Anda di halaman 1dari 12

Critical Book Review

PANCASILA SEBAGAI REALITAS : PERCIK PEMIKIRAN TENTANG


PANCASILA DAN ISU-ISU KONTEMPORER DI INDONESIA

TUGAS CBR

Disusun untuk Memenuhi salah satu Tugas dalam Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila

Dosen Pengampu: Drs. Halking, M.Si

Disusun Oleh :

Nama : Anna Reskiyah (193540006)

Lehondo Sitanggang (5193540018)

Lira Sintia Ramena Sitakar (5193540034)

Prodi/Kelas : Gizi / E 2019

Fakultas : Teknik( FT)

UPT MKWU PENDIDIKAN PANCASILA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

OKTOBER, 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan saya rahmat dan karunianya sehingga kami masih diberikan kesehatan dan
kesempatan untuk menyelesaikan laporan CBR dengan judul “Pancasila sebagai
Realitas: percik pemikiran tentang Pancasila dan isu-isu kontemporer di
Indonesia”. Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Pendidikan Pancasila. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah
membimbing kami dalam pembuatan tugas ini.

kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan CBR ini.
Oleh karena itu, kami mohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun
guna perbaikan dan penyempurnaan ke depannya. Akhir kata kami mengucapkan
terimakasih.

Medan, 21 Oktober 2022

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
BAB I PENGANTAR

1.1 Identitas Buku ..................................................................................................... 3

BAB II RINGKASAN BUKU

2.1 Pendahuluan ...................................................................................................... 5


BAB III KEUNGGULAN BUKU

3.1 Keterkaitan Antar Bab ....................................................................................... 7


3.2 Kemutakhiran Isi Buku ...................................................................................... 7
3.3 Keterkaitan Antar Isi Buku Dengan Bidang Ilmu ............................................... 7

BAB IV KELEMAHAN BUKU


4.1 Keterkaitan Antar Bab ....................................................................................... 8

4.2 Kemutakhiran Isi Buku ...................................................................................... 8


4.3 Keterkaitan Antar Isi Buku Dengan Bidang Ilmu ............................................... 8

BAB V HASIL ANALISIS


BAB VI PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 10
5.2 Saran ............................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 11

2
BAB I

PENGANTAR

1.1 Identitas Buku

Judul : Pancasila sebagai Realitas: percik pemikiran tentang Pancasila & isu-isu
kontemporer di Indonesia

Penulis : Al Khanif

Penerbit : Pustaka Pelajar

Tahun Terbit : 2016

ISBN : 978-602-229-651–5

Jumlah Halaman : 441

Edisi : Cet.ke-1

3
BABi II

RINGKASAN BUKU

2.1 Pendahuluan

Dalam konteks persinggungan geo-politik antara Blok Barat dan Blok Timur yang
mewarnai sidang BPUPKI, cetak biru (blue print) demokrasi menjadi sangat strategis bagi
perkembangan negara-bangsa Indonesia. Diksi semisal peri kerakyatan', 'masyarakat, mufakar'
dan 'demokrasi' silih berganti di bahas dan di diskusikan dalam ruang sidang. Diksi diksi tersebut
kemudian diperhalus menjadi rumusan sila ke 4 Pancasila: "kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijak sanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Rumusan sila ke-4 ini dapat dibaca
sebagai perwujudan identitas asli demokrasi Indonesia; 'permusyawaratan'. Namun Pancasila
juga tetap mengakomodir nilai-nilai liberal Barat dalam sistem 'per wakilan'. Secara singkat
rumusan sila ke-4 ini disebut 'Demokrasi Pancasila.

Pemilihan jabatan politik menjadi aspek yang sangat sial karena merupakan 'hulu' dari
semua produk kebijakan politik dan hukum di Indonesia. Hal ini menjadikan pemilihan posisi
politik sebagai parameter penting dalam menilai tinggi rendahnya derajat demokrasi di suatu
negara. Meski tidak bisa dipungkiri, praktik demokrasi secara umum, pelaksanaan dan hasil
pemilihan jabatan politik baik di ranah nasional maupun daerah (pilkada) masih jauh dari cita-
cita luhur para pendiri negara. Secara empiris dapat dilihat bahwa demokrasi masih berjalan
secara transaksional, patronistik dan elitis.

Jalan Terjal Transisi Demokrasi

Filsuf Perancis, Paul Ricouer (1913-2005) menyebutkan bahwa sejarah manusia dan
negara selalu mengalir dalam lintasan jaman (trajectory) dan narasi yang khas. Demikian juga
halnya dengan narasi panjang demokratisasi dan penyelenggaraan pe milihan jabatan politik di
Indonesia. Dicatat dalam tinta sejarah pelaksanaan pemilu pertama dilaksanakan pada tahun
1955 Terlepas dari masih banyaknya kekurangan teknis dan per gesekan politik yang kuat baik di
masa kampanye maupun pasca pemilu di ruang gedung parlemen, penyelenggaraan pemil 1955
dapat dikatakan sebagai pelaksanaan pemilu paling demo kratis di Indonesia

Rezim Orde Baru dijalankan dengan tagline: 'melaksana kan Pancasila dan UUD 1945
dengan murni dan konsekuen atau singkatnya menjalankan Demokrasi Pancasila. Ini adalah kali

4
kedua demokrasi diberi tafsir sesuai hasrat pemimpin dan kali pertama Pancasila sebagai falsafah
negara dipak sebagai justifikasi ideologis, moral dan yuridis atas tingkah represif pemerintah.
Rezim Orde Baru, sejatinya dijalankan dengan tridente ABG: ABRI, Birokrat dan Golkar yang
berhas merekayasa dan mengkooptasi ruang publik Indonesia

Pelaksanaan pemilu pertama dalam era reformasi dilaksanakan pada tahun 1999 namun
mekanisme pemilihan masih dilakukan secara tidak langsung, dimana jabatan eksekutif Presiden
dan kepala daerah masing-masing dipilih lewat 'musyawarah' di sidang MPR, dan oleh DPRD di
level lokal. Dalam konteks ini, demokrasi yang dikonsepsikan oleh aliran liberal sebagai suara
rakyat, suara Tuhan' (roc populi voce dei) kehilangan daya magisnya. Baru pada tahun 2004,
pemilu langsung dilaksanakan baik untuk memilih eksekutif maupun anggota legislatif, baik
dalam ranah pusat maupun daerah. Pemilihan langsung masih dipakai sebagai metode pemilihan
dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahap
pertama awal 2015 silam

Fenomena diatas setidaknya membuka diskursus dalam 2 (dua) masalah utama. Pertama,
adanya cacat dalam sistem rekruitmen dan pemilihan politik yang cenderung bercorak
transaksional-koruptif yang alpa terhadap aspek meritokrasi, partisipasi dan pertanggung
jawaban publik. Kedua, adanya cacat dalam sistem perwakilan berlanggam liberal yang me
matikan aspek konsensus atau deliberasi (permusyawataran). Praktik demokrasi secara umum
dan pemilihan jabatan politik secara khusus terkesan sangat teknis, elitis dan berparadigma
mayoritas. Guna mengimbangi penetrasi demokrasi liberal yang beraras pada supremasi suara
terbanyak (the winner takes all), dan sekaligus mengembalikan marwah 'permusyawaratan' yang
merupakan jati diri bangsa, tulisan ini akan menimbang demokrasi deliberatif secara konseptual
dan teoritis

Menimbang Demokrasi Deliberatif

Sejatinya demokrasi deliberatif bukanlah hal baru bagi Indo nesia. Dalam bahasa kearifan
lokal Indonesia, demokrasi deliberatif dapat disamakan dengan 'musyawarah mufakat
Deliberative democracy juga dapat dimaknai sebagai demokrasi yang membebaskan, dalam arti
memberi porsi lebih kepada rakyat dalam proses komunikasi politik yang diskurtif. Demo krasi
deliberatif juga kerap disebut sebagai demokrasi sub stantif, sebagai lawan dari demokrasi
prosedural." Sebelum memasuki diskusi spesikif tentang demokrasi deliberatif, penting
dipaparkan beberapa aspek-aspek penting terkait demo krasi
5
Dalam perspektif yang berbeda, Jurgen Habermas" dan John Stuart Mill lebih
berorientasi pada aspek substantif dari demokrasi. Diksi 'substantif' disini bukan berarti me
nafikan proses atau prosedur demokrasi dan hak politik, namun malah lebih berkeinginan untuk
memberi unsur parti sipasi publik yang murni dalam segala praktik berdemokrasi (pemilihan
umum dan pengambilan kebijakan publik). Dengan kata lain, demokrasi deliberatif berkeinginan
untuk mem perluas cakupan demokrasi dan memperdalam penetrasinya kepada masyarakat

Praktek demokrasi deliberatif adalah demokrasi yang substantif, karena dari awal
pemilihan jabatan politik atau pengambilan kebijakan publik, rakyat sudah dilibatkan secara aktif
dalam proses komunikasi politik. Komunikasi memang menjadi titik tekan dari demokrasi
deliberatif, namun demo krasi deliberatif tidak cukup hanya dijalankan dengan berko munikasi,
harus ada ikhtiar mendengarkan dan merefleksi kan. Tanpa kedua unsur tersebut komunikasi
politik menjadi sia-sia.

Meritokrasi Pancasila

Meritokrasi (government of reason) adalah sebuah model penun jukan atau seleksi aktor
pengambilan kebijakan yang ber orientasi pada aspek kompetensi, keahlian dan pengalaman.
Berbeda dengan demokrasi, meritokrasi tidak mempertim bangkan populer atau tidaknya seorang
individu, namun lebih mempertimbangkan potensi potensi seorang individu dalam menjalankan
organisasi dan peran kepemimpinan.

Gagasan Young tentang meritokrasi juga dielaborasi oleh Daniel Bell yang menyatakan
bahwa meritokrasi adalah logika utama abad pasca-industrilisasi. Dengan kata lain merito krasi
adalah 'pintu gerbang' menuju negara madani. Menjawab kritikan yang mengatakan bahwa
meritokrasi tidak akan mampu menciptakan kesetaraan (equality), Bell menjawab bahwa meri
tokrasi memang tidak bisa menjamin kesetaraan dalam hasil (equality of result), namun bisa
mengakomodir terciptanya 'kese raraan dalam kesempatan (equality of opportunity). Kesetaraan
yang utama berdasar pada etika sosialisme, yang kedua ber dasar pada etika liberalisme."

Namun bila dicermati secara teliti dalam sila ke-4 Panca sila, kalimat "hikmat
kebijaksanaan" dapat diartikan sebagai idealisme untuk menjalankan demokrasi dengan
semangat meritokrasi, seseorang yang terpilih sebagai wakil rakyat ha ruslah juga memiliki
kebijaksanaan' yang mumpuni. Selain itu nilai meritokrasi juga sudah dikenal dalam khazanah
tata negara lokal, adat dan ajaran Islam di Indonesia

6
BAB III

KEUNGGULAN BUKU

3.1 Keterkaitan Antar Bab

Keterkaitan materi antar bab satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Penyusunan teori
yang rapi dan saling terkait dimana pada pembahasan sub judul dijabarkan lagi pengertian,
sejarah, teori-teori para ahli filsuf demokrasi. Penjelasan sub-judul tersebut dijelaskan secara
sistematis dan logi

3.2 Kemutakhiran Isi Buku


 Pada buku, setiap sub bab memberikan penjelasan perjalan pacasila di indonesia mulai dari
orde lama, orde baru dan masa reformasi serta penjelasan jalan terjal transisi demokrasi di
indonesia.
 Setiap penjelasan dari materi selalu menggunakan tulisan-tulisan para ahli filsuf serta
mencantumkan sumber yang jelas
 Alur dan konsep dari materi tersusun dengan baik dan logis sehingga mudah dimengerti dan
diaplikasikan

3.3 Keterkaitan Antara Isi Buku Dengan Bidang Ilmu

Menurut saya, isi dan penjelasan buku ini sangat berkaitan dengan bidang ilmu pancasila
karena didalam sub bab menjelaskan bagaimana mengembalikan marwah pancasila dalam trasisi
demokrasi indonesia mulai dari jalan terjal transisi demokrasi, menimbang demokrasi deliberatif
dan meritokrasi pancasila. Dengan demikian pendidikan pancasila dapat dijadikan sebagai
pedoman dan pandangan hidup dalam memperoleh ilmu di berbagai bidang serta menjadikan
pancasila sebagai ideologi negara.

7
BAB IV

KELEMAHAN BUKU

4.1 Keterkaitan Antar Bab

Dalam buku, materi setiap sub-bab yang dijelaskan sudah bagus, tetapi masih ada
beberapa kata dan kalimat yang sulit dipahami maknanya sehingga sebelum membaca isi kita
tidak bisa mengerti arti dari judul bahkan materi-materi yang dituliskan.

4.2 Kemutakhiran Isi Buku


 Setiap alur dari teori sudah dipaparkan dengan tepat tetapi masih memiliki kekurangan yaitu
dikalimat yang sulit dimengerti atau bahasa asing yang digunakan.
 Lebih banyak pemaparan dari masa lampau atau sejarah sehingga ke akualan materi kurang
sinkron

4.3 Keterkaitan Antara Isi Buku Dengan Bidang Ilmu

Secara keseluruhan isi buku berkaitan dengan bidang ilmu pancasila dan bidang ilmu
lainya tetapi kekuranganya setiap materi dan teori yang dipaparkan sulit diaplikasikan di bidang
ilmu tertentu dan waktu yang dibutuhkan cukup lama

8
BAB V

HASIL ANALISIS

Dari kedua buku ini sudah berisi salah satu dan seluruh teori serta konsep yang
sesungguhnya ada pada bidang pelajaran pancasila. Jadi buku ini sudah dapat digunakan sebagai
buku pegangan bagi mahasiswa dan ditulis agar semua oarng bisa membacanya mulai dari anak-
anak dan dewasa. Terlebih lagi buku ini sangat condong ke perkembanganyang ada di Indonesia
sehingga bagi anak generasi milenial sekarang sangat dianjurkan untuk membaca nya.

Pengaplikasian ilmu ini sangat berguna dalam program Indonesia. Program ini sangat
banyak digunakan disemua instansi sebagai pengolah informasi yang ada, baik ituinstansi
pemerintahan atau wisata. Aplikasi yang digunakan harus dapat mengajak semua orang untuk
berpikir logis dan kritis, disamping itu akan terciptanya budaya sejahtera yangtak akan hilang.
Dengan kata lain, buku ini sudah sangat membantu kita untuk melakukan pemajuan
pembangunan negeri kita, karena dengan mempelajari dan membaca buku yang banyak ini akan
menambah wawasan ilmu.Buku ini sangat bermanfaat untuk dapat dipelajari masyarakat karena
dengan membaca buku ini kita dapat memahami dan mengerti pentingnya pancasila sebagai
ideolog negara kita

9
BAB VI

KELEMAHAN BUKU

6.1 Kesimpulan

“Demokrasi pancasila” sebagai nilai substantif politik dan hukum di indonesia masih
relavan dalam konteks kekinian. Namun tentu masih diperlukan ikhtiar konkret untuk dapat
mengaplikasikannya.salah satu yang sangat penting adalah dengan melakukan penalaran, refleksi
dan revisi terhadap beberapa undang-undang politik. Dua undang-undang yang penting untuk
dibahas adalah undang-undang tentang kepartaian. Undang-Undang tersebut bsalingberkelindan
satu sama lain.

Untuk dapat menginternalisasi prinsip-prinsip demokrasi pancasila dalam sistem pemilu


diperlukan adanya perubahan paradigmatik. Saat ini sedang berlangsung alot pembahasan
tentang revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang pilkada. Selain itu melakukan
kodifikasi terhadap semua undang –undang terkait pemilihan jabatan politik baik untuk eksekutif
dan anggota legislatif, baik dalam level nasional maupun daerah juga sedang digagas oleh
pemerintah bersama DPR. Nilai-nilai demokrasi deliberatif harus ditempatkan dalam setiap
tahapan-tahapan awal pilihan jabatan politik. Dalam konteks inilah partai politik sebagai ‘pabrik’
utama aktor politik menjadi sangat penting.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan, sebagai calon pendidik harus selalu menggali
potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat dilakukan salah satunya dengan
cara mempelajari materi-materi yang ada pada buku yang kita baca sebagai referensi belajar. Dan
untuk pengarang ataupun penulis setiap buku yang diterbitkan,semoga kedepannya agar lebih
baik lagi dan mudah dipahami pembaca pembahasaannya.

Dengan menganalisis suatu buku, pembaca bisa menambah wawasannya dari buku
tersebut. Pada buku ini materi yang dijabarkannya sangatlah bermanfaat. pembaca bisa
mendapatkan banyak ilmu yang belum didapatkan sebelumnya sehingga membuat pembaca
semakin tahu dan mengerti tentang apa yang di bahas. Critical book review ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan agar critical book review ini jauh
lebih baik lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Khanif, A. (2016). “Pancasila sebagai Realitas: percik pemikiran tentang Pancasila dan isu-isu
kontemporer di Indonesia”. Pustaka Pelajar. Cet,ke-1.

11

Anda mungkin juga menyukai