Anda di halaman 1dari 25

CRITICAL BOOK REVIEW

Critical Book Riview

MK. Hukum Perdata

Skor Nilai

HUKUM WARIS PERDATA

(Maman Suparman, 2017)

DISUSUN OLEH

NAMA MAHASISWA : YASER PAREAK SENTOSA NADAPDAP

NIM : 3181111007

KELAS : REGULER B 2018

DOSEN PENGAMPU : SRI HADININGRUM, S.H., M.HUM

MATA KULIAH : HUKUM PERDATA

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat, hidayah dan
perlindunganNya yang di berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Critical Book Review dengan judul ”hukum waris perdata” untuk memenuhi Tugas pada Mata
Kuliah Hukum Perdata

Pada penulisan makalah ini dapat di sadari tentunya tidak terlepas dari dukungan,
kerjasama dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulisan makalah ini dapat tersusun,
meskipun penulisan masih banyak kekurangan di dalamnya. Maka sepantasnya penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak Arief wahyudi, S.H., M.H selaku Ketua jurusan PPKn UNIMED.
2. Ibu Hodriani, S.Sos., M.AP selaku sekretaris jurusan PPKn UNIMED.
3. Ibu Sri Hadiningrum, S.H., M.Humselaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Pidana
4. teman-teman yang memberi bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Orang tua yang tidak bosan-bosanya memberikan dana kepada penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isinya
maupun struktur penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran positif untuk
perbaikan makalah dikemudian hari. semoga makalah ini dapat memberikan manfaat,
umumnya kepada para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri

Medan, maret 2021

Yaser Nadapdap

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................i

Daftar Isi ......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1

A. Rasionalisasi penulisan CBR ...........................................................1


B. Tujuan penulisan ..............................................................................1
C. Manfaat penulisan ............................................................................1
D. informasi bibliografi ........................................................................1
E. Identitas buku ...................................................................................2

BAB II RINGKASAN JURNAL .................................................................3

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................5

A. Latar Belakang Masalah Yang Dikaji ..............................................14


B. Permasalahan Yang Dikaji ...............................................................15
C. Kajian Teori Yang Digunakan .........................................................16
D. Analisis Critical Book Report ..........................................................17
1. Kelebihan.....................................................................................18
2. Kelemahan ...................................................................................19

BAB IV PENUTUP .....................................................................................20

A. Kesimpulan ......................................................................................20
B. Saran ...............................................................................................21

Daftar pustaka ............................................................................................22

ii
BAB I

IDENTITAS JURNAL

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Keterampilan membuat CBR pada penulis dapat menguji kemampuan dalam menganalisi
sebuah buku. Seringkali kita bingung memilih referensi untuk kita baca dan pahami, terkadang
kita hanya memilih satu jurnal untuk dibaca tetapi hasilnya masih belum memuaskan misalnya
dari segi analisis bahasa dan pembahasan, oleh karena itu penulis membuat CBR “Hukum
waris perdata” ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi terkhusus
pada pokok bahasa tentang Hukum perdata

B. Tujuan Penulisan CJR


 Untuk memenuhi tugas mata Kuliah Hukum Perdata
 Untuk menambah wawasan tentang hukum perdata
 Untuk meningkatkan Pemahaman Mahasiswa Tentang hukum waris perdata

C. Manfaat CBR
Manfaat CBR Untuk memberikan suatu pemahaman yang terkait dalam buku dan
menjadikan kita sipembaca lebih memikirkan dan memahami apa yang menjadi masalah
dalam sebuah buku ini dan dengan membandingkan buku Mahasiswa akan lebih kritis
untuk kedepannya. baik itu Kritis dalam menuangkan idenya maupun kritis untuk
menanggapi bagaimana isi dari buku terserbut

D. Informasi Bibliografi
Pada umumnya Hukum Perdata membicarakan materi tentang orang, benda dan perikatan
yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Buku ini
membicarakan tentang benda dalam salah satu substansi perolehan kebendaan melaui
“Pewaris”. Berdasarkan penambahan muatan materi hukum waris di maksud, dapat terpenuhi
kebutuhan masyarakat, baik dari mahasiswa fakultas hukum, dan mahasiswa natariat pilihan
hukum waris yang ada di indonesia. Karena harapan tersebut tidak dirasakan berlebihan
mengingat pengarangnya berpendidikan special kenotariatan dan pertanahan di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, yang program studinya melingkupi hukum yang di karangnya.

1
Alasan saya memilih buku ini, karena buku ini sangat berkaitan dengan hukum perdata
yaitu hukum tentang waris. Selain itu dengan mempelajari waris saya berfikir bahwa waris
merupakan sesuatu yang sangat berguna untuk dipelajari. Buku ini bisa menambah khazanah
pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan khususnya ilmu hukum waris di
Indonesia

E. Identitas Buku
buku utama
Judul Buku : HUKUM WARIS PERDATA
Penulis : Maman Suparman, S.H., M.H., C.N
ISBN : 978-979-007-612-9
Penerbit : SINAR GRAFIKA
Tahun Terbit : 2017
Urutan Cetakan : II (Kedua)
Kota Terbit : Jakarta
Dimensi Buku : 23 cm
Tebal Buku : xii + 222 Halaman

buku pembanding
Judul Buku : Pengantar HUKUM WARIS PERDATA Perdata
Penulis : Prof. Dr. Lanny Kusumawati., Dra., S.H., M.Hum
ISBN : 978-979-25-6314-8
Penerbit : LAROS
Tahun Terbit : 2011
Urutan Cetakan : I (pertama)
kota Terbit : Surabaya

2
BAB II

RINGKASAN BUKU

Untuk memulai critical book review ini, yang pertama akan dibahas secara umum
mengenai buku yang akan di kritik. Oleh karena itu pembahasan ini akan saya mulai dengan
menggabungkannya secara keseluruhan dari sampul buku hingga isi buku (dalam arti tidak
memuat pembahasannya secara per bab, tetapi secara bagian yang dalam bagian-bagian
tersebut telah memuat beberapa bab pembahasan).
Buku ini bisa membantu dan mempermudah masyarakat dalam mengatur perpindahan
harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris. Dalam buku ini terdapat beberapa uraian yang
menjelaskan tentang benda dalam salah satu substansi perolehan kebendaan melalui
“Pewarisan” yang di mana bahasa substantif yaitu “Hukum Waris Perdata”.

RINGKASAN BUKU : HUKUM WARIS PERDATA

Buku yang direview ini memiliki VII BAB dengan materi yang menjelaskan tentang harta
warisan atau harta peninggalan. Buku ini menjelaskan bagaimana pembagian harta warisan
dalam KUH Perdata.

Bab 1 Pendahuluan
Pada sistem kewarisan di Indonesia terdapat beberapa keanekaragaman sistem hukum
kewarisan yang berlaku bagi warga Negara Indonesia terdapat di dalam Pasal 136 Wet op de
Staats Inrichting van Nederland Indische disingkat Indische Staatsregeling atau IS pada tahun
1925 dan berlaku pada tanggal 1 Januari 1926. Pada peraturan ini ditetapkan tiga golongan
penduduk Hindia Belanda, antara lain Golongan Eropa yaitu Belanda, Jerman, Inggris, Prancis,
termasuk didalamnya Jepang, Amerika, Australia, dan Kanada; Golongan Timur Asing yaitu
Tionghoa, Arab, India, Pakistan, Muangthai; dan Golongan Bumi Putera yaitu orang Indonesia
asli yang terdiri atas 19 Kukuban Hukum menurut Prof.Van Vollenhoven dan BZN Ter Haar.
Menurut penulis hukum waris adalah bagian dari hukum kekeluargaan yang sangat erta
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab manusia pasti akan mengalami
peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Hukum kewarisan yang diatur dalam KUH
Perdata diberlakukan bagi orang Eropa, berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12 tentang
Penundukan Diri terhadap Hukum Eropa. Bagi orang Indonesia yang diatur dalam KUH Pedata

3
(Burgerlijk Wetboek). Pada unsur utama terjadinya pewarisan antara lain : ada orang yang
meninggal dunia (pewaris); ada orang yang masih hidup, sebagai ahli waris yang akan
memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia (ahli waris); dan ada sejumlah harta
kekayaan yang di tinggalkan oleh pewaris (harta warisan).

Bab 2 Pewaris Dan Dasar Hukum Waris


Terdapat dasar hukum ahli waris yang dapat mewarisi sejumlah harta pewaris menurut
sistem hukum waris BW melalui ketentuan Undang-Undang (ab intestate atau wettelijk
erfrecht); dan ditunjuk dalam surat wasiat (testamentair erfrecht). Adapun golongan ahli waris
berdasarkan hubungan darah yang diatur dalam KUH Perdata sebagai berikut : keluarga dalam
garis lurus ke bawah; suami atau istri yang ditinggalkan pewaris yang hidup paling lama; anak
luar kawin yang diakui sah yang mendapat bagian warisan tidak sama dengan anak sah;
keluarga dalam garis lurus ke atas (orang tua, saudara laki-laki maupun perempuan, dan
keturunannya); saudara kandung dengan saudara seayah dan seibu; ahli waris yang menolak
warisan; keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas jika si pewaris tidak meninggalkan
keturunan maupun suami atau istri, orang tua, saudara-saudara atau keturunan saudara-saudara;
keluarga lainnya dalam garis menyamping yang dibatasi sampai dengan derajat keenam baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu; pewarisan dalam hal adanya anak luar nikah (hak waris
aktif anak luar kawin, hak waris pasif, dan pengakuan sepanjang perkawinan) yang mengatur
cara mewarisi harta peninggalan, yang diatur dalam Pasal 862 KUH Perdata.
Dalam KUH Perdata yang mengatur penggantian tempat yaitu Pasal 841 dan Pasal 848
KUH Perdata yang menyebutkan tentang perwakilan maksudnya keluarga sedarah yang jauh
tidak mewakili. Dalam hal ini yang meninggal dunia lebih dahulu juga tidak bertindak atas
namanya, tetapi hanya menggantikan tempatnya yang menjadi lowongan karena kematian.
Terdapat tiga golongan anak menurut KUH Perdata yakni anak sah, anak luar kawin,
pengangkatan anak (adopsi). Serta bagian warisan terhadap anak luar kawin yakni : 1/3 bagian
seandainya ia anak sah; ½ bagian dari seluruh harta warisan; ¾ bagian dari seluruh harta
warisan; bagiannya ditentukan oleh ahli waris yang sederajatnya; ia mendapat seluruh bagian
harta warisan; bagian legitieme portie seorang anak luar kawin adalah ½ dari bagian hak
warisnya menurut undang-undang; serta apabila anak luar kawin yang diakui meninggal dunia,
maka untuk menerima bagian warisan ia dapat digantikan oleh anak-anaknya.\
Didalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 838, Pasal 839, dan Pasal 840 tentang ahli waris
yang tidak patut mewaris, bagi mereka yang dihukum karena dipersalahkan telah membunuh
atau mencoba membunuh si yang meninggal; mereka yang dengan putusan hakim
4
dipersalahkan karena memfitnah si yang meninggal dengan mengajukan pengaduan telah
melakukan kejahatan dengan hukuman penjara lima tahun; mereka yang dengan kekerasan
telah mencengah si yang meninggal untuk membuat surat wasiatnya; dan mereka yang telah
menggelapkan, merusak, memalsukan surat wasiat si yang meninggal.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan dalam mengurus harta
warisan yang tidak terurus terdapat di Pasal 1128 KUH perdata yakni :
1. Wajib membuat perincian tentang keadaan harta peninggalan, yang diawali dengan
penyegelan barang-barang.
2. Wajib membereskan harta warisan dala arti melakukan penagihan piutang pewaris
dan membayar semua utang pewaris.
3. Wajib memanggil para ahli waris yang merugikan yang masih ada melalui surat
kabar resmi lainnya.

Bab 3 Tanggung Jawab Ahli Waris Terhadap Pewaris


Berdasarkan Pasal 1048 KUH Perdata, bahwa menerima warisan secara penuh bisa terjadi
apabila secara tegas dengan membuat surat resmi; dan secara diam-diam yaitu bilamana ahli
waris melaksanakan perbuatan yang dapat di simpulkan tujuannya untuk memperoleh harta
warisan tanpa syarat. Hal ini juga diatur dalam Pasal 1049 segala perbuatan yang berhubungan
dengan penguburan jenazah, perbuatan yang maksudnya untuk menyimpan, perbuatan-
perbuatan yang dilakukan untuk mengurusi buat sementara waktu saja.
Jika orang-orang hendak menerima warisan maka ia harus dibantu oleh suami bagi seorang
istri; wali bagi orang yang belum dewasa; dan seorang pengampu bagi orang yang ditaruh di
bawah pengampunan. Hal ini juga di katakan menerima warisan dengan syarat atau pencatatan
apabila dalam pencatatan harta warisan lebih banyak pasiva daripada aktiva, maka ia tidak
dapat di pertanggungjawabkan. Dengan hal itu kewajiban ahli waris yang menerima secara
beneficiair yaitu : melakukan pencatatan atas jumlah harta peninggalan dalam waktu empat
bulan setelah ia menyatakan kehendaknya ke panitera pengadilan negeri; mengurus harta
peninggalan dengan sebaik-baiknya; membereskan urusan waris dengan segera; memberikan
jaminan kepada kreditor; memberikan pertanggung jawaban kepada seluruh kreditor dari
pewaris; dan memanggil para kreditor dan pewaris yang tidak dikenal melalui surat kabar
resmi.
Pada sistem yang berlaku dalam KUH Perdata adalah ahli waris diperbolehkan untuk
menolak harta warisan yang menjadi bagiannya. Penolakan harta warisan baru dapat terjadi

5
bila terdapat harta warisan yng terbuka atau terluang. Akan tetapi, penolakan hanya dapat
dibatalkan untuk menguntungkan si berpiutang dan juga sampai jumlah utangnya.

Bab 4 Legitieme Portie


Suatu bagian dari harta peninggalan atau warisan yang harus diberikan kepada para ahli
dalam garis lurus (balik garis lurus ke bawah maupun ke atas) dan terhadap bagian mana si
pewaris dilarang menetapkan sesuatu baik yang berupa pemberian (hibah) maupun yang berupa
hibah wasiat terdapat didalam Pasal 913 KUH Perdata merupakan definisi legitieme portie.
Didalam cara untuk memenuhi legitieme portie diatur dalam Pasal 924 KUH Perdata “segala
hibah antara yang masih hidup sekali-kali tidak boleh dikurangi, melainkan apabila ternyata,
bahwa segala barang-barang yang telah di wasiatkan tidak cukup guna menjamin bagian
mutlak dalam suatu warisan. Apabila kendati dilakukan pengurangan terhadap hibah-hibah
antara yang masihh hidup, maka pengurangan ini harus dilakukan mulai dengan hibah yang
terkemudian, lalu dari yang ini ke hibah yang lebih tua dan demikian selanjutnya.”.
Hal ini dapat dilihat dari bagaimana cara untuk memenuhi legitieme portie atau hak mutlak
dengan ditutupi dari sisa harta warisan setelah dikurangi dengan jumlah pelaksanaan wasiat;
apabila dari pemenuhan hak mutlak belum terpenuhi, maka diambil dari wasiat dengan tidak
memperhatikan kapan wasiat itu dibuat, dan masing-masing wasiat dipotong menurut
perbandingan besarnya wasiat itu; apabila dari wasiat itu juga tidak dapat memenuhi hak
mutlak, maka diambil dari hibah yang tanggal pemberiannya paling dekat dengan tanggal
kematian dari orang yang meninggalkan warisan; apabila hibah tersebut legitieme portie sudah
terpenuhi, maka hibah lainnya tidak perlu dipotong atau dikurangi terhadap hibah yang tanggal
pemberiannya sama. Hal ini diambil berdasarkan perbandingan; dan legitieme portie hanya
diperhitungkan apabila terdapat hibah atau wasiat atau keduanya dan adanya dari ahli waris
yang mempunyai hak tersebut.
Untuk menghitung bagian mutlak perlu diperhatikan ketentuan dari Pasal 921 KUH
Perdata yakni : pertama dilakukan penjumlahan dari semua harta peninggalan padaa waktu si
pewaris meninggal dunia ditambah dengan jumlah nilai uang atau nilai barang yang telah
dihibahkan pada waktu si pewaris masih hidup; barang yang telah di hibahkan ditinjau pada
saat hibah dilakukan namun barangnya dinilai menurut harga pada waktu si pewaris meninggal
dunia.

6
Bab 5 Wasiat (Testament) dan Hibah Wasiat (Legaat)
Suatu wasiat harus dalam bentuk tertulis yang di buat dengan akta di bawah tangan maupun
dengan kata autentik. Mengenai sesuatu hal sesudah ia meninggal dunia disebut wasiat. Untuk
memenuhi syarat-syarat dalam membuat wasiat ialah sudah mencapai usia 18 tahun; sudah
dewasa; dan sudah menikah.
Wasiat yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris diatur dalam Pasal 954 KUH
Perdata bahwa pengangkatan waris merupakan wasiat dengan nama orang yang mewasiatkan,
memberikan kepada orang atau lebih dari seseorang, seluruh atau bagian (setengah atau
sepertiga dari harta kekayaannya kalau ia meninggal dunia). Mereka yang mendapat harta
kekayaan pada pasal ini disebut waris dibawah tetelum; serta wasiat yang berisi hibah (hibah
wasiat) atau legaat. Hal ini diatur dalam Pasal 957 KUH Perdata bahwa hibah wasiat adalah
suatu penempatan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau
lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu merupakan dari jenis
wasiat.
Adapun yang tercantum didalam Pasal 931 KUH Perdata terdapat bentuk-bentuk wasiat
yakni wasiat yang harus ditulis sendiri (olographis testament); wasiat umum (openbaar
testament); wasiat rahasia (Testament Tertutup / Geheim); pembuatan testament di Luar
Negeri; pembuatan testament dalam keadaan Luar Biasa. Hal ini tampak dari syarat-syarat
formil dan materil dalam wasiat. Namun ada perbedaan penting antara ahli waris ab intestate
dengan ahli waris yang diangkat dengan suatu testament (berdasarkan erfstelling) yaitu
pewarisaan testamentair tidak mengenal penggantian tempat (plaats vervulling) dan ahli waris
testamentair tidak menikmati inbreng.
Adapun syarat-syarat saksi dalam wasiat didalam Pasal 944 KUH Perdata terdapat di ayat
(1) saksi harus memenuhi ketentuan sebagaimana dibuat bahwa saksi telah berusia 21 tahun
atau sudah kawin serta saksi mengerti bahasa Indonesia atau bahasa yang dipergunakan dalam
testament. Sedangkan di ayat (2) semua ahli waris legataris; semua keluarga sedarah dan
sekeluarga berdasarkan perkawinan; anak-anak atau cucu-cucu dari keluarga tersebut dalam 0
sampai derajat ke 6 dan pembantu-pembantu notaris pada waktu membuat testament.
Upaya wasiat dibuat untuk mengimplementasikan prinsip suatu wasiat dengan bantuan
notaris dengan cara pengangkatan pelaksanaan wasiat (executeur testamentair);
penyelenggaraan penguburan; menghibahkan pakaian, perhiasaan tertentu dan mebel yang
tertentu. Selain itu notaris ada juga pemerintahan yang berkepentingan dalam penyampaian
wasiat yaitu melalui Balai Harta Peninggalan dan Departemen Kehakiman. Hal ini muncullah
larangan wasiat yang bersifat umum terdapat didalam fidei commis dan juga muncul larangan
7
yang bersifat khusus yang di tunjukkan kepada orang atau kelompok tertentu. Dapat dilihat
dari suami-istri yang menikah tanpa izin, istri pada perkawinan kedua, ketetapan hibah wasiat
yang jumlahnya melebihi hak testateur dalam harta persatuan, para wali, para guru dan imam
atau pendeta, para notaris dan saksi, dan anak luar kawin.
Pada uraian ini dinyatakan kembali bahwa pencabutan atau penarikan kembali wasiat
berdasarkan kehendak sipewaris. Adapun pencabutan wasiat secara tegas diatur di dalam (Pasal
992 KUH Perdata, Pasal 993 KUH Perdata, Pasal 995 KUH Perdata); di dalam pencabutan
dengan diam-diam terdapat didalam Pasal 994 KUH Perdata; pencabutan karena pengasingan
diatur dalam Pasal 996 KUH Perdata; gugurnya hibah wasiat diatur dalam Pasal 999-1001
KUH Perdata; pertumbuhan atau pertambahan (aanwas); dan gugurnya wasiat karena tidak
memenuhi beban yang diatur dalam Pasal 1004 KUH Perdata.
1. Hibah menurut Eman Suparman, hibah adalah pemberian yang dilakukan ketika masih
hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.
2. Hibah menurut Pasal 1666 KUH Perdata, hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si
penghibah, diwaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali
menyerahkan sesuatu benda guna kepentingan si penerima hibah yang menerimanya
penyerahan itu.
Selain testament, Undang-Undang juga mengenal “kondisil” yang artinya akta di bawah
tangan (bukan akta notaris), di mana orang akan meninggalkan warisan bahwa menunjukkan
seorang pelaksana wasiat (executeur testamentair); mengatur pengurusan jenazah;
menyerahkan jasadnya untuk tujuan penyendian parsial (gedeelteijke ontleding); membuat
hibah wasiat untuk pakaian dan asesoris serta perhiasan tertentu dan perabot rumah yang unik;
dan membuat ketetapan tentang hak yang diuraikan dalam Pasal 25 auteurswet (Undang-
Undang Hak Pengarang). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsil dapat dicabut
menurut cara yang sama dengan pembuatannya.
Hibah Wasiat (Legaat) dapat diuraikan dengan jelas artinya seorang yang meninggalkan
warisan dalam testament dengan menunjukkan seorang yang tertentu untuk mewarisi sejumlah
barang yang tertentu. Menurut Pasal 966 KUH Perdata mengatakan bahwa sebuah benda
tertentu hanya dapat dijadikan objek hibah wasiat bila diwariskan oleh pewaris. Prelegaat dan
Sublegaat diartikan bahwa hibah wasiat diberikan kepada seorang ahli waris disebut hibah
wasiat yang terakhir. Asuransi jiwa menunjukkan seorang yang dianugrahi keuntungan
(begunstigde) baik secara dapat ditarik kembali maupun tidak. Penerimaan (aanvarding) di
artikan memperoleh haknya tanpa di isyaratkan; sedangkan penolakan (verwerping) di artikan
tidak berbuat sesuatu. Hal ini menjadi bagian-bagian dari penerimaan dan penolakan bagi ahli
8
waris antara lain : sifat hak legataris; kedudukan hukum legataris atau yang mendapat hibah
wasiat; luas lingkup hibah penulis dan tentang hasil atau vruchten.
Upaya-upaya yang dilakukan di dalam pelaksana wasiat dan pengurus harta warisan
dilakukan melalui dengan cara pertama, orang yang lebih berhak sebagai pelaksana wasiat
atau executeur testamentair merupakan seorang ditunjukkan oleh orang yang akan
meninggalkan warisan, yang ditugaskan mengawasi bahwa surat wasiat sungguh-sungguh
dilaksanakan menurut si meninggal. Cara yang kedua, melalui pekerjaan pelaksana wasiat
diatur di dalam Pasal 1011 KUH Perdata berbunyi “mereka yang ditugaskan mengusahakan
supaya wasiat si meninggal dilaksanakan dan jika terjadi perselisihan, mereka itu dapat
menghadap di muka hakim, untuk mempertahankan absahnya wasiat”.

Bab 6 Inbreng dan Inkorting


Pada bab ini diuraikan beberapa pendapat ahli yang mengemukakan pendapat mengenai
definisi dari Inbreng, sebagai berikut :
a. Menurut J.D.Vegeens dan J.Oppenheim, mengemukakan “Inbreng adalah
pengembalian akan apa yang telah di terima seorang ahli waris dari pewarisnya,
sebagai hibah atau hibah wasiat ke dalam boedel, baik dalam wujudnya (in natura),
baik hanya nilainya atau dengan cara memperhitungkannya”.
b. Menurut Pitlo, mengemukakan “Inbreng adalah memperhitungkan apa yang diterima
oleh seorang ahli waris dari penghibahnya”.
c. Menurut Oemar Salin, mengemukakan Inbreng berasal dari Bahasa Belanda yang
berarti memperhitungkan pemberian benda-benda yang dilaksanakan oleh orang yang
meninggalkan harta warisan pada waktu ia masih hidup terhadap para ahli warisnya”.
d. Menurut Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan Inbreng berasal dari Bahasa Belanda
yang berarti “memperhitungkan pemberian barang-barang yang dilakukan oleh orang
yang meninggalkan warisan pada waktu ia masih hidup kepada para ahli warisnya”.
e. Menurut Soerojo Wongsowidjojo, mengemukakan “Inbreng adalah semua hibah yang
pernah diberikan oleh pewaris kepada para ahli waris dalam garis lurus ke bawah
(anak cucu, dan seterusnya) kecuali pewaris secara tegas membebaskan mereka dari
pemasukan.”
f. Dapat disimpulkan Inbreng merupakan barang atau benda yang dapat di kembalikan
atau diperhitungkan kepada ahli warisnya.

9
Pemasukan (inbreng) diatur dalam Pasal 1086 sampai Pasal 1099 KUH Perdata bahwa
harta warisan atau harta peninggalan dapat diwariskan kepada ahli waris menurut sipemberi
waris tersebut. Dapat di lihat dari Pasal 1086, Pasal 1087, Pasal 1989, Pasal 1090, Pasal 1091,
Pasal 1096, Pasal 1097, Pasal 1098, Pasal 1099, mengenai keseluruhan dari pengaturan
(inbreng).
Pada sistem perhitungan (inbreng) yang telah diatur di dalam Pasal 1992 sampai Pasal
1095 KUH Perdata. Bahwa sebagaimana peraturan perhitungan terhadap benda-benda yang
dihibahkan kepada para ahli waris sebelum meninggalnya sipewaris, harus dilaksanakan
dengan tiga macam cara antara lain :
a. In natura artinya benda-benda harus dikembalikan dalam bentuk pada waktu benda-
benda itu harus diperhitungkan.
b. Perhitungan dengan sistem memberi nilai dari benda-benda yang berbentuk kontan
(tunai) di laksanakan apabila benda-benda telah hilang, dihilangkan, atau dijual oleh si
ahli waris.
c. Perhitungan pada umumnya dapat dilaksanakan dengan sistem atau cara mengurangi
bagian si ahli waris dengan jumlah benda atau uang kontan yang seharga nilai dengan
benda-benda yang dihibahkan terdapat di dalam Pasal 1092 KUH Perdata.
Adapun pembayaran utang-utang dari orang yang meninggalkan harta warisan telah
diatur dalam Pasal 1100 sampai Pasal 1111 KUH Perdata. Dengan demikian, hal ini
muncul pemotongan atau inkorting yang telah diatur di dalam :
Pasal 920 KUH Perdata berbunyi : “Terhadap segala pemberian atau penghibahan, baik
antara yang masih hidup, maupun dengan surat wasiatnya mengakibatkan menjadi
kurangnya bagian mutlak (legitieme portie) dalam warisan, bolehlah kelak dilakukan
pengurangan bilamana warisan itu jatuh meluang, akan tetapi hanyalah atas tuntutan para
waris mutlak atau pengganti mereka”.
Pasal 924 KUH Perdata berbunyi : “Segala hibah antara yang masih hidup sekali-kali
tidak boleh dikurangi, melainkan apabila ternyata, bahwa segala barang-barang yang telah
diwasiatkan tak cukup guna menjamin bagian mutlak dalam suatu warisan. Apabila
kendati itu masih harus dilakukan pengurangan terhadap hibah-hibah antara yang masih
hidup maka pengurangan ini harus dilakukan mulai dari hibah yang terkemudian, lalu dari
yang ini harus dilakukan mulai dari hibah yang terkemudian, lalu dari yang ini ke hibah
yang lebih tua dan demikian selanjutnya”.
Dengan demikian, pemotongan (inkortig) dapat dilakukan dengan pemotongan semu
(on eigenlijke inkorting) dilakukan dari bagian ahli waris yang tidak berhak atas bagian
10
mutlak dan pemotongan dari pemberian yang dilakukan dengan wasiat seperti hibah wasiat
atau pengangkatan sebagai ahli waris. Ada juga dengn pemotongan sebenarnya (eigenlijke
inkorting) dilakukan dengan pemotongan terhadap hibah yang telah diberikan dan telah
diterima.

Bab 7 Sistematika Hukum Waris


Pada bab ini dapat ditarik kesimpulan mengenai pewarisan berdasarkan wasiat yang
sebagaimana memiliki ketentuan umum pada pewarisnya sebagai berikut :
a. Menurut Pasal 875 KUH Perdata berbunyi hibah adalah akta yang memuat kehendak
terakhir setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali.
b. Menurut Pasal 897 KUH Perdata berbunyi seorang yang belum dewasa (belum genap
18 tahun) tidak diperbolehkan membuat surat wasiat.
c. Menurut Pasal 888 KUH Perdata berbunyi dalam surat wasiat, syarat-syarat yang tidak
dimengerti atau tidak mungkin dilaksanakan atau bertentangn dengan kesusilaan yang
baik, dianggap sebagai tidak tertulis.

Dalam hal pemberian dan pengangkatan hibah wasiat dengan lompat tangan atau fidei
commis dilarang, yang diperbolehkan ialah fidei commis de residuo yang mana diatur dalam
Pasal 973 ayat (1) KUH Perdata. Adapun macam-macam wasiat sebagai berikut : pengangkatan
sebagai ahli waris serta pembagian dalam wasiat (hibah wasiat). Berdasarkan legitieme portie
(bagian mutlak) terdapat di dalam ketentuan umum antara lain : yang berhak atau legitieme
portie (bagian mutlak) adalah ahli waris ab intestate garis lurus baik ke atas maupun ke bawah;
legitieme portie (bagian mutlak) dituntut oleh legitimaris; dalam legitieme portie (bagian
mutlak) berlakunya penggantian; orang yang tidak patut mewaris (onwardis) atau orang yang
menolak harta peninggalan, kehilangan bagian mutlaknya; dan penolakan pembebasan sebagai
ahli waris atau tidak patut untuk mewarisi, tidak mempengaruhi besarnya legitieme portie
(bagian mutlak).
Adapun bagian dari prinsip-prinsip dari inkorting (pengurangan) yakni diambil dari sisa
harta peninggalan (HP) setelah di laksanakan wasiat; dan kalau ada sisa harta peninggalan tidak
mencukupi maka akan diambil dari legaat-legaat yang ada menurut perbandingan; serta
dilakukan menurut huruf a dan b di atas masih juga kurang, maka diambillah hibah (terdekat)
dengan kematian si pewaris.
Dengan demikian pada prinsip inbreng dikategorikan kedalam Pasal yakni:

11
a. Menurut Pasal 1086 KUH Perdata, berbunyi yang wajib inbreng adalah para ahli waris
garis lurus ke bawah kecuali dengan tegas di bebaskan dari pemasukan.
b. Menurut Pasal 1087 KUH Perdata, berbunyi seorang yang menolak harta peninggalan
yang tidak diwajibkan memasukkan apa yang telah diterimanya sebagai hibah, selain
untuk menutup kekurangan bagian mutlak atau inkorting.
c. Menurut Pasal 1088 KUH Perdata, berbunyi apabila jumlah yang di masukkan itu lebih
dari pada jumlah bagiannya sendiri dalam harta peninggalan, maka selebihnya itu tidak
usah dimasukkan, demikian tidak mengurangi Pasal 1087 KUH Perdata.
d. Menurut Pasal 1097 KUH Perdata, berbunyi hibah tersebut tidak perlu dimasukkan baik
itu di dalam pemeliharaan, pendidikan, dan sebagainya.
e. Istri atau suami yang telah menerima hibah dari suami atau istri, sebelum perkawinan
dilakukan maka tidak perlu inbreng karena ia dianggap sebagai pihak ketiga.
f. Apabila seseorang menjual barang kepada keturunannya dengan harga yang sangat
murah, maka selisih harga yang sebenarnya dianggap sebagai hibah atau inbreng.
g. Di dalam perhitungan nilai hibah pun digunakan untuk inbreng dipakai nilai pada waktu
hibah diberikan dan untuk menghitung nilai hibah, yaitu pada waktu pewaris meninggal
dunia.

Adapun Rumus- rumus perkawinan kedua sebagai berikut :


a. Perkawinan kedua, dimana salah seorang statusnya janda atau duda terhadap
perkawinan tersebut, ada lima variasi penyelesaiannya, yaitu :
1. Apabila harta bawaan yang meninggal lebih kecil, tanpa anak, anak menolak
warisan, anak tidak patut mewaris, maka berlaku Pasal 128 KUH Perdata;
2. Apabila harta bawaan yang meninggal lebih kecil, dengan anak, maka berlaku
Pasal 128 KUH Perdata.
3. Apabila harta bawaan sama besar, maka berlaku Pasal 128 KUH Perdata
4. Apabila harta bawaan yang meninggal lebih besar, tanpa anak, anak menolak
warisan, anak tidak patut mewaris maka berlaku Pasal 128 KUH Perdata
5. Apabila harta bawaan yang meninggal lebih besar, dengan anak, maka berlaku
Pasal 181/852a KUH Perdata
b. Perkawinan kedua antara duda dengan janda.
1. Kasus sama dengan bagian a berlaku Pasal 128 KUH Perdata
2. Kasus sama berlaku Pasal 181/852a KUH Perdata
3. Kasus sama, berlaku Pasal 128 KUH Perdata
12
4. Kasus sama, berlaku Pasal 128 KUH Perdata
5. Kasus sama, berlaku Pasal 128 jo. Pasal 184a KUH Perdata
6. Perkawinan kedua ulang/reparasi diatur dalam Pasal 232a yaitu berlaku ketentuan-
ketentuan seperti dengan perkawinan pertama.

13
BAB 3

PEMBAHASAN CRITICAL BOOK REPORT

A. Latar Belakang Masalah Yang Akan Dikaji


Di Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi
warga Negara Indonesia. Dalam satunya adalah Pasal 136 Wet op de Staats Inrichting van
Vederland Indische disingkat Indische Staatsregeling atau IS thun 11925 yang mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 1926. \
Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) dimana mereka saling membutuhkan satu
sama lain. Dengan adanya hubungan timbal balik, maka sering kali timbul fenomena sosial
berupa konflik yang timbul karena kepentingan yang berbeda beda. Karena itu, hukum
memegang peranan penting dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam kehidupan
bermasyarakat sering kali terjadi perselisihan atau pembagian harta waris.
Kenyataan yang dihadapi saat ini, peranan hukum semakin menjadi penting dalam rangka
mewujudkan tujuan pembangunan. Fungsi hukum dalam pembagunan tidak sekedar sebagai
alat pengendalian sosial. Tetapi lebih dari itu, yakni melakukan upaya untuk menggerakkan
masyarakat agar berperilaku sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu keadaan
masyarakat sebagaimana yang di cita-citakan. Dengan demikian, fungsi hukum untuk menata
perubahan.
Hukum, selain, bersifat memaksa juga bersifat mengatur. Dalam lapangan hukum perdata,
pada umumnya hukum bersifat mengatur. Adapun untuk mencapai tujuan hukum itu tersebut,
hukum harus difungsikan dan dilaksanakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam
lingkungan keluarga maupun dalam masyarakat. Sebaliknya kepada orang-orang yang
mempunyai piutang-piutang terhadap simeninggal, oleh Undang-Undang diberikan hak untuk
mengadakan perlawanan terhadap pembagian harta warisan selama piutang-piutang itu belum
di lunasi. Hak untuk menantang pembagian ini, diberikan kepada mereka, karena mereka
hanya dapat menyita harta peninggalan selama kekayaan si meninggal belum terbagi antara
para ahli waris.
Jika salah seorang ahli waris berhutang pada simeninggal, maka ada yang mengatakan
hutang itu harus juga dimasukkan atau dikembalikan, seolah-olah suatu imbreng. Tetapi
perkataan ibreng suatu perhitungan hutang-piutang. Sebab pembayaran hutang kepada boedel
diharuskan, sedangkan inbreng berlaku terhadap ahli waris dalam garis lenceng ke bawah.

14
B. Permasalahan Yang Dikaji
Dari keseluruhan muatan isi buku ini tanpa terkecuali, penulis akan mengkaji dari beberapa
aspek untuk membuat penilaian, serta mengkaji inti pembahasan buku ini yaitu sebagai berikut
:
1. Berdasarkan buku pertama dengan berjudul HUKUM WARIS PERDATA yang
penulisnya Maman Suparman. Berdasarkan hasil review, apakah target dan pembahasan
buku ini sesuai dengan pewaris dan dasar hukum mewaris? Belum masih terdapat
kekurangan. Menurut Subekti (1980:116) mengatakan hak untuk menuntut supaya
diadakan pembagian suatu kekayaan bersama, adalah suatu hak yang tidak boleh
dikurangi, apalagi dihapuskan. Tiada seorang pun yang dapat dipaksa untuk menerima saja
suatu keadaan di mana ia bersama-sama dengan orang-orang lain mempunyai suatu
kekayaan yang tak berbagi. Bahkan suatu perjanjian yang mengandung suatu larangan
untuk mengadakan pembagian suatu kekayaan bersama adalah batal.
2. Apakah gagasan yang digunakan oleh penulis buku ini sudah logis dan berdasarkan
penelitian ? Belum, dalam buku Maman Suparman tidak menjelaskan seorang ahli waris
menuntut pembagian harta waris. Di dalam bukunya Neng Yani nurhayani (2015:268)
menyatakan kembali apabila seseorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan
didepan pengadilan, tuntutan terssebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang diatur Pasal
1066 BW yaitu : tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan
diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi;
pemisahan harta itu setiap waktu dapat dituntut, biarpun ada larangan untuk
melakukannya; namun dapatlah diadakan persetujuan untuk selama waktu ketentuan tidak
melakukan pemisahan; persetujuan yang sedemikian hanyalah mengikat untuk selama
lima tahun, namun setelah lewatnya tenggang waktu ini, dapatlah persetujuan itu di
perbaharui.
3. Apakah pembahasan buku yang disajikan penulis disajikan secara detail, singkat atau
menyeluruh ?
4. Apakah menulis telah menjelaskan bagaimana Pewaris dalam memberikan harta
kekayaannya kepada ahli waris apakah dasar hukum mewaris sudah diterapkan? Sudah.
Dalam buku pembanding lainnya menurut H.A.Khisni (2017:5) ada syarat pembagian
warisan serta halangan untuk menerima warisan sebagai berikut :
a. Pewaris benar-benar telah meninggal dunia.
b. Ahli waris benar-benar masih hidup ketika pewaris meninggal dunia.
15
c. Benar-benar dapat diketahui adanya sebeb warisan pada ahli waris atau dengan kata
lain, benar-benar dapat diketahui bahwa ahli waris bersangkutan berhak waris
5. Apa yang menjadi keunggulan dan kelemahan buku, yang membedakannya dengan buku-
buku lainnya? Keunggulan dari buku Maman Suparman lebih menjelaskan dasar hukum
pewaris, ahli waris yang tidak patut mewaris dan peranan Balai Harta Peninggalan dalam
Pembagian Warisan. Sedangkan dalam buku Surini Ahlan Sjarif menjelaskan hubungan
anak luar kawin, kewarisan berdasarkan UU dan unsur-unsur penting dalam hukum waris,
dan pada buku H. Zainuddin lebih menjelaskan kepada unsur-unsur terjadinya pewarisan
dan ahli waris berdasarkan Undang-Undang.

C. Kajian Teori Yang Digunakan


Kajian teori yang digunakan dalam buku pertama dengan berjudul HUKUM WARIS
PERDATA yang penulisnya Maman Suparman ini adalah kajian teori berdasarkan menurut
para ahli serta yang menyangkut penjelasan materi.
1. Ahli waris dikelompokkan kedalam golongan. Golongan pertamaa yaitu keluarga dalam
garis lurus ke bawah; suami atau istri yang ditinggalkan pewaris yang hidup paling lama;
anak luar kawin yang diakui sah yang mendapat bagian warisan tidak sama dengan anak
sah.
2. Ahli waris golongan kedua yaitu keluarga dalam garis lurus ke atas (orang tua, saudara
laki-laki maupun perempuan, dan keturunannya); saudara kandung dengan saudara seayah
dan seibu; ahli waris yang menolak warisan.
3. Ahli waris golongan ketiga yaitu keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas jika si pewaris
tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, orang tua, saudara-saudara atau
keturunan saudara-saudara.
4. Ahli waris dalam golongan keempat yaitu keluarga lainnya dalam garis menyamping yang
dibatasi sampai dengan derajat keenam baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

Kajian teori yang digunakan dalam buku kedua, buku karangan Surini Ahlan Sjarif
berjudul HUKUM KEWARISAN PERDATA BARAT (Pewarisan Menurut Undang-Undang)
membahas mengenai kajian teori berdasarkan menurut kitab undang-undang hukum perdata :
1. Mewaris dalam kedudukan sendiri disebut mewaris langsung. Ahli warisnya adalah
mereka yang terpanggil untuk mewarisi berdasarkan haknya sendiri. Diatur Pasal 852 ayat
(2) KUH Perdata mengatakan “mereka mewaris kepada demi kepala, jika dengan si

16
meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai
hak karena diri sendiri”.
2. Sedangkan mewaris berdasarkan penggantian yakni pewarisan di mana ahli waris mewaris
menggantikan ahli waris yang berhak menerima warisan yang telah meninggal dunia lebih
dahulu dari pewaris. Diatur dalam Pasal 841 KUH Perdata “pergantian memberi hak
kepada seorang yang mengganti, untuk bertindak sebagai pengganti, dalam derajat dan
dalam segala hak orang yang diganti”.

Pada buku pembanding lainnya Titik Triwulan Tutik (2010:282) terdapat ahli waris
menurut islam pada dasarnya yaitu : Pertama, ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang
hubungan kewarisannya didasarkan karena hubungan darah atau kekerabatan. Kedua, ahli
waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannyakarena suatu sebab, yaitu sebab
pernikahan, sebab ada hubungan agama orang yang meninggal dunia, sebab memerdekakan
budak, atau menurut sebagian mazhab Hanafiyah, karena sebab perjanjian (janji setia).
Perbedaan hukum kewarisan islam dengan hukum kewarisan adat yang dapat
dipertemukan bila menggunakan analisis yang tidak dipengaruhi oleh politik hukum kolonial
Belanda (politik hukum yang selalu mencari pertentangan perbedaan antara hukum kewarisan
islam dengan hukum kewarisan adat).

D. Analisis Critical Book Report


Setelah mereview ketiga buku ini, maka secara keseluruhan pembahasan dalam buku yang
di tulis oleh Maman Suparman, S.H., M.H., C.N, dapat kita lihat sebagai buku referensi bagi
kalangan mahasiswa yang mendalami ilmu hukum, karena buku ini sangatlah membantu, tetapi
di dalam yang namanya sebuah karya tentu saja bukanlah hal yang mudah untuk mendapatkan
kata sempurna baik itu untuk sebuah lukisan, jurnal, dan yang lainnya apalagi hal itu yang
menyangkut pengetahuan yang di khususkan untuk pendidikan seperti sebuah buku. Oleh
karena hal inilah pengkritik akan mengkaji keunggulan dan kelemahan dari buku yang di tulis
oleh Maman Suparman, S.H., M.H., C.N. yang akan reviewer bandingkan dengan pendapat
lain ataupun buku dari sumber lain yaitu buku yang di tulis oleh : Prof. Dr. Lanny Kusumawati.,
Dra., S.H., M.Hum, untuk mendapatkan penilaian terhadap kualitas buku baik sebagai buku
panduan/pegangan maupun sebagai buku referensi.
Dalam buku Hukum Waris Perdata, buku ini membahas bagaimana pewaris dan dasar
hukum mewaris. Dalam buku ini dijelaskan secara terperinci dan relevan. Gagasan yang
digunakan pengarang buku ini sudah menarik, berarti dapat kita simpulkan bahwa pengarang
17
buku ini setiap hari melihat perkara perdata sehingga dapat menuliskannya menjadi satu (1)
buku. Terdapat juga persamaan pada buku kedua dan ketiga dengan berjudul Pelaksanaan
Hukum Waris Di Indonesia yang menceritakan pokok permasalahan sampai tahap
penyelesaiannya di dalam maupun di luar pengadilan, pegadilan agama, pengadilan negeri.

1. Kelebihan Buku
Kelebihan buku hukum waris perdata yang penulisnya Maman Suparman, S.H., M.H., C.N
bahwa dalam buku ini menguraikan bagaimana pewaris dalam dasar hukum mewaris.
Penguraian buku ini sangat terstruktur rapi dimana penulis menguraikan data secara detail
mulai dari konsep kewarisan, pewaris dan dasar hukum mewaris, tanggung jawab ahli waris
terhadap pewaris, konsep dari legitieme portie, wasiat dan hibah wasiat, pemasukan dan
pemotongan serta bagaimana sistematika hukum waris.
Buku ini menjelaskan bahwa ahli waris menurut undang-undang yaitu ahli waris
mendapatkan bagian warisan karena hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pada keturunan.
Penulis juga menjelaskan KUH Perdata yang mengatur penggantian tempat terdapat Pasal 841
dan Pasal 848 KUH Perdata yang berbunyi tentang perwakilan artinya keluarga sedarah yang
jauh tidak mewakili. Dalam hal ini yang meninggal dunia lebih dahulu juga tidak bertindak atas
namanya, tetapi hanya menggantikan tempatnya yang menjadi lowong karena kematian. Di
dalam KUH Perdata terdapat 3 golongan anak yaitu :
1. Anak sah artinya anak yang di lahirkan akibat suatu perkawinan yang sah Diatur dalam
Pasal 42a UU No.1 Tahun 1974 “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah”.
2. Anak luar kawin diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 “anak di luar kawin
adalah anak yang di lahirkan di luar perkawinan dan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya serta keluarga ibunya”.
3. Dalam KUH Perdata tidak mengenal adanya adopsi karena pada tahun KUH Perdata
dinyatakan berlaku untuk warga Negara keturunan Tinghoa, sedangkan orang cina
mengenal lembaga adopsi.

2. Kelemahan Buku
buku ini yang penulis Maman Suparman, S.H., M.H., C.N bahwa dalam buku ini memang
sudah bagus namun masih perlu direvisi lagi dimana jika kita lihat dari segi materi, pemaparan
18
materi nya terlalu banyak ini akan mengurangi minat baca karena isi buku ditulis berulang-
ulang, buku ini juga tidak menjelaskan metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan
buku.

19
BAB 4

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam buku Hukum Waris Perdata, yang ditulis oleh Maman Suparman, S.H., M.H., C.N
menjelaskan bahwa dalam buku tersebut menjelaskan bagaimana pewaris dan dasar hukum
mewaris. Yang akan dikaji dalam buku ini adalah bagaimana putusan hakim dalam
memutuskan perkara perdata di pengadilan.
Menurut pengkritik penulisan buku ini sudah tercapai dimana buku ini sudah menjelaskan
bagaimana hakim dalam mengadili dan memutuskan sengketa perdata di pengadilan. Tujuan
penulisan buku ini sudah tercapai dimana buku ini pemaparan materi sudah terstruktur rapi,
setiap pertanyaan mengenai putusan hakim ada dibuku ini maka dengan itu buku ini dapat jadi
buku pegangan mahasiswa. Penulis selalu menuliskan fakta-fakta yang relevan lalu
memberikan gagasannya sendiri dengan topik bahasan buku. Buku yang ditulis oleh Maman
Suparman, S.H., M.H., C.N merupakan suatu tulisan yang bersifat keilmuan secara umum,
dimana buku ini perlu dibaca oleh semua masyarakat, orang-oraang yang berkepentingan atau
berkewenangan. Manfaat buku ini dengan mata kuliah hukum acara perdata adalah dimana
pembahasan buku ini adalah materi dari hukum acara perdata. Buku ini sangat penting dimiliki,
sehingga kita mengerti bagaimana proses hakim dalam mengadili dan mengambil keputusan.
Sebagai reviewer saya akan membeli buku ini sehingga saya lebih tahu bagaimana hakim
dalam mengambil keputusan dalam sengketa perdata.
Sedangkan dalam buku Hukum Kewarisan Perdata Barat (Pewarisan Undang-Undang).
Lebih menjelaskan bahwa hubungan pada anak luar kawin berdasarkan Undang-Undang.
Dalam menulis buku ini penulis berhasil menguraikan satu per satu materi secara sederhana
dan dapat kita pahami. Penulis juga tidak mengabaikan setiap informasi yang relevan yang
berkaitan dengan materi mengenai kewarisan. Buku ini berkaitan dengan mata kuliah hukum
acara perdata dimana buku ini merupakan cara proses penyelesaian pembagian harta
peninggalan pada anak luar kawin. Buku ini memiliki pengaruh yang baik kepada pengkritik
atau yang meriviewer dimana kita perlu tahu bahwa dalam proses pembagian harta warisan
terhadap anak luar kawin yang menjadi ahli waris dalam hidupnya.
Bentuk pelaksanaan hukum kewarisan islam yakni musyawarah ahli warisan, musyawarah
dewan adat; Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ; Hubungan timbal-balik antara hukum
kewarisan islam dengan hukum kewarisan adat.

20
B. SARAN
buku ini sudah bagus dan sangat penting jadi pegangan, karena jika kita memiliki ingin
membagi harta peninggalan atau harta warisan maka kita dapat memahami golongan-golongan
ahli waris bagi sipewaris. Kita tahu proses dasar hukum mewaris sangat baik dalam pembagian
harta warisan atau harta peninggalan. Pada buku Maman Suparman, ini pemaparan materi nya
terlalu berbelit-belit. Sehingga pembaca tidak terlalu tertarik dengan isi buku. Ejaan penulisan
buku juga tidak mudah dipahami, karena penulis lebih sering menggunakan bahasa hukum
mungkin karena penulis seorang hakim. Buku seharusnya ditulis lebih sederhana lagi. Sehingga
periviewer dapat merekomendasikan kepada orang lain atau teman.perdata, mengacu pada
ajaran mengenai perbuatan melawan hukum pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPdt).

21
DAFTAR PUSTAKA

Suparman, Maman. 2017. Hukum Waris Perdata. Jakarta : Sinar Grafika.

Kusumawati,lannya. 2011, pengantar hukum waris perdata.Surabaya: laros

22

Anda mungkin juga menyukai