Pada abad ke-16, Islam menggantikan agama Hindu dan Buddha sebagai agama
mayoritas di Nusantara. Islam tradisional yang pertama kali berkembang di
Indonesia adalah cabang dari Sunni Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang diajarkan
oleh kaum ulama, para kiai di pesantren. Model penyebaran Islam seperti ini
terutama ditemukan di Jawa. Beberapa aspek dari Islam tradisional telah
memasukkan berbagai budaya dan adat istiadat setempat.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj, memperjelas jika
Islam Nusantara bukan aliran, mazhab, atau sekte, melainkan Islam yang menghormati
budaya dan tradisi Nusantara yang ada selama tidak bertentangan dengan syariat
Islam."Seperti sabda Sayyidina Ali 'pergauilah manusia dengan akhlak yang baik'. Artinya
apa, pergaulilah masyarakat dengan tradisi setempat, supaya tidak ada konflik, supaya tidak
tegang, dan menghormati budaya setempat
Dr. Iswandi Syahputra, M.Si, dalam presentasinya mengungkapkan adanya pro kontra
terhadap kehadiran konsep Islam Nusantara. Berdasarkan penelitian yang beliau lakukan
terkait tema ini di Sumatera Barat khususnya di kalangan para ulama ini masif terjadi di
laman-laman Facebook. Titik singgung kajian Islam Nusantara menyangkut dua hal yakni
sebagai gagasan dan sebagai praktik. Sebagai gagasan, Islam Nusantara mengalami
benturan dengan ajaran Islam. Sedangkan sebagai praktik, Islam Nusantara memiliki titik
singgung sebagai Proses sosial budaya, akulturasi masuknya Islam dan budaya nusantara.
Alasan adanya Kontra dalam memahami kajian Islam Nusantara ialah ajaran Islam sudah
kaffah dan sempurna, Islam Nusantara gagal gramatikal serta Islam Nusantara dianggap
sebagai gerakan politik. Sedangkan masyarakat yang pro dengan kajian Islam Nusantara
terkait dengan perjalanan falsafah Minangkabau. Antara lain ialah Adat bersandi patut,
syara’bersandi dalil, Adat bersandi syara’, syara’besandi adat, Adat bersandi syara', syara'
bersandi Kitabullah (Traktat Marapalam), dan yang terakhir Syara’mangato, adat mamakai.
Sementara itu, Nur Kholik Ridwan, S.Ag., M.Ag., sebagai narasumber yang kedua
menjelaskan bahwa Pro Kontra terjadap kajian Islam Nusantara itu bukan menjadi
masalah. Karena itu memang fakta yang terjadi di masyarakat. “Ruang tertutup dalam
Islam nusantara ialah kesepakatan para alim ulama. Tetapi memang itu tidak mudah bagi
orang-orang yang hanya menganut Al-Quran dan Hadist. Karena tidak ditemukan ilmu-
ilmu yang menuju ke situ,” jelasnya.
Menurutnya lagi, Islam Nusantara adalah Islam yang bersumber dari Kanjeng Nabi
Muhammad, yang dipraktikkan, difahami, dan dikembangkan oleh para pendakwah Islam
generasi awal di Nusantara, yang diteruskan hingga hari ini oleh generasi mereka. Beliau
berpendapat bahwa, Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang telah lama
mengkaji hal ini. Jadi tidak muncul secara instan. Di dalam proses memahani khasanah
Islam Nusantara ini memang harus ada proses yang dilakukan.
Islam pertama turun di Makkah lalu tersebar ke Madinah dan ke daerah-daerah lain, negara
Yaman, Mesir, Irak, India, Pakistan, Indonesia dan seluruh dunia, Islam yang menyebar itu
bertemu dengan budaya setempat, pada mulanya, Islam di Makkah bertemu dengan budaya
Makkah dan sekitarnya, akulturasi antara budaya dan agama ini -sebagaimana di tempat lain
kemudian- oleh Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: pertama Adakalanya Islam menolak budaya
setempat, kedua Islam merevisi budaya yang telah ada, dan yang ketiga Islam hadir
menyetujui budaya yang telah ada tanpa menolak dan tanpa merevisinya.
Menurut Gusmus, kata Nusantara itu akan salah maksud jika dipahami dalam struktur na'at-
man'ut (penyifatan) sehingga berarti Islam yang dinusantarakan. Akan tetapi akan benar bila
diletakkan dalam struktur idhafah (penunjukan tempat) sehingga berarti "Islam di Nusantara"
Sedangkan menurut Azyumardi Azra, Islam Nusantara yang dimaksud adalah Islam yang
berbunga-bunga (Flowery Islam), dengan ritual-ritual seperti tahlilan, nyekar (ziarah kubur
dengan menabur bunga), walimatus safar, khitanan, tasyakkuran, empat bulanan, tujuh
bulanan kehamilan dan lain sebagainya yang ada di Nusantara.
Ini sepert apa yang dilakukan masyarakat islam di Indonesia pada umumnya. Dan masih
banyal respon yang diungkapkan para Ulama yang Pro terhadap Islam Nusantara ini.
Dari respon-respon yang di ungkapkan oleh beberapa cendekiawan - cendekiawan muslim di
atas, saya menyimpulkan bahwa konsep islam nusantara adalah sebuah upaya untuk
mempertahankan tradisi dan budaya islam di Indonesia yang telah diwariskan oleh para
walisongo yang mendakwahkan islam melalui singkretisme antara budaya dan agama
Selain respon yang pro Islam Nusantara Banyak juga yang menggiring umat untuk benci
Islam Nusantara mereka berargumen konsep islam nusantara merupakan paham yang sesat
juga menyesatkan, dan bukan dari ajaran Islam sehingga wajib ditolak, dan dilawan juga
diluruskan.
Hal ini karena mereka menganggap Islam Nusantara memiliki kejanggalan, diantaranya,
menolak istilah-istilah yang diambil dari bahasa Arab, hingga sebutan ana antum pun di
kritisi, sehingga harus diganti dengan istilah-istilah Jawa atau Indonesia sendiri.
Sama seperti apa yang dikatakan Imam Besar FPI (Front Pembela Islam) Habib Riziq
Quraish Shihab "Islam Nusantara itu alergi dengan istilah Arab namun sangat suka dan amat
fasih menggunakan istilah-istilah Barat." bahkan disangka beliau "Islam Nusantara menolak
terhadap pengafanan mayit dengan kain putih karena beraroma tradisi Arab, sehingga perlu
diganti dengan kain batik agar kental aroma Indonesia."
Tak hanya dari tokoh ormas islam yang kontra dengan islam nusantara, beberapa
penceramah pun menolak konsep ini dengan berbagai argument. Salah satunya adalah Felix
Siauw, menulis islam nusantara di status facebooknya bahwa islam nusantara adalah sebuah
narasi yang di usung oleh pemerintahan Jokowi.
Intinya Ustadz Felix Siau mengatakan dari peristiwa penistaan Al-Maidah hingga puisi konde
dilakukan dari kelompok yang itu-itu saja dengan narasi yang sama. Ini adalah upaya
menghilangkan islam dari Nusantara dengan sekulerisasi memisahkan agama dan Negara.
Yang tak setuju itu berangkat dari orang-orang yang mendefinisikan konsep islam nusantara
dengan sendirinya tanpa merembug dengan orang NU yang mengkonsep islam nusantara ini
sehingga jadi salah arti. Mengatakan bahwa islam Nusantara adalah pengejewantahan dari
islam liberal, islam yang dibungkus dengan budaya, islam yang di Indonesiakan dan islam
anti Arab. Menganggap islam nusantara adalalah madzhab baru, agama baru, aliran baru.
Berbagai respon dari para ulama dan kyai mengenai isu tentang islam nusantara, ada yang
merespon dengan negatif nyinyir marah marah, adapula menanggapinya dengan kritis dan
juga merespon konsep ini dengan positif. Dari sini menimbulkan dampak munculnya dilema
masyarakat awam dalam belajar agama islam. Bingung dengan reaksi para pendakwah yang
berdakwah kasar ada yang pro ada yang kontra. Islam yang katanya Rahmatan lil alamin, tapi
dakwahnya marah-marah dan provokatif hingga saling bermusuhan, hal Ini membuat
masyarakat awam dilema.
Masyarakat masih bingung dan gagal paham apa makna dan tujuan yang dimaksud dengan
istilah Islam Nusantara. sebab banyaknya definisi serta penjabaran yang belum secara tuntas
mendefinisikan dan menjabarkan islam nusantara ini.Semakin masyarakat banyak bertanya
kepada para pendakwah atau para ulama tentang islam nusantara yang beragam jawabannya
semakin itu pula mereka akan lebih bingung, karena akan berbeda dengan pemahaman awal
mereka tentang Islam Nusantara.
wacana islam nusantara ini ada yang pro dan yang kontra. Yang pro disangka seolah-olah
punya hubungan khusus dengan pemerintah, hal ini juga dilihat Presiden dan wakil Presiden
yang menyetujui konsep islam nusantara ini. Dan yang kontra dengan konsep ini kemudian
mendefinisikan islam nusantara dibarengi dengan isu politik, seperti tanggapan Ustadz Felix
di atas.
Jika telaah dengan baik, sebenarnya istilah Islam Nusantara adalah nilai-nilai yang ada di
masyarakat nusantara umumnya. Sejak Islam mulai berkembang di masyarakat, melalui para
pembawa ajaran Islam seperti Wali Songo atau yang lainnya, tidak menghilangkan budaya
dan tradisi masyarakat yang ada. Sampai saat ini, kita masih bisa menemukan nilai-nilai
lokalitas tersebut berkembang di masyarakat.
Islam Nusantara menjadi identitas diri orang Indonesia yang membedakannya dengan
kelompok Islam di negara lain, khususnya dalam hal paham Aswaja. Dengan kata lain, Islam
Nusantara adalah sebuah bangunan identifikasi karakter diri kader NU beserta jamaahnya
yang menjadi identitas diri mereka serta membedakan mereka dengan yang lain. Dengan
menjadikan pengertian Islam Nusantara sebagai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah harus diberi
kata al-Nadhliyah dibelakangnya, artinya Islam Ahlussunnah Wal Jamaah orang Nusantara.
Islam Nusantara adalah Islam universal yang diterapkan oleh setiap Muslim yang hidup
dalam budaya Nusantara. Pengertian Nusantara mencakup beragam karakter, tradisi,
keyakinan dan budaya sesuai daerah yang tersebar di Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Karakter dasar Nusantara adalah keragaman dalam toleransi, bukan dominasi keyakinan dan
tradisi suku tertentu atau daerah tertentu.Yang perlu dipertegas bahwa islam nusantara bukan
agama baru, bukan ideology baru, perlu adanya pemahaman islam nusantara ke banyak pihak
agar tdak terjadi kesalah pahaman.