TEOSOFI
Dosen Pengampu
Disusun oleh :
JURUSAN FARMASI
KELAS A
PENDAHULUAN
Ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW tidak hanya sekedar
pengajaran semata. Nabi Muhammad memberikan contoh perbuatan dan perilaku,
tidak hanya menyuruh sesuatu yang beliau sendiri tidak lakukan. Beliau membaca
dan mengamalkan al-qur’an dengan berdungguh-sungguh, beliau menjalani
kehidupannya dalam keadaan sederhana dan menderita, akan tetapi beliau tetap
menghabiskan waktunya dengan bertaqarrub dan beribadah.
Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para
sahabat radhiyallahu ‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang
utama (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in). Istilah ini baru muncul
sesudah zaman tiga generasi ini. Abdul Hasan Al Fusyandi mengatakan, "Pada
zaman Rasulullah saw, tasawuf ada realitasnya, tetapi tidak ada namanya. Dan
sekarang, ia hanyalah sekedar nama, tetapi tidak ada realitasnya."Ilmu tasawwuf
menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian dalam Islam, karena
sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta generasi berikutnya telah
memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi)
dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas rohani lainnya
dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam berkecimpung dalam
mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka
orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah dan
mutasawwifin. Insan pilihan inilah kemudian yang mengembangkan dan
mengamalkan tasawwuf.
Dari beberapa buku (kajian) tentang asal usul tasawuf, biasanya kita
menjumpai pendapat atau teori-teori yang berkaitan dengan sumber-sumber yang
membentuk tasawuf. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa ada dua teori
yang berpengaruh dalam membentuk tasawuf, yaitu teori yang berasal dari ajaran
atau unsur Islam, dan teori yang berasal dari ajaran atau unsur lain di luar Islam.
Para orientalis Barat mengatakan bahwa tasawuf bukan murni dari ajaran Islam,
sementara para tokoh sufi mengatakan bahwa tasawuf merupakan inti ajaran dari
Islam. Kelahiran tasawuf sendiri memiliki banyak versi. Secara historis, yang
pertama kali menggunaan istilah tasawuf adalah seorang zahid yang bernama Abu
Hasyim Al-Kufi dari Irak (W.150 H). Ada anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawuf
bukan bersamaan dengan ajaran islam, tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan
perpaduan dari berbagai ajaran agama (Iskandar,2001).
Para tokoh sufi dan juga termasuk dari kalangan cendikian muslim
memberikan pendapat bahwa sumber utama ajaran tasawaf adalah bersumber dari
al-Qur’an dan al-Hadits. Al-Qur’an adalah kitab yang di dalam ditemukan
sejumlah ayat yang berbicara tentang inti ajaran tasawuf. Ajaran-ajaran tentang
khauf, raja’, taubat, zuhud, tawakal,syukur, shabar, ridha, fana, cinta, rindu,
ikhlas, ketenangan dan sebagainya secara jelas diterangkan dalam al-Qur’an.
Antara lain tentang mahabbah (cinta) terdapat dalam surat al-Maidah ayat 54,
tentang taubat terdapat dalam surat al-Tahrim ayat 8, tentang tawakal terdapat
dalam surat at-Tholaq ayat 3, tentang syukur terdapat dalam surat Ibrahim ayat 7,
tentang shabar terdapat dalam surat al-Mukmin ayat 55, tentang ridha terdapat
dalam surat alMaidah ayat 119, dan sebagainya (Hafiun, 2012).
Sejalan dengan apa yang dikatakan dalam al-Qur’an, bahwa al-Hadits juga
banyak berbicara tentang kehidupan rohaniah sebagaimana yang ditekuni oleh
kaum sufi setelah Rasulullah. Dua hadits populer yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim : “Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila
engkau tidak melihat-Nya, maka Ia pasti melihatmu” dan juga sebuah hadits yang
mengatakan: “Siapa yang kenal pada dirinya, niscaya kenal dengan Tuhan-Nya”
adalah menjadi landasan yang kuat bahwa ajaran-ajaran tasawuf tentang masalah
rohaniah bersumber dari ajaran Islam. Selanjutnya di dalam kehidupan Nabi
Muhammad SAW juga terdapat banyak petunjuk yang menggambarkan dirinya
sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah melakukan pengasingan diri ke Gua
Hira menjelang datangnya wahyu. Dia menjauhi pola hidup kebendaan di mana
waktu itu orang Arab menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta.
Dikalangan para sahabat pun juga kemudian mengikuti pola hidup seperti yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Abu bakar Ash-Shiddiq misalnya berkata:
“Aku mendapatkan kemuliaan dalam ketakwaan, kefanaan dalam keagungan dan
rendah hati”. Demikian pula sahabat-sahabat beliau lainnya seperti Umar bin
Khottob, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Dzar al-Ghiffari, Bilal,
Salman al-Farisyi dan Huzaifah alYamani (Hafiun, 2012).
Dari berbagai pendapat di atas dapat dipahami, bahwa teori asal usul
tasawuf bersumber dari ajaran Islam. Semua praktek dalam kehidupan para tokoh-
tokoh sufi dalam membersihkan jiwa mereka untuk mendekatkan diri pada Allah
mempunyai dasar-dasar yang kuat baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah.
Teori-teori mereka tentang tahapan-tahapan menuju Allah (maqomat) seperti
taubat, syukur, shabar, tawakal, ridha, takwa, zuhud, wara’ dan ikhlas, atau
pengamalan batin yang mereka alami (ahwal) seperti cinta, rindu, intim, raja dan
khauf, kesemuanya itu bersumber dari ajaran Islam (Hafiun, 2012).
Menurut teori Ignas Goldziher, bahwa asal usul tasawuf terutama yang
berkaitan dengan ajaran-ajaran yang diajarkan dalam tasawuf merupakan
pengaruh dari unsur-unsur di luar Islam. Goldziher mengatakan, bahwa tasawuf
sebagai salah satu warisan ajaran dari berbagai agama dan kepercayaan yang
mendahului dan bersentuhan dengan Islam. Bahkan berpendapat bahwa beberapa
ide al-Qur’an juga merupakan hasil pengolahan “ideology” agama dan
kepercayaan lain. Unsur agama dan kepercayaan lain selain Islam itu adalah unsur
pengaruh dari agama Nashrani, Hindu-Budha, Yunani dan Persia (Hafiun, 2012).
Pengaruh dari unsur agama Nashrani terlihat pada ajaran tasawuf yang
mementingkan kehidupan zuhud dan fakir. Menurut Ignas Goldziher dan juga
para Orientalis lainnya mengatakan bahwa kehidupan zuhud dalam ajaran tasawuf
adalah pengaruh dari rahibrahib Kristen. Begitu pula pola kehidupan fakir yang
dilakukan oleh para sufi adalah merupakan salah satu ajaran yang terdapat dalam
Injil. Dalam agama Nashrani diyakini bahwa Isa adalah orang fakir. Di dalam Injil
dikatakan bahwa Isa berkata: “Beruntunglah kamu orangorang miskin, karena
bagi kamulah kerajaan Alah. Beruntunglah kamu orang-orang yang lapar,
karena kamu akan kenyang.” Selain Ignas Goldziher, pendapat yang serupa juga
dilontarkan Reynold Nicholson. Menurut Nicholson, “Banyak teks Injil dan
ungkapan al-Masih (Isa) ternukil dalam biografi para sufi angkatan pertama.
Bahkan, sering kali muncul biarawan Kristen yang menjadi guru dan menasehati
kepada asketis Muslim. Dan baju dari bulu domba itu juga berasal dari umat
Kristen”.
Untuk selanjutnya ada juga teori yang mengatakan bahwa tasawuf juga
dipengaruhi oleh unsur Yunani. Menurut Abuddin Nata, bahwa metode berfikir
filsafat Yunani telah ikut mempengaruhi pola berfikir umat Islam yang ingin
berhubungan dengan Tuhan. Hal ini terlihat dari pemikiran al-Farabi, al-Kindi,
Ibn Sina tentang filsafat jiwa. Demikian juga uraian mengenai ajaran tasawuf
yang dikemukakan oleh Abu Yazid, al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi dan lain-
lain. Menurut Abuddin Nata, ungkapan Neo Platonis :”Kenallah dirimu dengan
dirimu” telah diambil sebagai rujukan oleh kaum sufi memperluas makna hadits
yang mengatakan: “Siapa yang mengenal dirinya, niscaya dia mengenal
Tuhannya”. Dari sinilah munculnya teori Hulul, Wihdah Asy-Syuhud dan
Wihdah al-Wujud. Filsafat Emansi Platonis yang mengatakan bahwa wujud alam
raya ini memancar dari zat Tuhan Yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan
akan kembali kepada Tuhan. Tetapi dengan masuknya ke alam materi, roh
menjadi kotor, maka dari itu roh harus dibersihkan. Penyucian roh itu adalah
dengan meninggalkan dunia dan mendekati diri dengan Tuhan sedekat-dekatnya.
Ajaran inilah yang kemudian mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaum
Zuhud dan sufi dalam Islam (Hafiun, 2012).
Setelah beliau resmi diangkat menjadi Rasul dan Nabi Utusan Allah
S.W.T., keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana
kerakyatan, meskipun beliau berada didalam lingkaran hidup yang serba dapat
terpenuhi keinginannya. Pada waktu malam hari, sedikit sekali beliau tidur,
waktunya dihabiskan hanya untuk bertawajjuh kepada Allah dan memeperbanyak
dzikir kepada Allah.
Tempat tidurnya hanya terbuat dari balai kayu biasa dengan alasnya dari
daun kurma, tidak pernah memakai pakaian yang terdiri dari wool meski mampu
mebelinya. Beliau lebih cinta dalam suasana hidup sederhana daripada hidup
bermewah-mewahan. Peri hidup Nabi Muhammad s.a.w. sudah cukup menjadi
suri tauladan bagi para tokoh Shufi yang ingin menempuh jalan kebenaran.
Di kalangan para sahabat pun ada pula orang yang mengikuti praktek
bertasawuf sebagaimana diamalkan oleh Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar Ash-
Shiddiq misalnya berkata: “Aku mendapatkan kemuliaan dalam ketakwaan,
kefanaan dalam keagungan dan rendah hati. Demikian pula khalifah Umar Ibn
Khattab pada suatu ketika pernah berkhutbah di hadapan jamaah kaum muslimin
dalam keadaan berpakaian yang sangat sederhana. Selanjutnya khalifah Usman
Ibn ‘Affan banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan membaca al-
Qur’an, Baginya al-Qur’an ibarat surat dari kekasih yang selalu dibawa dan
dibaca ke manapun ia pergi. Demikian pula sahabat-sahabat lainnya seperti Abu
Dzar al-Ghiffari, Tamin Darmy, dan Huzafah al-Yamani(Yamani,2003).
Tasawuf yang mengajari manusia cinta kepada Allah s.w.t. dengan cinta
hamba kepada Tuhannya, dan yang mangajari manusia rindu kepada Tuhan
Rahman dan Rahim. Dunia boleh dimanfaatkan, tetapi jangan terpengaruh oleh
godaannya. Orang yang telah mengingkari patokan dari Rasulullah s.a.w. adalah
orang yang sesat bukan termasuk ummat Muhammad s.a.w. Jadi ciri khas
Tashawwuf dimasa Rasulullah ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad s.a.w.
Dari kisah sufisme para sahabat di atas, maka para sufi berpendapat ada
hal-hal yang perlu disimpan sebagai rahasia dalam ilmu tasawuf. Karena tidak
semua ajaran tasawuf boleh disebarluaskan kepada siapapun. Memang ada
beberapa ajaran tasawuf yang tidak boleh diajarkan secara sembarangan kecuali
kepada orang-orang yang dipilih dan dianggap telah layak untuk menerimanya,
sebab Abu Hurairah r.a. pernah berkata: Aku memperoleh dari Rasulullah Saw
dua bejana ilmu pengetahuan. Satu di antaranya aku tanyakan kepada orang lain
dan satunya lagi tidak aku tanyakan, dan kalau aku tanyakan niscaya leherku akan
dipenggal orang (Riwayat Bukhari) (Hamka,1980).
Masa Pembentukan
Pada pertengahan abad ke-1 Hijriyah, muncul nama Hasan Basri (642-728M),
seorang tokoh zahid pertama dan termasyhur dalam sejarah tasawuf. Hasan Basri
tampil pertama dengan mengajarkan ajaran khauf (takut) dan raja‟ (berharap),
setelah itu diikuti oleh beberapa guru yang mengadakan gerakan pembaharuan
hidup kerohaniahan dikalangan muslimin(Zulkifli,2002). Ajaran-ajaran yang
muncul pada abad ini yakni khauf, raja‟, ju‟(sedikit makan), sedikit bicara,
sedikit tidur, zuhud (menjauhi dunia) khalwat (menyepi), shalat sunnah sepanjang
malam dan puasa disiang harinya, menahan nafsu, kesederhanaan, memperbanyak
membaca al-Qur‟an dan lain-lainnya(Zulkifli,2002).
Masa pengembangan ini terjadi pada kurun antara abad ke-III dan ke-IV
H. Pada kurun ini muncul dua tokoh terkemuka, yakni Abu Yazid al-Bushthami
(w.261 H.) dan Abu Mansur al-Hallaj (w. 309 H.). Abu Yazid berasal dari Persia,
dia memunculkan ajaran fana‟ (lebur atau hancurnya perasaan) (Baldick, 2002),
Liqa‟ (bertemu dengan Allah Swt) dan Wahdah al-Wujud (kesatuan wujud atau
bersatunya hamba dengan Allah Swt).
Masa Konsolidasi
Masa yang berjalan pada kurun abad V M. ini sebenarnya kelanjutan dari
pertarungan dua madzhab pada kurun sebelumnya. Pada kurun ini pertarungan
dimenangkan oleh madzhab tasawuf Sunni. Madzhab tasawuf Sunni mengalami
kegemilangan ini dipengaruhi oleh kemenangan madzhab teologi Ahl Sunnah wa
al-Jama‟ah yang dipelopori oleh Abu Hasan al-Asy‟ari (w. 324 H) yang
mengkritik pedas terhadap teori Abu Yazid dan al-Hallaj sebagaimana yang
tertuang dalam syathahiyat mereka yang dia anggap melenceng dari kaidah dan
akidah Islam. Tokoh-tokoh yang mengkritik madzhab semi falsafi yaitu(Syukur,
2002):
Masa Falsafi
Pada masa (abad VI dan VII H) ini muncul dua hal penting yakni;
Pertama, kebangkitan kembali tasawuf semi-falsafi yang setelah bersinggungan
dengan filsafat maka muncul menjadi tasawuf falasafi, dan kedua, munculnya
orde-orde dalam tasawuf (thariqah) (Syukur, 2002).
Sementara orde-orde tasawuf yang muncul pada kurun ini (terutama pada
abad ke VII H) antara lain, tarekat Qadiriyyah, didirikan oleh „Abd al-Qadir Jilani
(1166 M.) dan berpusat di Baghdad, tarekat Naqshabandiyah, didirikan oleh
Muhammad ibn Baha‟ al-Din (791 H.) dan didirikan di Asia Tengah.
Masa Pemurnian
Menurutnya, fana‟ yang masih sesuai dengan ajaran Islam ialah jenis
fana‟ yang pertama dan kedua, sementara jenis fana‟ yang ketiga sudah
menyeleweng dan pelakunya dihukumi kafir, sebab ajaran tersebut beranggapan
bahwa „wujud Khaliq‟ adalah „wujud Makhluq‟(Masjid,2000).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Hafiun, Muhammad. 2012. Teori Asal Usul Tasawuf. Jurnal Dakwah. Vol. XIII,
No.2
Syukur, HM. 2002. Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial
Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar