DISUSUN OLEH :
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas Berkat anugrahNya,
saya sebagai penulis Critical Book Report yang berjudul Hukum Pidana dan Buku Ajar Hukum
Pidana dapat menyelesaikannya demgan baik, dan oleh karena itu saya sebagai penulis juga
tidak lupa berterimakasih Kepada Bapak Hendrikus Otniel Nasozaro Harefa, S.H., M.H
selaku dosen Pendidikan Mata Kuliah Kriminologi di IKIP atas bimbingan dan segala
kesempatan yang telah diberikan kepada saya sebagai penulis dalam penulisan Critical Book
Report ini. Semua sahabat yang telah memberikan dorongan dan doa kepada penulis dan juga
memberikan bantuan kepada penulis sehingga Critical Book Report ini dapat terselesaikan.
Tak lepas dari kekurangan, penulis sadar bahwa Critical Book Report ini masih jauh
dari kata sempurna.Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang lebih baik
dimasa mendatang.Semoga Critical Book Report ini membawa manfaat bagi pembaca dan bagi
saya sebagai penulis sendiri khususnya.
I
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. I
Daftar isi................................................................................................................................... II
BIOGRAFI IDENTITAS BUKU............................................................................................. III
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................1
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN .............................................................................................................. 13
B. SARAN .......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTKA................................................................................................................. 14
II
INFORMASI BIOGRAFI BUKU
IDENTITAS BUKU
1. Buku Utama
2. Buku Pembanding
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Laporan resensi buku adalah bukan laporan yang bertujuan untuk mengetahui isi
buku, tetapi lebih menitik beratkan pada evaluasi (penjelasan, interprestasi, dan
analisis) kita mengenai keunggulan dan kelemahan buku, apa yang menaraik dari
buku tersebut dan bagaimana isi buku tersebut bisa mempen ngaruhi cara berpikir
dan menambah pemahaman kita terhadap suatu bidang kajian tertentu. Sehingga
laporan resensi buku merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mencari
kelebihan dan kelemahan Buku.
Materi yang akan dikritik mengenai model – model pembelajaran guna
mengembangkan profesianalisme guru dan inovasi pembelajaran. Diharapakan
dengan adanya laporan resensi buku ini, mehasiswa dapat menambah pemahaman
tentang materi ini dan mampu berpikir lebih kritis maupun sistematis, sehingga untuk
kedepannya mahasiswa sebagai calon guru dapat mengaplikasikan materi ini
dilapangan atau setelah menjadi guru.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang, penulis membatasi materi yang akan
kami kritik.
1. Apa dan bagaimana isi disetiap struktur ?
2. Bagaimana inti sari atau ringkasan dari setiap bab buku ?
3. Bagaimana kelebihan dan kekurangan buku ?
Adapun tujuan critaical book ini untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan isi
buku, menguji kualitas buku dengan membandingkan terhadap karya dari penulis
yang sama atau penulis lainnya. Kemudian manfaatnya untuk memenuhi tugas kuliah
strategi belajar mengajar dan untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana
mengkritik sebuah buku.
1
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
Pendefinisian Hukum pidana harus dimaknai sesuai dengan sudut pandang yang
menjadi acuannya. Pada prinsipnya secara umum ada dua pengertian tentang hukum
pidana, yaitu dise-but dengan ius poenale dan ius puniend. Ius poenale merupakan
pengertian hukum pidana objektif.hukum pidana ini dalam pengertian menurut
Mezger adalah "aturan-aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan
tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.
Pembagian hukum pidana dilakukan dengan mempelajari atau mengamati syarat,
hakikat dan tujuan dari hukum itu sendiri serta kepentingan manusia se-bagai
individu maupun insan bermasyarakat yang perlu dilindungi dan lapangan ilmu
pengetahuan hukum pidana pengelompokan dianggap penting sebagai ba-han
pengkajian hukum secara sistematis dan orientasi pada independensi keil-muan dan
tidak kalah penting secara praktis adalah legalitas dalam penerapan hukumnya.
1. Pidana umum (berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, KUHP dan Undang-
undang tersebar di luar KUHP)
2. Hukum Pidana Lokal (Perda untuk daerah-daerah tertentu)
Pencetus asas Legalitas yakni Paul Johan Anslem Von Feuerbach (1775-
1883), seorang sarjana hukum pidana Jerman dalam bukunya Lehrbuch des
Penlichen recht pada tahun 1801 dengan adagium nullum delictum, nulla poena sine
praevia legi poenalli
Salah satu penyebab dari revolusi Perancis adalah adanya hasrat masyara-kat
untuk mendapatkan kepastian hukum. Rakyat tertindas menghendaki adanya
kepastian hukum. Tahun 1789 asas Nullum Delictum sudah dicantumkan dalam
Konstitusi Perancis. Kemudian dicantumkan pula dalam Code Penalnya. Negeri
Belanda yang pernah mengalami penjajahan Perancis mencantumkan pula asas
tersebut dalam Wetboek van Strafrechtnya melalui Code Penal yang dibawa oleh
Perancis. Pada tahun 1915 (mulai berlaku tahun 1918) asas tersebut telah pula
dicantumkan dalam KUHP Indonesia yang merupakan jajahan Belanda ketika itu dan
sampai saat ini sejak Indonesia merdeka Asas Legalitas tetap masih berlaku
sebagaimana tercan-tum dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP berdasarkan Undang-Undang
2
No.1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Jo. Undang-Undang No 73 Tahun 1968
tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Indonesia dan Perubahan KUHP
Asas legalitas adalah tiada perbuatan dapat dihukum kecuali atas dasar kekuatan
ketentuan pidana menurut undang-undang yang sudah ada terlebih dahulu. Artinya
bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana dan
dikenai sanksi pidana bilamana dalam suatu rumusan undang-undang perbuatan itu
dirumuskan sebagai perbuatan yang dilarang untuk dilakukan (delik comisi) atau
diperintahkan untuk dilakukan (delik omisi) dan sebagai konsekwensinya bagi
barangsiapa yang tidak mematuhi perintah atau larangan tersebut akan dikenakan
sanksi berupa pidana tertentu yang bersifat memaksa.
Kausalitas adalah hubungan sebab dan akibat, yang jika dikatkan dengan tindak
pidana maka teori kausalitas membantu menjawab bahwa dari rang-kaian perbuatan
atau kejadian manakah yang menjadi sebab dari akibat yang timbul.Delik yang
memerlukan ajaran kausalitas adalah delik-delik materil dan delik-delik yang
3
dikualifisir oleh akibatnya karena kedua jenis delik ini, men-syaratkan akibat yang
menjadi unsur delik yang harus terpenuhi.Teori Syarat Mutlak (Von Buri)
mengajarkan bahwa tiap-tiap perbuatan ada-lah sebab dari akibat yang timbul.
Semua syarat untuk timbulnya suatu akibat adalah sama sebagai sebab yang tidak
dapat dihilangkan dan harus diberi nilai yang sama.
Teori Pengaruh Terbesar (Birkmeijer) mengajarkan bahwa syarat yang ha-rus
dianggap sebagai sebab atas terjadinya akibat adalah syarat yang paling besar
pengaruhnya/syarat yang paling kuat pengaruhnya (Birkmayer)/syarat nyang paling
dekat (Jan Remmelink) kepada timbulnya akibat itu.Teori yang Paling Menentukan
(Binding) mengajarkan bahwa sebab dari suatu perubahan adalah identik dengan
perubahan dalam keseimbangan antara faktor yang menahan (negatif) dan faktor
positif.Teori Kepastian (Kohler) mengajarkan bahwa sebab adalah syarat yang
menurut sifat menimbulkan akibat. Mana yang kualitatif menurut sifatnya penting
untuk timbulnya akibat.Teori letze bedingung (Ortmann) mengajarkan bahwa sebab
adalah syarat penghabisan yang menghilangkan keseimbangan antara syarat positif
de-ngan syarat negatif, sehingga akhirnya syarat positiflah yang menentukan.Teori
Keseimbangan/Teori Adequat (Von Kries) mengajarkan bahwa yang harus dianggap
sebagai sebab yang menimbulkan akibat adalah syarat yang menurut “perhitungan
yang normal” seimbang dengan akibat itu.Teori Keseimbangan Objektif (Rumelin)
bahwa yang dimaksud dengan “perhitungan yang normal” itu bukan hanya keadaan
yang kemudian akan diketahui secara subjektif tetapi juga keadaan-keadaan yang
akan diketahui secara objektif.Teori Keseimbangan subjektif dan objektif (Simons)
mengajarkan bahwa untuk menentukan syarat sebagai sebab yang menimbulakn
akibat haruslah memperhitungkan keadaan yang diketahui oleh pembuat sendiri dan
keadaan yang diketahui oleh orang banyak, meskipun tidak ditehui pem-buat sendiri.
Penafsiran merupakan suatu cara atau metode yang tertujuan untuk men-cari dan
menemukan kehendak pembuat undang-undang yang telah dinya-takan oleh pembuat
undang-undang itu secara kurang jelas.Pentingnya penafsiran dalam hukum pidana
ialah untuk memenuhi kebu-tuhan hukum dan mengisi kekosongan norma dapat
digunakan suatu pe-nafsiran yang berdasarkan sumber hukum yakni undang-undang,
yuris-prudensi, dotrin.Metode/tahapan penafsiran dalam hukum pidana meliputi
penafsiran auten-tik, penafsiran penjelasan undang-undang, penafsiran yurisprudensi,
penaf-siran dotrin (ilmu pengetahuan hukum pidana).
Penafsiran menurut dotrin terdiri atas penafsiran tata bahasa, penafsiran logis,
penafsiran sistematis, penafsiran historis, penafsiran teleologis, pe-nafsiran
kebalikan, penafsiran membatasi, penafsiran memperluas, analogi.Analogi dapat
dipergunakan dalam seluruh bidang hukum kecuali dalam hu-kum pidana karena
bertentangan dengan asas legalitas dengan tujuan kepastian hukumnya.
4
F. PIDANA DAN TEORI-TEORI PEMIDANAAN
Jenis-jenis delik terdiri atas Delik Formiel dan Delik Materiel; Delik Komisi dan
Delik Omisi; Delik yang Berdiri Sendiri dan Delik Berlanjut; Delik Ram-pung dan
Delik Berlanjut; Delik Tunggal dan Delik Bersusun; Delik Seder-hana, Delik dengan
Pemberatan atau Delik Berkualifikasi, dan Delik Berpre-vilise; Delik Sengaja dan
Delik Kealpaan; Delik Politik dan Delik Umum; Delik Khusus dan Delik Umum;
Delik Aduan dan Delik Biasa.
5
H. UNSUR PERBUATAN DAN MELAWAN HUKUM
6
Sengaja sebagai niat/maksud/ tujuan (opzet als oogmerk), Sengaja insyaf akan
kepastian (opzet bij zeker-heids of noodzakelijkheids bewustzijn), Sengaja insyaf
akan kemungkinan/ dolus eventualis (opzet bij mogelijkheidsbewustzij of
voorwaardelijk opzet of dolus eventualis)
Ilmu pengetahuan hukum pidana dan yurisprudensi menafsirkan kelalaian/
kealpaan (culpa) sebagai “kurang mengambil tindakan pencegahan” atau “kurang
berhati-hati”.185Menurut Vos kealpaan mempunyai 2 unsur, yaitu : Pembuat dapat
“menduga terjadinya” akibat dari perbuatannya, Pembuat “kurang berhati-hati” (pada
pembuat ada kurang rasa tanggungjawab)Gradasi kealpaan terdiri atas kealpaan
berat, kelapaan ringan, kealpaan yang didasari dan kealpaan yang tidak didasari.
K. PENYERTAAN (DEELNEMING)
Penyertaan (deelneming) ialah ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu
tindak pidana atau dengan kata lain ada dua orang atau lebih mengambil bagian
untuk mewujudkan suatu tindak pidana dan harus dipahami bagaimana hubungan
tiap peserta terhadap delik tersebut.Ada dua pandangan tentang sifat dapat
dipidannya penyertaan yakni a) Sebagai dasar memperluas dapat dipidannya orang
(Strafausdehnung-sgrund) yakni bahwa penyertaan dipandang sebagai persoalan
7
pertang-gungjawaban pidana. Penyertaan bukan suatu delik sebab bentuknya tidak
sempurna. Pandangn ini dianut oleh Simons, Van Hattum, Van Bemmelen,
Hazewinkel Suringa; b) Sebagai dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan
(Tatbestandausdehnunggrund) yakni bahwa penyertaan dipa-dang sebagai bentuk
khusus dari tindak pidana ( merupakan suatu delik) hanya bentuknya istimewa.
Pandangan ini dianut oleh Pompe, Moeljatno, Roeslan Saleh.Bentuk-bentuk
penyertaan dalam arti luas menurut KUHP adalah :a). Pembuat atau dader (Pasal 55
KUHP) yang terdiri atas : orang yang melakukan/pelaku/pleger (Pasal 55 ayat (1)ke
1 KUHP),orang yang menyuruh melakukan/doenpleger (Pasal 55 ayat (1) ke
KUHP),orang yang turut serta melakukan/medepleger (Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP), penganjur/ pem-bujuk/pemancing/penggerak/uitlokker (Pasal 55 ayat (1) ke
2 KUHP); b). Pembantu/ medeplichtige (Pasal 56 KUHP) yang terdiri atas: pembantu
pada saat kejahatan dilakukan (Pasal 56 ke-1 KUHP), pembantu sebelum kejahatan
dilakukan (Pasal 56 ke-2 KUHP).
Syarat pembantuan adalah pembantuan harus dilakukan dengan sengaja,
pembantu harus mengetahui jenis kejahatan yang dikehendaki oleh pem-buat
pelaksana dan untuk kejahatan itu ia memberikan bantuan bukan terhadap kejahatan
lain, kesengajaan pembantu ditujukan untuk memudah-kan atau memperlancarkan
pembuat pelaksana melakukan kejahatan artinya kesengajaan pembantu bukan
merupaka unsur delik dan pemabntu tidak malkasanakan anasir delik.Menurut Pasal
56 KUHP ada dua bentuk pembantuan yakni: Pembantuan pada saat kejahatan
dilakukan (Pasal 56 ke-1 KUHP) dan Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan
dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan (Pasal 56 ke-2 KUHP).
Pertanggungjawaban pidana pembantu terkait/ tergantung (accesoir) kepada
pelaksanaan kejahatan oleh pelaku utama sedangkan pada pembuat ben-tuk
pertanggungjawaban pidananya mandiri (untuk uitlokker ada ketentuan Pasal 163 bis
KUHP). Ancaman pidana bagi masing-masing pembuat (ke-cuali yang disuruh
melakukan) adalah maksimum dari ancaman pidana delik yang bersangkutan.
Sedangkan ancaman pidana bagi pembantu diku-rangi sepertiga dari maksimum
ancaman pidana kejahatan yang bersang-kutan.
Alasan gugurnya hak menuntut baik dalam KUHP maupun di luar KUHP
sebagai berikut : Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP), Matinya terdakwa (Pasal 77
KUHP), Daluarsa Penuntutan (Pasal 78 KUHP), Pembayaran denda maksimum
terhadap pelanggaran yang diancam pidana denda (Pasal 82 KUHP), Abolisi dan
Amnesti (di luar KUHP).Syarat-syarat agar penuntutan terhadap seseorang gugur
berdasarkan ne bis in idem adalah : Ada putusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap, Orang yang akan diajukan atas perkara tersebut adalah sama, Perbuatan yang
akan dituntut kedua kalinya adalah sama dengan perbuatan yang telah diputus
terdahulu.
8
Tenggang waktu daluarsa penuntutan (Pasal 78 (1) KUHP), yaitu : Pelang-garan
dan kejahatan percetakan daluarsanya sesudah 1 tahun, Kejahatan yang diancam
pidana denda, kurungan atau penjara maksimal 3 tahun daluarsanya sesudah 6 tahun,
Kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun daluarsanya sesudah 12
tahun, Kejahatan yang diancam pidana mati atau penjara semumr hidup daluarsanya
sesudah 18 tahun. Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum
18 tahun maka berdasarkan Pasal 78 ayat (2) KUHP masing-masing tenggang waktu
daluarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga. Pasal 79 KUHP menegaskan bahwa
tenggang waktu daluarsa dihitung mulai keesokan harinya sesudah perbuatan
dilakukan.Alasan Gugurnya hukuman ialah Meninggalnya terpidana (Pasal 83
KUHP), Daluarsa menjalankan pidana (Pasal 84 KUHP). Amnesti dan grasi.Menurut
Pasal 84 ayat (2) KUHP tenggang waktu daluarsa menjalankan pidana itu lamanya :
Untuk pelanggaran daluarsanya 2 tahun, Untuk keja-hatan percetakan daluarsanya 5
tahun, Untuk kejahatan lainnya daluarsa-nya sama dengan daluarsa penuntutan
ditambah sepertiga.Tenggang wak-tu daluarsa itu di dalam hal apapun tidak boleh
lebih pendek dari lamanya hukuman. Dalam hal pidana mati tidak ada daluarsanya
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 84 ayat (3) KUHP.
9
Selanjutnyadikenal pula pembagian hukum pidana khusus dan hukum
pidanaumum.
C. TINDAK PIDANA
10
BAB III
PEMBAHASAN ANALASIS BUKU
1. Keunggulan
2. Kelemahan
11
mendapatkan tambahan agar isu-isu yang sedang berkembang dalam
masyarakat dapat dijadikan rujukan dalam materi buku khusunya Hukum
Pidana.
1. Keunggulan
Penyajian materi pada buku ajar hukum pidana yang ditulis oleh Prof.
Dr. I Ketut Mertha, S.H., M.Hum, dkk. Buku ini lebih membahas pada hal-
hal yang penting dan lebih brtitikan pada hal yang penting saja, selain itu
buku ajar hukum pidana ini terkesan lebih bagus digunakan sebagai bahan
ajar untuk perkuliahan. Buku ini lengkap dengan bagaimana cara penerapan
dalam pembelajaran sehingga memudahkan pengjar untuk menggunakan
buku sebagai bahan ajar dalam perkuliahan.
2. Kelemahan
12
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Setelah melakukan Critical Book Report terhadap kedua buku diatas, saya
memberi merekomendasi terhadap kedua buku tersebut kepada pihak seperti
mahasiswa calon guru untuk dapat dijadikan referensi. Sebagai penulis juga berharap
selain membaca isi dari kedua buku, penulis sangat berharap mahasiswa dapat
mengembangkan dan merrepkan setiap ilmu yang terkandung dalam buku. Penulis
juga berharap dengan adanya Critical Book Report ini pembaca dapat memahami isi,
bukan sekedar membaca namun sebagai pelaku generasi muda yang berkempoten
dan berkarakter.
13
Daftar Pustaka
14