Kewarne
garaan
2
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
(AMKU 113)
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Muhammad Donny Chandra
(1710115110013)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lag Maha
Penyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ini.
Shalawat dan Salam tak lupa saya haturkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, atas bimbingan Beliau sehingga saya dapat membedakan mana
yang benar dan mana yang salah.
Saya sadari tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan didalamnya, baik dalam hal penyajian materi ataupun
tampilannya, sehingga kritik dan saran dari pembaca makalah sangat diharapkan
dan saya berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
i
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENULIS...................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I
PENGERTIAN IKN DAN PEMBELAJARAN, PEMBELAJARAN PKN, MASALAH-
MASALAH PKN...............................................................................................................1
A. PENGERTIAN ILMU KEWARGAAN NEGARA (IKN).....................................1
B. PENGERTIAN PEMBELAJARAN.......................................................................3
C. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN............................4
D. MASALAH-MASALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN...................6
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PEMBELAJARAN PKN.....................................................8
A. TUJUAN PEMBELAJARAN PKN.......................................................................8
B. MANFAAT PEMBELAJARAN PKN...................................................................9
BAB III
PERBEDAAN CIVIC DAN PKN....................................................................................10
BAB IV
RUANG LINGKUP PKN................................................................................................11
BAB V
PERKEMBANGAN KURIKULUM CIVIC DAN PKN DI INDONESIA......................14
BAB VI
JANTUNG PKN..............................................................................................................17
BAB VII
PROBLEM SALVING....................................................................................................22
A. PROBLEM SOLVING.........................................................................................22
B. MANFAAT PROBLEM SOLVING....................................................................23
C. LANGKAH-LANGKAH PROBLEM SOLVING METHOD..............................24
D. KELEBIHAN PROBLEM SOLVING.................................................................26
E. KEKURANGAN PROBLEM SOLVING............................................................26
F. SOLUSI PROBLEM SOLVING..........................................................................27
BAB VIII
TUJUAN AKHIR PEMBELAJARAN PKN....................................................................28
BAB IX
PEMBELAJARAN PKN SEBAGAI PEMBELAJARAN DEMOKRATIF.....................30
ii
BAB X
ISU-ISU PEMILU............................................................................................................32
A. PENGERTIAN PEMILIHAN UMUM................................................................32
B. TUJUAN DAN FUNGSI PEMILIHAN UMUM.................................................33
C. ISU-ISU PEMILU 2019.......................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................36
iii
BAB I
PENGERTIAN IKN DAN PEMBELAJARAN, PEMBELAJARAN PKN,
MASALAH-MASALAH PKN
1
cara memperoleh dan hilangnya kewarganegaraan, wilayah tempat
tinggal warga negara”.
5. Ahmad Sanusi (1972:3) sebagai salah satu pakar bidang IPS (Social
Studies) menyatakan: “Sejauh Civics dapat dipandang sebagai disiplin
dalam ilmu politik, maka focus studinya mengenai kedudukan dan
peranan warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya
sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang
bersangkutan”.
6. Menurut hasil Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics
(Civics Education) Tahun 1972 di Tawangmangu, Surakarta: “IKN
yaitu suatu disiplin yang objek studinya mengenai peranan para warga
negara dalam bidang spiritual, sosial, ekonomi, politis, yuridis, kultural
sesuai dengan dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan UUD 1945
dan UUD 1945”.
2
B. Peninjauan Civics dari Hukum Tata Negara
“Hukum Tata Negara dapat dirumuskan sebagai sekumpulan
peraturan hukum yang mengatur organisasi dari negara, hubungan
antaralat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal,
serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya” (Moh. Kusnardi
dan Harmaily Ibrahim, 1983:29). Pendekatan Hukum Tata Negara
yang ideal dalam Civics/IKN tentunya semata-mata melihat dari segi
yuridis formal, tetapi juga ditambah dari segi sosio-politis. Oleh karena
itu dapat ditafsirkan bahwa peninjauan Civics yang berintikan
demokrasi politik dari segi Hukum Tata Negara dimaksud adalah
melihat dari segi yuridis formal dan sosio-politis tentang status dan
peranan warga negara.
B. PENGERTIAN PEMBELAJARAN
3
manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran
mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun
mempunyai konotasi yang berbeda.
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi
kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada
orang yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala,
2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran
adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.
Konsep pembelajaran menurut Corey (Syaiful Sagala, 2011: 61)
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi
tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang
untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang
baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui
kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan
dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang
ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal
karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama
penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan
pembelajaran.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar
dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif
lama dan karena adanya usaha.
4
Menurut Udin S. Winataputra, dkk (2007: 5.52) Dalam
pembelajaran PKn, kemampuan menguasai metode pembelajaran
merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dimiliki guru. Metode
yang dipilih dalam pembelajaran PKn harus disesuaikan dengan
karakteristik tujuan pembelajaran PKn, karakteristik materi pembelajaran
PKn, situasi dan lingkungan belajar siswa, tingkat perkembangan dan
kemampuan belajar siswa, waktu yang tersedia dan kebutuhan siswa itu
sendiri. Veldhuis (1998) dalam Udin S. Winataputra, dkk (2007: 21)
mengemukakan bahwa dalam proses pendidikan kewarganegaraan, kita
harus membedakan antara aspek-aspek pengetahuan (knowledge), sikap
dan pendapat (attitudes and opinions), keterampilan intelektual
(intellectual skills), dan keterampilan partisipasi (participatory skills).
Aspek-aspek di atas harus diintegrasikan dalam proses pembelajaran
menjadi suatu sinergi sehingga pesan pembelajaran dapat ditangkap oleh
siswa secara benar dan optimal serta dapat dipraktikkan dalam perilaku
sehari-hari. Guru dapat mengupayakan terwujudnya hal tersebut dengan
cara melaksanakan proses pembelajaran yang tepat.
Ketidakmampuan guru mengemas kegiatan pembelajaran PKn
dengan tepat akan berakibat terhadap ketidakmaksimalan hasil belajar
siswa. Berdasarkan hasil evaluasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn
diketahui bahwa ketidakberhasilan itu disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain:
1. Metode ceramah yang digunakan menyebabkan pembelajaran lebih
berfokus pada guru sehingga siswa menjadi pasif
2. Siswa kurang antusias mengikuti proses pembelajaran, bahkan ada
beberapa siswa yang mengantuk
5
Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, Edgar Dale (1969) dalam
Azhar Arsyad (2006) menggambarkan keefektifan pembelajaran melalui
pengalaman langsung ke dalam Dale’s Cone of Experience (Kerucut
Pengalaman Dale) bahwa pengalaman langsung akan memberikan kesan
paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang
terkandung dalam pengalaman itu, karena melibatkan semua indera
(penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba).
6
2) Kompetensi guru juga menjadi penghalang terbangunnya karakter
peseta didik, karena sebagian besar guru di Indonesia belum mampu
menguasai 4 kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan
kepribadian) secara menyeluruh. Berdasarkan pengamatan seorang
peneliti, banyak guru yang sudah memiliki kompetensi profesional,
mampu menguasai teori-teori materi dalam Pendidikan
Kewarganegaraan, namun masih banyak guru yang belum memiliki
kompetensi pedagogik, sehingga pembelajaran di kelas peserta didik
selalu mengalami kejenuhan atau bosan terhadap mata pelajaran
karena metode yang digunakan tidak variatif.
3) Metode pembelajaran (khususnya metode ceramah) yang digunakan
oleh guru di dalam proses pembelajaran yang monoton juga membuat
tidak maksimalnya proses pembangunan karakter peserta didik.
Selama ini guru selalu menggunakan metode ceramah yang hanya
transfer of knowledge, sehingga keterampilan dan karakter peserta
didik belum bisa dibangun dengan maksimal. Padahal peran guru tidak
hanya bertugas mentransfer ilmu pengetahuan saja, melainkan juga
memberikan bimbingan sehingga peserta didik mempunyai jiwa dan
watak yang baik, mampu membedakan mana yang baik dan buruk
serta yang halal dan haram (Sagala, 2003, p. 13). Pada dasarnya
kelemahan Pendidikan Kewarganegaraan selama ini selalu
menggunakan metode ceramah, sehingga selalu mengedepankan aspek
kognitif saja, seperti yang diungkapkan oleh Soemantri (2001, p. 304),
yaitu metode pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dulu
bernama civic masih menggunakan teknik mengajar yang tradisional,
yaitu menggunakan metode ceramah dan indoktrinasi. Metode
ceramah adalah metode yang membosankan dalam proses
pembelajaran, karena metode tersebut tidak memberikan kesempatan
peserta didik untuk beriteraksi dengan teman dan guru.
7
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PEMBELAJARAN PKN
8
Sedangkan, tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Depdiknas (2006: 49) sebagai berikut:
9
BAB III
PERBEDAAN CIVIC DAN PKN
10
BAB IV
RUANG LINGKUP PKN
Untuk lebih memahami cakupan atau ruang lingkup PKn, tentunya kita
harus mengetahui terlebih dahulu cakupan atau ruang lingkup dari IKn.
Cakupan IKn adalah demokrasi politik. Pendapat ini didasarkan karena IKn
atau Civics mengambil bagian isi ilmu politik yang berupa demokrasi politik
(Cholisin, 2000: 1.8). Unsur-unsur yang ada pada demokrasi politik, yaitu
sebagai berikut:
a) Teori-teori tentang demokrasi politik
b) Konstitusi negara
c) Sistem politik
d) Pemilihan umum
e) Lembaga-lembaga decision maker
f) Presiden
g) Lembaga yudikatif dan legislatif
h) Output dari sistem demokrasi politik
i) Kemakmuran umum dan pertanahan negara
j) Perubahan Sosial (Somantri) dalam Cholisin (2000: 1.26)
Senada dengan pendapat bahwa IKn sebagai bagian dari ilmu politik,
Ahmad Sanusi dalam Cholisin (2000: 1.26), menyatakan bahwa cakupan IKn
meliputi kedudukan dan peranan warga negara dalam menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara
yang bersangkutan. Hasil Seminar Nasional pengajaran dan pendidikan civics
(Civics Educations) di Tawangmangu 1972, Solo (dalam Cholisin, 2000: 1.26)
merumuskan bahwa cakupan IKn adalah peranan warga negara negara
dibidang spiritual, ekonomi, politis, yuridis, kultural sesuai dengan dan sejauh
yang diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945.
Hasil dari analisis Cholisin terhadap beberapa cakupan atau ruang lingkup IKn
diatas adalah pendapat pertama (Demokrasi politik sebagai cakupan IKn)
hanya menekankan peranan warga negara dibidang politik. Sedangkan
pendapat kedua (Ahmad Sanusi) dan ketiga (Seminar di Tawangmangu 1972),
tidak hanya membatasi pada peranan dibidang politik, tetapi juga dibidang
lain seperti peranan di bidang ekonomi dan sosial.
11
negara dalam berbagai bidang kehidupan (hak kewajiban warga negara dan
HAM) dan bagaimana pelaksanaan hak-hak tersebut sesuai dengan sistem
politik yang berlaku, dan sifat-sifat yang esensial yang harus ada pada profil
warga negara yang baik. Peneliti menambahkan bahwa cakupan IKn tidak
hanya pada demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan demokrasi
sosial. Jadi sependapat dengan apa yang diutarakan dalam Hasil Seminar
Nasional pengajaran dan pendidikan civics (Civic Education) di
Tawangmangu 1972, Solo, bahwa cakupan IKn tidak hanya peranan dalam
ranah politik saja tetapi juga peranan warga negara dalam bidang spiritual,
ekonomi, yuridis, kultural dengan dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan
dan UUD 1945.
12
pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila
sebagai ideologi terbuka.
8) Globalisasi, meliputi: globalisasi dilingkungannya, politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional
dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
Berdasarkan ruang lingkup diatas, diketahui bahwa materi yang ada dalam
PKn terdiri dari diantaranya tentang materi nilai-nilai, norma dan peraturan
hukum yang mengatur perilaku warga negara, sehingga diharapkan peserta
didik dapat mengamalkan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari
menjadi karakter pribadi yang melekat pada setiap individu peserta didik.
13
BAB V
PERKEMBANGAN KURIKULUM CIVIC DAN PKN DI INDONESIA
14
isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi,
pengetahuan kemasyarakatan dan hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a;
1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006: 1). Secara umum mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme,
patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan (Somantri,
2001:298).
15
development (Taba, 1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila
Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan
kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini
karakteristiknya didominasi oleh proses value incucation dan knowledge
dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari materi pembelajarannya yang
dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan
pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku
yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini
nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari
(Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).
16
BAB VI
JANTUNG PKN
Tanpa jantung PKn, maka pembelajaran PKn akan mati. Jantung PKn
terdiri dari 4 dimensi utama, yaitu sebagai berikut:
1. Dimensi Pendidikan dan Moral
Dimensi pendidikan nilai dan moral adalah salah satu dimensi yang
terdapat dalam pembelajaran kewarganegaraan, dimana nilai tersebut
memiliki arti realitas abstrak sebagai perinsip–perinsip yang menjadi
pedoman dalam hidup. Nilai juga berfungsi sebagai acuan perilaku setiap
individu. Moral adalah aturan yang bersumber dari hati nurani untuk
membimbing perilaku dan cara berfikir.
Melalui proses pendidikan, manusia diharapkan dapat memperoleh
nilai kemanusiaannya, sehingga dapat menyadari realitas sosial yang
terjadi disekitarnya dan menyadari perannya untuk berperilaku
sebagaimana mestinya atas realitas sosial tersebut.
17
Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut
Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di
bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia
juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan
atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat
dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia masyarakat dibagi
menjadi beberapa bagian yang mempunyai arti antara lain:
Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan manusia yang
hidup bersama dalam sesuatu tempat dengan aturan ikatan-ikatan yang
tentu. Bermasyrakat adalah merupakan masyarakat yang bersekutu.
Permasyarakatan adalah lembaga yang mengurus orang hukuman.
Kemasyarakatan adalah mengenai masyarakat, sifat-sifat atau hal
masyarakat.
Ralp Linton (1936: 91), mendefinisikan masyarakat (society)
adalah “Setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama
cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur dan menganggap diri
mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batasnya yang jelas”.
David Krech, Richard S. Crutcfield dan Egerton L. Ballachey
(1962: 308), mendefinisikan masyarakat adalah “Masyarakat adalah suatu
kumpulan manusia yang berinteraksi yang aktivitas-aktivitasnya terarah
pada tujuan-tujuan yang sama dan yang cenderung memiliki sistem
kepercayaan, sikap serta bentuk kegiatan yang sama”
Masyarakat dalam arti yang luas, berarti sekelompok manusia yang
memiliki kebiasaan, ide dan sikap yang sama, hidup di daerah tertentu,
menganggap kelompoknya sebagai kelompok sosial dan berinteraksi.
(Buku ISD karangan, Prof. Dr. Tajul Arifin. MA hal. 45).
Dengan melihat berbagai arti dari Kemasyarakatan itu sendiri maka
Masyarakat memiliki berbagai syarat agar dapat disebut demikian yang
diantaranya:
1. Populasi penduduk dari berbagai keturunan
2. Kebudayaan atau Kultur yaitu karya, cipta dan rasa dari kehidupan
bersama yang dimiliki oleh manusia
3. Hasil-hasil kebudayaan yang dikembangkan oleh manusia dari bidang
teknologi, dan pendayagunaan alam secara maksimal
4. Organisasi Sosial yaitu sebagai jaringan bagi warga baik secara
individu kepada individu, peranan-peranan, kelompok social dan kelas
sosial
5. Lembaga sosial dan Sistemnya, sebagai salah satu aturan bagi sebuah
masyarat yang harus dijaga untuk kebaikan masyarakat itu sendiri
18
dengan membatasi tingkah laku masyrakat yang menyimpang dengan
norma-norma yang berlaku
19
4. Dimensi Pembelajaran dan Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan atau disingkat PKn merupakan
bidang kajian yang bersifat multifaset yang bidang keilmuannya bersifat
multidimensional. Sifat multidimensionalitas inilah yang membuat bidang
studi PKn dapat disikapi sebagai: pendidikan kewarganegaraan,
pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan,
pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hokum, hak azasi manusia, dan
pendidikan demokrasi. Sedangkan secara khusus, peran pendidikan
termasuk di dalamnya persekolahan, Pengajaran dan belajar, dalam proses
penyiapan warga negara tersebut. Sebagai mata kuliah dalam program
pendidikan tenaga kependidikan, PKn mempunyai misi sebagai
pendidikan nilai Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan dan sebagai
“subject-specific pedagogy” atau pembelajaran materi subjek untuk guru
PKn. Pendidikan kewarganegaraan sangat erat kaitannya dengan dua
disiplin ilmu yang erat dengan kenegaraan, yakni Ilmu Politik dan Hukum
yang terintegrasi dengan humaniora dan dimensi keilmuan lainnya yang
dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di
sekolah.
Oleh karena itu, PKn ditingkat persekolahan bertujuan untuk
mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang cerdas dan
baik (to be smart dan good citizen). Warga negara yang dimaksud adalah
warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat dimanfaatkan
untuk menumbuhkan rasa kebsangsaan dan cinta tanah air. PKn
menekankan pada pengembangan kualitas warga negara secara utuh,
dalam aspek-aspek: kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy),
komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement);
pemecahan masalah kewarganegaraan (civic skill and participation),
penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), dan partisipasi
kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and civic
responsibility).
Kehidupan yang tertib, aman, dan damai merupakan bentuk
kehidupan yang dicita-citakan oleh umat manusia. Untuk mewujudkan
bentuk kehidupan tersebut, dibuatlah norma-norma untuk mengatur
perilaku manusia yang telah disepakati bersama sebagai panduan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu norma
yang dibuat untuk mengatur perilaku individu dalam masyarakat adalah
norma hukum, yakni hukum negara. Disamping norma hukum terdapat
sejumlah norma lainnya yang juga berfungsi untuk mengatur perilaku
individu dalam masyarakat. Norma-norma tersebut antara lain meliputi
norma kesopanan, adat-istiadat, kebiasaan, kesusilaan, dan norma
20
agama.Kesadaran akan adanya norma yang mengatur perilaku individu
dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting untuk ditanamkan kepada
setiap individu sejak usia dini. Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai
salah satu bentuk upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku
dalam masyarakat, dipandang sangat strategis untuk diberikan pada
seluruh jenis dan jenjang pendidikan sekolah. Tidak mungkin kita dapat
mengharapkan tumbuhnya kesadaran dan kepatuhan hukum dari setiap
individu warga negara tanpa upaya yang sadar dan terencana melalui
proses pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah. Penanaman nilai-nilai dan norma-norma sosial kemasyarakatan
merupakan salah satu bagian yang tak dapat terpisahkan dari proses
sosialisasi anak menuju realita kehidupan yang sesungguhnya di
masyarakat.
21
BAB VII
PROBLEM SALVING
A. PROBLEM SOLVING
22
ordinate) maupun informasi-informasi yang relevan, yang diasumsikan
telah dipelajari sebelumnya. Ketika aturan yang lebih tinggi tingkatannya
telah diperoleh, maka pebelajar sangat dimungkinkan akan
menggunakannya dalam situasi yang secara fisik berbeda namun secara
formal mirip. Dengan perkataan lain, aturan baru yang lebih kompleks
yang telah diperoleh itu akan memungkinkan terjadinya transfer belajar.
Ihwal pemecahan masalah sebagai salah satu bentuk transfer juga
dikemukakan oleh Fuchs dkk (2003) yang menyatakan bahwa pemecahan
masalah matematika yang meminta pebelajar menerapkan pengetahuan,
ketrampilan-ketrampilan serta strategi strategi pada masalah-masalah baru
adalah satu bentuk transfer belajar.
Jadi, istilah pemecahan masalah secara umum dapat diartikan
sebagai proses untuk menyelesaikan masalah yang ada. Sebagai
terjemahan dari istilah problem solving, istilah pemecahan masalah dalam
bahasa Indonesia bermakna ganda yaitu proses memecahkan masalah itu
sendiri dan hasil dari upaya memecahkan masalah yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan solution atau solusi.
Metode mengajar Problem Solving dapat menjadi pilihan yang
tepat bagi mata pelajaran PKn. Bila kita menilik tujuan belajar PKn dari
BNSP diantaranya adalah membentuk siswa
bermakna, membekas dalam jiwa peserta didik untuk akhirnya hasil belaja
r PKn dapat menjadi bekal bagi kehidupannya dimasa sekarang dan yang
akan datang. Manfaat dari metode ini adlaah melatih siswa dalam hal
kesanggupan siswa dalam memecahkan masalah agar terlepas dari
kesulitan yang dihadapinya.
23
masalah baik secara individual maupun bersama-sama, hal ini
akan berdampak pada meningkaytnya kepercayaan diri siswa.
24
C. LANGKAH-LANGKAH PROBLEM SOLVING METHOD
1. Mendefinisikan Masalah
Mendefinisikan masalah di kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Kemukakan kepada siswa peristiwa yang bermasalah, baik melalui
bahan tertulis maupun secara lisan, kemudian minta pada siswa
untuk merumuskan masalahnya dalam satu kalimat sederhana
(brain stroming). Tampunglah setiap pendapat mereka dengan
menulisnya dipapan tulis tanpa mempersoalkan tepat atau tidaknya,
benar atau salah pendapat tersebut.
b) Setiap pendapat yang ditinjau dengan permintaan penjelasan dari
siswa yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dicoret beberapa
rumusan yang kurang relevan. Dipilih rumusan yang tepat, atau
dirumuskan kembali (rephrase, restate) perumusan-perumusan
25
yang kurang tepat. Akhirnya di kelas memilih satu rumusan yang
paling tepat dipakai oleh semua.
2. Mendiagnosis Masalah
Setelah berhasil merumuskan masalah langkah berikutnya ialah
membentuk kelompok kecil, kelompok ini yang akan mendiskusikan
sebab-sebab timbulnya masalah.
3. Merumuskan Alternatif Strategi
Pada tahap ini kelompok mencari dan menemukan berbagai
altenatif tentang cara penyelesaikan masalah. Untuk itu kelompok
harus kreatif, berpikir divergen, memahami pertentangan diantara
berbagai ide, dan memiliki daya temu yang tinggi.
4. Menentukan dan Menerapkan Strategi
Setelah berbagai altenatif ditemukan kelompok, maka dipilih
altenatif mana yang akan dipakai. Dalam tahap ini kelompok
menggunakan pertimbangan- pertimbangan yang cukup cukup kritis,
selektif, dengan berpikir kovergen.
5. Mengevaluasi Keberhasilan Strategi
Dalam langkah terakhir ini, kelompok mempelajari: (1) Apakah
strategi itu berhasil (evaluasi proses)? (2) Apakah akibat dari
penerapan strategi itu (evaluasi hasil)?
26
E. KEKURANGAN PROBLEM SOLVING
27
BAB VIII
TUJUAN AKHIR PEMBELAJARAN PKN
28
Jadi dapat dismpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
diberikan dengan tujuan untuk mempersiapkan warga negara agar dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat dapat mengembangkan kehidupan
pribadi yang memuaskan, menjadi anggota keluarga yang berbahagia,
menjadi warga negara yang berkesadaran kebangsaan yang tinggi serta
bertanggung jawab pada NKRI yang bersendikan Pancasila.
29
BAB IX
PEMBELAJARAN PKN SEBAGAI PEMBELAJARAN DEMOKRATIF
30
pengembangan sikap demokratis seseorang, untuk itu dalam proses
pembelajaran harus dihindari suasana belajar kaku, penuh dengan
ketegangan, dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta
didik menjadi pasif dan tidak berkembangnya sikap demokratis pada diri
siswa.
31
BAB X
ISU-ISU PEMILU
32
Artinya seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai
pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang
akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan
paksaan dari siapa pun.
4) Rahasia
Artinya dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin
kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara
dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun
suaranya diberikan.
5) Jujur
Artinya semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak
dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
6) Adil
Artinya dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta
pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari
kecurangan pihak manapun.
1. Tujuan Pemilu
Menurut Prihatmoko (2003:19), pemilu dalam pelaksanaannya
meiliki 3 tujuan yakni:
a) Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin
pemerintahan dan alternatif kebijakan umum (public policy).
b) Pemilu sebagai pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat
kepada badan badan perwakilan rakyat melalui wakil wakil yang
terpilihatau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi
masyarakat tetap terjamin.
c) Pemilu sebagai sarana memobilisasi, menggerakan atau
menggalang dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan
dengan jalan ikut serta dalam proses politik.
2. Fungsi Pemilu
Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, fungsi pemilu
sebagai alat demokrasi yang digunakan untuk:
a) Mempertahankan dan mengembangkan sendi-sendi demokrasi di
Indonesia.
b) Mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia)
33
c) Menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya
Pancasila dan dipertahankannya UUD 1945
34
2. Isu Penyerangan Tokoh Agama Jadi Kampanye Hitam Menjelang
Pilkada dan Pilpres 2019
“Kita sudah membuat prediksi seperti itu bahwa akan marak kampanye
hitam. Kampanye hitam wujudnya isu-isu PKI antara lain agama,”
jelas Budi Gunawan.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. (Edisi
Ketujuh/ Buku Dua). Terjemahan Helly Pajitno Soetjipto & Sri Mulyantini
Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wardi, Robertus. 2018. Penggunaan Isu SARA Akan Muncul Kembali Pada
Pemilu 2019. Diambil dari: http://www.beritasatu.com/nasional/463819-lipi-
penggunaan-isu-sara-akan-muncul-kembali-pada-pemilu-2019.html (04 Juni
2018)
37