Anda di halaman 1dari 13

Konsep Dasar Islam Nusantara

(Refleksi Akar Paradigma Kekinian dan Kedisinian Era Milenial)

Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.


Mabinda PKC PMII Sumsel

A. Pendahuluan

Barangkali banyak yang lupa dan bahkan memungkinkan belum memahami


secara komprehensif tentang peta dan eksistensi Islam di wilayah nusantara, termasuk
salah satunya eksistensi Islam di Indonesia kedepan. Azumardi Azra dalam
pengantarnya tentang kebangkitan Islam di Asia Tenggara menegaskan bahwa “Sejak
beberapa tahun terakhir, sejulah pengamat dunia Islam atau Islamicis di luar negeri
memberikan analisis dan komentar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia
Tenggara, khususnya Indonesia dan malasyia, yang juga memberikan apresiasi dan
pandangan positif senada juga dikemukakan pengamat asing, seperti John Esposito
atau Bruce Lawrence yang beberapa kali berkunjung ke Indonesia dan Malaysia dan
menyaksikan langsung dinamika Islam di wilayah ini. 1 Akan tetapi tidak sedikit
masyarakat “kaget” dan atau menganggap “berlebihan” dengan realitas eksistensi
Islam di masa depan tersebut, sehingga Islam nusantara difahami secara
nonproporsional sebagai Islam yang keliru.
Salah satu realitasnya adalah, istilah Islam Nusantara akhir-akhir ini
mengundang banyak perdebatan sejumlah pakar ilmu-ilmu keislaman. Sebagian
menerima dan sebagian menolak. Alasan penolakan memungkinkan adalah karena
istilah itu tidak sejalan dengan dengan keyakinan bahwa Islam itu satu dan merujuk

1
Mengutip dari Fazlurrahman (alm) misalnya pada pertengahan dekade 1980, setelah ia
berkunjung ke Indonesia untuk menhadiri suatu seminar, menyatakan optimismenya terhadap
perkembangan Islam di kawasan ini, dan memprediksi “kebangkitan islam” terjadi bukan di kawasan
lain, tetapi di Asia Tenggara. Lihat Azumardi Azra, “Reneisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana
dan Kekuasaan”. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006: xv.
Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI
Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
1 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
pada yang satu (sama) yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah. 2 Selain itu, kalimat “Islam itu
sudah sempurna, tidak perlu embel-embel lagi, menjadi bagian isu yang sering
ditonjolkan dalam menantang konsep Islam nusantara. Bahkan ada pula yang
tampaknya dengan sengaja menulis Islam Nusantara sebagai agama baru. Mereka yang
ikut Islam Nusantara dianggap sudah batal keislamannya sehingga harus syahadat
ulang. Jelas bagi orang seperti itu, telah merendahkan dirinya sendiri di depan publik
sebagai pembuat fitnah dan berita bohong belaka. Mereka yang membagikannya di
media sosial tanpa alasan jelas juga menunjukkan literasi digitalnya rendah karena
membantu menyebarkan informasi hoaks di dunia maya. 3 Tentunya realitas ini perlu
adanya diskusi ilmiah dan titik temu apa dan mengapa harus ada istilah Islam
nusantara itu.
Disisilain, dinamika Islam di Timur Tengah menjadi bahan evaluasi sekaligus
tantangan masa depan Islam di Asia agar tetap damai dan tetap bersatu dengan
eksistensi praksisnya nilai pancasila.

B. Tela’ah Historis

Penyebaran Islam di Indonesia adalah proses yang perlahan, bertahap, dan


berlangsung secara damai. Satu teori menyebutkan bahwa Islam datang secara
langsung dari jazirah Arab sebelum abad ke-9 M, sementara pihak lain menyebutkan
peranan kaum pedagang dan ulama Sufi yang membawa Islam ke Nusantara pada
kurun abad ke-12 atau ke-13, baik melalui Gujarat di India atau langsung dari Timur
Tengah. Pada abad ke-16, Islam menggantikan agama Hindu dan Buddha sebagai
agama mayoritas di Nusantara. Islam tradisional yang pertama kali berkembang di
Indonesia adalah cabang dari Sunni Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang diajarkan oleh

2
https://www.nu.or.id/post/read/60458/maksud-istilah-islam-nusantara. Diakses pada 02
Agustsu 2019
3
Jika alasannya karena Islam sudah sempurna, dan tidak perlu embel-embel lagi, mengapa tak
ada keberatan dengan penggunaan istilah Islam Kaffah (berarti ada Islam yang tidak kaffah), Islam
Berkemajuan (berarti ada Islam yang tidak berkemajuan), Islam Wasathiyah atau Islam Moderat (berarti
ada Islam yang tidak Moderat), dan sederetan istilah lainnya seperti Islam Transformatif, Islam Hadhari,
atau Islam Progresif yang coba dikembangkan oleh organisasi masyarakat Islam atau intelektual
Muslim? Islam Nusantara malah mereduksi makna Islam itu sendiri”. Demikan di antara ungkapan
ketidak setujuan atas penggunaan istilah Islam Nusantara yang banyak beredar di media sosial. Alasan
ini pula yang menjadi salah satu pertimbangan MUI Sumbar yang baru-baru ini menyatakan tidak
perlunya Islam Nusantara berada di wilayah Sumatera Barat.
https://www.nu.or.id/post/read/93570/salah-kaprah-memahami-islam-nusantara. Diakses pada 03
Agustus 2019.
Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI
Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
2 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
kaum ulama, para kiai di pesantren. Model penyebaran Islam seperti ini terutama
ditemukan di Jawa. Beberapa aspek dari Islam tradisional telah memasukkan berbagai
budaya dan adat istiadat setempat.4

Praktik Islam awal di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi oleh


ajaran Sufisme dan aliran spiritual Jawa yang telah ada sebelumnya. Beberapa tradisi,
seperti menghormati otoritas kyai, menghormati tokoh-tokoh Islam seperti Wali Songo,
juga ikut ambil bagian dalam tradisi Islam seperti ziarah kubur, tahlilan, dan
memperingati maulid nabi, termasuk perayaan sekaten, secara taat dijalankan oleh
Muslim tradisional Indonesia. 5 Akan tetapi, setelah datangnya Islam aliran Salafi6
modernis yang disusul datangnya ajaran Wahhabi dari Arab, golongan Islam puritan
skripturalis ini menolak semua bentuk tradisi itu dan mencelanya sebagai
perbuatan syirik atau bidah, direndahkan sebagai bentuk sinkretisme yang merusak
kesucian Islam. Kondisi ini telah menimbulkan ketegangan beragama, kebersamaan
yang kurang mengenakkan, dan persaingan spiritual antara Nahdlatul Ulama yang
tradisional dan Muhammadiyah yang modernis dan puritan.

C. Makna Islam Nusantara

Upaya pemaknaan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya


memahami hakekat Islam Nusantara. Sebagai hakekat, sulit dipahami tanpa
mengetahui ciri atau karakteristiknya. Selanjutnya makna tersebut memberikan
pemahaman awal pada seseorang yang berusaha memahami substansinya. Dengan
kata lain, makna Islam Nusantara berfungsi membuka jalan awal bagi pemahaman
seseorang dalam menggali dan mengkaji pemikiran, pemahaman dan pengamalan

4
Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara. Diakses pada 02 Agustus 2019
5
Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara. Diakses pada 02 Agustus 2019
6
Seperti apa yang disampaikan oleh Azumardi Azra, adanya 95 pesantren salafi (dari total 111
lembaga pendidikan) di 25 kota/kabupaten pada 13 provinsi, jelas belum menggambarkan penyebarannya
di seluruh Indonesia. Bisa dipastikan, ada pesantren salafi--berapa pun jumlahnya--di daerah lain. Karena
itu, masih diperlukan penelitian lanjutan untuk pemetaan pesantren salafi secara komprehensif di Tanah
Air. Bahwa pesantren salafi merupakan lokus santri yang memegangi salafisme tidak diragukan lagi. Ini
terlihat, misalnya, dari kitab-kitab yang digunakan dalam proses mengajar dan belajar yang hampir
sepenuhnya merupakan karya ulama salafi. Kitab kuning yang menjadi pegangan di pesantren salafiyah
dan khalafiyah tidak menjadi rujukan dan sumber ajar di pesantren salafi. Sekali lagi, literatur yang
digunakan umumnya di pesantren salafi adalah karya ulama yang dikenal sebagai ulama salafi atau
wahabihttps://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/18/02/21/p4if4a440-pesantren-salafi-4.
DIakses pada 01 Agustus 2019.
Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI
Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
3 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
ajaran-ajaran Islam yang mencerminkan dan dipengaruhi oleh kawasan ini. 7
Ada beberapa definisi tentang Islam Nusantara yang dikemukakan oleh
pemikir-pemikir Islam, antara lain: “Islam Nusantara ialah paham dan praktek
keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan
realitas dan budaya setempat.”8 Pemaknaan senada, “Islam Nusantara adalah Islam
yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal,
budaya, adat istiadat di tanah air”.9 Definisi pertama ini menunjukkan bahwa secara
substantif, Islam Nusantara merupakan paham Islam dan implementasinya yang
berlangsung di kawasan Nusantara sebagai akibat sintesis antara wahyu dan budaya
lokal, sehingga memiliki kandungan nuansa kearifan lokal (local wisdom). Sedangkan
definisi kedua merupakan Islam yang berkarakter Indonesia, tetapi juga sebagai hasil
dari sintesis antara nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal. Hanya
saja, wilayah geraknya dibatasi pada wilayah Indonesia, sehingga lebih sempit
daripada wilayah gerak dalam pengertian yang pertama yang menyebut bumi Nusantara.
Sayangnya, dalam sumber-sumber tersebut bumi Nusantara tidak dijelaskan wilayah
jangkauannya.
Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud
empiris Islam yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16, sebagai
hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi terhadap
ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas sosio-kultural
Indonesia. Istilah ini secara perdana resmi diperkenalkan dan digalakkan oleh
organisasi Islam Nahdlatul Ulamapada 2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif
masyarakat Islam global yang selama ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur
Tengah.10 Menurut Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj, Islam Nusantara merupakan Islam
yang menghargai budaya, Islam yang dibangun di atas infrastruktur budaya, bukan
madzhab atau bukan aliran, melainkan tipologi Islam yang manyatu dengan budaya,

7
Qomar, Mujamil. Jurnal el Harakah IAIN Tulung Agung Vol.17 No.2 Tahun 2015. Diakses
pada 02 Agustus 2019.
8
Lihat Muhajir dalam Sahal & Aziz, 2015: 67. Qomar, Mujamil. Jurnal el Harakah IAIN
Tulung Agung Vol.17 No.2 Tahun 2015. Diakses pada 02 Agustus 2019.
9
Lihat juga Bizawie dalam Sahal & Aziz, 2015: 239. Qomar, Mujamil. Jurnal el Harakah IAIN
Tulung Agung Vol.17 No.2 Tahun 2015. Diakses pada 02 Agustus 2019.
10
Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara. Diakses pada 02 Agustus 2019.
Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI
Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
4 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
dan puncaknya Islam Nusantara adalah hubbul wathan minal iman (menyatunya
agama dengan politik kebangsaan atau nasionalisme).11
Islam Nusantara didefinisikan sebagai penafsiran Islam yang
mempertimbangkan budaya dan adat istiadat lokal di Indonesia dalam
merumuskan fikihnya. Pada Juni 2015, Presiden Joko Widodo telah secara terbuka
memberikan dukungan kepada Islam Nusantara, yang merupakan bentuk Islam yang
moderat dan dianggap cocok dengan nilai budaya Indonesia. 12 Hal ini juga didukung
oleh pendapat Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013, Mahfud MD
menegaskan bahwa “Islam Nusantara artinya mengidonesiakan Islam, adalah
membawa Islam ke dalam realitas-realitas yang ada di Indonesia, bukan memaksa
orang lain atau suatu bangsa untuk masuk Islam”. 13
Islam Nusantara adalah Islam yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam
teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat istiadat di Tanah Air. Karakter
Islam Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal di Nusantara yang tidak melanggar
ajaran Islam, namun justru menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang
banyak tersebar di wilayah Indonesia. Kehadiran Islam tidak untuk merusak atau
menantang tradisi yang ada. Sebaliknya, Islam datang untuk memperkaya dan
mengislamkan tradisi dan budaya yang ada secara tadriji (bertahap). Bisa jadi butuh
waktu puluhan tahun atau beberapa generasi. Pertemuan Islam dengan adat dan tradisi
Nusantara itu kemudian membentuk sistem sosial, lembaga pendidikan
(seperti pesantren) serta sistem Kesultanan (KH. Said Aqil Siraj: 2015). Tradisi itulah
yang kemudian disebut dengan Islam Nusantara, yakni Islam yang telah melebur dengan
tradisi dan budaya Nusantara.
Ahmad Baso juga menegaskan bahwa Islam nusantara tidak hanya terbatas pada
sejarah atau lokalitas Islam di tanah Jawa. Lebih dari itu, Islam Nusantara
sebagai manhaj atau model beragama yang harus senantiasa diperjuangkan untuk masa

11
Ceramah Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj di LD PBNU dalam acara Istighotsash untuk
Indonesia aman dan damai bersama Gus Miftah dan Dedy Cobuser. Diakses pada 03 Agustsu 2019
12
Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara. Diakses pada 02 Agustus 2019
13
"Kalau meminjam istilah Gus Dur adalah 'membumikan' Islam," ujar Mahfud pada Halaqah
Kebangsaan Pengasuh Pondok Pesantren, Selasa (24/7) di Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen,
Demak, Jawa Tengah. Lihat
https://www.nu.or.id/post/read/93374/penjelasan-mahfud-md-soal-islam-nusantara. Diakses pada 03
Agustus 2019.
Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI
Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
5 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
depan peradaban Indonesia dan dunia. 14 Islam Nusantara adalah Islam yang ramah,
terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa
dan negara. Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur,
dan agama yang beragam. Islam bukan hanya cocok diterima orang Nusantara, tetapi
juga pantas mewarnai budaya Nusantara untuk mewujudkan sifat akomodatifnya
yakni rahmatan lil ‘alamin.

D. Tujuan dan Esensi Islam Nusantara

Beberapa tahun terakhir, Islam Nusantara menjadi lebih populer karena dijadikan
tema utama Muktamar Nahdatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang Jawa Timur yang
berlangsung pada 1-5 Agustus 2015. Sementara NU mewakili umat Islam mainstream
Indonesia, Islam Nusantara makin terpublikasikan dalam masyarakat Muslim
Indonesia yang lebih luas, menembus masyarakat perkotaan hingga pedesaan.
Penentuan tema utama Islam Nusantara dalam muktamar tersebut sebagai respons
terhadap citra Islam di pentas internasional yang semakin merosot bahkan cenderung
dinilai negatif, lantaran kasus-kasus kekerasan yang dilakukan dengan
mengatasnamakan Islam, baik pembunuhan, penyanderaan, pemboman dan sebagainya.

Identitas pelaku tindakan radikal dan pengatasnamaan Islam tersebut


melahirkan anggapan yang salah bahwa Islam itu mengajarkan kekerasan,
pertumpahan darah, tindakan keji, perlakuan kejam dan sadis, perbuatan barbar,
dan tindakan-tindakan dehumanisasi lainnya. Padahal Islam lebih banyak
mengajarkan kedamaian, kerukunan, keharmonisan, toleransi, dan keterbukaan.
Sayangnya ajaran-ajaran yang indah dan sejuk ini kurang ditonjolkan, sehingga
kurang dikenal oleh dunia internasional. Demikian pula, mayoritas umat Islam justru
lebih mengutamakan kedamaian daripada kekerasan. Uniknya, tindakan kekerasan
yang dilakukan oleh segelintir umat Islam inilah yang mengundang perhatian
negatif-pejoratif dari masyarakat internasional, kemudian dijustifikasi sebagai
karakteristik Islam.
Islam Nusantara yang dimaksudkan di sini adalah merupakan model pemikiran,
pemahaman, dan pengamalan ajaran-ajaran Islam yang dikemas melalui budaya

14
https://www.nu.or.id/post/read/60510/landasan-operasional-islam-nusantara. Diakses pada
03 Agustus 2019.

Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI


Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
6 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
maupun tradisi yang berkembang di wilayah Asia Tenggara. Adapun dari segi
komponen keislamannya, “Ortodoksi Islam Nusantara adalah kalam (teologi) Asy’ariah,
fiqh Syafi’i, dan tasawuf al Ghazali” (Azra dalam Sahal & Aziz, 2015: 172).
Disamping tiga komponen ini, dapat ditambah tiga komponen lagi untuk memperkokoh
konsep Islam Nusantara, yaitu komponen politik, pendidikan, dan budaya. Maka objek
kajian Islam Nusantara itu setidaknya harus meliputi enam komponen, yaitu kalam
(teologi), fiqh, tasawuf, politik, pendidikan, dan budaya (tradisi).

Teologi

Tasawuf Fiqh

Budaya Politik

Pendidikan

Esensi Islam Nusantara

Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin
mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang
beragam. Upaya itu dalam ushul fikih disebut tahqiq al-manath yang dalam praktiknya
15
bisa berbentuk mashlahah mursalah, istihsan dan `urf. Untuk itu, penting bahwa
dipahami secara kontekstula dan realitis akar paradigma berpikir dan esensi tujuan Islam
Nusantara tersebut agar mampu memberikan nilai yang lebih maslahah dengan tetap
mengawinkan budaya dengan agama berbasis nasionalisme “Pancasila dan UUD 1945”.

E. Karakteristik Islam Nusantara

Ciri utama dari Islam Nusantara adalah tawasut (moderat), rahmah (pengasih),
anti-radikal, inklusif dan toleran. Dalam hubungannya dengan budaya lokal, Islam
Nusantara menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam menjalankan syiar
Islam; ia tidak menghancurkan, merusak, atau membasmi budaya asli, tetapi
sebaliknya, merangkul, menghormati, memelihara, serta melestarikan budaya lokal.

15
Lihat https://www.nu.or.id/post/read/60834/metodologi-islam-nusantara. Diakses pada 13 Agustus 2019

Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI


Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
7 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
Salah satu ciri utama dari Islam Nusantara adalah mempertimbangkan unsur budaya
Indonesia dalam merumuskan fikih. 16 Islam Nusantara dikembangkan secara lokal
melalui institusi pendidikan tradisional pesantren. Pendidikan ini dibangun
berdasarkan sopan santun dan tata krama ketimuran; yakni menekankan penghormatan
kepada kiai dan ulama sebagai guru agama. Para santri memerlukan bimbingan dari
guru agama mereka agar tidak tersesat sehingga mengembangkan paham yang salah
atau radikal. 17

Dalam pandangan Islam Nusantara, Indonesia adalah darussalam dan Pancasila


merupakan intisari dari ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah. Karenanya,
mempertahnakan NKRI dan mengamalkan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya
umat Islam Indonesia utk menjalankan syariat Islam. Pancasila merupakan
pengejawantahan dari Islam Nusantara, karena itu nilai-nilai Pancasila harus terus
ditegakkan, apalagi saat ini tengah terjadi liberalisasi sistem politik dan ekonomi serta
budaya, sehingga keberadaan Pancasila menjadi samar-samar.Perlu ditegaskan disini
bahwa Islam Nusantara tidaklah anti budaya Arab, akan tetapi untuk melindungi Islam
dari Arabisasi dengan memahaminya secara kontekstual. Islam Nusantara tetaplah
berpijak pada akidah tauhid sebagaimana esensi ajaran Islam yang dibawa Nabi
Muhammad. Arabisasi bukanlah esensi ajaran Islam. Karenanya, kehadiran
karakteristik Islam Nusantara bukanlah respon dari upaya Arabisasi atau percampuran
budaya arab dengan ajaran Islam, akan tetapi menegaskan pentingnya sebuah
keselarasan dan kontekstualisasi terhadap budaya lokal sepanjang tidak melanggar
esensi ajaran Islam. Tentu saja, Islam Nusantara tidak seekstrim apa yang terjadi di
Turki era Mustafa Kemal Attaturk yang pernah mengumandakan adzan dengan bahasa
Turki. Ada pokok-pokok ajaran Islam yang tidak bisa dibudayakan ataupun dilokalkan.
Dalam hal ini, penggunaan tulisan Arab Pegon oleh ulama-ulama terdahulu adalah
salah satu strategi jitu bagaimana budaya lokal bedialektika dengan budaya Arab dan
telah menyatu (manunggal). Pesan rahmatan lil alamin menjiwai karakteristik Islam
Nusantara, sebuah wajah Islam yang moderat, toleran, cinta damai dan menghargai

16
Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara. Diakses pada 02 Agustus 2019
17
Salah satu aspek khas adalah penekanan pada prinsip Rahmatan lil Alamin (rahmat bagi
semesta alam) sebagai nilai universal Islam, yang memajukan perdamaian, toleransi, saling
hormat-menghormati, serta pandangan yang berbineka dalam hubungannya dengan sesama umat Islam,
ataupun hubungan antaragama dengan pemeluk agama lainLihat
https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara. Diakses pada 02 Agustus 2019

Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI


Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
8 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
keberagaman. Islam yang merangkul bukan memukul, Islam yang membina bukan
menghina, Islam yang memakai hati bukan memaki-maki, Islam yang mengajak taubat
bukan menghujat, dan Islam yang memberi pemahaman bukan memaksakan.
Islam Nusantara ini memiliki karakteristik-karakteristik yang khas sehingga
membedakan dengan karakteristik-karakteristik Islam kawasan lainnya, khususnya
Islam Timur Tengah yang banyak mempengaruhi Islam di berbagai belahan bumi ini.
Wilayah Nusantara memiliki sejumlah keunikan yang berbeda dengan keunikan di
negeri-negeri lain, mulai keunikan geografis, sosial politik dan tradisi peradaban.

Ramah Terbuka Inklusif Solutif Nasionalism


e

BUDAYA AGAMA

Karakteristik Islam Nusantara

Dalam konteks ini, budaya suatu daerah atau negara tertentu menempati posisi
yang setara dengan budaya Arab dalam menyerap dan menjalankan ajaran Islam. Suatu
tradisi Islam Nusantara menunjukkan suatu tradisi Islam dari berbagai daerah di
Indonesia yang melambangkan kebudayaan Islam dari daerah tersebut. Dengan
demikian, corak Islam Nusantara tidaklah homogen karena satu daerah dengan daerah
lainnya memiliki cirikhasnya masing-masing tetapi memiliki nafas yang sama.
Kesamaan nafas merupakan saripati dan hikmah dari perjalanan panjang Islam
berabad-abad di Nusantara yang telah menghasilkan suatu karakteristik Islam Nusantara
yang lebih mengedepankan aspek esotoris hakikah ketimbang eksoteris syariat.
Islam moderat itu memiliki misi untuk msenjaga keseimbangan antara dua
macam ekstrimitas, khususnya antara pemikiran, pemahaman dan gerakan Islam
fundamental dengan liberal, sebagai dua kutub ekstrimitas yang sulit dipadukan. Maka
Islam moderat memelihara dan mengembangkan kedamaian holistik, yakni kedamaian
sesama umat Islam maupun dengan umat-umat lainnya, sehingga Islam moderat
membebaskan masyarakat dari ketakutan. Islam moderat menawarkan wacana

Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI


Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
9 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
pembebasan yang mencerahkan, sebab tidak berpijak pada pendekatan kekerasan dan
ketergesa-gesaan.

F. Relevansi Islam Nusantara di Era Kontemporer

Fenomena tentang maraknya tantangan aplikasi Islam Nusnatara, tentunya


menjadi bagian tugas besar bagi gerakan mahasiswa yang strategis atas dasar
nilai-nilai dan identitasnya, yakni PMII di Sumatera Selatan atas garapan penguatan
praksis nilai-nilai aswaja dengan lebih sederhana yang bisa diterima oleh kalangan
mahasiswa di bawah pendidikan tinggi (Dikti) yang kurang lebih berjumlah 240
kampus.18 Dengan jumlah mahasiswa kurang lebih 57. 738 pertahun 2014/2015.19
Kuantitas yang layak diperhitungkan secara politis maupun ideologis, khususnya pada
penguatan dan pendampingan yang tersistem dan terstruktur atas nilai dan budaya
gerakan yang ramah dan toleran atas distingsi pola di masing-masing Universitas.
Tentunya hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh ketua umum PB PMII
Agus Herlambang dalam menyampaikan fokus programnya dalam konteks Nasional.
Agus menyatakan bahwa “Orientasi kita adalah menyebarkan Islam Ahlussunah
wal-Jama’ah di kampus. Kita sudah diskusi dengan Kiai Said terkait bagaimana kita
bisa merebut ruang di generasi milenial, perkotaan khususnya mahasiswa. Jadi, seperti
konten Islam Nusantara itu kita coba perkenalkan di generasi milenial. Itu yang
pertama dan paling utama”.20
Salah satu upaya yang dilakukan oleh PB PMII adalah dengan lebih
menyederhanakan kurikulum materi Aswaja di kampus, dengan mencoba mengadaptasi
bagaimana Aswaja itu bisa diterima di generasi milenial dengan penyebaran melalui
media-media modern misalkan dengan YouTube dan di media sosial. Jadi instrumen itu
yang pakai untuk masuk ke generasi milenial sehingga dipahami secara holistic dan
proporsional. Aswaja benar-benar mampu hadir sebagai nilai yang sinergis berbasis
kebangsaan, yakni pancasila. hal ini tentunya kemudian menjadi berharga dan
bermartabat dalam kemajuan sauatu Negara, tentunya juga gerakan PMII yang cultural
18
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/index.php/kopertis-wilayah-ii-sumatera-selatan-lampung-bengk
ulu-dan-kepulauan-bangka-belitung/. Diakses pada 01 Agustus 2019.
19
https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1839/jumlah-perguruan-tinggi-mahasiswa-dan-tenaga-
edukatif-negeri-dan-swasta-di-bawah-kementrian-pendidikan-dan-kebudayaan-menurut-provinsi-2013-2014-
2014-2015.html. Diakses pada 01 Agustus 2019. pada 01 Agustus 2019.
20
Merupakan percakapan Ketua Umum Agus Herlamabng dengan NU Online atas hasil diskusinya
dengan Prof. K..H. Said Aqil Siradj, MA. Lihat
https://www.nu.or.id/post/read/86293/pmii-dan-empat-fokus-pergerakannya. Diakses pada 01 Agustus 2019.
Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI
Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
10 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
progresif. Disisilain mahasiswa mengemban tugas advokasi di tengah masyarakat, di
antara perwujudannya melalui mahasiswa pergerakan yang tahu kapasitasnya, kaya
gagasan, kreatif, dan peka terhadap realita sosial di masyarakat. Artinya, mahasiswa
mesti tanggap terhadap perubahan dan tantangan di sekitarnya baik di masyarakat
maupun di tengah kampus. 21 Mari berbenah mulai dari hal kecil untuk, lebih
terkhusus dalam cara pandang tentang moderasi Islam Nusantara. Sekali lagi, Islam
nusantara lebih menegdepankan Islam yang ramah, dan bukan marah, islam yang lebih
menghargai dari pada mencaci. Untuk itu lebih penting agar setiap warga pergerakan
untu tetap memebrikan warna gerakan dengan tetap berpegang teguh atas dasar
ahlussunnah waljamaah dengan tetap mengutamakan praksis nilai Islam yang lebih
toleran dan memaafkan.

21
http://www.nu.or.id/post/read/51986/pmii-unwahasy-integrasikan-mahasiswa-dan-tanggung-jawab-s
osial, di akses pada 20 Oktober 2016, pukul 22.18 Wib.
Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI
Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
11 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
Dr. Darul Abror, M.Pd.
Mabinda PKC PMII Sumsel

Selamat & Sukses


atas terselenggaranya

SEKOLAH ISLAM GENDER (SIG)


oleh KOPRI PC. PMII OKI

Semoga memberikan usefulness lebih terhadap proses kaderisasi


yang merefleksikan nilai-nilai kebangsaan, keislaman, kekinian dan
kedisinian dengan tetap mengedepankan nilai kesetaraan antara hak
dan kewajiban untuk kemaslahatan bangsa dan agama.

Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI


Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
12 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.
Islam Nusantara merupakan Tipologi
Akulturasi Agama dengan Budaya
(Ramah, Moderat dan Maslahat)

Disampiakan pada Sekolah Islam Gender_SIG_Kopri PMII OKI


Lempuing Jaya_OKI, 03 Agustus 2019
13 Oleh: Dr. Darul Abror, M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai