PEKERJAAN SOSIAL
Dosen Pengampu :
Ibu Sani Susanti, M. Pd
Disusun Oleh:
Elsa Yustina Aritonang (1183171021)
Segala puji dan syukur bagi Tuhan semesta alam yang telah memberikan
rahmat, berkat dan kasih-Nya pada kita semua sehingga sampai saat ini kita semua
masih dalam keadaan sehat. sehingga saya bisa menyelesikan Critical Book Report
(CBR).
Critical Book Report ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam
mata kuliah ―Keaksaraan‖ yang diberikan oleh Ibu Sani Susanti, M. Pd. Dalam
kesempatan ini saya sampaikan terima kasih kepada Ibu yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan ilmu yang sangat berharga buat penulis. Saya juga tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya yang selalu membimbing dan
mendukung saya dalam menyelesaikan tugas ini.
Saya amat menyadari bahwa pembuatan critical book report ini tidak
sempurna adanya, namun banyak kekurangan baik dari sisi substansi, maupun teknis
penulisan. Dengan demikian, kritik dan saran untuk menyempurnakan critical book
report ini amat saya harapkan, terutama dari para pembaca
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Jadi Pekerjaan Sosial adalah bidang keahlian yang memiliki
kewenangan untuk melaksanakan berbagai upaya guna
meningkatkan kemampuan individu atau kelompok dalam melaksanakan
fungsi-fungsi sosialnya melalui interaksi agar orang dapat menyesuaikan diri
dengan situasi kehidupannya secara memuaskan Kekhasan pekerja sosial
adalah pemahaman dan keterampilan dalam memanipulasi perilaku
manusia sebagaimakhluk social.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pembahasan dalam buku yang akan di review?
2. Apa kelemahan dan kelebihan yang terdapat di dalam buku yang telah
di-review?
3. Apa saran yang dapat diberikan; serta bagaimana kesimpulan dari buku
tersebut?
C. Tujuan
2
BAB II
ISI
A. Identitas Buku
Judul Buku : Assesment dan Wawancara dalam Praktik Pekerjaan
Sosial dan Kesejahteraan Sosial
Penulis : Santoso T. Raharjo
ISBN : 978-602-9239-51-8
Cetakan : Ke-2
Ketebalan : 184 hlm; 17,5 x 24 cm
Penerbit : UNPAD Press
Tahun Terbit :2015
B. Isi Buku
A. PENDAHULUAN
Bagian awal ini menjelaskan tentang konsep dan prinsip
praktik pekerjaan sosial secara umum, yaitu bagaimana hubungan
pertolongan yang terbangun dalam pekerjaan sosial generalis baik
ketika bekerja dengan sistem klien perseorangan, keluarga,
kelompok, organisasi maupun masyarakat. Kemudian secara umum
akan dijelaskan bagaimana praktik generalis melakukan intervensi
dalam level mikro dan level makro. Walau demikian pada
kenyataannya pekerja sosial generalis akan melakukan
praktik/intervensinya secara simultan, yaitu bergerak baik pada level
mikro maupun level makro.
Pentingnya peranan ‗diri‘ pekerja sosial dalam praktik
pekerjaan sosial generalis merupakan hal mendasar; khususnya
kemampuan ‗diri‘ dalam upaya memberikan dukungan,
meningkatkan motivasi, memperkuat komitmen, menggerakkan
kekuatan dan meningkatkan pemahaman serta memfasilitasi
3
komunikasi bersama-sama klien.
Juga dijelaskan tipe-tipe klien berdasarkan cirinya dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan klien
untuk membangun suatu hubungan pertolongan dan terlibat dalam
proses pertolongan.
Umumnya praktik pekerjaan sosial berbasiskan- lembaga
adalah terpusat pada masalah (problem-focused). Klien cenderung
dipandang lemah dan mengalami masalah patologis yang
memerlukan pengobatan untuk memperbaiki keberfungsian
(Saleebey, 2002). Dalam perkembangan terkini mulai bermunculan
suatu pendekatan praktik yang berbasis pada kekuatan pada diri
klien. Pendekatan berbasis-kekuatan (the strenghts-based approach)
adalah berbeda, fokusnya adalah pada kekuatan-kekuatan, sumber-
sumber, dan kemampuan dalam diri klien. Klien dipandang mampu
melakukan perubahan. Mereka adalah rekan (partner) dan partisipan
aktif dalam perubahan. Pekerja sosial bukan pemecah masalah
(problem-solver). Fungsi utama pekerja sosial generalis adalah
membantu klien mengenali, mengerahkan dan meningkatkan
kekuatan dan kemampuan inheren mereka. (Weick et al., 1989).
Dalam pendekatan berbasis-kekuatan, klien adalah ahli (expert)
dengan pengetahuan dan mampu memenuhi perubahan yang
dibutuhkan. Fokus praktik pekerjaan sosial adalah pada
memberdayakan klien dan memantapkan hubungan pertolongan
(yang) kolaboratif.
Dalam praktik pekerjaan sosial berbasis-kekuatan, suatu
hubungan pertolongan kolaboratif dibentuk antara seorang
profesional dan seorang individu, atau keluarga, atau kelompok, atau
sebuah organisasi, atau suatu masyarakat dengan tujuan
memberdayakan dan meningkatkan keadilan sosial dan ekonomi.
Hubungan yang terbangun mungkin melibatkan kegiatan secara
langsung dengan sistem klien dalam semua ukuran ataupun kegiatan
secara tidak langsung pada sistem klien. Kolaborasi profesional
dengan klien atau sistem klien adalah yang bermanfaat bagi klien,
yang seluruhnya berfokus pada kekuatan dan sumber-sumber klien.
4
B. Jenis Intervensi Pekerjaan Sosial Generalis
Klasifikasi intervensi dari praktik pekerjaan sosial generalis
dapat dilihat dalam tabel 1. Dengan konseptualisasi ini, tugas-tugas
intervensi dikategorisasikan dengan level sistem (individu, keluarga,
kelompok, organisasi, atau masyarakat). Praktik generalis selalu
memerlukan intervensi secara simultan pada setiap level (multilevel).
Dalam situasi intervensi perubahan kasus tertentu, anda dan klien
anda mungkin akan terlibat dengan sejumlah individu, keluarga,
kelompok, organisasi, atau masyarakat.
Praktik pekerjaan sosial mikro adalah intervensi dengan
individu-individu, pasangan, dan keluarga (Hepworth, Rooney, and
Larsen, 2002). Pratik dengan sistem klien tersebut juga dikenal juga
sebagai praktik langsung (direct practice) atau praktik interpersonal
(interpersonal practice) (Garvin and Seabury, 1997). Beberapa
penulis mengklasifikasi praktik pekerjaan sosial dengan media
kelompok kecil sebagai intervensi level-mezo (mezzo-level
interventions) (Miley, O‘Melia and Dubois, 1998) dan lainnya
sebagai praktik langsung level-mikro (level-micro direct practice)
(Hepworth, Rooney, and Larsen, 2002; Pinderhughes, 1995;
Shulman, 1999). Karena hubungan pertolongan sistem klien
individual, keluarga, dan kelompok kecil umumnya memiliki maksud
dan tujuan yang sama, sehingga praktik pekerjaan sosial dengan
kelompok kecil merupakan bentuk dari praktik mikro. Berkenaan
dengan sistem klien, tujuan dari praktik level mikro adalah
meningkatkan keberfungsian dan keberdayaan klien. Kedua tujuan
tersebut saling berkaitan dalam penerapannya dengan klien-klien
individu, pasangan, keluarga, dan kelompok kecil.
5
Mikro Individu Meningkatk Memaha Konseling
Individu - an mi Konseling
al individu keberfungsi Sensitif dukungan
Keluarg Pasanga an Hormat Pendidikan
a n Pemberday Penerimaa dan pelatihan
Kelomp Keluarg aan n Manajemen
ok a Keinginan kasus Service
Kelomp bekerjasa linkage
ok- ma Beri Koordinasi
kelompo harapan pelayanan
k kecil Rekanan Negosiasi
Dukungan pelayanan
Komitme Mobilisasi
n Percaya sumber
Advokasi
klien
Makro Pemimpin Perbaikan Sama Pendidikan
Organisa lembaga organisasi denga dan
si (agency) Perbaikan n pelatihan
Masyara Satuan pelayanan siste Perencanaan
kat tugas Membangun m program
lembaga pelayanan mikro Pengembang
Komite Perbaikan an
lembaga kondisi masyarakat
Satuan masyarakat
tugas Berdayakan
professio penduduk
nal setempat
Koalisi Mengembangka
masyarak n sumber-
at sumber
Kelompo pelayanan
k- Meningkatkan
kelompok kesadaran
ketetangg masyarakat
an Mobilisasi warga
Sumber: Zastrow, 2010
6
Para pekerja sosial generalis akan terlibat dengan aktifitas perubahan
sistem klien yang luas, baik individu-individu,keluarga-keluarga, dan
kelompok-kelompok kecil. Umumnya intervensi level mikro oleh pekerja
sosial generalis dibagi menjadi dua kelompok besar, konseling dan
manajemen kasus (Tabel 1). Intervensi konseling terdiri dari supportive
counseling dan pendidikan-pelatihan. Manajemen kasus terdiri dari
hubungan pelayanan (service linkage), kordinasi pelayanan, negosiasi
pelayanan, mobilisasi sumber, dan advokasi klien. Tabel 2. menggambarkan
secara umum intervensi mikro generalis.
Intervensi Penjelasan
Konseling
Konseling Pekerja sosial dan klien terlibat dalam suatu proses
dukungan terapis dan konseling secara kolaboratif. Tujuan
dari intervensi ini adalah membantu klien
mengatasi perhatian dan tantangan, meningkatan
kamampuan, memperbaiki keberfungsian.
Pendidikan Pekerja sosial membantu klien belajar dan ahli
dan pelatihan dengan konsep-konsep dan keterapilan baru
Manajemen
kasus
Hubungan Pekerja sosial membantu klien mengidentifikasi
pelayanan dan membangun hubungan (contact) dengan
program-program dan pelayanan-pelayanan lain.
Koordinasi Pekerja sosial mengkoordinasikan berbagai macam
pelayanan pelayanan dan para profesional yang terlibat dalam
kehidupan klien untuk memastikan bahwa
pelayanan terintegrasi dan memiliki tujuan yang
sama.
7
Lanjutan Tabel 2 Intervensi Utama Mikro - Generalis
Negosiasi Pekerja sosial membantu klien yang mengalami
pelayanan kesulitan berhadapan dengan program-program
dan pelayanan-pelayanan lain.
Mobilisasi Pekerja sosial membantu klien memenuhi sumber-
sumber sumber yang dibutuhkan, seperti tempat tinggal,
pakaian, makanan, furnitur, dukungan keuangan,
atau perawatan kesehatan
Advokasi Pekerja sosial mendidik klien tentang hak-haknya,
klien mengajari mereka keterampilan-keterampilan
advokasi, dan melakukan tekanan kepada badan-
badan sosial dan sumber-sumber untuk merespon
kebutuhan klien
Sumber: Zastrow, 2010
Intervensi Penjelasan
Pendidikan dan Pekerja sosial melakukan pertemuan-pertemuan
pelatihan pelatihan, lokakarya, dan seminarmengenai
keorganisasian dan kemasyarakatan
Perencanaan Pekerja sosial membantu dalam
program mengembangkan, memperluas dan
mengkoordinasikan pelayanan-pelayanan sosial
dan kebijakan-kebijakan sosial.
Pengembangan Pekerja sosial membantu meningkatkan kondisi
masyarakat masyarakat dan memberdayakan warga untuk
mau & mampu melakukan perubahan
masyarakat
Sumber: Zastrow, 2010
1) Jenis-jenis Klien
Seorang klien potensial untuk dapat menjadi klien hanya jika dan
ketika terjadi kesepakatan yang jelas antara seseorang dengan
pekerja sosial mengenai tujuan kerjasama mereka. Selanjutnya secara
ideal, klien adalah seseorang yang sepakat untuk bekerjasama dengan
pekerja sosial dalam rangka mencapai suatu hasil yang jelas.
Terdapat tiga jenis klien: sukarela (voluntary), bukan sukarela
(involuntary), dan tidak sukarela (nonvoluntary) (Garvin and
Seabury, 1997). Namun demikian dalam konteks praktik di Indonesia
saat sekarang ini masih sulit ditemukan klien yang secara sadar dan
sukarela untuk menemui pekerja sosial berkenaan dengan
permasalahan yang sedang dihadapinya. Tentunya hal ini masih
berkait dengan community sanction (kewenangan dan pengakuan
yang diberikan oleh masyarakat) yang belum mewujud sepenuhnya
serta pengakuan pemerintah yang terwujud dalam perekrutan dan
penghargaan yang diberikan kepada para lulusan sekolah-sekolah
pekerjaan sosial.
Selanjutnya, klien sukarela adalah yang mencari pelayanan dari
pekerja sosial atau badan-badan sosial atas dasar keinginan sendiri
karena mereka memang membutuhkan bantuan yang berhubungan
dengan sejumlah aspek kehidupan dirinya. Seorang ibu muda yang
menyadari dirinya memiliki masalah suka minum-minuman
memabukan dan berupaya mencari pertolongan dari seorang pekerja
sosial profesional adalah merupakan contoh dari seorang klien
sukarela. Dia membuat keputusan untuk memperoleh bantuan
profesional dan secara sukarela masuk dalam hubungan pertolongan
dengan pekerja sosial.
12
Klien tidak sukarela (nonvoluntary) yaitu yang ditekan atau
dipaksa untuk mencari bantuan oleh seseorang yang mereka kenal
dekat, bisa anggota keluarga ataupun bukan. Mereka tidak
memperoleh mandat dari pengadilan atau hukum atau badan sosial
untuk memperoleh bantuan. Seorang teman, kerabat, atau koleganya
meyakini bahwa dia atau mereka memiliki masalah; tetapi dia atau
mereka sendiri mungkin tidak mengakuinya atau menyadarinya.
Bahkan seandainya pun mereka mengakui keberadaan masalah,
namun mereka tidak berkeinginan mencari bantuan. Mereka datang
ke pekerja sosial karena ―they may suffer unpleasant consequences if
they refuse‖ (Garvin and Seabury, 1997, p.132). Seorang ibu muda
yang dipaksa oleh suaminya untuk memperoleh bantuan dari pekerja
sosial terhadap masalah perilaku kecanduan obat-obatan adalah
contoh dari klien yang tidak sukarela (nonvoluntary). Dia datang ke
pekerja sosial hanya karena suaminya mengancam untuk
meninggalkannya dan perawatan anak mereka. Dia secara esensial
telah dipaksa oleh suaminya untuk memperoleh bantuan profesional
terhadap masalahnya dan memenuhi harapan suaminya agar dia tidak
meninggalkan dirinya dan memungkinkan memperoleh hak
perawatan atas anak mereka.
Klien bukan sukarela (involuntary) adalah yang memiliki mandat
hukum untuk menerima pelayanan-pelayanan. Mereka tidak
memiliki pilihan lain untuk hal tersebut. Jika seorang ibu muda
dengan masalah minum-minumannya ditangkap karena mabuk saat
mengemudi, bagian dari hukuman tersebut pengadilan memutuskan
si ibu untuk mengikuti program konseling sebanyak 20 kali
konseling setiap minggu. Dalam situasi ini dia adalah klien bukan
atas dasar sukarela (involuntary).
Namun demikian apakah klien tersebut termasuk kategori
sukerela, tidak sukarela atau bukan sukarela, mereka tetap harus
membuat semacam kontrak atau kesepakatan dengan pekerja sosial
dalam rangka menjadi klien yang siap bekerja sama dengan pekerja
sosial untuk mengatasi masalahnya. Mereka harus mengetahui dan
menyadari partisipasinya dalam proses pertolongan. Jelas, akan lebih
mudah mencapai kesepakatan dengan klien sukarela daripada dengan
klien tidak sukarela atau bukan sukarela. Klien sukarela memiliki
motivasi untuk mencari pertolongan. Sedangkan yang lainnya, pada
13
kontak awal, mungkin belum mengambil keputusan untuk mencari
pertolongan dan terlibat kerjasama dalam proses pertolongan.
Menurut Zastrow (2004) kemajuan klien melalui lima tahap
dalam inisiatif diri, dengan bantuan profesional: prakontemplasi,
kontemplasi, persiapan, aksi, dan pemeliharaan. Prakontemplasi
adalah tahapan yang mana belum ada keinginan untuk berubah
dimasa depan. Para klien pada tahap ini biasanya tidak menyadari
masalahnya dan tidak serius terhadap adanya pertolongan. Mereka
tidak memiliki pilihan untuk mencari pertolongan atau mungkin
tidak senang dengan pertolongan yang sedang dijalaninya.
Kontemplasi adalah tahap dimana klien menyadari adanya masalah
dan mereka mulai serius memikirkan pemecahannya tetapi belum
membuat komitmen untuk melakukan tindakan. Kata kuncinya pada
tahap ini adalah kurangnya komitmen untuk melakukan perubahan.
Banyak klien mengakui kebutuhan untuk mengatasi persoalan atau
masalahnya tetapi mereka memerlukan bantuan untuk secara jujur
berkomitmen melakukan perubahan. Persiapan (preparasi)
merupakan tahap kombinasi dari kriteria perhatian dan perilaku. Para
klien pada tahap ini telah mulai mengatasi masalah dan memiliki
motivasi untuk membuat perubahan yang diperlukan. Aksi adalah
pada tahap mana individu-individu melakukan modifikasi
perilakunya, pengalamannya, atau lingkungannya dalam rangka
mengatasi masalahnya. Selama tahap ini klien telah terlibat dalam
proses pertolongan dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan
dalam rangka mencapai perubahan yang diinginkan. Pemeliharaan
adalah tahap dimana orang-orang berupaya mencegah terjadinya
kemunduran dan mengkonsolidasikan usaha-usaha yang telah
dicapai selama aksi. Dalam hal ini pemeliharaan adalah suatu fase
keberlanjutan dari fase kegiatan. Klien secara aktif berusaha
mencegah terjadinya kemunduran dan mempertahankan
(meningkatkan) kemajuan yang telah dicapai.
Kelima tahap perubahan klien tersebut masing-masing akan
berbeda tekanannya ketika mereka terlibat dalam proses pertolongan.
Penting untuk dipahami bahwa setiap individu adalah berbeda. Tidak
seluruh klien-klien potensial mencapai tahap kontemplasi atau aksi.
Banyak klien yang dirujuk atau memperoleh mandat untuk
14
mendapatkan pelayanan saat berada pada tahap prakontemplasi atau
kontemplasi. Untuk menjadi klien yang sesungguhnya, mereka harus
membuat komitmen untuk berubah. Pada akhirnya, hanya mereka
yang memiliki keinginan untuk sepakat bekerjasama dengan pekerja
sosial untuk mencapai hasil secara khusus yang dapat terlibat dalam
suatu hubungan pertolongan yang kolaboratif. Para klien yang bukan
sukarela atau tidak sukarela mungkin masih melalui tahapan tersebut
karena mereka juga membutuhkan pertolongan, tetapi mereka belum
benar-benar menjadi klien sesungguhnya, hingga mereka
memutuskan sendiri untuk terlibat dalam hubungan pertolongan.
2) Penolakan Klien
Para pekerja sosial biasanya akan bekerja dengan klien- klien
yang berada pada tahap prakontemplasi dan tidak berminat
memperoleh bantuan. Sebelumnya klien-klien seperti itu dipandang
sebagai ―penolakan‖ (reluctant) dan seringkali dituduh tidak dapat
bekerjasama dengan pekerja sosial (Anderson and Stewart, 1983).
Dalam perspektif kekuatan (strengths) penolakan merupakan hal
alami dan dapat dipahami sebagai upaya mekanisme pertahanan
(coping). Banyak klien baik, yang akan melakukan penolakan untuk
terlibat dalam suatu hubungan pertolongan (Rooney, 1992). Baru
pada diskusi/pembicaraan berikutnya dibahas sejumlah faktor yang
mempengaruhi kesadaran dan kemampuan klien untuk terus beranjak
ke tahap prakontemplasi dalam proses pertolongan.
Klien yang mengikuti proses pertolongan dengan berbagai
harapan. Beberapa mungkin memiliki sedikit atau tidak memiliki
harapan untuk melakukan perubahan bermakna dalam hidupnya,
sementara lainnya berharap keajaiban. Sebagian mungkin menyadari
sifat dari proses pertolongan kolaboratif, sebagian lagi menginginkan
pekerja sosial dapat menyelesaikan masalahnya. Di awal anda
bekerja bersama, meski terkadang tidak perlu, anda perlu
membicarakan bagaimana nantinya anda akan bekerjasama dan
bagaimana anda saling menghargai masing-masing peran yang akan
dilakukan. Klien harus memahami dengan jelas proses yang dijalani
baik peran maupun tanggungjawab masing-masing.
Ketidaksesuaikan harapan dan kesalahpahaman terhadap proses yang
15
dilakukan akan membawa pada ketidakpuasan dan kekecewaan. Oleh
karena itu adalah penting saling berbagi visi mengenai proses
pertolongan. Dan mungkin akan lebih bijak untuk berasumsi bahwa
anda dan klien anda memiliki visi dan harapan yang masing-masing
berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut yang perlu dicari kesamaan
maknanya (rekonsialiasi) sebelum kegiatan dimulai.
18
competencies in giving and receiving support—all are general skills
for living that may have relevance for overcoming any challenging
situation‖ (1998, p.127). Dengan demikian pada dasarnya klien
mampu untuk mengartikulasikan seluruh pemikiran dan perasaannya;
terampil dalam pemikiran, perencanaan, dan pengelolaan; kompeten
dalam memberi dan menerima dukungan—semua keterampilan
umumnya bagi kehidupan yang mungkin relevan dalam menghadapi
tantangan situasi tertentu. Tanpa mengesampingkan level
keberfungsian, kondisi kesulitan kehidupan yang dihadapi klien,
serta makna persoalan yang harus segera ditangani, pengetahuan dan
keterampilan klien dapat mendukung pemecahan situasi masalah
yang dihadapinya. Cari kekuatan dan kemampuannya. Ini adalah
tugas pekerja sosial dalam membantu klien mengenali dan
mengartikulasikan pengetahuan-pengetahuan dan
keterampilan-keterampilan yang mereka bawa ke dalam proses
pertolongan. Mengenali kekuatan-kekuatan tersebut akan membantu
terpeliharanya hubungan pekerja sosial-klien yang kolaboratif
dengan meningkatkan kesadaran klien untuk terlibat dalam proses
pertolongan.
Tidak menjadi masalah apakah seorang klien adalah sukarela,
tidak sukarela atau bukan sukarela, serta situasi apapun yang
membawa seorang klien bertemu dengan seorang pekerja sosial
generalis, klien memiliki pilihan untuk ikut serta dalam proses
pertolongan. Dalam hal ini, klien harus memiliki kemajuan paling
sedikit ke tahap persiapan dari perubahan. Tantangan bagi pekerja
sosial generalis adalah membantu klien untuk bergerak menuju tahap
prakontemplasi dan kontemplasi, sehingga klien tidak mundur atau
terus bergerak menuju perubahan tanpa benar- benar terlibat dalam
proses pertolongan.
Sejumlah faktor mempengaruhi kemampuan klien untuk terlibat
dalam hubungan pertolongan. Faktor pertama adalah perasaannya
mengenai memperoleh bantuan dan stigma yang mereka rasakan
ketika meminta bantuan kepada orang asing bagi mereka. Nilai-nilai
budaya dan keyakinan, sebagaimana juga pengalaman dengan
pertolongan profesional lainnya mempengaruhi perasaan-perasaan
19
tersebut. Hal terbaiknya adalah sebagian besar klien umumnya
mampu mengatasi perasaan-perasaannya untuk bekerja sama dengan
seorang pekerja sosial. Pekerja sosial harus mengkomunikasikan
pemahaman dari perasaan-perasaan tersebut dan menciptakan suatu
harapan sehingga memungkinkan perubahan agar klien terlibat dalam
proses pertolongan. Sensitif atas harapan-harapan klien dan peran-
perannya dalam proses pertolongan dan jelaskan sifat kolaboratif dari
kerja bersama anda akan mendukung partisipasi klien.
SIMPULAN
Praktik pekerjaan sosial generalis meliputi keterampilan dan
intervensi praktik dalam lingkup luas. Hal ini berkaitan dengan
praktik dalam level mikro dan level makro. Fokus intervensi mikro
pada individu-individu, pasangan-pasangan, keluarga, dan kelompok
kecil. Sedangkan fokus intervensi makro pada satuan tugas dan
komite-komite lembaga, satuan tugas profesional, koalisi
masyarakat, dan kelompok- kelompok ketetanggaan.
Hubungan pertolongan dalam intervensi mikro diarahkan
langsung pada peningkatan keberfungsian dan pemberdayaan sistem
klien. Hubungan pertolongan dalam intervensi makro pada level
organisasi terfokus pada peningkatan peningkatan organisasi dan
pelayanannya seperti mengembangkan pelayanan-pelayanan baru.
Pada level masyarakat, fokusnya adalah meningkatan kondisi
masyarakat, memberdayaan warga setempat, mengembangkan
sumber-sumber, peningkatan kesadaran, dan memobilisasi warga.
Para pekerja sosial generalis harus terampil dalam memanfaatkan
diri berkaitan dengan level sistem intervensi. Pemanfaatan diri secara
luas untuk membantu individu, keluarga, dan kelompok kecil
merupakan bagian fundamental dari praktik mikro (langsung).
Kemampuan untuk memberikan dukungan , meningkatan motivasi,
memelihara harapan, memperkuat komitmen, menggerakkan
kekuatan, meningkatan pemahaman, dan memfasilitasi komunikasi
merupakan hal penting berkenaan dengan ukuran sistem klien. Proses
pertolongan perseorangan, keluarga, kelompok, organisasi, dan
masyarakat membutuhkan para pekerja sosial generalis yang dapat
memanfaatkan diri sendiri untuk membantu klien melakukan
20
perubahan.
Praktik generalis dilakukan dengan sistem klien individu,
keluarga, kelompok kecil, organisasi, dan masyarakat. Jadi, para
pekerja sosial generalis dipersiapkan untuk menangani persoalan-
persoalan baik level-mikro maupun level-makro. Selanjutnya untuk
bekerja dengan sistem klien dari beragam ukuran, para ahli generalis
seringkali bekerja dengan sistem klien berganda. Para ahli generalis
bekerja dengan sejumlah sistem klien yang berbeda secara simultan.
Contohnya, para ahli generalis yang bekerja dengan sistem klien
individu seringkali akan berkaitan dengan sistem klien keluarga
seperti halnya juga dengan organisasi dan kelompok-kelompok
masyarakat dalam lingkup sistem klien individual. Sistem sasaran
tersebut dalam lingkungan sistem klien yang menjadi sasaran untuk
perubahan atau intervensi.
Klien bisa yang sukarela, tidak sukarela dan bukan sukarela.
Berkenaan dengan situasi yang membawa seorang klien melakukan
kontak dengan seorang ahli generalis, klien harus menentukan untuk
turutserta dalam proses pertolongan. Untuk hal ini, mesti terdapat
kemajuan pada diri klien paling tidak hingga tahap persiapan dari
perubahan. Tantangan bagi para pekerja sosial generalis adalah
membantu klien untuk bergerak ke depan tahap prakontemplasi dan
kontemplasi sehingga klien tidak terhenti atau sedikitnya terus
mengikuti proses pertolongan.
Sejumlah faktor yang mempengaruhi kemampuan klien untuk
terlibat dalam hubungan pertolongan. Salah satu faktor adalah
bagaimana perasaan mereka tentang memperoleh pertolongan dan
seberapa besar stigma yang mereka rasakan tentang perlunya peranan
batuan orang asing. Nilai-nilai budaya dan keyakinan demikian pula
pengalaman memperoleh pertolongan sebelumnya berpengaruh
terhadap perasaan-perasaan tersebut. Hal yang terbaik adalah
sebagian besar klien dapat mengatasi perasaan-perasaan tersebut
untuk bekerja dengan seorang pekerja sosial. Mengkomunikasikan
pemahaman akan perasaan-perasaan tersebut dan menciptakan
harapan perubahan adalah memungkinkan hal kritis agar klien mau
terlibat dalam proses pertolongan. Sensitif terhadap harapan-harapan
klien dan peranannya dalam proses pertolongan dan mengklarifikasi
21
sifat bekerja sama secara kolaboratif juga membantu partisipasi
klien.
Dalam tulisan berikutnya akan dijelaskan secara khusus
mengenai apa yang dimaksud dengan assessment, selanjutnya secara
singkat akan dikemukakan mengenai prinsip dasar dan praktek
pekerjaan sosial mikro; untuk selanjutnya secara khusus
memperbincangkan bagaimana proses wawancara (konseling) dalam
pekerjaan sosial.
22
BAB 2 : PRINSIP DASAR PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL MIKRO
A. PENGERTIAN
Konseling dalam pekerjaan sosial seringkali dikaitkan dengan praktik
pekerjaan sosial dalam mikro. Sebelum membahas lebih jauh prinsip-
prinsip praktik dalam praktik mikro, ada baiknya kita melihat
terlebih dahulu apa batasan atau definisi dari pekerjaan sosial mikro
itu sendiri. Beberapa penulis menyebut praktik mikro itu sendiri
dengan istilah bimbingan sosial perorangan atau case work. Mary
Richmond, salah seorang perintis case work ilmiah,
mendefinisikannya sebagai berikut:
―social casework consist of those processes which develop
personality through adjusments consciously effected,
individual by individual, between men and their environent‖
(dalam Skidmore, p.49)
23
Lebih jauh lagi Skidmore (1994) menegaskan bahwa
casework merupakan suatu teknik pertolongan, yaitu:
―Social casework is a methode of helping people based
knowledge, understanding, and the use of techniques
skillfully applied to helping people to solve problem‖ (p. 50)
B. KERANGKA PRAKTIK
Dalam suatu praktik mikro setidaknya terdapat maksud (tujuan),
nilai-nilai, sanksi, pengetahuan, dan metode-metode yang seringkali
merupakan jantung dari praktik casework bersama dengan
perseorangan, dan keluarga. Kesemua hal tersebut merupakan suatu
kerangka praktik mikro. Berikut ini beberapa penjelasan dari elemen-
elemen kerangka praktik tersebut.
24
1) Maksud/tujuan
Elemen maksud atau tujuan ini mengemukakan mengenai alasan-
alasan untuk bertindak; yaitu dapat berupa upaya pencegahan dan
perawatan yang ditimbulkan dari keretakan atau gangguan hubungan
harmonis antara perorangan dan keluarganya atau kelompoknya.
Membantu orang untuk mengenali dan mengatasi permasalahan-
permasalahan dalam hubungannya (sosial), paling tidak
meminimalisasi akibat- akibat yang diimbulkannya. Kemudian
pekerjaan sosial berupaya untuk memperkuat potensi maksimal dari
individu, kelompok, dan masyarakat. Pekerja sosial juga membantu
klien untuk menemukan sumber-sumber potensial disekitar klien
yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk membantu permasalahan
yang dihadapi oleh klien. Dengan perspektif kekuatan, maka dalam
diri klien dan di lingkungan sekitar klien terdapat sejumlah kekuatan
yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk memperkuat perbaikan
kondisi dan kekuatan klien itu sendiri dalam rangka mengatasi
permasalahannya.
(terpenting);
sama lainnya,
dan juga memiliki tanggung jawab satu sama lainnya.
Dari dasar asumsi tersebut dapat diturunkan secara lebih rinci lagi
menjadi beberapa asumsi yang melandasi praktik pekerjaan sosial
mikro, yaitu;
1. Asumsi nilai terhadap martabat dan kapasitas individu
idu dalam posisi
yang unggul/ utama
3) Sanksi
Sanksi merupakan kewenangan dan penghargaan masyarakat
terhadap kegiatan (setiap ekspresi) pekerjaan sosial dalam
pengaturan struktural, hukum, dan pernyataan kebijakan.
Kewenangan terhadap pelayanan adalah diberikan oleh hukum, atau
seperangkat pembuatan kebijakan dalam aturan dan perundang-
undangan badan-badan sosial yang mencerminkan harapan-harapan
masyarakat yang mendukung pelayanan sosial dijalankan badan-
badan sosial.
4) Pengetahuan
27
disiplin tertentu, diantaranya: psikologi dinamik, psikologi ego,
dan berbagai pengembangan teoritis dalam sosiologi, piskologi
sosial, psikiatri, dan antropologi budaya.
-teori dari psikologi,
sosiologi dan bidang ilmu lainnya, keprofesian
pekerjaan sosial itu sendiri menata, mengatur, menyesuaikan dan
menentukan tekanan mana yang akan digunakan berkait dengan
praktek pekerjaan sosial.
28
BAB 3 : ASSESSMENT BERBASIS YANG PADA KEKUATAN
A. PENDAHULUAN
35
kelemahan dari hubungan expert-inferior, termasuk pemolaan,
victim-blaming, dan pesolek pandangan klien.
Kelima. Setiap lingkungan penuh dengan sumber- sumber.
Dalam setiap lingkungan (tidak perduli seberapa kerasnya) terdapat
individu-individu, kelompok-kelompok, asosiasi, dan institusi
dengan sesuatu untuk pemberian, dan dengan sesuatu kebutuhan
lainnya mungkin menyedihkan. Perspektif kekuatan berupaya
mengidentifikasi sumber- sumber tersebut dan membuat mereka
keberadaannya bermanfaat bagi individu, keluarga, dan kelompok-
kelompok dalam masyarakat.
Prinsip-prinsip tersebut begitu esensial penerapannya,
khususnya berkaitan dengan proses awal pertolongan pekerjaan
sosial, yaitu assessment. Hasil dari assessment ini akan ditentukan
bersama (antara pekerja sosial dan klien) mengenai rencana kegiatan
(plan of treatment) yang sekiranya tepat sesuai dengan sumber—
sumber dan potensi yang dimiliki klien dan yang ada di sekitar klien.
Namun, sebelum berlanjut perlu pula untuk melihat suatu kerangka
assessment, yang telah ada dan berkembang baik yaitu asesmen
dengan kerangka bio-psiko-sosio-spiritual‘; yang mencoba untuk
secara menyeluruh melihat beragam dimensi dalam asesmen.
Kerangka Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
Langkah pertama untuk melakukan asesmen yang bermakna
adalah dengan memperluas cara pandangnya. Kebanyakan orang
melihat diri mereka sebagai gabungan dari berbagai kualitas yang
kompleks, dengan berbagai dimensi, yang sebagian diketahui orang
lain, sebagian lagi tidak diketahui. Semua manusia dipengaruhi oleh
dan berdiri paling sedikit dalam 4 dimensi utama, biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Kebanyakan teori-teori praktik,
bahkan dalam pekerjaan sosial, menekankan pada dua dimensi
pertama, dan praktik asesmen tradisional, terutama DSM, sedikit atau
bahkan tidak menghiraukan dua dimensi terakhir. Yang menarik
adalah bahwa dalam dimensi sosial dan spiritual tersebutlah
substansi dari kehidupan individu itu ditampilkan. Yaitu dimana
makna dikonstruksi dan hubungan dikembangkan. Terutama dimensi
36
sosiallah dimana individual dapat berinteraksi dengan
lingkungannya, dan menemukan lingkungan tersebut sebagai sumber
yang berlimpah atau meningkatkan perkembangan atau penuh
tekanan dan melemahkan.
37
Pasien adalah penerima perawatan medis. Pekerja sosial tidak
memberikan pelayanan medis, dan menyebut klien sebagai pasien
menciptakan ruang epistemologi dan prasangka yang tidak sesuai
dengan etika.
Klien didefinisikan oleh dua kriteria yang sangat penting: a) mereka
mempunyai keluhan, dan b) mereka masuk ke dalam kontrak dengan
pekerja sosial untuk melakukan sesuatu dengan keluhan mereka.
Memahami siapa yang ditemui mengubah keseluruhan pengalaman
dan hasil dari proses asesmen. Sebagai contoh, memahami seseorang
sebagai sebuah sasaran secara lengkap akan mengubah makna
interaksi yang dikonstruksikan secara sosial, dan ekspektasi yang
dimiliki seseorang atas interaksi tersebut. ―melawan‖ atau kurang
kooperatif dipandang sebagai cara sasaran untuk mengajarkan
pemberi pelayanan bagaimana bekerja dengan sasaran tersebut
(O‘Hanlon & Wilk, 1987).
38
dalam kehidupan saya‖. Di setiap contoh, ketiga pernyataan berasal
dari asumsi epistemologi dan ontologi yang berbeda, dan dampaknya
terhadap persepsi sedikit tapi sangat besar signifikansinya, dan
sangat beragam dengan individu yang terkena. Mendeklarasikan
seseorang sebagai seorang alkoholik adalah perubahan yang sangat
kritis untuk sebagian orang, sementara menyebutkan seseorang itu
rata-rata mungkin akan mendapatkan reaksi diskriminasi dari
pemberi pelayanan, dan juga berbahaya bagi perasaan diri indvidu
tersebut.
Pekerja sosial harus memahami bagaimana perbedaan ini
mempengaruhi cara mereka melihat dan berhubungan dengan orang-
orang yang memerlukan pelayanan, dan bagaimana klien-klien
tersebut melihat dirinya sendiri dalam dunia ini. Label memiliki
kekuatan tidak saja menjelaskan, namun juga mempenjarakan dan
mempersempit serta memperberat klien dengan cara mengurangi
fakta-fakta berarti dari kehidupan mereka menjadi fakta tidak
penting.
39
Lanjutan:Tabel 4 Dimensi Asesmen Bio-Psycho-Socio-Spiritual
40
Tabel 5 Indentifikasi Kekuatan: Menggunakan ROPES
Resources Pribadi (personal)
Keluarga (family)
Lingkungan sosial (social environment)
Keorganisasian (organizational)
Komunitas (community)
Options Fokus saat ini (present focus)
Penentuan pilihan (Emphasis on choice)
Apa yang dapat diakses saat ini? (what can be
accessed now?)
Apa yang tersedia dan belum dicoba atau digunakan?
(what is available and hasn‘t been or tried or utilized?)
Possibilities Fokus masa depan(future fokus)
Imaginasi (imagination)
Kreativitas (creativity)
Visi masa depan (Vision of the future)
Lakukan (play)
Apa yang anda berfikir dicobakan tapi belum
dilakukan
Exceptions Saat masalahnya tidak juga terjadi?
Saat permasalahan berbeda?
Saat bagian dari hipotesis di masa depan terjadi?
Bagaimana anda selamat, bertahan, dan terus
berjuang?
Solutions Fokus pada konstruksi solusi bukan pada pemecahan
masalah
Apanya yang dapat berjalan?
Apa keberhasilan anda?
Apa yang anda lakukan ketika anda ingin terus
melanjutkan ?
Mukjizat apa yang terjadi?
Apa yang akan anda lakukan sekarang untuk
membuat potongan mukjizat tersebut?
Sumber: Graybeal, 2001
41
Tantangannya bagi para pekerja sosial adalah bagaimana memasukan
perspektif kekuatan tersebut, bahkan dalam sebuah setting dimana
hanya terdapat sedikit relevansi pemahaman, pengakuan, atau
penerimaan. Pada sisi inilah nilai-nilai dasar dan etika pekerjaan
sosial seharusnya melandasi pilihan bertindak, karena hati,
pemikiran, gagasan dan perilaku tindakan tersebut dapat memperkuat
dan mempertahankan paradigma berfikir tersebut. Oleh karena itu
diperlukan upaya advokasi agar mempercepat perubahan paradgima
tersebut baik dalam level kebijakan maupun praktik.
Menghadapi form isian asesmen yang tradisional, adalah
memungkinkan untuk menggeser cara penulisannya, melalui
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada klien, dan memberi
ruang khusus pada respon-respon pengecualian, harapan, dan
kemungkinannya. Dalam bagian berikut Graybeal (2001) juga
memperlihatkan contoh bagaimana pergeseran yang dapat dilakukan
dari asesmen tradisional kemudian bergeser pada asesmen berbasis
pada kekuatan dengan menambahkan informasi tambahan.
Tabel 6 Informasi Asesmen Tambahan dari Perspektif Kekuatan
Jenis Area
Informasi tradisional Informasi tambahan
Informasi
Keberadaan Gambaran detail Menekankan pada
masalah permasalahan bahasanya klien
Daftar simpton Pengecualian
Status msental permasalahan
Strategi koping Eksplorasi sumber
Menekankan pada
solusinya klien
Pertanyaan mukjizat
42
Lanjutan: Tabel 6 Informasi Asesmen Tambahan dari
Perspektif Kekuatan
Jenis Area Informasi
Informasi tambahan
Informasi tradisional
Sejarah masalah Onset and duration Exceptions: When was
Course of the probem not
development happening,
Interactional orhappening
sequences differently?
Previous teratment Include ―future history‖
history ---vision of when
problem is solved
Sejarah pribadi Developmental Physical, psychological,
miletones social, spiritual,
Medical history enviromental assets.
Pshysical, emotional, ―how did you do that?‖
sexual abuse ―how have you
Diet, exercise managed to overcome
your adversities?‖
―what have you learned
that you would want
others to know?‖
Substance Abuse Patterns of use: ―How does using help?‖
History onset, frequency, Periods of using less
quantity (difference)
Drugs/habits of Periodes of abstinence
choice: alcohol, (exceptions)
drugs, caffeine, Persosn and family
nicotine, gambling rituals---what has
Consequences: endured despite
physical, social, use/abuse?
psychological
Sumber: Graybeal, 2001
43
Lanjutan: Tabel 6 Informasi Asesmen Tambahan dari
Perspektif Kekuatan
Jenis Area Informasi
Informasi tambahan
Informasi tradisional
Sejaran keluarga Age and health of Family rituals
parents, siblings (mealtimes/holidays)
Descriptions of Role models---nuclear
relationships and extended
Cultural and ethic Strategies for enduring
influences Important family stories
History of illness,
mental illness
Pekerjaan dan Educational history List of skill and interests
Pendidikan Employment history Homemaking, parenting
Achievements, skills
patterns, and Community involment
problems Spiritual and ritual
involment
44
Penting untuk memahami bahwa seorang klien mungkin
berpartisipasi dalam proses asesmen pada salah satu hari terburuk
yang pernah dialaminya. Dia mungkin sedang mengalami
kehilangan, trauma, keterasingan, kemiskinan, kekerasan,
kekurangan gizi dan psikosis. Dia mungkin tidak pernah perlu
meminta pertolongan sebelumnya, dan merasa malu, bersalah,
dan/atau tidak kompeten. Pertanyaan- pertanyaan yang diberikan
oleh pekerja sosial adalah kritikal. Pertanyaan yang diajukan
mungkin dapat memperburuk keadaan, atau dapat membimbing klien
untuk mengenali dan mengakui perasaan mereka dan harga diri serta
kemungkinan yang ada. Dan penemuan yang paling penting bagi
pekerja sosial ialah bahwa pertanyaan yang diajukan tidak
menghiraukan masalah atau patologi, namun menempatkan
kekhawatiran dalam konteks kepercayaan bahwa klien juga
memegang petunjuk-petunjuk dan kreatifitas yang dapat mengarah
pada penyelesaian masalah. Belajar mengajukan pertanyaan yang
dapat membuka kemungkinan aalah sebuah bentuk seni yang berada
dalam tataran praktik. Untungnya, sekarang banyak berkembangan
sumber-sumber untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut, (Tomm, 1987;
Cowger, 1994; DeJong & Miller, 1995; DeJong & Berg, 1998). Para
pekerja sosial didukung untuk mendedikasikan paling tidak waktu
yang sama untuk mempelajari keterampilan ini seperti mempelajari
keterampilan diagnostic berdasar pada patologi.
Struktur terkini dari format asesmen tradisional seringkali
dibuat berdasarkan pada permintaan peraturan pemerintah dan
praktik-praktik penagihan asuransi. Ini juga dipengaruhi oleh
hegemoni yang luar biasa dari model medis dalam praktik kesehatan
mental, dengan penekanan pada masalah-masalah, patologi dan
diagnosis. Namun begitu, pengalaman menyebutkan bahwa tidak saja
mungkin menggunakan format tradisional dalam cara yang berbeda,
tapi juga memulai perubahan di tingkat institusi. Saya memiliki
beberapa siswa dan kolega yang telah menulis ulang format asesmen
lembaga dan menggunakannya secara efektif untuk mempengaruhi
praktik ke arah yang lebih mengakomodasi perspektif kekuatan.
45
C. SUMBER-SUMBER INFORMASI
4) Sumber-sumber Kolateral
52
wilayah tersebut.
2) Mengkaji Masalah
Assessment umumnya selalu berfokus pada pada evaluasi kebutuhan
dan permasalahan klien. Dalam mengkaji kebutuhan dan
permasalahan, berikut ini konsep yang berguna mengenai problem
system. Hepworth and Larsen (1986) telah mendefinisikan sistem
masalah sebagai berikut:
Konfigurasi dari klien, orang lain, dan elemen-elemen
lingkungan yang berinteraksi menghasilkan situasi
permasalahan yang menunjukkan sistem masalah. Sistem
masalah memutari urusan klien dan membatasi orang
tersebut dan factor-faktor yang terlibat langsung dalam
kontek ekologis klien.
Berikut ini 15 pertanyaan yang berguna dalam menuntun kajian
sistem masalah:
55
terdapat empat sistem dasar dalam praktek pekerjaan sosial : sistem
pelaksana perubahan (a change agent system), sistem klien (a client
system), sistem sasaran (a target system) dan sistem kegiatan (an
action system). Sistem pelaksana perubahan (the change agent
system ) adalah sekumpulan profesional yang secara khusus bekerja
untuk menciptakan perubahan secara terencana. Juga yang
merupakan bagian dari sistem pelaksana perubahan adalah adanya
organisasi yang mempekerjakan agen perubahan tersebut. (Pincus
and Minahan), 1973, p.54). Istilah organisasi pelaksana adalah
penting sebagaimana pandangan Pincus dan Minahan sepadan
dengan penghargaannya (dibayar sesuai kemampuannya) secara
perorangan sebagai agen perubahan. Seorang agen perubahan
dengan demikian, adalah seorang profesional yang secara khsusus
dipekerjakan dalam rangka perubahan berencana.
Sistem Klien (The Client System) adalah sejumlah orang
yang sepakat atau meminta pelayanan kepada agen perubahan, dan
yang bekerja berdasarkan kesepakatan atau kontrak dengan egen
perubahan (Pincus dan Minahan, 1973,
p. 56). Klien dengan demikian dipergunakan dengan penuh
kesadaran daripada yang sering diperlakukan oleh pekerja sosial,
menghindari kemungkinan dari ―melalukan sesuatu‖ terhadap orang
atau organisasi tanpa sepengahuan atau kesepakatan mereka.
Sistem sasaran (The Target System) adalah sekumpulan
orang, badan-badan, dan atau organisasi praktek yang memerlukan
perubahan melalui pengukuran tertentu dalam upaya mencapai tujuan
melalui agen perubahan (Pincus and Minahan, 1973, p. 59).
Misalkan, melalui penganalisaan perubahan sistem sasaran dapat
terukur efektivitasnya dan memberikan suatu mekanisme
pertanggungjawaban.
Batasan sistem terakhir adalah sistem kegiatan (The Action
System). Istilah ini dipakai untuk menggambarkan dengan siapa saja
pekerja sosial bekerja dalam upayanya memenuhi tugasnya dan
mencapai tujuan perubahan yang diharapkan (Pincus dan Minahan,
1973. p. 61). Salah satunya mungkin akan melibatkan sejumlah
sistem kegiatan dengan aspek yang berbeda dari upaya perubahan
56
terencana untuk melengkapi keseluruhan rencana perubahan dari
pelaksana (agen) perubahan. Konsep dari metode dan tujuan hasil
juga dipergunakan untuk lebih jauh lagi membedakan bagaimana
sistem kegiatan dan sistem sasaran dikembangkan dan
didayagunakan. Keempat sistem ini digambarkan secara visual, dan
lebih jauh lagi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Elaborasi dari sistem klien, sistem pelaksana perubahan,
sistem sasaran, dan sistem kegiatan menurut model
Pincuss-Minahan.
Penentuan
Tujuan hasil Hasil
Penentuan Penerapan/
Assessment strategi/ reassessment
data metode
Sistem
Pelaksana Penentuan
Perubahan Tujuan Evaluasi
57
Gambar 2: Contoh gabungan dan tumpangtindihnya beragam sistem
dalam model Pincuss-Minahan
Sasaran yang
Klien yang Sasaran yang merupakan Sasaran
juga sebagai berada di luar bagian dari sebagai bagian
Sistem Sasaran Sistem Klien Sistem dari Sistem
dan Sistem Pelaksana- Kegiatan
Kegiatan Agen
Kegiatan
Meyakinkan Mendidik
Mencarikan
Membantu Direktur seorang ibu
sebuah
seorang klien lembaga pengasuh anak
penginapan
membicaraka Anda untuk bagaimana
yang
n masalah mendukung menghadapi
sewanya
perkawinanny kebijakan anak yang
meringanka
a yang nakal
n klien akan diambil (bermasalah)
58
sikap-sikapnya. Sebuah pengalihan wewenang (referral) yang cukup
sederhana, dan dengan salah satu masalahnya adalah masalah
motivasi dan /atau sikap-sikap. Sejumlah bimbingan konseling akan
bermanfaat, tentunya akan memerlukan waktu tertentu, yang
seringkali metode ini digunakan oleh pekerja sosial dalam
mengintervensi kasus seperti ini. Secara implisit anggapan dasarnya
adalah bahwa teridentifikasi terdapat suatu masalah (pelajar), dan
mengatasi masalahnya dengan mengubah perilaku pelajar tersebut.
Walau begitu, jika tidak menganalisis permasalahan ini secara penuh,
mungkin bisa menimbulkan penyimpangan ―masalah‖ dalam situasi
tersebut.
Dalam menggunakan analisa sistem sebagai suatu
pendekatan terhadap masalah tersebut, Pak. Ridwan pertama- tama
akan mengurai permasalahan yang ada, dan kemudian menentukan
siapa kliennya dalam situasi tersebut. Terlebih dahulu saat sebelum
menjabarkan tentang apa yang menjadi seorang klien, hanya ada
seorang guru dan kebetulan sama- sama bekerja dalam suatu
organisasi sehingga Pak. Pak Pandi dapat menjadi seorang klien pada
saat ini. Jojo dan atau Ibunya mungkin menjadi klien potensial saat
mendatang. (lihat Gambar 3).
Bagian selanjutnya dari menganalilis kasus ini adalah me-
netapkan secara jelas sasarannya (targets). Kembali ke Gambar 4,
bagian ini melibatkan analisis melalui penyidikan dan asses-sment
terhadap data, dan men-gembangkan segala kemungkinan atau hasil
yang diharapkan sesuai dengan sasaran (targets) yang telah
ditentukan sebelum-nya.
59
Gambar 3: Tahap pertama dari pendekatan sistem analisis
terhadap kasus Jojo
Sistem Klien
Tampilan permasalahan
Aktual :
Jojo, seorang anak kelas tiga
adalah: Gurunya (Pak Pandi) meminta pertolongan,
mengharapkan bantuan., dan telah mempunyai
a. tidak memperhatikan
perjanjian sebe-lumnya dengan sistem sekolah
pengarahan gurunya
mengenai penyediaan pekerja sosial untuk
b. tidak mendengarkan memperoleh bantuan.nya. Sistem sekolah yang
mempekerjakan Pak. Ridwan adalah juga klien.
c. tidak menyelesaikan tugas/
Potensial:
60
Gambar 4: Assesmen data dalam kasus Jojo.
61
Gambar 5: Penentuan. sasaran dan tujuan hasil dalam kasus Jojo
62
Berdasarkan fase assessment of data, tujuan-tujuan hasil
harus dibangun. Kemudian sasa-ran ditentukan untuk melengkapi
tujuan hasil tersebut. Proses ini terdiagram pada Gambar 5.
Pada saat ini tujuan dan hasil telah diidentifikasi dan
sekarang perlu mengembangkan suatu sistem tindakan. Bagian
pertama dari proses ini, sebagaimana terlihat dalam Gambar 1,
adalah dengan menentukan metode atau strategi tujuan. Tujuan-
tujuan ini diperlukan untuk menghubungkan sasaran dan seharusnya
secara terindivualisasi mempertemukan kebutuhan dengan sasaran
penduduk. Analisis sistem secara sungguh-sungguh memerlukan
strategi intervensi yang diterapkan bukan berdasarkan pada suatu
teknik-teknik tervaforit pekerja sosial, tetapi berdasar pada
efektivitas pemenuhan kebutuhan bagi kliennya. Sebagai contoh,
seorang pekerja sosial mungkin berkeinginan untuk menggunakan
keterampilan intervensi kelompok kecil yang ia kuasai (sangat
mahir) menggunakannya, tetapi keterampilan tersebut hanya bisa
dipakai ketika analisis sistem mengusulkannya sebagai suatu
pendekatan yang terbaik untuk mencapai sasaran dan pada akhirnya
untuk memenuhi tujuan-tujuan. Gambar 6 memperlihatkan
perkembangan dari methodes goals sebagai langkah awal dalam
mengembangkan suatu sistem kegiatan.
Sekarang konsistensi hasil-tujuan, sasaran-sasaran, dan
metode-metode telah dikembangkan, langkah selanjutnya penerapan
analisis sistem adalah merencanakan implementation stage (tahap
penerapan) dari sistem kegiatan (lihat Gambar 1). Seringkali pekerja
sosial menggunakan penilaiannya (judgement) sepraktis dan selaik
mungkin pada waktu-waktu tertentu. Selanjutnya juga, pekerja sosial
dapat memprioritaskan kebutuhan berdasarkan yang paling
dibutuhkan dan segera disampaikan kepada klien-kliennya. Tentu
saja, pekerja sosial harus juga mempersiapkan untuk menilai kembali
sasaran metode (methode goals) sebagai intervensi progress, dengan
mengamati tingkat kemungkinan harapan hasil yang diinginkan.
Mungkin juga terdapat perubahan dalam diri klien dan sistem
pelaksana perubahan yang cukup lama. Dalam kasus ini sistem
pelaksana perubahan sekarang termasuk tidak hanya pekerja sosial
sekolah, pimpinan sekolah (kepala sekolah), menunjukkan guru-guru
63
jika itu berkaitan dengan gaya mengajarnya, guru BP sekolah, dan
pekerja sosial dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota yang membantu
keuangan, pelatihan manajemen anak, dan pelayanan perlindungan.
Ditambahkan juga, klien-klien potensial (seperti halnya Jojo dan
Ibunya) yang mungkin akan menjadi klien aktual selama fase
penerapan dari sistem kegiatan.
64
menyatakan bahwa prinsip tersebut akan membantu Pak Pandi
untuk bersikap bijak thd penugasan perorangan bagi siswanya
sehingga dia dapat memahami secara lebih baik perbedaan-
perbedaan siswanya, dan dapat memberikan kegiatan akademik
sesuai dengan tingkatannya.
Pekerja sosial akan membicarakan persoalan manajemen ruang
kelas dengan Pak Pandi, dan memberikan secara material
strategi penguatan perilaku positif dan negatif. Pekerja sosial
juga dengan Pak Pandi akan menggali manfaat dari
pengembangan beberapa tipe sistem peringkat siswa sehingga
Jojo (dan berpotensi dari siswa lainnya) dapat bekerja sesuai
sasaran setiap harinya. Akhirnya, pekerja sosial akan
mengkonsultasikannya dengan guru secara periodik
permasalahan perilaku dalam kelas, pemecahan masalah
terhadap situasi tersebut, dan memberikan saran teknik-teknik
yang lebih efektif untuk mengendalikan perilaku siswa yang
disraptif (mengacau).
B. Sasaran: Jojo Heriawan
65
mengembangkan sebuah program kelas bimbingan yang
diarahkan dalam rangka memperbaiki hubungan antara manusia.
Pekerja sosial akan mengalihkan permasalahan ferkuensi
ketidakhadiran kpd unit pelayanan perlindungan Dinas
Pelayanan Sosial Kota, sebagai suatu kasus kemangkiran atau
pembolosan yang tak tertangani. Pengalihan ini akan membawa
perubahan sumber-sumber dari lembaga lain untuk membantu
seluruh kesulitan keluarga-keluarga. Pengalihan ini juga
memberikan suatu cara bagi Dinas Pela-yanan Sosial Kota
untuk menjangkau keluarga yang mengalami kesulitian.
66
dari Dinas Pelayanan Sosial kota akan mengembangkan rencana
penanganan untuk membantu Ny. Heriawan mem- perbaiki
pengetahuannya mengenai perkembangan dan praktik perilaku/
pemelirahaan anak. Rencana ini meliputi bimbingan
perseorangan, mengikuti kegiatan kelompok orangtua, atau
mendemostrasikan praktek keperilakuan melalui pemodelan.
Pekerja sosial akan menyelidiki dugaan penganiayaan akibat
kecanduan minuman keras, dan kemudian memu-tuskan apakah
mengalihkan Ny. Heriawan untuk meng-asesmen peaniayaan
akibat kecanduan minuman keras dan obat-obatan lainnya yang
disediakan oleh Dinas Palayanan Sosial Kota. Sejak Ny.
Heriawan juga agak kelihatan tertekan dan kehabisan energi,
sebuah rujukan dokter jiwa perlu dipikirkan di masa datang.
Selanjutnya, karena masalah kecanduan alkohol juga bukan
satu-satunya masalah, disarankan bahwa Dinas Palayanan Sosial
Kota perlu membantu Ny. Heriawan menemukan pekerjaan atau
memperoleh latihan kerja. Juga nampaknya Ny. heriawan perlu
mendapatkan dukungan (baik konseling perorangan atau
kelompok) untuk membantu keinginanya sebagai orang tua
tunggal.
67
diperlukan koordinasi dan pengaturan.
Juga penting sekali untuk mengevaluasi dan memantapkan
upaya-upaya perubahan setelah menentukan jangka waktu tertentu.
Evaluasi ini sebaiknya berupaya mencari ukuran mengenai hasil
yang dapat dicapai dari sistem sasaran yang akan makin
memperlengkapkan.
Tidak semua kasus sekompleks yang satu ini, atau
melibatkan sejumlah sasaran dan sistem kegiatan seperti ini. Kasus
seperti bisa saja ada, dan asesmen dan strateginya dikembangkan
sesuai dengan gambaran tadi. bagamanapun banyak, dan mungkin
sangat banyak kasus-kasus pekerjaan sosial yang komplikati.
Sebagaimana disebutkan, analisa sistem dapat membantu pekerja
sosial memamhami kompleksitas permasalahan yang dihadapi.
Analisis sistem dapat diterapkan secara virtual oleh seluruh pekerja
sosial. Sayangnya, kemampuan penerapannya saat ini sedang
dipertanyakan. Khususnya berkaitan dengan kemampuan
penerapannya untuk pekerjaan sosial klinis. Kebutuhannya ini
bukanlah kasus, untuk suatu pemahaman tentang aspek- aspek
keunikan dari analisis sistem dan keteramplan klinis dapat
mendemostrasikan gabungan pemanfaatan teknik yang sangat efektif.
68
b. Garis II Personality disorder; kemunduran mental
c. Garis III General medical conditions
d. Garis IV Psychosocial and environmental problems
(PEP). Terdapat Sembilan kategori dalam garis ini,
yaitu:
i. Masalah dengan dukungan kelompok utama
ii. Masalah berkaitan dengan lingkungan social
iii. Masalah pendidikan
iv. Masalah pekerjaan
v. Masalah tempat tinggal
vi. Masalah ekonomi
vii. Masalah dengan akses pelayanan rawatan
kesehatan
viii. Masalah berkaitan dengan system
hukum/criminal
ix. Masalah-masalah psikososial dan
lingkungan lainnya
e. Garis V Global assessment of functioning
2. Developing Client-Focused Measures (Pengukuran Terfokus
Perkembangan Klien). Para pekerja social
jugaMmemanfaatkan pengukuran klient-terfokus untuk mengkaji
keberadaan permasalahan klien, melalui kemajuan klien setelah
melalui suatu intervensi tertentu, dan menentukan apakah suatu
intervensi dapat segera dihentikan. Pengukuran tersebut
menggunakan beragam teknik yang dikembangkan secara khusus
bagi klien tertentu dan murah merupakan suatu metode untuk
memonitor kemajuan klien. Kelebihan metode ini, karena
pengukuran inti berbasis pada tampilan permasalahan yang
dihadapi klien maka seringkali hasilnya lebih akurat jika
dibandingkan dengan sejumlah metode yang telah
terstandardisasi. Kelebihan lainnya dari pengukuran terfokus-
klien adalah mereka dapat berkembang memanfaatkan perkataan
dan pengalaman klien sendiri berkaitan dengan permasalahan
yang dihadapinya. Satu kelemahan pengukuran klien-terfokus
adalah masalah reabilitas dan validitas yang tidak dapat diuji dan
dipastikan dengan pengukuran-pengukuran lainnya. Karenanya
69
kekuatan dari sejumlah pengukuran terfokus- klien ini tergantung
pada keterampilan pekerja sosialnya dalam mengembangkan
pengukuran. Sejumlah contoh dari pengukuran jenis ini adalah:
individualized rating scales, client-monitored observation, goal-
attainment scales, etc.
3. Person-in-Environment System (PIE System). Adalah suatu
metode untuk menggambarkan, mengklasifikasikan dan
mengkoding permasalahan-permasalahan pasien dan klien
dewasa yang memperoleh pelayanan pekerja sosial. PIE system
mirip dengan DSM-IV-TR yang dikembangkan oleh para
psikiater. PIE system adalah suatu ―holistic model system‖ yang
mengidentifikasi dan mengklasifikasi permasalahan-
permasalahan klien atau pasien dalam pengalamannya dengan
keberfungsian social. Di dalamnya termasuk assessment
mengenai hubungan sosial, masalah institusi (kelembagaan)
dalam masyarakat yang umumnya berkaitan dengan upaya
pemeliharaan keberfungsian sosial. Termasuk juga assessment
permasalahan kesehatan mental dan kesehatan fisik yang
berdampak keberfungsian sosial. Struktur dari PIE system terdiri
dari empat factor system. Setiap faktor menggambarkan suatu
kualitas situasi permasalahan klien. Dua faktor pertama (I:
permasalahan dalam keberfungsian peran sosial, II:
permasalahan dalam lingkungan) membentuk inti praktek
pekerjaan sosial. Dua factor lainnya (III: permasalahan kesehatan
mental; dan IV: permasalahan kesehatan fisik) melengkapi
gambaran dari kompleksitas permasalahan.
a. Factor I mengidentifikasi dan menggambarkan
permasalahan klien dalam keberfungsian sosial.
Gambaran bersisikan permasalahan peran sosial, jenis
permasalahan, ragam dan durasi permasalahan, dan
kapasitas klien dalam mengatasinya.
b. Factor II menggambarkan awal permasalahan dari
lingkungan yang mempengaruhi keberfungsian klien.
Hal tersebut juga menggambarkan tiap masalah serta
ragam dan durasinya.
c. Factor III menggambarkan permasalahan kesehatan
mental klien yang mungkin dialami.
70
d. Factor IV menyediakan suatu statement tentang
permasalahan kesehatan fisik klien.
PIE adalah suatu tool dari fase assessment --- dimulai kontak
dan selanjutnya intervensi hingga terminasi. Penggunaan system
PIE menuntun praktisi untuk menata temuan assessment dalam
sebuah format yang jelas, perencanaan intervensi terfokus.
Tentunya melakukan suatu intervensi menurut kerangka teoritis
praktisi atau tuntutan elijibilitas lembaga, praktisi mampu
melakukan assessment yang menjelaskan tugas-tugas dan
peranan pekerjaan sosial. Hal tersebut menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut:
1. Apa permasalahan dalam keberfungsian sosial yang dihadapi
oleh klien ini?
2. Apa permasalahan yang muncul dalam kelembagaan social
masyarakat yang berpengaruh terhadap klien ini?
3. Apa permasalahan kesehatan mental yang muncul?
4. Apa permasalahan kesehatan fisik yang tercatat?
5. Apa kekuatan dan sumber-sumber klien sehingga dapat
mendorong klien menghadapi permasalahan tersebut?
1) Operasionalisasi Faktor I
Dalam praktik pekerja social menggunakan sistem PIE pertama-
71
tama akan mengidentifikasi permasalahan faktor I yang
ditunjukkan oleh klien. Factor ini menggambarkan permasalahan
dalam keberfungsian peran social berkaitan unjuk aktivitas
kehidupan keseharian yang dibutuhkan oleh masyarakat atau
budaya bagi usia individu dan tahap kehidupan. Gambaran
permasalahan dalam faktor I memiliki lima komponen:
1. Pernyataan wilayah interaksi social atau peran-peran social
dimana permasalahan tersebut terjadi. Terdiri dari:
a. Kekeluargaan: orang tuan, pasangan, anak, saudara
kandung, keluarga penting lainnya.
b. Interpersonal lain: kekasish, teman, tetangga,
anggota.
c. Hubungan kerja: pekerja (dibayar), pembantu,
relawan, pelajar.
d. Situasi kehidupan khusus: konsumen,
inpatient/klien, outpatient/klien, petugas lapas,
pesakitan, petugas imigrasi, imigran liar, pengungsi,
dan lainnya. Contohnya, sebuah permasalahan
perkawinan akan
mengidentifikasinya sebagai sebuah
permasalahan peran pasangan, sebuah masalah
dengan pekerja akan diidentifikasi sebagai masalah
peran pekerja.
2. Seorang descriptor tipe permasalahan. Hal tersebut adalah
kekuatan, ambivalensi, tanggungjawab, ketergantungan,
kehilangan, isolasi, korban. Sebagi contoh, seseorang yang
kehilangan pasangan akibat kematian, atau perceraian adalah
diidentifikasi sebagai mengalami masalah peran pasangan,
tipe kehilangan.
3. Indikasi tingkat keakutan permasalahan yang dapat
ditampilkan pada skala 1 (terendah) hingga 6 (tertinggi)
4. Indikasi sudah berapa lama masalah tersebut muncul terlihat
pada skala 1 (lima tahun atau lebih) hingga 6 (dua minggu
atau kurang)
5. Penilaian klinis kondisi fisik, mental, dan kekuatan
psikologis klien dalam menghadapi permasalahan
72
ditunjukkan pada skala dari 1 (luarbiasa) hingga 6 (tidak ada
keterampilan menghadapi)
2) Operasionalisasi Faktor II
Factor II menggambarkan permasalahan dalam lingkungan klien
yang berdampak pada keberfungsian social klien. Dalam PIE
yang termasuk lingkungan baik fisik maupun konteks social
dimana manusia hidup. Factor II mengidentifikasi permasalahan
dalam isntitusi social yang terdapat dalam sebagian besar
komunitas untuk mempermudah kesejahteraan dan
perkembangan individu. Deskripsi permasalahan klien dalam
factor II termasuk tiga komponen berikut: sistem sosial,
keakutan, durasi.
Dalam PIE, terdapat enam pengelompokkan permasalahan
sistem sosial:
1. Sistem ekonomi/kebutuhan dasar (economic/basic need
system). Bagian ini menekankan permasalahan dalam
penyediaan atau daya jangkau terhadap makanan,
perumahan, lapangan pekerjaan, susmber-sumber ekonomi,
dan transportasi
2. System pendidikan dan pelatihan (educational and training
system). Termasuk dalam permasalahan atau defisiensi ini
berkaitan dengan institusi dan kebijakan
pendidikan/pelatihan.
3. System peradilan dan hukum (judicial and legal system).
Termasuk dalam permasalahan ini berkaitan polisi dan
pengadilan.
4. System kesehatan, kesejahteraan, dan perlindungan (health,
welfare and safety system). Termasuk dalam permasalahan
ini berhubungan dengan rumah sakit, klinik, layanan
perlindungan umum, dan pelayanan sosial.
73
5. Sistem asosiasi kerelawanan (voluntary association system).
Termasuk institusi keagamaan dan kelompok- kelompok
dukungan komunitas.
6. System pendukung afeksional (affectional support system).
Termasuk dalam bagian ini adalah jaringan pertolongan
sebagian besar orang dimana dapat diperolehnya dengan
beragam tingkatan.
4) Operasionalsasi Faktor IV
Factor ini mendaftar permasalahan kesehatan mental
sebagaimana didiagnosis oleh ahli fisik (dokter) atau
sebagaimana dilaporkan oleh klien. Untuk diagnosis resmi, ICD
10 atau DSM codes digunakan.
Seorang wanita tua baru-baru ini mengalami kehilangan atas
kematian suaminya dan teman-teman dekatnya. Dia tanpa
keluarga atau teman, menderita arthritis akut, menunjukkan
depresi klinis, serta ancaman pengurangan pelayanan dukungan
74
panti karena perubahan kebijakan pemerintah. Terlihat dalam
tabel 6 berikut;
Tabel 7 Temuan assessment dan Intervensi yang direkomendasikan
Temuan assessment Intervensi yang
Direkomendasikan
Factor I
(1) Masalah pasangan, Tipe Grief counseling
Kehilangan, keakutan Widows support
tinggi, durasi satu hingga group
lima tahun, kemampuan
menghadapi yang tidak.
Code: 1250.424 Drief counseling
(2) Masalah Peran teman, Tipe
Kehilangan, akut tinggi,
durasi satu hingga enam
bulan, kemampuan
menghadapi tidak tepat.
Code: 2250.424
Faktor II Penjelasan kebijakan
(1) Kesehatan, lembaga Lakukan aksi
Perlindungan, Masalah perbaikan dengan
Sistem Pelayanan administrasi atau badan
Sosial, Pelayanan Sosial pemerintah
(terancam hilang
pelayanannya), akut
tinggi, durasi dua hingga Mengembangkan kelompok
empat minggu. Code: dukungan sosial
88305.45
(2) Sistem Support
Affectional, pemenuhan
kebutuhan tidak tepat,
akut tinggi, durasi satu Evaluasi ketepatan
hingga lima tahun. pengobatan psikotropika
Faktor III
Axis I (DSM): Major
Depression, single episode Rujuk ke evaluasi medis
Axis II (DSM): No
75
Diagnosis Faktor IV
Arthritis (laporan klien)
76
5) PIE sebagai Tool Pengajaran
PIE telah akui amat berguna dalam membantu para mahasiswa
pekerjaan sosial memahami domain praktik pekerjaan sosial
sehingga membedakan area keahlian pekerjaan sosial dengan
profesi lainnya. Dan saat sebuah assessment komprehensif dan
jelas merupakan dasar untuk perencanaan dan eksekusi
intervensi, mahasiswa pekerjaan sosial belajar menggunakan PIE
untuk melakukan assessment terhadap klien yang jelas dan
understandable. Karena sistem secara esensial atheoretical
(tidak terlalu teoritis), memungkinkan pengajar menggunakan
berbagai teori-teori casework atau teori-teori tingkahlaku yang
dia yakini merupakan yang terbaik untuk membantu memahami
dinamika kasus.
77
BAB 4 : ENGAGEMENT AND TOOL ASSESSMENT DALAM PERSPEKTIF
PRAKTEK GENERALIST
A. ENGAGEMENT
1. Ucapkan salam kepada klien
2. Unjuk keterampilan menghadiri secara efektif
a. Mengdengarkan/menyimak dengan cermat
78
b. Lakukan kontak mata (hati-hati dengan
perbedaan budaya)
c. Fokus pada pemikiran dan perasaan klien (gunakan
pertanyaan terbuka)
d. Jika perlu gunakan silence
e. Buat catatan informasi yang nampaknya perlu
diingat
3. Bicarakan harapan-harapan lembaga atau klien
4. Tentukan jika lembaga atau kllien memerlukan
pertolongan
5. Ajukan penawaran bantuan kepada klien
6. Orientasikan klien kepada proses pertolongan
a. Klien perlu mengetahui aturan dan kondisi
b. Negosiasi dengan klien seberapa sering sesi
pertemuan, waktu dan tempat, serta total jumlah sesi.
7. Lengkapi kertas kerja yang diperlukan
B. ASSESSMENT
1. Mendapatkan suatu pemngertian akan sebuah masalah atau
isyu, apa yang menyebabkannya, dan perubahan apa yang
dapat dilakukan untuk meminimalisasi atu mengatasinya.
Highlight Perbedaan antara diagnosis dan assessment
4. Tujuan-tujuan Assessment
a. Artikulasi sebuah pernyataan masalah
secaraclear
b. Formulasi sebuah deskripsi system klien secara
clear
80
iii. Formulasi masalah dalam upaya
mengalihkan hambatan untuk pemenuhan
kebutuhan
b. Jenis permasalahan
i. Konflik interpersonal
ii. Ketidakpuasan dalam relasi social
iii. Masalah dengan organisasi formal
iv. Kesulitan dalam menjalankan peran
v. Permasalahan transisi social
vi. Masalah psikologis dan perilaku
vii. Sumber-sumber yang tidak tepat
viii. Masalah pengambilan keputusan
ix. Konflik budaya
x. Masalah prioritasisasi
6. Pemberdayaan: Mengidentifikasi Kekuatan-kekuatan Klien
a. Keluarga dan teman-teman
b. Latar belakang pendidikan dan pekerjaan
c. Keterampilan memecahkan masalah dan
membuat keputusan
d. Kualitas dan karakteristik personal
e. Sikap dan perspektif
f. Bermacam-macam kekuatan-kekuatan lainnya
7. Masalah mana yang seharusnya anda kerjakan?
a. Klien harus menyadari keberadaan masalah
b. Maslah harus jelas batasannya
c. Anda dan klien harus realistis yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah
d. Partialisasi: ‗bubukan‘ permasalahan atau buat seri
permasalahan menjadi bagian-bagian sehingga dapat
dikelola.
8. Pengumpulan Informasi: Sumber-sumber Data Assessment
a. Form lembaga yang telah diisi oleh klien
b. Tanggapan klien terhadap pertanyaan anda selama
81
wawancara
c. Perilaku nonverbal klien
d. Interaksi klien dengan orang lain
e. Sumber-sumber luar
f. Tes psikologi atau lainnya
g. Interaksi anda sendiri dengan klien
9. Instrument Assessment
a. Diagnostic and Statistic Manual (DSM)
i. Lima garis utama:
1. Gangguan dan kondisi klinis tidak
secara langsung merupakan
atribut menuju gangguan mental
2. Gangguan kepribadian
3. Kondisi fisik
4. Masalah lingkungan dan psikososial
5. Assessment global terhadap
keseluruhan level keberfungsian
ii. Empat alasan mengapa DSM relevan bagi
bekerja social
1. Menyediakan cara-cara bagi
berbagai professional untuk
berkomunikasi dengan setiap
lainnya
2. Membantu dalam mengevaluasi dan
mengatasi klien dengan gangguan
mental
3. Dimanfaatkan dalam pengajaran
mengenai gangguan mental
4. Menyediakan peluang-peluang yang
lebih untuk meneliti gangguan
mental
iii. Alasan berhati-hati menggunakan DSM
1. Hanya menggambarkan kondisi
khusus
2. Terdapat kecenderungan focus pada
82
patologi individual mengalihkan
interaksi klien dengan lingkungan
3. Lemah dalam kategori- kategorinya
b. Mengkaji assertiveness (The Rathus Assertiveness
Schedule)
c. Mengkaji penyalahgunaan alkohol dan obat-
obatan (an alcoholism Test)
10. Assessment Keluarga
a. Memilih Bekerja dengan Keluarga
b. Keterampilan-keterampilan Assessment
Keluarga
c. Komunikasi keluarga
d. Struktur keluarga
e. Penyesuaian-penyesuaian life-cycle
f. Dampak lingkungan sosial
g. Wilayah-wilayah kunci konflik keluarga
h. Hubungan keluarga
i. Eco-Map
ii. Genogram
11. Kunjungan Rumah (home visits)
a. Reaksi pekerja social
b. Penjadwalan kunjungan
c. Kehatian-hatian keamanan diri anda sendiri
12. Assessment dalam Praktik Mezzo: Mengkaji Kelompok
a. Potensi dukungan
b. Siapa yang menjadi anggota kelompok?
i. Seleksi criteria untuk treatment
keanggotaan kelompok
1. Motivasi
2. Tujuan kelompok
3. Keterampilan komunikasi
umum
4. Keuntungan dan
83
ketidakuntungan kelompok
ii. Pengumpulan informasi mengenai potensi
anggota kelompok
1. Wawancara dengan anggota
kelompok potensial awal mula
kelompok
2. Gunakan tes self-rating
iii. Seleksi criteria tugas-tugas keanggotaan
kelompok
1. Kepentingan individual
2. Keahlian
3. Homogenitas versus
heterogenitas
4. Keistimewaan dalam masyarakat
5. Hubungannya dengan agen sponsor
6. Keragaman dan karakteristik
demografi
iv. Melaksanakan tugas-tugas anggota
kelompok
c. Assessment kelompok berjalan
i. Kuesioner self-rating individual
ii. Klien mungkin menyimpan diari kejadian
sehari-hari
iii. Bagan peningkatan mereka
iv. Membawa pengamat luar
13. Assessment dalam Kelompok Makro
a. Assessment kebutuhan masyarakat
i. Informasi
ii. Ketersediaan sumber
iii. Kondisi pengembangan program
iv. Sikap-sikap masyarakat
b. Contoh sebuah assessment masyarakat
i. Karakteristik masyarakat
ii. Kehidupan masyarakat
84
iii. Ketersediaan pelayanan social
iv. Ringkasan
c. Empat-tahap proses assessment kebutuhan
i. Tahap 1: Menggali sifat lingkungan
masyarakat
ii. Tahap 2: Mencari tahu wilayah dan
penghuninya
iii. Tahap 3: Mengidentifikasi kekuatan-
kekuatan masyarakat
iv. Tahap 4: Bicara dengan orang-orang dalam
masyarakat
d. Wawancara seseorang dalam masyarakat
i. Lakukan obrolan-obrolan ringan
ii. Suguhkan penjelasan yang jelas tujuan anda
iii. Jelaskan secara jernih apa yang menjadi
keinginan orang-orang dalam
masyarakat
iv. Bicara secara langsung dengan lawan bicara
anda
v. Gunakan keterampilan-keterampilan mikro
vi. Dapatkan informasi khusus yang anda
butuhkan
vii. Pastikan lawan bicara anda mempunyai
peluang untuk berbagi opini dan
menyimpulkan wawancara.
Latihan Genogram
A. Deskripsi singkat:
Lakukan secara mandiri, mahasiswa akan mmpersiapkan sebuah
genogram keluarganya sendiri
B. Sasaran:
Anda akan mampu:
1) Mengkonstruksi sebuah genogram dengan symbol- simbol
tepat
85
2) Meningkatkan kesadaran anda dari sejarah keluarga
anda
C. Prosedur:
Mereview deskripsi dan contoh-contoh sebuah genogram
dituangkan dalam teks tertulis. Wawancara anggota keluarga dan
sumber-sumber data lainnya untuk mengumpulkan informasi
yang anda butuhkan. Apa yang dapat kamu simpulkann dari
ulasan anda terhadap genogram tersebut.
Latihan Eco-map
A. Deskripsi singkat:
Mahasiswa akan mempersiapkan sebuah eco-map mereka sendiri
atau teman. Ini dapat dilakukan di dalam kelas atau tugas mandiri
B. Sasaran:
Anda akan mampu:
1. Mengkonstruksi sebuah eco-map
2. Meningkatkan kesadaran anda tentang informasi yang
dibutuhkan dengan konstruksi eco-map.
C. Prosedur:
Mengulas deskripsi eco-map dalam teks. Manfaatkan diri anda
sendiri atau sahabat atau teman kuliah , mengkonstruksi eco-map
menggunakan symbol-simbol yang tepat. Gambarkan pola-pola
atau kerakteristik tertentu tidak biasa yang dicatat oleh anda
selama mempersiapkan eco-map.
86
B. Sasaran:
Anda akan mampu:
1) Memahami seluas mungkin variable yang perlu anda kaji
dalam rangka memahami masyarakat.
2) Menerapkan sebuah format analisis masyarakat untuk
komunitas dimana kampus anda berada
C. Prosedur:
1. Sebelum memulai latihan, mengulas bahan assessment dalam
praktik makro .
2. Buat kelompok-kelompok kecil beranggotaan lima hingga
enam orang.
3. Pusatkan pada masyarakat di sekitar kampus, lakukan empat
hinga lima menit untuk memulai pertanyaan ―Format untuk
Menganalisa Komunitas atau Lingkungan‖ catat dibawahnya.
Hal tersebut dilakukan baik untuk karakteristik masyarakat
dan kehidupan komunitas. Selanjutnya, lakukan kajian
kesejahteraan umum (public) dan system pelayanan social
yang tersedian dalam masyarakat.
Jawab kuesioner semampu anda. Satu seorang
anggota kelompok sebaiknya mencatatnya sehingga hasilnya
dapat didiskusikan di akhir kelas nanti.
A. Karakteristik Komunitas
a) Konfigurasi Etnik/ Ras. Populasi penduduk utama (Jawa,
Sunda, Batak, Padang, bali dst), agama, komposisi umur,
perbandingan jumlah penduduk per RT-RW-Desa-
Kecamatan-Kabupaten/Kota
b) Faktor-faktor Ekonomi. Jenis mata pencaharian utama,
industry utama, sumber-sumber ekonomi,
kehidupan ekonomi pagi-siang-malam, dst.
c) Pengangguran. Tingkat pengangguran,
perbandingan dengan nasional, regional, local,
d) Tingkat Pendapatan
e) Pola Tempat Tinggal
B. Kehidupan Komunitas
a) Komunikasi dan Interaksi
b) Pelayanan-pelayanan Sosial
c) Organisasi Publik dan Organisasi Pelayanan
C. Pelayanan Sosial yang Tersedia
a) Administrasi pelayanan
b) Program-program Kerjasama antar Lembaga
c) Perawatan Non Kelembagaan
d) Program-program Bantuan Umum lainnya
D. Kesimpulan
Dalam satu atau dua paragraph, simpulkan persepsi utama
anda mengenai masyarakat ini.
89
BAB 5 : WAWANCARA DALAM PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL
A. PENGERTIAN WAWANCARA
Dalam bimbingan sosial perseorangan (social casework)
merupakan suatu metode pertolongan terhadap individu dengan
berdasarkan pada orang per-orang untuk mengetahui perorangan dan
masalahnya. Casework mungkin meliputi upaya pertolongan
penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya (sebagai contoh,
membantu mantan narapidana kembali ke masyarakatnya). Atau
mungkin saja casework terlibat dalam kegiatan pertolongan dengan
mengadakan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan (sebagai contoh,
seorang tenaga pengembangan masyarakat mungkin bertindak
sebagai pendamping bagi seorang anak yang mengalami
ketidakmampuan/ cacat fisik untuk belajar menerima pelayanan
khusus dalam sebuah seting sekolah).
Mungkin terdapat dua esensi keterampilan penting yang
perlu dimiliki oleh tenaga pengembangan masyarakat dalam bekerja
dengan orang-perorangan yaitu wawancara dan konseling
(bimbingan). Dalam wawancara pekerjaan sosial perlu mengetahui
mengenai : tipe-tipe wawancara dalam praktek pekerjaan sosial,
bagaimana memulai dan menutup wawancara, bagaimana
mengajukan pertanyaan, mencatat, dan menggunakan audio dan
rekaman saat wawancara berlangsung. Tenaga pengembangan
masyarakat perlu menyediakan sejumlah waktu mereka untuk
berwawancara, dan banyaknya waktu tersebut tergantung dari
lamanya wawancara.
Pada hakekatnya landasan dari seluruh aktivitas palayanan
manusia adalah wawancara. Wawancara dibatasi dan dibedakan
dengan perbincangan tak terfokus. Bagian ini akan memberikan
suatu pandangan mengenai ―architecture‖ dari wawancara ---
elemen-elemennya secara mendalam.
Sebagaimana dikatakan oleh Zastrow bahwa Wawancara
adalah alat utama para tenaga pengembangan masyarakat. Ini
merupakan struktur dari operasionalisasi interaksi antara seorang
90
tenaga pengembangan masyarakat dan seorang klien. Setiap tenaga
pengembangan masyarakat mengembangkan gaya berwawancaranya
sendiri. Berwawancara adalah suatu seni dan keterampilan, dan
pembelajaran tentang bagaimana mewawancarai adalah berbuat
sambil belajar (learning by doing).
Fokus sentral awal dari suatu wawancara pekerjaan sosial
adalah pada elemen-elemen yang merupakan ciri dari keseluruhan
wawancara pekerjaan sosial. Sebagaimana diketahui wawancara
berkaitan dengan beragam objek yang berbeda dalam beragam
konteks yang berbeda dengan beragam bantuan yang berbeda pula.
Sikap-sikap esensial yang baik bagi mewawancara termasuk
didalamnya pengamatan aktif, mendengarkan aktif, dan gerak tubuh.
Nilai-nilai utama yang penting bagi pewawancara yang terwujud
diantaranya rasa empati, kehangatan, penghargaan, dan kejujuran.
Sikap-sikap dan nilai-nilai tersebut akan membantu membangun
hubungan dalam suatu situasi pertolongan.
B. KARAKTERISTIK WAWANCARA
Setiap intervensi yang dipakai seorang pekerja pelayanan manusia ---
apakah membimbing seorang anggota masyarakat atau memobilisasi
sebuah kelompok untuk kegiatan sosial--- membutuhkan wawancara.
Agar dapat dipahami lebih mendalam, semua uasaha tersebut perlu
dibangun secara terencana, dikomunikasikan secara hati-hati:
berbicara dan mendengarkan, melakukan gerak tubuh nonverbal, atau
menulis.
92
tekanan untuk mencari jalan keluar kesulitan yang dialami
wanita itu.
Seorang koordinator kegiatan-kegiatan after school
memanggil orangtua siswa untuk memberitahukan kepada
mereka tentang Persatuan Orangtua Siswa (POS) akan
makanan malam tambahan dan menanyakan hidangan makan
malam apa yang sebaiknya dibawa, atau topik-topik apa saja
yang akan dibicarakan.
A community school worker melakukan suatu survai ―needs
assessment‖ untuk melihat jenis-jenis kegiatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
C. DEFINISI WAWANCARA
95
latarbelakang atau bahan sejarah kehidupan berkaitan dengan
seseorang atau masalah sosial yang dihadapi oleh klien. Maksudnya
bukan untuk mempelajari keseluruhannya tetapi untuk mengetahui
mengenai latarbelakang anggota masyarakatyang akan
memungkinkan tenaga pengembangan masyarakat (atau badan
sosial) dapat memahami dengan lebih baik kliennya sehingga
keputusan dapat segera dibuat tentang jenis pelayanan apa yang
seharusnya tersedia. Informasi seharusnya berisiskan fakta objektif
dan perasaan serta sikap- sikap subjektif. Orang yang diwawancarai
atau dihubungi termasuk di dalamnya klien, atau mungkin juga
orangtuanya, teman-temannya, sanak-famili, pekerja-pekerjanya, dan
atau lembaga-lembaga yang pernah berhubungan dengan klien,
seperti halnya badan-badan pelayanan sosial, kepolisian, atau
sekolahnya. Informasi yang spesisfik yang diinginkan dengan
beragam sejarah sosial semisal dari suatu lembaga ke lembaga sosial
tertentu. Suatu badan pelayanan adopsi misalkan, ingin mengetahui
lebih mendalam mengenai cara pengsuhan anak dari orang tua yang
cukup potensial menjadi orang tua asuh sebagai bahan perbandingan
dengan sebuah sheltered workshop, yang mungkin ingin lebih
mengetahui secara spesifik kemampuan dari anggota
masyarakatpotensialnya. Sebuah sejarah sosial biasanya berupa
lembaran informasi (mis: nama, umur, pekerjaan, dan seterusnya)
dan kemudian informasi mengenai ajuan pertanyaan atau masalah,
awalnya perkembangan dan pengalaman di masa kecil, latar
belakang keluarga, latar belakang pendidikan (sekolah), masa
pacaran dan perkawinan, pengalaman bekerja, hubungan dengan
badan/lembaga sosial, dan kesan-kesan umum lainnya. Objek- objek
pertanyaan dan format dari sejarah sosial sangat beragam dari
lembaga dengan lembaga lainnya.
Sejumlah contoh mengenai wawancara studi sosial akan
disebutkan. Seorang tenaga pengembangan masyarakat pada sebuah
rumah sakit mental mungkin mencari informasi mengenai
latarbelakang sesuatu untuk memahami permasalahan dan
keberfungsian sosial dari seorang pasien. Petugas probasi mungkin
akan meminta melakukan penyidikan sosial untuk mebrikan arahan
kepada pengadilan yang sedang menangani sebuah kasus dari
seseorang yang dituduh melakukan tindak kejatahan yang sangat
96
kejam. Seorang pekerja sosia yang bekerja dalam suatu dewan
pengembangan masyarakat mungkin akan melakukan wawancara
dalam suatu permasalahan lingkungan yang beragam untuk
mengidentifikasikan apa yang sebenarnya kebutuhan yang paling
utama untuk segera dipenuhi oleh penduduk setempat. Seorang
tenaga pengembangan masyarakat pada sebuah rumah perawatan
muungkin akan membuat sebuah sejarah sosial pada seorang
penghuni baru untuk memperoleh informasi permalahan-
permasalahan sosial dan individu yang sedang dialami, dan khusunya
berkaitan dengan minat-minat penghuni sehingga penghuni tersebut
dapat memahami secara lebih baik.
Wawancara Diagnostik
Wawancara penaksiran atau pembuatan keputusan secara umum
lebih terfokus dalam upaya maksud tertentu daripada wawancara
studi sosial. Wawancara diagnostik pada dasarnya berbeda dengan
wawancara informasional bahwa di adalam mengajukan pertanyaan
dalam wawancara diagnostik lebih terfokus pada pembuatan
keputusan-keputusan khusus mengenai pelayanan manusia. Berikut
contoh-contohnya. Seorang Tenaga pengembangan masyarakat
Perlindungan Anak menyelidiki seorang anak yang mengadukan
suatu perlakuan penyiksaan untuk membuat keputusan apakah
penganiyaan tersebut terjadi. Seorang Tenaga pengembangan
masyarakat Bantuan Masyarakat mewawancarai seorang wanita yang
hamil sebelum menikah untuk menentukan kelaikan mendapatkan
bantuan pelayanan. Seorang Konselor Bimbingan Pekerjaan
mewawancarai seorang anggota masyarakatcacat mental untuk
menentukan kelaikan memperoleh sejumlah pelayanan termasuk
bantuan keuangan, latihan kerja, dan mengikutertakannya dalam
ruang bengkel kerja. Seorang Tenaga pengembangan masyarakat
pada sebuah Penyediaan Fasilitas Rumah Tinggal Bagi Masyarakat
Tidak Mampu Mambangun mewawanca orang tua dari seorang anak
yang mengalami ‗keterbelakangan mental‘ yang sangat terbelakang
dan parah untuk mengetahui informasi pembuatan keputusan yang
akan digunakan oleh Komite Perijinan Pusat untuk menentukan
97
apakah anak tersebut diijinkan tinggal. Seorang Pemimpin dari suatu
Kelompok Kerja/Belajar Anak-Anak mewawancara seorang pemuda
yang sedang menjalani masa bimbingan (probation) karena akibat
bertengkar hebat dengan kedua orangtuanya untuk menentukan jika
seandainya pemuda tersebut akan memperoleh manfaat dari
kelompok Kerja/Belajar, atau mungkin perlu ditempatkan di sekolah
anak-anak nakal.
99
mendorong/mendukung terwawancara untuk mengungkap persoalan
dan memperoleh sebanyak mungkin informasi serta juga
mengungkap sebanyak mungkin perasaan.
Tahap eksplorasi ini memungkinkan pewawancara dan
terwawancara untuk menentukan secara bersama tujuan dan sasaran
pertolongan dan dengan demikian dapat mengarahkan hubungan
pertolongan. Keterampilan dalam rangka relationship-building pada
rangorang per orang merupakan keterampilan dasar yang dapat
digunakan dalam berbagai situasi dan berbagai orang.
Tahap kedua adalah tahap proses pertolongan atau tahap
tengah, yang terdiri dari kegiatan-kegiatan: perencanaan strategis,
implementasi dan evaluasi, yang selanjutnya mengarah pada
terminasi dan tidak lanjut (tahap akhir wawancara). Pada tahap ini
keberhasilan suatu proses sangat tergantung pada bagaimana
komunikasi yang efektif dibangun dalam suatu hubungan
pertolongan yang positif pada tahap pertama.
2. Tahap strategi
Memperoleh kejelasan tujuan dan sasaran
hubungan pertolongan secara bersama
i
Terminasi
Follow-up.
103
Dimensi ketiga adalah isyu-isyu yang berkaitan dengan :
1. topik pemikiran dan
2. nilai-nilai yang melintasi kedua dimensi terdahulu.
Isyu ini tidak hanya terkait dengan bagaimana seseorang berhubungan
dengan lainnya dan lingkungannya, tetapi juga berhubungan dengan
persoalan-persoalan ras, jenis kelamin, usia dan kekayaan. Lebih jauh lagi,
daa dimensi ini termasuk juga persolaan etika, pelatihan, praktik profesional,
demikian juga dengan nilai-nilai dan sikap klien.
104
BAB 6 : KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL DALAM
KONSELING
105
Gerak badan Mengetukan kaki, kaki dan tangan selalu
digerakkan, menggerakkan jemari,
menggelengkan kepala, menyentuh,
mengangkat tangan
Postur (sikap) Bahu bersandar, membungkuk, kaki menyilang,
Badan kaku (seperti robot), santai
Mulut Tersenyum, tertutup, cemberut, mencibir, selalu
Terbuka
Ekspresi wajah Menyenangkan (mengasyikan), lembut,
bingung, dahi mengerutkan dahi, menyeringai,
wajah berkerut
Kulit (muka) Memerah (muda), pucat, merah padam,
berkeringat,
Penampilan Bersih, rapi, kusut, terlalu rapi
Umum
Suara Cepat, lambat, terbata-bata, lembut, keras
an Probing/menyelidik Merefleksi
Mendukung/menentramkan
(hati) Menjelaskan
Memeriksa
Menggambarkan
Strategi Menyertai Probing
(Pelaksanaan Memberitahu/menggambarka Memeriksa
) n Menjelaskan
Probing/menyelidik maksud
Mendukung/menentramk Mempertentangk
an (hati) an
Memotivasi/menentukan Menggambarkan
Mengevaluasi/menganali Menyimpulkan
sis
108
Mengatasi persoalan
Pemantulan (Reflecting).
Pemantulan merupakan pengulangan terhadap apa yang dikatakan
oleh anggota masyarakatsebagai suatu rangsangan untuk meneruskan
bicaranya. Pemantulan yang selektif terhadap segmen-segmen
penting dari perkataan anggota masyarakatadalah sangat membantu.
Jika anggota masyarakatberkata ―Dia bertingkah yang membuatku
marah dan saya biarkan ia begitu,‖ tanggapannya mungkin ―Anda
marah ketika ia bertindak begitu‖. Catatan bahwa kalimat ―biarkan ia
bertindak begitu‖ bukan pantulannya.
109
Pernyataan (baru) (Paraphrasing).
Suatu uraian baru yang terpilih terhadap komunikasi anggota
masyarakat menunjukkan bahwa pewawancara tidak hanya
mendengarkan saja tetapi memahami kliennya. Pernyataan baru
memancing umpan balik dan konfirmasi anggota masyarakatatau
koreksinya. Penyimpulan (baca mengurai kembali) berjalan melewati
perefleksian terhadap formulasi baru dari pernyataan anggota
masyarakatsesuai dengan pemahaman pewawancara.
Peringkasan (Summarizing).
Sebuah rekapitulasi atau laporan singkat dari suatu unit terbatas dari
wawancara menyarankan apakah sudah cukup memenuhi atau mesti
ditambahkan lagi, hal pokok apa saja yang telah sesuai dengan tujuan
wawancara. Peringkasan memberikan arahan dan menyediakan
proses rujukan yang sah.
Hening (Silence).
Menggunakan secara bijak dan tepat keheningan mendorong
terwawancara untuk membagi bersama dan memberinya kesempatan
untuk berbuat sesuatu selanjutnya. Keheningan memberi waktu
terwawancara untuk memilih isi untuk menceritakan dan mengatur
pemikirannya untuk mengungkapkannya.
Klarifikasi (clarification)
Klarifikasi membantu anggota masyarakatmemperoleh kejelasan
spesifik dan persepsi sasaran akan situasinya. Klarifikasi membantu
anggota masyarakatmenstrukturisasi kembali pandangannya terhadap
suatu situasi sehingga memungkinkan perubahan yang sebelumnya
tidak diperhitungkan menjadi diketahui. Klarifikasi memunculkan
pertanyaan mengenai pros and cons kemungkinan perbedaan
pendekatan menanggapi situasi klien.
110
Penentangan (confrontation)
Dalam penentangan, pewawancara akan meminta perhatian anggota
masyarakatterhadap ketidaksesuaian antara apa yang ia katakan dan
berkaitan dengan perilaku nonverbalnya, antara omongan verbal dan
tindakan berikutnya, antara ekspresi nilai dan perilaku. Pewawancara
memancing anggota masyarakatmencoba untuk menjelaskan alasan
perbedaan tersebut. Dengan bantuan pewawancara anggota
masyarakatmencontohkan ketidaksesuaian dalam rangka menentukan
mana yang benar dan dengan demikian mengurangi konflik internal
dalam dirinya. Penentangan sebaiknya bukan merupakan tantangan
atau intimidasi dalam tekanan suaranya; ketidaksesuai semestinya
dibuat seolah seperti sebuah teka-teki yang mesti dipecahkan dan
yang kepentingannya untuk membantu terwawancara
menjelaskannya. Ketidaksesuaian sebaiknya dihantarkan dengan
rincian khusus dan dengan saran-saran yang pewawancara
ungkapkan berdasarkan permohonan anggota masyarakatuntuk
memahami anggota masyarakatsecara lebih baik.
Interpretasi (interpretation)
Oleh karena penentangan (confrontation) berhubungan dengan data
yang memerlukan penjelasan, interpretasi mengupayakan hipotesis
bagi pertimbangan terwawancara. Tenaga pengembangan masyarakat
menganalisa informasi bersama klien; menempatkannya dalam
istilah/ tatar/ aras yang berhubungan dengan teori, pengalaman
profesional, dan pengetahuan umum mengenai permasalahan klien;
dan dengan demikian formulasi sebuah hipotesis mengenai situasi
tertentu yang mungkin memerlukan cara lain memahaminya.
Oleh karena klarifikasi memunculkan elemen-elemen diskusi
dalam tingkat kesadaran tertentu bagi klien, interpretasi
mengupayakan pertimbangan sebuah persepsi yang mungkin anggota
masyarakattidak benar-benar sadari. Interpretasi memerlukan apa
yang terwawancara ketahui dan sebuah kesimpulan tambahan.
111
Sebuah interpretasi adalah penawaran tentatif, seperti ―Saya ingin
jika ......,‖ ―Bisa saja terjadi seandainya ......,‖ memberikan anggota
masyarakatkebebasan untuk menerima, menolak, atau memodifikasi
interpretasi.
112
C. SIKAP-SIKAP ESENSIAL SEBUAH PERTOLONGAN
KEMANUSIAAN
Pewawancara mempersiapkan tahapan bagi suatu wawancara yang
bermanfaat dengan sikap-sikap pengamatan aktif (active observing),
arah fisik/badan kepada terwawancara, dan mendengarkan aktif
(active listening). Sikap-sikap ini essential (sifat-sifat pokok) pada
seluruh wawancara yang baik.
113
Pengamatan Pesan-pesan Nonverbal
Dengan cara sederhana, saat kita melakukan wawancara, kita
menangkap sejumlah gelagat mengenai seseorang yang sedang kita
dengarkan darinya adalah pesan-pesan nonverbal. Andaikan,
misalnya, anda adalah seorang tenaga pengembangan masyarakat
yang bekerja dalam sebuah rumah pengasuhan. Pasangan suami-istri
datang menemui anda untuk membicarakan kemungkinan
penempatan orangtua suaminya di lembaga tersebut. Anda lihat cara
mereka memasuki ruangan, anda perhatikan mereka berubah menjadi
pendiam, suara mereka berat, bicaranya pelan, gelagat-gelagat
significan pada masing-masing menampakkan ada hal-hal yang tidak
beres dalam sikap duduknya terlihat, berjalan dengan kaki dan
tongkatnya, cara memulai perbincangan. Cara memalingkan muka
dari anda dan pengunduran waktu terhadap kunjungan anda ke rumah
mereka dimana kehidupannya nampak ada tidak beres. Mengamati
perilaku mereka, dan mengetahui seberapa besar tekanan yang
dirasakannya mempengaruhi putusannya akan orang tuanya yang
sakit atau lanjut usia, anda perlu membantu pasangan ini
membicarakan perasaan-perasaan mereka akan penempatan ibunya,
sebagaimana yang impresi mereka mengenai apa yang telah mereka
lihat sebelumnya.
Terwawancara dapat memberikan reaksi (gelagat tertentu)
mengenai perasaan yang mungkin tidak dapat terucapkan melalui
kekakuan gerak tubuh, genggaman tangan, telapak tangan yang
basah, suara yang bergetar, wajah kemerahan malu-malu, terlihat
sedih, berlinang air matanya, desahan nafas, cengkraman jemari dan
tangannya, kerutan bibir, kepala menunduk, dan gerak tubuh lainnya.
Baik anggota masyarakatmaupun tenaga pengembangan masyarakat
dalam wawancara masing-masing berkomunikasi melalui perilaku
nonverbal sebagaimana menggunakan kata- kata. Seorang tenaga
pengembangan masyarakat dapat memberikan kehangatan melalui
sebuah jabatan-tangan, dengan terarah lurus ke depan terwawancara
daripada bersandar ke belakang, dengan melakukan kontak mata,
dengan senyuman dan tatapan perhatian. Seorang tenaga
pengembangan masyarakat juga dapat berperilaku tercela,
114
menjijikkan, atau tidak tanggap terhadap berbagai gelagat yang
terjadi, gelisah, terlambat memulai suatu wawancara, mengunyah
permen karet, melupakan nama dan fakta penting mengenai situasi
terwawancara, menyela wawancara untuk menjawab telepon atau
berbicara dengan orang lain.
Membaca gelagat (tanda-tanda) nonverbal sebagai ekspresi
perasaan bukanlah seperti sebuah permainan kamar tamu. Seseorang
melompat dengan cepat, kesimpulannya sederhana berdasarkan pada
satu gerakan tubuh. Anda belum dapat bercerita mengenai makna
gerakannya jika anda belum mengetahui bagaimana tipikal cara
seseorang berdiri. Seorang anak yang menangis mungkin
mengatakan, kapan anda membantunya, tidak ada masalah, tetapi
bukan karakternya berwajah sedih dan memelas ―memberitahukan‖
pada anda bahwa sesuatu membuatnya marah pada anak kecil yang
biasanya gembira.
Sementara itu juga pemahaman secara instingtif adalah
penting, reaksi pertama anda terhadap suatu pandangan mungkin
tidak selalu memberikan informasi yang akurat. Sebagai contoh, kita
mungkin dapat melihat sejumlah orang berada di jalanan pada jam-
jam kerja dan berasumsi bahwa mereka adalah pemalas dan tidak
bekerja. Padahal pada kenyataannya, mereka adalah pekerja
konstruksi bangunan yang baru menyelesaikan pekerjaannya karena
proyeknya telah selesai dan sedang mencari lahan pekerjaan baru.
Mungkin mereka adalah pendatang yang sedang menunggu masa
panen padinya. Untuk mencapai suatu pemahaman yang valid,
pengamatan anda pada setiap orang atau suatu kejadian harus
ditempatkan pada dalam konteks sosial dan historisnya. Jika seorang
anak dirujuk kepada seorang tenaga pengembangan masyarakat pada
sebuah klinik kesehatan mental, maka berdasarkan petunjuk bahwa
tenaga pengembangan masyarakat seharusnya membiarkannya
sekitar dua atau tiga menit tanpa mengganggunya mengamatinya dari
sudut ruangan atau pusat perawatan. Memberinya suatu gambaran
bagaimana guru dan anak tersebut berinteraksi, bagaimana seorang
anak bermain dengan teman-temannya, aktivitas mana yang
menyulitkannya dan yang mana yang membuatnya gembira;
bagaimana aktivitasnya nampak sesuai dengan kebutuhan anak dan
115
gaya pembelajaran. Pengamat lainnya mungkin akan melihat anak
yang meninju anak lainnya. Secara otomatis mungki ia menduga
bahwa anak tersebut bertipe agresif dan bermusuhan. Tetapi jika ia
telah melihat anak tersebut tiga jam atau lebih latihan tersebut selama
beberapa hari, ia mungkin akan meraik kembali kesimpulan bahwa
anak yang melakukan pemukulan sebelumnya telah dipukuli oleh
penyerang dari kompleks rumahnya.
117
individualistiknya ‖pull yourself up by your own bootstraps‖.
Sehingga ketika seseorang memasuki suatu wawancara pada sebuah
lembaga pelayanan sosial, kita harus siap dengan sejumlah perasaan
cemas mengenai permintaan dan penerimaan bantuan.
Sejak orang masuk ke dalam ruang lembaga pelayanan,
pewawancara harus mendengarkan arti ‗halus‘ (dibaliknya) dengan
cara apa terwawancara berkata-kata --- atau mungkin tidak berkata-
kata. Ketika terwawancara berubah dengan cepat dan secara kasar
topik pembicaraan pindah dengan cepat ke topik yang lain, hal itu
mungkin menunjukkan bahwa, pertama-tama mungkin topiknya
adalah sesuatu yang menyakitkan (membuatnya sedih).
Ketidakkonsistenan dan kehampaan dalam pembicaraan mungkin
menunjukkan kebingungan atau kecemasan. Pengulangan keterangan
terhadap suatu masalah mungkin menunjukkan suatu perhatian yang
besar terhadap suatu topik. Cara berkelompok dengan satu sama
lainnya menunjukkan suatu isyarat dan perasaan tertentu. Sebagai
contoh, jika seorang wanita menceritakan kecantikan saudara
perempuaannya dan kemudian beralih kepada perhatian dan
penampilannya, kita akan terkejut jika perasaan wanita akan dirinya
telah dicampuri dengan perasaannya akan saudara perempuannya.
Kadang-kadang orang menyembunyikan maksud mereka dengan
berkata berlawanan dengan tindakan atau caranya. Seorang pria yang
gagal bertunangan dengan seorang wanita mungkin akan berkata
dengan marah yang ia lampiaskan dengan kegembiraan yang
berlebihan, yang faktanya ia sangat terluka, tetapi egonya yang
sangat terluka malu untuk menerima kondisi tersebut.
Empati
Tidak semua orang sepakat bahwa sifat-sifat kepribadian secara kritis
penting dalam sebuah pertolongan manusia. Empati adalah
kemampuan mengidentifikasi diri anda sendiri dengan perasan dan
pemikiran, menunda keputusan anda sesaat dan untuk merasakan
dengan cara orang lain. Berbeda dengan simpati, sebagai keterlibatan
perasaan sedih terhadap seseorang tetapi tidak perlu menangguhkan
perasaannya untuk mencoba mengidentifikasi lainnya.
Kita yakin bahawa saat empati tanpa dibekali dengan
pengetahuan tentang bagaimana bekerja dengan sebuah sistem akan
menjadi tidak berguna dalam pertolongan manusia dengan peduli
lingkungan.
Empati muncul dari dasar rasa kemanusiaan kita. Meski
begitu tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang sama
secara tepat, kita berjalan melalui lingkaran kehidupan yang sama
dan secara bersama membagi perasaan.
Rasa Hormat
Rasa hormat (respek) adalah suatu kualitas yang paling orang pahami
dalam hubungan sosial sehari-hari. Kita semua memerlukan
penghormatan dari orang lain dan umumnya kita berupaya
menghormati orang lain. Lebih jauh lagi kita menghormati mereka
sesuai dengan keunikannya dan menghormati hak-haknya atas
perasaan dan keinginan mereka yang mungkin berbeda dengan diri
kita sendiri. Penolong harus bersikap tidak memberikan penilaian
ketika mencoba memahami tertolong.
Kehangatan, kasih sayang, dan penghormatan berkaitan erat
dengan empati sejauh mereka terlibat membantu orang lain. Jika
mereka tidak jujur, bagaimanpun akan mengurangi rasa hormat
119
mereka karena secara praktis setiap orang dapat merasa tertipu.
Paling penting adalah to be yours self. (Jadilah diri anda sendiri)
Kejujuran
Kita ingin mengetahui bahwa orang yang kita percayai pemikiran
dan perasaannya tidak ditempatkan pada posisi, pura-pura
menyayangi ketika kenyataannya tidak demikian. Kualitas akan
menjadi lebih tinggi nilainya dengan sejumlah pertolongan
profesional. Ahli psikoanalisis klasik Freud menetapkan suatu model
pertolongan dimana terapis bertindak seperti ―blank slate‖ (papan
tulis hitam) duduk
dengan pasif di samping pasien, jarang berpendapat dan jarang
mengeluarkan emosi-emosi tertentu. Model ini tidak sesuai untuk
membantu orang yang mempunyai masalah lingkungan yang konkrit
dan nampak tidak cocok menggunakan sebuah hubungan terapis.
Para konselor dan ahli terapis saat sekarang lebih mampu
mengekspresikan perasaannya secara terbuka yang sesuai dengan
hubungan pertolongan, walaupun terdapat perasaan-perasaan yang
sedikit negatif.
Berikan secara spontan sebuah pemikiran segar dalam
hubungan pertolongan, sebuah perasaan pemikiran ―here-
dan-sekarang‖. Penolong yang baik adalah nyata dan otentik
selama pertolongan ....... Ketika helpee mengalami kesulitan
akan rasa ketakutannya terhadap kesembuhan dari suatu
penyakit tertentu, penolong ikut merasakan apa yang dialami
oleh helpee. Dia berkata, ―Saya pun merasakan ketakukan
dan kesedihan anda mungkin anda mau membicarakannya.
Dan saya khawatir terhadap anda. Saya merasa bertanggung
akan kondisi ini.‖ Penolong dengan tulus ikhlas menyatakan
perasaannya. Terlebih lagi ekspresi perasaannya dilakukan
pada waktu dan tempatnya tepat, dengan situasi yang
mendesak.
Melayani dengan penuh keterbukaan adalah model
pelayanan terhadap helpee. Dengan bersedia mendiskusikan
perasaan pribadinya, penolong membangkitkan helpee untuk
120
menanggapinya dengan cara yang sama. Helpee juga mau
terbuka dan belajar bersikap jujur juga. (D‘Augelli,
D‘Augelli & Danish, 1981, pp. 58-59).
Membangun Keakraban-Hubungan
Jika anda menunjukkan kejujuran dan kehangatan, anda mempunyai
suatu dasar yang solid sebagai syarat mengembangkan suatu
hubungan yang akrab, kualitas kepercayaan yang sulit dipahami yang
dapat tumbuh diantara dua orang. Membangun kepercayaan secara
khusus penting pada awal mula suatu wawancara, ketika seseorang
yang datang membutuhkan pertolongan nampak khawatir mengenai
kemunculan dirinya terhadap orang yang belum dikenalnya. Kita
membangun kepercayaan dengan cara penuh kejujuran sesuai dengan
tanggapan kita terhadap perasaan dan pemikiran terwawancara,
biarkan ia mengetahui bahwa kita benar-benar mendengarkan dan
memperhatikannya.
Pewawancara mesti menyadari akan perasaannya bahwa
terwawancara mungkin memerlukan wawancara pertolongan dan
dengan demikian adalah penting membuat beberapa persiapan untuk
wawancara. Meninjau kembali terhadap kasus-kasus sejenis, tenaga
pengembangan masyarakat mungkin akan mengajukan sejumlah
pertanyaan dan dengan sejumlah topik yang melingkupinya. Jika
terwawancara belum menjadi klien, pewawancara sebaiknya
mengulas catatan sebagai persiapan.
Pada pertemuan aktual, tenaga pengembangan masyarakat
mengenalkan dirinya dengan menyebut nama dan jabatannya yang
menggambarkan fungsi kerjanya. Tenaga pengembangan masyarakat
mempersilakan anggota masyarakatduduk pada suatu sudut dari
posisinya (daripada terhalang meja) dan memulai perbincangan
dengan rangkaian obrolan ringan ‗mencairkan kekakuan‘. Tetap
mempertahankan obrolan ringan secara minimum untuk memastikan
bahwa pertemuan tersebut tidak disalahartikan seperti sebuah
upacara sosial, tenaga pengembangan masyarakat mengawali
wawancara formal dengan mengajukan sebuah pertanyaan terbuka
121
yang mencoba mengumpulkan informasi mengenai alasan
kedatangan klien. Dalam suatu kasus dimana anggota
masyarakatdatang secara terpaksa atas permintaan atau atas perintah
seseorang atau lembaga lainnya, tenaga pengembangan masyarakat
bersama dengan anggota masyarakatmenggali alasan kunjungannya.
Pewawancara memliki dua prinsip conterminous, tugas yang
saling tumpah-tindih pada permulaan: memantapkan suatu hubungan
yang positif dengan terwawancara dan memenuhi laporan secara
detail untuk menentukan situasi permasalahan apa sehingga anggota
masyarakat membutuhkan pertolongan sehingga tenaga
pengembangan masyarakat berupaya membantu.
Pemantapan dan pemeliharaan suatu hubungan yang positif
telah teruji berulang kali sebagai prasyarat inti dari suatu wawancara
yang efektif. Hal tersebut penting, paling tidak, sebagai basis
pencapaian maksud dan sasaran suatu wawancara. Suatu hubungan
yang positif menunjukkan suatu hubungan emosional yang positif
antar manusia: Mereka merasa senang dalam berhubungan satu sama
lainnya; mereka merasa bebas, aman dan terbuka. Sejumlah perilaku
khusus pewawancara telah teruji sebagai pencapaian suatu hubungan
yang positif: suatu sikap penerimaan dan penghargaan; komit
terhadap kerahasiaan dan penentuan nasib-sendiri klien;
menunjukkan suatu pengertian empatik; ekspresi secara jujur;
aakomunikasi yang hangat, menarik, dan penuh perhatian; dan
berupaya menghormati anggota masyarakatsebagai individu yang
unik.
Penerimaan (acceptance) menunjukkan suatu tanggapan
netral terhadap perasaan-perasaan, sikap-sikap, atau perilaku yang
mungkin ingin anggota masyarakatutarakan kepada pewawancara.
Tujuan tenaga pengembangan masyarakat adalah untuk memahami,
tidak untuk menyalahkan. ―The object of acceptance is not good or
bad, but the real; the individual as he actually is, not as we wish him
to be or think he should be‖ (Biestek, 1957, p.70). Tujuan dari
penerimaan adalah bukan masalah baik atau buruk, tetapi secara
fakta, individu sebagaimana adanya, bukan berdasarkan keinginan
atau harapan kita. Penerimaan tidak menunjukkan permufakatan atau
122
permakluman terhadap perilaku anggota masyarakatatau
membebaskan dari tanggungjawab akan perilakunya.
Kerahasiaan (confidentiality) adalah menetapkan tidak ada
‗rahasia‘ terwawancara yang ditutup-tutupi tanpa seijin dari dia
(klien). Tenaga pengembangan masyarakat mesti mengetahui dengan
jelas, bahwa bagaimanapun, kerahasiaan bukan suatu hal yang
absolut, dan bahwa pertolongan secara profesional secara hukum
dijamin dalam hal yang berkaitan dengan keselamatan orang lain.
Dengan kata lain bahwa kerahasiaan itu akan berakhir ketika mulai
membahayakan masyarakat.
Menghormati hak menentukan nasibnya sendiri (self-
determination) mengisyaratkan bahwa pada kahirnya klienlah yang
mengendalikan putusannya, bahwa anggota masyarakatmempunyai
hak dan kapasitas untuk menentukan kehidupan sendiri. Tekanannya
adalah pada saling pengertian dalam wawancara dan menghormati
kebebasan dan otonomi klien.
Berbeda dengan simpati (sympahty), yang menunjukkan
adanya perasaan ‗terhadap‘ seseorang lain, empati (emphaty)
menunjukkan suatu perasaan ‗dengan cara‘ seseorang. Saat
berempati, tenaga pengembangan masyarakat sama-sama merasakan
perasaan anggota masyarakatdan konsekuensinya adalah berada
dalam posisi yang baik untuk memahami perasaan-perasaan dan
kerangka berfikir kliennya.
Jika pewawancara bersikap ikhlas/tulus (genuine) dan
sungguh-sungguh (authentic), dia akan bertindak tanpa pretensi dan
secara tulus, jujur, terbuka, dan berterus-terang. Pewawancara akan
mempercayai apa yang dikatakan oleh tenaga pengembangan
masyarakat. Dengan keikhlasannya pewawancara dapat
menceritakan informasi tentang dirinya tanpa berusaha menutupinya.
Sikap-sikap perhatian (interest), kehangatan (warmth) dan
kepercayaan (trust) menunjukkan rasa penghargaan. Rasa hormat
pewawancara memantapkan penghargaan positif terhadap
terwawancara dengan memperlihatkan perhatiannya terhadap
kebutuhan-kebutuhan klien, dengan menunjukkan rasa ‗sayang‘
terhadap klein, dengan mendengarkan secara sungguh-sungguh, dan
123
dengan tetap menunjukkan ―following‖ tanggapannya.
Pewawancara mencoba meng-
individialisasikan (individualize) terwawancara, menghargai
keunikannya, membedakannya dari kaitan stereotip tertentu.
Latihan Keterampilan:
Pengamatan Aktif
Dua orang mahasiswa diminta pergi bersama ke stasion kereta api,
sebuah toko, atau mengelilingi kampus dengan membawa buku
catatan. Lakukan pengamatan selama lima belas menit. Kemudian
tuliskan kesimpulan pengamatannya dalam satu halaman. Bawa ke
dalam kelas tanpa kehadiran masing- masing mahasiswa tadi. Catat
perbedaan-perbedaan kedua pengamatan tersebut. (15 Menit)
Perilaku Nonverbal
Seorang relawan berbicara kepada lainnya mengenai suatu topik
tertentu yang menarik selama tiga menit. Pendengar duduk dan
memperhatikan dengan tenang tanpa tanggapan. Perilaku nonverbal
pembicara adalah didapat dari kelompok. Kemudian pembicara
mendiskusikan topik yang sama kepada lainnya selama tiga menit,
tetapi pada kesempatan kedua ini pendengar menunjukkan
perhatiannya, mendengarkar secara inten, dan menggunakan gerak
tubuhnya (jika perlu) untuk menunjukkan perhatiannya. Sekali lagi,
perilaku nonverbal pembicara didapat dari kelompok. Setelah dua-
tiga menit anggota-anggota kelompok mendiskusikan perbedaan
mengenai isyarat-isyarat nonverbal diantara diskusi pertama dan
kedua (10 menit). Apakah pembicara menunjukkan perilaku
nonverbal lebih banyak atau lebih sedikit ketika pendengar
menanggapinya atau tanpa tanggapan ? (Schulman, 1978, p.46)
125
BAB 7 :PENCATATAN DALAM PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
A. PENGERTIAN
Sejumlah tenaga pengembangan masyarakat merasa bahwa
mencatat pada saat melakukan wawancara adalah sangat tidak
penting. Mengapa tidak menyediakan waktu sejenak untuk mencatat
pada wawancara berikutnya atau segera menangani anggota
masyarakatlainnya ? Semenjak, ingatan yang terkenal sangat tidak
bisa dipercaya, badan pelayanan manusia akan benar-benar
mengalami masalah berat jika mereka tidak merekam informasi
wawancaranya. Pencatatan menyediakan keberlanjutan dari seorang
tenaga pengembangan masyarakat ke tenaga pengembangan
masyarakat lainnya pada sesi selanjutnya.
Pencatatan wawancara dapat menunjukkan kemajuan
dokumen atau kekurangan tergantung masing-masing situasi khusus
yang dihadapi. Jika anda bekerja dengan seorang wanita dalam
sebuah rumah perawatan yang lupa ingatannya, contoh, catatan
periodik anda mengenai ketetapan mental membantu memperkirakan
tentang lupa ingatannya makin lama bertambah buruk, tetap sama,
atau lebih buruk kondisinya.
Atau mungkin bahwa anda perlu memperlihatkan sumber
temuan anda mengenai kualitas dan kuantitas pelayanan yang telah
anda berikan kepada klien. Hanya jika anda menyimpan catatan
pengalihan (records of refferrals) dan wawancara yang dapat anda
lakukan. Pencacatatan juga menyediakan dokumen tentang kelaikkan
anggota masyarakatuntuk memperoleh pelayanan tertentu --- dapat
digunakan untuk penelitian dan evaluasi program dan menyelidiki
kembali program yang lewat.
Pencatatan juga menyediakan bukti-bukti penting dalam
gugatan hukum. Saat ini, misalnya, seorang tenaga pengembangan
masyarakat lalai dalam menangani kasus seorang anak yang
mengalami penganiayaan. Tenaga pengembangan masyarakat
tersebut dapat membuktikan, melalui rekaman kunjungan dan kontak
telepon, bahwa ia telah menjalankan segalanya dalam
126
kewenangannya untuk mencegah penganiayaan. Dalam kasus
lainnya, seorang tenaga pengembangan masyarakat menolak
pangajuan sepasang suami istri yang akan mengadopsi anak, karena
berdasarkan penelitiannya membuktikan bahwa pasangan tersebut
tidak mempunyai pekerjaan yang menunjang penghidupannya nanti.
Pasangan tersebut mengadukannya ke pengadilan. Namun, dia
menyimpan secara akurat catatan penelitiannya dengan baik, dan
akhirnya hakim membenarkan alasan penolakkan tenaga
pengembangan masyarakat tersebut.
Akhirnya, pencatatan dipergunakan oleh lembaga- lembaga
sejenis sebagai alat terapis anggota masyarakatmelalui metode
penelaahan catatan kasus kliennya. Dalam beberapa ketetapan,
pasien dan eks-pasien dari rumah sakit jiwa dapat dilihat melalui
catatan yang mereka punyai.
Jenis-jenis Pencatatan
Pencatatan sewaktu dan sesudah wawancara, pencatatan
proses, pencatatan kesimpulan, pencatatan komputerisasi,
kesimpulan penelahaan dan rencana intervensi, dan pencatatan
berorietasi-sasaran, merupakan tipe-tipe pencatatan yang digunakan
127
pada titik waktu yang berbeda.
129
suatu lembaga ke lembaga lainnya, sebuah kesimpulan penutup
saat kasus tersebut ditutup, kesimpulan khusus seperti sejarah
sosial dan catatan pengadilan.
Pencatatan kesimpulan berisikan informasi dan kesimpulan
yang tenaga pengembangan masyarakat hasilkan dari
wawancaranya dengan kliennya. Kesimpulan-kesimpulan tadi
tidak hanya berdasarkan data yang dikumpulan dari wawancara,
tetapi juga berdasarkan pengalaman, pengetahuan, kerangka
teoritis tenaga pengembangan masyarakat.
130
5) Pencatatan Berorientasi-Tujuan (maksud tertentu)
Pencatatan Berorientasi-Tujuan adalah merupakan bentuk khusus
dari pencatatan kesimpulan, dipakai khususnya dalam lembaga-
lembaga pemerintahan yang memperhatikan pertanggungjawaban
dan efektivitas. Kadang-kadang digunakan dalam lembaga yang
tujuan setingnya adalah sebuah bagian khusus dari pekerjaan,
seperti dalam lembaga perawatan dimana perawat anak- anak
tidak boleh menyimpang perawatannya berdasarkan rencana
tetapnya.
131
1. kegemukan (obesity)
2. pengahsilan kurang (inadeguate income)
3. tekanan (depression)
4. sulit berhubungan sosial (social isolation)
C. KESIMPULAN
Salah satu kelemahan yang sangat mendasar dari para tenaga
pengembangan masyarakat adalah kemampuan ‗bahkan keinginan‘
unutk mendokumentasikan data dalam bentuk tulisan. Pencatatan
dalam pekerjaan sosial pada menyimpan data dalam bentuk tulisan
dengan cara-cara tertentu sehingga memudahkan dalam proses
pertolongan kemanusiaan.
Dengan demikian bentuk atau jenis-jenis pencatatan menjadi
begitu bermanfaat dallam kemajuan pertolongan kemanusiaan.
Terdapatnya data atau catatan dapat dipergunakan untuk evaluasi
kemajuan suatu kasus tertentu atau sebagai bahan rujukan bagi
pengalihan kasus tertentu kepada lembaga atau badan sosial lainnya.
Kemampuan membuat catatan secara tertulis dengan
demikian merupakan salah satu keahlian penting yang harus dikuasai
oleh seorang tenaga pengembangan masyarakat, selain keahlian
dalam bahasa verbal dan non verbal lainnya.
133
BAB 8 : NEGOSIASI
B. Konflik
134
Konflik terjadi bukan hanya karena perbedaan tetapi juga karena
pertentangan kepentingan. Mereka mungkin sama- sama
menginginkan kue pembangunan yang sama; sebagian menginginkan
orang lain melakukan sesuatu sementara lainnya tidak menginginkan
demikian. Sebagian orang mungkin memutuskan untuk tidak mau
melakukan hubungan lagi dan mengurangi pertentangan, tetapi hal
tersebut biasanya merupakan ketidakberdayaan terhadap keinginan
yang kelompok tersebut sebagai penyebab konflik tadi. Oleh karena
itu selama harapan untuk mencapai tujuan dari kelompok orang
tersebut masih lebih besar dari keinginan untuk memutuskan kontak
hubungan, berupayalah mencari penyelesaian konflik yang menjadi
keinginan mereka.
135
umum kita untuk menanggapi perselisihan. Masuk akal apabila hal
tersebut terjadi hingga berkali-kali. Tetapi jika kita melakukan hal
tersebut hingga pada tahap tertentu, menyerah dengan mudah, kita
mungkin akan menyesali diri anda ketika mendapatkan kesepakatan
yang tidak mengenakkan dan membuat kita ‗wimp‘ (bete) atau
‗marshmallow‘ (membahagiakan). Negosiasi merupakan elemen
utama dalam proses mengatasi diri kita dan kebutuhan sendiri, yang
seringkali berada dalam suasana yang sulit. Pada saat tertentu kita
harus memperoleh kebutuhan lainnya, dan seringkali harus mengerti
bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi semua, namun begitu
kita perlu mempelajari bagaimana bernegosiasi untuk mendapatkan
keinginan kita dengan memuaskan.
Menghentikan negosiasi merupakan elemen proses utama
lainnya. Penghentian negosiasi dapat terjadi dengan alasan tertentu.
Hal tersebut dapat terjadi akibat negosiator mengalami frustasi dan
marah terhadap perilaku orang lain. Jika orang orang lain bertingkah
kasar atau sulit bekerjasama (uncoorporative), kita mungkin pergi
dengan kesal. Penghentian mungkin terjadi karena kita memperoleh
cara yang lebih baik untuk mengatasi konflik – sesuatu pencapaian
kebutuhan yang memuaskan dengan cara sendiri (going it alone),
atau bekerjasama dengan orang lain. Ada aakhirnya penghentian
negosiasi mungkin merupakan suatu taktik --- suatu ancaman jikalau
mereka tidak memenuhi kebutuhan kita, kita akan meninggalkannya
begitu saja. Semua pilihan tersebut akan membuat perpisahan atau
mau kerjasama.
Conventions (Kebiasaan)
Lakukan seperti kebiasaan yang pernah orang lain lakukan. Jika
orang bingung dalam mengatasi pilihan (konflik) cara yang iasa
dipakai, jika buntu, dengan menghitung kancing baju atau dengan
cara melempar koin.
137
terjebak pada persepsi yang merendahkan pihak lain.
138
Subjective Utilities
Manfaat subjektif adalah sesuatu yang bernilai --- atau berguna—
bagi kita berdasarkan kepribadian kita daripada bersikap objektif.
Artinya lebih didasarkan pada kepribadian, atas dasar nilai-nilai,
kebutuhan, perasaan dan pengalaman.Untuk menilai adakah
kemajuan dari bersikap subjektif, maka proses evaluasi subjektif
adalah penting dilakukan sepenting tindakan negosiasi itu sendiri.
Influence of Observers
Pengaruh pengamat dalam proses negosiasi yang dilakukan akan
mempengaruhi jalannya negosiasi. Seberapa besar pengaruh dari
pengamat (pemerhati) terhadap proses negosiasi akan tergantung
pada situasi. Jika seorang bawahan yang sedang bernegosiasi dengan
pelanggan mengenai harga barang, sementara itu atasannya
139
mengamati proses tersebut, maka sang bawahan akan berjuang mati-
matian untuk memenangkan proses negosiasi, walau sudah kehabisan
akal.
141
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kelemahan
Pada buku ini kelemahannya yaitu Isi bukunya yang terlalu tebal sehingga
membuat para pembaca sedikit tidak ingin membacanya, Buku ini meskipun sudah
bagus dan berkualitas baik, masih ada sedikit kelemahannyayaitu kalimatnya ada
yang sedikit bertele tele dan tidak Semua pada tiap bab ada rangkuman disetiaap
babnya. Penulisan dari buku ini bekum baik dan sesuai karena ada letak kesalahan
pengetikan dalam pencetakan buku ini. Kemudian buku ini tidak memiliki daftar
gambar sehingga menyulitkan pembaca untuk mencari materi yang dicarinya,.
B. Kelebihan
Pada buku ini kelebihan yang dimiliki yaitu dari segi tampilannya yaitu
covernya bagus, menggunakan kata-kata yang mudah dipahami sehingga mudah
dipelajari oleh para mahasiswa di perguruan tinggi. Dari segi gagasan yang
digunakan buku ini cukup lengkap dan sangat membantu pembaca dalam
mendapatkan informasi dan Buku ini juga memberikan contoh berupa skema
maupun bagan/tabel penjelasan sehingga membuat pembaca mudah memahami
maksud dari isi buku tersebut sehingga memudahkan bagi para pembaca untuk
mencarinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum pekerjaan sosial memiliki tujuan memberikan pertolongan
pelayanan sosial kepada individu, kelompok, dan masyarakat dalam memecahkan
berbagai permasalahan yang mereka hadapi, sehingga klien dari seorang pekerja
sosial bisa memperoleh alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut.
Sehubungan dengan tujuan tersebut, maka jenis pekerjaan ini perlu didasari dari
sebuah penelitian, sehingga menghasilkan pelayanan yang tepat dan bermanfaat.
Penelitian kualitatif merupakan salah satu jenis penelitian pekerjaan sosial yang
cukup efektif dalam membangun harmonisasi antara peneliti dan informan, sehingga
permasalahan sosial yang dialami informan bisa dijadikan bahan rujukan bagi para
pekerja sosial. Dalam buku ini diuraikan berbagai metode dar strategi penelitian
sosial yang secara praktis dapat dipraktikkan di lapangan, dengan fokus bahasan
utama dalam upaya pemecahan masalah klien dan lingkungan sosialnya, baik mikro
maupun klinis
Inti dari buku ini bahwa permasalahan kesejahteraan sosial di masyarakat
adalah persoalan semua pihak tanpa kecuali, olehnya itu semua pihak pantas
menganalisa gejala permasalahan sosial di sekitarnya. Sebagaimana kata bijak yang
mengatakan bahwa semakin maju suatu Negara maka semakin rendah permasalahan
sosial yang berkembang di masyarakatnya. Mengapa bisa demikian, hal ini karena
semakin respeknya Negara dan masyarakat mengamati dan menangani masalah
sosial yang berkembang di masyarakat. Sebaliknya, apabila semakin mundur suatu
negara maka semakin tinggi permasalahan sosial yang ada. Hal itu terjadi karena
kemungkinan negara mengenyampingkan permasalah sosial di masyarakatnya dan
lebih fokus ke soal lain, bila hal ini benar-benar terjadi maka masalah sosial tersebut
menutup pintu kemajuan yang diharapkan
B. Saran
Seharusnya pada buku yang telah direview tidak boleh ada kesalahan dalam
penulisan karena sudah ber-ISSN, maka diharapkan kepada penulis dan pembaca
baik itu mahasiswa, dosen dan kalangan umum tidak melakukan kesalahan dalam
penulisan, sehingga akan menjadi pembaca dan penulis yang kritis.
DAFTAR PUSTAKA