Anda di halaman 1dari 18

PENERAPAN NILAI KARAKTER RELIGIUS PADA PEMBELAJARAN PKN

DI SEKOLAH DASAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN INQUIRY BASED LEARNING

Oleh:
Kelompok 1

Ira Kurnia Lisa Anggia Azra Humaira Ruston Elman


(1192411001) Lubis (1192111006) Waris Mendrofa
(1191111002) (1192111008)

Dosen Pengampu : Feriyansyah, S.Pd., M.Pd


Mata Kuliah : Pembelajaran PKN SD

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN-UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Generasi muda merupakan generasi harapan bangsa. Peran generasi muda sangat
berpengaruh terhadap kehidupan masa depan sebuah bangsa. Jika sebuah bangsa
memiliki generasi muda yang rusak maka bangsa itu pula akan hancur dan sebaliknya
jika bangsa tersebut memiliki generasi muda yang baik maka bangsa tersebut akan terus
jaya. Artinya mati atau hidup, maju atau tertinggal, hancur atau semakin kokoh sebuah
bangsa ada di dalam genggaman generasi muda. Namun, generasi muda khususnya
generasi muda Indonesia tidak terhindar dari pengaruh budaya dan pergaulan sehingga
generasi muda tumbuh dalam suatu kehidupan berbudaya yang tak terdidik dan dunia
pergaulan yang sangat bebas. Akibatnya generasi muda tumbuh menjadi individu yang
tak berkarakter dan menjadi penjajah atas bangsanya sendiri. Hal ini membuktikan
kepada kita untuk tidak memungkiri kata-kata Presiden Republik Indonesia yang
pertama, Bung Karno bahwa “Perjuangan saya lebih mudah karena melawan penjajah
tapi perjuangan anda akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.
Pendidikan karakter adalah upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk menanamkan nilai-nilai. Perilaku peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Nilai agama merupakan salah
satu nilai karakter yang dijadikan sebagai sikap dan perilaku yang taat menjalankan ajaran
agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah pemeluk agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan siswa dalam
menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral seperti sekarang ini. Dalam hal ini
peserta didik diharapkan mampu berperilaku dan berperilaku baik buruk berdasarkan
ketentuan dan ketentuan Agama.
Namun dalam kenyataannya terdapat kesenjangan antara tujuan yang ingin
dicapai dengan paradigma yang dipergunakan. Siswa di sekolah dijejali dengan
informasi-informasi yang harus dikuasai, sementara kehidupan di masa depan menuntut
pemecahan masalah baru secara inovatif. Paradigma belajar yang dewasa ini adalah
belajar yang beroriantasi pada proyek, masalah, penyelidikan (inkuiri), penemuan dan

2
penciptaan. Penggunaaan prinsip-prinsip belajar yang berorientasi pada masalah, belajar
secara kolaboratif, belajar dengan melakukan kegiatan yang berpusat pada masyarakat,
serta pembelajaran yang didasarkan pada dunia nyata diharapkan akan memberikan hasil
belajar yang lebih baik. Dengan hasil belajar yang lebih baik, siswa diharapkan mampu
bersaing demi kemajuan bangsa. Berdasarkan hasil observasi pada saat pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar dikelas, ketika guru mengajar, dan wawancara dengan guru
mata pelajaran PKN yang telah dilakukan di SD Negeri 2 Petak Kaja, ternyata
pembelajaran PKN siswa kelas V SD Negeri 2 Petak Kaja mengalami kendala-kendala
dalam proses pembelajaran (Sujana.G.N, 2020:202).
Maka dari itu perlu dilakukan pemecahan masalah terhadap hasil belajar PKN
siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas, salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan model pembelajaran Inquiri Based Learning (IBL). Menurut Sudarman
(2007:69) Iquiry Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran. Berdasarkan pemaparan di atas, pada projek ini kami akan mengambil judul
tentang penerapan nilai karakter religius pada pembelajaran pkn di sekolah dasar dengan
menggunakan model pembelajaran inquiry based learning.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas yaitu
bagaimana cara penerapan nilai karakter religius pada pembelajaran PKN di sekolah
dasar?

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menerapan nilai karakter religius dalam
pembelajaran PKN di sekolah dasar. Dengan menggunakan model pembelajaran inquiry
based learning. Model pembelajaran inquiry based learning merupakan salah satu model
yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran.

3
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku kepada peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan tindakan berdasarkan norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Gunawan, 2012: Marini, 2017).
Menurut Marsh dan Kleitman (2005), mereka menyatakan bahwa pendidikan Karakter
mengajarkan kebiasaan berpikir dan berperilaku yang membantu individu hidup dan
bekerja bersama sebagai keluarga, komunitas, dan bangsa, sambil membantu orang lain
membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi unsur pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut (Van et al, 2019; Siregar, 2018; Iasha, 2018) pendidikan
karakter dapat diartikan sebagai "penggunaan yang disengaja dari semua dimensi
kehidupan sekolah untuk mempromosikan pengembangan karakter yang optimal"
(Battistich, 2005). kegiatan sekolah, perbaikan sarana prasarana, pendanaan dan etos
kerja bagi warga sekolah dan lingkungan.
Menurut Lickona (2009), karakter berkaitan dengan konsep moral (moral
knocking), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan
ketiga komponen tersebut, dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik didukung oleh
pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan
baik.
Transformasi nilai karakter dalam suatu sistem pendidikan merupakan
penghubung antara komponen karakter yang tepat dan mengandung nilai-nilai perilaku
(Elan, Sapriya dan Abdulkarim, 2018). Selain itu, komponen dapat dieksekusi, baik
secara keseluruhan maupun bertahap. Selain itu, komponen-komponen tersebut saling
berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dan sikap atau emosi yang kuat
untuk dilaksanakan, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama warga
negara, lingkungan, bangsa dan negara. , dan masyarakat internasional ( Sanderse, 2016;
Walker, Roberts & Kristjansson, 2015. Kesuma (2011) mengemukakan bahwa ada tanda-

4
tanda yang mengubah nilai karakter menjadi . Teori kurikulum dan pendidikan karakter
adalah tanda minimal yang diprediksi oleh . Transformasi nilai karakter juga dipimpin
oleh pemerintah di bawah Program Penguatan Pendidikan Karakter (Peterson &
Seligman, 2004).Program ini merupakan program pendidikan di sekolah untuk penguatan
karakter peserta didik melalui harmonisasi hati, perasaan, pikiran dan olah raga dengan
dukungan pelibatan masyarakat dan kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat
yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional untuk Revolusi Mental.
2.2 Nilai Religius
Transformasi pendidikan karakter terjadi dengan menanamkan nilai karakter
dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan oleh semua lembaga pendidikan kepada siswa
(Gunawan, 2018; Wardhani et al., 2018).Kata dasar religi adalah religi yang berasal dari
bahasa asing. agama sebagai bentuk nama yang berarti agama atau kepercayaan akan
adanya kekuatan alam di atas manusia (Huda, Jasmi, Mustari & Basiron, 2017).
Sedangkan agama berasal dari kata religi yang berarti fitrah keagamaan yang melekat
pada diri seseorang (Yunischa, 2018) Agama adalah sikap dan perilaku taat dalam
pelaksanaan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap peribadatan pemeluk agama
lain, dan yang hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Bowen, 2017; Suparlan, 2010).
Nilai religius merupakan salah satu nilai karakter yang dijadikan sebagai sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter
religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan
degradasi moral seperti saat ini. Dalam hal ini siswa diharapakan mampu memiliki dan
berperilaku dengan ukuran baik buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan
agama.
Karena kehidupan dan fungsi agama yang mendasar dalam kehidupan manusia,
maka agama dapat dijadikan sebagai nilai dasar pendidikan, termasuk pendidikan
karakter, sehingga melahirkan model pendekatan pendidikan berbasis agama. Pendidikan
karakter berbasis agama adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai berbasis
agama yang membentuk kepribadian, sikap, dan perilaku yang utama, luhur, dan
berperilaku dalam kehidupan Nilai karakter religius dalam penelitian ini, yaitu berupa:
(1) memberi senyuman, salam, sapa sopan, dan santun; (2) berdoa setiap memulai dan

5
mengakhiri kegiatan atau melaksanakan tugas; (3) bersyukur kepada Tuhan atas berkat
dan karunia-Nya; (4) alhamdulillah atas keberhasilan yang ditempuh; (5) menghormati
orang yang sedang beribadah; (6) menolak segala sikap, tindakan, dan kebijakan yang
menyimpang atau menodai agama; dan (7) menjaga kerukunan hidup antar pemeluk
agama agar tercipta suasana damai dan tentram.
2.3 Pembelajaran PKN SD
PKn di sekolah dasar merupakan mata pelajaran yang telah berkontribusi dalam
pembentukan warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, dan humoris
(Rachmadtullah, 2015). setiap individu diharapkan mampu menjadi pribadi yang baik.
Menurut Cogan dan Morris (2001), pendidikan kewarganegaraan secara luas dibingkai
untuk mencakup proses mempersiapkan orang muda untuk mengambil peran dan
tanggung jawab mereka sebagai warga negara. pendidikan meliputi sekolah, belajar
mengajar, dalam proses pendidikan. Pembelajaran PKn merupakan salah satu mata
pelajaran pokok di sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan warga
negara dalam dimensi spiritual, rasional, emosional dan sosial, mengembangkan
tanggung jawab sebagai warga negara, serta mengembangkan anak didik berpartisipasi
sebagai warga negara supaya menjadi warga negara yang baik.

Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar tercantum dalam Lampiran


Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006, Lampiran menyatakan
bahwa “Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
menitikberatkan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya agar menjadi yang cerdas, berkualitas, dan
berkarakter sesuai amanat Pancasila. UUD 1945 “sedangkan tujuannya secara jelas
didefinisikan adalah agar siswa memiliki keterampilan sebagai berikut:
1) Berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menjawab pertanyaan
kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab serta bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dalam
memerangi korupsi.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk dibentuk berdasarkan sifat-

6
sifat bangsa Indonesia agar dapat hidup bersama bangsa lain.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
a. Ciri-Ciri Pkn Dengan Paradigma Baru
PKn adalah bidang studi program ilmu dan pendidikan di sekolah dan
diterima sebagai wahana utama dan esensi pendidikan demokrasi di Indonesia
yang dapat dilaksanakan melalui: (1) Kecerdasan Kewarganegaraan , atau
kecerdasan dasar dan keterampilan penalaran warga negara yang baik dari negara
dalam dimensi spiritual, rasional, dan emosional. (2) tanggung jawab sipil, yaitu
pengetahuan tentang hak dan kewajiban warga negara yang bertanggung jawab.
(3) Partisipasi warga negara , yaitu kemampuan warga negara untuk berpartisipasi
atas dasar tanggung jawab, baik secara individu maupun sosial sebagai pemimpin
hari mendatang.
b. Tujuan Pembelajaran PKn
Tujuan utama PKn adalah untuk menumbuh- kan wawasan dan kesadaran
bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air didasarkan pada budaya bangsa, visi
nusantara dan ketahanan nasional di masa depan penerus bangsa yang mempelajari
dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. meningkatkan kualitas
manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh,
profesional, bertanggung jawab dan produktif, serta sehat jasmani dan rohani.
Depdiknas (2006:271) juga mengemukakan, “Tujuan PKn yaitu untuk
mengembangkan potensi individu sehingga memiliki suatu wawasan, posisi, dan
keterampilan, serta berkembang secara positif dan secara demokratis”
2.4 Model Inquiry Based Learning
A. Pengertian Model Inquiry Based Learning
Model inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pertanyaan
yang diajukan siswa. Siswa didorong untuk berkolaborasi dalam pemecahan
masalah, bukan hanya menerima instruksi langsung dari guru. Inquiry Based
Learning didasari atas pemikiran John Dewey, seorang pakar pendidikan
Amerika, yang mengatakan bahwa pembelajaran, perkembangan, dan
pertumbuhan seorang manusia akan optimal saat mereka dihadapkan dengan

7
masalah nyata dan substantif untuk dipecahkan. Ia percaya bahwa kurikulum
dan instruksi seharusnya didasarkan pada tugas dan aktivitas berbasis
komunitas yang integratif dan melibatkan para pembelajar dalam tindakan-
tindakan sosial pragmatis yang membawa manfaat nyata pada dunia. Inkuiri
mengasumsi bahwa sekolah berperan sebaik mungkin untuk mempermudah
pengembangan diri sendiri (self - development). Oleh karena itu, inkuiri
bersifat berpusat pada siswa, menentukan supaya para siswa ikut serta secara
aktif dalam pembelajarannya.
Menurut khoirul Anam (2015, h. 7) mengemukakan bahwa : Secara
bahasa, Inkuiri berasal dari kata inquiry yang merupakan kata, dalam bahasa
inggris yang berarti; penyelidikan/meminta keterangan; terjemahan bebas
untuk konsep ini adalah “ siswa diminta untuk mencari dan menemukan
sendiri’’. Dalam konteks penggunaan inkuiri sebagai metode belajar mengajar,
siswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran, yang berarti bahwa siswa
memiliki andil besar dalam menentukan suasana dan model pembelajaran.
Dalam metode ini, setiap peserta didik didorong untuk terlibat aktif dalam
proses belajar mengajar, salah satunya dengan secara aktif mengajukan
pertanyaan yang baik terhadap setiap materi yang disampaikan dan pertanyaan
tersebut tidak harus selalu dijawab oleh guru, karena semua peserta didik
memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan.
Sumantri (1999, h. 164) menyatakan bahwa metode inkuiri adalah cara
penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru.
Menurut (Gulo 2002 dalam Trianto 2014, h. 78) berpendapat bahwa :
Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan
pembelajaran inkuiri yaitu (a) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses
kegiatan belajar; (b) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada

8
tujuan pembelajaran; dan (c) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Menurut Carin and Sund dalam Ahmadi (2005, h.108) berpendapat
bahwa : Metode inkuiri didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari
dan menyelidiki masalah secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuan mereka dengan rasa percaya diri.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat kita simpulkan bahwa inkuiri
menandakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan paling banyak
seluruh kemampuan siswa untuk meneliti dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, logis dan analitis, agar mampu merumuskan sepenuhnya hasil-hasilnya
atas keterlibatan siswa secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran,
mengembangkan rasa percaya diri siswa terhadap apa yang telah ditemukan
dalam proses inkuiri.
B. Karakteristik Model Inquiry Based Learning
Karakteristik model Inquiry Based Learning menurut Gulo (2002, h.95)
adalah sebagai berikut: a. driving question or problem, b. interdisciplinary
focus, c. authentic Investigation, d. production of artifacts and exhibits, e.
collaboration Inquiry Based Learning mengorganisasikan pengajaran seputar
penemuan dan pemecahan masalah yang penting secara sosial dan bermakna
secara personal bagi peserta didik. Menurut Neuil Postman dan Charles
Weingartner Nuhardi, dkk (2009: 9) adalah:
1) Percaya diri terhadap kemampuan belajarnya.
2) Senang saat berusaha memecahkan masalah.
3) Percaya pada penilaian sendiri dan tidak sekedar bergantung pada
penilaian orang lain maupun lingkungan.
4) Tidak takut menjadi salah.
5) Tidak ragu dalam menjawab.
6) Fleksibilitas pandangan.
7) Menghargai fakta dan mampu membedakan antara fakta dan opini.
8) Tidak merasa perlu mendapat jawaban final untuk semua pertanyaan dan

9
lebih merasa nyaman saat tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan sulit
daripada sekedar menerima jawaban yang terlalu disederhanakan.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik model pembelajaran berbasis inkuiri mampu menemukan dan
memecahkan masalah dengan percaya diri.
C. Langkah-Langkah Model Inquiry Based Learning
Langkah-langkah dengan model inkuiri menurut (Suchman dalam
Arikunto 2014, h. 84-85) sebagai berikut :
1) Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang
sebenarnya.
2) Mengidentifikasi komponen-komponen yang berada di sekeliling kondisi
tersebut.
3) Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi
tersebut.
4) Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan
jawabannya “ya” atau “tidak”.
5) Membuat kesimpulan dari data-data yang diperoleh.
Sintaks dari model Inquiry Based Learning adalah :
1) Stimulation : Guru memulai dengan mengajukan pertanyaan atau
meminta siswa membaca atau mendengarkan uraian yang mengandung
masalah.
2) Problem statement : Siswa memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi
berbagai masalah, memilih sebanyak mungkin masalah yang dianggap
paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Masalah-masalah yang
dipilih ini kemudian harus dirumuskan ke dalam pertanyaan atau
hipotesis (diperlihatkan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan-
pertanyaan ini).
3) Data collection : Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan apakah
hipotesis itu benar atau tidak, siswa memiliki kesempatan untuk
mengumpulkan informasi yang relevan, membaca literatur dengan jelas,
mengamati subjek, sumber pertanyaan, mencoba (membuktikan) sendiri,

10
dll.
4) Data processing : Semua informasi (hasil wawancara, observasi, dll)
diproses, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, atau bahkan jika perlu,
dihitung dengan cara tertentu dan ditafsirkan dengan tingkat kepercayaan
tertentu.
5) Verification : atas dasar hasil yang diolah dan interpretasi atau informasi
yang tersedia (information available), pertanyaan atau hipotesis pertama-
tama dirumuskan dan kemudian diperiksa, atau apakah dijawab atau,
dengan kata lain, terbukti atau tidak.
6) Generalization : Tahap selanjutnya, berdasarkan hasil tes, siswa belajar
menarik generalisasi/kesimpulan.
D. Kelebihan dan Kelemahan Inquiri Based Learning
Adapun kelebihan model dengan pendekatan Inquiry Based Learning
menurut Sagala (2009, h.69) sebagai berikut:
1) Dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri peserta
didik, sehingga peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-
ide lebih baik.
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.
4) Mendorong peserta didik untuk berpikir intuitif dan merumuskan
hipotesisnya sendiri.
5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.
9) Peserta didik dapat menghindari dari cara-cara belajar tradisional.
10) Dapat memberikan waktu pada peserta didik secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Kekurangan Model Inquiry Based Learning menurut Sagala (2009, h.69)

11
sebagai berikut:
1) Diharuskan adanya kesiapan mental pada peserta didik.
2) Perlu adanya proses penyesuaian/adaptasi dari metode tradisional ke
pendekatan ini.
3) Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah
ditentukan.
Menurut Arikunto 2014, h. 80 berpendapat bahwa kekurangan pembelajaran
inkuiri :
a. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu
yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu
yang telah ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit
diimplemetasikan

12
RANCANGAN PROJECT

Rancangan pembelajaran yang akan kami gunakan dalam pembelajaran PKn yaitu
transformasi nilai karakter religius dalam pembelajaran PKN di sekolah dasar. Kami
menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Based Learning. Model pembelajaran Inquiry
Based Learning merupakan salah satu model yang dapat mendorong siswa untuk aktif
dalam pembelajaran (Shoimin, 2014, h. 85). Sedangkan menurut Gunawan dkk (2016)
model pembelajaran inquiry based learning merupakan kegiatan pembelajaran berbasis
pendidikan dimana peserta didik mencari sendiri jawaban dari permasalahan yang
dihadapi. Selain itu, menurut Trowbritg dan Bybee (Widiyanti dkk, 2013) pembelajaran
inquiry based learning merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat kepada siswa,
kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban atas
pertanyaanpertanyaan melalui suatu prosedur yang telah direncanakan secara jelas.

Langkah-langkah Pembelajaran inquiry based learning

1. Stimulation : guru memulai pembelajaran dengan bertanya kepada siswa terkait


permasalahan yang sering terjadi.
2. Problem Statement : siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi suatu
permasalahan dan mencari tahu cara untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Data Collection : siswa mencari informasi yang relevan.
4. Data Processing : data yang diperoleh dapat diolah dengan benar dan ditafsirkan
dengan logis.
5. Verification : hasil data yang sudah diolah dapat diperiksa kebenarannya.
6. Generalization : tahap akhir, siswa menyimpulkan analisisnya dan
dipresentasikan di depan kelas

Skenario Pembelajaran PKN dengan menggunakan Model Pembelajaran Inquiry


Based Learning pada materi “kerukunan antar umat beragama”

a. Stimulation
1) Guru menyapa siswa dengan mengucapkan salam
2) Sebelum memulai pelajaran, guru bersama peserta didik berdoa menurut
agama dan kepercayaannya masing-masing.

13
3) Guru menjelaskan kepada siswa mengenai materi kerukunan antar umat
beragama
4) Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang berisikan 4 atau 5 siswa.
5) Guru memberikan persoalan atau permasalahan kepada peserta didik
mengenai masalah kerukunan antar umat beragama di lingkungan sekitar
mereka.
6) Guru dapat memutarkan video atau menampilkan gambar-gambar maupun
dengan cerita yang berhubungan dengan materi kerukunan antar umat
beragama
7) Siswa memberikan respon positif terhadap masalah yang telah dikemukakan
oleh guru
b. Problem statement
1) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi di
dalam kelompok.
2) Peserta didik bersama kelompoknya berdiskusi untuk mengidentifikasi
permasalahan kerukunan antar umat beragama yang terjadi di lingkungan
sekitar mereka dengan sebanyak-banyaknya.
3) Guru memberikan pertanyaan pancingan kepada peserta didik mengenai
permasalahan apa yang paling menarik dan bagaimana solusinya untuk
memecahkan masalah tersebut.
4) Peserta didik bersama kelompoknya membuat pertanyaan atau hipotesis
tentang permasalahan kerukunan antar umat beragama di lingkungan sekitar
mereka
c. Data collection
1) Pada tahap ini siswa diajak untuk melakukan eksperimen dan mengumpulkan
data berdasarkan permasalahan yang ada
2) Peserta didik bersama kelompoknya bekerjasama untuk mengumpulkan
informasi yang relevan dari buku, internet, ataupun wawancara narasumber
untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis yang mereka buat
benar atau tidak
d. Data processing

14
1) Pada tahap ini siswa mencatat dan menuliskan laporan hasil pengamatan
mereka mengenai kerukunan antar umat beragama
2) Peserta didik menuliskan informasi atau data yang mereka peroleh ke dalam
bentuk tabel, daftar, atau pun ringkasan
e. Verification
1) Pada tahap guru membimbing siswa untuk menentukan jawaban yang
dianggap dan diterima sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh.
2) Setelah itu, peserta didik bersama kelompok berdiskusi mengenai kerukunan
antar umat beragama dan mencari solusi dari pemecahan masalah tersebut
berdasarkan informasi atau data yang mereka peroleh.
f. Generalization
1) Peserta didik bersama dengan kelompoknya menarik kesimpulan mengenai
permasalahan kerukunan antar umat beragama dan solusi yang mereka
dapatkan.
2) Ketua kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusi
mereka.
3) Peserta didik melakukan tanya jawab untuk lebih memahami materi atau
permasalahan yang dibahas.
4) Guru bertindak sebagai fasilitator
5) Pada akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan materi
kerukunan antarumat beragama lalu mengucapkan syukur untuk pelajaran
yang di dapat pada hari ini.
6) Guru dan peserta didik mengakhiri pelajaran dengan berdoa menurut agama
dan kepercayaannya masing-masing dipimpin oleh seorang siswa.

Model pembelajaran Inquiry Based Learning dapat di terapkan pada materi


tentang kerukunan antar umat beragama. Pada materi ini, pendidik memberikan
stimulation atau rangsangan kepada peserta didik dengan membawa media berupa video,
gambar atau fenomena berupa sikap toleransi dan perilaku taat menjalankan ibadah, dan
sebagainya. Kemudian peseta didik mengidentifikasi gambar-gambar tersebut dengan
mencari tahu permasalahan dan penyelesaian masalahnya, sehingga peserta didik dapat
menyimpulkan. Guru juga dapat menceritakan bahwa di dalam kegiatan di atas ada

15
penanaman nilai karakter religius dalam pembelajaran PKn SD yaitu berdoa sebelum
memulai pelajaran, bersyukur untuk pelajaran yamg di dapatkan pada hari itu, lalu berdoa
setelah belajar sampai peserta didik memahami bahwa pentingnya kerukunan antar umat
beragama.

Pembelajaran PKn dimulai dengan kompetensi inti pertama dalam kurikulum


2013 yang diterapkan oleh Indonesia saat ini, berkaitan dengan kompetensi sikap
spiritual. Dimana nilai agama merupakan salah satu nilai karakter yang dijadikan sebagai
sikap dan perilaku yang taat menjalankan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah pemeluk agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain
sesuai dengan sila pertama pada Pancasila yaitu ketuhanan Yang Maha Esa. Karakter
religius ini sangat dibutuhkan siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi
moral seperti sekarang ini. dalam hal ini peserta didik diharapkan mampu berperilaku
baik berdasarkan ketentuan agama.

Penanaman nilai karakter religius dapat dikembangkan melalui beberapa cara


yaitu: terintegrasi dalam mata pelajaran, pembudayaan sekolah, ekstrakurikuler. Adapun
penjabaran dari ketiga model pendidikan karakter sebagai berikut:

a. Penanaman karakter religius melalui integrasi dalam mata pelajaran. Dalam


konteks ini mata pelajaran yang memfokuskan untuk menanamkan karakter
religius yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama. Namun demikian, dalam
setiap mata pelajaran guru berhak menyisipkan pendidikan karakter pada peserta
didik. Sehingga semua aspek saling mendukung dan memiliki tujuan yang sama.
b. Setiap sekolah tentunya memiliki aturan-aturan tertentu salah satunya yaitu
pembudayaan sekolah. Pembudayaan sekolah bisa dikatakan sebagai aturan yang
harus dipatuhi oleh seluruh warga sekolah sehingga aturan tersebut lama-lama
akan menjadi suatu kebiasaan baik yang tertanam pada diri seseorang. Salah satu
contoh pembudayaan sekolah yaitu wajib melaksananakan sholat secara
berjamaah.
c. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk
mengasah bakat yang dimiliki oleh seorang peserta didik. Salah satu ekstra-

16
kurikuler untuk mengasah bakat yang dimiliki peserta didik yaitu baca tulis Al-
Quran (BTAQ). Selain fokus pada mengasah kempuan yang dimiliki oleh peserta
didik guru ekstrakurikuler juga mananamkan nilai-nilai karakter pada setiap
materi yang diberikan.

Adanya pembiasaan aktivitas rutin, dan keteladanan yang ditampilkan oleh guru,
kepala sekolah, dan sivitas akademika merupakan salah satu cara penanaman karakter
pada peserta didik ketika berada di sekolah. Peserta didik pada usia sekolah dasar sedang
berada pada tahap meniru. Sehingga keteladanan yang ditampilkan merupakan langkah
efektif dan efisien bagi penanaman karakter peserta didik. Pendidikan karakter pada
dasarnya dilaksanakan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik kepada peserta
didik. Pembiasaan-pembiasaan yang disusun oleh pihak sekolah untuk menanamkan
nilai-nilai keagamaan. Pembiasaan yang dilakukan secara terus-menerus diharapkan
peserta didik akan memiliki kesadaran, kepedulian, dan terbiasa menerapkan hal-hal
kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian perilaku sehari-hari peserta
didik tidak terlepas dari nilai-nilai religius. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan di
Sekolah Dasar adalah nilai-nilai disiplin, kejujuran, tanggung jawab, ikhlas, toleransi,
saling menghormati, dan peduli lingkungan. Nilai-nilai karakter tersebut ditanamkan
melalui integrasi mata pelajaran, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler.

17
DAFTAR PUSTAKA
Maharani, Siti D, MS, Zulela, Nadiroh. 2019. “Transformation of The Value of Religious
Characters in Civic Education Learning in Elementary Schools”. International
Journal of Multicultural and Multireligious Understanding. 6(2), hal 295-302.
Anggraeni, A. (2019). Urgensi Penerapan Pendekatan Konstruktivisme pada
Pembelajaran PKn SD untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Pelita Bangsa
Pelestari Pancasila, 14(2).
Djuwita, P. (2017). Pembinaan Etika Sopan Santun Peserta Didik Kelas V Melalui
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar Nomor 45 Kota
Bengkulu. Jurnal PGSD: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 10(1),
27-36.
Kurniawan, M. I. (2013). Integrasi Pendidikan Karakter Ke Dalam Pembelajaran
Kewarganegaraan Di Sekolah Dasar. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan
Sekolah Dasar (JP2SD), 1(1), 37-45.
Amalia, M. (2016). Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Model
Inquiry Based Learning Tipe Make a Match dalam Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).
Sujana, N. G. (2020). Melalui Model Pembelajaran Ibl (Inquiry Based Learning) Dengan
Metode Diskusi Kelompok Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pkn Tema
Manusia Dan Lingkungan Pada Siswa. Jurnal Mimbar pendidikan Indonesia,
1(3)

18

Anda mungkin juga menyukai