Anda di halaman 1dari 8

Islam Nusantara

NAMA : SURYA NANDA


NIM : 200110003
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS
MALIKUSSALEH
Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud
empiris Islam yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16,
sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan
vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai
dengan realitas sosio-kultural Indonesia. Istilah ini secara perdana resmi
diperkenalkan dan digalakkan oleh organisasi Islam Nahdlatul Ulama pada
2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif masyarakat Islam global yang selama
ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah
misalnya Wahabisme dari Saudi.

Islam Nusantara didefinisikan sebagai penafsiran Islam yang


mempertimbangkan budaya dan adat istiadat lokal di Indonesia dalam
merumuskan fikihnya. Pada Juni 2015, Presiden Joko Widodo telah secara
terbuka memberikan dukungan kepada Islam Nusantara, yang merupakan
bentuk Islam yang moderat dan dianggap cocok dengan nilai budaya Indonesia.
Penyebaran Islam di Indonesia adalah proses yang perlahan, bertahap, dan
berlangsung secara damai. Satu teori menyebutkan bahwa Islam datang secara
langsung dari jazirah Arab sebelum abad ke-9 M, sementara pihak lain
menyebutkan peranan kaum pedagang dan ulama Sufi yang membawa Islam ke
Nusantara pada kurun abad ke-12 atau ke-13, baik melalui Gujarat di India atau
langsung dari Timur Tengah.

Pada abad ke-16, Islam menggantikan agama Hindu dan Buddha sebagai agama
mayoritas di Nusantara. Islam tradisional yang pertama kali berkembang di
Indonesia adalah cabang dari Sunni Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang diajarkan
oleh kaum ulama, para kiai di pesantren. Model penyebaran Islam seperti ini
terutama ditemukan di Jawa. Beberapa aspek dari Islam tradisional telah
memasukkan berbagai budaya dan adat istiadat setempat.

Praktik Islam awal di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi oleh


ajaran Sufisme dan aliran spiritual Jawa yang telah ada sebelumnya. Beberapa
tradisi, seperti menghormati otoritas kyai, menghormati tokoh-tokoh Islam
seperti Wali Songo, juga ikut ambil bagian dalam tradisi Islam seperti ziarah
kubur, tahlilan, dan memperingati maulid nabi, termasuk perayaan sekaten,
secara taat dijalankan oleh Muslim tradisional Indonesia. Akan tetapi, setelah
datangnya Islam aliran Salafi modernis yang disusul datangnya
ajaran Wahhabi dari Arab, golongan Islam puritan skripturalis ini menolak
semua bentuk tradisi itu dan mencelanya sebagai perbuatan syirik atau bidah,
direndahkan sebagai bentuk sinkretisme yang merusak kesucian Islam. Kondisi
ini telah menimbulkan ketegangan beragama, kebersamaan yang kurang
mengenakkan, dan persaingan spiritual antara Nahdlatul Ulama yang tradisional
dan Muhammadiyah yang modernis dan puritan.

Ziarah kubur, mengunjungi makam tokoh Muslim terkemuka.


Sementara warga Indonesia secara seksama memperhatikan kehancuran Timur
Tengah yang tercabik-cabik konflik dan perang berkepanjangan; mulai
dari Konflik Israel–Palestina, Kebangkitan dunia Arab, perang di Irak
dan Suriah, disadari bahwa ada aspek keagamaan dalam konflik ini, yaitu
munculnya masalah Islam radikal.

Indonesia juga menderita akibat serangan teroris yang dilancarkan oleh


kelompok jihadi seperti Jamaah Islamiyah yang menyerang Bali. Doktrin ultra
konservatif Salafi dan Wahhabi yang disponsori pemerintah Arab Saudi selama
ini telah mendominasi diskursus global mengenai Islam. Kekhawatiran semakin
diperparah dengan munculnya ISIS pada 2013 yang melakukan tindakan
kejahatan perang nan keji atas nama Islam. Di dalam negeri, beberapa
organisasi berhaluan Islamis seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front
Pembela Islam (FPI), juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah secara aktif
bergerak dalam dunia politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal
ini menggerogoti pengaruh institusi Islam tradisional khususnya Nahdlatul
Ulama. Elemen Islamis dalam politik Indonesia ini kerap dicurigai dapat
melemahkan Pancasila.

Akibatnya, muncullah desakan dari golongan cendekiawan Muslim moderat


yang hendak mengambil jarak dan membedakan diri mereka dari apa yang
disebut Islam Arab, dengan mendefinisikan Islam Indonesia. Dibandingkan
dengan Muslim Timur Tengah, Muslim di Indonesia menikmati perdamaian dan
keselarasan selama beberapa dekade. Dipercaya hal ini berkat pemahaman
Islam di Indonesia yang bersifat moderat, inklusif, dan toleran. Ditambah lagi
telah muncul dukungan dari dunia internasional yang mendorong Indonesia —
sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar, agar berkontribusi dalam evolusi
dan perkembangan dunia Islam, dengan menawarkan aliran Islam Nusantara
sebagai alternatif terhadap Wahhabisme Saudi. Maka selanjutnya, Islam
Nusantara diidentifikasi, dirumuskan, dipromosikan, dan digalakkan.

Ciri utama dari Islam Nusantara adalah tawasut (moderat), rahmah (pengasih),


anti-radikal, inklusif dan toleran. Dalam hubungannya dengan budaya lokal,
Islam Nusantara menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam
menjalankan syiar Islam; ia tidak menghancurkan, merusak, atau membasmi
budaya asli, tetapi sebaliknya, merangkul, menghormati, memelihara, serta
melestarikan budaya lokal. Salah satu ciri utama dari Islam Nusantara adalah
mempertimbangkan unsur budaya Indonesia dalam merumuskan fikih.

Islam Nusantara dikembangkan secara lokal melalui institusi pendidikan


tradisional pesantren. Pendidikan ini dibangun berdasarkan sopan santun dan tata krama
ketimuran; yakni menekankan penghormatan kepada kiai dan ulama sebagai guru agama.
Para santri memerlukan bimbingan dari guru agama mereka agar tidak tersesat sehingga
mengembangkan paham yang salah atau radikal. Salah satu aspek khas adalah penekanan
pada prinsip Rahmatan lil Alamin (rahmat bagi semesta alam) sebagai nilai universal Islam,
yang memajukan perdamaian, toleransi, saling hormat-menghormati, serta pandangan yang
berbineka dalam hubungannya dengan sesama umat Islam, ataupun hubungan antaragama
dengan pemeluk agama lain.

1. Pendapat para ahli tentang islam nusantara


a. KH Abdurrahman Wahid.

Menteri Lukman Hakim Syaifudin dalam sambutan buku Zainul Milal


menjelaskan bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang dinamis dan bersahabat
dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama yang beragam. Islam bukan
hanya cocok diterima orang nusantara, tetapi juga pantas mewarnai budaya
Nusantara untuk mewujudkan sifat akomodatifnya yakni rahmatan lil ‘alamin.
Pendapat tersebut tak bisa dilepaskan dari nilai-nilai kebudayaan yang
perjuangkan Gus Dur. Gus Dur sesungguhnya spirit Islam Nusantara karena
beliau mampu menjelaskan secara detail dan logis mengapa Islam di Indonesia
memiliki karakter yang berbeda-berbeda tapi bisa terjalin harmonisasi. Dari
sekian banyak budaya yang terpengaruh ajaran-ajaran Islam, tak satupun yang
bertentangan dengan Islam. Syaiful Arif menjelaskan pendapat Gus Dur terkait
persebaran Islam di Nusantara. “Pertama Pola Aceh yang menghadirkan Islam
secara kultural dan dengan kultural Islam yang kuat, didirikanlah kerajaan
berbasis syariat. Kedua pola Minangkabau, yang mana sebelum datangnya
Islam sudah ada hukum adat, hingga akhirnya terjadi perang Padri. Ketika pola
Goa, yang mana meskipun sebelum Islam telah ada hukum adat, Islam bisa
seiring sejalan dengan adat. Dan pola keempat, pola jawa. Di masyarakat Jawa
telah ada aliran Kejawen sebelum kehadiran Islam. Maka kerajaan Mataram
Islam mengakomodasi Kejawen dengan memberikan ruan bebas secara
kultural.” Pendapat tersebut sebagai contoh dari sekian banyak pemikiran-
pemikiran Gus Dur yang menjadi referensi utama Islam Nusantara dalam isu-isu
lokalitas dan kemanusiaan. Pemikiran-pemikiran Gus Dur tersebut akan selalu
dilestarikan penggerak Islam Nusantara tanpa melepaskan nilai-nilai keislaman
dan keindonesiaan atau memisahkan keduanya. Artinya, Islam Nusantara adalah
cara berpikir tanpa harus membedakan antara Islam dan kebangsaan Indonesia
apalagi mempertentangkan keduanya.

b. Said Aqil Siroj

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj, memperjelas jika
Islam Nusantara bukan aliran, mazhab, atau sekte, melainkan Islam yang menghormati
budaya dan tradisi Nusantara yang ada selama tidak bertentangan dengan syariat
Islam."Seperti sabda Sayyidina Ali 'pergauilah manusia dengan akhlak yang baik'. Artinya
apa, pergaulilah masyarakat dengan tradisi setempat, supaya tidak ada konflik, supaya tidak
tegang, dan menghormati budaya setempat

2. Pro dan Kontra prespektif Islam Nusantara

Dr. Iswandi Syahputra, M.Si, dalam presentasinya mengungkapkan adanya pro kontra
terhadap kehadiran konsep Islam Nusantara. Berdasarkan penelitian yang beliau lakukan
terkait tema ini di Sumatera Barat khususnya di kalangan para ulama ini masif terjadi di
laman-laman Facebook. Titik singgung kajian Islam Nusantara menyangkut dua hal yakni
sebagai gagasan dan sebagai praktik. Sebagai gagasan, Islam Nusantara mengalami
benturan dengan ajaran Islam. Sedangkan sebagai praktik, Islam Nusantara memiliki titik
singgung sebagai Proses sosial budaya, akulturasi masuknya Islam dan budaya nusantara.

Alasan adanya Kontra dalam memahami kajian Islam Nusantara ialah ajaran Islam sudah
kaffah dan sempurna, Islam Nusantara gagal gramatikal serta Islam Nusantara dianggap
sebagai gerakan politik. Sedangkan masyarakat yang pro dengan kajian Islam Nusantara
terkait dengan perjalanan falsafah Minangkabau. Antara lain ialah Adat bersandi patut,
syara’bersandi dalil, Adat bersandi syara’, syara’besandi adat, Adat bersandi syara', syara'
bersandi Kitabullah (Traktat Marapalam), dan yang terakhir Syara’mangato, adat mamakai.

Sementara itu, Nur Kholik Ridwan, S.Ag., M.Ag., sebagai narasumber yang kedua
menjelaskan bahwa Pro Kontra terjadap kajian Islam Nusantara itu bukan menjadi
masalah. Karena itu memang fakta yang terjadi di masyarakat. “Ruang tertutup dalam
Islam nusantara ialah kesepakatan para alim ulama. Tetapi memang itu tidak mudah bagi
orang-orang yang hanya menganut Al-Quran dan Hadist. Karena tidak ditemukan ilmu-
ilmu yang menuju ke situ,” jelasnya.

Menurutnya lagi, Islam Nusantara adalah Islam yang bersumber dari Kanjeng Nabi
Muhammad, yang dipraktikkan, difahami, dan dikembangkan oleh para pendakwah Islam
generasi awal di Nusantara, yang diteruskan hingga hari ini oleh generasi mereka. Beliau
berpendapat bahwa, Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang telah lama
mengkaji hal ini. Jadi tidak muncul secara instan. Di dalam proses memahani khasanah
Islam Nusantara ini memang harus ada proses yang dilakukan.

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di


Indonesia yang dalam beberapa hal kerap berbeda pandangan. Namun sebetulnya kedua
organisasi ini dinilai memiliki tujuan yang searah.Hal itu terlihat dalam diskusi bertajuk
'Islam, Modernitas dan Keindonesiaan' yang digelar oleh Centre for Strategic and
International Studies (CSIS). Sebagai pembicara dalam acara ini adalah Hajriyanto Tohari
dari kalangan Muhammadiyah dan Akhmad Sahal dari kalangan NU. Sementara Hanif
Dhakiri yang kini menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan berasal dari kalangan NU,
didapuk sebagai moderator.

Muhammadiyah yang menggaungkan slogan Islam berkemajuan, sementara NU dengan


Islam Nusantara-nya, dianggap sebagai dua sisi yang berbeda dari mata uang yang sama.
Kedua organisasi ini hanya menggunakan alat ukur yang berbeda namun tujuannya searah.
Muhammadiyah untuk kemajuan, sementara NU untuk kemaslahatan (kesejahteraan) umat.

3.Tanggapan Masyarakat terhadap Islam Nusantara

Islam pertama turun di Makkah lalu tersebar ke Madinah dan ke daerah-daerah lain, negara
Yaman, Mesir, Irak, India, Pakistan, Indonesia dan seluruh dunia, Islam yang menyebar itu
bertemu dengan budaya setempat, pada mulanya, Islam di Makkah bertemu dengan budaya
Makkah dan sekitarnya, akulturasi antara budaya dan agama ini -sebagaimana di tempat lain
kemudian- oleh Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: pertama Adakalanya Islam menolak budaya
setempat, kedua Islam merevisi budaya yang telah ada, dan yang ketiga Islam hadir
menyetujui budaya yang telah ada tanpa menolak dan tanpa merevisinya.

Menurut Gusmus, kata Nusantara itu akan salah maksud jika dipahami dalam struktur na'at-
man'ut (penyifatan) sehingga berarti Islam yang dinusantarakan. Akan tetapi akan benar bila
diletakkan dalam struktur idhafah (penunjukan tempat) sehingga berarti "Islam di Nusantara"
Sedangkan menurut Azyumardi Azra, Islam Nusantara yang dimaksud adalah Islam yang
berbunga-bunga (Flowery Islam), dengan ritual-ritual seperti tahlilan, nyekar (ziarah kubur
dengan menabur bunga), walimatus safar, khitanan, tasyakkuran, empat bulanan, tujuh
bulanan kehamilan dan lain sebagainya yang ada di Nusantara.

Ini sepert apa yang dilakukan masyarakat islam di Indonesia pada umumnya. Dan masih
banyal respon yang diungkapkan para Ulama yang Pro terhadap Islam Nusantara ini.
Dari respon-respon yang di ungkapkan oleh beberapa cendekiawan  - cendekiawan muslim di
atas,  saya menyimpulkan bahwa konsep islam nusantara adalah sebuah upaya untuk
mempertahankan tradisi dan budaya islam di Indonesia yang telah diwariskan oleh para
walisongo yang mendakwahkan islam melalui singkretisme antara budaya dan agama
Selain respon yang pro Islam Nusantara Banyak juga yang menggiring umat untuk benci
Islam Nusantara mereka berargumen konsep islam nusantara merupakan paham yang sesat
juga  menyesatkan, dan bukan dari ajaran Islam sehingga wajib ditolak, dan dilawan juga
diluruskan.

Hal ini karena mereka menganggap Islam Nusantara memiliki kejanggalan, diantaranya,
menolak istilah-istilah yang diambil dari bahasa Arab, hingga sebutan ana antum pun di
kritisi, sehingga harus diganti dengan istilah-istilah Jawa atau Indonesia sendiri. 
Sama seperti apa yang dikatakan Imam Besar FPI (Front Pembela Islam) Habib Riziq
Quraish Shihab "Islam Nusantara itu alergi dengan istilah Arab namun sangat suka dan amat
fasih menggunakan istilah-istilah Barat." bahkan disangka beliau "Islam Nusantara menolak
terhadap pengafanan mayit dengan kain putih karena beraroma tradisi Arab, sehingga perlu
diganti dengan kain batik agar kental aroma Indonesia."

Tak hanya  dari tokoh ormas islam yang kontra dengan islam nusantara, beberapa
penceramah pun menolak konsep ini dengan berbagai argument. Salah satunya adalah Felix
Siauw, menulis islam nusantara di status facebooknya bahwa islam nusantara adalah sebuah
narasi yang di usung oleh pemerintahan Jokowi.

Intinya Ustadz Felix Siau mengatakan dari peristiwa penistaan Al-Maidah hingga puisi konde
dilakukan dari kelompok yang itu-itu saja dengan narasi yang sama. Ini adalah upaya
menghilangkan islam dari Nusantara dengan sekulerisasi memisahkan agama dan Negara.

Yang tak setuju itu berangkat dari orang-orang yang mendefinisikan konsep islam nusantara
dengan sendirinya tanpa merembug dengan orang NU yang mengkonsep islam nusantara ini
sehingga jadi salah arti.  Mengatakan bahwa islam Nusantara adalah pengejewantahan dari
islam liberal, islam yang dibungkus dengan budaya, islam yang di Indonesiakan dan islam
anti Arab. Menganggap islam nusantara adalalah madzhab baru, agama baru, aliran baru.

Berbagai respon dari para ulama dan kyai mengenai isu tentang islam nusantara, ada yang
merespon dengan negatif nyinyir marah marah, adapula menanggapinya dengan kritis dan
juga merespon konsep ini dengan positif. Dari sini menimbulkan dampak munculnya dilema
masyarakat awam dalam belajar agama islam. Bingung dengan reaksi para pendakwah yang
berdakwah kasar ada yang pro ada yang kontra. Islam yang katanya Rahmatan lil alamin, tapi
dakwahnya marah-marah dan provokatif hingga saling bermusuhan, hal Ini membuat
masyarakat awam dilema.

Masyarakat  masih bingung dan gagal paham apa makna dan tujuan yang dimaksud dengan
istilah Islam Nusantara. sebab banyaknya definisi serta penjabaran yang belum secara tuntas
mendefinisikan dan menjabarkan islam nusantara ini.Semakin masyarakat banyak bertanya
kepada para pendakwah atau para ulama  tentang islam nusantara yang beragam jawabannya
semakin itu pula mereka akan lebih bingung, karena akan berbeda dengan pemahaman awal
mereka tentang Islam Nusantara.

wacana islam nusantara ini ada yang pro dan yang kontra. Yang pro disangka seolah-olah
punya hubungan khusus dengan pemerintah, hal ini juga dilihat Presiden dan wakil Presiden
yang menyetujui konsep islam nusantara ini. Dan yang kontra dengan konsep ini kemudian
mendefinisikan islam nusantara dibarengi dengan isu politik, seperti tanggapan Ustadz Felix
di atas.
Jika telaah dengan baik, sebenarnya istilah Islam Nusantara adalah nilai-nilai yang ada di
masyarakat nusantara umumnya. Sejak Islam mulai berkembang di masyarakat, melalui para
pembawa ajaran Islam seperti Wali Songo atau yang lainnya, tidak menghilangkan budaya
dan tradisi masyarakat yang ada. Sampai saat ini, kita masih bisa menemukan nilai-nilai
lokalitas tersebut berkembang di masyarakat.

Islam Nusantara menjadi identitas diri orang Indonesia yang membedakannya dengan
kelompok Islam di negara lain, khususnya dalam hal paham Aswaja. Dengan kata lain, Islam
Nusantara adalah sebuah bangunan identifikasi karakter diri kader NU beserta jamaahnya
yang menjadi identitas diri mereka serta membedakan mereka dengan yang lain. Dengan
menjadikan pengertian Islam Nusantara sebagai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah harus diberi
kata al-Nadhliyah dibelakangnya, artinya Islam Ahlussunnah Wal Jamaah orang Nusantara.

Islam Nusantara adalah Islam universal yang diterapkan oleh setiap Muslim yang hidup
dalam budaya Nusantara. Pengertian Nusantara mencakup beragam karakter, tradisi,
keyakinan dan budaya sesuai daerah yang tersebar di Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Karakter dasar Nusantara adalah keragaman dalam toleransi, bukan dominasi keyakinan dan
tradisi suku tertentu atau daerah tertentu.Yang perlu dipertegas bahwa islam nusantara bukan
agama baru, bukan ideology baru, perlu adanya pemahaman islam nusantara ke banyak pihak
agar tdak terjadi kesalah pahaman.

Anda mungkin juga menyukai