Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL JOURNAL REVIEW (CJR)

Sistem Waris Dalam Perspektif Islam dan


Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Dosen Pengampu:

DISUSUN OLEH :

Tiara Anggraini (0206183062)

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2019 M/1441 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha Esa, yang berkuasa
atas seluruh alam semesta, karena berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya jugalah makalah
Critical Jurnal Review ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini tidak terlepas dari
kesalahan dan sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi sempurnanya makalah ini.

Saya berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bisa
memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan yang maha Esa mencurahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua.

Medan, 26 Desember 2019

Tiara Anggraini

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENGANTAR ........................................................................................... 1
A. Rasionalisasi Pentingnya CJR .............................................................. 1
B. Tujuan Penulisan CJR........................................................................... 1
C. Manfaat CJR ......................................................................................... 1
D. Identitas Jurnal...................................................................................... 1
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL ..................................................................... 2
A. Ringkasan Jurnal ................................................................................. 2
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 7
A. Pembahasan Isi Jurnal .......................................................................... 7
B. Kelebihan dan Kekurangan Isi Artikel Jurnal ...................................... 8
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 10
A. Kesimpulan ........................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 11

ii
BAB I
PENGANTAR

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR


Critical Journal Review (CJR) merupakan salah satu instrument yang dapat mendukung
keberhasilan dalam proses pembelajaran dibangku perkuliahan melalui Critical Jounal
Review (CJR) mahasiswa diajak untuk menguji pemikiran dari pengarang maupun penulis
berdasarkan sudut pandang yang akan di bangun oleh setiap mahasiswa berdasarkan
pengetahuan & pengalaman yang mereka miliki.

B. Tujuan Penulisan CJR


Adapun tujuan penulisan CJR ini yaitu untuk menyelesaikan kewajiban tugas pada
Mata Kuliah Hukum Perdata sekaligus untuk untuk meningkatkan pengetahuan .

C. Manfaat CJR
o Melatih kemampuan penulis dalam mengkritisi isi artikel dari jurnal.
o Menumbuhkan pola pikir kreatif dalam membandingkan jurnal yang satu dengan
yang lain.

D. Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Sistem Waris Dalam Perspektif Islam dan
Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia
Penulis Artikel : Afidah Wahyuni
Nama Jurnal : Jurnal Sosial & Budaya Syar-i
Volume Jurnal : Volume 5 Nomor 2
Tahun Terbit Jurnal : 2018
ISSN Online : 2356-1459 - 151
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL

Abstrak
Hukum Kewarisan menurut hukum Islam merupakan salah satu bagian dari
hukum keluarga (al-Ahwalus Syahsiyah). Ilmu ini sangat penting dipelajari agar
1
dalam pelaksanaan pembagian harta waris tidak terjadi kesalahan dan dapat
dilaksanakan dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum kewarisan
Islam bagi umat Islam, akan dapat menunaikan hak-hak yang berkenaan dengan harta
waris setelah ditinggalkan oleh muwarris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli
waris yang berhak untuk menerimanya. Dengan demikian, seseorang dapat terhindar
dari dosa yakni tidak memakan harta orang yang bukan haknya, karena tidak
ditunaikannya hukum Islam mengenai kewarisan. Sistem hukum kewarisan menurut
KUHPerdata tidak membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan, antara
suami dan isteri, mereka berhak terhadap harta warisan, dan bagian anak laki-laki
sama dengan bagian anak perempuan, bagian seorang isteri atau suami sama dengan
bagian anak. Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, maka KUHPerdata
menganut sistem keturunan bilateral, dimana setiap orang itu menghubungkan
dirinya dengan keturunan ayah maupun ibunya, artinya ahli waris berhak mewaris
dari ayah jika ayah meninggal dan berhak mewaris dari ibu jika ibu meninggal.
Pendahuluan
Hukum kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah
meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang peralihan harta ini disebut
dengan berbagai nama. Dalam literatur hukum Islam ditemukan beberapa istilah
untuk menamakan hukum kewarisan seperti seperti: Faraid, Fiqih Mawaris, dan
hukmal-Waris. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan arah yang
dijadikan titik utama dalam pembahasan. Namun kata yang lazim dipakai adalah
faraid sebagaimana digunakan oleh an-Nawawi dalam kitab Mihaj alThalibin. Pada
dasarnya waris dalam Islam merupakan suatu yang tak terpisahkan, oleh karena itu,
untuk mengaktualisasikan dalam Islam, maka eksistensinya harus dijabarkan dalam
bentuk faktual.

Dalam hal ini, pelaksanaan hukum kewarisan harus kelihatan dalam sistem
keluarga yang berlaku dalam masyarakat. Dari seluruh hukum yang berlaku dalam
masyarakat, maka hukum perkawinan dan kewarisanlah yang menentukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang sekaligus merupakan salah satu bagian dari
hukum perdata. Di awal perkembangan dan pertumbuhan Islam, Nabi Muhammad
adalah idola yang ideal untuk menyelesaikan masalah hukum kewarisan karena
beliau menduduki posisi paling istimewa, beliau berfungsi menafsirkan dan

2
menjelaskan hukum berdasarkan wahyu yang turun pada beliau. Kemudian beliau
berwenang pula membuat hukum kewarisan di luar dari wahyu. Sehingga lahirlah
hadits sebagai perkataan, hal ihwal, pengalaman, dan taqrir Nabi Muhammad SAW
setelah beliau wafat. Kenyataan sejarah umat Islam dalam perkembangan pemikiran
mereka tentang pelaksanaan kewarisan ternyata beragam.

Islam sebagai sistem nilai turut mempengaruhi umat Islam untuk mengamalkan
ajaran kewarisan yang terdapat dalam al-Qur’an. Islam tidak hanya mengatur
manusia dengan Tuhan, tetapi Islam juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya. Bahkan Islam memerintahkan agar umat Islam mengikuti aturan Islam
secara keseluruhan dan melarang mengikuti kehendak setan.

Kepemilikan Harta Dalam Islam


Menurut pandangan Islam hak milik dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: hak milik
pribadi, hak milik umum, dan hak milik negara.
1. Kepemilikan Individu (Private Property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi dzat ataupun
manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk
memanfaatkan barang tersebut, individu memiliki hak untuk memiliki harta serta
memperoleh kompensasi jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti
disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan dzatnya. Sebab-sebab kepemilikan
tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini:
a). Bekerja
b). Warisan
c). Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
d). Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat.
e). Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau
tenaga apapun.
2. Kepemilikan Umum (Collective Property)
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama
memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam kategori
kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa benda-benda tersebut untuk
suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan
3
pemilikan umum ini, hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh
seseorang saja. Atas dasar pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam
kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok; Pertama, Benda-benda
yang merupakan fasilitas umum, Kedua, Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar.
Bahan tambang dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: Barang tambang yang sedikit
(terbatas), Bahan tambang yang sangat banyak (tidak terbatas), Ketiga, Benda-benda
yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu secara perorangan.
3. Kepemilikan Negara (State Property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh
kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara, di mana negara dapat
memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. Makna
pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk
mengelolanya semisal harta fai, kharaj, jizyah dan sebagainya. Meskipun harta milik
umum dan milik negara pengelolaannya dilakukan oleh negara, namun ada perbedaan
antara kedua bentuk hak milik tersebut. Harta yang termasuk milik umum pada dasamya
tidak boleh diberikan negara kepada siapapun, meskipun negara dapat membolehkan
kepada orang-orang untuk mengambil dan memanfaatkannya. Berbeda dengan hak milik
negara di mana negara berhak untuk memberikan harta tersebut kepada individu tertentu
sesuai dengan kebijakan negara. Harta kekayaan sejatinya adalah milik Allah Subhanahu
Wa Ta’ala
Waris dalam Islam Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping
hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan
yang memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan
sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat di seluruh dunia. Sungguhpun
demikian, corak suatu negara Islam dan kehidupan di negara atau daerah tersebut
memberi pengaruh berbeda atas hukum kewarisan, hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya:
Pertama: meskipun pada dasarnya Islam telah mengatur dasar hukum kewarisan
secara terperinci dalam Al-Qur’an, jika terdapat kemuskilan pengertian telah dijelaskan
oleh Nabi. Namun demikian, dalam hal pelaksanaan praktis terdapat masalah yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan belum sempat dijelaskan oleh Nabi, sehingga hukum
menjadi terbuka.

4
Kedua: bahwa ilmu hukum termasuk hukum Islam, di mana hukum waris ada di
dalamnya, adalah tergolong ilmu sosial dan bukan ilmu eksakta. Oleh karena itu, hukum
waris tempat kemungkinan terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat di antara para ahli
hukum itu sendiri, terutama mengenai ayat-ayat yang memungkinkan adanya penafsira
lebih dari itu. Berikut ini adalah istilah-istilah yang dipergunakan dalam kewarisan
perdata:
Pewaris: Adalah orang yang meninggal dunia yang meninggaalkan harta kekayaan.
Ahli Waris: Adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan
kedudukan Pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya Pewaris.
Hukum Waris: Adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi
dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, mengatur peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi
para ahli waris.
Harta Warisan: Adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang
ditinggalkan Pewaris dan berpindah kepada para ahli waris. Keseluruhan kekayaan yang
berupa aktiva dan pasiva yang menjadi milik bersama ahli waris disebut Boedel.
Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam
Hal-hal yang terkait dengan asas-asas hukum kewarisan Islam dapat digali dari
ayat-ayat hukum kewarisan serta sunah nabi Muhammad SAW. Asas-asas dapat
diklasifikasikan sebagi berikut:
1. Asas Ijbari (Paksaan)
Unsur paksaan (ijbari) ini terlihat dari segi ahli waris yang berhak menerima harta
warisan beserta besarnya penerimaan yang diatur dalam ayat-ayat al-Qur’an yaitu
surat an-Nisa ayat 11, 12, dan 176. Bentuk ijbari dari segi jumlah yang diterima,
tercermin dari kata mafrudan, bagian yang telah ditentukan. Istilah ijbari
direfleksikan sebagai hukum mutlak (compulsary law).
2. Asas Bilateral
Asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam adalah seseorang menerima hak
kewarisan bersumber dari kedua belah pihak kerabat, yaitu dari garis keturunan
perempuan maupun keturunan laki-laki
3. Asas Individual Asas individual adalah setiap ahli waris (secara individu) berhak
atas bagian yang didapatkannya tanpa terikat kepada ahli waris lainnya

5
(sebagaimana halnya dengan pewaris kolektif yang dijumpai di dalam ketentuan
hukum adat).
4. Asas Keadilan Berimbang Asas keadilan yang dimaksud harus ada keseimbangan
antara hak yang diperoleh seseorang dari harta warisan dengan kewajiban atau
beban biaya kehidupan yang harus ditunaikannya.
5. Kewarisan Akibat Kematian Asas akibat kematian dalam hukum kewarisan Islam
berarti kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia, kewarisan ada sebagai
akibat dari meninggalnya seseorang.
6. Asas Tandhidh Asas tandhidh kelihatannya layak untuk dipertimbangkan dalam
pembagian harta warisan, terutama terhadap mauruts/tirkah yang ragam dari segi
bentuk dan nilai.

UU No. 1 Tahun 1974, maka dasar hukum yang dipergunakan tentunya dikembalikan
pada aturan hukum produk kolonial, padahal secara yuridis normatif aturan hukum tersebut
tidak sesuai dengan Pancasila sebagai falsafah Bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa usaha unifikasi hukum dalam bidang perkawinan belum sempurna dan
akibatnya tentu belum dapat menjamin adanya kepastian hukum dalam bidang hukum
perkawinan.
Semestinya hukum harus memberikan jaminan bagi terciptanya kepastian hukum yang
didukung oleh tiga hal yang saling terintegrasi satu sama lainnya, yaitu substansi hukum
(legal subtance), struktur hukum (legal structur) dan budaya hukum (legal culture). Salah
satu unsur saja tidak bisa terpenuhi, kepastian hukum akan menjadi sebuah wacana dan
mimpi di siang bolong, dan untuk mewujudkan kepastian hukum pada sebuah negara yang
berlandaskan hukum, harus didukung dengan keberadaan peraturan perundang-undangan
yang memadai dan mengakomodir semua permasalahan dalam bidang hukum, inilah yang
dimaksudkan oleh Friedman sebagai substansi hukum.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Isi Jurnal


Pada jurnal ini pembahasan topik mengenai Sistem Hukum Perkawaninan Pada
Negara Hukum Berdasarkan Pancasila. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah
kebutuhan untuk menyalurkan nafsu seksnya merupakan kebutuhan fisiologis (the
physiological needs). Penyaluran nafsu seks dilakukan manusia dengan berbagai macam
cara, ada dengan cara yang tidak lazim (misalnya hubungan kelamin sesama jenis) dan
ada dengan cara yang lazim (sesuai norma-norma yang berlaku) yang dikenal dengan
istilah perkawinan (pernikahan), tetapi perlu pula dimaklumi bahwa perkawinan tidak
hanya untuk menyalurkan kebutuhan seks manusia, karena perkawinan mempunyai
makna atau pengertian yang lebih luas lagi. Melalui perkawinan orang akan mendapat
keturunan, maka perkawinan termasuk juga dalam kelompok kebutuhan akan rasa
memiliki dan kasih sayang (the belongingness and love needs).
Menurut UU Nomor 1 1974 mengenai Perkawinan sebagai Dasar Hukum Keluarga
Indonesia menyebutkan bahwa sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila
yang pertamanya ialah ke Tuhanan Yang Mahaesa, maka perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja
mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan
yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan,
yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan
kewajiban orang tua.
Pemberlakuan UU No. 1 Tahun 1974 sebenarnya sekaligus merupakan upaya untuk
melaksanakan unifikasi hukum keluarga, khususnya dalam bidang perkawinan dan
aspek lain yang terkait dengan perkawinan, tetapi unifikasi yang dimaksudkan belum
sesempurna seperti yang diharapkan.16 Untuk mengatakan bahwa UU No. 1 Tahun
1974 belum mengatur semua aspek-aspek yang terkait dengan hukum keluarga, maka
perlu dilihat substansi UU No. 1 Tahun 1974, yang secara garis besarnya mengatur
tentang: (1) dasar perkawinan; (2) syarat-syarat perkawinan; (3) pencegahan
perkawinan; (4) batalnya perkawinan; (5) perjanjian perkawinan, (6) hak dan kewajiban
suami isteri, (7) harta benda dalam perkawinan, (8) putusnya perkawinan serta
akibatnya; (9) kedudukan tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo UU No. 50 Tahun
7
2009 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 7 tahun 1989. Dalam pasal 49, ada 9
(sembilan) kewenangan Pengadilan Agama untuk menangani persoalan hukum umat
Islam di bidang perkara tertentu yaitu (1) perkawinan, (2) waris, (3) wasiat, (4) hibah,
(5) wakaf, (6) infaq, (7) shadaqah, (8) zakat dan (9) ekonomi syari’ah. (10) hak dan
kewajiban antara orang tua dan anak, (11) perwalian, (12) pembuktian asal usul anak;
(13) perkawinan di luar Indonesia; dan (14) perkawinan campuran.
walaupun secara garis besarnya UU No. 1 Tahun 1974 dikatakan merupakan upaya
unifikasi hukum, tetapi sesungguhnya unifikasi tersebut belum sempurna, kecuali hanya
usaha unifikasi dalam bidang hukum perkawinan dan unifikasi dalam bidang hukum
perkawinan ini juga belum sempurna seperti yang diharapkan.
Selanjutnya mengenai Sistem Hukum Perkawaninan Pada Negara Hukum
Berdasarkan Pancasila sebenarnya perkawinan merupakan perbuatan hukum yang
sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai agama, tetapi mengingat adanya plurarisme
agama di Indonesia, maka tidak mungkin membuat aturan hukum perkawinan yang
semata-mata hanya didasarkan pada satu nilainilai agama tertentu dengan mengabaikan
nilai-nilai yang terdapat pada agama lain. Oleh sebab itu, dalam undang-undang ini
disebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Penjelasan Umum
UU No. 1 Tahun 1974 angka 3 disebutkan pula bahwa sesuai dengan landasan falsafah
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka undang-undang ini di satu pihak harus
dapat mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945, sedangkan di lain pihak harus dapat pula menampung segala
kenyataan yang hidup dalam masyarakat dewasa ini.
Berbeda dengan perkawinan dalam sistem Negara Hukum Pancasila, sebagaimana
yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974, maka perkawinan tidak lagi dapat
dipandang hanya sebagai hubungan individual antara pria (suami) pada satu sisi dengan
wanita (isteri) pada sisi lainnya (dalam pengertian hubungan yang hanya bersifat
keperdataan), tetapi harus dipandang sebagai ikatan suci (ikatan lahir bathin) yang
didasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal


Kelebihan
8
1. Pada jurnal ini pembahasannya cukup baik karena disertai dengan penjelasan
dari beberapa tokoh.
2. Disertai dengan referensi yang lengkap.

Kekurangan
1. Ada beberapa kata-kata yang sulit dimengerti dan dipahami oleh pembaca
sehingga pembaca kesulitan dalam mencermatinya.Dan penggunaan bahasa
yaitu bahasa baku sesuai aturan EYD.
2. Dan juga tidak jelas ISSN nya.

9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan. Persoalan mendasar dalam
bidang hukum pada masa sekarang terutama terkait dengan masalah ketidakpastian hukum,
sehingga sering menjadi hambatan dalam kegiatan penyelenggaraan negara dan
pembangunan. Hal ini terjadi karena peraturan perundang-undangan yang masih tumpang
tindih, tidak konsisten, tidak jelas atau multitafsir. Dapat ditafsirkan bahwa, jika suatu
aturan yang terkait dengan perkawinan tidak ada diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974, maka
dasar hukum yang dipergunakan tentunya dikembalikan pada aturan hukum produk
kolonial, padahal secara yuridis normatif aturan hukum tersebut tidak sesuai dengan
Pancasila sebagai falsafah Bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
usaha unifikasi hukum dalam bidang perkawinan belum sempurna dan akibatnya tentu
belum dapat menjamin adanya kepastian hukum dalam bidang hukum perkawinan

Saran

Untuk kedepannya pengembangannya bisa di pusatkan pada tingkat yang lebih tinggi
untuk bisa diperbanyak agar dapat terlihat jelas. Dan juga Untuk kedepannya bisa
menggunakan alat dan bahan yang lebih canggih dan metodelogi yang lebih meningkat
agar teknologi semakin lebih meringankan pekerjaan manusia kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Buku/Kamus:

A.V. Dicey, Introduction to the Study of the Law and the Constitution, MacMilland and
Co., London, Ninth Edition, 1952.

A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif,


Surabaya, Cetakan Keduapuluh Lima, 2002.

Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, Dar al-Fikr, Juz. IV, Beirut,
t.t. Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, Harper & Row Publishers, New
York, 1970.

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No. 1/1974 Sampai KHI, Prenada
Media, Jakarta, 2004.

As-Shan’ani, Subulus Salam, Penerjemah Abu Bakar Muhammad, AlIkhlas, Surabaya,


Cetakan Pertama, 1995.

Dadan Muttaqien, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, UII-Press, Yogyakarta, Edisi Kedua, 1999.

Djuhaendah Hasan, Hukum Keluarga: Setelah Berlakunya UU No. 1/1974 (Menuju Ke


Hukum Keluarga Nasional), Armico, Bandung, 1988. 27 VOLUME 3 NO. 1 JURNAL
ILMU HUKUM Eman

Suparman, Hukum Waris Islam Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, Refika
Aditama, Bandung, Cetakan Ketiga, 2011.

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Translators Anders Wedberg, Russel and
Russel, New York, 1945.

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, Kecana,
Jakarta, 2008. J

11
imly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat Jenderal
Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

John N.Adams dan Roger Brownsword, Understanding Law, Fortana Press, London, 1992.
J

ohn Rawls, A Theory of Justice, The Belknap Press of Harvard University Press
Cambridge, Massachusetts, 1971.

Joseph Raz, The Concept of a Legal System, An Introduction to the Theory of a Legal
System, Claredon Press, Oxford, 1970.

Lawrence M. Friedman, American Law: An invalueable Guide to The Many Faces of The
Law, and How it Affects Our Daily Lives, W.W. Norton & Company, New York,
1984.

Lawrence M. Friedman, Law and Society An Introduction, Prentice Hall Inc., New York,
1977.

Azyumardi Azra dalam Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia
Masyarakat Madani, Prenada Media, Jakarta, 2003.

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung,
2003. Lili Rasjidi, “Pembangunan Sistem Hukum dalam Rangka Pembinaan Hukum
Nasional,” dalam Butir-butir Pemikiran dalam Hukum: Memperingati 70 Tahun Prof.
Dr. B. Arief Sidharta, SH, Penyunting Sri Rahayu Oktoberina dan Niken Savitri,
Refika Aditama, Bandung, Cetakan Pertama, 2008 .

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7


Tahun 1989, Sinar Grafika, Jakarta, Edisi Kedua, 2007.

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsiran


Al-Qur’an, Jakarta, 1973.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan (Kumpulan Karya


Tulis), Alumni, Bandung, Editor: R. Otje Salman S. dan Edi Damian, Cetakan Kedua,
2006.

12
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni,
Bandung, Edisi Pertama, 2002.

Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.

Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan
Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1995. Muhammad
Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, RajaGrafindo Persadak,
Jakarta, 2004. Oemar Seno Adjie, Peradilan Bebas, Negara Hukum, Erlangga, Jakarta,
1980. R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1985. Rachmadi
Usman, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta, 2006.

Rachmadi Usman, Perkembangan Hukum Perdata dalam Dimensi Sejarah dan Politik
Hukum di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003.

Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006.

Satya Arinanto, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi,
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan di Indonesia,UI-Press, Jakarta, Cetakan Kelima,


1986.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 2002.

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, UAJY, Yogyakarta, 2010. Sution Usman Adji,
Kawin Lari dan Kawin Antar Agama, Liberty, Yogyakarta, 1989.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur, Bandung, 1981.

Jurnal/Makalah:

Ahmad Zaenal Fanani, “Membumikan Hukum Keluarga Berperspektif Keadilan Jender”


Makalah, Bahan Penyuluhan Hukum UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
UU No. 1 Tahun 1974 tetang Perkawinan dan Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi 29 VOLUME 3 NO. 1 JURNAL ILMU HUKUM Hukum Islam, Jakarta:

13
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
2002.

Bernard Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jurnal
Hukum Jentera, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Edisi 3-Tahun II,
November 2004. Maghfirah, “Definisi Nikah dan Pengaruhnya terhadap Istimbath
Hukum, Jurnal Hukum Islam, Vol. VIII-No, 6, Desember 2007.

Soetandyo Wignjosoebroto, “Masalah Pluralisme Dalam Pemikiran Dan Kebijakan


Perkembangan Hukum Nasional (Pengalaman Indonesia)”, Makalah, disampaikan
pada acara Seminar Nasional Pluralisme Hukum Pluralisme Hukum: Perkembangan di
Beberapa Negara, Sejarah Pemikirannya di Indonesia dan Pergulatannya dalam
Gerakan Pembaharuan Hukum, Jakarta: Universitas Al Azhar, 21 November 2006.

Internet:

Farizal Nuh, “Kontribusi Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional (Tinjauan
Perspektif dan Prospektif)” http://pabondowoso.com, diakses tanggal 17 November
2011. Hamdan Zoelva, “Negara Hukum dalam Perspektif Pancasila,” http://www.
setneg.go.id., diakses tanggal 2 November 2010.

Jimly Asshiddiqie, “Gagasan Negara Hukum Indonesia”, http://jimly.com, diakses tanggal


17 Oktober 2011.

14

Anda mungkin juga menyukai