Anda di halaman 1dari 45

CRITICAL BOOK REPORT

Disusun Oleh:

NAMA : Adlaini Noor Harahap (2192132003)

KELAS : Reguler A Deuscht 2019

DOSEN PENGAMPU :Sri Hadiningrum ,SH.,M.Hum

MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas CBR Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Terima kasih saya ucapkan kepada ibu Sri Hardiningrum,SH.M. Hum yang telah membantu kami baik
secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan
yang telah mendukung kami sehingga saya bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Saya menyadari, bahwa CBR yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan,
bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang.

Semoga laporan CBR ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Medan,05-Oktober-2020

Penulis

Adlaini Noor Harahap


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Latar Belakang diadakannya kewarganegaraan adalah bahwa semangat perjuangan bangsa
yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam
masa perjuangan fisik, sedangkan dalam menghadapi globalisasi untuk mengisi
kemerdekaan kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing –
masing. Perjuangan ini dilandasi oleh nilai – nilai perjuangan bangsa sehingga kita tetap
memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku yang cinta tanah air dan
mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh
dan tegaknya NKRI.Belajar tentang Pendidikan Critical book report adalah tugas yang
menjelaskan tentang bagaimana membandingkan buku, atau menelaah buku yang mana, atau
buku apa yang lebih cocok untuk dijadikan bahan referensi.

1.2 Tujuan Penulisan


 Menambah pengetahuan akan kebangsaan dan membangkitkan cinta tanah air
 Membandingkan materi antara buku utama dan buku pembanding 1 dan pembanding 2
 Melatih diri untuk berpikir nasionalis dan berfikir kritis

1.3 Rumusan Masalah

 Apakah yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan ?


 Bagaimana perbandingan materi antara keetiga buku ?
 Bagaiamana melatih kemampuan dalam mengkritisi suatu buku ?

1.4 Identitas Jurnal

JURNAL I (UTAMA) BUKU II (PEMBANDING)


Judul Buku Pendidikan kewarganegaran Untuk Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi Muhammadiyah perguruan tinggi
Penulis Prof.Dr.H.Tukiran Taniredja M.m. Tim direktorat jenderal pembelajran
dkk dan kemahasiswaan
ISBN 978-602-8361-44-6 978-602-6470-02-7
Penerbit ALFABETA, Bandung Ristekdikti
Tahun Terbit 2009 2016
Kota Terbit Medan Jakarta

BUKU III (PEMBANDING )


Judul Buku Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan
Penulis Direktorat jenderal pendidikan tinggi
Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan.
ISBN 978-602-14398-2-1
Penerbit Direktorat jenderal pendidikan tinggi
Tahun Terbit 2012
Kota Terbit Jakarta

BAB II

RINGKASAN BUKU

BUKU I (UTAMA)

BAB I : HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

1.Pendahuluan

Secara konseptual pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dilaksanakan dalam rangka


mewujudkan amanat pendidikan nasional. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dinyatakan bahwa pendiidkan nasional berfungsi untuk
“mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Para mahasiswa disebut agen
perubah (agent of change) diharapkan mempunnyai sikap kritis, analitis, bersikap dan
bertindak demokratis dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI 1945.

2.Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Pengertian pendidikan kewarganegaraan (PKN)

Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut Civicus. Selanjutnya, kata Civicus diserap
ke dalam bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya mengenai warga negara atau
kewarganegaraan.

Dari kata Civic lahir kata Civic yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic Education, yaitu
Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran Civics atau kewarganegaraan telah dikenal di
Indonesia sejak zaman kolonial Belanda dengan nama Burgerkunde.

Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan


secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di
dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara
tersebut.

SementaraSementara itu,siswa/ mahasiswa sebagai anak bangsa Indonesia diharapkan dapat


menjadi yang memahami pendidikan kewarganegaraan dan menjadi warga negara yang
memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Karna Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah
negara kebangsaan modern.

Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat
kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa
depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut
berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya.

Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas (2006:49), adalah mata pelajaran yang


memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10)

Tujuan pendidikan kewarga negaraan Adalah sebagai berikut:

a. Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.


Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan
3.Landasan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi

1. Landasan Idil, yaitu Pancasila

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Pancasila bertujuan untuk menciptakan


individu yang memiliki keimanan dan ketaqwaan (sila 1), rasa kemanusiaan (sila 2), rasa
nasionalisme (sila 3), selalu mengutamakan bermusyawarah dalam menyelesaikan
permasalahan (sila 4) dan menjunjung nilai keadilan (sila 5).

2. Landasan Ilmiah

Pendidikan kewarganegaraan adalah merupakan ilmu, setiap ilmu harus memenuhi syarat-
syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Sebagai bidang
studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antar disipliner (antar bidang), bukan non
disipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu pendidikan
kewarganegaraan diambil dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu filsafat,
ilmu hukum, ilmu sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu sejarah dan ilmu budaya.

3.Landasan Yuridis/ Hukum

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945

a. Pasal 31 ayat (5) amandemen ke 4 berbunyi “ pemerintah memajukan


ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia”.
b. Pasal 30 ayat (1) menyatakan bahwa “ tiap-tiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.
2. UU No Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
a. Pasal 37 ayat (1) berbunyi “ kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan dan bahasa”.
b. Pasal 37 ayat (2) ) berbunyi “ kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa”.
3. UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Pasal 35 ayat (2) menyatakan bahwa “ kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat mata kuliah pendidikan agama, pancasila, kewarganegaraan dan
bahasa Indonesia”.

4.Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan pendidikan kewarganegaraan menurut Pusat Kurikulum memberikan kompetensi


sebagai berikut :

1. Berfikir secara kritis, raisonal dan kreatif dalam menanggapi isu


kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.

Searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan dan dinamika internal bangsa Indonesia,
program pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi harus mampu
mencapai tujuan :

1. Mengembangkan sikap dan perilaku kewarganegaraan yang mengapresiasi


nilai-nilai moral , etika dan religius.
2. Menjadi warga negara yang cerdas berkarakter, menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.
3. Menumbuh kembangkan jiwa dan semangat nasioinalisme dan rasa cinta
pada tanah air.
4. Mengembangkan sikap demokratik berkeadaban dan bertanggung jawab,
serta mengembangkan kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.

BAB II : PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN DEMOKRATIS

1.Pendahuluan
Terdapat suatu keprihatinan yang terjadi di negara kita, bahwa

negara kita merupakan negara terkorup di Asia, dan terkorup ketiga di

dunia setelah Nigeria dan Kamerun. Juara ketiganya adalah Indonesia

dan Azarbaijan (Transparancy Internasional, Kompas, 22 Juli 2000).

Peringkat negara terkorup di Asia, seperti tabel di bawah ini

Tabel

Peringkat Negara Terkorup di Asia

Rank Negara Nilai

1.Indonesia 9,92, 2.India 9,17, 3 Vietnam 8,25, 4 Philipina 8,00, 5 Cina 7,00

6 Taiwan 5,83Rank Negara Nilai,7 Korea Selatan 5,75, 8 Malaysia 5,71, 9 Hong Kong 3,33

10 Jepang 3,26, 11 Singapura 0,90

Sumber : The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) 2002-

Jawa Pos 11 Maret 2005 (dalam Suyanto, 2005)

B. Pemerintahan yang Bersih

Pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara

(daerah negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah sesuatu

negara (seperti kabinet merupakan suatu pemerintah). Sedangkan

Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang

dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan

rakyatnya dan kepentingan Negara sendiri; jadi tidak diartikan sebagai

pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan

juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif

(Kusnardi dan Ibrahim, 1981:170).


Pemerintahan yang bersih menurut Chamim (2006: 54) adalah

kondisi pemerintahan yang para pelaku yang terlibat di dalamnya

menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Korupsi merupakan perbuatan pejabat pemerintah yang menggunakan uang pemerintah


dengan cara-cara yang tidak legal. Kolusi adalah bentuk kerja sama antara pejabat pemerintah
dengan oknum lain secara illegal (melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan
material bagi mereka. Sedangkan nepotisme adalah pemanfaatan jabatan untuk memberi
pekerjaan, kesempatan atau penghasilan bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat sehingga
menutup kesempatan bagi orang lain.Untuk menegakkan pemerintahan yang bersih, dan agar
pemerintahan bebas dari rongrongan KKN, diperlukan berbagai kondisi. Pertama, para
pejabat pemerintah dan politisi baik yang di eksekutif, birokrasi dan legislatif, pusat maupun
daerah hendaknya mengindahkan nilai-nilai moralitas, yang antara lain: (1) kejujuran
terhadap diri sendiri dan orang lain; (2) menjauhkan diri dari tindakan melanggar hukum; (3)
kesediaan berkorban demi kemuliaan lembaga dan masyarakatnya; (4) keberanian membawa
pesan-pesan moral dalam kehidupan sehari-harinya sebagai pejabat dan politisi pemerintah.
Kedua, adanya sebuah sistem politik dan hukum yang egaliter dan adil, artinya di hadapan
hukum pejabat negara/pemerintah memiliki kedudukan yang sama dengan rakyat, sehingga
tidak ada orang yang kebal hukum. Ketiga,diperlukan kondisi dan mekanisme hubungan yang
berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik, sehingga budaya demokrasi perlu
dikembangkan sehingga terwujud pemerintahan yang demokratis.

2. Reformasi Hukum

Reformasi hukum menurut Muqaddas (1999: 175) bukan sekedar

mengganti sebagian atau keseluruhan produk hukum yang dianggap

konservatif dan anti demokrasi, namun yang terpenting adalah

perumusan kembali (redifinisi, tajdid) dimensi filosofis hukum dasar kita.

Pada tahap kemudian diikuti dengan tahapan menginventarisir

seluruhproduk hokum public yang tidak senafas dengan perumusan tadi.

Sasaran reformasi hukum, menurut Muqaddas, adalah (1)


redifinisi Pembukaan UUD 1945 dengan tetap mengacu pada substansi

asalnya, ditambah penegasan muatan nilai-nilai etis-transendental dan

HAM; (2) seluruh sistem kekuasaan berdasarkan prinsip demokrasi

modern, sehingga kehidupan ekonomi, politik, kemasyaraakatan,

kebudayaan, distribusi kekayaan antara daearah dengan pusat,

sehingga terwujud suatu sistem hukum yang demokratis.

Tidak kalah pentingnya untuk mewujudkan pemerintahan yang

bersih dan demokratis adalah masalah kepastian hukum. Para penegak

hukum seperti para hakim, jaksa, pengacara dan polisi memiliki peran

yang utama dalam mewujudkan kepastian hukum. Apabila para penegak

hukum tersebut sudah tergoda oleh insentif materi yang melimpah, maka

akan mengakibatkan mereka tidak lagi peka terhadap tuntutan keadilan.

Kejadian semacam ini tidak jarang terjadi di negara kita, sehingga

mengakibatkan proses pengadilan terhadap orang-orang tertentu

menjadi terhambat dan tidak lancar, dan ini tidak mustahil ada unsur

kesengajaan. Tidak jarang pula adanya keputusan pengadilan yang

dirasa jauh dari rasa keadilan di masyarakat. Oleh karena itu, sangat

diperlukan adanya kontrol terhadap lembaga yudikatif, agar para

penegak hukum tidak bebas dan leluasan berdiri di atas hukum. Hal-hal

semacam ini tidak heran apabila wibawa hukum di Negara kita saat ini

berada pada titik rendah yang sangat memprihatinkan.

Dalam kondisi seperti ini, negara hukum (rechtsstaat) sangat

mendesak untuk diwujudkan, yakni terwujudnya pemerintahan dan


aparat negara yang tunduk pada hukum. Identitas nasional yang berasal dari kata “national
identity” dapat diartikan sebagai “kepribadian nasional” atau “jati diri nasional”. Kepribadian
nasional atau jati diri nasional adalah jati diri yang dimiliki oleh suatu bangsa. Identitas
nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki
suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lain.

3.Sistem Pemerintahan

Sistem Pemerintahan ParlementerSistem Parlementer tumbuh dalam tradisi politik Inggris,


yang menurut sejarah ketatanegaraan merupakan kelanjutan dari bentukNegara Monarchi
Konstitusional, artinya kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Prinsip utama sistem
parlementer adalah adanya fusi kekuasaan eksekutif. Antara eksekutif dan legislatif terdapat
hubungan yang menyatu dan tak terpisahkan (fusi). Kepala Eksekutif (head of government)
adalah Perdana Menteri, sedangkan kepala negara (head of state) berada di tangan ratu
Inggris. Kepala Negara yang mengangkat kepala pemerintahan yang merupakan ketua partai
mayoritas di parlemen. Pada sistem parlementer hubungan antara eksekutif dengan badan
perwakilan sangat erat, karena adanya pertanggungan jawab para menteri terhadap parlemen,
maka setiap kabinet yang dibentuk harus mendapat dukungan kepercayaan dengan suara
terbanyak dari parlemen yang berarti kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh
menyimpang dari yang dikehendaki parleman. Jadi sistem ini lahir dari pertanggungjawaban
menteri. Di Inggris misalnya, seorang raja tidak dapat diganggu gugat (the king can do no
wrong). Jika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat menterilah yang bertanggung
jawab terhadap segala tindakan raja. (Kusnardi dan Ibrahim, 1981:172).Bangsa merupakan
terjemahan dari kata “nation” yang artinya keturunan atau bangsa. Secara umum bangsa
adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahsa dan wilayah tertentu
di muka bumi. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai suku
bangsa adat istiadat, bahasa daerah serta agama yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa di
Indonesia mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda-beda. Demi perstuan dan kesatuan,
keanekaragaman ini merupakan suatu kekuatan yang tangguh dan mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan semboyan Bhinrka Tunggal Ika, keragaman
suku bangsa dan budaya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan. Menurut
Winarno, faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia adalah sebagai berikut :

1) Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa


asing.
2) Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu
penjajahan.
3) Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari
Sabang sampai Merauke.
4) Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai
suatu bangsa.

4.Kepemimpinan.

KepemimpinanMemilih seorang pemimpin harus cermat dan cerdas, karena pemimpin


mempunyai kedudukan yang strategis dalam suatu organisasi. Pemimpin yang baik akan
memimpin kita dan oraganisasi kita ke arah kebaikan, dan sebaliknya. Pemimpin adalah
orang yang berfungsi memimpin yang berarti membimbing atau menuntun. Islam
memberikan beberapa rambu-rambu untuk memilih pemimpin yang tepat.

1. Kepemimpinan dalam Islam

“Kalian akan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin sesudahku. Orang yang baik akan
memimpin kalian dengan kebaikannya, sedangkan orang yang jahat akan akan memimpin
kalian dengan kejahatannya. Dengarkan mereka, dan patuhilah dalam hal apa yang sesuai
dengan kebenaran (Islam). Kalau mereka berbuat baik maka (keuntungan) bagi kamu dan
(kembali) kepada mereka. Dan jika mereka berbuat jahat, maka (akibatnya akan
menimpa) kamu dan (kembali juga) atas mereka.” (H.R. Hasyim bin Urwah, dalam kitab
Al Arkam as Sulthaniyah, dalam Jamaluddin Kahfie, 1989: 33).Tidak dapat disangkal lagi
bahwa Nabi Muhammad saw merupakan pemimpin yang sampai saat ini belum ada
tandingannya. Wajar saja, karena Allah SWT yang langsung memilih Beliau sebagai
pemimpin, sehingga mustahil Allah SWT salah dalam menjatuhkan pilihan. Beliau
memenuhi persyaratan kepemimpinan, ciri-ciri, sifat–sifat, sikap dan fungsi, tipe dan
sosok pribadi seorang pemimpin, sehingga kehadirannya di muka bumi ini merupakan
rahmatan lil „alamien.Berdasarkan hadits di atas, pemimpin yang baik akan

memberikan keuntungan dan kebaikan, dan sebaliknya pemimpin yang

jahat akan menimbulkan kemudharatan. Rasulullah saw juga

mengingatkan bahwa kurun masa yang paling baik adalah pada periode

(masa-masa) kepemimpinannya yaitu sekitar 23 tahun lamanya.


Kemudian disusul dengan periode sesudahnya, yakni masa sahabat

atau Khulafaurrasyidin. Periode di belakangnya adalah zaman tabi‟ienDilihat dari proses


lahirnya identitas nasional, maka identitas nasional dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1) Identitas kesukubangsaan (identity cultural unity)


Cultural unity disatukan oleh adanya kesamaan ras, suku, agama, adat budaya,
keturunan dan daerah asal. Identitas yang dimiliki oleh sebuah cultural unity
bersifat ascribtife (sudah ada sejak lahir), bersifat alamiah, primer dan etnik.
2) Identitas kebangsaan (identity political unity)
Political unity merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, yaitu bangsa-
bangsa. Kebangsaan merupakan kesepakatan dari banyak bangsa didalamnya.
Identitas kebangsaan bersifat buatan, sekunder, etis dan nasional. Terdapat 2
jenis bentuk identitas yaitu identitas primer dan identitas sekunder. Identitas
primer atau etnis terwujud antara lain dalam bentuk budaya etnis yang
dikembangkan agar memberi sumbangan bagi pembentukan budaya nasional
dan akhirnya menjadi identitas nasional. Identitas nasional bersifat buatan atau
sekunder terwujud karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati
oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara.

BAB III : Transformasi Nilai-nilai Demokrasi

BAB I PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

A. PENDAHULUAN

Keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah

Pengembangan Kepribadian (MPK) ditetapkan melalui: (1) Kepmendiknas

No. 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan

Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, menetapkan bahwa


Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan

merupakan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib

diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi. (2)

Kepmendiknas No.045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi

menetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok Mata Kuliah

Pegembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap

program studi/kelmpok program studi. (3) Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas

No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran

kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi,

menetapkan status dan beban studi kelompok mata kuliah Pengembangan

Kepribadian. Bahwasannya beban studi untuk Mata Kuliah Pendidikan

Agama, Kewarganegaraan dan Bahasa masing-masing sebanyak 3 sks.

Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan sebagai MPK karena PKn merupakan bagian kelompok

MPK.

BAB IV : NEGARA DAN KONSTITUSI

1.Pendahuluan

Negara merupakan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan masyarakat.pada
prinsipnya setiap warga masyarakat menjadi anggota dari suatu negaradan harus tunduk pada
kekuasaan negara,karena organisasi negara sifatnya mencakup semua orang yang ada di
wilayahnya dan kekuasaan negara berlaku bagi orang-orang tersebut.sebaliknya negara juga
memiliki kewajiban tertentu terhadap orang-orang yang menjadi anggotanya.Agar
pemerintah suatu negara yang memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan masyarakat
tidak bertindak seenaknya,maka ada sistem aturan yang mengaturnya.Aturan yang paling
tinggi tingkatannya dalam suatu negara dinamakan konstitusi atau sering disebut dengan
undang-undang dasar.

2.Perkembangan Demokrasi

Perkembangan Demokrasi

Perkembangan zaman modern, ketika kehidupan memasuki

skala luas, demokrasi tidak lagi berformat lokal, ketika Negara sudah

berskala nasional, ketika demokrasi tidak mungkin lagi direalisasikan

dalam wujud partisipasi langsung, masalah diskriminasi dan kegiatan

politik tetap saja berlangsung, meski tentu sudah berbeda, dalam

prakteknya dengan pengalaman yang terjadi di masa polis Yonani kuno.

Kenyataan tidak semua warganegara dapat langsung terlibat dalam

perwakilan, dan hanya mereka yang karena sebab tertentu mampu

membangun pengaruh dan menguasai suara politik, terpilih sebagi wakil.

Sementara sebagian besar rakyat hanya dapat puas jika kepentingannya

terwakili, tetapi taidak memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama

untuk mengefektifkan hak-haknya sebagai warganegara (Sumarsono,

et.all.,2000:20).

2.Nilai -nilai Demokrasi

Nilai-nilai Demokrasi

Nilai-nilai demokrasi menurut Cipto, et al (2002:31-37) meliputi:

1. Kebebasan Menyatakan Pendapat


Kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak bagi

warganegara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam

sebuah sistem politik demokrasi (Dahl, 1971). Kebebasan ini diperlukan

karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari

setiap warganegara dalam era pemerintahan terbuka saat ini. Dalam

masa transisi menuju demokrasi saat iniperubahan-perubahan

lingkungan politik sosisl, ekonomi, budaya, agama, dan teknologi sering

kali menimbulkan persoalan bagi warganegara maupun masyarakat

pada umumnya. Jika persoalan tersebut sangat merugikan hak-haknya

selaku warganegara atau warganegara berharap agar kepentingannya

dipenuhi oleh negara, dengan sendirinya warganegara berhak untuk

menyampaikan keluan tersebut secara langsung maupun tidak langsung

kepada pemerintah.

Warganegara dapat menyampaikan kepada pejabat seperti lurah,

camat, bupati,anggota DPRD/DPR, atau bahkan presiden baik melalui

pembicaraan langsung, lewat surat, lewat media massa, lewat penulisan

buku atau melalui wakil-wakilnya di DPRD.

2. Kebebasan Berkelompok

Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar

demokrasi yang diperlukan bagi setiap warganegara.Kebebasan

berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai

politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lain.

Kebutuhan berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak


mungkin diingkari.

6.Maksud pendidikan demokrasi

Maksud Pendidikan Demokrasi

Menurut Unesco (1998:57) maksud pendidikan demokrasi pada

hakikatnya adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia dengan

jalan mengilhaminya dengan pengertian martabat dan persamaan, saling

mempercayai, toleransi, penghargaan pada kepercayaan dan

kebudayaan orang-orang lain, penghormatan pada individualitas,

promosi peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, dan

kebebasan ekspresi, kepercayaan dan beribadat. Jika hal-hal ini sudah

ada, maka dimungkinkan untuk pengambilan keputusan yang mangkus,

demokrasi pada semua tingkatan yang akan mengarah pada kewajaran,

keadilan dan perdamaian.

Rosyada (2004:17), berpendapat bahwa sekolah demokratis

merupakan sekolah yang dikelola dengan struktur yang memungkinkan

praktik-praktik demokrasi itu terlaksana, seperti pelibatan masyarakat

(stateholder dan user sekolah) dalam membahas program-program

sekolah dan prosedur pengambilan keputusan juga memperhatikan

berbagai aspirasi publik, serta dapat dipertanggungjawabkan


implementasinya kepada publik.

BAB V : Hak Asasi Manusia (HAM)

1.Pendahuluan

Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang

Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal

dan abadi, berkait dengan harkat dan martabat manusia (Tap. MPRRI

No.XVII/MPR/1998 Tentang HAM). Hak asasi manusia (HAM) juga

berarti seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintah,

dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia (UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM).

Lopa (1999:1) mengartikan HAM cukup singkat, yaitu hak-hak

yang melekat pada manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil

dapat hidup sebagai manusia. Ubaidillah at al (2000:207) mendefinisikan

HAM adalah hak-hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak

lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan pemberian


manusia atau penguasa. Hak ini bersifat sangat mendasar bagi hidup

dan kehidupan manusia. HAM juga berarti sebagai hak dasar (asasi),

yang dimiliki dan melekat pada manusia, karena kedudukannya sebagai

manusia. Tanpa adanya hak tersebut manusia akan kehilangan harkat

dan martabatnya sebagai manusia (Cipto et al, 2002:127). Budiardjo

(1982:120) memberikan pengertian bahwa hak asasi merupakan hak

yang dimiliki manusia yang yang telah diperoleh dan dibawanya

bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan

masyarakat.

Hak asasi manusia yang termaktub di dalam UUD 1945 cukup

banyak, yaitu yang terdapat pada Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J,

yang meliputi : (1) hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan

kehidupan, (2) hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan

melalui perkawinan yang sah, (3) hak kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang serta hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi bagi anak, (4) hak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat ilmupengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, (5) hak memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa dan negaranya, (6) hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang samna di hadapan hukum dan sebagainya.Di dalam Ketetapan
MPRRI No.XXVII/MPR/1998 Tentang HAM,

2.Hak dan Kewajiban Warganegara

Hak dan Kewajiban Warganegara

Warganegara merupakan anggota negara yang mempunyai


kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak

dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya (Tim ICCE

UIN Jakarta, 2003:73). Warganegara diartikan juga sebagai orang-orang

sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara, yang

dahulu disebut hamba atau kawula negara. Tetapi sekarang ini lazim

disebut warganegara. (Ubaidillah, 2000:58).

Hak dan kewajiban warganegara menurut Sumantri (2001:1)

merupakan syarat objektif dalam semua organisasi negara demokratis.

Karena itu rakyat-bangsa yang menempati sebuah negara telah

mencantumkannya dalam konstitusi negara. Biasanya antara ketentuan

pasal-pasal hak dan kewajiban warganegara dalam konstitusi dengan

kenyataannya sedikit atau banyak berbeda. Hal ini terjadi karena

tergantung pada kebijakan pemerintah, tingkat kemakmuran, tingkat

pelayanan publik, sistem politik, ekonomi, hukum, dan tingkat

pendidikan, disiplin budaya bangsa, serta konstelasi dan banyaknya

masalah bangsa itu. Karena itu membicarakan hak dan kewajiban

warganegara erat hubungannya dengan rasional Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) sebagai matakuliah Pengembangan

Kepribadian.

4.Asas Kewarganegaraan

Dalam penentuan kewarganegaraan ada 2 asas atau pedoman yitu sas kewrganegaraan
berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan Perkawinan. Tetapi dalam
berbagai literatur hukum dan dalam praktek, dikenal adanya tiga asas kewarganegaraan yaitu
asas ius soli, ius sanguinis, dan asas campuran. Dari ketiga asas it, yang dianggap sebagai
asas yang utama adalah asas ius soli dan ius sanguinis.

5.Cara Memperoleh dan Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia

Dalam literatur hukum Indonesia, biasanya cara memperoleh status kewarganegaraan hanya
terdiri dari dua cara yaitu status kewarganegaraan dengan kelahiran di wilayah Hukum
Indonesia dan dengan cara pewarganegaraan atau naturalisasi ( Naturalization).

Menurut UU No.12 Tahun 2006, cara cara kehilangan kewarganegaraan :

1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri


2. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain
3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri
4. Masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa izin
5. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing
6. Secara sukarela mengangkat sympah atau menyatakan janji setia kepada negara aing
7. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesutu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing
8. Mempunyai paspor atau surat bersifat paspor dari negara asing.
9. Bertempat tinggal di luar wilayah negara Rpublik Indonesia.

6.Konsep Dasar HAM

Pasal 1 ayat 1 UU RI No.39 Tahun 1999 menyatakan Ham adalah Seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerahNya yang wajib dihormati,dijunjung Tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat an martabat
manusia. HAM bukan sekedar hak hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sejak
dilahirkannya ke dunia tetapi juga merupakan standar normatif yang bersifat universal bagi
perlindungan hak hak dasr itu dalam lingkup pergaukan nasional, regional dan global.

7.Sejarah HAM

1.Piagam Madinah (Madinah 622)


Piagam ini merupakan dokumen kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan
menjamin hak hak sesama warga masyarakat.

2.Magna Charta (Inggris 1215)

Melalui perjanjian ini raja harus mengakui beberapa hak dari par bangsawan sebagai imbalan
untk dukungan kepada mereka dalam membiayai enyelenggaran pemerintah dan kegiatan
perang.

3.Declaration of Independence (Revolusi Amerika 1276)

Deklrarasi ini menekankan pentingnya kemrdekaan, persamaan dan persaudaraan.

4.Declertion des Droits de ILHOME ET DU Citoyen (Revolusi Prancis 1789)

Piagam ini dicetuskan pada permulaan revolusi Perancisyang menekankan perlunya tiga
dasar penghormatan terhadap manusia yaitu liberty (kemerdekaan), equality (persamaan), dan
fraternity (persaudaraan).

8.Prinsip – prinsip HAM

Menurut Didik B.Arif (2014: 133-134) Prinsip HAM adalah prinsip universal, prinsip tidak
dapat dilepaskan (inalienable), prinsip tidak dapat dipisahkan (indivisible), prinsip saling
tergantung(inter dwpent), prinsip keseimbangan, dan prinsip partikularisme.

9.HAM dalam UUD NRI 1945

Melalui pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea ke empat bahwa negara Indonesia
sebagai suatu persekutun bersama bertujuan untuk melindungi warga negaranya terutama
dalam kaitannya dengan perlindungan hak hak asasinya. Berdasarkan pada tujuan negara
sebagai terkandung dalam pembukaan UUD 1945 tersebut indonesia menjamin dan
melindungi hak hak asasi manusia pada warganya terutama dalam kaitannya dengan
kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah antara lain berkaitan degan hak hak
asasi di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, dan agama.

BAB VI : Nasionalisme Indonesia di Era Digital

1.Pendahuluan
Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi

dan transportasi, sehingga dunia menjadi transparan seolah-olah

menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang

demikian menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Kondisi ini

akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan masyarakat, berbangsa

dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi pula dalam

berpola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia

(Sumarsono,2000 : 2).

Di sisi lain tantangan utama pembelajaran pendidikan di era

global di negara kita adalah hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam

masyarakat kita dari proses transsisi menuju demokratisasi.

Melemahnya negara sebagai penegak hukum dan keadilan masyarakat

akhirnya semakin mengikis kepercayaan masyarakat pada upaya

penegakan hukum di negeri ini. Beberapa kelompok sosial yang lemah

di negeri ini hampir merasa tidak mendapat perlindungan hukum ketika

berhadapan dengan kelompok sosial lain yang lebih kuat. Hilangnya

keberpihakan negara pada nilai-nilai keadilan dan pudarnya ketaatan

pada hukum menjadi salah satu persoalan serius yang mengancam

keberlangsungan demokrasi di negeri ini. Di samping itu, rendahnya

kesadaran representativeness di kalangan masyarakat dan kalangan


anggota parlemen juga mengakibatkan kesadaran sistemik-demokratis

akhirnya kurang bisa berjalan secara optimal. Kuatnya hegemoni partai

politik atas anggota parlemen semakin mendistorsi makna anggota

parlemen sebagai wakil rakyat. Kepentingan politik seringkali

mengalahkan kepentingan masyarakat yang diwakili anggota parlemen

di badan legislatif. Demikian juga halnya dengan kesadaran

representativennes di tengah masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk

menggugat wakil rakyat yang ada di parlemen untuk memperjuangkan

aspirasi rakyat juga masih rendah. Masyarakat juga seakan berjalan

sendiri untuk memperjuangkan aspirasinya, sehingga seakan tidak ada koneksi antara wakil
rakyat di parlemen dengan masyarakat yang diwakilinya (Cipto et al , 2002 : ii)Secara umum,
tantangan pendidikan di era global adalah tuntutan kualitas sumberdaya manusia. Menurut
Djohar (1999:10), pada era pasar bebas dituntut SDM yang memiliki, (1) profesionalisme
dalam bidang keahlian tertentu, (2) kreativitas, yang memungkinkan SDM itu mampu
mendeteksi kesenjangan, bahkan dapat mengkreasi alternatif pemecahan kesenjangan itu, (3)
mampu bersaing dengan SDM dari bangsa lain, (4) berwawasan global, artinya SDM kita
dituntut mampu

melihat situasi dunia, mampu melihat peluang internasional, kekuatan

lokal, kelemahan bangsa lain, dan kemampuan untuk berebut berbagai

kesempatan

2.Wacana Nasionalisme

Wacana NasionalismeNaisbitt (1994:31) memprediksikan, bahwa dunia sekarang sedang


bergerak ke arah sebuah dunia yang terdiri atas seribu negara karena : (1) banyak orang dari
tribalisme baru menginginkan pemerintahan sendiri dan setiap hari mereka melihat orang lain
mendapatkan pemerintahan sendiri, atau bergerak ke arah itu, (2) negara bangsa sudah mati.
Bukan karena negara bangsa ini ditundukkan oleh negara super, melainkan kerena mereka
pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih efisien - sama seperti perusahaan-
perusahaan besar, (3) revolusi dalam telekomunikasi tidak hanya menginformasikan gerakan
luar biasa ini menuju pemerintahan

yang demokratis, tetapi juga memonitor dan membuat transparan

karakter dan sifat dari prosesnya. Telekomunikasi modern juga

memungkinkan dan menddorong kerja sama yang luar biasa di antara

orang banyak, perusahaan dan negara.

Naisbitt menjelaskan lebih lanjut bahwa tribalisme tidak boleh

dikacaukan dengan nasionalisme yang berkembang sejak abad ke-19

dan merupakan suatu kepercayaan bahwa negara bangsa (nation-state)

seseorang lebih penting daripada prinsip internasionalisme atau

pertimbangan individual. Tribalisme adalah kepercayaan pada sesama

jenisnya sendiri, yang didefinisikan oleh etnisitas, bahasa, budaya,

agama, atau pada abad ke-20 ini profesi. Media “The Economist” secara

serius mengingatkan bahwa “virus tribalisme” mempunyai resiko menjadi

3.Rasa Nasionalisme

Rasa Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa

kesetiaan yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan.

Perasaan sangat mendalam dalam suatu ikatan yang erat dengan tanah
tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasapenguasa resmi di daerahnya
selalu ada di sepanjang sejarah dengan

kekuatan-kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi baru pada akhir

abad-18 Masehi Nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu

perasaan yang diakui secara umum. Dan nasionalisme ini makin lama

makin kuat peranannya dalam membentuk semua bagi kehidupan baik

yang bersifat umum maupun bersifat pribadi. Dan baru dimasa akhirakhir ini syarat
bahwasannya setiap bangsa harus membentuk suatu

negaranya, negaranya sendiri, dan bahwa negara itu harus meliputi

seluruh bangsa. Dahulu kesetiaan seseorang tidak ditunjukan kepada

negara kebangsaan, melainkan berbagai macam bentuk kekuasaan

sosial, organisasi politik dan atau ideologi seperti misalnya suku atau

elan, negara kota atau raja feodal, kejayaan, gereja, dinasti, atau

golongan keagamaan. Berabad-abad lamanya cita dan tujuan politik

bukanlah negara kebangsaan, melainkan, setidak-tidaknya dalam teori

imperium yang meliputi seluruh dunia, melingkungin berbagai bangsa

dan golongan-golongan etnis diatas dasar peradaban yang sama serta

menjamin perdamaian bersama ( Kohn, 1984:11)

Asumsi dasar menjadikan nasionalisme menjadi tumpuan

eksistensi suatu nation-state adalah bahwa eksistensi suatu nation state

menuntut adanya suatu culture core yang disepakati bersama yang

mewujudkan kisi-kisi di dalam mana berbagai subkultur dapat


berinteraksi dan beraktualisasi. Dan nasionalisme merupakan bentuk

culture core yang mengikat berbagai subkultur tadi dalam satu kesatuan

entitas politik. Nasionalisme bukan produk peristiwa instant, akan tetapi

berkembang dalam pengalaman sejarah suatu bangsa. Ernest Renan,

dalam bukunya Qu’est ce qu’une Nation melihat bahwa hakikat

nasionalisme adalah le dessire vivre ensemble (keinginan untuk hidup

bersama ) atau le desire d’etre ensemble (keinginan untuk eksisit

bersama). Nasionalisme bertumpu pada kesadaran akan adanya jiwa dan spiritual

6.Gagasan Nasionalisme

Gagasan Nasionalisme

Menggagas suatu ide baru adalah pekerjaan yang tidak

gampang. Terlebih dalam hal ini menyangkut pengembangan

kepribadian mahasiswa. Dalam rangka menanamkan dan

mengembangkan identitas nasional dan nasionalisme di kalangan

mahasiswa paling tidak ada beberapa hal yang perlu mendapat

perhatian, yang berkaitan dengan identitas nasional dan nasionalime itu


sendiri.

Tetapi menciptakan homogenitas ini adalah sulit sekali, bahkan

mungkin juga mustahil, misalnya dari segi bahasa. Dengan adanya

10.000 bahasa (Naisbitt, 1995: 36) di dunia sekarang ini, apakah mesti

ada nasionalisme atau negara sebanyak itu? Naisbitt sendiri

memperkirakan bahwa dimasa depan jumlah negara bisa sampai 200

sampai 600. Tetapi jika suku-suku akan memproklamasikan diri menjadi

negara, maka di Jepang akan ada 300 negara dan bahkan di Indonesia

jumlahnya bisa mencapai 3000 negara (Naisbitt, 1995: 35-37). Sungguh

sulit dibayangkan.

Semua negara memerlukan identitas bersama. Lebih-lebih

negara di belahan Dunia Ketiga yang telah tercabik-cabik oleh

kolonialisme. Nasionalisme merupakan salah satu alat perekat kohesi

sosial. Semua negara memerlukannya. Sejarah hampir semua sistem

politik atau negara-bangsa telah menunjukkan bahwa bagi masyarakat

pluralis maki hari makin banyak kekuatan yang mengancam

nasionalisme sebagai faktor integratif. Di negara kita sendiri jelas upaya mencari kekuatan
budaya yang mampu mengintegrasikan masyarakat

majemuk telah menimbulkan dinamika sendiri.

Antara negara dan bangsa dapat bertemu di dalam satu wadah,

seperti halnya di negara kita. Ciri menonjol negara mencakup hal-hal

berikut ini: adanya bahasa bersama, asal-usul bersama, ciri nasional


yang jelas dan agama bersama.

Persoalannya adalah, apakah relevansi dan dimana posisi

nasionalisme di dalam menghadapi gejala-gejala mutakhir di Indonesia

sebagaimana telah disebutkan di atas, yaitu proliferasi kelompokkelompok sosial-politik dan


ekonomi yang berwawasan parokhial,

myopic dan eksklusif di satu pihak, dan tantangan-tantangan global neoliberalisme di lain
pihak?. Bagaimana kita dapat mengiterpretasikan

nasionalisme sehingga tetap mempunyai relevansi konstektual? jawaban

terhadap pertanyaan di atas akan menentukan kelangsungan hidup

bangsa dan negara ini.

Dalam mencoba menjawab tantangan eksternal perlu dibedakan

antara “nasionalisme sempit” dan “nasionalisme yang terpadu dengan

nilai internasionalisme dan universalisme”. Bentuk nasionalisme yang

kedua inilah yang akan memainkan peranan positif di dalam abad-abad

mendatang, dalam era globalisasi karena perkembangan peradaban

manusia akan melahirkan masalah-masalah yang tidak dapat

diselesaikan dalam batas-batas negara. Masalah-masalah perdagangan

internasional, genocide, kerusakan lingkungan, terorisme, hak-hak asasi

manusia, narkotika telah menjadi kepedulian bersama atau commons

concerns masyarakat dunia dan penyelesaiannya seringkali menuntut

upaya bersama masyarakat internasional. Nasionalisme yang demikian

menurut Castlers, memerlukan penghayatan terhadap universal high


culture di kalangan masyarakat negara-negara di dunia. Meskipun

secara kelembagaan tidak ada satuan politik suprastatal yang

mempunyai kedaulatan tersendiri, namun di dalam realitanya dinamika

interaksi para aktor pada era global telah mengkristalisasikan sejumlah

kesepakatan dan kebiasaan sehingga menghasilkan “pseudo

governance” yang cukup efektif, meskipun tata-politik tadi tidak identik

dengan tata-pemerintahan. Menghadapi gejala ini ada dua alternatif

response yang dapat diambil suatu negara: mengembangkan

nasionalisme sempit yang berorientasi ke dalam (inward oriented)

seperti sosialisme Birma atau Neo-Stalinisme Korea Utara: atau

mengadopsi nasionalisme yang berorientasi universal di satu sisi

berpartisipasi sebagai aktor dalam “pseudo governance” tadi, namun di

sisi lain tetap menjadi uardian dari kepentingan nasionalnya.

BUKU 1I (PEMBANDING)
BAGAIMANA URGENSI DAN TANTANGAN KETAHANAN NASIONAL DAN
BELA NEGARA BAGI INDONESIA DALAM MEMBANGUN KOMITMEN
KOLEKTIF KEBANGSAAN?

Ketahanan nasional (national resilience) merupakan salah satu konsepsi kenegaraan


Indonesia. Ketahanan sebuah bangsa pada dasarnya dibutuhkan guna menjamin serta
memperkuat kemampuan bangsa yang bersangkutan baik dalam rangka mempertahankan
kesatuannya, menghadapi ancaman yang datang maupun mengupayakan sumber daya guna
memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian, ketahanan bangsa merupakan kemampuan
suatu bangsa untuk mempertahankan persatuan dan kesatuannya, memperkuat daya dukung
kehidupannya, menghadapi segala bentuk ancaman yang dihadapinya sehingga mampu
melangsungkan kehidupannya dalam mencapai kesejahteraan bangsa tersebut. Konsepsi
ketahanan bangsa ini dalam konteks Indonesia dirumuskan dengan nama Ketahanan Nasional
disingkat Tannas. Upaya menyelenggarakan ketahanan nasional ini dapat diwujudkan dengan
belanegara.

A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Ketahanan Nasional dan Bela Negara. Apa itu
Ketahanan Nasional? Apa itu Bela Negara?

Secara etimologi, ketahanan berasal dari kata “tahan” yang berarti tabah, kuat, dapat
menguasai diri, gigih, dan tidak mengenal menyerah. Ketahanan memiliki makna mampu,
tahan, dan kuat menghadapi segala bentuk tantangan dan ancaman yang ada guna menjamin
kelangsungan hidupnya. Sedangkan kata “nasional” berasal dari kata nation yang berarti
bangsa sebagai pengertian politik. Bangsa dalam pengertian politik adalah persekutuan hidup
dari orang–orang yang telah menegara. Ketahanan nasional secara etimologi dapat diartikan
sebagai mampu, kuat, dan tangguh dari sebuah bangsa dalam pengertian politik.

1. Wajah Ketahanan Nasional Indonesia

Terdapat tiga pengertian ketahanan nasional atau disebut sebagai wajah ketahanan nasional
yakni: 1. ketahanan nasional sebagai konsepsi atau doktrin

2. ketahanan nasional sebagai kondisi

3. ketahanan nasional sebagai strategi, cara atau pendekatan

Untuk dapat memahami ketahanan nasional sebagai suatu konsepsi, pengertian pertama, perlu
diingat bahwa ketahanan nasional adalah suatu konsepsi khas bangsa Indonesia yang
digunakan untuk dapat menanggulangi segala bentuk dan macam ancaman yang ada.
Konsepsi ini dibuat dengan menggunakan ajaran “Asta Gatra”. Oleh karena itu, konsepsi ini
dapat dinamakan “Ketahanan nasional Indonesia berlandaskan pada ajaran Asta Gatra”.
Bahwa kehidupan nasional ini dipengaruhi oleh dua aspek yakni aspek alamiah yang
berjumlah tiga unsur (Tri Gatra) dan aspek sosial yang berjumlah lima unsur (Panca Gatra).
Tri Gatra dan Panca Gatra digabung menjadi Asta Gatra, yang berarti delapan aspek atau
unsur.

Ketahanan nasional sebagai kondisi, pengertian kedua, sebagai ilustrasi, apabila kita
mengatakan bahwa ketahanan nasional Indonesia pada masa kini lebih tinggi tingkatannya
dibanding tahun lalu. Kondisi Indonesia tersebut diukur dengan menggunakan konsepsi
ketahanan nasional Indonesia yakni ajaran Asta Gatra. Ketahanan nasional nasional
dirumuskan sebagai kondisi yang dinamis, sebab kondisi itu memang senantiasa berubah
dalam arti dapat meningkat atau menurun. Jadi kondisi itu tidak bersifat statis.

Ketahanan nasional sebagai strategi, pengertian tiga, berkaitan dengan pertanyaan tentang apa
sebab dan bagaimana Indonesia bisa “survive” walaupun menghadapi banyak ancaman dan
bahaya. Jawaban sederhana adalah karena bangsa Indonesia menggunakan strategi
“ketahanan nasional”. Jadi, dalam pengertian ketiga ini, ketahanan nasional dipandang
sebagai cara atau pendekataan dengan menggunakan ajaran Asta Gatra, yang berarti
mengikutsertakan segala aspek alamiah dan sosial guna diperhitungkan dalam
menanggulangi ancaman yang ada.

Tentang tiga wajah ketahanan nasional ini selanjutnya berkembang dan terumuskan dalam
dokumen kenegaraan, misalnya pada naskah GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN).

Perihal adanya tiga wajah atau pengertian ketahanan nasional diperkuat kembali oleh Basrie
(2002) bahwa ketahanan nasional itu memiliki wajah sebagai berikut: 1) sebagai Kondisi, 2)
sebagai Doktrin, dan 3) sebagai Metode. Tannas sebagai kondisi adalah sesuai dengan
rumusan ketahanan nasional pada umumnya. Tannas sebagai doktrin berisi pengaturan
penyelenggaraan keamanan dan kesejahteraan dalam kehidupan nasional. Tannas sebagai
metode adalah pendekatan pemecahan masalah yang bersifat integral komprehensif
menggunakan ajaran Asta Gatra.

2. Dimensi dan Ketahanan Nasional Berlapis


Selain tiga wajah atau pengertian ketahanan nasional, ketahanan nasional Indonesia juga
memiliki banyak dimensi dan konsep ketahanan berlapis. Oleh karena aspek-aspek baik
alamiah dan sosial (asta gatra) mempengaruhi kondisi ketahanan nasional, maka dimensi
aspek atau bidang dari ketahanan Indonesia juga berkembang. Dalam skala nasional dan
sebagai konsepsi kenegaraan, ada istilah ketahanan nasional. Selanjutnya berdasar aspek-
aspeknya, ada ketahanan nasional bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan
keamanan. Dari situ kita mengenal istilah ketahanan politik, ketahanan budaya, ketahanan
sosial, ketahanan ekonomi dan ketahanan keamanan. Jika diperinci lagi pada bidang-bidang
kehidupan yang lebih kecil, kita mengenal istilah ketahanan energi, ketahanan pangan,
ketahanan industri, dan sebagainya.

Konsep ketahanan nasional berlapis, artinya ketahanan nasional sebagai kondisi yang kokoh
dan tangguh dari sebuah bangsa tentu tidak terwujud jika tidak dimulai dari ketahanan pada
lapisan-lapisan di bawahnya. Terwujudnya ketahanan pada tingkat nasional (ketahanan
nasional) bermula dari adanya ketahanan diri/individu, berlanjut pada ketahanan keluarga,
ketahanan wilayah, ketahanan regional lalu berpuncak pada ketahanan nasional (Basrie,
2002).

3. Bela Negara Sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Nasional

Istilah bela negara, dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945.
Pasal 27 Ayat 3 menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”. Dalam buku Pemasyarakatan UUD NRI 1945 oleh MPR (2012)
dijelaskan bahwa Pasal 27 Ayat 3 ini dimaksudkan untuk memperteguh konsep yang dianut
bangsa dan negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yakni upaya bela negara bukan
hanya monopoli TNI tetapi merupakan hak sekaligus kewajiban setiap warga negara.

Berdasarkan Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945 tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha
pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap negara Indonesia. Hal ini
berkonsekuensi bahwa setiap warganegara berhak dan wajib untuk turut serta dalam
menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan
sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku termasuk pula aktifitas bela
negara. Selain itu, setiap warga negara dapat turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara
sesuai dengan kemampuan dan profesi masingmasing. Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun
2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara”.

B. Menanya Alasan Mengapa Diperlukan Ketahanan Nasional dan Bela Negara

Dalam lingkup kecil, ketahanan nasional pada aspek-aspek tertentu juga turut
menentukan kelangsungan hidup sebuah bangsa. Masih ingatkah Anda, pada tahun 1997-
1998, ketahanan ekonomi Indonesia tidak kuat lagi dalam menghadapi ancaman krisis
moneter, yang berlanjut pada krisis politik. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
ketahanan nasional memiliki banyak dimensi atau aspek, serta adanya ketahanan nasional
berlapis.

C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentang Ketahanan Nasional dan Bela
Negara

Dengan mendasarkan pengertian ketahanan nasional sebagai kondisi dinamik bangsa


yang ulet dan tangguh dalam menghadapi berbagai ancaman, maka konsepsi ini tetaplah
relevan untuk dijadikan kajian ilmiah. Hal ini disebabkan bentuk ancaman di era modern
semakin luas dan kompleks. Bahkan ancaman yang sifatnya nonfisik dan nonmiliter lebih
banyak dan secara masif amat mempengaruhi kondisi ketahanan nasional. Misalnya, ancaman
datangnya kemarau yang panjang di suatu daerah akan mempengaruhi kondisi ketahanan
pangan di daerah yang bersangkutan. Ketahanan Nasional tetap relevan sebagai kekuatan
penangkalan dalam suasana sekarang maupun nanti, sebab ancaman setelah berakhirnya
perang dingin lebih banyak bergeser kearah nonfisik, antara lain; budaya dan kebangsaan
(Sudradjat, 1996: 1-2). Inti ketahanan Indonesia pada dasarnya berada pada tataran
“mentalitas” bangsa Indonesia sendiri dalam menghadapi dinamika masyarakat yang
menghendaki kompetisi di segala bidang. Hal ini tetap penting agar kita benar-benar
memiliki ketahanan yang benar-benar ulet dan tangguh. Ketahanan nasional dewasa ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi ketidakadilan sebagai “musuh bersama”. (Armawi, 2012:90).
Konsep ketahanan juga tidak hanya ketahanan nasional tetapi sebagai konsepsi yang berlapis,
atau Ketahanan Berlapis yakni ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan daerah,
ketahanan regional dan ketahanan nasional (Basrie, 2002).

Ketahanan juga mencakup beragam aspek, dimensi atau bidang, misal istilah
ketahanan pangan dan ketahanan energi. Istilah-istilah demikian dapat kita temukan dalam
rumusan RPJMN 2010-2015. Dengan masih digunakan istilah-istilah tersebut, berarti konsep
ketahanan nasional masih diakui dan diterima, hanya saja ketahanan dewasa ini lebih
difokuskan atau ditekankan pada aspek-aspek ketahanan yang lebih rinci, misal ketahanan
pangan dan ketahanan keluarga.

D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Ketahanan Nasional dan


Bela Negara

Pengalaman sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan pada kita pada, konsep
ketahanan nasional kita terbukti mampu menangkal berbagai bentuk ancaman sehingga tidak
beru jung pada kehancuran bangsa atau berakhirnya NKRI. Setidaknya ini terbukti pada saat
bangsa Indonesia menghadapai ancaman komunisme tahun 1965 dan yang lebih aktual
menghadapi krisis ekonomi dan politik pada tahun 1997-1998. Sampai saat ini kita masih
kuat bertahan dalam wujud NKRI. Bandingkan dengan pengalaman Yugoslavia ketika
menghadapi ancaman perpecahan tahun 1990-an. Namun demikian, seperti halnya kehidupan
individual yang terus berkembang, kehidupan berbangsa juga mengalami perubahan,
perkembangan, dan dinamika yang terus menerus. Ketahanan nasional Indonesia akan selalu
menghadapi aneka tantangan dan ancaman yang terus berubah. Ketahanan nasional sebagai
kondisi, salah satu wajah Tannas, akan selalu menunjukkan dinamika sejalan dengan keadaan
atau obyektif yang ada di masyarakat kita. Sebagai kondisi, gambaran Tannas bisa berubah-
ubah, kadang tinggi, kadang rendah.

E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Ketahanan Nasional dan Bela Negara

1. Esensi dan Urgensi Ketahanan Nasional

Sudah dikemukakan sebelumnya, terdapat tiga cara pandang dalam melihat


ketahanan nasional. Ketiganya menghasilkan tiga wajah ketahanan nasional yakni ketahanan
nasional sebagai konsepsi, ketahanan nasional sebagai kondisi, dan ketahanan nasional
sebagai konsepsi atau doktrin. Ketiganya bisa saling berkaitan karena diikat oleh pemikiran
bahwa kehidupan nasional ini dipengaruhi oleh delapan gatra sebagai unsurnya atau dikenal
dengan nama “Ketahanan nasional berlandaskan ajaran asta gatra”. Konsepsi ini selanjutnya
digunakan sebagai strategi, cara atau pendekatan di dalam mengupayakan ketahanan nasional
Indonesia. Kedelapan gatra ini juga digunakan sebagai tolok ukur di dalam menilai ketahanan
nasional Indonesia sebagai kondisi. Esensi dari ketahanan nasional pada hakikatnya adalah
kemampuan yang dimiliki bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk ancaman
yang dewasa ini spektrumnya semakin luas dan kompleks.
2. Esensi dan Urgensi Bela Negara

Terdapat hubungan antara ketahanan nasional dengan pembelaan negara atau bela negara.
Bela negara merupakan perwujudan warga negara dalam upaya mempertahankan dan
meningkatkan ketahanan nasional bangsa Indonesia. Keikutsertaan warga negara dalam
upaya menghadapi atau menanggulagi ancaman, hakekat ketahanan nasional, dilakukan
dalam wujud upaya bela negara. Pada uraian sebelumnya telah dikatakan bahwa bela negara
mencakup pengertian bela negara secara fisik dan nonfisik. Bela negara secara fisik adalah
memanggul senjata dalam menghadapi musuh (secara militer). Bela negara secara fisik
pengertiannya lebih sempit daripada bela negara secara nonfisik.

BUKU III (PEMBANDING )

BAB I KONSEP DASAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebutkan “civis”, selanjutnya dari kata “civis” ini
dalam bahasa Inggris timbul kata “civic” artinya mengenai Warga Negara atau
Kewarganegaraan. Dari kata “civic” lahir kata “civics”, ilmu Kewarganegaraan dan civic
education, Pendidikan Kewarganegaraan. Menurut Azra (2000), Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan
demokrasi dan pendidikan Hak Asasi Manusia. Sementara itu, Zamroni (2001)
berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hakhak warga
masyarakat. Pengertian lain didefinisikan oleh Merphin Panjaitan (1998), bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mendidik generasi muda menjadi Warga Negara yang demokratis dan partisipatif
melalui suatu pendidikan yang diagonal. Sementara Soedijarto (1996) mengartikan
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk
membantu peserta didik untuk menjadi Warga Negara yang secara politik dewasa dan
ikut serta membangun sistem politik yang demokratis. Dari definisi tersebut, semakin
mempertegas pengertian civic education (Pendidikan Kewarganegaraan)
karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di
rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Jadi, Pendidikan Kewarganegaraan (civic
education) adalah program pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah
kebangsaan, Kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan masyarakat madani (civil society) yang dalam implementasinya
menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokratis dan humanis.

BAB II
IDENTITAS NASIONAL
A. Pengertian Ideintitas Nasional
Setiap bangsa memiliki karakter dan identitasnya masing-masing.
Apabila mendengar kata Barat, tergambar masyarakat yang individualis,
rasional, dan berteknologi maju. Mendengar kata Jepang tergambar
masyarakat yang berteknologi tinggi namun tetap melaksanakan tradisi
ketimurannya. Bagaimana dengan Indonesia? Orang asing yang datang ke
Indonesia biasanya akan terkesan dengan keramahan dan kekayaan budaya
kita.
Indonesia adalah negara yang memiliki keunikan di banding negara
yang lain. Indonesia adalah negara yang memiliki pulau terbanyak di dunia,
negara tropis yang hanya mengenal musim hujan dan panas, negara yang
memiliki suku, tradisi dan bahasa terbanyak di dunia. Itulah keadaan
Indonesia yang bisa menjadi ciri khas yang membedakan dengan bangsa yang
lain.
Salah satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan
cara membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara
mencari sisi-sisi umum yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian
dapat menghindarkan dari sikap kabalisme, yaitu penekanan yang terlampau
berlebihan pada keunikan serta ekslusivitas yang esoterik, karena tidak ada
satu bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda dengan bangsa lain
(Darmaputra, 1988: 1). Pada bab ini akan dibicarakan tentang pengertian
identitas nasional, identitas nasional sebagai karakter bangsa, proses
berbangsa dan bernegara dan politik identitas.
Identitas nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau
jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu
dengan bangsa yang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan,
2011: 66). Ada beberapa faktor yang menjadikan setiap bangsa memiliki
identitas yang berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut adalah: keadaan geografi,

BAB III
NEGARA DAN KONSTITUSI
Negara merupakan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam
kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya setiap warga masyarakat menjadi
anggota dari suatu negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara, karena
organisasi negara sifatnya mencakup semua orang yang ada di wilayahnya,
dan kekuasaan negara berlaku bagi orang-orang tersebut. Sebaliknya
negara juga memiliki kewajiban tertentu terhadap orang-orang yang
menjadi anggotanya. Melalui kehidupan bernegara dengan pemerintahan
yang ada di dalamnya, masyarakat ingin mewujudkan tujuan-tujuan
tertentu seperti terwujudnya ketenteraman, ketertiban, dan kesejahteraan
masyarakat. Tanpa melalui organisasi negara kondisi masyarakat yang
semacam itu sulit untuk diwujudkan, karena tidak ada pemerintahan yang
mengatur kehidupan mereka bersama.
Agar pemerintah suatu negara yang memiliki kekuasaan untuk
mengatur kehidupan masyarakat tidak bertindak seenaknya, maka ada
sistem aturan yang mengaturnya. Sistem aturan tersebut menggambarkan
suatu hierarkhi atau pertingkatan dari aturan yang paling tinggi
tingkatannya sampai pada aturan yang paling rendah. Aturan yang paling
tinggi tingkatannya dalam suatu negara dinamakan konstitusi atau sering
disebut dengan undang-undang dasar, dua sebutan yang sebenarnya tidak
persis sama artinya. Dengan konstitusi diharapkan organisasi negara
tertata dengan baik dan teratur, dan pemerintah yang ada di dalamnya
tidak bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Dalam tulisan ini
akan dipaparkan tentang organisasi negara dan konstitusi yang mengatur
kehidupan negara tersebut.

BAB IV Hubungan Negara dengan Warga Negara


Pembicaraan hubungan negara dan warga negara sebenarnya merupakan
pembicaraan yang amat tua. Thomas Hobbes, tokoh yang mencetuskan istilah
terkenal Homo homini lupus (manusia pemangsa sesamanya), mengatakan bahwa
fungsi negara adalah menertibkan kekacauan atau chaos dalam masyarakat.
Walaupun negara adalah bentukan masyarakat, namun kedudukan negara adalah
penyelenggara ketertiban dalam masyarakat agar tidak terjadi konflik, pencurian
dan lain-lain. (Wibowo, 2000: 8).
Persoalan yang paling mendasar hubungan antara negara dan warga negara
adalah masalah hak dan kewajiban. Negara demikian pula warga negara samasama
memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Sesungguhnya dua hal ini
saling terkait, karena berbicara hak negara itu berarti berbicara tentang kewajiban
warga negara, demikian pula sebaliknya berbicara kewajiban negara adalah
berbicara tentang hak warga negara.
Kesadaran akan hak dan kewajiban sangatlah penting, seseorang yang
semestinya memiliki hak namun ia tidak menyadarinya, maka akan membuka
peluang bagi pihak lain untuk menyimpangkannya. Demikian pula ketidaksadaran
seseorang akan kewajibannya akan membuat hak yang semestinya didapatkan
orang lain menjadi dilanggar atau diabaikan. Pada bab ini akan dibahas pengertian
hak dan kewajiban, hak dan kewajiban negara dan warga negara menurut UUD
1945, serta pelaksanaan hak dan kewajiban negara dan warga negara di negara
Pancasila

.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Latar belakang masalah yang akan dikaji

Membaca adalah kegiatan yang mendatangkan banyak manfaat dan beruntung bagi orang
yang gemar membaca, diantaranya membaca buku. Mereka yang suka membaca buku akan
memperoleh banyak informasi sehingga akan menambah pengetahuan dan wawasan yang
luas. Informasi tentang buku baru yang sering dimuat di surat kabar atau majalah yang berupa
artikel resensi. Orang yang menyukai aktivitas membaca, hasilnya, mereka tidak akan
berpikir sempit ketika menghadapi masalah-masalah yang sedang dialaminya. Serta
mempunya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam menyikapi kejadian-kejadian sehari-
hari disekitarnya. Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada
orang lain, membaca saja tidak cukup. Membaca buku yang berkaitan dengan pendidikan
kewarganegaraan yang mencakup berbagai masalah dan sudut pandangan tentang Negara
memberikan pengetahuan yang berguna bagi pembaca yang dapat menempah diri individu
menjadi seseorang yang mempunyai rasa nasionalisme yang kuat dan menjadi warga Negara
yang pancasilais. Oleh karena itu penulis (kami kelompok 9) menyusun makalan berupa hasil
“Critikan Book Report” ini untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan
serta mengetahui isi pembahasan dari keseluruhan isi buku yang kami kritik serta
menerapkan teori yang ada pada pembahasan bab tersebut di lingkungan masyarakat dalam
berbangsa dan bernegara.

B. Permasalahan yang akan dikaji

Dalam buku sudah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan didalamnya. Untuk itu
diperlukan resnsi sebagai perbandingan buku untuk melihat kelebihan dan kekurangan
tersebut serta memperbaikinya. Buku yang dibandingkan adalah buku Apick Gandamana,
S.Pd., M.Pd tahun 2019 dengan buku Tim direktorat jenderal pembelajran dan
kemahasiswaan tahun 2016 dan buku Pendidikan Kewarganegaraan (civil education).Kita
bisa melihat bahwa ketiga buku tersebut diterbitkan pada tahun yang berbeda.Apakah
dengan perbedaan judul dan tahun terbit tersebut menjadi pengaruh perbandingan signifikan
dalam kualitas penulisan maupun kualitas isi. Penulisan perbandingan tidak sebatas pada isi
buku saja, tetapi sisteamatika penulisan, gaya bahasa, bahkan ilustrasi hal-hal intrinsic buku.

C. Kajian teori yang digunakan / konsep yang digunakan


Kajian teori atau konsep yang digunakan dalam menganalisis buku pendidkan
kewarganegaran adalah Studi Literatur yaitu cara yang dipakai untuk menghimpun
data-data atau sumber-sumber yang berhubungan dengan topic yang diangkat dalam
suatu penelitian. Study literature bisa didapatkan dari berbagai sumber, jurnal, buku
dokumemtasi, internet dan pustaka.
D. Metode yang digunakan
Metode yang digunakan dalam menganalisis buku pendidkan kewarganegaran adalah
metode kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus
penelitian sesuai dengan fakta lapangan.
E. Analisis critical book report
A.KELEBIHAN BUKU

1. Ketiga buku ini angkat terperinci dan dipandang berdasarkan aspek-aspek kehidupan dan
seseuai dengan lambang negara serta UUD 1945.

2.Pada buku utama yakni tentang kewarganegaraan dalam pandangan mahasiswa Muhammad
mereka membahas dengan sudut pandang secara umum dan sdit pandang secara islamiah
sehingga buku ini layak dijadikan pembanding antara sistem hukum yang dibuat oleh
pemerintah dan bagaimana Peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam berpolitik dan
lain sebaginya.

2. Pada buku ini terdapat analisis kasus di setiap materi sehingga pembaca akan lebih
memahami karena diberikan contoh konkrit.
3. Sebelum memasuki isi dari suatu bab penulis dari kedua buku memberikan keterangan
orientasi dengan bahasa yang baik sehingga dapat memotivasi para pembaca untuk kelanjutan
bacaannya.
4. Buku ini sangat bagus karena materi-materi yang dibahas dibuat dengan lengkap dan
disertai juga dengan nama ahli tokoh setiap pengutipan sebuah kalimat, dimana ini sangat
membuat buku menjadi kaya dikarenakan terdapat konsep-konsep di setiap materinya yang
dibahas.
5. Di setiap akhir pembahasan bab terdapat beberapa soal latihan untuk pembaca untuk lebih
mendalami materi yang disajikan.
6. Dalam buku pembanding (2) juga disediakan glossarium yang berfungsi menyajikan kata-
kata berserta artinya yang terkait dengan buku tersebut untuk memudahkan kita untuk
memahami sesuatu kata.
7. dan dalam buku pembanding (3) juga memiliki perluasan arti kewarganegaraan bagi
mahasiswa dan menjelaskan kompetensi (civic competensies) untuk mahasiswa. Buku Ini
sangat bagus bagi para mahasiswa

B.KELEMAHAN
1. Bahasanya terlalu baku sehingga sulit untuk dipahami, ada beberapa kata yang dalam
penyusunannya tidak mengikut pada aturan penulisan, sehingga menjadikan pembaca
harus mengulang kembali membaca untuk bisa memahaminya.
2. Ada kata yang dalam dalam pengetikannya salah, saya menyadari bahwa hal itu
mungkin kekhilafan penulis dan editor, namun kata tersebut bukan hanya terdapat di
suatu pembahasan saja, namun setiap pembahasan yang menggunakan kata tersebut,
alangkah baiknya jika disempurnakan.
3. Bahasa dan kalimat yang digunakan dalam buku ini lumayan susah untuk dimengerti
dan dicerna, kata-katanya tidak begitu mudah untuk dipahami sehingga pembaca
harus lebih serius dan berkonsentrasi saat membacanya
4. Pada buku ini sangat disayangkan tidak banyak disertai gambar yang menarik untuk
diikuti atau dilihat sebagai contoh dari pancasila itu sendiri.
5. Buku Utama (1) tidak disediakan glossarium yang berfungsi menyajikan kata-kata
berserta artinya yang terkait dengan buku tersebut yang mrmbuat pembaca sulit untuk
memahami sesuatu kata.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
PKn sebagai mata kuliah lebih disosialisasikan kepada mahasiswa, dan
dapat memberikan suatu bentuk pencerahan pengetahuan yang kontekstual
yakni; dapat memberikan jawaban atas permasalahan kenegaraan saat ini. . PKn ke
depan adalah bagaimana PKn sebaiknya dikembangkan menjad suatu bentuk kajian keilmuan
yang mapan, sebagai suatu ilmu pendidikan bukan merupakan suatu bentuk kajian keilmuan
yang lebih bersifat program pendidikan, karena mereka memandang akan lebih mudah
apabila PKn memiliki Body Of Knowledge tersendiri untuk di ajarkan kepada mahasiswa, di
mana PKn tidak hanya merupakan bentuk Pendidikan Politik dan Hukum yang
mengutamakan transformasi pengetahuan, akan tetapi juga merupakan suatu bentuk
Pendidikan Nilai yang juga mengusahakan transformasi nilai-nilai dalam sikap dan
perilakuewarganegaraan merupakan ilmu pengetahuan yang membahas seputar berbangsa
dan bernegara. Di dalamnya terdapat tentang Pancasila, UU, Kepres, dan HAM, Demoraksi
dan lain sebagainya.
Pendidikan pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berperilaku, 1.
Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati
nuraninya. 2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta
caea-cara pemecahannya. 3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. 4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah
dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan indonesia (kaelan,2010:15).
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki kedudukan yang cukup kuat, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 37 Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat tentang Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan untuk
membentuk para mahasiswa menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air

B. SARAN

Diharapkan keapada mahasiswa untuk memperdalam ilmu pendidikan kewrganegaraan


agar mempunyai rasa nasionalisme yang kuat serta tanggung jawab terhadap bangsa
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai