Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

MENDEFINISIKAN KATA-KATA SECARA TEPAT DALAM TULISAN

Dosen Pengampu:

Dr. Rusma Noortyani, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Ahmad Daha Saputra (1910312210020)


Azhar (1910312210086)
Muhammad Amin (1910312110038)
Muhammad Donny Chandara (1910312210018)
Muhammad Rizqy (1910312210050)
Muhammad Zaini (1910312110002)
Rifqi Rihaldi Yahya (1910312210024)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt karena atas berkat serta
karunia-Nya, kami selaku mahasiswa manajemen kelas Genap kelompok 6, dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Mendefinisikan Kata-Kata Secara Tepat
Dalam Tulisan” ini dengan sebaik-baiknya.

Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad saw beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman
nanti. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu kami, Ibu Dr. Rusma Noortyani, M.Pd, yang telah membantu dan
mendukung kami dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
karena kesempurnaan hanya milik Allah swt semata dan kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf apabila
ada kesalahan ataupun kekurangan dalam makalah ini. Kami juga mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Besar harapan kami agar
makalah ini bisa memberikan ilmu yang bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata,
kami selaku penyusun makalah mengucapkan terima kasih.

Banjarmasin, 02 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1

A. Latar Belakang .....................................................................................1


B. Rumusan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan Masalah ...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................3

A. Macam-Macam Kaidah-Kaidah Bermakna..........................................3


B. Karang Mengarang ..............................................................................22
C. Jenis-Jenis Kalimat...............................................................................29

BAB III PENUTUP ........................................................................................43

A. Kesimpulan ..........................................................................................43
B. Saran ....................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................44

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia
dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu
berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara
atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung
maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan
itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Dengan cara
menggunakan kalimat yang benar, Kalimat yang dapat mengungkapkan
gagasan pemakainya secara tepat, padat, singkat dan dapat dipahami oleh
lawan bicaranya.
Ketika anda menulis/mengarang kata merupakan kunci utama
dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata dalam
Bahasa Indonesia harus dapat mudah dipahami dengan baik dan benar,
agar ide dan pesan seseorang dapat dimengerti. Dengan demikian, kata-
kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks
alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa tidak dapat digunakan
dengan sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan
dengan mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Mengarang tidak hanya dan tidak harus tertulis. Seperti halnya
berkomunikasi, kegiatan mengarang yang juga menggunakan bahasa
sebagai medianya dapat berlangsung secara lisan. Seseorang yang
berbicara misalnya, dalam sebuah diskusi atau berpidato secara serta merta
otaknya terlebih dahulu harus mengarang sebelum mulutnya berbicara.
Jadi, karangan bisa dibuat dalam bentuk tulisan maupun secara lisan. Jadi
hal penting yang perlu dikuasai adalah keterampilan berbahasa,
keterampilan penyajian, dan keterampilan perwajahan baik itu secara serta

1
merta otaknya terlebih dahulu harus mengarang sebelum mulutnya
berbicara.
Jadi, karangan bisa dibuat dalam bentuk tulisan maupun secara
lisan. Jadi hal penting yang perlu dikuasai adalah keterampilan berbahasa,
keterampilan penyajian, dan keterampilan perwajahan baik itu secara
tertulis maupun secara lisan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kaidah-kaidah bermakna?
2. Apakah yang dimaksud dengan jenis-jenis kalimat?
3. Apakah yang dimaksud dengan karang-mengarang?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui yang dimaksud dengan kaidah-kaidah bermakna.
2. Mengetahui yang dimaksud dengan jenis-jenis kalimat.
3. Mengetahui yang dimaksud dengan karang-mengarang.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Kaidah-Kaidah Bermakna


1. Kaidah Ejaan
Kaidah ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana
menggunakan lambang-lambang bunyi bahasa dan bagaimana
hubungan antara lambang-lambang tersebut (pemisahan dan
penggabungannya). Secara teknis, kaidah ejaan dan tanda baca adalah
aturan-aturan mengenai penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan
tanda baca.
Seperti diketahui bahwa kaidah ejaan mengatur penggunaan
beragam lambang kebahasaan yang berdimensi luas. Pembahasan
menyeluruh mengenai kaidah ejaan tersebut tidak mungkin dilakukan
pada bagian ini. Pembahasan dibatasi pada kaidah-kaidah ejaan yang
sangat produktif penggunaannya di dalam masyarakat.
a. Penulisan Huruf
Kaidah-kaidah yang berlaku mengenai pemakaian huruf
dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut:
 Huruf Kapital
Istilah huruf kapital sering juga disebut dengan huruf besar.
Huruf kapital dipakai pada:
1) Kata pada awal kalimat
2) Petikan langsung (yang utuh)
3) Dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan
dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan
4) Nama gelar kehormatan, keturunan dan keagamaan yang
diikuti nama orang
5) Nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang
6) Nama orang

3
7) Nama bangsa, suku bangsa dan Bahasa
8) Nama tuhan, bulan, hari raya dan peristiwa sejarah
9) Nama khas dalam geografi
10) Nama badan resmi, lembaga pemerintahan dan
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
11) Nama semua kata dalam judul buku, majalah, surat kabar,
kecuali kata partikel, seperti di, ke dari, untuk, yang, dan
yang tidak terletak pada posisi awal
12) Singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan
13) Kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu,
adik, paman yang dipakai sebagai kata ganti sapaan
 Huruf Miring
Huruf miring adalah huruf yang posisinya dimiringkan
dalam cetakan. Huruf miring dipakai untuk:
1) Menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang
dikutip dalam karangan. Contoh: Dia mendengar berita itu
dari Kompas.
2) Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata atau
kelompok kata. Contoh: Seluruh karyawan diwajibkan
menghadiri acara tersebut.
3) Menuliskan kata/ungkapan asing, kata nama ilmiah, kecuali
yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh: Hari-harinya
padat dengan facebook.
b. Penulisan Kata
Kaidah penulisan kata meliputi kaidah penggabungan
kata, penulisan kata ganti kau, ku, mu, dan nya, kata depan di, ke
dan dari, kata turunan, serta singkatan dan akronim.
 Gabungan Kata
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang dapat
menimbulkan kesalahan pengertian bisa diberi tanda hubung
untuk menegaskan pertaliannya. Contoh: alat pandang-dengar

4
Buku sejarah-lama (sebagai imbangan buku sejarah-
modern).
 Kata ganti ku, kau, mu dan nya
Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya.
1) a. Ketidakjujuran tidak kusukai.
b. Ketidakjujuran tidak aku sukai.
2) a. Lawan harus kaukalahkan dengan cara yang sportif.
b. Lawan harus engkau kalahkan dengan cara yang sportif.
3) a. Aku tahu, buku itu milikmu.
b. Aku tahu, buku itu milik kamu.
 Kata Turunan
Jika bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus
mendapat awalan dan akhiran, kata-kata itu ditulis serangkai.
Contoh:
1) tidak adil + ke-an………………… ketidakadilan
 Singkatan dan Akronim
1) Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan atau pangkat
diikuti dengan tanda titik (.). Contoh: M. Amin, Drs., Prof.,
Kol.
2) Singkatan yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan
huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik (.).
Contoh: MPR
3) Singkatan umum terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
tanda titik. Contoh: dst., dsb., dkk., dto.

Akronim adalah singkatan yang terdiri atas gabungan


huruf awal, gabungan suku kata, atau gabungan huruf dan suku
kata yang diperlakukan sebagai kata, seperti: Contoh: ABRI, PASI,
SIM, Akabri, Bappenas

5
Akronim yang bukan nama diri/lembaga ditulis sebagai
berikut: pemilu, rapim, tilang

2. Kaidah Morfologi (Pembentukan Kata)


a. Kaidah Kata Imbuhan
Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses
pengimbuhan (afiksasi). Imbuhan atau afiks adalah satuan bahasa
yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu
kata. Hasil dari proses pengimbuhan itulah yang kemudian
membentuk kata baru yang disebut kata berimbuhan.
Imbuhan dalam bahasa Indonesia jumlahnya bermacam-
macam. Secara garis besar imbuhan tersebut dibagi ke dalam
empat jenis, yakni prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Prefiks atau
awalan adalah imbuhan yang diikatkan di depan bentuk dasar.
Contoh:

me(N)- → membaca, menulis, menyapa

ber- → berjalan, berbicara, bermalam

di- → dibaca, ditulis, disap

ter- → terbawa, termakan, terindak

pe(N)- → penjual, pembeli, penulis

per- → peranak, peristri

se- → sekelas, setara, secangkir

ke- → kepada, kekasih, kedua

maha- → mahakuasa, mahaagung, mahakuasa

Infiks atau sisipan adalah imbuhan yang diikatkan di tengah


bentuk dasar.

6
Contoh:

-el-, → geletar, telunjuk

-em- → gemetar

-er- → gemertak, seruling, gerigi

Sufiks atau akhiran adalah imbuhan yang diikatkan di


belakang bentuk dasar.

Comtoh:
-kan → tanamkan, bacakan, lembarkan

-an → tulisan, bacan, lemparan

-i → akhiri, jajaki, tulisi

-nya → agaknya, rupanya

-wan → rupawan, hartawan, ilmuwan

Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan-


belakang bentuk dasar secara bersamaan.
Contoh:
ke-an → keamanan, kesatuan, kebetulan
pe(N)-an →penanaman,pemahaman,penyesuaian
per-an → perusahaan, persawahan, pertokoan
ber-an → berhamburan, bersamaan, bersalaman
se-nya → selama-lamanya, sejauh-jauhnya

b. Kaidah Kata Ulang

Kata ulang (reduplikasi) adalah kata yang mengalami


proses perulangan, baik sebagian atau pun seluruhnya dengan
disertai perubahan bunyi atau pun tidak. Kata ulang memiliki
beberapa makna, di antaranya, adalah makna ‘banyak taktentu’,
seperti contoh berikut: batu-batu, negara-negara, buku-buku,

7
orang-orang, kuda-kuda, pohon-pohon, makanan-makanan,
peraturan-peraturan, menteri-menteri, rumah-rumah.
Ada juga kata ulang yang bermakna ‘banyak dan
bermacam-macam’, seperti contoh berikut: bau-bauan, dedaunan
bibit-bibitan, lauk-pauk, buah-buahan, pepohonan, bumbu-
bumbuan, sayur-mayur, bunyi-bunyian, tanam-tanaman.

Makna kata ulang lainnya adalah ‘menyerupai dan


bermacam-macam’, seperti contoh berikut ini: kuda-kuda, mobil-
mobilan, kuda-kudaan, orang-orangan, kucing-kucingan, robot-
robotan, langit-langit, rumah-rumahan, mata-mata, siku-siku.

Makna kata ulang berikutnya adalah ‘agak atau


melemahkan sesuatu’ yang disebut pada kata dasar. Seperti
contoh berikut: kebarat-baratan, malu-malu kehijau-hijauan,
pening-pening keinggris-inggrisan, sakit-sakitan, kekanak-
kanakan, tidur-tiduran kekuning-kuningan.

Kata ulang bisa pula bermakna ‘Intensitas kualitatif’,


seperti terlihat pada contoh berikut ini: keras-keras, segiat-giatnya
kuat-kuat, setinggi-tingginya

Di samping itu, kata ulang dapat bermakna ‘intensitas


kuantitatif’, seperti contoh berikut: bercakap-cakap, manggut-
manggut berlari-lari, mengangguk-angguk berputar-putar, mondar-
mandir bolak-balik, tersenyum-senyum menggeleng-gelengkan,
tertawa-tawa

Kata-kata ulang di dalam contoh berikut ini


memperlihatkan makna ‘kolektif’: dua-dua, kedua-duanya empat-
empat, ketiga-tiganya

Terakhir, kata ulang dapat bermakna ‘saling’, seperti yang


tampak pada contoh-contoh di bawah ini: berpandang-pandangan,

8
pukul-pukulan bersalam-salaman tendang-menendang lempar-
lemparan, tolong-menolong .

c. Kaidah Kata Majemuk


Kata majemuk sering didefinisikan sebagai gabungan dua
kata atau lebih yang membentuk makna baru. Dalam definisi
seperti ini, konstruksi kata majemuk tidak dapat dibedekan dari
konstruksi idiom. Padahal, konstruksi yang benar- benar
menimbulkan makna baru adalah idiom.
Perhatikanlah dengan cermat beberapa konstruksi di
bawah ini.
(1) rumah makan, matahari,
(2) kambing hitam.
Makna semua konstruksi yang terdapat pada (1) masih
berhubungan dengan salah satu makna unsur yang membangunnya.
Makna konstruksi rumah makan, misalnya, masih berhubungan
dengan makna rumah. Begitu juga dengan makna konstruksi
matahari masih berhubungan dengan hari. Artinya, gabungan kata
itu tidak menimbulkan makna baru sama sekali. Konstruksi seperti
inilah yang lazim dan dapat disebut sebagai kata majemnuk.
Tidak demikian halnya dengan makna konstruksi kambing
hitam. Makna konstruksi itu tidak berhubungan sama sekali dengan
kambing maupun hitam. Dengan kata lain, gabungan kata kambing
dan hitam sungguh-sungguh menimbulkan makna baru. Konstruksi
seperti ini lazim disebut sebagai idiom.
Kata majemuk dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
jenis berdasarkan jenis kata utama yang membentuk konstruksinya.
Dengan begitu, dikenallah kata-kata mejemuk jenis kata kerja, kata
sifat, dan kata benda.. Kata majemuk jenis kata kerja dapat dilihat
pada contoh-contoh berikut: adu domba, membanting stir adu
argument, memikat hati berbadan dua, memberi hati maju mundur,
mengambil hati.

9
Kata majemuk jenis kata benda dapat dilihat di dalam
contoh- contoh berikut ini: air terjun, darah daging anak emas,
harga diri anak didik, jalan damai.
Berikut contoh-contoh yang termasuk kata majemuk jenis
kata sifat: besar kepala, lanjut usia, darah tinggi, lemah lembut
keras kepala, ringan tangan lurus hati, tua bangka.
3. Kaidah Sintaksis
a. Pengertian Sintaksis
Menurut Kridalaksana (2008: 222), sintaksis adalah ilmu
yang mengatur hubungan kata dengan kata, atau satuan-satuan
yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu
dalam bahasa. Verhaar (1981: 70) mengatakan, sintaksis adalah
bidang ilmu yang menyelidiki semua hubungan antarkata (atau
antarfrasa) dalam satuan kalimat. Lebih rinci, Keraf (1984: 137)
menjelaskan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang
mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat
dalam satu bahasa.
Dari berbagai pengertian sintaksis di atas dapat
disimpulkan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu tata bahasa yang
mengkaji hubungan kata/frasa dengan kata/frasa di dalam kalimat.
b. Hakikat Kalimat
Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana)
yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahsaan.
Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela
oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh
kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atayu
asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau
tanda seru.
Jika diamati lebih teliti, kalimat terdiri atas bagian inti
dan bukan inti. Bagian kalimat yang tidak dapat dihilangkan adalah

10
bagian inti, sedangkan yang dapat dihilangkan adalah bagian bukan
inti. Perhatikanlah contoh kalimat berikut ini.

(a) Kami kemarin sore mendatangi pertemuan itu.

Kalimat di atas terdiri atas empat bagian, masing-


masing kami, kemarin sore, mendatangi, dan pertemuan itu. Dari
keempat bagian kalimat ini, hanya bagian kemarin sore yang dapat
dihilangkan tanpa mengganggu esensi makna kalimat itu. Bagian
kalimat lainnya tidak dapat dihilangkan. Dengan demikian, kita
hanya dapat menerima kalimat (b) dibawah ini, tetapi harus
menolak kalimat (c), (d), dan (e).

(b) Kami mendatangi pertemuan itu.


(c) Kami kemarin sore pertemuan itu. (X)
(d) Kami kemarin sore mendatangi. (X)
(e) Kemarin sore mendatangi pertemuan itu. (X)

Dari paparan di atas dapatlah diketahui bahwa bagian


kemarin sore bukanlah bagian inti kalimat, sedangkan bagian
lainnya dalam kalimat tersebut merupakan bagian inti.

c. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk


Pada kalimat (a) di atas, bagian-bagian inti kalimat
merupakan satu kesatuan. Penghilangan salah satu bagian saja dari
ketiga bagian inti itu akan meruntuhkan identitas sisanya sebagai
kalimat, sebagaimana terbukti pada kalimat-kalimat (b), (c), dan
(d) di atas. Kalimat yang terdiri atas satu kesatuan bagian inti, baik
dengan maupun tanpa bagian bukan inti, disebut kalimat tunggal.
Kalimat-kalimat (a) dan (b) di atas adalah contoh kalimat tunggal.
Kalimat dapat pula terdiri atas lebih dari satu kesatuan
bagian inti, baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti. Kalimat
seperti ini disebut kalimat majemuk. Dengan kata lain, jika dilihat
dari sudut pembentukannya, kalimat majemuk dapat dikatakan

11
berasal dari dua atau lebih kalimat tunggal. Dalam hal ini, kalimat-
kalimat tunggal yang bersangkutan dapat dipandang sebagai unsure
yang disebut klausa. Lebih jauh mengenai klausa dapat dilihat pada
contoh berikut ini.
(f) Nona sedang belajar dan adiknya membersihkan tempat
tidur.
Kalimat (f) dibentuk dari dua kesatuan bagian inti,
masing-masing (f1) Nona sedang belajar dan (f2) Adiknya
membersihkan tempat tidur. Kedua kesatuan bagian itu tersebut
digabung dengan menggunakan konjungsi dan.
Dengan demikian, kalimat (f) adalah kalimat majemuk
yang mengandung dua buah klausa, masing-masing (f1) dan (f2).
d. Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan Keterangan
Kalimat tunggal, yang terdiri atas dua konstituen atau
bagian, jika dilihat dari aspek fungsi sintaksisnya, selalu berupa
subjek dan predikat. Dengan demikian, subjek dan predikat
merupakan unsur minimal yang harus ada pada sebuah kalimat.
Subjek adalah bagian kalimat yang tentangnya “dibicarakan” oleh
predikat. Subjek lazimnya berada di depan predikat.
Di dalam bahasa Indonesia, subjek mudah dikenali karena tidak
mungkin berupa kategori pronomina introgatif (kata ganti tanya).
Kalimat berikut ini terdiri atas dua konstituen: kawannya dan
pulang.
(g) Kawannya pulang.
Konstituen pulang merupakan pusat dan verba itu
sekaligus menjadi predikat kalimat. Kata pulang menjadi predikat
karena kata tersebut membicarakan” tindak kawannya. Konstituen
pendamping kawannya merupakan subjek kalimat.
Di samping subjek dan predikat, ada lagi fungsi-fungsi
kalimat lainnya yang disebut objek, pelengkap, dan keterangan.
Objek adalah bagian kalimat yang langsung dikenai tindakan

12
predikat. Objek dapat dikenali dengan dua cara: (1) melihat jenis
predikat kalimat dan (2) memperhatikan ciri khas objek. Jika
predikat kalimat bersifat aktif transitif, maka dapat dipastikan
bahwa kalimat tersebut memiliki objek yang posisinya langsung
berada di depan unsur predikat tersebut. Selain itu, objek memiliki
ciri khas tertentu yang dapat menjadi subjek dalam kalimat
pasif. Lebih
jelas, perhatikanlah kalimat berikut.
(h) Morten menundukkan Icuk.
Konstituen Icuk sebagai objek muncul karena dituntut
oleh predikat transitif menundukkan. Bahwa Icuk berfungsi sebagai
objek semakin jelas dengan memperhatikan kalimat pasif (i) di
bawah ini.
(i) Icuk ditundukkan Morten.
Kata Icuk, yang sebelumnya berfungsi sebagai objek
kalimat aktif (h), kini berfungsi sebagai subjek pada kalimat pasif
(i).
Pelengkap adalah bagian kalimat berupa nomina, verba,
atau ajektiva yang berada di belakang verba semitransitif, dan dapat
didahului oleh preposisi. Orang sering mencampuradukkan konsep
objek dengan pelengkap karena memang keduanya memiliki
kemiripan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina
atau kata benda, dan keduanya sering menempati posisi yang sama
di dalam kalimat, yakni di belakang verba. Perhatikanlah kedua
kalimat berikut ini.
(j) Putri mendagangkan pakaian muslimah di Petisah.
(k) Putri berdagang pakaian muslimah di Petisah.
Pada kedua contoh kalimat di atas tampak bahwa pakaian
muslimah adalah nomina dan berdiri di belakang verba
mendagangkan dan berdagang. Namun demikian, fungsi nomina
dimaksud berbeda pada kedua kalimat tersebut. Pada kalimat (j),

13
nomina pakaian muslimah berfungsi sebagai objek, sedangkan pada
kalimat (k) befungsi sebagai pelengkap. Perbedaan fungsi nomina
ini ditetapkan setelah melihat jenis predikat masing-masing
kalimat. Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah terletak di
belakang predikat transitif, sedangkan pada kalimat (k), nomina itu
terletak di belakang predikat semitransitif.
Kalimat (j), karena berpredikat transitif, dapat dipasifkan
menjadi (l) berikut ini:
(l) Pakaian muslimah didagangkan Putri di Petisah.
Pada kalimat pasif (l), nomina pakaian muslimah -- yang
sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (j) – berfungsi
sebagai subjek. Sementara itu, kalimat (k), karena berpredikat
semitransitif, tidak dapat dipasifkan.
Fungsi kalimat selanjutnya adalah keterangan. Keterangan
merupakan satu-satunya fungsi dalam kalimat yang tidak termasuk
unsur inti. Dengan pernyataan lain, fungsi keterangan dalam
kalimat berkategori bukan unsur inti. Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, unsur bukan inti dalam kalimat dapat dihilangkan,
tanpa mengubah esensi makna kalimat. Unsur bukjan inti adalah

unsur yang memberikan keterangan tambahan kepada unsur inti.


Perhatikanlah kalimat (m) dan (n) berikut ini.
(m) Soraya memotong rambutnya.
(n) Soraya memotong rambutnya di kamar.
Kalimat (m) terdiri atas tiga unsur inti, masing-masing
Soraya, memotong, dan rambutnya. Tanpa tambahan unsur lain
pun, kalimat (m) sudah menyampaikan makna atau pesan yang
utuh.
Unsur di kamar pada (n) adalah keterangan yang sifatnya mana
suka, tetapi memberikan makna tambahan pada kalimat (n). Wujud

14
keterangan dapat berupa nomina tunggal seperti kamar, atau
nomina yang berpreposisi, seperti di kamar.
Makna keterangan di dalam kalimat ditentukan oleh
perpaduan unsur- unsur yang terdapat di dalam kalimat. Dengan
demikian ditemukanlah, misalnya, ‘makna tempat’ untuk kata di
kamar pada kalimat (n). Berikut ini adalah aneka ragam makna
unsur keterangan di dalam kalimat.
 Keterangan tempat: di jembatan, ke Medan, dari Aceh
 Keterangan waktu: kemarin, tadi pagi, bulan yang lalu,
tahun 1945
 Keterangan alat: dengan gunting, dengan cangkul
 Keterangan tujuan: agar sehat, supaya sembuh
 Keterangan penyerta: dengan adik saya, bersama ibu
 Keterangan cara: secara hukum, dengan hati-hati
 Keterangan similatif: bagaikan dewi, seperti angin
 Keterangan sebab: karena perempuan itu, sebab
kecerobohannya
 Keterangan saling: satu sama lain.
(lihat: Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo (ed), 1988: 254-266)
4. Kaidah Semantik
a. Konsep Semantik
Menurut Keraf (1984: 129), semantik adalah bagian tata
bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu; mencari asal
mula dan perkembangan dari suatu kata. Ditambahkan Keraf, di
dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan
perkembangan makna kata. Kridalaksana (2008: 216) mengatakan,
semantik adalah sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam
suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Dua batasan mengenai semantik di atas menyebutkan
bahwa fokus kajian semantik tidak lain adalah makna kata dalam
satu bahasa. Simpulan ini ditegaskan juga oleh Oka dan Suparno

15
(1994: 229) bahwa semantik, yang diadaptasi dari istilah bahasa
Inggeris semantics, merupakan salah satu disiplin kajian bahasa
yang mengkaji makna. Para ahli bahasa memberikan pengertian
semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan
antara tanda- tanda linguiostik atau tanda-tanda lingual dengan hal-
hal yang ditandainya (makna).
Semantik sebagai teori berlaku untuk semua bahasa, tetapi
sebagai terapan untuk suatu bahasa, semantic hanya berlaku untuk
bahasa yang bersangkutan. Dengan pernyataan terakhir ini berarti
bahwa analisis semantik untuk sebuah bahasa hanya berlaku untuk
bahasa itu saja. Hal ini dapat dipahami karena setiap bahasa
memiliki caranya sendiri dalam pembentukan makna sejalan
dengan kekhasan masyarakatnya. Pada sistem makna bahasa
Inggeris, misalnya, terdapat satu kata rice yang di dalam bahasa
Indonesia dapat berarti ‘padi’, ‘beras’, atau ‘nasi’.
Di dalam bahasa Jawa terdapat pemilahan yang lebih
rumit lagi. Padi yang masih bertangkai disebut pari; padi yang
sudah lepas dari tangkainya disebut gabah; isi padi yang utuh
disebut beras; isi padi yang pecah-pecah dan berbentuk kecil
disebut menir; dan beras yang sudah dimasak disebut sega.
Demikianlah, makna itu unik pada tiap masyarakat bahasa.
Keunikan tersebut dimungkinkan terjadi karena makna tidak dapat
dilepaskan begitu saja dari sistem budaya dan lingkungan
masyarakat bersangkutan.
b. Jenis-jenis Makna
Makna kata berarti maksud atau arti suatu kata atau isi
suatu pembicaraan. Makna suatu kata dapat kita ketahui dari
kamus. Namun demikian, makna kata bisa mengalami perubahan
yang disebabkan oleh penggunaannya dalam kalimat serta situasi
penggunaannya. Perhatikan, misalnya, kata pintar. Dalam kamus,
kata itu bermakna ‘pandai’, ‘cakap’, ‘cerdik’, ‘banyak akal’, atau

16
‘mahir melakukan sesuatu’. Kata itu akan berubah-ubah
makananya apabila sudah digunakan dalam kalimat. Berikut
contohnya.
 El-Islami termasuk anak pintar (pandai). di sekolahnya.
 Cobalah bertanya kepada orang pintar (dukun) untuk
penyakitmu itu..
 Pintar (bodoh) sekali kamu ini, ya. Makanya, jangan
menonton terlalu malam.
Kata pintar dalam kalimat (a) masih sesuai dengan makna
dalam kamus. Kata itu berarti ‘pandai’. Akan tetapi, kata itu sudah
mengalami perubahan makna ketika digunakan dalam kalimat
berikutnya. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh konteks
kalimat (b) dan situasi penggunaannya (c). Karena digunakan pada
anak yang nilainya jelek serta penuturnya yang bernada marah,
maka pandai dalam kalimat itu bukannya bermakna ‘pintar’. Akan
tetapi, sebaliknya, kata itu justru bermakna ‘bodoh’.
Berdasarkan contoh di atas, untuk mengetahui makna
suatu kata, tidak cukup dengan hanya menggunakan kamus. Kita
harus pula memperhatikan kalimat serta situasi penggunaan kata
itu. Dengan cara demikian, pemahaman kita terhadap suatu kata
akan lebih tepat atau mendekati maksud yang diinginkan oleh
pembicara atau penulisnya. Makna kata dapat dikelompokkan atas
beberapa jenis. Syarif dkk. (2016: 71) mengelompokkan makna
kata atas 14 jenis, yakni:
1) Makna Denotasi dan Makna Konotasi
Makna kata terbagi atas dua bagian, masing-masing
makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi adalah
makna yang tidak mengalami perubahan apapun dari makna
asalnya; sedangkan makna konotasi adalah makna yang telah
mengalami penambahan-penambahan dari makna asalnya.
Contoh:

17
ibu guru -- ibu jari
tangan panjang -- panjang tangan
kepala besar -- besar kepala
Kelompok kata pada lajur kiri memiliki makna yang
sesuai dengan kamus. Sebaliknya, makna kelompok kata pada
lajur kanan sudah menyimpang dari makna kamus. Makna
kelompok kata pada lajur kiri disebut makna denotatif,
sedangkan makna kelompok kata pada lajur kanan disebut
makna konotatif.
2) Makna Kata Umum-Makna Kata Khusus
Kata umum adalah kata yang ruang lingkupnya
meliputi bagian bagian dari kata lainnya. Sementara itu, kata
khusus adalah kata yang cakupannya lebih sempit dan
merupakan bagian atau anggota dari kata lainnya. Lebih lanjut,
perhatikanlah deskripsi di bawah ini.

Kata Umum Kata Khusus


1. buah mangga
pepaya
apel
duku
2. bunga mawar
melati
tulip
anggerek
3) Sinonim
Sinonim adalah kata-kata yang sama atau hampir sama
maknanya, tetapi bentuk katanya berbeda.
Contoh: hewan – binatang, pintar – pandai, berita – kabar,
hutan – rimba.
4) Antonim

18
Antonim adalah kata-kata yang berbeda atau
berlawanan maknanya.
Contoh: siang – malam, tinggi – pendek, awal – akhir.
5) Hominin
Homonim adalah kata-kata yang bentuk dan cara
pelafalannya sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Contoh:
- genting : 1. gawat, 2. atap
- bisa : 1. racun, 2. Dapat
6) Homograf
Homograf adalah kata yang tulisannya sama tetapi
pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh:
 seri I = berseri-seri, gembira
seri II = bermain seri, seimbang
 teras I = pejabat teras, inti
teras II = teras rumah, bagian halaman
7) Homofon
Homofon adalah kata yang cara pelafalannya sama,
tetapi penulisan dan maknanya berbeda.
Contoh:
 kol I = sayur kol, tanaman
kol II = naik colt, kendaraan
 bang I = Bang Ahmad, kakak
bang II = bunga bank, lembaga penyimanan uang
8) Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki banyak makna.
Contoh: jatuh, sakit.
 Ari jatuh dari bangku.
Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu.
 Nenek dibawa ke dokter karena sakit.
Bangsa ini sedang sakit.

19
9) Perluasan Makna
Perluasan makna (generalisasi), terjadi apabila cakupan
makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya.
Contoh Kata Makna Asal Makna Baru
Berlayar Mengarungi lautan Mengarungi lautan
dengn kapal layar dengan berbagai
jenis kapal
Ibu Emak Nyonya

10) Penyempitan Makna


Penyempitan makna (spesialisasi), terjadi apabila
makna suatu kata lebih sempit cakupannya daripada makna
asalnya.
Contoh Kata Makna Asal Makna Baru
Ulama Orang-orang yang Pemuka agama
berilmu Islam
Sarjana Cendekiawan Gelar universitas

11) Ameliorasi
Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang nilai
rasanya lebih tinggi daripada kata lain yang sudah ada
sebelumnya.
Kata Baru Kata Lama

Isteri Bini

Pembantu Babu

12) Peyorasi
Peyorasi adalah perubahan makna kata yang nilainya
menjadi lebih rendah daripada makna sebelumnya.
Contoh Kata Makna Asal Makna Baru
Fundamentalisme Orang yang Orang yang hidup
berpegang teguh eksklusif;

20
pada prinsip mengutamakan
kekerasan
Gerombolan Orang-orang yang Pengacau
berkumpul

13) Sinestesia
Sinestesia adalah perubahan makna kata akbiat
pertukaran tanggapan antara dua indra yang berlainan.
Contoh Kata Makna Asal Makna Baru
Suaranya indah Indera penglihatan Indera pendengaran
Sikapnya kasar Indera peraba Indera penglihatan

14) Asosiasi
Asosiasi adalah perubahan makna kata yang terjadi
karena persamaan sifat. Sifat yang melekat pada benda tertentu
dikenakan kepada situasi, benda, atau peristiwa lain yang
memiliki ciri-ciri sifat yang relatif sama. Perhatikanlah
beberapa contoh kata dan maknanya pada tabel berikut.
Contoh Kata Makna Asal Makna Baru

Amplop Wadah untuk surat Suap

Buaya Jenis binatang buas Orang jahat

Sifat amplop yang tertutup dikenakan kepada tindakan


suap yang memiliki karakter atau sifat yang sama. Demikian
pula dengan kata buaya yang berkarakter keras dan buas
dikenakan kepada manusia yang berkarakter jahat.

21
B. Karang Mengarang
1. Pengertian Karangan
Karangan merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang
untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa
tulis kepada pembaca untuk dipahami
(https://id.wikipedia.org/wiki/Karangan). Uraian mengenai suatu hal
yang disusun secara berurutan dan saling berkaitan yang terdiri dari
beberapa paragraf atau alinea disebut karangan (Prihantini: 2015 hal.
97).

Jadi karangan merupakan suatu proses menyusun, mencatat, dan


mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu
sistem tanda konvensional yang dapat dilihat. Karangan terdiri dari
paragraf-paragraf yang mencerminkan kesatuan makna yang utuh.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang


dimaksud dengan karangan adalah hasil rangkaian kegiatan seseorang
dalam mengungkapkan gagasan atau buah pikirannya melalui bahasa
tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain yang
membacanya.

Untuk dapat mengarang suatu tulisan perlu terlebih dahulu


mengerti dan memahami beberapa pengertian yang menyangkut
kegiatan itu:

a) Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang


mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis
kepada masyarakat pembaca untuk dipahami.
b) Karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam
bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat
pembaca.

22
c) Pengarang adalah seseprang yang karena kegemarannya atau
berdasarkan bidang kerjanya melakukan kegiatan mengarang.
d) Karang-mengarang adalah kegiatan atau pekerjaan.
2. Syarat-syarat Karangan yang Baik
Pada dasarnya, karangan memiliki ciri-ciri yang bisa
mengidentifikasikan bahwa karangan tersebut dapat dikatakan baik.
Darmadi (1996:24) mengungkapkan bahwa beberapa ciri karangan
yang baik adalah: signifikan, jelas, memiliki kesatuan dan
mengorganisasikan yang baik ekonomis, mempunyai pengembangan
yang memadai, menggunakan bahasa yang dapat diterima dan
mempunyai kekuatan. Berdasarkan pendapat di atas, terdapat beberapa
persamaan ciri karangan yang baik yaitu, sebagai berikut.

a) Jelas
Aspek kejelasan dalam suatu karangan sangat diperlukan
agar karangan tersebut lebih mudah dipahami dan jelas untuk
dibaca oleh pembacanya.
b) Kesatuan dan Organisasi
Aspek kesatuan yang baik tampak pada setiap kalimat
penjelas yang logis dan mendukung ide utama paragraf, sedangkan
aspek organisasi yang baik tampak dari posisi kalimat yang tepat
pada tempatnya dengan kata lain kalimat tersebut tersusun dengan
urut dan logis.
c) Ekonomis
Ciri ekonomis berkaitan erat dengan soal keefisienan, baik
waktu maupun tenaga. Kedua keefisienan itu sangat diperlukan
oleh pembaca di dalam menangkap isi yang terkandung dalam
sebuah karangan.
d) Pemakaian Bahasa yang Dapat Diterima
Pemakaian bahasa yang dapat diterima akan sangat
mempengaruhi tingkat kejelasan karangan. Pemakaian bahasa ini
menyangkut banyak aspek. Pemakaian bahasa dalam suatu

23
karangan harus mengikuti kaidah bahasa yang ada, baik
menyangkut kaidah pembentukan kalimat (sintaksis), kaidah
pembentukan kata (morfologi), kaidah ejaan yang berlaku, kaidah
peristilahan maupun kaidah-kaidah yang lain yang relevan.

3. Kerangka Karangan
a. Pengertian Kerangka Karangan

Kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja yang


memuat garis-garis besar dari suatu karangan atau tulisan yang
akan ditulis atau dibahas,susunan sistematis dari pikiran-pikiran
utama dan pikiran-pikiran penjelas yang akan menjadi pokok
tulisan, atau dapat juga didefinisikan sebagai satu metode dalam
pembuatan karangan yang mana topiknya dipecah kedalam sub-sub
topik dan mungkin dipecah lagi kedalam sub-sub topik yang lebih
terperinci.

b. Pola Susunan Outline (Kerangka Karangan)

Secara garis besar, pola kerangka karangan dibagi menjadi


dua yaitu pola alamiah dan pola logis, berikut akan di jelaskan
secara singkat pola susunan kerangka karangan.

a) Pola Alamiah
Merupakan suatu urutan unit–unit kerangka karangan
sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Disebut pola
alamiah karena memakai pendekatan berdasarkan faktor
alamiah yang esensial. Pola alamiah mengikuti keadaan alam
yang berdimensi ruang dan waktu. Pola alamiah dapat terbagi
menjadi 3 yaitu :
 Kronologis (waktu)

24
Urutan yang di dasarkan pada runtunan peristiwa
atau tahap-tahap kejadian. Biasanya tulisan seperti ini
kurang menarik minat pembaca.
  Spasial (ruang)
Landasan yang paling penting, bila topik yang di
uraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan
ruang atau tempat. Urutan ini biasanya di gunakan dalam
tulisan–tulisan yang bersifat deskriptif.

 Topik yang ada


Suatu pola peralihan yang dapat di masukkan
dalam pola alamiah adalah urutan berdasarkan topik yang
ada . Suatu peristiwa sudah di kenal dengan bagian–bagian
tertentu . Untuk menggambarkan hal tersebut secara
lengkap, mau tidak mau bagian–bagian itu harus di
jelaskan berturut–turut dalam karangan itu, tanpa
mempersoalkan bagian mana lebih penting dari lainnya,
tanpa memberi tanggapan atas bagian–bagiannya itu.
b) Pola Logis
Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk
menemukan landasan bagi setiap persoalan, mampu di tuang
dalam suatu susunan atau urutan logis . Urutan logis sama
sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang intern dalam
materinya, tetapi erat dengan tanggapan penulis.
Dinamakan pola logis karena memakai pendekatan
berdasarkan jalan pikir atau cara pikir manusia yang selalu
mengamati sesuatu berdasarkan logika. Pola logis dapat dibagi
menjadi 6, yaitu :
 Klimaks dan Antiklimaks
Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang
berpendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian

25
merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau
yang paling menonjol.
 Kausal
Mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke
akibat dan urutan akibat ke sebab . Pada pola pertama
suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian di
lanjutkan dengan perincian–perincian yang menelusuri
akibat–akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat
efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan
persoalan–persoalan yang di hadapi umat manusia pada
umumnya.
 Pemecahan Masalah
Di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian
bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas
masalah tersebut . Sekurang-kurangnya uraian yang
mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari
tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau
persoalan tadi, dan akhirnya alternatif–alternatif untuk
jalan keluar dari masalah yang di hadapi tersebut.
 Umum khusus
Dimulai dari pembahasan topik secara
menyeluruh (umum), lalu di ikuti dengan pembahasan
secara terperinci (khusus).
 Familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan
mengemukakan sesuatu yang sudah di kenal, kemudian
berangsur–angsur pindah kepada hal–hal yang kurang di
kenal atau belum di kenal. Dalam keadaan–keadaan
tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan
mempergunakan analogi.
 Akseptabilitas

26
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan
familiaritas. Bila urutan familiaritas mempersoalkan
apakah suatu barang atau hal sudah dikenal atau tidak oleh
pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan
apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para
pembaca, apakah suatu pendapat di setujui atau tidak oleh
para pembaca

4. Jenis-jenis Karangan
a. Berdasarkan Bentuknya
a) Puisi adalah karangan yang mengutamakan keindahan bentuk
dan bunyi serta kepadatan makna. Puisi pada umumya berbentuk
monolog.
b) Drama adalah karangan yang berupa dialog sebagai pembentuk
alurnya.
c) Prosa, adalah jenis karangan yang disusun secara bebas dan
terperinci. Bentuknya merupakan percangkokan monolog
dengan dialog. Prosa terbagi dalam dua macam.
 Fiksi, adalah karangan yang disusun dalam bentuk alur
yang menekankan aturan sistematika perceritaan.
Contohnya: novel dan cerpen.
 Nonfiksi, adalah karangan yang menekankan aturan
sistematika ilmiah, dan aturan-aturan kelogisan.
Contohnya: essay, laporan penelitian, dan biografi    
b. Berdasarkan Cara Penyajiannya
a) Karangan narasi, adalah karangan yang menceritakan suatu
peristiwa atau kejadian dengan tujuan agar pembaca seolah-o‫؛‬
ah mengalami kejadian yang diceritakan itu.

27
b) Karangan deskripsi, adalah karangan yang menggambarkan
suatu objek dengan tujuan agar pembaca merasa seolah-olah
melihat sendiri objek yang digambarkan itu.
c) Karangan eksposisi, adalah karangan yang memaparkan
sejumlah pengetahuan atau informasi. Tujuannya agar
pembaca mendapat informasi dan pengetahuan dengan sejelas-
jelasnya. Dikemukakan data dan fakta untuk memperjelas
pemaparan.
d) Karangan argumentasi, adalah karangan yang bertujuan untuk
membuktikan suatu cebenaran sehingga pembaca meyakini
kebenaran itu. Pembuktian memerlukan data dan fakta yang
meyakinkan.
e) Larangan persuasi, adalah karangan yang bertujuan untuk
mempengaruhi pembaca. Karangan ini pun memerlukan data
sebagai penunjang.
c. Berdasarkan Masalah yang Disajikannya
a) Karangan populer, adalah karangan yang membahas sehari-
hari dengan menggunakan ragam bahasa yang biasa digunakan
masyarakat pada umumnya.
b) Karangan ilmiah, adaiah karangan yang membahas masalah-
masalah yang berkain dengan disiplin ilmu tertentu. Ragam
bahasa yang digunakan bersifat teknis yang hanya dapat
dipahaiui masyarakat tertentu.
c) Karangan ilmiah populer, adalah karangan yang membahas
masalah-masalah keilmuan dengan munggunakan ragam
bahasa yang dipahami masyarakat pada umumnya.
d) Surat merupakan karangan yang mengupas beragam persoalan
dalam berbagai kepentingan Pembacanya dinyatakan secara
khusus, tertentu.

28
e) Karangan sastra, adalah karangan yang berisi cerita rekaan
dengan bahasa, gaya, c‫؛‬tra rasa yang indah. Cerita-cerita yang
dinyatakannya lebih bersifat individual.
5. Tujuan Penulisan Karangan (Wahyu Wibowo: 2001 hal. 57)
a. Tujuan penugasan (assignment purpose)
Menulis sesuatu karena penugasan, misalnya wartawan
yang ditugasi menulis berita.
b. Tujuan altruistik (altruistic purpose)
Menulis sesuatu dalam rangka menyenangkan atau
menghibur pembaca, misalnya features tentang artis film yang
dimuat di tabloid-tabloid hiburan.
c. Tujuan persuasif (persuasive purpose)
Menulis sesuatu demi meyakinkan pembaca akan suatu
gagasan, misalnya kolom tentang kenaiukan harga BBMyang
terdapat dalam surat kabar.
d. Tujuan penerangan (informational purpose)
Menulis sesuatu kepada pembaca untuk memberi
informasi/penerangan/keterangan, misalnya berita-berita aktual di
surat kabar.
e. Tujuan pernyataan diri (self-expressive purpose)
Menulis sesuatu demi memperkenalkan diri si penulis
kepada si pembaca, misalnya menulis puisi atau cerpen di majalah.
f. Tujuan kreatif (creative purpose)
Menulis sesuatu demi pencapaian suatu nilai seni atau
artistik. Tujuan ini berkaitan erat dengan butir e. Namun, dorongan
kreatif melebihi pernyataan diri.
g. Tujuan pemecahan masalah (problem solving purpose)
Menulis sesuatu demi menjelaskan, menjernihkan, dan
memecahkan suatu masalah, misalnya penulisan skripsi, tesis, atau
disertasi.
C. Jenis-Jenis Kalimat

29
1. Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikal

Menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa


kalimat tunggal dan dapat pula berupa kalimat mejemuk. Kalimat
tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu subjek (S) dan satu
predikat (P). Pola pembentukan kalimat tunggal dapat berpola S + P
atau P + S. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua pola
kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif),
tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordiatif- subordinatif).
Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal; gagasan yang
lebih dari satu diungkapkan dengan kalimat majemuk.

a. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat
yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan
kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat
tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu
predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat- kalimat yang panjang itu
dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah
yang dimaksud dengan pola kalimat dasar.
a) Pola Kalimat Dasar
Kalimat dasar ialah kalimat yang berisi informasi pokok
dalam struktrur inti dan hanya mengandung satu pola kalimat,
sedangkan perluasannya tidak membentuk kalimat baru.
Dengan perkataan lain, kalimat dasar atau kalimat tunggal
terdiri atas dua unsur inti (subjek dan predikat) dan boleh
diperluas dengan unsur tambahan (subyek, predikat, ataupun
objek) bila unsur tersebut tidak membentuk pola
baru. Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar
dalam bahasa Indonesia seperti tertera pada tabel berikut.

30
No Pola Kalimat Kategori Kata Contoh
1a. KB + KK Mahasiswa
berdiskusi
b. S+P KB + KS Peternak itu
ramah.
c. Harga sapi itu tiga
KB + Kbil
juta
rupiah.
Anton belajar di
2. S + P + Ket KB+KK + (KD
ruang
+KB)
baca.
Negara kita
3. S + P + Pel. KB1 + KK + KB2
berdasarkan
Pancasila
Mahasiswa
4a. S+P+O KB1+ KKtrans +
membuat
KB2
makalah.
Ayah mengirimi
b. S+P+O+Pel. KB1+KKintrans+KB2
saya
+KB3
uang.
KB1+ KK+ KB2 + Mereka
5. S+P+O+Ket
(KD+KB) mengadakan
penelitian di luar
kota.
Keterangan: KB : Kata benda
KK : Kata kerja
KS : Kata sifat
Kbil : Kata ilangan
KD : Kata depan

Kelima pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan


berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola dasar itu
digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan
kompleks.

31
b) Perluasan Unsur Kalimat Dasar
Unsur kalimat, seperti subyek, predikat, objek,
pelengkap, atau keterangan dapat diperluas sehingga informasi
tentang unsur-unsur itu menjadi lebih lengkap. Setiap kalimat
tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata
pada unsur-unsurnya. Dengan menambahkan kata-kata pada
unsur-unsurnya itu, kalimat akan menjadi panjang (lebih
panjang daripada kalimat asalnya), tetapi masih dapat dikenali
unsur utamanya.
 Perluasan Kata Benda
Kata benda, baik yang berfungsi sebagai predikat,
subyek maupun objek dapat diperluas dengan penambahan
kata atau frase pada unsur kalimat, atau anak kalimat.
Penambahan ini dapat dilakukan dengan keterangan yang
memiliki konjungtor yang atau tanpa konjungtor.
Contoh:
 Perluasan unsur kalimat dengan kata atau frase tanpa
konjungtor yang:
Kalimat Mahasiswa berdiskusi dapat diperluas
menjadi kalimat
Mahasiswa semester III berdiskusi.

Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan unsur


subjek mahasiswa dengan semeste III.

 Perluasan kata benda dengan konjungtor yang


terdapat pada kalimat-kalimat berikut.
a) Mahasiswa yang pandai mendapat beasiswa
b) Perusahaan yang lemah sekali akan mendapat
subsidi

32
c) Anak yang berbakat melukis itu mendapat bantuan
berupa alat-alat lukis.
Perluasan dengan yang tersebut menunjukkan
keterangan yang menjelaskan kata benda yang
menjadi subyek. Kadang-kadang konjungtor yang itu
ditiadakan.
Kata benda subyek atau objek dapat diperluas dengan
keterangan penjelas tetapi tidak memakai konjungtor yang.
Penambahan keterangan ini dapat dilakukan dengan
menjajarkan saja unsur keterangan dibelakang subyek atau
objek itu. Contohnya adalah sebagai berikut.
a) Karya tulis ilmiah remaja diperlombakan setiap tahun.
b) Buku petunjuk penulisan karangan ilmiah telah beredar.

 Perluasan Kata Kerja


Kata kerja pengisi predikat kalimat dapat diperluas
dengan penambahan kata atau frase. Kata atau frase ini
memberi keterangan pada predikat. Misalnya keterangan
aspek atau modalitas. Keterangan aspek ditandai oleh kata
seperti telah, sedang, akan, sudah, masih, belum yang
menerangkan perbuatan yang terjadi pada predikat.
Contohnya terdapat pada kalimat-kalimat berikut:
a) Pertandingan itu telah usai beberapa saat yang lalu.
b) Bintang bulutangkis masih belum berpindah dari
Indonesia.
Keterangan modalitas menyatakan sikap
pembicara, antara lain menyatakan kemungkinan,
keharusan, atau kenyataan. Keterangan ini ditandai oleh
kata ingin, hendak, mau, barangkali, harus, dan pasti.
Kalimat contohnya terdapat di bawah ini.

33
a) Saya ingin belajar bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.
b) Saya harus benar-benar belajar.
b. Kalimat Majemuk
Struktur kalimat yang di dalamnya terdapat dua kalimat
dasar atau lebih disebut kalimat majemuk. Berdasarkan hubungan
antarkalimat dasar itu, kalimat majemuk dikelompokkan menjadi
kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat
majemuk campuran.
a) Kalimat Majemuk Setara
Struktur kalimat yang di dalamnya terdapat sekurang-
kurangnya dua kalimat dasar dan masing-masing dapat berdiri
sebagai kalimat tunggal disebut kalimat majemuk setara
(koordinatif). Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat
tunggal atau lebih. Kalimat majemuk setara dikelompokkan
menjadi empat jenis, sebagai berikut.
 Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh
kata dan atau serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih
itu sejalan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara
penjumlahan. Contoh:
 Kami membaca
 Mereka menulis
 Kami membaca dan mereka menulis.
Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang
digabungkan itu lebih dari dua kalimat tunggal. Contoh:
 Direktur tenang.
 Karyawan duduk teratur.
 Para nasabah antre.
 Direktur tenang, karyawan duduk teratur, dan para
nasabah antre.
Kalimat berikut terdiri atas dua kalimat dasar.

34
 Saya datang, dia pergi.
Kalimat itu terdiri atas dua kalimat dasar yaitu saya
datang dan dia pergi. Jika kalimat dasar pertama
ditiadakan, unsur dia pergi masih dapat berdiri sendiri
sebagai kalimat mandiri. Demikian pula sebaliknya.
Keduanya mempunyai kedudukan yang sama. Itulah
sebabnya kalimat itu disebut kalimat majemuk setara.
 Kedua kalimat tunggal yang berbentuk kalimat setara itu
dapat dihubungkan oleh kata tetapi jika kalimat itu
menunjukkan pertentangan, dan hasilnya disebut kalimat
majemu setara pertentangan. Contoh:
 Amerika dan Jepang tergolong negara maju.
 Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara
berkembang.
 Amerika dan Jepang tergolong negara maju, tetapi
Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara
berkembang.
Kata-kata penghubung lain yang dapat digunakan dalam
menghubungkan dua kalimat tunggal dalam kalimat
majemuk setara pertentangan ialah kata sedangkan dan
melainkan seperti kalimat berikut.
 Puspiptek terletak di Serpong, sedangkan Industri
Pesawat Terbang Nusantara terletak di Bandung.
 Ia bukan peneliti, melainkan pedagang.
 Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh
kata lalu dan kemudian jika kejadian yang
dikemukakannya berurutan. Contoh:
 Mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat
remaja, kemudian disebutkan nama-nama juara MTQ
tingkat dewasa.

35
 Upacara serah terima pengurus koperasi sudah selesai,
lalu Pak Ustaz membacakan doa selamat.
 Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih dihubungkan
oleh kata atau jika kalimat itu menunjukkan pemilihan,
dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan.
Contoh:
 Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di
kantor pos yang terdekat, atau para petugas
menagihnya ke rumah pemilik televisi langsung.

b) Kalimat Majemuk Bertingkat


Kalimat majemuk bertingkat mengandung satu kalimat
dasar yang merupakan inti (utama) dan satu atau beberapa
kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur
kalimat inti itu misalnya keterangan, subyek, atau objek.
Hubungan antara dua atau lebih unsur kalimat atau klausa
dalam kalimat majemuk bertingkat menggunakan konjungtor
yang berbeda dengan kalimat majemuk setara. Berikut ini kita
akan membahas berbagai jenis hubungan tersebut.
 Hubungan Waktu
Kata penghubung yang digunakan adalah sejak, semenjak,
sedari, ketika, sebelum, sesudah, hingga, sementara,
seraya, tatkala, selama, selagi, serta, sambil, seusai,
sesudah, setelah, jika, sampai, hingga. Contoh:
 Sejak anak-anak, saya sudah terbiasa hidup sederhana.
 Hubungan Syarat
Kata penghubung yang digunakan adalah seandainya,
andaikata, bilamana. Contoh:
 Jika Anda mau mendengarkannya, saya akan
bercerita.

36
 Pembangunan balai desa ini akan berjalan lancar jika
seluruh warga mau berpartisipasi.
 Hubungan Tujuan
Kata penghubung yang digunakan adalah agar, supaya,
dan biar. Contoh:
 Saya mengerjakan tugas itu sampai malam agar
besok pagi dapat mengumpulkannya.
 Hubungan perlawanan (konsesif)
Kata penghubung yang digunakan adalah walaupun,
meskipun, kendatipun, sungguhpun. Contoh:
 Walaupun hatinya sedih, ibu itu tidak mau menangis
di hadapan anak- anaknya.
 Hubungan perbandingan
Kata penghubung yang digunakan adalah seperti, ibarat,
bagaikan, laksana, alih- alih. Contoh:
 Bu Tati menyayangi kemenakannya seperti beliau
menyayangi anak-anaknya.
 Hubungan penyebaban
Kata penghubung yang digunakan adalah sebab, karena,
oleh karena. Contoh:
 Rencana penyelenggaraan pentas seni di sekolah saya
ditunda karena para pengisi acara belum siap.
 Hubungan akibat
Kata penghubung yang digunakan adalah sehingga,
sampai, maka. Contoh:
 Pada saat ini harga buku memang sangat mahal
sehingga kami tidak sanggup membelinya.
 Hubungan cara
Kata penghubung yang digunakan adalah dengan, tanpa.
Contoh:

37
 Ia merangkai bunga-bunga itu dengan penuh
konsentrasi.
 Hubungan sangkalan
Kata penghubung yang digunakan adalah seolah-olah,
seakan-akan. Contoh:
 Anak itu diam saja seolah-olah dia tidak
melakukannya.
 Hubungan kenyataan
Kata penghubung yang digunakan adalah padahal,
sedangkan. Contoh:
 Dia pura-pura tidak tahu, padahal dia tahu banyak hal.

 Hubungan hasil
Kata penghubung yang digunakan adalah makanya.
Contoh:
 Wajah Tono cemberut, makanya saya takut untuk
mendekatinya.
 Hubungan penjelasan
Kata penghubung yang digunakan adalah bahwa. Contoh:
 Ia tidak tahu bahwa ayahnya seorang karyawan
teladan.
c) Kalimat Mejemuk Campuran
Kalimat majemuk campuran adalah gabungan antara kalimat
majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat
(taksetara). Dalam kalimat majemuk campuran sekurang-
kurangnya terdapat tiga inti kalimat atau tiga klausa. Contoh:
 Pekerjaan itu telah selesai ketika kakak datang dan ibu
selesai memasak.
Klausa utama : pekerjaan itu telah selesai
Klausa bawahan : a) kakak datang

38
b) ibu selesai memasak.
 Orang tua yang dudu-duduk di pinggir kolam dan
membuka-buka koran itu, adalah tetangga kami.
Klausa utama : orang tua itu adalah tetangga kami
Klausa bawahan : a) orang tua yang dudu-duduk di
pinggir kolam
b) orang tua membuka-buka koran
2. Jenis Kalima Menurut Bentuk Gayanya (Retorikanya)
Tulisan akan lebih efektif jika di samping kalimat-kalimat yang
disusunnya benar, juga gaya penyajiannya (retorikanya) menarik
perhatian pembacanya. Walaupun kalimat-kalimat yang disusunnya
sudah gramatikal, sesuai dengan kaidah, belum tentu tulisan itu
memuaskan pembacanya jika segi retorikanya tidak memikat. Kalimat
akan membosankan pembacanya jika selalu disusun dengan konstruksi
yang monoton atau tidak bervariasi. Misalnya, konstruksi kalimat itu
selalu subjek-predikat-objek-ketengan, atau selalu konstruksi induk
kalimat-anak kalimat.
Menurut gaya penyampaian atau retorikanya, kalimat majemuk
dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu (1) kalimat yang melepas
(induk-anak), (2) kalimat yang klimaks (anak-induk), dan (3) kalimat
yang berimbang (setara atau campuran).
a. Kalimat yang Melepas
Jika kalimat itu disusun dengan diawali unsur utama, yaitu
induk kalimat dan diikuti oleh unsur tembahan, yaitu anak kalimat,
gaya penyajian kalimat itu disebut melepas. Unsur anak kalimat ini
seakan-akan dilepaskan saja oleh penulisnya dan kalaupun unsur
ini tidak diucapkan, kalimat itu sudah bermakna lengkap. Contoh:
 Saya akan dibelikan mobil oleh Ayah jika saya lulus ujian
sarjana.
IK AK
b. Kalimat yang Klimaks

39
Jika kalimat itu disusun dengan diawali oleh anak kalimat
dan diikuti oleh induk kalimat, gaya penyajian kalimat itu disebut
berklimaks. Pembaca belum dapat memahami kalimat tersebut jika
baru membaca anak kalimatnya. Pembaca akan memahami makna
kalimat itu setelah membaca induk kalimatnya. Sebelum kalimat
itu selesai, terasa bahwa ada sesuatu yang masih ditunggu, yaitu
induk kalimat. Oleh karena itu, penyajian kalimat yang
konstruksinya anak-induk terasa berklimaks, dan terasa
membentuk ketegangan.
Contoh:
 Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke kantornya.
AK IK
c. Kalimat yang Berimbang

Jika kalimat itu disusun dalam bentuk majemuk setara atau


majemuk campuran, gaya penyajian kalimat itu disebut berimbang
karena strukturnya memperlihatkan kesejajaran yang sejalan dan
dituangkan ke dalam bangun kalimat yang bersimetri. Contoh:

 Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor asing dan


domestik berlomba melakukan transaksi, dan IHSG naik tajam.
Ketiga gaya penyampaian seperti di atas terdapat pada kalimat
majemuk. Adapun kalimat pada umumnya dapat divariasikan menjadi
kalimat yang panjang-pendek, aktif-pasif, inversi, dan pengedepanan
keterangan.
3. Jenis Kalimat Menurut Fungsinya
Menurut fungsinya, jenis kalimat dapat dirinci menjadi kalimat
pernyataan, kalimat pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan.
Semua jenis kalimat itu dapat disajikan dalam bentuk positif dan
negatif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang khas menjelaskan kapan kita
berhadapan dengan salah satu jenis itu. Dalam bahasa tulisan,
perbedaannya dijelaskan oleh bermacam-macam tanda baca.

40
a. Kalimat Pernyataan (Deklaratif)
Kalimat pernyataan dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu
dengan lengkap pada waktu ia ingin menyampaikan informasi
kepada lawan berbahasanya. (Biasanya, intonasi menurun; tanda
baca titik). Contoh:
Positif
 Presiden Gus Dur mengadakan kunjungan ke luar negeri.
Negatif
 Tidak semua bank memperoleh kredit lunak.
b. Kalimat Pertanyaan (Interigatif)
Kalimat pertanyaan dipakai jika penutur ingin memperoleh
informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan. (Biasanya,
intonasi menurun; tanda baca tanda tanya). Pertanyaan sering
menggunakan kata tanya seperti bagaimana, di mana, mengapa,
berapa, dan kapan. Contoh:
Positif
 Kapan Saudara berangkat ke Singapura?
Negatif
 Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan bestek yang
disepakati?
c. Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif)
Kalimat perintah dipakai jika penutur ingin “menyuruh” atau
“melarang” orang berbuat sesuatu. (Biasanya, intonasi menurun;
tanda baca titik atau tanda seru). Contoh:
Positif
 Maukah kamu disuruh mengantarkan buku ini ke Pak
Sahluddin!
Negatif
 Sebaiknya kita tidak berpikiran sempit tentang hak asasi
manusia.
d. Kalimat Seruan

41
Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan
perasaan “yang kuat” atau yang mendadak. (Biasanya, ditandai
oleh menaiknya suara pada kalimat lisan dan dipakainya tanda seru
atau tanda titik pada kalimat tulis). Contoh:
Positif
 Bukan main, cantiknya.
Negatif
 Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.
4. Kalimat Aktif dan Kalimta Pasif
a. Kalimat Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya melakukan
suatu pekerjaan. Kata kerja aktif umumnya ditandai oleh awalan
me-, seperti menulis, membaca, membawa, mencatat,
menyeberangi, dan melintasi. Namun tidak sedikit kalimat aktif
yang predikatnya tidak disertai kedua imbuhan tersebut, misalnya,
makan dan minum.
Berdasarkan hubungan antara predikat dan objeknya, kalimat aktif
dapat dibagi ke dalam empat kelompok.
Contoh:
 Mantan napi itu mencuri sapi milik pak Dikson kemarin malam.
S P O K
b. Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai
pekerjaan. Kalimat pasif, antara lain, ditandai oleh predikatnya
yang berawalan di-, atau ter-, kata berimuhan ke-an. Dan kata
kena.
Contoh:
 Pameran produk peternakan dibuka oleh rektor.
5. Kalimat Langsung dan Tak Langsung
a. Kalimat Langsung

42
Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat
menirukan sesuatu yang diujarkan orang. Bagian kutipan dalam
kalimat langsung ada berupa kalimat tanya, kalimat berita, atau
pun kalimat kalimat perintah. Contoh:
 “Apakah gurumu baik?” tanya Cecep.
b. Kalimat Tak Langsung
Kalimat tak langsung adalah kalimat yang melaporkan
sesuatu yang diujarkan orang.
Bagian kutipan dalam kalimat tak langsung semuanya bebentuk
berita. Contoh:
 Ali menanyakan baik tidaknya dosen saya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam berbahasa, haruslah berbahasa dengan baik dan benar,
begitu pun dengan menggunakan kata yang harus ditingkatkan lagi, karena
kata merupakan unsur yang sangat penting dalam berkomunikasi. Masalah
kata dapat keluar dari norma-norma jika tidak dijaga dengan baik dan
benar, sehingga tidak dapat lagi berfungsi untuk berkomunikasi. Maka dari
itu, gunakanlah kata sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.
Kerangka karangan dibuat untuk mempermudah penulisan agar
tetap terarah dan tidak keluar dari topik atau tema yang dituju.Pembuatan
kerangka karangan ini sangat penting, terutama bagi penulis pemula, agar
tulisan tidak kaku dan penulis tidak bingung dalam melanjutkan
tulisannya.
Kalimat sangat penting. Gabungan antar kalimat menjelma
paragraf. Tentu kita tahu paragraf pertama mesti mampu memikat dan

43
mengikat pembaca. Selain memikirkan peristiwa apa untuk membuka
cerita, penggunaan kalimat penting juga untuk diperhatikan.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat bagi para
pembaca sekalian. Tentu saja, masih terdapat kekurangan dan kelemahan
dari makalah kami ini. Jika ada saran dan kritik yang ingin disampaikan
kepada kami, silakan sampaikan lah, karena kami membutuhkan saran dan
kritik yang sifatnya membangun sehingga kami bisa lebih baik lagi dalam
membuat makalah dikesempatan-kesempatan yang berikutnya.
Apabila ada terdapat kesalahan dari kami, kami mohon dapat
memaafkan kami dan memakluminya, karena kami adalah manusia biasa
yang tak luput dari salah, lupa dan dosa. Seperti kata pepatah “Tak ada
gading yang tak retak”, karena kesempurnaan hanya milik Allah swt.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan/f1l3/PLPG2017/Download/materi/bind
o/BAB-IV-Kaidah-Bahasa-Indonesia.pdf

https://www.academia.edu/40922895/BAB_I_PENDAHULUAN_1.1_Latar_Bela
kang

https://docplayer.info/30092537-Jenis-jenis-kalimat-module-3-oleh-agustinus-
konda-malik-fakultas-peternakan-universitas-nusa-cendana-tahun-modul-3-jenis-
jenis-kalimat.html

44

Anda mungkin juga menyukai