Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGERTIAN HADIS, SUNNAH,


KHABAR, ATSAR, DAN HADIS QUDSI

MATA KULIAH : ULUMUL Hadis


DOSEN PENGAMPU : AHMAD LUTHFI AZIZUL HAKIM, SQ, M.Pd

Disusun Oleh :

1. AHMAD YOGI
2. ALDI RIANSAH
3. CECEP SAPUTRA
4. HERU SATRIA
5. MARIO ZIKRY RAFELLINO
6. SUJADI
7. WISNU LANANG DARMAWAN

INSTITUT AGAMA ISLAM AN – NUR LAMPUNG


KAMPUS CABANG SIDOMULYO
Tahun Akademik 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat,
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ulumul Hadis ini
yang berjudul “Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, Atsar, dan Hadis Qutsi”.
Karena tanpa nikmat- Nya, mungkin kami belum tentu bisa menyelesaikan
makalah ini dari awal sampai akhir.
Dalam penyusunan makalah ini, kami berusaha selalu menggunakan rujukan-
rujukan yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Baik rujukan dari kitab,
buku, maupun situs daring.
Dengan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung penulisan makalah ini, karena tanpa dukungan dan bantuan dari
mereka mungkin pula kami belum tentu bisa menyelesaikan makalah ini.
Kami tahu, masih banyak kekurangan dalam penulisan dan penyusunan
Makalah ini. Namun kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam
penyusunannya. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun
agar lebih baik untuk kedepannya.
Akhirnya, kepada Allah jugalah kami menyerahkan diri serta memohon taufik
dan hidayah-Nya, semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa program
S1 IAI AN NUR LAMPUNG

Sidomulyo, 25 Agustus 2021


Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hadis ...................................................................................................... 2
2.2 Sunnah ................................................................................................... 3
2.3 Khabar ................................................................................................... 6
2.4 Atsar ...................................................................................................... 7
2.5 Hadis Qudsi ........................................................................................... 8
2.6 Perbedaan Hadis Nabawi, Hadis Qudsi, dan Al-Qur’an ....................... 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 9
3.2 Saran ...................................................................................................... 9

DATAR PUSTAKA .............................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ulumul Hadis (Ilmu Hadis) adalah salah satu bidang ilmu yang penting di
dalam Islam, yang sangat diperlukan dalam menguasai dan memahami Hadis-
Hadis Nabi SAW. Penerimaan Hadis sebagai sumber ajaran dan hukum Islam
merupakan realisasi dan iman kepada Rasul SAW dan dua kalimat syahadat
yang diikrarkan oleh setiap Muslim. Oleh karena itu, kami merasa perlu
menyusun sebuah makalah tentang Ulumul Hadis sebagai ikhtiar untuk
memahami Hadis itu sendiri

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai bahan untuk mengkaji dan
mengenal hal-hal berkaitan dengan Ulumul Hadis, sekaligus sebagai
pemenuhan tugas kelompok mata kuliah Ulumul Hadis

1
BAB II
PEMBAHASAN

Sumber pengambilan hukum dalam agama Islam terbagi menjadi empat, yakni
Al-Qur’an, As-Sunnah (Hadis), Ijma’, dan Qiyas. Dari keempat sumber
pengambilan hukum tersebut, Al-Qur’an dan al-Hadis harus diutamakan terlebih
dahulu. Seorang Muslim (orang yang beragama Islam) tidak akan dapat
mengamalkan ajaran agama Islam bila hanya mengambil salah satu dari kedua
sumber hukum tersebut. Karena keduanya saling berkaitan antara satu dengan yang
lainnya.

2.1 Hadis

“Hadis” atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru).
Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk pluralnya adalah al-ahadits.
Hadits sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari tahdith yang berarti
pembicaraan. Kemudian didefinisikan sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan
yang disandarkan kepada Nabi SAW. Segala tingkah laku manusia yang tidak
ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat
Al-Quran secara mutlak dan jelas, dicari penyelesaian dalam macam-macam hadits.

A. Pengertian Hadis Menurut Muhaddits

Syaikhul Islam Imam Ibnu Hajar Al-Atsqolani di dalam kitabnya yang


fenomenal Fathul Baari berpendapat bahwasanya apa yang dimaksud dengan
Hadis secara istilah syar’i ialah “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW”. Perkataan Imam Ibnu Hajar ini dinukil pula oleh Imam Jalaluddin As-
Suyuthi dalam kitabnya Tadribu ar-Rowi.

Definisi ini masih sangat umum sekali, karena belum dijelaskan batasan
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW tersebut. Definisi yang lebih khusus
dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Al-Harrani yang dinukil dalam
kitab Qawaidhul Tahdits karya Jamaluddin Al-Qasimi, yakni :
2
“Seluruh yang diriwayatkan dari Rasululullah SAW sesudah kenabian beliau, yang
terdiri atas perkataan, perbuatan,dan ikrar beliau”

Dengan definisi Ibnu Taimiyyah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Hadis
adalah apa yang disandarkan kepada Rasul SAW sesudah beliau diangkat menjadi
Rasul, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, dan ikrar beliau.

B. Pengertian Hadis Menurut Ushuliyyun

Menurut Ulama Ushul Fiqih, yang dimaksud dengan Hadis adalah apa yang
disebut mereka dengan Sunnah Qowliyah, yaitu : “Seluruh perkataan Rasul SAW
yang pantas untuk dijadikan dalil dalam penetapan hukum syara’.”

Hal ini dikarenakan dalam pandangan para Ushuliyyun memandang Sunnah


lebih umum daripada Hadis. Menurut Ushuliyyun, Sunnah meliputi ucapan,
perbuatan, dan taqrir.

C. Pengertian Hadis Menurut Fuqaha

As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah
tetap dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak
wajib, yakni hukumnya sunnah. Hal ini berdasarkan pendapat para fuqaha,
diantaranya ialah Imam As-Syaukani dalam kitabnya Irsyadul Fuhul.

2.2 Sunnah
Sunnah secara etimologis berarti:

Artinya : Jalan yang lurus dan berkesinambungan yang baik atau yang
buruk.

Contoh dari pengertian Sunnah di atas di antaranya adalah ayat Al-Qur'an surat Al-
Kahfi:55

3
Artinya : “Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia dari
beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan memohon
ampun kepada Tuhannya, kecuali datang kepada mereka (seperti) jalan
(kehidupan) umat-umat terdahulu, atau datangnya azab atas mereka
dengan nyata”.

Di dalam Hadis juga terdapat kata sunnah dengan pengertiannya secara


etimologis di atas, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya
sebagai berikut:

Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang merintis suatu jalan
yang baik, maka ia akan memperoleh pahalanya dan juga pahala orang yang
mengamalkannya sesudahnya; tidak mengurangi yang demikian itu akan pahala
mereka sedikit pun. Dan siapa yang merintis jalan yang buruk, ia akan menerima
dosanya, dan juga dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dosanya
sedikit pun. (HR Muslim, Ibnu Majah, dan Al-Darami).
Berdasarkan contoh-contoh di atas, terlihat bahwa pada dasarnya Sunnah
tidaklah sarna pengertiannya dengan Hadis, karena Sunnah, sesuai dengan
pengertiannya secara bahasa, adalah ditujukan terhadap pelaksanaan ajaran agama
yang ditempuh, atau praktik yang dilaksanakan, oleh Rasul SAW dalam
perjalanan hidupnya, karena Sunnah, secara Bahasa, berarti al-thariqah yaitu jalan
(ialan kehiduPan).
Pengertian Sunnah secara terminologis Para Ulama berbeda pendapat dalam
memberikan delinisi Sunnah secara terminologis, sejalan dengan perbedaan
keahlian dan bidang yang ditekuni masing-masing. Para ahli Ushul Fiqih
mengemukakan definisi yang berbeda dibandingkan dengan definisi yang
diberikan oleh para ahli Hadis dan Fuqaha’.
4
a. Definisi Ulama Hadis (Mutwdditsin) Menurut Ulama Hadis, Sunnah berarti:

Sunnah adalah setiap apa yang ditinggalkan (diteima) dari Rasul SAW
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik atau akhlak, atau perike
hidupan, baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, seperti tahannuts
yang beliau lakukan di Gua Hira', atau sesudah kerasulan beliau.

Sunnah dalam pengertian Ulama Hadis di atas, adalah sarna (muradifl dengan
Hadis. Para Ulama Hadis memberikan definisi yang begitu luas terhadap Sunnah,
adalah karena mereka memandang Rasul SAW sebagai panutan dan contoh teladan
bagi manusia dalam kehidupan ini, seperti yang dijelaskan Allah SWT di dalam
Al-Qur'an al-Karim, bahwa pada diri (kehidupan) Rasul SAW itu adalah uswatun
hasanah bagi umat Islam (QS Al- Ahzab: 21). Dengan demikian, para Ulama
Hadis mencatat seluruh yang berhubungan dengan kehidupan Rasul SAW, baik
yang rnempunyai kaitan langsung dengan hukum syara' ataupun tidak.

b. Pengertian Sunnah menurut Ulama Ushul Fiqh


Melalui definisi di atas terlihat bahwa para Ulama Ushul Fiqh membatasi
pengertian Sunnah pada sesuatu yang datang dari Rasul SAW selain A1-Qur'an
yang dapat dijadikan dalil dalam penetapan hukum syara' Mereka berpendapat
demikian adalah karena mereka memandang Rasul SAW sebagai Syaro', yaitu
yang merumuskan hukum dan yang menjelaskan kepada umat manusia tentang
peraturan-peraturan (hukum-hukum) dalam kehidupan ini, dan memberikan
kaidah-kaidah hukum untuk dipergunakan dan dipedomani kelak oleh para
mujtahid dalam merumuskan hukum setelah beliau tiada.

c. Sunnah menurut Ulama Fiqh (Fuqaha)


Ulama Fiqh mengemukakan definisi seperti di atas adalah karena sasaran
pembahasan mereka ialah hukum syara' yang berhubungan dengan perbuatan

5
mukalaf, yang terdiri atas: wajib, haram, mandub (sunnah), karahah, dan mubah.
Apabila para Fuqaha' mengatakan sesuatu perbuatan itu adalah Sunnah, maka hal
tersebut berarti, bahwa perbuatan tersebut dituntut oleh syara' untuk dilaksanakan
oleh para mukalaf dengan tuntutan yang tidak pasti atau tidak wajib. Dari definisi
Hadis dan Sunnah di atas, selain definisi versi para Fuqaha, secara umum kedua
istilah tersebut adalah sama, yaitu bahwa keduanya adalah sama-sama disandarkan
kepada dan bersumber dari Rasul SAW. Perbedaan hanya terjadi pada tinjauan
masing-masing dari segi fungsi keduanya' Ulama Hadis menekankan pada fungsi
Rasul SAW sebagai teladan dalam kehidupan ini, sementara Ulama Ushul Fiqh
memandang Rasul SAW sebagai Syari', yaitu sumber dari hukum Islam. Di
kalangan mayoritas Ulama Hadis sendiri, terutama mereka yang tergolong
muta'akhkhirin, istilah Sunnah sering disinonimkan dengan Hadis. Mereka sering
mempertukarkan kedua istilah tersebut di dalam pemakaiannya. Istilah Sunnah di
kalangan Ulama Hadis dan U1ama Ushul Fiqh kadang-kadang dipergunakan juga
terhadap perbuatan para Sahabat, baik perbuatan tersebut dalam rangka
mengamalkan isi atau kandungan Al-Qur'an dan Hadis Nabi SAW ataupun bukan.

2.3 Khabar
Khabar menurut Bahasa berarti al – naba, yaitu berita.
Sedangkan pengertian menurut istilah, terdapat tiga pendapat, yaitu ;
1. Khabar adalah sinonim dari Hadis, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat.

2. Khabar berbeda dengan Hadis. Hadis adalah sesuatu yang datang dari Nabi
Muhammad SAW, sedangkan khabar adalah berita dari selain Nabi
Muhammad SAW. Atas dasar pendapat ini, maka seorang ahli Hadis atau
ahli Sunnah disebut dengan Muhaddist, Sedangkan mereka yang
berkecimpung dalam kegiatan sejarah dan sejenisnya disebut dengan
Akhbari.

3. Khabar lebih umum dari pada Hadis. Hadis adalah sesuatu yang datang dari
Nabi Muhammad SAW, sedangkan Khabar adalah sesuatu yang datang dari
Nabi Muhammad SAW atau dari selain Nabi (Orang lain).
Khabar (‫ )الخبر‬secara bahasa berarti An-Naba’ (‫ )النبأ‬yang berarti kabar atau
berita. Adapun secara istilah khabar ini semakna dengan Hadis sehingga
memiliki definisi yang sama dengan Hadis.

Namun, menurut pendapat yang lain menyatakan bahwa khabar ini lebih umum
6
dari pada Hadis. Sehingga definisi khabar adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain
beliau. Syaikh Utsaimin mengatakan :

‫صلَّى الله ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو ِإ َلى َغي ِْر ِه‬


َ ِ ‫ْف ِإلَى النَّبِي‬ ِ ُ ‫ْال َخبَ ُر َما أ‬
ُ ‫ضي‬
Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam dan juga disandarkan kepada selainnya.

2.4 Atsar
Atsar (‫ )األثر‬secara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ (‫ )بقية الشيء‬yang
berarti sisa dari sesuatu, atau jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :

‫ص َحا ِبي أ َ ْو التَّا ِب ِعي‬


َّ ‫ْف ِإلَى ال‬ ِ ُ ‫َما أ‬
ُ ‫ضي‬
Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabi’in
Adakalanya atsar juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Namun biasanya
penyebutannya disandarkan dengan redaksi “dari Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam” sehingga penyebutannya seperti ini :
‫صلَّى اللهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫َوفِي ْاألَث َ ِر َع ِن النَّبِي‬
Dalam sebuah atsar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam . .

Ta’rif Atsar
Secara etimologis kata atsar merupakan jamak dari utsur yang mengandung
arti bekasan sesuatu atau sisa sesuatu.25 Sedangkan secara terminologis, Jumhur
Ulama mengartikan atsar itu sama dengan khabar dan Hadis. Para fuqaha memakai
istilah “atsar” untuk perkataanperkataan ulama salaf, tabi’in, sahabat dan lainnya.
Sebagian ulama memakai pula kata “atsar” untuk perkataan tabi’in saja.26 Di
samping itu, ada juga yang berpendapat bahwa atsar datangnya dari sahabat, tabi’in
dan orang sesudahnya dan juga ada yang berpendapat atsar itu lebih umum
penggunaannya dari pada Hadis dan khabar, karena istilah atsar mencakup segala
berita dan perilaku sahabat, tabi’in dan sebagainya. 27 Dari penjelasan di atas dapat
dipahami bahwa atsar adalah sisa atau bekas sesuatu yang datangnya dari selain
Nabi Saw yakni yang datangnya dari sahabat dan tabi’in.

7
2.5 Hadits Qudsi
Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam dari Allah ta’ala. Hadits qudsi ini juga terkadang disebut dengan
hadits rabbaaniy atau hadits ilaahiy. Syaikh Utsaimin mengatakan :

َ ِ ‫ َما َر َواهُ النَّ ِبي‬:‫ْث ْالقُدْ ِسي‬


‫صلَّى اللهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع ْن َر ِب ِه ت َ َعالَى‬ ُ ‫ْال َح ِدي‬

Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu


‘alaihi wasllam dari Tuhannya ta’ala.

Dengan demikian, hadits qudsi juga merupakan firman Allah ta’ala yang
maknanya disampaikan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, namun
redaksi yang disampaikan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Contoh hadits qudsi :

ُ ‫ َوأَنَا َم َعه‬،‫ظ ِن َع ْبدِي ِبي‬


َ َ‫ أَنَا ِع ْند‬:‫ يَقُو ُل اللَّهُ ت َ َعالَى‬:‫صلَّى اللهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ُّ ‫ قَا َل النَّ ِب‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ي اللَّهُ َع ْنه‬
َ ‫ي‬ ِ ‫َع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ َر‬
َ ‫ض‬
‫َل َخ ْي ٍر ِمنْ ُه ْم‬ ٍ َ ‫ َوإِ ْن ذَك ََرنِي فِي َم‬،‫ فَإ ِ ْن ذَك ََرنِي فِي نَ ْف ِس ِه ذَك َْرتُهُ فِي نَ ْفسِي‬،‫إِذَا ذَك ََرنِي‬
ٍ َ ‫َل ذَك َْرتُهُ فِي َم‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda : Allah ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya Aku di sisi persangkaan hamba-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia


mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya maka Aku mengingatnya di dalam
diri-Ku. Dan jika ia mengingat-Ku di kumpulan orang, maka Aku mengingatnya di
kumpulan orang banyak yang lebih baik dari mereka.”

2.6 Perbedaan Hadits Nawabi, Hadits Qudsi dan Al Quran


Perbedaan hadits nabawi, hadits qudsi dan Al Quran adalah dilihat dari penisbatan
redaksi dan maknanya. Redaksi dan makna Al Quran dinisbatkan kepada Allah ta’ala.
Sedangkan hadits nabawi, redaksi dan maknanya dinisbatkan kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam. Adapun hadits qudsi, hanya maknanya saja yang dinisbatkan kepada
Allah ta’ala, bukan redaksinya.

Maka dari itu, membaca hadits qudsi tidak dinilai sebagai ibadah, tidak dapat digunakan
sebagai qiraat dalam shalat, tidak terdapat tantangan (bagi orang kafir untuk
menandinginya), dan juga tidak dinukil secara mutawatir sebagaimana Al Quran.
Sehingga hadits qudsi juga ada yang shahih, dha’if, bahkan palsu.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara terminology
Hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar memiliki perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan
Qur’an dan Hadis adalah pedoman hidup bagi manusia, yang disajikan dengan status
sastra yang tinggi dan sangat berpengaruh terhadap manusia semenjak Al – Qur’an
terutama terhadap ilmu pengetahuan peradaban akhlak manusia.

3.2 Saran
Diharapkan dengan mempelajari Ulumul Hadis ini, kita tidak hanya
mengetahui kaidah-kaidah hadis. Namun, diharapkan juga dapat mengamalkan
hadis-hadis Nabi SAW.

9
DATAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

As-sayuthi Jalaluddin. 1994. Tardribur Rowi.Ryadh.Maktabah Al-Kautsar

Yuslem, Nawir.2001.Ulumul Hadis. Ciputat:Tanggerang. PT. Mutiara Sumber


Widya.

Khon, Abdul Majid.2015. Ulumul Hadis.Jakarta:Indonesia.Amzah.

As-Syaukani, Muhammad bin Ali.1909.Isryadul Fuhuul ila Tahqiq al-Haq min


‘Ilmi al-Ushul.

Shafta.2021.” PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR, ATSAR, DAN


HADITS QUDSI”,
https://shaftasby.sch.id/berita-1799-pengertian-hadits-sunnah-khabar-atsar-dan-hadits-
qudsi.html, diakses pada 25 Agustus 2021 pukul 11.32

10

Anda mungkin juga menyukai