Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI PUSAT

PEMBERDAYAAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah

Oleh, Kelompok 3

Roy M Purba (2001010085) Rosiana Ht.balian (1901010094)

Betty Marpaung (2001010070) Enggani Manullang (1901010067)

Isa Dora Silaban (2001010092) Eko Rado Purba (1901010072)

Nadia Sinaga (2001010097) Esriani Purba (2001010057)

Wendaria Haloho (1901010071) Helen Simbolon (2001010098)

Hematryn Op.sungguh (1901010065) Yage Munthe (2001010074)

Jelita Sirait (1901010075) Winca Damanik (1901010074)

Tanggu Rumahorbo (2001010106) Andreas Manurung (2001010067)

Betty Sinaga (2001010097)

Dosen Pengampu, Desi Sijabat, S. Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN PEMATANGSIANTAR
PEMATANGSIANTAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , atas rahmat dan berkatNya
sehingga kami dapat membuat dan menyelesaikan tugas ini. Tugas ini disusun untuk di ajukan
sebagai tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah dengn judul “Manajemen Berbasis
Sekolah Sebagai Pusat Pemberdayaan“. Kami berterimakasih kepada Ibu Desi Sijabat, S.Pd., M.
Pd. selaku dosen mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah.

Mengenai penjelasan lebih lanjut kami memaparkannya dalam bagian pembahasan


makalah ini. Dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat, maka kami sebagai penulis
mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yan telah membantu menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk semua kalangan khususnya para pendidik.
Adapun kritik dan saran yang membangun akan kami terima.

Pematang Siantar, 25 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. I

DAFTAR ISI.............................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 5

2.1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

2.2 Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Proses Pemberdayaan

BAB III PENUTUP.................................................................................................................. 11

3.1. Kesimpulan...................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam


perekonomian, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan kaum lain yang selama
ini telah lrbih mapan kehidupannya.

Manajemen berbasis sekolah merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka


peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS di harapkan para kepala sekolah, guru,
dan personel lain di sekolah serta masyarakat setempat dapat melaksanakan pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan global.

Manajemen Berbasis Sekolah sebagai pusat pemberdayaan diharapkan mampu


meningkatkan kualitas baik sumber daya manusianya, sumber dana, meningkatkan citra diri
sekolah, serta membangun pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap hubungan sekolah
dengan lingkungannya. Manajemen berbasis sekolah sebaagai pusat pemberdayaan juga
diharaapkan menjadi alat penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran
pembuatan keputusan dan tanggung jawab.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Pengertian manajemen berbasis sekolah.

1.2.2. Pengertian manajemen berbasis sekolah sebagai proses pemberdayaan.

1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui pengertian manajemen berbasis sekolah.


1.3.2. Untuk mengetahui penegertian berbasis sekolah sebagai proses pemberdayaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.

Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan
keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah
dalam pendidikan nasional.

Nurkolis (2006: 11) mengemukakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
model pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada tingkat
sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri secara langsung.

Menurut Mulyasa (2002), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu


konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi
keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah masyarakat
dan pemerintah.

Menurut Sudarwan Danim (2005) MBS dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja
komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah, otonomi, akuntabilitas, partisipasi,
dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan penddikan dan pembelajaran secara bermutu.

Jadi menurut kami Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai proses
kerja komunitas sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan supaya lebih baik dan lebih
memadai agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama
yang erat antara sekolah, masyarakat dan poemerintah.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pengelolaan sekolah oleh komunitas


sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dalam hal ini mutu pendidikan mengacu
pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Jadi Mutu/kualitas manajemen berbasis sekolah
disini dilihat dari perspektif yang lebih luas.

Tujuan manajemen berbasis sekolah bukan mendongkrak prestasi belajar siswa,


melainkan melakukan pemberdayaan sekolah. Manajemen berbasis sekolah dikatakan berhasil
jika sekolah sudah dikelola/diberdayakan dengan baik, sementara prestasi belajar hanyalah efek
dari manajemen berbasis sekolah, bukan tujuan utama dari manajemen berbasis sekolah.

Manajemen berbasis sekolah akan berjalan dengan baik jika seluruh komunitas sekolah
ikut berpartisipasi. Komunitas sekolah disini mencakup kepala sekolah, guru, dan komite sekolah.
Komunitas sekolah tersebut, masing-masing harus memiliki tanggung jawab akan tugas pokok
dan fungsinya. Mereka bekerja bukan karena ada beban atau peraturan yang ketat. Mereka
bekerja secara efektif dan efisien dan disertai dengan niat yang ikhlas. Dengan seperti itu maka
Manajemen berbasis sekolah akan berjalan dengan lancar.

2.2. Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Proses Pemberdayaan

Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam


perekonomiannya, hak-haknya, dan mempunyai posisi yang seimbang dengan kaum lain yang
selama ini telah lebih mapan kehidupannya.

Manajemen berbasis sekolah merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka


peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS dibutuhkan para kepala sekolah, guru,
dan personel lain di sekolah serta masyarakat setempat sanggup melaksanakan pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan global.

Kindervatter (Mulyasa, 2009: 31) memberikan batasan pemberdayaan sebagai


peningkatan pemahaman manusia untuk meningkatkan kedudukannya di masyarakat yang
meliputi kondidi-kondisi berikut:

1. Akses, memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber daya dan
sumber dana;

2. Daya pengungkit, meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya;

3. Pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang terhadap berbagai pilihan;

4. Status, meningkatnya citra diri, kepuasan diri, dan memiliki perasaan yang positif atas
identitas budayanya;

5. Kemampuan refleksi kritis, menggunakan pengalaman untuk mengukur potensi


keunggulannya atas berbagai peluang pilihan-pilihan dalam pemecahan masalah;

6. Legitimasi, ada pertimbangan ahli yang menjadi justifikasi atau yang membenarkan
terhadap alasan-alasan rasional atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat;

7. Disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan untuk
orang lain; dan
8. Persepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap hubungan
dirinya dengan lingkungannya.

Kondisi-kondisi tersebut dapat dipandang sebagai hasil dari proses pemberdayaan.


Dengan perkataan lain pemberdayaan dikatakan berhasil jika pada diri halayak sasaran dapat
diamati atau dapat menunjukan keadaan permukaan (indikator) sebagaimana diatas.

Cook dan Macaulay (Mulyasa, 2009: 32) memberikan definisi pemberdayaan sebagai
“alat penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan
dan tanggung jawab". Dengan demikian, akan memdorong keterlibatan para pegawai dalam
pengambilan keputusan dan tanggung jawab. Dalam dunia pendidikan pemberdayaan ditujukan
kepada peserta didik, guru, kepala sekolah dan pegawai administrasi. Sebagai ilustrasi pada
sebuah sekolah prestasi belajar para peserta didiknya meningkat tajam karena pihak manajemen
(kepala sekolah) memberikan kewenangan yang leluasa kepada para guru untuk mengambil
peran dalam dalam pengambilan keputusan-keputusan sehubungan dengan pekerjaannya sehari-
hari. Salah satu contohnya adalah guru agama yang diberi kewenangan mengmbil keputusan dan
tindakan sehubungan dengan perilaku peserta didik. Hal tersebut menunjukkan para peserta didik
merasa puas, dan berusaha menjadi peserta didik yang berprestasi. Dengan kebijakan itu,
pengambilan keputusan terdistribusi pada seluruh staf sehingga hal-hal penting yang
membutuhkan keputusan dan tindakan cepat tidak harus menuggu keputusan dari manajemen
puncak (kepala sekolah).

Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan
produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah (manajer), para guru, dan
para pegawai. Proses yang ditempuh untuk mendapatkan hasil terbaik dan produktif tersebut
adalah dengan membagi tanggung jawab secara proporsional kepada para guru. Satu prinsip
terpenting dalam pemberdayaan ini adalah melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan
dan tanggung jawab. Melalui proses pemberdayaan itu diharapkan para guru memiliki
kepercayaan diri (self-reliance).

Dalam MBS, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat
mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Pada sisi lain, untuk memberdayakan
sekolah harus pula ditempuh upaya-upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat
setempat, disamping mengubah paradigm pendidikanyang dimiliki oleh para guru dan kepala
sekolah. Para guru dan kepala sekolah perlu lebih dahulu tahu, memahami akan hakikat, manfaat,
dan proses pemberdayaan peserta didik. MBS sebagai proses pemberdayaan merupakan cara
untuk membangkitkan kemauan dan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan mengontrol
diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan.
Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap. Tahap Pertama, masyarakat
mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk dapat
meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja
lebih baik. Tahap Kedua, mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan
mengalami peningkatan kepercayaan diri. Tahap Ketiga, seiring tumbuhnya keterampilan dan
kepercayaan diri, masyarakat bekerja sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan
dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka.

Ada delapan langkah pemberdayaan dalam kaitannya dengan MBS (Mulyasa, 2009:33),
yaitu:

1. Menyusun kelompok guru sebagai penerima awal atas rencana program pembedayaan;

2. Mengidentifikasi dan membangun kelompok peserta didik di sekolah;

3. Memilih dan melatih guru dan tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam
implementasi manajemen berbasis sekolah;

4. Membentuk dewan sekolah, terdiri dari unsur sekolah, masyarakat di bawah pengawasan
pemerintah daerah;

5. Menyelenggarakan pertemuan para anggota dewan sekolah;

6. Mendukung aktivitas kelompok yang tengah berjalan;

7. Mengembangkan hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat;

8. Menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi.

Menurut Mulayasa (2009: 33-34) ada 4 hal yang perlu diperhatikan untuk memahami dan
menerapkan MBS sebagai proses pemberdayaan, seperti:

1. Pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk


memegang kontrol (atas diri dan lingkungan); dengan memperhatikan prinsip, a) melakukan
pembangunan yang bersifat lokal, b) mengutamakan dan merupakan aksi sosial, c) menggunakan
pendekatan organisasi kemasyarakatan setempat.

Adanya kesamaan dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja; dengan memperhatikan
prinsip,

a) Manajemen yang swakelola oleh para guru dan kepala sekolah,


b) Kepemilikan oleh masyarakat (tumbuhnya rasa memiliki pada masyarakat terhadap
program sekolah),
c) Pemantauan langsung oleh pemerintah daerah,
d) Tumbuhnya rasa kebersamaan (collectives),
e) Bekerja secara kolaborasi antara berbagai pihak yang berkepentingan dengan sekolah,
baik dari pihak sekolah, masyarakat, pemerintah, lembaga swasta, maupun pihak lain.

3. Menggunakan pendekatan partisipatif, dengan memperhatikan prinsip, a) merumuskan


tujuan bersama, antara sekolah dan masyarakat, b) menyikapi proses peluncuran program MBS
sebagai sebuah proses dialog, dan c) melakukan pembangunan sendiri.

4. Pendidikan untuk keadilan, ada beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan,

a) Mengembangan kesadaran kritis,


b) Membangun metode diskusi dalam kelompok kecil,
c) Menggunakan stimulus berupa masalah-masalah,
d) Menggunakan sarana, seperti permainan, sebagai alat untuk membantu masyarakat
melihat kembali dan membuat refleksi tentang realitas yang dihadapi,
e) Memusatkan perhatian pada pengembangan sistem sosial daripada individu- individu,
f) Mengutamakan penyelesaian konflik secara menang-menang (win-win sollution),
g) Menjalin hubungan antar manusia yang bersifat non-hirarkhis, termasuk melalui
dialog dan pembagian kepemimpinan, dan
h) Menggunakan fasilitator yang komit terhadap pembebasan.

Karakteristik pemberdayaan Kindervatter (1979:34) yang disebutnya bahasa orang awan


(commonalities).

1. Penyusunan kelompok kecil; pemberdayaan menekankan aktivitas dalam kelompok kecil yang
mandiri. Kelompok-kelompok yang tumbuh secara alamiah barangkali akan menguat atau
terbentuk dengan basis interes-interes masyarakat. Koalisi juga perlu dibentuk di antara para
anggota kelompok.

2. Pengalihan tanggung jawab; dalam manajeen berbasis sekolah terjadi pengalihan dari
pemerintah kepada sekolah untuk memberdayakan diri dan lingkungannya. Dalam tahap-tahap
awal kegiatan, masyarakat barangkali agak malas atau enggan untuk terlibat. Namun,
pengalaman yang positif akan menanggulangi kemalasan tersebut.

3. Pimpinan oleh para partisipan; dengan latihan mengontrol atau mengambil keputusan dalam
tingkat yang tinggi (akan) mendorong semua aspek aktivitas organisasi. Kepemimpinan dan
pemimpin akan muncul secara alamiah atau dengan dipilih oleh masyarakat sendiri.

4. Guru sebagai fasilitator; guru sebagai fasilitator merupakan pembimbing proses, orang sumber,
orang yang menunjukkan dan mengenalkan kepada peserta didik tentang masalah-masalah yang
dihadapi. Komitmen guru dan kepala sekolah sebagai fasilator adalah terhadap keberhasilan
tujuan pemberdayaan dan melaksanakan peran besarnya sebagai pendukung masyarakat agar
bisa bekerja secara mandiri .
5. Proses bersifat demokratis dan hubungan kerja yang luwes; segala sesuatu dalam manajemen
berbasis sekolah dirundingkan bersama dalam kedudukan yang sedeajat dan diputuskan melalui
pemungutan suara atau musyawarah (konsensus). Peranaan dan tanggung jawab dibagi merata.
Dalam beberapa kasus, partisipan tidak tahu bagaimana bertingkah laku secara kooperatif dan
demokratis. Namun, hal itu akan diperolehnya melalui belajar.

6. Merupakan integrasi antara refleksi dan aksi; pengalaman dan masalah-masalah yang dimiliki
para partisipan akan menghasilkan focus. Analisis terhadap aksi dan reaksi secara bersama
mendorong ke arah perubahan yang melibatkan setiap orang pada berbagai resiko pemecahan
masalah, perencanaan, pengembangkan ketrampilan dan pertentangan.

7. Metode yang mendorong kepercayaan diri; metode yang digunakan bersifat meningkatkan
keterlibatan aktif, dialog, dan aktivitas kelompok secara mandiri.

8. Meningkatkan derajat kemandirian social, ekonomi dan politik sebagai hasil proses
pemberdayaan kedudukan patisipan dalam masyarakat meningkat dalam hal-hal khusus tertentu.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai proses kerja komunitas
sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan supaya lebih baik dan lebih memadai
agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat
antara sekolah, masyarakat dan poemerintah.

2. Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam


perekonomiannya, hak-haknya, dan mempunyai posisi yang seimbang dengan kaum lain yang
selama ini telah lebih mapan kehidupannya. Manajemen berbasis sekolah juga merupakan
konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah.
Dengan MBS dibutuhkan para kepala sekolah, guru, dan personel lain di sekolah serta
masyarakat setempat sanggup melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
global.

Menurut mulyasa 2009:33 ada delapan langkah pemberdayaan yang berkaitan dengan MBS.
Yaitu, a Menyusun kelompok guru sebagai penerima awal atas rencana program pembedayaan; b.
Mengidentifikasi dan membangun kelompok peserta didik di sekolah; c. Memilih dan melatih
guru dan tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam implementasi manajemen
berbasis sekolah; d. Membentuk dewan sekolah, terdiri dari unsur sekolah, masyarakat di bawah
pengawasan pemerintah daerah; e. Menyelenggarakan pertemuan para anggota dewan sekolah; f.
Mendukung aktivitas kelompok yang tengah berjalan; j. Mengembangkan hubungan yang
harmonis antara sekolah dan masyarakat; h. Menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Suparman,Eman. 2001. Manajemen Pendidikan Masa Depan. Tersedia


di : http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_Tertulis/08_2001/manajemen_pendidikan_ma
sa_depan.html. [30 Agustus 2007].

Rekdale, Phlip. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Tersedia di : http://school-


development.com/indexi.html [30 Agustus 2007].

Hardi, Kustrini. 2005. Implementasi Konsep MBS di Sekolah. Tersedia di http://www.mail-


archive.com/ppi@freelists.org/msg22502.html [30 Agustus 2007].

https://www.kompasiana.com/meidah/apa-mbs-itu_55009bcba3331123705116c6

Anda mungkin juga menyukai