Anda di halaman 1dari 26

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Pendidikan Akhlak Emroni, M. Ag.

KONSEP BAIK DAN BURUK

Disusun Oleh :
Kelompok II
Muhammad Ahdi Noor Idy 190101040027
Fitriyatul Jahrah 190101040238
Nabilah Marwa Iffat Dhiya Ulhaq 190101040251
Hafizatuzzahriah 190101040253
Tasya Kamila 190101040262

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

BANJARMASIN

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan baik terhadap penyusunan makalah ini dan khususnya kepada Bapak
Emroni, M. Ag. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Akhlak di UIN
Antasari Banjarmasin yang telah membimbing kami di semester 6 sekarang. Kami
sangat berharap semoga makalah Konsep Baik dan Buruk ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 18 Maret 2022

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I ............................................................................................................... 1

PENDAHULUAN............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

C. Tujuan Makalah ........................................................................................... 2

BAB II .............................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

A. Pengertian Baik dan Buruk ...................................................................... 3

B. Ukuran Baik dan Buruk ........................................................................... 5

C. Aliran-aliran Mengenai Baik dan Buruk ................................................. 7

D. Sifat Dari Baik dan Buruk ....................................................................... 12

E. Baik Buruk Menurut Ajaran Islam .......................................................... 19

BAB III............................................................................................................. 22

PENUTUP ........................................................................................................ 22

A. Kesimpulan.................................................................................................. 22

B. Saran ............................................................................................................ 22

DAFTRA PUSTAKA ...................................................................................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep baik dan buruk merupakan suatu bentuk usaha dalam hal
penentuanakhlak seseorang atau dengan kata lain sebagai suatu bentuk
pembanding akhlak yangtumbuh pada jiwa seseorang. Pa da um um nya ora ng
m e ni la i a khla k se sora ng de n ga n a c ua n ba i k at a u buruknya perbuatan
yang telah dilakukan oleh seseorang padahal ia belum tau ukuran baik atau buruk
yang seperti apa yang perlu dinilai. Dengan semakin modernnya kehidupan
sekarang cukup banyak menghasilkansisi negatif untuk pertumbuhan akhlak itu
sendiri. Dengan bertambahnya kedewasaan kehidupan ini bukannya
semakin baik akhlaknya justru semakin memperhatikankondisi akhlaknya.
Pada dasarnya akhlak adalah modal utama seseorang untuk menjalankan hidupini.
Tetapi dalam keutamaannya banyak yang menyampaikan keutamaan untuk
selaluberakhlak. Pembicaraan mengenai baik dan buruk penting karena dua
alasan. Pertama, p e r s oa l a n i ni m e nj a d i pe m ba ha sa n ut a m a i l m u
a khl a k se ka l i gu s m e nj a d i i nt i keberagaman seseorang. Kedua, mengetahui
pandangan Islam tentang persoalan ini ditengah maraknya berbaga aliran yang
memperbincangkan persoalan ini. Oleh sebab itu, sangat perlu dicari
tentang pedoman, acuan, ukuran atau parameter yang menilai baik
dan buruknya sesuatu perbuatan atau tingkah laku tersebut. Dan sangat
penting sekali konsep baik dan buruk kita ketahui agar kita selalu terarah dalam
menjalani kehidupan dengan berakhlak al karimah. Sehingga tercapai apa
yang kita inginkan yaitu mendapat ridho Allah.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Baik dan Buruk?

2. Bagaimana Ukuran Baik dan Buruk?

3. Apasaja Aliran-aliran Mengenai Baik dan Buruk?

4. Bagiamana Sifat Dari Baik dan Buruk?

5. Bagaimana Baik Buruk Menurut Ajaran Islam?

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui Apa Pengertian Baik dan Buruk?

2. Mengetahui Bagaimana Ukuran Baik dan Buruk?

3. Mengetahui Apasaja Aliran-aliran Mengenai Baik dan Buruk?

4. Mengetahui Bagiamana Sifat Dari Baik dan Buruk?

5. Mengetahui B agaimana Baik Buruk Menurut Ajaran Islam?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Baik dan Buruk

Dari segi bahasa “baik” adalah terjemahan dari “khair” dalam bahasa arab,
atau good dalam bahasa inggris. Lous Ma‟ruf dalam kitabnya, Munjid
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan. Sementara itu, dalam Webster’s New Century Dictionary,
dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa
keharusan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan lain sebagainya. Baik
merupakan sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan
yang memberikan kepuasan. Baik juga berarti sesuatu yang mendatangkan
rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa secara umum yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu
yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku
manusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia.1

Dalam Bahasa Arab, “buruk” itu dikenal dengan istilah “Syarr” dan
diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti seharusnya, yang tak
sempurna dalan kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi,
keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat
diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan
dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian dapat dikatakan
buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai
kehadirannya oleh manusia.2

Dalam wacana umum, istilah baik dan buruk, khususnya dalam Bahasa
Indonesia, merupakan dua istilah yang sederhana, dua istilah yang kontradiktif,
dan berada dalam pengetahuan biasa karena memiliki makna yang menunjukkan
kepada suatu keadaan. Yakni merupakan kata sifat dan dapat dipahami secara

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 102.
2
Ibid, hlm. 103.

3
umum. Namun tidaklah sesederhana itu, jika dipahami dalam makna yang luas.
Dalam istilah Bahasa Arab, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan
kedua istilah tersebut misalnya khoir dan hasan, sedangkan istilah buruk
menggunakan qubh dan syarr. 3

Didalam akhlak Islamiyyah, untuk mencapai tujuan yang baik harus


sejalan dengan jalan yang baik dan benar. Sebab ada garis yang jelas antara yang
boleh dan tidak boleh, ada garis demokrasi antara yang boleh dilampaui, garis
pemisah antara yang halal dan haram. Semua orang muslim harus melalui jalan
yang dibolehkan dan tidak boleh jalan yang dilarang. Bahkan antara yang halal
dan yang haram yang tidak jelas disebut syubhat, sebab dikhawatirkan akan jatuh
di daerah yang haram. Jadi perbuatan disamping baik juga harus benar, yang
benar juga harus baik. Sebab dalam etika yang benar belum tentu baik dan yang
baik belum tentu benar. Seperti memberitahu atau menasehati dengan mengejek
atau sambil menghina adalah tidak baik. Belum tentu yang benar itu dijelaskan
dengan baik, seperti seorang suami berkata dengan jujur kepada istrinya bahwa
tadi pagi di jalan ia bertemu bekas pacarnya dulu dan dia menanyakan apa
kabarnya. Walaupun hal itu benar dan yang sebenarnya, tak perlu diberitahukan
kepada istri, sebab dengan memberitahukan kepada istri, istri kita jadi tersinggung
hatinya dan tentu akan mempunyai rasa mendongkol atau timbul rasa cemburu,
bahkan akan menimbulkan percekcokan.

Kalau ada orang yang bertengkar dan bermusuh-musuhan sehingga yang


satu mau membunuh yang lainnya dan yang akan dibunuh itu sembunyi di tempat
kita. Kalau kita berkata jujur dan yang sebenarnya akan menimbulkan perbuatan
melanggar kebenaran yang membiarkan pembunuhan. Karena itu dalam kasus
tersebut yang baik adalah tidak memberitahukan, sehingga orang akan selamat.
Dengan tidak memberitahukan kita melindungi jiwa dari pembunuhan dan
menolong orang yang akan membunuh untuk tidak melakukan pelanggaran dan
dosa besar.4

3
Hafid Rustiawan, “Perspektif Tentang Makna Baik dan Buruk”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 6 No. 2 (Juli 2019), hlm. 140.
4
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 56-61.

4
B. Ukuran Baik dan Buruk

Ukuran ialah standar perhitungan dalam bentuk panjang-lebar, tinggi-


rendah, besar-kecil, tua-muda, isi dan berat. Mempersoalkan baik dan buruk pada
perbuatan manusia maka ukuran karakternya selalu dinamis dan sulit dipecahkan.
Namun karakter baik dan buruk perbuatan manusia dapat diukur menurut fitrah
manusia. Kenyataan yang ada di dalam kehidupan, bahwa ada pendapat ikhtilaf
dalam melihat baik dan buruk dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:

1. Pengaruh adat kebiasaan

Manusia dapat terpengaruh oleh adat istiadat golongan dan bangsanya.


Mereka melakukan sesuatu perbuatan dan menjauhi perbuatan lainnya. Kekuatan
memberi hukum kepada sesuatu belum tumbuh begitu rupa, sehingga ia mengikuti
kebanyakan perbuatan yang mereka lakukan. Adat istiadat menganggap baik bila
mengikutinya dan menanam perasaan kepada mereka bahwa adat istiadat itu
membawa kesucian. Apabila seorang dari mereka menyalahi adat istiadat, sangat
dicela dan dianggap ke luar dari golongan Bangsa.

Pada suatu waktu orang-orang berpendapat bahwa baik itu apa yang sesuai
dengan adat-istiadat dan buruk itu apa yang menyalahinya. Dalam penyelidikan
adat-istiadat, tidak dapat digunakan sebagai ukuran dan pertimbangan, karena
sebagian dari perintah-perintahnya tidak masuk akal dan setengah merugikannya.
Banyak perbuatan-perbuatan yang salah, tetapi lain bangsa yang menyatakan
kebaikannya, seperti mengubur anak perempuannya hidup-hidup dilakukan oleh
sebagian oleh sebagian bangsa arab pada zaman jahiliyah. Mereka menganggap
perbuatan itu tidak tercela dan tidak salah.

Berpegang adat-istiadat itu meskipun tidak benar, ada juga faedahnya. Ada
juga orang-orang yang tidak mau melanggar adat-istiadat yang baik, banyak pula
orang-orang yang tidak mau mencuri, minum minuman keras karena mengikuti
adat-istiadat, takut dari lingkungan mengecam dan mencemoohkan. (Mustafa,
1997: 197-199).

5
2. Kebahagiaan (Helonism)

Kebanyakan filosofi berpendapat bahwa tujuan akhir dari hidup dan


kehidupan manusia ialah untuk mencapai kebahagian. Perbuatan manusia dapat
dikatakan baik bila ia mendatangkan kebahagian, kenikmatan, kelezatan. Para
pengikut aliran heolonisme membagi kebahagiaan menjadi dua ialah kebahagiaan
diri dan kebahagiaan bersama.

3. Intuisi (Intuition)

Intuisi merupakan kekuatan batin yang dapat mengenal sesuatu yang baik
atau buruk dengan sekilas pandang tanpa melihat buah dan akibatnya. Paham ini
berpendapat bahwa tiap manusia itu mempunyai kekuatan batin sebagai suatu
instrument yang dapat membedakan baik dan buruk.

Apabila ia melihat suatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang


memberi tahu nilai perbuatan lalu menetapkan hukum baik dan buruknya,
sebagaimana diberi mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar.

4. Evolusi (Evolution)

Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang
ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju
kepada kesempurnaanya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-
benda yang nampak, seperti binatang, manusia dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga
berlaku pada benda yang tak dapat dilihat oleh panca indera, seperti akhlak dan
moral.5

5
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Akhlak Tasawuf, (Nusa Tenggara Barat: Forum
Pemuda Aswaja, 2020), hlm. 23-25.

6
C. Aliran-aliran Mengenai Baik dan Buruk
Ada beberapa aliran mengenai baik dan buruk, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. Aliran Sosialisme (Adat Istiadat)
Secara universal, adat istiadat merupakan instrumen untuk menentukan
nilai baik dan buruk, dan alat untuk menjastifikasi perbuatan-perbuatan.6 Namun,
secara universal pula, bahwa standar normatif baik buruknya suatu perbuatan dari
suatu bangsa dengan bangsa lain akan berbeda. Boleh jadi suatu bangsa
memandang suatu perbuatan itu baik, tetapi bangsa lain menganggap buruk,
bergantung bagaimana nilai-nilai dari adat istiadat mereka anut. Menurut aliran
ini, baik atau buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan
ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh
masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang
baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang
buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.7
Adat istiadat sendiri sesungguhnya terbentuk dari pandangan umum
tentang nilai-nilai dan norma kehidupan. Pendangan umum tersebut meliputi
berbagai aspek perilaku kehidupan masyarakat, antara lain tata cara berpakaian,
makan, bercakap, bertamu, dan lain sebagainya. Pandangan umum inilah yang
terbentuk menjadi adat istiadat. Adat istiadat itu diyakini akan memberikan
kebaikan kepada masyarakat bila dilaksanakan dan akan memberikan
kesengsaraan, cela dan kenistaan bila dilanggar. Adat istiadat selanjutnya
dipandang sebagai pendapat umum. Ahmad Amin mengatakan bahwa tiap bangsa
atau daerah mempunyai adat tertentu mengenai baik dan buruk.
Dalil adat istiadat sebagai landasan tolak ukur:8

Apa yang dipandang baik oleh orang Islam, maka baik pula di sisi Allah".
(HR. Ahmad dari Ibnu Mas‟ud).

6
Rahmawati, BAIK DAN BURUK, Al-Munzir Vol. 8 No. 1. Mei 2015, hlm. 70.
7
Modul-Akhlak-Tasawuf, hlm. 8.
8
Ibid, hlm. 9.

7
2. Aliran Hedonisme
Inti dari paham ini yaitu perbutan yang baik adalah perbuatan yang banyak
mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.9 Aliran ini
tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan melainkan ada
pula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah
perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah mendatangkan
kelezatan. Aliran yang terkemuka pada aliran ini adalah etika kaum Epikurisme.
Tokohnya adalah Epikuros (3341-270 S.M).
Epikuros berpendapat bahwa menurut pengalaman, semua manusia ingin
mencapai kelezatan (hedone), begitu pula hewan. Semua didorong oleh watak
(tabiaat) manusia dan bukan disebabkan pelajaran atau pemikiran akal. Dari sini
teranglah bahwa yang menentukan keinginan manusia itu bukanlah akal tetapi
natur (fitrah manusia). Karena kelezatan itu adalah merupakan kelezatan maka
suatu jalan yang menyampaikan kepadanya adalah suatu hal yang utama
(berharga). Akan tetapi kata Epikuros, lezat yang kita cari haruslah kelezatan yang
sesungguhnya. Kemudian Epikuros melihat bahwa kelezatan itu adalah
ketentraman jiwa, dan ketentraman itu tidak tercapai tanpa keseimbangan badan.
Kemudian Epikuros mengakui bahwa kelezatan rohani lebih tinggi nilainya dari
pada kelezatan jasmani. Dari sinilah hedonis terbagi manjadi dua. Hedonis
spritualisme (yang bersandar pada kelezatan rukhani) dan hedonis matrialisme
sensualitas (yang berdasarkan pada kelezatan jasmani saja).10 Corak pertama
berpendapat bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah mencari
sebesar-besarnya kelezatan dan kepuasan untuk diri sendiri dan segenap
upaya yang dilakukan untuk mencapainya, sedangkan corak kedua (universalistis
hedonisme) memandang bahwa perbuatan baik itu adalah yang
mengutamakan mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesame

9
Fawza Rahmat, PROBLEMATIKA PENENTUAN BAIK DAN BURUK, Jurnal At-
Tasyri‟iy Vol 3. No.1, 2020, hlm. 74.
10
Fuad Masykur, HAKIKAT PENDIDIKAN AKHLAK DALAM DUNIA ISLAM DAN
BARAT, Tarbawi, Vol. 3 No. 2 Agustus 2020, hlm. 176.

8
manusia, bahkan segala makhluk yang berperasaan.11 Sehingga dikatakan bahwa
perbuatan apabila dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik, dan
sebaliknya perbuatan itu buruk apabila mendatangkan penderitaan.

3. Aliran Humanisme (Intuisisme)


Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan
12
sesuatu sebagai baik dan buruk dengan sekilas tanpa melihat akibatnya.
Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan insting
batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan
batin ini terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan,
akan tetapi ia dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia
melihat sesuatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang dapat memberi tahu
nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya. Aliran ini juga
berpandangan bahwa perbuatan yang baik itu adalah perbuatan yang sesuai
dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada
dalam dirinya, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati
nurani dipandang buruk. Pandangan ini selanjutnya dikenal dengan paham
humanisme.13

4. Aliran Idealisme
Menurut aliran Idealisme, wujud yang paling dalam dari kenyataan
(hakikat) adalah kerohanian. Seseorang berbuat baik pada prinsipnya bukan
karena di anjurkan orang lain, melainkan atas dasar kemauan sendiri/rasa
kewajiban. Sekalipun di ancam dan dicela orang lain, perbuatan baik itu dilakukan
juga karena adanya rasa kewajiban yang terdapat di dalam nurani manusia. Faktor
yang paling penting mempengaruhi manusia adalah “kemauan” yang melahirkan
tindakan yang konkrit dan yang menjadi pokok adalah “kemauan baik”. Dasar
kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang
menyempurnakannya yaitu”rasa kewajiban”.

11
Modul-Akhlak-Tasawuf, hlm. 10.
12
Modul-Akhlak-Tasawuf, Ibid.
13
Rahmawati, op.cit., hlm. 72.

9
Contoh yang terbaik dari aliran etika ini ialah ajaran etika Kantianisme,
ajaran Immanuel Kant. Dalam hal ini Kant menggunakan akal praktis. Akal yang
praktis ini artinya dalam etika ialah akal yang menjadi pedoman untuk bertindak
(praktek) sehari-hari untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat. Ada beberapa
kesimpulan penting dari pandangan etikanya: Pertama, yang menjadi pokok
dalam etika ini adalah kemauan baik (good will). Meneurutnya kemauan baik itu
amatlah penting sebab segala keutamaan akan rusak jika tidak disertai dengan
kemauan baik. Kedua. Kemudian dasar kemauan baik itu dihubungkan dengan
suatu hal yang akan menyempurnakannya yaitu rasa kewajiban. Jadi dengan
kemaun yang baik dengan disertai rasa kewajiban menjalankan perbuatan itu.
Ketiga, atas dasar kemauan baik itu Kant menolak segala moral yang heteronom
(takluk pada undang-undang asing). Manusia tidak boleh menerima hukum susila
yang ditentukan oleh agama. Atau instansi lain, tetapi akal praktis manusia
menentukan hukumnya sendiri. Keempat, Bertindak sedemikian rupa sehingga
kita melayani setiap orang sebagai suatu tujuan akhir dan bukan suatu perantara.14

5. Aliran Utilitarisme
Menurut aliran ini ukuran baik dan buruk adalah perbuatan itu ditinjau dari
kecil besarnya manfaat bagi manusia. Tokohnya adalah Jhons Stuart Mill.
Menurutnya yang dinamakan perbuatan yang tertinggi itu adalah utility (manfaat).
Dari penyelidikan menurutnya, ternyata bahwa tiap-tiap pekerjaan manusia itu
diarahkan pada manfaat. Yang dinamakan manfaat menurutnya ialah “Utility is
happiness for the greatest number of sentient beings” suatu kebahagian untuk
jumlah manusia yang sebesar-besarnya, atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya
dari sebanyak-banyaknya orang.15
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mengacu kepada
konsep kemanfaatan sebagaimana paham utilitarianisme. Namun demikian,
paham ini lebih melihat kegunaan sesuatu itu dari segi materialistik. Faktor-faktor
non materi diabaikan. Sebagai contoh, orang tua jompo semakin kurang dihargai,

14
Fuad Masykur, op.cit., hlm. 177.
15
Ibid.

10
karena secara material tidak lagi memberi manfaat. Padahal orang tua jompo
masih berguna dimintai nasihat-nasihatnya, dorongan moril oleh karena
pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Selain itu paham ini juga dapat
melakukan atau menggunakan apa saja yang dianggap berguna sepanjang
memberikan manfaat. Misalkan untuk memperjuangkan kepentingan politik,
perbuatan fitnah, kebohongan, pemaksaan dan lainlain bisa dilakukan kalau itu
dapat berguna.16

6. Aliran Vitalisme
Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam
hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang
lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap
binatang, dan berlaku hukum siapa yang kuat dan mana itulah yang baik. 17 Aliran
ini banyak dipraktekkan oleh para penguasa feodalitik zaman dahulu. Sehingga
muncullah kekuatan-kekuatan politik yang dikenal seperti feodalisme,
kolonialisme, diktator dan tiranik (Poedjawijatna, 1982: 46). Kekuatan-kekuatan
tersebut menjadi simbol sosial kemasyarakatan yang memiliki pengeruh cukup
kuat. Penguasa yang memiliki kekuatan itu memiliki kewibawaan sehingga
perbuatan dan perkataannya bisa menjadi ketetapan dan pedoman bagi
masyarakatnya.18 Di zaman moderen ini faham dalam aliran ini sudah tidak
mendapat tempat lagi. Masyarakat sekarang ini sudah memiliki wawasan
demokratis akibat dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

7. Aliran Teologi
Aliran Teologi berpendapat bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan
adalah ajaran Tuhan, apakah perbuatan tersebut diperintah/dilarang. Segala
sesuatu yang diperintahkan Tuhan adalah baik, sebaliknya perbuatan yang

16
Rahmawati, op.cit., hlm. 73.
17
Fawza Rahmat, op.cit., hal. 75
18
Rahmawati, op.cit., hlm. 73

11
dilarang-Nya adalah buruk,19 yang sudah dijelaskan dalam kitab suci. Konsep baik
dalam islam merupakan suatu acuan bagi manusia untuk menjalankan kehidupan
sendiri. Fitrah manusia adalah berahlak mulia. Oleh karena itu bersyukur kepada
Allah SWT dengan berakhlak baik insya Allah hidup kita selamat dengan dasar
iman yang kuat, teguh dan beramal sholih yang tepat, sebagaimana dengan
firman Allah dalam QS. Ar-Ra‟d: 29

‫ط ۡو ٰبى لَ ُه ۡم َو ُح ۡس ُن َم ٰاب‬
ُ ‫ت‬ َ ‫اَلَّذ ِۡينَ ٰا َمن ُ ۡوا َو‬
ّٰ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ٰ‫ص ِلح‬
Artinya:
“orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat
kebahagiaan dan tempat kembali yang baik“

Dalam paham ini keyakinan Teologis yakni keimanan kepada Tuhan sangat
memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai
dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepada-Nya.
Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap paling baik dalam praktek, dan
disayangkan paham ini tidak umum dari ukuran baik dan buruk yang digunakan.20
Masing-masing penganut agama meyakini dirinya bersandarkan pada ajaran
tuhan, oleh karena itu etika theologies oleh ahli-ahli filsafat dikaitkan dengan
suatu agama asalnya, seperti etika theology Kristen, etika theology yahudi dan
etika theology Islam.

D. Sifat Dari Baik dan Buruk

Baik dan buruk menurut satu orang dengan orang yang lainnya itu tidaklah
sama. Perlu adanya ketentuan batasan baik dan buruk yang didasarkan pada nilai-
nilai universal, yaitu pandangan intuisisme. Dengan adanya standar atau ketentuan
tentang baik dan buruk maka meskipun pandangan orang bervariatif, tetapi bisa

19
Ismail, HANDOUT MATA KULIAH AKHLAK TASAWUF (Pertemuan ke-4), (Cirebon:
Institut Agama Islam Syekh Nurjati Cirebon, 2017).
20
Modul-Akhlak-Tasawuf, op.cit., hlm. 13

12
diukur dengan standar tersebut. Standar yang bisa dijadikan ukuran untuk
menentukan baik ataupun buruk adalah akhlak.21

Budi pekerti seseorang tidak dapat diukur dengan pandangan pribadi saja,
karena baik dan buruk bersifat relatif, apa yang dianggap baik oleh seseorang,
belum tentu baik di mata orang lain, demikian juga sebaliknya. Namun, banyak
contoh ketika kita melihat bagaimanakah sesuatu perilaku dikatakan telah
memiliki akhlak yang baik, diantaranya dapat kita gambarkan yaitu:

1. Sopan Santun kepada Ibu dan Bapak

Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah yang artinya: “Dan


Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sudah berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kasih saying dan ucapkanlah: wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua mengasihiku sewaktu aku kecil.” (Al-Israa‟ : 23-23).

Selanjutnya Allah juga berfirman: “Dan kami wasiatkan (amanatkan)


kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu-bapaknya, ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu-bapakmu, hanya
kepada Ku-lah kembalimu. Jika keduanya bersungguh-sungguh terhadapmu,
supaya kamu mensyarikatkan Aku dengan sesuatu, yang kamu tidak berilmu
tentang hal itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,
kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku beritahukan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan”.22

21
Mustopa, “BAIK BURUK DALAM PRESPEKTIF ILMU AKHLAK”, YAQZHAN,
Vol. 4, Nomor 2, 2018, hlm. 400.
22
M. Aji Isnain, PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENENTUAN AKHLAK
MANUSIA MENURUT NASH, Jurnal Usrah, Vol 3 No. 1, 2017, hlm. 16-17.

13
2. Berlaku Benar, Jujur dan Ikhlas

Sifat yang mulia yang perlu kita ketahui adalah sifat shiddiq, yakni berbuat
secara jujur sesuai dengan keyakinan atau agamanya, sesuai dengan ucapannya
dan sesuai dengan perbuatannya baik kaki, tangan, mata dan panca indra lainnya.
Ikhlas menurut Imam Gajali ialah ; terhindarnya sesuatu dari pengaruh yang lain,
dan setiap perbuatan yang demikian disebut perbuatan yang ikhlas. Maka siapa
saja yang tidak ikhlas tentu dia musyrik. Sedangkan menurut pengertian umum
ikhlas diartikan sebagai niat mendekatkan diri kepada Allah semata-mata, tanpa
mengharapkan imbalan dan pengaruh dari siapa saja. Niat yang ikhlas akan
mengantarkan kita menuju kebaikan baik kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Ikhlas dalam berbuat tanpa pamrih apa-apa, walaupun itu dilakukan dengan susah
payah, berlaku benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tanpa tekanan dan
paksaan dari pihak manapun yang menggoyahkan pendirian kita dan jujur dalam
perkataan dan perbuatan adalah beberapa sifat yang sangat dipuji oleh Allah
SWT.

Ada beberapa Firman Allah yang berkaitan dengan hal diatas: “ Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan
yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalan mu dan meng- ampuni
dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar.” ( Al–Ahzab : 70-
71). Selanjutnya Allah juga berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari
apa yang telah Allah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya.” (Q.s. Al-Ma‟idah: 87-88).

14
3. Hemat, Cermat dan Pemurah

Hemat berarti kita tidak boros dalam artian dapat mengatur pengeluaran
yang harus disesuaikan dengan pendapatan kita. Cermat artinya teliti dalam segala
hal baik dalam memilih makanan, pakaian ataupun perbuatan. Sedangkan
pemurah artinya murah memberi tanpa mengharapkan imbalan dalam setiap
kebaikan yang kita lakukan. Setiap orang mukmin harus melatih diri untuk
memiliki sifat hemat, cermat dan pemurah (suka berderma), dan sekaligus
menjauhkan diri dari sifat boros dan bakhil atau kikir, karena sifat boros dan kikir
itu adalah termasuk kepada akhlak yang tercela.

Allah SWT sangat mencintai dan meridhoi orang-orang yang beriman,


yang bisa hidup hemat dan cermat. Orang-orang yang kaya pun harus hemat
sehingga harta dan kekayaannya dapat dipergunakan untuk kemaslahatan umat
dan untuk orang banyak karena harta kekayaan dan apa yang telah dimiliki oleh
seseorang hanyalah milik Allah SWT semata. Sebagaimana Allah berkata dalam
firmannya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (hartanya), mereka
tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir dan adalah (pembelanjaan itu)
ditengahtengah antara yang demikian.” (Al- Furqaan: 67). Selanjutnya Allah juga
berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui- nya.” (Ali Imran: 92)
Firman Allah SWT: “Adapun orang yang memberikan/berderma (hartanya dijalan
Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),
maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala
terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” ( Al-Lail:
5 – 10).

Maka oleh karena itu sifat hemat, cermat dan pemurah itu dituntut oleh
Allah dan diamalkan oleh manusia disepanjang hidupnya, karena sifat-sifat mulia
tersebut akan mengantarkan kita kepada kebaikan baik dunia maupun akhirat.
Adapun akhlak yang buruk dapat kita lihat dalam beberapa sifat berikut,
diantaranya:

15
1. Perbuatan yang mengikuti hawa nafsu

Sebagaimana diartikan hawa adalah keinginan nafsu terhadap sesuatu yang


menyenangkan, baik yang buruk ataupun yang baik. Nafsu dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu nafsu yang cenderung untuk memenuhi kebutuhan jasmani serta
kesenangannya, contohnya: orang yang suka mementingkan dirinya sendiri, orang
yang tamak dan serakah yang disebut nafsu bahimiyah.

Nafsu yang tidak punya haluan yang tetap artinya perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang berdasarkan situasi dan kondisi, seperti mengikuti arah
angin kadang ke barat kadang ke timur, apabila timbul kesadarannya maka ia
kembali pula kepada kebenaran dan menyesali dirinya, nafsu ini disebut nafsu
rahawah. Sedangkan nafsu yang tunduk di bawah perintah akal dan kebenaran
maka ia akan dipengaruhi oleh kehendak jasmani menurut batas-batas yang
ditentukan oleh agama dan moral, dan ia bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
nafsu ini disebut nafsu malakiyah. Sebagaimana Allah berkata dalam firmannya :
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhan-Ku.” (Yusuf : 53).

2. Takabur dan Sombong

Takabur diartikan sebagai sesuatu yang memandang dirinya sendiri lebih


tinggi dibandingkan dengan orang lain. Perasaan dan penilaian yang tidak senang
ketika melihat orang lain lebih baik dari dirinya sehingga sifat ini menimbulkan
keangkuhan dan kesombongan yang menyebabkan orang lain tidak suka untuk
bergaul dengannya.

Takabur dan sombong adalah menjauhkan dari kebenaran dan petunjuk


agama, sehingga menjadikan seseorang mengalami kerugian didalam hidupnya.
Sebagaimana hal ini juga ditegaskan dalam firman Allah SWT: “Aku akan
memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa
alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (Al-A‟raaf:146) dan
“Demikianlah Allah mengunci hati orang-orang yang sombong dan sewenang-
wenang.” (Al-Mukmin: 35).

16
Dicontohkan kisah pemilik dua kebun yang sombong kepada salah
seorang karibnya. Ia membanggakan kekayaannya seraya mengatakan. “Hartaku
jauh lebih banyak dari hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat. Dan dia
memasuki kebunnya sedang ia zalim terhadap dirinya sendiri, seraya mengatakan:
„Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak yakin bahwa
Kiamat itu akan datang….‟” (Q.S. Al-Kahfi: 34-6). Karena kesombongannya ini,
Allah lantas mengirimkan ketentuannya (kebinasaan) dari langit, hingga kebun itu
bagai tanah licin tiada berarti. Air-airnya pun menjadi sirna, hingga ia tidak
menemuinya lagi.

1. Hasad (Dengki)

Sifat ini merupakan contoh akhlak yang paling buruk karena rasa dengki
(hasad) merupakan perasaan tidak senang jika orang lain mendapat nikmat atau
kesenangan, dan merasa suka jika nikmat itu hilang daripadanya. Perasaan dengki
timbul karena perasaaan kurang mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan oleh
Allah SWT. Orang-orang yang memiliki sifat hasad ini sangat membenci kepada
hamba Allah yang memperoleh nikmat dari Allah. Bersabda Nabi Muhammad
Saw yang artinya : “Hasad ( dengki ) itu memakan segala kebaikan, seperti api
memakan kayu api. (H.R. Abu Daud).

2. Riya‟

Riya‟ merupakan sifat yang suka pamer kepada orang lain, suka membuat
orang lain menjadi sakit hati dan tidak senang atas perbuatan yang kita lakukan.
Suka memamerkan kekayaan, keahlian dengan maksud untuk mendapatkan pujian
atas perbuatan yang telah dilakukannya. Hal ini tentu saja sangat dibenci oleh
Allah SWT, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.

17
E. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam

Perilaku, Tindakan, atau perbuatan manusia dalam berbagai situasi dan


pilihan dapat bernilai baik dan buruk. Penetapan nilai baik atau buruknya
perbuatan manusia itu dilakukan menurut berbagai pendapat.23 Bicara masalah
akhlak maka tidak bisa lepas dari dua sifat yang selalu bertentangan tetapi selalu
terjadi dan menghiasi semua perilaku manusia, yakni masalah baik dan buruk.
Karena ini pula maka secara umum akhlak itu bisa dikategorikan baik (akhlaq
mahmudah) dan buruk (akhlaq madzmumah).24

Tolak ukur atau indikator untuk menentukan nilai baik dan buruk hanya
bersifat subyektif, lokal, dan temporal. Oleh karenanya kriteria nilai-nilainya
bersifat relatif. Dalam ajaran Islam, tolok ukur untuk menentukan nilai dan
buruknya suatu perbuatan bersumber kepada dua, yakni al-Qur‟an (wahyu Allah)
dan hadist Nabi Muhammad SAW. 25

Beberapa istilah yang berkaitan dengan baik, misalnya: al-hasanah,


thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr.

1. Al-hasanah menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik, dari segi
akal, hawa nafsu, maupun panca indera.

2. Istilah at-thayyibah untuk menunjukkan sesuatu yang memberikan kenikmatan


pada pancaindera dan jiwa, makanan, minuman, pakaian, rumah dan sebagainya.

3. Kata al-khair digunakan untuk menggambarkan kebaikankebaikan oleh seluruh


umat manusia atau segal a sesuatu yang bermanfaat bagi manusia..

4. Al-mahmudah menunjukkan pada perbuatan yang utama sebagai akibat dari


melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah Swt.

23
Rahmawati, “BAIK DAN BURUK”, Al-Munzir, Vol. 8, No.1, (Mei 2015), hlm.75.
24
Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar Etika
Dalam Islam”, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), hlm. 22.
25
Rahmawati, “BAIK DAN BURUK”, Al-Munzir, Vol. 8, No.1, (Mei 2015), hlm.75.

18
5. Al-karimah digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang sangat terpuji.
Perbuatan tersebut sungguh mulia, seperti menafkahkan harta di jalan Allah dan
berbakti kepada kedua orang tua.26

Berbagai istilah kebaikan yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an dan hadist


menunjukkan bahwa tolok ukur kebaikan dalam ajaran Islam lebih lengkap dan
mendalam. Kebaikan dalam Islam itu meliputi aspek fisik, akal, mental, jiwa,
kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa tolok ukur kebaikan dan


keburukan menurut ajaran Islam bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul.
Dalam hal lain, Islam memberikan ukuran kebaikan dan keburukan dari suatu
perbuatan itu didasarkan pada adanya kesadaran penuh, kehendak dan niat untuk
melakukan perbuatan itu.27

Hal itu menunjukkan bahwa baik dan buruk menjadi kunci dari pensifatan
terhadap perbuatan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. 28

Beberapa istilah yang berkaitan dengan baik, misalnya: al-hasanah,


thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr. Al-hasanah
menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik, dari segi akal, hawa
nafsu, maupun panca indera (al-Raghib Asfahani, t.t.: 117). Allah Swt. Berfirman:

ِ ‫سيِّئَب‬
‫ث‬ َ َ‫س ِيّئ َ ِت فَ ََل يُ ْجشَ ٓ الَّذِيي‬
َّ ‫ع ِولُْا ال‬ َ ‫َه ْي َجب َء ِب ْبل َح‬
َّ ‫سٌَ ِت فَلََُ َخي ٌْز ِه ٌْ َِب ۖ َّ َه ْي َجب َء ِببل‬
َ‫ِإ ََّّل َهب َمبًُْا يَعْ َولُْى‬

Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya


(pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu (QS. al Qashash: 84).

26
Ibid, hlm.76.
27
Ibid, hlm.77.
28
Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar Etika
Dalam Islam”, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), hlm. 30.

19
Istilah at-thayyibah untuk menunjukkan sesuatu yang memberikan
kenikmatan pada pancaindera dan jiwa, makanan, minuman, pakaian, rumah dan
sebagainya (al-Raghib Asfahani, t.t.: 117). Sebagaimana Allah berfirman:

‫ج َهب َرسَ ْق ٌٰ ُن ْن ۗ َّ َهب‬ َ ‫س ْل ْٰٓ ۗ مُلُ ْْا ِه ْي‬


ِ ‫ط ِيّ ٰب‬ َّ ‫علَيْ ُن ُن ْال َو َّي َّال‬َ ‫بم َّا َ ًْشَ لٌَْب‬ َ ‫علَ ْي ُن ُن الْغَ َو‬َ ‫ظلَّ ْلٌَب‬
َ َّ
َ‫ظ ِل ُو ْْى‬ َ ُ‫ظلَ ُو ًَْْب َّ ٰل ِن ْي َمبًُ ْْْٓا ا َ ًْف‬
ْ َ‫س ُِ ْن ي‬ َ

Artinya: “Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan
yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu”. (QS. al-Baqarah: 57).

Kata al-khair digunakan untuk menggambarkan kebaikan-kebaikan oleh


seluruh umat manusia atau segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Allah
berfirman:

‫علَ ْي َِ ا َ ْى‬ ِ ‫شعَ ۤب ِٕى ِز ه‬


َ ‫ّٰللا ۚ فَ َو ْي َح َّج ْالبَيْجَ ا َ ِّ ا ْعخ َ َو َز فَ ََل ُجٌَب َح‬ َ ‫صفَب َّالْ َو ْز َّة َ ِه ْي‬ َّ ‫ا َِّى ال‬
‫ع ِل ْي ٌن‬ ‫ع َخي ًْز ۙا فَب َِّى ه‬
َ ‫ّٰللاَ شَب ِم ٌز‬ َ َ ‫ف ِب ِِ َوب ۗ َّ َه ْي ح‬
َ َّْ ‫ط‬ َّ ‫ي‬
َ َّْ ‫َّط‬
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati,
maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui
(QS. al-Baqarah: 158).

Al-mahmudah menunjukkan pada perbuatan yang utama sebagai akibat dari


melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah Swt. (al-Raghib Asfahani, t.t.: 117).
Kebaikan-kebaikan di dalamnya bersifat batin dan spiritual.

َ َ‫َّ ِهيَ الَّي ِْل فَخ َ َِ َّجدْ ِب َٖ ًَبفِلَتً لَّ ۖل‬


‫عسٰ ْٓ ٔ ا َ ْى يَّبْعَثَلَ َربُّلَ َهقَب ًهب َّه ْح ُو ْْد ًا‬

Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu


sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat
kamu ke tempat yang terpuji”. (QS. al-Isra: 79).

Al-karimah digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang sangat terpuji.


Perbuatan tersebut sungguh mulia, seperti menafkahkan harta di jalan Allah dan
berbakti kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allah SWT:

20
ّْ َ ‫َِّل اِيَّبٍُ َّ ِب ْبل َْا ِلدَي ِْي اِحْ سٰ ًٌ ۗب اِ َّهب يَبْلُغ ََّي ِع ٌْدَكَ الْ ِنبَ َز ا َ َحدُُُ َوب ْٓ ا‬
ْٓ َّ ‫ضٔ َربُّلَ ا َ ََّّل ح َ ْعبُد ُّْْٓا ا‬ ٰ َ‫َّق‬
‫ف َّّ ََّل حٌَْ َِ ْزُُ َوب َّقُ ْل لَّ ُِ َوب قَ ْْ ًَّل َم ِز ْي ًوب‬ ٍ ّ ُ ‫ِم ٰل ُِ َوب فَ ََل حَقُ ْل لَّ ُِ َوب ْٓ ا‬

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah


selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik” (QS. Al-Isra: 23).

Berbagai istilah kebaikan yang dijelaskan dalam al-Qur‟an dan hadist


menunjukkan bahwa tolak ukur kebaikan dalam ajaran Islam lebih lengkap dan
mendalam. Kebaikan dalam Islam itu meliputi aspek fisik, akal, mental, jiwa,
kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana telah dijelaskan di
atas bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan menurut ajaran Islam bersumber
dari al-Qur‟an dan Sunnah Rasul. Dalam aspek lain, Islam memberikan ukuran
kebaikan dan keburukan dari suatu perbuatan itu didasarkan pada adanya
kesadaran penuh, kehendak dan niat untuk melakukan perbuatan itu. Sejalan
dengan teori umum akhlak yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu
perbuatan yang tergolong akhlak itu adalah perbuatan yang disengaja atau
dikehendaki. Setiap kehendak selalu mengarah kepada suatu tujuan. Jadi dalam
memberi nilai perbuatan terletak pada kehendak dan tujuan. Dalam Islam
kehendak dan tujuan itu dimaksudkan agar di dalam berbuat memperoleh
keridhaan Allah Swt. Kehendak dalam berbuat adalah niat. Niat yang diridahi
adalah ihklas dalam berbuat (semata-mata hanya karena Allah).29

29
Sumber: https://muslim.or.id/21418-innamal-amalu-binniyat.html, diakses pada hari
Selasa, 8 Maret 2022.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari segi bahasa “baik” adalah terjemahan dari “khair” dalam bahasa arab,
atau good dalam bahasa inggris. Dalam Bahasa Arab, “buruk” itu dikenal dengan
istilah “Syarr” dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, dan lainnya.
Mempersoalkan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka ukuran karakternya
selalu dinamis dan sulit dipecahkan. Kenyataan yang ada di dalam kehidupan,
bahwa ada pendapat ikhtilaf dalam melihat baik dan buruk dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang. Ada beberapa aliran mengenai baik dan buruk, di
antaranya adalah sebagai berikut: Aliran Sosialisme, Hedonisme, Humanisme,
Idealisme, Utulititalisme, Vitalisme, dan Teologi. Baik dan buruk menurut satu
orang dengan orang yang lainnya itu tidaklah sama. Standar yang bisa dijadikan
ukuran untuk menentukan baik ataupun buruk adalah akhlak. Tolak ukur atau
indikator untuk menentukan nilai baik dan buruk hanya bersifat subyektif, lokal,
dan temporal. Oleh karenanya kriteria nilai-nilainya bersifat relatif. Dalam ajaran
Islam, tolok ukur untuk menentukan nilai dan buruknya suatu perbuatan
bersumber kepada dua, yakni al-Qur‟an (wahyu Allah) dan hadist Nabi
Muhammad SAW.

B. Saran

Demi kemajuan penulisan makalah, penulis sangat mengharapkan kritik


dan saran dari pembaca, semoga dengan adanya kritik dan saran yang diberikan
maka makalah ini InsyaAllah dikemudian hari dapat direvisi menjadi lebih baik
serta bisa menjadi rujukan bacaan yang tidak rancu. Atas kerelaan hatinya dalam
memberikan kritik dan sarannya, kami ucapkan terima kasih.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/21418-innamal-amalu-binniyat.html, diakses pada hari Selasa, 8 Maret 2022.


Ismail. 2017. HANDOUT MATA KULIAH AKHLAK TASAWUF (Pertemuan ke-4). Cirebon:
Institut Agama Islam Syekh Nurjati Cirebon.
Isnain, M. Aji. 2017. “PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENENTUAN AKHLAK
MANUSIA MENURUT NASH”, Jurnal Usrah, Vol 3 No. 1.
Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar Etika Dalam
Islam. Yogyakarta: Debut Wahana Press.
Masykur, Fuad. 2020. “HAKIKAT PENDIDIKAN AKHLAK DALAM DUNIA ISLAM DAN
BARAT”, Tarbawi, Vol. 3 No. 2.
Mustofa, A. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Mustopa, 2018. “BAIK BURUK DALAM PRESPEKTIF ILMU AKHLAK”, YAQZHAN, Vol. 4,
Nomor 2.
Nata, Abuddin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rahmat, Fawza. 2020. PROBLEMATIKA PENENTUAN BAIK DAN BURUK, Jurnal At-Tasyri‟iy
Vol 3. No.1.
Rahmawati. 2015. “BAIK DAN BURUK”. Al-Munzir Vol. 8 No. 1.
Rustiawan, Hafid. 2019 “Perspektif Tentang Makna Baik dan Buruk”, Jurnal Pendidikan Agama
Islam. Vol. 6 No. 2.
Wathoni, Lalu Muhammad Nurul. 2020. Akhlak Tasawuf. Nusa Tenggara Barat: Forum Pemuda
Aswaja.

23

Anda mungkin juga menyukai