Anda di halaman 1dari 8

EPISTEMOLOGI

SEJARAH ISLAM DI
INDONESIA
Syafa Nurfadilah (214110402059)
Achmad Ngaliyul Fahmi (214110402212)
Fauzin Azizah (214110402221)
Fikri Khoirul Anam (214110402337)
Dasar Epistemologi Islam
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “episteme” yang berarti
pengetahuan. Ketika membahas epistemologi, berarti membicarakan
tentang teori pengetahuan (yang mencakup dari mana pengetahuan itu
muncul dan bagaimana cara pengetahuan itu diperoleh). Epistemologi
yang dimaksud dalam makalah ini untuk menggali lebih dalam
bagaimana ketika agama Islam itu turun di dalam ruang dan waktu
tertentu (turun dalam sebuah masyarakat dan budaya).
Sedikit tentang kebudayaan Arab, dapat dikatakan bahwa
setelah Nabi Muhammad ditunjuk langsung oleh Allah
menjadi seorang Nabi dan Rasul, beliau tidak menghapus
budaya Arab secara totalitas. Namun Nabi Muhammad tetap
membiarkan orang Arab melakukan keseharian mereka
bahkan memelihara budaya Arab tersebut selama masih
dalam koridor dan prinsip-prinsip moralitas yang sesuai
dengan al-Qur’an dan tidak bertentangan dengan
kemanusiaan
Ali Sodiqin memetakan dalam penelitian disertasinya
perihal bagaimana kehadiran Islam di tanah Arab
dalam menghadapi konteks masyarakat dan budaya
Arab ada tiga hal, yaitu:
1. Tahmil (adoptive-complement)
2. Tahrim (destructive)
3. Taghyir (adoptive-reconstructive)
Ideologi Islam dan Perubahan Kebudayaannya
Kata “ideologi” yang dirangkaikan dengan kata
“Islam” sungguh bukanlah sekedar menarik secara
leksikal dan gramatikal, namun memiliki substansi
makna yang dalam dan fundmental. Dengan kata
“Ideologi Islam”, sebenarnya telah terjadi proses
penghancuran (dekonstruksi) terhadap paham
sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang
telah membelenggu otak umat, sekaligus proses
purifikasi dan revitalisasi terhadap Islam, agar Islam
kembali menempati posisinya yang layak.
jika berbicara mengenai pengaruh budaya dan adat lokal
dalam kaitannya dengan agama, maka tak dapat
dipungkiri jika ada pergulatan dalam upaya
mendialogkan antara pesan religiusitas dengan muatan
lokal. Perjumpaan agama dengan budaya lokal itu
mengambil banyak bentuk.
Pertama, mengalami benturan yang sampai pada
titik di mana budaya setempat dihabisi dan diganti
yang baru dengan islamisasi. Kedua, ada yang
mengambil jalan akomodasi. Artinya, ada
pertemuan saling mengisi dan tidak saling
menjatuhkan. Islam diterima tapi sebatas
simboliknya. Adapun substansi seperti kepercayaan
terhadap leluhur agar tetap lestari. Ketiga,
mengambil bentuk hibriditas. Artinya menerima
agama tapi separuhnya saja, sisanya tradisi
setempat. Bentuk ini kemudian biasa dikenal
dengan Islam Jawa, Islam Banjar, Islam Sasak dan
sebagainya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai