Anda di halaman 1dari 6

A.

Kondisi sosial dan budaya di indonesia pada masa awal islamisasi

Sebelum agama islam masuk ke Nusantara, khususnya indonesia di


wilayah ini telah terbentuk pola-pola budaya keagamaan, yakni budaya lokal atau
yang sering disebut dengan pola keberagaman agama asli indonesia yang
animistis dan dinamistis. Masing-masing adalah pola keidupan asli dengan
landasan spiritual kepercayaan asli nusantara dengan pola penyembahan kepada
arwah nenek moyang.1 Kemudian disusul dengan pola kehidupan india sentris
yang bercirikan budaya maupun agama Hindu dan budha. Dari kondisi yang telah
disebutkan di atas penulis berpendapat bahwa jati diri masyarakat indonesia yang
seperti demikian menunjukan bahwa masayarakat indonesia pada jaman dahulu
sudah meletakan agama dan kepercayaan pada posisi yaang terhormat dalam
kehidupan mereka, Demikianlah kondisi sosial budaya pada umumnya diwilayah
indonesia bagian barat (sumatera) dan jawa dan Indonesia tengah ( kalimantan dan
Nusa tenggara).

Islam merupakan suatu ajaran yang tumbuh dan berkembang di Indonesia,


dikembangkan melalui jalur niaga, akulturasi antara perniagaan dan budaya serta
ilmu pengetahuan dan agama yang datang dari negeri di atas angin, pada awalnya
terjadi antara india dan tiongkok sebagaimana india dan tiongkok di ketahui
bersama bahwa telah mengalami akulturasi dengan budaya besar yang datang dari
daratan timur tengah. Hal ini membawa dampak perubahan yang signifikan lewat
jalur niaga dan budaya terakulturasi melalui perniagaan, agama, dan budaya.2

Ada tiga teori tentang masuknya islam di indonesia. Pertama, teori


Gujarat peletak dasar teori ini adalah snouck Hourgronje, dalam bukunya L’
Arabiet lesindes Neerlaindaises Snouck Hourgronje lebih menitikberatkan
pandangannya ke Guarat berdasarkan :

 kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam


menyebarkan agama islam ke Nusantara

1
Ahwan Mukarom, “SEJARAH ISLAM INDONESIA 1 dari awal islamisasi
sampai periode kerajaan-kerajaan Islam Nusantara”, (Buku perkuliahan program S-1
jurusan sejarah dan kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel
Surabaya), hlm. 54
2
Sumarlin Maate, “PERAN ISLAM DALAM DINAMIKA SOSIAL, BUDAYA,
DAN EKONOMI DI INDONESIA. Hlm, 77
 hubungan dagang Indonesia-India terjalin lama
 inkripsi tertua tentang islam berada di sumatra memeri gambaran antara
hubungan sumatra dengan gujarat.

Kedua yaitu teori Makkah. Hamka melahirkan teori baru yakni teori
Makkah, Hamka menolak pandangan yang menyatakan bahwa agama islam
masuk ke Nusantara abad ke-13 dan berasal dari Gujarat. Hamka lebih
mendasarkan pandangannya ke peranan bangsa Arab, diikuti orang persia dan
Gujarat sebagai pembawa Islam ke Indonesia. Gujarat dinyatakan sebagai tempat
singgah semata, dan Makkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat
pengambilan ajaran Islam. Hamka menambahkan pengamatannya tentang masalah
madzab Syafi’i, sebagai madzab istimewa di Makkah dan mempunyai pengaruh
besar di Indonesia.

ketiga yaitu teori Persia menayatakan kebudayaan masyarakat Islam


Indonesia mempunyai persamaan dengan Persia antara lain :

 Peringatan 10 muharam atau Asyura sebagai hari peringatan Syiah atas


kematian Husain
 Adanya kesamaan ajaran antara Syaikh siti jenar dengan ajaran Sufi Iran
Al-Hallaj
 nisan pada Malikus Saleh (1297) dan makam maulana mailik ibrahim
(1419) di Gresik yang di pesan dari Gujarat.3

Islam telah mengajarkan tiga nilai baru. Pertama, Islam mengajarkan


adanya kehidupan Akhirat, yang berkesinambungan dengan kehidupan
sekarang ini. Kedua, Islam mendidik pemeluknya untuk menghayati dan
mengamalkan norma-norma hukum dan moral yang diajarkan kepada setiap
Individu. Islam mengajarkan aturan-Aturan dan cara-cara kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ketiga nilai inilah yang disosialisasikan kepada
masyarakat.

Sosialisasi dan Islamisasi di Nusantara telah menimbulkan pro dan kontra


ditengah masyarakat. Sebagian masyarakat dapat menerima (islam) ajaran

3
Latifa Annum Dalimunthe. “Kajian Proses Islamisasi Di Indonesia” Jurnal
studi Agama dan Masyarakat, IAIN Palangka Raya Vol 12. Nomor 1 juni 2016, hlm. 117-
119
baru yang dikembangkan oleh para guru sufi. Sebagian lain menolak
keberadaan ajaran baru tersebut akibatnya timbulah konflik ditengah-tengah
kehidupan masyarakat. Bentuk konfil tersebut adalah4:

a) Akulturasi Budaya

Pada awal Islamisasi di Nusantara, masyarakat telah memiliki


budaya dan adat istiadat lokal. Budaya dan Adat Istiadat lokal tersebut
telah m enyatu dalam kehidupan masyarakat stempat, Bahkan sebagian
masyarakat menganggap budaya tersebut sebagai hal yang dogmatis.
Sebagai agama samawi, Islam memiliki tatanilai dan budaya, Budaya dan
tatanilai dalam Islam bersumberkan kepada kitab suci Al-Qur’an.
Masuknya islam yangmembawa nilai-nilai budaya Qur’ani. Bersentuhan
langsung dengan budaya lokal hal inilah yang memicu konflik di tengah-
tengah kehidupan masyarakat.

b) Pertentangan dengan pihak penguasa

Ketika islam dikembangkan oleh para guru sufi sebagian penguasa


menolak, hal ini disebabkan berbagai tekanan diantaranya : pertama,
adanya perbedaan lama dengan keyakinan baru. Kedua, dalam islam
masalah kehidupan beragama dan bernegara memiliki aturan sesuai
dengan tuntunan Al-Qura’an seperti bermusyawarah dalam memtuskan
segala sesuatu. Berbeda dengandengan Islam kecenderungan pola
kepemimpinan waktu itu mengarah pada sistem turun temurun dan otoriter
perbedaan inilah yang mengakibatkan konflikantara penyebar islam
dengan pihak penguasa.

c) Pertentangan dengan Tokoh Adat

proses sosialisasi dan islamisasi sering terjadi konflik yang


disebabkan perbenturan keyakinan yang berbeda. Sebagai keyakinan baru
(dalam pandangan masyarakat Nusantara pada waktu itu), kedatangan
Islam dianggap merobah system kepercayaan dan keyakinan yang telah

4
Syamsuar Syam, KONFLIK DAN AKOMODASI (KAJIAN TENTANG PROSES
PENYEBARAN ISLAM PERIODE AWAL DI NUSANTARA).
mapan yang diterima secara turun temurun. Masyarakat yang tinggal di
daerah pedalaman cenderung menolak dan menghalangi proses Islamisasi
di Nusantara. Penolakan inilah yang mengakibatkan terjadinya berbagai
bentuk pertentangan dan pada akhirnya menimbulkan konflik.

Dengan timbulnya berbagai konflik dalam proses Islamisasi, para


sufi (penyebar Islam) melakukan berbagai upaya dalam bentuk akomodasi.
Salah satu bentuk akomodasi yang dilakukan oleh para sufi adalah:
 Menerima Akulturasi Budaya
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa dalam men-
sosialisasi-kan Islam di Nusantara, para sufi mendapat berbagai bentuk
tantangan dan hambatan. Untuk memuluskan proses sosialisasi dan
Islamisasi, para sufi berusaha melalui bentuk akomodasi, seperti menerima
akulturasi budaya. Perbedaan waktu dan tempat sangat mempengaruhi
penerimaan kedatangan Islam. Begitu pula dengan watak budaya lokal
yang dihadapi Islam. Sebagai contoh, di daerah pesisir yang umumnya
memiliki budaya maritim dan sangat terbuka terhadap kehidupan
kosmopolitan, Islam masuk dengan cara yang lebih mudah, dari pada di
daerah pedalaman yang memiliki daerah agraris yang lebih tertutup. Di
wilayah pesisir kepulauan Sumatra dan Jawa, di semenanjung Malaya,
warga penduduk menopang kehidupannya dengan berdagang dan mereka
sangat kuat dipengaruhi kultur Hindu. Sejak masa yang paling awal telah
berkembang sebuah ketegangan antara kultur masyarakat agraria Jawa
yang bersifat hirarkis dengan kultur kota di wilayah pesisir.
Berbeda dengan penduduk kota pelabuhan yang lebih mudah
mengadopsi agama yang universal dan abstrak, penduduk pedalaman
seperti dikemukakan di atas yang lebih tertutup, lebih kukuh mengikatkan
diri kepada arwah dan dewa alam, untuk kehidupan yang mereka yakini
bergantung

Usaha akomodatif yang dilakukan oleh para sufi adalah dengan


"membiarkan" berbagai bentuk kebudayaan yang berkembang dan
memasuk-kan nilai-nilai moral dan etika keislaman. Praktek masyarakat
pribumi seperti mengunjungi tempat-tempat keramat dan mengantar
sesajen tidak diberantas secara frontal (menyerang dari depan).
Kelihatannya para sufi melakukan proses akomodasi merupakan tahap
awal untuk memuluskan perkembangan Islam di Nusantara

Anda mungkin juga menyukai