PEMBERDAYAAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah
Oleh, Kelompok 3
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , atas rahmat dan berkatNya
sehingga kami dapat membuat dan menyelesaikan tugas ini. Tugas ini disusun untuk di ajukan
sebagai tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah dengn judul “Manajemen Berbasis
Sekolah Sebagai Pusat Pemberdayaan“. Kami berterimakasih kepada Ibu Desi Sijabat, S.Pd., M.
Pd. selaku dosen mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk semua kalangan khususnya para pendidik.
Adapun kritik dan saran yang membangun akan kami terima.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. I
DAFTAR ISI.............................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 5
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan
keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah
dalam pendidikan nasional.
Nurkolis (2006: 11) mengemukakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
model pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada tingkat
sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri secara langsung.
Menurut Sudarwan Danim (2005) MBS dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja
komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah, otonomi, akuntabilitas, partisipasi,
dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan penddikan dan pembelajaran secara bermutu.
Jadi menurut kami Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai proses
kerja komunitas sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan supaya lebih baik dan lebih
memadai agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama
yang erat antara sekolah, masyarakat dan poemerintah.
Manajemen berbasis sekolah akan berjalan dengan baik jika seluruh komunitas sekolah
ikut berpartisipasi. Komunitas sekolah disini mencakup kepala sekolah, guru, dan komite sekolah.
Komunitas sekolah tersebut, masing-masing harus memiliki tanggung jawab akan tugas pokok
dan fungsinya. Mereka bekerja bukan karena ada beban atau peraturan yang ketat. Mereka
bekerja secara efektif dan efisien dan disertai dengan niat yang ikhlas. Dengan seperti itu maka
Manajemen berbasis sekolah akan berjalan dengan lancar.
1. Akses, memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber daya dan
sumber dana;
4. Status, meningkatnya citra diri, kepuasan diri, dan memiliki perasaan yang positif atas
identitas budayanya;
6. Legitimasi, ada pertimbangan ahli yang menjadi justifikasi atau yang membenarkan
terhadap alasan-alasan rasional atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat;
7. Disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan untuk
orang lain; dan
8. Persepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap hubungan
dirinya dengan lingkungannya.
Cook dan Macaulay (Mulyasa, 2009: 32) memberikan definisi pemberdayaan sebagai
“alat penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan
dan tanggung jawab". Dengan demikian, akan memdorong keterlibatan para pegawai dalam
pengambilan keputusan dan tanggung jawab. Dalam dunia pendidikan pemberdayaan ditujukan
kepada peserta didik, guru, kepala sekolah dan pegawai administrasi. Sebagai ilustrasi pada
sebuah sekolah prestasi belajar para peserta didiknya meningkat tajam karena pihak manajemen
(kepala sekolah) memberikan kewenangan yang leluasa kepada para guru untuk mengambil
peran dalam dalam pengambilan keputusan-keputusan sehubungan dengan pekerjaannya sehari-
hari. Salah satu contohnya adalah guru agama yang diberi kewenangan mengmbil keputusan dan
tindakan sehubungan dengan perilaku peserta didik. Hal tersebut menunjukkan para peserta didik
merasa puas, dan berusaha menjadi peserta didik yang berprestasi. Dengan kebijakan itu,
pengambilan keputusan terdistribusi pada seluruh staf sehingga hal-hal penting yang
membutuhkan keputusan dan tindakan cepat tidak harus menuggu keputusan dari manajemen
puncak (kepala sekolah).
Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan
produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah (manajer), para guru, dan
para pegawai. Proses yang ditempuh untuk mendapatkan hasil terbaik dan produktif tersebut
adalah dengan membagi tanggung jawab secara proporsional kepada para guru. Satu prinsip
terpenting dalam pemberdayaan ini adalah melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan
dan tanggung jawab. Melalui proses pemberdayaan itu diharapkan para guru memiliki
kepercayaan diri (self-reliance).
Dalam MBS, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat
mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Pada sisi lain, untuk memberdayakan
sekolah harus pula ditempuh upaya-upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat
setempat, disamping mengubah paradigm pendidikanyang dimiliki oleh para guru dan kepala
sekolah. Para guru dan kepala sekolah perlu lebih dahulu tahu, memahami akan hakikat, manfaat,
dan proses pemberdayaan peserta didik. MBS sebagai proses pemberdayaan merupakan cara
untuk membangkitkan kemauan dan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan mengontrol
diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan.
Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap. Tahap Pertama, masyarakat
mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk dapat
meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja
lebih baik. Tahap Kedua, mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan
mengalami peningkatan kepercayaan diri. Tahap Ketiga, seiring tumbuhnya keterampilan dan
kepercayaan diri, masyarakat bekerja sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan
dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka.
Ada delapan langkah pemberdayaan dalam kaitannya dengan MBS (Mulyasa, 2009:33),
yaitu:
1. Menyusun kelompok guru sebagai penerima awal atas rencana program pembedayaan;
3. Memilih dan melatih guru dan tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam
implementasi manajemen berbasis sekolah;
4. Membentuk dewan sekolah, terdiri dari unsur sekolah, masyarakat di bawah pengawasan
pemerintah daerah;
Menurut Mulayasa (2009: 33-34) ada 4 hal yang perlu diperhatikan untuk memahami dan
menerapkan MBS sebagai proses pemberdayaan, seperti:
Adanya kesamaan dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja; dengan memperhatikan
prinsip,
1. Penyusunan kelompok kecil; pemberdayaan menekankan aktivitas dalam kelompok kecil yang
mandiri. Kelompok-kelompok yang tumbuh secara alamiah barangkali akan menguat atau
terbentuk dengan basis interes-interes masyarakat. Koalisi juga perlu dibentuk di antara para
anggota kelompok.
2. Pengalihan tanggung jawab; dalam manajeen berbasis sekolah terjadi pengalihan dari
pemerintah kepada sekolah untuk memberdayakan diri dan lingkungannya. Dalam tahap-tahap
awal kegiatan, masyarakat barangkali agak malas atau enggan untuk terlibat. Namun,
pengalaman yang positif akan menanggulangi kemalasan tersebut.
3. Pimpinan oleh para partisipan; dengan latihan mengontrol atau mengambil keputusan dalam
tingkat yang tinggi (akan) mendorong semua aspek aktivitas organisasi. Kepemimpinan dan
pemimpin akan muncul secara alamiah atau dengan dipilih oleh masyarakat sendiri.
4. Guru sebagai fasilitator; guru sebagai fasilitator merupakan pembimbing proses, orang sumber,
orang yang menunjukkan dan mengenalkan kepada peserta didik tentang masalah-masalah yang
dihadapi. Komitmen guru dan kepala sekolah sebagai fasilator adalah terhadap keberhasilan
tujuan pemberdayaan dan melaksanakan peran besarnya sebagai pendukung masyarakat agar
bisa bekerja secara mandiri .
5. Proses bersifat demokratis dan hubungan kerja yang luwes; segala sesuatu dalam manajemen
berbasis sekolah dirundingkan bersama dalam kedudukan yang sedeajat dan diputuskan melalui
pemungutan suara atau musyawarah (konsensus). Peranaan dan tanggung jawab dibagi merata.
Dalam beberapa kasus, partisipan tidak tahu bagaimana bertingkah laku secara kooperatif dan
demokratis. Namun, hal itu akan diperolehnya melalui belajar.
6. Merupakan integrasi antara refleksi dan aksi; pengalaman dan masalah-masalah yang dimiliki
para partisipan akan menghasilkan focus. Analisis terhadap aksi dan reaksi secara bersama
mendorong ke arah perubahan yang melibatkan setiap orang pada berbagai resiko pemecahan
masalah, perencanaan, pengembangkan ketrampilan dan pertentangan.
7. Metode yang mendorong kepercayaan diri; metode yang digunakan bersifat meningkatkan
keterlibatan aktif, dialog, dan aktivitas kelompok secara mandiri.
8. Meningkatkan derajat kemandirian social, ekonomi dan politik sebagai hasil proses
pemberdayaan kedudukan patisipan dalam masyarakat meningkat dalam hal-hal khusus tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai proses kerja komunitas
sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan supaya lebih baik dan lebih memadai
agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat
antara sekolah, masyarakat dan poemerintah.
Menurut mulyasa 2009:33 ada delapan langkah pemberdayaan yang berkaitan dengan MBS.
Yaitu, a Menyusun kelompok guru sebagai penerima awal atas rencana program pembedayaan; b.
Mengidentifikasi dan membangun kelompok peserta didik di sekolah; c. Memilih dan melatih
guru dan tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam implementasi manajemen
berbasis sekolah; d. Membentuk dewan sekolah, terdiri dari unsur sekolah, masyarakat di bawah
pengawasan pemerintah daerah; e. Menyelenggarakan pertemuan para anggota dewan sekolah; f.
Mendukung aktivitas kelompok yang tengah berjalan; j. Mengembangkan hubungan yang
harmonis antara sekolah dan masyarakat; h. Menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/meidah/apa-mbs-itu_55009bcba3331123705116c6