Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Roshan Ramadhan

NIM : 0301201224
Prodi : PAI 5 / Semester III
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen : Enny Nazrah Pulungan, M. Ag

Resume “ISLAM DAN KEBUDAYAAN INDONESIA: Islam dan kebudayaan Melayu,


Islam dan kebudayaan Jawa, Islam dan kebudayaan lain di Nusantara”

Didalam buku “Islam dan Budaya Lokal Karangan H.Lebba Kadorre Pangsibanne”
dijelaskan di Halaman 131
ISLAM DAN KEBUDAYAAN MASYARAKAT PANTAI UTARA PAPUA
banyak sekali studi tentang agama terutama yang membahas antara agama dan kebudayaan
suatu daerah atau suatu golongan disuatu tempat,golongan dan waktu tertentu.Untuk itu
disini juga ingin ikut memberikan sedikit gambaran tentang agama dan kebudayaannya
yaitu mengenai agama dan kebudayaan di pantai utara Papua. Terlebih dahulu akan
dijelaskan tentang pengertian agama. Menurut bahasa, agama artinya keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuhan .Kaitannya dengan antropologi, seorang antropolog keluaran
dari universitas Oxford, Robert Ranulp pernah mengusulkan istilah homo sapien diganti
dengan istilah homo relgiosus . Hal ini berdasarkan dengan apa yang telah ia temukan dari
berbagai penelitian dalam bidang antropologi yang terjadi pada abad ke-19 membawa
kesimpulan bahwa agama merupakan fenomena universal yang dapat ditemukan dalam
setiap keadaan manusia tanpa mengenal ruang dan waktu. Pandangan para sarjana Barat
yang didasarkan pada bukti-bukti empiris yang diperoleh dari penelitian-penelitian ilmiah
sejalan dengan pandangan agama sesuai yang tampak dalam kitab suci mereka. Dalam
Islam misalnya, ditemukan konsep tentang fitrah yang secara bahasa berarti
penciptaan,watak,tenperamen,karakter,pembawaan atau instink. Dalam Al-Qur‟an
disebutkan bahwa “Maka hadapkanlah wajahmu lurus kepada agama (Allah). Tetaplah atas
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai fitrah itu. Tidak ada perubahan fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”.
Menurut ahli tafsir, arti fitrah ialah bahwa manusia diciptakan mempunyai naluri beragama
monoteistik.Nabi juga bersabda bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan
fitrah.Maka jika ada orang yang menolak beragama maka itu merupakan penyimpangan .
Perkembangan potensi beragama banyak yang masih sangat bergantung pada berbagai
faktor terutama adalah keluarga dan lingkungan dimana orang tersebut tinggal.Salah satu
hal yang dianggap sebagai hal yang mengakibatkan tidak adanya pandangan pemimpin
disana adakah karena biasanya tiap tahun penduduk disana bermigrasi kekota Jayapura.Hal
ini merupakan gejala yang terjadi pasca perang dunia kedua yaitu mulai tahun 1945 dan
membuat keadaan penduduk dibeberapa desa menjadi sangat parah serta hidup dalam
ketertinggalan.Selain itu,krisis kepemimpinan dipedesaan juga diakibatkan oleh tidak
adanya upacara-upacara yang dulu mereka lakukan sebelumnya, sebelum mereka
bermigrasi. Upacara-upacara tersebut biasanya dipimpin oleh para pemuka adat yang
memimpin mereka baik dalam strktur kemasyarakatan atau hal acara adat lainnya. Menurut
para antropolog, hal ini juga disebabkan oleh kurangnya semangat gotong royong
diantaramereka.Berbagaicaratelahdilakukanuntukmenumbuhkan semangat gotong-royong,
diantaranya dengan melaksanakan upacara pemakaman dan berkabung,melaksanakan
upacara keagamaan dan doa bersama setiap seminggu sekali.Akan tetapi ternyata masih
sulit untuk mewujudkan rasa gotong-royong diantara mereka. Untk mengobservasi
pengunjung gereja yang datang tiap hari minggu, maka akan terlihat orang yang berbeda-
beda dan selalu berganti-ganti bahkan ada orang yang datang sama sekali tanpa emosi sama
sekali. Mereka datang untuk mendengarkan khotbah, bernyanyi, dan berdo‟a. Akan tetapi,
semuanya dilakukan seolah-olah hanya sebagai pekerjaan rutin dengan perasaan yang
kosong. Dalam halreligi ataukeagamaan, meskipun penduduk di pantai utara irian jaya
beragama Kristen,namun tanggapan mereka terhadap dunia ghaib dan akhirat,mereka masih
menganut agama asli mereka. Misalnya, jika seseorang mati melepaskan diri dan
menjadikan roh dalam waktu yang berangsur-angsur. Sebab itulah keluarga yang
ditinggalkan akan dikucilkan karena merasa khawatir kematian tersebut akan menulari
orang lain dan mengakibatkan kematian,dan dalam beberapa hari roh tersebut masih di
sekitar mereka sebelum menghadap nenek moyangnya, bagi yang beragama Kristen sudah
kuat menganggap menghadap kepada Yesus.
Didalam Buku “Islam dan Kebudayaan Melayu Nusantara Karangan Muhammad Ashsubli”
Halaman 24-27

Islam sebagai Identitas Melayu Orang Melayu memandang Islam tidak hanya sebagai
sebuah agama pilihan yang diridhoi Allah SWT, tetapi mereka juga memandang Islam
sebagai identitas. Pandangan seperti ini terjermin dalam kehidupan orang Melayu sehingga
timbul ungkapan bahwa orang Melayu mesti beragama Islam, bila ia tidak Islam berarti ia
tidak Melayu. Ini bermakna bahwa Islam menjadi identitas utama bagi orang Melayu
seperti dinyatakan dalam ungkapan berikut: Apa tanda Melayu jati Bersama Islam hidup
dan mati Apa tanda Melayu jati Islam melekat di dalam hati Islam digambarkan sebagai
penanda utama bagi orang Melayu untuk membedakan orang Melayu dengan orang tidak
Melayu. Kuatnya identitas Islam dalam diri orang Melayu menyebabkan bahwa Islam tidak
bisa dipisahkan dari diri mereka sehingga sampai mati pun Islam menjadi agama orang
Melayu. Islam digambarkan benar-benar telah menyatu dalam diri orang Melayu. Dalam
ungkapan yang lain dinyatakan pula bahwa tanda “tuah” atau keistemewaan orang Melayu
adalah memeluk Islam secara benar: Apa tanda Melayu bertuah Memeluk Islam tiada
menyalah Apa tanda Melayu bertuah Sebarang laku menurut sunnah Kata “tuah”
merupakan suatu ungkapan yang sering digunakan oleh orang Melayu untuk
mengidentifikasi diri mereka sebagai kaum yang mempunyai keistimewaan yang diberikan
Tuhan seperti memeluk Islam, keagungan kerajaan Melayu, dan sumber daya alam yang
melimbah. Perpaduan Islam dan pemikiran orang Melayu menjadikan Islam sebagai
panduan utama bagi orang Melayu dalam menjalankan kehidupan. Identitas sebagai kaum
pilihan dikaitkan dengan keteguhan keimanan mereka dalam memeluk Islam. Keimanan
menjadi dasar utama bagi orang Melayu menyembah Tuhan agar manusia benarbenar
mempercayai ajaran Islam sebagai pedoman dalam kehidupan. Kemunculan Islam sebagai
agama yang memiliki dominasi di kawasan Melayu atau Asia Tenggara telah menarik
perhatian para ahli dan mencoba menjelaskan kenapa Islam mampu hadir sebagai agama
yang dianut mayoritas terbesar di Nusantara, dengan mengemukakan berbagai teori. Salah
satunya seperti dikemukakan A.H. John dan Fatimi, beliau menyebutkan adanya faktor
“kesamaan” antara bentuk Islam yang pertama kali datang ke Nusantara dengan sifat mistik
dan sinkritis kepercayaan nenek moyang setempat sebagai penyebab Islam cepat diterima
dan menjadi dominan. Oleh karena itu, menurut teori ini Islam tasawwuf nyaris secara
alami diterima, dan buktinya Islam di Jawa dapat hidup berdampingan dengan kepercayaan
nenek moyang di Jawa. Para sufi ini berhasil mengislamkan jumlah besar penduduk
Nusantara setidaknya sejak abad ke 12 dan abad ke 13. Faktor utama keberhasilan konversi
adalah kemampuan para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, khususnya
dengan menekankan kesesuaian dengan Islam, ketimbang perubahan dalam kepercayaan
dan praktik keagaaman lokal. Melihat kondisi seperti itu, tidak mengherankan jika
penyebar Muslim yang datang ke Nusantara sangat diwarnai oleh term-term tasawuf,
walaupun tidak mengabaikan aspek syariah sama sekali. Prestasti kelompok sufi berhasil
menyuguhkan wajah Islam dalam kemasan yang atraktif, dengan menonjokan sikap toleran
terhadap pemikiran dan praktek tradisional. Kondisi seperti itu menjadikan Islam “cocok”
dengan budaya dan latar belakang masyarakat setempat yang telah lama dipengaruhi
aksetisme Hindu Budha dan sinkritisme kepercayaan lokal. (Lihat Azyumardi Azra,
1989:22) Model Islamisasi dalam kecenderungan tasawuf itu secara bertahap diimbangi
dengan orientasi syariah. Apabila kita cermati, munculnya gerakan fikih di Nusantara pada
abad ke 17 dan 18 adalah merupakan kelanjutan dari orientasi ajaran tasawuf yang sudah
terlebih dahulu muncul dan sedemikian kuat memberikan warna Islamisasi kawasan ini.
Menurut A. Jhon, ajaran tasawuf pada awal proses Islamisasi Nusantara pernah memainkan
peranan yang amat penting. Pertama, karena para ahli tasawuf dapat menyesuaikan ajaran
Islam kepada tingkat kefahaman masyarakat setempat. Kedua, ajaran tasawuf juga tidak
kurang daya tariknya. Menerima ajaran tasawuf dan memasuki tarekat berarti memasuki
suatu keluarga besar yang saling tolong menolong. Ditambah lagi, banyak anggota tarekat
itu merupakan saudagar yang belajar ke seluruh dunia Islam. Itulah sebabnya pada awal
abad ke 17, ada empat tarikat yang berkembang luas di Aceh, yaitu tarikat Qadariyah,
Naqsabandiyah, Syatariyah dan Rifaiyyah. (Dikutip dalam Liaw Yock Fang, Sejarah
Kesusteraan Melayu Klasik Jilid 2, Jakarta, Erlangga, 1993, Hal 7-9.) Tidak dapat diingkari
bahwa sifat risalah-risalah Islam yang bayak terdapat pada Melayu dahulu menggambarkan
bahwa sebagian besar dari isinya mengandung unsur-unsur metafisika ilmu tasawuf yang
telah mencapai nilai luhur dalam sejarah pemikiran. Ilmu tasawuf sesungguhnya mengikuti
pandangan Islam itu sendiri. Jiwa masyarakat Melayu mulai mengalami penghidupan baru
dengan mengalirnya unsur-unsur Islam dalam nadinya, laksana air raksa menjulang tinggi
tersentuh sinaran surya baru. Para penyebar agama Islam menyebarkan kepercayaan
ketuhanan yang tunggal yang kodrat-Nya terhukum pada hikmahNya, yang Iradah-Nya
berjalan selaras dengan Akal. Manusia dicitakan dengan hasil ciptaan tertinggi, bahwa
dalam gelang kehidupan semestaa, manusia adaalah ibarat permatanya. Sifat asasi manusia
itu ialah akalnya dan unsur aqliah inilah yang menjadi perhubungan antara Dia dan Hakikat
semesta, konsep-konsep seperti inilah, dan konsep yang menjelaskan kesamaan taraf dan
nilai anatara sesorang dengan seorang lainnya, yang menganugerahi antar satu dengan yang
lainnya. Islam membawa semangat rasionalisme dan intelektualisme bukan saja di kalangan
istana dan keraton, tapi juga sampai merebak di kalangan rakyat jelata. Tuntutan budi dan
akal mengenai halhal agama, berekenaan keagamaan dan kemurnian batin serta ilmu
mengenainya tersebar luas mendalam laksana akar beringin merangkum bumi. Pengaruh
Islam terhadap Peradaban Melayu tidak terlepas oleh sebuah peradaban atau tamadun
Melayu, kembali kita lihat arti kata “tamadun” yang digunakan untuk menunjukkan
“civilization” berasal dari kata „madana‟, yaitu kata kerja yang artinya membina atau
membuka bandar, membudi perkertikan, memurnikan, melahirkan dan sopan santun.
sedangkan melayu adalah berasal dari kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti
negeri). Ini berarti tamadun melayu itu ialah kota yang yang penuh dengan peradaban.
Menurut Mohd. Koharuddin Mohd. Balwi Peradaban atau tamadun Melayu adalah suatu
puncak pencapaian pemikiran dan sejumlah perlakuan yang baik (adab dan adat) termasuk
juga segala hasil artifaknya (budaya benda) yang membentuk sebuah masyarakat yang
teratur dan mementingkan kesejahteraan sosial untuk menyempurnakan segala sistem
kehidupannya (sosial, politik, ekonomi dan keagamaan) Lihat, Mohd Koharudin, 2005:3)
Didalam Buku “Islam Dan Budaya Jawa Karangan Imam Subqi M.S.I.,M.Pd Sutrisno,
M.Pd.i Reza Ahmadiansyah, M.Si” Halaman 2

Dalam sejarahnya Islam dan budaya Jawa memiliki hubungan yang tak terpisahkan.
Dalam Islam sendiri, ada nilai universal dan absolut sepanjang zaman. Namun
demikian, Islam sebagai dogma tidak kaku (rigid) dalam menghadapi zaman dan
perubahannya. Islam selalu tampil dalam bentuk yang luwes pada saat berhadapan
dengan masyarakat yang beraneka ragam dalam budaya, adat kebiasaan atau tradisi.
Sebagai sebuah fakta sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi
karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang
melambangkan nilai ketaatan kepada Allah SWT. Kebudayaan juga mengandung nilai
dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya secara baik, damai, dan bahagia.
Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan
agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal,
abadi dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat
partikular, relatif dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat
berkembang sebagai agama pribadi. Tetapi tanpa kebudayaan, agama sebagai
kolektivitas tidak akan mendapat tempat. Di era globalisasi dan modernisasi seperti
sekarang ini, kehidupan manusia semakin beragam. Seiring dengan itu, budaya terus-
menerus mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan pola pikir dan cara
bertindak manusia dalam kehidupannya. Perkembangan budaya ada yang berlangsung
cepat (revolusi kebudayaan) dan ada pula yang berkembang perlahan (evolusi
kebudayaan). Perkembangan budaya jenis yang kedua ini (bersifat evolutif) hampir
tidak bisa dirasakan gerak pertumbuhannya sebab berlangsung lama. Ia seakan-akan
hadir dan membekas dalam diri manusia tanpa dirasakan oleh yang bersangkutan,
baik secara individu maupun kelompok (kolektif). Meski demikian, satu kenyataan
yang pasti adalah kebudayaan terus dan akan menggiring atau digiring oleh
manusia menuju tingkat peradaban yang lebih maju. Di Indonesia mayoritas yang
penduduknya beragama Islam, dengan komunitas muslim terbesar di dunia bila
dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Sebelum Islam masuk di Indonesia,
khususnya pulau Jawa, ada kepercayaan lama yang telah berkembang lebih dulu,
yaitu agama Hindu-Budha yang pada masa itu banyak dipeluk oleh kalangan
kerajaan-kerajaan, sedangkan kepercayaan asli yang bertumpu pada animisme dipeluk
oleh kaum awam. Walaupun ketiga kepercayan lama itu berbeda namun bertumpu
pada satu titik yang sama yaitu kental dengan nuansa mistik dan berusaha mencari
sangkan paraning dumadi (kemana tujuan nantinya setelah hidup manusia berakhir)
dan mendambakan manunggaling kawula gusti (menyatunya manusia dengan Tuhan).
Salah satu akulturasi Islam dan budaya Jawa yaitu ritual adat atau kebudayaan
lama yang masih berjalan hingga sekarang, misalnya Nyadran, sampai sekarang
masih menjadi rutinitas sebagian besar masyarakat Jawa setiap tahun pada bulan dan
hari yang telah ditentukan. Agama identik dengan kebudayaan. Karena keduanya
merupakan pedoman petunjuk dalam kehidupan. Bedanya, petunjuk agama dari Tuhan
dan petunjuk budaya dari kesepakatan manusia. Ketika agama Islam datang pada
masyarakat, sebenarnya masyarakat sudah memiliki petunjuk yang menjadi pedoman
yang sifatnya masih lokal. Ada atau tidak adanya agama, masyarakat akan terus
hidup dengan pedoman yang mereka miliki itu. Jadi, datangnya agama besar
tersebut identik dengan datangnya kebudayaan baru yang akan berinteraksi dengan
kebudayaan lama dan mengubah unsur-unsur kebudayaan lama. Dalam pandangan
masyarakat Jawa bahwa akulturasi Islam dan budaya Jawa merupakan sebuah proses
sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa,
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan kedalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu sendiri.
Bentuk dari akulturasi budaya Jawa sebagai bentuk akulturasi Islam dan budaya
masyarakat Jawa sebagai warisan leluhur yang secara turun-temurun dari generasi-ke
generasi yang lain terus di jaga. Adapun bentuk akulturasi budaya Jawa yaitu tradsi
Nyadran, meronan, dandangan, besaran, sekaten, grebeg, labuhan, slametan, ruwatan,
tirakat, ziarah ke makam, wayang dan lainlain yang dilakukan secara turun-temurun

Anda mungkin juga menyukai