Nama : Nisrina
Npm : 10802090093
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggara pengajaran bahasa, sebagai bagian dari penyelenggaraan
pendidikan, merupakan usaha yang persiapan dan pelaksanaannya meliputi berbagai
bagian dan tahapan. Penyelenggaraan pengajaran tidak semata-mata terbatas pada
interaksi belajar mengajar antara siswa dan guru di ruang kelas, meskipun kegiatan itu
merupakan bagian terbesar dan memerlukan waktu terbanyak. Selain kajian dan
identifikasi terhadap kebutuhan yang harus dipenuhi dan tujuan yang harus dicapai,
penyelenggaraan pengajaran menyangkut pula pemilihan bahan-bahan pelajaran yang
sesuai dengan tujuan, disamping metode dan teknik mengajar serta latihan yang sesuai.
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis.
Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa
tersebut. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan
berwacana, yakni kemampuan memahami dan atau menghasilkan teks lisan dan atau tulis
yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi
atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata
pelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan
tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada
tingkat literasi tertentu.
2. Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal
dirinya budayanya, dan budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran bahasa juga
membantu peserta didik mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, serta
berpartisipasi dalam masyarakat. (Deden S & Hani I, 2008 : 1).
Mata pelajaran bahasa Inggris secara resmi bisa diajarkan di sekolah dasar sejak
tahun ajaran 1994 sebagai mata pelajaran muatan lokal. Walaupun dalam kenyataannya
ada beberapa sekolah dasar yang sudah 11 memprogramkan pelajaran bahasa Inggris bagi
siswanya sebelum tahun tersebut, terutama sekolah-sekolah swasta yang telah mampu
menyediakan pengajaran dan bahan ajarnya. (Kasihani, 2007 : 1).
Kebijakan tahun 1994 tersebut ditanggapi secara positif dan luas oleh masyarakat,
terutama oleh sekolah-sekolah dasar yang merasa memerlukan dan mampu
menyelenggarakan pembelajaran bahasa Inggris. Kebijakan ini disusul oleh Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomer 060/U/1993 tanggal 25 februari
1993 tentang dimungkinkannya program bahasa Inggris lebih dini sebagai satu mata
pelajaran muatan local. Mata pelajaran ini dapat dimulai di kelas 4 SD sesuai anjuran
pemerintah. (Kasihani, 2007 : 2)
BAB III
METODE MINI RISET
1. Metode Grammar Translation
Metode grammar-translation menekankan pengajaran tata bahasa yang disertai
dengan latihan-latihan terjemahan baik dari bahasa siswa ke bahasa asing yang dipelajari
maupun sebaliknya. Metode ini mengombinasikan antara pengajaran grammar dan
terjemahan ke dalam bahasa sasaran dengan mengutamakan latihan-latihan yang
didasarkan pada pengajaran bahasa melalui usia (Escher, 1928 dalam Kelly, 1969).
Metode ini memandang bahwa bahasa pertama siswa dianggap sebagai referensi
untuk memperoleh bahasa kedua. Pembelajaran bahasa secara implisit dipandang sebagai
kegiatan intelektual yang melibatkan aturan-aturan pembelajaran, aturan-aturan
penghafalan dan fakta-fakta yang berpengaruh dengan bahasa pertama siswa yang
diperbanyak dengan terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa kedua. Oleh karena itu,
metode pengajaran grammar-translation tidak menekankan pada cara berkomunikasi,
melainkan berorientasi kepada pekerjaan dan mempelajari sistem bahasa secara
gramatikal. Dengan demikian, metode ini mudah untuk diterapkan. Namun demikian,
kekurangan metode ini terletak pada penekanannya yang berlebihan terhadap bahasa
sebagai sebuah aturan umum dan membatasi teknik latihan yang tidak mengemansipasi
siswa dari bahasa pertamanya yang dominan.
Dalam metode ini, bahasa ditampilkan dalam pelajaran singkat secara gramatikal
yang berisikan kaidah-kaidah tata bahasa yang diikuti dengan contoh-contoh. Siswa
diharapkan mengkaji dan menghafalkan contoh-contoh dan kaidah-kaidah tata bahasa
tersebut secara khusus, misalnya sebuah paradigma tentang kata kerja atau sebuah daftar
preposisi. Tidak ada pendekatan yang sistematis untuk kosa kata atau aspek lain terhadap
bahasa kedua. Latihan-latihannya berupa kata-kata, dan kalimat-kalimat siswa pada
bahasa pertamanya kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa keduanya.
2. Metode Langsung (Direct Method)
Metode langsung atau direct method adalah bentuk pengajaran secara langsung
yang berupa bahasa lisan dan teks-teks yang sudah dicetak, menyusun karangan
berdasarkan gambar dan episode-episode yang diajarkan oleh guru. Metode ini
memperkenalkan konsep pengajaran bahasa yaitu apa yang dapat dikerjakan oleh guru
secara aktual dan apa yang sanggup dilakukannya (Stern, 1983:458). Pandangan ini
didasarkan pada kenyataan bahwa pemakaian bahasa sasaran merupakan alat pengajaran
dan komunikasi di dalam kelas bahasa dan sebagai usaha yang sistematis untuk
mengikuti keaslian dan pengembangan bahasa sasaran. Selain itu, pengajaran bahasa juga
dipandang sejalan dengan perolehan bahasa pertama, sehingga dalam metode ini
memberikan penekanan pada bunyi, kalimat singkat, dan asosiasi langsung bahasa
dengan obyek dan lingkungan seperti dalam kelas, di rumah, di kebun, dan di jalan
(Ruckler, 1969:19-20).
3. Metode Reading
Metode reading merupakan sebuah teori pengajaran bahasa yang membatasi
tujuan pengajaran bahasa secara praktis dan mudah diterapkan pada latihan membaca
yang sangat hati-hati. Metode ini memiliki dasar pragmatis yang kuat yang
mengaasumsikan pendidikan sama dengan kurikulum yang berlaku di Amerika pada
tahun duapuluhan yang disebut mengorganisasi kegiatan pendidikan untuk menentukan
pokok-pokok kegunaan praktis. Pandangan ini menganggap membaca merupakan
keterampilan yang sangat bermanfaat dalam mempelajari bahasa asing karena
pembelajaran dengan membaca lancar lebih penting bagi siswa yang belajar Bahasa
Inggris dari pada berbicara (West, 1926).
4. Metode Audiolingual
Audiolingual method memandang proses pembelajaran sebagai salah satu
pembiasaan dan pengondisian tanpa interfensi dari anlisis intelektual. Penekanannya
terletak pada latihan yang aktif dan sederahana. Penghafalan, peniruan, pattern drills atau
pattern practice merupakan teknik pembelajaran metode ini. Teknik-teknik ini muncul
untuk menawarkan kemungkinan pembelajaran bahasa tanpa memerlukan latar belakang
akademik dan kemauan yang kuat. Metode audiolingual juga disebut sebagai aural-oral
method yang merupakan alternatif ujaran yang lebih muda (Brooks, 1964:263).
Metode ini memiliki beberapa karakteristik yang berbeda, yakni: (1) pemisahan
bakat-bakat listening, speaking, reading, dan writing serta keutamaan audiolingual atas
bakat-bakat grafik, (2) kegunaan dialog sebagai alat untuk mengemukakan bahasa, (3)
menekankan pada teknik-teknik praktis, mimik, penghafalan, dan pattern drill, (4)
penggunaan laboatorium bahasa, dan (5) menyusun teori psikologi dan linguistik sebagai
dasar metode pengajaran.
Dengan demikian, metode ini juga memberikan kontribusi yang penting terhadap
pembelajaran bahasa. Pertama, merekomendasikan teori pengembangan bahasa pada
pemakaian linguistik dan prinsip-prinsip secara psikologis. Kedua, berusaha menjadikan
pembelajaran bahasa dapat diterima oleh kelompok-kelompok pelajar bahasa yang besar.
Ketiga, menekankan pada kemajuan sintaksis. Keempat, mengembangkan teknik-teknik
pengajaran bahasa yang sederhana, tanpa translation, bervariasi, bertingkat, dan latihan-
latihan praktis. Kelima, mengembangkan pemisahan aspek-aspek bahasa .
5. Metode Audiovisual
Metode audiovisual merupakan metode yang mencari sebuah dasar dalam
linguistik. Isi dari pada gramatikal dan leksikalnya diperoleh dari kajian linguistik
deskriptif. Sebuah skenario yang ditampilkan secara visual memberikan makna yang jelas
terhadap keterlibatan siswa dalam konteks dan ujaran yang bermakna. Dalam metode ini
pembelajaran bahasa divisualisasikan dengan langkah-langkah sebagai berikut; (1) secara
khusus dapat menerapkan bahasa sehari-hari siswa, (2) melibatkan kapasitas untuk
berbicara yang lebih bertalian dengan topik-topik umum dan membaca fiksi dan koran,
dan (3) melibatkan penggunaan ceramah-ceramah profesional yang sifatnya khusus dan
hal-hal lain yang menarik.
Dalam metode audiovisual ini, sama halnya dengan metode direct, memiliki
kesulitan-kesulian dalam menyampaikan makna karena tampilan gambar strip film tidak
menjamin siswa untuk tidak salah interpretasi terhadap makna ujaran. Pengaruh antara
ujaran dengan gambar yang ditampilkan secara teoritis masih sering dipertanyakan, dan
menimbulkan kesulitan-kesulitan praktis.
BAB IV
HASIL MINI RISET
1. PRESTASI BELAJAR
Prestasi belajar seseorang sering dihubungkan dengan angka hasil pengukuran,
yang dilaksanakan melalui berbagai cara. Angka-angka tersebut merupakan kesimpulan
akhir dari sebuah proses evaluasi yang dikenakan terhadap siswa. Tujuan ini tentu akan
menjadi suatu tolok ukur untuk mengklasifikasikan siswa ke dalam suatu herarki
keberhasilan yang pada umumnya dinyatakan dalam sebutan prestasi belajar. Prestasi
hasil belajar adalah hasil yang dicapai anak didik dalam usaha belajarnya. Hasil belajar
tersebut dicantumkan dalam transkrip, rapor atau kartu hasil studi, baik berupa nilai
angka maupun nilai kategori yang dibagikan dalam periode waktu tertentu (Wirawan,
1976:3).
Ukuran yang pasti dari prestasi seseorang atau kelompok, sulit diperoleh karena
penentuan prestasi atau kemampuan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang
sangat kompleks. Menurut Winkel (1984:43), faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor dari siswa itu sendiri, dan faktor dari
luar siswa. Secara rinci, faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Faktor siswa sendiri, meliputi:
a. Faktor fisik intelektual, yang meliputi taraf inteligensi, kemampuan belajar,
sikap, perasan, minat, kondisi akibat sosio-kultural, dan ekonomi.
b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang
terdiri atas: (1) faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat, dan (2) faktor
kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki.
2) Faktor kematangan fisik maupun psikis.
3) Faktor dari luar siswa, yang terdiri dari:
4) Faktor pengaturan belajar di sekolah, yang meliputi kurikulum pengajaran,
disiplin sekolah, efektivitas guru, fasilitas belajar, dan pengelompokan siswa.
5) Faktor di sekolah, yang meliputi system sosial, status sosial serta interaksi guru
dan siswa.
6) Faktor situasional, yang meliputi keadaan politik, ekonomi, keadaan, waktu dan
tempat, serta keadaan musim dan iklim.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor dari siswa dan dari
luar siswa tersebut saling berinteraksi, baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam mencapai prestasi belajar. Dengan demikian, prestasi belajar dapat diartikan
sebagai suatu hasil yang diperoleh siswa melalui suatu proses yaitu belajar yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri siswa yang belajar dan dinyatakan dalam bentuk
angka. Sedangkan prestasi belajar bahasa Inggris adalah suatu hasil yang diperoleh
melalui proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa setelah belajar
bahasa Inggris yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian survei, karena penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan informasi dari suatu sampel melalui penyebaran kuesioner yang
nantinya menggambarkan berbagai aspek dari populasi. Pendekatan yang digunakan
adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian diskriptif korelasional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV dan V SDN 017
Tenggarong tahun pelajaran 2014/15 yang terletak di Jalan Gunung Sentul Tenggarong
dan berjumlah seluruhnya 83 orang. Populasi adalah totalitas semua nilai yang menjadi
hasil penghitungan atau pun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif daripada
karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas yang ingin
dipelajari sifat- sifatnya Sudjana (1984:5). Sedangkan sampel merupakan bagian dari
populasi yang dapat mewakili atau mencerminkan karakteristik populasi tersebut
(Budiharso, 2004:6). Dalam penelitian ini penulis menetapkan seluruh populasi untuk
dijadikan sampel. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian populasi.
Abort, Gerry. et. al. 1981. The Teaching of English as An International Language. London:
Collin Glasgow & London P.
Baudion, Margareth, et. al. 1977. Reader’s Choice. Canada: The University Press of Michigan.
Best, John W. 1981. Research in Education. New Jersey: Englewood Cliffs. Prentice Hall Inc.
Budiharso, Teguh. 2004. Prinsip dan Strategi Pengajaran Bahasa. Surabaya: Lutfansah
Mediatama.
Cobuild, Collins. 1996. Learner’s Dictionary, Helping Learners with Real English.
Dwyer, Margareth A. 1983. Some Strategies for Improving Reading Efficiency. English
Teaching Forum Vol. XXI.
Hornby, AS. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. London: Oxford
University Press.
Lado, MJ. 1996. Common Error in English. Jakarta: CV. Tulus Jaya.
Moore, Gary W. 1983. Developing and Evaluating Educational Research. Toronto: Little
Brown Company.
Watson, Owen. 1976. Longman Modern English Dictionary. London: Hazel Watson. Yerkes,
D. 1986. Webster’s Encyclopedia Unbridged Dictionary of English Language.