Anda di halaman 1dari 25

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Book Report

Dosen Pengampu :

Dra. Yusna Melianti M.H

Disusun Oleh :

RINI ANGELIA

(2173342026)

KELAS A / 2017

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


JURUSAN SENDRATASIK
PRGRAM STUDI PENDIDIKAN MUSIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report (CBR) yang
berjudul “Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani” dengan lancar. CBR
ini penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, semester
enam.
Dalam pembuatan CBR ini, penulis berterima kasih kepada Seluruh pihak yang sudah
memberikan bimbingannya untuk tugas CBR ini sehingga dapat selesai dengan baik dan berjalan
dengan lancar. Adapun CBR ini penulis buat berdasarkan informasi yang ada.
Penulis juga menyadari bahwa tugas CBR ini masih banyak kekurangan oleh karena itu
penulis minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas CBR ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi pembaca.
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Informasi Bibliografi


1.Judul : Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani
2.Penulis : Sarbaini Saleh, S. Sos., M.Si
3.ISBN : ISBN 978-602-8208-26-0
4.Penerbit : Citapustaka Media Perintis
5.Tahun terbit : Juni 2010
6.Urutan cetak : Cetakan kedua
7.Tebal buku : 202 halaman

Buku Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani ini merupakan


buku hasil revisi yang kedua tahun 2010 dari buku pendidikan kewarganegaran yang
terdahulu yaitu cetakan pertama Tahun 2008. Buku Pendidikan Kewarganegaraan:
Mewujudkan Masyarakat Madani ini disusun untuk membantu para peminat pendiidkan,
teoritis, dan praktisi di bidang pengajaran baik bagi pada mahasiswa (calon guru) maupun
bagi guru atau dosen untuk meningkatkan kelenturan dalam mengelola pembelajaran, serta
juga untuk para relawan yang menghendaki untuk mengabdi dalam dunia pendidikan dan
kepengajaran agar lebih professional.

1.2 Tujuan Penulisan CBR

· Menambah wawasan pembaca mengenai PKN


· Meningkatkan motivasi pembaca dalam melahirkan jiwa masyarakat yang madani
melalui tugas ini
· Menguatkan pemahaman pembaca mengenai betapa pentingnya mempelajari Pendidikan
Kewarganegaraan dalam kaitannya Mewujudkan Masyarakat Madani

1.3 Manfaat Penulisan CBR

· Agar pembaca tanggap terhadap hal-hal penting yang ada didalam bab ini
· Menjadi salah satu referensi buku untuk para mahasiswa yang dipersiapan untu
menjadi guru.
· Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
· Melatih Kemampuan penulis dalam mengkritisi suatu buku.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Ringkasan Buku Yang Dikritisi

BAB I : DASAR DAN IDEOLOGI NASIONAL

A. Pancasila sebagai Filsafat dan Dasar Negara


Pancasila yang terdiri dari lima sila sudah tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada
alinea keempat dan diperuntukkan sebagai dasar negara RI. Meskipun dalam pembukaan
UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata pancasila, namun sudah ada dikenal
luas bahwa lima sila yang dimaksudkan adalah pancasila yang sejatinya dimaksudkan sebagai
dasar negara.
1. Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
Mengacu kepada pemikiran filsafati, keberadaan pancasila sebagai filsafat pada
hakikatnya merupakan suatu nilai (Kaelan, 2000). Rumusan pancasila sebagaimana yang
terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV adalah sebagai berikut :
· Ketuhanan yang maha esa
· Kemanusiaan yang adil dan beradab
· Persatuan indonesia
· Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan
· Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
2. Perwujudan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara
Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai
perwujudan nilai. Sedangkan nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma.
Pada gilirannya yang tampak dalam kehidupan dan melingkari kehidupan kita adalah
norma. Dalam hal ini norma yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari ada empat macam,
yang mencakup :
a. Norma Agama
Norma ini disebut juga dengan norma religi atas kepercayaan. Norma kepercayaan atau
keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap kewajiban
manusia kepada tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah ajaran-ajaran
kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah tuhan.
b. Norma Moral (etik)
Norma moral atau etik adalah norma yang paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana
kita menilai seseorang. Norma kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu
karena menyangkut kehidupan pribadi.
c. Norma Kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata krama, atau norma fatsoen.
Maka norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan bersama, kepatuhan, atau kepantasan
yang berlaku dalam masyarakat.
d. Norma Hukum
Norma hukum berasal dari kekuasaan luar dari diri manusia yang memaksakan kepada kita.
Masyarakat secara resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan
hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi
untuk menjatuhkan hukuman.
BAB II : HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Negara sebagai suatu entitas adalah sesuatu yang abstrak. Adapun yang tampak sebagai
keberadaannya adalah unsur-unsur negara yang berupa rakyat, wilayah, dan pemerintah.
Karena itu salah satu unsur dari negara adalah rakyat. Pemahaman yang baik mengenai
hubungan antara warga negara dengan negara sangat penting untuk mengembangkan
hubungan yang harmonis, konstruktif, produktif, dan demokratis dalam tatanan sosial dan
kenegaraan.
A. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan
1. Warga Negara
Warga diartikan sebagai anggota atau peserta. Jadi, warga negara secara sederhana
diartikan sebagai anggota dari suatu negara. Sedangkan istilah warga negara merupakan
terjemahan kata citizen (bahasa inggris) yang mempunyai arti sebagai berikut:
a. Warga negara.
b. Petunjuk dari sebuah kota.
c. Sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air.
d. Bawahan atau kawula.
2. Kewarganegaraan
Kewarganegaraan (citizenship) artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan ikatan
antara negara dengan warga negara. Istilah kewarganegaraan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut:
a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis
1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanyaikatan hukum antara warga
negara dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu.
Tanda dari adanya ikatan hukum, misalnya akat kelahiran, surat pernytaan, bukti
kewarganegaraan
2. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan
emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan
tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara yang
bersangkutan.

B. Kedudukan Warga Negara dalam Negara


Hubungan antar warga negara dengan negara terwujud dalam bentuk hak dan kewajiban
antara keduanya. Warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya.
1. Penentu Warga Negara
Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal dua asas ius
soli dan ius sanguinis. Ius artinya hukum atau dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya
negeri atau tanah. Sanguinis bersal dari kata sanguis yang artinya darah.
a. Asas Ius Soli
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana
orang tersebut dilahirkan.
b. Asas Ius Sanguinis
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan
dari orang tersebut.
Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek
perkawinan yang mengcakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
a. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami isteri adalah suatu ikatan
yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat
b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan
status kewarganegaraan suami atau istri.

C. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia


1. Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara
Secara teori, status warga negara meliputi status pasif, aktif, negatif, dan positif. Peranan
warga negara juga meliputi peranan yang pasif, aktif, negatif, dan positif.
Di Indonesia, hubungan antara warga negra dengan negara telah diatur dalam UUD
1945. Hubungan antara warga negara dengan negara Indonesia digambarkan dengan baik
dalam peraturan mengenai hak dan kewajiban. Baik itu hak dan kewajiban warga negara
terhadap negara maupun hak dan kewajiban negara terhadap warganya. Ketentuan
selanjutnya mengenai hak dan kewajiban warga negara diberbagai bidang terdapat dalam
peraturan perundaang-undangan dibawah undang-undang dasar.
BAB III : KONSEP DASAR DEMOKRASI

A. Hakikat Demokrasi
1. Pengertian Etimologis Demokrasi
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari Bahasa Yunani yaitu
demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan.
Jadi, secara bahasa, demos-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau
kekuasaan rakyat.
2. Pengertian Terminologis Demokrasi
Dari sudut terminology, banyak sekali defenisi demokrasi yang dikemukakan oleh
beberapa ahli politik. Masing-masing memberikan defenisi dari sudut pandang yang berbeda.
Menurut Harris Soche Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu
kekuasaan pemerintah itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak
bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya
dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.

3. Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan


Demokrasi pada masa lalu dipahami hanya sebagai bentuk pemerintahan. Demokrasi
adalah salah satu bentuk pemerintahan. Tetapi sekarang ini demokrasi dipahami lebih luas
lagi sebagai sistem pemerintahan atau politik. Konsep demokrasi sebagai bentuk
pemerintahan berasal dari para filsuf Yunani. Dalam pandangan ini, demokrasi merupakan
salah satu bentuk pemerintahan.

B. Demokratisasi
Di samping kata demokrasi, dikenal juga istilah demokratisasi. Demokratisasi adalah
penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada ssetiap kegiatan politik
kenegaraan. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik yang bercirikan demorasi.
Demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju pada sistem pemerintahan yang lebih
demokratis.

C. Demokrasi di Indonesia
1. Demokrasi Desa
Demokrasi desa memiliki 5 (lima) unsur atau anasir, yaitu:
a. Rapat;
b. Mufakat;
c. Gotongroyong;
d. Hak mengadakan protes bersama, dan
e. Hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut.

2. Demokrasi Pancasila
Demokrasi pancasila dapat diartikan secara luas maupun sempit, sebagai berikut:

a. Secara luas demokrasi pancasila berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada nilai-
nilai pancasila dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial.
b. Secara sempit demokrasi pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan
menurut hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

BAB IV : HAKIKAT NEGARA HUKUM


A. Pengertian dan Tujuan Negara
Istilah Negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state (Inggris), staat
(Belanda dan Jerman) atau etat (Prancis). Kata-kata tersebut berasal dari kata Latin status
atau statum yang memiliki pengertian tentang keadaan yang tegak dan tetap. Pengertian
status atau statum lazim diartikan dalam bahasa Inggris dengan standing atau station
(kedudukan). Istilah ini sering pula dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup antar
manusia yang biasa disebut dengan istilah status civitatis atau status republicae. Dari
pengertian yang terakhir inilah kata status selanjutnya dikaitkan dengan kata Negara.
Sedangkan secara terminologi, Negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara
satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-citauntuk bersatu, hidup di dalam suatu
kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai
konstitutif dari sebuah Negara yang paling galibnya dimiliki oleh suatu Negara berdaulat:
masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
Sebagai sebuah organisasi kekuasaan dari kumpulan orang-orang yang mendiaminya,
Negara harus memiliki tujuan yang disepakati bersama. Tujuan sebuah Negara dapat
bermacam-macam, antara lain;
a. Bertujuan untuk memperluas kekuasaan.
b. Bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum.
c. Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum.

Sementara itu, dalam konsep dan ajaran Negara Hukum, tujuan Negara adalah
menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum.
Dalam Negara hukum segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan atas
hukum. Semua orang tanpa kecuali harus tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang
berkuasa dalam Negara itu (government no by man but by law = the rule of law).

B. Unsur-unsur Negara
dalam rumusan Konvensi Montevideo tahun 1933 disebut bahwa suatu Negara harus
memiliki 3 (tiga) unsur penting, yaitu rakyat, wilayah dan pemerintahan. Tiga unsur ini perlu
ditunjang dengan unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia internasional
yang oleh Mahfud disebut dengan unsur deklaratif.
Untuk lebih jelas memahami unsur-unsur pokok dalam Negara ini, akan dijelaskan masing-
masing unsur tersebut:
a. Rakyat
Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu Negara adalah sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
Tidak bisa dibayangkan jika ada suatu Negara tanpa rakyat. Hal ini mengingat rakyat atau
warga Negara adalah substratum personil dari Negara.
b. Wilayah
Wilayah adalah unsur Negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada Negara tanpa
ada batas-batas territorial yang jelas. Secara umum wilayah dalam sebuah Negara biasanya
mencakup daratan, perairan (samudra, laut dan sungat) dan udara. Dalam konsep Negara
modern, masing-masing batas wilayah tersebut di atur dalam perjanjian dan perundang-
undangan internasional.
c. Pemerintah yang berdaulat
Yaitu adanya penyelenggara Negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan
pemerintahan di Negara tersebut. Pemerintah tersebut memiliki kedaulatan baik ke dalam
maupun ke luar. Kedaulatan ke dalam berarti Negara memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh
rakyatnya. Kedaulatan ke luar artinya Negara mampu mempertahankan diri dari serangan
Negara lain.

C. Konsep Negara Hukum


1. Konstitusi dan Konstitusionalisme
Negara adalah sesuatu organisasi kekuasaan yang terdiri atas unsur rakyat (penduduk),
wilayah dan pemerintah. Pemerintah adalah salah satu unsur Negara, wilayah dan
pemerintah. Pemerintah adalah salah satu unsur Negara. Pemerintahlah yang
menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas demi terwujudnya tujuan bernegara.
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar rakyat serta kekuasaan yang
terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan bernegara yang umumnya disebut konstitusi
(hukum dasar Negara). Konstitusi atau undang-undang dasar Negara mengatur dan
menetapkan kekuasaan Negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan Negara efektif untuk
kepentingan rakyat serta tercegah dari penyalahgunaan kekuasaan. Konstitusi dianggap
sebagai jaminan yang paling efektif bahwa kekuasaan pemerintahan tidak akan
disalahgunakan da hak-hak warga Negara tidak dilanggar.

D. Ciri-ciri Negara Hukum


Negara hukum yang muncul pada abad ke-19 adalah Negara hukum formil atau Negara
hukum dalam arti sempit. Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa Negara bukan
merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of law. Istilah Rechtsstaat diberikan
oleh para ahli hukum Eropa Continental sedang istilah Rule of law diberikan oleh para ahli
hukum continental memberikan ciri-ciri Rechtsstaat sebagai berikut:
a. Hak asasi manusia
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa
dikenal sebagai Trias Politika.
c. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan.
d. Peralihan administrasi dalam perselisihan.
Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberi ciri-ciri Rule of law
sebagai berikut.
a. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang
hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang satau keputusan pengadilan.
Ciri-ciri Rechtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep Negara
hukum formil atau Negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa
peranan pemerintah hanya sedikit, karena ada dalil bahwa “Pemerintah yang sedikit ada
pemerintah yang baik”.
Disamping perumusan ciri-ciri Negara hukum seperti di atas, ada pula berbagai pendapat
mengenai ciri-ciri Negara hukum yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Montesquieu,
Negara yang paling baik adalah Negara hukum, sebab di dalam konstitusi di banyak Negara
terkandung tiga inti pokok, yaitu:
a. Perlindungan HAM
b. Ditetapkannya ketatanegaraan suatu Negara, dan
c. Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ Negara.
BAB V : HAK ASASI MANUSIA

A. Pendahuluan
Islam adalah agama Wahyu yang ajarannya menjadi rahmat bagi sekalian alam
(rahmatan lil’alamin). Sebagai agama Wahyu, ajaran Islam mengatur seluruh aspek
kehidupan baik individu dan masyarakat, duniawi dan ukhrawi, maupun jasmani dan rohani.
Dalam hal ini, tujuan penerapan ajaran dan hukum Islam adalah untuk keselamatan jiwa,
badan, harta dan masyarakat.
Dalam dataran pengalaman agama Islam, umat senantiasa berhadapan dengan berbagai
persoalan kehidupan dari waktu ke waktu. Bahkan Islam juga berkembang, mengalami
pasang surut di pentas sejarah. Sampai kini, kemajuan zaman ditandai dengan fenomena
global yang memunculkan berbagai isu mencakup; kerusakan lingkungan, pasar bebas,
penerapan IPTEK yang canggih, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
B. Islam dan HAM
Istilah Hak Asasi Manusia mulai popular setelah adanya Universal Declaration of
Human Right yang disetujui Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. Suatu standar
pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua bangsa, berkaitan dengan hak
dasar manusia (Nickel, 1996).
Menurut pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan politik meliputi:
1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi,
2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan,
3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berprikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan,
4. Hak untuk memperoleh pengakuaan hukum dimana saja secara pribadi,
5. Hak untuk pengmpunan hukum secara efektif,
6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-wenang,
7. Hak peradilan yang independen dan tidak memihak.
Adapun hak ekonomi, sosial dan budaya meliputi :
1. Hak atas jaminan sosial,
2. Hak untuk bekerja,
3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama,
4. Hak untuk bergabung kedalam serikat-serikat buruh.

C. Islam dan Perdamaian


Islam bukan merupakan agama yang tertutup dan dimonopoli oleh satu bangsa saja,
tetapi merupakan agama yang terbuka bagi semua orang yang mencari dan meyakini
kebenaran. Ia merupakan agama universal bagi seluruh umat manusia yang hidup di segala
tempat dan waktu. Karena itu adalah kewajaran bahwa Islam memperhatikan pentingnya
menata kehidupan yang penuh perdamaian di seluruh penjuru dunia dan di segala waktu.
Perdamaian tidak mungkin terwujud dalam suatu negara bila perdamaian individu tidak
pernah diciptakan. Menurut Qutub (dalam Ali, dkk, 1988), secara konsepsional ada beberapa
tingkatan perdamaian, yaitu:
1. Perdamaian di dalam kesadaran hati nurani manusia. Ini merupakan sendi yang paling
dasar dalam kerangka susunan perdamaian umat manusia.
2. Perdamaian dalam keluarga, yang merupakan hubungan yang pertama dan paling
sederhana bagi manusia.
3. Perdamaian dalam masyarakat baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam hubungan
tetap antar warga negara.
4. Perdamaian seluruh dunia yang menjamin keselamatan, manusia seluruhnya.
Untuk menegakkan perdamaian secara seutuhnya, maka diperlukan dukungan sikap adil
dalam perilaku bermasyarakat. Adil adalah perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya. Pengertian inilah yang didefinisikan
dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya, atau memberi pihak lain haknya melalui jalan
yang terdekat. Lawannya adalah kezaliman dalam arti pelanggaran terhadap hak-hak pihak
lain. Keadilan seperti inilah melahirkan keadilan sosial (Shibab, 1996).

BAB VI : KETAHANAN NASIONAL


Bertitik tolak dari bagan paradigma ketatanegaraan nasioanl, maka Ketahanan Nasional
(Tannas) merupakan satu dari konsepsi politik ketatanegaraan Republik Indonesia.
A. Pengertian Ketahanan Nasional
Setidaknya tidak ada tiga perspektif atau sudut pandang terhadap konsepsi ketahanan
nasional. Ketiga perspektif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut,
1. Ketahanan nasional sebagai kondisi. Perspektif ini melihat ketahanan nasional sebagai
suatu penggambaran atas keadaan yang seharusnya dipenuhi.
2. Ketahanan nasional sebagai sebuah pendekatan, metode atau cara dalam menjalankan suatu
kegiatan khususnya pembangunan negara. Dalam perspektif ini, sebagai suatu pendekatan,
ketahanan nasional menggambarkan pendekatan yang integral.
3. Ketahanan nasional sebagai doktrin. Ketahanan nasional merupakan salah satu konsepsi
khas Indonesia yang berupa ajaran konseptual tentang pengaturan dan penyelenggaraan
kehidupan bernegara.
B. Perkembangan Konsep Ketahanan Nasional di Indonesia
1. Sejarah Lahirnya Ketahanan Nasional
Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an khususnya pada
kalangan militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama SESKOAD (Sunardi,
1997). Pada masa itu adalah sedang meluasnya pengaruh komunisme yang berasal dari
negara Uni Soviet dan Cina. Pengaruh komunisme menjalar sampai kawasan Indo Cina
sehingga satu persatu kawasan Indo Cina menjadi negara komunisme seperti Laos, Vietnam,
dan Kamboja. Bahkanm infiltrasi komunis mulai masuk ke Thailad, Malaysia, dan Singapura.
Akankah efek domino itu akan terus menjalar ke Indonesia? Maka muncul kecemasan di
kalangan penyelenggaraan negara dalam menangkal pengaruh komunisme melalui doktrin
atau konsepsi kenegaraan yang tangguh.

BAB VII : MASYARAKAT MADANI


A. Sejarah Masyarakat Madani
Wacana masyarakat madani merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan
sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan
feodal menuju kehidupan masayarakat industri kapirtalis. Jika dicari akar sejarahnya dari
awal, maka perkembagan wacana masyarakat madani dapat dipahami mulai dari Cicoro
sampai Antonio Grsamsel dan de Tbquiville.
Istilah kolonia politike yang dikemukakan oleh Aritoteles ini digunakan untuk
menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara di dalam
berkedudukan sama di depan hukum. Dalam hal ini hukum sendiri dianggap etos, yakni
seperangkat nilai yang disepakati tidak hanya berkaitan dengan prosedur politik, tetapi juga
sebagai substansi dasar kebijakan (virtue) dari berbagai bentuk interaksi di antara warga
negara.
Sementara Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai “masyarakat borjuis”
dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupkan kendala bagi
pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk
mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Sedangkan Antonio Gramsci memahami masyarakat
madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis.
Berdasarkan pada berbagai model pengembangan masyarakat madani di atas, model
Grammsci dan Toquiville telah menjadi inspirasi gerakan pro dan demokrasi di Eropa Timur
dan Tengah sekitar akhir dasawarsa 80-an. Pengalaman Eropa Timur dan Tengah tersebut
membuktikan bahwa justru dominasi negara atas masyarakatlah yang melumpuhkan
kehidupan sosial mereka.
B. Pengertian Mayarakat Madani
Dalam mendefiniskan istlilah (term) masyarakat madani ini sangat bergantung kepada
konsidi sosio-kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani
merupakan bangunan istilah yang lahir dari sejarah pergulatan masayarakat Eropa.
Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar belakang kajiannya
pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet. Tokoh ini menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan masyarakat madani merupakan suatu masayarakat yang berkembang dari sejarah
yang menghandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung,
bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
Kedua, yang digambarkan oleh Han Sung Joo dengan latar belakang kasus Korea
Sekatan. Joo, mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangak hukum
yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela, suatu ruang
publik, yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, suati runag lingkup, yang mampu
mengandalikan diri dan independen yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan
budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta gilirannya akan tercipta
kelompok inti dalam civil society.
Ketiga, definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk juga dalam konteks Korea
Selatan. Dikemukakannya bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah suatu
satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan
gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara yang merupakan
satuan-satuan dasar dari (re) produksi dan masayarakat politik yang guna menyatakan
kepedulian mereka memajukan kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip
pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Akan tetapi secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa
masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri sendiri
secara mandiri di hadapan penguasa dan negara memiliki ruang publik (public share) dalam
mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan
aspirasi dan kepentingan publik.
Dalam konteks pemikiran lain, Simuh (2000: 136) menjelaskan ciri masyarakat madani,
dijelaskannya sebagai berikut:
1. Bahwa budaya itumerupakan krida dari cipta, rasa dan karsa, manusia, maka buaya madani
adalah didukung oleh niali cipta (rasio, teori) yang kuat.
2. Ciri kedua suatu pola budaya yang kuat nilai rasio atau nalarnya adalah berwatak progresif,
yakni melahirkan budaya yang rasional dinamis.
3. Ciri yang ketiga adalah bersifat egalitarian, yakni menghargai bahwa setiap orang punya
derajat yang sama dan harus bersikap mandiri dan mengharagai perbedaan.

C. Karakteristik Masyarakat Madani


Suatu masyarakat dibangun atas beberapa prinsip yang berkenaan dengan ciri-ciri
sebagai bagian tak terpisahkan dengan keberadaan suatu masyarakat. Dalam hal ini, ada
beberapa karakteristik masyarakat madani, anatar lain:
1. Free Public Sphere
Adapun yang dimaksud dengan free public sphere adalah adanya ruang publik yang
bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Karena dengan menafikan adaya ruang
publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan kebebasan
warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum
oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
2. Demokratis
Demokratis merupakan satu intitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, di
mana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk
menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengann lingkungannya.
Penekanan demokrasi (demokratis) di sini dapat mencakup sebagi bentuk aspek kehidupan
seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
3. Toleran
Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani menunjukkan
sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi
ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang
berbeda.
4. Pluralisme
Sebagai sebuah prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus
dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang mengahrgai
dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari.
5. Keadilan Sosial (Social Justice)
Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang
proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek
kehidupan.

D. Pengembangan Masyarakat Madani


Adapun yang dimaksudkan dengan pengembangan masyarakat madani adalah suapaya
mewujudkan cita-cita dan karakteristik masyarakat yang diinginkan benar-benar terwujud.
Oleh sebab itu, ada lembaga-lembaga yang diperlukan dan berfungsi mengkritisi kebijakan-
kebijakan penguasa agar tidak menyimpang dari cita-cita masyarakat madani.
Dengan demikian, diperlukan kehadiran Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM), Pers,
supermasi hukum, perguruan tinggi dan partai politik.
BAB III KAJIAN PUSTAKA

3.1 Latar Belakang Masalah yang akan dikaji


Membaca adalah kegiatan yang sangat mendatangkan banyak manfaat. Mereka yang
gemar membaca buku akan mendapatkan banyak informasi sehingga memperluas wawasan
dan pengetahuan mereka serta mempunyai kecenderungan bijak untuk menghadapi
permasalahan. Selain membaca, pembaca juga seharusnya memiliki kemampuan atau
keterampilan dalam mengulas buku baik secara sederhana hingga secara utuh dan kompleks.
Resensi buku berasal dari bahasa Latin yaitu revidere yang artinya pertimbangan atau
pembicaraan tentang buku. Dalam KBBI disebutkan bahwa resensi merupakan ulasan buku.
Jadi resensi adalah uraian singkat mengenai isi suatu buku, majalah, novel, drama atau film.
Adapun tindakan meresensi adalah memberikan suatu penilaian, membahas, mengkritik atau
mengungkapkan kembali isi di dalamnya.
Menulis resensi berarti menyampaikan informasi mengenai ketepatan buku bagi
pembaca. Ulasan dikaitkan dengan selera pembaca dalam upaya memenuhi kebutuhan akan
bacaan yang dapat dijadikan acuan bagi kepentingannya.
Tujuan meresensi adalah untuk memberikan suatu pemahaman dan informasi secara
komprehensif kepada masyarakat atau pembaca tentang isi buku yang diresensi dan mengajak
pembaca untuk mendiskusikanlebih jauh tentang masalah yang ada dalam buku.
Resensi memberikan gambaran umum bagi pembaca terkait dengan buku dan memuat
deskripsi buku baik judul hingga sistematika penyusunan buku. Resensi dapat juga berupa
sinopsis atau cuplikan dari keseluruhan buku yang dapat mempermudah pembaca dalam
mengetahui dan memahami buku secara utuh.
Dengan melakukan resensi pada buku maka dapat dilihat kelebihan maupun kelemahan
buku, juga melakukan ulasan terhadap buku agar pembaca dapat mengetahui isi buku tanpa
harus membaca buku secara keseluruhan. Dengan menggunakan resensi juga dapat diketahui
bagaimana cara mengatasi atau memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam buku
sebaliknya, meningkatkan kualitas buku melalui perbaikan-perbaikan. Dengan melakukan
resensi, selain dapat diketahui kelebihan dan kelemahan namun juga dapat dilihat buku secara
deskriptif dan informatif.

3.2 Permasalahan yang akan dikaji


Dalam sebuah buku sudah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan didalamnya. Untuk
itu diperlukan resensi sebagai perbandingan buku untuk melihat kelebihan dan kekurangan
tersebut serta memperbaikinya. Buku yang dibandingkan adalah buku Sarbaini Saleh,
S.Sos.,M.Si yang berjudul Pendidikan Kewarganegaraan Mewujudkan Masyarakat
Madani yang diterbitkan pada tahun 2010 dan buku Drs. Payerli Pasaribu, M, Si. yang
berjudul Pendidikan Kewarganegaran yang diterbitkan pada tahun 2016.
Kita bisa melihat bahwa kedua buku tersebut diterbitkan pada tahun yang berbeda.
Apakah dengan perbedaan tahun terbit tersebut menjadi pengaruh perbandingan signifikan
dalam kualitas penulisan maupun kualitas isi. Penulisan perbandingan tidak sebatas pada isi
buku saja, tetapi sistematika penulisan, gaya bahasa, bahkan ilustrasi hal-hal intrinsik buku.
Serta penulis memban

3.3 Kajian teori yang digunakan/konsep yang digunakan


Kajian teori atau konsep yang digunakan dalam menganalisis buku Pendidikan
Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani adalah Studi Literatul yaitu cara yang
dipakai untuk menghimpun data-data atau sumber-sumber yang berhubungan dengan topik
yang diangkat dalam suatu penelitian. Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber,
jurnal, buku dokumentasi, internet dan pustaka.

3.4 Metode yang digunakan


Metode yang digunakan dalam menganalisis buku Pendidikan Kewarganegaraan:
Mewujudkan Masyarakat Madani adalah metode kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang
bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis . Proses dan makna (perspektif
subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

3.5 Analisis Critical book report


BAB I
· Dalam buku yang menjadi panduan yaitu buku Pendidikan Kewarganegaraan:
Mewujudkan Masyarakat Madani struktur bukunya sudah baik dan tersusun dengan rapi,
hanya saja cara penulisan dalam buku ini masih kurang rapi karena masih banyaknya
penulisan kata yang salah dan peletakan tanda bacanya kurang tepat, penjelasan dalam
penyajian materi juga sudah baik karena telah dijelaskan secara terperinci dan telah
menggunakan pendapat dari beberapa ahli mulai dari ahli dalam negeri maupun luar negeri
walaupun masih banyak menggunakan kata-kata yang sukar untuk dimegerti yang membuat
pembaca untuk sedikit lambat dalam memahaminya.
· Didalam buku ini juga diberikan beberapa contoh ketika menjelaskan beberapa materi
agar lebih jelas atau agar membuat si pembaca cepat menalar. Sedangkan di buku
pembanding pada buku Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi (Modul Pembelajaran) di
dalam pembahasan Modul 2 struktur juga sudah baik dan materi yang dijelaskan juga baik
walau masih ada beberapa materi yang kurang lengkap, cara penulisannya dalam buku ini
masih sama seperti buku utama yaitu masih banyak kesalahan dalam penulisan kata-kata dan
peletakan tanda baca juga masih ada yang salah, namun walaupun begitu dalam buku ini
penjelasan yang di buat oleh pengarah lebih mudah untuk dipahami oleh pembaca dari pada
buku utama dan pada penjelasan terdapat juga contoh yang diberikan pengarang untuk
memperjelas bacaan.
· Dalam buku ini pengarah juga memberikan pengertian dan teori dari beberapah ahli
seperti buku utama tadi.
BAB II
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, Sudah baik di dalam
memaparkan isi bab ini, sehingga pembaca dapat mengerti tentang isi bab ini. Sedangkan
dalam jurnal pembahasan tentang bab yang terkait sudah baik tetapi kurang meluas.
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan di dalam jurnal, ada
beberapa pendapat ahli dan Undang-undang yang terkait dalam isi bab ini. Sehingga pembaca
dapat menyimpulkan penjelasan dari beberapa ahli dan Undang-undang tersebut.
· Penulisan buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, sudah baik dan
menggunakan apa style. Hanya saja banyak terdapat kesalahan dalam tata letak huruf dan
banyaknya tanda baca yang berlebihan. Sedangkan jurnal yang terkait dalam bab ini
penulisan nya juga sudah baik.
BAB III
· Dalam penjabaran materi buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh
dan buku Pendidikan Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, penulis memaparkan
materi dengan secara jelas dan tidak berbelit-belit.
· Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, penulis menjelaskan
secara rinci dan teratur pada sub judul pada bab ini. Setiap sub judul diberi pengertian secara
terminologi dan etimonologi yang mudah dimengerti, sedangkan pada buku Pendidikan
Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, sedikitnya penjabaran dan tidak adanya
pengertian secara terminologi dan etimologis.
· Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, terdapat pendahuluan
didalam bab ini yang mempermudah pembaca menganalisis tentang materi yang akan
dipaparkan dibab ini. Sedangkan pada buku Pendidikan Kewarganegaran karangan Payerli
Pasaribu tidak terdapat pendahuluan.
· Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, terdapat rangkuman
dan latihan soal, sehingga pembaca tahu sampai dimana pemahamannya tentang materi ini.
Sedangkan di buku Pendidikan Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, tidak terdapat
rangkuman dan latihan soal, sehingga pembaca tidak tahu sampai dimana pemahamannya
tentang materi ini, dan kemungkinan beberapa pembaca yang ingin mengambil inti sari atau
kesimpulan dari materi mengalami kesusahan karena harus membaca keseluruhan materi
yang disajikan pada buku tersebut.
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, bab ini menjabarkan
demokrasi ke dalam sub judul mencakup secara luas, sedangkan buku Pendidikan
Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, di dalam sub judul hanya menjelaskan sedikit
tentang demokrasi.
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, bab ini menjabaran secara
keseluruhan mengenai demokrasi di Indonesia sehingga pembaca lebih mengerti dan
menambah wawasan pembaca. Sedangkan buku Pendidikan Kewarganegaran karangan
Payerli Pasaribu, di dalam bab ini tidak menjelaskan secara terperinci tentang demokrasi.
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan buku Pendidikan
Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, cara penulisan menggunakan apa style. Hanya
saja banyak terdapat kesalahan tanda baca dan kata-kata yang salah di dalam bab ini.
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan buku Pendidikan
Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, terdapat beberapa pendapat dari ahli. Sehingga
dapat mempermudah pembaca menarik kesimpulan dari setiap pengertian dalam masing-
masing bab.
BAB IV
· Dalam buku yang menjadi panduan yaitu buku Pendidikan Kewarganegaraan:
Mewujudkan Masyarakat Madani struktur bukunya sudah baik dan tersusun dengan rapi,
hanya saja cara penulisan dalam buku ini masih kurang rapi karena masih banyaknya
penulisan kata yang salah dan peletakan tanda bacanya kurang tepat, penjelasan dalam
penyajian materi juga sudah baik karena telah dijelaskan secara terperinci dan telah
menggunakan pendapat dari beberapa ahli mulai dari ahli dalam negeri maupun luar negeri.
· Kata-kata yang digunakan pengarang dalam menjelaskan materi sudah dapat di mengerti
walaupun ada beberapa kata yang sukar dipahami dan juga pengarang membuat beberapa
contoh cari penjelasan yang telah ia buat. Sedangkan pada jurnal Negara Hukum Indonesia
Kebalikan Nachtwachterstaat yang juga membahas beberapa tentang Negara hukum struktur
dalam penyusunan isi informasi jurnalnya sudah baik, materi yang masuk sudah baik dan
juga jelas karena dengan penguatan refrensi langsung dari UUD 1945.
· Isi jurnal dikatakan baik juga karena dalam pembuatannya peneliti meneliti dengan nyata
apa yang akan di rangkum dalam jurnal ini dan dalam pembuatan jurnal ini juga
menggunakan metode sehingga dapat memperkuat kepercayaan si pembaca pada jurnal ini.
Hanya saja materi yang di paparkan tidak selengkap pada buku utama buku Pendidikan
Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani.
· Cara penulisan dalam jurnal ini sudah baik dan rapi sehingga enak dilihat mata dan tidak
membingungkan si pembaca juga. Dan juga dalam jurnal ini peneliti juga banyak
menggunakan refrensi buku.
BAB V

· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan Jurnal yang Terkait,
dalam pembahasannya paling menonjol yaitu pemahaman HAM ini lebih menuju dalam
ajaran Islam.
· Di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh ini masih bersifat
teori atau pengetahuan sehingga kurang mempermudah pembaca untuk mengerti pemahaman
tentang HAM, sedangkan dengan jurnal ini lebih spesifik lagi dengan contoh gambaran yang
pernah terjadi mengenai HAM dan dilengkapi dengan isu-isu mengenai HAM yang dapat
mempermudah pembaca untuk lebih memahami tentang HAM.
· Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan jurnal yang
terkait, secara keseluruhan bab ini sudah dikatakan cukup baik dari segi pemamahan materi,
hanya saja lebih spesifik lagi dalam mendalami isi dari materi nya.
BAB VI
· Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, terdapat pendahuluan
didalam bab ini yang mempermudah pembaca menganalisis tentang materi yang akan
dipaparkan dibab ini. Sedangkan pada buku Pendidikan Kewarganegaran karangan Payerli
Pasaribu tidak terdapat pendahuluan.
· Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, terdapat sejarah
lahirnya dari ketahanan nasional, sedangkan pada buku Pendidikan Kewarganegaraan
karangan Payerli Pasaribu tidak terdapat sejarah terlahirnya ketahanan nasional. Sehingga
pembaca tidak mengetahui secara rinci bagaimana ketahanan nasional tersebut muncul.
· Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, pembahasan tentang
ketahanan nasional sudah baik dan luas penjelasan yang ada dibab ini sehingga pembaca
dapat lebih mengerti. Pada buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Payerli Pasaribu
juga sudah baik didalam penjelasan yang terkait dengan ketahanan nasional apalagi
ditambahkan pembahasan tentang geostrategi terhadap ketahanan nasional tersebut.
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan buku Pendidikan
Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, cara penulisan menggunakan apa style.
· Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh, terdapat rangkuman
dan latihan soal, sehingga pembaca tahu sampai dimana pemahamannya tentang materi ini.
Sedangkan di buku Pendidikan Kewarganegaran karangan Payerli Pasaribu, tidak terdapat
rangkuman dan latihan soal, sehingga pembaca tidak tahu sampai dimana pemahamannya
tentang materi ini, dan kemungkinan beberapa pembaca yang ingin mengambil inti sari atau
kesimpulan dari materi mengalami kesusahan karena harus membaca keseluruhan materi
yang disajikan pada buku tersebut.
BAB VII

· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan Jurnal yang terkait ini
sudah dikatakan sudah bagus dari segi pemahaman materi.
· Buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh dan Jurnal yang terkait,
secara keseluruhan hampir membahas sub bab yang sama dan adanya isi sub bab yang
memilki isi yang sama.
· Di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh tidak terdapat
pemahaman yang dihubungkan kepada Islam. Sedagkan Jurnal lebih dilengkapi lagi
pemahaman dalam Islam, dan adanya ditemukan sub bab yang memiliki isi yang berbeda. Di
jurnal juga lebih diluaskan lagi langsung menuju masalah-masalah mengenai mmasyarakat
madani, hal ini sangat baik jika di dalam buku ini juga lebih mendalam lagi ke segi masalah
yang membantu pembaca memahami isi materi dari sub bab yang dibahas. Secara
keseluruhan bab ini sudah bagus.
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Buku karangan Sarbaini Saleh, S.Sos., M.Si yang berjudul Pendidikan


Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani ini mempunyai tujuan yang bagus dan
sangat membangun untuk para pembaca. Setelah membaca buku ini maka para pembaca akan
mendapat ilmu pengetahuan dan informasi yang penting dan sangat bermanfaat bagi dirinya
yang belum diketahui sebelumnya.
Hanya saja masih ada kekurangan dalam buku ini seperti penggunaan bahasa yang sukar
untuk dipahami dan tidak adanya indeks pada buku ini. Begitu pula dengan peletakan tanda
bacanya juga masih banyak yang kurang tepat lagi. Buku ini juga tidak mempunyai
rangkuman dan juga latihan sehingga pembaca tidak bisa mengukur sejauh mana ini telah
memahami materi yang telah ia kuasai.

4.2 Saran

Buku karangan Sarbaini Saleh, S.Sos., M.Si yang berjudul Pendidikan


Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani memiliki keunggulan dan kelemahan
dari berbagai macam segi, baik dari segi format dan penulisan struktur buku, penggunaan
bahasa, penggunaan tanda baca, kualitas isi buku dan sebagainya. Jadi, apa yang menjadi
keunggulan ini maka hendaknya di tingkatkan lagi agar kualisas buku ini semakin peningkat
dan para pembaca semakin semangat untuk membacanya beberapa tahun kedepannya. Dan
apa yang menjadi kelemahan dari buku ini hendaknya diperbaiki agar kesempurnaan buku ini
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Saleh, Sarbaini. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani.


Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Pasaribu, Payerli. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan: Edisi Revisi. Medan: Unimed Press.
jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/download/56/57
http://digilib.uinsby.ac.id/8316/2/Bab%202.pdf
http://jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/247
ejournal.unisba.ac.id/index.php/syiar_hukum/article/view/541
jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/view/56
ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/viewFile/1157/1067

Anda mungkin juga menyukai