Oleh karena itu, tangga ini masuk dalam kategori
tokenisme (pertanda). Sesungguhnya penyampaian informasi atau pemberitahuan
adalah suatu bentuk pendekatan kepada masyarakat agar memperoleh legitimasi
publik atas segala program yang dicanangkan. Konsultasi yang yang disampaikan
hanyalah upaya untuk mengundang ketertarikan publik untuk mempertajam
legitimasi, bukan untuk secara sungguh-sungguh memperoleh pertimbangan dan
menegetahui keberadaan publik. Tangga kelima adalah peredaman yang intinya
sama saja dengan kedua tahap sebelumnya. Selanjutnya Arnstein menyebutnya
sebagai tingkat penghargaan atau formalitas.
3. Menurut Arnstein baru pada tangga keenam inilah terjadi partisipasi atau
kemitraan masyarakat. Pada tahap ini masyarakat telah mendapat tempat dalam
suatu program pembangunan. Pada tangga ketujuh sudah terjadi pelimpahan
wewenang oleh pemerintah kepada masyarakat. Yang terakhir masyarakat sudah
dapat melakukan kontrol terhadap program pembangunan. Tahap inilah yang
disebut dengan partisipasi atau dalam peristilahan Arnstein sebagai kekuasaan
masyarakat.
5[5] Lihat: (Arnstein dalam Satries, Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi Dalam
Penyusunan APBD Melalui Pelaksanaan Musrenbang 2010, hlm. 98-99), tersedia di
http://www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/kybernan/article/viewFile/356/325 diakses pada
tanggal 25 November 2013.
2.2 Konsep Pembangunan (Masyarakat ) Desa
Pembangunan secara umum diartikan sebagai proses atau kegiatan yang
terencana untuk menuju pada suatu perubahan. Pembangunan juga hendaknya
harus memiliki ruang dan waktu serta sasaran atau tujuan pembangunan. Tanpa
adanya ruang dan waktu pembangunan tidak akan terlaksana. Ruang dalam proses
pembangunan artinya adalah tersedianya tempat yang dijadikan sasaran dalam
pembangunan, sedangkan waktu dalam pembangunan berarti berbicara tentang
pembangunan jangka pendek dan pembangunan jangka panjang. Sasaran dalam
pembangunan juga mencakup atas aspek sosial, budaya, ekonomi, kesehatan,
pendidikan, lingkungan, politik, serta spritual dalam kehidupan masyarakat.
Khairuddin memberikan definisi pembangunan sebagai proses perubahan
yang dilakukan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
bersangkutan (Khairuddin, 2000:22). Artinya bahwa tujuan daripada
pembangunan itu ialah untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat yang
sedang melakukan pembangunan tersebut. Dalam batasan tentang kebutuhan dan
pembangunan adalah suatu konstruksi daripada budaya masyarakat yang terjadi
sejak lama berdasarkan kondisi di mana masyarakat terintegrasi dengan alam
tempat ia berada. Kemudian masyarakat tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang sifatnya fisik maupun rohani melalui proses pembangunan tadi.
Lanjut daripada itu Khairuddin menyatakan pembangunan itu memiliki
beberapa unsur, seperti: a) adanya suatu usaha atau proses; b) adanya peningkatan,
kemajuan, atau perubahan ke arah yang lebih baik; c) berkesinambungan; d)
dilakukan secara sadar atau dengan sengaja; e) terencana; untuk tujuan pembinaan
(pembangunan) bangsa; f) dilakukan secara bertahap (Khairuddin, 2000:24). Dari
beberapa unsur dalam pembangunan tersebut dapat digambarkan bahwa
pembangunan dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya selalu mengacu
pada suatu perubahan ke arah kemajuan. Sebagai contoh adalah pembangunan
yang terjadi pada masyarakat yang tingkat ekonominya di bawah kepada ekonomi
menengah atau ke atas. Maka pembangunan tersebut telah menyentuh perubahan
yang lebih maju.
Selanjutnya beberapa ahli seperti Bintoro Tjokroamidjojo dan
Mustopadidjaja mendefinisikan pembangunan sebagai suatu orientasi dan
kegiatan usaha yang tanpa akhir (Khairuddin, 2000:23). Dari pengertian ini dapat
dikatakan bahwa pembangunan itu juga berlangsung secara terus-menerus tiada
berhenti. Maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat itu pada hakikatnya selalu
mengalami perubahan baik yang sifatnya spontan maupun terorganisir. Artinya,
masyarakat yang dalam perkembangannya itu selalu melakukan proses
pembangunan untuk mencapai suatu perubahan.
Ada banyak konsep pembangunan yang ditawarkan oleh para ahli.Dari
sekian banyaknya konsep pembangunan yang telah dikemukakan oleh
paratersebut, makadapat diklasifikasikan teori-teori pembangunantersebut menjadi
teori modernisasi, teori ketergantungan, teori pasca ketergantungan, dan teori
alternatif. Rostow misalnya, memberikan konsep tentang lima tahap
pembangunan (ekonomi). Lima tahap pembangunan (ekonomi) oleh Rostow
antara lain, a) masyarakat tradisional; b) prakondisi lepas landas; c) lepas landas;
d) menuju kedewasaan; dan e) era konsumsi tinggi. Pandangan Rostow tentang
tahapan pembangunan (ekonomi) tersebut merupakan pandangannya tentang
modernisasi, dengan mengasumsikan semua masyarakat itu bergerak dari
masyarakat tradisional menuju ke masyarakat modern (Budiman, 1995). Berbeda
dengan Rostow, McClelland memberikan konsep need for achievement (N-Ach)
atau juga dikenal dengan motif berprestasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam
bukunya yang berjudul the achievement motive and economic in growth,
McClelland memberikan analisis pembangunannya melalui dasar-dasar tentang
psikologi dan sikap manusia (Fakih, 2011:57). Kaitannya dengan pembangunan,
bahwa individu atau masyarakat itu selalu berkeinginan untuk meningkatkan
pertumbuhan (baik sosial, ekonomi, dan sebagainya).
Diskursus tentang pembangunan masyarakat, Soetomo dalam bukunya
yang berjudul Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka
memberikan konsep pembangunan sebagai berikut: a) perkembangan atau
pembangunan masyarakat pada dasarnya merupakan proses perubahan; b)
perkembangan atau pembangunan masyarakat sebagai proses semakin terciptanya
hubungan yang harmonis antara kebutuhan masyarakat dengan potensi, sumber
daya, dan peluang; c) perkembangan atau pembangunan masyarakat sebagai
proses peningkatan kapasitas masyarakat untuk merespon berbagai prsoalan yang
berkembang; d) perkembangan atau pembangunan masyarakat sebagai proses
yang bersifat multidimensi (Soetomo, 2012:x-xii). Dari konsep-konsep yang
ditawarkan oleh Soetomo perihal pembangunan masyarakat tersebut merupakan
suatu realitas sosial dengan objek kajian tersendiri sebagai manifestasi masyarakat
atas kondisi yang diharapkannya. Sehingga, pembangunan masyarakat itu dalam
arti yang lebih luas lagi selalu berorientasi terhadap tahapan perkembangan
kehidupan masyarakat, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan. Berangkat
dari hal tersebut, masyarakat secara khusus mampu mengintegrasikan dirinya
dengan proses pembangunan tersebut untuk dapat melihat permasalahan yang
terjadi dalam kehidupannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu.
Istilah pembangunan masayarakat desa juga dikenal dengan istilah PMD,
Khairuddin mendefinisikannya sebagai proses perubahan yang terjadi pada
masyarakat desa dengan melihat ciri-ciri desa seprti sosio-kultur desa
(Khairuddin, 2000:66). Beberapa ahli juga mendefiniskan pembangunan
masyarakat desa, seperti Hellen Miller mengatakan pembangunan pedesaan
adalah istilah yang dipakai guna menjelaskan pendekatan yang digunakan untuk
mendekati masyarakat desa dalam rangka pemanfaatan inisiatif dan kekuatan
lokal yang lebih efektif untuk meningkatkan produksi dan standar hidup yang
lebih baik (Khairuddin, 2000:66). Pengertian berbeda juga diberikan oleh T.R
Batten berkaitan dengan pembangunan masyarakat desa, menurutnya
pembangunan masyarakat desa adalah suatu proses di mana anggota-anggota
masyarakat desa pertama-tama mendiskusikan dan menentukan keinginan mereka,
kemudian merencanakan dan mengerjakan bersama untuk memenuhi keinginin
mereka (Khiruddin, 2000:67). Berikut Khairuddin mengidentifikasi hal-hal
penting dalam PMD, yaitu a) PMD merupakan proses aktivitas yang sengaja
dilakukan; b) PMD merupakan aktivitas kebersamaan dari warga masyarakat; c)
PMD lebih menekankan pada swadaya dan peningkatan kemampuan
masyarakatnya; d) PMD bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
yang bersangkutan (Khairuddin, 2000:65).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa
PMD itu menyentuh kehidupan masyarakat desa untuk menciptakan bentuk
perubahan yang telah direncanakan sebelumnya serta dapat mempengaruhi
kebutuhan masyarakatnya. Dalam pembangunan masyarakat desa juga terdapat
pola pembangunan yang sinergi dengan sasaran dan tujuan pembangunan itu
sendiri. Hal ini kemudian dapat dijadikan konsep dalam PMD itu sendiri. Pola-
pola dalam PMD dapat dilihat pada proses terjadinya pembangunan tersebut,
seperti adanya pemanfaatan sumber daya yang tersedia; adanya peningkatan setiap
aspek kehidupan masyarakat desa; dan sebagainya. Oleh sebab itu, PMD dapat
bersifat sebagai proses perubahan yang mengintegrasi masyarakat desa ke dalam
pemenuhan kebutuhan mereka yang secara tradisional kepada yang bersifat
modern (secara mandiri).
Sering yang menjadi masalah dalam pelaksanaan PMD adalah pendekatan
yang digunankan dalam proses tersebut. Dalam hal ini, PMD haruslah memiliki
suatu model pendekatan agar sasaran dan tujuan daripada PMD itu dapat
terlaksana. Erizal Jamal (2009) menjelaskan pendekatan pembangunan desa
berdasarkan tingkat perkembangan kebutuhan individu dan keperluan
kebersamaan sebagai suatu komunitas. Beberapa pendekatan dalam pembangunan
pedesaan tersebut disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1
Pendekatan Pembangunan Pedesaan Berdasarkan Tingkat
PerkembanganKebutuhan Individu dan Keperluan Kebersamaan sebagai
Suatu Komunitas
Tingkat Perkembangan Kebutuhan
Kebersamaan Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
Masyarakat individu individu mulai individu sangat
homogen heterogen heterogen
Kebersamaan Pendekatan Pendekatan Pendekatan
masyarakat dalam komando komando
semipartisipatif
mendukung inisiatif
pemerintah
Kebersamaan Pendekatan Pendekatan Pendekatan
masyarakat sebagai komando semipartisipatif
partisipatif
partner pemerintah
dalam pembangunan
Kebersamaan Pendekatan Pendekatan Pendekatan
masyarakat sebagai semipartisipatif semipartisipatif
partisipatif
penggerak utama
pembangunan
pedesaan
Sumber: Erizal Jamal (2009:9).
Dari tabel di atas, menyatakan bahwa pendekatan pembangunan desa itu
dengan melihat adanya keperluan kebersamaan (antara masyarakat desa dan
pemerintah maupun sesama anggota masyarakat desa tersebut tanpa melibatkan
pemerintah) dan tingkat kebutuhan indvidu sebagai anggota masyarakat desa serta
tingkat kehegemonitas ataupun keheterogenitas masyarakat tersebut. Maka
pendekatan yang digunakan dalam pembangunan desa itu mencakup pendekatan
komando,6[6] pendekatan semipartisipatif,7[7] dan pendekatan
partisipatif.8[8]Pendekatan komando dalam pembangunan desa dapat digunakan
ketika: a) dalam proses pembangunan desa yang kebutuhan masyarakat dari
masing-masingindividunya bersifat homogendan masih terdapat intervensi dari
pemerintah; b) untuk masyarakat yang kebutuhan individualnya masih bersifat
homogen dan peran pemerintah hanya sebagai partner masyarakat dalam
melakukakn pembangunan desa; dan c) masih terdapat intervensi pemerintah,
namun kebutuhan individu masyarakat desa sudah cenderung heterogen.
9[9] Lihat: Hernida Kusuma Listya, Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Tingkat
Keberhasilan Proyek Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Banyuwangi, tersedia di
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-17904-9108202302-paperpdf.pdf diakses pada tanggal 17
desember 2013
masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Tingkat Keberhasilan proyek yang paling
dipengaruhi adalah variabel Kesesuaian Tindakan Aktor yang Terlibat. Yang
mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam suatu proyek dapat
mencapai yang sesuai target pada rencana awal proyek.
2.4 Kerangka Berpikir
2.5 Hipotesis
Ho: Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pembangunan desa di Desa Menes
Kecmatan Menes Kabupaten Menes.
Ha: Partisipasi masyarakat tidak berpengaruh terhadap pembangunan desa di Desa
Menes Kecmatan Menes Kabupaten Menes.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang mengambil sampel dari
suatu populasi dan menggunakan koesioner sebagai instrumen pengumpulan data.
Dengan demikian penelitian ini di kategorikan sebagai explanatory research.
Explanatory research adalah penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara
variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan
Effendi, 2006).
Sementara itu, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini, yaitu menjelaskan hubungan dan pengaruh variabel yang sudah ditetapkan,
maka penelitian yang digunakan adalah penelitian menurut tingkat eksplanasi atau
tingkat penjelasan, yaitu bagaimana variabel-variabel yang diteliti akan
menjelaskan obyek yang di teliti melalui data terkumpul (Sugiyono, 2001).
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Menes Kecamatan Bolano-
Lambunu Kabupaten Parigi-Moutong. Alasan memilih lokasi ini adalah dengan
pertimbangan bahwa di lokasi ini antara pemerintah dan masyarakat dapat
meberikan konstribus dalam pengisian angket/kuisioner.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2009:80), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek / subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah terdiri dari 3 dusun, dusun I terdiri dari 246
orang, dusun II terdiri dari 203 orang, dan dusun VI terdiri dari 165 orang.
sehingga total popualsi adalah 614 orang.
3.3.2 Sampel
Arikunto (2006) menyatakan apabila subyeknya kurang dari seratus orang,
lebih baik diambil semuanya, penelitian ini merupakan penelitian populasi,
sedangkan apabila lebih dari 100 orang, maka yang menjadi sampel berkisar 10-
15% dan 20-25% atau lebih.
Tabel 3.1
Jumlah Sampel
No. Dusun Populasi Sampel Jlh Sampel
Dimana :
rxy = koefisien korelasi antara item dengan total
n = jumlah sampel ( responden)
X = skor item
Y = skor total item
Hasil uji validitas akan memperoleh pengakuan yang berbeda-beda
menurut masing-masing item. Pernyataan pengakuan valid berdasarkan taraf
kepercayaan 95% atau peluang ralat (probabilitas) sebesar 5%. Sehingga apabila
koefisien validitas (koefisien korelasi) yang dihasilkan dengan probabilitas lebih
kecil dari 5% (p < 0,05), maka item dinyatakan valid. Artinya item tersebut
berkualifikasi validitas yang akurat dan meyakinkan. Sebaliknya apabila koefisien
validitas (koefisien korelasi) yang dihasilkan dengan probabilitas lebih besar sama
dengan dari 5% (p 0,05), maka item instrumen dinyatakan tidak valid dan akan
digugurkan atau diperbaiki dalam model analisis selanjutnya. Artinya item
tersebut berkualifikasi validitas yang kurang akurat dan tidak meyakinkan.
3.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah untuk mengukur sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya dalam pengumpulan data atau dengan kata lain alat ukur tersebut
mempunyai hasil yang konsisten walaupun digunakan berulang pada waktu yang
berbeda (Singarimbun, 1995).
Uji reliabilitas ini dengan mengunakan teknik Alpha Cronbach (α), dimana
suatu instrumen dikatakan handal (reliabel) bila memiliki keandalan atau alpa
sebesar 0,6 atau lebih (Arikunto, 2006 :196).
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
K = banyaknya butir pertanyaan
= jumlah varians butir
= varians total.
Pelaksanaan proses pengujian dilakukan dengan alat bantu komputer yang
menggunakan software SPSS 16 dengan model satistik korelasi Product Moment
dari Pearson. Adapun kriteria dalam pengujian ini mengikuti pengujian yang
dilakukan oleh (Santoso, 2002) yang mengatakan bahwa reliabilitas suatu
instrumen dapat diterima jika memiliki koefisien alpa cronbach minimal 0,5 yang
berarti bahwa instrumen tersebut dapat digunakan sebagai pengumpul data yang
handal (reliable), artinya hasil pengukuran relatif konsisten jika dilakukan
pengukuran ulang.
3.7 Metode Pengujian Regresi Berganda
3.7.1 Model Statistik
Sebelum menentukan model analisis terlebih dahulu melakukan pengujian
validitas dan reliabilitas terhadap instrumen yang digunakan. Pengujian ini
dimaksudkan untuk mengukur apakah instrumen yang digunakan valid dan
reliabel dalam menjelaskan variabel penelitian.
Untuk menganalisis tingkat pengaruh pembangunan desa sebagai variabel
terikat (Y) dengan variabel bebas (X) yakni partisipasi masyarakat, maka dibentuk
model analisis yang menggunakan model regresi linier berganda.
Model penelitian ini diestimasi dengan menggunakan metode OLS
(Ordinary Least Square), sebagai berikut:
Dimana:
Y : Pembangunan desa
0 : Konstanta
1,2,3 : Koefisien regresi berganda.
X : partisipasi masyarakat
: Variabel gangguan (standart error estimation)
3.7.2 Teknik Pengujian Hipotesis
3.7.2.1 Pengujian Ketepatan Model (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel bebas tersebut secara
simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai F dengan 0,05 (α = 5%).
Apabila tingkat signifikansi F ≤ 0,05, maka H1 diterima dan Apabila tingkat
signifikansi F > 0,05, maka H0 ditolak. Nilai F dapat dihitung dengan rumus
(Gujarati, 2003:120):
Dimana:
R2 = koefisien determinasi
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah sampel
3.7.2.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji T)
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, maka teknik
pengujian yang digunakan adalah uji t. Uji t digunakan untuk menguji apakah
variabel bebas secara parsial atau individu mempengaruhi variabel terikat dalam
model regresi. Pengujian dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansi t
setiap variabel bebas dengan 0,05 (α= 5%). Perhitungan t dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus berikut (Gujarati, 2003:129):
Dimana:
= koefisien regresi
= penaksir
Ketentuan pengujian hipotesis secara parsial dengan membandingkan
tingkat signifikansi t setiap variabel bebas dengan 0,05 (α = 5%). Apabila tingkat
signifikansi t ≤ 0,05, maka H1 diterima dan Apabila tingkat signifikansi t > 0,05,
maka H0 ditolak.
3.7.2.3 Koefisien Determinan (R2)
Angka koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa
besar variabel bebas (X) secara bersama-sama atau serentak mampu menjelaskan
sumbangannya pada variabel terikatnya (Y). Nilai R2 terletak antara 0 dan 1 atau 0
R2 1. Apabila angka koefisien determinasi semakin mendekati 1, berarti
semakin baik model yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel
bebas terhadap variabel terikatnya, begitu pula sebaliknya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Validitas Variabel Partisipasi Masyarakat
Item Nilai
Korelasi Kesimpulan
Pernyataan Batas
X.1 0,461 0,3 Valid
X2 0,158 0,3 Tidak Valid
X3 0,411 0,3 Valid
X.4 0,490 0,3 Valid
X.5 0,344 0,3 Valid
Item Nilai
Korelasi Kesimpulan
Pernyataan Batas
X6 0,360 0,3 Valid
X.7 0,442 0,3 Valid
X.8 0,633 0,3 Valid
X.9 0,596 0,3 Valid
X.10 0,469 0,3 Valid
Sumber : Data Diolah 2013
Hasil pengujian validitas item kuesioner menunjukkan bahwa 9 dari
10 item pertanyaan dalam setiap variabel partisipasi masyarakat memiliki
nilai korelasi di atas 0,3 sebagai nilai batas suatu item kuesioner penelitian
dikatakan dapat digunakan (dapat diterima). Sehingga dapat dikatakan
bahwa 9 dari 10 item kuesioner variabel partisipasi masyarakat tersebut
valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Adapun
item dari variabel partisipasi masyarakat yang tidak valid tersebut adalah
pertanyaan nomor 2. Di mana pertanyaan tersebut adalah “berkaitan
dengan keterlibatan masyarakat, apakah ada hubungan yang harmonis
antara masyarakat dan pemerintah di desa ini”. Alasan mengapa
pertanyaan ini tidak valid adalah karena kenyataan yang peneliti temukan
di lapangan tidak sesuai dengan pertanyaan yang peneliti ajukan.
4.1.1.2 Uji Validitas Variabel Pembangunan Desa (Y)
Kuesioner penelitian variabel pembangunan desa terdiri atas 10
item pertanyaan. Hasil perhitungan korelasi untuk skor setiap butir
pernyataan dengan total skor variabel pembangunan desa dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Validitas Variabel Pembangunan Desa
Item Nilai
Korelasi Kesimpulan
Pernyataan Batas
Y1 0,677 0,3 Valid
Y2 0,549 0,3 Valid
Y3 0,685 0,3 Valid
Y4 0,570 0,3 Valid
Y5 0,767 0,3 Valid
Y6 0,739 0,3 Valid
Y7 0,715 0,3 Valid
Y8 0,610 0,3 Valid
Y9 0,674 0,3 Valid
Y10 0,384 0,3 Valid
Sumber : Data Diolah 2013
Hasil pengujian validitas item kuesioner menunjukkan bahwa
seluruh item pertanyaan dalam setiap variabel pembangunan desa
memiliki nilai korelasi di atas 0,3 sebagai nilai batas suatu item kuesioner
penelitian dikatakan dapat digunakan (dapat diterima). Sehingga dapat
dikatakan bahwa item kuesioner variabel pembangunan desa valid dan
dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti.
4.1.2 Hasil Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat kekonsistenan
tanggapan responden terhadap item pertanyaan kuesioner berdasarkan
pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner
yang diajukan. Uji reliabilitas dilakukan dengan metode Alpha. Hasil
perhitungan koefisien reliabilitas untuk masing-masing variabel diberikan
pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Reliabilitas
Koefisien
No Variabel Keterangan
Reliabilitas
1 Partisipasi 0,684 Reliabel
Masyarakat
2 Pembangunana 0,758 Reliabel
Desa
Sumber : Data Diolah 2013
Menurut Santoso (2001: 280) nilai reliabilitas dilakukan dengan
membandingkan antara nilai koefisien reliabilitas (r-hitung) dengan r-tabel
sebagai berikut:
1. Apabila nilai alpha> rxy kritis, dengan df=n-2, (0,60) pada level convidence
95% (α= 0,05), maka instrumen tersebut dianggap reliabel.
2. Apabila nilai alpha < rxy kritis, dengan df=n-2 (0,60) pada level convidence
95% (α = 0,05), maka kuesioner tersebut tidak reliabel.
Hasil uji keandalan instrumen penelitian variabel partisipasi
masyarakat menunjukkan koefisien realibility alpha (rhitung) 0.684 lebih
besar dari (rkritis), 0.60, sehingga dapat disimpulkan bahwa 10 item
instrumen penelitian yang mengukur variabel partisipasi masyarakat
reliabel, sehingga dapat digunakan dalam pengujian hipotesis.
Hasil uji keandalan instrumen penelitian variabel pembangunan
desa menunjukkan koefisien realibility alpha (rhitung) 0.758 lebih besar dari
(rkritis), 0.60, sehingga dapat disimpulkan bahwa 10 item instrumen
penelitian yang mengukur variabel pembangunan desa reliabel, sehingga
dapat digunakan dalam pengujian hipotesis.
4.2 Hasil Analisis Regresi Berganda
Hipotesis yang diduga dalam penelitian ini berkaitan dengan
bagaimana pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pembangunan desa.
Untuk menguji hipotesis yang digunakan analisis regresi berganda.
Analisis regresi masuk dalam kelompok statistik parametrik yang
mensyaratkan data yang digunakan memiliki skala pengukuran interval.
Olehkarena data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada
responden dangan skala pengukuran data kuesioner berupa data ordinal,
maka untuk memenuhi syarat data yang digunakan dalam analisis
regresiberganda yang digunakan terlebih dahulu dilakukan transformasi
data menjadi skala interval.
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat
terhadap pembangunan desa dilakukan perhitungan analisis regresi
berganda. Hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS V 16
diperoleh hasil penghitungan diperoleh koefisien regresi dan nilai
konstanta seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Hasil Analisis Regresi
Nilai Nilai
Model KoefisienRegresi
t p
1 Konstanta 4,251 0,580 0,564
Partisipasi 0,791 3,950 0,000*
Masyarakat
R 0,460
R Square 0,212
F 15,606
Sig. F 0,000
*) Signifikan secara statistik pada level α = 5%
Persamaan regresi yang menjelaskan pengaruh partisipasi
masyarakat terhadap pembangunan desa adalah:
Y = 4,251 + 0,791 X
Interprestasi hasil persamaan di atas sebagai berikut :
Nilai konstanta (a) sebesar 4,251 dengan asumsi menyatakan bahwa
pembangunan desa sebesar 4,251. Dengan arti setiap ada kenaikan satu
satuan skor variabel partisipasi masyarakat dianggap konstan atau tetap.
Koefisien regresi variabel partisipasi masyarakat sebesar 0,791
menyatakan bahwa setiap perubahan partisipasi masyarakat akan
meningkatkan pembangunan desa sebesar 0,791.
4.3 Hasil Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh seluruh
variabel independen terhadap variabel dependen menggunakan uji F dan
pada tahap kedua dilakukan uji secara parsial untuk melihat kebermaknaan
masing-masing variabel independen dalam model regresis yang diperoleh
menggunakan uji t.
4.3.1 Pengujian Ketepatan Model (Uji Statistik F)
Uji F digunakan untuk pengujian koefisien regresi secara
keseluruhan untuk menguji keberartian model yang mempengaruhi
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Pengujiansignifikansi persamaan regresi yang akan diperoleh dilakukan
dengan menggunakan uji F.
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 4.4 di atas diperoleh nilai F
sebesar 15,606 dengan signifikansi p sebesar 0,000. Jika dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,000 (sangat kecil) lebih kecil dari 0,05 adalah
signifikan pada α = 5%. Persamaan regresi dapat dinyatakan signifikan
yang berarti bahwa secara bersama-sama partisipasi masyarakat dapat
berpengaruh terhadap pembangunan desa.
4.3.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji Statistik t)
Setelah diketahui bahwa terdapat pengaruh secara simultan maka
dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui variabel yang
berpengaruh secara signifikan. Untuk keperluan itu dilakukan pengujian
koefisien regresi secara parsial dengan menggunakan statistik Uji t.
Penentuan hasil pengujian (penerimaan/penolakan H0) dapat dilakukan
dengan membandingkan t dengan nilai signifikansinya.
4.3.2.1 Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Desa
Berdasarkan Uji t dalam tabel 5.4 di atas menunjukkan hasil
sebagai berikut, Tingkat signifikansi t untuk variabel partisipasi
masyarakat adalah 0,000 yakni lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
partisipasi masyarakat secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pembangunan desa di Desa Menes Kecamatan Bolano-Lambunu
Kabupaten Parigi-Moutong, dengan tingkat signifikansi 5%. Hal ini
disebabkan oleh partisipasi masyarakat akan memberikan kesempatan
yang lebih besar untuk meningkatkan pembangunan desa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
berpengaruh positif terhadap pembangunan desa. Hal ini dapat
diinterpretasi bahwa semakin tinggi partisipasi masyarakat maka akan
meningkatkat pembangunan desa.
Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hernida Kusuma Listya
yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Tingkat Keberhasilan
Proyek Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Banyuwangi”. Di mana dari
hasil penelitian tersebut, Listya menyatakan bahwa partisipasi masyarakat di
Kabupaten Banyuwangi berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan proyek
dalam proyek PNPM Mandiri perdesaan, sehingga semakin tinggi partisipasi
warganya maka akan semakin tercapai tujuan dari proyek tersebut. Hal sebaliknya
terjadi jika partisipasi warga menurun atau lebih rendah.Partisipasi masyarakat
yang paling berpengaruh di Kabupaten Banyuwangi adalah variabel Tahapan
partisipasi. Karena tahapan partisipasi merupakan proses awal yang paling penting
tahu mengenai apa yang menjadi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Tingkat Keberhasilan proyek yang paling dipengaruhi adalah variabel
Kesesuaian Tindakan Aktor yang Terlibat. Yang mana menunjukkan besarnya
kekuatan masyarakat dalam suatu proyek dapat mencapai yang sesuai target pada
rencana awal proyek.
4.3.3 Koefisien Determinan (R 2)
Untuk mengetahui korelasi berganda dan besarnya pengaruh secara
bersama-sama partisipasi masyarakat terhadap pembangunan desa dapat
dilihat nilai korelasi dan koefisien determinasi (R2).
Besarnya pengaruh partisipasi masyarakatterhadap pembangunan
desa dapat dilihat nilai korelasi dan koefisien determinasi (R2). Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa secara simultan pengaruh partisipasi
masyarakat terhadap pembangunan desa menunjukkan pengaruh sebesar
0,212 (21,2%). Pengaruh yang diperoleh cukup besar. Sedangkan 100% −
21,2% = 78,8% lainnya dipengaruhi faktor lain yang tidak termasuk dalam
variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
Jika dilihat dari tingkat hubungan partisipasi masyarakat secara
bersama sama dengan pembangunan desa, masuk dalam kategori kuat
(erat) dengan besar korelasi 0,460 atau 46,0%.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data dan setelah dilakukan pengujian
hipotesis dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh
baik secara simultan maupun parsial antara (variabel bebas) partisipasi
masyarakat terhadap (variabel terikat) pembangunan desa di Desa Menes
Kecamatan Bolano-Lambunu Kabupaten Parigi-Moutong.
Melihat tabel 4.1 yang berisi deskripsi indikator-indikator variabel
partisipasi masyarakat, maka dapat diketahui bahwa yang paling
berpengaruh (paling bayak dipilih) terhadap variabel partisipasi
masyarakat adalah indikator (X1-8 dan X1-9) mengembangkan standar
ukuran pembangunan desa dan besarnya tingkat partisipasi masyarakat
melalui beberapa kegiatan seperti kegiatan kerja bakti, rapat desa dalam
pembahasan musrenbang desa, dan sebagainya. Artinya bahwa untuk
mengembangkan adanya partisipasi masyarakat untuk mencapai
keberhasilan proses pembangunan, diperlukan adanya keterlibatan
masyarakat dalam setiap kegiatan di desa seperti keikutsertaan masyarakat
dalam kerja bakti, rapat desa dalam membahas musrenbang desa, dan
sebagainya. Hal ini bertujuan agar proses perencanaan dan pelaksanaan
daripada pembangunan desa tersebut dapat berjalan dengan lancar dan
tanpa hambatan.
Hasil analisis deskripsi variabel pembangunan desa yang
ditunjukkan pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa yang paling berpengaruh
(paling bayak dipilih) terhadap variabel pembangunan desa adalah (Y-5
dan Y-6) memberikan gambaran bahwa program yang ditetapkan dalam
peningkatan pembangunan desa pada setiap satuan akan turut dipengaruhi
faktor partisipasi masyarakat.
Berdasarkan hasil uji F tampak bahwa tingkat signifikansi F adalah
0,000 yakni lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa partisipasi
masyarakat dalam suatu kegiatan yang dilaksanakan di desa secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap pembangunan di Desa Menes
Kecamatan Bolano-Lambunu Kabupaten Parigi-Moutong dengan tingkat
signifikansi 95%.
Besarnya pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pembangunan
desa adalah 21,2% (R2). Hal ini berarti bahwa pembangunan desa selain
dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor lainnya diluar faktor yang diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini
adalah 78,8%, sehingga dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat
untuk mendorong terciptanya pembangunan dalam suatu desa belum dapat
dilakukan dengan baik dan secara keseluruhan.
Berdasarkan Hasil pengujian hipotesis (X) menunjukkan bahwa
partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pembangunan
desa, dengan tingkat signifikansi t untuk variabel partisipasi masyarakat
adalah 0,000 yakni lebih kesil dari 0,05. Pada tingkatan paling
bawah,peningkatan partispasi masyarakat membutuhkan adanya peran
serta pemerintah di dalamnya.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, PT
Rineka Cipta, Jakarta.
Basundoro, Purnawan, 2012, Pengantar Sejarah Kota, Ombak, Yogyakaarta.
Budiman, Arief, 1995, Teori Pembangunan Dunuia Ke Tiga, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Bungin, Burhan, 2001, Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif
dan Kualitatif, Airlangga University Press, Surabaya.
Fakih, Mansour, 2011, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Insist Press,
Yogyakarta.
Khairuddin, 2000, Pembangunan Masyarakat: Tinjauan Aspek Sosiologi Ekonomi Dan
Perencanaan, Liberty Yogyakarta 2000.
Rahardjo, 2010, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Santoso, dan Singgih, 2001 dan 2003, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik,
PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Singarimbun, Masri, dan Efendi, S., 2006, Metode Penelitian Survey: Edisi
Revisi, LP3ES, Jakarta.
Soetomo, 2012, Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Sugiyono, 2001, Metode Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Sunyoto, Danang, 2009, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis, MedPress,
Yogyakarta.
Susilo, Rachmad K. Dwi, 2012, Sosiologi Lingkungan dan Sumber Daya Alam
Perspektif Teori dan Isu-Isu Mutakhir, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.
Referensi Lain
Ali Hanafiah Muhi, Fenomena Pembangunan Desa, tersedia di
http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/ diakses pada tanggal 25 November 2013.
Badrun Susantyo, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Di Pedesaan
Telaah Atas Tulisan David C. Korten, Jurnal Volume 12, Nomor 03, Tahun 2007,
tersedia di http://puslit.kemsos.go.id/download/104 diakses pada tanggal 25
November 2013.
Erizal Jamal, Membangun Momentum Baru Pembangunan Pedesaan Di
Indonesia, Jurnal Litbang Pertanian, 28(1), 2009, tersedia di
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3281092.pdf diakses pada tanggal
27 November 2013.
Faisal Nur, Sitti Bulkis dan Hamka Naping, Partisipasi Masyarakat Dalam Proses
Pembangunan Infrastruktur Desa Studi Kasus : Program Alokasi Dana Desa di
Desa Bialo Kabupaten Bulukumba, tersedia di
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/20896e948e4eafaba6c303ccdf0d8280.pdf
diakses pada tanggal 25 November 2013.
Gunawan Sumodiningrat, Strategi, Kebijaksanaan dan Program Pembangunan
Masyarakat Desa, tersedia di
http://suniscome.50webs.com/data/download/007%20Strategi%20Bangdes.pdf
diakses pada tanggal 17 Desember 2013.
Hernida Kusuma Listya, Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Tingkat
Keberhasilan Proyek Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Banyuwangi,
tersedia di http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-17904-9108202302-
paperpdf.pdf diakses pada tanggal 17 desember 2013.
Muhammad Zulfadli Nasution Djanius Djamin, Peran Kepala Desa dalam
Meningkatkan Pembangunan Melalui Program Nansional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM MANDIRI) Di Desa Sei Apung Jaya Kecamatan
Tanjung Balai Kabupaten Aasahan, Jurnal Citizenship Volume 00, Nomor 00,
Tahun 2013.
Nuring Septiyasa Laksana, Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat Desa dalam
Program Desa Siaga Di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten Gunug
Kidul Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta, Jurnal Volume 1, Nomor 1, Januari
2013.
Wahyu Ishardino Satries, Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi
Dalam Penyusunan APBD Melalui Pelaksanaan Musrenbang 2010, Jurnal
Kybernan, Vol. 2, No. 2, September 2011 tersedia di http://www.ejournal-
unisma.net/ojs/index.php/kybernan/article/viewFile/356/325 diakses pada tanggal
25 November 2013.