Anda di halaman 1dari 11

PENDIDIKAN MENURUT PERSPEKTIF JOHN DEWEY

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah “filsafat
Pendidikan”
Dosen pengampu : Dr. Drs. Bahrun, M.Pd

Disusun Oleh:

1. Aulia Rahmatunnisa 2206102020103


2. Femi Putri Adinda 2206102020107
3. Husnur Raisa 2206102020019
4. Jasmani 2206102020022
5. Titin Aulia Fitri 2206102020015

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN AJARAN 2022/2023
Kata pengantar

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman serta Kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah filsafat Pendidikan dengan tepat waktu.
Penulisan makalah berjudul “Pendidikan menurut Perspektif John Dewey” dapat
diselesaikan karena adanya bantuan dari banyak pihak. Kami menyadari bahwa makalah yang
kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi punyusunan, Bahasa, maupun
penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan demi tercapainya makalah yang sempurna.
Semoga Makalah ini bisa memnambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan pembaca sekalian.

Banda aceh, 9 september 2022

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan Masalah...............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Pendidikan dalam Perspektif John Dewey......................................................................3
2.2 implikasi pendidikan menurut perspektif John Dewey pada pendidikan di indonesia....4
BAB III.......................................................................................................................................7
PENUTUP..................................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................7
3.2 Saran.................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Pendidikan berasal dari kata
‘didik’ dan mendapatkan imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, kata ini mempunyai arti
proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara Bahasa definisi Pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan, seperti
sifat dan sasarannya yaitu manusia mengandung banyak aspek dan sifatnya pun sangat
kompleks sehingga tidak ada sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk
menjelaskan Pendidikan itu sendiri.
Imam Barnadib (2002:4), memandang pendidikan sebagai fenomena utama
dalam kehidupan manusia di mana orang yang telah dewasa membantu pertumbuhan
dan per- kembangan peserta didik untuk menjadi dewasa. Pendidikan dalam arti luas
semacam itu, telah ada sejak manusia ada. Sejak awal mula kehidupannya, manusia
sudah melaku- kan tindakan mendidik atas dasar pengalam- an, bukan berdasarkan
teori bagaimana sebaik- nya mendidik. Dalam hal ini, pendidikan menunjuk pada
pendidikan pada umumnya, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat umum.
Keinginan manusia sepanjang sejarah untuk menjadikan individu maupun
kelompok tertentu untuk lebih pintar, lebih cerdas, lebih berkuasa, dan lebih dalam
segala hal adalah sifat alamiah dan manusiawi. Namun, pemenuhan kehendak naluri
tersebut kadangkala terjadi dengan pemaksaan kehendak yang serba maksimal.
Sehingga tanpa disadari kita terjebak dalam permasalahan-permasalahan baru.
Pendidikan tanpa mengindahkan masalah pedagogik akan menimbulkan pemaksaan
murid untuk menerima sekumpulan pelajaran yang telah ditetapkan dan hanya
mengikuti standar kurikulum yang tertuang dalam matrik yang kaku. Fenomena
semacam ini memperkenalkan kepada murid sebuah sistem kekerasan. Kenyataan atas
ketimpangan tersebut berdampak luas pada keengganan murid mendalami bidang-
bidang ilmu tertentu, atau muncul polarisasi ilmu-ilmu tertentu tanpa pemikiran kritis.
Disamping itu fenomena ini akan menimbulkan pengaruh psikologi yang amat dalam
terhadap anak didik dalam mengikuti proses pendidikan. Kegagalan dalam
menerapkan dasar-dasar atau fundamental konsep pedagogik dalam proses
pendidikan, telah menimbulkan reaksi-reaksi negatif di kalangan pelajar dalam
merespon konsep dan proses pendidikan itu sendiri. (Akbar, 2015)
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Pendidikan merupakan
Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan
anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain. Dalam
prosesnya, masa usia anak sekolah dasar merupakan masa rentan di mana anak mulai

1
memiliki interaksi selain dengan keluarga. Anak mulai mengenal lingkungan selain
lingkungan keluarga dan mulai mengenal dunia luar. Oleh sebab itu, pada masa
sekolah dasar, perhatian orang tua, kasih saying, dan pelayanan dibutuhkan untuk
membentuk pribadi yang sesuai dengan social budaya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan menurut perspektif john dewey ?
2. Bagaimana implikasi Pendidikan menurut perspektif john dewey pada Pendidikan
di Indonesia?
1.3. Tujuan Masalah
1. untuk mengetahui Pendidikan menurut perspektif john dewey.
2. untuk mengetahui implikasi Pendidikan menurut sudut pandang john dewey pada
Pendidikan di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan dalam Perspektif John Dewey


John dewey lahir di Burlington, vermount tanggal 20 oktober 1859, anak ketiga
dari empat bersaudara dari pasangan Archibald Sprague Dewey dan Lucina Artemesia
Rich. Keluarga besarnya berasal dari New England. John dewey merupakan bapak
Pendidikan Amerika, karirnya di bidang filosofi dimulai sejak ia lulus pada tahun
1879. Pada tahun 1889, dewey menulis buku yang berjudul the school and society,
yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang
pertumbuhan anak dan ikut serta membantu mendirikan sekolah bagi social research
di newyork.
John Dewey lebih dikenal sebagai tokoh pragmatisme modern. Aliran
pragmatisme ini Menyatakan bahwa benar tidaknya suatu teori bergantung kepada
berfaedah atau tidaknya teori tersebut terhadap manusia dalam penghidupannya.
Dengan demikian, ukuran untuk segala perbuatan adalah manfaatnya dalam praktek
dan hasil yang memajukan hidup. Benar tidaknya suatu hasil pikir, dalil maupun teori,
dinilai menurut manfaatnya dalam kehidupan atau menurut berfaedah tidaknya teori
itu dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, tujuan kita berfikir adalah memperoleh
hasil akhir yang dapat membawa hidup kita lebih maju dan lebih berguna.
(Wasitohadi, 2014)
Pada filsafat pragmatisme, pengetahuan dicari bukan sekedar untuk memahami
demi mengetahui, melainkan untuk mengerti masyarakat serta dunia. Pengetahuan
bukan sekedar objek pengertian, perenungan, atau kontemplasi, tetapi untuk berbuat
sesuatu bagi kebaikan, peningkatan, serta kemajuan masyarakat serta dunia.
Pragmatisme lebih memprioritaskan Tindakan daripada pengetahuan atau ajaran serta
kenyataan dalam hidup di lapangan daripada prinsip muluk-muluk yang melayang di
udara. Oleh karena itu, prinsip untuk menilai pemikiran, gagasan, teori, kebijakan,
pernyataan tak cukup hanya berdasarkan dari logisnya dan bagus rumus-rumusan,
tetapi berdasarkan bisa tidakmya dibuktikan, dilaksanakan serta mendatangkan nilai
guna. Dengan demikian berdasarkan pragmatisme, otak berfungsi menjadi
pembimbing sikap manusia. Pemikiran, gagasan, teori merupakan alat dan
perencanaan untuk bertindak. Kebeneran segala sesuatu diuji melalui bisa tidaknya
dilaksanakan dan direalisasikan untuk membawa dampak positif, kemajuan dan
manfaat.
Bagi John Dewey, pendidikan tidak lain adalah hidup itu sendiri. Hidup ini
bukan hanya perkara hidup personal tapi secara luas menyangkut kehidupan
masyarakat itu juga. Karena itu pendidikan adalah sebuah keniscayaan dan
berlangsung secara alami, berfungsi sosial lantaran berlangsung dalam masyarakat itu
sendiri, memiliki nilai dan makna membimbing lantaran kebiasaan hidup generasi

3
lama yang berbeda dengan generasi baru serta menjadi tanda perkembangan
peradaban suatu masyarakat. (Dewey, 2004 dalam T. Saiful Akbar, 2015).
Jika diamati berdasarkan pemikiran dasar John Dewey, penulis menarik
kesimpulan secara umum mengenai dasar atau sumber yang dijadikan landasan
pendidikannya: pertama, dasar pokok dari filsafatnyateori evolusi dari darwin; kedua,
teori pragmatisme. Ketiga, dalam kejiwaan ia menganut teori behaviorisme (teori hal
tingkh laku) serta berdasarkan pengalaman yang merupakan dasar bagi pengetahuan
dan kebijakan.
2.2 implikasi pendidikan menurut perspektif John Dewey pada pendidikan di indonesia
Secara etimologis, kata pragmatisme berasal dari bahasa yunani “pragma”,
“pragmatikos”, yang berarti tindakan atau aksi. Pragmatisme berarti filsafat atau
pemikiran tentang tindakan (Keraf, 1987:15). Filsafat ini menyatakan bahwa benar
tidaknya suatu teori bergantung pada berfaedah tidaknya teori itu bagi manusia dalam
penghidupannya. Dari perspektif penganut pragmatisme, kita hidup dalam sebuah
dunia pengalaman. Bagi mereka, tidak ada hal yang absolut, tidak ada prinsip apriori
atau hukum alam yang tidak berubah pragmatisme pada dasarnya adalah sebuah
pemikiran epistemologis. Pragmatisme berakar pada progresivisme, progresivisme
melihat peserta didik sebagai makhluk yang aktif dan kreatif dimana kekreatifan
tersebut di dapat melalui pengalaman (Wasitohadi, 2012).
John Dewey merupakan seorang penggagas aliran filsafat pendidikan
progresivisme, faktanya filsafat pendidikan tersebut bisa memperoleh respons positif
dari civitas akademika dan masyarakat, karena berfokus pada tujuan bahkan praksis
pendidikan yang berdampak nyata (pragmatis), khususnya bagi individu juga
kelompok. Jika dilihat dari pemikiran dasar dan tujuan pendidikan John Dewey, kami
menarik kesimpulan secara umum mengenai dasar atau sumber yang dijadikan pijakan
pendidikan : pertama, dasar pokok dari filsafatnya teori evolusi dari Darwin; Kedua,
teori pragmatisme. Ketiga, dalam kejiwaan ia menganut teori behaviorisme (teori hal
tingkah laku) serta berlandaskan pada filsafat pragmatisme dan pengalaman yang
merupakan dasar bagi pengetahuan dan kebijakan.
Menurut John Dewey progresivisme merupakan sebuah aliran filsafat yang
berorientasi ke depan yang memposisikan peserta didik sebagai salah satu subjek
pendidikan yang memiliki bekal dan potensi dan memiliki kemampuan untuk
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi. Dewey menegaskan bahwa
pendidikan itu “preparing or getting ready for some future duty or privilage”
(mempersiapkan untuk mendapatkan banyak tugas atau tanggung jawab di masa
yang akan datang). Kemudian Dewey juga menegaskan,”the notion that education is
an unfolding from within appears to have more likeness to the conception of growth
which has been set froth” (Dewey, 1916: 74 dalam (Wulandari, 2020).
Mencermati berbagai pandangan pragmatisme tentang Pendidikan sebagaimana
telah dikemukan diatas, pertanyaannya adalah apakah berbagai pandangan tersebut
sudah terwujud, dalam arti mewarnai praktek Pendidikan di Indonesia? Apa saja

4
program Pendidikan di Indonesia yang selaras dengan pemikiran John Dewey baik
yang pernah diterapkan maupun yang sedang diterpakan di Indonesia? Dalam
makalah kali ini kami akan membahas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Salah satu program Pendidikan di Indonesia yang sedang diterapkan saat ini
adalah ‘merdeka belajar’. Merdeka belajar adalah program baru kementrian
Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia yang dicananglan oleh Mendikbud
Nadiem Makarim. alasan utama dari dibuatnya kebijakan merdeka belajar ini karena
menurut programme for international student assessment (PISA) indonesia
menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika indonesia menduduki
posisi ke-74 dari 79 negara. Untuk menyikapi hal tersebut nadiem pun membuat
gebrakan penilaian dalam kemampuan minimu, meliputi literasi, numerasi, dan survei
karakter. Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim terdorong karena
keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan
pencapaian skor atau nilai tertentu. Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI
(Kemendikbud, 2019: 1-5), yaitu:
1. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan
numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA. Berbeda dengan UN yang
dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4, 8,
dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi lembaga pendidikan untuk
memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan
pendidikannya (Kemendikbud, 2019: 1).
2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut
Kemendikbud, sekolah diberikan kemerdekaan dalam menentukan bentuk penilaian,
seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya(Kemendikbud, 2019: 2).
3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem
Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi,
diharapkan waktu guru yang tersita untuk proses pembuatan administrasi dapat
dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi (Kemendikbud, 2019:
3).
4. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak
termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi,
diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah
diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini
(Kemendikbud, 2019: 4) (Mustaghfiroh, 2020).
Dari pemaparan konsep “merdeka belajar” di atas, terdapat kesejahteraan antara
konsep “merdeka belajar” dengan konsep Pendidikan meunurut pemikiran
progresivisme John Dewey. Kedua konsep tersebut sama-sama menekankan adanya
kemerdekaan serta keleluasaan Lembaga Pendidikan dalam mengekplorasi secara
aporisma kemampuan serta potensi milik siswa yang secara alamiah mempunyai
kemampuan dan potensi yang majemuk. Jika dirumuskan kedua konsep tersebut

5
sama-sama mengandung makna yang senada yaitu, siswa wajib bebas serta
berkembang secara natural; pengalaman adalah rangsangan terbaik pada
pembelajaran; pendidik harus mampu memandu sebagai fasilitator yang baik.
Lembaga Pendidikan harus menjadi laboratorium Pendidikan bagi siswa; di lembaga
pendidikan dan di rumah harus dapat dikooperasikan.
Salah satu contoh lain dari program Pendidikan di Indonesia yang pernah
diterapkan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
Pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Nasional Pendidikan
(BNSP).secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan
memmberdayakan satuan Pendidikan melalui otonomi kepada Lembaga Pendidikan
dan mendorong sekolah untuk melakukan pengembalian keputusan secara partisipatif
dalam pengembang kurikulum. KTSP sangat menekankan pentingnya keragaman
pengalaman belajar peserta didik agar standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat
dicapai oleh peserta didik. Hal tersebut selaras dengan prinsip pragmatisme yang
dikemukakan oleh John Dewey. Sehingga KTSP yang merupakan kurikulum pada
tahun 2006 dapat dijadikan contoh dari implikasi Pendidikan menurut John Dewey
dalam Pendidikan di Indonesia ( (Wasitohadi, 2012)

6
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari berbagai uraian di atas, kesimpulan yang dapat diambil adalah; pertama,
aliran progresivisme yang dipelopori oleh John Dewey adalah aliran filsafat
Pendidikan yang menghendaki adanya perubahan praktik Pendidikan kea rah yang
lebih maju, berkualitas, dan terkini secara cepat serta memberikan manfaat yang nyata
bagi peserta didik dalam menghadapi persoalan kehidupan di masa yang akan datang
sejalan dengan perkembangan zaman. Kedua, progresivisme menghendaki adanya
kemerdekaan dan keleluasaan Lembaga Pendidikan mengekplorasi kecerdasan dan
kemampuan siswa sesua dengan potensi, minat serta kecenderungannya masing-
masing siswa secara demokratis, fleksibel dan menyenangkan. Ketiga, antara konsep
“merdeka belajar” yang dicetuskan sang mendikbud Nadiem Anwar Makarim
memiliki kesejajaran menggunakan konsep Pendidikan progresivisme John Dewey,
keduanya sama-sama menekankan adanya kemerdekaan dan keleluasaan Lembaga
Pendidikan pada dalam mengekplorasi secara maksimal kemampuan, kecerdasan dan
potensi siswa dengan cara yang fleksibel, natural, luwes, menyenangkan serta
demokratis.
3.2 Saran
Demikianlah makalah Pendidikan menurut perspektif John Dewey kami susun
sedemikian rupa. Sebagai manusia biasa kami menyadari banyaknya kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan ini, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari
dosen maupun teman-teman sekalian sangat kami butuhkan untuk proses
pengevaluasian dari diri kami agar dapat menyususn makalah yang lebih baik
kedepannya. Kami berharap penulis-penulis kedepannya dapat menghasilkan karya
yang lebih baik lagi.

7
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, T. S. (2015). MANUSIA DAN PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN IBN
KHALDUN DAN JOHN DEWEY. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA , VOL. 15, NO. 2,
222-243.
Dewey, J. (2004). democracy and education . 4-6.
Mustaghfiroh, S. (2020). konsep "merdeka belajar" perspektif aliran progresivisme john
dewey. Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, 141-147.
Wasitohadi. (2012). PRAGMATISME, HUMANISME DAN IMPLIKASINYA BAGI
DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA. Universitas Kristen Satya Wacana, 175-
189.
Wasitohadi. (2012). PRAGMATISME, HUMANISME DAN IMPLIKASINYA BAGI
DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA. Universitas Kristen Satya Wacana, 175-
189.
Wasitohadi. (2014). HAKEKAT PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF JOHN DEWEY
Tinjauan Teoritis. Universitas Kristen Satya Wacana, Satya Widya, Vol. 30, No.1.
Juni 2014: 49-61.
Wulandari, T. (2020). TEORI PROGRESIVISME JOHN DEWEY DAN PENDIDIKAN
PARTISIPATIF DALAM PENDIDIKAN ISLAM. At-Tarbawi: Jurnal Kajian
Kependidikan Islam, 72-86.

Anda mungkin juga menyukai