Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH :
MEDAN
2019 M/1441 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha Esa, yang berkuasa
atas seluruh alam semesta, karena berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya jugalah makalah
Critical Jurnal Review ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini tidak terlepas dari
kesalahan dan sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi sempurnanya makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bisa
memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan yang maha Esa mencurahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua.
Tiara Anggraini
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENGANTAR
C. Manfaat CJR
o Melatih kemampuan penulis dalam mengkritisi isi artikel dari jurnal.
o Menumbuhkan pola pikir kreatif dalam membandingkan jurnal yang satu dengan
yang lain.
D. Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Sistem Waris Dalam Perspektif Islam dan
Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia
Penulis Artikel : Afidah Wahyuni
Nama Jurnal : Jurnal Sosial & Budaya Syar-i
Volume Jurnal : Volume 5 Nomor 2
Tahun Terbit Jurnal : 2018
ISSN Online : 2356-1459 - 151
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL
Abstrak
Hukum Kewarisan menurut hukum Islam merupakan salah satu bagian dari
hukum keluarga (al-Ahwalus Syahsiyah). Ilmu ini sangat penting dipelajari agar
1
dalam pelaksanaan pembagian harta waris tidak terjadi kesalahan dan dapat
dilaksanakan dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum kewarisan
Islam bagi umat Islam, akan dapat menunaikan hak-hak yang berkenaan dengan harta
waris setelah ditinggalkan oleh muwarris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli
waris yang berhak untuk menerimanya. Dengan demikian, seseorang dapat terhindar
dari dosa yakni tidak memakan harta orang yang bukan haknya, karena tidak
ditunaikannya hukum Islam mengenai kewarisan. Sistem hukum kewarisan menurut
KUHPerdata tidak membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan, antara
suami dan isteri, mereka berhak terhadap harta warisan, dan bagian anak laki-laki
sama dengan bagian anak perempuan, bagian seorang isteri atau suami sama dengan
bagian anak. Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, maka KUHPerdata
menganut sistem keturunan bilateral, dimana setiap orang itu menghubungkan
dirinya dengan keturunan ayah maupun ibunya, artinya ahli waris berhak mewaris
dari ayah jika ayah meninggal dan berhak mewaris dari ibu jika ibu meninggal.
Pendahuluan
Hukum kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah
meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang peralihan harta ini disebut
dengan berbagai nama. Dalam literatur hukum Islam ditemukan beberapa istilah
untuk menamakan hukum kewarisan seperti seperti: Faraid, Fiqih Mawaris, dan
hukmal-Waris. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan arah yang
dijadikan titik utama dalam pembahasan. Namun kata yang lazim dipakai adalah
faraid sebagaimana digunakan oleh an-Nawawi dalam kitab Mihaj alThalibin. Pada
dasarnya waris dalam Islam merupakan suatu yang tak terpisahkan, oleh karena itu,
untuk mengaktualisasikan dalam Islam, maka eksistensinya harus dijabarkan dalam
bentuk faktual.
Dalam hal ini, pelaksanaan hukum kewarisan harus kelihatan dalam sistem
keluarga yang berlaku dalam masyarakat. Dari seluruh hukum yang berlaku dalam
masyarakat, maka hukum perkawinan dan kewarisanlah yang menentukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang sekaligus merupakan salah satu bagian dari
hukum perdata. Di awal perkembangan dan pertumbuhan Islam, Nabi Muhammad
adalah idola yang ideal untuk menyelesaikan masalah hukum kewarisan karena
beliau menduduki posisi paling istimewa, beliau berfungsi menafsirkan dan
2
menjelaskan hukum berdasarkan wahyu yang turun pada beliau. Kemudian beliau
berwenang pula membuat hukum kewarisan di luar dari wahyu. Sehingga lahirlah
hadits sebagai perkataan, hal ihwal, pengalaman, dan taqrir Nabi Muhammad SAW
setelah beliau wafat. Kenyataan sejarah umat Islam dalam perkembangan pemikiran
mereka tentang pelaksanaan kewarisan ternyata beragam.
Islam sebagai sistem nilai turut mempengaruhi umat Islam untuk mengamalkan
ajaran kewarisan yang terdapat dalam al-Qur’an. Islam tidak hanya mengatur
manusia dengan Tuhan, tetapi Islam juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya. Bahkan Islam memerintahkan agar umat Islam mengikuti aturan Islam
secara keseluruhan dan melarang mengikuti kehendak setan.
4
Kedua: bahwa ilmu hukum termasuk hukum Islam, di mana hukum waris ada di
dalamnya, adalah tergolong ilmu sosial dan bukan ilmu eksakta. Oleh karena itu, hukum
waris tempat kemungkinan terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat di antara para ahli
hukum itu sendiri, terutama mengenai ayat-ayat yang memungkinkan adanya penafsira
lebih dari itu. Berikut ini adalah istilah-istilah yang dipergunakan dalam kewarisan
perdata:
Pewaris: Adalah orang yang meninggal dunia yang meninggaalkan harta kekayaan.
Ahli Waris: Adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan
kedudukan Pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya Pewaris.
Hukum Waris: Adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi
dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, mengatur peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi
para ahli waris.
Harta Warisan: Adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang
ditinggalkan Pewaris dan berpindah kepada para ahli waris. Keseluruhan kekayaan yang
berupa aktiva dan pasiva yang menjadi milik bersama ahli waris disebut Boedel.
Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam
Hal-hal yang terkait dengan asas-asas hukum kewarisan Islam dapat digali dari
ayat-ayat hukum kewarisan serta sunah nabi Muhammad SAW. Asas-asas dapat
diklasifikasikan sebagi berikut:
1. Asas Ijbari (Paksaan)
Unsur paksaan (ijbari) ini terlihat dari segi ahli waris yang berhak menerima harta
warisan beserta besarnya penerimaan yang diatur dalam ayat-ayat al-Qur’an yaitu
surat an-Nisa ayat 11, 12, dan 176. Bentuk ijbari dari segi jumlah yang diterima,
tercermin dari kata mafrudan, bagian yang telah ditentukan. Istilah ijbari
direfleksikan sebagai hukum mutlak (compulsary law).
2. Asas Bilateral
Asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam adalah seseorang menerima hak
kewarisan bersumber dari kedua belah pihak kerabat, yaitu dari garis keturunan
perempuan maupun keturunan laki-laki
3. Asas Individual Asas individual adalah setiap ahli waris (secara individu) berhak
atas bagian yang didapatkannya tanpa terikat kepada ahli waris lainnya
5
(sebagaimana halnya dengan pewaris kolektif yang dijumpai di dalam ketentuan
hukum adat).
4. Asas Keadilan Berimbang Asas keadilan yang dimaksud harus ada keseimbangan
antara hak yang diperoleh seseorang dari harta warisan dengan kewajiban atau
beban biaya kehidupan yang harus ditunaikannya.
5. Kewarisan Akibat Kematian Asas akibat kematian dalam hukum kewarisan Islam
berarti kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia, kewarisan ada sebagai
akibat dari meninggalnya seseorang.
6. Asas Tandhidh Asas tandhidh kelihatannya layak untuk dipertimbangkan dalam
pembagian harta warisan, terutama terhadap mauruts/tirkah yang ragam dari segi
bentuk dan nilai.
UU No. 1 Tahun 1974, maka dasar hukum yang dipergunakan tentunya dikembalikan
pada aturan hukum produk kolonial, padahal secara yuridis normatif aturan hukum tersebut
tidak sesuai dengan Pancasila sebagai falsafah Bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa usaha unifikasi hukum dalam bidang perkawinan belum sempurna dan
akibatnya tentu belum dapat menjamin adanya kepastian hukum dalam bidang hukum
perkawinan.
Semestinya hukum harus memberikan jaminan bagi terciptanya kepastian hukum yang
didukung oleh tiga hal yang saling terintegrasi satu sama lainnya, yaitu substansi hukum
(legal subtance), struktur hukum (legal structur) dan budaya hukum (legal culture). Salah
satu unsur saja tidak bisa terpenuhi, kepastian hukum akan menjadi sebuah wacana dan
mimpi di siang bolong, dan untuk mewujudkan kepastian hukum pada sebuah negara yang
berlandaskan hukum, harus didukung dengan keberadaan peraturan perundang-undangan
yang memadai dan mengakomodir semua permasalahan dalam bidang hukum, inilah yang
dimaksudkan oleh Friedman sebagai substansi hukum.
6
BAB III
PEMBAHASAN
Kekurangan
1. Ada beberapa kata-kata yang sulit dimengerti dan dipahami oleh pembaca
sehingga pembaca kesulitan dalam mencermatinya.Dan penggunaan bahasa
yaitu bahasa baku sesuai aturan EYD.
2. Dan juga tidak jelas ISSN nya.
9
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan. Persoalan mendasar dalam
bidang hukum pada masa sekarang terutama terkait dengan masalah ketidakpastian hukum,
sehingga sering menjadi hambatan dalam kegiatan penyelenggaraan negara dan
pembangunan. Hal ini terjadi karena peraturan perundang-undangan yang masih tumpang
tindih, tidak konsisten, tidak jelas atau multitafsir. Dapat ditafsirkan bahwa, jika suatu
aturan yang terkait dengan perkawinan tidak ada diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974, maka
dasar hukum yang dipergunakan tentunya dikembalikan pada aturan hukum produk
kolonial, padahal secara yuridis normatif aturan hukum tersebut tidak sesuai dengan
Pancasila sebagai falsafah Bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
usaha unifikasi hukum dalam bidang perkawinan belum sempurna dan akibatnya tentu
belum dapat menjamin adanya kepastian hukum dalam bidang hukum perkawinan
Saran
Untuk kedepannya pengembangannya bisa di pusatkan pada tingkat yang lebih tinggi
untuk bisa diperbanyak agar dapat terlihat jelas. Dan juga Untuk kedepannya bisa
menggunakan alat dan bahan yang lebih canggih dan metodelogi yang lebih meningkat
agar teknologi semakin lebih meringankan pekerjaan manusia kedepannya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Kamus:
A.V. Dicey, Introduction to the Study of the Law and the Constitution, MacMilland and
Co., London, Ninth Edition, 1952.
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, Dar al-Fikr, Juz. IV, Beirut,
t.t. Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, Harper & Row Publishers, New
York, 1970.
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No. 1/1974 Sampai KHI, Prenada
Media, Jakarta, 2004.
Dadan Muttaqien, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, UII-Press, Yogyakarta, Edisi Kedua, 1999.
Suparman, Hukum Waris Islam Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, Refika
Aditama, Bandung, Cetakan Ketiga, 2011.
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Translators Anders Wedberg, Russel and
Russel, New York, 1945.
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, Kecana,
Jakarta, 2008. J
11
imly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat Jenderal
Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.
John N.Adams dan Roger Brownsword, Understanding Law, Fortana Press, London, 1992.
J
ohn Rawls, A Theory of Justice, The Belknap Press of Harvard University Press
Cambridge, Massachusetts, 1971.
Joseph Raz, The Concept of a Legal System, An Introduction to the Theory of a Legal
System, Claredon Press, Oxford, 1970.
Lawrence M. Friedman, American Law: An invalueable Guide to The Many Faces of The
Law, and How it Affects Our Daily Lives, W.W. Norton & Company, New York,
1984.
Lawrence M. Friedman, Law and Society An Introduction, Prentice Hall Inc., New York,
1977.
Azyumardi Azra dalam Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia
Masyarakat Madani, Prenada Media, Jakarta, 2003.
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung,
2003. Lili Rasjidi, “Pembangunan Sistem Hukum dalam Rangka Pembinaan Hukum
Nasional,” dalam Butir-butir Pemikiran dalam Hukum: Memperingati 70 Tahun Prof.
Dr. B. Arief Sidharta, SH, Penyunting Sri Rahayu Oktoberina dan Niken Savitri,
Refika Aditama, Bandung, Cetakan Pertama, 2008 .
12
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni,
Bandung, Edisi Pertama, 2002.
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan
Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1995. Muhammad
Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, RajaGrafindo Persadak,
Jakarta, 2004. Oemar Seno Adjie, Peradilan Bebas, Negara Hukum, Erlangga, Jakarta,
1980. R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1985. Rachmadi
Usman, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta, 2006.
Rachmadi Usman, Perkembangan Hukum Perdata dalam Dimensi Sejarah dan Politik
Hukum di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003.
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006.
Satya Arinanto, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi,
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, UAJY, Yogyakarta, 2010. Sution Usman Adji,
Kawin Lari dan Kawin Antar Agama, Liberty, Yogyakarta, 1989.
Jurnal/Makalah:
13
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
2002.
Bernard Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jurnal
Hukum Jentera, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Edisi 3-Tahun II,
November 2004. Maghfirah, “Definisi Nikah dan Pengaruhnya terhadap Istimbath
Hukum, Jurnal Hukum Islam, Vol. VIII-No, 6, Desember 2007.
Internet:
Farizal Nuh, “Kontribusi Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional (Tinjauan
Perspektif dan Prospektif)” http://pabondowoso.com, diakses tanggal 17 November
2011. Hamdan Zoelva, “Negara Hukum dalam Perspektif Pancasila,” http://www.
setneg.go.id., diakses tanggal 2 November 2010.
14