Anda di halaman 1dari 19

Tasawuf Falsafi dan Penyebarannya di Indonesia

Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai tradisi dan budaya keislaman. Saat ini,
Indonesia bahkan memegang predikat negara dengan penduduk muslim terbanyak di
dunia. Hal ini menyebabkan berbagai aliran dan sekte keislaman yang berkembang di
negara ini. Tasawuf merupakan bagian penting dari kehidupan keagamaan di Indonesia.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat dijelaskan mengenai tasawuf di Indonesia:

Tasawuf mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia


dan mengalami banyak perkembangan, ditandai dengan banyaknya berkembang ajaran
tasawuf dan tarikat yang muncul di kalangan masyarakat. Para ulama Indonesia yang
menuntut ilmu di Mekkah dan Madina kemudian membawa ajaran tasawuf ke Indonesia
dan berkembang pesat

Tasawuf di Indonesia dipraktikkan secara individu pada awalnya dan tidak dianut
sebagai sebuah tarekat. Namun, dengan berkembangnya jumlah orang yang tertarik
dengan ajaran tasawuf, maka terjadilah transformasi tasawuf dari sekadar metode menjadi
organisasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan tarekat

Tasawuf di Indonesia juga dipengaruhi oleh tradisi keagamaan lokal seperti kejawen,
kebatinan, dan mistisisme Jawa. Hal ini terlihat dalam cara pelaksanaan zikir atau wirid,
serta dalam praktik-praktik keagamaan yang unik dan berbeda dengan praktik-praktik
tasawuf di Timur Tengah

Tokoh-tokoh tasawuf asli Indonesia seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri,


Syekh Abdul Rauf Singkili, Abdul Somad, dan lainnya juga memberikan kontribusi besar
dalam perkembangan tasawuf di Indonesia. Ada dua model tasawuf yang membersamai
sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia. Yakni adalah tasawuf sunni dan falsafi. Di
artikel ini kita akan fokus membahas tasawuf falsafi.

Tasawuf Falsafi adalah aliran tasawuf yang menggabungkan antara visi mistis dan
rasional, khususnya dalam hal-hal teologis. Di awal kemunculannya, aliran ini seringkali
mendapat kecaman yang keras dari umat Islam sendiri, termasuk di Indonesia. Tak
jarang, tokoh-tokoh aliran ini hidupnya berakhir di hukuman mati atas tuduhan-tuduhan
kesyirikan.

A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf secara Bahasa merujuk kepada istilah ahlu suffah, yakni sekolompok
orang yang hidupnya dijalani dengan berdiam di serambi-serambi (Suffah dalam
Bahasa Arab) masjid dengan tujuan belajar dan beribadah kepada Allah SWT. Kata
ini juga merujuk kepada kata shafa yang memiliki arti jernih, bersih, dan suci jiwanya
di hadapan sang pencipta.1
Sedangkan, jika ditinjau secara terminologis, menurut Junaid Al-Baghdadi
tasawuf adalah upaya membersihkan hati dari segala sesuatu yang dapat menganggu
hati atau perasaaan manusia, yakni dengan menjauhi segala apa yang diperintahkan
oleh hawa nafsu manusia, menamanamkan sifat kesucian ruhani, berpegang teguh
dengan janji Allah dalam hakikat, dan senantiasa mengikuti pedoman Rasulullah
sebagai suri tauladan manusia.2
Dalam sejarah perkembangan tasawuf dalam Islam, terdapat dua aliran utama
yang hingga hari ini masih eksis, yakni tasawuf Sunni dan tasawuf Falsafi. Tasawuf
Sunni adalah aliran tasawuf yang bertujuan untuk meningkat kualitas diri seseorang
melalui tuntunan Alquran dan hadis dengan menerapkan akhlak yang mulia serta
meninggalkan akhlak tercela dari dalam diri.3 Oleh karena itu, aliran ini juga kerap
disebut sebagai tasawuf akhlaqi.
Sedangkan tasawuf falsafi merupakan salah satu aliran tasawuf yanh ajarannya
dan konsepnya dibangun secara mendalam dengan bahasa simbolik secara filosofis.
Aliran ini mencoba menggambungkan konsep tradisi tasawuf Islam dengan filsafat,
terutama filsafat Yunani.4
Menurut Alwi Shihab, Tasawuf Falsafi juga mencoba menggabungkan ajaran-
ajaran mistis dari luar Islam, seperti Hinduisme, kependetaan Kristen, hingga teosofi
Neo-Platonisme. Hal ini pulalah yang menyebabkan banyak dari tokoh aliran tasawuf
ini yang dianggap sesat dan tak sedikit pula yang kehidupannya berakhir dengan
hukuman mati.
B. Sejarah Kemunculan Tasawuf Falsafi
Pada dasarnya sangalah sulit dan kompleks untuk mengetahui asal-usul
munculnya Tasawuf Falsafi. Beberapa peniliti dari kalangan orientalis menyebutkan
bahwa ia bersumber dari ajaran-ajaran di luar Islam.5 Sekalipun terdapat pula
1
Nur Hidayat, Ahklak Tasawuf (Yogyakarta: Ombak, 2013).
2
Ali Mashar, Pengantar Tasawuf: Sejarah, Madzhab, dan Ajaran (Surakarta: Prodi Sejarah Peradaban
Islam Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said Surakarta, 2020).
3
M. Daud Abrar Faza, “Tasawuf Falsafi,” Al-Hikmah, No. 1 Vol. 1 (2019).
4
Faza.
5
Faza.
beberapa cendekiawan muslim yang dengan teguh mengatakan bahwa inti dari ajaran
tasawuf falsafi berasal dari agama Islam sendiri, terutama ajaran mengenai Zuhud dan
Wara’.
Menurut Nicholson, tradisi tasawuf dipengaruhi oleh ajaran-ajaran
kekristenan, Budhisme,Gnosisme, dan Neoplatonisme secara eksternal.6
Dalam tulisannya tersebut, Nicholson memberikan pernyataan yang agaknya
mengandung tuduhan atas Islam yang sangat cinta terhadap kesenangan duniawi.
“Kita juga harus mengakui bahwa gerakan asketis diilhami oleh cita-cita
Kristiani, dan sangat kontras dengan semangat Islam yang aktif dan cinta
kesenangan…”. “Meskipun kutukannya terhadap selibat bukannya tanpa dampak,
penaklukan Persia, Suriah, dan Mesir oleh para penerusnya membawa umat Islam ke
dalam kontak dengan gagasan-gagasan yang sangat mengubah pandangan mereka
terhadap kehidupan dan agama”.7
Sebelum kemunculan tasawuf falsafi, tradisi tasawuf islam didahului dengan
munculnya ajaran-ajaran seperti zuhud yang berupaya menjauhi segala kenikmatan
duniawi dan fokus terhadap penumbuhan rasa cinta dan pelaksanaan ibadah kepada
Allah SWT. Ini kita tandai dengan munculnya tokoh seperti Hasan al-Bashri yang
meninggal pada tahun 110 Hijriah dan Rabi’ah al-Adawiyyah yang meninggal pada
tahun 185 Hijriah.8
Kemudian, muncul pula tokoh yang melahirkan konsep-konsep yang identic
dengan ajaran tasawuf falsafi, yakni Abu Yazid al-Bushtami (meninggal tahun 261
Hijriah). Ia mengenalkan konsep fana’. Ini juga diikuti dengan kemunculan tokoh-
tokoh sufisme seperti Khusairi dengan Al-Risalah Al-Qusyairiyyah-nya dan
Suhrawardi Al-Baghdadi dengan karya Awarif Al-Ma’arif.9
Sejarah perkembangan tasawuf falsafi kemudian diikuti pula dengan
kemunculan tokoh-tokoh aliran Hulul dan Wahdatul Wujud yang memiliki
pemahaman bahwa Tuhan dan alam(termasuk manusia) merupakan sebuah kesatuan
yang sama. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain ialah Al-Hallaj, Ibnu Arabi, Al-Jilli, dan
lain sebagainya.

6
Reynold A. Nicholson, “The Mysticm of Islam,” 1914.
7
Nicholson. Hal. 2
8
Rumzil Azizah dan Rosidi, “Sejarah Perkembangan Tasawuf dari Zaman ke Zaman,” IAIN Madura,
2019.
9
Azizah dan Rosidi.
Di samping penyebaran ajaran tasawuf yang semakin meluas, maka muncul
pula tokoh-tokoh besar lainnya yang nantinya akan ikut mengembangkan tasaufi
Islam ke berbagai aliran semisal Ma’ruf al-Kharkhi, Abu Sulaiman Ad-Darani, Harits
Al-Muhasibi, Abul Hassan Sirri, Dzun Nun Al-Mishri, dan lain-lain.10
C. Munculnya Tasawuf Falsafi di Indonesia
Di Indonesia, Tasawuf Falsafi pada mulanya tidak mengalam perkembangan
yang begitu pesat. Hal ini disebabkan oleh karena mayoritas ulama di nusantara
menganut ajaran tasawuf Sunni. Kemandekan ini turut dipengaruhi pula oleh peran
Wali Songo dan murid-muridnya yang dengan ajaran mereka menghambat
perkembangan aliran tasawuf tersebut. Contohnya dapat kita lihat dari peristiwa
penghukuman mati atas Syekh Siti Jenar yang dianggap membawa ajaran sesat dan
ingin melepaskan manusia dari kewajiban dan syariat.11
Adalah Hamzah Fansuri yang pertama-tama membuat ajaran tasawuf falsafi
Kembali mashur di kalangan masyarakat nusantara. Ia pula yang kemudian membawa
ajaran ini bersih dari penyimpangan yang merujuk kepada sumber-sumber utama
dalam Islam secara sempurna. Masa Hamzah Fansuri ini nantinya ditandai sebagai
tahap perkembangan awal tasawuf falsafi di nusantara.12
Sekilas tentang Hamzah Al-Fansuri, Ia dilahirkan di sebuah desa bernama
Barus di pesisir barat Sumatera Barat. Desa tempat kelahirannya inilah yang
kemudian disematkan pada namanya, Hamzah Al-Fansuri. Tidak ada sumber yang
jelas yang menyebut dengan pasti tanggal kelahirannya. Namun yang pasti Hamzah
Al-Fansuri hidup di sekitar penghujung abad ke-15 hingga awal abad ke-16.
Selama hidupnnya, Hamzah Fansuri melakukan pengembaraan untuk
menuntut Ilmu ke berbagai penjuru. Ia pernah menuntut ilmu ke Jawa, Siam, India,
Persia, Makkah, Madinah, Baghdad dan lain-lain. Di Baghdad ia berkenalan dengan
tarekat Qadiriyyah dan kemudian memperdalaminya. Ia menyemai pemahaman
sufistik melalui sosok-sosok seperti Abu Yazid al-Bushtomi, Ibnu Arabi, Abdul Qadir
al-Jailani, dan beberapa ulama dan sufi lainnya.
Namun, perkembangan tasawuf falsafi di masa Hamzah Fansuri dan para
pengikutnya seperti Syamsuddi Sumatrani tidaklah berlangsung lama. Hal ini ditandai

10
Miftahul Ulum, “Pendekatan Studi Islam: Sejarah Awal Perkenalan Islam Dengan Tasawuf,” Al-
Mada: Jurnal Agama Sosial dan Budaya 3 No. 2 (2020).
11
Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia: antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi (Bandung:
Pustaka IMaN, 2009).
12
Shihab. Hal. 137-138
dengan kemunculan seorang ulama yang berasal dari India, Nuruddin Ar-Raniry. Ia
beserta pengikutnya yang ahli fikih mendakwa sesat ajaran tasawuf falsafi yang
dibawa oleh Hamzah Fansuri. Tak hanya sampai di situ, mereka juga membakar
karya-karya Hamzah Fansuri dan membunuh beberapa pengikutnya.13
Selanjutnya, perkembangan tasawuf falsafi dikembangkan lagi melalui
penafsiran Syaik Muhammad Ibnu Fadhullah Al-Burhanfuri. Tafsirannya ini
dijadikan pijakan dasar bagi perkembangan ajaran tasawuf falsafi karena dianggap
tidak menyalahi ajaran Ahlussunnah wal Jamaah seperti apa yang diajarkan oleh
Abdul Somad al-Palimbani dan Abdurrauf As-singkili.14
Alwi Shihab juga menambahkan bahwa perkembangan tasawuf falsafi di
Indonesia turut pula dipengaruhi oleh hadirnya kolonialisme. Kehadiran mereka
memunculkan semangat pada masayarakt Indonesia untuk menggali Kembali sejarah
tasawuf dan kebatinan masa lampau yang ada di Indonesia.
Hal yang perlu digarisbawahi dari sejarah perkembangan aliran tasawuf ini
ialah bahwa ada pertentangan yang tajam antara tasawuf falsafi dan tasawuf sunni di
Indonesia. Hamzah Fansuri dan Ar-Raniry adalah dua tokoh yang Namanya besar di
tempat yang sama (Aceh) dan lalu sering digambarkan sebagai symbol pertentangan
antara tasawuf falsafi dan sunni.
D. Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi di Indonesia
1. Hamzah Fansuri
Hamzah fansuri lahir dan besar di sebuah kota kecil bernama Barus di pesisir
Barat Sumatera Utara. Nama kota ini pula yang kemudian menjadi nama
belakangnya, yakni Fansur. Terdapat banyak perdebatan mengenai tahun
kelahiran Hamzah Fansuri. Namun, mayoritas ilmuwan menyebutkan bahwa ia
hidup antara penghujung abad ke-16 hingga awal abad ke-17.15
Barus sendiri adalah kota bandar cosmopolitan yang pernah menjadi salah satu
bandar perdangangan Internasional. Komoditas yang dihasilkan dan dijual dari
kota ini ialah kapur. Konon kapur Barus sudah terkenal dan digunakan di banyak
tempat di berbagai negara. Selain itu, kota ini juga pernah menjadi pusat
Pendidikan Islam di nusantara.16 Hal ini tidak dapat dipisahkan dengan fakta
13
Shihab. Hal. 138
14
Shihab.
15
Syamsun Ni’am, “HAMZAH FANSURI: PELOPOR TASAWUF WUJUDIYAH DAN PENGARUHNYA
HINGGA KINI DI NUSANTARA,” Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman 12, no. 1 (29 Juni 2017): 261–
86, https://doi.org/10.21274/epis.2017.12.1.261-286.
16
Ni’am. Hal. 265-266
bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia melalui jalur perdagangan di Kota
Barus. Ini dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan bercorak Islam Arab
tertanggal abad ke-1 Hijriah atau 7 Masehi.
Karena menjadi pusat perdaganagn sekaligus gerbang pertama masuknya
Islam di Indonesia, maka tak heran jika Hamzah Fansuri di masa kecilnya telah
mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan bahasa Arab.
Setelah beranjak dewasa, Hamzah Fansuri melakukan banyak pengembaraan
dari suatu negara ke negara lain untuk menuntut ilmu. Ia pernah belajar di Banten,
Johor, Thailand (Siam), India, Iran (Persia), Madinah, Makkah, Baghdad, dan
Yerussalem. Ketika berada di Baghdad (Iraq), di sinilah ia memperlajari dan
memperdalami Tarekat Qadiriyah.17
Selama hidupnya, Hamzah Fansuri menghasilkan beberapa karya dalam
bidang sastra dan tasawuf. Karya-karyanya mengenai tasawuf adalah Syarab al-
Asyiqin, Asrar al-Arifin, dan Muntahi. Adapun karya yang lain ialah berupa puisi
yang juga sarat akan pesan-pesan sufistik. Di antaranya ialah Syair Perahu, Syair
Ikan Tongkol, Syair Burung Pingai, dan Syair Dagang.18 Syair Perahu adalah
karya Hamzah Fansuri yang paling mashur dan masih sering dilantunkan hingga
kini, khususnya oleh masyarakat Aceh dan Melayu.
Semua kitab-kitab karangan Hamzah Fansuri membicarakan tentang suluk,
tauhid, dan makrifat yang bersumber dari Ibnu Arabi. Karya-karyanya tersebut
menjadi penting karena memuat perkataan para sufi klasik dengan tanpa
memberikan penambahan ataupun penyimpangan dengan maksud untuk
menyesuaikan ajaran tersebut dengan budaya setempat.19

2. Syekh Siti Jenar


Hingga kini, belum ada yang membahas mengenai Riwayat kehidupan Siti
Jenar secara sahih. Pasalnya, selain Siti Jenar, sosok kontroversial satu ini
memiliki banyak nama semisal Syekh Lemah Abang dan Syekh Siti Brit. Jenar
sendiri memiliki arti kuning, sedangkan brit dan abang berarti merah. Selama
kurang 4 abad lebih Siti Jenar tidak dapat terhidar dari tuduhan bid’ah dan

17
Ni’am. 267
18
Ajat Sudrajat, “PEMIKIRAN WUJUDIYAH HAMZAH FANSURI DAN KRITIK NURUDIN AL-RANIRI,”
HUMANIKA 17, no. 1 (16 Januari 2019): 55–76, https://doi.org/10.21831/hum.v17i1.23123.
19
Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia: antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi.
kesesatan. Oleh karenya sangat sulit untuk menentukan tuduhan-tuduhan tersebut
apakah benar ditujukan kepadanya.20
Mengenai nama aslinya sendiri banyak orang yang berdebat. Rahimsyah
misalnya menyebut bahwa nama asli Syekh Siti Jenar adalah Syekh Abdul Jalil
atau Syekh Datuk Sholeh. Sedangkan bagi Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar
memiliki nama asli Ali Hasan atau Syekh Abdul Jalil.21
Di antara ajaran Syekh Siti jenar yang paling terkenal ialah konsep ketuhanan
Manunggaling Kawulo Gusti yang sangat dekat dengan paham Wahdatul Wujud.
Konsep ini dalam kebudayaan Jawa secara teologis menguraikan konsep
mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya yang pada dasarnya menyatu
padu. Jika ditinjau secara sosiologis menjelaskan konsep hubungan manusia
dengan makhluk sesamanya. Sedangkan bila ditinjau secara ekologis berisi konsep
hubungan manusia dengan alam dan lingkungan sekitar. Ia pada dasarnya
memandang bahwa sosok Sang Hyang Widhi adalah sosok yang menyatu dalam
manusia dengan tanpa bisa dilihat oleh manusia itu sendiri. Ia memiliki 20 sifat
utama yang terangkum dalam ajarannya kaum Asy’ariyyah mengenai sifat 20
pada Allah.22
Banyak ajaran Syekh Siti Jenar yang mengundang kontroversi pada masanya
dan setelahnya. Ia dituduh sebagai sosok yang membawa bidah dan kesesatan.
Karenanya, Syekh Siti Jenar akhirnya diadili karena dianggap telah melakukan
perbuatan sirik dan mengajarkan kesesatan. Ia akhirnya diadili oleh pengadilan
wali songo dan kemudian di hukum mati.
E. Penolakan terhadap Tasawuf Falsafi
Di antara penolakan mengenai Tasawuf Falsafi yang pernah terjadi di
Indonesia ialah penolakan Nuruddin Ar-Raniry, seorang ulama asal India yang
menyerang pemikiran dan konsep tasawuf Hamzah Fansury.
Pertentangan antara Nuruddin Ar Raniry dan Hamzah Fansury terjadi karena
perbedaan pandangan dalam ajaran tasawuf. Hamzah Fansuri mengajarkan ajaran
Wujudiyyah, yaitu kebersatuan wujud antara wujud manusia dengan wujud Sang
Khalik yang mutlak. Sementara itu, Nuruddin Ar Raniry mengkritik ajaran
Wujudiyyah dan menyebutnya sebagai ajaran yang sesat. Nuruddin Ar Raniry juga
20
Saidun Derani, “Syekh Siti Jenar : Pemikiran dan Ajarannya,” Buletin Al-Turas 20, no. 2 (29 Januari
2020): 325–48, https://doi.org/10.15408/bat.v20i2.3764.
21
Derani.
22
Derani.
menulis beberapa kitab tasawuf yang berisi hujatan dan kecaman pada Hamzah
Fansuri dan Syamsudin al-Sumatrani.23
Pertentangan ini juga dipicu oleh kekhawatiran akan perebutan kekuasaan di
Kesultanan Aceh Sultan Iskandar Tsani mendukung Nuruddin Ar Raniry dan bahkan
memerintahkan pembakaran buku, pengejaran, dan pembunuhan para penganut
paham Wujudiyyah ajaran Hamzah Fansuri. Meskipun demikian, Hamzah Fansuri
memainkan peranan penting dalam membentuk pemikiran dan praktek keagamaan
kaum Muslim Nusantara pada paruh pertama abad ke-17 M.24
Berikut adalah beberapa poin kritik Nuruddin Ar Raniry terhadap konsep
Wujudiyyah:
1. Nuruddin Ar Raniry mengkritik pandangan Wujudiyyah yang menyatakan
bahwa segala benda adalah Tuhan atau sebaliknya Tuhan adalah segala
benda.

2. Nuruddin Ar Raniry juga mengkritik pandangan Wujudiyyah yang


menyatakan bahwa keberadaan manusia dan keberadaan Tuhan adalah satu
kesatuan yang mutlak
3. Nuruddin Ar Raniry menganggap bahwa pandangan Wujudiyyah adalah
ajaran sesat. Ia menulis beberapa kitab tasawuf yang berisi hujatan dan
kecaman pada Hamzah Fansuri dan Syamsudin al-Sumatrani.25
F. Konsep Ajaran Tasawuf Falsafi
Ajaran tasawuf falsafi berasal dari beberapa ajaran, antara lain: unsur Islam,
unsur Kristen (Agama Kristen), unsur Persia, unsur Yunani dan unsur Hindu
atau Budha. Berdasarkan hal tersebut, kelima unsur tersebut dapat diringkas
menjadi dua unsur, yaitu unsur Islam dan unsur non-Islam. Penjelasan lebih lanjut
adalah sebagai berikut.
1. Unsur Islam.
Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat baik dan selalu mendekatkan
diri kepada Allah SWT atau dengan kata lain amar ma’ruf nahi munkar. Perilaku
ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dalam kehidupan meskipun

23
Rusdiyanto Rusdiyanto dan Musafar Musafar, “AJARAN WUJUDIYAH MENURUT NURUDDIN AR-
RANIRI,” Potret Pemikiran 22, no. 1 (1 Juli 2018), https://doi.org/10.30984/pp.v22i1.756.
24
Rusdiyanto dan Musafar.
25
Rusdiyanto dan Musafar.
pada saat itu istilah tasawuf belum dikenal. Fakta ini dapat dibuktikan
ketika ia mengasingkan diri di Gua Hira’ sebelum turunnya wahyu. Adapun apa
yang dilakukan Rasulullah saw dalam pembuangan adalah perenungan, tidak
makan dan minum kecuali yang dihalalkan oleh Allah SWT. Hal ini
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini adalah perilaku zuhud.
Diantara para sahabat mengikuti pengamalan tasawuf seperti yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw. Seperti yang dilakukan para Sahabat Abu Bakar Al-
Shidiq, dia pernah berkata: "Saya mendapatkan kemuliaan dalam ketakwaan,
kematian dalam keagungan dan kerendahan hati". Atau apa yang dilakukan
oleh sahabat Umar Bin Khattab yang pernah memberikan khutbah dengan
mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Begitu juga dengan Khalifah
Utsman Bin ‘Affan yang banyak menghabiskan waktunya untuk membaca Al-
Qur'an (Nata, 2000, p. 183). Selain sumber-sumber tersebut, situasi masyarakat
saat itu juga turut andil dalam lahirnya konsep tasawuf. Setelah Islam menyebar
ke seluruh pelosok dunia, orang-orang makmur, dan orang-orang suka hidup
boros, kemudian muncul sekelompok orang yang melakukan proses zuhud
seperti yang dilakukan oleh Hasan Al-Basri dan seterusnya.
2. Unsur non-Islam.
Di kalangan orientalis Barat, biasanya ditemukan lima sumber yang
membentuk tasawuf, yaitu: unsur Islam, unsur Kristen, unsur Yunani, unsur
Hindu/Budha dan unsur Persia. Dalam agama Kristen ada gagasan untuk menjauh
dari dunia dan hidup dalam pengasingan di sebuah biara. Dalam ajaran Yunani
kuno Pythagoras untuk meninggalkan dunia dan merenungkan (MS, 2015, p. 34).
Masyarakat Arab pada umumnya menyukai cara kependetaan, terutama dalam
hal pelatihan spiritual dan ibadah. Hal ini diperkuat oleh Gold Ziher yang
mengatakan bahwa sikap orang miskin dalam Islam adalah cabang dari agama
Kristen. Dan pakaian wol itu adalah pakaian yang digunakan oleh para pendeta.
Selain unsur Kristen, ada unsur lain yang dikatakan sebagai sumber tasawuf,
seperti unsur Yunani, Hindu, Budha, dan Persia. Namun, banyak tokoh yang
menolak untuk memahami adanya pengaruh eksternal terhadap tasawuf yang
berkembang dalam Islam.26

26
Solehah, Devi Umi, Daulay Haidar Putra, Dahlan, Zaini.(2021). Konsep Pemikiran Tasawuf Falsafi
(Ittihad, Hulul Dan Wihdatul Wujud). Islam & Contemporary Issues. hal.3
Sebenarnya inti dari ajaran tasawuf adalah pencapaian kesempurnaan serta
kesucian jiwa. kebersihan jiwa yang dimaksud adalah merupakan hasil perjuangan
(mujahadah) yang tak henti-hentinya, sebagai cara perilaku perorangan yang terbaik
dalam mengontrol dri pribadi, setia dan senantiasa merasa di ahadapan Allah. Untuk
mencapai hal tersebut, tidak ada lain kecuali membutuhkan latihan-latihan mental
yang diformulasikan dalam bentuk pengaturan sikap mental yang benar dan disiplin
tingkah laku yang ketat.27

Beberapa inti dari ajaran tasawuf adalah sebagai berikut;

1. Muraqabah
Secara bahasa muraqabah memiliki akar kata yang sama dengan kata raqib yang
berarti penjaga atau pengawal. Muraqabah menurut kalangan sufi mengandung
pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dalam
keadaan diawasi-Nya. Muroqobah juga dapat diartikan merasakan kesertaan Allah,
merasakan keagungan Allah Azza wa Jalla di setiap waktu dan keadaan serta
merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi atau pun ramai. Muroqobah dilakukan
untuk menghadirkan kemantapan hati dan ketenangan batin seseorang dalam
praktik mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini dikarenakan, bila sudah tertanam
kesadaran bahwa seseorang selalu melihat Allah dengan hatinya dan ia sadar
bahwa Allah selalu memandangnya dengan penuh perhatian maka seseorang
tersebut akan semakin mantab untuk mengamalkan dan melakukan apa-apa yang
diridloi oleh Allah sehingga batin nya akan semakin terbuka untuk dapat
mendekatkan dirinya pada Allah.

2. Munajat

Munajat dimaknai sebagai melaporkan segala aktivitas yang dilakukan kehadirat


Allah SWT. Maksudnya adalah dalam munajat seseorang mengeluh dan mengadu
kepada Allah tentang kehidupan yang seorang hamba alami dengan untaian-untaian
kalimat yang indah diiringi dengan pujian-pujian kebesaran nama Allah. Munajat
dilakukan penuh khusyu’, khudhu’ dan hudhur nya hati kepada Allah.

Tanpa disadari kemudian yang muncul kemudian aekspresi-ekspresi fisik dalam


bentuk menangis atau tetesan dan bahkan deraian air mata. Peristiwa ini oleh para

27
) M Amin Syukur dan H Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf. hal.44
sufi menjadi salah satu amal adabiyah atau , suatu riyadhah bagi orang sufi ketika
bermunajat kepada Allah28. Para kaum sufi pun berpandangan bahwa tetesan-
tetesan air mata tersebut merupakan suatu tanda penyeselan diri atas kesalahan-
kesalahan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Munjat dengan disertai do’a
dan penyesalan yang begitu mendalam atas semua kesalahan yang diiringi dengan
tetesan-tetesan air mata merupakan salah satu cara untuk memperdalam perasaan
kedekatan kepada Allah SWT.

3. Taubat
Taubat dimaknai dengan meninggalkan dan tidak mengulangi lagi perbuatan
dosa yang pernah dilakukan demi menjunjung ajaran Allah dan menjauhi murka-
Nya. Untuk melakukan taubat dilengkapi dengan beberapa ketentuan yang
mengikutinya. Ketentuan tersebut adalah memohon ampunan dengan
sesungguhnya kepada Allah, menyesal akan dosa dan kejelakan yang sudah
dilakukan, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, mengganti kejelekan tersebut
dengan kebaikan, meminta ampunan kepada sesama jika kesalahan dan kejelakan
dilakukan kepada sesama. Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi syarat untuk
menjadikan taubat yang dilakukan seseorang (sufi) disebut sebagai taubat yang
sungguh-sungguh (taubatan nasuha).

4. Takhalli
Definisi takhalli atau penarikan diri adalah menarik diri dari perbuatan-
perbuatan dosa yang merusak hati. Definisi lain mengatakan bahwa, Takhalli
adalah membersihkan diri sifat-sifat tercela dan juga dari kotoran atau penyakit
hati yang merusak.29 Takhalli juga berarti mengosongkan diri sikap ketergantungan
terhadap kelezatan duniawi.30 Takhalli merupakan upaya menjauhkan diri dari
kemaksiatan, kelezatan atau kemewahan dunia, serta melepaskan diri dari hawa
nafsu yang jahat, yang kesemuanya itu adalah penyakit hati yang dapat merusak.
Perbuatan dosa dan maksiat dapat dibagi menjadi dua macam, yakni maksiat
lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir, yaitu segala bentuk maksiat yang dilakukan

28
Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf ; Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf (Yogyakarta : Aura
Media, 2009), hal. 70
29
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, hal. 233
30
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin. hal. 233
atau dikerjakan oleh anggota badan yang bersifat lahir. Sedangkan maksiat batin
adalah berbagai bentuk dan macam maksiat yang dilakukan oleh hati, yang
merupakan organ batin manusia. Maksiat batin pada dasarnya merupakan bentuk
maksiat yang lebih berbahaya dari pada maksiat lahir. Jenis maksiat ini cenderung
tidak tersadari oleh manusia karena jenis maksiat ini adalah jenis maksiat yang
tidak terlihat, tidak seperti maksiat lahir yang cenderung sering tersadari dan
terlihat. Bahkan maksiat batin dapat menjadi motor bagi seorang manusia untuk
melakukan maksiat lahir. Sehingga bila maksiat batin ini belum dibersihkan atau
belum dihilangkan, maka maksiat lahir juga tidak dapat dihilangkan.

5. Tahalli
Tahalli secara bahasa berarti berhias. Tahalli adalah menghiasi diri dengan sifat-
sifat yang terpuji serta mengisi diri dengan perilaku atau perbuatan yang sejalan
dengan ketentuan agama baik yang bersifat lahir maupun batin. Sementara itu
definisi lain menerangkan bahwa tahalli adalah mengisi diri dengan perilaku yang
baik dengan taat lahir dan taat batin, setelah dikosongkan dari perilaku maksiat dan
tercela.31 Tahalli merupakan tahap yang harus dilakukan setelah tahap pembersihan
diri dari sifat-sifat, sikap dan perbuatan yang buruk ataupun tidak terpuji, yakni
dengan mengisi hati dan diri yang telah dikosongkan aatu dibersihkan tersebut
dengan sifat-sifat, sikap, atau tindakan yang baik dan terpuji.
Pengisian jiwa dengan hal-hal yang baik itu diawali dengan melatih diri dengan
melakukan hal-hal yang baik, sehingga lama kelamaan hal-hal yang baik tersebut
akan berubah menjadi kebiasaan, dan apabila secara berkelanjutan dilakukan hal-
hal yang baik tersebut akan terbentuk menjadi suatu kebiasaan.

Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang menggabungkan antara
visi mistik dan visi yang rasional. Tasawuf ini merupakan hasil dari pemikiran-
pemikiran para tokoh-tokoh yang diungkapkan dengan bahasa filosofis

Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat murni, karena ajaran dan
metodenya didasarkan pada rasa (dhauq), dan juga tidak bisa dikatakan sebagai
tasawuf yang murni karena telah menggunakan pendekatan fikiran dan rasio

31
Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf ; Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf (Yogyakarta : Aura
Media, 2009), hal. 67
Tasawuf falsafi mengenal Tuhan (makrifat) dengan pendekatan rasio (filsafat)
hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja
(makrifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wih datul wujud (kesatuan
wujud)

Tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, yang


berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya

Tasawuf falsafi mengajarkan tentang pentingnya menghadirkan visi dan misi


ketuhanan dalam segenap kehidupan baik kehidupan pribadi, keluarga, dan
masyarakat, maupun kehidupan bersosial.

G. Pengaruh Tsawuf Falsafi


Berbicara tentang pengaruh pasti tidak terlepas dari sejarah. Sebab pengaruh
adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu yang ikut membentuk watak,
kepercayaan, atau perbuatan.32 Dalam artian, pengaruh akan muncul ketika ada sebab
pembentuk sebelumnya. Maka sejarahlah yang kiranya menjadi kacamata untuk
melihat perjalanan masa ke masa serta sebab pembentuknya. Pertanyaan apa,
bagaimana, dan/atau mengapa—apa pengaruh tasawuf falsafi di Indonesia?
Bagaimana cara tasawuf falsafi mempengaruhi? Mengapa tasawuf falsafi bisa
berpengaruh? Adalah pertanyaan yang patut dipertanyakan.
Sejarah dan segala pembuktiannya akan memberikan jawaban ketika
pertanyaan semacam itu dilontarkan. Sejarah yang dimaksud ialah sejarah mulai dari
masuk hingga berkembangnya Islam ke Nusantara. Masuknya Islam ke Nusantara
tidaklah menjadi pokok pembahasan, seperti mengenalkan beberapa teori masuknya
Islam yang masih jadi perdebatan, akan tetapi teori yang sering dipakai dan lebih kuat
ialah masuknya Islam melalui para pedagang Arab pada abad ke-7 M. 33 Melainkan
perkembangan dan proses pengislamanlah yang menjadi pokok pembahasan yang
nantinya dari sana terlihat pengaruh dari tasawuf falsafi.
Islam mulai berkembang dan tersebar pesat ditandai banyaknya pemukiman
muslim di Sumatera maupun Jawa, khususnya daerah pesisir sebagai pusat dari
perdagangan sekaligus kekuasaan. Hal tersebut diprediksi pada abad ke-13 hingga
awal abad ke-15 M awal.34 Terjadinya perkembangan Islam, membuat kebudayaan
32
KBBI Daring.
33
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005)
34
Iril Admizal dan Arki Auliahadi, “Pengaruh Tasawuf Falsafi Dalam Penyebaran Islam Di Nusantara
Pada Abad 17 M”, Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10, Januari-Juni 2010, h. 52.
lokal mengalami perubahan (transformasi) dan menimbulkan terciptanya sebuah
peradaban baru di Nusantara, pada masa ini pun meminjam istilah Sunanto ialah masa
internasionalisasi perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan.35
Peradaban kebudayaan atau kosmopolitanisme kebudayaan pada masa awal
Islam dipengaruhi oleh tasawuf, terlebih tasawuf falsafi yang menurut hampir seluruh
sejarawan tidak berselisih tentang ini.36 Karena seperti yang diketahui bahwa wilayah
Nusantara kebanyakan adalah wilayah penganut Hindu-Budha dan kepercayaan
setempat (animisme), Islam bercorak tasawuf memiliki kemiripan dengan ajaran
sebelumnya oleh penduduk setempat dan dianggap agama yang mampu melebur
dalam kebudayaan masyarakatnya, sehingga dengan alasan tersebut Islam dapat
diterima walau dengan cara perlahan.
Hal tersebut terlihat dalam beberapa aspek; 37 pertama, aspek politik. Islam
yang membawa ajaran toleran sekaligus kesetaraan derajat, lama kelamaan diterima
oleh masyarakat dan disambut penuh oleh raja, sehingga menjadikan para pedagang
muslim ataupun ulama dekat dengan kerajaan. Maka ketika Islam semakin dikenal
secara meluas di kalangan masyarakat dan raja-raja nusantara, ketika itu pulalah
sistem politik dimasuki oleh Islam dan penyebaran dan pengembangan pun berjalan
tanpa hambatan ke wilayah yang lebih luas lagi karena dibantu oleh para raja. 38
Kedua, aspek hukum. Hukum mulai sedikit berubah menjadi hukum Islam, meskipun
ada beberapa hukum lokal masih dipertahankan selama tidak bertentangan dengan
hukum Islam.39 Ketiga, aspek bahasa. Beragam bahasa Melayu telah mengadopsi
peristilahan bahasa Arab dikarenakan memiliki kemiripan—meskipun ada yang
mengalami perubahan karena kebutuhan lidah lokal dan bahasa terus terang telah
memainkan peranan penting bagi kehidupan sosial.40
Ada penambahan aspek lanjutan oleh penulis ialah, keempat, aspek intelektual.
Aspek intelektual sejak kedatangan dan berkembangnya Islam di Nusantara adalah

35
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
h. 18.
36
Iril Admizal dan Arki Auliahadi, “Pengaruh Tasawuf Falsafi Dalam Penyebaran Islam Di Nusantara
Pada Abad 17 M”, Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10, Januari-Juni 2010, h. 55-56.
37
Iril Admizal dan Arki Auliahadi, “Pengaruh Tasawuf Falsafi Dalam Penyebaran Islam Di Nusantara
Pada Abad 17 M”, Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10, Januari-Juni 2010, h. 53.
38
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
h. 21-22.
39
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 3, h. 101-102.
40
Iril Admizal dan Arki Auliahadi, “Pengaruh Tasawuf Falsafi Dalam Penyebaran Islam Di Nusantara
Pada Abad 17 M”, Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10, Januari-Juni 2010, h. 55.
suatu yang dapat membangun peradaban baru, walau aspek intelektual ini lahir dari
aspek politik dan bahasa. Maksudnya aspek ini tidak akan ada dan memunculkan
peradaban baru dalam kebudayaan Nusantara tanpa melalui aspek politik yang
menerapkan toleransi-kesetaraan dan aspek bahasa sebagai perantara masyarakat
dapat memahami sebuah ajaran baru. Intelektual masyarakat Nusantara dipancing
oleh adanya karya berbahasa Arab ataupun Melayu yang dimunculkan para ulama.
Seperti Hamzah Fansuri yang mengarang kitab Asrar al-‘Arifin dan Syarb al’Asyiqin
yang membicarakan paham wujudiyah. Syamsuddin Sumatrani yang melanjutkan
ajaran gurunya yakni Fansuri dengan mensyarah kitab-kitabnya sebagai Syarah
Ruba’i Hamzah Fansuri dan Syarah Syair Ikan Tongkol.41
Nuruddin al-Raniri yang menolak paham wujudiyah secara radikal dan
mengarang kitab fikih dan menerjemahkan hadis ke dalam bahasa melayu. Abdul
Rauf al-Sinkili yang meluaskan pemahaman fikih tidak bersangkutan dengan ibadah
saja melainkan juga pada fikih muamalat dan menerjemahkan Al-Quran secara
lengkap ke dalam bahasa melayu dengan judul Tarjuman al-Mustafid.42 Dari tokoh-
tokoh yang disebutkan meskipun masih banyak lagi, mereka bertasawuf meski setelah
masa Syamsuddin Sumatrani corak tasawuf falsafi dikritik habis-habisan maka
kemudian lahirlah tasawuf yang diwarnai dengan ortodoksi syariah.
H. Kesimpulan
Dalam sejarah perkembangan tasawuf dalam Islam, terdapat dua aliran utama
yang masih eksis hingga saat ini, yaitu tasawuf Sunni dan tasawuf Falsafi. Tasawuf
Sunni adalah aliran tasawuf yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas diri melalui
bimbingan Al-Qur'an dan Hadits dengan mengamalkan akhlak mulia dan
meninggalkan akhlak tercela dari dalam. Oleh karena itu aliran ini juga sering disebut
tasawuf Akhlaqi.
Tasawuf Falsafi merupakan aliran tasawuf yang ajaran dan konsepnya
dibangun secara mendalam dalam bahasa simbol-simbol filsafat. Aliran ini berusaha
menggabungkan konsep-konsep dari tradisi tasawuf Islam dengan filsafat, khususnya
filsafat Yunani. Menurut Alwi Shihab, tasawuf Falsafi juga berupaya memasukkan
ajaran mistik dari luar Islam, seperti Hindu, Imam Kristen, dan Teologi Neo-Platonis.
Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa banyak tokoh tasawuf yang dianggap
sesat dan banyak pula yang mengakhiri hidupnya dengan hukuman mati.
41
Iril Admizal dan Arki Auliahadi, “Pengaruh Tasawuf Falsafi Dalam Penyebaran Islam Di Nusantara
Pada Abad 17 M”, Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10, Januari-Juni 2010, h. 57-58.
42
Taufani, “Pengaruh Sufisme di Indonesia”, Potret Pemikiran, 20, Januari-Juni 2016, h. 88-95.
Pada dasarnya, menemukan asal muasal filsafat tasawuf sangatlah sulit dan
rumit. Beberapa peneliti dari dunia orientalis berpendapat bahwa ia berasal dari ajaran
di luar Islam. Meskipun sebagian ulama dengan tegas menegaskan bahwa inti ajaran
filsafat tasawuf berasal dari agama Islam itu sendiri, khususnya ajaran yang berkaitan
dengan Zuhud dan Wara'.
Menurut Nicholson, tradisi tasawuf dipengaruhi dari luar oleh ajaran Kristen,
Budha, Gnostisisme, dan Neo-Platonisme.
Sebelum munculnya tasawuf filosofis, tradisi tasawuf Islam mendahului
munculnya ajaran seperti zuhud yang berusaha menjauhi segala kesenangan duniawi
dan fokus pada penanaman rasa cinta, cinta dan ibadah kepada Allah SWT. Hal ini
dapat kita tandai dengan munculnya tokoh-tokoh seperti Hasan al-Bashri yang wafat
pada tahun 110 H, dan Rabi'ah al-Adawiyyah yang wafat pada tahun 185 H.
Kemudian muncullah sosok yang melahirkan konsep-konsep yang identik
dengan ajaran filsafat tasawuf, yaitu Abu Yazid al-Bushtami (meninggal tahun 261
H). Ia memperkenalkan konsep fana'. Disusul dengan munculnya tokoh tasawuf
seperti Khusairi dengan Al-Risala Al-Qusyairiyyah dan Suhrawardi Al-Baghdadi
dengan karya Awarif Al-Ma'arif.
Sejarah perkembangan filsafat tasawuf kemudian diikuti dengan munculnya
tokoh-tokoh aliran Hulul dan Wahdatul Wujud yang memahami bahwa Tuhan dan
alam (termasuk manusia) merupakan satu kesatuan yang paling unik. Tokoh aliran ini
antara lain Al-Hallaj, Ibnu Arabi, Al-Jilli, dll.
Selain semakin meluasnya penyebaran ajaran tasawuf, juga bermunculan
tokoh-tokoh besar lainnya yang kelak ikut serta dalam pengembangan tasawuf Islam
di berbagai aliran seperti Ma’ruf al-Kharkhi, Abu Sulaiman Ad-Darani, Harits Al-
Muhasibi, Abul Hassan Sirri, Dzun Nun Al-Mishri dan lain-lain.
Di Indonesia, filsafat tasawuf pada awalnya tidak mengalami perkembangan
yang begitu pesat. Memang mayoritas ulama di nusantara menganut ajaran tasawuf
Sunni. Stagnasi ini juga dipengaruhi oleh peran Wali Songo dan murid-muridnya
yang melalui ajarannya menghambat tumbuhnya aliran sufi. Misalnya saja eksekusi
Syekh Siti Jenar yang dianggap menyebarkan ajaran sesat dan ingin membebaskan
masyarakat dari kewajiban dan hukum syariah.
Hamzah fansuri-lah yang pertama kali membuat ajaran tasawuf kembali
populer di kalangan penduduk nusantara. Belakangan, dialah yang memurnikan ajaran
sesat yang secara sempurna merujuk pada sumber utama Islam ini. Era Fansuri
Hamzah kemudian ditandai sebagai tahap awal perkembangan filsafat tasawuf di
nusantara.
Sekilas Hamzah Al-Fansuri, ia lahir di sebuah desa bernama Barus di pesisir
barat Sumatera Barat. Desa tempat ia dilahirkan kemudian dinamai menurut namanya
sebagai Hamzah Al-Fansuri. Tidak ada sumber pasti yang menyebutkan tanggal
lahirnya secara pasti. Namun yang pasti Hamzah Al-Fansuri hidup pada akhir abad
ke-15 hingga awal abad ke-16.
Sepanjang hidupnya, Hamzah fansuri pergi ke berbagai pelosok untuk mencari
ilmu. Ia belajar di Jawa, Siam, India, Persia, Mekah, Madinah, Bagdad dan tempat
lainnya. Di Bagdad, beliau menjumpai tarekat Qadiriyyah dan kemudian
memperdalamnya. Pemahaman tasawuf disampaikannya melalui tokoh-tokoh seperti
Abu Yazid al-Bushtomi, Ibnu Arabi, Abdul Qadir al-Jailani dan beberapa ulama dan
sufi lainnya. Namun perkembangan filsafat tasawuf di bawah Hamzah fansuri dan
muridnya seperti Syamsuddi Sumatrani tidak bertahan lama. Hal itu ditandai dengan
kemunculan ulama asal India, Nuruddin Ar-Raniry. Ia dan para pendukungnya yang
merupakan ahli hukum menilai ajaran filosofis tasawuf yang dikemukakan Hamzah
fansuri adalah sesat. Selain itu, mereka membakar karya-karya Hamzah fansuri dan
membunuh beberapa pendukungnya.
Selanjutnya perkembangan filsafat tasawuf lebih digalakkan melalui tafsir
Syekh Muhammad Ibnu Fadhullah Al-Burhanfuri. Tafsir ini dijadikan landasan dasar
pengembangan ajaran filsafat tasawuf karena dianggap tidak melanggar ajaran
Ahlussunnah wal Jamaah yang diajarkan Abdul Somad al-Palimbani dan Abdurrauf
Assingkili.
Alwi Shihab juga menambahkan, perkembangan filsafat tasawuf di Indonesia
juga dipengaruhi oleh kehadiran kolonialisme. Kehadiran mereka membangkitkan
semangat masyarakat Indonesia untuk mendalami sejarah tasawuf dan tasawuf masa
lalu di Indonesia.
Yang perlu ditegaskan dalam sejarah perkembangan aliran tasawuf ini adalah
adanya konflik sengit antara tasawuf filosofis dan tasawuf Sunni di Indonesia.
Hamzah Fansuri dan Ar-Raniry merupakan dua tokoh yang mempunyai nama besar di
tempat yang sama (Aceh) dan sering digambarkan sebagai simbol pertentangan
antara filsafat tasawuf dan tasawuf Sunni.
Artikel ini disusun oleh: Abil Arqam, Sunan Kanjeng Mustopo, Raden
Tarang Wetan, Panji Aryo

Daftar Referensi
Azizah, Rumzil, dan Rosidi. “Sejarah Perkembangan Tasawuf dari Zaman ke
Zaman.” IAIN Madura, 2019.
Derani, Saidun. “Syekh Siti Jenar : Pemikiran dan Ajarannya.” Buletin Al-Turas 20,
no. 2 (29 Januari 2020): 325–48. https://doi.org/10.15408/bat.v20i2.3764.
Faza, M. Daud Abrar. “Tasawuf Falsafi.” Al-Hikmah, 1, 1 (2019).
Hidayat, Nur. Ahklak Tasawuf. Yogyakarta: Ombak, 2013.
Mashar, Ali. Pengantar Tasawuf: Sejarah, Madzhab, dan Ajaran. Surakarta: Prodi
Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said Surakarta, 2020.
Ni’am, Syamsun. “HAMZAH FANSURI: PELOPOR TASAWUF WUJUDIYAH
DAN PENGARUHNYA HINGGA KINI DI NUSANTARA.” Epistemé: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman 12, no. 1 (29 Juni 2017): 261–86.
https://doi.org/10.21274/epis.2017.12.1.261-286.
Nicholson, Reynold A. “The Mysticm of Islam,” 1914.
Rusdiyanto, Rusdiyanto, dan Musafar Musafar. “AJARAN WUJUDIYAH
MENURUT NURUDDIN AR-RANIRI.” Potret Pemikiran 22, no. 1 (1 Juli 2018).
https://doi.org/10.30984/pp.v22i1.756.
Shihab, Alwi. Akar Tasawuf di Indonesia: antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf
Falsafi. Bandung: Pustaka IMaN, 2009.
Sudrajat, Ajat. “PEMIKIRAN WUJUDIYAH HAMZAH FANSURI DAN KRITIK
NURUDIN AL-RANIRI.” HUMANIKA 17, no. 1 (16 Januari 2019): 55–76.
https://doi.org/10.21831/hum.v17i1.23123.
Ulum, Miftahul. “Pendekatan Studi Islam: Sejarah Awal Perkenalan Islam Dengan
Tasawuf.” Al-Mada: Jurnal Agama Sosial dan Budaya 3 No. 2 (2020).

Anda mungkin juga menyukai