Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN AKHLAK DAN BUDI PEKERTI

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Tafsir Hadist


Tarbawi

Dosen Pengampu:Ibni Trisal Adam, M.HUM

Disusun Oleh:
Kelompok 13

1. Hanafi Azhar M (214110402278)


2. Fauzin Azizah (214110402221)
3. Afifah Dinda (214110402255)

Kelas 2 PAI F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROFESOR K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO

2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr.Wb

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan
seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Tafsir Hadist Tarbawi yang berjudul “Pendidikan Akhlak dan Budi Pekerti ”

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini,
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini sebagai bahan koreksi
untuk kami.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb

Purwokerto, 11 Mei 2022

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

PENDIDIKAN AKHLAK DAN BUDI PEKERTI ................................................ Error! Bookmark not defined.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN .......................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 4
C. Tujuan.......................................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
1. Hadist tentang salah satu tugas nabi adalah untuk menyempurnakan akhlak........................... 5
Takhrij Hadits1 ................................................................................................................................ 5
Syarah Kosa Kata ........................................................................................................................... 5
Syarah Hadits.................................................................................................................................. 5
Faedah Hadits ................................................................................................................................. 6
2. Hadits Arbain nomor 18 (Kedelapan belas) Tentang perintah nabi untuk bergaul dengan
manusia dengan budi pekerti yang baik ............................................................................................. 7
3. Hadist tentang perlunya mendidik anak dengan Pendidikan akhlak : ...................................... 13
BAB III .................................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................................... 16
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................. 16
B. SARAN ....................................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 17

3
BAB III

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral (akhlak) dan


keutamaan perangai, tabiat yang dimiliki dan harus dijadikan kebiasaan oleh anak sejak
kanak-kanak hingga ia menjadi mukallaf. Tidak diragukan bahwa keutamaan-keutamaan
moral, perangai dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang mendalam, dan
perkembangan religius yang benar.
Realitanya, perilaku serta budi pekerti (akhlak) dari pelajar saat ini sangatlah
memprihatinkan, diantaranya mereka cenderung bertutur kata yang kurang baik, bertingkah
laku yang kurang sopan, dan tidak lagi patuh terhadap orang tua maupun gurunya. Hal ini
tentu saja dipengaruhi kondusif tidaknya pendidikan budi pekerti yang mereka dapatkan, baik
di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan akhlak memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan sekaligus
membentuk watak dan kepribadian peserta didik. Tetapi secara substansial mata pelajaran
akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
mempraktikkan perilaku yang terpuji (akhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hadis Riwayat Imam Malik salah satu tugas Nabi adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang baik ?
2. Bagaimana Hadis Riwayat Abu Dzar Riwayat Al-Turmudzy tentang perintah
Nabi untuk bergaul dengan manusia dengan berbudi pekerti yang baik?
3. Bagaimana Hadis Jabir bin Samurah Riwayat Al-Turmudzy tentang mendidik
anak dengan pendidikan akhlak?

C. Tujuan

1. Mengetahui Hadis Riwayat Imam Malik tentang tugas Nabi untuk


menyempurnakan akhlak yang baik.
2. Mengetahui Hadis Abu Dzar Riwayat Al-Turmudzy tentang perintah Nabi
untuk bergaul dengan manusia dengan budi pekerti yang baik.
3. Mengetahui bagaimana Hadis Jabir bin Samurah Riwayat Al-Turmudzy
tentang perlunya mendidik anak dengan pendidikan akhlak

4
BAB II

PEMBAHASAN
1. Hadist tentang salah satu tugas nabi adalah untuk menyempurnakan akhlak

Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam bersabda:

َ ‫ت ِِلُتَ ًِّ َى‬


ِ ‫صبنِ َح ْاِلَ ْخ ََل‬
‫ق‬ ُ ‫إَِ َّ ًَببُ ِؼ ْث‬

“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”

Takhrij Hadits1

Hadits shahih lighairihi ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dengan lafadz ini
dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al
Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad no. 273

Syarah Kosa Kata

ِ ‫صالِ َح أاْلَ أخ ََل‬


‫ق‬ َ : kata ini sama dengan kata makarim akhlak . Akhlak yang mulia bisa disifatkan
kepada seseorang merupakan nama untuk seluruh perbuatan dan sifat terpuji yang tampak
dalam prilaku dan muamalahnya. 2

Syarah Hadits

Dalam hadits yang mulia ini Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam menjelaskan bahwa
salah satu tujuan dan tugas beliau yang terpenting adalah menanamkan dasar akhlak yang
mulia dan menyempurnakannya serta menjelaskan ketinggiannya. Hal ini tentunya
menunjukkan urgensi, peran penting tazkiyatun nufus dan pengaruh besarnya dalam
mewujudkan masyarakat Islam yang sesuai dengan manhaj kenabian. Hal ini
karena tazkiyatun nufus tidak ada kecuali dengan akhlak yang
mulia, keistiqamahan padanya dan dakwah kepada ketinggian dan indahnya akhlak
tersebut, sehingga dakwah Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam memperbaiki akhlak
manusia tidak terlepas dari tazkiyatun nufus (pensucian jiwa).

Melihat arti pentingnya perkara ini maka para Rasul seluruhnya berdakwah kepada
pensucian jiwa umat manusia. Lihatlah Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam diutus
untuk mensucikan dan memurnikan jiwa manusia serta menghilangkan kotoran dan akhlak
buruk manusia. Sebagaimana dinyatakan dengan jelas dalam Al Qur‟an, diantaranya adalah
Firman Allah yang artinya: “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara
kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui” (QS. Al Baqarah ayat 151).

Bukankah tazkiyatun nufus ada dengan akhlak mulia dan istiqomah


diatasnya? Demikianlah pentingnya tazkiyatun nufus dalam membentuk masyarakat Islam

5
yang benar, sehingga menjadi salah satu rukun ajaran dan dakwah nabi Ibrahim,
sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya (yang artinya) :

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah beserta


Ismail (seraya berdo‟a):”Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Rabb kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di
antara anak-cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada
kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Rabb
kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (al-Qur‟an) dan
hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana” (QS. Al Baqarah 2:127-129).

Para Rasul yang lainnya pun demikian, mereka mengajak manusia untuk membersihkan
jiwa mereka dari kesyirikan dan kemaksiatan. Banyak ayat-ayat Al Qur‟an yang
menunjukkan perhatian besar para Rasul terhadap ketaqwaan yang berarti juga
menyangkut tazkiyatun nufus, sebab hakekat tazkiyatun nufus adalah takwa. Maka jelaslah
sudah tazkiyatun nufus merupakan dakwahnya para rasul, bahkan salah satu rukun dakwah
mereka.

Faedah Hadits

Diantara faedah hadits yang dapat kita ambil adalah:

1. Islam adalah agama yang menghapus kebatilan dan mempertahankan kebenaran. Ini
jelas dari kata ‫( ِْلُتَم َم‬menyempurnakan). Islam mempertahankan akhlak mulia yang
dimiliki bangsa Arab, seperti kedermawanan, memuliakan tamu dan lain-lainnya,
lalu menyempurnakannya dengan menghapus akhlak buruk mereka. Dengan
demikian jelas salahnya penamaan islam dengan teroris, keras, radikal dll yang
memberikan opini Islam itu tidak memiliki rahmat kepada alam semesta. Karena
Islam selalu mempertahankan akhlak mulia dan menghapus akhlak yang buruk.

1. Bangsa Arab dahulu sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu‟alaihi


Wasallam merupakan umat yang memiliki akhlak terbaik, karena mereka memiliki
sebagian akhlak mulia yang menjadi warisan agama nabi Ibrohim namun mereka
kufur dari banyak syari‟at Nabi Ibrahim. Karena itulah Allah Ta‟ala mengutus
Muhammad Shallallahu‟alaihi Wasallam untuk menyempurnakan akhlak mereka
dengan membersihkan jiwa mereka dari akhlak yang buruk, sehingga menjadi umat
yang bertakwa.
2. Para Rasul sejak Nabi Nuh sampai Muhammad Shallallahu‟alaihi
Wasallam mengajak manusia kepada akhlak yang mulai dengan tazkiyatun
nufus sehingga menjadi umat yang bertakwa kepada Allah Ta‟ala.
3. Akhlak yang mulia dan ketakwaan adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
4. Akhlak yang mulia merupakan pilar kejayaan satu umat. Terbukti dengan
sempurnanya akhlak kaum muslimin dibawah binaan Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam, mereka mampu mencapai kejayaan dan kemuliaan yang belum pernah
dicapai umat sebelumnya.

6
Demikian, mudah-mudahan dapat mengajak kita semua untuk berusaha mensucikan diri
dengan melaksanakan seluruh akhlak yang mulia dalam kehidupan dan perilaku kita,
sehingga menjadi hamba Allah yang bertakwa.

Nabi Muhammad SAW. Adalah sosok manusia yang sempurna. Terkumpul padanya semua
sifat mulia.
Allah Ta‟ala berfirman,

ٍ ُ‫َوإََِّكَ نَ َؼهَ ٰى ُخه‬


‫ق َػ ِظ ٍٍى‬

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Al-Qolam: 4).
Ketika Hisyam bin Amir bertanya kepada Istri beliau Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah
SAW. Aisyah menjawab,

ٌَ‫َكبٌَ ُخهُقُُّ ْانقُشْ آ‬

“Akhlak Nabi SAW adalah Alquran” (HR Muslim).


Sangat tepat jika Allah Mengutus Muhammad SAW. Adalah untuk mendidik umat manusia
agar berakhlaq mulia, sebagaimana Rasulullah SAW. telah Bersabda:

ِ ‫بس َو اِلَ ْخ‬ ُ ُ ‫إََِّ ًَب بُ ِؼ ْث‬


‫َلق‬ ِ ‫ت ِلتَ ًِّ َى َي َك‬

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR
Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu).
Sahabat matsaka yang dirahmati Allah… Agama Islam melalui Rasul Muhammad SAW. telah
mengajarkan adab atau dengan kata lain akhlaq mulia kepada umatnya disegala bidang
kehidupan. Alangkah baiknya ketika kita menuntut ilmu pun kita landasi dengan adab atau
akhlak yang baik. Dengan demikian ilmu yang kita dapati akan lebih bermanfaat di dunia dan
di akhirat.

2. Hadits Arbain nomor 18 (Kedelapan belas) Tentang perintah nabi untuk bergaul
dengan manusia dengan budi pekerti yang baik
ُ‫صهَّى هللا‬
َ ِ‫ُىل هللا‬ ِ ‫بٍ ُجَُب َدةَ َوأَبًِ َػ ْب ِذ انشَّحْ ًَ ٍِ ُي َؼب ِر ب ٍِْ َجبَ ٍم َس‬
ِ ‫ض ًَ هللاُ َػ ُْهُ ًَب ػ ٍَْ َسس‬ ِ ‫ة‬ ِ ‫ػ ٍَْ أَبِ ًْ َرسٍّ ُج ُْ ُذ‬
ٍ ُ‫بس بِ ُخه‬
ُِ‫ق َح َس ٍٍ) َس َوا‬ َ َُّ‫ق ان‬ َ َ‫ َوأَ ْتبِ ِغ ان َّسٍِّئَت‬، َ‫ق هللاَ َح ٍْثُ ًَب ُك ُْت‬
ِ ِ‫ َوخَبن‬،‫انح َسَُتَ تَ ًْ ُحهَب‬ ِ َّ‫ (ات‬:‫بل‬ َ َ‫َػهَ ٍْ ِّ َو َسهَّ َى ق‬
.ٌ‫ص ِح ٍْح‬َ ٌٍ ‫ َح َس‬:‫خ‬ ِ ‫ْض انُُّ َس‬ِ ‫ َوفًِ بَؼ‬.ٌٍ ‫ْث َح َس‬ ٌ ٌ‫ َح ِذ‬:‫بل‬ َ َ‫انتِّشْ ِي ِزي َوق‬

Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman Mu‟adz bin Jabal ra, keduanya berkata,
Rasulullah saw. bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada. Iringilah
kesalahanmu dengan berbuat baik, niscaya kebaikan itu menghapusnya. Dan pergaulilah

7
menusia dengan akhlak yang terpuji.” (HR Tirmidzi. Dia berkata “hadits ini hasan”. Bahkan
beberapa kitab menyebutkan, hadits ini hasan shahih)

SABABUL WURUD (LATAR BELAKANG HADITS)

a. Pesan Rasulullah saw. yang ditujukan kepada Abu Dzar ra. dan Mu‟adz ini,
disebutkan melalui berbagai jalur dan berbagai kesemptan, di antaranya:
Ibnu Abdul Bar meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. mengutus Mu‟adz bin
Jabal ke Yaman, lalu beliau bersabda: “Ya Mu‟adz bertakwalah kamu kepada Allah,
pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji. Jika kamu melihat kesalahan ikutilah
dengan kebaikan. Mu‟adz lalu berkata: “Ya Rasulallah, [ucapan] tidak ada Tuhan
selain Allah termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjwab: “Kalimat itu merupakan
kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
b. Ahmad meriwayatkan bahwa Abu Dzar ra. berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai
Rasulallah, ajarkanlah kepadaku suatu perbuatan yang bisa mendekatkanku ke surga
dan menjauhkanku dari neraka.” Rasulullah saw. menjawab: “Jika kamu melakukan
kejelekan, maka lakukanlah kebaikan. Karena kebaikan tersebut akan dilipatgandakan
menjadi sepuluh kali lipat.” Saya berkata: “Wahai Rasulallah, apakah kalimat Laa
ilaaHa illallaaH termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjawab, “Kalimat tersebut
kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
KANDUNGAN HADITS

1. Manusia adalah khalifah di muka bumi


Allah menciptakan manusia dan memberi nikmat yang sangat dan tak terhitung. Lalu
Allah memilih di antara manusia itu para Rasul. Mereka mendapatkan wahyu dari
langit untuk menjelaskan jalan kebaikan dan kebahagiaan.
Allah menyuruh segenap manusia untuk menyembah-Nya semata dan tidak
menyukutukan-Nya dengan suatu apapun. Allah juga memerintahkan agar mereka
melaksanakan apa yang diperintahkan, menjauhi semua yang dilarang, bersegera
melakukan kebaikan, menahan diri dari semua yang munkar, berusaha mewujudkan
kebahagiaan bagi seluruh manusia, bersikap penuh kasih, saling bekerja sama, penuh
persaudaraan, berusaha mengulurkan tangan untuk membantu saudaranya yang lain,
menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji, memiliki jiwa yang baik, dan ucapan yang
penuh kearifan dan kelembutan.

Dengan semua hal di atas, manusia akan mendapatkan kemenangan, kebahagiaan


dunia dan akhirat , dan kekhalifahan mereka di bumi pun terealisasi. Kekhalifahan
itulah yang membuat Adam lebih tinggi kedudukannya dibanding Malaikat. Allah Swt
berfirman: “Dan ketika Kami perintahkan kepada malaikat untuk sujud kepada Adam,
maka mereka semua sujud.” (al-Baqarah: 34)
Inilah yang dipesankan oleh Rasulullah saw. kepada kita dalam hadits di atas.
2. Pesan yang abadi
Betapa indahnya pemberian yang diterima dua shahabat di atas. Pemberian yang
didengar langsung dari murabbi (pembimbing)nya, Muhammad saw.
Pada awalnya pesan ini hanya untuk mereka berdua, kemudian menjadi nasehat dan
bimbingan bagi seluruh umat, karena berisi kebaikan dan manfaat yang sangat besar
di dalamnya. Yang bisa mewujudkan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Pesan yang agung, mencakup seluruh hak Allah swt. dan hak hamba-Nya.

8
3. Takwa adalah jalan keselamatan
Taujih yang paling penting bagi kita dalam hadits ini adalah “Takwa kepada Allah.”
Takwa merupakan sumber dari semua kebaikan dan mencegah segala keburukan.
Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan pertolongan Allah swt. Allah
berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan.” (an-Nahl: 128)
Allah swt. juga menjajikan kepada mereka rizky yang baik dan jalan keluar dari
semua kesulitan, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizky dari jalan yang tidak
diduga.” (ath-Thalaq: 2-3)
Dengan takwa mereka juga akan dilindungi dari muslihat musuh, “Jika kamu
memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, jika kamu mendapat bencana
mereka bergembira. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka
sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu.” (Ali „Imraan: 120)

Allah swt. juga akan memberikan rahmat bagi orang-orang yang bertakwa. “…dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-
orang yang bertakwa… “ (al-A‟raaf: 156)

Di akhirat, orang-orang yang bertakwa berada di sisi Allah swt: “Sesungguhnya


orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat
yang disenangi, di sisi [Rabb] Yang Maha Berkuasa.” (al-Qamar: 54-55)

Banyak sekali ayat dan hadits yang memuat keutamaan takwa dan betapa besar
dampak positif yang akan dipetik. Hal ini tidaklah mengherankan karena ketakwaan
adalah jalan orang-orang mukmin, juga akhlak para Nabi dan Rasul. Allah swt
berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka
ikutilah petunjuk mereka.” (al-An‟am: 90)

Takwa juga sesuatu yang dipesankan Allah swt. kepada semua hamba-Nya, baik yang
terdahulu maupun yang akan datang. Barangsiapa yang komitmen dengannya maka ia
beruntung, dan barangsiapa yang menolak maka ia akan binasa dan merugi.

Allah befirman: “Dan sungguh telah Kami pesankan [memerintahkan] kepada orang-
orang yang diberi kitab sebelum kamu dan [juga] kepada kamu, bertakwalah kepada
Allah. Tetapi jika kamu kafir maka [ketahuilah], sesungguhnya apa yang di langit dan
apa yang di bumia hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi
Mahaterpuji.” (an-Nisaa‟: 131)

4. Hakekat Takwa
Takwa adalah kata yang singkat namun penuh makna, mencakup semua yang dibawa
oleh Islam; aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
Allah swt. berfirman: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta-minta dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang

9
menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya)
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
Jadi takwa adalah amal perbuatan dalam rangka ketaatan kepada Allah dan tidak
melakukan maksiat kepada-Nya.
Para shalafus shalih mendifinisikan takwa dengan: mentaati Allah dan tidak
bermaksiat, selalu dzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur. Mereka
para shalafus shalih benar-benar telah melakukan dan komitmen dengan pengertian
yang mereka pahami, tanpa mengenal tempat dan kondisi. Semua itu dilaksanakan
sebagai realisasi dari perintah Allah swt. dan untuk menyambut panggilan-Nya.
Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-sekali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam.” (Ali „Imraan: 102)

5. Kesempurnaan Takwa
Di antara yang menyempurnakan takwa adalah menjauhi syubhat dan sesuatu yang
bercampur dengan barang haram. “Barangsiapa yang menghindari syubhat maka ia
telah menjaga kebersihan agama dan kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Termauk dalam masalah ini adalah meninggalkan beberapa hal yang sebenarnya
diperbolehkan, tetapi dikhawatirkan dapat membawa ke arah yang diharamkan.
Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidaklah
seorang hamba mencapai derajat muttaqiin (orang yang bertakwa), sehingga ia
meninggalkan apa-apa yang sebenarnya tidak mendatangkan dosa, karena khwatir
mendatangkan dosa.”

Hasan al-Bashri berkata: “Sifat takwa senantiasa melekat pada seorang yang bertakwa
selama ia meninggalkan banyak hal yang sebenarnya halal, karena khawatir haram.”

6. Syarat terealisasinya ketakwaan


Yakni langkah pertama dengan memahami ajaran agama Allah swt. agar ia tahu
bagaimana bertakwa kepada Allah swt. Firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut
kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang
memahami). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” (Faathir: 28)
Orang yang tidak memahami tidak akan mengetahui apa yang wajib ia lakukan dan
apa yang wajib ia tinggalkan. Karena itu, ilmu adalah ibadah yang paling afdhal, jalan
yang menghubungkan ke surga dan tanda bahwa seseorang menginginkan kebaikan.

Rasulullah saw. bersabda: “Keutamaan seorang ulama (orang yang berilmu) atas „abid
(ahli ibadah), seumpama keutamaanku atas orang yang paling rendah imannya di
antara kalian.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan untuk menuntut ilmu,
maka Allah akan memudahkannya jalan menuju surga.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah akan
memudahkannya dalam memahami ajaran agama.” (Muttafaq „alaih)
7. Taubat dan bersegera dalam melakukan kebaikan adalah akhlak seorang mukmin
yang bertakwa. Terkadang seorang mukmin mengalami kealpaan atau kelalaian, dan
terkadang, ia terbuai hawa nafsu atau bisikan-bisikan setan sehingga ia terperosok ke
dalam kemaksiatan dan perbuatan dosa. Karenanya termasuk bagian dari ketakwaan,

10
hendaknya ia bersegera untuk taubat dan beristighfar kepada Allah swt. saat ia sadar
bahwa ia telah melakukan perbuatan dosa.

Allah befirman: “Dan [juga] orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya dirinya sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari
Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui.”
(Ali „Imraan: 135)
Dalam ayat lain disebutkan: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka
ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya.” (al-A‟raaf: 201)
Setelah bertaubat, seorang mukmin yang bertakwa bersegera untuk melakukan
perbuatan baik dan memperbanyak amal-amal shalih, agar dosanya terhapus. Ini
dilakukan karena ia percaya penuh dengan janji Allah swt. dalam ayat-Nya:
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-
perbuatan yang buruk.” (Huud: 114)
Juga sebagai refleksi hadits Nabi saw. “ Dan ikutilah keburukan dengan perbuatan
baik, niscaya [perbuatan baik itu] akan menghapusnya.”
8. Cahaya ketaatan menerangi kegelapan maksiat
Melakukan amal-amal shalih, seperti shalat, puasa, haji, zakat, jihad, dzikrullah dan
berbagai kebaikan lainnya dapat menghapus kesalahan yang dilakukan seorang
muslim, sebagaimana banyak disebutkan dalam hadits-hadits shahih, diantaranya:
a. Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala,
maka dosanya yang telah lalu akan dihapus.” (HR Bukhari dan Muslim)
b. “Maukah kalian Aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus kesalahan (dosa)
dan mengangkat derajat?” Para sahabat berkata: “Ya, wahai Rasulallah.” Rasulullah
saw. menjawab: “Menyempurnakan wudlu, meskipun dalam kondisi susah,
memperbanyak langkah ke masjid dan menanti datangnya waktu shalat.” (HR
Muslim)
c. “Barangsiapa yang menunaikan haji di Ka‟bah dan tidak berkata keji dan kotor,
maka dosanya akan terhapus, sebagaimaan ketika ia dilahirkan ibunya.” (HR Bukhari
dan Muslim)
Demikianlah masih banyak lagi hadits lain dan ayat-ayat al-Qur‟an yang menyatakan
bahwa ketaatan dapat menghapus keburukan
9. Taubat merupakan syarat dihapuskannya dosa besar
Para ulama sepakat bahwa perbuatan baik dapat menghapuskan dosa kecil. Adapun
dosa besar, seperti durhaka kepada orang tua, membunuh, riba, minuman keras, dan
lain sebagainya tidak ada jalan lain untuk menghapusnya kecuali dengan taubat.
Firman Allah: “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat,
beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaaha: 82)
Ini jika dosa besar yang dilakukan tidak berhubungan dengan hak manusia. Namun
jika berhubungan dengan hak orang lain, seperti mencuri, marah, membunuh dan
lainnya maka harus lebih dahulu mengembalikan hak orang lain yang bersangkutan
atau meminta maaf kepadanya. Jika hak telah dikembalikan atau telah mendapatkan
maaf, maka langkah berikutnya adalah mengharap kepada Allah agar taubatnya
diterima, dosanya diampuni, dan diganti dengan kebaikan.
Allah swt. berfirman: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan
amal shalih maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqaan: 70)

11
Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka urusannya akan berlanjut di akhirat.
Orang-orang yang pernah terdhalimi akan menuntut dan mengambil pahala darinya
sebagai ganti dari kedhaliman yang ia terima di dunia. Rasulullah saw. bersabda, “Jika
seorang mukmin selamat dari neraka, dia ditahan di sebuah jembatan antara surga dan
neraka, lalu ia dimintai pertanggung jawaban oleh orang-orang yang terdhalimi di
dunia, jika telah usai maka barulah ia diizinkan masuk surga.” (HR Bukhari dari Abu
Sa‟id al-Khudri ra.)

Di antara kebaikan Allah swt. jika seorang mukmin tidak memiliki dosa kecil, maka
amal kebaikan yang ia lakukan berdampak terhadap dosa-dosa besarnya, yaitu dosa-
dosa besarnya akan diringankan oleh Allah swt. Jika ia tidak memiliki dosa besar dan
dosa kecil, maka pahala dari kebaikan yang dilakukan akan dilipatgandakan.

10. Akhlak merupakan dasar tegaknya peradaban


Dalam pesan ini, Rasulullah saw. mengarahkan kita pada perkara yang membawa
kebaikan bagi individu dan tegaknya sistem kemasyarakatan. Perkara tersebut adalah
berinteraksi dengan orang lain dengan akhlak yang terpuji,sehingga seorang muslim
menjadi pribadi yang lembut, mencintai dan dicintai orang lain, menghormati dan
dihormati orang lain, berbuat baik kepada orang lain dan mereka pun berbuat baik
kepadanya.
Dalam kondisi seperti ini, masing-masing anggota masyarakat akan bergerak untuk
melaksanakan kewajiban dengan penuh kerelaan dan ketenagan. Maka semua urusan
berjalan pada jalurnya, norma-norma terpelihara dan peradaban yang agung menjadi
nyata.

a. Manakala akhlak memiliki peran penting bagi kehidupan, maka Islam


menempatkannya pada posisi yang sangat vital dan diperlihatkan secara khusus.
Sebagai bukti, banyak ayat dan hadits yang berisi anjuran untuk berakhlak mulia, dan
keutamaan orang-orang yang berakhlak mulia.
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang lain mengerjakan yang ma‟ruf serta
berpalinglah daripada orang-orang bodoh.” (Al-A‟raaf: 199).
b. “Tolaklah [kejahatan itu] dengan cara yang baik. Maka tiba-tiba orang yang
bermusuhan denganmu seolah-olah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat: 34)
c. “Maukah kalian, aku beritahu tentang orang yang paling dicintai Allah dan paling
dekat denganku pada hari kiamat?” para shahabat menjawab: “Ya kami mau.”
Rasulullah saw. bersabda: “Yaitu orang yang paling baik akhlaknya.” (HR Ibnu
Hibban)
d. “orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik akhlaknya.”
(HR Ahmad)
e. “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR Abu Dawud)
Banyak lagi ayat dan hadits lainnya, yang mengerucut pada sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari, al-Hakim dan Baihaqi, bahwa Nabi saw. bersabda: “Bahwasannya saya
diutus untuk menyempurnakan akhlak.”

11. Berusaha memiliki akhlak terpuji


Manusia sangat mungkin memiliki akhlak terpuji, karena Allah swt. telah
menganjurkan hal itu.
Al-Hakim dan perawi lain, meriwayatkan dari Muadz ra. bahwa Rasulullah saw.

12
bersabda: “Perbaikilah akhlakmu dengan orang lain.” Riwayat lain menyebutkan,
“Hendaklah kamu memperbaiki akhlakmu semampunya.”
Usaha memiliki akhlak terpuji bisa dengan cara ini: mencontoh akhlak Rasulullah
saw., Allah berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Ketinggian akhlak Rasulullah saw. ini diungkapkan dalam ayat, “Dan sesungguhnya
kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Cara lain adalah bergaul dengan orang-orang yang bertakwa, para ulama, orang-orang
yang memiliki akhlak mulia, menjauhi orang-orang jahat dan orang-orang yang
mempunyai kebiasaan buruk dan lain sebagainya.
Firman Allah: “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru
Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka [karena] mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini
dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat
Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (al-
Kahfi: 28)
12. Akhlak yang terpuji
Termasuk akhlak yang terpuji adalah selalu melakukan silaturahim, memberi maaf,
berlapang dada dan suka memberi meskipun dalam kondisi yang sulit. Dari Uqbah bin
Amir al-Jahmy ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Wahai
Uqbah maukah kamu aku tunjukkan akhlak yang paling baik, bagi penghuni dunia
dan akhirat? [Yaitu] engkau menyambung [persaudaraan] orang yang memutus kamu,
memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberimu hadiah dan memaafkan
orang yang mendhalimimu.” (HR al-Hakim)
Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Dan berlapang dada terhadap orang yang
mencelamu.” Rasulullah saw. bersabada; “Janganlah meremehkan kebaikan sekecil
apapun, meskipun hanya sebuah senyuman [muka yang berseri] ketika bertemu
saudaramu.” (HR Muslim)
Dalam sabdanya yang lain, “Tahanlah untuk berbuat kejahatan, karena yang demikian
itu adalah shadaqah.” (HR Bukhari dan Muslim)
13. Termasuk tanda sempurnanya iman dan takwa adalah akhlak terpuji dan bersikap baik
dalam pergaulan. Juga membenci dan menjauhi orang-orang yang suka berbuat
maksiat, manakala mereka bersikeras tidak mau meninggalkannya.

Sumber : hadis arba‟in Imam Nawawi; DR.Musthafa Dieb al-Bughal-Wafi

3. Hadist tentang perlunya mendidik anak dengan Pendidikan akhlak :


.}‫بع‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫َص َّذ‬
َ ِ‫ق ب‬ ْ ٍْ ‫ِّة ان َّش ُج ُم َونَ َذُِ خَ ٍْ ٌش نَُّ ِي‬
َ ‫أٌ ٌَت‬ ِ :‫بل َػهَ ٍْ ِّ انص َََّلةُ َوانس َََّل ُو‬
َ ‫{ِل ٌْ ٌُؤَ د‬ َ َ‫َوق‬

Nabi saw. bersabda, “Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya dari pada ia
menshadaqahkan (setiap hari) satu sha‟.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dari
sahabat Jabir bin Samurah r.a.

13
Kandungan Hadits

Proses pendidikan harus diawali dari lembaga yang paling kecil yaitu keluarga. Dari aspek
ajaran Islam, mendidik anak merupakan kewajiban orang tua untuk mempersiapkan anak-
anaknya agar memiliki masa depan gemilang dan tidak ada lagi kekhawatiran terhadap masa
depannya kelak, yakni masa depan yang baik, sehat, dan berdimensi spiritual yang tinggi.
Semua prestasi itu tidak mungkin diraih orang tua tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak
mereka. Salah satu kewajiban orang tua sebagai pendidik atau subjek pendidikan adalah
mendidik anak tentang kebaikan, maka dari itu Nabi Muhammad SAW mengumpamakan
orang tua yang mendidik anaknya tentang kebaikan lebih utama dari sedekah satu sha‟.
Perumpamaan ini menunjukkan begitu pentingnya orang tua mengajarkan anak-anak mereka
dalam hal kebaikan, namun dalam hal ini juga bukan berarti bahwa sedekah itu tidak perlu,
hanya saja hadits ini lebih menekankan akan pentingnya peranan orang tua dalam mendidik
anak.

Urgensi Pendidikan Akhlak Bagi Anak

Saat ini anak-anak mengalami krisis keteladanan. Hal ini terjadi karena orang tua, para guru
dan media massa kurang banyak mengangkat tokoh-tokoh teladan bagi anak-anak. Tayangan-
tayangan televisi misalnya, didominasi acara hiburan dalam berbagai variasinya, acara
sinetron dan acara gosip selebriti tidak dapat diharapkan memberikan contoh kehidupan
islami secara utuh. Sementara itu, porsi penanaman akhlak mulia melalui contoh pribadi
teladan pada pelajaran-pelajaran keislaman di sekolah juga masih rendah. Dalam kondisi
seperti ini, keluarga menjadi basis penting bagi anak untuk menemukan keteladanan. Maka
orang tua menjadi figur pertama bagi anak. Oleh karena itu, orang tua harus memiliki
kesadaran untuk menjai pribadi teladan dalam proses pembentukan akhlak islami pada anak.
Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya
tanggung jawab mereka di hadapan Alloh terhadap pendidikan terhadap anak secara islam.
Oleh karena itu, seorang guru atau orang tua harus mengetahui apa saja yang harus diajarkan
kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan Rasulullah SAW.
Beberapa tuntunan tersebut antara lain :

1. Mengajarkan taat kepada kedua orang tua, dalam batas-batas ketaatan kepada Allah
SWT, sebagai manifestasi kesyukuran seseorang kepada Allah SWT.
2. Mengajarkan “khusnul mu‟asyarah” atau pergaulan yang benar serta dibangun di atas
dasar keyakinan akan hari kebangkitan, sehingga pergaulan tersebut memiliki akar
kebenaran dan bukan kepalsuan.
3. Menanamkan nilai-nilai “takwallah”.
4. Menumbuhkan kepribadian yang memiliki ketaatan kepada Allah SWT yang kuat,
salah satunya dengan mendirikan shalat.
5. Menumbuhkan dalam diri anak kepedulian sosial yang tinggi.
6. Membentuk kejiwaan anak yang kokoh.
7. Menumbuhkan sifat rendah hati serta menjauhkan sifat sombong.
8. Mengajarkan kesopanan dalam sikap dan ucapannya.

Maka dari itu, membentuk akhlak seorang anak sangatlah dianjurkan sesuai dengan syariat
agama. Berikut kiat-kiat terbaik untuk memperkuat fitrah dan adab anak :

14
Pertama, berikan teladan yang baik dari orang tua. Sebab, orang tua akan menjadi contoh
utama yang anak-anak temui setiap hari. Setelah itu, barulah guru dan teman sepermainan
yang akan menjadi contoh lainnya.

Perlu diingat, orang tua dan pihak pengajar akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah
SWT terkait mendidik anak. Maka dari itu, usahakan untuk selalu mengajarkan hal-hal baik
yang tidak menyimpang dari agama Allah.

“Setiap anak terlahir sesuai fitrah, kemudian orang tuanya membuatnya menjadi orang
Yahudi, Nasrani, dan Majusi,” kata yang disebutkan Suyuthi dalam al-Jami‟ ash-Shaghir.

Kedua, mengajak anak mumayyiz beraktivitas bersama orang tuanya. Mumayyiz menurut
Imam Syafi‟I adalah seorang anak yang usianya telah mencapai tujuh tahun dan bisa
membedakan baik buruk dalam dirinya.

Pada masa ini, seorang anak sudah bukan lagi anak kecil. Artinya, mengajaknya beraktivitas
bersama orang tua akan membantu memenuhi kebutuhan sesuai yang diketahuinya. Di sinilah
perasaan dan tanggung jawab diuji dalam dirinya.

Ketiga, memberikan penilaian terhadap apa yang anak lakukan. Tujuannya untuk
menyadarkan anak mengenai perasaan. Misalnya, jika dia bertengkar dengan saudaranya,
orang tua wajib memberi tahu bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang keliru.

Dari sanalah anak bisa memahami mana yang baik dan yang buruk untuk dia lakukan.
Demikian pula ketika mereka melakukan sesuatu yang baik dan posiitf, orang tua bisa
memberikannya penghargaan dan pujian agar mereka bangga terhadap dirinya ketika
melakukan kebaikan.

Keempat, tanamkan nilai-nilai kebaikan di tengah keluarga. Seperti yang kita pahami,
keluarga merupakan fondasi nomor satu untuk membentuk akhlak.

Oleh sebab itu, orang tua harus memberikan pemahaman kepada sang anak untuk berlaku
jujur, amanat, menepati janji, lemah lembut, dan santun. Dalam hal ini, orang tua bisa
memberikan teladan yang baik untuk mereka. Selain itu, arahkan mereka untuk membaca
buku kisah-kisah teladan Nabi maupun kehidupan sahabat Tentunya dengan begitu
diharapkan mereka bisa memetik pelajaran dari buku yang dibacanya.

15
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam hadits yang mulia ini Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam menjelaskan


bahwa salah satu tujuan dan tugas beliau yang terpenting adalah menanamkan dasar akhlak
yang mulia dan menyempurnakannya serta menjelaskan ketinggiannya. Hal ini tentunya
menunjukkan urgensi, peran penting tazkiyatun nufus dan pengaruh besarnya dalam
mewujudkan masyarakat Islam yang sesuai dengan manhaj kenabian. Hal ini
karena tazkiyatun nufus tidak ada kecuali dengan akhlak yang
mulia, keistiqamahan padanya dan dakwah kepada ketinggian dan indahnya akhlak
tersebut, sehingga dakwah Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam memperbaiki akhlak
manusia tidak terlepas dari tazkiyatun nufus (pensucian jiwa).

Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman Mu‟adz bin Jabal ra, keduanya
berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada.
Iringilah kesalahanmu dengan berbuat baik, niscaya kebaikan itu menghapusnya. Dan
pergaulilah menusia dengan akhlak yang terpuji.” (HR Tirmidzi. Dia berkata “hadits ini
hasan”. Bahkan beberapa kitab menyebutkan, hadits ini hasan shahih)

Proses pendidikan harus diawali dari lembaga yang paling kecil yaitu keluarga. Dari aspek
ajaran Islam, mendidik anak merupakan kewajiban orang tua untuk mempersiapkan anak-
anaknya agar memiliki masa depan gemilang dan tidak ada lagi kekhawatiran terhadap masa
depannya kelak, yakni masa depan yang baik, sehat, dan berdimensi spiritual yang tinggi.
Semua prestasi itu tidak mungkin diraih orang tua tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak
mereka. Salah satu kewajiban orang tua sebagai pendidik atau subjek pendidikan adalah
mendidik anak tentang kebaikan, maka dari itu Nabi Muhammad SAW mengumpamakan
orang tua yang mendidik anaknya tentang kebaikan lebih utama dari sedekah satu sha‟.
Perumpamaan ini menunjukkan begitu pentingnya orang tua mengajarkan anak-anak mereka
dalam hal kebaikan, namun dalam hal ini juga bukan berarti bahwa sedekah itu tidak perlu,
hanya saja hadits ini lebih menekankan akan pentingnya peranan orang tua dalam mendidik
anak.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah dengan berpedoman kepada banyak
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran mengenai pembahasan makalah diatas.

16
Daftar Pustaka

A. Mahmud. (2017). Akhlak Terhadap Allah Dan Rasulullah. Sulesana, Jurnal Wawasan
Keislaman, 11, 9.

Abdul, M. R., Rostitawati, T., Podungge, R., & Arif, M. (2020). Pembentukan Akhlak Dalam
Memanusiakan Manusia : Perspektif Buya Hamka. PEKERTI: Jurnal Pendidikan Islam Dan
Budi Pekerti, 1(1), 79–99.

Asming Yalawae, A. (2015). Akhlak Warisan Rasulullah SAW Membawa Kemuliaan Umat.
Jurnal Usuluddin, Volume 26(Issue 26).

Bafadhol, I. (2017). Pendidikan Akhlak dalam Persfektif Islam. Jurnal Edukasi Islami Jurnal
Pendidikan Islam, 06(12), 45–61.

Habibah, S. (2015). Akhlak Dan Etika Dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar, 1(4), 73–87.

Munir, Ahmad. 2007. Tafsir Tarbawi : Mengungkap Pesan Al-Qur‟an Tentang Pendidikan.
Yogyakarta : Teras

Roqib, Moh. 2016. Ilmu Pendidikan Islam : Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta : PT. LkiS Pelangi Aksara

Samani Muchlas, Hariyanto. 2017. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya

Suryani. 2012. Hadis Tarbawi : Analisis Paedagogis Hadis-hadis Nabi. Yogyakarta : Teras

Zuriah, Nurul. 2011. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan.
Jakarta : PT. Bumi Aksara

www.academia.edu/28758229/Pendidikan_Akhlak_Dalam_Perspektif_Hadis, diakses pada


Senin, 26 Maret 2018 pukul 20:27 WIB.

ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Annur/article/download/2051/1391, diakses pada Senin,


26 Maret 2018 pukul 22:41 WIB.

https://pusatalquran.org/2017/05/08/hadits-arbain-ke-18-tentang-takwa-kepada-allah-dan-
akhlak-yang-terpuji/

https://bincangsyariah.com/kalam/hadis-hadis-keutamaan-mendidik-anak/

https://rumaysho.com/19209-hadits-arbain-18-takwa-mengikutkan-kejelekan-dengan-
kebaikan-dan-berakhlak-mulia.html

https://muslimah.or.id/4325-tazkiyatun-nufus-dakwah-para-rasul.html

17
18

Anda mungkin juga menyukai